Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Tahu


merupakan makanan yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Hal
ini dilakukan sebagai upaya pemenuhan gizi bagi sebagian masyarakat
Indonesia. Selain harganya yang relatif terjangkau oleh masyarakat, tahu juga
memiiki kandungan gizi yang bisa mensuplai kebutuhan protein bagi tubuh.

Tahu sering disebut dengan daging tanpa tulang karena kandungan


gizinya yang tinggi, terutama mutu protein yang setara dengan daging hewan.
Bahkan protein tahu lebih tinggi dibandingkan dengan protein kedelai dan
tahu yang mempunyai mutu protein nabati terbaik karena memiliki komposisi
asam amino terlengkap dan daya cerna yang tinggi atau sebesar 85–98 %
(Widaningrum, 2015).

Tahu menurut standar industri Indonesia, adalah makanan padat yang


dicetak dari susu kedelai dengan proses pengendapan protein pada titik
isoelektriknya tanpa atau dengan penambahan bahan lain yang diijinkan
(Anonim, 1990; Liu 1999; Markley 1985; Metussin 1992; Shurtleff 1984).

Proses pembuatan tahu dimulai dari perendaman kedelai dengan air,


pemasakan kedelai, penyaringan hingga menghasilkan sari kedelai sebagai
bahan dasar tahu. Tahu biasanya memiliki umur simpan yang pendek hanya
2-3 hari yang disimpan pada suhu 4 ° C .Oleh karena itu pemeliharaan sanitasi
sangat diperlukan untuk mengurangi jumlah awal cemaran mikrobia dan
mengurangi resiko munculnya bakteri patogen pada tahu (Qian, 2013).

Tahu mengandung kurang lebih 75%air disamping protein, karbohidrat


dan lemak. Tahu dengan kandungan air dan protein yang tinggi sangat
potensial menjadi sumber pertumbuhan mikrobia patogen (food borne
pathogen). Mikroorganisme penyebab kerusakan pada bahan pangan
berkadar air tinggi dengan pH netral terutama berasal dari golongan bakteri.
Bakteri pembusuk yang menyebabkan kerusakan pada tahu seperti
Pseudomonas spp, Coliform, Bacillus spp, Klebsiella spp, Leuconostoc spp
dan Staphylococcus spp telah banyak diutarakan dalam berbagai hasil
penelitian (Serrazanetti dkk, 2013).

Cemaran bakteri yang dipersyaratkan pada tahu, berdasarkan Standar


Nasional Indonesia tahun 2008 adalah Escherichia coli dan Salmonella.
Guidelines for The Assessment of Microbiological Quality of Processed Foods
yang dikeluarkan oleh Food and Drug Administration Philippines tahun 2013,
bakteri yang dipersyaratkan untuk kualitas tahu selama proses pembuatan
tahu adalah Bacillus cereus, Staphylococcus aureus koagulase positif dan
Escherichia coli.

Sumber pencemaran yang berpotensi untuk mencemari tahu dapat


melalui bahan baku yaitu kedelai atau air yang digunakan selama proses
pembuatan tahu. WHO (2005) menyatakan bahwa air digunakan untuk
mencuci bahan makanan, wadah serta peralatan untuk penyajian makanan.
Jika air terkontaminasi dan hygiene tidak diperhatikan maka makanan yang
dihasilkan kemungkinan besar terkontaminasi bakteri.

Lingkungan produksi dan pekerja juga dapat menjadi sumber


kontaminasi bakteri selama proses pembuatan tahu. Menurut Adams dan
Motarjemi (2004) menyatakan bahwa peralatan dan pengolahan makanan
dapat menjadi sumber kontaminasi makanan. Sebaiknya dilakukan
pembersihan alat sekali pakai dan pencucian tangan sebelum melakukan
pengolahan untuk menghindari adanya kontaminasi silang pada makanan.
Untuk menghindari pencemaran tersebut tahu perlu dikemas atau dibungkus
untuk melindungi tahu tersebut.

Dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka akan semakin


meningkatkan kebutuhan akan makanan yang tidak hanya sehat,
melainkan makanan yang bergizi dan juga aman untuk dikonsumsi.Namun,
pada kenyataannya belum semua penduduk dapat menikmati
makanan yang aman untuk dikonsumsi. Hal ini ditandai dengan banyaknya
kasus kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh makanan (foodborne
disease), contohnya diare akut.

Mengingat ancaman dan bahaya apabila makanan terkontaminasi oleh


mikroba terutama bakteri, maka perlu suatu penelitian. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbedaan jumlah pertumbuhan bakteri gram negatif pada
tahu yang sudah dibungkus dan belum dibungkus diantaranya Escherichia
coli dan Salmonella sp.

1.2 Rumusan Masalah


Berapakah perbedaan dari jumlah koloni bakteri Salmonella sp. dan
Escherichia coli pada tahu yang sudah di bungkus dan belum di bungkus di
salah satu pasar tradisional di Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui perbedaan jumlah bakteri Salmonella sp. dan Escherichia
coli pada tahu yang sudah di bungkus dan belum di bungkus di salah satu
pasar tradisional Surabaya.

1.3.2 Tujuan khusus


1. Untuk mengetahui jumlah bakteri Salmonella sp. dan Escherichia coli
pada tahu yang sudah di bungkus dan belum di bungkus di salah satu
pasar tradisional di Surabaya.
2. Untuk menghitung perbedaan jumlah koloni bakteri Salmonella sp. dan
Escherichia coli pada tahu yang sudah di bungkus dan belum di bungkus
di salah satu pasar tradisional di Surabaya.
3. Untuk membandingkan jumlah bakteri Salmonella sp. dan Escherichia coli
pada tahu yang sudah di bungkus dan belum di bungkus di salah satu
pasar tradisional di Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis
Untuk mengetahui informasi tentang perbedaan jumlah koloni bakteri
Salmonella sp. dan Escherichia coli pada tahu yang sudah di bungkus dan
belum di bungkus pada salah satu pasar tradisional di Surabaya.

1.4.2 Manfaat praktis


1. Dapat berguna bagi masyarakat khususnya produsen untuk menjaga
kualitas dan kehigienitasan produk.
2. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat
khususnya para konsumen untuk lebih cermat dalam memilih produk tahu
yang akan dikonsumsi, memperhatikan kualitas serta tingkat higienitas
tahu untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi pada masyarakat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Salmonella sp.


2.1.1 Taksonomi Salmonella sp.
Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Order : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Species : Salmonella typhii (Todar K, 2008)

Gambar 2.3. Morfologi Salmonella sp. (Todar , 2008 )

2.1.2 Sifat biakan


Salmonella merupakan bakteri yang termasuk dalam famili
Enterobacteriaceae dan bersifat patogen (Radji, 2009). Salmonella umumnya
bersifat patogen baik bagi manusia maupun hewan bila masuk melalui mulut
(Brooks et al, 2004).

Salmonella adalah bakteri kuman gram negatif, tidak memiliki spora,


tidak berkapsul, tidak memiliki fimbria dan panjangnya bervariasi.
Kebanyakan spesies bergerak dengan flagel kecuali Salmonella pullorum dan
Salmonella gallinarum, ukuran 1-3,5µm x 0,5 – 0,8 µm, besar koloni dalam
media pembenihan rata-rata 2-4 mm. Salmonella tumbuh cepat pada
perbenihan biasa tetapi tidak memfermentasikan laktosa atau sukrosa.
Bakteri ini dapat tumbuh pada suasana aerob dan anaerob fakultatif pada
suhu 15-41 ͦ c dengan pH 6-8 (Radji,2009).

Bakteri ini juga cenderung menghasilkan hidrogen disulfida dan


dapat hidup dalam air yang dibekukan dalam waktu yang lama. Salmonella
resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium
tetrationat dan natrium diokshikolat); senyawa-senyawa ini menghambat
kuman koliform dan karena itu bermanfaat untuk isolasi salmonella dari tinja
(Jawetz,edisi 16).

Panjang Salmonella bervariasi. Sebagian besar isolat motil dengan


flagel peritrika (Petrichious flagella) (Brooks et al, 2004). Salmonella sp.
yang patogen terhadap manusia adalah Salmonella thypi, Salmonella
parathypi A, Salmonella parathypi B (Depkes, 1989).

