Anda di halaman 1dari 23

1.1.

Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota membawa pengaruh
terhadap struktur maupun kegiatan dalam suatu kota. Terpusatnya kegiatan
pada kota mempengaruhi laju urbanisasi menuju kota tersebut. Tingginya laju
urbanisasi memberikan dampak pada suatu kota, baik dampak yang bersifat
positif maupun dampak yang bersifat negatif. Salah satu dampak tingginya
laju urbanisasi adalah peningkatan jumlah penduduk dan tidak terkendalinya
pertumbuhan dan perkembangan wilayah perkotaan.
Perkembangan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari
pesatnya laju pertumbuhan penduduk perkotaan baik karena faktor
pertumbuhan penduduk kota itu sendiri maupun karena faktor urbanisasi.
Dampak negatif urbanisasi yang telah berlangsung selama ini lebih disebabkan
oleh tidak seimbangnya peluang untuk mencari nafkah di daerah perdesaan
dan perkotaan. Beberapa pengamat meyakini bahwa salah satu penyebab
mengalirnya penduduk pedesaan ke kota-kota akibat kekeliruan adopsi
paradigma pembangunan yang menekankan pada pembangunan
industrialisasi besar-besaran yang ditempatkan di kota-kota besar yang
kemudian dikenal dengan istilah AIDS (Accelerated Industrialization
Development Strategy), sehingga memunculkan adanya daya tarik yang
sangat kuat untuk mengadu nasibnya di kota yang dianggap mampu
memberikan masa depan yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih

I-1
tinggi, sementara pendidikan dan ketrampilan yang mereka miliki kurang
memadai untuk masuk di sektor formal.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan, maka
kebutuhan penyediaan akan prasarana dan sarana permukiman akan
meningkat pula, baik melalui peningkatan maupun pembangunan baru.
Selanjutnya pemenuhan akan kebutuhan prasarana dan sarana permukiman
baik dari segi perumahan maupun lingkungan permukiman yang terjangkau
dan layak huni belum sepenuhnya dapat disediakan baik oleh masyarakat
sendiri maupun pemerintah, sehingga kapasitas daya dukung prasarana dan
sarana lingkungan permukiman yang ada mulai menurun yang pada gilirannya
memberikan konstribusi terjadinya lingkungan permukiman kumuh.
Lingkungan permukiman kumuh digambarkan sebagai bagian yang terabaikan
dari lingkungan perkotaan dimana kondisi kehidupan dan penghidupan
masyarakatnya sangat memprihatinkan, yang diantaranya ditunjukkan dengan
kondisi lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan penduduk
yang tinggi, sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat,
tidak tersedianya fasilitas pendidikan, kesehatan maupun sarana dan
prasarana sosial budaya kemasyarakatan yang memadai, kekumuhan
lingkungan permukiman cenderung bersifat paradoks, bagi masyarakat yang
tinggal di lingkungan tersebut, kekumuhan adalah kenyataan sehari-hari yang
tidak mereka masalahkan, sedangkan di pihak lain yang berkeinginan untuk
menanganinya, masalah kumuh adalah suatu permasalahan yang perlu segera
ditanggulangi penanganannya.
Upaya penanganan permukiman kumuh telah diatur dalam Undang-
undang No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan permukiman, yang
menyatakan bahwa untuk mendukung terwujudnya lingkungan permukiman
yang memenuhi persyarakatan keamanan, kesehatan, kenyamanan dan
keandalan bangunan, suatu lingkungan permukiman yang tidak sesuai tata
ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi, kualitas bangunan sangat rendah,

I-2
prasarana lingkungan tidak memenuhi syarat dan rawan, yang dapat
membahayakan kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni, dapat
ditetapkan oleh pemerintah kota yang bersangkutan sebagai lingkungan
permukiman kumuh yang tidak layak huni dan perlu diremajakan.
Perwujudan permukiman perkotaan yang layak huni dimulai dengan
penanganan permukiman kumuh perkotaan yang komprehensif dan
kolaboratif. Keterpaduan antar berbagai aspek permukiman sangat diperlukan
untuk menjamin penanganan secara tuntas yang terintegrasi dengan
pengembangan skala kota. Sistem yang terintegrasi ini perlu didukung oleh
semua pelaku pembangunan secara kolaboratif. Tanggung jawab
pengembangan perkotaan harus ditopang oleh kerjasama yang solid dari
pemangku kepentingan sesuai dengan peran masing-masing. Penanganan
permukiman kumuh perkotaan merupakan upaya bersama dalam kesetaraan
pelaku pembangunan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi kota yang
berkesinambungan.
Penyelenggaraan permukiman kumuh perkotaan memerlukan
perencanaan yang berkesinambungan dan terstruktur sebagai acuan
pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan kota tanpa permukiman
kumuh. Pemerintah kab/kota sebagai nahkoda harus didorong untuk memiliki
dokumen perencanaan sebagai dasar pengembangan kawasan permukiman
sehingga penyelenggaraan pembangunan permukiman kumuh perkotaan
berada pada arah yang tepat menuju permukiman yang layak huni dan
berkelanjutan. Produk dari dokumen perencanaan penanganan permukiman
kumuh perkotaan diharapkan memiliki kualitas yang bermutu tinggi, baik dari
segi konsep, strategi, kegiatan, sampai dengan konsep desain dan desain
teknis kawasan. Selain itu, aspek non-fisik diharapkan juga menjadi perhatian
dalam perencanaan penanganan permukiman kumuh perkotaan untuk
mendukung aspek fisik yang dibangun.

