Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronkopneumonia merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan
kematian pada anak, terutama pada negara negara yang sedang berkembang
termasuk indonesia. Bronkopneumonia merupakan penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang biasanya di dahului dengan infeksi saluran
pernafasan bangian atas dan sering di jumpai dengan gejala awal batuk,
dispnea, demam. Selain disebabkan oleh infeksi dari kuman atau bakteri juga
di dukung oleh kondisi lingkungan dan gizi pada anak. Peran perawat sangat
besar dalam upaya membantu menemukan dan mencegah angka kesakitan
atau angka kematian. Sering kali pasien Bronkopnemonia yang dirawat di
rumah sakit datang sudah dalam keadan lemas, tidak sadar, pernapasan
cuping hidung, sianosis, gelisah, (Dicky & Wulan, 2017). Pelayanan sesuai
standart dan komprehensif dapat diterapkan melalui asuhan keperawatan yang
optimal guna menghindari komplikasi lebih lanjut(Wijaya& Putri 2017, n.d.).
Menurut Riskesdas tahun 2017, Bronkopnemonia adalah penyebab
kematian kedua balita di Indonesia. Data WHO 2005 memperkirakan terdapat
1,6-2,2 juta kematian akibat Bronkopnemonia atau sekitar 19% dari total 6
juta kematian pada anak. Pada 2016 jumlah kasus Bronkopenemonia pada
balita di Indonesia sebanyak 503.738 kasus sedangkan jumlah kematian balita
karena Bronkopnemonia kurang lebih sebanyak 551 jiwa. Berdasarkan profil
kesehatan Indonesia 2015 Bronkopnemonia merupakan penyebab dari 15%
kematian balita, yaitu diperkirakan sebanyak 922.000 balita di tahun 2015. Di
Indonesia Bronkopenemonia tahun 2015 sebesar 0,16%, angka ini lebih
tinggi dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 0,08% (Qadrijati, Nikmah, &
Rahardjo, 2018).
Di Jawa Timur penderita Bronkopnemonia sebanyak 90.256 kasus,
jumlah kematian balita sebanyak 142 jiwa (Kemenkes, RI, 2017).
Berdasarkan data dari ruang Seruni RSUD Jombang didapatkan dalam lima
bulan terakhir dari Desember 2018–februari 2019 jumlah pasien
Bronkopnemonia dengan salah satunya masalah bersihan jalan napas tidak
efektif sebanyak 340 penderita (RSUD JOMBANG, 2019)
Adanya proses peradangan mengakibatkan proses pembersihan tidak
berjalan secara adekuat atau normal, akumulasi sekret pada bronkus sehingga
menyebabkan timbulnya masalah bersihan jalan napas tidak efektif (Nurari &
Kusuma, 2016). Adapun dampak dari penyakit Bronkopnemonia apabila
tidak ditangani dengan cepat dapat timbul komplikasi diantaranya yaitu,
Empiema, Otitis Media Akut. Mungkin juga komplikasi lain yang dekat
seperti Atelektasis, Emfisema, atau komplikasi jauh seperti Meningitis (Dicky
& Wulan, 2017) .
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang ditandai
dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dipsneu, nafas cepat dan dangkal,
muntah, diare, serta batuk kering dan produktif (Hidayat, 2011). Tindakan
keperawatan mandiri dengan melakukan auskultasi suara napas, mencatat
adanya suara napas tambahan, memantau status oksigen pasien,
memposisikan pasien miring pada posisi semi fowler untuk memaksimalkan
ventilasi, melakukan fisioterapi dada (clapping, vibrating, postural, drainase),
menggeluarkan sekret dengan nebulizer dan juga melakukan suction. Perawat
sebagai pendidik atau educator untuk pasien dan keluarga, mengajarkan cara
melakukan fisioterapi dada kepada keluarga. Melakukan kolaborasi dalam
pemberian antibotik, pemberian oksigen dan cairan intra vena (Dicky &
Wulan, 2017)
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, mendorong peneliti untuk
melakukan studi kasus dengan judul “Penatalaksanaan Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif pada Anak dengan Bronkopneumonia di Rumah Sakit Umum
Daerah Jombang” .

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Penatalaksanaan Bersihan Jalan Nafas
Pada Anak Broncopneumonia?
1.3 Tujuan
Menganalisis intervensi Bersihan Jalan Nafas berupa bukti hasil
menelaah beberapa jurnal penelitian terdahulu terkait dengan bagaimana
Asuhan Keperawatan Penatalaksanaan Bersihan Jalan Nafas Pada Anak
Broncopneumonia.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis

Dari studi kasus yang dipaparkan secara teoritis diharapkan menjadi

bahan untuk pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan dan

ilmu kesehatan khususnya dalam penerapan” Asuhan Keperawatan

Penatalaksanaan Bersihan Jalan Nafas Pada Anak Broncopneumonia”.

1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang

keperawatan masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada anak

dengan Bronkopneumonia.

