Anda di halaman 1dari 5

Nama kelompok : Dustin Leslie Wijaya / 10

Arnoldus janshen /
Kelas : XII MIPA 3
Judul Buku: Gajah Mada: Makar Dharmaputra
Penulis: Langit Kresna Hariadi
Penerbit: Tiga Serangkai
Tebal: 582 Halaman, 21 cm

 Sinopsis
Novel ini menceritakan tentang sebuah peristiwa pemberontakan negeri Wilwatikta
(Majapahit) yang termasuk dalam salah satu pemberontakan besar sepanjang sejarah negeri
tersebut, yang terjadi di masa pemerintahan Kalagemet atau Jayanegara. Makar
(pemberontakan) tersebut dilakukan oleh lima tumenggung yang telah dianugerahi gelar
sebagai Dharmaputra Winehsuka yang terdiri atasa Ra Pangsa, Ra Banyak, Ra Yuyu, Ra
Tanca, dan dipimpin oleh Ra Kuti. Saat pemberontakan tersebut terjadi, Gajah Mada pada
saat itu merupakan seorang tentara dari pasukan Bhayangkara yang masih berpangkat bekel
(pangkat terendah dalam kemiliteran Majapahit saat itu). Berawal dari saat Gajah Mada
sedang berbincang-bincang dengan Mahapatih Arya Tadah, Gajah Mada dibuat terheran-
heran dengan alam yang tiba-tiba berubah. Awan hitam mendadak berkumpul menjadi satu,
kabut tiba-tiba menyelimuti Kutaraja Majapahit, angin bertiup dengan kencangnya, bulan
berwarna kuning keemasan yang tampak timbul karena awan-awan yang lalu lalang, dan
suara burung hantu yang bersaut-sautan di sana-sini semakin melengkapi Majapahit dalam
keheningan malam yang semakin sunyi dan mencekam. Tanda-tanda alam tersebut bukan
merupakan tanda yang bagus, Gajah Mada meyakini bahwa akan ada peristiwa buruk yang
akan terjadi keesokan hari. Sekembalinya dari kediaman mahapatih, Gajah Mada dikunjungi
oleh seorang lelaki tak dikenal yang mengaku sebagai Bagaskara Manjer Kawuryan. Lelaki
itu berkata bahwa keesokan hari akan ada pasukan segelar sepapan yang akan menggempur
kedhaton Majapahit, oleh karena itu Gajah Mada harus segera mengamankan istana dan
Baginda Raja. Setelah memastikan informasi yang didapat dengan menyebar telik sandi,
ternyata informasi itu benar adanya. Akhirnya, oleh Mahapatih Arya Tadah Gajah Mada
ditugaskan untuk mengatasi masalah ini dan mengamankan baginda raja jika sudah tidak ada
harapan lagi untuk tetap bertahan di istana. Gajah Mada dalam menjalankan tugas ini dibantu
oleh pasukan Bhayangkara dan dia dipermudahkan dengan lencana mahapatih yang diberikan
oleh Mahapatih Arya Tadah. Gajah Mada juga meminta bantuan dari tiga pasukan kesatrian
Majapahit yaitu pasukan Jalapati, Jalayuda, dan Jala Renanggana, namun ternyata tiga
tumenggung kesatrian tersebut sudah memihak kepada pemberontak, dan pada pertempuran
keesokan harinya ketiga kesatrian itu diadu domba oleh Ra Kuti dan pemimpin Jalapati dan
Jalayuda mati karena terserempet panah beracun yang dilepaska oleh Ra Kuti.
Pemberontak semakin mengganas, pasukan Gajah Mada mulai terdesak bahkan
istanapun hampir dikuasai oleh pemberontak. Oleh karena itu, Gajah Mada dan Pasukan
Bhayangkara mengungsikan Sri Jayanegara ke tempat yang lebih aman yaitu ke rumah dinas
Mahapatih Arya Tadah melalui sebuah terowongan rahasia yang menghubungkan kamar tidur
baginda yang ada di dalam istana dengan rumah dinas tersebut. Namun, dalam
perkembangannya ternyata ada pasukan Bhayangkara yang berkhianat dan menjadi mata-mata
di tubuh Bhayangkara sendiri dan selalu melaporkan pergerakan Bhayangkara kepada Ra
Kuti. Hal tersebut tentu saja sangat merepotkan Gajah Mada sebagai pemimpin pasukan
tersebut dan sebagai orang yang diberi amanat untuk mengamankan raja, bahkan karena hal
tersebut Gajah Mada terpaksa harus mengungsikan Sri Jayanegara hingga ke sebuah desa
terpencil yang ada di Pegunungan Kapur Utara yang terletak di pedalaman Bojonegoro. Di
sana Gajah Mada mampu mengamankan Baginda Raja dan menangkap pengkhianat-
pengkhianat Bhayangkara dengan menggunakan sebuah tipuan. Selain itu, Gajah Mada juga
menyusun strategi untuk kembali melawan pemberontak.

