Anda di halaman 1dari 44

KEBIASAAN BELAJAR DAN KONSEP DIRI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan dan


Bimbingan Peserta Didik

Dosen Pengampu
Dwi Ratnasari, M.Pd. / Ika Rifqiawati, M.Pd.

Disusun Oleh:

RANI MAHADIKA GUMANTI 2224190051


RESTY APRIANI 2224190086
AKBAR RAFIQ SHOLEH 2224190090

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan
Nikmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sangat
sederhana. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
Makalah berjudul “Kebiasaan Belajar dan Konsep Diri” ini kami buat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia dan bertujuan memberikan
kemudahan bagi para pembaca untuk lebih bisa memahami penggunaan tanda
baca.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan khususnya untuk para pembaca. Makalah ini memang kami akui
masih banyak kekurangan dalam penyusunan maupun isi, oleh karena itu kami
sangat berharap supaya para pembaca memberikan masukan-masukan yang
membangun kepada kami supaya menjadi lebih baik lagi dalam membuat makalah.

Serang, 29 Januari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................... i


Kata Pengantar ........................................................................................ ii
Daftar Isi .................................................................................................. iii

BAB I Pendahuluan ................................................................................. 4


1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3 Tujuan .................................................................................................. 5

BAB II Pembahasan ................................................................................ 6


2.1 Kebiasaan Belajar ................................................................................ 6
2.2 Gaya Belajar ....................................................................................... 16
2.3 Kebiasaan Berpikir ............................................................................. 25
2.4 Konsep Diri ........................................................................................ 30
2.5 Kemandirian Belajar .......................................................................... 35
2.6 Hubungan Konsep Diri dengan Kemandirian Belajar ....................... 40

BAB III Penutup .................................................................................... 43


3.1 Simpulan ............................................................................................ 43

Daftar Pustaka ........................................................................................ 44

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belajar merupakan suatu proses perubahan, baik perilaku, pengetahuan,
dan budaya. Hal ini terkait dengan bagaimana proses interaksi terjalin dengan
efektif saat guru kooperatif dengan peserta didik, yaitu tidak membeda-
bedakan perlakuan. Di samping guru harus bersikap arif, bijaksana, dan penuh
kasih sayang sebagai landasan dalam mentransformasikan ilmu pengetahuan,
sikap, dan budaya, guru juga dituntut untuk senantiasa mengetahui
karakteristik peserta didik, di antaranya, yaitu:
Pertama, Background Hight Quality Personality (Latar Belakang Kualitas
Perseorangan). Latar belakang inilah yang membuat peserta didik mempunyai
gaya belajarnya masing-masing, misalnya 40 jumlah peserta didik yang
tentunya memiliki gaya belajar yang berbeda-beda sesuai dengan bakat, minat,
dan perilaku yang dibawanya. Kedua, Sosial Budaya, yaitu peranan dan status
sosial yang tentunya masing-masing individu memiliki status sosial yang
heterogen, seperti halnya latar belakang keluarga yang termasuk golongan
high class (tinggi), middle class (menengah) dan law class (umum). Ketiga,
Psikologi, yaitu faktor kejiwaan yang mana masing-masing individu tentu
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dilihat dari segi motivasi,
kreativitas, dan kemampuan masing-masing peserta didik. Keempat,
Antropologi, yaitu dilihat dari struktur dan fisik seseorang yang memiliki ciri
khas yang berbeda-beda. Kelima, gaya belajar peserta didik yang bersifat
heterogen. Oleh karena itu, guru harus mampu memahami atas kondisi para
peserta didiknya sehingga guru dituntut untuk mampu mempersiapkan dan
menciptakan suasana yang kondusif dalam proses interaksi belajar mengajar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kebiasaan belajar, gaya belajar, kebiasaan
berpikir, konsep diri, dan kemandirian belajar?

4
2. Apa saja ciri-ciri kebiasaan belajar, gaya belajar, kebiasaan berpikir,
konsep diri, dan kemandirian belajar?
3. Apa saja jenis-jenis gaya belajar?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi kebiasaan belajar, gaya belajar,
kebiasaan berpikir, konsep diri, dan kemandirian belajar?
5. Bagaimana perkembangan konsep diri?
6. Apa hubungan antara konsep diri dengan kemandirian belajar?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu kebiasaan belajar, gaya belajar, kebiasaan
berpikir, konsep diri, dan kemandirian dalam belajar
2. Untuk mengetahui apa saja ciri-ciri kebiasaan belajar, gaya belajar,
kebiasaan berpikir, konsep diri, dan kemandirian belajar
3. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis gaya belajar
4. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi gaya belajar,
kebiasaan berpikir, konsep diri, dan kemandirian belajar
5. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan konsep diri
6. Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan kemandirian
belajar

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebiasaan Belajar


2.1.1 Pengertian Kebiasaan Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebiasaan memiliki kata dasar
“biasa” dengan tambahan imbuhan ke-an dan memiliki arti sesuatu yang
dikerjakan secara berulang; pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi
tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan dilakukannya secara
berulang untuk hal yang sama. Sedangkan definisi belajar menurut Ernest R.
Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252), belajar merupakan proses
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan
perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh
lainnya. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada
keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat,
seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.
Kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai suatu cara atau teknik yang
menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku,
mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan.
Djaali (2009: 128). Perbuatan kebiasaan belajar memerlukan konsentrasi
perhatikan dan pikiran dalam melakukannya. Sedangkan menurut Syah (2008),
kebiasaan belajar adalah proses penyusutan kecenderungan respon dengan
menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. The Liang Gie (1995: 192)
mengemukakan, bahwa kebiasaan belajar adalah segenap perilaku yang
ditunjukkan secara ajek dari waktu ke waktu dalam rangka pelaksanaan
pembelajaran. Usman Barat dalam Munawir Yusuf (2007: 22) memberikan
penjelasan mengenai pengertian kebiasaan belajar, yaitu pengulangan cara
belajar yang memberikan rasa nyaman kepada si pelajar. Kebiasaan belajar
terbentuk melalui proses belajar. Kebiasaan belajar adalah
suatu tingkah laku yang dilakukan oleh siswa secara teratur dan berulang-
ulang dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

6
Menurut Djaali (2009: 128) tentang kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar
dibagi ke dalam dua bagian, yaitu Delay Avoidan (DA) dan Work Methods
(WM). DA menunjukkan pada ketepatan waktu penyelesaian tugas-tugas
akademis, menghindarkan diri dari hal-hal yang memungkinkan tertundannya
penyelesaian tugas, dan menghilangkan rangsangan yang akan mengganggu
konsentrasi dalam belajar. Adapun WM menunjukkan kepada penggunaan cara
(prosedur) belajar yang efektif dan efisiensi dalam mengerjakan tugas
akademik dan keterampilan belajar. Kebiasaan belajar tidak dapat dibentuk
dalam waktu satu hari atau satu malam. Kebiasaan belajar perlu dikembangkan
sedikit demi sedikit. Kebiasaan belajar juga bukanlah suatu bakat alamiah atau
bawaan sejak lahir, melainkan suatu pembentukan dan salah satu faktor
internal yang mempengaruhi hasil belajar.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Belajar


Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan belajar pada siswa sangat
beragam. Faktor-faktor itu bisa berasal dari dalam diri siswa sendiri maupun
dari lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan belajar siswa ini
seharusnya dimanipulasi sedemikian rupa sehingga dapat membuat sebuah
perilaku kebiasaan belajar yang bersifat positif bagi siswa.
Kebiasaan belajar dapat terwujud dan dilaksanakan siswa dalam kaitannya
dengan aktivitas kehidupan yang nampak, yaitu dalam bentuk tingkah laku
khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah, kebiasaan belajar ini tidak
muncul dengan sendirinya melainkan dikondisikan dan dibentuk melalui
berbagai kegiatan baik melalui pengalaman, latihan, dan belajar yang
dilakukan secara terus menerus berkesinambungan dalam suasana
pembelajaran.
Pengalaman dan latihan itu sengaja dan disadari, atau merupakan proses
belajar sampai dengan tercapainya kematangan dan kemantapan dalam
mengambil keputusan, dan terjadi karena adanya proses pembelajaran dalam
pembentukan kebiasaan-kebiasaan. Selama proses pembelajaran, individu akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor luar individu (eksternal)
dan faktor dalam individu itu sendiri (internal). Sejalan dengan yang

7
diungkapkan Syamsu Yusuf (2006), bahwa kebiasaan belajar dapat
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, dan dapat dikembangkan
melalui latihan, pemahaman, perasaan dan keyakinan tentang manfaat belajar.
Sularti (2008) mengemukakan faktor dari luar dan dari dalam individu yang
mempengaruhi kebiasaan belajar, yaitu sebagai berikut.
1) Faktor dari luar individu yang sering berpengaruh pada kebiasaan belajar
adalah sebagai berikut:
a. Sikap guru. Guru yang kurang memahami dan mengerti tentang kondisi
siswa, guru tidak adil, kurang perhatian, khususnya pada anak-anak
yang kurang cerdas atau pada siswa yang memiliki gangguan emosi
atau lainnya, guru yang sering marah jika siswa tidak dapat
mengerjakan tugas.
b. Keadaan ekonomi orang tua. Siswa tidak sekolah atau alfa dapat
disebabkan siswa tidak memiliki uang transport untuk ke sekolah
karena lokasi sekolah sangat jauh dari rumah, atau siswa tidak dapat
mengerjakan tugas karena tidak memiliki buku LKS, dan kesulitan
belajar dirumah karena tidak memiliki buku paket dan kelengkapan
belajarnya.
c. Kasih sayang dan perhatian orang tua. Siswa malas pada umumnya
berasal dari keluarga yang broken home, orang tua bercerai, memiliki
ibu atau bapak tiri, sehingga orang tua kurang dapat mencurahkan
perhatian dan kasih sayang pada anaknya, anak merasa ditelantarkan,
disia-siakan, merasa bahwa dirinya tidak berarti.
2) Faktor dari dalam individu yang sering mempengaruhi adalah sebagai
berikut:
a. Minat, motivasi, dan cita-cita. Pada umumnya siswa yang memiliki
kebiasaan malas belajar atau sering tidak masuk sekolah karena tidak
memiliki cita-cita atau harapan.
b. Pengendalian diri dan emosi. Siswa malas dapat disebabkan siswa
tersebut tidak dapat menolak ajakan teman, perasaan takut, kecewa atau
tidak suka kepada guru, emosi yang tidak stabil seperti mudah
tersinggung, mudah marah, dan putus asa.

