Anda di halaman 1dari 63

12

KAJIAN SISTEM AGRIBISNIS


BUNGA POTONG KRISAN

Khaerunnisa
P1000215303

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
13
14

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Khaerunnisa
Nomor Mahasiswa : P1000215303
Program Studi : Agribisnis

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar,

Yang menyatakan

KHAERUNNISA
15

ABSTRAK

KHAERUNNISA. Kajian Sistem Agribisnis Bunga Potong Krisan Pada


PT. Bunga Indah Malino (dibimbing oleh Didi Rukmana dan Jusni).

Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengkaji sistem agribisnis bunga


potong krisan pada PT. Bunga Indah Malino dan (2) untuk mengkasi
tentang pola keterkaitan antar subsistem agribisnis bunga potong krisan
pada PT. Bunga Indah Malino.
Penelitian ini dilaksanakan pada PT. Bunga Indah Malino di Kelurahan
Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Propinsi
Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja
(purposive). Penelitian ini menggunakan informan sebagai sumber
informasi dengan metode snowball sampling. Teknik pengambilan informan
snowball mengimplikasikan jumlah informan yang semakin membesar
seiring dengan berjalannya waktu pengamatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsistem agribisnis bunga
potong krisan pada PT. Bunga Indah Malino pada prinsipnya sama dengan
subsistem agribisnis lainnya yang terdiri atas empat subsistem yaitu
subsistem hulu, subsistem on farm, subsistem hilir dan subsistem
penunjang. Namun yang membedakan adalah proses agribisnis yang
berjalan dari hulu hingga hilir. Keempat subsistem tersebut berjalan dengan
baik dan saling terkait satu sama lain sehingga produk yang dihasilkan
berkualitas ekspor dan menjadi satu-satunya perusahaan florikultura di
Sulawesi Selatan yang tersertifikasi GAP (Good Agricultural Practices).

Kata Kunci : Agribisnis, Bunga Potong, Krisan

ABSTRACT
16

KHAERUNNISA. Study of Agribusiness System of Chrysanthemum Cut


Flowers at PT. Bunga Indah Malino (supervised by Didi Rukmana and
Jusni).

This research aimed (1) to assess the agribusiness system of


chrysanthemum cut flowers at PT. Bunga Indah Malino and (2) to study
about the pattern of interconnectivity between chrysanthemum agribusiness
subsystem at PT. Beautiful Bunga Indah Malino.
This research was conducted at PT. Beautiful Flower Malino in
Pattapang Village, District of Tinggimoncong, Gowa Regency, South
Sulawesi Province. Selection of this location is done intentionally
(purposive). This research uses informant as source of information with
method of snowball sampling. Technique of snowball informant retrieval
implies increasing number of informant along with time of observation.
The results showed that chrysanthemum agrobusiness subsystem at
PT. Malino Beautiful Interest in principle is the same as other agribusiness
subsystem consisting of four subsystems namely upstream subsystem, on
farm subsystem, downstream subsystem and supporting subsystem. But
the difference is the agribusiness process that runs from upstream to
downstream. These four subsystems are well under way so that the
products produced are export-qualified and become the only floriculture
entrepreneur in South Sulawesi Which is GAP (Good Agricultural Practices)
certified.

Keywords: Agribusiness, Cut Flowers, Chrysanthemum

PRAKATA
17

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu, Alhamdulillahi rabbil

‘alamin, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, segala puji

hanya milik Allah SWT, Rabb alam semesta. Atas segala limpahan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan tesis dengan judul “Kajian Sistem Agribisnis Bunga Potong

Krisan Pada PT. Bunga Indah Malino” . Berbagai kendala dan

permasalahan yang menyertai selama penyusunan tesis ini, namun dengan

bantuan berbagai pihak tesis ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan selesai tanpa

adanya berbagai bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam

kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Didi Rukmana sebagai ketua penasehat dan Dr. Jusni,

SE.,M.Si sebagai anggota penasehat, atas segala bantuan dan

bimbingan yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat

terhadap permasalahan penelitian, pelaksanaan penelitian sampai

dengan penulisan tesis.

2. Prof Dr. Ir. Rahim Dharma, MS, Dr. Nurjannah Hamied SE.,M.Agr,

Dr. A. Nixia Tenriawaru S.P.,M.Si Selaku tim penguji yang telah

memberikan masukan dalam membantu perbaikan penulisan tesis.

3. Dr. Ir. Mahyuddin, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis yang

telah memperlancar administrasi yang dibutuhkan dalam hal

penyusunan tesis.
18

4. Para dosen dan staff yang telah membantu penulis selama mengikuti

pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin,

Makassar.

5. PT. Bunga Indah Malino yang telah bersedia menjadi objek kajian dalam

penyusunan tesis.

6. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) atas scholarship yang

diberikan. Dengan dukungan materi yang diberikan oleh LPDP penulis

mampu menyelesaikan studi dan mencapai gelar magister.

7. Ibunda tercinta dan seluruh keluarga penulis yang telah banyak

memabantu dalam berbagai hal.

8. Kepada seluruh teman-teman Program Studi Magister Agribisnis

terkhusus untuk angkatan 2015, yang telah memberi dukungan moril.

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL......................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................. ii
19

ABSTRAK.......................................................................................... iii

DAFTAR ISI....................................................................................... iv

DAFTAR TABEL................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR............................................................................ viii

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Perumusan Masalah............................................................... 8
C. Tujuan Penelitian.................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian.................................................................. 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 12

A. Konsep Agribisnis.................................................................... 12
B. Agribisnis Florikultura.............................................................. 23
C. Bunga Potong Krisan.............................................................. 26
D. Saluran Tataniaga................................................................... 36
E. Penelitian Terdahulu............................................................... 41
F. Kerangka Konseptual.............................................................. 50

BAB III. METODE PENELITIAN........................................................ 52

A. Waktu dan Tempat Penelitian................................................. 52


B. Penentuan Informan............................................................... 52
C. Teknik Pengumpulan Data..................................................... 53
D. Jenis dan Sumber Data.......................................................... 54
E. Metode dan Analisis Data....................................................... 55
F. Definisi Operasional................................................................ 59

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................... 61

A. Gambaran Umum Perusahaan................................................ 61


1. Sejarah Singkat PT. Bunga Indah Malino......................... 61
2. Visi dan Misi Perusahaan.................................................. 63
20

3. Tugas dan Tanggung Jawab Karyawan............................ 64


4. Prosedur Ekspor Bunga Potong Krisan dari Buyer Osaka,
Jepang............................................................................... 68
5. Ekspor Produk Bunga Potong Krisan ke Osaka,
Jepang............................................................................... 72
6. Penjualan Lokal Dan Antar Kota Bunga Potong
Krisan................................................................................
B. Identitas Informan.................................................................... 73
1. Informal Internal Perusahaan............................................ 74
2. Informal Eksternal Perusahaan.......................................... 76
C. Subsistem Hulu Agribisnis Bunga Potong Krisan PT.
Bunga Indah Malino................................................................. 77
1. Pengadaan Bibit Bunga Potong Krisan.............................. 77
2. Pengadaan Pupuk Bunga Potong Krisan...........................79
3. Pengadaan Pestisida Bunga Potong Krisan...................... 80
4. Pengadaan Alat dan Mesin................................................ 81
D. Subsistem On Farm Agribisnis Bunga Potong Krisan PT.
Bunga Indah Malino................................................................ 83
1. Persiapan Lahan................................................................ 83
2. Persemaian Bunga Potong Krisan..................................... 88
3. Pemilihan Bibit................................................................... 91
4. Penanaman Bunga Potong Krisan..................................... 92
5. Pemeliharaan Tanaman..................................................... 92
6. Panen Bunga Potong Krisan.............................................. 100
E. Subsistem Hilir Agribisnis Bunga Potong Krisan PT. Bunga
Indah Malino............................................................................ 103
1. Penyortiran........................................................................ 103
2. Pengemasan...................................................................... 105
3. Penyimpanan..................................................................... 106
4. Saluran Tataniaga.............................................................. 107
F. Subsistem Penunjang Agribisnis Bunga Potong Krisan
PT. Bunga Indah Malino.......................................................... 112
1. Subsistem Penunjang Pada Subsistem Agribisnis Hulu... 112
2. Subsistem Penunjang Pada Subsistem Agribisnis
On Farm ............................................................................ 113
3. Susbsistem Penunjang Pada Subsistem Agribisnis Hilir..114
G. Pola Keterkaitan Antar Subsistem........................................... 117
1. Keterkaitan Antara Subsistem Hulu dengan Subsistem
On Farm ............................................................................ 117
2. Keterkaitan Antara Subsistem On Farm dan Subsistem
21

Hilir..................................................................................... 119
3. Pola Keterkaitan Subsistem Hilir Dengan Subsistem On
Farm................................................................................... 120
4. Keterkaitan antar subsistem hilir dengan subsistem hulu.. 121

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.............................................................................. 123
B. Saran....................................................................................... 124

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL
22

Tabel Keterangan Halaman

1. Jumlah Produksi Bunga Potong Krisan di Indonesia


Tahun 2011-2015 3
2. Luas Panen Bunga Potong Krisan Menurut Provinsi
Tahun 2013-2015 4
3. Penelitian Terdahulu 44
4. Prosedur Ekspor Bunga Potong Krisan 68
5. Jumlah Ekspor Produk Bunga Potong Krisan Ke
Osaka, Jepang 72
6. Jumlah Produksi/Penjualan Bunga Potong Krisan Untuk
Pasar Lokal Dan Antar Kota 73
7. Identitas Informan Internal Perusahaan 74
8. Identitas Informan External Perusahaan[ 76
9. Jenis Pestisida yang Digunakan PT. Bunga Indah
Malino 80
10. Alat dan Mesin yang Digunakan PT. Bunga Indah
Malino 81
11. Kelas Mutu Panen Bunga Potong Krisan PT. Bunga
Indah Malino 103
12. Subsistem Penunjang Pada Subsistem Agribisnis
Hulu Bunga Potong Krisan 112
13. Subsistem Penunjang Pada Subsistem Agribisnis
On Farm Bunga Potong Krisan 113
14. Subsistem Penunjang Pada Subsistem Agribisnis
Hilir Bunga Potong Krisan 114