2.1.3 Penggolongan Salmonella


Salmonella sp. mempunyai 3 spesies yaitu :
1. Salmonella thypi
Pada media SSA akan terbentuk koloni “Black Center” tidak
membentuk indol. Pada media TSIA membentuk alkali pada lereng,
asam pada dasar media dan membentuk endapan H 2S pada dasar
media dan membentuk gas.
2. Salmonella parathypi A
Pada media MC membentuk koloni putih jernih atau transparan.
Pada media TSIA membentuk alkali pada lereng, asam pada dasar
media, tidak membentuk H2S pada dasar media dan membentuk
gas.
3. Salmonella parathypi B
Media MC membentuk koloni putih jernih atau transparan. Pada
media TSIA membentuk alkali pada lereng, asam pada dasar
media, membentuk endapan H 2S pada dasar media dan
membentuk gas (Gerard B, 1982).
2.1.4 Daya tahan
Kuman akan mati karena sinar matahari atau pada pemanasan dengan
suhu 60 ͦ c selama 15 menit sampai 20 menit, juga dapat dibunuh dengan
cara pasteurisasi, pendidihan dan klorinasi serta pada keadaan kering. Dapat
bertahan hidup pada es, salju dan air selama 4 minggu sampai berbulan-
bulan. Disamping itu dapat hidup subur pada medium yang mengandung
yang mengandung garam metil, tahan terhadap zat warna hijau brilian dan
senyawa natrium tetrationat dan natrium deoksikolat. Senyawa-senyawa ini
menghambat pertumbuhan kuman Coliform sehingga senyawa-senyawa
tersebut dapat digunakan di dalam media untuk isolasi Salmonella dari tinja
(Brooks et al, 2007).
2.1.5 Struktur antigen
Pada awal ditemukannya Salmonella dengan sifat-sifat biokimianya,
golongan dan spesiesnya harus diidentifikasi oleh analisa antigenik. Seperti
Enterobacteriaceae lainnya, Salmonella memiliki beberapa antigen O (total
lebih dari 60) dan antigen H yang berbeda pada satu atau kedua fase.
Beberapa Salmonella mempunyai antigen simpai, berhubungan dengan Vi
yang dapat mengganggu aglutinasi oleh antiserum O dan dapat dihubungkan
dengan virulensi (Jawetz, edisi16).
Klasifikasi Salmonella Kaufmann-White berdasarkan aglutinasi dengan
absorbsi antiserum, memungkinkan identifikasi antigen O dan H yang
berbeda dalam organisme tidak diketahui. Contoh-contoh dari penunjukan
golongan beberapa spesies yang dinamakan Salmonella diberikan bersama-
sama dengan formula antigennya dalam tabel dibawah ini :
Formula Antigen Salmonella (Brooks et al, 2004)
Golongan O Serotipe Formula Antigen
S1 SalmonellaTyphii 9, 12 (Vi) : d : -
A Salmonella Paratyphii A 1, 2, 12 : a -
C1 Salmonella Choleraesuis 6, 7 : c : 1,5
B Salmonella Typhimurium 1, 4, 5, 12 : i : 1,2
D Salmonella Enteridis 1, 9, 12 : g, m : -
Tabel 2.1 Formula antigen Salmonella
Keterangan : ¹Antigen O : angka kecil yang dicetak tebal

(Vi) : Antigen Kapsul (Vi) jika ada

Fase 1 antigen H : Huruf Kecil

Fase 2 antigen H : angka

Salmonella memiliki 3 antigen spesifik, yaitu :


1. Antigen somatic atau antigen O
Antigen ini adalah bagian dinding sel bakteri yang tahan terhadap
pemanasan 100 ͦ c, alcohol dan asam. Struktur antigen somatik
mengandung lipopolisakarida. Beberapa diantaranya mengandung jenis
gula yang spesifik. Antibodi yang terbentuk terhadap antigen O adalah
IgM.
2. Antigen Flagel atau antigen H
Ditemukan dalam 2 fase, yaitu fase 1 spesifik dan fase 2 tidak spesifik.
Antigen H dapat dirusak oleh asam, alkohol, dan pemanasan diatas 60 ͦ c.
Antibodi terhadap antigen H adalah IgG.
3. Antigen Vi atau antigen kapsul
Antigen ini merupakan polimer polisakarida bersifat asam yang
terdapat pada bagian yang paling luar badan bakteri. Antigen Vi dapat
dirusak oleh asam, fenol, dan pemanasan 60 ͦ c selama 1 jam.
2.1.6 Variasi
Organisme dapat kehilangan antigen “H” dan menjadi tidak bergerak.
Kehilangan antigen “O” dihubungkan dengan perubahan dari koloni bentuk
kasar. Antigen “Vi” dapat hilang sebagian atau seluruhnya. Antigen dapat
diperoleh (atau hilang) dalam proses transduksi (Jawetz, edisi 16).
2.1.7 Klasifikasi
Terdapat 3 spesies utama : Salmonella typhii (satu serotipe),
Salmonella choleraesuis (satu serotipe), dan Salmonella enteridis (lebih dari
1500 serotipe), tetapi dalam praktek, tiap isolate diklasifikasikan dengan
analisis antigenik dan diberi nama khusus.
2.1.8 Faktor virulensi
Ada tiga faktor yang menentukan virulensi bakteri Salmonella :
1. Daya invasi
Dalam usus halus, bakteri Salmonella yang berpenetrasi di
epitel dan masuk ke dalam jaringan sub-epitel sampai lamina
propia. Mekanisme biokimia yang terjadi saat penetrasi belum
diketahui dengan jelas, tetapi prosesnya menyerupai fagositosis.
Setelah penetrasi, bakteri difagosit oleh makrofag, berkembang
biak, dan dibawa oleh makrofag ke bagian tubuh yang lain.
2. Endotoksin
Kemampuan Salmonella yang hidup intra seluler diduga
karena memiliki antigen permukaan (antigen Vi). Simpai sel
Salmonella mengandung kompleks lipopolisakarida (LPS) yang
berfungsi sebagai endotoksin dan merupakan faktor virulensi.
Endotoksin dapat merangsang pelepasan zat pirogen dari sel- sel
makrofag dan sel-sel polimorfonunuklear (PMN) sehingga
mengakibatkan demam. Selain itu, endotoksin dapat merangsang
aktifasi sistem komplemen, pelepasan kinin, dan mempengaruhi
limfosit. Sirkulasi endotoksin dalam peredaran darah dapat
menyebabkan kejang akibat infeksi.
3. Enterotoksin dan sitotoksin
Toksin lain yang dihasilkan oleh Salmonella adalah enterotoksin
dan sitotoksin. Kedua toksin ini diduga juga dapat meningkatkan
daya invasi dan merupakan faktor virulensi Salmonella (Brooks et
al, 2005).

2.1.9 Patogenesis dan patologi


Salmonella typhi dan mungkin Salmonella paratyphi A serta
Salmonella schottmulleri (dahulu salmonella paratyhi B) terutama bersifat
infektif terhadap manusia, dan infeksi dengan organisme ini berarti
ditularkan dari sumber manusia. Tetapi sebagian besar Salmonella terutama
bersifat patogen bagi binatang yang merupakan sumber untuk infeksi pada
manusia.Binatang-binatang ini meliputi unggas babi, binatang pengerat, sapi,
binatang piaraan (dari kura-kura sampai burung kakatua), dan binatang
lainnya (Jawetz, edisi 16).
Sebenarnya organisme ini selalu masuk melalui mulut, biasanya
dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Dosis infektif rata-rata
bagi manusia adalah 105-108 Salmonella (tetapi mungkin cukup dengan 10 3
organisme Salmonella typhi) untuk menimbukan infeksi klinik atau subklinis.
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan resisten terhadap infeksi
Salmonella adalah keasaman lambung, flora usus normal, dan daya tahan
usus.

Pada manusia, Salmonella menimbulkan 3 macam penyakit utama :


1. Demam Enterik
Gejala ini ditimbulkan oleh S typhi, S paratyphi A, dan S schottmulleri.
Salmonella yang termakan mencapai usus halus dan masuk ke kelenjar
getah bening lalu dibawa ke aliran darah. Kemudian kuman dibawa oleh
darah menuju berbagai organ, termasuk usus, dimana organisme
berkembang biak dalam jaringan limfoid dan diekskresi melalui tinja.

Setelah masa inkubasi 10-14hari, timbul demam, lemah, sakit kepala,


konstipasi, bradikardia, dan mialgia. Demam sangat tinggi, dan limpa
serta hati membesar. Komplikasi utama demam enterik adalah
perdarahan usus dan bahan perforasi. Angka kematian adalah 10-15%.
Pengobatan dengan khloramfenikol atau ampisilin telah mengurangi
angka kematian kurang dari 1%. Kadang-kadang S typhi
resistenterhadap obat-obat tersebut dan memberi reaksi terhadap
trimetoprim- sulfametoksazol.
2. Bakteremia dengan lesi fokal
Biasanya ini dihubungkan dengan S Choleraseuis tetapi dapat
disebabkan oleh setiap serotipe Salmonella. Invasi dini dalam darah
setelah infeksi melalui mulut (dengan kemungkinan lesi fokal di paru-paru,
tulang, selaput otak dan sebagainya), tetapi sering tidak ada manifestasi
usus. Biakan darah tetap positif.
3. Enterokolitis atau Gastroenteritis
Gejala yang paling sering dari infeksi Salmonella. Setelah makan
Salmonella 8 sampai 48 jam (di Amerika Serikat, lebih menonjol
Salmonella typhimurium), timbul mual, sakit kepala, muntah dan diare
yang hebat, dengan beberapa leukosit dalam tinja tetapi jarang terdapat
darah. Biasanya terdapat demam ringan, tetapi biasanya sembuh dalam
2-3 hari.
Terdapat lesi-lesi peradangan usus halus. Bakteremia sangat jarang
(2-4%) kecuali pada orang-orang yang tidak memiliki kekebalan. Biakan
darah biasanya negatif, tetapi biakan tinja positif untuk Salmonella dan
dapat tetap positif untuk beberapa minggu setelah penyakit sembuh
secara klinik.

