net/publication/328118098
CITATIONS READS
2 1,443
5 authors, including:
Joni Rusmanto
Universitas Palangka Raya
10 PUBLICATIONS 7 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Joni Rusmanto on 06 October 2018.
Fenomenologi
Dalam Penelitian Ilmu Sosial
ISBN 978-602-422-634-3
13.5 x 20.5 cm
xxxiv, 164 hlm
Cetakan ke-1, September 2018
Kencana. 2018.0962
Penulis
Dr. Abdul Main, M. Hum., dkk.
Editor
Dr. Muhammad Farid, M.Sos.
Dr. H. Mohammad Adib, Drs., M.A.
Desain Sampul
Suwito
Penata Letak
Endang Wahyudin
Penerbit
PrenadaMedia Group
(Divisi Kencana)
Jl. Tambra Raya No. 23 Rawamangun - Jakarta 13220
Telp: (021) 478-64657 Faks: (021) 475-4134
e-mail: pmg@prenadamedia.com
www.prenadamedia.com
INDONESIA
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit.
Kata Pengantar
Prof. Dr. E. Armada Riyanto, CM.
PHENOMENOLOGICAL RESEARCH
(Catatan Kecil)
T
atkala ilmu pengetahuan sibuk bersitegang mengenai
kebenaran objektif, fenomenologi meletakkan “kebe-
naran” pada nilai-nilai yang dihidupi oleh subjek. Di
dalamnya, terurai pengalaman manusiawi, konflik, rekonsi-
liasi, kebijaksanaan lokal, kebenaran-kebenaran yang diin-
teriorisasi oleh subjek-subjek. Objektivitas, kata Aristoteles,
adalah itu yang merujuk ke objeknya. Sementara, subjektivi-
tas adalah itu yang menjadi milik subjek, milik manusia yang
mengalami atau, menurut Martin Heidegger, milik Existenz.
Karena alasan ini, sungguh naif-lah para ilmuwan yang
meyakini bahwa lawan kata dari objektif adalah subjektif. Za-
man old (dahulu kala), saat para ilmuwan alam melakukan te-
muan-temuan baru di berbagai bidang (kimia, fisika, biologi,
dan yang sejenis), terminologi objektivitas sungguh-sungguh
populer. Hegemoni objektivitas benar-benar melampaui ra-
nah ilmu alam (sampai segitunya lho!). Dan, yang dimaksud
objektivitas ialah itu yang terukur, terstandar, ter-kriteria, atau
dapat dihitung, dikalkulasi, distatistikkan, dan dirata-rata me
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
vi
kata pengantar
vii
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
viii
kata pengantar
ix
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
x
kata pengantar
xi
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
xii
kata pengantar
xiii
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
xiv
kata pengantar
xv
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
xvi
kata pengantar
xvii
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
xviii
kata pengantar
xix
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
xx
kata pengantar
xxi
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
xxii
kata pengantar
xxiii
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
xxiv
kata pengantar
xxv
Pengantar Editor
K
risis kemanusiaan di Eropa pada masa perang dunia
pertama telah menghancurkan seluruh harapan dan
cita-cita pencerahan. Krisis diakibatkan cara pandang
pengetahuan modern yang terjebak pada naturalisme dan
objektivisme dan berimplikasi pada hilangnya kesadaran ni-
lai-nilai kemanusiaan dan kebebasan yang justru menjadi inti
dari kehidupan manusia.
Krisis Eropa itulah yang memicu lahirnya gagasan “Feno-
menologi”, sebuah falsafah tentang fenomena. Namun berbe-
da dari pengertian umumnya, sebagai suatu peristiwa hebat
dan besar (lihat kbbi.web.id), fenomenologi justru memak-
sudkan sebuah peristiwa tentang pengalaman hidup sehari-
hari. Bersumber dari catatan-catatan kecil kehidupan, dari ce-
rita-cerita pinggiran. Edmund Husserl menyebutnya sebagai
Lebenswelt atau “dunia kehidupan”. Martin Heidegger mene-
gaskannya dalam being in the world, atau pengalaman hidup
manusia yang sekaligus wilayah pengetahuannya. Sementara
Alfred Schutz memperkenalkan ide tentang social-world.
Dalam cermatan Schutz, “dunia-sosial” adalah dunia ke
hidupan individu-individu sehari-hari yang bertindak dan
mempersepsi segala sesuatunya secara sadar (Schutz, 1967).
Panorama keseharian ini meliputi; kecemasan duka kegembi-
raan yang menjadi milik setiap orang. Di mana semua orang
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
xxviii
pengantar editor
Editor
Muhammad Farid
Mohammad Adib
xxix
daftar isi
Kata Pengantar v
■■ Prof. Dr. E. Armada Riyanto, CM.
Pengantar Editor xxvii
Daftar isi xxxi
Bagian Pertama
Fenomenologi Sebagai Filsafat dan Metode
dalam Penelitian Sosiologi 1
Abdul Main
A. Filsafat Fenomenologi 1
B. Fenomenologi sebagai Metode Penelitian Sosiologi 13
C. Penerapan Metode Fenomenologi 16
D. Tahapan-Tahapan dalam Penelitian Fenomenologis 23
Daftar Bacaan 30
Bagian Kedua
FENOMENOLOGI PERDAMAIAN: Makna Damai
Menurut Eks-Kombatan Perang Ambon 35
Muhammad Farid 35
A. Pendahuluan 35
B. Damai dalam Frame Fenomenologis 38
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
bagian ketiga
FENOMENA KEKERASAAN SUPORTER Sepakbola 51
Rr. Nanik Setyowati 51
A. Pendahuluan 51
B. Perspektif Fenomenologi 52
C. Diskursus Teori-Teori Kekerasan 54
D. Fenomena Kekerasan Suporter Sepakbola 57
Daftar Bacaan 63
Bagian Keempat
MAKNA KEKERASAN TERHADAP BURUH PEREMPUAN 65
Sanggam M.l. Siahaan
A. Pendahuluan 65
B. Kekerasan Perspektif Fenomenologis 67
C. Kekerasan dalam Frame Teoretis Pierre Boudieu 68
D. Makna Kekerasan terhadap Buruh Perempuan 73
E. Penutup 76
Daftar Bacaan 79
Bagian Kelima
FENOMENA PEREMPUAN DALAM BELENGGU PATRIARkI 81
Oksiana Jatiningsih
A. Pendahuluan 81
B. Metode Fenomenologi 84
C. Kehidupan Masyarakat Patriarki 100
D. Perempuan dalam Belenggu Mentalitas Patriarki 106
Daftar Bacaan 115
xxxii
Daftar Isi
Bagian Keenam
SOCIETAS NEGOSIATIF DALAM JARINGAN SOSIAL 117
Mohammad Adib
A. Pengantar 117
B. Jaringan Sosial (Social Network) 121
C. Fenomenologi: Societas Negosiatif 125
Daftar Bacaan 128
Bagian Ketujuh
PERGULATAN IDENTITAS INTELEKTUAL PARA AKADEMISI
PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM: Sebuah Tamasya
Fenomenologis 131
Moch. Muwaffiqillah 131
Bagian Kedelapan
FENOMENA AGAMA TUA DI KALIMANTAN TENGAH: Makna Agama
Menurut Kepercayaan Kaharingan Tua 143
Joni Rusmanto
A. Pendahuluan 143
B. Sketsa Fenomenologi 145
C. Kaharingan Tua yang Terlupakan 147
D. Penutup 153
Daftar Bacaan 154
xxxiii
Bagian Pertama
A. FILSAFAT FENOMENOLOGI
Kata “fenomenologi” berasal dari bahasa Yunani “phai-
nomenon”, yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat karena
bercahaya, yang dalam bahasa Indonesia disebut “fenome-
na”; Inggris (phenomenon; jamak phenomena) dan logos (akal
budi). Jadi fenomenologi adalah ilmu tentang penampakan,
yaitu penampakan tentang apa yang menampakkan diri ke
pengalaman subjek (Adian, 2010: 5). Secara istilah, fenomeno-
logi merujuk kepada teori yang mengatakan bahwa pengeta-
huan itu terbatas pada fenomena fisik dan fenomena mental.