8
c. Kelemahan fisik, panca indra, dan kecacatan lainnya. Siswa yang
memiliki kekurangan fisik kurang dapat berkembang dengan normal
dimungkinkan memiliki sikap dan kebiasaan belajar kurang baik, siswa
ingin diperhatikan, kurang percaya diri dan sebaliknya sombong
sekedar menutupi kekurangannya.
d. Kelemahan mental seperti kecerdasan / intelegensi dan bakat khusus.
Bagaimanapun juga, faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan belajar
harus diarahkan agar terbentuk sebuah perilaku belajar yang positif. Dorongan
dan bimbingan dari orang tua, guru, dan orang-orang terdekat dengan siswa
sangat mempengaruhi terbentuknya kebiasaan belajar ini. Pada dasarnya dalam
proses pembelajaran sering timbul kesulitan belajar dikarenakan kebiasaan
belajar yang kurang baik. Gie (1987: 7) berpendapat, bahwa agar seseorang
dapat belajar dengan baik dia harus mengetahui terlebih dahulu metode, teknik,
kemahiran atau cara-cara yang efisien kemudian pengetahuan tersebut
dipraktikkan setiap hari sampai menjadi suatu kebiasaan belajar. Cara-cara
yang dipakai siswa dalam belajar akan menjadi suatu kebiasaan, kebiasaan
yang dapat mempengaruhi belajar siswa. Pada umumnya kebiasaan belajar
yang dilakukan para siswa baik di rumah maupun di sekolah, bahwa adanya
kecenderungan melakukan tingkah laku belajar apabila mereka akan
menghadapi ulangan atau ujian dan ada pekerjaan rumah saja. Siswa yang
mempunyai kebiasaan belajar yang baik, maka akan memperoleh prestasi yang
baik pula. Sebaliknya, siswa yang kebiasaan belajarnya tidak baik, maka
prestasi belajarnya tidak akan maksimal. Sebagaimana dikemukakan Hamalik
(1990: 30), bahwa cara belajar yang dipergunakan turut menentukan hasil
belajar yang diharapkan. Cara yang tepat akan menentukan hasil yang
memuaskan, sedangkan cara yang tidak sesuai akan menyebabkan belajar itu
kurang berhasil.

2.1.3 Teori Kebiasaan Belajar


Menurut Djamarah dan Zain (2006:57) inti daripada belajar adalah
pengulangan. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk mencapai suatu prestasi
belajar, maka seorang siswa harus rajin mengulang pelajarannya. Dengan kata

9
lain, seorang pelajar yang ingin mencapai hasil belajar yang baik, harus
membentuk suatu pola (kebiasaan) sehingga tingkah laku belajar itu efisien.
Dalam hal ini Slameto (2003:82) menyatakan bahwa kebiasaan belajar akan
mempengaruhi hasil belajar. Kebiasaan belajar di rumah bisa membawa
pengaruh ke sekolah (Djamarah, 2006:2003). Menanamkan kebiasaan yang
baik memang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama. Akantetapi,
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan juga sulit untuk diubahnya. Berdasarkan
pendapat Slameto (2003:82) dapat dinyatakan, bahwa kebiasaan belajar yang
baik itu meliputi: kebiasaan dalam mengikuti pelajaran, kebiasaan dalam
membaca buku, kebiasaan dalam memantapkan materi pelajaran, kebiasaan
dan kerajinan dalam mengerjakan tugas, dan kebiasaan dalam menghadapi
ujian.
Disiplin terhadap waktu yang sudah direncanakan untuk belajar
merupakan langkah awal untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Hal
ini sesuai dengan pendapat Hardjana (1994:8) bahwa seseorang yang memiliki
kebiasaan mulai belajar pada waktu yang direncanakan dan dapat belajar pada
waktu yang ditentukan, maka akan mendapat hasil belajar yang maksimal.
Menurut Slameto (2003:82) menyatakan bahwa seseorang harus membuat
jadwal belajar sehari sebelumnya. Adanya suatu rencana belajar dengan
pembagian waktu, maka akan selalu cukup waktu untuk belajar.
Sebagaimana Suryosubroto (1997:100) menyatakan bahwa semakin lama
siswa menggunakan waktu yang sungguh-sungguh untuk belajar, maka
semakin tinggi tingkat penguasaan terhadap materi yang dipelajari. Sedangkan
menurut Paul B. Diendrich dalam Sardiman (2007:101) bahwa di sekolah
siswa bukan hanya dituntut untuk mendengarkan dan mencatat, tetapi juga
aktif. Keaktifan dalam belajar dapat diwujudkan dalam bentuk bertanya,
berdiskusi, dan menanggapi permasalahan yang ada selama proses
pembelajaran (Hasibuan,dkk, 2006:7).
Mencatat materi pelajaran yang baik, bukanlah mencatat apa yang
diucapkan oleh guru, tetapi mencatat materi tersebut harus berdasarkan
pemahaman yang diterima atau berdasarkan bahasa sendiri. Seperti yang
dinyatakan oleh Suparno (2001:112) bahwa catatan merupakan ikhtisar tentang

10
hal-hal yang esensial yang terdapat dalam bahan bacaan atau pemaparan lisan
yang disimak dan mempunyai bentuk yang sederhana. Disamping itu mencatat
materi pelajaran hendaknya pada buku khusus dengan baik, rapi, lengkap, dan
teratur antara materi yang satu dengan yang lainnya (Slameto, 2003: 85).
Selain itu, memiliki kebiasaan membaca buku juga penting. Membaca
memiliki peranan yang sangat besar dalam belajar. Hampir sebagian besar dari
aktivitas belajar adalah membaca. Agar bisa belajar dengan baik, maka
diperlukan pula membaca dengan baik dan efisien. Menurut Zulfi (2008:16)
bahwa cara membaca buku yang efisien dapat dilakukan dengan strategi PQ4R
(Preview, Question, Read, Reflect, Recite, and Review).
Misalnya seorang siswa yang mempelajari buku biologi, sebelum
membaca hendaknya menyelidiki terlebih dahulu tujuan atau gambaran umum
mengenai buku tersebut (Preview). Setelah mengetahui tujuan atau gambaran
umum buku tersebut, kemudian pertanyakan tentang tujuan atau gambaran
umum tadi (Question). Setelah dilakukan dua langkah tersebut, barulah siswa
mulai membaca uraian selanjutnya (Read). Lebih lanjut, Slameto (2003:84)
menyatakan bahwa kebiasaan membaca yang baik adalah memperhatikan
kesehatan membaca, memiliki jadwal, membuat tanda/catatan-catatan,
memanfaatkan perpustakaan, membaca dengan sungguh-sungguh, dan
membaca dengan konsentrasi penuh. Di samping mengetahui cara membaca
yang baik, kesehatan membaca pun perlu diperhatikan. Menurut Slameto
(2003:84), kesehatan membaca meliputi buku yang dibaca terlihat jelas dengan
sinar yang terang, jarak mata dengan buku kira-kira 25-30 cm, dan membaca
pada meja belajar.

2.1.4 Indikator Kebiasaan Belajar.


Bentuk-bentuk dari kebiasaan belajar yang baik tersebut adalah:
1) Melakukan studi secara teratur setiap hari.
Jenis pekerjaan apapun akan memperoleh hasil yang baik apabila
dilakukan dengan teratur. Terlebih lagi dalam hal belajar. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ahmadi (2010: 86) bahwasannya pokok pangkal pertama
dari cara belajar yang baik adalah keteraturan.

11
Selanjutnya Ahmadi juga menuturkan bahwa pikiran yang teratur akan
menjadi modal yang tidak ternilai harganya. Karena hanya dengan pikiran
teratur, ilmu dapat dimengerti dan dikuasai.
Kesalahan yang sering dibuat para pelajar selama ini adalah menumpuk
pelajaran sampai saat ulangan atau sudah mendekati ujian. Pelajaran itu tidak
mungkin masuk ke otak dalam waktu yang sangat singkat,
walau bagaimanapun kerasnya ,mseorang siswa belajar. Kalaupun dapat
selesai mempelajarinya, materi pelajaran itu tidak akan dikuasanya dengan
baik. Hal inilah yang biasa disebut Cramming. Oleh karena itu, sebaiknya
seorang siswa membiasakan diri untuk teratur dalam belajar.
Dari berbagai percobaan telah dibuktikan, bahwa belajar yang terus
menerus dalam jangka waktu yang lama tanpa istirahat adalah belajar yang
tidak efisien dan tidak efektif. Oleh karena itu, belajar yang produktif
diperlukan adanya pembagian waktu belajar. Dalam hal ini, sebagaimana
dikemukakan dalam hukum jost tentang belajar, bahwasanya belajar 30
menit 2x sehari selama 6 hari lebih baik dan produktif dari pada sekali
belajar selama 6 jam (360) menit tanpa berhenti untuk istirahat.
2) Mempersiapkan semua keperluan studi pada malam hari sebelum keesokan
harinya berangkat kesekolah.
Siswa harus benar-benar mempersiapkan keperluan-keperluan yang
dibutuhkanya di sekolah setidaknya pada malam hari sebelum keesokan
harinya berangkat ke sekolah. Sehingga pada saat proses belajar mengajar
dimulai, siswa sudah siap dengan peralatan belajarnya seperti buku, bolpoint,
pensil, pengaris, penghapus buku PR dan lain sebagainya. Dengan begitu
keefektifan kegiatan belajar di sekolah tidak terganggu, hanya karena ada
peralatan yang tertinggal dirumah.
3) Senantiasa hadir di kelas sebelum pelajaran dimulai.
Disiplin akan membuat seseorang memiliki kecakapan mengenai cara
belajar yang baik, juga merupakan suatu proses kearah pembentukan watak
yang baik. Dan watak yang baik dalam diri seseorang akan menciptakan
suatu pribadi yang luhur. Dengan membiasakan diri untuk disiplin masuk
kelas sebelum guru memulai pelajaranya, maka siswa tidak akan ketinggalan