Keesokan hari, Gajah Mada kembali ke Kutaraja dan melalui melakukan perlawanan
kembali kepada pasukan pemberontak. Karena kecerdikan dan ketangkasan para prajurit
Bhayangkara yang dipimpin oleh Gajah Mada tersebut, baru sebentar mereka melancarkan
aksinya pasukan pemberontak dan pemimpin-pemimpinnya sudah dibuat pusing olehnya. Tak
lama kemudian empat dari lima Dharmaputra berhasil di tumpas dengan menggunakan panah,
dan satu orang yang tersisa yaitu Ra Tanca memilih untuk meletakkan senjatanya dan
menyerah kepada Bhayangkara. Setelah keadaan dirasa telah aman, baginda raja kembali ke
istana. Gajah Mada dan kawan-kawan membereskan semua kekacauan yang terjadi akibat
pemberontakan.

Sembilan tahun setelah pemberontakan tersebut, Sri Jayanegara menderita sebuah


penyakit yang sepele namun sangatlah mengganggu baginya. Ra Tanca yang selama sembilan
tahun mendekan di penjara masih dikenal sebagai seorang tabib muda dan sangat terampil
meramu obat pun dipanggil ke istana untuk meramu obat yang akan diberikan kepada raja.
sang Ra Tanca yang kebal terhadap berbagai macam racun tersebut sudah menunjukkan
bahwa ramuan itu tidak beracun dengan meminumnya, namun malang bagi sang Raja. Dia
langsung menggelepar dan tercekik karena meminum ramuan racun yang diberikan oleh Ra
Tanca. Racun yang diminum oleh raja dengan cepat menjalar ke seluruh tubuhnya yang masih
lemah itu. Melihat peristiwa tersebut, Gajah Mada berang dan langsung menghunuskan
kerisnya tepat ditengah dada Ra Tanca. Tak lama kemudian Ra Tanca meregang nyawa. Di
nafas-nafas terakhirnya Ra Tanca sempat tersenyum dan mengatakan “Bagaskara Manjer
Kawuryan”. Gajah Mada yang mendengarnya hanya mampu terdiam.

 Analisa unsur intrinsik

1. Tokoh dan penokohan


 Novel Gajah Mada: Makar Dharmaputra seperti nama novelnya, mengambil tokoh
utama yaitu Gajah Mada sebagai karakter utama di novel ini. Penggambaran
penulis terhadap Gajah Mada di novel ini benar – benar layak digambarkan seperti
seorang Superhero yang banyak terdapat pada komik - komik Amerika
Serikat. Hal ini dikarenakan, Gajah Mada digambarkan sebagai seseorang yang
luar biasa serta nyaris tanpa cacat dan cela sama sekali. Hal itu dapat dilihat ketika
kecerdikan usaha Gajah Mada dalam menyelamatkan Raja Jayanegara. Dalam
suatu peristiwa, Gajah Mada menutup tubuh Raja Jayanegara dengan
menggunakan tanah agar tubuhnya tidak terdeteksi oleh pasukan Ra Kuti, hal ini
membuat pasukan Ra Kuti stress karena kamuflase yang dilakukan Gajah Mada ini
( hal. 403 ). Gajah Mada juga digambarkan sebagai seorang ahli strategi perang
modern yang luar biasa karena strateginya sama seperti yang digunakan dalam
perang – perang di dunia saat ini. Strategi yang dilakukan Gajah Mada adalah
dengan melakukan teror di Istana Kerajaan Majapahit yang dikuasai oleh Ra Kuti
dengan cara menyusup dan memanah secara diam – diam ke arah Ra Kuti, hal ini
membuat Ra Kuti tertekan luar biasa karena nyawanya selalu terancam oleh
kehadiran Gajah Mada yang melakukan teror seperti itu ( hal. 203 ). Strategi
lainnya yang menjadi gambaran tokoh Gajah Mada adalah; Gajah Mada
menciptakan lingkaran pertemanan, persaudaraan, solidaritas yang kuat dengan
teman – teman yang masih mendukungnya seperti Prajurit Bhayangkara. Hal ini
terlihat dengan banyak cerita di novel ini kalau para Prajurit Bhayangkara
mendukung Gajah Mada sepenuh hati terutama tangan kanannya yaitu Gagak
Bongol dalam usaha menyelamatkan Raja Jayanegara dari Ra Kuti ( Hal. 236 ).