DAFTAR GAMBAR
23

Gambar Keterangan Halaman

1. Sistem Agribisnis 13
2. Contoh Saluran Tataniaga Dengan Beberapa Tingkat 39
3. Skema Kerangka Pikir Sistem Agribisnis Bunga Potong
Krisan pada PT. Bunga Indah Malino, 51
4. Skema Tahap-Tahap Analisis Data 58
5. Pola Pengadaan Bibit Bunga Potong Krisan 78
6. Pola Pengadaan Pupuk Bunga Potong Krisan 79
7. Pola Pengadaan Pestisida Bunga Potong Krisan 80
8. Pola Pengadaan Alat dan Mesin 81
9. Skema Kegiatan Subsistem Hulu Bunga Potong Krisan 102
10. Skema Pola Saluran Tataniaga Bunga Potong Krisan
PT. Bunga Indah Malino 107
11. Skema Saluran I 109
12. Skema Saluran II 110
13. Skema Saluran III 111
14. Pola Keterkaitan Antar Subsistem 122

DAFTAR LAMPIRAN
24

Lampiran Keterangan

1. Perkembangan Produksi Komoditas Florikultura


Tahun 2011-2015
2. Jumlah Produksi/Penjualan Ekspor, Lokal dan Antar
Kota Bunga Potong Krisan
Bunga Krisan Potong PT. Bunga Indah Malino
3. Jumlah Produksi Bunga Potong Krisan Kelompok
Wanita Tani Mitra
4. Perusahaan atau lembaga mitra kerja PT. Bunga
Indah Malino
5. Perusahaan Mitra Kerja Pemasaran PT. Bunga Indah Malino
6. Site Plan Kebun Krisan PT. Bunga Indah Malino
7. Struktur Organisasi Perusahaan
8. Daftar Harga Bunga Potong Krisan PT. Bunga Indah Malino
9. Dokumen Perusahaan
10. Laporan Hasil Karantina Tumbuhan Dari Badan Karantina
Pertanian
11. Dokumentasi Kegiatan

BAB I

PENDAHULUAN
25

A. Latar Belakang

Industri florikultura atau industri tanaman hias saat ini mempunyai

prospek pengembangan agribisnis yang cukup besar di Indonesia yang

ditandai dengan berkembangnya jumlah produksi yang dihasilkan setiap

tahunnya (Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura 2016). Soekartawi

(2001) mengemukakan bahwa sejalan dengan semakin majunya ilmu

pengetahuan dan teknologi serta semakin tingginya tingkat pendapatan

masyarakat pada era industrialisasi dan globalisasi sekarang ini telah

menyebabkan terjadinya perubahan di masyarakat, baik di tingkat

pendapatan, tingkat konsumsi, maupun perilaku konsumen seperti: selera,

persepsi konsumen mengenai bunga dan estetika keindahan, serta

kenyamanan terhadap bunga. Keseluruhan ini menjadikan tingkat

pendapatan per kapita masyarakat terus meningkat dan tingkat permintaan

terhadap bunga juga semakin meningkat. Adanya peningkatan permintaan

bunga menjadikan persaingan diantara pengusaha semakin besar.

Persaingan ini tidak hanya terjadi antar pengusaha lokal tetapi juga dengan

pengusaha yang berasal dari luar untuk merebut konsumen.

Salah satu produk bunga potong yang cukup banyak digemari dan

cukup dikenal oleh masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri

adalah tanaman krisan. Di dunia, krisan merupakan jenis bunga yang

sangat dibutuhkan. Menurut Budiarto dkk. (2006), hingga saat ini pasokan

krisan belum mencukupi kebutuhan permintaan dunia yang cenderung

meningkat. Pasar potensial terbesar untuk Asia yaitu Jepang. Menurut hasil
26

riset pasar krisan di Jepang pada awal tahun 2014, menunjukkan bahwa

rata-rata konsumsi Krisan Potong tahunan di Jepang mencapai lebih dari 2

miliar tangkai atau lebih daru 30% dari total konsumsi bunga potong.

Selain peluang ekspor ke Jepang, terdapat peluang ekspor Krisan dan

negara-negara Timur Tengah dan Korea dengan syarat mutu yang terlalu

ketat. Permintaan ekspor ke Korea belum dapat dipenuhi walaupun para

buyer telah menawarkan ke berbagai produsen dan petani di berbagai

sentra Krisan. Beberapa yang perlu diperhatikan untuk ekspor adalah mutu

yang baik dan stabil, serta kontinuitas ketersediaan produk. Selain itu, bagi

para eksportir pemula, akan lebih baik dirintis melalui kerjasama sebagian

eksportir yang sudah berpengalaman. Segmen Pasar Business to Business

peluang pasar dikelompokkan menjadi bisnis dekorator (45%), florist (40%),

hotel (10%), dan rumah tangga (5%). Pada segmen pasar Business to

Business, Krisan merupakan bahan/bagian atau barang modal untuk

produk suatu usahanya. Dengan demikian, kualitas yang baik, harga tidak

tinggi, dan bersaing serta kontinuitas pasokan menjadi tuntutan mereka,

namun pembelian akan relatif banyak dan kontiniu (Direktorat Jenderal

Hortikultura Kementan, 2015).

Seiring dengan tingginya permintaan bunga potong krisan tersebut,

disadari oleh produsen krisan di Indonesia sehingga produksi bunga krisan

potong semakin tinggi setiap tahunnya. Berikut ini jumlah produksi bunga

potong krisan di Indonesia tahun 2011-2015.

Tabel 1. Jumlah Produksi Bunga Krisan Potong di Indonesia Tahun 2011-


2015
27

Jumlah Produksi (Tangkai)


No Komoditi Satuan
2011 2012 2013 2014 2015
Tangkai 14,419,818 20,714,137 15,456,959 24,633,789 15,362,562
1 Anggrek
Tangkai 4,331,125 66,152,994 74,557,225 172,512,474 196,097,421
2 Mawar
Tangkai 305,889,556 397,228,983 383,984,867 425,855,467 480,418,350
3 Krisan

Sumber : Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2016).

Adanya permintaan yang cukup besar tersebut memperlihatkan

bahwa peluang bisnis bunga krisan sangat menjanjikan dan

menguntungkan. Hal ini adalah akibat dari meningkatnya pendapatan dan

kebijakan pemerintah dalam mengelola lingkungan melalui tanaman bunga

yang menyebabkan bisnis bunga utamanya bunga krisan yang menarik

untuk diusahakan. Meningkatnya bisnis bunga selain memacu

perekonomian masyarakat pedesaan dan meningkatkan devisa negara,

juga akan mebuka kesempatan kerja. Permasalahannya adalah

pengembangan agribisnis bunga krisan belum bisa diusahakan secara

optimal karena beberapa kendala yaitu keterbatasan pemahaman petani

untuk mengusahakan agribisnis bunga krisan secara komersial sehingga

banyak dibudidayakan hanya dalam skala kecil dan bibit produksi yang

masih didatangkan dari luar daerah (Riana, 2016).

Permasalahan lainnya adalah kualitas bunga krisan petani di

Indonesia yang masih rendah. Bunga potong krisan sangat ditentukan oleh

penampilan luar mulai dari tangkai, daun dan mahkota bunga. Faktor-faktor

dalam menjaga kualitas bunga krisan adalah proses produksi, pengelolaan


28

panen dan pascapanen. Pemutuan dalam pascapanen bunga potong

krisan juga penting karena berpengaruh besar terhadap harga, kualitas dan

penilaian konsumen. Oleh karena itu, Penggunaan teknologi tepat guna

dalam seluruh rangkaian kegiatan agribisnis sangat diperlukan (Asmara,

2005).

Hasil penelitian dari HORTIN Programme (2015) menyatakan bahwa

beberapa daerah sentra produksi tanaman hias krisan diantaranya adalah

Cipanas (Cianjur), Sukabumi, Lembang (Bandung), Bandungan (Jawa

Tengah), Malang (Jawa Timur), dan Berastagi (Sumatera Utara).

Pada saat ini krisan telah dibudidayakan di daerah-daerah lain, seperti

Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, NTB, Bali, dan Sulawesi Utara. Hal

ini sejalan dengan perkembangan luas panen bunga potong krisan menurut

provinsi di seluruh Indonesia yang disajikan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Luas Panen Bunga Potong Krisan Menurut Provinsi Tahun 2013-
2015
Tahun Pertumbuhan
No Provinsi
2013 2014 2015 (%)
1 Sumatera Utara 180.838 136.286 153.878 12,91
2 Sumatera Barat 4.052 5.779 5.413 -6,33
3 Riau 384 - - -
4 Jambi - 81 448 453,09
5 Sumatera Selatan 4.805 2.322 12.642 444,44
6 Bengkulu 821 11 - -
7 Lampung 3.220 932 1.299 39,38
Kepulauan Bangka
8 - - - -
Belitung
9 Kepulauan Riau 105 11 4 -63,64
10 DKI Jakarta 616 - - -
11 Jawa Barat 2.927.251 2.766.942 2.992.059 8,14
12 Jawa tengah 1.771.542 1.977.594 1.642.413 -16,95
13 DI Yogyakarta 74.520 65.328 69.105 5,78
14 Jawa Timur 3.908.948 3.965.112 5.741.853 44,81
15 Banten - - - -
16 Bali 35.760 65.545 16.160 -75,35
29

17 NTB 5.043 273 8.750 3.105,13


18 NTT 7 480 6 -98,75
19 Kalimantan Barat 439 197 144 -26,90
Kalimantan
20 136 492 158 -67,89
Tengah
Kalimantan
21 - - - -
Selatan
22 Kalimantan Timur 2.901 409 30 -92,67
23 Kalimantan Utara - - - -
24 Sulawesi Utara 102.957 627.145 61.199 -90,24
25 Sulawesi Tengah 135 15 82 446,67
26 Sulawesi Selatan 55.412 31.885 164.602 416,24
Sulawesi
27 399 212 145 -31,60
Tenggara
28 Gorontalo - - - -
29 Sulawesi Barat 20 - - -
30 Maluku Utara - - 54 -
31 Papua Barat - - - -
32 Papua 758 776 755 -2,71
Indonesia 9.080.709 9.647.827 10.871.199 12,68
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2016.

