Anda di halaman 1dari 14

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TUMOR


KANDUNG KEMIH

1. KONSEP DASAR MEDIS

1.1 Pengertian

Tumor kandung kemih adalah pertumbuhan sel-sel yang abnormal pada


kandung kemih. Tumor ganas kandung kemih sekitar 90% adalah karsinoma sel
transisional sedangkan jenis lain yaitu 5-10% adalah ca skuamosa, mixed
carcinoma 4-6% dan adenokarsinoma <2% (Mansjoer, 2000: 343).
1.2 Klasifikasi tumor
1) Ta: tumor terbatas pada epithelium
2) Tis: karsinoma in situ
3) T1: tumor sampai pada lapisan subepitelium
4) T2: tumor sampai pada lapisan otot superfisialis
5) T3a: tumor sampai pada lapisan otot dalam
6) T3b: tumor sampai pada lapisan lemak perivesika
7) T4: tumor sampai pada jaringan diluar buli-buli: prostat, uterus, vagina,
dinding pelvis dan dinding abdomen.

Stadium Ta, Tis dan T1 digolongkan sebagai tumor superfisialis, sedangkan


T2-T4 digolongkan sebagai tumor invasive.

1.3 Etiologi
Belum diketahui penyebab pasti dari tumor ini. Factor resiko terjadinya tumor
kandung kemih adalah:
 Usia, resiko terjadinya kanker kandung kemih meningkat sejalan dengan
pertambahan usia.
 Merokok, merupakan faktor resiko yang utama.
 Lingkungan pekerjaan, beberapa pekerja memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk menderita kanker ini karena di tempatnya bekerja ditemukan bahan-
bahan karsinogenik (penyebab kanker). Misalnya pekerja industri karet,
kimia, kulit.
 Infeksi, terutama infeksi parasit (skistosomiasis).
 Pria, memiliki resiko 2-3 kali lebih besar.
 Riwayat keluarga, orang-orang yang keluarganya ada yang menderita
kanker kandung kemih memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita
kanker ini. Peneliti sedang mempelajari adanya perubahan gen tertentu
yang mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker ini.
1.4 Tanda dan gejala
1) Kencing campur darah yang intermitten
2

2) Merasa panas waktu kencing


3) Merasa ingin kencing
4) Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar
kencing
5) Nyeri suprapubik yang konstan
6) Panas badan dan merasa lemah
7) Nyeri pinggang karena tekanan saraf
8) Nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis
Gejala dari kanker kandung kemih menyerupai gejala infeksi kandung
kemih (sistitis) dan kedua penyakit ini bisa terjadi secara bersamaan.
Patut dicurigai suatu kanker jika dengan pengobatan standar untuk
infeksi, gejalanya tidak menghilang.

1.5 Pemeriksaan penunjang


 Pemeriksaan laboratorium:
Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau
micros hematuria. Dapat ditemukan anemia sebagai akibat dari adanya
perdarahan kronis atau pendesakan sel metastase ke sumsum tulang.
Terjadi uremia bila tumor menyumbat kedua muara ureter. Leukositosis
bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urine
 Pemeriksaan radiologi
Dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena dan foto thoraks.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan traktus urinarius yaitu
berupa adanya gangguan fungsi ekskresi ginjal, hidronefrosis, hidroureter,
dan filling defect pada buli-buli, menilai infiltrasi tumor ke dinding buli-
buli, dan melihat metastase regional atau jauh.
 Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG berdifat noninvasive dan ketepatan diagnostic ini cukup
tinggi. Pada pemeriksaan ini didapatkan massa, letak serta ukuran massa.
 Sistoscopy dan Biopsy
Pada pemeriksaan sistoscopy dapat dilihat adanya tumor. Biopsy
digunakan untuk melihat histopatologis dari sel tumor.

1.6 Penatalaksanaan
1. Operasi
Operasi kanker yang terbatas pada permukaan dalam kandung kemih atau
hanya menyusup ke lapisan otot paling atas, bisa diangkat seluruhnya
melalui sistoskopi. Tetapi sering terbentuk kanker yang baru, kadang di
tempat yang sama, tetapi lebih sering terbentuk di tempat yang baru.
Angka kekambuhan bisa dikurangi dengan memberikan obat anti-kanker
atau BCG ke dalam kandung kemih setelah seluruh kanker diangkat
melalui sistoskopi. Pemberian obat ini bisa digunakan sebagai pengobatan
3

pada penderita yang tumornya tidak dapat diangkat melalui sistoskopi.