12
materi yang dibahas pada hari tersebut. Minimal siswa sudah siap di kelas 5
menit sebelum guru hadir dan memulai pelajarannya. Agar pemahaman
siswa terhadap materi juga lebih maksimal.
4) Terbiasa belajar sampai paham betul dan bahkan tuntas tak terlupakan lagi.
Seorang siswa akan selalu dituntut untuk benar-benar menguasai bahan
pelajaran secara lengkap sebelum melangkah pada materi berikutnya.
Memahami, mencatat dan menghafal materi merupakan satu kesatuan untuk
membantu agar siswa dapat menguasai bahan-bahan pelajarannya hingga
tuntas. Jika terdapat materi yang belum dimengerti dan sukar difahami,
siswa dapat menanyakanya pada guru atau pada temannya sehingga materi
yang sulit akan lebih mudah dipahami.
Siswa yang sulit memahami materi yang dipelajarinya terkadang
disebabkan karena kurangnya konsentrasi dalam belajar. Sedangkan menurut
Slameto, penyebab dari sulitnya berkonsentrasi adalah karena kurang
berminat terhadap mata pelajaran yang dipelajari; terganggu oleh keadaan
lingkungan seperti bising, keadaan yang kurang kondusif, cuaca buruk dan
lain-lain; pikiran kacau atau sedang mengalami banyak masalah sehingga
kondisi jiwa dan raganya terganggu, bosan terhadap sekolah/pelajaran dan
lain sebagainya.
5) Terbiasa mengunjungi perpustakaan.
Tidak seorang pun belajar tanpa bacaan. Dan perpustakaan adalah
gudang dari bacaan tersebut. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh
Ahmadi, bahwa dengan menjadi pengunjung perpustakaan yang setia dan
dapat mempergunakan perpustakaan dengan tangkas dan baik, maka seorang
pelajar akan menjadi seorang yang berpengetahuan.
Indikator siswa dengan kebiasaan belajar yang baik seperti
dirangkum Magforwomen.com, yaitu:
1) Punya lokasi khusus belajar.
Belajar yang baik tentunya harus dalam kondisi tenang dan senyaman
mungkin. Hal itu tidak akan terjadi jika anda belajar di sembarang tempat.
Anda membutuhkan ruang yang nyaman dan tidak berisik. Jika anda memilih
belajar di kamar, pastikan anda memiliki meja khusus untuk belajar dengan

13
posisi tubuh yang pas dibandingkan hanya tiduran di kasur. Anda butuh ruang
agar ponsel maupun komputer berjarak dari tempat tidur.
2) Memberi penekanan pada teks penting.
Siswa yang baik juga membiasakan meningkatkan pengheliatan mereka
secara visual ketika membaca. Memberi penekanan dengan spidol atau stabilo
untuk hal-hal yang penting saat membaca akan membantu siswa memahami
suatu hal lebih cepat. Bahkan, saat terlupa dengan pelajaran ketika ujian cara
tersebut akan sangat membantu. Setelah itu, anda juga bisa membuat catatan
kecil tentang perbandingan konsep yang baru dibaca.
3) Membuat jadwal.
Membuat jadwal belajar juga merupakan hal penting jika seorang siswa
ingin kegiatannya lebih teratur. Anda pun harus memiliki jam-jam tertentu
untuk belajar dengan tujuan-tujuan dan target. Penting juga agar anda bisa
seimbang melakukan berbagai kegiatan yang lain dan istirahat agar pikiran
tidak penuh dengan informasi pelajaran yang kadang membuat jenuh. Semakin
terencana dan terjadwal segala kegiatan, maka akan membuat diri semakin
relaks dan percaya diri menghadapi ujian.
4) Banyak berlatih.
Siswa yang baik dan cerdas pastinya sangat memahami pentingnya berlatih.
Sekedar mempelajari tiap bab tentu tidak cukup, anda harus menguji diri
sendiri sebagai tanda apakah anda menyerap pelajaran dengan baik dan sukses.
Latihlah kemampuan anda dengan menjawab soal-soal latihan ujian.
Indikator kebiasaan belajar yang buruk akan mempersulit siswa
memahami pengetahuan, menghambat kemajuan studi, dan akhirnya
mengalami kegagalan. Bentuk-bentuk dari kebiasaan belajar yang buruk, yaitu
hanya melakukan belajar secara mati-matian setelah ujian di ambang pintu,
mengumpulkan buku dan peralatan yang perlu dibawa sesaat sebelum
berangkat ke sekolah, sering terlambat masuk kelas, belajar seperlunya
sehingga butir-butir pengetahuan masih kabur dan banyak terlupakan, jarang
sekali masuk perpustakaan dan tidak tahu cara mempergunakan ensiklopedia
dan berbagai karya acuan lainnya.

14
2.1.5 Pentingnya Kebiasaan Belajar dalam Proses Belajar
Keberhasilan dalam belajar, tidak hanya di tentukan oleh kemampuan
dasar saja, tetapi juga di tentukan oleh bagaimana cara belajar. Kebiasaan
belajar merupakan cara-cara yang di lakukan pelajar dalam proses belajar.
Kebiasaan belajar ini sangat menentukan prestasi yang akan dicapai. Kebiasaan
belajar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan siswa, kegagalan
belajar yang dialami siswa karena tidak memiliki kebiasaan belajar yang baik.
Bukan tidak mungkin siswa yang memiliki kemampuan tinggi tidak mencapai
prestasi yang sesuai dengan kemampuan bahkan prestasinya di bawah siswa
yang mempunyai kemampuan rata-rata. Sebaliknya siswa yang memiliki
kemampuan rata-rata dapat mencapai prestasi yang optimal karena
menggunakan kebiasaan belajar yang efektif. Kebiasaan belajar yang efektif
mencakup cara mengatur waktu belajar dengan cara membuat jadwal sesuai
rencana aktifitas belajar yang akan di lakukan, cara membaca modul yang tepat,
berkonsentrasi yang baik dan melaksanakan ujian dalam keadaan tenang.
Kebiasaan belajar berhubungan dengan prestasi belajar siswa. Siswa yang
memiliki kebiasaan belajar baik akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi.
Maka dari itu kebiasaan belajar sangat penting dalam proses belajar.
Belajar secara efektif memerlukan banyak cara dan perjuangan. Belajar
efektif juga harus diterapkan pada keseharian siswa dalam menjalankan
tugasnya sebagai seorang pelajar. Cara belajar yang efektif sangat membantu
siswa dalam mengingat-ingat pelajaran sehingga nilai ulangan maupun ujian
siswa akan baik dan sesuai dengan keinginan siswa. Kebiasaan belajar yang
efektif juga akan berdampak dalam kehidupan sehari-hari siswa dimana
mereka akan senantiasa terbiasa melakukan sesuatu dengan hasil yang
maksimal namun mereka bisa menggunakan waktu yang minimal. Jika seorang
siswa tidak memiliki cara atau kebiasaan belajar yang efektif maka banyak
kerugian yang akan diterima, seperti rugi waktu, rugi tenaga yang akhirnya
akan berdampak buruk bagi siswa tersebut. Kerugian itu juga akan berdampak
pada orang-orang yang ada di sekitar siswa, khususnya orang tua yang sudah
susah payah menyekolahkan mereka.

15
2.2 Gaya Belajar
2.2.1 Pengertian Gaya Belajar
Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan mengenai
bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing orang
untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi yang sulit dan baru
melalui persepsi yang berbeda. Gaya bersifat individual bagi setiap orang, dan
untuk membedakan orang yang satu dengan orang yang lain. Dengan demikian
secara umum gaya belajar diasumsikan mengacu pada kepribadian-kepribadian,
kepercayaan kepercayaan, pilihan-pilihan dan perilaku-perilaku yang digunakan
oleh individu untuk membantu dalam suatu situasi yang telah dikondisikan.
Pada dasarnya, gaya belajar yang digunakan merupakan kunci untuk
mengembangkan kinerja dalam belajar. Perlu disadari bagaimana orang yang satu
dengan yang lain menyerap dan menggali informasi, dan dapat menjadikan belajar
dan berkomunikasi lebih mudah dengan gaya sendiri. Para ahli di bidang
pendidikan mencoba mengembangkan teori mengenai gaya belajar sebagai cara
untuk mencari jalan agar belajar menjadi hal yang mudah dan menyenangkan.
Sebagaimana kita ketahui, belajar membutuhkan konsentrasi. Situasi dan kondisi
untuk berkonsentrasi sangat berhubungan dengan gaya belajar. Jika kita
mengenali gaya belajar, maka kita dapat mengelola pembelajaran pada kondisi
apa, dimana, kapan dan bagaimana cara pembelajaran yang baik dan efektif.
Gaya belajar setiap orang dipengaruhi oleh faktor alamiah pembawaan dan
faktor lingkungan. Jadi ada hal-hal tertentu yang tidak dapat diubah dalam diri
seseorang bahkan dengan latihan sekalipun. Tetapi ada juga hal-hal yang dapat
dilatihkan dan disesuaikan dengan lingkungan yang terkadang justru tidak dapat
diubah. Gaya belajar siswa sangat mempengaruhi hasil yang didapat dalam proses
belajar. Menurut Nasution (2013:94) Gaya Belajar adalah cara yang konsisten
yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi,
cara mengingat, berfikir dan memecahkan soal. Menurut Dunn dan Dunn dalam
Nasution (2013:94) menjelaskan bahwa, “Gaya Belajar merupakan kumpulan
karakteristik pribadi yang membuat suatu pembelajaran efektif untuk beberapa
orang dan tidak efektif untuk orang lain”. Dengan gaya belajar, peserta didik akan
lebih mudah memahami pelajaran. Sebagian peserta didik lebih suka pendidik

16
mengajar dengan cara menullis pelajaran di papan tulis lalu memahaminya.
Sedangkan menurut Bobbi Deporter & Hernacki (2016:109) Gaya
Belajar merupakan suatu kombinasi dan bagaimana seseorang menyerap, dan
kemudian mengolah informasi. Berarti gaya belajar berhubungan dengan cara
belajar yang paling disukai.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, gaya belajar dapat disimpulkan
sebagai cara seseorang dalam menerima hasil belajar dengan tingkat penerimaan
yang optimal dibandingkan dengan cara yang lain. Setiap orang memiliki gaya
belajar masing-masing. Pengenalan gaya belajar sangat penting. Bagi guru dengan
mengetahui gaya belajar tiap siswa maka guru dapat menerapkan teknik dan
strategi yang tepat dalam pengembangan diri. Hanya dengan penerapan yang
sesuai maka tingkat keberhasilannya lebih tinggi. Seorang siswa juga harus
memahami jenis gaya belajarnya. Dengan demikian, ia telah memiliki
kemampuan mengenal diri yang lebih baik dan mengetahui kebutuhannya.
Pengenalan gaya belajar akan memberikan pelayanan yang tepat terhadap apa dan
bagaimana sebaiknya disediakan dan dilakukan agar pembelajaran dapat
berlangsung optimal.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Belajar


