Standar Operasional Prosedur Postpartum
Standar Operasional Prosedur Postpartum
PENCEGAHAN PENDARAHAN
PADA KALA NIFAS DINI
No. Dokumen Halaman
No. Revisi 1/2
Ditetapkan
PROSEDUR Direktur
TETAP Tanggal terbit .
Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal
1. INDIKASI
1.1. Terjadi perdarahan kala nifas (lebih atau diduga lebih 500 cc sejak plasenta lahir.
2. Petunjuk :
2.1 Perhitungan secara visual (sulit karena sering sudah menggumpal atau meresap dalam kain)
2.2 Atau dengan monitoring tanda vital dan menghitung dalam formula Giesecke
3. Penatalaksanaan
3.1. Pemasangan infus ukuran besar apabila belum terpasang, bila pendarahan banyak dan syok
berat sebaiknya dipasang lebih dari satu saluran infus.
3.2. Pemberian cairan pengganti (RL/PZ) sesuai dengan formula Giesecke.
3.3. Pemasangan kateter tetap den mengukur produksi urine secara berkala.
3.4. Monitor tanda vital secara intensif selarna pertolongan diberikan.
3.5. Massage uterus atau kompresi bimanual.
Prosedur
PENCEGAHAN PENDARAHAN
PADA KALA NIFAS DINI
Halaman
No. Dokumen No. Revisi 2/2
PROSEDUR
TETAP Tanggal terbit
3.6. Pernberian uterotonika kalau perlu secara kontinyu melalui drip, dengan 20 – 30 unit
oksitosis dalam 1000 cc cairan kristaloid dengan kecepatan 200 cc/jam Quilligan menganjurkan
pemberian oksitosin 10 – 20 unit RL 5000 cc/jam disertai massege bimanual kemudian intermitten
fundal massege selama 10 – 20 merit dilakukan selama beberapa jam sampai kontraksi uterus
cukup keras tanpa stimuli.
3.7. Apabila setelah pemberian oksitosis dalam 1000 cc cairan tidak berhasil dapat diberikan
derifat ergot atau prostagladin.
3.8. Penggunaan tampon uterus mungkin berhasil untuk menghentikan perdarahan karena atonia
yang gagal dengan obat-obatan: Pernasangan tampon harus secara hati-hati den secara padat.
Bahaya adalah memberi rasa aman yang semu sehingga menunda tindakan definitif yang perlu.
Tampon yang padat menyerap darah sampai 1000 cc. Untuk mencegah infeksi sebaiknya
diberikan antibiotika dan diangkat dalam 24 jam.
3.9. Apabila usaha di atas juga gagal maka dapat dipertimbangkan tindakan operatif yang ligasi
arteria hypogastrika pada wanita yang masih ingin anak atau histerektomi bila sudah tidak
menginginkan.
Ditetapkan
PROSEDUR Direktur
TETAP Tanggal terbit
Memperbaiki robekan perineum dengan jalan menjahir lapis demi lapis.
Pengertian
Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal
1. ETIOLOGI
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana :
1.1. Kepala janin terlalu cepat lahir
1.2. Persalinan tidak dipimpim sebagaimana mestinya
1.3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
1.4. Pada persalinan dengan distoksia bahu
2. JENIS/TINGKAT
2.1. Robelan perineum dapat dibagi atas 3 tingkat :
2.1.1. Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai
kulit perineum sedikit.
2.1.2. Tingkat Il : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selanput lendir
vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sphinter ani.
2.1.3. Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot
sphinfer ani.
2.2. Teknik menjahit robekan perineum :
2.2.1 Tingkat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan
memakai catgut yang dijahit secara jelujur (continouse suture) atau dengan cara angka delapan
(figure of eight).
Prosedur
PROSEDUR
TETAP Tanggal terbit
2.2.2. Tingkat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat lt maupun
tingkat III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang
bergerigi tersebut yang diratakan terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan
rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
2.2.3. Mula mula otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan
catgut secara terputus-putus atau jelujur, penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak
robekan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.
PROSEDUR Ditetapkan
TETAP Tanggal terbit Direktur
Pengertian Sejumlah tindakan untuk merawat ruptur perineum total.
Tujuan Perawatan Pasien dengan Ruptur perineum total.
Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal
PROSEDUR
Prosedur 1. Menyiapkan dan memasang dauer catheter (selama 3 hari).
2. Memberikan diet makanan lunak rendah serat (tanpa sayur).
3. Memberikan obat sesuai dengan advis dokter (secara iv/im/oral)
3.1. Antibiotik
3.2. Analgesik
3.3. Roborantia
3.4. Laxantia
4. Merawat luka perineum.
5. Observasi penyuluhan tentang :
5.1. Mobilisasi bertahap
5.2. Diet makanan serat
5.3. Pentingnya menjaga kebersihan genetalila/diri dan lingkungan.
PROSEDUR Ditetapkan
TETAP Tanggal terbit Direktur
Pengertian
Suatu tindakan untuk merawat Pasien 2 jam pasca persalinan.
