Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN NY M POST SECTIO CESAREA HARI KE 0 DENGAN

INDIKASI PARTUS LAMA PADA KALA 1 DI RUANG

GALILEA II OBS-GYN RS BETHESDA YOGYAKARTA

09 SEPTEMBER 2013

Disusun Oleh :

Nama : Febri Adiningtyas

Tingkat : III B

Semester :V

NIM : 1101033

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Partus Lama merupakan salah satu dari beberapa penyebab kematian ibu dan
bayi baru lahir. Partus Lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 12 jam
yang dimulai dari tanda-tanda persalinan. Partus lama akan menyebabkan infeksi,
kehabisan tenaga, dehidrasi pada ibu, kadang dapat terjadi pendarahan post partum
yang dapat menyebabkan kematian ibu. Pada janin akan terjadi infeksi, cedera dan
asfiksia yang dapat meningkatkan kematian bayi. Para ibu baru yang menjalani
persalinan pertamanya dengan sulit dan lama mengatakan bahwa pengalaman
tersebut akan mempengaruhi mereka untuk selamanya.
Secara keseluruhan, 60 persen wanita yang menjalani persalinan sulit
mengatakan bahwa pengalaman tersebut akan meninggalkan kesan pada mereka
sepanjang hidupnya. Persalinan yang lama biasa terjadi terutama pada wanita yang
baru menjalani persalinan anak pertama.
Persalinan lama didefinisikan sebagai persalinan dengan kemajuan yang
lama, yaitu ibu mengalami kontraksi teratur lebih lama dari 12 jam misalnya, atau
persalinan yang membutuhkan operasi cesar darurat, bantuan forseps, atau vakum.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui konsep persalinan lama
b. Mengetahui penatalaksanaan Ibu dengan persalinan lama
c. Mengetahui asuhan keperawatan Ibu dengan persalinan lama
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui secara spesifik mengenai persalinan lama, kemudian bagaimana
tindakan medis selanjutnya untuk mengatasi masalah tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Medis
1. Partus lama
a. Pengertian Partus Lama
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di
kanan garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin, 2002).
b. Anatomi dan Fisiologi

Uterus beruterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang
sedikit gepeng kea rah muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam
dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran
panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm, lebar di atas 5, 25 cm, tebal 2,5 cm
dan tebel dinding uterus adalah 1,25 cm. Bentuk dan ukuran uterus
sangat berbeda-beda, tergantung pada usia dan pernah melahirkan anak
atau belumnya. Terletak di rongga pelvis antara kandung kemih dan
rectum. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio
( serviks ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri ).

1) Bagian-bagian uterus terdiri atas :


 Fundus uteri, adalah bagain uterus proksimal di ats muara tuba
uterina yang mirip dengan kubah , di bagian ini tuba Falloppii
masuk ke uterus. Fundus uteri ini biasanya diperlukan untuk
mengetahui usia/ lamanya kehamilan
 Korpus uteri, adalah bagian uterus yang utama dan terbesar.
Korpus uteri menyempit di bgaian inferior dekat ostium internum
dan berlanjut sebagai serviks. Pada kehamilan, bagian ini
mempunyai fungsi utama sebagai tempat janain berkembang.
Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri
( rongga rahim ).
 Serviks uteri, serviks menonjol ke dalam vagina melalui dinding
anteriornya,dan bermuara ke dalamnya berupa ostium eksternum.
Serviks uteri terdiri dari :Pars vaginalis servisis uteri yang
dinamakan porsio,Pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian
serviks yang berada di atas vagina
Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikal berbentuk
sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. saluran ini dilapisi oleh
kelenjar-kelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi
sebagai reseptakulum reminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam
disebut ostium uteri internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri
eksternum.
2) Secara histologis, dinding uterus terdiri atas :
 Endometrium ( selaput lendir ) di korpus uteri
Endometrium terdiri atas epitel pubik, kelenjar-kelenjar dan
jaringan dengan banyak pembuluh darah. Endometrium terdiri
atas epitel selapis silindris, banyak kelenjar tubuler bersekresi
lendir. Dua pertiga bagian atas kanal servikal dilapisi selaput
lendir dan sepertiga bawah dilapisi epitel berlapis gepeng,
menyatu dengan epitel vagina.Endometrium melapisi seluruh
kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid.
Endometrium merupakan bagian dalam dari korpus uteri yang
membatasi cavum uteri. Pada endometrium terdapat lubang-
lubang kecil yang merupakan muara-muara dari saluran-saluran
kelenjar uterus yang dapat menghasilkan secret alkalis yang
membasahi cavum uteri. Epitel endometrium berbentuk seperti
silindris.
 Myometrium / Otot-otot polos
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler dan di
sebelah luar berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu
terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling
kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang berada di
sana. Myometrium merupakan bagian yang paling tebal. Terdiri
dari otot polos yang disusun sedemikian rupa hingga dapat
mnedorong isinya keleuar saat persalinan. Di antara serabut-
serabut otot terdapat pembuluh-pembuluh darah, pembuluh
lympa dan urat saraf. Otot uterus terdiri dari 3 bagain :

