Anda di halaman 1dari 86

PREPARASI SERUM IKTERIK

DENGAN PENAMBAHAN VARIASI BARIUM SULFAT


TERHADAP PEMERIKSAAN ASAM URAT
METODE URICASE PEROKSIDASE

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Sebutan


Ahli Madya Analis Kesehatan

Oleh :
NINGRUM WIJAYANTI
NIM : 1811E2031

JURUSAN ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ANALIS BAKTI ASIH BANDUNG
TAHUN 2020
LEMBAR PERSETUJUAN

PREPARASI SERUM IKTERIK


DENGAN PENAMBAHAN VARIASI BARIUM SULFAT
TERHADAP PEMERIKSAAN ASAM URAT
METODE URICASE PEROKSIDASE

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi


Diploma III Analis Kesehatan

Oleh :

NINGRUM WIJAYANTI
NIM : 1811E2031

Pembimbing

SITI NUR INAYAH, M.Si


NIK : 01.14.080

i
LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah ini telah diuji pada sidang karya tugas Ilmiah
Program Studi Diploma III Analis Kesehatan
Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih
Bandung

Agustus 2020

Penguji I

()

Penguji II

()

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya sebagai penulis Laporan Tugas Akhir berikut :

Judul : Preparasi Serum Ikterik Dengan Penambahan Variasi


Barium Sulfat Terhadap Pemeriksaan Asam Urat Metode
Uricase Peroksidase

Nama Mahasiswa : Ningrum Wijayanti

Nim : 1811E2031

Prodi : D3 Analis Kesehatan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir ini


adalah benar hasil karya asli saya dan tidak memuat hasil karya orang lain, dan
saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara – cara yang tidak
sesuai dengan keilmuan. Atas pernyataan ini maka saya bersedia menanggung
resiko dan sanksi yang di jatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan
adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini.

Jakarta, Agustus 2020

Yang membuat pernyataan

Ningrum Wijayanti

iii
PREPARASI SERUM IKTERIK
DENGAN PENAMBAHAN VARIASI BARIUM
SULFAT TERHADAP PEMERIKSAAN ASAM URAT
METODE URICASE PEROKSIDASE

Nama : Ningrum Wijayanti


NIM : 1811E2031
Pembimbing : Siti Nur Inayah, M.Si

ABSTRAK
Serum ikterik adalah serum yang berwarna kuning coklat yang disebabkan karena
peningkatan konsentrasi bilirubin dalam darah (Hiperbilirubinemia). serum ikterik
dapat mempengaruhi pembacaan pada panjang gelombang 400 – 500 nm akibat
warna kuning coklat dari specimen, sehingga tidak mampu di baca oleh fotometer.
Bilirubin berlebih akan bereaksi dengan Hidrogen Peroksida yang dihasilkan
selama reaksi pemeriksaan kadar asam urat sehingga berpotensi menimbulkan
hasil tinggi palsu. Metode penanganan yang tepat di perlukan untuk mengatasi
serum ikterik. Penelitian ini berjenis kuasi eksperimen dengan menggunakan
prinsip adsorpsi. Barium Sulfat (BaSO4) dipilih sebagai adsorben untuk
mengadsorpsi bilirubin berlebih. Untuk mengetahui Preparasi Serum Ikterik
dengan penambahan Variasi Barium Sulfat Terhadap Pemeriksaan Asam Urat
Metode Uricase Peroksidase, Serum Ikterik diberi perlakukan dengan tanpa
Barium Sulfat, dengan penambahan Barium Sulfat 75 mg/ml serum, 100 mg/ml
serum, 125 mg/ml serum dan 150 mg/ml serum. Data analisis dengan uji
normalitas Shapiro-wilk di dapat hasil tanpa Barium Sulfat nilai sig 0.542,
penambahan 75 mg nilai sig 0.337, penambahan 100 mg nilai sig 0.304,
penambahan 125 mg nilai sig 0.253 dan penambahan 150 mg nilai sig 0.205,
dimana nilai p > 0,05 maka data berdistribusi normal. kemudian data di uji
homegenitas dengan uji Levene di dapat nilai sig 0.1000 di mana nilai p > 0,05
maka data homogen. karena uji normalitas dan homegenitas di dapat data
berdistribusi normal dan homogen, maka di lanjut uji statistic Anova. Hasil Kadar
asam urat uji statistic anova didapat nilai sig 0.885 di mana nilai p > 0,05
sehingga tidak terdapat perbedaan signifikan dari hasil Preparasi Serum Ikterik
Dengan Penambahan Variasi Barium Sulfat Terhadap Pemeriksaan Asam Urat
Metode Uricase Peroksidase.
Kata Kunci : Asam Urat, Barium Sulfat, Preparasi Serum Ikterik..

iv
PREPARATION OF ICTERIC SERUM WITH VARIATONIONS
IN THE ADDITION OF BARIUM SULPHATE TO THE URIC
ACID EXAMINATION WITH THE URICASE PEROXIDASE
METHODD
Name : Ningrum Wijayanti
NIM : 1811E2031
Advisor : Siti Nur Inayah, M.Si

ABSTRACT
Serum jaundice is a serum that is colored yellow brown which is caused due to
increased concentration of bilirubin in blood (Hyperbilirubinemia). serum
jaundice can affect the readings at a wavelength of 400 – 500 nm due to the brown
yellow color of the specimen, so it is not able to read by the photometer.Excess
Bilirubin will react with the Hydrogen Peroxide produced during the reaction of
the examination the levels of uric acid, causing the potential hasiil high fake.
Methods of proper handling in the need to overcome the serum icteric. This
research type is quasi-experimental by using the principle of adsorption. Barium
Sulfate (BaSO4) was chosen as the adsorbent to adsorb the bilirubin excess. To
know the Preparation of Serum Jaundice with the addition of a Variety of Barium
Sulfate To the Examination of Uric Acid Method Uricase Peroxidase, Serum
Icteric given a treat with no Barium Sulphate, with the addition of Barium Sulfate
75 mg/ml serum, 100 mg/ml serum, 125 mg/ml serum and 150 mg/ml serum. Data
were analyzed with normality test Shapiro-Wilk can result without Barium Sulfate
sig 0.542, with the addition of Barium Sulfate 75 mg sig 0.337,the addition of 100
mg sig 0.304,the addition of 125 mg sig 0.253 and the addition of 150 mg sig
0.205, where the p-value is > 0.05 then data distribution is normal. then the data in
the test homegenitas with the test of Levene on the can sig 0.1000 in which the p-
value is > 0.05 then the data is homogeneous. because of the normality test and
homegenitas in the can data normally distributed and homogeneous, then in the
further statistical test Anova. Results uric acid Levels test statistic anova obtained
value of sig 0.885 in which the value of p > 0.05 so there is no significant
difference of the results Preparation of Serum Jaundice With the Addition of a
Variety of Barium Sulfate To the Examination of Uric Acid Method Uricase
Peroxidase.

Keywords : Barium Sulfate, Preparation Icteric Serum, Uric Acid

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat

rahmatnyalah sehingga saya dapat menyusun proposal penelitian Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul “Preparasi Serum Ikterik Dengan Perlakuan Variasi Barium

Sulfat Terhadap Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase Peroksidase” dapat di

selesaikan dengan baik pada waktu yang tepat.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini di ajukan sebagai syarat menyelesaikan

pendidikan Program Studi Analis Kesehatan Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih

Bandung.

Dalam penyusunan proposal penelitian Karya Tulis Ilmiah ini penulis

banyak mendapat bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak

yang terkait dalam penulisan ini.

1. Bapak Drs. Suryatama Tanuwidjaja, M.Si selaku pimpinan Sekolah Tinggi

Analis Bakti Asih Bandung.

2. Ibu Isti Sofia Insani, S.Si.,M.Kes selaku Ketua Prodi D3 Analis Kesehatan

Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih Bandung.

3. Ibu Siti Nur Inayah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan kepada saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir

ini.

vi
4. Kedua orang tua dan adik saya yang senantiasa mendoakan dan

memberikan dukungan moral serta dukungan moral.

5. dr. Primaning Mustika SpPK, M.Kes yang telah membantu mencarikan

tentang teori judul saya selama ini.

6. Kepada Atasan serta Staff Laboratorium RSIA Tumbuh Kembang yang

telah mendukung dan memberi saya kesempatan untuk menempuh kuliah

terutama mem-backup posisi saya ketika kuliah.

7. Kepada teman teman yang telah membantu dan melancarkan Karya Tulis

Ilmiah.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian Karya

Tulis Ilmiah ini jauh dari kata sempurna karena keterbatasan kemampuan dan

pengetahuan yang dimiliki penulis. Untuk itu dengan segala kerendahan hati

penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk hasil

yang lebih baik.

Penulis berharap semoga proposal Penelitian Karya Tulis Ilmiah ini dapat

bermanfaat dan berguna bagi penulis, khususnya bagi semua pihak pada

umumnya.

Bandung, Agustus2020

Penyusun

Ningrum Wijayanti

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.....................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii

PERNYATAAN.....................................................................................................iii

ABSTRAK..............................................................................................................iv

ABSTRACT.............................................................................................................v

KATA PENGANTAR............................................................................................vi

DAFTAR TABEL..................................................................................................xii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiv

DAFTAR ISTILAH...............................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1. Latar Belakang..............................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................6

1.3. Tujuan Penelitian...........................................................................................6

1.4. Manfaat Penelitian.........................................................................................6

1.5. Hipotesis Penelitian.......................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................8

2.1. Darah.............................................................................................................8

2.1.1. Komponen Darah....................................................................................9

2.2. Bilirubin.......................................................................................................10

2.2.1. Penyebab Hiperbilirubinemia :.............................................................11

2.3. Ginjal...........................................................................................................12

2.3.1. Definisi Ginjal......................................................................................12

viii
2.3.2. Fungsi Ginjal........................................................................................12

2.4. Serum...........................................................................................................13

2.4.1. Definisi Serum......................................................................................13

2.4.2. Macam - Macam Serum........................................................................15

2.4.3. Macam - Macam Ikterik/Ikterus...........................................................16

2.4.4. Cara Specimen Ikterik Dapat Mengganggu Pemeriksaan Kimia Klinik


........................................................................................................................17

2.4.5. Faktor Penyebab Ikterus.......................................................................17

2.4.6. Penyebab Serum Ikterik........................................................................18

2.4.7. Faktor - Faktor Yang Menyebabkan Serum Ikterik..............................18

2.4.8. Penananganan Serum Ikterik................................................................19

2.4.9. Derajat Ikterus......................................................................................20

2.4.10. Klasifikasi Ikterus...............................................................................21

2.5. Asam Urat....................................................................................................21

2.5.1. Pengertian Asam Urat...........................................................................21

2.5.2. Metabolisme Asam Urat.......................................................................22

2.5.3. Nilai Rujukan Asam Urat.....................................................................24

2.5.4. Kelainan Kadar Asam Urat...................................................................24

2.5.5. Metode Pemeriksaan Asam Urat..........................................................26

2.5.6. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Laboratorium................................28

2.6. Barium Sulfat (BaSO4)................................................................................29

2.6.1. Pengertian Barium Sulfat (BaSO4).......................................................29

2.6.2. Sejarah Penemuan Barium Sulfat (BaSO4)...........................................30

2.6.3. Sifat Fisika Dan Kimia Dari Barium Sulfat (BaSO4)...........................30

2.6.4. Produksi Barium Sulfat (BaSO4)..........................................................31

ix
2.6.5. Kegunaan Barium Sulfat (BaSO4)........................................................32

2.6.6. Keterkaitan BaSO4 Pada Serum Ikterik...............................................32

2.6.7. Prosedur Penambahan BaSO4 Pada Serum Ikterik Terhadap Kadar


Asam Urat.......................................................................................................33

2.7. Variabel Penelitian......................................................................................34

2.7.1. Variabel Bebas (Independen)..............................................................34

2.7.2. Variabel Terikat (Dependen)................................................................34

2.8. Kerangka Konsep........................................................................................34

2.9. Definisi Operasional....................................................................................34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................35

3.1. Jenis Penelitian............................................................................................35

3.2. Desain Penelitian.........................................................................................35

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................35

3.3.1. Tempat Penelitian.................................................................................35

3.3.2. Waktu Penelitian...................................................................................35

3.4. Populasi dan Sampel...................................................................................36

3.4.1. Populasi.................................................................................................36

3.4.2. Sampel..................................................................................................36

3.5. Alat dan Bahan :..........................................................................................37

3.5.1. Alat.......................................................................................................37

3.5.2. Bahan....................................................................................................38

3.6. Cara Kerja....................................................................................................38

3.6.1. Cara Kerja Pengambilan Darah Vena...................................................38

3.6.2. Cara Kerja Pembuatan Serum...............................................................39

x
3.6.3. Cara Kerja Pemeriksaan Kadar Asam Urat Metode Uricase PAP (Para
Amino Phenazone)..........................................................................................39

