Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis
adalah gangguan yang memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang
kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis merupakan
kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan
antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat
memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995).
Perkiraan jumlah orang yang terkena myasthenia gravis (MG) bervariasi, mulai dari 5
sampai 14 orang per 100.000. Hal ini terjadi pada semua kelompok etnis dan kedua
jenis kelamin. Paling umumnya terjadi pada wanita dewasa muda (dibawah 40) dan
laki-laki yang lebih tua (lebih dari60). Myasthenia gravis (MG) dapat terjadi pada
semua usia. Anak-anak kadang-kadang juga bisa terkena penyakit ini. Myasthenia
gravis (MG) tidak diturunkan melalui keluarga. Penyakit ini jarang terjadi di lebih dari
satu anggota keluarga yang sama. Jika seorang wanita dengan myasthenia gravis (MG)
memiliki keturunan, terkadang keturunannya mendapat antibodi dari ibu dan memiliki
gejala myasthenia gravis (MG) selama beberapa minggu atau beberapa bulans etelah
dilahirkan. Hal ini disebut juga neonatal myasthenia gravis (MG). Gejala-gejala
tersebutdapat diobati dan keturunannya tersebut tidak memiliki myasthenia gravis
(MG) yang permanen.6
Tingkat kematian masa lampau dapat sampai 90 %. Kematian biasanya disebabkan
oleh insufisiensi pernafasan. Jumlah kematian telah berhasil dikurangi secara drastic
sejak tersedia obat-obatan serta unit-unit perawatan pernapasan. Remisi spontan dapat
terjadi pada 10 % hingga 20 % pasien dan dapat dicapai dengan melakukan timektomi
elektif pada pasien-pasien tertentu. Yang paling cocok untuk menjalani cara ini adalah
wanita muda yang masih dini keadaannya dan tidak berespon baik dengan pengobatan.6

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan
disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila penderita beristirahat, maka tidak lama
kemudian kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan
dari synaptic transmission atau pada neuromuscular  junction.11
Miastenia gravis adalah gangguan fungsi neuromuskular yang diduga disebabkan oleh
adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin pada persambungan neuromuskular; ciri-cirinya
meliputi kelelahan dan kehabisan tenaga pada system muskular dengan kecenderungan
berfluktuasi dalam keparahan, tanpa gangguan sensorik atau atrofi (Dorland, 2006).
OCULAR MYASTHENIA GRAVIS

B. Etiologi
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung
akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan
asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah
dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan
ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada
membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan
demikian terjadilah kontraksi otot.1

2
Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis tidak
diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan
kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang paling banyak
berperanan.5
Etiologi :
1. Autoimun : direct mediated antibody
2. Virus
3. Pembedahan
4. Stres
5. Alkohol
6. Tumor mediastinum
7. Obat-obatan :
 Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)
 B-blocker (propranolol)
 Lithium
 Magnesium
 Procainamide
 Verapamil
 Chloroquine
 Prednisone

C. Patofisiologi
Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai motor end plate,
molekulasetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik, melalui neuromuscular junction

3
dan kemudian akan berinteraksi dengan reseptor Ach (AchRs) di membrane postsinaptik.
Kanal-kanal di AchRs terbuka, memungkinkan Na + dan kation lain untuk masuk ke dalam
serat ototdan menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang terus menerus terjadi akan
berkumpul menjadi satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul cukup besar, maka akan
memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak sepanjang serat otot untuk menghasilkan
kontraksi. Pada myasthenia gravis (MG), ada pengurangan jumlah AchRs yang tersedia di
motor endplate atau mendatarnya lipatan pada membran postsinaptik yang menyebabkan
pengurangan jumlah reseptor pada motor endplates, sehingga depolarisasi yang terjadi pada
motor endplate lebih sedikit dan tidak terkumpul menjadi potensial aksi. Akhir. Hasilnya
adalah sebuah transmisi neuromuskuler tidak efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari
penelitian antara lain:auto antibodies terhadap reseptor AChR dan menginduksi endositosis,
sehingga terjadi deplesi AChR pada membran postsinaptik, autoantibodies sendiri
menyebabkan gangguan fungsi AChR dengan memblokir situs-situs tempat terikatnya
asetilkolin dan auto antibodies menyebabkan kerusakan pada motor endplates sehingga
menyebabkan hilangnya sejumlah AChR.2

Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka memiliki
antigenisitas reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam pathogenesis myasthenia
gravis (MG) tidak sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari pasien myasthenia gravis (MG) memiliki
beberapa derajat kelainan timus (misalnya, hiperplasia pada 85% kasus, thymoma dalam 15%
kasus). Mengingat fungsi kekebalan timus dan adanya perbaikan klinis setelah dilakukan

4
tindakan thymectomy,timus diduga menjadi tempat pembentukan autoantibodi. Namun,
stimulus yang memulai proses autoimun belum teridentifikasi.2

D. Tanda dan Gejala Klinis


Keluhan awal yang biasanya terjadi adalah kelemahan otot spesifik bukan kelemahan
otot yang umum dan kondisinya memburuk biasanya berfluktuasi selama beberapa jam.
Tidak terlalu terlihat pada pagi hari dan biasanya memburuk seiring berjalannya hari.8

Sering terjadi Otot-otot gejala


Ocular Ptosis dan penglihatan ganda
Wajah Kesulitan mengunyah,
menelan, dan berbicara
Leher Kesulitan mengangkat kepala
saat posisi telentang
Ekstremitas proksimal Kesulitan mengangkat
lengan setinggi bahu dan
kesulitan berdiri dari posisi
duduk dengan bantuan
tangan
pernapasan Gangguan pernapasan dan
kesulitan untuk bangundari
posisi tertidur 
Ekstremitas distal Kelemahan saat
mengenggam dan kelemahan

5
Jarang terjadi pada pergelangan dan kaki

Gejala pada Mata


Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan
diplopia. Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular.
Mungkin ptosis unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata . Ptosis biasanya
yang paling menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus ptosis
unilateral, mata yang tidak ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang ptosis di buka
dengan menggunakan jari (Hering fenomena). Keterlibatan otot luar mata tidak mengikuti
pola tertentu. Setiap gangguan motilitas okular yang didapatkan dengan ptosis dan reflek
pupil didapatkan normal, harus mengarahkan kecurigaan pada myasthenia gravis MG.2

Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang tersembunyi dan


membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak mata atau otot bola mata .
Jika meliputi kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal sebagai ptosis ; yang mengenai otot
extraocular maka pasien akan melihat dobel pada arah otot yang lemah.4
Dalam hal ini mungkin akan melihat baik kesemua arah kecuali keatas , dimana salah
satu otot elevatornya lemah . Untuk mengkompensasi kelemahan tersebut penderita dapat
memiringkan kepalanya atau memutar wajahnya kearah otot yang lebih kuat . Sebagai contoh
penderita akan memiringkan kepalanya kebelakang ,meskipun matanya relative melihat
kearah bawah yang diakibatkan dari kelemahan otot elevator .3
Kekuatan otot mata pada MG setara dengan menelan , berbicara serta kekuatan kaki
yang mungkin normal atau sedikit berpengaruh ketika penderita beristirahat , tetapi biasanya
kelemahan tersebut dapat dihilangkan dengan latihan.14
Dalam hal ini tanyakan ke penderita untuk melihat keatas selama 60 detik , dengan
demikian tes ketahanan otot vertical mata dan kelopak atas dilakukan secara bergantian ,

6
penderita mungkin akan mengalani perubahan kelemahan dari normal ke extreme dengan
diplopia yang mencolok atau ptosis .12
Meskipun gerakan mata keatas dilakukan diawal , otot extraocular tidak akan
mengikuti . Kelemahan dari gerakan mata pada horizontal pun biasanya sama . Pada dasarnya
banyak contoh dari tidak berfungsinya otot gerak mata yang mungkin berkembang tetapi
dihambat oleh kelumpuhan otot atau ketidakmampuan mata untuk berkembang , kadang pada
kondisi medis lain seperi stroke , tumors , thyroid , infeksi dan multiple sclerosis . 15

Gejala dan tanda umum


Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan terjadi
pada otot wajah, ekstremitas, orofaringeal dan pernapasan, tanpa tanda-tanda defisit
neurologis lainnya,seperti gangguan sensorik, perubahan refleks fisiologis tendon, atau atropi
otot. Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut
penderita sukar untuk ditutup. Paresis dari pallatum molle dan laring akan menimbulkan
kesukaran menelan, berbicara, suara sengau. Kelemahan yang terjadi pada otot-otot
ekstremitas lebih menyerupai kelemahan pada miopati proksimal dari pada kelemahan otot
distal. Kelemahan otot-otot ekstremitas pada khususnya yang timbul sebagai sebuah gejala
jarang terjadi dan prevalensinya hanya 10% saja. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari
otot faring, lidah, pallatum molle, Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu dapat
keluar dari hidungnya9