Adanya berbagai keunggulan dan manfaat yang dimiliki oleh bunga

krisan menjadikan usaha budidaya bunga krisan semakin menunjukkan

peningkatan. Pasar dari usaha tersebut juga telah mengalami

perkembangan yang pesat baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Konsumen juga semakin beragam seperti restoran, dekorator, hotel,

florist, event organizer, dan konsumen rumah tangga. Adanya peluang

usaha kecil agribisnis bunga potong krisan inilah yang menyebabkan

semakin banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang tersebut.

Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis bunga

potong krisan adalah PT. Bunga Indah Malino yang terletak di Kelurahan

Buluballea Desa Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa,

Provinsi Sulawesi Selatan. Perusahaan tersebut telah melakukan proses


30

budidaya bunga krisan sejak tahun 2015 dan telah berhasil melakukan

ekspor ke negara Jepang sebanyak 6.000 tangkai per pekan. Menurut

Imelda Kalla (2016), Ekspor tersebut belum mampu memenuhi permintaan

negara Jepang dengan jumlah 300.000 tangkai per pekan. Oleh

karena itu, PT. Bunga Indah Malino terus berusaha memperluas lahan

produksi untuk bekerjasama dengan petani setempat dengan melakukan

proses agribisnis bunga krisan sesuai dengan permintaan pasar.

Dengan adanya ekspor tersebut menunjukkan bahwa agribisnis

bunga krisan yang dikelola oleh PT. Bunga Indah Malino menggambarkan

potensi ekonomi budidaya tanaman hias yang cukup besar. Hal ini

ditandai dengan tertariknya negara Jepang untuk mengimpor bunga krisan

dari daerah tersebut karena adanya kesesuaian dengan permintaan pasar

(Murakami, 2016).

Pusat pengembangan budidaya krisan PT. Bunga Indah Malino

memiliki peran strategis untuk menggerakkan kegiatan ekonomi berbasis

tanaman hias yang memberi dampak terhadap peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Kegiatan produksi bunga potong krisan tersebut awalnya

diarahkan untuk memasok pasar di wilayah Indonesia Timur yang

cenderung meningkat pada dekade terakhir. Selama ini pemenuhan

kebutuhan bunga potong krisan ke wilayah Indonesia timur dipasok dari

pulau Jawa. Biaya transportasi yang sangat tinggi menyebabkan harga

bunga potong di wilayah tersebut mencapai 3 hingga 5 kali harga bunga

potong di Pulau Jawa sehingga pengembangan usaha agribisnis budidaya


31

krisan di Malino diharapkan dapat menyediakan bunga potong dengan

harga lebih murah dari harga yang terjadi pada saat ini. Namun pada

akhirnya, pemasaran krisan milik PT. Bunga Indah Malino menembus

perhatian dunia khususnya Jepang untuk mengekspor. Oleh karena itu,

kontinuitias dan kualitas produk sangat dibutuhkan (Balithi, 2016).

Sejalan dengan peningkatan produksi dan kualitas bunga krisan sebagai

dampak positif penerapan teknologi dan input lainnya, muncul berbagai

permasalahan dalam aktivitas agribisnis yang berkaitan dengan proses produksi,

pascapanen, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran. Sejauh ini proses

produksi dan penanganan hasil panen komoditas lebih banyak menekankan

pada kemampuan dan keterampilan individu. Proses yang melibatkan

kelembagaan pada umumnya masih terpusat pada proses pengumpulan dan

pemasaran dalam skala tertentu.

Bagi sebagian besar wilayah eksistensi kelembagaan pertanian belum terlihat

perannya. Padahal fungsi kelembagaan pertanian sangat beragam, antara lain

adalah sebagai penggerak, penghimpun dan penyalur sarana produksi (Balithi,

2016).

Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji

tentang “Sistem Agribisnis Bunga Potong Krisan pada PT. Bunga

Indah Malino”.

B. Perumusan Masalah

PT. Bunga Indah Malino memiliki peran strategis untuk menggerakkan

kegiatan ekonomi berbasis agribisnis tanaman hias yang memberi dampak


32

terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Namun

permasalahan yang dialami adalah pemenuhan sarana produksi

seperti bibit krisan yang sebagiannya masih didatangkan dari luar kota

seperti cipanas untuk beberapa varietas tertentu (Imelda Kalla,

2016). Hal ini mengakibatkan terhambatnya proses distribusi sarana

produksi bibit bunga potong krisan.

Kualitas bunga potong krisan juga sangat ditentukan oleh penampilan

luar mulai dari tangkai, daun dan mahkota bunga. Ketidaktelitian para buruh

yang diperkejakan pada proses panen dapat menurunkan hasil produksi

yang dapat menghambat pemenuhan permintaan pasar. Oleh karena itu,

proses budidaya bunga potong krisan harus dilakukan dengan baik sesuai

prosedur agar kualitas tersebut dapat tercapai. Tanaman krisan merupakan

salah satu tanaman yang memerlukan tingkat kehati-hatian yang tinggi

pada proses pemanenan karena dapat menyebabkan kerusakan pada

bunga dan tangkai. Hal ini dapat berpengaruh terhadap harga pasar dan

mengakibatkan kehilangan hasil akibat kerusakan produksi.

Sejauh ini proses yang melibatkan kelembagaan pada umumnya

masih belum terjalin dengan baik. Hal ini ditandai dengan masih sedikitnya

kelembagaan pertanian seperti Gapoktan atau kelompok wanita tani yang

bermitra dengan PT. Bunga Indah Malino. Selain itu, perusahaan tersebut

juga belum menjalin kerjasama dengan penyuluh pertanian untuk

membantu mensosialisasikan mengenai proses produksi dan peluang

agribisnis krisan yang dapat menarik minat petani untuk membudidayakan


33

bunga potong krisan. Semakin banyak petani yang tertarik untuk berbisnis

bunga potong krisan, maka peluang bermitra juga semakin luas yang dapat

mengakibatkan lahan produksi semakin luas dengan harapan produksi

dapat bertambah agar perusahaan dapat memenuhi permintaaan

pasar, baik permintaan luar negeri maupun lokal. Oleh karena itu, dukungan

dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan agribisnis

bunga potong krisan pada PT. Buna Indah Malino.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka masalah dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran kondisi sistem agribisnis bunga potong krisan pada

PT. Bunga Indah Malino?

2. Bagaimana pola keterkaitan antar subsistem agribisnis bunga potong krisan

pada PT. Bunga Indah Malino?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini yaitu

sebagai berikut:

1. Mengkaji kondisi sistem agribisnis bunga potong krisan pada PT.

Bunga Indah Malino

2. Mengkaji pola keterkaitan antar subsistem agribisnis bunga potong krisan

pada PT. Bunga Indah Malino

D. Manfaat Penelitian
34

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan yaitu sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Sebagai bahan pengembangan pengetahuan di bidang penelitian agribisnis

khususnya pada komoditi bunga krisan.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk menambah pengetahuan

dibidang agribisnis florikulutra khususnya bunga potong krisan.

b. Bagi perguruan tinggi, sebagai referensi untuk dapat membantu

mahasiswa ata peneliti lain dalam penyusunan penelitian.

c. Bagi perusahaan, sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan

subssitem agribisnis bunga potong krisan.

d. Bagi masyarakat/konsumen, sebagai bahan masukan dalam memilih

kualitas bunga krisan dan menambah pengetahuan tentang manfaat

bunga krisan.

e. Bagi petani, sebagai bahan masukan untuk menambah pengetahuan

mengenai pengelolaan usahatani bunga potong krisan yang berkualitas

ekspor.
35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Agribisnis

Agribisnis menjadi suatu konsep yang menempatkan kegiatan

pertanian sebagai suatu kegiatan yang utuh dan komprehensif, sekaligus

sebagai suatu konsep yang dapat menelaah dan menjawab berbagai

masalah, tantangan, dan kendala yang dihadapi pembangunan pertanian

sekaligus juga untuk dapat menilai keberhasilan pembangunan pertanian

serta pengaruhnya terhadap pembangunan nasional secara lebih cepat.


36

Kegiatan pertanian yang ”dipandang” sebagai suatu kegiatan agribisnis

dinilai merupakan cara yang tepat dalam menghadapi berbagai

perkembangan yang terjadi saat ini dan dimasa yang akan datang baik

dalam lingkup nasional maupun internasional (Adjid, 2001).

Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi

memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan

bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Dengan definisi ini dapat diturunkan ruang lingkup agribisnis yang

mencakup semua kegiatan pertanian yang dimulai dengan pengadaan

penyaluran sarana produksi (the manufacture and distribution of farm

supplies), produksi usaha tani (Production on the farm) dan pemasaran

(marketing) produk usaha tani ataupun olahannya. Ketiga kegiatan

ini mempunyai hubungan yang erat, sehingga gangguan pada salah satu

kegiatan akan berpengaruh terhadap kelancaran seluruh kegiatan dalam

bisnis. Oleh karena itu agribisnis digambarkan sebagai satu sistem yang

terdiri dari tiga subsistem, serta tambahan satu subsistem lembaga

penunjang (Adjid, 2001).

Agribisnis Hulu (up Budidaya (On farm Agribisnis Hilir (down


stream-of farm stream-of farm
agribusiness) agribusiness)
agribusiness)
Pupuk Pasca panen
Bibit Pengemasan
Alat dan Mesin Penyimpanan
Pestisida Budidaya Distribusi
Obat-obatan Pemasaran
Sarana Produksi dll

Kelembagaan dan Kegiatan Penunjangan


(supporting institution and activities)
Bank, asuransi, pendidikan, penyuluhan, latihan,
konsultasi, kebijakan pemerintah,dll.
37

Gambar 1. Sistem Agribisnis

Adapun ciri-ciri atau karakteristik suatu sistem sendiri adalah sebagai

berikut :

1. Terdiri atas unsur-unsur/komponen-komponen/subsistem-subsistem

yang membentuk satu kesatuan.

