Anda di halaman 1dari 11

A.

Latar Belakang
Pada zaman modern dan globalisasi saat ini, informasi sangat mudah
menyebar dengan keberadaan perangkat elektronik canggih. Jika sebelumnya
informasi baru bisa didengar oleh masyarakat luas melalui media cetak maupun
dari mulut ke mulut, kemudian dengan kemunculuan media elektronik seperti
Televisi dan Radio, dan yang paling mutakhir adalah dengan melalui media
ponsel cerdas atau gawai. Dalam hitungan menit, informasi yang
disebarluaskan di internet dapat dengan mudah diakses oleh pemilik ponsel
cerdas di seluruh penjuru Indonesia.

Kini, seluruh lapisan masyarakat telah memiliki Ponsel Cerdas atau gawai.
Akses internet juga relatif lebih murah bila dibandingkan dengan kondisi satu –
dua dasawarsa silam. Kecanggihan ponsel cerdas ini juga mempermudah
penggunanya dalam memperoleh informasi. Kemudahan untuk memperoleh
akses inilah yang menyebabkan informasi dapat diakses dengan mudah dan
cepat oleh rakyat Indonesia pada umumnya. Akan tetapi, kemudahan dalam
menyebarluaskan dan memperoleh informasi ini menjadi celah bagi segelintir
pihak untuk menyebarkan Hoax.

Hampir setiap hari, muncul berjuta-juta informai yang dapat kita peroleh
melalui ponsel pintar kita. Namun tidak seluruh informasi tersebut valid atau
benar adanya sesuai kenyataan di lapangan. Akan tetapi Banyak dari
masyarakat kita yang kurang peduli terhadap hal tersebut dan dengan begitu
saja mudah mempercayai informasi yang mereka peroleh. Bahkan ada pula dari
masyarakat yang tak segan-segan langsung menyebarluaskan kepada khalayak
tanpa mengetahui kebenaran informasi tersebut.

Ketidakpastian informasi yang secara sembarangan disebarkan dapat


menyebabkan keresahan di ruang publik masyarakat. Oleh karena itu,
diperlukan sebuah tindakan untuk dapat meningkatkan kesadaran maysarakat
Indonesia dalam mempercayai informasi yang mereka peroleh, terutama

By : Rizaldy Firstky Aminul Wahib


informasi yang diperoleh melalui ponsel pintar dan internet. Diharapkan
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam memilah mana informasi
yang benar atau tidak dapat mengurangi celah dari penulis informasi Hoax
dalam menyebarkan keresahan di Masyarakat,

B. Perumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut
 Apa itu Hoax?
 Apa saja Jenis-jenis berita Hoax?
 Apa pengaruh Hoax bagi masyarakat?
 Apa ancaman Hoax bagi kehidupan bernegara dalam menghadapi pesta
demokrasi pada tahun 2019?
 Bagaimana cara meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih selektif
dalam memercayai informasi yang diperoleh?
 Bagaimana pandangan Pancasila terhadap Hoax ?

C. Pembahasan
Hoax merupakan istilah dari bahasa Inggris yang artinya secara bahasa
adalah berita bohong dan secara istilah adalah kesalahan informasi yang
sengaja dibuat untuk menutupi kebenaran yang ada. Hoax dapat berupa rumor,
Urban legends, Pseudo-sciences maupun berita palsu.

Istilah dari Hoax itu sendiri telah diserap menjadi kata di bahasa Indonesia
yaitu Hoaks. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Hoaks
merupakan berita bohong. Untuk selanjutnya penulis menggunakan kata dalam
bahasa Indonesia untuk menyebut Hoax.

Secara umum, hoaks dapat diartikan sebagai “Berita Bohong. Namun billa
kita teliti lebih lanjut, maka kita akan mendapatkan garis besar jenis-jenis dari
hoaks yang menyebar pada masyarakat. Golongan paling besar dari pembagian
hoaks adalah Misinformasi, Disinformasi dan Malinformasi. Misinformasi

By : Rizaldy Firstky Aminul Wahib


merupakan informasi salah yang disampaikan baik sengaja maupun tidak.
Sedangkan disinformasi merupakan kesengajaan dalam membuat informasi
palsu dengan tujuan tertentu. Sedangkan berbeda dengan dua kategori
sebelumnya, pada kategori malinformasi berita yang disampaikan adalah berita
dengan informasi yang benar, namun sengaja disebarluaskan oleh pihak
tertentu dengan maksud buruk. Biasanya berupa informasi dalam ranah privasi
seseorang.

