Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CA COLON

1. Konsep Dasar

1.1. Definisi

Kanker colon adalah suatu bentuk keganasan dari massa abnormal atau
neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial dari colon ( Brooker, 2001: 72 ).

Kanker colon adalah timbulnya sel kanker ganas dalam permukaan usus besar
atau rectum ( Boyle & Langman, 2000: 805 )

1.2. Klasifikasi

Terdapat beberapa macam klasifikasi staging pada kanker kolon, ada klasifikasi
TNM, klasifikasi Dukes :

1) Stadium 1 : Kanker terjadi di dalam dinding kolon


2) Stadium 2 : Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon
3) Stadium 3 : Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa
4) Stadium 4 : Kanker telah menyebar ke organ-organ lain.
1.3. Etiologi

Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Namun ada yang dicurigai
sebagai Faktor Predisposisi:

 Makanan-makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang


menyebabkan kanker pada usus besar
 Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah,
menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya
kanker didalam usus besar.
 Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia
yang menyebabkan kanker.
 Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang
banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar.

Faktor Resiko:

1) Usia. Resiko meningkat dengan bertambahnya usia. Kebanyakan kasus


terjadi pada usia 60 – 70 an, dan jarang di bawah usia 50 kecuali dalam
sejarah keluarga ada yang terkena kanker kolon ini.
2) Adanya polip pada kolon, khususnya polip jenis adenomatosa.
3) Riwayat kanker. Seseorang yang pernah terdiagnosis mengidap atau
pernah dirawat untuk kanker kolon beresiko untuk mengidap kanker
kolon di kemudian hari. Wanita yang pernah mengidap kanker ovarium
(indung telur), kanker uterus, dan kanker payudara memiliki resiko yang
lebih besar untuk terkena kanker kolorektal.
4) Faktor keturunan : Sejarah adanya kanker kolon khususnya pada
keluarga dekat.
5) Penyakit kolitis (radang kolon) ulseratif yang tidak diobati.
6) Kebiasaan merokok. Perokok memiliki resiko jauh lebih besar untuk
terkena kanker kolorektal dibandingkan bukan perokok.
7) Kebiasaan makan: rendah serat, tinggi karbohidrat, tinggi lemak.
8) Sedikit beraktivitas. Orang yang beraktivitas fisik lebih banyak memiliki
resiko lebih rendah untuk terbentuk kanker kolorektal.
9) Infeksi Virus. Virus tertentu seperti HPV (Human Papilloma Virus) turut
andil dalam terjadinya kanker kolorektal.

1.4. Tanda dan Gejala

Awal gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala
umum keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung
beberapa waktu barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan
keberadaan tumor dalam ukuran yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi
tumor dengan anus biasanya gejalanya makin banyak. Bila kita berbicara tentang
gejala tumor usus besar, gejala tersebut terbagi tiga, yaitu gejala lokal, gejala
umum, dan gejala penyebaran (metastasis).

1.4.1 Gejala lokalnya adalah :

1) Perubahan kebiasaan buang air

 Perubahan frekuensi buang air, berkurang (konstipasi) atau


bertambah (diare)
 Sensasi seperti belum selesai buang air, (masih ingin  tapi sudah
tidak bisa keluar) dan perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses).
Keduanya adalah ciri khas dari kanker kolorektal

2) Perubahan wujud fisik kotoran/feses

 Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat
buang air besar
 Feses bercampur lendir
 Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan dengan terjadinya
perdarahan di saluran pencernaan bagian atas

3) Timbul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat buang air besar, terjadi akibat
sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor

4) Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh penderita

1.4.2 Gejala umumnya adalah :

1) Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (ini adalah gejala yang paling
umum di semua jenis keganasan)
2) Hilangnya nafsu makan
3) Anemia, pasien tampak pucat
4) Sering merasa lelah
5) Kadang-kadang mengalami sensasi seperti melayang

1.4.3 Gejala penyebarannya adalah :

1) Penyebaran ke hati, menimbulkan gejala :

 Penderita tampak kuning


 Nyeri pada perut, lebih sering pada bagian kanan atas, di sekitar
lokasi hati
 Pembesaran hati, biasa tampak pada pemeriksaan fisik oleh dokter

2) Timbul suatu gejala lain yang disebut paraneoplastik, berhubungan


dengan peningkatan kekentalan darah akibat penyebaran kanker.

