Anda di halaman 1dari 19

Ambliopia

Pendahuluan

Ambliopia didefinisikan kelainan penurunan visus tanpa kelainan struktural bola


mata atau kelainan pada jalur penglihatan.1 Ambliopia adalah kelainan yang didapat pada
penglihatan monokuler yang diakibatkan pengalaman visual abnormal pada awal
kehidupan. Ambliopia biasanya unilateral tapi bisa juga bilateral. Pada ambliopia tidak
terdapat perubahan struktur okuler namun berkaitan dengan kondisi lain sehingga
menyebabkan penurunan visus. Kata ambliopia berasal dari bahasa Yunani yang berarti
penglihatan yang suram.2
Ambliopia menyebabkan penurunan visus unilateral lebih banyak pada anak-anak
dibandingkan penyebab lainnya sementara kelainan ini seharusnya dapat dicegah dan
diterapi dengan deteksi dini dan terapi yang tepat.1 Prevalensinya 1-4%.3 Kebanyakan
kasus disebabkan kelainan kesejajaran bola mata, biasanya esotropia sewaktu bayi atau
masa awal kanak-kanak. Penyebab lainnya anisometrop atau kombinasi strabismus dan
anisometrop.4 Anaka-anak penderita ambliopia seharusnya diidentifikasi pada usia muda
sehingga prognosisnya lebih baik.1
Hilangnya visus pada ambliopia bervariasi dari ringan ke berat. Sekitar 25% kasus
dengan visus lebih kurang dari 6/30 dan 75% lebih baik dari 6/30.4

1
Perkembangan visus normal
Perkembangan visus monokuler
Sewaktu lahir, visus berkisar 1/300 -1/60. Hal ini disebabkan imaturitas pusat
penglihatan di otak. Visus berkembang secara cepat pada bulan-bulan awal kehidupan
hingga gambar di retina menjadi fokus dan menstimulasi perkembangan pusat
penglihatan , termasuk nukleus genikulatum lateral dan korteks striata. Perkembangan
visus yang normal membutuhkan stimulasi visual yang tepat termasuk gambar yang jelas
di retina yang seimbang di kedua mata.5
Perkembangan penglihatan sangat aktif dan rentan pada waktu 3 bulan pertama
kehidupan yang disebut masa kritis perkembangan penglihatan. Gambar 1
memperlihatkan kurva perkembangan penglihatan menurut umur. Perlu diperhatikan
bahwa kurva paling curam sewaktu bulan-bulan awal kehidupan yaitu peiode kritis
perkembangan visual. Perkembangan visus berlanjut agak lambat hingga umur 7-8 tahun.
Stimulasi visus yang abnormal oleh bayangan retina yang kabur atau strabismus pada
awal masa perkembangan penglihatan seperti adanya katarak kongenital atau strabismus
dapat berakibat kerusakan permanen pada pusat penglihatan di otak.5

Gambar 1. Kurva perkembangan visus sesuai usia. Tampak kemajuan perkembangan


visus yang pesat pada periode kritis perkembangan visual (sejak lahir hingga 3 bulan),
m,months; y, years.5

2
Perkembangan visus binokuler
Perkembangan visus binokuler seiring dengan berkembangnya penglihatan
monokuler. Akson-akson yang berasal dari bagian nasal retina akan berjalan menyilang
kontralateral untuk bergabung dengan akson bagian temporal retina di kiasma optikum
dan akan bersama-sama bergabung dengan neuron-neuron di nukleus genikulatum lateral.
Selanjutnya neuron-neuron ini akan menuju ke korteks striata untuk berhubungan dengan
neuron kortikal binokuler yang berespon terhadap rangsangan yang berasal dari kedua
mata. Sedangkan neuron kortikal monokuler akan bereaksi terhadap rangsangan yang
berasal dari satu mata. Pada manusia dan beberapa binatang dengan penglihatan
binokuler, sekitar 70% neuron-neuron di korteks striata merupakan neuron-neuron
binokuler sedangkan sisanya merupakan neuron monokuler. Neuron-neuron binokuler
bersama-sama dengan neuron-neuron di daerah asosiasi visual otak akan menghasilkan
penglihatan binokuler tunggal (binokuler single vision)dan stereopsis.6