I-3
Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman telah mengamanahkan bahwa penyelenggaraan
permukiman layak dilaksanakan pemerintah pusat, pemerintah daerah atau
setiap orang, untuk menjamin hak menempati lingkungan layak, sehat, aman,
serasi dan teratur. Selain itu, pada UU tersebut juga menjelaskan jika terdapat
dua bentuk penanganan permukiman kumuh yang dapat dilakukan, yaitu
pencegahan dan peningkatan kualitas.
Penanganan permukiman kumuh ini sejalan pula dengan arahan
Presiden Republik Indonesia dan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta
Karya bahwa Indonesia bebas kumuh pada tahun 2020. Melalui komitmen
Pemerintah Daerah dan informasi kumuh yang memadai maka tujuan dalam
memastikan Indonesia bebas kumuh 2020 akan dapat terealisasikan melalui
tahapan–tahapan pelaksanaan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan
permukiman kumuh yang terukur, efektif dan tepat sasaran
Perkembangan kawasan perkotaan kaitannya dengan pertumbuhan
dan perkembangan kawasan permukiman pada dasarnya terjadi dalam 2 (dua)
kategori utama yaitu; Pertama, kawasan permukiman yang direncanakan dan
tertata dengan baik. Kawasan permukiman ini cenderung berkembang
sebagai kawasan kota baru baik yang berkembang dalam kota maupun yang
letak lokasinya berada pada kawasan pinggiran perkotaan. Kedua, kawasan
permukiman yang berkembang dengan sendirinya, keberadaan kawasan
permukiman ini biasanya sporadis dan cenderung berkembang ke arah
kawasan permukiman kumuh perkotaan. Kedua, kategorisasi kawasan
permukiman ini cenderung berkembang secara bersamaan dalam dinamika
pembangunan kawasan perkotaan Kota Makassar dan berkoeksistensi dalam
satu artikulasi spasial perkotaan antara satu dengan lainnya, akan tetapi tidak
memiliki interelation. Kedua kawasan permukiman tersebut memiliki
perbedaan yang sangat mendasar dari sisi pelayanan infrastruktur dan
ketersediaan sarana dan prasarana permukiman. Kondisi inilah yang

I-4
memberikan pilihan dalam konteks penetapan skala prioritas penanganan
kawasan permukiman perkotaan dan secara khusus terhadap keberadaan
kawasan permukiman kumuh perkotaan Kota Makassar.
Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki persamaan,
terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah,
keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan yang kurang memadai.
Kondisi kualitas kehidupan yang serba marjinal ini ternyata mengakibatkan
semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Hal ini
dapat diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari, seperti mengemis, berjudi,
mencopet dan melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku
menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri
dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena
menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai
kehidupan di kota tidak sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki
kehidupan mereka.
Mereka pada umumnya tidak cukup memiliki kamampuan untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan kurangnya keterampilan,
tanpa modal usaha, tempat tinggal tak menentu, rendahnya penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya adaptasi sosial ekonomi dan pola
kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan semakin
memprihatinkan itu mendorong para pendatang tersebut untuk hidup
seadanya, termasuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Permukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti
pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai.
Kepadatan penduduk di daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat
dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah.
Perhatian utama pada penghuni permukiman ini adalah kerja keras mencari
nafkah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tetap
bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang menjadi