2. Ada tujuan dan saling ketergantungan antara subsistem.

3. Ada interaksi antar subsistem.

4. Mengandung mekanisme yang juga sering disebut sebagai

transformasi.

Secara konsepsional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua

aktifitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input)

sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani

serta agroindustri, yang saling terkait satu sama lain.

Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang

terdiri dari berbagai subsistem yaitu sebagai berikut:

a. Agribisnis Hulu (up stream-of farm agribusiness)

Meliputi pengadaan sarana produksi pertanian antara lain terdiri dari

benih, bibit, makanan ternak, pupuk, obat pemberantas hama dan penyakit,

lembaga kredit, bahan bakar, alat-alat, mesin, dan peralatan produksi

pertanian. Pelaku-pelaku kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana


38

produksi adalah perorangan, perusahaan swasta, pemerintah, koperasi.

Betapa pentingnya subsistem ini mengingat perlunya keterpaduan dari

berbagai unsur itu guna mewujudkan suksesnya agribisnis. Industri yang

meyediakan sarana produksi pertanian disebut juga sebagai agroindustri

hulu (upstream).

Dalam pengembangan agribisnis hortikultura, sarana produksi

merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan pendapatan petani.

Menurut Said dkk. (2001) untuk mencapai efficiency input-input sarana

produksi harus ada pengorganisasian dalam penerapan subsistem ini yaitu

penerapan jumlah, waktu, tempat, dan tepat biaya, serta mutu sehingga ada

optimasi dari penggunaan input-input produksi. meningkatkan produksi dan

pendapatan petani bila didukung adanya industri-industri agribisnis hulu

yakni industri-industri yang menghasilkan saran produksi (input) pertanian

seperti industri agro-kimia (industri pupuk, industri pestisida, obat-obatan)

industri alat pertanian dan industri pembibitan/pembenihan untuk daerah-

daerah yang berada di dekat lokasi petani ada kios-kios saprodi (Saragih,

2001). Agribisnis modern yang orientasi pasar harus mampu menghasilkan

produk-produk benih yang unggul dan sesuai agroklimat di suatu kawasan

dan produktivitas komoditas, karena dalam mata rantai produk-produk

agribisnis merupakan mata rantai yang sangat penting, berarti

pembangunan industri-industri merupakan salah satu faktor yang dapat

meningkatkan pendapatan petani. Produk impor benih yang marak beredar

di Indonesia terutama benih hortikultura yang belum tentu cocok di


39

Indonesia. Sebagai contoh atribut mangga harumanis yakni aroma, cita

rasa, warna, kandungan vitamin, serat, dan ukuran ditentukan oleh bibit.

b. Subsistem budidaya / usahatani (On farm agribusiness)

Susbistem usahatani terkait dengan kegiatan produksi dan budidaya.

Kegiatan yang dilakukan yaitu penyiapan bibit mother stock dengan cara

perbanyakan bibit seperti cangkok, stek, dan okulasi. Selanjutnya dilakukan

pengolahan tanah yang bertujuan agar struktur tanah dan drainasenya lebih

baik. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan pemangkasan batang atau

akar-akar, pemberian pupuk dan pestisida, penyiraman, pengerdilan

tanaman dan pengaturan

pembungaan. Kegiatan panen dilakukan setelah bunga mencapai tingkat

kedewasaan tertentu ataupun sesuai dengan persyaratan yang telah

ditetapkan pasar (standar pemasaran).

c. Agribisnis Hilir (down stream-of farm agribusiness) meliputi

Pengolahan dan Pemasaran (Tata niaga) produk pertanian dan

olahannya

Dalam subsistem ini terdapat rangkaian kegiatan mulai dari

pengumpulan produk, pengolahan, penyimpanan, pengemasan dan

distribusi. Sebagian dari produk yang dihasilkan didistribusikan langsung ke

konsumen di dalam atau di luar negeri. Sebagian lainnya mengalami proses

pengolahan lebih dahulu kemudian didistribusikan ke konsumen. Pelaku

kegiatan dalam subsistem ini ialah pengumpul produk, pengolah,


40

pedagang, penyalur ke konsumen, pengalengan dan lain-lain. Industri yang

mengolah produk usahatani disebut agroindustri hilir (downstream).

Peranannya amat penting bila ditempatkan di pedesaan karena dapat

menjadi motor penggerak roda perekonomian di pedesaan, dengan cara

menyerap/menciptakan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Produk hortikultura seperti bunga merupakan salah satu komoditas

yang mudah rusak dan masih mengalami proses hidup (proses fisiologis).

Dalam batas-batas tertentu proses fisiologis ini akan mengakibatkan

perubahan-perubahan yang mengarah pada kerusakan-kerusakan atau

kehilangan hasil. Kerusakan dan kehilangan hasil produk tersebut akan

terjadi dan dapat menurunkan kualitas dan kuantitas yang terjadi pada

tahap setelah panen sampai dengan tahap produk siap dikonsumsi,

rata-rata kehilangan/kerusakan hasil produk sayuran kira-kira berkisar

25-40 persen kehilangan dapat diartikan sebagai akibat perubahan dlam

hal ketersediaan, jumlah yang dapat dimakan yang akhirnya dapat

berakibat sayuran tersebut tidak layak utuk dikonsumsi.

Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena

pertimbangan di antaranya sebagai berikut (Soekartawi, 2003):

a. Meningkatkan Nilai Tambah;

Dari berbagai penelitian menujukkan bahwa pengolahan hasil yang

baik yang dilakukan produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil

pertanian yang diproses. Bagi petani kegiatan pengolahan hasil telah


41

dilakukan khususnya bagi petani yang mempunyai fasilitas pegolahan hasil

(lantai jemur; penggilingan; tempat penyimpanan; keterampilan dalam

mengolah hasil; mesin pengolah dan lain-lain). Sering ditemukan bahwa

hanya petani yang mempunyai fasilitas pengolahan hasil dan mereka yang

mempunyai sense of business (kemampuan memanfaatkan bisnis bidang

pertanian) yang melakukan kegiatan pengolahan hasil pertanian.

b. Meningkatkan kualitas hasil;

Salah satu tujuan dari pengolahan hasil pertanian adalah

meningkatkan kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai

barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi.

Perbedaan kualitas bukan saja menyebabkan adanya perbedaan

segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri.

Kualitas barang yang rendah akan menyebabkan harga yang rendah juga

dan bahkan perbedaan harga karena perbedaan kualitas ini juga relatif

besar.

c. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja;

Bila petani langsung menjual hasil pertaniannya dengan tanpa diolah

terlebih dahulu, maka tindakan ini akan menghilangkan kesempatan orang

lain yang ingin bekerja pada kegiatan pengolahan yang semestinya

dilakukan. Sebaliknya bila pengolahan hasil itu dilakukan, maka banyak

tenaga kerja yang diserap.

d. Meningkatkan keterampilan produsen; dan


42

Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan

keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan

memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar. Kini yang

sedang dikembangkan, khususnya dalam peningkatan keterampilan petani

adalah dengan cara memberikan bimbingan baik langsung maupun tidak

langsung. Bimbingan secara langsung dapat melalui peningkatan

keterampilan melalui balai Latihan atau bimbingan langsung di tempat

tinggal petani. Sedangkan bimbingan tidak langsung dapat melalui

penyediaan leaflet (edaran) penyuluhan, melalui siaran pedesaan, media

cetak (Koran), atau media elektronik (RRI atau TVRI). Berbagai penelitian

telah menunjukkan bahwa semakin terampil seorang petani semakin tinggi

hasil yang diperoleh dan pada akhirnya juga semakin tinggi total

penerimaan.

e. Meningkatkan pendapatan produsen.

Konsekuensi logis dari hasil olahan yang lebih baik akan

menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan

memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil

pertaniannya untuk mendapatkan kualitas hasil yang lebih baik yang

harganya lebih tinggi dan akhirnya juga akan mendapatkan total

penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.


43

Aspek pemasaran merupakan salah satu aspek yang sangat penting.

Bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua pihak yang terlibat

akan diuntungkan. Oleh karena itu, peranan lembaga pemasaran yang

biasanya terdiri dari produsen, grosir, jobber, pengecer, eksportir, importir

atau lainnya menjadi amat penting. Lembaga pasar ini, khususnya bagi

Negara berkembang yang dicirikan oleh lemahnya pemasaran hasil

pertanian atau lemahnya kompetisi pasar yang sempurna, akan

menentukan mekanisme pasar.

Menurut Soekartawi (2013), terdapat 4 aspek yang menyebabkan

mengapa pemasaran itu penting yaitu:

a. Kebutuhan yang mendesak

b. Tingkat komersialisasi produsen (petani)

c. Keadaan harga yang menguntungkan

d. Karena peraturan

Seringkali ditemukan karena petani sangat memerlukan uang kontan

selekas mungkin (untuk kebutuhan keluarga), maka petani memasarkan

produksi pertaniannya walaupun pada kondisi yang kurang

menguntungkan. Namun sebaliknya, khususnya petani komersial, mereka

memasarkan produksinya bila memang kondisi menguntungkan baginya.

Apalagi kalau saat itu keadaan harga menguntungkan, maka petani yang
44

mempunyai rasionalitas yang tinggi senantiasa memanfaatkanya. Namun

ada pula dijumpai adanya petani yang menjual hasil pertanian karena

adanya peraturan yang mengharuskan walaupun kondisi harga tidak begitu

menguntungkan.