Tabel 1. Perkembangan visus normal5

Patofisiologi ambliopia

3
Ambliopia disebabkan stimulasi visual yang abnormal selama masa
perkembangan visual sehingga terjadi gangguan pada pusat penglihatan di otak. Ada 2
bentuk stimulasi abnormal yaitu pertama distorsi pola (pattern distrortion) contohnya
bayangan yang kabur di retina dan kedua supresi kortikal contohnya supresi konstan
pada satu mata. Distorsi pola dan supresi kortikal dapat terjadi secara sendiri atau
bersamaan menyebabkan ambliopia pada imatur visual.
Ambliopia dapat ditimbulkan dengan mengaburkan satu atau dua bayangan retina.
Strabismus akan menyebabkan ambliopia pada anak hewan coba bila hewan coba
berfiksasi dengan satu mata dan supresi konstan pada mata sebelah. 5
Perubahan patologik terkait dengan induksi ambliopia pada model hewan timbul
di nukleus genikulatum lateral dan korteks striata. Normalnya, ada 6 lapis nuklear pada
nukleus genikulatum lateral; 3 lapisan berhubungan dengan mata kanan dan 3 lapisan
berhubungan dengan mata kiri. Karena bayangan retina yang kabur, hanya 3 lapisan yang
berhubungan dengan mata dengan bayangan yang jelas di retina. Seiring dengan
meningkatnya stimulasi visual pada mata yang sehat , ketiga lapisan ini menjadi lebih
gelap dan besar dari normalnya. Hal ini menunjukkan bahwa visus yang buruk pada
pasien ambliopia disebabkan oleh kerusakan otak.5

Pemeriksaan ambliopia
1. Pemeriksaan visus
Secara konvensional, adanya perbedaan visus paling sedikit 2 baris antara kedua
mata mengindikasikan adanya ambliopia. Pemeriksaan visus harus dilakukan baik
menggunakan chart normal (line acuity) maupun dengan menggunakan simbol (letter
acuity). Pada ambliopia terdapat perbedaan hasil dari pemeriksaan dengan menggunakan
kedua pemeriksaan ini , dimana tidak ditemukan pada kelainan organik yang lain.7

Pada bayi / anak-anak yang belum bisa mengucapkan kata-kata dengan baik
( preverbal child) dapat digunakan pemeriksaan menggunakan boneka jari (finger
puppet), mengambil benda / kue yang diletakkan di telapak tangan, optokinetic nistagmus
(OKN), visual evoked potential (VEP) dan forced preferential looking (FPL). Untuk

4
anak-anak usia 2,5 tahun atau yang sudah dapat mengidentifikasi beberapa macam bentuk
benda , dapat digunakan Allen cards, gambar-gambar wright, simbol Lea, huruf E dan tes
HOTV. Pemeriksaan visus dekat juga harus dilakukan untuk menilai adanya nistagmus,
strabismus, katarak, keluhan-keluhan astenopia pada jarak dekat. Juga perlu dinilai
kecepatan membaca penderita. Adanya kecepatan membaca yang berkurang merupakan
tanda ambliopia.5

Gambar 2. Gambar Wright terdiri dari garis-garis hitam dan putih dengan ketebalan dan
jarak warna putih yang konstan. Gambar Wright berkorelasi dengan baik dengan
pemeriksaan Snellen.5

Pemeriksaan visus juga dapat dilakukan dengan menggunakan kartu Teller (Teller
acuity cards). Dimana pada pemeriksaan ini digunakan garis-garis vertikal. Pemeriksaan
ini terutama berguna untuk membedakan visus pada satu mata dengan mata sebelahnya
dan dapat digunakan pada semua penderita yang tidak kooperatif dengan menggunakan
pemeriksaan visus lainnya.5