3.6.4. Cara Kerja Penambahan Barium Sulfat Pada Serum Ikterik Terhadap
Kadar Asam Urat............................................................................................39

3.7. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................41

3.7.1. Pengumpulan Data................................................................................41

3.7.2. Analisis Data.........................................................................................41

3.8. Alur Penelitian.............................................................................................42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................43

4.1. Hasil Penelitian............................................................................................43

4.2. Analisis Data...............................................................................................46

4.2.1. Uji Normalitas......................................................................................47

4.2.2. Uji Homegenitas Data...........................................................................48

4.2.3. Uji One Way Anova.............................................................................49

4.2.4. Kesimpulan Dalam Uji One Way Anova.............................................50

4.3. Pembahasan.................................................................................................51

BAB V....................................................................................................................57

KESIMPULAN & SARAN...................................................................................57

5.1. Kesimpulan..............................................................................................57

5.2. Saran........................................................................................................57

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................58

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Tingkat Derajat Ikterik..........................................................................20


Tabel 2. 2 Perbedaan Klasifikasi Ikterus...............................................................21
Tabel 2. 3 Nilai Rujukan Asam Urat......................................................................24
Tabel 2. 4 Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Asam Urat Serum........................25
Tabel 2. 5 Alat Dan Bahan..................................................................................27Y
Tabel 4.1. 1 Hasil Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase Peroksidase terhadap
sampel yang telah di preparasi dengan penambahan variasi Barium Sulfat..........43
Tabel 4.1. 2 Hasil Pemeriksaan Bilirubin Total Metode Jendrassik Grof terhadap
sampel yang telah di preparasi dengan penambahan variasi Barium Sulfat............4
Tabel 4.2. 1 Hasil Uji Deskriptif 46

Y
Tabel 4.2.1. 1 Uji Normalitas Shapiro Wilk............................................................4
Tabel 4.2.2 1 Uji Homogenitas 49

Y
Tabel 4.2.3. 1 Uji one way anova Serum Ikterik dengan penambahan variasi
BaSO4 Terhadap Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase Peroksidase..............50
DAFTAR GAMBAR

YGambar 2. 1 Darah
Gambar 2. 2 Komponen Darah................................................................................9
Gambar 2. 3. Serum Darah.....................................................................................15
Gambar 2. 4 Jenis - Jenis Serum............................................................................16
Gambar 2. 5 Struktur Kimia Asam Urat................................................................22
Gambar 2. 6 Metabolisme Asam Urat...................................................................23
Gambar 2. 7 Bentuk BaSO4...................................................................................30
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Insert Kit Pemeriksaan Asam Urat.....................................................60


Lampiran 2 Alat dan Bahan...................................................................................61
Lampiran 3 Hasil Penelitian Statistik.....................................................................64
Lampiran 4 Hasil Penelitian...................................................................................69
DAFTAR ISTILAH

Serum : Bagian cair darah yang tidak mengandung sel - sel

darah dan faktor - faktor pembekuan darah.

Serum Ikterik : Serum yang berwarna kuning coklat akibat adanya


hiperbilirubinemia (peningkatan bilirubin dalam

darah).

Preparasi Serum Ikterik : Serum yang berwarna kuning coklat yang

disebabkan adanya bahan - bahan endogen dan

eksogen di dalam serum.

Variasi Barium Sulfat : 75 mg, 100 mg, 125 mg dan 150 mg

Hiperbilirubinemia : Keadaan dimana terjadi peningkatan kadar

bilirubin dalam darah.

Metode Enzimatik : Reaksi kimia antara Analyt dengan reagent yang


menghasilkan kimia warna, yang dibaca pada satu

waktu tertentu (satu kali pembacaan).Kestabilan

warnanya antara 30-60 menit.

Asam Urat : Produk akhir metabolisme purin (Bentuk turunan


nucleoprotein : adenine dan guanine).

Barium Sulfat : Senyawa anorganik dengan rumus kimia BaSO4,

merupakan kristalin putih yang tidak berbau dan

tidak larut dalam air.


BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Laboratorium penting dalam dunia kesehatan terkait perannya sebagai

penunjang diagnosis, pengobatan serta prognosis. Hasil pemeriksaan laboratorium

yang tepat di pengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah kualitas sampel.

Penanganan sampel hemolisis, ikterik atau lipemik dapat menyebabkan keselahan

hasil di beberapa pemeriksaan kimia.

Hasil pemeriksaan laboratorium yang tepat akan menguntungkan pasien dan

dokter dalam rangka menemukan pengobatan yang tepat. Hal ini ditentukan oleh

tepatnya pemilihan tes laboratorium yang dilakukan, , metode tes yang digunakan,

pemilihan sampel tes laboratorium yang dilakukan, pemilihan sampel yang tepat

dan kualitas sampel. Kualitas spesimen serum yang diterima dilaboratorium dapat

memiliki dampak besar pada keadaan hasil yang dilaporkan. Sejumlah faktor

seperti kondisi puasa, jumlah spesimen yang diperoleh,dan kondisi penyimpanan

dapat berdampak pada keakuratan hasil laboratorium (AVRL, 2013).

Jenis pemeriksaan klinik kerap menggunakan plasma atau serum sebagai

sampel. Plasma adalah cairan berwarna kuning yang dalam reaksi bersifat sedikit

alkali. Plasma darah berisi gas (oksigen, dan karbondioksida). Sedangkan serum

adalah bagian darah yang tersisa setelah darah membeku. Pembekuan merubah

semua fibrinogen menjadi fibrin.

1
Hasil dari serum yang mengalami hemolisis, ikterik dan lipemik mungkin

tidak akurat dan dapat menyebabkan kesalahan medis (Simundic,dkk.,2009).

Keadaan ini akan mempengaruhi hasil pemeriksaan menggunakan

spektrofotometer akibat dari keruhnya warna sampel yang membuat absorbansi

yang diserap oleh sampel menjadi tinggi sehingga hasil pemeriksaan akan

menunjukkan hasil tingi palsu (Irawati, 2011).

Serum ikterik terjadi akibat keadaan hiperbilirubinemia dalam serum yaitu

penumpukkan bilirubin dalam plasma. Hal ini menimbulkan pigmentasi kuning

atau ikterus pada kulit. Pigmentasi kuning pada jaringan diakibatkan oleh

banyaknya aliran darah yang melewati jaringan tersebut (Issalbacher,dkk.,1995).

Hiperbilirubinemia dapat terjadi akibat peningkatan bilirubin tidak

terkonjugasi maupun bilirubin terkonjugasi (Wong, dkk., 2002). Penyebab

meningkatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi atau terkonjugasi dipengaruhi oleh

tempat anatomi lesi patologik yang menyebabkan ikterus (Pre-hepatik, hepatik

dan post hepatik) serta jenis perubahan dalam metabolisme urin (Baron, 1995).

Salah satu kondisi sampel yang mempengaruhi hasil pemeriksaan yaitu

ikterik. Ikterik dapat terjadi akibat hiperbilirubinemia yaitu penumpukan bilirubin

pada serum. Ikterik diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan kadar bilirubin terlarut

dalam serum ringan, sedang dan berat. Kondisi serum ikterik dipicu oleh tempat

anatomi lesi patologik yang menyebabkan ikterus (pre hepatik. Hepatik, pasca-

hepatik), sebab patologik (infektif, toksik) serta jenis perubahan dalam

metabolisme bilirubin. (Irwana, 2015)

2
Beberapa parameter pemeriksaan kimia terganggu dengan digunakannya

serum ikterik, antara lain: kreatinin,fosfat,albumin, serta pemeriksaan dengan

reaksi oksidase (glukosa, kolesterol, trigliserida, asam urat). Penggunaan serum

ikterik pada parameter asam urat menyebabkan hasil tinggi palsu sehingga kondisi

serum ikterik harus lebih diperhatikan.

Salah satu parameter kimia klinik yang kerap diminta adalah asam urat dan

metode yang digunakan adalah enzymatic “Uricase Peroksidase” yang

menggunakan panjang gelombang tertentu dan mengukur kadar asam urat

(Diasys, 2008). Akan tetapi penggunaan serum ikterik menyebabkan hasil tinggi

palsu karena warna serum yang gelap mempengaruhi absorbansi yang dihasilkan.

Warna serum yang kuning coklat menganggu pembacaan dengan spektrofotometri

yaitu pada rentang panjang gelombang 340-500 nm (Contois dan Nguyen, 2012).

Asam urat merupakan bagian normal dari darah dan urin. Asam urat

dihasilkan oleh pemecahan dan sisa pembuangan dari bahan yang mengandung

nukleotida purin atau berasal dari nukleotida purin yang diproduksi oleh tubuh.

Artinya, secara alami tubuh akan selalu memiliki asam urat dalam jumlah yang

terbatas (Rahayu,2012).

Mekanisme Barium Sulfat terhadap serum ikterik yaitu penggunaan Barium

Sulfat yang akan bereaksi dengan serum , kemudian membentuk endapan Barium

Sulfat dengan serum. Barium Sulfat di dalam serum sebagai bahan untuk

mengikat dan mengendapkan bilirubin serum, sehingga terjadi penurunan kadar

bilirubin dalam serum ikterik.

3
Pada penelitian ini di gunakan Barium Sulfat karena Barium Sulfat mudah

di dapat dan di aplikasikan untuk menghilangkan kadar bilirubin terlarut pada

serum ikterik karena sifatnya yang inert dan stabil, dan hasil penelitian

menunjukkan kadar serum ikterik dengan penambahan Barium Sulfat lebih rendah

dibandingkan dengan kadar asam urat serum ikterik tanpa penambahan Barium

Sulfat.

Sifat Barium Sulfat sangat stabil dalam arti sukar bereaksi dengan unsur-

unsur lain (Winarto, 2013) dan berberat jenis tinggi menjadi acuan untuk

digunakan dalam serum. Partikel Barium Sulfat berbentuk bulat hampir elips.

Ukuran partikel Barium Sulfat adalah antara 6-26 nm, dengan ukuran rata-rata 18

nm (Saraya dan Bakr, 2011). Ukuran partikel nano ini memungkinkan Barium

Sulfat menjadi adsorben yang baik bagi bilirubin.

Beberapa metode digunakan dalam mengatasi serum ikterik seperti

penggunaan kromogen yang berbeda, penggunaan panjang gelombang yang lebih

tinggi dan penambahan zat aditif. namun semua metode ini tidak mengatasi secara

tuntas. Adapun beberapa penanganan serum ikterik adalah sebagai berikut :

I. Kalium Ferisianida

Kalium ferisianida dapat ditambahkan pada serum sebelum pemeriksaan

untuk merubah suasana menjadi basa. Pada kondisi basa, bilirubin teroksidasi

menjadi biliverdin sehingga menurunkan gangguan penyerapan cahaya pada

panjang gelombang 500 nm, karena biliverdin baru menyerap cahaya di panjang

gelombang 630 nm.. Menurut berbagai literatur, penambahan kalium ferisianida

4
dari berbagai konsentrasi dari 15-91 umol/L, efektif dalam menghilangkan

gangguan bilirubin dan tidak ada efe samping bermakna terhadap sensitivitas

pemeriksaan ( Farrel and Carter, 2016 ).

II. Dengan metode “rate-blanking”

Cara ini adalah dengan menggunakan spesimen yang ditambahkan NaOH

dan diukur nilai kecepatan perubahan warnanya dan digunakan sebagai faktor

koreksi untuk nilai setelah ditambahkan asam pikrat. Tetapi kelemahan dengan

cara ini hanya dapat mengoreksi sebagian dari gangguan bilirubin. Contoh

pemeriksaan kreatinin dengan metode Jaffe. 2 dari alat Cobas (Rosche) sudah

menambahkan metode “rate-blanking” ini pada kit reagentnya ( Farrel and Carter,

2016).

III. Barium Sulfat ( BaSO4 )

Hasil penelitian “ Penggunaan Barium Sulfat ( BaSO4 ) pada Pemeriksaan

Kadar Asam Urat Serum Ikterik “ yang dilakukan oleh Yassinta Eka Rustiniawati

pada tahun 2015 menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan kadar serum

ikterik ringan dengan penambahan Barium Sulfat lebih rendah dibandingkat

dengan kadar asam urat serum ikterik tanpa penambahan Barium Sulfat .