Beberapa sebab terjadinya rantai pemasaran yang panjang dan

produsen sering dirugikan antara lain sebagai berikut:

a. Pasar yang tidak bekerja secara sempurna

b. Lemahnya informasi pasar

c. Lemahnya produsen (petani) memanfaatkan peluang pasar

d. Lemahnya posisi produsen (petani) untuk melakukan penawaran

untuk mendapatkan harga yang baik

e. Produsen (petani) melakukan usahatani tidak didasarkan pada

permintaan pasar, melainkan karena usahatani yang diusahakan

secara turun-temurun.

d. Kelembagaan dan Kegiatan Penunjangan (supporting institution and

activities)

Kelembagaan yang merupakan subsistem jasa layanan pendukung

agribisnis (kelembagaan) atau supporting institution adalah semua jenis

kegiatan yang berfungsi untuk mendukung dan melayani serta

mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan

sub-sistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan ini adalah

penyuluh, konsultan, keuangan, dan penelitian. Lembaga penyuluhan dan

konsultan memberikan layanan informasi yang dibutuhkan oleh petani dan


45

pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian, dan manajemen pertanian.

Untuk lembaga keuangan seperti perbankan, model ventura, dan asuransi

yang memberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan penanggungan

risiko usaha (khusus asuransi). Sedangkan lembaga penelitian baik yang

dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan

layanan informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen

mutakhir hasil penelitian dan pengembangan.

Berdasarkan pandangan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dapat

terlihat dengan jelas subsistem-subsistem tersebut tidak dapat berdiri

sendiri, tetapi saling terkait satu dengan yang lain. Subsistem agribisnis

hulu membutuhkan umpan balik dari subsistem usaha tani agar dapat

memproduksi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan budidaya

pertanian. Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan operasi subsistem usaha

tani bergantung pada sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem

agribisnis hilir. Selanjutnya, proses produksi agribisnis hilir bergantung

pada pasokan komoditas primer yang dihasilkan oleh subsistem usahatani.

Subsistem jasa layanan pendukung, seperti telah dikemukakan,

keberadaannya tergantung pada keberhasilan ketiga subsistem lainnya.

Jika subsistem usahatani atau agribisnis hilir mengalami kegagalan,

sementara sebagian modalnya merupakan pinjaman maka lembaga

keuangan dan asuransi juga akan mengalami kerugian.

Menurut Said dkk (2001), fungsi–fungsi agribisnis mengacu kepada

semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada


46

pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri

yang saling terkait satu sama lain. Dengan demikian agribisnis dapat

dipandang sebagai suatu sistem pertanian yang memiliki beberapa

komponen subsistem yaitu, sub sistem agribisnis hulu, usaha tani, sub

sistem pengolahan hasil pertanian, sub sistem pemasaran hasil pertanian

dan subsistem penunjang, dan sistem ini dapat berfungsi efektif bila tidak

ada gangguan pada salah satu subsistem.

Faktor pendukung keberhasilan agribisnis adalah berkembangnya

kelembagaan-kelembagaan tani, keuangan, penelitian dan pendidikan.

Menurut hasil kajian pengaruh kelembagaan terhadap adopsi irigrasi

Hartono (2004) terhadap kelembagaan tani di kabupaten Tasikmalaya

menyampaikan bahwa hubungan antara kelembagaan tani belum efektif

dan sangat sederhana dalam pengembangan agribisnis. Menurut Rahardi

dalam cerdas beragribisnis tahun 2006, usaha agribisnis dapat

meningkatkan pendapatan petani bila dikelola dengan sumberdaya

manusia yang cerdas dalam mengakses teknologi, informasi, pasar dan

permodalan. Produktivitas padi meningkat karena pengelolaan usaha tani

yang baik.

B. Agribisnis Florikultura

Florikultura adalah cabang ilmu hortikultura yang mempelajari tentang

budidaya tanaman hias seperti bunga potong, tanaman pot atau tanaman

penghias taman. Bentuk-bentuk produk florikultura yaitu bunga potong (cut


47

flower), tanaman pot berbunga (flowering potted plants), tanaman hias

daun dalam pot, tanaman lanskap (landscape plants), daun potong (cut

leaf), bunga potong untuk pengisi rangkaian bunga (filler), tanaman

bedengan (bedding plants), terrarium dan dishplant. Adapun karakteristik

produk florikultura yaitu sebagai berikut:

1) Merupakan produk estetika (seni atau art), walaupun ada yang

berfungsi ganda sebagai tanaman obat dan hias.

2) Keragaman jenis dan penampilan fisik (bentuk bunga atau daun,

tekstur, warna, penampilan atau kemasan) sangat penting.

3) Teknik budidaya sangat intensif dibandingkan sayuran dan buah

Agribisnis florikultura adalah keseluruhan kegiatan bisnis yang terkait

dengan bunga-bungaan. Prospek agribisnis florikultura di Indonesia dapat

dilihat dari sisi permintaan (potensi pasar) maupun dari sisi penawaran

(potensi sumberdaya). Dari sisi potensi sumberdaya, prospek agribisnis

florikultura ini antara lain ditunjukkan hal-hal berikut. Pertama, Indonesia

merupakan wilayah tropis yang memiliki agroklimat tropis (wilayah dataran

rendah) dan agroklimat mirip subtropis (wilayah dataran tinggi). Dengan

kedua agroklimat yang demikian, hampir seluruh komoditas agribisnis

florikultura yang terdapat di dunia dapat dikembangkan di Indonesia.

Kedua, Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman

sumberdaya florikultura yang cukup besar, baik jenis florikultura dataran

rendah maupun dataran tinggi. Keragaman tersebut memungkinkan untuk

memenuhi hampir semua segmen pasar florikultura internasional. Ketiga,


48

Indonesia masih memiliki lahan yang relatif luas sehingga ruang gerak

pengembangan agribisnis yang relatif bersifat land based seperti umumnya

florikultura masih cukup besar. Keempat, teknologi dan sumberdaya

manusia untuk pengembangan florikultura relatif tersedia. Pusat-pusat

teknologi florikultura baik di lembaga penelitian pemerintah maupun di

perguruan tinggi telah berkembang. Demikian juga sumberdaya manusia,

keberagaman sumberdaya manusia bukan kendala bagi pengembangan

agribisnis melainkan potensi karena setiap kualifikasi tenaga kerja memiliki

relung pada agribisnis florikultura (Saragih, 2009).

Selanjutnya Saragih (2001) juga menjelaskan dari segi potensi pasar,

prospek agribisnis florikultura masih cukup cerah, baik pasar domestik

maupun internasional: 1. Jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar

dengan kecenderungan peningkatan pendapatan ke depan, merupakan

pasar yang besar bagi produk agribisnis florikultura. Saat ini Indonesia

masih tergolong negara dimana konsumsi per kapita florikultura terendah di

dunia. Sehingga pasar florikultura di dalam negeri masih merupakan

emerging market. 2. Terdapat sejumlah perubahan di masa yang akan

datang yang membuka kesempatan bagi agribisnis florikultura Indonesia

baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Perubahan yang

dimaksud adalah sebagai berikut : (1) Kawasan Asia Pasifik khususnya

kawasan ASEAN dan Asia Timur di masa yang akan datang merupakan

lokomotif perekonomian dunia menggeser kawasan atlantik saat ini.

Pertumbuhan kawasan tersebut akan merupakan kawasan pemukiman,


49

perkantoran, dan real estate lainnya yang cukup besar. Pertumbuhan real

estate tersebut akan meningkatkan permintaan tanaman bunga dan

meningkatnya pendapatan masyarakat serta meningkatnya pengetahuan

masyarakat akan kesegaran dan keindahan juga akan meningkatkan

permintaan akan bunga potong.

C. Bunga Potong Krisan

Krisan atau dikenal juga dengan sebutan bunga seruni, merupakan

tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan potensial

untuk dikembangkan secara komersial. Di Indonesia, krisan biasa

dibudidayakan di dataran medium dan dataran tinggi. Tanaman ini

diperkirakan berasal dari Asia Timur tepatnya daratan Cina. Berdasarkan

Widyawan (2004) Krisan dengan nama latin Chrysanthemum sp berasal

dari dataran Cina, termasukke dalam family Asteraceae atau Compositae.

Klasifikasi botani tanaman hias krisan adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermathophyta Sub Divisi : Angiospermae

Famili : Asteraceae

Genus : Chrysanthemum

Species : Chrysanthemum morifolium Ramat, Chrysanthemum

indicum, Chrysanthemum daisy.


50

Berdasarkan Budiarto dkk (2006) krisan umumnya dibudidayakan dan

tumbuh baik di daratan medium sampai tinggi pada kisaran 650 hingga

1.200 m dpl. Di habitat aslinya, krisan merupakan tanaman yang bersifat

menyemak dan dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 30 – 200 cm.

Berdasarkan siklus hidupnya, krisan dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu

krisan semusim (hardy annual) dan krisan tahunan (hardly perennial). The

United State National Chrysanthemum Society menetapkan sistem

klasifikasi krisan . Berdasarkan tipe bunga yaitu: single (tunggal),

anemone, pompon, decorative, dan bunga besar (standar)

(Rimando 2001).

1) Tunggal

Mirip seperti bunga daisy (pada setiap tangkai hanya memiliki satu

kuntum bunga) yang memiliki satu lapis susunan mahkota. Pada bagian

tengah bunga terdiri dari bagian piringan dasar bunga yang pendek.

2) Anemone

Sekilas mirip dengan bunga tunggal, tapi piringan dasar bunganya

lebih tebal dan lebar. Mahkota bunga terkadang memiliki warna yang

berbeda dengan bagian piringan dasar bunga, yang memberikan efek

bantal.

3) Pompon

Mahkota bunga berbentuk pendek, melengkung ke dalam dan besar

yang membentuk bulatan kepala kecil, mahkota menyebar dan piringan


51

dasar tidak tampak. Pompon dibedakan juga sesuai dengan ukuran

diameter dari kepala bunga yaitu: kecil atau kancing (> 3,76 cm), sedang

(3,76 – 5, 08), dan besar (6,35 – 10,16 cm)

4) Dekoratif

Bunga berbentuk mirip dengan pompon kecuali mahkota bunga

bagian paling luar (tepi) bunga lebih panjang dibandingkan bagian

dalamnya. Bentuk ini menjadikan bunga terlihat lurus terpapar.