Beberapa faktor berikut dapat membuat Myasthenia Gravis memburuk:


 Kelelahan, kurang tidur 
 Stres, kecemasan, Depresi
 Kelelahan, gerakan berulang
 Rasa takut yang muncul secara tiba-tiba, kemarahan ekstrim
 Sinar matahari atau lampu terang (mempengaruhi mata)

7
 Beberapa obat, termasuk beta blocker, calcium channel blockers, dan
beberapaantibiotik 
 Minuman beralkohol
 Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah
 Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan mungkin
tetaptimbul sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.
 Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.
 Penyakit ini dapat meningkat selama waktu-waktu tertentu dari siklus menstruasi
wanita.

E. Klasifikasi Miastenia Gravis


Klasifikasi miastenia gravis secara umum dapat dibagi menjadi 5:
1. Kelompok I: Miastenia ocular
Hanya menyerang otot-otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada
kasus kematian.
2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan
Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar.
System pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah.
3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala okular, lalu berlanjut semakin berat dengan
terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia dan sukar mengunyah
lebih nyata dibanding miastenia gravis umum ringan. Otot-otot pernapasan tidak terkena.
Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan, aktivitas pasien terbatas, angka kematian
rendah.
4. Kelompok III: Miastenia berat akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai mulai
terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6
bulan. Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis miastenik, kolinergik maupun krisis
ganbungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.

5. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut

8
Timbul paling sedikit dua tahun sesudah awitan gejala-gejala kelompok I atau II. Miastenia
gravis berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Respon terhadap obat dan
prognosis buruk.10

Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat


diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas I Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup
mata dan kekuatan otot-otot lain normal
Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya
kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya.
Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Kelas IIb Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau
keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot
aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.
Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan
otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat
sedang
Kelas III a Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot
orofaringeal yang ringan
Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat
ringan.
Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam
derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami
kelemahan dalam berbagai derajat
Kelas IV a Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan
atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan
dalam derajat ringan
Kelas IV b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau
keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan
pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube tanpa
dilakukan intubasi.
Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :

1. Ocular miastenia

9
Terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak
ada kematian
2. Generalized myiasthenia
a) Mild generalized myiasthenia
b) Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot
skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.
c) Moderate generalized myasthenia
d) Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak
memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
A. Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi penyakit
biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang memuaskan,
aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma
B. Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia
gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling
tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek
4. Myasthenia crisis
Menjadi buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan :
pekerjaan fisik yang berlebihan
 emosi
 infeksi
 melahirkan anak
 progresif dari penyakit
 obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin,
neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan.
 Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium

Secara sederhana, Miastenia gravis juga dapat dikelompokkan seperti dibawah ini:

 Miastenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan.

10
 Miastenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untuk untuk
mengunyah, menelan, dan berbicara. Otot-otot anggota tubuh pun dapat ikut
menjadi lemah. Pernapasan tidak terganggu.
 Miastenia Gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-otot
oculobulbar. Pernapasan tidak terganggu. Penderita dapat meninggal dunia.

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan
tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu
akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun.13

F. DIAGNOSIS MIASTENIA GRAVIS


1. Pemeriksaan Fisik
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
 Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan akan
terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang. Penderita
menjadi anartris dan afonis.
 Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama
kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada
ptosis, maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian tampak bahwa suaranya akan
kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.
 Uji kelelahan otot
Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk
berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa saat (uji Simpson).
Meningkatnya penurunan kerja otot adalah tanda kelelahan. Fenomena ptosis
ditingkatkan´ dapat ditunjukkan pada pasien dengan ptosis bilateral dengan
meninggikan dan menjaga kelopak mata yang lebih ptotic dalam posisi yang tetap.
Kelopak mata berlawanan perlahan jatuh dan mungkin akan menutup
sepenuhnya.Tanda kedutan kelopak mata merupakan cara lain untuk menguji kelelahan
otot. Pasiendiarahkan untuk melihat ke bawah selama 10-15 detik dan kemudian
kembali dengan cepat dalam posisi semula. Pengamatan pada gerak kelopak mata yang
lebih keatas ditambah dengan kedutan dan diikuti oleh reposisi kembali ke kondisi
ptosis,mengidentifikasi kelelahan yang mudah terjadi dan pemulihan yang cepat dari
otot.Tanda mengintip terjadi ketika fisura palpebral melebar setelah periode penutupan
kelopak mata secara volunteer.11

