Anda di halaman 1dari 58

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN 1000 HPK IBU SERTA

POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA (BB/U) DI


KECAMATAN JASINGA KABUPATEN BOGOR

MARIA ADELINA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan


Pengetahuan Gizi dan 1000 HPK Ibu serta Pola Asuh dengan Status Gizi Balita
(BB/U) di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor” adalah benar karya saya dengan
arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2018

Maria Adelina
NIM I14154022
4
ABSTRAK
MARIA ADELINA. Hubungan Pengetahuan Gizi dan 1000 HPK Ibu serta Pola
Asuh dengan Status Gizi Balita (BB/U) di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh SITI MADANIJAH.
Kualitas sumber daya manusia idealnya memiliki kondisi fisik yang
tangguh, mental kuat, kesehatan prima, serta kognitif yang baik dan ditentukan oleh
kondisi gizi sejak masa pertumbuhan dini. Penelitian ini bertujuan bertujuan untuk
menganalisis hubungan pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu serta pola asuh dengan
status gizi balita (BB/U). Desain penelitian yang digunakan adalah crosssectional
study dengan jumlah subjek 98 anak balita yang berstatus gizi kurang (18 subjek),
gizi kurang (32 subjek) dan gizi baik (48 subjek). Subjek berusia 12-59 bulan yang
dipilih secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan 24.5% ibu subjek
memiliki pengetahuan gizi rendah, 44.9% ibu subjek memiliki pengetahuan 1000
HPK rendah, 75.5% subjek mendapatkan pola asuh makan yang baik dan 97.0%
subjek mendapatkan pola asuh kesehatan yang baik. Tidak terdapat hubungan
antara pengetahuan gizi dan 1000 HPK dengan status gizi. Terdapat hubungan
positif signifikan pola asuh makan dengan status gizi (p>0.05), namun tidak
terdapat hubungan antara pola asuh kesehatan dengan status gizi.
Kata kunci: 1000 HPK, balita, pengetahuan gizi, pola asuh, status gizi

ABSTRACT
MARIA ADELINA. Mother’s Nutritional Knowledge, The First 1000 Days of Life
Related Knowledge and Childcare Practice Associated with Nutritional Status
(Weight-For-Age) among Underfive Children at Jasinga Subdistrict, Bogor
District. Supervised by SITI MADANIJAH.

An ideal human resources quality are those which have tough physical
condition, strong mental, good health, and good cognitive which determined by
nutritional condition since early growth period. The purpose of this study was to
analyze the association between mother’s nutritional and the first 1000 days of life
related knowledge and child care practice with child’s nutritional status (weight-
for-age). The study was a cross sectional study, the subjects included were 98
children consist of severely malnourished (18), moderately malnourished (32) and
normally nourished (48). The subjects were 12-59 months aged children selected
by purposive sampling. Result indicated 24.5% mothers had low nutritional related
knowledge, 44.8% mothers had low first 1000 days of life related knowledge, 75.5%
subjects received good feeding practices and 97.0% received good health practices.
There was no correlation of nutritional and the first 1000 days of life related
knowledge of nutritional status. There was a significant positive correlation of child
feeding practices on nutritional status (p>0.005), but there was no correlation
between child health practices and nutritional status.
Keyword: child care practice, nutritional knowledge, nutritional status, the first
1000 days of life, underfive
6
HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN 1000 HPK IBU SERTA
POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA (BB/U) DI
KECAMATAN JASINGA KABUPATEN BOGOR