5) Bunga besar (standar)

Tanaman mempunyai bentuk bunga yang mengembang dengan

ukuran diameter yang lebih besar dari 10,61 cm. Tanaman ini akan tumbuh

sebagai tanaman tunggal, dalam praktiknya melibatkan penghilangan

seluruh pucuk bunga lainnya kecuali bunga utama. Pada tipe bunga ini

bagian piringan dasar bunga tertutup secara keseluruhan oleh bagian

mahkota bunga yang besar.

Tipe standar dibedakan menjadi empat kelompok: bengkok ke dalam

(incurved) merupakan bentuk umum dan bagian mahkota luar bunga

bengkok ke dalam ke arah atas; bengkok tidak teratur (reflexed) merupakan

bunga berbentuk telur dengan mahkota luar bunga tumpang tindih dan

bengkok ke bawah; berbentuk pipa (tubular ray) merupakan bunga yang

memiliki bentuk pipa pada bagian mahkota luar; bervariasi (miscellaneous)

merupakan bunga berbentuk baru yang sedikit atau tidak berkepentingan

komersil.
52

Kelompok bunga berbentuk pipa (tubular ray) dibedakan menjadi

empat jenis yaitu: a) Tipe Spider yang mempunyai mahkota luar berbentuk

pipa yang jatuh anggun; b) Tipe Fuji yang mirip dengan tipe spider tetapi

mahkota luar bunga lebih pendek dan lebih kaku; c) Tipe Quill mempunyai

bentuk pipa pada mahkota luar bunga tetapi ukurannya tidak lebih panjang

dari tipe spider dan tidak pula lebih pendek dari tipe fuji,

mahkotanya menyerupai bentuk bulu ayam; d) Tipe Spoon (sendok)

mirip dengan bentuk tipe quill tetapi bagian ujung mahkota yang lurus

terbuka menyerupai bentuk sendok.

Klasifikasi secara komersial dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:

1) Bunga pot. Ditandai dengan sosok tanaman kecil, tingginya 20-40 cm,

berbunga lebat dan cocok ditanam di pot, polibag atau wadah

lainnya.

2) Bunga potong. Ditandai dengan sosok bunga berukuran pendek

sampai tinggi, mempunyai tangkai bunga panjang, ukuran bervariasi

(kecil, menengah dan besar), umumnya ditanam di lapangan dan

hasilnya dapat digunakan sebagai bunga potong.

Bunga potong juga dibedakan menjadi dua jenis yaitu: krisan bentuk

tunggal (standar) dan krisan bentuk spray. Krisan tipe standar diproduksi

dengan membuang seluruh bunga kecuali bunga utama. Krisan tipe spray

diproduksi dengan membiarkan seluruh bunga tumbuh pada batang. Tipe


53

bunga yang dapat tumbuh menjadi spray meliputi jenis pompon, tunggal,

anemone, dekoratif, novelties.

Di Indonesia, budidaya krisan umumnya dilakukan di dalam rumah

lindung yang dapat berupa rumah kaca atau rumah plastik. Rumah lindung

ini berfungsi untuk memberikan kondisi lingkungan yang kondusif untuk

pertumbuhan tanaman krisan yang optimal. Krisan berasal dari daerah

subtropis, sehingga suhu yang terlalu tinggi merupakan faktor pembatas

dalam pertumbuhan tanaman. Krisan dapat tumbuh pada suhu harian

antara 17 – 30 derajat celcius. Pada fase vegetatif, kisaran suhu harian 22

sampai 28 derajat celcius pada siang hari dan tidak melebihi 26 derajat

celcius pada malam hari dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal krisan

(Yuli, 2014).

Krisan dipertimbangkan sebagai bunga potong yang ideal oleh

petani dikarenakan:

1) Jenis bunga yang beragam, seperti bentuk, ukuran dan warna.

2) Waktu penyimpanan yang lama (3 – 6 minggu).

3) Relatif lama waktu penyimpanan dalam vas bunga (1 – 2 minggu).

4) Mudah diperbanyak, terutama dengan memotong bagian ujung

batang.

5) Siklus hidup yang pendek, sekitar 4 bulan mulai dari mencangkok

hingga panen.

6) Proses pembungaan dapat dikontrol.

7) Dapat dipanen pada kondisi belum dewasa dan dapat dikontrol secara
54

terbuka pada kondisi buatan.

Teknologi budidaya krisan yang optimal merupakan salah satu

kebutuhan penting dalam pengembangan krisan secara komersial di tingkat

petani dan pengusaha kecil di daerah. Oleh karena itu untuk menunjang

keberhasilan sosialisasi dan pemanfaatan varietas-varietas unggul baru

krisan yang telah dihasilkannya, Balithi juga telah menyiapkan teknologi

budidaya krisan secara komersial yang dapat diadopsi dan dimanfaatkan

oleh petani dan pengguna. Teknologi budidaya krisan secara komersial

tersebut diuraikan lebih rinci yaitu sebagai berikut:

a. Persiapan Sarana Produksi

1) Pembuatan Rumah Plastik

Pembuatan rumah plastik bertujuan melindungi tanaman dari kondisi

cuaca dan lingkungan ekstrim yang dapat memberikan pengaruh

negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Ukuran rumah plastik

sebaiknya tidak terlalu besar berkisar antara 100-200 m2 per unit, hal

ini bertujuan untuk menghindari kerusakan ketika terjadi musim angin


55

besar yang hampir setiap tahun terjadi di Indonesia. Ukuran

memanjang disesuaikan dengan kondisi lahan, sedangkan lebar

kelipatan dari 6,5 m. Rumah plastik dapat dibuat sederhana dengan

bahan konstruksi dari kayu dan bambu, seperti pada gambar 1 di

bawah ini.

2) Sarana Instalasi Pencahayaan

Tanaman krisan membutuhkan panjang hari tertentu untuk

meningkatkan pertumbuhan vegetatifnya. Panjang hari yang

dibutuhkan untuk fase vegetatif adalah lebih dari batas kritisnya (13,5–

16 jam). Oleh karena itu, untuk fase vegetatif pada budidaya krisan,

pemberian cahaya tambahan dengan menggunakan lampu pada

malam hari mutlak diperlukan. Intensitas cahaya lampu untuk

tanaman krisan pada malam hari berkisar antara 40–100 lux, setara

dengan lampu pijar 75–100 watt atau esensial 18-23 watt dengan

jarak antar titik lampu 2x2 m dan dengan ketinggian 1,5–2 meter di

atas permukaan bedengan. Durasi pemberian cahaya tambahan

sekitar 4-5 jam per malam mulai pukul 22.00–02.00. Untuk

menghemat energi listrik, pencahayaan dapat diatur secara siklik

dengan 10 menit hidup dan 20 menit mati dalam rentang waktu 4-5
56

jam dengan menggunakan pewaktu sebelum pengolahanan tanah.

Sarana dan Prasarana Produksi lain meliputi :

 Pompa air dan selang yang digunakan untuk menarik/mendorong air

dari sumbernya hingga sampai ke lahan produksi.

 Sower kebun digunakan/dipasang di ujung selang supaya air yang

keluar lebih halus sehingga tidak memadatkan media tanaman dan

sebaran air lebih merata.

 Pompa gendong/power sprayer digunakan untuk aplikasi pestisida

pada saat pengendalian hama dan penyakit.

 Jaring penegak berfungsi untuk menyangga tanaman agar tidak

roboh ketika tanaman bertambah tinggi, selain penyangga tanaman

jaring penegak juga berfungsi sebagai pengatur jarak tanam.

 Gunting stek digunakan pada saat panen; sedangkan ember besar

digunakan untuk menampung hasil panen.

b. Proses Produksi

Proses produksi meliputi pengolahan tanah, pemasangan pupuk

dasar, pemasangan jaring penegak (sekaligus sebagai pengatur jarak

tanam), penyiapan bahan tanaman, penanaman dan pemeliharaan

tanaman (pemberian air, pemupukan susulan, penyiangan,

perlindungan tanaman dari hama dan penyakit penting serta

pemeliharaan khusus lainnya). Pengolahan tanah diawali dengan

pembersihan gulma yang dilanjutkan dengan mencangkul tanah

sedalam 30-40 cm, selanjutnya dibentuk bedengan pertanaman


57

setinggi 25-30 cm dengan lebar 1-1,2 meter dan jarak antar bedengan

50-75 cm, panjang bedengan disesuaikan dengan bentuk lahan dan

rumah plastik matang dengan dosis setara 1 m3/100 m2 dan humus

bambu 0,5 m3/100 m2 (untuk tanah kering), 1 m3/100 m2, Urea 15

g/m2, SP36. 20 g/m2 dan KCl 35 g/m2, sebagai pupuk dasar. Aduk

pupuk dasar sampai rata dan rapihkan kembali bedengannya,

Selanjutnya dilakukan pemasangan jaring penegak tanaman yang

sekaligus berfungsi sebagai pengatur jarak tanam, siram tanah (media

tumbuh) setiap hari selama 5-7 hari sebelum tanam. Pada saat hari

tanam sebaiknya selokan antar bedengan diairi sampai mengenai

permukaan akar, kemudian air dibuang kembali. Proses persiapan

produksi sampai tanam dapat dilihat pada gambar 3a, 3b, 3c, dan 3d.

Pemberian pupuk susulan dilakukan pada saat tanaman berumur 2

minggu setelah tanam dan diulang setiap minggu menggunakan

pupuk KNO3 merah yang dilarutkan, dengan dosis 2-3 gram/liter air,

dengan volume siram 3-5 liter/m2 sampai umur 8 minggu setelah

tanam. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan setiap

minggu dengan menggunakan pestisida yang sistemik dan kontak

secara bergantian, untuk menghindari resistensi hama/penyakit

terhadap pestisida. Penyiangan gulma dilakukan dua minggu sekali

atau desesuaikan dengan kondisi di lapangan. Penyiraman dilakukan

2-3 kali per minggu, dengan menggunakan selang yang ujungnya

disambung dengan sower kebun supaya air merata ke semua


58

permukaan media tanam. Penyiraman sebaiknya dilakukan pada pagi

hari.