5
Gambar 3. Pemeriksaan menggunakan Teller card 8

2. Tes fiksasi
Dilakukan pada anak-anak yang belum lancar berbicara, dimana yang dilakukan pada
pemeriksaan ini adalah menilai kualitas dari fiksasi monokuler atau binokuler fixation
preference. Ada beberapa pemeriksaan diantaranya:

a. Tes fiksasi monokuler


Normal pada anak-anak umur 2-3 bulan sudah memperlihatkan fiksasi sentral
dengan accurate smooth pursuit dan gerakan mata sakkadik. Tes yang digunakan
untuk fiksasi sentral yaitu dengan menutup satu mata kemudian gerakkan target
secara perlahan-lahan maju mundur di depan penderita dan amati secara akurat
fiksasinya. Anak-anak dengan fiksasi sentral melihat langsung pada target dan
secara akurat mengikuti gerakan target tersebut. Fiksasi sentral mengindikasikan
penglihatan fovea antara 20/100 atau lebih baik.7

b. Fiksasai eksentrik

6
Maksud dari fiksasi eksentrik adalah fovea dalam keadaan tidak berfiksasi dan
penderita melihat dari bagian retina ekstra fovea. Penderita dengan fiksasi
eksentrik bayangan terlihat di samping dari target fiksasi secara tidak langsung.
Mereka mempunyai pursuit yang tidak baik sehingga penderita tidak dapat
mengikuti target secara akurat.5

Gambar 4. Pemeriksaan fixation preference. Penderita dengan fixation preference yang kuat pada
mata kiri (gambar kiri) dan mata ambliopia pada mata kanan. Penutupan mata secara temporer
pada mata kiri memaksa mata kanan untuk berfiksasi (gambar tengah), tapi bila penutup dibuka
maka penderita akan memfiksasikan matanya ke arah kiri (gambar kanan). Hal ini menunjukkan
fixation preference yang kuat yaitu adanya ambliopia.5

7
Gambar 5. Penderita ini lebih senang memfiksasikan matanya ke arah kiri (gambar kiri). Bila mata
kiri ditutup akan memaksa mata kanan untuk berfiksasi (gambar tengah). Bila penutup dilepaskan
maka penderita tetap mempertahankan fiksasinya dengan mata yang tidak mengalami fiksasi
(gambar kanan). Hal ini menandakan tidak adanya ambliopia.5

c. Visuscope
Alat ini merupakan salah satu alat yang menyerupai funduskopi direk . Alat ini
memproyeksikan bayangan ke retina sehingga pemeriksa dapat melihat bayangan
tersebut di retina. Alat ini digunakan untuk memeriksa anak-anak yang lebih
besar. Pertama-tama bayangan akan diproyeksikan di retina parafovea kemudian
penderita diminta untuk melihat pada bayangan. Bila penderita mempunyai fiksasi
sentral maka penderita akan memfiksasi ulang bayangan agar jatuh di retina. Pada
fiksasi eksentrik, penderita akan melihat dengan retina parafovea sehingga akan
melihat bayangan yang bergerak-gerak, tidak terfiksasi. Makin perifer letak
fiksasi eksentrik maka ambliopianya makin berat.5

d. Tes prisma vertikal

8
Kemampuan fiksasi pada masing-masing mata juga berguna untuk menentukan
ada tidaknya ambliopia yang disertai dengan strabismus. Bila dicurigai adanya
ambliopia tanpa strabismus maka strabismus dapat dimunculkan dengan
menggunakan prisma 10-15 D yang diletakkan vertikal di depan satu mata dan
pola fiksasi pada masing-masing mata. Mata yang berfiksasi akan bergerak-gerak
atau tetap eksentrik pada kasus ambliopia berat.5

Gambar 6. Prisma vertikal diletakkan di depan salah satu mata untuk mengidentifikasikan mata
mana yang berfiksasi sehingga fixation preference dapat ditentukan.(A). Mata kanan berfiksasi
karena mata kanan dalam posisi primer dan penderita mengabaikan bayangan vertikal yang tidak
pada tempatnya pada mata kiri.5