1.4.3 Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur

bersihan jalan napas tidak efektif pada anak dengan Bronkopneumonia.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Bronkopneumenia


2.1.1 Definisi
Bronkopneumenia Adalah suatu peradangan alveoli atau pada
parenchyma paru yang terjadi pada anak (Wijaya, 2013). Pneumonia
adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli olehek sudat
(Wijaya,2013).Bronkopneumonia adalahsuatu peradangan pada paru-paru
yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab seperti virus,
bakteri, jamur, benda asing(Maidarti, 2013).
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bronkopneumonia
adalah salah satu jenis penemonia yang mempunyai pola penyebaran
bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokasi dalam bronchi dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya yang disebabkan
oleh agen infeksius seperti bakteri, jamur dan beda asing (Riyadi, 2010)
2.1.2 Etiologi
Terjadinya bronkopeneumonia bermula dari adanya peradangan paru
yang terjadi pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh
infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Faktor
penyebab utama adalah : bakteri, virus, jamur dan benda asing (Maidarti,
2013)
1) Bakteri : Streptococcus, staphylococcus, klebsiella.

2) Virus : Legionella pneumonia.

3) Jamur : Aspergillus spesies, candida albicans.

4) Aspirasi makananm, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam

paru-paru.
5) Terjadi karena kongesti paru yang lama.

2.1.3 Patofisiologi

Pada kuman penyebab bronkopneumonia, masuk ke dalam jaringan

paru-paru melalui seluru pernafasan atas ke bronkhiolus, kemudian kuman

masuk ke dalam alveolus ke alveolus lainya melalui poros kohn, sehingga

terjadi peradangan pada dinding bronkhus atau bronkhiolus dan alveolus,

proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara

progresif ke perifer sampai seluru lobus (Riyadi, 2010) Adanya proses

peradangan mengakibatkan akumulasi secret pada bronkus sehingga

menyebabkan timbulnya masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas

(Maidarti, 2013) Adapun dampak dari penyakit bronkopneumonia apabila

tidak segera ditangani dengan cepat dapat timbul komplikasi diantaranya

yaitu, Empiema, Otitis Media Akut, Atelektasis, Emfisema, atau

Meningitis (Maidarti, 2013)


2.1.4 Patways
2.1.5 Tanda Dan Gejala

Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh suatu infeksi di saluran

pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita

bronkopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti

menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung

kemerahan, saat bernapas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul

sianosis terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar

ketika terjadi konsolidasi pengisian (rongga udara oleh eksudat) (Maidarti,

2013)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Kaunang et al., 2016) untuk dapat menegakkan diagnosa

keperawatan dapat digunakan cara :

1)Pemeriksaan Laboratorium :

a)Pemeriksaan Darah

b)Pemeriksaan Sputum

c)Analisa gas darah

d)Kultur darah ( Sample darah, sputum dan urin)

2) Pemeriksaan Radiologi

a)Rontgen Thoraks

b)Laringoskopi / Bronkoskopi

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain:

1)Menjaga kelancaran pernafasan


2)Kebutuhan istirahat

Pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu cukup istirahat,

semua kebutuhan pasien harus ditolong di tempat tidur

3)Kebutuhan nutrisi dan cairan

Pasien Bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan

makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan

masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk

mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan cairan

glukosa 5% dan NaCl 0,9%.

4)Mengontrol suhu tubuh

5)Pengobatan

Pengobatan diberikan pada hari pertama mendapatkan perawatan

berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi, karena hal itu perlu

waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya O2 1lt/menit,

diberikan penisilin ditambah cloramfenikol atau diberikan antibiotik

yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini

diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Karena sebagian besar pasien

jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia,

maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah

(Maidarti, 2013)

2.1.8 Komplikasi

Adapun dampak dari penyakit Bronkopneumonia apabila tidak segera

ditangani dengan cepat dapat timbul komplikasi diantaranya yaitu,


Empiema, Otitis Media Akut, Atelektasis, Emfisema, atau Meningitis

(Maidarti, 2013)

2.2 Konsep Masalah Keperawatan

2.2.1 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

1) Pengertian

Kurang mampunya proses pembersihan yang tidak berjalan

secara adekuat atau normal, sehingga mukus ini banyak tertimbun dan

bersihan jalan nafas akan tidak efektif (Maidarti, 2013)

2) Tanda dan Gejala

Menurut (Wijaya, 2013) batasan karakteristik :

a) Subjektif

1. Dyspnea

b) Objektif

1. Suara napas tambahan (misalnya, rale, crackle, ronkhi, mengi)

2. Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan

3. Sianosis

4. Sputum berlebihan

5. Tidak sesak jika berbaring

6. Gelisah

3) Faktor yang berhubungan

a) Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif dan

terjadi infeksi.
b) Obstruksi jalan napas : spasme jalan napas, retensi sekret, mukus

berlebih, adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing dijalan

napas, sekret di bronki, dan eksudat di alveoli.

