DIMAS HERDIYANSYAH
P1337420920094
A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang
ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang
termasuk Indonesia. Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya
tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih
dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui
dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal,
penyakit endokrin, penyakit jantung, dan gangguan anak ginjal. Hipertensi
seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus-
menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi.
Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan
tekanan darah secara berkala (Sidabutar, 2009).
Berdasarkan data dari WHO tahun 2000, menunjukkan sekitar 972
juta orang atau 26,4% penduduk dunia menderita hipertensi, dengan
perbandingan 50,54% pria dan 49,49 % wanita. Jumlah ini cenderung
meningkat tiap tahunnya (Ardiansyah, 2012). Data statistic dari Nasional
Health Foundation di Australia memperlihatkan bahwa sekitar 1.200.000
orang Australia (15% penduduk dewasa di Australia) menderita hipertensi.
Besarnya penderita di negara barat seperti, Inggris, Selandia Baru, dan
Eropa Barat juga hampir 15% (Maryam, 2008). Di Amerika Serikat 15%
ras kulit putih pada usia 18-45 tahun dan 25-30% ras kulit hitam adalah
penderita hipertensi (Miswar, 2004).
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, prevalensi hipertensi di
Indonesia tahun 2004 sekitar 14% dengan kisaran 13,4 - 14,6%, sedangkan
pada tahun 2008 meningkat menjadi 16-18%. Secara nasional Provinsi Jawa
Tengah menempati peringkat ke-tiga setelah Jawa Timur dan Bangka
Belitung. Data Riskesdas (2010) juga menyebutkan hipertensi sebagai
penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya
mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di
Indonesia (Depkes, 2010). Menurut Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun
2012, kasus tertinggi penyakit tidak menular di Jawa Tengah tahun 2012
pada kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit
hipertensi esensial, yaitu sebanyak 554.771 kasus (67,57%) lebih rendah
dibanding tahun 2011 (634.860 kasus/72,13%). Berdasarkan data dari
Puskesmas Kerjo Karanganyar tahun 2010 jumlah penderita hipertensi
sebanyak 352 lansia. Tahun 2011 sebanyak 446 lansia dan tahun 2012
tercatat penderita hipertensi 598 lansia sedangkan pada bulan Januari-Mei
2013 tercatat penderita hipertensi 482 lansia. Angka kejadian hipertensi ini
menunjukkan bahwa penyakit hipertensi menjadi prioritas utama masalah
kesehatan yang terjadi di Kecamatan Kerjo tersebut. Penyakit hipertensi ini
bagi masyarakat sangat penting untuk dicegah dan diobati. Hal ini
dikarenakan dapat menjadi pencetus terjadinya stroke yaitu kerusakan
pembuluh darah di otak.
Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor gaya hidup dan
pola makan. Gaya hidup sangat berpengaruh pada bentuk perilaku atau
kebiasaan seseorang yang mempunyai pengaruh positif maupun negatif
pada kesehatan. Hipertensi belum banyak diketahui sebagai penyakit yang
berbahaya, padahal hipertensi termasuk penyakit pembunuh diam-diam,
karena penderita hipertensi merasa sehat dan tanpa keluhan berarti sehingga
menganggap ringan penyakitnya. Sehingga pemeriksaan hipertensi
ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan rutin/saat pasien datang dengan
keluhan lain. Dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi komplikasi,
jadi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ seperti
gangguan fungsi jantung koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi
kognitif/stroke. Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para
penderitanya. Penyakit ini menjadi muara beragam penyakit degeneratif
yang bisa mengakibatkan kematian. Hipertensi selain mengakibatkan angka
kematian yang tinggi juga berdampak kepada mahalnya pengobatan dan
perawatan yang harus ditanggung para penderitanya. Perlu pula diingat
hipertensi berdampak pula bagi penurunan kualitas hidup. Bila seseorang
mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan pengobatan secara
rutin dan pengontrolan secara teratur, maka hal ini akan membawa penderita
ke dalam kasus-kasus serius bahkan kematian. Tekanan darah tinggi yang
terus menerus mengakibatkan kerja jantung ekstra keras, akhirnya kondisi
ini berakibat terjadi kerusakan pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan
mata (Wolff, 2006).
Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk
dapat mengatasi kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi
komplikasi. Hal ini dikarenakan sebagian besar penderita hipertensi lansia
bertempat tinggal di pedesaan dan pendidikannya masih rendah. Pendidikan
yang rendah pada pasien hipertensi lansia tersebut mempengaruhi tingkat
pengetahuan mengenai penyakit hipertensi secara baik. Pengetahuan pasien
hipertensi lansia yang kurang ini berlanjut pada kebiasaan yang kurang baik
dalam hal perawatan hipertensi. Lansia tetap mengkonsumsi garam berlebih,
kebiasaan minum kopi merupakan contoh bagaimana kebiasaan yang salah
tetap dilaksanakan. Pengetahuan yang kurang dan kebiasaan yang masih
kurang tepat pada lansia hipertensi dapat mempengaruhi motivasi lansia
dalam berobat. Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga
penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu
dengan mengesampingkan hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat.
Motivasi yang kuat yang berasal dari diri pasien hipertensi untuk sembuh
akan memberikan pelajaran yang berharga. Proses untuk menjaga tekanan
darah pasien hipertensi tidak hanya dengan perawatan non farmakologi
seperti olah raga, namun juga dilakukan dengan cara pengobatan
farmakologi. Pengobatan farmakologi diperoleh salah satunya dengan cara
melakukan kontrol ke puskesmas. Pengobatan pasien hipertensi lansia di
puskesmas yang rutin sesuai jadwal kunjungan, akan mempercepat kondisi
tekanan darah pasien hipertensi lansia tetap terjaga dengan normal.
Dari masalah diatas tentu diperlukan adanya penanganan untuk
mengontrol tekanan darah secara mamdiri, terobosan yang efektif adalah
dengan melakukan terapi komplementer dalam bentuk jus mentimun
sebagai terobosan terapi alternatif yang mudah dan tidak memakan banyak
biaya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis penerapan teknik terapi pemberian jus mentimun
pada pasien hipertensi.
2. Tujuan Khusus
1) Menggambarkan perkembangan penurunan tekanan darah sebelum
dan sesudah pemberian jus mentimun.
2) Mengevaluasi respon pasien selama pemberian jus mentimun.
C. Manfaat
a. Manfaat Teoritik
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi referensi atau masukan bagi
perkembangan ilmu kesehatan untuk mengetahui pengaruh terapi
penurunan tekanan darah dan nyeri terbaru.
b. Manfaat Aplikatif
1. Bagi Peneliti
Dapat mengembangkan ilmu yang telah didapat selama
pembelajaran tentang teknik penurunan tekanan darah dan nyeri.
2. Bagi Responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan perbaikan dalam
upaya penurunan tekanan.
3. Bagi Institusi
Hasil penelitian dapat dijadikan referensi dalam pembelajaran
terkait tindakan terapi penurunan tekanan darah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut
darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh
secara terus–menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014). Hal ini terjadi
bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli membuat darah sulit
mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi
menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat
menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2010).
Hipertensi dapat didifinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90
mmHg (Syamsudin, 2011).
Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah
sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg (Smeltzer dan
Bare, 2002). Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke,
infak miokard, diabetes dan gagal ginjal (Corwin, 2009). Hipertensi disebut
juga sebagai “pembunuh diam–diam” karena orang dengan hipertensi sering
tidak menampakan gejala, Institut Nasional Jantung, Paru dan Darah
memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan
kondisinya. Penyakit hipertensi ini diderita, tekanan darah pasien harus
dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan kondisi
seumur hidup (Smeltzer dan Bare, 2002).