Oleh :
MARIA ADELINA
I14154022

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
Dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
8
10
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat serta karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Gizi dan 1000 HPK Ibu serta Pola
Asuh dengan Status Gizi Balita (BB/U) di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor”.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi di Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, dan arahan
kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pemandu seminar sekaligus dosen
penguji sidang yang telah memberikan masukan, arahan, dan saran demi
penyempurnaan karya tulis ini.
3. Ayah (Jahormat Banjarnahor) dan ibu (Mariaty Simanjuntak) serta kakak dan
adik (Yully, Thice, Jansen dan Putri) serta seluruh keluarga yang telah
memberikan doa dan dukungannya.
4. Pihak Puskesmas Jasinga, Ibu Bidan Desa, kader-kader Posyandu, serta ibu
balita Desa Cikopomayah, Sipak dan Kalong Sawah yang telah membantu
dalam kelancaran penelitian.
5. Sahabat seperjuangan, Fazrina Khasanah, Cindy Novilia, Cici Sri Awaliah, Rio
Rizawan, Shella Avitriwinar, Yuliana, Irtya Qiyamulail dan Khaeroh
Rohmayati atas segala masukan, bantuan, dukungan, semangat, dan motivasi
yang telah diberikan kepada penulis.
6. Teman-teman Alih Jenis 9 dan Gizi Masyarakat angkatan 51, yang telah
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
7. Icha, Emel dan Tina serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dan
membantu dalam kelancaran penelitian.
Penulis menyadari bahwa penulisan usulan penelitian ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk
perbaikan penulisan selanjutnya.

Bogor, Maret 2018

Maria Adelina
12
v

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
KERANGKA PEMIKIRAN 3
METODE 5
Desain, Waktu, dan Lokasi Penelitian 5
Jumlah dan Cara Penarikan Subjek 5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6
Pengolahan dan Analisis Data 7
Definisi Operasional 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 11
Karakteristik Keluarga 12
Karakteristik Subjek 14
Pengetahuan Gizi dan 1000 HPK Ibu 15
Pola Asuh Makan 19
Pola Asuh Kesehatan 21
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein 22
Tingkat Kecukupan Lemak dan Karbohidrat 24
Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi dan 1000 HPK Ibu dengan Status Gizi 25
Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi 25
Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi 26
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dengan Status Gizi 27
Hubungan Tingkat Kecukupan Lemak dan Karbohidrat dengan Status Gizi 27
SIMPULAN DAN SARAN 28
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 35
RIWAYAT HIDUP 44
vi

DAFTAR TABEL

1 Kriteria inklusi dan ekslusi pemilihan subjek 5


2 Jenis dan cara pengumpulan data 7
3 Kategori karakteristik keluarga 8
4 Angka kecukupan energi dan zat gizi anak usia 12-59 bulan 9
5 Kategori status gizi 10
6 Sebaran subjek berdasarkan besaran keluarga dan usia orang tua 12
7 Sebaran subjek berdasarkan tinggkat pendididikan dan pekerjaan orang tua 13
8 Sebaran karakteristik subjek 15
9 Presentase responden yang menjawab benar pada pengetahuan gizi 16
10 Sebaran subjek bedasarkan pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu 17
11 Presentase responden yang mejawab benar pada pengetahuan 1000 HPK 18
12 Sebaran subjek berdasarkan pola asuh makan 19
13 Sebaran jawaban ibu subjek berdasarkan jawaban pola asuh makan 20
14 Sebaran subjek berdasarkan pola asuh kesehatan 21
15 Sebaran jawaban ibu subjek berdasarkan jawaban pola asuh kesehatan 22
16 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein 23
17 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat 24
18 Hubungan pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu status gizi menurut BB/U 25
19 Hasil analisis uji hubungan antara pola asuh makan dengan status gizi anak 26
20 Hubungan antara pola asuh kesehatan dengan status gizi 26
21 Uji hubungan tingkat kecupan energi dan protein dengan status gizi anak 27
22 Hubungan tingkat kecupan lemak dan karbohidrat dengan status gizi anak 28

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran hubungan pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu serta pola
asuh dengan status gizi balita (BB/U) di Kecamatan Jasinga,Kabupaten Bogor 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesinoner Penelitian 35
1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kekurangan gizi masih menjadi salah satu masalah kesehatan gizi