c) Fisiologis : disfungsi neuromuskuler, hyperplasia, dinding bronkial,

PPOK penyakit paru obstruktif kronis), infeksi, asma, jalan napas,

alergi (trauma) (Marini, 2012)

d) Kriteria Hasil

1) Merekomendasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak

ada dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan

irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada

suara napas abnormal)

2) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat

menghambat jalan napas (Maidarti, 2013)

Konsep terapi inhalasi nebulizer

Pengertian terapi inhalasi nebulizer

Terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan secara inhalasi (hirupan)

ke dalam saluran respiratorik atau saluran pernapasan. Menurut Nanda Yudip

(2012) Pengguna terapi inhalasi sangat luas di bidang respirologi (ilmu yang

mempelajari tentang pernapasan) atau respiratory medicine. Terapi inhalasi

sebenarnya sudah dikenal lama dan dilakukan manusia sejak lama. Prinsip dasar

terapi inhalasi adalah menciptakan partikel kecil aerasol (respirable aerasol) yang

dapat mencapai sasarannya, tergantung tujuan terapi melalui proses hirupan

(inhalasi). Sasaran meliputi seluruh bagian dari sistem respiratorik, mulai dari
hidung, trakea, bronkus, hingga saluran terkecil (bronkiolus), bahkan bisa

mencapai alveolus. Aerasol adalah dispersi dari partikel kecil cair atau padat

dalam bentuk uap/kabut yang dihasilkan melalui tekanan atau tenaga dari hirupan

napas.

Tujuan terapi inhalasi nebulizer

Menurut (Aryani et al., 2009) Terapi nebulizer ini memiliki tujuan sebagai

beriku:

a. Melebarkan saluran pernapasan (karena efek obat bronkodilator)

b. Menekan proses peradangan

c. Mengencerkan dan memudahkan pengeluaran sekret (karena efek obat

mukolitik dan ekspektoran)

Indikasi

Indikasi penggunaan nebulizer menurut menurut (Aryani et al., 2009)

efektif dilakukan pada klien dengan :

a. Bronchospasme akut

b. Produksi sekret yang berlebih

c. Batuk dan sesak napas

d. Radang pada epiglotis

. Kontraindikasi

Kontraindikasi pada terapi nebulizer (Aryani et al., 2009) adalah :

a. Pasien yang tidak sadar atau confusion umumnya tidak kooperatif dengan

prosedur ini, sehingga membutuhkan pemakaian mask/ssungkup, tetapu


efektifitasnya akan berkurang secara signifikan

b. Pada klien dimana suara napas tidak ada atau berkurang maka pemberian

medikasi nebulizer diberikan melalui endotracheal tube yang menggunakan

tekanan positif. Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak dapat

menggerakan/memasukan medikasi secara adekuat ke dalam saluran napas.

c. Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac iritability harus dengan

perhatian. Ketika diinhalasi, katekolamin dapat meningkat cardiac rate dan

dapat menimbulkan disritmia.

d. Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui intermittent

positive-pressure breathing (IPPB), sebab IPPB mengiritasi dan meningkatkan

bronchospasme.

Konsep teori suction

Pengertian

Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan

nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat

dengan cara

mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri

(Timby,2009). Tindakan suction merupakan suatu prosedur penghisapan lendir,

yang dilakukan dengan memasukkan selang catheter suction melalui selang

endotracheal (Syafni, 2012). Dapat disimpulkan hisap lendir merupakan tindakan

untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan mengeluarkan sekret pada

klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri dengan memasukkan catheter


suction ke endotracheal tube sehingga memungkinkan terjadinya proses

pertukaran gas yang adekuat.

Indikasi

Menurut Smeltzer et al, (2002), indikasi penghisapan lendir lewat endotrakeal

adalah untuk:

1. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenance), apabila:

a.Pasien tidak mampu batuk efektif.

b.Diduga aspirasi

2. Membersihkan jalan napas (bronchial toilet), apabila ditemukan:

a.Pada auskultasi terdengar suara napas yang kasar atauu ada suara napas

tambahan.

b.Diduga ada sekresi mucus pada saluran pernapasan.

c.Apabila klinis memperlihatkan adanya peningkatan beban kerja sistem

pernafasan.

3. Pengambilan specimen untuk pemeriksaan laboratorium.

4. Sebelum dilakukan radiologis ulang untuk evaluasi.

5. Untuk mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal.

. Prosedur

Prosedur hisap lender ini dalam pelaksanaannya diharapkan sesuai dengan

standar prosedur yang telah ditetapkan agar pasien terhindar dari komplikasi
dengan selalu menjaga kesterilan dan kebersihan. Prosedur hisap lender menurut

Kozier & Erb, (2004) adalah:

1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan, mengapa perlu, dan

bagaimana pasien dapat menerima dan bekerjasama karena biasanya tindakan ini

menyebabkan batuk dan hal ini diperlukan untuk membantu dalam mengeluarkan

sekret.

2. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan.

3. Menjaga privasi pasien.

4. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan. Jika tidak ada kontraindikasi posisikan

pasien semiflower agar pasien dapat bernapas dalam, paru dapat berkembang

dengan baik sehingga mencegah desaturasi dan dapat mengeluarkan sekret saat

batuk. Jika perlu, berikan analgesia sebelum penghisapan, karena penghisapan

akan merangsang refleks batuk, hal ini dapat menyebabkan rasa sakit terutama

pada pasien yang telah menjalani operasi toraks atau perut atau yang memiliki

pengalaman traumatis sehingga dapat meningkatkan kenyamanan pasien selama

prosedur penghisapan.

5. Siapkan peralatan

a. Pasang alat resusitasi ke oksigen dengan aliran oksigen 100 %.

b. Catheter suction steril sesuai ukuran

c. Pasang pengalas bila perlu.

d. Atur tekanan sesuai penghisap dengan tekanan sekitar 100-120 mm hg untuk

orang dewasa, dan 50-95 untuk bayi dan anak

e. Pakai alat pelindung diri, kaca mata, masker, dan gaun bila perlu.
f. Memakai sarung tangan steril pada tangan dominan dan sarung tangan tidak

steril ditangan nondominan untuk melindungi perawat

g. Pegang suction catether di tangan dominan, pasang catether ke pipa penghisap.

6. Suction catether tersebut diberi pelumas.

a. Menggunakan tangan dominan, basahi ujung catether dengan larutan garam

steril.

b. Menggunakan ibu jari dari tangan yang tidak dominan, tutup suction catheter

untuk menghisap sejumlah kecil larutan steril melalui catether.Hal ini untuk

mengecek bahwa peralatan hisap bekerja dengan benar dan sekaligus melumasi

lumen catether untuk memudahkan penghisapan dan mengurangi trauma jaringan

selama penghisapan, selain itu juga membantu mencegah sekret menempel ke

bagian dalam suction catether

7. Jika klien memiliki sekret yang berlebihan, lakukan pemompaan dengan

ambubag sebelum penyedotan.

a. Panggil asisten untuk prosedur ini

b. Menggunakan tangan nondominan, nyalakan oksigen ke 12-15 l / min

c. Jika pasien terpasang trakeostomi atau ett, sambungkan ambubag ke

tracheascanul atau ett

d. Pompa dengan Ambubag 3 - 5 kali, sebagai inhalasi, hal ini sebaiknya

dilakukan oleh orang kedua yang bisa menggunakan kedua tangan untuk

memompa, dengan demikian volume udara yang masuk lebih maksimal.

f. Amati respon pasien untuk mengetahui kecukupan ventilasi pasien.

g. Bereskan alat dan cuci tangan.


d. Komplikasi Dalam melakukan tindakan hisap lender perawat harus

memperhatikan komplikasi yang mungkin dapat ditimbulkan, antara lain yaitu

(Kozier & Erb, 2002):

a. Hipoksemia

b. Trauma jalan nafas

c. Infeksi nosokomial

d. Respiratory arrest

e. Bronkospasme

f. Perdarahan pulmonal

g. Disritmia jantung

h. Hipertensi/hipotensi

i. Nyeri

j. Kecemasan.

Konsep fisioterapi dada

Fisioterapi Dada
a. Pengertian Fisioterapi dada merupakan teknik fisioterapi yang biasanya digunakan

dalam latihan untuk penyakit respirasi kronis serta akut ,bertujuan mengeluarkan

sputum serta perbaikan ventilasi pada paru yang sakit (Basuki, 2009).

Menurut Fitriananda dkk, (2017) Urutan fisioterapi Dada terdiri

dari:

1) Posturale drainage

Posturale drainage adalah cara yang sudah lama digunakan dalam

pengeluaran sputum dari paru-paru mengunakan berat serta aliran


sputum.

2) Pijatan

Pijatan merupakan teknik untuk meringankan spasme mengunakan

cara sentuhan ringan atau stroking, teknik ini memakai telapak

tangan juga tekanan, mengunakan intensitas ringan hingga kuat.

3) Tapotement

Tapotemen merupakan gerakan ritmis,luwes serta beraturan, posisi

tangan cekung dengan pergelangan lemas. Mengunakan sedikit

tenaga bertujuan mengurangi sekresi dan perlengketan sekret pada

dinding bronkial.

4) Vibrasi

Vibrasi merupakan gerakan memberikan getaran didaerah thorax

terdapat sekret. Getaran dibuat mengunakan bantuan ekspirasi.

