Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Muhammad Fahreza Putra Djumadi

NIS : 170101049
KELAS : XIII-B Analis Kimia
TANGGAL : 16 November 2020
JUDUL : Analisa Bilangan Peroksida Pada Minyak
TUJUAN : Mengetahui tingkat kerusakan minyak berdasarkan faktor lama dan kondisi
penyimpanan melalui bilangan peroksidanya.

A. DASAR TEORI
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi.
Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang
mengandung asam - asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan
suatu senyawa peroksida.Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah
dengan metode titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi
iodometri yaitu berdasarkan pada reaksi antara alkali iodide dalam larutan asam dengan ikatan
oksigen pada peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan larutan
natrium tiosulfat (Na2S2O3).
Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair, tetapi larut dalam pelarut
organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil eter, alkohol panas, khloroform dan bensena.
Dimana asam lemak rantai pendek sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat
larut dalam air. Makin panjang

rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang tidak bermuatan. Kemudian dilakukan
ekstraksi menggunakan pelarut non-polar seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil
terhadap oksidasi, akan tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi. Dimana
lemak tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak pada suatu
interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lemak merupakan campuran
gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji,
1989).
Jenis minyak yang mudah teroksidasi adalah jenis minyak yang tidak jenuh. Semakin tidak
jenuh asam lemaknya akan semakin cepat teroksidasi. Selain itu, faktor – faktor seperti suhu,
adanya logam berat dan cahaya, tekanan udara, enzim dan adanya senyawa peroksida juga
semakin mempercepat berlangsungnya oksidasi dan dengan demikian akan semakin cepat terjadi
ketengikan. Berlangsungnya proses oksidasi tersebut dapat diamati dengan beberapa cara, salah
satunya dengan mengamati jumlah senyawaan hasil penguraian senyawaan peroksida (asam –
asam, alkohol, ester, aldehid, keton, dan sebagainya). Uji peroksida ini pada dasarnya mengukur
kadar senyawaan peroksida yang terbentuk selama proses oksidasi. Cara ini biasa diterapkan untuk
menilai mutu minyak tetapi cara ini sangat sulit diterapkan untuk jenis makanan yang berkadar
lemak rendah (Syarief & Hariyadi, 1991).
Minyak goreng dengan kadar peroksida yang sudah melebihi standar memiliki ciri fisik yaitu
memiliki endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih, sehingga membuat minyak goreng lebih kental
dibandingkan dengan minyak goreng yang kadar peroksidanya masih sesuai standar. Standar mutu
menurut SNI menyebutkan kriteria minyak goreng yang baik digunakan adalah yang berwarna
muda dan jernih, serta baunya normal dan tidak tengik. Bau minyak goreng yang memiliki kadar
peroksida melebihi standar, baunya terasa tengik jika dicium, tingkat ketengikan minyak goreng
berbanding lurus dengan jumlah kadar peroksida.
Menurut Buckle et al. (1997) ada dua tipe kerusakan yang utama pada minyak dan lemak,
yaitu :
1. Ketengikan

Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap terbentuk sebagai
akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak tak jenuh. Komponen-komponen ini
menyebabkan bau dan cita- rasa yang tak diinginkan dalam lemak dan minyak produk-produk yang
mengandung lemak dan minyak itu.
2. Hidrolisa

Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang dapat
mempengaruhi cita- rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat disebabkan oleh adanya air
dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan enzim.

B. ALAT DAN BAHAN


Alat :
1. Erlenmeyer tertutup
2. Gelas ukur
3. Buret
4. Pemanas
5. Pipet volumetric
6. Timbangan.
Bahan :
1. Minyak goreng fresh
2. Minyak goreng bekas
3. Asam asetat glasial
4. Kloroform
5. Alkohol
6. Larutan KI jenuh
7. Aquadest
8. Natrium tiosulfat 0,1 N
9. Indikator pati.

C. PROSEDUR KERJA
1. Ditimbang 2,5 gram minyak dalam Erlenmeyer tertutup
2. Ditambahkan 25 mL larutan (asam asetat glasial, kloroform dan alkohol)
3. Lalu ditambahkan KI jenuh sebanyak 0,5 mL dan dididihkan selama 1 menit
4. Ditambahkan aquadest sebanyak 30 mL pada larutan sampel
5. Ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji,
6. Dititrasi dengan larutan standar natirum tiosulfat 0,1 N hingga warna kuning hilang
7. Blanko juga dibuat dengan perlakuan yang sama.