Pada dasarnya gaya belajar yang digunakan merupakan kunci untuk
mengembangkan kinerja dalam belajar. Perlu disadari bagaimana orang yang satu
dengan yang lain menyerap dan menggali informasi, dan dapat menjadikan belajar
dan berkomunikasi lebih mudah dengan gaya sendiri. Pada beberapa sekolah dasar
lanjutan di Amerika, para guru menyadari cara yang optimal dalam mempelajari
informasi baru. Mereka memahami bahwa beberapa siswa perlu diajarkan cara-
cara yang lain dari metode mengajar standar. Jika siswa-siswi ini diajarkan
dengan metode standar kemungkinan kecil mereka dapat memahami apa yang
diberikan. Mengetahui gaya belajar yang berbeda ini telah membantu para guru di
mana pun untuk dapat mendekati semua atau hamper semua siswa hanya dengan
menyampaikan informasi dengan gaya yang berbeda-beda. Setiap orang memiliki
dan mengembangkan gaya belajar tersendiri yang dipengaruhi oleh tipe
kepribadian, kebiasaan atau habit, serta berkembang sejalan dengan waktu dan

17
pengalaman. Pola atau gaya belajar tersebut dipengaruhi oleh jurusan atau bidang
yang digeluti, yang selanjutnya akan mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam
meraih prestasi yang di harapkan. Menurut David Kolb dalam Ghufron dan
Risnawita (2013:101) gaya belajar siswa dipengaruhi oleh tipe kepribadian,
jurusan yang dipilih, karier kebiasaan atau habit, serta berkembang sejalan dengan
waktu dan pengalaman. Gaya Belajar seorang anak tidak semuanya sama, hal ini
dikarenakan bahwa gaya belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Mengutip dari
buku Quantum Learning Bobbi Deporter & Mike Hernacki menurut Rita Dunn
(2016:110) dikemukakan:
1. Faktor Internal
a. Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah mencakup dua bagian yaitu kesehatan dan cacat tubuh.
Faktor kesehatan berpengaruh pada kegiatan belajar. Proses belajar akan
terganggu, selain itu akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing,
mengantuk bila badannya lemah, kurang darah ataupun gangguan pada alat
indera serta tubuh. Sedangkan cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan
kurang kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat itu bisa berupa
buta, tuli, setengah tuli, patah kaki, lumpuh dan lain-lain.
b. Faktor Psikologis
Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor
psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktorfaktor itu adalah intelegensi,
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesepian.
c. Faktor Kelelahan
Kelelahan pada manusia walaupun susah dipisahkan tetapi dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani
terlihat dengan menurunnya daya tahan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani
dapat dilihat dengan adanya kurangnya minta belajar, kelesuan dan kebosanan
untuk belajar, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Keluarga

18
Seseorang yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara
orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan
keadaan ekonomi keluarga.
b. Faktor Sekolah
Faktor Sekolah yang akan mempengaruhi cara atau gaya belajar siswa
antara lain metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa,
hubungan siswa dengan siswa, disiplin atau tata tertib sekolah, suasana belajar,
standar pelajaran, keadaaan gedung, letak sekolah dan lainnya. Faktor guru
misalnya, kepribadian guru, kemampuan guru memfasilitasi siswa dan
hubungan antara guru dengan siswa turut mempengaruhi cara atau gaya belajar
siswa.
c. Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga mempengaruhi terhadap
gaya belajar siswa. Faktor-faktor masyarakat yang mempengaruhi cara atau
gaya belajar siswa meliputi kegiatan peserta didik dalam masyarakat, mass
media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.

2.2.3 Macam-Macam Gaya Belajar


Gaya belajar yang dimiliki siswa banyak sekali macamnya dan unik bila
dilihat. Gaya belajar adalah metode terbaik yang memungkinkan dalam
mengumpulkan dan menggunakan pengetahuan secara spesifik. Setiap individu
memungkinkan untuk memiliki satu macam gaya belajar atau dapat memiliki
kombinasi dari Gaya Belajar yang berbeda. Tanpa disadari dan direncanakan
sebelumnya, setiap anak memiliki cara belajarnya sendiri. Mencoba mengenali
“Gaya Belajar” anak, dan tentunya setelah guru mengenali gaya belajarnya sendiri
akan membuat belajar-mengajar jauh lebih efektif. Menurut Witkin dkk, dalam
Ghufron dan Risnawita (2013:86) ada dua tipe Gaya Belajar pada individu yaitu,
Gaya Belajar dan Gaya Belajar Field Independence.
1. Gaya Belajar Field Dependence
Gaya Belajar Field Dependence adalah ketika individu mempersepsikan diri
dikuasai oleh lingkungan. Contoh sederhana individu yang mempunyai Gaya
Belajar Field Dependence adalah ketika individu tersebut naik bus dan ingin

19
membaca buku, individu dengan gaya ini akan merasa terganggu dan kurang
konsentrasi dengan suasana berisik dan gaduh dalam bus tersebut.
2. Gaya Belajar Field Independence
Gaya Belajar Field Independence adalah apabila individu mempersepsikan
diri bahwa bahwa sebagian besar perilaku tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
Contoh sederhana individu yang mempunyai Gaya Belajar Field Independence
adalah ketika individu tersebut naik bus dan ingin membaca buku, individu
dengan gaya ini bisa berkonsentrasi dalam dan tidak merasa terganggu dengan
suasana bus yang berisik dan gaduh.
Sedangkan menurut David Kolb dalam Ghufron dan Risnawita (2013:97)
mengemukakan ada tiga macam gaya belajar sebagai berikut:
1. Gaya Diverger
Gaya Belajar Diverger merupakan kombinasi dari perasaan dan pengamatan.
Individu dengan tipe diverger unggul dalam melihat situasi konkret dari banyak
sudut pandang yang berbeda. Pendekatannya pada setiap situasi adalah
mengamati dan bukan bertindak, termasuk perilaku orang lain diskusi dan
sebagainya. Individu seperti menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk
menghasilkan ide-ide (brainstorming), mempelajari hal-hal baru, biasanya juga
menyukai isu budaya. Ingin segera mengalami suatu pengalaman, misalnya
memecahkan suatu persoalan, dan tidak takut untuk mencoba.
2. Gaya Assimilator
Gaya Belajar Assimilator merupakan kombinasi dari berpikir dan mengamati.
Individu dengan tipe assimilator memiliki kelebihan dalam memahami berbagai
sajian informasi yang dikumpulkan dari berbagai berbagai sumber, dan
dipandang dari berbagai berbagai perspektif dirangkum dalam suatu format yang
logis, singkat dan jelas.
3. Gaya Konverger
Gaya Belajar Konverger merupakan kombinasi dari berpikir dan berbuat.
Individu dengan tipe konverger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari
berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punye kemampuan yang baik dalam
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. d. Gaya Akomodator Gaya
Belajar Akomodator merupakan kombinasi dari perasaan dan tindakan. Individu

20
dengan tipe akomodator memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil
pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan
melibatkan dirinya dalam pengalaman baru dan menantang.
Sedangkan Menurut Bobbi Deporter & Mike Hinercki (2016:119), Gaya Belajar
dibagi dalam 3 jenis atau modalitas belajar yaitu:
1. Gaya Belajar Visual (Belajar dengan Cara Melihat)
Seseorang yang memiliki gaya belajar visual cenderung belajar melalui
hubungan visual (penglihatan). Dengan demikian dalam belajar visual yang
sifatnya eksternal, ia menggunakan materi atau media yang bisa dilihat atau
mengeluarkan tanggapan indera penglihatan. Bagi siswa yang bergaya belajar
visual, penglihatan (mata) merupakan peranan yang sangat penting dalam hal ini
metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak/dititikberatkan
pada peragaan atau media, obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut,
atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau
menggambarkannya di papan tulis. Lirikan ke atas bila berbicara, berbicara
dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan
penting adalah mata atau penglihatan (visual), dalam hal ini metode pengajaran
yang digunakan guru lebih banyak/dititikberatkan pada peragaan atau media, ajak
mereka ke objek-objek yang berkaitan dengan pelajaran, atau dengan
menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarakannya di
papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa
tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka
cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka
berpikir menggunakan tampilantampiulan visual, seperti diagram, buku pelajaran
bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai
detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
2. Gaya Belajar Auditorial (Belajar dengan Cara Mendengar)
Gaya belajar auditorial ini cenderung menggunakan pendengaran/audio
sebagai sarana mencapai keberhasilan dalam belajar.Gaya belajar auditori yang
bersifat eksternal adalah dengan mengeluarkan suara atau ada suara. Gaya
auditori yang bersifat internal adalah memerlukan suasana yang hening-hening
sebelum mempelajari sesuatu. Setelah itu diperlukan perenungan beberapa saat

21
terhadap materi apa saja yang telah dikuasai dan yang belum. Anak yang
mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan
diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Informasi tertulis
terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya.
Anak seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks
dengan keras dan mendengarkan kaset.
3. Gaya Belajar Kinestetik (Belajar dengan Cara Bergerak, Bekerja dan
Menyentuh)
Gaya belajar ini belajar melalui gerakan-gerakan sebagai sarana memasukkan
informasi ke dalam otaknya. Penyentuhan dengan bidang objek sangat disukai
karena mereka dapat mengalami sesuatu dengan diri sendiri. Gaya belajar jenis
ini bersifat eksternal adalah melibatkan kegiatan fisik, membuat model,
memainkan peran, berjalan dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat internal
menekankan pada kejelasan makna dan tujuan sebelum memperlajari sesuatu hal.
Lirikkan ke bawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai
gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan
sesuatu. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan
mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat.
Berdasarkan beberapa macam model gaya belajar yang dikemukakan olehh
para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya belajar pada penelitian ini
mengangkat teori dari Bobbi Deporter & Mike Hernacki, yaitu gaya belajar siswa
terdiri dari Gaya Belajar Visual, Gaya Belajar Auditori, Gaya Belajar Kinestetik.