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut Corwin (2009), Irianto (2014), Padila (2013), Price dan Wilson
(2006), Syamsudin (2011), Udjianti (2010) :
b. Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadi stroke, karena
tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh
darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada
pembuluh darah otak, maka terjadi pendarahan otak yang dapat
berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari
gumpalan darah yang macet dipembuluh yang sudah menyempit.
c. Kerusakan ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang
menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh.
Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit
cairan dan membuangnya kembali kedarah. d. Kerusakan
pengelihatan Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh
darah di mata, sehingga mengakibatkan pengelihatan menjadi
kabur atau buta. Pendarahan pada retina mengakibatkan pandangan
menjadi kabur, kerusakan organ mata dengan memeriksa fundus
mata untuk menemukan perubahan yang berkaitan dengan
hipertensi yaitu retinopati pada hipertensi. Kerusakan yang terjadi
pada bagaian otak, jantung, ginjal dan juga mata yang
mengakibatkan penderita hipertensi mengalami kerusanan organ
mata yaitu pandangan menjadi kabur. Komplikasi yang bisa terjadi
dari penyakit hipertensi menurut Departemen Kesehatan (DepKes,
2006) adalah tekanan darah tinggi dalam jangka waktu yang lama
akan merusak endotel arteri dan mempercepat atherosclerosis.
Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti
jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi
adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke,
transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi.
B. Relaksasi Autogenik
1. Pengertian Relaksasi Autogenik
Relaksasi autogenik adalah relaksasi yang bersumber dari diri sendiri
berupa kata-kata atau kalimat pendek ataupun pikiran yang bisa membuat
pikiran tentram. Tujuan dari relaksasi autogenik ini adalah memberikan
perasaan nyaman, mengurangi stres khususnya stres ringan, memberikan
ketenangan, mengurangi ketegangan. Maryam (2010:82). Autogenik
adalah pengaturan diri atau pembentukan diri sendiri. Istilah autogenic
secara spesifik menyiratkan bahwa kita memiliki kemampuan untuk
mengendalikan beragam fungsi tubuh, seperti frekuensi jantung, aliran
darah dan tekanan darah. (Luthe, 2000:151 dalam Dewi, 2016:29).
Sedangkan Menurut (Davis, 1995:83) Latihan otogenik adalah program
sistematis yang akan melatih tubuh dan jiwa anda berespon dengan cepat
dan efektif terhadap perintah verbal untuk rileks dan kembali pada keadaan
seimbang dan normal. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling
efektif dan komprehensif untuk menurunkan stress kronis. Jadi dari
beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
relaksasi autogenik adalah relaksasi yang bersumber dari dalam diri
pribadi, yang berupa katakata yang sifatnya membuat tentram dan
mengurangi ketegangan.
2. Pengaruh Relaksasi Autogenik dalam Menurunkan Tekanan Darah
Terdapat pengaruh relaksasi autogenik dalam menurunkan Tekaan
Darah dibuktikan dalam penelitian (Mardiono, 2016). Hasil pengukuran
tekanan darah sebelum relaksasi autogenik adalah responden yang
menderita hipertensi sedang sebanyak 24 orang (48.0%). Sedangkan untuk
hipertensi ringan dan hipertensi berat masing-masing 38,0% dan 14,0%
Hasil pengukuran tekanan darah sesudah relaksasi autogenik adalah
responden menderita hipertensi ringan sebanyak 36 orang (72.0%).
Sedangkan untuk hipertensi ringan dan hipertensi berat masing-masing
sebanyak 11 orang (22,0%) dan 3 orang (6,0%). Ada Perbedaan yang
signifikan antara tekanan darah sebelum dan sesudah relaksasi autogenik
( p value 0,000, α = 0,05).
3. Penatalaksanaan terapi jus mentimun
1. Tujuan Terapi jus mentimun bertujuan:
a. Untuk memberikan efek perubahan pada tekanan darah
2. Persiapan
a. Persiapan Alat
1) Blender
2) Buah mentimun 200 gram
3) Pisau
4) Gelas
5) Air
6) Sendok
b. Pelaksanaan pembuatan jus mentimun
1) Potong mentimun menjadi 3 bagian, dengan tujuan
mempermudah memblendernya.