I-5
pengangguran. Sehingga tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma
sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi
terabaikan dan kurang diperhatikan.
Oleh karena para pemukim pada umumnya terdiri dari golongan-
golongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, maka tidak
sedikit menjadi pengangguran, gelandangan, pengemis, yang sangat rentan
terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan, baik
antar penghuni itu sendiri maupun terhadap masyarakat lingkungan sekitanya.
Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan
teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia, juga turut
membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari
para penghuni pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya
perilaku menyimpang ini juga diperkuat oleh pola kehidupan kota yang lebih
mementingkan diri sendiri atau kelompoknya yang acapkali bertentangan
dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada
permukiman kumuh adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-norma
sosial, tradisi dan kelaziman yang berlaku sebagaimana kehendak sebagian
besar anggota masyarakat. Wujud perilaku menyimpang di permukiman
kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang
sampah dan kotoran di sembarang tempat. Akibat lebih lanjut perilaku
menyimpang tersebut bisa mengarah kepada tindakan kejahatan (kriminal).
Dengan demikian pembangunan perumahan dan permukiman tidak mungkin
dipisahkan dari pembangunan manusia, pembangunan sosial dan
pembangunan ekonomi baik lokal maupun global, terutama dengan tujuan
mengurangi kemiskinan di perkotaan. Penyiapan dokumen Identifikasi dan
Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar akan dilaksanakan
melalui mekanisme perencanaan secara konfrehensif dan penyiapan basis
program infrastruktur yang dapat mendukung kegiatan ekonomi, sosial, dan

I-6
lingkungan kawasan permukiman secara terpadu. Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan mengambil inisiatif untuk menyiapkan Kegiatan Identifikasi
dan Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar, sebagai
tindaklanjut dari RTRW Kota Makassar yang telah disusun sebelumnya dan
embrio terwujudnya perencanaan program infrastruktur kawasan
permukiman kumuh yang lebih luas. Dengan Kegiatan Identifikasi dan
Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar tersebut, diharapkan
perkembangan kawasan permukiman kumuh perkotaan Kota Makassar akan
dapat menggerakkan semua sumberdaya yang ada untuk memenuhi
kebutuhan daerah, mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
penanggulangan kemiskinan serta mewujudkan lingkungan permukiman yang
layak huni (livable).
Kota Makassar merupakan Ibu kota Sulawesi Selatan dan merupakan
kota terbesar di kawasan Timur Indonesia karena Makassar memiliki nilai
strategis ditinjau dari letak geografisnya maupun perkembangannya. Kota
Makassar terletak di wilayah pesisir dengan luas kurang lebih 17.695 Ha
meliputi 14 wilayah kecamatan dan 143 kelurahan (Perda Kota Makassar
Nomor 30 Tahun 2005 tentang pembentukan, susunan organisasi dan tata
kerja kelurahan dalam daerah Kota Makassar) Hasil peninjauan kembali peta
penggunaan lahan Kota Makassar Tahun 2015 menunjukkan bahwa di antara
25 jenis penggunaan lahan yang ada di Kota Makassar, permukiman
merupakan jenis penggunaan lahan dengan luasan dominan, yaitu mencapai
7.866,66 Ha atau 44,45% dari total luas penggunaan lahan kota (RTRW Kota
Makassar 2015-2035). Di antara luasan permukiman tersebut, masih terdapat
103 kawasan kumuh, sesuai Surat Keputusan Walikota
No.050.05/1341/Kep/IX/2014 dengan luas mencapai 740,10 Ha di Tahun 2014
atau 9,41 % dari total luas kawasan permukiman di Kota Makassar.
Permasalahan permukiman kumuh di Kota Makassar pada umumnya adalah
berupa kondisi rumah tinggal yang tidak layak huni yang lebih disebabkan oleh

I-7
ketidakmampuan dalam pengadaan rumah dan rendahnya kesempatan
terhadap pengadaan tersebut. Kekumuhan kawasan permukiman selain
dipandang dari sisi kondisi konstruksi yang temporer juga dipandang dari sisi
pola penggunaan lahan permukiman yang tidak tertata. Faktor pencetus
lainnya adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan
dan kebersihan lingkungan permukiman, hal ini diindikasikan dengan
terjadinya penumpukan sampah hingga berimbas pada menurunnya kualitas
drainase permukiman. Salah satu faktor lain terjadinya penumpukan sampah
adalah akses permukiman yang sempit yang mengakibatkan terjadinya
kesulitan pengangkutan sampah. Hal ini telah berangsur-angsur dibenahi oleh
pemerintah kota melalui berbagai program penanganan dan pencegahan
kumuh Kota Makassar. Dalam rangka pencapaian target nasional bebas
kumuh (100-0-100),
Salah satu usaha pemerintah Kota Makassar untuk melaksanakan
kegiatan pembangunan kaitannya dengan pembangunan kawasan
permukiman guna memenuhi tuntutan kebutuhan dasar masyarakat akan
perumahan dan kawasan permukiman adalah mengupayakan tersedianya
lahan di daerah perkotaan pada saat dibutuhkan, termasuk dalam hal ini
adalah penyiapan lahan untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur
permukiman kumuh perkotaan yang akan dirumuskan melalui kegiatan
Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar.
Dalam proses penyusunannya akan disesuaikan dengan kondisi dan
karakteristik serta kebutuhan masyarakat yang berlokasi pada kawasan
permukiman kumuh perkotaan Kota Makassar untuk segera mendapatkan
penanganan baik dari segi fisik, sosial, ekonomi dll. Kawasan permukiman
kumuh perkotaan yang perlu mendapat prioritas penanganan di Kota
Makassar, adalah mengacu pada RTRW, profil kumuh, SK Walikota Tentang
Kawasan Permukiman Kumuh dan berbagai hasil studi yang telah
dilaksanakan. Identifikasi ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :

I-8
a. Kawasan permukiman yang dikategorikan berada dalam lingkungan
permukiman kumuh baik yang berlokasi pada pusat kota atau pada
kawasan pinggiran kota pada kawasan perkotaan Kota Makassar.
Keberadaan kawasan permukiman ini di identifikasi memiliki nilai ekonomis
dan atau strategis tinggi, yang apabila ditangani dapat meningkatkan nilai
kawasan serta memberi manfaat bagi peningkatan produktivitas ekonomi
wilayah dan kawasan perkotaan Kota Makassar baik secara makro maupun
secara mikro.
b. Kawasan permukiman yang memiliki fungsi-fungsi khusus dalam skala
pembangunan kawasan perkotaan Kota Makassar. Kawasan permukiman
yang termasuk dalam kategori ini di Kota Makassar adalah kawasan
permukiman yang bersentuhan langsung dengan; kawasan pariwisata,
kawasan industri, kawasan konservasi kultural, kawasan industri, kawasan
pelabuhan, dan sejenisnya.
c. Kawasan pinggiran yang masih memiliki ciri-ciri agraris pedesaan dan secara
administrasi berada dalam kawasan perkotaan Kota Makassar yang
berfungsi sebagai hinterland dan atau buffer/penyangga bagi pusat-pusat
kegiatan ekonomi strategis yang berkembang pada kawasan pinggiran
Kota Makassar.
d. Kawasan permukiman yang potensial terkena ancaman bencana (alam
maupun konflik sosial), sehingga memerlukan penyelesaian dengan segera
agar program lain dapat diselenggarakan pada waktunya. Terhadap
kawasan permukiman ini memerlukan pendekatan identifikasi di dalam
penetapan lokasi beserta luasannya serta potensi ancaman bencana alam
yang akan terjadi.
Keempat kategori tersebut lebih awal telah dilakukan proses penilaian
berdasarkan kriteria dan indikator yang digunakan dan merupakan dasar serta
acuan dalam menetapkan kawasan permukiman, untuk selanjutnya akan
dilakukan tindakan perencanaan, dengan mengacu pada RTRW Kota Makassar

I-9
yang telah disusun sebelumnya. Penetapan kawasan permukiman kumuh
tersebut untuk selanjutnya ditindaklanjuti dalam program penanganan dan
pengendalian yang akan dilakukan sesuai tingkatan prioritasnya. Untuk
maksud tersebut, dan dengan mempertimbangkan kompleksitas
pembangunan kawasan perkotaan Kota Makassar saat ini, khususnya pada
kawasan permukiman kumuh maka diperlukan mekanisme sistem
perencanaan komprehensif melalui upaya kegiatan penyusunan Identifikasi
dan Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar yang difasilitasi
oleh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2017.
Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota
Makassar yang akan disusun akan mempertimbangkan aspek kelayakan
program dari masing-masing kegiatan dan kelayakan spasialnya sesuai
skenario pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) yang ada, serta kelayakan sosial dan lingkungannya.
Disamping itu Kegiatan Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan Permukiman
Kumuh Kota Makassar yang akan disusun akan mempertimbangkan
kemampuan pendanaan dan kapasitas kelembagaan pemerintah Kota
Makassar dan provinsi Sulawesi Selatan dalam mendukung pelaksanaan
program investasi pembangunan. Dengan demikian kegiatan Identifikasi dan
Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar diharapkan dapat
mengakomodasikan dan merumuskan kebutuhan pembangunan kawasan
perkotaan di sektor permukiman untuk periode lima tahun kedepan sesuai
dengan karakteristik dan potensi yang dimiliki, dalam kerangka mendorong
pembangunan ekonomi lokal, pengentasan kemiskinan dan peningkatan
kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat dan secara
khusus terhadap peningkatan infrastruktur keciptakaryaan kawasan
permukiman kumuh di Kota Makassar.