Vibrasi thorax membantu melepas sekret dan merangsang aktifitas

cilia (Putri, dkk, 2016)

b. Tujuan Fisioterapi Dada

Pemberian fisioterapi dada bermaksud untuk mengeluarkan

sputum, mengembalikan serta mempertahankan fungsi otot napas

menghilangkan sputum dalam bronkhus, memperbaiki ventilasi,

mencegah tertimbunnya sputum, dan aliran sputum di saluran

pernafasan dan meningkatkan fungsi pernafasan serta mencegah kolaps

pada paru-paru sehingga bisa meningkatkan optimalisasi penyerapan

oksigen oleh paru-paru.


Pemberian fisioterapi dada dapat juga bertujuan untuk

meningkatkan oksigen. Beberapa penelitian mengenai fisioterapi dada

terhadap PPOK ditemukan bahwa Pemberian terapi dada selama 14 hari

pada pasien PPOK terjadi perubahan saturasi oksigen yang signifikan

sebelum dan sesudah dengan hasil uji statistik sebelum dan sesudah

terapi dada diperoleh nilai P = 0,001, efek dari memberikan terapi dada

sebelum dan sesudah perawatan memiliki perbandingan yang

signifikan.

c. Indikasi Fisioterapi Dada

Pada penderita ganguan paru baik kronik maupun akut fisioterapi

dada merupakan tindakan yang berguna. Dalam mengeluarkan sekret

serta memperbaiki ventilasi pada penderita yang mengalami gangguan

pada paru. Teknik terapi yang dipakai secara umum pada orang dewasa

serta dapat diterapkan untuk anak-anak dan bayi. (Smeltzer at al, 2010).

d. Kontra indikasi Fisioterapi Dada

Pada fisioterapi terdapat dua jenis kontra indikasi yang mutlak

dan relative. Kontra indikasi yang biasa terjadi berupa gagal jantung,

pendarahan masif, infeksi berat, status asmatikus, fraktur iga serta luka

operasiyang baru serta bisa timbul keganasan pada tumor paru.

e. Teknik fisioterapi dada yang dipaling banyak dipakai adalah postural

drainage, vibrasi, tapotement dan massage. Dalam prosedur dilakukan

tindakan berupa :

1) Postural Drainage
Postural drainage cara lama yang paling sering digunakan

untuk mengeluarkan dahak mengunakan berat tubuh dan aliran

sekret.

a) Prosedur

Perawat berada didepan klien untuk memantau tindakan

yang muncul selama postural drainage, dianjurkan untuk

dilakukan sehari, tindakan ini tidak boleh dilakukan lebih dari

40 menit pada beberapa posisi yang berbeda, setiap posisi

dilakukan selama 3 sampai 10 menit tindakan ini dilakukan pada

pagi hari dan sebelum sarapan atau bisa dilakukan pada malam

hari 1 sampai 3 jam sesudah makan baru boleh dilakukan.

b) Posisi - posisi untuk setiap lobus

i. lobus Upper appical segments

Tindakan ini dilakukan pada Posisi bersandar

duduk, posisi paling nyaman dilakukan di atas ranjang atau

bisa dilakukan permukaan ratapada posisi bersandar

dibantal, vibrasi pada area otot superior clavicula dan

tulang leher dilakukan dengan rentan waktu 3 sampai 5 menit.

Postural drainage lobus upper apical segments

ii. lobus Upper posterior segments

Pada posis ini pasien duduk serta membungkuk,

tangan digantung serta disangga mengunakan bantal,

vibrasi mengunakan kedua lengan pada daerah atas


punggung serta sisi kiri dan kanan.

Postural drainage lobus upper posterior segments

iii. Segment upper lobus anterior

Pada posisi ini penderita terlentang, diganjal

mengunakan bantal dibawah kaki dan kepala, vibrasi sisi

kanan bagian depan dada dan bagian kiri tubuh dada antara

bagian leher.

Postural drainage Upper lobus anterior segment

iv. Lingula

Pada posis ini penderita miring kearah kanan, kaki

dan pinggul dialas mengunakan bantal, punggung diputar

kurang lebih 45° ke belakang. Alas mengunakan bantal di

punggung penderita bagian belakang, kaki agak ditekuk,

diantara 2 lutut diganjal mengunakan bantal. vibrasi dimulai

dari arah lateral.

Postural drainage lingual

v. Middle lobus

Posisi kepala penderita dimiring kearah kiri, pungung

diputar kebelakang kurang lebih ¼ tangan kanan penderita

angkat keatas. Pingul dan kaki ditingikan kurang lebih 30°,

bantal diletakan pada bagian belakang pasien diantara kedua

kaki. vibrasi tepat pada bagian luaran kanan.

Gambar 2.7
Postural drainage middel lobus

vi. Lobus lower anterior segments

Penderita miring kanan bantal diletakan pada bagian

piungung sebelah belakang. Kaki dan pinggul ditingikan

kurang lebih 45° mengunakan bantal. Lutut ditekuk dan

dialas bantal, vibrasi pada bagian costa inferior kiri,

dilakukan berulang pada kedua sisi.

