Anda di halaman 1dari 448

JILID 1

Indonesia. Meskipun demikian, sejauh ini belum ada biograi yang

PETER CAREY
R
bacaan-indo.blogspot.com

Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855


bacaan-indo.blogspot.com
Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855

JILID 1
bacaan-indo.blogspot.com
bacaan-indo.blogspot.com
Dipersem bahkan
kepada keluarga dan keturunan Pangeran Diponegoro,
dengan penuh horm at dan takzim .

“Engkau sendiri hanya sarana,


namun tidak lama,
untuk disejajarkan dengan leluhur.”

Ram alan Paran gku s u m o , s e kitar 18 0 5

“Sejarah berkata:
‘J angan berharap di sisi makam sebelah sini.
Tapi kelak sekali seumur hidup,
Gelombang pasang keadilan yang didamba bisa tiba
Hingga harapan dan sejarah seirama.’

Maka berharaplah pada perubahan samudera,


Di ujung dendam sebelah sana.
Yakinlah bahwa pantai nun jauh
Dapat dicapai dari sini.”

Se am u s H e an e y

“Zaman edan, terkutuklah nasibku, karena aku lahir untuk


meluruskanmu.”
bacaan-indo.blogspot.com

W illiam Sh ake s pe are , H a m le t , Babak I Ade gan V


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta


Pasal 2:
1. Hak Cipt a merupakan hak eksklusif bagi Pencipt a at au Pemegang Hak Cipt a unt uk mengumumkan at au
memperbanyak Cipt aannya, yang t imbul secara ot omat is set elah suat u cipt aan dilahirkan t anpa
mengurangi pembat asan menurut perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana
Pasal 72:
1. Barangsiapa dengan sengaj a at au t anpa hak melakukan perbuat an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
bacaan-indo.blogspot.com

ayat (1) at au Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penj ara masing-masing paling singkat
1 (sat u) bulan dan/ at au denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (sat u j ut a rupiah), at au pi dana penj ara paling
lama 7 (t uj uh) t ahun dan/ at au denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaj a menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, at au menj ual kepada umum suat u
Cipt aan at au barang hasil pelanggaran Hak Cipt a at au Hak Terkait sebagaimana di maksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penj ara paling lama 5 t ahun dan/ at au denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima rat us j ut a rupiah).
Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855

JILID 1

PETER CAREY
bacaan-indo.blogspot.com

J akarta:
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerja sama dengan
KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde) J akarta
Kuasa Ramalan
Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855
Jilid 1
©Peter Carey
Judul Asli:
The Power of Prophecy
Prince Dipanagara and the end of an old order in Java, 1785-1855
Second edition
© 2007 Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde

Hak terjemahan bahasa Indonesia pada KPG


KPG: 901110487

Cetakan Pertama, November 2011

Penerjemah
Parakitri T. Simbolon

Penyunting
Christina M. Udiani

Perancang Sampul
Wendie Artswenda

Penataletak
Dadang Kusmana

CAREY, Peter
Kuasa Ramalan
Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855
Jilid 1
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2011
XLVI + 397 hlm.; 15 cm x 23 cm
ISBN: 978-979-91-0393-2

Ilustrasi sampul depan


“De onderwerping van Diepo Negoro aan Luitenant-Generaal De Kock, 28 Maart 1830"
(Penyerahan diri Diponegoro kepada Letnan-Jenderal De Kock, 28 Maret 1830) oleh Nicolaas
Pieneman (1809–1860). Foto seizin Rijksmuseum, Amsterdam.

Ilustrasi sampul belakang


Atas: Sketsa Diponegoro oleh seorang pelukis Keraton Yogyakarta, sekitar 1807. Foto seizin
mendiang Ibu Dr Sahir, Yogyakarta.
Bawah: Sketsa Diponegoro oleh Major F.V.H.A. de Stuers, 2 April 1830, dikutip dari De Stuers
1833: Atlas.
bacaan-indo.blogspot.com

Dicetak oleh PT Gramedia.


Isi di luar tanggung jawab percetakan.
Daftar Isi

Daft ar Isi vii


Daft ar Pet a dan Denah xi
Daft ar Gambar xiii
Daft ar Singkat an xv
Prakat a Edisi Indonesia xxiii
Prakat a Edisi Kedua xxix
Prakat a Edisi Pert ama xxxi

BAB I Jawa Tengah–Selatan Sekitar 1792–1825 1


“ Versailles Jawa” : Yogya awal abad kesembilan belas 1
Angkat an bersenj at a Yogya 5
Angkat an bersenj at a berlandaskan penguasaan t anah 9
Sist em t anah-j abat an keraj aan 11
Peran pemungut paj ak 17
Wilayah barat : Banyumas 22
Negaragung barat : Bagelen 26
Kelompok sosial dan masyarakat desa 31
Masa kej ayaan golongan sikep? 36
Perluasan sawah dan pembangunan irigasi 40
Pert umbuhan penduduk, 1755–1825 45
Kesehat an umum 48
Makanan dan gaya hidup pet ani 49
Pernikahan dini dan nilai anak 53
bacaan-indo.blogspot.com

Dunia kej ahat an di pedesaan, j awara dan para j ago 55


Angkat an kepolisian 61
Sist em paj ak Yogya dan wilayah t imur 65
viii KUASA RAMALAN

Perubahan pancas oleh Sult an kedua dan dampaknya 70


Kesimpulan 77

BAB II Diponegoro: Masa Remaja dan Pengasuhannya, 1785−1803 81


Kelahiran yang diramalkan 81
Kerabat perempuan dan pengaruh mereka 84
Masa kanak-kanak di Tegalrej o 94
Mewarisi permukiman Tegalrej o 97
Lingkaran Tegalrej o: persent uhan awal dengan
paguyuban-paguyuban Islam 103
Kesimpulan 110

BAB III Awal Dewasa: Pernikahan, Pendidikan, dan Pergaulan


dengan Paguyuban Santri, 1803–1805 113
Pernikahan pert ama dan perkembangan paguyuban Tegalrej o 113
Pendidikan dan minat sast rawi 119
Wat ak, kemampuan int elekt ual, dan hubungan
dengan kalangan Eropa 123
Pemahaman mengenai Islam 130
Sosok, kepribadian, keluarga, dan kesenangan 135
Kesimpulan 147

BAB IV Ziarah ke Pantai Selatan, Sekitar 1805 149


Lelono: perkelanaan rohani sebagai upacara selamat an 149
Aneka persiapan unt uk ziarah 151
Tirakat : menyepi dan penampakan 154
Di pant ai selat an: perj umpaan dengan Rat u Kidul 160
Perint ah t erakhir di Parangkusumo dan kembali ke Tegalrej o 174
Kesimpulan 180

BAB V Awal Runtuhnya Tanah Jawa: Yogyakarta


dan Tatanan Baru Daendels, 1808 183
Tat anan baru Daendels 183
Rencana pengambilalihan wilayah di Jawa t engah
dan t imur 188
Maklumat Daendels t ent ang upacara dan sopan-sant un
sert a dampaknya 193
bacaan-indo.blogspot.com

Jurus-j urus milit er: Jawa dan Belanda 206


Timbulnya golongan ant i-Belanda di Yogya 219
DAFTAR ISI ix

Bant eng Jawa lawan macan Belanda 227


Kesimpulan 237

BAB VI Pembela Terakhir Tatanan Lama: Asal dan Jalannya


Pemberontakan Raden Ronggo, 1809–1810 239
Penj arahan Yogya 239
Persiapan milit er dan kunj ungan Daendels, Juli 1809 241
Berebut niaga kayu j at i dan kemelut wilayah t imur
sert a pasisir 246
Pengambinghit aman Raden Ronggo 255
Krisis hubungan Belanda-Yogya, April–Agust us 1810 259
“ Bert umpuknya” masalah dan persiapan
unt uk pemberont akan Raden Ronggo 268
Pembersihan Jawa yang t ernoda: pemberont akan
Raden Ronggo 282
Kesimpulan 300

BAB VII Ujung Tahap Awal Bulan-bulan Terakhir


Pemerintahan Belanda-Prancis dan
Penjarahan Yogya oleh Inggris, 1811–1812 303
Pengant ar 303
Saat penent uan 304
Benih-benih perang saudara di Yogya 315
Runt uhnya pemerint ahan Belanda-Prancis 319
Tindakan pembalasan 336
Upaya Inggris unt uk berunding dan kunj ungan pert ama
Rafles ke keraton-keraton 345
Persiapan perang 363
Jat uhnya Yogyakart a, 20 Juni 1812 383
Kesimpulan 396
bacaan-indo.blogspot.com
bacaan-indo.blogspot.com
Daftar Peta dan Denah

Pet a 1 Daerah Yogyakart a awal abad kesembilan belas


yang menunj ukkan j alan-j alan dan desa-desa ut ama xviii
Pet a 2 Jawa t engah dan t imur yang menunj ukkan provinsi
t anah-j abat an yang berada di bawah kerat on-kerat on
Jawa t engah sebelum 1812 xx
Pet a 3 Jawa t engah yang menunj ukkan daerah ut ama penghasil
t anaman ekspor sebelum Perang Jawa 32
Pet a 4 Tat a let ak permukiman Tegalrej o dan sekelilingnya,
sekit ar 1830 98
Pet a 5 Ziarah Diponegoro ke pant ai selat an, sekit ar 1805 153
Pet a 6 Rut e pelarian Raden Ronggo Prawirodirj o III
di daerah Jawa t engah dan t imur,
November-Desember 1810 279
Pet a 7 Sket sa krat on Yogyakart a saat penyerbuan Inggris,
20 Juni 1812 385

Denah 1 Sist em t anah-j abat an Jawa pada awal abad kesembilan belas
yang menunj ukkan t ingkat -t ingkat pemerint ahan pent ing
penat a paj ak t anah 19
bacaan-indo.blogspot.com
bacaan-indo.blogspot.com
Daftar Gam bar

Gambar 1 Pemandangan Kerat on Yogyakart a dari alun-alun ut ara,


sekit ar 1771 2
Gambar 2 Anggot a pasukan kawal pribadi Sult an Yogyakart a 6
Gambar 3 Pej abat pemerint ahan daerah Jawa 23
Gambar 4 Seorang ronggeng at au t aledek 27
Gambar 5 Acara t ayuban dengan t andak at au ronggeng 34
Gambar 6 Perempuan Jawa j elat a memegang
gelendong benang kat un di t angan kirinya 37
Gambar 7 Seorang penenun berbicara kepada seorang bakul j amu 50
Gambar 8 Seorang Jayeng Sekar at au polisi berkuda 60
Gambar 9 Seorang penj ahit Tionghoa dan pembant unya 62
Gambar 10 Kiai Moj o, sekit ar 1790–1849 107
Gambar 11 Bagan kebat inan (daerah) dalam naskah Makassar
Diponegoro 132
Gambar 12 Sket sa arang Diponegoro muda, sekit ar 1807 139
Gambar 13 Raden Ayu Serang, sekit ar 1766-1855 157
Gambar 14 Diponegoro memberi pet unj uk kepada Kiai Joyomust opo
dan Kiai Mopid sebelum berziarah ke Nusa Kambangan 162
Gambar 15 “ Badai di Pant ai Selat an Jawa” oleh A.A.J. Payen 166
Gambar 16 Acara resmi Kerat on Yogya mempersembahkan sesaj i
kepada Rat u Kidul di pant ai Parangkusumo 173
Gambar 17 Herman Willem Daendels (1762–1818) oleh Raden Saleh 184
Gambar 18 Nicolaus Engelhard (1761–1831) 201
bacaan-indo.blogspot.com

Gambar 19 Laksamana Muda Arnold Adriaan Buyskes (1771–1838) 205


Gambar 20 Pangeran Prangwedono (Mangkunegoro II) (1768–1835)
sebagai Kolonel dan Komandan Legiun Mangkunegaran 214
Gambar 21 Ali Basah Abdul Must opo Prawirodirj o (Sent ot ) (1805–1855) 224
xiv KUASA RAMALAN

Gambar 22 Perahu t ak berpaj ak keraj aan (prau pengluput )


di Bengawan Solo dekat Gresik 225
Gambar 23 Lukisan keret a Gubernur-Jenderal G.A.G.Ph. van der
Capellen mendaki j alan raya pos di dat aran t inggi Priangan 231
Gambar 24 Sket sa pert arungan ant ara macan dan bant eng 234
Gambar 25 Seorang Jawa j elat a 247
Gambar 26 K.G.P.A.A. Pakualam II (bert akht a 1829–1858) 263
Gambar 27 Penyeberangan dengan perahu t ambang di Jawa,
sekit ar 1811–1813 282
Gambar 28 Seorang Jawa berpangkat bupat i dengan seragam lengkap 286
Gambar 29 Eskadron Angkat an Laut Inggris di bawah komando
Kapt en Christ opher Cole (1770-1836) merebut Banda Neira 302
Gambar 30 Gubernur-Jenderal Jan-Willem Janssens (1762–1838) 327
Gambar 31 Gilbert Elliot , Lord Mint o pert ama (1751–1814) 330
Gambar 32 Perahu-perahu dari korvet Angkat an Laut Inggris, Procris 332
Gambar 33 John Crawfurd (1783–1868) 343
Gambar 34 Sir Thomas Stamford Rafles (1781–1826) 348
Gambar 35 Serdadu sepoy Bat alion Sukarelawan
Infant eri Ringan Benggala 350
Gambar 36 Kolonel Colin Mackenzie (kira-kira 1754–1821) 355
Gambar 37 Cat at an asli Kiai Nit imenggolo t ent ang penyambut an resmi
Rafles di Yogyakarta, Desember 1811 364
Gambar 38 Serdadu sepoy Bat alion Sukarelawan
Infant eri Ringan Benggala 380
Gambar 39 Seorang priyayi Jawa dengan seragam t empur 381
Gambar 40 Kolonel (kemudian Mayor-Jenderal)
Sir Robert Rollo Gillespie (1766–1814) 391
bacaan-indo.blogspot.com
Daftar Singkatan

AN Arsip Nasional Republik Indonesia, J akarta


AvJ Archief van Yogya (KITLV H 698a-b, 699, Koleksi
Rouffaer)
AvS Arch ief van Surakarta (KITLV H 698 a-b, 699,
Koleksi Rouffaer)
B.Ng. Babad N gay ogy akarta. Sana Budaya MSS. A135
A136, A144, 3 vol
Baud Koleksi pribadi J .C. Baud (Nationaal Archief, Den
Haag)
BD (Manado) Babad Diponegoro (versi Manado), LOr 6547 a-d,
4 vol
BL Add. British Library (London) Additional manuscript
BPL Bibliotheca Publica Latina (MS dalam bahasa Barat
di Leiden Universiteits Bibliotheek)
Dl. Gulden Belanda (Generaliteits gulden mengandung
9,61 gram perak murni, lihat juga di bawah: f)
Dj.Br. "Bundel Djokjo Brieven" (bundel surat-surat dalam
arsip Keresiden an Yogyakarta, Arsip Nasion al,
J akarta)
dK Koleksi pribadi H.M. de Kock (Nationaal Archief,
Den Haag)
Du Bus Koleksi p r ib a d i L.P.J . d u Bu s d e Gisign ies
(Nationaal Archief, Den Haag)
EdD Com te Edouard Errem bault de Dudzeele, naskah
buku harian Perang J awa, EFEO 58653
bacaan-indo.blogspot.com

EFEO École fran çaise d’Extrêm e-Orien t, Perpustakaan


(Paris)
Eur. Rafles European MS (British Library)
f Gulden Hindia Belanda (Indische gulden/ Rupiah
xvi KUASA RAMALAN

J awa) m engandung 10 ,91 gram perak m urni, yang


sampai 1826, ketika gulden Belanda (Dl.) menjadi
m ata uang standar di Indonesia, kursnya adalah
1:1,25 terhadap gulden yang dibuat di Belanda
GG Gubernur-J enderal Hindia Belanda
GKA Geheim en Kabin ets Archief, Arsip Rahasia dan
Kabinet (Nationaal Archief, Den Haag)
H tarikh Hijriah
IOL India Ofice Library (British Library, London)
IOR India Ofice Records (British Library, London)
J tarikh J awa
J .r. J ava rupee, rupiah J awa (lihat juga: f di atas)
J av. Orang J awa
J ava NOK “J ava’s Noord Oost Kust” (bundel surat-surat dalam
arsip pemerintahan Pantai Timur-laut J awa, Arsip
Nasional, J akarta)
Kab. Miss. Kabinet M issiv e, surat resm i Kabinet (Algem een
Secretarie Archief, Arsip Nasional, J akarta)
KGPAA Kangjeng Gusti Pangeran Ario Adipati
KITLV H Naskah dalam bahasa Barat dalam perpustakaan
KITLV, Leiden
KITLV Or Naskah dalam bahasa Tim ur dalam perpustakaan
KITLV, Leiden
KITLV Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volken-
kunde (Leiden)
Knoerle “J ournal” J .H . Kn oerle, “Aan teeken in gen geh ouden door
den 2e Luit Kn oerle betreffen de de dagelyksche
verkeerin g van dien officer m et den Prin s van
Djocjakarta, Diepo Negoro, gedurende eene reis van
Batavia naar Menado, het exil van den genoemden
Prins”, Manado, 20 -6-18 30 (Catatan Letnan Dua
Kn oer le ten tan g p er gau lan seh ar i-h ar i an tar a
Letn an Dua itu dan pan geran dari Yogyakarta,
Dipon egoro, selam a perjalan an dari Batavia ke
Manado, tem pat pengasingan pangeran tersebut).
MS 391 koleksi pribadi J ohannes van den Bosch di
Nationaal Archief, Den Haag.
LOr Naskah dalam bahasa Timur di Leiden Universiteits
bacaan-indo.blogspot.com

Bibliotheek, Leiden
M tarikh Masehi
Mack.Pr. Koleksi pribadi Kolon el Colin Macken zie (In dia
Ofice Records, British Library, London)
DAFTAR SINGKATAN xvii

MvK Min ist er ie van Kolon iën (ar sip Kem en t er ian
J ajahan di Nationaal Archief, Den Haag)
NA Nationaal Archief, Den Haag
NBS Neth er lan d s Bible Society (Per h im pu n an In jil
Belanda)
NvB Koleksi pribadi H.G. Nahuys van Burgst (BPL 616,
Leiden Universiteits Bibliotheek)
P. Pangeran
Pt. Part, bagian
R. Raden
R.A. Raden Ayu
R.Ng. Raden Ngabehi
r.r. ronde real (bernilai sekitar Dl 2,80 )
R.T. Raden Tumenggung
RAI Royal Artillery Institution (London)
RAS Royal Asiatic Society (London)
S.Br. Bundel Solo Brieven (bundel surat-surat di arsip
Keresidenan Surakarta, Arsip Nasional, J akarta)
Sal. Kadanoerejan Serat Salasilah para loeloehoer ing Kadanoerejan.
Panti Budaya (Museum Sana Budaya, Yogyakarta)
MS B. 29
SB Naskah Museum Sana Budaya (Yogyakarta)
Schneither Koleksi pribadi G.J .Ch r. Sch n eith er (Nation aal
Archief, Den Haag)
Sp.D. Spanish Dollar (bernilai sekitar Dl 2,56)
vAE Koleksi pribadi Van Alphen-Engelhard (Nationaal
Archief, Den Haag)
Valck, “Overzigt” F.G. Valck, “Overzigt der voorn aam ste gebeur-
tenissen in het Djokjokartasche rijk sedert dezelfs
stichting in den jare 1755 tot aan het einde van den
door de opstan d van den Pan geran Ario Dhipo-
Negoro verwekten oorlog in den jaren 1825 tot en
met 1830 ”, 1-8-1833. MS dalam Dj.Br. 9A (dan 19 1)
Arsip Nasional, J akarta. Ikhtisar peristiwa-peristiwa
penting di Kesultanan Yogyakarta sejak berdirinya
pada 1755 sampai dengan akhir perang yang dipicu
oleh perlawanan Pangeran Ario Diponegoro pada
1825 sampai dengan 1830 .
bacaan-indo.blogspot.com

VOC Vereenigde Oost-Indische Compagnie (160 2– 1799)


VROA Verslag omtrent ‘s-Rijks Oude Archieven. Laporan
tentang Arsip Lama Negara Belanda.
bacaan-indo.blogspot.com
Pet a 1. Daerah Yogyakart a
awal abad kesembilan belas
yang menunj ukkan j alan-j alan
dan desa-desa ut ama. Pet a
dalam garis besarnya diambil
bacaan-indo.blogspot.com

dari Louw en De Klerck, IV:


1894-1909, disadur oleh J.
Wilbur Wright dari Oxford.
bacaan-indo.blogspot.com
Pet a 2. Jawa t engah dan t imur yang menunj ukkan provinsi-provinsi t anah-
j abat an yang berada di bawah kerat on-kerat on Jawa t engah sebelum 1812.
bacaan-indo.blogspot.com

Pet a dalam garis besarnya diambil dari Louw en De Klerck, VI: 1894-1909,
disadur oleh J. Wilbur Wright dari Oxford.
bacaan-indo.blogspot.com
Prakata Edisi Indonesia

Sudah lebih dari tiga tahun berlalu sejak edisi kedua buku The Pow er
of Prophecy : Prince Dipanagara and the End of an Old Order in Java,
1785-1855, yang sekarang sudah habis terjual, diterbitkan oleh KITLV di
Leiden pada bulan J uli 20 0 8. Selama tiga tahun ini telah terjadi banyak
peristiwa dalam kehidupan pribadi penulis. Yang paling penting adalah
keputusan saya untuk mengambil pensiun dini sebagai profesor sejarah
di Trinity College, Oxford lalu pindah sebentar ke J akarta pada Oktober
20 0 8 un tuk m en jabat Direktur Proyek The Cam bodia Trust, suatu
yayasan Inggris untuk penyandang cacat yang saya dirikan bersam a
dua rekan lain pada Novem ber 198 9. Yayasan in i sekaran g sedan g
bekerja sam a den gan Kem en terian Kesehatan Republik In don esia
untuk mengembangkan suatu profesi berstandar internasional Ortotik–
Prostetik (OP; ah li m em buat dan m em asan g kaki palsu dan alat
penyangga) dan m endirikan sekolah OP di seluruh Indonesia. Tidak
lama setelah bertugas ke J akarta, saya mendapat kesempatan berjumpa
dengan kepala perwakilan Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en
Volkenkunde (KITLV; Lem baga Kerajaan Belanda untuk Kajian Asia
Tenggara dan Karibia) di J akarta, Dr Roger Tol. Perkenalan ini langsung
m em buka pintu bagi saya untuk m enyiapkan edisi ketiga buku saya
tersebut dalam bahasa Indonesia.
bacaan-indo.blogspot.com

Suatu proyek besar un tuk m en erjem ahkan buku setebal seribu


halam an ini—sam a tebaln ya dengan naskah asli Babad Diponegoro
versi Man ado—bukan lah pekerjaan yan g rin gan . Selain dan a yan g
xxiv KUASA RAMALAN

besar, proyek ini juga membutuhkan keterampilan seorang penerjemah


yang bisa empat bahasa (Inggris, Belanda, Indonesia, dan J awa) selain
dukungan sebuah penerbit terkem uka. Syukurlah tiga kebutuhan ini
cepat terpen uhi. Sebagian besar dan a un tuk publikasi in i diperoleh
dari Yayasan Arsari Djojohadikusumo. Saya ingin mengucapkan m atur
sem bah nuw un kepada Bapak Hashim Djojohadikusumo atas dukungan
yang tak berhingga. Sem oga publikasi ini bisa juga m enjunjung nam a
baik n en ek m oyan g Pak H ashim , Raden Tum en ggun g Ban yakwide
(alias Raden Tum engung Kertanegara/ Mangunyudo Mukti), panglim a
Pangeran di Gowong (Kedu) yang begitu berani dan tersohor (Bab XI
catatan 10 7). Kam i juga berterim a kasih kepada Bapak Fadli Zon atas
imbal balik pendana tersebut.
Dana untuk terjemahan diusahakan oleh KITLV dan Komite Pene-
litian Asosiasi Studi Asia Tenggara di UK/ Inggris Raya (ASEASUK)
m elalui suatu dana khusus. Saya berterim a kasih kepada kolega saya,
sejarawan Asia Tenggara, Profesor Tim Harper, dari Magdalene College,
Cam bridge, atas jasa baik beliau sebagai fasilitator dana penerbitan
ASEASUK tersebut. Saya juga in gin m en yatakan pen ghargaan atas
sum ban gan yan g berharga dari Perusahaan Pen erban gan Kawasan
Lautan Hindia Australia untuk Pulau Christm as atas prakarsa bekas
m urid saya di Oxford, Gregory Pang; sum bangan lain dari Dana Riset
Oppen heim er di Un iversitas Oxford; dan Mas Sardon o W Kusum o,
pencipta “Opera Diponegoro” yang telah membawa kehidupan Pangeran
ke tengah khalayak yang lebih luas di Indonesia ini. Kami juga beruntung
mendapatkan Pak Parakitri T. Simbolon, sebelumnya seorang wartawan
senior di Kom pas, sebagai penerjem ah utam a. Pengalam annya yang
luas berkecim pun g di bidan g sastra dan pen getah uan n ya ten tan g
bahasa Belan da dan J awa m em an g ban yak m em bawa m an faat bagi
kami selama dua tahun panjang (J uni 20 0 9 – J uli 20 11) yang dibutuhkan
un tuk m em per siapkan dr af awal ter jem ah an . Sum ban gan n ya in i
semakin bernilai karena dalam periode itulah istri tercinta Pak Parakitri
sedang m em asuki tahap terakhir penyakitnya yang panjang. Kem atian
istrinya tepat di bulan ram pungnya penerjem ahan m enjadi penutup
yang menyedihkan dalam usaha maraton ini.
Beberapa “m alaikat” telah m em im pin kelahiran buku ini. Selain
bacaan-indo.blogspot.com

Roger Tol dan tim redaksi yan g cem erlan g dari KPG (Kepustakaan
Populer Gram edia), Christina M. Udiani dan Candra Gautam a, serta
Mikke Susanto (Institut Seni Indonesia, Yogyakarta), yang meminjamkan
PRAKATA EDISI INDONESIA xxv

foto berkualitas tinggi, saya juga m erasakan penghargaan yang m en -


dalam ter h adap m an tan Men ter i Pen didikan , Dr In g War dim an
Djojon egoro, yan g m em beri m asukan pen tin g dalam pro ses pe n er-
je m ahan ini. Ketelitian Pak Wardim an telah m em buat buku ini jauh
lebih baik daripada semula. Barangkali beliaulah satu-satunya di an ta-
ra pembaca edisi asli buku ini dalam bahasa Inggris yang telah menan -
dai, mencerna, dan memberi pendapat untuk setiap halaman buku ini.
Saya tidak bisa m engatakan telah m engikuti setiap saran beliau, tapi
be liau bisa yakin bahwa sumbangan beliau benar-benar bergema dalam
edisi bahasa Indonesia ini. Akhirnya, saya ingin m engucapkan banyak
terim a kasih kepada tem an saya, Dr Soe Tjen Marching, seorang spe-
sialis dalam sastra Indonesia modern. Dr Marching juga sempat mem-
baca keseluruhan terjemahan dan memberi masukan linguistik sendiri
yang sangat berharga dari sudut pandang sastra kontemporer.
Agar buku in i lebih m udah din ikm ati oleh pem baca In don esia,
saya telah m em utuskan un tuk m en ggun akan ejaan m utakhir pada
nam a dan toponim J awa. J adi saya m enuliskan “Diponegoro”, bukan
“Dipanagara”, dan “Tegalrejo”, bukan “Tegalreja”. Meskipun demikian,
saya tetap m em pertahan kan sistem tran sliterasi yan g ben ar un tuk
naskah J awa dalam sem ua kutipan langsung dari sum bernya. Ini bisa
terlihat terutam a pada catatan kaki. J ika ingin m elihat teks dengan
ejaan yang tepat, pembaca dapat dengan mudah memeriksa teks bahasa
Inggris yang asli berkat jasa KITLV di www.kitlv.nl / pdf_ docum ents/
asia-prophecy.pdf.
Bagaimanapun juga, buku ini tidak hanya sekadar terjemahan edisi
kedua terbitan KITLV. Dalam istilah Belanda versi Indonesia ini bisa
disebut “een verbeterde en uitgebreide editie” (edisi yang ditingkatkan
dan diperluas). Beberapa sum ber baru telah digunakan. Yang paling
penting adalah naskah asli perwira infanteri Belgia Mayor (pasca-1829,
Letkol) Edouard Errem bault de Dudzeele et d’Orroir (178 9– 18 30 ),
yang m erupakan catatan hariannya tentang Perang J awa. Catatan itu
mencakup periode antara 22 Oktober 1825 dan 25 Mei 1830 , beberapa
bulan sebelum perwira tersebut m eninggal di derm aga Antwerp tepat
pada hari ia tiba di negara asalnya yang sedang m engadakan revolusi
untuk m eraih kem erdekaan dari kaum penjajah di Nederland. Naskah
bacaan-indo.blogspot.com

in i sekaran g tersim pan di perpustakaan École fran çaise d’extrêm e-


Orient (EFEO) di Paris. Saya banyak berutang kepada m antan wakil
EFEO di J akarta, Dr H enri Cham bert-Loir, sekarang peneliti senior
xxvi KUASA RAMALAN

EFEO di Yogyakarta, karen a sudi m en yediakan n askah beran otasi


tentang sumber sejarah yang unik ini.
Selam a tiga tahun terakhir ini penulis juga m em iliki kesem patan
untuk m em baca sejum lah buku dan sum ber baru tentang kehidupan
Dipon egoro. Yan g palin g m en arik adalah dua buku ten tan g Prin s
H en drik “De Zeevaarder” (San g Pelaut) tatkala berusia en am belas
(1820 – 1879), yang melakukan perjalanan jarak jauh ke Hindia Belanda
pada 1836– 1838 dengan kapal perang Angkatan Laut Belanda, Bellona
(Wassing-Visser 1995; Huyssen van Kattendijke-Frank 20 0 4). Pangeran
Hendrik sem pat m engunjungi m antan pem im pin Perang J awa dalam
dua “kamar yang panas dan menyedihkan” yang ditempatinya di Benteng
Rotterdam, Makassar, pada 7 Maret 1837 (Wassing-Visser 1995:246).
Dalam sehalaman catatannya untuk hari itu dan suratnya bertang-
gal 10 Maret kepada ayahnya, Raja Willem II (bertakhta 1840 – 1849),
Prins Hendrik m enyarikan dilem a kolonialism e Belanda, konse kuen si
m oral penangkapan yang khianat terhadap Diponegoro di Magelang,
dan tak ter elakkan n ya perhitun gan akhir an tara oran g sen egerin ya
dan pen duduk pribum i Nusan tara (H uyssen van Katten dijke-Fran k
20 0 4:121). Mengingat pentingnya kesaksian Prins Hendrik, saya telah
m e n yertakan satu ilustrasi pan geran m uda itu yan g dilukis han ya
setahun sebelum per temuannya dengan Diponegoro (Gambar 81).
Akhirnya, saya sekali lagi banyak berutang kepada Pak Cornelis
(Kees) P. Briët, mantan hakim Pengadilan Tinggi untuk Antillen Belanda,
yang mempunyai pengetahuan yang sangat luas tentang sejarah silsilah
dan keluarga pejabat pemerintah Hindia Belanda dan orang Eropa lain
yang berm ukim di Hindia Belanda. Last but not least, saya berutang
banyak kepada istri saya, Lina Suryanti, dan putra, Thomas, untuk daya
tahan m ereka yang luar biasa. Mereka telah sangat bersabar selam a
proses penerbitan buku ini, yang bukan hanya satu kali—penerbitan
bahasa Inggris yang asli—tapi juga sekarang dalam proses penerbitan
kedua untuk versi Indonesia yang sama rumitnya.
Saat m enulis kata pengantar ini saya sadar atas beratnya warisan
sejarah: sam pai hari yang lalu tepatnya 20 0 tahun silam (26 Agustus
18 11) berkobarlah pertem puran berdarah di Meester Corn elis (J ati-
negara) yang m engakibatkan ibu kota kolonial, Batavia (pasca-1942,
bacaan-indo.blogspot.com

J akarta), dan akhirnya seluruh J awa, jatuh ke tangan Inggris. Suatu masa
peralihan lim a tahun (1811– 1816) yang luar biasa m enyusul. Periode
in i dikaitkan un tuk selam an ya den gan n am a Sir Thom as Stam ford
PRAKATA EDISI INDONESIA xxvii

Raffles (178 1– 18 26). Raffles tidak han ya m en jabat letn an -gubern ur


yang term uda dalam sejarah kolonial Indonesia (Bab VIII), tapi juga
meninggalkan karya kunci tentang sejarah dan kebudayaan J awa dalam
bentuk buku, History of Java (Sejarah J awa) yang diterbitkan di London
pada Mei 1817 (Rafles 1817) setelah sang Letnan-Gubernur kembali ke
Inggris. Karena peringatan 200 tahun ini dan sumbangan Rafles yang
cem erlang kepada Pulau J awa telah berlalu ham pir tanpa diketahui
atau diakui di Republik ini, saya ingin m enawarkan karya ini sebagai
sumbangan sekadarnya yang sudah terlambat untuk peristiwa bersejarah
yang terlupakan ini. Meskipun buku ini tidak bisa dibandingkan dengan
karya agung Rafles, saya berharap agar pembaca bisa tertantang untuk
merenungkan kembali apa yang mungkin bisa terjadi seandainya masa
peralihan lima tahun Inggris itu sempat berubah menjadi pendudukan
yang lebih panjang dan sejarah pasca-kem erdekaan Indonesia jadinya
dibentuk oleh Inggris, bukan oleh Belanda.
Saya merasa sangat bersyukur ketika merenungkan kembali kurang-
lebih 40 tahun hubungan saya dengan Indonesia, yang berawal ketika
saya naik kapal-barang Indonesia, M.V. Sam Ratulangie milik J akarta-
Lloyd, dari dermaga yang bobrok di Staten Island, New York (Itinerario
20 0 8 :9) pada awal J uni 1970 . Penerbitan buku ini bagi saya adalah
kesempatan untuk mencicil utang budi kepada negara dan bangsa yang
telah memberi saya begitu banyak. Mantan pembimbing saya di Oxford,
mendiang Richard Cobb (1917– 1996), selalu berbicara tentang perlunya
seorang sejarawan untuk membangun “identitas kedua” dalam budaya
dan masyarakat yang ia teliti (dalam hal Richard Cobb, negara Prancis)—
dan tentulah saya telah berusaha untuk m engikuti jejak itu dalam hal
in i. Nam un dem ikian , baran gkali saya harus m en am bahkan suatu
peringatan. Sultan Ham engkubuwono IX (bertakhta 1939– 1988) yang
tersohor itu pernah m engatakan dalam pidatonya waktu naik takhta
Yogya secara resmi pada Oktober 1940 : “Al ben ik W esters opgevoed, ik
ben en blijf een Javaan” (meski berpendidikan Barat, saya adalah orang
J awa dan akan tetap orang J awa). Dalam hal saya, m ungkin pepatah
sang Sultan bisa dibalikkan begini: “Al ben ik oosters opgevoed, ik ben
en blijf een Engelsm an” (meski berpendidikan timur, saya adalah orang
Inggris dan akan tetap orang Inggris), dalam arti bahwa ada banyak
bacaan-indo.blogspot.com

hal yang saya tidak m engerti—dan m ungkin bakal tidak akan pernah
m en gerti—ten tan g budaya dan m asyarakat J awa. In ilah sebabn ya
mengapa begitu bermanfaat bagi saya memiliki kolega orang Indonesia
xxviii KUASA RAMALAN

yang begitu hebat untuk m enolong saya dalam penyusunan edisi baru
in i. Saya berharap buku in i akan bisa m en jadi suatu in spirasi bagi
generasi muda sejarawan Indonesia dan mendorong mereka melakukan
penelitian yang lebih rinci lagi demi membangun suatu historiograi
asli Indonesia yang jauh berbeda dari lensa yang dipakai orang Barat
untuk melihat masyarakat J awa dari luar. J ika ini terjadi maka 40 tahun
penelitian dan penulisan saya tidak akan sia-sia.

Snata Cooper, County Clare, Republik Irlandia


Idul Fitri 1432 H
30 Agustus 20 11
bacaan-indo.blogspot.com
Prakata Edisi Kedua

Baru en am bulan lewat sejak edisi pertam a buku in i dilun cur kan
di KITLV Leiden, 19 Desem ber 20 0 7, dengan segelas anggur putih
Constantia Afrika Selatan kesukaan Diponegoro sebagai ucapan selamat.
Waktu itu, terbitnya edisi kedua tampak kecil sekali kemungkinannya.
Buku 964 halaman me ngenai seorang pahlawan Indonesia tampak mus-
tahil menjadi buku laris. Namun itulah yang terjadi.
Sayang, waktu tidak cukup untuk melakukan pembetulan yang rinci,
jadi yang diperbaiki hanyalah gaya yang kurang tepat, m enam bahkan
be be rapa rujukan dan mengganti dua di antara peta (xxvi-xxx) dan satu
ilustrasi (Gam bar 31 edisi asli atau gam bar 32 dalam edisi Indonesia).
Dua oran g pen ulis tin jauan buku, Profesor Roy J ordaan dan Am rit
Gomperts, berbaik hati menyarankan sejum lah perbaikan kecil. Cornelis
P. Briët, yang sempat menjadi hakim pada Pengadilan Tinggi Gabungan
An tillen Belan da dan Aruba, se ka ran g m en eliti sejarah Mahkam ah
Agung Hindia Belanda (1819– 1849) dan perkara Rijck van Prehn (1819),
juga berbagi dengan saya penge tahu annya yang m endalam m engenai
sejarah silsilah dan keluarga pejabat-pejabat VOC dan Hindia Belanda
awal abad kesembilan belas. Pem betulan dalam edisi kedua ini tentang
waktu dan nama-nama para pejabat tersebut dapat dilakukan sebagian
besar berkat bimbingannya.
Pem baca yang ingin mengetahui lebih banyak tentang kisah panjang
asal-usul buku ini dan minat awal saya terhadap tokoh utamanya yang
bagai camar laut itu, dapat membaca wawancara saya dengan Leonard
bacaan-indo.blogspot.com

Blussé pada saat peluncuran buku ini yang dim uat dalam Itinerario,
buletin Pusat Kajian Leiden untuk Sejarah Ekspansi Eropa (Itinerario
20 0 8: 7-18). Wawancara ini m enam bahkan beberapa keterangan yang
xxx KUASA RAMALAN

ber sifat pribadi pada apa yang sudah saya kem ukakan secara singkat
dalam Prakata edisi pertama.
Saya ingin sekali lagi menekankan terima kasih saya yang tak kun jung
habis atas dukungan Direktur KITLV Press, Harry Poeze, dan tim re dak-
sinya yang cemerlang, khususnya Kees Waterman dan Dan Vennix.

Matur nuw un!

Oxford, Mei 20 0 8
bacaan-indo.blogspot.com
Prakata Edisi Pertam a

Peran g J awa (18 25– 18 30 ) m erupakan ton ggak perubahan pen tin g
dalam sejarah J awa dan seluruh Nusantara.1 Untuk pertama kali, suatu
pem erin tah an kolon ial Eropa berh adapan den gan pem beron takan
m asya ra kat yang m eliputi sebagian besar wilayah pulau itu. Sebagian
besar J awa ten gah dan J awa tim ur, serta ban yak daerah pasisir
(pantai utara) ter libat. Dua juta orang J awa—sepertiga jum lah seluruh
pen dudukn ya—m en de rita akibat peran g, seperem pat luas seluruh
daerah pertanian J a wa rusak, dan sekitar 20 0 .0 0 0 orang J awa menjadi
korban (Carey 1976: 52 catatan 1).
Untuk m encapai kem enangan pahit atas J awa, Belanda pun m en-
derita: sebanyak 7.0 0 0 orang Indonesia yang merupakan serdadu pem-
ban tu tewas, demikian juga dengan 8.0 0 0 serdadu Belanda sendiri, dan
perang tersebut menguras kas mereka sebanyak 20 juta gulden (De Graaf
1949:399). Perang berakhir dengan Belanda sebagai penguasa tunggal
atas Pulau J awa dan suatu tahap baru kekuasaan kolonial pun m ulai
su dah dengan diterapkannya “tanam paksa” oleh Gubernur-J enderal
J ohannes van den Bosch (1830 – 1870 ). Sistem ini terbukti sangat meng-
un tun gkan bagi Belan da. Den gan dem ikian , peran g itu m en gakhiri
sua tu sistem yang sudah matang sejak Marsekal Willem Daendels ber-
kuasa (180 8– 1811). Sistem tersebut m enyangkut perubahan dari m asa
Perserikatan Dagang Hindia Tim ur Belanda,2 ketika hubungan antara
Batavia dan kerajaan-kerajaan di J awa tengah-selatan m asih bersifat
bacaan-indo.blogspot.com

1 Untuk keperluan buku ini, istilah “orang pribum i” atau “orang Nusantara” digunakan sebagai
sebutan bagi pen duduk Indonesia dan Hindia Belanda merujuk pada pemerintahan kolonial pasca-
J anuari 1818, ketika UU dibuat untuk sistem pem erintahan kolonial baru oleh tiga kom isaris-
jenderal (lihat Bab VIII). J uga di seluruh buku ini nama ibu kota pemerintahan kolonial, Batavia,
bukan J akarta, yang dipakai.
2 Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC, 160 2– 1799, lihat Boxer 1979.
xxxii KUASA RAMALAN

diplomatik tingkat kedutaan antar-negara berdaulat, ke masa “kolonial


tinggi” ketika kerajaan-kerajaan tersebut tunduk pada kekuasaan Eropa.
Peralihan ini patut dicamkan oleh mereka yang mengira bahwa da-
lam bab-bab awal buku ini Belanda sudah tampil sebagai penjajah J awa
(Bab I– IV). Pada akhir abad kedelapan belas, Pulau J awa bagi Belanda
tidaklah m irip dengan Kerajaan Inggris (British Raj) di India. Se bagai
negara yang pengaruhnya sedang m erosot di Eropa, Belanda tam pak
seperti akan keluar dari J awa sem entara para penguasa J awa tengah-
selatan secara nyata m enikm ati kedaulatan. Perang Inggris-Belanda
yan g keem pat, 178 0 – 178 3, m erupakan saat yan g m en en tukan bagi
Belanda sebagai penguasa kolonial. Menghadapi utang yang makin ba-
nyak, m encapai 134 juta gulden, VOC dinyatakan bangkrut dan harta
ke kayaannya diam bil alih oleh negara Belanda pada 1 J anuari 18 0 0
(Boxer 1979: 10 1– 2). Empat tahun sebelumnya, kendali atas semua mi-
lik Belanda di Timur telah diambil alih dari tangan para Direktur VOC,
yang disebut "Heeren XVII" (Tuan-tuan nan 17), lalu diserahkan kepa-
da suatu lem baga baru bernam a Kom ite Urusan Niaga dan J ajahan
Hindia Tim ur.3 Selam a m asa rangkaian krisis internasional yang ber-
dam pak pada runtuhnya VOC, Gubernur-J enderal dan Dewan Hindia di
Batavia terpaksa berpaling kepada para penguasa J awa tengah-selat an
untuk minta bantuan guna mempertahankan ibu kota kolonial itu dari
ke m ungkinan serangan. Hal ini m enunjukkan betapa besar ke be bas-
an para penguasa J awa itu di bidang militer dan politik. Ber ba gai per -
m intaan bantuan yang dem ikian itu tim bul selam a serangan Inggris
pada 178 1, dan kem udian pada 1793 ketika Republik Belanda terjun
ke dalam Perang Koalisi Pertam a (1792– 1797) m elawan Prancis.4 Me-
nyusul pendudukan negerinya oleh tentara Prancis Wilayah Utara pada
Desem ber 1794– J anuari 1795, Republik Belanda m enjadi salah satu
negeri boneka sang grande nation tersebut.

3 Mula-m ula kendali itu dijalankan lewat suatu jawatan m ilik Republik Bataaf (1796– 180 6) ber-
nam a Com ité tot de Zaken van de Oost-Indische Handel en Bezittingen (Kom ite Urusan Niaga
dan J ajahan Hindia Timur) (1796– 180 0 ), kemudian lewat suatu dewan yang bernama Raad der
Aziatische Bezittingen en Etablissem enten (Dewan untuk Urusan Milik dan J awatan di Asia)
(180 0 – 180 6).
4 Tentang keadaan selama 1781, lihat UBL, BPL 616, Port. 3 pt. 1, W.H. van IJ sseldijk (Yogyakarta)
ke pada P.G. van Overstraten (Semarang), 8-10 -1793. Tentang reaksi Belanda terhadap munculnya
kapal-kapal tem pur Prancis di Selat Sunda pada Septem ber 1793, lihat W.H . van IJ sseldijk
bacaan-indo.blogspot.com

(Yogyakarta) kepada P.G. van Overstraten (Sem arang), 28-9-1793, 5-10 -1793, 8-10 -1793, 30 -10 -
1793, dan 4-11-1793. Ham engkubuwono II bersikeras agar pasukannya yang terdiri dari 1.0 0 0
orang diperlakukan sebagai “pasukan pembantu” (hulptroepen) bukan sebagai serdadu bayaran,
meskipun mereka masing-masing dibayar senilai empat ringgit Spanyol sebulan oleh VOC. Pada
1781, selama Perang Inggris– Belanda Keempat, VOC telah membayar pasukan Hamengkubuwono
I yang diminta siaga mempertahankan ibu kota kolonial terhadap kemungkinan serangan Inggris,
senilai lima ringgit Spanyol sebulan seorang.
PRAKATA EDISI PERTAMA xxxiii

Hal ini berdampak pada J awa. Sebagai milik seberang laut Belanda,
J awa ditaruh di bawah garis politik yang dicanangkan oleh Stadhouder
(kepala negara) Belanda di pengasingan. Garis politik itu m enetapkan
bah wa daerah-daerah jajahan Republik Belanda harus diserahkan ke-
pada In ggris agar tidak jatuh ke tan gan Pran cis.5 Den gan dem ikian
mulailah masa dua puluh tahun ketika Indonesia diseret ke dalam perta-
rungan global antara Inggris dan Prancis.
Diperebutkan selam a m asa Perang Revolusioner (1792– 1799) dan
Pe rang Napoleon (1799– 180 2, 180 3– 1813, 1815) di Eropa, Nusantara
men jadi ajang pertempuran darat dan laut. Antara 1795 dan 1797, Ang-
katan Laut Inggris yang dikendalikan dari Madras dan Pulau Pinang
m e rebut bagian terbesar m ilik Belanda di luar J awa. Wilayah-wilayah
itu, meski diserahkan lagi kepada Belanda berkat ketentuan Perdamaian
Am iens (18 0 2), kem udian direbut kem bali oleh Inggris dalam m asa
tujuh tahun m enyusul pecahnya kem bali perseteruan di Eropa (Mei
180 3) ketika Nusantara ditem patkan di bawah blokade laut yang ketat
(lihat Gambar 29). Begitu ketatnya blokade itu sehingga ketika menerima
pengangkatannya sebagai gubernur-jenderal dari adik Napoleon, Louis,6
pada J anuari 180 7, Marsekal Herman Willem Daendels dikirim ke J awa
bersama Laksa mana Muda Adriaan Arnold Buyskes, seorang guber nur-
jenderal pengganti. Buyskes menyusul dengan sangat cepat untuk ber jaga-
jaga sia pa tahu sang Marsekal tertawan oleh Inggris (Bab V catatan 46).
Sebagaim ana akan kita lihat dalam Bab V, keadaan keuangan dan
m iliter Belanda yang rawan diketahui betul oleh para penguasa J awa
ten gah-selatan . Kerawan an itu sedem ikian rupa parahn ya sehin gga
seoran g bekas pejabat tin ggi VOC m alah m en yaran kan pada 18 0 8
setelah kedatangan Daendels, agar pem erintah Eropa m em anfaatkan
bebe rapa orang sakti dan pertapa J awa untuk m em buat ram alan yang
mengun tungkan Belanda demi menutupi kelemahan mereka. Pada tahun
itu juga, suatu peristiwa luar biasa yang terjadi saat acara tarung macan
lawan banteng yang lazim diadakan untuk m enghorm ati kunjungan
seorang pembesar Belanda ke Keraton Yogyakarta, bisa saja ditafsirkan
se ba gai isyarat bahwa kekuasaan Belanda akan segera berakhir di J awa
(Bab V).
bacaan-indo.blogspot.com

5 Stadhouder (kepala negara) Belanda di pengasingan itu, Pangeran Willem van Oranye-Nassau
V (ber takhta 1766– 1785 dan 1787– 1795), m engabsahkan penaklukan oleh Inggris m elalui apa
yang dise butnya sebagai “surat-surat Kew”. Ditandatangani di tempat pengasingannya di Inggris,
J anuari 1795, surat-surat tersebut m em erintahkan para pejabat VOC m enyerahkan sem ua m ilik
Kompeni di Asia kepada Inggris agar tidak jatuh ke tangan Prancis.
6 Louis Bonaparte telah didudukkan oleh abangnya sebagai Raja Belanda, yang m em erintah dari
180 6 hingga 1810 , ketika bekas Republik Belanda dijadikan bagian Prancis, lihat Bab VII.
xxxiv KUASA RAMALAN

Nasib sial yang menimpa orang J awa adalah bahwa justru ketika se-
mua pertanda mengisyaratkan runtuhnya kekuasaan Belanda, nun jauh
di Eropa rangkaian peristiwa terjadi susul-m enyusul yang akan m eng-
ubah “tatanan lama” J awa untuk selamanya. Revolusi kembar di bidang
politik dan industri yang ketika itu sedang m erobek-robek ke kuasa an
lama, yaitu ancien régim e Eropa abad kedelapan belas akan menghan-
tam J awa dengan kekuatan gelom bang tsunam i Asia. Da lam rentang
waktu em pat tahun saja (180 8– 1812), hubungan antara pem e rin tahan
Eropa 7 dan para penguasa J awa tengah-selatan benar-benar berubah.
Yogya bernasib paling sial dalam perubahan tersebut. Dalam tempo
singkat, pem erintahan Belanda-Pran cis di bawah Marsekal H erm an
Willem Daendels dan pem erintahan India-Inggris di bawah Thom as
Stamford Rafles (1811–1816), membuka paksa wilayah m ancanagara
timur Yogya (Bab VI), menguras habis harta keratonnya, dan membuang
rajanya yang sedang bertakhta (Bab VII– VIII). Setelah keraton jatuh,
J uni 18 12, dan pem berlakuan paksa perjanjian-perjanjian baru, hu-
bungan antara Batavia dan kerajaan-kerajaan J awa menjadi serupa de-
ngan masa pasca-Plassey di India ketika Inggris menggantikan raja-raja
Mughal di Benggala Hilir (Bab VIII).
Kem balinya pem erintahan Belanda di bawah Gubernur-J enderal
G.A.G.Ph. van der Capellen (1816– 1826) m elanjutkan proses ini. Gen-
tingnya kebutuhan dana dan kurangnya pengertian akan berbagai akibat
kebijakannya terhadap rakyat J awa merupakan lahan subur bagi pecah-
nya Perang J awa (Bab IX). Masalah kesehatan dan lingkungan yang
buruk, khususnya wabah muntaber Mei 1821, ditambah lagi dengan har-
ga beras yang m em bubung m enjadi pem icu perlawanan rakyat secara
besar-besaran pada J uli– Agustus 1825 yang merupakan awal pecahnya
Perang J awa (Bab X).

7 Karena pem erintah jajahan oleh penguasa Eropa begitu sering berubah-ubah (Belanda, Inggris,
Prancis, Belgia) selam a m asa yang dibahas dalam buku ini, guna m enyingkat m aka diputuskan
un tuk m erujuk penguasa kolonial di Batavia sebagai “pem erintahan Eropa” atau “gubernem en”.
Penguasa utama yang memerintah J awa selama 1785– 1855 ialah: 1. Perserikatan Dagang Hindia
Tim ur Belanda (hingga 1796); 2. Republik Bataaf (1796– 180 6) m elalui dua kom itenya (catatan
2); 3. Kerajaan Belanda-Prancis di bawah Raja Louis (180 6– 1810 ) dan Kekaisaran Prancis (1810 –
1813), ketika Belanda diga bungkan ke dalam Prancis di bawah Napoleon I; 4. Pemerintah Peralihan
India-Inggris di ba wah Letnan Gubernur T.S. Rafles dan John Fendall (1811–1816), ketika Jawa
bacaan-indo.blogspot.com

berada di bawah ke kuasa an Gubernur-J enderal Inggris di India; 5. Pemerintahan Belanda kembali
di bawah tiga komisaris-jenderal: G.A.G.Ph. van der Capellen, C.Th. Elout, dan Laksamana Muda
A.A. Buyskes (18 16– 18 18 ), yang m erupakan bawahan langsung Direktur-J enderal Niaga dan
Wilayah J ajahan J ohannes Goldberg (menjabat 1815– 1818) Kerajaan Nederland Serikat (sekarang
Belanda dan Belgia) (1814– 1830 ); dan terakhir 6. Pem erintahan Hindia Belanda (dari J anuari
18 18 ), yang sejak 18 30 berada di bawah kendali takhta Belanda dan—sejak 18 48 —Parlem en
(Tw eede Kam er) Belanda.
PRAKATA EDISI PERTAMA xxxv

Bagi orang J awa, perang lim a tahun ini berdam pak sangat luas:
mungkin inilah pertama kali pemberontakan pecah di lingkungan salah
satu keraton J awa tengah-selatan yang pokok masalahnya terletak lebih
pada kesulitan ekonom i daripada am bisi kekuasaan seorang ke rabat
keraton . Mun culn ya seoran g pe m im pin yan g san gat ber wibawa se -
perti Pangeran Diponegoro (1785– 1855), yang m enye but dirinya Ratu
Adil J awa, berdaya guna m enghim pun beraneka ragam unsur m a sya-
rakat di bawah panji tunggal Islam -J awa. Aneka pengharapan yang
m e luas akan penyelam atan Ratu Adil m em ukau jiwa para petani dan
m e ningkatkan rasa tidak puas ekonom i, yang sudah m enum puk sejak
awal abad kesembilan belas. Wawasan perang suci (prang sabil), peng-
gam baran yang akrab dikenal dalam ceritera wayang kulit, dan rasa-
birasa asali J awa berupa kerinduan mendalam terhadap pemulihan ta-
tanan lam a yang adiluhung—yang diperikan oleh Diponegoro sebagai
“m e m u lihkan keluhuran agam a Islam di seluruh J awa”8 —sem uan ya
m em bantu terbentuknya suatu jati diri bersam a di kalangan pengikut
sang Pangeran. Dengan cara yang dem ikian, para bangsawan, pejabat
daerah yan g dipecat, guru agam a, para jawara, kuli, buruh harian ,
tani penggarap (sikep), dan para perajin, sem uanya dihim pun barang
sejenak dalam keprihatinan bersama (Bab XI). Karenanya, Perang J awa
mengan dung makna sangat penting bagi masa depan Indonesia. Benang
halus antara keprihatinan ekonom i dan pengharapan akan Ratu Adil
m enciptakan gerakan dengan jangkauan sosial luar biasa yang dalam
beberapa segi m erupakan pendahulu bagi gerakan kebangsaan abad
kedua puluh (Carey 1976:52– 3).
Ih wal cikal-bakal gerakan keban gsaan in i disadari oleh Fran s
Gerhardus Valck (1799– 1842), seorang pejabat tinggi Belanda yang per-
nah berdinas di sejum lah keresidenan di J awa tengah-selatan selam a
dua dasawarsa yan g m en cakup m asa Peran g J awa dan sesudahn ya
(Christiaans 1992-93:129– 30 ). Beginilah ia menulis pada 1840 :

Masa tugas [saya] selam a ham pir dua puluh tahun di berbagai kere-
siden an telah m em beri saya pelajaran bahwa sem angat rakyat biasa
J awa bersifat m enentang kita, bukan karena kita orang Belanda m em -
per lakukan dia dengan buruk tapi karena dia diresapi rasa kebangsaan
[...]. Kendati segala keuntungan yang ia dapat dari kita, ia tidak dapat
bacaan-indo.blogspot.com

m e niadakan hasrat untuk diperintah oleh penguasanya sendiri m eski


m e reka m ungkin akan m em erintah dengan lebih buruk [daripada kita]

8 Kalim at dalam bahasa J awa yang digunakan oleh Diponegoro dan para pendukungnya adalah:
m angun luhuripun agam i Islam w onten ing Tanah Jaw i seday a, lihat Carey 1974b:285.
xxxvi KUASA RAMALAN

[...]. Ia terus saja m elihat dalam diri kita sosok penguasa asing yang
zalim , yang sangat berbeda dengan dirinya secara m oral, adat-istiadat,
agam a, cara berpakaian, dst. Sekadar m elihat orang Eropa saja sudah
m engingatkan dia akan suasana yang sarat penghinaan [dan] ia tidak
tahan untuk m enatap benci dan m em andang rendah m anakala ia
m erasa dapat berbuat dem ikian tanpa dihukum .9

Valck bukan satu-satun ya yan g berpan dan gan dem ikian . Pen gam at
yang jeli, seperti ahli hukum Willem van Hogendorp (1795– 1838), yang
bertugas sebagai pejabat tinggi dalam pemerintahan Komisaris-J enderal
L.P.J . du Bus de Gisignies (1826– 1830 ) selama Perang J awa (De Prins
20 0 2:113), m engungkapkan kecem asannya dalam surat-m enyurat de-
ngan ayahnya 10 pada tahun 1827– 1829 (Van Hogendorp 1913:170 ):

Bukannya perang itu sendiri, tidak juga jum lah m usuh kita yang paling
m e nim bulkan kecem asan pada saya tentang J awa dan pem erintahan
kita di sana [...] tapi sem angat seluruh penduduk J awa dari ujung ke
ujung, dan saya anggap term asuk di dalam nya sem angat [penduduk]
dae rah jajahan luar-J awa kita di Borneo, Makassar, dan segenap
Sum atra [...]. Mereka sudah m uak dengan kita.

Benang m erah “nasionalism e” yang anti-Belanda ini, jika bisa disebut


de mikian dalam masa sedini itu, akan dipaparkan lebih jauh dalam bab
menge nai Perang J awa (Bab XI).
Kerawanan budaya yang m erupakan dam pak im perialism e Eropa
yang baru pada awal abad kesem bilan belas atas J awa tengah-selatan
m e rupakan salah satu pokok kajian buku ini. Selain itu, buku ini juga
ber usaha m em beri penjelasan atas berbagai peristiwa dari sudut pan-
dang tokoh utamanya, Diponegoro.

9 Dj. Br. 18, F.G. Valck, “Geheim e m em orie behoorende bij het algem een verslag der residentie
Djocjocarta over het jaar 1839” (Mem oar serah jabatan rahasia yang berkaitan dengan laporan
um um tentang Yogyakarta untuk tahun 1839) (selanjutnya: Valck, “Geheim e m em orie”), 31-3-
1840 . Valck lancar berbahasa J awa. Ia bertugas di J awa tengah sejak 1820 -an, dan telah jatuh
cinta dengan selir tak resm i kesayangan Ham engkubuwono V, perem puan yang dijadikan gun-
diknya (Houben 1994:10 9). J adi, pengetahuannya mengenai masyarakat J awa bersifat pribadi dan
juga dinas. Teks bahasa Belanda dia yang rum it terbaca begini: Het bijna tw intig jarig bestuur
van onderscheidene residentiën heeft m ij geleerd dat de geest van den gem eenen Javaan tegens
ons is, niet om dat w ij Nederlanders hem niet goed behandelen m aar om dat hij m et gevoel van
nationaliteit bezield is, en om dat alle der voordeelen die hij van ons erlangd, den w ensch bij
hem niet kunnen onderdrukken om door zijne eigene vorsten en hoofden alw are zulks slechter
geregeerd te w orden, terw ijl hij in ons steeds vreem de overheersers ziet die in zeden, gew oonten,
bacaan-indo.blogspot.com

Godsdienst, kleding enz. z oo zeer v an de zijnen v erschillen dat hij aan zijne v ernederende
toestand bij het aanschouw en van iederen Europeaan herinnerd w ordt en dan ook niet nalaat
om hem blijken van haat en m inachting te geven w anneer hij zulks slechts ongestraft verm eend
te kunnen doen.
10 Ayahnya bernama Gijsbert Karel van Hogendorp (1762– 1834). Sebagai salah satu pendiri Kerajaan
Nederland Serikat (1815– 1830 ), ia berpengaruh besar atas perkembangan politik kolonial Belanda
se lama kekuasaan Raja Willem I (bertakhta 1813– 1840 ) (De Prins 20 0 2:45– 6, 185– 6).
PRAKATA EDISI PERTAMA xxxvii

Sebagai tokoh peralihan yang m enentukan, ia hidup selam a ter-


jadinya perubahan dari tatanan lam a J awa abad kedelapan belas ke
m asa “kolonial tinggi” yang berlandaskan revolusi rangkap di bidang
politik dan in dustri yan g m en gubah Eropa selam a m asa hidupn ya.
Dalam ba nyak hal, Diponegoro yang merupakan tokoh tradisional yang
secara m en dalam m eresapkan n ilai-n ilai budaya J awa pra-m odern ,
khususnya nilai-nilai lingkungan keraton-keraton J awa tengah-selatan,
juga mewartakan masa depan. Dalam hal ini orang merujuk penggunaan
Islam J awa yan g dila kukan n ya, khususn ya tradisi m esian ism en ya,
sebagai cara m enem pa jati diri baru bagi kaum m uslim J awa di m asa
runtuhnya tatanan J awa lam a. Diponegoro hidup dalam suatu dunia
yan g terpisah oleh juran g yan g sem akin dalam antara m ereka yan g
siap m enyesuaikan diri dengan m an faat Eropa baru dan m ereka yang
m em andang tatanan nilai islam i (agam i Islam ) sebagai kaidah hidup
dalam suatu masyarakat yang te lah kehilangan pegangan tradisionalnya.
Perang J awa m enim bulkan do rongan bagi suatu perkem bangan yang
m asih berlan gsun g dalam m a sya r akat In don esia m oder n dewasa
ini: itulah penyerapan nilai-nilai Islam i ke dalam jati diri J awa dan
Indonesia di zamannya.
Pan dan gan hidup Dipon egoro juga m en cakup suatu kepedulian
yang khas di zam annya m engenai cara bagaim ana kaum m uslim J awa
se la yak nya hidup saat Barat im perialis berkuasa. Berbeda dari kaum
m uslim Indonesia kini, bagi Diponegoro, jawaban tam paknya terletak
da lam pengobaran perang suci dan pengem bangan suatu pem isahan
yang tegas, yang makin nyata selama lima tahun perjuangannya, antara
w ong Islam (um at Islam ), orang Eropa kapir laknatullah, dan orang
J awa kapir m urtad (yang bersekutu dengan Belanda). Namun ter dapat
juga keprihatinan pribadi Pangeran yang sangat m endalam m e nge nai
kelestarian nilai-nilai khas J awa yang terungkap dalam bahasa, pa kai-
an, dan patokan budaya, sebagaim ana terpantul paling jelas pada per-
lakuannya terhadap orang Belanda yang tertawan selama Perang J awa.
Kita akan melihat dalam bab mengenai perang (Bab XI), bagaimana
para tawanan itu diharapkan m engenakan busana J awa dan berbicara
ke pada yan g m en awan m ereka bukan den gan bahasa kasar n egara
ko lon ial baru itu– “Melayu din as”11– tapi den gan bahasa J awa halus
bacaan-indo.blogspot.com

(kram a), bahasa para petin ggi keraton . Meski m en etapkan busan a,
dan m em berikan pangkat, Turki Usm ani seperti “Ali Basah” (Pasha

11 Tentang “Melayu dinas” atau Dienstm aleisch ini, lihat Hoffman 1979:65– 92.
xxxviii KUASA RAMALAN

Tinggi) buat para panglima tertingginya (Bab III), Diponegoro bukanlah


pem baharu Islam . Se balikn ya, ia seoran g m uslim J awa tradision al
yang tidak m e nge nal perten tangan antara dunia kerohanian J awa dan
kean ggota an n ya dalam um at in tern asion al yan g pusat kerohan ian
serta budaya politiknya adalah H ejaz (Arab Saudi sekarang ini) dan
Turki Usm ani. Diponegoro tidak berhasil m encapai tujuannya untuk
memulihkan kebesaran agama Islam di J awa. Sesungguhnya, martabat
dan keutuhan yang ia per juangkan bagi umat J awa hanya akan tercapai
secara lahiriah sembilan puluh tahun setelah ia wafat dengan proklamasi
kemerdekaan politik dari pemerintah kolonial Belanda pada 1945. Tapi,
wawasan moralnya yang lebih luas untuk memperoleh tempat terhormat
bagi Islam da lam kehidupan bangsanya, masih terus diusahakan dalam
m asa per ten tan gan global yan g tidak pern ah terjadi sebelum n ya,
antara apa yang dianggap oleh m asyarakat Islam sebagai nilai-nilai
“m aterialistik” Barat dan pengelom pokan beranak-pinak dalam um at
muslim sedunia.
Di lingkungan budaya lain, seorang tokoh kunci seperti itu pastilah
sudah m en jadi pokok sajian banyak buku riwayat hidup dan kajian
sejarah. Sem ua aspek kehidupan Diponegoro selayaknya sudah diteliti
de n gan rin ci, pem aham an n ya atas Islam dan warisan budaya J awa
men jadi pokok kupasan yang mendalam. Naskahnya, khususnya riwayat
hidup mengesankan yang ditulis tangan semasa dalam pengasingannya
di Man ado (18 30 – 18 33), Babad Diponegoro, yan g tebaln ya sam pai
1.0 0 0 h alam an lebih , seh arusn ya sudah sejak lam a tam pil dalam
suatu pe nerbitan yang sarat dengan penjelasan panjang lebar. Sayang,
ken yataan n ya sam a sekali tidak dem ikian . Sejarah agakn ya kuran g
dihorm ati oleh m asyarakat Indonesia m asa kini dan akibatnya yang
pahit tam pak dalam penanganan yang sangat buruk oleh pem erintah
pusat di J akarta atas petualan gan n ya di Tim or Tim ur (1975– 1999)
dan kesadaran yang ter lam bat atas kekhususan m asyarakat, politik,
dan kebu dayaan Aceh. Anggaran untuk riset dan dana dari pemerintah
amat lah minim—apa lagi perhatian dan rasa hormat para sarjana—untuk
melestarikan naskah-naskah.
Akibatn ya, n askah asli Babad Dipon egoro yan g ditulis de n gan
huruf J awi pegon di Perpustakaan Nasional—setara dengan bu ku pintar
bacaan-indo.blogspot.com

Oliver Crom well atau catatan harian George Washin gton —m en jadi
rusak berat (Carey 1981a:lix-lx catatan 76). Perihal laporan Keresidenan
Belanda yang tebal di Arsip Nasional, soko guru kajian ini, siapa yang
berm inat m enggunakannya dewasa ini? Akibatnya adalah ke kosongan
PRAKATA EDISI PERTAMA xxxix

historiografi. J arum jam seolah berhen ti setelah sejarawan m i liter


Belanda P.J .F. Louw dan E.S. de Klerck menyelesaikan enam jilid karya
besar mereka mengenai Perang J awa (Louw dan De Klerck 1894-190 9)
atau Babad Diponegoro edisi Rusche (190 8 -190 9) yan g di ter bit kan
di Sura karta sebelum Perang Dunia Pertam a. Mem ang, sejak ke m er -
dekaan, 1945, kajian-kajian yang m uncul di Indonesia bisa dihitung
dengan jari: orang mungkin teringat akan Yamin (1950 ), Tanojo (tanpa
tahun ), Soekan to (1951a, 1952), Sagim un (1965), Budim an (198 0 ,
1990 ), dan Djam hari (20 0 3). Sem ua buku ini m em bukakan pintu bagi
pem baca dari generasi pasca-kem erdekaan Indonesia kepada berbagai
segi ke hidupan dan kurun m asa Diponegoro. Kecuali karya Budim an
yang m e nyajikan terjem ahan kidung XIV-XX Babad Diponegoro ke
dalam bahasa Indonesia, dan buku Djamhari, yang utamanya mengenai
sejarah ben then g stelsel (sistem perben ten gan ) selam a tiga tahun
terakhir Pe rang J awa, tidak satu pun kajian lainnya berdasarkan riset
sumber primer.
Buku ini seharusnya sudah terbit tiga puluh tahun lalu, segera se-
te lah diterim a sebagai naskah disertasi di Universitas Oxford (1975).
Waktu itu, atas anjuran m endiang Profesor M.A.P. Meilink-Roelofsz,
naskah itu dipersiapkan sebagai salah satu terbitan monograi dalam seri
“Verhandelingen” Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde
(KITLV, Lem baga Kerajaan Belanda un tuk Kajian Asia Tenggara dan
Karibia) di Leiden. Tapi Profesor Meilink-Roelofsz m em beri tiga butir
saran yang sebenarnya merupakan tiga syarat penerbitan. Pertama, hasil
suntingan naskah Babad Diponegoro versi Surakarta dengan catatan
pen jelasan n ya yan g ban yak dan kata pen gan tar disertasi, terutam a
m e ngenai sum ber-sum ber J awa un tuk sejarah Yogyakarta awal abad
kesem bilan belas, diterbitkan ter sen diri. Kedua, m em perdalam fo-
kus pada latar belakang sosial dan ekonom i Perang J awa. Secara khu-
sus, ia m in ta den gan san gat agar saya m en eliti lebih jauh peran an
m asyarakat Tionghoa di J awa tengah-selat an dan hubungan ekonom i
antara masyarakat J awa dan Eropa, juga seluk-beluk bekerjanya sistem
apan age J awa (tan ah-jabatan yan g di be rikan oleh raja atau sultan
kepada anggota keluarga atau pejabat pilih an nya, yaitu priyayi keraton).
Ketiga, ia m en yaran kan agar diser tasi disusun ulan g sehin gga bab-
bacaan-indo.blogspot.com

babnya lebih singkat dan temanya ma kin tajam.


Tiga syarat ini m em ang baik, tapi tiga-tiganya m enjadi tantangan
yang m enuntut penelitian tam bahan justru ketika saya siap m em ulai
karier akadem ik di Universitas Oxford sebagai dosen seja rah Inggris
xl KUASA RAMALAN

dan Eropa. Nam un , selam a 1976– 1977 dan 1978 , ketika pe ker jaan
saya sebagai dosen di Trinity College belum betul-betul m ulai, saya
mempunyai kesempatan melakukan riset lanjutan yang cukup penting di
Arsip Nasional, J akarta, berkat izin mantan direkturnya, Dra Soemartini
dan rekan kerjanya, khususnya m endiang Pak Sundoyo yang pe nge-
tahuannya mengenai arsip kolonial Hindia Belanda tidak pernah menge-
cewakan saya.
Selam a m asa kerja lapangan ini, British Academ y m endukung ke-
giat an saya lewat suatu bantuan bernam a British Academ y Travelling
Fellowship in Southeast Asia (1976– 1977). Setum puk bahan arsip
Belanda yang digunakan dalam buku ini, khususnya surat-surat dalam
arsip Ke re sidenan Yogyakarta yang tersim pan di Arsip Nasional, di-
kum pulkan selam a m asa tersebut (Carey 1978 ). Dalam waktu yan g
bersam aan, Oriental Docum ent Com m ittee di bawah British Academ y
meminta saya me nyiapkan suatu suntingan naskah (Carey 1980 ; Carey
dan Hoadley 20 0 0 ) atas sem ua dokum en non-sastra yang dihim pun
oleh seoran g sarjan a-pejabat, J ohn Crawfurd, dan sejum lah rekan
kerjan ya dalam pe m erin tahan In ggris di J awa (18 11– 18 16), Letn an
Gubern ur Thom as Stam ford Raffles, dan Kolon el Colin Macken zie
(1754– 18 21), Surveyor-J enderal Madras dan perwira insinyur kepala
dalam ten tara pen yerbu In ggris. An eka dokum en tersebut sebagian
besar berasal dari arsip Yogyakarta yang dirampas (Bab VIII). Arsip ini
memungkinkan saya memenuhi dua syarat yang diajukan oleh Profesor
Meilin k-Roelofsz, yaitu pen erbitan n askah Babad Dipon egoro versi
Surakarta (Carey 1981a), dan penjelasan atas latar belakang sosial dan
ekonomi Perang J awa (Carey 1986, 1997). Namun saya masih berusaha
m em enuhi sya rat ketiga, dan m ungkin paling penting, yang diajukan
oleh Profesor Meilink-Roelofsz, yaitu menyusun ulang naskah disertasi
saya sehingga bab-babnya lebih singkat dan temanya lebih tajam.
Hal ini telah mengharu-biru bagian terbaik dalam dua puluh tahun
hidup saya sejak 1980 -an. Selama masa tersebut, saya juga terlibat dalam
riset dan penerbitan bahan-bahan yang keperluannya lebih m endesak
de wasa ini, yakni pendudukan Indonesia atas bekas jajahan Portugis,
Timor Timur (sekarang Republik Demokratik Timor-Leste) pada 1975–
1999. Baru sejak kemerdekaan Timor-Leste, 20 0 2, dan khususnya sela-
bacaan-indo.blogspot.com

m a enam bulan cuti panjang (20 0 6), saya bisa m em usatkan perhatian
ke pada penyusunan ulang dan penulisan kem bali naskah asli disertasi
saya agar bisa diterbitkan seperti sekarang ini.
PRAKATA EDISI PERTAMA xli

Meski sejum lah besar bahan sudah ditam bahkan dan susun an
serta bab-bab buku ini sangat berbeda dengan naskah disertasi saya
di Oxford, 1975, saya tidak juga berkesem patan m elakukan riset yang
run tut mengenai masa Perang J awa itu sendiri. Terdapat ribuan jumlah
surat yang tersimpan di Arsip Nasional Belanda di Den Haag yang me-
n yan gkut pelaksan aan peran g, sebagian bahan -bahan pen tin g dari
J awa. Koleksi pribadi m an tan pan glim a Belan da, Letn an -J en deral
Hendrik Merkus de Kock (1779– 1845), yang tanpa tam bahan apa pun
sudah cukup sebagai bahan untuk kajian baru m engenai perang itu,
seba gaimana halnya dengan sejumlah besar surat-surat orang J awa dan
Melayu dalam arsip keluarga De Renesse-Breidbach yang tersimpan di
Algem een Rijksarchief di Brussels, yang sebagian besar adalah surat-
m e nyurat Burggraaf L.P.J . du Bus de Gisignies selam a m enjabat Ko-
m isaris-J enderal Hindia Belanda (18 26– 18 30 ) (De Prins 20 0 2:262).
Karya sejarawan Prancis, Henri Cham bert-Loir, atas 610 halam an ca-
tat an harian seoran g Belgia seperti Du Bus, yaitu Com te Édouard
Errem bault de Dudzeele (178 9– 18 30 ), juga telah m engungkap suatu
wa was an baru yang sangat pribadi tentang kehidupan seorang perwira
mene ngah infanteri pihak Belanda selama perang tersebut (Chambert-
Loir 20 0 0 :267-30 0 ).
Karena dua pertiga otobiograi Diponegoro yang diterbitkan sendiri
ber kisar pada m asa perang (Rusche 190 8– 0 9), m aka jelas tim bul ke-
m ungkinan untuk suatu kajian baru atas pertarungan kolonial yang
gen tin g in i, yan g bisa m en gan dalkan sum ber-sum ber Belan da dan
J awa. Nam un saya bukan sejarawan m iliter dan pusat perhatian saya
tetaplah sejarah politik dan ekonomi Yogyakarta pra-1825, juga sejarah
ke hidupan Diponegoro hingga wafat dalam pengasingan di Makassar,
J an uari 18 55. Karya besar Louw dan De Klerck bersam a den gan
banyaknya buku me ngenai Perang J awa dalam bahasa Belanda maupun
karya Djam hari yang terbit dalam bahasa Indonesia (Djam hari 20 0 3),
menjadikan lima tahun masa perang tersebut sebagai bagian masa hidup
sang Pa nger an yang paling banyak diteliti. Karena itu, akan tampak sia-
sia mengusa hakan penelitian baru atas pokok kajian yang lebih kurang
sudah cukup baik dikupas. Nam un saya m en gakui bahwa sebagian
pembaca masih tetap menganggap suatu kajian atas Diponegoro tanpa
bacaan-indo.blogspot.com

bab yang rinci ten tang Perang J awa akan mirip Hamlet tanpa Pangeran
Denm ark. J ika de m ikian halnya, m aka tersedialah kem ungkinan, baik
buat buku jilid kedua m aupun edisi kedua buku ini yang diperbarui,
xlii KUASA RAMALAN

untuk mengupas lebih panjang lebar mengenai perang itu sendiri. Suatu
kajian baru akan perlu juga dilakukan atas naskah asli babad otobiograi
Diponegoro bertulisan J awi pegon yang terdapat dalam koleksi naskah
J awa Perpustakaan Na sio nal, J akarta (Carey 1981a:xxv, lix-lx catatan
76; Notulen 1877:89-95).
Satu pertimbangan lain lagi untuk tidak memasuki penelitian baru
pada tahap ini adalah perlunya menerbitkan buku ini pada waktu yang
tepat un tuk keperluan 20 0 8 Research Assessm en t Exercise (RAE).
Badan ini, yang bernaung di bawah UK Government Higher Education
Funding Council (Dewan Dana Pendidikan Tinggi Pemerintah Inggris),
m e m e rin gkat sem ua fakultas setiap tujuh tahun berdasarkan n ilai
penerbit an dan hasil riset. Dalam RAE yang terakhir pada 20 0 1, Fakultas
Sejarah Oxford jadi terkenal karena hanya dapat nilai 5, padahal pesaing
be kas politeknik yang jauh lebih kecil, Oxford Brookes, dapat m eraih
angka 5*. Karena 31 Desem ber 20 0 7 m erupakan batas waktu untuk
RAE berikutnya, mau tidak mau saya harus menyelesaikan naskah pada
waktunya. Dalam hal ini, para penilai RAE patut diakui sebagai pemicu
dalam penerbitan ini dan saya berterim a kasih kepada m ereka, juga
ke pada penasihat RAE saya di Fakultas Sejarah, Universitas Oxford,
Profesor Richard Carwardin e, dan Dekan Fakultas, Dr Christopher
Haigh, yang memaksa saya membereskan proyek penelitian yang sudah
lama tertunda hingga ke tahap siap terbit.
Nam un di sini saya juga harus m enyatakan terim a kasih kepada
ber bagai pihak lain yang bantuannya lebih penting lagi. Pertam a dan
ter penting adalah KITLV Press, kepada redaktur pelaksana utam a seri
“Verhandelingen”, Dr Harry Poeze, yang telah mendampingi saya selama
tahun-tahun ini dan terus m em buka kesem patan untuk penerbitan.
“W at in het vat zit, verzuurt niet” (yang tersim pan dalam tong, tidak
akan basi), begitulah komentarnya dengan jenaka ketika ia tahu bahwa
se te lah dua puluh lim a tahun tertunda terus, m ungkin akhirnya saya
akan betul-betul menghasilkan sesuatu yang siap cetak. Saya juga ingin
m e nyam paikan terim a kasih kepada regu sunting yang sangat baik di
KITLV Press, Kees Waterm an, Bregtje Knaap, Marjan Groen, dan Dan
Vennix, yang m em astikan agar setum puk besar naskah benar-benar
dicetak.
bacaan-indo.blogspot.com

Kedua, saya berterima kasih kepada Profesor Merle Ricklefs, sekarang


di National University of Singapore, yang bertindak sebagai supervisor
tak resm i ketika saya m ulai m enulis naskah disertasi, 1974– 1975, dan
yang terus mengilhami saya dengan rangkaian karyanya yang mengesan-
PRAKATA EDISI PERTAMA xliii

kan tentang sejarah J awa abad ketujuh belas dan kedelapan belas, yang
paling baru tentang proses islamisasi sejak abad keempat belas (Ricklefs
20 0 6). Ketiga, saya sangat berutang budi kepada m endiang Kangjeng
Raden Tumenggung Pusponingrat, pernah jadi Wedana Bantul, yang rela
m engerjakan seluruh alih aksara awal atas dokum en dan kronik J awa
yang saya gunakan dalam pekerjaan saya. Berkat jasa Pak Pusponingrat
juga saya dihubungkan dengan Pak Sastrosugondo dari Daengan Lor,
Yogyakarta, yang mengerjakan alih aksara atas semua naskah J awa yang
ber tu lisan J awi pegon. Termasuk di dalamnya dua jilid naskah Makassar
Diponegoro tentang sejarah dan dongeng-dongeng J awa serta ku pas-
annya mengenai Islam, juga maklumat Kiai Iman Sampurna yang saya
bahas dalam Bab IX. Hubungan antara sarjana Barat dan pandai-tulis
J awa m erangkap narasum ber tidaklah selalu m enggem birakan: pada
masa Rafles dan Crawfurd serta masa “kolonial tinggi” di Jawa (1830–
1942), para sarjana Barat biasanya hanya mempergunakan mereka. Saya
percaya hubungan kami tidak demikian.
Di Leiden, saya m endapat kesempatan istim ewa m em peroleh ban-
tuan dan dorongan dari para sarjana Belanda ahli J awa generasi tua, an-
ta ra lain Profesor C.C. Berg†, Dr Th.G. Th. Pigeaud†, Profesor G.W.J .
Drewes†, Dr H.J . de Graaf†, Dr B.J . Boland†, Rob Nieuwenhuys†, dan
Dr J . Noorduyn†, juga mereka yang baru saja pensiun seperti Profesor
Cees Fasseur, atau yang sedang bertugas aktif seperti Profesor Leonard
Blussé, Dr Dick van der Meij (Universitas Leiden/ Universitas Islam
Syarif Hidayatullah, J akarta), dan Profesor Vincent Houben (sekarang
Universitas Hum bold, Berlin). Di sam ping m em ikul beban belaka de-
ngan m em baca naskah saya yang awal, Profesor Meilink-Roelofsz juga
sa ngat luar biasa membantu sebagai kepala Tweede Afdeeling Algemeen
Rijksarchief (sekaran g Nation aal Archief) yan g m em bukakan buat
saya pintu sum ber-sum ber kaya yang m enyim pan koleksi kolonial, se-
ba gaim ana halnya dengan rekan-rekannya Mr M.G.H.A. de Graaf dan
Franciën van Anrooij. Kekayaan bibliograik KITLV juga dibukakan ber-
kat kem urahan hati Dr E. Van Donzel, Penjabat Kepala KITLV ketika
saya pulang dari kerja lapangan yang pertama di Indonesia, J uni 1973,
dan F.G.P. J aquet† serta Dorothée Buur, dua-duanya sangat banyak me-
nam bah pengetahuan saya m engenai peri kehidupan dan kebudayaan
bacaan-indo.blogspot.com

kolonial. Pada waktu yang sam a, kekayaan naskah-naskah J awa yang


tiada tara di Universiteits Bibliotheek, Leiden, juga dibukakan bagi saya
lewat bekas adiutor interpretis (para relawan penerjem ah) Legatum
Warn erian um , Dr R. Roolvin k† dan Ny. E.M.L. An driessen -Lück†,
xliv KUASA RAMALAN

kepada keduan ya saya haturkan rasa terim a kasih yan g sedalam -


dalamnya. Di Indonesia, 1971– 1973, saya dapat kehormatan menerima
ban tuan dan kerja sam a dari Sin uhun m en dian g S.D.I.S. Kan gjen g
Sultan H am engkubuwono IX, yang m em bukakan buat saya sum ber-
sum ber sejarah di keratonnya. Yang Mulia Bendara Pangeran Harya
Poeroebojo, Drs Mudjanattistom o, dan Kangjeng Raden Tum enggung
Widyokusumo, semuanya sudah wafat, juga memberi saya kesempatan
m enggu nakan naskah-naskah yang tersim pan di perpustakaan Widyo
Budoyo (Keraton Yogya), dan Mudjanattistomo-lah yang mengajar saya
bahasa J awa. Selam a di Yogyakarta dan J akarta, saya m enerim a juga
ban tuan berharga dari Profesor Stuart Robson, Profesor P.J . Zoetmulder
S.J .†, G.J . (‘Han’) Resink†, Profesor Sartono Kartodirdjo†, Adji Damais,
dan Dr Onghokham†.
Profesor Oliver Wolters†, Profesor Ben An derson , dan Profesor
George McT. Kahin† dari Cornell University m erupakan orang-orang
pertam a yan g m em buka m ata saya terhadap kem un gkin an m en jadi
seorang sejarawan Asia Tenggara selam a tahun yang tak terlupakan
ke tika saya berada di Corn ell Un iversity (1969– 1970 ). Merupakan
kehorm at an bagi saya dapat m enyatakan utang budi kepada m ereka
dalam ke sempatan ini.
Riset saya di Inggris, Nederland, dan Indonesia, 1970 – 1978, menjadi
mungkin berkat dukungan yang sangat dermawan dari British Academy
sebagaim an a sudah disebut, juga dari UK Social Scien ce Research
Council (Dewan Riset Ilmu-ilmu Sosial Inggris) dan British Council. The
Bryce and Arnold Funds di Modern History Faculty, Oxford, memung-
kin kan saya memakai keahlian Dr Soe Tjen Marching, seorang sarjana
ke susastraan Indonesia m odern yang sangat berbakat, sebagai asisten
pe neliti saya untuk m em indahkan sem ua apendiks ke form at teks di
kom puter, juga un tuk m em astikan bahwa seluruh n askah sun gguh-
sungguh dibaca oleh seorang penyunting naskah yang ahli, Michael
Perrott. Trinity College, Oxford, m enunjang saya sebagai m ahasiswa
sejak mulai melakukan penelitian sejarah di Nederland dan Indonesia,
1970 – 1973. Magdalen College, Oxford, kem udian m em beri saya Prize
Fellowship (1974– 1979) yang m enunjang penulisan m engenai bahan-
ba han arsip J akarta.
bacaan-indo.blogspot.com

Buku yang sekarang ini selesai ditulis selam a m usim panas yang
pan jang, 20 0 6, di tengah keindahan yang m em bentang luas di pegu-
nungan Sléibh Bearna, wilayah East Clare, Republik Irlandia. County
Clare ini sem pat m enjadi daerah pem ilihan um um yang diwakili oleh
PRAKATA EDISI PERTAMA xlv

para pahlawan ke m erdekaan Irlandia, Daniel O’Connell (1775– 18 47)


dan Éam on de Valera (18 8 2– 1975). East Clare am at sesuai un tuk
m eren un gkan silam n ya rezim -rezim kolon ial, n asib para pem im pin
sejati dalam zam an yang ber ubah-ubah, dan pengaruh m asa lalu yang
te rus bertahan terhadap m a sa depan kem anusiaan yang sem akin tak
m enentu. Buku ini terbit tepat 20 0 tahun setelah Marsekal Daendels
m en jejakkan kaki di Batavia un tuk m em ulai kejadian yang akan m e-
nandai “awal keruntuhan Negeri J awa”, seperti yang disam paikan se-
bagai peringatan kepada Diponegoro oleh satu suara gaib kala ia ter-
tidur di Parangkusumo selama berziarah ke pantai selatan J awa sekitar
18 0 5 (Bab IV). Ram alan itu, yan g akan ter wu jud den gan ketepatan
mencengangkan selama tahun-tahun berikut nya mulai dari serangkaian
administrasi Prancis-Belanda (180 8– 1811) sampai ke kekuasaan Inggris
(1811– 1816) dan pemerintahan Belanda pasca-1816, telah menyiratkan
judul buku ini.
Terhadap dorongan, nasihat, kritik, dan dukungan yang tak kunjung
putus yang telah diberikan oleh m ereka yang tersebut di atas, saya se-
nantiasa berterim a kasih. Mungkin kata pengantar ini bisa diban ding-
kan dengan m edan pertem puran Perang Dunia Pertam a dalam jum -
lah nisan m ereka yang sudah wafat m enunjukkan betapa seluruh satu
generasi sarjana, juru-arsip, dan pustakawan telah m eninggal dunia
se be lum m en dapatkan ucapan terim a kasih yan g layak dalam buku
ini. Saya hanya bisa berharap telah bersikap patut dalam m engenang
mereka. Siapa saja yang membaca buku ini haruslah sadar bahwa saya
ber diri di bahu para raksasa. Segala kekurangan saya, khususnya di
bidang sejarah militer, tetap masih kentara. Untuk hal ini saya mohon
ke lapangan dada.

Nuw un agunging pangaksam i!

Oxford, J uli 20 0 7
bacaan-indo.blogspot.com
bacaan-indo.blogspot.com
BAB I

J awa Tengah– Selatan Sekitar 1792– 1825

“Versailles Jaw a”: Yogy a aw al abad kesem bilan belas


Willem van Hogendorp (1795– 1838) adalah ahli hukum lulusan Leiden
dan anak sulung Gijsbert Karel van Hogendorp, salah satu pendiri Ke-
ra jaan Nederlan d Serikat (18 15– 18 30 ). Ia m en jadi an ggota kabin et
inti dan juga tangan kanan Kom isaris-J enderal Du Bus de Gisignies
(menjabat 1826– 1830 ) (De Prins 20 0 2:112– 3). Dalam kunjungannya ke
Yogyakarta, pada 1828, setelah hampir tiga tahun lamanya perang meng-
hancurkan gedung-gedung terbagus di kota itu, Willem van Hogendorp
m enulis: “Solo (Surakarta) selalu m em beri saya kesan yang luar biasa,
tapi Djocja (Yogyakarta) dalam masa kemuliaannya pastilah merupakan
Versailles J awa. Tidak sampai sepersepuluhnya yang tinggal utuh, tapi
[aslinya dulu] terlihat pada reruntuhan tembok yang besar-besar”.1
Dalam pandangan seorang Residen Belanda di Yogya pertengahan abad
kesembilan belas, ibu kota kesultanan telah mencapai puncaknya sekitar
1820, sekitar lima tahun sebelum pecahnya Perang J awa (1825– 1830):

Masa itu Yogya m akm ur, kaya dan indah, negeri subur dan m ujur, ibu
ko ta cantik dan asri, penuh gedung-gedung bagus, tam an-tam an ter-
tata rapi dan pesanggrahan-pesanggrahan yang bagus. Di m ana-m a na
m a kan an dan air m elim pah. Kala itu niaga, kerajinan, dan pro duk si
ber kem bang. Orang J awa [Yogyakarta] m erasa bangga dengan tem pat
ke la hiran [m ereka].2
bacaan-indo.blogspot.com

1 Van Hogendorp 1913:174. Banyak di antara pangeran dan pejabat tinggi Yogya telah lebih dulu
m enghancurkan tem pat tinggal m ereka sebelum bergabung dengan Diponegoro, J uli– Agustus
1825, Carey 1981a:291 catatan 233, 1988:56, 10 5 catatan 95.
2 Dj. Br.19 1, A.H.W. Baron de Kock, “Memorie van Overgave” (Laporan Serah J abatan), 17-5-1851.
Ten tang Albert Hendrik Wendelin de Kock (180 8– 1891), putra panglima tentara Belanda dalam
Perang J awa, Hendrik Merkus de Kock (1779– 1845), lihat Louw en De Klerck 1894– 190 9, I:291
catat an 2; Genealogie De Kock 1996– 97:22– 3. Masa jabatan sebagai residen Yogya, 1848– 51, lebih
2 KUASA RAMALAN

Gambar 1. Pemandangan Kerat on Yogyakart a dari lapangan (alun-alun) sebelah


ut ara. Sket sa oleh A. de Nelly, seorang di ant ara murid-murid Johannes Rach
dari Denmark, sekit ar 1771. Fot o seizin Rij ksmuseum, Amst erdam.

Pejabat pertengahan abad kesem bilan belas ini terlam bat sekitar
se pu luh tahun dalam m en an dai m asa pun cak kejayaan kesultan an
tersebut m en gin gat berbagai peristiwa yan g terjadi pada 18 11– 18 12
(Bab VII). Nam un, m em ang betul bahwa sebagai suatu kota pra-1825,
Yogya nyaris tidak ada tara nya di J awa pada m asa itu karena ham pir
seperem pat bangunannya terbuat dari tem bok yang bahannya berasal
dari pertam ban gan batu kapur di Gam pin g di sebelah barat kota. 3
Bahkan rumah kampung Diponegoro di Tegalrejo, tiga kilometer barat
Kota Yogyakarta, diban gun den gan cara yan g dem ikian —hal yan g
m enim bulkan kekagum an seorang pengunjung Belanda pasca-Perang
J awa.4 Sekalipun rumah-rumah terbuat dari bambu dan kayu, semuanya
senantiasa dicat putih dan asri, sering dikelilingi de ngan pagar tembok
rendah yang m engitari pe ka rangan dengan pohon buah-buahan dan
perdu.5

jauh lihat Apendiks IX.


3 Tentang pertambangan dan tungku arang untuk membakar batu kapur di Gamping yang diseleng-
garakan oleh para pekerja Tionghoa dan m enghasilkan sekitar 60 0 pikul (1 pikul = 61,761 kg)
bacaan-indo.blogspot.com

per bu lan tahun 1820 , lihat Carey 1981a:238 catatan 21. Pengendalian atas pertam bangan ini
dan te naga kerja Tionghoa akan m enjadi salah satu casus belli (penyebab peperangan) an tara
Diponegoro dan para penentangnya di Keraton Yogya, J uli 1825, lihat Bab IX.
4 Lihat Bab II.
5 Nahuys van Burgst 1852:135; KITLV H 50 3, J an Izaäk van Sevenhoven, “Aanteekeningen gehouden
op eene reis over J ava van Batavia naar de Oosthoek in […] 1812” (Catatan harian yang dibuat sela-
ma suatu perjalanan melalui Pulau J awa dari Batavia ke Ujung Timur pada […] tahun 1812) (ed. F.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 3

Pengelana dan pe jabat tinggi Belanda lain yang jeli, J an Izaäk van
Sevenhoven (178 2– 18 41), juga berkom entar tentang kebersihan dan
kerapian kota tersebut dalam kun jun gan n ya pada 18 12. Waktu itu,
di sepan jan g jalan utam a m en uju keraton terdapat pohon berin gin
tinggi dan rindang dengan rumah tinggal para pangeran serta pegawai
keraton , juga rum ah pen duduk biasa yan g letakn ya m un dur, agak
jauh dari pinggir jalan utam a tersebut. Lebih jauh lagi selepas ujung
jalan utama itu terdapat barisan rumah-toko Tionghoa yang di sebelah
baratnya terdapat rum ah besar dengan halam an depannya berhiaskan
tam an dan tiga kolam besar. Rum ah-rum ah itu m erupakan tem pat
pejabat tinggi yang m ewakili pem erintah Belanda di ibu kota ke sul-
tan an . Lan gsun g berhadapan di seberan gn ya berdiri tegak ben ten g
Vredenburg6 yang selesai dibangun pada 1795, lengkap dengan meriam
di setiap benteng-jaga berbentuk segitiga di keempat sudutnya, dan ke-
selu ruhannya tampak mengesankan. Di sepanjang jalan umum sekeliling
ben teng tum buh juga pohon-pohon beringin. Di bawah keteduhannya
berlangsung kegiatan pasar utama kota itu.7
Yang kurang m engesankan, m enurut Van Sevenhoven, adalah ka-
was an perm ukim an Tionghoa dan Eropa di belakang benteng, di m a-
na terdapat rumah-rumah kecil, terpisah dari jalan umum dengan din-
ding tem bok sangat tinggi. Rum ah m ereka terkesan bertum puk satu
sam a lain , den gan jalan an di luarn ya sem pit dan kum uh. Para v rij
burgers (warganegara; orang swasta golongan Eropa) yang Indo dan
berm ukim di sana, tam pak hidup sangat m iskin, susah-payah m en-
cu kupi kebutuhan hidup pas-pasan dengan m em bungakan duit dan
membuka warung.8 Sementara itu, penduduk Tionghoa setempat, yang
kegiat an utamanya membungakan duit dan berdagang eceran, di mata
Van Sevenhoven tidak sebanyak dan tidak sem akm ur saudara-saudara
me reka di Surakarta.9

de Haan), 6-4-1812 – 2-8-1812 (selanjutnya: Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”), 10 7, men ca tat


bahwa kota lain di J awa dengan sejumlah besar bangunan tembok di dalamnya hanyalah Batavia
dan Gresik.
6 Dalam berbagai catatan masa itu terkadang disebut “Rustenburg”.
7 Lettres de Java 1822:10 0 ; Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 10 5– 10 . Pasar itu sekarang disebut
Pa sar Beringhardjo (Pasar Beringin Makmur). Tentang saat selesainya bangunan dalam benteng
Belanda itu, 1795, AvJ , Wouter Hendrik van IJ sseldijk (Yogyakarta) kepada P.G. van Overstraten
(Semarang), 4-3-1795.
bacaan-indo.blogspot.com

8 Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 110 ; Dj.Br. 52, A.H. Smissaert (Yogyakarta) kepada Presiden
Mah kamah Agung (Batavia), 7-4-1823, mengatakan bahwa nilai 70 rumah di permukiman Eropa
berkisar dari f 4.0 0 0 ke f 220 . J umlah lelaki Eropa yang berusia di atas 16 tahun di Yogya pada
1819 seba nyak 10 2 orang, MvK 3124, “Register van het Europese personeel op J ava en Madoera
(Djokjokarta)” (Daftar penduduk Eropa di J awa dan Madura [Yogyakarta]), 1-1-1819.
9 Menurut Van Sevenhoven, hanya ada dua atau tiga rumah milik orang Tionghoa senilai f 1.50 0 ,
sele bih nya adalah warung kecil yang sangat bersahaja, Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 110 .
4 KUASA RAMALAN

J adi, suasana di daerah permukiman Eropa dan Tionghoa menim-


bulkan corak yan g berlawan an den gan perkam pun gan oran g J awa
di kota, yan g bergerom bol di sekelilin g kediam an salah se oran g di
antara para pangeran Yogya atau pejabat tinggi istana, yang diselang-
selingi jalan-jalan besar yang teduh dan alun-alun besar ber pe pohonan.
Masing-m asing kam pung tersebut m erupakan m a sya ra kat tersendiri,
serin gkali den gan m asjid sen diri dan dikitari pagar tem bok ren dah
sebagai perbatasan.10 Orang J awa penduduk Yogya, me nu rut per kiraan
Van Sevenhoven, lebih bersih, berpakaian lebih baik, dan merasa lebih
percaya diri daripada pen duduk ibu kota kesun an an di Surakarta. 11
J uga lebih sedikit jum lah “gelandangan dan pengem is rom beng yang
membuang waktu dengan main judi atau nongkrong di warung-warung
m akan pinggir jalan”. Keadaan ini m enurut orang Belanda itu tim bul
berkat kinerja polisi yang lebih bagus di ibu kota kesultan an,12 suatu
penjelasan yang akan kita bahas dalam bab ini.
Keraton Yogya sendiri membentang sepanjang sisi selatan alun-alun
utara. Alun-alun itu berupa lapangan terbuka sekitar 1.20 0 m eter le-
bar nya yang dibuat atas perintah Sultan pertam a, tapi sejak itu dige-
rogoti di sebelah utara dan tim ur untuk rum ah-rum ah orang Eropa
dan Tionghoa.13 Pohon beringin dan pohon lain yang dipagari dekat
paseban atau tem pat bertem u para pejabat di luar keraton dipelihara
dan ditata rapi oleh para kuli istana. Seluruh penam pilannya sa ngat
ber la wanan dengan yang ada di Surakarta, yang tam pak “sangat jorok
dan telantar”.14 Dinding besar keraton dengan benteng-benteng pen juru
yang menjorok ke luar (pojok baluw erti; Carey 1992:399 catatan 4a, 40 0
catatan 6) m enguasai jalan m asuk dari utara. Melingkari seluruh dae-
rah istana, dinding besar itu mengalingi banyak rumah abdi dalem dan
anggota pasukan kawal sultan, yang keseluruhannya m em bentuk m i-
niatur kota sungguhan di sekeliling wisma-wisma istana. Inilah nagari,
ibu kota kerajaan yang sebenarnya, yang terasa m engesankan bah kan
bagi letnan-gubernur Inggris yang paling percaya diri, Thomas Stamford
Rafles (menjabat 1811–1816), yang menuliskan (Rafles 1817, I:84):

Pada 180 8, terdapat 758 lelaki Tionghoa berusia di atas 14 tahun di ibu kota kesultanan, se dang di
Surakarta ada 1.282 orang, Carey 1984a:16.
bacaan-indo.blogspot.com

10 Rafles 1817, I:83; Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 110.


11 Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 110 .
12 Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 116. Mengenai penggambaran Surakarta pada masa itu, 1812,
Mack.Pr. 86(1), Kolonel Alexander Adams, “Some observations respecting Souracarta” (Beberapa
pengamatan tentang Surakarta) (selanjutnya: Adams, “Souracarta”), 1812, 63– 73.
13 AvJ , A.H. Smissaert (Yogyakarta) kepada Algemeen Secretaris (J . Bousquet) (Batavia), 24-4-1823.
14 Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 110 .
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 5

Panjang keliling dinding keraton Yúgya-kerta [Yogyakarta] tidak


kurang dari tiga m il, dan diperkirakan bah wa pa da saat serangan
[Inggris] pada [J uni] 1812, keraton itu ber penghuni tidak ku rang
daripa da se puluh sam pai lim a belas ribu orang. Keraton Súra-kerta
[Surakarta] tidak seluas atau sekokoh itu.

Dekat keraton ke sebelah barat, terdapat kawasan Taman Sari (Istana


Air) yang luas, konon dibangun oleh para arsitek Portugis semasa pe me-
rintahan Sultan pertam a (1749– 1792) untuk tujuan religius dan ke m i-
literan (Dumarçay 1978:589– 623). Meski kerangka bangunannya cepat
se kali runtuh akibat gempa selama dasawarsa pertama abad kesembilan
belas, dinding bentengnya yang tebal dan lorong-lorong rahasianya ma-
sih bisa memberikan banyak tempat bertahan bila ada serangan.15 Men-
jelang serangan Inggris pada J uni 1812, bengkel senjata dan mesiu sultan
terdapat di dalamnya (Thorn 1815:185, Gambar XIX no. S; lihat Peta 7).

Angkatan bersenjata Yogy a


Seni bangunan pada banyak gedung utama di Yogyakarta menonjolkan
semangat kepahlawanan yang menjiwai istana dan pemerintahan sultan,
hal yang berakar dalam cara bagaim ana Sultan pertam a m endirikan
kerajaannya lewat penaklukan (Van Hogendorp 1913:141). Wa laupun
m e n urut Raffles sem an gat m iliter tersebut lam bat laun ber kuran g
pada m asa an tara akhir seran gkaian peran g perebutan takhta pada
perten gahan abad ke delapan belas dan m asa pem erin tahan In ggris
(Rafles 1817, I:8-5), sosok istana Yogya dalam dasawarsa pertama abad
ke sembilan be las masih bersifat sangat militer.
Pada 180 8, misalnya, Sultan kedua mem punyai sekitar enam belas
re sim en keraton ber kekuatan 1.765 prajurit, 976 di an taran ya m e-
nyan dang bedil dan yang lain tom bak. Sem ua resim en ini m erupakan
pengawal pribadi sultan yang m en dapat gaji dalam bentuk tanah dan
diberi tem pat tinggal sangat dekat dengan wilayah istana. Sebagian

15 Ricklefs 1974a:84– 86; D’Almeida 1864, II:128– 32. Gempa hebat karena letusan Gunung Guntur
di J awa Barat, 7 September 180 3, merusak fondasi Taman Sari sehingga mengalirkan air ke luar
kolam-kolam, meski Hamengkubuwono II kembali naik perahu di sana pada 9 November 180 3,
Dj.Br.49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 8 -9-18 0 3,
9-11-180 3. Gem pa lanjutan terjadi pada 19 Maret 180 6 yang m enghancurkan dinding benteng
Yogya, IOL Mack.Pr. 2, “Surakarta Sengkala list”, lajur 28 Besar 1732 J ; vAE (aanw insten 190 0 )
bacaan-indo.blogspot.com

235, Nicolaus Engelhard, “Speculatieve Mem orie over zaken betreffende het bestuur over J ava’s
N.O. Kust” (Laporan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan pem erintah pantai utara J awa)
(seterusnya: N. Engelhard, “Mem orie”), 14-5-180 8. Gem pa lain lagi m erusak benteng di Klaten
pada 28 Februari 180 8. Benteng kawasan Tam an Sari tersebut tidak digunakan lagi setelah 20
J uni 1812, ketika tembakan meriam Inggris merusak kerangka bangunannya bagian atas, Thorn
1815:292. Saat Willem van Hogendorp mengunjunginya pada 1828, benteng itu penuh kelelawar,
Van Hogendorp 1913:175.
6 KUASA RAMALAN

Gambar 2. Cet ak bat u gambar seorang anggot a kawal pribadi Sult an


bacaan-indo.blogspot.com

Yogyakart a pada awal abad kesembilan belas. Dikut ip dari J.J.X. Pfyffer zu
Neueck, 1829: plat IX. Fot o seizin KITLV, Leiden.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 7

anggota pasukan istim ewa ini terdiri dari serdadu bayaran asal Bali
atau Bugis yang m engabdikan diri kepada penguasa Yogya.16 Sultan
juga m em iliki pengawal yang terdiri dari pra jurit perem puan. Prajurit
ini sem acam pasukan Srikandi berkekuatan 30 0 orang, yang dikenal
sebagai prajurit keparak estri, dan berasal dari anak perempuan pejabat
tinggi atau keluarga lapisan atas di pedesaan. Mereka bersenjata tombak
dan mahir menunggang kuda.17
Pada awal abad kesembilan belas, beberapa tugas resimen ka wal ini
bersifat upacara. Biarpun demikian, mereka masih tetap bisa dikerahkan
ke m edan tem pur, seperti yang terjadi ketika berlangsung serangan
militer terhadap Raden Ronggo Prawirodirjo III, November– Desember
1810,18 dan ketika keraton bertahan terhadap serbuan Inggris, J uni 1812.19
Selain pa sukan kawal istim ewa ini, Sultan dapat juga m engerahkan
pasukan para pejabat, yang disebut prajurit arahan. Sebanyak 7.246
prajurit didapat dari para pangeran keraton, khususnya putra mahkota
(Pangeran Adipati Anom ), yang m endapat tanah-jabatan di kawasan
negaragung yang dekat dengan keraton. Sebanyak 2.126 prajurit lagi
disediakan oleh pemerintah kabupaten (bupati) dari daerah-daerah luar
timur (m an ca na gara). Hingga J uni 1812, ketika sebagian besar daerah
tersebut dikuasai oleh Inggris, Sultan bisa juga memanfaatkan pasukan-
pasukan itu untuk m em bangun dan m em perbaiki gedung-gedung dan
perbentengan istana ketika para penguasa wilayah timur datang ke ibu
kota untuk m erayakan Maulud Nabi (m enurut tata cara Islam J awa
perayaan ini disebut Garebeg Mulud) sekaligus untuk membayar pajak
tanah ta hun an (Carey 1986:71– 2; Houben 1994:52 catatan 9; Remmelink
1994:17). J adi, dalam keadaan darurat militer, Sultan bisa mengerahkan
pa sukan sebanyak 10 .0 0 0 prajurit dalam tempo singkat untuk menjaga
keraton dan untuk terjun ke medan tempur.
Sebagian pasukan in i m e m an g tidak terlalu tin ggi kem am puan
militernya, tapi Rafles memuji mutu re simen kawal pribadi dan pasukan

16 Keseluruhan angkatan bersenjata Yogya pada 18 0 8 dicatat dalam dK 145, Matthijs Waterloo,
“Mem orie […] van het Hof van Djocjocarta […] aan zijn Successeur […] P. Engelhard” (Laporan
serah jabatan tentang Keraton Yogyakarta untuk penggantinya P[ieter] Engelhard) (seterusnya:
Waterloo, “Mem orie van Overgave”), 4-4-18 0 8 . Dua di an tara resim en istan a itu, Daën g
Secodipuro dan Bugis masing-masing dengan 10 6 dan 40 serdadu, diambil dari Sulawesi Selatan
(orang Bugis, Makassar), sedang Blambangan sepuh dan punakawan Blambangan, masing-masing
bacaan-indo.blogspot.com

dengan 10 0 serdadu, diambil dari Bali dan Banyuwangi. Lebih jauh lihat Remmelink 1944:20 ; dan
EdD, 13-7-1828, 25-7-1828, yang membanggakan mutu serdadu Sulawesi Selatan (“[…] troupes de
l'isle de Macassar qui sont tous de bons soldats” (serdadu dari Makassar [Sulawesi Selatan] yang
semuanya prajurit yang baik)).
17 Thorn 1815:293; Carey 1992:413 catatan 73. Lihat juga Bab II catatan 29; Bab VI catatan 31.
18 Lihat Bab VI.
19 Lihat Bab VII.
8 KUASA RAMALAN

yang dikerahkan sebagai pengawal ke hormatan ketika dia resmi masuk


ibu kota sebagai letnan-gubernur pada 27 Desember 1811 (Bab VII):

J alan-jalan penuh dengan sekitar sepuluh ribu prajurit dari berbagai


ke sa tuan, kebanyakan pasukan berkuda, yang m engenakan seragam
se suai dengan gaya daerah J awa tengah-selatan, tapi tidak berarti m e-
ru pa kan suatu pasukan berpenam pilan m enyedihkan seperti yang se-
ngaja dipertem ukan dengan saya.20

Walaupun bagian terbesar prajurit menunggang kuda dan sebagian


di an taranya membawa bedil, karben kavaleri, dan bedil jenis lain, yang
pa ling andal adalah senjata tradisional J awa, seperti tom bak, um ban,
dan keris, senjata genggam berlapiskan logam meteor. Kebanyakan be-
dil yang dipakai oleh pasukan J awa dan Eropa di J awa ketika itu m e-
rupakan bedil locok m odel tua keluaran pertengahan abad kedelapan
belas yang sulit diisi, rentan cuaca lembab, dan biasanya macet setelah
be be rapa kali ditembakkan (Bab XI, catatan 7).
Pengamat masa itu ber pen dapat bahwa prajurit J awa kurang mahir
menggunakan bedil diban ding dengan menggunakan tombak J awa yang
panjang. Ketika ber tem pur melawan pasukan Eropa, khususnya kavaleri,
pasukan ber tombak J awa yang bergerak dengan teratur dianggap jelas
punya ke lebihan secara m iliter. Terkadang m ereka m am pu m em aksa
musuh turun dari tunggangannya dan bertarung satu lawan satu sebelum
lawan sempat mengisi ulang bedilnya.21 Umban juga cukup tepat sasaran
dalam jarak dekat. Senjata itu digu na kan dengan baik melawan Inggris
pada Juni 1812 (Rafles 1817, I:295; Carey 1992:406 catatan 34a) dan
Belanda selama Perang J awa (Van der Kemp 1896a:40 5).
Pada saat yang sam a, bu daya keris keraton-keraton J awa tengah
sudah berkembang begitu canggih nya pada awal abad kesembilan belas
sehingga para em pu keris sanggup m en em pa bera gam jen is senjata
genggam itu untuk digunakan dalam pertarungan satu lawan satu.22
Senjata artileri juga dikenal dan dipakai oleh orang J awa. Sebelum
Keraton Yogya jatuh pada J uni 1812, sudah tercatat bahwa saat itu Sultan
kedua telah menempa meriam besi dan kuningan, boleh jadi di bengkel

20 BL Add MS 45272, T.S. Rafles (Batavia) kepada Lord Minto (Kolkata), 21-1-1812.
bacaan-indo.blogspot.com

21 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:228, II:380 ; Carey 1992:40 6 catatan 34a, 427 catatan 138.
Ke tangkasan orang J awa m enggunakan tom bak juga disebut dalam Dj.Br. 23, Pieter Engelhard
(Yogyakarta) ke pada H.W. Daendels (Batavia), 2-6-180 8 ; dan EdD, 18-7-1827 (sebagai senjata
yang dipakai pa sukan Diponegoro waktu Perang J awa). Tentang tanggapan yang kurang memuji,
Crawfurd 1971: 40 9 lem a “spear”. Lebih jauh lihat Bab VII catatan 263. Lihat juga Rem m elink
1994:19 tentang ren dahnya keterampilan orang J awa menggunakan bedil.
22 Tanojo 1938:1– 20 . Tentang keris pusaka dan senjata lain Diponegoro, lihat Apendiks XI.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 9

kerajaan di Tam an Sari dan di Kota Gede, di m ana m esiu dan m im is


dibuat selama Perang J awa. Meriam ringan buatan J awa, yang dikenal
sebagai kalantaka dan berpeluru kira-kira seperem pat kiloan, ter ka-
dang digunakan oleh pasukan Sultan dalam ekspedisi militer.23 Meriam
kuningan yang lebih berat dipasok dari Gresik, J awa Tim ur. Di kota
ini industri senjata berkembang di bawah penyeliaan ma syarakat Arab
dan Tionghoa yang m engandalkan keteram pilan tra disional m ereka di
bidang balistik.24 Kelak sejumlah besar meriam direbut oleh Inggris dari
medan tempur Keraton Yogya pada J uni 1812. Namun, selama serangan
Inggris itu berlangsung, para prajurit meriam keraton agaknya kurang
teram pil m en ggun akan sen jata itu, bahkan beberapa han cur ketika
ditembakkan (Carey 1992:20 6– 7, 40 0 catatan 8). Hal ini menunjukkan
bahwa banyak di antara meriam berat milik Sultan dibuat bukan untuk
bertem pur tapi untuk keperluan upacara (Ricklefs 1974a:30 4; Crucq
1938:78:93– 110 , 1940 :49– 59).

Angkatan bersenjata berlandaskan penguasaan tanah


Landasan bagi pemeliharaan angkatan bersenjata yang besar ini adalah
pungutan dan kerja bakti dari penduduk desa. Sebagian penghasilan la-
han yang langsung di bawah penataan sultan (bum i pam ajegan-Dalem )
di wilayah pusat dipakai untuk m em biayai pasukan kawal priba dinya.
Pe nyerahan tanah kepada anggota keluarga sultan dan kepada para
pe ja bat itu sekaligus m ensyaratkan bahwa pasukan bersenjata wajib
di sum bangkan bilamana sultan meminta (Rafles 1817, I:294; Carey
1986:67– 70 ).
Landasan yang pada dasarnya bersifat militer dalam sistem tanah-
jabatan J awa-tengah ini tecerm in pada gelar-gelar kuno yang secara
resmi diberikan kepada para pejabat daerah: panew u, panatus, paneket,
pen glaw e, yan g berarti gelar kepala un tuk 1.0 0 0 , 10 0 , 50 , dan 25
orang yang merujuk bukan pada jumlah bidang lahan tapi pada jumlah

23 Rafles 1817, I:296; Louw dan De Klerck 1894–1909, II:283 catatan 1; Poensen 1905:158; Gericke
dan Roorda 190 1, I:485. Tentang rujukan pada Kota Gede sebagai pusat persenjataan selam a
Perang J awa, BD (Manado) III:276, XXIX:42; UBL BPL 616 Port. 12 no. 8, “Verklaring van Raden
Mas Machm oed, een gevangen m uiter” (Keterangan dari Raden Mas Mahm ud, seorang pem -
berontak yang ditahan), 1-8-1829; EdD, 18-7-1827. Tentang perebutan kalantaka dari kediaman
Raden Ronggo Prawirodirjo III di Maospati, Desem ber 1810 , Dj.Br.46, Letnan Thom as Paulus
bacaan-indo.blogspot.com

(Madiun) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 7-12-1810 ; dan tentang penempatan meriam di
Rowo (Tulung Agung) oleh Hamengkubuwono II pada 1826, Dj.Br. 6, “Vergadering bij den raad
uitmakende het bestuur over het rijk van Djocjocarta” (Notulen perkumpulan dewan yang menjadi
pe merintah kerajaan Yogyakarta), 23-12-1826.
24 Stockdale 1812:383, 387; Rafles 1817, I:296,471; Gomperts dan Carey 1994:16, 25. Pembelian
meriam dan mesiu dari Gresik oleh Hamengkubuwono II disebut dalam UBL BPL 616 Port. 3 no.
1, W.H. van IJ sseldijk (Yogyakarta) kepada Anthonius Schwenke (Gresik), 10 -12-1792, 22-1-1793.
10 KUASA RAMALAN

anggota angkatan bersenjata (Carey 1986:67). Bahkan be berapa sebutan


yang lebih tua atas daerah-daerah dan bupati di J awa tengah-selatan,
seperti “tanah tom bak” (tanah sulastri) untuk Bagelen, Arung Binang
(ndoro tombak merah), dan Sawunggaling (sang jago laga mas) sebagai
gelar bupatin ya, m en egaskan ciri m iliter asli pada ke tatan egaraan
Mataram (Rouffaer 190 5:610 catatan 1, 620 ; Ricklefs 1974a:423 catatan
1; Carey 1992:93). Begitu juga halnya dengan istilah tum bak (ukuran
panjang lembing) untuk satu rood (1.210 yard persegi atau 0 ,1 ha) tanah
di wilayah-wilayah kerajaan, yang diduga berasal dari kerajaan Demak
abad kelima belas (Rouffaer 190 5:617).
Pada awal abad kesembilan belas, landasan yang bersifat militer ini
sudah agak berubah dan patokan-patokan bertem pur tidak lagi begitu
ken tara. Istilah cacah, m isalnya, bukan m erujuk pada jum lah anggota
angkatan bersenjata yang dapat hidup dari hasil daerah tertentu. Cacah
m erujuk pada jum lah petani atau anggota keluarga m ereka—biasanya
mencakup lima anggota yang be kerja—yang dapat hidup dari sebidang
sawah berpen gairan . Itu sebabn ya, istilah tersebut sudah tidak lagi
berm akna m iliter, tapi m erupakan satuan ukuran ekonom i.25 Nam un
pangeran keraton (pu tra sentana), bangsawan tinggi J awa, dan pejabat
tinggi kesultanan—se cara hariah berarti “adik-adik” (para y ay i) sang
raja yang sering ter kait pada raja tersebut m elalui ikatan pernikahan
atau keturunan—tetap wajib ikut perarakan bersam a pasukan m ereka
d alam u p acar a-u p acar a besar . Up acar a in i m en caku p Gar ebeg,
perayaan-perayaan Islam J awa yang diadakan tiga kali setahun, dan
pelatihan militer penting.
Satu di antara upacara sem acam itu diadakan di tem pat peris tira-
hat an raja di Rojowinangun (Arjowinangun) yang terletak ke arah timur
Yogya pada 1 J uni 180 8, di mana Diponegoro muda (Raden Ontowiryo)
ikut ambil bagian (Bab VI). Acara tersebut melibatkan 5.0 0 0 orang le bih,
termasuk satuan-satuan prajurit dari wilayah paling timur, dan aca ra itu
diadakan sebagai tanggapan terhadap pelatihan-pelatihan militer yang
dilakukan oleh Daendels di J awa tengah yang bertujuan untuk m em -
perkuat pertahanan Pulau J awa terhadap Inggris.26 Selama Pe rang J awa
(1825– 1830 ), Diponegoro dapat m enggunakan sebagian pa sukan ter-
sebut, yang diserahkan oleh para pangeran dan pejabat penyokong per-
bacaan-indo.blogspot.com

25 Rouffaer 1905:617-8; Kāno 1977:22 catatan 43; Carey 1986:68; UBL BPL 616 Port. 22 no. 4, H.G.
Nahuys van Burgst, “De Montjonegorosche-Djocjokartasche landen” (Tanah wilayah m ancanagara
timur Yogyakarta), tanpa tahun (?1826).
26 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 2-6-180 8.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 11

juangannya melawan Belanda dan para pendukungnya, orang-orang se-


tempat yang oleh Diponegoro disebut sudah “murtad”. J adi, ciri militer
asli yang m elekat pada sistem tanah-jabatan di J awa tengah bertahan
sam pai dengan 1830 ketika aneksasi dan reformasi pasca-Perang J awa
menghapuskannya hingga tuntas (Houben 1994:17– 69).

Sistem tanah-jabatan kerajaan


Sesuai dengan wawasan J awa mengenai kedaulatan yang berasal dari za-
man Hindu-Buddha di J awa, rajalah yang dipertuan atas segenap lahan
di kerajaannya. Namun, hak tersebut ia limpahkan kepada para pejabat
dan anggota keluarganya supaya m ereka dapat m em biayai kehidupan
m e reka sendiri dan juga kehidupan rum ah tangga, pem bantu, pejabat
ba wah an, dan pengikut m ereka. Luas tanah-jabatan atau “dudukan”
(lungguh) itu bermacam-macam tergantung pada masa pengabdian sang
pejabat atau sifat hubungannya dengan raja. Hak-hak yang nya ris bersifat
turun-temurun atas tanah-jabatan terkadang diberikan kepada anggota
keluarga dekat raja atau kepada pejabat setia yang pu nya hubungan
keluarga dengan sultan karena pernikahan. Hak-hak yang serupa juga
diberikan kepada keturunan keluarga tokoh agam a ter kem u ka, seperti
keluarga Pangeran Serang di J awa tengah-utara yang silsilah nya konon
terlacak hingga ke penyebar masyhur Islam (wali) Sunan Kalijogo dan
merupakan pendukung gigih Diponegoro selama Perang J awa.27
Nam un betapa lam a pun m engabdi dan betapa berkenan pun di
hati raja berkat ikatan pernikahan, seorang pejabat bisa saja kehilang-
an tanah-jabatannya dan sumber nafkah keluarganya ketika ia dipecat.
Hal ini terjadi dengan Raden Tum enggung Purwodipuro, se orang ke-
sa yangan (punakawan) Sultan kedua, yang diangkat sebagai se orang
n ayaka, pejabat tin ggi urusan pen ataan keraton , pada tahun 1797.
Tanah-jabatan Tum enggung ini ditiadakan sam a sekali ketika ia di-
pecat, pada Desem ber 18 10 , karena terlibat kejahatan dalam urusan
m ata uang dan perdagangan m adat selam a berlangsungnya ekspedisi
m iliter terhadap Raden Ronggo di Madiun (Carey 1980 :189– 90 ; lihat
juga Bab VI). Hal yang mirip terjadi juga dengan anggota keluarga dan
pengikut Raden Tumenggung Danukusumo, seorang nayaka dan anggota
keluarga Danurejan yang terkemuka itu, yang dibuat jatuh mis kin setelah
bacaan-indo.blogspot.com

ia dibunuh atas perintah Sultan, pada J anuari 1812. Istri Danukusumo


adalah putri Sultan pertama dan ia merupakan tokoh yang ter pan dang di

27 Lihat Bab VI dan Bab XI.


12 KUASA RAMALAN

kalangan Islam-J awa. Tapi hal ini tidak dapat melindungi mereka.28
Rawannya kedudukan para pejabat dan parahnya ketergantungan
m ereka pada welas asih raja jelas terlihat pada istilah-istilah J awa—
gadhuhan (pemberian [tanah] untuk sementara), anggadhuhi (me min-
jam kan untuk sem entara), dan anggadhuhake (m em beri hadiah se-
m entara)—yang dicantum kan dalam surat pengangkatan resm i (Carey
198 6:74). Den gan dem ikian , di daerah-daerah tan ah-jabatan pusat,
sistem J awa di bidang penguasaan tanah sangat tunduk pada per sya-
rat an kerajaan. Karena itu, kedudukan ini tidak pernah mencapai taraf
per janjian kerja [kontrak] antara raja dan warga sebagaim ana berlaku
di J epang sem asa Tokugawa (160 3– 1867), apalagi m enjadi hak m ilik
yang sudah mulai berkembang di Eropa sejak abad kelima belas (Neale
1981:91).
Sistem J awa in i palin g-palin g bersifat tan ah-garapan yan g ha-
nya m em beri pejabat hak m em peroleh hasilnya (Hall dan Whitm ore
1976:222). Mereka tidak m em iliki kem ungkinan untuk m endapatkan
hak garap “feodal” pen uh seperti yan g sudah berkem ban g di Eropa
abad pertengahan, di mana keluarga terkemuka menguasai “ief” (tanah
dari raja sebagai ganti pelayanan—Penerj.) atas nam a raja (Rouffaer
190 5:621; Carey 1986:74). Daerah satu-satunya di mana sistem “feodal”
se macam itu mungkin berlaku di J awa awal abad kesembilan belas ter-
da pat di wilayah timur sebagaimana akan kita bicarakan sebentar lagi.
Semua tanah-jabatan yang diberikan kepada kerabat sultan dan ke-
pada pejabat tinggi terletak di daerah-daerah pusat, negaragung, yang
langsung diatur dari Yogya. Pada awal abad kesem bilan belas, daerah
ini mencakup sebagian Provinsi Banyumas,29 Bagelen, Kedu, Mataram,
Pajang, Sukowati, dan Gunung Kidul (Rouffaer 190 5:589– 92). Daerah-
daerah tersebut berada di bawah kekuasaan Mataram pada awal abad
ketujuh belas berkat perjanjian dan pernikahan, berbeda dengan daerah
wilayah timur yang sebagian besar diperoleh dengan penaklukan militer
(De Graaf dan Pigeaud 1974:116; Carey 1992:93– 4).
Tanah-jabatan yang diberikan di negaragung ini tidak pernah saling
berdekatan tapi tersebar luas. J ohn Crawfurd, residen yang bertugas di

28 Rouffaer 1905:619; Carey 1992:489 catatan 424; Carey dan Hoadley 2000:144– 5, 155– 6. Lebih jauh
bacaan-indo.blogspot.com

lihat Bab III mengenai hubungan Diponegoro dengan keluarga ini, khususnya janda R.T. Danukusumo,
Raden Ayu Danukusumo, putri Hamengkubuwono I. Lebih jauh lihat Remmelink 1994:25– 7.
29 Banyum as di sini m erujuk pada daerah kabupaten pasca-18 30 yang bernam a sam a: daerah
Banyumas lama—sebelum 1830 —yang jauh lebih kecil dan terletak di sekitar ibu kota kabupaten,
waktu itu berada di bawah kekuasaan Surakarta dan merupakan tempat kedudukan bupati wedana
daerah-daerah wilayah barat milik Surakarta hingga 1773, Rouffaer 190 5:591.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 13

ibu kota ke sultanan se la ma sebagian besar masa pemerintahan Inggris


(1811– 1816), me nya ta kan bah wa sudah lazim buat pejabat tinggi keraton
yang mendapat hak atas tanah 1.0 0 0 cacah (sebidang lahan yang digarap
oleh sejumlah keluarga petani), paling mempunyai dua belas cacah yang
berdekatan, sedang se le bihnya berupa lahan-lahan sempit yang tersebar
sejauh 20 0 m il.30 Sebesar 70 0 jung31 tanah-jabatan Diponegoro yang
diberikan kepadanya pada J uli 1812 ketika ia menerima gelar pangeran
(Carey 1992:284, 442 catatan 211), tersebar di J awa tengah-selatan dan
wilayah barat (m an ca na gara) yang termasuk ke dalam daerah-daerah
Banyumas, Bagelen, Kedu, dan Sukowati, juga di kawasan inti di selatan
Yogya yang term asuk daerah Bantul (Louw dan De Klerck 1894– 190 9,
V:745; Carey 1981a:238 catatan 20 ). Bahkan tanah warisan Pangeran
Notokusum o (pasca-22 J un i 18 12, Pan geran Adipati Pakualam I),
sebesar 4.0 0 0 cacah yang dibe rikan oleh Sultan ketiga atas perintah
Inggris, tersebar antara Bagelen dan Mataram, yang banyak di antaranya
terletak di daerah-dae rah tak subur, berawa, atau sulit dicapai. Barulah
pada akhir Perang J awa, m enyusul perubahan batas-batas kerajaan,
1830 – 1831, tanah di ba wah kekuasaan Pakualaman menyatu di kawasan
Adikarto, bagian se latan Kulon Progo.32
Salah satu alasan pokok m engapa tanah-jabatan di kawasan pusat
sangat menyebar adalah untuk mencegah pangeran keraton dan pejabat
tinggi yang berpengaruh untuk m em bangun landasan kekuasaan yang
mem buat mereka sanggup menantang kedudukan raja. Memang, siapa
saja yang m enguasai tanah di negaragung, term asuk para bupati di
sana, wajib berm ukim di ibu kota di m ana m ereka bisa diawasi oleh
raja yan g sen an tiasa curiga itu.33 Satu-satun ya perkecualian adalah

30 Carey 1986:74– 5; IOL Mack.Pr. 21 pt. 7, J ohn Crawfurd, “Remarks on the nature and condition of
the landed tenures of the native government of J ava with some suggestions for the improvement
of the land revenue in the territories of the European power” (Pengamatan tentang keadaan dan
kondisi tanah-jabatan di daerah pemerintah pribumi di J awa dengan beberapa usul tentang cara
memperbaiki hasil pajak tanah di wilayah Pemerintah Eropa), 17-5-1813 (selanjutnya: Crawfurd,
“Landed tenures”), 234.
31 Ukuran tanah yang biasanya mencapai 60 0 kaki persegi sawah berpengairan, tapi tergantung pada
m utu dan kesuburan tanahnya. Sejum lah sum ber lain m enyebutkan tanah-jabatan Diponegoro
pada J uli 1812 sebesar 50 0 cacah, lihat Bab VIII.
32 Rouffaer 190 5:593– 4; Carey 1992:485 catatan 286, 458– 9 catatan 288, 483 catatan 397; Houben
1994:65; GKA, Exibitum , 20 -9-1830 no. 56k, “Verbaal van de verrigtingen van Com m issarissen
te Djokjokarta en aanteekeningen gehouden in de com parative ter zake hunne com m issie m et
on derscheiden e person en ” (Wawan cara terkait kegiatan Kom isaris-kom isaris di Yogyakarta
dan catatan yan g dibuat selam a m elaksan akan tugas [wawan cara] den gan beberapa oran g)
bacaan-indo.blogspot.com

(selanjutnya: “geheim verbaal”), wawancara dengan Pakualam II, 24-4-1830 . Tentang m asalah
pengairan di Adikarto, lihat catatan 10 9.
33 Dj.Br. 8 6, Pieter En gelhard (Yogyakarta) kepada H .W. Daen dels (Batavia), 8 -6-18 0 8 , yan g
menyatakan bahwa Bupati Wedana Yogya untuk Kedu (juga dikenal sebagai Bupati Bumijo) dan
para asisten bupati, sam a dengan Bupati Bagelen, Mataram , Sukowati, dan Pajang, sem ua ber-
mukim di ibu kota kesultanan.
14 KUASA RAMALAN

para bupati wilayah tim ur, yang diberi daerah yang berdekatan untuk
diperintah dan boleh bertem pat tinggal di kabupaten m asing-m asing
selam a delapan bulan dalam setahun (Carey 198 6:71– 2). Tapi para
peja bat ini masih diwajibkan hadir di hadapan sultan dua kali setahun
pada perayaan hari lahir Nabi (Maulud) dan hari Lebaran (Idul Fitri)
gu na membayar upeti tengah-tahunan dalam bentuk uang maupun ba-
rang yang dihasilkan di daerah m asing-m asing. Sebagaim ana m asih
akan kita lihat lebih rinci pada akhir bab ini, m ereka diwajibkan juga
m em bawa serta sejum lah orang untuk bekerja dalam proyek-proyek
ba ngunan kerajaan di ibu kota dan daerah sekitarnya, selama tiga atau
em pat bulan. J angka waktu kerja ini diperpanjang hampir dua kali lipat
di bawah kekuasaan Sultan kedua (Onghokham 1975:44; Carey 1986:71
catatan 43). Dalam kesempatan tersebut, para bupati kawasan timur se-
penuhnya bergantung pada perkenan Sultan dan bisa saja dipecat dari
ja batannya jika tenaga kerja yang dibawa itu melarikan diri. Banyak juga
di antaranya yang sampai berutang kepada Sultan, jadi merupakan cara
lain lagi bagi Sultan untuk mengendalikan mereka.34
Kedudukan para pejabat daerah timur yang agak khusus itu sedikit-
banyak berasal dari persaingan bersejarah antara kerajaan-kerajaan di
J awa tim ur (utam anya Surabaya) dan Mataram pada akhir abad ke-
enam belas dan awal abad ketujuh belas (Carey 1992:93– 4; Ricklefs
1993a:41– 2). Lebih-lebih lagi, medan yang ditempuh dalam perjalanan
antara Yogya dan Madiun itu cukup sulit sehingga m em beri sem acam
perasaan be bas merdeka kepada para bupati kawasan timur, khususnya
peja bat tinggi yang m em bawahkan daerah-daerah paling tim ur yang
ber ke du duk an di Madiun . J arak an tara Yogya dan Madiun , yan g
ham pir 20 0 kilom eter, term asuk sangat jauh pada m asa itu. J alanan
juga teramat ko tor dan berubah menjadi lautan lumpur di musim hujan
(Milaan 1942:20 5– 39; Schrieke 1957, II:10 5– 11) sehingga tidak mudah
dicapai.
Ter pisah dari ibu kota kesultanan oleh Gunung Lawu yang m en-
julan g tin ggi, hutan J awa tim ur yan g pen uh m acan , 35 dan luasn ya

34 Lihat Bab V; dan Remmelink 1994:17 untuk beberapa contoh dari abad kedelapan belas.
35 Tentang hutan J awa timur yang banyak macannya awal hingga pertengahan abad kesembilan belas,
lihat Dj.Br. 23, Kopral Pieter Gulin (Bunder, Surabaya) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta),
bacaan-indo.blogspot.com

19-7-18 0 8 (rujukan pada perjalanan selam a dua hari tanpa pernah bertem u seorang pun tapi
banyak macan di hutan-hutan Kertosono selama melaksanakan penelitiannya mengenai serangan
terhadap pedagang Tionghoa, 25-5-180 8, di Bunder); D’Alm eida 1864, II:32 (pedalam an Ngawi
dan Madiun begitu penuh dengan m acan sehingga sering terlihat oleh penduduk m enyeberangi
jalanan dan minum air di selokan pinggir jalan besar); KITLV H 395, “Rapport van de Assistant-
Resident [P.F.H.] Chevalier over de werking der tolpoorten” (Laporan Asisten-Residen [P.F.H.]
Chevalier tentang adm inistrasi bandar), 15-6-1824 (seterusnya: Chevalier, “Rapport”), rujukan
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 15

lem bah alir an Bengawan Solo, para keluarga bupati berpengaruh di


wilayah yang jarang penduduknya ini mengembangkan rasa kedaerahan
yang kuat meskipun sebenarnya mereka berasal dari daerah lain. Yang
tak ada duanya dalam hal ini ialah keluarga Raden Ronggo Prawirodirjo
III (menjabat 1796– 1810 ), yang kakeknya dari keluarga biasa bernama
Mas Ronggo Wirosentiko, juga dikenal sebagai “jawara” (gegedhug)
Sukowati. Ia pernah berbakti sebagai seorang panglima Sultan pertama
sela m a Perang Giyanti (1746– 1755) dan kawin dengan saudari Sultan
itu. Ia dikirim ke Madiun untuk menggantikan pendahulunya yang tak
m e m uas kan karena dianggap terlalu dekat dengan Keraton Kartasura
(pasca-1745, Surakarta), lalu mendirikan suatu wangsa yang anggotanya
akan terus m em erintah di Madiun sam pai 18 70 .36 Diram alkan akan
men jadi raja (Adam 1940 :333), Raden Ronggo ketiga yang berbakat tapi
keras kepala itu, sebagaimana akan kita baca selanjutnya (Bab VI), akan
memilih mati dalam pemberontakan daripada menyerah di tangan ber-
darah Marsekal Daendels, November 1810 .37
Alasan lain yang lebih penting m engapa tanah-jabatan jauh lebih
ter sebar letakn ya di n egaragun g diban din gkan den gan di daerah-
daerah tim ur adalah sifat penyelesaian m asalah pem bagian wilayah
dalam Perjanjian Giyanti, 1755. Perjanjian ini menentukan bahwa tanah,
bahkan desa, di negaragung harus dibagi sekecil-kecilnya di antara
keraton-kera ton Yogyakarta dan Surakarta, hal yang makin pelik dengan
ter ben tuk n ya kekuasaan baru m irip kerajaan , Man gkun egaran , dan
Pakualaman, masing-masing pada 1757 dan 1812.
Mengapa Perjanjian Giyanti justru begitu ruwet tidaklah seluruhnya
jelas. Diponegoro melemparkan tanggung jawab atas timbulnya keadaan
itu kepada si kair Belanda beserta poli tik “adu-domba”-nya.38 Tapi
menurut suatu laporan Belanda, Sultan pertamalah yang mendesak agar
dilakukan pembagian tanah yang rumit di kawasan pusat, pertama untuk

pada Bupati Surakarta untuk Nganjuk yang lebih takut dengan pos cukai jalan yang dijaga oleh
orang Tionghoa daripada dengan macan di hutan yang harus ditempuhnya untuk menghindari pos
cukai jalan itu. Lebih jauh lihat Bab IX.
36 Bale Poestaka 1939:14 sub: “Gata”: Adam 1940 :331– 2; Onghokham 20 0 3:25 catatan 17; Lihat juga
Apendiks Vb.
37 Lihat Bab VI.
38 Buku Catatan Makassar (Sejarah Ratu Tanah J awa) I:170 : iku aw itny a rusak ing Tanah Jaw a,
sabab kapir w us m élu m asésa sarupané Tanah Jaw a, padha sabar iku saparoné ing Tanah
bacaan-indo.blogspot.com

Jaw a ginadhuh dènaturaken pam etuné m arang kang jum eneng Ratu ing Pajang [Surakarta]
law an Mataram [Yogy akarta], kang saparoné kang jum eneng bum i Jaw a iku dènpara padha,
rasané kaduw é ing ratu loro. Iku akalé kapir laknatullah (Inilah awalnya Tanah J awa rusak sebab
orang kair sampai punya wewenang atas Tanah Jawa semuanya, dan untuk membuat orang sabar
mau menerima itu setengah dari Tanah J awa dibuat menjadi milik Raja di Pajang [Surakarta] dan
setengah Raja di Mataram [Yogyakarta], jadi Tanah J awa dipisah [tapi] seperti kepunyaan dua
Raja itu. Inilah siasat orang kair yang dikutuk Allah).
16 KUASA RAMALAN

m em astikan agar daerah-dae rah paling subur terbagi rata, dan kedua,
agar mustahil bagi Sunan merancang serangan ke daerah kekuasaannya
tanpa diketahui (Van der Kemp 1896b:545– 6).
Apa pun alasannya, hasilnya membuat kacau pemerintahan. “Belang-
bonteng”-nya penguasaan tanah dan desa, yang terkadang terpecah di
an tara kedua keraton di dalam suatu daerah atau desa yang sudah jelas
pem ba giannya, menimbulkan kesulitan luar biasa bagi upaya pengairan,
per ta nian, dan penegakan hukum. Rouffaer menunjuk beberapa akibat
yang pa ling parah dalam artikelnya yang terkenal tentang daerah-daerah
ke ra jaan, yakni pembagian teramat rumit atas sawah dan tanah ulayat
di desa-desa, melonjaknya jumlah pejabat setempat yang diangkat oleh
kedua keraton dan diberi im balan jabatan berupa tanah, serta m akin
be ratnya beban pajak dan m akin rawannya keam anan di pedalam an
akibat beran ak-pin akn ya perselisihan m en gen ai tan ah dan jabatan
(Rouffaer 190 5:624 m engutip Nahuys van Burgst 1835, I:20 5). Tidak
bisa disangkal bahwa Perjanjian Giyanti telah memperparah aneka ke-
su litan ini dengan melibatkan pihak keraton dalam proses menata-ulang
perbatasan desa dan kawasan di J awa tengah-selatan: di Bagelen, m i-
salnya, petani setem pat pada pertengahan abad kesem bilan belas m e-
ru juk pada Giyanti sebagai tum pang paruk, masa ketika segala-galanya
“tumpang-tindih” (Kollmann 1864:354).
Nam un, barangkali ada be be ra pa m anfaat tersem bunyi perjanjian
itu bagi rakyat biasa yang tidak disinggung oleh Rouffaer. Yang paling
penting di antara manfaat itu adalah bahwa setelah Giyanti, kebanyakan
pem egan g hak atas tan ah-jabatan berm ukim di ibu kota kerajaan .
Den gan dem ikian m en jadi lebih kecil kem un gkin an ba gi m ereka
m en ggan tun gkan hidup sem ata pada tan ah, daripada ka lau m ereka
benar-benar tinggal di daerah kekuasaan m ereka. Me nurut Crawfurd,
beberapa pemegang hak atas tanah-jabatan tidak per nah me rasa perlu
m engunjungi tanah kekuasaan m ereka dan beberapa yang lain m alah
sam a sekali tidak tahu letak tanah m ereka itu.39 Mem ang, de ngan le-
takn ya yan g ter sebar di an eka kawasan yan g berjauh an , m en gun -
jungi tanah-jabatan m e ru pakan usaha yang sulit ketika sa rana per hu-
bungan m a sih langka. Penguasa yang sadar, seperti Raden Mas Said
(Mangkunegoro I, ber kuasa 1757– 1795) di Surakarta, atau Diponegoro
bacaan-indo.blogspot.com

di Yogya, yang secara pribadi m e naruh per hatian pada tanah-tanah di

39 Crawfurd, “Landed tenures”, 229. Lebih jauh lihat Bab X catatan 48, m engenai bupati daerah-
daerah Yogya yang tidak tahu letak tanah kekuasaan m ereka; dan lebih jauh lihat Rem m elink
1994:26– 7 tentang contoh-contoh lebih awal.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 17

ba wah ke kuasaan nya dan secara teratur m engunjunginya, m e rupakan


perkecualian.40

Peran pem ungut pajak


Pemegang hak atas tanah-jabatan yang bermukim di kota-kota keraton
m enyerahkan penataan tanah-jabatan m ereka kepada para pem ungut
pajak setempat (bekel), yang memungut pajak-tanah (pajeg) dan aneka
cukai lain atas nama mereka dan menjalankan beberapa kekuasaan per-
adilan atas nam a m ereka juga (Carey 1986:75). Mereka biasanya ber-
tanggung jawab atas suatu desa atau bagian desa beserta tanah-tanah
pertanian yang luasnya antara setengah dan enam jung. Mereka berhak
m endapat seperlim a jum lah pajak tanah dan juga sebagian pajak lain,
term asuk pacum plen g atau pajak bum i atas tan ah tem pat rum ah
dibangun. Mereka berhak juga atas kerja bakti para warga: sudah lumrah
bagi bekel, m isaln ya, un tuk m em bawa beberapa warga desa ketika
berkunjung ke ibu kota sehingga mereka bisa menaikkan derajat sendiri
dan m en gerjakan tugas-tugas rin gan un tuk kepen tin gan pen guasa
tanah-jabatan ketika mem bayar pajak tengah-tahunan sewaktu Maulud
dan Puasa (Rouffaer 190 5:625; Carey 1986:75).
Dalam hajatan keluarga penguasa tanah-ja bat an, seperti pernikahan,
khitanan, dan kelahiran, petani-penggarap pem bayar pajak atau sikep—
terkadan g disebut k uli sik ep—dih arapkan m e n yum ban gkan ayam ,
telur, kelapa, dan hasil pertanian lain. Para bekel juga m e laksa na kan
sendiri atau menugaskan orang-orang tanggungan mereka (num pang),
untuk m enunaikan kerja bakti tersebut bagi penguasa tanah-jabatan.41
Bahan bangunan seperti kayu, bam bu, rotan, dan atap juga di m inta
guna memelihara rumah penguasa tanah-jabatan (Rafles 1817, I:302).
Pen dapatan tam bahan in ilah, juga “bakti” para pe tan i pen ggarap,
yan g m en yebabkan para pem egan g tan ah-jabatan m e n olak terim a
pembayaran dalam bentuk uang dari keraton pasca-1812 ketika pengua-
saan wilayah yang dilakukan oleh Inggris sangat mengu rangi luas tanah
yang tersedia, dan menolak menyewakan tanah kepada orang Eropa dan
Tionghoa m asa 1816– 1823, kala m odal asing m ulai m asuk ke wila yah
kerajaan untuk mendanai tanaman ekspor berupa kopi dan nila.42
bacaan-indo.blogspot.com

40 Pringgodigdo 1950 :18 catatan 2. Tentang penyeliaan Diponegoro atas tanah-tanah-jabatannya,


lihat Bab II.
41 GKA, Exhibitum, 20 -9-1830 no. 56k, geheim verbaal, wawancara Panembahan Mangkubumi, 18-
4-1830 ; wawancara Haji Ngisoh [Ngiso], 21-4-1830 .
42 Menurut Van Sevenhoven, sepuluh jung tanah Mangkunegaran m enghasilkan pajeg tahunan
50 0 real (ringgit Spanyol), S.Br.55, J .I. van Sevenhoven, “Nota over de landverhuringen aan
partikulieren in de Vorstenlanden op J ava” (Nota tentang penyewaan tanah kepada orang swasta di
18 KUASA RAMALAN

Menurut Crawfurd, kekuasaan sekadarnya yang dimiliki oleh bekel


tidaklah begitu berarti sehingga sampai berbahaya atau menindas. Lebih
m enguntungkan bagi m ereka m em perlakukan para penggarap dengan
tenggang-rasa dan meminta pendapat mereka mengenai pembagian ta-
nah desa setiap tahun atau mengenai masalah-masalah pengairan.43 Pada
saat-saat seperti itu, para pem ungut pajak m enyapa petani pem bayar
pajak sebagai “kawan” atau “rekan” (konco). Sesungguhnya, kedudukan
sosial tidak terkesan membuat mereka terpisah dari tetangga sedesa ka-
re na sebagian besar bekel berasal dari golongan petani pembayar pajak
atau dari keluarga kepala desa (lurah) (Carey 1986:76).
Boleh jadi Crawfurd memberi gambaran yang terlalu baik mengenai
pa ra pem ungut pajak desa sebagai suatu kelom pok guna m em bujuk
atas annya, Rafles, agar menggunakan mereka sebagai landasan bagi
ren can an ya m en gen ai pajak tan ah, 18 12– 18 13, daripada berun din g
langsung dengan para petani (Bastin 1954:94– 10 4, 118– 9; Day 1972:180
ca tat an 3). Crawfurd pun mengakui bahwa rawannya kedudukan bekel
dan kebiasaan membayar di depan sebagian pajak telah mendorong se-
jum lah pemungut pajak menggunakan cara-cara tak terpuji.44 Selain itu,
sering terjadi bahwa pada saat pergantian pemegang hak atas tanah-ja-
batan, bekel petahana akan diganti juga oleh pemegang hak yang baru
de ngan calon pemungut pajaknya sendiri. Pada saat seperti itu, bukan
tidak biasa bekel petahana menolak mengakui kekuasaan orang baru itu
dan perselisihan pun pecah di desa yang bersangkutan. Masalah seperti
itu kerap diselesaikan dengan senjata.
Perselisihan m engenai jabatan pem ungut pajak m erupakan alasan
paling sering bagi m erebaknya “perang desa” (prang desa) yang m en-
co reng muka pedesaan J awa tengah-selatan dalam beberapa dasawarsa
men jelang Perang J awa (Van Kesteren 1887:1268– 9; Bab X catatan 132).
Seorang pengelana Belanda m enyebut prang desa sebagai peristiwa
sehari-hari dalam bulan-bulan menjelang pemberontakan Diponegoro.45
Saksi lain yang sezaman, seorang pangeran Yogya, memberi penekanan
pada banyaknya perbedaan pendapat antara pemegang hak atas tanah-
ja batan, bekel, dan penduduk desa sendiri, mengenai pembayaran pajak

wilayah kerajaan J awa), 16-3-1837. Tentang pajak-tanah dari orang-orang Eropa, lihat Bab IX.
bacaan-indo.blogspot.com

43 Crawfurd, “Landed tenures”, 242.


44 Crawfurd, “Landed tenures”, 226.
45 Büchler 1888, II:3. Sejumlah besar rujukan pada perang desa dapat dilihat dalam Angger Gunung
(Per aturan Polisi Desa) Surakarta 1840 , khususnya pasal-pasal 80 -2 dan 89, dengan yang tersebut
ter akhir ini menetapkan bahwa perang desa tidak boleh terjadi tanpa izin dari patih atau residen.
Salin annya dalam AN, Besluit van den Gouverneur-Generaal, 17-2-1841 no. 16. Lihat juga Soeripto
1929:163– 7.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 19

(negaragung) (mancanagara)

Raja

KERATON KERATON

Pemegang
tanah- Bupati
jabatan

PROVINSI PROVINSI

Demang / mantri-desa Priyayi


daerah

KABUPATEN KABUPATEN

Bekel Bekel Bekel / demang Bekel / demang

DESA DESA

Sikep Sikep Sikep Sikep Sikep Sikep


DUSUN
DUSUN

numpang / rayat numpang / rayat

* Bagian dari panenan.


Jumlah ini dikurangi seperlimanya untuk mancanagara
pemegang tanah-jabatan bila demang/
mantri desa terlibat. Sebagian pajeg negaragung
dalam rupa uang dan kain katun
menjadi bagian sultan (biasanya
17-20%) dari pajak mancanagara. nagara
(keraton dengan
kampung sekelilingnya)

bumi nara (su) wita-Dalem

Denah 1. Sist em t anah-j abat an Jawa pada awal abad kesembilan belas yang
menunj ukkan t ingkat -t ingkat pemerint ahan pent ing yang menat a paj ak t anah

dan tuntutan rodi selam a tahun-tahun ini—keadaan yang diperum it


de ngan kenyataan bahwa desa itu sendiri sering dipecah-belah oleh
pa ra penguasa tanah-jabatan yang m enunjuk bekel m asing-m asing.46
bacaan-indo.blogspot.com

Menurut Onghokham (1977:632– 4), para petani pem bayar pajak juga

46 GKA, Exhibitum, 20 -9-1830 no. 56k, geheim verbaal, wawancara Pangeran Mangkudiningrat II,
13-4-1830 .
20 KUASA RAMALAN

mengubah-ubah kesetiaan mereka dan mengadu domba para penguasa


tanah-jabatan: “perpecahan begitu rawan dalam dunia politik wangsa
[kera ton-keraton J awa tengah] sehingga petani bisa mengubah-ubah ke-
se tiaannya terhadap anggota kalangan atas demi keuntungan tuannya”.
On ghokham m en yebut den gan istilah, “a sort of fron tier society ”,
sem acam m asyarakat daerah yang baru dibuka, ter cipta di m asa itu
akibat rapuhnya stabilitas di pedesaan J awa.
Kita akan segera kembali ke soal kerawanan ini ketika kita membica-
rakan dunia hitam di pedesaan J awa tengah-selatan. Sementara itu, sis-
tem yang mem anfaatkan bekel sebagai aparat langsung di tangan para
penguasa tanah-jabatan di desa-desa agaknya bersifat jauh kurang me-
nin das daripada m enggunakan aneka m acam pejabat perantara. Yang
ter sebut terakhir ini timbul karena banyak penguasa tanah-jabatan yang
tinggal di ibu kota kerajaan terlalu m alas atau terlalu tak acuh untuk
ber urus an dengan bekel yang banyak jum lahnya di daerah kekuasaan
me reka. Lantas mereka mengangkat perantara untuk memungut pajak,
yang dikenal sebagai dem ang atau m antri desa, yang m engum pulkan
pa jak dari sepuluh sam pai tiga puluh bekel, tergantung pada luasnya
tanah-jabatan. Sebagai im balan, m ereka boleh m engam bil seperlim a
jum lah pajak yang mereka pungut dan pada gilirannya imbalan ini men -
ja di penghubung utama antara penguasa tanah-jabatan dan para bekel,
hal yang memberikan kesempatan besar untuk memperkaya diri sen diri.
Menurut Crawfurd, beberapa demang mengurus sebanyak 10 0 jung
tanah pertanian di provinsi-provinsi subur negaragung, se perti Kedu.47
Secara sosial m ereka juga agak terpisah dari para petani penggarap
dibandingkan dengan bekel karena mereka sering berasal dari ke luarga
pejabat rendahan yang punya hubungan dekat dengan keraton (Carey
198 6:77– 8 ). J arak sosial agaknya telah m em buat m ereka tega m e ne-
rapkan cara-cara rakus dalam menjalankan kekuasaan.
Satu contoh orang yang sangat m encolok rakusnya adalah Mantri
De sa Surakarta untuk Karang Bolong di pantai selatan J awa yang ter -
m a suk da lam Pro vinsi Bagelen pra-1825. Kawasan ini terkenal ber kat
karang sarang burung di tubir-tubir pantainya.48 Pen duduk se tem pat
m engaju kan protes kepada Patih Surakarta atas ulah pe ja bat ini, ber-
bacaan-indo.blogspot.com

47 Crawfurd, “Landed tenures”, 228– 9.


48 Keterangan rinci diambil dari S.Br.131, “Translaten en Verbalen Solo, 1816– 1819” (Terjemahan dan
notulen pemeriksaan di Solo, 1816– 1819) (Arsip Notariat Surakarta yang dihimpun dan diberi ca -
tatan oleh J .W. Winter; seterusnya: “Verbalen Solo”), 1-2-1817 (pengaduan perihal Demang J uni
dari Karang Bolong). Ia akhirnya dipecat pada J uni 1825, AN, Besluit van den Gouverneur-Generaal
in rade, 12-6-1825, no. 22. Tentang kerajinan tenun di Karang Bolong, lihat Bab V catatan 88.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 21

n am a J un i, yan g m e n olak bekerja sam a den gan rekan n ya sesa m a


pejabat. Ia tidak pernah me naruh sesaji yang pantas di tempat per sem-
bahan untuk dewi laut selatan (Ratu Kidul), suatu kelalaian yang di mata
warga desa telah m enim bulkan serangkaian kega galan panen sarang
bu rung selama ia menjabat.49 Selain itu, ia selalu me nun tut agar warga
desa m e nyerah kan kepadanya sem ua ikan besar yang m ereka tangkap
dan memerintahkan agar mereka membeli da ging ker bau busuk setiap
kali ternaknya mati. Ia juga memaksa semua keluarga di desa menenun
kain kasar bergaris (ginggang) yang ia beli de ngan harga sangat murah
sehingga m em berinya untung besar ketika m en jual barang-barang itu
di Surakarta. Ia juga mengharapkan agar warga desa membeli dari dia
baran g-baran g keperluan dapur—seperti terasi dan gam bir—den gan
harga gila-gilaan tingginya ketika ia kembali dari berdagang di ibu kota.
Akhirn ya, ia kon on sen an tiasa m en urun kan m utu m a dat keperluan
para kuli di Karang Bolong, menunda pembayaran upah mereka dengan
uan g ben ggol yan g sudah turun n ilain ya, dan ber sekon gkol den gan
para bandit setempat. Deretan kesewenang-we nangan, meski mungkin
dilebih-lebihkan oleh warga desa, berhasil mem buat ia dipecat. Hal ini
juga memberi gambaran tentang sepak-terjang yang bisa dilakukan oleh
seorang pemungut pajak kecamatan yang rakus.
Yang lebih m enyedihkan lagi m enurut Crawfurd, yang terkadang
sulit menyembunyikan prasangka anti-Tionghoanya, adalah penderitaan
petani penggarap yang jadi korban pemerasan para demang Tionghoa.
Orang-orang Tionghoa seperti itu sering ditunjuk oleh penguasa tanah-
jabatan yang kehabisan duit dan yang tinggal di keraton, entah karena
terjebak utang kepada rentenir Tionghoa atau karena m enggadaikan
tanah nya atau dua-duanya sekaligus. Pem ungut pajak yang Tionghoa
ter ka dang lebih disukai daripada yang J awa karena, dengan kata-kata
Crawfurd, “keterampilan, kehematan, dan ketegaan memeras” membuat
m e reka sanggup m enyerahkan pungutan pajak lebih banyak.50 Tanah-
ta nah luas di provinsi-provinsi subur seperti Kedu diserahkan kepada
m e reka untuk dipungut pajaknya (Afdeling Statistiek 18 71:78 ; Carey
dan Hoadley 20 0 0 :111,155, 176– 9), dan jum lah m ereka banyak juga di
wilayah timur (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, VI:379; Carey 1986:79;
Carey dan H oadley 20 0 0 :259– 61). Crawfurd mendesak Rafles agar
bacaan-indo.blogspot.com

49 Tentan g kaitan antara Ratu Kidul dan panen sarang burung, lihat H adiwidjojo 1972:131– 2;
J ordaan 1984:10 4– 5.
50 IOL Mack.Pr. 21 pt. 8, “Report upon the district of Cadoe by Mr Crawfurd” (Laporan tentang wila-
yah Kedu oleh Tuan Crawfurd) (seterusnya: Crawfurd, “Report on Cadoe”), 15-11-1812, 30 0 -1.
22 KUASA RAMALAN

sebisa mungkin mengubah pemberian hak memungut pajak itu, desakan


yang kemudian terdengar dari orang-orang semasanya di Yogyakarta ke-
tika Perang J awa berakhir.51
Kita akan melihat selanjutnya bagaimana keluh an serupa diarahkan
kepada orang Eropa pem ungut pajak. Orang Eropa dengan jabatan ini
sem akin banyak m engalir m asuk ke daerah-daerah kerajaan setelah
1816 dan betul-betul m enjalankan peran sebagai dem ang “bule” buat
kepentingan penguasa tanah-jabatan dari keraton. Tuntutan keras untuk
m em aksakan kerja rodi dan usaha m e reka m em perkenalkan tanam an
ekspor di dalam perekonomian yang menguta makan padi menimbulkan
penderitaan tersendiri bagi petani penggarap dan m enjadi salah satu
faktor yang memperparah keresahan pe tani menjelang Perang J awa.52

W ilay ah barat: Bany um as


Meskipun m enghadapi serba kesulitan itu, para petani J awa di daerah
nega ragung pasti hidup lebih enak daripada saudara-saudara m ereka
di daerah-daerah wila yah tim ur dan barat, yang juga dikenal sebagai
m anca nagara w etan dan m ancanagara kulon. Mereka tidak hanya
bebas dari serba tun tutan bupati setem pat, tapi tersebarn ya tan ah-
jabatan m em buat m e reka terlin dun g dari kejam n ya pen yelewen gan
pajak. Keadaan di daerah-daerah wilayah tim ur kesultanan akan di-
papar kan pada akhir bab in i, tapi perban din gan an tara Ban yum as
dan Ba ge len bisa m enggam bar kan betapa berbedanya keadaan um um
di kedua kelom pok daerah itu selam a paruhan abad sebelum Perang
J awa.
Banyumas yang asli sudah diperintah sebagai provinsi wilayah barat
Surakarta sam pai 1773, ketika kedudukannya diubah m enjadi bagian
n egaragun g dem i m elegakan perasaan Sultan Man gkubum i yan g
keberatan bahwa Yogya m enguasai sedikit saja daerah di ujung barat
wila yah Mataram lam a (Rouffaer 190 5:591). J um lah resm i penduduk
provinsi itu pada tahun ketika ditetapkan hasil pencacahan tanah,53 Serat
Ebuk Any ar (“Buku Baru”), m encapai 6.160 cacah (sa tuan keluar ga
produktif) atau 30 .80 0 jiwa jika satu cacah ditaksir da pat menghidupi
satu keluarga yang terdiri dari lima orang (Rouffaer 190 5:591). Namun
bacaan-indo.blogspot.com

51 GKA, Exhibitum, 20 -9-1830 , no. 56k, “geheim verbaal”, wawancara Pangeran Mangkudiningrat II,
13-4-1830 ; wawancara Haji Ngisoh (Ngiso), 21-4-1830 .
52 Lihat Bab IX.
53 Hasil pencacahan tanah itu ditandatangani dan diberi cap di Sem arang oleh patih dan para re-
siden atas nama para raja pada 2-11-1773 dan diratiikasi oleh para raja tersebut pada 26-4-1774,
lihat Ricklefs 1974a:158.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 23

Gambar 3: Cet ak bat u fot o seorang pej abat Jawa t ingkat daerah (priyayi-
dusun mant ri-desa) yang sedang dalam perj alanan di pedesaan Jawa pada
awal abad kesembilan belas. Di lat ar belakang t erlihat para pet ani sedang
panen di sawah dekat menara j aga pengusir burung dan hama lain. Dikut ip
dari J.J.X. Pfyffer zu Neueck, 1829. Plat e V. Fot o seizin KITLV, Leiden.

perkiraan ini sangat jauh lebih kecil, karena jum lah pen du duk yang
sesungguhnya mungkin lebih dekat ke 260 .0 0 0 jiwa.54 Per ubahan sta tus
Banyum as, yang pada dasarnya m erupakan akal-akalan adm inis tratif,
tidak m engubah gaya pem erintahannya. Ujung-ujungnya Banyum as
tern yata tetap diperin tah sebagai daerah wilayah barat m en gin gat
jaraknya yang jauh dari ibu kota dan susunan pemerin tah annya.
Kapten Godfrey Ph ipps Baker (178 6– 18 50 ) dari Batalion ke-7
In fan teri Rin gan Ben ggala (Bengal Light Infantry Volunteer), yan g
melakukan survei atas daerah itu atas pe rintah Rafles pada 1815,55
berkom entar tentang pem erintahan sewenang-wenang para ngabehi

54 Tentang perkiraan jumlah yang jauh lebih kecil ini, lihat Rafles 1817, II:289, yang menaksir jumlah
itu sebanyak 176.947 jiwa pada 1815, dan Residen Surakarta, D.W. Pinket van Haak, m enaksir
seba nyak 261.0 90 jiwa pada 1816 (laporan dalam S.Br. 37:1213). Ketika terjadi reorganisasi pe me-
rintahan 1830 – 1831, jumlah penduduk mencapai 370 .0 0 0 jiwa, AN Kab, 13-9-1832 no. 1599, J .E.
de Sturler (Banyumas) kepada J ohannes van den Bosch (Batavia), 5-9-1830 .
55 Survei Baker bertujuan politik, dalam arti Rafles yang memerintahkan agar survei itu dilak sa na-
kan. Survei itu untuk menandai tempat-tempat yang termasuk daerah kerajaan yang dapat digu-
nakan untuk mendaratkan sepasukan India-Inggris di sepanjang pantai selatan J awa supaya dapat
terhubung dengan raja-rajanya bila permusuhan dengan Belanda pecah lagi menyusul berakhirnya
Perang Napoleon, T.S. Rafles (Batavia) kepada G.P. Baker (Surakarta), 20-5-1815, dalam IOL Map
bacaan-indo.blogspot.com

Room MS no. 24, G.P. Baker, “Memoir of a survey of the prince’s dominions of J ava” (Memoar dari
sua tu survei di tanah kerajaan di J awa), Kolkata, 25-11-1816 (seterusnya: Baker, “Memoir”). Hal
ini tampaknya membenarkan kecemasan Belanda, yang paling tegas diutarakan oleh J ohannes van
den Bosch dalam surat-m enyurat pribadi dengan Raja Willem I selam a m asa pem erintahannya
se ba gai gubernur-jenderal (1830 – 1832) dan seterusnya m erangkap sebagai Kom isaris-J enderal
(18 33– 18 34), bahwa tokoh terkem uka yang dibuang seperti Diponegoro harus diteruskan ke
Belanda un tuk m encegah tokoh tersebut jatuh ke tangan Inggris bilam ana tim bul perm usuhan
mengenai Belgia di Eropa, AN, GKA, Exhibitum, 9-12-1834 La R geheim, dan Bab XII catatan 236.
24 KUASA RAMALAN

(wedana) Surakarta untuk Ayah dan Adipolo. Pe m e rasan yang m ereka


lakukan telah berakibat kosongnya separo dari dua puluh desa besar
sepanjang lembah subur Sungai Serayu. Demikian me nurut Baker:

Tidak hanya pajak m ereka dalam bentuk uang yang terlalu tinggi, tapi
se gala rupa pem erasan tim bul beranak-pinak atas nam a “kerja bakti”
dan upeti, yakni sum bangan ternak, barang keperluan sehari-hari, dan
barang-barang lain [...] [pokoknya] apa saja yang ingin disebut oleh
para ngabehi.56

Para pejabat kecam atan ini m engum pulkan uang pajak sebesar 1.0 0 0
real, tapi mengantongi sendiri 80 0 real lagi. Di bawah kekuasaan mereka
terdapat sekitar dua puluh kepala desa dan 10 0 bekel yang bertugas
men jaga keamanan dan memungut pajak.
Di daerah yang pada dasarnya kaya seperti Banyumas selatan, tidak
mengherankan bahwa “beban kerja bakti dan upeti” yang dituntut oleh
para ngabehi sangat memberatkan bagi penduduk setempat.57 Lagipula,
penduduk sangat m enderita akibat perom pakan yang dilakukan oleh
para bajak laut Bali, Bugis, dan Timor, yang membuang sauh di tempat
yang terlindung oleh Pulau Nusa Kam bangan dan m endayung perahu
m ereka m asuk ke arah hulu lewat kuala dan kali kecil untuk m enculik
orang dan m eram pas bahan pangan. Orang tersebut dipaksa bekerja
seba gai awak kapal perom pak 58 atau dijual kepada para kapten kapal
Inggris di Melaka.59 Baker melaporkan bahwa hanya tiga yang masih ber -
penghuni di antara dua belas desa sekitar pasar utama J eruk Legi, yang
pernah berpenduduk 13.0 0 0 jiwa, sedang selebihnya “tidak pernah pulih
dari akibat serbuan para perompak” dua belas tahun sebelumnya.60 Sejak
saat itu, dua sersan asal Hongaria ditem patkan di Nusa Kam bangan

56 Baker, “Memoir”, 10 4– 6. Baker menjabat kepala perbentengan, bangunan pemerintah, dan jalan
di dae rah kerajaan masa itu, De Haan 1935a:491– 2.
57 Baker, “Memoir”, 33.
58 Seorang J awa, yang lolos dengan berenang ke pantai dari suatu kapal perom pak di Segorowedi
(Rowo), memaparkan bagaimana ia ditangkap di pantai Cirebon bersama dengan dua puluh orang
lain, ke banyakan perem puan dan anak-anak. Yang m enangkapnya ialah para perom pak Tim or
yang berbicara Melayu dan dipimpin oleh dua kapten, mungkin orang Bugis, Raja Datuk Namak
dan Raja Datuk Unus. Lebih banyak lagi orang J awa yang ditangkap di Cilacap, Dj.Br. 38, Laporan
Mas Reksomerto, dalam Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang),
8-5-180 5. Lebih jauh lihat Bab V catatan 20 .
59 Dj.Br. 86, Laporan Sarip Husein, 12-12-180 5, Husein, seorang Arab, dalam perjalanan dari J awa
ke Trengganu (pantai timur Semenanjung Malaya) memaparkan bagaimana sejumlah orang J awa
bacaan-indo.blogspot.com

yang ditangkap oleh para perompak Riau dan Lingga di Cirebon dan Banyumas dijual seharga 16
ronde real per orang kepada para kapten kapal perang Inggris di Melaka untuk melengkapi jumlah
awak kapal mereka. Konon mereka diperlakukan dengan baik dan tidak ingin kembali ke J awa.
60 Baker, “Mem oir”, 28– 9, 10 7; AvJ , Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Bogislaus Friederich
von Liebeherr (Surakarta), 27-10 -180 7. Baker mencatat bahwa orang Tionghoa bekas pemungut
cukai jalan di J eruk Legi, yang m eraup 2.0 0 0 real dengan berdagang m utiara, telah kehilangan
semua har ta nya dalam serangan perompak yang terjadi pada tahun 180 3 itu.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 25

untuk memberi peringatan dini akan datangnya serangan, meski pendu-


duk setem pat m engisyaratkan bahwa berkurangnya serangan selam a
tiga ta hun m enjelang kunjungan Baker pada 1815 adalah lebih karena
sudah tak ada lagi yang layak diram pas akibat kesiagaan para bintara
asal Eropa Tengah itu.61
Ibu kota Kabupaten Banyumas digambarkan oleh Baker sebagai yang
ter pen ting di antara kota-kota wilayah barat dalam hal penduduk dan
sum ber daya. Diperintah oleh dua bupati setem pat yang berpengaruh,
ibu kota in i sa n gat m en derita akibat kesewen an g-wen an gan bupati
wedana, kepala pe merintahan provinsi wilayah barat terdahulu. Kepala
pe m e rin tah an ini, Raden Tum enggun g Yudonegoro, yang kem udian
dipecat dari ja bat annya menyusul persekongkolan sepoy di J awa tengah-
selatan, Sep tem ber– Oktober 1815 (Carey 1977:30 8), digam barkan se-
ba gai tokoh palin g hitam oleh Residen In ggris di Surakarta, Mayor
J eremiah Martin J ohnson:

Bila ia berada di Banyum as, waktunya dihabiskan untuk m ain judi atau
m ain tandak [perem puan penari, pelacur], sem entara tugas m em e rin-
tah kabupaten, yang terluas di wilayah kekuasaan kaisar [sunan], sam a
sekali ditelantarkan atau diserahkan kepada putra-putra dan orang
suruh an, yang sem ua sam a borosnya berm ewah-m ewah, yang dipikir-
kan nya hanya bagaim ana m enguras duit dari penduduk untuk m em -
biayai kesenangannya.62

Akibat tiadanya tanggung jawab pemerintahan seperti itu, pertanian


dan perniagaan provinsi itu benar-benar telantar. Sejumlah laporan dari
ma sa yang segera setelah Perang J awa menunjukkan bahwa hanya ada
se dikit uang yang beredar, dan di luar daerah aliran sungai yang subur
pen du duk bertahan hidup hanya dengan padi ladang atau umbi-umbian
seperti kentang dan sem acam nya.63 Beras pun harus didatangkan dari
dae rah tetangga, seperti Bagelen, dan dari sejumlah keresidenan pantai
utara untuk sekadar makan penduduk.64 Di dataran rendah, khususnya
dae rah rawa selam a m usim kering (Toestand van Bagelen 18 58 :72),
dihasilkan cukup banyak kapas randu, dan bahan m entah ini dijual
ter uta m a ke industri kerajinan yang lagi m arak di daerah tetangga,
Bagelen, karena kain yang ditenun di Banyumas hanya untuk keperluan
bacaan-indo.blogspot.com

61 Baker, “Memoir”, 28.


62 Dj.Br. 23, Mayor J.M. Johnson (Surakarta) kepada T.S. Rafles (Batavia), 6-3-1816.
63 AN Kab 13-9-1832, J.E. de Sturler (Banyumas) kepada Johannes van den Bosch (Batavia), 5-9-1832.
64 Louw dan De Klerck 1894–1909, I:245. Tentang kesuburan Banyumas, Rafles 1817, I:120; Lettres
de J ava 1822:73.
26 KUASA RAMALAN

setem pat.65 Saudagar Tionghoa pun, yang kehadirannya m enandakan


ke m ak m ur an suatu daerah, han ya ada sedikit dan pada um um n ya
sangat m iskin.66 Dengan dem ikian, potensi ekonom i provinsi itu, yang
luas di akui buruk oleh berbagai pihak di masa itu (Rafles 1817, I:20;
Lettres de Java 1829:73), sama sekali tidak terwujud.

Negaragung barat: Bagelen


Betapa berbeda keadaan yang menyambut kedatangan Baker kala ia me-
nem puh perjalanan ke timur lewat daerah aliran Sungai Cingcingguling
yang penuh buaya m enuju tanah-jabatan negaragung, yaitu Provinsi
Bagelen, yang disebut “kaki-tangan” kerajaan.67 Selama berkuda se jauh
enam puluh m il ke kota penyeberangan Brosot di Kali Progo, kap ten
sepoy itu terperangah menyaksikan “daerah paling makmur dan ber pen-
du duk sangat padat” yang dilaluinya, dan jalan raya sepanjang pantai
yang ter pelihara baik dengan permukaan yang mulus rata, “yang terbaik
di J awa” menurut perkiraannya.68 Menurutnya:

Penduduk itu benar-benar m engagum kan, karena ternyata m enghuni


desa yang tak putus-putus sepanjang jalan. Di sisi utara [jalan raya]
nya ris tiada ruang kosong atau batas antar-desa yang terbentang tak
kun jung putus [...] daerah itu m erupakan kebun yang paripurna.69

Ham pir seluruh kabupaten itu tam pak ditanam i kecuali pada puncak
m u sim hujan dan terdapat tem pat penggem balaan di tanah berawa,
yang ter letak ke arah utara, untuk sejum lah besar sapi dan kerbau.
Rawa-rawa itu kaya ikan yang dikeringkan di daerah itu juga dan di-
per dagangkan sepanjang pantai selatan hingga jauh ke sebelah barat
ke m uara Sungai Serayu.70 Garam juga dihasilkan di desa-desa pantai

65 Baker, “Memoir”, 33, mencatat bahwa para perempuan Banyumas menghasilkan banyak tenunan
lurik, batik, dan kain putih.
66 AN Kab 13-9-1832, J.E. de Sturler (Banyumas) kepada Johannes van den Bosch (Batavia), 5-9-1832.
67 Istilah kaki-tangan punya arti yang berbeda-beda sesuai lingkungan masyarakat pemakainya: da lam
ungkapan Indonesia sekarang ini istilah tersebut berarti “pendukung dan orang suruhan”, Echols dan
Shadily 1968:161, tapi pada awal abad kesembilan belas istilah itu berarti “kuli, pe manggul, buruh”
yang dikirim dari Bagelen untuk bekerja di pondok barisan kuli panggul (gladag) di keraton.
68 Baker, “Mem oir”, 10 9. Untuk pendapat yang kurang m em uji jalan itu, AN Kab 18-4-1837 no 62
geheim, F.G. Valck (Yogyakarta) kepada D.J . de Eerens (Batavia), 11-3-1837, yang memperingatkan
Gubernur-J enderal itu perihal kunjungan Prins Hendrik De Zeevarder (1820 – 1879) (Gambar 81)
ke J awa tengah pada pertengahan 1837 tentang banyaknya gundukan pasir sepanjang jalan itu
yang terkadang mempersulit jalannya kereta. Lebih jauh lihat Toestand van Bagelen 1858:72.
bacaan-indo.blogspot.com

69 Baker, “Memoir”, 109. Jumlah seluruh penduduk Bagelen waktu itu tidak diketahui: Rafles (1817,
II:289– 90 ) memperkirakan daerah-daerah Yogya termasuk Remo (Karanganyar sekarang), tanah
kekuasaan keluarga Danurejan, berpenduduk 122.214 jiwa pada 1815, tapi angka untuk kabupaten-
kabupaten Surakarta disatukan dengan provinsi-provinsi lain.
70 Rafles 1817, I:20; Toestand van Bagelen 1858:70; Baker, “Memoir”, 109. Tanah berawa utama
ada lah Tam bakboyo di sebelah barat dan Wawar di sebelah tim ur, Louw dan De Klerck 1894–
190 9, V: Peta. Menangkap ikan di pantai selatan sulit karena om bak besar. Tentang peternakan
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 27

Gambar 4. Seorang penari-penyanyi Jawa (ronggeng at au t aledek). Dikut ip


dari Hardouin dan Rit t er 1853-55:219. Fot o seizin KITLV.
bacaan-indo.blogspot.com
28 KUASA RAMALAN

untuk keperluan sendiri atau dijual ke kecamatan-kecamatan pedalaman


seperti Ledok (Wonosobo sekarang) dan Gowong di sebelah utara, atau
ke Kedu.71
Kekuatan ekon om i setem pat utam an ya terletak pada hasil padi
dan usaha kerajinan tenun yang lagi m arak. Bagelen barat, khu sus-
nya kawasan sekitar Rowo Tambakboyo, penghasil surplus utama padi
dan kedele, dan bersama dengan Kedu merupakan gudang padi-padian
dan bahan pangan lain buat daerah-daerah bagian timur J awa tengah-
selatan seperti Mataram dan Pajang.72 Sekurang-kurangnya se per empat
hasil padi Bagelen barat dijual ke luar atau ke Bagelen tim ur, yang
sering menderita paceklik karena kemarau dan banjir akibat bu ruknya
pengairan atas tanah lempung merah setempat (Toestand van Bagelen
1858:75– 6; Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:234, 275– 7). Menghe-
rankan kecilnya pemanfaatan sungai-sungai untuk mengangkut barang
curah ke luar provinsi, m eskipun ada angkutan sungai dan rawa buat
barang dagangan setempat (Toestand van Bagelen 1858:71, 76).
Pertenunan kapas dan ram i m erupakan tulang-punggung industri
ke ra jin an setempat: kain rami (linen), selempang batik katun, baju pe-
rem puan, pe nutup kepala, dan kain sarung yang dibuat di desa-desa
Bagelen dijual ke segala penjuru J awa maupun ke pulau-pulau Indonesia
tim ur lewat pelabuhan pantai utara di Sem arang. 73 Tiga pusat per te-
nunan katun Bagelen paling penting sebelum Perang J awa adalah J ono,
Wedi, dan Tangkilan (dekat Gom bong), tiga-tiganya dihuni oleh ba-
nyak orang Tionghoa yang giat dalam perdagangan kain.74 Ada juga satu
pusat khu sus per tenunan kain rami yaitu Tanggung dekat Kedung Kebo
(pasca-Perang J awa, Purworejo). Ketika Baker berkunjung pada per te-
ngahan 1815, provinsi itu nyaris mencapai puncak kemakmurannya se-
bagai daerah penghasil kain. Tapi hari-hari kejayaannya semakin men -
de kati akhir.
Penghujung 1814 dan awal 1815, tekstil hasil pabrik Inggris sudah
mulai mengalir masuk ke pasar-pasar J awa berupa batik cap berdasar-

ikan gu rame yang ditangkap di tambak-tambak pada pertemuan sungai-sungai Opak dan Oyo, tapi
dib e sarkan di tambak-tambak Kota Gede dan dari sana dijual ke Kedu dan Semarang, lihat Dj.Br.
3, “Algemeen Verslag der Residentie Djocjocarta over de jare 1833” (Laporan Umum tentang Ke-
re sidenan Yogyakarta tahun 1833), 30 -11-1834.
71 AvJ , H.G. Nahuys van Burgst (Surakarta) kepada Inspektur Keuangan (Batavia), 31-8-1820 .
bacaan-indo.blogspot.com

72 AvJ , Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 29-12-180 4.


73 Toestand van Bagelen 1858:74; Dj.Br 61, R.C.N. d’Abo (Yogyakarta) kepada H.A. Parvé (Semarang),
4-12-1818. Tentang ginggang, lihat Gericke dan Roorda 190 1, II:641.
74 Rafles 1817, I:20; Toestand van Bagelen 1858:70; dK 145, Matthijs Waterloo, “Memorie van Over-
gave”, 4-4-180 8. J ono kemudian menjadi bagian tanah-jabatan Kapitan Cina Kesultanan Yogya,
Tan J in Sing, ketika ia diangkat sebagai seorang Bupati J awa, Desember 1813, lihat Carey 1992:484
catatan 399; Bab VIII. Tentang Tanggung sebagai pusat pertenunan kain rami, lihat Bab V.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 29

kan m odel-m odel yan g dipasok oleh para residen In ggris sem acam
Crawfurd hingga ke raja-raja katun Paisley (pusat pabrik tekstil dekat
Glasgow, Skotlandia-Penerj.) dan Lancashire.75 Walaupun pa sar se tem-
pat terbukti sangat m elawan, khususnya pada m asa awal im por keti-
ka banyak di antara kain asal Inggris diketahui luntur (Rafles 1817,
I:216– 7; Bab VIII), industri kerajinan tenun setempat menjadi lum puh
ka rena kerawanan akibat Perang J awa, larinya para pedagang Tionghoa
se tem pat (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, II:332– 3, V:433), dan im -
por tekstil sesudah Perang J awa dari industri tekstil Belanda yang se-
dang m arak di sekitar Twenthe.76 Menarik adalah m engingat pe rasa an
anti-Tionghoa yang tim bul pada awal pecahnya Perang J awa, segera
pen duduk Bagelen timur meminta agar orang Tionghoa peda gang tekstil
rela kembali bukan sebagai “pemungut pajak pasar tapi se bagai sau da-
gar, seraya m engatakan bahwa m ereka sekarang [J uni 1829] ke sulitan
menghasilkan barang [...] karena harus membayar sangat mahal bahan
yang diperlukan” (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:433).
Provinsi itu juga m enyediakan tenaga kerja bakti untuk keraton—
karenanya provinsi ini dijuluki “kaki-tangan”. Yang paling penting di
an taranya adalah kuli panggul (gladag) di ibu kota kerajaan, di m ana
te naga kerja asal Bagelen berbakti selam a enam bulan sebelum kem -
bali ke desa m ereka (Kollm ann 1864:355, 359, 361). Sebagai im balan
kerja bakti itu pajak tanah di daerah asal mereka diturunkan (Toestand
van Bagelen 18 58 :74). Kabupaten -kabupaten di sebelah utara yan g
dihutan kan kem bali den gan gen car, tapi yan g pen dudukn ya jaran g,
seperti yang termasuk wilayah Yogya bernama Gowong, wajib menyedia-
kan blandong atau kuli hutan dan bahan bangunan untuk keraton. 77

75 Tentang penjualan kain Inggris yang dicap dengan pola-pola J awa pada 15 Februari 1815 di
Sem arang, lihat S.Br. 23, Charles Assey (Batavia) kepada Mayor J erem iah Martin J ohnson
(Surakarta), 24-12-1814. Penjualan kain impor sejenis oleh pemerintah Inggris ke daerah lain di J awa
disebut dalam IOL, G21/ 26, J ava Public Consultations, 22-12-1814, 1298– 9. Tampaknya Crawfurd
telah mengirim pola-pola parang rusak dan kembang cina sebagaimana halnya dengan kain J awa
penutup kepala kepada para pabrikan Inggris dan semua ini telah ditiru dan dijual laris di Yogya,
yang diimpor oleh irma Inggris Deans, Scott & Co dari Semarang dan dijual lewat perantaraan
pedagang Tionghoa. Para konsumen setempat agaknya memuji barang-barang tersebut karena
warna nya tidak luntur, lihat Dj.Br.51A, H.G. Nahuys van Burgst (Yogyakarta) kepada G.A.G.Ph.
van der Capellen (Batavia), 10-12-1819. Tentang peranan kecil pabrikan tekstil Belanda dalam per-
da gangan tersebut, lihat AN, Besluit van de Governeur-Generaal, 4-9-1819 no. 9. Lebih jauh lihat
Rouffaer 1904:6– 7; Van Deventer 1891:cxvi.
76 Burger 1939:10 2– 3. Pada 1838, lelang kain buatan Eropa di Yogya, khususnya kain cita Belanda
berm utu tin ggi, sudah m ulai m en yerbu pasar J awa, Dj.Br. 3, “Verslag van de Residen t ter
bacaan-indo.blogspot.com

gelegenheid der inspectie reis der Governeur-Generaal [D.J . de Eerens] in de maand J uni 1838”
(Laporan Residen ketika Gubernur-J enderal [D.J . de Eerens] melakukan perjalanan pemeriksaan
pada bulan J uni 1838). Selama Perang J awa itu sendiri, Gent di Nederland selatan (sesudah 1830 ,
Belgia) menjadi sumber utama ekspor tekstil ke J awa, lihat De Prins 20 0 2:236.
77 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:19; Toestand van Bagelen 1858:73; Leiden UB, BPL 1346,
“Brieven van en aan Mr J .B. de Salis [Magelang]” (Surat-surat dari dan kepada Tuan J .B. de Salis
[Magelang]), “Approximatieve staat van inkomsten van het landschap Gowong sorteerende onder
30 KUASA RAMALAN

Daerah-daerah lain yang termasuk Surakarta, seperti Wolo (Ambal) dan


Tlogo, yang dipajak secara langsung guna keperluan keraton sehari-hari,
mem bayar sebagian upeti tahunan mereka kepada sunan berupa bahan
m akanan kesukaannya: pertam a, ikan asin dan trubu (telur ikan J awa
yang diasinkan), dan kedua, dendeng atau daging rusa yang dikeringkan
(Kollmann 1864:360 – 2). Kita akan lihat bagaimana menjelang pecahnya
Perang J awa, Sunan Pakubuwono VI (bertakhta 18 23– 18 30 ) m erasa
luar biasa tertekan akibat Belanda mencaplok daerahnya, J abarangkah,
yang terletak antara Kedu dan Pekalongan di pantai utara, karena hal itu
ber arti Sunan kehilangan dodol duren, yang dalam satuan pikul dikirim
setiap tahun ke Surakarta sebagai pengganti pajak (Bab X catatan 168).
Mengingat sem ua kekayaan tersebut, tidak m engherankan bahwa
pihak keraton memperlakukan Bagelen sebagai bagian penting harta pu-
saka mereka turun-temurun. Perasaan ini begitu kuat sehingga pa da 1824,
ketika Belanda berusaha mengambil alih provinsi tersebut seba gai ba gian
ganti-rugi atas penghapusan pajak jalan di wilayah kedua kera jaan, patih-
patih mereka mengajukan protes keras kepada juru runding Belanda. Para
juru runding itu melaporkan (Louw dan De Klerck 1894– 1909, I:19):

Mereka m enegaskan bahwa [...] Bagelen terutam a dianggap sebagai,


da lam is tilah m ereka yang kekanak-kanakan, tangan dan kaki (kaki
tangan) ke rajaan-kerajaan Surakarta dan Yogyakarta, karena sum ber
hidup sejum lah pejabat tinggi dan ningrat [di keraton] tergantung pa-
da daerah itu [dan] yang m enyediakan tenaga kerja untuk gladag (ba-
ris an kuli panggul).

