I. Pendahuluan
Mata berperan sebagai organ sensori yang menangkap informasi visual dari
lingkungan sekitar yang selanjutnya akan diproses ke pusat penglihatan di otak.
Gerakan bola mata yang terkoordinasi dengan baik berperan penting bagi
tercapainya fungsi penglihatan ini, yaitu mengatur agar bayangan objek dapat jatuh
di retina sehingga terbentuk persepsi visual yang akurat. Gerakan bola mata dapat
terjadi melalui aktivitas dari otot ekstraokular yang memainkan peran masing-
masing untuk memposisikan bola mata ke suatu arah tertentu.1,2
Otot-otot ekstraokular mendapatkan inervasi dari tiga nervus kranial, yaitu
nervus okulomotor, troklear, dan abdusens. Neuron motorik dari ketiga nervus
kranial ini memberikan impuls saraf kepada serabut otot ekstraokular, sehingga
terjadi potensial aksi dan depolarisasi yang menyebabkan kontraksi dari otot
ekstraokular. Hasil akhir dari kontraksi otot ekstraokular ini adalah gerakan bola
mata ke suatu arah tertentu. Gerakan bola mata ini juga dimodulasi oleh sejumlah
area pada korteks otak, batang otak, dan serebelum, sehingga terbentuk suatu fungsi
gerak bola mata yang terintegrasi. Sari kepustakaan ini bertujuan untuk membahas
fisiologi gerak bola mata yang dihasilkan dari aktivitas otot-otot ekstraokular dan
modulasi sistem saraf yang mengontrolnya.3–6
sepanjang dinding orbita, lalu berinsersi ke bagian anterior dari ekuator bola mata.
Jarak antara lokasi insersi otot rektus terhadap tepi limbus bertambah panjang
secara bertahap, mulai dari insersi otot rektus medial, lalu ke arah rektus inferior,
rektus lateral, dan rektus superior. Jarak insersi otot rektus ini membentuk suatu
kurva imajiner yang disebut spiral Tillaux (Gambar 2.1).4,6,7
Gambar 2.1 A. Otot-otot Ekstraokular Bola Mata Kanan pada Posisi Primer
(dilihat dari arah superior) dan B. Spiral Tillaux
Dikutip dari : American Academy of Ophthalmology4 I
Otot oblik superior berasal dari apeks orbita, sebelah atas dari annulus Zinn,
berjalan sepanjang dinding superomedial orbita, lalu melewati struktur troklea yang
merupakan bagian dari os frontal, kemudian melewati bagian bawah otot rektus
superior, sebelum akhirnya berinsersi ke bagian posterior dari ekuator bola mata
pada kuadran superotemporal. Otot oblik inferior berasal dari periosteum os
maksila, sebelah lateral dari fossa lakrimalis, berjalan melewati bagian bawah
rektus inferior dan rektus lateral, lalu berinsersi ke bagian posterior dari ekuator
bola mata pada kuadran inferotemporal, di sekitar area makula.4,6,7
Arteri lainnya seperti arteri lakrimal, arteri infraorbital, dan arteri siliar anterior
turut memberikan sebagian vaskularisai tambahan bagi otot ekstraokular. Sistem
vena berjalan paralel dengan sistem arteri. Sistem vena terdiri empat vena vorteks
pada bagian posterior bola mata, lalu diteruskan ke drainase sistem vena orbita yang
terdiri dari vena oftalmika dan sinus kavernosa (Gambar 2.2).4,6–8
kepada otot rektus superior, sedangkan divisi inferior memberikan inervasi kepada
otot rektus medial, rektus inferior, dan oblik inferior. Nervus kranial IV (nervus
troklear) memberikan inervasi kepada otot oblik superior. Nervus kranial VI
(nervus abdusens) memberikan inervasi kepada otot rektus lateral (Gambar 2.3).4,6,7
serabut saraf yang padat seperti ini memberikan kontribusi terhadap presisi, akurasi,