9
Gambar 6.(B) Penderita tetap berfiksasi pada mata kanan. Kedua mata bergerak ke atas karena
mata kanan melihat melalui prisma. Prisma diletakkan base down sehingga mata bergerak ke atas. 5

e. Cross-fixation
Cross-fixation adalah keadaan dimana penderita melihat dengan esotropia sudut
lebar dan otot rektus medial yang kencang sehingga sulit untuk melakukan
gerakan pada posisi primer sehingga mata tetap pada posisi adduksi. Mata kanan
yang beradduksi akan memfiksasi obyek dengan melihat ke kiri demikian juga
sebaliknya. Cross-fixation merupakan tanda adanya visus yang seimbang tapi hal
ini tidak menjamin penderita dapat melihat sama antar kedua mata. Kemampuan
utnuk menahan fiksasi pada garis tengah atau pada gerakan smooth pursuit
dengan mata yang lain merupakan kriteria yang lebih baik untuk visus yang
seimbang.5

f. Nistagmus laten
Penderita dengan strabismus sering ditemukan adanya nistagmus laten yang
merupakan nistagmus horizontal jerk yang muncul atau akan memburuk pada
kedua mata bila salah satu mata ditutup. Untuk mengevaluasi fungsi visus
monokuler, kaburkan penglihatan satu mata dengan lensa positif sehingga akan
membuat sedikit nistagmus dibandingkan bila mata ditutup. Gunakan lensa positif
minimum yang diperlukan untuk menimbulkan fiksasi pada mata di sebelahnya.
Biasanya dengan menggunakan lensa +5 D sudah cukup untuk menimbulkan
penglihatan jauh dan memfiksasi mata sebelahnya.5

g. Pemeriksaan streak retinoskopi


Dengan streak retinoskopi dapat menilai kelainan refraksi sferosilinder, astigmat
reguler dan ireguler secara obyektif. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak-
anak preverbal dan prasekolah. Pada pemeriksaan ini , mata penderita dalam
keadaan tidak berakomodasi dan penderita diminta berfiksasi pada jarak tertentu
pada target. Pada anak-anak diberikan sikloplegik. Pemeriksaan ini dilakukan di
ruangan dengan cahaya redup dan melihat refleks cahaya yang terpantul pada
pupil. Pada orang emetrop, refleks cahaya terlihat paralel dengan cahaya yang

10
terpantul. Pada pasien miop akan terlihat refleks yang konvergen sedangkan pada
hipermetrop akan terlihat refleks yang divergen. Yang dilihat pada refleks ini
adalah kecepatannya, terangnya dan lebarnya refleks cahaya. Pada astigmatisme,
refleks cahaya yang terlihat tidak sejajar dengan salah satu meridian, baik
meridian 90° maupun 180° sehingga harus dicari aksis yang sesuai. Bila telah
didapatkan aksis yang sesuai akan tampak refleks cahaya yang paling sempit
dengan intensitas yang paling terang. Jika pemeriksa menggunakan lensa koreksi
yang sesuai maka refleks cahaya ini dapat ternetralisasi yaitu pada saat refleks
cahaya ini menjadi tidak bergerak lagi. Dengan demikian dapat diketahui lensa
yang menetralisasi ini merupakan kelainan refraksi pasien. Selain itu perlu
diperhatikan lensa kerja yang dipakai. Jika pemeriksa bekerja pada jarak 67 cm
maka koreksi lensa yang dipakai harus dikurangi dengan +1,50 D.9

Klasifikasi ambliopia7
Penyebab ambliopia adalah:
1. Strabismus
2. Anisometropia
a. Anisohipermetrop
b. Anisomiop
3. Isoametropia
4. Bentuk deprivasi visual (ambliopia ex anopsia) unilateral / bilateral
a. Ptosis total, kekeruhan media refrakta, oklusi unilateral dan atropinisasi
berkepanjangan
b. Hipermetrop tinggi bilateral yang tidak dikoreksi
c. Astigmat
d. Nistagmus