I - 10
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran.
Maksud dilaksanakannya kegiatan Identifikasi Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kumuh ini adalah untuk menghasilkan suatu dokumen sebagai
acuan dalam peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan yang dapat
terealisasi melaui proses tahapan – tahapan pelaksanaan yang teukur, efektif
dan tepat sasaran.
Berdasarkan pada maksud dilaksanakannya kegiatan ini, maka tujuan
dan sasaran yang ingin dicapai adalah :
1. Sebagai acuan dalam peningkatan kualitas permukiman kumuh
perkotaan
2. Terciptanya percepatan penanganan permukiman kumuh secara
menyeluruh dan tuntas bagi kawasab kumuh yang telah disepakati
dalam SK walikota
3. Terciptanya keterpaduan program yang dapat menyelesaikan
dan/atau menuntaskan permasalahan permukiman kumuh perkotaan
melaui semua peran sektor keciptakaryaan melalui kegiatan regler
4. Mendorong pemerintah daerah untuk menempatkan penanganan
kawasan kumuh sebagai salah satu prioritas daerah
5. Tersedianya landasan dasar terutama bagi pemerintah dareah,
perencana dan perancang, pengembangan wilayah dalalam membuat
keputusab atau pertimbangan dalam program penanganan kawasan
permukiman kumuh perkotaan
6. Terarahnya pelaksanaan program pembangunan dan peningkatan
kualitas pemrukiman, khususnya dikaitkan dengan perbaikan kawasan
permukiman kumuh perkotaan
7. Diterapkannya konsep peremajaan kawasan permukiman kumuh
perkotaan oleh pihak terkait, dan

I - 11
8. Terlaksannya proses identifikasi dan revitaslisasasi lokasi dan
penyusunan daftar prioritas penanganan kawasan permukiman
kumuh perkotaan
9. Terciptanya keberlanjutan program penanganann permukiman
kumuh sebagai bagian dari strategi pengurangan luassan kawasan
permukiman kumuh.

1.3. Dasar Hukum


 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-
 Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
 Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman;
 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1984 Tentang Jalan;
 Undang-undang RI No. 28 Tahun 2002, tentang bangunan Gedung
 PP No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 Bangunan Gedung;
 PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan;
 PP No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
 SNI 03-1733-2004, Tatacara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
perkotaan
 Perpres No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara;
 Perpres No. 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat;
 Permen PU No. 2 Tahun 2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan dan Permukiman Kumuh

I - 12
 Permen PU No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan Dan
Kriteria Teknis Jalan;
 Permen PU No. 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana
dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
 Permen PU No. 01/PRT/M/2014 tentang standar pelayanan minimal
bidang pekerjaan umum dan penataan ruang
 SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuh Nelayan;
 SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuh Dekat Pusat Kegiatan Sosial Ekonomi;
 SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman di Pusat kota;
 SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuh di Pinggir Kota;
 SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuh Pasang Surut;
 SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuh Daerah Rawan Bencana;
 SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuh di Tepi Sungai;
 SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuh yang Ditengarai Sebagai Permukiman Bersejarah;
 SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Pengembangan Rumah Susun
Sederhana Sewa (Rusunawa) Bertumpuh pada Komunitas Lokal;
 Peraturan Pemerintah No. 69, tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam
Penataan Ruang;

I - 13
 Peraturan Pemerintah No. 08 Tahun 2013, tentang Tingkat Ketelitian
Peta untuk Penataan Ruang Kota;
 SK Walikota Makassar No. 050 Tahun 2014 Tentang Penetapan Lokasi
Permukiman Kumuh Kota Makassar

1.4. Dasar Pertimbagan Pekerjaan


Pekerjaan Perencanaan Identifikasi revitalisasi Kawasan Permukiman
Kumuh kota, pada prinsipnya adalah identifikasi kawasan permukiman
kumuh yang memenuhi persyaratan sebagai kawasan permukiman kumuh,
baik yang ditetapkan oleh pemerintah setempat maupun berdasarkan
arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) atau berdasarkan
pertimbangan kriteria yang ditetapkan dimana lokasi kawasan tersebut
memenuhi persyaratan sebagai kawasan kumuh. Pertimbangan pemilihan
lokasi kawasan permukiman kumuh yang memerlukan penanganan dan
prioritas di kota, sebagai berikut :
 Kawasan permukiman yang berada dibawah satndar rata-rata dari
segi income pendapatan masyarakat
 Lokasi kawasan permukman yang sering mendapatkan acaman banjir
perkotaan
 Lingkup kawasan permukiman yang berada diatas tanah legal dan
ilegal dan tidak memenuhi persyaratan estetika lingkungan
 Lokasi yang ditetapkan bersadarkan arahan rencna tata ruang wilayah
kota berdasarkan fungsi dan peran yang diemban sebagai kawasan
permukiman kumuh serta lokasi yang ditetapkan berdasarkan SK
walikota
 Kaawasan yang memiliki nilai fungsional strategis akan tetapi dari
kondisi lingkungan kurang memenuhi persyaratan
 Kawasan permukiman yang berada kurang mendapatkan penanganan
dari segi sarana dan prasarana

I - 14
 Kawasan permukiman yang berada diatas kepadatan antara 250 – 750
jiwa/Ha
 Lebih dari 60% rumah/hunian kurang layak huni; dan
 Profil permsalahan sosial kemasyarakatan tidak terlalu besar.