dan kemampuan kontrol yang tinggi terhadap pergerakan bola mata.2,7,10,11
Ciri khas lain otot ekstraokular adalah terdapatnya dua tipe serabut otot, yaitu
tipe lambat dan tipe cepat (Tabel 2.1). Serabut otot tipe lambat, atau disebut juga
Multiply-Innervated Fibers (MIF) unik terdapat pada otot ekstraokular. Serabut otot
ini mendapatkan inervasi dari neuron motorik dengan ujung neuromuscular
junction yang berbentuk seperti anggur (en grappe). Serabut otot ini berdiameter
kecil dan memiliki kontraksi yang halus dan lambat, sehingga berperan dalam
gerakan pursuit dan mempertahankan tonus statis posisi bola mata. 2,7,10,11
Serabut otot tipe cepat, atau disebut juga Singly-Innervated Fibers (SIF)
terdapat juga pada otot skeletal pada umumnya. Serabut otot ini mendapatkan
inervasi dari neuron motorik dengan ujung neuromuscular junction yang berbentuk
seperti pelat (en plaque). Serabut otot ini berdiameter besar dan memiliki kontraksi
yang cepat dan berupa kedutan. Serabut SIF terdiri dari tiga tipe, yaitu: merah,
intermediet, dan putih. Serabut SIF merah memiliki konsentrasi mitokondria paling
banyak dan bersifat paling tahan lelah (fatigue resistant), sedangkan SIF
intermediet dan putih memiliki konsentrasi mitokondria yang lebih sedikit dan
bersifat lebih mudah lelah. Serabut SIF intermediet dan putih inilah yang memiliki
kekuatan kontraksi yang besar namun singkat untuk gerakan saccadic.4,11
Secara struktur, otot ekstraokular terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan orbital
yang terletak pada sisi luar menghadap ke dinding orbita dan lapisan global yang
6
terletak pada sisi dalam yang tendonnya berinsersi langsung ke sklera bola mata.
Serabut SIF mendominasi komposisi serabut otot ekstraokular, yaitu sebanyak 80%
dari lapisan orbital dan 90% dari lapisan global yang merupakan kontributor utama
bagi pergerakan otot ekstraokular. Fungsi dari serabut MIF masih belum
teridentifikasi dengan jelas, namun diduga berkaitan dengan fungsi penghalusan
kontrol pergerakan bola mata.4,11
horizontal) untuk rotasi vertikal, dan aksis Y (sejajar dengan aksis visual) untuk
rotasi torsional.2,4,6
Bidang Listing adalah bidang vertikal yang melibatkan aksis X, Z, dan oblik.
Hukum Listing menyatakan bahwa seluruh posisi pandangan bola mata dapat
terjadi akibat rotasi terhadap garis aksis yang terdapat pada bidang Listing. Hukum
Donder berkaitan dengan hukum Listing, menyatakan bahwa terdapat orientasi
spesifik dari retina dan kornea untuk setiap posisi pandangan bola mata.2,4,6
Otot agonis adalah otot utama yang menggerakan bola mata ke suatu arah tertentu.
Otot antagonis adalah otot yang terletak pada bola mata yang sama dengan otot
agonis, namun memberikan aksi yang berlawanan dari arah gerakan otot agonis.
Otot sinergis adalah otot yang terletak pada bola mata yang sama dengan otot
agonis, dan bekerja sama dengan otot agonis untuk menghasilkan suatu arah yang
sama. Contohnya, otot agonis rektus superior memiliki otot sinergis otot oblik
inferior untuk menghasilkan elevasi bola mata, sedangkan otot rektus inferior
sebagai otot antagonisnya karena menghasilkan depresi bola mata. Hukum
Sherrington menyatakan bahwa peningkatan inervasi (kontraksi) dari suatu otot
agonis akan disertai dengan penurunan inervasi (relaksasi) dari otot antagonisnya.
