Trauma Urogenital
Trauma Urogenital
Pembimbing:
1
PENDAHULUAN
Trauma genitourinaria terjadi sekitar 10-15% dari pasien yang menderita trauma
abdomen dan pelvis. (1) Trauma pada genitalia eksterna jarang terjadi. Ketika trauma genitalia
terjadi, pertimbangan adanya trauma uretra adalah penting. Diagnosa yang benar dan
pengobatan trauma genitalia eksterna bertujuan untuk memelihara struktur organ dan fungsi
dan komplikasi seperti infeksi, perdarahan, dan urinary extravasation. Umumnya, suplai
darah yang cukup ke genitalia eksterna memberikan penyembuhan dan mencegah infeksi.
Pada kasus-kasus trauma genital yang signifikan dan hilangnya organ, kemungkinan untuk
terjadinya distress emosional mungkin membutuhkan konsultasi segera ke psikiater.(2)
Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena
perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di tubuh dan anggota gerak saja,
kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan
peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai
sampai dibuktikan tidak ada. Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ
saja, sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan.
Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu
diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik.
Suatu kegawatan urologi timbul jika suatu keadaan membutuhkan diagnosa yang
cepat dan pengobatan segera. Trauma organ-organ urogenital umumnya tidak mengancam
jiwa dengan segera. Meski demikian, kegagalan dalam mengevaluasi dengan benar dan
mengobati cedera ini mungkin mengakibatkan morbiditas pasien jangka panjang. Kemajuan
baru-baru ini dalam perawatan intensif dan gambaran radiologi telah memperbaiki diagnosa
dan ketahanan hidup pada trauma yang serius. Adalah tanggung jawab seorang ahli urologi
untuk menyediakan interpretasi gambaran pencitraan urologi dengan benar dan intervensi
secara operatif jika diperlukan.
2
PEMBAHASAN
I. TRAUMA GINJAL
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi :
(1) Cedera minor, (2). Cedera major, (3). Cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal.
Pembagian sesuai skala cedera organ ( organ injury scale) cedera ginjal dibagi dalam 5
derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan pencitraan maupun hasil eksplorasi
ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera minor ( derajat I dan II),
15% termasuk cedera major ( derajat III dan IV) dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.
3
segmentalis
IV Laserasi sampai mengenai sistem kalises
ginjal
V Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi
thrombosis arteri renalis
Ginjal terbelah ( shatered)
Diagnosis
Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi
tergantung derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang menyertainya.
Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan luas kerusakan yang terjadi.
Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat
4
jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopis ataupun mikroskopis. Pada
trauma major atau rupture pedikel seringkali pasien datang dalam keadaaan syok berat dan
terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama makin membesar. Dalam keadaan
ini mungkin pasien tidak sempat menjalani pemeriksaan IVU karena usaha untuk
memperbaiki hemodinamik seringkali tidak membuahkan hasil akibat perdarahan yang
keluar dari ginjal cukup deras. Untuk itu harus segera dilakuakan eksplorasi laparatomi
untuk menghentikan perdarahan.
Pencitraan
Jenis pencitraan yang diperiksa tergantung pada keadaan klinis dan fasilitas yang
dimiliki oleh RS yang bersangkutan. Pemeriksaan pencitraan dimulai dari IVU (dengan
menyuntikkan bahan kontras dosis tinggi 2ml/kg berat badan) untuk menilai tingkat
kerusakan ginjal dan melihat keadaan ginjal kontralateral. Pembuatan IVU dilakukan jika
diduga ada (1) Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal, (2) Cedera tumpul ginjal
yang memberikan tanda-tanda hematuria makroskopik, dan (3) Cedera tumpul ginjal yang
memberikan tanda-tanda hematuria mikroskopik dengan disertai syok. (2)
Pada beberapa RS, dugaan cedera tumpul pada ginjal yang menunjukkan tanda
hematuri mikroskopik tanpa disertai syok melakukan pemeriksaan Ultrasonografi sebagai
pemeriksaan penyaring. Pemeriksaan USG ini diharapkan dapat menemukan kontusio
parenkim ginjal atau hematoma subkapsuler. Dengan pemeriksaan ini dapat pula
diperlihatkan adanya robekan kapsul ginjal.