Hal yang cukup advance dalam dunia strategi militer yang ada dalam buku Gajah
Mada: Makar Dharmaputra ini adalah pembentukan aliansi. Dalam dunia
internasional, pembentukan aliansi dengan orang – orang atau negara baru dimulai
sejak abad 20 ( ketika Perang Dunia pertama ). Namun, Gajah Mada sudah
melakukan itu lebih dahulu pada abad 13. Dalam strategi ini, Gajah Mada
melakukan koordinasi dan membentuk aliansi dengan Mahapatih Tedah, Gajahsari
dan Lembu Nabrang yang saat itu masih mendukung Raja Jayanegara untuk
kembali menjadi Raja Majapahit sebenarnya ( hal. 534 ).

 Karakter kedua di Gajah Mada: Raja Jayanegara awalnya adalah seseorang yang
sangat manja karena menganggap dirinya masih seorang raja, ia menolak untuk
dievakuasi padahal hal ini dilakukan oleh Gajah Mada untuk menyelamatkan
dirinya sendiri ( hal. 182 ). Bahkan Raja Jayanegara tetap membawa harta
bendanya sebanyak dua peti ketika melakukan evakuasi dari Kerajaan Majapahit
( hal. 183 ). Pengembangan karakter semakin berwarna ketika Karakter Raja
Jayanegara dalam posisi penuh tekanan akan ancaman pengejaran pasukan Ra
Kuti, akhirnya rela untuk melakukan apapun untuk menyelamatkan dirinya seperti
menyusuri lorong penuh lumpur ( hal. 218 – 219 ) dan berjalan cukup jauh dari
ibukotanya dengan berjalan kaki tanpa kuda, digigiti nyamuk dan merasakan lelah
yang amat sangat ( hal. 268 – 269 ). Hal - hal di atas membuat Kalagemet,
panggilan akrab Raja Jayanegara sebelum menjadi Raja Majapahit yang berarti
lemah, berubah menjadi Raja yang kuat secara karena tempaan peristiwa kudeta
Ra Kuti dan evakuasi dirinya ini. Raja Jayanegara berubah menjadi raja yang lebih
arif melihat situasi seperti ketika Gajah Mada dan Raja Jayanegara yang
menyamar masuk ke dalam rumah penduduk untuk meminta makan, Raja
Jayanegara digambarkan di sini mau mendengarkan keluhan rakyatnya dan tidak
sombong untuk tidak mengaku sebagai seorang Raja Majapahit ( Hal. 272 – 273 ).

Perubahan karakter ini membuat karakter Raja Jayanegara sangat unik karena
diceritakan peristiwa – peristiwa di atas, dari seorang yang sombong menjadi
seorang yang rendah hati. Namun, Langit Kresna
Hariadi “menghancurkan” karakter ini ketika Raja Jayanegara meludahi Ra Tanca
( hal. 575 ), karakter yang rendah hati itu berubah menjadi sombong kembali.

 Karakter ketiga di Gajah Mada: Makar Dharmaputra yang memiliki development


karakter yang bagus yaitu: Ra Tanca. Ra Tanca mengalami perubahan yang tidak
begitu signifikan tapi sangat membekas di pembaca karena pada akhirnya
dialah twist ending yang menarik dari novel ini. Karakter Ra Tanca yang awalnya
bersama – sama dengan para Dharmaputra untuk memberontak kepada Kerajaan
Majapahit mendadak berubah haluan, ketika dirinya melihat rakyat Kerajaan
Majapahit diperlakukan sangat tidak adil oleh Ra Kuti sebagai Raja Majapahit
hasil kudeta itu. Hal ini terjadi ketika seorang anak bernama Kayun yang ayahnya
mati karena ulah pasukan Ra Kuti, datang untuk menghadap Ra Kuti. Malangnya,
Kayun tidak mendapatkan keadilan atas hal ini melainkan dibunuh oleh salah satu
Dharmaputra yaitu Ra Pangsa ( hal. 298 ). Hal ini membuat perlahan – lahan Ra
Tanca berbalik arah dan menunjukan kekecewaan kepada Ra Kuti.

