Anda di halaman 1dari 9

Summary Akuntansi Perbankan Syari’ah

(Pertemuan Ke-2)

Nama (NIM) : Ananda Mohammad Rizky Setiawan (11180820000086)

Kelas : Akuntansi 5B

Judul : Konsep, Prinsip Dasar Transaksi Keuangan Syari’ah dan Sistem

Operasional Keuangan Syari’ah

Sumber : 1. Haniffa, R., Hudaib, M., dan Mirza, Abdul M. “Accounting Policy

Choice Within The Islami’iah Framework”

2. Kamia, R dan Alsoufi, Rana. “Critical Muslim Intelectual’s

Discourse and The Issue of Interest: Implications For Islamic

Accounting and Banking

3. Velayutham, S.“Convenstional Accounting vs Islamic Accounting:

The Debated Revisited”


Pendahuluan

Perkembangan lembaga keuangan Islam dan keyakinan yang tumbuh bahwa asumsi

yang mendasari sistem akuntansi keuangan konvensional tidak sesuai dengan

keyakinan dan nilai-nilai Islam telah berkontribusi pada pengembangan penelitian

akuntansi Islam dan laporan perusahaan Islam. Peneliti akuntansi Islam telah melabeli

laporan keuangan yang digunakan saat ini di seluruh dunia sebagai laporan akuntansi

keuangan konvensional, dan menyerukan pengembangan standar akuntansi Islam.

Selain itu, sejumlah masyarakat Islam (misalnya: Arab Saudi, Iran, Pakistan,

Malaysia dan Brunei) telah menerapkan syari’at Islam dalam banyak bidang

kehidupan, termasuk dalam transaksi keuangan. Maka dari itu, Accounting and

Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dibentuk pada

tahun 1991.

Dalam Islam, para sarjana memandang akuntansi sebagai fungsi jaminan yang

berusaha untuk dibangun al-adl (keadilan sosial ekonomi) dan al-falah (sukses di

dunia ini dan akhirat) melalui prosedur formal, rutinitas, pengukuran objektif,

pengendalian dan pelaporan, sesuai dengan syari’at Islam. Lebih lanjut, Hayashi

menjelaskan bahwa akuntansi Islam adalah teori yang berpikir bagaimana dapat

mengalokasikan sumber daya secara adil. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

bahwa akuntansi lebih dari sekedar aktivitas teknis. Ini adalah instrumen, dan

instrumen yang kuat, untuk mencapai keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat.
Perspektif akuntansi Islam memperluas hubungan kontraktual perusahaan untuk

memasukkan hubungan dengan Allah ( Tuhan) dan semua ciptaan-Nya. Hal ini, pada

gilirannya, membedakannya dari hubungan kontraktual konvensional perusahaan.

Bidang politik, ekonomi, sosial, serta agama fitur semua membentuk keputusan

dalam masyarakat. Ini adalah pengakuan atas hubungan kontraktual dengan Allah dan

ciptaan-Nya, sebuah konsep yang disebut uqud ( kontrak), yang mendefinisikan

perilaku yang sesuai dari individu dan perusahaan dalam bisnis Islam.

Tinjauan Pustaka

Prinsip Islam yang memiliki dampak terbesar pada ekonomi Islam adalah larangan

pembayaran bunga (riba), penjualan aset berisiko (gharar) dan perjudian atau

spekulasi (maysir). Riba atau bunga dilarang dalam prinsip Islam karena dianggap

memperkuat kecenderungan kekayaan menumpuk di tangan segelintir orang dan

dengan demikian mengurangi kepedulian manusia terhadap sesamanya. Beberapa

pengaturan pembagian untung dan rugi yang berbeda yang dikembangkan oleh

lembaga keuangan Islam termasuk mudharabah (pembiayaan perwalian), murabahah

(pembiayaan perdagangan plus biaya), musyarakah (pembiayaan partisipasi) dan

Ijarah (sewa guna Islam).


