(Pertemuan Ke-2)
Kelas : Akuntansi 5B
Sumber : 1. Haniffa, R., Hudaib, M., dan Mirza, Abdul M. “Accounting Policy
Perkembangan lembaga keuangan Islam dan keyakinan yang tumbuh bahwa asumsi
akuntansi Islam dan laporan perusahaan Islam. Peneliti akuntansi Islam telah melabeli
laporan keuangan yang digunakan saat ini di seluruh dunia sebagai laporan akuntansi
Selain itu, sejumlah masyarakat Islam (misalnya: Arab Saudi, Iran, Pakistan,
Malaysia dan Brunei) telah menerapkan syari’at Islam dalam banyak bidang
kehidupan, termasuk dalam transaksi keuangan. Maka dari itu, Accounting and
tahun 1991.
Dalam Islam, para sarjana memandang akuntansi sebagai fungsi jaminan yang
berusaha untuk dibangun al-adl (keadilan sosial ekonomi) dan al-falah (sukses di
dunia ini dan akhirat) melalui prosedur formal, rutinitas, pengukuran objektif,
pengendalian dan pelaporan, sesuai dengan syari’at Islam. Lebih lanjut, Hayashi
menjelaskan bahwa akuntansi Islam adalah teori yang berpikir bagaimana dapat
mengalokasikan sumber daya secara adil. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa akuntansi lebih dari sekedar aktivitas teknis. Ini adalah instrumen, dan
instrumen yang kuat, untuk mencapai keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat.
Perspektif akuntansi Islam memperluas hubungan kontraktual perusahaan untuk
memasukkan hubungan dengan Allah ( Tuhan) dan semua ciptaan-Nya. Hal ini, pada
Bidang politik, ekonomi, sosial, serta agama fitur semua membentuk keputusan
dalam masyarakat. Ini adalah pengakuan atas hubungan kontraktual dengan Allah dan
perilaku yang sesuai dari individu dan perusahaan dalam bisnis Islam.
Tinjauan Pustaka
Prinsip Islam yang memiliki dampak terbesar pada ekonomi Islam adalah larangan
pembayaran bunga (riba), penjualan aset berisiko (gharar) dan perjudian atau
spekulasi (maysir). Riba atau bunga dilarang dalam prinsip Islam karena dianggap
pengaturan pembagian untung dan rugi yang berbeda yang dikembangkan oleh
saat objek tidak ada saat ini, atau ketika objek menghindari kendali pihak.
Terakhir, Islam tidak mengizinkan partisipasi umat Islam dalam aktivitas yang
dianggap tidak bermoral atau antisosial seperti perjudian, konsumsi alkohol, dan
pornografi.
Selain prinsip Islam di atas, ada beberapa konsep penting dalam memahami
pandangan dunia Islam terkait dengan kegiatan komersial antara lain tauhid (kesatuan
Allah), khalifah (wakil), ibadah (menyembah), halal dan haram, ummah (komunitas)
Syari’at Islam didasarkan pada dua sumber dasar, yaitu Al-Qur'an (kata dari Allah)
dan Hadits (ucapan, persetujuan dan tindakan Nabi Muhammad selama hidupnya).
Muslim juga mengandalkan dua sumber tambahan, Ijma ' dan Qiyas. Ijma ',
konsensus cendekiawan Muslim, diterapkan hanya jika tidak ada jawaban eksplisit
Tujuan utama dari syari’at Islam adalah mendidik individu, menegakkan keadilan dan
melimpahkan manfaat bagi orang-orang di dunia ini dan di akhirat atau a l-falah dan
dengan demikian, segala sesuatu yang berangkat dari keadilan hingga penindasan,
sebagai ukuran kinerja yang sukses. Sebaliknya, dikatakan bahwa pandangan Islam
terhadap masalah transaksi keuangan berasal dari keyakinan religius pada Keesaan
Tuhan yang mengarah pada fokus pada kepentingan umat dalam keputusan dan
fokus tunggal pada keuntungan, dan menghasilkan keuntungan yang berlebihan sama
saja dengan eksploitasi, yang melanggar prinsip kesetaraan antar manusia. Manusia
sebagai khalifah memiliki peran yaitu pemenuhan tugas dan kewajiban secara
langsung terhadap Allah SWT. dan tugas dan tanggung jawab untuk diri sendiri,
sesama makhluk dan ciptaan-Nya yang lain. Ini menekankan peran individu dalam
konteks sosial yang lebih luas dan kewajiban untuk tidak mendapatkan keuntungan
dengan mengorbankan orang lain saat melakukan bisnis. Semua transaksi dalam
bisnis harus sah, adil dan wajar serta mencapai tingkat keuntungan yang wajar.