Dari misinformasi dan disinformasi, kita dapat membaginya lagi menjadi


tujuh jenis misinformasi dan disinformasi, yaitu :

1. Satir (satire)
Satir merupakan konten yang dibuat untuk menyatakan sindiran pada
seseorang, organisasi, pemerintah, atau masyarakat dengan
menggunakan parodi, ironi, maupun sarkasme.

Meskipun dapat membuat orang tersenyum simpul saat


membacanya, fungsi utama satir adalah sebagai kritik sosial terhadap
berbagai problem yang terjadi dalam masyarakat. Satir kerap
menampilkan tokoh-tokoh fiktif yang merepresentasikan tokoh riil
dalam kehidupan nyata untuk mengekspos keburukannya. Sebagian
besar kartun politik di berbagai media massa adalah sebuah bentuk
karya satir dengan menampilkan tokoh-tokoh politik secara komikal.

Satir sesungguhnya tidak ditulis dengan maksud untuk mengelabui


pembaca, dan umumnya paling tidak membahayakan di antara tipe
informasi salah lainnya. Namun, pembaca awam yang tidak memahami
gaya bahasa ini berpotensi untuk terkecoh dan menganggap apa yang
dibacanya sebagai kebenaran, terutama ketika media yang
menayangkannya tidak menggunakan label satir untuk memperjelas
jenis kontennya.

By : Rizaldy Firstky Aminul Wahib


2. Koneksi Salah (False Connection)
Informasi ini menggunakan judul, gambar, atau caption yang tidak
berhubungan dengan konten beritanya.

Salah satu bentuk koneksi salah yang cukup populer belakangan ini
adalah clickbait, yaitu teknik marketing digital yang bertujuan agar
sebuah konten diklik dan disebarkan sebanyak-banyaknya oleh
pengunjung. Pembuat konten umumnya menggunakan angka jumlah
pengunjung atau page view (Laman dilihat) untuk mendapatkan
keuntungan finansial dari pemasang iklan. Sebagaimana
namanya, clickbait menggunakan judul dan gambar yang menarik,
sensasional, atau provokatif sebagai umpan (bait) untuk memancing
pengunjung mengklik link. Namun, konten clickbait pada umumnya
tidak sesensasional judulnya, sehingga pembaca yang terlanjur
mengklik seringkali merasa kecewa atau tertipu.

3. Konten Menyesatkan (Misleading Content)

Konten menyesatkan adalah penggunaan informasi untuk


membingkai suatu isu atau individu tertentu.

Misleading content dapat diciptakan dengan sengaja. Informasi


ditampilkan dengan menghilangkan konteksnya untuk mengarahkan
opini pembaca agar sesuai dengan keinginan pembuatnya. Hal ini dapat
dilakukan misalnya dengan cara mengedit foto dengan teknik cropping,
mengutip pernyataan seseorang tanpa menyertakan konteksnya, atau
menampilkan statistik yang mendukung opini yang sedang diusung saja
dengan mengabaikan sisanya.

4. Konten dengan Konteks yang salah (False Context)


Konten ini berupa informasi benar yang disampaikan dalam konteks
yang salah. Hal semacam ini dapat terjadi jika media menempatkan

By : Rizaldy Firstky Aminul Wahib


pernyataan seseorang, gambar, juga video dalam konteks yang tidak
sesuai dengan aslinya.

False context umumnya digunakan untuk menggiring opini


pembaca, baik untuk kepentingan politik maupun isu lainnya. Meskipun
demikian, terkadang false context hanya terjadi karena poor
journalism dan relatif tidak berbahaya.

5. Konten Tiruan (Imposter)


Tipe disinformasi ini adalah konten yang dibuat menyerupai sebuah
sumber asli dengan tujuan untuk mengelabui pembaca.