Kanker yang tumbuh lebih dalam atau telah menembus dinding kandung
kemih, tidak dapat diangkat seluruhnya dengan sistoskopi. Biasanya
dilakukan pengangkatan sebagaian atau seluruh kandung kemih
(sistektomi).
Kelenjar getah bening biasanya juga diangkat untuk mengetahui apakah
kanker telah menyebar atau belum. Terapi penyinaran saja atau
dikombinasikan dengan kemoterapi kadang bisa mengobati kanker. Jika
kandung kemih diangkat seluruhnya, maka harus dipasang alat untuk
membuang air kemih. Biasanya air kemih dialirkan ke suatu lubang di
dinding perut (stoma) melalui suatu saluran yang terbuat dari usus, yang
disebut ileal loop. Selanjutnya air kemih dikumpulkan dalam suatu
kantong. Cara untuk mengalihkan air kemih pada penderita yang kandung
kemihnya telah diangkat, digolongkan ke dalam 2 kategori:
1) Orthotopic neobladder
2) Continent cutaneous diversion.
Pada kedua cara tersebut, suatu penampung internal dibuat dari usus.
Pada orthotopic neobladder, penampung ini dihubungkan dengan uretra.
Penderita diajarkan untuk mengosongkan penampung ini dengan cara
mengendurkan otot dasar panggul dan meningkatkan tekanan dalam perut,
sehingga air kemih mengalir melalui uretra. Pada continent cutaneous
urinary diversion, penampung ini dihubungkan dengan sebuah lubang di
dinding perut. Diperlukan kantong luar, karena air kemih tetap berada
dalam penampung sebelum dikosongkan oleh penderita dengan cara
memasang selang melalui lubang di dinding perut ke dalam penampung.
Penderita melakukan pengosongan ini secara teratur.
Kanker yang sudah menyebar diobati dengan kemoterapi.
2. Radioterapy
• Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada
grade III-IV dan stage B2-C.
• RAdiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu, dosis 3000-4000
Rads. Penderita dievaluasi selam 2-4 minggu dengan iinterval cystoscopy,
foto thoraks dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi direncanakan
operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads selam 2-3
minggu.
3. Chemoterapi
Obat-obat anti kanker :
• citral, 5 fluoro urasil
• topical chemotherapy yaitu Thic-TEPA, Chemotherapy merupakan
paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan
bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat diamsukkan ke dalam
Buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi
4

8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan


dalam Buli-buli selama dua jam. Pada pasien dengan tumor superficial
yang hanya menjalani pengobatan dengan TUR (disertai atau tidak
disertai kemoterapi intravesika), control sistoskopi berkala mutlak
dikerjakan. Sedangkan pada pasien yang menjalani pengobatan dengan
sistektomi radikal dilakukan foto thoraks berkala.

1.7 Komplikasi
• Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi
• Retensi urine bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck
• Hydronephrosis oleh karena ureter menglami oklusi
5
6

2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN


2.6 Pengkajian
1) Identitas
Usia yang sering terserang adalah umur 50-60 tahun, Jenis kelamin
(lebih sering mengenai laki-laki daripada perempuan), pekerjaan
(sering terpapar bahan kimia).
2) Keluhan
Keluhan penderita yang utama adalah mengeluh kencing darah yang
intermitten, merasa panas waktu kening. Merasa ingin kencing, sering
kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing,
nyeri suprapubik yang konstan, panas badan dan merasa lemah, nyeri
pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi karena
hydronephrosis
3) Riwayat penyakit sekarang
mengeluh kencing darah yang intermitten, merasa panas waktu
kening. Merasa ingin kencing, sering kencing terutama malam hari
dan pada fase selanjutnya sukar kencing, nyeri suprapubik yang
konstan, panas badan dan merasa lemah, nyeri pinggang karena
tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit kanker sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit kanker.
6) Pola pemenuhan kebutuhan
- Nutrisi: adanya riwayat konsumsi kopi, alcohol dan merokok. Adanya
keluhan mual.
- Eliminasi: adanya peningkatan frekuensi berkemih, berkemih sedikit
dan tidak tuntas, hematuria, nyeri saat berkemih.
- Aktivitas istirahat: aktivitas dan istirahat dapat terganggu apabila
timbul nyeri. Mudah lelah akibat dari anemia.
- Hygiene personal: apabila nyeri yang timbul hebat, kebutuhan hygiene
personal tidak dapat dilakukan secara mandiri.
2.7 Pemeriksaan fisik
Head to toe:
- Kepala: konjungtiva anemis, bibir pucat
- Leher: tidak ada pembesaran
- Dada: tidak ada masalah pada system pernafasan
- Abdomen: adanya nyeri tekan pada vesika urinaria, adanya
pembesaran renal bila terjadi hidronefrosis. Dapat terjadi hepatomegali
akibat metastase.
- Ekstrimitas: kuku anemi, CRT >2 detik, akral lembab
7