Fenomena fisik merupakan objek persepsi, sedangkan feno-
mena mental merupakan objek introspeksi (Afandi, 2007: 1).
Sementara Hadiwijono (1980: 140) menjelaskan bahwa sua-
tu fenomena tidak perlu harus dapat diamati dengan indra,
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
1
Ulasan perinci mengenai Phenomenology of Mind (Fenomenologi Akal), lihat: antara lain
pada entri: “Hegel’s Philosophy of Mind,” dalam The Encyclopedia of the Philsophical Science
(Oxford: Clarendon Press, 1894); dan Herbert Marcuse, Reason and Revolution: Hegel and The Rise
of Social Theory, yang diterjemahkan oleh Imam Baehaqie “Rasio dan Revolusi: Menyuguhkan
kembali Doktrin Hegel untuk Umum.” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).
2
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
3
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
4
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
2
Edmund Husserl, lahir di kota Prosznits di daerah Moravia, pada waktu itu bagian dari
wilayah kekaisaran Austria-Hongaria, tetapi sejak akhir Perang Dunia I (1918) termasuk
wilayah Cekoslowakia dan sejak republik itu dipisahkan jadi dua kini termasuk Ceko. Ia
berasal dari keluarga Yahudi. Nama Husserl berasal dari Iserle (Israel). Terpengaruh oleh
sahabatnya, G. Albrechet, sekitar umur 27 tahun ia dibaptis dalam Gereja Kristen Protestan.
Husserl belajar di universitas di Leipzig, Berlin, dan Wina dalam bidang matematika, fisika,
astronmomi, dan filsafat. Ia meraih gelar “doktor filsafat” dengan sebuah disertasi tentang
filsafat matematika yang berjudul Beditrage zur Variationsrechnung (1883). ... Sebagai bapak
dari filsafat fenomenologi, Edmund Husserl banyak menyumbangkan karya pemikirannya
yang sangat penting. Pada saat kematiannya ia meninggalkan banyak tulisan, sekitar
50.000 lembar naskah untuk diterbitkan, baik berupa catatan-catatan kuliah, surat-surat
serta dokumen-dokumen pribadi lainnya, yang sebagian besar dalam bentuk stenografi.
Adalah Peter H. L. Van Breda O.F.M. yang menelaah catatan-catatan Husserl dalam rangka
persiapan disertasinya. Untuk maksud itu, Nyonya Husserl mengijinkan agar seluruh harta
pusaka Husserl, baik karyanya, perpustakaan pribadinya, termasuk meja-kursinya, untuk
dipindahkan ke Universitas Leuven Belgia (Bertens, 2002: 104-108).
5
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
6
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
7
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
8
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
3
Martin Heidegger lahir di Black Forest, Messkirch, Jerman, 26 September 1889. Semasa
muda bersekolah menengah di Gymnasium kota Konstanz di tepi danau Bodensee pada
tahun 1906. Kemudian melanjutkan pendidikan di kota Freiburg im Bresgau. Dari sini Hei-
degger memperoleh fondasi yang kokoh untuk belajar di Universitas Freiburg, Jerman hingga
memperoleh pada tahun 1913, dengan judul disertasi: “Die Lehre vom Urteil im Psychologismus”
(ajaran tentang putusan dalam psikologisme). (Adian, 2010: 45-46).
9
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
10
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
5
Pemikiran-pemikiran Schutz banyak yang telah diterbitkan dan diterjemahkan, di
antaranya The Phenomenology of The Social World, (Northwestern University Press: Evenston,
1967), diterbitkan untuk pertama kalinya (di dalam bahasa Jerman) pada tahun 1932, enam
tahun sebelum ia meninggalkan Austria untuk kemudian menetap di New York, tempat dia
bekerja pada New School for Social Research dan Bussines. Collected papers I. The problem of social
reality, (The Hauge: Martinus Nijhoff, 1962), Collected papers II. Studies in social theory, (The Hauge:
Martinus Nijhoff, 1964), Den sociala världens fenomenologi, (Göteborg: Daidalos, 1999), The Struc-
tures of the Life-World. Evanston: Northwestern Unversity Press, 1973), Reflection on the Problem of
11
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
serl dan Weber, di mana atas jasa kedua tokoh itu Schutz da-
pat “mengonvergensikan” antara fenomenologi transenden-
tal Husserl dengan konsepnya Weber mengenai verstehen.
Konsep Schutz mengenai societas sesungguhnya dilandasi
oleh kesadaran (consciousness) karena menurutnya di dalam
kesadaran itu terdapat hubungan antara orang (orang-orang)
dengan objek-objek. Dengan kesadaran itu pulalah kita da-
pat memberi makna atas berbagai objek yang ada. Tindakan
sosial yang dimaksudkan oleh Schutz sebenarnya merujuk
kepada konsepnya Weber, dan sementara itu konsep inter-
subjektivitas Husserl juga sangat kental terasa. Di mana inter-
subjektivitas dianggap oleh Schutz sebagai suatu konsep atau
model yang ideal yang menggambarkan pengetahuan atau
pengalaman kita di dalam dunia keseharian.
Schutz beranggapan bahwa dunia sosial keseharian se-
nantiasa merupakan suatu yang intersubjektif dan pengalam-
an penuh makna. Dengan demikian, fenomena yang ditam-
pakkan oleh individu merupakan refleksi dari pengalaman
transendental dan pemahaman (verstehen) tentang makna
(Waters, 1994: 32).
Dalam karyanya yang berjudul The Phenomenology of the
Social World, Schutz tertarik menggabungkan pandangan-
pandangan fenomenologi dengan sosiologi melalui kritik
sosiologis atas karya Weber. Dia mengatakan bahwa reduksi
fenomenologis, pengesampingan pengetahuan kita tentang
dunia, meninggalkan kita dengan apa yang ia sebut sebagai
suatu “arus pengalaman” (stream of experience). Sebutan fe-
nomenologis berarti studi tentang cara di mana fenomena
muncul kepada kita, dan cara yang paling mendasar dari pe-
munculannya adalah sebagai suatu aliran pengalaman-peng-
alaman indrawi yang berkesinambungan yang kita terima
melalui pancaindra kita (Craib, 1986: 128).
Relevance (Yale University Press: New Haven, 1970), bagian dari sebuah karya teoretis sistematis
yang tak pernah ia selesaikan.
12
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
13
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
14
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
15
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
16
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
17
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
18
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
8
Apersepsi menjiwai pengindraan. Jika dalam persepsi orang mempunyai pengindraan-
19
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
20
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
21
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
22
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
23
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
24
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
25
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
26
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
Penting?
Tidak
Ya
Reduksi
Memberi tema-tema data yang tidak
Fenome- tereliminasi sesuai kelompok data
nologis yang menggambarkan tema-tema inti
penelitian Ephoce
Berguna?