1.5. Komplikasi

Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi


tumor atau melelui penyebaran metastase yang termasuk :

1) Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis


2) Pembentukan abses
3) Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina

1.6. Penatalaksanaan

1.6.1. Pembedahan

Tindakan ini dibagi menjadi Curative, Palliative, Bypass, Fecal diversion,


dan Open-and-close.

1) Bedah Curative dikerjakan apabila tumor ditemukan pada daerah yang


terlokalisir. Intinya adalah membuang bagian yang terkena tumor dan
sekelilingnya.
2) Bedah paliatif dikerjakan pada kasus terjadi penyebaran tumor yang
banyak, dengan tujuan membuang tumor primernya untuk menghindari
kematian penderita akibat ulah tumor primer tersebut. Terkadang
tindakan ini ditunjang kemoterapi dapat menyelamatkan jiwa.
3) Bedah bypass atau fecal diversion (pengalihan tinja) melalui lubang.
4) Open-and-close, di mana dokter membuka daerah operasinya, kemudian
secara de facto melihat keadaan sudah sedemikian rupa sehingga tidak
mungkin dilakukan apa-apa lagi atau tindakan yang akan dilakukan tidak
memberikan manfaat bagi keadaan pasien, kemudian di tutup kembali.

1.6.2. Kemoterapi, dilakukan sebagai suatu tindakan untuk mengurangi terjadinya


metastasis (penyebaran), perkembangan sel tumor, mengecilkan ukurannya,
atau memperlambat pertumbuhannya.

1.6.3 .Radioterapi, jarang digunakan untuk kanker kolon karena memiliki efek
samping dan sulit untuk ditembakkan ke bagian yang spesifik pada kolon.
Radioterapi lebih sering pada kanker rektal saja.

1.6.4. Terapi Suportif. Diagnosis kanker sangat sering menimbulkan pengaruh


yang sangat besar pada kejiwaan penderitanya. Karenanya dorongan dari
rumah sakit, dokter, suami/istri, kerabat, keluarga, social support group
sangat penting bagi penderitanya.
2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian

2.1.1 Anamnesa

1) Biodata: Usia, jenis kelamin, pekerjaan.


2) Riwayat Penyakit Dahulu: Adanya polip pada kolon, riwayat menderita
kanker, penyakit kolitis (radang kolon) ulseratif yang tidak diobati, riwayat
pengobatan sebelumnya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga: Riwayat kanker pada keluarga
4) Sistem Pernafasan: kebiasaan merokok, hidup dengan orang yang merokok
pemajanan asbes.
5) Aktivitas : kelemahan atau keletihan, perubahan pada pola istirahat terutama
malam hari karena nyeri, ansietas.
6) Eliminasi: Perubahan pola defekasi: diare, obstipasi, ada darah pada feses,
nyeri pada saat defekasi, rasa ingin defekasi tidak tuntas.
Perubahan pola eliminasi urine ( nyeri atau panas saat miksi, hematuria,
sering berkemih )
7) Kebiasaan makan: Kebisaan diit buruk ( tinggi karbohidrat, tinggi lemak dan
rendah serat, aditif, bahan pengawet ), adanya anoreksia, mual, muntah,
penurunan berat badan yang hebat.
8) Psikososial : Menarik diri, menolak, marah.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik

1) Pernafasan : Sesak
2) Sirkulasi : Anemia, palpitasi dan perubahan tanda-tanda vital
3) Neurologi : Somnolen, delirium
4) Perkemihan : Nyeri tekan perut bagian bawah
5) Pencernaan: Perubahan pada bising usus ( lemah atau tidak ada ), distensi
abdomen, teraba massa, turgor kulit menurun.
6) Muskuloskeletal: Kelemahan otot.
2.1.3. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium: Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun


dengan indikasi anemia, elektrolit, faal hati, renal profil, CEA, Ca 19-9,
pemeriksaan feses lengkap, hematest.
2) Pemeriksaan radiografi: USG, Pemeriksaan dengan enema barium mungkin
dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya,
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas
dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat
yang jauh yang sudah metastasis.
3) Pemeriksaan Diagnosa lainnya.
Sigmoidoscopy dan colonoscopy, biopsi massa dapat juga dilakukan dalam
prosedur tersebut.