Penelitian eksperimen yang dilakukan menggunakan prinsip adsorpsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan variasi Barium Sulfat

sebagai adsorben pada pemeriksaan kadar asam urat serum ikterik, sehingga dapat

di buktikkan apakah preparasi serum ikterik untuk Barium Sulfat pada

pemeriksaan kadar asam urat ikterik dapat diaplikasikan.

5
I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan diatas maka dapat

dirumuskan sebagai berikut : “ Berapakah persen optimum Barium Sulfat yang

dapat digunakan pada preparasi serum ikterik untuk Pemeriksaan Kadar Asam

Urat?’

I.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penggunaan Barium Sulfat sebagai adsorben untuk

bilirubin dan dapat di aplikasikan pada pemeriksaan kimia klinik kadar

asam urat pada serum ikterik.

2. Untuk menghilangkan bilirubin yang terlarut dalam serum.

3. Untuk mengetahui berapa optimum pengaruh hasil pemeriksaan asam urat

menggunakan Barium Sulfat terhadap kadar serum ikterik.

I.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui perbedaan kadar asam urat mrnggunakan Barium Sulfat

pada serum ikterik.

2. Untuk menghilangkam bilirubin yang terlarut dalam serum.

3. Untuk membuktikkan Barium Sulfat dapat digunakan untuk aplikasi kimia

klinik pada pemeriksaan kadar asam urat pada serum ikterik.

4. Sebagai bahan referensi dan pertimbangan dasar dalam meneliti masalah

yang akan datang.

6
I.5. Hipotesis Penelitian

- Barium Sulfat dapat menurunkan kadar serum ikterik tetapi tidak

mempengaruhi kadar asam urat secara signifikan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Darah

Darah adalah cairan jaringan tubuh yang berwarna merah. Fungsi utamanya

adalah mengangkut oksigen yang dipelukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah

juga mensuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat metabolisme,

dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan

mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem

endokrin juga diedarkan melalui darah. (McPhee ganong, 2010).

Darah memiliki beberapa unsur yang terdiri dari sel darah merah (eritrosit),

sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Sel darah merah, sel

darah putih, dan trombosit dibentuk di hati dan limfa pada janin dan di sumsum

tulang setelah lahir. Sel – sel ini mempunyai unsur yang terbatas, sehingga

pembentukannya harus optimal secara konstan untuk mempertahankan jumlah

agar tetap normal dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. (Price dan Wilson,

2013).

Gambar 2. 1 Darah

Sumber : Pustekkom Kemendikbud, 2015

8
II.1.1. Komponen Darah

Darah yang dihomogenkan dengan antikoagulan kemudian didiamkan maka

akan terlihat adanya perbedaan. Oleh karena itu darah dibagi atas 2 komponen

utama yaitu :

a. Plasma darah yaitu bagian cairan darah (55%) yang sebagian besar terdiri

dari air 92%, protein 7%, nutrient 1%, enzim, hormon, garam-garam

organik, dan lain-lain.

b. Sel-sel darah yaitu bagian padat darah (45%), sel darah merah atau eritrosit,

sel darah putih atau leukosit, dan keping darah atau trombosit.

Gambar 2. 2 Komponen Darah

Sumber : Pustekkom Kemendikbud, 2015

9
II.2. Bilirubin

Bilirubin terbentuk akibat penguraian hemoglobin oleh sistem

retikuloendotelial dan dibawa didalam plasma menuju hati untuk melakukan

proses konjugasi (area langsung), untuk membentuk bilirubin diglukuronida dan

dieksresikan ke dalam empedu. Bilirubin terbagi menjadi dua jenis di dalam

tubuh yaitu bilirubin terkonjugasi atau yang dapat larut dan bilirubin tidak

terkonjugasi atau memiliki ikatan protein. Bilirubin total yang berada dalam

kisaran normal tidak perlu dianalisis bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi.

Salah satu nilai bilirubin yang dilaporkan mewakili nilai bilirubin total (Kee,

2007).

Peningkatan kadar bilirubin total menunjukan adanya gangguan pada hati

atau saluran empedu, ikterik, hepatitis, penyakit wilson, dan juga karena pengaruh

obat. Penurunan kadar bilirubin total dapat terjadi karena pengaruh obat

barbiturate, salisilat, penisilin, kafein dalam dosis tinggi atau faktor lain yang

dapat berpengaruh terhadap hasil bilirubin.

Metabolisme bilirubin dimulai oleh penghancuran eritrosit setelah usia 120

hari oleh sistem retikuloendotel menjadi heme dan globin. Globin akan

mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan sebagai pembentukan

protein lain. Heme akan mengalami oksidasi dengan melepaskan

karbonmonoksida dan besi menjadi biliverdin. Biliverdin reduktase akan

mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek).

Bilirubin tidak terkonjugasi yang dilepaskan ke dalam plasma berikatan dengan

albumin, kemudian berdifusi ke dalam sel hati. Bilirubin tidak terkonjugasi dalam

10
sel hati akan dikonjugasi oleh asam glukuromat membentuk bilirubin terkonjugasi

(bilirubin direk), kemudian dilepaskan ke saluran empedu dan saluran cerna.

Bilirubin terkonjugasi di dalam saluran cerna dihidrolisis oleh bakteri usus β-

glucuronidase, sebagian menjadi urobilinogen yang keluar dalam tinja

(sterkobilin) atau diserap kembali oleh darah kemudian dibawa ke dalam hati

(siklus enterohepatik). Urobilinogen dapat larut dalam air, sehingga sebagian

dikeluarkan melalui ginjal (Rosida, 2016).

Menurut Ganong (2003) hiperbilirubin merupakan akibat dari bilirubin

bebas atau terkonjugasi menumpuk dalam darah, warna kuning sklera, dan

membran mukosa menjadi kuning. Biasanya dapat terdeteksi apabila bilirubin

plasma lebih besar dari pada 2 md/dl.

II.2.1. Penyebab Hiperbilirubinemia :

1. Pembentukan bilirubin berlebih (anemia hemolitik)

2. Penurunan ambilan bilirubin oleh sel-sel hati

3. Gangguan konjugasi atau peningkatan protein intra sel

4. Gangguan sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam kanalikulus biliriasis

5. Sumbatan duktus biliaris intra atau ekstra hepatic

Menurut Price (2005) ada empat mekanisme umum yang menyebabkan

hiperbilirubinemia dan ikterus yaitu :

1. Pembentukan bilirubin yang berlebih

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh sel hati

3. Gangguan konjugasi bilirubin

11
4. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor

intrahepatik yang bersifat fungsional atau dsebabkan oleh obstruksi

mekanis.

II.3. Ginjal

II.3.1. Definisi Ginjal

Ginjal adalah organ Sekresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang.

Dalam manusia dewasa, ukuran ginjal sekitar 11cm panjangnya. Ginjal menerima

darah dari sepasang arteri renalis, dan darah keluar lewat vena renalis, setiap

ginjal berhubungan dengan ureter, tabung yang membawa urin keluar ke kandung

kemih. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran

(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk

urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakit disebut

nefrologi.

II.3.2. Fungsi Ginjal

Fungsi utama ginjal menurut Price dan wilson (2006) yaitu :

a) Fungsi Ekskresi

1. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol.

2. Mempertahankan volume cairan ekstravaskuler dan tekanan darah

dengan mengubah ekskresi natrium.

3. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit dalam

rentang normal.

4. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4.

12
5. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein

(terutama urea, asam urat dan kreatinin).

6. Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.

b) Fungsi Non Ekskresi

Sintesis dan mengaktifkan hormon.

1. Renin : penting dalam pengaturan tekanan darah.

2. Eritropoetin : merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.

3. 1,25-dihidroksivitamin D3: hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk

yang paling kuat.

4. Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodilator, bekerja secara lokal,

dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.

5. Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon, parathormon,

prolaktin, hormon pertumbuhan, antidiuretic hormone (ADH), dan

hormon gastrointestinal (Price dan wilson, 2006).

II.4. Serum

II.4.1. Definisi Serum

Serum adalah bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah dan

faktor-faktor pembekuan darah. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein

yang tidak terikat dengan hemostatis, tetap berada dalam serum dengan kadar

serupa dalam plasma. Apabila proses koagulasi berlangsung secara abnormal,

serum mungkin mengandung sisa fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen

atau protombin yang belum di konvensi (Sacher dan McPerson, 2012).

13
Serum diperoleh dari specimen darah yang tidak ditambahkan antikoagulan

dengan cara memisahkan darah menjadi 2 bagian dengan menggunakan

centrifuge, setelah darah didiamkan hingga membeku kurang lebih 15 menit

(Nugraha, 2015). Setelah disentrifugasi akan tampak gumpalan darah yang

bentuknya tidak beraturan dan bila penggumpalan berlangsung sempurna,

gumpalan darah tersebut akan terlepas atau dapat dengan mudah dapat dilepaskan

dari dinding tabung. Selain itu akan tampak pula bagian cair dari darah. Bagian

ini, karena sudah terpisah dari gumpalan darah tidak lagi berwarna merah keruh

akan tetapi berwarna kuning jernih. Gumpalan darah tersebut terdiri atas seluruh

unsur figurative darah yang telah mengalami proses penggumpalan atau

koagulasi, sehingga terpisah dari unsure larutan yang berwarna kuning jernih

(Sadikin, 2014).

Faktor pembekuan lain dan protein yang tidak ada hubungannya dengan

hemostatis tetap ada dalam serum dengan kadar yang sama dalam plasma. Serum

normal tidak terdapat fibrinogen, protombin, faktor VIII, V dan XIII yang ada

ialah faktor XII, XI, IX, X dan VII (Kosasih, 2008).

14
Gambar 2. 3. Serum Darah

Sumber : Hayat, 2012.

II.4.2. Macam - Macam Serum

1. Serum Hemolisis

Serum hemolisis adalah serum yang berwarna kemerahan yang disebabkan

karena lepasnya hemoglobin dari eritrosit yang rusak (Ghaedi, dkk, 2016).

2. Serum Lipemik

Serum lipemik adalah serum yang berwarna putih keruh yang disebabkan

oleh adanya partikel besar lipoprotein seperti trigliserida (Ghaedi, dkk,

2016).

3. Serum Ikterik

Serum ikterik adalah serum yang berwarna kuning coklat yang disebabkan

karena peningkatan konsentrasi bilirubin dalam darah (Hiperbilirubinemia)

(Ghaedi, dkk, 2016). Serum ikterik dapat mempengaruhi panjang

15
gelombang 400 - 500 nm akibat warna kuning coklat dari spesimen,

sehingga tidak mampu di baca oleh fotometer.

Gambar 2. 4 Jenis - Jenis Serum

Sumber : Stefani, 2016.

II.4.3. Macam - Macam Ikterik/Ikterus

1. Ikterus Neonatorum : yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena

penumpukan bilirubin.

2. Ikterus Fisiologis : yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan

ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati

kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernikterus”

dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

3. Ikterus Patologis : yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau

kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia

4. Kernikterus : Suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai

akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi dalam sel-sel otak.

16
II.4.4. Cara Specimen Ikterik Dapat Mengganggu Pemeriksaan Kimia

Klinik

1. Gangguan penyerapan cahaya : Bilirubin, baik direk dan indirek pada

serum menyerap cahaya pada panjang gelombang 400-540 nm, dengan

puncak panjang gelombang sekitar 460 nm. Metode pemeriksaan kimia

metode kolorimetri yang menggunakan panjang gelombang ini, baik utama

maupun sekunder, dapat terganggu. Contoh pemeriksaannya adalah

kreatinin metode jaffe dan fosfat. Pada kreatinin metode jaffe, pengukuran

warna yang di hasilkan kompleks kreatinin pikrat menggunakan panjang

gelombang 490 nm, sehingga dapat terganggu oleh adanya kadar bilirubin

serum yang berlebih.

Creatinine + Asam pikrat Senyawa kompleks yang berwarna

kuning jingga, intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar

kreatinin dalam sampel, di baca pada panjang gelombang 490 nm.

2. Gangguan Kimiawi : Beberapa pemeriksaan kimia klinik seperti

asam urat, kolesterol, trigliserida dan kreatinin metode enzimatik,

menggunakan hydrogen peroksida sebagai bahan perantara. Bilirubin pada

serum bersifat antioksidan yang dapat mengganggu beberapa pemeriksaan.

II.4.5. Faktor Penyebab Ikterus

1. Pre Hepatik (Ikterus Hemolitik) : Ikterus ini disebabkan karena produksi

bilirubin yang meningkat pada proses hemolisis sel darah merah.

2. Hepatik (Ikterus Hepatoseluler) : konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati,

apabila sel hati mengalami kerusakan maka secara otomatis akan

17
menganggu proses konjugasi bilirubin sehingga bilirubin direct meningkat

dalam aliran darah.