Perasaan yang serupa diungkapkan pada akhir Perang J awa oleh Patih
Kesunanan Surakarta, Sosrodiningrat II (m enjabat 1812– 1846), ketika
lagi-lagi Belanda berusaha m engam bil alih wilayah itu. Dalam kesem -
patan itu, Sosrodiningrat m em per tim bangkan bahwa ia bersedia m e-
nyerahkan Banyumas dan wilayah timur, asal bukan Bagelen, karena jika
wilayah itu lepas dari keraton, itu ber arti seolah-olah para bangsawan
Keraton Surakarta telah m elepaskan sum ber utam a nafkah m ereka—
kem bali istilah “tangan dan kaki” digunakan. Menurut dia, penduduk
daerah itu tidak ada duanya bekerja dalam barisan kuli panggul, sebab
m eski daerah-daerah lain di bawah Surakarta—m isalnya Banyum as—
bacaan-indo.blogspot.com

Sourakarta” (Ulasan singkat perkiraan pendapatan wilayah Gowong di bawah [kerajaan] Surakarta),
22-10-1826; “Approximatieve staat van inkomsten van de landschappen Gowong, Selomanik, Ledok
en Kalibeber sorteerende onder het rijk van Djokjokarta” (Ulasan singkat perkiraan pen dapatan
wilayah Gowong, Selom anik, Ledok, dan Kalibeber di bawah kerajaan Yogyakarta), 25-10 -1826,
dalam J .B. de Salis (Magelang) kepada J an Izaäk van Sevenhoven (Yogyakarta), 28-10 -1826.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 31

m e n yedia kan prajurit yan g tan gguh, Bagelen adalah satu di an tara
sedikit daerah yan g san ggup m en yedia kan barisan kuli yan g baik. 78
Pengakuan resmi keraton atas pentingnya provinsi berpenduduk padat
ini dapat dilihat dalam penyebutan daerah tersebut dalam dokum en
kerajaan se bagai siti sew u (san g “tan ah seribu”), dan pen yebutan
bupati utama yang memerintahnya sebagai w edana bum i sew u (kepala
pemerintahan “tanah seribu”).79

Kelom pok sosial dan m asy arakat desa


Mengingat tingginya kemakmuran Bagelen masa itu, perlu kiranya meli-
hat keadaan pada tingkat desa di kawasan negaragung seperti halnya
Bagelen untuk m endapat gam baran m engenai susunan pedesaan dan
golongan-golongan sosial yang ada di sana sebelum pecahnya Perang
J awa. Bahan keterangan dari beberapa daerah lain yang term asuk ne-
gara gun g seperti Kedu, Mataram , dan Pajan g, juga akan dirujuk.
Kebanyakan di antara pengam at m asa itu sepakat bahwa setiap desa
ber diri sendiri dengan jum lah penduduk antara 50 sam pai 20 0 jiwa.
Me nurut Rafles (Rafles 1817, I:81–2):

Setiap desa membentuk masyarakatnya sendiri, masing-masing dengan


para pejabat dan ulamanya sendiri, dengan tempat tinggal mere ka yang
lebih baik daripada yang lain sesuai dengan tingginya jabat an m ereka.

Berdasarkan statistik yang ia dapatkan tentang Kedu, Rafles berke sim-


pulan bahwa rata-rata desa J awa di negaragung mencakup sekitar dua
belas keluarga, masing-masing terdiri dari empat atau lima orang dewasa,
dan jumlah seluruh sawah berpengairan yang tersedia buat setiap desa
adalah sekitar tujuh jung (Rafles 1817, I:146). Ini menyiratkan bahwa
untuk setiap petani penggarap tersedia seperempat jung atau satu hektar
sawah, meskipun Crawfurd, yang membuat survei pajak tanah di Kedu
pa da 18 12, m engem ukakan, sawah yang tersedia itu bisa se per enam
belas jung.80 Lagipula, ukuran jung sangat beragam sesuai dengan ke-
suburan lahan, adanya irigasi, dan kepadatan penduduk di suatu daerah.
Di n egaragun g barat, m isaln ya, di m an a kegiatan pertan ian telah
bacaan-indo.blogspot.com

78 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, VI:10 8– 9. Tentang pandangan Diponegoro atas m utu tem pur
orang Bagelen, Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, V:743; dan tentang pandangan m odern atas
orang Banyumas sebagai “Orang-orang Prusia-nya J awa”, Simatupang 1972:76.
79 Rouffaer 190 5:60 9. Satu di antara Kabupaten Bagelen yang paling m akm ur (dekat ibu kota
provinsi pasca-Perang J awa, Purworejo) juga diken al sebagai Urutsewu, Dum ont 1917:40 0 ;
Toestand van Bagelen 1858:69.
80 Crawfurd, “Landed tenures”, 221.
32 KUASA RAMALAN

Pet a 3. Jawa t engah yang menunj ukkan daerah ut ama penghasil t anaman
ekspor sebelum Perang Jawa. Peta dalam garis besar ini dikutip dari Rafles
1817, I, dan disesuaikan oleh J. Wilbur Wright dari Oxford.

meningkat pesat sejak pertengahan abad kedelapan belas, ukuran jung


sering lebih kecil. Lahan sempit harus menopang kehidupan penduduk
yang lebih banyak daripada di wilayah tim ur, di m ana bisa terdapat
lahan yang luas tapi tiada petani yang menggarap.81
Dalam langgam yang sama, Residen Yogyakarta, Matthijs Waterloo
(m en jabat 18 0 3– 18 0 8 ),8 2 m engatakan bahwa di Mataram sekurang-
ku rangnya lim a puluh petani penggarap dapat hidup dari satu jung
yang ber pengairan baik di daerah yang termasuk ibu kota kerajaan, se-
dangkan la han seluas itu hanya bisa m enghidupi antara dua dan em -
pat petani di daerah pegunungan m iskin di sebelah selatan (Gunung
Kidul).83 Mes kipun sejumlah jung di daerah pegunungan ini gersang dan
tak subur, Waterloo berpendapat bahwa terdapat cukup lahan di daerah
Yogya, se hingga setiap orang penduduk desa dapat hak menggarap sebi-
dang kecil sa wah. Ia m enekankan bahwa yang benar-benar tak punya
bacaan-indo.blogspot.com

81 Crawfurd, “Landed tenures”, 220 . Lihat juga Van Kesteren 1887:1267 catatan 1, yang m engutip
Nahuys van Burgst, yang mencatat bahwa ukuran jung semakin sempit dan makin produktif bila
semakin dekat ke ibu kota.
82 Tentang karier Waterloo lihat Bab V catatan 15.
83 Dj.Br. 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 28-2-180 6.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 33

tanah dalam m a sya rakat J awa tengah-selatan pada m asa itu hanyalah
pen duduk dae rah pegunungan, mereka yang bekerja di hutan jati milik
kerajaan (blandong), para kuli panggul di jalan-jalan yang sering meng-
am bil pe ker jaan itu supaya lepas dari kewajiban-kewajiban desa yang
sangat berat.84
Pastilah Waterloo memberi gambaran yang terlalu bagus mengenai
su sunan penguasaan tanah di desa-desa negaragung dalam dasawarsa
pertama abad kesembilan belas. Ia menutupi kenyataan bahwa terdapat
la pisan atau golongan sosial di desa J awa tengah-selatan m asa itu, la-
pis an yang menikmati pembagian dan kemudahan istimewa atas sawah
dan tenaga kerja. Suatu laporan Surakarta 1832, m isalnya, m enyebut
tiga golongan sosial utama: sikep (hariah “pemakai tanah”), yang me-
mikul beban pajak dalam bentuk pembayaran pajak-tanah (pajeg) yang
dikenakan pada desa; ngindung, kerap m erupakan orang dekat sikep
yang punya rumah dan pekarangan sendiri tapi tidak dapat hak apa pun
atas sawah; dan yang terakhir w ong num pang, orang asing yang belum
ka win yang tinggal di pekarangan atau di rumah sikep dan mengerjakan
segala macam tetek-bengek untuk kepentingan sikep.85
Golon gan tersebut terakhir in ilah yan g palin g m en dekati sosok
lapisan buruh tani di J awa tengah-selatan waktu itu. Berbeda dengan
golongan ngindung yang sering bisa memperbaiki nasib lewat pernikahan
dengan anggota keluarga sikep, golongan num pang mempunyai sangat
se dikit kesem patan untuk m enaikkan derajat sosialnya kecuali ia siap
m e ninggalkan desa dan m em buka sawah baru di daerah yang belum
per nah terjam ah. Nam un, kesem patan seperti itu sem akin langka di
pe de saan J awa tengah-selatan sebelum Perang J awa. Para pengam at
yang jeli seperti Waterloo sendiri menyatakan bahwa meskipun terdapat
bebe rapa tanah “telantar” di daerah Mataram yang paling jauh m asuk
ke pe da lam an, bagian terbesar tanah itu digarap dengan hati-hati.8 6
Mem ang, Crawfurd m elaporkan dari Kedu pada 1812 bahwa padatnya
pen du duk telah m en yebabkan m akin luasn ya pen ggarapan ladan g
(tegal) di ka wasan negaragung yang buruk pengairannya dan bahwa

84 Ibid.
85 S.Br. 2a, “Statistieke beschrijving der Residentie Soerakarta” (Gam baran statistik tentang Kere-
bacaan-indo.blogspot.com

siden an Surakarta), 1832. Lebih jauh lihat Kollmann 1864:366– 8 tentang keadaan di Bagelen, dan
Carey 1986:81– 2.
86 Dj.Br. 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 28-2-180 6.
Pengamatan Crawfurd pada 1812 menunjukkan bahwa orang bisa berjalan lebih dari 10 0 mil di
J awa tengah-selatan tanpa pernah melihat satu pun tempat yang belum diolah. IOL Mack.Pr. 21 pt.
4, “Sultan’s country by Mr Crawfurd in 1812” (Pengamatan atas alam dan sumber daya daerah-dae-
rah di bawah kekuasaan Sultan Yogyakarta) (seterusnya Crawfurd, “Sultan’s country”), 71, 148.
34 KUASA RAMALAN

Gambar 5. Suat u acara t ayuban dengan t andak/ ronggeng (para perempuan


penari profesional/ pelacur) dan musik gamelan Jawa. Lukisan cat air oleh
John Newman, sekit ar 1811-1813. Seizin t he Brit ish Library, London, WD953,
f. 90 (101).

padi gogo dita nam sem akin tinggi di kaki gunung berapi di sekeliling
provinsi itu.87
Di sam ping m akin langkanya tanah pertanian yang layak di nega-
ragung, Crawfurd mencatat bahwa sekalipun golongan num pang yang
bacaan-indo.blogspot.com

ber ke m auan keras betul-betul berhasil m em buka sawah baru di suatu


ta nah telantar, hak pemilikannya setelah tiga kali panen sebagaimana di-

87 Crawfurd, “Report on Cadoe”, 274, 278.


BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 35

ten tu kan dalam peraturan agraria J awa tidaklah terjamin.88 Lahan baik
yang dihasilkan dengan kerja rintisan seperti itu sering dituntut kembali
oleh Sultan (Carey 1986:82 catatan 81). Lagipula, golongan num pang
dan buruh tani lain kerap m erasa takut m encoba jadi tani-penggarap
(sikep) karena dengan demikian akan terpaksa memikul beban rodi dan
pajak yang berat. Karena itu, seorang golongan num pang yang ingin
m e m utus lingkaran setan kem iskinan dan perham baan sebagai buruh
tani pa da keluarga sikep yang cukup berada, terkadang akan m em ilih
m en in ggalkan desa un tuk selam an ya. Ada yan g un tun g-un tun gan
bacaan-indo.blogspot.com

m en jadi pekerja sam bilan sebagai kuli pan ggul di jalan -jalan n iaga
yang ram ai, ada juga yang bergabung dengan kelom pok gelandangan

88 Crawfurd, “Sultan’s country”, 73.


36 KUASA RAMALAN

dan garong yang mengharu-biru daerah pedalaman J awa, yang lain lagi
m engabdi kepada orang yang dekat dengan bangsawan berpengaruh,
yang m em anfaatkan m e reka dalam tindak kejahatan. Gejala ini terus
bertahan hingga akhir abad kesembilan belas, sebagaimana digambarkan
dengan sangat m e nawan oleh Isaac Gronem an (18 32– 1912), seorang
yang ahli mengenai keraton dan dokter pribadi Sultan ketujuh, di dalam
cerita-pendeknya “Sejarah seorang rampok” (“Een kétjoegeschiedenis”)
yang mengaitkan pejabat istana dengan dunia hitam Yogya pertengahan
1880 -an.89
Di Kedu saja, Crawfurd m enaksir jum lah kuli panggul sebanyak
20 – 30 .0 0 0 orang, hampir sepuluh persen jumlah seluruh penduduk.90
Me nu rutnya:

Mereka tidak punya tempat tetap, dan dengan kehidupan mengge lan -
dang dan terus berpindah yang mereka jalani, [mereka] mengidap pe -
nya kit malas yang sangat menahun, ongkang-ongkang kaki dan boros.
Begitu menerima bayaran, mereka segera terlihat berbondong-bondong
menghabiskannya dalam permainan judi dan begitu tak acuh de ngan
hari esok sehingga mereka sampai nyaris telanjang saja. De ngan ke-
biasaan seperti itu tidak heran kalau mereka dituduh seba gai biang-
kerok kejahatan dan keonaran yang begitu meluas di pede saan [...]
jalan hidup yang baik tentu akan meniadakan orang semacam itu.91

Masa kejay aan golongan sikep?


Susunan penguasaan tanah di wilayah negaragung J awa tengah-selatan
pa da awal abad kesem bilan belas tam paknya sangat m enguntungkan
sikep, suatu golongan tani-penggarap yang jumlahnya kecil tapi berpe-
nga ruh. Mereka m em egang hak atas lahan yang ditanam i oleh desa
secara bersam a-sam a, baik karena m erupakan perintis (cikal-bakal)
m au pun karen a keturun an lan gsun g para perin tis tersebut. Den gan
ke≠du dukan yang demikian, mereka bertanggung jawab atas pajak tanah
dan pajak lain serta cukai di desa itu terhadap penguasa tanah-jabatan
me lalui para pemungut pajak mereka (Carey 1986:84). Di samping itu,
m e reka bisa m engajukan calon kepala desa dan pejabat desa lainnya.
bacaan-indo.blogspot.com

89 Groneman 1887; Nieuwenhuys 1973; Onghokham 1975:68– 9; Carey 1981a:243 catatan 36; Dj.Br.
86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 28-2-180 6.
90 Crawfurd, “Report on Cadoe”, 283; MvK 30 54, “Statistieke beschrijving der residentie Kedoe”
(Gambaran statistik tentang Keresidenan Kedu), 1836, menaksir jumlah seluruh penduduk seba-
nyak 30 0 .0 0 0 jiwa.
91 Crawfurd, “Report on Cadoe”, 28 3; tentang pandangan yang serupa dalam laporan statistik
18 36, MvK 30 54, “Statistieke beschrijving der residentie Kedoe” (Gam baran statistik tentang
Keresidenan Kedu), 35.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 37

Gambar 6. Seorang perempuan Jawa j elat a. Di t angan kirinya adalah


gelendong benang kat un (hasil indust ri keraj inan paling pent ing di desa-desa
Jawa t engah pada awal abad kesembilan belas). Di sebelah kanan gambar
perempuan it u t erlihat alu dan lesung kayu dan di lat ar belakang t erlihat
pedati. Dikutip dari Rafles 1817, I: hadap hlm. 86.
bacaan-indo.blogspot.com
38 KUASA RAMALAN

Mereka pun memegang kendali bersama untuk mengatur pembagian sa-


wah dan lahan desa yang sering membentang hingga kawasan hutan dan
padang gem balaan (Carey 1984: 84 catatan 87). Mereka juga tam pak
punya pengaruh dalam penunjukan pemungut pajak setempat dan, se-
bagaimana telah kita lihat, banyak di antara para bekel ini berasal dari
go longan sikep.
Lahan yang dikerjakan oleh sikep kerap m erupakan warisan dari
ayah ke anak dan keluarga sikep yang sudah turun-tem urun terdapat
di banyak desa J awa tengah-selatan.92 Lahan yang dikuasai oleh sikep
ter diri dari dua macam: tanah pusaka atau tanah “warisan”, yang me-
ru pakan bagian tanah ulayat di desa dan boleh diwariskan kepada pe wa-
ris nya—makanya disebut pusaka (warisan) (Carey 1986:84)—dan tanah
y asa atau lahan yang dikembangkan sendiri oleh seseorang. Lahan jenis
ini dibuka atas prakarsa sikep sendiri dengan menggunakan tenaga kerja
orang yang terkait dekat dengan keluarganya (ngindung) dan orang luar
yang menumpang (num pang).
Sejauh m enyangkut lahan-lahan warisan, sikep hanya berhak atas
hasiln ya dan bukan m erupakan hak-m ilik karen a kedudukan sikep
tergantung pada kem am puannya m em enuhi kewajiban rodi dan pem -
ba yar an pajak/ upeti kepada raja atau penguasa tanah-jabatan. Raja-raja
di J awa tengah tetap merupakan pemegang kedaulatan atas penguasaan
ta nah dan seorang sikep secara teori dapat kehilangan haknya jika gagal
me me nuhi kewajibannya. Karenanya hak sikep atas tanah pusaka lebih
mirip dengan lungguh atau tanah-hibah yang diberikan kepada pejabat
ke raton daripada dengan hak-m ilik pribadi. Goyahnya hak seperti itu
atas tanah warisan m erupakan sum ber kerawanan bagi sikep. Tapi itu
ber beda dengan keadaan di keraton di m ana pem ecatan sikep boleh
dikata tidak ada, meskipun, sebagaimana sudah kita ketahui, dokumen
sering menyebut tentang pemecatan pemegang hak atas tanah-jabatan
dan pem bagian kem bali tan ah-jabatan n ya itu (Carey dan H oadley
20 0 0 :144– 5, 153, 155– 6).
Di sisi lain, tanah yang dibuka dan dikembangkan sendiri lebih me-
ru pakan hak milik sikep karena tanah itu boleh dikata ada karena usa-
ha nya. Raja terkadang dapat saja berusaha menuntut hak atas tanah se-
ma cam itu atau membebankan pajak baru atas tanah tersebut. Tapi, hal
bacaan-indo.blogspot.com

yang demikian jarang terjadi karena, sebagaimana akan kita lihat pada
ak hir bab ini, daftar kadaster atau keterangan rinci m engenai keadaan

92 Dj.Br. 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 28-2-180 6.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 39

tanah yang dibuat untuk kerajaan tidak diperbarui setelah 1773– 1774
yang bisa m enam pung aneka perubahan dalam penggunaan tanah di
tingkat desa (Carey 1986:10 9). Dalam hal ini, golongan num pang dan
kelom pok tanggungan lain atau ray at (anak buah atau pengikut) sangat
penting bagi sikep: tenaga kerja tersebut sepenuhnya berada di bawah
ke kuasa annya dan dapat digunakan sesuka hati untuk m elaksanakan
tugas-tugas pertanian sehari-hari, untuk m enunaikan kewajiban rodi,
dan mem perluas penguasa an sikep atas tanah telantar di sekitar.
Tanda-tanda bah wa golongan num pang dan ray at banyak dipakai
un tuk mengem bangkan lahan baru dapat dilihat dalam laporan Belanda
akhir abad ke sem bilan belas ten tang hak-hak atas tanah. Laporan ini
m e nya ta kan bahwa sekitar 1830 cukup banyak sikep yang m enguasai
hingga sepuluh bau sawah berpengairan atau sekitar tujuh hektar, yang
ha nya se per lim anya m erupakan tanah pusaka (Onghokham 1975:170 ,
186 de ngan mengutip Bergsma 1876– 96, I). Sekadar gambaran seberapa
kaya sebenarnya seorang sikep waktu itu dapat dilihat dari suatu daftar
ba rang curian yang dibuat setelah terjadi peram pokan pada 18 0 8 di
Desa Pedalangan, Kabupaten Beji dekat Klaten, suatu kawasan subur
dan berpengairan baik, tempat kapas banyak ditanam. Di antara barang
hilang yang dilaporkan oleh seorang sikep adalah tempat penyimpanan
berisi 180 keping dukat perak, suatu jumlah yang besar, waktu itu ber-
nilai 65 pound sterling, yang setara dengan 6.50 0 pound sterling pada
nilai tukar uang sekarang (Carey 1986:86 catatan 93).
Masa perluasan tan ah pertan ian palin g cepat yan g terjadi dan
dilakukan oleh golongan sikep m ungkin terjadi pada penghujung abad
kede lapan belas ketika tekanan penduduk kurang hebat, dibandingkan
de ngan yang terjadi kem udian dalam beberapa dasawarsa m enjelang
pecah n ya Peran g J awa sebagaim an a akan kita lihat seben tar lagi.
Walaupun lebih banyak riset masih perlu dilakukan mengenai masalah
itu, jelaslah bahwa golongan sikep bertindak atas prakarsa sendiri di
daerah m asing-m asing dan m em iliki kekuasaan besar atas golongan
num pang.
Se oran g pen ulis Belan da berbicara ten tan g sesuatu yan g m irip
patron-klien, yang berlaku di Bagelen sebelum Perang J awa. Dalam
hubungan ter sebut, sejumlah kecil sikep punya hak atas bagian terbesar
bacaan-indo.blogspot.com

sawah dan m e n ikm ati bakti sejum lah besar pen gikut yan g tidak
pernah berharap da pat jadi petani yang mandiri (Kollmann 1864:368).
Pengam atan ini juga didukung oleh Willem van Hogendorp di Kedu
pada 18 27 ketika ia ber kom en tar ten tan g ban yakn ya “hak-m ilik” di
40 KUASA RAMALAN

tangan tani-penggarap dan kebiasaan waris dalam keluarga petani, dua-


duanya menurut dia ikut menentukan kemakmuran provinsi itu.93
Sistem yang demikian memungkinkan sikep bertindak mirip se ka li
dengan petani yang berkecukupan, yang hanya berhubungan se ka dar-
nya dengan m asyarakat desanya sendiri. Di Kedu, Crawfurd m en ca tat
bah wa setiap penggarap m engerjakan tanah yang ia sewa dem i ke un -
tungannya sendiri, tidak berbagi hak-milik dengan orang lain dan ha nya
ikut ber gabung dalam perkum pulan-perkum pulan desa sekadar un tuk
m en dapatkan perlindungan di daerah yang rawan: “petani yang hidup
ber te tangga di desa yang sama”, begitu ia menulis, “sering sama ja rang-
nya bekerja sama dengan mereka yang hidup terpisah sejauh dua puluh
mil”.94
Pernyataan Crawfurd mungkin berlebihan dan keadaan di Kedu agak
khas, tapi jelaslah bahwa desa sebelum Perang J awa dengan hu bung-
an yang begitu longgar antara petani dan orang-orang suruhan me reka
ber beda dari masyarakat yang teratur ketat pada akhir abad kesem bilan
belas, yang terbentuk akibat tuntutan-tuntutan ekonom i Tanam Paksa
(18 30 – 18 70 ) dan kebijakan pem erintahan Belanda pada m asa-m asa
ke mudian yang sangat bernafsu menerapkan keseragaman dan kontrol
so sial (Kāno 1977:34–5; Breman 1980:38–9; Carey 1986:87). Per be-
daan itu juga akibat langkah-langkah yang diambil sesudah Perang J awa
un tuk m e m ecah tan ah-tan ah petan i yan g agak luas dan m elibatkan
lebih ba nyak pe tani dari kelom pok lain dalam penguasaan tanah agar
lebih ba nyak wajib pajak dan tenaga rodi untuk pem erintah jajahan
(Onghokham 1975:185; Fasseur 1977:146). Dengan cara seperti itu, masa
keja ya an go longan sikep berakhir sudah, dan dengan itu lenyap jugalah
golongan petani “tuan tanah” yang m erupakan salah satu ciri penting
daerah-daerah n egaragun g J awa ten gah-selatan pada tahun -tahun
men jelang Perang J awa.

Perluasan saw ah dan pem bangunan irigasi


Masa kejayaan golongan sikep tecermin pada dua perkembangan yang
saling terkait dalam dunia pertanian J awa pada akhir abad kedelapan
belas dan awal abad kesem bilan belas: tingginya laju perluasan sawah
ber pengairan dan pembangunan jaringan irigasi yang semakin canggih
bacaan-indo.blogspot.com

di daerah-daerah negaragung. Orang Eropa pengam at pedesaan J awa

93 Hogendorp 1531, Willem van Hogendorp, “Over den Staat van J ava” (Tentang keadaan [Pulau]
J awa), no. 2, 1827.
94 Crawfurd, “Landed tenures”, 221.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 41

se pen dapat tentang dam pak perluasan sawah besar-besaran sesudah


Perjanjian Giyanti 1755 ini yang m enghasilkan perdam aian di J awa
tengah-selatan setelah hampir tujuh puluh tahun perang.
Dalam salah satu di an tara laporan n ya yan g ban yak itu kepada
Gubernur Pantai Tim ur-laut J awa, Matthijs Waterloo m enyam paikan
bahwa meningkatnya produksi beras terlihat di segala penjuru kawasan
negaragung: “Orang hanya perlu m engarahkan pandangan ke lahan-
lahan yang [kini] m enghasilkan padi dan yang hanya dua puluh tahun
silam m asih telan tar dan tak digarap”. Secara khusus, ia terkesan
dengan kawasan hutan pe gunungan J ambu yang terletak di perbatasan
utara Kedu dan Semarang yang baru pada akhir-akhir ini saja berubah
m en jadi sawah yan g palin g m en gagum kan .95 Sam a haln ya, ban yak
sawah telah dicetak di provinsi terdekat, Grobogan, yang sudah menjadi
salah satu penghasil utama padi untuk kepentingan badan-badan milik
Belanda di pantai utara.96 Me nanggapi gejala yang sam a hanya dalam
satu dasawarsa kem udian, Crawfurd terkesan dengan jum lah sawah
yang dibuka sekitar ibu kota ke sultanan di daerah-daerah yang oleh
penduduk lanjut usia masih diingat sebagai “rimba belantara dan sarang
segala macam macan”.97
Dua sultan yang pertam a m erupakan pelopor dalam m endorong
rakyat nya untuk m em buka lahan baru di kerajaan Yogya yang baru
ter ben tuk. Suatu lapor an yan g ditu lis tidak lam a setelah Sultan
Mangkubum i wa fat pada 24 Maret 1792 oleh Gubernur Pantai Tim ur-
laut J awa, J .G. van Overstraten (De J onge dan Van Deventer 1884– 88,
XII:260 ) m e m uji pen du duk kesultanan. Gubernur m enghargai sem a-
n gat m ereka yan g tak kun jun g pudar dalam m em ulihkan keadaan
lahan-lahan yang rusak pada akhir Perang Giyanti (1749– 1755) dan
yan g diam -diam m en guasai daerah-daerah tak bertuan —sem an gat
yang sangat ber tolak belakang dengan sikap acuh-tak-acuh para tetang-
ga m e reka di Surakarta. Sunan Pakubuwono IV khususnya (ber takhta
178 8 – 18 20 ) telah m en un jukkan sikap sam a sekali abai terh adap
tugasnya sebagai raja dengan membiar kan runtuhnya tali-air hasil karya

95 Dj.Br. 38, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 31-1-180 4;
AvJ , Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 29-12-180 4; vAE
bacaan-indo.blogspot.com

235 (aanwinsten 190 0 ), Nicolaus Engelhard, “Speculatieve m em orie over zaken betreffende het
bestuur van J ava's N.O. Kust” (Laporan spekulatif tentang hal-hal yang bersangkutan dengan
pemerintah pantai utara J awa), 5-180 8. Untuk mendapat gambaran yang belakangan diterbitkan
mengenai perkembangan pertanian di pegunungan J ambu, lihat Lettres de J ava 1822:111.
96 Rafles 1817, I:268–9; Dj.Br. 22, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 12-9-
180 9.
97 Crawfurd, “Sultan’s country”, 146.
42 KUASA RAMALAN

ayah nya, Pakubuwono III (bertakhta 1749– 178 8 ), yang m engalirkan


air dari Pengging dan ke raton lam a di Kartasura sam pai ke ibu kota
kesunan an.98 Ben dungan bertem bok batu besar m ilik Mangkubum i di
Kali Winongo ke arah selatan Yogya m enyediakan irigasi yang sangat
diperlukan di persawahan raja di Krapyak dan te tap utuh sampai runtuh
akibat hujan badai pada 22 Februari 1861.99
Penggantinya, Sultan Ham engkubuwono II, m engikuti penda hulu-
nya dengan m em bangun lagi sejum lah saluran irigasi dan bendungan
ke arah tim ur dan barat ibu kota kerajaan di daerah-daerah yan g
berdekatan dengan rumah-rumah pesanggrahannya yang banyak itu.10 0
Yang terpenting da lam hal ini adalah bendungan di Kali Bedog antara
Gunung Gam ping dan Am barketawang. Bendungan ini m engairi “ba-
nyak sawah yang dirancang baik”,10 1 dan berada di bawah pengawasan
seoran g pejabat keraton yan g disebut m antri jurusaw ah, yan g m e-
rangkap sebagai pengelola pabrik batu kapur kerajaan di Gam ping.10 2
Men ur ut per kir aan Water loo, ja r in g an ir igasi in i, yan g seba gian
diban gun atas pra karsa Sultan kedua, telah m en in gkatkan hin gga
25 persen luas per sawahan di daerah Mataram dalam tem po satu
dasawarsa (1796– 18 0 6). Dalam perjalanan ke Gam ping, Residen itu
m em perhatikan bahwa jalan raya ke arah barat begitu sesak dengan
pedagang dan kuda-beban m enuju Yogya, sehingga ia sendiri ham pir
tak bisa lewat sambil menunggang kuda.10 3
Prakarsa raja dalam irigasi ditiru di tingkat daerah oleh ribuan pe-
ta ni penggarap yang merancang jaringan tali-air sendiri. Di Kabupaten
Pacitan yang jauh di pantai selatan, banyak sawah baru yang dibuka de -
ngan cara seperti itu di sepanjang lembah subur aliran Kali Grindulu.10 4

98 De J onge dan Van Deventer 1884– 88, XIII:129. Tentang tali-air ini, lebih jauh lihat Mack.Pr. 86
(1), Adams, “Soeracarta”, 65.
99 Dj.Br. 1, C.P. Brest van Kampen, “Politieke verslag der Residentie Djokjokarta over het jaar 1861”,
24-3-1862, menyebut runtuhnya bendungan ini akibat hujan badai besar pada 22-2-1861, suatu
peristiwa yang menginspirasikan gambar Raden Saleh Syarif Bustaman ( ?1811– 1880) “Watersnood
op J ava” (Banjir di J awa) (1862), lihat Collectie Tropenmuseum (Amsterdam) TMnr 60 0 0 230 0 .
jpg. Dj.Br. 18, “Statistieke der Residentie Djocjokarta” (Gambaran statistik tentang Keresidenan
Yogyakarta), 1838, menunjukkan bahwa bendungan di Badran ini mengairi 120 bau sawah.
10 0 Dj.Br. 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 28-2-180 6.
Dj.Br. 18, “Statistieke der Residentie Djocjocarta”, 1838, m em beri angka total 2.870 bau sawah
yang diairi dengan bendungan dan saluran air tersebut, term asuk bendungan Badran m ilik
Hamengkubuwono I. Lihat juga Apendiks VI.
10 1 Dj.Br. 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 28-2-180 6.
Dj.Br. 18, “Statistieke der Residentie Djocjocarta”, 1838, menyebut dua bendungan di Kali Bedog
bacaan-indo.blogspot.com

yang terletak di Kecamatan Karang, Bantul: Pendhowo dan Gesikanrejo masing-masing mengairi
60 0 dan 1.0 0 0 bau.
10 2 Carey dan Hoadley 20 0 0 :48– 9. Lihat juga catatan 3.
103 Dj.Br. 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 28-2-1806. Selain
pedagang beras ke Yogya, banyak saudagar pakaian dari Bagelen lewat pintu cukai jalan di Gamping,
Dj.Br. 27, Tan J in Sing (Kapitan Cina Yogya) kepada J .W. Moorrees (Yogyakarta), 22-5-1810.
10 4 Baker, “Memoir”, 54– 5, yang menaksir bahwa jumlah seluruh sawah yang dikembangkan berkat
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 43

Se men tara itu, di Kecamatan Lowanu di Bagelen utara dan Me noreh di


Kedu selatan, para petani yang hidup di sepanjang tepi jalan raya dari
Brengkelan ke Magelang begitu bersem angat m em bangun sawah baru
sam pai m e reka m enggali-gali jalan itu dan m enanam inya di ber bagai
tempat.10 5 Bagian utara Yogya, bagian terbesar jaringan irigasi itu yang
ber tumpu pada aliran air dari Merapi-Merbabu merupakan ha sil karya
para petani yang hidup di kabupaten-kabupaten Slem an dan Kalasan,
dan ke giatan yang serupa terdapat juga di Pajang dan Kedu.10 6
Di Provinsi Kedu, Crawfurd me negas kan bahwa kebanyakan sawah
yang ter baik m e ru pa kan hasil selokan-selokan pengairan bersahaja di
kaki gunung-gu nung berapi daerah sebelah barat (Gunung Sumbing dan
Gunung Sundoro):

Keseluruhan [kawasan ini] tam pak bagai kebun luas nan indah [yang
diairi dengan] banyak anak-anak sungai dan selokan-selokan yang ber-
sum ber di puncak gunung tinggi yang, dengan daya cipta, diarahkan
ke seribu saluran kecil sehingga m enyuburkan [seluruh] negeri.10 7

Tidak semua tanah-jabatan di negaragung begitu beruntung dan pene-


gas an Waterloo bahwa tidak ada lagi yang perlu dilakukan di daerah
Yogya m e ngenai pem bukaan sawah baru, jelas tidak benar.10 8 Masih
banyak daerah yang bisa pro duktif yang tergantung pada air hujan:
ka was an Sendang Pitu antara Slem an dan Kali Progo, m isalnya, baru
m ulai m en dapat cukup air pada awal abad kedua puluh.10 9 Dem ikian
juga halnya de ngan Gunung Kidul dan Kulon Progo. Di kedua daerah
ini hanya irigasi pa ling sederhana yang pernah diusahakan selama abad
ke sembilan belas dan air hanya bisa diperoleh terutama dari sejumlah
kecil sumur dan kolam embun.110

prakarsa para petani itu adalah 10 8 jung yang m enopang kehidupan penduduk sebanyak 8.0 0 0
jiwa. Keterangan lebih rinci bisa diperoleh di Dj.Br. 81, A.H. Smissaert (Yogyakarta) kepada Raden
Adipati Danurejo IV (Yogyakarta), 20 -8-1824.
10 5 Dj.Br. 45, W.H. van IJ sseldijk (Yogyakarta) kepada P.G. van Overstraten (Semarang), 13-1-1793.
10 6 Louw dan De Klerck 18 94-190 9, I:242-3; Dj.Br. 8 6, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada
Nicolaus Engelhard (Semarang), 28-2-180 6.
10 7 Crawfurd, “Report on Cadoe”, 272-3. Baud 91, “Copie verslag over de Residentie Kedoe van de
Resident P[ieter] le Clercq” (Salinan laporan tentang Keresidenan Kedu oleh Residen P[ieter] le
Clercq), 30 -3-1824, juga menyebut jaringan irigasi setempat di Kedu sebelum Perang J awa.
10 8 Dj.Br. 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 28-2-180 6.
bacaan-indo.blogspot.com

10 9 Proyek Irigasi Kali Progo 1973:1. Berbagai upaya sudah dilakukan sejak 1847 untuk mengairi ka-
wasan tersebut (Dj.Br. 3, R. de Fillietaz Bousquet, “Algemeen Verslag der residentie Djokdjokarta
over het jaar 1847” (Laporan Umum tentang Keresidenan Yogyakarta tahun 1847), 3-1848), tapi
kerjanya terlalu sulit dan daerah itu baru dapat satu saluran irigasi pada 190 9 ketika saluran Van
der Wijk dibuka.
110 Dj.Br. 5, “Algemeen Verslag der residentie Djokdjokarta over het jaar 1876” (Laporan Umum ten-
tang Keresidenan Yogyakarta tahun 1876) (tentang sumur dan kolam embun di Gunung Kidul);
44 KUASA RAMALAN

Sebuah laporan pada 1836 tentang Keresidenan Yogyakarta pasca-


Perang J awa menyebutkan bahwa sementara sembilan persepuluh tanah
per tanian di Mataram digarap, dua pertiga di antaranya sawah, hanya
se perseratus daerah Gunung Kidul yang diusahakan. Pekerjaan rodi di
hutan jati kerajaan di pegunungan sebelah selatan sangat memberatkan
pen duduk setempat dan banyak di antara mereka terpaksa mencari pe-
kerjaan musiman di daerah Mataram selama panen padi musim kemarau
(Mei– Septem ber).111 Daerah-daerah lain yang bergantung pada sistem
irigasi buatan sendiri sangat m enderita karena banjir selam a m usim
hujan (Novem ber– April). Hal ini terjadi khususnya di dataran rendah
Bagelen di daerah dekat rawa-rawa (Louw dan De Klerck 1894– 190 9,
I:246), kawasan Adikarto di Kulon Progo selatan antara Kota Wates dan
laut, dan banyak tempat di Grobogan dan wilayah timur yang tergenang
air berbulan-bulan. Di daerah-daerah tersebut dinding-dinding parit
harus diperkuat dan dibangun ulang hampir setiap tahun.112 Sekalipun
ja ringan pem buangan air dan irigasi sudah dibangun di kawasan-ka-
wasan subur seperti Ampel dekat Boyolali, sistem pembagian air sering
begitu rum it dan banyak perselisihan harus diputuskan oleh pejabat-
pejabat keraton dari kan tor patih atau pen gawas khusus pen gairan
seperti pengulu air (pengulu bany u) Kesunanan Surakarta.113
Meskipun ban yak kekuran gan n ya, pem ban gun an irigasi selam a
m asa Perjanjian Giyanti (1755) dan Perang J awa m enim bulkan per-
ubah an mendasar pada pertanian di daerah negaragung. Kalau dalam
m asa sebelum Giyan ti, ladan g, padi gogo, dan sawah tadah hu jan
(saw ah tadahan) sudah lazim, menjelang Perang J awa banyak kawasan
di dataran rendah J awa tengah-selatan menonjol dengan sawah ber pe-
ngair an. Perubahan itu dapat dilihat paling jelas dalam sis tem per pa-
jakan J awa dan cara penyerahan pajak-tanah dalam dua kali angsuran
pada waktu Mulud dan Puasa. Menurut Rouffaer (190 5:617– 8) sistem

“Algemeen Verslag der residentie Djokdjokarta […]”, 1889, 1890 (tentang pembangunan saluran
banjir di kawasan Adikarto, Kulon Progo selatan pada 1888 dan pem bukaan saluran irigasi di
Selogiri, Gunung Kidul, 1890 ).
111 MvK 30 55, “Statistieke beschrijving der Residentie Djocjokarta” (Gam baran statistik tentang
Keresidenan Yogyakarta), 1836.
112 Dj.Br 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 28-2-180 6.
113 Soeripto 1929:142, 145-6, 251-2; Dj.Br. 37, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius
(Surakarta), 16-9-1810 ; Dj.Br. 27, Kiai Muham ad J ayim an (pengulu air, Am pel) kepada Raden
bacaan-indo.blogspot.com

Adipati Danurejo II (Yogyakarta), 13-9-1810 , yang m engaitkan suatu perselisihan m engenai pa-
sokan air dengan tanah pertanian J acob Andries van Braam di Ampel (kemudian diberikan kepada
J .A. Dezentjé oleh Nahuys van Burgst, lihat Bosma dan Raben 20 0 8:10 7, 361 catatan 14), pasokan
air yang harus dibagi sama antara Yogya dan Solo dan gladag di Ampel. Tentang pengulu air, lihat
pasal 61 Angger Gunung (Peraturan Polisi Desa) dalam AN, Besluit van den Gouverneur-Generaal,
17-2-1841 no. 16.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 45

ini baru diperkenalkan pada pertengahan abad kedelapan belas sebagai


tanggapan terhadap perubahan pola-pola pertanian di daerah-daerah
n egaragun g. Kalau sebelum n ya han ya sekali saja pan en di ladan g-
ladan g padi, perluasan sistem irigasi besar-besaran di n egaragun g
telah me mungkinkan adanya panen tambahan untuk palawija (jagung,
singkong) di banyak tempat. Para raja J awa tengah telah memanfaatkan
hal ini untuk m enaikkan pajak golongan sikep, yang juga diwajibkan
m e nanggung biaya perjalanan tam bahan para pem ungut pajak (bekel)
ke ibu kota kerajaan. Namun, di daerah-daerah wilayah timur, di mana
sis tem irigasi tidak begitu luas berkembang, pajak dibayar hanya sekali
se ta hun pada waktu Mulud, dan hasil panen palawija tetap di tangan
para petani (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, VI:380 ).
Berdasarkan tulisan para pengamat, menjadi mungkinlah mengubah
pernyataan alm arhum sejarawan, Onghokham , tentang Madiun yang
m e nulis bahwa “J awa yang sekarang kita kenal penuh dengan sawah
ada lah berkat jasa kaum tan i abad kesem bilan belas” (On ghokham
1975:20 0 ). Se men tara hal ini mungkin berlaku untuk kawasan-kawasan
ter ten tu yan g ja ran g pen dudukn ya di J awa tim ur, yan g baru m ulai
mengalami per luas an pertanian yang cukup berarti setelah berakhirnya
Perang J awa, J awa tengah-selatan sesungguhnya berkem bang berkat
ku cur an keringat tiga ge nerasi petani penggarap yang hidup selama tu-
juh puluh tahun masa damai sejak Giyanti.

Pertum buhan penduduk, 1755– 1825


Pem bukaan lahan-lahan baru dan perluasan sawah di daerah-daerah
negaragung mencerminkan laju pertumbuhan penduduk yang tetap di
J awa tengah-selatan selam a tujuh puluh tahun antara 1755 dan 1825.
Meskipun angka-angka kependudukan yang andal tidak tersedia sela-
ma masa tersebut atau sesungguhnya masa mana pun juga hingga 1940
(Gooszen 1999:9), kebanyakan perkiraan yang dibuat oleh pihak Eropa
m e nunjuk pada angka antara 1,4 dan 1,6 juta dalam dasawarsa 180 6–
1816.114 Sesungguhnya, perkiraan ini pun mungkin agak lebih kecil dari-
pada kenyataannya. Crawfurd berbicara mengenai penduduk Yogya saja
se banyak satu juta sekalipun sudah terjadi pengam bilalihan wilayah
oleh In ggris pada Agustus 18 12, 115 yan g berarti an gka keselu ruhan
bacaan-indo.blogspot.com

114 Daendels 1814, I:13; Rafles 1817, I:62 Dj.Br. 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus
Engelhard (Semarang), 28-2-180 6, menyiratkan jumlah total penduduk sebanyak 1,4 juta jiwa di
daerah kerajaan pada 180 6.
115 Crawfurd, “Sultan’s country”, 150 .
46 KUASA RAMALAN

untuk sem ua daerah kerajaan bisa m encapai dua juta lebih m engingat
penduduk Surakarta yang lebih padat. Namun, serba perkiraan mengenai
ke cenderungan um um perkem bangan penduduk bisa dibuat dengan
m em ban din gkan jum lah rum ah tan gga yan g dicatat saat di adakan
survei kadaster pertanahan (“Buku Klepu") sesudah diadakan Perjan jian
Giyanti (1755) dan jum lah rum ah tangga yang dicatat di dalam “Buku
Baru” (Serat Ebuk Any ar), 1773– 1774. Perbandingan ini menunjukkan
pe ningkatan sebesar tujuh belas persen dalam delapan belas tahun atau
sekitar 0 ,9 persen setahun (Ricklefs 1974:159– 60 ). Tapi, jika angka ini
diterapkan ke dalam kurun hingga 1795 atas dasar pertumbuhan ma je-
muk, maka laju pertumbuhannya bisa menjadi sebesar 58 persen.
Sebagaimana sudah dikemukakan oleh Ricklefs, angka-angka cacah
pada 1755 pastilah terlalu tinggi karena dibuat berdasarkan angka-angka
yang sudah lazim dari pertengahan abad ketujuh belas dan tidak punya
kaitan dengan kenyataan-kenyataan demograik Jawa pertengahan abad
kedelapan belas ketika jum lah penduduk sudah m erosot tajam akibat
peperangan dan kemelut politik selama bertahun-tahun antara 1675 dan
1755 (Ricklefs 1986:28– 9). Mengingat angka pada 1755 yang dige lem -
bungkan ini, Ricklefs memperkirakan bahwa penduduk di kerajaan-ke-
rajaan J awa dan di daerah-daerah yang dikuasai oleh pihak Eropa di
se panjang pantai utara tum buh dengan laju satu persen lebih setahun
dan besar kem ungkinan lebih tinggi daripada di banyak daerah pada
penghujung abad kedelapan belas.116 Hal ini mungkin bisa mengandung
dampak penting bagi para sarjana di bidang sejarah kependudukan J awa
yang telah mencoba menjelaskan “ledakan penduduk” J awa sepenuhnya
dalam ukuran abad kesem bilan belas, utam an ya pasca-18 30 (Peper
1970 :71– 84; Widjojo Nitisastro 1970 :1– 26; Boomgaard 1980 :35– 52).
Para pengam at Eropa terkesan dengan struktur usia penduduk di
kerajaan-kerajaan dan dengan besarnya jumlah anak yang lahir antara
1785 dan 180 5, kurun masa yang betul-betul sama dengan, sebagaimana
sudah kita lihat, ketika terjadi perluasan lahan pertanian besar-besaran
dan terbentuknya desa-desa baru di negaragung. Dalam dua dasawarsa
ini, jumlah yang lahir hidup di kawasan Yogya melampaui jumlah yang
mati dengan perbandingan tujuh banding lima. Agaknya yang istimewa
adalah banyaknya anak-anak balita, m eski anak-anak kelom pok usia
bacaan-indo.blogspot.com

116 Ricklefs 198 6:29– 30 ; Dj.Br 8 6, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard
(Semarang), 28-2-180 6, memperkirakan (berdasarkan pengertian cacah yang sudah lazim terdiri
dari lima orang dewasa) bahwa penduduk di daerah kerajaan telah meningkat dari 90 5.0 0 0 jiwa
pada 1755 ke 1, 4 juta jiwa pada 180 6.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 47

inilah yang paling cenderung memiliki angka kematian yang sangat ting-
gi di J awa dalam tahun-tahun tersebut.117
Tapi di daerah-daerah wilayah tim ur, ternyata jum lah penduduk
m e ro sot sekitar lim a persen antara 1755 dan 1773. Hal ini terkait de-
ngan kenyataan bahwa daerah-daerah ini tidak pernah bisa pulih dari
ke han curan akibat peperan gan dalam abad ketujuh belas dan awal
abad kedelapan belas. Hal itu juga m erupakan akibat dim asukkannya
daerah-daerah luas wilayah barat seperti Banyumas ke dalam cakupan
n egaragun g gun a m en yediakan lebih ban yak tan ah -jabatan bagi
pen gh un i keraton yan g jum lah n ya m akin m en in gkat. Berubah n ya
pem bagian d aer ah in i, yan g ter jad i selam a 1773– 1774 (Ricklefs
1974a:159), juga ber dam pak terhadap kependudukan wilayah barat.
Sekiranya hal ini tidak terjadi, angka-angka pertam bahan penduduk
wilayah timur akan tetap lebih kecil daripada negaragung.
An gka-an gka statistik Raffles da lam karyan ya H istory of Jav a
tam paknya m engukuhkan hal ini. De m ikian lah dalam 18 15, “daerah-
daerah di wilayah tim ur dan kawasan-kawasan yang jauh” m encakup
hanya sepuluh persen seluruh penduduk di Kesunanan Surakarta dan
sedikit di bawah dua puluh persen seluruh pen duduk di Kesultanan
Yogyakarta (Raffles 18 17, I:62, 228 ). Pen duduk palin g padat saat
pemerintah Inggris mengadakan sensus pada 1815 ter dapat di Semarang
dengan 28 1 jiwa per m il persegi, disusul dengan Kedu sebanyak 239
jiwa per m il persegi. Yogyakarta dan Surakarta, dua-dua nya dengan
kepadatan pen duduk 147 jiwa per m il persegi, m en em pati urutan
keen am setelah Pekalon gan , Batavia dan sekitarn ya (Batav iasche
Om m elanden), Priangan, dan Rembang. Kepadatan penduduk rata-rata
seluruh J awa sedikit di atas 10 0 jiwa per m il persegi, tapi di daerah-
daerah yang term asuk wilayah tim ur m alah m asih di bawahnya lagi.
Sebab-musabab jarangnya penduduk daerah-daerah tersebut mungkin
bersifat setempat saja: tiadanya keamanan di daerah itu, hal yang masih
akan kita jajaki lebih rinci sebentar lagi, dan struktur pem erintahan
kerajaan yang m elim pahkan kekuasaan kepada para bupati di wilayah
timur tetapi langsung berada di tangan patih di negaragung.
bacaan-indo.blogspot.com

117 Dj.Br 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 28-2-180 6.
Pada 18 23, sekitar dua perlim a penduduk Kedu yang ditaksir sebanyak 328 .921 jiwa konon
m erupakan anak-anak berusia di bawah dua belas tahun, Baud 91, P. le Clercq, “Copie-verslag
der Residentie Kadoe over het jaar 1823” (Salinan laporan tentang Keresidenan Kedu tahun 1823)
(seterusnya Le Clercq, “Copie-verslag”), 30 -3-1824.
48 KUASA RAMALAN

Kesehatan um um
Lepas dari m asa dam ai yan g lam a setelah Perjan jian Giyan ti serta
adanya dorongan bagi pertanian dan pembukaan lahan-lahan baru, laju
pertam bahan penduduk yang tetap di J awa tengah-selatan pada akhir
abad kedelapan belas dan awal abad kesem bilan belas tam pak dipacu
oleh sejum lah keadaan yang cukup baik: pertam a, langkanya wabah
penyakit dan sehatnya golongan petani; kedua, pasokan pangan yang
cukup tersedia dan asupan pangan yang seimbang pada keluarga di desa-
desa; ketiga, pernikahan pada usia m uda di desa-desa dan pentingnya
pe ranan anak dalam perekonomian kaum tani di J awa.
Kehidupan petani J awa yang umumnya sehat dalam kurun masa ter-
sebut dirujuk oleh Rafles (1817,I:69). Meskipun ia sebenarnya sedang
ber usaha m em perbagus gam baran m asa lim a tahun pem erin tahan
Inggris (1811– 1816), jelaslah bahwa tidak terjadi wabah penyakit hing-
ga April 1821 ketika gelombang pertama wabah muntaber (kolera Asia)
yang m em atikan yang berasal dari Benggala dan sem enanjung Melayu
men capai J awa.118 Satu-satunya penyakit serius (dalam arti menim bul-
kan kem atian) di J awa tengah-selatan pra-18 21 adalah pokken atau
cacar, yang begitu m enular di kalangan bayi dan anak-anak sehingga
d ijuluki “pen yakit an ak” atau lara bocah oleh oran g J awa (Win ter
190 2:78 ; Peper 1975:51). Suatu laporan Belanda tentang Kedu pada
1823 m encatat bahwa walaupun dua perlim a penduduk yang 330 .0 0 0
jiwa berusia di bawah dua belas tahun, dua pertiga jum lah anak-anak
ini terkena penyakit cacar dan penyakit lain yang sejenis sebelum usia
m e reka tepat dua belas tahun . Seban yak 45 persen jum lah seluruh
kematian di Kedu tampaknya terdiri dari anak-anak.119
Kendati ganas, penyakit cacar tidak pernah mencapai tahap wa bah
besar-besaran sebagaim ana terjadi di negeri-negeri Eropa abad ke de-
lapan belas karena penduduk desa-desa J awa hidup tersebar di kam -
pung-kam pung yang letaknya berjauhan dan kota-kota berpenduduk
padat term asuk langka. Lagipula, orangtua J awa biasanya punya cara
menghadapi tingginya tingkat kematian anak, yaitu dengan melahirkan
lebih banyak anak (Rafles 1817, I:72). Menurut patih Yogya yang sudah
lan jut usia, Danurejo I (menjabat sekitar 1755– 1799):
bacaan-indo.blogspot.com

Masa dam ai yang terlalu lam a, sam a saja m udaratnya dengan m asa
perang yang berkepanjangan bagi penduduk [J awa tengah-selatan]

118 Muller 1832:1– 111; Schillet 1832:115– 81; Crawfurd 1971:120 – 1; Carey 1986:123, 132.
119 Baud 91, Le Clercq, “Copie-verslag”, 30 -3-1824.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 49

dan pen duduk m enganggap kem atian anak sebagai kehendak Yang
Maha Rahim .120
Awal vaksinasi cacar di daerah-daerah kerajaan dim ulai pada 18 0 4,
mes ki jumlah anak yang dapat vaksinasi tetaplah kecil hingga beberapa
lama sesudah Perang J awa.121

Makanan dan gay a hidup petani


Tiadanya wabah hingga dasawarsa ketiga abad kesem bilan belas seba-
gian akibat nasib baik: keadaan Pulau J awa adalah faktor penting dalam
hal ini. Namun, tiadanya wabah itu juga berkat daya tahan keseluruhan
pen du duk J awa terhadap penyakit, berkat tersedianya bahan pangan
yang cukup dalam kurun m asa itu. Dalam hal ini, bukanlah kebetulan
bah wa wa bah kolera selama 1820 -an timbul selama tahun-tahun keke-
ringan, gagal panen, dan peperangan.
Kelaparan yang terbatas di ber bagai tempat akibat merosotnya upaya
pertanian selam a tiga dasawarsa abad ke sem bilan belas m enyebabkan
kesehatan dan pola m akan pen duduk pe desaan J awa tengah-selatan
sangat m erosot. Dalam 18 20 -an, m isalnya, para pengam at m encatat
m eningkatnya konsum si bahan pa ngan kelas dua yang kurang bergizi
seperti jagung, ketela, dan juga um bi-um bian lain serta sayuran yang
dikum pulkan dari hutan maupun tanah telantar.122 Tapi, sebelum dasa-
warsa krisis ekonomi, wabah pe nya kit dan pe p erangan, bagian terbesar
penduduk pedesaan J awa tengah-selat an dapat me nikmati pangan yang
uta m a nya be ras dan m asa pa cek lik terhitung jarang.123 Satu-satunya

120 Baud 30 6, Wouter Hendrik van IJ sseldijk, “Nota voor den Prov. Res. Den Majoor Nahuijs te
Djocjocarta” (Nota untuk Residen sem entara Mayor Nahuys di Yogyakarta) (seterusnya: Van
IJ sseldijk, “Nota”), 22-10 -1816, dalam “Rapport van W.H. van IJ sseldijk omtrent de vorstenlanden”
(Laporan W.H. van IJ sseldijk tentang tanah kerajaan), 11-12-1816.
121 Peper 1975:49– 70 . Sultan Yogya kedua mendukung vaksinasi ketika pertama kali diper ke nalkan
dari Mauritius pada Desember 180 4, tapi vaksinasi yang gagal atas cucu Sri Sultan, Bendoro Raden
Mas Sudomo (Sultan keempat, bertakhta 1814– 22), yang lahir 3-4-180 4, me m buat pihak keraton
menentangnya, Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang),
27-12-18 0 4; Dj.Br. 51B, H .G. Nahuys van Burgst (Yogyakarta) kepada In spektur Vaksin asi
(Batavia), 10 -8-1820 ; Dj.Br. 52, A.H. Smissaert (Yogyakarta) kepada Raden Adipati Danurejo IV
(Yogyakarta), 22-7-1823. Dekrit Gubernur-J enderal G.A.G.Ph. van der Capellen 1820 dan 1821
tentang vaksinasi cacar (Reglem enten op de uitoefening der koepokinenting in Nederlandsch-
Indië dalam Besluit van den Gouverneur-Generaal in rade, 11-4-1820 , 19-4-1821 no. 16) punya
sedikit-banyak pengaruh pada upaya vaksinasi di daerah-daerah yang langsung berada di bawah
pemerintah jajahan: jumlah anak yang dapat vaksinasi di Kedu meningkat dari 1.745 pada 1820 ke
5.273 pada 1832, tapi di Yogya vaksinasi sama sekali dihentikan selama masa perang dan berkisar
antara 1.0 0 0 sam pai 3.0 0 0 pada 1830 – 1847 ketika m a sih ada kecurigaan terhadap upaya itu,
Dj.Br. 58, J .F.W. van Nes (Yogyakarta) kepada para ko m isaris penataan daerah kerajaan, 16-6-
bacaan-indo.blogspot.com

1830 ; Dj.Br. 3, “Algem een verslagen over der residentie Djokjokarta” (Laporan Um um tentang
Keresidenan Yogyakarta), 1833– 1847. Lebih jauh lihat Winter 190 2:78; Bab VIII catatan 128.
122 Rafles 1817, I:123; Winter 1902:49; Dj.Br. 51C, R.C.N. d’Abo (Yogyakarta) kepada Direktur Ke-
uangan (Batavia), 26-6-1821. Dj.Br. 4, “Algemeen Verslag der residentie Djokjokarta over het jaar
1855” (Laporan Umum tentang Keresidenan Yogyakarta tahun 1855), tentang konsumsi palawija
setelah musim kemarau panjang dan gagalnya panen padi.
123 Rafles 1817, I:99, 108, 123. Tidak ada bukti yang mendukung pernyataan J.H.F. Sollewijn Gelpke
50 KUASA RAMALAN

Gambar 7. Sket sa seniman Belgia, A.A.J. Payen (1792– 1853), berupa


pemandangan alam Jawa t engah-selat an dengan seorang t ukang t enun
yang memikul roda pint alnya sedang bercakap-cakap dengan seorang bakul
j amu. Fot o koleksi A.A.J. Payen (buku sket sa WE/ 76) dengan seizin Museum
Volkenkunde, Leiden.

per ke cualian adalah “m asa lapar” tahun an ketika awal ber tanam padi
untuk musim itu dilaku kan saat hujan mulai turun di bulan November.
Selama musim itu, me nurut suatu la poran dari Bagelen, harga padi bisa
lebih dari 20 0 – 30 0 persen harga yang biasa didapat oleh petani dalam
musim panen (Toestand van Bagelen 1858:76).
Gambaran lebih rinci mengenai pola makan berbagai lapisan sosial
di J awa pada masa itu diberikan oleh J .W. Winter yang bertugas sebagai
penerjem ah keresidenan baik di Yogyakarta (1799– 18 0 6) m aupun di
Surakarta (18 0 6– 18 20 ). Win ter m elaporkan bahwa m akan an yan g
lazim bagi “kelas menengah” J awa, maksudnya mungkin penduduk kota
keraton, adalah nasi dengan beberapa potong ikan asin dan sayuran.
Ma kanan itu akan lebih mewah pada saat pesta ketika ayam dan daging
bacaan-indo.blogspot.com

dan A.M.P.A. Scheltema bahwa palawija bukan beras yang merupakan bahan pangan utama petani
J awa pada akhir abad kedelapan belas dan awal abad kesembilan belas, Scheltema 1936, dikutip
dalam Peper 1975:42– 3. Untuk pengamatan umum atas konsumsi pangan di kalangan petani J awa
awal abad kesembilan belas, lihat Crawfurd, “Landed tenures”, 237; dan Rafles 1817, I:99.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 51

lain disuguhkan (Winter 190 2:47). Orang J awa pada um um nya punya
gaya hidup yang jauh lebih “bersahaja”, tapi m asih m am pu m em beli
ke perluan yang cukup setiap hari. Menurut Winter, 12 duit (satu duit
sekitar setengah benggol—Penerj.) sehari sudah cukup untuk seorang
bu jangan.124 Uang tersebut dipakai sebagai berikut: tiga duit untuk sirih
dan tem bakau, tiga duit untuk sayuran, garam , dan tem pe, dan enam
duit untuk nasi. Seorang petani dengan anak-istri dapat hidup dengan
25 duit sehari, sudah term asuk em pat duit tam bahan dari istri hasil
keringatnya sebagai penenun atau penjualan bakul produksi sendiri di
pasar (Winter 190 2:47– 8). Dalam kaitan ini, penjualan hasil produksi
ke bun buah atau sayuran petani sendiri sering m enjadi penting untuk
m e n am bah pen dapatan keluarga sebagaim an a dicatat oleh Raffles
(Rafles 1817, I:110):

Yang bisa dihem at dari hasil keringat bersam a [...] dibawa ke pasar dan
ditukar dengan sedikit ikan asin, daging dendeng atau kudapan lain,
disim pan sebagai persediaan untuk m em beli seekor sapi atau kerbau,
atau dipakai untuk m endapatkan bahan-bahan guna m em perbaiki
tem pat-tinggal dan alat-alat peternakan.

Meskipun Rafles menyebutkan pembelian ikan asin dan dendeng rusa,


keduanya bukanlah makanan utama petani J awa kebanyakan, kecuali di
kawasan dekat pantai seperti Pacitan dan Bagelen atau di daerah-dae rah
wilayah timur dan barat yang berhutan lebat, di mana terdapat ba nyak
ternak (kerbau), juga rusa dan binatang liar lain.125 Hanya beras dan
garam yang dipandang sebagai bahan kebutuhan pokok di J awa tengah-

124 Upah buruh harian sangat beragam waktu itu: kuli panggul dari Yogya yang bekerja di jalan pos
(postw eg) di Pekalongan dapat dua duit sehari dengan sekati beras (1 kati = 0 ,617 kg) dan seper-
sepuluh kati garam , Dj.Br. 52, A.H. Sm issaert (Yogyakarta) kepada Raden Adipati Danurejo IV
(Yogyakarta), 3-4-1823; buruh pabrik gula m ilik seorang Tionghoa di Am pel dapat 15 duit (18
sen) sehari dan kuli pem erintah di Sem arang sebanyak 25 duit (30 sen), Dj.Br. 30 , Dr Daniel
Ainslie (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Batavia) 30-11-1815; Journal 1854:156; sedang mereka
yang bekerja di pabrik gula milik seorang Tionghoa di Kedu dapat 25– 30 sen, dan di Bagelen 35
sen sehari, Residentie Kadoe 1871:10 3. Anggota gladag di kota keraton dapat delapan duit (10
sen) tidak peduli bekerja atau tidak, Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 49– 50 . Selama Perang
J awa, upah harian seorang kuli naik jadi 30 duit (40 sen) di Yogya dan 25 duit (30 sen) di benteng
Belanda paling luar, tapi m erosot kem bali hingga separuhnya pada 1830 , Dj.Br. 58, J .F.W. van
Nes (Yogyakarta) kepada para kom isaris penataan daerah kerajaan (Surakarta), 3-6-1830 ; EdD,
4-2-1829. Lebih jauh lihat Bab IX catatan 72.
125 Dj.Br. 46, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 28-2-180 6;
Büchler 1888, I:415 (tentang perdagangan kerbau potong dari wilayah timur ke Yogya dan Solo);
Mack.Pr. 21 (5), J . Crawfurd, “Report upon the District of Pachitan ”, 18 12– 13:170 (ten tan g
bacaan-indo.blogspot.com

konsumsi ikan asin); Mack.Pr. 21 (10 ), Lt. H.G. J ourdan, “Report on J apan and Wirosobo (Laporan
tentang J apan [pasca-1838, Mojokerto] dan Wirosobo)”, 28-4-1813:350 ; Berlin SB MS. Or. Fol.
568 (Raden Adipati Cakranagara I, “Diary of the Purworejo Regency, 18 33– 60 ” [Buku harian
Kabupaten Purworejo, 1833– 1860 ]) (seterusnya: Cakranagara, “Diary”), 5, 17 (tentang kerbau liar
[banteng], rusa, babi hutan, ayam hutan [ayam alas], dan merak yang ditangkap oleh penduduk
setempat dan dikirim ke Keraton dan Kabupaten Purworejo [Bagelen] sebagai kudapan bagi para
raja dan bupati).
52 KUASA RAMALAN

selatan, dan tentang garam, penduduk setempat lebih menyukai buat an


pantai selatan yang sangat asin daripada buatan pantai utara.126
Nam un terdapat banyak perbedaan pola m akan m enurut wilayah:
di Kedu, m isalnya, yang m enghasilkan buah dan sayuran, penduduk
tam pak n ya m em pun yai pola m akan yan g lebih baik dar ipada di
beberapa kabu paten sekitarnya seperti Karangkobar, Ledok, Gowong,
dan Selomanik di mana bahan pangan semacam itu langka.127 Makanan
yang lebih khusus lagi, seperti terasi, yang dibuat di pantai utara, banyak
dinik m ati di J a wa tengah-selatan pada m asa itu sebagaim ana halnya
dengan telur ayam dan telur bebek, khususnya telur asin bebek Moskwa
yan g ber gu n a dalam perjalan an jauh (Raffles 18 17, I:98 – 9). Satu-
satunya bahan pa ngan yang tampaknya tidak banyak diolah berasal dari
susu yang ke lihat annya tidak digemari oleh orang J awa.128
Gam baran gaya hidup “bersahaja” para tani penggarap dan buruh
harian di J awa tengah-selatan pada awal abad kesembilan belas diberikan
oleh J .W. Winter dalam penuturannya mengenai Surakarta antara 180 6
dan 1820 (Winter 190 2:49). Ia menceritakan bagaimana seorang petani
biasa nya berangkat sambil berdendang menuju sawahnya sebelum fajar
me nyingsing pada jam lima setiap pagi. Makan pertamanya baru ia sen-
tuh pada tengah hari. Makan kedua akan dinikmatinya dekat menjelang
magrib ketika pulang ke rumah, tapi sebagian petani hanya makan sekali
sehari. J arang sekali ia menyalakan lampu minyak, tapi lebih mengan-
dalkan cahaya api tungkunya yang biasanya berada di tengah rumah dan
dinya lakan baik untuk m endapatkan kehangatan m alam hari m aupun
untuk menghalau kerubungan nyamuk.
Rumah dan gubuk petani J awa waktu itu biasanya sederhana saja:
yang disukai adalah rum ah beratap lim as (om ah lim asan). Dalam hal
ini, gaya seni bangunan petani di J awa tengah dan timur kurang pa ten

126 Dj.Br. 3, F.G. Valck, “Algem een Verslag der residentie Djokjokarta over het jaar 1836” (Laporan
Umum tentang Keresidenan Yogyakarta tahun 1836), 31-3-1837, di mana Valck mencatat bahwa
m es ki garam buatan pantai selatan ham pir sepuluh kali sem ahal buatan pantai utara (di bawah
mono poli pemerintah jajahan sejak 1814, IOL G21/69, Order of Lieutenant-Governor [T.S. Rafles]
in Council tentang berlakunya monopoli garam, 29-11-1814), orang J awa di daerah kerajaan lebih
me nyukai garam pantai selatan itu karena rasa dan aromanya. Orang hanya bisa menduga bahwa
dua “soko guru kehidupan” itu—beras dan garam—mungkin sudah menimbulkan getar kerohanian
bagi orang J awa karena dua-duanya berasal dari kerajaan dewi padi, Dewi Sri, dan dewi laut
selatan, Ratu Kidul. Lihat lebih jauh Houben 1994:89; Bab VIII catatan 126.
127 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:234– 7, 245– 6; Hogendorp 1531 pt.b, Willem van Hogendorp,
bacaan-indo.blogspot.com

“Over den Staat van J ava” no.1 (Kedu, 1827), 80 (pola makan penduduk Kedu yang lebih baik dan
ekspor bawang dan kembang kol ke pantai utara/ pasisir); Crawfurd, “Sultan’s country”, 75– 7 (ten-
tang buah, sayur, dan kacang yang ditanam di kawasan Merapi-Merbabu). Lebih jauh lihat Bab IX
catatan 80 .
128 Rafles 1817, I:96; Crawfurd, “Sultan’s country”, 90; “Report on Pachitan”, 194 (tentang sangat ren-
dahnya hasil susu sapi J awa dan kurangnya bahan susu dalam makanan); Carey 1977:310 (tentang
niaga susu antara Kedu, Boyolali, dan Keraton oleh para bekas serdadu sepoy).
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 53

diban dingkan dengan di kawasan pegunungan sebelah barat (Priangan)


akibat langkanya bahan bangunan yang sesuai. Hal ini juga sebagian
karena Belanda makin berkuasa di hutan-hutan jati di provinsi wilayah
tim ur yang berbatasan dengan pantai, suatu m asalah yang akan dibi-
carakan lagi dalam bab selanjutnya.129 Menurut Winter, ambisi rata-rata
petani penggarap J awa sangat bersahaja, yaitu terbatas pada menabung
secukupnya untuk membeli seekor kerbau yang akan memungkinkan dia
bebas mengerjakan sendiri lahannya selama setengah hari. “Kemudian,”
me nurut Winter, “ia [menganggap dirinya] kaya dan merasa lebih nik-
mat daripada orang yang paling berpunya” (Winter 190 2:48).
Gaya hidup seorang kuli J awa atau anggota barisan kuli panggul
di kota keraton bahkan lebih keras lagi. Winter melihat bahwa mereka
sering tidur di alam terbuka pada m alam hari ketika sedang bekerja
memikul barang di jalan raya, dan bahkan bila tak ada pekerjaan, mereka
hanya kem bali ke gubuk reyot m ereka. Tem pat tidur m ereka biasa nya
tikar kasar anyam an daun kelapa yang diletakkan saja di atas tanah.
Sepa sang pakaian seadanya yang terdiri dari tutup kepala, kemeja, dan
ce lana kolor, sem ua terbuat dari kain kasar yang dibeli sekali setahun
dari pedagan g pakaian bekas. Itu saja pakaian m ereka. Bila sem ua
itu dicuci di suatu sungai sekali dua bulan, sang kuli berbaring saja
di bawah terik m atahari sam pai pakaiannya kering. Meskipun be gitu
bersahaja dalam pakaian dan cara hidup, Win ter m en gan ggap, kuli
panggul lebih berada daripada penghuni gunung yang miskin di daerah-
daerah pedalam an yang berbukit yang pakaiannya cum a sehelai cawat
(Winter 190 2:48).

Pernikahan dini dan nilai anak


Meskipun petani J awa hidup bersahaja, hanya ada sedikit ham batan
un tuk kawin, dan para pengam at Eropa m encatat bahwa lum rah bagi
orang J awa di pedesaan nikah dini: pria sekitar enam belas tahun dan
pe rem puan antara tiga belas dan em pat belas tahun.130 Hal ini karena
pernikahan jelas punya keuntungan inansial: perempuan umumnya
diakui lebih teram pil daripada pria dalam m asalah uang dan m ereka
biasanya memberi sumbangan penting pada pendapatan rumah tangga
berkat kegiatan mereka di pasar (Rafles 1817, I:353).
bacaan-indo.blogspot.com

129 Lihat Bab V dan VI.


130 Rafles 1817, I:70; Crawfurd “Sultan’s country”, 149; “Report on Pachitan”. Keadaannya sama saja
de ngan masyarakat keraton, lihat Bab II tentang hal-ihwal usia ibu dan ayah Diponegoro saat ia
dilahirkan pada 11-11-1785. Geertz 1961:56, memaparkan pernikahan usia muda di kalangan pe-
rempuan J awa sekitar 1960 .
54 KUASA RAMALAN

H idup m em bujan g juga dipan dan g ham bar dalam kebudayaan


J awa: Crawfurd mengisahkan bahwa “perawan tua nyaris tidak dikenal
di ka langan perempuan J awa ka rena betapa tua dan jelek pun, perem -
puan tidak pernah sulit dapat suami”.131 Perceraian juga sering terjadi di
dalam m asyarakat desa J awa dan pa sangan suam i-istri akan berpisah
han ya den gan sedikit upacara gun a m en dapatkan pasan gan baru.
Praktik ini agaknya begitu lazim sehingga dalam perjalanan inspeksinya
Crawfurd dipertemukan dengan orang-orang, laki dan perempuan, yang
masing-masing telah pernah “kawin” sepuluh atau dua belas kali.132
Para sosiolog pedesaan modern telah menunjukkan bahwa cerai ber-
kali-kali biasanya berarti angka kelahiran m akin kecil per perem puan
dan jarak waktu antar-kelahiran makin lama, tapi jelas bahwa anak di-
nilai tinggi oleh para petani penggarap di pedesaan J awa tengah-se latan
pa da m a sa itu dan anak m em ainkan peranan penting dalam per eko -
nomian kaum tani Jawa (White 1975:127–46). Menurut Rafles (1817,
I:70 , 10 9), bagian ter besar petani cenderung punya keluarga de ngan
de lapan hingga sepuluh anak, yang hanya separonya bisa bertahan hi-
dup sam pai rem aja. Anak kecil m enjadi beban ekonom i bagi orangtua
ha nya dalam tempo yang sangat singkat dan, jika mereka bisa bertahan
hidup ter hadap ancaman penyakit menular seperti cacar, mereka se gera
m en jadi pem bantu yang penting di rum ah dan di ladang. Anak lelaki
ter kadang diberi sedikit waktu untuk pelajaran agam a di bawah asuh-
an se orang kaum atau m odin setem pat, tapi kebanyakan segera m ulai
be kerja begitu m ereka berusia delapan tahun.133 Pada tahap ini anak-
anak laki diajari dasar-dasar pertanian, sedang anak-anak gadis m en-
dapat pe lajaran memintal dan menganyam atau menenun dari pe rem-
puan yang lebih tua dalam keluarga—suatu pekerjaan yang mereka la-
kukan, m e nurut Winter, “siang dan m alam ”, dengan hasil berupa kain
kasar un tuk keperluan keluarga dan kain halus untuk dijual ke pasar
(Winter 1902:50; Rafles 1817, I:86; Lettres de Java 1829:10 1). Sebagian
ikut ser ta m elakukan pekerjaan di ladang, khususnya bercocok tanam

131 Crawfurd, “Sultan’s country”, 149.


132 Crawfurd, “Sultan’s country”, 150 ; J ourdan, “Report on J apan and Wirosobo”, 349 (tentang sering-
nya perceraian dan perselingkuhan yang dilakukan oleh perempuan di wilayah timur).
133 Dj.Br.1911, F.V.H .A. de Stuers (?), “In leidin g tot de geschieden is van den oorlog op J ava”
bacaan-indo.blogspot.com

(Pengantar untuk sejarah Perang J awa) (seterusnya: De Stuers, “Inleiding”), t.t., 37 (tentang
pengajaran m engaji [turutan] untuk anak-anak desa, salat, dan baca huruf Arab [alip-alipan]
sejak usia tujuh tahun); AN, Kabinet 1431, 19-9-1831, Sekretaris Keresidenan Kedu (Magelang)
kepada J ohannes van den Bosch (Batavia), 29-9-1831 (tentang keengganan orangtua membiarkan
anak-anak mereka terlalu lama di pesantren karena mereka diperlukan untuk kerja tani); Winter
190 2:49 (tentang diabaikannya pendidikan resmi bagi anak-anak di kalangan petani dan perhatian
penuh pada pelatihan tani dan anyam).
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 55

dan pa n en padi, kegiatan yan g dian ggap khusus un tuk perem puan .
J adi, keluarga yang besar m erupakan m odal penting bagi para petani
penggarap yang punya kesem patan m em buka lahan baru, sekalipun
mereka terus-me nerus menghadapi tuntutan pajak yang semakin tinggi
dan rodi yang sewenang-wenang dari raja dan penguasa tanah-jabatan
(Rafles 1817, I:70).

Dunia kejahatan di pedesaan, jaw ara dan para jago


Ada dua hal yang m engham bat kem akm uran negaragung pada m asa
ini: kurangnya rasa am an di pedesaan dan m akin banyaknya tuntutan
yang m em beratkan dari pihak pem erintah kerajaan, khususnya dalam
m a sa kekuasaan Sultan Yogya yang kedua. Masalah keam anan telah
disinggung dalam kaitannya dengan tak m enentunya penataan m asa
jabatan, pe rang desa (catatan 45), dan kegiatan golongan num pang atau
buruh tani.
Kita telah melihat bagaimana sebagian buruh tani beralih ke dunia
ke jahatan setelah meninggalkan desa mereka. Sebagian lain bergabung
de ngan gerom bolan garong dan ram pok yang m enghantui pedesaan.
Me reka ini sering dipimpin oleh tokoh setempat yang disegani. Dikenal
se bagai jago (“ayam laga”), m ereka dikenal luas m em punyai ilm u tak
m em pan senjata (kebal) dan tenaga dalam m andraguna (Onghokham
1975:63– 9; Anderson 1972:9). Beberapa tahun sebelum Perang J awa,
jago semacam itu menyediakan kepemimpinan setempat dalam sejumlah
besar perang antar-desa, atau membantu memperluas perbatasan desa
dan m em pertahankan kepentingan desa itu. Selam a Perang J awa itu
sen diri, banyak di antaranya yang diangkat oleh Diponegoro m enjadi
ko mandan tentara di wilayah masing-masing (Carey 1981a:243 catatan
36). Beberapa di antara orang seperti ini disebut oleh Eric Hobsbawm
se bagai “social bandits” (garong berjiwa sosial): pem uka desa “yang
tetap tinggal bersama masyarakat tani, dan yang dianggap oleh pendu-
duk sebagai pahlawan, jago, jawara, pejuang keadilan, malah boleh jadi
sebagai pem im pin kem erdekaan ”. Majikan dan pejabat pem erin tah
yang kejam , terutama orang Tionghoa pem ungut cukai jalan raya atau
ban dar, m erupakan m usuh bebuyutan m ereka. Mereka juga tidak
m un gkin m eram pas hasil pan en petan i di wilayah m ereka sen diri.
bacaan-indo.blogspot.com

Selebihnya jelas m ereka lebih m erupakan peram pok sem ata, penjahat
desa yang suka m elakukan kejahatan apa saja atas perintah atasannya
atau dem i ke un tun gan sen diri. Den gan dem ikian m ereka kuran g
memiliki hubungan khusus dengan penduduk setempat yang membuat
56 KUASA RAMALAN

ke-jago-an jadi bersifat sosial (Hobsbawm 1969:13– 5).


Suatu penggambaran yang bagus mengenai seorang jago, mungkin
ber dasarkan seorang tokoh yang benar-benar pernah ada yang menjadi
salah satu pendukung Diponegoro di Kedu,134 dapat dibaca dalam Babad
Dipon egoro versi Surakarta. Dalam suatu pertikaian den gan pa ra
pendukung sang Pangeran m engenai pem buatan jalan raya yang m e-
lewati tanah pekarangan Pangeran di Tegalrejo pada J uli 1825, yang me-
ru pa kan pemicu pecahnya Perang J awa,135 orang itu digambarkan dalam
n as kah tersebut sebagai san gat m en an tan g sam bil sesum bar (Carey
1981a:28– 9):

III. 18 Ayolah orang-orang Diponegoro


m undur sajalah secepatnya!

19 Masa belum dengar juga


bahwa aku ini jawara pilihan,
seorang kepala [ram pok] [dan] pem uka di Kedu
buat para jawara Parakan.
Yang bernam a senjata tem paan tidak m em pan padaku!

Unsur-unsur sumbar dan kekebalan yang merupakan sokoguru wi-


ba wa sang jago ditam pilkan dengan bagus di sini. Seorang jago yang
le bih hebat lagi dan rasa gentar orang banyak bisa dilihat dalam sua-
tu laporan Belanda m engenai seorang pem im pin pem berontak atau
kram an dari Cirebon yang m engungsi ke Bagelen pada 180 8. Digam -
bar kan bertubuh pendek dengan cambang lebat dan mengenakan rom pi
panjang m elam bai-lam bai yang terbuat dari kain linen (kabay a ging-
gang), orang ini menimbulkan rasa hormat berkat kekuatan gaib yang
dipercaya ada pada dirinya. Para pejabat kerajaan pun kesulitan me nyu-
ruh penduduk setempat mendekati lelaki itu, apalagi bekerja sama un-
tuk menangkapnya.136
Beberapa jago setempat punya kedudukan di pemerintahan pro vinsi
dan pada 180 7 seorang Residen Belanda di Yogyakarta mengeluh bah wa
sejum lah pem uka wilayah kabupaten bertindak sebagai kepala ge rom -
bolan ram pok.137 Sikap kepahlawanan dan penuh sem angat pen du duk
bacaan-indo.blogspot.com

134 Untuk penggambaran seorang biang jawara di Kedu timur-laut yang mendukung Diponegoro dan
yang mungkin merupakan orang yang sebenarnya jadi sumber penggambaran ini, lihat Louw dan
De Klerck 1894– 190 9, III:90 – 1.
135 Lihat Bab X bagian “Pecahnya Perang J awa”.
136 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 2-8-180 8; Nagtegaal
1996:190 – 1, 20 9– 12 (tentang peranan santri sebagai kram an dan para pemimpin jawara).
137 Dj.Br. 38, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Raden Adipati Danurejo II (Yogyakarta), 10 -12-
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 57

Yogyakarta bila dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lebih


santai di Surakarta m enarik perhatian seorang pejabat Belanda yang
m en ga takan bahwa bagian terbesar pem im pin jawara yan g berhasil
di J awa tengah-selatan berasal dari daerah kekuasaan sultan (Van der
Kemp 1897: 14 catatan 1). Demang J oyomenggolo, pemungut pajak desa
makmur Samen di sebelah selatan Yogya, justru merupakan sebuah con-
toh pejabat kecamatan yang berhasil merangkap sebagai seorang jawara
dan “social bandit”. Terkenal sebagai seorang pakar pembuat mesiu, ia
ke mudian menjadi pemimpin semua jawara pendukung Diponegoro di
ka wasan sebelah selatan ibu kota kesultanan (Carey 1981a: 243 catatan
36, 275 catatan 166).
Sejumlah desa yang letaknya strategis di sepanjang jalan raya, tem-
pat penyeberangan sungai, dan daerah perbatasan, di mana ada ba nyak
kesempatan buat penyelundupan dan perampokan, digunakan se bagai
markas garong dan rampok. Satu di antara desa tersebut di lereng Gu-
nung Merbabu, yang termasuk daerah kekuasaan Yogya dan ber pen du-
duk cu kup banyak, tam pak begitu m enyeluruh dikuasai oleh para pe-
m im pin garong, sehingga sem ua penduduk, bahkan sam pai ke ustaz
de sa, terlibat dalam peram pokan ke daerah tetangga yang term asuk
wila yah kekuasaan Belanda.138 Desa Tempel di daerah Sleman yang ter -
belah oleh jalan raya pos Yogya-Magelang merupakan satu lagi mar kas
jawara: penduduknya agaknya berburu korban di keramaian jalan raya
itu (dinding tem bok di kedua sisi jalan raya pos itu dijadikan tem pat
persem bunyian yang am an) dan kem udian m eneror tanah per tanian
yang disewa oleh orang Eropa di lereng Gunung Merapi selama tahun-
tahun menjelang Perang J awa.139
Demikian juga halnya dengan permukiman sepanjang Sungai Progo.
J awaranya m enguasai tem pat-tem pat penyeberangan penting, seperti
Man giran dan Kam ijoro. Mereka kon on diun dan g oleh Dipon egoro
pada pertengahan J uli 1825 untuk m engatur perlawanan sebelum pe-
cahnya Perang J awa (Carey 1981a:243 catatan 36). J elegong dan satu
per m ukim an lain lebih jauh ke utara, yang penduduknya ditakuti dan

180 7.
138 Dj.Br. 38, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 3-12-180 7. Ten-
bacaan-indo.blogspot.com

tang makin seringnya terjadi peristiwa perampokan di daerah-daerah perbatasan, lihat Hobsbawm
1969:16– 7; Nagtegaal 1996:182– 3, 190 – 1, 20 9– 12.
139 Dj.Br. 52, A.H. Sm issaert (Yogyakarta) kepada Algem een Secretaris (Batavia), 5-9-18 23; A.H.
Sm issaert (Yogyakarta) kepada Hendrik MacGillavry (Surakarta), 6-9-18 23. Dinding tem bok
itu kem udian dibongkar pada awal Perang J awa untuk m encegah konvoi Belanda disergap oleh
pasukan Diponegoro, Dj.Br. 81, A.H. Smissaert (Yogyakarta) kepada Raden Adipati Danurejo IV
(Yogyakarta), 11-8-1825.
58 KUASA RAMALAN

dihorm ati, juga dikabarkan telah m em berikan bantuan kepada sang


Pangeran (Carey 1981a:262 catatan 112, 282 catatan 197). Dikenal sebagai
“pe m uka para pem buru” (tuw a buru), m ereka hidup dari m enangkap
m acan dengan perangkap untuk dipakai dalam pertandingan tom bak
macan atau ram pog m acan di kawasan keraton, suatu pekerjaan yang
sulit dan berbahaya yang berkaitan dengan penggunaan jam pi-jam pi
ra ha sia dan keberan ian yan g luar biasa (D’Alm eida 18 64, II:35– 7;
Brandes 190 0 :184; Kartomi 1976, V:9– 15, VI:7– 13; Carey dan Hoadley
20 0 0 :31).
Banyaknya kaitan antara para jago/ jawara daerah-daerah Yogya dan
Diponegoro—kaitan yang bahkan hingga hari ini m erupakan sasaran
ke cam an orang-orang Yogya 140 —m enegaskan pentingnya peranan du-
nia hitam di pedesaan J awa pada awal abad kesem bilan belas, yakni
hu bungan akrab antara pem uka ram pok tertentu dengan bangsawan
keraton. Beberapa anggota keluarga sultan m enjadi terkenal sebagai
penyan dang dana bagi para jawara pada awal abad kesembilan belas.141
Seorang bangsawan muda, Pangeran Mangkudiningrat II, keponakan
Diponegoro, kem udian bahkan m elaporkan dukungan yang diberikan
unsur-unsur dunia kejahatan di masyarakat pedesaan J awa kepada pa-
m annya (Bab IX). Keponakan Diponegoro ini m em punyai tanah yang
diam bil kem bali dalam m asa kekuasaan Sultan keem pat (1814– 1822)
ka rena ia secara berangasan m em akai para jago dalam penyerangan
ter hadap pos-pos pungutan cukai yang dijalankan oleh orang-orang
Tionghoa.142 Walaupun bagian terbesar kaitan antara priyayi dan para
jawara dijalin demi uang, ada sebagian demi tujuan politik. Diandalkan-
nya dukungan para jawara oleh Diponegoro selama Perang J awa sudah
kita ketahui. Para jawara juga terlibat dalam pemberontakan pamannya,
Pa ngeran Diposono, di Kedu pada Februari 1822.143 Sultan kedua sendiri
m e m an faatkan para jawara dem i keduan ya, yakn i uan g dan tujuan
politik. Suatu laporan tahun 18 0 1 m encatat bahwa ia tam pak sangat

140 Diponegoro masih tetap dibandingkan dengan kakek-buyutnya, Sultan Mangkubumi, di beberapa
kalangan Yogya karena Sultan Mangkubumi tidak mengandalkan para jawara selama perang yang
dilancarkannya terhadap Belanda (1746– 1755), wawancara B.P.H. Adinegoro, Yogya, 8-12-1971;
W.S. Rendra, Yogya, 24-2-1972.
141 Dj.Br. 38 , Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 3-2-18 0 7;
Waterloo, “Mem orie van Overgave”, 4-4-180 8, m erujuk pada nam a-nam a pangeran Yogya yang
bacaan-indo.blogspot.com

punya hubungan dengan para jawara: Ngabehi, Pam ot, Dem ang, dan Abubakar (Dipowijoyo I).
Tentang hubungan mereka dengan keluarga besar sultan, lihat Apendiks VIII.
142 GKA, Exhibitum, 20 -9-1830 no. 56k, geheim verbaal, wawancara Pangeran Mangkudiningrat II,
13-4-1830 ; Dj.Br. 9B, F.G. Valck (Yogyakarta) kepada J ohannes van den Bosch (Batavia), 22-4-
1831; AN, Besluit van den Gouverneur-Generaal, 6-12-1831 La F, Nota F.G. Valck, 22-10 -1831;
Meinsma 1876:131.
143 NA, Besluit van den Gouverneur-Generaal in rade, 7-3-1822 no. 34.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 59

enggan m em batasi kegiatan m ertuanya, Kiai Adipati Purwodiningrat,


Bupati Magetan (menjabat 1797– 1810 ), yang menyokong para jawara di
wilayahnya karena Sultan mendapat banyak rejeki dari mereka.144 Enam
tahun kem udian , Sultan dicurigai telah terlibat den gan gerom bolan
ram pok berperalatan len gkap yan g digulun g oleh pasukan berkuda
Belanda setelah menyerang seorang Tionghoa pemungut cukai jalan di
Salatiga.145 Se mentara itu, penyergapan yang dilakukan oleh sekelompok
ja wara di kawasan pegun un gan J am bu di Kedu utara atas Residen
Yogya, Pieter Engelhard (menjabat 180 8, 1810 – 1811), jelas merupakan
usa ha berlatar belakan g politik yan g didukun g oleh Raja. 146 Ketika
itu Residen yan g kuran g disukai dan sakit-sakitan itu bepergian ke
Semarang setelah serah terima jabatannya pada pertengahan November
1811 kepada Residen Inggris, J ohn Crawfurd.
Di daerah-daerah wilayah timur kewibawaan politik bupati setempat
banyak tergantung pada pem anfaatan unsur-unsur dunia kejahatan di
pedesaan. Di sini perampokan demi uang merajalela dan para pemimpin
jawara tidak begitu pandang bulu terhadap calon korban m ereka. Se-
bagaim ana sudah kita lihat, gengsi Bupati Wedana Kesultanan untuk
Madiun, Raden Ronggo Prawirodirdjo III (?1779– 1810 ; menjabat 1796–
1810 ), yang juga merupakan cucu seorang tokoh jago dari Sukowati, se-
ba gian besar bersum ber pada keteram pilannya m em anfaatkan gerom -
bolan peram pok. 147 Mem an g, kegiatan jawara di provin si-provin si
se be lah tim ur begitu m erebak sehingga di beberapa kawasan seperti
halnya J ipang (Rajegwesi), jumlah penduduk mulai merosot tajam. Pada
1813, Residen Inggris, Letnan George Richard Pemberton (1789– 1866),
m ela porkan bahwa “keluarga dem i keluarga” telah m eninggalkan dae-
rah itu karena “begitu banyak maling di kawasan itu sehingga tidur pun
susah”. Tanahnya yang subur telah terbengkalai sehingga banyak tem-
pat di sana menjadi daerah buas dan telantar.148

144 Dj.Br. 48, J .G. van den Berg (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 8-11-180 1, 29-
9-180 2, 22-11-180 2, di m ana Van den Berg m encatat bahwa gerom bolan ram pok lebih banyak
ber tin dak selama musim kemarau (Mei-November) daripada di musim hujan (November-April).
145 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Raden Adipati Danurejo II (Yogyakarta), 15-6-
180 8, yang melaporkan tentang dirampasnya sepucuk bedil bagus senilai 20 0 ringgit Spanyol dan
juga banyak pedang J epang (samurai).
146 Hageman 1857:414; BL Add MS, 45272, T.S. Rafles (Batavia) kepada Lord Minto (Kolkata), 21-1-
1812. Tentang tindakan serupa yang dilakukan oleh suatu gerombolan jawara Yogya yang dicurigai
m e ram pok m uatan kereta Residen Inggris untuk Surakarta, Hugh Hope (m enjabat 1812– 1813),
bacaan-indo.blogspot.com

November 1812, S.Br. 24, J ohn Crawfurd (Yogyakarta) kepada Hugh Hope (Surakarta), 2-11-1812.
147 Lihat Bab VI; dan Nagtegaal 1996:184– 5 tentang penggunaan pengawal bersenjata di kalangan
priyayi pantai utara dan para penguasa Madura pada awal abad kedelapan belas.
148 Mack.Pr. 21 (9), G.R. Pem berton, “Report on Djiepan” (Laporan tentang J ipang) (seterusnya:
Pemberton, “Djiepan”), 1-4-1813, 335–6; IOL Eur. F 148/23 (Secret & Political no.1), T.S. Rafles
(Batavia) kepada Lord Minto (Kolkata), 6-8-1812. Tentang sifat penduduk J ipang yang oleh Pieter
Herbert Baron van Lawick van Pabst (Residen Rembang, menjabat 1823– 27) dilukiskan se bagai
60 KUASA RAMALAN

Gambar 8. Seorang Jayeng Sekar (polisi berkuda) awal abad kesembilan belas.
Dikut ip dari Hardouin dan Rit t er 1853–55:236.

Tampaknya demikian juga halnya dengan provinsi tetangga di wila-


yah timur termasuk Surakarta, J ogorogo, di mana gerombolan ram pok,
bacaan-indo.blogspot.com

yang berm arkas di daerah-daerah pegunungan, m eram pok desa-desa

“term asuk yang paling buruk dan paling sulit diperintah di seluruh J awa”, Louw dan De Klerck
1894-190 9, III:360 .
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 61

setem pat dan m en yelun dupkan m adat. 149 Suatu wawasan m en gen ai
be ta pa m a raknya kegiatan jawara di daerah-daerah wilayah tim ur ini
da pat diper oleh dari penggam baran serangan atas gerbang cukai yang
dike lola oleh seorang Tionghoa dan nam a perm ukim an yang disebut
“Bunder” (berasal dari kata Melayu-J awa, bandar, pintu cukai, gerbang
cukai). Peristiwa itu terjadi di perbatasan Kertosono dan Surabaya pada
25 Mei 180 8, m elibatkan tidak kurang dari 250 jawara bersenjatakan
tom bak panjang, gada, dan obor.150 Masalah keamanan di daerah-daerah
ini menjadi lebih genting lagi akibat kebijakan Sultan kedua yang mem-
buang semua penjahat dari Yogya ke wilayah timur, dan membuat bupati
wedana bertanggung jawab mengawasi mereka.151 Kita akan m elihat di
bawah, dalam masa kekuasaan Marsekal Daendels (180 8– 1811), seluruh
m a salah dun ia hitam di pedesaan dan serbuan -serbuan perbatasan
dengan kawasan yang dikuasai oleh pem erintah jajahan m elibatkan
Keraton Yogya dan kepala-kepala daerah wilayah tim ur dalam suatu
krisis yang menewaskan Bupati Wedana itu.152

Angkatan kepolisian
Kebijakan yang diambil oleh pihak keraton atau bahkan oleh pihak pe-
me rintah jajahan untuk membentuk suatu sistem kepolisian yang baik,
sangatlah sedikit.153 Pada 1808, Daendels, dengan mengambil contoh dari
Majapahit (Stutterheim 1948:65), m em bentuk suatu pasukan berkuda
yang dikenal sebagai J ayeng Sekar, yang berasal dari anak-anak keluarga
peja bat keraton yang cukup berada dan digembleng oleh pelatih-pelatih
Eropa. Tapi pasukan itu terlalu kecil untuk bisa menimbulkan dampak
di pe de saan. Sesungguhnya, tugas-tugas J ayeng Sekar pada umumnya
ter batas pada patroli malam hari di kota-kota yang berada langsung di
bawah kekuasaan pemerintah jajahan, seperti mengawal narapidana dan
barisan pengantar uang serta mendampingi para pejabat ketika mereka
melakukan perjalanan tugas. J ika timbul kericuhan, seperti yang ter jadi
pada Februari 1822 di Kedu ketika Pangeran Diposono, pam an Sultan
keem pat, m em berontak, satu pasukan kavaleri yang terdiri dari orang

149 S.Br. 127, “Oostelijke montjo-negorosche landen”, 1830 .


150 S.Br. 38 , Laporan m ata-m ata Ron owijoyo (Bun der) kepada Raden Adipati Dan urejo II
(Yogyakarta), 31-5-18 0 8 . Tentang peram pokan di Bunder dan akibat-akibatnya, lihat Bab V
bacaan-indo.blogspot.com

catatan 128.
151 Dj.Br. 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 28-2-180 6,
yang m encatat bahwa Raden Ronggo begitu cem as akan dikenai denda berat jika ada di antara
penjahat yang dibuang itu m enyusup kem bali ke Yogya, sehingga ia m enghukum m ati sebagian
besar mereka.
152 Lihat Bab VI.
153 Crawfurd, “Report on Cadoe”, 30 9; J ourdan, “Report on J apan and Wirasaba”, 356.
62 KUASA RAMALAN

Gambar 9. Seorang penj ahit Tionghoa dan pembant unya di Jawa pada awal
abad kesembilan belas. Sket sa oleh seniman Belgia A.A.J. Payen (1792–1853).
Fot o dikut ip dari koleksi A.A.J. Payen (Sket chbook E/ 78). Seizin Museum
Volkenkunde, Leiden.

Eropa dari Semarang terpaksa dikerahkan untuk memperkuat pa sukan


polisi di Magelang.154
Cara kerja polisi, baik di daerah kerajaan mau pun di wilayah ke kua-
sa an pemerintah jajahan, sangat tergantung pada jaringan informan dan
m ata-m ata polisi. Penyiksaan, bukan kerja re serse, digunakan untuk
mendapatkan pengakuan dari tersangka, khu susnya di daerah kerajaan
di mana pengadilan yang sarat penyiksaan sudah biasa dilakukan sampai
saat Rafles mengakhiri kebiasaan itu pa da Agustus 1812 (Van Deventer
1891:319, 329; Carey 1987:296; Bab VIII). Suatu gam baran m engenai
cara kerja polisi kerajaan waktu itu da pat diperoleh dari ceritera dalam
Babad Diponegoro versi Surakarta ten tang pasukan polisi Macanan
(“para m acan”) yang bertanggung jawab atas keam anan di ibu kota
kerajaan (Carey 1981a:20 – 1, 28– 9, 249 catatan 55):
bacaan-indo.blogspot.com

154 Rafles 1817, I:299; Lettres de Java 1822:20; Van der Chijs 1895–97, XV: 164–6, XVI: 545–6; Bab
IX catatan 154 (tentang pemberontakan Pangeran Diposono di Kedu pada Februari 1822) ; Baud
91, P. le Clercq, “Copie Verslag Kedoe”, 1823, 8– 9 (tentang pasukan J ayeng Sekar yang terdiri dari
35 orang di Magelang waktu itu).
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 63

II. 15 Mereka bertindak sesuka hati


tugas m ereka berjaga m alam
[dan] berkeliling ke seluruh penjuru ibu kota.
Mereka m elihat para penjahat
jika siang hari, dilarang
[m ain] gim er, keplek, dan kubuk (taruhan dengan dadu dan
uang logam ).
Sebenarnya m ereka bekas jago-jago perm ainan itu,
[dan] jika kentongan ditabuh
pada tabuhan pertam a seorang Macanan segera tiba

16 pada tabuhan ketiga


para Macanan m uncul bagai hujan turun:
[...] Macanan m uda m endadak
siap kum pulkan bukti,
penuh sem angat,
seolah berharap m em ergoki
segepok dinar m as
[...]

III. 16 [...]
Mereka berbusung dada dengan m em uji dan puas diri
tugas m ereka sehari-hari
m em ergoki orang m encuri dan m eram pok
saat orang itu dipaksa tengkurap di atas bangku,
[lalu] m ereka gebuki tanpa henti.

Pihak keraton juga m engangkat sekelom pok pejabat khusus yang di-
ke nal sebagai gunung di Surakarta dan tam ping di Yogyakarta untuk
mengawasi tugas-tugas kepolisian di pedesaan. Namun, mereka diwa jib-
kan menggabungkan tugas-tugas tersebut dengan serangkaian tanggung
jawab lain dan gaji mereka diambil dari bermacam pajak yang ber hasil
m e reka pungut di wilayah m asing-m asing. Dengan dem ikian m e reka
lebih sering m enjadi beban daripada m enjadi penolong bagi pendu-
duk se tem pat dan sejum lah lan gkah diam bil un tuk m en ghapuskan
keberadaan m ereka sam a sekali selam a pem baruan pem erin tahan
Sultan ke tiga (18 12– 18 14). 155 Urusan kepolisian juga dibuat rawan
karena lahan-lahan negaragung Yogya dan Solo terletak bersebelahan,
bacaan-indo.blogspot.com

yang ber arti bahwa para penjahat bisa dengan mudah menyelinap lewat

155 Toestand van Bagelen 1858:77; Gericke dan Roorda 190 1, II:550 – 1; Winter 190 2:33; Rouffaer
190 5:614.
64 KUASA RAMALAN

per ba tasan dan memperoleh perlindungan di wilayah lain. Penyelidikan


kejahatan yang dilakukan di daerah yang jauh dari ibu kota kerajaan
juga biasan ya m em erlukan terben tukn ya kom isi dem i kom isi yan g
tak habis-habis atas perintah patih. Itulah yang terjadi dengan sem ua
peristiwa sangat rawan di daerah-daerah wilayah tim ur dan barat dan
terka dang terjadi juga di daerah-daerah negaragung. Sebagaimana akan
dibicarakan lebih rinci dalam Bab V, beberapa usaha telah dilakukan
pada masa itu untuk menimbulkan kerja sama antara para pejabat ke-
dua keraton di bidang keam anan, terutam a dengan serangkaian ke se-
pakatan yang ditandatangani oleh patih Yogya dan Solo di Klaten pada
180 4 dan 180 8.156 Nam un tidak ada perbaikan yang pasti hingga ter-
jadinya pem isahan m enyeluruh wilayah kekuasaan keraton-keraton di
negaragung pada 1830 – 1831 (Houben 1994:143– 50 ).
J adi, sebagian besar m asalah keam anan berada di tangan orang
per orang dan masyarakat. Bagian terbesar desa di J awa tengah-selatan
diben tengi dengan pagar bam bu tebal yang diruncingkan apabila ada
la poran ten tan g m un culn ya peram pok di sekitarn ya. Di Kabupaten
Purbolinggo di Kedu selatan, masalah keamanan begitu rawan sehingga
desa-desa dikelilingi benteng dari batu.157 Banyak kelompok masyarakat
setem pat yang juga m em iliki persediaan senjata dan para petani J awa
biasa nya m em bawa sebilah keris ketika pergi ke ladang atau sawah.
Biasa nya m ereka m ahir juga m enggunakan senjata tradisional J awa
seperti gada, tombak, dan bandering. Keahlian militer semacam itu ter-
bukti menjadi sangat penting bagi Diponegoro selama Perang J awa.158
Per lindungan bagi orang Tionghoa pemungut cukai jalan di kawasan-
ka wasan terpencil tergantung pada para pengawal pribadi mereka yang
diam bil dari para kuli Tionghoa peranakan yang bekerja di sana. Di
provinsi-provinsi wilayah timur yang keamanannya rawan, misalnya di
mana pemungut cukai jalan sering mempunyai persediaan pangan dan
penjara untuk m enahan para penjahat, m enurut laporan Belanda para
bandar berpengaruh m em elihara “serdadu pribadi” m ereka sendiri.159

156 Dj.Br. 42 (ii), “Kopij boek van contracten Djokjo, 1755– 1812” (Buku salinan perjanjian Yogya,
1755– 18 12), 79– 8 4 (perjanjian 26-9-18 0 8 ), 8 7– 96 (perjanjian 27-9-18 0 4). Lihat IOL Eur. F
148/ 18, “Mem oirs of J ava at the tim e of the capture. Collected by Captain [William ] Robison”
(Kisah-kisah Pulau J awa pada saat diam bil alih [Inggris]. Dikum pulkan oleh Kapten [William ]
Robison), 24-9-1811, untuk terjemahan dalam bahasa Inggris. Lebih jauh lihat Bab V catatan 134.
bacaan-indo.blogspot.com

157 Dj.Br. 1911, De Stuers, “Inleiding”, 2– 4.


158 Rafles 1817, I:295; Dj. Br. 1911, “Inleiding”, 9.
159 KITLV H 395, Chevallier, “Rapport”, 15-6-1824; Crawfurd, “Report on Cadoe”, 281, merujuk pa-
da biaya besar yang ditanggung oleh orang Tionghoa pemungut pajak guna melindungi diri sen-
diri dan harta m ilik m ereka “di negeri di m ana m ereka tidak disukai dan juga tidak dihorm ati”;
S.Br. 8911, H.J . Dom is (Sem arang) kepada J .I. van Sevenhoven (Surakarta), 25-4-1824, tentang
pengawal pribadi berdarah Tionghoa dan Benggala yang dipelihara oleh J .A. Dezentjé di daerah
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 65

Rum ah-rum ah oran g Tion ghoa dan Eropa di J awa ten gah-selatan
juga dipasangi jendela dan pintu kayu tebal yang m em ungkinkan para
pen ghun i berlin dun g terhadap seran gan m en dadak, suatu hal yan g
bukan tidak diperhatikan oleh para peram pok yang sering m em bawa
kampak kalau hendak merampok harta orang asing.160
Di ibu kota-ibu kota kerajaan, di mana terdapat banyak kuli pang-
gul, pengem is, dan pengangguran, para petinggi keraton m em punyai
kebiasaan jalan ber iringan dalam rom bongan besar dem i keam anan
pribadi dan juga untuk pamer.161 Serba bahaya yang ter kait erat dengan
pedesaan yang ra wan juga tecerm in pada pola-pola niaga: Crawfurd
m encatat bahwa sau dagar yang paling ber hasil pada waktu itu adalah
para raja itu sen diri, bukan karena keteram pilan niaga m ereka, tapi
karena m am pu m em per sen jatai arm ada perahu m ereka di Bengawan
Solo melawan pe rom pak dan menyediakan pengawalan tangguh untuk
kailah kereta da gang mereka yang menuju Semarang.162

Sistem pajak Yogy a dan w ilay ah tim ur


Selain masalah keamanan yang rawan, masalah kedua yang merundung
tani penggarap pada m asa itu adalah m eningkatnya beban pajak yang
dikenakan oleh para raja. Beban mereka terdiri dari empat macam pajak
dan cukai utama, yang pertama telah dibicarakan, yaitu pajeg (dari ka ta
J awa ajeg = “tetap”), pajak tetap atas hasil tanah yang biasanya dise rah-
kan dalam bentuk bahan m entah dan disebut “pajak-tanah” (Rouffaer
190 5:618; Onghokham 1975:171; Carey 1986:75– 6). Kita akan kembali ke
po kok bahasan ini sebentar lagi sehubungan dengan aneka perubahan
yang dilakukan oleh Sultan kedua untuk m enaikkan pendapatannya
pada awal 180 0 -an.
Selain itu ada tiga pajak lagi yang nilainya lebih kecil: pacum pleng
(“pajak pintu” dari kata J awa cum pleng = “bolongan”), pajak atas setiap
ru m ah tan gga sikep yan g setidak-tidakn ya di daerah wilayah tim ur

per taniannya di Am pel, suatu pasukan yang jum lahnya m encapai lebih dari 40 0 orang waktu
Perang J awa, EdD, 14-12-1826, 3-1-1827, 4-1-1827, 31-1-1827. Selanjutnya lihat Bosma dan Raben
20 0 8:10 7.
160 Nahuys van Burgst 1858:10 2; Bataviasche Courant 41, 12-10 -1825:1; S.Br. 131, “Verbalen Solo”,
catatan untuk 8-2-1819 (tentang kampak yang dipakai membelah pintu rumah janda dokter bedah
ke lahiran Braunschweig, Friederich Wilhelm Baum garten, di Yogya); Dj.Br. 51B, R.C.N. d’Abo
bacaan-indo.blogspot.com

(Yogyakarta) kepada H .G. Nahuys van Burgst (Surakarta), 23-6-18 20 (tentang kam pak yang
dibawa oleh w ong durjono yang menguras harta di pertanian milik orang Eropa di lereng Gunung
Merapi).
161 Mack.Pr. 86(1), Adams, “Souracarta”, 71– 2.
162 Crawfurd, “Sultan’s country”, 93– 4, yang mencatat bahwa para raja juga diuntungkan dengan hak
istimewa atas perahu bebas cukai (prau pengluput) di Bengawan Solo dan atas pedati yang mem-
bawa muatan ke Semarang. Lebih jauh lihat Gambar 22.
66 KUASA RAMALAN

sebagian dibayar dengan segulungan benang katun; 163 kerigaji (secara


hariah “pertemuan atau kehadiran raja”, jadi “rodi kerajaan”), kerja
bakti untuk pemeliharaan jalan di wilayah kerajaan yang biasanya bisa
diganti dengan uang yang bernilai tetap sebanyak satu ringgit Spanyol
per jung di wilayah-wilayah tim ur, tapi hanya setengah atau seper em -
patnya di wilayah negaragung (Carey dan Hoadley 20 0 0 :339– 44); dan
yang terakhir, aneka pajak dan tugas rodi tak tetap yang dikenal dengan
sejum lah nam a seperti taker tedhak, w ang bekti, gugur gunung, dan
pegaw ey an (Winter 190 2;68, 10 8– 9; Rouffaer 190 5:625– 6; Carey dan
Hoadley 20 0 0 :344– 8). Agaknya semua yang tersebut terakhir ini tidak
terlalu m em beban i di wilayah n egaragun g, tapi m erupakan be ban
sangat berat di wilayah timur di mana pajak-pajak tersebut diatur oleh
para bupati.
Sebagaim ana sudah kita lihat, sebelum Agustus 18 12, ketika ke-
wajib an-kewajiban rodi bupati wilayah tim ur di ibu kota kerajaan di-
tiadakan , 164 beban kerja yan g san gat berat ditim pakan ke pun dak
te naga kerja dari daerah-daerah wilayah tim ur. H al ini terjadi khu-
sus nya di Yogya di m ana Sultan kedua m elaksanakan aneka proyek
pem bangunan. Pada Agustus 18 0 3, residen Yogya yang segera akan
mengakhiri masa jabatannya, J ohannes Gerardus van den Berg, mem-
beritahu penggantinya bahwa jika Sultan pertam a m enahan para pe-
ja bat wilayah tim ur hanya selam a em pat—paling lam a lim a—bulan di
ibu kota kerajaan m enyusul perayaan Garebeg Mulud, Sultan ke dua
sering m enahan m ereka dua kali lebih lam a.165 Para pekerja itu sa ngat
diperbudak dan Van den Berg m em perhatikan bahwa ketika Sultan
dengan uring-uringan mengerahkan sekitar 20 0 orang untuk mem per-
baiki benteng Belanda dan bangunan-bangunan lain m ilik pem erintah
jajahan, m ereka m elakukannya “dengan sikap enggan, karena sudah
ke ha bisan tenaga”.166 Selain itu, m asa tinggal yang panjang di ibu kota

163 Rafles 1817, I:134; Kollmann 1864:365; Rouffaer 1904:12–3; Carey dan Hoadley 2000:240, 244,
257; Crawfurd, “Landed tenures”, 223.
164 UBL BPL 616 Port. 22 no. 4, H .G. Nahuys van Burgst, “Montjonegorosche-Djocjokartasche
Landen”, Maastricht, t.t. (?1826) tentang penghapusan kewajiban-kewajiban rodi ini pada 1812,
mungkin berkat prakarsa Sultan ketiga. Lihat juga Bab VIII.
165 KITLV H 97 (8 ), J .G. van den Berg, “Mem orie op het Hof van Djocjocarta, onder den Sultan
Hamengcoeboeana den tweede […] aan zijn Successeur […] M. Waterloo” (Laporan serah jabatan
tentang Keraton Yogyakarta dibawah Sultan Hamengkubuwono II […] kepada penggantinya […]
bacaan-indo.blogspot.com

M. Waterloo), 11-8-180 3 (seterusnya: Van den Berg, “Memorie”). Bupati wilayah timur diwajibkan
tiba di Yogya pada bulan Sapar tarikh J awa, sepuluh hari sebelum Garebeg Mulud, saat m ereka
diperintahkan untuk menyerahkan pajeg mereka, dan biasanya mereka terkadang tidak diizinkan
kembali ke daerah mereka hingga Puasa atau bulan Besar, 6– 9 bulan penuh setelah mereka tiba,
AvJ , Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada J .G. van den Berg (Surakarta), 24-1-180 5; Matthijs
Waterloo (Yogyakarta) kepada B.F. von Liebeherr (Surakarta), 12-11-180 6.
166 Van den Berg, “Memorie”, 11-8-180 3.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 67

kerajaan membuat mereka yang datang dari daerah wilayah timur tidak
bisa kem bali pada waktunya untuk panen padi, yang pada gilirannya
berakibat buruk terhadap produksi pertanian di wilayah tim ur. Mes-
kipun jum lah seluruh petani dari wilayah tim ur yang dibawa ke Yogya
setiap tahun untuk kerja rodi tidak banyak—pada 180 8 jumlah mereka
hanya 2.0 0 0 lebih yang tersebar dalam kelompok pengiring 15 bupati167—
jum lah ini m asih terhitung besar, sekitar enam persen penduduk pria
dewasa, mengingat kecilnya jumlah penduduk wilayah timur waktu itu
(Rafles 1817, II:290).
Para bupati wilayah timur juga mengalami kesulitan memenuhi ke-
per luan hidup mereka selama meninggalkan kampung halaman. Van den
Berg m engem ukakan bahwa m ereka biasanya kem bali ke tem pat asal
dalam keadaan miskin. Memang, terkadang hanya dengan pertolongan
sanak keluarga mereka di Yogya mereka bisa pulang, yang sering mereka
lakukan seperti “orang kebanyakan”, tanpa uang dan pengawal.168 Diha-
dap kan dengan aneka kewajiban ini, para bupati berusaha m em ikul
beban keuangan yang sangat berat itu dengan meminta kenaikan jumlah
uang perjalanan yang harus dibayar oleh penduduk wilayah timur untuk
mem bantu para pejabat daerah yang hidup di ibu kota kerajaan.169 J adi,
penduduk setem pat m endapat beban ganda: kewajiban rodi dan ke-
naikan pajak yang dituntut oleh bupati mereka.
Hal ini m eninggalkan wa ris an penderitaan yang m enjelm a dalam
pen gelom pokan politik pad a awal abad kesem bilan belas. Pem -
berontakan Raden Ronggo Prawirodirjo III di Madiun pada November–
Desem ber 1810 , m isalnya, m enggugah du kungan yang besar di daerah
itu karena pem berontakan tersebut m e ru pakan gerakan daerah yang
secara bersam a ditujukan baik kepada Pakubuwon o IV (dan dalam
kadar yang lebih kecil kepada Sultan kedua) mau pun kepada Belanda.170
Pada waktu yang sam a, banyak di antara para bupati wilayah tim ur
mendukung ayah Diponegoro, Putra Mahkota Yogya (kemudian menjadi
Sultan Ham engkubuwono III, bertakhta 18 12– 18 14) m elawan Sultan

167 Dj.Br. 45, Matthijs Waterloo, “Accuraate aanthooning van zodanige contingent troupes […] die
gezaam enlyk uitm aken den sulthan's oostersche of m antjanagarasche regenten” (Penunjukan
akurat dari kesatuan prajurit yang menjadi [pasukan] bupati m ancanagara timur Sultan), 22-3-
bacaan-indo.blogspot.com

180 8, memberi angka total 2.126 orang, 1.0 25 di antaranya dengan tombak, 1.0 25 dengan bedil,
38 pembawa umbul-umbul, 19 pemukul genderang, dan 19 peniup terompet.
168 Van den Berg, “Memorie”, 11-8-180 3.
169 Van den Berg, “Mem orie”, 11-8-180 3. Louw dan De Klerck 1894– 190 9, VI:382– 3 untuk daftar
pajak uang pesangon (wang pesangon) yang dimuat dalam laporan P.H. Lawick van Pabst, 21-8-
1830 tentang aneka pajak di wilayah timur, kutipan sepenuhnya, catatan 172.
170 Lihat Bab VI.
68 KUASA RAMALAN

kedua selam a pertarungan kekuasaan di keraton pada 18 10 – 18 12, 171


karena Putra Mahkota Yogya jauh lebih lunak dalam m enuntut kerja
rodi (Carey 1992:50 8 – 9 catatan 532). Sekalipun pada Agustus 18 26,
ketika Sultan kedua dinobatkan singkat sebagai raja sela ma masa sulit
bagi Belan da dalam Peran g J awa, an eka beban berat yan g pern ah
ditim pakannya m asih tetap diingat. Dengan kata-kata Residen Yogya
pada waktu itu, J an Izaäk van Sevenhoven (Louw dan De Klerck, 1894–
190 9, II:421– 2):

Orang [hanya perlu] m engunjungi enam belas atau delapan belas ka-
was an istana yang ia bangun, bagian terbesarnya dengan rum ah dari
tem bok, kolam -kolam dengan dinding bata dan banyak lagi bangunan
lain, dan m em bayangkan bagaim ana sem ua bangunan tersebut seba-
gaim ana halnya dengan sebagian besar keraton-nya didirikan berkat
keringat dan airm ata seluruh penduduk kerajaannya.

Karena kenangan yang terus hidup mengenai beban kerja yang ditim pa-
kan oleh Sultan kedua, tidaklah mengherankan bahwa penduduk wila-
yah timur sebagai keseluruhan hanya menunjukkan sedikit simpati ter-
hadap pem berontakan Diponegoro, 1825– 1830 , yang m ereka pandang
pada dasarnya sebagai masalah “Mataram”.
Di samping beban kerja untuk kepentingan para raja, penduduk ka-
bu paten wilayah timur harus juga bergulat dengan sejumlah pajak dan
kerja bakti yang lebih kecil buat pejabat setem pat, beban yang tidak
begitu berat dialam i oleh para petani di wilayah negaragung. Alas an
utama mengapa demikian adalah bahwa para bupati dan bawahan me-
reka bertempat tinggal di daerah kekuasaan masing-masing, sedangkan
para penguasa tanah-jabatan di wilayah negaragung bertempat tinggal
di ibu kota kerajaan . Den gan dem ikian , para bupati pun ya peluan g
lebih besar m en un tut an eka pelayan an dan pajak dari pen duduk. 172
Ketika Belanda mengambil alih Madiun pada 1830 , mereka menemukan
sekitar 65– 70 m acam beban kewajiban yang dipikul oleh penduduk
setem pat di samping pajak-pajak utama yang diserahkan ke pada pihak

171 Lihat Bab VII dan VIII.


bacaan-indo.blogspot.com

172 S.Br. 127, Pieter Merkus, “Verslag”, 21-8-1830 , dalam “Oostelijke montjo-negorosche landen” (Ta-
nah wilayah m ancanagara timur) (seterusnya: Merkus, “Verslag”), yang mengutip suatu laporan
P.H. Lawick van Pabst, yang m encatat bahwa keleluasaan para bupati untuk m enuntut kerja
bakti dan pajak “nyaris tanpa batas”. Mereka juga berhak penuh mengangkat pejabat rendah dan
mengendalikan peradilan di daerah masing-masing, lihat Louw dan De Klerck 1894– 190 9, VI:378–
84; P.H. Lawick van Pabst, “Beschrijving der onderschiedene belastingen welke in de oostelijke
montjo-negorosche landen geheven worden”, 21-8-1830 (seterusnya: Van Pabst, “Beschrijving”).
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 69

ke raton dan para pejabat provinsi.173 Meskipun tak ada pajak yang dike-
na kan pada sem ua wajib pajak dalam m asyarakat se tem pat, Belanda
m en aksir bahwa sikep yan g kaya di wilayah tim ur m em bayar sen ilai
f 50 -60 setahun dalam bentuk rodi, pajak-pajak be rupa bahan mentah
atau uan g, suatu beban pajak yan g jauh lebih be rat daripada yan g
dipikul oleh petani di daerah tetangga yang langsung berada di bawah
penjajahan (Onghokham 1975:173).
Ban yak di an tara pajak-pajak gurem in i, seperti yan g dipun gut
karena m em otong ternak (tugel gurung) atau yang dibebankan oleh
pejabat tali-air karena memakai air (pam ili toy a), demikian juga dengan
keahlian dan tenaga tukang sebagai ganti bahan bangunan (w ilah w elit),
merupakan hal yang berlaku umum di daerah-daerah negaragung dan
wilayah timur (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, VI:381– 4). Tapi jumlah
rodi dan beban khusus yang berkaitan dengan keperluan bupati beserta
semua orang yang hidup bersamanya boleh dikata pastilah lebih besar
daripada yang dibebankan oleh para pejabat di negaragung. Di seluruh
kabupaten wilayah timur, misalnya, sudah biasa bagi para pejabat daerah
meminta agar sikep bekerja di sawah mereka untuk beberapa lama tanpa
dibayar, suatu beban kewajiban yang terkadang diganti dengan pajak
uang yang disebut kuduran. Lagipula, tem pat kediam an (dalem ) para
bupati juga memerlukan tenaga besar untuk memeliharanya (Nagtegaal
1996:187), khususnya dalam hal suatu kediam an seperti m ilik Raden
Ronggo Prawirodirjo III di Maospati di sebelah selatan Madiun, yang
dirancang “bagai keraton dengan benteng batu tebal”.174 Upeti khusus
da lam bentuk beras juga dikenakan pada sikep untuk keperluan hidup
pe gawai pribadi bupati seperti tukang kuda, tukang kebun, penari, pe-
m usik, tukang besi, tukang sepatu, dan tukang payung (Onghokham
1975:140 – 1 catatan 71). Mem ang, gaya hidup banyak pejabat tinggi di

173 Merkus, “Verslag”, 21-8-1830 ; Van Pabst, “Beschrijving”, 21-8-1830 ; Onghokham 1975:172. Me-
nurut Merkus, jum lah seluruh pajak yang dibayar oleh penduduk wilayah timur (m ancanagara
w etan) (ditaksir 56.540 keluarga atau 28 1.70 0 jiwa) pada 18 30 adalah f 725.657. Sebanyak f
126.758 dibayarkan kepada pihak keraton, f 186.162 kepada pejabat rendah, dan f 40 8.747 masuk
ke kantung para bupati. J um lah seluruhnya pastilah jauh lebih besar karena pem ungut pajak
setem pat mengambil bagian besar pada (?) permulaan. Rata-rata jumlah pajak per kepala jatuh-
jatuh nya bisa sebanyak f 2,34 dibandingkan dengan f 1,10 hingga f 2,0 0 di daerah-daerah tetangga
yang berada langsung di bawah penjajahan. Beban pajak di Surakarta tam paknya lebih parah
daripada di Yogya.
174 UBL BPL 616 Port. 22 pt. 4, Nahuys van Burgst, “Montjonegorosche-Djokjokartasche landen”, t.t.
(?1826) (tentang beberapa dalem yang dibangun oleh Bupati Wedana wilayah timur di ba wah pe-
bacaan-indo.blogspot.com

ngua saan Yogya di Wonosari dan Maospati); Merkus, “Verslag”, 21-8-1830 (tentang pe melihara an-
nya); S.Br. 37:87, Laporan mata-mata Surakarta, 9-12-1810 ; Dj.Br. 27/ Dj.Br. 46, P.H. van Lawick
van Pabst (Rembang) kepada Carl von Winckelmann (Inspektur J enderal Kehutanan), 30-11-1810,
1-12-1810; Carey 1980:38 catatan 1, 39 catatan 4; Madioen 1855:3. Adam 1940:334 (ten tang benteng
Ronggo di Maospati dengan benteng batu sekelilingnya atau pager banon yang ber senjatakan
meriam, yang pada 1940 masih dikenal di daerah itu sebagai “keraton”, suatu tem pat yang bernama
sama dalam peta survei Belanda 1922 di sisi timur Maospati dekat kantor pos lama).
70 KUASA RAMALAN

wila yah tim ur m eniru gaya hidup para raja J awa tengah m eski dalam
ukuran yang lebih kecil dan harus dipertahankan dengan sejumlah besar
pajak ekstra di bahu penduduk setempat. Kita akan melihat di bawah ini
bagaimana salah satu keberatan pokok terhadap Ronggo adalah bahwa
ia telah m enggunakan seorang jawara setem pat untuk m endapatkan
baginya peralatan gamelan J awa yang bagus yang ia ambil dari daerah
te tangga di bawah kekuasaan Surakarta, yaitu Ponorogo.175

Perubahan pancas oleh Sultan kedua dan dam pakny a


J ika para tani penggarap pembayar pajak di negaragung luput dari be-
berapa pajak ekstra ini dan dari kewajiban rodi, m ereka m asih m eng-
hadapi tantangan pajak besar. Masalah utam a buat sikep akhir abad
ke delapan belas atau awal abad kesembilan belas adalah tetap naiknya
jum lah pajak yang dikenakan oleh para raja. H al inilah yang secara
khusus terjadi di Yogya, di mana Sultan kedua melakukan suatu praktik
ber nama pancas— hariah berarti “potong seluruhnya” atau “papras”—
ketika ukuran jung di kerajaannya diperkecil sementara kewajiban pajak-
nya tetap sama (Rouffaer 190 5:593; Carey 1986:115– 6).
Latar belakang prakarsa ini terletak pada tiadanya daftar kadaster
baru di keraton. Ini berarti penilaian ulang tahunan tak dapat dilaksana-
kan atas beban pajak yang memperhitungkan cepatnya perluasan sawah
dan tali-air di J awa tengah-selatan pada akhir abad kesem bilan belas
(Rouffaer 190 5:618; Carey 1992:440 catatan 20 5). Kita sudah m elihat
di atas bagaim ana tidak ada survei kadaster baru yang dihim pun oleh
ke dua keraton setelah ram pungnya “Buku Baru” (Serat Ebuk Any ar)
pada 1773. Baik Sultan kedua m aupun rekannya di Surakarta, Sunan
Pakubuwono IV, selalu menolak saran mengenai suatu survei baru yang
diajukan oleh Belanda pada April 1792 karena takut VOC akan me nya-
makan penguasaan tanah di kedua keraton atau mengambil alih semua
lahan baru yang dibuka sejak pengukuran pada 1773 (De J onge dan Van
Deventer 1884– 88, XII:260 ; Rouffaer 190 5:591; Carey 1978:123, 146).
Belanda pun tampaknya terpaksa memperlakukan kadaster ini dan pen-
dahulunya, “Buku Klepu” (1756), sebagai m irip barang pusaka dengan
m e nyim pan keduanya di peti rahasia yang digem bok di ruang arsip
gu bernur Pantai Tim ur-laut J awa di Sem arang.176 Walaupun berbagai
bacaan-indo.blogspot.com

175 Bab VI.


176 J ava NOK 1, “Memorie met derzelver bijlaagen tot naricht voor den Heer J ohan Frederik Baron van
Reede tot de Parkeler aankomend Gouverneur en Directeur van J ava’s Noord-Oost Kust ingericht
en overgegeven door Mr Pieter Gerardus van Overstraten geeligeerd Commissaris en Gouverneur
over gehele Nederlandsch Indië en afgaand Gouverneur en Directeur by vertrek naar Batavia Anno
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 71

upaya un tuk m engum pulkan angka-angka statistik yang teliti untuk


wilayah-wilayah kerajaan dilakukan oleh Inggris (1811– 1816) (Blagden
1916:10 7– 12) dan pem erintah jajahan Belanda sesudah 1816,177 sem ua
itu ternyata ga gal. Memang, baru pada 1865–1866 peta-peta topograis
rinci atas Surakarta dan Yogyakarta dirampungkan.178 J adi, daftar-daftar
tanah abad kedelapan belas m erupakan satu-satunya yang diandalkan
oleh raja-raja J awa ten gah dan pem erin tah jajah an h in gga abad
kesembilan belas.179
Pembukuan yang disimpan oleh Sultan—paling tidak dalam bentuk
yang sampai kepada kita—memberi kesan tentang suatu pemerintahan
yang agak kacau (Carey 198 0 :4– 5; Carey dan Hoadley 20 0 0 :441– 3).
Pem berian tanah kepada pejabat kerajaan dan daftar pembayaran pen-
da pat an cam pur-baur bersam a dengan dokum en segala rupa: surat-
m enyurat po litik antara Sultan dan residen-residen Belanda, larangan
kerajaan ter ha dap pakaian dan sopan -san tun , catatan perselisihan
atas desa-desa, pem bayaran untuk santri perdikan (kem udahan bebas
pajak bagi pe m u ka agam a) dan haji keraton, laporan dari m ata-m ata
di daerah-dae rah pem erintah jajahan, juga hal-hal yang bersifat lebih
pribadi se perti tantangan untuk adu ayam jago, petunjuk puasa, dan
surat-surat pribadi dengan gambar dari wayang.
Kita berterim a kasih kepada Inggris si peram pas atas sebagian be-
sar campur-baur ini mengingat kekacauan saat sem ua diangkut keluar
dari keraton setelah kejatuhannya pada 20 J uni 1812 (Carey 1980 : 12

1796” (Laporan dengan lampirannya untuk Tuan J ohan Frederik Baron van Reede tot de Parkeler,
Gu bernur dan Direktur [pem erintah] pantai utara J awa yang baru m asuk dari Mr [Meester in
de rechten] Pieter Gerardus van Overstraten Komisaris dan Gubernur [-J enderal] terpilih untuk
semua Hindia Belanda dan mantan Gubernur dan Direktur [pemerintah pantai utara J awa] pada
waktu keberangkatannya ke Batavia pada tahun 1796) (seterusnya: Van Overstraten, “Memorie”),
13-10 -1796, 1.
177 Van der Kem p 1913:24; AvJ , A.H. Sm issaert (Yogyakarta) kepada G.A.G. Ph. Van der Capellen
(Batavia), 19-4-18 23 (tentang kesulitan m engum pulkan survei statistik daerah karena pengua-
saan tanah yang berdekatan di negaragung); A.H. Sm issaert (Yogyakarta) kepada Kurator Se-
kolah Militer (Sem arang), 26-10 -1823 (tentang tiadanya peta-peta utam a Keraton Yogya dan pe-
nguasaan tanah yang dikira sudah dikirim kan ke Sem arang sebelum serangan Inggris pada J uni
1812).
178 Dj.Br. 1, “Politieke Verslag der residentie Djokjokarta over het jaar 1865” (Laporan Politik tentang
Keresidenan Yogyakarta tahun 1865), tentang survei topograis Yogyakarta oleh K.F. Wilsen
(1865). Peta yang serupa dihasilkan untuk Surakarta oleh Beijerinck dan Okerse pada 1866. Salin-
an peta-peta tersebut bisa didapat dalam British Library (London), IOR X IX 3 (Wilsen), IOR X IX
7 (Beijerinck dan Okerse).
179 S.Br. 14B, Kolonel Alexander Adams (Surakarta) kepada T.S. Rafles (Batavia), 20-7-1812 (pengi-
riman salinan Surakarta atas “Buku Klepu”, Serat Buk Kalepu, yang ditulis pada 1756– 1757 setelah
bacaan-indo.blogspot.com

Perjanjian Giyanti, untuk menolong Rafles menarik suatu kesimpulan mengenai penguasaan
tanah di daerah kerajaan sebelum ia m erundingkan perjanjian-perjanjian Agustus 1812 dengan
pihak keraton); Dj.Br. 58, J .F.W. van Nes (Yogyakarta) kepada Commissarissen ter regeling der
vorstenlanden (Surakarta), 25-6-1830 (yang melaporkan bahwa Raden Adipati Danurejo IV telah
mengakui bahwa Buku Klepu yang diberikan kepada Van Nes oleh Panembahan Mangkurat [bekas
Pangeran Mangkubumi] berisi statistik yang lebih rinci mengenai penguasaan tanah di Pajang dan
Mataram daripada yang bisa ia berikan dari arsipnya sendiri). Lebih jauh lihat Houben 1994:45.
72 KUASA RAMALAN

ca tat an 1– 4, 1992:94– 6, 248– 51, 421 catatan 111– 2). Nam un, sifat sis-
tem pem e rin tahan kesultan an juga patut disalahkan . Sebagaim an a
telah dike mu kakan oleh Mason Hoadley, sistem pemerintahan itu sama
sekali bu kan satuan birokrasi rasional yang disarankan pakar sosio logi
dan administrasi negara modern, Max Weber (1864– 1920 ). Sebaliknya,
struk tur pem erin tahan n ya yan g belum berkem ban g dan kuran gn ya
rantai komando yang fungsional menandakan bahwa berbagai perin tah
dari sultan tersaring oleh segala macam tangga-jabatan perantara, tiada
di an taranya punya kekuasaan yang otonom atas suatu daerah atau atas
suatu departemen pemerintahan. J adi, bentuk terakhir perintah raja bisa
sangat berbeda daripada yang asli, suatu sistem yang dibuat lebih rawan
lagi oleh kekeliruan juru tulis dalam pemeriksaan silang dokumen.180
Yang m em buat m asalah ini bertam bah rum it adalah m angkirnya
penghubung penting yang punya jalur istimewa kepada raja karena sakit
un tuk beberapa saat. Ditam bah lagi dengan adanya sejum lah m enteri
yang disebut m iji yang bertanggung jawab langsung kepada sultan, dan
berada di luar susunan birokrasi umum (Carey dan Hoadley 20 0 0 :442).
In i berarti bahwa kekuatan dan kelem ahan kerajaan san gat ban yak
ter gantung pada watak raja: seorang raja otoriter yang tangguh dapat
m engatasi kecenderungan sistem untuk bertindak sem aunya, seorang
raja yang lem ah akan jatuh jadi korban sistem tersebut (Rem m elink
1994:23).
Yan g jelas adalah bahwa pasca-J un i 18 12, pem erin tahan Yogya
yang sudah kacau di bawah Sultan kedua m ulai tenggelam ke dalam
sua tu situasi yan g lebih par ah lagi di bawah seor an g pen ggan ti
yan g han ya bertakhta seben tar saja seperti H am en gkubuwon o III
(berkuasa 1812– 1814), atau raja-raja yang masih di bawah umur seperti
Ham engkubuwono IV (berkuasa 18 14– 18 22) dan Ham engkubuwono
V (berkuasa 1822– 1826, 1828– 1855). Bahkan, daftar tanah dan daftar
pendapatan yang sangat m endasar pun sudah tidak lagi terpelihara.181
Pada Septem ber 18 23, keadaan arsip keraton yan g sudah rawan
digam barkan de n gan hidup dalam suatu surat dari ibun da Sultan
keem pat, Ratu Ageng, kepada Pangeran Diponegoro untuk m enjawab
permintaan sang Pa ngeran agar diberi salinan suatu dokumen legal dari
bacaan-indo.blogspot.com

180 Lihat Carey dan Hoadley 20 0 0 :30 2, 365 (untuk kecerm atan para juru tulis, carik dalem , kala
me nuliskan pemberian tanah dan daftar pendapatan serta rujukan hingga ke penggunaan kertas
buram , serat rengreng, dem ikian juga dengan rujukan silang ke daftar keuangan—buk); Carey
1980 :152– 3 (untuk surat-surat dari carik yang minta ampun karena salah tulis).
181 vAE (aanwinsten 1941), A.H. Smissaert (Yogyakarta) kepada G.A.G.Ph. van der Capellen (Batavia),
25-11-1824.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 73

m asa Inggris berkuasa (Bab VIII catatan 235– 6; Bab IX catatan 170 )
yang pa da awalnya ia kirim kan ke keraton. Ratu Ageng m ohon m aaf
sebagai berikut:

Mengenai surat kontrak dari m asa Inggris berkuasa yang berasal dari
An da, saya tidak tahu ada di m ana karena tum pukan [dalam arsip
keraton] sangat banyak, serta terserak ke m ana-m ana.182

Se sungguhnya, baru pada tahun-tahun awal abad kedua puluh pem -


ba ruan yang efektif atas masalah kekayaan dan keuangan sultan dilak-
sa na kan di bawah pengawasan seorang akuntan dari Yahudi bernam a
J .L. Israël, yang diangkat sebagai pegawai keraton atas saran Residen
Belanda, J .H. Liefrink (menjabat 190 8– 1913).183
Paduan antara kekacauan pemerintahan dan kebergantungan pa da
survei kadaster yang sudah kadaluwarsa ternyata m erupakan pengha-
lang tak tertembus ke arah berjalannya suatu sistem pajak yang adil di
keraton-keraton J awa tengah akhir abad kedelapan belas dan awal abad
kesembilan belas. Namun, sementara di Surakarta Sunan Pakubuwono
IV yang secara keuangan tidak kom peten tidak m engam bil prakarsa
iskal baru selain meminta pinjaman paksa dari rakyatnya untuk mem-
bayar utang-utangnya,184 di Yogya Sultan kedua ingin melihat kenaikan
besar produktivitas tanahnya yang tecermin pada menanjaknya pen da-
pat an dari pajak, dan siap m enggunakan segala cara untuk m encapai
mak sudnya. Hal ini akhirnya menimbulkan revisi iskal ganda pada 1802
dan 180 8– 1811, yang latar belakangnya akan dibicarakan lebih rinci.
Di antara para pejabat kerajaannya, raja Yogya punya segelintir
“surveior desa” yang dikenal sebagai abdi-dalem priksa dhusun atau
m antri papriksan negara yang tugas utam anya adalah m enyelia para
pe mungut pajak agar mereka tidak mengambil terlalu banyak lahan.185
Para penyelia ini bisa saja sudah punya pengetahuan luas mengenai ke-

182 MS A.62 Keraton Yogya (Babad Dipanagaran), 62, Ratu Ageng (Yogyakarta) kepada Pangeran
Diponegoro (Tegalrejo), Sura, Dal 1751 J (9-1823 M): bab lay ang kuntrak pranjanji naw araw an
Inggris kang saka sira, ingsun nora w eruh pangonané, am arga tum pukan lay ang luw ih akèh,
sarta pating baléngkrah kalèw èran. Lebih jauh lihat Bab VII catatan 235 dan Bab X catatan 125
untuk memperkuat keadaan arsip keraton pada 1823.
183 AN, Arsip Algemene Secretarie, J .H. Liefrink, “Memorie van Overgave” (Laporan Serah J abatan),
Yogyakarta, 11-10 -1913, yang merujuk pada pengangkatan J .L. Israël sebagai akuntan keraton pada
1911.
bacaan-indo.blogspot.com

184 vAE (aanwinsten 190 0 ), 235, N. Engelhard, “Mem orie”, 14-5-18 0 8 , m erujuk pada pinjam an
paksa Pakubuwono IV sebanyak 10 0 .0 0 0 ringgit Spanyol pada 18 0 7– 18 0 8 , tapi m enyatakan
bah wa Sun an m en gan ton gi sen diri bagian terbesarn ya daripada m em bayar kepada yan g
mengutanginya.
185 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:594; Carey 1896:110 – 1; Carey dan Hoadley 20 0 0 :81, 310 – 1;
GKA Exhibitum , 20 -9-18 30 no 56k, geheim verbaal, wawancara Mas Tum enggung Sindujoyo
(m antri papriksan negara), 13-4-1830 .
74 KUASA RAMALAN

adaan pertanian, tapi jumlah mereka terlalu kecil untuk bisa membuat
sultan tahu sepenuhnya mengenai aneka perkembangan dalam peman-
fa atan lahan di daerah-daerah kekuasaanya yang jauh. J adi, raja Yogya
ter paksa mengandalkan laporan orang per orang yang menjadi penguasa
tanah-jabatan dan para bupati wilayah tim ur m engenai produktivitas
lahan di bawah kekuasaan m ereka (Carey dan Hoadley 20 0 0 :65– 6).
Hal ini m engakibatkan seringnya m uncul pengum um an tentang cacah
yang mana yang telantar atau tak berpenduduk, khususnya yang terjadi
di daerah-daerah wilayah timur. Di wilayah ini pembedaan dalam pem-
berian tanah sudah m ulai dibuat antara cacah gesang (cacah ber pen-
duduk atau tergarap) dan cacah pejah (cacah tak berpenduduk atau
telantar; Carey 1986:11; Carey dan Hoadley 20 0 0 :69– 74, 240 – 50 ). Na-
m un, hanya sedikit pengakuan atas peningkatan produktivitas sawah
yang su dah ada atau tentang pem bukaan lahan baru. Dan ini sangat
wajar—sem ua rakyat sultan dari pen guasa besar atas tan ah-jabatan
hingga ke sikep yang paling rendah sam a-sam a kesal dengan tuntutan
pajak baru. Gejala ini ditem ukan oleh Residen Belanda di Yogya W.H.
van IJ sseldijk (m enjabat 1786– 1798) di Pacitan, di m ana petani peng-
garap bersikap tepat dengan tidak memberitahu Keraton mengenai be-
sarnya kenaikan luas sawah bertali-air sepanjang Kali Grindulu pa da
akhir abad kedelapan belas karena m ereka takut lahan-lahan baru itu
akan dikuasai oleh raja.186
Menghadapi situasi tersebut, Sultan menjawab dengan mengancam
penguasa tanah-jabatan dengan hukuman jika mereka menolak mengi-
rim kan laporan yang benar. Dalam arsip Yogya, ada satu perintah ke-
ra ja an penting, sayang tidak diberi tanggal tapi m ungkin dikeluarkan
se ki tar masa ketika revisi iskal pertama dilakukan pada Juli 1802, di
mana ditetapkan bahwa penerima tanah-jabatan memberitahu raja da-
lam tem po dua bulan m engenai sem ua perbedaan antara lahan-lahan
yang didaftar dalam piagam mereka dan luas tanah yang benar mereka
kuasai setelah pembukaan lahan baru diperhitungkan. J ika dalam waktu
yang sudah ditentukan tidak ada jawaban, Sultan mengingatkan bahwa
ia akan mengirim surveior-desanya untuk melakukan pemeriksaan ter-
sendiri, suatu ancaman yang ia sendiri pastilah tahu tidak mungkin ter-
laksana mengingat kecilnya jumlah surveior-desa itu (Carey 1986:110 – 1;
bacaan-indo.blogspot.com

Carey dan Hoadley 20 0 0 :81).

186 Dj.Br. 45, W.H. van IJ sseldijk, “Eerbiedige bericht aangaande de landen van Z.H. den Sulthaan
van Djocjocarta” (Laporan takzim tentang tanah dari Yang Mulia Sultan Yogyakarta), dalam W.H.
van IJ sseldijk (Yogyakarta) kepada P.G. van Overstraten (Semarang), 15-1-1793.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 75

Dalam suatu upaya yang sia-sia untuk m enyelesaikan m asalah itu,


Sultan kedua m eneruskan survei atas sebagian lahan paling subur di
kawasan Mataram yang dim ulai oleh pendahulunya pada 1791 ketika
satu an pertanian lama zaman Majapahit, rood atau 1.0 0 0 meter per segi,
kembali digunakan di daerah-daerah negaragung (Rouffaer 190 5:593,
617; Carey 1986:114). Sultan kedua telah mendorong penggunaan ukuran
ini untuk menciptakan “keseragaman” dalam luas lahan Yogya dan un-
tuk m em ergoki tanah-jabatan yang tak dilaporkan, untuk kem udian
m e naik kan pem asukan pajak. Survei itu tam paknya sedikit saja m em -
bangkitkan perlawanan di kalangan penerima tanah-jabatan. Tapi upaya
ter sebut berjalan sangat lam bat untuk bisa berdam pak nyata pada pe-
ne rim aan pajak. Lantas raja yang tidak sabar lagi itu beralih ke suatu
ren cana yang jauh lebih keras: suatu waktu sebelum Garebeg Mulud
14 Juli 1802, ia melaksanakan revisi iskalnya yang pertama. Dikenal
se bagai pancas, revisi ini banyak m engurangi ukuran Majapahit lam a
sem bari memberlakukan ukuran baru di seluruh Kesultanan Yogya baik
di negaragung maupun di wilayah timur (Carey 1986:114– 5). Menurut
Huibert Gerard Nahuys van Burgst (1835, I:8 catatan 1) dan J an Isaäk
van Sevenhoven,187 keduanya m enjabat kom isaris untuk penyelesaian
m a salah tan ah di kerajaan -kerajaan setelah Peran g J awa (H ouben
1994:17–71), ada juga revisi iskal (pancas) yang lebih jauh m e nyu sul
bebe rapa tahun kem udian selam a m asa kekuasaan Daendels (18 0 8 –
1811).
Bermacam akibat revisi iskal ini—mungkin dua—adalah timbulnya
kesan seolah-olah tanah-jabatan di kesultanan bertam bah dua puluh
per sen dari tanah-jabatan yang sudah dipotong milik anggota keluarga
sultan dan para pejabat Yogya. Crawfurd menaksir sekurang-kurangnya
ada 10 .0 0 0 cacah Yogya ukuran baru yang bertambah, berkat upaya ter-
sebut 188 dan dalam hal pemasukan pajeg pada 180 8, raja Yogya tercatat
telah m en ikm ati tam bahan 20 .0 0 0 ron de real lagi (1 ron de real =
320 .0 0 0 rupiah kurs saat ini) 189 dari pajak lahan-lahan kerajaan berkat

187 S.Br. 55, J .I. van Sevenhoven, “Nota over de landverhuringen aan partikulieren in de vorstenlanden
op J ava” (Nota tentang penyewaan tanah kepada pihak swasta di tanah kerajaan J awa), 16-3-1837.
Ukuran lahan Majapahit yang biasa adalah depa, panjang seluruh dada dan dua tangan direntang,
Gericke dan Roorda 190 1, II:360 ; Carey 1981a:26– 7. Rood bisa jadi terjemahannya dalam bahasa
bacaan-indo.blogspot.com

Belanda.
188 Crawfurd, “Sultan’s country”, 120 .
189 Ronde real, suatu m ata uang terbuat dari perak juga dikenal sebagai real batu atau rix dollar
(rijksdaalder), mempunyai tingkat kurs nasional sebesar 64 stuiver atau f 3,20 , meskipun nilainya
berbeda-beda menurut kadar peraknya (mata uang tersebut biasanya bernilai antara f 2,40 dan f
2,56). Dalam sterling (mata uang Inggris) nilainya setara dengan empat shilling dan enam pence,
Carey 1980 :20 0 .
76 KUASA RAMALAN

pancas yang pertama.190 Sejak masa itu, terdapat suatu perbedaan besar
antara luasnya jung Yogya dan jung Solo, yang jadi sasaran kom entar
sejum lah oran g Eropa pen yewa tan ah di wilayah-wilayah kerajaan
selama abad kesembilan belas.191
Perubahan-perubahan pancas sam a dengan penurunan nilai m ata
uang sebagaim ana dikem ukakan oleh Rouffaer (190 5:593), dan telah
m enggu gah perlawanan sengit di kalangan penerim a tanah-jabatan di
Yogya, yang cepat mengalihkan beban pajak akibat perubahan tersebut
ke bahu para sikep mereka begitu perlawanan ternyata gagal.192 Tak dira-
gukan lagi, hal ini menimbulkan kenaikan jumlah pajak yang besar yang
harus ditanggung oleh sikep di Yogyakarta dan m em perparah aneka
kesulitan yang dihadapi oleh petani yang lebih m iskin dan para num -
pang yang berambisi menjadi petani bebas. Yang paling penting, pancas
m em pertajam aneka perbedaan yang aslinya sudah terkandung dalam
beban pajak setiap jung yang telah ditetapkan semaunya oleh penguasa
tanah-jabatan dan raja.
Dem ikianlah, di lahan-lahan sekitar Nanggulon di kawasan Kulon
Progo, yang diperintah langsung oleh Belanda antara 1833 dan 1851,
para surveior pem erintah jajahan m enem ukan kesenjangan besar baik
da lam ukuran jung dan pajeg yang dikenakan untuk setiap satuan, tan-
pa kaitan yang jelas antara kepadatan penduduk, kesuburan lahan, dan
tingkat pajeg yang dibayarkan (Carey 198 6:112). Bahkan kem udian,
ukur an baru lahan yang diresm ikan dengan pancas tam paknya tidak
bisa diterapkan pada sem ua lahan di Yogya sekalipun di negaragung
dan h in gga pen gh ujun g 18 30 terdapat bukti bah wa ukuran lam a
warisan Majapahit m asih dipakai di beberapa desa-desa Mataram . 193
Dalam ke rangka ini, upaya-upaya Sultan ketiga untuk kembali ke cara-
cara pe merintahan kakeknya, Sultan Mangkubumi, baik semasa masih
Pangeran Regent (Raja Putro Narendro) J anuari– Septem ber 1811 dan
sem asa n aik takhtan ya yan g sin gkat (18 12– 18 14) (Carey 198 0 :21),

190 Van Kesteren 18 8 7:1315; dK 145, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard
(Semarang), 22-3-180 8.
191 Dj.Br. 51C, H.G. Nahuys van Burgst (Surakarta) kepada H.J . van de Graaff (Batavia), 18-5-1821
(menaksir jung Solo empat kali seluas jung Yogya setelah pancas); S.Br. 8811, Dr Harvey Thomson
(Rajawinangun) kepada R.C.N. d’Abo (Yogyakarta), 6-1-18 23 (m enghitung bahwa pajeg satu
jung sawah di Surakarta rata-rata 120 ringgit Spanyol dibandingkan dengan 50 ringgit Spanyol
di Yogya); MvK 30 54, “Statistieke beschrijving der residentie Kedoe” (18 36), 29 (m elaporkan
bacaan-indo.blogspot.com

dua ukuran jung di provinsi itu—2.0 0 0 dan 1.952 rood per seg—yang bisa saja bersum ber pada
perbedaan ukuran lahan di Yogya dan Solo); Besluit van den Gouverneur-Generaal, 15-9-1844 no.
3 (pemberian lahan seluas 80 jung Yogya—setara dengan 64,25 jung Surakarta—kepada seorang
Eropa penyewa tanah, Timmerman-Thyssen di Sleman).
192 Dj.Br. 49, J .G. van den Berg (Surakarta) kepada Matthijs Waterloo (Yogyakarta), 26-9-180 3; Van
den Berg, “Memorie”, 11-8-180 3.
193 GKA Exhibitum, 20-9-1830 no. 56k, geheim verbaal, wawancara Tumenggung Malangnegoro, 15-4-1830.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 77

pastilah sudah menciptakan keruwetan yang lebih parah dalam struktur


pajak Yogya yang rumitnya tidak kepalang. Migrasi lokal dari ka wasan
dengan pajak yang tinggi ke kawasan yang pajaknya lebih rendah da pat
dianggap sebagai bagian ketimpangan pajak tersebut. Walaupun pancas
memungkinkan Sultan kedua menangguk sebagian kekayaan tam bahan
rakyatnya, pe laksanaannya begitu serampangan sehingga memper parah
masalah-ma salah pertanian pada tingkat desa dan dalam jangka waktu
lebih panjang m enyiapkan lahan bagi perlawanan desa yang luas di
J awa tengah-selatan yang menyertai pemberontakan Diponegoro pada
J uli 1825.194

Kesim pulan
Dalam mengupas struktur pajak di wilayah-wilayah kerajaan pada awal
abad kesembilan belas, pokok pikiran tertentu dapat dipetik. Yang pa-
ling jelas adalah kesenjangan beban pajak antara kawasan negaragung
dan kawasan wilayah timur. Kesenjangan itu ujung-ujungnya bisa men-
jelaskan jumlah penduduk yang merosot di kawasan pinggiran wilayah
tim ur pada akhir abad kedelapan belas dan m em berikan wawasan
menge nai pengelompokan daerah menurut batas kerajaan setelah 180 0 .
Satu lagi tem a penting adalah kecenderungan um um kewajiban rodi
un tuk diganti dengan pajak uang. Hal ini terjadi nyaris di mana-mana
di wilayah-wilayah kerajaan kecuali di wilayah tim ur, dan m erupakan
per kem bangan yang tampaknya disambut baik oleh para tani penggarap
man diri (sikep). Hal itu juga menyiratkan maraknya perekonomian uang
di beberapa kawasan pedesaan J awa tengah-selatan waktu itu.
Tema ketiga adalah kenaikan terus-menerus beban pajeg, khususnya
di Yogya di mana pembaruan pancas Sultan kedua menimbulkan akibat
yan g keras pada tin gkat lokal. Dipun gut bersam a den gan sejum lah
pajak luar biasa seperti taker tedhak dan uang bekti pasum bangan
yang dituntut baik oleh penguasa tanah-jabatan dan juga oleh raja-
raja, sem uanya itu berarti beban pajak yang m eningkat tajam di bahu
golongan sikep. Meskipun m enghadapi kesulitan-kesulitan ini, jelas-
lah bahwa banyak tani penggarap mandiri, yaitu golongan sikep, dapat
mempertahankan sebagian besar kekayaan mereka waktu itu. Ketidak-
m am puan pem erintah kerajaan, kurangnya survei kadaster yang teliti
bacaan-indo.blogspot.com

dan kecilnya jumlah surveior desa, mengakibatkan lahan-lahan mereka


yan g baru dibuka dapat disem bun yikan . Baru selam a lim a tah un

194 Lihat Bab IX.


78 KUASA RAMALAN

m enjelang pecahnya Perang J awa, ketika gagal panen jadi biasa dan
kegiat an pintu cukai jalan yang dilakukan oleh orang Tionghoa m ulai
m e nim bulkan akibat buruk terhadap perdagangan setem pat, keadaan
pertanian di J awa tengah-selatan menjadi tak terpikul lagi bagi petani.
Sem ua ke ada an ini akan m em percepat m araknya perlawanan petani
di J awa tengah-selatan yang m erupakan ciri paling penting pecahnya
Perang J awa pada J uli 1825.
Dilihat dari sudut kemasyarakatan dan kebudayaan, Yogyakarta dan
pasangannya Surakarta m enam pilkan suatu segi yang um um nya per-
caya diri dan m akm ur dalam m asa itu. Dua-duanya m asih m erupakan
m a syarakat yang lebih condong bersifat m iliter, tapi sikap berani m ati
m em ainkan peranan yang kurang penting pada saat itu, ketika hanya
sedikit pertikaian besar yang terjadi. Dalam hal ini, Yogya m em per ta-
han kan ciri aslinya lebih daripada Surakarta, sebagian besar karena jasa
Sultan pertama. Namun, bahkan di sini terdapat kecenderungan cacah
menjadi ukuran satuan ekonomi daripada sebagai landasan pelaksanaan
wajib m iliter, dan pem anggilan pasukan-pasukan pem bantu terus m e-
rosot kecuali dalam keadaan darurat. Di pedesaan, di samping kehadiran
kelas sosial tani penggarap yang cukup makmur, ciri-ciri utama adalah
banyaknya buruh tani (num pang) dan suatu golongan pemungut pajak
(bekel, dem ang) yang jumlahnya malah lebih besar lagi daripada sikep,
golongan yang bertindak atas nam a penguasa tanah-jabatan yang ber-
tempat tinggal di ibu kota kerajaan.
Inilah dunia tem pat Diponegoro dilahirkan pada 178 5. Dunia itu
pe nuh dengan ketegangan dan dinam ika, sekaligus keras, gelisah, dan
m akm ur: dengan jurang perbedaan sosial yang cukup besar dan alam
yang indah dan liar. Dalam rentang hanya kurang dari lima ratus kilo-
meter dari provinsi yang paling barat sampai ke provinsi paling timur,
ada daerah yang terpencil nam un juga ada daerah-daerah utam a yang
subur dan berpen duduk padat yan g m em buat J awa tam pak seperti
Firdaus tropik.195 Inilah suatu m asyarakat di m ana seorang sikep yang
makmur bisa mempunyai harta karun berupa dukat perak yang disimpan
untuk dipam erkan di bawah tem pat tidurnya dan seorang buruh tani
atau kuli panggul tidak punya apa-apa kecuali pakaian rom beng yang
menempel di punggungnya.
bacaan-indo.blogspot.com

195 Lihat EdD, 14-5-1826, catatan harian menggambarkan pemandangan daerah Boyolali pada awal
Perang J awa sebagai “negerinya betul-betul indah dan sangat padat penduduknya” (le pay s est
superbe et très peuplée). Pada m asa kini daerah Boyolali-Klaten-Sukoharjo m asih tetap disebut
sebagai “segitiga emas” berkat kesuburan sawahnya.
BAB I: JAWA TENGAH–SELATAN SEKITAR 1792–1825 79

In ilah J awa perbatasan , suatu dun ia yan g san gat ber beda dari
m asyarakat pertanian yang teratur pasca-Perang J awa de ngan sistem
tanam paksanya (1830 – 1870 ) dan para pejabat kolonial lulus an Delft
dan Leiden, suatu m asyarakat yang tidak lagi siap untuk pe rang tapi
untuk pasar dunia beserta hasil tanaman ekspornya. Secara budaya juga,
hari-harinya bisa dihitung ketika tata kram a adiluhung keraton J awa
tengah-selatan memainkan peran penting, suatu tempat di mana desa-
desa mempunyai cara-hidup dan keraton mempunyai tata kra manya.196
Ini akan segera disingkirkan oleh golongan elite pribum i baru beserta
dengan golongan priyayi bentukan Belanda pasca-18 30 , suatu kelas
pegawai anak-negeri yang merasa lebih tenteram dalam irama belang-
bonteng “Melayu Dinas” daripada kehalusan bahasa J awa tinggi keraton
(Sutherland 1979; Hoffman 1979:72).
Bagi orang Eropa juga, sebagaimana akan kita lihat dalam Bab IX,
pem erintah jajahan Belanda yang kem bali pasca-1816 akan m enandai
suatu perubahan besar dalam sosial dan budaya. Para keluarga Indies
terkem uka, yan g telah m en guasai lapisan tertin ggi pem erin tah an
VOC dalam abad kedelapan belas, akan disapu bersih oleh banjirnya
pegawai upahan, para petualang, dan bekas perwira Perang Napoleon
yang datang ke Hindia Belanda dengan bantuan pemerintah Gubernur-
J en deral G.A.G.Ph. van der Capellen (18 16– 18 26). H ari-hari kaum
m estizo, golongan elite blasteran Indo-Portugis pem ilik budak, yang
digam barkan begitu hidup oleh J ean Gelm an Taylor dalam studinya
tentang Batavia kolonial (Taylor 198 3), sudah bisa dihitung. Dengan
segera, suatu jenis baru pejabat Hindia Belanda, dari golongan borjuis
Belan da pasca-Revolusion er, lahir dan ter didik di Nederlan d, akan
m em erin tah J awa. Seabad lebih akan berlalu sebelum oran g-oran g
Indonesia, yang dipimpin oleh mereka yang telah memetik manfaat dari
pendidikan Belanda, mendapat peluang mem bebaskan diri.
Untuk seorang pangeran J awa yang lahir lim a belas tahun lebih
dini daripada abad baru itu, bagaim ana m ungkin ia bisa m enangkap
gelagat sem ua ini? Untuk orang seperti itu kedaan yang tam pak pasti
ada lah bahwa “tatanan lam a” J awa di kerajaan-kerajaan J awa tengah-
se latan, negeri-negeri yang menggantikan Kemaharajaan Mataram yang
per nah jaya dalam abad ketujuh belas, merupakan sesuatu yang kukuh,
bacaan-indo.blogspot.com

aman secara budaya sekalipun bergolak secara politik dan sosial. Dalam
bayangan orang yang demikian, khususnya jika seperti Diponegoro yang

196 Ungkapan J awanya: désa m aw i cara, nagara m aw i tata.


80 KUASA RAMALAN

dididik untuk jadi m uslim J awa yang saleh, kem uliaan Kem aharajaan
Ottom an yang pudar dan m asjid-m asjid suci (haram an) Medina serta
Mekah, tempat-tempat yang telah dijejaki oleh Nabi, itulah yang penting.
J ika ada suatu pusat yang suci di bum i ini, pusat itu ada di Arabia di
ma na jantung umat Islam berdegup. Dalam dunia yang demikian, siapa
ge ran gan yan g sam pai bisa m em bayan gkan bahwa bukan n ya Turki
Usmani atau tempat-tempat suci di Hejaz (sekarang Saudi Arabia) yang
akan menentukan masa depan dirinya, melainkan serangkaian revolusi
po litik dan industri yang ketika itu malah sedang berkecambah di kota-
kota berpabrik dan membosankan seperti Lancashire atau sudut-sudut
Paris yang sarat seniman?
Serba perubahan yang dahsyat akan mengalir dari revolusi kembar
in i dan m em bawa ke sebuah kon disi yan g disebut oleh sejarawan
Kenneth Pom eranz sebagai “The Great Divergence”, Pe m isahan Besar
(Pomeranz 20 0 0 ), ketika kemutakhiran teknik dan taraf hidup di Eropa
dan di Asia—khusus di China—mulai terpisah. Namun pa da tahap dini
ini perlu seorang jenius untuk m enangkap hal itu.197 Se m en tara itu,
sebelum dua dunia yang berbeda ini berbenturan satu sam a lain dan
J awa tengah-selatan m erasakan sendiri tekanan penuh tatanan Eropa
baru, ada baikn ya berlan gsun g suatu m asa sin gkat di m an a an cien
régim e (rezim lam a) tetap lestari. Dalam dua puluh tiga tahun itu,
Diponegoro akan tum buh dewasa dan m enem ukan tem patnya sendiri
dalam dunia rohani dan budaya kam pung halam annya, Yogya. Masa
m enjelang dewasa di lingkungan luar biasa daerah pertanian ne nek
buyutnya di Tegalrejo akan m enjadi pokok bahasan dalam tiga bab
berikut.