2.1.10 Identifikasi bakteri


Terdapat beberapa cara untuk identifikasi bakteri antara lain :
1. Salmonella dan Shigella agar
Medium selektif untuk isolasi Salmonella dan Shigella dari
sampel yang terkontaminasi. Selektivitas diperoleh dengan
konsentrasi tinggi garam empedu dan brilian hijau yang
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif.
Pertumbuhan bakteri gram negatif dipengaruhi oleh adanya sitrat
dan tiosulfat. Beberapa bakteri Coliform mungkin masih tumbuh
pada media ini. Differensiasi antara spesien patogen dan Coliform
dicapai dengan perubahan warna indicator pH (merah netral).
Fermentasi laktosa menghasilkan media berwarna merah muda
atau merah koloninya, sedangkan non fermentasi laktosa
spesiesnya membentuk koloni berwarna kuning. Setiap spesies
harus menghasilkan H2S, yang mengubah koloni berwarna hitam
karena endapan dari besi sulfida.
2. Xylose-Lysine-Deoxycholate-Agar (XLD Agar)
Medium selektif untuk isolasi Salmonella dan Shigella pada
spesimen klinis atau pangan. Laju fermentasi xylose yang cepat
dapat dilakukan oleh bakteri enteritik kecuali anggota Shigella,
Providencia dan Edwardsiella. Salmonella sp. dibedakan dari bakteri
non-patogen yang memfermentasi xilosa dengan penggabungan
lisin dalam medium. Salmonella akan menggunakan xilosa dan
melepas sejumlah ikatan karbon pada lisin, sehingga membentuk
pH alkalis. Level asam tinggi yang dihasilkan oleh fermentasi laktosa
dan sukrosa, mencegah lisin-positif Coliform dari kembalinya pH ke
nilai alkali, dan produsen hidrogen sulfida non-patogen tidak
mengurangi ikatan karbon pada lisin. Level asam juga mencegah
penghitaman oleh mikro organisme pathogen setelah pemeriksaan
18-24 jam. Sodium Desoxycholate yang terkandung dalam medium
kultur bekerja sebagai inhibitor pertumbuhan bakteri Gram-positif.
Konsentrasi yang digunakan memungkinkan untuk penghambatan
koliform tanpa mengurangi daya hidup Salmonella dan Shigella.
Sodium klorida dalam medium berperan dalam menjaga osmolaritas
medium. Karakter koloni S. paratyphi, S. entriditis dan beberapa
Salmonella lainnya berwarna merah hingga oranye-merah muda
dengan bagian tengah berwarna hitam, sementara pada S.
paratyphi meunjukkan koloni berwarna merah dengan atau tanpa
warna hitam pada bagian tengahnya (Oxoid,2011).
3. Triple Sugar Iron (TSI) Agar
Medium kultur diferensial yang digunakan untuk membedakan
enterik gram-negatif Enterobacteria berdasarkan fermentasi
karbohidrat dan produksi H2S. Medium ini digunakan dalam
identifikasi patogen dan sapropilik Enterobacter terisolasi pada
pemeriksaan bakteriologi Enterobacteria pada sampel bahan
seperti kotoran. Media ini digunakan untuk memulai identifikasi
Enterobacteria dalam beberapa skema FDA. Campuran pepton
dan ekstrak daging sapi memberikan nitrogen, vitamin, mineral dan
asam amino esensial untuk pertumbuhan mikroba. Ekstrak ragi
merupakan sumber vitamin, khususnya dari B-group. TSI berisi tiga
karbohidrat (dekstrosa, sukrosa dan laktosa) sebagai sumber
karbon dan energi. Saat difermentasi, produksi asam ditunjukkan
oleh Indikator Merah Fenol, perubahan warna kuning
mengindikasikan produksi asam dan merah untuk keadaan
alkalis. Sodium tiosulfat direduksi menjadi Hidrogen sulfida, yang
bereaksi dengan garam besi untuk memberikan sulfida besi hitam
(black iron sulfide). Amonium sitrat besi adalah indikator H2S.
Natrium klorida merupakan elektrolit penting untuk transportasi dan
keseimbangan osmotik. Agar bakteriologi adalah agen penguat.
Cara kerja yang mirip dengan Iron Kligler Agar yang terdiri atas dua
gula.
Penambahan Sukrosa 1% pada TSI Agar memungkinkan untuk
membedakan antara Proteus dan Salmonella. Fermentasi sukrosa
oleh Proteus mengubah warna indikator merah Fenol di kemiringan
dari merah ke kuning. Dekstrosa-positif dan laktosa-negatif anggota
genus Salmonella semuanya menyebabkan kemerahan slant dan
keasaman pada dasar tabung agar. Farmakope Eropa (The Eur.
Pharmacopoeia) merekomendasikan TSI Agar sebagai salah satu
media yang digunakan untuk konfirmasi Salmonella. Salmonella sp
akan tumbuh dengan baik, slant berwarna merah, bagian dasar
(butt) kuning, H2S dan gas positif (+) (Oxoid, 2011; Pronadisa,
2011).
4. Lysin Iron Agar (LIA)
Media diferensial yang mendeteksi Salmonella (termasuk
Salmonella fermentasi laktosa arizonae) oleh aktivitas lisin
dekarboksilase dan produksi H2S. Medium ini dikembangkan untuk
mendeteksi Salmonella-fermentasi laktosa yang akan menghasilkan
koloni merah muda. Pemeriksaan biasa pada organisme enterik
patogen akan diabaikan. Lebih lanjut, banyak dari kultur ini, saat
ditransfer ke TSI Agar miring, akan memproduksi kondisi asam
dalam medium dengan cepat sebagai reaksi positif yang diharapkan
untuk menekan hidrogen sulfida. Medium ini mengandung
dekstrosa dengan konsetrasi 0,1%. Mikroba fermentasi dekstrosa
akan memproduksi asam, sering juga meghasilkan gas yang
diindikasikan dengan adanya gelembung atau celah pada medium.
Mikroba dekarboksilasi lysine memproduksi alkalin yang akan
mengembalikan kondisi medium dalam rang pH alkalis yang
diindikasikan dengan warna ungu pada semua bagian medium.
Mikroba yang bukan dekarboksilasi lysine akan menimbulkan reaksi
asam pada bagian dasar tabung yang ditunjukkan dengan warna
merah. Pada bagian slant mungkin menghasilkan alkalin selama
dekarboksilasi oksidatif protein dan asam-asam amino dalam
medium (PML, 2011).
2.1.11 Uji diagnostic Salmonella typii
2.1.11.1 Metode bakteriologi
1. Biakan pada medium differensial
Medium EMB, Mc Conkey, atau deoksikolat
memungkinkan deteksi cepat organisme yang tidak
memfermentasi laktosa, seperti Salmonella. Sedangkan medium
Bismuth Sulfit memungkinkan deteksi cepat Salmonella yang
membentuk koloni hitam karena bakteri ini memproduksi H2S.
2. Biakan pada medium elektif
Spesimen diletakkan dalam medium agar Salmonella
Shigella (SS), agar enterik hektoen, XLD, atau agar Deoksikolat-
Sitrat yang mendekteksi pertumbuhan bakteri Salmonella dan
Shigella.
3. Biakan pada medium yang diperkaya
Spesimen (biasanya feses) diletakkan dalam selenit F
atau Kaldu tetrationat, keduanya menghambat replikasi bakteri
normal usus namun tetap memungkinkan multiplikasi dari
bakteri Salmonella. Setalah inkubasi selama 1-2 hari, spesimen
tersebut diletakkan pada medium diferensial dan medium
selektif.
4. Indentifikasi akhir
Koloni yang dicurigai pada medium padat di indentifikasi
dengan pola reaksi biokimia dan uji aglutinasi slide dengan
serum spesifik(Brooks et al, 2004)

2.1.11.2 Metode serologi


1. Uji aglutinasi
Pada uji aglutinasi ini, serum yang telah diketahui dan
biakan yang tidak diketahui dicampur diatas slide. Bila ada
gumpalan, bisa dilihat dalam beberapa menit. Pemeriksaan ini
berguna untuk identifikasi preliminer biakan dengan cepat.
2. Tes widal
Aglutinin serum meningkat tajam selama minggu kedus
dan ketiga infeksi Salmonella. Sedikitnya dua spesimen
serum yang diambil dalam selang waktu 7-10 hari, dibutuhkan
untuk membuktikan adanya kenaikan titer antibodi. Interpretasi
hasilnya adalah titer O yang tinggi (>1:160) menunjukkan
riwayat imunisasi atau adanya infeksi di masa lampau, titer
antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi timbul pada beberapa
carrier (Brooks et al, 2004).