3. Pasca Hepatik (Ikterus Obstruktif) : Adanya obstruksi pada saluran empedu

yang mengakibatkan bilirubin konjugasi akan kembali lagi ke dalam sel hati

dan masuk ke dalam aliran darah, kemudian sebagian masuk ke dalam ginjal

dan diekskresikan dalam urin, sebagian lagi tertimbun dalam tubuh sehingga

kulit dan sklera berwarna kuning kehijauan serta gatal.

II.4.6. Penyebab Serum Ikterik

1. Peningkatan pemecahan sel darah merah (Pre Hepatik).

2. Proses pada penyakit liver (Hepatik).

3. Obstruksi dari saluran empedu (Post Hepatik).

II.4.7. Faktor - Faktor Yang Menyebabkan Serum Ikterik

1. Peningkatan produksi bilirubin. Keadaan ini berhubungan dengan

pemecahan sel darah merah (eritrosit) yang abnormal.

2. Gangguan uptake bilirubin.

3. Gangguan konjugasi bilirubin (Hipotiroid, Breast milk jaudince).

4. Gangguan eksresi bilirubin.

5. Penyakit pada empedu.

6. Kerusakan sel darah merah.

18
II.4.8. Penananganan Serum Ikterik

I. Kalium Ferisianida

Kalium ferisianida dapat ditambahkan pada serum sebelum pemeriksaan

untuk merubah suasana menjadi basa. Pada kondisi basa, bilirubin teroksidasi

menjadi biliverdin sehingga menurunkan gangguan penyerapan cahaya pada

panjang gelombang 500 nm, karena biliverdin baru menyerap cahaya di panjang

gelombang 630 nm.. Menurut berbagai literatur, penambahan kalium ferisianida

dari berbagai konsentrasi dari 15-91 umol/L, efektif dalam menghilangkan

gangguan bilirubin dan tidak ada efe samping bermakna terhadap sensitivitas

pemeriksaan ( Farrel and Carter, 2016 ).

II. Dengan metode “rate-blanking”

Cara ini adalah dengan menggunakan spesimen yang ditambahkan NaOH

dan diukur nilai kecepatan perubahan warnanya dan digunakan sebagai faktor

koreksi untuk nilai setelah ditambahkan asam pikrat. Tetapi kelemahan dengan

cara ini hanya dapat mengoreksi sebagian dari gangguan bilirubin. Contoh

pemeriksaan kreatinin dengan metode Jaffe. 2 dari alat Cobas (Rosche) sudah

menambahkan metode “rate-blanking” ini pada kit reagentnya ( Farrel and Carter,

2016).

III. Barium Sulfat ( BaSO4 )

Hasil penelitian “ Penggunaan Barium Sulfat ( BaSO4 ) pada Pemeriksaan

Kadar Asam Urat Serum Ikterik “ yang dilakukan oleh Yassinta Eka Rustiniawati

pada tahun 2015 menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan kadar serum

ikterik ringan dengan penambahan BaSO4 lebih rendah dibandingkat dengan

19
kadar asam urat serum ikterik tanpa penambahan BaSO4 . Penelitian eksperimen

yang dilakukan menggunakan prinsip adsorpsi.

II.4.9. Derajat Ikterus

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya

(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang

meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.

- Kadar normal bilirubin dalam serum berkisar antara 0,3 - 1,0 mg/dl

- Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2 – 2,5 mg/dl maka sudah terlihat

warna kuning pada sclera dan mukosa.

- Bila sudah mencapai > 5 mg/dl maka kulit akan tampak berwarna kuning

Tabel 2. 1 Tingkat Derajat Ikterik

Derajat Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan Kadar


Bilirubin
I Kepala dan Leher 5.0 mg %
II Sampai badan atas ( di atas 9.0 mg %
umbilikal)
III Sampai badan bawah ( di 11.4 mg %
bawah umbilicus) hingga
tungkai atas ( di atas lutut).
IV Sampai lengan., tungkai 12.4 mg %
bawah lutut
V Sampai telapak tangan dan 16.0 mg %
kaki
Sumber : Kramer

II.4.10. Klasifikasi Ikterus

Tabel 2. 2 Perbedaan Klasifikasi Ikterus


20
Ikterus Ikterus Ikterus
Gambaran
Hemolitik Hepatoseluler Obstruktif
Orange - Kuning Kuning - Hijau
Warna Kulit Kuning Pucat
muda/ Tua muda
Normal (gelap oleh
Warna Urin Gelap Gelap
urobilin)
Normal / gelap Seperti dempul
Pucat (lebih sedikit
Warna Feses (banyak (tidak ada
sterkobilin)
sterkobilin) sterkobilin)
Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap

II.5. Asam Urat

II.5.1. Pengertian Asam Urat

Asam urat (C5H4N4O3) merupakan produk akhir metabolisme purin (bentuk

turunan nukleoprotein : adenine dan guanine). Secara alamiah, purin terdapat

dalam tubuh dan dijumpai pada semua makanan yang berasal dari hewan (jeroan,

daging, remis, sarden), ataupun dari tumbuhan (sayuran seperti kembang kol,

bayam, buncis; buah-buahan seperti durian, nanas; kacang-kacangan) (Sacher dan

McPherson, 2004).

Konsentrasi normal asam urat kurang dari 7,0 mg/dl. Kadar asam urat

tergantung jenis kelamin, umur, berat badan, fungsi ginjal, dan kebiasaan

memakan makanan yang mengandung diet purin yang tinggi (Nasrul, 2012).

Asam urat sebenarnya merupakan antioksidan dari manusia dan hewan,

tetapi bila dalam jumlah berlebihan dalam darah akan mengalami pengkristalan

dan dapat menimbulkan gout. Asam urat mempunyai peran sebagai antioksidan

apabila kadarnya tidak berlebihan dalam darah, namun bila kadarnya berlebih

asam urat akan berperan sebagai prooksidan (Otnel, 2016).

21
Gambar 2. 5 Struktur Kimia Asam Urat

Sumber : Sacher & Mc-Pherson, 2004.

II.5.2. Metabolisme Asam Urat

Asam urat disintesis terutama dalam hati, dalam suatu reaksi yang

dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat merupakan produk akhir

metabolisme purin. Purin (adenine dan guanine) merupakan salah satu komponen

asam nukleat yang terdapat pada inti sel. Dalam tubuh, perputaran purin terjadi

secara terus-menerus seiring dengan sintesis dan penguraian deoxyribonucleic

acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA), sehingga walaupun tidak ada asupan

purin, asam urat tetap terbentuk (Sacher dan Mc-Pherson, 2004).

Nukleotida purin diuraikan melalui metabolisme, dimana gugus fosfat

dibebaskan oleh kerja 5’-Nukleotidase, adenilat menghasilkan adenosine yang

kemudian mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosine deaminase.

Inosin yang dikatalisis oleh enzim nukleosida purin fosforilase akan melepas

22
senyawa D-Ribosa dan basa purin hipoksantin. Hipoksantin membentuk xantin

dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Untuk katabolisme

Guanosin 5- Monofosfat (GMP), GMP dihidrolisis menjadi nukleosida guanosin,

kemudian diuraikan menjadi guanin bebas oleh enzim nukleosida purin

fosforilase. Guanin kemudian membentuk xantin dalam reaksi yang dikatalisis

oleh enzim guanin deaminase. Xantin yang terbentuk kemudian diubah menjadi

asam urat dengan bantuan enzim xantin oksidase (Palupi, 2007). Asam urat

kemudian mengalir melalui darah menuju ke ginjal, tempat zat ini akan difiltrasi,

direabsorpsi sebagian, dan diekskresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan

melalui urine (Sacher dan Mc-Pherson, 2004).

Gambar 2. 6 Metabolisme Asam Urat.

Sumber : Palupi, 2007.

II.5.3. Nilai Rujukan Asam Urat

Tabel 2. 3 Nilai Rujukan Asam Urat

23
Kategori Nilai Rujukan (mg/dl)
Dewasa Pria 3.5 - 8.0
Dewasa Wanita 2.8 - 6.8
Anak – Anak 2.5 - 5.5
Lansia 3.5 - 8.5
Sumber : Kee, 2007.

II.5.4. Kelainan Kadar Asam Urat

Kadar asam urat di bawah nilai normal tidak bermakna secara

klinik,sedangkan kadar asam urat di atas nilai normal disebut hiperuresemia.

Hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar asam urat serum lebih dari 7 mg/dl

pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dl. pada wanita. Hiperurisemia yang lama dapat

merusak sendi, jaringan lunak dan ginjal. Hiperurisemia bisa juga tidak

menampakkan gejala klinis atau asimptomatis (Nasrul, 2012). Peningkatan kadar

asam urat bergantung pada fungsi ginjal, laju metabolisme purin, dan asupan diet

dari makanan yang mengandung purin (Kee, 2007).

Kadar asam urat darah yang tinggi sering menyebabkan pengendapan kristal

urat dijaringan lunak, terutama sendi, sindrom klinis ini disebut gout. Kristal

dijaringan menyebabkan respon peradangan, disertai pembebasan enzim-enzim

dari leukosit dan kerusakan jaringan lokal yang menyebabkan terbentuknya

lingkungan asam yang semakin mempermudah pembentukan lebih banyak kristal

asam urat. Akibatnya sendi akan membengkak, meradang, dan nyeri. (Sacher dan

Mc-Pherson, 2004).

Pasien dengan gout sangat rentan terhadap perkembangan batu ginjal,

meskipun tidak semua orang dengan konsentrasi asam urat serum tinggi

mengalami komplikasi. Pada wanita, konsentrasi asam urat meningkat setelah

24
menopause. Wanita pascamenopause dapat mengalami hiperurisemia. Dalam

kasus yang parah, endapan asam urat kristal dan urat atau yang di sebut tophi

berada dalam jaringan, menyebabkan deformitas. (Stamp & Chapman, 2017)

Penurunan dan peningkatan asam urat dalam serum serta penyebannya dapat

dilihat dalam tabel 2.4, sebagai berikut :

Tabel 2. 4 Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Asam Urat Serum

Kadar Asam Urat Penyebab


Peningkatan Produksi, Mekanisme idopatik yang berikatan dengan

Peningkatan kadar serum gout primer, diet purin yang berlebihan

(jeroan, daging, sarden, kacang- kacangan,

dll).
Penurunan ekskresi, Ingesti alkohol, diuretic tiazid, aspirin dosis <

peningkatan kadar serum 2 hari, gagal ginjal.


Peningkatan ekskresi, Probenesid, sulfinpirazon, aspirin dosis lebih

penurunan kadar serum dari 4 g/hari, estrogen.


Sumber : Sacher dan Mc-Pherson, 2004.

II.5.5. Metode Pemeriksaan Asam Urat

1. Metode Tes Strip

Strip tes UASure menggunakan katalis bersama dengan teknologi biosensor

yang dirancang khusus untuk pemeriksaan asam urat. Tes strip dirancang

sedemikian rupa sehingga ketika darah dimasukkan ke dalam zona reaksi strip,

katalis asam urat memicu oksidasi asam urat dalam darah. Intensitas elektron yang

25
terbentuk diukur dengan sensor UASure dan setara dengan kadar asam urat dalam

sampel.

Metode tes strip memiliki kelebihan waktu pemeriksaan lebih cepat, kurang

dari ima menit, tidak memerlukan sampel dalam jumlah besar, dan

pengopedarionalan alat mudah. Tetapi harga alat dan strip sedikit lebih mahal dan

hasil pemeriksaan dipengaruhi kualitas sampel. Selain itu, limitasi alat hanya

mampu membaca kadar asam urat 3,0 - 20,0 mg/dl, sehingga pada kadar dibawah

3,0 mg/dl tidak akan mampu terbaca (Palupi, 2007).

2. Metode Uricase Peroxidase

Metode yang menggunakan uricase (urate oxidase), enzim yang

mengkatalisasi oksidasi asam urat menjadi allantoin, lebih spesifik dan digunakan

hampir di seluruh laboratorium klinik. Metode ini mengukur penyerapan

diferensial asam urat dan allantoin pada 293 nm. Perbedaan absorbansi sebelum

dan sesudah inkubasi dengan uricase sebanding dengan konsentrasi asam urat.

Metode enzim yang digabungkan mengukur hydrogen peroksida yang di hasilkan

sebagai asam urat dikonversi menjadi allantoin. Peroksidase atau katalase

digunakan untuk mengkatalisis reaksi indicator kimia. Warna yang dihasilkan

sebanding dengan jumlah asam urat dalam specimen. Bilirubin dan asam askorbat

dapat menghancurkan peroksida, jika ada dalam jumlah yang cukup, dapat

mengganggu pemeriksaan. (Bishop et al.,2010)

Prinsip Pemeriksaan :

Dengan adanya uricase asam urat dirubah menjadi allantoin dan peroksida.

