kamu bilang, “suatu pohon”? Dipta, sang pengumpul energi cahaya begitu kepayahan menghadapi polutan-polutan yang datang. Dimulai saaat dunia luar mengumumkan untuk mengakhiri masa local lockdown.
“Kalian! Cukup sampai di sini!,”
ucapnya sembari menutup gerbang stomata. Tindakannya yang sigap dapat membuatnya bernapas sebentar. Hei, hanya sebentar. Ia masih harus menertibkan polutan lain yang berhasil meneorbos masuk.
“Kalian ini, lama-lama seperti cahaya
yang diberikan oleh matahari saja,. Harus kuladeni setiap hari,” ucapnya sembari mengeluarkan tongkat gelembung, tongkatnya yang dapat memerangkap polutan-polutan ke dalam gelembung yang dibuatnya. Kemudian, Ia dapat mengeluarkan polutan tersebut sesuai waktunya.
Tak biasanya, Dipta mengeluh. Ini
semua karena staminanya akhir-akhir ini kendur karena penerapan PSBB, yang membuatnya melawan sedikit polutan dari luar dan menjadi melemah seiring berjalan waktu. Ia berpikir, “Ke mana sebetulnya Abimanyu pergi? Teganya ia meninggalkan tugasnya kepadaku begitu saja dan pergi mengajak Ganesa,”
Dipta terbangun dari tidurnya, Ia
mematikan alarm yang dia setel pukul 8 pagi tepat. Ia pun menuju dapur karena dahaganya sudah di ujung. Betapa terkejutnya Ia ketika menemukan Maitra sedang memasak sup jamur di dapurnya.
“Apa yang membawamu kemari,
Maitra?” tanya Dipta.
“Kudengar dari Prayoga kau sudah tidak
masuk kerja selama beberapa hari, aku datang ke sini untuk merawatmu,” ucap Maitra.
“Terima kasih, rupanya aku masih
memiliki kawan. Ha ha ha. Ah, apa kau dengar berita tentang Ganesa dan Abimanyu selama kau di luar pohon?”
“Mereka sudah kembali sejak kemarin
lusa, Ta. Apa kamu tidak baca koran FLOEM selama beristirahat? Kau pasti kecapekan sekali dengan menjaga perbatasan saat situasi seperti ini,”
Dipta terdiam, Ia begitu hanyut di dalam
minuman coklat panasnya. ‘Luar biasa sekali aku, tidur selama 1 minggu. Pasti juniorku kelelahan untuk menggantikanku,’ pikirnya.
“Aku ingin bertemu dengan Abimanyu,”
ucap Dipta.
“Untuk hal itu ada waktunya. Sang
penguasa, Indra dan Iswari mengadakan pertemuan dengan para Penjaga berbagai sektor. Kau juga diundang sebagai perwakilan penjaga di sektor daun. Abimanyu dan Ganesa juga ikut hadir,” “Berbagai sektor? Berarti, bukan hanya sektor milikku yang bermasalah? Sungguh, bencana yang mengerikan,”
“Tentu, masalah ini lebih buruk dari
yang kau pikir, Dipta,” balas Maitra.
Siang pun tiba, Dipta, beserta 3
perwakilan penjaga di sektor lain menghadiri pertemuan yang dibuat penguasa mereka. Dalam pertemuan itu, terdapat Indra, Iswari, Mahesa, Gayatri, Karuna, Ganesa, Abimanyu, dan para penjaga sektor.
Ganesa, sang ilmu pengetahuan,
memberi laporan perjalanannya ke dunia luar Bersama Abimanyu, sang Jendral Pelindung Pohon.
“Ini buruk, Kawan. Situasi di dunia luar
sangat buruk. Pencemaran lingkungan bertambah buruk karena gaya hidup manusia yang mewajibkan setiap insan dari mereka untuk memakai masker setiap mereka keluar rumah. Industri- industri pun gencar melakukan produksi untuk alat pelindung diri, kebutuhan pangan yang meningkat, dan alkohol atau desinfektan yang dapat melindungi umat manusia. Lalu, kebanyakan manusia memilih belanja secara online yang meningkatkan konsumsi kemasan paket serta jejak karbon dari kendaraan pengantar. Limbah APD manusia di era yang mereka katakan ‘new normal’ ini tak berujung, lebih buruk ketika kita menghadapi kedamaian karena pertiwi sedang pulih. Serta, sudah ribuan lebih manusia yang takluk terhadap virus dan memperburuk pencemaran. Hal ini membuat Gayatri semakin melemah karena harus memberikan kekuatannya kepada kita semua yang kelelahan hingga kehabisan kekuatan. Apa yang harus kita lakukan?”
Mereka semua bungkam, Dipta
berkecamuk dengan pikirannya sendiri,’Jadi, aku dipulihkan oleh Gayatri. Sial, aku tidak bisa melakukan apa-apa,’
Meskipun semua tahu, Gayatri bisa
dipulihkan oleh Karuna, dengan menggunakan energi kehidupannya. Mereka tidak bisa membiarkan hal ini terus terjadi. Karuna bisa lenyap, bisa dipastikan Gayatri pun tak lama akan menyusulnya. Seluruh kehidupan di pohon pun akan padam, pohon akan mati, dan tidak ada makhluk yang memberi oksigen serta makanan kepada makhluk lain. Pertiwi pun tamat.