Ambliopia strabismik

11
Bentuk ini merupakan bentuk ambliopia yang paling umum yang mengenai anak-
anak dengan gangguan kesejajaran bola mata. Tropia non alternan yang menetap seperti
esotropia yang paling sering menyebabkan ambliopia. Hal ini terjadi karena adanya
persaingan atau interaksi inhibisi antar neuron yang membawa impuls yang tidak berfusi
dari kedua mata sehingga timbul dominasi pada pusat penglihatan kortikal oleh mata
yang berfiksasi dan berkurang responnya terhadap mata yang tidak berfiksasi.10

Ambliopia anisometrop
Bentuk ini merupakan bentuk ambliopia kedua tersering yang terjadi karena
adanya gangguan refraksi yang tidak seimbang pada kedua mata sehingga bayangan pada
satu retina menjadi tidak fokus. Hal ini terjadi sebagian akibat bayangan kabur pada
perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terkena dan sebagian lagi karena
kompetisi interokuler atau inhibisi.Hipermetrop ringan atau astigmat anisometrop dapat
menimbulkan ambliopia ringan. Miop ringan anisometrop ( < 3 D) biasanya tidak
menyebabkan ambliopia. Miop tinggi unilateral ( -6 D) dapat menyebabkan ambliopia
berat. Deteksi dan terapi sering terlambat hingga usia sekolah bahkan lebih sehingga
perbaikan visus biasanya tidak memuaskan.7

Ambliopia isoametrop
Reduksi bilateral tajam penglihatan yang ringan biasanya berasal dari gangguan
refraksi tinggi yang tidak terkoreksi pada kedua mata anak. Ini disebabkan bayangan
retina yang kabur. Hipermetrop > +5 D dan miop > -10 D dapat menyebabkan ambliopia
bilateral.7

Ambliopia deprivasi ( ambliopia ex anopsia)


Bentuk ini biasanya disebabkan kekeruhan media refrakta kongenital atau didapat.
Tipe ini paling kurang tapi paling buruk dan sulit diterapi. Katarak kongenital menempati
area pupil menyebabkan ambliopia berat.7

Skrining visus ambliopia

12
Skrining visus harus dimulai pada saat lahir dan dilanjutkan sebagai pemeriksaan
rutin pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. I-ARM (inspection-acuitry, red reflex and
motility) dapat membantu mengingat hal yang perlu dilakukan pada skrining anak. 5

Tabel 2. Skrining visus I-ARM5

Tes refleks merah


Tes ini penting dilakukan pada bayi baru lahir dan merupakan tes untuk skrining
visus yang paling baik pada bayi dan anak-anak.Cara melakukan tes ini adalah dengan
menggunakan oftalmoskopi direk dan melihat ke mata pasien pada jarak 2 kaki dari
pasien. Digunakan sinar yang lebar agar dapat memeriksa kedua mata pada saat
bersamaan. Lampu ruangan diredupkan dan diusahakan pasien melihat langsung ke arah
oftalmoskop. Awalnya digunakan iluminasi yang rendah lalu ditingkatkan secara
perlahan hingga terlihat refleks merah yang mengisi pupil dan sekitar 1 mm refleks putih
kecil yang muncul sebagai refleks kornea. Jadi pada saat bersamaan dapat dilihat refleks
merah dan refleks kornea ( refleks Hirschberg). 5

13
Gambar 7. Refleks merah dan refleks cahaya kornea sentral yang simetri5

Gambar 8. Refleks abnormal. Mata kiri katarak5

14
Gambar 9. Anisometrop, refleks lebih terang pada mata kanan5

Terapi ambliopia
Koreksi refraktif
Intervensi awal adalah meresepkan kacamata yang diperlukan.
Acuan untuk meresepkan kacamata pada pasien dengan ambliopia bervariasi menurut
pengalaman dokternya dan usia anak akan tetapi normalnya harus dikoreksi anisometrop
di atas 0,5 D dan astigmat 1,5 D atau lebih. Hipermetrop harus dikoreksi penuh pada
pasien strabismus usia muda. Miop harus dikoreksi penuh pada waktu pemeriksaan
dengan trial frame di klinik.4
Ada kontroversi tentang kapan memulai terapi tambahan seperti oklusi’ Beberapa
klinisi lebih suka memberi terapi oklusi sesegera mungkin sementara yang lainnya
menunggu beberapa waktu dan yang lain menunggu perbaikan dengan kacamata sudah
maksimal.4