11
 Muscle Grading Chart
Musle Gradation Description
5-normal ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan penuh
4-baik ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan sedang
3-sedang ROM penuh melawan gravitasi
2-lemah ROM penuh, dieliminir oleh gravitasi
1-batas Kontraksi ringan, tanpa gerak sendi
0-nol Tanpa kontraksi (Rachmah, 2008).
Tes Lainnya :
 Tensilon atau Prostigmin tes
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat reaksi
maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena. Segera sesudah
tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya
kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh
miastenia gravis,maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uiji ini kelopak mata yang
lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat
singkat.Pada tes Prostigmin suntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin merhylsulfat secara
intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½ mg). Bila kelemahan itu
benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis,
strabismusatau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.
 Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet
lagi(masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh
miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah
berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala
miastenik tidak  bertambah berat.

2. Pemeriksaan Laboratorium
 Anti-asetilkolin reseptor antibody
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis,
dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita miastenia
gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni
menunjukkan hasil tes anti-asetilkolinreseptor antibodi yang positif. Pada pasien

12
thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibodi.
Rata-rata titer antibody pada pemeriksaan anti-asetilkolin reseptor antibody, yang
dilakukan olehTidall, di sampaikan pada tabel berikut:

Tabel 1. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia Gravis


Osserman Class Mean antibody Titer Percent Positive
R 0.79 24
I 2.17 55
IIA 49.8 80
IIB 57.9 100
III 78.5 100
IV 205.3 89

Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB = moderate


generalized,III = acute severe, IV = chronic sever 
Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita miastenia
gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat digunakan untuk
memprediksikanderajat penyakit miastenia gravis.
 Antistriated muscle (anti-SM) antibody
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini
menunjukkanhasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia
kurang dari 40 tahun.Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-
SM Ab dapat menunjukkanhasil positif.
 Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab
negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-
MuSK Ab.
 Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibody
yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung penderita.
Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR).
Antibody ini selaludikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada
usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat
akan adanya thymoma pada pasienmuda dengan miastenia gravis.

13
3. Imaging
 Chest x-ray
(foto roentgen thorak) dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada
roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian
anterior mediastinum.
Hasil roentgen yang deficit belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma
ukurankecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan
untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada
penderita dengan usia tua.
 MRI
Pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat
digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab deficit pada saraf
otak.

G. Diagnosis Banding
Gangguan dari neuromuskuler junction (NMJ) secara klinis heterogen. Ekspresi klinis
darigangguan ini adalah fitur miasthenik dalam bentuk kelemahan otot variabel dan
kelelahan.Miasthenik sindrom (MS) diberikan kepada sekelompok gangguan dari NMT
dengan patofisiologi yang berbeda dari yang ada pada myasthenia gravis autoimun
1. Lambert-Eaton miasthenik sindrom (LEMS)
Sindrom Lambert-Eaton miasthenik (LEMS) adalah suatu kondisi yang jarang terjadi
dandisebabkan oleh kelainan pelepasan asetilkolin (AcH) pada sambungan neuromuskuler
terjadi peningkatan tenaga pada detik-detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi
hiporefleksia, mulutkering, dan sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama
cell carcinoma pada paru.EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia
gravis. Defek pada transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah (2Hz) tetapi akan
terjadi ahmbatan stimulasi padafrekuensi yang tinggi (40 Hz). Kelainan pada miastenia
gravis terjadi pada membran postsinaptik sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada
membran pre sinaptik, dimana pelepasan asetilkolintidak berjalan dengan normal,
sehingga jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran postdinaptik tidak
mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.11