2.2 Tinjauan umun Escherichia coli


2.2.1 Taksonomi Escherichia coli
Kingdom : Bacteria

Filum/diviso : Proteobacteria

Kelas : Zymobacteria (Gamma – Proteobacteria)

Bangsa/ordo : Enterobacteriales

Suku/family : Enterobacteriaceae

Marga/genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli (Wardhani, dkk, 2012)

2.2.2 Morfologi

Escherichia coli adalah kuman oportunis (patogen yang tidak


menimbulkan penyakit pada manusia normal dengan system imun yang
normal) yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai
flora normal.
Escherichia coli merupakan bakteri berbentuk batang pendek gemuk,
berukuran 2,4 µ x 0,4-0,7µ, gram negatif, tidak bersimpai, bergerak aktif
dengan flagel peritrius, kapsul jarang ada, dan tidak berspora. Bakteri ini
membentuk koloni bulat konveks, halus dengan tepi-tepi yang nyata
(Gupte, 1990).
Escherichia coli bersifat umum, yaitu dapat membentuk koloni bulat
konveks, licin, tidak berwana, tepinya rata, dan konsistensinya seperti
mentega. Koloni dan bakteri tersebut mudah diemulsikan (Gupte, 1990).
Gambar 2.1

Sumber : http://awesomealexs.wikispaces.com/Cells

Gambar 2.2

Sumber : W Bauman Robert. Mikrobiology With Disease By Body Sistem


Second Edition. Sanfransisco: Person Benyamin Cummings; 2009.h.198

2.2.3 Sifat biakan


Escherichia coli bersifat aerob atau fakultatif aerob dan tumbuh pada
perbenihan biasa. Bakteri ini tergolong bakteri mesofil pada suhu
pertumbuhan optimum yaitu 37 ͦ c pada pH yaitu 6,0-7,0 (Todar, 2004;
Gupte, 1990).
Bakteri ini tumbuh dengan baik pada hampir semua medium yang
biasa dipakai dilaboratorium mikrobiologi. Sebagian besar strain
Escherichia coli tumbuh sebagai koloni yang meragi laktosa, glukosa,
sukrosa, maltose dan manitol dengan membentuk asam dan gas CO1 dan
H1 yang kira-kira perbandingan berjumlah sama yaitu kurang lebih 1:1.
Selain itu Escherichia coli positif terhadap Voges-proskuner dan sifat tidak
menghidrolisis urea serta tidak membentuk H1S. Bakteri ini bersifat
mikroaerofilik (Gupte, 1990; Sujudi, 1994).
2.2.4 Sifat fisiologi
Escherichia coli dapat mencegah berbagai macam karbohidrat menjadi
asam atau gas serta dapat menghasilkan gas karbondioksida dan
hydrogen dalam jumlah yang sama dari hasil pemecahan dekstrosa.
Biasanya bakteri Escherichia coli dapat meragi laktosa, maka dapat
dilakukan pembenihan pada medium selektif (endo agar). Bakteri ini dapat
meragikan laktosa, positif terhadap reaksi indol dan metil merah serta
negatif terhadap reaksi Voges-proskauner dan sitrat (Syahmrachman,
1994).
Bakteri yang dapat meragikan laktosa akan membentuk koloni yang
berwana merah, sedangkan bakteri yang tidak dapat meragikan laktosa
maka koloninya tidak berwarna. Biasanya dilakukan dengan cara ditanam
pada media selektif yang mengandung laktosa, kemudian di inkubasi dan
selanjutnya diamati warna koloni yang terjadi yaitu warna merah metalik
(Syahmrachman, 1994).
Bakteri Escherichia coli dapat menghasilkan indol, dari media yang
mengandung triptone, caranya ditanam pada media yang mengandung
triptone, diinkubasi setelah itu diberi pereaksi konvacs dan selanjutnya
diamati perubahan warna yang terjadi, yaitu terbentuk cincin yang
berwarna merah dekat puncak (Syahmrachman, 1994).
Untuk menentukan bahwa Escherichia coli dapat meragikan
glukosa, memecah asam dan gas yang diproduksi dapat mempengaruhi
pH dari media, yaitu bahwa pH dibawah 4,4 menyebabkan perubahan
warna metil menjadi merah, sedangkan pH diatas 5,1 warna metil merah
menjadi kuning. Biasanya dilakukan dengan cara ditanam pada media
yang mengandung glukosa kemudia diinkubasikan ditetesi dengan
indicator metil merah dan selanjutnya diamati perubahan warna indicator
yang terjadi, yaitu warna merah jingga berubah jadi merah
(Syahmrachman, 1994).
Reaksi sitrat digunakan untuk mengetahui apakah bakteri dapat
menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon atau tidak. Bila
terjadi perubahan warna dari hijau menjadi biru tua pada media
pembenihan, menandakan bahwa bakteri tersebut dapat menggunakan
sitrat sebagai sumber tunggal karbon, uji pada bakteri Escherichia coli
memberikan hasil yang negatif yaitu warna hijau (Syahmrachman, 1994).
2.2.5 Daya tahan
Bakteri Escherichia coli dapat bertahan selama berbulan bulan pada
tanah dan di dalam air. Tetapi dapat dimatikan dengan pemanasan 60 ͦ c
selama 20 menit dan jika diberi klorin pada kadar 0,5-1 bpj. Bakteri ini peka
terhadap stretomisin, tetrasiklin, klomrafenikol dan asam nalidiksat (Todar,
2004).
2.2.6 Imunitas
Antibodi spesifik terbentuk pada infeksi sistemik, tetapi tidak pasti
apakah diikuti dengan pembentukan imunitas yang bermakna terhadap
organisme ini (Jawetz, dkk ed.23, 2007).
2.2.7 Karakteristik pertumbuhan
Pola fermentasi karbohidrat serta aktivitas asam amino dekarboksilase
dan enzim lainnya digunakan untuk membedakan bakteri enteril secara
biokimia. Beberapa pemeriksaan misalnya Voges-proskauer yaitu produksi
asetilmetilkarbinol dari dekstrosa yang lebih jarang digunakan. Biakan pada
medium “diferensial” yang mengandung karbohidrat dan pewarna khusus
(misalnya Eosin Methylene Blue agar (EMB agar), Mc conkey, atau medium
deoksilat) membedakan koloni yang memfermentasii laktosa (tidak terpulas)
dan memungkinkan identifikasi praduga cepat bakteri enteric (Jawetz,
Melnick, & Adelberg, 2007).
2.2.8 Struktur antigen
Escherichia coli memiliki beberapa antigen, yaitu :
a. Antigen O (somatik) yang bersifat tahan panas atau termostabil dan
terdiri dari lipopolisakarida yang mengandung glukosamin dan
terdapat pada dinding sel bakteri gram negatif.
b. Antigen H (flagel) yang bersifat tidak tahan panas atau termolabil
dan akan rusak pada suhu 100 ͦ c.
c. Antigen K (kapsul) / envelop antigen. Antigen ini terdapat pada
permukaan luar bakteri, terdiri dari polisakarida dan bersift tidak
tahan panas (Satish, 1990).

Escherichia coli adalah bagian flora normal saluran usus, Escherichia coli
bertahun-tahun dicurigai sebagai penyebab diare sedang sampai gawat yang
kadang-kadang timbul pada manusia dan hewan, berbagai jalur Escherichia coli
mungkin menyebabkan diare dengan salah satu dari dua mekanisme :

1. Escherichia coli yang memproduksi enterotoksin, disebut Escherichia coli


enterotoksigen, memproduksi salah satu atau kedua toksin yang berbeda.
Satu adalah toksin tahan panas (ST) dan toksin yang labil terhadap panas
(LT). Toksin LT menyebabkan peningkatan aktivitas enzim adenil siklase
dalam sel mukosa usus halus dan merangsang sekresi cairan, kekuatannya
100 kali lebih rendah dibandingkan toksin kolera dalam menimbulkan diare.
Toksin ST, tidak merangsang aktivitas enzim adenil siklase. Bekerja dengan
cara mengaktivasi enzim guanilat siklase menghasilkan siklik guanosin
monofosfat, menyebabkan gangguan absorbs klorida dari natrium, selain itu
menurunkan motilitas usus halus.
2. Escherichia coli yang menimbulkan diare dengan invasi langsung lapisan
eptelium dinding usus. Kelihatannya mungkin bahwa sekali invasi lapisan usus
terjadi, penyakit diare mungkin terjadi karena pengaruh racun lipopolisakarida
dinding sel (endotoksin).

Selain mekanisme Escherichia coli yang mungkin menyebabkan diare ada juga
patogenitas Escherichia coli yang dapat menyebabkan diare yaitu :

a. EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli) dapat menyebabkan penyakit