26
Selanjutnya dengan bantuan enzim peroksidase, peroksidase akan bereaksi

dengan kromogen dan 4-aminoantipirin membentuk senyawa berwarna merah

muda. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar asam urat

dalam sampel yang dapat di ukur pada panjang gelombang 546 nm.

Reaksi :

Uric acid + O2 + 2H2O Uricase Allantoin + Peroksida + H2O2 + 4-Peroksida

+ Kromogen + 4-aminoantipirin Peroxidase Kinonimin (Senyawa berwarna

merah muda). Di ukur pada panjang gelombang 546 nm.

Tabel 2. 5 Alat Dan Bahan

Alat Bahan
Alat Mindray BC-120 Sampel Serum
Mikropipet Reagen Asam Urat
Cup Sampel Detergen
Tip Biru Aquadest

Cara Kerja :

1. DiSiapkan Alat dan Bahan.

2. Dipastikan reagen, aquadest dan detergen sudah terbuka sebelum melakukan

Running Sampel.

3. Diklik “Sample Request” pilih sample disk (No. 1).

4. Diberi nama identitas pasien.

5. Dimasukkan posisi sampel pada kolom position (Misal nomer 4 ).

6. Dipilih test parameter yang akan di kerjakan (Asam Urat), hingga

background berubah biru, klik Ok.

27
7. Kemudian klik start dan Ok untuk memulai pemeriksaan.

8. Untuk melihat hasil sampel klik (Result).

Metode enzimatik fotometri mempunyai kelebihan berupa harga reagen

yang lebih murah tetapi, kekurangannya metode enzimatik fotometri memerlukan

sampel dalam jumlah besar karena menggunakan serum atau plasma (Palupi,

2007).

Prinsip Alat Mindray Bs - 120 :

Mengukur Cahaya yang di teruskan atau di serap lalu mengubah cahaya

menjadi arus listrik.

II.5.6. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Laboratorium

Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan asam urat menurut Kee

(2007), antara lain:

1. Stres dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat serum.

2. Makanan yang banyak mengandung purin.

3. Obat-obatan seperti diuretic tiazid, aspirin, atau alopurinol.

Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan asam urat menurut

Maiuoloetal (2016), antara lain:

1. Serum lipemik sebaiknya di hindari untuk di periksa.

2. Konsentrasi bilirubin yang tinggi dapat menurunkan hasil yang di peroleh

dengan metode peroksidase.

3. Hemolisis yang signifikan, dengan pelepasan glutathione secara bersamaan

dapat menghasilkan nilai yang rendah.


28
4. Obat - obatan seperti salisilat dan tiazida.

5. Protein dapat menyebabkan absorbansi yang tinggi dan mengurangi

sensitivitas.

6. Hemoglobin dan xanthine dapat menyebabkan gangguan negatif.

II.6. Barium Sulfat (BaSO4)

II.6.1. Pengertian Barium Sulfat (BaSO4)

Barium Sulfat (BaSO4) adalah senyawa anorganik dengan rumus BaSO4.

Garam sulfat ini adalah zat padat Kristal putih yang tidak berbau dan tidak larut

dalam air. Garam ini terjadi sebagai mineral barite, yang merupakan sumber

komersial utama dari barium dan bahan- bahan yang di buat darinya. Penampilan

putih buram dan densitasnya tinggi di eksploitasi dalam aplikasi utamanya.

Gambar 2. 7 Bentuk BaSO4

Sumber : Siavent

II.6.2. Sejarah Penemuan Barium Sulfat (BaSO4)

Barium Sulfat direduksi menjadi barium sulfide oleh karbon. Penemuan

29
yang mendadak dari pengubahan ini beberapa abad yang lalu menyebabkan

penemuan fosfor sintetik pertama (Hollman dan Wiberg, 2001). Sulfida imi, tidak

seperti sulfat, larut dalam air.

Sebelum musim gugur tahun 1803, orang inggris John Dalton mampu

menjelaskan hasil dari beberapa studi dengan mengasumsikan bahwa materi itu

terdiri dari atom dan bahwa semua sampel dari setiap senyawa yang di maksud

terdiri dari kombinasi yang sama dari atom - atom ini.

Dalton juga mencatat bahwa dalam seri senyawa, perbandingan massa dari

unsure kedua yang bergabung dengan berat unsure pertama yang di maksud dapat

di reduksi menjadi bilangan bulat kecil.

II.6.3. Sifat Fisika Dan Kimia Dari Barium Sulfat (BaSO4)

1. Berbentuk padatan Kristal berwarna putih hingga kuning.

2. Tidak berbau.

3. Berat molekul 233,43.

4. Titik dekomposisi 2876 F (1580 V).

5. Tidak larut dalam air, larut dalam asam sulfat pekat panas.

6. Tidak larut dalam larutan asam, larutan alkali, pelarut organik.

II.6.4. Produksi Barium Sulfat (BaSO4)

• Meskipun semua barium yang di konsumsi secara komersial di peroleh dari

mineral barite, yang sering sangat tidak murni. Barite di olah melalui

reduksi karbotermal (pemanasan drngan kokas) yang menghasilkan barium

sulfide :

BaSO4 + 4C BaS + 4 CO

30
• Berbeda dengan barium sulfat, barium sulfida larut dalam air dan mudah di

konversi menjadi oksida, karbonat, dan halide. Untuk menghasilkan barium

sulfat sangat murni, sulfide atau klorida di perlakukan dengan asam sulfat

atau garam sulfat :

BaS + H2SO4 BaSO4 + H2S

• Barium Sulfat di produksi dengan 2 cara yaitu yang sering di sebut blanc

fixe, untuk “putih permanen”. Blanc fixe adalah bentuk barium yang di

temui dalam produk konsumen seperti cat.

• Di laboratorium barium sulfat di hasilkan dengan penggabungan larutan ion

barium dan garam sulfat. Karena barium sulfat garam paling beracun dari

barium karena ketidaklarutannya, maka limbah yang mengandung garam

barium kadang - kadang di olah dengan natrium sulfat untuk melumpuhkan

(detoksifikasi) barium. Barium sulfat merupakan salah satu dari garam

paling tidak larut dari sulfat. Kelarutannya yang rendah dimanfaatkan dalam

analisis anorganik kuantitatif sebagai uji untuk ion Ba2+ serta untuk sulfat.

II.6.5. Kegunaan Barium Sulfat (BaSO4)

1. BaSO4 digunakan untuk memeriksa saluran pencernaan karena mampu

menyerap sinar X.

2. Suspensi Barium Sulfat dapat dimasukkan ke dalam saluran pencernaan

seseorang lewat mulut atau rektrum, dan kemudian sistem pencernaan

pasien dapat di periksa.

3. BaSO4 digunakan sebagai pewarna pada plastic karena memiliki kerapatan

yang tinggi dan warna yang terang.

31
4. Barium Sulfat di gunakan sebagai uji pH tanah.

5. Barium Sulfat di gunakan sebagai penyangga untuk gugus fungsional

hidrogenasi selektif yang sensitif terhadap reduksi.

II.6.6. Keterkaitan BaSO4 Pada Serum Ikterik

• Karena sifat BaSO4 yang inert atau sangat stabil yaitu sukar bereaksi dengan

unsur- unsure lain. (Winarto, 2013)

• Mempunyai berat jenis tinggi yang menjadi acuan untuk di gunakan pada

serum.

• Ukuran partikel BaSO4 adalah antara 6 - 26 nm, dengan ukuran rata - rata 18

nm. (Saraya dan Bakr, 2011)

• Dengan ukuran patikel nano ini memungkinkan BaSO4 menjadi adsorben

yang baik bagi bilirubin.

• Pada prinsip pemeriksaan bilirubin urin yaitu penggunaan Barium Klorida

(BaCl2) yang akan bereaksi dengan sulfat yang terkandung dalam urin,

kemudian membentuk endapan Barium Sulfat (BaSO4).

• Dan bilirubin yang menempel pada molekul ini mendasari penambahan

BaSO4 ke dalam serum sebagai bahan untuk mengikat dan mengendapkan

bilirubin serum, sehingga tidak akan mengganggu pada pembacaan akibat

keruhnya warna sampel yang membuat absorbansi yang di serap menjadi

tinggi karena hasil pemeriksaan akan menunjukkan hasil tinggi palsu.

(Irawati, 2011).

32
II.6.7. Prosedur Penambahan Barium Sulfat Pada Serum Ikterik

Terhadap Kadar Asam Urat

1. Ditimbang serbuk Barium Sulfat dengan masing – masing konsentrasi 75

mg, 100 mg, 125 mg dan 150 mg.

2. Disiapkansampel dan bahan yang terdiri dari serum ikterik dan Barium

Sulfat

3. Diperiksa kadar asam urat pada masing - masing serum ikterik (Sebagai

control).

4. Setelah di periksa kadar asam uratnya, Ditambahkan BaSO 4 pada masing

sebanyak 75mg/ml, 100 mg/ml, 125 mg/ml dan 150 mg/ml pada masing –

masing serum ikterik.

5. Dihomogenkan selama 1 menit.

6. Didiamkan selama 10 menit.

7. Dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.

8. Diperiksa kadar asam urat pada supernatan yang di hasilkan.

9. Dicatat kadar asam uratnya.

II.7. Variabel Penelitian

II.7.1. Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan variasi Barium

Sulfat pada serum ikterik.

33
II.7.2. Variabel Terikat (Dependen)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Perbedaan kadar asam urat

dengan penggunaan BaSO4 dan tanpa penggunaan BaSO4.

II.8. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Penggunaan Barium Normal


Kadar Asam
Sulfat Pada Serum
Urat
Ikterik
Meningkat
Menurun
II.9. Definisi Operasional

1. Barium Sulfat adalah zat padat kristal putih yang tidak berbau dan tidak

larut dalam air.

2. Asam Urat adalah produk akhir metabolisme purin.

3. Pemeriksaan kadar asam urat dengan metode Uricase PAP (Para Amino

Phenazone).

4. Kadar asam urat normal 2,4 - 6.0 mg/dl.

5. Kadar asam urat meningkat di atas 6.0 mg/dl

34
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini bersifat kuasi eksperimen, mengetahui perbedaan

penggunaan variasi Barium Sulfat dan tanpa penggunaan Barium Sulfat (sebagai

control) terhadap kadar asam urat pada serum ikterik.

III.2. Desain Penelitian

Metode penelitian eksperimen ini memiliki bermacam – macam jenis

desain, metode eksperimen dalam penelitian ini menggunakan desain One Group

Pretest- Posttes Design yaitu melakukan pemeriksaan laboratorium untuk

mengetahui adanya pengaruh penggunaan Barium Sulfat pada sampel ikterik

terhadap kadar Asam Urat.

III.3. Tempat dan Waktu Penelitian

III.3.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Tumbuh Kembang

Depok, Jawa Barat.

III.3.2. Waktu Penelitian

Waktu Penelitian di mulai dari Juni 2020 - Agustus 2020.

35
III.4. Populasi dan Sampel

III.4.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosa ikterik atau

Hiperbilirubinemia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Tumbuh Kembang Depok, Jawa

Barat.

III.4.2. Sampel

Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sampel serum ikterik

dengan diagnosa ikterik atau hiperbilirubinemia di Rumah Sakit Ibu dan Anak

Tumbuh Kembang Cimanggis, Depok. Kriteria sampel meliputi Kriteria Inklusi

dan Kriteria Eksklusi yaitu sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1. Serum ikterik dengan derajat ikterik ringan, sedang, berat yang telah

diperiksa kadar bilirubin serum.

2. Semua umur

3. Laki-laki dan perempuan

b. Kriteria Eklusi

1. Serum hemolisis

2. Serum lipemik

36
Untuk menentukan jumlah penelitian yang harus dilakukan dalam penelitian

ini maka di gunakan rumus Gomez & Gomez (1995) yaitu :

( t – 1) ( r – 1) ≥ 15

Dimana : t = Jumlah Perlakuan

r = Jumlah Sampel Peneliti

15 = Faktor nilai Derajat Kebebasan

( t – 1) (r – 1) ≥ 15

(5– 1) (r -1 ) ≥15

(4) (r – 1) ≥ 15

4r – 1 ≥ 15

4r ≥ 15 + 1

4r ≥ 16

r ≥ 16/4

r ≥4

III.5. Alat dan Bahan :

III.5.1. Alat

1. Tabung Vaccuete Merah

2. Mikropipet

3. Tourniquete

4. Spuit 3 CC

5. Micropore

37
6. Tip biru dan Tip Kuning

7. Cup Sampel

8. Centrifuge

III.5.2. Bahan

1. Serum Ikterik

2. Reagen Asam Urat

3. Aquqbidest

4. Reagen BaSO4

III.6. Cara Kerja

III.6.1. Cara Kerja Pengambilan Darah Vena

1. Disiapkan alat dan bahan yang di perlukan.

2. Diberi identitas pasien pada tabung yang akan di gunakan.

3. Dipasang tourniquet (± 3 jari) di atas lipatan siku.

4. Dilakukan perabaan pada bagian vena median cubital atau chepalic.

5. Dibersihkan kulit pada bagian yang akan di ambil darah dengan kapas

alkohol 70 %.