Pemeliharaan khusus meliputi pinching, yaitu pembuangan

tangkai bunga bagian bawah dengan hanya menyisakan satu kuntum

bunga untuk krisan jenis standar, kegiatan ini dilakukan pada saat

kuntum bunga pertama mencapai tinggi 1 cm. kegiatan ini dilakukan

secara bertahap 2-3 kali pinching, karena tunas samping tumbuh

secara bertahap pula dari bagian atas ke bawah. Sedangkan

untuk krisan jenis spray dilakukan toping yaitu pembuangan bunga

paling atas yang dilakukan sekali pada saat kuntum bunga pertama

mencapai tinggi 1 cm.

c. Panen Dan Pasca Panen

Secara umum bunga krisan dapat dipanen pada umur 12-14 minggu

setelah tanam tergantung genotifnya. Bunga potong krisan dapat

dipanen apabila sudah mencapai kemekaran 75%, seperti pada

gambar 4 berikut ini. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dan

segera dimasukkan ke dalam air bersih sesaat setelah panen, serta

simpan di tempat yang teduh. Setelah selesai panen dilakukan sortasi

berdasarkan warna dan varietasnya. Tahapan selanjutnya yaitu

grading berdasarkan kualitasnya (tinggi tanaman, diameter batang,

jumlah bunga per tangkai, dan diameter bunga). Setelah selesai

grading bunga dibungkus per 10 tangkai, kemudian dimasukkan ke


59

dalam dus dan siap untuk didistribusikan ke konsumen untuk

digunakan sebagai rangkaian, dekorasi dan keperluan lainnya (Yuli ,

2014).

D. Saluran Tataniaga

Tataniaga merupakan suatu peragaan dari semua aktivitas bisnis

dalam aliran barang dan jasa mulai dari titik produksi sampai ke konsumen

akhir (Kohls dan Uhls, 2002). Terdapat dua kelompok yang berbeda

kepentingan dalam memandang tataniaga. Konsumen ingin mendapatkan

harga yang rendah dan produsen ingin memperoleh penerimaan yang

besar atas penjualan produk. Dalam proses distribusi dapat terjadi

kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari

produk untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk mempermudah

penyalurannya, meningkatkan nilai dan meningkatkan kepuasan

konsumen.

Erick (2008), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan-

badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana

barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga


60

ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga

pemberi jasa. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-

fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal

mungkin. Konsumen member balas jasa kepada lembaga pemasaran

berupa margin pemasaran.

Nurland (2010) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan

lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan

tataniaga, menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen.

Lembaga-lembaga tersebut mempunyai hubungan organisasi satu sama

lain. Timbulnya lembaga tataniaga tersebut disebabkan oleh beberapa hal

yaitu:

1. Keinginan konsumen untuk mendapatkan barang yang dikehendaki.

2. Penyesuaian produksi terhadap keinginan konsumen.

Selanjutnya, Nurland (2010), menggolongkan lembaga tataniaga

berdasarkan atas beberapa hal sebagai berikut:

1. Menurut fungsinya.

2. Menurut barangnya.

3. Menurut penguasaan terhadap barangnya.

4. Menurut kedudukan lembaga tataniaga dalam struktur tataniaga.

5. Menurut bentuk usahanya, seperti koperasi, perseroan.


61

Selain itu, lembaga tataniaga dapat pula digolongkan berdasarkan

pemilikan dan penguasaan atas barangnya (Nurland,2010) seperti:

1. Lembaga tataniaga yang tidak memiliki barang tetapi menguasai

barang itu,seperti agen perantara (broker), selling broker, buying

broker.

2. Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang seperti:

 Pedagang pengumpul

 Pedagang pengecer

 Pedagang eksport import

 Pedagang yang menerima barang inport dan sebagainya.

Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih

saluran tataniaga yaitu:

1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir

mencakup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis,

volume pesanan, dan kebiasaan pembeli.

2. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan

berat barang, tingkat kerusakan, sifat tekhnis barang, dan apakah

barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.


62

3. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber

permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan

penyaluran, dan pelayanan penjualan.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan

lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan

kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya.

Limbong dan Sitorus (1987) berpendapat bahwa saluran pemasaran

dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran.

Panjangnya saluran tataniaga akan ditentukan oleh banyaknya tingkat

perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. Pada Gambar 2

ditunjukkan beberapa saluran tataniaga yang panjangnya berbeda-beda.

Saluran nol tingkat (zero level channel) atau dinamakan juga sebagai

saluran tataniaga langsung, adalah saluran yang memperlihatkan produsen

atau pabrikan secara langsung menjual produknya kepada konsumen.

Saluran
tingkat nol Produsen Konsumen

Saluran
tingkat satu Produsen Pengecer Konsumen
b
Saluran
tingkat dua Produsen Grosir Pengecer Konsumen

saluran
tingkat tiga Produsen Grosir Jobber Pengece Konsumen
r

Gambar 2. Contoh Saluran Tataniaga dengan Beberapa Tingkat

Saluran satu tingkat (one level channel), adalah saluran yang

menggunakan perantara. Dalam pasar konsumsi, perantara ini adalah


63

pengecer sedangkan dalam pasar industrial perantara tersebut adalah

agen penjualan atau pialang. Pada saluran dua tingkat (two level channel)

mencakup dua perantara. Dalam pasar konsumsi mereka ini adalah grosir

dan pengecer, sedangkan dalam pasar industrial perantara tersebut adalah

distributor dan dealer industrial.

Pada saluran tiga tingkat (three level channel) didapati tiga

perantara. Dalam hal ini, selain grosir dan pengecer ditemui pedagang

pemborong atau jobber. Pemborong tersebut membeli barang dari

pedagang grosir dan menjualnya ke pedagang pengecer, yang pada

umumnya tidak dapat dilayani oleh pedagang grosir.


41

E. Penelitian Terdahulu

Analisis Agribisnis Cabai Merah Keriting Studi Kasus di Desa

Toddopulia, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros (2014) oleh

Nurlina Sadiri. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode

deskriptif kualitatif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

Pengadaan dan penyaluran benih, pupuk, dan pestisida yang dilakukan

oleh pihak Kios Sumber Rejeki belum sepenuhnya terpenuhi, sehingga

menyebabkan petani sulit menerapkan standar pupuk berimbang.

Pengolahan dan penyimpanan cabai di Desa Toddopulia tidak dilakukan

karena hasil produksi langsung disalurkan ke pedagang. Selain itu,

lembaga penunjang dalam usahatani cabai di Desa Toddopulia

digolongkan menjadi tiga subsistem yaitu subsitem hulu yakni pengadaan

dan penyaluran saprodi, subsistem on-farm, dan subsistem hilir yakni

lembaga pemasaran.

Analisis Strategi Pengembangan Usaha Bunga Potong Krisan

(Studi Kasus: Sondi Raya Chrysanth Farm, Kampung Jawa,

Megamendung, Kabupaten Bogor) (2010) oleh Devi Mustikawati.

Penelitian ini menghasilkan strategi yang terdiri dari: (1) Memperbaiki dan

meningkatkan kualitas produk, (2) Peningkatan kapasitas produksi

perusahaan, (3) Peningkatan kualitas SDM perusahaan, (4) Pembuatan

perencanaan usaha secara terstruktur dan sistematis, (5) Menerapkan

teknologi yang lebih canggih dan efisien, (6) Meningkatkan kegiatan

promosi perusahaan, (7) Menjalin kemitraan dan networking dengan


42

stakeholder, (8) Menerapkan sistem produksi yang sesuai dengan standar

SOP dan GAP, dan (9) Memperjelas sistem pembayaran atau kontrak.

Agribisnis Bunga Krisan Potong pada CV. Cempaka Mulya,

Malang (2011) oleh Kristina Helda Natalia. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa bunga potong krisan layak untuk dibudidayakan

berdasarkan analisis kelayakan usahatani dengan hasil R/C sebesar 1,65

yang menandakan modal sebesar 1,000 yang diinvestasikan akan kembali

sebesar 1,65. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis tingkat efisiensi

penggunaan modal berdasarkan perhitungan ROI sebesar 26,58 % yang

berarti bahwa usaha ini memperoleh pendapatan atau keuntungan sebesar

26,58% dari total biaya atau investasi yang dikeluarkan.

Pengkajian Kemasan Primer Pada Transportasi Bunga Potong

Krisan (Chrysanthemum Indicum) (2007) Oleh Dini Turipanam

Alamanda. Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan

terhadap parameter fisik bunga krisan potong. Uji duncan menunjukkan

adanya perbedaan nyata pengaruh model kemasan terhadap diameter

mahkota bunga, gugurnya mahkota dan kelayuan. Selain itu, terdapat

perbedaan nyata pengaruh model tumpukkan terhadap gugurnya mahkota.

Kemasan HVS 70 gr 2 tumpuk terpilih sebagai kemasan terbaik yang

memberikan hasil terbaik dengan menekan persentase kelayuan sebesar

22% pada hari ke-6 masa pajangan, menekan gugurnya mahkota sebesar

11% pada hari ke-6 dan dapat mempertahankan diameter


43

mahkota sebesar 8.84 cm. Diameter bunga yang dapat dipertahankan oleh

kemasan primer terbaik adalah sesuai standar bunga dengan kemekaran

75% yaitu 8-9 cm.

Analisis Risiko Produksi Krisan Potong pada Perusahaan Natalia

Nursery di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor (2013) oleh

Yulinda Nasti. Hasil pnelitian menunjukkan risiko berdasarkan jumlah

produksi krisan per tahun pada kegiatan spesialisasi menunjukkan nilai

cofficient variation sebesar 0,11 pada krisan tipe spray dan 0,30 pada krisan

tipe standar. Nilai ini menunjukkan bahwa produksi krisan tipe standar pada

Natalia Nursery mengalami risiko produksi yang lebih besar dibandingkan

dengan krisan tipe spray. Sedangkan analisis risiko produksi krisan pada

kegiatan diversifikasi menunjukkan nilai coeffecient variation sebesar 0,12.