Ada berbagai tujuan yang melatarbelakangi dibuatnya konten palsu


semacam ini. Ada situs berita yang tampilan dan alamatnya menyerupai
situs berita resmi, namun memuat berita palsu. Hal ini dilakukan baik
untuk meraih keuntungan dari banyaknya pengunjung, maupun untuk
membelokkan opini pembaca ke sudut pandang tertentu. Ada pula situs
palsu yang dibuat menyerupai situs e-banking, menipu pengunjung
dengan merekam login dan password, kemudian menggunakannya
untuk membobol rekening nasabah. Di Indonesia, banyak dijumpai
situs yang dibuat mirip situs bank resmi untuk menipu pengunjung yang
diberitahu telah memenangkan undian, dan diharuskan mentransfer
sejumlah dana sebelum menerima hadiahnya.

6. Konten yang dimanipulasi (Manipulated Content)


Konten jenis ini berasala dari konten asli yang kemudian
dimanipulasi, baik sekedar iseng, memprovokasi pembaca,
menyebarkan propaganda, maupun menjadi kepentingan politik.
Konten yang dimanipulasi dapat berupa foto, audio, maupun video yang
dimanipulasi sedemikian rupa sehingga membuat pembacanya
meyakini kebenaran informasi tersebut, padahal informasinya salah.

By : Rizaldy Firstky Aminul Wahib


7. Konten Palsu (Fabricated Content)
Pada jenis ini, informasi merupakan murni 100% diciptakan dengan
sengaja untuk menipu pembaca. pembuatan konten palsu dapat
dilatarbelakangi oleh berbagai tujuan, baik keuntungan finansial,
propaganda, maupun kepentingan politik, sehingga berpotensi
menyesatkan dan bahkan membahayakan masyarakat.

Adapun selain tujuh jenis misinformasi dan disinformasi di atas, terdapat


jenis gangguan informasi yang perlu diwaspadai juga. Jenis gangguan berikut
sebenarnya dibuat dengan maksud baik namun dapat menimbulkan salah
paham bila tidak diwaspadai. Jenis-jenis tersebut adalah sebagai berikut:

1. Konten Bersponsor
Pada sponsor, pembuat sponsor dapat menampilkan sesuatu yang
menarik tentang produknya dengan menawarkan embel-embel tertentu.
Perlu untuk diketahui bahwa embel-embel tersebut hanyalah klaim dan
perlu untuk diivestigasi lebih lanjut.

2. Teori Konspirasi
Teori konspirasi menyatakan bahwa suatu fenomena terjadi karena
adanya persekongkolan di balik layar antara pihak-pihak yang
berkuasa dan memiliki tujuan tertentu.  Teori konspirasi seringkali
mengemukakan penjelasan yang berbeda dari apa yang diterima oleh
masyarakat umum. Problem utama pada teori konspirasi adalah
pada falsifiability, yaitu bukti yang menunjukkan bahwa sebuah
hipotesis ternyata salah. Tidak peduli sebanyak apa pun bukti nyata
yang diajukan, seseorang yang mempercayai teori konspirasi akan
selalu menganggap bukti tersebut hanya dibuat-buat dan merupakan
bagian dari konspirasi itu sendiri.

By : Rizaldy Firstky Aminul Wahib


Kepercayaan pada teori konspirasi didorong oleh kebutuhan manusia
untuk memahami apa yang terjadi di sekitarnya, untuk merasa aman
dan memegang kontrol atas lingkungannya, dan untuk menjaga imaji
positif tentang diri dan kelompoknya. Seseorang cenderung percaya
pada teori konspirasi jika kebutuhan di atas tidak terpenuhi, hingga
merasa perlu menuding pihak ketiga atas apa yang terjadi di
sekitarnya.

3. Pseudosains
Ilmu semu atau pseudosains adalah pengetahuan, metodologi,
keyakinan, atau praktik yang diklaim sebagai sains tetapi
sesungguhnya tidak dijalankan dengan mengikuti metode ilmiah.

Metode ilmiah dalam sains dijalankan dengan seperangkat standar


untuk memastikan bahwa hasil yang didapatkan dapat dipercaya dan
valid. Sebuah hipotesis harus diuji terlebih dahulu dengan eksperimen
untuk mengetahui kebenarannya. Seluruh data dan prosedur harus
didokumentasikan dengan teliti, agar dapat diproduksi ulang dan
diverifikasi oleh orang lain.