2.2.4 Ciri - ciri Gaya Belajar


Banyak ciri perilaku lain merupakan petunjuk kecendrungan belajar. Ciri-
ciri berikut ini membantu anda menyesuaikan dengan modalitas belajar yang
terbaik. Menurut Bobbi Deporter dan Mike Hernacki (2016: 117) ciri-ciri gaya
belajar sebagai berikut:
1. Ciri-ciri Gaya Belajar Visual, yaitu:
1) Rapi dan teratur
2) Berbicara dengan cepat
3) Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik

22
4) Teliti dan detail
5) Mementingkan penampilan
6) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam
pikiran mereka
7) Mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar
8) Mengingat dengan asosiasi visual
9) Biasanya tidak terganggu oleh keributan
10) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis,
dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya
11) Pembaca cepat dan tekun
12) Lebih suka membaca daripada dibacakan
13) Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
14) Menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya/ tidak
15) Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada berpidato
16) Lebih suka seni dari pada musik
2. Ciri-ciri Gaya Belajar Auditorial, yaitu:
1) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
2) Mudah terganggu oleh keributan
3) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
4) Dapat mengulangi kembali dan mengulangi nada, birama, dan warna suara
5) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
6) Berbicara dalam irama yang terpola
7) Biasanya pembicara yang fasih
8) Lebih suka musik daripada seni
9) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang di diskusikan
daripada yang dilihat
10) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menulisnya
11) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
12) Suka berbicara, berdiskusi, dan penjelasan yang panjang lebar
13) Bermasalah dengan pekerjaan yang melibatkan visualisasi
3. Ciri-ciri Gaya Belajar Kinestetik, yaitu:
1) Berbicara dengan perlahan

23
2) Menanggapi perhatian fisik
3) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
4) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
5) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
6) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
7) Belajar melalui memanipulasi dan praktik
8) Mengahafal dengan cara berjalan dan melihat
9) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
10) Banyak menggunakan isyarat tubuh
11) Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama
12) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah
berada di tempat itu
13) Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
14) Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot mereka mencerminkan
aksi dengan gerakan tubuh saaat membaca
15) Kemungkinan tulisannya jelek
16) Ingin melakukan segala sesuatu
17) Menyukai permainan yang menyibukkan

2.2.5 Hakekat Gaya Belajar


Gaya belajar siswa merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam
belajar. Setiap siswa tentu memiliki gaya belajar yang berbeda. Mengetahui gaya
belajar siswa yang berbeda ini dapat membantu para guru dalam menyampaikan
bahan pembelajaran kepada semua siswa sehingga hasil belajar akan lebih efektif.
Dunn dan dunn dalam Nasution (2013:95 mengatakan bahwa “gaya belajar
merupakan kumpulan karakteristik pribadi yang membuat suatu pembelajaran
efektif untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang lain”. Berarti gaya
belajar berhubungan dengan cara anak belajar, serta cara belajar yang paling
disukai.

2.2.6 Upaya Mengoptimalkan Gaya Belajar Siswa

24
Strategi belajar bersifat individual, artinya strategi belajar yang efektif bagi
diri seseorang belum tentu efektif bagi orang lain. Untuk memperoleh strategi
belajar efektif, seseorang perlu mengetahui serangkaian konsep yang akan
membawanya menemukan strategi belajar yang efektif bagi dirinya sendiri.
Menurut Bobbi Deporter dan Mike Hinarcki (2016:124) strategi untuk
mempermudah proses belajar anak meliputi :
a. Strategi untuk Gaya Belajar Visual
1) Gunakan materi visual seperti, gambar diagram dan peta
2) Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting
3) Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi
4) Gunakan multi-media (contohnya computer dan video)
5) Ajak anak mencoba mengilustrasikan idenya ke dalam gambar
b. Strategi untuk Gaya Belajar Auditorial
1) Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi, baik di dalam kelas
maupun di dalam keluarga
2) Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras
3) Gunakan musik untuk mengajarkan anak
4) Diskusikan ide dengan anak secara verbal
5) Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia
untuk mendengarkannya sebelum tidur
c. Strategi untuk Gaya Belajar Kinestetik
1) Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam
2) Ajak anak belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya
3) Gunakan pewarna untuk menghilte hal penting dalam bacaan
4) Izinkan anak belajar sambil mendengarkan musik
Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar anak. Jika diberikan strategi
yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik.
Gaya belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar. Artinya setiap orang
mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda.

2.3 Kebiasaan Berpikir

25
Kebiasaan berpikir (habits of mind) merupakan perilaku cerdas seseorang
dalam memecahkan masalah. Pada bagian subbab kebiasaan berpikir (habits of
mind) berisi tentang teori-teori mengenai kebiasaan berpikir dan indikator
mengendalikan impulsivitas, uraiannya adalah sebagai berikut.
2.3.1 Pengertian Kebiasaan Berpikir (Habits of mind)
Kebiasaan berpikir (habits of mind) pertama kali dikembangkan oleh
Costa dan Kallick pada tahun 1985 dan selanjutnya dikembangkan oleh banyak
tokoh, salah satunya adalah oleh Marzano pada tahun 1992, dalam bukunya yang
berjudul “a different kind of classroom”, ia menyatakan bahwa kebiasaan berpikir
(habits of mind) merupakan salah satu dari lima dimensi belajar yaitu:
(1) Sikap dan persepsi atau attitude and perceptions,
(2) Memperoleh dan Mengintergrasikan Pengetahuan atau acquire and integrate
knowledge,
(3) Mengembangkan atau Menghaluskan Pengetahuan atau extending dan refining
knowledge,
(4) Menggunakan Pengetahuan Secara Bermakna atau using knowledge
meaningfull,
(5) Kebiasaan berpikir atau habits of mind (Bidari, 2016, hlm. 9).
Kebiasaan berpikir (habits of mind) didefinisikan oleh Costa dan Kallick
sebagai karakteristik dari apa yang dilakukan oleh orang cerdas ketika mereka
dihadapkan dengan permasalahan yang solusinya tidak dapat diketahui dengan
mudah (Costa dan Kallick, 2012, hlm. 16). Kemudian menurut Marita, kebiasaan
berpikir (habits of mind) adalah sekelompok keterampilan, sikap, dan nilai yang
memungkinkan orang untuk memunculkan kinerja atau kecerdasan tingkah laku
berdasarkan stimulus yang diberikan untuk membimbing siswa menghadapi atau
menyelesaikan isu-isu yang ada (Marita, 2014, hlm. 10). Kebiasaan berpikir
(habits of mind) mengisyaratkan bahwa perilaku membutuhkan suatu kedisiplinan
pikiran yang dilatih sedemikian rupa, sehingga menjadi kebiasaan untuk terus
berusaha melakukan tindakan yang lebih bijak dan cerdas. Hal ini dapat dipahami
karena segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh seorang individu merupakan
konsekuensi dari kebiasaan pikirannya. Ketika menghadapi masalah, siswa
cenderung membentuk pola perilaku intelektual tertentu yang dapat mendorong

26
kesuksesan individu dalam menyelesaikan masalah tersebut (Miliyawati, 2014,
hlm. 178). Oleh karena itu kebiasaan berpikir (habits of mind) yang dimiliki
seseorang akan mempengaruhi kesuksesaannya, salah satunya adalah
kesuksesannya dalam belajar biologi di sekolah.

2.3.2 Indikator Kebiasaan Berpikir (Habits of mind)


Menurut pendapat Marzano kebiasaan berpikir (habits of mind)
dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Self regulation
Self regulation meliputi: (a) menyadari pemikirannya sendiri, (b) membuat
rencana secara efektif, (c) menyadari dan menggunakan sumber-sumber
informasi yang diperlukan, (d) sensitif terhadap umpan balik, dan (e)
mengevaluasi keefektifan tindakan.
2. Critical thinking
Critical thinking meliputi: (a) akurat dan mencari akurasi, (b) jelas dan
mencari kejelasan, (c) bersifat terbuka, (d) menahan diri dari sifat impulsif, (e)
mampu menempatkan diri ketika ada jaminan, (f) bersifat sensitif dan tahu
kemampuan temannya.
3. Creative thinking
Creative thinking meliputi: (a) dapat melibatkan diri dalam tugas meski
jawaban dan solusinya tidak segera nampak, (b) melakukan usaha semaksimal
kemampuan dan pengetahuannya, (c) membuat, menggunakan, memperbaiki
standar evaluasi yang dibuatnya sendiri, (d) menghasilkan cara baru melihat
situasi yang berbeda dari cara biasa yang berlaku pada umumnya (Marzano, 2011
hlm.262).
Sedangkan menurut Costa dan Kallick kebiasaan berpikir (habits of mind)
diidentifikasikan kedalam enambelas karakteristik. Maka Costa dan Kallick
membagi kebiasaan berpikir (habits of mind) ke dalam 16 indikator yaitu
berteguh hati; mengendalikan impulsivitas; mendengarkan dengan pengertian dan
empati; berpikir fleksibel; berpikir tentang berpikir (metakognisi); memeriksa
akurasi; mempertanyakan dan menemukan permasalahan; menerapkan
pengetahuan masa lalu di situasi baru; berpikir dan berkomunikasi dengan jelas

27
dan cermat; mencari data dengan semua indra; berkreasi, berimajinasi, berinovasi;
menanggapi dengan kekaguman dan keheranan; mengambil risiko bertanggung
jawab; melihat humor; berpikir secara independen; bersedia untuk terus belajar
(Costa dan Kallick, 2012 hlm.15).