Hal lainnya yang menjadikan kekesalan Ra Tanca kepada Ra Kuti semakin


memanas adalah ketika rakyat Kerajaan Majapahit melakukan pepe/demo di depan
Istana Kerajaan Majapahit karena Ra Kuti bertindak sewenang - wenang, berakhir
dengan pembantaian yang kejam oleh Ra Pangsa atas perintah Ra Kuti sendiri
( hal. 332 ). Padahal pada saat itu, Ra Tanca sudah meminta agar Ra Kuti
mendengarkan pendapat mereka karena Ra Kuti adalah seorang Raja Majapahit
dan meminta Ra Kuti untuk memimpin Kerajaan Majapahit dengan bijaksana
( hal. 317 – 318 ).

2. Alur
 Tahap perkenalan : Hal ini dikarenakan seluruh halaman Gajah Mada: Makar
Dharmaputra adalah bercerita bagaimana konflik – konflik yang terjadi antara
Gajah Mada melawan Ra Kuti. Tidak tanggung – tanggung, Langit Kresna Hariadi
sejak dari halaman awal sudah memulai dengan menceritakan konflik, yaitu
dimulai dengan persiapan Ra Kuti dan Gajah Mada untuk menghadapi perang
besar - besaran antara keduanya ( hal 1 – 88 ), selain itu juga di awali dengan
pengenalan beberapa tokoh yang terdapat dalam cerita berdasar kan pada cerita
yang didapatkan dari prasasti.
 Tahap pemunculan konflik : dimulai ketika terjadinya Makar (pemberontakan)
tersebut dilakukan oleh lima tumenggung yang telah dianugerahi gelar sebagai
Dharmaputra Winehsuka yang terdiri atasa Ra Pangsa, Ra Banyak, Ra Yuyu, Ra
Tanca, dan dipimpin oleh Ra Kuti( hal 83 – 94 )
 Tahap klimaks : dimulai ketika terjadinya Perang antara pasukan Majapahit
melawan pemberontak Ra Kuti ( hal 89 – 199 )
 Tahap peleraian : menceritakan bagaimana persiapan bagaimana Pasukan Gajah
Mada mengembalikan Raja Jayanegara yang telah jatuh dari singgasananya ( hal
200-560 )
 Tahap penyelesaian : Hal ini terjadi ketika Pasukan Gajah Mada menyerang Ra
Kuti di singgasana Raja Majapahit ( hal 560 – selesai ).
 Kesimpulan : alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju karena di
dalam novel ini kisah nya diceritakan secara berurutan dari perstiwa yang pertama
sampai peristiwa yang terakhir.

3. Kebahasaan
 Menggunakan kata-kata yang bermakna tindakan atau perbuatan. Buktinya :
Jayabhaya digantikan Sarwecwara, selanjutnya digantikan Sri Aryyeccwara yang
menggunakan Ganeca sebagai lambang kekuasaan.
 Banyak menggunakan fungsi keterangan tempat dan waktu. Buktinya : Jika itu
yang dimaksud Bekel Gajahmada, tempat mana lagi kalau bukan Kudadu di
daerah pegunungan kapur utara.
 Banyak menggunakan konjungsi temporal. Buktinya : Sesaat kemudian terdengar
suara kuda berderap meninggalkan wisma kepatihan.
 Banyak menggunakan konjungsi kausalitas, seperti karena, sebab, karena itu, oleh
karena itu. Buktinya : Oleh karena itu, Bekel Gajahmada merasa yakin kalau ada
pihak tertentu yang bakal melakukan pemberontakan jelas tak mungkin ada
hubungannya dengan keluarga istana.
 Banyak menggunakan kalimat bermasa lampau. Buktinya : Sekian tahun yang lalu,
Arya Tadah yang memiliki gagasan membangun terowongan penyelamatan itu.

Anda mungkin juga menyukai