2.8 Diagnosa dan Intervensi keperawatan pre op


1) PK: syok hipovolemik
Tujuan: tidak terjadi syok hipovolemik setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan criteria hasil:
- Perdarahan berkurang
- TD normal (110-120/70-80mmHg)
- Nadi normal (60-100x/menit)
- Tidak pucat
- Akral hangat

Intervensi:

1. Jelaskan pada pasien penyebab terjadinya perdarahan.


R/ perdarahan terjadi akibat adanya tomur pada kandung kemih
sehingga menyebabkan pecahnya pembuluh darah pada kandung
kemih.
2. Anjurkan pada pasien untuk bed rest, posisi kaki ditinggikan kepala
lebih rendah.
R/ menurunkan penggunaan energy dan meningkatkan suplai darah ke
organ-organ penting
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian transfuse darah
R/ transfuse mengganti kehilangan darah sehingga terhindar dari syok.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam rencana pembedahan
R/ tumor kandung kemihbisanya bersifat ganas. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengobati adalah operasi TUR dan dapat dilanjutkan
dengan kemoterapi ataupun radioterapi.
5. Observasi perdatahan, TTV, tanda-tanda syok hipovolemik
R/ tidak adanya tanda syok, TTV dalam batas normal,
mengindikasikan keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.

2) Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan


jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf,
inflamasi) ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak
mampu memusatkan perhatian, TD >120/80mmHg, nadi 60-100x/menit,
RR>20x/menit, VAS >5.
Tujuan: rasa nyaman pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan criteria hasil:
- Nyeri berkurang
- Raut wajah tidak kesakitan
- TTV normal
- VAS 1-2
8

Intervensi:

1. Jelaskan pada pasien penyebab nyeri dan jelaskan tindakan yang akan
dilakukan.
R/ nyeri terjadi akibat adanya massa pada buli-buli sehingga menekan
jaringan saraf sekitarnya.
2. Ajarkan pada pasien teknik pengurangan rasa nyeri dengan teknik
relaksaki dan distraksi
R/ teknik nafas dalam dan pengalihan perhatian menghambat
transmisi impuls nyeri ke otak sehingga persepsi nyeri berkurang.
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic.
R/ analgesic merupakan obat golongan penghilang rasa nyeri
4. Observasi keluhan, TTV, VAS dan raut wajah pasien
R/ mengevaluasi keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.

3) Retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kemih akibat tumor


yang ditandai dengan pasien mengeluh sulit BAK, VU penuh, nyeri tekan
pada VU.
Tujuan: pasien dapat berkemih secara adekuat setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan criteria hasil:
- Kandung kemih kosong sempurna
- Tidak ada sisa setelah BAK
- Jumlah urine 1cc/KgBB/jam
- Pola berkemih teratur
Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien penyebab retensi urine
R/: retensi urine disebabkan oleh penyumbatan saluran kemih akibat
adanya tumor pada buli-buli.
2. Anjurkan pasien untuk minum banyak
R/: Minum banyak dapat membantu mempertahankan fungsi ginjal
3. Rangsang keinginan berkemih pasien dengan cara meminta pasien melihat
air mengalir dari kran atau mengompres perut dengan air dingin.
R/ meningkatkan rangsangan untuk berkemin pasien.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemasangan dower kateter apabila tidak
ada indikasi
R/: Dower kateter dapat membantu proses pengeluarani urine
5. Observasi kandung kemih, pola berkemih, produksi urine
R/: Kandung kemih kosong, pola berkemih lancar dan teratur
sertaproduksi urine 1cc/KgBB/jam cc menunjukkan tidak adanya
retensi urine.
9