6. Ditusukkan jarum pada pembuluh darah vena dengan posisi jarum

berlubang menghadap ke atas dan posisikan 45°.

7. Serelah mengenai vena, di lepas tourniquete dan tarik semprit/ thorax

hingga darah keluar.

8. Dilepas jarum dan di letakkan kapas alkohol pada tempat penusukkan dan di

beri plester.

9. Darah di masukkan ke dalam tabung yang sudah di beri identitas pasien.

38
III.6.2. Cara Kerja Pembuatan Serum

1. Dimasukkan darah ke dalam tabung di diamkan selama 30 menit.

2. Dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.

3. Dipisahkan serum dari darah dengan menggunakan mikropipet.

4. Dimasukkan serum ke dalam cup sampel dan di beri identitas pasien.

III.6.3. Cara Kerja Pemeriksaan Kadar Asam Urat Metode Uricase

PAP (Para Amino Phenazone)

1. Disiapkan Alat dan Bahan.

2. Dipastikan reagen yang akan di periksa, aquadest dan detergen sudah

terbuka sebelum melakukan Running Sampel.

3. Diklik “Sample Request” pilih sample disk (No. 1)

4. Diberi nama identitas pasien.

5. Dimasukkan posisi sampel pada kolom position (Misal nomer 4 ).

6. Dipilih test parameter yang akan di kerjakan (Asam Urat), hingga

background berubah biru, klik Ok.

7. Kemudian klik start dan Ok untuk memulai pemeriksaan.

8. Untuk melihat hasil sampel klik (Result)

III.6.4. Cara Kerja Penambahan Barium Sulfat Pada Serum Ikterik

Terhadap Kadar Asam Urat

1. Ditimbang Barium Sulfat dengan masing – masing konsentrasi 75 mg, 100

mg, 125 mg dam 150 mg.

2. Disiapkan sampel dan bahan yang terdiri dari serum ikterik dan Barium

Sulfat.

39
3. Diperiksa kadar asam urat pada masing - masing serum ikterik (Sebagai

control).

4. Setelah di periksa kadar asam uratnya, ditambahkan Barium Sulfat pada

masing - masing serum ikterik sebanyak 75 mg/ml Serum, 100 mg/ml

Serum, 125 mg/ml Serum, dan 150 mg/ml serum.

5. Dihomogenkan selama 1 menit.

6. Didiamkan selama 10 menit.

7. Dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.

8. Diperiksa kadar asam urat pada supernatan yang dihasilkan.

9. Dicatat kadar asam uratnya.

40
III.7. Teknik Pengumpulan Data

III.7.1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sampel sejumlah 12


sampel. 4 sampel derajat ikterik ringan, 4 sampel derajat ikterik sedang dan 4
sampel derajat ikterik berat . Setelah perlakuan, data yang sudah selesai terkumpul
kemudian dilanjutkan dengan pengolahan secara statistik.

III.7.2. Analisis Data

Data pengaruh pemeriksaan Preparasi Serum Ikterik Dengan Penambahan


Variasi Barium Sulfat Terhadap Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase
Peroksidase dianalisis secara deskriptif dengan menghitung standar deviasi dan
mean untuk menentukan uji statistiknya. Data yang diperoleh pada penelitian ini
terlebih diuji normalitas dan homogenitas. Uji normalitas data menggunakan
saphiro wilk karena kurang dari 50 didapatkan hasil berdistribusi normal dan
homogenitasnya berdistribusi homogen. maka uji statistiknya menggunakan uji
one way anova tetapi jika normalitas data atau homogenitas data tidak
berdistribusi normal, tidak homogen atau salah satunya tidak normal dan
homogen maka uji statistic di lanjut ke Uji kruskal Wallis.

41
III.8. Alur Penelitian

Serum Ikterik dengan derajat ikterik


ringan, sedang dan berat

Diukur Kadar Asam Urat metode


Uricase Peroksidase

Serum Ikterik tanpa Serum Ikterik dengan penambahan


Penambahan Barium Sulfat Barium Sulfat 75 mg/ml, 100 mg/ml,
125 mg/ml dan 150mg/ml.

Dihomogenkan selama 1 menit,


Inkubasi selama 10 menit pada suhu
20 - 25°C.

DiCentrifuge dengan kecepatan 3000


rpm selama 10 menit.

DiPeriksa Kadar Asam Urat Metode


Uricase Peroksidase

Hasil

Analisis Data

Kesimpulan

42
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel serum ikterik

yang telah di preparasi dengan penambahan variasi Barium Sulfat, Sampel di

periksa kadar asam uratnya dengan metode Uricase Peroksidase. Pemeriksaan

Asam Urat Metode Uricase Peroksidase diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 4.1. 1 Hasil Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase Peroksidase


terhadap sampel yang telah di preparasi dengan penambahan variasi
Barium Sulfat

Jenis Sampel
Kadar Asam Urat ( mg/dl)
Ikterik
Barium Barium Barium Barium
Sampel Tanpa
Bilirubin Sulfat Sulfat Sulfat Sulfat
Penelitia Barium
(mg/dl) 75 100 125 150
n Sulfat
mg/ml mg/ml mg/ml mg/ml
4.63 4.58 4.45 4.28 4.23
Ringan 1 5.30
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl
5.0
4.73 4.63 4.48 4.31 4.15
mg/dl 2 5.47
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl
5.16 4.97 4.85 4.73 4.66
3 5.60
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl
6.62 6.76 6.68 6.54 6.46
4 5.70
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl
5.49 5.36 5.34 5.19 5.04
5 9.36
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl
4.28 4.16 4.07 3.91 3.86
Sedan 6 9.48
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl
g 9.0
4.45 4.38 4.34 4.15 4.10
mg/dl 7 9.60
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl
3.52 3.46 3.37 3.22 3.18
8 9.80
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

43
3.34 3.24 3.21 3.10 3.05
9 11.5
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl
3.88 3.82 3.76 3.60 3.53
Berat 10 12.9
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl
11.0
3.17 3.10 3.00 2.88 2.85
mg/dl 11 13.0
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl
3.72 3.68 3.54 3.39 3.35
12 13.13
mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

Grafik Hasil Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase Peroksidase terhadap


sampel yang telah di preparasi dengan penambahan variasi Barium Sulfat

8
Kadar Asam Urat (mg/dl)

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sampel

Tanpa Barium Sulfat Barium Sulfat 75 mg Barium Sulfat 100 mg


Barium Sulfat 125 mg Barium Sulfat 150 mg

44
Dari grafik di atas, pemeriksaan asam urat pada sampel ikterik dengan

perlakuan tanpa Barium Sulfat, dengan penambahan Barium Sulfat 75 mg/ml,

dengan penambahan Barium Sulfat 100 mg/ml, dengan penambahan Barium

Sulfat 125 mg/ml, dan dengan penambahan Barium Sulfat 150 mg/ml. Hasil yang

di dapatkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada seluruh perlakuan

serum ikterik terhadap kadar asam urat, dapat di simpulkan dari data pengukuran

yang di peroleh.

Tabel 4.1. 2 Hasil Pemeriksaan Bilirubin Total Metode Jendrassik Grof


terhadap sampel yang telah di preparasi dengan penambahan variasi
Barium Sulfat

Jenis sampel
Kadar Bilirubin Total ( mg/dl)
ikterik
Tanpa Barium Barium Barium Barium
Sampel
Barium Sulfat Sulfat Sulfat sulfat
Ringan penelitian
Sulfat 75 mg 100 mg 125 mg 150 mg
5.0
1 5.30 5.23 5.15 5.05 5.00
mg/dl 2 5.47 5.35 5.30 5.24 5.20
3 5.60 5.55 5.50 5.44 5.40
4 5.70 5.67 5.60 5.54 5.50
Sedan 5 9.36 9.30 9.25 9.18 9.15
6 9.48 9.43 9.40 9.35 9.30
g 9.0
7 9.60 9.57 9.54 9.48 9.40
mg/dl 8 9.80 9.77 9.73 9.68 9.63
Berat 9 11.50 11.43 11.37 11.30 11.23
10 12.90 12.85 12.80 12.75 12.70
11.0
11 13.00 12.93 12.88 12.83 12.78
mg/dl 12 13.13 13.10 13.00 12.95 12.90

Grafik Hasil Pemeriksaan Bilirubin Total Metode Jendrassik Grof terhadap


sampel yang telah di preparasi dengan penambahan variasi Barium Sulfat.

45
Kadar Bilirubin Total (mg/ml) Chart Title
14
12
10
8
6
4
2
0
1 2 3 4

Sampel

Jenis sampel ikterik Ringan


Sampel penelitian
Kadar Bilirubin Total ( mg/dl) Tanpa Barium Sulfat
Kadar Bilirubin Total ( mg/dl) Barium Sulfat 75 mg
Kadar Bilirubin Total ( mg/dl) Barium Sulfat 100 mg
Kadar Bilirubin Total ( mg/dl) Barium Sulfat 125 mg
Kadar Bilirubin Total ( mg/dl) Barium sulfat 150 mg

Dari grafik di atas, pemeriksaan Bilirubin Total pada sampel ikterik dengan

perlakuan tanpa Barium Sulfat, dengan penambahan 75 mg, dengan penambahan

100 mg, dengan penambahan 125 mg, dan dengan penambahan 150 mg. hasil

yang di dapatkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada seluruh perlakuan

serum ikterik terhadap kadar bilirubin, Dapat di simpulkan dari data pengukuran

yang di peroleh dan terjadi penurunan pada kadar serum ikterik dengan

penambahan Barium Sulfat tetapi tidak menurunkan secara signifikan.

IV.2. Analisis Data

Tabel 4.2. 1 Hasil Uji Deskriptif

Pemeriksaan Kadar Mean Median Standar

46
Asam Urat (mg/dl) Deviasi
Tanpa Barium Sulfat 4.4158 4.3650 1.00061
Barium Sulfat 75 mg 4.3450 4.2700 1.03120
Barium Sulfat 100 mg 4.2575 4.2050 1.03346
Barium Sulfat 125 mg 4.1083 4.0300 1.02999
Barium Sulfat 150 mg 4.0383 3.9800 1.00891

Berdasarkan tabel 4.2.1. hasil uji deskriptif dapat diketahui bahwa hasil dari

Preparasi Serum Ikterik Dengan Penambahan variasi Barium Sulfat terhadap

kadar Asam Urat dengan metode Uricase Peroksidase. Pemeriksaan Kadar Asam

Urat tanpa Barium Sulfat mean diperoleh 4.4158, median 4.3650 dan standar

deviasi nya 1.00061. Pemeriksaan Kadar Asam Urat dengan Barium Sulfat 75 mg

mean 4.3450, median 4.2700 dan standar deviasi nya 1.03120. Pemeriksaan

Kadar Asam Urat dengan Barium Sulfat 100 mg mean 4.2575, median 4.2050 dan

standar deviasinya 1.03346, Pemeriksaan Kadar Asam Urat dengan Barium Sulfat

125 mg mean 4.1083, median 4.0300 dan standar deviasi nya 1.02999 dan

Pemeriksaan Kadar Asam Urat dengan Barium Sulfat 150 mg mean 4.0383

median 3.9800 dan standar deviasi nya 1.00891.

IV.2.1. Uji Normalitas

Adalah uji yang di gunakan untuk mengetahui distribusi data dan bertujuan

untuk menentukan uji statistik yang akan di gunakan yaitu parametrik dan non

parametric. Data dari hasil penelitian di uji normalitas dengan Shapiro- Wilk

karena sampel yang digunakan dalam penelitian < 50. Uji normalitas dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2.1. 1 Uji Normalitas Shapiro Wilk

47
Pemeriksaan Kadar
Sampel Shapiro Wilk Sig Keterangan
Asam Urat (mg/dl)

Tanpa Barium Sulfat 12 0.542 Data normal

Barium Sulfat 75 mg 12 0.337 Data normal

Barium Sulfat 100 mg 12 0.304 Data normal

Barium Sulfat 125 mg 12 0.253 Data normal

Barium Sulfat 150 mg 12 0.205 Data normal

Interpretasi Hasil : Jika p > 0,05, maka distribusi data normal.