perut.
b. ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli) dapat menimbulkan diare seperti
yang disebabkan oleh vibrio cholera.
c. EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dapat menimbulkan demam, perut
kram, berak berlendir dan berdarah seperti disentri.
d. EHEC (Enterohemoragik Escherichia coli), kuman ini mengeluarkan toksin
yang disebabkan edema dan perdarahan difus di kolon. Dapat pula
menimbulkan sindroma hemolitik oremik. Penyakit ini pada permulaan
ditandai dengan kejang yang akut dan diare cair yang cepat menjadi
berdarah (Jawetz E.J., 1984). Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh
kuman Escherichia coli adalah infeksi saluran kemih mulai dari sistitis
sampai pielofritis, infeksi ini dapat terjadi akibat sumbatan saluran kemih
karena adanya pembesaran prostat, batu. Infeksi piogenik, seperti infeksi
luka, peritoritis, kolesistis dan meningitis, epidemic diarrhea pada bayi dan
neonates (Bonang Gerhard & Koeswardono,1981).
2.2.9 Toksin dan enzim
Sebagian besar bakteri gram negatif memiliki lipopolisakarida
kompleks dalam dinding sel. Substansi tersebut, endotoksin selubung sel
(membrane sitoplasma, peptidoglokan, membrane luar), memiliki beragam
efek patofisiologis. Banyak bakteri enterik gram negatif juga menghasilkan
endotoksin yang penting secara klinis (Jawetz et al., 2013).
2.2.10 Patogenesis dan gambaran klinis infeksi yang disebabkan
Escherichia coli
Escherichia coli merupakan flora normal yang terdapat di dalam usus
manusia dalam jumlah bagian terbesar. Bila bakteri tersebut masuk ke dalam
organ atau jaringan lain maka menimbulkan penyakit. Sebagai contoh, bakteri
ini dianggap tidak patogen karena dalam saluran pencernaan, Escherichia
coli dapat mebentuk proses pencernaan. Akan tetapi, sekarang ini ditemukan
beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh Escherichia coli, misalnya
pneumonia, endokarditis, infeksi pada luka-luka dan abses pada berbagai
organ, infeksi saluran kemih (pyelonephritis, cystitis) pada manusia yang
dirawat di rumah sakit, meningitis pada bayi baru lahir dan lain lain.. Strain
tertentu dari Escherichia coli dapat menyebabkan penyakit diare pada anak-
anak (Madigan, 2003).
Manifestasi klinis infeksi oleh Escherichia coli dan bakteri enterik lain
tergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan dengan gejala atau
tanda akibat proses yang disebabkan oleh bakteri lain (Jawetz, dkk ed. 13,
2007).
1. Infeksi saluran kemih
Escherichia coli adalah penyebab infeksi saluran kemih yang paling
sering pada sekitar 99% infeksi saluran kemih pertama pada wanita
muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering berkemih,
diuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang ditimbulkan oleh
infeksi saluran kemih bagian atas. Tidak ada satu pun tanda dan
gejala tersebut, yang khas untuk infeksi Escherichia coli. Infeksi
saluran kemih dapat mengakibatkan bakterimia dengan tanda-
tanda klinis sepsis. Escherichia coli nefropatogenik secara khas
menghasilkan hemolisin. Sebagian besar infeksi disebabkan oleh
Escherichia coli dengan sejumlah kecil antigen tipe O. Antigen K
tampaknya penting pada pato-genesis infeksi saluran kemih bagian
atas. Pielonefritis ditimbulkan oleh pilus tipe spesifik, pilus P, yang
berikatan dengan zat gologan darah P (Jawetz, dkk ed.13, 2007).
2. Penyakit diare yang berikatan dengan Escherichia coli
Escherichia coli yang menyebabkan diare sangat banyak
ditemukan di seluruh dunia. Escherichia coli ini diklasifikasikan
berdasarkan karakteristik sifat virulensinya, dan masing-masing
kelompok menyebabkan penyakit melalui mekanisme yang
berbeda. Sifat pelekatan sel epitel usus halus atau usus besar
dikodekan oleh gen di plasmid. Dengan cara yang sama, toksin
sering diperantarai oleh plasmid (Jawets, dkk ed.13, 2007).
3. Sepsis
Bila pertahanan pejamu yang normal tidak adekuat, Escherichia
coli dapat masuk ke peredaran darah dan menyebabkan sepsis.
Neonatus mungkin sangat rentan terhadap sepsis Escherichia coli
karena sedikitnya kadar an-tibodi IgM. Sepsis dapat terjadi akibat
infeksi saluran kemih (Jawetz, dkk ed.13, 2007).
4. Meningitis
Escherichia coli dan streptokokus grup B merupakan penyebab
utama meningitis pada bayi. Kira-kira 75% Escherichia coli dari
kasus meningitis mempunyai antigen K1. Antigen ini bereaksi-
silang dengan polisakarida kapsular grup B dari N meningitis.
Mekanisme virulensi yang berhubungan dengan antigen K1 belum
dimengerti (Jawetz, dkk ed.13, 2007).
2.2.11 Uji laboratorium diagnostik
a. Spesimen
Urine, darah, pus, cairan spinal, sputum, atau material
lain, sesuai yang ditunjukkan oleh lokasi proses penyakit
(Jawetz, dkk ed.13, 2007).
b. Sediaan apus
Morfologi Enterobacteriaceae saling menyerupai satu
dengan yang lain. Adanya kapsul yang besar menunjukkan
klabsiela (Jawetz, dkk ed. 13, 2007).
c. Biakan
Spesimen ditanam pada agar darah dan medium
diferensil. Pada medium diferential, identifikasi preliminer
yang cepat terhadap bakteri enterik gram negatif mungkin
dilakukan (Jawetz, dkk ed. 13, 2007).
2.2.12 Epidemiologi,pencegahan, dan pengendalian dari infeksi
Escherichia coli
Bakteri enterik akan langsung menghuni saluran cerna normal dalam
beberapa hari setelah lahir dan sejak itu menjadi bagian utama flora
mikroba aerobic (anaerobic fakultatif) normal. Escherichia coli merupakan
prototipenya. Ditemukannya bakteri enterik di dalam air dan susu dianggap
sebagai bukti terjadinya kontaminasi feses dari selokan atau sumber lain
(Jawetz, dkk ed.13, 2007).
Karena masalah utamanya adalah infeksi nosokomial, maka
pencegahannya adalah dengan perawatan yang sebaik-baiknya di rumah
sakit, anatara lain pemakaian antibiotic secara tepat, tindakan antiseptic
yang benar seperti pada pemakaian kateter urin, dan lain sebagainya.
2.2.13 Terapi
Kuman ini biasanya sensitive terhadap obat-obat antimikroba seperti
ampicillin, chloramphenicol, tetracycline, polymyxin, dan golongan
aminoglycosides yang mempunyai efek antibakteri yang jelas terhadap
organisme negatif, meskipun terdapat juga strin-strain resisten, terutama
pada pasien dengan riwayat pengobatan antibiotika sebelumnya, pada
pasien dengan penyakit diare, perlu dijaga keseimbangan cairan dan
elektrolitnya (Sujudi, 1994; Gupte, 1990).
Pada dasarnya tidak ada pengobatan tunggal yang tersedia.
Sulfonamida, ampisilin, sefalosporin, florokuinolon, dan aminoglikosida
memiliki efek antibakteri yang nyata melawan bakteri enteric, tetapi
sensitivitasnya sangat bervariasi, dan pemeriksaan sensitivitas pada
laboratorium sangat penting dilakukan. Resistensi terhadap banyak obat
sering ditemukan dan resitensi ini berada dalam kendali plasmid yang akan
ditransmisikan (Jawetz, dkk ed. 23, 2007).
Kondisi tertentu yang merupakan predisposisi infeksi oleh organisme
ini memerlukan koreksi pembedahan, missal memperbaiki obstruksi saluran
kemih, penutupan perforasi organ abdomen, atau reseksi bagian paru yang
mengalami bronkiektasis (Jawetz, dkk ed.23, 2007).
Terapi bakterimia gram negatif disertai syok septik yang alan terjadi
memerlukan terapi antimikroba cepat, pengembalian keseimbangan cairan
dan elektrolit, dan terapi disseminated intravascular coagulation. Pemberian
antibody antiglikolipid merupakan tindakan eksperimental tetapi dapat
mencegah syok dan kematian (Jawetz, dkk ed.23, 2007).
Berbagai cara telah dilakukan untuk mencegah diare wisatawan,
termasuk mengkonsumsi suspense bismuth subsalisilat setiap hari (bismuth
subsalisilat dapat menonaktifkan enterotoksin Escherichia coli in vitro) dan
pemberian dosis lazim tetrasiklin atau obat antimikroba lain selama waktu
tertentu. Karena tidak ada satu metode pun yang benar benar berhasil atau
tanpa efek samping, sangat disarankan untuk memperhatikan makanan atau
minuman di daerah dengan sanitasi yang buruk dan diberikan terapi dini dan
singkat sebagai profilaksis (misalnya, dengan ciprofloxacin atau trimetropim-
sulfametoxazol) (Jawetz, dkk ed.23, 2007).
2.3 Identifikasi Bakteri
a. Agar Mc Conkey
Menghambat pengaruh kristal ungu terhadap
pertumbuhan bakteri gram positif, selanjutnya bakteri gram
negatif dapat diisolasi. Medium dilengkapi dengan karbohidrat
(laktosa), garam empedu, dan “neural red” sebagai pH indicator
yang mampu membedakan bakteri enterik sebagai dasar
kemampuannya untuk memfermentasi laktosa (Kusnadi, 2003).
b. Uji biokimia
Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya
dilihat dari interaksi metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan
reagen-reagen kimia. Selain itu dilihat kemampuannya
menggunakan senyawa tertentu sebagai sumber karbon dan
sumber energi. Adapun uji biokimia yang sering dilakukan yaitu:
1. SIM (Sulfat Indol Motility)
Hasil yang diperoleh pada uji ini adalah positif, hal ini
terlihata adanya penyebaran yang berwarna putih
seperti akar disekitar inokulasi. Hal ini menunjukkan
adanya pergerakan dari bakteri yang diinokulasikan,
yang berarti bahwa bakteri ini memilik flagella. Dari uji
juga terlihat ada warna hitam, yang berarti bakteri ini
menghasilkan Hidrogen Sulfat (H1S) (Waluyo, 2004).
2. TSIA (Triple Sugar Iron Agar Medium)
Triple Sugar Iron Agar Medium, biasanya digunakan
untuk konfirmasi pengujian Escherichia coli dan dapat
digunakan untuk identifikasi bakteri gram negatif yang
memfermentasi dekstrosa/laktosa/sukrosa dan
produksi H1S. Dari fungsi tersebut media ini dapat
diusulkan untuk konfirmasi Salmonella dan
memilahkan dari Pseudomonas yang tumbuh pada
media lain BSA dan BGA. Terjadinya fermentasi
dekstrosa.
c. Eosin Methylene Blue Agar (EMB Agar)
Mengandung zat warna Eosin dan Methylene blue,
medium ini juga mengandung laktosa. Medium ini bisa
membedakan kuman yang memfermentasi laktosa dan yang
tidak memfermentasi laktosa. Escherichia coli menimbulkan
warna metallic sheen, karena asam yang dihasilkan akibat
fermentasi laktosa akan membuat zat warna Eosin dan
Methylene blue mengadakan presipitasi pada permukaan agar.
Koloni kuman Enterobacteriaceae yang tidak memfermentasi
laktosa tidak berwarna.

2.4 Tinjauan Umum Tahu

2.4.1 Kedelai

Secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan
komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut dipengaruhi
oleh varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan. Biji kedelai
tersusun atas tiga komponen utama, yaitu kulit biji, daging (kotiledon), dan
hipokotil dengan perbandingan 8:90:2. Sedangkan komposisi kimia kedelai
adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, 22,2% karbohidrat, 4,3% serat kasar,
4,5% abu, dan 6,6% air (Dwinaningsih, 2010).

Gambar 2.4. Kedelai

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales

Famili : Leguminoceae

Sub Famili : Papilionoideae

Genus : Glycine

Species : Glycine max(L.) Merrill

2.4.2 Tahu

Tahu adalah kedelai yang diproses dengan menghancurkan biji kedelai


dalam air dingin atau panas. Tahap pengolahannya meliputi pembersihan,
perendaman, penghancuran, pengeringan, pemanasan, serta penambahan
rasa dan aroma. Tahu merupakan menu penting serta aman dikonsumsi oleh
semua golongan umur sebagai sumber protein yang relatif murah harganya.

Tahu berasal dari negeri Cina. Asal katanya adalah Tao-hu, Teu-hu
atau Tokwa. Kata Tao atau Teu berarti kacang, sedangkan Hu atau Kwa
artinya rusak, lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua kata tersebut apabila
digabungkan akan memberikan pengertian makanan yang terbuat dari
kacang kedelai yang dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto,
1994).

Kalangan industri tahu (pengrajin) cenderung memiliki kedelai impor


sebagai bahan baku dibanding kedelai nasional karena pasokan bahan
bakunya terjamin (Setiadi dan Nanggolan, 1988). Kedelai yang dijual
dipasaran umum kedelai lokal dan kedelai impor. Kedelai lokal ukuran bijinya
lebih kecil dibandingkan kedelai impor. Menurut Krisdiana (2005), sekitar 93
% pengrajin tempe menyukai kedelai berbiji besar (kedelai impor) karena
menghasilkan tempe yang warnanya cerah dan volumenya besar. Sedangkan
industri tahu, ukuran biji tidak menjadi masalah asalkan tersedia di pasaran.

Metode pembuatan tahu adalah mengekstrak protein kedelai dengan


air kemudian menggumpalkannya dengan menggunakan asam atau garam-
garam tertentu. Secara garis besar pembuatan tahu terdiri dari dua tahap
yaitu tahap persiapan (pembuatan susu kedelai) dan tahap koagulasi
(penggumpalan) susu kedelai sehingga terbentuk tahu cetak (Shurtleff dan
Aoyagi, 1979).

Tahapan proses pembuatan yang paling menentukan sifat-sifat fisik


dan organoleptik tahu adalah proses penggumpalan dan pencetakan. Jenis
dan jumlah bahan penggumpal, suhu, dan lama pemanasan pada proses
penggumpalan, serta tekanan yang diberikan pada proses pencetakan adalah
faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi sifat-sifat fisik dan
organoleptik tahu yang dihasilkan (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).

2.4.3 Ciri-ciri tahu yang baik

Tahu termasuk bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan


sehingga dapat digolongkan ke dalam golongan highly perishable food
(Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Tahu hanya dapat tahan selama kurang lebih
tiga hari tanpa menggunakan bahan pengawet walaupun disimpan pada suhu
rendah, yaitu suhu maksimum 15 oC (Fardiaz, 1983).

Perubahan yang dapat terlihat dari luar apabila telah mengalami


kerusakan, yaitu mengeluarkan bau asam sampai busuk, permukaan tahu
berlendir, tekstur menjadi lunak, kekompakan berkurang, warna dan
penampakan tidak cerah, kadang-kadang berjamur pada permukaan (Fardiaz
dkk, 1988).

2.4.5 Komposisi kandungan gizi dalam tahu

Tabel 2. Komposisi energi dan zat gizi tahu per 100 g

Komposisi Jumlah
Energi (Kal) 68
Protein (g) 7,8
Lemak (g) 4,6
Karbohidrat (g) 1,6
Kalsium (mg) 124
Fosfor (mg) 63
Besi (mg) 0,8
Vitamin A (RE) 0
Vitamin C (mg) 0,006
Vitamin B (mg) 0
Air (g) 84,8

Sumber : Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan (1995)

2.4.5 Syarat mutu pada tahu

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), syarat mutu tahu yang baik
adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat mutu tahu berdasarkan SNI 01-3142-1998

No
Jenis Uji Satuan Persyaratan
.
Normal
Keadaan : -Bau Normal
1 -Rasa -Warna ---- Putih normal atau kuning normal
-Penampakan Normal tidak berlendir dan
berjamur
2 Abu % (b) Maks. 1,0
3 Protein % (b) Min. 9,0
4 Lemak % (b) Min. 0,5
5 Serat kasar % (b) Maks. 0,1
Sesuai SNI 01-0222-M dan
Bahan tambahan
6 % (b) Permenkes No.
makanan
722/Menkes/Per/IX/1988
Cemaran Logam :
-Timbal (Pb)
maks. 2,0
Tembaga (Cu) mg/kg mg/kg mg/kg
7 maks. 30,0 maks. 40,0 maks.
mg/kg mg/kg
40,0 / 25,0 maks. 0,03
Seng (Zn) Timah (Sn)
Raksa (Hg)

8 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 1,0

Cemaran mikroba :
Angka paling
9 memungkinkan/gram Maks. 10 Negatif
-Escheria coli
(APM/g) APM/25g
Salmonella
Tahu memberi sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan gizi yang sangat
penting bagi tubuh seperti protein, karbohidrat, dan zat gizi lainnya. Tahu
adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui
proses pengolahan kedelai (Glycine sp.) dengan cara pengendapan
proteinnya, dengan atau tanpa tambahan bahan lain yang diijinkan (SNI,
1998). Sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), tahu adalah
gumpalan protein dari susu kedelai sesudah dipisahkan dari air tahu (whey)
dengan cara pengepresan.

2.4.6 Komposisi kimia kedelai

Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat penting. Menurut Astuti


(2003) dalam Anonim (2009b), komposisi gizi kedelai bervariasi tergantung
varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit maupun kotiledonnya.
Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara 31-48%
sedangkan kandungan lemaknya bervariasi antara 11-21%. Antosianin kulit
kedelai mampu menghambat oksidasi LDL kolesterol yang merupakan awal
terbentuknya plak dalam pembuluh darah yang akan memicu berkembangnya
penyakit tekanan darah tinggi dan berkembangnya penyakit jantung coroner
(Dwinaningsih, 2010).

Komposisi kimiawi kedelai kering per 100 g biji dapat di lihat pada tabel di
bawah ini:

Tabel 2.4 Komposisi kimiawi kedelai kering per 100 gr biji


Komposisi Jumlah (*) Jumlah (**)
Kalori (kkal) 331 -
Protein (g) 34,9 46,2
Lemak (g) 18,1 19,1
Karbohidrat (g) 34,8 28,2
Kalsium (mg) 227 254
Fosfor (mg) 585 781
Besi (mg) 8,0 -
Vitamin A (SI) 110 -
Vitamin B1 (mg) 1,1 -
Air (g) 7,5 -
Sumber : *Direktorat Gizi Depkes RI, (1972) dalam Koswara (1992),** Sutomo
(2008).

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa kandungan protein dan lemak
kedelai menurut Sutomo (2008) lebih tinggi daripada menurut Koswara
(1992), hal ini dikarenakan pada data sutomo (2008) hasil tersebut tanpa
menggunakan kadar air, airnya dianggap sudah tidak ada, maka hasilnya
akan lebih besar. Kandungan karbohidrat menurut Koswara (1992) lebih
besar daripada menurut Sutomo (2008), hal ini dikarenakan pada Koswara
(1992), perhitungan yang digunakan menggunakan berat basah dan pada
Sutomo (2008), menggunakan berat kering.

2.4.6 Komposisi kimia tahu

Ditinjau dari komposisi kimia dan kandungan gizinya, tahu


mengandung kalori, air, lemak, dan lain sebagainya, yang dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Komposisi kimia dan kandungan gizi tahu

Komposisi(%) a.Tahu Lokal

Protein 8.3
Lemak 5.4

Karbohidrat -
Abu 0.8

Kadar air 82.4

Sumber a Herlinda dan Almasjuri (1987)

b Shurtleff dan Aoyagi (1984)

2.4.7 Tahu yang sudah di bungkus


Tahu merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai nilai gizi
yang tinggi, terutama karena mutu protein dan daya cernanya yang tinggi.
Bahan makanan dengan kandungan protein yang tinggi merupakan media
yang disukai oleh mikroba untuk pertumbuhan. Kondisi ini menyebabkan tahu
merupakan bahan makanan yang mudah rusak.

Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi


yang tepat bagi bahan pangan, untuk menunda proses kimia dalam jangka
waktu yang diinginkan (Buckle et al., 1987). Pada dasarnya tujuan utama
dilakukan pengemasan adalah untuk memberikan proteksi terhadap produk
agar tidak mudah rusak. Khusus untuk produk makanan, terutama produk
segar atau produk yang akan didistribusikan ke tempat lain yang jauh,
pengemasan juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dengan
mikroba. Pengemasan juga merupakan bagian penting dari usaha untuk
mengatasi persaingan dalam pemasaran (Hambali, 1995). Sacharow dan
Griffin (1970) menambahkan bahwa prinsip pengemasan adalah untuk
mencegah penguapan, terkena bau, dan menahan transfer oksigen.

Menurut Syarief et al. (1989), beberapa keuntungan penggunaan plastik


antara lain :

1. Melindungi isi dengan baik

2. Ringan sehingga mengurangi biaya transportasi

3. Tidak mudah pecah sehingga mengurangi faktor resiko dan kerugian


selama penyimpanan dan transportasi

4. Dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk sesuai selera

5. Dapat diwarnai dan dicetak

6. Tidak korosif serta tahan terhadap beberapa bahan kimia.

2.4.8 Tahu yang belum di bungkus


Tingginya daya beli masyarakat terhadap makanan tahu ini
menyebabkan banyak bermunculan industri tahu. Industri tahu merupakan
salah satu industri rumah tangga yang proses produksinya masih
menggunakan cara yang sederhana. Banyak diantara para pengrajin tahu
yang belum mengerti akan kebersihan lingkungan sehingga dapat
menyebabkan berkurangnya mutu dari tahu yang dihasilkan, diantaranya
adalah terkontaminasi oleh bakteri, senyawa- senyawa kimia dan logam,
seperti logam Zn dan Fe, dalam jumlah melebihi batas yang ditetapkan dapat
menyebabkan keracunan.

Tahu termasuk bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan


sehingga dapat digolongkan ke dalam golongan highly perishable food
(Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Tahu hanya dapat tahan selama kurang lebih
tiga hari tanpa menggunakan bahan pengawet walaupun disimpan pada suhu
rendah, yaitu suhu maksimum 15 oC (Fardiaz, 1983). Komposisi tahu yang
banyak mengandung protein dan air menyebabkan tahu merupakan media
yang cocok untuk tumbuhnya mikroba sehingga tahu menjadi cepat
mengalami kerusakan (Sarwono dan Saragih, 2003).

Air adalah bahan pembantu yang selalu terlibat pada setiap tahap
proses pembuatan tahu, sehingga apabila sanitasinya kurang baik, maka air
dapat berperan sebagai sumber kontaminasi oleh bakteri patogen yang
berbahaya bagi konsumen. Beberapa spesies bakteri yang umumnya
terdapat di dalam air adalah Pseudomonas, Chromobacterium, Proteus,
Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, dan jenis enterokokus diantaranya
Enterobakter dan Escherichia (Frazier dan Westhoff, 1978). ). Untuk
menghindari pencemaran tersebut tahu perlu dikemas atau dibungkus untuk
melindungi tahu tersebut.
BAB 3

HIPOTESIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka konseptual

Penanganan dan Peralatan yang tidak


peralatan yang tidak higenis seperti wadah &
higenis tempat untuk pemajangan

Salmonella sp. dan


Escherichia coli

Kontaminasi Tahu

Pilihan pengemasan
produk

Dibungkus Tidak dibungkus

Perbedaan pertumbuhan

jumlah bakteri Salmonella sp.


dan Escherichia coli
Identifikasi dan hitung perbedaan
jumlah koloni

: yang diteliti
: yang tidak diteliti

Penjelasan kerangka konseptual

Tahu bisa terkontaminasi berbagai macam bakteri yang disebabkan


oleh beberapa faktor seperti tingkat kehigienitasan, penanganan, peralatan,
pengemasan dan pemajangan tahu. Dimana Salmonella sp. dan Escherichia
coli merupakan kelompok dari Coliform dan dijadikan standar utama
kebersihan pangan di industri. Apabila pada tahu terdapat Salmonella sp. dan
Escherichia coli maka dapat menyebabkan gangguan kesehatan contohnya
seperti diare.Untuk pengemasan tahu biasanya para produsen tahu
menawarkan tahu yang sudah dibungkus dan belum dibungkus. Pengemasan
tahu penting untuk mempertahankan kebersihan dan kehigienitasan produk
tahu. Selain itu, pengemasan tahu juga sangat berperan dalam menentukan
mutu tahu. Bahan yang di gunakan untuk pengemasan tahu berfungsi
sebagai pelindung tahu. Perbedaan pengemasan tahu juga dapat
menyebabkan perbedaan pertumbuhan jumlah mikroba pada tahu. Dari
beberapa sampel tahu dengan variasi tahu yang sudah di bungkus dan belum
di bungkus , akan dilakukan identifikasi tentang perbedaan pertumbuhan
bakteri Salmonella Sp. dan Escherichia coli serta menghitung jumlah
koloninya. Dan diharapkan dapat mencegah kontaminasi makanan dan
menjaga kehigienitasan produk tahu.
3. 2 Hipotesis

H0 : Tidak ada perbedaan jumlah Salmonella sp. dan Escherichia coli


pada tahu yang di bungkus dan tidak di bungkus.

H1 : Ada perbedaan jumlah Salmonella sp. dan Escherichia coli pada tahu
yang di bungkus dan tidak di bungkus.

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


4.1.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel-
variabelnya dilakukan hanya satu kali pada satu saat, penelitian
ini mencari adanya hubungan antara variabel bebas yaitu
variasi(tahu yang sudah di bungkus dan belum di bungkus) dan
variabel terikat yaitu bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi,


menghitung dan membandingkan jumlah bakteri Escherichia
coli dan Salmonella sp. pada produk tahu dengan variasi tahu
yang sudah di bungkus dan belum di bungkus yang diambil dari
pedagang di salah satu pasar tradisional di Surabaya dengan
melakukan pemeriksaan laboratorium.
4.2 Populasi, Sampel dan Besar Sampel Penelitian
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah tahu dari pedagang di salah
satu pasar tradisional di Surabaya.
4.2.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah tahu dengan variasi(tahu yang
sudah di bungkus dan belum di bungkus) yang diambil dari
pedagang di salah satu pasar tradisional di Surabaya, dengan
kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi :
a. Tahu yang dijual pedagang dari salah satu pasar
tradisonal di Surabaya.
b. Sampel tahu diambil lebih dari satu penjual dalam satu
pasar.
c. Sampel tahu yang dijual dalam keadaan di bungkus
plastik dan belum di bungkus plastik.
2. Kriteria eksklusi :
a. Tahu yang sudah berjamur
b. Tahu yang sudah rusak dalam pengemasannya saat
distribusi.
4.2.3 Besar sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini diambil dari seluruh populasi
pedagang tahu yang ada di salah satu pasar tradisional di
Surabaya. Total sampel tahu dengan variasi (tahu yang sudah
di bungkus dan belum di bungkus) untuk identifikasi dan
dihitung perbedaan pertumbuhan bakterinya adalah masing-
masing 8 tahu dengan bungkus plastik dan 8 tahu yang belum di
bungkus yang didapat dari masing-masing pedagang di salah
satu pasar tradisional di Surabaya.
4.2.4 Teknik pengambilan sampel
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan
metode purposive sampling yaitu setiap tahu dengan bungkus
plastik dan belum di bungkus plastik yang di jual di salah satu
pasar tradisional di Surabaya.

4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


4.3.1 Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah Salmonella sp. dan Escherichia coli
yang terdapat pada tahu dengan variasi (tahu yang sudah di
bungkus dan belum di bungkus).
4.3.2 Definisi operasional
a. Salmonella sp.
Bakteri gram negatif, tidak memiliki spora, tidak berkapsul,
tidak memiliki fimbria, tidak memfermentasi laktosa dan
panjangnya bervariasi.
b. Escherichia coli
Bakteri gram negatif, tidak memiliki spora. Secara normal
bakteri ini tumbuh di dalam saluran pencernaan manusia
yang sehat, dan bisa menyebabkan penyakit saat sistem
imun menurun.
c. Tahu
Tahu adalah hasil olahan dari bahan dasar kacang
kedelai melalui proses pengendapan atau penggumpalan
oleh bahan penggumpal. Kacang kedelai sebagai bahan
dasar pembuatan tahu mempunyai kandungan protein
sekitar 30 - 45 %.
d. Tahu yang sudah di bungkus (plastik)
Tahu yang sudah dibungkus memiliki higienitas yang
cukup karena tahu tersebut tidak terkontaminasi oleh
bakteri dengan cara pengemasan ataupun distribusi.
e. Tahu yang belum di bungkus
Tahu yang belum dibungkus dimungkinkan mengalami
pengotoran oleh logam yang berasal dari penanganan
yang tidak higienis, seperti wadah tahu, tempat untuk
pemajangan tahu, tidak adanya penutup yang digunakan
pada saat diperjualbelikan.
f. Jumlah koloni bakteri
Koloni yang terbentuk pada medium perbenihan dengan
satuan CFU ( colony forming unit) / ml.
g. Brilliance Salmonella Agar Base
Media selektif untuk isolasi dan identifikasi presumtif
Salmonella sp dari sampel makanan.
h. Eosin Methylene Blue Agar (EMB Agar)
Media selektif untuk isolasi dan identifikasi presumtif
Escherichia coli dari sampel tahu.
i. Metode Plate Count
Suatu teknik enumerasi mikroorganisme yang di tanam pada
suatu media pertumbuhan padat untuk memisahkan setiap
sel atau kumpulan sel pembentuk koloni tetap pada
tempatnya sehingga untuk dihitung perkiraan jumlah
mikroorganisme per satuan sampel.
j. Metode Spread Plate
Menumbuhkan mikroorganisme dari suatu larutan ke
permukaan media padat menggunakan spreading-spatula
(spread).
k. Metode Pour Plate
Teknik penanaman mikroorganisme dengan mencampurkan
inokulum sampel dengan medium padat yang masih
berbentuk cair sehingga sekumpulan sel akan tersebar
merata ke seluruh media.

4.4 Alur Penelitian

Sampel tahu dengan variasi pembungkus(yang sudah


dibungkus dan belum dibungkus) yang di peroleh dari
semua sampel tahu di salah satu pasar tradisional Surabaya.

Pemeriksaan Laboratorium

Identifikasi dan hitung perbedaan bakteri


Salmonella sp. dan Escherichia coli dengan
media Brilliance Salmonella Agar Base &
Eosin Methylene Blue Agar (EMB Agar)
Analisa data

Kesimpulan

4.5 Alat dan Bahan Penelitian

a) Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Tabung reaksi steril kapasitas 5ml.

2. Cawan petri

3. Jarum ose steril

4. Erlenmeyer

5. Tabung reaksi

6. Rak tabung reaksi

7. Bunsen

8. Yellow tip

9. Mikropipet

10. Colony cunter

11. Spread
12. Autoclave

b) Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Lempeng agar nutrient

2. Aquades

3. Pembakar spiritus

4. Korek api

5. Brilliance Salonella Agar Base

6. Eosin Methylene Blue Agar (EMB Agar)

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.6.1 Lokasi penelitian

Penelitian di lakukan di laboratorium mikrobiologi Fakultas


Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.

4.6.2 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2018.

4.7 Prosedur pengambilan data

Cara pengambilan sampel, sampel tahu dengan variasi tahu


yang sudah di bungkus dan belum di bungkus yang telah
didapat dari beberapa penjual tahu di salah satu pasar
tradisional di Surabaya dibawa ke laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya untuk
dilakukan perhitungan perbedaan jumlah koloni bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp. yang ditemukan pada
sampel tahu dengan variasi tahu yang sudah di bungkus dan
belum di bungkus.
4.8 Pemeriksaan Kuantitatif Total Plate Count (Metode Spread
Plate Count)

4.8.1 Identifikasi bakteri


Cara mengidentifikasi bakteri Escherichia coli menggunakan
medium spesifik yaitu Eosin Methylene Blue Agar (EMB Agar) dan
bakteri Salmonella sp menggunakan medium spesifik yaitu Brilliance
Salmonella Agar Base.

4.8.2 Pemeriksaan bakteri


Penanaman bakteri menggunakan Total Plate Count (TPC)
dengan metode spread plate (lempeng sebar), yakni merupakan suatu
teknik dalam menumbuhkan mikroorganisme dalam media agar.
Dengan ini bakteri diharapkan terpisah secara individual untuk
selanjutnya dapat tumbuh menjadi koloni tunggal. Metode pour plate
digunakan karena merupakan media pemeriksaan yang cepat dan
mudah dalam perhitungan jumlah bakteri yang tumbuh dalam agar.
a. Cara pelaksanaannya :
1. Sampel tahu dihancurkan sampai lebur terlebih dahulu
kemudian diencerkan dengan aquades sebanyak 1ml, sampel
makanan jajanan yang cair tidak perlu diencerkan.
2. Ambil masing-masing sampel sebanyak 0,1 ml kemudian
ditumbuhkan pada media Eosin Methylene Blue Agar (EMB
Agar) dan ambil masing-masing sampel sebanyak 0,1 ml
kemudian ditumbuhkan pada Brilliance Salmonella agar base.
3. Perlahan-lahan goyangkan media dengan arah memutar.
4. Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ͦ c.
5. Hitung jumlah koloni kuman.
b. Cara perhitungannya :
1. Buat kotak dengan ukuran 1x1 cm pada cawan petri yang
ditumbuhi koloni bakteri.
2. Pilih 10 kotak yang berisi koloni bakteri.
3. Hitung bakteri pada setiap kotak.
4. Jumlahkan bakteri yang ditemukan pada 10 kotak tersebut
kemudian rata-rata.
5. Hasil rata-rata dikalikan dengan luas plate.
6. Hasil koloni kuman ditulis dalam satuan CFU (Colony Forming
Unit/ml).

4.9 Analisa data


Analisis yang digunakan adalah analisis bivariat. Merupakan
analisis pada dua variabel. Analisis bivariat digunakan untuk
mengetahui pengaruh variasi (tahu yang sudah di bungkus dan belum
di bungkus) dengan jumlah bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.
Dalam penelitian ini, analisis diuji menggunakan uji Mann-Whitney
yang terdapat pada aplikasi SPSS. Uji Mann-Whitney digunakan untuk
mengetahui perbedaan rata-rata dua variabel yang berskala rasio.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K. A, R. A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.


Terjemahan. UI Press, Jakarta.

Hambali, E. 1995. pola Distribusi dan Transportasi Produk Hortikultura. Jurnal


Teknplogi Industri Pertanian. Edisi Khusus.

Sacharow, S. dan R.C. Griffin. 1970. Food Packaging. AVI Publishing,


Westport Connecticut.
Syarief et al. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Frazier, W. C. dan D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Third Ed. Tata


McGraw-Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi.

Dwinaningsih, E. A. (2010). Karakteristik Kimia Dan Sensori Tempe Dengan


Variasi Bahan Baku Kedelai / Beras Dan Penambahan Angkak Serta Variasi
Lama Fermentasi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, 27–78.

Widaningrum. I., 2015. Teknologi Pembuatan T ahu Ramah Lingkungan


(Bebas Limbah). Jurnal Dedikasi, hal. 15-21

Anonim, Mutu dan cara Uji Tahu, SII 0270-80, Depatemen Perindustrian RI,
Jakarta 1990.

Liu,K., Soybeans; Chemistry, technology and Utilizatio, An Aspen


Publication,Gaithersbur, Maryland, 1999, pp165-197.

Markley, K., Soybean and Soybean Products, 1 stEdition, Inter Science


Publisher, New York, 1985, p 85.

Metussin, R., Micronization Effects on Composition and properties of Tofu,


Journal of Food Science,57.(2)., 1992

Shurtleff, W.,Aoyagi, Tofu and Soymilk Production, The Book of Tofu, New
Age Food Study Center, La Vayette, , Vol. 2, p5. 1984

Serrazanetti, D.I., Ndagijimana, M., Miserocchi, C. d an Guezoni, M.E. 2013.


Fermented tofu: Enhancement of keeping quality and sensorial properties.
Food Control 34:336-346.

Qian Jia, Meixu Gao, Shurong Li, Zhidong Wang. (2013). Effects of gamma
and electron beam irradiation on the microbial quality of steamed tofu rolls.
Maryland: Springer.
Adam M, dan Montarjemi,Y. 2004. Dasar- dasar Keamanan Makanan untuk
Petugas Kesehatan, EGC, Jakarta,

Kastyanto, F. L. 1994. Membuat Tahu. Penebar Swadaya, Jakarta.

Setiadi, N. Dan B. Nainggolan. 1988. Kedelai, Potret Komoditas yang


terhempas. Kompas, 20 April 1998.

Krisdiana, R. 2005. Preferensi Industri Tahu dan Tempe dalam menggunakan


bahan baku Kedelai di Jawa Timur. KinerjaPenelitian Mendukung Agribisnis
Kacang- kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Bogor.

Shurtleff, W. dan A. Aoyagi. 1979. Tofu and Soy Milk Production dalam The
Book of Tofu Vol. II. Acraft and Technical Manual. New Age Food Study
Centre Lafayette, CA.

Fardiaz, S. 1983. Mempelajari Perubahan Kimia dan Mikrobiologi dalam


Usaha Peningkatan Daya Tahan Tahu Segar Selama Penyimpanan. Fateta.
IPB, Bogor.

Syarief R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.


MSP, Jakarta.

SII. 1990. Mutu dan Cara Uji Tahu. SII 0270-90. Departemen Perindustrian
RI, Jakarta.

SNI. 1998. Tahu. SNI 01-.3142-1998. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Anonim. 2009b. Si Hitam yang Sarat Manfaat. www.hanyawanita.com

Koswara. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bharata. Jakarta.


Sutomo, B. 2008. Cegah Anemia dengan Tempe. http://myhobbyblogs.
com/food/files/2008/06/. (Diakses pada tanggal 27 Mei 2009).

Anda mungkin juga menyukai