2.2. Masalah Keperawatan

1) Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan asupan nutrisi


yang tidak adekuat sekunder terhadap proses keganasan.
2) Nyeri akut sehubungan dengan infiltrasi syaraf dan proses inflamasi.
3) Resiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan muntah dan diare.
4) Perubahan pola eliminasi alvi konstipasi sehubungan dengan adanya
obstruksi oleh tumor.
5) Gangguan pemeliharaan kesehatan s.d kurangnya pengetahuan tentang proses
penyakit, program diagnosa dan rencana pengobatan.
6) Kecemasan sehubungan dengan proses penyakitnya ( ancaman kematian )
7) Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan perdarahan.

2.3. Perencanaan

DP 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan nutrisi yang
tidak adekuat sekunder terhadap proses keganasan

Intervensi:
1) Pantau masukan makanan setiap hari.
R/ Mengidentifikasi defisiensi nutrisi
2) Bantu perawatan kebersihan rongga mulut (oral hygiene).
R/ Meningkatkan kenyamanan dan selera makan.
3) Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk yang sesuai perkembangan
kesehatan klien.
R/ Berperan dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang
adekuat.
4) Ciptakan suasana lingkungan yang mendukung.
R/ Dapat meningkatkan pemasukan asupan.
5) Kaji keluhan mual dan muntah
R/ Menentukan tindakan kolaborasi
6) Kolaborasi dalam pemberian antiemetic.
R/ Bekerja mempengaruhi stimulus pusat muntah.

DP. 2 Nyeri akut sehubungan dengan infiltrasi syaraf dan proses inflamasi.
Intervensi:

1) Tentukan riwayat nyeri: lokasi, frekuensi, durasi dan intensitas ( skala ).


R/ Merupakan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/ keefektifan
terapi.
2) Dorong penggunaan tehnik relaksasi, massage dan distraksi.
R/ Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali
perhatian.
3) Kolaborasi pemberian analgesic
R/ Membantu mengatasi nyeri.
4) Observasi keluhan dan kefektifan terapi
R/ Penentuan tindakan selanjutnya.

DP. 3. Resiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan muntah, diare.

Intervensi:

1) Pantau masukan dan pengeluaran ( muntah, diare ) dengan menghitung


balans cairan.
R/ Penurunan produksi urine menunjukkan terjadi dehidrasi.
2) Timbang berat badan.
R/ Pengukuran sensitive terhadap fluktuasi keseimbangan cairan.
3) Pantau TTV.
R/ Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi.
4) Kaji turgor kulit dan kelembaban membrane mukosa, perhatikan keluhan
haus.
R/ Indikator terjadinya dehidrasi.
5) Kolaborasi pemberian cairan panenteral dan pemberian antiemetic.
R/ Diberikan untuk hidrasi umum.

DP. 4. Perubahan pola eliminasi alvi konstipasi sehubungan dengan adanya


obstruksi oleh tumor.

1) Pastikan kebisaan defekasi.


R/ Diperlukan sebagai evaluasi selanjutnya.
2) Kaji bising usus.
R/ Membantu mengidentifikasi masalah.
3) Motovasi pasien untuk minum ( 2000 ml/24 jam ) dan latihan fisik.
R/ Menurunkan mengatasi konstipasi.
4) Pastikan diit yang tepat yaitu tinggi serat.
R/ Membantu pembentukan feses yang normal. Mengatasi konstipasi.
5) Kolaborasi: pemberian laxative sesuai indikasi.
R/ Mencegah komplikasi lanjut.

DP. 5. Gangguan pemeliharaan kesehatan s.d kurangnya pengetahuan tentan


proses penyakit, program diagnosa dan rencana pengobatan.

Intervensi:

1) Tinjau ulang pasien dan orang terdekat tentang pemahaman diagnose,


alternative pengobatan dan sifat harapan.
R/ Memvalidasi tingkat pemahaman dan memberikan dasar pengetahuan
dimana pasien dan keluarga memberikan keputusan.
2) Berikan informasi yang jelas dan akurat. Jawab pertanyaan secara khusus
tapi tidak memaksakan dengan detail yang tidak penting,
R/ Memberikan informasi yang diperlukan.
3) Minta pasien untuk umpan balik verbal mengenai penjelasan.
R/ memonitor tingkat pemahaman pasien.

DP. 6. Kecemasan sehubungan dengan proses penyakitnya ( ancaman kematian )

Intervensi:

1) Kaji pengalaman pasien dan keluarga terdekat sebelumnya terhadap kanker.


R/ Membantu mengidentifikasi rasa takut dan kesalahan pada konsep
pemahaman terhadap kanker.
2) Dorong pasien mengungkapkanpikiran dan perasaan.
R/ Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut yang realistis.
3) Berikan lingkungan terbuka, dimana pasien merasa aman mengungkapkan
perasaannya.
R/ Membantu pasien untuk diterima apa adanya kondisi tanpa perasaan
diadili.
4) Bantu pasien dan keluarga mengenali dan mengklarifikasi rasa takut untuk
memulai pengembangan strategi koping untuk menghadapi rasa takut.
R/ Dukungan dan konseling sering perlu untuk memungkinkan individu
mengenal dan menghadapi rasa takut dan menyadari strategi koping
tersedia.
5) Berikan informasi akurat, konsistensi mengenai prognosis. Hindari
perdebatan tentang persepsi pasien terhadap situasi.
R/ Dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat
keputusan.
6) Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila keputusan mayor akan dibuat.
R/ Menjamin system pendukung untuk pasien dan memungkinkan orang
terdekat terlibat dengan tepat.

DP. 7. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan perdarahan


Intervensi:

1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit / membrane


mukosa, dasar kuku.
R/ Memberikan informasi tentang derajat perfusi jaringan dan membantu
menentukan intervensi.
2) Atasi upaya pernafasanm auskultasi bunyi nafas.
R/ Memantau adanya gagal jantung karena kompensasi peningkatan curah
jantung
3) Kaji GCS.
R/ Mengidentifikasi gagguan fungsi cerebral karena hipoksia.
4) Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
R/ Untuk menghindari panas berlebih yang menjadi pencetus vasodilatasi
( penurunan perfusi organ )
5) Kolaborasi: pemeriksaan darah ( Hb, PCV, GDA)
R/ Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan dan respon
terhadap terapi.
Pemberian tranfusi WB / PRC.
R/ Menambah jumlah eritrosit pembawa oksigen.
Pemberian oksigen sesuai indikasi.
R/ Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN POST OPERASI

DP 1 : Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak bedah urogenital,


kerusakan neuromuscular pascabedah
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal, nyeri di tingkat 0 atau 1 dari skala 0-10
Intervensi :

1) Jelaskan nyeri yang dialami klien dan penyebabnya


R/ meningkatkan pengetahuan konsep nyeri sehingga dapat mengakibatkan
klien dalam adaptasi terhadap nyeri.
2) Lakukan manajemen nyeri keperawatan
a. Istirahatkan pasien
R/ Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
b. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam saat nyeri
R/ Meningkatkan asupan oksigen sehingga menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia spina.
c. Ajakan teknik distraksi pada saat nyeri
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.
d. Manajemen lingkungan : lingkungan tenang, batasi pengunjung dan
istirahat- kan pasien.
R/ Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan
pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen
ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di
ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.
e. Lakukan manajemen sentuhan
R/ Manajeman sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologi
dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran
darah dan membantu supali darah dan oksigen ke area nyeri
f. Lakukan teknik stimulasi perkutaneus
Salah satu metode distraksi untuk menstimulasi pengeluaran endorfin-
enkefalin yang berguna sebagai analgetik internal untuk memblok rasa nyeri
3) Kolaborasi dalam pemberian analgesic
R/ Analgesik mengubah persepsi dan interpretasi nyeri dengan menekan
system syaraf pusat
4) Observasi tanda-tanda vital, intensitas nyeri, VAS.
R/ Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang
diharapkan
5) Dokumentasikan semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
status
R/ sebagai bukti tindakan yang telah dilakukan.
DP 2: Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kontrol pernapasan efek sekunder anastesi
Tujuan : Mengefektifkan jalan napas, mempertahankan ventilasi pulmonal, dan
mencegah hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) dan hiperkapnea
(kelebihan karbondioksida dalan darah)
Kriteria Hasil: frekuensi pernapasan dalam batas normal (12-20 x/menit), pasien
tidak menggunakan otot bantu napas, tidak terdengar bunyi napas tambahan, oral
airway dapat dilepas tanpa komplikasi.
1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan keperawatan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan pasien kooperatif dalam
tindakan keperawatan
2) Atur posisi kepala untuk mempertahankan jalan napas
R/ Tindakan terhadap obstruksi hipofaringeus termasuk mendongakkan
kepala ke belakang dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah,
seperti jika mendorong gigi bawah di depan gigi atas.
3) Atur tempat pasien dengan dekatkan pada akses oksigen dan suction
R/ Pasien biasanya nasih mendapat oksigenasi pemeliharaan samapai sadar
penuh.
4) Pertahankan kepatenan jalan napas
R/ Jalan napas oral atau oral airway tetap terpasang untuk mempertahankan
kepataenan jalan napas sampai tercapai pernapasan yang nyaman dengan
kecepatan normal. Apabila fungsi pernapasan sudah kembali normal, bantu
pasien membersihkan jalan napas dengan cara meludah. Kemampuan
melakukan hal tersebut menandakan kenbalinya refleks muntah normal.
5) Beri oksigen 3 liter/menit
R/ Pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatkan PaO2 di cairan otak
yang akan mempengaruhi pengaturan pernapasan.
6) Bersihakan sekret pada jalan napas
R/ Kesulitan pernapasan dapat terjadi akibat sekresi lendir yang berlebihan.
Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi lainnya memungkinkan dairang
yang berkumpul untuk keluar dari sisi mulut. Jika gigi pasien mengatup,
mulut dapat dibuka secara manual dan berhati-hati dengan spstel lidah yang
dibumgkus kassa.
7) Kaji dan observasi jalan napas
R/ Deteksi awal untuk interprestasi intervensi selamjutnya.
8) Dokumentasikan semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
status
R/ sebagai bukti tindakan yang telah dilakukan

DP. 3 : Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan kontrol kepatenan jalan
napas (lidah), penurunan kontrol batuk efektif dan muntah efek sekunder anestesi,
efel depresan dari medikasi dan agensi anestesi.
Tujuan : Pola napas kembali efektif sesuai dengan berkurangnya efek anestesi
umum dan pasien mampu melakukan latihan pernapasan pascabedah.
Kriteria Hasil : Frekuensi napas dalan batas normal (12-20 x/menit), pasien tidak
menggunakan oto bantu napas, saturasi oksigen 100%, oral airay sudah bisa
dilepas saat pasien kluar ruang pemulihan.
Intervensi :
1) Instruksikan pasien untuk napas dalam
R/ Meningkatkan ekspansi paru. Untuk memperbesar ekspansi paru dada dan
pertukaran gas. Sebagai contoh, menerima pasien untuk menguap atau
melakukan inspirasi maksimal.
2) Instruksikan untuk melakukan batu efektif
R/ Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan mucus. Pembebatan
dengan cermat pada abdomen atau insisi thorak membantu pasien mengatasi
ketakutan bahwa eksersi dari batuk dapt menyebabkan insisi bedah terbuka.
3) Pastikan fungsi pernapasan sudah optimal
R/ Tindakan evaluasi untuk menentukan dimulainya latihan pernapasan sesuai
yang diajarkan pada saat praoperatif.
4) Kaji dan monitor pernapasan
R/ obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernapasan. Oleh karena
itu, perawat harus mewaspadai pernapasan yang dangkal dan lambat serta
batuk yang lemah.
5) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, ventilasi pernapasan, kesimetrisan
gerakan dinding dada, bunyi napas, dan warna membrane mukosa.
R/ deteksi awal adanya perubahan terhadap kontrol pola pernapasan dari
medula oblongata untuk intervensi selanjutnya.
6) Dokumentasikan semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
status.
R/ sebagai bukti tindakan yang telah dilakukan

DP 4 : Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanisme regulasi


sirkulasi normal, perdarahan pascaoperatif, penurunan curah jantung,
hipovolemia, pengumpalan darah perifer, dan vasokontriksi.
Tujuan : Dalam waktu 15 menit pascabedah perfusi perifer menjadi optimal.
Kriteria Hasil : Denyut nadi perifer teraba, akral hangat, pengisian kapiler < 3
detik, tidak terlihat adanya sianosis sentral atau perifer, TTv dalam batas normal,
kulit perifer tidak pucat, output urine 50 ml/jam.
Intervensi :

1) Beri intervensi sesuai penyebab penurunan perfusi


R/ Tindakan dilakukan untuk mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat,
tergantung pada penyebab tidak adekuatnya perfusi jaringan. Tindakan yang
dilakukan dapat mencakup pemggantian cairan,terapi komponen darah,
merikasi untuk mendukung atau memperbaiki fungsi jantung (misalnya :
vasodilator koroner, antidisritmia, dan agen inotropik), dan pemberian
oksigen.
2) Lakukan percepatan mobilitas aktivitas
R/ Aktivitas seperti latihan tungkai dilakukan untuk menstimulasi sirkulasi
dan pasien didorong untuk berbalik dan mengubah posisi dengan perlahan dan
utuk menghindari posisi yang mengganggu arus balik vena
3) Monitor tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan.
R/ Pasien dipantau terhadap segala tanda dan gejala yang menandakan
menurunnya perfusi jaringan, yaitu : penurunan tekana darah, saturasi oksigen
yang tidak adekuat, pernapasan cepat atau sulit, peningkatan frekuensi nadi >
100 x/menit, gelisah, respons melambat, kulit dingin, kusam, dam sainosis,
denyut perifer menurun atau tak teraba, output urine kurang dari 30 ml/jam.
Salah satu dari tanda dan gejala ini harus dilaporkan.

DP 5 : Kontipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus


selama periode intraoperatif.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam fungsi peristaltik menjadi normal.
Kriteria Hasil : TTv dalam batas normal, peristatik usus normal, pasien mampu
BAB.
Intervensi :
1) Berikan asupan nutrisi dan tingkatkan secara bertahap
R/ Beberapa jam pertama pembrdahan, pasien hanya menerima cairan melalui
IV. Apabila dokter memprogramkan pemberian diet normal pada malam
pertana setelah pembedahan, pertama-tama perawat memberikan cairan yang
encer, seperti air, jus ape, atau the, setelah mual pasien hilang. Jumlah cairan
yang terlalu banyak dapat menyebabakab distensi dan muntah. Apabila pasien
dapat menoleransi cairan tanpa rasa mual, diet terus diberikan sesuai program.
Pasien yang telah menjalani bedah abdomen biasanya berpuasa selama 24-48
jam pertama setelah pembedahan. Apabila peristaltic sudah kembali, perawat
memberikan cairan yang encer, dilanjutkan dengan cairan yang kental, diet
ringan makanan padat, dan akhirnya diberika diet regular.
2) Pertahankan asupan cairan yang adekuat.
R/ Cairan menjaga feses tetap lembut sehingga mudah dikeluarkan. Jus buah
dan air hangat biasanya sangat efektif.
3) Lakukan dan tingkatkan ambulasi dan latihan
R/ Aktivitas fisik merangsang kmbalinya peristaltic. Pasien yang mengalami
distensi abdomen dan “nyeri karena gas” akan merasa lebih nyaman ketika
berjalan.
4) Kolaborasi denga dokter dalam pemberian obat supositoria.
R/ Perawat memberikan enema, supositoria rectal, dan selang rectal sesui
instruksi. Apabila terjadi kontipasi atau distensi, dokter mencoba merangsang
peristaltic melalui katartik atau enema. Selang rectal atau enema aliran balik
meningkatkan keluarnya flatus.
5) Kaji kemampuan peristaltic setiap 4-8 jam.
R/ Anestesi umum akan mememgaruhi penurunan peristaltic usus. Penilaian
bunyi bising usus merupakan parameter penting yang dilakukan perawat untuk
mengetahui fungsi intestinal sudah optimal.

DP 6 : Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penuruna aktivitas, efek


medikasi, dan penurunan masukan cairan.
Tujuan : Dalam wakti 8-12 jam pasien mampu berkemih.
Kriteria hasil : Pasien mampu berkemih secra spontan dan tanpa bantuan selang
kateter.
Intervensi :
1) Bantu pasien untuk berkemih dalam posisi yang normal.
R/ Perawat membantu pasien untuk berada pada posisi normal selama
berkenih. Pasien laki-laki akan membutuhkan bantuan untuk berdiri saat
berkemih. Pispot menyebabkan pasien sulit berkemih. Pasien wanita akan
berkemih dengan baik jika ia dapat berkemih di toilet.
2) Kaji kemampuan control berkemih.
R/ Efek depresan dari anestesi dan analgesic dapat mengganggu sensasi
penuhnya kandung kemih. Apabila tonus kandung kemih menurun, pasien
akan mengalami kesulitan untuk memulai berkemih. Namun, pasien harus
berkemih dalam waktu 8-12 jam setelah pembedahan.

3) Kaji adanya distensi kandung kemih.


R/ Perawat mengkaji adanya distensi kandung kemih. Apabila pasien tidak
berkemih dalam waktu 8 jam setelah pembedahan, mungkin pasien perlu
dipasang kateter urine. Untuk itu diperlukan instruksi dari dokter.
4) Monitor keinginan berkemih dari pasien
R/ Perawat memeriksa dengan sering untuk mengetahui adanya kebutuhan
untuk berkemih. Pasien bedah yang diharuskan berbaring di tempat tidur
memerlukan bantuan untuk memegang dan menggunakan pispot atau urinal.
Pasien sering merasa bahwa tiba-tiba kandung kemihnya penuh dan perlu
segera berkemih, dan perawat harus berespons dengan cepat jika pasien
meminta bantuan.
5) Monitor asupan dan keluaran cairan tiap 4 jam
R/ Perawat mementau asupan dan keluaran cairan. Jumlah haluaran urine
untuk dewasa minimal 2ml/kg/jam. Apabila urine berwarnagelap, pekat, dan
volumenya sedikit maka dokter harus dibeitahu. Pasien mudah mengalami
dehidrasi akibat cairan yang hilang dari luka bedah. Perawat mengukur
asupan dan haluaran cairan selam beberap hari setelah pembedahan sampai
tercapai asupan cairan dan keluaran urine yang normal.

DP. 7 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan


kekuatan / ketahanan, mengalami keterbatasan aktivitas yang ditandai dengan
laporan kelemahan, ketidaknyamanan kerja, penurunan kekuatan otot, menolak
untuk bergerak.
Tujuan : pasien dapat beraktivitas sehari-hari secara mandiri
Kriteria Hasil : melaporkan penurunan gejala-gejala intoleran aktivitas,
memperlihatkan kemajuan ( khususnya tingkat yang lebih tinggi dari mobilitas
yang mungkin ).
Intervensi :

1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan pasien kooperatif
2) Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan.
R/ Meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang
digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas
3) Tingkatkan tirah baring atau duduk.
R/ aktivitas dan posisi duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah ke
kaki, yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati.
4) Ubah posisi dengan sering dan berikan perawatan kulit yang baik.
R/ Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area
tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan jaringan.
5) Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen ansietas, contoh : diazepam
(valium), Lorazepam ( Ativan ).
R/ Membantu dalam manajeman kebutuhan tidur.
6) Aktivitas sesuai itoleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sendi
pasif/aktif.
R/ Tirah baring lama dapat menurunkan kamampuan. Ini dapat terjadi karena
keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat.
7) Observasi tanda-tanda vital, respon terhadap peningkatan aktivitas.
R/ Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang
diharapkan
8) Dokumentasikan semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
status
R/ sebagai bukti tindakan yang telah dilakukan

DP. 8 : Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan status puasa
Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi dan masalah tidak terjadi.
Kriteria Hasil : melaporkan badan tidak lemas, normalisasi nilai laboratorium, tak
ada tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :

1) Auskultasi bising usus, palpasi abdomen. Catat pasase flatus.


R/ Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya 2-4 hari)
2) Tinjau faktor-faktor individual yang mempemgaruhi kemampuan untuk
mencerna/makan makanan, misalnya status puasa
R/ Mempengaruhi intervensi pemberian asupan nutrisi
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV.
R/ Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Observasi terhadap terjadinya diare
R/ Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus,
memerlukan evaluasi lanjut dan perubahan diet
5) Observasi KU, keluhan dan TTV
R/ kriteria keberhasilan tindakan keperawatan
6) Dokumentasikan semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
status
R/ sebagai bukti tindakan yang telah dilakukan

Penatalaksanaan Non Operatif

Tim medis dapat menilai kanker tiap pasien untuk menentukan rencana
pengobatan yang baik dengan mempertimbangkan usia, komplikasi penyakit
dan kualitas.

Terapi Persiapan:
Radiasi Penggunaan radiasi dapat diberikan pada pasien yang
menderita Ca Kolorektal yang besar, walaupun ini tidak
dilaksanakan secara rutin.

Kegunaan radiasi:
a. Menurunkan nyeri
b. Mengurangi perdarahan
c. Mencegah obstruksi usus besar
d. Menekan metastase ke paru-paru

Efek samping:
a. Diare
b. Kelelahan
Kemoterapi Obat yang digunakan:
a. 5 Fluorouracil ( 5-FU, Adrucil )
b. Levamisole ( ergamisol )

Kemoterapi digunakan pada pasien tanpa pembedahan


maupun pasien post operasi untuk mengontrol gejala-gejala
metastase dan mengurangi penyebaran metasase.

Kemoterapi Intrahepatik arterial sering digunakan 5 FU pada


pasien dengan metastase liver.
Pembedahan

Reseksi Pre operatif:


kolon a. Dokter menjelaskan prosedur pembedahan, tindakan
yang akan dilakukan,
b. Penjelasan mengenai rencana pembuatan kolostomi.
c. Penjelasan perawatan kolostomi
d. Penjelasan tentang kemungkinan penurunan fungsi
sexual.
e. Lavament

Post operatif:
a. Melakukan observasi: terhadap nekrose jaringan,
perdarahan yang tidak bisa, warna pucat yang
mengindikasikan kurang sirkulasi.
b. Melakukan observasi system kantung untuk
mengetahui kondisinya & tanda-tanda kebocoran.
c. Melakukan perawatan kolostomi dan kulit
disekitarnya.
Pemindahan Pre operatif:
Abdominal- Perawatan yang dilakukan sama dengan reseksi kolon.
Perineal
Post operatif:
Dilakukan pembuatan kolostomi sigmoid.
a. Melakukan perawatan luka operasi untuk mencegah
infeksi.
b. Menjelaskan fisiologi dari sensasi perineal pada
pasien
c. Observasi tanda-tanda infeksi,nanah,komplikasinya
d. Metode pelaksanaan membentuk pengeringan luka
dan kenyamanan.

Anda mungkin juga menyukai