Jika p < 0,05, maka distribusi data tidak normal.

Dari hasil Uji Normalitas di dapat nilai sig > 0,05 yaitu tanpa Barium Sulfat

0,542, Barium Sulfat 75 mg 0,337, Barium Sulfat 100 mg 0,304, Barium Sulfa

125 mg 0,253 dan Barium Sulfat 150 mg 0,205. artinya bahwa data berdistribusi

normal pada setiap perlakuan.

IV.2.2. Uji Homegenitas Data

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah dua varian atau lebih

bersifat homogen atau tidak hasil uji homogenitas data pada pengujian ini dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2.2 1 Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

48
PEMERIKSAAN KADAR ASAM URAT
Levene
df1 df2 Sig.
Statistic
.005 4 55 1.000

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa uji Levene Test untuk

pemeriksaan Preparasi Serum Ikterik Dengan Penambahan Variasi BaSO 4

Terhadap Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase Peroksidase. Pemeriksaan

Kadar Asam Urat Tanpa Barium Sulfat , Barium Sulfat 75 mg, Barium Sulfat 100

mg, Barium Sulfat 125 mg Barium Sulfat 150 nilai sig adalah 0,1.000 maka nilai

sig 0,1.000 > 0.05 sehingga data berdistribusi homogen.

IV.2.3. Uji One Way Anova

Uji One Way Anova dilakukan untuk mengetahui apakah ada tidaknya

perbedaan Preparasi Serum Ikterik Dengan Pernambahan Variasi Barium Sulfat

Terhadap Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase Peroksidase diolah

menggunakan SPSS dan harus terpenuhinya data distribusi normal dan data

homogen. Dalam penelitian tersebut uji normalitas didapatkan data berdistribusi

normal dan data homogenitas berdistribusi homogen maka uji digunakan uji one

way anova Hasil uji one way anova dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2.3. 1 Uji one way anova Serum Ikterik dengan penambahan variasi

BaSO4 Terhadap Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase Peroksidase

ANOVA
PEMERIKSAAN KADAR ASAM URAT

49
Sum of Mean
Df F Sig.
Squares Square
Antar
1.200 4 .300 .288 .885
Kelompok
Dalam
57.326 55 1.042
Kelompok
Total 58.526 59

Berdasarkan tabel 4.2.3.1. pada Uji One way anova hasil Preparasi Serum

Ikterik Dengan Penambahan Variasi Barium Sulfat Terhadap Pemeriksaan Asam

Urat Metode Uricase Peroksidase sig 0.885 > 0.05 maka disimpulkan bahwa

tidak ada perbedaan yang signifikan yang artinya bahwa tidak terdapat perbedaan

Preparasi Serum Ikterik Dengan Penambahan Variasi Barium Sulfat Terhadap

Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase Peroksidase.

IV.2.4. Kesimpulan Dalam Uji One Way Anova

Dalam penelitian Preparasi Serum Ikterik Dengan Penambahan Variasi

Barium Sulfat Terhadap Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase Peroksidase.

Pemeriksaan Tanpa Barium Sulfat , Barium Sulfat 75 mg, Barium Sulfat 100 mg ,

Barium Sulfat 125 mg dan Barium Sulfat 150 mg secara signifikan adalah sama

tidak terdapat perbedaan.

IV.3. Pembahasan

Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu

menegakkan diagnosa atau penyakit dan memperoleh hasil pemeriksaan yang

akurat. Pemeriksaan kadar asam urat dapat di gunakan untuk mengevaluasi fungsi

ginjal. Akurasi hasil pemeriksaan sangat tergantung dari ketepatan perlakuan

50
terhadap proses pra analitik, analitik dan pasca analitik. Pemeriksaan kadar asam

urat biasanya menggunakan sampel serum, dalam penelitian ini menggunakan

serum ikterik.

Salah satu parameter kimia klinik yang kerap di minta adalah asam urat

metode yang di gunakan adalah enzymatic menggunakan panjang gelombang

tertentu dan mengukur kadar asam urat. Akan tetapi penggunaan serum ikterik

menyebabkan hasil tinggi palsu karena warna serum yang gelap mempengaruhi

absorbansi yang di hasilkan. Warna serum yang kuning coklat menganggu

pembacaan pada rentang panjang gelombang 340 – 500 nm.

Asam urat merupakan bagian normal dari darah dan urin. Asam urat

dihasilkan oleh pemecahan dan sisa pembuangan dari bahan yang mengandung

nukleotida purin atau berasal dari nukleotida purin yang diproduksi oleh tubuh.

Artinya, secara alami tubuh akan selalu memiliki asam urat dalam jumlah yang

terbatas.

Prinsip pemeriksaan Asam urat adalah dengan adanya uricase asam urat

dirubah menjadi allantoin dan peroksida. Selanjutnya dengan bantuan enzim

peroksidase, peroksidase akan bereaksi dengan kromogen dan 4-aminoantipirin

membentuk senyawa berwarna merah muda. Intensitas warna yang terbentuk

sebanding dengan kadar asam urat dalam sampel yang dapat di ukur pada panjang

gelombang 546 nm.

Prinsip Reaksi :

51
Uric acid + O2 + 2H2O Uricase Allantoin + Peroksida + H2O2 + 4-

Peroksida + Kromogen + 4-aminoantipirin Peroxidase Kinonimin (Senyawa

berwarna merah muda). Di ukur pada panjang gelombang 546 nm.

Dalam penelitian ini sampel yang di gunakan adalah serum ikterik dengan

derajat ikterik ringan, sedang dan berat. serum ikterik di periksa dengan perlakuan

tanpa Barium Sulfat (sebagai control), diberi penambahan Barium Sulfat 75

mg/ml, 100 mg/ml, 125 mg/ml dan 150 mg/ml. Di periksa dengan menggunakan

metode Uricase Peroksidase di catat kadar asam urat kemudian di bandingkan

tanpa Barium Sulfat dengan penambahan Barium Sulfat 75 mg/ml, 100 mg/ml,

125 mg/ml dan 150 mg/ml.

Ikterik adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya

(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang

meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.

- Kadar normal bilirubin dalam serum berkisar antara 0,3 - 1,0 mg/dl

- Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2,0 – 2,5 mg/dl maka sudah terlihat

warna kuning pada sclera dan mukosa.

- Bila sudah mencapai > 5 mg/dl maka kulit akan tampak berwarna kuning

Derajat Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan Kadar


Bilirubin
I Kepala dan Leher 5.0 mg %
II Sampai badan atas ( di atas 9.0 mg %
umbilikal)
III Sampai badan bawah ( di 11.4 mg %
bawah umbilicus) hingga

52
tungkai atas ( di atas lutut).
IV Sampai lengan., tungkai 12.4 mg %
bawah lutut
V Sampai telapak tangan dan 16.0 mg %
kaki
Sumber : Kramer

Kadar asam urat di bawah nilai normal tidak bermakna secara

klinik,sedangkan kadar asam urat di atas nilai normal disebut hiperuresemia.

Hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar asam urat serum lebih dari 7 mg/dl

pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dl. pada wanita. Hiperurisemia yang lama dapat

merusak sendi, jaringan lunak dan ginjal. Hiperurisemia bisa juga tidak

menampakkan gejala klinis atau asimptomatis (Nasrul, 2012). Peningkatan kadar

asam urat bergantung pada fungsi ginjal, laju metabolisme purin, dan asupan diet

dari makanan yang mengandung purin (Kee, 2007).

Kadar asam urat darah yang tinggi sering menyebabkan pengendapan kristal

urat dijaringan lunak, terutama sendi, sindrom klinis ini disebut gout. Kristal

dijaringan menyebabkan respon peradangan, disertai pembebasan enzim-enzim

dari leukosit dan kerusakan jaringan lokal yang menyebabkan terbentuknya

lingkungan asam yang semakin mempermudah pembentukan lebih banyak kristal.

Pasien dengan gout sangat rentan terhadap perkembangan batu ginjal,

meskipun tidak semua orang dengan konsentrasi asam urat serum tinggi

mengalami komplikasi. Pada wanita, konsentrasi asam urat meningkat setelah

menopause. Wanita pascamenopause dapat mengalami hiperurisemia. Dalam

53
kasus yang parah, endapan asam urat kristal dan urat atau yang di sebut tophi

berada dalam jaringan, menyebabkan deformitas. (Stamp & Chapman, 2017)

Hasil uji statistic pemeriksaan asam urat di periksa tanpa Barium Sulfat,

dengan penambahan Barium Sulfat 75 mg/ml , dengan penambahan 100 mg/ml ,

dengan penambahan 125 mg/ml dan dengan penambahan 150 mg/ml . Kemudian

di olah analisis deviasi dan varians dari masing - masing kelompok dan dapat

dilihat nilai rata - rata berdasarkan pemeriksaan asam urat terhadap serum ikterik

dengan perlakuan 5 kali. Perlakuan serum ikterik tanpa Barium Sulfat di peroleh

nilai rata - rata 4.4158 , serum ikterik dengan penambahan Barium Sulfat 75

mg/ml di peroleh nilai rata - rata 4.3450 , serum ikterik dengan penambahan 100

mg/ml di peroleh nilaii rata - rata 4.2575 , serum ikterik dengan penambahan 125

mg/ml di peroleh nilai rata - rata 4.1083 dan serum ikterik dengan penambahan

150 mg/ml di peroleh nilai rata - rata 4.0383 .

Dilakukan uji normalitas untuk mengetahui variabel data berdistribusi

normal atau tidak. Pada uji normalitas data berdistribusi normal bila p > 0,05.

Berdasarkan nilai Shapiro Wilk (Karena sampel penelitian < 50). Pada data di atas

di dapatkan data berdistribusi normal yaitu tanpa Barium Sulfat 0.542. Dengan

penambahan Barium Sulfat 75 mg/ml 0.337, dengan penambahan 100 mg/ml

0.304, dengan penambahan 125 mg/ml 0.253 dan dengan penambahan 150 mg/ml

0.205.

Kemudian di lakukan uji homegenitas untuk mengetahui variasi data

bersifat homogen atau tidak. Pemeriksaan asam urat tanpa Barium Sulfat, Dengan

54
penambahan Barium Sulfat 75 mg/ml, dengan penambahan 100 mg/ml, dengan

penambahan 125 mg/ml dan dengan penambahan 150 mg/ml di dapatkan hasil p =

0.1000 (p > 0,05), maka data bersifat homogen.

Analisis Data > 2 kelompok berpasangan dengan distribusi normal

(parametrik) dan data homogen maka menggunakan uji anova. Berdasarkan nilai p

uji Anova di dapat nilai sig 0.885 dimana nilai p > 0,05 sehingga nilai signifikan

tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada setiap perlakuan. jika di dapat p <

0,05 maka dapat di nyatakan terdapat perbedaan signifikan pada setiap perlakuan,

sedangkan bila di dapat nilai p > 0.05 maka tidak terdapat perbedaan signifikan

antar perlakuan sampel tersebut.

Pada sampel serum ikterik dengan derajat ikterik ringan, sedang dan berat

setelah dilakukan penelitian dengan diberi penambahan Barium Sulfat terjadi

penurunan terhadap kadar asam urat tetapi tidak menurunkan secara signifikan.

Pada penelitian ini di gunakan Barium Sulfat karena Barium Sulfat mudah

di dapat dan di aplikasikan untuk menghilangkan kadar bilirubin terlarut pada

serum ikterik karena sifatnya yang inert dan stabil, dan hasil penelitian

menunjukkan serum ikterik dengan penambahan Barium Sulfat lebih rendah

dibandingkan dengan kadar asam urat serum ikterik tanpa penambahan Barium

Sulfat.

Mekanisme Barium Sulfat terhadap serum ikterik yaitu penggunaan Barium

Sulfat yang akan bereaksi dengan serum dan bilirubin, kemudian membentuk

endapan Barium Sulfat dengan serum. Barium Sulfat di dalam serum sebagai

55
bahan untuk mengikat dan mengendapkan bilirubin serum, sehingga terjadi

penurunan kadar bilirubin dalam serum ikterik.

Beberapa parameter pemeriksaan kimia terganggu dengan digunakannya

serum ikterik, antara lain: kreatinin, fosfat, albumin, serta pemeriksaan dengan

reaksi oksidase (glukosa, kolesterol, trigliserida, dan asam urat). Penggunaan

serum ikterik pada parameter asam urat menyebabkan hasil tinggi palsu sehingga

kondisi serum ikterik harus lebih diperhatikan.