1.5. Lingkup Kegiatan


1.5.1. Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah dalam kegiatan Identifikaasi Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kumuh adalah kawasan perkotaan Makassar yang berada
dalam wilayah administrasi Kota Makassar dan telah ditetapkan dalam SK
Walikota tentang penetapan kawasan permukiman Kumuh.
1.5.2. Lingkup Substansi
1. Pendekatan Perencanaan
Secara garis besar lingkup kegiaatan Identifikasi Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kumuh Kota Makassar terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu :
(1) Persiapan, (2) Pengumpulan Data; (3) Verifikasi Lokasi serta
Merumuskan Konsep dan Strategi (4) Merumuskan Rencana Penanganan
diantaranya menentukan skala prioritas, merumuskan rencana aksi dan
keteerpaduan program, merumuskan konsep tematik dan skenario
pencegahan peningkatan kualitas kawasan prioritas permukiman kumuh,
serta menentukan kawasan prioritas yang akan direvitalisasi.
2. Pendekatan Perencanaan
Dalam Perencanaan Identifikasi Revitalisasi Kawasan Permukiman
Kumuh kota, akan memerlukan adanya koordinasi dengan instansi-instansi
yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Koordinasi yang
diperlukan antara lain:
 Koordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
antaralain untuk memperoleh masukan mengenai kebijaksanaan
pembangunan Kabupaten/kota, hubungannya dengan identifikasi

I - 15
Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar dan kebijakan lain yang
terkait.
 Koordinasi dengan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Pertanahan, Dinas PU, Cipta Karya dan Tata Ruang setempat antara lain
berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam, sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah kota, Selain itu koordinasi dengan Dinas
Pekerjaan Umum dimaksudkan untuk memperoleh masukan mengenai
kondisi prasarana dan sarana yang akan dikembangkan.
 Dinas/Instansi Terkait Koordinasi dengan dinas/instansi terkait untuk
memperoleh masukan terhadap program-program kegiatan
pembangunan wilayah yang akan dilakukan, untuk mensinkronisasikan
gagasan yang akan ditetapkan dalam Penyusunan Identifikasi
Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh kota Makassar
1.5.3. Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan Penyusunan Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kumuh Kota Makassar sebagai berikut :
1.Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum
pelaksanaan kegiatan lapangan. Kegiatan ini mencakup substansi
sebagai berikut :
a. Melakukan diskusi untuk mendapatkan data sekunder serta
pemahaman terhadap maksud kegiatan dalam KAK Identifikasi dan
Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar.
b. Penyusunan rencana kerja tim, termasuk pembagian peran tiap
tenaga ahli dalam melibatkan partisipasi aktif kelompok swadaya
masyarakat.
c. Penyusunan desain survei terkait penanganan kawasan
permukiman kumuh perkotaan Kota Makassar.

I - 16
d. Penyiapan format-format kegiatan secara lengkap yang dapat
mengakomodasi tahapan perencanaan dalam menunjang
penyusunan profil kawasan mencakup fungsi dan deliniasi struktur
ruang kawasan permukiman perkotaan dalam skala kota dan
kawasan yang disepakati.
e. Penyiapan baselina data kumuh, data profil kawasan kumuh dan
dokumen pendukung lainnya serta Peta berdasarkan lokasi
kawasan permukiman kumuh Kota Makassar
2. Tahap Survei
Tahap survei merupakan kegiatan pengumpulan data, mencakup :
a. Melakukan studi literatur dan pendalaman terhadap teori,
kebijakan, dan lesson learned, yang berkaitan dengan penanganan
kawasan permukiman kumuh perkotaan Kota Makassar untuk
mendapatkan bantuan.
b. Mengumpulkan data-data primer maupun sekunder terkait isu
strategis, potensi, dan permasalahan mengenai penanganan
kawasan permukiman kumuh perkotaan di Kota Makassar untuk
mendapatkan bantuan.
c. Melibatkan partisipasi aktif Kelompok Swadaya Masyarakat dalam
melakukan survei/pemetaan swadaya di kawasan permukiman
kumuh dan pengisian format yang telah dilaksanakan pada tahap
persiapan.
d. Melakukan verifikasi lokasi sebaran permukiman kumuh, Tipologi
kumuh kota, deliniasi kawasan dan cakupan pelayanan
infrastruktur pada lokasi permukiman kumuh, serta potensi dan
permasalahan.
e. Melakukan wawancara semi-terstruktur dengan beberapa
narasumber utama yang memiliki kompetensi yang terkait dengan