Mekanisme ini disebut sebagai inervasi resiprokal.2,4,6,14
Otot rektus vertikal dan oblik memiliki pergerakan yang lebih kompleks. Pada
posisi primer, aksis otot rektus vertikal terletak pada sudut 23° sebelah temporal
dari aksis visual bola mata. Lokasi insersi dari otot rektus vertikal lebih lateral
dibandingkan lokasi origonya (apeks orbita), sehingga menghasilkan aksi tambahan
berupa torsi dan adduksi. Aksis otot oblik terletak pada 51° sebelah nasal dari aksis
visual bola mata. Lokasi origo otot oblik berasal dari bagian nasal sehingga
menghasilkan aksi primer berupa torsi. Lokasi insersi otot oblik berada di sebelah
posterior ekuator bola mata, sehingga menghasilkan aksi tambahan berupa gerakan
vertikal dan abduksi.2,4,6,11
Field of action adalah suatu arah pandang tertentu di mana terdapat satu otot
ekstraokular yang berfungsi sebagai penggerak utama bola mata. Pada arah
horizontal, penggerak utama posisi adduksi adalah otot rektus medial, sedangkan
penggerak utama posisi abduksi adalah otot rektus lateral. Pada arah vertikal,
kontraksi otot rektus superior dan oblik inferior sama-sama menyebabkan elevasi
11
bola mata. Fungsi elevasi dari salah satu otot tersebut dapat dinilai dengan
melakukan isolasi untuk memaksimalkan fungsi elevasi dari otot yang akan
diperiksa, yaitu dengan cara membuat aksis otot tersebut sejajar dengan aksis visual
bola mata. Otot rektus superior berperan sebagai penggerak utama elevasi bola mata
pada posisi abduksi, sedangkan otot oblik inferior berperan sebagai penggerak
utama elevasi bola mata pada posisi adduksi. Begitu pula untuk fungsi depresi dari
otot rektus inferior dan oblik superior. Fungsi dari masing-masing otot ekstraokular
mampu dievaluasi paling baik saat pasien diminta untuk memandang ke arah field
of action otot tersebut (Gambar 2.6).2,4,6,14
Gambar 2.6 A.Skema Aksi Anatomis dibandingkan dengan B. Skema Fungsi Klinis
(Enam Gerakan Kardinal) dari Otot Ekstraokular
RS : rektus superior, OI : oblik inferior, RL : rektus lateral,
RM : rektus medial, RI : rektus inferior, OS : oblik superior)
Dikutip dari : Remington LA6 dan Bye LA15 I
Gambar 2.7 Mekanisme Vestibuloocular Reflex (VOR) dan Optikinetic Response (OKR)
Dikutip dari : Squire L18
14
2.4.3 Saccadic
Gerakan saccadic berupa gerakan mata yang cepat, bersifat balistik, yang
berpindah dari satu titik fiksasi ke titik fiksasi lainnya secara tiba-tiba. Gerakan
saccadic ini berfungsi untuk foveasi, yaitu memindahkan bayangan target visual
dari retina perifer ke bagian fovea agar bayangan dapat diidentifikasi dengan jelas.
Gerakan saccadic pada individu normal memiliki kecepatan sekitar 30-700° per
detik, durasi sekitar 30-100 milidetik, dan amplitudo sekitar 0,5-40°.9,17,19
Area korteks yang mengatur gerakan saccadic adalah Frontal Eye Field (FEF).
Selanjutnya sinyal saraf akan dilanjutkan ke Superior Colliculus (SC) dan diproses
di formasi retikular pada batang otak, yang terdiri dari komponen saccadic
horizontal di Paramedian Pontine Reticular Formation (PPRF) dan komponen
saccadic vertikal di rostral interstitial Medial Longitudinal Fasciculus
(remailiMLF). Pada sirkuit ini terdapat sejumlah burst neuron yang menembakkan
potensial aksi dalam frekuensi tinggi untuk menghasilkan gerakan mata yang cepat.
15
Terdapat dua jenis burst neuron, yaitu excitatory burst neurons (EBN) yang
menyebabkan otot ekstraokular yang akan melakukan gerakan saccadic
berkontraksi dan inhibitory burst neurons (IBN) yang menyebabkan otot
antagonisnya berelaksasi. Aktivitas kedua jenis burst neuron ini diatur oleh
omnipause neuron (OPN) yang memiliki aksi inhibisi terhadap EBN dan IBN
(Gambar 2.8).9,18,19
Pemeriksaan fungsi saccadic dilakukan dengan cara meminta pasien untuk
mengalihkan pandangannya secara cepat dan bergantian terhadap dua objek fiksasi
yang terpisah secara posisi horizontal dan vertikal. Hasil yang perlu dievaluasi
adalah kecepatan dan akurasi dari gerakan bola mata dalam memfiksasi objek. 15,20
III. Simpulan
Gerakan bola mata merupakan hasil dari proses integrasi sejumlah organ yang
saling terkoordinasi satu sama lain. Otot ekstraokular adalah otot utama penggerak
bola mata yang merupakan otot skeletal dengan keunikan sendiri yaitu memiliki
rasio perbandingan serabut saraf terhadap serabut otot yang tinggi, sehingga
memiliki kemampuan kontrol yang presisi dan akurat terhadap pergerakan bola
mata. Struktur anatomi bola mata yang memiliki tiga aksis utama memungkinkan
bola mata untuk bergerak ke sejumlah arah secara bebas. Koordinasi kontraksi dan
relaksasi otot ekstraokular memungkinkan terjadinya gerakan monokular dan
binokular yang menghasilkan pandangan mata ke suatu arah tertentu. Modulasi
sirkuit sistem saraf yang kompleks juga berperan dalam mengontrol gerakan bola
mata untuk menghasilkan stabilisasi visual yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts F, Pearlman E. The Eye : Basic
Sciences in Practice. Edisi ke-4. Edinburgh: Elsevier Limited; 2016. Hal.269-337.