56
BAB V

KESIMPULAN & SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian preparasi serum ikterik dengan penambahan variasi

Barium Sulfat terhadap pemeriksaan Asam Urat metode Uricase Peroksidase yang

telah dilakukan maka dapat di simpulkan bahwa nilai optimum Barium Sulfat

dengan kadar 150 mg dapat menurunkan kadar asam urat terhadap serum ikterik

tetapi tidak menurunkan secara signifikan.

5.2. Saran

Adapun saran - saran yang dapat diajukan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagi petugas analis laboratorium di harapkan untuk lebih berhati- hati dan

memperhatikan dalam penanganan serum ikterik yang baik dan benar agar

hasil yang di keluarkan menjadi lebih akurat.

2. Bagi peneliti selanjutnya di sarankan untuk mencoba parameter yang dapat

menganggu pemeriksaan terhadap serum ikterik, seperti : Fosfat Albumin,

serta pemeriksaan dengan reaksi oksidase (Glukosa, Trigliserida).

57
DAFTAR PUSTAKA

Abaxis Veterenary References Laboratory, (2013). Measurement Of Lipemia


Hemolysis and Icterus as an Indicator Of Sample Quality.

Baron DN. (1995). Kapita Selekta Patologi Klinik. EGC : Jakarta.

Bishop, M., Fody, E., dan Schoeff, L. (2010). Clinical Chemistry – Techniques
Principles, Correlations.

Contois, J.H dan Nguyen, R.A. 2012. http://www.sundiagnostics.us/wp


content/uploads/2012/09/ Assay - Interference_A Need – for – Increased –
Understanding – and – Testing PDF.
Farrel and Carter. (2016). Serum Indices : Managing Assay Interference. Annals
of Clinical Biochemistry.

Ganong, W. F. (2005). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Holleman, A.F., Wiberg, E. 2001. Inorganic Chemistry. San Diego : Academic
Press.

Irawati, F.2011. Perbedaan Kadar Bilirubin Direk Sebelum dan Sesudah


Pemutaran Dengan Kecepatan 10000 rpm Pada Serum Lipemik di Laboratorium
Klinik Pramita Utama. Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta : Politeknik Kesehatan
Jurusan Analis Kesehatan.

Issalbacher, K.J., Eugene, B., Jean,D.W., Josehp, B.M, Anatany, S.F.

Kee, J.L. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi 6.


Jakarta : EGC.

Kosasih, E.N dan A.S Kossih. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Klinik. Edisi Kedua.

Maiuolo, J., Oppedisano, F., Gratteri, S,. Muscoli, C., dan Mollace, (2016).
Regulation Of Uric Acid Metabolisme and Excretion. International Journal Of
Cardiology.

McPhee SJ & Ganong WF, 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju


Kedokteran Klinis. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Nasrul, E. (2012). Hiperurisemia Pada Pra Diabetes. Jurnal Kesehatan Andalas.

58
Nugraha, Gilang (2015). Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Dasar.

Otnel, D., M.A. Martsiningsih. 2016. Gambaran Kadar Asam Urat Darah Metode
Basah (Uricase – PAP) Pada Sampel Serum dan Plasma EDTA. Jurnal Teknologo
Laboratorium. Yogyakarta, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Yogyakarta.

Palupi, R. 2007. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Asam Urat Metode Test Strip
Dengan Metode Enzimatic Colorimetric di BRSD kabupaten wonosobo. Skripsi.
Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang.

Pearce E, 1999. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia


Pustaka Utama.

Price, S.A., dan Wilson, L.M., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit, Edisi 6, EGC Jakarta.

Price, S.A., dan Wilson, L.M. 2013. Patofisologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit, Edisi 6, EGC Jakarta.

Rahayu, A.D. 2012. Analisis Pemantapan Mutu Internal Pemeriksaan Asam Urat
di Instalasi Laboratorium RSUD Penembahan Senopati Bantul. Skripsi
Yogyakarta : Politeknik Kesehatan Jurusan Analis Kesehatan.

Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Jurnal Berkala.


Kedokteran,.

Sacher, R.A., Mc Pherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan


Laboratorium, Jakarta.

Sadikin M. 2014. Biokimia Darah. UNS Semarang.

Saraya M.E.S.I dan Bakr, I.M., 2011.Synthesis of BaSO4 Nanoparticles by


Percipitation Method Using Polycarboxylate as a Modifer.

Winarto, D. 2013. KelompokUnsur – Unsur Inert.

Wong, D.L., Marilyn, H.E., David W., Marilyn, L.W. dan Patricia S. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Pediatrik.

59
Lampiran 1 Insert Kit Pemeriksaan Asam Urat

60
Lampiran 2 Alat dan Bahan

Neraca Analitik Tabung Reaksi

Serum Ikterik yang telah


Serum Ikterik
ditambahkan Barium Sulfat

Barium Sulfat Tabung Clot activator

61
Alat Mindray BS-120 Timer

Makropipet dan Mikropipet Tip Biru dan Kuning

Parafilm Sentrifuge

62
Reagen Asam Urat (Mindray) Sarung Tangan

Torniquet Microphore (Plester)

Jarum Suntik Kapas Alkohol

Lampiran 3 Hasil Penelitian Statistik

63
VARIASI BARIUM Cases
SULFAT Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tanpa Barium Sulfat 12 100.0% 0 0.0% 12 100.0%
PEMERIKSAAN Barium Sulfat 75 mg 12 100.0% 0 0.0% 12 100.0%
Barium Sulfat 100 mg 12 100.0% 0 0.0% 12 100.0%
KADAR ASAM URAT Barium Sulfat 125 mg 12 100.0% 0 0.0% 12 100.0%
Barium Sulfat 150 mg 12 100.0% 0 0.0% 12 100.0%

Descriptives
Std.
VARIASI BARIUM SULFAT Statistic
Error
PEMERIKSAAN Mean 4.4158 .28885
KADAR ASAM Lower
3.7801
95% Confidence Bound
URAT
Interval for Mean Upper
5.0516
Bound
5% Trimmed Mean 4.3626
Tanpa
Median 4.3650
Barium Variance 1.001
Sulfat Std. Deviation 1.00061
Minimum 3.17
Maximum 6.62
Range 3.45
Interquartile Range 1.48
Skewness .872 .637
Kurtosis .677 1.232
Barium Mean 4.3450 .29768
Sulfat Lower
3.6898
95% Confidence Bound
75 mg
Interval for Mean Upper
5.0002
Bound
5% Trimmed Mean 4.2800
Median 4.2700
Variance 1.063
Std. Deviation 1.03120
Minimum 3.10

64
Maximum 6.76
Range 3.66
Interquartile Range 1.37
Skewness 1.094 .637
Kurtosis 1.543 1.232
Mean 4.2575 .29833
Lower
3.6009
95% Confidence Bound
Interval for Mean Upper
4.9141
Bound
Barium 5% Trimmed Mean 4.1928
Median 4.2050
Sulfat Variance 1.068
100 mg Std. Deviation 1.03346
Minimum 3.00
Maximum 6.68
Range 3.68
Interquartile Range 1.35
Skewness 1.124 .637
Kurtosis 1.574 1.232
Mean 4.1083 .29733
Lower
3.4539
95% Confidence Bound
Interval for Mean Upper
4.7628
Bound
Barium 5% Trimmed Mean 4.0415
Median 4.0300
Sulfat Variance 1.061
125 mg Std. Deviation 1.02999
Minimum 2.88
Maximum 6.54
Range 3.66
Interquartile Range 1.36
Skewness 1.179 .637
Kurtosis 1.672 1.232
Mean 4.0383 .29125
95% Confidence Lower 3.3973
Interval for Mean Bound

65
Upper
4.6794
Bound
5% Trimmed Mean 3.9698
Median 3.9800
Variance 1.018
Std. Deviation 1.00891
Barium Minimum 2.85
Sulfat Maximum 6.46
Range 3.61
150 mg
Interquartile Range 1.33
Skewness 1.245 .637
Kurtosis 1.948 1.232

Tests of Normality
VARIASI BARIUM Shapiro - Wilk
SULFAT Df Sig.

Tanpa Barium Sulfat 12 .542

Barium Sulfat 75 mg 12 .337


Pemeriksaan Kadar
Barium Sulfat 100 mg 12 .304
Asam Urat
Barium Sulfat 125 mg 12 .253

Barium Sulfat 150 mg 12 .205

Test of Homogeneity of Variances


PEMERIKSAAN KADAR ASAM URAT
Levene
df1 df2 Sig.
Statistic
.005 4 55 1.000

66
ANOVA
PEMERIKSAAN KADAR ASAM URAT
Sum of Mean
Df F Sig.
Squares Square
Antar
1.200 4 .300 .288 .885
Kelompok
Dalam
57.326 55 1.042
Kelompok
Total 58.526 59

Pemeriksaan Asam Urat


Tukey HS
Subset for alpha
Variasi Barium Sulfat N = 0.05
1

Tanpa Barium Sulfat 12 4.0383


Barium Sulfat 75 mg 12 4.1083
Barium Sulfat 100 mg 12 4.2575
Barium Sulfat 125 mg 12 4.3450
Barium Sulfat 150 mg 12 4.4158
Sig. .893

67
Lampiran 4 Hasil Penelitian

Hasil Pemeriksaan Asam Urat Metode Uricase Peroksidase terhadap sampel yang

telah di preparasi dengan penambahan variasi Barium Sulfat

Jenis sampel
Pemeriksaan KadarAsam Urat ( mg/dl)
ikterik
Sampel Tanpa Barium Barium Barium Barium
Kadar
penelitia Barium Sulfat Sulfat Sulfat sulfat
Ringan Bilirubin
n Sulfat 75 mg 100 mg 125 mg 150 mg
5.0
1 5.30 mg/dl 4.63 4.58 4.45 4.28 4.23
mg/dl 2 5.47 mg/dl 4.73 4.63 4.48 4.31 4.15
3 5.60 mg/dl 5.16 4.97 4.85 4.73 4.66
4 5.70 mg/dl 6.62 6.76 6.68 6.54 6.46
Sedan 5 9.36 mg/dl 5.49 5.36 5.34 5.19 5.04
6 9.48 mg/dl 4.28 4.16 4.07 3.91 3.86
g 9.0
7 9.60 mg/dl 4.45 4.38 4.34 4.15 4.10
mg/dl 8 9.80 mg/dl 3.52 3.46 3.37 3.22 3.18
9 11.5 mg/dl 3.34 3.24 3.21 3.10 3.05
Berat 10 12.9 mg/dl 3.88 3.82 3.76 3.60 3.53
11.0 11 13.0 mg/dl 3.17 3.10 3.00 2.88 2.85
13.13
mg/dl 12 3.72 3.68 3.54 3.39 3.35
mg/dl

Hasil Pemeriksaan Bilirubin Total Metode Jendrassik Grof terhadap sampel yang

telah di preparasi dengan penambahan variasi Barium Sulfat

68
Jenis sampel
Kadar Bilirubin Total ( mg/dl)
ikterik
Tanpa Barium Barium Barium Barium
Sampel
Barium Sulfat Sulfat Sulfat sulfat
Ringan penelitian
Sulfat 75 mg 100 mg 125 mg 150 mg
5.0
1 5.30 5.23 5.15 5.05 5.00
mg/dl 2 5.47 5.35 5.30 5.24 5.20
3 5.60 5.55 5.50 5.44 5.40
4 5.70 5.67 5.60 5.54 5.50
Sedan 5 9.30 9.30 9.25 9.18 9.15
6 9.48 9.43 9.40 9.35 9.30
g 9.0
7 9.60 9.57 9.54 9.48 9.40
mg/dl 8 9.80 9.77 9.73 9.68 9.63
Berat 9 11.50 11.43 11.37 11.30 11.23
10 12.90 12.85 12.80 12.75 12.70
11.0
11 13.00 12.93 12.88 12.83 12.78
mg/dl 12 13.13 13.10 13.00 12.95 12.90

Daftar Riwayat Hidup

A. Identitas Diri

69
Nama : Ningrum Wijayanti

NIM : 1811E2031

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Maret 1995

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Nomer Hp : 085788836760

Email : Ningrumwijayanti24@gmail.com

B. Pendidikan
1. TK Rose, Tamat 2001

2. SDN Kelapa Dua Wetan 03 Pagi Jakarta Timur, Tamat 2007

3. MTs. Ar - Rahmah Jakarta. Tamat 2010

4. SMK Analis Kesehatan Tunas Harapan Jakarta, Tamat 2013

5. Tahun 2018 melanjutkan Pendidikan di Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih

Bandung, Tamat 2020

C. Pekerjaan

1. Rumah Sakit Ibu dan Anak Family, Tahun 2013

2. Klinik Mitra Diani, Tahun 2015

3. RSIA Tumbuh Kembang, Tahun 2016 sampai sekarang

70

Anda mungkin juga menyukai