Tidak
Ya
Membuat deskripsi struktural;
Reduksi menggabungkan deskripsi tekstural
Transen- dengan mengintuisi fenomena
dental
27
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
28
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
Logis
Tidak
Ya
29
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
30
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
DAFTAR BACAAN
Afandi, Abdullah Khozin. 2007. Fenomenologi: Pemahaman
terhadap pikiran-pikiran Edmund Husserl. Surabaya: El-
Kaf.
Bertens, K. 2006. Fenomenologi Eksistensial (Seri Filsafat Atma
Jaya: 8). Jakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya.
-------. 2002. Filsafat Barat Kontemporer: Inggris-Jerman. Ja-
karta: Gramedia Pustaka Utama.
Bloor, Michael & Wood, Fiona 2006. Keywords in Qualitati-
ve Methods: A Vocabualry of Reseacrh Concepts. London:
Sage.
Creswell, John W. 2007. Qualitatif Inquiry and Research Desig-
ne: Chosing Among Five Approaches. London: Sage Publi-
cation.
Driyarkara. 2006. Karya Lengkap Driyarkara: Esai-esai filsafat
pemikian yang terlibat penuh dalam perjuangan bangsa;
Penyunting, A. Sudiarja, et.al., Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Flaherty, Michael G. 2012. “Fenomenologi” dalam Teori Sosial
dari Klasik sampai Postmodern; editor, Bryan S. Turner.
Yogyakarya: Pustaka Pelajar. hlm. 360-89.
Giddens, Anthony. 2003. The Constitution of Society: Teori
Strukturasi untuk Analisis Sosial. Pasuruan: Pedati.
-------. 2010. Teori Strukturasi: Dasar-dasar Pembentukan
Struktur Sosial Masyarakat; Penerjemah, Maufur dan
Daryatno. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogya-
karta: Kanisius.
Koeswara, E. 2009. Metode penelitian komunikasi Fenomeno-
logi: konsepsi, pedoman dan contoh penelitiannya. Ban-
dung: Widya Padjadjara.
Kuper, Adam and Kuper, J., ed., The Social Science Encyclope-
dia. London: Routledge & Kegan Paul, 1985, hlm. 587.
Kuhn, Thomas S. 2008. The Structure of Scientific Revolution
31
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
32
Bagian Pertama • FENOMENOLOGI SEBAGAI FILSAFAT DAN METODE ...
33
Bagian Kedua
A. PENDAHULUAN
Ambon menerima isyarat damai pasca Malino II tahun
2002. John Gos (2000) dalam Understanding the Maluku Wars,
mengafirmasi hal itu, bahwa meski terdapat sejumlah peno-
lakan dari pihak-pihak bertikai, namun berbagai upaya yang
mendorong terciptanya rekonsiliasi dan rekonstruksi dari
warga sipil telah mengindikasikan kehidupan normal kemba-
li tampak di kota Ambon (Gos, 2000: 28, lihat juga Kompas,
2002; FKAWJ, 2002).
Di antara yang signifikan adalah suatu gerakan yang dike-
nal dengan sebutan Baku Bae1—gerakan yang telah muncul
sebelum peristiwa Malino, berisikan para inisiator yang me-
1
Baku Bae adalah istilah umum yang berarti “saling bermaaf-an”, atau “bermaaf-maafan
di antara sesama”.
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
2
Sebelas point kesepakatan Malino II antara lain; mengembalikan supremasi hukum,
melindungi negara kesatuan, membangun kebebasan bergerak, menghilangkan organisasi
bersenjata, mengembalikan pengungsi ke rumah mereka, membangun kembali infrastruktur,
menjaga netralitas pasukan keamanan, dan merekonstruksi sebuah universitas yang terintegrasi.
36
Bagian Kedua • FENOMENOLOGI PERDAMAIAN: ...
37
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
38
Bagian Kedua • FENOMENOLOGI PERDAMAIAN: ...
39
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
3
Kerjasama kedua lembaga menyelenggarakan simposium di Kei Maret 2001, dengan
tema “Dialog Nasional Revitalisasi Budaya Lokal untuk Rehabilitasi dan Pembangunan di
Maluku menuju Indonesia Baru. Dihadiri oleh hampir 1.500 pemimpin regional, pertemuan
ini mengeluarkan seruan bagi para pemimpin tradisional atau Bapa Raja memainkan peran
instrumental dan menganjurkan “penggunaan tradisi lokal sebagai titik pertemuan untuk
mengakomodasi kepentingan kelompok yang berbeda di provinsi.” Meskipun pertemuan
itu berdampak terbatas di luar Maluku Tenggara karena kelemahan relatif tradisi tempat
lain, itu menyoroti potensi kontribusi lembaga adat dalam menghindari konflik dan mediasi
(Gos, 2000: 28).
40
Bagian Kedua • FENOMENOLOGI PERDAMAIAN: ...
41
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
42
Bagian Kedua • FENOMENOLOGI PERDAMAIAN: ...
43
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
44
Bagian Kedua • FENOMENOLOGI PERDAMAIAN: ...
2. Relasi
Sebagai individu beragama, bekas-pejuang Muslim
membuka kemungkinan relasi bersama “orang-lain” (indivi-
du Kristen), meskipun dengan pola relasi yang sangat khas.
Dalam kesadaran kognitifnya, sosok orang-lain dipersepsi se-
bagai sahabat, rekan kerja, bahkan sebagai saudara kandung-
nya sendiri. Namun akibat konflik di masa lalu yang mendera
kehidupannya, orang-lain bagi pribadi bekas-pejuang Mus-
lim masih dipandang secara subjektif-negatif sebagai “priba-
di yang sulit dipercaya” atau yang berpotensi “menindak di-
rinya”. Namun, asumsi subjektif itu tidak serta membuatnya
menganggap rendah orang-lain, atau bahkan bersikap anti-
sosial terhadap mereka. Hanya saja bekas-pejuang Muslim
meragukan segala bentuk kerjasama di antara mereka dapat
terbangun dalam waktu yang lama.
Pandangan tentang orang-lain yang selalu “meng-objek
diriku” sejalan dengan apa yang dikonsepsikan Sartre tentang
Other yang dipahami sebagai sosok yang “selalu menindak-
ku, menilikku”, sehingga membuat “Aku kehilangan kebebas-
anku”. Inilah mengapa, Sartre menyebut “orang-lain adalah
neraka bagiku” atau hell is other people (Armada dkk., 2011:
45
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
3. Persahabatan
Dalam konteks kebebasannya, sosok bekas-pejuang Mus-
lim memiripkan dengan kesadaran ala Sartrean yang men-
dambakan kebebasannya, dan menolak untuk diusik keber-
adaannya. Bekas-pejuang Muslim bahkan membenci segala
bentuk penindasan eksistensinya. Sebab realitas masa lalunya
telah memberikan pelajaran, bahwa idealismenya tentang ke-
bebasan eksistensial itu hanya mimpi belaka; kebebasannya
pernah dipasung, hak-haknya dimanipulasi, kehadirannya
tidak dikehendaki orang lain, bahkan nyaris dihilangkan.
Namun peristiwa masa lalu itu tidak serta membuat dirinya
paranoia terhadap orang lain. Sebaliknya, kesadaran dirinya
tak pernah terpisahkan dari yang-lain. Kesadaran dirinya se-
46
Bagian Kedua • FENOMENOLOGI PERDAMAIAN: ...