2. Wright KW, Spiegel Peter H, Thompson Lisa S. Handbook of Pediatric Strabismus
and Amblyopia. Edisi ke-2. New York : Springer; 2006. Hal. 24-69.
3. American Academy of Ophthalmology. 2016-2017 Basic and Clinical Science
Course, Section 5 : Neuro-Ophthalmology. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology; 2016. Hal 5-35.
4. American Academy of Ophthalmology. 2016-2017 Basic and Clinical Science
Course 2016-2017, Section 6 : Pediatric Ophthalmology and Strabismus. San
Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2016. Hal.19-30.
5. Sereno AB, Babin SL, Hood AJ, Jeter CB. Executive Functions: Eye Movements
and Neuropsychiatric Disorders. Encyclopedia of Neuroscience. 2009;4:117-22.
6. Remington, LA. Clinical Anatomy and Physiology of the Visual System. Edisi ke-
3. Missouri: Elsevier Butterworth-Heinemann; 2012. Hal. 182-201.
7. American Academy of Ophthalmology. 2016-2017 Basic and Clinical Science
Course, Section 2 : Fundamentals and Principles of Ophthalmology. San Fransisco:
American Academy of Ophthalmology; 2016. Hal 5-35.
8. Dutton JJ, Waldrop TG. Atlas of Clinical and Surgical Orbital Anatomy. Edisi ke-
2. Carolina: Elsevier Saunders; 2011. Hal.83-110.
9. Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, Hall WC, LaMantia AS, McNamara JO,
Williams SM. Neurosciences. Edisi ke-3. USA: Sinauer Assoc; 2004. Hal.453-68.
10. Hoyt CS, Taylor D. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Edisi ke-4.
Edinburgh: Elsevier Saunders; 2013. Hal. 733-41.
11. Skalicky SE. Ocular and Visual Physiology Clinical Application. Edisi ke-1.
Sydney: Springer Science Media. 2016. Hal. 231-70.
12. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Edisi ke-11. Pennsylvania:
Elsevier Saunders; 2006. Hal. 72-91.
13. OpenStax College. Anatomy and Physiology. Texas: Rice University; 2013. Hal.
377-405.
14. Eva PR, Cunningham Jr ET. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. Edisi
ke-18. USA: The McGraw-Hill Companies; 2011. Hal. 238-58.
15. Bye LA, Modi NC, Stanford M. Basic Sciences for Ophthalmology. Edisi ke-1.
United Kingdom: Oxford University Press; 2013. Hal. 88-92.
16. Elliot DB. Clinical Procedures in Primary Eye Care. Edisi ke-4. Yorkshire: Elsevier
Saunders; 2014. Hal.196-205.
17. Kowler E. Review, Eye Movements: The Past 25 Years. Vision Research. 2011;
51:1457-83.
18. Squire LR, Bloom FE, Spitzer NC, Lac SD, Ghosh A, Berg D. Fundamental
Neuroscience. Edisi ke-3. California : Elsevier Inc.; 2008. Hal. 775-92.
19. Miller NR, Newman NJ. Walsh & Hoyt's Clinical Neuro-Ophthalmology. Edisi ke-
6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. Hal.810-907.
20. Strupp M, Kremmyda O, Adamczyk C, Bottcher N, Muth C, Yip CW, Bremova T.
Central ocular motor disorders, including gaze palsy, and nystagmus. J Neurol.
2014; 261 (Suppl 2):S542–S558.
17