masyarakat, yang berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia. Kualitas
sumber daya manusia idealnya, yaitu yang memiliki kondisi fisik yang tangguh,
mental kuat, kesehatan prima, serta kognitif yang baik dan ditentukan oleh status
gizi sejak masa pertumbuhan dini. Hasil Riskedas (2013), prevalensi balita gizi
kurang di Indonesia adalah 13.9% dengan prevalensi underweight, stunting dan
wasting masing-masing 19.6%, 37.2% dan 12.1%. Masalah tersebut akan
berdampak pada rendahnya kulitas sumber daya manusia Indonesia di masa
mendatang.
Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi kurang gizi di Jawa Barat
sebesar 15.7% yang terdiri atas 4.4% gizi buruk dan 11.3% gizi kurang sedangkan
untuk stunting sebesar 35.3% dan wasting sebesar 10.9% (Balitbangkes 2013a).
Angka prevalensi kurang gizi di Kabupaten Bogor yaitu 14.3% yang terdiri atas
1.6% gizi buruk dan 12.7% gizi kurang. Jika dilihat dari data tersebut, prevalensi
gizi kurang di Kabupaten Bogor masih tinggi jika dibandingkan dengan Jawa Barat.
Selain itu, prevalensi stunting di Kabupaten Bogor sebesar 28.3% dan wasting
sebesar 5%. Hasil Riskesdas di Jawa Barat dan Kabupaten Bogor prevalensi kurang
gizi dan stunting lebih tinggi terjadi pada anak usia 12-59 bulan dibandingkan
dengan anak usia 0-11 bulan (Balitbangkes 2013b).
Sasaran pembangunan pangan dan gizi dalam RPJMN 2010-2014 dan RAN-
PG 2011-2015 adalah menurunkan prevalensi kekurangan gizi pada balita.
Beberapa program dan kegiatan pembangunan nasional telah dilakukan untuk
mendukung sasaran tersebut. Seiring dengan hal tersebut, gerakan perbaikan gizi
dengan fokus terhadap kelompok 1000 hari pertama kehidupan pada tataran global
disebut Scaling Up Nutrition (SUN) dan di Indonesia disebut dengan Gerakan
Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan
(Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan dan disingkat Gerakan 1000 HPK). Tujuan
Global SUN Movement adalah menurunkan masalah gizi, dengan fokus pada 1000
hari pertama kehidupan (270 hari selama kehamilan dan 730 hari dari kelahiran
sampai usia 2 tahun) yaitu pada ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0-23 bulan.
Indikator Global SUN Movement adalah penurunan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR), anak balita pendek (stunting), kurus (wasting), gizi kurang (underweight),
dan gizi lebih (overweight) (Kemekon Kesra 2012).
Ibu memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
balita. Seringkali ibu melakukan praktik pemberian makan yang tidak tepat
sehingga mempengaruhi status kesehatan dan status gizi anak. Menurut Madanijah
(2003), masalah gizi yang dialami balita kemungkinan disebabkan oleh perilaku ibu
dalam pemilihan bahan makanan. Ibu dengan tingkat pengetahuan gizi yang baik
cenderung akan mempraktikkan perilaku gizi yang baik dalam hal memilih bahan
makanan yang bergizi, beragam dan berimbang untuk anak-anaknya, dan berlaku
sebaliknya. Praktik pemberian makan yang salah tersebut terjadi akibat kurangnya
pengetahuan ibu mengenai gizi dan kesehatan.
2

Status gizi anak dipengaruhi oleh jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi,
serta pengetahuan ibu yang rendah terkait kesehatan dan gizi (Istiono et al. 2009).
Berdasarkan penelitian Marlina (2012) menunjukkan bahwa status gizi balita dan
perkembangan balita salah satunya dipengaruhi oleh pengasuhan orang tua. Anak
balita yang memperoleh kualitas pengasuhan yang lebih baik, cenderung memiliki
angka kesakitan yang rendah dengan status yang lebih baik. Status gizi anak balita
erat kaitannya dengan sistem imun dan status kesehatan. Makin rendah status gizi
seseorang semakin rentan terjakit penyakit dan meningkatkan tingkat morbiditas
(Hardiansyah 2007).
Penyebab terjadinya masalah gizi kurang pada anak balita bersifat kompleks,
sehingga upaya penanggulangannya juga memerlukan pendekatan dari berbagai
segi kehidupan anak secara terintegrasi. Artinya tidak cukup dengan memperbaiki
aspek makanan, tetapi juga lingkungan hidup anak seperti pola pengasuhan,
pendidikan dan kesehatan lingkungan, mutu pelayanan kesehatan dan sebagainya
(Soekirman 2000).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik
untuk menganalisis hubungan pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu serta pola asuh
dengan status gizi balita (BB/U) di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat


dirumuskan pokok-pokok permasalahan yang menjadi fokus penelitian antara lain:
1. Bagaimana karakteristik keluarga dan balita, pengetahuan gizi, pengetahuan
1000 HPK ibu dan pola asuh di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana status gizi balita di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor?
3. Apakah ada hubungan pengetahuan 1000 HPK ibu dengan status gizi balita
di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor?
4. Apakah ada hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita di
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor?
5. Apakah ada hubungan pola asuh dengan status gizi balita di Kecamatan
Jasinga, Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan
pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu serta pola asuh dengan dengan status gizi balita
(BB/U) di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor.

Tujuan khusus
Secara khusus tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mengidentifikasi karakterstik keluarga dan balita, pengetahuan gizi,
pengetahuan 1000 HPK ibu dan pola asuh di Kecamatan Jasinga, Kabupaten
Bogor.
2. Mempelajari status gizi balita di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor.
3

3. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita di


Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor.
4. Menganalisis hubungan pengetahuan 1000 HPK ibu dengan status gizi balita
di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor.
5. Menganalisis hubungan pola asuh dengan status gizi balita di Kecamatan
Jasinga, Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan keterampilan


peneliti serta sebagai tempat belajar menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama
di bangku perkuliahan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai keterkaitan antara pengetahuan gizi dan
1000 HPK ibu serta pola asuh dengan status gizi balita di Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan pada
Puskesmas dan dinas kesehatan serta intansi terkait dalam perumusan program
penanganan masalah gizi pada balita.

KERANGKA PEMIKIRAN

Karakteristik keluarga yang diteliti dalam penelitian ini meliputi usia orang
tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan besar keluarga. Karateristik
keluarga khususnya pendidikan orang tua dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
gizi. Pola pengasuhan yang diberikan ibu kepada anaknya salah satunya
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu. Ibu yang berpendidikan tinggi cenderung
memiliki pengetahuan terkait gizi dan kesehatan dan pola pengasuhan yang lebih
baik (Madanijah 2003). Besar keluarga juga dapat mempengaruhi proses
pengasuhan yang diberikan kepada anaknya, makin besar jumlah keluarga makin
sedikit waktu yang perhatian yang diberikan ibu. Pendidikan dan pekerjaan juga
diduga dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap contoh karena semakin besar
peluang mendapatkan informasi mengenai 1000 HPK.
Penelitian yang dilakukan oleh Yunivera (2016) menunjukkan bahwa
pendidikan orang tua berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap. Pekerjaan
orangtua dan pendapatan orangtua berhubungan dengan ekonomi keluarga dan
mempengaruhi dalam akses informasi. Selain itu, pengetahuan dan sikap dapat
dipengaruhi oleh kemudahan akses informasi. Menurut Satoto (1990), perkerjaan
orang tua juga dapat mempengaruhi pola asuh. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah memiliki waktu
lebih banyak untuk mengasuh dan merawat anak. Secara sistematik, kerangka
pemikiran hubungan pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu serta pola asuh dengan
status gizi (BB/U) balita disajikan pada Gambar 1.
4

Karakteristik sosial ekonomi


Keluarga
1. Usia orang tua
2. Pendidikan orang tua
3. Pekerjaan orang tua
4. Besar keluarga
Akses informasi

Pola asuh (makan dan kesehatan) Pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu

Pemilihan makanan

Konsumsi dan Asupan zat gizi

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein


Karakteristik Balita
1. Usia
2. Jenis kelamin
STATUS GIZI 3. Berat badan lahir
4. Urutan anak
Higiene dan
sanitasi Morbiditas
lingkungan

Akses dan Pelayanan


Kesehatan

Keterangan:
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti


: Hubungan yang diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu serta
pola asuh dengan status gizi balita (BB/U) di Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor.