Terapi oklusi
Terapi oklusi menggunakan patch yang ditempelkan pada mata yang normal
sehingga memaksa menggunakan mata yang ambliopia.Terdapat beberapa pendapat
tentang berapa jumlah jam patcing sehari. Ada yang memberikan 20 menit hingga 6 jam
sehari. Efek samping terapi oklusi adalah iritasi kulit tapi hal ini jarang terjadi. Hal yang

15
lebih serius adalah terjadi penurunan visus lebih dari satu baris pada mata normal. Ini
lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda dengan terapi intens dan intervalnya lama
dan tidak datang untuk kontrol.7
Terapi oklusi sangat bermanfaat pada ambliopia anisometrop dan ambliopia
strabismus. Dosis dan lama terapi harus didiskusikan dengan orang tua pasien. Patch
yang opak dan melekat lebih disukai dibandingkan kacamata yang buram sebelah atau
patch yang tidak melekat karena kacamata yang buram sebelah maupun patch yang tidak
melekat mudah ditanggalkan oleh pasien. Sekali dosis oklusi dimulai maka pasien harus
kontrol untuk diperiksa visusnya dalam jangka waktu 1 minggu untuk setiap tahun usia
pasien. Contohnya pada pasien usia 3 tahun maka dianjurkan kontrol tiap 3 minggu untuk
memeriksa perbaikan visusnya. Pendekatan ini penting pada oklusi full-time sementara
yang part-time waktu kontrolnya dapat lebih lama. Follow-up awal dengan interval 2
bulan untuk patching 2-6 jam sehari dianggap cukup. Setelah interval pertama, bila mata
dengan ambliopia menunjukkan perbaikan dan tidak ada penurunan visus pada mata yang
sehat maka interval follow-up dapat ditingkatkan menjadi 3 bulan. Terapi dilanjutkan
hingga tidak ada perbaikan dalam dua kali follow-up terakhir dengan interval 3 bulan
atau lebih.11
Kebanyakan terapi ambliopia berdasarkan pengalaman klinis dengan pasien
strabismus , anisometrop atau kombinasi. Pada pasien dengan katarak atau kekeruhan
media refrakta ambliopia yang diderita lebih berat .

Terapi penalisasi
Terapi penalisasi merupakan terapi alternatif dari terapi oklusi pada ambliopia.
Kedua terapi ini mempunyai maksud mengaburkan visus dekat maupun jauh pada mata
yang normal. Penggunaan terapi ini pertama kalinya oleh Worth, walaupun demikian
penggunaan terapi ini tidak sebanyak terapi oklusi.4
Penalisasi farmakologik menggunakan sikloplegik seperti atropin pada mata yang
normal. Sikloplegik mencegah akomodasi, mengaburkan mata yang sehat pada fiksasi
dekat dan memaksa menggunakan mata yang ambliopia untuk melihat dekat. Beberapa
klinisi mengurangi atau menghilangkan lensa sferis positif pada kacamata pada mata
yang sehat dengan maksud memperbesar efek kabur pada mata yang sehat. Terapi

16
penalisasi ini dianjurkan pada pasien dengan visus 6/30 -6/60. Keberhasilan terapi ini
agak lambat dibandingkan terapi oklusi.12
Penalisasi optik dengan menempatkan lensa positif pada mata yang normal dengan
maksud mengaburkan visus jauh mata normal sehingga memaksa pasien menggunakan
mata yang ambliopia untuk melihat jauh. Penalisasi optik digunakan pada ambliopia
ringan ( visus 20/60 atau lebih baik). Lensa positif yang digunakan pada mata sehat +2,50
D atau +3 D. Terapi ini dilakukan selama 2 tahun atau lebih.4