I - 17
penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan Kota
Makassar.
3. Tahap Kajian
Tahap kajian merupakan kegiatan telaahan data primer dan
sekunder, meliputi :
a. Melakukan overview terhadap dokumen-dokumen perencanaan
dan pengaturan/studi yang terkait seperti RTRW, dan Rencana
Teknis Sektoral, kebijakan daerah dalam penanganan kumuh Kota
Makassar.
b. Melakukan kajian terhadap konsep, strategi penanganan
permukiman kumuh, serta penetapan sasaran output dan
outcome.
c. Melakukan analisis yang melibatkan partisipasi aktif Kelompok
Swadaya Masyarakat dalam merumuskan metode penanganan
kawasan permukiman kumuh perkotaan yang paling tepat dan
implementatif sesuai dengan kebutuhan sektor keterpaduan
pelaksanaan program, serta dampak yang ditimbulkan dari
dilaksanakannya/indikasi implementasi program penanganan
kumuh.
4. Tahap FGD (Fokus Group Discusion)
Tahap FGD dilakukan untuk meningkatkan kapasitas dan
perkuatan Kelompok Swadaya Masyarakat dan Tim Teknis Pemerintah
Kota Makassar berkaitan dengan kegiatan Identifikasi dan Revitalisasi
Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar meliputi :
a. Pelaksanaan FGD dilakukan selama masa pelaksanaan kegiatan.
b. FGD diadakan untuk memberikan pemahaman yang berkaitan
dengan kebijakan, penetapan kawasan prioritas kumuh, kesadaran
terhadap lingkungan kumuh, dukungan infrastruktur, strategi dan
pola penanganan permukiman kumuh, penyusunan kertas kerja

I - 18
kelompok swadaya masyarakat, dan metode dokumentasi
kegiatan.
c. Dilaksanakan untuk mencapai kesepakatan lintas pemangku
kepentingan terhadap strategi dan indikasi program/kegiatan
penanganan kumuh.
5. Tahap Perumusan
Tahap perumusan merupakan kegiatan penyusunan dan
Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar berupa:
a. Skenario pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman
dalam upaya mengurangi luasan kumuh Kota Makassar.
b. Strategi dan memorandum program keterpaduan sektor dalam
penanganan kawasan pemukiman kumuh perkotaan.
c. Kesinambungan antara rencana pemerintah dan Rencana Aksi
Komunitas (CAP) dalam penanganan kawasan permukiman.
d. Menentukan skala prioritas penanganan permukiman kumuh
berdasarkan readiness criteria dan pertimbangan lain
e. Merumuskan konsep tematik dan skenario pencegahan dan
peningkatan kualitas permukiman kumuh prioritas.
f. Menentukan Kawasan prioritas yang akan direvitalisasi.
6. Tahap Penyusunan Laporan
Tahap penyusunan laporan merupakan kegiatan penyusunan
laporan mulai dari laporan pendahuluan, antara, dan akhir, meliputi :
a. Melakukan diskusi pembahasan dalam tahapan kegiatan
penyusunan Laporan Pendahuluan, Laporan Antara dan Laporan
Akhir dengan pokjanis.
b. Masing-masing tahapan dalam penyusunan laporan merupakan
gambaran hasil rumusan dan analisis data/informasi yang diperoleh
dari pelaksanan survei, FGD, dan masukan serta saran dalam
pembahasan laporan bersama Tim Teknis dan pihak terkait lainnya.

I - 19
c. Merumuskan kesimpulan sebagai landasan dari finalisasi Dokumen
Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota
Makassar.
Rangkaian proses yang telah diuraikan di atas, merupakan lingkup
kegiatan dalam penyusunan Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kumuh Kota Makassar. Guna mendukung pelaksanaan
kegiatan Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota
Makassar, maka Tim Konsultan akan melaksanakan serangkaian proses
sebagai berikut :
 Tahap Persiapan Survey
Pada tahap persiapan survey, beberapa hal yang akan dilakukan
konsultan sebagai berikut :
a. Pemahaman substansi Identifikasi Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kota Makassar yang akan di implementasikan dan
dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang telah ditetapkan.
b. Persiapan peta dasar yang menjadi acuan kegiatan Identifikasi dan
Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar.
c. Pembuatan model-model untuk pengumpulan data di lapangan.
d. Penyusunan program survey.
 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara :
a. Pengamatan lapangan dan pengukuran terhadap lokasi kawasan
permukiman kumuh secara umum yang telah ditetapkan untuk
mengetahui letak dan posisi kawasan permukiman di kawasan
perkotaan Kota Makassar.
b. Pengumpulan data sekunder pada instansi terkait.
c. Wawancara kepada masyarakat dan pejabat setempat.
d. Interview terhadap informan untuk mengetahui kondisi dan situasi
lokasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Makassar.