Jika IVU belum dapat menerangkan keadaan ginjal (misalkan pada ginjal non
visualized) perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau arteriografi. Pemeriksaan IVU pada
kontusio renis sering menunjukkan gambaran sistem pelvikalises normal. Dalam keadaan
ini pemeriksaan USG abdomen dapat menunjukan adanya hematoma perenkim ginjalyang
terbatas pada subkapsuler dan dengan kapsul ginjal yang masih utuh. Kadang kala kontusio
renis yang cukup luas menyebabkan hematoma dan edema parenkim yang hebat sehingga
memberikan gambaran system pelvikalises yang spastic atau bahkan tak tampak (non
visualized). Sistem pelvikalises yang tak namapk pada IVU dapat pula terjadi pada rupture
pedikel atau pasien yang berada dalam keadaan syok berat pada saat menjalani pemeriksaan
IVU.
Pada derajat IV tampak adanya ekstravasasi kontras, hal ini terjadi karenaterobeknya
system pelviokalises ginjal. Ekstravasasi ini akan tampak semakin luas pada ginjal yang
5
mengalami fragmentasi ( terbelah) pada cedera derajat V. Di beberapa RS, peranan IVU
sebagai alat diagnostik dan penentuan derajat trauma ginjalmulai digantkan oleh CT scan.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya robekan jaringan ginjal. Selain itu pemeriksaan
ini dapat mendeteksi adanya trauma pada organ lain.
Pengelolaan
Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus dipikirkan untuk
melakukan tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul, sebagian besar tidak
memerlukan operasi. Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah :
Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan
observasi tanda vital ( tensi, nadi, suhu, pernapasan), kemungkinan adanya penambahan
massa di pinggang, adanya pembesaran lingkar peut, penurunan kadar hemoglobin, dan
perubahan warna urine pada pemeriksaan urin serial.
Jika selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan atau kebocoran urin
yang menimbulkan infeksi, harus segera dilakukan tindakan operasi.
OBSERVASI
Didapatkan
Hb
Urin > pekat
6
Segera eksplorasi utk menghentikan perdarahan. Drainase urin segera.
Operasi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk segera menghentikan
perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debridement, reparasi ginjal ( berupa
renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarangharus dilakukan nefrektomi parsial
bahkan total karena kerusakan yang berat.
Penyulit
Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma major dan trauma
pedikelsering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan kematian. Selain itu
kebocoran system kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi urin sehingga menimbulkan
urinoma, abses perirenal, urosepsis dan kadang menimbulkan fistula reno-kutan. Di
kemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan penyulit berupa hipertensi,
hidronefrosis, urolithiasis, atau pielonefritis kronis. (4)
2. Trauma ureter
Cedera ureter sangat jarang dijumpai dan merupakan 1% dari seluruh cedera traktus
urogenitalia. Cedera yang dapat terjadi pada ureter dapat terjadi karena trauma dari luar, yaitu
trauma tumpul maupun trauma tajam, ataupun trauma iatrogenik. (2)
Diagnosis
7
Pasca bedah Demam
Ileus
Nyeri pinggang akibat obstruksi
Luka operasi selalu basah
Sampai beberapa hari cairan drainase
jernih dan banyak
Hematuria persisten dan hematoma
/urinoma di abdomen
Fistula ureterokutan/fistula urerovagina
Penunjang; pemberian zat warna yang diekskresikan lewat urin jika diduga terdapat
kebocoran urin melalui pipa drainase pasca bedah, pemeriksaan ureum dan kreatinin
yang diambil dari pipa drainase, pemeriksaan IVU (ekstravasasi kontras ato kontras
berhentidi daerah lesi atau terdapat deviasi ureter ke lateral karena hemangioma /
urinoma, atau hidro-uretronefrosis pada cidera lama).