ekonomi Islam sangat berbeda dari yang mendasari sistem ekonomi Barat. Misalnya,
sistem ekonomi Barat yang mengikuti prinsip kedaulatan individu menekankan pada
hak milik pribadi, sedangkan ekonomi Islam didasarkan pada prinsip kemaslahatan
umat.
Selain yang sudah dijelaskan di atas, Islam juga memiliki pandangan bahwa setiap
transaksi keuangan atau bisnis yang dilakukan berdasarkan dengan syari’at Islam
merupakan salah satu bentuk ibadah. Maka dari itu, Islam mengharuskan setiap
muslim dalam menjalankan setiap bisnisnya harus melalui cara yang halal yaitu
melarang penggunaan riba (riba al-nasi'ah) dan minat ( riba al-fadl) dan mendorong
partisipasi dalam aktivitas bagi hasil. Selain itu, Muslim diharapkan menghormati
kontrak komersial (uqud), pertahankan akun yang benar ( istiqamat al-daftar), hindari
pemborosan ( israf), dan konsumsi yang berlebihan ( i'tidal). Mereka dituntut untuk
memenuhi kewajiban kepada masyarakat dengan membayar zakat dan pajak lainnya
yang diwajibkan oleh negara, serta pemberian amal. Mereka juga harus menghindari
segala bentuk spekulatif (gharar) kegiatan dalam transaksi bisnis. Ini semua bertujuan
keuangan syari’ah di Indonesia di masa yang akan datang, karena banyak dari
potensial di masa depan, karena sekarang sudah mulai banyak dukungan dari
kemungkinan di masa depan akan ada lebih banyak lembaga keuangan syari’ah
yang beroperasi dan tentunya diminati, karena sudah memiliki payung hukum
yang jelas.
Dari sisi minat masyarakat juga, meskipun masih banyak yang lebih menyukai
hal tersebut sebenarnya memiliki banyak efek negatif dan tentunya dilarang
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) Fajar Mulia, sebuah lembaga keuangan syari’ah
pinjaman mereka yang berjumlah total Rp 3 miliar. Lembaga keuangan syari’ah yang
sudah beroperasi sejak tahun 1996 itu memiliki nasabah sekitar 10.000 orang dengan
aset mencapai miliaran rupiah. Namun, tahun ini BMT Fajar Mulia mengalami
kesulitan keuangan akibat kredit macet ini. Pengelola BMT Fajar Mulia telah
berupaya agar kredit macet ini tidak mengganggu cash flow lembaga keuangan
syari’ah itu. Namun, upaya itu tidak berhasil karena nasabah terpancing melakukan
rush atau penarikan uang tunai secara besar-besaran. Padahal total tabungan nasabah
(sumber : Kompas.com)
Kesimpulan
baik itu dalam aspek politik, ekonomi maupun sosial. Ini membawa seluruh kegiatan
dalam kehidupan manusia di bawah yurisdiksi penilaian moral yang absolut karena
berlabuh kuat dalam wahyu Allah yaitu Al-Qur’an. Pandangan tersebut memberikan
pendekatan yang lebih baik dalam menyikapi konsep prinsip dasar transaksi
serta keseimbangan antara faktor dan kekuatan tersebut. Hal ini tentunya