2) Masukan buah mentimun yang sudah dicuci ke dalam
blender dengan kisaran berat 200 gram
3) Tambahkan 250cc air putih ke dalam blender
4) Mentimun siap untuk di blender
5) Setelah selesai proses penghalusan, tuang jus mentimun ke
dalam wadah yang besar untuk diaduk sampai rata
kemudian masukkan ke dalam gelas 200ml
c. Cara pemakaian
1) Minum jus mentimun satu kali dalam satu hari setiap pagi
sebelum makan
2) Minum 1 gelas jus mentimun selama 7 hari berturut-turut
3) Konsumsi jus mentimun dengan jeda 15-30 menit sebelum
makan.
BAB III
METODE PENULISAN
A. Hasil
Setelah dilakukan selama 2 kali pertemuan pada Tn. D dengan hasil :
Sebelum Sesudah
S:-
DS : klien mengatakan lemes O:
DO : TD : 170/80 mmHg, N :76x/menit, RR :
- Klien tampak lemes 20x/menit, S:36,50C
TD : 180/90 mmHg, A : masalah teratasi sebagian.
N : 68x/menit, P : lanjutkan intervensi terapi autogenik.
RR : 20x/menit, Dan ajarkan pada keluarga cara melakukan
S : 36,50C terapi autogenik
-
Data diatas menunjukkan bahwa penggunaan teknik terapi jus mentimun
dapat menurunkan tekanan darah.
B. Pembahasan
Hasil analisa tersebut diatas dapat dilihat bahwa pada pengukuran sesudah
Pemberian terapi jus mentimun tekanan darah mengalami penurunan, sehingga
dapat disimpulkan bahwa terapi jus mentimun dapat menurunkan tekanan
darah pada pasien hipertensi. Sejalan dengan Cerry (2015), secara empiris ada
efek bermakna dari pemberian jus mentimun pada penurunan tekanan darah,
hal ini dimungkinkan karena mentimun mengandung potasium (kalium),
magnesium, dan fosfor, dimana mineral- mineral tersebut efektif mampu
mengobati hipertensi . Peran kalium telah banyak diteliti dalam kaitanya
dengan regulasi tekanan darah. Cerry (2015) menyatakan beberapa mekanisme
bagaimana kalium dapat menurunkan tekanan darah sebagai berikut: kalium
dapat menurunkan tekanan darah dengan menimbulkan efek vasodilatasi
sehingga menyebabkan penurunan retensi perifer total dan meningkatkan
output jantung. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan
konsentrasinya di dalam cairan intraseluler sehingga cenderung menarik cairan
dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.
Penelitian-penelitian klinis memperlihatkan bahwa pemberian suplemen
kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan suplementasi diet kalium 60-
120 mmol/hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4,4 mmHg dan
diastolik 2,5 mmHg pada penderita hipertensi dan 1,8 mmHg serta 1,0 mmHg
pada orang normal. Selain itu, mentimun juga bersifat diuretik karena
kandungan airnya yang tinggi sehingga membantu menurunkan tekanan darah.
Kalium merupakan elektrolit intraseluler yang utama, dalam kenyataan, 98%
kalium tubuh berada di dalam sel, 2% sisanya berada di luar sel, yang penting
adalah 2% ini untuk fungsi neuromuskuler. Kalium mempengaruhi aktivitas
baik otot skelet maupun otot jantung.Sebagai contoh, perubahan dalam
konsentrasinya mengubah iritabilitas dan ritme miokardia.Kalium secara
konstan bergerak kedalam dan keluar sel tergantung pada kebutuhan tubuh.