197 Seorang jenius seperti itu adalah pujangga J erm an beraliran rom antik, J ohann Wolfgang von
Goethe (1749– 18 32). Dengan m elakukan survei atas peristiwa m engejutkan berupa terpukul
m undurnya tentara Prusia pada pertem puran Valm y (20 Septem ber 1792) pada awal Perang
Revolusioner akibat artileri medan berpresisi tinggi yang baru karya J ean-Baptiste Vacquette de
Gribeauval (1715– 89), Goethe m enulis bahwa ia telah m engatakan kepada para jenderal Prusia:
“Tempat ini dan hari ini menandai awal suatu kurun baru dalam sejarah dunia, dan Anda dapat
bilang bahwa Anda berada di sana” (Von hier und heute geht eine neue Epoche der W eltgeschichte
aus, und ihr künnt sagen, ihr seid dabei gew esen), J .W. von Goethe, Cam pagne in Frankreich
1792 (18 22), dalam : Erich Trunz (ed.), Goethes Werke, H am burger Ausgabe in 14 Bänden.
bacaan-indo.blogspot.com

X: Autobiographische Schriften II, hlm . 235. Ham burg: Wegner, 14 vols. Saya berterim a kasih
kepada Dr Kevin Hilliard dari St. Peter's College, Oxford, untuk rujukan ini. Penerapan nalar dan
pengalaman terhadap perkembangan suatu sistem senjata yang dapat menghujani sasaran dengan
ketepatan yang tinggi dengan jarak tembak hingga 1.10 0 yard, jarak maju pasukan Prusia di Valmy,
digabungkan dengan kem am puan industrial Prancis akhir abad kedelapan belas dan sem angat
nasionalisme tentara Revolusioner Prancis telah mengubah sama sekali sifat peperangan, McNeill
1982:170 – 1, 197.
BAB II

Diponegoro:
Masa Remaja dan Pengasuhannya, 1785− 1803

Kelahiran y ang diram alkan


Dipon egor o—yan g ber n am a kecil Ben dor o Raden Mas Mu stah ar
(Dwidjosoegondo dan Adisoetrisno 1941:10 2)—lahir di Keraton Yogya-
karta pada 11 November 1785 tepat menjelang fajar.1 Dalam tarikh J awa,
hari kelahiran calon pemimpin Perang J awa itu sangat bertuah karena
jatuh dalam bulan J awa Sura, bulan pertama dalam tahun J awa, ketika
secara tradisional kerajaan baru didirikan dan gelombang sejarah baru
mulai (Carey 1981a: 261 catatan 10 8). Hari itu juga penting dalam bacaan
almanak atau primbon J awa modern karena paduan antara hari dalam
siklus mingguan dan pasaran dalam pekan pancawara J awa yang terdiri
dari lima hari itu. J umat Wage konon dipercaya bahwa yang lahir saat
itu adalah orang yang sangat fasih dan berpengaruh kata-katanya, ber-
murah hati, berwatak pandita, tetapi akan menghadapi banyak halangan
dan kesulitan dalam hidup karena pem bawaannya yang terus terang
dan memerahkan telinga.2 Menarik untuk dicatat di sini bahwa presiden
per tama Indonesia, Ir Sukarno (1901−1970), adalah juga seorang putra
fajar dan pem buka abad baru, dan karen a itu m en gan ggap dirin ya
dianu gerahi takdir istim ewa.3 Bahkan tahun Arab kelahiran Pangeran

1 BD (Manado) II:114, XIV (Sinom ) 44. Ing taun eBé punika/ w ulan Mucharam nujoni/ tanggal
bacaan-indo.blogspot.com

ping w olu kang dina/ Jum ungah W age puniki/ Alip ingkang lum aris/ Kulaw u m apan anuju/
w ektu saur babarny a; “Dalam tahun Bé/ tepat di bulan Muharam / pada tan ggal delapan .
Harinya/ J um at Wage/ di [tahun J awa] Alip/ dalam w uku [satu di antara m asa 30 hari yang
menjadikan tahun J awa 210 hari] Kulawu/ saat sahur lahirnya.”
2 Tanojo 1966:31. Keterangan Tanojo untuk no. 20 (kelahiran pada J umat Wage) sbb.: w ong lam un
lair ing dina Jum a’at W age, w ataké bisa am icara juw èh rècèh pratitis w atak pandhita, cetha
nanging cengkiling, lilan nanging kerep kesandhung.
3 Adam s 1965:17, yang m engutip kata-kata Sukarno: “Kam i orang J awa percaya bahwa seseorang
82 KUASA RAMALAN

pun—120 0 Hijriah—tampak mengandung makna. Hal itu disebut dalam


beberapa versi ramalan yang lebih bernuansa Islam sebagai tahun ketika
Ratu Adil J awa akan muncul. Secara tradisional, ramalan itu juga bisa
dikait kan dengan raja Kediri abad kedua belas, Prabu J oyoboyo.4
Ayah Diponegoro adalah anak sulung Sultan Yogya yang kedua,
Ham engkubuwono II (bertakhta 1792– 18 10 , 18 11– 18 12, 18 26– 18 28 ),
dari istrinya yang resm i (garw o padm i), Ratu Kedaton (sekitar 1750 –
18 20 ), yan g berdarah biru Madura dan yan g m en on jol di kalan gan
ker aton ka r en a kesaleh an n ya sebagai seor an g m u slim ah (Car ey
1980 :173– 4, 1992:187, 382, 40 1 catatan 12). Meskipun baru menginjak
usia enam be las tahun ketika Diponegoro lahir, ayah Diponegoro sudah
terpandang sebagai seorang muda menawan dan menyenangkan, yang
disukai oleh ban yak oran g karen a watakn ya yan g lem but dan rasa
hum orn ya yan g halus. Dia juga diken al sebagai seoran g sejarawan
am atir dan pen ulis yan g sedan g m en an jak. Bahkan sum ber-sum ber
Belanda m enyebutkan bah wa ayah Diponegoro sering dipanggil oleh
kakeknya, Sultan Mangkubumi, Sultan pertama (bertakhta 1749– 1792),
untuk m em ba ca kan dongeng-dongeng dan sejarah kuno J awa.5 Tidak
jelas se bera pa besar pen garuh ayah Dipon egoro terhadap pan geran
m uda itu sem asa kecilnya, karena pada usia tujuh tahun Diponegoro
pindah dari tem pat tinggal kaum perem puan di keraton untuk hidup
bersam a nenek bu yutnya di perum ahannya di Tegalrejo, lebih-kurang
tiga kilom eter ke se be lah barat Yogya n un jauh di ten gah-ten gah
ham paran sawah.6 Nam un ke m u dian keduanya akrab selam a kem elut
1811−1812, yang dipercepat de ngan bentrokan antara Keraton Yogya
dan pemerintah jajahan dan sela ma ayah Diponegoro naik takhta yang
hanya berlangsung singkat (1812−1814).

yang lahir saat fajar m enyingsing sudah ditakdirkan […] dengan saya [Sukarno] fajar itu bukan
hanya pembuka suatu hari, tapi pembuka suatu abad.”
4 Drewes 1925:167. Versi ramalan J oyoboyo yang dirujuk oleh Drewes berasal dari J awa Barat dan
aslinya dari penghujung abad kesembilan belas. Ricklefs mencatat bahwa meskipun ramalan itu
secara tradisional dikaitkan dengan J oyoboyo, benar-benar seorang raja dalam abad kedua belas,
raja tersebut bisa saja tidak ada kaitannya dengan ramalan itu, Ricklefs 20 0 6:92.
5 KITLV H 97 pt. 7, W.H. van IJ sseldijk, “Korte schets van de gesteldheid van Sultans Hoff, tot narigt
van den pl. Opperhoofd I.G. [J .G.] van den Berg” (Uraian singkat tentang keadaan keraton sultan
untuk Residen setem pat I.G. [J .G.] van den Berg) (seterusnya: Van IJ sseldijk, “Korte schets”),
31-8-1798, mengutip dari pendahulunya, memorandum terakhir J .M. van Rhijn (menjabat 1773–
1786), “Beschrijving der toestand van Sulthan’s hof” (Gam baran keadaan keraton Sultan), 21-2-
bacaan-indo.blogspot.com

1780 (Ricklefs 20 0 6:159). Begitu tertariknya Sultan pertama dengan cucunya sehingga, menurut
Van IJ sseldijk, Sultan sen diri yan g m en gurus pen didikan n ya dan m en gajarn ya m en ghargai
sejarah dan ceritera-ceritera J awa, menggambar, melukis, dan aneka seni keraton seperti menulis
kesusastraan dan m elagukan (m acapat) isi catatan sejarah (babad). Tentang anggapan yang
kurang menyenangkan, lihat Thorn 1815:291, yang kutipannya ada dalam Bab VII catatan 242.
6 Veth 18 96– 190 7, III:572 m encatat bahwa anak-anak keluarga raja J awa biasanya berada di
perumahan kaum perempuan (keputren) di keraton hingga saat mereka disunat.
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 83

Mungkin saja m elalui ayahnya—cucu kesayangan Sultan pertam a


yang su dah lanjut usia—Diponegoro mendapatkan perhatian sang pen-
diri kerajaan Yogya itu ketika ia masih bayi. Dalam otobiograinya,
Diponegoro m enggam barkan bagaim ana ia diperkenalkan oleh ibunya
ke pada Sultan Man gkubum i, dan raja sepuh itu telah m eram alkan
bahwa cucunya akan mendatangkan kehancuran yang lebih hebat buat
Belanda daripada beliau sendiri selama Perang Giyanti (1746−1755), tapi
bahwa hasilnya, hanya Yang Maha Kuasa yang tahu.7
Ram alan itu m em ber i wawasan m en gen ai betapa pen tin gn ya
ketokohan Sultan pertam a yang karism atik itu bagi Diponegoro, dan
bagaim an a teladan h idup Man gkubum i m en gilh am i para an ggota
keluarga yan g dekat den gan san g Pan geran selam a Peran g J awa
(1825– 1830 ).8 Ramalan Sultan pertama itu dapat juga dikaitkan dengan
ram alan lain , yan g kon on dibuat oleh raja Mataram abad ketujuh
belas, Sultan Agung (bertakhta 1613– 1646), yang juga diceritakan oleh
Dipon egoro dalam otobiografin ya. Ram alan itu m en yatakan bahwa
setelah wafatnya Sultan Agung pada Februari 1646, Belanda memerintah
di J awa selama 30 0 tahun dan meski seorang di an tara keturunan raja
Mataram akan bangkit melawan, akhirnya ia akan dika lahkan.9

7 Carey 1974a:30 – 1; BD (Manado) II:114, XIV (Sinom ) 45– 6: 45. Kangjeng ibu ingkang bekta/
prapta ngarsaning Sang Aji/ pinarak Prabay eksa/ pan lajeng iling-ilingi/ Jeng Sultan ngandika
ris/ Bok Ratu buy utirèku/ besuk w ruhanira/ w us karsaning Hy ang W idhi/ pan pinasthi iy a
kary a lam pahan. 46. Pan iku luw ih lan ingw ang/ rusaké W alonda bénjing/ w ekasan W allahu
Alam .
8 Pangeran J oyokusum o I (Ngabehi) (sekitar 1787– 1829) (Bab III catatan 3), seorang di antara
panglim a utam a Diponegoro selam a Perang J awa, ham pir bisa dipastikan m enirukan pendapat
Pangeran tentang Sultan yang pertama ketika dalam suratnya kepada Hamengkubuwono II pada
1826 ia menyebut sang pendiri Yogya itu sebagai seorang “kesatria pengelana” (satria lelono), yang
berusaha mereka teladani selama pertarungan mereka yang lima tahun itu, Dj.Br. 42, J an Izaäk van
Sevenhoven, “Nadere toelichting en vervolg van de nota bevattende een kort overzicht van den staat
der vorstenlanden en van het rijk van J ocjocarta in het byzonder […]” (Penjelasan lebih jauh dan
lanjutan nota berisi peninjauan singkat tentang keadaan tanah kerajaan dan keraton Yogyakarta
pada khususnya […]), 4-12-1826, yang melampirkan laporan Mas Seloyo, seorang mata-mata J awa
yang dipakai oleh Belanda, 17-10 -1826. Lihat juga AN, Besluit van den Governeur-Generaal, 10 -
10 -1834 no. 4 (Keputusan Gubernur-J enderal J ean Chrétien Baud m engasingkan putra sulung
Diponegoro ke Sum enep), Laporan Mas Sum odipuro tentang Pangeran Diponegoro II, 10 -1833,
tentang apa yang telah dikatakan oleh tokoh tersebut terakhir ini: w ataké w ong Mentaram […]
telung prakara […] kang dhingin bisa sim pen, kapindho gelem m buw ang, kaping telu kenceng
agam ané. Niku adaté sok dadi becik. Sinuw un Suw arga m aw on kadospundi, ngluw ihi saking
gerah, nanging kenceng agam ané, katrim a dadi nurunaké [sapriki]; “Orang Mataram [Yogya]
mempunyai tiga ciri watak: pertama mereka bisa mengendalikan perasaan, kedua mereka murah
hati, dan ketiga m ereka teguh beragam a. Itu adalah jenis adat yang sering m enghasilkan m utu.
[Tentang] almarhum Sultan [Hamengkubuwono I] bagaimana tentang dia? Dia sangat menderita,
tapi teguh dengan agamanya—sesuatu yang diterima sebagai warisan [hingga hari ini].”
9 Carey 1974a:30. Penulis buku ini pernah keliru menafsirkan ungkapan dalam otobiograi
bacaan-indo.blogspot.com

Diponegoro (Babad Diponegoro versi Manado), bénjing sapengker kula, sebagai saat tanggal
kekalahan pen gepun gan kedua Batavia oleh Agun g (1629), ketika raja Mataram m en coba
memaksa Belanda keluar dari benteng Kota Intan (J ayakarta). J elaslah bahwa Agung sebenarnya
merujuk pada kurun setelah wafatnya. Hal ini tentu lebih cocok dengan masa kolonial Belanda di
J awa yang berlangsung sampai beberapa saat setelah J epang menyerah pada 15 Agustus 1945 dan
proklam asi kem erdekaan Indonesia dua hari kem udian (17-8-1945), yaitu hingga ke rangkaian
“agresi Belanda” (politionele acties) J uli 1947 dan Desember 1948, ketika sebagian besar wilayah
84 KUASA RAMALAN

Tam paknya ham pir pasti bahwa Diponegoro m enganggap dirinya-


lah yang dim aksudkan oleh Agung sebagai keturunan itu, dan de ngan
demikian meletakkan apa yang bisa dianggap sebagai kerangka ra malan
untuk m em aham i kekalahannya m elawan Belanda. Kita akan m elihat
seben tar lagi bagaim an a ran gkaian ram alan in i akan diperkuat de-
ngan ramalan yang sarat teka-teki lewat suara gaib yang terdengar oleh
Diponegoro yang berusia dua puluh saat ia tidur di Parangkusum o di
Pantai Selatan: “Engkau sendiri hanya sarana, namun tidak lama, un tuk
disejajarkan dengan leluhur.”10

Kerabat perem puan dan pengaruh m ereka


Mem an g leluhur pria Dipon egoro pern ah m em beri pen garuh besar
terhadap Pan geran secara pribadi dan sebagai sum ber ilham . Tapi
ker abat yan g per em pu an bar an gkali m alah lebih pen tin g dalam
membentuk pandangan sosial Pangeran, yang khas selama masa kanak-
kanak dan remaja. Pandangan sosial itu berakar pada keyakinan agamis
mendalam dan hubungan yang luas dengan masyarakat santri di J awa
ten gah-selatan , hubun gan yan g agak tidak um um un tuk seseoran g
seperti dirinya dari kalangan keraton. Dua-duanya, keyakinan agam is
dan h ubun gan sosial itu, akan m en en tukan gaya kepem im pin an
Dipon egoro selam a Peran g J awa dan terhadap karism a atau sifat
kepahlawanan dirinya.
Kenyataan bahwa Diponegoro terutama dibesarkan di bawah asuhan
kaum perem puan yang berkepribadian hingga berusia delapan belas
(lihat catatan 52), mungkin juga telah menyumbang pada perkembangan
segi-segi fe minin wataknya yang membuat sang Pangeran tampil tidak
lum rah di ka langan m asyarakat J awa sem asanya. Dalam hal ini orang
berpikir ten tang kepekaan dan mata-batin atau intuisinya yang terpantul
dalam ba kat nya mem baca watak orang dengan mengamati raut muka—
yang dise but oleh orang J awa ngelmu irasat (Bab III)—sebagaim ana
juga de ngan ke lentur an jasmaninya. Hal itu bahkan mungkin bisa men-
jelas kan apa yang dianggap rasa muak dalam dirinya terhadap kekerasan
pe rang yang akan kembali kita singgung dalam bab berikut.
Melalui anggota keluarga yang perempuan, Diponegoro menyatakan
adanya hubungan darah dengan beberapa kiai terkemuka di J awa. Seba-
bacaan-indo.blogspot.com

gian di antara m ereka bisa m elacak silsilah nenek m oyangnya hingga

Republik Indonesia diduduki oleh Belanda. Lebih jauh lihat Tjantrik Mataram 1966:76– 8.
10 Lihat Bab IV catatan 58.
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 85

ke wali songo dari abad kelim a belas dan keenam belas. Tokoh yang
lain ter kenal sebagai pem uka dan cendekiawan agam a di m asyarakat
m asing-m asing. Ibunda Diponegoro, Raden Ayu Mangkorowati, istri
tak resm i (garw o am pey an ) bakal Sultan ketiga, yan g m elahirkan
Dipon egoro pada usia lim a belas,11 m erupakan keturun an Ki Agen g
Prampelan, seorang tokoh yang sezaman dengan raja pertama Mataram,
Pa nem bahan Senopati (bertakhta 1575– 160 1). Seorang lagi di antara
nenek m oyangnya ialah Sunan Ngam pel Denta dari Gresik, seorang di
antara para wali di J awa, yang m em bentuk suatu m asyarakat Islam di
J awa tim ur sebelum berakhirnya kerajaan Hindu-Buddha Majapahit
sekitar 1527.12
Meskipun petunjuk m engenai keluarga ibunda Diponegoro tidak
banyak, ibundanya itu agaknya lahir di daerah perdikan (desa bebas
pajak yan g diberikan kepada pem uka agam a) Majasto dekat pu sat
keagam aan terken al Tem bayat di kawasan Pajan g.13 Dua tem pat in i
su dah dihuni oleh keturunan dan pendukung Panem bahan Kajoran,
seorang penentang keluarga raja Mataram abad ketujuh belas. Tam -
pak nya daerah itu tetap m em punyai kekuatan untuk m enjadi pusat
per lawan an ter h ad ap ker aton -ker aton J awa ten gah sam pai saat
Diponegoro lahir.14 Pernikahan ayah Diponegoro dengan perempuan dari
daerah yang berpotensi menimbulkan masalah, merupakan suatu contoh

11 Pada 18 49, ketika konon akan datang ke Makassar untuk bergabung dengan Diponegoro di
pengasingan (Bab XII catatan 271), ibunda Diponegoro ini disebut telah berusia 82 tahun, AN
Kab Geheim La V, 11-5-1849, P.J .B. de Perez (Surabaya) kepada Gubernur-J enderal J an J acob
Rochussen (Batavia), 20 -3-1849. J ika hal ini merujuk pada tarikh J awa– yang kelihatannya benar
demikian—ia pasti lahir pada 1696 J (1770−1771 M) dan tentu baru saja menginjak usia 15 ketika
Diponegoro lahir.
12 Padm asusastra 190 2:20 9– 10 ; BNg I, 13:III (Pangkur) 15. Sing Dy ah Mangkaraw aty a trahing
Ky agen g Pram pèlan rum uhun . Keteran gan bahwa Ki Agen g Pram pelan hidup pada m asa
Panem bahan Senopati diberikan oleh juru kunci m akam Ki Ageng sem bilan kilom eter ke arah
selatan Sragen dekat Surakarta, wawancara juru kunci m akam Ki Ageng Pram pelan, 2-4-1973.
Lihat juga Serat salasilah para leloehoer ing Kadanoerejan t.t.:27, yang m enyebut seorang
Kiai Tum enggung Pram pelan dari keraton Pajang yang menjadi “pemeluk teguh” (m ukm in kas)
dengan gelar “Ki Ageng”; Mandoyokusum o 1977:15, yang m erujuk pada seorang “Tum enggung
Param pilan” [sic] sebagai seorang di antara leluhur langsung ibunda Ham engkubuwono I, Mas
Ayu Tejowati; Padmasusastra 190 2:210 , yang menulis seorang “Ki Ageng Prempuhan” dari wangsa
Karang Lo sebagai seorang keturunan generasi kesepuluh Sunan Ngampel Dentha.
13 Knoerle, “J ournal”, 6, m elaporkan Diponegoro sebagai m engatakan bahwa ibundanya lahir di
desa “Madèsta” in het district van Padjitan [sic], yang langsung menyiratkan kewedenaan Pacitan
jauh di pantai selatan, tapi lebih mungkin adalah Pajang, lihat Knoerle, “J ournal”, 24, di mana ia
gunakan ungkapan in het Padjitaansche untuk m erujuk pada pertem puran Kiai Mojo di Pajang
pada 1828. “Madèsta” hampir pasti adalah Majasto. Tentang tempat Majasto berada, yang sering
dirujuk sebagai “bukit Majasto” lihat Rinkes 1911:449; dan IOR X IX 7, “Topograhische Kaart der
bacaan-indo.blogspot.com

Residentie Soerakarta opgenomen ingevolge gouvernements besluit dd. 9 J unij 1861 no. 6 en 13
November 1862 no. 26 (Peta Topograik Keresidenan Surakarta dibuat sesuai dengan undang-
undang pemerintah [Hindia Belanda] tt 9 J uni 1861 nomor 6, dan 13 November 1862 nomor 26)”,
di m ana Majasto disebut terletak ham pir tepat sebelah selatan Surakarta di tepi Kali Dankang
di Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, lebih jauh lihat Balé Poestaka 1939:66; http:/ /
id.wikipedia.org/ wiki/ Majasto,_ Tawangsari,_ Sukoharjo, diunduh 4-0 9-20 11.
14 De Graaf 1940 :273– 328, 1962:38.
86 KUASA RAMALAN

bagaim ana keraton m enjalankan politiknya untuk m eredam ancam an


dari masyarakat agamis yang bersikap mandiri, melalui hubungan per-
nikahan dan pem berian daerah atau desa bebas pajak.15 Ikatan-ikatan
ke keluargaan dan politik keraton ini ternyata m enghasilkan dukungan
luas dari kawasan ini untuk Diponegoro selama Perang J awa.16
Diponegoro tidak banyak merujuk ihwal ibunya dalam otobio grai-
nya selain m enyebut bahwa ibunya itu “kuat” (kuw at) dan “luar biasa
cantik” (luw ih bagus), nam un tam paknya ia m erasa sangat dekat de-
ngan perem puan itu: antara 18 25 dan penangkapan ibunya pada 14
Oktober 1829 kala sang ibu bersembunyi di suatu desa—Karangwuni—di
ka wasan Adikarto, Kulon Progo, ibu dan anak itu sama-sama merasakan
pahit getirnya perang. Segera setelah perang usai, ketika sang ibu sudah
kem bali ke keraton, terdapat penggambaran yang mengharukan tentang
betapa m e m ilu kan tangisan si ibu lantaran kelim a anak Diponegoro
tidak m em beri horm at utam a kepada dirinya sebagai nenek m ereka.17
Pa da saat itu lim a orang itu m em ilih m em beri horm at utam a kepada
janda Hamengkubuwono IV, Ratu Ageng (dulu), ibu Sultan kelima, kala
mereka berlima menyerah secara resmi, April 1830 . Sam pai akhir 1849,
ketika sudah di pengasingan selama hampir dua puluh tahun—pertama
di Manado (1830−1833) dan kemudian Makassar (1833−1855)—sang
Pangeran menerima surat dari ibundanya yang me nim bulkan harapan
bah wa perempuan itu akan datang bergabung di pengasingan (ibunda -

15 Carey 1981a:258 catatan 10 1. Rinkes 1911:454 dan Mandoyokusum o 1977:21 no. 31, dua-duanya
menyebut bahwa seorang putri Hamengkubuwono II kawin dengan pemimpin rohani Tembayat,
Sayyid Ngabdani, yang kemudian bergabung dengan Diponegoro selama tiga tahun awal Perang
J awa, lihat Bataviasche Courant 126, 22-12-1827. Lebih jauh lihat Rem m elink 1994:18 tentang
politik pernikahan Mataram awal abad kedelapan belas.
16 Carey 1974a:23. Ada laporan pada awal Perang J awa bahwa Diponegoro akan pergi ke Majasto un-
tuk menggalang dukungan, AvJ , Haji Ali (Tembayat) kepada Danurejo IV (Yogyakarta), 18-7-1825.
Lihat juga Louw dan De Klerck 1894– 190 9, II:532; Bataviasche Courant Bijvoegsel, 29-11-1826,
tentang pertempuran Raden Mas Papak (kemudian Pangeran Adipati Notoprojo) sekitar Tembayat
pada 1826; dan Bataviasche Courant, 20 -12-1827, tentang pertempuran Pangeran Sumendi yang
terkenal saleh, masih terhitung keluarga Pangeran Serang, sekitar Tembayat pada 1827.
17 BD (Manado) II:240 , XVIII. 154 (tentang sosok dan watak Mangkorowati); Louw dan De Klerck
198 4– 190 9, V:412– 3 dan Cham bert-Loir 20 0 0 :274 m engutip EdD, 15-10 -18 29 (m em aparkan
secara rinci pe nangkapan Mangkorowati bersama dengan seorang putri Diponegoro, Raden Ayu
Gusti [Apendiks IV bagian 1], di desa Karangwuni dekat Wates, kawasan Adikarto, Kulon Progo,
oleh Mayor Edouard Errembault de Dudzeele [1789−1830]); Houben 1994:23 (tentang sikap
horm at anak-anak Diponegoro kepada Ratu Ageng, ibunda Ham engkubuwono V). Agaknya ada
kesalahan dalam paparan Houben, atau kesalahan dalam sum ber-sum ber yang ia pakai, karena
ketika anak-anak Diponegoro melakukan kunjungan kehormatan itu pada April 1830 , para ibunda
dua Sultan sebelumnya (Hamengkubuwono III dan Hamengkubuwono IV) sudah tidak hidup lagi:
bacaan-indo.blogspot.com

ibunda Hamengkubuwono III, Ratu Kedaton (sesudah 1814, Ratu Ageng), sudah wafat pada 12 J uli
1820 (AvJ , H.G. Nahuys van Burgst (Yogyakarta) kepada G.A.G.Ph. van der Capellen (Batavia),
12-7-1820 ), dan Ratu Ibu (sesudah 18-5-1822, Ratu Ageng), ibunda Hamengkubuwono IV, sudah
wafat pada 20 -6-1826, Bab VIII catatan 46. Malah ada keraguan apakah ibunda Hamengkubuwono
V, Ratu Kencono (sesudah Agustus 1826, Ratu Ageng) masih hidup karena ia diketahui menderita
penyakit jiwa yang berat (Carey 1992: 50 4– 5 catatan 50 9; Bab VIII) dan m ungkin sudah wafat
sebelum akhir Perang J awa.
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 87

nya m enolak m engatakan bahwa pada usia 8 2 ia terlalu renta un tuk


m e lakukan perjalanan laut dari Sem arang ke Makassar).18 Ibundanya
wafat, tam paknya karena penyakit edem a, di Yogya pada 1852 hanya
tiga tahun sebelum putran ya wafat di Makassar (8 J an uari 18 55). 19
Dalam masa kanak-kanak dan remajanya, Diponegoro ba rangkali lebih
jarang bertem u dengan ibundanya daripada seandainya ia tinggal di
keraton. Namun perumahan nenek buyutnya di Tegalrejo terletak tidak
jauh dari Yogya sehingga mungkin kunjungan keluarga sering dilakukan
dan mereka tetap bisa merasa dekat. Perasaan akrab itu tentu diperkuat
oleh status Diponegoro sebagai satu-satunya anak le laki ibunya dari
seseorang yang kemudian jadi Sultan ketiga menurut silsilah Yogya yang
resmi (Mandoyokusumo 1977:29– 33).
Seorang lain di antara kerabat perempuan yang telah ikut memben-
tuk pandangan hidup Diponegoro dalam masa remajanya ialah nenek-
nya, Ratu Kedaton, seorang keturunan Panem bahan Cokrodiningrat II
dari Madura (berkuasa 1680−1707). Dalam otobiograinya, Diponegoro
merujuk kepada perempuan itu dengan hormat.20 Kesetiaannya terhadap
Islam, ciri masyarakat Madura yang menonjol, rupanya berkesan di hati
Diponegoro. Dalam pada itu, menurut seorang Residen Belanda waktu
itu, Ratu mempunyai “semangat Madura yang kuat yang agaknya tidak
surut-surut pada masa tuanya”. Suaminya, Sultan kedua, menurut sum-
ber yang sam a, “dengan pola-pola pem ikiran J awa-nya yang biasa”,
sam a sekali tidak dapat m em aham i istrin ya itu. 21 Sebagai seoran g
pendu kung teguh bagi putranya, yang kemudian menjadi Sultan ketiga,
Ratu Kedaton mengalami pernikahan yang sangat bergolak dengan Raja
Yogya yang lebih m engedepankan keturunannya dari istri yang lain.22
Dalam empat kesempatan yang berbeda selama Januari−Juni 1812,
Ratu Kedaton dikenai hukuman kurungan selama dua puluh empat jam
di Bangsal Kencono di keraton untuk m enjatuhkan sem angatnya dan
m em aksa ia m enyingkapkan rahasia “persekongkolan” antara pihak
Inggris dan putranya, tapi hukum an itu hanya m em perkuat tekad nya
saja.23

18 AN Kab, 11-5-1849 no. La V, Pangeran Ngabdulkamid (Diponegoro) (Makassar) kepada Raden Ayu
Mangkorowati (Yogyakarta), 25 Rabingulakir 1777 J (20 -3-1849 M); Raden Ayu Mangkorowati
(Yogyakarta) kepada A.H.W. Baron de Kock (Residen Yogya), 24 J umadilawal 1777 J (11-4-1849
bacaan-indo.blogspot.com

M). Lihat juga Apendiks VIII.


19 Dj.Br. 4, J .J . Hasselm an, “Algem een Verslag over de Residentie Djokjokarta over het jaar 1851”
(Laporan Umum tentang Keresidenan Yogyakarta untuk tahun 1851), 7-3-1852.
20 BD (Manado) II:164, XV.135.
21 Dj.Br., 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 12-2-180 7.
22 Lihat Bab V, Bab VII catatan 221.
23 IOL, Eur F148/24 (Rafles−Minto correspondence, vol. 24) no. 14, John Crawfurd (Yogyakarta)
88 KUASA RAMALAN

Darah Madura dalam diri putran ya juga diperhatikan oleh para


pengamat dari Eropa. Pada pertengahan September 1811, misalnya, ke-
tika berita jatuhnya Sum enep (Madura) ke tangan pasukan pe nyerbu
Inggris sudah sam pai ke Yogya (Bab VII catatan 99), Residen Belanda
berkata bahwa berita itu telah “m em buat darah Madura [da ri Sultan
ketiga] m endidih”.24 Bahwa Diponegoro sendiri berdarah seper em pat
Madura lewat ayahn ya m un gkin juga telah m em pen garuhi kepri ba-
dian n ya dan ikut m en en tukan tabiatn ya yan g suka m en dadak sarat
amarah, hal yang sangat sering kita temui dalam buku ini.
Sangat mudah memperkirakan bahwa pengaruh yang paling me nen-
tukan bagi pangeran muda itu ialah nenek buyutnya, Ratu Ageng, yang
terkadang dirujuk sebagai Ratu Ageng Tegalrejo. Ketika Diponegoro
ber usia tujuh tahun, Ratu Ageng m enjadi pengasuhnya. Motif-m otif
menga pa ia melakukan hal itu tidak dibicarakan dalam sumber-sumber
yang ada. Mungkin ia melihat dalam diri cucu buyutnya suatu petunjuk
ke rohanian tertentu yang m endalam , yang m em buat sang cucu buyut
me nonjol di kalangan anggota keluarga dan yang menjadikannya cocok
un tuk mendapat pendidikan kerohanian yang sungguh-sungguh. Barang-
kali usia m uda ibu Diponegoro—m asih sangat rem aja ketika m ela hir-
kannya—m em pengaruhi keputusan nenek buyut itu, m eskipun da lam
kurun pra-m odern di J awa pengantin perem puan rem aja sudah biasa,
sekurang-kurangnya di kalangan istana. Mungkin saja nenek bu yut itu
hanya ingin didam pingi oleh seorang anak kecil ketika ia m ulai m em -
buka lahan baru—yang merupakan bagian perluasan sawah akhir abad
kedelapan belas di negaragung di m ana ia m enetap, yang sudah kita
bahas dalam bab sebelum ini. Tentu saja praktik “m engangkat anak”,
atau lebih tepat “m em in jam kan ” an ak-an ak, bukan peristiwa an eh
dalam masyarakat J awa (Geertz 1961:36– 41). Ayah Diponegoro sen diri,
boleh dikatakan diasuh oleh kakeknya, Sultan pertama, dan ada ba nyak
contoh anak-anak istana dipinjam kan kepada kerabat yang lebih tua
untuk menjamin agar mereka memperoleh pendidikan.25

kepada T.S. Rafles (Batavia), 22-3-1812; Dj.Br. 191, A.H .W. Baron de Kock, “Mem orie van
Overgave”, Yogya, 17-5-1851. Lihat lebih lanjut Bab VII.
24 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J an Willem J anssens (Semarang), 11-9-1811.
25 Lihat KITLV H 97 pt. 7, W.H . van IJ sseldijk, “Korte schets”, 31-8 -1798 , yang m enyebutkan
bah wa pam an Diponegoro, Pangeran Mangkubum i (lahir sekitar 1781), telah diasuh oleh putri
bacaan-indo.blogspot.com

Ham engkubuwono I, Ratu Bendoro I, m antan istri yang diceraikan karena dia tak m em punyai
anak oleh Mangkunegoro I (bertakhta 1757– 1795). Adik Diponegoro, Pangeran Adinegoro (pasca-
1825, Pangeran Suryengalogo; lahir sekitar 1788), tam paknya telah diangkat anak oleh Raden
Tumenggung Sumodiningrat yang tak mempunyai anak dengan istrinya yang sah, Ratu Bendoro
II, se orang putri Hamengkubuwono II dan Ratu Kedaton, Carey 1981a:238 catatan 20 . Sementara
itu, di Surakarta, saudari Pakubuwono IV, Raden Ayu Sekartaji, telah dipercayakan untuk diasuh
oleh Raden Mas Said (Mangkunegoro I), bekas suami Ratu Bendoro I, hingga wafatnya Desember
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 89

Apa pun alasannya, Diponegoro m engalam i m enjadi seorang anak


le laki pra-rem aja yang hidup bersam a dengan seorang perem puan tua
ter ke muka yang berpandangan sangat kritis terhadap perkembangan di
istana Yogya di bawah kekuasaan putranya yang angin-anginan dan tak
terampil, sang Sultan kedua. Putri seorang kiai terkemuka di Kabupaten
Sragen,26 Ratu Ageng Tegalrejo dapat m elacak silsilah keturun an nya
sampai ke Sultan Bima di Sumbawa, suatu kerajaan Islam yang sangat
m en junjung kem erdekaannya di Nusantara tim ur (sekarang Pro vinsi
Nusa Tenggara Barat) (Apendiks III). Kerabat beliau yang lain dekat de-
ngan jabatan keagamaan Keraton Yogya: saudara Ratu Ageng, misalnya,
kawin dengan Penghulu Yogya, Pekih Ibrahim (Apendiks Vb), dan se-
orang lain anggota keluarga ialah seorang santri Yogya, Haji Ibrahim ,
yang m em bawa pesan-pesan rahasia di antara raja-raja J awa tengah
se la m a upaya m ereka yang gagal m em bentuk persekongkolan m ela-
wan Inggris pada 1811−1812. Haji Ibrahim kemudian melakukan per ja-
lanan ke Sumbawa untuk berdagang budak di mana ia lagi-lagi dicu rigai
bertindak sebagai utusan rahasia bagi Sultan kedua yang dalam peng-
asingan.27 Kekerabatan tersebut terakhir ini—m eskipun harus diakui
dibentuk dengan agak sesuka hati—membuat Diponegoro sebagai anak
m u da m em punyai alasan kuat untuk m ulai m enjalin hubungan dekat
de ngan para pejabat agama di ibu kota Kesultanan Yogya.
Ratu Ageng m erupakan seorang perem puan yang sangat tangguh:
ia men dampingi Sultan pertama dalam seluruh pertempuran melawan
Belanda selama Perang Giyanti (1746– 1755), dan melahirkan anak le laki
yang kem udian akan jadi Sultan kedua ketika pasukan suam inya ber-
istirahat di lereng Gunung Sundoro di Kedu—karena itu nama kecil calon

1795, J ava NOK 47, W.H. van Overstraten (Sem arang) kepada Willem Arnold Alting (Batavia),
2-1-1796; dan yang kemudian jadi Pakubuwono VI (bertakhta 1823– 1830 ), Raden Mas Saperdan,
dibesarkan oleh pam annya dari pihak ibu, Patih (perdana m enteri) Surakarta, Raden Adipati
Sosrodiningrat II (men jabat 1812– 1846), setelah ibunya wafat segera setelah melahirkannya pada
27-4-180 6, lihat Bab X catatan 160 .
26 Kiai itu ialah Ki Agen g Derpoyudo, lihat Serat salasilah para leloehoer ing Kadanoerejan
t.t.:125-7 (yang m em aparkan silsilah leluhur Ratu Ageng Tegalrejo); Mandoyokusum o 1977:11
dan Apendiks I. Sangat sedikit yang diketahui tentang Derpoyudo selain bahwa m akam nya di
Majangjati dekat Sragen dikunjungi oleh para peziarah yang diutus oleh Keraton Yogya dan di
Yogya kiai itu dihorm ati sebagai pelindung para penjudi, Perpustakaan Nasional (J akarta), MS
933 DJ , Ir Moens, “Platen Album” no. 8 (“Slam etan cèm bengan bij de Gunung Gam ping [Jogja]
m et offers”), 42 (gam bar 25) dan 90 (gam bar 86). Keterangan lebih rinci bisa diperoleh dalam
Sumahatmaka 1929. De Graaf 1961:61, merujuk pada seorang Kiai Demang Derpoyudo pada masa
bacaan-indo.blogspot.com

misi kedutaan VOC ke Mataram. Lihat lebih jauh Apendiks III.


27 Serat salasilah para leloehoer ing Kadanoerejan t.t.:127; Carey 198 0 :55 catatan 1. Selam a
di Sum bawa, Haji Ibrahim dicurigai oleh pejabat Belanda m em bawa aneka pesan rahasia dari
Hamengkubuwono II, yang ketika itu dalam pengasingan di Ambon (1816– 1826), kepada Sultan
Tidore, S.Br. 87, Besluit van den Gouverneur-Generaal, 10 -10 -1818 no. 13, dikutip dalam Asisten-
Residen Caspers (Am bon) kepada H.J . Dom is (Sem arang), 15-4-1823. Lebih jauh lihat Bab VII
catatan 87.
90 KUASA RAMALAN

Sultan kedua itu adalah Gusti Raden Mas Sundoro.28 Setelah kesultanan
Yogyakarta terbentuk pada 1755, Ratu Ageng menjadi panglima pasukan
kawal istimewa perempuan, atau semacam korps “Srikandi” (putri) ke-
ra jaan, satu-satunya barisan pasukan m iliter yang m em buat Marsekal
Herman Willem Daendels terkesan ketika berkunjung ke Keraton Yogya
pada J uli 180 9 (Bab VI).29
Ratu Ageng juga terkenal, m enurut suatu catatan Keraton Yogya,
berkat kesalehannya dan kesukaannya m em baca kitab-kitab agam a,
juga ketekunannya m erawat adat tradisional J awa di keraton.30 Peng-
abdiannya yang kukuh terhadap adat J awa akan terwaris kan kepada
cucu-buyutnya yang kemudian digambarkan oleh pejabat pejuang VOC
Nicolaus Engelhard (1761– 1831) sebagai “dalam segala segi merupakan
seoran g J awa [yan g] m em atuhi adat-istiadat J awa” (Van der Kem p
18 96a:415; Bab X). Saat Diponegoro tinggal bersam a de ngan nenek
buyutnya di Tegalrejo, perempuan itu bahkan da lam usianya yang sudah
enam puluhan tetap sebagai seorang perempuan ber ke mauan baja, yang
pastilah sangat mengagumkan bagi seorang anak lelaki tujuh tahun.
Ada suatu keteran gan yan g m en arik dalam Babad Dipon egoro
versi Surakarta di m an a san g Pan geran kon on m en gatakan bahwa
“dalam masa kanak-kanak saya, orang tua itu suka membuat saya keta-
kutan ketika m ereka m em beri perintah”, suatu keterangan yang sem -
pat terasa dalam kisah otobiograinya (Carey 1981a:78–9, 271 catat an
145). J ika Ratu Ageng memang terkadang bertindak seperti ibu-tiri yang
keras, gam baran diri perem puan itu yang diberikan oleh Diponegoro

28 MS A62 Keraton Yogya (Babad Dipanagaran): 1; Mandoyokusumo 1977:17.


29 Poensen 190 5:144. Selam a sejam pam eran tanding, “tournam ent”, yang dilakukan oleh korps
Srikandi itu (pasukan langenkusum o) di hadapan Daendels pada pagi 30 -7-180 9, disebut dalam
Dj.Br. 24, J . Groenhoff van Woortman, “Dagverhaal van het voorgevallene ter gelegenheid van de
komst alhier van Z.E. den Heer Maarschalk en Gouverneur-Generaal, Herman Willem Daendels”
(Buku harian tentang kejadian pada kedatangan di sini dari Yang Mulia Tuan Mareskalek dan
Guber nur-J enderal Herman Willem Daendels), 17-9-180 9 (seterusnya: Groenhoff van Woortman,
“Dagverhaal”). Boleh jadi, pertunjukan “tournament” itu dilakukan dengan menunggang kuda di
alun-alun selatan, karena Daendels kemudian menyebut betapa terkesan dia dengan cara pasukan
kawal perempuan itu menangani bedil mereka sambil menunggang kuda, Poensen 190 5:144. Suatu
penggambaran menarik tentang munculnya korps Srikandi Surakarta pada 1812 diberikan dalam
KITLV H 788, “Verzameling van documenten, meest brieven aan J os. Donatien Boutet, particulier
te J ogjakarta” (Kum pulan naskah, sebagian terbesar surat kepada J os[eph] Donatien Boutet,
partikelir [swasta] di Yogyakarta), H.G. Nahuys van Burgst (Residen Surakarta) kepada J .D.
Boutet (Yogya), 5-1-1822, une quarantaine de fem m es assises en rang im m édiatem ent en dessous
du trône et littéralem ent arm é jusqu’aux dents: outre une ceinture garni de kris chaqu’une tena
à la m ain un sabre ou un fusil […] Il faut avouer qu’elles sont une singulière garde de corps ;
bacaan-indo.blogspot.com

“empat puluhan perempuan duduk berbaris langsung di bawah takhta [sunan] dan benar-benar
ber senjata lengkap: berikat pinggang dengan sebilah keris diselipkan di sana, masing-masing me-
megang sebilah pedang atau sepucuk bedil […] harus diakui bahwa mereka pasukan kawal yang
m engagum kan”. Untuk rujukan lebih awal pada perhatian Ham engkubuwono II—ketika m asih
putra mahkota—terhadap pasukan ini, lihat Ricklefs 1974:30 4 catatan 42; dan tentang cara-cara
yang jahat dia mengangkat anggota pasukan, lihat Carey 1992:413 catatan 73.
30 MS A62 Keraton Yogya (Babad Dipanagaran):3 (tentang kajian Ratu Ageng mengenai Weda).
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 91

dalam babadnya penuh dengan kasih sayang. Dalam dua larik syair,
ia m enggam barkan kehidupan bersahaja nenek buyutnya yang senang
berada di tengah masyarakat tani sekitar Tegalrejo dan ba nyaknya santri
yang tertarik datang ke sana:

XIV. 50 Kam i perikan Ratu [Ageng]:


[betapa] ia senang bertani
bersam a dengan tugas rohani.
ia kerjakan tanpa pam rih
di jalan cintanya pada Hyang Sukm a

51 [...]
Tegalrejo jadi sangat sejahtera
karena banyak orang datang
sem ua m encari m akan
[sedang] santri m encari ilm u.
Di sana banyak am al dan doa,
terlebih pada petaninya.31

Suasan a lin gkun gan Dipon egoro dibesarkan jauh berbeda den gan
suasana Keraton Yogya sem asa Sultan kedua berkuasa. Kebersahajaan
d esa yan g m elekat p ad a Tegalr ejo akh ir abad ked elap an belas
mengajarkan ke pada Diponegoro sejak anak-anak untuk bergaul akrab
dengan segala lapisan masyarakat J awa dan menjalani hidupnya dengan
santai tan pa m erasa diri lebih tinggi. Cara penataan Ratu Ageng yang
cerm at dan kerelaannya berniaga m ungkin juga telah m em beri kesan
yan g m en dalam pada diri Dipon egoro. 32 Kita tahu dari keteran gan
Belanda kemu dian bahwa Diponegoro tak ada bandingnya di kalangan
para pangeran Yogya masa itu dalam hal penghasilan, yang sumbernya
ad alah tan ah p er tan ian n ya, sebab d ia tid ak sam p ai m elaku kan
pem erasan . Tern yata ke ka yaan pribadin ya kem udian m em ban tun ya

31 BD (Man ado) II:116, XIV (Sinom ) 50 -1. Kangjeng R atu w inarni/ pan tetanèn rem enipun/
sinam bi lan ngibadah/ kinary a nam ur puniki/ lam pahira gèn brongta m arang Yang Sukm a. 51.
[…]/ langkung kerta Tegalreja/ m apan kathah tiy ang prapti/ sam y a angungsi tedhi/ ingkang
santri ngungsi ngèlm u/ langkung ram é ibadah/ punapa déné w ong tani. Kita tahu dari catatan
pem erintah Keraton Yogya bahwa hasil pertanian Tegalrejo pada 1798– 1799 sekitar 74 am et (1
amet = 150 kilogram) beras, sebagiannya digunakan untuk pesta keagamaan (ajat), sebagiannya
m em bantu para petugas agam a (abdi-Dalem perdikan) dengan pem bebasan pajak, Carey dan
bacaan-indo.blogspot.com

Hoadley 20 0 0 :135– 6.
32 Untuk keterangan rinci m engenai penghasilan kawasan tani Tegalrejo, lihat Carey dan Hoadley
20 0 0 :135– 6; dan untuk rujukan kepada perdagangan Ratu Ageng (juragan-Dalem ) dan para
saudagar pem bantunya (abdi-Dalem sudagar), lihat Carey 1980 :118– 26; Serat salasilah para
leloehoer ing Kadanoerejan t.t.:30 7. Dari terbunuhnya seorang di antara saudagar pembantunya
di Kedu utara bahwa Ratu Ageng giat menawarkan hasil pertanian Tegalrejo sampai jauh hingga
ke daerah pasisir (pantai timur-laut J awa).
92 KUASA RAMALAN

untuk m em biayai tahap-ta hap awal Perang J awa. 33 Ia juga bersikap


hati-hati terhadap uang sampai-sampai tampak kikir menurut perkiraan
Residen Belan da di Man ado, Dan iel Fran çois Willem Pieterm aat
(1790 – 1848; m enjabat 1827– 1831), pejabat pertam a yang m engawasi
pengasingannya (Van der Kemp 1896a:331; Bab IX catatan 64; Gambar
79). Orang-orang Eropa se za m an nya juga terkesan dengan “com m on
touch”-nya, kem am puannya ber gaul dengan m asyarakat biasa secara
wajar. Dalam kata-kata Willem van Hogendorp (1913:154):

Dalam pandangan orang J awa, yang selalu m erasa tinggi dan ber-
ja rak dalam pergaulan antara atasan dan bawahan, suatu ciri khas
Diponegoro adalah bahwa sang Pangeran berbaur dengan rakyat jelata
sam a santainya dengan orang-orang berpangkat. Hal itu m em buat
Diponegoro sangat dicintai di m ana-m ana.

Kem udian Diponegoro m engatakan bahwa “m eniru teladan para kiai,


saya sering pergi ke Pasar [Kota] Gede, [Im o]giri, pantai selatan [Gua
Langse] dan ke Selarong [...] ke dua tem pat tersebut terakhir ini saya
selalu mem bawa serta banyak pengawal berkuda [...] untuk membantu
memotong dan menanam padi, hal yang membuat para pemuka menjadi
po puler di kalangan rakyat” (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:744;
Carey 1981a:240 catatan 27).
Dari sudut pandang Keraton Yogya waktu itu, Diponegoro mungkin
saja dianggap sebagai orang kampung karena ia dibesarkan di luar ling-
kungan ibu kota kesultanan.34 Tapi bagi penduduk desa J awa tengah-
selatan waktu itu, pengasuhan pangeran yang di luar kebiasaan semasa
kanak-kanak hanya m enam bah karism anya saja sebagai seorang pe-
mimpin rakyat. Lagipula, kerabat perempuan Diponegoro yang ber asal
dari keluarga terkem uka di pedesaan, yang paling berpengaruh pada
dirinya semasa remaja, yaitu ibunda dan nenek buyutnya, jelas meru pa-
kan keuntungan tersendiri bagi Pangeran ketika tiba saat nya me mangku
kepem im pinan selam a Perang J awa. H al ini tidak h anya m en de kat -
kan Dipon egoro kepada para pem uka agam a pe desa an yan g ber pe -
nga ruh, tapi nyaris pasti telah m em berinya sejum lah warisan ge ne tik
yang tangguh. Pada umumnya, kawin-mawin antara keturunan wangsa
bacaan-indo.blogspot.com

33 Dj.Br. 18 , J an Izaäk van Sevenhoven, “Nota over de landverhuringen aan particulieren in de


Vorsten Landen op J ava” (Catatan tentang penyewaan tanah kepada orang swasta di tanah
kerajaan J awa), 16-2-1837. Lebih jauh lihat Bab X catatan 257, Bab XI catatan 3 dan catatan 10 4.
34 Wawancara B.P.H. Adinegoro, Yogyakarta, 10 Desember 1971. Lihat lebih lanjut Kota Yogy akarta
20 0 Tahun 1956:23 tentang batas sebelah barat ibu kota lam a kesultanan yang terletak ke arah
timur Tegalrejo dan Kali Winongo. Lihat juga Peta 4 di bawah.
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 93

kerajaan dan bangsawan pedesaan m enghasilkan anak cucu yang ber-


sifat lebih wirawasta daripada kawin-m awin antara keluarga bangsa-
wan keraton. Bukan kebetulan dalam hal ini bahwa beberapa di antara
pemimpin yang paling menonjol sepanjang sejarah J awa masa itu ialah
ke turunan para selir—sebagian terbesarnya berasal dari keluarga bang-
sawan desa. Dalam hal ini, yang langsung terlintas di benak kita adalah
Sultan Mangkubum i pertam a, Diponegoro sendiri, dan para panglim a
kavalerinya, Ali Basah Sentot dan Pangeran J oyokusum o (Ngabehi),35
se pupu Diponegoro. Dalam masa sesudah Perang J awa, dua lagi putra
para selir yang berasal dari keluarga biasa, seorang di antaranya putri
dalang keraton, Pangeran Suryonegoro (1822– sekitar 1886), dan Raden
Gondokusum o (Patih Danurejo V),36 keduanya m em beri sum bangan
pen ting bagi kehidupan sastra dan budaya Yogya pertengahan abad
ke sem bilan belas (Behrend 1999:388– 415; Carey 1974a:8 catatan 23,
9– 10 , 198 1a:xxviii– xxix). Di an tara keturun an Dipon egoro sen diri
pola yang serupa jelas tam pak. J adi, putranya yang sulung, Pangeran
Diponegoro II, yang akan kita temui di bawah, lahir dari seorang selir di
Tegalrejo. Tam paknya dialah yang paling mengesankan di antara anak-
anak Diponegoro, jauh melebihi adik-adiknya, yang ibu-ibunya berasal
dari ke luarga yang lebih terkemuka.37

35 Tentang J oyokusum o (Ngabehi), yang tewas pada 21 Septem ber 18 29 bersam a dua putranya
dalam sua tu pertem puran sengit di pegunungan Kelir, lihat Bab XII catatan 4. Tentang Sentot,
lihat Soekanto 1951a:5, 1959:10 -1; Serat salasilah para leloehoer ing Kadanoerejan t.t.:130 -1.
Semua do kumen ini mengatakan bahwa Sentot adalah anak Raden Ronggo Prawirodirjo III dari
selirnya, hal yang sudah penulis terima dalam Apendiks III. Namun demikian, harus dicatat bahwa
sumber yang sezaman dengan Perang J awa menunjukkan bahwa ibunda Sentot ialah saudari Ratu
Maduretno, putri Hamengkubuwono II yang wafat pada 16-11-180 9, dK 119, “Notulen mata-mata:
Laporan Ngabehi Notorejo tentang Raden Mas Tumenggung Ronggo (Sentot)”, 15-5-1826. Ini bisa
berarti bahwa Raden Ronggo Prawirodirjo III pernah kawin dengan dua putri Hamengkubuwono
II, jadi pernikahannya yang kedua terjadi sesudah 180 9. Babad Pakualaman memang menyatakan
bahwa segera sesudah wafatnya Ratu Maduretno, Hamengkubuwono II memberikan seorang lagi
putrinya kepada Ronggo, Raden Ajeng Suratmi, agar ia tetap jadi menantunya. Perempuan muda
ini (lahir sekitar 1797), yang hanya tiga belas tahun waktu ditunangkan dengan Ronggo, ialah
putri kedua Ham engkubuwono II dari istri sah (garw o padm i) ketiga dan kesayangannya, Ratu
Kencono Wulan, dK 145, Waterloo, “Mem orie van Overgave”, 4-4-18 0 8 ; Poensen 190 5:154– 5,
188– 9. Nam un m eskipun Ratu m em beri Ronggo banyak m as kawin berupa intan-perm ata dan
ba rang perhiasan lain, yang dibawanya serta ketika ia memimpin pemberontakan (Bab VI catatan
166), agaknya pernikahannya tidak sungguh-sungguh terlaksana. J uga tidak ada keterangan me-
nge nai pernikahan kedua ini dalam silsilah resm i Keraton Yogya, Mandoyokusum o 1977:24 no.
58, di mana putri kedua Ratu Kencono Wulan, Ratu Timur, dikutip sudah kawin dengan Bupati
Yogya, Raden Tumenggung J oyowinoto (Apendiks VIII) dan setelah kematian Tumenggung ini (?
se masa Perang J awa), kawin lagi dengan Pakualam II (bertakhta 1829– 1858), suami saudarinya
yang tertua, Ratu Anom . Sekalipun Ronggo telah kawin dengan putri lain Ham engkubuwono II
ini pada 1810 , ia tidak mungkin jadi ibunda Sentot, yang lahir pada 180 8. Ibunda Sentot bisa saja
bacaan-indo.blogspot.com

bibi (selir dari keluarga biasa) Mas Ayu Doyowati yang wafatnya dilaporkan oleh Ronggo kepada
iparnya Raden Tumenggung Sumodiningrat pada 12-3-1810 , Carey 1980 :35.
36 Tentang Danurejo V yang menjabat patih dari 1847– 1879, lihat LOr 110 89 (1), R.M.P. Santadilaga,
Lelam pahanipoen Kangjeng Pangeran Arja Doeroe:1; Apendiks II.
37 Tentang Pangeran Diponegoro II, lihat AN, Besluit van den Gouverneur-Generaal, 3-4-1834 no.
19 (keputusan Gubernur-J enderal Baud untuk m engasingkan Diponegoro II ke Sum enep), F.G.
Valck (Yogyakarta) kepada J ean Chrétien Baud (Batavia), 15-3-1834, yang m enggam barkan dia
94 KUASA RAMALAN

Masa kanak-kanak di Tegalrejo


Berbagai alasan m engapa Ratu Ageng m eninggalkan Keraton Yogya
begitu m en dadak pada awal pem erintahan Sultan kedua kurang jelas.
Menurut Diponegoro, nenek buyutnya begitu sedih dan kecewa dengan
berbagai kon lik dengan anak-anaknya dan persekongkolan keluarga
yang tak henti-hentinya di keraton. Seperti diungkapkan Diponegoro
dalam ba bad karyanya:

XIV. 49 Sekarang kam i bercerita tentang Ratu Ageng


betapa sering ia berselisih
dengan putra-putranya.
Maka ia m inggat dan m em buka lahan baru:
tanah-tanah telantar digarapnya,
[dan] lantas tinggal m enetap di sana.
J auh dari Kota Yogya.

50 satu jam perjalanan [dengan kaki].


Ketika sem uanya sudah siap,
tem pat itu disebut Tegalrejo [“Tanah Kem akm uran”] 38

Mungkin Ratu Ageng tidak merestui gaya hidup putranya, Sultan kedua,
khusus sikapnya yang tak acuh terhadap ibadah agama Islam. Tam pak-
nya sang raja jarang m engunjungi m asjid raya, Mesjid Ageng, tem pat

sebagai “satu-satunya di antara lim a putra Diponegoro yang m em ainkan peran penting dalam
Perang J awa”. Selam a tahun terakhir perang itu, m enurut Valck, “ia m enunjukkan tanda-tanda
kem am puan bertin dak, keberan ian , dan ketekun an di kawasan Ledok (Kedu utara)”. Putra
kedua Dipon egoro, Pangeran Diponin grat dikatakan oleh Valck “gila” (ia agakn ya m en coba
membunuh pembantu rumah tangganya; dan sang Pangeran istrinya—putri Raden Tumenggung
Danuningrat—sudah bercerai dari dia); putra ketiga Diponegoro, Dipokusum o, juga m enurut
pendapat Valck “benar-benar orang jahat luar-dalam yang menghabiskan seluruh hartanya di meja
judi”; dan putra kelim a Diponegoro, Raden Mas J oned, juga berperilaku “aneh” dan kem udian
terbunuh da lam ke ributan dengan seorang bintara atau perwira Belanda pada 1837 (lebih jauh
lihat Hageman 1856:412). Hanya putra keempat Diponegoro, Raden Mas Raib, yang menunjukkan
tanda-tanda “watak yang baik”: m enurut suatu laporan Belanda: ia kem udian m enjadi seorang
m u slim yang saleh selam a m asa pengasingannya di Am bon (sesudahnya April 1840 ) di mana ia
hidup terpisah dari kedua abangnya (Diponingrat dan Dipokusumo), AN Ambon 1189b, “Staat der
te Amboina aanwezige staats gevangenen onder ultimo December 1841” (Keadaan tahanan negara
yang berada di Am bon pada akhir Desem ber 1841). Untuk pem bahasan dua putra Diponegoro
yang hidup hingga dewasa, Raden Mas Kindar ( 4-1-1832 – 1882) dan Raden Mas Dulkabli (sekitar
1836– 1898), yang lahir m asing-m asing di Manado dan Makassar dari istrinya yang sah, Raden
Ayu Retnoningsih, putri seorang Bupati Madiun, lihat Bab XII catatan 225 dan 284; dan Apendiks
IV catatan 1.
38 BD (Manado) II:116, XIV (Sinom) 49– 50 . Kangjeng Ratu Geng w inarna/ pan sering Seloy onèki/
lan kan g putra pribadi/ dady a m utung adudhukuh/ babad kang ara-ara/ m apan lajeng
dèndalem i/ tebihira saking nagri ing Ngay ogy a. 50 . m apan lam pahan saejam / m engkana pan
bacaan-indo.blogspot.com

sam pun dadi/ w inestanan Tegalreja. Lihat juga BNg I:13– 4, III:17– 20 , di m ana Ratu Ageng
digam barkan telah tinggal di suatu pondok (pacangkram an) bernama Tegalbener sebelum sawah-
sawah dibuka dan perum ahan (dalem ) Tegalrejo dibangun, lebih jauh lihat Peta 4. “Perjalanan
satu jam ” yan g dim aksudkan oleh Dipon egoro adalah jalan kaki dari keraton . Pen gun jun g
Belanda, Pastor J .F.G. Brumund (1814– 63), yang datang ke Tegalrejo pada 1840 -an, mengatakan
bahwa dengan kereta perlu “setengah jam” barangkali karena keadaan jalan di musim hujan saat
kunjungannya itu (Brumund 1854:181).
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 95

ibadah resmi para Sultan Yogya,39 meskipun Sultan kedua kelihatannya


lebih rajin m engirim kan santri keraton untuk naik haji ke Mekah dan
ber ziarah ke berbagai tempat yang dianggap suci di J awa tengah-selatan
dan pantai utara.40 Laporan Residen Belanda tentang kata-kata terakhir
Ratu Ageng sebelum wafat pada 17 Oktober 180 3 kepada putranya mem-
berikan kesan tentang sikapnya yang m encela raja Yogya itu beserta
para pendukungnya. Laporan itu juga menyingkapkan sikap rendah hati
Ratu Ageng yang luar biasa dan kepercayaannya yang kukuh, sungguh
me ru pakan paduan sifat yang langka di kalangan keraton masa itu:

Sultan! J alan yang saya ram bah itu sulit dan sekarang saya m erasa
bah wa saya sesungguhnya tidak lebih daripada seorang rakyat biasa.
Anak ku, cam kanlah hal itu dan jangan percaya bahwa m eskipun kam u
se karang seorang raja, setelah kam u m ati kam u akan lebih daripada se-
orang batur [ham ba] jelata. Maka hiduplah sesuai dengan itu!41

Dalam otobiografin ya, Dipon egoro m eren un gkan iklim keagam a an


di Yogya waktu itu dan bagaim ana banyak penduduknya m engabai-
kan patokan-patokan Islam . Secara khusus ia sangat m engecam tiga
oran g m e n an tu Sultan kedua, Raden Tum en ggun g Sum odin in grat,

39 dK 145, Waterloo, “Memorie van Overgave”, 4-4-180 8; Dj.Br. 9A pt. 8, F.G. Valck, “Overzigt der
voornaamste gebeurtenissen in het Djocjokartasche rijk sedert dezelfs stichting tot aan het einde
van den […] oorlog in den jaren 1825-30 ” (Ikhtisar kejadian paling penting di kerajaan Yogyakarta
sejak pendiriannya sampai dengan akhir perang (J awa) pada tahun 1825 – 30 ) (seterusnya: Valck,
“Overzigt”), Yogyakarta, 1-8-1833, 96. Mungkin saja Ham engkubuwono II ikut salat J um at di
masjid pribadinya (Suronatan) di dalam keraton, tapi tidak terdapat catatan mengenai hal itu. Ten-
tang ia makin rajin ikut salat J umat di Mesjid Ageng selama Perang J awa setelah penobatannya
yang kedua (1826– 1828) pada 17 Agustus 1826, lihat Van den Broek 1875:284.
40 Carey 1980 :171– 4. Perjalanan naik haji dari Yogya ke Mekah dicatat untuk tahun-tahun 1788
(Ricklefs 1974a:313), dan 180 5– 180 6. Pada tahun tersebut terakhir ini, perjalanan naik haji meng-
hadapi kesulitan perkapalan yang besar akibat ketatnya blokade Inggris dan sikap pem erintah
Belanda yang m enentang perjalanan itu, lihat Van der Chijs 1895– 97, XIV:194– 5; Besluit, 12-
7-180 5, yang m erujuk pada sem bilan “ulam a” yang dikirim oleh Ham engkubuwono II dengan
serom bongan pengiring sebanyak 35 orang yang dibawa dari Sem arang ke Batavia oleh VOC
atas biayanya karena Raad van Indië (Dewan Hindia Belanda) tidak rela mereka bergaul terlalu
dekat dengan pedagang setem pat bila bepergian dengan kapal “penduduk”. Mereka m asih di
Batavia pada J anuari 180 6 dan tujuh orang di antaranya minta diizinkan kembali ke Yogya karena
mendengar bahwa makam Nabi telah “dihancurkan” oleh golongan Wahabi (nyatanya yang dihan-
curkan adalah m akam sahabat Nabi, Zaid bin al-Khattab). Dua orang sisanya dengan pengiring
yang tidak disebut jumlahnya akhirnya berangkat dengan perahu layar Arab menuju J eddah dari
Tegal, Dj.Br. 86, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 29-
7-180 6, A.A. Cassa (Tegal) kepada Matthijs Waterloo (Yogyakarta), 4-8-180 6. Kewajiban yang
harus dilaksanakan setiba di Mekah oleh jem aat haji antara lain m engadakan upacara ke aga-
m aan (selam atan) untuk peringatan seribu hari wafatnya Ratu Ageng (Tegalrejo). Upacara ini
diadakan di padang Arafat, suatu tempat yang dianggap paling sesuai. Ongkos upacara itu seba-
gian ditanggung oleh Ratu Kedaton dan perempuan lain anggota keluarga Keraton Yogya, Carey
bacaan-indo.blogspot.com

1980 :173; Carey dan Houben 1987:31. Pada J uni 1811, serombongan lain santri keraton yang ter-
diri dari 24 orang m inta izin pergi untuk ibadah haji, tapi pem erintah kolonial Prancis-Belanda
dari J an Willem J anssens (Mei– Septem ber 1811) tidak m em beri izin naik kapal dari Sem arang
ka rena blokade Inggris dan ancam an penyerbuan, lihat Dj.Br.27, Pieter Engelhard (Yogyakarta)
ke pada J .W. J anssens (Batavia), 10 -6-1811, 24-6-1811.
41 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 28-10 -180 3.
Agak nya Ratu Ageng menggunakan ungkapan batur (hamba).
96 KUASA RAMALAN

Ra den Adipati Danurejo II, dan Raden Ronggo Prawirodirjo III, tiga-
tigan ya kem u dian m ati m en gen askan . 42 Dalam babad karyan ya, ia
menggambarkan tiga orang ini sebagai “pendosa tak terampuni” meski
dua di antara mereka merupakan kerabat dekatnya:43

XIV. 56 Tiga pejabat itu m uda-m uda;


nafsu sang Sultan
lebih besar daripada nafsu ayahnya,
begitu pula [nafsu] tiga pejabat itu
yang sem uanya berdosa
terhadap agam a.
Penghulu dan
juga sem ua orang di Yogya,
dari lapisan atas hingga bawah,
jarang m em ihak kebenaran.44

Bisa jadi kekecewaan Ratu Agen g terhadap kehidupan yan g seram -


pangan, lemahnya agama, dan maraknya politik kepentingan pribadi di
Keraton Yogya, menggoreskan kesadaran mendalam pada jiwa pangeran
m u da itu. Pada akhir Perang J awa itu sendiri, ia m engungkapkan ke-
pa da perwira Belanda yang m endam pinginya ke Batavia bahwa “jika
saya terus bersikeras dengan tuntutan-tuntutan saya yang sudah umum
dike tahui [agar diakui sebagai penatagam a], m aka itu karena saya ya-
kin, kalangan keraton tidak sesetia dulu lagi dalam menjalankan adat-
istia dat lam a, [dan] yang terpenting, m ereka sudah m engabaikan aga-
m a (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:744). Mem ang, dalam babad
karya nya ia bicara tentang hal itu sebagai sudah “kemauan Tuhan” bah-
wa “Diponegoro harus m engikuti nenek buyutnya, karena keinginan
Diponegoro sendirilah agar ia terserap dalam agama”.45
Berusia ten gah en am puluh an ketika pin dah ke perm ukim an
Tegalrejo pada awal 1790 -an,46 Ratu Ageng agaknya terus hidup dengan

42 Sumodiningrat, yang menjabat w edana jero (1797– 1812), tewas pada 20 -6-1812 di ke diamannya
ketika Inggris menyerbu keraton (Bab VII catatan 281; Carey 1992:90 – 1, 419 ca tat an 94), Danurejo
II, Patih Kesultanan Yogya (1799 – 1811), dibunuh di keraton atas perintah Ham engkubuwono II
pada 28-10 -1811 (Bab VII catatan 119; Carey 1980 :60 – 1, 76– 7, 184), dan Raden Ronggo, Bupati
Wedana Madiun (1796– 1810 ), diburu dan tewas pada 17-12-1810 dalam suatu pem berontakan
singkat di J awa timur, November– Desember 1810 (Bab VI).
43 Diponegoro kemudian (1814) kawin dengan anggota keluarga Prawirodirjo, dan dua adiknya serta
dua anaknya kawin dengan anggota keluarga Danurejo, lihat Apendiks II dan III.
bacaan-indo.blogspot.com

44 BD (Manado) II:118 , XIV (Sinom ) 56. katiga sam y a nem ira/ déné karsany a Sang Aji/ pan
lan gk un g sak in g k an g ram a/ tan api pun ggaw a k atri/ m ak siy at carub sam i/ k alaw an
agam inipun/ Ki Pangulu m engkana/ kabèh lan w ong Ngay ogy a sam i/ ageng-alit aw is ingkang
lam pah ny ata.
45 BD (Manado) II:119, XIV (Sinom ) 49. w us karsaning Suksm a/ Pangeran Dipanagari/ kedah
m um uri kang ey ang/ buy ut m apan karsanèki/ kerem m arang agam i.
46 J ika diandaikan bahwa Ratu Ageng sudah pada akhir usia rem aja ketika m elahirkan putranya
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 97

penuh kegiatan hingga akhir hayatnya. Kemudian pada akhir September


180 3, ketika usianya sudah lewat tujuh puluh, Ratu Ageng m enderita
demam tinggi setelah tercebur ke dalam salah satu tambak di Tegalrejo.47
Inilah masa yang agak mencekam bagi penduduk Yogya karena gunung
ber api di arah belakang kota, Gunung Merapi, sudah m ulai m eletus
pada 22 Septem ber serta serangkaian letusan kecil terlihat di gunung
ber api kem bar di dataran Kedu, yakni Gunung Sum bing dan Gunung
Sundoro—rangkaian letusan tersebut terakhir ini m engandung m akna
khusus m engingat pengalam an Ratu Ageng m elahirkan putranya yang
ke mudian jadi Sultan kedua di sana pada Maret 1750 .48 Meskipun Ratu
Agen g dipin dahkan ke kediam an putra m ahkota di Yogya dan agak
m em baik pada awal Oktober, kesehatannya segera m erosot sesudah
itu. H idup nya berakhir pada jam tiga sore 17 Oktober, setelah Sang
Ratu mem bisikkan nasihat terakhir yang keras kepada putranya, Sultan
kedua, se ba gaim ana sudah dikem ukakan di atas.49 Kem udian jena zah
Ratu Ageng dibaringkan dengan upacara kerajaan di kadipaten (kediam-
an putra mahkota) dan dimakamkan pada senja hari berikutnya di pe-
m a kam an kerajaan di Im ogiri sejauh em pat jam jalan kaki di sebelah
selatan Yogya.50 Iring-iringan pem akam annya diikuti oleh sem ua ang-
gota ke luarga Sultan (term asuk Dipon egoro yan g m asih m uda), ke-
cuali Sultan kedua sendiri dan ayah Diponegoro, putra m ah kota, yang
m endam pingi keranda neneknya hanya sam pai tem pat pertem uan di
alun-alun selatan yang berhadapan langsung dengan keraton.51

Mew arisi perm ukim an Tegalrejo


Residen Belanda, Matthijs Waterloo, m elaporkan bahwa dua-duanya,
yaitu Sultan dan Putra Mahkota, merasa sangat berduka dengan wafatnya
Ratu Ageng, tapi tentu saja merupakan pukulan yang sangat keras bagi

yang kemudian jadi Sultan kedua, 7 Maret 1750 , tentunya Ratu Ageng berada pada awal usia enam
puluh an ketika pindah ke perm ukim an Tegalrejo sekitar 1793. Dengan dem ikian, Ratu Ageng
ber ada pada awal usia tujuh puluhan ketika wafat pada Oktober 180 3: AvJ , Matthijs Waterloo
(Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 27-9-180 3, merujuk kepada Ratu Ageng se-
bagai seorang “perempuan tua” ketika jatuh sakit yang terakhir sebelum wafat pada September–
Oktober 180 3.
47 AvJ , Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 27-9-180 3. Waterloo
tidak m em astikan apakah peristiwa tercebur itu terjadi di Tegalrejo atau di Yogya, tapi yang
tam pak lebih m ungkin adalah di Tegalrejo. Dalam babad karyanya, Diponegoro m enyebutkan
kem atian Ratu Ageng akibat “usia tua”, BD (Manado) II:118, XIV (Sinom ) 57, dhasar w anciné
bacaan-indo.blogspot.com

w us sepuh.
48 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 28-9-180 3;
Mandoyokusumo 1977:17.
49 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 18-10 -180 3.
50 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 25-10 -180 3,
29-10 -180 3.
51 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 25-10 -180 3.
98 KUASA RAMALAN

Ke

Sa
lu
ra
n
pe
ng
ai
ra
Ke

n
ke
Yo
o

gy
a
te
on

Ke
li L
Ka

A Pendapa induk di Tegalrej o F Desa Tompeyan (bagian Tegalrej o) dan


B Rumah luar yang mengelilingi sawah sekit arnya
pendapa induk G Sawah-sawah yang dikenal sebagai
C Masj id (belum selesai saat Sawah Munt ru milik permukiman
pecahnya Perang Jawa) Tegalrej o
D Tempat samadi Diponegoro di
Selorej o dan pemakaman keluarga Sawah-sawah
set empat
E Gerbang di dinding barat Pekarangan
permukiman Tegalrej o yang
digunakan oleh Diponegoro dan Tempat penyeberangan
Mangkubumi menyingkirkan diri
pada 20 Juli 1825

Pet a 4. Tat a let ak permukiman Tegalrej o dan sekelilingnya, sekit ar 1830,


dengan skala sat u inci ke 100 met er. Disadur dari Louw dan De Klerck 1894-
1909, I: “ Plat t egrond van de hoofdplaat s Jogj akart a omst reeks 1830 (Denah
bacaan-indo.blogspot.com

ibu kot a Yogyakart a sekit ar 1830)” , oleh J. Wilbur Wright dari Oxford.
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 99

Diponegoro yang baru berusia delapan belas tahun.52 Ia sekarang tinggal


seorang diri di Tegalrejo dan menggantikan nenek buyutnya me ngelola
kawasan pertanian itu.53 Meskipun ia akan segera kawin dengan putri
seorang kiai setempat 54 dan bahkan sempat terancam dengan ke mung-
kinan bahwa kerabat yang lain—neneknya sendiri, Ratu Kedaton yang
galak—akan dipindah untuk tinggal bersam a dia, 55 kehidupannya di
Tegalrejo terus berlangsung dengan tenang.
Lalu, bagaim ana dengan Tegalrejo sendiri? Seperti apa gerangan
ke adaan perm ukim an penyandang nam a m akna sarat “Lahan Kem ak-
mur an” itu? Pada saat wafatnya Ratu Ageng pada 180 3, Tegalrejo boleh
jadi sudah merupakan permukiman mengesankan yang mencakup pe ru -
mah an luas dengan taman, kebun pekarangan, dan kolam-kolam (sa lah
satunya diduga tem pat Ratu Ageng tercebur pada awal penyakit yang
m engakibatkan kem atiannya), dan juga berhektar-hektar sawah di se-
kitarnya. Seorang pengunjung Belanda yang memeriksa reruntuhannya
(per mu kiman itu sudah dibakar pada awal Perang J awa) 56 pada 1840 -an
menggam barkannya dengan rasa kagum (Brumund 1854:184– 5):

Para pangeran Yogyakarta agaknya bertem pat tinggal yang lebih baik
daripada sekarang. Sekurang-kurangnya saya tahu tidak ada per m u-
kim an pangeran di Yogya yang dapat dibandingkan dengan yang dulu
ada di Tegalrejo. Rum ah-rum ah [para pangeran] [sekarang] keba nyak-
an [terbuat dari] kayu [dan] bangunannya rendah, kecil, dan sepele.
[Nam un], [perm ukim an] Diponegoro besar, luas, bangunannya tinggi
dan sem uanya terbuat dari tem bok. Sepanjang kedua sisinya terdapat
ren tetan rum ah-rum ah tem bok yang tidak kurang besar dan luas. Di
sa nalah tem pat m enginap tem an-tem an [Diponegoro] dan ulam a yang
datang berkunjung. Ada juga beberapa gudang [untuk m enyim pan

52 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 29-10 -180 3.
Diponegoro m enginjak um ur delapan belas (tarikh J awa) pada 15 April 180 3, m eski m enurut
kalender Barat m asih kurang tiga m inggu lebih m enjelang usia itu saat Ratu Ageng wafat 17
Oktober 180 3.
53 BD (Manado) II:118, XIV.57– 8.
54 Lihat Apendiks IV pt. 1. Tidak diketahui kapan pernikahan itu dilaksanakan, yang jelas sebelum
25 Februari 180 7 (ketika Diponegoro melaksanakan pernikahan yang kedua dengan putri Bupati
Yogya untuk Panolan), dan m enim bang bahwa putra sulung Diponegoro belajar di pesantren
Kiai Mojo, 1816– 1822, ia mestinya lahir sekitar 180 3. J adi, pernikahan pertama itu kemungkinan
terjadi pada 180 3 ketika usia Diponegoro menjelang delapan belas tahun.
55 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 5-4-180 5. Tam-
paknya Hamengkubuwono II berupaya memberikan permukiman Tegalrejo kepada Ratu Kedaton
agar ia tersingkir dari keraton, tapi tidak berhasil karena perem puan yang galak itu m enolak
bacaan-indo.blogspot.com

pindah.
56 Men urut Brum un d 18 54:191– 2, pada saat kun jun gan n ya, sebagian kawasan perm ukim an
itu sedang dim anfaatkan sebagai kebun buah-buahan dan sayuran oleh pam an Diponegoro,
Pan em bahan Man gkurat (sebelum 18 30 , Pan geran Man gkubum i). Kem udian kawasan itu
digunakan sebagai tempat penggembalaan kuda oleh Residen Belanda untuk Yogyakarta, Reinier
de Fillietaz Bousquet (m enjabat 1845– 1848), AN, Besluit van den Gouverneur-Generaal, 24-11-
1848 no. 1.
100 KUASA RAMALAN

hasil-hasil pertanian Tegalrejo], dan tem pat-tem pat bagi para pengikut
dan pem bantunya. Pengikut lainnya tinggal di desa yang m engelilingi
wis m a pangeran [dalem ].

Pengunjung Belanda itu terus m enggam barkan dengan rinci tata letak
bangunan rum ah itu sendiri, yang m encakup sisa-sisa suatu pendapa
atau balai pertem uan besar tanpa dinding dan seram bi yang cocok se-
bagai tempat pertunjukan wayang yang, bersama dengan gamelan, me-
nurut sumber-sumber lain sangat disukai oleh Diponegoro.57 Pengunjung
ter sebut juga memberi perhatian pada dinding tembok tinggi yang me-
nge lilingi pekarangan rumah itu dan banyak pohon buah-buahan yang
ditanam di permukiman itu (Brumund 1854:185).
Walaupun rum ah asli dan tam an perm ukim annya dirancang atas
pe tunjuk Ratu Ageng, Diponegoro tampaknya berperan dalam mengem-
bangkan karakter dan bentuk di Tegalrejo kelak. Dalam babad karyanya,
ia m en ceritakan berapa banyak bangunan diperbaiki dan diperbesar
se te lah nenek buyutnya wafat, kem ungkinan besar untuk m enam pung
pengun jung yang makin banyak, khususnya para santri kelana dan ro-
ha niwan Islam lain yang datang bergabung dalam ibadah dan diskusi
agama.58 Menurut Pangeran, jumlah orang yang ikut ibadah di Tegalrejo
“melampaui jumlah orang yang ikut ibadah semasa hidup nenek bu yut-
nya”.59 Barangkali pada waktu itulah dibuat rencana untuk men dirikan
m asjid dari tem bok di Tegalrejo, bangunan yang sudah ham pir selesai
pada saat pecahnya Perang J awa. Sebagaim ana kem udian Diponegoro
m erenungkan (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:744; Van der Kem p
1896a:418; Carey 1992:495 catatan 464):

Saya selalu m em punyai keinginan untuk m em iliki m asjid yang benar-


be nar bagus [dan] saya m engeluarkan banyak uang untuk m asjid yang
[saya bangun] di Tegalrejo, yang benar-benar ham pir ram pung saat
saya harus m enyingkir [20 J uli 1825] [...] m asjid senantiasa m enye-
nangkan buat saya: orang tidak selalu harus sem bahyang di sana, tapi
m asjid m engarahkan hati ke keikhlasan agam is.

57 Carey 1974a:10 – 6. Tentang gam elan Diponegoro yang ia tem patkan di Tegalrejo, lihat Knoerle,
bacaan-indo.blogspot.com

“J ournal”, 4; dan tentang rujukan kepada apa yang tampaknya merupakan wayang dan tayuban
saat pernikahan Diponegoro dengan Raden Ayu Maduretno sekitar Septem ber 18 14, lihat BD
(Manado) II:72, XVIII. 58; Carey 1974a:11 catatan 33; Bab VIII catatan 161.
58 BD (Manado) II:119, XIV (Sinom) 60 -1. m engkana Tegalreja/ langkung duk kang ey ang sw argi/
kang ibadah tenapi kathah ing tiy ang. 61. m iw ah ingkang w ew angunan/ seday a m apan w us
salin. Lihat juga Ricklefs 1974b:251.
59 BD (Manado) II:119, XIV.59– 60 .
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 101

Seperti Ratu Ageng sebelum dia, Diponegoro menaruh perhatian pa da


susunan letak pepohonan dan tambak-tambak di Tegalrejo, dan ke mu-
dian membangun suatu tempat menyepi di Selorejo tepat di balik pagar
tembok timur-laut Tegalrejo, di mana ia sering bersamadi dan ber doa
(lihat Peta 4). Tempat menyepi ini dikelilingi dengan selokan ber isi ikan
beraneka macam, dan pulau kecil tempat bangunan samadi itu didirikan 60
ditan am i den gan beragam jen is tum buh an , kh ususn ya kem un in g
(Brumund 1854:192– 4; Carey 1981a:236– 7 catatan 14). Dengan bu nga
putih nya yang harum semerbak, pohon ini, yang disukai di J awa un tuk
ke teduhan makam dan tempat-tempat suci, akan menebarkan “la pis an
bunga putih” di kepala pangeran selama ia duduk bersamadi (Brumund
1854:188; Van Raay 1926– 27:51). Agaknya ada juga sebatang po hon
beringin yang m enjadi nam a pulau kecil itu, Pulo Waringin (Bab X
catatan 20 8).
Sang pangeran juga memberi perhatian pada masalah tata-letak ke-
bun buah-buahan, sayur-mayur dan semak-belukar di atas lahan-lahan-
nya di Selarong dekat Gua Secang di Kabupaten Bantul di sebelah se-
lat an Yogya yang juga digunakannya sebagai tem pat m enyepi selam a
bu lan puasa dan yang perlengkapannya kem udian akan ia perluas se-
cara besar-besaran (Carey 198 1a:238 – 9 catatan 20 -5; Louw dan De
Klerck 1894– 190 9, I:435– 7; Bab VIII dan X). Ia sem pat m enyum bar,
“tiada yang terdapat di dunia ini yang tak bisa tum buh subur di bum i
J awa”.61 Seperti banyak orang J awa, Diponegoro sangat akrab dengan
alam: beberapa ungkapan yang paling indah dalam otobiograinya men-
ceritakan tempat-tempat menyepi yang ia dirikan di dalam gua, tempat
per tahanan di gunung atau di tengah sungai yang mengalir deras, atau di
dalam pekarangannya di Selarong, di mana suatu laporan Belanda men-
catat pembangunan dinding pagar setinggi manusia.62 Ia juga merujuk

60 Menurut Brumund 1854:194, tempat samadi Diponegoro terdiri dari enam yoni (tiang yang me-
lam bangkan perem puan dalam agam a Siwa) besar dari batu yang dibariskan bertiga-tiga, satu
baris sedikit lebih tinggi daripada yang lain guna membentuk tampat bersila, yang dirujuknya se-
bagai Selo Gilang (batu yang memancarkan cahaya), lihat juga Carey 1974a:26 catatan 86; Bab X
ca tatan 175. Dalam suatu laporan yang dibuat oleh Residen Yogya A.H. Smissaert pada 1823 bahwa
ba nyak patung dan perkakas batu diambil dari Prambanan dan tempat-tempat benda peninggalan
Hindu-Buddha lain di J awa tengah-selatan oleh pejabat Keraton Yogya untuk menghiasi tempat
tinggal m ereka, dan Sm issaert kem udian khusus m enyebut “patung-patung Brahm a” yang di-
am bil oleh Dipon egoro dari can di-can di sekitar Yogya un tuk m em perin dah Tegalrejo, AvJ ,
A.H. Sm issaert (Yogyakarta) kepada Presiden Kom isi Purbakala di J awa (J apara), 10 -7-18 23;
bacaan-indo.blogspot.com

vAE (aanwinsten 1941), “Stukken betreffende het ontslag van A.H. Sm issaert als Resident te
Djokjokarta 1828– 29, met retroacta” (Surat-surat tentang pemberhentian A.H. Smissaert sebagai
Residen Yogyakarta 1828– 29, beserta dokumen-dokumen pendukungnya) (seterusnya: ‘Stukken
Smissaert’), A.H. Smissaert (Den Haag) kepada Raja Willem I (Den Haag/ Brussels), t.t. (?-9-1828)
(ten tang pengambilan benda peninggalan Hindu-Buddha oleh Diponegoro).
61 Knoerle, “J ournal”, 24.
62 Carey 1974a:24. Tentang tempat sembahyang kecil (langgar alit) yang dibangun oleh Diponegoro di
102 KUASA RAMALAN

dengan penuh perasaan pada bermacam jenis hewan yang menemaninya


sela ma menyepi: ikan di Selorejo, penyu, burung perkutut, buaya,63 dan
macan kala menyepi di hutan semasa Perang J awa, serta burung kaka-
tua kesayangannya selama pengasingannya di Manado dan Makassar.64
Keakraban yan g dem ikian den gan alam dan dun ia h ewan , da lam
pandangan J awa, merupakan pantulan kepekaan dan keutuhan rohani
m anusia, suatu keadaan yang diungkapkan sangat baik dengan kisah
kesatria kelana dalam kesusastraan wayang (Boedihardjo 1923:28).
Besarnya perhatian Diponegoro terhadap soal-soal kerohanian dan
per kem bangan perilaku kerohaniannya sendiri melalui tindak menyepi
dan sam adi secara teratur telah m enim bulkan ketegangan dalam per-
gaulan n ya den gan pen guasa Yogya, H am en gkubuwon o II. Men urut
pengakuannya sendiri, Pangeran jarang hadir dalam acara-acara per-
te m uan di keraton dan han ya datan g ke Yogya un tuk m en ghadiri
acara-acara Garebeg yang tiga kali setahun untuk merayakan hari lahir
Nabi (Mulud), akhir bulan puasa (Lebaran), dan Idul Adha yang juga
m e ru pa kan Hari Raya Haji (Gronem an 1895:40 ; hlm . 373). Hadir da-
lam acara-acara tersebut digam barkan oleh Diponegoro sebagai “dosa
besar”, ba rangkali karena Garebeg lebih bersifat J awa daripada Islam.65
Nam un ia m e m aksakan diri ikut serta karena takut terhadap kakek-
nya, Sultan ke dua, dan ayahn ya, Putra Mahkota. 66 Ia juga bercerita
bagaimana ia da tang di ibu kota pada peristiwa-peristiwa khusus seperti

suatu sungai (Kali Progo?) di bawah lereng berceruk pegunungan di mana ia bertapa di wilayah Kulon
Progo setelah istri yang dikasihinya wafat, Ratu Kedaton (sebelum 1825, Raden Ayu Maduretno)
pada kira-kira 20 November 1827, lihat EdD, 4-12-1827, 5-12-1827 ; BD (Manado) III:320, XXX.78-
80; dan Carey 1974a:25 catatan 82. Tentang digunakannya cadar penutup muka da ri kain kasa putih
selama perjalanan ke tempat pengasingannya, lihat Van Doren 1851, II:328 ca tat an 1. Lebih jauh lihat
Bab XII (tentang Diponegoro menutupi wajah dengan ujung serbannya sebe lum naik ke kapal uap,
S.S. Van der Capellen, yang membawa Pangeran dari Semarang ke Batavia).
63 Tentang buaya yang biasa ditonton bergelut oleh Diponegoro di Kali Cingcingguling selama per-
tem puran berlangsung di Bagelen barat (sekarang Banyumas) menjelang akhir Perang J awa, lihat
BD (Manado), IV:110 , XXXV (Dhandhanggula) 30 . Sang N ata w inuw us/ nèng Bagelèn apan
lam a/ sring m eng-am eng dhateng lèpèn Cingcingguling/ apan ningali bay a.
64 Kielstra 1885:40 8; Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:151; Carey 1974a:26– 7. Burung perkutut
dipakai untuk menenung di J awa (Pigeaud 1967– 80 , I:269, 277); dan macan dipercaya jadi wadah
ba gi jiwa manusia pada malam hari (lalu disebut m acan gadhungan), Winter 190 2:85. Lebih jauh
lihat Bab IX catatan 138.
65 Untuk pembahasan mengenai apakah Diponegoro benar-benar merujuk pada Garebeg atau pada
se ringnya ia m angkir ke keraton sebagai alasan utam a ia m erasa “berdosa besar” (dosa ageng),
lihat Ricklefs 1974b:231 catatan 17. Ricklefs menunjuk pada alasan tersebut terakhir dengan me-
ne gaskan bahwa m angkirnya Diponegoro ke keraton bisa m erupakan hal yang m engguncang
kese im bangan tata keraton itu. Penulis m enunjuk pada alasan tersebut pertam a, berdasarkan
bacaan-indo.blogspot.com

pe ne gasan yang diberikan dalam babad karya Diponegoro bahwa Garebeg m erupakan hari-hari
besar keraton di mana semua anggota keluarga sultan wajib hadir. Tentang peran Garebeg sebagai
upa cara kesuburan tradisional, lihat Lind 1975:30 – 5. Lebih jauh lihat Bab VIII catatan 169 tentang
ke jengkelan Diponegoro karena upacara kepercayaan-m agis yang digunakan oleh salah seorang
sau dara kakeknya pada saat ayahnya wafat pada 3 November 1814.
66 BD (Manado) II:119, XIV.60 .
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 103

pada 3 Septem ber 180 5 ketika berusia dua puluh (tarikh J awa) tatkala
ia m enerim a nam a dewasa dan gelar Raden Ontowiryo,67 dan pada 25
Februari 180 7 ketika ia menikah dengan putri seorang bupati wilayah ti-
mur Kesultanan Yogya, pernikahan yang tak bahagia yang sebentar lagi
akan dipaparkan.68

Lingkaran Tegalrejo: persentuhan aw al


dengan paguy uban-paguy uban Islam
Diponegoro tumbuh dalam suatu lingkungan yang sarat dengan khotbah
dan diskusi rohani. Selama masa kanak-kanaknya di keraton, kemung-
kin an besar ia sudah bergaul akrab dengan santri. Pasukan Suronatan,
sua tu kelompok pejabat agama bersenjata di Keraton Yogya, misalnya,
me ru pakan bagian angkatan bersenjata di kediaman ayah Diponegoro,
di kadipaten,69 dan ada juga para anggota kaum (kelompok masyarakat
Islam yang persatuannya kokoh) penerima bayaran (zakat) dari keraton
yang terdaftar dalam catatan keraton sebagai orang yang berm ukim
baik di kadipaten maupun di Tegalrejo pada penghujung 1790 -an (Carey
1980 :170 ).
Ratu Ageng juga telah m endorong para pejabat agam a Kesultanan
Yogya untuk berkunjung ke Tegalrejo atau bermukim di sana. Di antara
m e re ka adalah pen ghulun ya sen diri (kepala kelom pok agam a), Kiai
Muham ad Bahwi, sesudah Agustus 18 25 terkenal sebagai Muham ad

67 AvJ , Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada J ohannes Gerardus van den Berg (Surakarta), 3-9-
180 5. Diponegoro diangkat jadi raden dalam waktu yang sama dengan dua orang adiknya: Bendoro
Raden Mas Said, yang m enjadi Raden Sum owijoyo (kelak Pangeran Adinegoro, pasca-18 25,
Pangeran Suryengalogo), dan Bendoro Raden Mas Subandi, yang m enjadi Raden Poncokusum o
(kelak Pangeran Purwodiningrat, pasca-1825, Pangeran Suryobrongto).
68 Dj.Br. 21, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 5-9-18 0 7,
“Daftar pern ikahan di Yogya sejak 18 0 1”; dan m en gen ai ayah m ertua Dipon egoro, Raden
Tumenggung Notowijoyo III, Bupati J ipang-Kepanolan (singkat: Panolan) (menjabat 180 3– 1811),
waktu itu satu di antara kebupaten yang paling jarang penduduknya di J awa tim ur (kem udian
dae rah itu diambil alih oleh Inggris pada J uni 1812), yang menyiratkan bahwa dia seorang pejabat
yang tak becus atau hanya kurang beruntung saja dengan kabupaten yang diserahkan kepadanya,
lihat Carey 1992:255 catatan 264; Carey dan Hoadley 20 0 0 :240 – 4. Nama pengantin perempuan
Diponegoro itu ialah Raden Ajeng Supadm i dan pernikahan m ereka berlangsung pada 27-2-
180 7. Istri resmi Notowijoyo III—dan yang dianggap ibunda pengantin Diponegoro, Raden Ajeng
Supadmi—boleh jadi seorang putri Hamengkubuwono II dengan seorang gundik kesayangannya,
Mas Ayu Sum arsonowati, berdarah cam puran Tionghoa dan term asyhur karena kecan tik annya,
Mandoyokusum o 1977:23 no. 47; Carey 1984a:20 – 1. Menurut LOr 6488 (Babad Dipanagara,
Sury a N galam ): 5, I.15– 6, Diponegoro bertem u dengan pengantin perem puannya itu hanya
tiga bulan sebelum pernikahan dan, karena Diponegoro tidak pernah m enyebut istrinya dalam
babad karyanya, tam paknya pernikahan itu tidak bahagia. Istrinya itu dikenal sebagai Bendoro
bacaan-indo.blogspot.com

Raden Ayu Ontowiryo (juga dituliskan “Ontawirya”) dan disebut-sebut sebagai seorang di antara
penerim a tunjangan keraton sebesar enam seka (f 3) sekitar 18 0 7, lihat Carey dan H oadley
20 0 0 :395– 6; Apendiks XVI sub: “seperempat real batu”
69 Carey 1980:173 catatan 4, 1981a:259 catatan 105, 1992:404 catatan 26; Carey dan Hoadley 2000:287;
BD (Manado) II:114, XV.44, 117, XV.53. Tentang asal-muasal Suronatan, lihat De Graaf dan Pigeaud
1974:68, 100, 214, 257 catatan 66, 268 catatan 103. Lebih jauh lihat Bab VI catatan 21.
104 KUASA RAMALAN

Ngusm an Ali Basah , yan g sebelum itu m en jabat pem im pin ula-
m a di m asjid Suron atan (m asjid pribadi Sultan ) di keraton ,70 dan
H aji Badarudin , pan glim a pasukan Suron atan yan g su dah dua kali
naik haji atas tanggungan Keraton Yogya dan dianggap ahli m enge-
n ai cara pem erin tahan Usm an i di kota-kota suci. 71 Lebih jauh lagi,
kedua penghulu Yogya, yang m enjabat di ibu kota kesultanan sela m a
m asa rem aja Diponegoro, dekat dengan lingkar ulam a Tegalrejo m e-
lalui Suronatan.72 Seorang di antara m ereka, Kiai Rahm anudin, bah-
kan da tang untuk tinggal bersama Diponegoro selama sepuluh bulan di
Tegalrejo setelah pemecatannya yang mendadak oleh Patih Yogya pada
Sep tem ber 1823.73 Kita akan melihat di bawah (Bab XI) bagaimana bera-
gam hubungan ini, yang terbentuk antara pangeran m uda itu dan pe-
muka agama di Yogya pada akhir 1790 -an dan 180 0 -an, digerakkan pada
tahap-tahap awal Perang J awa ketika banyak santri keraton mendukung
per juangan Diponegoro.74
Selain para anggota pejabat agama keraton, Diponegoro bertemu de-
ngan banyak di antara ustaz yang ada di wilayah Yogya semasa remaja
di Tegalrejo. Permukiman itu dekat dengan tiga dari empat pusat utama
pengkajian hukum Islam yang terkenal sebagai pathok negari (haraiah
“tiang negara”), yaitu yang di Kasongan (dekat Bantul), Papringan (an-
tara Yogya dan Prambanan), dan Melangi.75 Diponegoro akan kawin ke-
lak dengan putri kiai guru (guru mulia) Kasongan semasa Perang J awa 76
dan mungkin saja ia lewat tempat itu dalam perjalanan dari Tegalrejo ke
tanah m iliknya di Selarong arah selatan Yogya. Nam un, dibandingkan
dengan Kasongan dan pathok negari lain, Melangi benar-benar tampak
paling penting pada waktu itu. Melangi terletak hanya tiga kilometer ke
utara Tegalrejo dan tempat itu merupakan bagian tanah warisan (tanah

70 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, II:468. BD (Manado) II:341, XXI.11; lihat juga Apendiks VIIb.
71 BD (Manado) III:55, XXIV.90 , 95, XXV.42; Knoerle, “J ournal”, 21; dK 165, “Translaat-verhaal
van Prins Adiwinotto van hetgeen den opstand van Diepo Negoro heeft veroorzaakt” (seterusnya
“Translaat-verhaal Adiwinotto”); lihat juga Apendiks VIIb. Tidak diketahui kapan Haji Badarudin
naik haji, tapi ada catatan m engenai perjalanan haji atas tanggungan Keraton Yogya pada 1788,
180 5– 180 6 dan 1811. Pada 1788, Haji Abdul Wahid diberangkatkan dengan empat orang lain ke
tanah suci untuk mendapatkan “gelar pemimpin agama” bagi Hamengkubuwono I dan mem per-
baiki satu “rumah suci” (mungkin suatu masjid atau langgar bagi peserta ibadah haji dari Yogya)
(Ricklefs 1974a:313), yang kembali pada J uni 1792 lewat Sailan (Sri Lanka sekarang).
72 BD (Manado), II:316, XX.21– 33, 330 – 4, XX.59– 68, Apendiks V pt. 3.
73 Carey 1981a:259 catatan 10 3; BD (Manado), II:316, XX.22-3. Tentang pengangkatan Rahmanudin
bacaan-indo.blogspot.com

sebagai penghulu, lihat Bab VIII, dan tentang pem ecatannya pada Septem ber 1823, lihat Bab X
catatan 125.
74 Lihat Apendiks VIIb.
75 Carey 1981a:258 catatan 99. Lihat Apendiks VIIa, di mana pusat-pusat kajian lain yang lebih kecil
tercatat sebagai pathok negari dalam daftar untuk m asa sebelum 1832 yang m encakup Ploso
Kuning, Purworejo, dan Dongkelan.
76 Lihat Apendiks IV pt.2.
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 105

tiy oso) keluarga Dan urejan yan g m asih keluarga dekat Dipon egoro
(Apen diks II). Di san a m ereka m en em patkan seoran g guru agam a
yang bertugas sebagai penasihat bagi para anggota paguyuban Keraton
Yogya. Seorang guru, Kiai Taptojani, yang keluarganya mungkin berasal
dari Sum atra, m endapatkan pengakuan luas di daerah itu sebagai se-
orang ulam a dan penerjem ah naskah-naskah Islam yang sulit (Carey
1974b:272– 3). Kita tahu dari sumber-sumber Belanda bahwa Diponegoro
sa ngat horm at terhadap kiai ini, yang oleh pihak Belanda digam bar-
kan se bagai seorang “im am terkem uka” yang senantiasa diusahakan
oleh sang Pangeran untuk diperlakukan dengan baik. Pathok negari
Taptojani di Melangi sengaja dilindungi terhadap ancam an kerusakan
apa pun selam a Perang J awa atas perintah Diponegoro langsung, dan
putra-putra kiai itu diterim a bekerja dalam pem erintahannya sem asa
perang. Pada bulan Oktober 1826, ketika Taptojani terlibat dalam usaha
mencapai perundingan damai awal dengan penasihat utama Diponegoro
untuk urusan agama, Kiai Mojo, sang kiai sepuh itu konon telah berusia
sembilan puluh tahun.77
Tidak jelas apakah Diponegoro pernah belajar kepada kiai itu, tapi
ter dapat suatu rujukan dalam otobiograi Pangeran—yaitu babad yang
ditulis sang Pangeran di Manado—yang m enyebutkan kiai yang ter-
sohor itu sebagai guru adiknya, Pangeran Adisuryo. Adik Diponegoro ini
m em akai nam a Ngabdurakim sem asa Perang J awa dan dianggap m e-
nemui ajal secara moksa (lepas dari ikatan dunia) di Gunung Sirnoboyo
di Bagelen pada awal Desember 1829 (Carey 1974b:273; Bab XII catatan
23). Dalam Babad Diponegoro versi Surakarta, terdapat juga suatu
ke te ran gan yan g m en yatakan bahwa Taptojan i telah m en gun jun gi
Diponegoro pada malam hari sebelum pecahnya Perang J awa. Taptojani
da tang sebagai pem uka bagi sem ua ulam a dari kawasan bebas pajak
(perdikan ) dan bagi para pen gurus m asjid serta ahli hukum Islam ,
dan m em beri nasihat kepada Pangeran bahwa saatnya telah tiba bagi
Ratu Adil un tuk m en yatakan diri dan m em ulai peran g sabil (Carey
1981a:43– 7, 261 catatan 10 8). Meskipun tidak ada keterangan dalam
sum ber-sum ber Belan da m asa itu yan g m en gukuh kan terjadin ya
kunjungan tersebut, hu bungan yang dijalin oleh Diponegoro dengan
keluarga Taptojan i selam a tahap-tahap awal peran g m en un jukkan
bacaan-indo.blogspot.com

bahwa kiai sepuh itu tetap mendapatkan penghormatan sang Pangeran.

77 J .F.W. van Nes (Surakarta) kepada Komisaris-J enderal L.P.J . du Bus de Gisignies (Batavia/ Bogor),
13-10 -1826.
106 KUASA RAMALAN

Setelah m enyingkir ke Surakarta pada 180 5, m enyusul terjadinya


per selisihan den gan Pen ghulu Yogya karen a pen garuhn ya terhadap
para pan geran keraton (Carey 1974b:273)—yan g den gan sen dirin ya
m en cer m inkan kem asyhurannya di daerah itu—Taptojani m enetap di
wila yah kesunanan dan terus memelihara silaturahmi dengan para ang-
gota keluarganya yang tersebar di seluruh J awa tengah dan tim ur. Di
antara m ereka term asuk para ahli agam a terkem uka yang berm ukim
di kawasan-kawasan bebas pajak di Kedu,78 dan seorang pejabat tinggi
di Madiun yang m em punyai hubungan dengan pesantren terkenal di
Tegalsari.79 Lagipula, ia juga akrab dengan keluarga besar Kiai Mojo,
yang tinggal di desa-desa bebas pajak Mojo dan Baderan di kawasan
Pajan g tepat sebelah selatan Delan ggu, dan di Pulo Kadan g dekat
Imogiri ke sebelah selatan Yogya.80 Di jaringan sosial yang tersebar luas
ini, Taptojani berpengaruh besar sebagai seorang ahli hukum Islam dan
seba gai guru. Dia juga jelas sangat penting bagi Diponegoro kala sang
Pangeran meminta dukungan dari para ulama di Pajang, Madiun, Kedu,
Bagelen, dan Pacitan pada awal pecah Perang J awa (Bab XI).
Selam a Dipon egoro m en jelan g dewasa di Tegalrejo, tam pakn ya
Surakarta jauh lebih penting daripada Yogya sebagai pusat keagamaan.
Satu di antara beberapa alasannya adalah bahwa terdapat para pelindung
paguyuban-paguyuban agam a yang lebih derm awan di keraton Sunan
daripada di ibu kota kesultanan. Pakubuwono IV sendiri digam barkan
oleh Residen Surakarta J ohannes Gerardus van den Berg pada 180 6 se-
ba gai “seorang kawan akrab para ulama yang suka mengabulkan sega-
la permintaan mereka”.81 Pada 1812, ia konon mempunyai tidak kurang
daripada 24 haji keraton dan sekitar 51 ulama yang ia gaji.82 Pada waktu
yang sam a, seorang pejabat tinggi Belanda yang sedang dalam per-
jalanan lewat Surakarta tepat sebulan sebelum serbuan Inggris ke Yogya
(20 J uni 1812) berbicara tentang “ulam a yang ada di Surakarta begitu
ba nyak”.83 Upacara Garebeg Mulud dan Garebeg Puasa tampak menarik

78 Mereka ialah Kiai Muso dan putranya, Kiai Gajali, lihat J ayadiningrat, “Schetsen”, 10 0 ; LOr 2168
no. 10 8, “Kiai Modjo, zijne afkomst (Kiai Mojo, asal-usulnya)”, t.t. ; Apendiks VIIb.
79 Dia adalah Raden Surodirjo, yang menjabat patih pada 1828 untuk Bupati Wedana (bupati senior)
Madiun, Pangeran Adipati Prawirodiningrat (m enjabat 1822– 1859), LOr 2168 no. 46, “Laporan
tentang m issie Tum enggung Sosrodilogo ke Madiun”, 5-8-1828. Menurut Madioen 1855:15– 6,
ada 42 pesantren di kawasan Madiun sebelum Perang J awa dengan lebih dari 1.8 0 0 m urid
(santri). J umlah ini meningkat tajam selama perang tersebut ketika semangat beraga ma mencapai
bacaan-indo.blogspot.com

puncaknya di J awa tengah dan timur.


80 Carey 1981a:261 catatan 110 ; dB 412, J .F.W. van Nes (?Surakarta) kepada Kom isaris-J enderal
L.P.J . du Bus de Gisignies (Batavia/ Bogor), 30 -10 -1826.
81 vAE (aanw insten 190 0 ), J .G. van den Berg, “Copia m em orie op het hoff van Souracarta” (Kopi
laporan tentang Keraton Surakarta) (seterusnya: Van den Berg, “Copia memorie”), 8-180 6.
82 S.Br. 14B, Kolonel Alexander Adams (Surakarta) kepada T.S. Rafles (Yogyakarta), 17-6-1812.
83 KITLV H 50 3, Van Sevenhoven, “Aantekeekeningen”, 50 .
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 107

Gambar 10. Kiai Moj o (sekit ar 1790–1849), penasihat ut ama Diponegoro bi dang
keagamaan selama Perang Jawa. Kiai ini berasal dari desa perdikan Moj o di
wilayah Surakart a t epat di sebelah t imur-laut Delanggu dan wafat di peng-
asingan di Kampung Jawa, Tondano, Sulawesi Ut ara. Meskipun belum pernah
naik haj i, ia sangat berwibawa di kalangan sant ri pendukung Diponegoro ka-
rena penget ahuannya yang mendalam mengenai Alquran dan wat aknya yang
kuat. Litograi oleh Jean Augustin Daiwaille (1786–1850) dan Pieter Veldhuizen
bacaan-indo.blogspot.com

(1806–1841) berdasarkan sket sa karya perwira Belanda, Mayor F.V.H.A. Ridder


de St uers (1792–1881), di Salat iga pada Desember 1828 set elah Kiai Moj o me-
nyerah kepada Belanda dengan enam rat us lebih pengikut nya. Enam puluh
di ant ara pengikut it u kemudian menyert ai Moj o ke pengasingan di Minahasa
(Sulawesi Ut ara). Dikut ip dari De St uers 1831. Fot o seizin KITLV, Leiden.
108 KUASA RAMALAN

per hatian sangat banyak haji, kaum (pejabat agam a lapisan bawah di
desa), dan perdikan (kaum beragam a dari kawasan bebas pajak) yang
ber da tan gan ke ibu kota kesun an an dari segala pen juru J awa. 8 4 In i
berbeda de ngan Yogya yang hanya bisa menarik hati santri dari daerah
sekitar, ba rangkali karena Sultan kurang pemurah dibanding Sunan saat
ada pera yaan keagamaan.
Bukan hanya Sunan yang terkenal royal dengan pem berian. Patih
Surakarta, Raden Adipati Danuningrat (m enjabat 18 0 4– 18 10 ), ter ke-
n al se ba gai seoran g “sahabat dan pen dukun g san tri” serta ikut salat
se tiap hari, juga pergi ke Mesjid Agen g setiap J um at. 8 5 Seoran g lagi
pe lin dun g seperti itu ialah adik Sun an , Pan geran Bum in oto. Dalam
suatu sum ber Prancis yang ditulis dengan nam a sam aran oleh sekreta-
ris pem erintah Hindia Belanda, J ustinus van Schoor (m enjabat 1830 –
18 34), Bum in oto digam barkan sebagai “seoran g berperawakan tin g-
gi kurus kerin g de n gan gaya licik dan suka turut cam pur” (Lettres
de Jav a 18 29:70 ). Ia terken al den gan ban tuan yan g m urah hati bagi
para pem uka agam a, an tara lain Kiai Mojo. Kelihatannya kiai guru itu
sangat m enghorm ati Pa ngeran Surakarta tersebut dan sering m em bi-
ca ra kan soal-soal agam a de n gan dia. 8 6 Mem an g, begitu terken al luas
Bum inoto di kalangan santri se hingga bahkan sebelum m elarikan di-
ri ke Surakarta, Kiai Taptojan i (di ke n al sebagai Bagus Taptojan i di
Keraton Surakarta) m em utuskan untuk m engirim putra-putranya be-
la jar di Surakarta, di m ana m ere ka m endapatkan juga jabatan seka dar-
nya dari sang Pangeran.87 Berda sar kan hal ini, Residen Yogya, Matthijs
Waterloo (m en jabat 18 0 3– 18 0 8 ), berpen dapat bah wa ketika an ak-
anak m uda pergi dari wilayah Yogya untuk m endapatkan pendidikan
aga m a di Surakarta, biasanya m ereka m en jadi lebih akrab dengan ibu
kota kesunanan daripada dengan kam pung ha lam an m ereka sendiri.88
Lam a kem udian, seorang lagi Residen Yogya, A.H. Sm issaert (m enjabat

84 vAE (aanw insten 190 0 ), Van den Berg, “Copia memorie”, 8-180 6.
85 vAE (aanw insten 190 0 ), Van den Berg, “Copia memorie”, 8-180 6. (Ibid.?)
86 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 22-6-180 5; dK
111. H.M. de Kock, “Beschrijving van het karakter en die hoedanigheid van de keizer, de prinsen en
de rijksbestuurder van Soerakarta” (Gam baran tentang karakter dan kapasitas Susuhunan, para
pangeran dan patih Surakarta), 21-11-1829; Büchler 1888, I:419 (di mana Buminoto digambarkan
sebagai “anggota keluarga Keraton Surakarta yang paling terdidik dan paling cendekia”), II:32
(di m ana Büchler m enduga-duga bahwa m ungkin saja dia m em punyai darah Belanda!); Louw
bacaan-indo.blogspot.com

dan De Klerck 1894– 190 9, III:62. Belakangan Buminoto berperan penting dalam surat-menyurat
rahasia antara keraton, 1811– 1812, lewat berunding dengan para utusan santri Yogya, lihat IOL
Eur F148/24 (Rafles-Minto correspondence [surat-menyurat], vol. 24), “Informasi yang diberikan
ke Mr [Harm an Warner] Muntinghe oleh Raden Adipati Tjokro Negoro [Cokronegoro], m antan
menteri pertama Surakarta”, t.t. (?akhir J uli 1812). Lebih jauh lihat Bab VII catatan 20 9.
87 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 22-6-180 5.
88 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 26-6-180 5.
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 109

18 23– 18 25), yan g perilakun ya san gat tidak disukai oleh Dipon egoro
saat m ulai pecahnya Perang J awa, akan m e ne gaskan bahwa lebih ba-
n yak pan geran di Surakarta daripada di Yogyakarta yan g m en urut
pa ra pejabat Belan da “fan atik” den gan kewajiban -kewajiban agam a
m ereka.89
Barangkali penting dalam hal ini bahwa putra sulung Diponegoro,
Pan geran Dipon egoro II, setelah lam a berkelan a m em u tus kan un tuk
berguru kepada seorang kiai Surakarta, Kiai Mojo, bu kan nya kepada
seoran g di an tara para guru yan g telah di kun jun gin ya di sekitar ibu
kota kesultan an . Pan geran Dipon egoro II ke m udian m em akai n am a
santri Raden Mantri Muham ad Ngarip dan agak nya yang paling cer das
di antara keturunan Diponegoro.
Kedudukan pen tin g yan g kelak didapat oleh Kiai Mojo di an tara
a n eka ja b a t a n ya n g d ib er ika n ke p a d a b a n ya k p em u ka a ga m a
pendukung Diponegoro m en cerm inkan pe ran Surakarta yang m enjadi
tersohor sebagai pusat pen didikan aga m a pada awal abad kesem bilan
belas. 90 Itu sem ua juga m e n am bah kete gan gan terselubun g an tara
pen dukun g pan geran yan g ban gsawan dan yan g san tri. Pen dukun g
ya n g b a n gsa wa n , h a m p ir selu r u h n ya or a n g Yogya , cen d er u n g
m em an dan g Kiai Mojo dan rekan -rekan n ya oran g Surakarta yan g
ulam a dan perdikan dengan sangat cu riga, sikap yang dibalas dengan
setim pal oleh para san tri Solo itu (Louw dan De Klerck 18 94– 190 9,
V:744; Carey 1987:279– 84; Bab XI).
Pada awal 180 0 -an, hubungan pribadi Pangeran agaknya seba gian
besar terbatas di daerah sekitar Yogya. Keadaan tidak berubah hing-
ga masa jabatan H.G. Nahuys van Burgst sebagai residen (1816– 1822).
Ketika itu, menurut kesaksian Diponegoro sendiri, untuk pertama kali-
nya ia m elakukan perjalanan ke luar wilayah Yogya. Dengan berjalan
kaki m en yusuri lebuh setapak pedesaan ke kam pun g Mojo, san g
Pangeran berm aksud m encari putra sulungnya (lahir sekitar 18 0 5)—
yang waktu itu telah m enjadi m urid kiai guru—yang kem udian akan
m enjadi sum ber kepedihan sekaligus “ilham ” baginya selam a Perang
J awa (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:744; Carey 1981a:261 catatan
110 ; Bab III, Bab X catatan 184, Bab XI). Tidak lama sesudah itu, Kiai
bacaan-indo.blogspot.com

89 vAE (aanw insten 1941), “Stukken Sm issaert”, A.H. Sm issaert (Den Haag) kepada Raja Willem I
(Den Haag/ Brussels), t.t. (?-9-1828).
90 Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, V:742, di m ana Diponegoro m engatakan bahwa m eskipun
Kiai Mojo tidak pernah naik haji, pengetahuannya m engenai Alquran dan aturan-aturan yang
ter kandung di dalam nya begitu sem purna sehingga santri yang sudah naik haji pun m engakui
wibawanya. Daftar pemuka agama pendukung Diponegoro dapat dilihat pada Apendiks VIIb.
110 KUASA RAMALAN

Mojo m engun jungi Diponegoro di Tegalrejo atas kem auannya sendiri


dan tan pa diundang segera setelah sang Pangeran sendiri pulang dari
salah satu tempatnya menyepi di Selarong (Louw dan De Klerck 1894–
190 9, V:744– 5), barangkali pada m asa ia m elakukan satu di antara
puasa bu lanannya di Gua Secang.

Kesim pulan
Pengasuhan Diponegoro di Tegalrejo di bawah Ratu Ageng yang kereng
dan saleh m em bentuk tabiat sang Pangeran dalam kehidupannya ke-
m udian. Ungkap an lam a kalangan Yesuit, “serahkan kepada kam i se-
orang anak sam pai ia berusia tujuh tahun dan kami akan menun jukkan
manusia de wa sa”91 tidak begitu terbukti dalam kehidupan Diponegoro,
karena ia baru tinggal bersama nenek buyutnya di desa per mu kimannya
pada umur tujuh tahun awal 1790 -an. Tapi sebelum meninggalkan Ke-
raton Yogya sa ngat mungkin bahwa Diponegoro sudah mulai me rasakan
berbagai pe ngaruh yang kelak akan m enem pa watak dan tabiatnya.
Hubungan antara kediam an resm i ayahnya, Kadipaten, dengan pagu-
yuban san tri keraton m un gkin sudah m ulai terlihat. Sem en tara itu,
pangeran rem aja itu ten tunya sudah terpengaruh oleh keha diran ibu
dan neneknya, dua-duanya keturunan para kiai ter kemuka, selama masa
kanak-kanaknya di wisma khusus untuk perempuan.
Pengaruh-pengaruh ini tentu akan lebih kuat lagi selama dasawarsa
yang menentukan, 1793– 180 3, tatkala Diponegoro tumbuh menjadi se-
orang pemuda di bawah asuhan Ratu Ageng. Pangeran yang dibesarkan
dalam lingkungan desa dan diilham i rasa senasib dengan rakyat biasa
sejak kanak-kanak; seorang keturunan dinasti penguasa dengan penge-
tahuan yang mendalam mengenai kehidupan petani J awa, dunia santri
desa, dan guru agama—ini semua memang merupakan perpaduan yang
langka. Mengherankankah bila pemuda seperti itu akan menemui takdir
yan g luar biasa? Selagi ram alan yan g kon on diucapkan oleh Sultan
pertam a dan kem udian saat ziarah Pangeran ke pantai selatan sekitar
180 5, yang akan kita baca pada Bab IV, meramalkan tragedi—“Engkau
sen diri cum a sarana, nam un tidak lam a, hanya untuk disejajarkan de-
ngan leluhur”,92 bayangan yang ditim bulkannya m asih akan terjadi.
Masa depan yang akan segera tiba untuk pemuda berusia delapan belas
bacaan-indo.blogspot.com

91 Istilah bahasa Inggris: “give us the child until he is seven and w e w ill show y ou the m an”, artinya
bahwa karakter manusia bisa terbentuk dalam usia tujuh tahun pertama kalau didikan dan asuh-
annya tepat.
92 BD (Manado), II:125, XIV (Sinom) 80 . tan ana m alih-m alih/ nanging sira srananipun/ m apan
iku tan daw a/ nanging kinary a leluri. Lebih jauh lihat Bab IV.
BAB II: MASA REMAJA DAN PENGASUHANNYA 111

tahun itu,93 yang kini memikul sendiri tanggung jawab atas permukiman
Tegalrejo, tampaknya cerah. Hidup senang jauh dari persengkongkolan
yang tiada habisnya di Keraton Yogya, dan yang m ulai m encapai ke-
m an dirian sebagai seorang m uda dengan keyakinan yang makin teguh
ter ha dap agam a, Diponegoro dapat m engharapkan suatu kehidupan
rohani dan pemenuhan cita-cita pribadi yang ditunjang oleh lingkaran
per gaulan yang m akin luas dengan para santri dan priyayi saleh. Dan
se karang, kita akan memusatkan pembahasan pada lingkaran pergaulan
sang Pangeran dan pem bentukan watak cendekia serta pengertiannya
tentang Islam.
bacaan-indo.blogspot.com

93 Penulis masih terus menghitung dalam tarikh J awa usia Diponegoro saat Ratu Ageng wafat, lihat
catatan 52.
bacaan-indo.blogspot.com
BAB III

Awal Dewasa:
Pernikahan, Pendidikan, dan Pergaulan
dengan Paguyuban Santri, 180 3– 180 5

Pernikahan pertam a dan


perkem bangan paguy uban Tegalrejo
Segera sesudah n en ek buyutn ya wafat pada Oktober 18 0 3, rupan ya
Dipon egoro m en in gkatkan pergaulan den gan sejum lah sahabat di
kalangan ulam a yang tinggal di desa-desa sekitar Tegalrejo. Beberapa
di antara m ereka diberangkatkan olehnya berziarah ke tem pat-tem pat
keram at setem pat dalam m asa sebelum Perang J awa.1 Tali hubungan
de ngan kaum ulama tentulah diperkuat lewat pernikahan pertama sang
Pangeran dengan putri seorang guru agam a terkem uka dari kawasan
Sleman di sebelah utara Yogya, sekitar 180 4.
Perem puan m uda in i, Raden Ayu Retn o Madubron gto, adalah
pu tri kedua Kiai Gede Dadapan dari Desa Dadapan dekat Tem pel,
Kewedanaan Turi tidak jauh dari perbatasan Yogya– Kedu.2 Perempuan
inilah ibunda putra Diponegoro yang sulung dan yang paling pandai.
Pu tra su lun g itu selalu disukai di an tara an ak-an akn ya (Jav asche
Courant 92, 6-8-1829), yang kelak akan menyandang nama muda ayah-
nya, Raden Mas Ontowiryo, dan kemudian diresmikan sebagai Pangeran
Diponegoro II pada Agustus 18 25. Dengan nam a Islam -J awa pasca-
perang, Raden Mantri Muhamad Ngarip, ia akan menulis sua tu riwayat
bersifat ram alan -sejarah m en gen ai keh idupan dia dan m asa n ya—
bacaan-indo.blogspot.com

1 Lihat Gambar 14 dan Apendiks VIIb, sub: J aelani, Muhamad, J oyomustopo (alias Sukbatuliman),
Mopid, Mudo. Seorang putra Diponegoro, Raden Mas Alip (lihat Apendiks IV catatan 1), menyebut
na ma dua orang lagi sahabatnya, Wiryokusumo dan J oyo Muhamad, Nahuys van Burgst 1835– 36,
I:13.
2 LOr 6488 (Babad Dipanagara, Sury a Ngalam ):14, I.14.
114 KUASA RAMALAN

Babad Dipanagara, Sury a N galam —di m ana ibundanya dipuji-puji


sebagai seorang perempuan saleh yang senang mendampingi suaminya
melaksanakan tugas-tugas keagamaan. Menurut Diponegoro II, suami-
istri itu tetap akrab sam pai Diponegoro tunduk pada kem auan ayah-
nya, Sultan ketiga, untuk m elakukan pernikahan “politik” yang lebih
ber gengsi dengan Raden Ajeng Supadm i (sesudah 18 0 7, Raden Ayu
Retnokusum o), perem puan yang m ungkin m em punyai darah Tiong-
hoa, putri Bupati Kesultanan Yogya untuk Panolan, Raden Tumenggung
Notowijoyo III, pada 25 Februari 180 7.3
Pernikahan ini merupakan per helatan besar—suatu acara pernikahan
ganda karena adik pe rem puan Pangeran dinikahkan hari itu juga—dan
hadiah dari Keraton Surakarta saja mencapai lebih daripada 1.60 0 kati
(satu ton) beras, 16 ekor kerbau, dan 20 0 ronde realen (480 gulden).4
Residen Belanda, Matthijs Waterloo, m alah m em beri sang Pangeran
dan adiknya yang pe rem puan 21 ell (14,5 m eter) kertas halus selain
hadiah-hadiah lain yang lebih lazim seperti helai-helai kain cita dan
patola sutera m ahal dari bekas loji Belanda di Surat, India barat, yang
sering dipakai sebagai m a har pengantin perem puan. Hadiah berupa
kertas halus ini bisa me nun jukkan bahwa pasangan pangantin dianggap
sedikit-banyak sudah melek huruf.5
Istri kedua in i bertem u Dipon egoro han ya tiga bulan sebelum
pernikah an dan pernikahan m ereka tam paknya tidak begitu bahagia,
karena sang Pangeran tidak pernah barang sekali pun menyebut nama

3 Ibunda Raden Ajeng Supadm i boleh jadi adalah putri Ham engkubuwono II dengan salah satu
se lir kesayangannya, Mas Ayu Sum arsonowati, yang berdarah cam puran Tionghoa, lihat Bab
II catatan 68. Hal ini dapat m enjelaskan hubungan Diponegoro yang sangat dekat dengan pa-
m an nya Pangeran J oyokusum o I (sesudah 18 25, Pangeran Ngabehi Ngabdulrahm an) (sekitar
1787– 1829), yang juga putra Sultan kedua dengan Mas Ayu Sum arsonowati. J oyokusum o kelak
men jadi seorang di antara panglima perang andalan Diponegoro selama Perang J awa. Dia gugur
dalam suatu pertem puran sengit di pegunungan Kelir pada 21-9-1829, lihat Bab XII catatan 4.
Mas Ayu Sumarsonowati adalah juga ibu Ngabehi, Mandoyokusumo 1977: 21 no. 30 , Carey 1984:
20 – 1. Suatu rujukan menyebut tentang salah seorang putri Sumarsonowati yang menikah dengan
keluarga Notoyudan, Bupati Kesultanan Yogya untuk Kedu, tapi kemudian menyebut dirinya sen-
diri sebagai Bendoro Raden Ayu Notowijoyo, yang m enunjukkan bahwa dia m em iliki hubungan
dengan keluarga Bupati Panolan, lihat Dwidjosoegondo 1941:10 0 no. 47, (di mana Bendoro Raden
Ayu Notoyudo [Cremo] dikatakan mengubah namanya menjadi Bendoro Raden Ayu Notowijoyo
[Sleman]); Mandoyokusumo 1977:23 no. 47. Tentang Raden Tumenggung Notowijoyo III (men-
jabat 180 3– 1811), lihat Bab V catatan 126, Bab VI catatan 214, Apendiks VIII; serta Carey dan
Hoadley 20 0 0 :294, 352, 360 , 378, 383.
4 Dj.Br. 38, Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada Pakubuwono IV (Surakarta), 10 Sura 1734 J
(20 -3-180 7 M), dan lihat Apendiks IV pt. 1. Adik perempuan Diponegoro, Raden Ajeng Murtinah
m e nikah dengan putra Raden Tum enggung Danukusum o I, suam i bibi Diponegoro, Raden Ayu
bacaan-indo.blogspot.com

Danukusum o, seorang di antara kawan dekat Pangeran di Tegalrejo, lihat Apendiks II (tentang
hubungan keluarga antara Diponegoro dan Danurejan).
5 Dj.Br. no. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 1-3-180 7.
Hadiah lain adalah dua pasang allegrassen (?seprai), dua potong besar sutera India (patholen),
dua helai kain cita (chitzen) dan dua helai arm ozijnen, agaknya kain sutera jenis lain lagi. Penulis
menghitung 1 ell (jarak antara siku dan lengan orang dewasa) = 67 sentimeter (perhitungan yang
dipakai di Belanda—lihat http:/ / en.wiki/ Ell, diunduh 30 -12-20 10 ).
BAB III: AWAL DEWASA 115

perempuan itu dalam otobiograinya.6 Men urut Dipon egoro II, istri
kedua itu juga bersikap som bon g dan tak adil terhadap ibun dan ya,
Raden Ayu Retno Madubrongto, yang berasal dari lapisan sosial yang
lebih ren dah, 7 dan oran g bisa m en duga bahwa sikap som bon g itu
mungkin telah mem buat ibundanya cepat meninggal. Diponegoro sang
ayah hanya sekali m e nyebut Raden Ayu Retno Madubrongto dalam
babadnya dan hal itu tercantum pada bagian akhir Perang J awa, di
m ana ia m enulis bah wa istrinya itu– yang dirujuknya sebagai “bibi”,
sebutan yang se ring dipakai di kalangan keraton J awa untuk para ibu
yang lapisan so sialnya kurang tinggi– wafat ketika Diponegoro masih di
Tegalrejo (berarti se be lum 20 J uli 1825).8
Ayahanda Madubrongto, Kiai Gede Dadapan tidak disebut secara
kh usus dalam babad yan g ditulis Dipon egoro m es ki pun terdapat
beberapa rujukan di laporan m iliter Belanda pa da se se orang bernam a
Kiai Dadapan dalam kelom pok ulam a yang de kat dengan Kiai Mojo
pada 18 28 .9 Kiai Dadapan ini m alah disebut se bagai “penasihat dan
orang kepercayaan” utam a bagi Kiai Mojo pada waktu itu.10 Mungkin
dia merupakan orang yang sama, walaupun Kiai Dadapan yang dirujuk
dalam otobiograi Diponegoro itu ialah murid Kiai Mojo, yang tentu
tidak cocok sebagai ayahanda Raden Ayu Retno Madubrongto yang
agaknya sudah merupakan seorang kiai besar pada pertengahan 180 0 -
an dan kecil kem ungkinannya m erupakan “m urid” orang yang tujuh
tahun lebih muda daripada Diponegoro.11
Selain ulam a desa, tem an-tem an Diponegoro juga terdapat di ka-
langan pejabat Keraton Yogya dan para keluarga kerajaan yang tertarik
de ngan Islam. Banyak di antara mereka memiliki koleksi naskah-naskah
Islam. Ke luar ga Danurejan,12 yang sudah disebut di atas, sangat penting

6 Lihat Bab II catatan 68.


7 LOr 6488 (Babad Dipanagara, Sury a Ngalam ): 14, I.16. edir lan siy a-siy a/ iy a m arang m aru.
8 BD (Manado) IV:4, XXXII.24– 5.
9 Kiai Dadapan disebut sebagai seorang peserta penting dalam serangkaian perundingan ke arah
pen yerahan diri Kiai Mojo kepada Belan da bersam a den gan 60 0 an ggota pasukan pada 12
November 1828, Louw dan De Klerck 1894– 1908, IV:604; BD (Manado) IV:94– 5, XXXIV.89– 90 .
10 Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, IV:628 (m en gutip J enderal H .M. de Kock). Seoran g yan g
bernama Kiai Gajali dari Desa Dadapan bersama pengikut lain Kiai Mojo tercantum dalam daftar
orang yang ditangkap oleh Belanda waktu itu, Louw dan De Klerck 1894– 190 9, IV:889; Apendiks
VIIb.
11 Kiai Mojo diperkirakan lahir sekitar 1792, lihat De Stuers 1833:15, yang merujuk pada Kiai Mojo
bacaan-indo.blogspot.com

sebagai berusia 36 pada 1828, dan Roorda van Eysinga 1832, IV:327, yang menulis pada Februari
1830 , menyebutnya berumur 38. Sebab itu, hampir mustahil Kiai Mojo merupakan guru Kiai Gede
Dadapan, yang putrinya menikah dengan Diponegoro sekitar 180 3.
12 Nama asli keluarga ini Gondokusumo, tapi keluarga tersebut menggunakan juga nama Yudonegoro
sesuai dengan gelar kepala daerah Kabupaten (Bupati) Banjarnegoro di Banyumas, jabatan yang
dipangku oleh Patih Yogya, Danurejo I (1755– 1799), sebelum diangkat jadi patih sekitar 13-2-1755,
lihat Apendiks Va.
116 KUASA RAMALAN

dalam hal ini. Keluarga ini (Yudonegaran), yang berasal dari Banyumas,
m e nyum bangkan sem ua patih, kecuali satu, selam a dua abad pertam a
sejak terbentuknya Kesultanan Yogya pada 1755.13 Selain itu, tali-temali
ke luarga ini dengan pathok negari (pusat ahli hukum Islam) di Melangi
dan dengan para kiai terkenal di daerah itu, serta hubungan m ereka
yang erat dengan lingkaran ulama di Tegalrejo menempatkan keluarga
Danurejan di pusat dunia santri J awa tengah-selatan.
Salah seor an g an g gota kelu ar ga it u , kh u su sn ya Rad en Ayu
Danukusum o, seorang pu tri Sultan H am engkubuwono I dan ibunda
Danurejo II (m enjabat 1799– 1811), agaknya sangat dihargai oleh sang
Pangeran. Perem puan itu disebut nya dalam babad karyanya sebagai
teman bermain catur, suatu per main an yang sangat disukai Diponegoro.14
Lebih pen tin g lagi, perem puan itu terken al berkat pen getahuan n ya
ten tan g bacaan Islam -J awa dan pen guasa an n ya ter h adap aksar a
pegon (Carey 1992:157, 343, 489 catatan 425), dua m acam kem ahiran
yan g dikagum i Dipon egoro, yan g juga m e n ulis dalam huruf pegon .
Term asuk di an tara n askah dalam koleksi Raden Ayu Dan ukusum o
adalah karya Nūruddīn ar-Rānīrī dalam bahasa Melayu, Bustān as-
Salatīn atau “Taman Raja-raja” (Ricklefs dan Voorhoeve 1977:48), dan
karya Muhammad ibn Fadl Allāh al-Burhānpūrī, al-Tuhfa al-m ursala
ilā rūh an-Nabī (“Kirim an Cenderam ata kepada Roh Nabi”) (Ricklefs
1973:347– 9; Carey 1975:341– 4). Rupanya keduanya adalah jenis nas kah
yang konon telah dipelajari oleh Diponegoro di masa mudanya.
Kerabat priyayi yang m em punyai perhatian besar terhadap Islam
antara lain adalah keluarga Wirogunan dan Kertodirjan. Dua-duanya
terkait erat de ngan pangeran berkat pengabdian mereka sebagai pejabat
tinggi pada per mu kiman ayahnya, kadipaten (lihat Apendiks Vb). Raden
Tum enggung Wironegoro, putra Mas Tum enggung Wiroguno I, patih
yang sa ngat dihorm ati di kadipaten sem asa m uda Diponegoro, “bisa
m e n ulis surat seperti seoran g san tri”. Itu berarti Wiron egoro telah
m e nguasai aksara pegon dan m erupakan m urid Kiai Taptojani15 yang

13 Pigeaud 1931– 32, 11-4:126– 32, 12-1:34– 40 ; Carey 1975:347– 9; Apendiks II. Patih satu-satunya
yang tidak berasal dari keluarga Yudonegaran ialah Danurejo IV (m enjabat 18 13– 18 47), lihat
Apendiks Va. Keluarga itu selalu menyumbangkan semua patih Yogya berikutnya hingga jabatan
itu ditiadakan pada 1943, lihat Selosoemardjan 1962:51.
14 BD (Manado) II:30 7, XIV:96 Carey 1975:343. Lebih jauh lihat Bab X catatan 21.
bacaan-indo.blogspot.com

15 dB 412, J .F.W. van Nes (Surakarta) kepada Komisaris-J enderal L.P.J . du Bus de Gisignies (Batavia/
Bogor), 30 -10 -1826. Wironegoro (sesudah 1830 , Pangeran Adipati Prabuningrat), m em punyai
beberapa orang lagi ulama J awa terkemuka sebagai guru, sahabat, dan penasihat, termasuk Kiai
Muhamad Ngarip (juga dikenal dengan Ahmad Ngarip) dari Melangi (AN, Exhibitum, 20 -9-1832
no. 1, wawancara Kiai Ahm ad Ngarip, 11-8-1832), Kiai Melangi (Kiai Im am Ngali), Haji Usm an
(Waru, Surakarta), Haji Asro (Gabudan, Surakarta), Haji Idris (penghulu di landraad/ pengadilan
agam a Islam -J awa), Kiai Ploso Kuning, Kiai Karang, Kiai Daud (Gegulu, Kulon Progo, bekas
BAB III: AWAL DEWASA 117

mem bim bing nya mem pelajari naskah-naskah ikih dan tasawuf (Carey
198 1a:245 catatan 41). Ia digam barkan dalam suatu sum ber Belanda
sebagai seorang “J awa terpelajar, yang akrab dengan sejarah negeri-
nya dan khatam Alquran (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:599). Na-
m a santrinya ialah “Mas Mukidin”. Banyak kerabatnya adalah santri
dan beberapa di antara m ereka bergabung dengan Diponegoro selam a
Perang J awa (Carey 198 1a:245 catatan 41). Dia pernah m enikah de-
ngan kakak tertua pangeran. Akan dilihat di bawah (Bab VIII, Bab IX)
bagaimana “Mas Mukidin” menimbulkan sikap permusuhan sengit da-
lam diri Diponegoro karena menjalin hubungan asmara dengan ibu-tiri
pangeran, Ratu Ageng (parameswari Sultan ketiga). Mas Mukidin juga
m e m ilih berada di pihak Ratu bersam a dengan Patih Yogya, Danurejo
IV (menjabat 1813– 1847) melawan Diponegoro dalam perselisihan po-
litik m enyangkut pajak tanah dan perkara-perkara lain selam a dasa-
warsa yang kalut menjelang Perang J awa.
Berbagai hubungan sang Pangeran dengan keluarga Kertodirjan,
yang hanya sebentar saja m enggantikan Mas Tum enggung Wiroguno
da lam jabatan patih kadipaten (Apendiks Vb), tam pak lebih rapat dan
saling m endukung. Seorang anggota keluarga ini, Mas Tum enggung
Kertodirjo II, yang merupakan salah satu Bupati Kesultanan Yogya untuk
daerah Sukowati (1812– 1821),16 menyimpan banyak karya islami saat ia
dipecat pada Desember 1821.17 Sebagai seorang sahabat Diponegoro, ia
kem udian m em ilih tinggal di Tegalrejo dan m enjadi seorang di antara
panglim anya untuk daerah Madiun di J awa tim ur. Sesudah pecah Pe-
rang J awa dia bertahan enam bulan lam anya sebelum tertangkap di
lereng Gunung Lawu pada J anuari 1826 (Bab X catatan 122; Louw dan
De Klerck 1894– 190 9, I:523 catatan 2, 559, 576 Carey 1981a:284– 5).
Sang pangeran juga mempunyai teman dari kalangan priyayi bukan-
J awa yang termasuk ke dalam lingkaran dekatnya di Tegalrejo. Seorang
di antara mereka ialah Syekh Abdul Ahmad bin Abdullah al-Ansari (alias
Ahmad Ansar Sharif, alias Syekh Habib Ahmad al-Ansari), se orang Arab
dari J eddah yang menikah dengan putri Pangeran Blitar I (sekitar 1784–

tanah-jabatan Diponegoro) dan Kiai Pekih Ibrahim (juga disebut Kiai Muhamad Kusen, penghulu
Diponegoro [1828 – 1830 ]), lebih jauh lihat Apendiks VIIb.
16 Kertodirjo II ialah putra Patih Kadipaten, Mas Tumenggung Kertodirjo I (menjabat 180 7– sekitar
bacaan-indo.blogspot.com

18 10 ), dan m erupakan Bupati Kesultanan Yogya untuk daerah Kerjo dan Masaran (Sukowati)
sampai dipecat pada Desember 1821, lihat Bab X catatan 122.
17 Dj.Br. 9B, Hendrik M. MacGillivray (Surakarta) kepada Mr Pieter Merkus (Batavia), 16-2-1832,
dalam : “Aankom ende Geheim Stukken” (Surat-surat rahasia yang diterim a), yang m elam pirkan
suatu “Catatan barang yang diberi kepada H.G. Nahuys van Burgst oleh [Mas Tum enggung]
Kertodirjo”, 8 J um adilakir 1755 J (27-12-1821 M), yang m enyebut enam Alquran dan sem bilan
naskah lain yang ada di tangannya saat pemecatannya.
118 KUASA RAMALAN

1827), seorang putra Sultan pertama (Nahuys van Burgst 1835– 36, I:13;
Louw dan De Klerck 1894– 190 9, III:570 – 1; Carey 1974a:35 catatan 116).
Syekh al-Ansari tampaknya hidup dari berdagang an tara Semarang dan
Yogya, dan ada sejumlah rujukan tentang per jalanan nya antara dua kota
tersebut pada J anuari 1824. Bisa jadi ia terus m em berikan inform asi
kepada Dipon egoro ten tan g an eka perkem ban gan keadaan di luar
daerah kerajaan.18 Sebagai seorang syarif (dianggap ke turunan Nabi)
ia m ungkin m em punyai pengaruh spiritual ter ha dap sang Pangeran.
Putranya, yang juga dikenal sebagai Ahm ad, juga m erupakan anggota
kelompok dekat pangeran di Tegalrejo sebelum Perang J awa dan tewas
m em pertahan kan m arkas Dipon egoro di Selaron g pada 25 Oktober
1825.19 Seorang putra Diponegoro, Raden Mas Alip, menyatakan bahwa
dua oran g Arab asal J eddah in i term asuk pe n asihat palin g pen tin g
bagi ayahnya selam a persiapan m enuju Perang J awa, dan dua-duanya
mendukung Diponegoro selama perang ber langsung, hanya saja Syekh
al-Ansari akhirnya menyerah kepada Belanda awal 1828.20
Diponegoro diam seribu bahasa dalam otobiograinya mengenai
kelom pok lain “teman-teman”-nya yang merupakan bagian lingkar-luar
Tegalrejo. Mereka inilah anggota dunia hitam Yogya yang terdiri dari
para jago (hariah “ayam laga”), w ong durjono (perampok), dan “bandit
sosial”. J ago itu akan m em beri bantuan besar kepada pangeran saat
pecah Perang J awa. Salah satu contoh “bandit sosial” itu adalah Demang
J oyom enggolo, pem ungut pajak daerah Sam en di selatan Yogya, yang

18 Perjalanan Syekh al-Ansari antara Sem arang dan Yogya dirujuk dalam Dj.Br. 67, H.J . Dom is
(Sem arang) kepada A.H. Sm issaert (Yogyakarta), 23-1-1824. Ia m enyerah kepada Belanda awal
1828 dan diberi imbalan berupa pensiun sebesar f 250 sebulan seusai Perang J awa, lihat Javasche
Courant 31 (11-3-18 28 ), 8 0 (5-7-18 28 ), 8 2 (10 -7-18 28 ), Bijv oegsel (Suplem en ) (11-8 -18 28 );
GKA, 20 -9-1830 no. 56k, wawancara Ahmad Ansar Sharif, 15-4-1830 . Istrinya, Raden Ayu Syekh
Ansari, putri Pangeran Blitar I, tercantum dalam daftar penerima tunjangan yang diberikan ke-
pada anggota keluarga Keraton Yogya pada Februari 1830 sebanyak f 10 0 sebulan, suatu jumlah
tun jan gan yang besar, dan disebut bermukim (? dengan suaminya) di Palembang, Dj.Br. 19 11, F.G.
Valck, “Voordragt voor de uitgaven ten behoeve van Z.H. den sultan zoomede van de inkomsten
en toelagen aan de prinsen, hoofden en andere personen tot het hof van Djokjokarta behoorende”
(Usulan untuk pembayaran kepada Yang Mulia Sultan dan juga upah dan uang pesangon kepada
para pangeran, pejabat tinggi dan orang lain yang term asuk Keraton Yogyakarta) (seterusnya:
Valck, “Voordragt”), 20 -2-1830 . Lebih jauh lihat catatan 20 . Menurut Mayor Edouard Errembault
de Dudzeele (1789– 1830 ), yang hadir sewaktu menyerahnya Al-Ansari di Bagelen timur pada 31
J anuari 1828, Syekh itu seorang “bajingan tengik” (un franc coquin), yang membangga-banggakan
kehebatannya dalam pertempuran. Ketika ia menyerah, ia membawa serta ketiga istrinya, seorang
di antaranya saudari Diponegoro.
19 Diponegoro menyebut tewasnya seorang “Syekh Ahmad asal J eddah” dalam pertempuran sekitar
bacaan-indo.blogspot.com

Selarong pada 25-10 -1825, lihat BD (Manado), III:22– 3, XXIII.146– 52. Penulis tidak yakin apakah
Syekh Ahmad itu adalah putra atau menantunya Syekh Ahmad al-Ansari.
20 UBL BPL 616 Port. 9 no. 2, “Proces-Verbaal van Radeen Maas Alip” (Pem eriksaan Raden Mas
Alip), 3-8-1825; Louw dan De Klerck 1894– 190 9, III:570 – 1, 573, tentang menyerahnya Syekh al-
Ansari kepada Belanda, permohonannya untuk dapat bermukim di Surakarta dan uang f 60 0 yang
dibe rikan oleh Nahuys kepadanya untuk biaya perum ahan bagi dirinya dan keluarganya. Lebih
jauh lihat catatan 18.
BAB III: AWAL DEWASA 119

ter kenal sebagai ahli m em buat m esiu dan ke m u dian m en jadi pe m im -


pin bandit pendukung Diponegoro di sebelah selatan ibu kota (Carey
198 1a:243 catatan 36). Contoh bandit yang lain adalah m ereka yang
berada di tempat penyeberangan Mangiran dan Kamijoro di Kali Progo,
yang kabar nya telah diundang ke Tegalrejo untuk membantu pangeran
selam a berkonfrontasi dengan para penguasa Yogya pertengahan J uli
1825 me nge nai rencana pembuatan jalan raya melewati tanah miliknya
(Carey 198 1a:243 catatan 36; Bab X). Para pem buru m acan di desa
J elegon g (Kulon Progo) juga dim in ta m em persiapkan sen jata dan
m em beri pa nger an tem pat penginapan saat pecah Perang J awa (Van
der Kem p 1896a:390 ; Carey 1981a:262 catatan 112; 282 catatan 197).
Beberapa orang di antara mereka agaknya berasal dari berbagai tanah-
jabatan yang dikuasai oleh sang Pangeran atau dari desa-desa yang
berdekatan de ngan tanah-tanah jabatan yang dikuasainya atau berbagai
kawasan yang mungkin telah pernah dikunjunginya selama melakukan
ban yak per jalan an dan ziarah di pedalam an selatan Yogya (Carey
198 1a:238 catatan 20 ; Louw dan De Klerck 18 94– 190 9:744– 5; Bab
VIII catatan 50 ). Selebihnya, seperti kepala rampok di Kedu timur laut,
Wiropati, yang ber gabung dengan pangeran selama perang berlangsung
(Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, III:90 – 1), jelas bukan m erupakan
bagian “lingkar” Tegalrejo sebelum 1825.
Tid ak m en gh er an kan bah wa d i beber ap a ka lan g an Yogya,
Dipon egor o diban din gkan secar a n egatif den gan kakek-buyut n ya
Sultan Man gkubum i karen a kakek-buyutn ya itu m en ghin dari pen g-
gun a an an asir-an asir du n ia hitam dalam perlawan an n ya terhadap
Belan da selam a Peran g Giyan ti.21 Kecam an itu juga terdapat dalam
nas kah-naskah jawa, seperti Babad Diponegoro versi Surakarta (Carey
1981a:244).

Pendidikan dan m inat sastraw i


Itulah beberapa tem an, penasihat, dan kelom pok jago dunia hitam di
se keliling pangeran selama awal masa dewasa Diponegoro di Tegalrejo.
Sekarang bagaimana dengan pendidikan dan perkembangan intelektual-
nya selama masa yang sama?
Diban din gkan den gan perkem ban gan se bagian besar an ak-an ak
bacaan-indo.blogspot.com

keluarga ban gsawan J awa m asa itu, pertum buh an in telektual dan
spiritual Diponegoro luar biasa: suatu laporan Belanda sesudah Perang

21 Lihat Bab I catatan 140 .


120 KUASA RAMALAN

J awa m en yebutkan bahwa pen didikan para ban gsawan J awa waktu
itu biasanya berlangsung secara inform al di m ana ulam a “keluarga”
m engajarkan doa-doa dalam bahasa Arab dan tafsir-tafsir Alquran. 22
Akan tetapi kita tahu dari pen ggam baran J .W. Win ter, pe n er jem ah
Keresidenan Surakarta (180 6– 1820 ), mengenai Keraton Surakarta pada
1824 bahwa pendidikan kalangan elite keraton waktu itu lebih bersifat
sambil lalu (Winter 190 2:39– 40 ).
Keadaan di Keraton Yogyakarta bisa diperkirakan serupa saja.
Dengan latar belakang yang de m ikian, pendidikan Diponegoro dalam
kesastraan Islam -J awa dan pengajaran ber gaya pesantren yang lebih
form al tentang Alquran dan hadis yang didapat nya dari para ulam a
yang berkunjung ke Tegalrejo m en jadi jauh lebih berarti. Pen didik an
dem ikianlah yang ia upaya kan secara khusus agar diterus kan kepada
anak-anaknya di Tegalrejo dan di Makassar, sekurang-kurangnya bagi
empat orang di antara mereka—Pa ngeran Diponegoro II (sekitar 180 3–
?), Raden Mas Raib (sekitar 1816– ?), Raden Mas Kindar (1832– 1882),
dan Raden Mas Dulkabli (sekitar 18 36– 18 98 )—m en gikuti jejakn ya
den gan m en dapatkan pen didikan pe san tren dan m en gabdi kepada
Islam (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:744; Sagimun 1965:359– 60 ;
Carey 1981a:lxiii catatan 112; Bab II ca tat an 37). Orang Belanda di masa
itu akan m enyatakan betapa “ter pelajar nya” keluarga Diponegoro bila
dibandingkan dengan keluarga lain di Keraton Yogya di m asa Perang
J awa, dan tidak kuran g daripada Gubern ur-J en deral J ohan n es van
den Bosch sendiri yang m engam bil ke sim pulan bahwa hanya seorang
picik seperti Residen Yogya sebelum Perang J awa, Anthonië Hendrik
Smissaert (menjabat 1823– 1825), yang bisa sampai salah menilai tokoh
semacam itu.23
Dari sumber-sumber J awa bisa juga diperoleh bayangan mengenai
ra gam bacaan yang mungkin didalami oleh Diponegoro di Tegalrejo ber-

22 MvK 30 55, “Beschrijving en statistieke rapport betreffende de Residentie Djokjokarta” (Gambaran


dan laporan statistik tentang Keresidenan Yogyakarta), 1836. Tentang daftar guru agama di Yogya
sekitar 1831, lihat Apendiks VIIa. Pemerintah kolonial Belanda melakukan dua survei mengenai
pendidikan Islam -J awa di J awa pada 18 19 (AN, Besluit van den Gouverneur-Generaal, 8 -3-
1819 no. 9) dan 1832 (AN Kabinet 20 65, 31-12-1832), yang memanfaatkan laporan-laporan dari
para residen di seluruh J awa kepada Gubernur-J enderal G.A.G.Ph. van der Capellen (m enjabat
1816– 1826) dan J ohannes van den Bosch (m enjabat 1830 – 1834), beberapa di antaranya dapat
ditemukan dalam karya Van der Chijs 1864:212– 323.
bacaan-indo.blogspot.com

23 Van Nes 1844:136; dK 111, “Beschrijving van het karakter en de hoedanigheid van den Sultan, de
prinsen en den Rijksbestierder van Djokjokarta” (Keterangan m engenai karakter dan kapasitas
Sultan, para pangeran, dan patih Yogyakarta), 20 -12-1829; dK 161, J .F.Walraven van Nes, “Korte
verhandeling over de waarschijnlyke oorzaken die aanleiding tot de onlusten van 1825 en volgende
jaren in de vorsten lan den gegeven hebben ” (Uraian rin gkas m en gen ai sekiran ya pen yebab
kerusuhan pada tahun 1825 dan tahun berikutnya di tanah kerajaan) (seterusnya: Van Nes, “Korte
verhandeling”), 28-1-1830 ; Van der Kemp 1896a:416 (tentang komentar Van den Bosch).
BAB III: AWAL DEWASA 121

sama dengan lingkaran teman-temannya.24 Di antara kesastraan Islam


yang disukainya terdapat Kitab Tuhfah, falsafah Sui tentang ajar an “mar-
tabat tujuh” yang sangat disukai oleh orang J awa tatkala merenungkan
Allah, dunia, dan kedudukan manusia di dalamnya (Drewes 1966:290 –
30 0 ). Diponegoro juga tam pak akrab dengan karya-karya teologi dan
m istik Islam , seperti usul dan tasawuf, sebagaim ana halnya dengan
puisi-puisi mistik J awa seperti suluk. Sejarah nabi-nabi (Serat Anbiy o)
dan tafsir Alquran, juga term asuk dalam khazanah kesastraannya, 25
sebagaim ana dengan karya-karya berisi ajaran keteladanan di bidang
ilsafat politik Islam seperti Sirāt as-salātin dan Tāj as-salātin. Kitab
tersebut terakhir m alah diharuskan oleh Dipon egoro un tuk dibaca
oleh adiknya, Sultan keem pat (bertakhta 1814– 1822), ketika ia sedang
menyelesaikan pendidikannya di keraton.26
Bidan g lain yan g khusus m en dapat perhatian Dipon egoro tam -
pakn ya adalah hukum am aliah atau ikih Islam: Taqrīb, Lubāb al-iqh,
M uharrar, dan Taqarrub (tafsir Taqrib) sem uan ya diken aln ya, dan
ia m enyebut dengan rasa bangga koleksi pribadinya berupa kitab-ki-
tab hukum ikih Islam-Jawa yang dirawat oleh seorang sahabatnya di
Yogya selam a berkecam uknya Perang J awa.27 Berkaitan dengan hal ini,
Dipon egoro san gat m en gecam pem baruan hukum 18 12 yan g dipra-
karsai oleh pemerintah Inggris di bawah Thomas Stamford Rafles
yan g m em an gkas kewen an gan pen gadilan agam a J awa (suram bi)
dalam perkara-perkara krim in al (Carey 198 7:299– 30 1; Bab VIII ca-
tatan 10 5). Karya-karya jurisprudensi m uslim , teologi skolastik, ilm u
n ahu, dan tafsir Alquran tam pakn ya telah digun akan secara um um
dalam pen gajaran agam a di pesan tren di J awa pada m asa itu m e-
nurut aneka survei atas pendidikan m asyarakat J awa yang dilakukan
oleh pem erintah kolonial pada 18 19 dan 18 32.28 Di antara kitab-kitab

24 Aneka rujukan dalam sum ber-sum ber J awa bisa didapat dalam BNg, II:149, XXXVI.15– 9; dan
KITLV Or 13 (Buku Kedung Kebo):47– 8, IV.32– 8.
25 BNg, II:149, XXXVI.17; KITLV Or 13 (Buku Kedung Kebo):47, IV.35– 6. Lihat juga Ricklefs dan
Voorhoeve 1977:69, di m ana satu buku Serat Anbiy a (IOL J av 74) yang sebenarnya m ilik Ratu
Ageng (? Ratu Ageng Tegalrejo, nenek buyut Diponegoro) digambarkan.
26 BNg, I:388, XC:26– 7; II.149, XXXVI.18, di mana Diponegoro digambarkan telah membaca naskah-
naskah itu di Tegalrejo. Tāj as-salātin merupakan satu di antara karya pertama yang disalin-ulang
di Keraton Yogya setelah perpustakaannya diram pas oleh Inggris pada 1812, Mudjanattistom o
1971:63 no. 235 (disalin pada 1831).
bacaan-indo.blogspot.com

27 Knoerle, “Journal”, 30–1, di mana Diponegoro menyebut bahwa “kitab-kitab ikih ini[…] berisi
se gala hal yang telah dilem bagakan dengan sem angat agung dan mulia oleh Nabi dan wali-Nya.
Kitab-kitab tersebut khusus ditulis untuk J awa dan sudah digunakan selama seribu tahun”. Boleh
ja di bahwa Diponegoro m erujuk pada kum pulan jurisprudensi asal zam an J awa Kuno seperti
Jugul Mudha, Sury o Ngalam , dan Praniti Raja Kapa-Kapa, lihat Pigeaud 1967–80, I:308; Rafles
1817, I:279– 80 ; Bab VIII catatan 10 8.
28 Van den Berg 1887:518– 55. Lihat catatan 92.
122 KUASA RAMALAN

tersebut, Taqrīb, Usul, N ahw u, dan Tafsir tam pak m en on jol. 29 Kita
juga ta hu bahwa kitab-kitab itu digun akan di berbagai pusat kajian
hu kum Islam yang m enjalin hubungan dengan Diponegoro.30 Dengan
demikian, perhatian yang secara khusus diberikannya pada karya-kar ya
juris prudensi m uslim tidak lah begitu luar biasa m engingat latar bela-
kang pendidikan pesantren di J awa tengah-selatan menjelang pecahnya
Perang J awa.
Meskipun bacaannya luas dan dianggap ahli dalam perkara-perkara
hu kum Islam-J awa, sangat mengherankan bahwa Diponegoro tidak me-
rasa cukup percaya diri melaksanakan mandat yang diberikan kepada nya
lewat ramalan atas dirinya sebagai Ratu Adil untuk berjuang ber da sar-
kan Alquran. Ternyata ia memutuskan mengundang para ulama yang ia
anggap betul-betul ahli mengenai Alquran ke markas pertempurannya di
Selarong pada awal peperangan guna mendapatkan nasihat yang diper-
lukan. Rupanya Diponegoro merasa kurang yakin dengan kemampuan
para ulama dan guru agama yang dikenalnya dan yang belajar bersama
dia di sekitar Yogya. J adi ia m em utuskan m engundang Kiai Mojo dan
se orang ulama lain yang jauh lebih tua dari Pajang, Kiai Kuwaron, un-
tuk bergabung dengan dia sebagai penasihat di bidang keagamaan (Bab
X catatan 18 4). Keputusan ini kem udian m enyulut kecem buruan di
kalangan pendukungnya (Bab XI catatan 62).
Selain naskah-naskah Islam-J awa ini, sumber-sumber J awa sendiri
m en gun gkapkan bahwa Dipon egoro m em pelajari juga—atau oran g
mem bacakan untuk dia—karya-karya kesastraan J awa dan yang sifatnya
lebih m oralis. Di dalam nya term asuk cerita-cerita adiluhung tentang
hal-ihwal kerajaan dan kenegaraan hasil saduran kisah-kisah klasik
Persia dan Arab seperti Fatāh al-Muluk (Kejayaan Para Raja), Hakik
al-Modin, dan Nasihat al-Muluk (Nasihat bagi Raja),31 juga kisah-kisah
klasik J awa Kuno versi J awa Baru seperti Serat Ram a, Bhoma Kāwya,
Arjunaw ijay a, dan Arjunawiwāha.32 Diponegoro juga akrab dengan
kisah-kisah wayan g J awa Baru. Babad karyan ya juga sarat den gan
kiasan tokoh dari dunia pertunjukan J awa (Carey 1974a:12– 37).
Yan g m en arik dalam hal in i, di an tara n askah-n askah yan g di-
m in ta oleh Dipon egoro ke pada pem erin tah kolon ial agar disalin di
bacaan-indo.blogspot.com

29 AN, Besluit van den Governeur-Generaal, 8 -3-18 19 no. 9, F.E. Hardy (Residen Kedu) kepada
Algemeen Secretaris (J ean Chrétien Baud), 15-4-1819.
30 Lihat Bab II.
31 BNg, II:149, XXXVI.18; KITLV Or 13 (Buku Kedung Kebo):21– 3, II.47– 54.
32 BNg, II:149, XXXVI.19; KITLV Or 13 (Buku Kedung Kebo):43, IV.13, 48, IV.37; BD (Manado),
II:30 4, XIX.87; Carey 1974a:10 – 16.
BAB III: AWAL DEWASA 123

Su r akar ta u n tu k keper lu an pen didikan an ak-an akn ya yan g lah ir


di tem pat pen gasin gan n ya di Man ado (18 30 – 18 33) dan Makassar
(1833– 1855), adalah seluruh kisah wayang Purwa hingga ke Bratay uda
(“perang saudara” akbar).33 Naskah-naskah lain lagi yang diminta oleh
Diponegoro pada masa pengasingan di Makassar mencakup kisah-kisah
kepahlawanan Islam terkenal, Menak Am ir Ham za, Asm oro Supi, suatu
kisah percin taan yan g berkaitan de n gan cerita-cerita Men ak, Serat
M an ikm oy o, suatu n askah ten tan g kos m ogon i atau kisah asal-usul
alam semesta yang berasal dari kurun mis tik Islam di Kartasura (1680 –
1745) yang berkaitan dengan dongeng-do ngeng pertanian dan tradisi
wayang (Pigeaud 1967– 80 , I:154; Carey 1992:495 catatan 466), Serat
Gondokusum o (Angling Driy o) dan Serat Angreni, satu bagian dalam
cerita Panji.34
Satu salinan kisah romantis J awa populer, Joy o Lengkoro W ulang,
yan g ditulis dalam kulit kayu ditem ukan di m arkas Dipon egoro di
Selarong pada Oktober 1825 dan m ungkin term asuk ke dalam ko leksi
pribadi Pangeran.35 Naskah itu berisi aneka ragam seni kene ga ra wanan
dalam bentuk cerita tentang seorang pangeran m uda yang ber kelana
(lelono) ke seluruh Pulau J awa dan bertem u dengan banyak guru di
ba nyak bidang kehidupan yang sekuler, yang agam is, dan yang sarat
mistik. Inilah jenis kisah yang punya daya tarik menyeluruh di ka lang-
an pem besar keraton m asa itu yang m encerm inkan pendidikan ideal
bagi para satria m uda (Pigeaud 1967– 8 0 , I:230 ; Ricklefs 1998 :271).
Kita akan m elihat di bawah (Bab IV) bagaim ana Diponegoro m em beri
te ladan nyata pada cita-cita kesatria kelana tersebut selama perjalanan
ziarah nya ke pantai selatan sekitar 180 5.

W atak, kem am puan intelektual,


dan hubungan dengan kalangan Eropa
Walaupun daftar karya tentang Islam, ikih Islam-Jawa, dan kesastraan
J awa yang menurut catatan sejarah dipelajari oleh Diponegoro tampak

33 AN, Besluit van den Gouverneur-Generaal buiten rade, 25-10 -1844 no.6, P.J .B. de Perez (Gubernur
Makassar) kepada Gubernur-J enderal Pieter Merkus (Batavia/ Bogor), 29-1-1844. Lihat Bab XII
catatan 264.
34 Naskah-naskah itu, kecuali Menak Am ir Ham za, yang menurut pemerintah Hindia Belanda terlalu
bacaan-indo.blogspot.com

mahal, disalin bagi keperluan Diponegoro di Surakarta, terutama dari naskah keraton, lihat AN,
Besluit van den Gouverneur-Generaal buiten rade, 25-10 -1844, Asisten Residen Surakarta kepada
Algemeen Secretaris, 10 -6-1844, 10 -10 -1844. Untuk keterangan singkat mengenai naskah-naskah
itu, lihat Pigeaud 1967– 80 , I:154, 212– 5, 223– 4, 235. Lebih jauh lihat Bab XII catatan 264.
35 Pigeaud 1967– 8 0 , IV:8 6 (sub:LOr 12.58 6). Aslinya ada dalam dK 222, lihat VROA 190 5:76.
Tentang penyitaan dokumen-dokumen Diponegoro di Selarong, lihat Louw dan De Klerck 1894–
190 9, I:399.
124 KUASA RAMALAN

menge sankan, menyebut semuanya itu satu per satu tidak akan banyak
mem beri wawasan tentang watak Pangeran. Seberapa pintar dan cer das
sebenarnya dia? Dapatkah kita percaya pada sum ber-sum ber Belanda
pasca-Perang J awa yang m en yiratkan bahwa dia kurang-lebih tiada
duanya di kalangan m asyarakat Yogya m asa itu? Sejauh m ana sebe-
n ar n ya pen didikan resm i yan g diikutin ya? Bisakah ia m en ulis dan
membaca? Apa pemahamannya tentang Islam dan seberapa mendalam
pen je lajahan rohaninya?
J awaban atas sebagian pertan yaan itu dapat diperoleh dalam
laporan beberapa perwira Eropa yang sem pat bersam a-sam a dengan
Diponegoro, khususnya catatan harian Letda J ustus Heinrich Knoerle
(1796– 18 33), perwira J erm an kelahiran Luxem burg yang m enem ani
Pan ger an selam a tu ju h m in ggu d alam per jalan an n ya ke tem pat
pengasingan, Manado.36 Knoerle, seorang lulusan sekolah hukum, ke la-
hir an Kota Luxemburg dari keluarga yang rupanya berasal dari Stargard
di Pomerania Barat (Prusia), baru empat tahun berada di J awa (1824–
1828) sebelum terpaksa kembali ke negeri Belanda karena sakit. Bekas
pejabat VOC Nicolaus Engelhard, yang sempat mengenal Knoerle sela-
m a tiga bulan istirahat penyem buhannya di vila m ilik Engelhard di
Pondok Gede dekat Cililitan pada 18 28 (Heuken 20 0 0 :28 0 ), m em uji
sifat Knoerle. Engelhard juga menyampaikan pujian itu kepada Menteri
Kelautan dan J ajahan, C.Th. Elout (menjabat 1824– 1829), dengan me-
merikannya sebagai seorang yang akrab dengan bahasa, sopan-santun,
dan adat-istiadat J awa, dem ikian juga den gan sistem kolon ial dan
percaturan politik masa itu di J awa.37 Tampaknya pujian tersebut men-

36 Untuk pem bahasan laporan Knoerle, yang berjudul lengkap “Aanteekeningen gehouden door
den 2e Luit. J .H. Knoerle, adjudant van Z.E. den gouverneur-generaal van Nederlandsch-Indië,
betreffende de dagelyksche verkeering van dien oficier met den prins van Djocjakarta, Diepo
Negoro, gedurende eene reis van Batavia naar Menado, het exil van den genoemden prins” (Catatan
Letda J .H. Knoerle, ajudan Yang Mulia Gubernur-J enderal Hindia Belanda, mengenai pergaulan
sehari-hari antara perwira tersebut dan pangeran dari Yogyakarta, Diponegoro, selama perjalanan
dari Batavia ke Manado, tem pat pengasingan pangeran tersebut), Manado, 20 -6-18 30 , yang
salinannya, dengan garis bawah yang dibubuhi dalam potlot biru oleh J ohannes van den Bosch,
terdapat di koleksi pribadi Van den Bosch no. 391 di Nationaal Archief, Den Haag, lihat Carey
1981a:xxxv. Biodata tentang Knoerle bisa didapatkan di W. Ispert (ed), Deutsche aus Luxem burg
bei der Niederländindisch-oostindischen Kolonialarm ee von 1780 bis 1895 (Orang J erm an dari
Luxemburg dalam tentara kolonial Hindia Belanda dari 1780 sampai 1895), ’s-Gravenhage, 1944
(Veröffentlichung Nr.11 der Forschungsstelle “Volk und Raum ” (penerbitan Nazi J erm an untuk
membanggakan bangsa ‘Arya’ pada zaman pendudukan Belanda, 1940 – 45), 39. Biodata tersebut
menyebutkan nama Knoerle sebagai “Heinrich J ustus” tapi semua laporan Belanda menyebutkan
bacaan-indo.blogspot.com

sebagai “J .H. [J ustus Heinrich] Knoerle”. Saya ikut laporan Belanda itu.
37 NA, Ministerie van Koloniën 3195, “Rapporten en andere stukken van A[ndries] de Wilde en
N[icolaus] Engelhard betreffende de cultures op J ava, houtbosschen, afstand van land &c, 1816-30 ”
(Laporan dan naskah lain dari A[ndries] de Wilde dan N[icolaus] Engelhard tentang perkebunan
di J awa, kehutanan, pem indahan hak m ilik tanah dll, 18 16-30 ), Nicolaus Engelhard (Pondok
Gede) kepada C.Th. Elout (Den Haag), 30 -9-1828. Setelah masa cuti di Eropa (1828– 1829) guna
kesembuhannya (“J ournal”, 45), Knoerle muncul lagi mendampingi Van den Bosch ke J awa dalam
BAB III: AWAL DEWASA 125

dapat sam butan baik karena letnan-dua itu kem bali ke J awa ber sam a
dengan Gubernur-J enderal J ohannes van den Bosch (m enjabat 1830 -
1834) pada 2 J anuari 1830 sebagai ajudan militernya.
Nam un de m ikian , P.J .F. Louw dan E.S. de Klerck (18 94– 190 9,
V:60 4, 752– 3), dua se jarawan m iliter Belanda tentang Perang J awa,
memandang rendah sifat dan kemampuan Knoerle dengan menyebutnya
seorang “pem buru jabat an” yang sangat bernafsu dan culas. Mereka
menekankan bahwa Knoerle hanya berhasil mencapai pangkat perwira
paling rendah dalam ten tara kolonial,38 dan m erujuk pada keputusan
resm i pem erin tah yan g m en cela bah asa J awan ya yan g tak lan car
(bahkan bahasa Belandanya jauh dari sem purna) yang m em buat dia
sulit m em im pin serdadu pribum i di m edan laga (Louw dan De Klerck
1894– 190 9, V:752). Orang m uda ke lahiran Luxem burg itu juga m eng-
hadapi kesulitan bergaul dengan ma syarakat setempat. Ia mati me nge-
naskan ketika bertugas sebagai asisten-residen di Bengkulu pada J uli
18 33 di tangan para pem uka dan penduduk setem pat yang tersulut
m em bun uh akibat sifatn ya yan g “pe m a rah dan sewen an g-wen an g”
dan sepak-terjangnya yang “kejam dan cemar”. “Kecemaran” ini antara
lain mungkin berupa penggelapan uang f 4.0 0 0 yang disunat dari dana
ban tuan kelaparan di kabupaten n ya (Sarton o Kartodirdjo 1971:99;
Carey 1981a:lxvi catatan 147; Fasseur 1993:81– 2). Hal ini berarti bah-
wa catatannya berupa percakapan antara dirinya dan Diponegoro per lu
diperlakukan dengan hati-hati. Namun, tak bisa dimungkiri bahwa ca-
tat annya yang sebagian telah diterbitkan (Knoerle 1835:137– 85) meru-
pa kan laporan pihak Eropa yang paling lengkap m engenai pergaulan
se hari-hari den gan Dipon egoro selam a waktu yan g cukup pan jan g
(Mei– J uni 1830 ), sehingga laporan itu me ru pakan rujukan ber harga.
Selam a m asa tugasn ya ke Man ado m en dam pin gi Dipon egoro,
Knoerle m asih m enjabat ajudan m iliter Van den Bosch, dan catatan
harian nya ditulis secara pribadi bagi keperluan sang Gubernur-J enderal
yang harus mempertimbangkan dampak politik yang mendesak akibat

kapal fregat Angkatan Laut Kerajaan Belanda (Koninklijke Nederlandsche Marine), Z.M. Rupel,
yang bertolak dari Texel pada 24-7-1829 dan tiba di Batavia pada 2 J anuari 1830 , lihat Bab XII
catatan 38.
38 Sebagai letnan-dua, Knoerle berdinas sebentar saja (2-2-1826– 16-6-1827) sebagai seorang perwira
infanteri, Divisi Infanteri Nasional ke-19, selama Perang J awa sebelum kembali ke Batavia untuk
bacaan-indo.blogspot.com

be kerja sebagai pembantu redaksi surat kabar pemerintah, Javasche Courant (1827– 1828). Per-
m ohonannya agar dibebaskan dari dinas m iliter secara terhorm at karena alasan kesehatan—ia
m e ngeluh sakit di ulu-hati—ditolak karena tidak jujur m elaporkan jasanya dalam pertem puran,
lihat Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, V:752– 3. Pada 9-7-18 30 ia m em buat laporan dengan
menyebut diri “ajudan berpangkat letnan-satu” (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:751) dengan
harapan agar dapat kenaikan jabatan sebagai pengakuan atas jasa-jasanya mengawal Diponegoro
ke Manado.
126 KUASA RAMALAN

pengasingan Pangeran saat tim bul ancam an perang di Eropa m enge-


nai kemerdekaan Belgia.39 Menurut Knoerle, Pangeran “tampak sebagai
seoran g n in grat, tapi sekaligus pen uh harga diri, m em pun yai ba kat
kecerdikan, watak yang kuat, sarat prakarsa, dan memiliki pertimbangan
yang tajam sedem ikian rupa sehingga jarang ada duanya di kalangan
ningrat J awa” (Knoerle 18 35:171). Tam paknya ia tidak banyak m em -
punyai pendidikan resm i dan tulisan tangannya—sekurang-kurangnya
dalam aksara J awa—sangat tidak rapi dan penuh kesalahan tata bahasa
(De H ollander 18 77:192– 6; Kielstra 18 8 5:40 8 ; Louw dan De Klerck
18 94– 190 9, I:151). J uga, m enurut kata-kata Knoerle, gaya ber bicara
Pangeran “luar biasa tak sopan [...] dan tak teliti”. Tetapi ke kuatan
dan semangat kepribadiannya terpancar jelas dalam gagasan-gagas an-
nya yang m enggugah, yang m enurut Knoerle, “kaya, kuat, dan jernih”
(Kn oerle 18 35:172). H al in i m em buat dia san gat m en gesan kan bagi
siapa pun yang bertem u dengan dia sekalipun hanya sebentar: dalam
“per undingan damai” di Magelang pada Maret 1830 , panglima ter tinggi
Belanda, Letnan-J enderal Hendrik Merkus de Kock, dan stafnya, yang
pada mulanya tak seorang pun bersikap baik terhadap Pangeran, pada
akhirnya sem ua m em uji sifatnya yang “terbuka dan cerdas” padahal
m ereka baru beberapa hari bersam a dia.40 Dan kem udian, Pangeran
Hendrik “De Zeevaarder” (1820 – 1879) (Gambar 81), anak remaja putra
calon Raja Willem II (bertakhta, 1840 – 1849), m enu lis ten tang “sosok
me nyenangkan” Diponegoro dan tentang perasaannya bah wa semangat
Pan geran “m asih berapi-api” sekalipun sudah m en ja di oran g pen g-
asingan berusia lima puluh satu di Benteng Rotterdam, Makassar, pada
Maret 1837 (Wassing-Visser 1995:246; Huyssen van Kattendijke-Frank
20 0 4:121).
Tam paknya Diponegoro sedikit-banyak bisa bahasa Melayu, tapi
ru panya enggan m enggunakannya di hadapan orang Eropa karena se-
lain terasa m enjijikkan baginya, juga dia tidak fasih.41 Daya ingatnya

39 Lihat Bab XII catatan 235, yang berisi paparan bahwa ketakutan akan pecahnya permusuhan di
Eropa mengenai kemerdekaan Belgia, dan kemungkinan serangan Inggris ke Nusantara, me nye-
babkan Van den Bosch menyarankan agar Diponegoro dipindahkan ke Nederland.
40 Van der Kem p 18 96a:416; J ohannes van den Bosch (Batavia) kepada Menteri Kelautan dan
J ajahan (Den Haag), 14-3-18 30 , dalam GKA, 30 -7-18 30 no. 32k. Menurut Pangeran Hendrik
“De Zeevaarder” (Sang Pelaut): “il a une igure très animée et on voit qu’il est encore remplie de
feu; dia mempunyai wajah yang hidup sekali dan orang bisa melihat bawa dia masih membara”,
bacaan-indo.blogspot.com

Huyssen van Kattendijke-Frank 20 0 4:121 m engutip surat dari Pangeran Hendrik (Makassar)
kepada ayahnya [pasca-1840 , Raja Willem II] (Den Haag), 10 -0 3-1837.
41 Tentang Diponegoro yang tidak suka dengan bahasa Melayu, lihat Mayor F.V.H.A. de Stuers
(Semarang) kepada J ohannes van den Bosch (Batavia/ Bogor), 31-3-1830 Kab. No. 65, dalam GKA,
20 -9-1830 no. 58k; dan tentang ia tidak fasih dalam bahasa tersebut, lihat vdB 391, “Voorstellen
[van den] Pangerang Diepo Negoro aan den Luitenant Adjutant Knoerle in de tegenwoordigheid
van den […] Luitenant [C.] Bosman” (Usulan [dari] Pangeran Diponegoro kepada Letnan Ajudan
BAB III: AWAL DEWASA 127

juga kuat: tatkala bercakap-cakap dengan Knoerle, Diponegoro mampu


m engingat berbagai perkem bangan Yogyakarta sebelum Perang J awa
de ngan sangat jelas dan kemudian ia menuliskan seluruh sejarah hidup-
nya dalam bentuk babad selama pengasingannya di Manado. Karyanya
ini tam paknya diselesaikan dalam kurang dari sem bilan bulan (Mei
1831– Februari 1832) sam a sekali tanpa bantuan catatan, tapi dengan
urut an waktu yan g ketat dan perh atian atas h al-h al rin ci (Carey
1981a:xxiv– xxvi).
Segi lain kecerdasan Diponegoro adalah daya intuisinya m e nang-
kap watak orang dari air muka muka mereka (ilmu irasat, berasal dari
bahasa Arab ilm al-irāsa, Drewes 1966:335– 6, 356– 7). Pada awal Pe-
rang J awa, ia digam barkan dalam babad karyanya itu m em ilih para
pejabat, panglim a (basah), dan penasihat agam a sem ata-m ata ber da-
sar kan ilm unya itu, dan pilihannya biasanya tepat sekali. Bahkan pa-
m annya, Pangeran Mangkubum i, yang sesudah Agustus 1825 dikenal
sebagai Pan em bah an Man gku bu m i, d igam bar kan m en gan d alkan
pertimbangan matang Diponegoro.42 Diponegoro juga tampaknya agak
hati-hati dan teram pil dalam hal uang, sebagaim ana akan kita lihat
dalam aneka perun dingannya m engenai ganti rugi bagi orang Eropa
penyewa tanah di Yogya pada 1823 (Bab X) dan pengelolaannya atas
pemerintahan dan ke uangan selama Perang J awa dan pengasingannya
kemudian (Bab XI ca tatan 10 0 ; Bab XII catatan 212).

Knoerle dihadapan Letnan [C.] Bosman), Manado, 19-6-1830 . Lihat juga Wassing-Visser 1995:246
dan Huyssen van Kattendijke-Frank 20 0 4:121, tentang keengganan Diponegoro berbicara Melayu
dengan Pangeran Hendrik “De Zeevaarder” ketika ia m engunjunginya di Benteng Rotterdam ,
Makassar, pada 7 Maret 1837 (“dia [Diponegoro] selalu mengucapkan ‘lu’ [kepada saya, Pangeran
Hendrik] istilah dalam bahasa Melayu yang lebih kasar daripada ‘jouw ’ [kam u] dalam bahasa
Belanda […]”). Lebih jauh lihat Bab XII.
42 KITLV Or 13 (Buku Kedung Kebo):10 7, X.16– 8. sapepaké para bekel sam i/ dem ang-dem a[ng]
ngabèhi lan rongga/ Kangjeng Pangéran karsané/ tata-tata Sang Bagus/ ingkang pantes dadi
bu pati/ ngabèhi kliw on rongga/ dem ang lan tum enggung/ kang abdi-abdi seday a/ sapantasé
karsané jinu[n]jung linggih/ tuw in w ong désa-désa. 17. kang prajurit dènpantes prajurit/ tuw in
lu rah tanapi w edana/ bekel tuw in kebay ané/ sem ana Sang [A]bagus/ m atur m arang kang ram a
aglis/ kang ram a lon ngandika/ bener putraningsun/ punika sum ongga ram a/ pernatané pantesé
seday a sam i. 18. ingkang ram a angandika aris/ aku tholé m apan nora bisa/ apa karsanira
anggèr/ ingkang putra gum uy u/ ram a datan kénging tinari/ nanging kajeng kaw ula/ sam péy an
kang sepuh/ w us putus ngèlm i w irasat/ aw on– saé jujur-sendhet tekon jalm i/ sam péy an naté
garap. (Semua orang bekel [petugas pemungut pajak], / [dan] para Demang, Ngabehi dan Rongga,/
Pangeran [Diponegoro] ingin/ memilih mereka:/ yang pantes menjadi bupati, Ngabehi, Kliwon,
Rongga/ Demang dan Tumenggung./ Para pengikut semua / keinginan (Sang Pangeran) adalah
un tuk mengangkat mereka sesuai kemampuannya/ Sama hal dengan orang desa:/ 17. yang pantas
bacaan-indo.blogspot.com

dija dikan prajurit/ lurah, wedana/ bekel dan kebayan./ Begitulah Sang Pangeran/ berkata kepada
pa man nya (Pangeran Mangkubumi)/ . Pamannya jawab perlahan/ “Benar, anakku”./ [Lantas Sang
Pangeran berujar] “Terserah paman/ menata mereka semua sesuai kemampuannya”/ 18. Sang pa-
man menjawab halus:/ “Anakku, saya tidak bisa/ terserah kamu anak.”/ Yang muda [Diponegoro]
ter ta wa./ “Paman, jangan sampai tersinggung:/ memang maksud saya/ adalah bahwa paman yang
le bih tua/ [dan seharusnya] faham ngelmu irasat/ bisa memilih orang yang baik dan jelek/ yang
benar dan yang tak beres./ paman yang [sebenarnya] harus atur.”)
128 KUASA RAMALAN

Pengenalan Diponegoro terhadap watak para pejabat Eropa yang ia


temui sebelum Perang J awa di Yogya dan sesudahnya juga sangat tajam
dan tepat. Mayor Huibert Gerard Nahuys van Burgst (1782– 1858), pem-
bual jebolan sekolah hukum Harderwijk, pejabat, dan seorang tokoh
“m iliter gadungan” (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, III:386– 7; Bab
IX), yang merupakan Residen Yogya segera sesudah restorasi Kerajaan
Belanda pada 1816, diacuhkan saja oleh Diponegoro sebagai orang yang
“ha nya tahu makan-minum dan menebarkan gaya hidup Belanda saja”,43
dan ia den gan tepat m en ggam barkan si m alan g J on kheer An thon ië
Hendrik Smissaert (1777– 1832), Residen Yogya (menjabat 1823– 1825)
dekat menjelang pecahnya Perang J awa sebagai “orang baik tapi lemah”
(Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, V:743). Sedan g m en gen ai Fran s
Gerhardus Valck (1799– 18 42), yang m enjabat Residen Kedu (18 26–
18 30 ) tatkala ia bertem u den gan De Kock di Magelan g pada Maret
1830 , dinilai Diponegoro “teramat melelahkan karena pertanyaan-per-
tanyaannya yang tolol dan remeh-temeh […] ia tidak mengundang rasa
horm at dan […] tidak m em punyai potongan Residen yang harus m e-
m e rintah sejum lah besar orang J awa”.44 Diponegoro m em beri pujian
ter tinggi hanya kepada J ohn Crawfurd (178 3– 18 68 ), yang m enjabat
Residen Yogya (1811– 1814, 1816) selama pemerintahan Inggris, dengan
me nga takan bahwa:

Ia tidak pernah m engenal satu pun [pejabat] Belanda yang m em iliki


ra sa kasih terhadap sesam a dan watak m ulia yang setara dengan
Crawfurd. […] Crawfurd m em bicarakan segala hal dengan ayahnya
atau de ngan sang Pangeran sendiri, dan ia telah m enjadikan bahasa
J awa seba gai bahasanya sendiri dalam m asa kurang dari enam bulan
ka rena bahasa Melayu adalah bahasa para pengecut yang tak hendak
dide ngar oleh raja J awa m ana pun.45

Mungkinkah dalam diri orang Skotlandia yang kaku tapi amat berbakat
itu Diponegoro menemukan teman sehati, seseorang yang hidupnya be-

43 BD (Manado), II:271, XVIII (Kinanti) 130 – 1. Inggris w us salin W alanda/ Résidhèn Nahis nam èki.
131. karem any a m angan-m inum / lan anjrah cara W alandi.
44 Knoerle, “J ournal”, 17.
45 Knoerle, “J ournal”, 41. Tulisan Knoerle berbunyi: dat hy nog geenen Hollander had gekend die
bacaan-indo.blogspot.com

m et het m enschlievend en hooghartige karakter van Craw furd w as gesm eekt gew eest. Karena
bahasa pertam a bagi Knoerle adalah J erm an, bukan Belanda, tentu ia m em akai hooghartig
bukan dalam pengertian dalam bahasa Belanda “sombong” atau “congkak”, tapi dalam pengertian
bahasa J erm an hochherzig, “terhorm at”, “luhur” atau “m ulia”. Gesm eekt juga m erupakan suatu
neologism e atau kata ciptaan baru yang berasal dari bahasa J erm an geschm ückt, “dipercantik”.
Penulis berterima kasih kepada almarhum Dr Th.G.Th. Pigeaud (1899– 1988), lulusan Universitas
Leipzig dan fasih berbahasa J erman, atas penjelasan ini.
BAB III: AWAL DEWASA 129

gitu sederhana dan bersahaja berbeda jauh dengan Nahuys van Burgst
yang begitu ramai dan pembual.46 “Dalam segala hal yang ia katakan,”
be gitu Knoerle m encatat kem udian, “ikatan perasaan Diponegoro de-
ngan Crawfurd sangat kentara dan orang Skotlandia ini pastilah sangat
pantas memperoleh rasa hormat dan rasa akrab dari raja-raja J awa”.47
Sang pangeran terus mengingat Crawfurd lama sesudah Inggris angkat
kaki dari J awa: pada 2 Mei 1830 ketika sedang naik korvet di Batavia
yang akan membawanya ke tempat pengasingan di Manado, Diponegoro
mengaku kepada Knoerle bahwa wajah dokter perwira di korvet Pollux
An gkatan Laut Kerajaan Belan da itu, seoran g ahli bedah bern am a
Mayor (Chirurgijn-Majoor) Herm anus Schillet (1794– 1861), m em buat
ia ter kenang akan Crawfurd (Nederlands Tijdschrift voor Geneeskunde
1861:15– 16; Bab XII catatan 169).
Selain itu, jelaslah bahwa Diponegoro punya jiwa penyelidik dan pe-
nge tahuan yang luas mengenai apa pun, khususnya sejarah dan cerita-
cerita J awa. Hal ini dapat terlihat dalam buku-buku nasihatnya semasa
di Makassar mengenai wayang, dongeng-dongeng J awa, para pahlawan
khayali, dan tem pat-tem pat keram at (Carey 198 1a:xxx– xxxi). Dalam
rangkaian percakapan Diponegoro, Knoerle m encatat bahwa pangeran
ter se but berbicara panjang-lebar tentang dewi laut selatan (Ratu Kidul),
kerajaan-kerajaan Pajajaran dan Majapahit, Sultan pertam a Dem ak,
Raden Patah (bertakhta sekitar 150 0 – 1518), dan tentara bayaran dan
pe tualang Bali akhir abad ketujuh belas, Untung Suropati (sekitar 1645–
170 6), di samping hal-hal umum di bidang perniagaan, pelayaran, dan
seja rah wangsa di Eropa.48 Dalam pada itu, ia m enunjukkan perhatian
yang besar terhadap gam bar-gam bar buku yang dipinjam kan kepada-
nya sela m a pelayaran ke pengasingan, yang juga m encakup tentang
agama Buddha dan Perang Salib Pertama (10 95– 10 99).49 Dalam segala

46 Lihat Bab IX.


47 Knoerle, “J ournal”, 41.
48 Knoerle, “J ournal”, 8, 21, 25, 32, 45.
49 Knoerle, “J ournal”, 11, 19. Di antara buku-buku yang dipinjam kan kepadanya selam a pelayaran
ke Manado adalah Edward Upham (1776– 1834), The history and doctrine of Buddhism popularly
illustrated w ith notices of Kappoism or Dem on w orship and of the Bali, or planetary incantations
of Cey lon (Sejarah dan doktrin agama Buddha yang dihiasi dengan ilustrasi [kepercayaan] Kappo
atau puja bakti setan dan istilah Bali atau mantra planet di Sailan) (London: Parbury, Allen & Co
1829); dan terjem ahan puisi kepahlawanan Torquato Tasso (1544– 1595) di m asa akhir Perang
bacaan-indo.blogspot.com

Salib Pertam a, yang m enggam barkan perang khayalan antara orang Kristen dan orang Islam
pada pengepungan J erusalem , ke dalam bahasa Belanda, Gerusalem m e Liberata (“J erusalem
dibebaskan”) (Parma & Ferrara, 1581). Tampaknya Diponegoro lebih menyukai buku bergambar
dan ke mudian meminta agar naskah wayang dan naskah-naskah lain yang dipesannya buat anak-
anak nya di Makassar haruslah disalin lengkap dengan gambar-gambar aslinya, lihat AN, Besluit
van den Gouverneur-Generaal buiten rade, 25-10 -1844 no. 6, P.J .B. de Perez (Gubernur Makassar)
kepada Gubernur-J enderal Pieter Merkus (Batavia/ Bogor), 29-1-1844.
130 KUASA RAMALAN

kesem patan , Dipon egoro m en un jukkan bahwa dirin ya ben ar-ben ar


santai di ha dapan orang Eropa, dan pengawalnya yang pertama, Mayor
François Vincent Henri Antoine Ridder de Stuers, m enantu De Kock,
malah berbicara tentang “sopan-santunnya yang halus” (in zijn om gang
zeer fatsoenlijk) (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:746).

Pem aham an m engenai Islam


Pem aham an Diponegoro akan Islam paling tepat dinilai dari karya-
karya tulisnya, terutama babad yang bersifat otobiograi dan buku-buku
nasihatnya selama di Makassar. Kita segera akan melakukan hal ini, tapi
sebelum itu m ungkin berguna m endengarkan bagaim ana orang-orang
Eropa yang berhubungan dengan sang Pangeran pada akhir perang
m e lihat praktik dan pem aham an n ya sebagai seoran g m uslim J awa.
Knoerle, m isalnya, m em uji pem aham an Diponegoro m engenai Islam
dan kesetiaan agamis nya yang mendalam:

Diponegoro sangat akrab dengan sem angat yang m eresapi sistem ke-
agam a an [Sang Nabi]. Saya percaya ia m enilai sem ua m ujizat yang di-
ca pai oleh [Nabi] Muham m ad dari sudut pandang yang wajar dan tahu
be tul bagaim ana m em bedakan [segi-segi gaib dari] serba keadaan [se-
ja rah] di m ana [Nabi] Muham m ad hidup.50

Kem udian, dalam suatu perbincangan m engenai nabi-nabi Perjanjian


La m a, perwira J erm an kelahiran Luxem burg itu m en yatakan kaget
de ngan “tepatnya pendapat-pendapat” Diponegoro.51 Terhadap orang-
orang Kristen, Diponegoro dengan tegas menunjukkan adanya sikap to-
leran tertentu, meskipun ia memandang konsep trinitas mereka sebagai
suatu “penghujatan” dan dengan sengit m enyalahkan m ereka karena
me nin das agama-agama lain. Dengan kata-katanya sendiri:

Terlepas dari siapa yang harus diutam akan, Yesus atau Muham m ad,
se m angat sabar dan tawakal lebih banyak terdapat dalam Alquran dari-
pada dalam […] karya-karya [Kristen]. Kaum m uslim m encakup ba-
nyak ajaran Yesus dalam Alquran […] [dan] m ereka juga m enganggap
Yesus sebagai seorang pilihan Tuhan dan lahir dari nafas Yang Maha
Kuasa. Sebaliknya, orang-orang Kristen telah m encem ari Kerasulan
Muham m ad dengan penghinaan dan berusaha m enunjukkan bahwa
bacaan-indo.blogspot.com

Na bi adalah seorang pem bual.52

50 Knoerle, “J ournal”, 46. Tentang penilaian yang tidak memuji, lihat Bab XII catatan 73.
51 Knoerle, “J ournal”, 14-5.
52 Knoerle, “J ournal”, 15.
BAB III: AWAL DEWASA 131

Sejauh m en gen ai sikap Dipon egoro dalam hal doktrin sebagai


seorang muslim, hal itu dapat dilihat dari karya-karya tulisnya bahwa ia
lebih me ru pakan mistikus J awa yang khas daripada seorang pembaharu
muslim ortodoks. Hal ini diakui pada awal Perang J awa oleh penasihat
agam is nya yang utam a, Kiai Mojo, tokoh yang m ungkin m erupakan
pengikut tarekat Satariyah, yang m enegaskan bahwa Pangeran tam -
pak berupaya mencapai kemanunggalan mistik Sui.53 Meskipun buku-
buku nasihat Makassarnya sarat kutipan dari Alquran, Diponegoro sa-
ngat menekankan penggunaan zikir (doa-doa pendek untuk kemuliaan
Allah yang terus diulang-ulang dalam suatu upacara ibadah) dan ber-
bagai m acam sam adi (Carey 1981a:xxx-xxxi). Dalam uraian yang sam a
di m ana ia m em uji kem anjuran zikir, Diponegoro juga m erujuk pada
daerah (bagan-bagan pengaturan napas sambil berdoa) dan pada bebe-
ra pa upacara yang digunakan oleh tarekat-tarekat Naqsabandiyah dan
Satariyah.54 Sam a halnya, tatkala sedang m em berikan nasihat keaga-
maan kepada adiknya, Pangeran (Ngabdurakim) Adisuryo, Diponegoro
m en yaran kan agar dia m elakukan zikir ran gkap em pat (n api-isbat,
isim , isim gaib, isim gaib-ginaib), yang cocok bagi “manusia sempurna”
(insan kam il) dan akan m em bawanya pada akhir pem isahan antara
ham ba dan Tuhan (kaw ula lan gusti).55
Menurut Diponegoro, menggunakan zikir yang demikian berkali-kali
akan memungkinkan “asma yang maha besar (isim jalalah), yakni Allah,

53 BD (Man ado), IV:13, XXXII (Maskum am ban g) 8 5-6. Ki M aja m alih turira. 8 6. Paduka Ji
kekadhangan jalm a Supi/ kantaw is punika/ kang kresa nam ing satunggil. (Kiai Mojo bilang
lagi:/ Paduka Raja seperti bersaudara dengan orang Sui/ dan sementara ini/ yang diinginkan
ha nya satu [akhirnya] pem isahan antara ham ba dan Tuhan). Mengenai sikap Kiai Mojo dalam
hal doktrin, lebih jauh lihat LOr 8652k, Diponegoro, “Salasilah Kiai Modjo Tondano”, Manado,
15-12-1919. Silsilah ini, yang dituliskan oleh seorang keturunan cucu Diponegoro (? putra Raden
Mas Raib) yang telah diasingkan ke Ambon, dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Kiai Mojo
dan ayahandanya Kiai Abdul Ngarip telah m enggunakan ajaran-ajaran tarekat Satariyah dalam
pengajaran agam a yang m ereka lakukan. Sum ber yang sam a juga m erujuk pada kem ungkinan
hadir nya tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah di Ambon pada akhir abad kesembilan belas dan
awal abad kedua puluh. Mengenai rujukan modern pada abang Kiai Mojo, Kiai Hasan Besari, se-
bagai seorang anggota tarekat Satariyah, lihat Hamka 1973:5.
54 Makassar MS, II:26. istilah Naksabandiah w us nora nganggo obah badané, déné kang dènpandhang
sarupané zhikir thoriq iku, iya w us nora ana liya daerah Satariyah iku. (praktik [tarekat] Naqsa ban-
diyah adalah untuk tidak pindah posisi badan, [dan] yang dianggap bermacam zikir thoriq itu, tidak
lain dari yang didapatkan di daerah [bagan-bagan pengaturan napas sambil ber doa Satariyah itu).
Untuk rujukan pada salsilah Satariyah m asa itu dalam kum pulan MSS yang dibuat oleh Inggris
dalam 1811– 1816, lihat Ricklefs dan Voorhoeve 1977:69 (IOL J av. 69), 70 (IOL J av. 83).
55 BD (Manado), IV:213, XXXVIII (Mijil) 69– 71. déné dikir papat aranèki/ m apan iku dhingin/
napi-esbat iku. 70 . y èn w us tutug ing niskaranèki/ m apan isim m angko/ iy a edat adhiku arané/
m apan nuli dikir isim aib/ lan aib-ginaib/ iku papatipun. 71. papat iku m ulih m ring san-kam il/
bacaan-indo.blogspot.com

kang kinary a gedhong/ m arm a y èn w us teka san-kam ilé/ adhi ilang arané pan iki/ kaw ula lan
Gusti. [itu namanya zikir empat [macam]/ yang pertama/ adalah Nabi-esbat./ (70 . Kalau sudah
m en capai yang dikehendaki/ itulah tulisan Arab yang ada di kulit m acan isim ,/ dan bisa tahu
siapa yang mengisi isim itu/ sebab itu yang paling gaib/ itu bisa dalam satu kekuatan.) Ajaran Sui
ten tang “manusia sempurna”, sang al-Insān al-Kāmil kesastraan mistik Arab, tampaknya di J awa
ber asal dari karya pengarang abad kelima belas Abd al-Karim b. Ibrāhim al-Jīlī, al-Insān al-Kāmil
i ma”rifat al-Awākhir wa”li-I Awā”il, lihat Ricklefs 20 0 6:197.
132 KUASA RAMALAN

Muhamad s.m. arane

Rosul
Muhamad
Allah
illa

Allah

Maka iku dudu denwaspada sira


marang pernahe t horiq iku

Gambar 11. Sat u halaman dari buku nasihat kedua Diponegoro selama di
Makassar yang menggambarkan suat u daerah (bagan mist ik) unt uk mengat ur
pernapasan dan pengucapan zikir selama berdoa. Mungkin diambil dari t arekat
Sat ariyah. Hikayat Tanah Jawa, hlm. 22. Fot o seizin almarhum Raden Mas
Yusuf Diponegoro, Jl. Irian no. 83, Makassar, 8 Sept ember 1972.

“terukir” jauh di lubuk hati (ati sanubari).56 Terakhir, ia menganut suatu


pan dangan mistik terhadap dogma dasar Islam, yaitu tauhid, pengakuan
ke esaan Allah. Ia berpendapat bahwa sem ua upaya m anusia haruslah
ditujukan pada kesetiaan terhadap pengakuan tersebut dengan menolak
mem per sekutukan Allah dengan segala makhluk, termasuk diri sendiri,
dan ber usaha m encapai kem anunggalan dengan Yang Abadi dan Yang
Esa (Kang Jati Purbaning Sukm a).
Dalam pandangan Pangeran, per kem bangan dan kem ajuan m istik
bergerak dari im an m elalui tauh id dan m akrifat ke Islam sejati,
penyerahan diri seseorang secara m utlak dan m erendahkan kedirian
bacaan-indo.blogspot.com

56 BD (Manado), IV:212– 3, XXXVIII (Mijil) 67– 8. iy a isim m angko/ m apan isim jalalah arané/
iy a ingkang anèng jronèng ati/ m apan dènarani/ sanubari iku. 68. pan ing janthung m engko
lahirnèki. (tentang istilah “isim” itu/ isim namanya Yang Maha Besar/ memang di dalam lubuk hati/
yang disebutkan/ hati sanubari [hati yang paling dalam],/ 68. [dan] yang dilahirkan dari jantung).
BAB III: AWAL DEWASA 133

serta keberadaan seseorang di hadapan Allah. Penting sekali bahwa tidak


ada penyebutan syariat (hukum Islam) se bagai wahana bagi kehidupan
mistik tersebut, mirip dengan pan dangan yang begitu menggemparkan
bagi para ustaz m asyarakat J âwah (J awa/ Hindia Belanda) di Mekah
pada akhir abad kesem bilan belas (Snouck Hurgronje 1931:271) yang
m e n yebabkan diadilin ya san g m istikus pasisir, Kiai H aji Ah m ad
Mutamakin, di Kartasura awal 1730 -an karena telah “menyingkap haki-
kat ilmu mistik Kenyataan [haq] […] tapi dengan menolak tahap pelak-
sanaan hukum [syariat]” (Ricklefs 1998:127– 62, 20 0 6:115– 7).
Sebagaimana dirumuskan Diponegoro dalam otobiograinya:

XXXIII. 27 Im an berarti “pasrah terim a”


karena m anusia dianugerahi kehidupan
oleh Tuhan Yang Maha Agung.
Tauhid berarti kebenaran
bahwa orang harus m enjalankan
perintah Allah [sebagaim ana ditetapkan dalam hukum ]
berat atau ringan.

28 Makrifat berarti tolak penduaan;


karena badan ini pasti punah,
tak usah m erisaukannya.
Kehadirannya khayali, terlalu tak berarti untuk
dipertahankan.
Berusahalah hanya dem i
Hakikat sejati Yang Maha Ada.
Makna islam

29 adalah berserah diri, pengakuan atas tak berartinya


m anusia.
Sem ua berasal dari Allah,
m anusia hanya m enerim a dengan rendah hati.
Di dunia dan di akhirat
yang ada hanya rahm at Allah, Tuhan alam sem esta,
karena m akhluk itu fana.
Ini m enurut saya.

30 Em pat hal tersebut sekalian [juga] disebut tauhid.


Sem uanya bukti tindak sejati [m encari Allah].57
bacaan-indo.blogspot.com

57 BD (Manado), IV:40 – 1, XXXIII (Durm a) 27– 30 . ingkang im an tegesé pan panarim a/ rèhning
pin arin g urip/ m rin g Alah Tan gala/ tokit tegesé san g n y ata/ olèhé an gelakon i/ m arin g
paréntah/ abot-enthèng tan nam pik. 28. kang m akripat w us ora roro paningal/ badan pan
rusak iki/ tan tinolih ika/ cipta m ongsa kariy a/ nging karep m aring Kang Jati/ Purbaning
Sukm a/ islam tegesnèki. 29. m apan pasrah w us tan derbé apa-apa/ kabèh Purbaning [W idi]/
nging kary a sum ongga/ duny akérat w us padha/ nging sihing Rabil Ngalam in/ [m akluk w us
sirna/ iku pangrasa m am i].* 30 . kum pulira papat tokid aranira/ pratondha w us ngantepi. Dua
134 KUASA RAMALAN

Bagi pembaca yang akrab dengan kesastraan mistik J awa, jelas bahwa
tak ada yang orisinil dengan empat jalan menuju kemanunggalan yang
diajukan oleh Diponegoro itu. Sesungguhnya, hal yang dem ikian khas
ter da pat dalam primbon J awa (kitab ramalan). Lagipula, rujukan yang
berkali-kali dilakukan oleh Pangeran pada praktik mistik tarekat tidak
berarti bahwa ia telah berhubungan dengan pusat-pusat tarekat di Timur
Tengah.
Baik tarekat Naqsaban diyah m aupun Satariyah su dah lam a ter-
bentuk di Nusantara—yang tersebut terakhir ini telah diper ke nalkan
oleh tokoh besar Sui Sumatra abad ketujuh belas Abdurrauf Singkil
(sekitar 1615– 1693) dan tersebar di J awa berkat jasa m uridnya, Syekh
Abdul Muhyi (sekitar 1640 – 1715).Pada awal abad kesem bilan belas
tarekat Satariyah telah m erosot. Waktu itu, tarekat han ya bergun a
sebagai pem bungkus banyak ajaran m istik gaya lam a. Ini bisa dilihat
da lam suatu kajian atas Serat Centhini (1815), ensiklopedia besar berisi
sopan-santun J awa, sejarah dan susunan kepercayaan pada awal abad
ke sem bilan belas (Ricklefs 20 0 6:195– 20 6). Tarekat ini juga sudah pu-
nah di Arabia pada waktu itu.58
J adi, Dipon egoro m en dapat ilham ke ro ha n ian n ya dari sum ber-
sumber tradisional dan jelas tidak tergugah de ngan gerakan pembaruan
Wahabi fanatik yang selama hampir satu da sawarsa (180 3– 1812) pada
awal abad kesem bilan belas m enguasai se bagian besar jazirah Arabia
term asuk kota-kota suci Mekah dan Madin a, dan yan g kem udian
berpengaruh besar terhadap jalannya serangkaian peristiwa di Sumatra
Barat sebelum dan selam a Perang Padri (1821– 1838).59 Tiada terlintas
dalam wawasan Diponegoro gagasan un tuk m em bentuk m asyarakat
Islam menurut cita-cita para pembaru Padri. J uga tidak susah baginya
untuk m enyerasikan dunia roh J awa de ngan ke setia annya yang ku kuh
terhadap Islam. Bahkan hasratnya untuk mene tap di Mekah men jelang
akhir Perang J awa setelah sang Pangeran sem pat m e nunaikan iba dah

baris tembang dalam kurung (*) hilang dari BD (Manado) MS makanya saya mengambilnya dari
Rusche 190 8– 0 9, II:42.
58 Komunikasi pribadi almarhum Profesor G.W.J . Drewes (1899– 1992), Leiden, 24-9-1977. Mengenai
tarekat di Nusantara pada akhir abad kesem bilan belas, lihat Sartono Kartodirdjo 1966:157– 65;
dan pada abad kedelapan belas dan awal kesem bilan belas, lihat Ricklefs 1998:255 catatan 41,
20 0 6:178, 20 4.
bacaan-indo.blogspot.com

59 Wahabi m erupakan suatu sekte Islam puritan dan fundam entalis fanatik yang didirikan pada
1740-an oleh Muhammad ibn “Abd al-Wahhāb yang pada awal abad kesembilan belas menguasai
sebagian besar Arabia: pada 1793, pemimpin Wahabi ‛Abd al-Aziz menguasai Nejd dan kemudian
(18 0 3– 18 0 4) m erebut kota suci (Mekah dan Madin a). Daerah-daerah in i kem udian —18 12-
1813—ditaklukkan oleh Muhammad Ali Pasha (bertakhta 180 5– 1849), Gubernur (Pasha) Otoman
untuk Mesir, lihat Dobbin 1983:128– 30 ; dan tentang dampak Wahabi terhadap gerakan Padri di
Sumatra Barat, lihat Dobbin 1974:319– 56. Lihat juga Ricklefs 20 0 6:231.
BAB III: AWAL DEWASA 135

haji mungkin bisa dipahami, menurut pe nulis, le bih sebagai suatu cara
m erencanakan purnawira yang ter hor m at ba ginya seusai Perang J awa
daripada sebagai kein gin an m e re sap kan ajaran tokoh-tokoh suci di
kota suci itu.60 Inilah yang oleh Ricklefs diberi istilah “sintesa m istik”
J awa sebelum zam an kolon ial H in dia Belan da, suatu sin tesa yan g
m en ca pai pun cak perkem bangannya dalam diri Diponegoro (Ricklefs
20 0 6:20 6– 20 ).

Sosok, kepribadian, keluarga, dan kesenangan


Selain sifat keyakinan agamis Diponegoro, apakah ciri-ciri pokok kepri-
ba diannya? Bagaimanakah sosok atau tampangnya sebagai seorang muda
dan apakah ia menarik bagi perempuan? Apakah dia mempunyai selera
humor? Apakah ia memiliki minat atau kesenangan khusus? Apakah se-
mangat agamisnya punya sisi welas-asih dan perikemanusiaan?
Suatu sketsa san g Pan geran yan g dibuat oleh sen im an Keraton
Yogya tatkala ia hendak menginjak usia dua puluh, mungkin saat perni-
kah an nya yang kedua dengan putri Bupati Yogya untuk Panolan pada
25 Februari 180 7, m em perlihatkan dia m engenakan ikat (penutup ke-
pala atau blangkon) dan kemeja J awa berkerah tinggi (surjan) yang di-
kencangkan di bagian leher dengan enam kancing emas. Seutas tali emas
dikalungkan di lehernya lalu disatukan di bagian dada mungkin dengan
jepit an hingga menempel pada kemeja. Mukanya masih muda de ngan
bibir terkatup rapat, dengan hidung agak pesek dan mata tajam menatap
ke arah bawah.61 Sekalipun pada usia tua, m enurut kesaksian orang
yang bertem u dengan Diponegoro di tem pat pengasingan, pandangan
m a ta Pangeran m asih m em perlihatkan api dan energi m asa m u danya

60 Van Hogendorp 1913:159 (melapor dari perundingan-perundingan damai Komisaris-J enderal L.P.J .
du Bus de Gisignies dengan Kiai Mojo di Salatiga pada akhir September 1827 bahwa Diponegoro
akan siap berdamai jika diizinkan menunaikan ibadah haji ke Mekah); Knoerle, “J ournal”, 4, 33
(merujuk pada niat Diponegoro untuk meminta satu kapal dan uang kepada Gubernur-J enderal
J ohannes van den Bosch guna m elaksanakan perjalanan ke Mekah dan m enetap di sana untuk
selam anya setelah m em beli sebidang tanah dari Syarif (gubernur) Mekah); AN, Exhibitum 2-7-
1831 no.15, J .P.C. Cam bier (Manado) kepada J ohannes van den Bosch (Batavia/ Bogor), 22-4-
1831 (m elaporkan bahwa Diponegoro telah m engungkapkan kepada juru tulisnya, Tirtodirono
[Apendiks XII no. 4], bahwa Pangeran masih berharap Kapten J ohan J acob Roeps (180 5– 1840 )
akan datang dengan satu kapal untuk m em bawanya ke Mekah dan bahwa ia sedang m enabung
dari tunjangannya yang f 60 0 sebulan untuk keperluan itu); BD (Manado) IV:418– 9, XLIII.249–
50 (Diponegoro melaporkan bahwa tidak lama setelah ditawan di Magelang pada 28 Maret 1830 ,
ia diberi tahu oleh Kapten Roeps bahwa Van den Bosch m enghadapi kesulitan dengan rencana
bacaan-indo.blogspot.com

naik haji itu karena belum pernah ada tokoh sederajat Diponegoro di J awa yang pernah naik haji
dan karena itu ia masih harus minta izin dari Raja Belanda, Willem I (bertakhta 1813– 1840 ): y èn
bab kaji ika/ ingsun tan w ani ngram pungi/ saw ab durung ana iy a. 250 . ingkang adat y èn w ong
gedhé m unggah kaji/ ingsun ay un nerang/ m ring nagara Londa dhingin.
61 Sketsa asli yang dirujuk oleh penggambaran di atas adalah milik almarhumah Ibu Dr Sahir di Kota
Baru, Yogyakarta, seorang piut Diponegoro (keturunan putra tertua Diponegoro, Pangeran Diponegoro
II [Diponegoro Muda], yang diasingkan ke Sumenep pada 1834). Saya berterima kasih ke pada
almarhumah Ibu Dr Sahir yang memberi saya izin mengambil foto sketsa ini, September 1972.
136 KUASA RAMALAN

(Schoem aker 18 93:40 9; Van der Kem p 18 96a:358 ; Wassin g-Visser


1995:246; Huyssen van Kattendijke-Frank 20 0 4:121). Seluruh sosok nya
memantulkan energi yang terpusat dan cahaya.
Sketsa itu unik: satu-sa tu nya gam bar yang diam bil langsung oleh
seorang pelukis J a wa yang menampilkan pangeran dalam busana J awa.
Sem ua gam bar lain yang sejauh ini diketahui ada dibuat oleh orang
Belanda dan yang m e nam pilkan nya dalam pakaian santri, khususnya
pakaian yan g dike n a kan n ya sela m a Peran g J awa, yaitu kebaya tak
berkerah, jas hitam, selem pang dan sorban yang bila diperhatikan akan
tampak bahwa Pangeran telah mencukur kepalanya meniru paras Nabi.
Para pelukis Belanda itu secara tidak sadar m em buat paras Pangeran
tam pak se perti orang Eropa, m eskipun sketsa yang dibuat oleh hakim
(baljuw ) Batavia, Adrian us J ohan n es Bik (1790 – 18 72), yan g dulu
tergantung di Museum Kota (sekarang Museum Fatahillah, J akarta), luar
biasa bagus.62
Menurut sumber-sumber Belanda, Pangeran bertubuh gempal dan
tinggi badannya sedang.63 Tapi tam paknya ia punya cadangan te na-
ga yang besar dan perawakan yang kuat. Para perwira Belanda yang
dibebani tugas melacaknya di hutan-hutan Bagelen pada bagian akhir
Perang J awa se mua terkesan dengan kegigihannya: menurut De Kock,
“Diponegoro layaknya terbuat dari besi bila orang m em baca ke ada an
medan di mana ia bertahan dan gubuk-gubuk tempat ia memba ringkan
badannya yang keletihan—[di medan perang itu] segala-galanya [teramat]
menyulitkan.”64
Diponegoro sendiri m enyatakan dalam babad kar yanya bahwa ia
belum per nah berjalan demikian jauhnya selama hidup dan benar-benar
“akan am bruk” kali ini.65 Namun pada masa mu da nya, ia membiasakan

62 Sketsa Diponegoro paling terkenal yang dibuat oleh orang Belanda adalah lukisan Mayor F.V.H.A.
de Stuers dan A.J . Bik, yang tersebut pertam a dibuat di Sem arang pada 2 April 1830 sebelum
Diponegoro berangkat ke Batavia dengan kapal uap “Van der Capellen” (De Stuers 1833:Atlas)
dan yang tersebut kedua di Stadhuis (Balaikota; sekarang Museum Fatahillah) di Batavia sebelum
Diponegoro berangkat dengan korvet Pollux dari Angkatan Laut Kerajaan Belanda pada 3 Mei
1830 (Gambar 74). Sejumlah cetakan dan litograi kemudian dihasilkan dengan sketsa-sketsa
tersebut, lihat Bastin dan Brommer 1979:13– 4, 139 catatan 228, 140 no. 230 – 2, 141 no. 236– 7.
63 GKA 11-10 -18 28 n o. 20 8 L geh eim , A.M.Th . de Salis, “Pro Mem orie over de J avasch e
Vorstenlanden” (Pro-Memoar tentang tanah kerajaan J awa), Den Haag, 8-5-1828, menggambarkan
Diponegoro sebagai bertubuh gemuk-lamban (van lichaam sgestelheid log) dan sebagai seseorang
yang m enjalani “hidup m alas dan lam ban” di Tegalrejo. Lihat lebih jauh pendapat Sm issaert
ten tan g “kelam ban an ” Dipon egoro, dalam Bab X catatan 120 . Mayor F.V.H .A. de Stuers
mengatakan bahwa tinggi badan Diponegoro sedang, lihat Dj.Br. 19 11, “Inleiding”, t.t. 17.
bacaan-indo.blogspot.com

64 Hendrik Merkus de Kock (?Batavia) kepada Kolonel F.D. Cochius (komandan di medan tempur,
Magelang), 6-1-1830 , dikutip dalam Kielstra 1896b:298– 9.
65 BD (Manado), IV:220 , XXXVIII (Mijil) 10 6– 7. kaw arna Sang Katong/ m apan langkung rem ben
ing lam pahé/ sabab ingkang pada Sri Bupati/ m apan rem pu kalih/ datan naté iku*. 10 7. pan
lum am pah dharat Sri Bupati/ m arm a [sangsay a doh]**/ ingkang pada Sang N ata kalihé/
m apan ngrém pong ing sam argi-m argi. (*) Rusche 190 9:145, m em berikan pem bacaan lain
di sini: dady a rendhetipun. (**) Teks dalam kurung diam bil dari Rusche 190 8– 0 9:145, MS BD
BAB III: AWAL DEWASA 137

diri ber jalan kaki jarak jauh (Louw dan De Klerck 1894– 1909, V:744). Kita
sudah melihat dalam bab terdahulu bahwa ia ber jalan kaki dari Tegalrejo
ke pesantren Kiai Mojo di daerah Pajang—lebih-kurang tiga puluh lima
kilo meter jauhnya—untuk menemu kan putra sulungnya, dan akan kita
lihat dalam bab berikut bagaimana sekitar 180 5 ia memulai perjalanan
ziarah tujuh puluh kilom eter ke berbagai gua dan tem pat keram at di
selatan Yogya. Dalam perjalanan ini, yang dikenal di J awa dengan tirakat,
dan ketika menyepi di Gua Secang (Selarong), ia berjalan seorang diri
atau ber sama dua pembantu dekatnya (punakawan) (Carey 1981a:246
catatan 44). Ia juga membawa tongkat ziarah khusus yang telah diberikan
kepadanya sekitar 1815 dan yang konon dibuat pada abad keenam belas
untuk seorang raja Dem ak. Tongkat ini konon bergagang besi ukir
berbentuk cakra, senjata Wisnu yang dalam m itologi J awa dikaitkan
khusus dengan gelar Ratu Adil J awa “Erucokro” (Gambar 64), gelar yang
akan disandang oleh Diponegoro pada awal perang J awa.66
Perawakan tubuh Dipon egoro yan g kuat dan kem am puan n ya
memikul derita berat, termasuk serangan malaria tropikana yang parah
pada akhir Perang J awa,67 m enyebabkan Pangeran seorang yang sa-
ngat tergantung terhadap pengobatan tradisional. Selama Perang J awa,
ia m em pun yai dokter pribadi, seoran g m uslim Ben ggala bern am a
Nurngali yang mungkin bekas sepoy Benggala yang tetap tinggal di J awa
setelah pe merintahan Inggris berakhir pada 1816 (Carey 1977:310 , 322
catatan 117; Bab VIII). Ia merawat kesehatan pangeran dan keluarganya,
de m ikian juga para pan glim an ya yan g utam a.68 Kem udian , selam a

(Manado) m enyebut m arm a sam y a adoh. Untuk perbandingan m asa m odern dengan keadaan
Diponegoro pada akhir Perang J awa, lihat m em oar J enderal T.B. Sim atupang atas perjalanan
mati-matian Panglima Besar Sudirman ke Pacitan selama tahap akhir Revolusi Indonesia (1945–
49), Simatupang 1972:151– 60 .
66 Baud 10 36, “Keterangan tentang tongkat ziarah Diponegoro oleh Pangeran Adipati Notoprojo
[Raden Mas Papak]”, 7-18 34. Menurut berbagai cerita tentang Diponegoro yang m asih tetap
diingat di Sulawesi, ketika ia berada di pasar di Manado dan m erasa kurang m endapat sikap
horm at, ia m elem parkan tongkatnya itu ke tanah dan seluruh pasar “guncang” bagai diterpa
gem pa, wawancara dengan Pak Abdurrachim , Makassar, 8 -9-1972. Lihat lebih jauh Kielstra
1885:40 9, di m ana dikisahkan dongeng bahwa Diponegoro bisa m elintasi laut dari Manado ke
Tern ate. Ten tan g disitan ya setan gkai “ton gkat ulam a” dari tan gan Pan geran Dipon egoro II
(Diponegoro Muda) pada J uli 1828, lihat Javasche Courant 83, 12-7-1828.
67 Tentang serangan dem am m alaria Diponegoro yang terkadang sangat parah setiap 3– 4 hari
sekali selam a perjalanan dari Batavia ke Manado, lihat Knoerle, “J ournal”, 7, 11, 14, 21, 39.
Sektsa Diponegoro karya A.J . Bik yang dulu (1977) terdapat di Musium Kota (sekarang Museum
Fatahillah) di J akarta juga m em perlihatkan pipi cekun g pada seseoran g yan g sudah lam a
menderita serangan malaria.
bacaan-indo.blogspot.com

68 Ten tan g oran g Ben ggala dokter Dipon egoro yan g dirujuk oleh Babad Dipon egoro sebagai
“Benggala Nurngali” atau “dukun Nurngali” dan pengobatan yang diberikannya kepada komandan
kawal pribadi Diponegoro yang luka parah, Basah Iman Muhamad Ngabdulkamil (Gusti Basah),
yang meninggal pada awal Agustus 1828, lihat BD (Manado) IV:21– 3, XXXVII. 145– 55. Ada juga
seorang bernama “Nurngaliman” yang disebut sebagai seorang di antara yang datang ke Tegalrejo
bersama dengan sejumlah kiai dan ulama dari lingkaran-dalam para santri-penasihat Diponegoro
pada 18-7-1825 tepat sebelum pecahnya Perang J awa, lihat BD (Manado) II:350 , XXI.52. Tidak
138 KUASA RAMALAN

perjalan an ke Man ado, Dipon egoro m en gun gkapkan sikapn ya yan g


menganggap rendah cara pengobatan Barat kepada Knoerle:

Bagaim ana kam u bisa bicara kepada saya tentang dokter-dokter dan
obat-obat Belanda […] [bila] tiap hari ada orang m ati dalam kapal ini
yang dilem parkan ke laut? Betapa m encurigakan [kam u] orang Eropa
m enge nai dokter-dokter [kam u]!69

Selam a perjalanan itu, ia terus m erawat diri sendiri dengan ram uan
rempah-rempah J awa (jamu) seperti beras kencur dan kedawung70 serta
selama beberapa hari hanya makan ubi kering untuk menangkal akibat
mabuk laut.71
Dalam hal tam pang, Diponegoro tidak bisa disebut ganteng dalam
pengertian seperti Arjuna, pahlawan dalam wayang yang sering diang-
gap sejajar den gan Pan geran yan g dian ggap sim bol kerupawan an
m enurut selera J awa (Carey 1974a:16). Nam un dem ikian, boleh jadi
sang Pangeran punya daya tarik pribadi yang kuat yang m em buat dia
tampil mena wan bagi perempuan dan meningkatkan karismanya.
Diponegoro sen diri mengungkapkan dalam babad karyanya bahwa
salah satu “sifat mengganjal” (sipat ngaral) terbesar pada dirinya semasa
muda adalah bahwa ia “sering tergoda oleh perempuan”. Selama Perang
J awa, seba gaimana akan kita lihat sebentar lagi, ia mengaitkan satu di
antara keka lahannya yang paling besar (Gawok, 15 Oktober 1826) dengan
penyelewengan yang dilakukannya dengan seorang gadis Tionghoa, yang
men ja di tukang pijatnya sesudah ia ditangkap sebagai tawanan pe rang
di Kedaren dekat Delanggu.72 Bahkan di tempat pengasingan, tampaknya
ia membanggakan rangkaian kebolehannya terhadap perempuan: Resi-
den Man ado, Dan iel Fran çois Willem Pieterm aat (m en jabat 18 27–
1831), m e laporkan bahwa “percakapannya yang paling banyak adalah
tentang para perempuan yang tampak menganggapnya sebagai kekasih
yang m enawan” (Kielstra 1885:40 6; Louw dan De Klerck 1894– 190 9,
I:151). Ia m alah m encoba m engawini seorang perem puan setem pat,

jelas apakah nama ini merunjuk pada orang yang sama.


69 Knoerle, “J ournal”, 11, pendapat pangeran itu jadi beban pikiran bagi Knoerle, “Saya benar-benar tidak
tahu bagaimana menjawabnya karena dalam lima hari empat orang meninggal di dalam kapal”.
70 Knoerle, “J ournal”, 32. Kedawung adalah nama J awa untuk pohon Barkia roxburghii G., yang biji
bacaan-indo.blogspot.com

dan daunnya digunakan sebagai obat J awa terkenal untuk perut mulas dan aneka sakit perut lain,
lihat Sastroamidjojo 1967:196 no. 160 , ilustrasi 51.
71 Knoerle, “J ournal”,7.
72 BD (Manado) II:120 , XIV.62. nanging sipat ngaral m aksih/ asring kénging ginodha dhateng
w anody a. Lebih jauh lihat Carey 1974a:15. Tentang penyelewengan Diponegoro dengan pemijat
gadis Tionghoa itu, lihat Louw dan De Klerck 1894– 190 9, II:517 catatan 1; Carey 1981a:260 catatan
10 6, 1984:2 catatan 6; Bab XI catatan 33. Ada beberapa soal penting yang terkait dengan peristiwa
ini yang akan dipaparkan dengan lebih rinci dalam Bab XI. Lihat juga Carey 1984:1– 47.
BAB III: AWAL DEWASA 139

Gambar 12. Sket sa arang Diponegoro sebagai seorang muda, mungkin


dibuat oleh seorang seniman Kerat on Yogya saat pernikahannya dengan ist ri
sahnya yang pert ama (put ri Bupat i Yogya unt uk Panolan, Jawa t imur, Raden
bacaan-indo.blogspot.com

Tumenggung Not owij oyo III, menj abat 1803–1811) pada 25 Februari 1807.
Inilah sat u-sat unya sket sa yang menampilkan Diponegoro dalam busana kera-
t on Jawa berupa surj an dan blangkon. Fot o seizin almarhumah Ibu Dr Sahir
(piut Diponegoro), Jl. Nyoman Oka 7, Kot a Baru, Yogyakart a, Sept ember 1972.
140 KUASA RAMALAN

putri se orang m uslim terkem uka di Manado, Letnan Hasan Nur Latif,
yang keberatan dengan pernikahan itu—dem ikian juga halnya dengan
penguasa Belanda—dengan m engatakan bahwa pernikahan itu akan
mem bawa “nasib sial” bagi anaknya.73
Mem ang dalam m asa sebelum pengasingannya, seperti sudah kita
lihat, Diponegoro menjalani kehidupan keluarga yang aktif. Semasa di
Tegalrejo ia mempunyai empat istri dan barangkali juga beberapa selir
(Brumund 1854:188). Seorang di antara istrinya yang tak resmi itu cukup
cantik hingga bisa menarik pandangan mata ke ran jang Asisten-Residen
Belanda untuk Yogya dan sekaligus tukang m ain pe rem puan, P.F.H.
Chevallier (m enjabat 1823– 1825), yang m enjadikannya gundik selam a
beberapa bulan (Bab X).
Dipon egoro m em pun yai sem bilan an ak (lim a putra dan em pat
putri), sekuran gn ya dua di an tara an akn ya itu m e n in ggal m uda di
Tegalrejo. Selama Perang J awa, ia mengambil tiga istri baru. Seorang di
antara m ereka, Raden Ayu Retnoningsih (kira-kira 1810 – 1885)—putri
Bupati Yogya untuk Keniten di kawasan Madiun, Raden Tum enggung
Sumoprawiro—mendampinginya ke pengasingan, tem pat ia melahirkan
paling sedikit dua orang anak. Istri Diponegoro itu sangat rupawan
menurut Knoerle, yang bertemu dengannya tatkala usia per empuan itu
masih awal dua puluhan selama perjalanan ke Manado pada Mei– J uni
1830 , dan raut mukanya cantik serta matanya besar ber sinar.74
Meskipun Diponegoro jelas punya daya pesona yang besar, yang
m ungkin telah m eningkatkan daya tariknya di m ata perem puan, tak
ada sum ber yang m engulas selera hum ornya. Khususnya orang-orang
Eropa yang sezaman dengan dia cenderung menggambarkannya sebagai
se orang yang agak kaku dan keras. Willem van Hogendorp (1913:146),
sarjan a hukum putra Gijsbert Karel van H ogen dorp yan g m en jabat
dalam pe m erintahan Kom isaris-J enderal L.P.J . du Bus de Gisignies
(18 26– 18 30 ), berbicara tentang sifat Diponegoro yang “m urung dan
tegan g”. Adapun A.M.Th. de Salis, seoran g residen Yogya sebelum
perang (m enjabat 1822– 1823), m elukiskan sosok Diponegoro sebagai
“tolol dan penuh teka-teki”. 75 Nam un dua orang itu tidak m engenal

73 AN, Besluit van den Gouverneur-Generaal in rade, 2-7-1831 no. 15, J .P.C. Cam bier (Manado)
bacaan-indo.blogspot.com

kepada J ohannes van den Bosch (Batavia/ Bogor), 22-4-1831. Ada suatu tradisi di Manado yang
m enyatakan bahwa keluarga Menot m erupakan keturunan Diponegoro, tapi saya tidak dapat
memastikan hal itu.
74 Knoerle, “J ournal”, 8– 9. Lihat Apendiks IV catatan 7 mengenai kemungkinan adanya hubungan
keluarga Retnoningsih dengan keluarga Prawirodirjan.
75 GKA, 11-10 -1828 no. 20 8 L geheim , De Salis, “Pro Mem orie”, 8-5-1828, di m ana ia m elukiskan
Diponegoro sebagai dom en raadzig (“bodoh dan misterius”).
BAB III: AWAL DEWASA 141

Diponegoro de ngan baik. Nyatanya, Van Hogendorp tidak pernah ber-


temu dengan Pangeran.
Seorang J awa sezam annya, saudara kakeknya, Pangeran Panular,
pen ulis besar kisah sejarah pem erin tahan In ggris, m e n yebut san g
Pangeran “bersikap nyaris seperti seorang raja” dan “hal yang membuat
dirinya kurang disukai secara umum” (Carey 1992:144, 327). Tapi kesak-
siannya saling bertentangan; di bagian-bagian lain ia m e lu kiskan cucu
ponakannya itu dengan agak memuji (Carey 1992:119, 290 ; Bab VIII).
Diponegoro kemudian mengakui bahwa sangat langka kerabatnya di
keraton yang berani bercanda dengan dia.76 Na m un ia punya sisi ceria
juga. Para pendukungnya yang pelawak selalu m e libatkan Pangeran
dalam lelucon gila-gilaan 77 dan Kn oerle m en catat bahwa terkadan g
Dip on egor o m en u lar kan kegem bir aan besar d i ka lan gan or an g
sekelilingnya.78 Ia juga mampu melihat sisi jenaka pada aneka keadaan
yang paling kaku sekalipun. Satu di antara keadaan seperti itu tim bul
ketika ia m em ergoki Residen Yogya Nahuys van Burgst, seorang yang
betul-betul disukai oleh kaum perem puan, yang se dang berm esraan
dengan istri asisten-residen di vila miliknya di Bedoyo, lereng Gunung
Merapi. Waktu itu Dipon egoro m erasa san gat m alu, tapi ketika ia
m enceritakan kejadian itu kepada Knoerle, sam bil ter tawa ia bertanya
apakah bukan m erupakan urusan rum ah tangga yang ganjil bila dua
orang Eropa pejabat tinggi berbagi perem puan yang sam a. 79 Tentang

76 BD (Manado), II:319, XX (Dhandhanggula) 29, di m ana istri pertam a Pangeran Mangkubum i,


pam an Diponegoro, yakni Raden Ayu Sepuh, digam barkan sebagai satu di antara sedikit orang
yang berani bercanda dengan dia: m apan Dèn Ay u Sepuh/ ingkang purun gujengan iki/ law an
Kangjeng Pangéran.
77 Knoerle, “J ournal”, 13.
78 Knoerle, “J ournal”, 20 : “Satu barkas [sejenis perahu layar—Penerj.] m uncul [dan] Kolonel Eeg
[kapten korvet yang membawa Diponegoro] mengirimkan slup [sejenis perahu layar lain—Penerj.]
dengan seorang perwira ke barkas itu. Diponegoro naik ke geladak depan dan m em inta saya
m enem ani dia. Meluncurnya slup kam i dengan cepat, yang m enyelusup, seolah-olah terbang
m enem bus perm ukaan laut setenang perm ukaan cerm in, m enarik perhatian Pangeran dan ia
terbahak m enyaksikan pem andangan bagus dengan para awak yang berseragam putih-putih,
menularkan kegirangannya kepada kami semua.”
79 H ouben 1994:10 8 ; Kn oerle, “J ourn al”, 7. Perem puan yan g dim aksud, n am a keciln ya An n a
Louisa van den Berg, berasal dari Padang, adalah istri Asisten-Residen Yogya yang Indo, Robbert
Christiaan Nicolaas d’Abo (m enjabat 1816– 1823, m eninggal di Padang 1824). Ia putri J .G. van
den Berg (1762– 1842), bekas Residen Yogya (1798– 180 3) dengan istrinya Maria Elisabeth Coert
(1772– 1848), Genealogie Van den Berg 1918:32. Anna Louisa menikah dengan D’Abo pada April
18 0 5 dan kem udian diberitakan terlibat dalam proses perceraian dengan suam inya, lihat KB,
Cornets de Groot private collections, IXe pt. 4:39, A.D. Cornets de Groot J r (Surakarta) kepada
A.D. Cornets de Groot Sr. (Gresik), 26-11-1822. Setelah kem atian suam inya yang pisah rum ah
dengan dia di Padang awal 1824, Anna Louisa menikah dengan Nahuys van Burgst pada 12-9-1824
bacaan-indo.blogspot.com

di Yogya, lalu m endam pingi suam inya itu ke Eropa di m ana ia m elahirkan seorang putra yang
meninggal setelah persalinan. Anna Louisa juga meninggal tidak lama kemudian di Passy (Paris)
pada 8-8-1825, dan setahun kemudian Nahuys menikah lagi dengan istri ketiga, Ellen Houghton
H odgson, dari Lancashire (Inggris), yang kelak dikenal di keraton Belanda sebagai “la belle
anglaise” (putri Inggris yang elok), Genealogie Nahuys 20 0 0 – 1:39; Bab IX catatan 11. Adiknya
yang laki, C.L. van den Berg, yang dibesarkan di Padang dan m endapat pendidikan sebagai
seorang élève voor de Javaansche taal (siswa bahasa J awa—Penerj.) di Yogyakarta (1826– 1832),
142 KUASA RAMALAN

peristiwa lain, ia menulis dengan jenaka dalam babad karyanya tentang


kejadian selam a berlangsungnya pertem puran Gawok yang nahas itu
(15 Oktober 1826), ketika ia terpaksa berebut tempat sem bunyi dengan
seorang pam an yang bertubuh agak gem pal di balik seba tang pohon
kweni yang sangat kecil.8 0 Tapi sering hum or Pangeran m engandung
iron i yan g pahit: selam a Peran g J awa, agakn ya ia pun ya ke biasaan
m en girim kan pakaian perem puan kepada para pan glim an ya yan g
dianggap telah bertindak seperti pengecut beserta catatan yang m e-
negaskan bahwa pakaian tersebut lebih baik daripada prajuritan (pa-
kaian tempur) J awa yang mereka kenakan dalam perang.81
Ia juga ditakuti karena m em iliki kebiasaan m enjatuhkan kutukan
pada siapa pun yang tidak m enepati janjinya atau yang m engkhianati
dia (Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, VI:251; Bab VIII catatan 46).
Dem ikian juga tem pat-tem pat yang sering ia kunjungi, seperti tem pat
dia m enyepi di Gua Secang di Selarong (Louw dan De Klerck 18 94–
190 9, I:435– 7), dan barang-barang milik pribadinya, seperti tongkatnya,
dianggap ke ra mat dan mengandung kekuatan, karena celakalah mereka
yang de ngan sengaja merusaknya atau bersikap kurang hormat kepada
pe m iliknya (lihat catatan 66; Van Rees 1867, II:66– 8; Van den Broek
1873– 77, 22:40 – 2). Selama masa pengasingannya di Sulawesi, sisa-sisa
ma kanannya saja pun dianggap dapat menyembuhkan penyakit (Kielstra
1885:40 9). Inilah dia yang tidak boleh dianggap sepele, seorang pribadi
yang digdaya secara rohani dan mumpuni dalam seni mistik J awa.

berdinas dengan selingan beberapa kali masa istirahat sebagai penjabat penerjemah di Yogyakarta
antara 1847– 1849 dan 1851– 1862, tapi kariernya terancam karena ia ternyata dipandang terlalu
akrab dengan m asyarakat J awa dan terlalu besar pengaruhnya di daerahnya sekalipun m asih
seorang élève, Dr.Br. 17, “Minuten van Sevenhoven”, J .I. van Sevenhoven (Yogyakarta) kepada
J ohannes van den Bosch (Batavia/ Bogor), 2-2-1831 no. 5 (yang menyarankan agar C.L. van den
Berg dipindahkan ke Kedu sebagai asisten-residen J etis); Houben 1994:121, 123– 4. Terdapat
suatu rujukan m enarik tentang D’Abo dalam Dj.Br. 48, J .G. van den Berg (Surakarta) kepada
Nicolaus Engelhard (Sem arang), 6-9-180 3, yang m enyatakan bahwa D’Abo, “yang sangat pintar
buat seorang Indo […] m engincar kedudukan dengan m endekat ke lingkungan Van den Berg di
Surakarta dan agar ia tetap dibiarkan belajar bahasa J awa dan “menyalin” [kerani yang bertugas
sebagai penyalin]”.
80 BD (Manado), III:236, XXXVIII (Sinom ) 39– 40 . kang pélor langkung dresipun/ bubar kang
ponakaw an/ am pingan kajeng kuw èni/ Sri N aléndra sem ana tum ut am pingan . 40 . law an
kang pam an satunggal/ ingkang nam a Pangran W ijil/ pan langkung dhap-alitira/ rebatan
kajeng kuw èni/ law an Sri N arapati/ m apan gegujengan iku/ m engkana aturira/ gih kula
sam pun nèng w ingking/ alah kay u déné katingal Naléndra. [pelor datang begitu deras/ sehingga
punakawan [Diponegoro]/ bubar [dan] m encari perlindungan di belakang pohon kuini./ Sang
Raja [Diponegoro] juga ikut berlindung di sana 40 . bersama salah seorang pamannya/ namanya
bacaan-indo.blogspot.com

Pangeran Wijil / orangnya agak pendek gemuk./ Dia merebut tempat di belakang pohon kuini itu/
dengan Sang Raja [Diponegoro]/ sehingga [Diponegoro] bercanda:/ “J angan di belakang pohon
dong/ sebab [saya] akan dilihat [musuh]…”
81 Dj.Br. 18, Valck, “Geheime memorie”, 31-3-1840 , yang melaporkan tentang kiriman Diponegoro
berupa pakaian seperti itu kepada adiknya, Pangeran Suryengalogo, selama perang. Untuk suatu
ceritera modern tentang kiriman yang bersifat menyindir seperti itu di masa Perang Kemerdekaan
Indonesia (1945– 49), lihat Anderson 1972:142.
BAB III: AWAL DEWASA 143

Kepercayaan umum pada kekuatan rohani Diponegoro meluas juga


sampai ke medan tempur, di mana Pangeran dianggap kebal peluru. Re-
siden Manado D.F.W. Pieterm aat m em perhatikan bahwa waktu sang
Pangeran sedang duduk di pekarangan di Benteng Nieuw Am sterdam
di Manado tanpa m em akai kaus, bekas luka tem bak tidak bisa dilihat
walau pun ia tertembak dua kali, sekali di atas dada kiri dan yang lain di
tangan kanan dalam pertem puran Gawok (15 Oktober 1826) (Bab XI),
(Kielstra 1885:40 9; Louw dan De Klerck 1894– 190 9, II:517). Menurut
Diponegoro peluru yang mengenai badannya di dada kiri mental (Louw
dan De Klerck 1894– 190 9, VI:745) dan peluru yang menembus tangan
kanan nya sudah pecah begitu mengenainya (Louw dan De Klerck 1894–
190 9, II:517).
Ada spekulasi dalam sum ber-sum ber Belan da bah wa Pan geran
kem ungkinan m em akai alat pelindung badan yang anti-peluru (Louw
dan De Klerck 18 94– 190 9, II:517, m engutip H agem an 18 56), m eski
sam a sekali tidak ada dalam sum ber-sum ber J awa yang m e nyinggung
kem un gkin an tersebut. Di bagian babad karya n ya yan g ber kaitan
den gan peristiwa itu, Dipon egoro m em beri kesan yan g m e n arik.
Tam paknya ia khusus berupaya m enegaskan ringan nya luka tem bak
itu gun a m eyakin kan istrin ya bahwa ia tidak pern ah m en ye le wen g,
sebab m asyarakat J awa per caya bahwa kekebalan dan kekuatan lain
akan hilang jika orang yang memilikinya menyeleweng atau berperilaku
tidak pantas (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, II:517 catatan 1). Karena
memang sudah ber selingkuh tepat sebelum pertempuran tatkala ia tidur
dengan gadis Tionghoa pem ijatnya, ia cem as jangan-jangan istrinya,
Ratu Kedaton (se be lum n ya Raden Ayu Maduretn o), m en ghubun g-
hubun gkan luka tem bak dan kekalahan n ya dalam pertem puran itu
dengan penyele wengan tersebut. Kita akan kem bali ke persoalan ini
dalam bab tentang Perang J awa (Bab XI catatan 33– 34).
Berbagai kesenangan Diponegoro biasa-biasa saja sifatnya dan khas
J awa. Dua macam kesenangannya yang utama sudah disinggung, yaitu
ber kebun dan m em elihara burung, khususnya tekukur-batu (per ku-
tut) dan kakatua. Di tempat pengasingan pun ia menghabiskan ba nyak
waktu dengan kakatuanya (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:151) dan
ketika m asih di Manado ia dibolehkan m erancang tam an sam adi di
bacaan-indo.blogspot.com

tepi sungai terdekat dan pondok sam adi di bukit yang m enghadap ke
sungai itu.82 Seperti sudah disinggung, ia juga suka se kali m ain catur,

82 AN, Besluit van den Gouverneur-Generaal, 12-4-1831 no. XI, D.F.W. Pietermaat (Residen Manado)
144 KUASA RAMALAN

dan seperti banyak orang keraton sezam annya, ia pe nunggang kuda


yang terampil dan mem punyai kandang kuda besar di Tegalrejo.83 Ke-
ah lian m enunggang kuda itu sangat m em bantu dirinya untuk selam at
selama berkobarnya Perang J awa ketika ia sering bisa menghindari pe-
nge jarnya di medan yang sulit. Makan sirih salah satu di antara sedikit
ke bia saannya; tampaknya ia terus-menerus me la ku kan nya, sedemikian
rupa sehingga ia malah mengukur waktu berapa lama ia butuhkan untuk
mengunyah seracikan kapur, daun sirih, dan pinang.84
Memang, di antara segelintir barang milik pribadi yang masih ada
dari masa pengasingannya di Makassar (1833– 1855) ter da pat beberapa
potong sapu tangan berm otif kotak-kotak kotor yang digunakan oleh
Pangeran menyeka cairan sirih dari mulutnya.85 Kemu dian, tam paknya ia
minum anggur bersama dengan orang-orang Eropa meski ia tidak sampai
m enjadikan hal itu kebiasaan yang ber le bih an sebagaim ana dilakukan
oleh begitu banyak pangeran lain di keraton J awa tengah waktu itu.86
Menurut Knoerle, sang Pangeran per caya bahwa m inum anggur putih
manis tidak bertentangan dengan Alquran mengingat kenyataan bahwa
oran g-oran g Eropa m em in um n ya sebagai “obat” pen an gkal m abuk
akibat m in um Madeira atau an ggur m e rah, suatu pan dan gan yan g
menunjukkan bahwa Diponegoro pu nya penafsiran sendiri atas larangan-
larangan Nabi.87 Knoerle juga mem per ha tikan pangeran mengisap rokok
J awa (sigaret yang dilinting te bal dengan tangan/ cerutu yang terbuat
dari tembakau setempat yang dibungkus daun jagung).88 Tentang madat,
yang dalam pem erintahan Raden Adipati Danurejo IV (18 13– 18 47)

kepada J ohannes van den Bosch (Batavia/ Bogor), 13-1-1831.


83 Knoerle, “J ournal”, 19, yang m engisahkan bahwa Diponegoro m em punyai sekitar 60 perawat
kuda di Tegalrejo, di mana bak-bak air besar dari tembok untuk memberi minum kudanya masih
terlihat saat kunjungan penulis ke Tegalrejo pada J anuari 1972. Tentang pelatihan anak-anak
lelaki bangsawan J awa dalam seni menunggang kuda sejak usia dua belas, lihat Winter 190 2:43.
Waktu mengungsi dari Tegalrejo pada 20 J uli 1825 saat pecahnya Perang J awa, kuda kekar hitam
tunggangan Diponegoro (Kiai Gitayu) dan ketangkasannya di atas pelana semuanya dicatat oleh
serong pengamat Eropa, Payen 1988:51, 96 catatan 49. Lebih jauh lihat Bab X catatan 267.
84 Carey 1981a:277 catatan 170 ; Knoerle, “J ournal”, 14 merujuk pada permintaan Diponegoro untuk
membeli sirih di Surabaya atau Madura selama perjalanannya ke Manado.
85 Wawancara alm arhum Raden Mas J usuf Diponegoro dan alm arhum Raden Saleh Diponegoro,
J alan Irian no. 83, Makassar, 8-9-1972.
86 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:743. Knoerle, “J ournal”, 35– 6, mengutip Diponegoro sebagai
m engatakan bahwa ia telah m inum “banyak anggur m anis di Loji [Wism a Residen] dan bahwa
istri Residen Smissaert—nama kelahiran Clara Elisabeth von Liebeherr—setiap waktu makan siang
telah memberinya anggur manis”. Lebih jauh lihat Bab X catatan 57.
bacaan-indo.blogspot.com

87 Knoerle, “J ournal”, 35– 6, mengutip Diponegoro menggunakan kata tom bo untuk “obat”. Knoerle
menulis: “Diponegoro mengatakan kepada saya bahwa ia akan ikhlas minum anggur [putih] manis
seka darnya karena ia m erasa lem as setiap hari, dan m eskipun Nabi m elarang m inum anggur,
larangan itu hanya berlaku untuk anggur yang menyebabkan mabuk seperti Madeira dan anggur
merah”.
88 Knoerle, “J ournal”, 37; lihat juga Gericke dan Roorda 190 1, I:332 sub: rokok; “cerutu J awa tebal
terbungkus daun jagung (w iru) yang diisap oleh kalangan bangsawan tinggi keraton J awa”.
BAB III: AWAL DEWASA 145

m akin luas digunakan di ber ba gai kalangan Keraton Yogya (Bab VIII
catatan 147) dan kem udian dipasok oleh orang-orang Tionghoa untuk
para pengikut Diponegoro selama Perang J awa,89 tidak ada bukti bahwa
Pangeran pernah menyen tuhnya.
Meskipun m em iliki sem angat keagam aan yang kuat, Diponegoro
mem beri kesan kepada Knoerle bahwa kesetiaan rohaninya diwarnai de-
ngan perikemanusiaan yang mendalam dan rasa welas-asih. Tatkala ia
men dengar seorang kelasi Belanda memilih bunuh diri dalam perjalanan
ke Manado daripada menerima dihukum karena kejahatan yang ia tidak
lakukan , Pan geran m en gun gkapkan belas kasihan dan kem arahan
dengan bertanya:

Bagaim ana bisa m enghukum seseorang yang kejahatannya tidak bisa


dibuktikan? Di Yogya, bila ayahku (Sultan ketiga) atau saya sendiri
m e nim bang untuk m em beri keadilan kepada m asyarakat J awa, kam i
selalu bertolak dari kaidah bahwa tidak seorang pun boleh dijatuhi hu-
kum an kalau kejahatannya belum terbukti.90

“Dalam sem ua yang dikatakan oleh Diponegoro selam a berlangsung


per ca kapan kami mengenai masalah ini,” Knoerle mencatat, “ia menun-
juk kan kerohanian yang mendalam.” Ia bersikukuh menaruh belas ka-
sihan kepada kelasi yang katanya pastilah seorang berhati suci yang
ten tu akan m en dapatkan pen gam pun an Allah.”91 Pan geran itu juga
m e n ga ta kan kepada Kn oerle bahwa ia tidak pern ah tega m em bawa
sen jata selam a Perang J awa dan m erasa sangat terpukul m enyaksikan
pem ban taian di medan tempur. Setelah pencegatan di Kasuran (28 J uli
18 26), ka wasan Slem an, tatkala sem ua kecuali tujuh belas di antara
lim a puluh orang anggota peleton Belanda-J awa terbunuh (Louw dan
De Klerck 1894– 190 9, II: 380 – 3), Diponegoro menggambarkan bagai-
mana “ia menunggang kuda melalui [tempat pertempuran] dan merasa
san gat terharu m en yaksikan yan g tewas dan yan g luka”. Mem an g,
begitu m en gerikan pem an dan gan itu, katan ya, sehin gga ia sam pai

89 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:263, 450 , II:215; Carey 1984:35. Lihat laporan perwira kavaleri
Legiun Man gkunegaran yan g tertangkap, Kapten Raden Mas Suwon gso, m en genai keadaan
m arkas-besar Diponegoro di Selarong pada m asa awal perang, “para pangeran biasanya tidur
hingga pukul sembilan atau sepuluh pagi dan beberapa di antara mereka menjadi budak madat”,
bacaan-indo.blogspot.com

dikutip dalam Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:263; aslinya dalam Dk 183, “Verklaring van den
Radeen Maas Soew ongso, Kapitein der Dragonders, bij het Legioen van Pangerang Adipati Ario
Mangkoe Negoro (Keterangan dari Raden Mas Suwongso, Kapten dragonder di Legiun Pangeran
Adipati Ario Mangkunegoro)”, Surakarta, 7-8-1825.
90 Knoerle, “J ournal”, 30 .
91 Knoerle, “J ournal”, 30 , merujuk pada Diponegoro yang mengatakan bahwa batin kelasi itu “suci”
(ingkang m anah w onten suci).
146 KUASA RAMALAN

m en utup m ata. 92 Ia juga m en yatakan selalu m em beri perin tah ke-


pada para kom andan tentaranya untuk m enaruh belas kasihan pada
serdadu Belanda yang ditawan, tapi para kom andan itu tidak selalu
pa tuh terhadap perintahnya.93 Nanti kita akan m elihat bagaim ana da-
lam pertem uan n ya dalam m im pi den gan Ratu Adil pada Mei 18 24,
ia m em ohon dibebaskan dari ajakan un tuk m em im pin bala ten tara
Ratu Adil karena ia “tidak dapat berkelahi” dan “tidak tega m elihat
kem atian ”. 94 Bukti kepan tasan Pan geran sebagai seoran g pan glim a
peran g bah kan disan gsikan oleh sejarawan m iliter Belan da, E.S. de
Klerck (18 69– ?), m en gin gat keen ggan an n ya terlibat dalam sem ua
pertem puran (Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, IV:676– 7). Nam un
kesangsian ini tidak me nangkap yang inti. Di mata para pendukungnya,
dalam wujud Ratu Adil yang hidup—suatu jim at m anusia—bukannya
komandan tempur itu sendiri kepemimpinannya dihargai.
Pada saat yan g sam a, m un gkin terdapat sem acam pem belaan
khusus di pihak Diponegoro ketika ia bicara tentang belas kasih dan
pe n olak an n ya terhadap kem atian berdarah. Mem an g ben ar bahwa
tawan an yang orang Belanda dikasihani dan beberapa diberi pangkat
dan tanggung jawab, tapi untuk hal tersebut terakhir ini hanya setelah
m e reka setuju m em eluk agam a Islam .95 Tentang m enyandang senjata,
Dipon egoro m un gkin betul tidak harus m en em bakkan bedil dalam
keada an m arah atau m en gayun kan pedan g dalam serbuan kavaleri,
tapi ia lupa menyebutkan bahwa ia punya koleksi besar senjata pusaka.
Sebagian besar senjata itu dibagi-bagikan di antara anggota keluarga
dekat nya, kecuali satu—keris Kiai Ageng Bondoyudo. Keris ini dibuatnya
dari pusaka lain pada tahun kedua Perang J awa dan lebih sebagai jimat
daripada senjata tem pur.96 Ia telah m ewarisi juga sebilah keris, Kiai
Abijoyo, dari ayahnya, barangkali tatkala ia diangkat sebagai Raden
Ontowiryo pada September 180 5 (Apendiks XI).
J adi gagasan bahwa pa ngeran tanpa senjata agak tidak bisa diper-
caya, apalagi karena sudah jelas dari babad karyanya bahwa ia sadar
sepe nuhnya tentang kekuasaan gan da berupa Ratu Tanah J awa (“raja

92 Knoerle, “J ournal”, 21.


93 Knoerle, “J ournal”, 20 – 1.
bacaan-indo.blogspot.com

94 BD (Manado), II:314, XX (Dhandhanggula) 16– 7. am ba nuhun tan kuw aw a jurit/ law an tan
saged ika. 17. aningali dhum ateng pepati. Lebih jauh lihat Bab X catatan 181.
95 Carey 1981a:259 catatan 10 6, 294 catatan 244. Proses yang dim inta agar tawanan perang yang
Belanda memeluk agama Islam tampaknya terkait dengan penyunatan dan pelajaran mengucapkan
kalimat syahadat dan doa-doa Islam yang lain. Lebih jauh lihat Bab XI.
96 Lihat Apendiks XI. Kiai Ageng Bondoyudo (Paduka Tempur Tanpa Senjata) sekarang merupakan
bagian lambang divisi Kodam (Komando Daerah Militer) Diponegoro, J awa Tengah.
BAB III: AWAL DEWASA 147

J awa”) dan sebagai seoran g pra ju rit. Bahkan, san g Pan geran sudah
m em perhitungkan segala akibat yang m ungkin tim bul dari serangan
men dadak dengan cara mengamuk ter hadap J enderal De Kock di Mage-
lang saat penangkapannya pada 28 Maret 1830 (Bab XII). Yang ter akhir,
m enurut sum ber-sum ber Belanda, ter dapat bukti bahwa Diponegoro
tidak sun gkan m en un tut hukum an ber darah terhadap peja bat sipil
dan orang lain yang m em bantu dan ber se kongkol m endukung kepen-
tingan Belanda. De Stuers, m isalnya, m engungkap kan perintah yang
konon diberikan oleh Pangeran pada akhir 18 25 untuk m em ancung
kepala sem ua pembesar desa di kawasan se be lah barat ibu kota kesul-
tanan yang membantu pembangunan kem bali jalan raya dari Yogya ke
kota penyeberangan Brosot di Kali Progo. Kepala-kepala yang sudah
terpenggal itu, m enurut laporan, bahkan dipa m er kan dengan ditan -
capkan di ujung tonggak bambu sebagai peringatan bagi orang lain (De
Stuers 1833:58– 9; Chambert-Loir 20 0 0 :284– 5).

Kesim pulan
Sulit memilih antara kenyataan dan mitos mengenai Diponegoro. Sum-
ber paling berharga adalah yang paling langka, yaitu babad J awa karya
orang-orang sezaman yang mengenal Pangeran sebelum keha ruman atau
kebusukan nam anya—tergantung sudut pandang seseoran g—sem asa
Peran g J awa m em ben tuk sosok terten tu Dipon egoro un tuk selam a-
lam anya. Satu contoh adalah kisah pem erintahan Inggris yang ditulis
oleh saudara kakeknya, Pangeran Panular (sekitar 1772– 1826) (Carey
1992). Sayang, selain itu tidak ada yang diketahui oleh penulis. J adi, kita
terpaksa menyusun ulang sosok Pangeran beserta dunianya berdasarkan
berbagai ragam bahan. Bahwa begitu banyak bahan berasal dari Perang
J awa dan akibatnya segera sesudah itu, tentulah tidak m engherankan
m en gin gat kegon can gan hebat yan g ditim bulkan peristiwa tersebut
bagi Belanda m aupun bagi keraton J awa tengah. Nam un sosok yang
disusun ulang ini mau tidak mau tetaplah diwarnai dengan rekonstruksi
dan penafsiran ulang. Hal itu juga m enun tut kita m enjelajah jauh di
luar Tegalrejo awal abad kesembilan belas dan dunia remaja Pangeran.
Dengan dem ikian, kita telah m em buat potret Pangeran seperti suatu
sketsa leretan atau arsiran pointilliste aliran pasca-Impresionis, sejumlah
bacaan-indo.blogspot.com

titik-titik noktah yang disatukan m em beri bayang-bayang kedalam an,


gerak, dan rona, tapi yang pada akhirnya yah cum a itu, suatu kesan
jika bukan suatu trom pe-l”oeil (tipuan m ata). Kenyataan bahwa sejak
kem erdekaan Indonesia pada 1945, Diponegoro telah resm i m enjadi
148 KUASA RAMALAN

seorang pahlawan nasional, yang namanya menghiasi jalan-jalan besar


di berbagai kota Indonesia, belum lagi komando daerah militer tentara
Indonesia (Tentara Nasional Indonesia/ TNI) di J awa Tengah, membuat
tugas sejarawan m asa kini m enjadi jauh lebih sulit. Seorang pangeran
dengan sosok manusia biasa yang sangat jauh dari sempurna dan doyan
perem puan tentulah tidak cocok dengan “sejarah nasional” Indonesia
dewasa ini.
Namun buku ini memaparkan kenyataan awal abad kesembilan be-
las, bukan pembuatan mitos masa kini. Memang, tepat sebagaimana ha-
nya ada satu kisah sejati dari m asa tersebut yang sejauh ini diketahui
oleh pen ulis, di m an a Pan geran ditam pilkan , m aka han ya ada satu
juga sketsa dari m asa tersebut—karya senim an Keraton Yogya yang
tak dikenal sekitar 180 7. Yang lain berasal dari berkas-berkas Perang
J awa dan karya orang Eropa yang membentuk citra tersendiri tapi juga
mengandung pemelintiran. Sekaranglah saatnya kembali ke masa sketsa
awal tadi dan m engulang lagi kisah sang Pangeran tatkala ia m em ulai
satu di antara perjalanan hidupnya yang terpenting, yaitu ziarahnya ke
pantai selatan sekitar 180 5, serta pertem uannya dengan roh-roh pen-
jaga J awa dan beberapa di antara raja-rajanya yang terbesar. Berbagai
per te mu an ini akan memberikan pemahaman ramalan yang lebih jauh
ke masa depan Pangeran sebagai seorang pemimpin alamiah di zaman
yang sarat perubahan, pemimpin yang akan disejajarkan dengan leluhur,
sekalipun hanya untuk masa singkat dan penuh duka.
bacaan-indo.blogspot.com
BAB IV

Ziarah ke Pantai Selatan, Sekitar 180 5

Lelono: perkelanaan rohani sebagai upacara selam atan


Masa-masa Diponegoro menginjak usia dewasa, sebagaimana sudah kita
lihat, ditandai dengan sejumlah peristiwa penting: wafatnya nenek bu-
yutnya pada 17 Oktober 180 3, diwarisinya permukiman Tegalrejo, pe res-
mian nama dewasa baginya, Raden Ontowiryo, pada 3 September 180 5,
dan terakhir adalah pesta-pesta keraton untuk pernikahannya dengan
putri Bupati Yogya untuk Panolan pada 27 Februari 180 7. Yang tersebut
terakhir ini dapat dianggap lebih-kurang sebagai rite de passage, upacara
pembayatan keraton untuk peralihan antara masa remajanya di bawah
asuhan Ratu Ageng dan awal masa dewasanya sebagai seorang priagung
J awa. Nam un, bila bagi kebanyakan sejawatnya suatu kehidupan de-
wasa awal yang dem ikian lebih sering m em bawa sederet tanggung ja-
wab keluarga dan jabatan di dalam dan sekitar Keraton Yogya, bagi
Diponegoro hal itu masih ditambah lagi dengan hal lain. Rite de passage
kedua dan lebih bermakna: suatu bentuk lelono1 atau perjalanan rohani
yang lama sekarang dituntut dari pihaknya agar ia mengenal diri sendiri
dan dengan dem ikian m enggenapi kegiatan rohaninya sem asa re m a ja
sekaligus untuk memperjelas takdirnya.
Apa arti sem ua in i diun gkap kan den gan bagus oleh sejarawan
terkenal di bidang J awa pra-ko lonial, almarhum Soemarsaid Moertono
(1976:20 – 1):
bacaan-indo.blogspot.com

Mem ulai perkelanaan ketika usia seseorang m endekati m asa dewasa


ber arti m endapatkan kearifan dalam arti m enem ui seorang guru

1 Untuk pem bahasan um um m engenai kelana atau lelono-broto dalam kesastraan J awa Modern,
khususnya kisah-kisah percintaan kelana muda, lihat Pigeaud 1967– 80 ; I:227– 35.
150 KUASA RAMALAN

yang dianggap bisa m em bim bing perkem bangannya sedem ikian rupa
sehingga kekuatannya akan m elam paui kekuatan orang kebanyakan.
Hal itu juga terkadang berarti m encapai ketenteram an [...] sehingga
se kem balinya seseorang akan m am pu m enghadapi segala godaan. Hal
itu bahkan tidak jarang m erupakan m asa uji pengetahuan dan ke arifan
yang sudah didapatkan oleh seseorang [lewat kegiatan rohani dan
sam adi di m asa m uda]. Tradisi ini terus berlanjut pada m asa Islam
m e nye bar di J awa tatkala orang m em ulai perjalanan panjang—ter-
ka dang dari barat ke tim ur J awa dan balik lagi—guna m endapatkan
penge ta huan rahasia di perguruan-perguruan agam a.

Kita sudah melihat bagaimana citra sultan yang pertama, Mangku-


bum i, sebagai seoran g kesatria kelan a m en ggoreskan kesan be gitu
m endalam pa da sejawat Diponegoro.2 Kita juga tahu dari pe ninggalan
tertulis m e ngenai pedang pusaka Raden Mas Said (Mangkunegoro I)
dan gam elan keraton n ya, Kiai Kan yut Mesem (“Paduka Yan g Coba
Ter senyum ”), bahwa ia juga m enganggap sangat pen ting perke la na-
an se belum diangkat sebagai raja yang m andiri pada 1757.3 Rangkaian
per kelan aan uji diri dem ikian lah yan g m en em pa kekuatan ro ha n i
Man gku n egoro dan Man gkubum i. Begitu juga haln ya den gan Dipo-
negoro.
Kapan tepatnya perkelanaan Diponegoro bertolak dari Tegalrejo
dan ziarahnya ke pantai selatan tidaklah jelas. Dalam otobiograinya, ia
menyatakan bahwa ia mulai mengunjungi pesantren pada usia dua pu-
luh tahun (J awa), jadi kurang-lebih setelah April 18 0 5—kunjungan
yang berlanjut dengan perjalanan ziarahnya. Rangkaian peristiwa beri-
kutnya yang diungkapkan dalam babad karyanya setelah ia kembali ke
Tegalrejo dari perjalanan ke pantai selatan terdiri dari penggambaran
berbagai perubahan kedudukan para residen Belanda (pasca-J uli 1808,
duta) di keraton yang dibuat lewat keputusan Marsekal Herman Willem
Daendels tentang Upacara dan Sopan-Santun pada 25 Feb ruari dan 28
J uli 1808.4 J ika urutan waktu dalam babad karya Diponegoro itu betul—
dan kita tidak punya alasan menyangsikan hal itu—maka perjalanannya
ke pantai selatan mestinya sudah terlaksana se be lum bulan-bulan awal

2 Lihat Bab II catatan 8.


bacaan-indo.blogspot.com

3 Gom perts dan Carey 1994:22. Lihat S.Br. 37, 719, untuk suatu rujukan pada pedang pusaka
Mangkunegoro yang istimewa bertuliskan “Jeng Gusti Pangéran Adipati ingkang raw uh saking
lelana” (Sang Paduka Pangeran Adipati yang telah kembali dari perkelanaan); dan tulisan gamelan
Kiai Kanyut Mesem pada bilah-bilah perunggu saron demung, “satriy a kang lalana, 170 0 ” (satria
yang melanjutkan perkelanaan, 170 0 J [1774– 1775 M]). Gelar-tempur, nom -de-guerre, asli Raden
Mas Said pada 1745 saat ia m em ulai pertem puran di kawasan Panam bangan, sebelah tim ur
Surakarta, adalah “Sultan Adiprakoso Lelono J oyomiseso”, Pringgodigdo 1950 :354.
4 BD (Manado) II:120 – 5, XIV.62– 5, 84.
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 151

180 8. Menurut pandangan penulis, mungkin saja perjalanan itu sudah


dilakukan lebih dini lagi, yakni sebelum per nikah annya 27 Februari
180 7, dengan m asa sesudah itu lebih banyak ia lewat kan di Tegalrejo
dan lebih sering berkunjung ke Yogya. J adi, kita dapat menduga bahwa
perjalanannya berlangsung sekitar 180 5, boleh jadi di musim kemarau
(Mei– Oktober) saat perjalanan paling mudah dila ku kan.

Aneka persiapan untuk ziarah


Dalam bagian yang m enceritakan persiapan perjalanannya ke pantai
se latan , Dipon egoro m elukiskan dalam babad karyan ya bagaim an a
ia berangkat pada usia dua puluh (tahun J awa, pasca-April 180 5) un-
tuk m engunjungi m asjid-m asjid dan perguruan-perguruan agam a di
kawasan Yogya. Maksud utama rangkaian kunjungannya itu adalah me-
nyem purnakan pendidikan keagamaan dan menemukan guru-guru yang
layak membimbing perkembangan rohaninya.
San g pan geran juga m em persiapkan diri ke dalam pen jelajahan
rohan i den gan m en yan dan g n am a baru, Syekh Ngabdurahim , yan g
akan dia pakai dalam pe nge la naannya. Nam a ini berasal dari bahasa
Arab Syekh ‘Abd al-Rahim (Ricklefs 1974b:231– 2), dan m ungkin telah
disarankan kepada Diponegoro oleh seorang di antara penasihatnya di
bidang keagam aan—ba rangkali m alah Syekh al-Ansari—di Tegalrejo.5
Men yan dan g n am a ke dua yan g “islam i”—yan g m en jadi aturan buat
para pan geran dan priyayi pen dukun g Dipon egoro selam a Peran g
J awa 6 —bukan hal yang luar biasa di kalangan bangsawan J awa waktu
itu, khususnya bagi m ereka yang ingin m em usatkan perhatian pada
pengetahuan agam a atau m e nunaikan ibadah haji ke Mekah. Seorang
pangeran Surakarta menyandang nama “yang agamis”, Pangeran Abdul
Ariin, ke tika ia datang ke Yogya untuk belajar ilmu agama pada Penghulu
Yogya, Mas Muham ad Sapingi (m enjabat 1798 – 18 12), pada Februari
18 0 7, 7 dan seoran g lagi pan geran , kali in i dari Yogya, m en gubah

5 Lihat Bab III. Barangkali pangeran tahu nama tersebut dari membaca kesastraan J awa, khususnya
kisah terken al m en gen ai tiga bersaudara—Abdurahm an , Abdurahim , dan Raden Aji—yan g
berangkat mencari seekor ayam jago yang berkokok menyebut nama Allah, tapi cerita ini mungkin
lebih terkenal di J awa barat daripada di daerah-daerah kerajaan di J awa tengah, lihat Pigeaud
1967– 80 , I:221, 226.
6 dK 158, “Ly st der personen die zich als m uitelingen hebben opgew orpen” (Daftar orang-orang
yang telah m engangkat diri m ereka sebagai pem berontak), t.t., m enyebut beberapa nam a dan
bacaan-indo.blogspot.com

gelar Turki Usm ani (basah, dullah) yang dipakai oleh para pangeran dan pejabat tinggi Yogya
yang berjuang di pihak Diponegoro, lebih jauh lihat Apendiks VIII.
7 Dj.Br. 38, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Bogislaus Friederich von Liebeherr (Surakarta),
18 -2-18 0 7; Raden Adipati Dan urejo II (Yogyakarta) kepada Raden Adipati Dan un in grat
(Surakarta), 10 Besar 1733 J (18-2-180 7 M), dan lihat Padmasusastra 190 2:162, yang me nam pilkan
silsilah Notopuro sebagai seorang putra Pakubuwono IV (bertakhta 1788– 1820 ). Terdapat juga
sua tu rujukan pada seseorang bernam a Pangeran Ngabdularipin yang m endapatkan tunjangan
152 KUASA RAMALAN

n am a n ya dari Pan geran Dipowijoyo I m en jadi Pan geran Muham ad


Abubakar sebagai persiapan untuk menunaikan ibadah haji pada 1810 .8
Dipowijoyo I/ Abubakar juga mencukur rambutnya—di kalangan bangsa-
wan J awa masa itu rambut dibiarkan panjang (Carey 1981a:254 ca tatan
79, 1992:462 catatan 30 0 a)—sebagai isyarat bahwa “ia ingin m en jadi
seorang santri”,9 hal yang ditiru oleh Diponegoro m aupun para peng-
ikutnya selama Perang J awa.10
Meskipun m engenai hal ini tiada rujukan dalam babad karyanya,
Diponegoro m ungkin telah m encukur ram but sebelum m em ulai per-
kelanaan ke berbagai pesantren agar tidak tampil mencolok di kalangan
para santri. Tentu sebelumnya ia telah mengenakan pakaian yang ber-
sahaja sehingga orang tidak akan m engenalnya.11 J adi, ia m enanggal-
kan pakaian pangerannya—baju J awa berkerah tinggi, kain dan pe nu -
tup kepala dari batik tulis—untuk diganti dengan sarung kasar, baju
putih tanpa kancing tak berkerah (kebaya), dan sorban yang merupakan
pakaian sehari-hari bagi santri abad kesembilan belas.12 Sesudah Perang
J awa, putranya yang sulung, Pangeran Diponegoro II, berupaya meniru
teladan ayahnya dengan berkeliling di daerah Kedu dalam pakaian pe-
tani untuk menegaskan keakrabannya dengan rakyat.13

da ri Keraton Yogya sebelum J anuari 180 3 tapi tidak jelas apakah yang dim aksud adalah orang
yang sama, lihat Carey dan Hoadley 20 0 0 :411.
8 Carey 1992:291– 2, 336, 340 , 40 0 catatan 5. Lihat juga Apendiks VIII. Dipowijoyo I/ Abubakar
tidak diizinkan melaksanakan ibadah haji oleh Hamengkubuwono II karena tidak ada “tindakan
yang serupa itu sebelum nya” (ing kina datan ana) di kalangan anggota keluarga dekat sultan,
Carey 1992:291.
9 Dj.Br. 36, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 3-11-1810 . Engelhard
juga mengungkapkan bahwa ia berusaha sedemikian rupa agar tidak terlibat dalam perselisihan
yang akan timbul antara Raden Ronggo Prawirodirjo III dan Daendels, lihat di bawah, Bab VI.
10 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, II:497. Tam paknya Diponegoro m encukur ram butnya untuk
m enepati ikrarnya sebelum pertem puran Kasuran pada 28 -7-18 26 bahwa ia akan m encukur
rambut jika menang. Para pendukungnya kemudian mengikuti jejaknya sebagai tanda kesetiaan
terhadap Islam dan untuk membedakan mereka dari orang J awa murtad berambut panjang yang
masih mendukung Belanda. Diponegoro menuliskan bahwa bahkan tukang potong rumput, kuli
harian, dan para pengem is, m engikuti contohnya walaupun m ereka tidak m endapat perintah
untuk itu, lihat BD (Manado), III:20 5, XXVII (Pocung) 114– 7. Kangjeng Sultan nuly a sam pun
paras iku/ ing bakda Jum ungah/ dady a sam y a béla iki/ sagung Islam pan sam pun cukur
saday a. 115. ing Mentaram Pajang kalaw an ing Kedhu/ Pagelèn saday a/ Ledhok Gow ong Jaw i-
kori/ pan w eradin sam y a bèla cukur ika. 116. m y ang pakathik buruh kéré sam y a cukur/ punika
saday a/ datan m aw i dèndhaw uhi/ kady a sam pun karsaning Allah Tangala. 117. sagung Islam
tinengeran sam y a gundhul/ m urtad réy ab- réy ab/ bathilan sagung w ong kapir/ w aktu iku
m engkana tengreranira.
11 BD (Manado), II:120 , XIV.63. angagem kang sarw a gaib; KITLV Or 13 (Buku Kedung Kebo),
21. II.46 juga m engungkapkan bahwa Diponegoro m engenakan pakaian orang biasa: 46. tanpa
bacaan-indo.blogspot.com

busana éndah/ luw as kang rinasuk.


12 Rafles 1817, I:90; Djajadiningrat 1936:20. Untuk rujukan pada busana “ulama” yang dikenakan
oleh Dipon egoro selam a Perang J awa, lihat Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, II:38 4; Carey
1981a:276– 7 catatan 169; Payen 1988:51, 95– 6 catatan 48; dan lihat lebih jauh Bab XI catatan
267, Bab XII catatan 97 dan Gambar 75.
13 AN Kab, 8-3-1834 no. 166, C.L. Hartman (Magelang) kepada J ean Chrétien Baud (Batavia), 22-2-
1834.
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 153

Pet a 5. Ziarah Diponegoro ke pant ai selat an Jawa, sekit ar 1805. Pet a ini
menunj ukkan t empat -t empat ut ama yang ia kunj ungi. Dikut ip dari Louw dan
De Klerck 1894-1909, I, oleh J. Wilbur Wright dari Oxford.

Ketika persiapan sudah ram pun g, Dipon egoro beran gkat dari
Tegalrejo dan memulai kehidupan khas santri kelana dengan mengun-
jungi banyak sekolah agama dan masjid, dan hidup bersama para murid
dari lapisan sosial yang rendah di pondok-pondok pesantren.14 Sekolah
aga m a yang ia kunjungi tidak bisa dipastikan. Tapi m ungkin antara
bacaan-indo.blogspot.com

lain adalah Gading, Grojogan, Sewon, Wonokromo, J ejeran, Turi, Pulo

14 Bagian otobiograi Diponegoro (BD [Manado], II:121–6, XIV.65–83) yang berkaitan dengan
perkelanaannya pada 180 5– 180 6 sudah dikupas panjang lebar oleh Ricklefs 1974b:227– 58 dengan
sejumlah penjelasan tambahan dalam Carey 1974a:12– 36, 1981:237 catatan 17– 9.
154 KUASA RAMALAN

Kadang, dan kedua pathok negari, Kasongan dan Dongkelan, semuanya


ter le tak di arah selatan Yogya.15

Tirakat: m eny epi dan penam pakan


Menurut pengakuannya dalam babad karyanya, Diponegoro berhenti
mengunjungi pesantren dan meninggalkan kawasan berpenduduk untuk
m enem puh kehidupan m enyepi dan bersam adi. Waktu itu m ulailah
suatu tahap sangat menentukan dalam perkelanaan Diponegoro tatkala
ia m en cari tem pat-tem pat keram at dan suci yang berkaitan dengan
wangsa Mataram (Ricklefs 1974b:232). Masa menyepi dan penyangkalan
diri ini, sebagaimana sudah kita lihat dalam kutipan karya Soemarsaid
Moertono, mempunyai banyak persamaan dengan tirakat, pengunduran
diri dari keduniawian oleh seseorang yang ingin m em persiapkan diri
dem i suatu tujuan penting (Winter 190 2:87; Carey 1974a:15). Tirakat
itu m em berikan suatu m asa sepi saat seseorang m em bersihkan diri
dari pamrih (dorongan hati dan ambisi pribadi tersembunyi) dan untuk
mem be narkan sepak-terjangnya melalui penampakan dengan roh lelu-
hur dan pelindung rohani J awa.
Pen am pakan pertam a terjadi sewaktu Dipon egoro bersam adi di
Gua Song Kam al di daerah J ejeran arah selatan Yogya (lihat Peta 5).
Sunan Kalijogo, seorang di antara sem bilan wali, m uncul di hadapan
Pangeran dalam bentuk seseorang “yang bersinar bagai bulan pur na-
m a”. Penam pakan itu m em beritahu pangeran bahwa sudah diten tu-
kan oleh Allah, suatu waktu nanti ia akan menjadi raja (ratu). Se su dah
m e nyam paikan ram alan peringatan ini, penam pakan tersebut m eng-
hilang.16 Penam pakan Sunan Kalijogo dan ram alannya tentang kera-
jaan m erupakan hal yang sangat penting bagi Diponegoro. Wali ter-
se but bu kan hanya sangat dim uliakan di J awa tengah-selatan sebagai
pena sihat raja-raja dan pelindung kerohanian buat Mataram, yang hadir
le wat penam pakan kepada anggota keluarga kerajaan m aupun rak yat
biasa,17 tapi ceritera rakyat pun telah m em berinya peran utam a da lam

15 Lihat Apendiks VIIa dan VIIb (Peta).


16 BD (Manado) II:121, XIV.66– 7; Ricklefs 1974b:232– 7. Dua baris terakhir (XIV.67, bait 11 dalam
terjem ahan Ricklefs) seharusnya berbun yi: 67. lam un sira ing bénjing/ dadi ratu ngiring-
iring nuli m usna; “bahwa suatu saat nanti engkau/ akan jadi raja. Seusai m em peringatkan, ia
m enghilang”. J adi tidak perlu m enduga-duga, seperti yang dilakukan oleh Ricklefs (1974b:236
bacaan-indo.blogspot.com

catatan 27), ten tan g istilah Ratu Ngirin g-irin g sebagai berarti sem acam raja khusus (Ratu
Ngerang-ngerang), lihat lebih jauh Gericke dan Roorda 190 1, I:65, sub: ngiring-iring; I:66, sub:
ngerang-ngerang; Carey 1974a:16 catatan 56. Saya berterima kasih kepada mendiang Profesor P.J .
Zoetmulder S.J . karena telah menunjukkan hal ini kepada saya.
17 Untuk kisah tentang penampakan Sunan Kalijogo setelah Perang J awa, yang konon terjadi kepada
Bagus Santri, seorang kelana ahli kebatinan yang memimpin suatu pemberontakan singkat berlatar
belakang agam a di J awa tengah-selatan, lihat Dj.Br. 19;11 wawancara dengan Bagus Santri, 10 -
1832, yang menggambarkan sang wali menampakkan diri kepadanya dengan mengenakan sorban
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 155

me nyebarkan Islam di kawasan itu (De Graaf dan Pigeaud 1974:28– 30 ;


Solichin Salam 1963). Lagipula, dalam sejarah politik J awa, Kalijogo
dipandang sebagai tokoh yang m em im pin pem bagian J awa di Giyanti
(1755) (Ricklefs 1974b:233– 7), hal yang tampaknya tidak ter lalu mem -
bebani Diponegoro yang m enam pilkan diri sebagai tokoh yang m eng-
atasi per pecahan politik seperti itu dengan cita-cita untuk me merintah
selu ruh J awa sebagai seorang pandita ratu (raja-imam).
Makam Sunan Kalijogo di Kadilangu, bersama dengan Masjid Agung
Dem ak, dipandang oleh para raja J awa sebagai dua pusaka J awa ter-
pen ting dan kunjungan ziarah ke sana dari keraton dilakukan secara
ter atur.18 Selama Perang J awa, keturunan jauh wali tersebut, yaitu Pa-
nge r an Serang (sekitar 1794– 1854) dan ibunya, yang ber nam a m eng-
gen tar kan, Raden Ayu Serang (sekitar 1769– 18 55), keduanya sa ngat
dihor m ati oleh pengikut Diponegoro sebagai pribadi-pribadi yang di-
anu gerahi kasekten (kesaktian atau tenaga batin) yang luar biasa (Louw
dan De Klerck 1894– 190 9, I:361– 3; Carey 1981a:284 catatan 20 5).
Mem ang, bahkan terdapat bisik-bisik bahwa Diponegoro sedang
ber siap-siap mengalihkan sebagian wewenangnya kepada seorang cucu
Raden Ayu Serang—Raden Mas Papak (Pangeran Adipati Notoprojo)—
bila ia m enang m elawan Belanda.19 Hal ini karena keturunan Kalijogo
dianggap paling layak menjalankan kekuasaan rohani di J awa. J adi, pe-
nam pakan wali yang dihorm ati dan dukungan terhadap keturunannya
ber guna untuk m em bantu m engabsahkan perang yang kelak dipim pin
oleh Diponegoro.
Tapi pada aras lain lagi, wawasan tersebut penting karena gaya kepe-
mim pinan politik Sunan Kalijogo dan delapan orang wali lain berguna

warna hijau, baju warna hijau dan sarung warna hitam, dan memberi perintah kepadanya untuk
m enyebarkan surat berisi ajakan berperang dem i agam a. Penam pakan (wali?) itu juga m em beri
dia ujung tombak mata-tiga (trisula), senjata Wisnu, yang telah diubah oleh Bagus Santri menjadi
lem bing. Tentang senjata yang diterim a oleh Diponegoro selam a perjalanan ziarahnya, lihat di
bawah pada catatan 68. Mengenai penampakan Kalijogo kepada Panembahan Senopati (bertakhta
sekitar 1574– 160 1), raja pertama Mataram, sebagaimana diceritakan dalam Babad Tanah Jaw i,
lihat Olthof 1941a, I:82, 1941b:79.
18 Carey 1980 :171. Untuk satu lagi rujukan pada ziarah dari Keraton Yogya ke Kadilangu pada 180 4
selama perjalanan yang dilakukan oleh para santri keraton (ketib, modin, dan anggota masyarakat
Suronatan) dari Tegalarum (tempat pusara Sunan Amangkurat I, bertakhta 1646– 1677) ke Madura
untuk m enebarkan kem bang (sajen) dan m enyam paikan dana pem eliharaan m akam suci, lihat
AvJ , Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 22-10 -180 4. Tentang
pengiriman dana oleh Hamengkubuwono II untuk memugar “Masjid Agung” Demak, lihat Dj.Br.
48, J .G. van den Berg (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 19-4-180 3. Lebih jauh
bacaan-indo.blogspot.com

lihat Bab IX catatan 152 tentang pengiriman utusan Keraton Surakarta ke daerah pasisir selama
merebaknya wabah kolera di sana, April– J uni 1821.
19 Dj.Br. 18, F.G. Valck, “Geheime Memorie” (Laporan Serah J abatan Rahasia), 31-3-1840 ; tentang
satu peristiwa lebih dini saat penangkapan Pangeran Mangkudiningrat II di Yogya, Desember 1831,
beredar bisik-bisik bahwa Notoprojo akan dijadikan “Sultan Demak” oleh Mangkudiningrat bila yang
tersebut terakhir ini sudah menduduki takhta Yogya, lihat AN, Besluit van den Gouverneur-Generaal
buiten rade, 6-12-1831 no. 1, wawancara Tumenggung Prawirosenjoyo, Yogya, 16-11-1831.
156 KUASA RAMALAN

sebagai contoh bagi Diponegoro, yang menganggap dirinya tidak hanya


seorang raja untuk m asa tertentu tapi juga sebagai seorang pe m im pin
rohani bagi raja-raja J awa, yang mempunyai banyak persa maan dengan
peran para wali yang konon dijalankan dalam abad kelim a belas dan
keenam belas (Carey 1974a:16– 7, 21– 2, 1974b:285– 8). Sesungguh nya,
teladan wali, khusus teladan Sunan Kudus, Demak, dan Giri, sering di-
per debatkan oleh Diponegoro dan para penasihatnya ketika m e reka
ber usaha m encapai m ufakat selam a perang m engenai tujuan-tujuan
politik dan agam is m ereka (Carey 1974a:19– 22). Selain itu, m im pinya
tepat m enjelang pecahnya Perang J awa yang Diponegoro gam bar kan
berupa pertem uannya dengan delapan w ali w udar, yakni wali yang
memangku jabatan duniawi maupun rohani, mengukuhkan anggap an-
nya bahwa dirinya telah ditakdirkan untuk memerintah seba gai seorang
wali terakhir atau raja-im am buat J awa. 20 Karen a itu, pen ga lam an
Diponegoro di Song Kamal haruslah ditafsirkan menurut perkem bang-
an kemudian, maksudnya menurut jenis kerajaan yang tadinya hendak
diwujudkan di J awa oleh Pangeran seandainya ia menang dalam Perang
J awa.
Dari J ejeran, Diponegoro m enjelajahi pedalam an m enuju Im ogiri,
daerah pem akam an kerajaan atau pasarean raja-raja Mataram . Di
Bengkung, di tepi kolam pada puncak tangga lebar menuju makam ke-
rajaan, ia m enghabiskan sem inggu lam anya untuk bersam adi. Ia ke-
m u dian m elaksanakan salat J um at di m asjid di J im atan, m asjid para
pe me gang kunci (juru kunci), yang secara resmi dikenal sebagai jim at,
ma kam kerajaan yang terletak sekitar 10 0 meter di bawah puncak bukit
Imogiri. Dalam babad karyanya, Diponegoro menceritakan bahwa se mua
juru kunci itu mengenal dia kendati pakaiannya bersahaja dan “mem beri
dia penghormatan dengan segala yang mereka miliki”.21 Hal itu ba rang-
kali merupakan petunjuk betapa Diponegoro dikagumi oleh para pejabat
agama kerajaan, yang banyak di antaranya mendukung sang Pangeran
selama Perang J awa. 22

20 Lihat di bawah, Bab X.


21 Ricklefs 1974b:237– 8, 254– 65; BD (Manado) II:122– 3, XIV.71. Tentang tata letak makam kerajaan,
bacaan-indo.blogspot.com

lihat LOr 8987 no. 1 (Babad Alit), pt. 13, peta. Untuk rujukan mengenai lima juru kunci dari keraton
J awa tengah di Im ogiri waktu itu, lihat Winter 190 2:74 dan Van den Broek 1873– 77, 24:136– 8,
yang bercerita mengenai makam kerajaan saat kunjungan Pakubuwono VI ke sana pada J uni 1830
selam a dalam pelariannya ke pantai selatan. Untuk rujukan m engenai hubungan Diponegoro
dengan Imogiri selama perang dan benteng yang ia bangun di sana, lihat Bataviasche Courant 44,
2-11-1825; J avasche Courant 143, 29-11-1828; Louw dan De Klerck 1894– 190 9, III:219.
22 Lihat Apendiks VIIb.
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 157

Gambar 13. Raden Ayu Serang (Nyai Ageng Serang), sekit ar 1766–1855. Seorang
ket urunan keluarga wali t ermasyhur, Sunan Kalij ogo, dan bekas pej abat (para
nyai) Kerat on Yogyakart a selama pemerint ahan Sult an Hamengkubuwono II
(ber t akht a 1792–1810, 1811–1812, 1826–1828), Nyai Ageng Serang memimpin
sat u pasukan berkuda di daerah Serang-Demak pada bulan-bulan awal Perang
Jawa. Namanya sebagai seorang perempuan dengan kekuat an bat in at au
kesakt ian yang luar biasa, yang dicapai lewat samadi di gua-gua t erpencil di
bacaan-indo.blogspot.com

pant ai selat an, membuat ia senant iasa berpengaruh at as penduduk di daerah-


nya (Serang-Demak) hingga lama set elah perang resmi berakhir pada Maret
1830. Lukisan karya Anyool Subrot o (Inst it ut Teknologi Bandung), 1976. Fot o
lukisan it u seizin mendiang Raden Mas Boedi Oet omo, Not opraj an, Yogyakart a
(DIY).
158 KUASA RAMALAN

Selain berziarah ke makam kerabat dekatnya yang baru meninggal,


khu susnya m akam Sultan Mangkubum i (Ham engkubuwono I) (wafat
1792) dan Ratu Ageng (wafat 180 3), sam adi Diponegoro di Bengkung
ham pir pasti ditujukan kepada Sultan Agun g, raja Mataram abad
ketujuh belas yang term asyhur itu. Dari penggam bar an dalam babad
karya Pan geran ten tan g pem ban gun an m a kam ke rajaan tersebut,
tam pak bahwa ia paham bahwa Bengkung m erupakan tem pat khusus
bagi Sultan Agung untuk menyepi.23
Dalam suatu sumber J awa yang ditulis segera setelah Perang J awa
atas perin tah seoran g di an tara pen gan jur kebijakan pro-Belan da, 24
Diponegoro diceritakan m engutus seorang kepercayaannya ke m akam
Sultan Agun g di Im ogiri un tuk m in ta petun juk. Setelah bersam adi
selam a satu m alam , cerita itu m e nga takan, suatu bercak m erah tua
sebesar piring muncul di tirai penutup makam. J uru kunci Kesultanan
Yogya, Kiai Balad, ke mu dian menjelaskan, tanda ini berarti Allah sudah
menentukan bahwa perang harus pecah di J awa dan darah akan banyak
mengalir.25
Dalam penuturan mengenai kunjungannya ke makam Sultan Agung
seperti yang tertulis dalam otobiograinya, Diponegoro tidak me nyebut-
nyebut telah m enerim a suatu tanda. Nam un, seperti yang su dah kita
lihat, Pangeran itu m em ang betul m erujuk pada satu di an tara se jum -
lah ram alan Sultan Agun g sehubun gan den gan pen jajahan Belan da
atas J awa selama 30 0 tahun, ramalan yang berkaitan dengan ke hidup -

23 BD (Manado), I:40 3– 4, XI (Pocung) 86– 8. sam pun dady a langkung asri y èn dinulu/ ingkang
papethètan/ cengkèh jaw i nagasari/ saking Ngam bon cengkèh iku w ijilira. 87. Kangjeng Sultan
sigra anim bali sam pun/ Ky ai Manglar Monga*/ kang kinèn tengga puniki/ Ky ai Kebo Kem ili
m aksih tinilar. 88. kantun tengga pasaréy an ing Mentarum / kaw arna Jeng Sultan/ aw is kondur
dhateng puri/ anèng Bengkung punika panepènira. (sudah jadi [kebun]: kalau dilihat sangat
indah: / [antara tum buhan] yang ditanam / terdapat cengkeh J awa dan pohon Nagasari./ Biji
cengkeh itu dari Ambon./ 87. Sri Sultan [Agung] lantas memanggil/ [burung hantu] Kiai Manglar
Munga/ [dan] disuruh menjaga di sana./ [Tombak pusaka] Kiai Kebo Kemili [juga] ditinggal/ 88.
untuk men jaga makam [kerajaan] Mataram. / Kita bicarakan Sri Sultan [Agung]:/ beliau jarang
pulang ke keraton/ [sebab] tempat menyepinya ada di Bengkung/ ..).
* Kiai Manglar Mungo m erupakan roh pelindung Im ogiri berupa seekor burung m erak yang
mengeluarkan suara melengking bila seorang raja J awa tengah akan meninggal, lihat Winter
190 2:74; Lettres de J ava 1822:99; Per pustakaan Nasional (J akarta) MS 933 DJ , Ir Moens,
“Slametan Cembengan”, 112 gambar 110 ; S.Br. 131, “Translaten en Verbalen Solo, 1819”, lema
27-8-1819, untuk laporan tentang jeritan m e lengking m enjelang wafatnya Pakubuwono IV
pada 1-10 -1820 . Lebih jauh lihat Bab IX catatan 169. Ten tang pem bangunan Im ogiri oleh
Sultan Agung sekitar 1624, lihat De Graaf 1958:289-90 .
bacaan-indo.blogspot.com

24 Untuk pem berian sum ber pasca-Perang J awa ini—Buku Kedung Kebo (Kitab “Kubangan Ker-
bau”) (satu di antara nam a tua—sebelum 18 32—untuk tem pat kedudukan bupati Bagelen di
Purworejo)—yang ditulis atas perintah Raden Adipati Cokronegoro I, Bupati Bagelen yang pertama
diangkat oleh Belanda (menjabat 1830 – 1862), lihat Carey 1974b:259– 88, 1981:xxvi– xxvii.
25 KITLV Or 13 (Buk u Kedun g Kebo):69– 70 , VI.32– 9; Carey 1974a:38 – 9; Van der Kem p
1896a:372– 3, dan untuk rujukan pada Kiai Balad dalam sum ber m asa itu (sekitar 1794– 1796),
lihat Carey dan Hoadley 20 0 0 :34, dan lebih jauh lihat Van den Broek 1877:137.
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 159

an Diponegoro sendiri.26 Di sam ping itu, dalam sum ber-sum ber lain
Diponegoro me nyatakan ke ka guman nya yang besar terhadap Raja abad
ke tujuh belas itu dengan menyebut nya “seorang alim seperti saya yang
ber kelana ke m ana-m ana” dan “seorang raja yang sungguh-sungguh
islam i yang telah m e negak kan lim a rukun Islam ”.27 Suatu cerita versi
Eropa m alah m engungkapkan bahwa ketika Yogya dikepung oleh pa-
sukan Diponegoro pada Agustus 18 25, Sultan Agung m e nam pak kan
diri kepada Diponegoro dalam suatu m im pi untuk m em beri petunjuk
ke pada nya tentang saat yang paling tepat melancarkan serangan ke ibu
kota ke sultanan itu (Payen 1988:65, 120 catatan 161).
Tiada keterangan lain untuk m engukuhkan cerita ini. Mungkin itu
hanya akibat bayangan kecem asan yang m eningkat di kalangan orang
Eropa penduduk Yogya selam a m inggu-m inggu awal perang yang m e-
negangkan tatkala m ereka dikepung rapat. Tapi ada banyak hu bung-
an lain antara Diponegoro dan Sultan Agung yang menyiratkan bahwa
Sultan tersebut m em an g m erupakan sum ber ilham utam a bagi Pa-
ngeran. Bukanlah kebetulan, m isalnya, bahwa penam pakan Ratu Adil
J awa pada Mei 18 24 yang begitu penting bagi Diponegoro terjadi di
Gu nung Rosomuni, suatu bukit di lereng curam sebelah barat Gunung
Kidul yang menurut kepercayaan lama mempunyai kaitan dengan Sultan
Agung (Bab X catatan 186). J uga bukan suatu kebetulan bahwa beberapa
di antara gua yang disinggahi oleh Diponegoro selam a perjalanannya
ke pantai selatan letak nya berdekatan dengan gua dan tempat keramat
yang, juga m e nurut kepercayaan lam a, sering dikunjungi oleh Sultan
Agung—dan memang, di antara gua tersebut, Gua Langse benar-benar
pernah dikunjungi Sri Sultan itu.28
H ubun gan Dipon egoro den gan tem pat keram at Tem bayat dan
upayanya untuk mengibarkan panji perang yang pertama di sana pada
15 Agustus 18 25 (1 Sura 1753 J ) (Carey 1974a:23) juga m enghidup-
kan kenangan pada Sultan Agung yang sangat terlibat dengan tem pat
tersebut selam a akhir m asa kekuasaannya (Ricklefs 1974a:17). Yang

26 Lihat Bab II catatan 9.


27 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:744; Carey 1974a:17. Terdapat rujukan serupa mengenai Sultan
Agung dalam buku-buku nasihat yang ditulis di Makassar, I:168. Untuk suatu rujukan selanjutnya
m e ngenai kepercayaan rakyat terhadap Sultan Agung sebagai raja besar yang islam i, lihat LOr
8987 no. 1 (Babad Alit) pt. 14 (seterusnya: “Babad Alit”). Lima rukun Islam merujuk pada syahadat
bacaan-indo.blogspot.com

(aku percaya), salat (sembahyang lima waktu), zakat (persembahan keagamaan), haji (perjalanan
ro hani ke Mekah), dan berpuasa selama bulan Ramadan yang di J awa dikenal sebagai pasa (atau
puwasa), lihat J uynboll 1930 :45.
28 Sum ahatm aka 198 1:8 4– 5, 124– 5. Gua-gua yang disebut dalam sum ber ini, m erupakan versi
pendek Serat Centhini, adalah Gua Manganti di tepi Kali Oyo dan Gua Songpati, dua-duanya di
Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul, dan Kanigoro, juga di kecamatan yang sama, di mana Sultan
Agung dipercaya telah mendirikan masjid, lihat Schoel 1931:151.
160 KUASA RAMALAN

terakhir, selama perang itu sendiri, Diponegoro tampaknya telah sering


m engun jungi m akam Sultan Agung (Louw dan De Klerck 1894– 190 9,
III:76, 219, V:744; Batav iasche Couran t 44, 2-11-18 25; Jav asche
Courant 143, 29-11-18 28 ) dan berkeinginan m enguburkan istri ke sa-
yangan nya, Raden Ayu Maduretno (pasca-Agustus 1825, Ratu Kedaton)
(Bab VIII catatan 161; Apendiks IV), di pema kaman kerajaan di J imatan
pada akhir Novem ber 18 27 m eskipun m en ghadapi kesulitan karena
harus me nye berangi daerah pen dudukan Belanda.29 Dengan demikian,
sosok raja besar J awa itu terus m elekat dalam sanubari Diponegoro
selama hidupnya.

Di pantai selatan: perjum paan dengan Ratu Kidul


Setelah tinggal di Imogiri, Diponegoro meneruskan perjalanan ke pantai
selatan dan menginap satu malam di Gua Siluman (bahasa J awa “Guwo
Seluman”), tempat bersemayam roh halus Genowati (Ricklefs 1974a:40 6
catatan 89 no. 85, 20 0 6:20 9) dekat Kali Oyo, dan dua malam berikut-
nya di Gua Surocolo, yang juga dikenal sebagai Gua Sigolo-golo, di tepi
sebelah kiri Kali Opak di Kecam atan Gam elan, Gunung Kidul.30 Dua
tem pat ini agaknya telah terkenal di kalangan golongan elite keraton
m asa itu dan sangat boleh jadi kerap m ereka kunjungi sebagai tem pat
me nyepi dan bersamadi. Sultan kedua, misalnya, telah mendirikan pon-
dok kecil di Siluman dan mengangkat dua orang pegawai kerajaan atau
abdi-Dalem kem it-siti sebagai penjaga tem pat tersebut, yang dalam
naskah-nas kah keraton m asa itu dirujuk sebagai kelangenan-dalem ,
“tem pat per is tirahat an raja” di “sum ber m ata air” “Guwo Selum an”.31
Se bilah keris pusaka Diponegoro, yang kem udian diserahkan ke pada
Raja Belan da, Willem I, sebagai suatu lam ban g kem en an gan da lam
pe rang, konon bertatahkan nam a Kangjeng Kiai Naga Silum an (Kraus
20 0 5:280 – 1; Apendiks XI catatan 2). Di Surocolo, terdapat dua ka mar
yang dipahat dalam batu karang di dalam gua yang konon pernah digu-

29 Tentang wafat dan pem akam an Raden Ayu Maduretno di J im atan pada akhir Novem ber 1827,
lihat EdD, 4-12-1827 (“un de m es espions m ’a rapporté dans la journée que Diponégoro donnoit
ce soir une fête à six de ses princes et à plusieurs de ses Tom ogons, qu’il a réunis en m ém oire
de sa fem m e légitim e, m orte il y a une quinzaine de jours….”; salah seorang m ata-m ata saya
m elaporkan hari ini bahwa Diponegoro telah m engadakan selam atan untuk m em peringati istri
yang sah [RA Maduretno] yang telah m eninggal lim a belas hari sebelum nya, selam atan yang
bacaan-indo.blogspot.com

dihadiri enam pangeran dan beberapa Tum enggung); BD (Manado), III:366– 7, XXXI.143– 5
(menempatkan wafatnya istri sah Diponegoro pada akhir bulan Februari 1828).
30 BD (Man ado) II:123, XIV.72; Ricklefs 1974b:238 ; dan un tuk pen ggam baran Gua Surocolo,
lihat nota G.P.Rouffaer kepada Winter 190 2:166 catatan 77. Silum an (Selum an) dan Surocolo
(Suracala) tercantum dalam Peta Keresidenan Yogyakarta 1861, lihat IOR X IX 3, K.F. Wilsen,
“Topographische Kaart der Residentie Djojokarta”.
31 Carey 1980 :112; Carey dan Hoadley 20 0 0 :40 9. Lihat juga Apendiks VI.
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 161

na kan oleh putra Sunan Am angkurat I (bertakhta 1646– 1677), Raden


Mas Topo (kemudian Pangeran Ario Mataram/ Sunan Panutup), tat kala
ia sedang merenungkan pemberontakan terhadap Keraton Kartasura.32
Dua gua itu, Silum an dan Surocolo, berkaitan erat dengan du nia
roh halus dan ceritera rakyat J awa. Gua Siluman disebut dalam Kidung
Lalem but (Nyanyian Arwah) sebagai bagian “istana arwah” yang ber ada
di bawah kekuasaan dewi pantai selatan, Ratu Kidul, dan yang dipe-
rintah melalui wakilnya, Putri Genowati.33 Gua Surocolo atau Sigolo-golo
yang dirujuk dalam lakon wayang seri Bim a Rare, yang m enam pilkan
ke pahlawanan tokoh wayang Bima ketika masih muda, merupakan gua
tem pat ia bersam adi tatkala m en cari “air kehidupan ” dan m elewati
ujian tahan bakar.34 Gua ini juga disebut dalam Serat Centhini sebagai
satu di an tara ban yak tem pat yan g dikun jun gi oleh tokohn ya yan g
kotor om ongannya itu, Syekh Am ongrogo (Sum ahatm aka 1981:80 – 1)
Ensiklopedi besar awal abad kesem bilan belas, Centhini m engisahkan
tentang sejarah dan dongeng rakyat J awa, yang ditulis dalam bentuk
kisah rom an tis se oran g kesatria kelan a, Syekh Am on grogo. Nam un
dem ikian, di dua gua ini Diponegoro sam a sekali tidak m endapatkan
penampakan.
Selanjutnya Pangeran m elintasi kaki Gunung Kidul m enuju Gua
Langse yang menjorok ke arah Lautan Hindia yang gemuruh dan yang
hanya bisa dicapai lewat jalan curam setapak menuruni tubir-tubir batu
ka rang hingga ke lubang m asuk yang nyaris m enyentuh perm ukaan
laut.35 Gua tersebut, dan tempat-tempat terdekat di Pamancingan (Man-
cingan), Parangtritis, Parangkusum o, dan Parangwedang, suatu sum -
ber air panas, m erupakan tem pat-tem pat yang sangat penting dalam

32 Nota G.P. Rouffaer dalam Winter 190 2:166 catatan 77, merujuk pada nama Kangjeng Susuhunan
Ratu Am angkurat yang diukir pada dinding padas salah satu kam ar di gua itu yang bertanggal
1624 (170 0 – 170 1 M). Untuk sejarah hari-hari terakhir Pangeran Ario Mataram (Sunan Penutup),
lihat Ricklefs 1978:197– 9.
33 Ricklefs 1974a:40 6 catatan 89 no. 85, 1974b:238– 9. Suatu naskah serumpun dalam koleksi Moens,
Sejarah setan lan jin mengartikan istilah seluman (siluman) sebagai menunjuk pada dunia arwah,
suatu masyarakat tak kasat mata, yang merupakan kembaran masyarakat manusia, dan dengan
demikian terdiri dari berbagai bangsa dan ras yang diperintah oleh raja dan ratu masing-masing,
lihat Perpustakaan Nasional (J akarta), MSS 933 DJ (koleksi Ir Moens), pt. 2, dan lihat juga Gericke
dan Roorda 190 1, I:835, yang mengartikan bangsa siluman sebagai “makhluk tak kasat mata”.
34 LOr 12576 (koleksi Ir Moens pt. 2):757– 820 , lakon wayang seri Bima Rare sebagaimana diciptakan
oleh dalang Yogya Kiai Widi Prayitna: W éja Séna kabesm i w onten Guw a Sigala-gala (“Wejoseno
melewati ujian tahan bakar di Gua Sigolo-golo”). Lebih jauh lihat Pigeaud 1967– 80 , I:20 5. Nama
bacaan-indo.blogspot.com

“Sigolo-golo” juga m engingatkan pada kisah Bale Sigolo-golo (Balai Lilin) dalam lakon wayang
tentang Mahabharata, lihat Pigeaud 1967– 80 , I:20 5, 245, 256, II:160 (sub: LOr 3917), 60 3 (sub:
LOr 9821); Rajagopalachari 1970 :52– 4.
35 Tentang letak Gua Langse, lihat Babad Alit, pt. 28 . Barangkali gua itu m endapat nam a dari
letaknya yang khas karena lubang masuk gua tertutup seluruhnya dengan bilah-bilah batu karang
yang m enggantung m enghadap ke Lautan Hindia. Kata “langse” dalam bahasa J awa berarti
kelambu atau tirai, lihat Gericke dan Roorda 190 1, II:173.
162 KUASA RAMALAN
bacaan-indo.blogspot.com

Gambar 14. Pangeran Diponegoro (pakaian hit am) memberi sej umlah perint ah
kepada dua orang pengikut nya, Kiai Joyomust opo dan Kiai Mopid, sebelum
mereka memulai ziarah ke Gua Bat u di Pulau Nusa Kambangan.
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 163
bacaan-indo.blogspot.com

Diponegoro sedang duduk di ket eduhan pohon kemuning di at as bat u samadi


bernama Selo Gilang di t empat menyepi (panepen) di Selorej o t epat arah
t imur laut Tegalrej o. KITLV Orient al MS 13 (Buku Kedung Kebo), f.81v. Fot o
seizin KITLV, Leiden.
164 KUASA RAMALAN

upacara pemujaan Ratu Kidul, pelindung rohani dan pasangan roh halus
raja-raja keraton J awa tengah.36
Man cin gan , m isaln ya, diken al sebagai satu di an tara delapan
perm ukim an utam a roh halus (lelem but) J awa dan rum ah pertapa
perem puan , Cem oro Tun ggal, yan g dian ggap ham pir sam a den gan
Ratu Kidul.37 Tempat yang sama juga dikaitkan dengan Syekh Maulana
Maghribi, seorang wali yang konon berasal dari masa kerajaan Demak,
yang hidup dan dim akam kan di salah satu puncak di antara se jum lah
bukit-bukit kecil yan g m en gh adap ke laut. 38 Paran gtritis—disebut
begitu karena air yang m erem bes dari batu-batu karang di gua-gua—
merupakan tempat Senopati berangkat menemui Ratu Kidul di keraton
bawah lautnya, dan saat kembali, di tempat itu pula ia bertemu dengan
Sunan Kalijogo.39 Dari batu karang kem bar di pantai Parangkusum o,

36 Lihat J ordaan 1984:99– 10 2, 10 2, 10 7, 20 0 6:14, yang mempersamakan putri yang penyakitan itu
dengan dewi kesuburan J awa, Dewi Sri, dan dengan dewi m aut Hindu, Durga (Ra Nini)/ Kali.
Ia mengatakan bahwa kaitannya dengan kesuburan tampak terutama dengan peranannya dalam
perkem bangan bulan purnam a dan bulan m uda (lihat di bawah) dan dengan dewi ular Nagini.
Lihat juga Stange 1975:1– 2, 26 catatan 3, tentang kepercayaan adanya hubungan antara tempat-
tempat tersebut di pantai selatan dan dunia arwah. Hubungan ini, menurut Stange, berawal jauh
pada m asa terbentuknya kerajaan-kerajaan kecil oleh para m antan pejabat Kerajaan Majapahit
menyusul runtuhnya kerajaan itu sekitar 1527 J . Menurut teori ini, Nyai Loro Kidul (Ratu Kidul)
dulu m erupakan penguasa suatu negara “tantrism e” kecil di kawasan Im ogiri yang kem udian
m enjadi penguasa kerajaan-kerajaan arwah di pantai selatan. Sejumlah tradisi lain (Soemarsaid
Moertono 1968 :148 ; De Cock Wheateley 1929:20 5– 11) m engaitkan Ratu Kidul dengan putri
Pajajaran, Dewi Retno Suwido, anak perempuan Prabu Mundingsari dan seorang keturunan raja
Sigaluh, yaitu penguasa kerajaan-kerajaan arwah J awa barat. Menurut suatu versi cerita dongeng
tersebut, putri Pajajaran itu diasingkan dari keraton ayahnya karena m enolak m enikah. Versi
lain menceritakan, karena tertular penyakit kusta di kakinya, ia harus dikucilkan entah ke suatu
perkampungan kusta di pantai selatan atau ke suatu pulau lepas pantai. Merasa putus asa dengan
nasibnya ia bunuh diri dengan m enjatuhkan dirinya dari puncak tubir ke laut. Kecantikannya
kemudian terpulihkan berkat kuasa penyembuhan air laut dengan syarat putri itu harus menjadi
ratu kerajaan arwah bawah-laut hingga Hari Pengadilan Akhirat. Putri itu mengambil nama Ratu
Kidul dan m em punyai tenaga gaib untuk tam pak m uda atau tua m enurut m asa purnam a atau
m udanya bulan. Dalam tradisi m asyarakat J awa, putri itu terkadang disebut Nyai Roro (atau
Loro) Kidul, yang m enyiratkan kias entah pada keperawanannya (roro) atau pada deritanya
(loro) karena penyakit kusta, Hadiwidjojo 1972:126. Dalam tradisi lain, Nyai Loro Kidul merujuk
pada satu di antara patih Ratu Kidul, lebih jauh lihat Poerbatjaraka 1962, V:20 – 4, VI:17– 23; dan
Mulyadi 1983:30 , di mana putri itu dikenal sebagai nènèk penjaga tasik. Diponegoro tampaknya
m enganggap Ratu Kidul sebagai putri Pajajaran yang dibuang dari keraton ayahnya ke suatu
pulau yang bermacam-macam namanya, seperti Pulau Toris, Pulau Putri, atau Pulau Onrust, lihat
Knoerle, “J ournal”, 25. Untuk diskusi tentang hubungan antara Ratu Kidul dan Belanda, lihat
Ricklefs 1974a:375– 6.
37 De Graaf dan Pigeaud 1974:248 catatan 18 ; Ricklefs 1974a:375 catatan 33. Un tuk an eka
rujukan m en gen ai berbagai roh halus yan g m elin dun gi tem pat-tem pat sekitar Man cin gan ,
lihat Perpustakaan Nasional (J akarta), MS 933 DJ , Ir Moens Platen Album no. 8 , “Slam etan
Cem bengan bij de Gunung Gam ping m et offers” (seterusnya: “Slam etan Cem bengan”):114– 6;
Ricklefs 1974a:40 5 catatan 69 no. 54– 7. Lihat juga Apendiks VIIa.
38 Adam 1930 :158– 9. Lihat juga Babad Alit, pt. 26; koleksi Ir Moens, “Slam etan Cem bengan”, 90
Gam bar 87, yang m erujuk pada sajen (persem bahan kurban) yang diletakkan di m akam Syekh
bacaan-indo.blogspot.com

Maulana Maghribi oleh orang yang ingin menjadi priyayi; Apendiks VIIa.
39 Olthof 1941a, I:8 2, 1941b:79. Ten tan g roh halus Nyai Gadhun g Mlathi, arwah pelin dun g
Parangtritis, lihat koleksi Ir Moens, “Slametan Cembengan”, 116 Gambar 120 ; Babad Alit, pt. 24.
Gadung Mlati juga nama batik pola hijau-putih yang dipakai oleh para penari Keraton Surakarta
dalam tarian suci Bedoyo Ketawang yang dilakukan untuk mengundang roh halus Ratu Kidul agar
bersetubuh dengan susuhunan. Untuk penggambaran tempat ini sekitar 1812, lihat KITLV H 50 3,
Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 126– 30 ; Thorn 1815:295. Lihat juga Apendiks VIIa.
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 165

suatu sajian persem bahan—dikenal sebagai “labuhan” (dari kata J awa


labuh, “melemparkan ke air”) 40 —dibuat setiap tahun oleh Sultan Yogya
untuk pasangannya yang roh halus, yakni dewi laut selatan (Van den
Broek 18 73– 77, 24:143; Gron em an 18 8 8 :13– 4; Adam 1930 :157– 8 ).
Dengan demikian, seluruh tempat tersebut punya kaitan yang kuat de-
ngan dunia roh halus J awa dan masih menarik ratusan pengunjung dari
segala penjuru pulau itu.
Pada masa Diponegoro berkunjung ke sana sekitar 180 5, tempat itu
su dah menjadi daerah tujuan ziarah yang penting, khususnya buat ka -
langan Keraton Yogya. Sultan kedua secara teratur melakukan per ja lan-
an ke tempat itu pada awal masa kekuasaannya dan biasanya ia ting-
gal di Mancingan selama beberapa hari.41 Paviliun kecil yang ter buka,
yang dikenal di J awa sebagai pondok, sudah didirikan di tepi laut di
Parangkusumo, Parangwedang, dan Parangtritis untuk tem pat samadi
dan aneka upacara yang berkaitan dengan dewi pantai selat an, di samping
bangunan kayu yang lebih besar, pesanggrahan atau tem pat bermalam
di Parangtritis, untuk keperluan Sultan dan para pengiringnya selama
kunjungan yang dilakukan secara teratur itu.42 J uga ada sebidang tanah
yang diberikan kepada kalangan agama (w ong pu tihan, arti hariahnya
“orang berpakaian putih”) yang m enjaga m a kam Syekh Maulana dan
merawat pondok-pondok.43
Pada 1812, seorang pengun jung Belanda melihat beberapa di antara
w ong putihan itu ber samadi de ngan seorang muda J awa “dalam sikap
khusyuk” di Parangtritis, dan ia diberitahu bahwa orang-orang sering
datang ke sana ber doa untuk men dapatkan hal-hal yang mereka inginkan
atau ketika mereka berada dalam kesulitan.44 Ia juga diberitahu tentang
suatu gua di pegunungan, ba rangkali Gua Surocolo atau Gua Langse, yang
sering disinggahi dan di din ding batu karang gua itu terukir nama mereka
yang per nah bersamadi di sana.45

40 Lihat Gericke dan Roorda 190 1, II:163 sub: labuh.


41 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 24-10 -180 5,
28 -10 -18 0 5, 20 -11-18 0 5, m erujuk pada tiga kali kun jun gan H am en gkubuwon o II ke pan tai
selatan hanya dalam waktu dua bulan. Pada kunjungan pertam a, pakaian dan barang lain yang
dipersem bahkan oleh sultan dibawa arus kem bali ke tepi pantai konon karena acara selam atan
tidak diadakan sebelum acara labuhan , dan karen a H am engkubuwono II bersikukuh untuk
berdiri di tepi pantai lengkap dengan payung emas (lambang kekuasaannya) terkembang di atas
kepala, dengan demikian tampil dengan sikap congkak dan tak patut bagi Sang Ratu Kidul. Lebih
bacaan-indo.blogspot.com

jauh lihat Gronem an 18 8 8 :14 untuk penggam baran kunjungan tiga hari ke Parangtritis oleh
Hamengkubuwono VII (bertakhta 1877– 1921).
42 Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 125, 131; Thorn 1815:295; dan lihat Apendiks VIIa.
43 Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 131; Apendiks VIIa.
44 Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 132.
45 Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 133– 4. Agaknya Sevenhoven m erujuk pada Gua Surocolo
karena ia m enyebut seseorang yang m erupakan “sultan” yang sudah lebih dulu tinggal di sana
166 KUASA RAMALAN
bacaan-indo.blogspot.com

Gambar 15. Lukisan A.A.J. Payen berj udul "Onweder aan de Zuidkust
van Java" (Badai di Pant ai Selat an Jawa), yang dibuat set elah
pelukisnya kembali ke Eropa pada akhir 1826. Dari koleksi lukisan
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 167
bacaan-indo.blogspot.com

Payen di Museum Volkenkunde, Leiden (Inv. No. 200/ 2). Fot o seizin
Museum Volkenkunde, Leiden.
168 KUASA RAMALAN

Karena itu Diponegoro tinggal m engikuti jalan yang sudah lam a


ada untuk tiba di pantai selatan sebagai seorang muda usia dua puluh.
Tu juan nya adalah m em persiapkan diri untuk m enem ukan Sang Ratu
Kidul, dan dalam babad karyanya ia m enggam barkan bagaim ana ia
tinggal di Gua Langse selama dua minggu, “bergulat menyucikan hasrat-
ha sratnya”. Setelah keadaan batin dan jasmaninya terasa makin tenang,
ia m ulai terserap ke dalam keheningan sam adi, “suatu keadaan yang
mus tahil dilukiskan”.
Lalu ia didatan gi oleh Ratu Kidul, yan g kehadiran n ya ditan dai
dengan semburat cahaya. Namun, Diponegoro demikian ter serap dalam
sam adin ya hin gga san g dewi sadar bahwa “pria itu tidak m em pan
digoda”, lalu ia mundur sambil berjanji bahwa bila saatnya tiba ia akan
datang lagi kepadanya.46 Dua puluh tahun akan berlalu sebelum tiba saat
yang dijanjikan oleh Ratu Kidul. Ketika itu Perang J awa sedang sengit-
sengitnya dan Diponegoro tengah berkemah di Kamal pada satu cabang
Kali Progo di daerah Kulon Progo.47 Tanggal pasti tidak jelas ada dalam
ceritanya, tapi diperkirakan pada pertengahan J uli 1826, mungkin pada
malam bulan purnama yang jatuh pada 20 – 21 J uli.48
Berikut ini kisah perjumpaan keduanya seperti yang terdapat dalam
Babad Diponegoro:

bertahun -tahun lam an ya, yan g tam pakn ya m erujuk pada Pan geran Ario Mataram (Sun an
Pen utup), lihat catatan 32. Nam un terdapat ban yak gua lain di kawasan itu yan g dipakai
sebagai tem pat m enyepi, lihat Carey 198 1a:28 4 catatan 20 5, tentang Raden Ayu Serang yang
menggunakan Gua Trisik (?Sirisik) di pantai selatan selama Perang J awa, dan Dj.Br. 17, “Minuten
van der uitgaande brieven aan den Gouverneur-Generaal van den Kom m issaris aan de hoven
van Souracarta en Djocjocarta, Jan Izaāk van Sevenhoven, van 1e Januari tot en met December
1831” (Laporan tentang surat-surat yang dikirim ke Gubernur-J enderal dari Kom isaris Keraton
Surakarta dan Yogyakarta, J an Izaäk van Sevenhoven, dari 1 J anuari sam pai dengan Desem ber
1831) (seterusnya: “Minuten van Sevenhoven”), J .I. van Sevenhoven (Surakarta) kepada J ohannes
van den Bosch (Batavia), 5-5-18 31, un tuk rujukan m en gen ai Gua Surolan an g yan g kon on
digunakan oleh Diponegoro pada 1825, dan dari m ana Sm issaert m encoba m engundang sang
Pangeran agar datang ke suatu pertemuan sebelum pecahnya Perang J awa. Lebih jauh lihat Bab X
catatan 120 .
46 BD (Manado) II:123– 4, XIV.73– 6, khususnya 75. J eng Ratu Kidul w us prapta/ nèng ngarsa
Sèh N gabdurahkim / m apan padhang jruning guw a/ nging Jeng Ratu w us udani/ lam un Sèh
Ngabdurahkim / lagi suw ung tan ciptanipun/ datan kénging ginodha/ dady a um atur ubanggi/
lam un bénjing tekèng m ongsa badhé prapta; Ricklefs 1974b:239, 256.
47 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, II:346– 8, V: Peta. Bahwa Diponegoro berkemah pada satu anak
Kali Progo tatkala Ratu Kidul m endatanginya untuk kedua kali m ungkin m engandung m akna
bacaan-indo.blogspot.com

penting. Dalam kepercayaan masyarakat J awa, Ratu Kidul menggunakan dua sungai utama (Progo
dan Opak) sebagai sarana lalu lintas, dan tim bulnya wabah penyakit atau kem atian m endadak
dalam kelompok-kelompok masyarakat desa sepanjang sungai dikaitkan dengan melintasnya dewi
laut selatan itu, wawancara R.W. Hardjanto Prodjopangarso, Surakarta, 14-2-1972.
48 Kecantikan dan kem udaan Ratu Kidul tergantung pada tua-m udanya peredaran bulan. Kala ia
muda, yakni sebelum pertengahan bulan J awa, Ratu Kidul juga dikenal sebagai Retno Dewi, lihat
Ricklefs 1974a:20 0 .
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 169

XXV. 63 Lalu sang Sultan [Diponegoro]


sedang duduk kala m alam di pondoknya
tiada pendam pingnya,
karna m ereka tidur lelap.

64 Ia terserap dalam sam adi bersandarkan tiang,


karna hatinya sungguh berat.
Itulah pertanda bahwa
m endadak seseorang datang.
Seolah-olah ada bintang turun ke pondok.
Langsung saja bersila di hadapan
Sultan sesosok perem puan

65 Ada dua pengiringnya,49


sem ua perem puan sam a rupa
yang m ustahil dilukiskan.
Tapi, di antara tiga sosok itu, satu
agak lain dari dua pengiringnya.
Lam a Sultan tak m enyapanya,
terperangah m enatap dia

66 dan m engam atinya lebih dekat.


Sosok itu duduk tapi tak m enyentuh tanah.50
Sultan berucap lirih:
“Aku bertanya [nam am u]
sebab aku terperangah.” Ratu [Kidul] jawab:
“Pernah aku
berjanji kepadam u

67 bahwa nanti, bila saatnya tiba,


[Aku] takkan gagal m enem uim u.”
Sultan itu paham di hatinya.
Maka terpikirlah ia
barangkali nam anya Ratu Kidul
karna ia sangat m uda.
Sultan itu berucap tenang:
bacaan-indo.blogspot.com

49 Kalimat ini merujuk pada dua pembantu (patih) Ratu Kidul, Nyai Roro (atau Loro) Kidul dan Raden
Dewi, roh halus pelindung Gua Langse, lihat koleksi Ir Moens, “Slametan Cembengan”, 73, 116.
50 Bahwa Ratu Kidul digam barkan duduk “di atas tan ah” m erupakan hal m en arik: seoran g
pemimpin (pamong) samadi di J awa melukiskan kedatangan dewi tersebut pada suatu malam di
Parangkusumo tatkala ia tampak sebagai seorang perempuan sangat muda mengenakan pakaian
wayang tapi tak kasat mata dari lutut ke bawah, wawancara Bapak Darmo Ong, Surakarta, 20 -3-
1972. Boleh jadi bahwa tak terlihatnya badannya bagian bawah berkaitan dengan anggota badan
yang terkena kusta, lihat catatan 36.
170 KUASA RAMALAN

68 “Sekarang aku ingat.”


Ratu [Kidul] lalu berkata lem but:
“J ika aku boleh m enolongm u,
aku m inta janji setia
begitu m ereka sirna sem ua
setan-setan kair itu [Belanda],

69 kam u akan m enolongku


dem i Allah Yang Maha Kuasa
agar aku dapat kem bali
jadi m anusia lagi.
Lebih daripada itu, sem ua balatentaram u,
tidak usah bertem pur,
karna akulah yang berjanji

70 untuk m elenyapkan setan-setan itu.”


Sultan berkata lem but:
“Aku tak m inta bantuanm u
m elawan sesam aku [m akhluk m anusia],
karna dalam agam a pertolongan hanya dari Allah.”
Ratu [Kidul] langsung gaib.51

Bisa dilihat dari cerita ini bahwa penampakan Ratu Kidul di hadapan
Diponegoro di Gua Langse dan kem udian sem asa Perang J awa punya
satu tujuan khusus. Sebagai ratu dunia roh halus leluhur J awa, Ratu
Kidul menawarkan bantuan kepada Diponegoro dengan syarat Pangeran
m em ohon kepada Allah agar Ratu Kidul kem bali jadi m an usia dan
dengan dem ikian m ewujudkan pem bebasannya dari nasib.52 Perm in-

51 BD (Manado) III:92– 4, XXV (Pangkur) 63– 70 . m engkana kangjeng sultan/ dalu lenggah anèng
pesanggrahanipun/ tan ingandhep déning jalm a/ [pan] w us sam y a néndra iki. 64. pitekur
séndhéy an saka/ apan saking sungkaw a ing ty asnèki/ m engkana ingkang w inuw us/ nuly a ana
kang prapta/ kady a daru dhateng pesanggrahanipun/ nuly a lenggah ngarsanira/ jeng sultan
w eni paw èstri. 65. kalih ingkang ngiring ika/ sam y a èstri déné kang w arna sam i/ pan w us tan
kena cinatur/ m apan katiga pisan/ undha-usuk law an kang dèniring iku/ jeng sultan dangu tan
ny apa/ kam itenggengen ningali. 66. law an m espaosken ika/ gènny a lenggah datan kangsrah
ing siti/ kangjeng sultan ngandika rum / nilakram a kaw ula/ langkung tam bet kangjeng ratu lon
turipun/ rum iyin m apan kaw ula/ lan paduka sam pun jangji. 67. ing bénjing yèn sam pun m ongsa/
lan paduka boten w andé kepanggih/ jeng sultan ènget ty asipun/ m engkana ciptanira/ bay a iki
kang ingaran Ratu Kidul/ déné banget anom ira/ kangjeng sultan ngandika ris. 68. pan sam pun
ènget kaw ula/ kangjeng ratu aris aturirèki/ y èn pareng am ba tetulung/ inggih dhateng paduka/
nging kaw ula anuw un jangji satuhu/ y èn sam pun sirna seday a/ sagung ingkang lanat kapir. 69.
kaw ula Tuw an [suw una]/ dhateng Alah Ingkang Rabulngalim in/ m antuka m alih puniku/ inggih
dados m anungsa/ déné sagung w ady a paduka sedarum / sam pun w onten tum ut y uda/ kaw ula
bacaan-indo.blogspot.com

ingkang ny agahi. 70 . sirnanipun lanatolah/ kangjeng sultan m apan ngandika aris/ kaw ula tan
nedha tulung/ inggih m ring [sam a-sam a]/ y èn agam i am ing pitulung Hy ang Agung/ kangjeng
ratu nuly a m usna. Kata-kata di antara kurung siku dalam naskah menunjukkan bahwa karena
tuntutan irama macapat suatu koreksi kecil telah dibuat berdasarkan Rusche 1908– 09, I:190– 2.
52 Menurut kepercayaan masyarakat J awa (Poerbatjaraka 1962:20 ), roh Ratu Kidul dan mereka yang
minta tolong kepada dia untuk mendapatkan kekuasaan pribadi atau kemuliaan dunia, dikurung
di dunia roh halus leluhur J awa hingga Hari Pengadilan Akhirat. Lebih jauh lihat Stange 1975:21– 2.
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 171

taan ini diajukan oleh sang Dewi kepada sem ua raja yang m erupakan
ke kasihnya itu. Dalam Babad Tanah Jaw i ia digam barkan m em ohon
Sultan Agung agar membantunya dengan cara yang serupa.
Tapi, seba gaim ana terdapat dalam naskah Diponegoro, tiada yang
dapat mengubah nasib sang Dewi karena nasib itu telah ditentukan oleh
Yang Maha Kuasa bahwa dirinya tidak akan lepas dari kerajaan roh halus
sam pai hari kiamat atau Hari Pengadilan Akhirat ketika semua lapis ke-
hidup an yang beragam itu disatukan.53 Begitulah kehendak Allah.
Na m un dem ikian , hal itu tidak m em buat Ratu Kidul berhen ti
m em ohon ke pada para kekasihnya yang m enjadi raja agar m em inta
kepada Allah pembebasan dari nasibnya. Memang, kendati kekuatan dan
kecan tik an nya yang gaib, dewi laut selatan tersebut lebih m erupakan
tokoh tragis yan g patut dikasihan i daripada yan g diketahui um um .
Walaupun mam pu menolong, ia juga amat membutuhkan pertolongan.
Tentu saja de m ikian pulalah Diponegoro m em andang dewi tersebut,
dan dengan tegas ia menolak tawarannya untuk membantu, barangkali
karena ia pikir waktu itu kem enangan m iliternya atas Belanda sudah
berada di depan mata.54
Lalu, apa tujuannya memasukkan bagian cerita ini dalam babad kar-
yanya? Salah satu kem ungkinan adalah bahwa Diponegoro ingin m e-
nem pat kan diri setara dengan Senopati dan Sultan Agung, dua-dua nya
raja yang telah m enikm ati hubungan istim ewa dengan Ratu Kidul dan
yang m em bawa kerajaan Mataram ke puncak kejayaannya. Kita telah
m e lihat di atas bagaim ana Diponegoro sangat berhasrat m e nun juk kan
per samaan antara dirinya dan Sultan Agung dalam hal olah-rohani dan
ke kuasaan duniawi. Pada sisi lainnya, sang Pangeran m ungkin m erasa

53 Balai Pustaka 1940 :31– 7. Versi lama cerita ini bisa diperoleh dalam BL Add MS 12320 (Babad
Kraton), LXV (Kinanthi) f.281v– 282r:20– 6. Sang Dy ah nangis pangkonipun/ sasam baté ngasih-
asih/ um atur dhateng kang raka/ dhuh kakang Sultan Mataw is/ am ba gusti anenedha/ dadosena
jalm a m alih. 21. pan panduka ratu agung/ trus ing tingal tur asekti/ kasusra ing Tanah Jaw a/ yèn
pan duka ratu adil/ sakalir kang pangruw atan/ tan w aten angker kang sungil. 22. Panjenengan
Sang Aprabu/ apan sam pun dènidèni/ saking negari ing Mekah/ ing Jaw i tan w onten tandhing/
jum eneng Sultan Mataram / sagung ratu sam i ngabdi. 23. am ba ruw aten pukulun/ pan kaw ula
asal jalm i/ Sri Naréndra angandika/ dhuh a[ng]gèr pan ora keni/ w us pasthi karsaning Sukm a/
datan kena ow ah gi[ng]sir. 24. déning sira lam un tuhu/ asal ing m anusa dhim in/ ing bésuk
Ari Kiy am at/ sira nunggal law an m am i/ Sang Dy ah anangisa lara/ sasam baté am las asih. 25.
akathah sasam batipun/ sum u[ng]kem pa[ng]koning laki/ sarw i any ekeli asta/ dhuh kakang
Sultan Mataw is/ ruw aten sarira am ba/ kapéngin dadosa jalm i. 26. Sang Nata aglis anulung/
any endhal cindhé sum am pir/ Sang Dy ah pan sam pun ingem ban/ rinungrum ing arih-arih/
bacaan-indo.blogspot.com

binekta m arang ing tam an/ ngideraken sarw a sari. Saya berterima kasih kepada Profesor Merle
Ricklefs untuk kutipan ini.
54 Pada J uli 1826, saat terjadinya penampakan Ratu Kidul yang kedua kali, Diponegoro sudah siap
keluar dari kawasan Kulon Progo dan m em peroleh serangkaian kem enangan terhadap Belanda
dan para sekutunya dari Surakarta sehingga membawa pasukannya ke kedudukan siap menyerbu
ibu kota kesunanan pada pertengahan Oktober 18 26, lihat Louw dan De Klerck 18 94– 190 9,
II:368– 520 ; Bab XI catatan 84.
172 KUASA RAMALAN

harus m erujuk pada perjum paannya itu untuk m ene gas kan bahwa ia
tidak m em erlukan bantuan dari dunia roh halus atau ke kuatan gaib
yang tak lazim dalam peperangan m elawan Belanda. Se ba gai se orang
m uslim yang saleh, ia m enaruh kepercayaan kepada Allah. Lagipula,
sebagaimana selalu ditegaskan dalam otobiograinya, tujuan nya yang
utam a selam a Perang J awa adalah kem ajuan agam a, khusus nya “m e-
ningkatkan keluhuran agam a Islam di seluruh J awa”, yang m en cakup
tidak sekadar ibadah Islam yang resm i tapi juga tatanan m oral um um
(Carey 1974b:285).
Penolakan Pangeran terhadap pertolongan Ratu Kidul mene gaskan
bacaan-indo.blogspot.com

keluhuran cita-citan ya itu dan pen gorban an n ya yan g begitu ba n yak


untuk mewujudkannya. Namun demikian, ia tetap terpesona de ngan ke-
cantikan dewi yang tak pudar-pudar itu dan dengan ceritera rakyat yang
m elingkupinya. Seorang J awa hingga ke sum sum tulang, Diponegoro
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 173

Gambar 16. Sket sa ut usan Kerat on Yogya dengan berbagai saj ian kepada Rat u
Kidul di Parangkusumo. Dari Perpust akaan Nasional (Jakart a), MS 933 DJ, Ir
Moens, “ Plat en Album” , no. 8, Slamet an Cembengan, 116, gambar 120.

m en an gguk ilham dari dun ia roh halus leluhur kawasan in ti J awa


sebanyak yang ia reguk dari pengabdiannya terhadap Islam dan ajaran-
ajaran adiluhung Satariyah. Sang Pangeran betul-betul jenis “sintesa
m istik” yang oleh Ricklefs dikatakan m encapai puncak perkem bang-
an nya di J awa awal abad kesem bilan belas (Ricklefs 20 0 6:195– 220 ).
Dalam perjalanannya ke pengasingan, Diponegoro m erujuk pada dewi
itu secara panjang-lebar dalam percakapannya dengan Knoerle, dan
ke mu dian putranya yang sulung, Pangeran Diponegoro II, akan meng-
hasilkan cerita yang sangat mirip tentang perjumpaannya dengan Ratu
Kidul dalam karya tulisnya berupa kisah keteladanan tentang Perang
bacaan-indo.blogspot.com

J awa.55

55 Knoerle, “J ournal”, 25: “Diponegoro berkisah kepada saya dengan nada yang menarik mengenai
sejarah Ratu Kidul, m erinci kisah tentang pengasingan putri kedua [Prabu] Munding Wangi
[Mundingsari] ke Pulau Toris”, lebih jauh lihat catatan 36. Perjum paan yang dikisahkan oleh
174 KUASA RAMALAN

Perintah terakhir di Parangkusum o


dan kem bali ke Tegalrejo
Seusai perjumpaan pertama dengan Ratu Kidul yang membuatnya ter-
perangah di Gua Langse, Diponegoro menggambarkan dalam babad kar-
ya nya bagaim ana ia turun ke tepi laut dan berjalan kembali sepanjang
pan tai ke Parangtritis di m ana ia m andi dalam gua sum ber air tawar.
Ia ke mudian tidur di Parangkusumo, boleh jadi di pondok kecil terbuka
yang didirikan oleh Sultan kedua.
Malam h ar in ya ter jadilah per jum paan ter ak h ir . 56 Satu suar a,
baran gkali dari Sun an Kalijogo, ditujukan kepada Dipon egoro yan g
m em beritahu tentang akan datangnya penghancuran Yogya dan “awal
keruntuhan Tanah J awa” (w iw it bubrah Tanah Jaw a) tidak sam pai
tiga tahun lagi. Ia diperin tahkan m en gubah n am a agam is n ya dari
Ngabdurahim ke Ngabdulkam it dan suatu tan da akan diserah kan
kepadanya berupa panah Sarutom o. Panah ini segera tam pak oleh nya
berupa selarik kilatan cahaya yang menembus batu sandarannya begitu
ia bangkit dari limbungnya. Ia juga diminta mengawasi ayahnya, Putra
Mahkota, pada saat penobatannya menjadi sultan dan dengan keras di-
peringatkan agar tidak m enerim a gelar Pangeran Adipati Anom atau
putra m ahkota yang dianugerahkan kepada dirinya oleh Belanda, “ka-
rena hal itu jelas m erupakan dosa”.57 Kem udian suara itu berakhir de-
ngan pernyataan yang sarat teka-teki:

XIV. 80 Tidak ada yang lain:


Engkau sendiri cum a sarana,
nam un tidak lam a,
hanya untuk disejajarkan dengan leluhur.
Ngabdulkam it, selam at jalan, engkau harus pulang
ke rum ah!58

Pernyataan terakhir ini mungkin berkaitan dengan ramalan Sultan


Agung yang disebutkan pada awal Bab II saat m em bahas m asa kecil

Pangeran Diponegoro II dalam karyanya berupa riwayat pasca-Perang J awa sangat mirip dengan
yang diceritakan dalam Babad Diponegoro (versi Manado), lihat LOr 6488 (Babad Dipanagara,
Sury a Ngalam ):24– 8, VII.3– VIII.12.
56 Ricklefs 1974b:240 – 7, 256– 8; BD (Manado) II:124– 6, XIV.76– 81. Suara gaib yang terdengar oleh
bacaan-indo.blogspot.com

Diponegoro di Parangkusum o m enunjukkan suatu bentuk “wangsit” atau dorongan batin, lihat
Gericke dan Roorda 190 1, II:76; Bab X catatan 182.
57 BD (Manado) II:125, XIV (Sinom ) 79– 8 0 . y w a gelem sira kinardi/ y a Pangeran Dipati. 8 0 .
m apan w us pesthi duraka. Lebih jauh lihat Ricklefs 1974b:245– 6, 257. Tentang gelar lengkap
putra mahkota Yogya, lihat Bab V catatan 121.
58 BD (Manado) II:125, XIV (Sinom) 80 . tan ana m alih-m alih/ nanging sira srananipun/ m apan
iku tan daw a/ nanging kinary a leluri/ Ngabdulkam it w us pom a sira m uliya.
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 175

Diponegoro, khususnya ram alan Sultan Agung bahwa Belanda akan


men ja jah J awa selama 30 0 tahun setelah ia wafat pada 1646 dan bahwa
walau pun seorang di antara keturunannya akan bangkit m elawan, ia
akan dika lahkan. Ramalan ini disampaikan kepada ibunda Diponegoro
oleh Sultan Mangkubumi yang sudah sepuh.
Makna pernyataan yang lain sedikit lebih jelas. Rujukan pada ke-
han curan Yogya yang akan terjadi dalam tiga tahun barangkali m eng-
isya ratkan kedatan gan Marsekal H erm an Willem Daen dels seba gai
gubern ur-jen deral pada J an uari 18 0 8 dan pen ghin aan yan g dila ku-
kan nya terhadap keraton sultan akibat pemberontakan Bupati Wedana
wila yah tim ur, Raden Ronggo Prawirodirjo III, Novem ber– Desem ber
1810 , yang akan dibicarakan lebih jauh dalam dua bab berikut. Hal ini
m e nim bulkan serangkaian peristiwa yang kem udian m en capai pun -
cak nya dengan jatuhnya keraton (20 J uni 1812) ke tangan bala ten tara
Inggris-India di bawah pemerintahan Thomas Stamford Rafles, dan
penjarahan yang mereka lakukan di keraton itu. Pelecehan itu—berupa
pen curian ben da-ben da pusaka keraton yan g tak ter n ilai hargan ya,
diram pasnya seluruh arsip dan naskah keraton, dan pe nu run an yang
sem ena-m ena serta pengasingan Sultan kedua—betul-betul m e nandai
awal “kehancuran tanah J awa” sebagaim ana diram alkan oleh suara di
Parangkusumo.59
Perubahan nam a dari Ngabdurahim ke Ngabdulkam it m em punyai
m akn a pen tin g: Ngabdulkam it adalah n am a yan g disan dan g oleh
Diponegoro selam a Perang J awa dan yang disenyawakan dalam gelar-
n ya sebagai raja, yakn i Sultan Erucokro pada Agustus 18 25 (Carey
1981a:287 catatan 218; Ricklefs 1974b:244). Nama itu juga ia gunakan
di Manado—di m ana segera sesudah tiba, ia m em inta dipanggil hanya
de ngan “Pangeran Ngabdulkamit”, bukan “Pangeran Diponegoro”, gelar
yang diteruskannya kepada putranya yang sulung60 —dan di Makassar
di m an a ia m en yebut diri “fakir” (sen gaja hidup sebagai pen gem is
dem i ke sem pur n aan roh an i) Abdulkam it dalam karya-karya tulis
keagamaannya.61

59 BD (Man ado) II:125, XIV (Sinom ) 77– 8 . kurang telung taun iki/ ing bubrahé iy a N egara
bacaan-indo.blogspot.com

N gay ogy a. 78. m apan w us karsaning Sukm a/ w iw it bubrah Tanah Jaw i/ iy a kurang telung
w arsa. Lebih jauh lihat Ricklefs 1974b:240 – 1, 256.
60 Lihat Knoerle, “J ournal”, 29; vdB 391, “Voorstellen [van den] Pangerang Diepo Negoro aan den
Luitenant Adjudant Knoerle in de tegenwoordigheid van den […] 2e Luitenant [C.] Bosm an”
(Usulan dari Pangeran Diponegoro kepada Letnan Ajudan Knoerle di hadapan Letda [C.] Bosman),
Manado, 19-6-1830 , usulan 5, yang mengeja namanya “Pangeran Abdulhamit”.
61 Buku-buku nasihat Makassar II:67.
176 KUASA RAMALAN

Me nurut Ricklefs, pilihan nama ini mungkin berkaitan dengan ‘Abd


al-Hamīd I, sultan Turki Usmani akhir abad kedelapan belas (bertakhta
1773– 1787), raja Turki pertam a yang m engaku m em iliki kewenangan
se bagai kalifah, pelin dun g kaum m uslim di seluruh dun ia (Ricklefs
1974b:241, 20 0 6:210 ). Akan dilihat di bawah bagaim ana pengakuan
‘Abd al-Hamīd I itu, yang tidak diwujudkan dengan sungguh-sungguh,
m ungkin saja secara khusus telah m enarik perhatian Diponegoro dan
para pe n asihatn ya yan g haji sebab, sebagaim an a ditun jukkan oleh
Ricklefs baru-baru in i, den gan m en gajukan pern yataan serupa itu
Diponegoro bertindak seperti Sultan Rum dalam cerita rakyat J awa se-
ba gai raja umat Islam sedunia (Ricklefs 20 0 6:210 ).
Aneka upaya ‘Abd al-Hamīd I untuk memperbarui tentara Turki
Usmani dan pengakuannya atas wewenang kalifah dilaporkan semua ke-
pada Diponegoro oleh mereka yang pulang dari naik haji. Haji Badarudin,
misalnya, yang sudah dua kali naik haji atas biaya Keraton Yogya dan
mengabdi kepada Diponegoro selama Perang J awa, tercatat telah dimintai
keterangan oleh Kiai Mojo mengenai contoh-contoh praktik pemerintahan
Turki di Mekah diperkirakan pada masa sebelum atau sesudah kota-kota
suci diduduki oleh kaum Wahabi, 1803– 1812/ 3.62
Lagipula, banyak orang J awa kagum dengan Kem aharajaan Turki
Usm ani waktu itu sebagai benteng kekuasaan Islam di Tim ur Tengah
dan se bagai bakal pelindung terhadap meluasnya kekuatan Eropa yang
Kristen (Carey 1979:217 catatan 93). Diponegoro malah pernah (?) me-
nya lin sejumlah pangkat dan nama-nama resimen yang digunakan da lam
kemiliteran Turki Usmani untuk keper luan organisasi militernya. Karena
itu pasukan kawal elite nya, yang mengenakan sorban aneka warna dan
panji-panji resimen ber lambang ular, bulan sabit, dan ayat-ayat Alquran
(Van Doren 1851, II:328– 9), ditata dalam kompi-kom pi dengan nama
seperti Bulkio, Turkio, dan Arkio. Nama resimen itu langsung meniru
nama-nama Bölüki (dari bölük, satu regu), Oturaki, dan resimen kawal
para sultan Turki Usm ani, J anissar Ardia, yang waktu itu baru saja
menjalani beragam perubahan penting. Itulah pembaruan Nizam-i-cedit
(“Orde Baru”) Sultan Selim III (bertakhta 1789– 180 7) yang gagal ke
pembentukan tentara gaya baru “prajurit Muhammad yang terlatih dan
jaya” (m uallem azakir-i-m ansuri-i Muham m adije), yang ber langsung
bacaan-indo.blogspot.com

pada 1826 di bawah kekuasaan Sultan Mahm ud II (ber takhta 180 9–

62 Carey 1974a:36 catatan 117. Lihat juga Bab II catatan 71; Bab III catatan 59.
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 177

1839).63 Dalam waktu yang sama, panglima tentaranya yang terke muka,
Sentot yang baru berusia tujuh belas tahun, menerima gelar Ali Basah,
yang mungkin diambil dari istilah Turki ‘Ali Pasha (‘al-Basha al-’Ali/ Pasha
Yang Mulia) (Carey 1974b:287 catatan 6) atau dari nama Muhammad
Ali Pasha, penguasa Mesir (berkuasa 180 5– 1849), gu ber nur atau wakil
(pasha) terkemuka kesultanan Turki Usmani awal abad kesembilan belas.
Diponegoro juga menyebut dalam babad karya nya teladan sultan Turki
Usmani sebagai penguasa tertinggi di Mekah, ber beda dengan Kiai Mojo
yang menganggap kekuasaan tersebut berada di tangan para kepala empat
mazhab.64 Panji perang pribadi Diponegoro sendiri—pola layar segitiga
hijau dengan bulatan matahari di tengah dan panah bersilang (Gambar
65)—mungkin juga diilhami oleh tradisi militer Turki Usmani (Louw dan
De Klerck 1894– 1909, II:283).
Selain hubungan dengan Turki, sosok “Sultan Ngrum ”—dari kata
Arab Rūm (“Romawi” timur atau Byzantium, kemudian Konstantinopel,
Turki, ke sultanan Usmani)—juga terkenal di dalam kesastraan do ngeng
J awa. Dalam beberapa naskah J awa, seperti kisah Aji Soko dan ramalan-
ramalan Ratu Adil J oyoboyo, Sultan Ngrum tampil seba gai seorang raja
yang menata penduduk dan peradaban J awa, dan kemu dian mengirimkan
bala tentara untuk mengusir penjajah (Pigeaud 1967– 80, III:366; Ricklefs
1974b:242– 4). Naskah-naskah berisi kisah-kisah yang berkaitan dengan
Sultan Ngrum terdapat di Keraton Yogya tatkala Diponegoro mencapai
usia dewasa di Tegalrejo (Ricklefs 1974a:393, 1974b:242– 4). Kelak,
selam a pengasingannya di Makassar (18 33– 18 55) Pangeran sendiri
m enulis ulang suatu versi dongeng Aji Soko yang berkaitan dengan
penataan penduduk J awa dan pembasmian roh-roh jahat di sana oleh
Sultan Ngrum.65 Kita juga akan melihat bagaimana pada J anuari 1817,
hanya delapan tahun sebelum pecahnya Perang J a wa, suatu gerakan
Ratu Adil timbul di Bagelen timur yang menanti-nan ti da tangnya Sultan
Ngrum sebagai tahap awal pem bersihan J awa dari ke kuasaan Sultan
Yogya yang dianggap tidak sah (Bab IX catatan 133). De ngan demikian
bisa ditarik kesimpulan bahwa menyandang na ma Ngabdulkamit punya
makna yang mendalam bagi Diponegoro baik ka rena pertaliannya dengan

63 Marsigli 1732:68 – 9; Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, II:277; Boom s 1911:34; Aukes 1935:74
bacaan-indo.blogspot.com

catatan 1; Shaw dan Shaw 1977, II:22– 4. Untuk rujukan pada peniruan serupa oleh Belanda abad
kedelapan belas dari organisasi militer Turki Usmani, di mana beberapa schutterij (kompi tembak)
m em akai nam a Turkiye, lihat Scham a 1977:81. Bahkan istilah J awa “tam bur” (batalion) berasal
dari istilah Turki tabur, lihat Shaw dan Shaw 1977:24.
64 BD (Manado) III, XXIII (Durma) 10 4. nady an Mekah […]/ papat iku badan/ déné ny aw ané iku/
sam engko anèng Ngrum nagri/ pan Kangjeng Sultan/ ing Ngrum kang m isésani.
65 Buku-buku nasihat Makassar I:50 – 3.
178 KUASA RAMALAN

kekuasaan duniawi dan rohani Ke m a ha rajaan Turki Usm ani, m au pun


karena berbagai kaitannya dengan sejum lah dongeng dalam kesu sastra an
J awa modern tentang Sultan Ngrum.
Hadiah panah Sarutom o, yang tam pil di m ata Diponegoro bagai
lesatan selarik cahaya, lagi-lagi m en gin gatkan pada Arjun a, tokoh
wayan g yan g palin g ser in g d isam akan d en gan Pan ger an (Car ey
1974a:12– 6; Bab VIII Gam bar 46). Dalam cerita wayan g yan g di-
am bil dari Mahabharata, sen jata sakti yan g sam a dikaitkan den gan
pan geran Pan dawa itu tatkala ia bersam adi di Dan au Tirtom oyo. 66
H al itu m un gkin juga pun ya kaitan den gan m asa kehan curan J awa
yan g akan kan ditim bulkan oleh Dipon egoro sebagaim an a diram al
oleh suara gaib di Parangkusum o, sam a halnya dengan panah Arjuna,
Pasopati, m enjadi sarana penghancuran kekuatan jahat dalam kidung
Arjunawiwāha (Pern ikah an Arjun a; Poerbatjaraka 1926:28 8 – 90 ).
Tentu saja, Diponegoro sangat menghargai senjata itu. Sekembalinya ke
Tegalrejo, ia mewujudkannya dalam sebentuk belati kecil atau cundrik,
yang kem udian dibawa-bawa oleh istrinya yang keem pat, Raden Ayu
Maduretno (pasca-Agustus 1825, Ratu Kedaton), selama Perang J awa.67
Kira-kira pada 18 27, belati itu dilebur bersam a den gan dua ben da
pusaka lain m ilik Diponegoro m enjadi sebilah keris pusaka, bernam a
Kiai Ageng Bondoyudo (“Yang Mulia bertanding tanpa senjata”), yang
digu nakan mengobarkan semangat prajuritnya selama tahap perjuangan
sulit melawan Belanda.68
Terakhir, perintah kepada Diponegoro yang terdengar dalam suara
gaib itu agar mengawasi ayahnya dalam mempersiapkan penobatannya
se bagai sultan dan peringatan keras agar menolak gelar putra mahkota
jika ditawarkan oleh Belanda m engandung m akna yang serta-m erta
menjadi penting. Semua itu mengisyaratkan revolusi politik yang akan
m e landa Yogya antara kedatangan Marsekal Daendels pada J anuari
180 8, dan penjarahan Keraton Yogya oleh penjajah J awa yang baru,
Inggris, dengan serdadu Inggris-Indianya sebagai ujung tom bak, J uni
18 12. Selam a em pat setengah tahun itu, m enurut cerita Diponegoro

66 LOr 12544 (koleksi Ir Moens pt. 2), no. 3, Punika cariy os Sarutam a m urca dados Ratu Janaka
tapa w onten ing Sendhang Tirtam ay a. Pan ah yan g biasa dikaitkan den gan Arjun a adalah
bacaan-indo.blogspot.com

Pasopati, lihat Poerbatjaraka 1926:263; Hardjowirogo 1965:262; gelar Ratu untuk Arjuna (J anaka)
juga terasa agak janggal di sini, orang mengharapkan Raden. Lebih jauh lihat Gambar 65 untuk
penyatuan motif panah itu oleh Diponegoro pada panji perang pribadinya.
67 BD (Manado) II:126, XIV (Sinom) 83. lajeng dènbusanani/ Ki Sarutam a puniku/ rinéka cundrik
ika. Lihat juga Apendiks XI.
68 Lihat Apendiks XI catatan 2. Tiga benda pusaka penting itu adalah Kiai Sarutomo (cundrik), Kiai
Barutubo (lembing), dan Kiai Abijoyo (keris).
BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 179

dalam babad karyanya, sang Pangeran memang menjalankan peranan


yan g san gat m irip den gan yan g diram alkan dalam kehidupan n ya.
Seperti yang akan dilihat dalam bab berikut, ia membantu mendamai-
kan ayahnya dan kakeknya, Sultan kedua, yang bersaing demi kekuasaan
politik di keraton. Ia kemudian juga bertindak sebagai seorang perunding
an tara ayahn ya dan pihak In ggris yan g berakibat pada pen obatan
ayahnya sebagai Sultan ketiga pada 21 J uni 1812. Dalam waktu yang
sam a, m enu rut kesaksiannya sendiri, Diponegoro dapat m enghindari
upaya Inggris untuk m engangkatnya sebagai putra m ahkota dengan
m em bujuk pen guasa baru itu m en gakui hak adikn ya—calon Sultan
keem pat (bertakhta 1814– 1822)—yang ibundanya berasal dari lapisan
sosial lebih tinggi daripada ibunda Diponegoro, untuk m em peroleh
kedudukan tersebut.
Penam pakan di Parangkusum o m erupakan yang terakhir yang di-
alam i oleh Diponegoro dalam perjalanan ziarahnya ke pantai selatan.
Ma sa tirakat baginya sekarang usai sudah. Pangeran itu dengan berjalan
kaki pulang kembali ke Tegalrejo, istirahat sejanak di Sawangan, suatu
dae rah rawa di muara Kali Opak. Ia lalu terus ke Lipuro, mungkin lewat
pon dok Sultan kedua di Sam as tepat di tepi pantai dekat Sawangan.69
Di Lipuro ia berm alam di Selo Gilang, batu hitam keram at—m ungkin
sebongkah batu meteor—yang dijaga oleh roh halus Kiai J onggo.70 Me-
nurut dongeng sejarah, batu itu melayang di atas kepala Senopati tat kala
ia berbaring, dan menyatakan kejadian itu merupakan kehendak Allah
bahwa dirinya harus jadi raja J awa. Dengan demikian bagi Diponegoro
tempat itu punya kaitan penting dengan pendiri wangsa Mataram.
Mem ang, sam pai sekarang Lipuro dihorm ati sebagai tem pat keris
sakti ditem pa (Ricklefs 1974b:247 catatan 59; Bab IX). Walaupun
dalam babad karyanya Diponegoro tidak menyebut-nyebut adanya pe-
nam pakan baginya di sana pada kira-kira 180 5, hubungannya dengan
Senopati akan diperkuat kemudian dalam rangka penampakan pada bu-
lan Mei 1825 yang terjadi padanya dua bulan sebelum pecahnya Perang
J awa (Bab X catatan 213).
Esoknya ia terus ke Gua Secang yang terletak di daerah yang akan
jadi tanah kekuasaannya di Selarong di sebelah ba rat Kali Bedog (Bab
VIII catatan 50 ), tem pat yang sering ia kunjungi untuk m enyepi dan
bacaan-indo.blogspot.com

bersamadi, terutama selama bulan puasa. Tempat itu kemudian menjadi

69 Ricklefs 1974b:247; BD (Manado) II:126, XIV.82; dan lihat hlm. 229 dan Apendiks VI.
70 Tentang Kiai J onggo, roh halus penjaga Selo Gilang yang diberi sesaji oleh orang J awa yang ingin
jadi priyayi (pejabat), lihat koleksi Ir Moens, “Slametan Cembengan”, 90 no. 88.
180 KUASA RAMALAN

m arkasnya yang pertam a dalam Perang J awa. Ta nah sekitar gua itu
telah diubah jadi taman dan satu kamar tidur dari batu karang dipahat
di luar dinding gua yang diberi batu berlubang se bagai pintu. Di sinilah
Pangeran berm alam sebelum m em ulai bagian terakhir perjalanannya
kembali ke Tegalrejo.71
Pulangnya Diponegoro dari perjalanan ziarahnya pada penghu jung
180 5, m enandai akhir suatu tahap yang m enentukan dalam hidupnya.
Masa m udanya sudah usai, m asa pelatihan rohani baginya genaplah
sudah. Ia sudah banyak belajar dari nenek buyutnya di bidang disiplin
diri, bakti keagamaan, dan kemampuan berbaur dengan semua lapisan
so sial m asyarakat J awa. H idup di Tegalrejo juga telah m engajarnya
untuk m engam bil jarak dengan Keraton Yogya. Sang Pangeran juga
telah mengubah dirinya menjadi pribadi yang sangat mandiri, seorang
pen cin ta kehen in gan dan keten an gan batin yan g berasal dari pere-
nungan yang khusyuk. Pangeran itu sekarang sudah m enjadi seorang
muda yang serba mampu, yang rasa bangga pada diri sendiri diperhalus
dengan aneka wawasan yang didapat dari perkelanaan ziarahnya. Secara
khusus, ia sudah m ulai m enyadari peran penting nam un sayup-sayup
yang akan ia jalankan dalam peristiwa-peristiwa besar yang akan terjadi
di ne geri asalnya Yogyakarta.
Sebagaimana akan dilihat (Bab X catatan 120 ), ia akan pergi lagi ke
pantai selatan untuk bersam adi di gua-gua dan liang-liang saat pecah
Perang J awa sebagai bagian persiapan rohani de m i perang sabilnya.
Namun pada saat itulah ia akan mendapat penam pakan baru yang akan
membuat takdirnya lebih pasti.

Kesim pulan
Bagian-bagian dalam babad karya Diponegoro yang berkaitan dengan
berbagai penampakan yang terjadi pada dirinya dalam ziarah ke pantai
se latan sekitar 180 5 dapat memberi wawasan tentang bagaimana ia me-
m a ham i kedudukannya dalam takdir kerohanian J awa. Masih banyak
yang belum terang, tapi beberapa tema penting tampak jelas.
Pertam a, pen tingnya teladan sejarah para wali Islam , khususnya
Sunan Kalijogo, sang wali yang paling terkait dengan pengislaman J awa
ten gah-selat an , baik dalam m en gabsahkan perlawan an Dipon egoro
bacaan-indo.blogspot.com

kem u dian m au pu n da lam m em ben tu k gaya kepem im pin an yan g


didam bakan oleh Pan geran selam a Peran g J awa. Kedua, pen garuh

71 Ricklefs 1974b:247; Carey 1981a:238– 40 catatan 20 – 7; BD (Manado) II:126, XIV.82– 3.


BAB IV: ZIARAH KE PANTAI SELATAN 181

Sultan Agung, yang oleh Diponegoro dipandang sebagai raja Mataram


paling layak ditiru m engingat kesuksesannya m em adukan kekuasaan
duniawi dan ke kuasa an rohani. Ketiga, secara sadar m enolak perto-
longan dari dunia roh-roh halus J awa—seperti yang diwakili oleh Ratu
Kidul—dan penegasan im annya sebagai seorang m uslim J awa kepada
Allah, yang dalam oto biograinya lebih sering dirujuk dengan nama-
nama yang berasal dari bahasa Sanskerta, Hyang Agung (“Yang Akbar”),
Hyang Suksm a (“Yang Gaib”), atau Hyang Widi (“Yang Mem andu”),
daripada n am a-n am a yan g secara dogm a lebih Islam i seperti Allah
Ingkang Rabulngalimin (“Yang Maha Pengampun”) atau Allah Tangala
(“Yang Maha Tinggi”). Lagi-lagi ini merupakan pertanda lain mengenai
teguhn ya warisan budaya J awa-H in du pada diri Dipon egoro. Yan g
keem pat dilihat dalam tem a terakhir ten tang jati diri Pangeran yang
melekat pada pahlawan wayang, Arjuna, yang merupakan benang merah
kehidupan n ya. Dipon egoro jelas terpeson a den gan peran pahlawan
wayang dalam cerita Arjunawiwāha, khususnya sepak terjang pangeran
Pan dawa itu un tuk m em persiapkan diri m elalui tapa brata gun a
mencapai kekuatan mumpuni di dunia.
Akan dilihat di bawah bagaim an a m asa sin gkat Dipon egoro se-
bagai Ratu Adil J awa penyandang senjata Arjuna, Sarutom o, yang ia
paterikan pada panji perang pribadinya, akan dikaitkan dengan m asa
penghancuran yang sekaligus m em bersihkan seperti yang dilakukan
oleh pahlawan wayang (Arjuna) dalam kisah Arjunawiwāha. Em pat
tema ini, menurut pan dangan penulis, membentuk suatu kerangka-kerja
di mana karya Pangeran berkembang kemudian.
Pada saat ia kem bali dari perjalanan ziarahnya akhir 180 5, sem ua
ini masih akan terjadi di masa depan. Namun yang jelas adalah bahwa
ia akan kembali ke dunia nyata dengan wawasan yang makin jernih ten-
tang takdirnya yang telah diram alkan dan tem patnya dalam sejarah
J awa. Tapi ia akan kem bali tepat ketika tatanan lam a J awa tem pat ia
tum buh segera akan diharu-biru oleh kekuatan imperialisme Eropa yang
baru dan sangat merusak. Lahir dari arus kembar industri dan revolusi
po litik di Eropa akhir abad kedelapan belas, im perialism e Eropa itu
akan m enem pa ulang dunia Diponegoro dan orang-orang sezam annya
de ngan cara-cara yang tak pernah mereka bayangkan.
bacaan-indo.blogspot.com
bacaan-indo.blogspot.com
BAB V

Awal Runtuhnya Tanah J awa


Yogyakarta dan Tatanan Baru Daendels, 180 8

Tatanan baru Daendels


“Awal runtuhnya Tanah J awa” m erupakan ram alan yang disam paikan
ke pa da Dipon egoro di Paran gkusum o saat sebelum ia kem bali ke
Tegalrejo dari per jalanan ziarah ke pantai selatan sekitar 180 5. Secara
khu sus suara gaib yan g m e n yam paikan ram alan itu m em perin gat-
kan bah wa ke runtuhan tersebut akan dim ulai hanya dalam tiga tahun
berikut n ya. Seakan -akan pertan da, pada 5 J an uari 18 0 8 , Marsekal
Herman Willem Daendels tiba di Batavia untuk me mangku jabatannya
se bagai gubernur-jenderal yang diserahkan ke tangannya tepat setahun
se be lum n ya oleh Raja Louis (Lodewijk I), Raja Belan da (bertakhta
180 6– 1810 ), adik Napoleon Bonaparte (Stapel 1941:77). “Yang terakhir
di an tara para tiran”, dalam ungkapan Kolonel Henry Yule (Boulger
1897:112), Daendels benar-benar m erupakan produk Eropa baru yang
ditem pa oleh Revolusi Prancis. Ahli hukum, revolusioner, politikus, dan
serdadu profesional, Daendels telah terlibat dalam “Patriot Pem beron-
tak” (1786– 1787) melawan kepala negara Belanda, Stadhouder Willem
V (bertakhta 1766– 1785/ 1787– 1795). Dia juga ikut bertempur di pihak
angkatan bersenjata Republik Prancis dalam serbuan ke negeri Belanda
(Nederland), 1794– 1795. Kemudian, sebagai ketua Partai Unitaris yang
pro-Prancis, Daendels menjadi terkenal sebagai seorang yang berwatak
bacaan-indo.blogspot.com

“kepala-batu, perasa, dan gigih” (Scham a 1977:342– 3). Se orang yang


tak ban yak cin gcon g, berkem auan besar, dan m em pun yai ke cen de-
rungan m enggunakan kekerasan untuk m encapai tujuannya, Daendels
ditakdirkan menorehkan jejaknya dalam sejarah J awa dengan cara yang
184 KUASA RAMALAN

Gambar 17. Pot ret Herman Willem Daendels (1762–1818) yang dibuat secara
anumert a, karya Raden Saleh pada 1838. Pot ret ini menunj ukkan Daendels
dengan seragam marsekal gaya Napoleon dengan selempang kebesaran
dan bint ang j asa Legiun Kehormat an t erkalung di lehernya, dan bint ang
segi delapan Orde Uni (pasca-1810, Orde Reuni) t ersemat di dada. Tangan
kiri Daendels menunj uk pada pet a post weg (j alan raya pos) t ermasyhur di
bagian Gunung Megamendung (Jawa Barat ), yang dibangun membent ang
dari Anyer di Selat Sunda hingga Panarukan di Poj ok Timur (Oost hoek) Jawa
bacaan-indo.blogspot.com

semasa pemerint ahannya. Fot o seizin Rij ksbureau voor Kunst hist orische
Document at ie, Den Haag.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 185

sam a bengisnya dengan J ohannes van den Bosch (m em erintah 1830 –


1834) seusai Perang J awa.1
Butir-butir watak dem ikian lah yan g m en gan tarkan n ya kepada
Napoleon yang menugaskan dia—satu-satunya marsekal non-Prancis—
un tuk m enguasai J awa guna dijadikan pangkalan m iliter m enghadapi
Inggris di Lautan Hindia. Daendels sangat beruntung dapat menghindari
penge pungan laut yang ketat oleh Inggris dengan kapal-cepat dagang
(privateer-fergat) Prancis La Virginie yang bertolak dari Lisabon, dan
berlayar melalui Tenerife dan Pulau Kanari. Kemudian, Daendels tiba di
J awa yang sama sekali tanpa pertahanan.
Pada Oktober– Desember 180 6, satu eskadron Inggris yang dipimpin
oleh seorang m antan kapten yang pernah bertugas di bawah Nelson,
Laksamana Sir Thomas Trowbridge (1760 – 180 7), telah menghancurkan
sisa-sisa armada Laksamana-Muda Pieter Hartsinck di perairan Batavia
dan m elum puhkan sebagian besar arm ada n iaga bekas m ilik VOC.
Setahun kemudian, satu eskadron lain di bawah komando Laksamana-
Muda Sir Edward Pellew (pasca-18 16, Lord Exm outh, 1757– 18 33)
m endarat di Gresik guna m enghancurkan m eriam -m eriam pantai dan
saran a pertahan an lain , dan m en yeran g kapal-kapal Belan da yan g
masih terdapat di Ujung Timur (Oosthoek), sehingga untuk sementara
mencegah bangkitnya kegiatan niaga penting sepanjang Bengawan Solo
dengan mengepung Selat Madura.2
Walaupun tugas darurat marsekal itu bersifat militer, ia juga diberi
ke kuasaan yang besar untuk m elaksanakan reform asi pada pem erin-
tahan yang korup warisan VOC, yang telah diserahkan kepada kekuasaan

1 Stapel 1941:77 (tentang Daendels, yang m engam bil alih jabatan dari pendahulunya A.H. Wiese
pada 14-1-18 0 8 ), 8 5 (tentang Van den Bosch); De Haan 1935a:557, m engutip P.A. Goldbach,
seorang pejabat tinggi VOC, yang menggambarkan Daendels sebagai seorang “monster”. Tentang
kekejam an Van den Bosch yang m enandingi Daendels, lihat NA, Exhibitum 8-8-1832, laporan
J awa oleh Mas J oyosan to ten tan g perjalan an Van den Bosch den gan kapal ke arah m uara
Bengawan Solo, 27-7-18 32, yang m engungkapkan bahwa tatkala kapal gubernur-jenderal itu
kandas di tempat-tempat dangkal sepanjang daerah kekuasaan Prangwedono (Mangkunegoro II)
di kawasan Kedawung, dua orang demang dan para pembantu mereka datang untuk mendorong
kapal tersebut. Tetapi, karena kedua pem besar J awa itu tidak m au terjun ke dalam air untuk
membantu para pengikut mereka, Van den Bosch menghunus pedangnya dan menusuk mati dua
pejabat itu langsung di tempat. Mangkunegoro II luar biasa gusar karena peristiwa itu.
2 Boulger 18 97:8 0 ; Van Kesteren 18 8 7:1276– 7. Rujukan pada operasi laut Inggris bisa didapat
dalam Dj.Br. 86, Nicolaus Engelhard (Semarang) kepada Matthijs Waterloo (Yogyakarta), 28-10 -
180 6 (tertangkapnya fergat Maria Reigersbergen oleh HMS Caroline [Kapten Peter Rainier] di
Teluk Batavia sebagaimana halnya dengan kapal-kapal lain bekas milik VOC di Pulau Onrust dan
bacaan-indo.blogspot.com

Middelburg); Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 3-11- 180 6
(dibawanya tangkapan tersebut ke Pulau Pinang oleh eskadron Trowbridge); 2-12-180 6, S.Br. 55,
B.F. von Liebeherr (Surakarta) kepada Matthijs Waterloo (Yogyakarta), 3-12-180 6 (m unculnya
kembali eskadron Trowbridge—sebanyak delapan kapal—di Teluk Batavia dan kehancuran lebih
jauh atas perkapalan bekas m ilik VOC); Dj.Br. 38, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada B.F.
von Liebeherr (Surakarta) 17-12-180 7 (serangan Pellew ke Gresik dan hancurnya sisa kapal-kapal
bekas milik VOC di Oosthoek), 24-12-180 6 (penarikan terakhir eskadron Pellew).
186 KUASA RAMALAN

negara Belanda m enyusul kebangkrutan perusahaan dagang itu pada


1799. Piagam Kolonial yang baru pada 180 3 merencanakan serangkaian
per ubah an besar pada sistem pemerintahan jajahan di Hindia Belanda
(Day 1972:127– 48). Daendels membawa serta ke tempat penugasannya
yang baru semua tekad dan kebengisan yang sudah merupakan cap pri-
badinya selam a m enjalani karier m iliter dan politik sebelum nya. Tiga
tahun pe m erintahannya (180 8– 1811) telah m eletakkan landasan bagi
negara ja jahan modern di Indonesia (Van‘t Veer 1963:10 7– 86).
Salah satu pertimbangan strategis terpenting sang Marsekal dalam
m e ren canakan pertahanan J awa adalah kedudukan keraton-keraton
yang m an diri. Kewenangan dan pengaruh keraton itu diangkap oleh
Daen dels bisa m en jadi pesain g bagi pem erin tah Eropa dan sekutu
sete n gah hati bila datan g seran gan m usuh. Dalam hal in i, Keraton
Yogyakarta merupakan ancaman lebih besar berkat sumber daya militer
dan ca dangan dananya yang kuat—dana hasil aneka pembaruan iskal
m e n ye luruh dan pun gutan pajak san gat berat yan g dilakukan oleh
Sultan kedua.3
Kesimpulan Daendels itu dikukuhkan oleh Inggris empat tahun ke-
m udian. Menulis pada awal 1812 sehabis pertem uan pertam anya yang
tak menyenangkan dengan pihak Keraton Yogya, Rafles menilai bah-
wa sultan adalah penguasa utama di wilayah timur. Dalam surat ra hasia
kepada atasannya, Gubernur-J enderal India Lord Minto, Rafles mem-
ba yangkan bahwa jika pemerintah Eropa mundur, penguasa Surakarta
tidak akan m am pu m em pertahankan kekuasaannya. Kalau itu terjadi,
ke kuasaan sultan bisa “mendadak akan meluas ke seluruh wilayah timur
J awa termasuk daerah pasisir”.4 Berbagai pertimbangan yang demikian
bisa saja telah disadari oleh Daendels. Menurut Nicolaus Engelhard
(1761– 18 31) (En gelhard 18 16:257– 8 ), yan g pada saat itu m en jabat
gubern ur Pan tai Tim ur-laut J awa (18 0 1– 18 0 8 ), jauh hari sebelum
meninggalkan Belanda, Marsekal itu:

sudah berprasangka buruk terhadap sultan [...] ia sudah ingin mem buat
sultan merasakan keunggulannya dan menyerangnya sedini mung-
kin [...] sejumlah perwira [penasihat Daendels] membica ra kan sultan
begitu mereka mendarat dan kapan mereka bisa menghan tam nya.
bacaan-indo.blogspot.com

3 Lihat Bab I.
4 BL Add MS. 45272 (surat-menyurat rahasia Rafles dengan Lord Minto, Januari–Maret 1812), T.S.
Rafles (Rijswijk/Batavia) kepada Lord Minto (Kolkata), 21-1-1812.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 187

En gelhard juga jeli m en gam ati bahwa perben daharaan H am en gku-


buwon o II yan g besar itu telah m en im bulkan iri hati tidak ha n ya
pada Daendels, tapi juga pada raja-raja lain di J awa tengah-selatan—
yaitu Sun an Pakubuwon o IV (bertakhta 178 8 – 18 20 ) dan Pan geran
Prangwedono (sesu dah 1821, Mangkunegoro II, bertakhta 1796– 1835)—
yang tampak ingin sekali memihak pemerintah Eropa demi mewujudkan
rencana-rencana mereka melawan sultan.5
Pendapat Engelhard tentang Daendels m em ang harus diperlaku-
kan de ngan hati-hati m engingat sikapnya yang kelak m enjadi seorang
pengecam dan lawan yang sengit m arsekal itu. Nam un, tam pak jelas
bahwa Daendels sejak awal pem erintahannya sudah bertekad untuk
m e letak kan hu bungan antara pem erintahnya di Batavia dan keraton-
keraton ber dasar kan lan dasan yan g baru. Pada 24 Februari 18 0 8 ,
Daendels su dah mem beritahu Engelhard mengenai keinginannya men-
dapat kan in for m asi rinci tentang kerajaan-kerajaan di J awa tengah-
selatan dan mengisya ratkan bahwa jabatan resmi VOC seperti Gubernur
dan Direktur Pantai Timur-laut J awa akan segera ditiadakan. Daendels
ingin mengada kan surat-menyurat langsung dengan para residen utama,
yakni para wakil tinggi Belanda di keraton-keraton, tanpa campur tangan
guber nur yang berkedudukan di Semarang.6 Dalam surat yang sama, ia
memanggil pulang para residen, Matthijs Waterloo dari Yogyakarta dan
Bogislaus Friedrich von Liebeherr dari Surakarta, dan mengganti mere ka
dengan orang-orang yang lebih bisa ia andalkan, yaitu Pieter Engelhard
dan J acob Andries van Braam; yang terakhir ini sekutu politik dan teman
dekatnya.7 Para pejabat baru itu telah diberi taklimat penuh tentang sikap
baru pemerintah terhadap keraton-keraton dan pada 25 Februari 180 8
m ereka sudah m enerim a tugas-tugas yang harus dilak sanakan.8 Pasal
lima menyimpulkan betapa sangat pentingnya bagi Daendels kehormatan
dan martabat pemerintah Eropa dengan menya takan bahwa:

5 Engelhard 1816:257; Dj.Br. 38, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta),
16-12-180 5, m erujuk pada “im am ” Arab yang telah lari dari Yogya ke Sem arang dan bergabung
dengan Angkatan Laut Inggris (lihat Bab I catatan 59) yang membantu menyebarkan desas-desus
ke luar J awa tentang besarnya perbendaharaan Hamengkubuwono II. Lihat juga Bab VI.
6 Daendels 1814:Bijlage 1, Organique stukken 3.
7 Untuk penggam baran yang kurang m enyenangkan atas sifat Van Braam (“seorang pengecut,
penjilat, pengecer, dan penyelundup”, R.G. van Polanen) dan perilakunya yang rakus duit (“satu di
bacaan-indo.blogspot.com

antara segelintir orang yang mencetak uang dari rezim yang paling hina ini”, P.A. Goldbach), lihat
De Haan 1935a:50 7– 9. Tentang penggelapan pendapatan dari usaha pem borongan m adat dan
tembakau, yang dikelolanya di Surakarta atas nama Pakubuwono IV, lihat Eur F 148/ 17, Kapten
William Robison (Yogyakarta) kepada Lord Minto (Rijswijk/ Batavia), 26-9-1811, yang menyatakan
bahwa Van Braam telah m enguras 80 .0 0 0 dolar Spanyol buat kantongnya sendiri dari sum ber
tersebut selama tiga tahun ia menjabat residen.
8 Daendels 1814: Bijlage I, Organique wetten 6.
188 KUASA RAMALAN

Mereka harus m enegaskan kehadiran m ereka tanpa sungkan-sungkan


dan m enunjukkan kepada raja-raja itu betapa perkasa dan sem araknya
pe m erintah Kerajaan yang sekarang ini di Belanda dan betapa hebat
per lin dungan yang diberikan oleh Napoleon agung, serta untuk m era-
suki sukm a m ereka dengan rasa gentar dan horm at terhadap pem e-
rintah tersebut.9

Selanjutnya akan kita lihat bagaimana kebijakan baru yang sengaja


diper hitungkan untuk m engobarkan kem arahan dan kecurigaan para
raja, dilaksanakan secara konsisten di keraton-keraton sepanjang tahun
berikut nya. Namun, sebelum menginjak persoalan tersebut, perlu lebih
dulu kita m e ninjau pem bagian wilayah baru antara pem erintah Eropa
dan keraton-keraton yang didesakkan oleh residen Yogya yang lam a
dan pihak lain pada Gubernur-J enderal baru itu pada bulan-bulan awal
180 8.

Rencana pengam bilalihan w ilay ah


di Jaw a tengah dan tim ur
Sebelum m en in ggalkan tem pat tugas m ereka di J awa ten gah, baik
Gubernur lam a Pantai Tim ur-laut J awa, Nicolaus Engelhard, m aupun
Residen Yogya Matthijs Waterloo, mengaju kan berbagai rencana untuk
m engua sai wilayah di J awa tengah dan tim ur yang akan m erugikan
keraton. Engelhard m engusulkan perbatasan baru antara kabupaten
yang dikuasai oleh pem erintah Eropa di pantai utara dan wila yah ke-
rajaan sehingga lahan-lahan subur dapat berada di ba wah kekuasaan
Batavia.10 Secara khusus ia men desak pengam bilalihan daerah penghasil
lada dan nila, Pacitan dan Lowanu (Bagelen), dan juga penghasil kain
linen, Tanggung dekat Kedung Kebo (pasca-1832, Purworejo) di Bagelen.
Bahkan Malang yang jauh letaknya, saat itu bagian wilayah timur atau
m ancanagara m ilik Keraton Surakarta, daerah yang telah ke hilangan
banyak penduduk akibat serangkaian perang pada akhir abad ketujuh
belas dan awal abad kedelapan belas (Ricklefs 1986:28), diusulkan dalam
rencana Engelhard untuk diambil alih.11 Mengingat keengganan keluarga-

9 Daendels 1814: Bijlage I, Organique wetten 6, pasal 5.


10 vAE (aanwinsten 190 0 ) 235, N. Engelhard, “Memorie”, 14-5-180 8.
11 Telah timbul banyak kebingungan tentang siapa yang berhak atas Malang. Pada pertengahan abad
bacaan-indo.blogspot.com

kedelapan belas, VOC keliru mengira bahwa kabupaten yang terletak di timur bujur yang melewati
Pasuruan merupakan batas daerah kekuasaan Belanda menurut perjanjian dengan Pakubuwono II
pada 11 November 1743. Namun hingga 1771, perbantahan jadi mubazir karena daerah itu dikuasai
oleh keturunan tentara bayaran Bali, Untung Suropati (?1645– 170 6), Ricklefs 1974a:10 6-7, 129-
38. Setelah pasukan Yogya akhirnya m engalahkan m ereka pada J anuari 1771, daerah tersebut
tam paknya bergeser ke bawah pengaruh Surakarta, dan secara resm i digabungkan—bersam a
dengan kabupaten terdekat, Antang—ke daerah kekuasaan Surakarta sesuai dengan perjanjian
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 189

keluarga bupati pantai utara m engawinkan putri-putri m ereka dengan


pihak keraton karena bisa m enim bulkan bahaya dan biaya (kerugian)
yang besar,12 Engelhard mendesak Daendels “memu tuskan tali hubungan
keraton dengan daerah pantai utara untuk selam a nya”. Hal ini harus
dilaksan akan begitu kekuatan m iliter yan g cukup tan gguh berhasil
dibentuk untuk menakuti keraton-keraton. Dengan demikian penyatuan
daerah-daerah yang diambil alih itu dengan daerah kekuasaan pemerin-
tah jajahan dapat berlangsung dengan menyingkirkan pa ra bupati yang
diangkat oleh pihak keraton yang mempunyai hu bungan kekeluargaan
dengan raja-raja J awa tengah-selatan, tapi tetap dengan mem pekerjakan
m ereka yan g tidak pun ya hubun gan keluarga sem acam itu—tepat
begitulah kebijakan yang diambil oleh pemerintah jajahan Belanda seusai
Perang J awa (Carey 1974b:276– 7; Houben 1994:54– 7).
Residen Yogya yang lama, Waterloo, bahkan mengajukan usul yang
lebih rinci lagi. Sebelum m enyerahkan jabatannya pada pertengahan
April 180 8, ia m engirim kan daftar lengkap penghasilan dan kekuatan
militer sultan kepada Engelhard.13 Ia bahkan merasa perlu menuliskan
pe mikir annya dalam sepucuk surat panjang kepada Gubernur tersebut
un tuk dipertimbangkan oleh Daendels.14 Dengan memanfaatkan dua pu-
luh tahun pengalamannya di J awa tengah,15 ia meninjau ulang seluruh

antara Daendels dan Pakubuwono IV pada 6 J anuari 1811, Daendels 1814:Bijlage 2, Additionele
Stukken 27, pasal 6. Statusnya tak berubah hingga 1830 , ketika daerah tersebut diambil alih oleh
Belanda bersama dengan seluruh sisa wilayah timur Surakarta.
12 vAE (aanwinsten 1900) 235, N. Engelhard, “Memorie”, 14-5-1808. Menurut Engelhard, keluarga-ke-
luarga bupati pasisir mengeluh, pernikahan dengan anggota keluarga kerajaan J awa tengah-selat an
membuat mereka tak pernah lagi bertemu dengan para putri mereka karena “dikurung” di tem pat
tinggal khusus kerajaan (dalem ) atau di keraton; bahwa ongkos pernikahan itu bukan main besarnya
dan putri mereka terpaksa menunjukkan “hormat berlebihan” terhadap suami mereka yang berdarah
biru. Bahkan, mereka terus-menerus diminta menyerahkan hasil produksi ka bu pa ten mereka ke
keraton. Di Surakarta terdapat juga sejumlah peristiwa di mana putri bupati pasisir diperlakukan
begitu buruk sehingga mati muda, lebih jauh lihat “Verslag der reis van N. Engelhard naar de hoven
van Souracarta en Djocjocarta, naar den Oosthoek en de Residentiën J apara, Rembang en J oana”
(Laporan dari [Nicolaus] Engelhard tentang perjalanannya ke Keraton Surakarta dan Yogyakarta,
ke Ujung Timur dan ke Keresidenan J epara, Rembang, dan J uwono), 27-5-180 3 dalam De J onge
dan Van Deventer 1884– 88, XIII:147, mengungkapkan nasib dua orang putri Bupati Pati, Raden
Tum enggung Megatsari, yang m enikah dengan adik Pakubuwono IV yang “tiran”, Pangeran
Buminoto (Bab II catatan 86). Sumber Surakarta lain menceritakan bagaimana putri Pakubuwono
III, Ratu Timur (Ratu Kudus), tidak mau mengizinkan putri seorang bupati dae rah pasisir utara,
Raden Adipati Panji Padmonegoro dari Kudus, untuk kembali kepada ayahnya ketika ayah nya itu
sakit parah pada Februari 1811, S.Br. 37, Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta) ke pada W.N.
Servatius (Surakarta), 28 Sura 1738 J (22-2-1811 M); Padmasusastra 1902:157 no. 35.
13 Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 21-2-180 8, surat yang
disatukan dalam dK 145, Waterloo, “Memorie van Overgave” (Laporan Serah J abatan), 4-4-180 8.
bacaan-indo.blogspot.com

14 Dj.Br. 21, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 21-2-180 8.
Banyak gagasan Waterloo diam bil oleh Engelhard dan dim asukkan ke dalam dokum en serah
jabatannya yang dikirimkan kepada Daendels bertanggal sehari setelah menyerahkan jabatannya,
vAE (aanwinsten 190 0 ) 235, N. Engelhard, “Memorie”, 14-5-180 8.
15 Waterloo, lahir di Am sterdam pada 1769, belajar di sekolah an gkatan laut di Sem aran g
(1785−1788), memulai kariernya pada usia 19 sebagai marinir-taruna dan pelatih kelas tiga di
sekolah tersebut sebelum pindah ke Surakarta pada 178 9 sebagai seorang perwira pertam a
(pennist) lalu ke Banda sebagai akuntan (boekhouder) (1795−1798). Pada 1798, dalam promosi
190 KUASA RAMALAN

hu bungan VOC dengan Keraton Yogya, dengan m erujuk pada pem ba-
yar an strandgeld (uang sewa daerah pasisir utara yang diambil alih oleh
VOC) yang dilakukan oleh Kompeni untuk daerah-daerah yang dise rah -
kan oleh Sunan Pakubuwono II (bertakhta 1726 – 1749) pada 1743 dan
aneka istilah sapaan resm i yang digunakan dalam surat-m e nyu rat de-
ngan keraton. Ia m enegaskan kecurigaan dan rasa iri yang m en da lam
di pihak dua Keraton Surakarta terhadap Yogya, khususnya ke ben cian
Pangeran Prangwedono (Mangkunegoro II) terhadap Sultan, akibat ter-
jadinya suatu kem elut politik pada 1787– 1790 ,16 dan ia juga m eru juk
pada “kecenderungan ekspansionis” Yogyakarta waktu itu. Ia me nyim-
pulkan, sebagaimana dilakukan oleh Rafles pada 1812, bahwa jika bala
tentara musuh mendarat di J awa maka sikap Sultanlah yang paling di-
cem askan. Dalam suatu bagian uraiannya itu yang kem udian terbukti,
Residen Yogya itu menduga bahwa begitu Inggris membuka hubungan
r ah asia de n gan ker aton -ker aton sebelum m elan car kan ser an gan ,
keadaan akan mem buruk bagi Belanda, dan hal itu memang betul terjadi
saat serbuan Inggris ke J awa pada Agustus 1811.
Di bidang politik intern keraton, Waterloo menggambarkan Sultan ke-
dua sebagai orang yang menakutkan dan egois yang sudah bersiap meng-
hadapi tantangan masa tua. Baik ayah Diponegoro, yakni Putra Mahkota,
maupun Patih (perdana menteri) Yogya, yaitu Danurejo II, sama sekali
tidak punya keberanian untuk berbeda pendapat dengan Sultan, walaupun
mereka hanya menaruh sedikit hormat ter ha dap dia. Menurut pendapat

jabatan yang tak dijelaskan alasannya, ia diangkat jadi “Residen kedua” di Yogyakarta dan
kem udian “Residen utam a” pada 180 3. Pada Mei 180 8, ia m enjadi anggota J awatan Kehutanan
(Adm inistratie der Houtbosschen) dan tahun berikutnya jadi residen Cirebon (1809−1812), De
Haan 1935a:662. Semasa di Cirebon, ia membantu menyelamatkan hidup Pangeran Notokusumo
dan putra sulungnya, R.T. Notodiningrat, yang berada di bawah asuhannya waktu Daendels
menghendaki dua bangsawan Yogyakarta itu dibunuh, lihat Bab VII catatan 74.
16 Kemelut politik 1787−1790, yang dikenal juga sebagai peristiwa Pakepun g—pen am aan dari
pengepungan Surakarta, dipicu oleh upaya Pakubuwono IV untuk mengadakan perubahan pada
keseim bangan kekuasaan di J awa tengah. Ia m em aksa Belanda m engakui Surakarta sebagai
keraton induk dan berkeras m em aksakan kekuasaannya atas Kesultanan Yogya. Sunan yang
masih muda itu terbujuk melakukan semua itu oleh para penasihatnya yang santri, yang memiliki
pengaruh agam is penting atas dirinya, m eskipun dugaan bahwa para penasihat itu m em punyai
hubun gan den gan golon gan Wahabi yan g fun dam en talis tidak terbukti. Keadaan m en jadi
lebih genting bagi Belanda gara-gara sikap berm uka dua Residen Utam a Surakarta, Andries
Hartsinck. Akhirnya Sultan (Ham engkubuwono I) dapat m eyakinkan Belanda agar bertindak
dem i kepentingan Yogya dan, setelah bergabung dalam suatu perjanjian kerja sam a dengan
pasukan Mangkunegaran, dua keraton itu bersam a dengan satu pasukan Belanda m engepung
Surakarta pada Novem ber 1790 . Tekanan yang dikenakan pada Sunan m em aksanya berpisah
dengan para penasihatnya, tapi berlawanan dengan harapan Sultan, tindakan Belanda itu tidak
bacaan-indo.blogspot.com

m enghasilkan perubahan yang berarti pada status Yogyakarta, juga tidak ada pengakuan yang
didapatkan oleh Mangkunegoro sebagaimana diharapkan berkat peran sertanya dalam peristiwa
tersebut. Walaupun hasil akhir m erupakan pengukuhan sistem pem bagian J awa di antara tiga
keraton itu (Yogyakarta, Surakarta, dan Mangkunegaran) yang dibentuk dengan susah payah sejak
Perjanjian Giyanti 1755, hasil akhir tersebut m eninggalkan luka yang kem udian tam pak dalam
sikap perm usuhan keraton-keraton Surakarta terhadap Yogyakarta sem asa berkuasanya Sultan
kedua, lihat Ricklefs 1974a:285– 340 .
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 191

Waterloo, Patih Yogya itu barangkali bisa dibujuk bekerja lebih dekat
dengan pemerintah Eropa, tapi selain dia hanya ada dua pangeran Yogya
yang betul-betul penting bagi Belanda, yaitu Notokusum o (Pakualam
I, 1764−1829, bertakhta 1812−1829) dan Mangkudiningrat (sekitar
1778−1824), seorang putra Sultan kedua dengan istri resminya yang kedua
yang ningrat, Ratu Mas (Carey 1992:401 catatan 10), cucu Pakubuwono II
(bertakhta 1726−1749). Dua-duanya sangat berbakat dan ambisius, tapi
menurut perkiraan Waterloo, mereka tak akan bertindak jika keuntungan
politik untuk mereka tidak terjamin.
Waterloo mengakhiri suratnya dengan mendesak agar dicapai pem-
ba gian baru atas J awa tengah antara keraton-keraton dan pemerintah.
Usuln ya adalah penyerobotan semua wilayah yang terletak di utara garis
yang m e rentang dari Boyolali—suatu titik yang sangat strategis bagi
Belanda (Houben 1994:111)—hingga jauh ke timur ke perbatasan daerah-
dae rah ke kuasaan pemerintah, yaitu Surabaya dan Ujung Timur. Garis
ter sebut akan m encakup daerah-daerah m ilik Yogya, yaitu Gagatan,
Serang, Seselo, Wirosari, Grobogan, Waru, Teras-Keras (Ngawean), dan
daerah-daerah milik Surakarta, yakni Sukowati dan J ogorogo, demikian
juga seluruh Blora dan Caruban. Sebagian kabupaten-kabupaten wilayah
timur milik sultan sebelah utara Madiun juga akan ikut diambil alih, ter-
m asuk bagian terbesar provinsi wilayah tim ur J ipang, yang bersam a
dengan Blora,17 menurut Waterloo, akan membantu memenuhi keperluan
kayu yang sangat mendesak bagi Belanda di daerah-daerah pantai utara
yang dikuasainya (Peta 6). Keperluan mengamankan pasokan baru dari
hutan-hutan jati yang dekat dengan kabupaten-kabupaten wilayah timur
guna mencegah ditutupnya usaha-usaha galangan kapal Rembang sudah
selalu ditegaskan oleh para pejabat tinggi VOC sejak abad ketujuh belas
(Nagtegaal 1996:193– 9). Dengan semakin beratnya akibat pengepungan
Inggris atas perairan J awa, menjadi sangat penting agar galangan kapal
itu terus berfungsi.18

17 Tentang letak kabupaten-kabupaten tersebut, lihat Peta J awa tengah dan timur di bagian Peta.
18 NOK 1, Van Overstraten, “Mem orie van Overgave” (Laporan Serah J abatan), 13-10 -1796, 34– 5;
Carey 1984a:9 catatan 39 (tentang berbagai kesulitan pada industri perkapalan di Rem bang, di
m ana sejum lah sekunar bertiang tiga m enjadi telantar, karena pasokan kayu setem pat sudah
habis sehingga perlu m engim por kayu dari Blora); Dj.Br. 48 , J .G. van den Berg (Yogyakarta)
kepada Nicolaus Engelhard (Semarang). 18-12-180 2 (tentang sejumlah upaya untuk mendapatkan
persetujuan Hamengkubuwono II untuk menebang kayu di J ipang); De J onge dan Van Deventer
bacaan-indo.blogspot.com

1884– 88, XIII:211– 33 (laporan Nicolaus Engelhard 27-0 5-180 3 tentang mendesaknya keperluan
akan sum ber-sum ber kayu yang baru, karena daerah-daerah kekuasaan Belanda di Rem bang,
Lasem , dan Tuban, telah habis terkuras dan perlu waktu 25 tahun agar bisa pulih); Dj.Br. 49,
Nicolaus Engelhard (Semarang) kepada Matthijs Waterloo (Yogyakarta), 20 -11-180 3 (tentang pen-
curian kayu di Jipang dan Blora meski ditentang oleh bupati setempat); Rafles 1817, I:39–41 (ten-
tang sangat pentingnya persediaan kayu di wilayah timur, yang tecermin pada nama-nama tempat
seperti Walikukun dan Kedawung (Kabupaten Sragen)—dua-duanya m erupakan nam a jen is
192 KUASA RAMALAN

Ke daerah sebelah barat Boyolali, rencana penguasaan yang diusul-


kan oleh Waterloo malah lebih ambisius lagi. Ia menyarankan perebutan
bagian-bagian sejumlah kabupaten negaragung seperti Pajang, Mataram,
Kedu, Bagelen, dan Banyumas, sekalian dengan Pulau Nusa Kambangan
dan pelabuhan Cilacap. Dua yang tersebut terakhir ini secara strategis di-
anggap istimewa dalam pandangan Waterloo karena pintu masuk se belah
barat ke selat yang m em isahkan Nusa Kam bangan dari J awa da ratan,
yakni Kali Bujang, merupakan satu-satunya pelabuhan berair da lam di
seluruh pantai selatan J awa yang cocok untuk kapal-kapal samu dera.19
Lebih jauh lagi, beberapa kabupaten wilayah barat ini, khu sus nya Kedu
dan Bagelen berikut Grobogan, menyediakan pasokan beras yang sangat
penting bagi pemerintah untuk memberi makan pasukan-pasukannya di
pantai utara dan Nusantara timur (Nagtegaal 1996:199– 20 4).
Seperti Engelhard, Waterloo juga m enganjurkan pengam bilalihan
kabupaten pantai selatan, Pacitan, untuk meningkatkan mutu produksi
lada yang diatur oleh pemerintah di sana dan mutu jaringan jalan serta
per bentengan, baik sebagai pengham bat terhadap pendaratan m usuh
m au pun untuk m encegah para perom pak m enggunakan teluk Pacitan
seba gai pangkalan penyelundupan. 20 Sejum lah perbaikan benteng di
Yogyakarta dan Surakarta juga didorong untuk m em beri lebih banyak
per lin dungan bagi m asyarakat Eropa dan Tionghoa apabila terjadi se-
rangan Inggris. Residen lama itu juga mendesak Daendels agar meminta
pe nam bahan jum lah kuli panggul yang disediakan oleh raja-raja J awa
untuk mengangkut barang-barang antara wilayah-wilayah kerajaan dan
Sem arang. Pada akhirnya Residen itu pun m engecam rawannya pem -
bagian lahan antar-keraton di daerah-daerah negaragung, yakni Pajang
dan Mataram, yang menimbulkan begitu banyak perang antar desa dan
kegiatan kriminal.21
Surat Waterloo panjang dan meyakinkan. Bersama dengan me mo-
randum akhir atasannya yang berkedudukan di Semarang itu, Engelhard,

kayu—untuk kabupaten di wilayah itu); IOL G21/ 65, “Mem orandum respecting J ava” (Mem oar
ten tang Pulau J awa), 1813 (tentang berkurangnya produksi kayu jati sejak 1777 dan pembentukan
J awatan Kehutanan oleh Daendels pada 180 8). Lebih jauh lihat Nagtegaal 1996:193– 9 (tentang
penggundulan hutan jati pasisir oleh VOC pada abad ketujuh belas); Rem m elink 1994:13– 4
(tentang penggergajian kayu milik VOC).
19 Untuk pembahasan lebih jauh, lihat Crawfurd 1971:30 3.
20 Tampaknya Teluk Pacitan dan tempat-tempat lain di pantai selatan secara tetap dimanfaatkan se-
bacaan-indo.blogspot.com

bagai pangkalan penyelundupan oleh para perompak dari Bali, Sulawesi, dan daerah-daerah lain
di Nusantara timur: pada April 180 5, 32 kapal kecil terlihat di pantai selatan yang termasuk ke-
kuasaan Surakarta, yaitu Segorowedi (Zandzee atau Pantai Berpasir) oleh patihnya bupati Pacitan,
AvJ , Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada J .G. van den Berg (Surakarta), 16-4-180 5. Lebih jauh
lihat Bab I catatan 58, Bab VI catatan 179.
21 Bab I catatan 45 dan 134.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 193

isi surat tersebut menjadi rencana dasar aneksasi yang, jika diikuti, akan
m em perbarui wajah politik J awa dengan luar biasa. Tidak jelas se be-
rapa jauh pengaruh langsungnya pada diri Daendels, tapi ren cana dasar
itu berguna untuk m engetengahkan sejum lah soal-soal pen ting yang
m em pengaruhi kebijakan pem erintah m ulai dari m asa itu hingga ke
akhir Perang J awa. Soal-soal tersebut term asuk kem udahan m em per-
oleh sumber daya strategis (kayu, hasil tanaman ekspor, tenaga kerja),
pengam anan pantai selatan J awa yang rawan di m asa perang, anek-
sasi daerah-daerah penghasil beras (Kedu, Bagelen, dan wilayah timur),
sem akin diperjelasn ya perbatasan an tara kekuasaan Surakarta dan
Yogyakarta di wilayah-wilayah negaragung, dan makin ketatnya ken dali
militer dan politik atas keraton-keraton.
Ternyata banyak saran Residen Yogya itu tentang aneksasi di J awa
tim ur diwujudkan dalam sejum lah per jan jian dengan Daendels, yang
kemudian memperoleh ratiikasi dari keraton-keraton pada 6 dan 10
J anuari 1811.22 Namun ada langkah-langkah, seperti aneksasi Pacitan dan
Kedu, yang tidak dila kukan hingga masa kekuasaan Inggris (1811– 1816)
(Carey 1980 :97– 9, 1992:447 catatan 232; Van Deventer 1891:10 0 ), dan
langkah-langkah lain, seperti pem ba gian lahan di tanah-tanah jabatan
negaragung serta penguasa an sisa daerah wilayah timur dan barat yang
belum terlaksana hingga seusai Pe rang J awa (Houben 1994:41– 69).
Meskipun demikian, lan dasan untuk pem bagian baru atas J awa mungkin
dilakukan dan an e ka perubahan da lam hubun gan den gan keraton -
keraton telah diletakkan, dan semua itu akan tetap merupakan rencana
dasar untuk banyak kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam masa
empat tahun kemudian.

Maklum at Daendels tentang upacara


dan sopan-santun serta dam pakny a
Sem en tara usul-usul m en gen ai pem bagian wilayah di J awa sedan g
diper tim bangkan di Batavia, prakarsa Daendels untuk m engubah hu-
bun ga n den gan keraton m ulai dilaksan akan . Lan gkah pertam a yan g
dia am bil telah tam pak dalam surat-m en yuratn ya den gan Nicolaus
En gelh ard, yaitu h apusn ya jabatan Gubern ur dan Direktur Pan tai
bacaan-indo.blogspot.com

22 Daendels 1814: Bijlage 2, additionele stukken 27– 8; Dj.Br. 27, “Map of government acquisitions in
J anuary 1811” (Peta wilayah yang diambil alih oleh pemerintah [kolonial] pada bulan J anuari 1811).
Nam un langkah-langkah yang diam bil untuk m em pertegas perbatasan belum selesai pada saat
jatuhnya pem erintahan Prancis-Belanda pada Septem ber 1811, lihat Dj.Br. 22, Pieter Engelhard
(Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 29-7-1811; NvB Port 4 pt. 12, J acob Andries van
Braam (Semarang) kepada T.S. Rafles (Batavia), 13-12-1811.
194 KUASA RAMALAN

Tim ur-laut J awa yang dilaksanakan sendiri oleh Daendels di Sem arang
pada 13 Mei 180 8 (De Haan 1910 -12, IV:78).
Sekar an g ter bu ka jalan u n tu k ber h u bu n gan lan gsu n g an tar a
gubernur-jenderal dan para residen di keraton-keraton. Ini merupakan
bagian u tam a r en can a Daen d els u n tu k m e m u sat kan keku asaan
pem erin tahan di Batavia. Daen dels m en ge luarkan perin tah kepada
para residen yang baru diangkat, Pieter Engelhard dan J .A. van Braam,
untuk m enandaskan kepada raja-raja “suatu ungkapan keras” wibawa
pemerintahan baru itu. Setelah itu, ia mengam bil langkah pada 28 J uli
180 8 untuk mencanangkan apa yang ter kenal sebagai Maklumat tentang
Upacara dan Sopan -San tun (Valck 18 44:140 ; Louw dan De Klerck
1894– 190 9, I:33; Van der Chijs 1895– 97, XIV:63– 5). Langkah tersebut
m eniadakan beberapa tata upacara yang sebelum itu dilakukan oleh
para residen untuk para raja dan oleh Daendels dianggap merendahkan
(Daen dels 18 14:94). Maklum at in i juga m em beri para residen itu
berbagai keistim ewaan yang lebih sepa dan dengan kedudukan baru
m ereka sebagai wakil lan gsun g gubern ur-jen deral dan pem erin tah
kerajaan di Den Haag.
Para residen utama sekarang men dapat gelar “duta” dengan seragam
baru (jas biru ber kerah tinggi yang dikelim dengan renda em as dan
hijau, berhiaskan pola ranting zaitun dan kancing em as, celana ketat
warna putih hingga ke lutut dengan pita lilit berenda serta kaos kaki
sutera putih, topi hitam tiga sudut de ngan am bin hitam dan jam bul),
dan diperbolehkan m em bawa parasol atau payung jabatan warna biru
dan m as bertatahkan lam bang raja Belanda (Van der Chijs 18 95– 97,
XIV:63– 5). Pada acara-acara resm i, m ereka tidak harus m em buka
topi saat m endekati raja, m elain kan raja yang harus bangkit berdiri
menyambut duta Belanda dan segera mem beri mereka tempat duduk di
sebelah kiri singgasana raja, se hingga me reka duduk sama tinggi dengan
raja. Dengan de m ikian para duta tidak lagi wajib m e layani raja secara
menghamba dengan minuman atau sirih-pinang.
Aneka macam pasal lain mengatur bentuk sapaan baru saat memberi
salam kepada raja baik di dalam m aupun di luar keraton: sang duta,
m isalnya, sekarang diberi pengawalan m iliter berupa serdadu berkuda
bersenjata lengkap pada saat kunjungan resmi ke keraton dan tidak lagi
bacaan-indo.blogspot.com

diharapkan m enghentikan keretanya ketika berpapasan dengan kereta


raja di jalan besar.23 Satu m aklum at berikut nya pada 16 Agustus 180 8

23 Untuk perincian lengkap berbagai perubahan tata upacara itu, lihat S.Br. 55, “Ontwerp van een
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 195

mengatur kedudukan residen kedua, yang sekarang disebut “sekretaris”


(Van Kesteren 1887:1278– 9; Van der Chijs 1895– 97, XV:87).
Berbagai pem baruan tata upacara itu m en im bulkan perubahan
besar-besaran pada kedudukan wakil-wakil Belanda di keraton, yang
langsung menusuk jantung pemahaman masyarakat J awa atas keha diran
Belanda di negeri m ereka. Pem aham an atau falsafah politik J awa ini
telah dikupas panjang lebar oleh Ricklefs (1974a:362– 413) ber da sarkan
dua naskah akhir abad kedelapan belas, Babad Kraton dan Serat Sury a
Raja, dan satu naskah Serat Sekondhar versi awal abad kesembilan belas,
yang berisi kisah J awa yang sangat mitologis tentang sejarah Iskandar
Agung dari Macedonia. Singkatnya, naskah-naskah ter sebut m em beri
bukti bahwa pada akhir abad kedelapan belas, Keraton Yogyakarta telah
m engabsahkan kehadiran Belanda di J awa barat, kira-kira m encakup
wilayah Pasundan, dengan menganggap Belanda sebagai keturunan sah
penguasa kerajaan Pajajaran. Kerajaan ini, yang lebih kurang sezaman
dengan kerajaan Majapahit (1292– sekitar 1527), m em punyai sejarah
yang kabur, namun ingatan terhadapnya terles tarikan secara mitologis
dalam naskah-naskah babad J awa modern.
Bagi masyarakat J awa, Pajajaran punya dua ciri penting: pertama,
Pajajaran adalah kerajaan asing karena terletak di wilayah J awa barat
yang berbahasa Sunda, dan kedua, kerajaan tersebut menguasai gunung-
gunung tinggi di daerah Priangan, suatu tem pat yang sangat ter kait
dengan pandangan J awa m engenai dunia roh halus, karenanya nam a
tempat “Priangan” dianggap berasal dari kata J awa parahy angan atau
prayangan, yang berarti “persemayaman roh halus” (Ricklefs 1974a:375).
Kawasan in i pun ya m akn a pen tin g bagi raja-raja Mataram ka ren a
pasangan rohani m ereka, Ratu Kidul, m enurut tradisi keraton, ialah
seorang putri Pajajaran.24 Tradisi yang sama ini juga berpendapat bahwa
Belanda pun sekarang dianggap sebagai pewaris absah kerajaan asing
Pajajaran dan penguasa wilayah Priangan yang berm akna ke rohanian
itu (Ricklefs 1974a:399– 413). Anggapan itu timbul gara-gara Gubernur-
J en deral J an Pieterszoon Coen (berkuasa 1618 – 1623, 1627– 1629)
m endirikan Batavia di tem pat ber adanya pelabuhan ikan m asyarakat
Sunda, yakni Sunda Kelapa (J ayakarta) pada 1619, dan kisah mitologisnya
sebagai keturun an seoran g putri Pajajaran lain , yan g m en yan dan g
bacaan-indo.blogspot.com

vast cerem onieel van den residenten aan de hoven van Sourakarta en Djokjokarta, 180 8” (Usul
tentang upacara yang tetap untuk residen di Keraton Surakarta dan Yogyakarta, 180 8).
24 Lihat Bab IV catatan 36. Tentang terkaitnya Coen dengan wawasan seorang raja asing yang
berkuasa di suatu negeri asing pula m elalui ikatan dengan seorang perem puan setem pat, lihat
Caldwell dan Henley 20 0 8: 165, yang mengutip Sahlins.
196 KUASA RAMALAN

lambang keabsahan berupa kemaluan perempuan menyala. Diponegoro


pun, dalam karya tulis nya di Makassar (18 33– 18 55), m encerm inkan
dikotom i Majapahit dan Pajajaran sebagai wakil dua tradisi kerajaan
di J awa ketika Pangeran m enceritakan kisah terkenal tentang m eriam
kembar, Kiai Setomo dan Nyai Setomi, yang melambangkan Belanda dan
J awa, dan secara khusus menyatakan bahwa Kota Batavia yang dikuasai
oleh Belanda mewarisi kekuasaan Pajajaran.25
Dalam pengertian politik, sem ua ini berarti bahwa para gubernur-
jen deral Belanda yang m eneruskan Coen—term asuk Daendels—dipan-
dang sebagai sejawat penguasa yang sangat senior di J awa, tapi tidak
punya hak apa pun atas kerajaan-kerajaan di J awa tengah dan tim ur.
Ungkapan praktis falsafah politik ini tampak pada pandangan J awa ten-
tang kekuasaan kem bar di Pulau J awa dengan Belanda yang berkuasa
di barat dan J awa di tengah dan tim ur, yakni kejaw en atau kawasan
per m ukim an J awa. Meskipun gubernur-jenderal Belanda dirujuk de-
ngan sikap hormat oleh para raja J awa tengah-selatan sebagai “kakek”
(ingkang ey ang), hal itu tidak berarti adanya hubungan akrab. Seba lik-
nya, walaupun gubernur-jenderal dihormati sebagai penguasa senior, ia
tidak diharapkan melibatkan diri secara pribadi di dalam urusan keraton
dan memang hampir setiap kali seorang gubernur-jenderal berkunjung
ke keraton hingga ke saat pecahnya Perang J awa, berbagai kesulitan pun
timbul.26
Pada waktu yang sama, gubernur-jenderal yang baru juga dianggap
tidak layak m enerim a ucapan selam at dari sultan di tem pat m ana pun
kecuali di Batavia, karena dalam pandangan raja Yogya hal ini memang
me rupakan urusan kedutaan di kerajaan tetangga (Ricklefs 1974a:247–
54, 373). Dalam hal ini, wakil Belanda di keraton m endapatkan ke-
dudukan istim ewa karena, m enurut anggapan J awa, ia cocok dengan

25 Buku Nasihat Makassar I:155; “Pajajaran pan w us ngalih kuthanira Bataw i” (Pajajaran sudah
berubah m enjadi Kota Betawi). Tentang m eriam kem bar, lihat Crucq 1930 , 70 :195– 20 4, 1938,
78:93– 110 , 1940 , 80 :49– 59.
26 Ricklefs 1974a:40 , 373 m erujuk pada kunjungan nahas Gubernur-J enderal G.W. Baron van
Imhoff, Mei 1746, ke Surakarta yang memicu pemberontakan Mangkubumi (Hamengkubuwono I).
Kesulitan politik juga timbul pada serangkaian kunjungan Daendels ke keraton-keraton pada J uli
1809 dan Desember 1810–Januari 1811 dan lagi-lagi selama rangkaian kunjungan Rafles pada
Desem ber 1811 dan J uni 1812, waktu tersebut terakhir ini bersam aan dengan pasukan Inggris
yang m enyerbu Keraton Yogya. Rangkaian kunjungan Gubernur-J enderal G.A.G.Ph. van der
bacaan-indo.blogspot.com

Capellen pun (menjabat 1816– 1826) pada 29– 31 Agustus 1819 dan 3– 5 September 1822 ternyata
berm asalah karena ia bersikeras agar istrinya, J acqueline Elisabeth (nam a kelahiran Tuyll van
Serooskerken) (1781– 1865), duduk di sam pingnya di singgasana selam a upacara penyam butan
resmi (Bab X catatan 63), juga karena keputusannya sesudah itu untuk menghapuskan penyewaan
tan ah pertan ian oleh oran g Eropa dan pern yataan -pern yataan n ya yan g kuran g hati-hati di
Surakarta m engenai rencananya untuk m em perluas aneksasi, Van der Kem p 1897:23– 4; Carey
1984b:58; Houben 1994:13 catatan 14.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 197

suatu kedudukan ganda yang terdiri dari dua orang, patih (m enteri
utam a) dan residen , yan g harus m en gabdi pada Belan da dan J awa
sekaligus. Karena itu, residen diperlakukan oleh raja-raja J awa sebagai
wakil Kom peni yang menunaikan tugas-tugas resmi tertentu di keraton,
yang terkadang bahkan bertindak bagai pelayan raja, seperti me nuang-
kan anggur dan menyuguhkan sirih-pinang dalam resepsi kerajaan.
Percakapan antara raja dan residen, yang tercatat dalam babad,
m en cerm inkan sikap ini, karena raja biasanya digam barkan m enyapa
residen dalam bahasa J awa Ngoko dan residen menjawab dalam bahasa
J awa Kromo-inggil (Van Kesteren 1887:1280 ; Ricklefs 1974a:368). VOC
m alah tam paknya m em benarkan anggapan bahwa residen m erupakan
pegawai bersam a bagi para raja J awa dan Kom peni dengan m enerim a
saran-saran raja dalam urusan kenaikan pangkat anggota pasukan yang
ditugaskan di keraton atau dalam pengangkatan residen. Karena itu pa-
da April 1792, saat penobatannya, Sultan kedua m endesak Gubernur
Pan tai Tim ur-laut J awa, P.G. van Overstraten , agar m en gizin kan
Wouter H endrik van IJ sseldijk (m enjabat 178 6– 1798 ) tetap sebagai
residen utama karena, sebagaimana dilaporkan oleh Gubernur itu, Van
IJ sseldijk “punya bakat istim ewa untuk bergaul dengan m asyarakat
J awa dan mem buat dirinya mereka sayangi”, suatu pujian yang penting
mengingat sifat ke dudukannya.27 Bukan hanya itu, Residen itu tampak
menyatakan sumpah setia kepada raja di mana ia ditugaskan dan hingga
Septem ber 18 10 , lam a setelah m aklum at Daendels, Pieter Engelhard
m asih m erujuk pada sultan sebagai “raja ham ba” dalam suatu surat
kepada rekan kerja nya di Surakarta.28
Par a r esid en ju ga biasan ya ber u tan g kepad a r aja m en g in gat
tuntutan tugas m ereka di keraton yang luar biasa beratnya. Waterloo,
misalnya, mempunyai utang kepada Hamengkubuwono II se kitar 8.0 0 0
dolar Spanyol tatkala ia hendak m eninggalkan jabatannya pada April
180 8, dan Sultan tidak m engizinkan dia berangkat ke Batavia sam pai

27 De J onge dan Van Deventer 1884– 88, XII:259. Orang-orang Belanda sezamannya tidak sebaik hati
itu: R.G. van Polanen mengecam “sifat baik dan hasratnya untuk disayangi oleh semua orang, [hal
yang] selalu merusak pertimbangan baik” pada dirinya (Poensen 190 5:87 catatan 1), dan Daendels
mengabaikannya saja sebagai “orang paling lemah dan pengelola uang paling parah di J awa” (De
Haan 1935a:667). Menurut sejarawan Belanda Frederik de Haan, Van IJ sseldijk “ganteng tapi
lemah watak” (knappe kop, slap karakter; De Haan 1935a:667). Bahkan dengan Sultan kedua, ia
bacaan-indo.blogspot.com

tidak lagi diterima pada 1796 gara-gara terlibat dalam pertengkaran Sultan itu dengan kakaknya,
Pangeran Ngabehi, sehingga Sultan m em inta Gubernur Sem arang agar m enggantinya dalam
tempo setahun, Van Kesteren 1887:1280 ; De J onge dan Van Deventer 1884– 88, XII:435. Lebih
jauh lihat Neve 1995:176– 8 (tentang keluarga besar Van IJ sseldijk).
28 Dj.Br. 37, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 1-9-1810 . Servatius
merupakan Penjabat Residen di Surakarta waktu itu saat atasannya, J .A. van Braam, tidak berada
di tempat.
198 KUASA RAMALAN

utang-utangnya—sekalian dengan seluruh bunga berganda sem bilan


persen setahun—dibayar lunas oleh penggantinya, yang juga terpaksa
m em injam dari Sultan sekitar 50 .0 0 0 gulden Hindia Belanda untuk
mencukupi biayanya.29 Hal yang sama terjadi juga di Surakarta, di mana
rekan sejabatan Waterloo, B.F. von Liebeherr, mengeluhkan ke ma lang-
an yang menimpa dirinya gara-gara perang di Eropa dan bahwa gajinya
sebesar 15.0 0 0 dolar Spanyol itu dibayar dengan uang kertas pa da hal
utang-utangnya kepada Sunan harus dibayar dengan uang perak.30
Nam un dem ikian , m aklum at Daen dels berhasil m en ghan curkan
struk tur politik keseim bangan yang m erupakan tum puan pelaksanaan
kekuasa an Belanda di keraton. J ika pasal-pasal maklumat itu betul-be-
tul dipatuhi seperti yang dikehendaki oleh Daendels, tak akan ada lagi
kenyataan semu bahwa residen merupakan aparat pemerintah dan raja
J awa sekaligus. Tanggapan Sultan kedua, seperti tercatat baik da lam
sum ber-sum ber Belanda m aupun J awa, benar-benar m erupakan ung-
kapan rasa kecewa yang m endalam . “Para duta” baru di keraton itu
digam bar kan dalam babad Keraton Yogya sebagai pengambil alih tugas-
tugas gubernur Sem arang yang sudah dihapus, hal yang tak pernah
sungguh-sungguh diterima baik oleh raja-raja karena bertentangan de-
ngan wawasan mereka mengenai kekuasaan ganda di J awa.31 Menurut

29 Dj.Br. 37, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 14-4-18 0 8 . Sultan
Ham engkubuwono II tidak m au m enerim a jam inan keuangan dari Kapitan Cina di Yogya, Tan
J in Sing (m enjabat 180 3– 1813; pasca-Desem ber 1813, Raden Tum enggung Secodiningrat), dan
hanya membiarkan Waterloo pergi ketika Engelhard sendiri menyatakan dirinya sebagai jaminan,
yang sebenarnya lemah mengingat rawannya keuangan Residen yang baru itu. Nyatanya, tatkala
m enerim a pem beritahuan m engenai penggantian dirinya dengan Gustaf Willem Wiese pada
Agustus 180 8, Engelhard memohon agar diizinkan memperpanjang masa tugasnya untuk beberapa
bulan sehingga ia bisa memperoleh penghasilan dari keuntungan tahunan panen sarang burung di
pantai selatan (lihat Bab I, Bab VII catatan 219), yang dapat melipatgandakan penghasilan seorang
Residen dari semula 15.0 0 0 ronde realen (real perak) setahun. Ia mengatakan kepada Daendels
bahwa gajinya sebagai “duta” tidak “cukup untuk membiayai rumah tangga biasa saja dan bahkan
tidak sanggup untuk m encukupi m akan sekalipun”, Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta)
kepada H.W. Daendels (Batavia), 11-8-180 8. Pinjaman Engelhard sebesar 50 .0 0 0 gulden Hindia
Belanda dari sultan disebutkan dalam Dj.Br. 22, J .W. J anssens (Batavia) kepada Pieter Engelhard
(Yogyakarta), 15-7-1811. Tampaknya utang itu dibayar dengan pinjaman yang sama besarnya dari
pam annya, bekas Gubernur-J enderal, J ohannes Siberg (m enjabat 18 0 1– 18 0 5), yang dilunasi
kemudian, De Haan 1910 -12, I pt. 2:97.
30 S.Br. 55, B.F. von Liebeherr (Surakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 1-11-180 6. Von
Liebeherr menyatakan bahwa hanya laba dari panen tahunan sarang burung yang memungkinkan
dia m enutup biaya keperluannya, karena pengelolaan usaha pem ungutan pajak sunan m aupun
monopoli madat VOC tidak menghasilkan cukup uang bagi dia. Lihat catatan 29 diatas, Bab VII
catatan 219.
31 Ricklefs 1974a:371– 2; Dj.Br. 41, H am en gkubuwon o II (Yogyakarta) kepada H .W. Daen dels
bacaan-indo.blogspot.com

(Batavia), 22 J um adilakir 1735 J (15-8 -18 0 8 M) (ten tan g san g duta yan g sekaran g harus
diperlakukan setara dengan bekas Gubernur Semarang); S.Br. 23, Hugh Hope (Surakarta) kepada
T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 1-8-1812 (tentang kesediaan Pakubuwono IV untuk menerima dia
sebagai “Gubernur Sem arang” m engingat jabatannya yang lam a sebagai “kom isaris sipil untuk
wilayah-wilayah Timur” dan landdrost Semarang); BNg, I:62, XVI (Dhandanggula) 34. Minister
sinebut/ pangwasa Delèr Semarang.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 199

babad Yogya ini, sultan ham pir tak ragu sedikit pun tentang betapa
parah nya perubahan itu:

XVI. 42 Sang Sultan m erasa gundah


dalam -dalam renungkan m asalah.
Ia sudah resapkan m asa datang
[bahwa] Belanda akan kuasa,
m enyepelekan m artabat kerajaannya
[dan] m enghancurkan wewenangnya.
Akhirnya, m ereka akan m enguras J awa
bagai em as tergerus air.32

Dalam babad karyan ya, Dipon egoro m en yebut secara sin gkat
m en gen ai per bin can gan yan g seru setelah kabar ten tan g m aklum at
Daendels diterim a di Yogya. Secara khusus ia m erujuk pada susunan
bar u t em p at d u d u k d an h ak d u t a (r esid en ) m em bawa p ayu n g
kebesaran , 33 susun an yan g digam barkan dalam Babad Dipon egoro
versi Surakarta sebagai m en dudukkan residen sam a tin ggi den gan
sultan (Carey 198 1a:234– 5 catatan 9). Meskipun hanya pendek dan
singkat, uraian dalam babad itu jelas memperlihatkan bahwa sejumlah
perubahan m endasar yang dibuat oleh Daendels telah m enjengkelkan
tidak saja raja tetapi juga Diponegoro dan orang-orang sezamannya.
Mem ang kita akan m elihat di bawah bahwa satu di antara tujuan
peran g yan g dipim pin Dipon egoro an tara 18 25 dan 18 30 adalah
memulihkan J awa kepada keadaan sebelum perubahan 1808. Karenanya,
dalam rangkaian pertem uan de ngan pejabat Belanda yang m engatur
perundingan-perundingan awal dengan Diponegoro mengenai gencatan
senjata pada Desem ber 18 29, seorang di antara panglim a Pangeran
m en yodorkan em pat pilihan kepada Belan da yan g dalam keran gka
penyelesaian politik semuanya mengacu pada masa pra-Daendels. Yang
terpenting di antara empat pilihan itu adalah agar Belanda membatasi
diri di pan tai utara (pasisir) saja—ter m asuk J awa barat dan Ujun g
Timur—dan berkumpul di dua kota, Batavia dan Semarang, jika mereka
ingin tetap berada di J awa hanya seba gai perusahaan niaga biasa.34

32 BNg, I:63, XVI.42. Sang Nata kam pitèng ty asé/ ngacipuh ngèsthi kéw uh/ w us rum aos sinangkan
ririh/ Kum peni m angrèhira/ andheseg keprabun/ anggegem pil panguw asa/ w usanana ngepak
bacaan-indo.blogspot.com

ngepel pulo Jaw i/ lir m as kéntaring toy a.


33 BD (Manado), I:126– 7, XIV.83– 4.
34 Carey 1974b:285– 8, pilihan lain adalah: 1. tetap sebagai serdadu yang dibayar oleh raja-raja J awa
seperti pada masa VOC; 2. kembali ke Nederland dan berdagang dengan J awa atas syarat bahwa
Belanda membayar sesuai harga pasar untuk hasil-hasil produksi J awa atau sewa yang pantas jika
Belanda ingin meminjam lahan; atau 3. Belanda memeluk agama Islam sehingga kehidupan dan
200 KUASA RAMALAN

Pada awalnya, permusuhan-langsung dihindari. Residen baru un tuk


Yogya, Pieter Engelhard, sepupu gubernur terakhir Semarang dan juga
anggota keluarga Swiss-Belanda yang terkenal serba bisa itu, m e nurut
sumber-sumber Belanda maupun J awa, adalah seorang diplo mat pari-
purna dan berkepribadian sangat baik (berbudi). Selama masa tu gas nya,
ia telah berusaha keras memperlembut sifat keras dan arogan tuntutan-
tuntutan Daendels (Poensen 190 5:126; De Haan 1910 – 12, I pt. 2:97– 8).
Nam un dem ikian, jelas bahwa perubahan-perubahan da lam kedu-
dukan keraton terhadap pem erintah Eropa tidak dapat lagi ditutup-
tutupi dengan basa-basi diplomatik. Sultan Yogya tak dapat me nerima
dalih En gelhard bahwa jen jan g pan gkat lebih tin ggi yan g diberi kan
kepada residen—sam a tingginya, m enurut dia, dengan yang diberikan
kepada duta-duta VOC untuk istana Kaisar Mancu di Peking—m em -
beri kehorm atan lebih tin ggi kepada sultan daripada ketika gelar
opperhoofd (“kepala”) disandang oleh residen di m asa Kom peni, dan
lebih m encerm inkan konstitusi kerajaan di Holland. Dalam sepucuk
surat n ya kepada Daen dels, Sultan m em protes den gan keras bahwa
sang “duta” mengambil tempat yang sama tinggi di sebelah kirinya, se-
tara dengan bekas Gubernur Pantai Timur-laut J awa, dan benar-benar
du duk di sam ping dia di atas singgasananya dalam upacara-upacara
resmi. Mengenai tidak berhentinya residen dengan keretanya saat ber-
papas an dengan sultan, Daendels diberitahu bahwa hal itu tak akan per-
nah terjadi karena secara pribadi sultan akan m em peringatkan wakil
Belanda itu mengenai rencananya keluar dari keraton sehingga mereka
tak mungkin berpapasan.35
Babad Yogya m elaporkan bahwa segera setelah m enerim a m aklu-
mat itu, Sultan mengeluarkan perintah untuk mengubah singgasananya
se de mikian rupa agar tempatnya duduk tetap lebih tinggi saat upacara
ke ra ja an berlangsung. Perintah ini dilaksanakan dengan membuat dam-
par (bangku raja di atas singgasana—Penerj.) lebih sempit sehingga ha-
nya Sultan yang muat duduk di atasnya,36 dan penyangga kaki dari kayu
dita ruh di ba wah nya sehingga sultan akan selalu duduk lebih tinggi
daripa da residen sekalipun ketika berkunjung ke keresidenan.37 Kita
akan lihat dalam bab berikut bagaim ana hal ini nyaris m enim bulkan
bacaan-indo.blogspot.com

kedudukan mereka akan lebih baik. Lebih jauh lihat di bawah dalam Bab XII catatan 14.
35 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 3-8-180 8; Dj.Br. 41,
Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 22 J umadilakir 1735 J (15-
8-180 8 M).
36 B.Ng. I:64, XVII.19– 20 .
37 AvJ , G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 10 -6-180 9; Houben 1994:11.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 201

Gambar 18. Nicolaus Engelhard (1761-1831), Gubernur Pant ai Timur-laut


Jawa, 1803-1808. Gambar sampul dalam karya De Haan 1910-12, III.
bacaan-indo.blogspot.com
202 KUASA RAMALAN

ben trokan senjata antara rom bongan Sultan dan para perwira Inggris
di “kamar singgasana” Keresidenan saat kunjungan Rafles ke Yogya, 27
De sember 1811.38
Tanggapan Keraton Surakarta terhadap maklumat 28 J uli itu tam-
pak lebih positif daripada tanggapan Yogya. Pada 11 Agustus 180 8, Van
Braam m elaporkan bahwa Sunan telah m enyatakan setuju dengan se-
mua pasal maklumat baru itu “tanpa rasa enggan” dan memerintahkan
tabuh ga melan keraton di Sitinggil (“Halaman Tinggi”) di pintu masuk
ke keraton sebagai tanda penyam butan, bahkan m engutus seorang di
an tara nyai-nya (perempuan pengiring) yang sudah sepuh untuk mem-
bawa payung kebesaran sang “duta” yang berwarna biru dan kuning
emas pada saat kunjungan resminya ke keraton.39 Sunan juga tidak me-
le wat kan ke sem pat an untuk m enyindir saingannya di Yogya dengan
selalu m e n am pilkan diri den gan sikap yan g lebih positif terhadap
penguasa yang Eropa. Begitu m enerim a berita bahwa Daendels telah
m e n ulis sepucuk surat kepada Sultan un tuk m em beritahu alasan
pen g galan g an pasukan di Sem aran g, Sun an m en yatakan den gan
sikap sa ngat puas, “Itu membuat saya senang sekali; sekarang dia akhir-
nya yakin akan perasaan jujur orang Belanda”.40 Lima tahun sebelum nya,
tat kala melakukan perjalanan inspeksi, Mei 180 3, melalui J awa tengah-
selatan dan timur, Engelhard telah melihat bahwa keraton Sunan sedang
mulai ber benah diri dengan “gaya Eropa” meskipun harus ba nyak ber-
utang untuk itu (De J onge dan Van Deventer 1884– 88, XIII:128; Bab VI
catatan 165), barangkali satu tanda bahwa Sunan da pat melihat manfaat
meniru gaya busana maupun gaya politik para penguasa asing di J awa.
Mereka yang m aklum dengan watak penguasa Surakarta yang se-
sungguh nya, akan sulit memuji sikap ini. Dalam memorandum purna-
ja bat an n ya sebagai gubern ur Sem aran g, Nicolaus En gelhard telah
mem beri peringatan bahwa meskipun Sunan Pakubuwono IV mungkin
tam pak ber sahabat, n yatan ya ia seoran g yan g berwatak kejam dan
pen den dam , sarat dengan rasa curiga dan seorang yang ulung dalam
berpura-pura.41 Dengan m elukiskan perbuatannya yang berdarah, ter-
m asuk m eracuni atau m encoba m eracuni para pejabat tinggi Belanda
dan m en cekik m ati adiknya perem puan, Engelhard m enyebut Sunan
bacaan-indo.blogspot.com

38 Lihat Bab VII catatan 174.


39 Dj.Br. 23, J .A. van Braam (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Surabaya), 11-8-180 8.
40 Dj.Br. 23, J .A. van Braam (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 22-5-180 8.
41 vAE (aanwinsten 190 0 ) 235, N. Engelhard, “Mem orie”, 14-5-18 0 8 . Engelhard m engandalkan
laporan-laporan para residen Surakarta, khususnya yang dibuat oleh B.F. von Liebeherr, untuk
keperluan memorandum purna jabatannya.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 203

ibarat “m usang berbulu ayam ”.42 Sesungguhnya, pada Mei 18 0 3, dua


ta hun setelah penugasannya sebagai Gubernur Sem arang, Engelhard
sudah ber pen dapat bahwa (De J on ge dan Van Deven ter 18 8 4– 8 8 ,
XIII:128):

bagi Kom peni selalu lebih baik berurusan dengan keraton yang ber-
sikap teguh seperti keraton sultan, asalkan ada Residen yang siaga di
sana, daripada dengan keraton Sunan, yang m enuruti saja ke inginan
Residen selam a dia bisa dipuji-puji dan dim anfaatkan dem i ke pen ting-
an keraton itu sendiri.

J ika terjadi permusuhan terbuka, ia menyimpulkan bahwa lebih ba nyak


yang ditakutkan timbul dari Surakarta daripada Yogya. Dalam pan dang-
annya, Sultan akan lebih gam pang digiring ke taktik terang-terangan,
sedangkan Sunan akan “selalu bertindak licik” dan sekali ren ca nanya
sudah jalan, sebagaim ana halnya pada 1790 ,43 akan sulit m em buat ia
gentar (De J onge dan Van Deventer 18 8 4– 8 8 , XIII:143). Pen dapat
Engelhard mencerminkan pandangan para pejabat tinggi VOC yang telah
bertugas di keraton-keraton selama akhir 1790-an dan awal 1800-an. J .G.
van den Berg (1762– 1842), seorang yang lancar berbahasa J awa, yang
menjabat sebagai residen utama baik di Yogyakarta mau pun Surakarta,
berpen dapat pada 18 0 1 bah wa “m eskipun an gin -an gin an , Sultan
[Hamengkubuwono II] lebih menyenangkan bagi saya daripada Sunan
yang munaik”, dan meskipun kurang bertata krama dan kurang lu wes
daripada Sunan, sultan betul-betul lebih menawan da lam anggapan Van
den Berg.44 Pendahulu Van den Berg di Yogya, Van IJ sseldijk (1757– 1817),

42 vAE (aanwinsten 190 0 ), N. Engelhard, “Memorie”, 14-5-180 8, mengungkapkan upaya Pakubuwono


IV untuk meracuni Residen Surakarta, B.J . van Nieuwkerken gelar Nijvenheim (menjabat 1796–
18 0 3), dan m encekik m ati adik perem puannya yang berusia enam belas, Raden Ayu Sum iyah
(Padm asusastra 190 2:157 no. 26), karena urusan cinta terlarang setelah tujuh kali percobaan
m eracuni gadis itu gagal dan Sunan pura-pura m engam puninya secara resm i. Kekasih adiknya
itu tampaknya mati dipotong-potong dan satu kupingnya dimakan mentah-mentah oleh adik laki
Pakubuwono IV, Pangeran Mangkubumi, setelah ia berhasil dibujuk agar tidak memakan jantung
dan alat kelam in n ya, lihat juga Stockdale 18 12:156. Ten tan g kem un gkin an upaya m eracun i
residen Surakarta sebelum n ya, Willem Adriaan Palm (m en jabat 178 4– 178 8 ), lihat Ricklefs
1974a:297. Nam un rujukan dalam Stockdale 1812:318– 9, pada pem bunuhan tiga belas gundik
Pakubuwono III dengan racun dari pohon upas, Februari 1776, hanya rekaan belaka, lihat Bastin
1985:29– 44. Pandangan yang lebih positif mengenai Pakubuwono IV bisa dilihat dalam J ava NOK
1, Van Overstraten, “Mem orie”, 13-10 -1796, yang m elukiskan Sunan itu sebagai “seorang m uda,
cerdik, dan penuh sem angat berapi-api” dan tidak nyaris sepandir dan setakhayul (bijgeloovig)
penokohan yang dibuat pada 1790 oleh pendahulu Van Overstraten, J an Greeve (menjabat 1787–
bacaan-indo.blogspot.com

1791), lihat Ricklefs 1974a:328– 30 . Untuk penilaian lain yang sezaman terhadap Pakubuwono IV,
lihat Bab VIII catatan 195.
43 Engelhard menggunakan kalimat altoos m et de zaaken voor de vuist uit zal kom en (selalu akan
memilih sikap bersikeras) dan altoos m et listen zal te w erk gaan (selalu akan bertindak licik), De
J onge dan Van Deventer 1884– 88, XIII:143. Tentang peristiwa 1790 , lihat catatan 16 di atas.
44 Dj.Br. 48, J .G. van den Berg (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 6-12-180 1, 5-7-
180 2. Untuk rincian riwayat-hidup Van den Berg, lihat Genealogie Van den Berg 1918:31– 4.
204 KUASA RAMALAN

sependapat. Menulis tentang Sunan sebagai “ulung dalam kelicikan yang


dalam hati sanubarinya muak terhadap semua orang Eropa”, ia meng-
isyaratkan bahwa segenap pemerintahan raja Surakarta sejak 1788 sarat
dengan rencana untuk memperkecil kekuasaan orang Eropa di J awa.45
Berbagai pandangan para pejabat Belanda ini, m eski kaya dengan
pe ngertian atas politik keraton dan dengan karier yang panjang dalam
dinas Kom peni di J awa, ham pir tidak berarti bagi pem erintahan yang
baru. Baik Daendels maupun para pembantu dekatnya tidak menggubris
peringatan mereka: membunuh dengan cekikan atau dengan racun yang
m is terius, hal ini sam a sekali bukan sesuatu yang m enakutkan bagi
Daendels mengingat kariernya yang penuh berlumur darah. Yang pen ting
bagi dia adalah martabat pemerintahannya. Karenanya ketika Van Braam
dan deputi marsekal, Laksamana Muda Arnoud Adriaan Buyskes,46 yang
mengunjungi Sultan pada 19 November 1808 secara resmi sebagai letnan
gubern ur-jen deral, m elaporkan perbedaan sikap yan g tajam an tara
Keraton Yogya dan Surakarta, Daendels menaruh perhatian.
Menurut babad Keraton Yogya, Buyskes merasa gusar dengan sam-
butan tak begitu hormat yang dia peroleh di keraton Sultan.47 Sementara
itu Van Braam merasa kaget dengan “perbedaan yang mencengangkan”
da lam hal sikap bersahabat kedua keraton ketika ia mengunjungi Yogya
pada pertengahan Oktober, sambil menegaskan bahwa “Sultan tidak bisa
bicara Melayu dan sulit bercakap-cakap dengan dia. Pandangan matanya
rada liar yan g m en an dakan rasa curiga dan takut”. 48 Selan jutn ya

45 Baud 30 6, “Rapport van W.H. van IJ sseldijk omtrent de vorstenlanden” (Laporan dari W.H. van
IJ sseldijk tentang tanah kerajaan) (seterusnya: Van IJ sseldijk, “Rapport”), 11-12-1816.
46 Buyskes dikirim ke J awa oleh Louis Napoleon dengan fregat cepat tersendiri sehingga sekiranya
Daen dels tertan gkap oleh In ggris—hal yan g san gat m un gkin m en gin gat kepun gan m ereka
sekelilin g perairan Nusantara pada waktu itu—J awa akan pun ya seoran g gubern ur-jen deral
pengganti. Karena dua-duanya, Buyskes dan Daendels tiba dengan selamat di Batavia, untuk tahun
pertama pemerintahan marsekal itu, sang Laksamana Muda diberi kedudukan letnan gubernur-
jenderal, yang memberinya wewenang sebagai ketua Dewan Hindia Belanda (Raad van Indië) dan
sebagai deputi Daendels selama tidak berada di ibu kota jajahan itu, Dj.Br. 23, Hamengkubuwono
II (Yogyakarta) kepada H .W. Daendels (Sem arang), 26 Rabingulawal 1735 J (23-5-18 0 8 M).
Pada 18 0 9, Buyskes digantikan oleh sekutu politik Daen dels, Van Braam yan g, selagi tetap
Residen (“duta”) untuk Surakarta, juga ditunjuk sebagai President der Hooge Regeering (kepala
pemerintahan pusat di Batavia—Penerj.), jabatan tertinggi yang terpaksa diberikan oleh Daendels,
dan— sejak 25-10 -180 9—sebagai gubernur-jenderal ad-interim jika Daendels meninggal. Dalam
babad Keraton Yogya, Van Braam terkadang dirujuk sebagai “[gubernur]-jenderal kecil” (jenderal
cilik) untuk m em bedakannya dengan Daendels sendiri. Van Braam kehilangan dua jabatannya
itu pada 17 J uli 1811 setelah J .W. J anssens memutuskan untuk meniadakan jabatan President der
Hooge Regeering, De Haan 1935a:50 7; Van Kesteren 1887:1288 catatan 1; B.Ng. I:75, XX.28– 9.
47 B.Ng. I:64, XVII.19– 20 ; AN, Kabinet, 2-3-1837 no. 30 , F.G. Valck (Yogyakarta) kepada Algemene
bacaan-indo.blogspot.com

Secretarie (Batavia), 18-2-1837, dengan lampiran “Project ceremonieel voor de receptie van den
Heere Luitenant Gouverneur-Generaal Buyskes aan het hof van Z.H. den Sultan Ham engkoe
Boeono Senopati Ing Ngalogo Abdul Rachm an Sahidin Panoto Gom o Kalifatolah” (Konsep
upacara un tuk kun jungan Tuan Letnan-Gubernur-J enderal Buyskes ke keraton Yang Mulia Sultan
Hamengkubuwono Senopati Ingalogo Abdurrahman Sayidin Panatagomo Kalifatullah), 19-11-1808.
48 Dj.Br. 23, J .A. van Braam (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 17-10 -180 8, yang merujuk
pada “verw ilderd opslag van het oog” Hamengkubuwono II.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 205

Gambar 19. Laksamana Muda Arnold Adriaan Buyskes (1771-1838). Cet ak bat u
oleh L. Springer. Fot o seizin Rij ksbureau voor Kunst hist orische Document at ie,
Den Haag.

kunjungan Van Braam akan dibahas kem bali pada akhir bab ini. Kita
akan m elihat bagaim ana kunjungan itu m enyangkut pertem uan nahas
den gan Bupati Wedan a wilayah tim ur, Raden Ron ggo, yan g segera
m enjadi kam bing hitam istim ewa bagi Daendels dan m engenai aneka
tontonan luar biasa seperti pertarungan tradisional antara banteng dan
m acan untuk m enghorm atinya. Sem entara itu, laporannya dan juga
laporan Buyskes membantu mengukuhkan rasa permusuhan Daendels
terhadap Raja Yogya, hal yang sudah tampak tatkala ia baru tiba di J awa.
bacaan-indo.blogspot.com

Dalam pa paran resm i yan g ia buat kem udian m en gen ai jabatan n ya


sebagai gubern ur-jen deral, Marsekal itu m en ulis bahwa sem en tara
Sunan sudah menerima baik tata upacara baru itu (Daendels 1814:94):
206 KUASA RAMALAN

Sangat berbeda halnya dengan Sultan Yogya. Penghinaan yang ia ra sa-


kan kepada Pem erintah J ajahan Belanda m enyebabkan dia m e nen tang
tata upacara baru itu [...] dia m udah saja m em buat dirinya jadi pe nye-
bab pem erintah m erasa tidak nyam an dan konon ia m erancang suatu
rencana untuk m enyingkirkan Belanda.

J adi sken ario sudah diatur un tuk kon fron tasi Yogyakarta den gan
“Gubernur-J enderal yang gem uruh” atau Gubernur-J enderal Guntur
seba gaimana ia terkenal dalam naskah-naskah Melayu (Carey 1992:461
catatan 299). Nam un, bertentangan dengan harapan Daendels, kesul-
tanan akan berhasil melewati konfrontasi itu dalam keadaan lebih baik
daripada pemerintah jajahan Belanda.

Jurus-jurus m iliter: Jaw a dan Belanda


Masalah Daendels adalah bahwa pem erintahnya bangkrut karena ke-
pungan Inggris dan bala tentaranya tidak bisa diandalkan: “gerombolan
belan g-bon ten g yan g buru-buru dikum pulkan den gan tergesa-gesa”
(Aukes 1935:28), begitulah seorang sejarawan militer Belanda melukis-
kan tentara m arsekal itu. J um lahnya ham pir 18.0 0 0 orang, utam anya
asal J awa yang pada Desember 1810 melarikan diri dengan laju 70 orang
setiap hari (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:33; Bab VI catatan 82).
Tidak sepenuhnya berkelakar, Nicolaus Engelhard telah m engajukan
usul dalam memorandum purna-jabatannya, Mei 180 8, agar pemerintah
m en gupah sejum lah oran g suci dan pertapa, yan g disebutn ya tapa,
untuk m em buat sejum lah ram alan yang m enguntungkan bagi Belanda
mengingat keadaan bahaya yang menghadang bekas VOC.49 Sementara
itu di Yogya, sepupunya, Pieter Engelhard, dengan susah payah mencoba
men dapatkan keterangan dari “tangan ketiga atau keempat” tentang apa
gerangan tanggapan Sultan kedua m engenai rawannya keuangan pe-
merintah jajahan, “keadaan yang sekarang sudah diketahui oleh banyak
orang di Keraton Yogya”.50
Dengan pertahanan Pulau J awa sebagai puncak prioritas, Daendels
m enghabiskan sebagian besar tahun pertam a pem erintahannya untuk
m en coba m em perkuat kedudukan m ilitern ya di J awa te n gah dan
bacaan-indo.blogspot.com

tim ur. Pada awal Mei, ia telah m em beritahu para raja J awa tengah-

49 vAE (aanwinsten 190 0 ) 235, N. Engelhard, “Memorie”, 14-5-180 8.


50 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 10 -10 -180 8.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 207

sela t an bahwa ia akan tiba di Sem arang dengan satu pa sukan tentara
yang cukup besar dan m em inta utusan ke raton m e ne m ui dia di sana
pada awal sam pai pertengahan J uni.51 Me nurut babad Keraton Yogya,
Daendels sudah m em beritahu Sultan bahwa dia akan ke Yogya untuk
me la kukan dari sana suatu “turne ke J awa [tengah dan timur]”, berita
yang menyebab kan penduduk Yogya gempar (oreg).52 Sumber yang sama
menggambarkan bahwa Sultan bergerak mengadakan persiapan militer,
m elatih pasukan-pasukan dan m em anggil pasukan wajib atau pra jurit
arahan dari para bupati wilayah tim ur dan angkatan bersenjata putra
mahkota.53
Penggambaran ini juga dikukuhkan dalam babad karya Diponegoro,
di mana ia menam bah kan rincian bahwa banyak orang di Yogya meng-
anggap belum per nah terjadi seorang gubernur-jenderal akan datang ke
tempat lebih jauh daripada Salatiga.54

XVI. 84 Maka Gubernur [-J enderal] itu datang ke J awa [tengah]


Adalah J enderal Daendels nam anya.

85 Ia tiba di Surakarta
[dan] ingin terus ke Yogya.
Nam un Sultan tidak suka hal itu
karna tak pernah terjadi
di m asa sebelum nya
seorang gubernur [-jenderal] datang ke J awa
[tengah-selatan].
Meski ada yang datang ke J awa tengah,
m ereka hanya sam pai Sem arang,
atau paling jauh, di Salatiga.

51 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 21-5-180 8; Dj.Br. 41,
Ham engkubuwono II (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Sem arang), 28 Rabingulawal 1735J
(23-5-180 8 M). Daendels tiba di Sem arang pada 12 Mei 180 8 dan m enjadikan kota itu sebagai
pangkalan hingga akhir September sementara ia memeriksa perbentengan dan pos-pos pertahanan
sepanjang pantai utara (pasisir) dan di J awa timur (Surabaya, Ujung Timur).
52 B.Ng. I:65, XVII.42.
53 B.Ng. I:65– 6, XVIII.1– 14. Babad tersebut memberi tanggal 6 Rabingulakir 1735 J (2-6-180 8 M),
tapi menjadi jelas dalam laporan-laporan Belanda (catatan 51) bahwa berita itu sampai di Yogya
pada awal Mei. Tentang pem anggilan prajurit arahan (pasukan wajib) dari wilayah tim ur, lihat
Dj.Br. 23, Raden Ronggo Prawirodirjo III (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 29
J um adilakir 1735 J (22-8-180 8 M), yang m enyatakan bahwa ia telah m em beri perintah kepada
bacaan-indo.blogspot.com

rakyatnya di Madiun untuk menyiapkan senjata dan kuda sebelum ia berangkat ke Semarang pada
12 J uni 180 8 sehingga ia bisa m em punyai cukup pengawal dalam perjalanannya sebagai bagian
dari utusan Yogya untuk bertemu dengan Daendels. Lebih jauh lihat catatan 69.
54 BD (Manado), II:127, XIV (Sinom) 84– 5. nuly a Gurnadur ngejaw i/ m apan Jéndral Dhandles iku
nam anira. 85. sam pun prapta Surakarta/ y un lajeng m ring Ngay ogy èki/ kangjeng sultan datan
arsa/ sabab dérèng w onten iki/ adat kang dhingin-dhingin/ Jéndral ngejaw iy a/ nanging kèndel
nèng Sem aw is/ setun tebih m apan kèndel Salatiga.
208 KUASA RAMALAN

Dalam hal ini Diponegoro melupakan kunjungan yang nahas Gubernur-


J enderal Baron G.W. van Imhoff ke Surakarta, Mei 1746, yang memicu
pem berontakan Mangkubum i, kakek buyutnya,55 m eski peristiwa ter-
sebut bisa saja sudah di luar ingatan hampir semua orang di Yogya pada
akhir 18 0 0 -an . Nam un dem ikian , pen ggam baran Dipon egoro cocok
sekali dengan pendapat pihak Keraton Yogyakarta tentang pemilahan-
ganda J awa di m ana gubernur-jenderal seyogyanya tinggal di Batavia
dan tidak melibatkan diri dalam masalah rumah tangga J awa tengah.
Nyatanya ceritera Pangeran sedikit cam pur aduk m engenai rang-
kaian peristiwa yang terjadi selama masa yang lebih panjang antara 12
Mei dan pertengahan Agustus 180 8. Pada bulan kemarau itu Daendels
mengancam akan datang ke Yogya dengan pasukan berkuda yang baru
dibentuk dan disertai dengan artileri medan mengingat Sultan telah me-
nun jukkan kurangnya “kesetiaan dalam hatinya” terhadap pe me rintah
Eropa.56 Babad Keraton Yogya pun agak kusut. Persiapan militer di Yogya
boleh jadi merupakan bagian jawaban atas kedatangan Daendels di J awa
tengah, tapi persiapan itu juga ditampilkan oleh Patih Kesultanan Yogya
Danurejo II sebagai bukti nyata maksud Sultan untuk mem bantu Belanda
jika J awa diserbu oleh Inggris, karena pem erintah Daendels terpaksa
mengandalkan serdadu bantuan setempat untuk me len gkapi kekuatan
m iliternya.57 Lagipula, sekurang-kurangnya sebagian pa sukan bupati
wila yah timur memang sudah berada di Yogya, karena Garebeg Mulud
(Peringatan Hari Lahir Nabi) baru saja berlangsung pada 8 Mei.58
Pada pertengahan Mei, inspeksi pasukan tam paknya terjadi dua
sam pai tiga kali seminggu, begitu menurut Engelhard, dan ia bisa meli-
hat anggota wajib m iliter dari wilayah tim ur di bawah Raden Ronggo
ber parade sepanjang jalan besar yang m elewati Wism a Residen, sete-
ngah nya bersenjata tombak dan sisanya bedil.59 Perintah Sultan adalah
agar setengah pasukan bersenjatanya, yang berkekuatan 10 .0 0 0 prajurit,
ber siap-siap mengambil bagian dalam parade besar di pesanggrahannya,
Rojowinangun, tepat di sebelah timur Yogya pada hari Rabu, 1 J uni.60

55 Lihat catatan 26.


56 Dj.Br. 23, H am en gkubuwon o II (Yogyakarta) kepada Pieter En gelh ard (Yogyakarta), 22
J umadilakir 1735 J (15-8-180 8 M). Terjemahan surat ini ke dalam bahasa Belanda merujuk pada
kurangnya vastigheid in zijn sentim enten (ketetapan dalam perasaan), maksudnya dalam perasaan
Hamengkubuwono II.
bacaan-indo.blogspot.com

57 Dj.Br. Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 12-5-180 8.


58 Lihat catatan 53 dan 63.
59 Dj.Br. Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 12-5-180 8.
60 Dj.Br. 23, J .G. Dietrée, “Translaat notitie v an zoodanige troupes v an Z.H . den sulthan te
Djokjocarta also op den 6 van het light Rabiolakeer in ’t jaar Dal 1735 oft den 1 Juny 180 8
door Z.H. den Kroon Prins op ’s vorstens buitenplaats Rodjo W inangoen g’inspecteerd zijn, ten
bijw eezen van den opperkoopm an en Eerste Resident Pieter Engelhard, en den Colonel Adjutant
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 209

Ayahan da Dipon egoro, san g Putra Mahkota, yan g akan m em im pin


para de pasukan itu. Parade ini juga disaksikan oleh Engelhard, koman-
dan gar nisun Yogya, dan kepala staf tentara m erangkap kepala divisi
Semarang, Kolonel F.C.P. von Winckelmann, yang pergi ke Yogya khusus
untuk acara tersebut.61 Kita tahu dari suatu sum ber kera ton bahwa
Diponegoro muda—kala itu masih dengan nama Raden Ontowiryo—ikut
serta dalam parade ini sebagai komandan satu regu de ngan lima belas
prajurit berkuda di dalam batalion putra mahkota dengan 763 prajurit.62
Ayah m ertuanya, Bupati Yogya untuk Panolan, Raden Tum enggung
Notowijoyo III (m enjabat 180 3– 1811), juga ikut serta de ngan de lapan
puluh pra jurit berkuda ber senja takan tombak dan bedil.63
Walaupun para peserta tidak m enyadarinya saat itu, parade besar
Rojowin an gun akan m erupakan satu di an tara pam eran kekuatan
m iliter Yogya yang terakhir sebelum kesultanan itu diobrak-abrik oleh
In ggris pada J un i 18 12. Awal run tuhn ya Tan ah J awa akan dibuka
den gan sebuah acara parade yan g terdiri dari sekuran g-kuran gn ya
separo pa sukan berkuda Yogya dengan hiasan luar biasa sem arak—
suatu peristiwa yang layak diabadikan dalam foto-foto coklat tua karya
se orang juru-foto istana seperti Kassian Cephas (1844– 1912), atau foto
daguerreoty pe (teknologi awal fotograi—Penerj.) karya Woodbury dan
Page yang termasyhur itu.
Nam un yan g kita dapat adalah laporan lan gsun g dari Pieter
Engelhard yang menyaksikan sendiri rangkaian peristiwa di bulan J uni
itu. Ba gi dia sendiri, peristiwa itu m ulai pagi buta di kediam an putra
mah kota, pojok timur-laut keraton di mana datang bergabung sem bilan
orang ningrat m uda lajang atau panji—para pendam ping keper ca ya an

Generaal en Chef d’Etat Major, Frans Carel Philip von W inckelm an, Capitains [sic] S. Mollet, en
[Lieutenant-Colonel] L.B. de Chasteauvieux, der Lieutenants A.J. Tion en J.H. Nagel, nevens den
Opper Chirurgien G.W . Sentius” (Terjem ahan keterangan m engenai prajurit sultan Yogyakarta
yang bertugas menjalani pemeriksaan oleh Putra Mahkota di pesanggrahan Rojowinangun pada
6 Rabingulakir tahun Dal A.J . 1735 atau 1 J uni 180 8, dengan kehadiran dari Opperkoopman dan
Residen Utam a Pieter Engelhard dan Kolonel Ajudan-J enderal dan Kepala Staf-Mayor, Frans
Carel Philip von Winckelm an etc) (seterusnya: Dietrée, “Translaat notitie”), 2-6-18 0 8 . Untuk
pemerian reruntuhan Rojowinangun dan “tata lahannya yang bercita rasa” pada pertengahan abad
kesembilan belas, lihat D’Almeida 1864, II:122– 3.
61 Dj.Br. Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 28-5-180 8. Sebagaimana
halnya banyak perwira tinggi di J awa kala itu, Von Winckelm ann (1757– 1820 ) adalah seorang
J erm an, lahir di Saxony dan kom andan resim en Württem berg, yang telah dikirim kan sebagai
bala bantuan oleh VOC beserta eskadron Laksamana Madya Pieter Hartsinck pada 180 5, De Haan
1935a:665– 6. Pangkatnya dinaikkan jadi brigadir-jenderal oleh Daendels pada 180 9.
bacaan-indo.blogspot.com

62 Carey dan Hoadley 20 0 0 :296– 7. Daftar yang diterjem ahkan ke bahasa Belanda (selengkapnya
lihat catatan 60 ) m enunjukkan angka hanya 60 0 prajurit saja dalam batalion putra m ahkota.
H arap diperhatikan bahwa ejaan “Ontowiryo” dan nam a istrinya, putri Bupati Yogya untuk
Panolan, selalu ditulis “Ontawirya” dalam dokumen-dokumen keraton, lihat Bab II catatan 68.
63 Dj.Br. 23, Dietrée, “Translaat notitie”, 2-6-180 8 (34 di antara anggota pasukan ini m enyandang
bedil karabin kavaleri dan sisanya dengan tombak); Carey dan Hoadley 20 0 0 :296, memberi angka
yang lebih kecil, 69.
210 KUASA RAMALAN

raja—yang m engenakan kem eja dan celana sutera kuning de ngan jas
beledu berkelim mas tanpa lengan serta topi beledu hitam. Menunggang
kuda bagus abu-abu, mereka bersama-sama ber gerak ke paseban, tem-
pat pertemuan resmi di alun-alun utara, untuk menyaksikan pa sukan-
pasukan berbaris keluar dari keraton, dan ke mudian ke baluarti tenggara.
Di situ Sultan sedang duduk dengan para istri resminya serta para putri
keraton, yang lewat tingkap perangin dinding bentengnya me nyaksikan
pasukan berbaris keluar m en uju Rojowin an gun . Setelah m en dapat
sapaan luar biasa bersahabat dari Sultan, En gelhard dan pengawal
pribadinya yang bergaya itu keluar memutari keraton untuk mengikuti
barisan pasukan m enuju pesanggrahan sultan di m ana m ereka m eng-
ambil tempat di balairung besar (pagelaran).64
Setelah para pangeran m aju satu per satu untuk m em beri horm at
ke pada Residen itu, pada saat makan siang disajikan, Engelhard dapat
mengamati Putra Mahkota dari dekat. Engelhard berkomentar tentang
paduan yang menyenangkan pada watak baik calon raja Yogya itu dan
sosoknya yang berwibawa serta bersahabat “yang membuatnya disayangi
oleh segala lapisan m asyarakat”. Mem anfaatkan peristiwa langka ini
tatkala ia bebas dari pengawasan ayahnya dan untuk sementara bertugas
me mimpin seluruh acara, Putra Mahkota berusaha menunjukkan sikap-
nya yang pro-Belanda dengan bersikeras agar disuguhi teh campur susu
seperti yang dihidangkan kepada orang Belanda tam u-tam unya,65 dan
ber seru dengan sekuat tenaga bahwa masyarakat keraton dan para peja-
bat harus bicara Melayu pada hari itu “karena itulah bahasa yang oleh
sahabat-sahabat Sultan, yakni orang Belanda, digunakan untuk bicara
de ngan rakyat m ereka!”66 Dengan cara ini, politik m asa Daendels m u-
lai dilakonkan pada aras bahasa dan selera ketika sikap pro dan anti-
Belanda sem akin m engendap sebagai benih perpecahan kelom pok di
Keraton Yogya.
Menyusul makan siang, Putra Mahkota memberi perintah agar se-
mua pa sukan berkumpul di lapangan besar di depan pesanggrahan itu
dan selama dua jam melaksanakan latihan perang-perangan, yang mem-
beri m ereka kesem patan m em am erkan keteram pilan dengan tom bak
bacaan-indo.blogspot.com

64 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 2-6-180 8.
65 Tentang makna yang terkandung dalam hal ini di Surakarta pada pertengahan abad kesembilan
belas sebagai un gkapan “tun duk pada selera Eropa”, lihat D' Alm eida 18 64, II:79. Ketika
menggantikan Sultan, Putra Mahkota (Hamengkubuwono III, bertakhta 1812– 1814) meneruskan
kebiasaannya menyuguhkan makanan gaya Eropa dengan menyertakan roti putih (roti gandum)
dan m en tega, m akan an yan g biasan ya han ya disan tap oleh oran g Eropa waktu itu dalam
perjamuan keraton, Carey 1992:467 catatan 320 .
66 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 2-6-180 8.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 211

dan bedil di hadapan orang Eropa. Namun lagi-lagi, menurut Engelhard,


prajurit J awa tam pak sangat lem ah dalam penggunaan bedil m es ki
ketangkasan mereka dengan tombak J awa yang panjang itu tiada tara-
nya.67 Pada jam empat sore parade militer itu selesai dan Residen yang
ke lelahan itu naik kuda kembali ke Yogya dengan mengakhiri apa yang
kelak ternyata merupakan parade besar terakhir “tatanan lama” J awa.
Seiring dengan berlangsungnya rangkaian peristiwa itu di Yogya,
Daendels, berada diam-diam di Semarang dengan 3.0 0 0 orang anggota
pa sukan kavaleri beserta artileri m edan (12 Mei), bertekad un tuk
m em buat keraton Sultan terkesan dengan parade kekuatan m iliternya
sendiri. Ia mengirim surat kepada penguasa Yogya dan meminta Sultan
m engirim kan sejum lah ningratnya ke Sem arang “untuk m enyaksikan
ber ma cam upaya yang ia lakukan demi pertahanan J awa” dan “sikapnya
ter hadap masyarakat J awa”.68 Apa yang dipahami oleh Sultan kedua itu
dengan kalimat terakhir itu tidak dilaporkan. Yang diketahui dari ce rita
pihak J awa adalah bahwa kunjungan utusan Yogya ke Sem arang pa da
12-20 J uni69 tidak berlangsung dengan baik. Utusan itu bertemu dengan
Daendels dan diundang menyaksikan latihan perang-perangan ten ta ra-
nya (15 J uni), tapi pemimpin rombongan itu, Raden Ronggo, dilaporkan
tidak berusaha m enyem bunyikan rasa enggannya terhadap pam er ke-
kuatan itu (Poensen 190 5:131). Konon Daendels membalas setimpal de-
ngan menolak mengucapkan selamat jalan kepada Raden Ronggo secara
pribadi atau mengirim salam kepada Sultan.70
Hal itu sam a sekali berbeda dengan sam butan terhadap utusan
Surakarta yang telah berada di Semarang sejak awal J uni, dan telah me-
nikmati pertemuan dengan Gubernur-J enderal yang, menurut Van Braam
yang m enyertai rom bongan itu, ditandai “dengan rasa persahabatan
dan penghorm atan besar”. Yang paling seru adalah hadirnya putra
bungsu Sunan dari istri resm inya, Ratu Kencono, putri Panem bahan
Cokrodiningrat IV dari Pamekasan, perempuan yang dididik oleh Nyonya
Van Braam di Surabaya. Anak lelakinya yang berusia sebelas itu, Gusti
Timor (Raden Malikan Saleh, kelak Pangeran Purboyo), akan ber kuasa

67 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 2-6-180 8.
68 Dj.Br. 41, Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 26 Rabingulawal
1735 J (23-5-180 8 M).
bacaan-indo.blogspot.com

69 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Sem arang), 24-5-18 0 8 , 4-6-
180 8, m enyebut bahwa utusan Yogya, yang terdiri dari Raden Ronggo, Pangeran Dipokusum o,
dan Bupati Yogya untuk Rowo, Raden Tumenggung Pringgokusumo, ditetapkan berangkat pada 12
J uni. Karena jatuh sakit, Pringgokusumo digantikan oleh Pangeran Adinegoro yang sudah lanjut
usia (m eninggal 1812), seorang keponakan Ham engkubuwono I, yang kala itu bertugas sebagai
seorang nayaka (Bupati Keparak).
70 B.Ng. I:67, XVIII.32– 3.
212 KUASA RAMALAN

sebagai Pakubuwono VII (1830– 1855). Pada kunjungan itu, Gusti Timor
juga dianugerahi pangkat letnan kavaleri oleh Daendels, suatu tanda
kehormatan yang sangat menyentuh hati nurani Sunan dan istrinya.71
Pada waktu yang sama, sang Marsekal meningkatkan ke du dukan ayah
m ertua Raja Surakarta itu, Cokrodiningrat IV, m enjadi Sultan Sepuh
Madura dan wedana (ketua kehormatan) bagi para bupati Gresik, Sidayu,
dan sem ua kabupaten di Ujung Tim ur hingga Banyuwangi. Daendels
mengumum kan bahwa semua itu merupakan tanda pengakuan atas jasa-
jasa Panembahan yang menyediakan pasukan Madura un tuk garnisun-
garnisun Belanda di Batavia, Ambon, dan Groote Oost (Hindia Belanda
timur).72 Tapi memilih penguasa Madura yang akrab dengan Surakarta itu
sebagai satu-satunya yang mendapat kehormatan besar tampaknya telah
membawa pengaruh buruk di Yogya di mana Sultan dilaporkan merasa
disepelekan saat mendengar berita itu.73
Bahwa Daendels semakin banyak mengandalkan pasukan pem ban tu
yang dibentuk di daerah setempat untuk memperkuat garis-ga ris perta-
hanan di J awa tengah-selatan tecerm in pada m aklum at resm inya, 19
J uni 180 8 (Van der Chijs 1895, XIV:836), yang merujuk pada pengirim-
an 1.0 0 0 orang Bugis dari Makassar dan pembelian 750 budak asal Bali
dengan perantaraan kom isaris wilayah Ujung Tim ur, Frederik J acob
Rothenbühler. Nam un pasukan setem pat yang lebih bisa diandalkan
berada lebih dekat lagi. Inilah pasukan Mangkunegaran.
Pada akhir Mei, Pangeran Prangwedono (Mangkunegoro II) diberi-
tahu bahwa ia harus datang ke Sem arang untuk m enerim a penugasan
baru lan gsun g dari Gubern ur-J en deral.74 In i m en yan gkut ken aikan
pangkat nya jadi kolonel penuh dalam tentara Raja Belanda dan peng-

71 Dj.Br. 23, J .A. van Braam (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang/ Surabaya), 24-5-180 8, 11-
8-180 8. Tentang asal-usul Gusti Timor (Pangeran Purboyo; Pakubuwono II), lihat Padmasusastra
190 2:159; 163 no.23; Rouffaer 190 5:599; Bab VIII. Tentang pendidikan Ratu Kencono di Surabaya
yang diatur Nyonya van Braam (binti Ambrosina Wilhelmina van Rijck), lihat Royal Asiatic Society
(London), koleksi Rafles jilid 3, “Miscellaneous Memorandum on Surakarta” (Memoar beraneka-
ragam ten tan g Surakarta), kira-kira 11– 18 11. Selain Van Braam dan Gusti Tim or, delegasi
Surakarta terdiri dari adik Pakubuwon o IV, Pangeran Mangkubum i, dan panglim a pasukan
Keraton Surakarta yang masih muda dan baru diangkat, Pangeran Cokrokusumo. Mereka tinggal
di Semarang dari 31 Mei ke 6 J uni 180 8.
72 Dj.Br. 41, Pakubuwono IV (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Surabaya), 7 J umadilawal 1735 J
(21-7-180 8 M). Daendels mengeluarkan pengumuman itu setelah bertemu dengan Cokrodiningrat
IV saat kunjungannya ke Surabaya pada pertengahan J uli.
73 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Surabaya), 22-7-180 8.
bacaan-indo.blogspot.com

74 Dj.Br. 23, J .A. van Braam (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 25-5-180 8, melaporkan
bahwa Pran gwedon o sudah diberitahu m en gen ai ren can a-ren can a Daen dels yan g berkaitan
dengan dirinya begitu Van Braam kem bali dari Sem arang pada 21 Mei, dan ia katanya tam pak
senang sekali, khususnya dengan perlengkapan berupa dua pucuk meriam kaliber tiga pon untuk
artileri medannya. Van Braam kemudian menyesali perginya Prangwedono dari Surakarta karena
itu berarti keringnya sum ber “gosip” berbisa tentang Yogyakarta, Dj.Br. 23, J .A. van Braam
(Surakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 23-8-180 8.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 213

an ugerahan resm i kepadan ya Bin tan g J asa Kerajaan Belan da yan g


baru. Sejak itu, pasukan Prangwedono yang terdiri dari 1.150 prajurit
diresmikan sebagai suatu “legiun” yang meniru Legiun Batavia Daendels
sen diri, dan yan g bertugas m em perkuat garis-garis pertahan an di
Klaten dan Yogya.75 Dengan cara ini, kedudukan Prangwedono yang
berusia empat puluh itu sebagai seorang “Pangeran Kompeni” men da pat
pengakuan resmi dari pemerintah baru. Selain dalam satu-satunya pe-
ristiwa pemberontakan yang dilancarkan oleh Raden Ronggo di wilayah
tim ur pada Novem ber– Desem ber 1810 , Prangwedono akan m engabdi
dengan setia pada pemerintah Eropa dalam semua pasang-surut dan per-
tempurannya hingga ia meninggal pada J anuari 1835. Sejak itu, pakaian
resm inya selalu berupa seragam perwira Eropa, ram butnya dipotong
cepak seperti tentara Eropa, dan pergaulan sosialnya bergaya komandan
resimen dalam pertempuran terus-menerus.76
Nam un dem ikian, jika Daendels m engira bahwa m engirim kan pa-
sukan Prangwedono ke Yogya adalah cara yang cerdik untuk men dapat-
kan m anfaat sebesar-besarnya dari angkatan perangnya yang ringkih
itu di m edan J awa tengah selatan, ia benar-benar keliru. Tiada yang
da pat diperhitungkan lebih jitu lagi untuk mengobarkan kemarahan di
pihak Keraton Yogya di mana berita mengenai akan datangnya Legiun
Man gkun egaran itu telah m en yebabkan kegun can gan hebat. Babad
Keraton Yogya m elukiskan Sultan m erasa ibarat seekor banteng yang
se ngaja dirangsang untuk berang dengan ranting berbulu duri pohon

75 Van der Chijs 1895– 97, XIV:775 (tentang Koninklijke Orde van Holland), XV:66; Pringgodigdo
1950 :19– 20 ; Soebardi 1971:31 (ten tan g pem ben tukan “legiun ” Pran gwedan an —pasca-18 21,
Mangkunegaran dengan besluit Daendels, 29-7-180 8); Van der Chijs 1895– 97, XV:66; Rouffaer
190 5:60 4-3 (tentang kekuatan pasukan legiun itu: 80 0 infanteri, 10 0 juru tembak, 20 0 kavaleri,
50 artileri m edan ; besluit Daen dels, 1-8 -18 0 8 yan g m en etapkan jum lah uan g saku pribadi
Prangwedono sebanyak 4.0 0 0 dolar Spanyol selain 6.540 dolar Spanyol gaji sebagai kolonel);
IOL Eur. F 148/ 18, “Mem oirs of J ava at the tim e of the capture collected by Captain [William ]
Robison” (Mem oar-m em oar tentang Pulau J awa sesaat diam bil alih [Inggris] yang dikum pul
Kapten [William] Robison), J .A. van Braam (Surakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 11-7-1811
(tentang pengangkatan Prangwedono sebagai kolonel dalam tentara Raja Belanda); S.Br. 55, H.W.
Daendels, “Instructie voor Lieutenant-Colonel Reinking en W.N. Servatius” (Perintah-perintah
untuk Letkol Reinking dan W.N. Servatius), 22-6-180 8; Dj.Br. 23, W.N. Servatius (Surakarta)
kepada H.W. Daendels (Semarang), 28-6-180 8 (tentang pengiriman pasukan Prangwedono dari
Surakarta ke Klaten dan Yogya). Untuk keterangan lebih rinci, lihat Aukes 1935:23– 4; Carey
1992:418 catatan 93.
76 Carey 1992:40 9 catatan 57; Van Hogendorp 1913:169: “Wangsa Mangkunegaran merupakan gejala
yang ganjil khususnya dalam keraton yang cenderung tam pil halus seperti halnya di Surakarta.
Mereka sem ua adalah pahlawan, yang tidak tahu apa itu artinya m undur. Pasukan-pasukannya
bacaan-indo.blogspot.com

segala jenis, yang sem purna perlengkapannya, dipersenjatai dan dipim pin dengan cara Eropa,
benar-benar ditempa dengan semangat yang sama.” Lihat juga Lettres de J ava 1829:86, tentang
suatu kun jun gan den gan Pran gwedon o (kala itu Man gkun egoro II) di pesan ggrahan n ya,
Karangpandan, lereng Gunung Lawu, Agustus 1822, “orang nyaris tidak tidur, Pangeran dengan
seragam kolonelnya terus saja berdiri sepanjang malam, hanya sebentar-sebentar duduk di kursi
goyangnya m encuri tidur sekejap-sekejap”. Tentang sepak terjangnya yang m em bingungkan
selama pemberontakan Raden Ronggo, lihat Bab VI catatan 20 2..
214 KUASA RAMALAN

Gambar 20. Pangeran Prangwedono (pasca-1821, Kangj eng Gust i Pangeran


Ario Adipat i Mangkunegoro II) menj abat kepala wangsa Mangkunegaran
dari 25 Januari 1796 hingga wafat pada 26 Januari 1835. Fot o ini, yang
dilukis ent ah kapan ant ara 1833 dan 1835, memperlihat kan dia mengenakan
seragam milit er gaya Belanda sebagai Kolonel Kepala Legiun Mangkunegaran.
Di dadanya t ersemat dua bint ang j asa: di sisi kiri Milit aire Willems Orde
(Kelas Tiga), dianugerahkan kepadanya pada 30 Januari 1832 at as j asa-
bacaan-indo.blogspot.com

j asanya kepada Belanda selama Perang Jawa, dan di sisi kanan Orde van de
Nederlandsche Leeuw, suat u bint ang Keraj aan Belanda yang dianugerahkan
langsung oleh Raj a Willem I (bert akht a 1813–1840), pada 1833. Hanya t opinya
(blangkon) yang masih menandai kej awaannya. Fot o dikut ip dari Pringgodigdo
1950:20, sampul dalam.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 215

kemaduh. Peribahasa ini juga mengandung makna pertarungan macan


la wan banteng di keraton di mana banteng dipicu menyerang musuh be-
bu yutannya dengan racikan daun kemaduh yang gatalnya sangat menya-
kit kan itu.77 Sebentar lagi akan dilihat bagaimana pertarungan ini juga
m engan dung perlam bang dengan m akna lebih dalam bagi m asyarakat
J awa, di mana macan disamakan dengan Belanda dan banteng dengan
ke mam puan bertarung mereka sendiri yang lebih tabah.
Pada waktu yang sam a, kecurigaan Sultan Yogya m engenai siasat
pem erintah Eropa diarah kan secara khusus pada benteng yang baru
diban gun di Klaten , “tem pat pertem uan yan g diban gun di ten gah-
tengah di antara kedua kerajaan untuk m enim bulkan rasa takut yang
m elum puhkan pada kedua keraton akibat kecurigaan yang disuntik-
kan pada m ereka”, begitu kata-kata J oh n Crawfurd. 78 Ken yataan
bahwa pe me rin tah Eropa berencana untuk menempatkan pasukan dari
Mangkunegaran di benteng itu m enyebabkan benteng tersebut m alah
sema kin mengancam dilihat dari sudut kepentingan Yogya.
Pada pertengahan Agustus, Engelhard m elaporkan bahwa Sultan
telah memberi perintah agar semua pasukannya tinggal di ibu kota untuk
m e nangkis bahaya dari pihak Prangwedono.79 Babad Keraton Yogya
m alah m erujuk pada beberapa di antara pasukan ini yang digerakkan
ke garis pertahanan terdepan di pesanggrahan sultan di Wonocatur,
Ngawatrejo (Pengawatrejo), dan Rojowinangun, yang dengan lorong-
lorong bawah tanahnya dan—seperti di Ngawatrejo—bukit-bukitnya,
juga dapat dijadikan kubu pertahanan.8 0 Menurut Engelhard, Sultan
yakin bahwa Pangeran Surakarta m enyim pan “m aksud jahat terhadap
Yogya”, dan ia tidak m erasa lega den gan jam in an Daen dels bahwa

77 B.Ng. I:69, XVIII.48 ; Poen sen 190 5:132; De Clercq 190 9:267 (un tuk uraian ilm iah ten tan g
kemaduh); Gericke dan Roorda 190 1, I:541; Berlin SB MS Or 568, Cokronegoro, “Diary”, 9; Veth
1896– 190 7, III:635 (tentang penggunaannya dalam pertarungan macan banteng).
78 IOL Eur F 148/24, John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 14-5-
1812. Izin m endirikan benteng di Klaten di atas lahan m ilik kedua keraton telah dirundingkan
oleh Nicolaus Engelhard sem asa m asih m enjabat Gubernur Pantai Tim ur-laut J awa pada 180 2.
Menurut Engelhard, pembangunannya oleh Insinyur Kapten H.C. Cornelius dengan pengarahan
Letnan-Kolonel Karel von Wollzogen diselesaikan pada April 18 0 6, vAE (aanwinsten 190 0 ),
Engelhard, “Mem orie”, 14-5-180 8; Dj.Br. 39, Kapten H.C. Cornelius (Klaten) kepada Nicolaus
Engelhard (Semarang), 8-4-180 6. Mack.Pr. 2, Daftar Sengkala Surakarta, 185, menyebut tanggal
selesainya pem bangunan benteng itu 1731 J (18 0 4– 18 0 5 M). Pem ugaran besar-besaran perlu
dilakukan menyusul gempa 28 Februari 180 8 (Bab I catatan 15), dan pemugaran ini masih belum
selesai pada akhir 1810 , karena Keraton Yogya luar biasa lam bat dalam m enyediakan bantuan,
bacaan-indo.blogspot.com

Dj.Br. 39, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 14-9-1810 .


79 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Surabaya), 14-8 -18 0 8 , yang
m erujuk pada surat Daen dels, 12-8 -18 0 8 , kepada H am en gkubuwon o II yan g ditulis dari
Surakarta.
80 B.Ng. I:70 , XIX.12; Dj.Br. 24, Woortman, “Dagverhaal”, 17-8-180 9, untuk pemerian lorong-lorong
bawah tanah yang menembus bukit-bukit di beberapa pesanggrahan yang diperiksa oleh Daendels
saat kunjungannya ke Keraton Yogya pada 31 J uli 180 9. Lihat juga Apendiks VI.
216 KUASA RAMALAN

seba gai kolonel lapangan dalam legiunnya, Prangwedono hanya boleh


bergerak di bawah kom ando pem erintahnya.81 Bahkan ketika pasukan
Pan geran ditugaskan kem bali m en jaga pelabuhan pan tai selatan di
Cilacap setelah ikut serta dalam operasi m iliter untuk m em adam kan
pem berontakan Bagus Rangin di Cirebon (18 0 8 – 18 12),8 2 kecem asan
Yogya itu belum dapat sepenuhnya ditenteramkan. Akibatnya, Engelhard
ter paksa m engerahkan seluruh kem am puan diplom asinya untuk da-
pat m em bujuk Sultan m em batalkan perintahnya m engirim pasukan
eks pedisi ke Bagelen dan Kedu guna mengawasi perjalanan legiun dari
Cirebon ke pantai selatan.83
Barangkali kecem asan Sultan dapat dibenarkan. Mungkin saja ia
su dah dapat kabar m engenai perilaku Patih Surakarta, Raden Adipati
Danuningrat (menjabat 180 4– 1810 ), yang telah mendampingi Daendels
m e nyusuri Sungai Solo dengan salah satu perahu Sunan dalam per-
jalan an n ya ke Surabaya pada awal J uli. 8 4 Men urut babad Keraton
Yogya, pejabat yang besar mulut ini telah melampaui perintah rajanya
dan de ngan ceroboh m engatakan kepada Daendels bahwa jika sam pai
ter jadi perang dengan Yogyakarta, rajanya berharap menyatukan kem-
bali seluruh J awa tengah selatan di bawah kekuasaannya. 8 5 Akan di-
lihat dalam bab berikut bahwa harapan yang dem ikian tidak jauh dari
pe m ikiran Sunan Pakubuwono IV pada m asa itu, tapi m enyatakan hal
itu dengan cara demikian, jika memang betul Patih Surakarta mela ku-
kannya, menyingkapkan sikap kekanak-kanakan dalam politik.
Selam a m usim kem arau 180 8, surat-surat keresidenan penuh de-
ngan nota bolak-balik antar-perwira intendans Daendels dan para pe-
ja bat m engenai banyaknya perm intaan m asuk m engenai kuda, pelana,
sera gam , cam buk, sepatu, beras, dagin g kerin g atau den den g rusa,

81 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Surakarta), 14-8-180 8
82 Mengenai kerusuhan di Cirebon ini, lihat Thorn 1815:124– 5,v190; Veth 1896– 1907, II:259– 62; Van
den Broek 1891:368– 83; Lawick van Pabst 1902:412, Carey 1992:418 catatan 93. Sebanyak 500 ser-
dadu Prangwedono telah diangkut dengan kapal ke Cirebon dari Tegal pada akhir J uli 1808 un tuk
ikut operasi militer terhadap Rangin, yang hanya bisa ditangkap pada awal 1812, Dj.Br. 23, W.N.
Servatius (Surakarta) kepada J .A. van Braam (Semarang), 25-7-1808. Perihal hadiah seribu ronde real
yang disediakan pemerintah kolonial untuk penangkapan Rangin, lihat Dj. Br. 23, Pieter Engelhard
(Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 5 Puwasa A.J . 1735 (6-10-1808 M).
83 Dj.Br. 23, Pieter En gelh ard (Yogyakarta) kepada H .W. Daen dels (Surabaya), 11-8 -18 0 8 ;
Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 23 J umadilakir 1735 J
(15-8-180 8 M).
bacaan-indo.blogspot.com

84 Dj.Br. 23, J .A. van Braam (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Surabaya), 11-8 -18 0 8 , rujukan
pada Pakubuwono IV yang bertanya apakah Daendels m asih m em erlukan perahu kerajaannya
atau prau pengluput untuk pelayaran lagi, sebab kalau tidak ia m au m em bawanya kem bali ke
Surakarta dari Gresik beserta sejum lah m uatan, lihat lebih jauh catatan 122. Mack.Pr. 2, Daftar
Sengkala Surakarta, 185, m enyebut tentang perjalanan Daendels m enyusuri Bengawan Solo ke
Surabaya lewat Gresik sesudah kunjungannya ke Surakarta pada awal J uli.
85 B.Ng. I:70 – 1, XIX 16– 20 .
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 217

dan keperluan m iliter lain. 8 6 Bahkan ada juga surat kepada asisten-
wedana Surakarta untuk Karang Bolong yang korup 87, meminta agar ia
ikut dalam proyek itu ketika penerjem ah Surakarta, J .W. Winter, m e-
nyarankan agar seorang penenun yang terampil dari kabupaten pantai
selatan dikirim ke Sem arang untuk m em bantu m em buat kain linen
biru-tua un tuk dijadikan seragam . 8 8 Keraton -keraton juga didesak
agar m engizinkan kayu di wilayah tim ur ditebang. Hanya untuk enam
bulan, kata Daendels. Pihak keraton tahu waktu yang diperlukan pasti
lebih lam a: pem bangunan benteng di J awa tim ur dan pasokan tiang
serta ton ggak kayu-keras ukuran besar gun a m em ban gun ben ten g
pantai m arsekal itu di Benteng Lodewijk (Surabaya) yang m elindungi
pela buhan Surabaya dan Selat Madura, m erupakan proyek jan gka
panjang.89 Berbagai permintaan ini secara khusus terkait dengan Bupati
Wedan a Kesultan an , Raden Ron ggo, yan g sekaran g ditem patkan di
garis terdepan dalam hubungan yang semakin rawan antara Sultan dan
pemerintah jajahan. Namun Keraton Surakarta juga merasakan tekanan:
permintaan Daendels akan 50 0 buruh dari Kabupaten Surakarta, yaitu
Banyumas, untuk ikut serta dalam pembangunan bagian jalan raya pos
Daendels di daerah Bataviasche Bovenlanden (Dataran-tinggi Batavia)
menimbulkan kejengkelan pada Sunan Pakubuwono IV.90
Nam un sean dain ya pun keraton -keraton sedan g m eren can akan
perlawanan, gerakan kem iliteran Daendels bisa saja m em buat m ereka

86 Dj.Br. 23, W.N. Servatius (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Bedaran), 5-7-180 8 (tentang tibanya
Ridder Kolonel [kolonel tituler] Gordon untuk m engam bil contoh kain dari Surakarta); Pieter
Engelhard (Yogyakarta) kepada Hendrik Veeckens (Semarang), 11-7-180 8 (tentang Letnan Detelle
dari benteng Klaten yang m encari 98 peralatan kuda beban untuk kavaleri); Pieter Engelhard
(Yogyakarta) kepada H .W. Daen dels (Surabaya), 19-7-18 0 8 (beran gkatn ya Residen Kedua,
Groenhoff von Woortm ann ke Sem arang untuk m enyerahkan 60 pelana kavaleri warna hitam ,
sepatu bot, dan cambuk); 29-7-180 8 (kuitansi 25 corsjes—dua puluh potong (De Haan 1910 – 12,
IV:50 3)—berupa kain J awa yang dikirim kan dari Sem arang ke Yogya untuk seragam serdadu);
Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Surabaya), 18-8-180 8 (pengirim an 380
kleedje [potong kain katun] J awa ke Sem arang untuk seragam ); Pieter Engelhard (Yogyakarta)
kepada H.W. Daendels (Surabaya), 21-8 -18 0 8 (kunjungan Kolonel A.J .A. Gerlach, kom andan
resim en kavaleri Sem arang, ke Yogya untuk urusan perbekalan); J .A. van Braam (Surakarta)
kepada H.W. Daendels (Semarang), 31-8-180 8 (pembelian beras dan dendeng di Surakarta untuk
keperluan tentara); Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 16-9-180 8
(340 potong kain linen dari Yogya ke Semarang untuk seragam).
87 Lihat Bab I.
88 Dj.Br. 23, J .W. Winter (Surakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 2-7-180 8; W.N. Servatius
(Surakarta) kepada H.W. Daendels (Bedaran), 5-7-180 8. Winter melaporkan bahwa mantri desa
tidak sanggup m engirim kan seorang penenun teram pil karena tidak seorang pun di Karang
Bolong yang m am pu m em bikin kain yang diperlukan itu, tapi ada cukup banyak penenun di
Kabupaten Tanggung dekat Kedung Kebo di Bagelen untuk m em enuhi perm intaan itu (tentang
bacaan-indo.blogspot.com

letak Tanggung, lihat Bab I Peta 3).


89 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta, 24 J umadilawal
1735 J (23-7-1808 M); Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Hendrik Veeckens (Semarang), 27-7-
1808; Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 21-8-1808.
90 Dj.Br, 23, J .A. van Braam (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Surabaya/ Semarang), 10 -8-180 8,
30 -8-180 8. Lebih jauh lihat Bab VII catatan 10 7. Tentang m asalah buruh paksa di pasisir pada
abad kedelapan belas, lihat Nagtegaal 1996: 20 4– 7.
218 KUASA RAMALAN

berpikir dua kali: ketika dua tokoh pem berontak Cirebon, Kiai Kulur
dan Durrahman, ditangkap pada awal Oktober, hidup mereka berakhir
dalam sekejap. Tokoh pertam a dicin can g oleh hussar atau serdadu
ka valeri Belanda, yang kedua dibakar hidup-hidup.91 Sem entara itu,
r atusan ser dadu, ban yak di an tar an ya ser dadu ban tuan pr ibum i
setem pat, beram ai-ram ai ditem patkan di garis-garis pertahanan J awa
ten gah-selatan : dua kom pi gren adir atau serdadu khusus pelon tar
granat, tiga resim en infanteri—sebagian terdiri dari orang Am bon—
tiba di Klaten dan Yogya, di m ana banyak yang langsung jatuh sakit
karena lem babnya benteng. 92 Selanjutnya lebih banyak lagi serdadu
yang dikirim ke Surakarta, sehingga Sunan dipaksa m endirikan tangsi
khusus dari bam bu untuk m enam pung 70 0 serdadu juru tem bak dan
150 serdadu artileri medan yang dikirim dari Ungaran.93
Dengan begitu banyak serdadu ditem patkan di jantung kota-kota
tua kerajaan, bermacam masalah pun timbul. Selama perayaan yang se-
marak luar biasa di Surakarta untuk memperingati bertakhtanya Louis
Bonaparte sebagai Raja Belanda pada 25 Agustus 180 8, empat serdadu
juru tem bak berebut seoran g ron ggen g m a lam itu di perm ukim an
m asyarakat J awa di belakang benteng. Na m un m ereka sangat kecewa
ketika suam i perem puan itu m en olak m e n ye rah kan istrin ya m eski
sudah menerima uang dari mereka. Bersama tiga puluh rekan, mereka
kem bali, sem uanya tak bersenjata. Rom bongan serdadu juru tem bak
itu diserang oleh penduduk setempat dan empat di antara mereka luka
parah. Ketika penyelidikan Patih Surakarta berhasil m e nangkap dua
orang pelaku—dua-duanya anggota kawal pribadi Sunan—Van Braam
m elaporkan bahwa acara hukum an gaya m iliter yang terbuka untuk
um um akan dilaksanakan di alun-alun keraton: dua pelaku itu harus
berjalan melewati barisan 40 0 serdadu yang me mukul mereka dengan
tongkat dan kem udian ditikam dengan keris sam pai m ati. Khawatir
jangan-jangan hukum an itu terlalu lunak buat selera Daendels, Van
Braam buru-buru bertan ya apakah san g Marsekal m en g in gin kan
hukuman yang lebih berat.94 Laporan jawaban Daendels tidak ada, tapi
karena hukuman telah dilaksanakan, agaknya ia tidak memberi perin tah
untuk melaksanakan siksaan tambahan dalam peristiwa itu.
bacaan-indo.blogspot.com

91 Dj.Br, 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Ham engkubuwono II (Yogyakarta), 5 Puwoso
1735 J (6-10 -180 8 M).
92 Van der Chijs 1895– 97, XIV:836, besluit 19-6-180 8; Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta)
kepada H.W. Daendels (Surabaya/ Surakarta), 9-8-180 8, 14-8-180 8.
93 Dj.Br, 41, Pakubuwono IV (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Bedaran), 11 J umadilawal 1735 J
(5-7-180 8 M).
94 Dj.Br, 23, J .A. van Braam (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 26-8-1808, 29-8-1808.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 219

Tim bulny a golongan anti-Belanda di Yogy a


Kalangan atas Yogya, yang sangat m eresapi budaya wirayuda keraton
Mangkubum i, barangkali tidak perlu diingatkan bahwa tatanan baru
Daen dels yan g m en akutkan itu m erupakan tan tan gan h idup-m ati
mereka. Sementara sikap Putra Mahkota—sebagaimana tampak dalam
aca ra parade militer di Rojowinangun—menegaskan perasaannya yang
pro-Belanda, beberapa lain m em utuskan untuk m enem puh jalan yang
sama sekali berbeda. Sultan kedua sangat menentukan dalam hal ini.
Pada awal Agustus, pada pun cak kem elut akibat kedatan gan
pasukan Pran gwedon o, Sultan diam -diam telah m en un juk kem bali
seorang m iliter tangguh, Raden Tum enggung Sum odiningrat, untuk
memangku ja batan bupati-dalam-utama atau patih jero. Ini merupakan
suatu jabatan kunci karena bupati-dalam m engendalikan pintu m asuk
ke sultan. Mem ang, baik dalam babad Keraton Yogya m aupun dalam
laporan akhir jabatan Belan da, Raden Tum en ggun g Sum odin in grat
terkadan g diru juk sebagai bupati-jaga-pin tu (bupati kori). 95 Pieter
Engelhard sen diri tidak mempunyai keraguan tentang makna munculnya
kembali Sumodiningrat dalam jabatan bergengsi di pemerintahan Yogya,
karen a ia m en yebutn ya “jen deral yan g tersohor n am a burukn ya”.96
Namun demikian, Engelhard tidak bersedia membenarkan permintaan
Daendels agar Sumodiningrat disingkirkan dari keraton.97
Sumodiningrat berasal dari keluarga ningrat atas. Dari pihak ibunya
merupakan keturunan Sultan pertama dan dari pihak ayahnya keturunan
keluarga tua para bupati Mataram (Carey 1980 :191), 1992:419 catatan
94). Dia mengawini seorang putri Sultan kedua dari istri resminya asal
Madura, Ratu Kedaton (Mandoyokusum o 1977:18 no. 8). Pernikahan
ini m enjadikan Sum odiningrat ipar kandung bagi dua pe jabat kunci
keraton lainnya: Patih Yogya, Danurejo II, dan Bupati Wedana wila-
yah timur, Raden Ronggo (Mandoyokusumo 1977:19 no. 14, 20 no 22).
Ketiganya akan kehilangan nyawa ketika kem elut dengan pe m e rin tah
jajahan makin memuncak empat tahun kemudian.
Sumodiningrat juga merupakan wali bagi adik Diponegoro, Pange-
ran Adinegoro (Bab II catatan 25), karenanya sangat m ungkin bah wa
ia dikenal baik oleh Pangeran. Walaupun pangkatnya sebagai bupati-
bacaan-indo.blogspot.com

95 AN Arsip Algem ene Secretarie (Arsip Sekneg Hindia Belanda), J .R. Couperus, “Mem orie van
Overgave” (Laporan Serah J abatan), Yogyakarta, 3-3-190 8; Rouffaer 190 5:615; Carey 1992:492
catatan 439.
96 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Surabaya), 3-8-180 8, 11-8-180 8,
yang m erujuk pada Sum odiningrat sebagai “beruchte v eldov erste” (panglim a yang tersohor)
Hamengkubuwono II.
97 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Surakarta), 14-8-180 8.
220 KUASA RAMALAN

dalam diturunkan Maret 180 7 karena kecanduan m inum an keras, gila


judi de ngan orang kebanyakan, dan kegem arannya adu jago,98 seperti
yang diutara kan Van IJ sseldijk, Sumodiningrat tetap merupakan “tiang
uta ma pe merintahan sultan” hingga ia meninggal pada serbuan Inggris
ke Keraton Yogya pada 20 J uni 1812.99 Kemunculannya menyingkapkan
sem a ngat agresif dan wirayudanya. Babad Bedah ing N gay ogy akarta
(babad tentang jatuhnya Yogyakarta) merujuk pada kumis jambangnya
(Carey 1992:91, 242), sedang babad Keraton Yogya menggambarkan:

I. 16 Sepak terjangnya m irip singa barong yang m enakutkan


tingkahnya kalau dilihat.10 0

Sum odiningrat tidak m enyem bunyikan perasaan anti-Eropa-nya,


dan sem angatnya yang berapi-api dalam m em elihara tentara sultan
telah mem buat para bekas residen di Keraton Yogya sungguh prihatin.
Van den Berg, misalnya, memberinya cap “orang yang sangat pemarah
dan pemberani” yang dikendalikan oleh “kecerdasan yang redup”.10 1 Ia
tam paknya tidak bisa m em baca ataupun m enulis dan perlu bantuan
peja bat lain untuk m elaksanakan urusannya sendiri, nam un ia pasang
sikap berm usuhan terhadap patih yang m asih m uda, Danurejo II, dan
jarang ikut diskusi dengan para bupati atau nayaka lain di Keraton
Yogya. Sebaliknya, ia menggunakan kedudukannya untuk mencampuri
urus an kerajaan dan tetap m erupakan saluran utam a yang harus dile-
wati sebelum segala soal dapat dibicarakan dengan Sultan. Nam un ia
seringkali m enunda begitu lam a sebelum m engam bil keputusan atas
masalah-masalah penting, hal yang merumitkan urusan Belanda dengan
keraton.10 2
Kembalinya pembenci orang asing yang berangas ini ke de wan inti
Sultan segera tecerm in pada sikap yang lebih keras da lam beberapa
persoalan seperti pada tata upacara yang baru. Pada 3 Agustus 180 8,
Engelhard m elaporkan bahwa Sultan m engadakan per te m uan dengan
par a n ayaka. Su m od in in gr at telah m en yar an kan pen olakan atas
peristiwa itu dan m em peringatkan bahwa tata upacara ba ru itu akan

98 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 13-3-18 0 7
(tentang penggantian Sumodiningrat untuk sementara sebagai bupati-dalam oleh Notodiningrat);
dK 145, Waterloo, “Mem orie dan Overgave”, 4-4-180 8; dan tentang kegem aran Sum odiningrat
bacaan-indo.blogspot.com

adu ayam, Carey 1980 :145– 6.


99 KITLV H 97 pt. 7, Van IJ sseldijk, “Korte schets”, 31-8-1798.
10 0 B.Ng. I:4, I (Dhandhanggula) 16. lir singa-barong solahé ngajrihi y èn dinulu.
10 1 KITLV H 97 pt. 7, Van den Berg, “Mem orie”, 11-8 -18 0 3, yan g m erujuk pada “doff begrijp”
(pengertian yang bodoh) Sumodiningrat.
10 2 KITLV H 97 pt. 7, Van den Berg, “Mem orie”, 11-8-180 3; Carey 1980 :154– 5; Carey dan Hoadley
20 0 0 :442.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 221

m em bawa pen ghin aan kepada pen guasa Yogya. “Perkara in i m asih
belum diputuskan,” Engelhard berpendapat, “dan tim bul kete gangan
[di keraton].” Memang, dewan itu terpecah dalam dua kubu yang sama
besarn ya, den gan Dan urejo II dan tiga n ayaka m en desak agar m e-
nerim a, dan dua pejabat kunci tetap m em bisu. Seorang di antaranya
ialah Raden Ronggo. “Rubah licik itu,” begitu kata Engelhard, “keluar
dari pertemuan dengan berurai air mata dan memasang tampang lesu,
m e nandakan bahwa ia siap m em beri saran m enerim a, m eskipun m e-
rasa san gat m alu den gan sikap itu.”10 3 Dalam sebagian besar m asa
dua setengah tahun berikutnya, hingga tewas dalam pem berontakan,
Desem ber 18 10 , Ronggo selalu akan berada di jantung pertarungan
Yogya lawan Daendels. J adi, bagimana bisa bahwa pejabat yang masih
m uda ini—ia baru tiga puluh satu tahun saat m eninggal—m em ainkan
peran yang begitu menentukan dalam politik keraton sultan dan berkat
teladan hidupnya yang sangat singkat itu m enjadi sum ber ilham bagi
Diponegoro?
Term uda dan palin g berkarism a di an tara tiga m en an tu Sultan
yang m enikah dengan putri-putrinya dari istrinya yang berasal dari
Madura, Ratu Kedaton, Ronggo memandang diri sendiri sebagai ketu-
run an leluhur yang wirayuda dan yang dim uliakannya sebagai “raja
per wira” (ratu pinarjurit).10 4 Orang-orang sezamannya pun tampaknya
m e m an dan g dia sebagai seoran g pejuan g yan g beran i: karen an ya
babad Pakualam an m erujuk dia sebagai “garang”,10 5 dan Diponegoro
ke m u dian m enulis bahwa dialah satu-satunya “pelaga” (banteng) ke-
ra ja an Yogya 10 6 dan seseoran g yan g m em pun yai pan ggilan h idup
untuk gugur sebagai “panglim a di m edan tem pur”.10 7 Melalui ibunya,

10 3 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Surabaya), 3-8-180 8. Pejabat
kunci lain ialah putra Notokusum o, Raden Tum enggung Notodiningrat (Pakualam II, bertakhta
1829– 1858), yang diangkat sebagai nayaka pada 180 5 dan oleh Waterloo digam barkan sebagai
“seorang m uda yang luar biasa cerdik dan pintar”, dK 145 Waterloo, “Mem orie van Overgave”,
4-4-180 8.
10 4 Dj.Br. 46, Raden Ronggo Prawirodirjo III (Maospati) kepada Raden Tumenggung Notodiningrat
(Yogyakarta), 20 Sawal 1737 J (17-11-18 10 M), di m an a ia m erujuk pada hasratn ya un tuk
mendapatkan berkat para leluhurnya yang merupakan “raja-raja perwira” (leluhur-Dalem ingkang
sam i am beg ratu pinarjurit).
10 5 Poensen 190 5:162, 179, m erujuk pada Ronggo sebagai agul-agul (andal—Penerj.). Lihat juga De
Graaf 1958:148, di mana dikatakan bahwa satu di antara panglima Sultan Agung (bertakhta 1613–
1646) semasa pengepungan Batavia pada 1628 bernama “Suro Agul-Agul”.
10 6 BD (Manado), II:134, XV (Asm aradana) 8. saicalé Radèn Rongga/ nenggih nagri Ngy ay ogy a/
w us tan ana banthèngipun. (Setelah lenyapnya Raden Ronggo/ sebetulnya kerajaan Yogya/ sudah
bacaan-indo.blogspot.com

tak punya lagi seorang pelaga.) Kata banteng hariah berarti “banteng” tapi dapat diterjemahkan
secara perum pam aan sebagai “pelaga”, Gericke dan Roorda 10 1, II:660 . Nyatan ya, rujukan
“banteng” cocok m engingat lam bang tradisional Kota Madiun dan keluarga bupati utam anya
adalah seekor banteng hitam dengan punuk besar yang berbaring di puncak tiang persegi empat
di simpang empat. D’Almeida 1864, II:26; Naber 1938:73– 4.
10 7 Knoerle, “J ournal”, 16, di mana Diponegoro merujuk pada putra Ronggo, Sentot Ali Basah, sebagai
seorang m uda yang dapat “panggilan hidup untuk gugur sebagai seorang panglim a di m edan
222 KUASA RAMALAN

Ronggo m erupakan keturunan Sultan pertam a yang sangat ia kagum i


(Mandoyokusum o 1977:12 no. 9; Apendiks III, Vb). Kakeknya, Kiai
Ronggo Wirosentiko, seperti sudah kita lihat,10 8 adalah panglima Sultan
Mangkubumi yang tepercaya dan bertugas sebagai Bupati Wedana untuk
Madiun (sekitar 1760– 1784; Ricklefs 1974a:86– 7) di mana ia mendirikan
suatu wangsa pejabat kerajaan untuk wilayah timur. Sebagai putra Kiai
Agen g Derpoyudo, seoran g kiai berpen garuh di kawasan Sukowati,
Wirosentiko merupakan saudara kandung Ratu Ageng, wali Diponegoro
di Tegalrejo.10 9
Silsilah leluhur berdarah biru dan agam awan yang luar biasa ini,
digabung dengan pesatnya kedudukan Ronggo sebagai bupati wedana
pada 1796 saat usia tujuh belas karena kebutaan sang ayah, tampaknya
telah membuat besar kepala.110 Setelah pembunuhan seorang penduduk
Surakarta oleh Ronggo sendiri di Delanggu,111 Residen Yogya J .G. van
den Berg, menulis pada 180 2, bahwa bupati wedana yang masih muda
itu adalah seorang “pem uda berandal, congkak, dan pem arah” yang
menganggap dirinya hebat sekali.112 Sejumlah peristiwa kekerasan terus
terjadi dan tiga tahun kem udian , Sultan terpaksa m en den da berat
menantunya itu karena melukai seorang pejabat kerajaan, ketika kedua
kalinya ia terlibat dalam serangan serupa terhadap seorang rekannya. Da-
lam kesempatan ini, sultan memerintahkan semua bawahan bupati wila-
yah timur itu untuk melaporkan segala tindakan Ronggo yang me langgar
sopan-santun pemerintahan J awa (y udanegari) (Carey 1980 :33– 5).
Namun tindakan angin-anginan orang muda ini lambat laun diper-
halus dengan sikap Ronggo yang lebih bertanggung jawab. Sejum lah
laporan residen selanjutnya m enunjukkan bahwa m eskipun som bong
dan merendahkan terhadap bawahannya, Ronggo seorang cerdas yang

laga, tepat seperti ayahnya […] semasa kekuasaan Marsekal Daendels”. Panggilan hidup ini juga
terpantul pada gelar yang disandang oleh Ronggo selama pemberontakannya, Susuhunan Prabu
Ingalogo (Sang Raja, penguasa perang), lihat Bab VI catatan 177.
10 8 Bab I.
10 9 Bab II; Bab II catatan 26; Apendiks III.
110 KITLV H 97 pt. 7, Van IJ sseldijk, “Korte schets”, 31-8-1798; usia Ronggo disebut 23 pada 180 2,
Dj.Br. 48, J .G. van den Berg (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 17-6-180 2.
Sebelumnya ia menjadi palayan (punakawan) Hamengkubuwono II.
111 Putri remaja Ronggo—mungkin perempuan yang sama dengan yang menikah dengan Diponegoro
pada September 1814 (Bab VIII)—ingin memiliki seekor anak kambing yang ia lihat saat rombongan
bupati wedana lewat Delanggu di jalan Surakarta– Yogyakarta dalam perjalanan m ereka ke ibu
kota kesultanan untuk m erayakan Garebeg Mulud, 13 J uli 180 2. Ronggo m elepaskan sejum lah
bacaan-indo.blogspot.com

anjing untuk m em isahkan induk kam bing itu dari anaknya lalu m engam bil anak kam bing itu
buat putrinya. Ketika wakil kepala desa (wakil demang) coba menyalahkan, ia malah diserang dan
seorang rekannya, Kiai Kertosari, tewas dengan tujuh luka tusukan tombak di sekujur badannya.
Ronggo kem udian m eram pas barang-barang di beberapa rum ah, Dj.Br. 48 , Raden Adipati
Mangkuprojo (Surakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 27 Sura 1720 J (30 -5-180 2 M).
112 Dj.Br. 48, J .G. van den Berg (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 17-6-180 2, di
mana ia merujuk pada Ronggo sebagai “een kw ajongen” (pemuda berandal).
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 223

m enjalankan pem erintahan dengan baik di Madiun dan tidak pernah


m em eras rakyatnya.113 Sum ber yang terakhir m engungkapkan bahwa
selam a delapan tahun (180 2– 1810 ) Ronggo m enduduki jabatannya di
Maospati tepat di seberang sungai dari Madiun, penduduk kawasan
sekitarnya meningkat sangat banyak.114 Seorang pejabat Belanda malah
m en gan ggap dia “berken an bagi oran g Eropa” m eskipun perlakuan
Daendels terhadap dia akan segera m engubah sem ua itu.115 Karism a
Ronggo sebagai bupati wedana ditunjang dengan parasnya yang sangat
ganteng dan tabiatnya yang berkobar, 116 dua ciri yang kelak diwarisi
oleh Ali Basah Sentot Prawirodirjo, putra Ronggo dari istrinya yang
kedua yan g m en jadi seoran g di an tara para pan glim a Peran g J awa
terkemuka.117
Seperti banyak di antara orang-orang Yogya sezam annya, Ronggo
seorang pengarang beberapa kisah dongeng. Sumber J awa belakangan
m enyebut dia sebagai pengarang satu di antara dongeng-dongeng seri
cerita Damar Wulan yang sangat terkenal di J awa.118 Ia juga memelihara
h ubun gan dekat den gan ban yak guru agam a di kawasan Madiun
dan Ponorogo dan m em punyai banyak haji dan “tokoh agam a” lain
dalam kelom pok pen dukun g dekatn ya di Maospati. 119 Ia tam pakn ya
m em bangun m asjid di tem pat tinggalnya, Maospati (Kota Petik), yang
menyimpan cukup banyak karya-karya keagamaan,120 dan juga mendanai
suatu desa perdikan di Giripurno untuk merawat makam istrinya setelah
wafatnya yang terlalu dini pada 16 Novem ber 180 9 (D’Alm eida 1864,
II:4; Adam 1940 :333). Menurut Babad Pacitan, guru agam a Ronggo
sendiri ialah seorang kiai dari wilayah Pacitan yang dikenal sebagai Kiai
Kaliyah, yang berpengaruh besar terhadap dia (Adam 1940 :333– 4).

113 dK 145, “Memorie van Overgave”, 4-4-180 8; Dj.Br. 46, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W.
Daendels (Batavia), 28-4-1810 , yang menulis bahwa Ronggo punya “pemikiran yang sangat hidup”
(zeer vlug en vatbaar van begrijp is) dan “di sini di Yogya, ia dipandang sebagai bupati yang
sangat baik”.
114 UBL BPL 616, Port. 22 no. 4, H.G. Nahuys van Burgst, “De Montjonegorosche-Djocjokartasche
landen”, t.t. (?1826).
115 Dj.Br. 46, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 28-4-1810 .
116 Perawakan Ronggo yang gagah disebut dalam dK 119, “Laporan seorang m ata-m ata: Ngabehi
Notorojo tentang Raden Mas Tumenggung Ronggo (Sentot)”, 15-5-1828.
117 Bab II catatan 35.
118 LOr 8987 no. 1, R. Prawirawinarsa dan R. Arya J ayengpranata, Babad Alit, I pt. 21, yang menye but-
nyebut kepengarangan Ronggo: inggih punika ingkang ny am beti nganggit serat Dam arw ulan,
w iw it Dam arw ulan begal. Tentang seri cerita Damar Wulan, lihat Pigeaud 1967-80 , I:231– 2.
bacaan-indo.blogspot.com

119 Dj.Br. 46, Raden Mas Ario Wiryodin in grat, Raden Tum en ggun g Prawirodirjo dan Raden
Tumenggung Brotonegoro (Bupati Surakarta untuk wilayah timur/ m ancanagara w etan) kepada
Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), 20 -5-1810 , m elaporkan bahwa sejum lah utusan yang
dikirimkan oleh Raden Ronggo untuk menyelidiki suatu serangan di daerah tetangga Surakarta,
yaitu Pon orogo, m en cakup juga 40 “im am ” yan g dipim pin oleh dua oran g haji, seoran g di
antaranya ialah Kiai Hasan Besari dari Tegalsari, lihat Bab VI catatan 70 ..
120 S.Br. 37, Laporan seorang mata-mata, Surakarta, 9-12-1810 , yang merujuk pada kitab Ronggo.
224 KUASA RAMALAN

RADEEN PACHA PRAWIRO DIRDJO,


Opperbevelhebber (Pemimpin Tert inggi)

Gambar 21. Ali Basah Abdul Must opo Prawirodirj o (Sent ot ) (1805–1855), put ra
Raden Ronggo Prawirodirj o III, Bupat i Wedana Madiun (menj abat 1796–1810)
dari ist ri keduanya (garwo ampeyan). Sent ot menj adi seorang di ant ara
panglima kavaleri Diponegoro yang paling hebat selama Perang Jawa, t api
menyerah kepada Belanda pada Okt ober 1829 akibat keadaan milit er yang
semakin sulit . Cet ak bat u polos karya August in Daiwaille (1786–1850) dan
bacaan-indo.blogspot.com

Piet er Veldhuizen (1806–1841) berdasarkan sket sa karya perwira Belanda,


Mayor (kemudian Mayor-Jenderal) F.V.H.A. Ridder de St uers (1792–1881) di
Yogyakart a, April 1830, set elah Sent ot diberi pangkat let nan-kolonel (overst e)
dan dij adikan pemimpin pasukannya sendiri. Dikut ip dari De St uers 1831, fot o
seizin KITLV, Leiden.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 225

Gambar 22. Sat u di ant ara perahu keraj aan bebas-paj ak (prau pengluput )
dengan ukiran kepala dan ekor ular (naga) di Bengawan Solo dekat Gresik. Cat
air karya John Newman sekit ar 1811–1813. Fot o seizin Brit ish Library, London,
WD 965, f.75 (86).

Dalam hal politik istana, Ronggo tidak m em ihak golongan m ana


pun di keraton yang waktu itu sedang marak di sekeliling pribadi Sultan
kedua dan Putra Mahkota, yang kem udian dikenal sebagai kasepuh an
dan karajan.121 Kedudukannya sebagai bupati wedana ber peran sebagian
dalam hal ini karena ia m em punyai kepentingan sen diri di Madiun.
Ronggo sangat terlibat dalam sejum lah perselisihan pribadi de ngan
Surakarta yang wilayahnya bersentuhan dengan wilayah nya sendiri di
wilayah tim ur. Salah satu perselisihan yang sengit ber sangkutan de-
ngan perahu bebas-pajak atau prau pengluput-nya yang terpaksa mele-
wati daerah kekuasaan Ron ggo sen diri dalam pelayaran m en yusuri
Bengawan Solo menuju Gresik.122

121 J ulukan-julukan ini m erujuk pada golongan pendukung sultan “tua” (Sultan Sepuh, gelar bagi
Ham engkubuwono II), dan golongan pendukung Putra Mahkota, yang julukannya berasal dari
pangkatnya “Raja Putro Narendro Pangeran Adipati Anom Amangkunegoro” dan yang terkadang
juga diken al sebagai “kan om an ”. Golon gan “kasepuhan ” khususn ya m en dukun g Pan geran
Mangkudiningrat atas takhta Yogya yang dianggap lebih berhak daripada Putra Mahkota.
122 Alat-angkutan sungai ini, berjumlah sepuluh milik Sunan, bisa berbobot 20 0 ton kalau bermuatan
penuh dan lunasnya harus terbenam begitu dalam sehingga hanya bisa m elakukan pelayaran
ke Gresik sekali setahun: biasanya perahu itu berangkat dari Surakarta pada Desem ber atau
J an uari ketika sun gai ban jir dan kem bali sebelum m usim kem arau m ulai pada bulan Mei.
Pelayaran ke m uara, tatkala perahu m em bawa lada, beras, dan barang curah lain seperti kayu,
hanya m em erlukan delapan jam , tapi perjalanan kem bali ke hulu tatkala perahu berm uatan
bacaan-indo.blogspot.com

garam , batu bara, dan dedak halus, m em erlukan sekurang-kurangnya em pat bulan perjalanan
karena perahu yang berat itu terpaksa ditunda dengan susah payah ke arah hulu oleh sejum lah
orang atau kerbau, Rafles 1817, I:18; Louw dan De Klerck 1894–1909, I:560; Dj.Br. 49, Matthijs
Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 19-4-180 5; Dj.Br. 22, G.W. Wiese
(Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 9-12-180 8. Ham engkubuwono II tidak m em akai
perahunya secara langsung tapi m enyewakannya kepada Raden Ronggo yang kem udian juga
menyewakannya kepada saudagar Tionghoa.
226 KUASA RAMALAN

Sunan Pakubuwono IV khususnya merupakan musuh beratnya dan


kem udian m em bantu m em bujuk Daendels untuk m em usuhi Ronggo.
Walaupun ia tetap m erupakan kesayangan Sultan kedua hingga saat
pem beron takan n ya pada Novem ber– Desem ber 18 10 , tak diragu kan
lagi bah wa Raja Yogya itu merasa cemas juga dengan watak menantu-
nya yang am bisius itu. Ram alan bahwa suatu saat Ronggo akan ber-
kuasa seperti raja di wilayahnya, Maospati (Poensen 190 5:110 ; Adam
1940 :333), dirangkai lagi dengan bukti nyata tentang gaya-raja yang
diper lihat kannya di provinsi-provinsi tim ur, m em icu perkiraan bahwa
Raden Ronggo m em ang bisa saja m em persiapkan diri sebagai saingan
bagi jun jungannya di Yogya.
Orang-orang keraton yang tetap dekat dengan dirinya hanyalah Pa-
ngeran Notokusumo (pasca-1812, Pakualam I), sau dara kandung ibunda
Ronggo (Mandoyokusumo 1977:12 no. 9, 13 no. 11), dan putranya, Raden
Tumenggung Notodiningrat (Pakualam II), yang enam tahun lebih muda.
Ronggo dan Notokusumo mempunyai sejum lah tujuan yang sama sejauh
cita-cita pribadi mereka melampaui pengelom pokan yang sedang marak
di keraton. Sesungguhnya, saat pem berontakan Ronggo, Belanda malah
curiga dua orang itu diam -diam se pa kat m engenai m asa depan Yogya
dengan Notokusumo akan menguasai kawasan negaragung (tanah inti
kerajaan) sebagai sultan dan Ronggo m e laksanakan pem erintahan di
wilayah timur sebagai penguasa daerah yang mandiri jika pemberontakan
berhasil.123 Namun kecurigaan ini tidak pernah terbukti. Para pangeran
Yogya yan g lain m en jaga jarak den gan Bupati Wedan a itu, dan
mengunjungi dia hanya kalau terpaksa. Seperti Patih Yogya, Danurejo
II, Ronggo banyak berutang dan hidup mewah.124 Selain itu, Ronggo dan
Danurejo II m em punyai banyak per sa m aan sikap terhadap Belanda.
Masalah dibukanya pintu bagi Belanda un tuk masuk ke hutan-hutan jati
di wilayah timur dan reaksi keras Daendels terhadap sejumlah serangan
perbatasan di wilayah pasisir serta dae rah kekuasaan pemerintah jajahan
di J awa Timur membuat kedudukan mereka berdua secara politis rawan.
Tanggapan Bupati Wedana ter hadap apa yang bagi dia tidak boleh
dibiarkan sudah bisa diduga dari sifat pribadinya dan, sebagaimana akan
dilihat dalam bab berikut, ia tewas dalam perlawanan, korban pertama
tahun-tahun kemelut antara 180 8 dan 1812.
bacaan-indo.blogspot.com

123 MvK 4132, P.H. van Lawick van Pabst, “Consideratiën over de Nota van den Heer MacGillavry”
(Pertimbangan di atas Nota dari Tuan MacGillivray) (seterusnya Van Pabst, “Nota”), 26-8-1826.
Tentang persahabatan Ronggo dengan Notokusumo, lihat Poensen 190 5:170 – 1.
124 dK 145, Waterloo, “Memorie van Overgave”, 4-4-180 8.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 227

Banteng Jaw a law an m acan Belanda


Selama awal Agustus 180 8, ketika bukti makin banyak mengenai keeng-
ganan Sultan kedua m enerim a tata upacara baru itu, Daendels m eng-
an cam datang ke Yogya dengan pasukan bersenjata guna memaksakan
kehendaknya. Dengan menuduh Raja Yogya itu “kurang setia”, Daendels
me nyiratkan bahwa segala perkara akan selesai jika ia bisa datang un-
tuk bicara langsung dengan Sultan. Nam un dengan 3.0 0 0 serdadu di
belakangnya, tête-à-tête (tatap-muka—Penerj.) Daendels itu akan sulit
m enjadi pertem uan dari hati ke hati.125 Pieter Engelhard yang diplo-
m atis tam paknya sudah berusaha m eyakinkan sang Marsekal bahwa
kun jungan yang demikian tidak diperlukan, karenanya Daendels melan-
jut kan perjalanan ke Semarang dari Surakarta, bukan menuju ibu kota
kesultanan.
Sementara itu, Gustaf Wilhelm Wiese (1771– 1811), ketua Dewan Pe-
na ta an Hutan yang baru diangkat oleh Gubernur-J enderal, menulis dari
Rembang (Bab VI catatan 58) untuk meminta agar para bupati wilayah
tim ur un tuk Padangan dan Panolan, yang daerahnya diperlukan oleh
penguasa Belanda guna m endapatkan kayu, hadir di Yogya bersam a
de ngan Raden Ronggo—yang kabupatennya, Madiun—juga kaya kayu.
Ke datangan mereka ini bertujuan untuk mendengar sejumlah perintah
Daendels m engenai pasokan kayu keras ke pasisir. Menarik bahwa se-
orang di antara dua bupati itu, Mas Tum enggung Sum onegoro untuk
Padangan, akan ikut memberontak dengan Ronggo dan tewas bersama-
nya. Yang seorang lagi, Raden Tumenggung Notowijoyo untuk Panolan,
ialah mertua Diponegoro.
Mungkin saja melalui dia, pangeran muda itu akan terkejut dengan
tekanan-tekanan politik yang dikenakan pada kesultanan untuk m em -
buka wilayahnya yang kaya kayu tanpa batas penebangan oleh pem e-
rintah jajahan, khususnya di kabupaten yang berhutan seperti Panolan.126
Wiese, bekas pejabat VOC, ialah adik bekas Gubernur-J enderal, Albertus
Henricus Wiese (m enjabat 180 5– 180 8). Wiese akan datang ke Yogya

125 Dj.Br. 23, H am en gkubuwon o II (Yogyakarta) kepada Pieter En gelh ard (Yogyakarta), 22
J um adilakir 1735 J (15-8 -18 0 8 M); Pieter En gelhard (Yogyakarta) kepada H .W. Daen dels
(Semarang), 18-8-180 8.
126 Mack.Pr. 21 (9), Pem berton “Djiepan”, 324 (tentang pentingnya Panolan sebagai pasar regional
bacaan-indo.blogspot.com

untuk kayu dan karena hutan jatinya yang luas); Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada
H.W. Daendels (Sem arang), 21-8 -18 0 8 ; Raden Tum enggung Notowijoyo (Yogyakarta) kepada
Dan urejo II (Yogyakarta), 23-8 -18 0 8 ; Mas Tum en ggun g Sum on egoro (Yogyakarta) kepada
Danurejo II (Yogyakarta), 23-8-180 8, dua orang tersebut terakhir ini menulis bahwa mereka tidak
memberi perintah kepada pendukung masing-masing untuk berkumpul dengan membawa senjata
dan kuda, yakni sebagai prajurit arahan (pasukan wajib) tapi hanya membawa serta “tenaga kerja”
mereka yang biasa ke Yogya untuk keperluan acara itu.
228 KUASA RAMALAN

sebagai residen menggantikan Engelhard pada awal Desem ber dengan


m em bawa pen getahuan khusus ten tan g keperluan pem erin tah akan
kayu di wilayah timur.
Selain m em buka pintu m asuk ke persediaan kayu keras, Daendels
juga sangat ingin m engurangi serangan penduduk wilayah tim ur ke
daerah-daerah kekuasaan pem erin tah jajahan . Seperti yan g sudah
dilihat,127 pada 25 Mei 180 8, suatu penyerangan m enghebohkan yang
m e libatkan 250 bandit (w ong durjana) terjadi lintas per ba tasan ke
Surabaya dari Kabupaten Kertosono. Ini term asuk wila yah ke kuasaan
Yogya terhadap pos-cukai jalan yang dikelola oleh orang Tionghoa di
Bunder, tepi Kali Brantas, tempat permukiman ba nyak orang Tionghoa
yang terkait dengan jawatan pajak di sana dan dengan per da gangan
setempat khususnya sandang. Beberapa rumah orang Tionghoa dibakar
dan isin ya diram pas. 128 Pen yelidikan yan g dilak san akan oleh suatu
kom isi beranggotakan pejabat daerah (m antri) dari ke pa tihan Yogya
dan Surakarta beserta se orang sersan Eropa, telah terbentur dengan
tiadanya kerja sama pendu duk J awa setempat. Meskipun surat bersama
dari para patih yang dibacakan kepada sekitar 50 0 orang penduduk
Bunder berisi permintaan keterangan sekitar peristiwa itu, tidak seorang
pun rela maju ke depan dan orang Tionghoa setempat sangat mengeluh
bahwa orang-orang J awa tetangga mereka sama sekali tidak membantu
selama peris tiwa itu berlangsung.129
Amatlah sulit menegakkan kerja sama yang baik di antara keraton-
keraton dalam penyelidikan kejahatan dan betapa gampang tampaknya
para dalang ini mencari perlindungan di daerah kekuasaan keraton te-
tangga. Hal ini meyakinkan Daendels bahwa suatu perjanjian baru me-
nge nai hukum dan ketertiban, yang dikenal dalam bahasa J awa sebagai
atur an hukum Angger Gunung, perlu diadakan m eskipun perjanjian
terakhir seperti itu di antara keraton-keraton baru saja diratiikasi pada
27 September 180 4.130 Perjanjian baru itu akhirnya ditandatangani pada
26 Septem ber 180 8 oleh para patih di Klaten, yang terletak di antara
kedua keraton dan selalu digunakan untuk perjanjian serupa itu, dengan

127 Bab I catatan 35 dan 150 .


128 Dj.Br. 38, Relaas [Laporan] spion Ronowijoyo (Bunder), 31-5-180 8, menyebut di antara barang-
bacaan-indo.blogspot.com

barang yang dirampas terdapat lima bal kain (kapas), lima helai kain Surat, dan lima potong mori
putih yang merupakan bahan batik.
129 Dj.Br. 23, Sersan Pieter Gulin (Bunder) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 19-7-180 8; Raden
Adipati Danuningrat (Surakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 7 J um adilakir 1735 J (31-7-
180 8 M); Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Surabaya), 9-8-180 8.
130 Dj.Br. 42 (ii), “Kopij Boek van con tracten Djokjo, 1755– 18 12”, 8 7– 96. Lihat juga Soeripto
1929:163– 7.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 229

dihadiri oleh dua residen, Engelhard dan Van Braam.131


Sebagaimana layaknya suatu dokumen yang mendapat persetujuan
dari Daendels, sejum lah sanksi keras dicantum kan kalau-kalau peja-
bat setem pat atau penduduk desa gagal m enem ukan pelaku suatu se-
rangan. Sejak itu, jika suatu pintu cukai jalan diram pok atau dibakar,
pen duduk sekitar akan dim in ta tan ggun g jawab atas kerugian yan g
tim bul. J ika sam pai terjadi bahwa orang desa itu tidak berhasil m ene-
m u kan peram pok atau barang ram pokan, pem ungut pajak desa ber-
sangkutan akan ditam bat di bawah terik m atahari di alun-alun desa
selam a sem inggu antara pukul 7 dan 11 setiap pagi. J ika bekel yang
sam a m em biarkan para peram pok lari ke suatu rum ah, ia akan diberi
waktu 40 hari untuk menangkap mereka dan selama waktu itu istri dan
anggota keluarganya yang lain akan diam bil sebagai sandera sam pai
ia berhasil m enangkap peram pok itu. Bila sam pai terjadi bahwa para
pejabat setempat, termasuk bupati, ketahuan telah bersekongkol dengan
para peram pok, m ereka akan dihukum m ati dan istri serta an ak-
anak m ereka akan dibawa sebagai ram pasan ke keraton.132 Barangkali
kejam n ya h u ku m an it u sen d ir i m em an t u lkan bet ap a m u st ah il
memperoleh cara-cara penegakan hukum dan ketertiban yang memadai
sebelum kekacauan administratif keraton-keraton J awa tengah selatan
yang m enim bulkan rasa putus asa itu benar-benar diselesaikan. Dan
ini tak akan terjadi sebelum berakhir Perang J awa tatkala penyelesaian
sengketa wilayah yang m enyeluruh berhasil m em bagi daerah-daerah
kekuasaan beberapa keraton untuk selamanya.133
Hanya sebulan lebih setelah perjanjian ini, kesepakatan lain antara
keraton-keraton ditandangani di Klaten yang mengatur pekerjaan ber-
bagai serikat kuli panggul.134 Pengerahan buruh dari Surakarta untuk
bekerja di jalan raya pos (postw eg) Daen dels telah m en im bulkan
berbagai masalah dengan keraton Sunan, dan ada desakan untuk secepat
mungkin mewujudkan perjanjian tentang perburuhan yang benar-benar
mengikat antara semua keraton J awa tengah selatan.

131 Bab I catatan 156.


132 Pasal-pasal 1, 3, 4, 6 dan 9 dari terjemahan bahasa Inggris Angger Gunung 26-9-180 8 dalam IOL
Eur F.148/ 18, “Memoirs of J ava at the time of the capture collected by Captain [William] Robison”
(Mem oar-m em oar tentang Pulau J awa sesaat diam bil alih [Inggris] yang dikum pulkan Kapten
bacaan-indo.blogspot.com

[William] Robison), 24-9-1811.


133 Bab I.
134 Dj.Br. 42 (ii), “Kopij Boek van contracten Djokjo, 1755– 1812” (Buku salinan kontrak [perjanjian]
Yogya, 1755– 18 12), 8 5– 8 7 (Angger Gladag 16-10 -18 0 8 ); Terjem ahan Inggris dalam IOL Eur
F.148/ 18, “Mem oirs of J ava at the tim e of the capture collected by Captain [William ] Robison”,
24-9-1811. Untuk naskah Angger Gladak sebelum nya yang disepakati di Klaten pada 17-2-180 4,
lihat Soeripto 1929:287– 96.
230 KUASA RAMALAN

Pemerintah jajahan membutuhkan jalan masuk guna mendapatkan


tenaga kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek-proyek ge-
dung dan pertahanan yang ambisius sebelum terjadi serbuan Inggris yang
tampaknya tak terelakkan lagi. Namun sekalipun dua perjan jian ini telah
ditandatangani, Daendels belum juga selesai ber urusan dengan para patih.
Selama bulan-bulan awal musim kema rau ketika sang Marsekal bermarkas
di Semarang, sudah ada pembicaraan ten tang pengiriman utusan seperti
biasa dari keraton-keraton di ba wah pim pinan m asing-m asing patih
Surakarta dan Yogyakarta un tuk menyam but Gubernur-J enderal yang
baru tiba, sehingga m e reka bisa m e nyam paikan “penghorm atan” dan
cendera m ata yang la zim ke pada dia atas nam a junjungan m ereka.135
Karena perjalanan Daendels yang banyak pada J uli dan Agustus, baru
pada awal Oktober acara penghormatan itu dapat dilaksanakan.136 Namun
ketika itu Daendels telah berangkat ke Batavia, dengan meninggalkan
Sekretaris-J enderalnya, Hendrik Veeckens (1779– 1815), untuk menerima
“pen ghor m atan ” m ereka. Daen dels juga m em erin tahkan dia un tuk
m em ba ca kan suatu pernyataan atas nam a m arsekal itu kepada kedua
patih mengenai berbagai perubahan politik terbaru di Eropa.
Menurut Hagem an (1855– 56:254), pernyataan tersebut berisi wa-
was an-wawasan yang begitu sulit, khususnya yang m enyangkut peng-
ha pus an feodalism e, 137 sehin gga pen erjem ah bahasa J awa resm i di
Sem aran g, Christoffel Frederik Krijgsm an (De H aan 1935a:592– 3),
m en dapat kan kesulitan besar untuk m enyam paikan naskah itu dalam
ba ha sa J awa. Sesungguhnya, sekalipun dengan terjemahan yang cacat,
kedua patih tampak tidak paham apa yang dikatakan. Seandainya pun
mereka mengerti, mungkin saja bahwa sekadar penyebutan istilah “raja
ba wah an ” (leen m an ), “raja jun jun gan ” (leen heer), dan “gadhuhan ”
(leen), yang ditam pilkan dalam bahasa aslinya, Belanda, tentu dapat
diba yangkan akan membuat Sultan kedua diterpa amarah. Pada 1799,
saat pengangkatan Raden Adipati Danurejo II sebagai patih Kesultanan

135 Dj.Br. 23, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 17-9-180 8, merujuk
pada pelaksanaan upacara penghormatan atau hulde kepada Daendels.
136 Dj.Br. 23, Pieter En gelhard (Yogyakarta) kepada H .W. Daen dels (Sem aran g), 18 -9-18 0 8 ,
m erujuk pada rom bongan Yogya yang dipim pin oleh Danurejo II dan m encakup dua orang
nayaka (Bupati wilayah tim ur )—Raden Tum enggung Notodiningrat dan Raden Tum enggung
Sindunegoro, bersam a dengan Bupati Padangan, Mas Tum enggung Sum onegoro, dan juru tulis
tua keraton (carik dalem ) Raden Ngabehi Prawirosastro, yang berangkat ke Semarang pada 19-
bacaan-indo.blogspot.com

9-180 8 dan kembali pada 23-9-180 8, tapi kita tahu dari sepucuk surat berikutnya bahwa mereka
belum kem bali hingga 10 -10 -180 8, jadi m isi m ereka jelas tertunda, Dj.Br. 23, Pieter Engelhard
(Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 10 -10 -180 8.
137 Sejumlah rujukan pada pandangan Daendels tentang feodalisme dan keharusan menghapuskannya
bisa didapatkan dalam maklumat yang dikeluarkan pada 21-10 -1794 sebelum serbuan Prancis ke
Belanda, Scham a 1977:180 – 1. Leenheer (raja bawahan) dalam kaitan dengan kerangka kolonial
disebut dalam Drooglever 1978:10 8 catatan.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 231

Gambar 23. Lukisan cat air karya A.A.J. Payen yang dibuat t ahun 1828,
sesudah dia kembali ke Eropa, berupa keret a Gubernur-Jenderal G.A.G.Ph.
van der Capellen yang sedang dihela mendaki j alan raya pos Daendels. Keret a
t ampak dit arik dengan bant uan sat u kuk kerbau di dat aran t inggi Priangan di
Gunung Pola dekat Sumedang, daerah yang paling susah dilewat i di sepanj ang
j alan pos. Koleksi lukisan Payen, Museum Volkenkunde, Leiden, no. 200/ 22.
Fot o seizin Museum Volkenkunde, Leiden.
bacaan-indo.blogspot.com
232 KUASA RAMALAN

Yogya, Sultan kedua sangat keberatan dengan kalim at bahwa perdana


men teri Yogya harus menjadi patih bagi semua wilayah yang oleh raja
Yogya “dikuasai sebagai gaduhan atau tanah pinjaman dari VOC”. Kali-
mat itu tampaknya diambil dari surat pengangkatan Danurejo I segera
se sudah pengakuan kerajaan Yogya oleh Belanda di Giyanti pada 1755.
Be gitu sengitnya keberatan Ham engkubuwono II waktu itu sehingga
Danurejo II bertugas tanpa surat pengangkatan dari pihak Belanda
selam a beberapa tahun m enyusul penunjukannya pada 9 Septem ber
1799.138
Kemudian ada apa dengan maklumat yang harus menimbulkan be-
gitu banyak kebingungan dan kejengkelan? Naskah aslinya tidak ada,
tapi berikut ini suatu terjemahannya ke bahasa Inggris yang dibuat oleh
perwira Inggris berbahasa Belanda dari suatu versi naskah yang diberi-
kan kepadanya pada September 1811 oleh Sunan Pakubuwono IV:

Saya m enerim a dengan senang hati dan tulus penghorm atan dari Su su-
hun an m elalui perdana m enterinya dan para duta besarnya.

Saya tidak m em andang upacara ini sebagai penghorm atan seorang


raja-bawahan kepada raja-junjungannya, karena sistem feodal telah
diha pus kan di Eropa, tapi saya m enganggapnya sebagai ucapan sela-
m at datang atas tibanya saya di pulau ini dengan selam at dan atas m u-
lainya pem erintahan negeri jajahan Yang Mulia Raja di Hindia.

Perserikatan Dagang Hindia Tim ur [Belanda] dan Republik Provinsi


Serikat telah ke hilangan pengaruh m ereka yang pernah ada di Eropa.
Nam un pe nun jukan adik Kaisar untuk m enduduki takhta kerajaan
Belanda telah m em buat pengaruh politik negeri itu dipulihkan dengan
m enjalankan cara pem erintahan yang lebih bersem angat m elalui pe-
nya tuan sa ngat erat dengan Kekaisaran paling berkuasa di dunia. Me-
ru pakan kehen dak Raja Louis untuk m eningkatkan kebahagiaan rak-
yatnya di Pulau J awa dan ia m em berikan kepada m ereka per da m aian,
kesejahteraan, dan pem erintahan yang baik.

138 J ava NOK 47, “Mem orie voor Den Weledele Gestren gen H eer Nicolaus En gelhard Raad
Extraordinair van Nederlandsch Indië en aankomende Gouverneur en Directeur van J ava’s Noord
Oost Kust door den Weledele Gestrengen Heer J ohan Frederik von Reede tot den Parkeler Raad
bacaan-indo.blogspot.com

Extraordinair m itsgaders afgaande Gouverneur en Directeur bij dezelvs vertrek naar Batavia
gedateerd Sam arang ultim o Augustus 18 0 1” (Laporan tertanggal akhir Agustus 18 0 1 dengan
lam pirannya untuk Yang Mulia Tuan Nicolaus Engelhard, anggota luar biasa [Dewan] Hindia
Belanda yang baru m asuk sebagai Gubernur dan Direktur [pem erintah pantai utara J awa] dari
Yang Mulia Tuan J ohan Frederik Baron van Reede tot de Parkeler, anggota luar biasa Dewan
[Hindia Belanda] dan sebelumnya Gubernur dan Direktur [pemerintah pantai utara J awa] pada
waktu berangkatnya ke Batavia), 31-8-180 1.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 233

Dan saya dengan khidm at m em aklum kan atas nam a Yang Mulia Raja,
sa habat dan pelindung bagi para raja dan seluruh penduduk J awa,
bah wa saya akan berusaha keras m em elihara perdam aian dan m en ja-
dikan Pulau J awa sem akm ur-m akm urnya.139

Selagi Danurejo II dan rom bongannya kem bali ke Yogya dengan


maklumat Veeckens di tangan mereka dan pujian Daendels untuk disam-
paikan kepada Sultan (Gubernur-J enderal itu tidak lupa sopan-santun
kali ini) terngiang terus di telinga m ereka, tentulah m ereka bertanya-
ta nya dalam hati apa sesungguhnya yang sedang terjadi. J awa pasca-
feodal? Kebahagiaan rakyat? Kekaisaran paling berkuasa di dunia? Ba-
gaim ana m em aham i sem ua ini dalam kerangka “tatanan lam a” J awa
yang tampak begitu mustahil berubah? Untunglah ada penjelasan yang
bersifat perlambang.
Begitu utusan Yogya itu kem bali, Van Braam —yang segera akan
m en ggan tikan Buyskes sebagai deputi Daen dels 140 —sin ggah de n gan
istrinya dari Surakarta dalam kunjungan resm i.141 Sudah lazim dalam
kesem patan seperti itu keraton m enghorm ati tam u terhorm at m ereka
dengan acara tarung macan lawan banteng di alun-alun selatan (tanah
lapang di belakang keraton) dan Van Braam tidak kecewa. Namun acara
pertarungan yang ia saksikan itu mempunyai bagian penyelesaian yang
m enarik: dalam ronde pertam a pertarungan itu, sang m acan m erobek
otot kaki sang banteng lalu tak mau lagi berta rung. Dalam ronde kedua,
ketika m acan baru dim asukkan, hewan itu langsung m elom pat keluar
gelanggang yang dikelilingi oleh pengawal ber tom bak dan hanya bisa
ditangkap dan dibunuh di belakang panggung kehorm atan di m ana
sultan duduk bersam a dengan tam u Belanda nya itu. “H al ini belum
pernah terjadi,” Van Braam m elaporkan, “m enye bab kan m asyarakat
J awa m em buat berm acam -m acam tafsir yang berkaitan dengan saya
[...] dan sultan m em beri saya pujian serta berkata bahwa peristiwa itu
terjadi sebagai penghormatan bagi saya!”142

139 Salinan Memorial yang diserahkan oleh Pakubuwono IV kepada Kapten William Robison, 24-9-
1811, dalam IOL Eur F.148/18 (“Rafles-Minto Collection”). Naskah asli dalam bahasa Belanda
ditandatangani oleh H.W. Gezelschap, terjemahan Inggris dibuat oleh Kapten Robison.
140 Catatan 46.
141 Am brosina Wilhelm ina, nee (binti—Penerj.) Van Rijck, 1785– 1864. Daendels diduga jatuh cinta
bacaan-indo.blogspot.com

pada perem puan ini, m eskipun ia punya banyak hubungan lain yang lebih bersifat profesional
selam a berada di J awa, Poensen 190 5:237, 239; De Haan 1935a:50 7, 613; dan bahkan dituduh
m em aksa seorang perem puan yang sudah bersuam i tepat pada hari pernikahannya m enjadi
gundiknya, Van Polanen 1816:40 . Tentang hubungan Daendels dengan putri Sultan Banten yang
terakhir yang m engikutinya kem bali ke Buitenzorg (Bogor) setelah dihapuskannya kesultanan,
lihat Bosma dan Raben 20 0 8:84, yang mengutip Engelhard 1815:157.
142 Dj.Br. 23, J .A. van Braam (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 17-10 -180 8.
234 KUASA RAMALAN
bacaan-indo.blogspot.com

Gambar 24. Sket sa pert arungan ant ara seekor macan dan seekor bant eng,
dikut ip dari Pfyffer zu Neuek 1929: Plat e XV. Fot o seizin KITLV, Leiden.
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 235
bacaan-indo.blogspot.com
236 KUASA RAMALAN

Bisa pujian, bisa penghorm atan! Apa yang tidak disadari oleh Van
Braam adalah bahwa pertarungan ini m engandung m akna yang lebih
m en dalam . Sem entara bagi seorang pem besar Eropa yang berkunjung
se perti dirinya, pertarungan m acan dan banteng bisa saja dianggap
lebih se bagai suatu bentuk perm ainan yang m engerikan, barangkali
setara dengan pertarungan segerombolan anjing dengan seekor beruang
yang dirantai di Eropa, bagi orang J awa pertarungan itu m em punyai
arti yang jauh lebih berm akna. Mereka m elam bangkan orang Eropa
dengan m acan yang gesit dan telengas sedang m ereka sendiri dengan
banteng yang perkasa. Meskipun macan garang dengan buasnya, hewan
itu hanya sedikit mempunyai daya tahan dan nyaris selalu kalah dengan
hewan yang lebih lam ban, lebih hati-hati, dan lebih tabah (Ricklefs
1974a:274– 6, 30 3– 4, 345– 6; Carey 1992:467 catatan 321; H ouben
1994:81– 2).
Dalam peristiwa ini, kedua ronde telah m em perlihatkan “m acan”
Belanda dalam keadaan yang kurang m enggem birakan: da lam ronde
pertam a, m eski sanggup m em bunuh karena otot kaki banteng robek,
sang m acan tidak jadi m em bunuhnya. Dalam ronde kedua, m acan itu
lan gsun g m elom pat keluar gelan ggan g. Tidakkah in i berarti bahwa
m asyarakat J awa dapat m engharapkan sem acam perkem bangan luar
biasa dalam pertarungan m elawan Belanda? Pada waktu kunjungan
Van Braam, serbuan Inggris masih hampir tiga tahun lagi akan terjadi.
Nam un tatkala hal itu terjadi, kalan gan Keraton Yogya yan g m asih
ingat dengan pertarungan m acan-banteng Oktober 180 8 di alun-alun
selatan bolehlah dim aafkan karena m enebak-nebak bahwa peristiwa
ter sebut m eram alkan suatu m asa ketika Belanda yang pernah perkasa
dan Perserikatan Dagang Hindia Timur mereka yang sudah bubar akan
dibuat sama sekali hors de com bat (mati langkah) sejauh menyangkut
pem erintahan m ereka di J awa oleh m usuh Eropa yang baru dan lebih
perkasa lagi.
Seolah-olah pertanda akan datangnya tragedi, hari terakhir Van
Braam di ibu kota kesultanan tercemar dengan suatu insiden diplomatik
yang buruk. Selagi Residen Surakarta itu dan istrinya diantar ke luar
de n gan kereta dari ben ten g Belan da un tuk m en eruskan perjalan an
sedikit lagi ke Wism a Residen tepat di seberang, dengan payung biru-
bacaan-indo.blogspot.com

emas nya jelas terlihat di belakangnya, seseorang—siapa lagi yang layak


kalau bukan Raden Ronggo—melalui jalan raya yang akan ke alun-alun
di depan keraton. Namun, alih-alih berhenti untuk memberi jalan bagi
peja bat tinggi Belanda itu sesuai dengan yang ditentukan dalam tata
BAB V: AWAL RUNTUHNYA TANAH JAWA 237

upacara yang baru, Bupati Wedana itu langsung saja m em otong jalan
Van Braam hingga kusir Van Braam terpaksa menarik kudanya ber henti
dengan mendadak. Engelhard yang senantiasa bersikap diplomatis me-
nyarankan supaya koleganya itu hanya m enyebutkan insiden tersebut
sambil lalu saja kepada Sultan tatkala pamitan dan minta Ronggo mohon
maaf secara pribadi saja. Saran itu ia laksanakan dan permintaan maaf
Ronggo menyusul segera. Apakah ini sudah “cukup” tanya Sultan dengan
ba hasa Melayu? “Tidak!” Van Braam mau agar Bupati Wedana itu mo-
hon m aaf secara resm i di hadapan seluruh kalangan keraton. Hal ini
me nim bulkan kegemparan. Rasa heran terpantul di wajah semua orang
keraton ketika Raden Ronggo, wajahnya sendiri m erah padam karena
diperm alukan, m enyatakan secara resm i m ohon m aaf seorang J awa
dalam bahasa Melayu. Lalu sulang diminum dan Van Braam pun pamit.
Belum sehari kemudian di Klaten (16 Oktober) waktu penandatanganan
Angger Gladhag (perjanjian tentang serikat-serikat kerja kuli panggul),
jalan Residen Surakarta itu lagi-lagi terhalang oleh Ronggo yang meru-
pakan anggota utusan Yogya. Van Braam bersikap pura-pura tak terjadi
apa-apa, tapi wajah Ronggo adalah topeng kejengkelan. “Orang yang
berbahaya, pem beran g, pem ben ci, dan ban yak ulah, yan g pan tan g
m enga lah itu,” seperti diungkapkan Van Braam dalam laporannya ke-
pada Daendels, sekarang jadi m usuh pem erintah nom or wahid. Tahap
pe nyelesaian itu tak akan lama lagi tiba.143

Kesim pulan
Menjelang akhir tahun 180 8, Keraton Yogya bisa saja sudah bertanya-
tanya apa lagi yang akan terjadi terhadap m ereka. Bagi Diponegoro,
awal run tuh n ya Tan ah J awa yan g diram alkan oleh suara gaib di
Parangkusumo itu betul-betul terjadi senyata irasatnya yang paling
m enge rikan. Dengan setiap penghinaan baru yang m enim pa keraton
dan dengan setiap sikap meremehkan terhadap keluarga raja dan priyayi
tinggi, dunia baru Eropa Revolusioner yang berangasan yang diwakili
oleh Daendels, menjadi semakin nyata.
H al in i tidak sekadar m en yan gkut per ubah an pada beber apa
kebiasaan lam a, secuil utak-atik di pinggiran untuk m em bawa VOC
m em asuki dun ia m odern . In i adalah perom bakan akar dan caban g.
bacaan-indo.blogspot.com

Un tuk seterusn ya, falsafah politik J awa ten tan g dua kerajaan dan

143 Dj.Br. 23, J .A. van Braam (Surakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia), 17-10 -180 8, berisi laporan
lengkap m engenai insiden yang terjadi pada hari terakhir kunjungan resm i Van Braam (13– 15
Oktober 180 8).
238 KUASA RAMALAN

pem bagian yan g m en en an gkan an tara kerajaan Batavia/ J awa barat


d an ker ajaan J awa pisan —yakn i k ejaw en —akan n yar is m u stah il
dipertahankan. Da lam segala hal yang m enyentuh hubungan antara
J awa ten gah-selatan dan Batavia, dari tun tutan politik pem erin tah
jajahan hingga pintu ma suk ke sumber daya manusia dan sumber daya
ekonomi, serta keper luan militer dan pertahanan di masa persengketaan
sejagat, jelaslah bah wa J awa sudah m em asuki suatu zam an baru. Dan
memang tidaklah begitu gampang bagi orang-orang seperti Diponegoro,
yang lahir ketika tatanan lama J awa masih utuh, membuat pergeseran
in i m asuk ke dalam ke sadaran . Masih ban yak yan g h arus terjadi
sebelum perubahan seperti itu bisa terlihat baik sebagai sesuatu yang
perlu m aupun sebagai sesuatu yang tak terelakkan. Di kalangan atas
J awa tengah selatan m em ang ha nya segelintir orang yang akan m ulai
melakukan penyesuaian yang perlu dengan orde kolonial baru sebelum
pecahnya Perang J awa. Sayang, saat itu sudah sangat terlambat. Peluang
untuk melakukan perubahan dengan cara J awa lewat sudah. Pemerintah
jajahan yang akan m elakukan hal itu bagi m ereka. Daendels hanyalah
sebuah awal.
bacaan-indo.blogspot.com
BAB VI

Pem bela Terakhir Tatanan Lam a


Asal dan J alannya Pem berontakan
Raden Ronggo, 180 9– 1810

Penjarahan Yogy a
Pada 3 Desem ber 180 8, Gustaf Wilhelm Wiese diganti kedudukannya
oleh Pieter Engelhard sebagai “duta” (residen) di Yogyakarta sehari se-
be lum Engelhard berangkat ke Batavia.1 Walaupun Wiese sendiri tidak
mem punyai pengalaman di keraton-keraton J awa tengah-selatan, lima
belas bulan m asa tugasnya m erupakan kelanjutan diplom asi hati-hati
pen da hulunya. Diperkenalkan kepada Sultan kedua oleh Engelhard seba-
gai seorang “yang berwatak lembut dan berhati tulus”,2 babad Keraton
Yogya sepakat bahwa selama masa tugasnya semuanya berlangsung de-
ngan “tenteram”.3 Namun ini bukanlah gambaran yang tepat mengenai
hubungan yang semakin genting antara Belanda dan Keraton Yogya saat
tahun kedua pemerintahan Daendels mulai.
Satu di antara m asalah pertam a adalah urusan pelik seputar per-
min taan uang kepada Sultan oleh Daendels. Pada 22 Desember, Wiese
me nulis surat kepada Raja Yogya yang berisi permintaan sejumlah uang
“se ba gai tanda perikatannya dengan pem erintah [Belanda]” untuk ke-
per lu an dana perang yang sedang dihim pun oleh Gubernur-J enderal.4

1 Dj.Br. 22, Pieter En gelhard dan G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H .W. Daen dels (Batavia/
Buitenzorg), 4-12-180 8.
2 Dj.Br. 41, Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Surakarta), 22 J umadilakir
bacaan-indo.blogspot.com

1735 J (15-6-180 8 M).


3 Poen sen 190 5:140 ; B.Ng. I:8 3, XXIV.3. Dua-duan ya m erujuk pada urusan den gan “ten an g”
(tentrem ) di bawah Wiese.
4 Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Ham engkubuwono II (Yogyakarta), 4 Dulkangidah
1735 J (22-12-180 5 M); Dj.Br. 22, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada J .A. van Braam (Surakarta),
8-2-180 9 (untuk rujukan pada “dana perang” Daendels, yang berhasil juga membuat para perwira
dan warga n egara terkem uka Eropa di Yogyakarta m en yum ban gkan 10 5.0 0 0 ron de realen ,
240 KUASA RAMALAN

Tidak ada catatan m engenai jawaban Sultan. Nam un dem ikian sudah
dike ta hui dari sum ber lain bahwa Daendels m endapat 20 0 .0 0 0 dolar
Span yol dari Yogya selam a pem erin tah an n ya, bagian terbesarn ya
(196.320 dolar Spanyol) berasal dari pem bayaran untuk tentara dan
pejabat sipilnya pada Desem ber 18 10 setelah ia m engirim ekspedisi
militer ke Yogya saat pecahnya pemberontakan Raden Ronggo.5
Menurut babad Keraton Yogya, Sultan sudah terlebih dulu m em -
berikan baran g perhiasan dari em as sen ilai 50 .0 0 0 gulden H in dia
Belanda dan berbagai hadiah resm i lain nya m elalui patih Yogya yang
disampaikan kepada Daendels di Semarang akhir September 180 8 pada
waktu delegasi keraton-keraton yang dipim pin oleh para patih datang
m e nyam paikan “penghorm atan” kepada gubernur-jenderal yang baru
itu.6 Pendahulu Wiese, Engelhard, tam paknya telah m engatur ha diah
khusus ini, tapi jika betul dem ikian, hal itu tidak disebut-sebut da lam
sum ber-sum ber Belanda. Mungkin penulis babad Keraton Yogya telah
m engacaukannya dengan pinjam an pribadi sebanyak 50 .0 0 0 gulden
Hindia Belanda yang diterim a oleh Engelhard dari Sultan untuk m e-
nutupi kekurangan dana anggaran selama dua masa jabatannya sebagai
Residen Yogya.7
Walau pu n per in cian len gkap su lit d iper oleh , jelaslah bah wa
Daendels sudah m em ulai proses yang kem udian disem purnakan oleh
Inggris, sebuah bangsa yang sem estinya m endapat hadiah nom or satu
se ba gai pencuri dan peram pok selam a pem erintahannya yang singkat,
lim a tahun (18 11– 18 16), di J awa,8 yaitu penjarahan perbendaharaan
Yogya. Harta benda itu dihimpun oleh Sultan kedua selama enam belas
ta hun pertama pemerintahannya dan ditaksir pada Februari 180 8 oleh

misalnya komandan garnisun Letkol L.B. de Chasteauvieux, dokter bedah keresidenan, Friedrich
Willem Baumgarten (kelahiran Brunswick sekitar 1760 , meninggal 1818) dan yang burgers (“warga
sipil Eropa”) seperti Emmanuel Kläring (kelahiran Bürenberg sekitar 1750 ) dan C.H. Klein; AvJ ,
J .A. van Braam (Semarang) kepada G.W. Wiese (Yogyakarta), 1-3-180 9 merujuk kepada Geheim
Besluit Daen dels, 2-10 -18 0 8 yang m erupakan m aklum at m en gen ai pajak pada oran g Eropa
yang kaya dan warga Tionghoa di J awa. Menurut Van Braam, pajak itu harus dibayar dalam tiga
angsuran pada 1-4-180 9, 1-5-180 9, dan 1-6-180 9, serta Kapitan Cina Yogya, Tan J in Sing, juga
sebagai penyumbang.
5 IOL, Rafles-Minto collection (salinan surat-surat asli dengan Xerox), IV:76 (rujukan pada 200.000
dolar Spanyol); Poensen 190 5:135– 6; Bataviasche Koloniale Courant 6, 8-2-1811; Daendels 1814:
Bijlage 2, additioneele stukken 24 (tentang 161.260 dolar Spanyol yang didapat sebagai pampasan
pada J anuari 1811 untuk tentaranya; dan 35.0 0 0 dolar Spanyol untuk pejabat sipilnya); Carey
1992:414– 5 catatan 80 . Lihat lebih jauh Bab VII.
6 B.Ng. I:74– 5, XX.16.22; Bab V. catatan 135.
bacaan-indo.blogspot.com

7 Bab V catatan 29.


8 IOL, Rafles-Minto collection (salinan surat-surat asli dengan fotokopi ), II, T.S. Rafles (Batavia)
kepada Lord Minto (Kolkata), 1-5-1812 (rujukan pada barang senilai enam juta dolar Spanyol yang
disita oleh para pemburu barang berharga Inggris di Batavia setelah penyerbuannya); T.S. Rafles
(Sem arang) kepada Lord Minto (Kolkata), 14-7-1812, tentang hanya sedikit di bawah 80 0 .0 0 0
dolar Spanyol yang diam bil oleh Inggris sesudah jatuhnya Keraton Yogya. Sekurang-kurangnya
lebih dari setengah jumlah ini dikirim ke Benggala, Carey 1992:414– 5 catatan 80 .
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 241

Matthijs Waterloo lebih dari satu juta dolar Spanyol m ata uang em as
dan perak, belum term asuk “intan bernilai besar sekali”.9 Se luruhnya
diangkat dari Yogya dengan senjata dan perintah diplom atik se lam a
em pat tahun (18 0 8 – 18 12). Setelah pen jarahan tersebut, Daen dels
m asih m em beri pern yataan dalam m aklum atn ya kepada para patih
di Sem arang awal Oktober 18 0 8 , bahwa pem erintahannya m e wakili
pem erin tahan baru Eropa pasca-Revolusi yan g arif, suatu pe m e rin -
tahan yang jantung hatinya adalah “kesejahteraan” rakyat. Tentu saja,
pernyataan ini adalah omong kosong belaka.
Selanjutnya akan kita lihat bagaim ana jurang yang m em isahkan
khotbah dari ken yataan akan m en jadi cap rezim peralihan In ggris
(18 11– 18 16). Tidak perlu heran bahwa Dipon egoro kelak bersikeras
m enge nai syarat perdagangan dan penyewaan tanah dalam sejum lah
pem bi caraan awal m en uju “perun din gan dam ai”-n ya Maret 18 30
dengan Belanda pada akhir Perang J awa. Sang Pangeran mensyaratkan
agar per da gangan dengan orang Eropa hanya diizinkan berlaku apabila
mereka mem ba yar hasil produksi J awa dengan harga pasar yang layak
dan sistem pe nye waan tanah hanya dilaksanakan dengan harga sewa
yang layak pula.10

Persiapan m iliter dan kunjungan Daendels, Juli 180 9


Sem entara sejum lah perundingan sedang berlangsung m engenai sum -
bangan Yogya untuk dana perang Marsekal itu, m asalah tata upacara
yang diperkenalkan dengan maklumat 28 J uli 180 8 masih tetap macet.
Wiese m em peringatkan sang patih bahwa ia tak akan bisa m elakukan
kun jungan resm i ke keraton kecuali satu kursi disediakan baginya se-
hingga ia bisa duduk sama tinggi dengan Sultan. Tapi Sultan terus ber si-
ke ras bahwa dirinya harus duduk lebih tinggi daripada Residen dengan
me nyelipkan dingklik kayu yang lebih rendah di bawah takhtanya.11 Per-
tengkaran mengenai tata upacara tersebut berlanjut terus hingga akhir
pe m erintahan Daendels pada Mei 1811. Bahkan, m asih berlanjut pada
ma sa pemerintahan Inggris. Masalah tersebut akan menghantui ren cana
kun jungan Marsekal itu sendiri ke Yogya pada akhir J uli seba gaim ana
akan diuraikan sebentar lagi.
bacaan-indo.blogspot.com

9 dK 145, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 21-2-18 0 8 .
Tentang koleksi intan dan perhiasan milik istri ketiga Hamengkubuwono II, Ratu Kencono Wulan,
lihat Carey 1992:40 3 catatan 21.
10 Bab V catatan 34.
11 Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 31-1-180 9.
242 KUASA RAMALAN

Saat itu, keadaan m iliter di Yogya m em buat para pejabat Belanda


cem as. Akhir J anuari 180 9, kabar sam pai ke ibu kota kesultanan ten-
tang pelatihan m iliter yang luar biasa besarnya di Surakarta. Hal ini
tam paknya dipicu oleh kecemburan Sunan Surakarta terhadap penghor -
m at an yang diberikan oleh para perwira tinggi artileri Belanda ke pada
Prangwedono (Mangkunegoro II) dalam suatu kunjungan ins peksi ter-
baru ke keraton-keraton J awa tengah-selatan.12 Dengan de m ikian, ke-
putusan Sunan untuk melakukan latihan perang-perangan me ru pa kan
upaya menunjukkan kemampuan militer yang mandiri dan kedu dukan-
nya di J awa tengah-selatan sebagai raja junjungan.13
Na m u n p e r is t iwa it u d it a fsir ka n b u r u k d i Yogya . Su lt a n
memerintahkan semua pen duduk pria Yogya untuk hadir dalam parade
m iliter dan para bupati wila yah tim ur disuruh bersiap siaga.14 Wiese
serta-m erta m engingat kan Sultan pada peringatan yang disam paikan
oleh Daendels tahun se be lum nya bahwa sepak terjang yang dem ikian
akan dianggap sebagai per nya taan perang terhadap Belanda.15 Terdengar
juga desas-desus tentang pengirim an pasukan Prangwedono ke Klaten
“untuk memelihara perda maian di J awa”.16
Sem ua ini tam pak berhasil seperti diinginkan. Nam un, m eski pe-
rin tah pengerahan dibatalkan, pasukan terus saja berdatangan ke ibu
kota. Pada 1 Maret, Residen Yogya melaporkan jumlah pengunjung yang
luar biasa besarnya ke pertandingan (Setonan) m ingguan di alun-alun
se lat an dengan ikut sertanya 2.0 0 0 anggota kavaleri yang berasal dari
pasukan-pasukan Sultan, Putra Mahkota, dan para pangeran Yogya yang
lain.17 Pada awal April, pasukan-pasukan besar mulai tiba dari wilayah
timur dan barat (m ancanagara) bersamaan dengan para bupati wilayah
tim ur m enuju Yogya untuk Garebeg Mulud (perayaan hari lahir Nabi)
yang tahun itu jatuh pada 27 April.18 Diponegoro menaksir bahwa saat

12 Dj.Br. 25, “Dagregister gehouden der comptoire Djocjocarta betreffende het voorgevallene sedert
prim o J anuari tot ultim o Winterm aand [Decem ber] 18 0 9” (Buku harian yang dibuat kantor
[Keresidenan] Yogyakarta tentang kejadian antara 1 J anuari dan 31 Desember 180 9) (seterusnya:
“Dagregister 18 0 9”), lem a-lem a 17-1-18 0 9 hin gga 26-1-18 0 9, yan g m erujuk pada sejum lah
kunjungan ke Yogya oleh “kom andan tem pur” (com m andant van oorlog) Letkol Baillard dan
Kapten Artileri Rauws. Kunjungan mereka ke Surakarta tampaknya berlangsung awal bulan dekat
menjelang tiba di Yogya.
13 Dj.Br. 22, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 26-1-180 9.
14 Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 31-1-180 9, 5-3-180 9; Dj.Br.
22, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 1-2-180 9, 2-2-180 9.
bacaan-indo.blogspot.com

15 Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 31-1-180 9.


16 AvJ , H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg) kepada G.W. Wiese (Yogyakarta), 21-1-180 9.
17 Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 13 Sura 1736 J (1-3-180 8 M,
26 Sura 1736 J (14-3-180 9 M).
18 Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 18 -3-18 0 9; Dj.Br. 22,
G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada J .A. van Braam (Surakarta), 2-4-18 0 9, 11-4-18 0 9; Dj.Br. 25,
“Dagregister 180 9”, lema 27-4-180 9.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 243

itu ada lebih dari 10 .0 0 0 prajurit dalam kota, belum termasuk mereka
yang dikirim dari tanah kerajaan yang langsung di bawah Sultan. Babad
Keraton Yogya bahkan m em beri an gka yan g lebih dibesar-besarkan
lagi.19 Banyak di antara prajurit ini ditem patkan untuk m engawal pe-
sanggrahan sultan. Para bupati wilayah tim ur, yang tidak m em punyai
ru mah di ibu kota, diberi tempat tinggal sem entara di pondok-pondok
kecil dari bambu dan nipah.
Menurut babad Keraton Yogya, hampir setiap hari pelatihan militer
ber langsung di alun-alun selatan dan suasana paling tegang timbul tat-
kala terdengar berita pada awal April tentang maksud Daendels untuk
berkunjung secara resmi ke keraton-keraton J awa tengah-selatan pada
akhir m usim kem arau. 20 Ban yak oran g Yogya m elakukan ke gi atan
den gan tetap berpakaian tem pur (prajuritan ) dan Dipon egoro m e-
lu kiskan bagaim ana ia dipanggil untuk m enjadi kom andan pasukan
kadipaten (wilayah permukiman putra mahkota) yang terdiri dari 1.0 0 0
pra jurit. Hanya dua pasukan kadipaten lebih kecil, yaitu Suronatan dan
Trunasmoro, yang ini terdiri dari punakawan (pendamping muda yang
la jang) dan tukang kuda (gam el), yang tetap berada langsung di ba wah
perintah putra mahkota.21
Pada pagi hari m en jelan g kedatan gan Daen dels (29 J uli 18 0 9)
Diponegoro mengundang dua komandan ten tara ayahnya, dan bersama
den gan kedua adikn ya, Adin egor o dan Sur yobr on gto, per gi n aik
kuda ke Kalasan sebagai bagian utusan Putra Mahkota yang bertugas
m en yam but Gubern ur-J en deral yan g m en ge n a kan seragam len gkap
seor an g m ar sekal gaya Napoleon . 22 Meskipu n Dipon egor o tid ak
menyinggung hal ini dalam babad kar ya nya, jelaslah bahwa tata upacara
penyam butan Daendels m enim bulkan banyak m asalah buat Residen
Yogya. Rencana tata upacara kun jungan lima hari itu (29 J uli– 2 Agustus
180 9) tampaknya sudah lebih dulu dikirimkan ke Yogya untuk disetujui
pada akhir Mei.23 Nam un pa da awal J uni Wiese m elaporkan bahwa
Sultan hanya bersedia keluar se jauh Dem angan dekat Kalasan untuk

19 BD (Manado) II:131, XIV.97– 8; B.Ng. I:87– 9, XXIV.39– 54.


20 B.Ng. I:8 8– 9, XXIV.49– 54; Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Ham engkubuwono II
(Yogyakarta), 4-4-180 8 (yang mengumumkan rencana kunjungan Daendels).
21 BD (Manado), II:129– 30 , XIV.91– 5. Diponegoro m ungkin m elebih-lebihkan kekuatan pasukan
kadipaten : m en urut an gka-an gka pihak Belan da yan g dikum pulkan pada 1 J un i 18 0 8 saat
bacaan-indo.blogspot.com

berlangsungnya parade m iliter Rojowinangun (Bab V), seluruh anggota pasukan kadipaten itu
hanya 60 0 prajurit, separuhnya bersenjata tombak dan yang separuh lagi bersenjata bedil, Dj.Br.
23, J .G. Dietrée, “Translaat Notitie”, 2-6-180 8. Tentang Suronatan, lihat Bab II catatan 71.
22 BD (Man ado), xiv.91– 5. Dua oran g kom an dan itu ialah Raden Wiryopuspito dan Raden
J oyominarso. Daendels tiba di Kalasan setelah lebih dulu sarapan di Prambanan dan memeriksa
reruntuhan candi itu.
23 Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 10 -6-180 9.
244 KUASA RAMALAN

menyambut Marsekal itu. Ini sa ma saja jauhnya dengan yang ia lakukan


November sebelumnya un tuk menyambut deputi Daendels, Laksamana
Muda Buyskes, suatu kun jungan yang menimbulkan banyak kekecewaan
(Bab V).24
Akhirn ya di capai kesepakatan ketika Raja Yogya setuju keluar
sedikit lebih jauh ke Bantulan dekat kebun kerajaan m iliknya di J enu
(Am bar ukm o se ka r an g) un tuk per tam a kali m en em ui Guber n ur-
J enderal.25 Pada saat yang sama, masalah susunan tempat duduk dalam
acara penyambutan resmi di Wisma Residen dan di Keraton memerlukan
perundingan yang rum it. Sultan tidak m engizinkan Residen berdiri di
sampingnya, tapi me nya rankan agar orang itu duduk di dingklik dekat
takhtanya. Sultan juga minta agar calon penggantinya, Putra Mahkota,
diperboleh kan duduk se perti Residen , bukan n ya bersila di lan tai
sebagaim ana biasa dalam acara resm i di keraton. Sem ua perm intaan
tersebut dikabulkan.26 Nam un m a salah pelik tim bul ketika Raja Yogya
itu menuntut agar ia duduk lebih tinggi daripada Daendels dalam acara
pen yam butan di keraton den gan m e n em patkan din gklik di bawah
takhtanya.27 Upaya Sultan untuk du duk lebih tinggi daripada residen
dalam acara resmi memang rumit, tapi akan merupakan hal yang sama
sekali lain tatkala ia menuntut tata upa cara yang serupa waktu sang raja
dikunjungi gubernur-jenderal sen diri. Sehubungan dengan soal inilah
Daen dels m en gan cam un tuk m em batalkan kun jun gan n ya ke Yogya
dan membatasi diri pada Keraton Sunan jika rencananya mengenai tata
upacara itu tidak diterima.28 Sultan tampaknya menerima, tapi jelas dari
ceritera pihak J awa bahwa kun jungan itu m em buatnya m erasa sangat
terhina.
Ketika Daendels akhirnya tiba di Yogya, kehadirannya membuat pen-
duduk sangat penasaran. Itulah pertama kali seorang gubernur-jenderal
per nah mengunjungi ibu kota kerajaan Mangkubumi (Carey 1984a:58).
Hal tersebut meningkatkan pengharapan atas faedahnya yang mungkin
akan didapatkan. Bahwa Marsekal m em bawa serta kekuatan m iliter
yang cukup besar ke wilayah-wilayah kerajaan, sekali lagi menegaskan

24 Bab V. Dj.Br. 22, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 2-6-
180 9. Tentang letak Demangan, yang termasuk wilayah Kecamatan Kenaran, Kalasan, lihat Schoel
bacaan-indo.blogspot.com

1931:84.
25 Dj.Br. 22, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 13-6-18 0 9.
Tentang letak J enu, lihat Carey 1984a:45 catatan 4.
26 AvJ , G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 10 -6-180 9; Dj.Br. 22,
G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 13-6-180 9.
27 AvJ , G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 10 -6-180 9.
28 Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 10 -6-180 9.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 245

ke kuasa an yang merupakan sifat pemerintahannya.29 Namun sejumlah


upaya dilakukan untuk mengubah kunjungan itu menjadi suatu sukses
diplomatik dengan mengadakan berbagai “pembicaraan” antara Sultan
dan Daen dels di keraton dan di kam ar sin ggasan a Wism a Residen .
Beberapa di antaranya m engenai hasil tanam an ekspor dan pertanian
di wilayah-wilayah kerajaan, selebihnya tentang kewajiban-kewajiban
Sultan dalam hal kepemerintahan.30
Pada kesem patan yang sam a diadakan juga sejum lah kunjungan
resm i ke keluarga sultan , pen in jauan em pat pesan ggrah an sultan
(Ngawatrejo, Rojowinangun, Purworejo, dan Wonocatur), satu ram pog
m acan (m en ge ro yok m acan ), pesta kem ban g api yan g diatur oleh
Kapitan Cin a Tan J in Sin g (m en jabat 18 0 3– 18 13) di tan ah -tan ah
lapang Wism a Residen (Keresidenan), pertunjukan tari serim pi, dan
perang-perangan oleh em pat puluh orang anggota pasukan Srikandi
atau prajurit estri ke sa yangan Sultan di alun-alun selatan.31 Perang-
peran gan prajurit estri kon on san gat m en gesan kan Daen dels yan g
kemudian mengungkapkan ke ka gumannya bahwa perempuan sanggup
menunggang kuda begitu tangkas (Poensen 190 5:144). Orang bertanya-
tan ya apakah Gubern ur-J en deral pem uja kepriaan itu sadar bahwa
para perem puan wirayuda ini bukan sekadar pam er tapi m em punyai
kemampuan tempur sejati seba gaimana kemudian dialami oleh Inggris
tatkala m ereka m en yerbu Keraton Yogya pada 20 J un i 18 12. Satu-
satunya perwira yang tewas dalam peristiwa itu adalah seorang letnan
Skotlan dia dari pasukan In ggris, yan g ditikam oleh seoran g putri
keraton karena hendak m enculik putri itu sebagai pam pasan perang
(Carey 1992:414 catatan 78; Bab VIII catatan 12).
Walaupun sarat pujian resm i dan pam er persahabatan lahiriah,
pertem uan itu tidak m enghasilkan saling-pengertian yang m endalam .
Diponegoro dengan singkat m engesam pingkan kunjungan itu dengan
satu kalim at dalam babad karyanya, yakni “banyak om ong tapi tiada
buktinya”.32 Catatan lain yang didapatkan di sumber J awa memaparkan

29 Mack.Pr. 2, “Surakarta sengkala list” (Daftar sengkala Surakarta), lema 1736 J (180 9 M), merujuk
pada m ereka yang ikut serta bersam a Daendels: “banyak priyagung” (pejabat tinggi) dan suatu
bala tentara sebanyak 60 0 serdadu yang terdiri dari 30 0 kavaleri dan 30 0 infanteri .
30 Dj.Br. 24, Groenhoff van Woortmann, “Dagverhaal”, 17-8-180 9.
31 Dj.Br. 24, Groen hoff van Woortm an n , “Dagverhaal”, 17-8 -18 0 9 (m en yajikan catatan harian
bacaan-indo.blogspot.com

yang rinci mengenai kunjungan itu). Acara ram pog m acan merupakan pertunjukan membunuh
sejum lah m acan yang dilepaskan ke dalam lingkaran. Para juru tom bak akan m enikam m acan
yang berusaha melarikan diri ke luar lingkaran, Ricklefs 1974a:275– 6; Houben 1994:82; Gericke
dan Roorda 190 1, I:365. Pertunjukan itu m em punyai tujuan m iliter penting karena saat itulah
diuji keberanian para juru tombak keraton. Tentang prajurit estri dan pesanggrahan, lihat Bab II
catatan 29 dan Apendiks VI.
32 BD (Manado), II:130 – 1, XIV (Sinom) 96. m apan kathah bicara kang nora dady a.
246 KUASA RAMALAN

penghinaan yang dirasa oleh Sultan berkaitan dengan susunan tem pat
duduk dan ku ran gn ya sikap horm at dari san g Gubern ur-J en deral.33
Pada akhirnya, kun jungan itu m eneguhkan keyakinan Sultan bahwa
seharusnya ia tidak boleh memberi hati sedikit pun dalam urusan tata
upacara itu.
Pada 2 Agustus pukul 4.30 dini hari, Daendels berangkat m enuju
Semarang ditemani hingga ke Secang di daerah Kedu oleh Wiese, Raden
Tum enggung Notodiningrat, dan Mas Tum enggung Sindunegoro (ke-
mu dian menjadi patih Danurejo III, menjabat 1811– 1813). Waktu yang
dini ini sangat cocok untuk rutinitas m iliter Daendels dan m em beri
dia ke sem patan untuk melakukan perjalanan saat hari masih sejuk. Di
Kedu, m e nurut babad Pakualam an, Daendels lewat penerjem ahnya,
C.F. Krijgsm an berusaha m endekatkan Notodiningrat kepada Belanda
de ngan m em peringatkan dia tentang apa yang m ungkin terjadi jika
Putra Mahkota menjadi sultan (Poensen 190 5:144– 5). Namun, tidak ada
keterangan dalam catatan Belanda yang m endukung hal ini, dan tam -
pak nya Daendels m alah berusaha keras m em beri dukungan dan per-
hatian penuh kepada ayahanda Diponegoro, sang Putra Mahkota dari-
pada m em upuk hubungan baik dengan Notodiningrat dan ayahnya,
Notokusumo, yang kelak jadi Pakualam I (bertakhta 1812– 1829).34 Se-
jum lah tindakan Marsekal yang m endukung Putra Mahkota m elawan
Notokusum o dan Sultan m em buktikan kejadian tersebut, dan hal itu
akan diuraikan dalam bab ini.

Berebut niaga kay u jati dan


kem elut w ilay ah tim ur serta pasisir
Tatkala berbagai peristiwa di atas sedang terjadi di Yogya, keadaan di
wilayah timur dan daerah-daerah yang berbatasan dengan wilayah ke-
kuasaan Belanda di pantai utara m em buruk. Seperti sudah diuraikan,
sejak J uli 18 0 8 Daen dels m akin m en ekan keraton -keraton un tuk
m em buka pintu m asuk bagi persediaan kayu kawasan m ancanagara
timur, khu susnya di kabupaten-kabupaten penting seperti Panolan dan
Padangan.35 Sem ula tuntutannya terbatas pada tonggak-tonggak kayu
keras untuk pem bangunan garis-garis pertahanan laut yang baru di
Benteng Lodewijk di Surabaya.36 Nam un pada awal 180 9, tuntutannya
bacaan-indo.blogspot.com

33 B.Ng. I:89– 90 , XXV 9– 16; Poensen 190 5:142; Hageman 1855– 56:255.
34 Dj.Br. 24, Groenhoff van Woortmann, “Dagverhaal”, 17-8-180 9; Daendels 1814:95.
35 Bab V.
36 Bab V.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 247

Gambar 25. Seorang rakyat j elat a Jawa, salah seorang yang langsung
menderit a karena larangan menj ual kayu dari kawasan wilayah t imur
(mancanagara) ke daerah pasisir selama pemerint ahan Daendels (1808–1811).
Dikutip dari Rafles 1817, I:84 sampul dalam. Foto seizin Bodleian Library,
bacaan-indo.blogspot.com

Oxford.
248 KUASA RAMALAN

diperluas hingga mencakup larangan bagi swasta untuk menjual kayu jati
lewat per batasan ke daerah-daerah pasisir yang dikuasai oleh Belanda
dan hal ini secara nyata berlakunya m onopoli kayu oleh pem erintah
Daendels. Di Blora, misalnya, seluruh niaga kayu jati diam bil alih dari
tangan pa ra bupati yang diangkat oleh Surakarta dan diserahkan kepada
para pe jabat kehutanan Belanda yang mengandalkan pemborong Eropa
dan Tionghoa untuk m endapatkan kayu keras.37 Keadaan yang banyak
m irip nya terdapat di kabupaten-kabupaten Yogya untuk J ipang dan
J apan (Mojokerto), di m ana penyerahan 50 0 batang lebih kayu balok
dim inta m elalui kontrak yang dirundingkan langsung dengan bupati
se tem pat oleh Penjabat Inspektur-J enderal Pertanian Kopi, Carl von
Winckelmann (1772– 1841).38
Hal ini tentu saja tidak dapat diterima oleh para bupati wilayah timur
yang pasti akan kehilangan sum ber penda patan yang sangat berharga
berupa penyewaan hak m enebang kayu kepada pengusaha Tionghoa
dan J awa dari daerah pasisir. 39 Di J ipan g dan J apan (Mojokerto),
m isaln ya, pen yerahan 50 0 batan g kayu balok itu di ce gah oleh para
bupati setempat agar tidak sampai ke pantai utara.40 Saat tiba di Yogya
untuk m engikuti perayaan Garebeg Mulud, 27 April 180 9, para bupati
wilayah tim ur itu m enerangkan keadaan kalut ter sebut kepada Sultan.
Mereka juga m em perin gatkan Sultan akan ke sen gsa raan pen duduk
penebang kayu hutan yang menyandarkan se luruh hidup mereka pada
pengambilan kayu dari hutan yang dikuasai Sultan dan menjualnya ke
seberang perbatasan.41
Berm acam akibat pem ber la kuan ketat m on opoli kayu jati oleh
Daendels kelak dicatat oleh Rafles dan para pejabat Inggris. Letnan-
Gubernur Inggris itu menulis tentang “ukur an dan kenyamanan” rumah-
rum ah setem pat yan g “m en jadi sa n gat m erosot” akibat pen utupan
hutan-hutan kayu jati “yang dulu ter buka bagi penduduk segala lapisan”
(Rafles 1817, I:81), dan Residen Inggris yang pertama setelah aneksasi
daerah-daerah hutan kayu jati itu pa da Agustus 1812 m elaporkan de-
ras n ya kem erosotan jum lah pen duduk, khususn ya di kawasan kaya

37 AvJ , G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 17-4-180 9; Dj.Br. 22,
G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 30 -6-180 9.
bacaan-indo.blogspot.com

38 Dj.Br. 22, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Surakarta), 24-7-180 9; Dj.Br. 39, G.W.
Wiese (Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 31-5-180 9.
39 AvJ , G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 17-4-180 9.
40 Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 29-7-180 9.
41 Dj.Br. 22, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Sem arang), 14-4-180 9, 17-
4-180 9, 23-5-180 9, 30 -6-180 9. Tentang penduduk penebang kayu hutan yang dikenal di J awa
sebagai masyarakat blandong, lebih jauh lihat Bab I catatan 84.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 249

kayu seperti Panolan, dengan banyak lahan yang telantar.42 Tertutupnya


pasar kayu bagi para bupati setem pat ju ga m enim bulkan kem erosotan
besar pada mutu pemeliharaan hutan. Bah kan hutan kayu jati Karang-
pandan di lereng Gunung Lawu milik Prangwedono yang ditata dengan
asri terkena juga dam pak m onopoli itu. Kesetiaan sang Prangwedono
kepada Belan da tern yata tidak m em buat n ya m en jadi pen gecualian
(Hogendorp 1913:167).
Dalam masalah ini, Sultan tampaknya membela hak penduduk ka-
was an hutan dengan m engakui bahwa m eskipun hutan kayu jati di-
se wa kan kepada pem erintah Belanda, rakyat biasa seharusnya tetap
dibenarkan menjual kayu ke daerah pasisir.43 Datang dari seorang raja
yang telah m endapat nam a buruk karena kebijakan pajaknya selam a
enam belas tahun pertam a kekuasaannya, pengakuan Sultan m em ang
me nandai perubahan batin. Namun itulah perubahan yang tampaknya
ter da pat juga di tem pat lain : bah kan pen erjem ah keresiden an di
Surakarta yang amat kikir pujian itu, J .W. Winter, m engatakan bahwa
sejak kedatangan Daendels, para pangeran dan bupati di keraton-ke-
raton J awa tengah-selatan tampaknya telah menemukan kembali bela-
rasa baru terhadap rakyat jelata (Winter 190 2:51).
Walaupun ada keprihatinan golongan atas ini, kehidupan pendu-
duk ka wasan hutan di wilayah timur itu dan sejumlah kabupaten di de-
kat pan tai utara tidak menjadi lebih baik. Dalam keputusasaan, banyak
pen duduk yan g terjun ke dun ia hitam kecil-kecilan dan tim bullah
berbagai pelan ggaran di daerah perbatasan . Keributan kecil terjadi
antara penduduk daerah-daerah kekuasaan raja dan penduduk daerah
pasisir yang dikuasai oleh Belanda. Peristiwa ini dilaporkan secara ter-
atur kepada Daendels oleh para pejabat Belanda.
Sebagai kepala peme rin tahan kabupaten-kabupaten wilayah timur,
Raden Ron ggo dituduh ter libat dalam peristiwa tersebut. Me n u -
rut Diponegoro, Bupati Wedana senantiasa dijadikan kam bing hitam
oleh Belanda dan sering dim inta da tang ke Sem arang untuk m em per-
tan ggun gjawabkan m en in gkatn ya pe lan ggaran di daerah kekuasaan
pemerintah Eropa. Namun demikian, per mu suhan terbuka dihindari:

42 Mack.Pr. 21, Pem berton, “Djiepan”, 1-4-18 13, 325. Merosotnya jum lah penduduk juga dicatat
bacaan-indo.blogspot.com

dalam S.Br. 127, “Oostelijke montjo-negorosche landen”, 1830 ; dan UBL BPL 616, Port. 22 pt. 4,
H.G. Nahuys van Burgst, “De montjonegorosche-Djokjokartasche landen”, t.t. (? 1826).
43 Dj.Br. 22, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H .W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 17-4-18 0 9
(“Sultan bertahan dengan pendapat bahwa jika tiada penebangan kayu di hutan-hutan dalam
daerah kekuasaannya, m aka hal itu akan m elegakan kehidupan rakyat”); Poensen 190 5:161.
Digerogotinya hutan-hutan Blora dan J ipang oleh Belanda sudah tercatat sekurang-kurangnya
sejak awal 180 3, lihat Bab V catatan 18.
250 KUASA RAMALAN

XIV. 89 Maka lam bat-laun


m alah m erebaklah desas-desus,
lagi-lagi Raden Ronggo jugalah
yang selalu dibicarakan.
Maka m ereka m enum puknya
perkara Raden Ronggo
[dan] ia pun seringlah dim inta datang ke Sem arang.

90 Tapi Raden Ronggo Prawirodirjo


jadi curiga:
ia tahu dalam hati kecil
bahwa ia sengaja disalahkan
oleh Belanda,
karenanya ia senantiasa
[dan] sangat hati-hati terhadap bahaya.44

Perasaan sengaja diincar untuk disalahkan m engobarkan kejeng-


kelan m em bara dalam diri Ronggo. Rasa jengkel itu, seperti akan di-
uraikan nanti, kemudian berubah menjadi suatu sikap putus asa segera
setelah kematian men da dak istri kesayangannya, Ratu Maduretno, pada
pertengahan November.
Berbagai kesulitan antara kesultanan dan pem erintah Belanda te-
rus berlan jut selam a m usim kem arau yan g pan jan g (Mei– Oktober)
18 0 9. Pada awal Septem ber, Bupati Yogya un tuk Grobogan , Raden
Tumenggung Sosrokusumo, dituduh menahan pasokan beras ke daerah
pasisir dan se oran g kiai di daerah tetan gga, Blora, yan g berada di
bawah kekuasaan Surakarta, Kiai Haji Minhaj, yang membentuk suatu
kelompok pengikut yang berjumlah besar, dilaporkan “meneror” pejabat
kehutanan peme rin tah kolonial di daerah itu.45
Terlibatnya “pemuka agama” dalam ber ba gai kegiatan ini dan ke luh-
an Sunan tentang “banyaknya ulam a yang m engaku-ngaku keturunan
Nabi, meminta-minta dan menggelandang di daerah-daerah Surakarta”
mengakibatkan keluarnya perintah Daendels untuk melarang kunjungan
“para ulama” antara Surakarta dan wilayah-wilayah kekuasaan Belanda
tan pa m em bawa surat jalan dari pe m e rin tah kolon ial, sebagaim an a

44 BD (Manado), II:128– 9, XIV (Sinom) 89– 90 . m engkana pan lam a-lam a/ say a kathah bicarèki/
bacaan-indo.blogspot.com

nanging Radèn Ronggèki/ ingkang tansah dados catur/ m engkana tum pa-tum pa/ Dèn Rongga
ingkang prekaw is/ m apan asring dènundang dhateng Sem arang. 90 . Dèn Rongga Praw iradirja/
nanging w us pray itna galih/ ingkang ty as pan w us uninga/ lam un dipunpengarahi/ dhum ateng
ing Kum pni/ dady a tan pegat puniku/ langkung pray itnèng bay a.
45 Dj.Br. 22, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 12-9-180 9, 29-
9-180 9.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 251

ber laku ter h adap pen du du k wilayah -wi la yah ker ajaan yan g m au
berdagang ke daerah pantai utara. Sem ua “ulam a” tanpa surat jalan
akan dirantai dan dikirim untuk bekerja di per ben tengan Teluk Merak
di Selat Sunda.46
Perbatasan dengan Tegal dan dengan Pekalongan juga tegang terus.
Seorang jemaah haji yang baru pulang dari Mekah, Haji Mustopo, yang
m un gkin telah m en yaksikan pen in gkatan kekuatan An gkatan Laut
Inggris di Pulau Pinang dan Selat Malaka dalam perjalanannya ke Timur
Tengah, me nyebarkan desas-desus di Pekalongan bahwa Inggris sudah
siap m e nyerbu ke J awa.47 Pada waktu yang sam a, banyak penduduk
pasisir m e la rikan diri ke wilayah-wilayah kerajaan untuk m enghindari
kerja paksa di jalan raya pos lin tas J awa Daen dels yan g baru saja
dibangun di daerah-daerah kekuasaan Belanda di pantai utara.48 Sekitar
12.0 0 0 jiwa orang J awa, sebagaimana diperkirakan kemudian, men jadi
korban da lam pem bangunan jalan raya yang sarat kekejian ini (Thorn
1815:20 8; Van Polanen 1816:73).
Dalam kekacauan yan g tim bul, terjadi sejum lah peris tiwa kecil
dan se rangan terhadap desa dan gerbang-gerbang pe m ungut an cukai
di daerah kekuasaan pem erin tah . 49 Beberapa di an ta ra n ya parah :

46 Dj.Br. 41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 14 Sawal 1737 J (12-
11-1810 M), melaporkan diterimanya surat dari Engelhard, 22-10 -1810 dengan lampiran perintah
Daendels, 16-9-18 10 yang m enyebutkan bahwa barang siapa hendak m enyeberang ke daerah
pasisir diwajibkan m embawa surat jalan sekalipun m ereka m emasukkan barang buat keperluan
“orang Eropa, Tionghoa, dan Arab”. Lebih jauh lihat Van der Chijs 1895– 97, XVI:40 4– 5, 40 9.
Tentang pengusiran Kiai Muhamad Kastubo dari Bagelen, yang mengaku bisa terbang, lihat S.Br.
87, A.H. Smissaert (Yogyakarta) kepada A.M.Th. de Salis (Surakarta), 2-4-1823.
47 UBL BPL 616, Port. 5 pt. 7, D.W. Pinket van Haak (Surakarta) kepada G.A.G.Ph. van der Capellen
(Batavia), 22-1-18 17. Mustopo ditangkap dan dihukum enam tahun penjara dengan dirantai
(diduga di Teluk Merak) oleh Pinket van Haak, yang waktu itu m enjabat Prefek Pekalongan
(menjabat 180 9– 1810 ).
48 UBL BPL 616, Port. 9 pt. 3, H.G. Nahuys van Burgst, “Onlusten op J ava”, Februari 1826; AvJ ,
D.W. Pinket van Haak (Pekalongan) kepada G.W. Wiese (Yogyakarta), 24-4-180 9. Lebih jauh lihat
EdD, 17-1-1829, tentang peran kunci yang dimainkan oleh Daendels dalam memacu pembangunan
proyek raksasa ini “Il falloit avoir le caractère ferm e et la volonté absolue du m aréchal Dandels
[Daendels] pour entreprendre un ouvrage de cette nature. Aucun governeur n’y avoit pensé avant
lui et je crois qu’aucun n’auroit osé penser après. Les Javanais un peu instruits qui connoissent
l’histoire de Napoléon, le com parent au m aréchal Dandels [Daendels], en le nom m ant “le Dandels
[Daendels] de l’Europe”, cependant je crois que le dernier l’em portera toujours sur le prem ier”.
(“Mem butuhkan watak yang tegas dan kem auan yang keras dari seorang Marsekal Daendels
untuk m em buat suatu pekerjaan yang begitu besar. Tidak ada seorang gubernur yang pernah
m em ikirkannya sebelum dia dan saya m erasa tidak akan ada seorang gubernur lagi yang akan
berani pikir sesudahnya. Orang J awa yang sedikit berpendidikan yang tahu sejarah Napoleon,
m em bandingkan dia dengan Marsekal Daendels, dengan dinam akan “Daendels dari Eropa”,
tapi saya m erasa bahwa sang Marsekal selalu akan m enang dalam perbandingan dengan sang
Napoleon itu!”).
bacaan-indo.blogspot.com

49 AvJ , G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 30 -11-180 9, G.W.
Wiese (Yogyakarta) kepada H am en gkubuwon o II (Yogyakarta), 28 -12-18 0 9, H .W. Daen dels
(Batavia/ Buitenzorg) kepada Ham engkubuwono II (Yogyakarta), 30 -12-18 0 9; Dj.Br. 27, G.W.
Wiese (Yogyakarta) kepada H .W. Daen dels (Batavia/ Buiten zorg), 8 -1-18 10 , H .W. Daen dels
(Batavia/ Buitenzorg) kepada G.W. Wiese (Yogyakarta), 10 -1-1810 , G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada
H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 13-1-1810 , G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada D.W. Pinket van
252 KUASA RAMALAN

pada Septem ber, suatu pelanggaran wilayah besar-besaran ter jadi di


Kabupaten Brebes dekat Tegal yang dikuasai oleh pem erintah kolonial
yan g m elibatkan segerom bolan peram pok yan g ditaksir ber jum lah
antara 50 0 dan 70 0 orang.50 Hutan Kedawung di Kedu, wilayah kecil
kekuasaan Yogya yang terjepit antara Pekalongan dan Kendal dila por-
kan sebagai tem pat berlindung bagi gerom bolan w ong durjono yang
hendak menyatroni jalan raya pantai utara.51
Ketegangan yang meningkat itu menandakan bahwa ketenangan se-
mentara akibat kunjungan resmi Daendels yang baru terjadi tidak ber-
tahan lam a. Merasa bahwa pertarungan dengan pem erintah kolonial
Belanda tidak bisa ditunda lebih lam a lagi, Sultan m em utuskan untuk
me ningkatkan kesiagaan militernya. Tidak lama setelah acara Garebeg
Puasa untuk m erayakan berakhirnya bulan puasa pada 13 Novem ber
18 0 9, Sultan m em an faatkan kehadiran rom bon gan pekerja Raden
Ronggo dari wilayah tim ur di ibu kota kesultanan untuk m em perkuat
per ta hanan keraton. Keempat benteng penjuru utama perlu dibuat lebih
me nonjol antara lima belas dan delapan belas kaki,52 dan meriam harus
dicor di Gresik, sedangkan perlengkapannya dikerjakan di pabrik senjata
ke rajaan di Kota Gede.53
Sultan pantas m erasa cem as. Pada 30 Desem ber, Daendels m e nu-
lis surat keluhan mengenai pelanggaran daerah perbatasan dan peram-
pokan yang terus dilakukan di Pekalongan oleh penduduk dari Yogya.

Haak (Pekalongan), 23-1-1810 , Danurejo II (Yogyakarta) kepada G.W. Wiese (Yogyakarta), 26-1-
1810 , Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 5-2-1810 ,
G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 6-2-1810 , 12-2-1810 .
50 Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 24-8-180 9.
51 Carey 198 0 :73 catatan 2; AvJ , H .W. Daen dels (Batavia/ Buiten zorg) kepada G.W. Wiese
(Yogyakarta), 11-10 -180 9.
52 AvJ , G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 14-11-180 9. Wiese
m elaporkan bahwa Dan urejo II m em beritahu dia bahwa H am en gkubuwon o II m elakukan
perubahan den gan m en iru ben ten g Belan da dan bahwa H am en gkubuwon o I m en dirikan
dinding keraton yang asli dalam waktu kurang dari tiga bulan pada awal 1785. Nyatanya benteng
tersebut dibangun dalam waktu kurang dari dua m inggu dan Ham engkubuwono II (saat itu
putra m ahkota), bukan ayahandanya, yang berperan paling m enentukan dalam pem bangunan
benteng itu. Bangunan benteng itu tampaknya meniru markas besar tentara Belanda di Batavia,
yan g sem pat diam ati oleh patih kadipaten , Mas Tum en ggun g Wirogun o (m en jabat sekitar
1780 – 180 7), selam a kunjungannya ke sana pada awal 1780 -an. Bekas kom andan kawal pribadi
Hamengkubuwono II, Pangeran Dipokusumo, juga berada di Batavia ketika itu, Dj.Br. 27, Pieter
Engelhard (Yogyakarta) kepada J .A. van Braam (Surakarta), 14-11-1810 , Ricklefs 1974a:278– 83.
B.Ng. I:95, XXV.69 menyebut 2 Sawal 1736 J (13-11-180 9 M) sebagai tanggal saat benteng penjuru
itu, yang dirujuk dalam sumber-sumber J awa sebagai “pojok baluwerti”, dibangun lebih menonjol
ke arah luar.
bacaan-indo.blogspot.com

53 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, II:283 catatan 1 (tentang m eriam besi ram pasan dari keraton
lama di Plered pada 29-5-1826 dalam Perang J awa yang mencantumkan tulisan sengkala (tarikh)
suw araning dahana sabdanèng ratu (suara bergemuruh adalah ucapan ratu), 1737 J (6-2-1810 –
25-1-1811 M); tentang pengecoran m eriam di Gresik oleh Ham engkubuwono II, lihat Gom perts
dan Carey 1994:26 catatan 10 . Tentang 92 pucuk meriam besi dan perunggu yang dirampas dari
Keraton Yogya pada 20 J uni 18 12, term asuk 8 pucuk m eriam berpeluru 18 pon dan 7 pucuk
meriam berpeluru 12 pon, lihat Thorn 1815:192.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 253

Menurut dia, para bupati Yogya untuk daerah-daerah dekat perbatasan


itu bersekongkol dengan perampok dan menampung barang rampokan.
Daendels telah m enunjukkan “tanda-tanda persahabatan yang jelas”
dengan langsung m enem ui Sultan dalam kunjungan resm inya belum
lam a berselan g dan den gan m en guran gi kekuatan pasukan n ya di
Sem arang. Sekarang pun ia m engharapkan agar raja Yogya itu m em -
balas n ya den gan m en gam bil tin dakan tegas terhadap gerom bolan
rampok di daerah perbatasan dan menyerahkan para pejabat yang ber-
tan ggun g jawab kepada “Duta” Wiese (Carey 198 0 :72– 3). Daen dels
m em per in gatkan bahwa jika terjadi lagi peram pokan di daerah itu,
Sultan akan dituntut bertanggung jawab secara pribadi. Tentara m ar -
se kal itu di Semarang mampu menduduki wilayah Sultan dalam empat
belas hari, dan ia bermaksud mencaplok wilayah Kedu yang terpencil di
pantai utara itu jika masih terjadi lagi pelanggaran daerah perbatasan.
Namun ia ber harap hal itu tidak sampai terjadi (Carey 1980 :72– 5).
Menghadapi ultim atum yang dem ikian, Sultan berusaha m em per-
lambat waktu. Ia menjawab secara menyenangkan dengan menga ta kan
bahwa ia telah m engirim kan satu utusan dari Yogya yang didam pingi
oleh seorang perwira Belanda 54 untuk menangkap mereka yang terlibat
dalam tindak kejahatan di daerah perbatasan itu. Ia juga ber janji bahwa
jika para kepala desa berani m engabaikan peraturan yang disepakati
baru-baru in i m en gen ai pen in dakan para pen jahat, 55 m e reka akan
ditangkap dan diserahkan kepada Residen yang boleh saja me nyerahkan
mereka kepada Daendels bila memang dikehendaki.56
Sementara komunikasi itu sedang berlangsung, pada 8 J anuari 1810 ,
Daendels menunjukkan bukti tekadnya untuk melaksanakan kebijakan
ba runya yang keras itu dengan memecat Patih Surakarta, Raden Adipati
Danuningrat (m enjabat 180 4– 1810 ), yang lam ban dalam m enyelidiki
keter li bat an pejabat Surakarta dalam kerusuh an di Pekalon gan . 57
Daen dels juga berusaha m em perkuat kedudukan pem erin tahn ya di
Yogya de n gan m en gan gkat seoran g residen baru berhaluan keras,
J ohannes Wilhelm us Moorrees (m enjabat 9 Maret– 24 Agustus 1810 ),

54 Inilah Letnan Willem Driessen (lahir di Yogya sekitar 1760 ), seorang yang lancar berbicara bahasa
J awa dengan pengalam an ikut serta dalam kom isi sejenis, Dj.Br. 27, G.W. Wiese (Yogyakarta)
kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 8-1-1810 . Lihat catatan 110 .
bacaan-indo.blogspot.com

55 Inilah Angger Gunung, 26-9-1808, yang disepakati bersama oleh para patih di Klaten, lihat Bab V.
56 Carey 1980 :72– 5; Dj.Br. 27, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg),
13-1-1810 .
57 Van der Chijs 1895– 97, XV:10 – 4. Ngabehi Surakarta untuk Delimas, J ayengpati, ialah pejabat yang
terlibat dalam penyerangan lintas batas dan ia kem udian dihukum m ati atas desakan Daendels.
Tentang letak Delimas di Kecamatan Limpung sekarang ini, Kabupaten Batang, Pekalongan, lihat
Schoel 1931:10 5 sub: “Dlimas”.
254 KUASA RAMALAN

un tuk menggan tikan Wiese yang dikembalikan ke jabatannya yang lama


seba gai Inspektur-J enderal Kehutanan pada awal Maret.58
Ketika m en jadi Pr efek Ban ten (Novem ber 18 0 8 – Apr il 18 0 9),
Moor r ees per n ah ter lu ka pa r ah d alam su atu ser an gan ter h ad ap
keretanya dan terpaksa m e la rikan diri di tengah kerusuhan m enyusul
penghapusan kesultanan Banten oleh Daendels.59 Moorrees datang ke
Yogya sebagai oran g gagah per kasa: ba bad Keraton Yogya m erujuk
padanya sebagai seorang “duta yang melam bangkan kekuatan”,60 sedang
sum ber pihak Pakualam m enggam bar kan nya sebagai “kekar” (jarot)
(Poensen 190 5:147). Namun ke kuatan saja tidak akan menguntungkan
bagi pemerintah kolonial di ibu kota kesultanan sebagaimana Moorrees
akan m en yadarin ya selam a lim a bulan m asa tugasn ya yan g tidak
m en yen an gkan itu, ketika sem ua ke sa lah an selam a beberapa bulan
bertugas di Banten akan terulang.
Begitu Moorrees m en em pati kedudukan yan g baru pada awal
Maret, suatu serangan terjadi di Desa Wonodadi, Pekalongan.61 Ko non
peristiwa itu m elibatkan “segerom bolan ram pok terkenal” yang dige-
rakkan dari Kabupaten Yogya untuk Tersono, wilayah Kedu.62 Daendels
memerintahkan agar benggolan rampok itu ditangkap. Di pinggir surat
Residen Yogya yan g berisi laporan peristiwa itu, Daen dels m e n u lis
bahwa “peristiwa ini telah m enjadi begitu genting sehingga saya hi-
lang kepercayaan terhadap Sultan dan sang Patih [...] Saya akan ambil
tin dakan jika para tertuduh dibiarkan lepas seperti dulu”.63 Ketika ter-
nyata terjadi juga bahwa para peram pok berhasil m elarikan diri lewat
perbatasan, Demang Yogya untuk Tersono, Raden Tirtowijoyo, dipanggil
ke ibu kota kerajaan untuk dim inta tanggung jawabnya. Daendels m e-
nuntut agar Sultan menjatuhkan hukuman mati atas orang itu, tapi raja
Yogya itu sangat tidak tega melakukan hal itu mengingat demang tersebut
m e rupakan keluarga dekat sekali dua tokoh penting di Keraton Yogya,
yaitu istri kesayangannya, Ratu Kencono Wulan, dan bekas komandan
ka wal pribadinya, Pangeran Dipokusumo (Poensen 190 5:149– 50 ;Carey

58 Poen sen 190 5:147 catatan 3. Wiese tam pakn ya telah m en ggabun gkan jabatan n ya sebagai
In spektur-J en deral Kehutan an den gan jabatan sebagai Residen Rem ban g. Ia m en in ggal di
Sem arang pada 7-10 -1811 (Duduk van Heel 20 0 2:142). J andanya, Catharina Gasparina Bijlon
(atau Beijlen) (1776– 1821), menikah lagi pada 19-11-1816, De Haan 1935a:614.
59 Hageman 1864:227;Dj.Br.39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta),
bacaan-indo.blogspot.com

29-4-180 9.
60 B.Ng. I:95, XXV.73, yang merujuk pada Moorrees sebagai Minister bèr purun.
61 Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang, Pekalongan, lihat Schoel 1931:444.
62 Dj.Br. 27, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 18-3-1810 ,
23-3-1810 , 26-3-1810 .
63 Dj.Br. 27, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 26-3-1810 ,
(catatan pinggir Daendels).
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 255

1980 :185). Yang paling jauh bisa ia lakukan adalah m em buangnya ke


pengasingan. Namun hal ini tidak berkenan bagi Daendels. Ia terus me-
nun tut hukuman mati. Karenanya pejabat yang malang itu diikat untuk
diserahkan kepada Residen yan g m en girim kan n ya den gan diran tai
ke Sem arang. Dari sana ia dibawa lewat jalan raya pos yang baru itu,
ditembak oleh satu regu penembak di Weleri, dan jasadnya dibiarkan di
pinggir jalan sam pai, m enurut babad Pakualam an, diam bil oleh anak-
anak dan cucu-cucunya untuk dimakamkan dengan upacara Islam-J awa
(Poensen 190 5:148– 9).
Moorrees m elaporkan bahwa Sultan betul-betul m erasa san gat
“diper m alukan” karena terpaksa m enyerahkan dem ang itu dan ia m e-
nunjukkan kejengkelannya dengan menolak menerima Residen ber dasar-
kan tata upacara baru pada perayaan Garebeg Mulud 18 April 1810 .64
Satu-satunya sikap mengalah yang ia tunjukkan adalah memberi sulang
demi kesehatan istri Moorrees, seusai sulang resmi untuk sang “duta” dan
Putra Mahkota. Hal ini menimbulkan amarah Daendels yang menya takan
bahwa “perempuan tidak mempunyai tempat dalam pemberian sulang—
dengan perem puan hanya ada urusan pribadi!” Dalam catatan pinggir
yang sama ia menuntut juga agar Moorrees mematuhi tata upacara 28
J uli 180 8 dalam segala urusan mendatang dengan raja Yogya.65

Pengam binghitam an Raden Ronggo


Daen dels jelas m en gin gin kan kem atian Raden Tirtowijoyo m en jadi
tanda peringatan bagi siapa saja di Yogya yang m enolak bekerja sam a
dengan pemerintahnya. Namun siasatnya menggunakan Moorrees un-
tuk melaksanakan kebijakannya yang keras terhadap Sultan dalam ke-
rangka tata upacara baru dan hukum an bagi yang bertanggung ja wab
atas pelanggaran daerah perbatasan ternyata berakibat buruk.
Sultan Yogya, sudah lewat masanya terus bersikap mengalah kepada
pe m e rin tah kolonial Belanda. Tekanan dari pihak gubernur-jenderal
han ya m e n im bulkan sikap bersatu di kalan gan sem ua kelom pok di
Yogya yang, entah karena kepentingan diri sendiri atau sikap anti-Eropa
yang se sungguhnya, mengarah ke suatu perlawanan terbuka.
Raden Ronggo merupakan tokoh kunci dalam hal ini. Segera sesudah
kem bali dari perayaan Garebeg Puasa pertengahan Novem ber 180 9 di
bacaan-indo.blogspot.com

Yogya, tatkala pasukan pekerjanya m em bantu m em perlebar benteng

64 Dj.Br. 36, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 18-4-1810 .
65 Dj.Br. 36, catatan pinggir Daendels pada surat J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels
(Batavia/ Buitenzorg), 18-4-1810 .
256 KUASA RAMALAN

pen juru keraton, ia tenggelam dalam kesedihan yang tak terperikan ka-
re na kematian mendadak istri kesayangannya pada 16 November, Ratu
Maduretno.66 Konon dialah yang tercantik di antara tiga putri Sultan
kedua dari istrinya yang separuh berdarah Madura, Ratu Kedaton. 67
Ratu Maduretn o baru berusia awal tigapuluhan ketika m en in ggal,
dan tam paknya lebih dari sekadar tanda penghargaan keraton berupa
seorang putri bagi suaminya yang agak lebih muda itu.
Seperti tercatat dalam babad Pakualam an, tentu saja reaksi Raden
Ronggo ter hadap kematian istrinya itu sa ngat dramatis: menguburkannya
di pem akam an keluarga di Gunung Bancak, yang dinam ai Giripurno,
bukit ter tinggi yang m enghadap ke tem pat kediam annya yang baru di
Maospati. Raden Ronggo konon menghabiskan siang dan malam di dekat
makam tersebut. Ia bahkan meratap-ratap ingin mendampingi istrinya
sampai ke akhirat sehingga para bupati bawahannya perlu membujuknya
agar segera sadar (Poensen 190 5:154; Adam 1940 :333– 4).
Begitu Ronggo sadar dari duka mendalam karena kematian istrinya,
ia dituduh terlibat dalam suatu penyerangan lintas perbatasan ke daerah
te tangga, Ponorogo, pada 31 J anuari 1810 .68 Peristiwa itu menimbulkan
kor ban dua orang tewas, seorang luka, dan seluruh penduduk Ngebel
yang masuk wilayah kekuasaan Surakarta dekat Madiun 69 yang ber jum-
lah 181 orang terpaksa melarikan diri dari rumah mereka.
Menurut Ronggo, penghuni kawasan itu adalah penjahat terkenal
yan g berulan g-kali m eram pok pen duduk daerah kekuasaan Yogya
di Madiun. Ia m engaku telah diberi izin oleh rekannya pejabat yang
setingkat di daerah ke kuasa an Surakarta, Ponorogo, Raden Mas Ario
Wiryodin in grat, un tuk m e la cak gerom bolan ram pok itu hin gga ke
batas daerah kekuasaan Surakarta. 70 Berdasarkan izin itu ia telah

66 AvJ , G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 20 -11-180 9; B.Ng.
I:95, XXV.71. Gelar Ratu Maduretno m engingatkan orang pada tem pat kediam an Trunojoyo—
Madu Retno dekat Pacuran, Madura barat —dan m ungkin dengan sengaja dipilih oleh ibunda
Maduretno yang asal Madura, Ratu Kedaton, untuk mengenang pelaga besar Madura abad ketujuh
belas, yang juga dikenal sebagai Panembahan Maduretno, lihat De Graaf 1961– 62:60 , 110 , 118– 9,
124, 132, 175– 9.
67 Van den Broek 1873– 77, 20 :480 . Ratu Kedaton ialah putri bekas panglima Hamengkubuwono I
dan kem udian m enjadi Bupati Magetan, Raden Tum enggung Purwodiningrat, yang m erupakan
keturunan Panembahan Cokrodiningrat II dari Madura (seda Kam al) (berkuasa 1680 – 170 7), lihat
Bab II. Putrinya yang lain, Ratu Bendoro dan Ratu Angger, masing-masing menikah dengan Raden
Tumenggung Sumodiningrat dan Raden Adipati Danurejo II, lihat Mandoyokusumo 1977:18 no. 5,
19 no. 14.
bacaan-indo.blogspot.com

68 Dj.Br. 46, Laporan C.F. Krijgsm an (penerjem ah Keresidenan Sem arang) dan E. Diepen (taal
en land kundig/ ahli bahasa dan budaya J awa) (Ponorogo) kepada P.A. Goldbach (landdrost
Sem arang dan Dem ak), 1-10 -1810 . Sum ber-sum ber yang diterbitkan m enyebut penyerangan itu
terjadi pada Februari yang sangat terlambat, Valck 1844:145; Poensen 190 5:192.
69 Tentang letak Ngebel di Gunung Ngebel, Kecam atan Pulung, Kabupaten Ponorogo, lihat Schoel
1931:249.
70 Dj.Br. 46, Raden Ronggo Prawirodirjo III (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 29
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 257

m engirim kan satu regu pencari ber anggotakan 80 0 orang, yang m ela-
cak mereka hingga ke desa dan Kecamatan Sekedok di kawasan Gunung
Ngebel. Mendapati desa itu kosong kecuali sejumlah orang cacat, regu
pen cari itu kem udian di ser gap. Kejadian in i digam barkan Ron ggo
sebagai “serangan amuk” oleh tiga anggota gerombolan rampok itu dan
dalam baku hantam inilah dua orang penyergap asal daerah kekua-
sa an Surakarta itu tewas dan yang seorang lagi luka. Daerah kabu pa-
ten sekitar Ngebel “dihancurkan” sebagai pem balasan regu pencari.71
Ronggo m engajukan ren cana pertem uan dengan tiga bupati kawasan
Ponorogo setelah Garebeg Mulud 18 April 1810 untuk m enyelesaikan
masalah itu.72
Peristiwa yang boleh disebut kecil ini ternyata m enjadi awal per-
kem bangan keadaan yang akhirnya berujung pada pemberontakan sang
Bupati Wedana pada bulan November. Raja Surakarta, yang mengidap
ra sa permusuhan pribadi yang mendalam terhadap Ronggo, sangat ber-
se mangat memanfaatkan peristiwa itu untuk mengajukan keluhan res mi
kepada Daendels.73
Wiryodiningrat secara terpisah melancarkan se jum lah tuduhan balik
terhadap Ronggo, satu di antaranya yang paling m en cu rigakan adalah
bahwa Ronggo m enam pung seorang pem belot m iliter dari Ponorogo
bern am a Brotosen o (juga diken al sebagai Brotosen ton o), seoran g
ben ggolan ram pok, yan g oleh Bupati Wedan a Surakarta itu disebut
sangat dikagumi oleh Ronggo sebagai keturunan Batoro Katong, pelopor
agama Islam di Ponorogo. Orang ini telah diangkat sebagai seorang lurah
m antri (pejabat tinggi daerah), yang diberi gelar Raden Prawirobroto
dan diperlengkapi dengan meriam ringan yang didapatkan dari tempat
kediaman Ronggo sendiri di Maospati, dan yang membuat orang itu bisa
bergerak bebas melintasi perbatasan di Ponorogo di mana tak tersedia
sen jata sejen is. 74 Ia tam pakn ya secara khusus m eram pas ber bagai

J um adilakir 1737 J (1-8-1810 M), yang m erujuk pada utusan yang terdiri dari 40 cendekiawan
agama (“para ulama”) yang dimpimpin oleh Haji Hasan Besari dari pesantren terkenal di Tegalsari
(Ponorogo) (Apendiks VIIb) yang ia kirim kan guna m enem ui Bupati Wedana Surakarta untuk
Ponorogo menyusul suratnya kepada Raden Ario Wiryodiningrat, 29-1-1810 . Lebih jauh lihat Bab
V catatan 119.
71 Dj.Br. 46, Raden Ronggo Prawirodirjo III (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), t.t.
(sekitar 5-4-1810 ).
72 Dj.Br. 46, Raden Mas Ario Wiryodiningrat, Raden Tum enggung Wirodirjo, Raden Tum enggung
bacaan-indo.blogspot.com

Brotonegoro (Ponorogo) kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), 24 Sura 1737 J (1-3-1810
M); Raden Ronggo Prawirodirjo III (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 26 Sura 1737 J
(3-3-1810 M).
73 Dj.Br. 46, Pakubuwon o IV (Surakarta) kepada H .W. Daen dels (Batavia/ Buiten zorg), 5
Rabingulawal 1737 J (12-4-1810 M).
74 Dj.Br. 37, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 11-3-1810 , 22-4-1810 ,
28 -4-18 10 , J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada J .A. van Braam (Surakarta), 12-5-18 10 ; Pieter
258 KUASA RAMALAN

perangkat gam elan J awa dari daerah-daerah tetangga di wilayah ke-


kuasaan Surakarta untuk diserahkan kepada sang Bupati Wedana, dan
tidak kurang dari lima perangkat gamelan semacam itu telah dibawa ke
tempat kediaman Ronggo selama empat tahun terakhir.75
Sepak-terjang dem ikian itu lebih m erupakan pencurian budaya—
kebiasaan yang dipraktikkan oleh Inggris selam a lim a tahun pe ngua-
saan—daripada m erupakan rangkaian peram pokan lintas perbatasan.
Namun hal ini tidak sedikit pun dipedulikan oleh Daendels yang mung-
kin menganggap gamelan sama saja dengan orkestra militer. Sementara
itu Moorrees telah m em utuskan untuk m enunda-nunda pem eriksaan
dan m eningkatkan tekanan terhadap Bupati Wedana dengan m e no lak
m engirim kan kom isi penyelidik yang lazim dari Yogya.76 Hal ini m en-
cerm inkan keinginan Gubernur-J enderal untuk m engakhiri pengaruh
Ronggo, jika perlu dengan m enggunakan cara yang fatal, seperti yang
ia gunakan terhadap Dem ang Tersono. “Orang Eropa pun akan saya
gan tung jika menjadi biang-kerok!” begitu ia membalas surat Moorrees
yang melaporkan perbuatan Ronggo.77 Ia memerintahkan Residen untuk
menyerahkan surat kepada Sultan yang menyatakan bahwa jika Ronggo
tidak dihukum , Raja Yogya teran cam m en ghadapi perm usuhan de-
ngan Daendels dan Pakubuwono IV sekaligus. Moorrees juga dim inta
menceritakan ulang bagaimana Daendels menggantung seorang Eropa
di m uka um um di Banten sem asa Moorrees m enjabat residen di sana,
se bagai bukti bahwa Gubernur-J enderal bersungguh-sungguh.78
Sultan sangat m urka. Ia m em andang sepak terjang Raja Surakarta
ber tujuan menimbulkan dendam kesumat antara dirinya dan Gubernur-
J enderal, dan ia teringat salah paham antara kesultanan dan Daendels
da lam tahun pertam a pem erintahan Marsekal itu, salah paham yang
terang-terangan ia katakan adalah akibat ulah Sunan. Setelah m en-
dengar laporan Ronggo yang disam paikan waktu ia tinggal di Yogya
un tuk m erayakan Garebeg Mulud, Sultan m enarik kesim pulan bahwa
Bupati Wedana sepenuhnya berhak m enum pas tiga orang benggolan
peram pok. Sebelum laporan lebih rinci m engenai peristiwa itu datang

Engelhard (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 30 -1-1811 (yang m engakui adanya
berita m engenai penangkapan Brotosentono belum lam a berselang di Ponorogo); B.Ng. I:146,
bacaan-indo.blogspot.com

XXXVII.5– 6; Daendels 1814:96; Poensen 190 5:189; Carey 1980 :175 catatan 2.
75 Dj.Br. 46, Raden Mas Ario Wiryodiningrat, Raden Tum enggung Wirodirjo, Raden Tum enggung
Brotonegoro (Ponorogo) kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), 20 -5-1810 .
76 Dj.Br. 46, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 3-4-18 10 , W.N.
Servatius (Surakarta) kepada J .W. Moorrees (Yogyakarta), 7-4-1810 .
77 Dj.Br. 46, H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg) kepada J .W. Moorrees (Yogyakarta), 10 -4-1810 .
78 Dj.Br. 46, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 22-4-1810 .
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 259

dari Surakarta, Sultan tetap akan m enganggap laporan Ronggo pada


dasar nya benar.79 Seterusnya Sultan berusaha keras m elindungi dan
m em ihak bekas m enantunya itu. Sangat ingin m em pertahankan hu-
bungan kekeluargaan dengan Ronggo, Sultan m enawarkan pengantin
perem puan yan g baru kepadan ya, yaitu Raden Ajen g Suratm i yan g
berusia tiga belas, putri kedua dari istri kesayangannya, Ratu Kencono
Wulan.8 0 Walaupun pernikahan tidak pernah dilaksanakan,8 1 Ronggo
tetap dekat den gan Sultan . Ia tidak lagi dipan ggil un tuk dim in tai
tanggung ja wab atas peristiwa Ponorogo, dan dalam perkara-perkara lain
pun ia men da patkan kelonggaran. Termasuk di antaranya penyelidikan
yang sedang ber jalan dari pihak pemerintah kolonial mengenai dugaan
ada nya tem pat penam pungan bagi pem belot dari tentara Daendels di
J apan (Mojokerto) dan pembuatan sejumlah bargas untuk mengangkut
kayu-jati ke pasisir. Dalam dua perkara itu, Ronggo menjalankan politik
m e lam bat yang didukung sepenuhnya oleh Sultan.82 J uga ia diizinkan
kem bali ke Madiun, sebagaim ana akan diuraikan sebentar lagi, untuk
hadir dalam peringatan satu tahun meninggalnya istrinya yang sekaligus
dimanfaatkan untuk mempersiapkan secara diam-diam pemberontakan
yang akan ia lancarkan.

Krisis hubungan Belanda-Yogy a, April– Agustus 1810


Sem entara nam a baik Ronggo m eningkat di keraton, sejum lah upaya
Moorrees untuk menekan Raja Yogya ternyata semakin kurang berhasil.
Penolakan Moorrees untuk menyampaikan surat-surat dari Sunan dan
tiga bupati wilayah tim ur bawahan n ya ten tan g pelan ggaran daerah
perbatasan di Ponorogo sampai Sultan bersedia menerima dia di keraton

79 Dj.Br. 46, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 28-4-1810 .
80 Bab II catatan 35.
81 Raden Ajeng Suratm i, kem udian Ratu Anom , akan m enikah dengan putra Pangeran Ngabehi,
Raden Tumenggung Purbokusumo, Poensen 190 5:261– 2, catatan 98 di bawah; Bab II catatan 35.
82 Dj.Br. 27, H .W. Daendels (Sem arang) kepada J .W. Moorrees (Yogyakarta), 20 -6-18 10 , J .W.
Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 2-7-1810 , J .W. Moorrees (Yogyakarta)
kepada H am en gkubuwon o II (Yogyakarta), 28 J um adilawal 1737 J (1-7-18 10 M) (ten tan g
penangkapan para pem belot dari tentara Daendels, yang m encakup orang Madura, Sum enep,
Makassar, Melayu, Bugis, Dayak, dan Bali, yang semuanya dapat dikenali dari potongan rambutnya
yang pendek—sam pun sam i katengaran kapagas); Raden Ronggo Prawirodirjo III dan Danurejo
II (Yogyakarta) kepada J .W. Moorrees (Yogyakarta), 5 J umadilakir 1737 J (8-7-1810 M) (tentang
tuntutan Daendels mengenai pembangunan galangan kapal [pegalangan baita] di Bengawan Solo
untuk menghasilkan angkutan sungai pembawa kayu jati dari pedalaman ke pantai utara dan agar
penduduk pasisir, tenaga kerja terampil untuk keperluan itu, khususnya orang Tionghoa, diizinkan
bacaan-indo.blogspot.com

berm ukim di wilayah tim ur; dan tentang kepedulian Danurejo II serta Ronggo terhadap “orang
kecil” [tiy ang alit] agar tetap diizinkan menjual barang dagangan mereka ke pantai utara meskipun
penjualan kayu jati gelondongan/ papan [balok] dilarang); Danurejo II (Yogyakarta) kepada J .W.
Moorrees (Yogyakarta), 6 J umadilakir 1737 J (9-7-1810 M) (yang mengungkapkan bahwa ia, yaitu
Danurejo II, dan koleganya sang bupati kepala, terlalu takut menyerahkan surat Moorrees kepada
Hamengkubuwono II yang meminta agar Raden Ronggo segera berangkat ke J apan [pasca-1838,
Mojokerto] untuk mengakhiri adanya “markas” pembelot); Poensen 190 5:172.
260 KUASA RAMALAN

sesuai den gan tata upacara baru akhirn ya m e n ye babkan putusn ya


hubungan Belanda-Yogya (Poensen 190 5:178). Pokok perselisihan utama
tetaplah m asalah takhta Sultan dan haknya untuk duduk lebih tinggi
daripada Residen. Dalam hal ini Raja Yogya tak mengubah pendirian.83
Segala an cam an Moorrees sia-sia saja dan kebijakan keras Residen
hanya melemahkan kedudukan Patih Yogya, Danurejo II, yang bertugas
m en yam paikan perin gatan -perin gatan keras kepada Sultan . Ten tu
saja Danurejo II dipandang terlalu dekat dengan Belanda oleh m ereka
yang akrab dengan Sultan seperti Bupati Wedana dan Sum odiningrat.
Tern yata, dukun gan Moorrees terhadap Dan urejo yan g din yatakan
secara um um , berakibat buruk bagin ya. Raja Yogya sen diri san gat
m engeluh bahwa perilaku patihnya m encolok perbedaannya dengan
perilaku san g kakek, Dan urejo I (m en jabat 1755– 1798 ), yan g telah
berhasil bertindak dengan seimbang sebagai perdana men teri andal bagi
ayahnya, Sultan Mangkubumi.
Pada 30 April 18 10 , Sultan bertindak begitu jauh dengan m engi-
rim kan surat kepada Daendels berisi perm intaan izin untuk m em e cat
Danurejo II, yang ia katakan m asih “anak kecil”, dan untuk m enggan-
tikannya dengan bupati wilayah timur, Mas Tumenggung Sindunegoro
(pasca-November 1811, Danurejo III, menjabat 1811– 1813).84 Permintaan
ter sebut lan gsun g ditolak oleh Daen dels yan g m en gatakan bahwa
Sindunegoro sudah terlalu tua dan kurang berbakat untuk kedudukan
se penting itu.85 Residen Surakarta, J acob Andries van Braam, yang kini
juga ditunjuk sebagai deputi Daendels,86 ditugaskan untuk mempimpin
suatu komisi ke Yogya untuk memulihkan kedudukan Patih, yang pada
waktu yang sama tampaknya dipersulit oleh Sultan dalam pelaksanaan
tu gasnya. Namun upaya jasa baik Van Braam itu tidak berhasil mengem-
ba likan kepercayaan Sultan kepada Danurejo II.87

83 Dj.Br. 37, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada J .A. van Braam (Surakarta), 12-5-18 10 , 19-5-
1810 ; Dj.Br. 27, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 5-7-1810 , yang
m enyatakan bahwa Ham engkubuwono II tidak akan m au m elepaskan dingklik/ sandaran kaki
(voetbankje) yang suka ia taruh di bawah takhtanya, lihat Bab V catatan 36– 7.
84 Dj.Br. 27, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Sem arang), 4-7-1810 ; Dj.Br. 22
pt. 4 (“Correspondentie tusschen den Minister aan het hof van Djokjokarta en den Gouverneur-
Generaal in anno 1811”, J uni– Agustus 1811), Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens
(Batavia), sekitar 6-1811; Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:34– 5. Hamengkubuwono II merujuk
pada Danurejo dengan ungkapan J awa yang biasa dan agak mengecilkan: “thole” (“anak kecil”).
85 Dj.Br. 27 pt. 4, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), sekitar 6-1811; dK
bacaan-indo.blogspot.com

145, Waterloo, “Mem orie van Overgave”, 4-4-180 8, m enyebut Sindunegoro berusia lim a puluh
pada 180 8 “tapi tam pak seperti berusia delapan puluh tahun”. Lebih jauh lihat Carey 1992:490
catatan 429.
86 Bab V catatan 46.
87 Meskipun Daendels (1814:Bijlage 2, additionele stukken 6; Bataviasche Koloniale Courant 6, 8-
2-1811) m engukuhkan bahwa Van Braam m elaksanakan dua kali kunjungan (yang kedua 10 – 13
Novem ber) ke Yogya pada 18 10 sebagai kom isarisnya untuk m enyelesaikan m asalah-m asalah
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 261

J adi, pejabat m acam apa gerangan Danurejo II dan m engapa dia


sema sekali kehilangan kepercayaan rajanya? Dalam uraian sebelumnya
dia termasuk dalam kalangan dekat sekeliling Diponegoro di Tegalrejo
di mana minat besar keluarganya terhadap mistik Islam J awa dan hu-
bungan sosialnya dengan sekolah agama serta pusat kegiatan para ula-
ma ikih di Melangi mendekatkan mereka dengan Pangeran muda itu.88
Mem ang, hubungan sosial Patih dengan para ulam a di Melangi, khu -
susnya Kiai Taptojani (Carey 1974b:272– 3), tam paknya telah m e m icu
kecam an di beberapa kalangan di Yogya bahwa ia agak terlalu akrab
dengan para santri. Keakraban dengan para santri jugalah yang kelak
m em buat Diponegoro diolok-olok oleh para pengecam nya selam a Pe-
rang J awa (Carey 1973a:50 , 1975:342 catatan 7).
Minat Danurejo II ter hadap mistik, persahabatannya dengan orang
Eropa, dan wataknya yang lapang dada membuat dirinya seorang sekutu
alami bagi ayahanda Diponegoro, Putra Mahkota. Ia menjadi pendukung
kuat terhadap go longan karajan yang dipim pin oleh Putra Mahkota 89
itu hingga ke m a tian nya pada Oktober 18 11. Menurut Van IJ sseldijk,
ia selalu m en yam paikan keterangan m en genai soal-soal ken egaraan
kepada Putra Mahkota,90 dan nasib mereka berdua menjadi terkait erat
sekali: ketika nasib Putra Mahkota m enjadi buruk pada 180 0 -an dan
kedudukan Patih pun semakin terancam. Dua orang di antara putrinya
dari istrinya yang keturunan raja, Ratu Angger, putri Sultan kedua dari
istrin ya yan g per an akan Madura, Ratu Kedaton , 91 m en ikah den gan
putra-putra Putra Mahkota (Bab VIII; Apen diks II), dan pertalian
kekeluargaan yan g dekat an tara keluarga Dan urejan dan golon gan
karajan, kemudian me nim bulkan dukungan kuat terhadap Diponegoro
selama Perang J awa (Apendiks VIII).
Kesalahan Patih yan g utam a adalah polos secara politis, tan pa
pen ga lam an m em er in tah , dan kur an g tan gguh m en gh adapi par a
pengecamnya di keraton. Banyak kelemahannya berasal dari usia muda:

politik di keraton, tidak jelas kapan tepatnya ia melaksanakan kunjungan yang pertama: Dj.Br. 22
pt. 4, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), sekitar 6-1811, menyatakan
bahwa ia datang ke Yogya pada J uli, sedangkan Dj.Br. 37, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada
W.N. Servatius (Surakarta), 30 -4-1810 , m enunjukkan bahwa ia diharapkan tiba dari Sem arang
pada J um at, 4 Mei. Lebih jauh lihat Poensen 190 5:178 – 8 1. Tidak terdapat keterangan dalam
surat-surat keresidanan untuk Mei– J uli 1810 yang m engukuhkan kunjungan yang pertam a ini,
tapi saya cenderung memilih tanggal Engelhard.
bacaan-indo.blogspot.com

88 Lihat Bab III.


89 Bab V catatan 121.
90 KITLV H 97 (7), Van IJ sseldijk, “Korte schets”, 31-8-1798. Lebih jauh lihat Poensen 190 5:111– 2;
B.Ng. I:35, VIII.61– 4.
91 Dj.Br. 9A pt. 8, Valck, “Overzigt”, 1-8-1833, 10 1, m erujuk pada pernikahan Danurejo II dengan
Ratu Angger sebagai “pernikahan cinta”. Ratu Angger meninggal pada 14 J umadilakir 1755 J (3-1-
1828 M), lihat Van den Broek 1873– 77, 24:12.
262 KUASA RAMALAN

ia baru berumur hampir dua puluh delapan tahun ketika menggantikan


kakek n ya sebagai perdan a m en teri. H atin ya terlalu lem but un tuk
memikul beban tanggung jawab jabatan yang tinggi itu. Tatkala ia masih
asisten Dan urejo I pada 1790 -an , Van IJ sseldijk m en yebut-n yebut
“kepatuhan buta dan ketakutan besar”-nya terhadap Sultan, yang berarti
bahwa urus an kenegaraan ditangani “lebih berdasarkan gagasan Sultan
yang angin-anginan daripada aturan-aturan yang patut dan adil”.92
Residen Kedua Yogya Van den Berg juga m enilai bahwa Danurejo
II ialah seoran g “yan g san gat ceroboh” sebagai pejabat m uda, dan
meskipun kemudian ia tumbuh menjadi patih, ia tetap lemah, menurut
Van den Berg, “dalam ke te gasan yang perlu m enunjang m artabatnya
[...] ia seorang yang haus ke nikm atan sehingga dalam m encapainya ia
sering mengabaikan tu gas nya”.93 Kebiasaannya mabuk-mabukan dalam
perjamuan di tem pat Residen dan contoh buruk yang diberikan kepada
para pejabat kesultan an dalam kesem patan sem acam itu m em buat
Sultan san gat m arah dan m en ghukum n ya den gan den da berat. H al
in i m em buat ia tetap m iskin se hin gga sem akin sulit saja bagin ya
m em ain kan peran juragan keraton . 94 Babad Pakualam an , sum ber
yang berlawanan, bahkan m enyebutkan dia bertindak sebagai seorang
“germo” gadis-gadis muda untuk Putra Mahkota yang terkenal sebagai
seorang m ata keranjang (Carey 1980 :86 catatan 1; Poensen 190 5:118).
Seoran g di an taran ya kon on “diculik” dari Keraton Surakarta, yan g
jika benar bisa saja m enim bulkan insiden diplo m atik dengan Sunan.95
Namun sumber-sumber yang ada tidak menulis mengenai hal ini.
Ia juga m em pun yai m usuh yan g kuat di keraton . Seoran g di
antaranya ialah Pangeran Notokusum o, cikal-bakal Pakualam I (ber-
takhta 1812– 1829), yang tidak melewatkan kesempatan untuk membuat
abangnya, Sultan, memusuhi Danurejo II. Dialah yang mengungkapkan
kepada Sultan apa yan g kon on m erupakan pen culikan gadis dari
Keraton Surakarta yang dilakukan oleh Danurejo II, yang sem ula ia

92 KITLV H97 (7), Van Ijsseldijk, “Korte schets”, 31-8-1798.


93 Dj.Br. 48, J .G. van den Berg (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 6-12-180 1;
KITLV 97 (8), Van den Berg, “Memorie”, 11-8-180 3.
94 Dj.Br. 48 , J .G. van den Berg (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 11-1-18 0 2
(tentang denda 2.0 0 0 ronde real yang dikenakan oleh Ham engkubuwono II kepada Danurejo
II dan pejabat keraton lain yang m enikm ati pesta Tahun Baru di tem pat Residen begitu rupa
sehingga m ereka terlalu m abuk untuk m enghadiri pesta keagam aan (slam etan) esok harinya
bacaan-indo.blogspot.com

yan g berkaitan den gan wafatn ya Ratu Ben doro, putri H am en gkubuwon o I dan yan g sudah
bercerai sebagai istri Man gkun egoro I); Dj.Br. 8 6, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada
Nicolaus Engelhard (Sem arang), 28 -2-18 0 6 (tentang m iskinnya Danurejo II dan denda besar
yang dikenakan kepadanya oleh Hamengkubuwono II); B.Ng. I:10 0 – 1, XXVII.1– 30 ; Van Kesteren
1887:1316; Poensen 190 5:118, 124.
95 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 27-10 -
1810 .
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 263

Gambar 26. Foto Daguerrotip (gambar awal fotograi) K.G.P.A.A. Pakualam


II (lahir 25 Juni 1786, bert akht a 1829-1858), sebelumnya bernama Raden
Tumenggung Not odiningrat . Di dada kirinya t ersemat Bint ang Jasa Singa
Nederland (Ridderorde van den Nederlanschen Leeuw), suat u penghormat an
bacaan-indo.blogspot.com

dari Raj a Willem I (bert akht a 1813-1840) sendiri. Koleksi G.P. Rouffaer,
Leiden. Fot o seizin KITLV.
264 KUASA RAMALAN

den gar dari Raden Ron ggo. 96 Musuhn ya yan g lain ialah istri ketiga
Sultan, Ratu Kencono Wulan (sekitar 1776– 1859) (Carey dan Houben
198 7:23, 26), bekas kom an dan pasukan Srikan di yan g berasal dari
keluarga biasa,97 yang putri tertuanya (lahir sekitar 1793) telah menikah
dengan putra sulung Notokusumo, Raden Tumenggung Notodiningrat,
pada September 180 5.98 Sang Ratu digambarkan sebagai “satu-satunya
perempuan di J awa yang mem buat Daendels takut” (Journal 1853– 54,
8 :241), dan sang Marsekal sen diri (Daendels 18 14:95) m enyebutnya
“seor an g p er em p u an d en gan ke can tikan yan g bu kan m ain d an
kecerdasan luar biasa yan g tidak m em pun yai kesulitan m en guasai
Sultan n am un tetap dikasihi Sultan ”. Ratu tidak m en yem bun yikan
kein gin an n ya agar m en an tun ya dian gkat se bagai patih baru setelah
jatuhnya Danurejo II (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:34; Poensen
190 5:166– 7). Sementara itu, lahirnya seorang pu tra Notodiningrat dan
istrinya pada 180 7 m enim bulkan ram alan bahwa anak itu kelak akan
ditakdirkan jadi raja.99

96 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 27-10 -1810
(yang merujuk pada Notokusumo sebagai seorang “musuh sengit” Danurejo II yang ia harapkan
dapat digantikan oleh putranya Raden Tumenggung Notodiningrat); Poensen 190 5:117, 124.
97 Menurut J ohn Crawfurd, Residen Inggris untuk Yogyakarta (1811– 1813, 1814– 1816), ayahanda
Ratu Kencono Wulan, keturunan seorang kiai terkenal Mataram abad keenam belas, Ki Gede
Karang Lo (B.Ng. 149– 50 , XIII.22– 7), m em punyai warung di pasar Yogya di m ana ia m elayani
pem beli dan terlihat oleh Ham engkubuwono II tatkala m engunjungi pasar tersebut bersam a
para pengiringnya, IOL Mack.Pr.21 pt. 3, “State of the court of Djocjacarta by Mr Craufurd”
(Keadaan Keraton Yogyakarta oleh Tuan Crawfurd), 6-12-1811. Kisah Hamengkubuwono II yang
mengunjungi pasar besar Yogya bisa saja benar terjadi mengingat ucapan Pangeran Notokusumo
kepada Crawfurd pada Mei 1812 “tindakan [Sultan] itu sama sekali seperti perbuatan anak kecil. Ia
pergi sendiri melihat pasar di Gading yang sebelumnya telah ia perluas. Ia gampang sekali marah
tapi gampang pula memaafkan begitu orang memohon ampun”. IOL Eur F148/24 (Rafles-Minto
collection vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Batavia), 14-5-1812.
98 Dj.Br. 49, Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 7-9-18 0 5;
Carey dan Hoadley 20 0 0 :368 – 8 0 , tentang pernikahan Notodiningrat dan Ratu Anom (lahir
sekitar 1793), putri sulung Ratu Kencono Wulan pada 5-9-180 5. Menurut Daendels (1814:Bijlage
2, additionele stukken 6), Ratu Anom terkenal “ontuchtig” (nakal), dan ia m enyiratkan pada
Novem ber 18 10 bahwa Notodiningrat didesak oleh ayahandanya untuk m enceraikan istrinya
itu. Babad Pakualam an m engukuhkan hal ini sebagian dengan m enyinggung desakan terhadap
Ratu Anom waktu itu agar menikah lagi, tapi menurut sumber ini ia tidak mau dan memilih tetap
bersama dengan suaminya selama masa sulit ketika suaminya itu diasingkan tatkala ia dan kedua
anaknya berada di bawah asuhan Ham engkubuwono II. Lihat juga Dj.Br. 46, Pieter Engelhard
(Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 12-12-1810 , tentang Ratu Anom yang bersujud
di kaki Hamengkubuwono II dan mohon pengampunan. Ia dianugerahi gelar lebih tinggi sebagai
Ratu Ayu pada awal 1811, dengan gelarnya sebelum itu diserahkan kepada adiknya Raden Ajeng
Suratm i (lahir sekitar 1797), yang kelak m enikah dengan Pangeran Purwonegoro (sebelum nya
Raden Tumenggung Purbokusumo), putra abang Hamengkubuwono II, Pangeran Ngabehi, catatan
8 1; Poensen 190 5:261– 2; Mandoyokusum o 1977:23 no. 52. Putri m ereka m enjadi istri utam a
Hamengkubuwono V sekitar 1834 dengan gelar Ratu Kencono, Mandoyokusumo 1977:43; B.Ng.
III:81, XX.45, III:377– 8, LXIII.1– 5. Sem entara itu Ratu Ayu, yang kem udian m enyandang gelar
bacaan-indo.blogspot.com

Ratu Pakualam, hidup lebih lama daripada suaminya dan menyaksikan putranya yang keempat,
Pangeran Suryososroningrat, naik takhta sebagai Pakualam III pada 1858. Ratu Pakualam wafat
pada 14-9-1859, Padmasusastra 190 2:30 8; Rouffaer 190 5:60 3; Mandoyokusumo 1977:24 no. 58;
Dj.Br. 1, C.P. Brest van Kem pen, “Politieke Verslag over de Residentie Djokjokarta voor het jaar
1859” (Laporan politik tentang Keresidenan Yogyakarta untuk tahun 1859), 24-3-1860 .
99 Poensen 190 5:140 – 1; B.Ng. I:84, XXIV.9– 13, m enyebut bahwa seorang sayyid Arab (keturun an
Nabi), seorang saudagar dari Sem arang yang m erupakan tem an Danurejo II, telah m e ra m alkan
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 265

Semua tantangan ini, dari orang per orang maupun dari kelompok,
m em buat Danurejo II sam a sekali tidak cukup kuat bertindak sebagai
penghubung antara pe me rintah Eropa dan Sultan kedua selama kurun
yang m enentukan dalam sejarah kesultanan. Selanjutnya dalam bab
berikut diuraikan bagaim ana berbagai tekanan yang bertam bah yang
ditimpakan dengan sejum lah kebijakan pemerintahan Eropa itu antara
180 8 dan 1812 akan mem buat dia kehilangan nyawa.10 0
Meskipun dengan perantaraan Van Braam, pembatasan oleh Sultan
terhadap kegiatan Patih pada akhir April tidak berkurang ba nyak. Pada
Oktober En gelhard m elaporkan bahwa Dan urejo II sudah dibe bas-
kan dari sem ua tanggung jawab pem erintahan dalam negeri yang kini
diserahkan ke tangan Notodiningrat.10 1 Perdana m enteri Yogya tinggal
m en gurus m asalah di wilayah tim ur dan hubun gan an tara Keraton
Yogya dan Surakarta serta den gan pem erin tah Eropa. Di bidan g
in i pun ruan g gerakn ya sudah san gat terbatas karen a da lam segala
kunjungan ke tem pat Residen ia harus didam pingi oleh Notodiningrat
dan Sin dun egoro yan g bertin dak sebagai deputin ya. 10 2 Pa da akhir
Agustus, Sultan m engangkat seorang kepercayaannya yang lain dan
bekas pengiring pribadinya, Raden Tum enggung Purwodipuro, un tuk
membayangi Danurejo II sebagai asistennya yang resmi, dengan demi-
kian semakin membatasi kekuasaannya (Carey dan Hoadley 20 0 0 :78).
Rangkaian peristiwa di keraton kini bergerak cepat ke arah pengu-
kuh an kekuasaan Notokusumo dan bahkan terdengar desas-desus bah-
wa pangeran yang besar ambisi politiknya ini telah menawarkan sogokan
yang banyak untuk memastikan agar putranya, Notodiningrat, diangkat
sebagai patih.10 3 J elaslah bahwa Putra Mahkota dan golongan karajan
yan g ia pim pin tidak bisa lagi m en jalan kan pen garuhn ya terhadap
Sultan dan tinggal soal waktu saja sebelum ia sendiri disingkirkan. Su-
dah sejak awal pem erin tahan Daen dels, kedudukan Putra Mahkota
terpinggirkan: menurut suatu sumber Belanda, ia sudah jarang diundang
ke pertemuan resmi kerajaan di wisma Srimenganti atau ke persidangan
para pejabat tinggi keraton. Tatkala ia hadir, biasanya ia diutus untuk

bahwa anak itu suatu hari akan m enjadi putra m ahkota (patut lunggy èng kadipatèn). Ter nyata,
an ak in i, Raden Mas Mahm ud (kem udian Pan geran Suryoputro), tidak tam pak akan m en g-
gan tikan seorang raja, karena dilewati oleh putra keem pat ratu, Pangeran Suryososroningrat,
bacaan-indo.blogspot.com

lihat catatan 98.


10 0 Lihat Bab VII catatan 119.
101 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 27-10-1810.
102 Dj.Br. 22 pt. 4, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), sekitar 6-1811; Dj.Br.
9A pt. 8, Valck, “Overzigt”, 51; Poensen 1905:166– 7 (rujukan pada Sindunegoro dan Notodiningrat
yang bertindak sebagai kliw on (asisten resmi) Danurejo II); Louw dan De Klerck 1894– 1909, I:34.
10 3 Dj.Br. 22 pt. 4, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), sekitar 6-1811.
266 KUASA RAMALAN

urusan sehari-hari ke kantor perdana menteri atau justru sekalian saja


diabaikan sesuka Sultan.10 4 Kini keadaannya malah semakin goyah. Mes-
kipun ia tampak tunduk terhadap perlakuan yang sarat basa-basi ini de-
ngan kesabaran lahiriah, perasaan Putra Mahkota yang sesungguhnya
dapat dipetik dari pengakuan seorang ulam a setem pat yang m engaku
bah wa dirinya telah dibayar dengan uang cukup banyak—7.0 0 0 dolar
Span yol—oleh Putra Mahkota gun a m em astikan agar Sultan segera
wafat akibat racun.10 5
Sem en tara itu, hubun gan an tara Sultan dan Moorrees m erosot
hingga ke pertentangan terbuka. Akhir J uni, tatkala Residen itu siap-siap
akan berangkat ke Semarang untuk bertemu dengan Daendels mem bi-
ca rakan soal yang menjengkelkan sekitar tata upacara baru, istrinya di-
tahan di dalam keretanya ketika sedang bertam asya ke pedesaan oleh
se ke lom pok bersenjata atas perintah Sultan dan dipaksa kem bali ke
Yogya.10 6 Ketika Moorrees akhirnya bertemu dengan Gubernur-J enderal,
ia didesak agar tidak memberi hati sedikit pun terhadap Sultan. Namun
hu bungan dengan Keraton sudah lebih dulu m enjadi kem elut. Bulan
Mei, Residen m en ahan utusan resm i dari Sun an ke Keraton Yogya
yang akan memberitahukan pengangkatan Raden Adipati Cokronegoro
sebagai Patih Surakarta yang baru m enggantikan Danuningrat yang
sudah dipecat belum lama berselang. Surat Pakubuwono IV bertanggal
9 Mei (4 Rabingulakir 1737 J ), tapi pada pertengahan J uli surat tersebut
belum juga diserahkan . 10 7 Kedua belah pihak tidak m au m en galah:
Daen dels m e n olak segala gagasan kom prom i m en gen ai pen ataan
tempat duduk dan Sultan pun tetap bersikeras, sebab kalau ia mengalah,
sebagaimana dikatakan Sumodiningrat kepada Residen, maka itu akan
m erupakan pu kulan keras pada m artabatnya.10 8 Dalam keadaan buntu
yang timbul sesudahnya, Moorrees merasakan dirinya, dalam ungkapan
babad Pakualaman, “ibarat sebutir telur di antara dua ujung batu yang
runcing” (Poensen 190 5:178).

10 4 dK 145, Waterloo, “Memorie van Overgave”, 4-4-180 8.


10 5 UBL BPL 616, Port. 5 pt. 2, J .D. Kruseman, “Proces-verbaal (pemeriksaan) Kiai Murmo Wijoyo”,
13-11-1816. Uang tersebut kemudian dibayar tatkala Putra Mahkota untuk sementara menggantikan
Hamengkubuwono II sebagai Pangeran Wali pada J anuari– September 1811. Sebanyak 3.0 0 0 dolar
Spanyol lagi, yang m enggenapi pem bayaran jadi 10 .0 0 0 dolar Spanyol yang sem ula dijanjikan
kepada kiai tersebut, diserahkan sesudah Hamengkubuwono III wafat pada November 1814 oleh
jandanya, Ratu Ibu. Lebih jauh lihat Bab IX catatan 22.
bacaan-indo.blogspot.com

10 6 Dj.Br. 27, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 22-6-1810 . Nasib yang
serupa kemudian juga menimpa pengganti Moorrees, Pieter Engelhard, Bab I catatan 146.
10 7 Dj.Br. 37, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), sekitar 23-5-
18 10 (tiban ya gan dek Surakarta, Proyom en ggolo bersam a den gan surat Pakubuwon o IV);
Ham engkubuwono II (Yogyakarta) kepada Pakubuwono IV (Surakarta), 16 J um adilakir 1737 J
(19-7-1810 M) (jawaban resmi Yogya yang menyatakan sudah menerima surat).
10 8 Dj.Br. 27, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 6-7-1810 .
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 267

Akhirnya, Daendels m enulis surat kepada Moorrees yang kurang


ber un tun g itu m em in ta dia m en gajukan ultim atum kepada Sultan ,
m e nuntut Raja Yogya itu m enerim a tata upacara baru tentang le tak
takhta nya. J ika tata baru itu tidak diterima, Moorrees harus mun dur ke
Semarang dengan membawa serta Patih.
Moorrees langsung m engaju kan ultim atum itu, tapi Sultan sam a
sekali tidak mem pe dulikannya. Malah dia pergi dengan Sumodiningrat
ke pasanggrah annya di Sam as, tepi pantai selatan, selam a tiga hari.10 9
Pada waktu yang sama, walaupun te kanan terhadap Danurejo II besar,
termasuk dari asisten Moorrees, Bartholomeus Driessen, dan abangnya,
Letnan Willem Driessen, Penjabat Kom andan Garnisun Yogya,110 sang
Patih tetap saja diam . Ia tidak perlu diingatkan bahwa m endam pingi
Residen ke Sem arang pada waktu segenting itu tentulah m enyangkut
perkara lebih besar daripada ke selamatan dirinya. Karenanya Moorrees
berangkat sendiri pada 13 J uli. 111 Lan gkah Daendels telah didahului
oleh Sultan. Walaupun Moorrees kembali sebentar ke Yogya pada awal

10 9 Dj.Br. 27, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 6 J umadilakir


1737 J (9-7-1810 M) (yang meminta bertemu sebelum Hamengkubuwono II berangkat ke Samas),
Danurejo II (Yogyakarta) kepada J .W. Moorrees (Yogyakarta), 7 J um adilakir 1737 J (10 -7-1810
M) (yang menyampaikan bahwa Hamengkubuwono menolak memberi izin kepada Sumodiningrat
m enem ui Moorrees di tem pat Residen karena bukan tugasnya m engurus perkara yang diajukan
oleh Moorrees, sam bil m en un tut agar utusan Surakarta diperbolehkan m en yerahkan surat
Pakubuwono IV sesuai dengan tata upacara lam a, dan m enolak berunding m engenai tinggi-
rendahnya takhtanya: w ondéné prakaw is palenggahan-Dalem gilang, tim balan-Dalem , inggih
boten éw ah kados ingkang sam pun w angsul-w angsul), Danurejo II (Yogyakarta) kepada Letnan
Willem Driessen (Yogyakarta), 11 J um adilakir 1737 J (13-7-1810 M) (yang m engeluhkan bahwa
Moorrees tak sudi m em balas suratnya 6 J um adilakir 1737 J (9-7-1810 M) sebelum ia berangkat
ke Semarang. Surat yang menyangkut berbagai urusan termasuk penyerahan surat Pakubuwono
IV, karena Letnan Driessenlah yang kini bertanggung jawab di tem pat Residen: kang dados
chulm an w onten ing ngriki), Bartholom ew Driessen (Yogyakarta) kepada J .W. Moorrees, 13-7-
1810 (yang merujuk pada pulangnya Hamengkubuwono II dari Samas pada 12-7-1810 ). Mungkin,
kunjungan Ham engkubuwono II ke Sam as hanyalah untuk kesenangan pribadinya: Dj.Br. 27,
Pieter Engelhard (Yogyakarta), kepada P.A. Goldbach (landdrost Dem ak dan Sem arang), 17-9-
1810 , merujuk pada Hamengkubuwono II yang pergi ke Beligo (Bligo) di Kabupaten Salam, Kedu
selatan, di pertem uan aliran sungai-sungai Progo dan Kalijengking (Louw dan De Klerck 1894–
190 9, II:339, III:Peta Gambar 1; Carey 1984:44) untuk mencari tempat memancing. Lihat catatan
20 5.
110 Bartholomew Driessen (lahir di Yogya, sekitar 1766) tampaknya merupakan adik Letnan Willem
Driessen (catatan 54) dan keduanya disebut-sebut dalam suatu daftar penduduk yang burger
(warganegara Eropa) Yogya 1819 dan m asing-m asing berpangkat “letnan”, MvK 3124, “Register
der Europese personeel op J ava en Madoera, Djokjokarta” (Daftar warga Eropa di J awa dan
Madura: Yogyakarta), 1-1-1819. Bartholomew Driessen memegang tanggung jawab sementara di
tempat Residen ketika Moorrees akhirnya berangkat dengan keluarganya ke Semarang pada 24-
8-1810 , sedang abangnya Letnan Willem Driessen m em egang tanggung jawab m enyeluruh atas
keamanan, Dj.Br. 37, J .W. Moorrees (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 25-8-1810 .
Keduanya lancar berbahasa J awa.
bacaan-indo.blogspot.com

111 Dj.Br. 27, H .W. Daen dels (Sem aran g) kepada J .W. Moorrees (Yogyakarta), 5-7-18 10 , J .W.
Moorrees (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 6 J um adilakir 1737 J (8 -7-18 10 M),
Danurejo II (Yogyakarta) kepada J .W. Moorrees (Yogyakarta), 7 J um adilakir 1737 J (9-7-1810
M), Bartholom ew Driessen (Yogyakarta) kepada J .W. Moorrees, 10 -7-18 10 , J .W. Moorrees
(Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Sem arang), 10 -7-18 10 , Danurejo II (Yogyakarta) kepada
Letn an kom an dan Willem Driessen (Yogyakarta), 11 J um adilakir 1737 J (13-7-18 10 M),
Bartholomew Driessen (Yogyakarta) kepada J .W. Moorrees, 13-7-1810 .
268 KUASA RAMALAN

Agustus, jabatannya se bagai residen sudah berakhir. Ia digantikan oleh


Pieter En gelhard pada 1 Septem ber setelah sem in ggu m asa koson g
tatkala segala urusan ber ada di tangan Driessen bersaudara.112 Marsekal
m em utuskan un tuk m em beri hati dan Sultan diizin kan m en erim a
residen baru di Srimenganti dengan duduk di atas takhtanya secara gaya
lam a (Poensen 190 5:184– 5). Engelhard yang berwatak diplom atis itu
juga diperintahkan un tuk menenangkan perasaan Sultan.

“Bertum pukny a” m asalah dan persiapan


untuk pem berontakan Raden Ronggo
Suasana tenang itu berlangsung singkat saja. Pada 10 Septem ber, ha-
nya sepuluh hari setelah Engelhard tiba, datang berita m engenai se-
rangan terhadap seorang Tionghoa pem borong urusan pem erintah di
Demak oleh segerombolan rampok Yogya dari Desa Gabus di kawasan
Grobogan– Wirosari.113 Madat, uang tunai, dan perhiasan, senilai 10 .0 0 0
dolar Spanyol telah dirampas,114 dan dicurigai bahwa sebagian anggo ta
gerombolan itu merupakan pembelot dari pasukan garnisun Semarang
yang sebelumnya telah berkumpul di Provinsi J apan yang tidak pernah
ditindak oleh Sultan maupun oleh Raden Ronggo.115
Daendels sangat m arah. Menulis dengan gayanya yang berapi-api
pada 15 Septem ber, ia m em erintahkan Engelhard agar bersikap keras
dan men da pat kan “kepuasan sensasional”, “kembalinya seluruh barang
yang diram pok”, dan penangkapan gerom bolan ram pok dalam em pat
belas hari. Kalau tidak ia akan menduduki daerah milik Yogya di mana
gerom bolan perampok itu berasal. Sedikit saja ada tanda melawan dari
pihak Sultan Yogya, begitu Gubernur-J enderal itu m enegaskan, akan
dianggap sebagai “pernyataan perang”.116
J awaban Engelhard membukakan wawasan tentang betapa runyam-
nya kedudukan Residen Yogya sekarang sebagai perantara bagi dua to-
koh yang sam a bersikeras, satu di antaranya telah m enyem purnakan

112 Catatan 10 9.
113 Inilah suatu desa di daerah Kayumas, Kabupaten Wirosari.
114 Daftar barang yang digondol m encakup: 31 kati m adat (1 kati = 0 ,617 kg), senilai 2.0 0 0 dolar
Spanyol perhiasan dari m as dan perak, 2.70 0 ronde real uang perak, 1.650 ronde real uang
tembaga duit (J awa: duwit/ uang tembaga [farthing] [uang Inggris pecahan paling kecil—Penerj.],
8 0 ronde real uang J epang tem baga m erah, dan 34 ronde real uang kepeng (setengah duit),
Dj.Br. 39, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 26-9-1810 ; Dj.Br. 41,
bacaan-indo.blogspot.com

Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 1 Ram elan 1737 J (1-10 -1810
M).
115 Dj.Br. 27, P.A. Goldbach (Sem arang dan Dem ak) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 10 -9-
1810 , 15-9-1810 , Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada P.A. Goldbach (Semarang dan Demak), 13-
9-1810 , 14-9-1810 , 17-9-1810 ; Dj.Br. 39, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono
II (Yogyakarta), 11-9-1810 , 12-9-1810 , 23-9-1810 .
116 Dj.Br. 27, H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 15-9-1810 .
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 269

seni menunda-nunda. Pada pukul 5.30 sore, 21 September dengan mem-


bawa surat Daendels serta laporan asli tentang perampokan dari pejabat
hukum (landdrost) Dem ak dan Sem arang, P.A. Goldbach, Engelhard
hadir dalam pertem uan kerajaan resm i yang biasa diadakan di wism a
Srim en gan ti. Residen itu m em in ta 117 pertem uan tersen diri den gan
Sultan dan Putra Mahkota:

[Sultan] terdiam sejenak dan menaruh tangan di punggungnya di atas


takh ta kerajaannya. Sang Bupati Wedana (Raden Ronggo) dan wa kil
Sultan untuk negaragung dan wilayah timur [Notodiningrat, Sosro-
diningrat II, dan Purwodipuro] yang berhadapan dengan kita diminta
men dekat kepadanya tanpa sedikit pun menjawab saya, karena nya
saya terpaksa mengulangi pertanyaan saya apakah Sultan mau mem -
bahas masalah [Demak] di hadapan para wakilnya itu. Sultan kemu-
dian bicara kepada Notodiningrat dan dia menyampaikan ke pada saya
dengan terbata-bata apa yang baru saja dikatakan Sultan ke padanya.
Saya mengeluarkan surat dari tas saya dan menyerah kan nya kepada
Sultan yang langsung me nerus kannya kepada Notodiningrat agar mem-
bacanya keras-keras di ha dapan para wakilnya [...] Sultan men dengar -
kan pembacaan surat Gubernur-J enderal itu dengan sangat te nang dan
sesudah itu berjanji akan mem berikan jawaban tertulis ke pa da saya.118

Sultan Yogya itu kemudian berangkat untuk tinggal selama empat hari
di pasanggrahannya di Pengawatrejo (Ngawatrejo). Ini adalah keper-
gian nya yang kedua ke luar kota sejak berita tentang perampokan di De-
mak sampai kepadanya.119 Kembali sejenak ke Yogya pada perte ngah an
minggu, ia berangkat lagi ke pasanggrahannya.
Sem entara itu, tidak ada yang benar-benar diputuskan m engenai
peristiwa Demak di luar pengiriman komisi penyelidik biasa yang bekerja
dengan lam ban se hingga diperlukan ham pir sebulan lam anya untuk
menyelesaikan tu gas. Akhirnya, pada 30 September, Engelhard kembali
diberi kesem pat an bertemu. Kembali Engelhard bertanya kepada Sultan
dan Putra Mahkota apakah m ereka akan m en den garkan ultim atum
Daendels tanpa kehadiran em pat orang bupati keraton (nayaka). Kali

117 Engelhard tidak m em bawa serta penerjem ah keresidenan, J ohannes Godlieb Dietrée karena ia
telah ikut komisi Yogya ke Grobogan-Wirosari, Dj.Br. 41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter
bacaan-indo.blogspot.com

Engelhard (Yogyakarta), 28 Ruwah 1737 J (28-9-1810 M). Namun demikian, mungkin ia membawa
serta sekretarisnya yang m ahir berbahasa J awa, Hendrik Willem Gezelschap, lihat catatan 155.
Banyak Residen masa VOC dan sebelum 180 8 mahir berbahasa J awa, sebagian malah sangat fasih
seperti J .G. van den Berg (Bab III catatan 44; Fasseur 1993:66).
118 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H .W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 22-9-
1810 .
119 Catatan 10 9.
270 KUASA RAMALAN

ini Sultan setuju. Dengan tenang ia mendengarkan ancaman Gubernur-


J enderal itu yang akan m enduduki desa-desa m ilik Kesultanan Yogya
di Grobogan– Wirosari bila ada seorang saja yang terlibat peram pokan
sampai dibiar kan lepas.
Setelah itu Raja Yogya tersebut berunding dengan anak nya, Putra
Mahkota, dan kem udian m em an ggil para n ayaka un tuk m en de n gar
pendapat m ereka. Kem udian Residen diberitahu lewat se kre tarisnya,
yan g m en erjem ahkan bahwa Sultan sen an g den gan surat-m en yurat
Daendels, bahwa Sultan m em ang akan m em beri dia “ke puas an”, tapi
bahwa Sultan tentu akan merasa “dipermalukan” jika Gubernur-J enderal
memerintahkan tentaranya menduduki wilayah kekuasaan Yogya.
Nam un bagaim anapun juga tak ada yang bisa dilakukan sam pai
kembalinya komisi penyelidik Yogya dari Grobogan-Wirosari, hal yang
m em buat Daen dels den gan geram m en ulis di pin ggir surat laporan
Engelhard: “Saya akan m enunggu satu surat kirim an lagi, nam un se-
sudah itu saya tidak akan menunggu lagi hasil komisi penyelidik Yogya
itu!”120 Kemudian hampir dua minggu lamanya dan banyak lagi surat ki-
riman yang datang sebelum komisi itu kembali.121
Sementara itu, tepat pada hari pertemuan di keraton itu, Engelhard
ka get dengan kunjungan Raden Ronggo pada malam hari ke Wisma Ke-
re sidenannya. Bupati wedana itu datang m em beritahu bahwa dirinya
akan segera berangkat ke Madiun dan akan tinggal di sana sampai habis
bulan puasa. Engelhard curiga: “Hal ini tam pak sangat aneh bagi saya
karena biasanya di bulan puasalah (yang pada tahun itu jatuh sela m a
1– 30 Oktober) para bupati wilayah tim ur pulang kam pung dan m ela-
ku kan kunjungan resm i ke kediam an duta (residen) untuk sam a-sam a
min ta pamit.”122
Tanpa diketahui oleh Residen itu, langkah pertama da lam perla wan-
an Ronggo sudah diayunkan. Setibanya di Madiun, la poran kem udian

120 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 30 -9-1810 .
Agaknya tidak ada pelayanan kantor pos yang teratur di J awa sebelum pecahnya Perang J awa, dan
itu pun baru untuk keperluan surat-menyurat antara para residen, lihat Bab X catatan 46.
121 Dj.Br. 39, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 13-10 -1810 . Kom isi
itu, yang terdiri dari penerjem ah keresidenan “lam a”, J .G. Dietrée, Bupati Grobogan– Wirosari,
Raden Tumenggung Sosrokusumo, dan Mas Ngabehi Sindujoyo, asisten resmi (kliw on) J awatan
Keparak Kiwo (bendahara) di keraton, telah berangkat pada 16-9-1810 , Dj.Br. 27, Pieter Engelhard
(Yogyakarta) kepada P.A. Goldbach (Semarang dan Demak), 13-9-1810 . Tentang berdirinya jawat-
bacaan-indo.blogspot.com

an pelayanan pos resm i di Yogya sem asa bertugasnya Residen A.H. Sm issaert (18 23– 18 25),
lihat Bab X catatan 46. Pada waktu ini sem ua barang dan surat kirim an dibawa oleh pesuruh
(oppasser).
122 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Ham engkubuwono II (Yogyakarta), 1 Ram elan
1737 J (30 -9-1810 M), Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta)
3 Ramelan 1737 J (2-10 -1810 M), Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/
Buitenzorg), 2-10 -1810 .
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 271

m enunjukkan bahwa dinding yang belum selesai pada kediam annya


yang m irip keraton di Maospati diberi benteng dari bam bu runcing
dan m eriam , serta hubungan dibuka dengan Pangeran Prangwedono
(Mangkunegoro II), seorang sahabat karibnya, yang mungkin memberi
jam inan bahwa jika legiunnya dikerahkan m elawan Ronggo, senjata
m ereka tidak akan m em akai peluru tajam . 123 Ron ggo juga m en ulis
surat kepada sem ua bupati bawahannya di seluruh wilayah Madiun
yang memberitahu mereka bahwa dirinya mungkin tidak akan hadir di
keraton pada Garebeg Mulud berikutnya pada akhir April 1811 saat para
pejabat wilayah timur berangkat ke ibu kota kesultanan.124
Walaupun Engelhard m encoba m encegah Ronggo m eninggalkan
Yogya den gan m en egaskan kepada Dan urejo II bahwa san gat tidak
pantas bagi Bupati Wedana m angkir di ibu kota sem entara laporan
r esm i ten tan g pelan ggar an daer ah per batasan di Pon or ogo pada
J anuari se be lumnya dari komisi gabungan Yogyakarta-Surakarta masih
ditunggu-tunggu, tidak seorang pun di antara asisten resm i patih itu
yang be ra ni me nyam paikan kabar ini kepada Sultan. Begitulah Ronggo
dibiar kan berangkat tanpa halangan pada tengah hari 1 Oktober.125 Ia
tidak akan kembali sebelum 8 November tatkala persiapan ke arah pem-
berontakannya sudah cukup matang.126
Agaknya ia telah diperingat kan oleh Notodiningrat bahwa laporan
r esm i kom isi itu , yan g m en g u ku h kan bah wa pen d u d u k wilayah
Madiun yang dikuasai oleh Ronggo telah melanggar wilayah kekuasaan
Surakarta, akan diterim a dan akan tim bul akibat serius terhadap
dirinya.127 Peringatan ini terbukti betul. Di pinggir laporan Engelhard

123 Dj.Br. 46, Pieter En gelhard (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 25-11-18 10 ,
Raden Tum enggung Purwodipuro (Cem oro, Madiun) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 25-11-
18 10 , (tentang hubungan Ronggo dengan Prangwedono m elalui Raden Ngabehi Sum odiwiryo
(catatan 218 ), dan laporan Purwodipuro bahwa Prangwedono telah pergi berburu rusa dekat
Desa Saren di Kabupaten Sragen di pinggir jalan yang ditempuh oleh Ronggo pulang ke Madiun
setelah pelariannya dari Yogya, dan keduanya “sepakat untuk tidak bertem u”, hal yang ia duga
berkat persetujuan m ereka sebelum nya, lebih jauh lihat Poensen 190 5:20 3– 4, Dj.Br. 9A, Valck,
“Overzigt”, 78, yang m enyatakan bahwa Ronggo dan Prangwedono ternyata bertem u di Saren).
P.H . van Lawick van Pabst (Rem ban g) kepada Brigadir-J en deral F.C.P. von Win ckelm an n
(Sem arang), 1-12-1810 (tentang pem buatan benteng kediam an Ronggo di Maospati); S.Br. 37,
hlm. 10 3, Prangwedono (Surakarta) kepada Pakubuwono IV (Surakarta), 16-12-1810 , 22-12-1810
(pengakuan Prangwedono tentang kecurigaan Belanda).
124 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 28 -11-
1810 , yang mengulang suatu laporan dari Bupati Rowo, Raden Tumenggung Pringgokusumo, yang
telah bertemu Ronggo di Delanggu dalam perjalanannya pulang ke Yogya dari Madiun pada awal
bacaan-indo.blogspot.com

November 1810 untuk menghadiri acara Garebeg Puasa. Tentang Garebeg Mulud 1811, lihat Bab
VII catatan 35.
125 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 2-10 -1810 .
126 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 9-11-1810 .
127 Laporan itu dikirimkan kepada landdrost Demak dan Semarang, P.A. Goldbach, tepat pada hari
Ronggo meninggalkan Yogya, Dj.Br. 46, C.F. Krijgsman (penerjemah Keresidenan Semarang) dan
E. Diepen (Ponorogo) kepada P.A. Goldbach (Semarang dan Demak), 1-10 -1810 .
272 KUASA RAMALAN

yang m em beritahukan keberangkatan Ronggo, Daendels m enulis bah-


wa laporan tersebut, yang kem udian diterim anya dari Goldbach, m e-
nunjukkan kesalahan Ronggo dalam peristiwa itu dan ia akan m e nun -
tut Sultan untuk “m enjatuhkan hukum an yang se harus nya”. “Na m un
sikap pilih-kasih [Sultan] yang menguntungkan Ronggo da lam perkara
ini sangat jelas terlihat”, tulis Gubernur-J enderal itu, sehingga langkah-
langkah lain perlu diam bil term asuk m elibatkan Sunan Pakubuwono
IV, pihak yan g dirugikan dalam perkara itu, ke dalam kerja sam a
dengan pemerintah kolonial untuk “menambah tekanan” atas Yogya.128
Mengingat apa yang telah terjadi dengan dem ang Tersono dan yang
akan m enim pa perbekel Yogya untuk Gabus, yang diserahkan ke pada
penguasa Belanda di Demak pada akhir November dan ditembak mati
ka rena perannya dalam penyerangan September,129 hanya timbul sedikit
keraguan m en gen ai n asib yan g akan m en im pa Ron ggo sekira n ya ia
sam pai diserahkan kepada belas-kasihan pem erintah Daendels.“Oleh
karenanya m ereka m enum puk perkara Raden Ronggo,” Diponegoro
m en catat dalam babad karyanya tentang keadaan Yogya pada waktu
itu.
Pada bulan Oktober itu tatkala sang Bupati Wedana singgah ter-
akhir kali di m asa dam ai ke tem pat kediam annya di Maospati, Sultan
sedang dihadapkan pada tidak kurang dari em pat tun tut an terpisah
dari pem erin tah kolon ial yan g harus dipen uhi dalam pe n yelesaian
ran gkaian perkara pelan ggaran perbatasan di pasisir dan wi la yah
tim ur. Secara kron ologis keem pat tun tutan itu: pen gakuan atas pe -
lan ggaran perbatasan oleh Ron ggo pada 31 J an uari 18 10 sebagai-
m ana terbukti dengan laporan kom isi gabungan Surakarta-Yogyakarta
yang baru diserahkan,130 ekstradisi tiga Asisten (Patih) Bupati J apan
(Mojokerto) karena peranan m ereka yang diduga secara diam -diam
dalam “penam pungan pem belot m iliter” di kabupaten wilayah tim ur
yang m ereka kuasai, “kepuasan sensasional” yang terkait dengan pe-
nye rahan bekel Gabus, dan ganti rugi 10 .0 0 0 dolar Spanyol atas barang
ram pas an dari ban dar Tion ghoa di Dem ak pada pen yeran gan awal
Sep tem ber. Dan, seolah-olah sem ua itu belum cukup, tuntutan dari

128 Dj.Br. 46, catatan pinggir Daendels pada surat Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H .W.
Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 2-10 -1810 .
bacaan-indo.blogspot.com

129 Dj.Br. 46, H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 25-11-1810 ;
Dj.Br. 27, A.H. Sm issaert (penjabat landdrost Sem arang dan Dem ak) kepada H.W. Daendels
(Batavia/ Buitenzorg), 1-12-1810 , tentang “hukuman tembak mati” perbekel Gabus di Semarang.
130 Para anggota kom isi dari Yogya, Pangeran Dipokusum o dan Raden Tum enggung J ayadipura,
telah m enolak m enandatangani laporan gabungan tersebut karena takut m enim bulkan am arah
Ham engkubuwono II karena m elibatkan Raden Ronggo dalam penyerangan itu, Dj.Br. 46, C.F.
Krijgsman dan E. Diepen (Ponorogo) kepada P.A. Goldbach (Semarang dan Demak), 1-10 -1810 .
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 273

landdrost (Residen) Rembang dan anggota J awatan Kehutanan, Pieter


Herbert Baron van Lawick van Pabst, agar dilaksanakan penyelidikan
oleh Raden Ronggo atas penyerangan gerombolan rampok lain dari wi-
la yah Yogya terhadap pejabat kehutanan Rem bang yang pertam a dan
terhadap Dem ang Surakarta untuk daerah hutan jati Blora pada awal
Oktober.131
Sia-sia Sultan m en egaskan bahwa tak ada bukti bahwa pen du -
duk wilayah Yogya bertanggung jawab dalam penyerangan ke Dem ak,
apalagi keterlibatan pem belot tentara,132 juga tiga patih J apan (Mojo-
kerto)—satu di antaranya sudah berada di Yogya sejak Garebeg Mulud
18 April—tidak tahu-menahu dengan apa yang disebut “pe nam pungan”
para pelarian dari pasukan garnisun Sem arang.133 Sultan tetap ber si-
kukuh menolak menyerahkan tiga pejabat tersebut, dengan tetap mem -
pertahankan haknya m enghukum sendiri m ereka jika m e m ang be tul
bersalah dengan menjemur mereka di bawah terik ma tahari setiap pagi
di depan pertemuan resmi di muka keraton.134
Tidak mengherankan bahwa pada waktu perayaan Garebeg Puasa 30
Oktober, ketegangan hubungan antara Sultan dan Residen sudah sampai
pada puncaknya. Hubungan itu bukannya m em baik tatkala Engelhard
m e nolak m em beri sam butan yang biasa berupa tem bakan m eriam 21
kali dari benteng (Daendels sudah membatasi tembakan penyambutan
seperti itu guna m enghem at m esiu) 135 ketika sajian tradisional berupa
“nasi tum peng” (gunungan) diarak dari keraton ke Mesjid Ageng. Pa-
da gilirannya Sultan menolak berdiri menyambut Residen menurut tata
upacara baru.136 Sultan juga m em erintahkan sem ua pasukannya yang

131 Dj.Br. 39, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Ham engkubuwono II (Yogyakarta), 6 Puwasa
1737 J (6-10 -1810 M); Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 29-10 -
1810 , 6-11-1810 .
132 Dj.Br. 41, Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 16 Ramelan
1737 J (16-10 -1810 M), yang menyatakan bahwa ibu tiri dan ipar kedua orang yang dituduh sebagai
pem belot tentara dari Kabupaten Kayum as (Grobogan– Wirosari) telah datang ke Yogya untuk
menjadi jaminan.
133 Dj.Br. 41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 18 Ruwah 1737 J
(18 -9-18 10 M), H am en gkubuwon o II (Yogyakarta) kepada Pieter En gelhard (Yogyakarta),
23 Ruwah 1737 J (23-9-18 10 M), 6 Ram elan 1737 J (6-10 -18 10 M), Danurejo II (Yogyakarta)
kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 11 Ram elan 1737 J (11-10 -18 10 M); Dj.Br. 39, Pieter
Engelhard (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 18-9-1810 , 26-9-1810 , Pieter Engelhard
(Yogyakarta) kepada Ham engkubuwono II (Yogyakarta), 3 Puasa 1737 J (3-10 -1810 M), Pieter
Engelhard (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 11-10 -1810 , 12-10 -1810 , 16-10 -1810 .
bacaan-indo.blogspot.com

134 Dj.Br. 41, Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 16 Ramelan
1737 J (16-10 -1810 M).
135 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 4-12-1810 ,
yang m erujuk pada perintah Daendels 19-1-18 0 9 dan 21-2-18 0 9 yang m em batasi pengirim an
mesiu tiap tahun buat keperluan tembakan penyambutan hingga 50 0 lbs (sekitar 250 kg) untuk
Hamengkubuwono II dan hingga 10 0 lbs (sekitar 50 kg) untuk Putra Mahkota.
136 Dj.Br. 36, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 30 -10 -1810 .
Tentang makna gunungan sebagai perlambang, lihat Lind 1975:33-5.
274 KUASA RAMALAN

biasa dikerahkan untuk perarakan Garebeg agar tampil dengan me nung-


gang kuda (biasanya jalan kaki) untuk menyambut Residen di paseban
dan dengan itu m em buatnya kagum .137 Sesudah acara itu, suatu nota
keras diserahkan kepada Engelhard yang m enyatakan bahwa tiadanya
tembakan penyambutan yang biasa itu “menunjukkan kurangnya sikap
bersahabat” pada pihak Residen, dan Patih akan dijatuhi tahanan rumah
se lam a em pat hari jika kebiasaan tersebut tidak segera dipulihkan .
Engelhard m enolak m enerim a nota itu, sem bari m em inta Danurejo II
dan para asistennya datang untuk diperingatkan mengenai tugas mereka
m enjaga m artabat dan kehorm atan pihak Belanda di hadapan Sultan
dan demikian juga dengan tugas Sultan di hadapan “duta” (residen).
Sang Patih terus berdiam diri. Martabatnya sendiri di keraton sudah
sangat turun: dia satu-satunya di antara anggota keluarga Sultan dan
pe ja bat tinggi yang belum lam a berselang tidak diberi izin m endekati
Sultan untuk m enyam paikan sem bah sujud yang biasa atau sungkem
pada hari perayaan dan pen gam pun an sehabis bulan puasa. Tiada
penghinaan umum yang lebih parah daripada itu.138
“Saya makin merasakan bahwa Sultan sedang bergegas menuju ke-
ja tuh annya,” Daendels m enulis di balik surat kirim an Engelhard yang
berisi penghinaan selama perayaan Garebeg belum lama berselang. Na-
mun, Marsekal itu memutuskan untuk memberi kesempatan terakhir ke-
pada Sultan dengan mengirimkan deputinya, J acob Andries van Braam,
ke Yogya den gan m em bawa sejum lah surat. Surat-surat in i hen dak
m enuntut penjelasan dari Raja Yogya tentang tiga perkara yang m asih
m enggantung yang m elibatkan Ronggo, tiga Patih J apan (Mojokerto),
dan pen yeran gan di Dem ak, dan h en dak m em perin gatkan Sultan
m engenai am bisi politik saudaranya, Pangeran Notokusum o. Tat kala
pendekatan ini gagal, catatan pinggir yang sam a m enunjukkan bah wa
Gubernur-J enderal sudah melakukan persiapan militer yang diper lukan:
Brigadir-J enderal F.C.P. von Winckelmann (1767– 1820 ), panglima divisi
Sem arang, sudah diperintahkan m enggerakkan dua kom pi infanteri
dan seten gah kom pi artileri, m asin g-m asin g den gan en am m e riam ,
menuju Surakarta dan Klaten, dengan demikian membebaskan pa sukan
garnisun yang orang Ambon bergerak menuju Yogya.139
bacaan-indo.blogspot.com

137 Dj.Br. 36, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 31-10-1810.
138 Dj.Br. 36, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 31-10-1810,
1-11-1810, yang merujuk pada lebaran puasa, hari perayaan, dan pengampunan setelah puasa.
139 Dj.Br. 36, catatan pinggir Daendels di balik surat Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W.
Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 31-10 -1810 . Kem udian Daendels m em erintahkan pasukan dari
Am bon ke Surabaya, dan m enggantikan pasukan garnisun Klaten dan Yogya m asing-m asing
dengan 8 0 – 90 serdadu J awa, Dj.Br. 46, H .W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg) kepada Pieter
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 275

Bangkitnya sikap keras anti-Eropa sekarang jelas terasa di ibu kota


ke sultanan. Pihak J awa dan pihak Eropa sam a-sam a m erasakannya.
Men jelang Garebeg, tatkala para anggota keluarga Sultan m ulai pecah
an tara golongan yang pro dan anti-pemerintah Belanda, seorang panger-
an, Pangeran Dipowijoyo I,140 seorang putra Sultan pertama, men cu kur
habis ram butnya dan m enyandang nam a Islam , Muham ad Abubakar,
agar m enjadi “ulam a” (santri) dan dengan dem ikian m em pertahankan
jarak dari permusuhan yang akan timbul antara raja Yogya dan Belanda
(Carey 1992:40 0 catatan 5). Sementara itu, Putra Mahkota, merasa harus
m e ngeluarkan perintah kepada para bawahannya untuk m enghindari
penghinaan yang tidak perlu terhadap orang Eropa di depan um um
dan memperingati Sumodiningrat agar tutup mulut saja daripada terus
men desak Sultan untuk mengambil langkah yang lebih berani terhadap
pe merintah kolonial.141 Namun hal ini tidak cukup buat Engelhard yang
bersiap-siap m engirim istrinya ke Sem arang agar terhindar dari peng-
hinaan yang sama seperti yang menimpa istri Residen Moorrees tatkala
nyonya itu disergap di dalam keretanya em pat bulan silam .142 Kabar
bawa Sultan telah memberi perintah untuk mengumpulkan pasukannya
di alun-alun selatan sehari setelah Garebeg m enunjukkan bahwa kon-
fron tasi bersenjata tak akan ditunda lebih lama lagi.143
Semua perhatian kini tertuju pada tibanya dua orang pada siapa na-
sib kesultanan segera akan tam pak tergantung: Deputi Daendels, Van
Braam , dan sang jago pukul dari Madiun, Raden Ronggo, yang ke da-
tangan nya kembali dari wilayah timur melalui Surakarta setiap hari ter-
lacak dalam surat-surat keresidenan sejak awal Novem ber.144 Ronggo
diam-diam menyelinap masuk Yogya dengan sepasukan kecil pengawal
pada 8 November hanya lewat sehari setelah peringatan setahun istrinya
wafat, Ratu Maduretno, yang diadakan di keraton.145 Dua hari kemudian,

Engelhard (Yogyakarta), 17-11-1810 .


140 J uga dirujuk dalam surat-surat keresiden an sebagai Pan geran Adiwijoyo, Dj.Br. 36, Pieter
Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 3-11-1810 . Nama Dipowijoyo
I dicantumkan dalam Mandoyokusumo 1977:13 no. 16.
141 Dj.Br. 36, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 2-11-1810 ,
6-11-1810 .
142 Dj.Br. 36, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 31-10 -1810 ,
2-11-1810 .
143 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 31-10-1810.
bacaan-indo.blogspot.com

144 Dj.Br. 46, J .A. van Braam (Surakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 5-11-1810 , Pieter
Engelhard (Yogyakarta) kepada J .A. van Braam (Surakarta), 6-11-1810 , J .A. van Braam (Surakarta)
kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 6-11-1810 , Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W.
Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 9-11-1810 (yang memberitahukan tibanya Ronggo di Yogya pada
8-11-1810 ).
145 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 6-11-1810 ,
yang merujuk pada selamatan untuk Ratu Maduretno. Tentang tibanya Ronggo, lihat catatan 144.
276 KUASA RAMALAN

yang ham pir sam a diam -diam nya, Van Braam tiba dengan m em bawa
surat dari Daendels untuk Sultan, yang penuh dengan tuntutan “perom-
bak an besar-besaran ” dan “eclatan te satisfactie” (kepuasan gilan g-
gemilang) dalam tiga perkara yang belum tuntas, yaitu Ponorogo, J apan
(Mojokerto), dan Demak.146
Namun, begitu Van Braam memulai misinya yang berjalan tiga hari
itu (10 – 13 Novem ber), surat kedua tiba dari Gubernur-J enderal untuk
Raja Yogya. Surat resm i ini yang bertanggal 3 Novem ber—pelayanan
pos m asih m em akan waktu sem inggu dari Batavia sekalipun dengan
adan ya kem udahan berkat jalan raya pos Daen dels—secara politis
ben ar-ben ar lebih m en ggem parkan . Pesan n ya yan g pokok adalah
m em perin gatkan Sultan ten tan g adikn ya, Pan geran Notokusum o,
yang dituduh m em punyai rencana terhadap kesultanan. Untuk tujuan
tersebut, Pangeran, m enurut Daendels, telah berusaha m encem arkan
nam a Patih dan juga Putra Mahkota di m ata Sultan dan bersekongkol
agar pu tr an ya, Notodin in gr at, dian gkat sebagai pen ggan ti Pu tr a
Mahkota. Sang Marsekal juga menyatakan yakin bahwa Raden Ronggo
dan Ratu Kencono Wulan terlibat dalam persekongkolan itu. Na m un,
m enurut Daendels, Pangeran kini berniat m em bubarkan per nikah an
putranya dengan putri Ratu gara-gara “perilaku-cabul” Ratu Anom itu 147
dan m enikahkannya dengan Putri Yogya yang lebih pan tas yang akan
mendekatkannya pada keluarga terkemuka Mataram dan Kedu tempat
tanah-jabatan utama Notokusumo berada.
Untuk men dukung tuduhannya, Gubernur-J enderal itu menyertakan
sejum lah rin gkasan ten tan g am bisi Notokusum o yan g berasal dari
sejumlah laporan akhir pemerintah oleh para residen VOC untuk Yogya
dulu sejak J an Matthijs van Rhijn (menjabat 1773– 1786) hingga Matthijs
Waterloo (menjabat 180 3– 180 8).148 Dalam hal ini Sultan dapat membaca
bagian-bagian yang disukainya dalam terjemahan J awa, seperti laporan
Van IJ sseldijk yang diserahkan pada saat wafatnya Sultan Mangkubumi
pada 24 Maret 1792, bahwa Notokusum o m ungkin akan m enarik diri
dari ibu kota untuk memimpin pemberontakan di Kedu guna mencegah
aban gn ya n aik takh ta, 149 atau perban din gan sejarah yan g den gan

146 Bunyi surat Daendels bertanggal Buitenzorg (Bogor) 24-10 -1810 dalam Daendels 1814:Bijlage 2
bacaan-indo.blogspot.com

additionele stukken 5; Poensen 190 5:183– 4; Valck 1844:156.


147 Catatan 98, rujuk pada “ontuchtig gedrag” (perilaku “nakal”) Ratu Anom.
148 Bunyi surat Daendels bertanggal Buitenzorg (Bogor) 24-10 -1810 dalam Daendels 1814:Bijlage 2
additionele stukken 6.
149 KITLV H 97 (7), Van IJ sseldijk, “Korte schets”, komentar yang juga dimuat dalam De J onge dan
Van Deventer 1884– 88, XII:245.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 277

cerdik disusun oleh J .G. van den Berg yang menyamakan Notokusumo
dengan Pangeran Puger (cikal bakal Sunan Pakubuwono I, bertakhta
170 4– 1719). Pangeran Puger oleh VOC telah ditetapkan sebagai calon
yan g lebih cocok un tuk m en duduki sin ggasan a Mataram daripada
keponakannya yang keras kepala, Sunan Am angkurat III (bertakhta
170 3– 170 8).150 Tapi Sultan tidak bisa luput dari kesim pulan Gubernur
Pantai Timur-laut J awa, Nicolaus Engelhard: “Satu kedipan mata sudah
cukup un tuk m eran gsan g pan geran in i dan para pen gikutn ya, yan g
saya tahu dari sum ber tepercaya berjum lah besar dan tangguh, untuk
menggulingkan abangnya dari singgasana” (De J onge dan Van Deventer
1884– 88, XII:142).
Tujuan Daen dels adalah m em buat Notokusum o m aupun Raden
Ronggo “mati langkah” dengan diserahkannya mereka ke tangan pe me-
rintah kolonial. Begitu hal ini terwujud, Marsekal itu tidak akan cemas
lagi dengan perlawanan dari Keraton Yogya dan akan m erasa yakin
bahwa Putra Mahkota bisa didukung sebagai sekutu utama pemerintah
kolonial m enghadapi sem ua calon m usuh, term asuk ayahnya.151 Tentu
Daen dels akan m ulai den gan Ron ggo. Ia kem udian m en girim kan
perintah lewat Van Braam agar Bupati Wedana itu diusahakan “berada
di bawah penga ruh pem erintah” dan datang ke pusat pem erintahnya
yan g baru di Buiten zorg (Bogor) un tuk m em pertan ggun gjawabkan
peram pokannya di Ponorogo.152 Mengingat besarnya jum lah pengikut
yan g h en d ak d ibawa ser ta oleh Ron ggo (2.0 0 0 or an g m en u r u t
Engelhard, setengah jumlah itu menurut Diponegoro), perintah tersebut
kem udian diubah: daripada ke Bogor di m an a tak tersedia tem pat
penam pungan bagi Bupati Wedana itu dan pengikutnya, ia sebaiknya
dim in ta terus ke Batavia. 153 Karen a Gubern ur-J en deral itu berpikir
bahwa penguasa wilayah tim ur itu akan hidup tidak lam a lagi, jum lah
pengikut dan penempatannya untuk jangka panjang pastilah tidak akan
jadi masalah.

150 Dj.Br. 37, J .G. van den Berg (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 21-11-180 1;
KITLV H 97 (8), Van den Berg, “Memorie”, 11-8-180 3.
151 Dj.Br. 46, catatan Daen dels di belakan g surat Pieter En gelhard (Yogyakarta) kepada H .W.
Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 9-11-1810 . Bunyi surat Daendels kepada Ham engkubuwono II,
bacaan-indo.blogspot.com

24-11-1810 , dalam Daendels 1814:Bijlage 2, additionele stukken 9.


152 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) dan J .A. van Braam (Surakarta) kepada H.W. Daendels
(Batavia/ Buitenzorg), 12-11-1810 .
153 Dj.Br. 46, H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 23-11-1810.
J umlah pengikut Ronggo yang 1– 2.000 disebut-sebut dalam Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta)
kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 15-11-1810; BD (Manado), II:132, XIV:102.
278 KUASA RAMALAN

Jalan yang diambil oleh


Raden Ronggo dan tentaranya.
Tempat-tempat yang dilalui dan
tanggal-tanggalnya (jika diketahui)
Tempat-tempat bermalam dan berkemah
sementara (jika diketahui)
Tempat-tempat pertempuran
Tempat pertempuran terakhir Raden
Ronggo dan kematiannya
Tempat-tempat yang dirusak dan
dibakar oleh Raden Ronggo
Pos utama Belanda dan keraton Jawa
Tempat-tempat candi Hindu-Buddha
reruntuhan bersejarah lain
(C – Candi/kuil)
Tempat tinggal Raden Ronggo
yang berbenteng
bacaan-indo.blogspot.com
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 279

Pet a 6. Rut e pelarian Raden Ronggo Prawirodirj o III di daerah Jawa t engah
dan t imur set elah dia melarikan diri dari Yogyakart a pada 20 November
1810 hingga pert empurannya yang t erakhir dan kemat iannya di Sekaran,
t epi Bengawan Solo, pada 17 Desember 1810. Diambil dari De Graaf 1971.
Digambar ulang oleh J. Wilbur Wright dari Oxford.
bacaan-indo.blogspot.com
280 KUASA RAMALAN

Untuk m endorong Sultan m au bekerja sam a, Daendels m enyaran-


kan agar Sultan diberi “satu dosis besar rasa-takut”. Menyesal bahwa
Van Braam tidak menunggu tibanya surat kedua Daendels yang merinci
tu duh an n ya ter h adap Notokusum o sebelum m en gakh ir i m isin ya,
Daendels m engan jur kan untuk m em anfaatkan hadirnya pasukan Von
Winckelm ann di Sem arang guna m enim bulkan kecem asan akan dise-
ran g. Karen an ya kabar an gin ditiupkan —dan tidak diban tah oleh
Engelhard—bahwa 2.0 0 0 serdadu Belanda sedang bergerak dan sudah
m en ca pai Boyolali.154 Konon Sultan jadi yakin bahwa suatu pasukan
m usuh sedang bergerak ke arah selatan. Dengan latar belakang inilah
surat-surat Daendels diserahkan kepada Sultan oleh sekretaris keresi-
denan pada 10 November.155
Menurut Danurejo II, tidak seorang pun bupati dan pangeran dalam
per tem uan dewan kerajaan yang m enentang pem indahan Ronggo ke
Bogor. Bahkan Ron ggo den gan m uka m urun g dan sikap m arah bi-
lang “sandika” (“siap jalankan perintah”) saat keputusan diam bil. De-
m ikian juga halnya, tak seorang pun di kalangan m asyarakat keraton
yan g m en ya takan keberatan terhadap pen yerahan tiga Patih J apan
(Mojokerto) atau bekel Gabus, m eskipun Sultan sudah m em persulit
izin pengem ba lian barang rampasan. Surat Daendels 3 November yang
m erin ci an cam an dari pihak Notokusum o dibacakan den gan suara
ren dah oleh se kre taris keresiden an . Ketika san g sekretaris sam pai
pada kalim at “sem entara Patih sekali lagi telah jatuh pam or”, Sultan
m eram pas surat itu dan m em erintahkan sekretaris tersebut pergi, lalu
m en yuruh Dan urejo II m em baca kalim at-kalim at yan g berasal dari
laporan purna-tugas para residen Yogya terdahulu. Namun ketika nama
“Notokusumo” mun cul, Sultan bangkit dari singgasananya, mengambil
surat itu berikut lam pir annya, dan dengan hanya ditem ani oleh Putra
Mahkota pergi ke tem pat tinggal pribadinya untuk membaca seluruhnya
tanpa disaksikan oleh de wan kerajaan.156
Apakah Sultan betul-betul m erasa goncang karena pengungkapan
Daen dels atau han ya m en gan ggapn ya sekadar m asalah politik yan g

154 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 9-11-1810 ;
J .A. van Braam (Surakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 5-11-1810 , Pieter Engelhard
(Yogyakarta) kepada J .A. van Braam (Surakarta), 6-11-1810 , J .A. van Braam (Yogyakarta) kepada
bacaan-indo.blogspot.com

H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 10 -11-1810 ; catatan pinggir Daendels pada surat Van Braam.
155 Dj.Br. 46, J .A. van Braam (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 11-11-1810 .
Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 11-11-18 10 , 12-11-
1810 , 7-12-1810 . Engelhard pura-pura sakit agar jangan sam pai m enderita penghinaan karena
menemui Sultan menurut tata upacara gaya lama. Surat-surat tersebut diserahkan oleh sekretaris
keresidenan, H.W. Gezelschap, yang jauh lebih fasih berbahasa J awa.
156 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Semarang), 7-12-1810 .
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 281

memer lu kan beberapa konsesi, tidak bisa diketahui. Kemudian Engelhard


menga takan bahwa Sultan Yogya itu telah “menjadi orang yang berbeda”
ketika membaca surat kedua Gubernur-J enderal, meskipun bagaimana
cara nya ia m enyim pulkan hal itu sulit dipastikan m engingat surat ter-
sebut dan lam pirannya dikaji secara diam -diam . 157 Tentu saja, tatkala
Van Braam bertemu dengan Sultan dua hari kemudian (12 November),
suatu perubahan yang m enyeluruh sudah terjadi. Selain m engizinkan
pe nye rahan Ronggo dan pejabat Yogya, Sultan m engum um kan bahwa
kedu dukan Danurejo II sebagai perdana menteri dipulihkan sepenuhnya
dan bahwa Notodiningrat akan dikembalikan ke kedudukannya semula
sebagai bupati luar pertam a. Esok harinya, bahkan tanggal ke be rang-
katan Ronggo sudah ditentukan—Senin, 26 November—yang dianggap
hari-baik bagi raja Yogya menurut perhitungan santri keraton. Perintah
Sultan, yang diberikan kepada keem pat bupati yang ditugaskan m en -
dam pingi Bupati Wedana ke Bogor, bahkan berisi butir khusus bahwa
jika Ronggo m encoba m acam -m acam dalam perjalanan, mereka harus
memaksa dia meneruskan perjalanannya.158
Pada 14 Novem ber, gam elan keraton ditabuh di Sitin ggil un tuk
menunjukkan bahwa perselisihan pendapat antara Sultan dan Gubernur-
J enderal telah diselesaikan.159 Tatkala Van Braam kembali ke Surakarta,
ia tentunya berpikir bahwa misinya telah sangat berhasil. Rekannya di
Yogya sedang merayakan ke ber hasilan itu sambil menandatangani surat
kepada panglima divisi di Semarang yang minta agar mengistirahatkan
pasukannya disertai de ngan ungkapan yang diolah dari dua pujangga
masyhur epik Latin: “nulla salus bello, pax optim a rerum ” (“tidak ada
keselamatan dalam pe rang, damailah yang paling baik”).160

157 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Brigadir-J enderal F.C.P. von Winckelm ann
(Semarang), 20 -11-1810 . Sumber utama Engelhard mengenai reaksi Sultan dan Dewan Kerajaan
Yogya terhadap surat-surat Daendels adalah Danurejo II, tapi ia tidak hadir di tem pat tinggal
pribadi Ham engkubuwono II saat m em baca surat kedua Daendels dan m em bahasnya dengan
Putra Mahkota. Laporan Patih itu dikutip dalam Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada
H.W. Daendels (Semarang), 7-12-1810 .
158 Dj.Br. 27, J .A. van Braam (Yogyakarta) dan Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels
(Batavia/ Buitenzorg), 13-11-1810 ; Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels
(Batavia/ Buitenzorg), 7-12-1810 .
159 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .A. van Braam (Surakarta), 14-11-1810 , J .A. van
bacaan-indo.blogspot.com

Braam (Surakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 14-11-1810 , 15-11-1810 .


160 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Brigadir-J enderal F.C.P. von Wincklelm ann
(Semarang), 20 -11-1810 . Engelhard rupanya mahir sastra Latin kuno sebab “epigramnya” adalah
kutipan dari dua pujangga epik Latin terkenal: “nulla salus bello” dari Aeneid (buku XI, kalimat
362) karangan Virgilius (70 – 19 SM), dan “pax optim a rerum ” dari Punica karangan Silius Italicus
(25/ 6-10 0 Masehi). Saya beterima kasih kepada Dr Peter Brown, dosen sastra Yunani dan Romawi
di Trinity College, Oxford, atas keterangan ini.
282 KUASA RAMALAN

Gambar 27. Suat u t empat penyeberangan di Jawa barat dengan perahu


t ambang at au eret an (perahu yang bergerak melint asi sungai dengan bant uan
seut as t ambang baj a sebagai penggant i dayung unt uk mengayuh perahu).
Perahu ini mungkin sama dengan yang digunakan oleh Raden Ronggo unt uk
mengangkut pasukan yang t erdiri dari 300 orang di Bengawan Solo pada 22
November t at kala ia bergerak dari Kart asura ke Masaran pada t ahap pert ama
perj alanannya ke Madiun. Lukisan cat air oleh John Newman, sekit ar 1811–
1813. Fot o seizin Brit ish Library, London, WD 953, f.78 (89).

Pem bersihan Jaw a y ang ternoda:


pem berontakan Raden Ronggo
Pu kul 3.30 pagi 21 November, Engelhard dibangunkan dari tidurnya de-
ngan kabar bahwa Raden Ronggo sudah berangkat lebih dini malam itu
ke Madiun bersama dengan 30 0 orang pengikutnya. Meskipun ia segera
me nulis surat kepada Sunan dan Prangwedono (Mangkunegoro II) un-
tuk mencegatnya, hal itu sudah terlambat: Bupati Wedana itu telah me-
le wati Delanggu.161
Esok paginya Sultan mengumpulkan pasukan ekspedisi yang terdiri
dari 1.0 0 0 prajurit yang dipimpin oleh Raden Tumenggung Purwodipuro
dan mengirimkan selebaran yang memerintahkan semua bupati wilayah
tim ur Yogya untuk bekerja sam a m em buru Ronggo. Maklum at khusus
ke rajaan secara khusus m enetapkan hukum an m ati bagi Ronggo jika
ia sampai menolak kembali ke Yogya.162 Perintah ini kemudian disusul
bacaan-indo.blogspot.com

161 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 21-11-1810 , W.N.
Servatius (Surakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 21-11-1810 , yang melaporkan bahwa
Ronggo sudah melewati Delanggu pada pukul 10 pagi bersama dengan 250 orang.
162 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .A. van Braam (Surakarta), 21-11-1810 , Pieter
En gelhard (Yogyakarta) kepada H .W. Daen dels (Batavia/ Buiten zorg), 21-11-18 10 , perin tah
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 283

dengan perintah lain yang lebih gawat kepada Pangeran Dipokusum o,


orang yang dikirim untuk memperkuat Purwodipuro dan pasukan eks pe-
disi Yogya pada 27 November, yang berisi bahwa sekalipun Ronggo ter-
tangkap hidup-hidup, ia serta-merta harus dibunuh. Menurut Danurejo
II, hal ini karena Sultan tidak mau menanggung malu bila Ronggo dibawa
kem bali ke Yogya dalam keadaan hidup. Sultan Yogya, m enurut sang
patih itu, m engingat janji ayahandanya, Sultan Mangkubum i, kepada
kakek Ronggo, panglima tentaranya selama Perang Giyanti (1746– 1755),
bahwa ia tidak akan pernah m enyakiti atau m enum pahkan darah ke-
tu run annya, dan jika m ereka sam pai m elakukan pelanggaran, Sultan
Mangkubumi senantiasa sudi mengampuni.163 Pasukan ekspedisi Yogya
itu didam pingi oleh seorang perwira Belanda, Letnan Thom as Paulus,
dan seorang bintara Indo kelahiran Batavia, Sersan Lucas Leberveld,
yang se belum nya bekerja sebagai sais kereta Sultan. Keduanya konon
fasih ber bahasa J awa dan sangat mengenal negeri itu.164 Keduanya akan
m e m ainkan peran yang m enentukan dalam operasi m iliter terhadap
Ronggo selama empat minggu berikutnya.
Walaupun Ronggo berangkat dengan tergesa-gesa dari ibu kota ke-
sultanan, ia ternyata sudah m em persiapkan diri jauh-jauh hari un tuk
per la wanannya. Sudah diuraikan bagaimana ia menggunakan waktu nya
di Maospati (Madiun) selama bulan puasa untuk memperkuat per ben-
tengan di rum ah yang berdinding tem bok, m enghubungi pa ra bupati
bawahannya, dan diduga m engikat perjanjian dengan Prangwedono
(Mangkunegoro II). Dalam perjalanannya kembali ke Yogya, ia juga telah

H am engkubuwono II (Yogyakarta) kepada para bupati wilayah tim ur, 23 Sawal 1737 J (21-
11-1810 M). Pejabat tinggi yang bergabung dengan pasukan ekspedisi Yogya itu disebut terdiri
dari wedana (kepala) J awatan Gedong Tengen, Raden Tum enggung Purwodipuro dan Raden
Ria Sin durejo, para bupati-luar, Raden Tum en ggun g Wiryon egoro dan Raden Tum enggung
Mertoloyo, kom andan pasukan keraton (wedana prajurit), Raden Panji Suryengrono, wedana
prajurit kadipaten (pasukan putra mahkota), Raden Ngabehi J oyosentiko, dan kepala polisi Yogya
(Tum enggung Tam ping), Mas Tum enggung Kertodirjo, beserta dua belas prajurit kavaleri dari
pasukan kawal keraton, Dj.Br. 27, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Raden Adipati Cokronegoro
(Surakarta), 23 Sawal 1737 J (21-11-1810 M); Dj.Br. 46, Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta)
kepada Danurejo II (Yogyakarta), 28 Sawal 1737 J (26-11-1810 M).
163 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 28-11-1810.
164 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Letnan Thom as Paulus (Yogyakarta), 21-11-
1810 ; Bataviasche Koloniale Courant 3, 18-1-1811; Letnan Paulus, lahir di Dordrecht sekitar 1773,
datang ke J awa pada 1787 dan tinggal di Yogya sejak 180 3. Ia pensiun dari dinas militer pada J uli
1817. Nahuys van Burgst kem udian berkom entar atas kefasihannya berbahasa J awa, MvK 3124,
“Register der Europese personeel op J ava en Madoera, Djokjokarta”, 1-1-1819, AN Besluit van den
bacaan-indo.blogspot.com

Gouverneur-Generaal, 17-7-1817 no. 14, Dj.Br. 51, H.G. Nahuys van Burgst (Yogyakarta) kepada
J . de Bruijn (Sem arang), 19-8-1819. Sersan Lucas Leberveld, lahir di Batavia 1757, dalam dinas
militer VOC sejak 1777 dan bekerja sebagai kusir kereta Hamengkubuwono II sejak awal 180 0 -an.
Pangkatnya dinaikkan m enjadi perwira oleh Daendels pada 7-11-1811 berkat jasanya m em buru
dan membunuh Raden Ronggo, Daendels 1814:Bijlage 2, additionele stukken 4 (laporan tentang
operasi m iliter terhadap Ronggo). Paulus m aupun Leberveld dirujuk dalam sum ber-sum ber
Belanda sebagai taal en land kundig (ahli bahasa dan budaya).
284 KUASA RAMALAN

berusaha mengumpulkan uang dan pakaian yang diper lukan pasukannya:


pakaian senilai 80 0 dolar Spanyol ia dapatkan de ngan mengutang dari
seorang saudagar kain Prancis di Yogya, Louis Marcus.165 Pada waktu
yang sam a, ia telah dipinjam i sejum lah besar uang kontan, perhiasan,
dan pernik-pernik emas oleh Ratu Kencono Wulan yang memang kaya
buat keperluan perjalanannya ke Bogor, yang diba wa nya serta tatkala ia
berangkat ke Madiun.166 Bersama dengan tunggakan pajak wilayah timur
yang belum dibayar oleh Bupati Wedana itu sejak Garebeg Mulud yang
baru silam , Engelhard m em perkirakan bahwa keberangkatan Ronggo
telah m erugikan Raja Yogya dan istri ke sayangannya paling kurang
senilai 20 .0 0 0 ronde real.167
Ron ggo juga telah m en ulis surat tiga hari sebelum pelarian n ya
kepada Notodiningrat dan Sum odiningrat yang isinya ham pir sam a:
m e m a par kan alasan pem berotakan n ya. Surat-surat in i, yan g tidak
pernah sampai ke tangan calon penerimanya,168 m em berikan wawasan
ten tang sejum lah tujuan pokok Ronggo. Berikut bunyi surat kepada
Notodiningrat:

165 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 25-11-1810 .
Kemudian Marcus juga memimjamkan uang kepada komandan pasukan ekspedisi Yogya, Raden
Tumenggung Purwodipuro, yang tidak pernah dibayar, Dj.Br. 39, Pieter Engelhard (Yogyakarta)
kepada Danurejo II (Yogyakarta), 23-1-1811. Lahir di Tulle, suatu kota tekstil terkenal di wilayah
Corrèze, Prancis barat daya sekitar 1760 , Louis Marcus tiba di J awa pada 1785 dan m enetap di
Yogya pada 180 9. Ia m enyebut pekerjaannya sebagai “com m erçant” (saudagar—Penerj.), MvK
3124, “Register der Europese personeel op J ava en Madoera, Djokjokarta”, 1-1-1819. Mungkin
saja bahwa pakaian yang didapatkan oleh Ronggo merupakan rancangan Eropa karena Crawfurd
m em beri gam baran belang-bonteng perihal pakaian yang dikenakan oleh para petani di Kedu
pada 1812: “terlihat di daerah paling udik negeri itu orang-orang paling janggal dan luar biasa
mengenakan sepatu dan kaos kaki, pakaian-pakaian kecil dan topi bersudut tiga dengan tudung
terlipat, sedang pakaian selebihnya biasa terdapat di negeri itu”, IOL Mack.Pr. 21, Crawfurd,
“Report on Cadoe”, 289. Lihat juga Rafles 1817:85–6. Tentang pakaian gaya Eropa yang dikenakan
oleh kalangan keraton di bawah Pakubuwono IV, lihat laporan Nicolaus Engelhard, Gubernur
Pantai Utara (m enjabat 18 0 1– 18 0 8 ) dalam De J onge dan Van Deventer 18 44– 8 8 , XIII:128 .
Tentang penggunaan pakaian Eropa dalam pertempuran selama Perang J awa, lihat Louw dan De
Klerck 1894– 190 9, III:80 .
166 Dj.Br. 46, Pieter En gelhard (Yogyakarta) kepada H .W. Daen dels (Batavia/ Buiten zorg), 25-
11-18 10 , 7-12-18 10 , m engungkapkan bahwa Ratu Kencono Wulan m em beri pernyataan keras
yang m engecam Ronggo setelah ia m elarikan diri karena kerugiannya yang besar itu. Tentang
kekayaannya yang didapat dengan berdagang m adat, perhiasan em as, dan batu-batu berharga
antara Yogya, Kota Gede, dan Semarang, lihat Carey 1992:40 3 catatan 21.
167 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 25-11-1810 .
168 Poensen 190 5:20 3– 6, m enyatakan bahwa surat-surat tersebut ditem ukan oleh seorang lelaki
rem aja di tem pat kediam an Ronggo di Yogya ketika digeledah pada 21 Novem ber m enyusul
pelariann ya dan diserahkan kepada Danurejo II yang pada gilirannya m enyerahkannya lagi
kepada Ham engkubuwono II. Patih itu m endesak agar surat-surat tersebut diteruskan kepada
Pieter Engelhard. Namun Residen itu melaporkan bahwa surat-surat itu ditemukan oleh Ngabehi
bacaan-indo.blogspot.com

Pusporono, seorang m antri keraton pada J awatan Luar Kiri (Jobo Kiw o) (Carey dan Hoadley
20 0 0 :195, 20 6– 7) tatkala menggeledah kediaman Ronggo hingga ke bawah “kertas-kertas bekas
dan kotor”. Surat-surat tersebut dibuka dan langsung dibawa kepada Hamengkubuwono II tanpa
pernah diserahkan kepada calon penerima, Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W.
Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 25-11-1810 . Aslinya, bersama sampulnya dengan cap yang sudah
rusak (“pratandha Rahadèn Rongga Praw iradireja”) dari lilin warna jingga terdapat dalam Dj.Br.
46 di Arsip Nasional.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 285

Adik Tum enggung Notodiningrat, saya m ohon izin m em beritahu An-


da bahwa saya sekarang m ohon pam it kepada Anda guna m enjalani
hidup m engem bara untuk m enghancur kan m ereka yang senantiasa
m e nipu orang J awa. Sekalipun m ereka m elakukan hal itu atas nam a
pe m e rin tah [Daendels], m ereka juga adalah orang J awa. Mem ang saya
akan m en ciduk m ereka yang m encoba m encelakai saya. Sungguh, saya
pas ti m enghancur kan m ereka. Mengenai daerah-daerah Surakarta
atau pasisir, saya akan segera kuasai sem uanya sehingga jika m ungkin
saya akan m e m an faat kannya untuk m elawan pem erintah kolonial dan
pasuk an Surakarta. Setelah keberangkatan saya, Andalah yang m esti
m en ja ga Keraton Yogyakarta dengan baik sehingga jika saya berhasil
m engua sai daerah perbentengan [Belanda] di Yogyakarta, dan Keraton
Surakarta, m ereka pastilah takkan berani lagi m engganggu Keraton
Yogyakarta. Selain itu, saya sam a sekali tidak m em berontak terhadap
Yang Mulia [sultan Yogyakarta] dan tidak akan m elangkahi berkah raja
yang saya sangat dam bakan, bersam a dengan berkah para leluhur yang
m eru pa kan raja-raja yang wirayuda. Dan jangan biarkan hingga terjadi
bahwa Yang Mulia sam pai m em punyai niat untuk m en celakakan saya.
Saya benar-benar m e m ohon hal ini dengan sangat dari segenap sukm a
dan lubuk hati saya yang paling dalam . Sungguh, saya benar-benar
ber tuju an m e nyingkir kan kecem aran dari J awa dan saya akan sangat
ber syukur kepada Allah sekiranya saya berhasil m elakukan apa yang
akan m em bawa kem aslahatan terhadap keraton dan kebahagiaan bagi
sanubari Yang Mulia.
Inilah, Adik Tum enggung Notodiningrat, saya m enyerahkan kepada
An da untuk m em beritahu Yang Mulia tentang sem ua ini.

Ditulis Sabtu, tanggal keduapuluh bulan Sawal tahun Wawu 1 7 3 7 [J ]


[17 Novem ber 1810 M].169

169 Dj.Br. 46, Raden Ronggo Prawirodirjo (Yogyakarta) kepada Raden Tum enggung Notodiningrat
(Yogyakarta), 20 Sawal 1737 J (17-11-1810 M) (tanda baca sesuai aslinya):
Adhi Tum enggung Natadiningrat, kula any anthèlaken unjuk dhateng adhi y èn sapunika kula
nuw un pam it ngum bara, sum edy a angrisak dhum ateng ingkang tansah adam el kiy anat ing
titiy ang Jaw i am argi saking nam aning Gupernem èn sanajan bangsa Jaw i, kula inggih am ilih-
m ilih, pundi ingkang sum edia adam el karisakan kuka, am asthi inggih kula risak, kadosta
baw ah ing Surakarta, punapa déning baw ah pasisir, inggal kula ray ut saday a, ingkang supados
kénginga kula aben kalih ing Ngay ogy a, tuw in kraton ing Surakarta, y èn sam pun kalam pahan
sam i kula ruy ut baw ahipun, am asthi boten purun anganggu ing kraton-Dalem . W ondéning
kula boten pisan-pisan y un baléloha ing sam péy an-Dalem , boten langkung pandonga-Dalem
ingkang kula suw un, sarta ber kah panjurungipun ing leluhur-Dalem ingkang sam i am beg ratu
pinarjurit, nanging sam péy an-Dalem sam pun ngantos kelajeng-lajeng gadhah kersa adam el ing
bacaan-indo.blogspot.com

kem laratan kula, sakelangkung atas sanget ing panuw un kula, m ila say ektos, kula tem en-tem en
sam edy a angrim pili susuker ing Tanah Jaw i, sokur m alih ing tem bé kula saged adam el ingkang
dados écanipun ing kraton-Dalem , tuw in suka ing nala-Dalem .
Ingkang punika adhi Tum enggung Natadiningrat, kunjukipun kahuningan ing sam péy an-Dalem
kula pitajeng dhateng adhi.
Sinerat ing dinten Saptu tanggal ping kalih-dasa w ulan Saw al ing taun W aw u angkaning w arsa
1 7 3 7.
286 KUASA RAMALAN

Gambar 28. Seorang Jawa berpangkat bupat i dalam pakaian lengkap pasca-
Perang Jawa, dilukis ant ara 1830–1850. Seorang punakawan yang t ampak
cebol t erlihat di lat ar belakang memegang payung kebesaran, lambang
j abat an bupat i. Diambil dari Hardouin dan Rit t er 1855:121.
bacaan-indo.blogspot.com
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 287

Menyingkir kan “pencemaran” dari negeri J awa akibat pemerintahan


Marsekal Daendels jelas menjadi inti di sini, tapi juga merupakan pen-
tah ir an yan g sam a ditujukan terh adap oran g Belan da dan Sun an
di Surakarta beserta oran g-oran g J awa yan g m em ihak pem erin tah
kolonial. Di sini orang bisa menemukan gema suara gaib yang didengar
oleh Diponegoro di Parangkusumo sekitar 180 5 yang ber bicara tentang
“awal keruntuhan Tanah J awa”. Nam un Diponegoro ber be da dengan
Ronggo: seruannya untuk m em ulihkan tata susila sela m a per juangan
pentahirannya dengan Perang J awa sangat terkait dengan ajaran-ajaran
Islam, di mana Belanda dan orang-orang J awa se kutu me reka masing-
masing dinyatakan sebagai “tak beriman” (kair) dan “murtad” (kair
m urtad). 170 Meskipun hubun gan sosialn ya yan g luas de n gan an eka
masyarakat Islam-J awa di J awa timur, gagasan pem be da antara orang
Islam dan orang Eropa yang kair atau orang Jawa yang murtad sama
sekali tidak terdapat dalam pemberontakan Ronggo.
Se balik n ya, sem an gat yan g terkan dun g dalam lakon (wayan g)
Hindu-J awa dan arwah Sultan Mangkubum i tam paknya m elingkupi
se pak ter jangnya. Van IJ sseldijk, yang telah m engenal Ronggo pada
perten gahan 1790 -an tatkala ia m asih bertugas sebagai salah satu
pengiring dekat Sultan kedua, m engatakan bahwa Ronggo berkhayal
bahwa dirin ya ada lah Batara Guru, dewa pengayom dalam wayan g
yang disegani semua tokoh lain.171 Bupati Wedana itu juga m engam bil
teladan dari kisah Ram ayana ketika tiba saatnya ia m engangkat para
pan glim a ten tara n ya di Madiun pada akhir Novem ber. Karen an ya
jenderal utama diberi nama “Dosomuko”, suatu julukan bagi raja-raksasa
Lanka (Sailan), Rawana, dalam kisah Ramayana, dan deputinya diberi
nam a sa m aran perang (nom -de-guerre) Dirgananda.172 Sangat m irip
dengan seorang raja dalam lakon wayang, Ronggo m ulai m engubah
susunan ke luarga dan para pengikutnya m e nye rupai pola m asyarakat
keraton de ngan m enganugerahkan gelar bangsa wan kepada ibunya,
para istri, dan perempuan lain yang anggota keluarga, juga mengangkat
putra nya, sepupu dan para bupati terkem uka, m asing-m asing sebagai

170 Bab XI.


171 Baud 30 6, Van IJ sseldijk, “Nota”, 22-10 -1816.
172 S.Br. 37, hlm. 93, Opgave (laporan) Kartokusumo (patih Raden Ngabehi Kartasari untuk Caruban)
bacaan-indo.blogspot.com

kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), 19-12-1810 . “Dirgananda” m ungkin satu ragam
“Durgandana” (yang “berbau busuk”), penguasa Wirata dan m ertua Abim anyu dalam wayang
purwa. Tentang kiasan wayang yang serupa selam a Perang J awa, tatkala panglim a tertinggi
Belanda, Letnan-J enderal Hendrik Merkus de Kock (1779– 1845), dibandingkan oleh orang J awa
dengan Dosom uko (Rawana), dan Mayor (kem udian Kolonel) Bernard Sollewijn (178 5– 18 64)
dengan “buto sabrang” (raksasa jahat dari luar J awa) yang berjanggut merah, lihat Louw dan De
Klerck 1894– 190 9, III:618 catatan 1; Van den Broek 1873, 20 :535.
288 KUASA RAMALAN

putra m ahkota, patih, dan pejabat tinggi dalam keraton barunya di


Maospati.173
Para tukang pem buat payung di Madiun dipaksa bekerja lem bur
untuk membuat tanda kebesaran yang diperlukan itu: emas sepenuhnya
untuk sang raja baru, pita hijau dan em as untuk para wakilnya, dan
biru untuk para pejabat daerah yang mendukung perjuangan Ronggo.174
Bahkan pada tahap akhir, tatkala Ronggo sudah ditinggalkan oleh semua
pengikutnya kecuali segelintir di antara m ereka, ia m asih m em punyai
tiga orang pembawa payung beserta pembawa panji-panjinya, pemukul
gen de rang, dan peniup terompet.175
Di perkemahan di Cabeyan (sehari jalan kaki jaraknya dari Sekaran
di m an a ia dicegat dalam pertem puran terakhir di tepi Ben gawan
Solo), Ron ggo ditem ukan wafat. Satu m alam sebe lum kem atian n ya
di perkem ahan itu, dia m asih m en an datan gan i m ak lum at sebagai
“Susuhunan Prabu Ingalogo dari keraton raja-raja wirayuda di Maospati
yang sedang mengembara untuk memimpin peperangan”.176
Untuk m endapatkan bayang-bayang Sultan yang pertam a, Ronggo
menggunakan ungkapan “menempuh kehidupan mengembara” dan juga
“berkah para leluhur yang merupakan raja-raja wirayuda”. Bah kan gelar
raja yang kemudian ia sandang, “Kangjeng Susuhunan Prabu Ingalogo”
(“Yang Mulia Paduka Raja Pusat Sesembahan Yang Se dang Berperang”),
dan yan g diberikan n ya kepada wakil utam an ya, Bupati Padan gan ,
Mas Tum en ggun g Sum on egoro, “Pan em bahan Sen opatin in gpran g”
(“Yang Disembah Sang Panglima Perang”) 177 mengingat kan orang pada

173 Carey 1980 :38, Raden Ayu Sepuh (Raden Ayu Ronggo), janda Raden Ronggo Prawirodirjo II dan
putri Ham engkubuwono I, m enjadi Ratu Ibu, para istrinya dan sepupu perem puannya m enjadi
Raden Ayu dengan nam a-nam a seperti Raden Ayu Angger, Raden Ayu Gusti, dan Raden Ayu
Retnowaruju. Saudaranya, Raden Ngabehi Prawiroprojo, menjadi Raden Ronggo Prawirodiningrat
(lihat Apendiks Vb), dan patihnya, Mas Ngabehi Puspodiwiryo yang berasal dari keluarga biasa,
menjadi Raden Adipati Suryonegoro.
174 Dj.Br. 46, Raden Tum enggung Purwodipuro (Cem oro) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 25-
11-18 10 (yan g m enyebut bahwa payung para wakil Ronggo berpita biru dan em as); Letnan
Thom as Paulus (Gabugan, Sragen) kepada Pieter En gelhard (Yogyakarta), 26-11-18 10 (yan g
m enunjukkan bahwa payung ini berpita hijau dan em as), Sersan Lucas Leberveld (Sekaran)
kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 17-12-18 10 (tentang diram pasnya dua helai panji, dua
payung m as, dan satu payung hijau dengan pita m as m asing-m asing kepunyaan Raden Ronggo
dan Mas Tumenggung Sumonegoro setelah mereka tewas di Sekaran). Pejabat tinggi daerah yang
mendukung Raden Ronggo diberi nama yang semuanya mengandung gelar “Ronggo”, Dj.Br. 46,
Raden Tumenggung Purwodipuro (Magetan) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 1-12-1810 .
175 Dj.Br. 46, Sersan Lucas Leberveld (Sekaran) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 17-12-1810 .
176 Dj.Br. 46, Maklumat Susuhunan Prabu Ngalogo (Raden Ronggo) (Cabeyan) kepada Kapitan Cina
bacaan-indo.blogspot.com

untuk Lasem dan Rem bang, 18 Dulkangidah 1737 J (15-12-1810 M). Dj.Br. 46 hanya m em beri
terjem ahan Belanda m aklum at itu, tapi kita dapat m enyusun kem bali naskah asli dalam bahasa
J awa dari surat-surat Ronggo yang masih ada (Carey 1980 :37, catatan 168) sbb.: Ingkeng Sinuhun
Kangjeng Susuhunan Prabu N galaga, ingkeng angrenggani kraton pinarjurit in Maospati,
ingkeng angum bara am angun jurit.
177 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 24-11-
1810 (yang m enunjukkan bahwa Ronggo sudah m enam pilkan diri dengan gelar baru tatkala ia
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 289

gelar yang disandang oleh Mangkubum i tatkala ia m ulai m e lancar kan


pem beron takan di Sukowati pada 1746.178 Bahwa Sum on egoro ialah
cucu panglima Mangkubumi yang memimpin laskar Bali yang masyhur
itu, yakni Tumenggung Malangnegoro, makin mem per te guh hubungan
batin pemberontakan Ronggo dengan Sultan yang per tama itu.179
Ada juga saran-saran praktis yang terkandung dalam surat Ronggo
kepada Sumodiningrat yang menunjukkan suatu pemahaman stra tegis
ten tan g jalur-jalur yan g bisa digun akan oleh Daen dels un tuk m em -
bawa m asuk bala-bantuan m iliter guna m enyerang Yogya dan m e m a-
tahkan perlawanannya di tim ur. Term asuk di dalam nya adalah saran
untuk m enghan cur kan sejum lah jem batan di Kali Code dan Winongo
di Yogyakarta, dan jem batan di Kali Tuntang di atas jalan raya delapan
kilom eter utara Salatiga yan g keh an curan n ya akan m en gh en tikan
pasukan yang bergerak dari Sem arang ke wilayah kerajaan. Dem ikian
juga halnya dengan jem batan di Merbung, 18 0 lim a kilom eter ke arah
barat dan agak ke arah selatan Klaten, yang diminta oleh Ronggo agar
dihancurkan. J embatan ini merupakan bagian jalan raya dari ibu kota
kesultanan ke Surakarta yang harus dilalui oleh tentara Belanda.181
Pem ber on takan Ron ggo yan g san gat ber beda den gan per an g
yang dilancarkan oleh Diponegoro lim a belas tahun kem udian adalah
imbauannya kepada kelompok-kelompok masyarakat Tionghoa di J awa
Tim ur dan di pasisir. Sebelum pem berontakannya itu, Ronggo m e nik-
mati hubungan akrab dengan masyarakat tersebut utamanya berkat ke-
dudukannya sebagai kepala penguasa persewaan gerbang cukai jalan
untuk Sultan di wilayah Madiun (Carey 1984a:21– 2). Seperti sudah kita

melewati Kartasura pada 22-11-1810 ); Maklumat Raden Ronggo, 21 Sawal 1737 J (18-11-1810 M)
(penganugerahan gelar “Senapatiningprang” kepada empat wakil (kalipah) termasuk Sumonegoro).
Lihat juga Carey 1980 :38 catatan 2.
178 Tentang gelar ini, “Pangeran Adipati Sukowati Senapatiningprang Pramuka J ayengrat”, lihat Bale
Poestaka 1939:32.
179 Carey 1980 :38 catatan 2. Pertalian dengan m asyarakat Bali lewat Sum onegoro m enjadi sum ber
penting dugaan Engelhard bahwa besarnya jum lah perahu perom pak Bali yang terlihat keluar-
m asuk Teluk Pacitan pada awal Desem ber bisa saja m erupakan pertan da bahwa Ron ggo
menerima bantuan dari Bali. Bupati Rowo (Tulung Agung), Raden Tumenggung Pringgokusumo,
m em belanya dengan m engatakan bahwa tak ada perahu orang Bali bisa berlabuh konon karena
keadaan laut waktu itu, Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Letnan Thomas Paulus
(Maospati/ Madiun ), 13-12-18 10 , Letn an Thom as Paulus (Maospati/ Madiun kepada Pieter
Engelhard (Yogyakarta), 18-12-1810 . Selanjutnya lihat Bab I catatan 58, Bab V catatan 20 , Bab XI
catatan 46; Remmelink 1994:21.
180 Tentang letak Merbung di Kewedanaan Kembangarum, Klaten, lihat Schoel 1931:233.
bacaan-indo.blogspot.com

181 Dj.Br. 46, Raden Ronggo Prawirodirjo (Yogyakarta) kepada Raden Tum enggung Sum odiningrat
(Yogyakarta), 20 Sawal 1737 J (17-11-1810 M). Ronggo juga m endorong Sum odiningrat untuk
m enghancurkan sem ua jem batan lain di J awa tengah-selatan yang diperkirakan penting secara
strategi guna m encegah pasukan m usuh m aju ke Yogya (tuw in ing saliy anipun m alih, énggal
sam péy an bubrahi seday a, ingkang supados y èn w onten m engsah, sam pun ngantos lum ebet
ing kraton-Dalem ). Yang ia maksudkan mungkin jembatan di atas Kali Elo di Kedu selatan, lihat
Poensen 190 5:20 4.
290 KUASA RAMALAN

lihat, Ronggo dan m asyarakat Tionghoa itu sam a-sam a sangat cem as
dengan ancam an terhadap kepentingan ekonom i m ereka, khususnya
dalam per dagan gan kayu akibat m erajalelan ya para pen gusaha dan
pen eban g kayu yan g oran g Eropa. Sebagian besar karen a besarn ya
keprihatinan ber sam a inilah Ronggo m enyatakan diri “pengayom ”18 2
bagi sem ua orang J awa dan Tionghoa yang “dizalim i oleh pem erintah
[jajahan ]” dan m en desak m ereka agar bekerja sam a “m en ghabisi”
pejabat Belan da yan g m en gan cam kem akm uran dan kesejahteraan
negeri J awa (Carey 1980 :36– 8, 1984:22).
Im bauannya khusus ditujukan kepada m a sya rakat Tionghoa kaya
berdarah cam puran atau peran akan di pan tai utara seperti Lasem ,
Tuban, dan Sidayu, yang dukungannya ia harapkan dalam serangkaian
seran gan atas garn isun -garn isun utam a Belan da di wilayah an tara
Rembang dan Surabaya. Karenanya ia mendesak orang Tionghoa pasisir
untuk m engam bil alih kantor-kantor dan pos per ta han an pihak Eropa
yang sudah terusir dan m enjaganya terhadap ke m ungkinan serangan-
balasan (Carey 1980 :37, 1984:22). Satu di antara sa sar an awal Ronggo
adalah galangan kapal Belanda di Teleng yang diba ngun di suatu desa di
pinggir Bengawan Solo, tepat di sebelah hulu Bojonegoro. Pejabat daerah
dari Blora yang bertindak atas perintah Ronggo m enyerang galangan
kapal itu pada akhir November dan me morak-porandakan rumah kepala
galangan yang berkebangsaan Belanda dengan pertolongan wakil kepala
itu, seorang Tionghoa kelahiran Lasem.183
Pada 15 Desem ber 18 10 , hanya dua hari sebelum pasukan gerak-
cepat pim pinan perwira Belanda m engepungnya di Sekaran, Ronggo
m elakukan satu di an tara im bauan m in ta tolon gn ya yan g ter akhir
kepada para Kapitan Cina untuk Lasem dan Rembang, yang men jan jikan
bahwa begitu orang Eropa sudah dihancurkan, mereka akan menikmati
perlin dun gan istim ewa dari pihakn ya dan keturun an m ereka akan
mewarisi kedudukan resmi orangtua mereka (Carey 1980 :40 catatan 1,
1984:22 catatan 10 0 ). Bahkan ketika ia siap bertarung hingga tetes darah
penghabisan, dua belas orang Tionghoa dilaporkan ter masuk di antara

182 Carey 198 0 :37, naskah bahasa J awanya berbun yi: ingkeng kinuw asakaken angray ud serta
angay um i tuw in atutulung ing kasusahaning titiy ang bongsa Jaw i utaw i bongsa Cina.
bacaan-indo.blogspot.com

183 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Brigadir-J enderal F.C.P. von Winckelm ann
(Semarang), 1-12-1810 ; P.H. van Lawick van Pabst (Rembang) kepada Brigadir-J enderal F.C.P. von
Winckelmann (Semarang), 1-12-1810 ; Dj.Br. 46, Pangeran Raja Surio Adiprakoso (Raden Ronggo)
(Cabeyan) kepada Baba Sun (? Rembang), 18 Dulkangidah 1737 J (16-12-1810 M), yang meminta
orang Tionghoa itu menemuinya di Teleng “untuk bermusyawarah mengenai penghancuran orang
Eropa”. Kepala galangan kapal itu, Verhaagen, tidak berada di tem pat waktu serangan terjadi.
Tentang letak Teleng, lihat Peta 6.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 291

gerombolan compang-camping yang terdiri dari sera tusan prajurit yang


tetap setia bersama dia (Carey 1984a:22).
Im bauan Ronggo kepada m asyarakat Tionghoa m enunjukkan pe-
m aham annya yang tepat atas peran ekonom i dan sosial m ereka yang
pen ting di wilayah timur. Sesungguhnya, kejengkelan yang khas wilayah
tim ur (m ancanagara) terhadap Belan da san gat m en en tukan dalam
m engo barkan dukungan setem pat terhadap pem berontakan Ronggo.
Karen a n ya pen duduk daerah berhutan seperti Tuban , Sidayu, dan
Lasem , dan yang paling m erana akibat m onopoli kayu jati pem erintah
kolonial, adalah m ereka yang term asuk pertam a m endukung Ronggo
ketika m asih dalam perjalanannya ke Madiun pada hari-hari m usim
hujan di akhir November. Tuntutan Ronggo agar daerah-daerah pasisir
(pan tai utara) m esti diserahkan kem bali kepada m asyarakat J awa
m erupakan tujuan yang juga sangat didam bakan oleh raja-raja J awa
tengah-selatan dan menjadi salah satu sasaran segera sesudah runtuhnya
pemerin tahan Prancis-Belanda pertengahan September 1811.184
Meskipun ternyata berlangsung singkat, pem berontakan Ronggo
dan upayanya yang terus-m enerus m elibatkan m asyarakat Tionghoa
dalam perjuangannya sangat berbeda dengan keadaan yang melingkupi
Perang J awa, di mana sikap anti-Tionghoa sangat menonjol pada awal-
nya. Bagaimana perbedaan ini dapat dijelaskan?
Miskin n ya orang Tionghoa penjaga pintu cukai jalan di wilayah
tim ur bila diban din gkan de n gan keadaan yan g m elin gkupi J awa
ten gah-selatan selam a sem bilan ta hun m en jelan g pecahn ya Peran g
J awa m ungkin dapat m enjelaskannya se ba gian.18 5 J uga harus diingat
bahwa m asyarakat Tion ghoa m uslim yan g sudah lam a terben tuk di
pantai utara itu sendirilah yang memberi du kungan paling setia kepada
para panglim a-daerah Diponegoro dalam per lawanannya m enentang
Belanda (Louw dan De Klerck 1894– 190 9, III:444– 5, 452, 525). Peran
m asyarakat Tion gh oa yan g m en usuk h ati di J awa ten gah -selatan
sebagai pelaksana kebijakan keuangan Belanda yang m enindas rakyat
den gan m em boron g hak-pun gut cukai atau hak-jual m adat, pasar,
dan jalan pasca-1816 tentu m engubah perasaan dan sikap m asyarakat
bacaan-indo.blogspot.com

184 Kekuasaan kerajaan atas m akam -m akam keram at di Am pel, Giri, Tuban , Bon an g, Kudus,
Kadilangu, Dem ak dan Tegalarum , secara khusus dim inta oleh Sunan Pakubuwono IV untuk
diakui oleh pemerintah Inggris pada akhir September 1811, IOL Eur F 148/ 17, “Captain Robison,
J ava 1811”, Pakubuwono IV (Surakarta) kepada Lord Minto (Batavia), 5 Ramelan AH 1226 (23-9-
1811 M). Dalam sejarah J awa, masjid Demak dan jejeran makam-makam di Kadilangu dianggap
sebagai dua pusaka J awa yang sangat penting, Olthof 1941a, II:30 1.
185 Lihat Bab IX catatan 87– 88, Bab XI catatan 31.
292 KUASA RAMALAN

J awa terhadap mereka, khususnya di kalangan atas (Bab IX). Biasanya,


kawin-m awin dengan orang Tionghoa peranakan tidak m enim bulkan
keberatan.186 Namun pada 1825, perasaan tersebut sudah mulai berubah
dan an ggapan bar u tim bul bah wa pergaulan de n gan m asyar akat
Tionghoa, khususnya yang berkaitan dengan hubungan laki-perempuan,
membawa nasib sial di masa perang (Louw dan De Klerck 1894– 190 9,
III: 525; Carey 1984a:2, 32).
Pem berontakan Ronggo juga m engandung cukup kuat sem angat
Ratu Adil J awa yang lagi-lagi m em beri ciri-ciri awal pada perlawanan
Diponegoro pada 1825. Babad Keraton Yogya memaparkan bagaimana
wakil Ronggo, Mas Tum enggung Sum onegoro, m endapatkan bisikan
gaib bahwa Bupati Wedana itu harus berkuasa sebagai Sunan Ingalogo di
keraton Kuta Petik, “kerajaan” (praja) Ketonggo.187 Sudah diketahui dari
sumber-sumber lain bahwa Kuta Petik adalah nama lain buat Maospati,
yang telah ditentukan oleh para juru ramal sebagai tem pat yang paling
sesuai buat kediaman baru Ronggo tatkala ia pindah dari Madiun pada
awal 180 0 -an (Onghokham 1975:60 ).
Hal ini tampak me nyiratkan bahwa Ronggo bisa jadi sudah meng-
anggap dirinya sebagai Ratu Adil, seorang “Raja Im am ” J awa. Dalam
ramalan-ramalan J oyoboyo yang dikaitkan dengan seorang raja Kediri
abad kedua belas yang ter masyhur, kerajaan Ratu Adil biasanya terletak
di Kuta Petik dekat Bengawan Ketonggo di hutan Budak empat kilometer
ke tenggara Ngawi.18 8 Ketonggo selam a abad kesem bilan belas akan
tetap sebagai suatu pusat yang ram ai dengan pengunjung yang sangat
m erindukan kedatangan Ratu Adil, dengan jum lah yang agak besar
dilaporkan pada 1817, 1819 dan 1888.189 Pada waktu Perang J awa setelah

186 Bab II catatan 68 tentang kem ungkinan bahwa istri pertama Diponegoro, putri Bupati Panolan,
mempunyai sebagian darah Tionghoa.
187 B.Ng. I:160 – 1, XL.32– 5. Dalam laporan-laporan Belanda terdapat juga rujukan pada Ronggo
yang siap mempertahankan diri di “Petik”, daerah Madiun, Dj.Br. 27, Brigadir-J enderal F.C.P.
von Winckelmann (Semarang), kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 29-11-1810 , Wongsodrono
(Semarang) kepada Raden Panji Notodiningrat (Bupati Semarang), 30 -11-1810 , W.N. Servatius
(Surakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 30-11-1810, Kiai Tumenggung Suro-adimenggolo
IV (Bupati Demak) kepada A.H. Smissaert (penjabat landdrost Semarang dan Demak), 1-12-1810.
188 Dwijosoegondo (Tjantrik Mataram) 1966:51– 2; Sartono Kartodirdjo 1972:96. Yang berikut ini adalah
paparan Serat Centhini IV:1813, II.7 dari Reksapustaka (Surakarta) w edi w ilalating Nata/ adil-asih
param arta/ bum i Pethik akukutha/ parek lan Kali Ketangga/ ing sajroning Budhak w ana.
189 Dj.Br. 60 , H.A. Steijn Parvé (Semarang) kepada H.G. Nahuys van Burgst (Yogyakarta), 17-7-1817,
yang m eneruskan laporan dari Bupati Grobogan bahwa sebanyak 4.0 0 0 orang J awa dari segala
bacaan-indo.blogspot.com

penjuru wilayah timur berkumpul di Ketonggo “karena adanya ramalan lama bahwa seorang raja
baru dan perkasa akan berkuasa di sana”); Dj.Br. 62a, J .C. Ellinghuijsen (Pasuruan) kepada H.G.
Nahuys van Burgst (Yogyakarta), 13-11-1819 (tentang orang berkumpul di Ketonggo atas perintah
“J enderal di atas angin” dari Turki [Rum ] sebelum berkuasanya seorang raja di Malang yang
akan m enyerang Pasuruan, Bangil, dan Surabaya); S.Br. 4, “Algem een Verslag der Residentie
Soerakarta over het jaar 1888”(Laporan umum tentang Keresidenan Surakarta untuk tahun 1888),
8– 9, tentang apa yang disebut peristiwa “Sri Katon” yang menyangkut suatu pertemuan massa di
Ketonggo. Lebih jauh lihat hlm. 484– 5, 491– 2.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 293

Diponegoro mem per maklum kan dirinya sebagai Ratu Adil de ngan me-
nyan dang ge lar Sultan Erucokro, pertem puran sengit juga terjadi di
sekitar tempat sekutu dekat Pangeran.190 Bahwa pemberontakan Ronggo
pecah da lam tahun J awa, Wawu, tahun ketujuh dalam sewindu ta rikh
J awa, yang dianggap merupakan saat yang tepat bagi munculnya Ratu
Adil—Diponegoro akan memakai gelar Erucokro pada awal tahun Wawu
(Carey 1981a:261 catatan 10 8)—bisa juga telah meningkatkan pesona nya
bagi ma syarakat umum di wilayah timur dan bisa menjelaskan sebagian
m en gapa pem beron takan n ya m en ggoreskan kesan m en da lam pada
begitu ba nyak kalangan Keraton Yogya, khususnya Diponegoro yang
masih muda itu.
Tam paknya ham pir pasti bahwa Ronggo m em peroleh dukungan
diam-diam dari banyak penguasa dan pangeran di J awa tengah-selatan
yang berharap dapat memanfaatkan pemberontakannya itu demi kepen-
tingan mereka sendiri. Sudah diuraikan di atas bagaimana di Yogya, baik
Pangeran Notokusumo maupun putranya, Notodiningrat, su dah dicurigai
m alah sebelum Ronggo m elarikan diri dari Yogya. Pieter Herbert van
Lawick van Pabst di Rem bang bahkan m enduga-duga bah wa Ronggo
dan Notokusumo sudah lebih dulu bersepakat ten tang pem ba gian Yogya
bilamana pemberontakan Bupati Wedana itu ber hasil.191 Ka renanya tidak
m engherankan bahwa begitu berita tentang pem beron takan Ronggo
sudah sampai kepada Engelhard, tempat tinggal Notokusumo langsung
diawasi,192 dan Daendels memberikan perintah untuk menahan Pangeran
dan putranya.193
Pada 17 Desem ber, tepat pa da hari tewasnya Ronggo, keduanya
dibawa lewat darat ke Batavia di m ana m ereka ditahan di benteng
di Mees ter Cornelis (J atinegara se ka rang) dan di pusat Kota Batavia
sebelum dipin dah kan ke Cir ebon . Daen dels kem udian ber usah a
mengha bisi mereka.194 Kedudukan Sultan juga sangat sulit. Ia telah be-
gitu m en dukun g Ron ggo dan san g Marsekal serta m en gan ggapn ya
ikut ber sekon gkol dalam pem beron takan itu.195 Nam un perm in taan

190 dK 183, A.D. Cornets de Groot Sr (Gresik) kepada G.A.G.Ph. van der Capellen (Batavia/ Buitenzorg),
25-11-1825 (tentang serangan Tumenggung Kertodirjo yang tak jadi dilakukan ke Ketonggo pada
November 1825). Lihat juga Carey 1974a:28.
191 Bab V catatan 123.
192 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 21-11-1810.
bacaan-indo.blogspot.com

193 Dj.Br. 27, H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 29-11-1810.
194 Daen dels 18 14:Bijlage 2, addition ele stukken 17; Mack.Pr. 2, “Surakarta sen gkala list”, 18 5
(m enyebut Senen, 20 Dulkangidah 1737 J sebagai hari keberangkatan m ereka); B.Ng. I:183– 5,
XIV.7– 23. Tentang perintah Daendels untuk menghabisi mereka, lihat Bab VII catatan 74.
195 Dj.Br. 27, H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 29-11-1810 ,
catatan pinggir Daendels dalam Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/
Buitenzorg), 30 -11-1810 yang berbunyi “bahkan sebelum Ronggo m elarikan diri sepak terjang
294 KUASA RAMALAN

Daen dels agar En gelhard m em pertim ban gkan ke m un gkin an un tuk


m enangkap Sultan bersam a dengan penasihat m iliter nya yang utam a,
Sum odiningrat, ditolak oleh Residen. Ia tidak ber sedia m elaksanakan
perintah yang begitu keras mengingat raja Yogya itu menunjukkan kerja
sam a setelah pelarian Ronggo.196 Diponegoro bah kan m engira Sultan
telah berpaling dari Ronggo, tokoh yang per nah menjadi kesukaannya,
dengan menuduhnya dalam babad karya nya terlalu gampang mengalah
terhadap tun tutan Daen dels un tuk m en girim kan n ya ke Buiten zorg
(Bogor). Dipon egoro m en yatakan bahwa in ilah “sebab kehan curan
Yogya kemudian”.197 Lagipula, Diponegoro menggam bar kan keputusan
Sultan m engirim pasukan ekspedisi di ba wah ko m ando Purwodipuro
untuk m em buru Ronggo sebagai “dosa besar”.198 Nya tanya, jauh dari
bekerja sama dengan Belanda, pasukan ini tidak mencapai apa-apa dan
Purwodipuro kem udian dipecat dari kedu duk annya di keraton karena
menghabiskan waktunya berdagang madat dan mata uang.199
Akhirnya Ronggo harus diburu oleh suatu pasuskan gerak-cepat
dengan 150 anggota yang dipim pin oleh Sersan Lucas Leberveld. Na-
m un beberapa tahun sesudah itu m uncul bukti bahwa alih-alih polos
da lam peristiwa itu, Sultan m alah telah bersekongkol dengan Sunan
Pakubuwono IV untuk bersama-sama mengatur perlawanan di wilayah-
wila yah kerajaan terhadap Daen dels bilam an a seran gan Ron ggo ke
pasisir berhasil baik. Bukti itu berasal dari seorang kiai setem pat yang
dihorm ati, Kiai Murm o Wijoyo. Kiai ini m em punyai hubungan luas
den gan kedua keraton sebagai guru dan pen asihat keagam aan dan
agaknya telah dipekerjakan sebagai seorang bentara dan perantara yang
membawa berita rahasia antara Surakarta dan Yogyakarta waktu itu.20 0
J ika sumber ini da pat dipercaya, lantas menjadi jelaslah bahwa Sunan

Sultan sudah mencurigakan”.


196 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 30 -11-1810 .
197 BD (Manado), II:132, XIV (Sinom ) 10 2. Kangjeng Sultan teka gam pil/ pan ika kang dady a
m arga/ rusaké Ngy ay ogy a iki.
198 BD (Manado), II:133, XV (Asm aradana) 4. kangjeng Sultan kang w inuw us/ kalangkung ing
durakanira.
199 Carey 1980 :189– 90 ; laba besar bisa diraup waktu itu di wilayah tim ur dengan m enukar ronde
real perak dengan dukaton dan para saudagar Tionghoa mempekerjakan perempuan J awa sebagai
penjual mata uang di banyak pasar setempat, Dj.Br. 39, G.W. Wiese (Yogyakarta) kepada Danurejo
II (Yogyakarta), 22-10 -180 9. Purwodipuro dan komandan J awa yang lain dalam pasukan ekspedisi
Yogya terus saja mengatakan kepada Letnan Paulus agar sabar —“nanti Litnan”—bilamana letnan
bacaan-indo.blogspot.com

itu m endesak m ereka. Mereka belum m eninggalkan Maospati tatkala Ronggo sudah tewas di
Sekaran pada 17-12-1810 , Dj.Br. 46, Letnan Thom as Paulus (Maospati/ Madiun) kepada Pieter
Engelhard (Yogyakarta), 18-12-1810 .
20 0 UBL BPL 616, Port 5 pt. 7, D.W. Pinket van Haak (Surakarta) kepada G.A.G.Ph. van der Capellen
(Batavia/ Buitenzorg), 27-11-18 16; Dj.Br. 40 , J .D. Krusem an (Yogyakarta) kepada Kom isaris-
J enderal (Batavia), 13-11-18 16, dengan lam piran procès-v erbaal (pem eriksaan/ salinan resm i
wawancara) dengan Kiai Murmo Wijoyo. Tentang nasib ulama ini, lihat Bab IX catatan 24.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 295

memainkan peran gan da karena ia juga menulis kepada Daendels yang


berisi tuduhan bah wa Sultan telah menjadi “satu” dengan Ronggo.20 1
Prangwedono (Mangkunegoro II) juga m engam bil sikap yang sa-
n gat m eragukan se perti diuraikan di atas. Pada awal m ula pem be-
ron ta kan Ron ggo, Legiun Pran gwedon o berada di Sem aran g, dan
m eskipun kem udian ia bergerak dengan 60 0 anggota pasukan untuk
mem bersihkan pendukung Ronggo di Blora, ia tampak tidak bertindak
aktif terhadap Bupati Wedana yang m em berontak itu.20 2 Satu sum ber
bah kan menduga bahwa ia membunuh para pembawa pesan yang diutus
oleh Letnan Paulus dari Maospati se hingga ia tidak harus menyesuaikan
se pak ter jan gn ya den gan pasukan eks pedisi yan g didukun g oleh
Belanda.20 3 Perseteruan para raja J awa tengah-selatan ini, khususnya
Sunan Pakubuwono IV dan Sultan, akan terulang pada kurun antara
Okto ber 1811 dan Mei 1812 m ela wan Inggris (Carey 1980 :54– 70 ; Bab
VII), dan m enggarisbawahi ke nya taan bahwa sam bil berharap dapat
un tung dari serangan yang ber hasil terhadap penguasa Eropa, masing-
m asing tetap saja berusaha m e m e nuhi am bisi politiknya sendiri atas
kerugian raja pesaingnya.
Nam un pem berontakan Ronggo tidak m enghasilkan kesem patan
seperti itu. Daendels bergerak dengan sangat cepat dan tegas m em a-
dam kan perlawanan tersebut. Suatu pasukan ekspedisi beranggotakan
3.0 0 0 serdadu in fan teri diberan gkatkan dari Sem aran g pada 2 De-
sem ber dan m ereka diikuti oleh dua eskadron kavaleri dan dua kom pi
meriam yang dihela kuda—20 0 orang setiap kompi—yang meninggalkan
Batavia pa da 1 Desem ber m enuju J awa tengah lewat darat. Gubernur-
J en de ral itu m enyusul m ereka lewat laut pada 6 Desem ber yang tiba
di Semarang empat hari kemudian.20 4 Khawatir bahwa Sultan bisa saja
mun dur dari Yogya ke tempat-tempat perlindungan di Gunung Merapi
atau sepasang gunung berapi Sumbing dan Sundoro di Kedu untuk me-
m im pin perlawan an gerilya, 20 5 Marsekal m em erin tahkan En gelhard

20 1 S.Br. 37, Raden Tum enggung Wiriodiningrat (Surakarta) kepada Raden Adipati Cokronegoro
(Surakarta), 5-12-1810 .
20 2 Dj.Br. 27, H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 29-11-
1810 ; S.Br. 37, hlm . 61, Raden Tum enggung Mertonegoro (Bupati Blora) kepada Raden Adipati
Cokronegoro (Surakarta), 7-12-1810 . Lebih jauh lihat Poensen 190 5:20 8– 9.
20 3 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 78.
bacaan-indo.blogspot.com

20 4 Dj.Br. 46, Brigadir-J en deral F.C.P. Win ckelm an n (Sem aran g) kepada Pieter En gelh ard
(Yogyakarta), 6-12-1810 .
20 5 Dj.Br. 27, H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 29-11-1810 .
Tiada bukti bahwa Ham engkubuwono II m em punyai pikiran ke arah tindakan yang dem ikian
waktu itu, m eskipun kem udian saat serangan Inggris ke J awa pada Agustus 1811, Sultan m inta
nasihat kepada seorang haji dari Bagelen, Haji Mukidin, untuk m elihat apa jadinya Keraton
Yogya jika Inggris m enang. Mukidin m enjawab bahwa keraton itu tam pak “sangat pudar” dan
seharusnyalah dipindahkan ke barat laut. Karena itu Ham engkubuwono II m em pertim bangkan
296 KUASA RAMALAN

untuk menempatkan pasukan putra mahkota di antara Yogyakarta dan


pe bukitan J ambu guna mencegahnya. Ia juga memerintahkan Residen
mem bentuk suatu kelompok di keraton melawan Sultan yang terdiri dari
Putra Mahkota, Danurejo II, dan Pangeran Ngabehi (abang Sultan).20 6
Saat itu, Raja Yogya diam -diam m en erim a pen gan gkatan putra
m ahkota sebagai panglim a tentara Yogya untuk sem entara dan setuju
bah wa Notoku su m o d an pu tr an ya d ikir im ke Sem ar an g selam a
berlangsungnya pemberontakan Ronggo sebagai “jaminan perdamaian”
di J awa tengah-selatan dan untuk mencegah adanya ancaman terhadap
diri Sultan.20 7 Sebagai tanda bukti lagi mengenai kemauannya untuk be-
kerja sama, Sultan menyatakan itikadnya untuk memecat Purwodipuro
dari ja batan nya sebagai panglima pasukan ekspedisi Yogya karena sia-
satnya m enunda-nunda tugas dan m engangkat para panglim a baru.20 8
Namun Sumodiningrat dinyatakan tidak terlibat dalam pemberon takan
Ronggo dan namanya tidak dimasukkan lagi dalam gelompok yang oleh
Daendels dituntut harus diserahkan kepadanya di Semarang.20 9
Sementara itu, Ronggo sedang diburu. Setelah berangkat dari Yogya
pada malam 20 – 21 November ia meneruskan perjalanannya di tengah
hujan lebat yang luar biasa untuk kem bali ke kediam an m iliknya di
Maospati dan tiba pada 28 November (lihat Peta 6). Dalam perjalanan

untuk m undur ke tem pat pasukan kawal kerajaan di Bligo di Kedu selatan (catatan 10 9) dan
mengirimkan barang-barang berharga miliknya (pusaka, emas, dan perhiasan) ke Mancingan di
pantai selatan manakala keraton dikuasai oleh Inggris, IOL Eur F148/ 24, “Translations of secret
letters between Surakarta and Yogyakarta” [Terjemahan dari surat-surat rahasia antara Keraton
Surakarta dan Keraton Yogyakarta], no. 25, “Abstract of letters found in the house of the Raden
Adipati (Cokronegoro)” [Ikhtisar dari surat-surat yang ditem ukan di kediam an Raden Adipati
(Cokronegoro)], no. 5, Raden Tum enggung Sum odiningrat (Yogyakarta) kepada Raden Adipati
Cokronegoro (Surakarta), t.t. Menurut babad Pakualaman dan babad Yogyakarta, tindakan seperti
itu diduga sudah dicium oleh Inggris, Poensen 190 5:30 3– 4, B.Ng. I:296, LXXII.24.
20 6 Selain Pan ger an Ngabeh i, En gelh ar d ju ga m en gh ar apkan d u ku n gan d ar i pu tr a-pu tr a
Hamengkubuwono I, yaitu Demang, Panular (Adiwijoyo I), dan Adikusumo, juga dari anak-anak
Hamengkubuwono II, Mangkudiningrat dan Adiwinoto, Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta)
kepada H.W. Daendels (Semarang), 4-12-1810 . Tentang hal ini lebih jauh lihat Ricklefs 1974a:352
catatan 31.
20 7 Lihat catatan 194.
208 Poensen 1905:207; Carey 1992:284, 441 catatan 209; B.Ng. I:166– 7, XLI.28– 32. Hamengkubuwono
II mengirimkan bala bantuan ke Maospati di bawah pimpinan Pangeran Dipokusumo, Pangeran
Adinegoro (seorang keponakan Ham engkubuwono I), dan Raden Tum enggung Wiryokusum o,
seorang bupati keraton lepas (bupati m iji), yang ayahnya ialah Pangeran Dem ang, seorang
putra Hamengkubuwono I (Ricklefs 1974a:352) pada 27 November. Para bupati wilayah timur
(m ancanagara) Yogya yang dipim pin oleh Bupati Rowo (Tulung Agung), Raden Tumenggung
Pringgokusum o, juga diperintahkan m em bantu dan surat jalan khusus buat m ereka diberikan
untuk bisa masuk ke wilayah kekuasaan Surakarta di Pacitan dalam perjalanan ke Madiun, Dj.Br.
27, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), 26 Sawal 1737 J (24-
bacaan-indo.blogspot.com

11-1810 M). Mereka tiba di Maospati pada 6 Desember. Rencana Hamengkubuwono II mengirim
satu pasukan ekspedisi baru yang dipimpin oleh putra-putranya (Pangeran J oyokusumo (Ngabehi)
dan Pangeran Santowijoyo), seorang menantunya (Pangeran Tumenggung Notodiningrat), dan
komandan pasukannya (wedana prajurit), Raden Panji J ayengrono (pasca-1811, Raden Tumenggung
Ronodiningrat), dengan Danurejo II sebagai penasihat politik, ditolak oleh Engelhard pada 1-12-1810
sebagai tidak perlu dan tak cocok mengingat perlunya Patih itu tetap berada di Yogya, Dj.Br. 46,
Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels (Batavia/ Buitenzorg), 26-11-1810, 7-12-1810.
20 9 Daendels 1814:Bijlage 2, additionele stukken 15; Poensen 190 5:20 6.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 297

itu ia m em bakar berbagai desa dan gerbang cukai jalan di daerah ke-
kuasa an Surakarta, term asuk Masaran dan Sragen , dan bertem pur
habis-habisan di Magetan pada 27 Novem ber. Dalam pertem puran
di Magetan, panglim a tentaranya Dosom uko, m enurut suatu laporan,
tewas saat merebut tempat kediaman bupati. Kemudian kota itu dibakar
habis.210 Begitu Ronggo mencapai Maospati, ia berusaha menarik para
bu pati wila yah tim ur ke pihaknya, tapi satu-satunya yang m endukung
de n gan sepe n uh hati ialah Mas Tum en ggun g Sum on egoro, Bupati
Padangan, yang menurut laporan merupakan sahabat dan keperca ya an
lam a nya. 211 Dengan beberapa pengecualian,212 sebagian besar tam pak
berusaha m en jauhkan diri dari pertem puran dan baru m uncul lagi
setelah Ronggo dan Sumonegoro benar-benar sudah tewas.213 Sikap ayah
mertua Diponegoro, Raden Tumenggung Notowijoyo III dari Panolan,
tidak dijelas kan secara khusus dalam sum ber-sum ber tersebut. J elas
bahwa ka bupatennya memberi Ronggo sejumlah bantuan militer,214 tapi
bersam aan dengan itu atasannya langsung, Bupati J ipang-Rajegwesi,
Raden Tumenggung Sosrodiningrat, mengharapkan dia menjaga hutan
dan jalan-jalan di Panolan sehingga Ronggo tidak sampai menerobos ma-
suk daerah pasisir.215 Namun hanya enam bulan setelah pem beron takan
Ronggo, putranya, Raden Tumenggung Notowijoyo IV, diangkat untuk
menggantikannya. J adi, mungkin saja Notowijoyo tua meninggal dalam
bulan-bulan tersebut atau tercem ar nam anya karena sepak-terjangnya
dalam pemberontakan sang Bupati Wedana (Carey dan Hoadley 2000:72,
240 – 4; Bab VII).

210 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 26-11-1810 ; Raden
Tum enggung Purwodiningrat (Maospati) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 4 Dulkangidah 1737
J (1-12-1810 M); S.Br. 37, Raden Tumenggung Wiriodiningrat (Ponorogo) kepada Raden Adipati
Cokronegoro (Surakarta), 5-12-1810 . Lebih jauh lihat catatan 220 .
211 Dj.Br. 46, A.H. Smissaert (landdrost Semarang dan Demak) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta),
3-12-1810 .
212 Yang m endukung Belanda term asuk para bupati berikut: Raden Tum enggung Pringgokusum o
(Rowo, Tulung Agung sekarang), Raden Tumenggung Yudokusumo (Wirosari), Raden Tumenggung
Mangundirono (Kalangbret), dan kedua Bupati Yogya untuk Grobogan, Raden Tum enggung
Sosrokusumo dan Raden Tumenggung Sosronegoro, Dj.Br. 46, A.H. Smissaert (landdrost Semarang
dan Demak) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 3-12-1810 , Letnan Thomas Paulus (Maospati/
Madiun) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 17-12-1810, Laporan Sersan Lucas Leberveld dalam
Leberveld (Sekaran) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 17-12-1810 .
213 Dj.Br. 46, Laporan Sersan Lucas Leberveld dalam Leberveld (Sekaran) kepada Pieter Engelhard
(Yogyakarta), 17-12-1810 , yang m enggam barkan bagaim ana sem ua Bupati J ipang baru m uncul
dua jam setelah Ronggo dan Sum onegoro tewas dan Sersan Lucas m asih berdiri dekat jenazah
mereka. Di antara mereka ialah Raden Tumenggung Sosrodiningrat (J ipang), Raden Tumenggung
bacaan-indo.blogspot.com

Prawirosentiko (Bauwerno), Raden Tumenggung Prawiroyudo (Sekaran). Dua lagi bupati, Raden
Tum enggung Sosrodipuro (Magetan) dan Raden Tum enggung Pringgoloyo (Kertosono), telah
melarikan diri dari kabupaten masing-masing begitu pasukan Ronggo tiba.
214 Dj.Br. 46, P.H . van Lawick van Pabst (Rem ban g) kepada Brigadir-J en deral F.C.P. von
Winckelmann (Semarang), 1-12-1810 , yang merujuk pada “20 0 orang bersenjata” yang siap untuk
Ronggo di Panolan.
215 Dj.Br. 46, Letnan Thomas Paulus (Maospati/ Madiun) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 9-12-1810.
298 KUASA RAMALAN

Pem beron takan Ron ggo tam pak m en jerum uskan wilayah tim ur
ke dalam kekacauan. Dalam bab berikut akan diuraikan bagaim ana
pem erin tahan di kabupaten -kabupaten wilayah tim ur diubah un tuk
m en ce gah terjadinya kem bali tantangan yang serupa terhadap raja-
raja J awa tengah-selatan. Walaupun Ronggo secara khusus mengimbau
m a sya rakat Tionghoa setem pat agar m endukungnya, banyak di antara
m ereka yang lari ke daerah pasisir yang berada di bawah kekuasaan
orang Eropa. Gerbang cukai besar (bandar) yang dijalankan oleh orang
Tion ghoa di Ngawi pada pertem uan ben gawan -ben gawan Solo dan
Madiun ditinggalkan sebagaim ana halnya dengan perm ukim an orang
Tion ghoa di Maospati dan Madiun . Laporan -laporan yan g sam pai
ke tan gan pihak Belan da dari daerah in i berisi keteran gan ten tan g
“kegem paran besar” di kalan gan pen duduk Tion ghoa setem pat dan
“keterpeson aan dan ketakutan ” yan g ditim bulkan oleh Ron ggo di
kalangan J awa keba nyakan di wilayah timur.216
Nam un perasaan yang dem ikian tidak m en cegah terjadinya pen-
jarahan besar-besaran di kediam an Ron ggo di Maospati begitu ia
memutuskan untuk pindah. Ketika seorang mata-mata Surakarta tiba di
tem pat kediam an yang m irip keraton itu pada 9 Desem ber, sem inggu
setelah keluarnya Ronggo, ia m enem ukan bahwa sem ua pohon buah
telah ditebangi oleh para penjarah dan masjid utama nya dirampok. Peti-
peti yang berisi banyak sekali naskah-nas kah ke agama an milik Ronggo
telah dibuka paksa dan isinya dibuat beran takan menutupi lantai masjid,
sementara “imam” Sunda di tempat itu, Nuryemangi, dengan 29 orang
m uridnya, sedang dalam perjalanan kem bali ke desanya di Sukapura,
J awa barat.217
Ketika Ronggo m engabaikan rencananya untuk m enyerang Pono-
rogo dan bertekad m enuju pasisir, ia berharap m endapatkan ban tuan
dari m a sya rakat Tion ghoa di Lasem , Tuban , dan Sidayu. Na m un ia
sa dar bah wa bantuan itu tidak m uncul. Berangkat dengan 150 orang
pengiringnya dari Maospati pada 2 Desember, ia masih bersama dengan
10 0 orang sisanya (termasuk dua belas orang Tionghoa) tatkala pasukan
gerak-cepat Leberveld berkekuatan sekitar 150 orang bertem u dengan
dia di Sekaran pada m alam 16– 17 Desem ber. Dalam pertarungan ter-
bacaan-indo.blogspot.com

216 Dj.Br. 46, P.H . van Lawick van Pabst (Rem ban g) kepada Brigadir-J en deral F.C.P. von
Winckelm ann (Sem arang), 1-12-1810 , Letnan Thom as Paulus (Maospati/ Madiun) kepada Pieter
Engelhard (Yogyakarta), 7-12-1810 .
217 S.Br. 37, Laporan Wongsotaruno (mata-mata Surakarta yang ditugaskan untuk mengawasi gerak-gerik
Ronggo) (Maospati) kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), 9-12-1810. Sukapura agak nya
merupakan suatu desa di Kabupaten Singaparna, Keresidenan Tasikmalaya, lihat Schoel 1931:353.
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 299

ak hir pada pagi hari 17 Desem ber dekat Bengawan Solo, sebagian be-
sar ten tara Ronggo m enyelinap m asuk ke hutan sekitarnya, dengan
ha nya m e ninggalkan deputinya, Sum onegoro, patihnya Mas Ngabehi
Puspodiwiryo, bersama dengan pembawa panji-panji dan payung di tem-
pat pertempuran. Sehabis tembak-menembak pertama, Bupati Wirosari,
Raden Tumenggung Yudokusumo, yang menyertai pasukan Leberveld,
ber seru menanyai Ronggo apa yang ia kehendaki. Sang Bupati Wedana
m en ja wab bahwa ia tidak m au m enyakiti orang J awa tapi ingin m em -
bu nuh sem ua m ereka yang m enjadi beban bagi m asyarakat J awa dan
Tionghoa di wilayah timur.
Begitu mengucapkannya ia meloncat turun dari kudanya dan men-
coba m enyerang dengan tom baknya. Dalam perta rungan berikutnya,
seorang di antara pejabat bawahan Yogya, orang yang m asih m agang
(calon bupati), Sum odiwiryo,218 berhasil m e lu kai Ronggo di dada dan
Leberveld m em erin tahkan para serdadun ya m e n ye ran g dan m en g-
habisin ya. Nasib yan g sam a m en im pa deputi Ron ggo, Sum on egoro,
yang ditem bak dengan bedil lantak oleh bupati Yogya untuk Wirosari
juga dan kemudian ditikam sampai tewas oleh pra jurit bu pati tersebut.
Satu-satunya pengiring Ronggo yang selam at ialah patih nya yang,
meski terluka, berhasil lari bersama dengan pem bawa panji dan payung.
J enazah kedua pem berontak yang tewas itu ke m u dian dibersihkan di
Bengawan Solo, dibungkus dengan kain putih dan akhir nya diserahkan
kepada Purwodipuro untuk diangkut ke Yogya. Be gitu m uatan m alang
tersebut tiba di ibu kota kesultanan, sesuai dengan sum ber-sum ber
J awa, Sultan memerintahkan kedua jenazah itu ditaruh dalam keranda
terbuka dan digantung di persimpangan di Pangurakan de kat gardu di
alun-alun utara, di mana biasanya jenazah penjahat yang dihukum mati
dipam erkan (Poensen 190 5:262; Carey 198 0 :125– 6). Di sana, kedua
jenazah tersebut boleh jadi dilihat oleh Diponegoro dalam per jalanannya
ke keraton. Kem udian kedua jenazah itu diturunkan dan dikebum ikan
pada 22 Desem ber di pekuburan para pengkhianat di Banyusum urup
arah tenggara Imogiri yang berbatasan dengan Gunung Kidul.219 Segera

218 Sum odiwiryo agaknya telah diberi penghargaan berkat jasa-jasanya dalam ekspedisi terhadap
Ronggo dengan diangkatnya dia pada kedudukan bupati m iji (bupati lepas) dengan 40 0 cacah
tan ah jabatan, sebagiannya berasal dari tanah jabatan yang disita dari Raden Tum enggung
bacaan-indo.blogspot.com

Purwodipuro yang kena aib, Carey dan Hoadley 20 0 0 :182– 3. Ini terjadi awal 1811. Ia kemudian
(3-7-1812) m enyusul Ham engkubuwono II ke pengasingan di Pulau Pinang dan Am bon setelah
Sultan itu dim akzulkan seusai serangan Inggris ke Keraton Yogya (20 -6-1812). Perannya dalam
pembakaran gudang mesiu di benteng pada saat serbuan Inggris ke Keraton Yogya pada 20 J uni
18 12 telah m enjadikan dia persona non grata (orang yang tidak disukai) Inggris, lihat Carey
1992:238– 9 catatan 20 1; Bab VII catatan 273, Bab VIII catatan 39.
219 Dj.Br. 46, Laporan Sersan Lucas Leberveld, dalam Leberveld (Sekaran) kepada Pieter Engelhard
300 KUASA RAMALAN

sesudah itu, ibunda Ronggo, Raden Ayu Ronggo, dan dua orang adiknya,
dibawa kem bali dengan pengawalan ke Yogya bersam a de ngan kepala
terpancung panglim a tentara Ronggo, Dosom uko.220 Me nurut babad
jatuhnya Yogyakarta, suatu sumber J awa masa itu, ibun da Ronggo, adik
perempuan Sultan kedua, diperlakukan sangat buruk oleh Purwodipuro
dalam perjalanan dari Madiun dan inilah satu di an tara alasan mengapa
Raden Tum enggung itu diasingkan kem udian da lam m asa kekuasaan
singkat (J anuari– Septem ber 1811) oleh tokoh yang ke m udian m enjadi
Sultan ketiga (Carey 1992:116, 284, 441 catatan 20 6a; hlm. 268).

Kesim pulan
Meskipun hidup Raden Ron ggo berakhir getir, pem beron takan n ya
merupakan peristiwa besar dalam sejarah keraton J awa tengah-selatan
se belum pecah Perang J awa. Sebelum 1810 , sekalipun dihadapkan pada
m ulut besar dan an cam an m iliter Daen dels, perim ban gan kekuatan
m a sih belum sepen uh n ya bergeser ke pih ak pem erin tah kolon ial.
Kemampuan Sultan menolak pemberlakuan tata upacara baru dan ke-
m a hirannya m e rajut berbagai jawaban terhadap tuntutan Gubernur-
J enderal akan “ke puas an” dalam berbagai sengketa perbatasan antara
Sultan dan pem erintah Daendels selam a tiga tahun sebelum pem be-
rontakan Ronggo m enunjukkan bahwa kekuatan pem erintah kolonial
ada batasnya.
Di J awa tengah-selatan batas tersebut berlanjut terus sam pai saat
serangan Inggris ke Keraton Yogya pada 20 J uni 1812, ketika rintangan
terhadap pe merintah kolonial yang berasal dari kekuatan tentara yang
berpusat di keraton akhirnya disingkirkan. Namun keadaan di wilayah
tim ur agak ber beda. Di sini Ronggo m erupakan “pahlawan terakhir”.

(Yogyakarta), 17-12-1810 , merinci cerita mengenai jam-jam Ronggo yang penghabisan. Lihat juga
Daendels 1812:Bijlage 2, additionele stukken 4 (Laporan resmi Daendels tentang operasi militer
terhadap Ronggo, 7-1-1811), no. 16, Ham engkubuwono II (Yogyakarta) kepada H.W. Daendels
(Semarang), 30 Dulkangidah 1737 J (26-12-1810 M) (yang melaporkan dengan rinci akhir hidup
Ronggo berdasarkan laporan Leberveld. Versi cetak ini diberi tanggal yang keliru, 10 Dulkangidah
1737 J ). Tentang digantungnya jenazah di Pangurakan dan penguburannya di Banyusumurup pada
22-12-1810 , lihat Van Mook 1972:18; Hageman 1955-56:269-70 ; B.Ng. I:185-92, XLVI.6-XLVII.7,
XLVIII.1-3; LOr 8987 no. 1 (Babad Alit), pt. 21.
220 Dj.Br. 46, Letnan Thomas Paulus (Maospati) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 17-12-1810 .
Suatu laporan m engisyaratkan bahwa Dosom uko tewas dalam pertem puran Magetan pada 27
Novem ber dan jasadnya dilem parkan ke sungai terdekat. J ika benar dem ikian, jasad itu jelas
bacaan-indo.blogspot.com

sudah diambil lagi oleh pasukan ekspedisi Purwodipuro dan kepalanya dipancung sebagai tanda
kemenangan untuk dibawa ke Yogya, Dj.Br. 46, Laporan Secomenggolo (Magetan) kepada Pieter
Engelhard (Yogyakarta), 4-12-1810 . Laporan lain menyatakan bahwa Dosomuko hanya terluka di
Magetan, masih hidup dan bertempur lagi di Balong Tjok (Ponorogo) di mana ia dikalahkan (dan
diduga tewas) bersama dengan rekannya sesama jenderal, Dirgananda, S.Br. 37, hlm. 93, Opgave
Kartokusumo (patih Raden Ngabehi Kartosari dari Caruban) kepada Raden Adipati Cokronegoro
(Surakarta), t.t. (? 16-12-1810 ).
BAB VI: PEMBELA TERAKHIR TATANAN LAMA 301

Ke m a tian nya m em percepat perubahan wilayah tim ur ini ke arah zona


eko nom i di bawah kekuasaan pem erintah kolonial sepenuh nya. Ber-
bagai tun tutan Daen dels selam a 18 0 9– 18 10 agar wilayah -wilayah
tim ur dibuka untuk pasokan tak terbatas—m onopoli kayu, beras, dan
bahan-bahan penting lain bagi kepentingan pantai utara, demikian juga
bagi pen an am an m odal Eropa dalam pem ban gun an galan gan kapal
baru dan perusahaan pen eban gan kayu—ditolak den gan sen git oleh
Ronggo dan beberapa di antara rekan bupatinya. Mereka mem bungkus
perlawanan mereka dengan maksud melindungi w ong cilik, khu susnya
yang hidup dari hutan jati dan dikenal sebagai orang blandong. Namun,
alasan mereka yang lebih penting adalah mem pertahankan kedu dukan
ekonom i m ereka sendiri. Dalam hal ini m e reka diam -diam m endapat
dukun gan dari Sultan , dan jika kesaksian tokoh-tokoh seperti Kiai
Murmo Wijoyo bisa dipercaya, maka dukungan juga datang dari Sunan
dan Prangwedono (Mangkunegoro II).
Gagalnya pem berontakan Ronggo di wilayah tim ur itu m erupakan
tonggak penanda bergesernya scara pasti perim bangan kekuatan di
daerah-daerah per batasan dengan pasisir yang dikuasai oleh Belanda
m enjadi keunggulan di pihak pem erintah kolonial. Sejak itu, daerah-
daerah wilayah timur akan ditarik terus-menerus ke bawah kekuasaan
pihak Eropa. Dalam tempo dua dasawarsa saja, seluruh wilayah timur
akan dikuasai oleh pemerintah Eropa, mulai dengan sejumlah perjanjian
yang ditekankan oleh Daendels kepada keraton-keraton pada J anuari
1811 dan disusul dengan sejumlah perjanjian lagi yang dipaksakan oleh
Rafles seusai serangan Inggris ke Yogya pada Juni 1812.
Arti politik sem ua in i tidak luput dari kesadaran Dipon egoro.
Kekagum annya pada Ronggo ditulisnya dalam babad karyanya. Inilah
seorang bangsawan m uda Yogya, yang nyaris seusia dengan dirinya,
seoran g lelaki seperti dia yan g m en ikm ati hubun gan erat den gan
berbagai paguyuban Islam-J awa dan yang siap terjun berjuang daripada
wafat m enyedihkan se bagai seorang tawanan penguasa Eropa. Dalam
banyak hal, Ronggo ialah seorang kesatria, pangeran wirayuda. Bagi
Diponegoro Ronggo m erupakan suri-teladan m anakala ia m enghadapi
situasi ekonomi dan politik yang serupa di jan tung J awa tengah-selatan
dalam dasawarsa m enjelang Perang J awa. De ngan pertalian keluarga
bacaan-indo.blogspot.com

yang dekat dengan Ronggo, pertalian yang diperkuat berkat sejum lah
pernikahannya dengan putri dan keponakan almar hum Bupati Wedana
itu (Apen diks III), dan kepercayaan n ya yan g besar terhadap putra
almarhum yang masih remaja, Sentot, sebagai panglima kavalerinya yang
302 KUASA RAMALAN

Gambar 29. Eskadron Angkat an Laut Inggris di bawah komando Kapt en


Christ opher Cole (1770-1836) merebut Banda Neira dari Belanda-Prancis pada
t anggal 10 Agust us 1810. Fot o seizin Brit ish Library, London.

utama, tidaklah mengherankan bahwa Diponegoro telah memperlakukan


Ronggo sebagai “saudara sedarah” dan juga sebagai “pahlawan terakhir”
Kesultanan Yogya. Ketika giliran Pangeran tiba untuk m aju m em bela
keutuhan moral dan kerohanian ta tanan lama masyarakat J awa, ia akan
m elakukannya di bawah panji yang lebih luas, yaitu Islam J awa, dan
dengan imbauan semangat Ratu Adil. Meski semangat itu tak tertandingi
oleh Ronggo, arwah Bupati Wedana yang sudah tewas itu dan kenangan
pada raja-raja Mataram yang wirayuda (ratu pinarjurit) akan terus
m em bayangi perjuangan sang Pangeran, per sis seperti Mangkubum i
membayangi pemberontakan Ronggo yang gagal itu.
bacaan-indo.blogspot.com
BAB VII

Ujung Tahap Awal


Bulan-bulan Terakhir Pem erintahan Belanda-Prancis
dan Penjarahan Yogya oleh Inggris, 1811– 1812

Pengantar
Dalam masa delapan belas bulan antara tewasnya Raden Ronggo pada
17 Desember 1810 dan jatuhnya Keraton Yogya ke tangan tentara India-
Inggris pada 20 J uni 1812, akan terwujudlah ramalan yang diungkapkan
ke pada Dipon egoro di Paran gkusum o sekitar 18 0 5 m en gen ai “awal
runtuh nya Tanah J awa”. Masa ini menggambarkan pelucutan kekuasaan
m iliter dan politik ker aton -ker aton J awa ten gah -selatan m elalui
serangkaian perjanjian dan penguasaan wilayah yang akan m em buat
para raja tidak pernah lagi m am pu m enantang kekuasaan pem erintah
Eropa. Meskipun para raja itu m asih m em punyai sisa-sisa kekuatan
un tuk me lawan melalui jejaring perjuraganan atau patron-client, yang
meru pakan bagian sistem tanah-jabatan J awa yang tradisional, keterba-
tasan pola kekuasaan berdasarkan peranan keraton ini akan tam pak
m en colok pa da m asa Peran g J awa (18 25– 18 30 ). Den gan dem i kian
perjuangan Diponegoro mau tidak mau harus bertumpu pada landasan
sosial dan po litik yan g lebih luas. Terutam a, san g Pan geran harus
m em an faatkan daya-gugah Islam -J awa dan rasa-keban gsaan J awa
dengan cara-cara yang tak terbayangkan oleh para pendahulunya yang
bangsawan dan ketu run an raja, seperti Sultan Mangkubumi, Raden Mas
bacaan-indo.blogspot.com

Said (Mangkunegoro I), dan Raden Ronggo.


Seluk-beluk pelucutan itu akan men jadi pokok pem bahasan dalam
bab ini. Pelucutan tersebut akan m enggenapi ram alan Parangkusum o
dan m en datan gkan m usuh baru yan g jauh lebih tan gguh daripada
304 KUASA RAMALAN

pemerintah Belanda-Prancis yang ringkih di bawah Marsekal Daendels


beserta penggantinya yang bernasib sial, Letnan-J enderal J an Willem
J anssens (m enjabat Mei– Septem ber 18 11). Lapisan atas m asyarakat
J awa akan m erasakan kekuatan penuh Inggris yang sedang berada di
pun cak kem aharajaan an tara 178 0 – 18 30 , yan g oleh sejarawan C.A.
Bayly disebut sebagai “im perial m eridian” (Bayly 1989). Lapisan atas
masyarakat J awa itu juga akan menyadari bah wa mereka telah menukar
suatu bentuk kezaliman kolonial dengan ben tuk lain, kali ini bukan lagi
oleh seorang Marsekal gaya Napoleon tapi se orang yang “nyaris ilsuf
gaya Napoleon” dan penguasa otoriter yang ber naluri tajam , Thom as
Stamford Rafles—seorang “yang sangat curiga ter hadap para pembesar
[pribum i] dan berhasrat m em erintah secara otoriter” (Bastin 1957:xx,
mengutip C.Th. Elout).

Saat penentuan
Sebelum tewasnya Ronggo pun, Daendels telah memutuskan untuk me-
lakukan perubahan m endasar dalam pem erintahan Yogya. Setelah ia
tiba di Semarang pada 10 Desember 1810 , sang Marsekal mengundang
Pieter Engelhard dan Willem Nicolaas Servatius (1785– 1827), Penjabat
Residen Surakarta, ke suatu pertemuan untuk mendengarkan apa yang
berkecam uk dalam benaknya. Patih kedua keraton juga dim inta da -
tang ke Sem arang. Khusus kepada Danurejo II, ia diberitahu bah wa
kehadirannya tidak m ewakili Sultan tapi sebagai pejabat yang diang-
kat oleh pem erin tah Belan da-Pran cis. Ia juga diperin tahkan un tuk
mengem balikan rombongannya yang berjumlah besar dari Ungaran dan
m e neruskan perjalanan ke Sem arang dengan pengiring yang jum lah-
nya sekecil mungkin.1 Tatkala pertemuan itu berlangsung,2 kedua patih
diberitahu bahwa Marsekal telah m em utuskan untuk m e m ak sa Sultan
menyerahkan takhtanya kepada Putra Mahkota yang akan me merintah
sebagai pangeran wali.3
Pada 26 Desember 1810 , Daendels memasuki Yogya dengan pasukan
sebesar 3.20 0 serdadu. Ia su dah men capai gerbang cukai jalan Mataram
lam a di Kem loko antara Tem pel dan Pisangan di jalan raya Yogya—
bacaan-indo.blogspot.com

1 Dj.Br. 39, H.W. Gezelschap (Yogyakarta) kepada Kiai Tumenggung Sindunegoro (Yogyakarta), 22
Dulkangidah 1737 J (20 -12-1810 M).
2 Tidak tersedia tanggal yang pasti, tapi pertemuan itu agaknya berlangsung sekitar 22– 23 Desember
1810 .
3 Daendels 1814:Bijlage 2, additionele stukken 18-19; Dj.Br. 46, H.W. Daendels (Kemloko) kepada
Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 27-12-1810 , Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada H.W.
Daendels (Yogyakarta), 1 Besar 1737 J (21-12-1810 M).
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 305

Magelang4 tatkala datang be rita m engenai tewasnya Ronggo. Dengan


berita itu, sebenarnya Daendels tidak perlu lagi melanjutkan perjalanan
ke Yogya dengan jumlah serdadu begitu banyak, apalagi mengingat kerja
sama Sultan yang jelas semasa men jelang tewasnya Bupati Wedana sang
pem berontak itu. Tapi Marsekal tetap bersikeras dem i m endapatkan
sejum lah be sar hadiah uang dari per bendaharaan Sultan untuk para
perwira dan serdadun ya ketika bala ten taran ya sedan g m en derita
kehilangan anggota karena desersi seba nyak 70 orang sehari akibat
kecilnya gaji.5
Be be rapa pembagian hadiah itu memang berjumlah banyak sekali:
deputi Daen dels, Van Braam , m isaln ya, m em peroleh 10 .0 0 0 dolar
Spanyol “sebagai ganti rugi berkaitan dengan kunjungannya yang ketiga
atas biaya sendiri ke Yogya”,6 sedang Pieter Engelhard dan bekas Re-
siden, Inspektur-J enderal Kehutanan Gustaf Wilhelm Wiese, kedua nya
ditugaskan bersam a dengan Van Braam m em etakan garis perba tasan
antara wilayah pasisir dan wilayah kerajaan, m asing-m asing m en da-
pat sekitar 5.0 0 0 dolar Spanyol. Perwira tinggi yang menjadi panglima
pasukan ekspedisi, Brigadir-J enderal Hendrik Merkus de Kock (1779–
18 45), yan g akan kita jum pai lagi n an ti sebagai pan glim a bala ten -
tara Belan da selam a Peran g J awa, 7 m em peroleh jum lah yan g sa m a
(Bataviasche Koloniale Courant 6, 8-2-1811).
Pem bagian ini tidak se be sar yang dilakukan oleh pejabat Inggris
m en yusul pen yerbuan ke Keraton Yogya pada 20 J un i 18 12, ketika
panglim a tentara Inggris, Kolo nel Robert Rollo Gillespie (1766– 1814),
m elen ggan g pergi den gan £ 15.0 0 0 (74.0 0 0 dolar Span yol/ 165.0 0 0
gulden atau 1.50 0 .0 0 0 pound sterling dalam uang sekarang) (Carey
198 0 :12 catatan 4), n am un gan ti rugi m asih terhitun g besar juga.
Kedua pen jarahan ini, yang dibuat Daendels dan Rafles, merupakan
tahap awal yang membuat kesultanan pailit dan kalangan atasnya jatuh
miskin—dua hal yang akan tampak jelas da lam laporan sejumlah bekas
pejabat VOC yang telah mengenal Yogya di masa jayanya ketika mereka

4 Daendels 1814:Bijlage 2, additionele stukken 17. Mengenai letak Kem loko, lihat S.Br. 170 , peta
gerbang cukai jalan Mataram lama; Carey 1984:44; dan Peta 3 dalam buku ini.
5 Bataviasche Koloniale Courant 6, 8 -2-18 11; Daendels 18 14:Bijlage 2, additionele stukken 24,
merinci pembagian 196.320 dolar Spanyol; Louw dan De Klerck 1894– 190 9, I:33, merujuk pada
bacaan-indo.blogspot.com

desersi di kalangan serdadu yang orang pribum i—khususnya J awa—dalam perjalanan ekspedisi
Daendels ke Yogya. Lihat juga Bab VI.
6 Bataviasche Koloniale Courant 6, 8-2-1811. Van Braam sudah dua kali ditugaskan datang ke Yogya
sekitar J uli 1810 (Bab VI catatan 87) dan 10 – 13 November 1810 (Bab VI catatan 144), karenanya
kunjungan akhir Desember ini bersama dengan Daendels merupakan kedatangannya yang ketiga
dalam masa enam bulan.
7 Bab XI.
306 KUASA RAMALAN

m engunjungi kerajaan-kerajaan se te lah pem ulihan kekuasaan Belanda


pada Agustus 1816.8
Daendels tiba di Yogya pada 28 Desember dan langsung ke Wisma
Residen, m engundang Sultan m enem uinya di sana tanpa lebih dulu
berkun jung ke kera ton sebagaim ana seharusnya dilakukan m enurut
tata ca ra yang sudah lazim . Meskipun Daendels sudah m engingatkan
Raja Yogya itu bahwa ia akan datang “benar-benar incognito” dan lebih
suka tan pa upacara,9 m elanggar sopan-santun begitu saja tam paknya
telah me nim bulkan sakit hati di keraton. Diponegoro melukiskan dalam
babad kar yan ya bagaim an a persiapan dilakukan un tuk perlawan an
m iliter. Kita tahu dari sum ber lain bahwa Sum odiningrat yang selalu
sarat sikap berm usuhan itu m endesak Sultan m em beri jawaban yang
lebih berani.10
Menurut Diponegoro, Sultan m erasa terlalu kalut untuk ber tindak
se kalipun keluarga dekat dan pen gawaln ya siap berperan g. 11 Pa lin g
banyak yang dapat ia lakukan adalah mengirim surat kepada Daendels
tatkala Gubernur-J enderal itu masih di Kemloko untuk menyampaikan
kecem asan n ya terhadap berbagai akibat yan g m un gkin tim bul jika
pasukan yang begitu besar hadir di ibu kotanya. Marsekal itu men jawab
bahwa pasukannya yang “kecil” itu dibawa untuk sekadar m enjam in
keam an an dirin ya dan sean dain ya ada m aksud un tuk ber m u suhan
terhadap Yogya ia tentu akan m engerahkan pasukan yang jauh lebih
besar, yaitu dengan 15– 20 .0 0 0 serdadu.12 Lagipula pasukan itu akan
sege ra pergi, dem ikian Daen dels m eyakin kan Sultan , begitu sem ua
perubahan di bidang politik selesai disepakati.
Menurut babad Keraton Yogya, keadaan yang sarat dengan ke mung-
kinan berbahaya ini hanya dapat diatasi dengan diplomasi yang hati-hati
dari pihak Danurejo II, suatu cerita yang tak mungkin betul mengingat

8 Baud 30 6, Van IJ sseldijk, “Rapport”, 11-12-1816, memberi tanggapan mengenai “makin miskinnya”
Yogya yang, bila dibandingkan dengan Surakarta, “tam pak m erata” di kalangan lapisan atas
keraton. Lebih jauh lihat Van Deventer 1891:97– 8, tentang rendahnya m utu peralatan m akan
perak dan porselen Tionghoa pengganti yang em as yang biasa digunakan dalam perjam uan-
perjamuan di Keraton Yogya sebelum serangan Inggris 20 J uni 1812. Tentang penjualan barang
perhiasan dan mas dari keraton selama berkuasanya Sultan keempat, lihat Bab X catatan 135.
9 Daen dels 18 14:Bijlage 2, addition ele stukken 19, surat H .W. Daen dels (Sem aran g) kepada
Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 23-12-1810 .
10 BD (Manado) II:135, XV.10 ; Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 59 (tentang saran Sumodiningrat yang
bacaan-indo.blogspot.com

bersifat permusuhan).
11 BD (Manado) II:135, XV (Asm aradana) 10 . sam pun karsaning Hy ang W idi/ Jeng Sultan èw ed
karsany a.
12 Daendels 1814:Bijlage 2, additionele stukken 16-7 (tanggal surat Ham engkubuwono II itu keliru
ditaruh 10 Dulkangidah dalam versi cetak); Dj.Br. 46, Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada
H.W. Daendels (Kem loko), 30 Dulkangidah 1737 J (26-12-1810 M), H.W. Daendels (Kem loko)
kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 1 Besar 1737 J (27-12-1810 M).
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 307

ku ran gn ya sikap horm at terhadap san g Patih di kalan gan keraton


dan pres tasin ya yan g ren dah sebagai perun din g. 13 Nyatan ya, Sultan
m enolak pergi sendiri ke Wism a Residen untuk m enem ui Daendels,
tapi m en gutus an ak n ya, Putra Mahkota, sebagai wakil. Di san alah,
di hadapan Daen dels, Van Braam , Wiese, dan En gelhard, tatan an
politik baru disepakati. Pada 31 Desem ber, Sultan akhirnya m enerim a
tuntutan Gubernur-J enderal itu dan menandatangani pernyataan yang
m enyerahkan pem erintahan Yogya kepada Putra Mahkota, yang akan
memerintah sebagai pangeran wali dengan menyandang gelarnya yang
sudah ada sebelum itu, Raja Putro Narendro Pangeran Adipati Anom
Amangkunegoro.14
Dilihat se pin tas, tam pakn ya Daen dels telah m ewujudkan suatu
revolusi politik di Yogya, dan ia serta-merta sesumbar bahwa hal itulah
yang terjadi se perti tertulis dalam suratnya kepada Dewan Hindia di
Batavia.15 Nya ta nya, tidak ada yang berubah. Memang benar, dibuangnya
Pangeran Notokusumo dan putranya telah memperkuat kelompok Putra
Mahkota dan Danurejo II. Nam un sum ber-sum ber J awa m enegaskan
bahwa Putra Mahkota bertindak dengan izin Sultan ketika ia menerima
ke du dukan pangeran wali.16 Karenanya meski ia sekarang berkuasa atas
restu Sultan, m em im pin dewan kerajaan bersam a dengan para bupati
keraton yang senior di kadipaten, dan duduk di sebelah kanan Sultan
da lam acara-acara Garebeg,17 pusat pengaruh tetap pada Sultan sepuh
itu yang terus berkuasa di bidang keuangan dan tanah-tanah jabatan.18
J uga Sultan sepuh diizinkan tinggal di keraton. Hal ini merupakan sikap

13 B.Ng. I:20 8-9, LII.30 -LIII.6.


14 Daendels 1814: Bijlage 2, additionele stukken 20 dan 21; De J onge dan Van Deventer 1884– 88,
XIII:cxvi (m em perlihatkan sebagian isi pernyataan Ham engkubuwono II); naskah asli ada da-
lam Dj.Br. 42 pt. 2, “Kopij boek van contracten Djokjo, 1755– 18 12” (seterusnya: “Kopij boek
contracten”), 10 1. Lihat juga KITLV H 696c “Archiefstukken” (Vorstenlandse), suntingan G.P.
Rouffaer, no. 82.
15 Daendels 1814:Bijlage 2, additionele stukken 4, H.W. Daendels (Surakarta) kepada Raad van Indië
(Batavia), 7-1-1811.
16 B.Ng. I:20 9, LIII.18; BD (Manado), II:136, XV.14.
17 Daendels 18 14:Bijlage 2, additionele stukken 22; Dj.Br. 46, H .W. Daendels (Yogyakarta) ke-
pa da H am en gkubuwon o II (Yogyakarta), 7 Besar 1737 J (2-1-18 11 M); Dj.Br. 27, Pieter
Engelhard (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 17-1-1811. Naskah asli persetujuan
antara pem erintah Eropa dan Pangeran Wali bisa dilihat dalam Dj.Br. 42 pt. 2, “Kopij boek
contracten”, 96– 10 0 , “Contract tusschen het Hollandsche Gouvernem ent […] en de Regent van
het rijk van Djokjokarta den Pangerang Adipati Anom Am angkoe Nagoro” (Perjanjian antara
Pe m e rin tah Belanda […] dan Pangeran Wali dari kerajaan Yogyakarta, Pangeran Adipati Anom
bacaan-indo.blogspot.com

Amangkunegoro), 10 -1-1811.
18 IOL Eur F148/18 (Rafles-Minto collection, vol. 18), Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Kapten
William Robison (Yogyakarta), 27-9-1811, di mana Engelhard dikutip mengatakan bahwa: “Sultan
[yan g tua] itu tetap berpen garuh besar terhadap pem erin tahan dan m eram pas dari tan gan
putranya bagian terbesar pendapatan kerajaan. Saya bahkan m endapat inform asi bahwa dari
pendapatan kerajaan setengah tahunan terakhir, putranya hanya mendapat sekitar 10 .0 0 0 ringgit
[dolar Spanyol]”.
308 KUASA RAMALAN

m enga lah Daendels atas perm intaan langsung Putra Mahkota, 19 dan
itu ber arti membiarkan keadaan berlanjut seperti sediakala mengingat
ca lon pewaris takhta ini tidak m em punyai watak-m enentang terhadap
ayah nya dalam perkara politik yang penting. Istri kesayangan Sultan,
Ratu Kencono Wulan, yang pernah diusulkan Daendels agar dinikahkan
dengan se orang “kepala desa di tempat terpencil” dan sekarang sedang
ha m il tua dengan anaknya yang ketiga (perem puan, lahir 29 J anuari
1811), juga diizinkan tetap tinggal di keputren (permukiman perempuan
di keraton).20
Nyatan ya, keputusan -keputusan yan g dipaksakan oleh Daen dels
tidak banyak m engubah keadaan yang penting secara politis. Se balik-
n ya, sem ua keputusan itu m en um puk pen ghin aan yan g dirasakan
oleh Sultan. Mengapa ia sudi m enerim anya? Barangkali Sultan sepuh
itu m erasa perlu tunduk m enjelang angin bertiup. Kehadiran pasukan
dengan 3.20 0 serdadu di Yogya pastilah memaksa dia berpikir. Namun
jelas lah bahwa begitu peluang timbul, seperti masa kacau yang menyusul
run tuhnya pemerintahan Belanda-Prancis akhir September 1811, ia akan
bergerak meraih kembali pernak-pernik jabatan dan membalas den dam
terhadap semua orang yang telah membantu Putra Mahkota.
Berbagai perjanjian yang dipaksakan oleh Daendels pada keraton-
keraton m em beri kem ungkinan untuk aneksasi kawasan yang berde-
kat an dengan batas wilayah kekuasaan Belanda di pantai utara.21 Di
be berapa kawasan tersebut terdapat pem akam an penting yang secara
ter atur dikunjungi oleh para peziarah yang sudah diatur oleh keraton.22

19 Daendels 1814:Bijlage 2, additionele stukken 22; Poensen 190 5:224; Dj.Br. 46, H.W. Daendels
(Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 7 Besar 1737 J (2-1-1811 M).
20 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 74 (tentang gagasan Daendels untuk m engawinkan Ratu Kencono
Wulan dengan seorang “kepala desa di tempat jauh”); Daendels 1814:Bijlage 2, additionele stukken
19, H.W. Daendels (Sem arang) kepada Ham engkubuwono II (Yogyakarta), 23-12-18 10 , yang
memperingatkan Hamengkubuwono II mengenai bahayanya jika Ratu Kencono Wulan melahirkan
anak lelaki; Dj.Br. 37, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada W.N. Servatius (Surakarta), 30 -1-1811
(yang m erujuk kepada Ratu Kencono Wulan yang m elahirkan tengah hari 4 Sura 1738 J ). Putri
ketiga Ratu Kencono Wulan ini, calon Ratu Sasi, m enikah dengan Raden Adipati Danurejo IV
(pasca-1847, Pangeran Kusum oyudo; m enjabat patih 1813– 1847), Mandoyokusum o 1977:26 no.
75. Lihat juga Bab VI catatan 98.
21 Naskah berbagai perjanjian itu terdapat dalam Daendels 1814:Bijlage 2, additionele stukken 27
(perjanjian dengan Surakarta, 6-1-18 11), 28 (perjanjian dengan Yogyakarta, 10 -1-18 11); Dj.Br.
27, berisi satu peta daerah yang didapat oleh pemerintah Eropa berkat aneka perjanjian J anuari
1811 tersebut. Termasuk di dalamnya J apan (Mojokerto), Wirsosobo, Bauwerno, Duri, Rajegwesi
(J ipang), Padangan, Sekaran, Panolan, Wirosari, Blora, Selo, Warung, Grobogan, Serang, Sim o,
Gagatan, dan daerah terjepit Kedu di pantai utara yang berbatasan dengan Kendal, Batang, dan
bacaan-indo.blogspot.com

Pekalongan. Kabupaten tersebut terakhir ini—juga dikenal sebagai Jabarangkah (hariah berarti
“daerah di luar gerbang cukai [Mataram lama]”)—diambil alih guna memberantas perampok dan
m em ungkinkan dibangunnya jalan pintas jalan raya pos (postw eg) Daendels antara Batang dan
Kendal m elalui hutan jati Subah– Weleri, jadi tidak perlu lagi m em utar m enyusuri pantai, lihat
Rouffaer 190 5:592; Nagtegaal 1996:169– 70 .
22 Bab IV catatan 18.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 309

Satu di antaranya adalah Selo (juga disebut Seselo), di mana kedua ke-
raton m em pertahankan adanya tanah bebas-pajak buat para pejabat
aga m a di san a. Diken al sebagai abdi-Dalem pam utihan m agersari,
pe ja bat in i m erawat m akam Ki Agen g Sesela, seoran g tokoh dalam
m ito logi J awa yang m eringkus petir, dan yang juga dihorm ati sebagai
lelu hur tokoh pen diri Mataram , Kiai Agen g Pam en ahan (Rouffaer
190 5:598; Carey 1980 :137; Carey dan Hoadley 20 0 0 :86, 382). Kendati
m elan tun kan cam puran yan g gan jil an tara hal-hal yan g rohan i dan
yang duniawi—Selo juga terkenal sebagai sarang penjudi—kemungkinan
hilangnya kabupaten ini sangat menimbulkan sakit hati di kedua kera-
ton dan banyak tuntutan diajukan oleh kedua raja, termasuk Pangeran
Wali yan g baru din obatkan , agar wilayah itu tidak term asuk dalam
aneksasi. Se kalipun daerah tersebut akhirnya diam bil alih m enyusul
aneksasi yang dilaksanakan oleh Inggris pada Agustus 1812, permintaan
dan ke beratan yang menyangkut pengambilalihan “makam leluhur” itu
tetap dilancarkan sehingga tempat-tempat yang dianggap tanah pusaka
(wa risan milik keraton atau tanah suci) akhirnya dikembalikan kepada
ke dua keraton dalam masa penentuan batas wilayah pasca-Perang J awa
1830 – 1831.23
Pokok perselisihan lain adalah m engenai pem bayaran strandgeld,
atau “uang sewa” wilayah-wilayah pantai utara (pasisir) yang dulu me-
ru pakan daerah warisan Mataram (Bab V). J umlahnya telah ditentukan
se besar 20 .0 0 0 dolar Span yol dalam perjan jian tahun 1746 an tara
Pakubuwon o II (bertakhta 1727– 1749) dan VOC (Veth 18 96– 190 7,
II:163), separuhnya diserahkan kepada Yogyakarta menyusul Perjanjian
Giyanti pada 1755 (Soekanto 1952:185; Ricklefs 1974a:62). Ber da sarkan
rangkaian perjanjian dengan Daendels pada J anuari 1811, pem ba yaran
uang sewa itu ditiadakan. Ini berarti, baik Sunan m aupun Sultan ke-
hilangan sumber pendapatan yang penting selain kedaulatan resmi atas
daerah pasisir berikut makam-makam leluhur dan tempat-tem pat ziarah
di dalam nya (Bab IV catatan 18). Hapusnya strandgeld m e lenyap kan
satu di antara perangsang bagi keraton-keraton J awa tengah-selatan
un tuk menerima kehadiran Eropa di J awa dan sekaligus mengukuhkan

23 Dj.Br. 27, Hendrik Veeckens (Batavia) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 15-7-1811, tentang
bacaan-indo.blogspot.com

sejumlah keberatan dari pihak Pangeran Wali. Tentang tuntutan pengembalian tempat makam itu
pada akhir Perang J awa, lihat NA MvK 4220 Exh. 20 -9-1830 56k geheim; Dj.Br. 17, J an Izaäk van
Sevenhoven (Surakarta) kepada Gubernur-J enderal J ohannes van den Bosch (Batavia), 8-11-1831
no. 10 2; Houben 1994:65. Untuk rujukan pada peziarah dari keraton ke Selo, lihat Perpustakaan
Nasional (J akarta), MS 933 DJ , “Ir. J . Moens Platen Album ” no. 8 (ngintun leluhur-Dalem
dhateng Sasela). Tentang sejarah Selo selanjutnya, lihat Rouffaer 190 5:598– 9.
310 KUASA RAMALAN

tekad raja-rajanya untuk merebut kembali wilayah-wilayah pantai utara


se ba gaimana akan diuraikan lagi dalam bab ini.
Guna m em perlunak kerugian berupa hilangnya wilayah dan sum -
ber pendapatan ini, Daendels memberi sekadar konsesi wilayah kepada
keraton-keraton dengan m enyerahkan kepada Yogya sebagian daerah
ke kuasa an Belan da sekitar Boyolali di sebelah tim ur dan sekitar
Galuh serta Cauwer Wetan di sebelah barat yang berbatasan dengan
Ban yum as. Pada saat yan g sam a, Surakarta m en erim a Kabupaten
Malan g dan An tan g yan g sebelum n ya dian ggap term asuk wilayah
VOC (Daendels 18 14:Bijlage 2, additionele stukken 27 art. 6; Ricklefs
1974a:10 6– 7; Bab V ca tatan 11). Daendels juga setuju mem bayar utang-
utang Sunan ke pada s e jum lah pihak swasta yang besarnya m en capai
96.875 real perak.24
Penyesuaian wilayah yang baru itu m enyebabkan Yogya m enjadi
kera jaan yang letaknya bergeser lebih ke barat dan Surakarta lebih ke
timur berkat penambahan daerah kekuasaan masing-masing ke wilayah
barat dan timur. Galuh dan Cauwer Wetan terkenal sebagai tempat per-
sem bu nyian perampok dan garong, dan Pangeran Wali tidak ingin me-
m ikul tanggung jawab di sana.25 Pada waktu yang sam a, Sultan Sepuh
me rasa sangat terpukul akibat aneksasi J ipang dan J apan (pasca-1838,
Mojokerto), karena J apan merupakan daerah asal ibunda Ratu Kencono
Wulan dan keluarganya masih tinggal di sana.26 Perjanjian tersebut juga
tampak lebih membebani Yogya yang harus menyerahkan 1.60 0 cacah
sedang Surakarta hanya 1.50 0 cacah. Namun karena ketentuan me nge-

24 Daendels 1814:Bijlage 2, additionele stukken 27 art. 3; IOL Eur F148/18 (Rafles-Minto collection
vol. 18), Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta) kepada J .A. van Braam (Surakarta), 9-7-1811
(yang merinci utang-utang Pakubuwono IV sebanyak 25.0 0 0 dolar Spanyol kepada Tuan Blanck
dengan bunga per bulan sebanyak 250 dolar Spanyol, 50 .0 0 0 dolar Spanyol kepada Tuan Samuel
juga dengan bunga 250 dolar Spanyol per bulan, dan 21.0 0 0 kepada janda tuan Michaelis dengan
bunga 210 dolar Spanyol bunga per bulan), J .A. van Braam, “Memorial of existing relations between
Souracarta and the former [Franco– Dutch] government (Kenang-kenangan tentang hubungan yang
ada antara Surakarta dan pemerintah [Prancis– Belanda] yang dulu)”, 24-9-1811; UBL BPL 616,
Port. 4 pt. 12, J.A. van Braam (Semarang) kepada T.S. Rafles (Surabaya), 13-12-1811.
25 Dj.Br. 22, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 29-7-1811; IOL Eur
F148/42, (Rafles-Minto collection vol. 42), “Report on the state of Java by Messrs [J.] Knops and
[P.H. van Lawick] van Pabst (Laporan tentang keadaan di J awa oleh Tuan Knops dan Tuan Van
Pabst)”, Semarang, 29-6-1812, memaparkan keadaan di Galuh begini: “karena serangan perompak
dan beratnya kerja paksa yang dibebankan terhadap penduduk, banyak orang yang meninggalkan
daerah kekuasaan kedua raja itu [yakni, Sunan dan Sultan]”. Keadaan serupa dicatat juga oleh
Kapten Godfrey Phipps Baker pada 1815, Baker, “Memoir”, 10 4– 7. Residen Belanda yang pertama
untuk Banyum as setelah Perang J awa, J .E. de Sturler (m enjabat 1830 – 1835), m enulis tentang
bacaan-indo.blogspot.com

Dayeuhluhur sebagai “kabupaten sangat miskin” dengan penduduknya yang berjumlah 34.396 itu
“tampak nyaris tak punya sumber penghidupan” dan membayar hanya 85 sen pajak pendapatan
setahun, AN, Kabinet 13-9-1832 no. 1599, J .E. de Sturler (Banyumas) kepada J ohannes van den
Bosch (Batavia/ Bogor), 5-9-1832.
26 Dj.Br. 22, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 29-7-1811, menyebutkan
bahwa daerah tempat lahir ibunda Ratu Kencono Wulan adalah J apan (pasca-1838, Mojokerto), dan
sejumlah makam keluarganya terdapat di sana. Lihat juga Poensen 1905:187; Hageman 1856, V:258.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 311

nai garis batas wilayah tidak selesai dilaksanakan sebelum runtuhnya


pe me rintahan Belanda-Prancis pada pertengahan September 1811, per-
be daan beban tersebut ternyata hanya ada di atas kertas saja.27
Walaupun wilayah timur itu tidak jadi diserahkan, perubahan besar
diperkenalkan juga pada pemerintahan bekas daerah kekuasaan Raden
Ronggo di Madiun. Pada J anuari 1811, jabatan bupati wedana dibe rikan
kepada dua orang yang selanjutnya m em ikul tanggung ja wab bersam a
sebagai pen jabat bupati wedan a (Carey dan H oadley 20 0 0 :67– 8 ,
232– 6, 244– 50 ). Kedua penjabat itu adalah Pa nger an Dipokusum o,
yang m endapat nam a dalam pertem puran Novem ber– Desem ber 1810
dan yang m enikah dengan seorang putri Raden Ronggo kedua (Raden
Ronggo Mangundirjo, m enjabat 178 4– 1790 , 1794– 1796), dan Raden
Ronggo Prawirosentiko, pam an Raden Ronggo, yang ter ke nal karena
pem erintahannya yang rakus duit (Carey 198 0 :18 9). Ke dua pen jabat
itu tetap bertugas hingga putra Ronggo nanti dewasa. Putra Ronggo
akhirnya menjadi bupati wedana resmi dari 1826 sam pai 1830 dengan
gelar Pangeran Ronggo Prawirodiningrat dan dari 18 30 sam pai 18 59
dengan gelar yang lebih tinggi lagi, Pangeran Adipati Prawirodiningrat
(Apendiks Vb). Pada saat yang sam a, untuk m engu rangi pem usatan
kekuasaan di Maospati/ Madiun seperti dulu, jum lah kabupaten di
wilayah Madiun dibuat jauh lebih banyak.28 Pejabat baru juga diangkat
di sejumlah kabupaten (Sekaran, Kertosono) di mana para bupati yang
bertugas dianggap pernah berlaku tidak setia atau tak becus menjelang
datan gn ya pasukan Ron ggo (Carey 198 0 :41– 4; Carey dan H oadley
20 0 0 :64– 74, 232– 72).
Satu di antara mereka yang dipecat waktu itu karena dianggap tak
m am pu sebagai pem im pin selam a berlan gsun gn ya pem beron takan
Ronggo ialah komandan pasukan ekspedisi Yogya, Raden Tumenggung
Purwodipuro. Hubungannya yang dekat dengan Sultan sempat mem beri-
nya sedikit-banyak perlindungan. Namun menyusul naiknya kedu dukan
Putra Mahkota sebagai pangeran wali, Raden Tumenggung Purwodipuro
dikucilkan ke hutan Selomanik dekat Wonosobo, di mana menurut la-
poran seorang mata-mata Surakarta, ia akan dibunuh.29 Namun berkat

27 Dj.Br. 22, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 29-7-1811; UBL BPL 616,
Port. 4 pt. 12, J.A. van Braam (Semarang) kepada T.S. Rafles (Surabaya), 13-12-1811.
bacaan-indo.blogspot.com

28 Dj.Br. 6, P.H. van Lawick van Pabst (Yogyakarta) kepada Hendrik MacGillivray (Surakarta),
1-2-18 26, yang m encatat tujuh kabupaten baru di Madiun, term asuk Kutoarjo (Panggungan),
Tunggul– Wonokerto, Maospati, Purwodadi, Banget, Keniten, dan Nguning; tiga m asing-m asing
di Rowo (Tulung Agung) dan Magetan, dan dua di Goranggareng. Lebih jauh lihat Onghokham
1975:62; Bab VIII catatan 89.
29 S.Br. 46, surat orang J awa tanpa nam a (laporan m ata-m ata tentang Yogya), 9 Sura 1738 J (20 -
2-1811 M). Selom anik tam paknya sudah term asuk ke dalam daerah kekuasaan Sultan langsung
312 KUASA RAMALAN

ketabahan istri Purwodipuro, putri bungsu Sultan perta m a, agaknya


terselamatkanlah hidup suaminya itu. Menurut ceritera J awa, ia menolak
m elepaskan genggam annya pada ikat pinggang suam inya sam pai ada
jaminan langsung dari paman Pangeran Wali, Pangeran Panular, bahwa
suam inya tidak akan dibunuh (Carey 1992:116, 284, 441 ca tat an 20 7–
9). Ada juga ceritera bahwa keluarga putri bungsu Sultan per tam a itu
dipindahkan ke Pacitan yang bupatinya merupakan “musuh bebuyutan”
suaminya, tapi ini pun agaknya berhasil dicegah.30 Hanya setelah tujuh
bulan pengucilan (Februari– Septem ber 1811), Purwodipuro diizinkan
pulan g ke Yogya tatkala Sultan m en gam bil kem bali kekuasaan dari
tangan putranya pada akhir Septem ber dan m em ulihkan kedudukan
mereka yang semula menjabat (Carey 1992:441 catatan 20 9).
Sem entara itu, di Madiun, kedua bupati wedana yang baru itu di-
pe rin tahkan untuk m elenyapkan segala sisa pertanda kerajaan yang
dipa sang oleh Raden Ronggo. Bahkan ketika Ronggo m asih diburu,
Sultan sudah m em beri perintah agar keraton m enantunya itu dihan-
cur kan. Makam istrinya, yang baru meninggal di Gunung Bancak, yang
dibangun lagi begitu rupa sehingga disebut Giripurno dan sangat m e-
niru m akam Im ogiri (yang juga dikenal sebagai Giriloyo) 31—juga di-
perin tahkan agar dikem balikan ke n am an ya yan g sem ula. 32 Den gan
pe rin tah lan gsun g dari Yogya, Dipokusum o juga m em in dahkan ke-
du dukan bupati wedan a dari rerun tuhan tem pat tin ggal Ron ggo di
Maospati ke Madiun kem bali di m ana kediam an lam a Raden Ronggo
kedua di Wonosari dipugar.33 Anehnya, di tengah segala kegiatan dan
pem baruan pem erintahan di wilayah tim ur itu, aneksasi yang diaju-
kan oleh Daendels berdasarkan perjanjian J anuari 1811 berhasil diabai-
kan. Banyak di antara pengangkatan baru yang diadakan selam a J a-
nuari– J uni 1811 adalah untuk kabupaten-kabupaten seperti Panolan,
Padangan, dan Sekaran, yang tadinya dipilih untuk diserahkan kepada
pe merintah Daendels.34 Guna menjaga kelarasan, Danurejo II mengirim

(bum i pam ajegan-Dalem ), daerah yang m enyerahkan hasil hanya ke rum ah tangga raja, dalam
hal ini boleh jadi kayu bermutu tinggi, lihat Kollmann 1864:361.
30 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 21-6-1811 (tentang per tim-
bangan Pangeran Wali mengenai kemungkinan pengucilan keluarga Purwodipuro ke Pacitan).
31 S.Br. 37, hlm. 10 91, Raden Adipati Sosrodiningrat II (Surakarta) kepada Kiai Adipati Danurejo III
(Yogyakarta), 12-1-1813 (tentang pembakaran Masjid di Giriloyo [Imogiri] pada 25 Besar 1739 J ).
32 Dj.Br. 46, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Raden Tumenggung Purwodipuro (Maospati/ Madiun),
bacaan-indo.blogspot.com

15 Dulkangidah 1737 J (12-12-1810 M).


33 UBL BPL 616, Port. 22 pt. 4, Nahuys van Burgst, “Montjonegorosche-Djokjokartasche landen”, t.t.
(1826). Lihat juga Adam 1940 :336.
34 Carey dan Hoadley 20 0 0 :64– 74; Dj.Br. 41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard
(Yogyakarta), 1 Mulud 1738 J (25-3-1811 M), mengungkapkan bahwa Pangeran Wali telah memberi
perintah kepada Raden Tum enggung Yudokusum o dari Grobogan– Wirosari agar kem bali ke
kabupatennya “untuk menempatkan dirinya di bawah kekuasaan Belanda”.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 313

surat kepada Engelhard pada awal bulan Mulud (25 Maret– 23 April
1811) yang meminta agar para bupati wilayah timur tetap diizinkan da-
tang ke Yogya menunaikan penghormatan mereka seperti biasa kepada
Pan geran Wali dan Sultan Sepuh tatkala Garebeg Mulud dirayakan
pada 20 April dan begitu seterusnya sampai perbatasan baru itu selesai
dite rap kan. Demi kelarasan juga ia mengusulkan agar para pemborong
usaha pem ungutan pajak di kabupaten-kabupaten sebelah barat yang
diberikan kepada Yogya—yaitu Galuh dan Cauwer Wetan—terus saja
m em bayar kepada pe m erin tah Daen dels seperti sediakala. 35 Saran
Danurejo diterim a. Ternyata pada 30 April Engelhard m engirim surat
ke pada Pangeran Wali yang memberitahu bahwa mengingat persiapan
Inggris untuk menyerbu (berdasarkan hasil intelijen tentang pengerahan
ke kuatan pasukan darat dan laut mereka di Pulau Pinang dan Malaka),
se m ua pekerjaan lanjutan tentang garis perbatasan baru sebaiknya di-
tunda sampai serbuan itu selesai dihadapi.36
Namun yang tidak bisa dianggap sepele adalah besarnya jumlah ganti
rugi yang diminta oleh Daendels dan yang ia tuntut harus dibayar dalam
mata uang perak dari perbendaharaan keraton sebelum pasukannya di-
tarik dari ibu kota kesultanan. Akhirnya pada 4 J anuari 1811 uang se-
ba nyak itu dikirim kan untuk dihitung di Benteng Vredenburg. Tapi
pa ra akun tan m iliter Belan da—m un gkin atas doron gan Marsekal—
mem per soalkan jenis mata uang yang dimuat dalam 66 peti besar dan
yang sudah dibayarkan dengan m em inta tam bahan yang dihitung de-
n gan cerm at h in gga ke an gka seperem pat dolar kekuran gan n ya. 37
Pangeran Wali menerima tuntutan itu, tapi memberi peringatan bahwa
“sikap keterlaluan dan kesewen an g-wen an gan ” pasukan Daen dels
m em buat m ereka m esti ditarik dari Yogya karena tinggal lebih lam a
“akan m en im bulkan kegelisahan pen duduk sekitar”. 38 Dan urejo II,

35 Dj.Br. 41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 1 Mulud 1738 J (25-3-
1811 M). Penerapan garis perbatasan sedang dilaksanakan di pihak Yogya oleh suatu tim survei
gabungan yang dipimpin oleh bekas Residen Yogya, Gustaf Wilhelm Wiese, dan Bupati Yogya, Mas
Tumenggung Sindunegoro (kemudian Kiai Adipati Danurejo III, menjabat 1811– 1813).
36 Dj.Br. 41, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Raja Putro Narendro (Yogyakarta), 5 Rabingulakir
1738 J (30 -4-1811 M), Raja Putro Narendro (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 9
Rabingulakir 1738 J (4-5-1811 M).
37 Karena 196.320 dolar Spanyol dibayar dengan satuan paro-dukaton perak (bernilai f 1,60 ) dan
rupiyah J awa yang bernilai f 1,20 , bukan dengan satuan ronde maaten perak utuh (dolar Spanyol),
bacaan-indo.blogspot.com

m aka diketahuilah jum lah kekurangannya sebanyak 2.977 dan seperem pat dolar Spanyol, dan
Daendels menuntut agar kekurangan tersebut dilunasi lebih dulu sebelum pasukannya ditarik dari
Yogya, Dj.Br. 39, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 11 Besar 1737 J
(7-1-1811 M); Dj.Br. 41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 13 Besar
1737 J (9-1-1811 M).
38 Dj.Br. 41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 13 Besar 1737 J (9-1-
1811 M).
314 KUASA RAMALAN

yang bertanggung-jawab langsung atas pengiriman uang ganti rugi itu,


kemudian dituduh menggelapkan sekitar 20 .0 0 0 ronde realen, hal yang
m akin m em persengit kebencian Sultan terhadap pejabat itu dan yang
ikut menyebabkan dirinya kemudian dibunuh.39
Demikianlah kunjungan Daendels ke Yogya membebani Sultan de-
ngan tiga penghinaan: perjanjian yang sewenang-wenang, lenyapnya
se per lima harta kekayaan kerajaan, dan keadaan yang kalut di keraton.
Rasa cem buru Sultan sem akin parah tatkala Daendels m enyam paikan
ke pada Pangeran Wali sepucuk surat dari Raja Louis (Lodewijk I) dari
Belanda yang memberi selamat kepadanya atas penobatannya dan tanda
jasa. Kejadian ini dirujuk dalam Babad Diponegoro sebagai “bintang”,
yang ham pir pasti Orde van de Unie (Tanda jasa Serikat), gelar yang
diciptakan sebagai satu kelom pok bangsawan baru Belanda oleh Raja
Louis pada 14 Februari 18 0 7. Tanda jasa ini berupa bintang bersegi
delap an yang berm atakan intan.40 Penghargaan yang sam a tam paknya
telah dikirim juga kepada Sunan Pakubuwono IV pada saat yang sama
pula.41 Menurut Diponegoro, alasan lain m engapa Patih dibunuh atas
perintah Sultan Yogya pada Oktober 18 11 adalah karena Danurejo II
telah membujuk Pangeran Wali mengenakan bintang jasa tersebut pada
acara perayaan hari ulang tahun Napoleon pada 15 Agustus m e nim -
bulkan kecemburuan sengit pada diri Sultan Sepuh.42

39 Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, I:37; Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W.
J anssens (Batavia), 28-6-1811.
40 Menurut Van Braam, tanda jasa ini (ridderorde) diberikan kepada Pakubuwono IV dan Pangeran
Wali suatu hari di bulan Mei, boleh-jadi bersam aan dengan surat Raja Louis, D.Br. 25, J .A. van
Braam (Surakarta) kepada Pakubuwono IV (Surakarta), 8 -5-18 11. Diponegoro m enyebutkan
bahwa bintang itu sebesar yang dikenakan oleh Daendels sendiri tapi tanpa intan (18. Jéndral
m an tuk m ring Bataw i/ datan lam i kintun bin tan g/ dhum aten g jen g ram a m angko/ pan
sinam i angira/ lan bintangé priy angga/ pan Jéndral Dandles puniku/ nam ung kantun m aw i
séla), BD (Manado) II:136– 7, XV.18– 9. Hal ini m enyiratkan bahwa bintang Pangeran Wali itu
adalah juga Salib Besar (grootkruis) yang diberikan kepada pembesar setara menteri atau Dewan
Negara sebagaimana halnya kepada menteri utama negeri asing, pangeran negeri jajahan maupun
sekutu seperti Pangeran Wali, kom unikasi pribadi Profesor Sim on Scham a, 22-3-1976. Lepas
dari kesaksian Diponegoro, bintang itu nyatanya bertatahkan intan, lihat Gronem an 18 95:23,
yan g m en ggam barkan bin tan g bersegi delapan kirim an Daen dels yan g disem atkan di dada
Hamengkubuwono VII (bertakhta 1877– 1921) pada hari-hari raya Garebeg; dan Gambar 17 (Bab
V) perihal bintang yang tersemat di dada Daendels, dan Gambar 54 (Bab IX) perihal gambar resmi
Hamengkubuwono IV yang bersematkan bintang dibuat pada 1938.
41 Gericke dan Roorda 190 1, II:654, S.Br. 25, J .A. van Braam (Surakarta) kepada Pakubuwono IV
bacaan-indo.blogspot.com

(Surakarta), 8-5-1811, tentang bintang kedaton, bintang emas bertatahkan permata yang dikirim
oleh Daendels kepada Pakubuwono IV.
42 Knoerle, “J ournal”, 27, Dj.Br. 22, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia),
29-7-1811 (yang merujuk pada kecemburuan Hamengkubuwono II akibat bintang jasa itu); Dj.Br.
24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 16-8-1811, yang merujuk pada
dipakainya suatu “bintang gem erlap” oleh Pangeran Wali ke acara perayaan hari ulang tahun
Napoleon (15-8-1811).
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 315

Benih-benih perang saudara di Yogy a


Laporan mata-mata Engelhard dan Pakubuwono IV memberikan gam-
baran sangat kalut di kesultanan pada bulan-bulan menjelang serbuan
Inggris, 4 Agustus 1811. Sudah sejak 17 J anuari, hanya dua minggu se-
su dah pengangkatannya sebagai pangeran wali, bekas Putra Mahkota
itu dikirim i surat oleh Engelhard yang m enanyakan m engapa ia tidak
per nah m uncul di luar kadipaten pada acara pertandingan hari Sabtu
yang lazim diadakan di alun-alun selatan. Ia menegaskan, sebagai raja
de facto Pangeran Wali seharusnya m em im pin acara itu sedangkan
ayahandanya, Sultan Sepuh, seharusnya datang “sebagai penonton”:
“Rakyat Anda akan mulai bertanya-tanya apakah Anda benar-benar raja
Yogya jika Anda tidak hadir pada [acara] hari Sabtu itu”. Residen ter-
sebut mem beri nasihat, “Anda seharusnya tidak begitu takut pada ayah
Anda!”43. Seandainya Engelhard telah membaca laporan mata-matanya
de ngan baik, ia m estinya m aklum untuk tidak m enyarankan langkah
yang nekat kepada tokoh pilihan pemerintahnya itu, yang dengan sikap
tahu diri hanya sekali saja menghadiri pertandingan hari Sabtu selama
enam bulan pertama masa kekuasaannya sebagai pangeran wali.44
Pada Februari, “ancam an perang saudara” di Yogya m ulai m uncul
pada laporan -laporan Residen . J uran g yan g tak terjem batan i telah
tim bul antara pendukung Pangeran Wali dan Sultan Sepuh. Di satu
pihak terdapat Danurejo II dan keluarganya, yang selalu berada di ka-
dipaten. Di lain pihak adalah putra kesayangan Sultan Sepuh, Panger an
Mangkudiningrat, abang Pangeran Ngabehi, dan adiknya yang urak an
Pa ngeran Muham ad Abubakar yang santri (Dipowijoyo I), yang m em -
punyai tanggung jawab khusus m enggerakkan para pejabat Yogya pe-
nerim a fasilitas bebas-pajak 45 agar m endukung Sultan Sepuh. Me nu-
rut laporan-laporan itu, ketiga orang ini “siang dan m alam ” berada di
keraton.46 Laporan itu menyangkut banyak perkara antara Sultan Sepuh
dan putranya, tapi tak satu pun yang dibuat jelas dengan akibat para

43 Dj.Br. 39, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Raja Putro Narendro (Yogyakarta), 21 Besar 1737
J (17-1-1811 M).
44 Dj.Br. 41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 28 Sapar 1738 J (22-3-
1811 M) (tentang “acara” di alun-alun selatan saat berlangsung pentandingan hari Senen (Senenan)
ketika Hamengkubuwono II dan Raja Putro Narendro naik kereta sama-sama, hal yang belum
pernah terjadi dalam “adat lama”); Dj.Br. 39, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Danurejo II
(Yogyakarta), 9 Rabingulakir 1738 J (2-5-1811 M), Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Raja Putro
bacaan-indo.blogspot.com

Narendro (Yogyakarta), 23 J umadilawal 1738 J (20 -6-1811), yang menyesalkan bahwa Pangeran
Wali hanya menghadiri satu acara pertandingan hari Sabtu atau Setonan sejak J anuari.
45 Dirujuk dalam laporan rahasia sebagai priyayi perdikan atau petakan, hariah berarti “yang putih”,
maksudnya mereka yang mengenakan jubah putih sebagai santri, Dj.Br. 46, surat orang J awa tanpa
nama (laporan mata-mata tentang Yogya), 9 Sura 1738 J (20-2-1811 M) (salinan dalam S.Br. 37).
46 Dj.Br. 46, surat orang J awa tanpa nama (laporan mata-mata tentang Yogya), 9 Sura 1738 J (20 -2-
1811 M).
316 KUASA RAMALAN

pangeran Yogya kebingungan tidak tahu harus berpaling ke m ana.47


Me nurut suatu sum ber Belanda, perseteruan antara kelom pok “Sultan
Sepuh” (kasepuhan) dan Pangeran Wali (karajan) bermula pada waktu
ini.48
Satu di an tara perkara itu berkaitan den gan pem bagian baran g
dan kekayaan lain m ilik m en dian g Raden Ron ggo dan m ilik ketiga
ke rabat keraton yan g diasin gkan : Pan geran Notokusum o, putran ya
Notodiningrat, dan yang baru dipecat, Purwodipuro. 49 Sultan Sepuh
menginginkan agar harta mereka (dan agaknya termasuk tanah-jabatan)
dibagikan kepada anak-anaknya, tapi Pangeran Wali tidak menghendaki
hal itu.50 Kedua pihak tampaknya tidak sudi mengalah.
Pada saat yang sam a, m ereka m ulai m enghim pun prajurit baru 51
dan m en cari senjata baru. Sultan Sepuh dilaporkan oleh Danurejo te-
lah m e m esan m eriam untuk m em pertahankan dinding-dinding pelin-
dung keraton terhadap serbuan. Pendukung Sultan Sepuh yang sangat
setia, Sumodiningrat, dikabarkan sedang membeli kuda dan bedil untuk
keperluan jun jun gan n ya gun a m elen gkapi sejum lah eskadron ka va-
lerinya yang baru.52 Sultan Sepuh itu sekarang melatih baris an in fanteri
dan kavaleri yang dibentuk baru-baru ini di alun-alun selat an setiap
hari Rabu. Pada hari Senin dan Kam is, jika laporan-lapor an rahasia
ter sebut bisa dipercaya, ia sibuk dengan kegiatan yang benar-benar
lebih m e n on jol, yaitu m en ghadiri acara doa khusus dan per jam uan

47 Ibid.
48 Dj.Br. 18, F.G. Valck, “Geheim e Mem orie behoorende bij het Algem een Verslag der Residentie
Djocjokarta over het jaar 1839” (Memorandum rahasia yang bersangkutan dengan Laporan Umum
Keresidenan Yogyakarta untuk tahun 1839), 31-3-1840 . Lihat juga Bab V catatan 121.
49 Sisa tan ah-tan ah jabatan Purwodipuro (sabin in gkan g am pas sakin g Purw adipuran ) juga
dibekukan dan dibagi kembali pada waktu ini, sebagian kepada para pejabat Yogya seperti Raden
Tum enggung Sum odiwiryo, yang dapat nam a selam a perlawanan terhadap Raden Ronggo, lihat
Carey dan Hoadley 20 0 0 :144– 5, 155– 7, 182– 3, 187– 8, 189– 90 ; Bab VI catatan 218.
50 Dj.Br. 46, surat orang J awa tanpa nama (laporan mata-mata tentang Yogya), 9 Sura 1738 J (20 -2-
1811 M). Lebih jauh lihat B.Ng. I:229– 30 , LVIII.12– 15; Poensen 190 5:276– 7; Carey 1992:210 , 219,
tentang penjarahan balasan atas kediaman (dalem ) Pangeran Adikusumo oleh pasukan Pakualam
pada saat penyerbuan ke Keraton Yogya oleh Inggris pada 20 J uni 1812 karena perannya dalam
menjarah kediaman Notokusumo/ Pakualam I pada J anuari 1811.
51 Dj.Br. 46, surat orang J awa tanpa nama (laporan mata-mata tentang Yogya), 9 Sura 1738 J (20 -
2-1811 M), yang memberikan jumlah prajurit yang dihimpun sebagai berikut: Hamengkubuwono
II (60 0 ), Mangkudiningrat (50 0 ), Pangeran Wali (40 0 ), Danurejo II (20 0 ), Sumodiningrat (10 0 ).
Kedua saudara Danurejo II, Raden Tum enggung Mertowijoyo (pasca-J uni 18 12, Danukusum o
II) dan Raden Tum enggung Mertodiwiryo, diangkat m enjadi kom andan-kom andan pasukan
Pangeran Wali, lihat lebih jauh Carey 1992:342, 489 catatan 424. Hamengkubuwono II dikatakan
telah menggalang prajuritnya yang baru sebagian dari kalangan sepupu, cucu, dan punakawannya
(pengiring pribadi terdekat) yang tidak dapat sawah atau tanah-jabatan, Dj.Br. 41, Danurejo II
bacaan-indo.blogspot.com

(Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 12 Sura 1738 J (6-2-1811 M).


52 Carey 198 0 :20 ; Dj.Br.41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 12
Sura 1738 J (6-2-1811 M). Engelhard m enyarankan agar pesanan senjata Ham engkubuwono II
dikabulkan tapi agar meriam diserahkan kepada Pangeran Wali setelah dicor, agaknya di pabrik
senjata kerajaan di Tam an Sari dan Kota Gede, dan pabrik senjata yang dikelola oleh orang
Tionghoa dan Arab di Gresik, lihat Thorn 18 15:18 5, Gam bar XIX no. S; Gom perts and Carey
1994:29– 30 ; Bab VI catatan 53; Peta 7 di bawah.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 317

keagam aan (se dekah) di rum ah Tuan Haji Muham m ad Idris, “ulam a”
besar Keraton Yogya dan 40 orang yang baru pulang naik haji. Dalam
pertem uan ter sebut doa-doa agaknya dipanjatkan agar “diam bil dari
dunia ini anak-anak Sultan yang terbukti telah durhaka”—rujukan yang
jelas-jelas ditu jukan pada Pangeran Wali dan para anggota keluarga
kerajaan yang m en du kungnya.53 Ketekunan Sultan m enghadiri ibadah
J umat di Mesjid Ageng yang sangat jarang ia lakukan selama sembilan
belas tahun pertama pemerintahannya, juga diperhatikan oleh Residen.
Bagi Engelhard, Sultan tampak terlibat dalam suatu “rencana” bersama
den gan para san tri keraton . 54 Pada saat yan g sam a, keputusan n ya
mengirimkan rombongan “ulama” Yogya sebanyak 24 orang untuk naik
haji atas biaya keraton pada awal J uni, m eskipun jelas m enghadapi
kesulitan karena kepungan laut Inggris terhadap bandar-bandar J awa,
dipandang sangat tidak tepat oleh para pejabat Belanda. Dengan alasan
ini, rombongan itu pun tidak diizinkan ke Semarang.55
Di pihaknya, Pangeran Wali coba m em bangun pem erintahannya
sendiri melalui pengangkatan para bupati keraton baru.56 Tapi ia merasa
tidak senang m endengar jawaban Sultan Sepuh tatkala ia m ohon agar
ayahn ya m en yediakan sawah yan g diperlukan un tuk m en jalan kan
tugas jabatan m ereka yang baru itu. Sultan Sepuh m engatakan, ia ti-
dak m em punyai sawah yang bisa diberikan, tapi ada banyak lahan di
Surakarta dan di daerah-daerah pantai utara yang dikuasai oleh Belanda
sehin gga putran ya m estin ya m em in ta ke san a un tuk m en dapatkan
lahan yang perlu bagi para pejabatnya yang baru.57 Ketujuh orang bupati

53 Dj.Br. 46, surat orang J awa tanpa nama (laporan mata-mata tentang Yogya), 9 Sura 1738 J (20 -2-
1811 M); S.Br. 37, Laporan dari mata-mata Yogya kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta),
25 Sapar 1738 J (19-3-1811 M). Laporan-laporan ini dibantah oleh Danurejo II yang menyatakan
bahwa Kiai Pengulu Yogya (kepala para pejabat agam a), para ulam a perdikan dan para santri
penerim a fasilitas bebas-pajak, sebagaim ana juga para haji keraton, berkewajiban m endoakan
semoga Hamengkubuwono II dan Pangeran Wali panjang umur. Untuk rujukan pada seseorang
bernam a Haji Muham m ad Idris, yang diduga m em bawa “kabar pem berontakan” dari Mekah ke
keraton-keraton J awa tengah-selatan pada 1770 -an dan mungkin merupakan murid seorang guru
asal Sum atra yang terkenal di Mekah, ‘Abd al-Şamad al-Palimbani, lihat Ricklefs 1974a:153–4;
Drewes 1976:274. Lebih jauh lihat Bab IX catatan 129.
54 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 28-6-1811; Dj.Br. 9A,
Valck, “Overzigt”, 96. Tentang meningkatnya ketekunan Hamengkubuwono II menghadiri ibadah
di masjid selama masa pemulihan kekuasaannya 1826– 1828 ke takhta Yogya pada puncak Perang
J awa, lihat Van den Broek 1875, 22:284.
55 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 10 -6-1811, 28-6-1811.
Bab II catatan 71.
56 Dj.Br.41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 28 Sapar 1738 J (22-
bacaan-indo.blogspot.com

3-1811 M). Para bupati keraton yang baru itu adalah: Raden Tum enggung Kusum orejo, Raden
Tum en ggun g Notoyudo III, Raden Tum en ggun g Sum odiwiryo (catatan 49; Bab VI catatan
218), dan Raden Tum enggung Wiriodipuro, sedangkan bupati lepas (bupati m iji) adalah Raden
Tum enggung Tirtodiwirio, Raden Tum enggung Mertowijoyo (kem udian Danukusum o II), dan
Raden Tumenggung Mangkuwijoyo. Dua di antara mereka (Kusumorejo dan Mertowijoyo) adalah
adik Danurejo II, sedang Tirtodiwirio adalah pamannya, lihat Apendiks II.
57 Dj.Br.41, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 28 Sapar 1738 J (25-3-
318 KUASA RAMALAN

yan g dian gkat oleh Pan geran Wali itu kelak pada Mei 18 12 dipecat
dari jabatan m ereka oleh Sultan Sepuh m enjelang serbuan Inggris ke
keraton. Malahan ada spekulasi dalam laporan Inggris waktu itu bahwa
Sultan Sepuh bermaksud menghukum mati mereka.58
J uni 1811 timbul desas-desus bahwa Sultan kedua sedang bersiap-
siap mengangkat putranya yang masih muda, Mangkudiningrat, sebagai
putra mahkota menggantikan Pangeran Wali yang dianggap sudah kehi-
langan hak atas kedudukannya yang dulu. Menurut Diponegoro, tin dakan
itu didesakkan kepada Sultan Sepuh oleh sejumlah pangeran dan dua di
antara istrinya: Ratu Kencono Wulan dan ibunda Mangkudiningrat, Ratu
Mas.59 Barang pusaka tertentu milik kadipaten diminta kem bali, diduga
sebagai persiapan untuk penabalannya.60
Sem en tara itu, Man gkudin in grat secara lahiriah bersikap akrab
terhadap Pan geran Wali, tapi jelas bahwa ia diam -diam m en gin car
ked u d u kan pu tr a m ah kota yan g d ia an ggap m er u pakan h akn ya
berdasarkan kelah iran . 61 Tidak diragukan lagi, bah wa pen calon an
Mangkudiningrat dimanfaatkan oleh Sultan Sepuh sebagai alat penekan
terhadap Pangeran Wali, lepas dari kenyataan bahwa Sultan benar-
benar berharap agar Mangkudiningrat berhasil naik takhta m engingat
ia pada waktu itu sudah m enjadi putra ke sa yangannya. Sem entara itu
En gelhard tidak dapat berbuat ban yak un tuk m en dukun g Pan geran
Wali karena sering tak ber daya akibat demam menahun yang pada akhir
Septem ber begitu parah m erusak kesehatan n ya. Akhirn ya, Residen
itu m em inta pem erintah Inggris yang baru berkuasa itu untuk segera
membebaskan dia dari tugasnya.62

1811 M), Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 28 Sapar 1738 J (25-3-
1811 M).
58 IOL Eur F148/24 (Rafles-Minto collection vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles
(Rijswijk/ Batavia), 8-5-1812 no. 6. Dugaan Crawfurd bahwa mereka akan dihukum mati akhirnya
tidak terbukti karena Sultan Sepuh digulingkan. Seorang di antara bupati itu, Raden Tumenggung
Sumodiwiryo, malah mendampingi Sultan itu ke pengasingan (Carey 1992:438 catatan 20 1). J adi,
Carey 1992:39 keliru dengan penegasannya pada catatan Mei 1812 dalam “List of important dates,
1794– 1825” (Daftar tanggal yang penting, 1794– 1825) bahwa “Ham engkubuw ono II put seven
mancanagara oficials loyal to the Crown Prince to death” (Ham engkubuwono II m enghukum
mati tujuh pejabat wilayah timur yang setia kepada Putra Mahkota).
59 BD (Man ado) II:137– 8 , XV.20 – 4; B.Ng. I:214– 5, LIV.22– 31; Dj. Br. 27, Pieter En gelhard
(Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 28-6-1811.
60 B.Ng. I:215, LIV.30 , dua baran g keris pusaka yan g dim in ta itu adalah Kiai Beto dan Kiai
Nogokusumo.
61 Dj. Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 28-6-1811; Dj. Br. 22,
bacaan-indo.blogspot.com

Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 5-9-1811. Mangkudiningrat merasa
bahwa ibundanya, Ratu Mas, telah disingkirkan dengan tidak adil dari kedudukannya sebagai
perm aisuri Ham engkubuwono II pada awal pem erintahannya untuk keuntungan Ratu Kedaton,
ibunda Pangeran Wali, lebih jauh lihat Van der Kemp 1896a:321; Bab V.
62 De Haan 1935a:543; Dj. Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 21-
6-1811; IOL Eur F148/24 (Rafles-Minto collection vol. 18), Kapten William Robison (Yogyakarta)
kepada Lord Minto (Batavia), 26-9-1811, menggambarkannya sebagai “penyakit paru-paru (TB)”.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 319

Selagi pem erintah kesultanan berada dalam kekacauan di Yogya,


jum lah peram pokan dan serangan berdarah di pedalam an sekitar ibu
kota meningkat. Sultan Sepuh diperkirakan memainkan peran di bela-
kang peristiwa-peristiwa itu. J ika betul dem ikian, hal itu m erupakan
cara yang manjur untuk menggoyang pemerintahan putranya.63
Sementara itu, kabar tentang kesulitan yang dihadapi oleh Pangeran
Wali sam pai ke telin ga Daen dels, yan g pada awal Mei 18 11 m alah
mengancam akan da tang lagi ke Yogya dengan pasukan sebesar yang ia
bawa dulu guna mengatasi keadaan, tapi baru setelah ia “menyelesaikan
u r u san d en gan In ggr is”. 64 In i ad alah an cam an koson g. Kala itu
Daendels berada pada hari-hari penghabisan pemerintahannya: ia akan
digantikan oleh J an Willem J anssens pada 16 Mei, yang m em peroleh
jabatannya berkat restu Kaisar Napoleon dan putri tirinya, Hortense de
Beauharnais (1783– 1837), istri Raja Louis di Belanda (Stapel 1941:79).
Tentaranya yang belang-bonteng dengan serdadu asal daerah setempat
kelak terbukti bukan tandingan bagi 11.0 0 0 prajurit m atang tem pur
yang berasal dari resimen-resimen garis depan Inggris, batalion-batalion
sepoy Benggala, satuan-satuan artileri Madras, yang bahkan waktu itu
sedang bersiap-siap di Malaka untuk penyerbuan ke J awa pada awal
Agustus.65

Runtuhny a pem erintahan Belanda-Prancis


Selagi Yogya berada di ujung tanduk perang saudara dan ancaman pe-
nyerbuan semakin nyata, pemerintahan Belanda di J awa mengalami per-
ubahan yang berarti. Pada jam tujuh pagi 27 Februari 1811, kabar “yang
penting dan m enggem birakan” sam pai di Yogya m engenai proklam asi

Ia tampaknya sudah meninggal pada awal 1812.


63 Dj.Br. 41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 28 Sapar 1738 J (25-
3-1811 M) (pengakuan atas meningkatnya jumlah perampokan sejak J anuari 1811 di kawasan inti
Mataram dan pengirim an seorang Bupati Yogya, Raden Tum enggung Cokrodiwiryo II, untuk
m enyelidikinya); Raja Putro Narendro (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 9
Rabingulakir 1738 J (4-5-1811 M) (yang m em bantah dugaan bahwa ayahandanya terlibat dalam
peram pokan itu); Baud 30 6, W.H. van IJ sseldijk (Yogyakarta) kepada H.G. Nahuys van Burgst
(Yogyakarta), 22-10 -1816 (tentang tajam nya kenaikan jum lah peram pokan sejak 1811– 1812 “di
bawah dinding Kota Semarang dan di dalam asap keraton-keraton”).
64 Dj.Br. 41, Raja Putro Narendro (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 9 Rabingulakir
1738 J (4-5-1811 M).
65 Poensen 190 5:255; Abdullah 1970 :8 6– 7; Stockdale 18 12:2– 3, 6, yang m engungkapkan bahwa
bacaan-indo.blogspot.com

Divisi Pertama pasukan ekspedisi Inggris di bawah pimpinan Kolonel Robert Rollo Gillespie telah
berlayar dari Madras pada 18 April dan m asuk galangan di Pinang pada 18 Mei untuk m enuju
Malaka dan tiba di sana pada 1 J uni 1811. Pasukan Benggala sudah m endarat di Malaka “enam
minggu sebelumnya”, yaitu 20 April 1811. J umlah anggota pasukan terdapat dalam Thorn 1815:17,
yang m em beri daftar 5.344 orang Eropa dan 5.777 “pribum i” dengan 8 39 pelopor atau laskar
(pasukan pandu), jadi seluruhnya 11.960 orang, 1.20 0 di antaranya jatuh sakit di Malaka dan
1.50 0 lagi tatkala tiba di J awa; jadi, hanya sekitar 9.0 0 0 sisanya yang siap tempur.
320 KUASA RAMALAN

aneksasi Belanda oleh Prancis pada 9 J uli 1810 .66 Surat kiriman Daendels
dengan pengumuman dibawa ke kadipaten oleh Danurejo II dan esoknya
suatu upacara singkat diadakan untuk menyambut peristiwa itu. “Duta”
Engelhard dan sekretarisnya, Hendrik Willem Gezelschap, dengan se-
ra gam len gkap diirin gi pen gawal berkuda n aik kereta ke kediam an
Pangeran Wali di m ana sem ua pangeran dan bangsawan sudah lebih
dulu berkum pul untuk diberitahu m engenai aneksasi itu. Kem udian
satu di antara resim en kawal kerajaan, Ketanggung, m elakukan tiga
tem bak an bedil sebagai tanda bagi serdadu di dalam benteng untuk
m e nem bak kan m eriam . Tanda ini langsung disam but dengan gelegar
per senjataan meriam Sultan dari pojok-pojok baluarti keraton. Tatkala
gema tembakan tak terdengar lagi, tos diangkat demi kesehatan “Yang
Mulia, Kaisar Pran cis, Raja Italia, Pelin dun g Perhim pun an Tan ah
Sungai Rhine [Rhineland], Penengah Konfederasi Swiss”—segala gelar
yan g diharapkan m em bawa m akn a yan g sam a besar kepada oran g
J awa yang berkum pul di sana, seperti sejum lah pernyataan Daendels
yang khidmat sebelum itu mengenai “Kemaharajaan paling berkuasa di
dunia” dan “Napoleon agung” yang telah sangat mengharu-biru perasaan
para patih di Sem arang pada awal Oktober 18 0 8 (Bab V). Kem udian
Pangeran Wali bergabung dengan Engelhard, Sekretaris Gezelschap,
dan Pangeran Ngabehi di dalam kereta Residen untuk kunjungan sing-
kat ke dalam benteng di m ana ribuan “orang Tionghoa, Moor (orang
Asia bukan pribumi Indonesia), Melayu, dan J awa” sudah berkumpul di
tanah lapang di depan gerbang utama untuk mendengar proklamasi itu
dibacakan. Bendera Belanda diturunkan dan bendera triwarna Prancis
dinaikkan. Empat puluh lima kali tembakan penghormatan menggelegar
dari dalam benteng (Vink 1892:444– 7).
Pran cis Napoleon seka ran g m erupakan pen guasa lan gsun g atas
J awa. Untuk seterusnya se m ua pejabat sipil dan m iliter akan diwajib-
kan m en gan gkat sum pah setia kepada kaisar (Nahuys van Burgst
1858:46– 7). Tetapi tidak akan lam a lagi bendera lain akan berkibar di
Ibu Kota Mangkubum i. Tentang tanggapan orang Belanda penduduk
J awa terhadap berita bahwa tanah air mereka sudah disatukan ke dalam
la grande nation (Prancis Raya) itu, Huibert Gerard Nahuys van Burgst
(sesudahnya Residen Yogya, m en jabat 18 16– 22) m enangkap suasana
bacaan-indo.blogspot.com

66 Vin k 18 92:444. Berita itu—dirujuk dalam surat Daen dels sebagai “gew igtige en heuchelijke
tijding”—terdapat dalam sepucuk surat dari Marsekal kepada Pangeran Wali bertanggal 2-2-1811.
Keterangan Vink berdasarkan surat Pieter Engelhard, kepada Daendels dari 2 Maret 1811, yang
tidak lagi terdapat dalam arsip keresidenan.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 321

hati m ereka ketika ia m enulis: “Bagi sebagian besar [orang] berita itu
menimbulkan rasa tertekan dan ber duka” (Nahuys van Burgst 1858:47).
Dua orang di antara penguasa Yogya yang tidak hadir dalam upacara
ben dera itu dan yang merasa perubahan kekuasaan politik tidak terjadi
cukup dini adalah Pangeran Notokusumo dan putranya, Notodiningrat.
Akhir Desem ber 1810 , m ereka dibawa dengan pengawalan bersenjata
dari Yogya ke Sem arang dan kem udian lewat darat ke Sum edang dan
Bogor terus ke Batavia. Di Batavia, mereka ditahan: pertama di benteng
Daendels di Meester Cornelis dan kem udian di rum ah tinggal biasa di
Kabupaten Kantor Baru, Batavia.67 Menurut Daendels (1814:97 catatan
1), rencana mengasingkan mereka ke Benteng Rotterdam di Makassar—
tem pat pengasingan Diponegoro kem udian (1833– 1855) (Bab XII ba-
gian dua)—tidak bisa dilaksanakan karena ketatnya kepungan Inggris
di laut. Sebab itulah, m ereka dikirim ke Cirebon di m ana m ereka di-
tem patkan di bawah pengawasan pejabat kepala daerah (landdrost),
Matthijs Waterloo. Karen a pern ah m en jadi residen Yogyakarta, ia
kenal baik dengan kedua orang tersebut selam a ia berada di ibu kota
ke sultanan itu.68 Penyelidikan pemerintah tentang apakah pangeran itu
dan putranya patut dikembalikan ke Yogya menghasilkan jawaban yang
tegas-tegas m enolak dari Pangeran Wali, Patih, dan para anggota go-
longan karajan, yang tidak menutupi pendapat mereka bahwa mereka
m enghendaki keduanya m ati.69 Sebaliknya, Sultan Sepuh dilaporkan
sangat berharap bahwa jika serbuan Inggris terus berlanjut, Notokusumo
dan putranya akan diperbolehkan kembali ke ibu kota.70
Mungkin saja Pangeran Wali dan kelompoknya berhasil membujuk
Daendels agar dua tokoh Yogya itu diperlakukan dengan keras. Sudah
dike tahui dari surat-surat keresidenan, bahwa tim bul desas-desus pa-
da akhir April 1811 bahwa Notodiningrat sudah kem bali ke Yogya. Hal
ini memancing bantahan yang tegas dari Waterloo di Cirebon.71 Ia me-
negaskan bahwa keduanya, Notokusumo dan putranya, masih ber ada di
bawah pengawasannya, tapi karena besarnya jumlah bahan ter tulis yang
terdapat dalam bagasi m ereka, keduanya dipisahkan dan d item pat kan

67 Poensen 190 5:231; Dj. Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 21-
6-1811.
68 Poensen 190 5:238– 42; B.Ng. I:218, LV.24– 9.
bacaan-indo.blogspot.com

69 Dj. Br. 22, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 11-9-1811.
70 Dj.Br. 41, Raja Putro Naren dro (Yogyakarta) kepada Pieter En gelh ard (Yogyakarta), 10
Rabingulakir 1738 J (4-5-1811 M).
71 Dj.Br. 39, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Danurejo II (Yogyakarta), 12 Rabingulakir
1738 J (5-5-1811 M); Dj.Br. 41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta),
13 Rabingulakir 1738 J (6-5-1811 M), yang m erujuk pada surat kirim an Matthijs Waterloo dari
Cirebon, 30 -4-1811.
322 KUASA RAMALAN

di ruangan sel yang berbeda di penjara bawah tanah di benteng Cirebon.


Di situ keduanya terjangkit “demam malaria berat”. Lima orang pelayan
m ereka yang perem puan (satu di antaranya seorang Tionghoa), yang
m en dam pin gi m ereka sejak dari Yogya, juga sudah dipisahkan dari
m ereka.72 Menurut tem an Waterloo, Nahuys van Burgst, yang waktu
itu m en um pang di kediam an pejabat daerah (landdrost) itu tatkala
ia bertugas sebagai seoran g an ggota J awatan Kehutan an Daen dels,
laporan Waterloo pada “dem am m alaria berat” m erupakan bagian
siasat menunda-nunda yang sengaja diciptakan oleh dua pejabat tinggi
Belanda itu untuk mencegah kedua tahanannya dihukum mati. Mereka
telah m em perhitun gkan akan dapat m em perpan jan g waktu de n gan
mengatakan bahwa matinya kedua tokoh lapisan atas Yogya itu se cara
mendadak akan menimbulkan akibat buruk di keraton Sultan. Ka rena nya
laporan-laporan m enyebutkan bahwa Notokusum o dan Notodiningrat
sakit parah sehingga tak m em punyai harapan lagi, dan akhirnya—jika
tiada lagi cara lain untuk menunda-nunda—masa pengasingan mereka
sudah bisa berakhir (Nahuys van Burgst 18 58 :49– 52; Van Kesteren
1887:130 5 catatan 1; Louw dan De Klerk 1894, I:36 catatan 1).
Sem ua ini untuk m elawan perintah rahasia Daendels yang dikirim
ke Cirebon pada 20 April. Perintah itu tertuang dalam surat yang ditulis
dengan tangannya sendiri pada secarik kecil kertas dan diselipkan dalam
surat yang berasal dari wakilnya, J .A. van Braam, kepada Waterloo, yang
berbunyi (Van Polanen 1816:264; Poensen 190 5:249) sebagai berikut:

Notto Coesoem o [Notokusum o] dan Notto Diningrat [Notodiningrat]


m erupakan satu-satunya pendukung Kentjono Woelang [Ratu Kencono
Wulan] yang m engendalikan dia. Pem erintah tidak bisa secara terbuka
m enghukum m ati m ereka, tapi ingin m endengar bahwa m ereka sudah
tidak ada lagi.

Menurut babad Pakualaman, istri Van Braam-lah, Ambrosina Wilhelmina


binti van Rijck, yang berhasil membuat Daendels berjanji agar kedua
tokoh tersebut dihukum mati berkat pengaruh pribadinya atas Guber-
n ur-J en deral itu. 73 Laporan lain berisi n asihat yan g diterim a dari
En gelhard yan g m en ekan kan betapa “san gat berbahayan ya” kedua
tokoh itu terhadap kedamaian di Keraton Yogya (Van Polanen 816:263).
bacaan-indo.blogspot.com

72 Dj.Br. 41, Danurejo II (Yogyakarta) kepada Pieter Engelhard (Yogyakarta), 13 Rabingulakir 1738 J
(6-6-1811 M) sangat mendesak agar mereka jangan dikembalikan ke Yogya tapi tetap dibiarkan di
bawah pengawasan ketat di Cirebon.
73 Poensen 190 5:239, 242– 52; Bab V catatan 141.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 323

Barangkali Daendels tidak memerlukan saran dari luar dan diam-diam


sudah m em utuskan un tuk m en yin gkirkan kedua tokoh ban gsawan
Yogya itu sebelum m ereka bisa dim anfaatkan oleh Inggris m enyusul
keberhasilan serbuan mereka. Terlepas mana yang betul, keadaan kedua
orang tahanan itu tam paknya tanpa harapan. Hanya siasat m enunda-
nunda yang dilakukan oleh Landdrost Waterloo, dengan dukungan dari
tem annya Nahuys, yang m en jam in agar hukum an m ati m ereka dapat
dihindarkan sampai Gubernur-J enderal yang baru, J .W. J anssens, tiba
untuk menggantikan Daendels pada 16 Mei.74 Baik Notokusumo maupun
putranya tidak akan pernah memaafkan Pangeran Wali karena perannya
dalam pengasingan mereka selama setahun itu dan hukuman mati yang
hampir mengakhiri hidup mereka. Rasa permusuhan yang sengit dalam
hati m e reka akan jadi sum ber kecurigaan yang m eracuni hubungan
antara Pakualaman dan Keraton Yogya selama pemerintahan Pangeran
Wali sebagai Ham engkubuwono III (1812– 1814) dan lam a sesudah itu
se panjang abad kesembilan belas (Carey 1992:458– 9 catatan 286, 288).
Datangnya J anssens membawa liberalisasi yang penting dalam pe-
m e rin tahan Daen dels, dan sifat J an ssen s yan g jujur m en im bulkan
per bedaan tajam den gan kegan asan pen dahulun ya. 75 Suatu n askah
Melayu, Hikay at Mareskalek, m enyebut Gubernur-J enderal baru itu
se bagai seorang “penguasa yang budim an dan ayah yang penyayang”
(Van Ronkel 1918:872). Selama kekuasaan J anssens yang singkat itu, ia
m engam bil sejum lah prakarsa penting, seperti m em bentuk sistem pe-
latih an baru pada 20 J uli 1811 untuk pejabat muda Eropa di J awa, yang
dikenal dengan élèv es v oor het civ iele (siswa calon pegawai negeri),
kelak akan dinamai élèves voor de Javaansche taal (siswa bahasa J awa;

74 Tatkala kabar mengenai penggantian Daendels sampai ke J awa pada akhir April, Waterloo telah
menulis surat untuk menanyakan apakah perintah Marsekal itu masih berlaku. “Tentu saja”, begitu
tulis Daendels dalam nota tulis-tangan lain yang dikirim kepada Van Braam yang dilam pirkan
dalam surat pada 3 Mei, “hukuman mati masih menunggu saat pelaksanaannya, sedang keadaan
[dengan tibanya J anssens] tidak mengubah apa-apa” (Van Polanen 1816:256). J anssens mendarat
di J awa timur pada suatu hari dalam minggu kedua bulan Mei dan mengambil alih kekuasaan dari
Daendels pada 16 Mei, Nahuys van Burgst 1858:50 – 2; Stapel 1941:79.
75 NA, kum pulan dokum en pribadi G.K. van Hogendorp 147b, “Mem orie van Dirk van Hogendorp
over de geschiktheid van Gen eraal J an ssen s; Reden eren de m em orie te on derzoeken of de
Generaal J anssens geschikt is om also gouverneur-generaal naar Oost-Indiën gezonden te worden”
(Mem orandum dari Dirk van Hogendorp tentang kepantasan J enderal J anssens: Sebuah nota
beralasan yang m em pertim bangkan kalau J enderal J anssens pantas dikirim ke Hindia sebagai
gubernur-jenderal) (seterusnya Dirk van Hogendorp, “Mem orie”), t.t. (sekitar 1814). Meskipun
bacaan-indo.blogspot.com

mengakui eerlijkheid (kejujuran) J anssens, Van Hogendorp melapor bahwa J anssens sama sekali
tidak cocok dikirim kan sebagai gubernur-jenderal pada 1816: 1. Ia tidak berpendidikan sebab
ia adalah putra seorang perwira; 2. Ia berwatak lem ah dan kurang percaya diri m elaksanakan
rencana-rencananya; 3. J ika dikecam ia bisa m erasa panas dan gam pang m arah (driftig); 4. Ia
tidak bisa bahasa Melayu sepatah kata pun dan tidak mengenal adat-istiadat setempat; 5. Ia tidak
memahami watak orang dan tidak punya darah dingin yang perlu untuk memerintah suatu negeri
jajahan yang besar (berbeda dengan Daendels).
324 KUASA RAMALAN

Van der Chijs 18 95– 97, XVI:715– 7; H ouben 1994:119– 22). Nam un
langkah-langkah seperti itu sedikit saja pengaruhnya mengingat ia telah
m e warisi pem erintahan Daendels yang m acet, dan m em angku jabatan
gubernur-jenderal hanya untuk secara terpaksa memimpin penyerahan
J awa kepada Inggris. Ini kali kedua selam a berkiprah sebagai pejabat
tinggi kolonial J anssens harus mengalami penghinaan semacam itu.76
Meskipun Daendels sudah banyak berbuat untuk menata pertahan an
militer Pulau J awa dan menambah jumlah tentara, keuangan peme rintah
sangat parah. Pasokan m ata uang perak sudah habis dan pem buatan
mata uang tembaga dengan nilai yang diciutkan di pabrik baru Daendels
di Tawangsari, Surabaya, telah menyebabkan lenyapnya mata uang yang
baik dari pasar-pasar setempat.77 Inlasi yang ditimbulkan menyebabkan
penderitaan besar bagi penduduk setempat, khususnya di daerah-daerah
kerajaan di mana orang-orang Tionghoa pemborong pemungutan pajak
m engalihkan m ata uang perak ke pasisir dan m em biarkan m ata uang
yang sudah m erosot nilainya m uncul lagi dalam peredaran. 78 Orang
J awa pedagang mata uang di Kota Gede tampaknya “meraup untung” ju ga
dari keadaan itu dengan mencetak mata uang logam untuk dieks por.79
Pada saat yang sam a, kepungan Inggris m encegah penjualan kopi,
produk ekspor utam a pem erintah Belanda-Prancis, dan pada J uli 1811
hanya 8 4.0 0 0 dolar Spanyol yang tersisa dalam perbendaharaan pe-
m erintah dengan tunggakan utang kepada para bupati di J awa barat
un tuk penjualan wajib produk pertanian yang seluruhnya m encapai
30 0 .0 0 0 dolar Spanyol. J anssens memperingatkan Engelhard bahwa ia
takut akan timbul kerusuhan luas kecuali utang tersebut segera dibayar

76 J anssens terpaksa m enyerahkan Tanjung Harapan atau Cape Colony (Koloni Belanda di Afrika
Selatan) kepada Inggris pada 23 J anuari 18 0 6 tatkala, m enurut Van H ogendorp, “ia panik”
walaupun segi-segi m iliter terencana dengan baik, Dirk van Hogendorp, “Mem orie”, t.t. (sekitar
1814); Stapel 1941:79.
77 De Haan 1910 – 12, I-2:97, Ong Tae-hae 18 49:20 ; Dj.Br. 3, F.G. Valck, “Algem een Verslag der
Residentie Djokjokarta over het jaar 18 33” (Laporan Um um tentang Keresidenan Yogyakarta
untuk tahun 1833), 30 -11-1834 (tentang penduduk Yogya yang menolak duit tembaga (duit merah)
yang ditempa di pabrik mata uang baru Daendels di Tawangsari (Surabaya) karena penciutan nilai
mata uang selama 1808–1811). Lebih jauh lihat IOL Eur F148/4 (Rafles-Minto collection vol. 4),
173–4, T.S. Rafles, “Memorandum on currency and coin [in the Indies]” (Memorandum tentang
m ata uang dan uang logam [di Hindia Belanda]), Melaka, J anuari– Februari 1811; Netscher dan
Van der Chijs 1864:225– 6; Louw dan De Klerck 190 4, III:60 0 (tentang penduduk daerah kerajaan
yang menolak mata uang tembaga baru yang ditempa di Belanda selama Perang J awa); Crawfurd
1971:286; Carey 1980 :199– 20 0 .
78 Thorn 1815:20 4– 5; Dj.Br.3, F.G. Valck, “Algemeen Verslag der Residentie Djokjokarta over het jaar
bacaan-indo.blogspot.com

1836” (Laporan Um um tentang Keresidenan Yogyakarta untuk tahun 1836), 31-3-1837 (tentang
ekspor mata uang tembaga dan perak dari Yogya). Lebih jauh lihat Bab IX catatan 90 .
79 Dj.Br. 27, J .W. J anssens (Batavia) kepada Pieter En gelhard (Yogyakarta), 30 -6-18 11; Pieter
Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 12-7-1811. Mengenai percetakan m ata
uang logam milik kerajaan di Kota Gede, lihat AN, Exh. 17-2-1841 no. 16; dan tentang pengadaan
m ata uang J awa abad ketujuh belas serta kedelapan belas, lihat Netscher dan Van der Chijs
1864:141– 7.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 325

dan m endesak Residen itu agar m engusahakan pinjam an dari Sultan


Sepuh atau Patih seban yak 50 0 .0 0 0 dolar Span yol, atau sekuran g-
ku ran gn ya 30 0 .0 0 0 . “Berikan Sultan [Sepuh] itu hak istim ewa apa
saja sebisa Anda, tapi jangan biarkan dia m em punyai terlalu banyak
pengaruh terhadap urusan kerajaan,” begitu Gubernur-J enderal baru
itu me nya rankan.80
Bagaim ana Engelhard akan m erundingkan pinjam an de ngan be-
kas Raja itu, yan g m asih m em egan g erat tali pun di-pun di Yogya,
tanpa mem biarkannya kembali ke kedudukannya yang semula sebagai
penguasa menurut hukum (de jure), tidak dikatakan oleh J anssens. Na-
m un sekalipun hanya isyarat bahwa pem erintah Belanda-Prancis baru
itu sekaran g bergan tun g pada Yogya dalam hal keuan gan agar bisa
bertahan , pastilah m em buat Sultan Sepuh itu bagai m acan tum buh
sayap. Pemerintahan J anssens tidak hanya sulit untuk menang terhadap
ser buan Inggris, begitulah Sultan Sepuh itu m em pertim bangkan, tapi
juga bahwa tidak begitu lam a lagi dia akan bisa m erebut kem bali ke-
kuasa an penuh sebagai Sultan.81 Dengan dem ikian dia tidak sulit m e-
nolak permintaan Gubernur-J enderal itu.
Bahwa gelagat serba perubahan besar sedang tim bul tam paknya
te cerm in juga pada peristiwa alam tatkala gunung berapi J awa tim ur,
Gu nung Kelud, m eletus. Gem pa hebat dan sem buran debu serta pasir
yang m enyertai ledakan itu m enyelim uti J awa tengah-selatan selam a
ber hari-hari yang mengubah siang jadi malam.82 Gelagat lain datangnya
per ubahan politik adalah surat-surat berbahasa Melayu yang dikirimkan
oleh yang sesudahnya menjadi Letnan-Gubernur-J enderal Inggris untuk
J awa, Thom as Stam ford Rafles (memerintah 1811–1816), dari Melaka
kepada para raja Nusan tara, term asuk Surakarta dan Yogyakarta.8 3
Surat-surat tersebut m encanangkan bahwa Inggris akan datang m e-
no long m ereka untuk m en gakhiri segala hal yang berkaitan dengan
Belanda dan Prancis di J awa serta daerah-daerah Nusa Tenggara Timur.

80 Dj.Br. 22, J .W. J an ssen s (Batavia) kepada Pieter En gelhard (Yogyakarta), 15-7-18 11, Pieter
Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 22-7-1811. Teh dan gula juga produk
ekspor yang penting waktu itu.
81 Dirk van Hogendorp, “Memorie”, t.t. (sekitar 1814).
82 Dj.Br. 27, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 28-6-1811; IOL Mack.
Pr.2, “Surakarta Sengkala list” (Daftar Sengkala Surakarta), 186, 4 J um adilakir 1738 J (6-7-1811
bacaan-indo.blogspot.com

M) tentang hujan abu dari Gunung Kelud yang menutupi Surakarta.


83 Rafles 1830:31–2; Boulger 1892:90–1; Adam 1971:xii, 62; Carey 1980:201–2; UBL BPL 616,
Port. 4 pt. 10 , C.F. Krijgsman (Penerj.), “Het geheime verhandelde in de bijeenkomst van eenige
rijksgrooten ” (Pem bicaraan rahasia dalam pertem uan pejabat tin ggi keraton ) (seterusn ya:
Krijgsman, “Het geheime verhandelde”), Surakarta, 23-9-1811; BL Add MS 45272 (surat-menyurat
rahasia antara Rafles dan Lord Minto, Januari–Maret 1812), T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia)
kepada Lord Minto (Kolkata), 21-1-1812.
326 KUASA RAMALAN

Sejauh menyangkut Sultan, surat Rafles berisi janji bahwa martabat n ya


sebagai raja akan dipulihkan sepenuhnya sesuai dengan adat-istiadat
yan g ada sebelum n ya. J an ji Raffles in i m en ggulin gkan perubahan -
perubah an yang telah diadakan oleh Belanda dan Prancis. Selain itu,
para raja diminta dengan sangat agar tidak lagi mengikat perjanjian apa
pun dengan Belanda tapi menunggu kedatangan Inggris di J awa.84
Surat-surat Rafles, yang sampai di Surakarta lewat kepala cabang
utama keluarga kerajaan Cirebon, Sultan Kasepuhan, dan sang Ngabehi
Dayeuhluhur, suatu kabupaten wilayah Kesunanan Surakarta di sebelah
utara Banyum as, m em buka pintu bagi suatu hubungan rahasia antara
keraton-keraton J awa tengah-selatan yang akan berlanjut hingga hampir
jatuhnya Yogyakarta pada 20 J uni 1812.85 Hubungan-hubungan tersebut
dipelihara lewat dua saluran yang berbeda: pertama, lewat komunikasi
rahasia antara Patih Surakarta, Raden Adipati Cokronegoro, dan orang
kepercayaan Sultan, Raden Tumenggung Sumodiningrat, yang diadakan
pada akhir September 1811 tatkala surat Rafles 20 Desember 1810
diteruskan ke Yogya.86 Kedua, lewat hubungan-hubungan yang dibuka
melalui sejumlah santri keraton, khususnya yang baru pulang dari naik

84 Carey 1980 :20 1– 2, bagian-bagian naskah Melayu yang terkait berbunyi sebagai berikut: "dengan
pertolongan Kompeni Inggris akan membuangkan sekali-sekali segala Holandis dan Perangis [sic]
yang di dalam Tanah J awa sekaliannya dan segala negeri timur, karena beta hendak memulangkan
segala martabat kebesaran sahabat beta dan kelabaan seperti ngadat yang dahulu-hulu dan tiada
beta m em buat bagaim ana sekali seperti ngadat Holandis itu […] dan apabila sahabat beta telah
mendapat ini melainkan janganlah sahabat beta membuat surat perjanjian lagi dengan Holandis
sekedar sahabat beta bernantikan orang Inggris datang ke J awa".
85 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 111-2, 124; IOL, J ava Separate Consultations, G21/ 39, 8 -3-18 14,
Extract of the Proceedings of the Governor-General in Council, 2-10 -1813, 174, 183 (tentang awal
surat-menyurat rahasia pada Agustus 1811 dan asal-usulnya dengan Pakubuwono IV).
86 Surat-menyurat itu dimuat dalam IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection vol. 24), pts. A-E,
“Translations of secret correspondence” (Terjem ahan dari surat-m enyurat rahasia) (seterusnya:
“Secret correspondence”). Lebih jauh lihat Carey 1980 :54– 70 . Asal-usul kontak itu disebut-sebut
dalam pt. G, no. 23, “Inform ation given to Mr [Harm an Warner] Muntinghe by Raden Tjokro
Negoro, the late prim e m inister of Surakarta (t.t., sekitar 18 -7-18 12)” (Inform asi yang diberi
kepada Tuan [Harm an Warner] Muntinghe oleh Raden Cokronegoro, m antan Perdana Menteri
Surakarta) (seterusnya: “Inform ation given to Mr. Muntinghe”), dan no. 25, “Abstract of letters
found in the house of the Raden Dipati [Raden Adipati Cokronegoro]” (Ringkasan surat-surat yang
ditemukan di kediaman Raden Adipati [Cokronegoro]), no. 8, Raden Tumenggung Sumodiningrat
(Yogyakarta) kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), t.t.; Carey 198 0 :55– 6, di m ana
Cokronegoro m engungkapkan bahwa ia telah m em ilih Sum odiningrat sebagai penerim a surat
karena dialah satu-satunya Bupati Yogya yang dia temui dan karena dia berada pada kedudukan
yang m em buatnya bisa secepat m ungkin m enyam paikan pesan kepada Sultan. Tugas m em bawa
lan gsun g surat-surat tersebut dipercayakan kepada para pejabat keraton tin gkat ren dah:
Ngabehi Ronowijoyo dari kepatihan Surakarta, dan bawahan Sumodiningrat, Kiai Nitim enggolo
dan Ngabehi Kertoleksono, sebagaim ana juga patih kadipaten, Ngabehi J oyosentiko. S.Br. 55,
P.H. van Lawick van Pabst, “Nota betreffende de conspiratie van de hoven van Soerakarta en
Djokjokarta tegen de Britsche Gouvenement in 1812” (Catatan tentang persekutuan antara Keraton
bacaan-indo.blogspot.com

Surakarta dan Keraton Yogyakarta melawan Inggris) (seterusnya: Van Pabst, “Nota betreffende de
conspiratie”) 13-6-1827, menyebutkan bahwa dua di antara pembawa surat itu berasal dari Desa
Deresan, yang m erupakan bagian tanah-jabatan Sum odiningrat di arah selatan Yogya. Mereka
adalah yang sudah disebut Kertoleksono, seorang panewu Keparak (yang m eninggal sebelum
Perang J awa) dan Ngabehi Gunosemito, seorang perwira (lurah) resimen Ketanggung, orang dekat
kepercayaan Ham engkubuwono II ketika dia m asih m erupakan putra m ahkota sebelum 2 April
1792.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 327

Gambar 30. Jan-Willem Janssens (1762–1838), Gubernur Tanj ung Harapan


(Koloni Belanda di Afrika Selat an) (1803–1806) dan Jawa (Mei–Sept ember
bacaan-indo.blogspot.com

1811). Lukisan karya Jan Willem Pieneman (1779–1853). Fot o seizin


Rij ksmuseum, Amst erdam.
328 KUASA RAMALAN

haji, yang terus-m enerus m em berikan inform asi kepada raja-raja m e-


nge nai berbagai perkem bangan dan bahkan m em bawa sendiri pesan-
pesan mereka kepada raja-raja di Bali dan Nusa Tenggara Timur.87 Me -
nurut kesaksian Cokronegoro, Sultan telah m em bisikkan kepada utus -
an rahasianya, Haji Ibrahim , agar dirinya m engusulkan kepada Sunan
untuk tidak m enyatakan berpihak kepada Inggris atau Belanda pa da
saat timbulnya kepastian hasil serbuan Inggris. Ia memberi saran agar
Sultan bertin dak serupa. 8 8 Pastilah bahwa Sultan Sepuh diam -diam
ber harap bahwa bila pem erintah Belanda-Prancis runtuh, ia akan bisa
me raih kembali kekuasaan penuh dalam pemerintahan Yogya. Sesung-
guh nya, ia telah mendapat dorongan dari Rafles sendiri untuk berharap
de mikian.
Sementara itu, serbuan Inggris pun terjadilah. Pada 3 Agustus, ar-
m ada pendaratan m ereka yang terdiri dari 57 kapal angkut dan kapal
tem pur muncul di lepas pantai Batavia dan pasukannya mulai mendarat
di pelabuhan nelayan di Cilincing. Pada 8 Agustus kota tua di Batavia
telah jatuh. J an ssen s bertahan bersam a sebagian besar serdadun ya
di Meester Cornelis (J atinegara), benteng besar yang dibangun oleh
Daendels tepat di luar Weltevreden, tapi jelaslah bahwa pertahanan itu
akan sulit m engingat Inggris m em iliki keunggulan m iliter yang besar
(Thorn 1815:16– 32; Stockdale 1812:15– 7; Aukes 1935:31– 2).
Berita mengenai se rangan Inggris diterima dengan suam-suam kuku
di Yogya. “Keraton sangat tenang,” tulis Engelhard, “sejauh bisa saya
simpulkan, munculnya begitu banyak kapal Inggris tidak tampak sedikit
pun m enim bulkan kesan.” Nyatanya, Sultan Sepuh kelihatannya lebih
tertarik memamerkan pasukan Srikandinya di alun-alun selatan daripada
m encari tahu lebih jauh keadaan m iliter di Batavia di m ana J anssens
sedan g dikepun g di Meester Corn elis. 8 9 Pada 15 Agustus, diirin gi

87 Carey 198 1a:262 catatan 110 (tentang Kiai Mojo yang m em bawa surat-surat Pakubuwono IV
kepada Raja Buleleng di Bali); Carey 1980 :55 catatan 1; Bab II catatan 27 (tentang Haji Ngali
Ibrahim , seorang perdikan Keraton Yogya, pem uka agam a yang m endapat tunjungan dari ke-
ra ton, yang bertugas sebagai seorang utusan rahasia H am engkubuwono II ke Surakarta dan
yang kemudian punya hubungan dengan para Sultan di Bima (Sumbawa) dan Tidore); IOL, Eur
F148/ 24, “Secret correspondence”, pt. E, Raden Tumenggung Sumodiningrat (Yogyakarta) kepada
Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), 28 Dulkangidah 1738 J (14-12-1811 M) (m erujuk pada
santri ke dua Keraton Yogya, Haji Muhamad Saleh, yang bertindak sebagai pembawa pesan). Lihat
juga S.Br. 55, Van Pabst, “Nota betreffende de conspiratie”, 13-6-1827, yang menyebut Haji Ibra-
bacaan-indo.blogspot.com

him yang berasal dari kampung Pringgodani di Yogya dan putra Haji Sleman (Suleiman) dari desa
Wonosari, lebih jauh lihat S.Br. 87, “Relaas gegeven door den Raden Brongtokusumo” (Laporan
yang dibuat Raden Brongtokusum o), Yogyakarta, 13-5-1823. Ia dipercaya oleh kedua raja dan
punya jalur kepada keduanya. Carey 1980 :18– 9, tentang Kiai Abdulsalam yang membawa berita
kepada Hamengkubuwono II tentang perkembangan politik di Cirebon sesudah pergolakan 180 2.
88 IOL, Eur F148/ 24, pt. G no. 23, “Information given to Mr Muntinghe”.
89 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Meester Cornelis), 12-8-1811.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 329

sejum lah pangeran dan pejabat Yogya, bekas Sultan itu m enghadiri
suatu acara di Wisma Residen bersama dengan putranya, Pangeran Wali,
untuk m erayakan hari kelahiran Kaisar Napoleon. “Tokoh tua itu luar
biasa senangnya” (bijzonder w el), Engelhard m elaporkan, walaupun,
seperti sudah kita singgung, Pangeran Wali yang menyandang tanda jasa
dari Belanda m em buatnya sangat jengkel.90 Sem entara itu, dilakukan
persiapan untuk mengirim pasukan ke Semarang bila perlu.
Berita tentang jatuhnya Meester Cornelis pada 26 Agustus setelah
pertempuran sengit di mana Inggris menderita korban 550 orang guna
menghancurkan pasukan pertahanan J anssens, diteruskan ke Yogya me-
lalui panglim a divisi Sem arang, Brigjen F.C.P von Winckelm ann, pada
1 September. Kiriman berita kali ini juga mencakup keterangan bahwa
J anssens telah m em indahkan pem erintahnya ke Sem arang. 91 Korban
tewas di pihak Belanda-Prancis di Meester Cornelis begitu tinggi—lima
puluh persen dari serdadu Eropa dan Am bon serta lebih tinggi lagi
untuk pembantu serdadu J awa dan Madura—sehingga kabar angin yang
sam pai ke daerah kerajaan waktu itu adalah bahwa pasukan India–
Inggris yang menang itu mengamuk dan bertindak luar biasa kejamnya.
Mereka dikabarkan m enghancurkan apa saja yang berada di hadapan
me reka dan sama sekali tak memberi ampun (Aukes 1935:35).
Pada h ari jatuh n ya Meester Corn elis, Lord Min to, Gubern ur-
J en d er al In d ia (m en jabat 18 0 7– 18 13), yan g telah m en d am pin gi
ekspedisi ke J awa, m en ge luar kan m aklum at yan g m en gedepan kan
kaidah-kaidah liberal dan pen cerahan yan g akan m en jadi lan dasan
pem erintahan Inggris. Secara khu sus ia m enjanjikan perbaikan nasib
bagi masyarakat J awa:

90 Catatan 40 . Sesudah penyatuan Belanda dan Prancis, 9 J uli 1810 , tanda jasa ini diberi nama baru,
“Orde van de Reunie” (“Bintang J asa Penyatuan”).
91 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Batavia), 1-9-1811. Serdadu Inggris
yang tewas dan luka-luka yang mencapai 550 orang itu mencakup juga 48 perwira dan merupakan
seperlim a jum lah anggota pasukan penyerbu; korban di pihak J anssens jauh lebih besar lagi:
6.0 0 0 serdadu ditawan, di antaranya 250 perwira, term asuk di dalam nya dua orang jenderal;
280 pucuk meriam dirampas (1.50 0 pucuk semuanya selama pertempuran), Thorn 1815: 41– 63,
10 8; Aukes 1935: 33. Tentang tingginya korban jatuh di pihak Belanda-Prancis, lihat Nahuys van
Burgst 1858:60 – 1; Dj.Br. 1911, De Stuers, “Inleiding”, t.t. yang memberi angka yang tewas dalam
semua pertempuran sebanyak 9.60 0 serdadu yang Eropa dan Ambon (dari 21.50 0 serdadu yang
dikerahkan), 1.715 serdadu yang J awa dan Madura (dari 2.296 serdadu yang dikerahkan) dan 60 9
pembantu serdadu dari keraton-keraton (dari 12.577 orang yang dikerahkan). Sebagian besar yang
termasuk dua kelompok tersebut duluan tewas di Meester Cornelis, jumlah yang terhitung tinggi
bacaan-indo.blogspot.com

sekali karena m encakup ham pir 50 dan 80 persen jum lah yang dikerahkan. Mereka dikenang
selam anya den gan nam a yang diberikan pada tem pat m ereka yang tewas itu dikebum ikan:
Rawa Bangke (Schoel 1931:313) karena kuburan massal buat korban yang orang Belanda-Prancis
dan pribum i buru-buru digali dan ditim bun, percakapan pribadi, m endiang Ibu Dra Param ita
Abdurrachman, anak dari Bupati Meester Cornelis yang terakhir zaman Hindia Belanda, J akarta,
Oktober 1976. Daerah itu sekarang dinam akan Rawa Bunga yang berletak sedikit di utara J alan
Basuki Rachmat antara J atinegara dan Kampung Melayu.
330 KUASA RAMALAN

Gambar 31. Gilbert Elliot -Murray-Kynymound, Lord Mint o pert ama (1751–
1814), Gubernur-Jenderal India (menj abat Juli 1807–Okt ober 1813), yang
bacaan-indo.blogspot.com

menyert ai ekspedisi Inggris ke Jawa pada 1811. Fot o karya George Chinnery
(1774–1854) yang dibuat di Kolkat a akhir 1811 at au pada awal 1812, yang
memperlihat kan dia mengenakan j ubah bangsawannya dengan pet a-pet a
Jawa, Bourbon, dan Maurit ius, t iga pulau di Laut Hindia yang dia rebut dari
Prancis ant ara 1810 dan 1811. Fot o seizin Nat ional Port rait Gallery, London.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 331

Sekarang penduduk J awa sam pai pada saat yang baik tatkala m e reka
akan berada di bawah perlindungan kekuasaan yang akan m e nying-
kir kan bencana dan derita dari pantai-pantainya dan di ba wah bim -
bingan suatu pem erintahan yang adil dan berbelas-kasih yang ber-
tu juan m enyerasikan kepentingan pem erintah dengan ke am an an,
ke se jahteraan serta kebahagiaan bagi sem ua kelom pok m a sya ra kat.
Biar kanlah rakyat m em buktikan sendiri bahwa m ereka layak m en-
dapat kan sem ua hal yang baik itu dengan serta-m erta m e nun juk kan
rasa terim a kasih dan sikap patuh.92

Maklumat ini pada 6 September disusul dengan pengumuman yang


khusus ditujukan kepada raja-raja J awa tengah-selatan, yang dikirim -
kan oleh ajudan Minto, Kapten William Robison, dari Cirebon. Peng-
um um an tersebut m en yebutkan , seluruh Provin si Cirebon dan juga
“J accatra” (Batavia) serta J awa Barat sekarang berada di bawah ke ku asa -
an Inggris. Segala perlawanan selanjutnya oleh “para pelarian Prancis”
sejak kehancuran di Meester Cornelis akan sia-sia belaka, begitu bu nyi
pengumuman itu. Karena itu, raja-raja jangan sampai tertipu oleh “para
duta” di keraton mereka untuk memberikan bantuan lebih jauh kepada
J anssens; sebaliknya mereka selayaknya memahami bah wa Lord Minto
m en gin gin kan hubun gan baik den gan m ereka. 93 Dira gukan bahwa
pengum um an ini bisa m engubah kesetiaan Keraton Yogya. Pangeran
Wali terutama khawatir bahwa segala perubahan politik yang mendadak
akan memperparah kedudukannya yang sudah rawan, dan waktu inilah
En gelh ard m en yebut-n yebut “ketakutan n ya yan g sulit dim aklum i
terh adap ayah an dan ya”. Dalam pem bah asan yan g ber lan gsun g di
kadipaten mengenai jumlah tentara yang harus dikerahkan untuk mem-
bantu J anssens di Sem arang, jelaslah bahwa Pangeran Wali tidak bisa
memutuskan apa-apa tanpa persetujuan ayahandanya.94
Pada 4 Septem ber, sebanyak 2.40 0 prajurit Yogya berangkat ke
Sem arang untuk bergabung dengan pasukan Sunan dan Prangwedono
(Mangkunegoro II) di garis pertahanan kedua J anssens di J awa tengah.95
Nam un kedudukan Belanda-Prancis sudah tidak m em punyai harapan;

92 IOL, Eur E105 (Rafles collection vol. 3), 301, Proclamation of Lord Minto (Proklamasi Lord
Minto), Weltevreden, 26-8-1811.
93 IOL, Eur F148 / 17, Pen gum um an Kapten William Robison kepada raja-raja Surakarta dan
bacaan-indo.blogspot.com

Yogyakarta, Cirebon, 6-9-1811.


94 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Cirebon), 31-8-1811.
95 Dj.Br. 22, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Sem arang), 5-9-1811. Pasukan
Yogya berkekuatan 2.40 0 prajurit dan nama-nama panglima (Raden Tumenggung Danukusumo I)
serta para bupati senior keraton dan wilayah timur yang memimpin pasukan itu dalam Dj.Br. 24,
Hamengkubuwono II dan Raja Putro Narendro (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Semarang),
17 Ruwah 1738 J (6-9-1811 M) sebagai jawaban terhadap permintaan J anssens, 1-9-1811.
332 KUASA RAMALAN
bacaan-indo.blogspot.com

Gambar 32. Perahu-perahu dari korvet Angkat an Laut Inggris, HMS (His
Maj est y’s Ship/ Kapal Perang Raj a Inggris) Procris, menyerang dan menangkap
enam kapal t empur Prancis di lepas pant ai Jawa di Indramayu, 31 Juli 1811.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 333
bacaan-indo.blogspot.com

Karya grais Charles Rosenberg (seorang yang ternama pada pertengahan


abad ke-19) menurut karya pelukis kelaut an t erkenal, William John Huggins
(1781–1845). Fot o seizin Brit ish Library, London.
334 KUASA RAMALAN

J anssens telah kehilangan sem ua artilerinya di Meester Cornelis dan


upayanya bertahan di J awa tengah lebih merupakan urusan ke hormatan
pribadi daripada suatu siasat militer yang benar.96 Upaya Sultan Sepuh
mengangkat putra kesayangannya, Mangkudiningrat, sebagai panglima
dimentahkan oleh J anssens yang memperkirakan de ngan wajar bahwa
hal itu akan memperkuat kedudukan Sultan di ke ra ton.97 Pada saat yang
sam a, kehadiran Pan geran Notokusum o dan putra n ya di Sem aran g
yang dibawa sebagai orang bebas dari Cirebon ber sama J anssens pada
1 Septem ber, m em buat Pan geran Wali san gat cem as. Ia m em ohon
den gan san gat kepada Gubern ur-J en deral m elalui En gelhard agar
kedua bangsawan Yogya itu jangan sam pai dibiarkan jatuh ke tangan
Inggris dan ia berusaha menghapus kesan baik tentang mereka di mata
kalangan orang Eropa.98
Pada 11 September, berita jatuhnya Sumenep dan dinaikkannya gelar
Panembahan Sumenep menjadi Sultan oleh pihak Inggris membuat pe-
ra saan Pangeran Wali sem akin tertekan. Menurut Engelhard, itu ter-
uta m a karena hubungan kekeluargaannya yang dekat dengan Madura
m e lalui ibunya (Thorn 1815:93; Bab II). Ia tidak m au percaya dengan
berita itu dengan menyatakan bahwa hal itu hanya akal-akalan Inggris
sang m usuh untuk m enarik “orang Sum enep” ke pihaknya. 99 Dalam
upa ya m enjadikannya sebagai pendukung sesungguhnya untuk pem e-
rin tahan Belanda-Prancis, Engelhard berjanji bahwa wilayah-wilayah
yang diambil alih oleh Daendels melalui perjanjian 10 J anuari akan di-
kem balikan kepada Yogya.10 0
Nam un nasib Pangeran Wali dan kelom poknya sudah ditentukan.
Pada 12 Septem ber 18 11, sebanyak 2.60 0 serdadu Inggris dan sepoy
yan g dipim pin oleh Kolon el J ohn Gibb m en darat di Sem aran g dan
em pat hari kem udian di J ati Ngaleh dekat Serondol di dataran tinggi

96 Napoleon sudah m em peringatkan J anssens agar jangan terulang lagi kekalahannya di Tanjung
Harapan ketika m elawan Inggris pada J anuari 180 6: “Souvenez-vous m onsieur qu’un génèral
français ne se laisse pas prendre pour deuxièm e fois!” (Ingatlah, Tuan, bahwa seorang jenderal
Prancis tidak m em biarkannya sam pai ditangkap untuk kedua kalinya!), Thorn 1815:10 3. Sebab
itu ia m enolak im bauan Lord Minto agar m enyerah saja setelah Meester Cornelis jatuh pada 26
Agustus dengan mengatakan: “Sampaikan kepada Lord Minto bahwa dia baru merebut tidak lebih
dari sepersepuluh pulau [J awa] dan bahwa saya akan terus mempertahankannya serta tidak akan
berunding dengan dia selama saya masih bisa mengerahkan seorang saja pun serdadu terakhir ke
medan tempur”, Aukes 1935:33.
97 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Sem arang), 5-9-18 11 (surat
bacaan-indo.blogspot.com

kedua Engelhard, 5-9-1811). Ayahanda Danurejo II, Raden Tumenggung Danukusumo I, agaknya
menjadi panglima pasukan Yogya.
98 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Semarang), 4-9-1811, 5-9-1811.
99 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Sem arang), 11-9-18 11, yang
merujuk pada istilah “akal” (muslihat) yang digunakan oleh Pangeran Wali. Panembahan Sumenep
kemudian menjadi sahabat karib dan rekan Rafles dalam penelitian ilmiah.
10 0 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Semarang), 11-9-1811.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 335

Sem arang, J anssens dan sekutu-sekutu J awanya dikalahkan dengan


telak (Thorn 1815:97– 10 1; Aukes 1935:38– 47). Di antara pasukan J awa
itu, ha nya pasukan artileri berkuda Legiun Prangwedono dan resim en
Surabaya yang bertempur dengan gagah berani (Thorn 1815:10 0 ; Aukes
1935:43– 4). Laporan tentang perilaku pasukan Yogya, yang pertam a-
tam a m erasakan hantam an serangan fajar m endadak Inggris di sayap
kiri J anssens (Aukes 1935:43) tidak begitu jelas. Nam un setelah pada
m ula nya lari tunggang-langgang, m ereka tam paknya berhasil m undur
de ngan agak teratur ke Bojong, Kedu. Sementara, Pangeran Wali, yang
sa ngat khawatir akibat berita kekalahan J anssens,10 1 dengan tegas m e-
minta Gubernur-J enderal itu mengeluarkan perintah bubar pasukan se-
belum mengizinkan mereka kembali ke Yogya.10 2 Prajurit bantuan J awa
se lebihnya betul-betul kocar-kacir, dengan membangkang terhadap per-
wira m ereka dan lari pulang ke Surakarta (Thorn 1815:10 0 ; Hagem an
18 56, VI:40 9; De J on ge dan Van Deven ter 18 8 4– 8 8 , XIII:547– 8 ;
Poensen 190 5:258; Aukes 1935:43).
Setelah kekalahan n ya, J an ssen s m en gun durkan diri ke ben ten g
Belanda abad kedelapan belas, “De Hersteller” (Sang Pem ulih),10 3 di
Salatiga, tapi untuk terus melawan sudah tak berarti lagi. Pada 18 Sep-
tem ber, di atas jem batan Kali Tuntang, yang pernah diperintahkan
untuk dihancurkan oleh Raden Ronggo pada awal pemberontakannya,
20 – 21 Novem ber 1810 (Bab VI), Gubernur-J enderal Belanda-Prancis
yang kedua dan terakhir menandatangani pasal-pasal penyerahan. Hal
ini m e m ungkinkan sem ua pejabat sipil dalam pem erintahan Belanda-
Prancis, kecuali m ereka yang m ati-m atian m asih m em ihak kekaisaran
Prancis dari Napoleon, untuk terus bekerja buat pemerintahan Inggris
yang baru, sedangkan semua anggota tentara menjadi tawanan perang

10 1 Dj.Br. 46, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Salatiga), 18-9-1811, 19-9-1811,
yan g m elaporkan bahwa berita perundingan antara J ansssens dan Inggris untuk m enyerah
berpengaruh sangat m endalam pada Pangeran Wali karena dia m enggantungkan harapan pada
sukses Belanda-Prancis di J ati Ngaleh dan mau terus berada di pihak pemerintah Belanda-Prancis.
Kemungkinan adanya perundingan dengan Inggris sangat merisaukan baginya.
10 2 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 97 (tentang pujian kolonel Belanda, Kiverlijn, yang diperbantukan
kepada pasukan Yogya, atas perilaku tem pur pasukan itu); Aukes 1935:38 (tentang desersi
di kalangan anggota pasukan Yogya dan Solo yang banyak di antaranya m em bawa istri); J .W.
J anssens (Batavia) kepada Menteri J ajahan (Paris), 5-10 -1811, dalam De J onge dan Van Deventer
1884– 88, XIII:547– 8 (tentang keruntuhan total pasukan J awa dan kengerian tindakan m ereka,
term asuk pem bunuhan atas perwira-perwira Eropa dalam pasukan m ereka); Dj.Br. 46, Pieter
Engelhard (Yogyakarta) kepada J .W. J anssens (Salatiga), 18-9-1811, 19-9-1811 (tentang tuntutan
bacaan-indo.blogspot.com

tegas Pangeran Wali agar ada perintah tertulis dari J anssens kepada panglim a pasukan Yogya,
Raden Tumenggung Danukusumo, sebelum pasukan tersebut diizinkan kembali dari Bojong, dan
sebagai ganti perintah tertulis itu ditunjukkan kepadanya salinan pasal-pasal penyerahan di Kali
Tuntang). Lihat juga BD (Manado) II:138– 9, XV.25– 30 .
10 3 Dibangun pertengahan abad kedelapan belas dan diberi nam a sebagai penghorm atan kapada
Gubernur-J enderal Baron van Im hoff (m em erintah 1743– 1750 ), yang kapal kom andonya De
Hersteller (Sang Pemulih) merupakan sumber bagi julukan dirinya, Stapel 1941:59.
336 KUASA RAMALAN

(Thorn 18 15:10 1; Soekan to 1952:8 3– 7). In ggris sekaran g m en jadi


pengua sa bagi J awa dan wilayah-wilayah kekuasaannya di sebelah timur.
Itulah awal suatu kekuasaan peralihan lim a tahun yang akan m en jadi
awal berbagai perubahan penting dalam politik penjajahan, tapi juga
penyebab dikorbankannya prinsip-prinsip yang dicanangkan de ngan
begitu m eyakinkan oleh Minto di Weltevreden pada 26 Agustus dem i
keperluan politik yang mendesak.

Tindakan pem balasan


Masa san gat kacau kin i tim bul setelah kerun tuh an pem erin tah an
Belanda-Prancis. Di pedalaman, gerombolan rampok, sebagian tak pelak
lagi bertindak atas perintah raja-raja J awa tengah-selatan, meneror para
pengunjung dan merampok rumah-rumah orang Eropa. Markas militer
terakhir J anssens di Salatiga term asuk di antara yang m e reka jadikan
sasaran dan surat-surat sandinya dengan m enteri jajah an Prancis di
Paris pun diram pas (De J onge dan Van Deventer 1884– 88, XIII:548).
Kapten Robison , ajudan Lord Min to yan g sedikit bisa berbah asa
Belanda karena beristrikan perempuan dari Tanjung Harapan, melihat
gerom bolan-gerom bolan garong di jalanan begitu ia bertolak m e nuju
Surakarta untuk m e laksanakan m isi tak resm i ke keraton-keraton dari
21– 27 Septem ber.10 4 Tatkala ia tiba di ibu kota kasunanan, regu-regu
ter depan Resimen Infanteri Ke-14 (Buckingham shire) sudah hadir dan
sedang ditonton oleh ribuan penduduk yang berjejal-jejal di jalanan
seka dar untuk sekelebatan m engetahui m engenai sang penakluk J awa
yang baru itu.10 5
Tugas Robison, yang diberikan oleh panglim a tentara Inggris, Sir
Sam uel Auchm uty (1756– 18 22), adalah un tuk m eyakin kan raja-raja
Surakarta dan Yogya tentang persahabatan pem erintah Inggris yang
baru dan untuk m endengar pendapat m ereka.10 6 Pada 22 Septem ber,

10 4 IOL, Eur F148/17 (Rafles-Minto collection, vol. 17), Kapten William Robison (Yogyakarta) kepada
Lord Minto (Batavia), 26-9-1811. Tentang gebrekkig soort Nederlandsch-nya (bahasa Belandanya
yan g patah-patah) yan g dia dapatkan berkat m en ikah den gan seoran g perem puan Belan da
dari Tanjung H arapan (Cape Colony ), lihat De Haan 1935a:630 – 1. Ia juga m engatakan bisa
“sedikit Melayu” dan ingin sekali belajar bahasa Belanda m aupun Melayu dengan baik. Selam a
m enjalankan m isinya, Robison m em akai jasa penerjem ah, IOL Eur F148 / 17, Kapten William
Robison (Cirebon) kepada Lord Minto (Batavia), 6-9-1811.
10 5 IOL Eur F148/17 (Rafles-Minto collection, vol. 17), Kapten William Robison (Yogyakarta) kepada
bacaan-indo.blogspot.com

Lord Minto (Batavia), 6-9-1811.


10 6 Perin tah khusus un tuk Robison dari Auchm uty adalah un tuk “m en eruskan berita ten tan g
gen catan sen jata [den gan pem erin tah Belan da-Pran cis] ke Surakarta dan Yogyakarta” dan
menyampaikan keinginan Lord Minto untuk melanjutkan hubungan yang serupa dengan keraton-
keraton seperti yang dulu (pra-18 0 8 ) dinikm ati oleh pem erintah Belanda, IOL Eur F148 / 17,
Kapten William Robison (Ungaran) kepada Lord Minto (Batavia), 20-9-1811. Rafles kemudian
m enulis bahwa “wewenang Auchm utty [sic] tidak m ungkin sam pai m enjangkau tem pat-tem pat
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 337

ia m elakukan pertem uan rahasia den gan Sun an di Wism a Residen


Surakarta, J .A. van Braam , bersam a dengan dua belas pejabat tinggi
keraton sunan. Sunan Surakarta itu memberi penekanan pada sejumlah
ke beratan terhadap pem erintahan Daendels dulu, yang m em beri pe-
tunjuk mengenai masalah-masalah yang menumpuk di keraton-keraton
selama tiga tahun terakhir. Secara khusus ia mengemukakan penghentian
pem bayaran strandgeld oleh Marsekal itu (yang ia anggap selayaknya
dibayar dengan m ata uang tem baga yang baik), penguasaan daerah
m akam kerajaan yang penting di pantai utara tem pat disem ayam kan
jasad Sunan Amangkurat I (bertakhta 1646– 1677), dan perubahan tata
upacara serta tata kram a keraton, “yang” m enurut Robison, “m erusak
m ar tabat Yang Mulia”. Karena itu, ia m em inta agar dipulihkan tata
upacara pra-J uli 18 0 8 yang m enyangkut acara penyam butan residen
dan pejabat Eropa lain di keraton.10 7 Perm intaan serupa diajukan juga
di Yogya oleh Sultan Sepuh dan Pangeran Wali dalam suatu ram ah-
tam ah dengan Robison, di m ana m ereka secara khusus m engeluhkan
pen deritaan penduduk Yogya di daerah-daerah yang berbatasan dengan
pasisir yan g dikuasai oleh pem erin tah Eropa sem asa pem erin tahan
Daendels.10 8

tersebut [yakni Yogyakarta dan Surakarta]” dan bahwa “satu-satunya perintah yang diterim a
oleh Robison dari Lord Minto saat meninggalkan Batavia adalah memberi bantuan dalam bahasa
Belanda berdasarkan perintah lanjutan dari perwira yang lebih tinggi, Kolonel Wood”. Karenanya
kesepakatan-kesepakatan Robison dengan Sunan dibatalkan oleh Letnan-Gubernur-J enderal itu,
IOL, Mack. Pr.2, 32, T.S. Rafles (Semarang) kepada Kolonel Alexander Adams (Surakarta), 6-12-
1811. Lebih jauh lihat De Haan 1935a:630 . J awaban Pakubuwono IV terhadap surat Auchm uty
tertanggal 17 September terdapat dalam Dj.Br. 24, Pakubuwono IV (Surakarta) kepada Sir Samuel
Auchmuty (Semarang), 2 Ramelan 1738 J (21-9-1811 M).
10 7 UBL BPL 616 por. 4 pt. 1, Krijgsman, “Het geheime verhandelde”, 23-9-1811. Daendels tampaknya
telah membersihkan beberapa bidang lahan sekeliling makam Sunan Amangkurat I di Tegalarum
untuk dijadikan taman, IOL Eur F148/18 (Rafles-Minto collection, vol. 18), Raja Putro Narendro
dan Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada Lord Minto (Batavia), 7 Ramelan 1226 H (26-9-1811
M). Permintaan lain diajukan oleh Pakubuwono IV adalah: 1. Kembalinya pemakaman kerajaan,
tem pat keram at (tem pat suci) dan juru kunci (penjaga m akam kerajaan) di Am pel (Surabaya),
Giri, Tuban, Batang, Kudus, Kadilangu; 2. Penempatan masyarakat Tionghoa Surakarta kembali
di bawah kekuasaannya sehingga “berbagai ganjalan akibat bidang kewenangan yang terpisah
(ditetapkan oleh Daendels, Oktober 1809) dapat dihapuskan”; 3. Pengembalian sumber pendapatan
berupa sarang burung yang diambil alih oleh Van Braam; 4. Penggantian dengan segera pejabat
yang diangkat oleh Daendels, Van Braam (Residen) dan W.N. Servatius (Sekretaris Keresidenan),
di Surakarta; 5. Pemulangan secepatnya Prangwedono dari Batavia/ Bogor agar bisa ditempatkan
di bawah kekuasaan Pakubuwono IV; 6. Pemeriksaan pengaduan warga kepada Pakubuwono IV
ditangani pertama-tama oleh Sunan sebelum pemerintah Eropa campur-tangan; 7. Pemulangan
sem ua penduduk Surakarta yang diboyong ke provinsi-provinsi tetangga yang dikuasai oleh
pemerintah Eropa, yaitu kaum kalang (penebang dan tukang kayu), kaum “pinggir”, dan pekerja
bacaan-indo.blogspot.com

postw eg (Bab V catatan 90 ) untuk diserahkan kembali di bawah wewenang Pakubuwono IV, lihat
S.Br. 37, hlm. 793, Pakubuwono IV (Surakarta) kepada Lord Minto (Batavia), 5 Ramelan AH 1226
(24-9-1811 M). Tentang keputusan Rafles mengenai berbagai permintaan ini, lihat IOL Mack. Pr.
2, “Remarks on Lieutenant-Colonel Alexander Adam”s secret memoir (Pernyataan memori rahasia
Letkol Alexander Adams)”, Semarang, 6-12-1811, 18– 25, 30 – 7.
10 8 IOL Eur F148/18 (Rafles-Minto collection, vol. 18), Raja Putro Narendro dan Hamengkubuwono
II (Yogyakarta) kepada Lord Minto (Batavia), 7 Ramelan AH 1226 (26-9-1811 M).
338 KUASA RAMALAN

Meskipun perm intaan yang diajukan kepada Robison di dua kera-


ton itu serupa, kapten infanteri itu memperhatikan bahwa iklim politik
di Surakarta dan Yogyakarta sangat berbeda. Begitu mudah memelihara
sa ling pengertian dengan Sunan “yang ramah dan luwes”, begitu ia tulis.
Tetapi lain ceritanya dengan Sultan Sepuh. Bagi Robison Sultan Sepuh
tam pak keras kepala dan sekaligus sulit dihadapi, terlebih lagi akibat
pelecehan terhadap dirinya oleh Daendels. “Begitu besar perhatian Sul-
tan tua [Sultan Sepuh] itu dengan hak-hak istimewanya,” tulis Robison,
“sehingga ia senantiasa cam pur-tangan dalam urusan Pangeran Wali
yang terlalu lemah dan takut membantah.” Pangeran Wali sendiri “se -
ba lik nya lebih lunak dan, seandainya saja ia bebas dari kendali Sultan
Sepuh, keadaan m estinya bisa berjalan cukup baik”.10 9 Pertim bangan
Robison yang jeli, dan informasi yang diperoleh kapten Inggris itu dari
per bincangan panjang-lebar dengan Engelhard, m em bayang-bayangi
kebijakan-kebijakan Rafles kemudian. Namun untuk sementara, Sultan
Sepuh itu masih menentukan.
Dalam babad karyan ya, Dipon egoro m elukiskan bagaim an a raja
tua itu “berbesar-hati” bahwa Belanda telah dikalahkan karena ia kini
m erasa bisa m elaksanakan rencana-ren cananya.110 Dengan dem ikian,
ia menulis surat kepada Lord Minto sece patnya sesudah pertemuannya
dengan Robison untuk m em inta pem u langan Pangeran Notokusum o
dan putranya dari Surabaya di m ana m ereka sedang ditahan di bawah
perlindungan Inggris.111 Ia juga tam pak siap m eraih kem bali tanggung
jawab pem erin tahan sepen uhn ya dari Pan geran Wali, ken dati tidak
ada rujukan khusus pada kenyataan ini dalam surat-surat Engelhard,
hingga 7 November tatkala Pangeran Wali me laporkan bahwa berbagai
perbedaan pendapat antara dirinya dan ayah nya sudah “diselesaikan”.112
Pada awal Oktober, En gelhard m ulai m erasakan keadaan yan g
lain daripada biasa di Yogya. “Tim bul kejadian-kejadian aneh di sini,”
ia me nulis, “dan saya tidak tahu sebab musababnya.” Sang Patih tidak

10 9 IOL Eur F148/17 (Rafles-Minto collection, vol. 17), Kapten William Robison (Yogyakarta) kepada
Lord Minto (Batavia), 26-9-1811.
110 BD (Manado) II:139, XV (Asmaradana) 29. Kangjeng Sultan geng ty asipun/ déné W alanda w us
sirna. / 30 . m apan sam pun salin Inggris/ pan sam ana Kangjeng Sultan/ lajeng arsa datengaké/
ingkang dady a teleng ing ty as.
111 IOL Eur F148/18 (Rafles-Minto collection, vol. 18), Hamengkubuwono II (Yogyakarta) kepada
Lord Minto (Batavia), 6 Ram elan AH 1226 (25-9-1811 M). Salinan surat ini ada dalam S.Br. 37.
bacaan-indo.blogspot.com

Lebih jauh lihat Poensen 190 5:259– 60 .


112 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 7-11-1811;
B.Ng. I:232, LVIII.34-6, m en can tum kan 20 Ram elan 1738 J (7-10 -18 11 M) sebagai tan ggal
pen yerahan kekuasaan, yang disebutkan juga dalam babad Pakualam an berlangsung segera
setelah keberangkatan Robison dari Yogya, 26 Septem ber, lihat Poensen 190 5:264. Diponegoro
m enem patkan peristiwa tersebut setelah pem bunuhan Danurejo II pada 31 Oktober, lihat BD
(Manado), II:156– 7, XV.10 0 – 2.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 339

mau mengun junginya di Wisma Residen di mana Engelhard berbaring


sakit kar en a kelu h an jan tu n g d an d em am m en ah u n yan g kelak
m enyebabkan kem atiannya. Pada saat yang sam a, wilayah pedalam an
terus saja diganggu oleh perampok yang muncul di dekat benteng yang
baru dibangun di Klaten, di m ana selam a dua m alam berturut-turut
mereka menyerang rumah seorang pensiunan sersan Belanda.113 Di luar
pengetahuan Residen itu, yang telah memperkuat perbentengan rumah
dan pe karangannya dengan m eriam ,114 Sultan Sepuh sedang ber siap-
siap bertindak terhadap Patih untuk membuka jalan ke arah pengambil-
alihan kekuasaan kem bali dan m em balas dendam kepada penghina an
yang pernah diterima oleh Sultan. Tokoh kesayangannya, Purwodipuro,
dipanggil kembali dari pengasingannya di daerah berhutan di Selomanik
(Ledok) dan sejum lah perintah diberikan kepada para bupati keraton
agar sesedikit m un gkin berh ubun gan den gan pejabat pem erin tah
Eropa.115
Pada 28 Oktober, Danurejo diminta datang ke suatu pertemuan pagi
di keraton. Ketika memasuki ruang Purworetno, tempat di mana pu saka
keraton disim pan dan obor Selo terus m enyala (De Graaf dan Pigeaud
1974:30 ), ia diringkus dari belakang oleh tujuh orang pejabat tinggi
yang dipim pin oleh Raden Tum enggung Sum odiningrat.116 Di antara
tujuh orang pejabat tinggi itu ialah Raden Tumenggung Mertoloyo (yang
dijuluki bupati “pem bunuh” karena perannya dalam m em buru Raden
Ronggo), Purwodipuro, Raden Tum enggung Prawirowinoto, se orang
saudara Ratu Kencono Wulan (Carey 1992:413 catatan 72), dan J oyo
Ngusm an, yang digam barkan dalam sum ber-sum ber tersebut se bagai
seorang “tokoh agama”.117 Satu jam kemudian, Danurejo dicekik de ngan
tali putih—cara yang lazim untuk m enghukum m ati anggota kalangan
atas J awa karen a tidak ada darah keluar atau m en in ggalkan tan da
di badan.118 Pada pagi buta esok harinya, jasadnya dibawa ke daerah

113 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Kapten William Robison (Sem arang/ Batavia),
14-10 -1811.
114 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada Lieve Willem Meijer (Batavia), 18 -11-18 11,
penempatan meriam di Wisma Residen dan pekarangannya dilaksanakan atas perintah J anssens,
7-9-1811.
115 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 31-10-1811;
LOr 110 89 (II), “Patih séda kadhaton, anggitanipoen J .B. Tjiptawinata (Perdana Menteri yang
meninggal di keraton, anggitan J .B. Tjiptowinoto)”, 9.
bacaan-indo.blogspot.com

116 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 10 3.


117 Ini m ungkin Kiai Am ad Ngusm an, kelak jadi lurah pasukan Suronatan, lihat Apendiks VIIb.
Nam un karena orang ini m asuk daftar sebagai seorang pejabat di kadipaten, kehadirannya di
tengah kelompok yang ditugaskan membunuh sekutu penting Putra Mahkota, Danurejo II, benar-
benar ganjil.
118 Dj.Br. 48, J .G. van den Berg (Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Sem arang), 25-5-180 3,
31-5-180 3, tentang mencekik mati Bupati Mataram, Raden Tumenggung Cokrodiwiryo I, dengan
340 KUASA RAMALAN

selatan un tuk dim akam kan di pekuburan pen gkhian at tepat di luar
Imogiri di mana mayat Raden Ronggo yang tercincang ditanam sepuluh
bulan silam.119
Pada 31 Oktober, En gelhard m en erim a laporan dari Pan geran
Dipokusumo, satu di antara dua orang yang secara bersama ditunjuk se-
bagai Penjabat Bupati Wedana untuk wilayah timur yang ber ada di Yogya
guna m enghadiri acara Garebeg Puasa. Inti laporan itu m e nerangkan
bahwa Danurejo dan ayahandanya, Raden Tumenggung Danukusumo
yang gagah tapi tum pul akal, yang baru saja kem bali dari m e m im pin
pasukan Yogya di J ati Ngaleh (Serondol), telah “dipecat”.120 Nya tanya
Danurejo telah m eninggal tiga hari sebelum nya dan, se perti ter lihat
sebentar lagi, ayah anda nya tidak lama kemudian akan menyu sul. Paman
Danurejo, Kiai Tumenggung Sindunegoro, bupati-luar yang kelihat annya
tua telah diangkat untuk men du duki jabat an keponakannya itu.121
Dalam sejam setelah per temuan nya dengan Engelhard, Dipokusumo
kembali lagi ke Wisma Residen dengan membawa surat resmi singkat
dari Sultan yang meneguhkan “pemecatan” sang Patih dan membeberkan
segala kekurangannya. Ter masuk di dalamnya upaya menjelek-jelekkan
agama Islam (angresahi agam i Islam ), merendah-rendahkan martabat

tali putih atas perintah Ham engkubuwono II; AN, Besluit van den gouverneur-generaal, 19-3-
1822 no. 11, tentang perubahan hukuman mati dengan cekikan terhadap putra Hamengkubuwono
I, Pangeran Diposono, karena m em im pin pem berontakan di Kedu, Februari 18 22. Lebih jauh
lihat Bab IX. Diposono kelak diberi ampun oleh Sultan Hamengkubuwono IV dan diasingkan ke
Ambon.
119 Terdapat sejumlah kisah tentang kematian Danurejo II dan mereka yang terlibat di dalamnya. Saya
m engikuti kisah yang diberikan oleh J ohn Crawfurd dalam IOL, Mack.Pr.21, “State of the court
of Djocjacarta” [Keadaan Keraton Yogyakarta], 6-12-1811, 47. LOr 110 89 (I), “Lelam pahanipoen
Kangdjen g Pangeran Arja Djoeroe R.M.P. Santadilaga Lem poejangan (Djokjokarta)”, 1, dan
B.Ng. I:236, LIX.53-4 m enyebut 13 Sawal 1838 J (1-11-1811 M) dan 14 Sawal 1738 J (2-11-1811
M) sebagai tanggal kematian dan penguburannya. J asadnya kelak digali lagi dari Banyusumurup
dan dipindahkan ke pem akam an keluarga di Melangi (lihat Bab III) pada m asa pem erintahan
Ham engkubuwono VI (1855– 1877), Carey 1992:430 catatan 151. Tulisan papan nisan Danurejo
II di pemakaman keluarga di Melangi itu berbunyi: sum aré ing ngriki saking Bany usum urup 14
Besar 1793 [J] (“dikuburkan di sini dari Banyusumurup pada 14 Besar 1793 J [11 Mei 1865 M]”),
berdasarkan kunjungan penulis ke desa perdikan (dusun perdikan) Melangi, Yogyakarta, 14-5-
1977. Danurejo II baru berusia 39 saat ia dibunuh.
120 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 31-10-1811; Louw
dan De Klerck 1894– 190 9, I:38.
121 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 31-10-1811. Jelas
dari surat bersama Hamengkubuwono II dan Putra Mahkota (kelak Hamengkubuwono III) kepada
Pakubuwono IV, 14 Besar 1738 J (30 -12-18 11 M), bahwa Sindunegoro resm i dilantik sebagai
patih pada 19 Sawal 1738 J (7-11-1811 M); balasan Pakubuwono IV atas surat tersebut, 18 Besar
1738 J (3-1-1812 M), terdapat dalam S.Br. 37, hlm . 10 25. Menurut Diponegoro (BD [Manado]
II:158– 9, XV.10 7– 12), Sindunegoro dilantik, Senin 12 November, di hadapan penerjemah residen,
bacaan-indo.blogspot.com

J .G. Dietrée, dan kom andan Benteng Vredenburg, Letnan Willem Driessen, tapi ia tidak pernah
secara resm i diakui oleh pem erintah Inggris sebagai patih yang absah (Apendiks Va) dan hanya
menyandang gelar Kiai Adipati Danurejo, lebih jauh lihat Rouffaer 190 5:60 8 tentang gelar J awa
“kam pung”—berg Jav aan (orang J awa yang udik)—“Kiai Adipati”. Tentang kerelaan Inggris
m enerim a pengabdiannya tanpa secara resm i m engakui kedudukannya, lihat IOL Eur E10 5/ 3
(Rafles collection, vol. 3), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 22-
1-1812.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 341

Sultan, dan melawan perin tah nya sebagai yang berdaulat dan perin tah
m endiang Sultan Mangkubum i. Ayahnya, Danukusum o, telah “te was”
(kena musibah) akibat nasib malang yang menimpa putranya itu (Carey
1980:76– 7). Dua rujukan dalam surat Sultan Sepuh itu mengejutkan dia:
disebut-sebut nya perintah Mangkubum i (Sultan Ham engkubuwono I)
lagi-lagi menegaskan betapa besar dan kukuhnya pengaruh pendiri Yogya
itu terhadap generasi yang lebih m uda yang m em erintah keraja an nya
pada awal abad kesembilan belas. Namun yang lebih penting lagi ada lah
cara agama Islam ditampilkan dalam surat itu. Bisa saja yang dimaksud-
kan oleh Sultan adalah syariah. Sudah terlihat bagaimana krisis politik
sepuluh bulan terakhir telah membuat Sultan makin tekun mengha diri
ibadah J umat di Mesjid Ageng dan juga acara sembahyangan ber sama
para santri keraton yang dua kali seminggu. Namun ada sesuatu yang lebih
penting lagi dalam hal ini: Islam tampaknya sedang digunakan sebagai
wahana untuk tatanan moral Islam-J awa pada umumnya. Memang, akan
terlihat bagaimana menyamakan agama Islam dengan tatanan moral akan
menjadi salah satu ciri paling menonjol dalam perlawanan Diponegoro
selama Perang J awa.
Pen eguhan berita m en in ggaln ya Dan urejo baru sam pai kepada
Engelhard pada 7 Novem ber 122 dan Residen itu kem udian sangat di-
kecam karena m em biarkan Sultan m elakukan pem bunuhan tersebut
(De Haan 1910 – 12, I pt. 2:98). Mem ang, tindakan Raja bertentangan
langsung dengan dua pasal utama perjanjiannya dengan VOC yang di-
sepakati pada saat penobatannya, 2 April 1792 (Carey 1980 :76 catatan
1). Na mun mengingat buruknya kesehatan Engelhard, ia berada dalam
ke adaan tidak sanggup berbuat apa pun waktu itu. Selain itu, kita bisa
m em bayangkan bahwa ia sendiri boleh dibilang berada dalam bahaya.
Ia juga sungguh-sungguh diserang oleh segerombolan orang yang ber-
tindak atas perintah Sultan kedua tatkala ia lewat dalam tandu di per-
bukitan J am bu m en uju Sem aran g setelah m en yerahkan jabatan n ya
ke pada Crawfurd pada perten gahan Novem ber. 123 Den gan seran gan
terhadap Residen itu dan pem bun uhan kejam atas Dan urejo en am
minggu sebelumnya, Sultan Sepuh telah melampiaskan dendamnya atas

122 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Bogor), 7-11-1811.
bacaan-indo.blogspot.com

123 Hageman 1857:414; Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 10 6, yang menyiratkan bahwa tidak ada maksud
membunuh Engelhard, dengan alasan bahwa serangan itu hanya untuk menakut-nakutinya guna
menunjukkan kemarahan Sultan karena peranannya dalam penghinaan politik yang dialami oleh
Raja tersebut akhir-akhir ini. Tidak ada usaha untuk m enyelidiki serangan itu, m enurut Valck,
karena timbulnya peristiwa-peristiwa politik yang lebih penting. Serangan itu diteguhkan dalam
BL Add MS 45272 (Rafles' secret correspondence with Lord Minto, January-March 1812), T.S.
Rafles (Rijswijk/Batavia) kepada Lord Minto (Kolkata), 21-1-1812.
342 KUASA RAMALAN

penghinaan Daendels dengan kebijakan-kebijakannya selama tiga tahun


yang silam.
Kedudukan Putra Mahkota kini rawan. Dengan terbunuhnya pendu-
kungnya yang utama dan Residen dalam keadaan sakit parah pula, tam-
pak nya tiada lagi yang m erintangi kehancuran sang Putra Mah kota.
Engelhard m em perhatikan bagaim ana saat ini, Pangeran Wali—yang
secara de facto kembali ke kedudukannya semula sebagai putra mahkota
m engingat direbutnya kem bali kekuasaan oleh Sultan Sepuh—tam pak
tenggelam dalam kemurungan selama berhari-hari.124
Dalam babad karyanya, Diponegoro juga m enggam barkan dengan
rinci pen deritaan hidup ayahnya, bagaim ana ia dim inta datang dari
Tegalrejo pada 1 Novem ber dan m endapatkan gerbang luar kediam an
ayahnya, ka dipaten, dipalang dan dikawal oleh anggota paguyuban Islam
yang saleh dan Resimen Suronatan yang terdiri dari “ulama”.125 Pangeran
itu m e nam bahkan ceritera tentang perannya sendiri sebagai perantara
yang tidak terdapat di sumber lain mana pun dan tidak bisa dipastikan
ke beradaan n ya. Ayahn ya, kata dia, m em beritahu ten tan g kem atian
Danurejo dan minta pendapatnya apa yang mesti ia lakukan bila Sultan
m e m an ggiln ya ke keraton . J elaslah, ia takut dirin ya akan bern asib
sama de ngan sang Patih. Diponegoro menyarankan agar ayahnya tidak
pergi m alam itu. Sebalikn ya, Dipon egoro akan m en dam pin gi ayah-
nya ke keraton bila selanjutnya dim inta m enghadap Raja Yogya itu.
Ia m e n am bahkan bahwa dia sudah m em buan g palan g gerban g luar
kadipaten dan m em bubarkan pengawalan Resim en Suronatan supaya
tidak menimbulkan salah-paham dengan Sultan Sepuh.126 J ika ceritera
Diponegoro dapat dipercaya, ia berhasil sebagai perantara menghindari
ke adaan yang bisa berbahaya.
Empat hari kemudian (5 November), yang pernah menjabat Pa nge-
ran Wali itu (sekarang putra m ahkota) hadir di hadapan Sultan yang
dikelilingi oleh sanak-keluarganya, term asuk Diponegoro yang berusia
26 tahun—kala itu m asih bernam a Raden Ontowiryo. Sang Pangeran
saat itu sedang berada dalam kenaikan kedudukan yang cepat, me nu rut
pengakuannya sendiri dan kesaksian sekurang-kurangnya satu orang
sezam annya, sebagai penasihat politik utam a bagi ayahnya. 127 Bekas
bacaan-indo.blogspot.com

124 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 31-10-1811.
125 BD (Manado) II: 140 , XV.33– 34. Diponegoro m enyebut “kaum ” yang saya terjem ahkan sebagai
“paguyuban Islam yang saleh”.
126 BD (Manado) II: 146, XV.53.
127 BD (Manado) II: 147– 9, XV.57– 69. Keterangan pertam a yang tak berpihak m engenai peran
penting Diponegoro sebagai penasihat politik bagi ayahnya terdapat dalam babad karya Panular
m engenai pendudukan Yogya oleh Inggris, tatkala sekitar Agustus 1812 Pangeran digam barkan
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 343

Gambar 33. Pot ret John Crawfurd (1783–1868), yang bert ugas sebagai Residen
Yogyakart a dengan beberapa kali masa j eda dari November 1811 hingga
Agust us 1816 dan ikut berperan ut ama dalam penyusunan rencana polit ik yang
berkait an dengan penyerangan Inggris at as Yogyakart a pada 20 Juni 1812.
Lukisan awal cat minyak yang dikerj akan di Edinburgh oleh Sir John Wat son
bacaan-indo.blogspot.com

Gordon, R.A. (1790–1864) at as permint aan masyarakat Eropa di Singapura


unt uk Balai Kot a Singapura. Pert ama kali dipamerkan di t he Royal Academy,
London, 1858. Fot o seizin Nat ional Museum, Singapura.
344 KUASA RAMALAN

Pangeran Wali itu menerima penjelasan Sultan tentang kematian Patih


dan ia pun berdamailah dengan ayahnya.
Pada 7 Novem ber, En gelhard m elaporkan bahwa selisih paham
an tara Pangeran Wali dan ayahnya sudah diatasi. 128 Dalam sepucuk
surat rahasia kepada Patih Surakarta yang ditulis sekitar waktu ini,
Sum odin in grat juga m en yebutkan bahwa bekas Pan geran Wali itu,
sekarang Putra Mahkota, “sam a sekali patuh” kepada Sultan.129 Bebe-
rapa waktu kem udian, bekas Pangeran Wali itu m enulis surat kepada
Sultan yang secara resm i m enyatakan m elepaskan kedudukannya dan
diberi gelar kem bali sebagai putra m ahkota.130 Dengan tindakan ini,
Diponegoro menyiratkan dalam babad karyanya, bekas Pangeran Wali
itu ber harap akan dapat m encegah segala upaya untuk m enem patkan
Mangkudiningrat pada kedudukan ayahnya dan juga untuk menunjukkan
persatuan terhadap Inggris. Memang, akhir-akhir ini Rafles menyebut-
nyebut “bakti seorang anak” yang luar biasa dari Putra Mahkota ter-
ha dap ayahnya kala itu.131 Suatu pendapat yang jelas berdasarkan pe-
n ilaian Crawfurd sen diri bahwa “perilaku Putra Mahkota terhadap
ayah nya ditandai dengan keakraban dan rasa horm at yang tidak biasa
dalam keadaan seperti yang telah dialaminya” (Carey 1980 :85 catatan
1). Rasa hormat yang lebih kurang sama akan tampak dalam tindakan
Diponegoro ketika Sultan Sepuh wafat pada 3 J anuari 1828. Di saat itu,
Pangeran berusaha keras me nunjukkan penghormatan terhadap kakek-
nya meskipun keadaan tak me nentu karena perang.132 Namun berbagai
peristiwa segera merusak kesatuan yang rapuh di Keraton Yogya itu.

sebagai “seorang yang dikedepankan” (ingkang kinary a pangarsa) oleh ayahnya, lihat Carey
1992:119, 290 , 450 catatan 244; Bab VIII.
128 Dj.Br. 24, Pieter Engelhard (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Batavia), 7-11-1811.
129 IOL Eur F148/ 24, pt. A, “Secret correspondence”, Raden Tumenggung Sumodiningrat (Yogyakarta)
kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), t.t. (sekitar awal November 1811).
130 BD (Manado) II:55– 57, XV.98– 10 1; Van der Kem p 1896a:414– 5. Kesaksian Diponegoro secara
khusus diperkuat oleh Valck yang m engatakan, bekas Pangeran Wali itu kem udian m engatakan
kepada J ohn Crawfurd bahwa ia “turun takhta” dengan sukarela, Dj.Br. 9A, “Overzigt”, 113.
131 IOL, G21/65, Rafles, “Memorandum respecting Java”, 1813, 36.
bacaan-indo.blogspot.com

132 Louw dan De Klerck 1894– 190 9, III:532; B.Ng. III:20 1, XXIX.9– 11, tentang perintah Diponegoro
kepada para pengikutnya untuk m elaksanakan salat gaib (doa bagi yang m eninggal) pada saat
wafatnya Hamengkubuwono II pada 3 J anuari 1828, dan perintahnya kepada adiknya Pangeran
Suryowijoyo (Basah Ngabdulsamsu), yang sedang memimpin pasukannya ke selatan Yogya, agar
m em bariskan pasukannya itu sepanjang jalan m enuju Im ogiri saat rom bongan pelayat berlalu.
Karena alasan keamanan, Hamengkubuwono akhirnya dimakamkan di Kota Gede. Lihat Bab XI.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 345

Upay a Inggris untuk berunding dan


kunjungan pertam a Rafles ke keraton-keraton
Pada 14 November, Residen Inggris yang baru,133 J ohn Crawfurd, tiba di
Yogya dengan pengawalan 30 0 serdadu sepoy dari Batalion Sukarelawan
Infanteri Ringan Benggala (Bengal Light Infantry Volunteer Battalion)
yang kala itu singgah di Semarang. Tugas langsung para serdadu India–
Inggris itu adalah menggantikan pasukan garnisun yang terdiri dari 70
serdadu kavaleri Am bon.134 Selam a em pat tahun berikutnya m ereka
akan m elaksanakan giliran tugas jangka panjang di keraton-keraton
hingga keterlibatan mereka dalam persekongkolan sepoy pada Oktober–
Novem ber 1815 m em buat m ereka segera ditarik untuk selam anya dari
J awa tengah-selatan (Bab VIII). Esok harinya, Engelhard resm i m e-
nyerahkan cap residen kepada penggantinya.
Crawfurd m erupakan satu di antara pejabat paling m am pu yang
per nah bertugas di ibu kota kesultanan selama empat dasawarsa masa
hidup Diponegoro sebelum pecahnya Perang J awa. Seperti sudah kita
lihat, pangeran tersebut kelak akan m enilai dia di atas sem ua residen
Belanda dalam hal watak dan kem ahiran (Bab III catatan 45). Ia juga
da lam segala segi m erupakan residen yang agak populer di antara ka-
lan gan atas m asyarakat J awa setem pat yan g m em uji kem auan n ya
menguasai bahasa J awa halus dengan lancar dan mengizinkan sejumlah
kuda miliknya mengambil bagian dalam balap kuda gaya Inggris di kota
itu (De Haan 1935a:529; Carey 1992:296, 420 catatan 10 6, 453– 4 ca tat-
an 262, 524 catatan 617).
Nam un pada perm ulaan, tugas di ja bat annya yang baru itu tidak
berjalan lancar. Dalam beberapa hari, ia telah m enim bulkan am arah
tidak hanya pada Sultan, tapi juga pada atasan nya langsung, Rafles, serta
panglima tentara yang baru diangkat, Kolonel Robert Rollo Gillespie, tiga
tokoh paling penting di J awa pada waktu itu. Crawfurd diperintahkan
untuk m elewatkan beberapa hari di Sem arang dan Surakarta sebelum

133 Pangkat “duta” sudah ditiadakan oleh Inggris. Seterusnya semua pejabat tinggi yang merupakan
duta di keraton-keraton J awa tengah-selatan hingga akhir 1920 -an (ketika mereka diberi pangkat
“gubernur”) bakal dikenal sebagai “residen” dan wakilnya sebagai “asisten-residen” (pasca-1824,
“sekretaris”).
134 Hageman 1857:414; Dj.Br. 9A, “Overzigt”, 108; IOL Eur F148/17 (Rafles-Minto collection, vol.
17), Kapten William Robison, “Note of tem porary arrangem ents m ade by […] at Souracarta
bacaan-indo.blogspot.com

and Djocjocarta” (Nota tentang persiapan sem entara yang dibuat [oleh Robison] di Surakarta
dan Yogyakarta), Sem arang, 27-9-18 11 (tentang pasukan kavaleri Am bon); S.Br. 14B, Kolonel
Alexander Adams (Surakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 12-5-1812 (tentang kekuatan
garnisun sepoy di J awa tengah-selatan pada Mei 1812: 597 serdadu di Surakarta, 40 0 di Yogya,
di m ana Crawfurd juga m em pertahankan kehadiran anggota Resim en Kavaleri ke-22 [pasukan
berkuda/ dragonder] di dalam benteng).
346 KUASA RAMALAN

meneruskan perjalanan ke Yogya. Na mun kabar yang ia terima selama


masih di dua kota J awa tengah itu dari para residen Belanda di Keraton
Surakarta dan Yogyakarta, dan dari Sun an ten tan g sepak-terjan g
penguasa Yogya tam pak begitu rawan se hingga ia m em utuskan untuk
m em bawa sejum lah pen gawal sepoy de m i keselam atan n ya. Bahkan
tim bul desas-desus bahwa ia sendiri akan diserang di perjalanan oleh
pasukan Sultan. Berlawanan dengan perin tah Rafles dan Gillespie, di
Sem aran g, ia juga m en ahan Batalion Sukarelawan In fan teri Rin gan
Benggala yang seharusnya menuju Surabaya sebagai tindakan berjaga-
jaga kalau-kalau ia memerlukan bantuan pasukan lagi.135
Pada 18 No vem ber, Raffles m en ulis celaan terh adap tin dakan
Crawfurd yang tidak ber dasarkan perintah atasan.136 Tanggapan Gillespie
yang pem arah itu tidak tercatat, tapi pastilah sangat terus terang dan
sukar dilukiskan kasar nya. Nyatanya, alih-alih diserang, orang Skotlandia
itu disam but di Pram ban an oleh para utusan Sultan kedua yan g
menyampaikan puji-pujian dari junjungan mereka dan berupaya keras
m enunjukkan sikap horm at m enurut tata-upacara yang lazim . Nam un
begitu tiba dengan selamat di Yogya, ia mengabaikan perintah langsung
Rafles agar dia tidak me nimbulkan ketegangan lagi dalam hubungan
antara pemerintah Inggris dan Yogya.137 Secara khusus Crawfurd sudah
diperingatkan oleh Rafles agar ia betul-betul menyelidiki kemungkinan
untuk memulihkan ke kuasaan Sultan dan mempertahankan kedudukan
Pangeran Wali (Van Deventer 1891:30 7– 8).
Residen Inggris yang baru itu tampaknya telah tiba di Yogya dengan
ketetapan hati untuk menentang Sultan dan para pendukungnya. “Sultan
itu bajingan tua yang suka patah hati”, begitu ia mengungkapkan pera-
sa an nya kepada rekannya Residen Surakarta, Kolonel Alexander Adams,
pada hari pertam a ia bertugas. 138 Suatu catatan bernada ketus yang
seolah-olah disengaja untuk menyinggung perasaan dikirimkan hari itu
juga ke keraton dengan dibubuhi cap resm i residen di bagian bawah,
bukan nya di pojok kiri atas seperti biasa:

Yang bertandatangan di bawah ini, Residen Inggris yang dipilih un tuk


ke raton Djocjocarta dengan terkejut telah m engetahui adanya kebi-
bacaan-indo.blogspot.com

135 IOL, Rafles-Minto collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol. 2, T.S. Rafles (Rijswijk/
Batavia) kepada Lord Minto (Weltevreden/ Batavia), 19-9-1811 (tentang pemberangkatan Batalion
Sukarelawan Infanteri Ringan Benggala ke J awa tengah).
136 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 108; IOL, Eur E105 (Rafles collection, vol. 3), T.S. Rafles (Rijswijk/
Batavia) kepada J ohn Crawfurd (Yogyakarta), 18-11-1811.
137 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 10 8.
138 S.Br. 24, J ohn Crawfurd (Yogyakarta) kepada Kolonel Alexander Adams (Surakarta), 15-11-1811.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 347

jakan-kebijakan pihak keraton yang tidak dapat dibenarkan karena


diam bil tanpa sepengetahuan dan perkenan perwakilan Pem erintah
Inggris yang sah, [m antan Residen] Tuan [Pieter] Engelhard.

Pe nandatangan surat ini m erasa wajib m enyam paikan protes keras ter-
hadap sem ua tindakan keraton Djocjocarta [Yogyakarta] yang diam bil
sejak 31 Oktober dan m enolak m elakukan hubungan apa pun dengan
ke raton tersebut sam pai ia m enerim a instruksi dari Pem erintah yang
ber tugas m enangani segala urusan para penakluk J awa.

Residen Inggris ingin m enggunakan kesem patan ini untuk m enyam pai-
kan penghorm atan yang setinggi-tingginya kepada keluarga ke ra jaan
Djocjocarta [Yogyakarta].

Dari Wism a Residen Djocjocarta [Yogyakarta] tanggal lim a belas No-


vem ber 1811.139

Seperti keberangasan Daendels, Crawfurd sempat berniat mem buat


Sultan kedua itu m ati langkah, dan m em ulihkan kedudukan putra nya
se bagai pangeran wali.140 Pada 17 November, suratnya kepada Rafles
m e ngatakan bahwa m enurut pendapatnya baik Ham engkubuwono II
m aupun Mangkudiningrat harus diasingkan dari J awa.141 “Rasa takut,
bukan rasa-suka, yang sekarang jadi tali pengikat rakyat”, begitu ia
ungkapkan dalam hasil pemeriksaan yang ia lakukan mengenai tokoh-
tokoh penting di keraton pada awal Desember, “karena perilaku Sultan
akhir-akhir ini sudah sangat menindas [...] bermacam denda dikenakan
pada golongan kaya dengan dalih apa saja [...] [dan] anak lelaki jarang
dibo lehkan m enggantikan bapa-bapa pada kedudukan m ereka tanpa
m em bayar m ahal”. 142 Nam un Pan geran Wali adalah “seoran g yan g
berpikiran dan berperilaku baik serta bersikap dan bersifat lem but”.143
Ia juga me nilai tinggi Notokusumo yang belum kembali, yang ia temui
sebelum tiba di Yogya. Tetapi tidak dem ikian penilaiannya terhadap

139 S.Br. 24, J ohn Crawfurd (Yogyakarta) kepada Hamengkubuwono II (Yogyakarta), 15-11-1811.
140 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 110 – 1.
141 AvJ, John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 17-11-1811, yang dikutip
dalam A.H. Smissaert (Yogyakarta) kepada G.A.G.Ph. van der Capellen (Batavia/ Bogor), 5-8-1824.
Lihat juga Hageman 1857:415.
142 IOL, Mack.Pr. 21, “State of th e court of Djocjacarta” (Keadaan Keraton Yogyakarta), 6-12-
bacaan-indo.blogspot.com

18 11, 41. Tam paknya Crawfurd banyak m engandalkan hasil percakapannya dengan Engelhard
sebe lum ke beran g kat an n ya pada 18 Novem ber dari Yogya dan juga h asil bacaan n ya dari
m em orie v an ov ergav e (laporan akhir jabatan) para residen Belanda yang silam seperti W.H.
van IJ sseldijk (m en jabat 178 6– 1798 ), J .G. van den Berg (m en jabat 1798 – 18 0 3) dan Matthijs
Water loo (18 0 3– 18 0 8 ), yan g salin an n ya ter sim pan dalam ar sip ker esiden an , sebelum ia
m enuliskan la por annya.
143 IOL, Mack.Pr. 21, “State of the court of Djocjacarta”, 6-12-1811, 44.
348 KUASA RAMALAN

Gambar 34. Sir Thomas Stamford Rafles (1781–1826), Letnan-Gubernur-


bacaan-indo.blogspot.com

Jenderal Jawa (11 Sept ember 1811-12 Maret 1816). Cet akan suat u pat ung
dada karya Sir Francis Legatt Chantrey (1781-1841) pada 1817 sesudah Rafles
dianugerahi gelar kesat riaan oleh Pangeran Wali Inggris (Prince Regent , pasca-
1820 Raja George IV, bertakhta 1820–30). Foto seizin India Ofice Library and
Records, Brit ish Library, London.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 349

putran ya yan g pen den gki, Notodin in grat, dan m en desak Letn an -
Gubernur-J enderal itu agar m ereka sebisanya dim anfaatkan sebagai
pendukung tersembunyi bagi Inggris.144
Crawfurd menolak bertemu dengan Sultan di keraton selama hampir
dua m inggu setelah ia tiba.145 Ia juga m enolak m enerim a Sindunegoro
se bagai patih karena ia diangkat tanpa persetujuan resm i dari pihak
Inggris. Baru pada 22 J anuari 1812 Penjabat Patih tersebut dapat secara
resm i m en yatakan sum pah setia kepada pem erin tah In ggris. 146 Se-
gala upaya Sindunegoro yang sudah uzur itu agar Crawfurd m au ber-
temu dengan Raja Yogya ditolak mentah-mentah. Raja Yogya itu sen diri
bingung. Surat Rafles dari Melaka, 20 Desember 1810, sudah me nye-
butkan agar m artabat penguasa Yogya itu “dipulihkan” sebagai raja.
Karenanya dia m endapat kesan bahwa pem erintah Inggris yang baru
berkuasa itu menerima baik perubahan politik yang ia lakukan. Sesung-
guhnya, ia yakin bahwa surat-surat terkait dari Minto dan Rafles yang
mengakui ketentuan yang harus diterima yang ia perbuat telah dengan
se ngaja disem bunyikan oleh Engelhard dan Danurejo II. Inilah salah
satu alasan , begitu m en urut kom en tar Residen Belan da, F.G. Valck
(menjabat 1831– 1841), kemudian, mengapa Patih tersebut dibunuh dan
Residen diserang dalam perjalanannya ke Sem arang.147 Sekarang pe-
jabat Inggris yang baru telah m engajukan protes resm i atas tindakan-
tin dakan n ya. Apa yan g harus ia lakukan ? Un tuk m en jawabn ya, ia
m en gi rim kan sepucuk surat bersam a-sam a den gan Putra Mahkota
yan g m e n ye butkan bah wa Cr awfur d, yan g dir ujuk sebagai “san g
duta yan g m e n aruh capn ya di bagian bawah suratn ya”, tidak boleh
cam pur tan gan —h arfiah n ya “bertin dak sebagai m alaikat pen jaga”
(am baureksa)—da lam peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di keraton
sejak 1 November (Carey 1980 :77– 9).
Sementara itu, Rafles sudah sangat cemas dengan sepak terjang
ba wahannya. Ia takut jangan-jangan m ereka sedang m enjerum uskan
pe m e rintah Inggris yang baru berkuasa itu ke dalam pertarungan de-
ngan Yogya justru ketika tentara sudah sempat disebarkan ke tempat-
tem pat yang berjauhan.148 Sebagian besar pasukan penyerbu sedang

144 IOL, Mack.Pr.21, “State of the court of Djocjacarta”, 6-12-1811, 43; Van Deventer 1891:30 9, J ohn
bacaan-indo.blogspot.com

Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Semarang), 6-12-1811.


145 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 110 – 1.
146 IOL Eur E105 (Rafles collection, vol. 3), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles
(Rijswijk/ Batavia), 22-1-1812, tentang pengambilan sumpah setia Kiai Adipati Danurejo III kepada
pemerintah Inggris. Lihat juga Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 119.
147 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 111.
148 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 117.
350 KUASA RAMALAN

Gambar 35. Aquat int karya William Daniell (1769-1837) yang menggambarkan
seorang sepoy anggot a Bat alion Sukarelawan Infant eri Ringan Benggala yang
bacaan-indo.blogspot.com

ikut dalam serangan Inggris ke Kerat on Yogya, Juni 1812, dan komplot an sepoy
pada Okt ober-November 1815. Diambil dari Williams 1817; 331 hadap. Fot o
seizin Bodleian Library, Oxford.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 351

ditarik-m undur dari J awa setelah m enyelesaikan tugas-tugas m ereka


mela wan tentara Belanda-Prancis dan yang masih tinggal sedang siap-
siap ditu gas kan di tempat-tempat lain di nusantara.149 Masa awal musim
hujan juga menjadi pertimbangan. Pertempuran di J awa tengah waktu
ini akan sulit sekali.150 “Harus diletakkan sebagai landasan buat semua
urus an kita dengan keraton-keraton”, begitu ia tulis dalam suatu surat
ra hasia kepada Crawfurd, 15 Desem ber 1811, “sam a sekali tidak boleh
kita menuntut apa yang tidak bisa dilaksanakan bilamana ditolak” (Van
Deventer 1891:313).
Nyatanya, tuntutan-tuntutan Letnan-Gubernur-J enderal itu sangat
sedikit dan sebagiannya nyaris sama kurang pahamnya dengan tuntutan-
tun tut an bawahannya di Yogya. Pada akhir Oktober, ia telah meyakinkan
Minto bahwa pem ulihan kedudukan Sultan kedua tam paknya “praktis
[...] tanpa membahayakan ketenangan negeri itu”,151 dan ia mengulangi
pen da patnya ini dalam satu surat rahasia lain kepada Crawfurd pada
awal Desember, yang menambahkan syarat bahwa Raja Yogya itu harus
m e nulis surat penyesalan atas sepak-terjangnya akhir-akhir ini. Lalu
menyu sul ucapan yang bodohnya bukan main: “J ika ia ma sih terus keras
kepala, Yogya harus ditempatkan di bawah kekuasaan Sunan!”152
Malah sebelum surat-surat rahasia ini ditulis dan sebelum ia tiba di
Semarang, Rafles telah memerintahkan Crawfurd agar mengalah dan
me nemui Sultan dan Putra Mahkota.153 Pertemuan mereka itu berlang-
sung pada 26 Novem ber dan tam paknya berjalan cukup baik untuk
ke adaan saat itu. Nam un, Residen tersebut agak kecewa m enyaksikan
Putra Mahkota duduk bersila di lantai bersam a dengan pejabat tinggi
lain, dan kursi kerajaan Sultan kedua itu sekali lagi dibuat lebih tinggi
daripada tempat-duduk Residen dengan menambahkan sebuah bangku
kayu atau dingklik.154 Sang Residen berpikir bahwa sem estinya Putra
Mah kota duduk dekat ayahnya atau di atas kursi. Raja Yogya itu jelas

149 Tentang tingkat-tingkat dan penarikan-m undur pasukan, lihat Thorn 18 15:123– 4, 20 0 ; IOL,
G21/65, Rafles, “Memorandum respecting Java”, 1813, 43, yang mengutip kecemasan Gillespie
bahwa serangan ke Yogya harus dilaksanakan sedini m ungkin karena resim en-resim en yang
Eropa sudah siap ditarik mundur ke Benggala. Tentang keperluan melaksanakan ekspedisi, yang
mencakup pasukan dengan 750 serdadu Eropa dan 375 sepoy, terhadap Sultan Palembang, yang
akhirnya berlayar pada 20 Maret 1812, lihat Thorn 1815:127–73; Rafles, “Memorandum respecting
Java”, 1813, 41; IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), T.S. Rafles (Bogor) kepada
Hugh Hope (Surakarta), 2-4-1812.
bacaan-indo.blogspot.com

150 IOL, G21/65, Rafles, “Memorandum respecting Java”, 1813, 37; Van Deventer 1891:313–4.
151 IOL, Rafles-Minto collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol. 2, T.S. Rafles (Rijswijk/
Batavia) kepada Lord Minto (Kolkata), 28-10 -1811.
152 AvJ, T.S. Rafles (Semarang) kepada John Crawfurd (Yogyakarta), 6-12-1811, Rahasia; Van
Deventer 1891:312. Lihat juga Louw dan De Klerck 1894-190 9, I:37 catatan 3, 39; Valck 1844:28.
153 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 112.
154 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 112– 3.
352 KUASA RAMALAN

ber tekad kembali ke status quo pra-J uli 180 8, sesuatu yang juga tampak
dido rong oleh Rafles dalam suratnya dari Melaka.
Nam un segera sesudah pertem uan pertam a ini, hubungan antara
Residen Inggris dan Keraton kembali tegang akibat serangkaian peris-
tiwa yang melibatkan para anggota garnisun sepoy. Selam a enam hari
(29 November– 4 Desember), penduduk Yogya, khususnya yang be ker-
ja di Pasar Beringharjo, bereaksi terhadap apa yang mereka anggap se-
bagai kebiasaan menjengkelkan para serdadu Benggala yang ber tindak
menurut kata-kata Crawfurd “dengan penghinaan di depan umum” ter-
hadap penduduk. Sekurang-kurangnya dalam satu kejadian pisau sem-
pat terhunus, dan dalam kejadian lain seorang sepoy dilem pari batu
tatkala datang ke pasar besar tersebut (Carey 1980:79– 81). Sua tu sumber
Belan da kem udian m alah m en gun gkapkan bahwa se oran g serdadu
yang berjaga di benteng luka parah, tapi hal ini tidak diku kuh kan dalam
surat-m en yurat resm i. 155 Nahuys van Burgst, yan g bebas m asuk ke
arsip keresidenan selama enam tahun bertugas di ibu kota kesultanan
(18 16– 18 22), kem udian m enulis bahwa “kebejatan” garnisun waktu
itu nyaris m e nyulut perlawanan m assal terhadap orang Eropa di kota
tersebut.156 Rafles mengakui bahwa “kebiasaan dan tata krama” sepoy
telah menyakiti hati masyarakat J awa dan “sering menyu lut keributan”,
tapi ia m en ekan kan juga bah wa m ereka “san gat ber jasa” karen a
“m asyarakat J awa san gat takut pada m ereka”.157 Ka ren a kekuasaan
In ggris di J awa seba gian besar bertum pu pada keten taraan In dia,
khususnya Benggala, maka sepoy tidak mudah diganti dengan pasukan
dari Eropa atau Nusantara.158 Tingkah laku sepoy yang sewenang-wenang

155 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 113. Salah satu masalah yang menyangkut pengukuhan dalam arsip
keresidenan selama Inggris berkuasa adalah bahwa Valck tampaknya telah memanfaatkan surat-
surat resmi dalam survei utama yang ia kerjakan mengenai sejarah Yogya dari 1755 hingga Perang
J awa (sebagian diterbitkan dalam Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië pada 1844), tapi kemudian
ia sim pan dalam koleksi pribadinya, lihat Carey 1978 :119 catatan 15. Akibatnya, surat-surat
keresidenan selam a Novem ber 1811 hingga Agustus 1816 m enjadi sangat langka. Nyatanya, ada
pun tiga bundel yang tersisa merupakan hasil pengumpulan Frederik de Haan (landsarchivaris –
kepala arsip pemerintah Hindia Belanda di Batavia, 190 5– 1922) ketika ia sedang meneliti bahan
buat karya tulis utam anya m engenai tokoh-tokoh pem erintah Inggris, De Haan 1935a:477– 681.
Pada 18 17, Nahuys van Burgst m elaporkan bahwa sem ua surat-surat m asuk dari pem erintah
Inggris kepada J ohn Crawfurd sebagai Residen Yogya (1811– 1814, 1816) untuk m asa 29-5-1812
– 26-8-1812, selama penyusunan kekuatan untuk serbuan Inggris 20 J uni 1812 dan dampaknya
sesudah itu, hilang dari arsip keresidenan; dan pada 1823, Residen Yogya masa itu, A.H. Smissaert,
m en yebutkan bahwa arsip keresidenan kacau-balau dan dokum en-dokum en vital—m isalnya
mengenai Haji Ibrahim (lihat catatan 87 di atas)—tidak bisa ditemukan, S.Br. 87, A.H. Smissaert
(Yogyakarta) kepada A.M.Th. de Salis (Surakarta), 2-4-1823.
bacaan-indo.blogspot.com

156 Dj.Br. 52C, H.G. Nahuys van Burgst (Yogyakarta) kepada G.A.G.Ph. van der Capellen, 13-3-1821,
merujuk pada “zedeloosheid” [ketidaksopanan] garnisun sepoy di Yogya.
157 IOL, G21/65, Rafles, “Memorandum respecting Java”, 1813, 141. “Berkat rasa takut yang mereka
timbulkan pada masyarakat J awa”, ia menulis kepada Lord Minto, “[Sepoy] dalam segala hal tidak
lebih rendah daripada [serdadu] Eropa”, IOL, Eur F148/23 (Rafles-Minto collection, vol. 23), T.S.
Rafles (Salatiga) kepada Lord Minto (Kolkata), 6-8-1812. Lihat juga Carey 1977:296.
158 Pasukan-pasukan garis depan Inggris tinggi ongkosnya dan pada akhir 18 12 hanya Resim en
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 353

itu menimbulkan maraknya perdebatan sengit dalam dewan penasihat


Letnan-Gubernur-J enderal itu tentang kadar kem iliteran yang akan
digunakan di J awa dan perlunya penghem atan (Thorn 18 15:20 0 ; De
Haan 1935a:553).
Sumber pertikaian lain pada pertengahan Desember berkaitan de-
ngan penyam paian surat yang lazim tentang m isi penyam butan dan
ke d
u taan yang dipimpin oleh Penjabat Patih buat Rafles di Semarang
seba gai “gubernur-jenderal” baru. Mengingat Rafles menyandang pang-
kat letnan-gubernur-jenderal, pihak Keraton Yogya m ungkin bingung
m engira sedang berhadapan dengan jabatan silam Gubernur Pantai
Timur-laut J awa versi Inggris (Bab V). J elas dalam sepucuk surat yang
ma sih ada dari Putra Mahkota kepada Rafles bertanggal 19 Desember
bah wa Letnan-Gubernur-J enderal itu disapa sebagai seorang “tem an
baik” dan “saudara” (Carey 1980 :86– 7), bukan yang lebih lazim “kakek”
(ey ang) (Ricklefs 1974a:373). Crawfurd telah m enyatakan keberatan
bahwa bentuk-bentuk sapaan yang lazim sudah tidak digunakan dan
surat tersebut tidak boleh dikirimkan.159 Secara khusus ia keberatan de-
ngan kata-kata dalam surat itu “dari Sultan yang bertakhta di Keraton
Yogyakarta” karena ia merasa ungkapan tersebut merendahkan Pangeran
Wali (Carey 1980 :83 catatan 2). Karenanya ia berkeras m en dikte kan
perubahan surat dan beri perintah agar utusan baru yang dipim pin
oleh Penjabat Patih juga dikirim untuk menyampaikan surat ter sebut.160
Namun tampaknya baik Crawfurd maupun Rafles, yang saat itu sedang
dalam perjalanan ke Surabaya sebelum ke Surakarta,161 le bih menyukai
utusan kedutaan itu menemui Letnan-Gubernur-J enderal ter sebut di ibu
kota kesunanan daripada di Semarang.
Hal ini tentu tidak akan diterima oleh Sultan maupun Putra Mah-
kota (Carey 1980:83–5). Lagi-lagi Rafles dan dutanya di Yogya telah
m enunjukkan kekeliruan m en dasar tentang politik keraton di J awa

Infanteri ke-14 (Buckingham shires), Resimen Infanteri ke-59 (2nd Nottingham shires), Resimen
Kavaleri ke-22, dan dua kompi Resimen Infanteri Skotlandia ke-78 (Ross-shire Buffs) yang masih
ada di Jawa. Sedang mengenai serdadu pribumi Nusantara, Rafles memiliki dua “korps kolonial”,
yang satu J awa dan yang lain Ambon, hanya yang Ambon menurut Letnan-Gubernur-J enderal itu
yang dapat diandalkan, IOL, G21/65, Rafles, “Memorandum respecting Java”, 1813, 141.
159 Carey 1980 :83 catatan 2; Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 112.
160 IOL, Eur F148 / 24, “Secret correspondence”, pt E. no. 3, Raden Tum enggung Sum odiningrat
(Yogyakarta) kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), t.t. (?19-12-1811). Lebih jauh lihat
bacaan-indo.blogspot.com

Hagem an 1857:416, yang m enyatakan bahwa Sultan m enggunakan istilah saudara (“sahabat”)
dalam suratnya.
161 IOL, Mack.Pr. 2, 29, T.S. Rafles (Semarang) kepada Kolonel Alexander Adams (Surakarta), 6-12-
1811, merujuk pada rencana perjalanan Rafles pada pertengahan Desember yang mencakup
urutan perjalan sbb.: 11– 13 Desem ber di Surabaya, 14 Desem ber kem bali ke Sem arang, 15– 17
Desem ber di Surakarta, dan 18– 19 Desem ber di Yogyakarta. Tapi tam paknya rencana ini telah
tertunda selama seminggu.
354 KUASA RAMALAN

tengah-selatan.162 Akhirnya Sindunegoro diutus ke pantai utara dengan


surat yang sudah diubah itu, dan ternyata Raffles sudah berangkat
m en uju Surakarta (20 Desem ber) yan g m erupakan tahap pertam a
kunjungannya bulan Desember ke keraton-keraton (Hageman 1857:416).
Pada saat ini Sumodiningrat mela por kan kepada rekannya di Surakarta,
Raden Adipati Cokronegoro, lewat saluran rahasia yang telah dibuka
an tara kedua keraton itu, bahwa sepak terjan g Residen itu telah
m enyatukan Sultan dan Putra Mahkota “bagai satu pribadi” m elawan
orang Skotlandia yang “sok tahu” itu.163
Pada 16 Desember, Notokusumo dikembalikan ke Yogya dari Sura-
baya oleh pem erintah Inggris setelah m em beri kesan yang m endalam
pa da diri Rafles dengan pemahamannya atas masalah politik di ibu
kota kesultanan.164 Notokusum o langsung bertem u dengan Sultan dan
m em beritahu dia ten tang ke pe dulian Letn an-Gubernur-J en deral itu
atas pelecehan m artabat raja yang pernah dilakukan oleh pem erintah
Belanda-Prancis—rujukan pada tindakan Sultan itu sendiri un tuk m e-
mu lihkan kekuasaannya—dan penunjukan seorang patih tanpa persetu-
ju an pemerintah Inggris. Sebe lum Rafles tiba di Yogya, Notokusum o
m em beritahu Sultan bahwa se yogyan ya ia m en gem balikan tatan an
politik ke bentuk yang dibuat saat Marsekal Daendels berkuasa dengan
sekali lagi memberikan we we nang atas keraton kepada Putra Mahkota
sebagai wali. Lalu saat Letnan-Gubernur-J enderal itu tiba, secara resmi
ia akan mengembalikan Hamengkubuwono pada kedu dukannya sebagai
raja seperti dulu (Carey 1980 :66– 8, 90 – 1).
Sudah diketahui bahwa ketika masih di Surabaya pada 15 Desember,
Rafles telah memberi perintah kepada Crawfurd agar Sultan secara
resmi menyerahkan wewenang pemerintahan ke ta ngan Putra Mahkota
sebelum kedudukan Sultan dipulih kan sebagai raja. Nam un yan g
tidak diberitahukan oleh Notokusum o kepada abangnya adalah bahwa
kesem uanya itu akan disyaratkan dengan surat yang didiktekan oleh
Residen Inggris. Surat tersebut menurut Rafles, akan “menyatakan [...]
dengan kata-kata begitu rupa sehingga dapat dianggap memadai sebagai
tanda pengakuan bersalah. Surat itu harus berisi alasan paling baik

162 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 114.


bacaan-indo.blogspot.com

163 IOL, Eur F148 / 24, “Secret correspondence”, pt E. no. 3, Raden Tum enggung Sum odiningrat
(Yogyakarta) kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), t.t. (?15-12-1811).
164 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 116; IOL, Eur F148/ 24, “Secret correspondence”, pt F. no. 12, Raden
Tum en ggun g Sum odin in grat (Yogyakarta) kepada Raden Adipati Cokron egoro (Surakarta),
t.t. (?19-12-18 11) (dua-duan ya m en yebut Sen in , 16 Desem ber sebagai tan ggal kem balin ya
Notokusumo); AvJ, T.S. Rafles (Surabaya) kepada John Crawfurd (Yogyakarta), 14-12-1811,
Rahasia (tentang pandangan Rafles mengenai ketajaman pengamatan politik Notokusumo).
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 355

Gambar 36. Pot ret Kolonel Colin Mackenzie (sekit ar 1754–1821), insinyur
kepala t ent ara Inggris di Jawa, yang merancang penyerbuan ke Kerat on
bacaan-indo.blogspot.com

Yogyakart a pada Juni 1812. Sang kolonel dikelilingi oleh t iga cendekiawan
(pandit ) India Selat an yang bert ugas sebagai j uru pet a dan guru bahasanya.
Lukisan karya Thomas Hickey (1741-1824) di Kolkata. Foto seizin India Ofice
Library and Records, Brit ish Library, London.
356 KUASA RAMALAN

yang bisa diajukan [...] akan perilaku Sultan. [Ini] m e nurut saya akan
m encukupi [...] di pihak Sultan dan m erupakan pem be naran tindakan
saya m em ulihkan kekuasaan n ya” (Van Deven ter 18 91:312– 3; Carey
1980 :85 catatan 1).
Surat yang dim aksudkan itu akhirnya ditulis pada 19 Desem ber,
meski Sultan menolak tunduk sepenuhnya pada naskah Crawfurd. De-
ngan nada penyesalan sekadarnya Raja Yogya itu m ohon m aaf kepada
“peja bat tinggi” pemerintah Inggris dan menyatakan bahwa dia bertindak
“congkak” hanya terhadap pem erintah Belanda-Prancis dulu karena
pe m e rintah tersebut telah kehilangan segala wibawa setelah J anssens
me nye rah tanpa syarat di Kali Tuntang (18 September 1811). Lagipula,
be kas Pangeran Wali tidak pernah bertindak kurang menyenangkan ter-
ha dap dia, tapi senantiasa bersikap sangat patuh dan hormat.
Nam un hal se baliknya dengan m endiang Patih yang berperilaku
jahat, m em buat Sultan berduka dan pen uh am arah. Patih itu juga
bersikap buruk ter ha dap para istri dan anak-anak perempuan para tokoh
m asyarakat J awa. Per lakuan Patih diduga ada hubungannya dengan
peranannya da lam m e nye diakan gadis-gadis buat kesenangan bekas
Pangeran Wali (Bab VI). Sultan menyatakan dirinya akan bersenang hati
untuk mengu kuh kan putranya sekali lagi sebagai yang berwenang atas
urusan kera jaan, tapi ia haus akan “keadilan dan sikap tak berpihak”
dari pihak m ereka yan g sekaran g m en gen dalikan pem erin tahan di
J awa– suatu peringatan yang jelas tentang pernyataan Minto pada 26
Agustus yan g dituliskan den gan pen a Crawfurd (Carey 198 0 :8 6– 7,
89)—dan berharap bahwa me reka akan kembali memulihkan martabat
kerajaan pada dirinya. Pada per temuan 16 Desember itu, Sultan sudah
menyampaikan kepada Notokusumo bahwa Putra Mahkota dan dirinya
sekaran g m erupakan satu kesatuan dan tetap setia pada kebijakan
mereka sebelumnya.165
Ken dati solidaritas lahiriah ini, kem balinya Notokusum o bukanlah
hal yang m enyenangkan bagi Putra Mahkota yang baru saja berhasil
m e nye la m at kan diri sendiri dari kebuntuan politik yang berbahaya.
Adik Sultan itu kem bali ke Yogya sarat dengan kejengkelan terhadap
ke po nak annya yang ia anggap sebagai penghasut pengasingan dirinya
dan pem bun uhan yan g n yaris m en im pan ya. Perasaan in i m en capai
bacaan-indo.blogspot.com

pun cak nya tatkala Notokusum o m engetahui peram pokan atas tem pat

165 IOL, Eur F148/ 24, “Secret correspondence”, pt E. no. 12, Raden Tum enggung Sum odiningrat
(Yogyakarta) kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), t.t. (?19-12-18 11), rujukan pada
perasaan Notokusumo dan Hamengkubuwono II sebagai satu salira kalih dados satunggil.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 357

ke diam annya selam a dalam pengasingan (Poensen 190 5:276– 7; Carey


1992:96, 250 , 40 4 catatan 30 ). Dengan dem ikian, m asa enam bulan
berikutnya hingga jatuhnya Keraton Yogya dalam serbuan Inggris pada
20 J uni 1812, m erupakan m asa pertarungan yang sangat pelik antara
calon Pakualam I itu dengan Putra Mahkota. Di satu sisi, mereka perlu
m elindungi diri sen diri terhadap Sultan, di sisi lain m ereka terpaksa
m enjaga hubungan baik dengan pem erintah Inggris, suatu kom binasi
yan g m uskil. Dalam adegan yan g serba-peka in i, persain gan an tara
kedua tokoh itu m enjadi sangat penting karena taruhannya tiada lain
daripada takhta Yogya.
Persiapan yang perlu sekarang sudah dimulai pada saat kunjungan
pertama Rafles ke ibu kota kesultanan. Suatu komisi beranggotakan tiga
orang yang terdiri dari seorang Belanda dan penasihat cerdas Rafles,
Harman Warner Muntinghe, dan dua perwira tentara Benggala ber ba-
ha sa Melayu, Kapten L.H. Davy dari Batalion Sukarelawan Infanteri
Ringan Benggala Ke-4, dan Kapten W.E. Phillips,166 tiba di Yogya pada
23 Desember un tuk menyusun rangka penataan politik yang diperlukan
dalam kun jungan tersebut dengan melakukan perundingan-perundingan
awal de ngan Sultan (Van Deventer 18 91:313– 4; De Haan 1935a:615;
Carey 1980 :91). Dalam hal ini mereka bekerja erat dengan Crawfurd yang
kem bali bersama mereka dari Surakarta di mana ia berbincang dengan
Rafles mengenai tujuan-tujuan politik kunjungan itu.167 Bergabung juga
dengan m ereka Kolonel Colin Mackenzie dari Perhim punan Insinyur
Madras, perwira pemimpin zeni Rafles, yang keahliannya sangat di-
per lu kan untuk menghitung perkiraan rinci kemampuan militer Sultan
dan kekuatan ben ten g-ben ten g keraton apabila diperlukan serbuan
Inggris.168

166 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 117; dan tentang garis besar riwayat hidup Davy dan Muntinghe,
lihat De Haan 1935a:533– 4, 614– 7; Dudok van Heel 20 0 2:161 (yang m engisyaratkan bahwa
nam a asli Muntinghe adalah versi Groningen “Herm an”, yaitu “Harm an”); dan tentang Phillips,
yang kem udian m engem bangkan m inat khusus dalam kesastraan Melayu dan m enulis laporan
mengenai kerajaan-kerajaan Bone dan Gowa di Sulawesi Selatan, lihat Blagden 1916:91; Ricklefs
dan Voorhoeve 1977:120 , 124.
167 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 116.
168 Van Deventer 1891:313; De Haan 1935a:60 0 ; survei rinci yang dilakukan oleh Mackenzie atas
perbentengan Keraton Yogya akhirnya dilaksanakan pada 16– 19 J uni 1812 m enjelang serbuan
Inggris itu. Ia kem udian tetap tiggal di Yogya hingga 14 J uli untuk m enyelesaikan laporannya,
meninggalkan kota itu bersama dengan pasukan terakhir pada 15 J uli 1812 menuju Semarang, lihat
IOL, Mack.Pr.14, Letnan-Kolonel Colin Mackenzie, “Report and journal of Lieutenant Colonel C.
bacaan-indo.blogspot.com

Mackenzie’s proceedings on the island of J ava from 1st October 1811 to 7th J une 1813 transmitted
to the commander in chief at Fort St. George” (Laporan dan buku harian tentang kegiatan Letkol
C. Mackenzie di Pulau J awa m ulai 1 Oktober 1811 sam pai dengan 7 J uni 1813 yang dikirim ke
pan glim a [ten tara In dia-In ggris] di Ben ten g St George (Madras)) (selan jutn ya: Macken zie,
“Report”), Batavia, 7-6-1813, 252– 3. Peta-peta utam a Keraton Yogya dan daerah-daerah Yogya
diambil dari arsip keresidenan oleh Crawfurd dan dikirimkan ke Akademi Angkatan Laut (pasca-
1812, Sekolah Militer) di Semarang sebelum serbuan Inggris sehingga rencana-rencana rinci bisa
358 KUASA RAMALAN

Tampaknya Crawfurd telah mendesak atasannya untuk datang sen-


diri ke Yogya dengan pasukan kawal besar untuk memberi kesan men-
da lam pada Sultan mengenai kekuatan militer Inggris.169 Namun, seperti
terlihat, Letnan-Gubernur-J enderal itu ingin bertindak sangat hati-hati
ka rena terbatasnya jum lah serdadu yang ia m iliki. Pada saat kun jung-
an n ya yan g pertam a ke keraton -keraton , jum lah serdadu In ggris di
J awa tengah hanya sedikit di atas seribu orang, kurang dari separuhnya
orang Eropa, sisanya sepoy Benggala dari garnisun-garnisun J awa te-
ngah.170 Dari jumlah ini Rafles membawa serta 400 serdadu (100 ka va leri
dan 30 0 infanteri) ketika ia tiba di Yogya pada 27 Desember.171 Pa da 25
Desember, ia menulis kepada Crawfurd dari Surakarta yang menunjukkan
pandangannya dengan jelas dan tanpa tedeng aling-aling. Intinya, ia
memperingatkan Residen siapa sebenarnya yang memegang kendali:

Sayalah yang memutuskan untuk mendapatkan dengan kekuatan mili-


ter apa yang tidak bisa diperoleh dengan perundingan. Tapi saya sung-
guh percaya bahwa pengaruh Anda memperkuat segala tindakan yang
diambil oleh Komisi [yang terdiri dari Muntinghe, Davy, dan Phillips],
yang tanpa persetujuan mereka Anda sama sekali tidak boleh ber tindak
sendiri. Apalagi, Anda tidak boleh melampaui akibat-akibat langsung
pertempuran dalam keadaan bagaimanapun kecuali dalam ke ada an
sungguh-sungguh terpaksa 172

Masalah besarnya pasukan kawal Letnan-Gubernur-J enderal itu juga


me repotkan Sultan dan putranya. Pada 21 Desember, mereka mengirim
se pucuk surat bersam a kepada Crawfurd yan g m en an yakan apakah
Raffles akan m em bawa serta pasukan yan g besar atau kecil (Carey
1980 :87– 8). Raja Yogya itu—karena dialah penulis utam a dalam surat
itu—memohon agar Residen mengatakan kepada atasannya untuk tidak
mem bawa pengawal yang besar jumlahnya karena hal itu pastilah akan
me nim bulkan ketegangan yang juga akan menimpa Putra Mahkota dan
sem ua anggota lain keluarga kerajaan. Baik Sultan m aupun calon pe-
waris takhtanya menekankan bahwa mereka tidak mau hubungan akrab
dengan pemerintah Inggris dan dengan Letnan-Gubernur-J enderalnya
yang baru itu rusak atau terpaksa tim bul perm usuhan di an tara kedua
bacaan-indo.blogspot.com

dibuat untuk keperluan pertempuran, AvJ , A.H. Smissaert (Yogyakarta) kepada G.A.G.Ph. van der
Capellen (Batavia/ Bogor), 19-4-1823; A.H. Smissaert (Yogyakarta) kepada direktur Sekolah Militer
(Semarang), 26-10 -1823. Lebih jauh lihat Bab X catatan 48.
169 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 116.
170 Thorn 1815:123. Tentang jumlah serdadu Eropa yang tersedia, lihat catatan 158 di atas.
171 AvJ, T.S. Rafles (Surakarta) kepada John Crawfurd (Yogyakarta), 25-12-1811.
172 AvJ, T.S. Rafles (Surakarta) kepada John Crawfurd (Yogyakarta), 25-12-1811.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 359

pihak. Jika Rafles berkeras membawa pasukan kawal yang besar, maka
mereka akan menafsirkan hal ini sebagai tanda bahwa ia tidak menaruh
kepercayaan pada m ereka, den gan akibat yan g akan m e n im bulkan
perlawanan bersenjata.
Pada 24 Desem ber, m ereka m engulangi lagi pesan serupa dalam
surat lain kepada Residen (Carey 1980:89). Tuntutan Rafles adalah
agar dia disam but di Yogya dengan ke istim ewaan dan upacara penuh
yang lazim untuk seorang gubernur-jen deral, sebagaimana diminta oleh
Daendels dulu dalam kunjungan 29 J uli– 2 Agustus 180 9. Padahal, saat
itu derajat Rafles hanya letnan-gubernur-jenderal. Tak ayal lagi, Rafles
memperburuk hubungannya de ngan Yogya.173
Kejadian-kejadian awal yang dem ikian bukanlah perm ulaan yang
baik menjelang kunjungan Rafles ke ibu kota kesultanan. Pada 27
Desem ber, Raffles terpaksa m em asuki Kota Yogya lewat jalan raya
utam a (kelak jadi J alan Malioboro) den gan pasukan Sultan yan g
m em en uhi kedua sisi jalan len gkap den gan tom bak dan bedil siap-
tem bak, sebanyak 10 .0 0 0 pra jurit m enurut surat Letnan-Gubernur-
J en deral itu kepada Min to ke m u dian (Bab I catatan 20 ). Tern yata
m enjadi jelas bahwa ia berunding dalam kedudukan yang lem ah dan
kunjungannya itu nyaris menjadi malapetaka. Dalam pertemuan resmi
yang pertam a antara dirinya dan Sultan di kam ar singgasana Wism a
Residen, Sultan m enolak duduk di kursi yang disediakan untuknya.
Sang Sultan menuntut untuk duduk di singgasana perak miliknya yang
di bawahnya harus ditaruh dingklik kecil dari kayu sehingga ia bisa
duduk lebih tin ggi daripada Letn an -Gubern ur-J en deral itu. Ketika
ajudan Raffles akan m en yin gkirkan din gklik kecil itu de n gan kaki;
beberapa pen girin g Sultan m en ghun us keris m ereka. Para per wira
Inggris kem udian m asuk ke ruang yang begitu penuh orang, sehing-
ga sean dain ya terjadi perkelahian , sen jata akan sukar digun akan .
Untunglah Putra Mahkota melangkah maju di antara Letnan-Gubernur-
J enderal dan ayahandanya, dan kedua orang itu pun sadarlah tentang
bahaya yang m engancam .174 Keadaan yang berbahaya dapat dihindari,

173 AN, Kabinet, 2-3-1838 no. 30 , F.G. Valck (Yogyakarta) kepada Algem een Secretarie (Batavia),
18-2-1837, tentang tata upacara yang telah dilaksanakan untuk kunjungan Gubernur-J enderal
Dom inique J acques de Eerens (m em erintah 1836– 1840 ) ke Yogya pada bulan J uli 1838. Lebih
bacaan-indo.blogspot.com

jauh lihat Houben 1994:81– 2. Tentang kunjungan Daendels pada 180 9, lihat awal Bab VI.
174 Terdapat beragam penggam baran atas peristiwa ini dalam sum ber-sum ber Eropa dan J awa.
Beberapa sum ber Eropa yang dipakai: Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 118 (yang paling lengkap);
UBL BPL 616, Port. 5 pt. 5, H.G. Nahuys van Burgst (Yogyakarta) kepada Kom isaris-J enderal
(Batavia), 14-9-1816 (yang menyatakan bahwa Rafles sendiri yang menyingkirkan dingklik kecil
itu dengan kakinya); BL Add MS 45272 (surat-menyurat rahasia Rafles dengan Lord Minto,
Januari–Maret 1812), T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia) kepada Lord Minto (Kolkata), 21-1-1812
360 KUASA RAMALAN

tapi peristiwa itu m em beri gam baran yang jelas m engenai ketegangan
yang bergolak di bawah perm ukaan, ketegangan yang telah diciptakan
oleh penghinaan dan pelecehan selama empat tahun.
Pada 28 Desem ber, suatu perjanjian baru ditandatangani antara
Rafles dan Sultan Sepuh. Perjanjian ini menetapkan pengembalian
sem ua wilayah yang diserahkan kepada Daendels di bawah perjanjian
10 J anuari, kecuali wilayah Grobogan, yang m em punyai 3.0 0 0 cacah
dan menghasilkan 19.40 0 rupiah J awa pajak tahunannya,175 yang men-
jadi hak Notokusumo. Namun pembayaran strandgeld tidak diber laku-
kan kem bali. Gerbang cukai jalan dan pasar ditetapkan untuk diam bil
alih oleh pem erintah Inggris dengan m em bayar 80 .0 0 0 dolar Spanyol
setahun (Van Deventer 1891:318 pasal 6).
Ketentuan ini, yang tidak dilaksanakan karena perlawanan Sultan
kedua pada bulan-bulan awal 18 12, kelak m em buka jalan ke penin-
dasan iskal oleh pemerintah Belanda pasca-1816 selama tahun-tahun
menjelang Perang J awa. Upaya pemerintah Hindia Belanda yang keku-
rangan uang untuk m em per oleh pendapatan sebanyak m ungkin dari
sumber ini tak peduli dengan ke sulitan yang ditimbulkannya bagi niaga
setem pat m endatangkan banyak ke susahan dan akan m enjadi salah
satu unsur penggalang dukungan luas terhadap perlawanan Diponegoro
pada 1825 (Bab IX). Sementara itu, Pacitan diambil alih oleh pemerintah
Inggris, terutam a karena alasan-alasan strategis dan niaga, dan Sultan
diwajibkan m em bantu pem bangunan jalan raya dari Yogya ke Teluk
Pacitan.176 Rafles me merlukan pelabuhan Pacitan dan hubungan baik
dengan pedalam an J awa un tuk m enghadapi kem ungkinan pendaratan
pasukan India– Inggris di pantai selatan supaya dapat terhubung de-
ngan raja-rajanya bila per musuhan dengan Belanda pecah lagi me nyu-
sul berakhirnya Pe rang Napoleon (Bab I catatan 55). Pasal selanjutnya
dimaksudkan un tuk mem buat wilayah Yogya lebih terbuka bagi barang-
baran g pabrik, khususn ya kain -bahan dari katun produksi in dustri

(ceritera Rafles sendiri tentang kunjungannya); Rafles 1830:125 (memoir Lady Sophia Rafles,
Lady Sophia [1786– 1858], yang m enyatakan bahwa seandainya perintah diberikan kepada para
pengiring Ham engkubuwono II untuk m enggunakan keris m ereka “m engingat ketatnya orang
Inggris dikerum uni, tidak seorang pun bakal selam at”); Veth 1896– 190 7, II:30 3. Sum ber J awa:
BD (Manado), II:172– 3, XVI.6– 10 (yang menekankan peran kunci Putra Mahkota); B.Ng. I:254– 5,
LXIII.1– 13.
bacaan-indo.blogspot.com

175 J umlah 3.0 0 0 cacah (keluarga tani produktif) yang ada di Grobogan didaftar dalam Serat Ebuk
Anyar (Buku Baru) 1773, lihat Dj.Br. 43, “Register der landen van den Sultan opgemaakt te Semarang
A0 1773”, 2-11-1773, perkiraan jumlah pajak tahunan sebanyak 19.200 rupiah J awa disebut dalam
S.Br. 23, Hugh Hope (Surakarta) kepada T.S. Rafles (Bogor), 9-5-1813. Satu rupiah Jawa setara
dengan f 1.20 atau 24 pence uang Inggris zaman itu, Carey 1980:199– 200; Apendiks XVI.
176 Van Deventer 1891:319 pasal-pasal 8– 9; UBL BPL 616, Port. 5 pt. 11, H.G. Nahuys van Burgst,
“Rapport over de residentie Djokjokarta”, 6-2-1817. Lebih jauh lihat Bab V catatan 20 .
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 361

tekstil In ggris. 177 H al in i m em buka lebih lebar lagi pin tu m asuk ke


pedalam an J awa bagi perekonom ian Eropa yang sedang m engalam i
industrialisasi yang saat itu dipim pin oleh Inggris. H al itu juga m e-
nim bulkan perkembangan penting dalam industri kain batik J awa sen-
diri yang dirancang untuk m enghadapi persaingan dengan kain yang
diim por dari Eropa, terutam a dalam penggunaan teknik cap (Rouffaer
190 4:21– 2).
Walaupun Raffles akhirn ya m elepaskan gagasan m en em patkan
Yogya di bawah kekuasaan Surakarta, pasal-pasal politik dalam per jan-
jian itu bukannya tanpa m asalah. Pasal-pasal tersebut m enunjukkan
bah wa Letnan-Gubernur-J enderal itu tetap bekerja dengan berbagai
ke ke liruan besar m engenai sistem keraton J awa tengah-selatan. De-
ngan de m ikian, m eskipun ham pir m enyam ai perjanjian yang dicapai
de ngan Sunan pada 23 Desember, perjanjian Yogya jelas tidak mengan-
dung suatu pasal mengenai keutuhan pemerintahan Sultan sebagaima-
na terdapat dalam perjanjian dengan Pakubuwono IV (Van Deventer
1891:315 catatan 1 pasal 2). Sebaliknya, pasal sejenis dalam per jan jian
Yogya m en ggam barkan bahwa Residen , J ohn Crawfurd, akan m en -
jalankan peranan patih (Van Deventer 1891:317 pasal 2). Mungkin saja
Rafles berharap agar pasal tersebut membuat Sultan jinak. Namun
jika me mang demikian harapannya, ia sangat keliru. Dalam pandangan
J awa, pasal tersebut tam pakn ya m en gakui bahwa residen sekaran g
me ru pakan pegawai sultan, sangat mirip dengan para duta VOC di ke-
raton dulu (Bab V). Crawfurd pastilah m en yadari bahwa kesalahan
besar sudah dibuat. Ternyata, segera setelah perjanjian itu disepakati,
satu-satunya naskah yang dibubuhi tanda tangan “lenyap” dari arsip ke-
residenan.178
Sebagai imbalan atas nasihat dan bantuan politiknya, Notokusumo
langsung diberi santunan sebanyak 6.0 0 0 dolar Spanyol setahun—yang
ter nyata tidak pernah dibayarkan—dan sejumlah lebih kecil, 1.0 0 0 dolar

177 Van Deventer 1891:319 pasal 10 . Pasal ini dimaksudkan untuk meniadakan tata krama (aw isan-
Dalem ) dalam pem akaian jenis kain batik tertentu yang sebelum nya hanya boleh untuk raja
dan keluarganya. Satu di antaranya adalah pola parang rusak, yang sangat disukai di Yogya.
Kem udian Crawfurd m engirim kan beberapa potong contoh batik dengan pola ini dan pola lain
juga ke para pemilik pabrik tekstil Inggris di Paisley (Glasgow) dan Lancashire, sehingga mereka
dapat m enghasilkan kain potong sejenis untuk pasar Yogya, lihat Bab I catatan 75. Tentang
aw isan-Dalem di Yogya pada m asa 1755– 1812, lebih jauh lihat Carey 1980 :177– 82 ; Carey dan
bacaan-indo.blogspot.com

Hoadley 20 0 0 :85– 6, 94– 5; IOL, Mack.Pr. 79, J ohan Knops, “Description of the city of Samarang
[Sem arang] of its cam pongs [kam pung], of its environs & of its population” (Deskripsi Kota
Sem arang, kam pung-kam pungnya, lingkungannya dan penduduknya), 280 – 5. Lebih jauh lihat
Bab VIII catatan 99.
178 Van Deventer 1891:317 catatan 1, 319– 20 catatan 2, menyebut pasal ini suatu “kesalahan sangat
besar” (een reusachtige blunder) dan mengira-ngira bahwa inilah satu di antara alasan mengapa
naskah yang ditandatangani itu hilang dari arsip keresidenan Yogya.
362 KUASA RAMALAN

Spanyol, diberikan kepada Kapitan Cina Yogya, Tan J in Sing (menjabat


180 3– 1813), yang juga telah banyak berjasa kepada Crawfurd.179 Rafles
kemudian mengetahui bahwa gagasannya mempekerjakan Notokusumo
se bagai seorang agen rahasia Inggris telah disabot oleh Crawfurd lewat
ke bijaksanaannya mempersiapkan tokoh tersebut sebagai saingan bagi
Sultan dan Putra Mahkota sehingga ia telah menjadi sasaran rasa iri pi-
hak keraton.180
Nasib perjanjian itu berum ur pendek. Kedua pihak tidak berke -
inginan mematuhi ketentuan-ketentuannya. Menurut babad Paku alaman,
Rafles telah meyakinkan Notokusumo bahwa begitu musim kemarau
ber langsung (Mei– Oktober) segala urusan di Yogya akan ditinjau ulang
(Poensen 190 5:278). Dalam surat kiriman berikutnya dari Lord Minto
yang ditulis se su dah ja tuh nya Keraton Yogya dan pengasingan Sultan
kedua ke Pulau Pinang awal Juli 1812, Rafles mengaku bahwa “ke ten-
tuan-ketentuan [per janjian 28 Desember 1811] saya terima sebagai yang
terbaik bisa dica pai dalam keadaan masa itu, bukan sebagai yang saya
ingin kan”.181 Sultan langsung saja mulai melakukan persiapan un tuk me-
lawan. Dengan kata-kata Crawfurd:

Tindakan Inggris yang lalai dan lunak disangka rasa takut [...] Setelah
per janjian ditandatangani, segera dim ulailah upaya m enggalang ten-
tara, m em buat senjata, dan m em perkuat pertahanan keraton (The
laxity and m oderation of British conduct w as m istaken for fear [...]
After the signature of the treaty , an im m ediate start w as m ade on the
collection of troops, the m anufacturing of arm s and the strengthening
of the defence of the cratton [keraton]).182

179 Van Deventer 1891:xv catatan 1; AvJ, T.S. Rafles (Yogyakarta) kepada John Crawfurd (Yogyakarta),
28 -12-18 11, yang m enyatakan bahwa santunan-santunan itu akan dibayarkan dari dana dinas
rahasia. Menurut Van Deventer 1891:10 2, santunan-santunan itu tidak pernah dibayarkan.
180 BL Add MS. 45272 (surat-menyurat rahasia Rafles dengan Lord Minto, Januari–Maret 1812);
T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia) kepada Lord Minto (Kolkata), 21-1-1812. Pertimbangan Rafles
terpengaruh dengan prasangkanya terhadap Crawfurd. J elas bahwa Notokusumo masih menikmati
kepercayaan Sultan.
181 IOL, Eur F148/23 (Rafles-Minto collection, vol. 23), T.S. Rafles (Salatiga) kepada Lord Minto
(Kolkata), 6-8-1812. IOL, G21/65, Rafles, “Memorandum respecting Java”, 1813, 38, di mana
perjanjian tersebut digam barkan sebagai “sekadar jalan sem entara yang dim aksudkan untuk
m eningkatkan hasil upaya m enenangkan negeri itu tapi tanpa kem am puan m encegah sikap
permusuhan yang terkandung dalam hati Sultan terhadap kekuasaan Eropa di J awa”.
bacaan-indo.blogspot.com

182 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Bogor), 21-3-1813. Lihat juga IOL, G21/65. Rafles, “Memorandum respecting Java”, 1813,
38, di mana Letnan-Gubernur-J enderal itu mengatakan bahwa ia sama sekali tidak puas dengan
Raja Yogya m eskipun sikapnya tam pak bersahabat; IOL, G21/ 39, J ava Separate Consultations,
8-3-1814, 177–9, Fort William (Kolkata) kepada T.S. Rafles (Bogor), 2-10-1813, tentang sikap
Ham engkubuwono II terhadap Crawfurd dan kecongkakannya untuk tam pak sebagai penguasa
yang berdaulat lewat perlawanan bersenjata.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 363

Seperti sudah kita lihat, Rafles sendiri menyaksikan sejumlah besar pra-
jurit di ibu kota kesultanan semasa kunjungannya bulan Desember dan
ia merasakan sikap bermusuhan penduduk setempat terhadap Inggris.183
Ke dua pihak segera bersiap perang. J elaslah bahwa pertarungan senjata
an tara pemerintah Inggris dan Sultan tak bisa ditunda lebih lama lagi.

Persiapan perang
Seperti dalam tragedi Yunani kuno, nafsu berkuasa tidak-boleh-tidak
akan mendatangkan malapetaka, begitu pula halnya dengan Raja Yogya
pada bulan-bulan awal 1812 tatkala ia bersiap untuk m enantang adi-
kuasa penjajah yang sedang pesat naik. Daendels telah menulis bahwa
ia merasakan bagaimana “Sultan sedang bergerak cepat menuju keja tuh-
annya” pada masa kemelut Raden Ronggo, 1810 (Bab VI). Namun de -
mikian, kelemahan mendasar pada pemerintahan Belanda-Prancis dan
desakan peristiwa-peristiwa dunia yang berkaitan dengan rangkaian Pe-
rang Napoleon, khususnya serbuan Inggris ke J awa pada Agustus 1811,
telah memberikan peluang kepada Hamengkubuwono II untuk merebut
kembali kedudukan politiknya. Tapi begitu pemerintah Rafles me r asa
cukup kuat secara militer untuk menghadapi Raja Yogya itu dan mu sim
kemarau pun mendukung dilaksanakannya pertempuran, akhir per sete-
ruan dengan kesultanan tidak akan lama lagi terjadi. Sekali lagi, ketidak-
mam puan kalangan atas Yogya membaca tanda-tanda zaman da lam per-
caturan sejarah dunia dan menyesuaikan diri dengan tata in ter na sional
yang berubah cepat akan mengakibatkan malapetaka bagi mereka.
Segera setelah keberangkatan Rafles dari Yogya pada 29 Desember
1811, Notodiningrat tiba dari Semarang.184 Tak diragukan lagi, ke ha dir-
annya m em perkuat kedudukan ayahnya karena babad Keraton Yogya
m en yebut-n yebut h ubun gan san gat baik yan g berkem ban g an tara
Notokusumo dan Sultan pada waktu itu.185 Rafles juga menganggap bah-
wa Notokusumo bertindak cerdik melayani kedua pihak dengan meng-
am bil hati abangnya, sang Sultan, sem entara m engukuhkan hubungan
dengan kekuasaan penjajah: “Penting m em buatnya tetap setia kepada
pe me rintah Inggris jika mungkin,” begitu Rafles menulis, “tapi jangan

183 BL Add MS. 45272 (Surat-menyurat rahasia Rafles dengan Lord Minto, Januari–Maret 1812), T.S.
bacaan-indo.blogspot.com

Rafles (Rijswijk/Batavia) kepada Lord Minto (Kolkata), 21-1-1812, 30-1-1812.


184 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Bogor), 15-1-1812. Lebih jauh lihat Poensen 1905:278–9, yang menyatakan bahwa
Notodiningrat lebih dulu menyampaikan hormatnya kepada Crawfurd, baru kemudian menghadap
Sultan, yang mengizinkan dia menjemput istrinya, sekarang Ratu Ayu (lihat Bab VI catatan 98),
dari keraton dan membawanya ke tempat tinggalnya yang sudah ludes dijarah.
185 B.Ng. I:259– 60 , LXIV.3– 9.
364 KUASA RAMALAN

Gambar 37. BL Add. MS. 12341 f.35r, cat at an asli Kiai Nit imenggolo kepada
Raden Tumenggung Sumodiningrat t ent ang persiapan yang diadakan di
Surakarta untuk menyambut Rafles, akhir Desember 1811 (Sec. I, pt. 6, doc.
VI). Fot o seizin The Brit ish Library, London.

m en do rongnya m encapai kedudukan sultan.”18 6 Menurut otobiograi


Diponegoro, rasa perm usuhan Sultan sekarang ditujukan kepada ayah
Diponegoro, karena ia takut Putra Mahkota mencapai kesepakatan ra-
ha sia den gan In ggris. 18 7 Karen an ya diam bil lan gkah-lan gkah un tuk
bacaan-indo.blogspot.com

m e la wan Putra Mahkota dan para pendukungnya, khususnya m ereka

186 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), T.S. Rafles (Bogor) kepada John Crawfurd
(Yogyakarta), 2-4-1812.
187 BD (Manado), II:76, XVI.21– 2.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 365

yang telah membantunya mendapatkan kekuasaan di bawah Daendels.


Sebagaimana akan kita lihat sebentar lagi, Diponegoro sendiri dianggap
sebagai ancaman dan hidupnya konon berada dalam bahaya.
Pada 15 J anuari, Raden Tum enggung Danukusum o diasingkan ke
Pacitan dan dijerat m ati oleh pengawal keraton yang m enyertainya di
suatu langgar pinggir jalan. Mayatnya ditanam di hutan sekitar sebelum
dibawa pulang untuk dim akam kan tanpa upacara di pekuburan para
pengkhianat di Banyusum urup yang dengan cepat m enjadi penuh de-
n gan jasad korban -korban Sultan . 18 8 Kabar ten tan g “pen gasin gan ”
tokoh tua itu disampaikan kepada Crawfurd oleh Notodiningrat. Peng-
um um an m en gen ai peristiwa itu dan bahwa hal itu terjadi se gera
setelah pulangnya bakal Pakualam II, m em buat sang Residen m eng-
ait kan kejadian tersebut den gan pen garuh tokoh in i: “dalam pikir-
an saya, hal itu m eninggalkan kesan yang kurang baik daripada se-
belumnya tentang Notodiningrat”, begitu ia menulis kepada Rafles.189
Sum ber Belanda sesudah itu juga m engaitkan Notodiningrat dengan
pem bunuhan itu dengan m engutip am arahnya karena penasihat raja
yang sudah tua itu diberi satu di antara keris pusaka m iliknya yang
dijarah dari kediam annya oleh putra Danukusum o, Danurejo II, pada
akhir Desem ber 18 10 setelah Notodiningrat dan ayahnya diasingkan
ke Sem aran g. 190 Pertalian keluarga yan g dekat an tara Dan ukusum o
dan Notokusum o—ia ipar pangeran itu—tam paknya tidak m em punyai
arti dalam keadaan ini (Mandoyokusumo 1977:12 n. 7, 13 no. 11). Sete-
lah hampir empat tahun dalam impitan politik yang berasal dari peme-
rintah Daendels (180 8– 1811), dendam jadi membara di keraton sehingga
perang saudara de facto sedang berkecamuk. Abang dan adik siap saling
memb unuh, begitu pula ayah dan anak.
Menyusul dijeratnya Danukusum o sam pai m ati, m ulailah tim bul
serangkaian gerakan melawan Putra Mahkota yang bertujuan menying-
kir kan dia dari kedudukannya dan bahkan membunuhnya. Ibunda sang
Pangeran, Ratu Kedaton, empat kali dikurung di Bangsal Kencono, suatu
pondok di keraton, karena dia m engecam keras rencana Sultan untuk
menempatkan Mangkudiningrat pada kedudukan putranya sebagai putra

188 Carey 198 0 :77 catatan 2, 1992:430 catatan 151 (tentang pem bunuhan Danukusum o di suatu
bacaan-indo.blogspot.com

langgar pinggir jalan). Tentang penguburan Danukusum o di Banyusum urup, lihat Van Pabst,
“Nota”, 26-8 -18 26. J asadn ya kem udian digali dan dim akam kan di pem akam an keluarga di
Melangi pada 27 November 1812 atas perintah Hamengkubuwono III, B.Ng. I:338, LXXXIII.22– 3.
189 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Rijswijk/Batavia), 15-1-1812. Lebih jauh lihat Poensen 1905:279.
190 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 120; Nahuys van Burgst 1835, I:22; Louw dan De Klerck 1894– 1909,
I:39.
366 KUASA RAMALAN

m ahkota (hlm . 74– 5; Van der Kem p 1896a:321– 2). Pada bulan Maret,
dua belas orang pendukung Putra Mahkota, yang sangat m enentukan
dalam pengalihan kekuasaan pada J anuari 18 11, dim inta oleh Sultan
Sepuh agar diserahkan kepadanya.191 Crawfurd melaporkan juga bahwa
nyawa Putra Mahkota berada dalam bahaya: “tidak diragukan lagi [...]
bahwa Sultan ingin menghapus hak putranya itu sebagai penggantinya
dan cara paling cepat untuk m elaksanakan hal itu adalah m encabut
nyawa nya dengan racun”.192 Crawfurd membayangkan untuk secepatnya
me nempatkan Putra Mahkota di bawah perlindungan Inggris.193
Selam a m asa yan g berbahaya in i, tam pakn ya Dipon egoro selalu
mem berikan nasihat dan dukungan kapada ayahandanya, dengan sering
melakukan perjalanan dari Tegalrejo ke pertemuan-pertemuan rahasia
di kadipaten. Dalam babad karyanya, ia menceritakan betapa beratnya
buah sim alakam a yang ia rasakan karena harus m em ilih antara pihak
ayah atau kakeknya, dengan menyarankan agar ayahnya bertindak de-
ngan sangat hati-hati.194 Dari suatu sumber Belanda sesudahnya bahwa
Sultan kedua cukup tahu mengenai sepak-terjang Diponegoro membantu
ayah andanya waktu itu dan berm aksud untuk m em erintahkan agar ia
dibunuh.195 Sangat mengherankan bahwa dalam surat-suratnya kepada
Rafles selama masa ini, Crawfurd tidak sekali pun pernah menyebut-
nyebut anak sulung Putra Mahkota itu. Mem ang, tidak sehelai pun di
antara surat-m enyurat Crawfurd yang tebal itu selam a tiga kali giliran
ber dinas di ibu kota kesultanan (Apendiks IX) yang pernah m em uat
rujukan pada Raden Ontowiryo (nam a Diponegoro pra-J uli 1812) atau
Pan geran Dipon egoro. H al in i sem akin an eh m en gin gat un gkapan
Dipon egoro bahwa oran g Skotlan dia itu m em bicarakan “segala hal
langsung dengan ayahnya dan dirinya” (Bab III catatan 45) dan bahwa ia
diberi tanggung jawab oleh ayahnya memimpin perundingan yang sulit-
sulit dengan Crawfurd m elalui patih Putra Mahkota, Raden Ngabehi
J oyosentiko sejak pertengahan April 1812 (Louw 1894:36– 7).

191 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 119–20; IOL, Rafles-Minto collection (salinan fotokopi surat-surat
asli), vol. 2, T.S. Rafles (Bogor) kepada Lord Minto (Kolkata), 21-3-1812 (yang melaporkan “Saya
yakin empat di antaranya langsung dicekik mati dan sisanya pastilah akan bernasib sama”). Lihat
juga catatan 56 tentang pengangkatan mereka menjadi bupati pada Maret 1811.
192 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Bogor), 6-3-1812. Lihat juga Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 120.
193 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
bacaan-indo.blogspot.com

Rafles (Bogor), 6-3-1812.


194 BD (Manado), II:163, XV.129– 31. Lebih jauh lihat Van der Kemp 1896a:322– 33.
195 J an Izaäk van Sevenhoven, “Nota eerbiedig aangeboden aan de hooge commissie, die benoemd is
om den oud-Sultan van J ogjakarta in zijn waardigheid te herstellen” (Catatan yang dengan hormat
disampaikan kepada komisi tinggi yang dibentuk untuk mengembalikan takhta kerajaan kepada
Sultan Sepuh di Yogyakarta), 23-8-1826, mengutip Louw dan De Klerck 1894– 190 9, II:422.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 367

Tapi ada masalah untuk sejarawan yang mau menyelidiki dan me-
nulis tentang masa kekuasaan Inggris di Yogya. Residen Belanda sesudah
m asa itu, Fran s Valck (m en jabat 18 31– 18 41), yan g juga sejarawan
amatir, pernah menggunakan arsip keresidenan dalam penelitian sejarah
tentang Yogya sejak Giyanti (1755) hingga Perang J awa. Tinjauan rinci
Valck kemudian diterbitkan lewat Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië
pada 1844. Kelihatannya Residen Belanda itu telah menyimpan ba nyak
di antara surat-surat dari arsip itu sebagai koleksi pribadinya. Seba-
gian be sar dari surat-surat yang disim pan itu tam paknya berasal dari
masa ke kuasaan Inggris (catatan 155). Karenanya kita jadi bergan tung
pada kesak siannya dan tiada sarana lain untuk memeriksa kebenaran
sumber-sumbernya. Valck jelas-jelas menyatakan bahwa menurut arsip
keresidenan, Diponegoro m em ang dim anfaatkan sebagai penghubung
antara ayahnya dan Crawfurd dan “umumnya sangat dihormati oleh orang
Eropa” masa itu,196 hal yang dibenarkan oleh sejumlah pejabat Belanda
tatkala ia ditunjuk sebagai wali bagi Sultan yang m asih kanak-kanak,
Hamengkubuwono V, Desember 1822 (Bab X catatan 11). J adi, sebelum
terdapat bukti yang sebaliknya, kita dapat menganggap bahwa Diponegoro
telah betul memainkan peran penting meskipun usianya masih muda dan
wibawanya masih kurang dalam dewan-dewan keraton.197
Sem entara perseteruan berdarah ini sem akin m em uncak, keraton-
keraton J awa berhasil m encapai saling pengertian rahasia m ela wan
Inggris. Prakarsa tampaknya timbul dari pihak Sunan yang mengguna-
kan jalur belakan g yan g diusahakan tetap terbuka an tara patihn ya,
Raden Adipati Cokronegoro, dan Sumodiningrat di Yogya. Pada 25 Ma-
ret, terdapat rujukan dalam salah satu pesan rahasia Sum odiningrat
ke pa da rekan n ya di Surakarta, yan g m en gutip surat Sun an “bahwa
dia in gin m em ben tuk persekutuan dan persatuan den gan “bapak”-
nya [Sultan] yang mungkin saja terus sampai pada keturunannya yang
paling akhir”.198 Perjanjian m engenai hal itu terdiri dari dua naskah

196 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 123; Valck 1844, 6– 4:37.


197 Diponegoro berumur 26 tahun Eropa atau 27 tahun J awa pada April 1812. Karena secara hukum,
um ur dewasa di J awa untuk lelaki m asa itu adalah 16 tahun, Diponegoro barangkali tidak lagi
begitu m uda. Sekalipun di Eropa m asa itu terdapat contoh-contoh orang sangat m uda yang
m em ikul tanggung jawab sangat penting di negara m asing-m asing kala m ereka m asih berusia
pertengahan duapuluhan, seperti halnya William Pitt “the Younger” (1759– 180 6), yang m enjadi
bacaan-indo.blogspot.com

perdana menteri Inggris pada 1783 pada usia 24 dan menjabat sampai meninggal 180 6, dan Louis
Antoine de St. J ust (1767– 1794), yang menjadi anggota komisi tertinggi Revolusi Prancis, Komisi
Keamanan Negara (Com ité de Salut Public) (1793– 1794), dan dihukum mati sebelum berusia 27.
198 IOL, Eur F148 / 24, “Secret correspon den ce”, pt. C, Raden Tum en ggun g Sum odin in grat
(Yogyakarta) kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), 10 Rabingulakir 1739 J (25-3-1812
M); John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 8-5-1812.
368 KUASA RAMALAN

yang dipertukarkan di antara keraton-keraton. Masing-m asing naskah


berbunyi sebagai berikut:199

Perjanjian antara Raden Adipati Cokronegoro dan Tum enggung Su-


m odiningrat yang dibubuhi cap kerajaan 20 0 dari Yang Mulia Su suhunan
Pakubuwono IV dan juga dari Yang Mulia Sultan Ham engkubuwono II
dan yang m engikat bagi keturunan m ereka. Maka diserah kanlah nas-
kah perjanjian ini kepada Tum enggung Sum odiningrat sebagai tanda
kesepakatan antara dirinya dan Raden Adipati Cokronegoro.

Pertam a-tam a, sem entara kedua junjungan kita Sunan dan bapaknya,
Sultan, sekarang sudah bersatu dan saling m enyam paikan isi hati
m asing-m asing, m aka m ereka sudah sepakat bahwa negeri J awa, seba-
gaim ana halnya hingga saat ini berada dalam kekuasaan m ereka, akan
terus dipertahankan dem ikian, yakni separuh oleh Yang Mulia Susu-
hunan dan separuh lagi oleh Yang Mulia Sultan hingga ke keturunan
m asing-m asing.

Yang kedua, disepakati bahwa jika salah seorang Pangeran Surakarta


m em berontak terhadap junjungannya, m aka Pangeran tersebut akan
diperlakukan sebagai m usuh oleh Yang Mulia Sultan sebagaim ana hal-
nya oleh Yang Mulia Susuhunan, dan dem ikian juga halnya dengan
Pangeran Yogyakarta jika berkhianat terhadap Yang Mulia Sultan,
akan diperlakukan sebagai m usuh oleh Yang Mulia Susuhunan se ba-
gaim ana halnya oleh Yang Mulia Sultan.

Ketentuan kedua dalam perjanjian itu jelas ditujukan kepada Putra


Mahkota Yogya, seperti yang kemudian dikemukakan oleh Crawfurd.20 1
Na m un ketentuan pertam a, tam paknya m erupakan suatu penegasan
kem bali pembagian lama atas J awa antara kedua keraton sebagaimana

199 Tinjuan kritis atas perjanjian asli dalam terjem ahan bahasa Inggris terdapat dalam IOL, Eur
F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), pt. F. Lihat juga IOL, G21/39, Java Separate
Consultations, 8-3-1814, 171, Fort William (Kolkata) kepada T.S. Rafles (Bogor), 2-10-1813.
Kutipan di atas berasal dari terjemahan Inggris resmi atas naskah yang ada di tangan Sultan oleh
G.P. Rouffaer dalam AvJ , “Secret contract established in the beginning of 1812 between Sunan and
the Sultan” (Kontrak rahasia yang dibuat pada awal 1812 antara Sunan dan Sultan) (seterusnya:
“Secret contract”), t.t., (? Maret 1812).
20 0 Kedua naskah perjanjian itu tidak pernah dibubuhi cap oleh kedua raja. Tampaknya baik Sunan
maupun Sultan tidak ingin menjadi yang pertama menaruh capnya pada naskah itu. J uga mereka
tidak bakal m em percayakan cap kepada bawahan m ereka. J adi tidak ada jalan yan g am an
untuk kedua raja itu untuk membubuhi cap sekaligus, S.Br. 55, Van Pabst, “Nota betreffende de
conspiratie”, 13-6-1827.
bacaan-indo.blogspot.com

20 1 AvJ , “Secret contract”, m encakup juga catatan yang dibuat oleh Crawfurd, “The last article is
levelled at the Hereditary Prince [Crow n Prince] and the European pow er w hich vested him
w ith the Regency , and is m eant to secure to the Sultan, w ithout reference to the European
Governm ent, the pow er w hich he had recently usurped (Ketentuan terakhir diarahkan pada Putra
Mahkota dan pem erintah Eropa yang m em berinya kekuasaan sebagai wali, dan dim aksudkan
un tuk m en gukuhkan kekuasaan Sultan , tan pa m en gaitkan n ya den gan pem erin tah Eropa,
kekuasaan yang telah direbutnya kembali baru-baru ini).”
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 369

ada nya sebelum tim bul perubahan yang dibuat oleh Daendels. Hasrat
Pakubuwono IV untuk diakui sebagai raja yang lebih tua di J awa, yang
telah dikem ukakannya pada 1790 , juga tam pak sudah diabaikan (Bab
V catatan 16). J adi, ketentuan ini m encerm inkan hasrat yang sangat
kon servatif untuk m em pertahankan pem bagian J awa yang telah dica-
pai den gan susah-payah sejak akhir abad kedelapan belas (Ricklefs
1974a:339– 40 ). Pemerintah penguasa Eropa tidak disebut-sebut secara
khu sus, tapi naskah perjanjian itu jelaslah ditujukan ke arah cam pur
tangan pihak luar dalam urusan J awa tengah-selatan. Dalam suatu surat
ke m udian, Sum odiningrat m enggam barkan perjanjian Desem ber yang
baru dengan Inggris sebagai berikut kepada rekannya di Surakarta:

Menurut pendapat saya, nak, keadaan para junjungan kita menyerupai


dua orang yang secara rahasia mengikat tali pernikahan. J ika Anda meng-
anggap demikian, maka perjanjian [dengan Inggris] tidak ber arti.202

Ia juga m enasihati Cokronegoro agar tidak perlu lagi ada tata kram a
“tinggi” atau “rendah”, suatu rujukan pada penggunaan tingkat bahasa
kromo (bahasa J awa halus) dan ngoko (bahasa J awa kasar), “dengan de-
mikian segala kesulitan bisa dihindari di antara kita berdua”.20 3
Menurut P.H. van Lawick van Pabst (1780 – 1846), yang kem udian
me nulis catatan tentang persekutuan itu pada masa Perang J awa, kese-
pakatan rahasia itu menyangkut lebih daripada sekadar perjanjian ten-
tang saling m em bantu. Persekutuan tersebut secara khusus ditujukan
untuk m elawan Inggris dengan pengertian bahwa, apabila terjadi se-
rangan ke Yogya, Sunan akan memukul pasukan Inggris dari belakang.
Ada juga ren can a, begitu san gkaan Van Pabst, un tuk pem bun uhan
besar-besaran atas penduduk Eropa di kota-kota keraton, meski hal ini
tidak diperkuat dalam sumber-sumber Eropa mana pun. Persiapan per-
lawanan itu tampaknya sudah dilaksanakan cukup jauh tatkala Inggris
m ulai m engum pulkan pasukan untuk bertem pur pada akhir Mei dan
awal J uni.20 4 Sunan m em anfaatkan jaringan kekeluargaannya dengan

20 2 IOL, Eur F148 / 24, “Secret correspondence”, pt. C no. 5, Raden Tum enggung Sum odiningrat
(Yogyakarta) kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), 10 Rabingulakir 1739 J (25-3-
1812 M). Pakubuwono IV tampaknya sangat cemas dengan pasal 9 perjanjian 23 Desember 1811
bacaan-indo.blogspot.com

dengan Inggris yang m engulangi ketentuan dalam perjanjian-perjanjian dengan Belanda/ VOC
yang m elarang surat-m enyurat dengan kekuasaan lain baik asing m aupun dalam negeri tanpa
izin resmi dari pemerintah Eropa, IOL, G21/ 39, J ava Separate Consultations, 8-3-1814, 169, Fort
William (Kolkata) kepada T.S. Rafles (Bogor), 2-10-1813; Van Deventer 1891:316 pasal 9.
203 IOL, Eur F148/ 24, “Secret correspondence”, pt. C no. 5, Raden Tumenggung Sumodiningrat (Yogya-
karta) kepada Raden Adipati Cokronegoro (Surakarta), 10 Rabingulakir 1739 J (25-3-1812 M).
20 4 S.Br. 55, Van Pabst, “Nota betreffende de conspiratie”, 13-6-1827. Tentang tibanya Rafles di
370 KUASA RAMALAN

Madura untuk m engirim kan utusan rahasia ke istana m ertuanya, Sul-


tan Sepuh Madura, dulu Panembahan Cokrodiningrat IV di Pamekasan
(Bab V catatan 72), juga den gan m em buka hubun gan den gan para
bupati pan tai utara yan g m em pun yai kaitan den gan keraton berkat
per n ikah an . 20 5 Bah kan ad a d esas-d esu s bah wa pasu kan -pasu kan
(“kolonial”) J awa di Surabaya sedang siap-siap bergabung ke dalam
pem be ron takan itu.20 6 Tatkala pertem puran terjadi, Pakubuwono IV
m ene lan tar kan Yogya sendiri. Mem ang, m enyusul jatuhnya Keraton
Yogya dan diram pas nya arsip istana itu, kadar persekutuan itu dising-
kap sepenuhnya.20 7 Van Pabst yang pernah menyelidiki arsip itu meng-
un gkap kan bahwa Pakubuwon o IV “m en yem bun yikan tajin ya” dan
m en gor ban kan patih n ya yan g diasin gkan ke Surabaya. Dua pejabat
Surakarta lain, Bupati Blora, Raden Tum enggung Mertonegoro, dan
seorang pegawai kantor Patih Surakarta, Raden Ngabehi Ronowijoyo,
yan g bertugas sebagai kurir rahasia, juga sem pat dipen jarakan di
Semarang oleh Inggris karena terlibat dalam persekutuan itu.20 8
Dalam babad karyan ya, Dipon egoro m en eran gkan peristiwa itu
dengan singkat tapi cukup teliti:

XVI. 23 Maka Yang Mulia Sultan


pastilah m enjadi m usuh Inggris.
Tum enggung Sum odiningrat
dibebani tugas,

Sem arang pada 1 J uni 1812, di m ana ia bergabung oleh pasukan dengan 60 0 serdadu di bawah
komando Kolonel Gillespie tujuh hari kemudian, lihat IOL, Rafles-Minto collection (salinan
fotokopi surat-surat asli), vol. 3, T.S. Rafles (Cipanas) kepada Lord Minto (Kolkata), 22-5-1812 ;
T.S. Rafles (Semarang) kepada Lord Minto (Kolkata), 2-6-1812, 15-6-1812.
20 5 IOL, Rafles-Minto collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol. 3, T.S. Rafles (Semarang)
kepada Lord Minto (Kolkata), 2-6-1812. Tentang hubungan pernikahan antara Surakarta dan para
bupati pasisir, lihat Bab V catatan 12.
20 6 Thorn 1815:184–5; Gerlach 1859:211. Rafles menilai rendah pasukan ini: “mereka bahkan tidak
kembali sesuai dengan jumlah yang dilaporkan: suatu hari jumlah mereka disebut 80 0 serdadu dan
esoknya yang hadir hanyalah 20 0 . Yang m enjadi serdadu adalah orang yang paling tak berguna
dan saya khawatir tidak akan pernah bisa berguna barang sedikit pun. J ayeng Sekar (m arsose;
polisi berkuda) dan Pasukan Kolonial (Corps Colonial) seharusnya dianggap lebih sebagai polisi
bersenjata daripada sebagai serdadu”, IOL, Rafles-Minto collection (salinan fotokopi surat-surat
asli), vol. 3, T.S. Rafles (Bogor) kepada Lord Minto (Kolkata), 22-9-1812.
207 Tampaknya pada akhir April (catatan 238), Rafles sudah mencium isi surat-menyurat rahasia antara
kedua keraton dan pelanggaran pasal 9 perjanjian 23 Desember 1811 dengan Inggris, tapi isi leng-
kap persekutuan itu dan keterlibatan Pakubuwono IV di dalamnya baru jelas sesudah arsip Yogya
bacaan-indo.blogspot.com

dirampas (20-6-1812). Bukti yang memperkuat diperoleh di rumah Patih Surakarta, Raden Adipati
Cokronegoro, akhir J uli, S.Br. 23, Charles Assey (Batavia) kepada Hugh Hope (Surakarta), 4-8-1812.
20 8 S.Br. 23, Hugh Hope (Surakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 10-8-1812. Ketika harta
kekayaan tiga orang ini dilelang di Surakarta pada akhir J uli 1812, Residen Inggris sebelum nya
kaget dengan besarnya jumlah senjata (tombak, bedil, dan pedang) yang terdapat di antara barang-
barang mereka, S.Br. 14B, Kolonel Alexander Adams (Surakarta) kepada T.S. Rafles (Semarang),
22-7-1812.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 371

24 [dan] m enghubungi Surakarta.


Nam un Yang Mulia Sunan m engandalkan adiknya
Pangeran Mangkubum i
dan patihnya,
Raden Adipati Cokronegoro.
J adi terdapatlah kesepakatan
bahwa kelak, jika pecah perang

25 m elawan Inggris, Surakarta


akan m em ukul m ereka dari belakang.
Makanya m ereka bersum pah setia
dan saling tukar naskah
lengkap dengan tanda tangan sebagai jam inan,
sungguh untuk selam anya.
Dem ikianlah kesepakatan itu.20 9

Rujukan Diponegoro pada peran kunci yang dimainkan oleh adik Sunan,
Pangeran Mangkubumi (Bab V catatan 42), didukung sepenuhnya da lam
sum ber-sum ber Eropa.210 Terkenal dengan pandangan-pandangan nya
yang sangat berm usuhan terhadap orang Eropa dan dengan wataknya
yang keras, Pangeran Mangkubum i kem udian diasingkan m ula-m ula
ke Batavia (18 16– 18 18 ) kem udian ke Am bon (18 18 – 18 24) m enyu sul
ke ter libatannya dalam berkom plotan besar kedua di Surakarta pada
1815 yang terkait dengan garnisun sepoy setempat (Carey 1977:299, 321
catatan 10 4; Bab VIII).
Seorang lagi adik Sunan yang mengambil ba gian dalam persekutuan
itu ialah Pangeran Buminoto (Bab II catatan 86). Seperti sudah terlihat,

20 9 BD (Manado) II:176– 7, XVI (Pangkur) 23– 5. m engkana Kangjeng Sultan/ m apan nem ah
m engsah law an Inggris iku/ Dèn Menggung Sum adiningrat/ ingkang binobot ing kardi. 24.
atepang lan Surakarta/ nging Jeng Sunan pitajeng m ring kang ray i/ Pangran Mangkubum i
iku/ law an ingkang Papaty a/ Dèn Dipati Cakranagara puniku/ m apan lajeng prajangjèy an/ ing
bénjing kalam un jurit. 25. law an Inggris Surakarta/ m apan sagah any abet saking w uri/ apan
sam y a sum pah sam pun/ kang serta liru patra/ tondha nam a w us dady a ubay anipun/ m apan
ing sam ongsa-m ongsa/ m angkana ingkang ubanggi. Pada 1946, ketika Mr Profesor Muhammad
Yamin (190 3– 1962) menyiapkan riwayat hidup Diponegoro (Yamin 1950 ), salinan dalam aksara
Latin atas naskah Babad Diponegoro (Serat Babad Dipanagaran) edisi Rusche dikerjakan
untuknya oleh Kangjeng Raden Mas Tumenggung Tirtodiningrat di Surakarta, tapi seluruh bagian
yang m enyangkut pengkhianatan Surakarta itu dibuang dari salinan tersebut. Bagian tersebut
terdapat dalam Rusche 190 8– 0 9, I:32– 3, XVI.23– 38 (LOr 6547b, 176– 81). Hal ini m erupakan
contoh menarik mengenai masa lalu sebagai kenyataan masa kini, dan bisa saja mencerminkan
tipisnya kesetiaan Keraton Surakarta dalam tahun pertama pergolakan Revolusi Indonesia (1945–
1949), lihat Anderson 1972:351– 64. Salinan beraksara Latin sebanyak dua jilid itu diberikan kepada
bacaan-indo.blogspot.com

penulis oleh mendiang Profesor C.C. Berg di Leiden, J uni 1971. Muhammad Yamin semula telah
meminta Profesor Berg untuk membantunya dalam penulisan biograi Diponegoro pada akhir
tahun 1940 -an.
210 AN, Kabinet Missive 17-5-18 46 no. 134, “Troonopvolging in het rijk van Soerakarta” (Suksesi
takhta di kerajaan Surtakarta), Baron W.R. van Hoëvell (Surakarta) kepada Gubernur-J enderal
J .J . van Rochussen (Batavia), 4-3-1846, catatan dengan pinsil di pinggir laporan tentang peran
kunci yang dimainkan oleh Pangeran Mangkubumi dalam surat-menyurat rahasia 1812.
372 KUASA RAMALAN

baik Sunan m aupun Bum inoto m em elihara hu bungan akrab dengan


paguyuban-paguyuban agama di Surakarta (Bab II), dan hal ini menjadi
keprihatinan yang m akin besar di pihak pejabat pem erintah Inggris
sejalan dengan semakin dekatnya hari penyerbuan. Pada 17 J uni 1812,
Residen In ggris di Surakarta, Kolon el Alexan der Adam s m en desak
Rafles untuk mengingatkan Sunan pada upayanya meng izinkan “ulama
dan oran g Arab” bebas keluar m asuk keraton n ya, dan m em biarkan
m er eka m en jelajah i pedalam an “den gan m en yam ar ” tan pa sur at
jalan.211 Kekhawatirannya itu terbukti. Tidak hanya para santri keraton
yang melaksanakan tugas penting sebagai utusan rahasia antara kedua
keraton waktu itu (catatan 87), tapi juga Pakubuwono IV tam paknya
m em beri perintah rahasia kepada para pejabat agam a di keratonnya
agar apabila Inggris m enyerang Surakarta, m ereka harus pindah ke
pegun un gan un tuk m em im pin perlawan an terhadap pasukan pen -
dudukan.212 Acara doa um um juga diadakan dem i keselam atan Sultan
selama salat J umat di Mesjid Ageng.213
Meskipun bukti tentang niat berm usuhan Sunan terhadap Inggris
sudah jelas, term asuk usahan ya m em perkuat kedudukan m ilitern ya
dan m e lem pari pos kavaleri Inggris di gerbang Srim enganti oleh para
punakawan nya pada 1 J uni,214 Sunan tam pak tidak betul-betul akan
mem bantu Yogya secara militer. Ia merayu Sultan dengan menyebutnya
“bapak” dalam surat-suratnya dan m endesaknya m elawan Inggris, de-
ngan harapan hal itu akan memberi keuntungan kepada dirinya sendiri.
Namun, seperti dikemukakan oleh Rafles, “Susu[hu]nan senantiasa
merasa sungkan dan ragu, ingin sekali ikut dalam usaha apa pun yang
diperkirakan dapat m engguncang kekuasaan penjajah, tapi takut ber-
sikap kukuh dan terang-terangan seperti Sultan”.215 Sejak Maret, pra-
jurit dari wilayah tim ur berdatangan ke ibu kota kesunanan hingga
dekat m en jelang serbuan Inggris ke Yogya yang jum lahnya m encapai
sekitar 7.0 0 0 orang dan tam pak “siap siaga tinggal m enanti perintah

211 S.Br. 14B, Kolonel Alexander Adams (Surakarta) kepada T.S. Rafles (Yogyakarta), 17-6-1812.
Tentang pemberlakuan surat jalan oleh Daendels untuk para ulama dan pemuka agama lain dalam
perjalanan pada 16 September 1810 , lihat Bab VI catatan 46.
212 IOL Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), Kolonel Alexander Adams (Surakarta) kepada
T.S. Rafles (Yogyakarta), 17-6-1812.
bacaan-indo.blogspot.com

213 IOL, Rafles-Minto collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol. 3, T.S. Rafles (Bogor) kepada
Lord Minto (Kolkata), 20 -4-1813.
214 IOL, Rafles-Minto collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol. 3, T.S. Rafles (Bogor)
kepada Lord Minto (Kolkata), 23-4-1813; S.Br. 25, Kolonel Alexander Adams (Surakarta) kepada
Pakubuwono IV (Surakarta), 1-6-1812 (tentang peristiwa Srimenganti).
215 IOL Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), T.S. Rafles (Bogor) kepada Lord Minto
(Kolkata), 18-4-1813.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 373

dari Yogya untuk m e m ulai pertem puran”.216 Nam un tatkala pasukan


Kolonel Gillespie siap siaga di Yogya pada 17 J uni, Sunan hanya m e-
n em patkan sebagian ten tara n ya di depan garis kom un ikasin ya ke
Sem arang dan berharap m en da pat keuntungan dari kegagalan m iliter
atau pertempuran yang berke panjangan.217 Tidak jelas juga sejauh mana
Sultan m enaruh kepercayaan pada janji-janji Sunan. Pada awal Mei,
Putra Mahkota mengatakan kepada Crawfurd bahwa:

[Terdapat] sedikit saja bahaya yang perlu dicem askan dari rencana
ker ja sam a antar-keraton ini, karena [...] kesan Sultan sedem ikian atas
watak Kaisar [Sunan] sehingga [beliau] kurang m enaruh kepercayaan
pada kem am puannya dan, sepanjang m engenai diri beliau sendiri,
beliau tahu bahwa begitu tam pak tanda-tanda bahaya, Susu[hu]nan
akan ber usaha keras m endapatkan am pun pem erintah Inggris dengan
m engungkapkan seluruh seluk-beluk kerja sam a itu.218

Tidak terlihat adanya usaha di pihak Sultan untuk meminta bantuan dari
Surakarta selam a berlangsungnya serbuan ke keraton-nya. Mem ang,
sesudah Yogya jatuh, penulis Babad Bedhah ing Ngay ogy akarta (babad
jatuhnya Yogyakarta), Pangeran Panular, menyatakan bahwa meskipun
m endapat bantuan Sunan, Yogya tetap tidak akan dapat bertahan ter-
hadap Inggris (Carey 1992:10 7, 267, 433 catatan 167).
Menurut Diponegoro, segera sesudah kesepakatan rahasia de ngan
Surakarta pada akhir Maret 1812, Sultan ragu apakah akan melaksa na-
kan rencananya m elawan Inggris atau m encapai penyelesaian da m ai
dengan me minta izin untuk membunuh Putra Mahkota dan mengang-
kat putra ke sa yangannya, Pangeran Mangkudiningrat, sebagai peng-
gantinya. Diponegoro m enyatakan dalam babad karyanya bahwa Raja
Yogya itu se m ula m em ilih m encapai penyelesaian dam ai dan m enu-
gas kan Notokusum o m engurus surat kepada Crawfurd yang m enjelas-
kan den gan rin ci per m in taan Sultan . Nam un tan pa se pen ge tahu an
Notokusum o, pem bicara an m engenai hal itu diam -diam dipantau oleh
patih Putra Mahkota, Raden Ngabehi J oyosentiko. Menurut Diponegoro,
J oyosentiko ber sem bunyi di ruangan luas di langit-langit tepat di atas

216 IOL Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), Kolonel Alexander Adams (Surakarta) kepada
bacaan-indo.blogspot.com

T.S. Rafles (Semarang), 15-6-1812; Hugh Hope (Surakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia),
2-4-1813. Tentang persiapan militer Sunan, lihat juga IOL, G21/ 39, J ava Separate Consultations,
8-3-1814, 182.
217 IOL Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 23), T.S. Rafles (Semarang) kepada Lord Minto
(Kolkata), 12-8-1812.
218 IOL Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Rijswijk/Batavia), 8-5-1812.
374 KUASA RAMALAN

kam ar singgasana, yang dibangun oleh Residen Belanda sebelum nya


guna m enyim pan sarang burung yang m ahal harganya,219 sehingga ia
dapat m encuri dengar percakapan Notokusum o.220 Pangeran tersebut
kemudian dilaporkan oleh Residen Inggris sebagai mengatakan bahwa
“m ak sud utam a Sultan adalah agar Pangeran Adipati [putra m ahkota]
tidak bisa mewarisi takhta”.221 Ia juga menjelek-jelekkan Putra Mahkota
de ngan m engatakan bahwa “kejahatan Putra Mahkota itu adalah tipu
muslihat”, dan dengan melanjutkan penjelasan mengenai latar belakang
rasa permusuhannya seperti berikut:

Sem asa hidup m endiang Sultan [Ham engkubuwono I, bertakhta 1749–


1792], Putra Mahkota itu m engasihi saya sebagai seorang bapak, tapi
ke m udian ia bertindak secara khianat [terhadap] saya [...] Pendapat
saya sendiri tentang dia sekarang adalah bahwa dia berada dalam
ke ta kut an dan kesulitan. Dia sam a sekali akan m em atuhi [Letnan]-
Gubernur-J enderal, tapi ia tidak disukai oleh para prajurit, para pa-
nger an atau bangsawan [...] kejahatan[nya] adalah kesukaannya m em -
buat intrik di kalangan perem puan para pejabat, pelanggaran sum pah
yang ia ucapkan sendiri dan perilakunya yang penuh lagak terhadap
ayah nya yang kasar dan penuh paksa.

Nam un Crawfurd m encatat bahwa pendapat Notokusum o “sangat


sarat den gan prasan gka dan rasa tak suka, [...] bahkan rasa m uak
terhadap Putra Mahkota”. Lagipula, pangeran tersebut sama sengitnya
ter ha dap abangnya, sang sultan, yang sikapnya terhadap dirinya, begitu
ia tegas kan, juga telah sangat berubah setelah Sultan Mangkubumi wafat
pada Maret 1792: “[diperkirakan] dia [sekarang] berada dalam kesulitan
besar. Ia nyaris tidak bisa m akan dan tidur. Untuk m enyem bunyikan
keadaan yang sebenarnya dia pura-pura sibuk dengan pasukannya. Peri-
lakunya menyerupai anak-anak.”222

219 Ruan g di lan git-lan git itu diban gun oleh Residen J an Lapro (m en jabat 1764– 1773) khusus
untuk m enyim pan sarang-burung, AvJ , A.H. Sm issaert (Yogyakarta) kepada G.A.G.Ph. van der
Capellen (Batavia/ Buitenzorg), 2-5-1823. Tentang pentingnya pendapatan dari sumber ini untuk
m enunjang gaji kecil Residen Belanda sebelum nya, lihat Bab V catatan 29– 30 . Menurut Pieter
Engelhard, separuh keuntungan yang bernilai sekitar 30 .0 0 0 ronde realen (real perak) dari sarang
burung Yogya dikantungi oleh residen (jadi dua kali sebesar gaji resminya) dan sisanya ke kantung
Daendels, IOL Eur F148/18 (Rafles-Minto collection, vol. 18), Pieter Engelhard (Yogyakarta)
kepada Kapten William Robison (Yogyakarta), 27-9-1811. Rafles memutuskan mengambil
alih seluruh pendapatan dari sum ber ini untuk kas pem erintahnya (IOL Mack.Pr. 2, kom entar
Rafles atas memoir rahasia Kolonel Alexander Adams, Semarang, 6-12-1811, 20) dan pasca-1816,
bacaan-indo.blogspot.com

diangkatlah para inspektur khusus pem erintah untuk gua-karang sarang burung, opziener der
vogelnestklippen, lihat KITLV H 263, P.D. Portier, “Verklaring”, Surakarta, 1826.
220 BD (Manado) II:177– 80 , XVI.26– 35.
221 IOL Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles
(Rijswijk/ Batavia), 14-5-1812. Laporan Notokusumo diterima oleh Crawfurd pada 13-5-1811.
222 IOL Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Rijswijk/Batavia), 14-5-1812.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 375

Nyatan ya, tan pa m em beritahu Notokusum o, segera pada awal


April, tatkala bukti mengenai rencana rahasia Sultan tersingkap, Rafles
telah m em erintahkan Crawfurd m em buka jalur kom unikasi rahasia ke
Putra Mahkota. Crawfurd diminta untuk memperingatkan pangeran itu
tentang rencana pemusatan pasukan di Semarang, suatu rencana mili-
ter yang ternyata terpaksa ditunda ham pir selam a dua bulan karena
ha rus m elan carkan ekspedisi terhadap Sultan Palem ban g, Mahm ud
Badaruddin (bertakhta 180 4– 1812, 1813, 1818– 1821).223 Dengan kata-
kata Rafles:

Tujuan langsung dikum pulkannya pasukan begitu besar di sekitar


Sem arang adalah [...] untuk m em beri kesan kepada Sultan tentang ke-
m am puan kita m em aksakan tuntutan kita dan dengan itu m encapai
suatu perjanjian yang m ungkin sesuai dengan kepentingan dan m ar-
tabat pem erintah Inggris [...] karena itu kebijakan Anda adalah ber-
upaya dengan segala cara untuk m endekatkan Putra Mahkota secara
pribadi pada kepentingan kita dan jika bisa untuk m em isahkan dia
dari kepentingan ayahandanya.224

Ber d asar kan h al itu Cr awfu r d m en gh u bu n gi Pu tr a Mah kota,


yan g pada giliran n ya m en un juk Raden Ngabehi J oyosen tiko un tuk
m ewakilin ya. J oyosen tiko, yan g m em pun yai darah Madura sedikit,
pern ah m en jadi salah satu kom an dan pasukan Yogya berkekuatan
1.0 0 0 serdadu yang dikirim ke Batavia, Oktober 1793, untuk menolong
m em perkuat perta hanan VOC tatkala perang pecah antara Republik
Pr an cis d an Belan d a. 225 Tam pakn ya ia sem pat tin ggal beber apa
bulan di ibu kota kolonial itu dan hal ini boleh jadi telah m em berinya
pen galam an bergaul den gan oran g Eropa. Ia juga di luar dugaan
merupakan seorang di antara pejabat Yogya yang terlibat dalam surat-
m enyurat rahasia antara keraton (ca tatan 8 6) sehingga dia tentunya
bisa m em beri in form asi rin ci kepada Residen In ggris itu ten tan g

223 Pasukan ekspedisi in i berlayar pada 20 Maret 18 12 dan baru kem bali pada 1 J un i, Thorn
1815:127–73; Rales 1830:126; IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), T.S. Rafles
(Bogor) kepada J ohn Crawfurd (Yogyakarta), 2-4-18 12, n o. 15. Pasukan yan g dikum pulkan
m enjadi ekspedisi Yogya terdiri dari 60 0 serdadu infanteri dan penem bak jitu (“bedil lantak”)
dengan dukungan sejum lah kecil serdadu kavaleri dan artileri. Sebanyak 1.40 0 serdadu lagi,
utamanya sepoy, disiapkan sebagai cadangan, IOL, Rafles-Minto collection (salinan fotokopi
surat-surat asli), vol. 3, T.S. Rafles (Bogor) kepada Lord Minto (Kolkata), 19-6-1812; S.Br. 29,
bacaan-indo.blogspot.com

Kolonel Alexander Adams (Surakarta) kepada Hugh Hope (Semarang), 10-4-1812; G21/65, Rafles,
“Memorandum respecting J ava”, 1813, 41.
224 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), T.S. Rafles (Bogor) kepada John Crawfurd
(Yogyakarta), 2-4-1812, no. 15.
225 AvJ , W.H . van IJ sseldijk (Yogyakarta) kepada J .G. van Overstraten (Sem aran g), 4-11-1793.
J oyosentiko tampaknya pernah menjadi anggota resimen infanteri keraton, Ketanggel, masa pra-
April 1792, lihat Carey dan Hoadley 20 0 0 :214.
376 KUASA RAMALAN

apa yang terjadi sejak Septem ber 18 11 saat surat-m enyurat itu m ulai
berlan gsun g. Seoran g yan g luar biasa beran i, m en urut Dipon egoro,
kelak ia akan m engorbankan nyawa sendiri dem i kesetiaannya kepada
Putra Mahkota.226
Pertemuan pertama antara J oyosentiko dan Crawfurd berlangsung
pada m alam 11 April di rum ah pensiunan dokter bedah keresidenan,
seorang kelahiran Brunswick, Friedrich Willem Baum garten (sekitar
1760 – 18 18 ). 227 Cr awfu r d secar a u m u m m eyakin kan p atih Pu tr a
Mahkota itu tentang sikap bersahabat Rafles terhadap Putra Mahkota
dan m em berinya pengertian bahwa jika nyawa Putra Mahkota sam pai
tercancam, Wisma Residen terbuka lebar demi keselamatannya. Dengan
peran taraan J oyosen tiko, Putra Mahkota m en yatakan kesediaan n ya
m enerim a syarat apa pun yang dikehendaki oleh Inggris dem i adanya
jalan keluar bagin ya dari keadaan bahaya yan g m en jen gkelkan itu.
J oyosentiko menyerahkan kepada Crawfurd daftar nama-nama sa habat
dan pen dukun g Putra Mahkota. Setelah m en yim ak daftar tersebut,
Crawfurd mengirim surat kepada Rafles: “kesan umum yang timbul
dari daftar ini adalah bahwa sang Pangeran mempunyai banyak teman
rahasia tapi sedikit yang berani terang-terangan, suatu keadaan yang
bisa dim aklum i m engingat rasa takut yang um um terhadap Sultan”.228
Na m un , tidak seperti Notokusum o, Putra Mahkota tidak berupaya
menjelek-jelekkan ayahnya maupun pamannya, bahkan menyebut hal-
hal baik tentang Sum odiningrat yang berangasan itu. Hanya Pangeran
Mangkudiningrat dan seorang di antara dua penjabat bersama sebagai
Bupati Wedana Madiun, bekas panglima tentara Sultan kedua, Pangeran
Dipokusum o, yang digam barkan sebagai sangat berm usuhan terhadap
Putra Mahkota. “Perilaku Pangeran”, begitu Crawfurd menyatakan ke-
mu dian, “dan rasa kemanusiaannya yang besar membuat dirinya secara
umum lebih disukai oleh para petinggi daripada Sultan, ayahnya”.229
Seperti sudah kita lihat, Diponegoro mengaku bahwa dirinya diper caya
oleh ayahnya memikul tanggung jawab dalam perundingan-perundingan
dengan Crawfurd. Ia tidak bertemu dengan Residen Inggris ini ketika
itu, menurut babad karyanya, tapi terus bertindak dengan peran taraan
J oyosentiko dan Kapitan Cina Yogya, Tan J in Sing, yang ber tugas sebagai
bacaan-indo.blogspot.com

226 BD (Manado) II:142, XV (Asmaradana) 41. nenggih Radèn Jay asentika/ kaduk purun kéw ala.
227 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 120 . Tentang F.W. Baum garten, lihat Bab I catatan 160 , Bab VI
catatan 4.
228 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Rijswijk/Batavia), 12-4-1812.
229 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Rijswijk/Batavia), 14-5-1812.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 377

penerjemahnya, yang menolongnya membuat surat ke pada Rafles yang


menyatakan bahwa Putra Mahkota bersedia mengikat per janjian dengan
Inggris.230 Tidak lam a kem udian, pada 1– 6 J uni, Crawfurd pergi ke
Semarang untuk bertemu dengan Rafles menjelang serbuan Inggris ke
keraton.231 Menurut babad karya Diponegoro, Letnan-Gubernur-J enderal
itu menyatakan rencananya dalam pertemuan ini un tuk menggulingkan
Sultan, menobatkan Putra Mahkota sebagai penggantinya, dan mengakui
Diponegoro sebagai Pangeran Adipati yang baru (putra mahkota). Namun
Diponegoro m enolak m enerim a ke du dukan itu, dengan m engangkat
sumpah di hadapan dua anggota Suronatan yang juga sahabat karibnya,
Kiai Rahmanudin, kelak jadi Penghulu Yogya (bertugas 1812– 1823), dan
Kiai Amad Ngusman, kelak kepala Suronatan dan guru pribadi bagi adik
Diponegoro, Ham engkubuwono IV (bertakhta 1814– 1822) (Apendiks
VIIb). Menurut ba bad karyanya, Diponegoro berkata sbb.:

XV. 78 J adilah saksi bagiku

79 J ika sam pai aku lupa.


Aku jadikan [kam u] saksi atas tekad hatiku yang kukuh:
biarlah aku tidak dijadikan
Pangeran Adipati [putra m ahkota].
Bahkan jika aku kelak dijadikan sultan,
sekalipun dilakukan oleh ayahku,
atau kakekku,

80 Aku sendiri tidak ingin


terpaksa m inta am pun kepada Yang Maha Kuasa.
Tak peduli berapa lam a aku berada di dunia ini,
aku akan selalu berdosa.232

230 BD (Manado) II:180 – 2, XVI.39– 82; Knoerle, “J ournal”, 22, di mana ia menyebut penggambaran
Diponegoro tentang Tan J in Sing sebagai “penerjemah”-nya selama masa itu. Lebih jauh lihat Van
der Kemp 1896a:323.
231 IOL, Rafles-Minto collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol. 3, T.S. Rafles (Semarang)
kepada Lord Minto (Kolkata), 2-6-1812, menyebutkan pertemuan Rafles dengan Crawfurd dan
Kolonel Alexander Adams, Residen Inggris untuk Semarang, yang berlangsung di Semarang pada
2 J uni. Crawfurd kembali ke Yogya pada 6 J uni dan mungkin ia bersama Kapitan Cina Yogya, Tan
Jin Sing, IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada
T.S. Rafles (Semarang), 8-6-1812, no. 15.
232 BD (Manado) II:191, XVI (Pangkur) 78– 80 . padha seksènana m am i. 79. m enaw i lali ta ingw ang/
pan sun kary a éling ugering ati/ aja tan kinary a ingsun/ iy a Pangran Dipaty a/ nady an silih sun
banjur kinary a ratu/ lam un kary a kangjeng ram a/ utaw a Jeng éy ang m am i.* 80 . sun dhéw é
bacaan-indo.blogspot.com

m apan dosa.* Saya mengikuti edisi Rusche di sini (190 8– 0 9, I:39), Lor 6547b menyebut kangjeng
yang mami. Ada gunanya membandingkan hal ini dengan komentar Diponegoro yang disampaikan
kepada Mayor F.V.H.A. de Stuers setelah penangkapannya di Magelang pada 28 Maret 18 30 :
“Dalam kesempatan lain ia (Diponegoro) menceritakan bagaimana selama pemerintahan Inggris
tergantung pilihan dia apakah dia ingin diangkat sebagai Sultan, tapi dia tidak ingin mendapatkan
kedudukan itu atas kem auannya sendiri karena terlalu banyak urusan duniawi terkandung di
dalamnya”, Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:744. Lebih jauh lihat Van der Kemp 1896a:324.
378 KUASA RAMALAN

Dengan demikian Diponegoro menegaskan bahwa kedudukan Pangeran


Adipati (putra m ahkota) patutlah beralih kepada adikn ya, Ben doro
Raden Mas Sudomo (juga dikenal sebagai Bendara Raden Mas Ambiyah
atau Gusti Raden Mas Ibnu J arot; Louw dan De Klerck 18 94– 190 9,
I:115; Mandoyokusum o 1977:37), yang beda dengan dirinya lahir dari
se oran g istri resm i. 233 Nam un dem ikian , Pan geran setuju, m en urut
kesaksiannya sendiri, jika adiknya itu naik takhta meskipun masih anak-
anak, seyogyanya adiknya itulah yang m en jalankan tanggun g jawab
kerajaan.234
Nyatan ya, hal itu m em an g terjadi: bakal H am en gkubuwon o IV
ini baru berusia sepuluh tahun tatkala ia naik takhta pada 10 Novem -
ber 18 14. Tepat m enjelang serangan Inggris ke keraton, Diponegoro
juga tam paknya sudah m enerim a salinan perjanjian rahasia 12 J uni
yan g disetujui oleh Raffles, yan g m en gukuhkan upaya pem erin tah
Inggris untuk m enyingkirkan Sultan kedua dan m enjadikan ayahnya
raja dengan imbalan berupa sejumlah besar ganti rugi guna “defray ing
the w hole expence (sic) of every description incurred by the British
Governm ent” (menutup seluruh biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Inggris), dalam ekspedisi m iliternya, dan persetujuan Putra Mahkota
untuk mengadakan perjanjian baru dengan Inggris.235 Hal ini ke mudian
m en im bulkan dugaan bahwa hak Dipon egoro m en jadi Sultan telah
diakui oleh ayahnya atau oleh Letnan-Gubernur-J enderal.236
Seluruh peristiwa itu sebagaim ana dipaparkan dalam babad karya
Dipon egoro dan desas-desus yan g kem udian m elin gkupin ya san gat
m em bingungkan. Seperti sudah terlihat, peran yang konon dijalankan
oleh Diponegoro dalam surat-m en yurat antara Inggris dan ayahnya

233 Ia in i adalah putri m en dian g Bupati Yogya un tuk J ipan g-Rajegwesi, Raden Tum en ggun g
Sosrodiningrat I (bertugas 1794– 180 7), yang m enikah dengan seorang putri Ham engkubuwono
I, Mandoyokusumo 1977:12 no. 8, 29. Dikenal sebagai Ratu Kencono (pasca– 3-11-1814, Ratu Ibu),
ia tam paknya m erupakan istri kesayangan Ham engkubuwono III, Dj.Br. 21, Matthijs Waterloo
(Yogyakarta) kepada Nicolaus Engelhard (Semarang), 5-9-180 7, dK 145, Waterloo, “Memorie van
Overgave”, 4-4-180 8.
234 B.Ng. I:323– 4, LXXIX.1– 9; BD (Manado), II:187– 8, XVI, 65– 7; Knoerle, “J ournal”, 18.
235 BD (Manado) II:194– 5, XVI.93– 6. Perjanjian itu, yang hanya berisi tiga pasal (Carey 1980 :95– 6),
di satu m uka dalam bahasa Inggris dan m uka yang lain dalam bahasa J awa, yang ini disusun
oleh Tan J in Sing (pasca-Desem ber 1813, Raden Tum enggung Secodiningrat). Satu salinannya
kelak disim pan oleh Diponegoro di Tegalrejo (BD [Manado], II:288– 9, XIX.41– 2), tapi ia juga
tam paknya m encari yang asli di arsip keraton pada Septem ber 1823, nam un tanpa hasil karena
keadaan arsip tersebut, lihat Bab I catatan 182; Bab X catatan 125.
236 Menurut P.H. van Lawick van Pabst, yang mendapatkan keterangan dari Pangeran Adiwinoto II
bacaan-indo.blogspot.com

waktu Van Pabst untuk sem entara m enjabat Residen Yogyakarta (Maret– Oktober 1827) sem asa
Perang J awa, Ham engkubuwono III telah m enulis surat kepada Diponegoro yang m engakui dia
sebagai penggantinya, lihat dK 165, “Translaat-verhaal Adiwinotto”, t.t. (? 8-1827). Lebih jauh
lihat Van Pabst, “Nota betreffende de aan de Pangeran Diepo Negoro geopende vooruitzichten op
den troon van J ogjakarta” (Catatan tentang prospek yang dibukakan untuk Pangeran Diponegoro
m engenai takhta Yogyakarta) Yogyakarta, 29-6-18 27, dalam Louw dan De Klerck 18 94– 190 9,
I:116– 9. Lebih jauh lihat Bab XI catatan 87.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 379

sama sekali tidak terdapat dalam surat-surat yang ada antara Crawfurd
dan Rafles selama masa itu. Kita hanya mempunyai keterangan Valck
bah wa sum bangan Diponegoro diketahui dan dihargai oleh penguasa
Inggris. Di sam ping itu, m enurut Matthijs Waterloo, Bendoro Raden
Mas Sudom o telah diakui oleh Putra Mahkota sebagai penggantinya
yang sah dan yang sangat dikasihinya.237 Tentunya sangat tidak cocok
de ngan watak Diponegoro untuk m engincar kedudukan yang ia tahu
bukan hak nya dan yang secara khusus diperingatkan agar jangan ia
terima dalam suara gaib di Parangkusumo sekitar 180 5 (Bab IV). J uga
Diponegoro memang tidak ingin memikul tanggung jawab yang timbul
dari kedudukan tersebut. Satu-satunya yang mungkin sebagai penjelasan
adalah bahwa Crawfurd atau Rafles salah mengerti perbedaan dalam
bahasa J awa antara putra-putra raja dari istri resm i (garw o padm i)
dan dari istri tak resmi (garw o am pey an atau selir). Mengetahui bahwa
Diponegoro ialah anak sulung Putra Mahkota dan sekarang sem akin
diper hitungkan berkat kepandaiannya berunding, mungkin mereka serta-
merta menganggap bahwa takhta seyogyanyalah diwariskan kepadanya
sewaktu ayahnya m enjadi sultan. Kendati Diponegoro dengan sangat
tegas m enolak usul itu, desas-desus m alah terus beredar di keraton
tentang am bisinya yang kelak m eracuni hubungan antara dirinya dan
pihak keraton selam a pem erin tahan adikn ya, H am en gkubuwon o IV
(Van der Kem p 18 96a:324; Louw dan De Klerck 18 94– 190 9, V:744;
Carey 1976:61, 1981a:269 catatan 134). Akan dilihat nanti bagaim ana
desas-desus ini bahkan telah m eyakinkan beberapa pejabat Belanda
saat pecah Peran g J awa bah wa alasan sesun gguh n ya Dipon egoro
mengangkat senjata adalah ambisi politik yang tak kesampaian (Bab XI
catatan 87).
Perundingan Crawfurd dan Putra Mahkota berlangsung terus selama
April dan Mei, tapi sudah jelas waktu itu bahwa akan diambil tindakan
ter hadap Sultan. Desas-desus m engenai surat-m enyurat antara Sultan
dan Sunan sudah sampai ke telinga Rafles pada 23 April dan hal itu
diper kuat oleh Notokusum o dan J oyosentiko dalam pem bicaraan m e-
reka dengan Crawfurd pada 8 Mei.238 Pada saat yang sama, nyawa Putra
Mahkota tam pak lebih terancam bahaya daripada sebelum nya. Masih
pada awal Mei, tujuh pejabat tinggi yang dekat dengan Pangeran itu
bacaan-indo.blogspot.com

237 dK 145, Waterloo, “Memorie van Overgave”, 4-4-180 8.


238 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles
(Rijswijk/Batavia), 8-5-1812, 14-5-1812; T.S. Rafles (Bogor) kepada Lord Minto (Kolkata), 18-4-
1813; S.Br. 14B, John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 12-5-1812.
380 KUASA RAMALAN

Gambar 38. Lukisan cat air karya William Daniell (1769–1837), t ent ang seorang
bacaan-indo.blogspot.com

sepoy anggot a pasukan khusus, salah sat u dari Bat alion Sukarelawan Benggala
yang mengambil bagian dalam serbuan Inggris ke Kerat on Yogyakart a pada
Juni 1812. Dari Williams 1817:171. Fot o seizin Bodleian Library, Oxford.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 381

Gambar 39. Seorang priyayi Jawa dalam seragam tempur, dikutip dari Rafles
1817, I:90.
bacaan-indo.blogspot.com
382 KUASA RAMALAN

ditangkap dan diperm alukan oleh Sultan. Malah tim bul desas-desus
bah wa Sultan akan menjerat mati mereka.239 Ini menimbulkan dugaan
bahwa Putra Mahkota akan dibunuh. Memang, pada hari J umat, 9 Mei,
ketika Sultan dan putra sulungnya bersama-sama salat J umat di Mesjid
Ageng, Sultan m enunjuk ke arah anaknya dan m enyatakan kepada se-
m ua yang hadir bahwa urusan tidak akan beres di Yogya sebelum ia
disin gkirkan . 240 Walaupun Crawfurd m en desak Putra Mahkota agar
mengungsi ke Wisma Residen, ia menolak mempertimbangkan tin dak-
an seperti itu yang menurut pendapatnya akan membuat Sultan sangat
jengkel.241 Sebaliknya, ia tam paknya terus m enghadiri acara-acara di
keraton bersama dengan pamannya, Notokusumo, guna mencegah tim -
bulnya ke cu rigaan Sultan bahwa m ereka berdua sedang berpikir-pikir
akan ber ga bung dengan Inggris.
Min ggu, 18 Mei, seoran g bekas peja bat Belan da, J an Izaäk van
Sevenhoven (1782– 1841), yang waktu itu untuk sementara tidak ber ke-
nan bagi penguasa Inggris karena sikap nya yang pro-Prancis (De Haan
1935a:646) dan secara pribadi m e la kukan perjalanan ke ujung tim ur
Pulau J awa (Oosthoek), secara pribadi pula menghadap Sultan dengan
dihadiri oleh Putra Mahkota dan Notokusum o. Ia m en ggam barkan
Raja Yogya itu seba gai orang yang sudah renta dengan sosok J awa yang
sangat kaku dan kedutan parah di wajah, yang hanya sedikit bicara, itu
pun m elalui patih nya, serta tidak ada m irip-m iripnya dengan Sunan
dalam hal ke ra mah an.
Sebaliknya, Putra Mahkota m em iliki raut m uka polos dan ra m ah,
tapi tam pak sudah terlihat tua untuk usianya yang baru em pat puluh
dua tahun.242 Menurut babad Pakualam an, Sultan terbuai dengan ke-
hadiran adik dan putranya itu di keraton sehingga m engira m ereka
m asih berada di pihaknya. “Syukur alham dulillah,” ia konon berseru,

239 IOL, Eur F148/24, John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S. Rafles (Rijswijk/Batavia), 8-5-1812,
12-5-1812; Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 120 . Belakangan, dalam pernyataannya 22 J uni 1812 yang
mengakui Putra Mahkota (Hamengkubuwono III) sebagai Sultan Yogya, Rafles mengumumkan
bahwa tujuh pejabat tinggi itu sudah dihukum mati, Java Governm ent Gazette, 4-7-1812, 3 no. 5.
Namun Poensen 190 5:279 mengatakan bahwa enam dari tujuh, yang berpangkat lurah dan berasal
dari resim en pribadi Putra Mahkota yang m erupakan kiai, Suronatan, kem udian dibebaskan
dengan hanya seorang yang dihukum mati.
240 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Rijswijk/Batavia), 12-5-1812.
241 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
bacaan-indo.blogspot.com

Rafles (Rijswijk/Batavia), 14-5-1812. Lihat juga Louw dan De Klerck 1894–1909, I:113–4, tentang
penolakan Diponegoro untuk mempertimbangkan kemungkinan mengungsi ke benteng Yogya.
242 KITLV H 50 3, Van Sevenhoven, “Aanteekeningen”, 111– 2, yang merujuk pada Hamengkubuwono
II sebagai orang yang punya slechte trekken in zijn gezicht (garis yang jelek di muka), dan Putra
Mahkota sebagai reeds bejaard (sudah menua). Lihat juga Thorn 1815:291, yang menggambarkan
bakal Hamengkubuwono III sebagai “tinggi kekar, tapi tanpa kesan menyenangkan atau berwibawa
dalam gerak-geriknya”.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 383

“adik ku m asih beram but panjang!” (Poensen 190 5:291), yang berarti
bahwa Notokusumo tidak bergabung dengan orang Eropa yang berbeda
dengan orang J awa karena berambut pendek (Carey 1981a:254 catatan
79). Nam un hal itu tidak berlangsung lam a. Begitu Notokusum o dan
anaknya, Notodiningrat, berlindung di benteng Yogya pada pagi buta
18 J uni, penam pilan m ereka berubah dalam hal pakaian dan tam pang
se perti yang terjadi dengan Pangeran Prangwedono (Mangkunegoro II)
tat kala menerima pangkat kolonel dari Daendels pada J uli 180 8 (Bab V
catatan 75): yakni mengenakan seragam seorang perwira kavaleri Eropa
dan m em otong pendek ram but gaya J awa yang panjang m elam bai itu
(Carey 1992:80 , 226, 40 9 catatan 57, 462 catatan 30 0 a).
Sem en tara itu, Sultan m elan jutkan persiapan m ilitern ya: bedil
tam bahan dipasan g di din din g ben ten g keraton , tin gkap bidik baru
dibuat di dinding terse but dan pasukannya dilatih diam-diam dan ter-
atur di alun-alun selat an.243 Rafles terus diberi kabar mengenai per -
kem ban gan in i oleh Crawfurd, yan g sekaran g san gat dipuji karen a
ke m ah ir an dan keh ati-h atian n ya. 244 Walaupun Letn an -Guber n ur -
J enderal itu sem ula berharap m enye rang Yogya pada awal Mei, terta-
hannya pasukan Kolonel Gillespie di Palembang berarti bahwa pasukan
ekspedisi Inggris tidak bisa dikum pulkan di Sem arang sebelum J uni
(lihat juga catatan 223).

Jatuhny a Yogy akarta, 20 Juni 1812


Pada awal J uni, pasukan ekspedisi Inggris yang berkekuatan 1.0 0 0 ser-
da du yang terbaik, separuh di antaranya adalah orang Eropa dan sepa ruh
lagi sepoy, sudah berkumpul dalam tangsi-tangsi darurat di Semarang,
Ungaran, dan Salatiga.245
Berbagai pasukan kecil sudah dikirim untuk memperkuat garnisun-
garnisun di Surakarta, Klaten, dan Yogya.246 Pada 13 J uni, pasukan in duk

243 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Rijswijk/Batavia), 12-5-1812, 14-5-1812. Menurut laporan Crawfurd kepada Rafles dan
digunakan oleh Valck, Hamengkubuwono II menggalang pasukan dengan kekuatan 8.380 serdadu,
1.180 di antaranya adalah parajurit “reguler” keraton, yakni anggota resimen-resimen kawal elite.
Hanya yang barusan disebut ini yang benar-benar bertempur melawan Inggris, Dj.Br. 9A, Valck,
“Overzigt”, 125.
244 IOL, Rafles-Minto collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol. 3, T.S. Rafles (Semarang)
kepada Lord Minto (Kolkata), 2-6-18 12, “Saya m enilai tinggi kem am puan Mr. Crawfurd dan
bacaan-indo.blogspot.com

menaruh keyakinan pada kewaspadaannya.”


245 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 125, menyebut bahwa Inggris mengerahkan “1.20 0 ” “serdadu terbaik”
m ereka dan 8 0 0 (nyatanya, 50 0 ) prajurit “Legiun ” Pran gwedon o (sekaran g dirujuk sebagai
“korps”). IOL, G21/65, Rafles, “Memorandum respecting Java”, 1813, 47, menyebutkan bahwa
hanya 1.0 0 0 serdadu, lihat catatan 223. Tentang perincian pasukan yang terlibat dan nama-nama
komandannya, lihat Carey 1992:432– 3 catatan 163.
246 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Semarang), 8-6-1812.
384 KUASA RAMALAN

sedang menuju ibu kota kesultanan.247 Mereka tiba dengan diam-diam di


Yogya dalam satuan-satuan kecil, memasuki benteng pada malam hari.
Tapi kecurigaan Sultan segera tim bul. Ia m em erintahkan orang ber ta-
nya kepada Crawfurd apa maksudnya garnisun Yogya diperkuat secara
besar-besaran dan diberi jawaban bahwa mereka merupakan “pa sukan
baru” yan g perlu pun ya pen galam an den gan keraton J awa ten gah-
selatan dan bahwa Letnan-Gubernur-J enderal yang m em beri perintah
untuk itu.248 Menurut Diponegoro, Sultan masih terus percaya pada haji
keraton yang m eyakinkan dia bahwa Letnan-Gubernur-J enderal itu
sedang dalam perjalanan untuk menangkap Putra Mahkota dan meng-
asingkannya dari J awa.249 Sesungguhnya, hingga akhir, Sultan berharap
ia bisa m em bujuk In ggris un tuk m en gakui bukan ayah Dipon egoro
melainkan Mangkudiningrat sebagai penggantinya (Poensen 190 5:30 6;
Carey 1992:75, 218 ). Sem entara itu, persiapan m iliternya berlanjut:
pengawal tam bahan ditem patkan di gerbang keraton, m enara jaga di-
dirikan di benteng, dan pengintai disebar di jalan-jalan masuk utama ke
keraton.250
Sum odin in grat agakn ya m erupakan pen asihat yan g palin g ber-
se m a ngat m endesak Sultan untuk m elawan Inggris. Dalam kata-kata
Diponegoro, “ia senantiasa menyatakan kegirangannya bahwa [akhirnya]
saat bertempur sudah tiba”.251 Babad Spehi (Babad Perang Sepoy), kar-
ya Pangeran Mangkudiningrat semasa pengasingannya di Pulau Pinang
(1812– 1816), menambahkan keterangan bahwa Raja Yogya itu juga di-
dorong bertindak demikian oleh sejumlah orang Belanda dan Indo pen-
du duk Yogya yang senang dengan kemungkinan Inggris menderita keka-
lahan.252 Hal ini sebagian dikukuhkan dalam surat pribadi seorang kapten
artileri Inggris kepada ayahnya di Inggris bahwa “[penduduk] yang orang
Belanda telah berusaha keras m eyakinkan penduduk pribum i bahwa
tentara kita sama sekali tidak perkasa”.253 Namun Sultan masih ber harap
dapat mengusahakan syarat-syarat perundingan yang sesuai. Ka renanya
ia mengirimkan patihnya, Sindunegoro (pasca-J anuari 1812, Kiai Adipati

247 IOLMack.Pr. 14, Mackenzie, “Report”, 7-6-1813, 252.


248 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Semarang), 8-6-1812; B.Ng. I:279, LXVIII.41–2; Carey 1992:72, 213.
249 BD (Manado), II:192, XVI.82.
bacaan-indo.blogspot.com

250 IOL, Eur F148/24 (Rafles-Minto collection, vol. 24), John Crawfurd (Yogyakarta) kepada T.S.
Rafles (Semarang), 8-6-1812
251 BD (Manado), II:191, XVI (Pangkur) 8 1. Dèn Tum enggung Sum adiningrat puniku/ ingkang
kekah aturira/ kang rem en dadosing jurit.
252 LOr 6791 (3) (Babad Spehi):10 3, I.17– 8.
253 Royal Artillery Institution, London, MD/ 143, Kapten William Colebrooke (Yogyakarta) kepada
ayahnya di Inggris (seterusnya:“Colebrooke letter”), 8-7-1812.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 385

A. Kerat on masuk ut ama (Pagelaran) ke kerat on


B. Bent eng penj aj ah (Fort Vredenburg) L. Pasukan art ileri dan kavaleri Inggris
C. Wisma Residen memot ong j alan mundur t ent ara Jawa
D. Serangan ut ama oleh Resimen Infant eri ke- sepanj ang j alan raya sekeliling kerat on
14 (Buckinghamshires) yang dipimpin oleh M. Perkampungan penduduk di balik dinding
Kol. James Wat son bent eng
E. Kubu t imur-laut (Tanj ung Anom) t empat N. Masj id Agung (Mesj id Ageng)
gudang mesiu sult an diledakkan O. Pendopo dan wisma pribadi Sult an di
F. Gerbang ut ama (Pint u Poncosuro) Kadipat en j ant ung kerat on
yang diserbu dengan pasukan Let kol. P. Ist ana Tirt a (Taman Sari) dengan pint u
Alexander Macleod bawah-t anahnya
G. Jalur pasukan Let kol. J. Dewar yang Q. Gedong Pulo Argo (Pulo Gedong), menara
bergerak melingkar (H) menyerbu sisi yang dikelilingi dengan danau buat an
selat an kerat on (Segaran) yang t ersambung dengan
H. Kediaman Raden Tumenggung Sumodiningrat Taman Sari (P)
dihancurkan oleh pasukan Let kol. J. Dewar R. Wisma kediaman put ra mahkot a
sebelum masuk ke alun-alun selat an lewat (Kadipat en)
Pint u Gading (Nirboyo) S. Pabrik senj at a sult an
I. Alun-alun ut ara, t empat serangan pengecoh T. Daerah permukiman orang Eropa di
oleh pasukan Mayor P. Grant t erhadap pint u Yogyakart a

Pet a 7. Sket sa Kerat on Yogyakart a saat Inggris menyerbu pada pagi hari 20
Juni 1812. Dikutip dari Thorn 1815:185, Gambar XIX “Sketch of the fortiied
crat t en of t he Sult an of Dj ocj o Cart a t aken by assault on 20 June 1812 by t he
bacaan-indo.blogspot.com

Brit ish Forces commanded by Maj or General R.R. Gillespie (Sket sa kerat on
Sult an Yogyakart a yang dikelilingi bent eng yang direbut dalam serbuan 20 Juni
1812 oleh pasukan Inggris yang dipimpin oleh Mayor-Jenderal R.R. Gillespie)” ,
karya J. Wilbur Wright dari Oxford. Perlu dicat at bahwa Gillespie masih
berpangkat kolonel wakt u Kerat on Yogyakart a diserbu.
386 KUASA RAMALAN

Danurejo III), untuk berunding dengan Rafles saat ia tiba di Semarang


pada 1 J uni. Tapi Patih Yogya itu berhenti dulu di J ambu, Kedu utara,
rupanya untuk menunggu utusan yang serupa dari Surakarta, dan aki-
bat n ya hilan g kesem patan bagin ya un tuk bertem u den gan Letn an -
Gubernur-J enderal itu di Semarang (1– 16 J uni) maupun untuk menyak-
sikan awal serangan Inggris ke keraton karena ia baru kem bali ke ibu
kota kesultanan tepat saat keraton dihujani tem bakan senjata Inggris
dari benteng (Carey 1992:71– 2, 75– 6, 220 , 213, 40 2– 3 catatan 19a, 40 5
ca tatan 32). Pada 17 J uni, Rafles sendiri tiba di Yogya, dan dua hari ke-
mu dian semua pasukan Inggris, bersama dengan 500 prajurit Legiun Pa-
ngeran Prangwedono yang dipimpin oleh Prangwedono sendiri, sudah
berada di dalam benteng.254
Sem entara itu, Notokusum o dan keluarganya sedang bersiap-siap
m em belot ke pihak Inggris. Pangeran itu m enolak undangan Sultan
untuk menghadiri suatu pertemuan umum di keraton pada pagi hari 17
J uni karena ia sudah menerima pesan dari pembantu Crawfurd, seorang
India-Melayu, Encik Ahmad, bahwa ia harus bertemu dengan Rafles saat
tiba di Wisma Residen. Pada jam lima pagi 18 J uni, ia kemudian meng-
ungsi ke benteng bersama dengan sejumlah istri dan anak-anaknya. Se-
hubungan dengan itu tanda kain berwarna putih dibagikan kepada para
pengikutnya yang harus dipakai di bahu kiri sehingga mereka gampang
dikenali oleh tentara Inggris selama penyerbuan berlangsung.255
Pada saat yang sama, menurut penuturan Diponegoro, diusaha kan
m enghubungi Putra Mahkota. Walaupun diundang ke Wism a Residen
untuk bertemu dengan Crawfurd, Diponegoro menolak datang agar tidak
m em bahayakan kedudukan ayahnya. Sebagai gantinya, J oyosentiko
yang setia itu diutus dan ia menerima salinan perjanjian 12 J uni yang
d isahkan oleh Crawfurd, yang sudah lebih dulu disetujui oleh J oyosentiko
atas nama Putra Mahkota.256 Kendati kedudukan Putra Mahkota sangat
rawan, baik babad jatuhnya Yogyakarta maupun pa paran sejarah oleh
Valck jelas-jelas menunjukkan bahwa ia tidak pern ah berniat berkhianat
terhadap ayahn ya, tapi bertahan di kadipaten un tuk siap m em beri
bantuan kepada Sultan bila Inggris menyerbu.257

254 Hagem an 1857:422– 3; Colebroke letter, 8-7-1812 yang menyebutkan bahwa pasukan artilerinya
bacaan-indo.blogspot.com

termasuk yang terakhir tiba pada jam sembilan pagi, 19 J uni.


255 BD (Manado), II:194, XVI.92– 3. Poensen 190 5:298.
256 BD (Manado), II:194– 5, XVI.92– 6. Salinan perjanjian itu yang diberikan kepada J oyosentiko
tam pak tanggalnya sudah diubah ke 18 J uni agar sesuai dengan waktu pertem uannya dengan
Residen, Carey 1980 :95– 6.
257 Carey 1992:67-78, 20 4– 20 3; Dj.Br. 9A, Valk, “Overzigt”, 126.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 387

Namun kabar mengenai pembelotan Notokusumo menyulut ama rah


Sultan yang tampaknya menaruh kepercayaan pada adiknya itu hingga
saat-saat akhir.258 Sekarang ia m em beri perintah untuk m enggerak kan
pa sukan keraton lebih jauh, termasuk di antaranya satuan-satuan dari
dae rah wilayah timur, seperti Bagelen, Lowanu, dan Gagatan, juga dari
daerah negaragung Pajang. Sejumlah besar prajurit Bugis dan Bali di-
ke rahkan juga.259 Para pejabat m asjid dan sem ua “orang saleh” dari
wilayah-wilayah bebas-pajak bersiap-siap di sekitar Mesjid Ageng dan
oleh Mangkudiningrat dikatakan “siap perang sabil” (sum edy a sabil
utam a).260 Adik Sultan yang santri, Pangeran Muhamad Abubakar, yang
masih berniat menunaikan ibadah haji, tampak mengenakan jubah haji
warna putih saat bertugas di benteng keraton, tapi dengan terpaksa se-
gera menanggalkannya dan melepaskan niatnya melaksanakan “perang
suci” karen a pakaian n ya itu m em buat dia terlalu m en colok seba gai
sasaran penembak Inggris di benteng tatkala mereka memulai penyer-
buan pada sore hari 18 J uni (Carey 1992:68, 20 8– 9, 40 0 catatan 5).
Sejum lah ben trokan pun pecah. Kelom pok-kelom pok kecil juru
tom bak, juru tem bak, dan penunggang kuda, yang dijuluki “banditti”
da lam sum ber-sum ber Inggris, diperintahkan oleh Sultan untuk m en-
ce gat, m em bakar jem batan, m em bum i hangus pedalam an, dan secara
umum meng hambat gerak maju Inggris (Rafles 1830:126). Seorang di
antara panglim a Sultan paling tangguh, Raden Ario Sindurejo II (se-
kitar 1770 – sekitar 18 14),261 sengaja dikirim untuk m em im pin pasu-
kan pen ggan ggu sem acam itu. Ia berusaha m em oton g laju Legiun
Prangwedono tepat di luar Yogya saat mereka mencoba masuk ibu kota
kesultanan pada m alam hari, tapi pasukannya yang kecil itu dikalah-
kan.262 Namun esoknya, ia membalas kekalahannya itu ketika satu pa-
sukan perin tis kavaleri In ggris, yan g bertugas m en gam an kan jalan
m asuk bagi pasukan utam a Gillespie, m enjadi korban jebakan cerdik
yang dilakukannya di tebing Kali Gajahwong, Papringan. Pasukan yang
ber kekuatan 25 serdadu itu menderita kerugian besar: lima orang tewas
(“dicincang dengan sangat keji” m enurut kata-kata seorang perwira

258 LOr 6791 (3) (Babad Spehi):110 , I:44– 5; BD (Manado), II:194, XVI.92.
bacaan-indo.blogspot.com

259 LOr 6791 (3) (Babad Spehi):10 6, I:30 – 1, 10 8, I:37.


260 LOr 6791 (3) (Babad Spehi):111, I:49, sagung ing pam utihan […] sum edia prang sabil. Tentang
arti “perang suci” (perang sabil) saat itu di J awa tengah-selatan, lihat Carey 1981a:241 catatan
30 .
261 Seorang putra Ham engkubuwono I, Sindurejo II ialah seorang bupati keraton (nayaka) yang
masyhur karena keterampilan dan kejituannya, Carey 1980 :191.
262 B.Ng. I:288– 9, LXXI.6– 9.
388 KUASA RAMALAN

artileri Inggris yang tiba di tempat itu) 263 dan tiga belas orang luka parah
termasuk perwira me reka yang orang Inggris. Pertempuran itu kembali
membuktikan ke te ram pilan juru tombak J awa yang menyerang dengan
gerakan ber disiplin de ngan menggunakan tombak sangat panjang untuk
men jatuh kan pe nunggang kuda Eropa sebelum sempat mengisi kembali
be dil karben kavaleri m ereka yang m em ang m erepotkan itu (Thorn
1815:177– 8; Carey 1992:427 catatan 238; Bab I catatan 21). Tindak pa-
sukan Sindurejo itu tidak lagi terulang. Seandainya terulang, serbuan
Inggris ke Yogya mungkin bernasib lain, dengan menimbulkan jumlah
korban (dua puluh persen dari pasukan penyerbu) seperti yang dialami
oleh Inggris di Meester Cornelis. Nyatanya, kerugian di pihak Inggris
hanya berupa dua puluh tiga orang tewas dan tujuh puluh empat luka,
termasuk se orang perwira yang kemudian meninggal juga karena luka-
lukanya, dari seluruh pasukan penyerbu yang hanya di bawah 1.0 0 0
serdadu. Ini berarti jumlah korban cuma di bawah sepuluh persen, kecil
diban din gkan den gan ratusan —korban yan g “m en gerikan ” m en urut
Rafles—yang tewas di pihak Jawa (Carey 1992:415 catatan 95).
Pada hari yang sama dengan terjadinya pencegatan yang berhasil dila-
kukan oleh Sindurejo (Kamis, 18 Juni) Rafles mengirimkan pener jemah
Keresidenan Semarang, C.F. Krijgsm an, yang m e nyertainya ke Yogya,
untuk me nyam paikan sepucuk surat kepada Sultan yang ber isi ultima-
tum: bila ia tidak turun takhta dalam dua jam berikut nya (ultima tum itu
mulai tengah hari) untuk memberi tempat kepada Putra Mahkota, pihak
Inggris akan mulai mem bom bardir dengan meriam.264 Krijgsman diterima
oleh Sultan di pendopo Srim enganti di ha dapan kerabat dan pejabat
tinggi keraton yang duduk bersila di lan tai m enge lilinginya dengan
pakaian tempur lengkap. Sumodiningrat du duk ber hadapan langsung.
Dengan mengalihkan pandang ke Putra Mahkota, Sultan bertanya apakah
ia siap menerima tuntutan pemerintah Inggris.265 Me nurut penuturan
Mangkudiningrat, Putra Mahkota dengan tegas me nolak menerimanya,
dan berdasarkan hal itu Sultan menulis se pu cuk surat yang secara rinci
berisi penolakan terhadap tuntutan Rafles dan minta agar Notokusumo
menjelaskan mengapa ia membelot ke benteng.266

263 Colebrooke letter, 8-7-1812. Rafles menyebutkan kemudian bahwa 18 orang serdadu berkuda tewas
bacaan-indo.blogspot.com

dalam pencegatan sebelum penyerbuan, IOL, Rafles-Minto Collection (salinan fotokopi surat-surat
asli), T.S. Rafles (Semarang) kepada Lord Minto (Kolkata), 25-6-1812. Lebih jauh lihat EdD, 18-7-
1827, tentang penggunaan tombak sepanjang 4– 6 meter oleh pasukan J awa di luar Kota Gede.
264 IOL, G21/65, Rafles, “Memorandum respecting Java”, 1813, 44.
265 LOr 6791 (3) (Babad Spehi):113– 5, I:57– 66; BD (Manado) II:195– 7, XVI.98– 10 2; B.Ng. I:291– 2,
LXXX.24– 40 .
266 LOr 6791 (3): 114– 5, I:63– 6.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 389

Hujan tembakan artileri Inggris dimulai sore itu dan terus berlang-
sung hingga jauh m alam pada hari J um at, 19 J uni, saat Inggris m ulai
me nyerbu. Menurut Rafles, hujan tembakan artileri yang berlangsung
lama itu mempunyai dua maksud: memberi waktu bagi pasukan utama
penyerbu Inggris tiba di Yogya, dan bagi Sultan untuk m enim bang-
nim bang kedudukannya dan m elakukan perundingan.267 Nam un, jauh
dari perasaan terancam, Sultan malah tampak mendorong permusuhan
dan m en gesam pin gkan per in gatan Man gkudin in gr at ten tan g apa
yang menimpa Kartasura tatkala keraton diserbu oleh orang Tionghoa
pada 1742 sem asa Perang Cina (1741– 1743).268 Menurut Valck, Sultan
kem udian m engubah sikap ketika serangan Inggris yang sebenarnya
m ulai dilaksan akan pada pagi hari 20 J un i dan perilakun ya yan g
pengecut waktu itu sempat merusak semangat tempur pasukan pembela
keraton.269
Babad jatuhn ya Yogyakarta, yan g m em ulai cerita den gan awal
bom bardir Inggris, m em beri suatu kisah m enarik tentang rendahnya
se m an gat juan g di kalan gan para pem bela keraton , khususn ya juru
artileri J awa ketika berhadapan dengan ketepatan tem bakan Inggris.
Banyak di antara pangeran, yang m estinya m em beri teladan di m edan
tem pur dengan m em im pin sendiri perlawanan, hanya m encawat ekor
dalam perlindungan pintu-pintu gerbang atau berpura-pura sakit (Carey
1992:67– 8, 20 4– 6, 20 8– 9). Sisanya m enyelinap keluar keraton untuk
men cari selamat di desa-desa sekitar tempat tinggal kerabat dekat istri-
istri mereka, beberapa pergi bersama dengan keluarga ke Imogiri, tem-
pat m akam kerajaan.270 Hanya segelintir pangeran dan pejabat tinggi,
di antaranya Sum odiningrat dan Pangeran J oyokusum o (pasca-18 25,
Ngabehi), kelak menjadi panglima kavaleri Diponegoro (Bab II catatan
35), yang m em im pin pertahanan dengan sepenuh hati. Beberapa ka-
wasan sebelah utara keraton, khususnya Kaum an, lingkungan sekitar
Mesjid Ageng tempat banyak santri tinggal, dan pintu-pintu Pangurakan
serta Gladhagan yan g tan pa gerban g an tara ben ten g dan alun -alun

267 IOL, G21/65, Rafles, “Memorandum respecting Java”, 1813, 45. Pasukan utama penyerbu
In ggris yan g dipim pin oleh Letkol. Alexan der Macleod (Kom an dan Resim en In fan teri ke-
59, Nottin gham shires ke-2) baru tiba di Yogya pada 19 J un i. Colebrooke letter, 8 -7-18 12,
m enggam barkan hujan tem bakan m eriam itu: “tanggal 19 itu dilalui untuk m engebom guna
m engganggu dan m engalihkan perhatian m ereka [dan] yang kam i teruskan sepanjang m alam
bacaan-indo.blogspot.com

[19/ 20 J uni]. Pihak lawan m em balas tapi begitu lem ah sehingga kerugian tidak berarti. Nam un
banyak yang terluka karena ledakan pada penyimpanan mesiu kami”.
268 LOr 6791 (3) (Babad Spehi):10 5, I:25– 6, rujukan pada perang pacinan. Lebih jauh lihat Remmelink
1994:180 – 1.
269 Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 126.
270 Carey 1992:75, 76– 7, 219– 20 , 221; Colebrooke letter, 8-7-1812 juga menyebutkan larinya orang-
orang yang mempertahankan keraton.
390 KUASA RAMALAN

utara, sem ua rusak terkena api yang berasal dari tem bakan m e riam
nyasar. Pada saat yang sam a, banyak penduduk Yogya lari dari dalam
kota dan terjadi ban yak pen jarah an yan g dilakukan oleh ten tara
Legiun Pran gwedon o, para pen gikut Notokusum o, dan juga sepoy.
Hanya di sebelah tim ur Kali Code, di kedua sisi tem pat perm ukim an
Notokusumo—kelak jadi Pakualaman—rumah-rumah tinggal utuh.271
Kadipaten, tempat ke mana Diponegoro dan ayahnya pergi sesudah
per tem uan yang panas antara Sultan dan Krijgsm an di pendopo Sri-
m enganti, m enderita kerusakan yang sangat parah akibat tem bakan
m eriam . Letaknya di sebelah tim ur keraton m em buat kadipaten in i
paling dekat dengan sarang meriam di benteng (Carey 1992:67, 69, 20 5,
210 ).
In ggr is tam pakn ya juga ber siap-siap un tuk m en yer bu kar en a
gerbang utam a kadipaten nyaris runtuh kena peluru meriam . Dua kali
Putra Mahkota m en girim pesan kepada Sultan m elalui pam an n ya,
Pangeran Ario Panular, untuk m em inta bantuan yang m endesak guna
m encegah kadipaten jatuh ke tangan penyerbu. Nam un Sultan tetap
berada di salah satu wism a di pusat keraton selam a hujan tem bakan
m eriam itu berlan gsun g den gan dikelilin gi oleh an ggota pasukan
Srikandi yang senan tiasa mengawalnya (Thorn 1815:293; Carey 1992:68,
20 7– 8). Dua kali ia menerima nasihat putranya Mangkudiningrat bah-
wa sudah ada cukup pasukan di perm ukim an putra m ahkota, tetapi
jum lah juru tem bak dan m esiu tidak cukup tersedia untuk bisa m em -
per kuat pertahanan di sana. Akhirnya, adik Putra Mahkota, Pangeran
Mangkubum i, yang m en derita penyakit gondok berat, dikirim untuk
m em bantu, tapi ia dianggap terlalu lem ah untuk tugas itu. 272 Nam un
dem ikian, penyusun babad jatuh nya Yogyakarta, Pan geran Panular,
terus m en desak agar Putra Mahkota tetap berpihak pada ayahn ya,
hidup atau m ati, m eskipun kerja sam a den gan ayahn ya itu tam pak
kurang selaras. Pangeran Panular menggarisbawahi nasib nahas Sunan
Amangkurat I (bertakhta 1646– 1677) selama pemberontakan bangsawan

271 LOr 6791 (3) (Babad Spehi):119, II:19, 120 , II.23; Carey 1992:69, 210 , 40 1 catatana 15; Mackenzie,
“Report”, 7-6-1813, 252, m enyatakan bahwa sem ua pekerja J awa dan para tukang lari dari kota
pada 20 J uni. Bahwa permukiman Notokusumo dan sekitarnya tetap utuh tentu merupakan akibat
kedudukannya sebagai sekutu Inggris.
bacaan-indo.blogspot.com

272 LOr 6791 (3) (Babad Spehi):118 , II:16; Carey 1992:71, 212– 3. Anggapan yang serupa tentang
Mangkubum i tam pak jelas selam a Perang J awa ketika Diponegoro m em berinya tugas m enjaga
kaum perem puan dan anak-anak di desa Rejoso, Kulon Progo. Diponegoro m enilainya sebagai
seorang “pengecut” (ingkang kuw atos kem aw on), Knoerle, “J ournal”, 15. Brum und (1854:192)
m enyebutnya “kasim besar” Diponegoro. Benjolan besar gondok Mangkubum i, yang m em buat
dirinya bisa segera dikenali, disebut dalam Lettres de Jav a 18 29:96. Lebih jauh lihat Carey
1981a:286 catatan 213.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 391

MAYOR-JENDERAL SIR ROLLO GILLESPIE


Dari suat u miniat ur karya G. Chinnery kepunyaan cicit nya,
Mayor R.W. Gillespie

Gambar 40. Kolonel (kemudian Mayor-Jenderal) Sir Robert Rollo Gillespie


(1766–1814), yang memimpin pasukan Inggris menyerbu Yogya pada Juni 1812.
Dalam miniat ur karya George Chinnery (1774–1854) ini, yang dibuat di Kolkat a
bacaan-indo.blogspot.com

sekit ar 1814, ia t ampak mengenakan seragam resimennya, t he 25t h Light


Dragoons (Dragonder Ringan ke-25). Dikut ip dari Wakeham 1937. Fot o seizin
penerbit dan Bodleian Library, Oxford.
392 KUASA RAMALAN

Madura, Raden Trunojoyo (1649– 1680 ), tatkala keratonnya di Plered


direbut (1677) oleh pasukan pemberontak dan ia wafat sebagai seorang
pelarian di pantai utara (Carey 1992:69, 210 ; Ricklefs 1993a:74– 6).
Sesungguhnya, keadaan di keraton sendiri tidak lebih baik daripada
di perm ukim an Putra Mahkota. Babad yan g sam a m en ggam barkan
Sultan sedang sangat cemas: banyak di antara pen damping dan pengawal
perem puannya yang m engucapkan doa dan zikir (Carey 1992:70 , 211).
Keberhasilannya m em bakar persediaan m esiu di benteng Inggris oleh
tiga prajurit Bugis yang dipimpin oleh bupati keraton yang sama dengan
yang m elancarkan pukulan pertam a terhadap Raden Ronggo, Raden
Tum en ggun g Sum odowiryo, di Sekaran (Bab VI catatan 218 ), telah
mampu membuat Sultan berteriak girang dan berjalan mondar-mandir
di ruangannya dengan penuh semangat (Thorn 1815:181; Campbell 1915,
I:381; Carey 1992:70 , 211– 2).
Pada jam sem bilan m alam tem bakan m eriam Inggris berhenti. Di
ke ra ton , ban yak di an tara yan g m em pertahan kan n ya jatuh tertidur
dan m engira pertem puran sudah usai. Nam un pada jam tiga dini hari
berikut nya, meriam-meriam menggelegar lagi dengan dua kali kekuatan
semula.273 Menjelang fajar (kira-kira jam lima pagi), kelompok-kelompok
ser dadu Inggris dan sepoy menyebar sekeliling dinding benteng keraton
ber sama dengan pendukung Notokusumo (Hageman 1857:424– 5; Thorn
1815:184– 7; Carey 1992:72, 214). Beberapa di antara mereka membawa
tangga-tangga bam bu seadanya, tam paknya disiapkan dengan arahan
Kapitan Cin a, Tan J in Sin g, pem im pin m asyarakat Tion ghoa Yogya
yang konon sangat mendukung serbuan Inggris, sikap yang mengobar-
kan rasa an ti-Tion ghoa pada hari-hari sesudah serbuan tersebut. 274
Walaupun Rafles setelah kejadian itu melaporkan bahwa serbuan itu
dila kukan “dengan tangga”,275 banyak serdadu yang terpaksa berdiri
bahu-m em bahu untuk m em anjat dinding benteng (Thorn 18 15:18 6–
7). Kadipaten tam pakn ya m erupakan yan g pertam a jatuh: gerban g

273 LOr 6791 (3) (Babad Spehi):113, I:60 ; Carey 1992:71– 2, 213– 4.
274 Mackenzie, “Report”, 7-6-1813, 252, menyebutkan bahwa ia telah meminta tukang-tukang J awa
setem pat untuk m em buat tangga-tangga itu pada 19 J uni; Dj.Br. 9A, Valck, “Overzigt”, 135,
Hageman 1857:424; Meinsma 1876:132, merujuk pada peran Tan J in Sing dalam hal ini termasuk
menyediakan beras dan keperluan lain bagi pasukan Inggris, jasa yang kemudian dihargai dengan
memberi dia gelar Raden Tumenggung Secodiningrat, lihat Bab VIII; Dj. Br. 29, J ohn Crawfurd
(Yogyakarta) kepada George Augustus Addison (Bogor), 18-8-1814, melaporkan bahwa masyarakat
bacaan-indo.blogspot.com

Tionghoa secara aktif m endukung serbuan Inggris. Tentang m akin m araknya perasaan anti-
Tionghoa kala itu dan pembakaran gerbang cukai dan pemukiman Tionghoa di Prambanan, lihat
Carey 1984:22– 4. Rujukan yang terdapat dalam tawarikh Panular pada Tan J in Sing sebagai
“J isim ”, kata yang dalam bahasa J awa dipakai juga untuk m ayat, bukanlah kebetulan, Carey
1992:243.
275 IOL, Rafles-Minto Collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol. 3, T.S. Rafles (Yogyakarta)
kepada Lord Minto (Kolkata), 25-6-1812.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 393

Pancasura pada kubu tim ur laut diledakkan oleh satu pasukan artileri
berkuda Madras 276 dan tingkap-tingkapnya direbut oleh serdadu sepoy
yang membalikkan arah meriam-meriam keraton kepada pasukan yang
mempertahankannya (Thorn 1815:185, Plate XiX no. F; Carey 1992:72,
214).
Sehubun gan perkem ban gan itu, Putra Mahkota dan pen du kun g-
n ya, ter m a suk an akn ya yan g sulun g, Dipon egoro, m em utus kan un -
tuk m elarikan diri ke keraton dan bergabung dengan Sultan, tapi di
ger ban g Srim en gan ti m ereka tidak diizin kan m asuk oleh Pan geran
J oyokusum o, yang m enyatakan bahwa ia bertindak atas perintah tegas
Raja Yogya agar tidak membiarkan siapa pun yang bersenjata masuk ke
ke raton.277 Terja dilah adu m ulut dan Diponegoro dim inta oleh ayahnya
menghu nus keris. Mengetahui perkelahian bisa tersulut, Putra Mahkota
kemu dian mengatakan kepada anaknya agar mereka berlalu saja (Carey
1992:73, 215).
Mereka m enuju ke arah selatan dengan m enerobos berondongan
tem bakan serdadu sepoy yang sudah berada di tingkap-tingkap kubu,
m en coba m em asuki keraton dari gerbang lain, tapi gagal. Akhirnya,
ketika ham pir tiba di Pasar Ngasem yang terletak dekat Taman Sari, dan
cabang-cabang pohon asam J awa yang berjejer sepanjang jalan itu jatuh
m e lin tang akibat tem bakan m eriam Inggris, m ereka bertem u dengan
satu pasukan yan g dipim pin oleh kom an dan Batalion Sukarelawan
In fan teri Rin gan Ben ggala, Mayor Den n is H arm an Dalton (Carey
1992:512 catatan 543), dan J ohn Deans, sekretaris Keresidenan Yogya
yang bisa ber bahasa Melayu (bertugas 18 11– 18 13).278 Kom andan itu
minta agar Putra Mahkota ikut ke Wisma Residen dengan pengawalan
bersenjata. Hal ini dise tujui oleh Pangeran, tapi rom bongannya lebih
dulu dilucuti de ngan kasar oleh serdadu-serdadu sepoy bawahan Dalton
yang sem pat m e nye babkan Diponegoro luka ringan terkena sangkur
tatkala m ereka m em aksa m elepaskan kerisn ya. Tan J in Sin g, yan g
sedang bersama dengan Deans, terpaksa campur tangan langsung untuk
m encegah rom bongan itu diperm alukan lebih jauh dengan m encegah
agar tiga tom bak pusaka Putra Mahkota dan payun g kebesaran n ya
tidak sam pai dibagi-bagi seba gai barang rampasan oleh para serdadu
bacaan-indo.blogspot.com

276 Colebrooke letter, 8-7-1812.


277 BD (Man ado), II:20 4– 5, XVI.129– 31; Carey 1992:72– 3, 215. Kala itu J oyokusum o seoran g
pen dukung utam a golongan Sultan (kasepuhan) dan sudah ikut am bil bagian dalam surat-
menyurat rahasia dengan Surakarta.
278 Kelak pendiri irma yang bermarkas di Semarang, Deans, Scott & Co, dan rekan dekat Crawfurd
yang menyebutnya “m y acute and intelligent friend” (temanku yang pintar dan cerdas), lihat De
Haan 1935a:534– 5.
394 KUASA RAMALAN

Benggala itu.279 Akhirnya, Putra Mahkota dan rom bongannya tiba di


keresiden an di m an a m ereka di sam but oleh Raffles dan Crawfurd.
Nam un Notokusum o bersikap din gin terhadap m ereka, den gan tak
berkenan m enyapa kem enakannya itu (Carey 1992:78– 9, 224– 5). Saat
itu setengah tujuh pagi (Hageman 1857:425).
Kabar bahwa Putra Mahkota telah ditawan oleh Inggris diterim a
de ngan rasa cemas di keraton. Sultan pun melupakan perselisihan pa-
ham di antara mereka yang telah menjauhkan satu-sama-lain dan mulai
m engkhawatirkan keselam atannya sendiri. Perlawanan gigih yang se-
m ula dihadapi oleh Inggris ketika m ereka m em asuki keraton sudah
mulai kendor.280 Sementara itu, Sultan terus berunding dengan adiknya,
Pa ngeran Dem ang, yang dikenal ahli dalam kisah-kisah m istik Islam -
J a wa dan kem ahirannya m engolah kata (Carey 1992:84, 187– 8, 383),
tapi, se bagaimana dikatakan dalam babad jatuhnya Yogyakarta (Babad
Bedhah ing Ngay ogy akarta), ia mirip dengan dalang wayang yang hing-
ga pagi hari belum juga tahu kapan akan mengakhiri percakapan (Carey
1992:87, 232– 3, 411 catatan 68).
Sem entara itu, alun-alun selatan sudah jatuh dan Sum odiningrat,
yang ditinggalkan oleh pasukannya, akan segera tewas di tem pat ke-
diam an nya di arah selatan keraton tatkala coba m enghindari penang-
ka pan. Inilah menantu ketiga dan terakhir Sultan dengan Ratu Kedaton
yang ke hidup an nya berakhir berlumur darah dalam masa delapan belas
bulan itu.281 Dengan siapnya pihak Inggris sekarang untuk melancarkan
serangan langsung ke kedaton (bagian pusat keraton) dan m enyadari
bahwa m elawan terus hanya akan m enum pahkan darah lebih banyak,
Sultan m em utuskan m engibarkan bendera putih, m engumpulkan para

279 BD (Manado) II:20 6– 10 , XVII.1– 13; Thorn 1815:188; Louw dan De Klerck 1894– 190 9, V:765;
Campbell 1915, I:390 ; Carey 1992:77– 8, 222– 4.
280 Colebrooke letter, 8-7-1812, menulis tentang bagian pusat keraton yang memberikan perlawanan
paling gigih; Rafles 1830:128 (tentang luka yang diderita panglima tentara Inggris, Gillespie di
bagian dalam keraton itu); IOL, Rafles-Minto Collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol.
3, T.S. Rafles (Semarang) kepada Lord Minto (Kolkata), 25-6-1812, berkomentar tentang “the
steadiness w ith w hich the enem y received our attack” (kegigihan m usuh m enghadapi serangan
kita).
281 Yang lain ialah Raden Ronggo (Bab VI catatan 219) dan Danurejo II (Bab VII catatan 118 ).
Ceritera kematian Sumodiningrat bermacam-macam: Thorn 1815:187 dan Campbell 1915, I:385,
m en yebutkan bahwa dia dibun uh oleh pasukan Letkol. J am es Dewar (kom an dan Batalion
Sukarelawan Infanteri Ringan Benggala ke-3) dekat alun-alun selatan sebelum serangan induk
ke keraton, tapi Carey 1992:90 – 1, 242– 3, 418– 9 catatan 94 dan Serat salasilah para leloehoer
ing Kadanoerejan, t.t., 20 7, m enyatakan bahwa ia tewas di tem pat kediam annya oleh pasukan
bacaan-indo.blogspot.com

gabungan Legiun Prangwedono dan sepoy yang dipim pin oleh J ohn Deans dan penulis telah
m en erim a in i. Men urut ceritera dari sum ber tersebut terakhir in i, pakaian n ya dilucuti dan
badannya dipotong-potong, kem udian dikuburkan di pem akam an keluarga Sum odiningrat di
J ejeran, dua kilometer jauhnya ke arah selatan Yogya dekat Kali Code pada jam 10 malam. Tempat
kediamannya habis dijarah dan dibakar. Tiada kisah rakyat yang tersisa hingga saat ini mengenai
tem pat kediam annya itu (Kunjungan pribadi penulis ke tem pat bekas Sum odiningratan, Yogya,
April 1978).
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 395

panglim anya, dan m enyuruh m ereka m em beri perintah kepada para


pra jurit untuk meletakkan senjata (Carey 1992:83, 231– 2). Ia berharap,
de ngan penyerahan sukarela ini pusat keraton tidak akan dijamah oleh
Inggris (Carey 1992:83, 232). Namun, walau melihat bendera putih itu,
panglim a Inggris Kolonel Gillespie langsung m em asuki kedaton dan
m e nurut babad Pakualam an terus saja m enem pur dengan ganasnya
sem bari menebaskan pedang ke kanan-kiri terhadap prajurit yang mem-
per tahankan keraton.282 Masih ada sisa-sisa perlawanan dan Gillespie
terluka di lengan kiri atas kena tembakan bedil yang berasal dari masjid
Suronatan di sebelah barat pondok Srim enganti di m ana Sultan dan
pengi ringnya menunggu acara penyerahan resmi (Rafles 1830:128;
Carey 1992:79, 225, 40 9 catatan 53).
Ketika pasukan garda depan ten tara In ggris m en capai pon dok
Srimenganti, mereka melihat Sultan dan kerabatnya berpakaian putih-
putih dengan banyak di antara kursi berlapiskan helai-helai kain putih
juga. Seandainya Raja Yogya itu bertekad lebih baik m elawan hingga
m ati daripada m enyerah, pem andangan itu bisa m enjadi pendahulu
bagi prang puputan (“pertempuran terakhir”) di Lombok dan Bali pada
1894 dan 190 6– 190 8 tatkala beberapa raja, keluarga, dan pendukung
m ereka, m em ilih m ati di tan gan ten tara pen yerbu Belan da, den gan
mengenakan pakaian putih-putih beserta segala semarak upacaranya.283
Dalam hal Yogya, Raja dan pendukungnya tidak bermaksud melakukan
perlawanan habis-habisan seperti itu. Sebaliknya, mereka membiarkan
senjata m ereka langsung dilucuti dan tangan m ereka dipegang oleh
para serdadu In ggris dan sepoy. Sultan sen diri bahkan diam an kan
oleh seorang perwira Inggris, Letnan Henry N. Douglas dari Resim en
In fan teri H ighlan d Ke-78 (Carey 1992:8 5, 234– 5, 412 catatan 69a).
Meskipun raja itu tidak langsung dipaksa menyerahkan keris pribadinya,
perm in taan n ya un tuk m em bawa serta sen jata-sen jata pusaka dari
keraton ditolak dan benda-benda itu disita oleh Gillespie.284

282 Poensen 1905:310. Rafles 1830:128, menggambarkan Gillespie tampil seperti “aslinya”, yakni
menunjukkan ketangkasan dan keberaniannya yang sudah diketahui umum itu. Lebih jauh lihat
Carey 1992:40 9 catatan 53.
283 Carey 1992:234, VIII (Pangkur) 13– 4. kang kursi sam y a tinata/ law on putih dènsuw èki. 14.
saday a kang nèng jru pura/ nganggé pethak delasan pery ay i stri/ Sang Nata angaw é gupuh/
kacu putih kinary a. 13. “kursi-kursi dilapisi/ dengan helai-helai kain putih. 14. Sem ua orang di
bagian dalam keraton/ berpakaian putih bahkan pengawal perempuan./ Untuk Sultan pun buru-
bacaan-indo.blogspot.com

buru/ dibuatkan sehelai kain putih juga”. Tentang perang puputan di Lom bok dan Bali, lihat
Covarrubias 1972:32– 6; Van der Kraan 1980 :97; Creese 20 0 6:1– 38.
284 Carey 1992:85, 234– 5; Campbell 1915, I:390 , menyebutkan bahwa Hamengkubuwono II dipaksa
m eninggalkan keris pusaka sbb.: Kiai Paningset, Kiai Sangkelat, Kiai Urub, dan Kiai J inggo.
B.Ng. I:320 – 1, LXXXVIII.11– 13, Carey 1992:10 5, 264, menyatakan bahwa keris tersebut, beserta
Kiai Gupito, Kiai J oko Piturun, dan Kiai Mesem , disita oleh Kolonel Gillespie tapi kem udian
dikembalikan pada saat upacara penobatan Hamengkubuwono III, 28 J uni 1812. Lihat juga KITLV
396 KUASA RAMALAN

Dalam suasana yang sarat penghinaan ini, Sultan dan kerabatnya


digiring ke keresidenan dengan diapit oleh sebarisan serdadu Inggris
dan sepoy dengan ujung pedang terhunus dan sangkur terpasang. Tat-
kala rombongan itu memasuki Wisma Residen, babad jatuhnya Yogya-
karta menggambarkan bagaimana Rafles memperhatikan dengan rasa
puas bahwa hanya segelintir pangeran yang berusaha beranjak dari
kursi mereka untuk memberi hormat kepada Sultan. Ia memberi tanda
agar mereka tetap duduk saja. Putra Mahkota sendiri menyembunyikan
pera saannya, m eskipun ia m erasakan betul pahitnya penderitaan saat
itu. Dengan meneteskan airmata, Sultan dan pendampingnya sekarang
dipak sa m enyerahkan keris dan perhiasan em as m ilik m ereka (Carey
1992:86, 236), sedang pedang dan belati Sultan kem udian dikirim kan
oleh Rafles kepada Lord Minto di Kolkata sebagai lambang “penyerahan
menyeluruh” Keraton Yogya kepada Inggris.285 Bahkan kancing-kancing
berlian pada jas Sultan kemudian dicopot oleh para serdadu sepoy yang
ber tugas sebagai pengawalnya tatkala ia tertidur di tem pat tahanan
(Nahuys van Burgst 1835– 36, I:131). Oleh karena itu Raja Yogya itu di-
pin dah kan ke suatu kamar samping kecil di keresidenan di mana ia di-
tahan bersama Mangkudiningrat hingga saat pengasingan mereka dari
Yogya pada 3 J uli.286 Saat itu pukul delapan pagi.287 Sejauh menyangkut
kesultanan, ramalan Parangkusumo sudah digenapi.

Kesim pulan
Akhirnya Keraton Yogyakarta jatuh ke tangan Inggris hampir 57 tahun
sejak pertam a kali ditetapkan sebagai ibu kota Mangkubum i pada 6
Novem ber 1755 (Ricklefs 1974a:80 ). Sebagaim ana telah dilihat dalam
bab-bab terdahulu, hal itu baran gkali m erupakan akibat kegagalan
kalangan atas Yogya m enghadapi kenyataan kolonialism e Eropa baru
yang lahir dari revolusi-kembar industrialisasi dan “demokrasi borjuis”,

H 76, “Boedel van [Sultan] Hamengkoe Boewana IV” (Inventaris dari [Sultan] Hamengkubuwono
IV) t.t. (sekitar 1823– 1826), yang m erujuk pada beberapa di antara keris tersebut pada 1823–
1826.
285 IOL, Rafles-Minto Collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol. 3, T.S. Rafles (Semarang)
kepada Lord Minto (Kolkata), 16-7-1812, di mana Rafles menambahkan catatan bahwa ia
menyampaikan “lewat Kapten Elliott […] pedang mendiang Sultan Djocjocarta [Yogyakarta] yang
diserahkan kepada saya oleh Kolonel Gillespie bersama dengan dua bilah keris, yang menurut adat
dan kebiasaan pulau-pulau Timur ini melambangkan takluknya seluruh keraton-keraton Surakarta
bacaan-indo.blogspot.com

dan Djocjocarta [Yogyakarta]”.


286 LOr 6791 (3) (Babad Spehi):141, II:46; Carey 1992:86– 7, 236.
287 Waktu yang dilaporkan saling bertentangan: Thorn 1815:189, menyebutkan Sultan ditawan pukul
tujuh pagi yang agaknya terlalu dini; Rafles menyebut pukul sembilan untuk berakhirnya operasi
militer ke keraton, IOL, Rafles-Minto Collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol. 3, T.S.
Rafles (Semarang) kepada Lord Minto (Kolkata), 25-6-1812. Saya mengikuti babad jatuhnya
Yogyakarta (Babad Bedhah ing Ngay ogy akarta), Carey 1992:87, 237.
BAB VII: UJUNG TAHAP AWAL 397

yaitu munculnya kelas menengah atas yang baru kaya dari hasil industri
dan profesi di Eropa untuk menggantikan ningrat sebagai kelas politik,
yang mengguncang Eropa selama akhir abad kedelapan belas dan awal
abad kesembilan belas. Berbagai perubahan itu telah diperkenalkan ke
J awa dengan cara yang terlalu cepat dan terlalu keras. Hanya dalam
waktu kurang dari em pat tahun, keraton-keraton J awa tengah-selatan
telah dipaksa menyesuaikan diri dengan suatu bentuk baru pemerintah
Eropa yang terpusat yang tam pil bertentangan dengan falsafah politik
m e reka berupa kedaulatan terpisah-pisah atas J awa. J ika ada waktu,
m e reka m ungkin saja sanggup m engubah wawasan politiknya untuk
m e nerim a kenyataan-kenyataan baru itu, tapi m ereka tidak dapat m e-
la kukan hal itu dalam tem po sekejap seperti yan g dipaksakan oleh
Daendels dan Rafles. Akibatnya adalah kekalahan total.
Inilah yang sesungguhnya terjadi dengan Yogya khususnya, yang
memasuki kurun perubahan yang menentukan itu dengan keraton yang
jelas tam pak paling kuat dan m akm ur tapi ternyata sangat terpecah-
belah dan diperintah oleh seseorang yang angkuh dan berwatak kaku.
Maraknya intrik-intrik di kalangan keraton benar-benar m erobek ke-
utuhannya jus tru pada saat persatuan sangat diperlukan untuk mengha-
dapi tan tangan-tantangan baru yang timbul akibat kebangkitan Eropa.
Kera jaan Mangkubum i telah dibangun dengan pedang, dan pada J uni
1812 kerajaan itu dapat dikatakan telah hancur karena pedang pula.
Untuk pem erintah Inggris di J awa, tiada keraguan m engenai arti
kem e nangan m ereka itu. Muntinghe m em ujinya sebagai suatu peristi-
wa yang sama pentingnya dengan kemenangan Clive di Plassey pada 23
J uni 1757—kem enangan yang telah m em buka seluruh India utara un-
tuk pemerintahan Inggris (Carey 1992:60 catatan 102). Rafles men cer-
m in kan hal ini dalam suratnya kepada atasannya, Lord Minto, ketika
ia m enga takan bahwa “kekuasaan Eropa untuk pertam a kali berjaya
di J awa [...] hingga saat ini kita tidak pernah bisa m enyebut diri kita
pengua sa bagi wilayah-wilayah yang lebih penting di pedalaman. Betapa
tidak, daerah kekuasaan kita di pantai-pantai akan terus berada dalam
ba haya dan , jika sam pai kekuatan bersen jata kita m erosot, bahaya
yan g bisa tim bul akan m en akutkan .”28 8 Walaupun Yogyakarta dan
Surakarta akan tetap sebagai kerajaan-kerajaan yang dihancurkan sesu-
bacaan-indo.blogspot.com

dah 18 12, dua-duanya takkan pernah lagi m am pu m enjadi ancam an

288 IOL, Rafles-Minto Collection (salinan fotokopi surat-surat asli), vol. 3, T.S. Rafles (Semarang)
kepada Lord Minto (Kolkata), 25-6-1812.
398 KUASA RAMALAN

terha dap kedudukan pem erintah Eropa. Ketika suatu ancam an baru
benar-benar tim bul di bawah panji Islam -J awa Diponegoro pada J uli
1825, tantangan tersebut akan m endapatkan ilham dan kekuatan dari
berbagai pengaruh yang berada di luar tradisi besar keraton. Dukungan
yan g diberikan kepada Pan geran oleh berm acam paguyuban agam a
dan masyarakat tani J awa—dua kelompok ini yang merasa diri mereka
makin terkucil dari tata kolonial baru itu—menjadi lebih berarti daripada
sistem perjuraganan dan kesetiaan keraton yang merupakan inti tradisi
kerajaan. Dilihat dari berbagai segi, J uni 1812, bukannya akhir Perang
J awa, yang seharusnya dianggap sebagai saat munculnya masa kolonial
baru di J awa. Namun demikian, dari keruntuhan ini dan kepahitan yang
ditimbulkannya, suatu gabungan unsur-unsur yang baru dan lebih kuat
dalam masyarakat J awa akan bangkit. Bermacam perkembangan sosial,
politik, dan ekonomi selama tiga belas tahun setelah serbuan Inggris ke
Yogya akan menjadi pokok bahasan tiga bab berikut.
bacaan-indo.blogspot.com
bacaan-indo.blogspot.com
Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855

Dalam kurun lebih dari dua dasawarsa (1808–1830) tatanan lama


Jawa dihancurkan dan sebuah pemerintah kolonial baru didirikan—
suatu peristiwa yang mendorong kekuatan identitas kembar, Islam
dan kebangsaan Jawa, ke dalam suatu perseteruan sengit dengan
gelombang imperialisme yang dibawa oleh gubernemen Hindia
Belanda. Dikenal sebagai Perang Jawa (1825–1830), perseteruan
itu berakhir dengan kekalahan dan pengasingan Diponegoro. Pasca-
perang itulah lahir suatu zaman baru di nusantara, zaman kolonial,
yang berlangsung hingga pendudukan militer Jepang (1942–1945).

Pangeran Diponegoro (1785–1855), seorang mistikus, muslim yang


saleh, dan pemimpin perang suci melawan Belanda antara tahun
1825 dan 1830, adalah pahlawan nasional tersohor dalam sejarah
Indonesia. Meskipun demikian, sejauh ini belum ada biograi yang
utuh tentang kehidupan sang Pangeran yang menggunakan sumber
Belanda dan Jawa untuk melukiskan hidup pribadinya. Kuasa
Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa,
1785-1855 adalah buku pertama yang menggunakan babad dan arsip
kolonial Belanda dan Inggris sebagai tulang punggung.

Buku ini, yang disusun dalam kurun sekitar 30 tahun, bertutur


tentang riwayat hidup Diponegoro dengan latar pergolakan akhir
abad ke-18 dan awal abad ke-19, ketika kekuatan imperialisme
baru Eropa melanda nusantara seperti tsunami asia. Dengan runtut
dan rinci penulis mengungkap rahasia tokoh sejarah yang penuh
teka-teki dan karisma itu: sosok yang mengakui kelemahannya
sebagai penggemar perempuan, tapi juga gagah berani dan
blak-blakan menghadapi kekejian kolonial—seorang pelopor
kemerdekaan yang penuh paradoks.

Peter Carey, sebelumnya adalah laithwaite Fellow dalam Sejarah modern


pada Trinity College, Oxford, telah melakukan studi seumur hidup tentang
Pangeran Diponegoro dan awal abad kesembilan belas Jawa. Di antara
karyanya tercatat dua jilid Arsip Yogyakarta (1980, 2000), Inggris di Jawa,
1811-1816: Sebuah Kisah Jawa (1992), dan Babad Dipanagara: Sejarah Asal
Usul Perang Jawa (1825-1830) (1981). Dia adalah satu di antara sejarawan
Inggris terkemuka dalam pengkajian sejarah asia Tenggara dan telah
menerbitkan buku mengenai Birma (myanmar) dan Timor Timur.
bacaan-indo.blogspot.com

SEJARAH
ISBN: 978-979-91-0393-2

KPG (KEPUSTAKAAN POPULER GRAMEDIA)


Gedung Kompas Gramedia, Blok 1 Lt. 3
Jl. Palmerah Barat 29-37, Jakarta 10270
9 789799 103932
Telp. 021-53650110, 53650111 ext. 3362-3364
KPG: 901 11 0487
Fax. 53698044, www.penerbitkpg.com

Anda mungkin juga menyukai