Tapi tak sesederhana itu. Abimanyu
berkata, “Tak lama lagi, Mega, Ratu Polutan akan terbangkitkan, bukan, Mahesa? Jika keadaan kita terus seperti ini, kita dengan mudah akan dikalahkannya,”
Mahesa, sang Tetua angkat bicara,”Kita
masih memiliki harapan,” Ia pun bercerita mengenai situasi di zaman dahulu. Iswari dan Indra memutuskan untuk membagi kelompok yang menjalankan misi menemukan kepingan kekuatan Sawitri, untuk membangkitkannya. Sawitri harus menunaikan tugasnya, menjaga Pertiwi.
Dahulu kala, pohon menghadapi
peperangan yang diciptakan oleh manusia. Perebutan wilayah, penjajahan, penyebaran ideologi, peperangan untuk menjajal ilmu pengetahuan, pertengkaran antarsuku yang tidak dapat terbendung, serta penyebaran wabah yang lama untuk diatasi. Segala cara dilakukan oleh manusia untuk dapat memenangkan peperangan. Sang pemenang dapat menguasai dan memerintah makhluk-makhluk Pertiwi sesuka hati. Mereka berpikir, akan mendapatkan ‘kejayaan’. Tetapi, ada sesuatu yang menghalangi mereka untuk menguasai Pertiwi. Dialah Sawitri, sang pembangkit kehidupan yang ditugaskan untuk menjaga Pertiwi tetap seimbang. Sawitri ditidurkan untuk waktu yang lama, ketika Pertiwi dalam keadaan yang baik. Namun, kemunculannya terganggu. Pada saat terakhir kali ia mengeluarkan kekuatannya, jutaan manusia tak bersalah dan makhluk- makhluk lain ikut menjadi korban peperangan keji yang dilakukan oleh manusia yang serakah. Sawitri menghukum manusia-manusia yang berpikir masih akan mendapat ‘kejayaan’ ketika dirinya muncul di hadapan mereka.
“Hai makhluk serakah yang
mengganggu keseimbangan Pertiwi, aku, Sawitri, memerintahkan kalian untuk ‘tidur selamanya’,”
Dalam sekejap, Ia memberikan mereka
hadiah ‘tidur selamanya’. Ia memulihkan Pertiwi, seluruhnya. Pertiwi kembali hidup, namun, wabah penyakit tak kunjung berhenti.
Ia pun mendatangi manusia yang terlihat
seperti seorang ilmuwan.
“Wahai manusia berjubah putih, aku
melihat kesucian di dalam hatimu. Maukah kamu membantuku mengatasi wabah ini demi kelangsungan hidup spesiesmu?” tanya Sawitri kepadanya.
Manusia itu merasakan kebesaran
kekuatan Sawitri dari setiap kata yang terucap darinya.
“Sebuah kehormatan untukku, Ananta,
dapat membantumu. Tetapi, harus kukatakan aku kekurangan ilmu untuk mengatasi wabah ini,” ujar Ananta, seseorang yang dianggap sebagai ilmuwan.
“Jangan khawatirkan itu, Ananta. Aku
akan memberikanmu pengetahuanku, meskipun nanti resikonya akan membuatku tertidur lebih lama ketika Pertiwi membutuhkanku. Sesudah aku pergi untuk tidur, tolonglah aku sekali lagi. Pergilah dan kabarkan hal ini kepada pohon Adam di bukit timur, tak masalah pohon Adam mana yang kau kabari, tapi pastikan untuk menyampaikan hal ini kepada Mahesa. ‘Sawitri tertidur untuk waktu yang lama. Ketika Pertiwi mungkin akan membutuhkannya, Ia belum akan terbangun seperti biasanya. Pergilah ke utara untuk menemukan batu Saphire. Letakkan batu itu di tempat Sawitri tertidur, tepatnya di puncak Gunung Jaya. Selama masih ada es di sana, Sawitri akan dating melindungi Pertiwi,’ Bisakah aku percayakan hal ini kepadamu, Ananta?’
“Sebuah kehormatan bagiku untuk
melindungi kehidupan bersamamu, Sawitri,” ucap Ananta. Sawitri pun menyerahkan ilmu pengetahuannya yang diserapnya Ketika menidurkan manusia-manusia serakah itu. Ananta mengerang, Ia tak sadarkan diri selama 2 hari. Akhirnya, Ananta dapat mengatasi wabah yang telah berlangsung selama 17 tahun itu selama 6 bulan.
Kemudian, Ia pergi menemui Mahesa di
bukit timur, menyampaikan segala hal yang dipercayakan oleh Sawitri kepadanya.
Mahesa tak percaya, masih ada manusia
yang berhati mulia seperti Ananta. Ia pun berterimakasih kepada Ananta, untuk kesetiaannya menjaga amanat Sawitri. Ia berpesan, agar tidak menceritakan tentang Sawitri dan yang lainnya kepada manusia lain.
Tentu saja, Ananta sudah melakukan hal
itu. Ia sangat bersyukur sudah berkesempatan menjadi kawan bagi sang Pelindung Pertiwi.
Dipta, bersama Prayoga, Abimanyu, dan
Ganesa sampai di wilayah Barat. Mereka sedang menghadapi lembah kematian untuk sampai di Hutan Abadi. Tanahnya berlumpur, makhluk hidup di dalamnya nyaris tak ada.