4. Persaudaraan
Persaudaraan bagi bekas-pejuang Muslim bukan sekadar
kesatuan biologis yang sempit, melainkan juga kesatuan kul-
tural, dan juga kemanusiaan. Jika bersaudara hanya diartikan
sebagai “satu darah”, halnya akan menegasikan pribadi-pri-
badi yang bukan “sedarah”. Menurut bekas-pejuang Muslim,
konsep satudarah yang “terkenal” di Maluku itu justru proble-
matik. Apalagi ketika dihadapkan pada realitas sosial Maluku
yang majemuk secara etnik maupun agama. Kemajemukan
Maluku justru akan tereduksi oleh sekat-sekat keturunan dan
47
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
E. PENUTUP
Situasi terkini di kota Ambon dipraktikkan oleh bekas-
pejuang Muslim dalam suasana batin yang penuh kewaspa-
daan. Sikap damai yang ditampilkan adalah sebentuk “damai
yang dijaga”, mengingat hubungan antar individu beda agama
berlangsung dalam sikap saling “menjaga” perasaan, ucapan,
dan tindakan, semata-mata demi tujuan harmoni. Jika meng-
acu pada teori positive peace dari Johan Galtung, maka praktik
berdamai para bekas-pejuang Muslim Ambon berbeda seca-
ra signifikan, khususnya terhadap sejumlah prinsip di dalam
“hubungan positif” (positive relations) yang diklaim Galtung
dapat menyemai perdamaian, seperti; (1) kerja sama, (2) be-
bas dari rasa takut, (3) bebas berkehendak, (4) tidak adanya
eksploitasi, (5) kebebasan bertindak, dan (6) pluralism.
48
Bagian Kedua • FENOMENOLOGI PERDAMAIAN: ...
DAFTAR BACAAN
Braithwaite, John. 2010. Anomie and Violence. The Australian
National University (e-press).
Barron, Patrick (dkk). 2012. Seusai Perang Komunal. Yogyakar-
ta: CSPS BOOKS.
Goss, John, 2000. Understanding the Maluku Wars. Departe-
49
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
50
bagian ketiga
FENOMENA KEKERASAAN
SUPORTER Sepakbola
Rr. Nanik Setyowati
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH), Universitas Negeri Surabaya
Email: rr_nanik_setyowati@yahoo.com
a. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, kekerasan tampak begitu
nyata terjadi. Kenyataan itu dapat kita lihat di media massa
baik cetak maupun elektronik. Bahkan tidak jarang dapat kita
lihat langsung di depan mata kita sendiri. Di dalam ruang ini-
lah, kita akan menemukan sesuatu yang dinamik, kompleks
adanya tentang pergolakan nilai-nilai antara manusia yang
satu dengan lainnya. Dari sinilah juga kita mampu berpijak
dan bangkit untuk membuka mata hati pengetahuan yang
telah membentuk kesadaran objektif kita selama ini tentang
kekerasan yang terjadi di sekitar kita. Sekarang ini banyak ma-
syarakat yang melakukan suatu perilaku tidak berdasar nor-
ma dan nilai yang benar, tetapi celakanya masyarakat sudah
terpola melakukan suatu perilaku yang tidak berdasar norma
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
b. PERSPEKTIF FENOMENOLOGI
Fenomenologi, adalah gagasan pemikiran terhadap sebu-
ah gejala-gejala dalam berbagai dinamika pengalaman-peng-
alaman subjek yang memberi makna tentang suatu peristiwa.
Bukan peristiwa yang kaku, tetapi peristiwa yang mengalami
proses menuju pembentukan makna sebuah pengalaman
subjek dalam suatu peristiwa hidup. Ia bisa saja mencakup
pengalaman-pengalaman yang kompleksitas, berlanjut, sa-
ling terkait dan bersifat partikular. Pengalaman subjektif yang
satu, akan ditelusuri dalam kaitannya terhadap pengalaman
subjektif manusia yang lain. Singkatnya, fenomenologi me-
meriksa pengalaman yang unik dari setiap pengalaman ma-
nusia yang membentuk kesadaran, sehingga membentuk
pengetahuannya tentang sesuatu. Setiap sketsa berkesinam-
bungan (atau dapat pula repetitif) dengan yang lain dalam
perspektif fenomenologinya bukan dalam pembahasannya.
Berfilsafat fenomenologis tidak sama dengan berfilsafat
tran-sendental metafisis, melainkan identik dengan aktivitas
akal budi yang mengurai dan mengeksplorasi pengalaman
hidup setiap hari. Dalam fenomenologi tidak ada peristiwa
kecil yang tidak bermakna. Fenomenologi memungkinkan
akal budi kita mengerti keanekaragaman peristiwa dalam
ranah harmonis dan rivalitasnya yang penuh makna. Dari
namanya fenomenologi adalah filsafat tentang fenomen. Fe-
nomen memaksudkan peristiwa, pengalaman keseharian, ke-
cemasan-duka-kegembiraan yang menjadi milik setiap orang.
Fenomenologis itu rigorus, karena ia fokus merenungkan pe-
ristiwa kehidupan keseharian penuh makna. Menurut Schutz
52
Bagian ketiga • FENOMENA KEKERASAAN SUPORTER SEPAKBOLA
53
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
54
Bagian ketiga • FENOMENA KEKERASAAN SUPORTER SEPAKBOLA
kan, yaitu:
a. kekerasan terbuka (yang dapat dilihat).
b. kekerasan tertutup (kekerasan tersembunyi, berupa an-
caman).
c. kekerasan agresif (kekerasan yang dilakukan untuk men-
dapatkan sesuatu, penjambretan).
d. kekerasan defensif (kekerasan yang dilakukan untuk me-
lindungi diri).
Cara Pengendalian Konflik dan Kekerasan. Ada 3 syarat
agar konflik tidak berakhir dengan kekerasan:
a. Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus me-
nyadari akan adanya situasi konflik di antara mereka.
b. Pengendalian konflik-konflik tersebut hanya mungkin
bisa dilakukan apabila berbagai kekuatan sosial yang sa-
ling bertentangan itu terorganisasi dengan jelas.
c. Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus me-
matuhi aturan-aturan main tertentu yang telah disepa-
kati bersama.
Pada umumnya, masyarakat memiliki sarana atau me-
kanisme untuk mengendalikan konflik di dalam tubuhnya.
Beberapa ahli menyebutnya sebagai katup penyelamat (sa-
fety valve) yaitu suatu mekanisme khusus yang dipakai untuk
mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik. Lewis
A. Coser melihat katup penyelamat itu sebagai jalan keluar
yang dapat meredakan permusuhan antara 2 pihak yang ber-
lawanan. Secara umum, ada 3 macam bentuk pengendalian
konflik:
a. Konsiliasi, pengendalian konflik yang dilakukan dengan
melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan
diskusi dan pengambilan keputusan yang adil di antara
pihak-pihak bertikai.
b. Mediasi, pengendalian yang dilakukan apabila kedua pi-
hak yang berkonflik sepakat untuk menunjuk pihak ketiga
sebagai mediator.
55
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
56
Bagian ketiga • FENOMENA KEKERASAAN SUPORTER SEPAKBOLA
jadinya kekerasan.
e. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti apa-
rat keamanan untuk mengendalikan, menghambat, dan
mengakhiri kekerasan.
57
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
58
Bagian ketiga • FENOMENA KEKERASAAN SUPORTER SEPAKBOLA
59
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
60
Bagian ketiga • FENOMENA KEKERASAAN SUPORTER SEPAKBOLA
61
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
62
Bagian ketiga • FENOMENA KEKERASAAN SUPORTER SEPAKBOLA
DAFTAR BACAAN
Arifin, Syamsul. 2010. Memutus Rantai Kekerasan Agama.
[Koran-Digital] Armada Riyanto 2010 Wajah Liyan Sumiati.
Rabu, 24 November | 02:59 WIB
Riyanto, Armada. 2009. Politik, Sejarah, Identitas, Postmoder-
nitas. Malang: Widya Sasana Publication.
---------------------. 2010. Dialog Interrelegius. Historisitas, Te-
sis, Pergumulan, Wajah. Yogyakarta: Kanisius.
Fenomena Kekerasan Suporter Sepakbola. 2010. http://ba-
yutampan.blogspot.com/2010/03 fenomena- kekerasan-
suporter-sepak-bola.html Kekerasan Kolektif Bonek Di-
terbitkan Januari, 28 2010 Artikel Pengamat Ditulis oleh
Sonny Eli Zaluchu http://gagasanhukum.wordpress.
com/2010/01/28/kekerasan-kolektif-bonek/ Konflik &
Kekerasan TT http://www.scribd.com /doc/ 24472806/
Sosiologi-Konflik-Kekerasan).
Megawangi, Ratana. 2007. Semua Berakar pada Karakter. Ja-
karta: Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia.
Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Katalog
dalam terbitan.
Ritzer, George dan Douglas J.Goodman. 2010. Teori Sosiologi:
Dari Teori Klasik sampai Teori Sosial Posmodern. Yogya-
karta: Penerbit Kreasi Wacana.
63
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
64
Bagian Keempat
a. PENDAHULUAN
Definisi tentang pekerjaan sering kali tidak hanya me-
nyangkut apa yang dilakukan seseorang, tetapi juga me-
nyangkut kondisi yang melatarbelakangi kerja tersebut, serta
penilaian sosial yang diberikan terhadap pekerjaan tersebut.
Hakikat kerja perempuan biasanya dikaitkan dengan re-
produksi biologis dan tenaga kerja, namun perempuan juga
memegang peranan penting dalam kerja reproduksi sosial,
seperti dalam kerja yang melestarikan status keluarga atau
dalam kegiatan-kegiatan komunitas (Moore, 1988: 43).
Prinsip kapitalis mencari keuntungan besar dari ha-
sil produksi dengan menekan biaya pengeluaran produksi
dilakukan dengan merekrut lebih banyak perempuan un-
tuk bekerja. Penghasilan buruh perempuan dinilai sekadar
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
66
Bagian keempat • makna kekerasan terhadap buruh perempuan
67
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
68
Bagian keempat • makna kekerasan terhadap buruh perempuan
69
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
70
Bagian keempat • makna kekerasan terhadap buruh perempuan
71
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
72
Bagian keempat • makna kekerasan terhadap buruh perempuan
73
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
74
Bagian keempat • makna kekerasan terhadap buruh perempuan
75
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
e. PENUTUP
Studi ini mendukung pandangan Bourdieu, khususnya
dalam konteks pemaknaan kekerasan menurut buruh perem
puan sebagaimana yang mereka alami di dalam pabrik. Bah-
wa kekerasan simbolik berkaitan dengan kekerasan lunak
yang tidak dirasakan oleh pelaku dan korban, maka kekerasan
simbolik juga terlihat pada posisi tawar perempuan yang ti-
dak berubah baik di ranah domestik dan pabrik yakni sebagai
“Objek”.
Buruh perempuan menilai adalah biasa dan wajar per-
usahaan menetukan aturan yang berkaitan dengan tujuan
perusahaan. Buruh perempuan berusaha bekerja sesuai per-
mintan perusahaan karena menyadari bekerja di pabrik meru-
pakan kesempatan yang baik, atau perempuan diuntungkan
dengan keberadaan perusahaan dengan merekrut mayoritas
perempuan. Kesabaran, ketelitian, dan tidak protes meru-
76
Bagian keempat • makna kekerasan terhadap buruh perempuan
77
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
78
Bagian keempat • makna kekerasan terhadap buruh perempuan
DAFTAR BACAAN
Abdullah, Irwan. 2009. Konstruksi dan Reproduksi Kebudaya-
an. Cet. 3. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Arivia Gadis. 2006. Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta:
Buku Kompas.
Arivia, Gadis. 2000. Logika Kekerasan Negara Terhadap Perem-
puan dalam Negara dalam Kekerasan Terhadap Perempu-
an. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Bourdieu, Pierre. 2010. Dominasi Maskulin. Yogyakarta: Jala-
sutra.
Bourdieu, Pierre. 2001. Intelektual Kolektif, Sebuah Gerakan
untuk Melawan Dominasi. Bantul: Kreasi Wacana. Ef-
fendi (2006: 37-38)
Daulay, Harmona. 2006. Buruh Perempuan di Industri Manu-
faktur. Suatu Kajian dan Analisis Gender. Vol. 11, No. 3.
Jakarta: Jurnal Wawasan.
Indraswati. 2008. Perempuan, Sumber Daya Ekonomi dan Mo-
dal Sosial. Jakarta: Jurnal Analisis sosial vol.13. No.1.
Luijpen, A. William. 1966. Phenomenology and Humanism.
Pittsburgh. Duquesne University Press.
Noerhadi, Toeti Heraty. 2000. Kekerasan Negara Terhadap Pe-
rempuan dalam Negara dan kekerasan Terhadap Perem-
puan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan dan The Asian
Foundation.
Nugraha, Ito Prajna. 2006. Mengurai Teks Menjalin Tanda dan
Memaknai Peristiwa Kisah Calon Arang dalam Jurnal Fil-
safat Tahun ke-28. Jakarta: Driyarkara.
Riyanto, E. Armada. 2009. Politik, Sejarah, Identitas, Post-
modernitas: Rivalitas dan Harmonitasnya di Indonesia
79
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
80
Bagian Kelima
FENOMENA PEREMPUAN
DALAM BELENGGU PATRIARkI
Oksiana Jatiningsih
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH), Universitas Negeri Surabaya
Email: oksianajatiningsih@yahoo.com
a. PENDAHULUAN
“Fenomenologi” berasal dari bahasa Yunani, phainome-
non, dari phainesthai/phainomai/phainein yang berarti yang
menampakkan atau memperlihatkan; yaitu suatu hal (gejala)
yang nyata dan tidak semu, yang dapat diamati lewat indra,
yang menampakkan. Fenomena adalah fakta yang disadari
dan masuk ke dalam pemahaman manuasia (Kuswarno, 2009:
1). Oleh karena itu, fenomena bukan semata-mata merujuk
apa yang tampak mata, namun sesuatu yang adanya disadari
dan dinyatakan pula dengan kesadaran. Fenomenologi ada-
lah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak atau
apa yang menampakkan diri; ilmu tentang penampakan (fe-
nomena) (Adian, 2010: 5).
Filsafat fenomenologi yang dipelopori oleh Edmund Hus-
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
82
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
83
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
B. METODE FENOMENOLOGI
Positivisme yang selalu berkaitan dengan gejala yang
tampak berdampak pada kecenderungan untuk melihat suatu
fenomena dari kulitnya saja, tidak mampu memahami makna
di balik gejala yang tampak tersebut (Basrowi dan Soenyono,
2004: 59). Fenomena sosial dipandang sebagai rangkaian data
empiris yang dapat dicatat berdasarkan proses dan jumlah
kejadian yang teramati. Posisi dan rangkaian variabel-varia-
bel dalam peristiwa itu jelas mana yang awal dan mana yang
kemudian, mana sebab dan mana pula akibat.
Sosiologi fenomenologis pada dasarnya sangat dipenga-
ruhi oleh Edmund Husserl dan Alfred Schultz. Pengaruh lain
berasal dari Weber yang memberi tekanan pada verstehen,
yaitu pengertian interpretatif terhadap pemahaman manusia.
Fenomenologi merupakan cara untuk memahami kesadaran
manusia dengan menggunakan sudut pandang orang perta-
ma, yaitu orang yang secara langsung mengalami suatu peris-
tiwa. Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengeta-
hui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang mereka teliti.
Fenomenologi menghendaki ilmu pengetahuan secara sadar
mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa
prasangka teoretis lewat pengalaman-pengalaman yang ber-
beda dan bukan lewat koleksi data yang besar untuk suatu
84
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
85
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
86
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
87
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
88
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
89
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
90
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
91
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
92
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
93
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
94
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
95
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
96
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
97
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
98
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
99
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
100
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
101
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
102
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
103
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
104
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
105
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
106
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
107
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
108
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
109
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
110
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
111
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
112
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
113
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
114
Bagian kelima • FENOMENA Perempuan dalam belenggu Patriarki
DAFTAR BACAAN
Adian, Donny Gahral. 2010. Pengantar Fenomenologi. Jakarta:
Koekoesan.
Basrowi, Muhammad, dan Soenyono. 2004. Teori dalam Tiga
Paradigma. Surabaya: Yayasan Kampusina.
Bogdan Robert dan Steven Taylor. 1975. Introduction to Qua-
litative Research Methods. New York: John Wiley & Sons.
Budiman, Arief. 1985. Pembagian Kerja secara Seksual. Jakar-
ta: Gramedia.
Campbell, Tom. 1994. Tujuh Teori Sosial. Yogyakarta: Kanisius.
Simone, de Beauvoir. 1949. The Second Sex. London: Jonathan
Cape.
Collin, Finn. 1997. Social Reality. Londion: Routledge.
Denzin, Norman K, dan Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook
of Qualitative Research. Terjemahan oleh Dariyanto dkk.
Jakarta: Pustaka Pelajar.
Ferguson, Harvie. 2006. Phenomenological Sociology. Experi-
ence and Insight in Modern Society. London: Sage Publi-
cation.
Ihromi, T.O. 1996. Analisis Gender. Yogyakarta: Pustaka Pela
jar.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pus-
taka.
Koeswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi. Bandung: Widya Pa-
djadjaran.
Riyanto, Eko Armada. 2009. Politik, Sejarah, Identitas, Postmo-
dernitas. Malang: Widya Sasana.
Schutz, Alfred & Luckmann, T. 1974. The Structures of the Life
World. London: Heinemann.
115
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
116
Bagian Keenam
SOCIETAS NEGOSIATIF
DALAM JARINGAN SOSIAL
Mohammad Adib
Dosen FISIP Universitas Airlangga Surabaya
Email: moh.adib@fisip.unair.ac.id
a. PENGANTAR
Merebaknya “Markus” (makelar kasus) pasca terkuaknya
kasus boilt out Bank Century—yang telah sukses mencairkan
uang Negara sampai Rp 6,7 triliun, menjadi peristiwa yang
mencengangkan khalayak. DPR RI mengusut kasus tersebut
dengan meluncurkan Pansus (Panitia Khusus). Di balik kasus
Bank Century ini, terkuak keberadaan “Markus”. Begitu kuat
nya sorotan masyarakat, sampai membuat perasaan tidak
nyaman bagi Presiden Republik Indonesia Dr. Susilo Bam-
bang Yudoyono (SBY). SBY menegaskan, dalam melaksana-
kan tugas—dalam masa kepemimpinan—nya bertekat untuk
memberantas Markus sampai ke akar-akarnya. Kasus ini ber-
lanjut, DPR RI membentuk tim pengawas untuk menyelesai-
kannya ini dengan mengusung hak menyatakan pendapat.
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
118
Bagian keenam • SOCIETAS NEGOSIATIF DALAM JARINGAN SOSIAL
119
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
120
Bagian keenam • SOCIETAS NEGOSIATIF DALAM JARINGAN SOSIAL
121
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
122
Bagian keenam • SOCIETAS NEGOSIATIF DALAM JARINGAN SOSIAL
123
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
124
Bagian keenam • SOCIETAS NEGOSIATIF DALAM JARINGAN SOSIAL
125
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
126
Bagian keenam • SOCIETAS NEGOSIATIF DALAM JARINGAN SOSIAL
127
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
DAFTAR BACAAN
Agusyanto, Ruddy. 2007. Jaringan Sosial dalam Organisasi. Ja-
karta: RajaGrafindo Persada.
Barnes, J.A. 1954. Class and Communitees in a Norwegian Is-
lan Paris, dalam Human Relations 7: 39-58.
____________. 1969. Network and Political Process dalam Soci-
al Network in Urban Situation: Analyses of Personal Rela-
tionship in Central Africa Town (Mitchel, ed.). Manches-
ter: Manchester University Press.
Boyd, C.O. 2001. Phenomenology the Method. In P.L. Munhall
(Ed.), Nursing research: A qualitative perspective (3rd.
ed., pp. 93-122). Sudbury, MA: Jones and Bartlett.
Davidson, J. 2000. “A Phenomenology of Fear: Merleau-Ponty
and Agoraphobic Life-Worlds‖.” Sociology of Health & Il-
lness, 22, 640-681.
Denzin, N. K. & Lincoln, Y. S. (Eds.). 2000. Handbook of Quali-
tative Research (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage.
Dyson, L. 2008. Etnometodologi dalam Metode Penelitian So-
sial, Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada Me-
dia Grup.
Epstein, AL. 1961. “The Network and Urban Social Organizati-
on,” Rhodes-Livingstone Institute Journal. 29 (1961). Hlm.
128
Bagian keenam • SOCIETAS NEGOSIATIF DALAM JARINGAN SOSIAL
29–62.
Geertz, Clifford. 1969. The Religion of Java. New York: The Free
Press.
Jawa Pos. 2010. Mafia Pajak Terbongkar di Surabaya: Kerugian
Negara Ditaksir Ratusan Miliar Rupiah dalam Jawa Pos.
19 April 2010: Hlm. 1.: Surabaya.
Legawa, Jaka J. 2005. 4 Pilar Keberhasilan Bisnis Pemasaran
Jaringan. Yogyakarta: Andi.
Milardo, Robert M. 1987 Social Relations in a Philippine Town.
Northern Illinois: Center for Southeast Asian Studies.
Mitchell, J. Clide. 1969. The Concept and Use of Social Network,
dalam Social Networks in Urban Situations: Analyses of
Personal Relationships in Central Town (Mitchell, Ed.).
Manchester: Manchester University Press.
Naveront, Jhon K. 1999. Jaringan Masyarakat China. Jakarta:
Golden Terayon Press.
Parson, T. 1971. Religion of the Problem of Meaning dalam
Sociology of Religion (Ed. Ronald Robertson). Ringwood
Victoria Australia: Penguin Books Australia Ltd.
Perkins, John. 2009. Membongkar Kejahatan Jaringan Inter-
nasional. (Terjemahan Wawan Eko Yulianto dan Meda
Satrio). Jakarta: Ufuk Press.
Priyatna, Haris. 2009. Victor Bout: Membongkar Jaringan In-
ternasional Perdagangan Senjata Ilegal. Jakarta: UFUK.
Radcliffe-Brown, A.R. 1959. The Structure and Function in Pri-
mitive Society. Beverly Hill: Sage Publications.
Rahmato, B. (Editor) 2007. Perdagangan Perempuan dalam
Jaringan Pengedaran Narkotika. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Rianto, Armada. 2009. Politik, Sejarah, Identitas, Postmoder-
nitas: Rivalitas dan Harmonitasnya di Indonesia (Sketsa-
Filosofis-Fenomenolofis), Pidato Pengukuhan Guru Be-
sar. Malang: Widya Sasana Publication.
Schutz, A. 1967. The Phenomenology of the Social World. Evan-
ston, IL: Northwestern University Press.
129
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
130
Bagian Ketujuh
1
Dalam konteks pergumulan ilmu pengetahuan secara umum telah diulas oleh Waller-
stein yang menggambarkan betapa ilmu-ilmu pengetahuan saling berebut identitas untuk
ditahbiskan sebagai science (ilmu pengetahuan). Lihat Immanuel Wallerstein, Lintas Batas
Ilmu Sosial, terj. Oscar (Yogyakarta: LKiS, 1997).
132
Bagian ketujuh • Regulatan identitas intelektual ...
133
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
2
Dikutip dari Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan (Jakarta: LP3ES, 1987) 91.
3
Ibrahim Ali Fauzi, Jurgen Habermas (Jakarta: Teraju, 2003) 71.
134
Bagian ketujuh • Regulatan identitas intelektual ...
135
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
4
Scott Lash, Sosiologi Posmodernisme, terj. A. Gunawan Admiranto (Yogyakarta: Kanisius,
2004) 246.
5
Lihat dalam Richard Harker, “Bourdieu—Pendidikan dan Reproduksi” dalam Richard
Harker dkk., (Habitus X Modal) + Ranah = Praktik: Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran
Pierre Bourdieu, terj. Pipiet Maizier (Bandung: Jalasutra, 2005) 110-138.
136
Bagian ketujuh • Regulatan identitas intelektual ...
c. FENOMENOLOGI SOSIAL
Fenomenologi dalam kerangka Schutz disebut-sebut se-
bagai dasar fenomenologi yang dikenakan pada ilmu sosial.
Dengan meracik fenomenologi Husserl dengan konsepsi so-
ciology of understanding dari Weber ia bukan saja telah mem-
buat fenomenologi Husserl begitu mudah dipahami dalam
terang realitas sosial sekaligus “lompatan” logika Weber men-
6
Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik. ter. F. Budi
Hardiman (Yogyakarta: Kanisius, 1991) 3.
7
Sebagaimana dikutip oleh Yudi latif, Intelegensia Muslim dan Kuasa (Bandung: Mizan, 2005) 14.
137
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
8
Engkus Kuswarno, Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi (Bandung: Widya
Padjajaran, 2009), 39.
9
Geger Riyanto, Peter L. Berger: Perspektif Metateori Pemikiran (Jakarta: LP3ES, 2009), 94.
10
Ibid., 95
138
Bagian ketujuh • Regulatan identitas intelektual ...
11
Konsep ini meluaskan istilah lifeworld-nya Husserl. Lihat Jonathan Turner, The Structure
of Sociological Theory (Wadsworth Publishing Company, 1998), 355.
12
Ibid, 356
13
Malcolm Waters, Modern Sociological Theory (London: SAGE Publication Inc., 1994), 33.
139
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
140
Bagian ketujuh • Regulatan identitas intelektual ...
141
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
DAFTAR BACAAN
Bertens, K. 2001. Filsafat Barat Kontemporer Perancis. Jakarta:
Gramedia.
Fauzi, Ibrahim Ali. 2003. Jurgen Habermas. Jakarta: Teraju.
Harker, Richard. 2005. “Bourdieu—Pendidikan dan Reproduk
si” dalam Richard Harker dkk., (Habitus X Modal) + Ranah
= Praktik: Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemiki-
ran Pierre Bourdieu, terj. Pipiet Maizier. Bandung: Jalas-
utra.
Kleden, Ignas. 1987. Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Ja-
karta: LP3ES.
Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi
Fenomenologi. Bandung: Widya Padjajaran.
Lash, Scott. 2004. Sosiologi Posmodernisme, terj. A. Gunawan
Admiranto. Yogyakarta: Kanisius.
Latif, Yudi. 2005. Intelegensia Muslim dan Kuasa. Bandung:
Mizan.
Mannheim, Karl. 1991. Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kai-
tan pikiran dan Politik ter. F. Budi Hardiman. Yogyakarta:
Kanisius.
Piliang, Yasraf Amir. 2008. Multiplisitas dan Diferensi. Yogya-
karta: Jalasutra.
Riyanto, E. Armada. 2009. Politik, Sejarah, Identitas, Posmo-
dernitas. Malang: Widya Sasana Publication.
Riyanto, Geger. 2009. Peter L. Berger: Perspektif Metateori Pe-
mikiran. Jakarta: LP3ES.
Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik; Sebuah Metode Filsafat,
Yogyakarta: Kanisius.
Turner, Jonathan. 1998. The Structure of Sociological Theory.
Wadsworth Publishing Company.
Wallerstein, Immanuel. 1997. Lintas Batas Ilmu Sosial, terj.
Oscar. Yogyakarta: LKiS.
Waters, Malcolm. 1994. Modern Sociological Theory. London:
SAGE Publication Inc.
142
Bagian Kedelapan
a. PENDAHULUAN
Kaharingan adalah sebuah societas keagamaan yang di-
pandang paling tua di Kalimantan Tengah. Komunitas keaga-
maan ini, para pemeluknya berasal dari orang Dayak Ngaju.
Dayak Ngaju adalah salah satu dari suku induk yang berada
di antara suku-suku induk yang ada di wilayah Kalimantan
Tengah. Disebut Ngaju karena klasifikasi bahasa sehari-hari
yang digunakan adalah bahasa Ngaju, dan mayoritas orang-
orang Ngaju dalam suku ini masih sebagai penganut Kahari-
ngan yang setia hingga hari ini. Memang sebagian dari mere-
ka sudah beralih ke agama-agama besar yang seperti pemeluk
Kristen Protestan dan Islam.
Mengapa disebut demikian tua? Memaksudkan sebuah
penjelasan tentang makna agama menurut societas keaga-
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
144
Bagian kedelapan • fenomena agama tua di kalimantan tengan: ...
b. SKETSA FENOMENOLOGI
Sketsa fenomenologis memaksudkan sebuah metodologi
berpikir yang mengutamakan aktivitas pemikiran akal budi
yang bersifat refleksif terhadap berbagai aktivitas keseharian
yang berkesinambungan. Sebagai metodologi, maka fenome-
nologi menjadi suatu kerangka berpikir yang mengutamakan
prinsip-prinsip mendasar dari berbagai pengalaman peristi-
wa dalam keseharian individu atau komunitas sosial tertentu.
Peristiwa dan berbagai pengalaman hidup, bukan hanya se-
kadar kejadian biasa. Melainkan kejadian yang memiliki arti,
makna mendalam dan berelasi menuju kepada pembentukan
makna mendasar terhadap peristiwa dan pengalaman hidup
manusia itu sendiri.
Tidak ada peristiwa atau pengalaman hidup manusia
yang sama sekali tidak memiliki makna bagi individu atau ko-
munitas yang membentuknya. Peristiwa kecil pun dianggap
sebagai sebuah kejadian yang penting menjadi bagian dari
pengalaman hidup setiap orang. Bahkan kejadian atau peris-
tiwa hidup yang kecil itu, bukan tidak mustahil memiliki re-
levansi atau keterkaitan dengan pengalaman hidup manusia
lainnya. Bahkan juga, pengalaman-pengalaman kecil pun bu-
kan tidak mustahil merupakan refleksi dari berbagai peristi-
wa yang berada di luar pengalaman individu yang mengalami
peristiwa itu.
145
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
146
Bagian kedelapan • fenomena agama tua di kalimantan tengan: ...
147
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
148
Bagian kedelapan • fenomena agama tua di kalimantan tengan: ...
149
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
150
Bagian kedelapan • fenomena agama tua di kalimantan tengan: ...
itulah nama yang hingga hari ini masih tetap diberikan kepa-
dannya.
Kaharingan sebagai agama yang sejatinya kaya dengan
nilai-nilai ritual di dalamnya, terkadang hanyalah menjadi
objek pada dirinya. Berbagai sistem ritual keagamaan yang
ada, selalu diperuntukan sebagai pusat totonan bersama.
Bahkan siapa pun boleh saja melakukannya, baik sebagai
sumber wisata antara seni dan budaya. Sebagai contoh mi-
salnya, sudahlah biasa apabila ritual-ritual tertentu cende-
rung diperalat negara sebagai pemuas hasrat astetik, praktik
ritual untuk menerima para pejabat negara yang melakukan
kunjungan dinas ke daerah.1 Atau dalam rangka menyambut
turis asing dan mancanegara ke daerah. Bahkan juga, terka-
dang komunitas tua ini dijadikan sebagai lahan objek obser-
vasi dan penyelidikan kaum intelektual dan terpelajar Barat
secara akademis misalnya penelitian oleh para antropolog,
dayakolog dan sebagainya.2 Fenemona semacam ini, sebenar-
1
Ada suatu kebiasaan di Kalimantan Tengah hingga kini, pada saat kunjungan para pejabat
negara (menteri, DPR, gubernur, bupati, dan camat), dianggap sebagai tamu terhormat maka
selalu disambut dengan sebuah upacara yang disebut ―TETEK PANTAN. Tetek dalam istilah
Dayak Ngaju artinya memotong menggunakan pisau~mandau. Pantan artinya sebuah pohon
panjang yang sudah dikupas rapi, diletakkan dalam posisi memanjang maksudnya sebagai
penanda penghalang pintu jalan masuknya para tamu yang terhormat ke suatu tempat yang
dikunjungi. Tetek Pantan ini dibuat seperti gerbang pintu palang yang megah, dihiasi oleh
pernak-pernik khas setempat. Para pejabat yang datang itu dianggap sebagai para tamu yang
terhormat oleh warga setempat. Untuk menyambut tamu terhormat itu, maka sang tamu
diwajibkan memotong pohon penghalang itu, sebagai tanda bahwa warga kampung atau
desa dengan senang hati, menerima kedatangan mereka di tempat itu. Tentu saja dalam
pelaksanaan ritual ini, di undang para tokoh adat masyarakat setempat (biasannya mereka
dari kalangan Mantir, Basir atau Balian; imam agama Kaharingan) yang bertugas membaca-
kan doa-doa sakral dalam bahasa Sangen Sangiang (bahasa suci) yang bermakna ungkapan
doa dalam penghayatan bersama untuk kebaikan para tamu yang mengunjungi mereka.
2
Kalau tidak salah sudah tidak dapat dihitung lagi sudah banyak para Peneliti Eropa
(Universitas yang ada di Jerman dan di Indonesia) yang mengambil objek riset mereka untuk
mengambil gelar Ph.D pada kajian tentang agama dan sistem ritual Kaharingan dengan
berbagai objek permasalahan dan pendekatan yang ditentukan, dan tentu saja kebanyakan
hasil penelitian mereka banyak diprotes oleh tokoh-tokoh intelektual Kaharingan setempat.
Misalnya; Hans Scharer, dengan penelitiannya diberi judul Ngaju Religion (aslinya bahasa
Jerman) Annie Scharer, Ngaju Rituals (aslinya bahasa Jerman), Martien Baier mengkaji ten-
tang Konsep Ketuhanan dalam Ajaran Kaharingan; Kaharingan sebagai Ajaran Politheis
151
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
di Kalimantan Tengah (tulisan asli dalam Bahasa Jerman yang kemudian diterjemahkan
dalam Bahasa Indonesia), Fridolin Ukur (teolog dan Pendeta GKE) dua proyek riset dalam
rangka penyusunan disertasinya di STT Jakarta berjudul; ―Tantang Djawab Suku Dajak dan
Tuanja Sungguh Banjak (diterbitkan oleh badan penerbit PT BPK Gunung Mulian, Jakarta)
dan sebagainya.
152
Bagian kedelapan • fenomena agama tua di kalimantan tengan: ...
d. PENUTUP
Problematika keragaman keagamaan di negara kita hing-
ga hari ini belum tuntas untuk dipermasalahkan. Berbagai ka-
sus kekerasan beragama masih menunjukkan adanya domi-
nasi agama mainstream yang dianut komunitas manyoritas
tertentu di negara ini terhadap model-model keberagamaan
yang dianut komunitas minor. Societas mayor merasa lebih
berhak menyandang atribut identitas agama, sementara yang
minor tidak, dan arena itu harus melebur ke dalam keagama-
an mayoritas itu. Kebenaran agama menjadi demikian reduk-
sionistik bahkan terkalahkan dalam panggung peradaban KE-
INDONESIAN.
Berbagai problematika keragaman beragama demikian
ini tampak vulgar di depan mata, sebut saja misalnya, komu-
nitas Ahmadiyah di Jawa, Kejawen, Islam Tua di Sanger Ta-
laud, agama Mimbolian di Luwuk Banggai Sulawesi Tengah,
dan terakhir adalah Kaharingan Tua di Kalimantan Tengah.
Serta, lebih banyak lagi, pergumulan komunitas agama tua
yang ada di nusantara ini untuk mengisi deretan panjang daf-
tar sejarah problematika ketidakadilan dalam memperlaku-
kan agama-agama tua di negeri nusantara yang tercinta ini.
Sebagai sebuah bangsa yang plural, adalah tugas negara
sejatinya dapat menjamin, melindungi, memberikan kenya-
manan, dan bahkan rasa keadilan untuk menyuguhkan bah-
kan mengaktualisasi-kan kepelbagaian identitas komunitas
153
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
DAFTAR BACAAN
Anderson, Benedict. 2008. Komunitas-Komunitas Terbayang,
terj, dari judul asli: Imagined Communities; Reflections on
the Origin and Spread of Nationalism, oleh Omi Intan Na-
omi. Yogyakarta: Kerjasama INSIST dengan Pustaka Pel-
ajar.
Bogdan, Robert & Taylor, Steven J. 1975. Introduction to Qua-
litative Research Methods: A Phenomenological Approach
to The Social Sciences. USA: A Wiley-Interscience Publica-
tion.
Luijpen, A. William. 1966. Phenomenology and Humanism;
A Primer in Existential Phenomenology. USA: Duquesne
University Press, Piitsburgh, PA. Edition E. Nauwelaerts,
Louvain.
Piliang, Amir, Yasraf. 2004. Posrealitas: Realitas Kebudayaan
dalam Era Posmetafisika. Yogyakrata: Jalasutra.
-------------. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas
154
Bagian kedelapan • fenomena agama tua di kalimantan tengan: ...
155
para PENULIS
158
para penulis
159
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
160
para penulis
161
fenomenologi: dalam penelitian ilmu sosial
162
para penulis
163
View publication stats