Tindakan
Tindakan yang dilakukan berganting pada saat cidera terdiagnosis, keadaan umum pasien,
letak dan derajat lesi ureter. Tindakan yang dilakukan sedii mungkin:
Anastomosis end to end. Cara ini dapat dilakukan jika tidak ada tegangan
(tension) di kedua ujung proximal dan distal pada saat ditegangkan.
Inplantasi ureter ke buli-buli (neoimplantasi ureter pada buli-buli, flap Boari, atau
Psoas hitch)
8
Fig. Flap Boari (5)
9
3. TRAUMA BULI-BULI
Semakin bertambahnya usia, kejadian trauma buli-buli menurun karena letak buli-buli yang
turun dari rongga abdomen ke rongga pelvis. Angka kejadian trauma buli kurang lebih 2%
dari seluruh trauma pada sistem urogenitalia. (2)
Etiologi
Kurang lebih 90% trauma buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-buli pada
daerah tulang pelvis oleh facia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat sehingga
cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasiabergerak pada arah berlawanan
(seperti pada fraktur pelvis), dapat merobek buli-buli.
Pada keadaan buli-buli terisi penuh urin, buli-buli mudah ruptur jika mendapat
tekanan dari luarberupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan ruptur
pada bagian fundus dan menyebabkan ekstravasasi urin ke rongga intraperitoneum.
Tindakan endoneurogi dapat menyebabkantrauma buli-buli iatrogenik antara lain pada
reseksi buli-buli transuretral (TUR buli-buli) atau pada litotripsi.
Tindakan opresi di daerak pelvis
Ruptur spontan; biasanya terjadi jika didahului oleh kelainan dinding buli-buli.
Infeksi tuberkulosis, tumor buli-buli, atau obstruksi intravesikal kronis menyebabkan
perubahan struktur otot buli-buli yang melemahkan dinding buli-buli. Pada keadaan
itu bisa terjadi ruptura buli-buli spontanea.
10
Klasifikasi (6)
Diagnosis
11
Terapi (7)
Penyulit
4. TRAUMA URETRA
A. ANATOMI URETRA
12
Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-buli
sampai orifisium uretra eksterna glans penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria
dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior dibagi
menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi
meatus uretra, uretra pars pendulare dan uretra pars bulbosa. Dalam keadaan normal lumen
uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.
1. Urethra bagian anterior
Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm. Saluran ini dimulai dari meatus uretra, uretra
pars pendularis dan uretra pars bulbosa. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak
bebas diluar tubuh, sehingga bila memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah.
B. PEMBAGIAN
Berdasarkan anatomi, trauma uretra dibagi atas trauma uretra posterior yang terletak
proksimal diafragma urogenital dan trauma uretra anterior yang terletak distal diafragma
urogenital. Hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda
gejala klinis, pengelolaan serta prognosisnya.
13
sebagai spincter urethra melekat atau menempel pada daerah os pubis bagian bawah. Bila
terjadi trauma tumpul yang menyebabkan fraktur daerah tersebut, maka urethra pars
membranacea akan terputus pada daerah apeks prostat pada prostato membranaeous junction.
Patologi
Trauma uretra posterior biasanya disebabkan oleh karena trauma tumpul dan fraktur
pelvis. Uretra biasanya terkena pada bagian proksimal dari diafragma urogenital dan terjadi
14
perubahan posisi prostat kearah superior (prostat terapung = floating prostat) dengan
terbentuknya hematoma periprostat dan perivesika.
Gejala klinis
Pasien biasanya mengeluh tidak bisa kencing dan sakit pada daerah perut bagian bawah.
1. Darah menetes dari uretra adalah gejala yang paling penting dari ruptur uretra dan
sering merupakan satu-satunya gejala, yang merupakan indikasi untuk membuat
urethrogram retrograde. Kateterisasi merupakan kontraindikasi karena dapat
menyebabkan infeksi prostatika dan perivesika hematom serta dapat menyebabkan
laserasi yang parsial menjadi total. (9)
2. Tanda-tanda fraktur pelvis dan nyeri suprapubik dapat dijumpai pada pemeriksaan
fisik.
3. Pada pemeriksaan colok dubur, bisa didapatkan prostat mengapung (floating prostate)
pada ruptur total dari uretra pars membranacea oleh karena terputusnya ligament
puboprostatika.
Klasifikasi trauma uretra Colapinto & McCallum 1976 melalui gambaran uretrogram:
Tipe I : Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan). Foto
uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang.
Tipe II : Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-membranacea, sedangkan
diafragma urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras yang
masih terbatas di atas diafragma urogenitalis.
Tipe III : Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal
ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga di bawah
diafragma urogenitalia sampai ke perineum.
15
Retrograde urethrogram menunjukkan tipe I trauma uretra dengan peregangan yang minimal
(minimal stretching) dan slight luminal irregularity uretra posterior. Tidak tampak
extravasasi material kontras.
16
Retrograde urethrogram menunjukkan tipe III trauma uretra. Ektravasasi pada kedua organ
ekstraperitoneal yaitu pelvis dan perineum (proksimal dan distal diafragma urogenital).
Diagnosis
Trauma uretra posterior dapat didiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Trauma uretra posterior harus dicurigai bila terdapat darah sedikit di
meatus uretra disertai patah tulang pelvis, pasien seringkali datang dalam keadaan syok
karena fraktur pelvis atau cedera organ lain yang menimbulkan banyak perdarahan. Selain
itu, pada pemeriksaan colok dubur ditemukan prostat seperti mengapung karena tidak
terfiksasi lagi pada diafragma urogenital. Kadang sama sekali tidak teraba prostat lagi karena
pindah ke cranial. Pemeriksaan colok dubur harus dilakukan dengan hati-hati karena fragmen
tulang dapat mencederai organ lain, seperti rectum. Ditemukan juga retensi urin. Pemeriksaan
radiologi dapat menunjukkan adanya fraktur pelvis dan retrograde urethrogram akan
menunjukkan elongasi uretra atau ekstravasasi kontras pada pars membranacea.
Terapi
Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain
(abdomen dan fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan. Oleh karena
itu sebaiknya dibidang urologi tidak perlu melakukan tindakan yang invasif pada uretra.
Tindakan yang berlebihan akan menyebabkan timbulnya perdarahan yang lebih banyak pada
kavum pelvis dan prostat serta menambah kerusakan pada uretra dan struktur neurovaskuler
17
di sekitarnya. Kerusakan neurovaskuler menambah kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi
dan inkontinensia.
Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi untuk
diversi urine. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan primary endoscopic
realigment yaitu melakukan pemasangan kateter uretra sebagai splint melalui tuntunan
uretroskopi. Dengan cara ini diharapkan kedua ujung uretra yang terpisah dapat saling
didekatkan. Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca ruptura dan kateter uretra
dipertahankan selama 14 hari.
Sebagian ahli lain mengerjakan reparasi uretra (uretroplasti) setelah 3 bulan pasca
trauma dengan asumsi bahwa jaringan parut pada uretra telah stabil dan matang sehingga
tindakan rekonstruksi membuahkan hasil yang lebih baik.
Komplikasi
Penyulit
Penyulit yang terjadi pada ruptura uretra adalah striktura uretra yang sering kali
kambuh, disfungsi ereksi, dan inkontinensia urine. Disfungsi ereksi terjadi pada 13-30%
kasus disebabkan karena kerusakan saraf parasimpatik atau terjadinya insufisiensi arteria.
Inkontinensia urine lebih jarang terjadi, yaitu 2-4% yang disebabkan karena kerusakan
sfingter uretra eksterna.
Setelah rekonstruksi uretra seringkali masih timbul striktura (12-15%) yang dapat
diatasi dengan uretrotomia interna (sachse). Meskipun masih bisa kambuh kembali, striktura
ini biasanya tidak memerlukan tindakan uretroplasti ulangan.
18
Etiologi
Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah straddle
injury (cedera selangkangan) terjadi akibat jatuh terduduk atau terkangkang yaitu uretra
terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul atau objek yang keras, seperti batu, kayu,
atau palang sepeda, dengan tulang simfisis. Selain oleh cedera kangkang, juga dapat
disebabkan oleh instrumentasi urologik, seperti pemasangan kateter, businasi, dan bedah
endoskopi. (10)
Jenis kerusakan uretra yang terjadi berupa : kontusio dinding uretra, ruptur parsial,
atau ruptur total dinding uretra.
Patologi
19
Straddle injury. Retrograde urethrogram menunjukkan trauma uretra dengan extravasasi
material kontras dari distal bulbous urethra.
Diagnosis
Kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang atau
instrumentasi dan darah yang menetes dari meatus uretra sehingga pasien mengeluh adanya
perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum,
terlihat adanya hematom pada penis atau hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali
pasien tidak dapat miksi.
Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra.
Bila terjadi ruptur uretra total, penderita mengeluh tiak bisa buang air kecil sejak terjadi
trauma, dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan mungkin
ditemukan kandung kemih yang penuh.
Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena udem atau
bekuan darah. Abses periuretrial atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan
atau tanpa darah dapat meluas jauh, tergantung fasia yang turut rusak. Pada ekstravasasi ini
mudah timbul infiltrat yang disebut infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia
bila terjadi infeksi.
20
Pemeriksaan uretrografi retrograd pada kontusio uretra tidak menunjukkan adanya
ekstravasasi kontras, sedangkan pada ruptur uretra menunjukkan adanya ekstravasasi kontras
di pars bulbosa sehingga dapat memberi keterangan letak dan tipe ruptur uretra. (2)
Terapi
Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini dapat
menimbulkan penyakit striktura uretra di kemudian hari, maka setelah 4 – 6 bulan perlu
dilakukan pemeriksaan uretrografi ulangan. Pada ruptur uretra parsial dengan ekstravasasi
ringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urine. Kateter sitostomi
dipertahankan sampai 2 minggu sampai terjadi epitelisasi uretra yang cedera, dan dilepas
setelah diyakinkan melalui pemeriksaan uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi
kontras atau tidak timbul striktura uretra dan bila saat kateter sistostomi diklem ternyata
penderita bisa buang air kecil.
Namun jika timbul striktura uretra, dilakukan reparasi uretra atau sachse. Pada ruptur
uretra anterior total, langsung dilakukan pemulihan uretra dengan anastomosis ujung ke ujung
melalui sayatan parineal. Dipasang kateter silikon selama tiga minggu.
Tidak jarang ruptur uretra anterior disertai dengan ekstravasasi urine dan hematom
yang luas sehingga diperlukan debridement dan insisi hematoma untuk mencegah infeksi.
Reparasi uretra dilakukan setelah luka menjadi lebih baik.
·
21
Straddle injury. Retrograde urethrogram menunjukkan tipe V trauma uretra dengan
ekstravasasi material kontras dari uretra bulbosa distal.
5.TRAUMA PENIS
Trauma yang mencederai penis dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, terkena
mesin pabrik, ruptur tunika albuguinea, atau strangulasi penis. Pada trauma tumpul atau
terkena mesin, jika tidak terjadi amputasi total, penis cukup dibersihkan dan dilakukan
penjahitan primer. Jika terjadi amputasi penis total dan bagian distal dapat diidentifikasi,
dianjurkan dicuci dengan larutan garam fisiologis kemudian disimpan di dalam kantung es,
dan dikirim ke pusat rujukan. Jika masih mungkin dilakukan replantasi (penyambungan)
secara mikroskopik. (2)
Fraktur Penis
Fraktur penis adalah ruptura tunika albuginea korpus kavernosum penis yang
terjadi pada saat penis dalam keadaan ereksi. Ruptura ini dapat disebabkan karena
dibengkokkan sendiri oleh pasien pada saat masturbasi, dibengkokkan oleh pasangannya,
atau tertekuk secara tidak sengaja pada saat hubungan seksual. Akibat tertekuk ini, penis
menjadi bengkok (angulasi) dan timbul hematoma pada penis dengan disertai rasa nyeri.