Tujuan Sebagai pedoman perawatan pasien post partum di ruangan bersalin
Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal
1. Memeriksa
1.1. Tinggi fundus uteri.
1.2. Kontraksi uterus.
1.3. Perdarahan pervaginaan.
1.4. Mengukur gejala kardinal tiap 4 jam.
1.5. Memandikan pasien yang baru melahirkan.
1.6. Merawat jahita.n perineum.
1.7. Memeriksa dan mengawasi keluarnya ASI.
1.8. Membantu ibu meneteki bayinya.
1.9. Observasi keluhan sesudah melahirkan :
1.9.1. Adanya kesulitan BAK.
1.9.2. Adanya keluhan tentang laktasi.
1.9.3. Adanya nyeri karena his postpartum.
1.9.4. Adanya nyeri pada symphisis.
1.10. Memberikan penyuluhan tentang :
` 1.10.1. Gizi ibu nifas.
1.10.2. Perawatan payudara dan laktasi.
6.1.10.3. Kebersihan diri dan lingkungan.
6.1.10.4. KB yang cocok bagi ibu nifas.
6.1.10.5. Perawatan bayi (tali pusat).
6.1.10.6. Perawatan jahitan perineum.
Prosedur 1.11. Untuk partus fisiologis perawatan ibu di ruangan bersalin maksimal 3 (tiga) hari.
POST PARTUM DINI
(DALAM 24 JAM POST PARTUM)
No. Dokumen Halaman
No. Revisi 2/2
PROSEDUR
TETAP Tanggal terbit
Ditetapkan
Direktur
PROSEDUR
TETAP Tanggal terbit
Suatu urutan tindakan untuk menyusui bayi yang benar.
Pengertian
.
Sebagai pedoman untuk pelaksanaan menyusui bayi secara benar.
Tujuan
Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal
PROSEDUR Tanggal terbit
TETAP
Ditetapkan
Direktur
PROSEDUR Tanggal terbit
TETAP
Suatu tindakan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah ke dalam
vagina untuk pemeriksaan ginekologi.
Pengertian
.
Kebijakan Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal
1. Konseling
1.1. Menerangkan maksud dan tujuan petneriksaan vaginal pada pasien.
2. Persiapan Tindakan
2.1. Syarat :
2.1.1. Dilakukan dengan halus dan hati-hati.
2.1.2. Dilakukan dalam keadaan steril.
2.1.3. Dilakukan dengan pendamping tenaga paramedik atau keluarga pasien.
2.2. Indikasi
2.2.1. Pada perneriksaan kesehatan ginekologik berkala (check up).
2.2.2. Bila ada keluhan dan atau kelainan yang diduga
berasal dari organ genitalis.
2.3 Indikasi Kontra
2.3.1. Masih virgin
2.3.2. Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan rektal.
Prosedur
PEMERIKSAAN VAGINAL
Halaman
No. Dokumen No. Revisi 2/2
PROSEDUR
TETAP Tanggal terbit .
Halaman Halaman
No. Revisi 2/2
Ditetapkan
Direktur
PROSEDUR
TETAP Tanggal terbit
3.10. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan bimanual untuk mengetahui keadaan rahim. Jika arah
uterus antefleksi, uterus dapat diraba diantara dua tangan, yang satu di dalam vagina pada forniks
anterior dan yang lain menekan uterus ke bawah dari dinding perut. Ditentukan konsistensi, besar,
kontur, mudah digerakkan atau tidak, apakah nyeri tekan, ada atau tidaknya tumor. Jika arah
uterus retrofleksi, tangan yang berada di vagina menekan forniks posterior untuk dapat meraba
uterus.
3.11. Pada saat tangan menekan forniks posterior, diraba pula keadaan ligarnen sakrouterium dan
rongga douglas menonjol.
3.12. Pemeriksaan dilanjutkan dengan menekan adneksa parametrium kanan dan kiri. Tangan
yang berada di vagina menekan forniks.lateralis dan yang berada diluar menekan dinding perut.
Diraba ovarium: besarnya, nyeri tekan, tumor dan derajat kebebasannya.
3.13. Untuk meraba lebih jelas bagian belakang rahim dan rongga douglas, kadangkala
dilakukan pula pemeriksaan rektovaginal. Jari telunjuk dimasukkan vagina dan jari tengah
dimasukkan rectum.
4. Tindak Lanjut
4.1. Menulis hasil pemeriksaan pada status pasien.
4.2. Menetapkan diagnosa.