I - 20
Evaluasi data dilakukan terhadap hal-hal yang berhubungan
dengan situasi, kondisi kawasan permukiman kumuh, antara lain:
 Data Makro Kawasan Permukiman Kumuh, mencakup:
 Kebijaksanaan pembangunan yang diduga berpengaruh terhadap
perkembangan Kawasan Permukiman yang telah ditetapkan dalam
rangka Penyusunan Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kota Makassar terutama penetapan fungsi kawasan
berdasarkan zonasi kawasan kota yang telah dikembangkan dan
ditetapkan sesuai arahan RTRW.
 Potensi dan permasalahan pembangunan kawasan permukiman
kumuh Kota Makassar (fisik, ekonomi, sosial, dll) secara umum.
 Penentuan rona awal wilayah meliputi: rona sosial, rona ekonomi
dan kegiatan/pola usaha, rona fisik dan lingkungan, struktur ruang
dan alokasi pemanfaatan ruang, rona kelembagaan dan keuangan
daerah.
 Kondisi demografi, antara lain :
• Jenis kelamin, tingkat pendidikan, agama, lapangan kerja, tingkat
pendapatan, dan sebagainya.
• Perkembangan penduduk, dalam hal jumlah, penyebaran dan
komposisi.
• Adat istiadat, kebiasaan masyarakat dan sebagainya.
 Aspek Ekonomi Kawasan Permukiman Kumuh, antara lain :
 Pola usaha masyarakat dan kegiatan ekonomi kawasan
permukiman kumuh.
 Perkembangan tiap sektor kegiatan ekonomi dan hubungannya
dengan tenaga kerja.
 Jenis-jenis kegiatan ekonomi kawasan permukiman kumuh yang
telah berkembang.
 Aspek sumberdaya lahan kawasan, antara lain:

I - 21
 Keadaan dan struktur tanah.
 Keadaan dan kondisi pengelolaan tanah.
 Kondisi penggunaan lahan/pemanfaatan ruang.
 Status kepemilikan lahan
 Aspek fasilitas pelayanan dan prasarana, antara lain :
 Jenis fasilitas yang ada, prasarana dan penyebarannya, baik fasilitas
dan sarana untuk menunjang kegiatan sosial maupun ekonomi.
 Kemudahan hubungan antar kegiatan (aksesibilitas).
 Data Mikro Sub/Blok Kawasan Permukiman Kumuh, mencakup
data :
 Karakteristik penduduk, sosial budaya, antara lain :
 Jumlah dan penyebaran penduduk.
 Komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin
 Tingkat pendidikan, agama, lapangan kerja, pendapatan dan lain
sebagainya.
 Perkembangan penduduk dalam hal jumlah penyebaran dan
komposisi.
 Adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan sebagainya.
 Aspek fisik dasar, antara lain :
 Keadaan topografi dan kemiringan lereng
 Keadaan geologi dan struktur tanah
 Keadaan hidrologi
 Tata guna tanah untuk berbagai penggunaan
 Aspek fasilitas pelayanan dan prasarana
 Jenis-jenis fasilitas, jumlah dan penyebarannya
 Jenis-jenis prasarana dan sarana perhubungan dan prasarana
lingkungan seperti jalan, listrik, drainase, air minum, sanitasi
lingkungan, baik kualitas, maupun kuantitasnya.

I - 22
 Cara Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang akan digunakan untuk
mendapatkan data-data yang diperlukan dalam kegiatan Penyusunan
Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan Permukiman Kota Makassar
sebagai berikut :
 Observasi lapangan, yaitu teknik yang dipergunakan untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan melalui pengamatan langsung
terhadap lokasi kawasan permukiman kumuh Kota Makassar.
 Kuesioner, yaitu suatu daftar pertanyaan yang dipersiapkan
sebelumnya, yang dibagikan ke responden/masyarakat untuk diisi
dan dijawab sesuai kebutuhan.
 Interview, yaitu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh
informasi dari informan secara mendalam guna melengkapi data
hasil kuesioner berisi; opini masyarakat, dan aspirasi pemerintah
setempat untuk mendukung upaya Penyusunan Identifikasi dan
Revitalisasi Kawasan Permukiman Kota Makassar.

I - 23

Anda mungkin juga menyukai