4) Intoleran aktivitas berhubungan dengan gangguan system transport O2


akibat perdarahan yang ditandai dengan pasien mengeluh lemah, pusing,
peningkatan nadi, RR, pucat.
Tujuan: pasien menunjukkan peningkatan kemampuan dalam melakukan
aktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan denag kriteria hasil:
- Kelemahan dan kelelahan saat beraktivitas berkurang
- TTV dalam batas normal
- Tidak pucat
Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien penyebab terjadinya intoleran aktivitas
R/ intoleran aktivitas terjadi karena berkurangnya transport O2 dalam
tubuh akibat adanya perdarahan.
2. Anjurkan pada pasien untuk beristirahat.
R/ aktivitas yang terlalu berat dapat memperparah penyakit. Istirahat yang
cukup mengurangi konsumsi O2 oleh tubuh.
3. Bantu pasien memenuhi kebutuhannya.
R/ membantu mengurangi pengeluaran energy dan memenuhi kebutuhan
pasien.
4. Observasi TTV, dispnea, kelemahan dan kelelahan
R/ dapat menentukan keberhasilan tindakan yang dilakukan.

5) Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral akibat


hipoksia.
Tujuan : tidak terjadi cedera selama dilakukan tindakan keperawatan
dengan criteria hasil:
- Tidak terjadi luka

Intervensi:

1. Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab terjadinya resiko cedera


R/ tumor buli-buli menyebabkan hematuria sehingga terjadi
penurunan Hb. Penurunan Hb menyebabkan transport O2 ke otak
menurun sehingga dapat menyebabkan penurunan kesadaran yang
dapat menyebabkan resiko cedera.
2. Pasang pagar tempat tidur
R/ pagar tempat tidur dapat menjaga pasien tetap aman diatas tempat
tidur.
3. Bantu pasien saat melakukan aktivitas
R/ membantu meminimalkan resiko cedera.
4. Observasi kemampuan pasien beraktivitas
R/ mengevaluasi keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.
10

6) Kecemasan berhubungan dengan ancaman integritas biologis akibat


rencana pembedahan yang ditandai dengan pasien mengatakan cemas,
gelisah, peningkatan TD, nadi, RR.
Tujuan kecemasan pasien hilang setelahdilakukan tindakan keperawatan
dengan criteria hasil:
- Pasien mengatakan cemas berkurang
- TTV normal
- Dapat tidur nyenyak
Intervensi:
1) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi selama proses preoperasi,
anteoperasi dan pasca operasi.
R/ pengetahuan tentang apa yang diperkirakan membantu mengurangi
ansietas dan meningkatakan kerjasama pasien selama pemulihan.
2) Ajarkan ternik relaksasi
R/ teknik ini mengurangi ketegangan otot sehingga kecemasan dapat
turun.
3) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian obat anti ansietas
R/ menurunkan kecemasan
4) Observasi keluhan, TTV
R/ mengidentifikasi keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.

Diagnosa intervensi keperawatan post-Op

1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan


reflex spasme otot yang ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, raut
wajah kesakitan, diaphoresis, VAS meningkat, TD, nadi, RR meningkat
Tujuan: rasa nyaman pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan criteria hasil:
- Nyeri berkurang
- Raut wajah tidak kesakitan
- TTV normal
- VAS 1-2

Intervensi:

1. Jelaskan pada pasien penyebab nyeri dan jelaskan tindakan yang akan
dilakukan.
R/ nyeri terjadi akibat adanya trauma jaringan setelah post op TUR.
2. Ajarkan pada pasien teknik pengurangan rasa nyeri dengan teknik
relaksaki dan distraksi
R/ menghambat transmisi impuls nyeri ke otak sehingga persepsi
nyeri berkurang.
3. Bantu pasien mengambil posisi yang nyaman. Tekuk lutut dengan
menggunakan bantal.
11