Selanjutnya Islam melarang penjualan aset berisiko atau gharar. Gharar terjadi ketika

pihak-pihak yang bertransaksi kurang memiliki pengetahuan tentang objek transaksi,

saat objek tidak ada saat ini, atau ketika objek menghindari kendali pihak.

Terakhir, Islam tidak mengizinkan partisipasi umat Islam dalam aktivitas yang

dianggap tidak bermoral atau antisosial seperti perjudian, konsumsi alkohol, dan

pornografi.

Selain prinsip Islam di atas, ada beberapa konsep penting dalam memahami

pandangan dunia Islam terkait dengan kegiatan komersial antara lain tauhid (kesatuan

Allah), khalifah (wakil), ibadah (menyembah), halal dan haram, ummah (komunitas)

dan maslahah ( kepentingan umum).

Syari’at Islam didasarkan pada dua sumber dasar, yaitu Al-Qur'an (kata dari Allah)

dan Hadits (ucapan, persetujuan dan tindakan Nabi Muhammad selama hidupnya).

Muslim juga mengandalkan dua sumber tambahan, Ijma ' dan Qiyas. Ijma ',

konsensus cendekiawan Muslim, diterapkan hanya jika tidak ada jawaban eksplisit

untuk masalah tersebut.

Tujuan utama dari syari’at Islam adalah mendidik individu, menegakkan keadilan dan

melimpahkan manfaat bagi orang-orang di dunia ini dan di akhirat atau a l-falah dan

dengan demikian, segala sesuatu yang berangkat dari keadilan hingga penindasan,

belas kasihan hingga kekerasan, kesejahteraan hingga kesengsaraan dan

kebijaksanaan hingga kebodohan, bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.


Pembahasan

Baydoun dan Willett (2000) berpendapat bahwa filosofi rasionalisme ekonomi

menekankan pentingnya kepuasan individu dengan maksimalisasi keuntungan

sebagai ukuran kinerja yang sukses. Sebaliknya, dikatakan bahwa pandangan Islam

terhadap masalah transaksi keuangan berasal dari keyakinan religius pada Keesaan

Tuhan yang mengarah pada fokus pada kepentingan umat dalam keputusan dan

tindakan usaha. Sementara, mengakui legitimasi motif keuntungan, Islam melarang

fokus tunggal pada keuntungan, dan menghasilkan keuntungan yang berlebihan sama

saja dengan eksploitasi, yang melanggar prinsip kesetaraan antar manusia. Manusia

sebagai khalifah memiliki peran yaitu pemenuhan tugas dan kewajiban secara

langsung terhadap Allah SWT. dan tugas dan tanggung jawab untuk diri sendiri,

sesama makhluk dan ciptaan-Nya yang lain. Ini menekankan peran individu dalam

konteks sosial yang lebih luas dan kewajiban untuk tidak mendapatkan keuntungan

dengan mengorbankan orang lain saat melakukan bisnis. Semua transaksi dalam

bisnis harus sah, adil dan wajar serta mencapai tingkat keuntungan yang wajar.

Berdasarkan uraian di atas, dikatakan bahwa ciri-ciri menonjol yang mendasari

ekonomi Islam sangat berbeda dari yang mendasari sistem ekonomi Barat. Misalnya,

sistem ekonomi Barat yang mengikuti prinsip kedaulatan individu menekankan pada

hak milik pribadi, sedangkan ekonomi Islam didasarkan pada prinsip kemaslahatan

umat.
Selain yang sudah dijelaskan di atas, Islam juga memiliki pandangan bahwa setiap

transaksi keuangan atau bisnis yang dilakukan berdasarkan dengan syari’at Islam

merupakan salah satu bentuk ibadah. Maka dari itu, Islam mengharuskan setiap

muslim dalam menjalankan setiap bisnisnya harus melalui cara yang halal yaitu

melarang penggunaan riba (riba al-nasi'ah) dan minat ( riba al-fadl) dan mendorong

partisipasi dalam aktivitas bagi hasil. Selain itu, Muslim diharapkan menghormati

kontrak komersial (uqud), pertahankan akun yang benar ( istiqamat al-daftar), hindari

pemborosan ( israf), dan konsumsi yang berlebihan ( i'tidal). Mereka dituntut untuk

memenuhi kewajiban kepada masyarakat dengan membayar zakat dan pajak lainnya

yang diwajibkan oleh negara, serta pemberian amal. Mereka juga harus menghindari

penipuan (ihtiyal), ketidakjujuran ( khiyana), kolusi (tanajush), perjudian (qimar), dan

segala bentuk spekulatif (gharar) kegiatan dalam transaksi bisnis. Ini semua bertujuan

untuk mencapai keadilan ekonomi yang berlandaskan persamaan dan keadilan.


Contoh soal

1. Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia baik yang beragama

Islam maupun non-Islam lebih mengenal sistem bunga di berbagai lembaga

keuangan konvensional. Lalu, bagaimana menurut Anda prospek lembaga

keuangan syari’ah di Indonesia di masa yang akan datang, karena banyak dari

kita lebih menyukai sistem bunga yang lebih menguntungkan?

Jawab : Menurut saya, lembaga keuangan syari’ah di Indonesia masih

potensial di masa depan, karena sekarang sudah mulai banyak dukungan dari

pemerintah melalui undang-undang lembaga keuangan syari’ah. Maka dari itu,

kemungkinan di masa depan akan ada lebih banyak lembaga keuangan syari’ah

yang beroperasi dan tentunya diminati, karena sudah memiliki payung hukum

yang jelas.

Dari sisi minat masyarakat juga, meskipun masih banyak yang lebih menyukai

sistem bunga, tetapi juga sudah mulai banyak yang meninggalkannya.

Masyarakat yang sudah mulai meninggalkan sistem bunga beranggapan bahwa

hal tersebut sebenarnya memiliki banyak efek negatif dan tentunya dilarang

keras dalam syari’at Islam.


Kasus

“Lembaga Keuangan Syari’ah Bangkrut”

Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) Fajar Mulia, sebuah lembaga keuangan syari’ah

terkemuka di Kabupaten Semarang bangkrut, setelah ratusan debitur gagal membayar

pinjaman mereka yang berjumlah total Rp 3 miliar. Lembaga keuangan syari’ah yang

sudah beroperasi sejak tahun 1996 itu memiliki nasabah sekitar 10.000 orang dengan

aset mencapai miliaran rupiah. Namun, tahun ini BMT Fajar Mulia mengalami

kesulitan keuangan akibat kredit macet ini. Pengelola BMT Fajar Mulia telah

berupaya agar kredit macet ini tidak mengganggu cash flow lembaga keuangan

syari’ah itu. Namun, upaya itu tidak berhasil karena nasabah terpancing melakukan

rush atau penarikan uang tunai secara besar-besaran. Padahal total tabungan nasabah

mencapai Rp 7 miliar juga sudah diputar untuk kredit dan aset.

(sumber : Kompas.com)
Kesimpulan

Ringkasnya syari'ah Islami'iah mengatur setiap aspek kehidupan seorang Muslim,

baik itu dalam aspek politik, ekonomi maupun sosial. Ini membawa seluruh kegiatan

dalam kehidupan manusia di bawah yurisdiksi penilaian moral yang absolut karena

berlabuh kuat dalam wahyu Allah yaitu Al-Qur’an. Pandangan tersebut memberikan

pendekatan yang lebih baik dalam menyikapi konsep prinsip dasar transaksi

keuangan syari’ah karena mempertimbangkan aspek material, moral dan spiritual

serta keseimbangan antara faktor dan kekuatan tersebut. Hal ini tentunya

membedakan transaksi keuangan syari’ah dengan konvensional.

Anda mungkin juga menyukai