D. DATA PENGAMATAN

No Nama Sampel Volume Na2S2O3


1 Sampel A (Minyak Fresh) 0,3 mL
2 Sampel B (Minyak Bekas) 12,45 mL
3 Blanko 0,25 mL

E. DATA PERHITUGAN
(Vt −Vo) xNx 8 x 100
Bilangan peroksida (g/100 g) =
W
Keterangan: V1 = volume larutan natrium tiosulfat untuk minyak (mL) Vo = volume larutan natrium

tiosulfat untuk blanko (mL)

N = normalitas larutan standar natrium

tiosulfat w = berat minyak (gram)

g = ½ bobot atom oksigen

Bilangan Bilangan
Sampel A Sampel B (Minyak
No Kelompok Peroksida Peroksida
(Minyak Fresh) Bekas)
(mg/100g) (mg/100g)
1 I Bimoli 0 Warteg 686
Bekas Goreng ikan lele
2 II Tropical 1,6 309
±3 x
3 III Tropical 3,2 Bekas Goreng ikan ± 3x 432
Bekas goreng ikan dan
4 IV Rose Brand 25,2704 562,82
ayam
5 V Jagung Mozarella 6,384 Bekas gorengan 2x 118,0176

F. PEMBAHASAN
Percobaan pada kelompok ini menggunakan dua sampel minyak, yaitu sampel minyak A (minyak
fresh) dan sampel minyak B (minyak bekas). Sampel minyak A yang digunakan pada percobaan ini
bermerk Tropical dan sampel minyak B atau minyak goreng bekas yang bersumber dari rumah salah satu
anggota kelompok ini. Sampel minyak B adalah minyak goreng bekas yang sudah mengalami oksidasi
sebanyak ± 3 kali, sedangkan sampel minyak A adalah sampel minyak baru yang belum mengalami
oksidasi, tetapi kualitasnya belum tentu bagus karena faktor penyimpanannya.

Penentuan bilangan peroksida sampel minyak A dan sampel minyak B dengan mereaksikan sampel
minyak sebanyak 25 mL dengan KI dalam pelarut kloroform dengan suasana asam. Asam yang
digunakan adalah asam asetat glasial. Penggunaan aquadest dalam praktikum ini sebagai peniter dan
penambahan aquadest tidak akan mengganggu proses penentuan bilangan peroksida minyak, karena
minyak, asam asam lemak, asam asetat glasial dan kloroform tidak dapat larut dalam air. Larutan
disimpan dalam erlenmeyer bertutup yang dilapisi alumunium foil untuk menghindari ion teroksidasi oleh
cahaya.

Sampel minyak yang sudah direaksikan, kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan Na 2S2O3
sebagai titran. Ketika minyak direaksikan dengan KI, senyawa peroksida akibat proses oksidasi yang
terdapat dalam sampel minyak, mengoksidasi KI menjadi I 2. Senyawa I2 yang dibebaskan inilah yang
kemudian akan dititrasi oleh Na 2S2O3. Sebelum titrasi, dilakukan penambahan indikator kanji agar dapat
diketahui perubahannya. Berikut adalah persamaan reaksi senyawa peroksida dengan KI.

HR RH

Senyawa Peroksida
O

O + 2 KI  I2 + 2 KOH

Pelepasan I2 yang dihasilkan dari reaksi antara senyawa peroksida dengan KI ditandai dengan larutan
yang berubah menjadi warna kuning. Larutan yang sudah dititrasi akan berubah menjadi bening, seperti
pada gambar 2 jika minyak tidak mengalami proses oksidasi, sedangkan minyak yang mengalami proses
oksidasi akan berubah menjadi putih keruh setelah dititrasi, seperti pada gambar 3. Senyawa I 2 yang
dibebaskan setara dengan larutan Na 2S2O3 yang digunakan. Berikut adalah persamaan reaksi I 2 yang
dibebaskan dengan larutan Na2S2O3.