22
Untuk mengetahui letak ruptura, pasien perlu menjalani pemeriksaan foto kavernosografi
yaitu memasukkan kontras ke dalam korpus kavernosum dan kemudian diperhatikan
adanya ekstravasasi kontras keluar dari tunika albuginea. (11)
Tindakan
Strangulasi Penis
Jeratan ini dapat terjadi pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Pada orang
dewasa penjeratnya berupa logam, tutup botol, atau karet yang biasanya dipasang pada
batang penis untuk memperlama ereksi. Pada anak kecil biasanya jeratan pada penis
dipasang oleh ibunya untuk mencegah ngompol (enuresis) atau bahkan secara tidak
sengaja terjadi pada bayi yang terjerat tali popok atau rambut ibunya. Jeratan pada penis
harus segera ditanggulangi dengan melepaskan cincin atau penjerat yang melingkar pada
penis.(2)
Karena edema yang begitu hebat, jeratan oleh cincin logam sulit untuk dilepaskan.
Beberapa cara untuk melepaskan cincin yang menjerat batang penis adalah: (1) memotong
logam itu dengan gerinda atau gergaji listrik, tetapi dalam hal ini energi panas yang
ditimbulkan dapat merusak jaringan penis, (2) melingkarkan tali pada penis pada sebelah
distal logam dan kemudian melepaskannya perlahan-lahan seperti pada Gambar 6-7, atau
(3) melakukan insisi pada penis yang telah mengalami edema dengan tujuan membuang
cairan (edema) sehingga logam dapat dikeluarkan.
Trauma yang dapat terjadi pada genitalia eksterna berupa: avulsi, crushing, luka
tajam, luka tumpul, atau luka bakar. (12)
23
Avulsi
Avulsi adalah kehilangan sebagian atau seluruh dinding skrotum. Biasanya terjadi
pada pekerja pabrik atau petani yang mempergunakan mesin pengolah lading. Celana dan
kulit skrotum atau kulit penis terjerat pada mesin yang sedang berputar. Tindakan
pertolongan pertama adalah memberikan analgetika, sedative, serta traquilizer untuk
menenangkan pasien. Kemudian dilakukan pencucian luka dari debris dan rambut yang
menempel dengan melakukan irigasi memakai air bersih dan kalau tersedia dengan garam
fisiologis. Tidak diperkenankan menyikat jaringan dan melakukan irigasi dengan antiseptic.
Dilakukan debridement jaringan yang mengalami nekrosis, tetapi diusahakan sedapat
mungkin jangan terlalu banyak membuang kulit skrotum yang masih hidup, karena skrotum
penting untuk membungkus testis.
Jika kulit skrotum yang tersisa tidak cukup membungkus testis, dianjurkan membuat
kantong di paha atau di inguinal untuk membungkus testis. Kantong di inguinal lebih mudah
membuatnya daripada kantong di paha, akan tetapi karena suhunya sama dengan suhu di
dalam rongga abdomen, testis yang diletakan di inguinal seringkali mengalami gangguan
dalam proses spermatogenesis. Karena itu pada pasien yang masih muda, sebaiknya testis
diletakkan pada kantong yang dibuat di paha.
Cara melepaskan logam yang melingkar pada penis, a. Cincin logam melingkar di
pangkal penis, b. Seutas tali dimasukkan di antara penis dan cincin, c. Bagian tali yang
24
berada di sebelah distal penis dilingkarkan pada batang penis sehingga d. diameter penis di
sebelah distal cincin lebih kecil daripada diameter lumen cincin, e. Perlahan-lahan cincin
dapat ditarik ke luar dengan tetap menambah lingkaran tali pada penis, f. Cincin dapat
dikeluarkan dari penis.
DAFTAR PUSTAKA
6. McAninch JW, Carroll PR. Major Bladder Trauma. Journal Urology. 2011.
25
8. Devine PC, et al. Posterior Urethral Injuries Associated With Pelvic Fractures.
Journal Urology. 2003.
10. McAninch JW, Santucci RA. Urogenital Trauma in Campbell’s Urology. 8th Edition.
Philadelpia: WB Sanders; 2002.
11. Orvis BR, et al. Penile Rupture. Urology Clin North. 2000.
26