Saat Hoaks menyebar di masyarakat, maka terdapat kemungkinan dari


berita tersebut dapat membuat sebagian dari masyarakat memercayai berita
bohong tersebut. Hal ini dapat menyebabkan dampak negatif bagi masyarakat
terutama bagi yang mudah memercayai suatu informasi tanpa melakukan
pengecekan terlebih dahulu. Secra umum, dapat disimpulkan terdapat empat
dampak negatif yang ditimbulkan oleh hoaks sebagai berikut :

1. Mengurangi waktu produktif di masyarakat


Hoaks yang dibaca dan kemudian diyakini benar oleh pembacanya
dapat mengakibatkan efek terkejut (biasanya hoaks dibuat dengan kata-

By : Rizaldy Firstky Aminul Wahib


kata yang menggemparkan) sehingga berpengaruh dengan
produktivitas masyarakat. Masyarakat akan lebih berfokus pada
pembahasan mengenai hal-hal yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Selain itu pula, tidak sedikit kasus seorang sahabat dapat menjadi
musuh lantaran termakan oleh berita hoaks.

2. Pengalihan isu
Pengalihan isu merupakan pengalihan dari focus masalah besar yang
seharusnya menjadi sorotan publik. Sebagai contoh terkini adalah,
pada kasus hoaks yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet. Hoaks yang
dibuat oleh Ratna Sarumpaet membuat sebagian dari rakyat Indonesia
menjadi mengalihkan perhatiannya kepada hal tersebut daripada focus
untuk menyoroti masalah yang lebih besar, yaitu bencana Gempa Bumi
yang melanda kota Palu dan Tsunami di Donggala.

3. Penipuan Publik
Jenis penipuan ini biasanya bertujuan untuk menarik simpati
masyarakat yang percaya dengan hoax tersebut, lalu ketika dianjurkan
untuk menyumbangkan sejumlah uang dan anehnya ada saja yang mau
menyumbangkan uang tersebut tanpa mau berpikir lebih dalam
ataupun detail apakah berita tersebut terbukti benar ataupun salah.
Banyak orang yang akhirnya tertipu dengan hoax tersebut dan pada
akhirnya terlanjur mengirimkan sejumlah uang yang sangat besar.

4. Pemicu Kepanikan Sosial


hoax yang satu ini memuat berita yang merangsang kepanikan
khalayak publik, dan beritanya berisikan tentang tindak kekerasan atau
suatu musibah tertentu. Salah satu contohnya adalah hoax tentang
kecelakaan hilangnya pesawat Garuda Indonesia dengan tujuan Jakarta
– Palu beberapa waktu lalu. Hoax ini begitu cepat menyebar sampai
media massa maupun media online harus mengklarifikasi berita

By : Rizaldy Firstky Aminul Wahib


tersebut agar masyarakat tidak panic ataupun percaya dengan hoax
tersebut.

Dari dampak negative yang telah disebutkan di atas, kita dapat mengambil
contoh terkini yaitu banyaknya berita hoaks yang tersebar menjelang
bergulirnya Pilkada dan Pemilu 2019. Menurut Partono Samino, Tenaga Ahli
Komisi Pemilihan Umum, “Tentunya kita (KPU) tidak ingin penyelengaraan
pemilu yang sebentar lagi berlangsung dicederai oleh banyaknya berita hoaks
yang bermunculan. Hoaks akan merusak kredibilitas dan integritas
penyelenggaraa pemilihan, kedua (dapat) merusak kredibilitas dan integritas
pasangan calon.” (dilansir dari Tribunnews.com) Dari pernyataan beliau dapat
ditarik kesimpulan bahwasannya dengan maraknya hoaks dapat menyebabkan
kepanikan sehingga pemilu dan pilkada 2019 tidak akan berjalan dengan baik
dan kondusif.

Dalam menghadapi maraknya berita Hoaks, tidak ada artinya jika kita
membatasi penyebaran berita hoaks tersebut, Hal ini dikarenakan berita hoaks
dengan mudahnya dapat menyebar baik secara publik di internet maupu
melalui Chat Private antar individu. Dalam menghadapi hoaks, alangkah
baiknya untuk meningkatkan kualitas masyarakat sehingga masyarakat dapat
memilah secara mandiri, Sehingga saat masyarakat mampu membedakan mana
yang benar dan tidak, berapapun berita hoaks tersebar, tidak aka nada yang
memercayainya. Hal ini dapat diwujudkan dengan melalui Edukasi masyarakat
yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kominfo, Kerja sama dengan
penyedia layanan sosial media, menerapkan sanksi tegas terhadap pembuat dan
penyebar berita hoaks, mengubah pola piker masyarakat dengan meningkatkan
budaya literasi, dan membiasakan masyarakat untuk memerhatikan sumber dari
informasi yang diperoleh.

