Anda di halaman 1dari 66

1.

Si Bangau dan Si Parto | Balas Budi Si Burung Bangau

Dahulu kala di suatu desa di tepi hutan, hidup seorang pemuda bernama Si Parto.
Kerjanya mengambil kayu bakar di gunung dan menjualnya ke kota. Uang hasil
penjualan dibelikannya makanan.

Terus seperti itu setiap harinya. Hingga pada suatu hari ketika ia berjalan pulang dari
kota ia melihat sesuatu yang menggelepar di atas hujan.

Setelah di dekatinya ternyata seekor burung bangau yang terjerat diperangkap sedang
meronta-ronta. Si Parto segera melepaskan perangkap itu.

Bangau itu sangat gembira, ia berputar-putar di atas kepala Si Parto beberapa kali
sebelum terbang ke angkasa. Karena cuaca yang sangat dingin, sesampainya di
rumah, Si Parto segera menyalakan tungku api dan menyiapkan makan malam. Saat
itu terdengar suara ketukan pintu di luar rumah.

Ketika pintu dibuka, tampak seorang gadis yang cantik sedang berdiri di depan pintu.
Kepalanya dipenuhi dengan hujan. “Masuklah, nona pasti kedinginan, silahkan
hangatkan badanmu dekat tungku,” ujar Si Parto. “Nona mau pergi kemana
sebenarnya ?”, Tanya Si Parto. “Aku bermaksud mengunjungi temanku, tetapi karena
hujan turun dengan lebat, aku jadi tersesat.” “Bolehkah aku menginap di sini malam
ini ?” “Boleh saja Nona, tapi aku ini orang miskin, tak punya kasur dan makanan.”,
kata Si Parto. “Tidak apa-apa, aku hanya ingin diperbolehkan menginap”. Kemudian
gadis itu merapikan kamarnya dan memasak makanan yang enak.

Ketika terbangun keesokan harinya, gadis itu sudah menyiapkan nasi. Si Parto
berpikir bahwa gadis itu akan segera pergi, ia merasa kesepian. Hujan masih turun
dengan lebatnya. “Tinggallah disini sampai hujan reda.” Setelah lima hari berlalu
hujan mereda. Gadis itu berkata kepada Si Parto, “Jadikan aku sebagai istrimu, dan
biarkan aku tinggal terus di rumah ini.” Si Parto merasa bahagia menerima
permintaan itu. “Mulai hari ini panggillah aku Parti”, ujar si gadis. Setelah menjadi
Istri Si Parto, Parti mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh. Suatu
hari, Parti meminta suaminya, Si Parto, membelikannya benang karena ia ingin
menenun.

Parti mulai menenun. Ia berpesan kepada suaminya agar jangan sekali-kali mengintip
ke dalam penyekat tempat Parti menenun. Setelah tiga hari berturut-turut menenun
tanpa makan dan minum, Parti keluar. Kain tenunannya sudah selesai. “Ini
tenunannya Pak. Kalau dibawa ke kota pasti akan terjual dengan harga mahal. Si
Parto sangat senang karena kain tenunannya dibeli orang dengan harga yang cukup
mahal. Sebelum pulang ia membeli bermacam-macam barang untuk dibawa pulang.
“Berkat kamu, aku mendapatkan uang sebanyak ini, terima kasih istriku. Tetapi
sebenarnya para saudagar di kota menginginkan kain seperti itu lebih banyak lagi.
“Baiklah akan aku buatkan”, ujar Parti. Kain itu selesai pada hari keempat setelah
Parti menenun. Tetapi tampak Parti tidak sehat, dan tubuhnya menjadi kurus. Parti
meminta suaminya untuk tidak memintanya menenun lagi.

Di kota, Sang Saudagar minta dibuatkan kain satu lagi untuk Kimono tuan Putri. Jika
tidak ada maka Si Parto akan dipenggal lehernya. Hal itu diceritakan Si Parto pada
istrinya. “Baiklah akan ku buatkan lagi, tetapi hanya satu helai ya”, kata Parti.

Karena cemas dengan kondisi istrinya yang makin lemah dan kurus setiap habis
menenun, Si Parto berkeinginan melihat ke dalam ruangan tenun. Tetapi ia sangat
terkejut ketika yang dilihatnya di dalam ruang menenun, ternyata seekor bangau
sedang mencabuti bulunya untuk ditenun menjadi kain. Sehingga badan bangau itu
hampir gundul kehabisan bulu. Bangau itu akhirnya sadar dirinya sedang diperhatikan
oleh Si Parto, bangau itu pun berubah wujud kembali menjadi Parti. “Akhirnya kau
melihatnya juga”, ujar Parti.

“Sebenarnya aku adalah seekor bangau yang dahulu pernah Kau tolong”, untuk
membalas budi aku berubah wujud menjadi manusia dan melakukan hal ini,” ujar
Parti. “Berarti sudah saatnya aku berpisah denganmu”, lanjut Parti. “Maafkan aku,
kumohon jangan pergi,” kata Si Parto. Parti akhirnya berubah kembali menjadi seekor
bangau. Kemudian ia segera mengepakkan sayapnya terabng keluar dari rumah ke
angkasa. Tinggallah Si Parto sendiri yang menyesali perbuatannya.

2. Ikan Emas Ajaib dan Si Nenek Serakah

Dahulu kala, di suatu desa terpencil, tinggalah sepasang kakek dan nenek yang miskin. Pekerjaan si
kakek adalah mencari ikan di laut. Meski hampir setiap hari kakek pergi menjala ikan, namun hasil
yang didapat hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Bahkan tidak jarang si kakek pulang dengan
tangan hampa, namun itu semua dijalani si kakek dengan sabar.

Suatu hari ketika si kakek sedang menjala ikan, tiba-tiba jalanya terasa sangat berat. Seperti ada ikan
raksasa yang tersangkut di jalanya. “Ah, pasti ikan yang sangat besar,” pikir si kakek. Dengan sekuat
tenaga si kakek menarik jalanya. Namun ternyata tidak ada apapun kecuali seekor ikan kecil yang
tersangkut di jalanya. Rupanya ikan kecil itu bukan ikan biasa, badannya berkilau seperti emas dan
bisa berbicara seperti layaknya manusia.
“Kakek, tolong lepaskan aku. Aku akan mengabulkan semua permintaanmu!” kata si ikan emas. Si
kakek berpikir sejenak, lalu katanya, “aku tidak memerlukan apapun darimu, tapi aku akan
melepaskanmu. Pergilah!”. Kakek melepaskan ikan emas itu kembali ke laut, lalu dia pun kembali
pulang. Sesampainya di rumah, nenek menanyakan hasil tangkapan kakek.

“Hari ini aku hanya mendapatkan satu ekor ikan emas, dan itupun sudah aku lepas kembali,” kata
kakek, “aku yakin kalau itu adalah ikan ajaib, karena dia bisa berbicara. Katanya dia akan memberiku
imbalan jika aku mau melepaskannya.”

“Lalu apa yang kau minta,” tanya nenek. “Tidak ada,” kata kakek.

“Oh, alangkah bodohnya!” seru nenek.

“Setidaknya kau bisa meminta roti untuk kita makan. Pergilah dan minta padanya!” Maka dengan
segan kakek kembali ke tepi pantai dan berseru:

Wahai ikan emas ajaib,

Datanglah kemari…

Kabulkan keinginan kami!

Tiba-tiba si ikan emas muncul di permukaan laut. “Apa yang kau inginkan, kek?” katanya. “Istriku
marah padaku, berikan aku roti untuk makan malam, maka dia akan memaafkanku!” pinta si kakek.
“Pulanglah! Aku telah mengirimkan roti yang banyak ke rumahmu.” kata si ikan.

Maka pulanglah si kakek. Setibanya di rumah, didapatinya meja makan telah penuh dengan roti. Tapi
istrinya masih tampak marah padanya, katanya: “Kita telah punya banyak roti, tapi meja kita rusak,
aku tidak bisa meletakkan roti-roti ini di meja.

Pergilah kembali ke laut, dan mintalah ikan ajaib memberikan kita meja yang baru!” kata nenek.
Terpaksa si kakek kembali ke tepi laut dan berseru: Wahai ikan emas ajaib,

Datanglah kemari…

Kabulkan keinginan kami!


“Uuuups!” ikan emas muncul, “Apa lagi yang kau inginkan, kek?” “Nenek menyuruhku memintamu
agar memberikan kami meja yang baru,” pinta kakek.

“Baiklah,” kata ikan. “Kau boleh memiliki meja baru juga.”

Si kakek pun kembali pulang. Belum lagi menginjak halaman, si nenek sudah menghadangnya.
“Pergilah lagi! Mintalah pada si ikan emas untuk membuatkan kita sebuah rumah baru. Kita tidak bisa
tinggal di sini terus, rumah ini sudah hampir roboh. ”Maka si kakek pun kembali ke tepi laut dan
berseru:

Wahai ikan emas ajaib,

Datanglah kemari…

Kabulkan keinginan kami!

Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?”
“Buatkanlah kami rumah baru!” pinta kakek, “istriku sangat marah, dia tidak ingin tinggal di rumah
kami yang lama karena rumah itu sudah hampir roboh.” “Tenanglah kek! Pulanglah! Keinginanmu
sudah kukabulkan.”

Kakek pun pulang. Sesampainya di rumah, dilihatnya bahwa rumahnya telah menjadi baru. Rumah
yang indah dan terbuat dari kayu yang kuat. Dan di depan pintu rumah itu, nenek sedang
menunggunya dengan wajah yang tampak jauh lebih marah dari sebelumnya. “Dasar kakek bodoh!
Jangan kira aku akan merasa puas hanya dengan membuatkanku rumah baru ini. Pergilah kembali,
dan mintalah pada ikan emas itu bahwa aku tidak mau menjadi istri nelayan. Aku ingin menjadi
nyonya bangsawan. Sehingga orang lain akan menuruti keinginanku dan menghormatiku!” Untuk
kesekian kalinya, si kakek kembali ke tepi laut dan berseru:

Wahai ikan emas ajaib,

Datanglah kemari…

Kabulkan keinginan kami!

Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?” “Istriku
tidak bisa membuatku tenang. Dia bahkan semakin marah. Katanya dia sudah lelah menjadi istri
nelayan dan ingin menjadi nyonya bangsawan” pinta kakek. “Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah
dikabulkan!” kata ikan emas.
Alangkah terkejutnya si kakek ketika kembali ternyata kini rumahnya telah berubah menjadi sebuah
rumah yang megah. Terbuat dari batu yang kuat, tiga lantai tingginya, dengan banyak sekali pelayan
di dalamnya. Si kakek melihat istrinya sedang duduk di sebuah kursi tinggi sibuk memberi perintah
kepada para pelayan.

“Hallooo istriku,” sapa si kakek. “Betapa tidak sopannya,” kata si nenek. “Berani sekali kau mengaku
sebagai suamiku. Pelayan! Bawa dia ke gudang dan beri dia 40 cambukan!” Segera saja beberapa
pelayan menyeret si kakek ke gudang dan mencambuknya sampai si kakek hampir tidak bisa berdiri.
Hari berikutnya istrinya memerintahkan kakek untuk bekerja sebagai tukang kebun. Tugasnya adalah
menyapu halaman dan merawat kebun. “Dasar perempuan jahat!” pikir si kakek. “Aku sudah
memberikan dia keberuntungan tapi dia bahkan tidak mau mengakuiku sebagai suaminya.”

Lama kelamaan si nenek bosan menjadi nyonya bangsawan, maka dia kembali memanggil si kakek:
“Hai lelaki tua, pergilah kembali kepada ikan emasmu dan katakan ini padanya: aku tidak mau lagi
menjadi nyonya bangsawan, aku mau menjadi ratu.” Maka kembalilah si kakek ke tepi laut dan
berseru”

Wahai ikan emas ajaib,

Datanglah kemari…

Kabulkan keinginan kami!

Dalam sekejap ikan emas itu muncul di hadapan si kakek, “apa yang kau inginkan lagi, kakek?” “Istriku
semakin keterlaluan. Dia tidak ingin lagi menjadi nyonya bangsawan, tapi ingin menjadi ratu.”

“Baiklah. Pulanglah! Keinginanmu sudah dikabulkan!” kata ikan emas.

Sesampainya kakek di tempat dulu rumahnya berdiri, kini tampak olehnya sebuah istana beratap
emas dengan para penjaga berlalu lalang. Istrinya yang kini berpakainan layaknya seorang ratu berdiri
di balkon dikelilingi para jendral dan gubernur. Dan begitu dia mengangkat tangannya, drum akan
berbunyi diiringi musik dan para tentara akan bersorak sorai.

Setelah sekian lama, si nenek kembali bosan menjadi seorang ratu. Maka dia memerintahkan para
jendral untuk menemukan si kakek dan membawanya ke hadapannya. Seluruh istana sibuk mencari si
kakek. Akhirnya mereka menemukan kakek di kebun dan membawanya menghadap ratu.
“Dengar lelaki tua! Kau harus pergi menemui ikan emasmu! Katakan padanya bahwa aku tidak mau
lagi menjadi ratu. Aku mau menjadi dewi laut sehingga semua laut dan ikan-ikan di seluruh dunia
menuruti perintahku.”

Kakek terkejut mendengar permintaan istrinya, dia mencoba menolaknya. Tapi apa daya nyawanya
adalah taruhannya, maka dia terpaksa kembali ke tepi laut dan berseru:

Wahai ikan emas ajaib,

Datanglah kemari…

Kabulkan keinginan kami!

Kali ini si ikan emas tidak muncul di hadapannya. Kakek mencoba memanggil lagi, namun si ikan emas
tetap tidak mau muncul di hadapannya. Dia mencoba memanggil untuk ketiga kalinya. Tiba-tiba laut
mulai bergolak dan bergemuruh. Dan ketika mulai mereda muncullah si ikan emas, “apa yang kau
inginkan lagi, kakek?”

“Istriku benar-benar telah menjadi gila,” kata kakek. “Dia tidak mau lagi menjadi ratu tapi ingin
menjadi dewi laut yang bisa mengatur lautan dan memerintah semua ikan.”

Si ikan emas terdiam dan tanpa mengatakan apapun dia kembali menghilang ke dalam laut. Si kakek
pun terpaksa kembali pulang. Dia hampir tidak percaya pada penglihatannya ketika menyadari bahwa
istana yang megah dan semua isinya telah hilang. Kini di tempat itu, berdiri sebuah gubuk reot yang
dulu ditinggalinya. Dan di dalamnya duduklah si nenek dengan pakaiannya yang compang-camping.
Mereka kembali hidup seperti dulu. Kakek kembali melaut. Namun seberapa kerasnya pun dia
bekerja. hasil yang didapat hanya cukup untuk makan sehari-hari saja

3. Kisah Burung Pipit Berlidah Pendek

Pada Zaman dahulu kala, di suatu desa kecil di Negara Jepang tinggalah sepasang
kakek dan nenek. Kakek adalah seorang yang sangat baik hati dan pekerja keras.
Sebaliknya nenek adalah seorang penggerutu dan senang mencaci maki, sikapnya
juga kasar dan buruk. Itulah sebabnya kakek lebih suka menghabiskan waktunya
dengan bekerja di ladang dari pagi hingga petang. Mereka tidak dikaruniai anak, tapi
kakek memiliki seekor burung pipit yang selalu menghiburnya. Dia sangat cantik dan
diberi nama Suzume. Kakek sangat menyayanginya. Setiap petang sepulangnya dari
ladang, kakek akan membuka kandang Suzume, membiarkannya terbang di dalam
rumah, lalu mengajaknya bermain, berbicara, dan mengajarinya trik-trik yang dengan
cepat dipelajarinya.

Suatu hari, saat kakek pergi bekerja, nenek mulai membereskan rumah. Kemarin
nenek sudah menyiapkan bubur tepung beras untuk melicinkan pakaian yang sudah
dicuci. Bubur itu disimpannya di atas meja. Tapi kini mangkuk buburnya telah
kosong. Rupanya kakek lupa menutup kandang Suzume, sehingga dia terbang di
sepanjang rumah dan memakan bubur tepung beras nenek. Saat si nenek kebingungan
mencari siapa yang menghabiskan buburnya, Suzume terbang menghampiri nenek.
Dia membungkuk memberi hormat lalu kicaunya: “Sayalah yang memakan bubur
tepung beras nenek. Saya pikir itu adalah makanan untukku. Saya mohon maafkanlah
saya. Twit! Twit! Twit……!”
Nenek sangat marah mendengar pengakuan si burung pipit. Memang nenek tidak
pernah menyukai Suzume. Baginya keberadaan Suzume hanya mengotori rumah saja.
Ini adalah kesempatan si nenek untuk melampiaskan kemarahannya. Maka keluarlah
cacian dari mulut nenek.

Tidak cukup sampai disitu nenek yang kalap merenggut Suzume yang malang dan
memotong lidahnya hingga putus. “Ini adalah pelajaran buatmu!” kata nenek, “karena
dengan lidah ini kamu memakan bubur tepung berasku! Sekarang pergilah dari sini!
Aku tak mau melihatmu lagi!” Suzume hanya bisa menangis menahan sakit, dan
terbang jauh ke arah hutan.

Sore harinya kakek pulang dari ladang. Seperti biasa kakek menghampiri kandang
Suzume untuk mengajaknya bermain. Tapi ternyata kandang itu sudah kosong.
Dicarinya Suzume di sekeliling rumah dan dipangilnya, namun Suzume tidak juga
muncul. Kakek merasa yakin bahwa neneklah yang telah membuat Suzume pergi.
Maka kakek pun menghampiri nenek dan bertanya: “Kemana Suzume? Kau pasti tahu
dimana dia.” “Burung pipitmu?” kata nenek, “Aku tidak tahu dimana dia. Aku tidak
melihatnya sepanjang hari ini. Oh, mungkin dia jenis burung yang tidak tahu
berterima kasih. Makanya dia kabur dan tak ingin kembali meskipun kau sangat
menyayanginya.” Kakek tentu saja tidak percaya dengan perkataan nenek. Dia
memaksanya untuk berbicara jujur. Akhirnya nenek mengaku telah mengusir Suzume
dan memotong lidahnya.

Itu hukuman karena dia telah berbuat nakal” kata nenek. “Kenapa kau begitu kejam?”
kata kakek. Dia sebenarnya sangat marah, tapi dia terlalu baik untuk menghukum
istrinya yang kejam. Namun dia tidak bisa berhenti mengkhawatirkan Suzume yang
pasti sangat menderita. “Betapa malangnya Suzume. Dia pasti kesakitan. Dan tanpa
lidahnya dia mungkin tidak bisa berkicau lagi,” pikir kakek. Dia bertekad untuk
mencari Suzume sampai ketemu besok pagi.
Esoknya, pagi-pagi sekali kakek sudah berkemas dan bersiap pergi untuk mencari
Suzume. Dia pergi ke bukit lalu ke dalam hutan. Di setiap rumpunan bambu yang
ditemuinya, dia akan berhenti dan mulai memanggilnya:

“Dimana oh dimana burung pipitku yang malang,


Dimana oh dimana burung pipitku yang malang”
Kakek terus mencari Suzume tanpa kenal lelah. Dia bahkan lupa kalau perutnya
belum diisi sejak pagi. Sore harinya, sampailah kakek di rumpunan bambu yang
rimbun. Dia pun mulai memanggil lagi:

“Dimana oh dimana burung pipitku yang malang,


Dimana oh dimana burung pipitku yang malang”

Dari rimbunan bambu tersebut, keluarlah Suzume. Dia membungkukan kepalanya,


memberi hormat pada kakek. Kakek senang sekali bisa menemukan Suzume, apalagi
ternyata lidah Suzume telah tumbuh lagi sehingga dia tetap bisa berkicau. Suzume
mengajak kakek untuk mampir ke rumahnya. Ternyata Suzume memiliki keluarga
dan mereka tinggal di sebuah rumah seperti layaknya manusia.

“Suzume pasti bukan burung biasa,” pikir kakek. Kakek mengikuti Suzume memasuki
rumpunan bambu. Rumah Suzume ternyata sangat indah. Dindingnya terbuat dari
bambu berwarna putih cerah. Karpetnya sangat lembut, bantal yang didudukinya
sangat empuk dan dilapisi sutra yang sangat halus. Ruangannya sangat luas dan
dihiasi ornamen-ornamen yang cantik. Kakek disuguhi berbagai makanan dan
minuman yang sangat lezat, juga tarian burung pipit yang sangat menakjubkan. Kakek
juga diperkenalkan kepada seluruh anggota keluarga Suzume. Mereka semua sangat
berterima kasih pada kakek yang telah merawat Suzume dengan baik. Sebaliknya
kakek pun memohon maaf atas perlakuan istrinya yang kejam terhadap Suzume.

Waktu berlalu tanpa terasa. Malam pun semakin larut. Akhirnya kakek meminta diri
dan berterima kasih atas sambutan keluarga Suzume yang hangat. Suzume memohon
supaya kakek menginap satu atau dua malam, namun kakek bersikeras untuk pulang
karena pasti nenek kebingungan mencarinya. Kakek berjanji akan sering-sering
mengunjungi suzume lain waktu. Sebelum pulang Suzume memaksa kakek untuk
memilih kotak hadiah untuk dibawanya pulang. Ada dua buah kotak yang ditawarkan.
Satu kecil dan satu lagi besar. Kakek memilih kotak kecil. “Aku sudah tua dan
lemah,” katanya. “Aku tidak akan kuat jika harus membawa kotak yang besar.”
Suzume dan keluarganya mengantarkan kakek sampai keluar dari rumpunan bambu
dan sekali lagi membungkukan kepalanya memberi hormat.
Setibanya di rumah, nenek langsung mencecarnya: “Kemana saja seharian? Kenapa
begitu malam baru pulang?” tanyanya. Kakek mencoba menenangkannya dan
memperlihatkan kotak yang didapatnya dari Suzume. Kakek juga menceritakan
pertemuannya dengan Suzume. “Baiklah!” kata nenek. “Sekarang cepat buka kotak
itu! Kita lihat apa isinya.” Maka mereka lalu membuka kotak itu bersama-sama.
Betapa terkejutnya mereka, ternyata kotak itu penuh berisi uang emas, perak dan
perhiasan-perhiasan yang sangat indah. Kakek mengucap syukur berkali-kali atas
anugerah itu. Tapi nenek yang serakah malah memarahi kakek karena tidak memilih
kotak yang besar. “Kalau kotak yang kecil saja isinya bisa sebayak ini apalagi kotak
yang besar,” teriaknya.

Esok paginya setelah memaksa kakek untuk menunjukkan jalan ke tempat Suzume,
nenek pergi dengan penuh semangat. Kakek mencoba melarangnya, namun sia-sia
saja. Setelah melewati bukit dan masuk ke dalam hutan, sampailah si nenek di tepi
rimbunan bambu, maka dia pun mulai memanggil:

“Dimana oh dimana burung pipitku yang malang, Dimana oh dimana burung pipitku
yang malang” Suzume pun keluar dari rimbunan bambu dan membungkukan
kepalanya ke arah nenek. Tanpa membuang waktu dan tanpa malu nenek berkata:

“Saya tidak akan membuang waktumu. Aku datang kesini hanya untuk meminta kotak
yang kemarin ditolak oleh kakek. Setelah itu aku akan pergi.” Suzume memberikan
kotak yang diminta, dan tanpa mengucapkan terima kasih, nenek segera
meninggalkan tempat itu. Kotak itu sangat berat. Dengan terseok-seok nenek
memanggulnya. Semakin lama kotak itu semakin berat, seolah-olah berisi ribuan batu.
“Kotak ini pasti berisi harta karun yang sangat banyak,” pikir nenek. Dia sudah tidak
sabar ingin mengetahui isi kotak tersebut. Maka dia menurunkan kotak itu dari
punggungnya dan lalu membukanya. Wuuuuush……!!! Dari dalam kotak itu keluar
ribuan makhluk yang menyeramkan dan mengejar nenek yang langsung lari terbirit-
birit. Beruntung nenek bisa sampai di rumahnya meski jantungnya serasa mau putus.
Kepada kakek dia menceritakan apa yang dialaminya. “Itulah hukuman bagi orang
yang serakah,” kata kakek. “Semoga ini menjadi pelajaran buatmu.” Sejak saat itu
nenek tidak pernah lagi mengeluarkan kata-kata kasar dan selalu berlaku baik pada
orang lain. Dan mereka berdua hidup bahagia selamanya.

4. Monyet dan Babi Hutan

Di suatu hutan rimba hidup seekor Babi hutan yang pemurung. Ia mempunyai
tetangga seekor Monyet yang mempunyai sifat sebaliknya. Monyet itu periang,
banyak memiliki sahabat, serta pintar memberi nasihat. Karena senantiasa sedih dan
murung, suatu hari Babi hutan pergi ke rumah Monyet.

Setelah menempuh perjalanan yang tidak begitu jauh, akhirnya Babi hutan sampai di
rumah Monyet. Saat itu terlihat Monyet sedang berbaring sambil bersiul di serambi
rumahnya. Babi hutan berkata, “Monyet, kudengar kau binatang paling bijaksana di
rimba belantara. Benarkah itu?” Sahut monyet, “Kata warga rimba, memang
demikian.”, kata Babi Hutan. “Bolehkah aku meminta nasihat padamu?” kata Babi
hutan lebih lanjut.

“Oh silahkan, memangnya kamu ada masalah apa, aku lihat kamu baik-baik saja”,
kata Monyet. “Begini, Monyet. Aku tidak pernah merasa bahagia dalam hidup ini.
Apa gerangan sebabnya?” Apakah aku terkena kutukan dari dewa? Tanya Babi hutan
kemudian.

Monyet berpikir sejenak, kemudian jawabnya, “Ohoooo…. Babi hutan, kamu tidak
terkena kutukan. Aku ada nasihat kepadamu, pergilah cari pohon Bonga. Buahnya
berwarna hitam. Petiklah buahnya, lalu makanlah. Dengan memakan sebuah Bonga
saja kau akan merasakan bahagia seumur hidupmu.”

“Buah Bonga? Aku baru mendengar sekarang. Di mana terdapat pohon buah itu?”
Semudah itukah untuk merasakan bahagia?” Tanya Babi hutan. “Sudahlah, ikuti saja
petunjukku.” Jawab Monyet. “Pergi saja kamu dan bertanyalah kepada penduduk
hutan ini dimana tempatnya pohon Bonga berada”, kata Monyet kemudian. Babi
hutan menjawab, “ Baiklah Monyet, akan aku ikuti nasihatmu.”

Esoknya Babi hutan bergegas pergi berkelana di hutan belantara untuk mencari buah
kebahagiaan itu. Kesana kemari babi hutan mencari buah itu, dia bertanya kepada
para penghuni hutan untuk minta tahu dimana gerangan pohon Bonga berada.

Pada suatu sore menjelang malam di tepi danau Babi hutan bertemu dengan Kerbau.
“Hai Kerbau yang baik hati, tahukah kamu dimana pohon Bonga berada?” Tanya
Babi hutan. “Pohon Bonga?” aku belum pernah mendengarnya.” Jawab Kerbau.
Mereka berdua terlibat pembicaraan mengenai pohon Bonga. Sampai akhirnya
matahari hampir tenggelam Kerbau mengajak Babi hutan untuk bermalan di
rumahnya. Akhirnya malam itu Babi hutan menginap di rumah Kerbau, sampai larut
malam mereka berdiskusi tentang pohon Bonga sampai tanpa terasa keduanya tertidur
pulas.

Pagi-pagi sekali Babi hutan segera berpamitan kepada Kerbau untuk melanjutkan
perjalanannya mencari pohon Bonga. Demikianlah seterusnya tanpa menyerah Babi
hutan berkelana mencari keberadaan pohon Bonga.
Sampai tak terasa sudah satu tahun Babi hutan berkelana dan akhirnya ia tiba di rimba
tempat ia lahir. Monyet menyambut kedatangan babi hutan, yang kini wajahnya segar
dan ceria. Tanya monyet, “sudahkah kau temukan buah Bonga?”

Babi hutan menjawab, “belum, Monyet. Tetapi, aku sudah menemukan kebahagiaan
itu. Kini aku sangsi, benarkah ada pohon Bonga itu? Seluruh pelosok dunia telah
kujelajahi. Tidak seorang pun tahu tentang buah ajaib itu.”

Sambil menyungging senyum, menjawablah monyet, “Benar dugaanmu, Babi hutan.


Buah Bonga hanya karanganku belaka. Tentu saja kau tidak bisa menemukannya.
Tetapi ngomong-ngomong, bagaimana cara kau memperoleh kebahagiaan itu?”

Babi hutan menjawab, “Aku menikmati perjalanan itu. Di mana mana aku menjalin
persahabatan. Setiap hari ada hal hal baru yang kulihat. Nah, ternyata dengan banyak
bersahabat dan melihat luasnya dunia, hati kita menjadi bahagia.” Monyet
mengangguk angguk mengiyakan. SEKIAN.

5. Si Kancil dan Sekawanan Gajah

Dongeng Si Kancil: Suatu hari di Hutan Pakis, Si Kancil tengah berjalan-jalan di


tepian danau. Sambil bersiul dan berdendang keasyikan sambil makan buah mentimun
kesukaannya. “Blusukkkk krik krik krik….byuuurrr!!!!” Sang Kancil tiba-tiba
terperosok ke dalam sebuah sumur tua tatkala sedang berada di tepi hutan saat dalam
perjalanan menuju Pantai Samas. Kabut masih tebal saat itu sehingga sumur tersebut
tidak terlihat oleh Sang Kancil. Rupanya itu adalah sumur peninggalan Tarzan yang
telah lama meninggalkan tempat itu untuk menjadi Tarzan Kota.

“Aduh biyuuungg, kakiku sakit buangeeet!” teriak Sang Kancil yang tubuhnya hanya
kelihatan kepalanya karena terendam air — sambil mulutnya nyengir-nyengir
menahan sakit. Meskipun dirinya terjatuh di air, karena air sumur tak seberapa dalam
maka kakinya terasa nyeri yang hebat akibat benturan. Lalu dengan terpincang-
pincang Sang Kancil berenang menepi dan duduk di batu besar yang menyembul di
tepi sumur.

Sang Kancil termenung memikirkan nasibnya. Sumur ini ada di tepi hutan. Jarang
sekali ada binatang yang berani bepergian sampai ke tepi hutan. Paling-paling
sekawanan Gajah yang sedang menjajaki rute baru, kawanan Babi Hutan yang hendak
mencari jagung atau Serigala yang sedang mencari-cari makanan tambahan karena
sudah bosan dengan makanan yang ada di dalam hutan. Itu artinya dirinya harus lama
menunggu sampai ada binatang yang menemukan dirinya di dalam sumur.
dongeng binatang dongeng si kancil dan gajahSetelah tiga hari tiga malam terjebak,
pada hari keempat barulah muncul sekawanan Babi Hutan yang melongok dari bibir
sumur. Mereka kehausan dan sedang mencari-cari sumber air minum yang memang
jarang ada di tepi hutan itu. Sang Kancil berteriak kegirangan melihat Babi Hutan.

“Woooiiii beib, bantu aku keluar dari sini duuuuuuung!!!” teriaknya sekuat tenaga.

Tapi alih-alih menolong Sang Kancil, para Babi Hutan malahan lari terbirit-birit
mendengar suara menggelegar dari dasar sumur. Dikiranya ada monster penunggu
sumur yang akan memakan mereka.

Sang Kancil kesal bukan main. Dianggapnya para Babi Hutan itu sungguh terlalu
takut pada bayangan monster dalam pikiran mereka sendiri. Mereka terlalu percaya
pada cerita-cerita monster sehingga apa saja yang aneh dan menakutkan langsung
dianggap monster.

Pada hari kelima muncul lagi seekor binatang lain. Kali ini datang seekor keledai
yang baru saja meloloskan diri dari majikannya. Dengan hati riang senang-senang dia
bersiul-siul menyusuri tepi hutan. Sampailah dia di bibir sumur tempat Sang Kancil
terperosok. Tentu saja dia haus dan penasaran, apakah bisa minum dari sumur
tersebut. Belajar dari pengalaman ketakutan para Babi Hutan, kali ini Sang Kancil
tidak berteriak. Dia hanya menyapa pelan pada Keledai yang tengah melongokkan
kepala.

“Wahai teman, Tolonglah aku. Aku terperosok di dalam sumur tanpa bisa keluar lagi”
kata Sang Kancil.

Keledai melihat sejenak ke dalam sumur dan terheran-heran mendengar suara dari
dalam sumur. Kemudian dia mengamat-amati dasar sumur, barulah dilihatnya Sang
Kancil yang sedang duduk lemas di atas batu. Tiba-tiba Keledai tertawa terbahak-
bahak. Si Keledai tertawa terpingkal-pingkal sampai-sampai berguling-guling di atas
tanah.

“Hohohoho…bukankah kamu itu Kancil yang terkenal cerdik itu??. Gunakan otakmu
yang katanya hebat itu! Atau kecerdasanmu itu berita bohong belaka sehingga kamu
masih butuh bantuanku? Uruslah sendiri nasibmu!. Aku tak punya banyak waktu
untuk menolongmu!. Lagipula waktu aku jadi peliharaan majikanku, tak ada seorang
pun yang peduli. Kini giliranmu dicuekin….Hahahahahaha. Sorry yah!” kata Keledai
sambil berlalu dengan masih ketawa ngikik.

Sang Kancil kembali ditinggal seorang diri di dalam sumur. Pada hari keenam
muncullah sekelompok orang membawa pedati yang beristirahat di tempat itu.
Mereka mendirikan tenda-tenda dan mulai memasak. Nampaknya mereka adalah
kafilah pedagang yang sedang mampir beristirahat.

Saat terdengar suara-suara orang berteriak-teriak gaduh karena berhasil menangkap


seekor keledai yang lepas, tahulah Sang Kancil bahwa keledai yang kemarin
menertawakan dirinya itu masih berkeliaran di sekitar sumur dan tertangkap kembali
oleh tuannya. Sungguh malang nasibnya.

Sang Kancil menyadari bahwa dirinya juga harus menghindar dari tangkapan mereka.
Maka cepat-cepatlah dia masuk ke sebuah rongga yang ada di dinding sumur dan
bersembunyi di situ karena takut ditangkap dan dijadikan sate kancil yang tersohor
kegurihannya.

Untunglah para pedagang itu jarang melongok ke dalam sumur sehingga tidak
memergoki Sang Kancil. Mereka hanya sesekali saja pergi ke sumur itu untuk
mengambil air dengan ember yang diikat dengan tali. Air itu dipergunakan untuk
memasak, mencuci dan mandi. Keesokan harinya mereka telah meninggalkan tempat
itu. Dari suara-suara mereka, tahulah Sang Kancil bahwa para pedagang itu
membuang ember bertali di dekat sumur karena dianggapnya sudah usang.

Pada hari ketujuh muncullah sekelompok gajah yang melintas di dekat sumur. Mereka
meneliti dasar sumur karena kehausan. Tak sengaja terlihat oleh mereka Sang Kancil
tengah tertidur di sana. Para Gajah itu saling berbisik membicarakan binatang yang
tengah terbaring di dasar sumur. Kemudian mereka berteriak memanggil Sang Kancil.

Sang Kancil kaget oleh teriakan para Gajah dan terbangun. Dilihatnya ada beberapa
kepala gajah menyembul di bibir sumur. Diam-diam dia sedang berpikir keras cara
minta bantuan mereka untuk keluar dari sumur. Akhirnya dia memutuskan untuk
membantu para Gajah, baru kemudian minta tolong pada mereka. Memberi dulu baru
kemudian menerima pertolongan.

“Wahai Gajah kita adalah sobat yang harus tolong menolong” kata Kancil. Para Gajah
mengangguk-angguk sambil bergumam tanda setuju. Mereka tak sadar jika Sang
Kancil berada di dalam sumur karena terjatuh.

“Aku tahu kalian kehausan. Aku akan membantu kalian mengambil air dari dalam
sumur. Coba lihat adakah ember dan tali yang diletakkan di dekat sumur. Kemarin
kudengar para kafilah membuang ember beserta talinya karena sudah punya ember
baru. Walaupun butut ember itu masih berguna bagi kalian. Turunkan ember ke dalam
sumur, pegang ujung talinya. Aku akan membantumu menciduk air sumur” teriak
Sang Kancil.
Para Gajah yang tengah kehausan dengan antusias mencari-cari barang yang
disebutkan Sang Kancil. Sampai akhirnya mereka menemukan tak jauh dari bibir
sumur tergeletak ember butut yang diikat dengan tali yang tak kalah bututnya dan
penuh sambungan. Kemudian mereka menurunkan ember ke dalam sumur. Sang
Kancil membantu menciduk air dan menyuruh gajah menarik ember yang sudah terisi
air ke atas.

Begitulah berulang kali air diambil dari dasar sumur. Dengan girangnya para Gajah
bergantian minum dan mandi dari air dalam ember yang diambil dari dalam sumur.
Maklum sudah dari kemarin mereka kesulitan mencari sumber air. Setelah semua
Gajah selesai mandi, barulah Sang Kancil berteriak untuk minta dikeluarkan dari
dasar sumur.

Merasa Sang Kancil telah membantu mereka mendapatkan air, para Gajah dengan
senang hati membantu Sang Kancil keluar dari dasar sumur. Sang Kancil berpegangan
erat pada ember saat dia ditarik keluar dari dasar sumur.

Para Gajah serta merta mengerumuninya dan bertanya-tanya mengapa Sang Kancil
bisa berada di dasar sumur. Tadinya mereka mengira Sang Kancil sengaja berdiam
diri di sana. Kemudian Gajah-gajah itu membawakan berbagai macam pucuk daun
muda dan buah-buahan untuk Sang Kancil yang terlihat begitu lemah sehingga sulit
berjalan.

Setelah satu malam menginap di tempat itu dengan dijaga para Gajah, Sang Kancil
merasa dirinya cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan menuju pantai selatan samas
untuk bertemu dengan keluarga Paus biru. Keluarga mamalia laut raksasa itu
mengundang Sang Kancil untuk mengajari mereka tentang perubahan angin, cuaca
dan iklim di Samudera Hindia agar mereka tidak terdampar di pantai yang dangkal
karena kesalahan memperkirakan sifat-sifat lautan.

Kancil berterimakasih pada para Gajah yang telah membantunya. Para Gajah juga
merasa sangat berhutang budi pada Sang Kancil yang telah memberi tahu teknik
sederhana mengambil air dari dalam sumur. Sengaja mereka membawa ember butut
bertali ke rumah mereka di tengah hutan. Di sana terdapat sumur yang tidak pernah
dimanfaatkan karena para Gajah tidak tahu cara mengambil air dari sumur yang
dalam. (SELESAI).

Kisah Buaya Yang Serakah

Di pinggiran sungai ada seekor buaya yang sedang kelaparan, sudah tiga hari Buaya
itu belum makan perutnya terasa la sekali mau tidak mau hari ini dia harus makan
sebab kalau tidak bisa-bisa ia akan mati kelaparan. Buaya itu segera masuk ke dalam
Sungai ia berenang perlahan-lahan menyusuri sungai mencari mangsa.

Buaya melihat seekor bebek yang juga sedang berenang di sungai, Bebek tahu dia
sedang diawasi oleh Buaya, dia segera menepi. Melihat mangsanya akan kabur Buaya
segera mengejar dan akhirnya Bebekpun tertangkap.

Ampun Buaya, tolong jangan mangsa aku, dagingku sedikit, kenapa kamu tidak
memang sa kambing saja di dalam hutan,” ucapnya seraya menagis ketakutan

“Baik, sekarang kau antar aku ke tempat persembunyian Kambing itu,” perintah
buaya dengan menunjukkan taring yang sangat tajam.

Berada tidak jauh dari tempat itu ada lapangan hijau tempat Kambing mencari makan,
dan benar saja di sana ada banyak Kambing yang sedang lahap memakan rumput.

“Pergi sanah, aku mau memangsa Kambing saja,” Bebek yang merasa senang,
kemudian berlari dengan kecepatan penuh.

Setelah mengintai beberapa lama, akhirnya Buaya mendapatkan satu ekor anak
Kambing yang siap dia santap. “Tolong, jangan makan aku, dagingku tidak banyak,
aku masih kecil, kenpa kamu tidak makan gajah saja yang dagingnya lebih banyak,
aku bisa mengantarkan kamu ke sana”.

“Baik, segera antarkan aku ke sana!” Anak Kambing itu mengajak buaya ke tepi
danau yang luas, di sana ada anak Gajah yang besar. Buaya langsung mengejar dan
menggigit kaki anak Gajah itu. Walau besar, tapi kulit Gajah itu sangat tebal, jadi
tidak bisa melukainya.

Anak Gajah itu berteriak meminta tolong kepada ibunya. Buaya terus saja berusaha
menjatuhkan anak Gajah itu, tapi sayang tetap tidak bisa. Mendengar teriakan
anaknya, sekumpulan Gajah mendatangi dan menginjak Buaya itu sampai tidak bisa
bernafas. Buaya itu tidak bisa melawan, karena ukuran ibu Gajah itu sangat besar,
ditambah dia juga lemas karena belum makan. Buaya itu kehabisan tenaga dan mati.
Pesan moral Buaya Yang Serakah

Ulat Yang Sombong

Di sebuah hutan yang lebat, hiduplah 2 ekor ulat. Yang satu bernama Fintu yang
bersifat ramah, rendah hati dan baik. Sedangkan yang satunya bernama Tuvi yang
bersifat angkuh dan suka meremehkan binatang lain.
Pada suatu hari, saat Fintu sedang mencari makanan, ia bertemu Tuvi.
“Hai Tuvi, bolehkah aku meminta sedikit makananmu?” pinta Fintu.
“Hey, Fintu! Ini makananku dan tetap makananku. Sana cari makanan yang lain!”
tolak Tuvi.
“B-baiklah…” Fintu menunduk dan berlalu.

Lain hari, akan ada pesta hutan. Semua binatang diundang. Putha si burung hantu
dengan gesitnya membagikan undangan berupa daun itu dimalam hari dan
menaruhnya di depan pintu rumah para binatang.

Esok harinya, terdengar sorakan dari para binatang.


“Asyik! Pasti di sana ada banyak makanan! Aku bisa makan sepuasnya!” sorak Cattya
si anak kucing.
“Aku juga bisa makan biji-bijian, kan? Oh ya, bagi para ulat kalian tenang saja, aku
tak akan memakan kalian, kok!” pekik Chacky si ayam jago.
Fintu hanya tersenyum mendengar pernyataan teman-temannya itu

Namun tiba-tiba…
“Ah, ini hanya pesta kecil! Lihat saja, suatu saat nanti, aku akan membuat pesta yang
lebih besar!” Dengan angkuh Tuvi berkata.
“Tuvi! Kau tak boleh begitu!” seru Piku si beruang madu.
“Huh! Biarkan saja!” balas Tuvi sambil pergi.

Beberapa hari kemudian, Tuvi dan Fintu sudah menjadi kepompong. Mereka
menjalani hidup sebagai kepompong biasa.

Beberapa minggu kemudian, mereka sudah keluar dari kepompongnya. Tak disangka,
sayap Tuvi ternyata berwarna hitam! Sedangkan Fintu malah berwarna-warni.
Tuvi tahu, ini akibat keangkuhannya. Ia sangat menyesal.

Cerita Gajah, Kerbau dan Harimau

Suatu hari ada seekor kerbau mencari gajah didalam hutan. Kerbau tersebut mencari
gajah untuk menemaninya mencari makanan dihutan. Setelah lama mencari akhirnya
kerbau melihat gajah yang sedang berjalan. Gajah tersebut mau menemani kerbau
untuk mencari makanan, tetapi sebelum bertemu gajah sang kerbau menemui harimau
terlebih dahulu. Sang kerbau juga meminta harimau untuk menemaninya mencari
makanan dihutan dan harimau menerima ajakannya. Setelah kerbau mengumpulkan
gajah dan harimau. Kemudian mereka berusaha melakukan perburuan makanan
bersama. Mereka berusaha menangkap hewan hewan lain dan merebut makanan
hewan lain juga. Ketiga hewan itu bekerja sama untuk memburu makanan dihutan.
Hewan hewan tersebut mulai dari pagi sampai sore mencari makanan. Mereka
berhasil menangkap hewan lain dan merebut makanannya. Berbagai jenis makanan
dikumpulkan mulai dari buah buahan sampai hewan hewan hidup. Harimau menunjuk
kerbau untuk membagi makanannya. Kerbau tersebut menghitung banyaknya
makanan dan membagi tiga dengan adil. Sang harimau merasa tidak adil dan marah,
akhirnya ia menerkam kerbau dan tumpukan makanannya menjadi bertambah. Setelah
itu harimau menunjuk gajah untuk membagi makanannya. Akhirnya karena harimau
merasa masih kurang akhirnya ia juga menerkam gajah. Harimau tersebut serakah
karena merasa kekurangan makanan dan menerkam kedua temannya tadi.

Semut dan Belalang

Di musim panas yang hangat dan cerah sedikit menggoda Belalang untuk memainkan
biola kesayangan sambil bernyanyi dan menari. Hampir setiap harinya itulah yang
dilakukan belalang. Ia tidak terpikir untuk melakukan aktifitas lainnya seperti bekerja
atau bersiap untuk mengumpulkan bekal musim dingin.

Sedikit pun tidak pernah terlintas dalam benak belalang bahwa musim panas yang
sedang dinikmatinya sekarang sudah akan berakhir. Musim panas yang membuatnya
ceria sudah akan berganti ke musim dingin, dimana hujan akan turun dengan lebat
disertai suhu udara yang sangat rendah.

Disaat belalang sedang asiknya bermain biola, dia melihat semut yang sedang giat
melewati rumahnya. Belalang yang masih riang tersebut ingin mengajak semut
bermain bersama dan semut pun diundangnya untuk bersenang-senang ke kediaman
belalang.

Tak disangka belalang ternyata semut menolak undangan belalang dengan santun,
semut berkata pada belalang,
“Maaf Belalang, aku masih ingin bekerja untuk bekal di musim dingin. Aku harus
mengumpulkan cadangan makanan yang banyak serta memperbaiki tempat tinggal
agar lebih hangat.”

“Berhentilah memikirkan hal yang tidak penting semut, mari kita bernyanyi dan
bersenang-senang, ayolah nikmati hidup kita”, Sanggah belalang. Belalang pun masih
dengan kebiasaannya untuk bersenang-senang tanpa memikirkan apapun.

Tidak disangka musim panas berakhir jauh lebih cepat dari pada biasanya. Belalang
yang terbiasa gembira lantas panik bukan main. Ia tidak memiliki persediaan makanan
yang cukup ditambah rumahnya yang rusak dan tidak layak huni karena diterjang
badai.
Dengan harapan tinggi dan lunglai belalang menuju rumah semut dan meminta
bantuan untuk diperbolehkan tinggal bersama dan meminta makan. Mendengar
permohonan tersebut semut menjawab, “Maafkan aku belalang aku tidak bisa
membantumu, rumahku terlalu sempit untukmu, dan bekalku hanya cukup untuk
keluargaku saja”.
Belalang akhirnya pun meninggalkan rumah semut dengan rasa menyesal dan sedih.
Dalam hati ia bergumam, “Andai saja aku mengikuti nasihat semut saat itu untuk
bekerja keras, pasti saat ini aku bisa kenyang dan tidur nyenyak di dalam rumah”.

Tamat.

Pesan moral dari cerita fabel ini: Gunakan waktumu sebaik


baiknya untuk hal yang bermanfaat, karena apa yang
terjadi esok hari kita tidak pernah tahu.

Keharuan Seekor Anjing

Pagi yang begitu patah dengan rasa si Anjing dalam menanamkan hatinya pada kupu-
kupu yang sedang menari-nari di taman saat si Anjing menjaga rumah majikannya
yang bernama pak Bolot. Keharuan si Anjing datang di saat tarian kupu-kupu semakin
indah dan semakin lucu.

Si Anjing mencoba untuk menirukan tarian kupu-kupu, namun tidak dapat dicapainya.
Anjing berkata.
“Kenapa aku tidak bisa seperti mereka., padahal kata pak Bolot aku cantik?” kata si
Anjing kesal
“Percuma aku cantik kalau tidak dapat menari.” Si Anjing tetap mencoba menirukan
kupu-kupu tetapi ia tetap tidak bisa.
Dengan keharuan itu si Anjing menangis. Si Kupu menangkap suara tangisan si
Anjing, lalu mendekatinya.
“Anjing, kenapa kau menangis?” tanya si Kupu.
“Aku tidak bisa menari dan terbang sepertimu! Padahal kata majikanku aku sangat
cantik.” Jawab si Anjing. Si Kupu mencoba menasehati si Anjing. Tidak lama
kemudian turunlah hujan. Si Kupu bersama teman-temannya segera pergi mencari
tempat berteduh.

Setelah beberapa hari. Si Anjing merusak taman di sekitar rumah pak Bolot, agar si
Kupu bersama teman-temannya tidak lagi dapat menari-nari di taman. Setelah
beberapa lama, datanglah si Kupu bersama teman-temannya. Si Kupu melihat si
Anjing yang sedang merusak taman menjadi marah.
“Tunggu…, kenapa kamu merusak taman disini?” tanya si Kupu
“Memangnya kenapa? Ini kan tama milik majikanku? Bukan milikmu?”
“Memang ini bukan tamanku! Tapi kau telah merusak tanaman yang tidak bersalah!”
pertengkaran semakin ramai, namun sedikit mereda ketika pak Bolot datang dengan
wajah marah karena melihat tamannya yang indah menjadi berantakan.
“Siapa yang telah merusak tamanku ini?” tanya pak Bolot. Si Anjing kemudian
mengaku kalau ia yang merusak taman. Ia juga memberikan alasannya.

Ternyata si Anjing telah menganggap kalau kupu-kupu telah mencuri madu yang ada
pada bunga. Pak Bolot tersenyum, ia kemudian menjelaskan bahwa kupu-kupu tidak
mencuri madu. Pandai menari, terbang dan menghisap madu adalah kodrat setiap
kupu-kupu. Si Anjing kini sadar akan kesalahannya. Ia segera minta maaf pada si
Kupu dan teman-temannya, maupun pada pak Bolot Iri Hati Sang merpati

Seharian ini, Merpati iri hati pada Tekukur. Merpati merasa jatah jagungnya lebih
sedikit dibandingkan dengan Tekukur. Merpati menganggap pemiliknya sudah tak
menyayanginya lagi.

“Pemilikku lebih sayang Tekukur,” batin Merpati sambil memperhatikan sang pemilik
yang lebih banyak memberikan jagung di tempat makan Tekukur. Merpati pun sedih.

Ingin rasanya ia kabur dari sangkar. Tapi ia tak mau melakukannya, karena esok ada
perlombaan balap Merpati yang harus diikuti. Ia pun bertekad memenangi
perlombaan agar bisa membanggakan pemiliknya.

Tiba-tiba, Merpati mendengar suara di kebun mentimun di belakang rumah. Ia


melihat Kancil yang hendak mengambil buah mentimun.

“Kancil…” panggil Merpati.

Kancil terkejut dipergoki Merpati.

“Maaf, aku lapar. Nanti aku bawa bijinya sebgai ganti,” kata Kancil pelan.

“Bukan itu, aku butuh saranmu,” kata Merpati.

Kancil lalu mendekati sangkar Merpati. Merpati menceritakan kegundahan yang


sedang dirasakannya. Dengan seksama Kancil mendengarkan keluh kesah Merpati.

Selesai Merpati bercerita, Kancil memberi saran.

“Jangan begitu Merpati, mungkin pemilikmu tak mau kamu terlalu gemuk.”
“Memangnya kenapa kalau aku jadi gemuk nanti?”

“Nanti terbangmu lambat.”

Merpati menggeleng. “Itu tak mungkin. Aku malah bisa terbang lebih cepat,” kata
Merpati dengan sombongnya.

Kancil hanya tersenyum lalu beranjak pergi. Namun, Merpati mencegahnya.

“Kancil, kamu hendak ke mana?”

“Kembali ke hutan. Aku kan sudah memberi saran seperti maumu.”

“Bukan itu saran yang kumau.”

“Lalu apa keinginanmu?”

“Aku mau makan lebih banyak jagung seperti Tekukur.”

Kancil berpikir sejenak. Lalu berkata, “Kamu makan di sangkarnya Tekukur.”

“Caranya?”

“Kamu bujuk Tekukur supaya ia mau bertukar sangkar saat makan jagung.”

Merpati mengangguk. Kancil pun pamit pergi.

***

Setelah Kancil pergi, Merpati membujuk Tekukur untuk bertukar tempat saat makan.
Awalnya Tekukur tak bersedia. Tapi karena Merpati terus memaksanya, maka
Tekukur pun terpaksa menuruti.

Esok harinya setelah sang pemilik pergi seusai memberi makan jagung. Merpati dan
Terkukur bertukar sangkar. Di sangkar Tekukur, Merpati lahap memakan jagung yang
berjumlah banyak. Merpati menjadi kekenyangan. Dengan susah payah, Merpati
kembali ke sangkarnya.

Tak lama kemudian, sang pemilik mengeluarkan Merpati yang masih kekenyangan
dari sangkar. Lalu membawanya ke perlombaan balap Merpati.
Sayang, di perlombaan Merpati yang masih kekenyangan tak bisa terbang cepat
sehingga kalah. Sang pemilik kembali ke rumah dengan wajah sedih. Merpati
dikembalikan ke sangkarnya.

Di dalam sangkarnya, Merpati tampak menyesal tak menuruti saran Kancil. Ia


menceritakan kekalahannya pada Tekukur.

“Merpati, kamu seharusnya tak perlu iri hati. Pemilik kita sengaja memberimu sedikit
jagung agar kamu bisa terbang cepat dan menang,” celethuk Tekukur dari dalam
sangkarnya.

Merpati malu dan sedih mendengarnya. Ia pun menyesali sesuatu yang sudah tidak
ada gunaya

Lebah dan Semut

Dahulu pada zaman Nabi Sulaiman, hidup banyak sekali lebah. Salah satu di
antaranya adalah Dodo. Dodo adalah anak lebah yang telah ditinggal mati ibunya.
Waktu itu ibunya meninggal digigit kalajengking. Kini ia hidup sebatang kara. Oleh
karena itulah ia memutuskan untuk hidup mengembara. Hingga akhirnya ia tiba di
gurun pasir yang luas. Di tengah gurun itu Dodo merasa haus dan lapar.

“Aku harus segera mencari makan dan air, tapi aku harus mencari di mana?” pikir
Dodo. Tetapi Dodo tidak mau menyerah. Ia bersikeras mencari makanan dan air.
Setelah cukup lama terbang, dari kejauhan Dodo melihat air dan makanan. Namun
setelah mendekat, ternyata yang dilihatnya hanyalah hamparan pasir yang luas. Maka
dengan kekecewaan, Dodo kembali terbang menyelusuri gurun. Tidak berapa lama
kemudian ia bertemu dengan seekor semut yang sedang kesusahan membawa
telurnya. Dodo pun mendekati semut itu.

“Hai, semut. Siapakah namamu?”


“Namaku Didi. Namamu siapa?”
“Aku Dodo. Kamu mau jadi sahabatku?” Didi mengangguk senang.
“Baguslah! Kalau begitu mari kita mencari air dan makanan bersama?” Didi kembali
mengangguk.

Mereka bergegas pergi untuk mencari makanan. Setelah cukup lama menyusuri
gurun, mereka menemukan sebuah mata air yang berair bersih dan segar. Di samping
mata air itu terdapat sebatang pohon kurma yang berbuah lebat dan sangat manis. Didi
dan Dodo sangat gembira. Mereka segera minum dan makan sepuasnya.
Setelah mereka benar-benar kenyang, mereka segera mencari tempat tinggal. Dua hari
kemudian mereka menemukan tempat tinggal yang menurut mereka tepat. Yaitu di
sebuah padang rumput yang luas. Mereka tidak akan kekurangan makanan karena di
tepi padang rumput itu terdapat banyak pohon buah-buahan dan sebuah mata air yang
sangat bersih. Didi dan Dodo hidup dengan rukun. Semakin hari persahabatan mereka
semakin erat. Mereka pun hidup dengan aman, tenteram dan bahagia.

Dongeng Rusa dan Kura-Kura

Hiduplah seekor rusa pada zaman dahulu. Ia sangat sombong lagi pemarah. Sering ia
meremehkan kemampuan hewan lain.

Pada suatu hari si rusa berjalan-jalan di pinggir danau. Ia bertemu dengan kura-kura
yang terlihat hanya mondar-mandir saja. “Kura-kura, apa yang sedang engkau
lakukan di sini?”

“Aku sedang mencari sumber penghidupan,” jawab si kura-kura.

Si rusa tiba-tiba marah mendengar jawaban si kura-kura. “Jangan berlagak engkau,


hei kura- kura! Engkau hanya mondar-mandir saja namun berlagak tengah mencari
sumber penghidupan!”

Si kura-kura berusaha menjelaskan, namun si rusa tetap marah. Bahkan, si rusa


mengancam akan menginjak tubuh si kura-kura. Si kura-kura yang jengkel akhirnya
menantang untuk mengadu kekuatan betis kaki.

Si rusa sangat marah mendengar tantangan si kura-kura untuk mengadu betis. Ia pun
meminta agar si kura-kura menendang betisnya terlebih dahulu. “Tendanglah sekeras-
kerasnya, semampu yang engkau bisa lakukan!”

Si kura-kura tidak bersedia melakukannya. Katanya, “Jika aku menendang betismu,


engkau akan jatuh dan tidak bisa membalas menendangku.”

Si rusa kian marah mendengar ucapan si kura- kura. Ia pun bersiap-siap untuk
menendang. Ia berancang-ancang. Ketika dirasanya tepat, ia pun menendang dengan
kaki depannya sekuat-kuatnya.

Ketika si rusa mengayunkan kakinya, si kura-kura segera memasukkan kaki-kakinya


ke dalam tempurungnya. Tendangan rusa hanya mengenai tempat kosong. Si rusa
sangat marah mendapati tendangannya tidak mengena. Ia lantas menginjak tempurung
si kura-kura dengan kuat. Akibatnya tubuh si kura-kura terbenam ke dalam tanah. Si
Rusa menyangka si kura-kura telah mati. Ia pun meninggalkan si kura-kura.

Si kura-kura berusaha keras keluar dari tanah. Setelah seminggu berusaha, si kura-
kura akhirnya berhasil keluar dari tanah. Ia lalu mencari si rusa. Ditemukannya si rusa
setelah beberapa hari mencari. “Bersiaplah Rusa, kini giliranku untuk menendang.”

Si rusa hanya memandang remeh kemampuan si kura-kura. “Kerahkan segenap


kemampuanmu untuk menendang betisku. Ayo, jangan ragu-ragu!”

Si kura-kura bersiaga dan mengambil ancang-ancang di tempat tinggi. Ia lalu


menggelindingkan tubuhnya. Ketika hampir tiba di dekat tubuh si rusa, ia pun
menaikkan tubuhnya hingga tubuhnya melayang. Si kura-kura mengincar hidung si
rusa. Begitu kerasnya tempurung si kura-kura mengena hingga hidung si rusa putus.
Seketika itu si rusa yang sombong itu pun mati.

Pesan Moral dari Cerita Dongeng Hewan Fabel Rusa dan


Kura-Kura adalah jangan sombong dan meremehkan kemampuan
orang lain. kesombongan hanya akan mendatangkan kerugian
dan penyesalan di kemudian haru Kera yang Banyak Akal

Kera dan Ular piton

Musim hujan sudah datang seminggu terakhir. Kera-kera yang tinggal di lereng
gunung sedang bimbang. Mereka bingung, haruskan mencari tempat lain yang aman?
Atau mengungsi ke rumah-rumah warga kampung di bawah lereng? Mereka tahu,
tanah di lereng gunung telah gundul dan kera-kera cerdik itu merasa sebentar lagi
akan longsor karena hujan.

Di hutan dalam lereng gunung tempat tinggal kera-kera itu, hiduplah seekor ular piton
besar. Ular piton adalah pemangsa yang hebat. Ia membuat sarang di bekas pohon
yang ditebang. Ular piton hidup menyendiri, sepi, dan menunggu sesuatu untuk
dimangsa. Saat lapar tiba, ular piton berwarna cokelat motif batik itu keluar dari
sarang.

“Mendung!” gumam si piton. “Mulai gerimis! Sebentar lagi hujan pasti lebat. Aku
suka sekali. Saat seperti ini banyak sesuatu yang bisa kumangsa.”

Ular itu tahu setiap hujan turun binatang-binatang penghuni hutan di lereng gunung
hanya bisa berteduh, kadang di bawah pohon, kadang di goa-goa kecil tempat
persembunyian mereka. Tidak banyak yang bisa mereka lakukan selain berteduh
menunggu hujan reda.

Si piton segera melata, mengendus aroma daging calon mangsanya. Lidahnya


menjulur-julur lucu. Saat berjalan santai di bawah hujan, si piton pun melihat seekor
kera mungil yang sedang berteduh di bawah pohon aren. Kera itu menggigil.

“Ah, santap siang yang enak ini,” gumam Piton. Ia sudah membayangkan kelezatan
setiap inci tubuh kera yang renyah. Pasti gurih! batinnya. Andai saja semua itu bisa
dilakukannya dengan mudah. Kemudian ia mencari-cari strategi untuk segera
menyergap si kera agar tepat sasaran.

Sesampainya di dekat kera mungil itu, si piton mendengar si kera sedang merintih,
seperti kesakitan. Si piton tiba-tiba berubah pikiran. Ah, sakit apa dia? Tanya Piton
dalam hati.

Piton kembali melata mendekati kera yang menggigil dan merintih sendirian.

“Hei, Kera? Kau menggigil? Kau merintih? Kau sakit? Demam?” tanya Piton setelah
menampakkan diri di depan kera mungil itu.

“Piton? Kau membuatku kaget. Mau ke mana kau, hujan-hujan begini?”

“A-aku. Aku mau lewat saja. Aku suka hujan-hujanan. Karena aku bisa bermain air.
Kau belum jawab pertanyaanku, Kawan?” kata Piton lagi.

“Hmm, ya, kakiku memang sedang sakit. Seseorang tadi membuat jebakan di ujung
hutan. Aku sempat terjepit jebakan besi. Aku dikira tikus apa, ya? Dijebak dengan
benda mirip jebakan tikus. Lihat ini, kakiku luka. Untung aku bisa melepaskan diri,”
rintih Kera.

“Aih, lukamu lumayan parah, Kawan. Darah masih mengucur, tuh! Kalau kau tak
bersihkan bisa membusuk kakimu.”

“Benar juga. Akan ada banyak kuman sepertinya. Dan sekarang aku sudah merasakan
ada kuman-kuman menjalar di tubuhku. Ah, jangan-jangan sebentar lagi aku mati
membusuk, berbelatung. Bagaimana ini, Piton? Ah, kenapa kau tak makan aku saja?
Cepatlah!” kata Kera memelas.

Piton sedikit bimbang. Ia merasakan dilema, perutnya memang lapar, tetapi ia jijik
membayangkan kera itu sudah dipenuhi kuman yang sebentar lagi membusuk.
“Ah, tidak, tidak. Aku tak tega, Kawan. Kau sedang teraniaya. Tak boleh memangsa
lawan yang sedang teraniaya.”

Padahal dalam hati, Piton takut kalau kuman dalam kera itu akan berpindah ke
tubuhnya. Selera makan Piton hilang seketika.

“Oh, begitukah, Kawan?”

“Ya, tentu saja!’

“Baiklah, kalau begitu aku akan mencari air di sungai untuk membersihkan lukaku
ini. Boleh aku pamit?”

“Baiklah. Kau tenang saja, Kawan. Lain kali aku tak akan memburumu. Meskipun
kau sudah sehat kembali.”

“Kau janji, Piton?”

“Iya. Aku janji. Sana, pergilah. Sembuhkan lukamu dulu. Aku pun mau melanjutkan
perjalananku. Aku mau cari tupai saja. Sebenarnya aku sedang lapar,” ujar Piton.

“Hmm, baiklah. Selamat berburu, Kawan! Semoga kau dapat tupai yang gemuk.”

“Terima kasih, Kera.”

Ular piton itu melata lebih dulu, meninggalkan kera mungil yang banyak akal. Si Kera
kini terbengong-bengong. Dalam hati ia tertawa sambil berkelakar, “Begitu mudah
menyelamatkan diri dari ancaman ular. Tak kusangka, meski tampilannya
menyeramkan kadang ia baik juga. Pantas, sekarang ular-ular seperti piton itu sering
diburu manusia, dijadikan binatang peliharaan. Ya, ternyata mereka memang lucu dan
sedikit dungu. Mungkin karena itulah mereka mudah dijinakkan. Ah, terserah saja
lah.”

Anjing Gunung, Keledai dan Macan Tutul

Suatu hari seekor keledai pergi mencari seekor anjing gunung ke sebuah gunung yang
sangat tinggi, keledai itu sengaja mencari anjing gunung untuk berburu bersama di
sebuah hutan yang cukup lebat dan tidak lama keledai itu menaiki gunung akhirnya
dia menemukan seekor anjing gunung sedang berjalan. Kemudian anjing itu dia ajak
untuk berburu bersama dan akhirnya anjing gunung itu menerima ajakan dari sang
keledai, kini sang keledai dan anjing gunung pergi ke hutan lebat itu namun sebelum
mereka memasuki hutan itu sang keledai menemui seekor mancan tutul yang sedang
tiduran di sebuah pohon besar. Sang keledai kemudian mengajak macan tutul itu pergi
berburu bersama dan macan tutul itupun menerima ajakan sang keledai.

Setelah sang keledai mengumpulkan teman berburunya yaitu Anjing gunung dan
Macan Tutul kini mereka pergi bersama-sama memasuki hutan lebat untuk berburu
bersama, mereka menangkap hewan-hewan dengan kerjasama yang baik hewan
apapun bisa mereka tangkap dengan mudah mereka berburu mulai dari pagi hari
sampai dengan sore hari. Mereka berhasil mengumpulkan hewan-hewan
tangkapannya kemudian mereka bawa ke tempat terbuka dan mereka tumpuk hewan-
hewan hasil buruan mereka. Hewan hasil buruan mereka terdiri dari seekor kelinci,
kambing, rusa, kerbau, kijang dan uncal, kini waktunya mereka membagi-bgaikan
hewan tangkapan me

Sang macan tutul menunjuk sang keledai untuk membagi hewan-hewan itu “Keledai
silahkan kau bagi makanan-makanan itu” Perintah sang macan tutul lalu keledai itu
menghitung dengan cermat hewan tangkapan itu, setelah sang keledai menghitung dia
membagikan hewan-hewan itu secara adil dengan membagi tiga bagian yang sama
banyak. Melihat pembagian itu sang macan tutul sangat marah kemudian dia
menerkam sang keledai hingga keledai itu mati dan kini tumpukan makanan telah
bertambah. Kemudian sang macan tutul menoleh ke arah anjing gunung “Sekarang
kamu bagikan hewan-hewan itu”. Perintahnya dengan marah, kini sang anjing gunung
mendekati makanan itu dia menumpukan kembali hewan-hewan yang telah dibagikan
oleh sang kedelai menjadi tumpukan yang besar kemudian dia menggigit seekor
kelinci di mulutnya untuk dirinya sendiri, itupun hanya seekor kelinci yang dagingnya
sangat kecil dan tidak begitu berarti untuk sang macan tutul.

Macan tutul yang tadinya marah kini mulai reda dia melihat keputusan sang anjing
gunung dengan tersenyum “Kau sangat pandai dalam mengambil sebuah keputusan
wahai anjing gunung, kau membagikan makanan ini dengan sangat adil apakah kau
mempelajarinya dari sang keledai?”. Tanya sang macan tutul “Ya aku belajar dari
sang keledai” jawab anjing gunung itu sambil pergi dari hadapan sang macan tutul
“aku juga tidak mau mengulangi nasib sama dengan keledai itu” celetuk sang anjing.
Dalam hatinya anjing gunung sangat kecewa dengan keserakahan macan tutul, dia
berjanji tidak akan bekerjasama dan membantu macan tutul di kemudian hari.

Pesan Moral dari cerita fabel Anjing Gunung, Keledai dan


Macan Tutul ini adalah sifat serakah dan curang akan
membuat orang lain menjauhi kita. Dan pada suatu saat
kita butuh bantuan orang lain mereka tidak akan mau
membantu.

Gagak dan Elang

Pada suatu hari di hutan lereng gunung, ada seekor burung gagak yang sedang
mencari makan. Burung gagak itu memiliki anak namanya Raga, seekor anak burung
gagak yang sangat periang dan pantang menyerah. Kemanapun orang tuanya pergi,
Raga selalu ikut dan membantu mencari makanan.

Ke esokan hari, Ibu Raga keluar ingin mencari makanan, Raga waktu itu yang masih
tertidur tiba-tiba terbangun.
“Ibu mau kemana?” tanya Raga.
“Ibu mau mencari makanan untuk keluarga kita” jawab Ibu gagak.
“Raga ikut, bu. Raga ingin mencari cacing kesukaan Raga” pinta Raga.
“Iya nak, tapi kamu harus tetap waspada, jangan jauh-jauh dari ibu” ucap ibu gagak.
“baik bu” jawab Raga.

Padi itu mereka terbang ke arah timur, mereka turun dari sawah-kesawah untuk
mencari tikus sawah. Raga dengan cerdiknya mendapatkan banyak cacing sawah.
Namun tiba-tiba dari atas ada seekor elang yang juga mencari makan, elang itu
memang terkenal sering merebut makanan gagak. Ketika gagak ingin menerkam
seekor tikus, tiba-tiba elang menyahutnya dari atas.

“Hai elang, mengapa kamu suka merebut makananku?” bentak gagak.


“Kamu sangat lamban gagak, siapa cepat dia dapat” ejek elang.
“mengapa kamu tidak mencari makanan sendiri, dasar pengganggu” ucap gagak.
Sementara itu, Raga yang melihat ibunya sedang kesal sama elang, tiba-tiba terbang
ke atas kemudian turun menyahut kembali seeokor tikus dari tangan di elang.
“Hey, anak gagak. Apa yang kamu lakukan?, kembalikan makananku” teriak elang.
“Aku hanya merebut kembali makanan ini dari ibuku, aku tidak mencuri dari kamu”
ucap Raga.
“Dasar gagak kecil, cepat kembalikan” ucap elang tampak marah.
“Tidak, ini adalah milik kami, kamu yang mencarinya dan kamu telah mencurinya
dari kamu” jawab Raga.
Ibu gagak hanya terdiam, ia sangat bangga sekali memiliki anak yang pemberani dan
cerdik. Elang yang mulai tampak kesal, tampak sudang bersiap-siap menyerang
gagak.
“Aku tidak takut sama kamu, selama kami benar” ucap Raga.
“Baiklah kalau itu mau mu, sekarang rasakan pembalasanku” teriak Raga.
Tiba-tiba ibu gagak menyela, tak ingin anaknya dalam masalah, ibu gagak langsung
menghadang.
“Apa kamu tidak malu elang?, beraninya sama anak kecil” ejek ibu gagak.
“Kalau kamu pemberani, hadapi aku” tambah ibu gagak.
“Kalian berdua maju semuanya, aku tidak takut” ucap elang.
Disaat elang bersiap-siap menyerang Raga dan ibunya, tiba-tiba rombongan burung
gagak terbang melewati mereka dan berhenti.
“Elang, kamu buat masalah lagi?” tanya salah satu gagak.
Elang hanya terdiam dan kabur karena ketakutan, Raga dan ibunya lega karna elang
itu sudah pergi.
“Terima kasih atas bantuan kalian” ucap ibu gagak.
“Sama-sama, anakmu cukup berani melawan si elang. Aku salut padanya” jawab
salah satu gagak.
“Terima kasih paman, Raga berani jika benar. Itu yang ibu ajarkan” ucap Raga.
Akhirnya rombongan gagak itu pamit ingin melanjutkan perjalanannya. Raga dan
ibunya terbang pulang ke rumah mereka. Ibu bangga sekali Raga kini tumbuh menjadi
anak yang berani dalam kebenaran dan cerdik.

Pesan Moral: “Kebenaran harus diperjuangkan dengan


sungguh-sungguh. Kalau tidak maka kebenaran pasti
dikalahkan oleh kebatilan.”

Cerita Fabel: Kadal dan Ular Air

Disebuah kolam yang cukup besar dan dalam seekor kadal sedang berjalan di
pinggiran kolam kadal itu sedang mencari kegiatan baru kadal itu sangat ingin
mencoba sesuati yang baru, dia sangat ingin berpetualang ketika dia berjalan
dipinggiran kolam sambil mengeluarkan lidahnya dia melihat sesuatu muncul dari
dalam air hal pertama yang dilihat oleh kadal itu adalah sebuah kepala yang
melenggak lenggok kesana kemari seperti sedang mencari sesuatu kemudian kadal itu
mendekati mahkluk yang muncul dari dalam air itu dan dia sedikit kaget ternyata dia
melihat seekor ular air.

Ketika itu ular air juga melihat kehadiran sang kadal lalu mendekatinya, setelah
sampai dekat dengan sang kadal ular itu meninggikan kepalanya dan berkata :”Apa
yang sedang dilakukan oleh seekor kadal gemuk ini dipinggiran kolam?” kadal itu
menjauh dari sang ular karena dia takut dimangsa olehnya “Aku hanya sedang
mencari kegiatan baru, aku hanya ingin mencari sebuah petualangan”. Kata sang
kadal. “Kenapa kau menghindar dariku? Aku tidak memakan mu aku telah kenyang
memakan ikan kecil yang ada di kolam itu” kata sang ular “jadi kau ingin sebuah
petualangan yang seru” kata ular sambil mendesis “Ya itu benar aku ingin sekali
mencoba sesuatu yang baru” kata sang kadal dengan penuh semangat “apa kau pernah
melewati kolam ini sendiri?” Tanya sang ular.

“Aku tidak pernah melewatinya kolam ini terlalu luas untuk aku sebrangi meskipun
aku bisa sedikit berenang tapi aku takut untuk menyebrangi kolam ini dari satu tepian
ketepian lainnya”. Jawan sang kadal “apa kau mau menyebaranginya aku akan
membantunya” ajak sang ular. Sang kadal sangat ingin sekali menyebranginya dan
tanpa berpikir panjang kadal itu menerima ajakan dari sang ular “Baiklah kalo begitu
carilah sesuatu yang bisa dijadikan sebagai tali!” Pinta sang ular “Untuk apa tali itu?”
Tanya sang kadal dengan heran “Tali itu untuk kau ikatkan ke ekorku ketika kita
berenang menyebrangi kolam ini kau tidak akan tenggelam, aku akan menarikmu
kepermukaan”. jelas sang ular.

Lalu sang kadal mencari tali di pinggiran kolam dan dia mendapatkan nya, setelah itu
sang kadal menalikan kaki depannya ke ekor sang ular dengan sangat kuat. Selesai itu
kini sang ular dan sang kadal berenang menyebrangi kolam luas itu namun di tengah-
tengah kolam sang ular berpikir untuk menenggelamkan sang kadal sebelum
mencapai tepian, ketika hal itu akan dilakukan oleh sang ular tiba-tiba tibuhnya
tertarik ke atas dia mencoba melepaskan diri dengan sekuat tenaga namun hal itu
percuma ternyata sang kadal disambar oleh seekor burung alap-alap sehingga tubuh
ular itu bergelantungan di udara. Saat itu sang alap-alap melihat bukan hanya kadal
saja yang dia tangkap namun begitu juga seekor ular air dimana ekornya terikat pada
kaki sang kadal.

Pesan Moral dari cerita Kadal dan Ular Air ini adalah
jauhkanlah diri kita dari niat buruk, karena hanya akan
merugikan kita dikemudian hari.

Cerita Dongeng Kelinci dan Anjing Petani

Disebuah perkebunan jagung yang cukup luas terdapat seekor anjing petani sedang
mencari kelinci yang berkeliaran untuk dimangsa. Anjing itu dilatih untuk mengejar
hewan pengganggu perkebunan jagung ketika jagung masih muda. Daun jagung itu
sering dimakan oleh kelinci sehingga tanaman jagung itu tidak dapat tumbuh dengan
baik dan jika tanaman itu tidak tumbuh dengan baik hasil panen jagung juga akan
sangat berkurang, maka dari itu sang petani menempatkan seekor anjing terlatih di
perkebunan itu. Setiap hari anjing itu berkeliaran memeriksa hewan pengganggu
tanaman jagung di perkebunan petani.
Pada suatu pagi anjing itu bangun dari tidurnya kemudian dia berjalan mengitari
perkebunan jagung itu sambil mengendus-ngendus bau hewan lain dengan hidung
nya, penciuman anjing itu sangat tajam bahkan anjing itu mampu mencium bau
kelinci dari jarak yang sangat jauh, ketika dia berjalan anjing itu mencium bau kelinci
dari kejauhan anjing itu mengikuti arah bau itu sampai akhirnya dia melihat seekor
kelinci sedang asik memakan pucuk jagung yang masih muda. Anjing itu berjalan
perlahan mendekati kelinci tersebut ketika dia sudah sangat dekat dengan kelinci itu
sang anjing langsung mengejarnya dengan sangat cepat, namun sang kelinci
mendengar langkah anjing itu karena kelinci memiliki telinga yang panjang dan
sangat peka terhadap suara. Kelinci itu menhindari sang anjing dengan cepat dia
melompat dengan sangat cepat dan lompatan kelinci itu sangat jauh.

Sang anjing terus mengejarnya meskipun kelinci itu semakin menjauh dari jarak sang
anjing namun sang anjing tidak menyerah begitu saja. Anjing itu memiliki
kemampuan berlari tanpa henti sehingga dia mampu mengejar sang kelinci tanpa
kelelahan. Meskipun demikian sang kelinci yang sangat cepat melompat menghindari
kejaran anjing itu membuat anjing itu kehilangan jejaknya, anjing itu mulai
mengendus-ngendus bau sang kelinci dan tidak lama kemudian dia menemukan
kelinci itu kini dia mengejarnya lebih cepat dari sebelumnya namun sang kelinci itu
tidak dapat dia kejar hingga akhirnya anjing itu menyerah dan tidak melakukan
pengejaran terhadap kelinci itu lagi. Ternyata kejadian itu ditonton oleh seekor burung
gagak yang sedang bertengger di sebuah pohon yang daunnya sedang gugur ketika
anjing itu melewati pohon tersebut sang gagak bertanya kepadanya “Ternyata kelinci
itu lebih kencang dibandingkan dengan dirimu” kemudian sang anjing berkata dengan
tenang “Apa kau tidak melihat perbedaan yang begitu mencolok antara aku dengan
kelinci itu?” sang gagak menjawab “aku tidak melihat perbedaan itu, memang apa
perbedaan yang kau maksudkan itu?” Sang anjing menjawab “Aku berlari untuk
menangkap makanan sedangkan dia berlari mempertahankan hidupnya, sebuah
keinginan akan menentukan kerasnya sebuah usaha”.

Pesan Moral dari cerita dongeng fabel ini adalah jika


kita memiliki keinginan dan semangat yang kuat untuk
mewujudkan apa yang kita inginkan, maka cepat atau lambat
keinginan itu pasti akan terwujud.

Fabel: Katak dan Ular Piton

Disebuah danau hiduplah dua binatang bernama katak dan ular air. Katak tersebut
melompat lompat disekitar danau karena ia termasuk hewan yang suka ingin tahu.
Katak tersebut ingin mencari kegiatan baru dengan cara berpetualang disekitar danau.
Dengan senangnya sang katak melompat lompat menjauhi danau. Iapun terkejut
karena ada semak semak yang goyang. Ternyata dibalik semak semak tersebut
muncullah ular piton. Katakpun kaget dan berusaha menjauhi ular piton, kemudian ia
berusaha kembali ke danau lagi. Sebelum katak menjauhi ular, ternyata si piton
menyadari keberadaan katak. Ular tersebut berusaha mendekati katak dan merayap
dengan cepat.

Setelah ular dekat dengan katak, ia segera mengangkat kepalanya dengan tinggi dan
berkata, “ Hai katak gemuk apa yang kau lakukan dihutan ini?” Katak tersebut takut
dengan ular dan berusaha untuk menjauh. Sang ular pun berkata bahwa ia tak akan
memakan katak karena ia sudah memakan kelinci kecil. Kemudian sang kata berkata,
“ Aku ingin berpetulang dan mencari kegiatan baru”. Sang ular menawarkan
petualangan yang seru dan katakpun mau. Apabila katak ingin mencoba petualangan
baru, ia harus menjelajahi hutan sendirian. Katakpun belum pernah menelusuri sekitar
hutan karena ia takut dimangsa hewan hewan buas lainnya.

Sang ular meawarkan bantuan untuk menemani katak menjelajahi hutan. Ia berkata,”
Wahai ular carilah tali dan ikatkan pada ekorku.” Sang kata bertanya, “ Untuk apa tali
itu?” Tali tersebut untuk menjaga agar katak tidak tertinggal jauh ketika dihutan, jadi
ia tetap aman bersama ular. Katak tersebut tidak pikir panjang dan menerima tawaran
ular. Katakpun mencari tali dan mengikatkan perutnya dengan ekor sang ular. Setelah
itu mereka berjalan menjelajahi hutan, sampai ditengah hutan sang ular memiliki niat
buruk. Ia ingin berusaha membelit katak. Ular tesebut berusaha membelit katak
namun tubuh katak disambar oleh elang dan digelantungkan di udara. Elang tadi
menyadari bahwa ia juga menangkap piton karena ekornya terikat dengan katak.

Pesan moral dari contoh cerita fabel singkat diatas yaitu


jauhilah niat buruk terhadap orang lain karena dikemudian
hari akan merugikan kita.

Cerita Hewan: Kuda yang memakai kulit harimau

Seekor kuda sedang berjalan dari sebuah ladang gandum menuju sebuah hutan yang
lebat, kuda itu telah puas memakan gandum yang ada di ladang itu dia terlihat
gembira karena tidak ada petani gandum menjaga ladangnya.

Ketika dia menuju hutan lebat di tengah jalan sang kuda melihat sesuatu dengan heran
seperti sebuah kulit harimau lalu kuda itu mendekatinya dan ternyata memang benar
apa yang dia lihat adalah sebuah kulit harimau yang tidak sengaja ditinggalkan oleh
para pemburu harimau. Kuda itu mencoba memakai kulit harimau itu dan ternyata pas
ditubuhnya.

Lalu terlintas di benak kuda itu untuk menakuti hewan-hewan hutan yang melewati
dirinya, kuda itu bergegas mencari tempat untuk bersembunyi. Tempat itu harus
terlihat gelap dan sering dilalui oleh beberapa hewan hutan. Akhirnya dia menemukan
semak-semak yang cukup gelap untuk bersembunyi dan kuda itupun masuk ke semak-
semak dengan menggunakan kulit harimaunya, di semak-semak kuda itu bersembunyi
menunggu hewan hutan yang melewatinya dan tidak lama kemudian beberpa domba
gunung berjalan ke arah dirinya kuda itu kini bersiap-siap untuk meloncat.

Ketika domba-domba itu melewati kuda yang sedang bersembunyi kuda itu meloncat
ke arah domba-domba itu dan serentak domba-domba itu berlarian kesana kemari
mereka ketakukan dengan kulit harimau yang di pakai oleh kuda itu. Sang kuda hanya
tertawa setelah domba-domba itu berlarian dia amat senang sekali menjaili domba-
doma itu.

Lalu sang kuda kembali bersembunyi kedalam semak-semak dia menunggu hewan
lain datang melewati semak-semak itu dari kejauhan terlihat seekor tapir berjalan
sambil mengunyah sesuatu dimulutnya, tapir itu berjalan dengan sangat lambat
mendekati semak-semak namun ketika kuda itu meloncat ke arah tapir itu sang tapir
terkejut dan lari sekencang-kencangnya menghindari menghindari kuda yang
memakai kulit harimau itu. Sang kuda kini semakin senang mengganggu hewan-
hewan lainnya dan dia kembali ke semak-semak itu menunggu hewan lain untuk dia
kagetkan.

Kini sang kuda menunggu lebih lama dari biasanya namun hal itu tidak membuatnya
bosan tiba-tiba seekor kucing hutan berlari sambil membawa seekor tikus dimulutnya.
Kucing itu tidak melewati semak-semak kucing itu hanya duduk menyantap tikus
yang ia tangkap di dekat pohon besar, melihat hal itu sang kuda berinisiatif untuk
mengagetkannya dari arah belakang. Kuda itu keluar dari semak-semak dan berjalan
dengan hati hati agar lebih dekat dengan sang kucing ketika sudah sangat dekat
dengan sang kucing, kuda itu mengaum seperti halnya seekor harimau namun kuda itu
tidak sadar bahwa suara aumannya bukanlah suara harimau melainkan suara seekor
kuda, mendengar hal itu sang kucing menoleh ke belakang dan dia melihat kuda itu
dengan kulit harimau namun bersuara kuda.

Hal itu membuat sang kucing tertawa terbahak-bahak “Apabila aku melihatmu
memakai kulit harimau itu aku akan lari ketakutan tapi auman suaramu itu tetap
bukan suara harimau melainkan suara seekor kuda”.
Pesan Moral dari cerita fabel Kuda yang memakai kulit
harimau ini adalah sepandai-pandainya kita berpura-pura
maka suatu saat akan terlihat juga kebohongannya.
Kejujuran merupakan kata yang paling indah.

Fabel: Semut dan Belalang

Di musim panas yang hangat dan cerah sedikit menggoda Belalang untuk memainkan
biola kesayangan sambil bernyanyi dan menari. Hampir setiap harinya itulah yang
dilakukan belalang. Ia tidak terpikir untuk melakukan aktifitas lainnya seperti bekerja
atau bersiap untuk mengumpulkan bekal musim dingin.

Sedikit pun tidak pernah terlintas dalam benak belalang bahwa musim panas yang
sedang dinikmatinya sekarang sudah akan berakhir. Musim panas yang membuatnya
ceria sudah akan berganti ke musim dingin, dimana hujan akan turun dengan lebat
disertai suhu udara yang sangat rendah.

Disaat belalang sedang asiknya bermain biola, dia melihat semut yang sedang giat
melewati rumahnya. Belalang yang masih riang tersebut ingin mengajak semut
bermain bersama dan semut pun diundangnya untuk bersenang-senang ke kediaman
belalang.

Tak disangka belalang ternyata semut menolak undangan belalang dengan santun,
semut berkata pada belalang,
“Maaf Belalang, aku masih ingin bekerja untuk bekal di musim dingin. Aku harus
mengumpulkan cadangan makanan yang banyak serta memperbaiki tempat tinggal
agar lebih hangat.”

“Berhentilah memikirkan hal yang tidak penting semut, mari kita bernyanyi dan
bersenang-senang, ayolah nikmati hidup kita”, Sanggah belalang. Belalang pun masih
dengan kebiasaannya untuk bersenang-senang tanpa memikirkan apapun.

Tidak disangka musim panas berakhir jauh lebih cepat dari pada biasanya. Belalang
yang terbiasa gembira lantas panik bukan main. Ia tidak memiliki persediaan makanan
yang cukup ditambah rumahnya yang rusak dan tidak layak huni karena diterjang
badai.

Dengan harapan tinggi dan lunglai belalang menuju rumah semut dan meminta
bantuan untuk diperbolehkan tinggal bersama dan meminta makan. Mendengar
permohonan tersebut semut menjawab, “Maafkan aku belalang aku tidak bisa
membantumu, rumahku terlalu sempit untukmu, dan bekalku hanya cukup untuk
keluargaku saja”.
Belalang akhirnya pun meninggalkan rumah semut dengan rasa menyesal dan sedih.
Dalam hati ia bergumam, “Andai saja aku mengikuti nasihat semut saat itu untuk
bekerja keras, pasti saat ini aku bisa kenyang dan tidur nyenyak di dalam rumah”.

Tamat.

Pesan moral dari cerita fabel ini: Gunakan waktumu sebaik


baiknya untuk hal yang bermanfaat, karena apa yang
terjadi esok hari kita tidak pernah tahu.

Cerita Hewan: Keharuan Seekor Anjing

Pagi yang begitu patah dengan rasa si Anjing dalam menanamkan hatinya pada kupu-
kupu yang sedang menari-nari di taman saat si Anjing menjaga rumah majikannya
yang bernama pak Bolot. Keharuan si Anjing datang di saat tarian kupu-kupu semakin
indah dan semakin lucu.

Si Anjing mencoba untuk menirukan tarian kupu-kupu, namun tidak dapat dicapainya.
Anjing berkata.
“Kenapa aku tidak bisa seperti mereka., padahal kata pak Bolot aku cantik?” kata si
Anjing kesal
“Percuma aku cantik kalau tidak dapat menari.” Si Anjing tetap mencoba menirukan
kupu-kupu tetapi ia tetap tidak bisa.
Dengan keharuan itu si Anjing menangis. Si Kupu menangkap suara tangisan si
Anjing, lalu mendekatinya.
“Anjing, kenapa kau menangis?” tanya si Kupu.
“Aku tidak bisa menari dan terbang sepertimu! Padahal kata majikanku aku sangat
cantik.” Jawab si Anjing. Si Kupu mencoba menasehati si Anjing. Tidak lama
kemudian turunlah hujan. Si Kupu bersama teman-temannya segera pergi mencari
tempat berteduh.

Setelah beberapa hari. Si Anjing merusak taman di sekitar rumah pak Bolot, agar si
Kupu bersama teman-temannya tidak lagi dapat menari-nari di taman. Setelah
beberapa lama, datanglah si Kupu bersama teman-temannya. Si Kupu melihat si
Anjing yang sedang merusak taman menjadi marah.
“Tunggu…, kenapa kamu merusak taman disini?” tanya si Kupu
“Memangnya kenapa? Ini kan tama milik majikanku? Bukan milikmu?”
“Memang ini bukan tamanku! Tapi kau telah merusak tanaman yang tidak bersalah!”
pertengkaran semakin ramai, namun sedikit mereda ketika pak Bolot datang dengan
wajah marah karena melihat tamannya yang indah menjadi berantakan.
“Siapa yang telah merusak tamanku ini?” tanya pak Bolot. Si Anjing kemudian
mengaku kalau ia yang merusak taman. Ia juga memberikan alasannya.

Ternyata si Anjing telah menganggap kalau kupu-kupu telah mencuri madu yang ada
pada bunga. Pak Bolot tersenyum, ia kemudian menjelaskan bahwa kupu-kupu tidak
mencuri madu. Pandai menari, terbang dan menghisap madu adalah kodrat setiap
kupu-kupu. Si Anjing kini sadar akan kesalahannya. Ia segera minta maaf pada si
Kupu dan teman-temannya, maupun pada pak Bolot.

Cerita Fabel: Iri Hati Sang merpati

Seharian ini, Merpati iri hati pada Tekukur. Merpati merasa jatah jagungnya lebih
sedikit dibandingkan dengan Tekukur. Merpati menganggap pemiliknya sudah tak
menyayanginya lagi.

“Pemilikku lebih sayang Tekukur,” batin Merpati sambil memperhatikan sang pemilik
yang lebih banyak memberikan jagung di tempat makan Tekukur. Merpati pun sedih.

Ingin rasanya ia kabur dari sangkar. Tapi ia tak mau melakukannya, karena esok ada
perlombaan balap Merpati yang harus diikuti. Ia pun bertekad memenangi
perlombaan agar bisa membanggakan pemiliknya.

Tiba-tiba, Merpati mendengar suara di kebun mentimun di belakang rumah. Ia


melihat Kancil yang hendak mengambil buah mentimun.

“Kancil…” panggil Merpati.

Kancil terkejut dipergoki Merpati.

“Maaf, aku lapar. Nanti aku bawa bijinya sebgai ganti,” kata Kancil pelan.

“Bukan itu, aku butuh saranmu,” kata Merpati.

Kancil lalu mendekati sangkar Merpati. Merpati menceritakan kegundahan yang


sedang dirasakannya. Dengan seksama Kancil mendengarkan keluh kesah Merpati.
Selesai Merpati bercerita, Kancil memberi saran.

“Jangan begitu Merpati, mungkin pemilikmu tak mau kamu terlalu gemuk.”

“Memangnya kenapa kalau aku jadi gemuk nanti?”

“Nanti terbangmu lambat.”

Merpati menggeleng. “Itu tak mungkin. Aku malah bisa terbang lebih cepat,” kata
Merpati dengan sombongnya.

Kancil hanya tersenyum lalu beranjak pergi. Namun, Merpati mencegahnya.

“Kancil, kamu hendak ke mana?”

“Kembali ke hutan. Aku kan sudah memberi saran seperti maumu.”

“Bukan itu saran yang kumau.”

“Lalu apa keinginanmu?”

“Aku mau makan lebih banyak jagung seperti Tekukur.”

Kancil berpikir sejenak. Lalu berkata, “Kamu makan di sangkarnya Tekukur.”

“Caranya?”

“Kamu bujuk Tekukur supaya ia mau bertukar sangkar saat makan jagung.”

Merpati mengangguk. Kancil pun pamit pergi.

***

Setelah Kancil pergi, Merpati membujuk Tekukur untuk bertukar tempat saat makan.
Awalnya Tekukur tak bersedia. Tapi karena Merpati terus memaksanya, maka
Tekukur pun terpaksa menuruti.

Esok harinya setelah sang pemilik pergi seusai memberi makan jagung. Merpati dan
Terkukur bertukar sangkar. Di sangkar Tekukur, Merpati lahap memakan jagung yang
berjumlah banyak. Merpati menjadi kekenyangan. Dengan susah payah, Merpati
kembali ke sangkarnya.

Tak lama kemudian, sang pemilik mengeluarkan Merpati yang masih kekenyangan
dari sangkar. Lalu membawanya ke perlombaan balap Merpati.
Sayang, di perlombaan Merpati yang masih kekenyangan tak bisa terbang cepat
sehingga kalah. Sang pemilik kembali ke rumah dengan wajah sedih. Merpati
dikembalikan ke sangkarnya.

Di dalam sangkarnya, Merpati tampak menyesal tak menuruti saran Kancil. Ia


menceritakan kekalahannya pada Tekukur.

“Merpati, kamu seharusnya tak perlu iri hati. Pemilik kita sengaja memberimu sedikit
jagung agar kamu bisa terbang cepat dan menang,” celethuk Tekukur dari dalam
sangkarnya.

Merpati malu dan sedih mendengarnya. Ia pun menyesali sesuatu yang sudah tidak
ada gunaya

baca juga: 10 Cerita Motivasi Inspirasi, Cerita Bijak Pendek Pemberi Semangat

Cerita Fabel: Lebah dan Semut

Dahulu pada zaman Nabi Sulaiman, hidup banyak sekali lebah. Salah satu di
antaranya adalah Dodo. Dodo adalah anak lebah yang telah ditinggal mati ibunya.
Waktu itu ibunya meninggal digigit kalajengking. Kini ia hidup sebatang kara. Oleh
karena itulah ia memutuskan untuk hidup mengembara. Hingga akhirnya ia tiba di
gurun pasir yang luas. Di tengah gurun itu Dodo merasa haus dan lapar.

“Aku harus segera mencari makan dan air, tapi aku harus mencari di mana?” pikir
Dodo. Tetapi Dodo tidak mau menyerah. Ia bersikeras mencari makanan dan air.
Setelah cukup lama terbang, dari kejauhan Dodo melihat air dan makanan. Namun
setelah mendekat, ternyata yang dilihatnya hanyalah hamparan pasir yang luas. Maka
dengan kekecewaan, Dodo kembali terbang menyelusuri gurun. Tidak berapa lama
kemudian ia bertemu dengan seekor semut yang sedang kesusahan membawa
telurnya. Dodo pun mendekati semut itu.

“Hai, semut. Siapakah namamu?”


“Namaku Didi. Namamu siapa?”
“Aku Dodo. Kamu mau jadi sahabatku?” Didi mengangguk senang.
“Baguslah! Kalau begitu mari kita mencari air dan makanan bersama?” Didi kembali
mengangguk.
Mereka bergegas pergi untuk mencari makanan. Setelah cukup lama menyusuri
gurun, mereka menemukan sebuah mata air yang berair bersih dan segar. Di samping
mata air itu terdapat sebatang pohon kurma yang berbuah lebat dan sangat manis. Didi
dan Dodo sangat gembira. Mereka segera minum dan makan sepuasnya.

Setelah mereka benar-benar kenyang, mereka segera mencari tempat tinggal. Dua hari
kemudian mereka menemukan tempat tinggal yang menurut mereka tepat. Yaitu di
sebuah padang rumput yang luas. Mereka tidak akan kekurangan makanan karena di
tepi padang rumput itu terdapat banyak pohon buah-buahan dan sebuah mata air yang
sangat bersih. Didi dan Dodo hidup dengan rukun. Semakin hari persahabatan mereka
semakin erat. Mereka pun hidup dengan aman, tenteram dan bahagia.

Cerita Dongeng Rusa dan Kura-Kura

Hiduplah seekor rusa pada zaman dahulu. Ia sangat sombong lagi pemarah. Sering ia
meremehkan kemampuan hewan lain.

Pada suatu hari si rusa berjalan-jalan di pinggir danau. Ia bertemu dengan kura-kura
yang terlihat hanya mondar-mandir saja. “Kura-kura, apa yang sedang engkau
lakukan di sini?”

“Aku sedang mencari sumber penghidupan,” jawab si kura-kura.

Si rusa tiba-tiba marah mendengar jawaban si kura-kura. “Jangan berlagak engkau,


hei kura- kura! Engkau hanya mondar-mandir saja namun berlagak tengah mencari
sumber penghidupan!”

Si kura-kura berusaha menjelaskan, namun si rusa tetap marah. Bahkan, si rusa


mengancam akan menginjak tubuh si kura-kura. Si kura-kura yang jengkel akhirnya
menantang untuk mengadu kekuatan betis kaki.

Si rusa sangat marah mendengar tantangan si kura-kura untuk mengadu betis. Ia pun
meminta agar si kura-kura menendang betisnya terlebih dahulu. “Tendanglah sekeras-
kerasnya, semampu yang engkau bisa lakukan!”

Si kura-kura tidak bersedia melakukannya. Katanya, “Jika aku menendang betismu,


engkau akan jatuh dan tidak bisa membalas menendangku.”
Si rusa kian marah mendengar ucapan si kura- kura. Ia pun bersiap-siap untuk
menendang. Ia berancang-ancang. Ketika dirasanya tepat, ia pun menendang dengan
kaki depannya sekuat-kuatnya.

Ketika si rusa mengayunkan kakinya, si kura-kura segera memasukkan kaki-kakinya


ke dalam tempurungnya. Tendangan rusa hanya mengenai tempat kosong. Si rusa
sangat marah mendapati tendangannya tidak mengena. Ia lantas menginjak tempurung
si kura-kura dengan kuat. Akibatnya tubuh si kura-kura terbenam ke dalam tanah. Si
Rusa menyangka si kura-kura telah mati. Ia pun meninggalkan si kura-kura.

Si kura-kura berusaha keras keluar dari tanah. Setelah seminggu berusaha, si kura-
kura akhirnya berhasil keluar dari tanah. Ia lalu mencari si rusa. Ditemukannya si rusa
setelah beberapa hari mencari. “Bersiaplah Rusa, kini giliranku untuk menendang.”

Si rusa hanya memandang remeh kemampuan si kura-kura. “Kerahkan segenap


kemampuanmu untuk menendang betisku. Ayo, jangan ragu-ragu!”

Si kura-kura bersiaga dan mengambil ancang-ancang di tempat tinggi. Ia lalu


menggelindingkan tubuhnya. Ketika hampir tiba di dekat tubuh si rusa, ia pun
menaikkan tubuhnya hingga tubuhnya melayang. Si kura-kura mengincar hidung si
rusa. Begitu kerasnya tempurung si kura-kura mengena hingga hidung si rusa putus.
Seketika itu si rusa yang sombong itu pun mati.

Pesan Moral dari Cerita Dongeng Hewan Fabel Rusa dan


Kura-Kura adalah jangan sombong dan meremehkan kemampuan
orang lain. kesombongan hanya akan mendatangkan kerugian
dan penyesalan di kemudian hari.

Cerita Dongeng: Kera yang Banyak Akal

Musim hujan sudah datang seminggu terakhir. Kera-kera yang tinggal di lereng
gunung sedang bimbang. Mereka bingung, haruskan mencari tempat lain yang aman?
Atau mengungsi ke rumah-rumah warga kampung di bawah lereng? Mereka tahu,
tanah di lereng gunung telah gundul dan kera-kera cerdik itu merasa sebentar lagi
akan longsor karena hujan.

Di hutan dalam lereng gunung tempat tinggal kera-kera itu, hiduplah seekor ular piton
besar. Ular piton adalah pemangsa yang hebat. Ia membuat sarang di bekas pohon
yang ditebang. Ular piton hidup menyendiri, sepi, dan menunggu sesuatu untuk
dimangsa. Saat lapar tiba, ular piton berwarna cokelat motif batik itu keluar dari
sarang.

“Mendung!” gumam si piton. “Mulai gerimis! Sebentar lagi hujan pasti lebat. Aku
suka sekali. Saat seperti ini banyak sesuatu yang bisa kumangsa.”

Ular itu tahu setiap hujan turun binatang-binatang penghuni hutan di lereng gunung
hanya bisa berteduh, kadang di bawah pohon, kadang di goa-goa kecil tempat
persembunyian mereka. Tidak banyak yang bisa mereka lakukan selain berteduh
menunggu hujan reda.

Si piton segera melata, mengendus aroma daging calon mangsanya. Lidahnya


menjulur-julur lucu. Saat berjalan santai di bawah hujan, si piton pun melihat seekor
kera mungil yang sedang berteduh di bawah pohon aren. Kera itu menggigil.

“Ah, santap siang yang enak ini,” gumam Piton. Ia sudah membayangkan kelezatan
setiap inci tubuh kera yang renyah. Pasti gurih! batinnya. Andai saja semua itu bisa
dilakukannya dengan mudah. Kemudian ia mencari-cari strategi untuk segera
menyergap si kera agar tepat sasaran.

Sesampainya di dekat kera mungil itu, si piton mendengar si kera sedang merintih,
seperti kesakitan. Si piton tiba-tiba berubah pikiran. Ah, sakit apa dia? Tanya Piton
dalam hati.

Piton kembali melata mendekati kera yang menggigil dan merintih sendirian.

“Hei, Kera? Kau menggigil? Kau merintih? Kau sakit? Demam?” tanya Piton setelah
menampakkan diri di depan kera mungil itu.

“Piton? Kau membuatku kaget. Mau ke mana kau, hujan-hujan begini?”

“A-aku. Aku mau lewat saja. Aku suka hujan-hujanan. Karena aku bisa bermain air.
Kau belum jawab pertanyaanku, Kawan?” kata Piton lagi.

“Hmm, ya, kakiku memang sedang sakit. Seseorang tadi membuat jebakan di ujung
hutan. Aku sempat terjepit jebakan besi. Aku dikira tikus apa, ya? Dijebak dengan
benda mirip jebakan tikus. Lihat ini, kakiku luka. Untung aku bisa melepaskan diri,”
rintih Kera.

“Aih, lukamu lumayan parah, Kawan. Darah masih mengucur, tuh! Kalau kau tak
bersihkan bisa membusuk kakimu.”
“Benar juga. Akan ada banyak kuman sepertinya. Dan sekarang aku sudah merasakan
ada kuman-kuman menjalar di tubuhku. Ah, jangan-jangan sebentar lagi aku mati
membusuk, berbelatung. Bagaimana ini, Piton? Ah, kenapa kau tak makan aku saja?
Cepatlah!” kata Kera memelas.

Piton sedikit bimbang. Ia merasakan dilema, perutnya memang lapar, tetapi ia jijik
membayangkan kera itu sudah dipenuhi kuman yang sebentar lagi membusuk.

“Ah, tidak, tidak. Aku tak tega, Kawan. Kau sedang teraniaya. Tak boleh memangsa
lawan yang sedang teraniaya.”

Padahal dalam hati, Piton takut kalau kuman dalam kera itu akan berpindah ke
tubuhnya. Selera makan Piton hilang seketika.

“Oh, begitukah, Kawan?”

“Ya, tentu saja!’

“Baiklah, kalau begitu aku akan mencari air di sungai untuk membersihkan lukaku
ini. Boleh aku pamit?”

“Baiklah. Kau tenang saja, Kawan. Lain kali aku tak akan memburumu. Meskipun
kau sudah sehat kembali.”

“Kau janji, Piton?”

“Iya. Aku janji. Sana, pergilah. Sembuhkan lukamu dulu. Aku pun mau melanjutkan
perjalananku. Aku mau cari tupai saja. Sebenarnya aku sedang lapar,” ujar Piton.

“Hmm, baiklah. Selamat berburu, Kawan! Semoga kau dapat tupai yang gemuk.”

“Terima kasih, Kera.”

Ular piton itu melata lebih dulu, meninggalkan kera mungil yang banyak akal. Si Kera
kini terbengong-bengong. Dalam hati ia tertawa sambil berkelakar, “Begitu mudah
menyelamatkan diri dari ancaman ular. Tak kusangka, meski tampilannya
menyeramkan kadang ia baik juga. Pantas, sekarang ular-ular seperti piton itu sering
diburu manusia, dijadikan binatang peliharaan. Ya, ternyata mereka memang lucu dan
sedikit dungu. Mungkin karena itulah mereka mudah dijinakkan. Ah, terserah saja
lah.”


Cerita Hewan: Anjing Gunung, Keledai dan Macan Tutul

Suatu hari seekor keledai pergi mencari seekor anjing gunung ke sebuah gunung yang
sangat tinggi, keledai itu sengaja mencari anjing gunung untuk berburu bersama di
sebuah hutan yang cukup lebat dan tidak lama keledai itu menaiki gunung akhirnya
dia menemukan seekor anjing gunung sedang berjalan. Kemudian anjing itu dia ajak
untuk berburu bersama dan akhirnya anjing gunung itu menerima ajakan dari sang
keledai, kini sang keledai dan anjing gunung pergi ke hutan lebat itu namun sebelum
mereka memasuki hutan itu sang keledai menemui seekor mancan tutul yang sedang
tiduran di sebuah pohon besar. Sang keledai kemudian mengajak macan tutul itu pergi
berburu bersama dan macan tutul itupun menerima ajakan sang keledai.

Setelah sang keledai mengumpulkan teman berburunya yaitu Anjing gunung dan
Macan Tutul kini mereka pergi bersama-sama memasuki hutan lebat untuk berburu
bersama, mereka menangkap hewan-hewan dengan kerjasama yang baik hewan
apapun bisa mereka tangkap dengan mudah mereka berburu mulai dari pagi hari
sampai dengan sore hari. Mereka berhasil mengumpulkan hewan-hewan
tangkapannya kemudian mereka bawa ke tempat terbuka dan mereka tumpuk hewan-
hewan hasil buruan mereka. Hewan hasil buruan mereka terdiri dari seekor kelinci,
kambing, rusa, kerbau, kijang dan uncal, kini waktunya mereka membagi-bgaikan
hewan tangkapan mereka.

baca juga: 10 Cerita Rakyat Indonesia, Cerita Legenda Daerah Yang Paling Terkenal

Sang macan tutul menunjuk sang keledai untuk membagi hewan-hewan itu “Keledai
silahkan kau bagi makanan-makanan itu” Perintah sang macan tutul lalu keledai itu
menghitung dengan cermat hewan tangkapan itu, setelah sang keledai menghitung dia
membagikan hewan-hewan itu secara adil dengan membagi tiga bagian yang sama
banyak. Melihat pembagian itu sang macan tutul sangat marah kemudian dia
menerkam sang keledai hingga keledai itu mati dan kini tumpukan makanan telah
bertambah. Kemudian sang macan tutul menoleh ke arah anjing gunung “Sekarang
kamu bagikan hewan-hewan itu”. Perintahnya dengan marah, kini sang anjing gunung
mendekati makanan itu dia menumpukan kembali hewan-hewan yang telah dibagikan
oleh sang kedelai menjadi tumpukan yang besar kemudian dia menggigit seekor
kelinci di mulutnya untuk dirinya sendiri, itupun hanya seekor kelinci yang dagingnya
sangat kecil dan tidak begitu berarti untuk sang macan tutul.
Macan tutul yang tadinya marah kini mulai reda dia melihat keputusan sang anjing
gunung dengan tersenyum “Kau sangat pandai dalam mengambil sebuah keputusan
wahai anjing gunung, kau membagikan makanan ini dengan sangat adil apakah kau
mempelajarinya dari sang keledai?”. Tanya sang macan tutul “Ya aku belajar dari
sang keledai” jawab anjing gunung itu sambil pergi dari hadapan sang macan tutul
“aku juga tidak mau mengulangi nasib sama dengan keledai itu” celetuk sang anjing.
Dalam hatinya anjing gunung sangat kecewa dengan keserakahan macan tutul, dia
berjanji tidak akan bekerjasama dan membantu macan tutul di kemudian hari.

Pesan Moral dari cerita fabel Anjing Gunung, Keledai dan


Macan Tutul ini adalah sifat serakah dan curang akan
membuat orang lain menjauhi kita. Dan pada suatu saat
kita butuh bantuan orang lain mereka tidak akan mau
membantu.

Cerita Hewan: Gagak dan Elang

Pada suatu hari di hutan lereng gunung, ada seekor burung gagak yang sedang
mencari makan. Burung gagak itu memiliki anak namanya Raga, seekor anak burung
gagak yang sangat periang dan pantang menyerah. Kemanapun orang tuanya pergi,
Raga selalu ikut dan membantu mencari makanan.

Ke esokan hari, Ibu Raga keluar ingin mencari makanan, Raga waktu itu yang masih
tertidur tiba-tiba terbangun.
“Ibu mau kemana?” tanya Raga.
“Ibu mau mencari makanan untuk keluarga kita” jawab Ibu gagak.
“Raga ikut, bu. Raga ingin mencari cacing kesukaan Raga” pinta Raga.
“Iya nak, tapi kamu harus tetap waspada, jangan jauh-jauh dari ibu” ucap ibu gagak.
“baik bu” jawab Raga.

Padi itu mereka terbang ke arah timur, mereka turun dari sawah-kesawah untuk
mencari tikus sawah. Raga dengan cerdiknya mendapatkan banyak cacing sawah.
Namun tiba-tiba dari atas ada seekor elang yang juga mencari makan, elang itu
memang terkenal sering merebut makanan gagak. Ketika gagak ingin menerkam
seekor tikus, tiba-tiba elang menyahutnya dari atas.
“Hai elang, mengapa kamu suka merebut makananku?” bentak gagak.
“Kamu sangat lamban gagak, siapa cepat dia dapat” ejek elang.
“mengapa kamu tidak mencari makanan sendiri, dasar pengganggu” ucap gagak.
Sementara itu, Raga yang melihat ibunya sedang kesal sama elang, tiba-tiba terbang
ke atas kemudian turun menyahut kembali seeokor tikus dari tangan di elang.
“Hey, anak gagak. Apa yang kamu lakukan?, kembalikan makananku” teriak elang.
“Aku hanya merebut kembali makanan ini dari ibuku, aku tidak mencuri dari kamu”
ucap Raga.
“Dasar gagak kecil, cepat kembalikan” ucap elang tampak marah.
“Tidak, ini adalah milik kami, kamu yang mencarinya dan kamu telah mencurinya
dari kamu” jawab Raga.
Ibu gagak hanya terdiam, ia sangat bangga sekali memiliki anak yang pemberani dan
cerdik. Elang yang mulai tampak kesal, tampak sudang bersiap-siap menyerang
gagak.
“Aku tidak takut sama kamu, selama kami benar” ucap Raga.
“Baiklah kalau itu mau mu, sekarang rasakan pembalasanku” teriak Raga.
Tiba-tiba ibu gagak menyela, tak ingin anaknya dalam masalah, ibu gagak langsung
menghadang.
“Apa kamu tidak malu elang?, beraninya sama anak kecil” ejek ibu gagak.
“Kalau kamu pemberani, hadapi aku” tambah ibu gagak.
“Kalian berdua maju semuanya, aku tidak takut” ucap elang.
Disaat elang bersiap-siap menyerang Raga dan ibunya, tiba-tiba rombongan burung
gagak terbang melewati mereka dan berhenti.
“Elang, kamu buat masalah lagi?” tanya salah satu gagak.
Elang hanya terdiam dan kabur karena ketakutan, Raga dan ibunya lega karna elang
itu sudah pergi.
“Terima kasih atas bantuan kalian” ucap ibu gagak.
“Sama-sama, anakmu cukup berani melawan si elang. Aku salut padanya” jawab
salah satu gagak.
“Terima kasih paman, Raga berani jika benar. Itu yang ibu ajarkan” ucap Raga.
Akhirnya rombongan gagak itu pamit ingin melanjutkan perjalanannya. Raga dan
ibunya terbang pulang ke rumah mereka. Ibu bangga sekali Raga kini tumbuh menjadi
anak yang berani dalam kebenaran dan cerdik.

Pesan Moral: “Kebenaran harus diperjuangkan dengan


sungguh-sungguh. Kalau tidak maka kebenaran pasti
dikalahkan oleh kebatilan.”

Cerita Fabel: Kadal dan Ular Air


Disebuah kolam yang cukup besar dan dalam seekor kadal sedang berjalan di
pinggiran kolam kadal itu sedang mencari kegiatan baru kadal itu sangat ingin
mencoba sesuati yang baru, dia sangat ingin berpetualang ketika dia berjalan
dipinggiran kolam sambil mengeluarkan lidahnya dia melihat sesuatu muncul dari
dalam air hal pertama yang dilihat oleh kadal itu adalah sebuah kepala yang
melenggak lenggok kesana kemari seperti sedang mencari sesuatu kemudian kadal itu
mendekati mahkluk yang muncul dari dalam air itu dan dia sedikit kaget ternyata dia
melihat seekor ular air.

Ketika itu ular air juga melihat kehadiran sang kadal lalu mendekatinya, setelah
sampai dekat dengan sang kadal ular itu meninggikan kepalanya dan berkata :”Apa
yang sedang dilakukan oleh seekor kadal gemuk ini dipinggiran kolam?” kadal itu
menjauh dari sang ular karena dia takut dimangsa olehnya “Aku hanya sedang
mencari kegiatan baru, aku hanya ingin mencari sebuah petualangan”. Kata sang
kadal. “Kenapa kau menghindar dariku? Aku tidak memakan mu aku telah kenyang
memakan ikan kecil yang ada di kolam itu” kata sang ular “jadi kau ingin sebuah
petualangan yang seru” kata ular sambil mendesis “Ya itu benar aku ingin sekali
mencoba sesuatu yang baru” kata sang kadal dengan penuh semangat “apa kau pernah
melewati kolam ini sendiri?” Tanya sang ular.

“Aku tidak pernah melewatinya kolam ini terlalu luas untuk aku sebrangi meskipun
aku bisa sedikit berenang tapi aku takut untuk menyebrangi kolam ini dari satu tepian
ketepian lainnya”. Jawan sang kadal “apa kau mau menyebaranginya aku akan
membantunya” ajak sang ular. Sang kadal sangat ingin sekali menyebranginya dan
tanpa berpikir panjang kadal itu menerima ajakan dari sang ular “Baiklah kalo begitu
carilah sesuatu yang bisa dijadikan sebagai tali!” Pinta sang ular “Untuk apa tali itu?”
Tanya sang kadal dengan heran “Tali itu untuk kau ikatkan ke ekorku ketika kita
berenang menyebrangi kolam ini kau tidak akan tenggelam, aku akan menarikmu
kepermukaan”. jelas sang ular.

Lalu sang kadal mencari tali di pinggiran kolam dan dia mendapatkan nya, setelah itu
sang kadal menalikan kaki depannya ke ekor sang ular dengan sangat kuat. Selesai itu
kini sang ular dan sang kadal berenang menyebrangi kolam luas itu namun di tengah-
tengah kolam sang ular berpikir untuk menenggelamkan sang kadal sebelum
mencapai tepian, ketika hal itu akan dilakukan oleh sang ular tiba-tiba tibuhnya
tertarik ke atas dia mencoba melepaskan diri dengan sekuat tenaga namun hal itu
percuma ternyata sang kadal disambar oleh seekor burung alap-alap sehingga tubuh
ular itu bergelantungan di udara. Saat itu sang alap-alap melihat bukan hanya kadal
saja yang dia tangkap namun begitu juga seekor ular air dimana ekornya terikat pada
kaki sang kadal.
Pesan Moral dari cerita Kadal dan Ular Air ini adalah
jauhkanlah diri kita dari niat buruk, karena hanya akan
merugikan kita dikemudian hari.

Cerita Dongeng Kelinci dan Anjing Petani

Disebuah perkebunan jagung yang cukup luas terdapat seekor anjing petani sedang
mencari kelinci yang berkeliaran untuk dimangsa. Anjing itu dilatih untuk mengejar
hewan pengganggu perkebunan jagung ketika jagung masih muda. Daun jagung itu
sering dimakan oleh kelinci sehingga tanaman jagung itu tidak dapat tumbuh dengan
baik dan jika tanaman itu tidak tumbuh dengan baik hasil panen jagung juga akan
sangat berkurang, maka dari itu sang petani menempatkan seekor anjing terlatih di
perkebunan itu. Setiap hari anjing itu berkeliaran memeriksa hewan pengganggu
tanaman jagung di perkebunan petani.

Pada suatu pagi anjing itu bangun dari tidurnya kemudian dia berjalan mengitari
perkebunan jagung itu sambil mengendus-ngendus bau hewan lain dengan hidung
nya, penciuman anjing itu sangat tajam bahkan anjing itu mampu mencium bau
kelinci dari jarak yang sangat jauh, ketika dia berjalan anjing itu mencium bau kelinci
dari kejauhan anjing itu mengikuti arah bau itu sampai akhirnya dia melihat seekor
kelinci sedang asik memakan pucuk jagung yang masih muda. Anjing itu berjalan
perlahan mendekati kelinci tersebut ketika dia sudah sangat dekat dengan kelinci itu
sang anjing langsung mengejarnya dengan sangat cepat, namun sang kelinci
mendengar langkah anjing itu karena kelinci memiliki telinga yang panjang dan
sangat peka terhadap suara. Kelinci itu menhindari sang anjing dengan cepat dia
melompat dengan sangat cepat dan lompatan kelinci itu sangat jauh.

Sang anjing terus mengejarnya meskipun kelinci itu semakin menjauh dari jarak sang
anjing namun sang anjing tidak menyerah begitu saja. Anjing itu memiliki
kemampuan berlari tanpa henti sehingga dia mampu mengejar sang kelinci tanpa
kelelahan. Meskipun demikian sang kelinci yang sangat cepat melompat menghindari
kejaran anjing itu membuat anjing itu kehilangan jejaknya, anjing itu mulai
mengendus-ngendus bau sang kelinci dan tidak lama kemudian dia menemukan
kelinci itu kini dia mengejarnya lebih cepat dari sebelumnya namun sang kelinci itu
tidak dapat dia kejar hingga akhirnya anjing itu menyerah dan tidak melakukan
pengejaran terhadap kelinci itu lagi. Ternyata kejadian itu ditonton oleh seekor burung
gagak yang sedang bertengger di sebuah pohon yang daunnya sedang gugur ketika
anjing itu melewati pohon tersebut sang gagak bertanya kepadanya “Ternyata kelinci
itu lebih kencang dibandingkan dengan dirimu” kemudian sang anjing berkata dengan
tenang “Apa kau tidak melihat perbedaan yang begitu mencolok antara aku dengan
kelinci itu?” sang gagak menjawab “aku tidak melihat perbedaan itu, memang apa
perbedaan yang kau maksudkan itu?” Sang anjing menjawab “Aku berlari untuk
menangkap makanan sedangkan dia berlari mempertahankan hidupnya, sebuah
keinginan akan menentukan kerasnya sebuah usaha”.

Pesan Moral dari cerita dongeng fabel ini adalah jika


kita memiliki keinginan dan semangat yang kuat untuk
mewujudkan apa yang kita inginkan, maka cepat atau lambat
keinginan itu pasti akan terwujud.

Fabel: Katak dan Ular Piton

Disebuah danau hiduplah dua binatang bernama katak dan ular air. Katak tersebut
melompat lompat disekitar danau karena ia termasuk hewan yang suka ingin tahu.
Katak tersebut ingin mencari kegiatan baru dengan cara berpetualang disekitar danau.
Dengan senangnya sang katak melompat lompat menjauhi danau. Iapun terkejut
karena ada semak semak yang goyang. Ternyata dibalik semak semak tersebut
muncullah ular piton. Katakpun kaget dan berusaha menjauhi ular piton, kemudian ia
berusaha kembali ke danau lagi. Sebelum katak menjauhi ular, ternyata si piton
menyadari keberadaan katak. Ular tersebut berusaha mendekati katak dan merayap
dengan cepat.

Setelah ular dekat dengan katak, ia segera mengangkat kepalanya dengan tinggi dan
berkata, “ Hai katak gemuk apa yang kau lakukan dihutan ini?” Katak tersebut takut
dengan ular dan berusaha untuk menjauh. Sang ular pun berkata bahwa ia tak akan
memakan katak karena ia sudah memakan kelinci kecil. Kemudian sang kata berkata,
“ Aku ingin berpetulang dan mencari kegiatan baru”. Sang ular menawarkan
petualangan yang seru dan katakpun mau. Apabila katak ingin mencoba petualangan
baru, ia harus menjelajahi hutan sendirian. Katakpun belum pernah menelusuri sekitar
hutan karena ia takut dimangsa hewan hewan buas lainnya.

Sang ular meawarkan bantuan untuk menemani katak menjelajahi hutan. Ia berkata,”
Wahai ular carilah tali dan ikatkan pada ekorku.” Sang kata bertanya, “ Untuk apa tali
itu?” Tali tersebut untuk menjaga agar katak tidak tertinggal jauh ketika dihutan, jadi
ia tetap aman bersama ular. Katak tersebut tidak pikir panjang dan menerima tawaran
ular. Katakpun mencari tali dan mengikatkan perutnya dengan ekor sang ular. Setelah
itu mereka berjalan menjelajahi hutan, sampai ditengah hutan sang ular memiliki niat
buruk. Ia ingin berusaha membelit katak. Ular tesebut berusaha membelit katak
namun tubuh katak disambar oleh elang dan digelantungkan di udara. Elang tadi
menyadari bahwa ia juga menangkap piton karena ekornya terikat dengan katak.

Pesan moral dari contoh cerita fabel singkat diatas yaitu


jauhilah niat buruk terhadap orang lain karena dikemudian
hari akan merugikan kita.

Cerita Hewan: Kuda yang memakai kulit harimau

Seekor kuda sedang berjalan dari sebuah ladang gandum menuju sebuah hutan yang
lebat, kuda itu telah puas memakan gandum yang ada di ladang itu dia terlihat
gembira karena tidak ada petani gandum menjaga ladangnya.

Ketika dia menuju hutan lebat di tengah jalan sang kuda melihat sesuatu dengan heran
seperti sebuah kulit harimau lalu kuda itu mendekatinya dan ternyata memang benar
apa yang dia lihat adalah sebuah kulit harimau yang tidak sengaja ditinggalkan oleh
para pemburu harimau. Kuda itu mencoba memakai kulit harimau itu dan ternyata pas
ditubuhnya.

Lalu terlintas di benak kuda itu untuk menakuti hewan-hewan hutan yang melewati
dirinya, kuda itu bergegas mencari tempat untuk bersembunyi. Tempat itu harus
terlihat gelap dan sering dilalui oleh beberapa hewan hutan. Akhirnya dia menemukan
semak-semak yang cukup gelap untuk bersembunyi dan kuda itupun masuk ke semak-
semak dengan menggunakan kulit harimaunya, di semak-semak kuda itu bersembunyi
menunggu hewan hutan yang melewatinya dan tidak lama kemudian beberpa domba
gunung berjalan ke arah dirinya kuda itu kini bersiap-siap untuk meloncat.

Ketika domba-domba itu melewati kuda yang sedang bersembunyi kuda itu meloncat
ke arah domba-domba itu dan serentak domba-domba itu berlarian kesana kemari
mereka ketakukan dengan kulit harimau yang di pakai oleh kuda itu. Sang kuda hanya
tertawa setelah domba-domba itu berlarian dia amat senang sekali menjaili domba-
doma itu.

Lalu sang kuda kembali bersembunyi kedalam semak-semak dia menunggu hewan
lain datang melewati semak-semak itu dari kejauhan terlihat seekor tapir berjalan
sambil mengunyah sesuatu dimulutnya, tapir itu berjalan dengan sangat lambat
mendekati semak-semak namun ketika kuda itu meloncat ke arah tapir itu sang tapir
terkejut dan lari sekencang-kencangnya menghindari menghindari kuda yang
memakai kulit harimau itu. Sang kuda kini semakin senang mengganggu hewan-
hewan lainnya dan dia kembali ke semak-semak itu menunggu hewan lain untuk dia
kagetkan.

Kini sang kuda menunggu lebih lama dari biasanya namun hal itu tidak membuatnya
bosan tiba-tiba seekor kucing hutan berlari sambil membawa seekor tikus dimulutnya.
Kucing itu tidak melewati semak-semak kucing itu hanya duduk menyantap tikus
yang ia tangkap di dekat pohon besar, melihat hal itu sang kuda berinisiatif untuk
mengagetkannya dari arah belakang. Kuda itu keluar dari semak-semak dan berjalan
dengan hati hati agar lebih dekat dengan sang kucing ketika sudah sangat dekat
dengan sang kucing, kuda itu mengaum seperti halnya seekor harimau namun kuda itu
tidak sadar bahwa suara aumannya bukanlah suara harimau melainkan suara seekor
kuda, mendengar hal itu sang kucing menoleh ke belakang dan dia melihat kuda itu
dengan kulit harimau namun bersuara kuda.

Hal itu membuat sang kucing tertawa terbahak-bahak “Apabila aku melihatmu
memakai kulit harimau itu aku akan lari ketakutan tapi auman suaramu itu tetap
bukan suara harimau melainkan suara seekor kuda”.

Pesan Moral dari cerita fabel Kuda yang memakai kulit


harimau ini adalah sepandai-pandainya kita berpura-pura
maka suatu saat akan terlihat juga kebohongannya.
Kejujuran merupakan kata yang paling indah di dunia ini.

Lebah dan SemutDahulu pada zaman Nabi Sulaiman, hidup banyak sekali lebah.
Salah satu di antaranya adalah Dodo. Dodo adalah anak lebah yang telah ditinggal
mati ibunya. Waktu itu ibunya meninggal digigit kalajengking. Kini ia hidup sebatang
kara. Oleh karena itulah ia memutuskan untuk hidup mengembara. Hingga akhirnya ia
tiba di gurun pasir yang luas. Di tengah gurun itu Dodo merasa haus dan lapar.

“Aku harus segera mencari makan dan air, tapi aku harus mencari di mana?” pikir
Dodo. Tetapi Dodo tidak mau menyerah. Ia bersikeras mencari makanan dan air.
Setelah cukup lama terbang, dari kejauhan Dodo melihat air dan makanan. Namun
setelah mendekat, ternyata yang dilihatnya hanyalah hamparan pasir yang luas. Maka
dengan kekecewaan, Dodo kembali terbang menyelusuri gurun. Tidak berapa lama
kemudian ia bertemu dengan seekor semut yang sedang kesusahan membawa
telurnya. Dodo pun mendekati semut itu.

“Hai, semut. Siapakah namamu?”


“Namaku Didi. Namamu siapa?”
“Aku Dodo. Kamu mau jadi sahabatku?” Didi mengangguk senang.
“Baguslah! Kalau begitu mari kita mencari air dan makanan bersama?” Didi kembali
mengangguk.

Mereka bergegas pergi untuk mencari makanan. Setelah cukup lama menyusuri
gurun, mereka menemukan sebuah mata air yang berair bersih dan segar. Di samping
mata air itu terdapat sebatang pohon kurma yang berbuah lebat dan sangat manis. Didi
dan Dodo sangat gembira. Mereka segera minum dan makan sepuasnya.

Setelah mereka benar-benar kenyang, mereka segera mencari tempat tinggal. Dua hari
kemudian mereka menemukan tempat tinggal yang menurut mereka tepat. Yaitu di
sebuah padang rumput yang luas. Mereka tidak akan kekurangan makanan karena di
tepi padang rumput itu terdapat banyak pohon buah-buahan dan sebuah mata air yang
sangat bersih. Didi dan Dodo hidup dengan rukun. Semakin hari persahabatan mereka
semakin erat. Mereka pun hidup dengan aman, tenteram dan bahagia.

Si Kancil Dan Seekor Monyet

Suatu hari, si kancil berjalan di kebun jambu air…


“Hmmm, jambu air itu begitu ranum sehingga aku ingin memetiknya namun pohon
jambu itu terlihat sangat tinggi” Si kancil mengeluh.

Tiba-tiba monyet muncul dan langsung tergelantung di pohon.


“Heii kancil, sedang apa kamu di situ?” Tanya si monyet yang kekal dengan pohon
pisang saja.
“Aku sedang menunggu jambu air itu berjatuhan” Usap si kancil.
“Ohh, ini pohon jambu air, buahnya enak gak cil?” Tanya si monyett
“Jelas donk enak, kalau gak enak ngapain aku nungguin buah itu jatuh di sini!!!”
Ucap si kancil.
“Jangan jutek gitu donk cil kan aku gak tau!” Usap si monyet

“Kalau begitu aku bawakan jambu air itu untukmu cil!!!” Luluh monyet
“Baiklah, aku akan menunggu buah jambu itu jatuh” Senang kancil
“Okee dech cil kamu tunggu di bawah, aku yang memanjatnya” Kata monyet

Iyahh baik”

“Oiyah cil, kalau yang enak itu berwarna apa?” Kata monyett
“Yang berwarna putih, kalau yang berwarna merah itu masih mentah.” Bohong kancil
“Okee, aku akan menjatuhkan jambu air yang mentah untukmu cil, sedangkan yang
enak akan aku makan di pohonnya” Dalam hati monyet
“Mana jambunya monyet” Kata kancil
“Nihh untukmu cil jambunya, aku akan makan di atas pohon!” Kata monyet
“Baiklah…” Kata kancil

Gajah Yang Sombong

Pada zaman Dahulu, terdapat sebuah Pulau. Pulau itu sangat besar. Pulau itu bernama
Pulau Sangkayana Romang. Tetapi, banyak yang menyebutnya pulau Lompo Romang
Gajah Sombong. Yang artinya Hutan Besar Dan Gajah sombong. Tetapi kenapa
banyak yang menyebutnya Gajah Sombong ya?.

Karena di dalam pulau itu terdapat sebuah hutan. Hutan sangat amat besar, dan juga
terdapat seekor Gajah yang sangat sombong. Gajah itu mempunyai badan yang besar,
belalai yang panjang, serta Gagah. Gajah itu selalu Menyombongkan dirinya pada
hewan-hewan kecil lainnya. Seperti, Tikus, Ayam, Kambing yang kurus, monyet,
kancil dan hewan-hewan kecil lainnya.

Pada suatu hari, Hewan-hewan kecil ingin menyadarkan si gajah. Bahwa sombong itu
tidak baik. Mereka berepakat untuk membuat Lubang Yang sangat besar dan dalam.
Lubang itu dibuat sebesar mungkin. yaitu lebih besar dari badan si Gajah. sehingga,
kalau gajahnya lewat. langsung jatuh. Untuk mengelabui gajah itu, Mereka (Hewan-
hewan kecil) memasang daun-daunan yang besar di atas lubang itu. dan ranting-
ranting pohon.

Pada keesokan harinya, gajah itu datang ketempat lubang itu berada. Gajah itu
berjalan dengan santai. Perlahan demi perlahan gajah sombong itu mendekati lubang
itu. Gajah sombong itupun berkata “Apakah ini tempat tidurku?” Tanpa rasa curiga
gajah itu pun langsung melangkahkan kakinya di atas tumpukan daun-daun dan
ranting pohon itu.
*BRUKK* tiba-tiba gajah itu pun terjatuh di dalam lubang itu. Gajah itu pun
langsung panik.

Lalu gajah itu berteriak “Tolong, Tolong!!!” kata gajah itu dengan panik.
Lalu datanglah hewan-hewan itu, mereka menertawakan gajah itu, lalu gajah itu
mengatakan bahwa dia tidak akan sombong lagi.

Kisah 3 Ekor Kambing


Suatu hari, hiduplah seorang penggembala dengan tiga ekor kambing peliharaannya.
Kambing pertama sangat kurus, tapi kambing itulah yang terpintar di antara kedua
kambing lainnya, sehingga pemiliknya pun sangat sayang kepada kambing itu dan
berjanji tidak akan pernah mau menjualnya. Berbeda dengan kambing pertama,
kambing kedua bertubuh sangat gemuk dan cenderung pemalas. Setiap sore sang
penggembala bersusah payah menggiring kambing kedua untuk masuk ke kandang,
kerjanya hanya makan tidur, makan dan tidur lagi. Kambing ketiga merupakan
kambing terkecil di antara kambing yang lain, tubuhnya yang kecil mungil membuat
si penggembala ingin terus menerus memeluk dan menggendongnya.

Di pagi hari yang cerah, ketika sang penggembala ingin memberi makan 3 ekor
kambingnya, sang penggembala mengambil dua ember rumput, ember pertama berisi
rumput-rumput segar dan ember kedua berisi rumput-rumput sisa kemarin yang sudah
menguning. Ember pertama diberikan kepada kambing pertama dan ketiga, sementara
ember kedua diberikan kepada kambing kedua. Kambing kedua merasa sangat sedih
“malangnya nasibku” katanya, kambing pertama yang melihatnya pun tertawa sinis
“Hahahaha… memang, memang malang sekali nasibmu” ejeknya “sudahlah… kau
tak sepantasnya berkata begitu padanya” bela kambing ketiga.

Hari mulai malam, waktunya para kambing masuk kedalam kandang, sang
penggembala itu tampak gembira menggiring kambing-kambingnya. Sang kambing
pertama mendahului berjalannya kambing kedua sambil menyenggolnya. Tiba-tiba
kambing kedua berjalan melambat dan bahkan tidak mau berjalan “Ouuhh… ayolah
jalan, dasar kambing gendut” kata si penggembala seraya meluapkan emosinya, si
penggembala itu pun mencari kayu dan dipukulkannya ke tubuh si kambing kedua
“hei.. bangun!!!dasar kambing pemalas, ayo masuk, masuk!!!” bentak si
penggembala. Kambing kedua itu pun masuk kedalam kandang dengan luka parah di
kakinya.

Keesokan harinya, si penggembala menerima surat dari seseorang yang


meletakkannya begitu saja di pagar depan rumahnya, isi surat itu adalah:

Mungkin saja kejadian ini tidak disengaja, bila sore hari, gagak saya sering bertengger
di pohon dekat rumah anda, awalnya saya tidak tahu mengapa gagak saya merasa
nyaman sekali bertengger di pohon itu, sampai-sampai dia jarang pulang ke
kandangnya sendiri.

Waktu itu dia menghampiri saya dengan mengeluarkan suara yang sangat berisik,
rupanya ada yang ingin dia tunjukkan kepada saya, kemudian saya mengikutinya
hingga ke kandang kambing milik anda. Saya heran bukannya ada satu kambing
gemuk yang terkanal dengan kemalasannya?. Pukul 22.00 malam saya mulai
kelelahan, gagak saya mulai berteriak lagi, lalu saya melihat ke dalam kandang
kambing anda, saya melihat ada satu kambing yang dipukuli oleh satu kambing
lainnya, sementara kambing yang kecil hanya berusaha menghentikan kambing jahat
itu. Tak disangka kemudian si kambing jahat itu memaksa kambing malang itu untuk
meminum 7 ember air sehingga kambing malang itu terlihat sangat gemuk, kambing
jahat itu juga menyuruh si kambing malang untuk selalu bersikap malas di hadapan
anda. Gagak saya juga bercerita bahwa sebenarnya kambing malang itu tidak pernah
memakan rumput-rumput yang diberikan oleh anda, apabila anda pergi, makanan
jatah sang kambing malang diambil oleh si kambing jahat itu. Seringkali ia
mengisyaratkan kambing malang itu untuk berjalan melambat dan bermalas-malasan
ketika sedang digiring menuju kandang. Saya merasa kasihan dan akhirnya saya
membuatkan surat ini untun anda, sekian surat dari saya, jika anda membutuhkan saya
hubungi saya ; 089503740118

Si penggembla itu pun langsung menghubungi sang pengirim surat, dan tibalah sang
pengirim surat “terima kasih banyak anda telah memberi tahu saya apa yang terjadi
sebenarnya” ucap si penggembala “sama-sama, saya ikhlas kok melakukan ini semua”
jawab sang pengirim surat dengan ramahnya.

Kemudian si penggembala dan si pengirim surat pergi menuju kandang kambing dan
diambillah kambing pertama olehnya. “hahaha… selamat tinggal kambing-kambing
bodoh!!! aku pasti akan dimanjakan oleh tuan” katanya. Lalu si penggembala itu
membawa kambing pertama menuju halaman belakang rumahnya. Tak disangka,
kambing pertama itu menjadi santapan makan malam sang penggembala dan si
pengirim surat, keduanya menikmati santap malam itu dengan bercerita dan saling
memperkenalkan dirinya masing-masing. Sementara kambing kedua dan ketiga hidup
sama dengan rukun.

Kakek Burung Hantu

“Jangan ganggu aku!” Timmy berteriak dari kamarnya.

Kamar Timmy berbeda dengan kamarmu atau kamarku. Kamar Timmy tidak punya
kasur dan lemari mainan. Kamar Timmy ada di dalam pohon beringin besar yang
lebih tinggi dari rumahmu atau rumahku. Paman Boris yang membuatkannya.

“Ada apa sayang?” Kata Ibu. Dia bersama Ayah duduk ranting yang seperti belalai
gajah. Cedric ada di bawah, tidur terlentang di atas rumput basah. “Ayo turun sayang,
sudah siang.”
Timmy tidak menjawab. Dia bangun dari tidur dan berjalan lambat-lambat ke lubang
pintu kamar lalu melompat ke ranting di bawahnya. Kakinya meleset tapi dia tidak
jatuh. Ekornya melilit ranting kecil dan dia bergantung di atas kepala ayahnya.

Iya. Timmy bukan manusia seperti kamu atau aku. Dia monyet -eh maaf, gorilla.
Timmy marah kalau disebut monyet. Dan mukanya merah seperti tomat kalau sedang
marah.

“Duduk di sini,” kata Ayah. Ditariknya tangan Timmy untuk membantunya turun.
“Mau pepaya?” Kata Ayah lagi.

Timmy menggeleng. Dia mengambil tiga buah duku kecil dan besar. Yang besar
dikupas dan dimakannya, yang kecil dijatuhkannya dan kena hidung Cedric.

“Awas kau ya!” Teriak Cedrik. Dia melotot dan menggeram tapi tidak bangkit dari
tidur.

Ayah dan Timmy tertawa. Ibu diam saja karena dia tidak melihatnya. Kalau tidak, Ibu
pasti mengomeli Ayah dan Timmy.

“Kenapa kau marah-marah?” Tanya Ayah.


“Mataku silau karena matahari. Aku nggak bisa tidur kalau dia menggangguku terus,”
jawab Timmy.
“Itu karena kau bangun kesiangan,” kata Ayah. Dia membelah pepaya dengan kedua
tangannya.
“Cedric juga nggak pernah bangun pagi. Tapi dia nggak pernah diganggu matahari.”
Timmy merengut.
“Matahari nggak pernah mengganggu siapa-siapa,” kata Ayah. “Dia sudah punya
jadwal datang dan pergi. Dia nggak peduli kau masih tidur atau nggak, dia pasti
datang.”
“Matahari memang nggak mau berteman denganku,” Timmy mengomel.

Ibu tiba-tiba tertawa. Dia sudah selesai membungkus ikan dengan daun pisang dan
menyusunnya di lobang yang lebih kecil daripada kamar Timmy.

“Timmy sayang,” kata Ibu. “Ayahmu nggak pernah diganggu matahari karena kamar
kami tidak menghadap ke timur. Cedric nggak pernah silau, karena dia selalu tidur di
rumput, membelakangi pohon kita. Matahari tidak bisa menembus pohon.”

“Kau tahu Tim,” Ayah mengangkat Timmy ke punggungnya dan berayun turun ke
rumput yang sudah kering di bawah pohon mereka. “Kau itu mirip dengan tetangga
lama kita.”
“Siapa?”
“Burung hantu yang tinggal di samping sungai, di bawah pohon bambu.”

Dia kenal burung hantu yang dibicarakan Ayah. Burung hantu tua yang suka
mengomel. Kepalanya besar dan hampir botak. Badannya gemuk, sayap dan kakinya
kecil. Kalau duduk, kakinya ditekuk dan tertutup bulunya yang sudah berubah warna
jadi abu-abu. Sayapnya dilipat ke belakang punggung dan hampir tidak kelihatan.
Kalau sedang tidur, kakek burung hantu jadi lebih mirip batu berbulu daripada
makhluk hutan.

Teman-teman Timmy tidak suka dengan kakek burung hantu. Timmy juga tidak suka,
tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka tinggal bersebelahan. Kakek burung
hantu mengomel hampir setiap pagi. Bahkan sebelum ayam berkokok untuk
membangunkan penghuni hutan.

Cedric dan gerombolan anak kukang sering mengganggu kakek burung hantu. Mereka
berteriak-teriak “uhuu.. uhuu…” meniru kakek burung hantu kalau sedang mengomel.

“Jangan melompat-lompat di depan rumahku. Uhuu… uhuu..” Kata kakek burung


hantu ke keluarga kelinci yang lewat di depan rumpun bambunya.

Kelinci tidak bisa berjalan seperti gorilla. Mereka harus melompat karena kaki mereka
sangat panjang. Kalau mereka harus berjalan, mereka pasti tersandung dan jatuh.

“Jangan mengambil ikan di sungaiku. Uhuu… uhu..” Kata kakek burung hantu ke
burung enggang yang berdiri di atas di tengah sungai.

Burung enggang tidak makan ikan. Burung enggang makan buah pohon, dan waktu
itu dia sedang membersihkan paruhnya dari getah buah.

Timmy tidak pernah memarahi keluarga kelinci. Dia juga tidak pernah menyuruh
burung enggang pergi dari sungai. Kenapa Ayah menyebutnya mirip dengan kakek
burung hantu?

“Aku nggak mirip kakek burung hantu.” Timmy membantah. Dia menggeleng-geleng
sampai kupingnya menampar pipinya pelan. “Dia pemarah.”
“Bukan pemarahnya.” Jawab Ayah. “Dia juga nggak suka matahari.”
Timmy diam, alisnya mengernyit memandangi ayahnya.

“Waktu kau belum lahir -bahkan sebelum Ayah bertemu dengan Ibumu- kami
berteman baik dengan kakek burung hantu. Aku, paman Boris, paman Gagak, dan
Bello si bekantan tua itu. Kami sering berlomba siapa yang bisa mengelilingi hutan
sebelum matahari terbit.”
“Kenapa?”
“Karena burung hantu tidak bisa terbang siang-siang.” Jawab Ayah. “Kami berlomba
hampir setiap hari, kecuali musim hujan karena pohon-pohon jadi licin dan kami tidak
bisa memanjat. Tapi satu hari, ada makhluk baru di hutan -burung elang- yang
katanya datang dari puncak gunung batu di seberang sungai. Nggak ada yang tahu
kenapa dia pindah ke hutan.

“Waktu itu kami mau pulang dan tidur waktu elang itu muncul. Dia berdiri di ranting
pohon randu, melihat ke bawah ke arah kami. ‘Pertandingan menarik,’ katanya. ‘Tapi
hanya burung lemah yang berlomba melawan monyet.'”

“Tapi kita bukan monyet!” Sanggah Timmy.

“Kami nggak peduli, Tim.” Jawab Ayah. “Kami juga nggak peduli omongan elang itu
karena sudah kecapean. Tapi kakek burung hantu nggak bisa terima. Dia kesal karena
dianggap lemah. ‘Apa maksudmu?! Uhuu… uhu…’ kata kakek burung hantu.
Matanya melotot bulat-bulat. Bulu di kepalanya berdiri tegak – dulu dia belum botak.

“Kakek burung hantu membentangkan sayapnya dan terbang. Dia melayang di depan
burung elang itu masih dengan mata melotot. ‘Siapa kau?’ Katanya ke burung elang.
“‘Ah, bukan siapa-siapa,’ kata burung elang. Dia tersenyum sinis dan menggaruk-
garuk paruhnya dengan sayapnya. ‘Cuma burung elang biasa yang nggak suka
berlomba dengan monyet yang nggak bisa terbang.’
“‘Jadi apa maumu? Ngapain kau datang ke hutan ini?’ kata kakek burung hantu.
Sekarang dia hinggap berhadap-hadapan dengan burung elang.
“‘Aku nggak punya maksud apa-apa,’ jawab elang. ‘Tapi kalau kau masih punya
tenaga, mungkin kita bisa berlomba ke puncak gunung batu itu.’
“‘Kau menantangku?’ kata kakek burung hantu.
“‘Oh, nggak. Nggak. Aku cuma mengajak. Kalau kau nggak mau juga nggak masalah.
Aku bisa pulang dan tidur.’ Jawab burung elang.

“Kakek burung hantu nggak terima. Matanya yang bulat itu jadi memerah. Dia ber
“uhuu…uhu..” sambil mengomel. Singkatnya, kakek burung hantu dan burung elang
itu sudah siap-siap untuk berlomba ke puncak gunung batu. Ayah sudah melarang,
karena sebentar lagi matahari terbit, tapi kakek burung hantu terlalu marah untuk
mendengarkan Ayah.”