I2 + 2 Na2S2O3  2 NaI + Na2S4O6

Data yang diperoleh pada kelompok ini, yaitu bilangan peroksida pada sampel minyak fresh Tropical
(sampel minyak A) sebesar 1,6 mg/100gram dan bilangan peroksida pada sampel minyak bekas (sampel
minyak B) sebesar 309 mg/100gram. Hal ini berarti pada sampel minyak A terdapat 1,6 mg senyawa
peroksida dalam 100 gram minyak, sedangkan sampel minyak B memiliki bilangan peroksida sebesar
309 mg dalam 100 gram minyak. Bilangan peroksida menurut SNI 01-3741-2002 yang telah
ditetapkan oleh Dirjen Perkebunan (1989), sebesar 1 mg/100 gram minyak. Hal ini menunjukkan
bahwa bilangan peroksida yang diperoleh sampel minyak A dan sampel minyak B tidak sesuai
dengan SNI 01-3741-2002. Hasil yang diperoleh berdasarkan praktikum disebabkan oleh metode
yang kurang tepat, sehingga hasil menunjukkan bilangan peroksida yang tidak sesuai. Akan tetapi,
minyak tropical banyak dikonsumsi oleh masyarakat yang berarti minyak Tropical telah melewati uji
seleksi produk aman untuk dikonsumsi melalui BPOM.

Sampel minyak pada kelompok lain dari berbagai merk, seperti minyak Rose Brand dan Jagung
Mozarella juga diperoleh hasil yang tidak sesuai dengan SNI 01-3741-2002, yaitu sebesar 25,2704
mg/100gram dan 6,384 mg/100gram. Hasil yang diperoleh ini disebabkan oleh metode yang kurang
sesuai, karena penentuan peroksida kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun peroksida
bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya
bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali
iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren, 1986). Sampel minyak fresh pada kelompok III,
kelompok IV dan kelompokV memiliki kualitas minyak yang tidak berkualitas dan kurang aman
untuk dikonsumsi, jika dilihat berdasarkan praktikum yang dilakukan, karena bilangan peroksida
yang diperoleh lebih dari ketetapan SNI 01-3741- 2002 sebesar 1 mg/100gram.

Sampel minyak B (minyak bekas) pada kelompok ini diperoleh hasil sebesar 309 mg/100gram
dan dapat dikatakan tidak berkualitas dan tidak aman untuk dikonsumsi. Begitu juga dengan sampel
minyak bekas yang dilakukan oleh kelompok lain. Kelompok I memiliki bilangan peroksida tertinggi
pada praktikum ini, yaitu sebesar 686 mg/100gram. Minyak bekas pada kelompok I berasal dari
warteg yang dapat dikatakan bahwa penggunaan minyak ini digunakan berulang. Penggunaan
berulang ini ditunjukkan dengan bilangan peroksida tertinggi akibat proses oksidasi yang berlangsung
secara terus menerus. Minyak bekas yang berasal dari warteg dikatakan tidak berkualitas dan sangat
tidak aman untuk dikonsumsi.

Kelompok IV diperoleh bilangan peroksida tertinggi kedua sebesar 562,82 mg/100gram yang
menunjukkan penggunaan minyak berulang atau oksidasi lanjut, begitu juga dengan kelompok III
yang memiliki bilangan peroksida 432 mg/100gram dan kelompok V dengan bilangan peroksida
terendah pada praktikum ini, yaitu sebesar 118,0176 mg/100gram. Bilangan peroksida yang diperoleh
dari berbagai sumber minyak bekas pada praktikum ini dikatakan tidak berkualitas dan tidak aman
untuk dikonsumsi, karena memiliki angka bilangan peroksida yang jauh dari SNI 01-3741-2002.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bilangan peroksida yang
diperoleh kelompok II, yaitu sampel minyak A dan sampel minyak B tidak sesuai dengan SNI 01-
3741- 2002. Bilangan Peroksida pada minyak goreng fresh sebesar 1,6 mg/100g dan pada minyak
goreng bekas 309 mg/100g.

H. DAFTAR PUSTAKA
 Buckle, K.1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia.

 Kusnandar, Feri. 2011. Kimia Pangan: Komponen Pangan. Jakarta: PT Dian Rakyat.

 Syarief, R. dan Hariyadi, H. 1991. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcon.

 Tranggono dan Setiaji, B. 1989. Biokimia Pangan, 112-113. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas
pangan Gizi UGM.

Anda mungkin juga menyukai