Apabila kita memperhatikan Sila ke-tiga dari Pancasila yaitu “Persatuan


Indonesia”, maka adapun penyebaran hoaks termasuk dari tindakan yang dapat

By : Rizaldy Firstky Aminul Wahib


mencederai Sila ketiga dari Pancasila. Kepanikan publik karena berita hoaks
dapat menimbulkan perselisihan ditengah-tengah masyarakat. Pemerintah pun
mengambil tindakan tegas dengan mengesahkan UU no.11/Tahun 2008 tentang
ITE terkait pelanggaran Freedom of Speech. UU ITE ini tidak bermaksu untuk
meniadakan kebebasan pada pasal 28 UUD 1945, namun sebagai penegasan
bahwa Pemerintah menghargai kebebasan berpendapat individu dan batas bagi
individu untuk tidak mengganggu kebebasan orang lain apalagi dengan
memengaruhinya dengan berita hoaks.

D. Penutup
1. Kesimpulan
Hoaks merupakan berita bohong yang dengan sengaja dibuat untuk
menutupi kebenaran yang ada. Terdapat Berita hoaks misinformasi (informasi
salah), disinformasi (sengaja membuat informasi palsu), dan malinformasi
(informasi benar namun sengaja disebarluaskan dengan maksud buruk.) Dari
misinformasi dan disinformasi dapat dibagi menjadi tujuh jenis salah informasi
yaitu satir, koneksi salah, konten menyesatkan, konten dengan konteks yang
salah, konten tiruan, konten yang dimanipulasi, dan konten palsu. Hoaks dapat
berdampak negatif bagi masyarakat adalah mengurangi waktu produktif
masyarakat, pengalihan isu, penipuan publik, serta pemicu kepanikan sosial.
Dampak negatif dari hoaks dapat menyebabkan Pilkada dan pemilu 2019 tidak
berjalan dengan kondusif dan mengakibatkan turunnya kredibilitas dan
integritas baik dari penyelenggara pemilu (KPU) maupun dari pihak peserta
pemilu. Kondisi tersebut dapat dicegah dengan melakukan edukasi terhadap
masyarakat akan bahaya hoaks, bekerja sama dengan layanan penyedia sosial
media serta penegakan hukum.

2. Saran
Saran dari penulis adalah alangkah baiknya untuk meningkatkan budaya
membaca dan senantiasa mengingatkan lingkungan sekitar sehingga
menguatkan masyarakat dalam menghadapi maraknya berita hoaks.

By : Rizaldy Firstky Aminul Wahib


DAFTAR PUSTAKA
Aldeputro, Rama. 2015. Kita, Internet, dan Hoax. [Online] tersedia pada
https://www.kompasiana.com/rama.aldeputro/55e42ddb197b611b09beeeba/k
ita-internet-dan-hoax diakses pada 10 Oktober 2018.
Ayuningtyas, Chitra H. 2018.Tak Sekedar Hoax, Kenali Beragam Gangguan
Informasi di Era Digital. [Online] Tersedia pada
https://digitalmama.id/gangguan-informasi/ diakses pada 10 Oktober 2018.
Faqihuddin, Nail Hikam. 2017. Ancaman Hoax Terhadap Sila Persatuan
Indonesia dan Pentingnya Literasi Media. Jogja: -
Iriantara, Y., 2009. Literasi Media: Apa, Mengapa, Bagaimana. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Majid, Yanuar Nurcholis. 2018. KPU Ingatkan Bahasa Hoax Jelang Pilakda dan
Pemilu 2019. [Online] Tersedia pada
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/03/23/kpu-ingatkan-bahaya-hoax-
jelang-pilkada-dan-pemilu-2019 diakses pada 10 Oktober 2018
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Priska. 2018. Maraknya Berita Hoax di Media Sosial. [Online] tersedia di
https://www.kompasiana.com/priskar/5ad47e15caf7db784a755092/maraknya
-berita-hoax-pada-media-sosial diakses pada 11 Oktober 2018
The Jakarta Post. 2018. 10 Tips to Spot Fake News. Jakarta: The Jakarta Post.
Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia

By : Rizaldy Firstky Aminul Wahib

Anda mungkin juga menyukai