Terapi aktif
Terapi aktif membantu terapi oklusi. Tidak disarankan sewaktu anak tidur
melainkan disarankan anak-anak terlibat aktivitas selama patching sehingga terjadi
interaksi visual. Contohnya aktivitas di rumah, menggambar, membaca . atau menonton.
Terapi ini menolong meningkatkan penerimaan pasien terhadap terapi oklusi dan
menolong meningkatkan akomodasi dan fiksasi. Terapi aktif juga menolong bila terapi
oklusi sendiri tidak cukup.4

Terapi sistemik
Neurotransmitter katekolamin berperan dalam perkembangan korteks visual.
Pemberian levodopa oral dapat memperbaiki visus mata ambliopia. Bila terapi
farmakologik dikombinasi dengan terapi oklusi maka terdapat perbaikan visus lebih besar
dibandingkan terapi oklusi saja.4

Terapi kombinasi
Klinisi biasanya memberi lebih dari satu terapi . Terapi yang umum digunakan
adalah part-time patch dan pemberian atropin topikal. Anak menggunakan patch sewaktu
tidak di sekolah atau pada waktu melakukan kegiatan karena dirasakan menganggu rasa
percaya diri dan kenyamanannya Alternatif kedua adalah memberi atropin dan
mengurangi lensa sferis positif pada mata yang sehat sehingga mengaburkan mata yang
sehat. Mata yang sehat harus selalu diperhatikan apakah ada penurunan visus.4

Penghentian terapi

17
Terapi dihentikan bila pasien tidak lagi memperlihatkan perbaikan visus.Walaupun
demikian, lamanya terapi sebelum penghentian terapi tidak jelas. Terapi minimal 3 bulan
tanpa perbaikan sebaiknya dihentikan.
Sekali terapi mencapai hasil maksimal, terapi dapat dihentikan dengan mengurangi
50% tiap 3 bulan untuk mencegah rekurensi. 4

Penutup
Ambliopia merupakan keadaan penurunan visus tanpa ditemukan kelainan pada
bola mata atau jalur penglihatan. Beberapa penanganan seperti koreksi kacamata, koreksi
oklusi, koreksi penalisasi dan kombinasi dari beberapa teknik koreksi telah dilakukan.
Ambliopia harus segera ditangani agar dapat tercapai perbaikan visus yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Amblyopia. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. Vol 6. San Francisco: American Academy of Ophthalmology;
2005:63-70.
2. Greenwald MJ, Parks MM. Amblyopia. Duane's on CD ROM. Vol 1.
3. Screening for Visual Impairment in Children Younger Than Age 5
Years:Recommendation Statement . Ann Fam Med 2004;2:263-266.
4. Repka MX. Amblyopia management. In: Taylor D, Hoyt CS, eds. Pediatric
Ophthalmology and Strabismus. 3 ed. Toronto: Elsevier; 2005:862-867.
5. Wright KW. Visual Development and Amblyopia. In: W.Wright K, Spiegel PH,
Thompson LS, eds. Handbook of Pediatric Strabismus and Amblyopia. New
York: Springer; 2006:103-137.
6. Agrawal RA, Conner IP, Odom JV, et al. Relating Binocular and Monocular
Vision in Strabismic and Anisometropic Amblyopia Arch Ophthalmol.124:844-
850.
7. Datta H. Amblyopia. Strabismus. New Delhi: Jaypee Brothers; 2004:24-30.
8. Billson F. Amblyopia. In: Lightman S, ed. Strabismus. London: BMJ; 2003:5-6.

18
9. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Clinical refraction. Clinical optics. San
Francisco: American Academy Ophthalmology; 2005-2006:125-134.
10. Cruz OA, Flynn JT. Amblyopia. In: Cibis GW, ed. Decission Making in Pediatric
Ophthalmology. St Louis: Mosby; 1993:182-183.
11. Beck RW. Randomized Trial of Treatment of Amblyopia in Children aged 7 to 17
years old. Arch Ophthalmol. 2005;123:437-447.
12. Beck RW. Two-Year Follow-up of a 6-Month Randomized Trial of Atropine vs
Patching for Treatment of Moderate Amblyopia in children. Arch Ophthalmol.
2005;123:149-157.

19

Anda mungkin juga menyukai