Uterus sebenarnya terapung dialam rongga pelvis dengan jaringan


ikat dan ligamenta yang menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik.
3) Ligamenta yang memfiksasi uterus adalah ( Ilmu Kebidanan ):
 Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum ( Mackenrodt )
yakni ligamentum yang trepenting, mencegah supaya uterus tidak
turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan
puncak vagina kea rah lateral dinding pelvis.
 Ligamentum sakro- uterinum sinistrum et dekstrum, yakni
ligamentum yang menahan uterus supaya tidak banyak bergerak,
berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan, kea rah os
sacrum kiri dan kanan.
 Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum
yang menhaan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut
fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan.
Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal
pada waktu berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat dan
ligamentum rotundum menjadi kencang serta mengadakan
tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan ia pun terba
kencang dan terasa sakit bila dipegang.
 Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum
yang meliputi tuba, berjalan dari uterus kea rah sisi, tidak banyak
mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah
bagian dari peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua
tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal, ligamentum
ini ditemukan indung telur ( ovarium sinistrum et dekstrum ).
Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak banyak
artinya.
 Ligamentum infundibulo-pelvikum, yakni ligamentum yang
menahan tuba Falloppii berjalan dari arah infundibulum ke
dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran-
saluran limfe, arteria dan vena ovarica.
c. Penyebab Partus Lama
Menurut Saifudin AB, (2007: h 185) Pada prinsipnya persalinan lama
dapat disebabkan oleh :
1) His tidak efisien (in adekuat)
2) Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex
(presentasi bokong, dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi
adalah posisi kepala janin relative terhadap pelvis dengan
oksiput sebagai titik referansi. Janin yang dalam keadaan
malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus
lama atau partus macet. (Saifudin AB, 2007 : h 191)
3) Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina,
tumor)
Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi
terlalu besar dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus
macet. Cara penilaian serviks yang baik adalah dengan
melakukan partus percobaan (trial of labor). Kegunaan
pelvimetre klinis terbatas. (Saifudin AB, 2007 : h 187)
Faktor lain (Predisposisi)
1) Paritas dan Interval kelahiran (Fraser MD, 2009 : 432)
2) Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya
ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada
akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.
KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu.
KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan. (Sujiyatini, 2009 : h 13).
d. Patofisiologi
e. Tanda dan Gejala Partus Lama

Menurut Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH (1998) gejala klinik partus
lama terjadi pada ibu dan juga pada janin.
1) Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat,
pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering
dijumpai: Ring v/d Bandle, oedema serviks, cairan ketuban
berbau, terdapat mekonium.
2) Pada janin
Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur bahkan
negarif, air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan,
berbau.
a) Kaput succedaneum yang besar
b) Moulage kepala yang hebat
c) Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK)
d) Kematian Janin Intra Parental (KJIP)

Menurut Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, DSOG (1998), gejala utama
yang perlu diperhatikan pada partus lama antara lain :
1) Dehidrasi
2) Tanda infeksi : temperatur tinggi, nadi dan pernapasan, abdomen
meteorismus
3) Pemeriksaan abdomen : meteorismus, lingkaran bandle tinggi,
nyeri segmen bawah Rahim
4) Pemeriksaan lokal vulva vagina : edema vulva, cairan ketuban
berbau, cairan ketuban bercampur meconium
5) Pemeriksaan dalam : edema servikalis, bagian terendah sulit di
dorong ke atas, terdapat kaput pada bagian terendah
6) Keadaan janin dalam rahim : asfiksia sampai terjadi kematian
7) Akhir dari persalinan lama : ruptura uteri imminens sampai
ruptura uteri, kematian karena perdarahan atau infeksi.
f. Komplikasi Partus Lama
1) Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya
pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di
dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan
janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang
terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya.
2) Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius
selama partus lama, terutama pada ibu dengan parietas tinggi dan pada
mereka dengan riwayat SC. Apabila disproporsi antara kepala janin dan
panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan
tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang
kemudian dapat menyebabkan ruptura.
3) Cincin Retraksi Patologis
Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu
pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering
timbul akibat persalinan yang terhambat, disertai peregangan dan
penipisan berlebihan segmen bawah uterus.
4) Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke PAP, tetapi tidak maju
untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di
antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang
berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan
jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula
vesikovaginal, vesikoservikal, atau retrovaginal.
5) Cidera Otot-otot Dasar Panggul
Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari
kepala janin serta tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-
gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul sehingga terjadi
perubahan fungsional dan anatomik otot, saraf, dan jaringan ikat.
6) Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput
suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini
dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostic
yang serius..
7) Molase kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses
yang disebut molase. Apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase
dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin,
dan perdarahan intracranial pada janin.
g. Penatalaksanaan Medis

1) Persalinan palsu/belum in partu (Fase labor)


Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh
pulang.
2) Fase laten memanjang (Prolonged latent phase)
Diagnosis fase laten yang memanjang dibuat secara retropekfektif.
Bila his berhenti disebut persalinan palsu atau belum inpartu.
Bilamana kontraksi makin teratur dan pembukaan bertambah sampai
3 cm. pasien kita sebut masuk fase Iaten.
Apabila ibu berada dalam fase laten lebih dari 8 jam dan tak ada
kemajuan, lakukan pemeriksaan dengan jalan melakukan
pemeriksaan serviks :
a) Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan serviks serta
tak didapatkan tanda gawat janin. Kaji ulang diagnosisnya.
Kemungkinan ibu belum dalam keadaan in partu
b) Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan pembukaan
serviks, lakukan drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc
dekstrose atau NaCI mulai dengan 8 tetes per menit, setiap 30
menit ditambah 8 tetes sampai his adekuat (maksimum 40
tetes/menit) atau diberikan preparat prostagladin. Lakukan
penilaian ulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif
setelah dilakukan pemberian oksitosin, lakukan seksio sesarea.
c) Pada daerah yang prevalansi HIV tinggi, dianjurkan membiarkan
ketuban tetap utuh selama pemberian oksitosin untuk mengurangi
kemungkinan terjadi penularan HIV.
d) Bila didapatkan tanda adanya amnionitis, berikan induksi dengan
oksitosin 5 U dalam 500 cc dekstore atau NaCI mulai 8 tetes per
menit, setiap 15 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat
(maksimum 40 tetes/menit) atau diberikan preparat
prostaglandin; serta obati infeksi denga ampisilin 2 gr IV sebagai
dosis awal dan I dan IV setiap 6 jam dan gentamisin 2 x 80 mg.
3) Fase aktif yang memanjang (Prolonged active phase)
Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD atau adanya obstruksi :
a) Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan
memperbaiki dan mempercepat kemajuan persalinan
b) Bila ketuban intak, pecahkan ketuban.
c) Bila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang
dari 1 cm per jam lakukan penilaian kontraksi uterusnya.
4) Kontraksi uterus adekuat
Bila kontraksi uterus adekuat ( 3 dalam 10 menit dan lamanya lebih
dari 40 detik) pertimbangkan adanya kemungkinan CPD, obstruksi,
malposisi atau malpresentasi.
5) Disproporsi sefalopelvik
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam
persalinan terjadi CPD akan didaptkan persalinan yang macet. Cara
penilaian pelvis yang baik adalah dengan melakukan partus
percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimetri klinis terbatas.
a) Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan seksio
sesarea
b) Bila bayi mati lakukan kraniotami atau embriotomi (bila tidak
mungkin lakukan seksio sesarea)
6) Partus Macet (Obstruksi)
Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi
a) Bayi hidup lahirkan seksio sesarea
b) Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi embriotomi
7) Malposisi dan mal presentasi
Bila didapatkan adanya malposisi atau malpresentasi lihat bab
malposisi/ malpresentasi
8) Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia uteri)
Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disproporsi atau obstruksi
bisa disingkirkan, penyebab paling banyak partus lama adalah
kontraksi uterus yang tidak adekuat (Maternal Neonatal, 2002).
2. Sectio Cesarea
a. Pengertian Sectio Cesarea
Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan
satu bayi atau lebih (Dewi Y, 2007, hal. 1-2).
b. Jenis-jenis Sectio Cesarea
1) Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a) Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus
uteri)- Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira 10 cm.
b) SC ismika atau profundal
(low servical dengan insisi pada segmen bawah- rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
2) Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut :
a) Sayatan memanjang ( longitudinal )
b) Sayatan melintang ( Transversal )
c) Sayatan huruf T ( T insicion )
c. Indikasi Sectio Caesaria
1) Cepalo pelvic disproportion / disproporsi kepala panggul yaitu
apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil
sehingga tidak dapat melewati jalan lahir dengan aman, sehingga
membawa dampak serius bagi ibu dan janin.
2) Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus
sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga
ketika serviks membuka selama persalinan ibu dapat kehilangan
banyak darah, hal ini sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.
3) Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat menghalangi jalan
lahir akibatnya bayi tidak dapat dikeluarkan lewat vagina.
4) Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya pada ibu anemia
sehingga kurang kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat
menjadi rintangan pada persalinan, sehingga persalinan
mengalami hambatan/kemacetan.
5) Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman
akan terjadi ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan
persalinan spontan.
6) Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada
pembukaan, disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu
primi tua atau jarak persalian yang lama (lebih dari delapan
tahun)
7) Penyakit ibu (eklamsia/ preeklamsi yang berat, DM, penyakit
jantung, kanker cervikal), pembedahan rahim sebelumnya
(riwayat sectio caesarea, ruptur rahim yang sebelumnya,
miomektomi), sumbatan jalan lahir .
Indikasi janin
a) Janin besar yaitu bila berat badan bayi lebih dari 4000 gram,
sehingga sulit melahirkannya
b) Kelainan gerak, presentasi atau posisi ideal persalinan
pervaginam adalah dengan kepala ke bawah/ sefalik
c) Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam
persalinan
d) Hidrocepalus dimana terjadi penimbunan cairan
serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi
lebih besar serta terjadi peleberan sutura-sutura dan ubun-
ubun, kepalka terlalu besar sehingga tidak dapat
berakomodasi dengan jalan lahir.
d. Perawatan post section cesarean
1) Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg
Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk
mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg
morfin.
2) Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan
darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan
fundus harus diperiksa.
3) Terapi cairan dan Diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah
cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya,
meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam,
pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari
kedua.
4) Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada
keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum
terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua
bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari
ketiga..
5) Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan
perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang
2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
6) Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang
alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara
normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah
pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat
mandi tanpa membahayakan luka insisi.
7) Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit
tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah
yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
8) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.
9) Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila
diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke
lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya
untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain.(Cunningham,
1995 : 529)
3. Nifas
a. Pengertian
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,
serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu
(Saleha,2009).
b. Periode Nifas
Masa nifas/ peurpenium dibagi dalam 3 periode :
1) Puerpenium dini : kepullihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerpenium intermedial : kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote puerpenium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi . Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
c. Involunsio alat-alat kandungan
1) Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
2) Luka-lu;ka jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam
6-7 hari
3) Lochea : cairan sekret yang berasal dari kavum dari vagina dalam
masa nifas
a) Lochea rubra : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban,
sel-sel desidua, verniks kasensa, lanuga, dan mekonium,selama 2
hari pasca persalinan.
b) Lochea sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.
c) Lochea serosa : warna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada
hari ke 7-9 pasca persalinan
d) Lochea alba : cairan putih setelah 2 minggu
e) Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk
f) Locheastasis : lochea tidak lancer keluarnya
4) Serviks
Setelah persalinan, bentuk servik agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih
bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jam
dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
5) Payudara
a) Keluar kolostrum
b) Hiperpigmentasi areola mamae
c) Buah dada agak bengkak dan membesar
6) Perineum
Bila dilakukan episiotomy akan terjadi nyeri pada luka diperineum,
menyebabkan ibu takut BAB dan perih saat kencing
d. Perawatan Pasca Persalinan
1) Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang
selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke
kanan dan kiri untuk mencegah terjadinya thrombosis dan
tromboemboli. Pada hari ke-2 diperboleh duduk, hari ke-3 jalan-jalan
dan hari 4-5 sudah diperbolehkan pulang.
2) Diet
Makanan harus bermutu, beergizi dan cukup kalori, sebaiknya
makan-makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-
sayuran dan buah-buahan.
3) Miksi
Hendaknya kencing dilakukan sendiri akan secepatnya. Bila kandung
kemih penuh dan sulit tenang, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
4) Defekasi
Buang air besar, harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila sulit
buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berat leras dapat
diberikan laksan peroral atau per rektal
5) Perawatan payudara
a) Dimulai sejak wanita hamil supaya paling susu lemas, tidak keras
dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayi
b) Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat
baik untuk kesehatan bayinya.
6) Laktasi
Disamping ASI merupakan makanan utama bayi yang tidak ada
badingannya, menyusun bayi sangat baik untuk menjelmakan rasa
kasih sayang antara ibu dan anak.
7) Dianjurkan untuk mengambilan cuti hamil
8) Pemeriksaan pasca persalinan
a) Pemeriksaan umum : TD, nadi, keluhan, dll
b) Keadaan umum : suhu, selera makan, dll
c) Payudara : ASI, putting susu
d) Dinding perut : perineum, kandung kemih, rectum
e) Sekret yang keluar misalnya lochea, flour albus
9) Nasehat untuk ibu post natal
a) Sebaiknya bayi disusui
b) Bawakan bayi untuk imunisasi
c) Lakukanlah KB
d) Fisioterapi post natal sangat baik bila diberikan
B. Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doenges (2001), pengkajian pada klien post sectio caesarea meliputi :
a. Pengkajian data dasar primer
Tinjau ulang catatan pranatal dan intraoperatif dan adanya indikasi untuk
kelahiran caesarea.
b. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
c. Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, sampai ketakutan,
marah atau menarik diri. Klien atau pasangan dapat memiliki pertanyaan
atau salah terima dalam pengalaman kelahiran. Mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
d. Eliminasi
Kateter urinarius mungkin terpasang : urine jernih pucat, bising usus tidak
ada, samar, atau jelas.
e. Makanan atau cairan: abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
f. Neurosensori: kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi
spinal epidural.
g. Nyeri atau ketidaknyamanan : mungkin mengeluh ketidak nyamanan dari
berbagai kondisi misalnya trauma pembedahan, nyeri penyerta, distensi
kandung kemih atau abdomen, efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
h. Pernapasan : bunyi paru jelas dan vesikuler.
i. Keamanan : Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan
utuh. Jalur parenteral bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak
dan nyeri tekan.
j. Seksualitas: Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus, aliran lochea
sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
b. Ansietas berhubungan dengan situasi, ancaman, kebutuhan tidak
terpenuhi
c. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan penurunan sensitifitas
kandung kemih
d. Resiko gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan penurunan
peristaltic usus
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan invasi bakteri
f. Resiko kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
g. Kurang pengetahuan mengenai perawatan payudara berhubungan dengan
kurang informasi
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

1. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan a. Observasi tingkat nyeri a. Mengetahui sberapa
terputusnya kontinuitas tindakan 3x24 jam menggunakan skala nyeri nyeri keadaan pasien
jaringan diharapkan nyeri kilen b. Berikan posisi yang nyaman b. Mengurangi rasa
berkurang atau hilang pada pasien nyeri
dengan kriteria hasil : c. Ajarkan pasien untuk c. Metode non
a. Skala nyeri mengurangi nyeri dengan farmakologis untuk
dalam rentang tarik nafas dalam mengurangi nyeri
1-3 d. Kolaborasi dengan dokter d. Metode farmakologis
b. Pasien terlihat dalam pemberian analgetik dalam mengurangi
lebih rileks nyeri

2. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan a. Identifikasi penyebab a. Menentukan


dengan situasi, ancaman, tindakan 1x24 jam kecemasan klien intervensi selanjutnya
kebutuhan tidak terpenuhi diharapkan kecemasan b. Bantu klien dalam b. Agar klien dapat
klien berkurang menemukan mekanisme mencari solusi untuk
dengan kriteria hasil : koping masalahnya
a. Klien c. Ajarkan pasien untuk c. Membangkitkan
mengatakan mengurangi kecemasan semangat klien
kecemasan dengan berpikir positif
sudah d. Kolaborasi dengan pastori d. Memulihkan pasien
berkurang bila kecemasan pasien berat secara rohani
b. Pasien terlihat
tenang

3. Gangguan eliminasi BAK Setelah dilakukan a. Observasi balance cairan tiap a. Mengetahui intake
berhubungan dengan tindakan 3x24 jam 8 jam sekali dan output cairan
penurunan sensitifitas diharapkan pola b. Dorong Pasien untuk
kandung kemih eliminasi urin kembali berkemih bila ada keinginan
normal dengan kriteria berkemih
hasil : c. Ajarkan pasien untuk
a. Pasien dapat mengkonsumsi cukup air 1-2 b. Mencegah terjadinya
mengontrol liter perhari kekurangan cairan
atau dehidrasi
berkemihnya d. Kolaborasi dalam
tiap 4 jam pemasangan kateter dan c. Kateter akan
membantu
sekali pemberian obat mengeluarkan urin
yang tertampung
didalam vesika
urinaria
4. Resiko gangguan eliminasi Setelah dilakukan a. Observasi penyebab klien a. Menentukan
BAB berhubungan dengan tindakan 3x24 jam sulit untuk defekasi intervensi selanjutnya
penurunan peristaltic usus diharapkan pasien b. Berikan lavement/huknah b. Lavement atau
tidak susah BAB bila perlu hukanah akan
dengan kriteria hasil : c. Anjurkan pasien untuk melunakan feces
a. Abdomen mengkonsumsi diet yang c. Diet tinggi serat akan
tidak teraba tinggi serat melicinkan dinding
keras d. Kolaborasi dengan dokter usus dan
dalam pemberian laksatif memudahkan
pengeluaran feces

5. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan a. Observasi balutan abdominal a. Eksudat menandakan
berhubungan dengan invasi tindakan 3x24 jam apakah ada rembesan dan adanya infeksi pada
bakteri diharapkan tidak eksudat luka
terjadi infeksi dengan b. Observasi tanda vital tiap 6 b. Suhu meningkat
kriteria hasil : jam sekali (suhu, nadi, merupakan salah satu
a. Tidak terdapat respirasi, tekanan darah) tanda infeksi
pus pada luka c. Pertahankan teknik aseptic c. Tehnik aseptic
b. Suhu tubuh pada saat merawat luka menjaga agar daerah
dalam rentang d. Anjurkan pasien untuk luka tetap steril
normal (36- menjaga kebersihan daerah d. Mecegah terjadinya
37,5 derajat luka infeksi
celcius ) e. Kolaborasi dalam e. Antibiotic mencegah
pemberianan antibiotic bakteri menginfeksi
luka

6. Resiko kurang perawatan Setelah dilakukan a. Observasi seberapa tingkat a. Menentukan


diri berhubungan dengan tindakan 3x24 jam kelemahan klien intervensi selanjutnua
kelemahan diharapkan pasien b. Bantu pasien dalam merawat b. Membantu pasien
dapat merawat dirinya dirinya (makan, mandi) memenuhi kebutuhan
dengan kriteria hasil : c. Ajarkan pasien untuk latihan dirinya
a. Pasien dapat merawat diri secara bertahap c. Mengajarkan pasien
merawat d. Anjurkan keluarga untuk mandiri dalam
tubuhnya memberikan dorongan pada merawat tubuhnya
sendiri pasien d. Dorongan keluarga
akan membantu
pemulihan pasien

7. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan a. Observasi bagaimana a. Menentuka intervensi


mengenai perawatan tindakan 1x24 jam keadaan payudara pasien selanjutnya
payudara berhubungan
diharapkan klien (bengkak, terbenam) b. Bila bengkak dapat
dengan kurang informasi
paham mengenai b. Bantu pasien bila pasien tidak mengurangi rasa
perawatan payudara dapat merawat payudaranya tegang, dan
dengan kriteria hasil : sendiri (breast care) menonjolkan kembali
a. Pasien dapat c. Ajarkan pasien dalam putting susu yang
menjelaskan perawatan payudara terbenam
kembali c. Mengajarkan pasien
bagaimana untuk merawat
perawatan payudara secara
payudara mandiri.

Anda mungkin juga menyukai