R/ Posisi yang nyaman dapat mengurangi penekanan pada luka


operasi. Penekukan pada lutut mengurangi penegangan otot abdomen
sehingga luka operasi tidak tertarik dan memberikan rasa nyaman
pada pasien.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic.
R/ analgesic merupakan obat golongan penghilang rasa nyeri dengan
menghambat sintesis prostaglandin sehingga nyeri berkurang.
5. Observasi keluhan, TTV, VAS dan raut wajah pasien
R/ mengevaluasi keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.
2) Retensi urine berhubungan dengan penyumbatan spincter yang ditandai
dengan pasien mengeluh sulit BAK, VU penuh, nyeri tekan pada VU.
Tujuan: pasien dapat berkemih secara adekuat setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan criteria hasil:
- Kandung kemih kosong sempurna
- Tidak ada sisa setelah BAK
- Jumlah urine 1cc/KgBB/jam
- Pola berkemih teratur
Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien penyebab retensi urine
R/: retensi urine disebabkan oleh adanya blood cloth yang menyumbat
saluran kemih.
2. Anjurkan pasien untuk minum banyak
R/: Minum banyak dapat membantu mempertahankan fungsi ginjal
3. Rangsang keinginan berkemih pasien dengan cara memminta pasien
melihat air mengalir dari kran atau mengompres perut dengan air
dingin.
R/ meningkatkan rangsangan untuk berkemin pasien.
4. Observasi kandung kemih, pola berkemih, produksi urine
R/: Kandung kemih kosong, pola berkemih lancar dan teratur
sertaproduksi urine 1cc/KgBB/jam cc menunjukkan tidak adanya
retensi urine.

3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme


akibat pembedahan.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil:
- TTV dalam batas normal (TD <140/90 mmHg, Nadi: 60-100 x/mnt, Suhu:
36,5-37,50C, RR:16-20 x/menit).
- Tidak ada kemerahan dan pembengkakan pada luka operasi
- Tidak ada perembesan dan pus pada luka operasi
12

Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien untuk segera melaporkan kepada perawat apabila
merasa nyeri/ rasa tidak enak dan mengganggu
R/: Nyeri merupakan salah satu indikator adanya infeksi
2. Lakukan perawatan kateter dengan teknik aseptic secara teratur.
R/: keadaan luka operasi yang bersih meminimalkan resiko terjadinya
infeksi.
3. Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotic sesuai indikasi
R/: Antibiotik mencegah dan mengatasi mikroorganisme penyebab infeksi
4. Observasi TTV, tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, nyeri, panas)
R/: Deteksi dini adanya infeksi dan menentukan dengan segera langkah
untuk mengatasi infeksi.

4) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus akibat efek


anestesi yang ditandai dengan pasien belum BAB, bising usus menurun,
feses keras.
Tujuan: eliminasi alvi adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kriteria:
- Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
- Feses lembut dan berbentuk
- Mengeluarkan feses tanpa bantuan
Intervensi:
1. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyebab terjadinya
konstipasi
R/: konstipasi terjadi karena tonus otot menurun akibat efek dari anestesi.
2. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan banyak serat
R/: diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltic dan
eliminasi secara teratur.
3. Berikan minum cukup 2000-2500 cc/hari. Jika tidak ada kontraindikasi.
R/: masukkan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi
feses yang sesuai pada usus.
4. Lakukan mobilisasi secara bertahap sesuai dengan keadaaan pasien
R/: aktivitas fisik membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot
abdomen dan peristaltic usus.
5. Observasi pola eliminasi dan karakteristik feses
R/: pola eliminasi yang teratur dan feses lembut dan berbentuk
menunjukkan eliminasi alvi adekuat
13

2.9 Evaluasi

1) Tidak terjadi syok hipovolemik


2) Nyeri pasien dapat berkurang atau hilang
3) Pola eliminasi urine pasien dapat normal kembali
4) Pasien dapat toleran terhadap aktivitas sesuai kemampuan pasien
5) Tidak terjadi cedera
6) Kecemasan pasien berkurang
7) Tidak terjadi infeksi selama perawatan
8) Pola eliminasi alvi pasien normal kembali
14

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. (2004). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


(2006). alih bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC
Long, Barbara C. 1986. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. 1996. Bandung: Yayasan
IAPK.
Mansjoer, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia A. (2002). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
(2005). alih bahasa Huriawati Hartanto. Jakarta:EGC
R. Sjamsuhidayat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Tjokronegoro, Arjatmo. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai