(MAGNETIC RESONANCE IMAGING)
DISUSUN OLEH :
SHINTA ANGGRAHENI
NIM. P18049
PENDAHULUAN
Pada tahun 1946, Felix Bloch dan Purcell mengemukakan teori, bahwa inti
atom bersifat sebagai magnet kecil, dan inti atom membuat spinning dan precessing.
Dari hasil penemuan kedua orang diatas kemudian lahirlah alat Nuclear Magnetic
Resonance (NMR) Spectrometer, yang penggunaannya terbatas pada kimia saja.
Setelah lebih dari sepuluh tahun Raymond Damadian bekerja dengan alat NMR
Spectometer, maka pada tahun 1971 ia menggunakan alat tersebut untuk pemeriksaan
pasien. Pada tahun 1979, The University of Nottingham Group memproduksi
gambaran potongan coronal dan sagittal (disamping potongan aksial) dengan NMR.
Selanjutnya karena kekaburan istilah yang digunakan untuk alat NMR dan di bagian
apa sebaiknya NMR diletakkan, maka atas saran dari AMERICAN COLLEGE of
RADIOLOGI (1984), NMR dirubah menjadi Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dan diletakkan di bagian Radiologi. Kemajuan teknologi di bidang kesehatan yang
ada pada saat ini memberi kemudahan bagi para praktisi kesehatan untuk
mendiagnosa penyakit serta menentukan jenis pengobatan bagi pasien. Salah satu
bentuk kemajuan tersebut adalah penggunaan alat MRI (Magnetic Resonance
Imaging) untuk melakukan pencitraan diagnosa penyakit pasien. MRI( Magnetic
Resonance Imaging ) merupakan suatu alat diagnostik mutakhir untuk memeriksa dan
mendeteksi tubuh anda dengan menggunakan medan magnet yang besar dan
gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan sinar X, ataupun bahan
radioaktif. selama pemeriksan MRI akan memungkinkan molekulmolekul dalam
tubuh bergerak dan bergabung untuk membentuk sinyalsinyal. Sinyal ini akan
ditangkap oleh antena dan dikirimkan ke komputeruntuk diproses dan ditampilkan di
layar monitor menjadi sebuah gambaran yang jelas dari struktur rongga tubuh bagian
dalam. MRI menciptakan gambar yang dapat menunjukkan perbedaan sangat jelas
dan lebih sensitive untuk menilai anatomi jaringan lunak dalam tubuh, terutama
otak,.sumsum tulang belakang, susunan saraf dibandingkan dengan pemeriksaan x-ray
biasa maupun CT scan Juga jaringan lunak dalam susunan musculoskeletal seperti
otot, ligament, tendon, tulang rawan, ruang sendi seperti misalnya pada cedera lutut
maupun cedera sendi bahu. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan dengan MRI yaitu
evaluasi anatomi dan kelainan dalam rongga dada, payudara, organ organ dalam
perut, payudara, pembuluh darah, dan jantung. Oleh sebab itu, kami disini akan
membuat sebuah makalah yang bertemakan tentang cara kerja MRI dan kelebihan-
kelebihan apa saja yang dimiliki oleh MRI ini dalam dunia medik
1.2. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic
MRI.
2. Tujuan khusus
3. Indikasi MRI.
4. Kontraindikasi MRI.
5. Kelebihan MRI
6. Kekurangan MRI
1.3. Manfaat
Pemanfatan MRI untuk memeriksa ba-gian dalam tubuh sangat efektif karena memi-
liki kemampuan membuat citra potongan koro-nal, sagital,aksial tanpa banyak
memanipulasi tubuh pasien dan diagnosa dapat ditegakkan dengan lebih detail dan
akurat. Pesawat MRI menggunakan efek medan magnet dalam membuat citra
potongan tubuh, sehingga tidak menimbulkan efek radiasi pengion seperti
penggunaan pesawat sinar X. Gambaran yang dihasilkan oleh pesawat MRI
tergantung pada ketepatan pemilihan parameternya. Dalam pengoperasiannya dapat
terjadi kecelakaan yang bisa membahayakan pa-sien, petugas serta lingkungannya.
Mengingat biaya pemeriksaan MRI bagi seorang pasien cukup mahal dan efek
sampingnya, ( terutama efek latennya) yang belum diketahui maka perlu
pertimbangan yang matang sebelum pasien dikirim untuk pemerikaan MRI
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan dari kondisi yang ada maka, prinsip dasar dari cara
kerja suatu MRI adalah Inti atom Hidrogen yang ada pada tubuh manusia
(yang merupakan kandungan inti terbanyak dalam tubuh manusia) berada pada
posisi acak (random), ketika masuk ke dalam daerah medan magnet yang
cukup besar posisi inti atom ini akan menjadi sejajar dengan medan magnet
yang ada. Kemudian inti atom Hidrogen tadi dapat berpindah dari tingkat
energi rendah kepada tingkat energi tinggi jika mendapatkan energi yang tepat
yang disebut sebagai energi Larmor. Ketika terjadi perpindahan inti atom
Hidrogen dari tingkat energi rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi akan
terjadi pelepasan energi yang kemudian ini menjadi unsur dalam pembentukan
citra atau dikenal dengan istilah Free Induction Decay (FID). Kemudian
perilaku atom Hidrogen lainnya ketika masuk kedalam daerah medan magnet
yang cukup besar adalah dia akan melakukan presisi ketika di dalam medan
magnet tadi diberikan lagi medan magnet pengganggu yang frekuensinya
dapat diubah-ubah sehingga denganperistiwa tersebut dapat dihasilkan signal
FID yang akan dirubah kedalam bentuk pencitraan. Hal ini dapat dilihat pada
gambar di bawahini ini: Secara ringkas, proses terbentuknya citra MRI dapat
digambarkan sebagai berikut: Bila tubuh pasien diposisikan dalam medan
magnet yang kuat, inti-inti hidrogen tubuh akan searah dan berotasi
mengelilingi arah/vektor medan magnet. Bila signal frekuensi radio
dipancarkan melalui tubuh, beberapa inti hidrogen akan menyerap energi dari
frekuensi radio tersebut dan mengubah arah, atau dengan kata lain
mengadakan resonansi. Bila signal frekuensi radio dihentikan pancarannya,
inti-inti tersebut akan kembali pada posisi semula, melepaskan energi yang
telah diserap dan menimbulkan signal yang ditangkap oleh antena dan
kemudian diproses computer dalam bentuk radiograf. Alat MRI berupa suatu
tabung berbentuk bulat dari magnet yang besar. Penderita berbaring di tempat
tidur yang dapat digerakkan ke dalam (medan) magnet. Magnet akan
menciptakan medan magnetik yang kuat lewat penggabungan proton-proton
atom hidrogen dan dipaparkan pada gelombang radio. Ini akan menggerakkan
proton-proton dalam tubuh dan menghasilkan sinyal yang diterima akan
diproses oleh komputer guna menghasilkan gambaran struktur tubuh yang
diperiksa. Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang
optimalsebagai alat diagnostik, maka harus memperhitungkan
1. Otak dan saraf tulang belakang, untuk mendeteksi cedera kepala, kanker,
stroke, kerusakan pembuluh darah pada otak, cedera saraf tulang
belakang, tumor, kelainan pada mata atau telinga bagian dalam, serta
multiple sclerosis.
2. Jantung dan pembuluh darah, untuk mendeteksi gangguan aliran darah
atau peradangan pada pembuluh darah, penyakit jantung, kerusakan
jantung pasca serangan jantung, kelainan struktur aorta seperti diseksi
atau aneurisma aorta, serta kelainan struktur organ jantung yang meliputi
ukuran dan fungsi bilik jantung, ketebalan dan pergerakan dinding
jantung.
3. Tulang dan sendi, untuk mendeteksi infeksi tulang, kanker tulang, dan
cedera sendi.
Selain organ tersebut, MRI juga bisa dilakukan pada organ tubuh lainnya,
seperti payudara, rahim dan indung telur, hati, saluran empedu, limpa, ginjal,
pankreas, atau prostat. Untuk kasus tertentu, seperti penyakit epilepsi, tumor
otak, dan stroke, dapat dilakukan tes bernama functional magnetic resonance
imaging (fMRI), yaitu melihat gambaran keadaan otak dan aliran darah otak
saat penderita melakukan kegiatan. Meskipun tergolong aman, yang perlu
diwaspadai adalah jika Anda memiliki implan logam atau elektronik dalam
tubuh seperti protesa lutut, katup jantung buatan, dan alat pacu jantung. Juga
apabila Anda sedang hamil (khususnya pada trimester pertama) atau sedang
menyusui. Selain itu, beri tahu dokter jika Anda alergi pada suntikan zat
pewarna khusus atau sedatif (obat penenang) agar obat-obatan dapat
disesuaikan.
2.4. Kontraindikasi MRI
2. Anxietas
Pasien yang tidak dapat tenang dan diam pada saat pelaksanaan
MRI juga kontraindikasi untuk prosedur ini, misalnya pada anak-anak,
pasien dengan gangguan pergerakan, nyeri berat, serta pasien dengan
anxietas berat atau claustrofobia, dimana kondisi-kondisi ini mungkin
memerlukan sedasi. Hal ini bukanlah merupakan kontraindikasi
absolut, karena ada tipe spesifik dari MRI yang memiliki alat untuk
monitoring tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG yang dapat
digunakan pada pasien-pasien yang harus terhubung dengan alat bantu
medis (misal : pasien ICU) ataupun pada pasien anak yang disedasi
dalam pelaksanaan prosedur ini. Penggunaan sedasi pada prosedur
MRI harus mempertimbangkan keuntungan dan risiko medis secara
seksama, serta pelaksanaannya harus diawasi oleh tenaga medis.
berikut:
Kelemahan MRI yaitu tidak dapat dilakukan pada pasien dengan benda logam
yang ditanam di dalam tubuhnya. Benda logam yang ditanam di tubuh atau implan
antara lain dapat berupa klip, pacemaker pada jantung. Ada juga alat bantu dengar
ataupun gigi palsu. Maka sebelum pasien menjalani pemeriksaan MRI dilakukan
screening dengan alat yang dapat mendeteksi ada tidaknya logam dalam tubuh yakni
metal detector. MRI juga tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan paru dan kurang
baik untuk pemeriksaan saluran cerna, serta tidak sensitive untuk mendeteksi
klasifikasi. Sementara itu sebelum melakukan pemeriksaan MRI pasien diharuskan
memakai baju khusus pemeriksaan dan menanggalkan benda-benda bersifat
feromagnetik atau yang mampu menarik magnet seperti jam tangan, perhiasan jepit
tambut dan lainnya. Disisi lain, MRI juga memiliki kontra indikasi atau sebaiknya
tidak dilakukan pada pasien klostrophobia atau seseorang yang takut masuk kedalam
terowongan yang disebut gantry. Selain waktu pemeriksaannya yang lebih panjang
beberapa menit dibanding CT scan, pasien juga harus dalam keadaan diam tidak boleh
bergerak dalam waktu beberapa menit. Maka untuk orang yang phobia terhadap
terowongan sebaiknya tidak melakukan pemeriksaan dengan MRI begitu juga dengan
pasien anak – anak kecil yang tidak dapat tenang. Akan tetapi jika terpaksa tetap
harus menjalani pemeriksaan MRI, dapat dilakukan dengan menggunakan anastesi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Andi Nurjihad, X-ray computated topography scan, Jurusan Elektro Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin, Makassar, 2011
Mulyono Notosiswono & Susi Suswati, Pemanfaatan Magnetic Reconance Imaging (MRI)
Sebagai Sarana Diagnosa Pasien, Jurnal Media Litbang Kesehatan Volume XIV Nomor 3,
2014
Muhammad Ilyas DKK, The Role of Computed tomography scans (CT Scan) In Predicting
Outcome of Patiens With Acute Ishcemic Stroke, Pshyology Departemen, Medical Faculty,
Hasanuddin University, Makassar, Indonesia, 2009
Sedarmayanti & Hidayat, S., 2002. Metodologi Penelitian, Cetakan I penyunt, Bandung:
Penerbit Mandar Maju.
Simanjuntak, J N., Nur, M. & Hidayanto, E.,2014. Studi Analisis Echo Train Length dalam
K-Space serta Pengaruhnya terhadap kualitas Citra Pembobotan T2 FSE Pada MRI 1,5 T.
Berkala Fisika Vol.17, pp. 7-12.
Westbrook, C., 2014. Handbook of MRI Technique, Cambridge, UK: Wiley Blackwell.
Westbook, C., Roth, C, K. & Tablot, J., 2011. MRI In Practice Fourth Edition. UK: Wiley
Blackwell.
Westbook, C.& Tablot, J., 2019. MRI In Practice Fifth Edition. UK : John Willey & Sons
Ltd.
Wijoyonko, S ,et al., 2016. Protokol Radiologi Ct San dan MRI, Inti Medika Pustaka:
Magelang.