2.3.3 Indikator Mengendalikan Impulsivitas


Impulsif menurut KBBI adalah bersifat cepat bertindak secara tiba-tiba
menurut gerak hati. Mengendalikan impulsivitas artinya dapat mengelola sifat
cepat bertindak secara tiba-tiba, dengan kata lain lebih berhati-hati dalam
melakukan tidakan. Seseorang yang memiliki kebiasaan ini mampu melakukan
pemecahan masalah yang efektif selalu berhati-hati: mereka berpikir sebelum
bertindak. Mereka secara sadar membuat sebuah visi produk, perencanaan
tindakan, sasaran, atau tujuan sebelum mereka mulai beraksi. Mereka berusaha
menjernihkan dan memahami berbagai arah tindakan, mereka membuat strategi
pendekatan masalah, dan mereka menolak penilaian yang tergesa-gesa tentang
sebuah gagasan sebelum mereka benar-benar memahaminya. Orang-orang yang
penuh pertimbangan selalu memikirkan pilihan dan konsekuensi dalam arah-arah
yang dapat mereka ambil sebelum mereka beraksi. Mereka mengurangi kebutuhan
uji coba dengan mengumpulkan informasi, memanfaatkan waktu untuk
memikirkan sebuah jawaban sebelum mereka mengemukakannya, memastikan
bahwa mereka memahami arah-arah itu, dan mau mendengarkan pendapat yang
berbeda (Costa dan Kallick, 2012 hlm.19). Saat siswa sedang menjadi impulsif,
siswa kerapkali langsung mengutarakan jawaban yang pertama muncul di pikiran
mereka. Kadang-kadang meneriakkan jawaban, mulai bertindak sebelum benar-
benar mengerti arah masalah, tanpa memiliki rencana atau strategi yang
terorganisir untuk mendekati sebuah masalah, atau membuat penilaian yang
tergesa-gesa tentang sebuah gagasan (mengkritisi atau memujinya) sebelum
mereka memahaminya secara penuh. Orang yang impulsif mungkin akan lebih
memilih untuk menuruti saran pertama yang diberikan orang lain atau melakukan
ide pertama yang muncul di pikiran mereka daripada mempertimbangkan
alternatif dan konsekuensi dari berbagai arah yang dapat diambil (Costa dan
Kallick, 2012 hlm.19). Saat siswa sedang menjadi kurang impulsif, kita

28
menyaksikan mereka mengklarifikasi tujuan, merencanakan sebuah strategi
pemecahan masalah, menyelidiki strategi pemecah-masalah yang lain, dan
memperdebatkan akibat tindakan mereka sebelum mereka melakukannya. Mereka
berpikir sebelum menghapus, dan mereka memperhatikan hasil-hasil dari segala
percobaan dan kegagalan agar dapat menghindari tindakan asal-asalan. Ketika
para siswa telah mengembangkan kebiasaan mengendalikan impulsivitas, mereka
melakukan pemecahan masalah, dan mereka memperhatikan dengan cermat apa
yang terjadi selama pelajaran atau kegiatan didalam kelas lainnya. Mereka
mencatat apa yang dapat membantu saat memecahkan sebuah masalah, dan
berbagai kegiatan, seperti mencatat diskusi, sehingga mereka dapat mengingat
hal-hal yang ingin mereka katakan saat giliran mereka bicara tiba (Costa dan
Kallick, 2012 hlm. 195).
Menurut Costa dan Kallick, 2012 hlm. 196, dengan sebuah daftar tilik,
indikator-indikator mengendalikan impulsivitas dapat dinyatakan sebagai berikut:
a. Menggunakan waktu tunggu sebagai kesempatan berpikir mengenai sebuah
masalah.
b. Memperhatikan hasil percobaan dan setiap kegagalan untuk menentukan
tindakan selajutnya.
c. Memperhatikan hal-hal yang dapat membantu.
d. Menggunakan strategi untuk mengatur diri sendiri seperti membuat catatan.
Sumarmo dalam makalahnya menjelaskan mengandalikan impulsivitas
yaitu mengatur kata hati, artinya seseorang yang mampu berpikir reflektif dan
dapat menyelesaikan masalah secara berhati-hati, mempertimbangkan beragam
alternatif dan konsekuensinya dengan memilih informasi yang relevan (Bidari,
2016, hlm. 14). Menurut Marzano pada kebiasaan berpikir (habits of mind),
mengandalikan impulsivitas termasuk kedalam kategori berpikir kritis yaitu
menahan diri dari sifat impulsif. Menahan impulsif adalah kebiasaan mental atau
menahan diri untuk tidak membuat komentar yang tidak pantas di kelas. Hal ini
termasuk memahami jenis situasi di mana pengendalian diperlukan dan kemudian
mengetahui bagaimana menghentikan diri untuk bertindak terlalu cepat. Bahkan
jika bertindak berdasarkan dorongan yang terkadang diinginkan, kemampuan
untuk menahan impulsif dengan tepat dapat menyelamatkan hubungan pekerjaan,

29
dan bahkan kehidupan (Marzano, 2011 hlm.279). Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa mengendalikan impulsivitas adalah kebiasaan berpikir
mengendalikan sifat impulsif atau mengatur kata hati, dimana siswa yang
memiliki kebiasaan ini mampu menyelesaikan masalah secara berhati-hati yaitu
dengan mengumpulkan banyak informasi untuk memahami masalah, membuat
rencana dan strategi dalam bertindak memecahkan masalah, mempertimbangkan
alternatif dan konsekuensi sebelum bertindak memecahkan masalah,
menggunakan waktu untuk berpikir sebelum bertindak memecahkan masalah, di
ukur dengan instrumen penilaian kinerja dan penilaian produk siswa.

2.4 Konsep Diri


2.4.1 Pengertian Konsep Diri
Menurut Carl Rogers, konsep diri merupakan gestalt konseptual yang
teratur dan bersifat konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang ciri atau
karakteristik diri kita atau persepsi yang kita miliki tentang hubungan antara diri
kita dengan orang lain, apa pendapat orang lain tentang diri kita dan juga berbagai
aspek tentang kehidupan kita. Konsep diri merupakan gabungan dari pandangan
diri kita tentang orang tua kita, teman kita, pasangan kita, juga dari atasan kita,
karyawan, atlit dan juga dari artis yang kita idolakan. Sehingga jelas bahwa
konsep diri seseorang terdiri dari gabungan berbagai persepsi yang merefleksikan
peran spesifik dalam konteks kehidupan. Konsep diri adalah citra subjektif dari
diri dan percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap & persepsi bawah sadar
maupun sadar. Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi
manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai
membentuk konsep diri saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis
ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seseorang
mempunyai masa kanak-kanak yang aman dan stabil, maka konsep diri masa
remaja anak tersebut secara mengejutkan akan sangat stabil. Ketidaksesuaian
antara aspek tertentu dari kepribadian dan konsep diri dapat menjadi sumber stres
atau konflik.
Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama
lain. Klien yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat

30
meningkatkan konsep diri. Termasuk persepsi indvidu akan sifat dan
kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang
berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Lebih
menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara
utuh, baik fisikal, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Kepribadian yang
sehat disebut dengan istilah fully functioning person yang memiliki ciri-ciri
terbuka pada pengalaman, hidup pada masa kini, percaya pada diri sendiri,
mengalami kebebasan dan kreatifitas. Kelima ciri tersebut berjalan secara
berurutan, bila seseorang tidka terbuka pengalamannya maka ia tidak bisa hidup
pada masa kini, tidak percaya pada diri sendiri dan seterusnya.
Konsep diri belum ada saat dilahirkan, tetapi dipelajari dari pengalaman
unik melalui eksplorasi diri sendiri hubungan dengan orang dekat dan berarti bagi
dirinya. Dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan
orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana
individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Konsep diri
berkembang dengan baik apabila budaya dan pengalaman di keluarga dapat
memberikan perasaan positif, memperoleh kemampuan yang berarti bagi
individu/lingkungan dan dapat beraktualissasi, sehingga individu menyadari
potensi dirinya. Respons individu terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang
rentang konsep diri yaitu dari adaptif sampai maladaptive.
Sedangkan menurut para ahli konsep diri memiliki beragam definisi.
Seifert dan Hoffnung (1994), mendefinisikan konsep diri sebagai suatu
pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep diri. Kemudian Santrock
(1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu
dari konsep diri. Adapun Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah
keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri,
perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Menurut
Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang
diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater, 1984) mendefinisikan konsep
diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks diri keyakinan yang dimiliki
seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan
tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Selanjutnya, Cawagas (1983)

31
menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan
dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya,
kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya. Stuart dan
Sudeen (1998) memaparkan konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan,
dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu
dalam berhubungan dengan orang lain.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara
seseorang untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide, pikiran,
kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan
orang lain.

2.4.2 Dimensi Konsep diri


Para ahli psikologi juga berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-
dimensi konsep diri. Namun, secara umum sejumlah ahli menyebutkan 3 dimensi
konsep diri, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda. Calhoun
dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan dimensi utama dari konsep diri,
yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan, dan dimensi penilaian. Paul J.
Cenci (1993) menyebutkan ketiga dimensi konsep diri dengan istilah: dimensi
gambaran diri (sell image), dimensi penilaian diri (self-evaluation), dan dimensi
cita-cita diri (self-ideal). Sebagian ahli lain menyebutnya dengan istilah: citra diri,
harga diri dan diri ideal.

2.4.3 Perkembangan Konsep Diri


Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Kita tidak
dilahirkan dengan konsep diri tertentu. Bahkan ketika kita lahir, kita tidak
memiliki konsep diri, tidak memiliki pengetahuan tentang diri, dan tidak memiliki
pengharapan bagi diri kita sendiri, serta tidak memiliki penilaian apa pun terhadap
diri kita sendiri. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter.
Konsep diri merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses
perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi dalam
waktu singkat, melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan.

32
Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri berkembang terus sepanjang
hidup manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai
berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan
mengalami sensasi dari tubuhnya dan lingkungannya, dan individu akan mulai
dapat membedakan keduanya. Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang
hidup. Setiap tahap perkembangan mempunyai aktivitas spesifik yang membantu
seseorang dalam mengembangkan konsep diri yang positif.
1. Bayi
Apa yang pertama kali dibutuhkan seorang bayi adalah pemberi perawatan
primer dan hubungan dengan pemberi perawatan tersebut. Bayi menumbuhkan
rasa percaya dari konsistensi dalam interaksi pengasuhan dan pemeliharaan
yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain. Kontak dengan orang lain, dan
penggalian lingkungan memperkuat kewaspadaan diri. Tanpa stimulasi yang
adekuat dari kemampuan motorik dan penginderaan, perkembangan citra
tubuh dan konsep diri mengalami kerusakan. Pengalaman pertama bayi
dengan tubuh mereka yang sangat ditentukan oleh kasih sayang dan sikap ibu
adalah dasar untuk perkembangan citra tubuh.
2. Anak Usia Bermain
Anak-anak beralih dari ketergantungan total kepada rasa kemandirian dan
keterpisahan diri mereka dari orang lain. Mereka mencapai keterampilan
dengan makan sendiri dan melakukan tugas higien dasar. Anak usia bermain
belajar untuk mengoordinasi gerakan dan meniru orang lain. Mereka belajar
mengontrol tubuh mereka melalui keterampilan locomotion, toilet training,
berbicara dan sosialisasi.
3. Usia prasekolah
Pada masa ini seorang anak memiliki inisiatif, mengenali jenis kelamin,
meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan keterampilan berbahasa, dan
sensitive terhadap umpan balik keluarga. Anak-anak belajar menghargai apa
yang orang tua mereka hargai. Penghargaan dari anggota keluarga menjadi
penghargaan diri. Kaluarga sangat penting untuk pembentukan konsep diri
anak dan masukan negatif pada masa ini akan menciptakan penurunan harga