Hal ini menunjukkan bahwa dengan melakukan diversifikasi, perusahaan

dapat mengurangi risiko produksi yang terjadi dibandingkan pengusahaan

krisan secara spesialisasi. Strategi penanganan risiko produksi yang

dilakukan perusahaan antara lain; (1) strategi preventif, yaitu dengan

pelaksanaan SOP pengolahan lahan dengan baik, perbaikan tanaman

induk, dan perbaikan sistem naungan, (2) strategi

mitigasi, yaitu dengan diversifikasi produksi dan unit usaha, serta dengan

pengalihan risiko, (3) pengendalian OPT, yaitu dengan cara fisik, mekanis,

kultur teknis, biologis, dan kimiawi, (4)pengembangan sumberdaya

manusia, dan (5) membangun hubungan kemitraan.


44

Tabel 3. Matriks Penelitian Terdahulu


No Nama Peneliti Topik Penelitian Metode Analisis Data Hasil Penelitian

1 Nurlina Sadiri Kajian Agribisnis Metode Miles dan  Pengadaan dan penyaluran benih, pupuk, dan pestisida
Cabai Merah Huberman (1994): teknik yang dilakukan oleh pihak Kios Sumber Rejeki belum
Keriting Studi analisis didasarkan pada sepenuhnya terpenuhi, sehingga menyebabkan petani
Kasus di Desa tiga komponen: reduksi sulit menerapkan standar pupuk berimbang
Toddopulia, data (data reduction),  Pengolahan dan penyimpanan di Desa Toddopulia tidak
Kecamatan penyajian data (data dilakukan karena hasil produksi langsung disalurkan ke
Tanralili, display), dan penarikan pedagang
Kabupaten Maros serta pengujian  A. Lembaga pendukung pengadaan dan penyaluran
(2014) kesimpulan (drawing and saprodi dan alsintan
verifying conclusions).  Lembaga Keuangan Mikro Masyarakat (LKMM)
berperan untuk menyediakan pinjaman modal untuk
petani.
 Swasta, yakni kios “sumber rejeki” dan toko alsintan
yang menyediakan saprodi dan alsintan yang
dibutuhkan petani dalam subsistem on-farm.
b. Lembaga pendukung subsistem on-farm
45

 Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan


(BPP dan KP) berperan memberikan pendampingan
dan penyuluhan kepada petani.
 Dinas Pertanian berperan memberikan pendampingan
dan penyuluhan kepada petani.
 Balai Proteksi Organisme Pengganggu Tanaman
(BPOPT) memberikan pendampingan secara teknis
pada tanaman cabai.
 Gapoktan berperan sebagai wadah untuk
mempermudah prose pembinaan.
c. Lembaga pendukung subsitem hilir, yakni lembaga
pemasaran
 Petani
 Agen Perantara
 Pedagang Pengumpul
 Pedagang Pengecer
 Konsumen
46

2 Devi Analisis Strategi Analisis Deskriptif, Analisis Penelitian ini menghasilkan strategi yang terdiri dari: (1)
Mustikawati Pengembangan SWOT Memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk, (2)
Usaha Bunga Peningkatan kapasitas produksi perusahaan, (3) Peningkatan
Potong Krisan kualitas SDM perusahaan, (4) Pembuatan perencanaan usaha
(Studi Kasus: secara terstruktur dan sistematis, (5) Menerapkan teknologi
Sondi Raya yang lebih canggih dan efisien, (6) Meningkatkan kegiatan
Chrysanth Farm, promosi perusahaan, (7) Menjalin kemitraan dan networking
Kampung Jawa, dengan stakeholder, (8) Menerapkan sistem produksi yang
Megamendung, sesuai dengan standar SOP dan GAP, dan (9) Memperjelas
Kabupaten sistem pembayaran atau kontrak.
Bogor) (2010)

3 Kristina Helda Agribisnis Bunga Analisis Deskriptif Kualitatif


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bunga potong krisan
Natalia Krisan Potong
layak untuk dibudidayakan berdasarkan analisis kelayakan
pada CV.
usahatani dengan hasil R/C sebesar 1,65 yang menandakan
Cempaka Mulya,
modal sebesar 1,000 yang diinvestasikan akan kembali
Malang (2011)
sebesar 1,65. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis
tingkat efisiensi penggunaan modal berdasarkan perhitungan
ROI sebesar 26,58 % yang berarti bahwa usaha ini
47

memperoleh pendapatan atau keuntungan sebesar 26,58%


dari total biaya atau investasi yang dikeluarkan.
4 Yulinda Nasti Analisis Risiko Analisis kuantitatif. Analisis Hasil analisis risiko berdasarkan jumlah produksi krisan per
Produksi Krisan ini dilakukan berdasarkan tahun pada kegiatan spesialisasi menunjukkan nilai cofficient
Potong pada pada pengukuran variation sebesar 0,11 pada krisan tipe spray dan 0,30 pada
Perusahaan penyimpangan melalui krisan tipe standar. Nilai ini menunjukkan bahwa produksi
Natalia Nursery di pengukuran statistik antara krisan tipe standar pada Natalia Nursery mengalami risiko
Kecamatan lain; ragam (variance), produksi yang lebih besar dibandingkan dengan krisan tipe
Tenjolaya, simpangan baku (standard spray. Sedangkan analisis risiko produksi krisan pada
Kabupaten Bogor deviation), dan koefisien kegiatan diversifikasi menunjukkan nilai coeffecient variation
(2013) variasi (coefficient sebesar 0,12. Hal ini menunjukkan bahwa dengan melakukan
variation). diversifikasi, perusahaan dapat mengurangi risiko produksi
yang terjadi dibandingkan pengusahaan krisan secara
spesialisasi.
Strategi penanganan risiko produksi yang dilakukan
perusahaan antara lain; (1) strategi preventif, yaitu dengan
pelaksanaan SOP pengolahan lahan dengan baik, perbaikan
tanaman induk, dan perbaikan sistem naungan, (2) strategi
mitigasi, yaitu dengan diversifikasi produksi dan unit usaha,
48

serta dengan pengalihan risiko, (3) pengendalian OPT, yaitu


dengan cara fisik, mekanis, kultur teknis, biologis, dan
kimiawi, (4)pengembangan sumberdaya manusia, dan (5)
membangun hubungan kemitraan.

5 Zainal Abidin Kajian Agribisnis Analisis Deskriptif,  Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha budidaya
Udang Vannamei Kualitatif dan finansial udang vannamei menguntungkan. Sedangkan analisis
Untuk Menunjang sensitifitaas menunjukkan bahwa walaupun terjadi
Industri fluktuasi harga, kenaikan biaya input produksi, serta terjadi
Perikanan di serangan hama penyakit sampai batas toleransi hingga
Sulawesi Selatan 10%, budidaya udang vannamei tetap dapat dilanjutkan.
 Keterkaitan antara industri hulu (industri perbenihan,
pakan, pupuk, BBM, Obat-obatan dan alat/mesin) dengan
industri pembesaran/budidaya dengan industri processing
mengikuti pola keagenan. Pola keagenan pada benur
udang vannamei yakni PT. Central Proteinaprima yang
berkedudukan di Makassar sebagai agen/penyalur tunggal
benur udang vannamei, PT Central Protenaprima
menyalurkan pula sarana produksi lainnya yakni: pakan,
49

pupuk dan obat-obatan yang ditunjuk oleh salah satu


perusahaan pakan, pupuk dan obat-obatan yang
berkedudukan di Surabaya.
6 Anne Pengelolaan Deskriptif Kualitatif Perusahaan telah memiliki kriteria panen dan standar kelas
Syifaurrahmah Panen dan mutu bunga krisan potong sehingga bunga yang dihasilkan
Pascapanen memiliki kualitas baik yang dapat di ekspor ke luar negeri.
Bunga Potong Metode penyimpanan bunga krisan potong di perusahaan
Krisan Pada PT. masih kurang baik karena bunga krisan yang disimpan di
Alam Indah cold storage lebih dari tiga hari mengalami penurunan mutu.
Bunga Nusantara Hasil analisis usahatani bunga krisan potong pada varietas
(2011) Anastasia dengan persentase panen 80% selama tiga kali
periode tanam memberikan keuntungan dengan nilai B/C
rasio sebesar 0.4 dan R/C rasio sebesar 1.4.
50

F. Kerangka Konseptual

PT. Bunga Indah Malino adalah perusahaan agribisnis yang

bergerak dibidang budidaya krisan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji

tentang sistem agribisnis bunga potong krisan mulai dari hulu hingga hilir.

Agribisnis hulu yang akan dikaji yaitu proses pengadaan dan penyaluran

sarana produksi. Agribisnis on farm yaitu proses produksi/budidaya, dimana

pada subsistem ini akan dikaji mulai dari sistem pengolahan lahan, proses

penanaman, proses pemeliharaan dan proses pemanenan. Subsistem

agribisnis hilir yang akan dikaji mengenai proses penyimpanan, proses

pengolahan, proses pengemasan, proses pemasaran, hingga saluran

tataniaga yang dilakukan oleh PT. Bunga Indah Malino untuk menyalurkan

hasil produksinya hingga sampai pada konsumen dan subsistem penunjang

akan dikaji mengenai aktivitas penunjang untuk setiap subsistem. Selain itu,

akan dikaji mengenai pola keterkaitan antar subsistem tersebut.


51

AGRIBISNIS BUNGA POTONG


KRISAN PT. BUNGA INDAH
MALINO

SUBSISTEM HULU SUBSISTEM ON-FARM SUBSISTEM HILIR AGRIBISNIS


AGRIBISNIS BUNGA POTONG Persemaian, Pengolahan lahan, BUNGA KRISAN
Pengadaan Sarana Produksi, alat dan Penanaman, Pemeliharaan, dan Pengolahan, Penyimpanan,
mesin Panen. Pengemasan, saluran Tataniaga

Subsistem Penunjang
UPTD BBTH Sulsel, BALITHI Cipanas,
UD. Sumber Rejeki, Tani Beru, Badan
Karantina Pertanian Sulsel,
D’Market,Florist Lokal

Peneliti
Gambar 3. Skema Kerangka Konseptual Sistem Agribisnis Bunga Potong
Krisan pada PT. Bunga Indah Malino di Desa Pattapang, Kecamatan
Tinggimoncong, Kabupaten Gowa.

Anda mungkin juga menyukai