Ayah berhenti bercerita. Dia melihat ke Timmy – dan Cedric. Dia tidak tidur
terlentang lagi tapi sudah duduk bersebelahan dengan adiknya.
“Kakek burung hantu dan elang itu berlomba. Mereka kejar-kejaran, susul-susulan.
Sebentar saja kakek burung hantu sudah jauh di depan meninggalkan elang. Kalau
malam hari, burung hantu pasti menang karena mereka punya mata yang spesial. Tapi
waktu itu matahari sudah mulai kelihatan di balik pohon-pohon. Kakek burung hantu
tidak sadar karena dia terlalu serius berlomba. Ayah berteriak-teriak dari pinggir
sungai tapi sia-sia. Paman Boris menyuruh gagak mengejar mereka untuk
mengingatkan, tapi mereka sudah terlalu jauh.

“Mereka sudah di tengah sungai waktu ayam berkokok. Matahari semakin tinggi dan
bayangan pohon sudah mulai muncul di atas sungai. Kakek burung hantu bisa
merasakan panas matahari di belakangnya tapi dia tetap terbang dengan cepat.
Matanya mulai kabur karena silau tapi dia terus mengepak-ngepakkan sayapnya
sambil memicingkan matanya.

“Kami berteriak dari pinggir sungai untuk menyemangati, tapi akhirnya burung elang
mulai menyusul karena kakek burung hantu mulai melambat. Sebenarnya kakek
burung hantu bisa menang, karena puncak gunung batunya mulai kelihatan.

“Terus? Terus?” Cedric memotong cerita Ayah. Timmy meninju perutnya karena
mengganggu.

“Tinggal beberapa meter lagi sebelum kakek burung hantu menang. Tapi burung
elang menukik ke sungai dan tiba-tiba berbalik. Kepakan sayapnya membuat air
menyiprat ke depan kakek burung hantu. Air itu mengenai bulu-bulu kakek burung
hantu tapi itu nggak jadi masalah. Burung elang terus mengepak-ngepakkan sayapnya
sampai air sungai semakin banyak berlompatan. Air-air itu memantulkan cahaya
matahari dari belakang mereka dan mengenai mata kakek burung hantu.

“Dia tiba-tiba kehilangan keseimbangan. Dia terus mengepak-ngepakkan sayapnya,


tapi arahnya berbelok menyimpang. Kakek burung hantu mengibas-ngibaskan bulu
kepalanya untuk membersihkan air yang menempel.

“Tapi sayangnya, waktu air itu bersih, kakek burung hantu sudah salah arah.
Bukannya ke arah puncak, tapi justru ke semak-semak duri di kaki gunung. Kakek
burung hantu yang terbang sangat cepat tidak sempat berhenti dan bum!! dia
menabrak semak-semak itu.

“Kakek burung hantu luka-luka. Sayap kirinya patah, dan bulu-bulunya robek. Dia
luka parah dan nggak boleh terbang berminggu-minggu.”

“Burung elang itu curang!” Timmy berdiri dan memukul tanah dengan kedua
tangannya.
“Iya. Tapi kakek burung hantu nggak tahu. Dia bilang matahari yang membuat dia
kalah. ‘Kenapa matahari itu nggak muncul nanti saja? Kenapa dia nggak muncul dari
belakang gunung saja?’ katanya ke semua penghuni hutan.”

“Tapi matahari kan nggak salah,” kata Timmy. “Dia yang nggak mau mendengarkan
kalian. Kalau dia nggak berlomba waktu matahari hampir terbit, dia pasti nggak
silau.”

“Ayah sudah bilang seperti itu,” jawab Ayah.

“Matahari selalu muncul di sebelah sana,” kata Timmy sambil menunjuk ke balik
hutan. “Nggak mungkin dia tiba-tiba pindah ke belakang gunung karena kakek burung
hantu mau berlomba. Harusnya -”

Timmy tiba-tiba terdiam. Dia melihat ke Ayah yang cuma tersenyum. Ayah
mengangkat alis matanya, menunggu Timmy menyelesaikan ucapannya.

Timmy menyengir. Dia lalu menunduk sambil menggaruk-garuk kepalanya yang


entah kenapa tiba-tiba jadi gatal. Ayah memeluk Timmy dengan satu tangan dan
Cedric di tangan yang lain. Dia meletakkan kakak beradik gorilla itu di punggungnya
dan berjalan ke arah sungai. Timmy tersenyum di atas punggung ayahnya, dia
akhirnya tahu kenapa Ayah menyebutnya mirip dengan kakek burung hantu

MUJAIR DAN MERAH 

Di sebuah hutan, terdapat rawa yang dihuni oleh beberapa jenis ikan. Di
antaranya adalah sekelompok ikan mujair yang hidupnya sangat tenteram
dan bahagia. Namun ketenangan mereka terganggu sejak seekor ular merah,
atau si Merah sering mencari mangsa di tepi sungai. Ular selalu memakan
apa pun yang dapat ia makan, termasuk ikan mujair yang hidup di sungai.

Suatu hari ular sedang berjalan dengan perut lapar. Kebetulan semalam
hujan turun dengan deras, sehingga air sungai meluap.

“Ah…karena sungai banjir, semua makananku pasti habis terbawa arus


sungai,” keluh si Merah. Matanya berusaha mengawasi rawa-rawa sambil
tetap berjalan pelan.  Matanya bersinar ketika melihat seekor anak mujair ada
di rawa. Dengan sigap si Merah menangkap anak mujair dan memakannya.
Setelah si Merah kenyang, ia segera pulang ke rumahnya.
Sementara itu orang tua ikan mujair sangat sedih setelah tahu kalau anaknya
dimakan oleh si Merah. Beberapa hari kemudian si Merah kembali datang ke
rawa dengan tujuan mencari makan untuknya juga untuk anak-anaknya. Tiba-
tiba muncullah ayah mujair.

“Hai, Merah. Mengapa kau memangsa anakku? Apakah kau lupa akan
perjanjian kita, bahwa di antara ikan dan ular tidak boleh saling memangsa?”
Si Merah segera teringat sebuah perjanjian yang pernah dijelaskan oleh
ibunya. Antara ular dan ikan memang tidak boleh saling memangsa. Kalau
ada yang melanggar, maka ia akan celaka.

“Aku ti…tidak lupa !” jawab si Merah takut.

“Lalu kenapa kau memakan anakku?” si Merah tidak dapat menjawab.


Seluruh tubuhnya benar-benar gemetar. Ia takut kalau nanti akan mendapat
celaka karena telah melanggar perjanjian.

“Sebagai gantinya kau harus menyerahkan salah satu anakmu pada kami.
Hutang nyawa harus dibayar nyawa!”

“Baiklah, aku akan serahkan anakku.”

Keesokan harinya ular datang kembali sambil membawa salah satu anaknya.
Dengan sangat terpaksa ia menyerahkan anaknya itu pada ikan mujair.
Untunglah ikan mujair tidak membunuh anak ular itu. Ikan mujair hanya
mengurung anak ular itu dan suatu saat akan dikembalikan lagi kepada
induknya. Mulai saat itu si Merah tidak berani lagi memakan ikan mujair. Ia
juga selalu mengingatkan anak-anaknya agar tidak memangsa ikan mujair.

(Amad Sholeh, Teater Asba SMP Negeri 23 Purworejo, 2007)

KEANGKUHAN SI REULI

Pagi terasa damai ketika terdengar riuhnya suara kokokan ayam. Seekor
burung merak bernama Reuli dengan beberapa temannya berkumpul untuk
mencari makan. Belum lama mereka berkumpul, datanglah seekor elang
yang dikenal dengan sebutan Pangeran  Satria, wajahnya sangat tampan dan
berhati emas. Hampir seluruh burung betina sangat mengaguminya. Begitu
juga dengan Reuli. Kedatangan Satria beserta dayang-dayangnya rupanya
membawa kabar bahwa Pangeran Satria hendak mencari pendamping.
“Aku tidak membutuhkan kecantikan dan keanggunan. Hanya yang berhati
tuluslah yang akan menjadi pendampingku!” kata Pangeran. Mendengar itu,
hati Reuli berbunga-bunga. Ia yakin akan terpilih menjadi pendamping
Pangeran. Ia merasa memenuhi persyaratan yang diajukan Pangeran.
Namun Reuli tidak sadar kalau ia mempunyai saingan yang cukup berat, yaitu
si Utari, seekor burung merpati. Memang wajahnya tidak terlalu cantik tetapi
ia sangat baik hati. Sering Reuli menghina Utari. Namun Utari terus bersabar.

Ketika tiba hari penentuan pendamping untuk Pangeran Satria, Reuli


berdandan dengan sangat berlebihan. Kemudian segera bersiap menyambut
kedatangan Pangeran. Namun rupanya sudah banyak temannya yang
menanti Pangeran, bahkan hingga berdesakan. Reuli yang angkuh pun tidak
mau kalah. Ia segera mendesak teman-temannya agar bisa sampai pada
barisan terdepan. Ia tidak sadar, karena berdesakan itulah, bulu-bulu
indahnya berubah menjadi sangat kotor. Tubuhnya berbau sangat tidak enak.
Banyak temannya yang menjauh karena tidak tahan mencium bau tubuh
Reuli. Begitu juga Pangeran, ia segera pergi menjauhi Reuli. Reuli sangat
kaget. Ia hanya bisa menangis memandang kepergian Pangeran.

Seluruh burung telah memperkenalkan diri pada Pangeran. Namun tidak ada
satu pun yang berkenan di hati Pangeran. Ketika Pangeran bingung hendak
memutuskan calon pemdampingnya, datanglah Utari yang langsung
memperkenalkan diri. Rupanya Pangeran terpesona oleh keramahan,
kelembutan, dan kerendahan hati Utari. Ia pun memutuskan untuk
menjadikan Utari sebagai pendampingnya. Mendengar keputusan Pangeran,
Reuli sadar kalau kecantikan yang selama ini dibanggakannya ternyata tidak
berarti. Ia lalu meminta maaf pada Utari atas sikapnya selama ini. Ia juga
berjanji akan berusaha mengubah sikap buruknya. Ia juga akan belajar
rendah hati dan bersabar untuk melengkapi kecantikan yang telah dimilikinya.

LEBAH DAN SEMUT

Dahulu pada zaman Nabi Sulaiman, hidup banyak sekali lebah. Salah satu di
antaranya adalah Dodo. Dodo adalah anak lebah yang telah ditinggal mati
ibunya. Waktu itu ibunya meninggal digigit kalajengking. Kini ia hidup
sebatang kara. Oleh karena itulah ia memutuskan untuk hidup mengembara.
Hingga akhirnya ia tiba di gurun pasir yang luas. Di tengah gurun itu Dodo
merasa haus dan lapar.
“Aku harus segera mencari makan dan air, tapi aku harus mencari di mana?”
pikir Dodo. Tetapi Dodo tidak mau menyerah. Ia bersikeras mencari makanan
dan air. Setelah cukup lama terbang, dari kejauhan Dodo melihat air dan
makanan. Namun setelah mendekat, ternyata yang dilihatnya hanyalah
hamparan pasir yang luas. Maka dengan kekecewaan, Dodo kembali terbang
menyelusuri gurun. Tidak berapa lama kemudian ia bertemu dengan seekor
semut yang sedang kesusahan membawa telurnya. Dodo pun mendekati
semut itu.

“Hai, semut. Siapakah namamu?”

“Namaku Didi. Namamu siapa?”

“Aku Dodo. Kamu mau jadi sahabatku?” Didi mengangguk senang.

“Baguslah! Kalau begitu mari kita mencari air dan makanan bersama?” Didi
kembali mengangguk.

Mereka bergegas pergi untuk mencari makanan. Setelah cukup lama


menyusuri gurun, mereka menemukan sebuah mata air yang berair bersih
dan segar. Di samping mata air itu terdapat sebatang pohon kurma yang
berbuah lebat dan sangat manis. Didi dan Dodo sangat gembira. Mereka
segera minum dan makan sepuasnya.

Setelah mereka benar-benar kenyang, mereka segera mencari tempat


tinggal. Dua hari kemudian mereka menemukan tempat tinggal yang menurut
mereka tepat. Yaitu di sebuah padang rumput yang luas. Mereka tidak akan
kekurangan makanan karena di tepi  padang rumput itu terdapat banyak
pohon buah-buahan dan sebuah mata air yang sangat bersih. Didi dan Dodo
hidup dengan rukun. Semakin hari persahabatan mereka semakin erat.
Mereka pun hidup dengan aman, tenteram dan bahagia.

KEHARUAN SEEKOR ANJING

Pagi yang begitu patah dengan rasa si Anjing dalam menanamkan


hatinya pada kupu-kupu yang sedang menari-nari di taman saat si Anjing
menjaga rumah majikannya yang bernama pak Bolot. Keharuan si Anjing
datang di saat tarian kupu-kupu semakin indah dan semakin lucu.

Si Anjing mencoba untuk menirukan tarian kupu-kupu, namun tidak dapat


dicapainya. Anjing berkata.
“Kenapa aku tidak bisa seperti mereka., padahal kata pak Bolot aku cantik?”
kata si Anjing kesal

“Percuma aku cantik kalau tidak dapat menari.” Si Anjing tetap mencoba
menirukan kupu-kupu tetapi ia tetap tidak bisa.

Dengan keharuan itu si Anjing menangis. Si Kupu menangkap suara tangisan


si Anjing, lalu mendekatinya.

“Anjing, kenapa kau menangis?” tanya si Kupu.

“Aku tidak bisa menari dan terbang sepertimu! Padahal kata majikanku aku
sangat cantik.” Jawab si Anjing. Si Kupu mencoba menasehati si Anjing.
Tidak lama kemudian turunlah hujan. Si Kupu bersama teman-temannya
segera pergi mencari tempat berteduh.

Setelah beberapa hari. Si Anjing merusak taman di sekitar rumah pak Bolot,
agar si Kupu bersama teman-temannya tidak lagi dapat menari-nari di taman.
Setelah beberapa lama, datanglah si Kupu bersama teman-temannya. Si
Kupu melihat si Anjing yang sedang merusak taman menjadi marah.

“Tunggu…, kenapa kamu merusak taman disini?” tanya si Kupu

“Memangnya kenapa? Ini kan tama milik majikanku? Bukan milikmu?”

“Memang ini bukan tamanku! Tapi kau telah merusak tanaman yang tidak
bersalah!” pertengkaran semakin ramai, namun sedikit mereda ketika pak
Bolot datang dengan wajah marah karena melihat tamannya yang indah
menjadi berantakan.

“Siapa yang telah merusak tamanku ini?” tanya pak Bolot. Si Anjing kemudian
mengaku kalau ia yang merusak taman. Ia juga memberikan alasannya.
Ternyata si Anjing telah menganggap kalau kupu-kupu telah mencuri madu
yang ada pada bunga. Pak Bolot tersenyum, ia kemudian menjelaskan bahwa
kupu-kupu tidak mencuri madu. Pandai menari, terbang dan menghisap madu
adalah kodrat setiap kupu-kupu. Si Anjing kini sadar akan kesalahannya. Ia
segera minta maaf pada si Kupu dan teman-temannya, maupun pada pak
Bolot

Awal Mula Permusuhan Kucing dan


Anjing
Dahulu, anjing dan kucing adalah pasangan suami istri yang rukun.
Suatu ketika kucing sakit. Maka anjing menggantikan tugas kucing
mengurus rumah. Melihat anjing ternyata pandai memasak dan
membersihkan rumah, timbul niat jahat kucing. Ia berpura-pura sakit,
sehingga semua pekerjaan rumah akan dikerjakan oleh anjing. Kucing
hanya tidur-tiduran saja.

Lama-kelamaan anjing menjadi curiga kok kucing tidak sembuh-


sembuh dari sakitnya? Suatu hari anjing berpura-pura pamit pergi
keluar. Namun sebenarnya anjing bersembunyi di halaman. Setelah
anjing pergi, kucing segera bangun dari tempat tidur dan menari-nari
secara riang.

Anjing yang diam-diam memperhatikan kucing akhirnya merasa marah.


Ia segera masuk ke rumah dan mengusir kucing keluar. Anjing pun
mengejar kucing sampai jauh. Akhirnya, sampai saat ini apabila melihat
kucing, maka anjing akan segera mengejarnya

Kisah Ayam Betina dan Burung Elang

Dahulu kala, ada seekor elang yang melamar ayam betina menjadi
istrinya. Suatu ketika elang mau pergi ke suatu tempa. Ia selalu
memberi sebuah cincin kepada ayam betina. Cincin itu dikalungkan ke
leher ayam betina agar tidak hilang.

Berita tentang elang yang melamar ayam betina diketahui oleh ayam
jantan. Ia pun tidak senang mendengar berita tersebut. Maka ketika
elang pergi, ayam jantan merampas cincin dari ayam betina dan
membuangnya sejauh mungkin.

Ayam betina yang merasa kebingungan saat elang kembali dan


menanyakan cincinnya. Saat mengetahu cincinnya hilang, elang
menjadi sangat marah.
Ayam betina yang ketakutan berjanji akan mencari cincin itu. Elang lalu
mengancam ayam betina, selama cincin itu belum ditemukan, maka
elang akan memangsa anak-anak ayam betina.

Kisah Balas Budi Seekor Semut

Suatu hari ada seekor semut jatuh tergelincir ke sungai yang berarus
deras. Semut itu berteriak minta pertolongan, seekor merpati
mendengar teriakan itu. Ia segera terbang membaca sehelai daun dan
menghampiri semut yang hampir tenggelam. Semut segera
berpegangan pada daun yang dibawa merpati. Akhirnya semut pun
selamat.

Beberapa lama kemudian, seorang pemburu, membidikkan


senapannya mengincar merpati. Semut yang melihat itu segera berlari
menghampiri si pemburu. Sekuat mungkin semut menggigit kaki
pemburu. Pemburu yang kesakitan tanpa sengaja menembakkan
senjatanya. Merpati yang mendengar tembakan tersebut menjadi
terkejut dan terbang menjauh.

Dari atas, merpati melihat semut yang pernah ditolongnya menjauh dari
kaki pemburu. Setelah situasi aman, merpati menghampiri semut dan
berterima kasih. Semut yang mendengar hal itu berkata bahwa ia hanya
membalas apa yang pernah merpati lakukan. Yaitu menyelamatkan
nyawa semut ketika hampir tenggelam di sungai.

Tak disangka semut membalas budi merpati dengan


menyelamatkannya dari tembakan sang pemburu.

Tentang Awal Mula Kambing Gunung

Suatu ketika, ketenangan sekelompok kambing terganggu karena ada


seekor serigala yang ingin memangsa mereka. Kambing-kambing itu
pun menjadi gelisah. Mereka takut kalau tiba-tiba serigala muncul dan
menerkam mereka.

Kambing tua yang menjadi pemimpin kelompok segera mencari akal


agar mereka bisa hidup tenang lagi.

Kambing tua memutuskan agar kelompok kambing pindah ke sebuah


tebing batu yang tinggi. Mereka pun mulai memanjat. Berkali-kali
mereka tergelincir. Namun dengan usaha keras akhirnya semua
kambing berhasil sampai ke atas tebing batu.

Tak lama kemudian serigala muncul. Serigala berusaha memanjat


tebing,namun selalu gagal. Para kambing pun merasa aman tinggal di
atas tebing, mereka tidak ingin turun lagi. Sejak saat itulah, kambing
yang tinggal di atas tebing tinggi disebut  dengan kambing gunung.

Asal Mula Belang di Tubuh Zebra

Suatu ketika, terjadi muslim kemarau yang sangat lama. Banyak mata
air yang menjadi kering. Para hewan pun kesulitan mendapatkan air.
Namun ada satu kolam yang masih berisi air. Kolam tersebut dijaga
oleh seekor babun yang mengaku sebagai pemilik kolam.

Suatu hari zebra datang untuk minum di sana. Ketika itu zebra masih
berbulu putih polos. Melihat zebra mendekati kolamnya. Babun marah
dan mendorong zebra. Akhirnya zebra pun terjatuh dekat api unggun
yang dibuat babun untuk menghangatkan badannya jika malam hari
tiba. Beberapa bagian bulu zebra hangus terkena api dan menyisakan
belang-belang hitam. Ternyata zebra menyukai belang-belang itu.

Sejak saat itulah bulu zebra menjadi belang-belang putih hitam.

Seekor Anjing yang Serakah


Ada seekor anjing yang baru saja mencuri sepotong daging. Ia berlari
menghindari kejaran pemiliknya. Si anjing memutuskan untuk melewati
jembatan dan menyeberangi sungai agar tidak bisa dikejar. Saat berada
di atas jembatan, anjing melihat ke bawah dan ternyata ada anjing lain
yang juga sedang membawa sepotong daging.

Anjing itu berpikir, kalau ia berhasil mengalahkan anjing di sungai. Ia


bisa mendapatkan dua potong daging tanpa pikir panjang, anjing di atas
jembatan lalu menggonggong dengan keras dan menyerang anjing di
sungai. Daging yang ada pada mulutnya terlepas dan hilang jatuh ke
dalam sungai. Saat itu anjing menyadari kesalahannya. Anjing yang
diserangnya ternyata adalah bayangannya sendiri di sungai.

Akibat keserakahannya, anjing tidak hanya gagal mendapatkan dua


potong daing. Namun ia pun kehilangan daging yang dicurinya.

Anda mungkin juga menyukai