33
diri dimana orang tersebut sebagai orang dewasa akan bekerja keras untuk
mengatasinya.
4. Anak usia sekolah
Pada masa ini seorang anak menggabungksn umpan balik dari teman
sebaya dan guru. Dengan anak memasuki usia sekolah, pertumbuhan menjadi
cepat dan lebih banyak didapatkan keterampilan motorik, sosial dan
intelektual. Tubuh anak berubah, dan identitas seksual menguat, rentan
perhatian meningkat dan aktivitas membaca memungkinkan ekspansi konsep
diri melalui imajinasi ke dalam peran, perilaku dan tempat lain. Konsep diri
dan citra tubuh dapat berubah pada saat ini karna anak terus berubah secara
fisik, emosional, mental dan sosial.
5. Masa remaja
Masa remaja membawa pergolakan fisik, emosional, dan sosial. Sepanjang
maturasi seksual, perasaan, peran, dan nilai baru harus diintegrasikan ke dalam
diri. Pertumbuhan yang cepat yang diperhatikan oleh remaja dan orang lain
adalah faktor penting dalam penerimaan dan perbaikan citra tubuh. Masa
remaja merupakan masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak ke masa
dewasa yang sering dihadapkan kepada ketidakpastian. Remaja atau diartikan
pula sebagai adolescence adalah masa perkembagan dari masa naka-naka
menuju masa dewasa yang mencakup perkembangan biologis, kognitif, dan
sosial emosional. Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan
erat dengan pembentukan identitas. Pengamanan dini mempunyai efek penting.
Pengalaman yang positif pada masa kanan-kanak memberdayakan remaja
untuk merasa baik tentang diri mereka. Pengalaman negatif sebagai anak dapat
mengakibatkan konsep diri yang buruk. Mereka mengumpulkan berbagai
peran perilaku sejalan dengan mereka menetapakan rasa identitas.
6. Masa dewasa muda
Pada masa dewasa muda perubahan kognitif, sosial dan perilaku terus
terjadi sepanjang hidup. Dewasa muda adalah periode untuk memilih. Adalah
periode untuk menetapakan tanggung jawab, mencapai kestabilan dalam
pekerjaan dan mulai melakukan hubungan erat. Dalam masa ini konsep diri
dan citra tubuh menjadi relatif stabil. Konsep diri dan citra tubuh adalah kreasi

34
sosial, penghargaan dan penerimaan diberikan untuk penampilan normal dan
perilaku yang sesuai berdasarkan standar sosial. Konsep diri secara konstan
terus berkembang dan dapat diidentifikasi dalam nilai, sikap, dan perasaan
tentang diri.
7. Usia dewasa tengah
Usia dewasa tengah terjadi perubahan fisik seperti penumpukan lemak,
kebotakan, rambut memutih dan varises. Tahap perkembangan ini terjadi
sebagai akibat perubahan dalam produksi hormonal dan sering penurunan
dalam aktivitas mempengarui citra tubuh yang selanjutnya dapat mengganggu
konsep diri. Tahun usia tengah sering merupakan waktu untuk mengevaluasi
kembali pengalaman hidup dan mendefinisikan kembali tentang diri dalam
peran dan nilai hidup. Orang usia dewasa tengah yang manerima usia mereka
dan tidak mempunyai keinginan untuk kembali pada masa-masa muda
menunjukkan konsep diri yang sehat.
8. Lansia
Perubahan pada lansia tampak sebagai penurunan bertahap struktur dan
fungsi. Terjadi penurunan kekuatan otot dan tonus otot. Konsep diri selama
masa lansia dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup. Masa lansia
adalah waktu dimana orang bercermin pada hidup mereka, meninjau kembali
keberhasilan dan kekecewaan dan dengan demikian menciptakan rasa
kesatuan dari makna tentang diri makna tentang diri mereka dan dunia
membentu generasi yang lebih muda dalam cara yang positif sering lansia
mengembangkan perasaan telah meninggalkan warisan.

2.5 Kemandirian Belajar


2.5.1 Pengertian Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar akan didefinisikan secara integral dari pengertian
kemandirian dan pengertian belajar.
a. Pengertian Kemandirian
Menurut Herman Holstein, kemandirian adalah sikap mandiri yang inisiatifnya
sendiri mendesak jauh ke belakang setiap pengendalian asing yang
membangkitkan swakarsa tanpa perantara dan secara spontanitas yakni ada

35
kebebasan bagi keputusan, penilaian, pendapat, pertanggung jawaban tanpa
menggantungkan orang lain. Konsep kemandirian belajar bertumpu pada prinsip
bahwa individu yang belajar hanya akan sampai kepada perolehan hasil belajar,
mulai keterampilan, pengembangan penalaran, pembentukan sikap sampai kepada
penemuan diri sendiri, apabila ia mengalami sendiri dalam proses perolehan hasil
belajar tersebut. Kemandirian (kematangan pribadi) dapat didefinisikan sebagai
keadaan kesempurnaan dan keutuhan kedua unsur (budi dan akal) dalam kesatuan
pribadi. Dengan perkataan lain, manusia mandiri adalah pribadi dewasa yang
sempurna. Menurut Brawer yang dikutip oleh M Chabib Thoha mengartikan
kemandirian adalah suatu perasaan otonom. Sikap kemandirian menunjukkan
adanya konsistensi organisasi tingkah laku pada seseorang, sehingga tidak goyah,
memiliki self reliance atau kepercayaan diri sendiri. Seseorang yang mempunyai
sikap mandiri harus dapat mengaktualisasikan secara optimal dan tidak
menggantungkan diri kepada orang lain.
b. Pengertian Belajar
Menurut Dr. Musthofa Fahmi belajar adalah aktivitas yang menghasilkan
perubahan-perubahan tingkah laku atau pengalaman. Dengan kata lain yang lebih
rinci belajar adalah suatu aktivitas atau usah yang disengaja dan menghasilkan
perubahan, berupa sesuatu yang baru berkenaan dengan aspek psikis dan fisik
yang relatif bersifat konstan. Cronbach berpendapat bahwa belajar adalah suatu
aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Menurut Drs. Slameto belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
Jadi kesimpulannya, kemandirian dalam belajar adalah suatu perubahan dalam
diri seseorang untuk melakukan aktivitas belajar dengan cara mandiri atas dasar
motivasinya sendiri dan merupakan hasil dari pengalaman dan latihan diri sendiri
tanpa bergantung pada orang lain untuk menguasai suatu materi tertentu sehingga
bisa dipakai untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

2.5.2 Ciri-Ciri Kemandirian Belajar

36
Berdasarkan pengertian kmandirian belajar tersebut, maka ciri-ciri
kemandirian belajar dapat dikenali. Spancer dan Koss, merumuskan ciri-ciri
perilaku mandiri sebagai berikut:
a. Mampu mengambil inisiatif.
b. Mampu mengatasi masalah.
c. Penuh ketekunan.
d. Memperoleh kepuasan dari hasil usahanya.
e. Berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orng lain.
Dalam bukunya, Chabib Thoha mengutip pendapatnya Brawer bahwa ciri-
ciri perilaku mandiri adalah sebagai berikut:
a. Seseorang mampu mengembangkan sikap kritis terhadap kekuasaan yang
datang dari luar dirinya. Artinya mereka tidak segera menerima begitu saja
pengaruh orang lain tanpa dipikirkan terlebih dahulu segala kemungkinan yang
akan timbul.
b. Adanya kemampuan untuk membuat keputusan secara bebas tanpa dipengaruhi
oleh orang lain.
Berdasarkan pendapat tersebut dicermati secara mendalam akan nampak rumusan-
rumusan tentang ciri-ciri kemandirian belajar sebagai berikut:
1. Mampu berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif
2. Dapat menemukan identitas dirinya
3. Memiliki inisiatif dalam setiap langkahnya
4. Membuat pertimbangan-pertimbangan dalam tindakannya
5. Bertanggung jawab atas tindakannya
6. Dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhanya sendiri
7. Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain

2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian dalam Belajar


Kemandirian belajar sebagaimana belajar pada umumnya banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian dalam belajar menurut beberapa ahli, diantaranya
adalah:

37
a. Menurut Sumadi Suryabrata faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
belajar dibagi menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
1. Faktor Eksternal, faktor yang berasal dari luar diri pelajar. Faktor ini dibedakan
menjadi 2 (dua) golongan, yaitu:
a) Faktor-Faktor Non Sosial
Yang termasuk faktor ini sangat banyak jumlahnya yakni meliputi faktor-
faktor yang berasal dari luar selain manusia, misalnya keadaan udara, suhu udara,
cuaca, waktu (pagi/siang/malam), tempat (letak, gedung), alat-alat yang dipakai
untuk belajar (alat tulis, buku-buku, alat peraga).
b) Faktor-Faktor Sosial
Yang dimaksud faktor-faktor sosial adalah faktor manusia (sesama
manusia) baik manusia itu hadir (ada) maupun kehadirannya itu tidak secara
langsung hadir. Kehadiran orang lain pada waktu seseorang sedang belajar,
banyak sekali mengganggu belajar. Misalnya kalau satu kelas muridnya sedang
mengerjakan ujian, lalu terdengar banyak anak-anak lain bercakap-cakap di
samping kelas, atau seseorang sedang belajar di kamar, satu atau dua orang hilir
mudik keluar masuk kamar belajar itu, dan sebagainya.
2. Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri pelajar. Faktor ini
digolongkan menjadi dua, yaitu:
a) Faktor Fisiologis, faktor ini dibedakan dalam dua macam, yaitu:
i. Keadaan tonus jasmani pada umumnya. Keadaan tonus akan dapat
mempengaruhi kegiatan belajar, seperti kekerungan gizi dapat
menyebabkan seseorang itu kurang bersemangat dalam belajar.
ii. Keadaan fungsi jasmani tertentu, yang dimaksud di sini adalah kurang
berfungsinya indra seseorang yang indranya atau salah satunya akan
berpengaruh dalam kegiatan belajar.
b) Faktor psikologis, yang dimaksud faktor ini diantaranya adalah motif, sikap,
perhatian, bakat, tanggapan, pengamatan, minat dan intelegensi. Selain itu,
menurut N. Frandien sebagaimana yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata
sebagai berikut:
1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.

38
2. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
selalu maju.
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan
teman-teman.
4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha
yang baru, baik dengan kooperasi maupun dengan kompetisi.
5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.
6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar.
b. Menurut Bimo Walgito (1997: 46), faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian adalah sebagai berikut.
1. Faktor Eksogen, adalah faktor yang berasal dari luar seperti keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Faktor yang berasal dari keluarga misalnya keadaan
orang tua, banyak anak dalam keluarga, keadaan sosial ekonomi dan sebagainya.
Faktor yang berasal dari sekolah misalnya, pendidikan serta bimbingan yang
diperoleh dari sekolah, sedangkan faktor dari masyarakat yaitu kondisi dan sikap
masyarakat yang kurang memperhatikan masalah pendidikan.
2. Faktor Endogen, adalah faktor yang berasal dari siswa sendiri, yaitu faktor
fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis mencakup kondisi fisik siswa,
sehat atau kurang sehat, sedangkan faktor psikologis yaitu bakat, minat, sikap
mandiri, motivasi, kecerdasan dan lain-lain.

2.5.4 Upaya Meningkatkan Kemandirian dalam Belajar


Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa setiap manusia dapat
berkembang secara maksimal dalam hal kemandirian belajar, jika dalam proses
pembelajaran memberikan peluang kepada siswa untuk membuat keputusan
mengenai proses pembelajaran itu sendiri. Berikut ini adalah beberapa pendapat
para ahli mengenai upaya yang dapat membantu seorang individu menjadi lebih
mandiri dalam belajar, diantaranya sebagai berikut:
1. Burt Sisco dalam Hiemstra (1998: 8) membuat sebuah model yang membantu
individu untuk menjadi lebih mandiri dalam belajar. Menurut Sisco ada 6
langkah kegiatan untuk membantu individu menjadi lebih mandiri dalam
belajar, yaitu:

39
(1) pre-planning (aktivitas sebelum proses pembelajaran),
(2) menciptakan lingkungan belajar yang positif,
(3) mengembangkan rencana pembelajaran,
(4) mengidentifikasi aktivitas pembelajaran yang sesuai,
(5) melaksanakan kegiatan pembelajaran dan monitoring, dan
(6) mengevaluasi hasil pembelajar individu.
2. Bonson berpendapat bahwa kemandirian siswa dapat ditingkatkan dalam
beberapa prinsip yang mencakup:
1) Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran
2) Memberikan pilihan sumber pembelajaran
3) Memberikan kesempatan untuk memilih dan memutuskan
4) Memberikan semangat kepada siswa
5) Mendorong siswa melakukan refleksi.

2.6 Hubungan antara Konsep Diri dengan Kemandirian Belajar


Konsep diri merupakan persepsi yang dimiliki seseorang mengenai dirinya
sendiri. Siswa yang memiliki konsep diri positif dapat lebih mudah dalam
memahami dirinya dengan baik, termasuk dalam hal memahami potensi yang
ada pada dirinya. Dalam proses belajar, siswa akan terdorong untuk mencapai
prestasi belajar yang baik dengan segenap potensi yang dimilikinya tersebut.
Selain itu, konsep diri positif yang dimiliki siswa membuatnya memiliki
kemandirian belajar yang baik, seperti siswa dapat membuat perencanaan
dalam belajar, memiliki inisiatif dalam mencari sumber belajar, dan percaya
diri terhadap kemampuan yang dimilikinya. Dengan perilaku-perilaku yang
ditampilkan oleh siswa tersebut, maka keyakinan tersebut menjadi dasar bagi
siswa untuk lebih mandiri dalam belajarnya dan tidak tergantung pada orang
lain. Sehingga semakin baik/tinggi konsep diri yang dimiliki siswa, maka
semakin baik/tinggi tingkat kemandirian belajar siswa.
Hasil penelitian ini didukung dengan pendapat Nylor (Desmita, 2014:
171) yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki konsep diri positif dapat
menentukan target prestasi belajar yang realistis dan mengarahkan kecemasan
akademis dengan belajar keras dan tekun, serta aktivitas-aktivitas mereka

40
selalu diarahkan pada kegiatan akademis. Mereka juga memperlihatkan
kemandirian dalam belajar, sehingga tidak tergantung pada guru semata.
Konsep diri merupakan persepsi seseorang tentang keyakinan, pandangan, dan
penilaian terhadap dirinya sendiri. Sedangkan kemandirian belajar diartikan
sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan
sendiri dan tanggung jawab sendiri oleh pembelajar (Umar Tirtarahardja dan
S.L. La Sulo, 2005: 50). Konsep diri dapat mempengaruhi perilaku siswa
dalam proses pendidikan dan prestasi belajar mereka. Konsep diri positif akan
membentuk kemandirian belajar siswa. Artinya, semakin tinggi konsep diri
siswa maka semakin tinggi pula kemandirian belajar siswa. Hal ini sejalan
dengan pendapat Coopersmith (Rifa Hidayah, 2009: 71) bahwa konsep diri
tinggi/positif akan membuat anak kreatif, mandiri, ekspresif, dan percaya diri.
Siswa yang memiliki konsep diri positif akan tertarik dan mampu
melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajarnya. Dengan
adanya konsep diri positif pada diri siswa membuat siswa sadar akan
kewajibannya dalam belajar, sehingga siswa belajar berdasarkan kemauannya
sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain dan dalam belajar siswa yakin
terhadap kemampuan yang dimilikinya, sehingga tidak tergantung pada orang
lain. Sebaliknya, semakin rendah konsep diri yang dimiliki siswa maka
semakin rendah pula kemandirian belajar yang dimiliki siswa. Hal ini didukung
dengan pendapat Rusman (2014: 357) yang menyatakan bahwa kegiatan
belajar mandiri merupakan salah satu bentuk kegiatan belajar yang lebih
menitikberatkan pada kesadaran belajar seseorang atau lebih banyak
menyerahkan kendali pembelajaran kepada diri siswa. Siswa yang memiliki
konsep diri yang rendah cenderung tidak tertarik dan merasa tidak mampu
melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajarnya. Hal ini
menyebabkan siswa kurang memiliki kesadaran akan kewajibannya dalam
belajar sehingga siswa belajar berdasarkan paksaan dari orang lain (orang tua
dan guru) dan dalam belajar siswa kurang yakin terhadap kemampuan yang
dimilikinya sehingga tergantung pada orang lain. Semakin tinggi tingkat
konsep diri yang dimiliki siswa maka semakin tinggi pula tingkat kemandirian
belajar yang dimiliki siswa. Sebaliknya, semakin rendah tingkat konsep diri

41
yang dimiliki siswa maka semakin rendah pula tingkat kemandirian belajar
yang dimiliki siswa.

42
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kebiasaan belajar merupakan serangkaian tingkah laku yang dilakukan
secara konsisten/berulang oleh siswa dalam kegiatan belajarnya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kebiasaan belajar ada 2, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Terdapat teori dan indikator yang harus ada dalam kebiasaan belajar
agar bisa mendapatkan hasil belajar yang maksimal serta prestasi belajar yang
memuaskan. Kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan siswa, kegagalan belajar yang dialami siswa karena tidak
memiliki kebiasaan belajar yang baik. Maka dari itu kebiasaan belajar
merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar jika ingin mendapat
prestasi belajar yang baik. Sementara itu, gaya belajar disimpulkan sebagai
cara seseorang dalam menerima hasil belajar dengan tingkat penerimaan yang
optimal dibandingkan dengan cara yang lain.
Adapun kebiasaan berpikir (habits of mind) mengisyaratkan bahwa
perilaku membutuhkan suatu kedisiplinan pikiran yang dilatih sedemikian rupa,
sehingga menjadi kebiasaan untuk terus berusaha melakukan tindakan yang
lebih bijak dan cerdas. Hal ini dapat dipahami karena segala bentuk tindakan
yang dilakukan oleh seorang individu merupakan konsekuensi dari kebiasaan
pikirannya. Konsep diri merupakan cara seseorang untuk melihat dirinya secara
utuh dengan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui
individu dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, konsep diri
terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan
hingga dewasa. Kemandirian dalam belajar adalah suatu perubahan dalam diri
seseorang untuk melakukan aktivitas belajar dengan cara mandiri atas dasar
motivasinya sendiri dan merupakan hasil dari pengalaman dan latihan diri
sendiri tanpa bergantung pada orang lain untuk menguasai suatu materi tertentu
sehingga bisa dipakai untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

43
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Prima. 2012. Hubungan Kebiasaan Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas
VII B SMP Negeri 13 Malang. Malang: PT Rineka Cipta.

Handry, M dan Heyes, S. 1989. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, Elizabeth B.,Meitasari T dan Muslichah Z. 1990. Perkembangan Anak Jilid


I. Jakarta: Erlangga.

Kristanti, Fransiska Silvia Bety. “Hubungan Kebiasaan Belajar Siswa Dan Hasil
Akademik Siswa Dalam Mata Pelajaran Bahasa Inggris Para Siswa Kelas II SMP
Pengudi Luhur Sedayu Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007”. 2007, 16.

Kuswanti, Eko. Hubungan Antara Keberhasilan Belajar dengan Penilaian Terhadap


Sistem Evaluasi dengan Prestasi Belajar Mahasiswa. jpp, (2010), Volume 8
Nomor 1.

Monks, F.J, Knoers, A. M. P, Haditono. 1998. Psikologi Perkembangan: Pengantar


Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Prasetya, Ignatius Gemilau Ragil. “Bimbingan Belajar Efektif Untuk Meningkatkan


Kebiasaan Belajarpada Siswa Kelas VII”. Kajian Ilmiah Psikologi (Januari ,
2013), No 1, Vol. 2, Januari - Juni 2013, hal. 1 – 4.

Purwanto, M Ngalim.(2000). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Roida, Siagian Eva Flora. “Pengaruh Minat dan Kebiasaan Belajar Siswa Terrhadap
Prestasi Belajar Matematika”. Jurnal Formatif , 2(2): 122-131.

Santrock J. W. 1995. Life Span Development Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta.

Susilawati dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Syah, Muhibbin.(1999). Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Tanta. 2010. Pengaruh Gaya Belajar terhadap Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata
Kuliah Biologi Umum Program Studi Pendidikan Biologi Universitas
Cendrawasih. Kreatif. 1(1): 7–21.

Umar Tirtaraharja dan Lasula, Pengantar Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2000,
hlm.50, 122-123.

44

Anda mungkin juga menyukai