14
2. Botulisme
Efek dari racun ini terbatas untuk blokade terminal perifer saraf kolinergik,
termasuk neuromuskuler junction, postganglionik ujung saraf parasimpatik, dan ganglia
perifer. Blokade ini menghasilkan karakteristik penurunan kelumpuhan bilateral dari otot
yang diinervasi oleh saraf otonom cranial, tulang spinal, dan kolinergik tetapi tidak
terdapat penurunan saraf adrenergik atau sensoris. Botulisme memiliki pola berat,
progresif, dan simetris .
1. Histeria
2. Multiple sclerosis
3. Symptomatic myasthenia
4. Moebius Syndrome
5. Cholinergic crisis
Pada generalized MG:
1. Lambert-Eaton myasthenic syndrome
2. Botulism
3. Myopathy
Pada ocular myasthenia:
1. Progressive external ophthalmoplegia
2. Thyroid disease
3. Oculopharyngeal muscular dystrophy
Pada penderita dengan bulbar predominant MG:
1. Motor neuron disease
2. Brainstem stroke
3. Diphtheria

H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai tiga tujuan penting:
1) Transmisi neuromuskuler yang optimal
2) Mengurangi atau menetralisir konsekuensi dari reaksi autoimun, dan
3) Memodifikasi riwayat alami myasthenia gravis (MG) dengan menginduksi remisi,
didefinisikan sebagai kondisi permanen hilangnya gejala tanpa pengobatan.11
AChE inhibitor dan terapi imunomodulasi adalah pengobatan yang paling diandalkan. Pada
manifestasi klinis yang ringan, inhibitor AChE pada awalnya digunakan. Kebanyakan pasien
dengan MG umum membutuhkan terapi imunomodulasi tambahan.
15
1. Antikolinesterase
Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin bromida 15-
45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat. Terapi kombinasi
tidak menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila diperlukan, neostigmin metilsulfat
dapatdiberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral setara dengan 1 mg
subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atropin 0,5-1,0 mg. Neostigmin dapat
menginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolintidak segera dihancurkan.
Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal,sedikitnya 80-90% dari kekuatan
dan daya tahan semula. Pemberian antikolinesterase akansangat bermanfaat pada miastenia
gravis golongan IIA dan IIB.Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi
parasimpatis,termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi,
dan sekresi bronkial berlebihan. Efek samping gastro intestinal (efek samping muskarinik)
berupa ham atau diare dapat diatasi dengan pemberian propantelin bromida atau atropin. Penting sekali
bagi pasien- pasien untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini merupakan tanda terlalu banyak obat
yangdiminum, sehingga dosis berikutnya hams dikurangi untuk menghindari krisis
kolinergik. Karena neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan efek muskarinik, maka obat ini
dapatdiberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana sesungguhnya efek smping
tersebut.11
2. Steroid
Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis, dan
diberikan sekali sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari efek samping.
Dosis awalnya hams kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu) untuk
menghindari eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat dimulai dengan dosis tinggi.
Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol atau dosis mencapai 120 mg secara selang-
seling. Pada kasus yang berat, prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi,
setiap hari,dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat
segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium.
Apabila sudah ada perbaikan klinis maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5
mg/bulan) dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian
prednisolon secara mendadak hams dihindari.11
3. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik,
efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa gangguan
saluran cerna, peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5
16
mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah
lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.
Pemberian prednisolon bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan.11
Karena efek samping kortikosteroid, klinisi dan dokter seringkali menggunakan
steroid-sparing medications, misalnya: azathioprine, dengan dosis yang ditingkatkan secara
bertahap sampai 2-3 mg/KgBB/hari PO. Perbaikan maksimal dicapai dalam waktu 1-2 tahun,
karena kerja azathioprine yang lebih lambat daripada kortikosteroid. Azathioprine digunakan
bersama-sama dengan kortikosteroid, bukan sebagai monoterapi.11
Mycophenolate mofetil, sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau
corticosteroid-sparing therapy, dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali sehari. Selama mimum obat
ini, disarankan untuk menghindari paparan sinar ultraviolet. Manfaat (perbaikan) klinis dapat
dirasakan setelah 1-2 bulan, sedangkan efek maksimal obat ini biasanya dirasakan sekitar 6
bulan. Penggunaan mycophenolate mofetil bersama-sama dengan azathioprine tidak
dianjurkan.11
Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x sehari; setelah 4
minggu, dosis dapat dinaikkan o,5 mg/KgBB/hari dengan interval 2 minggu, sampai dosis
maksimum 4 mg/KgBB/hari) dan cyclophosphamide dapat digunakan oleh dokter yang
benar-benar paham efek samping dan dapat memonitor (tekanan darah, CBC, asam urat,
potassium, lipid, magnesium, serum creatinine dan BUN) pasien secara ketat (setiap 2
minggu selama 3 bulan pertama terapi, lalu setiap bulan jika pasien sudah stabil).11

4. Timektomi
 Thymectomy merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam myasthenia gravis
(MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah diusulkan sebagai terapi lini pertama
pada kebanyakan pasien dengan myasthenia gravis (MG) umum. Thymectomy dapat
menyebabkan remisi. American Association of Neurology merekomendasikan thymectomy
untuk nonthymomatous pasien myasthenia gravis (MG) autoimun. Thymectomy
direkomendasikan sebagai pilihan untuk meningkatkan kemungkinan remisi atau perbaikan .

I. Prognosis
 Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
 MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
17
 40% hanya gejala okuler.8
Dalam myasthenia gravis (MG) okuler, > 50% kasus berkembang ke myasthenia
gravis (MG) umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan <10%. Sekitar 15-17% pasien
akan tetap mengalami gejala okular selama masa tindak lanjut rata-rata hingga 17 tahun.
Pasien-pasien ini disebut sebagai myasthenia gravis (MG) okular. Sisanya mengembangkan
kelemahan umum dan disebut sebagai generalized myasthenia gravis (MG). Sebuah studi dari
37 pasien myasthenia gravis (MG) menunjukkan bahwa kehadiran thymoma terkait dengan
gejala yang lebih buruk.11

BAB III
KESIMPULAN

1. Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan
disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila penderita beristirahat, maka tidak lama
kemudian kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan
dari synaptic transmission atau pada neuromuscular  junction.
2. Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui.
Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan

18
kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang paling banyak
berperanan.
3. Gejala awal biasanya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia. Akhirnya,
90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular. Mungkin ptosis
unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata . Ptosis biasanya yang paling
menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa kali.
4. Klasifikasi Miastenia gravis dapat dibagi 5 kelompok secara umum ataupun dapat
berdasarkan Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) yang terbagi dalam 5
kelas dan menurut osserman terbagi dalam 4 tipe.
5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan Lab penunjang.
6. Diagnosis banding pada mistenia ocular adalah Lambert-Eaton miasthenik sindrom
(LEMS), botulisme, Progressive external ophthalmoplegia, Thyroid disease,
Oculopharyngeal muscular dystrophy.
7. Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai tiga tujuan penting:
transmisi neuromuskuler yang optimal, mengurangi atau menetralisir konsekuensi dari
reaksi autoimun, dan memodifikasi riwayat alami myasthenia gravis (MG) dengan
menginduksi remisi, didefinisikan sebagai kondisi permanen hilangnya gejala tanpa
pengobatan
8. Prognosis : tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%, MG yang mendapat
pengobatan, angka kematian 4, 40% hanya gejala okuler

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Angela Vincent, Professor of Neuroimmunology Institue of Molecular


Medicine,Department of Clinical Neurology Oxford, Myasthenia Gravis,
www.muscular-distrophy.org
2. Audrey S. Penn, M.D. and Henry J. Kaminski, M.D. ³Myasthenia Gravis
´,www.womenshealth.gov
3. Awwad S. ³Myasthenia Gravis´, eMedicine Journal, September 2001
4. Bianca M. Conti-Fine, Monica Milani, and Henry J. Kaminski, ³Myasthenia
gravis: past, present, and future´, The Journal of Clinical Investigation,
http://www.jci.org
5. http://copyaskep.wordpress.com/tag/miastenia-krisis/ dikutip tanggal 19 februari 2012
6. http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20080503023219 dikutip tanggal 19
februari 2012
7. http://muel-muel.blogspot.com/2008/12/miastenia-gravis.html dikutip tanggal 18 februari
2012

20
8. http://multiline-jatimbali.blogspot.com/2010/01/ocular-myasthenia-gravis.html dikutip
tanggal 19 februari 2012
9. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35345.html dikutip tanggal 17 februari
2012
10. http://www.rightdiagnosis.com/o/ocular_myasthenia_gravis/intro.htm dikutip tanggal 20
februari 2012
11. http://www.scribd.com/doc/80585106/Miastenia-gravis dikutip tanggal 18 februari 2012
12. Newton E. ³Myasthenia Gravis´, eMedicine Journal, December 2001
13. Raymond D. Adams and Maurice Victor, ³Principles of Neurology 4 th Ed´, Mc
GrawHill International Edition. 
14. Shah AK. ³Myasthenia Gravis´, eMedicine Journal, August 2002
15. Wilkinson, Essential Neurology 4th Ed (ebook)

21

Anda mungkin juga menyukai