Sejalan dengan itu, Fitrina (2013) menyatakan Penurunan tekananan darah
setelah konsumsi mentimun tidak lain karena pengaruh kalium yang ada pada
buah mentimun. Dengan rasio kalium dan natrium yang tinggi dan seimbang,
tekanan darah akan turun, dimana kalium berkerja mengatur kerja jantung yang
mempengaruhi kontraksi otot-otot jantung dan mengatur keseimbangan cairan
tubuh.
Mentimun dengan kaliumnya yang tinggi, memiliki khasiat meringankan
penyakit hipertensi, terutama hipertensitivitas terhadap natrium. Pemberian jus
mentimun ini lebih berpengaruh karena diiringi oleh perubahan pola hidup
yang sehat dan seimbang, salah satunya dengan mengkonsumsi makanan
rendah lemak dan kolesterol tetapi kaya akan serat yang dapat terkandung
dalam sayur-sayuran atau buah-buah segar.
Sehubungan juga dengan penelitian Kharisna (2012) menyatakan bahwa
pengaruh kandungan mentimun terhadap tekanan darah terihat jelas dalam
peranan kalium, kalsium. Kalium berperan dalam menjaga kestabilan elektrolit
tubuh melalui pompa kalium-natrium. Kurangnya kadar kalium dalam darah
akan mengganggu rasio kalium-natrium sehingga kadar natrium akan
meningkat. Hal ini dapat menyebabkan pengendapan kalsium pada persendian
dan tulang belakang yang meningkatkan beban kerja jantung dan pengumpalan
natrium dalam pembuluh darah.
Akibatnya dinding pembuluh darah dapat terkikis dan terkelupas yang
padaakhirnya menyumbat aliran darah sehingga meningkatkan risiko hipertensi
sehingga dengan mengkonsumsi mentimun hal ini kemungkinan dapat
dihindari.
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang mengacu pada tujuan
tentang penerapan teknik terapi jus mentimun untuj menurunkan tekanan
darah pada klien dengan hipertensi.
B. Saran
1. Bagi Keluarga Pasien
Diharapkan keluarga dapat membantu pemulihan klien dengan
memantau klien dalam melakukan teknik terapi jus memtimun..
DAFTAR PUSTAKA
Aziza, Lucky. 2017. Hipertensi The Silent Killer. Jakarta: Yayasan Penerbitan
Ikatan Dokter Indonesia.
Smeltzer dan Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa
Yasmin Asih. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2015. Diagnosa Keperawatan. Aplikasi pada Praktek
Klinis. Edisi IX. Alih Bahasa: Kusrini Semarwati Kadar. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Doenges, Maryllin E. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Alih Bahasa :
Yasmin Asih. Jakarta: EGC
Jennifer,Kowalak,. Welsh, Williams. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alih Bahasa
Andry Hartono. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. 2018. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Suyono, Slamet. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke 3. Jakarta: Balai
Penerbi FKUI
Udjianti, Wajan. 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Kowalski, Robert. 2010. Terapi Hipertensi: Program 8 minggu Menurunkan
Tekanan Darah Tinggi. Alih Bahasa: Rani Ekawati. Bandung: Qanita
Mizan Pustaka
Profil Kesehatan Jawa Tengah. 2019. Hipertensi di Jawa Tengah. Diunduh dari
http://www. Profil Kesehatan Jawa Tengah.go.id/dokumen/profil
2019/htn. Diakses pada 02 November 2020.
Mardiono, S. (2016). Pengaruh Relaksasi Autogenik Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Klien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas 23 Ilir
Palembang Tahun 2015. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman
Journal of Nursing), Volume 11, No.3 November 2016)
Priyo, Margono, Hidayah, N. (2017). Terapi Relaksasi Autogenik Untuk
Menurunkan Tekanan Darah dan Sakit Kepala pada Lansia Hipertensi di
Daerah Rawan Bencana Merapi. The 6th University Research Colloquium
2017.
Welzt, K. H. (1991). Autogenic training a practical guide in six easy steps.
Woodstock: Karl Hans Welz.