40

Gambar 2.8

Postural drainage lobus lower anterior segments

vii. Lobus lower superior segments

Pada posisi ini, penderita dibaringkan pada posisi

tengkurap. Pada bagian bawah punggung diletakan dua

batal sebagai alas vibrasi dilakukan pada clavikula sebelah

bawah untuk sisi kiri dan kanan vertebra.

Gambar 2.9

Postural drainage lobus lower superior segments

2) Perkusi

Perkusi merupakan penepukkan ringan pada dinding dada

dengan tangan dimana tangan membentuk seperti mangkuk

(Kusyati, 2006). Dimana tujuan dari terapi clapping ini adalah jalan

nafas bersih, secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat

41
pada dinding bronkus dan mempertahankan fungsi otot-otot

pernafasan (Potter dan Perry, 2006).

Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat

postural drainase, jadi semua indikasi postural drainase secara

umum adalah indikasi perkusi.

Prosedur pelaksanaan :

a) Tutup area yang akan diperkusi dengan menggunakan handuk

b) Anjurkan klien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk

meningkatkan relaksasi

c) Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk

d) Secara bergantian, lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan

tangan secara cepat menepuk dada

e) Perkusi pada setiap segmen paru selama 1 -2 menit, jangan

pada area yang mudah cedera

f) Kembalikan pasien keposisi yang nyaman

g) Membereskan alat-alat

h) Mencuci tangan

3) Getaran atau vibrasi

Getaran atau vibrasi merupakan cara membersihkan jalan

nafas dengan teknik getaran hal ini bisa membantu terlepasnya

lendir pada jalur udara. Getaran membuat sekret bisa dialirkan

kedalam jalur pernafasan besar, membuat lebih mudah untuk

42
dikeluarkan dengan cara dibatukkan. Pada umunya teknik akan

diberikan kombinasi dengan teknik perkusi(Helmi, 2005)..

Vibrasi hanya boleh dilakukan ketika pasien akan

menghembuskan nafas. Penderita diminta melakukan nafas dalam

vibrasi dan kompresi dada akan diberikan pada saat inspirasi dan

diteruskan sampai selesai ekspirasi. Dengan meregangkan seluruh

otot tangan sampai ke bahu.

Gambar 2.10

Teknik Vibrasi

Vibrasi harus melihat posisi normal dada. Posisi vibrasi

Dalam menempatkan tangan pada posisi berlawanan daripada dada

sedangkan tangan yang satunya lagi bertumpuh diatasnya (Gambar

2.10). Vibrasi diberikan sebanyak 5 sampai 8 kali hal yang harus

diperhatikan adalah adanya haemoptisis dan fraktur, tindakan ini

bisa dilakukan mengunakan alat vibrator.

2.3 Asuhan Keperawatan Pada Anak Bronkopneumenia

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai

sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan

klien (Wijaya, 2013)

a) Anamesa

1) Identitas Pasien
Bronkopneumonia lebih sering terjadi pada anak-anak, paling sering

menyerang anak usia Toddler.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada umumnya keluhan pada pasien Bronkopneumonia adalah

adanya awitan yang ditandai dengan keluhan menggigil, demam >

37,6 0C, nyeri pleuritik, batuk, sputum berwarna seperti karat,

takipneu terutama setela adanya konsolidasi paru.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pasien dengan Bronkopneumonia sering kali timbul setelah

infeksi saluran napas atas (infeksi pada hidung dan tenggorokan).

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Pada pasien dengan Bronkopneumonia dalam anggota keluarga ada

yang pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit saluran

pernapasan lain.

5) Riwayat Nutrisi

Adanya pengurangan nafsu makan klien berkurang (Maidarti, 2013)

2.3.2 Pengkajian Pola Fungsional Gordon

a) Pola Presepsi Kesehatan Manajemen Kesehatan

Pada pasien dengan Bronkopneumonia biasanya pengetahuan tentang

gaya hidup kesehatan masih kurang. Biasanya anak-anak belum

mengerti tentang manajemen kesehatan.

b) Pola Nutrisi Metabolic


Pada pasien dengan Bronkopneumonia biasanya pola makan terganggu,

nafsu makan menurun, masukan cairan berkurang, dalam kondisi kronis

bisa sampai mengalami penurunan berat badan.

c) Pola Eliminasi

Pada pasien dengan Bronkopneumonia biasanya tidak mengalami

gangguan pada pola eliminasi.

d) Pola Aktivitas Latihan

Pada pasien dengan Bronkopneumonia biasanya mengalami penurunan

kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (merawat diri).

e) Pola Istirahat Tidur

Pada pasien dengan Bronkopneumonia biasanya tidak mempengaruhi

pola tidur, tidak ada gangguan tidur.

f) Pola Kognitif Presepsi

Pada pasien dengan Bronkopneumonia biasanya tidak mengalami

gangguan fungsi indra.

g) Pola Presepsi Diri dan Konsep Diri

Pada pasien dengan Bronkopneumonia anak akan mengalami gangguan

emosional seperti takut, cemas karena dirawat di RS.

h) Pola Hubungan

Pada pasien Bronkopneumonia hanya mau berhubungan dengan orang

terdekat saja (keluarga).

i) Pola Reproduksi dan Seksualitas


Pada pasien dengan Bronkopneumonia tidak ditemukan gangguan pola

reproduksi dan seksualitas.

j) Pola Koping dan Toleransi Stress

Pada pasien dengan Bronkopneumonoa anak mengalami stress, sering

menangis sehingga sangat dibutuhkan dari keluarga terutama orang tua

untuk slalu mendukung.

k) Pola Nilai Kepercayaan

Biasanya anak – anak belum terlalu mengerti tentang kepercayaan yang

dianut. Anak – anak hanya mengikuti orang tua (Riyadi, 2010)

2.3.3 Pemeriksaan Fisik

1) Tanda – tanda vital :

Tekanan darah menurun, napas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu

meningkat.

a) Wajah

Inspeksi : Kemerahan karena adanya peningkatan suhu tubuh.

b) Mata

Inspeksi : Konjungtiva anemis, sclera mata normal berwarna putih.

c) Hidung

Inspeksi : terdapat pernapasan cuping hidung.

d) Dada

Inspeksi : adanya pernapasan tarikan intercoste.

Palpasi : vocal fremitus terjadi konsolidasi atau suara meninggi.

e) Paru – paru
Perkusi : pekak (redup)

Auskultasi : adanya bunyi napas tambahan ronkhi.

f) Jantung

Auskultasi : tidak ada suara tambahan S1 S2 tunggal reguler.

g) Ekstremitas

Adanya kelemahan otot, penurunan aktifitas, akral hangat (Maidarti,

2013)

2.3.4 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada anak dengan Bronkopneumonia adalah :

1) Bersihan Jalan Napas Tidakefektif

2) Pola Napas Tidakefektif

3) Hipertermi

4) Intoleransi Aktivitas

5) Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh (ppni tim pokja SDKI PPNI,

2016)

2.3.5 Intervensi Keperawatan

Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai

intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan

atau mengurangi masalah-masalah klien (Riyadi, 2010).

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1 Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan nafas 1. Kepatenan Monitor Pernafasan
Definisi : jalan nafas 1. monitor
Ketidakmampuan 2. TTV kecepatan,
membersihkan sekresi Kriteria Hasil irama,
atau obstruksi dari : kedalaman,
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
saluran nafas untuk 1. Mendemonstrasika dan
mempertahankan n batuk efektif dan kesulitan
bersihan jalan nafas suara nafas yang bernafas
Batasan Karakteristik: bersih, tidak ada 2. catat pergerakan
1. Batuk yang sianosis dan dada, catat
tidak dipsneu (mampu ketidaksimetrisa
efektif mengeluarkan n, penggunaan
2. Dipsneu sputum, mampu otot-otot bantu
3. Gelisah bernafas dengan nafas, dan
4. Kesulitan mudah, tidak ada retraksi pada
verbalisasi pursed lips) otot
5. Mata 2. menunjukkan jalan supraklavikulas
terbuka nafas yang paten dan interkosta
lebar (klien tidak merasa 3. monitor suara
6. Ortopneu tercekik, irama nafas tambahan
7. Penurunan nafas, frekuensi seperti ngorok
bunyi nafas pernafasan dalam atau mengi
8. Perubahan rentang normal, 4. monitor pola
frekuensi tidak ada suara nafas
nafas nafas abnormal) (misalnya,
9. Perubahan 3. mampu bradipnea,
pola mengidentifikasika takipneu,
nafas n dan mencegah hiperventilasi,
10. Sianosis factor yang dapat pernafasan
11. Sputum menghambat jalan kusmaul,
dalam nafas pernafasan 1:1,
jumlah 4. Tanda-tanda vital upneustik,
yang respirasi biot
berlebih dan pola ataxic)
an 5. palpasi
12. Suara kesemetrisan
nafas ekspansi paru
6. perkusi thorax
anterior dan
posterior, dari
apex ke basis
paru, kanan
dan kiri
7. catat lokasi trakea
8. monitor
kelelahan otot-
otot diafragma
dengan
pergerakan
parasoksikal
auskultasi suara
nafas, catat area
dimana terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
nafas tambahan
2. Pola nafas tidak 1. Respiratory status NOC
efektif Ventilation 1. Buka jalan
2. Respiratory status nafas,
Definisi : Pertukaran : Airway patency guanakan
udara inspirasi 3. Vital sign Status teknik chin
dan/atau ekspirasi Kriteria Hasil : lift atau jaw
tidak adekuat 1. Mendemonstras thrust bila
Penurunan tekanan ikan batuk perlu
inspirasi/ekspirasi efektif dan 2. Posisikan
Batasan karakteristik: suara nafas pasien untuk
1. Penurunan yang bersih, memaksimal
pertukaran tidak ada kan ventilasi
udara per sianosis dan 3. Identifikasi
menit dyspneu pasien
2. Menggunaka (mampu perlunya
n otot mengeluarkan pemasangan
pernafasan sputum, mampu alat jalan
tambahan bernafas dengan nafas buatan
3. Nasal flaring mudah, tidak 4. Pasang
4. Dyspnea ada pursed lips) mayo bila
5. Orthopnea 2. Menunjukkan perlu
6. Perubahan jalan nafas yang 5. Lakukan
penyimpanga paten (klien fisioterapi
n dada tidak merasa dada jika
7. Nafas tercekik, irama perlu
pendek nafas, frekuensi 6. Keluarkan
8. Pernafasan pernafasan sekret
pursed-lip dalam rentang dengan
9. Tahap normal, tidak batuk atau
ekspirasi ada suara nafas suction
berlangsung abnormal) 7. Auskultasi
sangat lama 3. Tanda Tanda suara nafas,
10. Peningkatan vital dalam catat adanya
diameter rentang normal suara
anterior- (tekanan darah, tambahan
posterior nadi,
11. Pernafasan pernafasan)
rata-
rata/minimal
:
a. Bayi : < 25
atau > 60
b. Usia 1-4 : <
20 atau > 30
c. Usia 5-14 : <
14 atau > 25
d. Usia > 14 :
< 11 atau >
24
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil

3 Hipertermi NOC 1. Monitor


1. Mengukur suhu suhu
Definisi: menunjukkan tubuh minimal tiap
2. Mengobservasi 2 jam
suhu tubuh dalam batas suhu tubuh 2. Monitor
suhu basal
normal. Kriteria hasil: secara
kontinyu
Batasan karakteristik: 1. Menunjukkan sesui dengan
penurunan suhu kebutuhan.
a).Suhu tubuh dalam tubuh 3. Monitor TD,
2. Akral pasien tidak Nadi, dan
rentang normal teraba RR
hangat/panas 4. Monitor
b). Nadi dan RR dalam warna dan
3. Pasien tampak suhu kulit
rentang normal tidak lemas 5. Monitor
penurunan
c).Tidak ada perubahan 4. Mukosa bibir tingkat
lembab kesadaran
warna kulit dan tidak 6. Monitor
5. Rencana tindakan
WBC,Hb,
ada pusing Hct
7. Monitor
intake dan
output
8. Berikan anti
piretik
4 Intoleransi aktivitas NOC NIC
1.Self Care : 1. Observasi
Definisi: Berhubungan ADLs adanya
2. Toleransi pembatasan
dengan aktivitas klien dalam
3. Konservasi melakukan
Tirah Baring atau energi aktivitas
Kriteria Hasil : 2. Kaji adanya
imobilisasi 1. Berpartisipasi faktor yang
dalam aktivitas menyebabkan
1. Kelemahan fisik tanpa kelelahan
disertai 3. Monitor
menyeluruh peningkatan nutrisi dan
tekanan darah, sumber energi
2. Ketidakseimb nadi dan RR yang adekuat
2. Mampu 4. Monitor
angan antara melakukan pasien akan
aktivitas sehari adanya
suplei hari (ADLs) kelelahan fisik
secara mandiri dan emosi
oksigen 3. Keseimbangan secara
aktivitas dan berlebihan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
dengan istirahat 5. Monitor
respon
kebutuhan kardivaskuler
terhadap
3. Gaya hidup aktivitas
(takikardi,
yang disritmia,
sesak nafas,
dipertahankan diaporesis,
pucat,
. perubahan
hemodinamik)
6. Monitor pola
tidur dan
lamanya
tidur/istirahat
pasien
7. Kolaborasikan
dengan
Tenaga
Rehabilitasi
Medik dalam
merencanakan
progran terapi
yang tepat.

2.3.6 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah merupakan tahap keempat dari proses

keperawatan, proses implementasi akan memastikan asuhan keperawatan

yang efesien, dan efektif setelah rencana tindakan keperawatan disusun dan

ditujukan pada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang


diharapkan. Tindakan kolaborasi adalah tindakan berdasarkan bersama

profesi lain (Riyadi, 2010)

2.3.7 Evaluasi Keperawatan

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis

dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga

dan tenaga kesehatan lainnya (Riyadi, 2010)

1) Evaluasi Berjalan

Dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan perkembangan

dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh klien.

Format yang dipakai adalah :

a) S : data subjektif

Perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang dirasakan,

dikeluhkan dan dikemukakan klien.

b) O : data objektif

Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim

kesehatan lain.

c) A : analisis

Penilaian dari kedua jenis data apakah berkembang kearah perbaikan

atau kemunduran.

d) P : perencanaan
Rencana pananganan klien yang didasarkan pada hasil analisis diatas

yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan

atau masalah belum teratasi (Riyadi, 2010)

Anda mungkin juga menyukai