Pengetahuan ibu mengenai 1000 HPK meliputi pengetahuan perawatan bayi


0-6 bulan, bayi 7-24 bulan dan perilaku hidup bersih dan sehat. Pengetahuan dasar
dan sikap perawatan 0-6 bulan, terdiri atas ASI eksklusif, inisiasi menyusui dini dan
imunisasi. Pengetahuan dasar dan sikap perawatan 0-6 bulan, terdiri atas, makanan
pendamping ASI, suplementasi vitamin A dan pemberian ASI. Diharapkan dengan
5

pengetahuan gizi dan pengetahuan 1000 HPK ibu yang baik, maka seorang ibu akan
semakin mengerti akan penanganan gizi selama masa kehamilan, kelahiran hingga
dua tahun masa awal kehidupan. Hal ini diharapkan dapat mencegah timbulnya
permasalahan gizi di masa yang akan datang.

METODE

Desain, Waktu, dan Lokasi Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian survei menggunakan


desain cross-sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai
dengan Desember 2017 bertempat di Desa Cikopomayak, Sipak dan Kalong Sawah,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Pemilihan tempat penelitian dilakukan
secara purposive dengan pertimbangan prevalensi gizi kurang yang cukup tinggi
dan masih ditemukannya kasus gizi buruk serta belum adanya penelitian yang
serupa di ketiga tempat tersebut.

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia 12-59 bulan yang bertempat
tinggal di desa Cikopomayak, Sipak dan Kalong Sawah, Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor. Pemilihan subjek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sesuai
dengan Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria inklusi dan ekslusi pemilihan subjek


No Kriteria
Inklusi:
1. Berusia 12-59 bulan
2. Tidak menderita penyakit kronis
3. Bertempat tinggal di desa Cikopomayak, Sipak atau Kalong Sawah
4. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent
Eksklusi :
1. Memilki kelainan kongenital/ cacat bawaan atau kelainan neurologis
2. Sedang mengikuti penelitian lain

Penentuan jumlah subjek minimal berdasarkan pada perhitungan subjek


minimal untuk Lemeshow et al. (1997):

n > (Zα)2 x p x (1-p)


d2
n > (1.96)2 x 0.143 x (1-0.143)
(0.1)2
n > 47.079  48 orang
6

Keterangan:
n = Jumlah subjek minimal
Zα = Nilai baku normal pada tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α
yang ditentukan. Nilai α yang digunakan adalah 0.05, maka Zα = 1.96
P = Prevalensi kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk) di Kabupaten Bogor
sebesar 14.3% (Riskesdas 2013)
d = Presisi sebesar 10%

Berdasarkan hasil perhitungan di atas diperoleh subjek minimal sebanyak 48


orang, untuk menghindari adanya subjek yang drop out maka jumlah subjek
ditambah 10% dari subjek minimal sehingga diperoleh besar subjek untuk dalam
penelitian sebanyak 53 orang balita gizi buruk dan gizi kurang dan 53 orang balita
gizi baik. Pada penelitian ini jumlah balita yang menjadi subjek sebanyak 98 balita
yang terdiri dari 18 balita gizi buruk dan 32 balita gizi kurang (dijadikan dalam satu
kelompok gizi kurang) serta 48 balita gizi baik. Subjek dipilih dari 15 Posyandu
(Pos Pelayanan Terpadu) di Desa Cikopomayak 5 Posyandu, di Desa Sipak 5
Posyandu dan di Desa 5 Kalong Sawah. Penelitian ini hanya membedakan status
gizi balita, yaitu gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk tanpa membedakan antar
wilayah penelitian (Cikopomayak, Sipak dan Kalong Sawah). Semua subjek dipilih
secara purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi yang ditetapkan
oleh peneliti.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara wawancara dan pengukuran langsung dengan
menggunakan kuesioner yang sebelumnya telah dijelaskan oleh peneliti. Data yang
dikumpulkan berupa data, karakteristik keluarga (besar keluarga, usia orang tua,
pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua) dan subjek (umur, jenis kelamin dan
berat bdan lahir). Pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu dengan memberikan masing-
masing 15 pertanyaan terkait gizi dan 1000 HPK. Pola asuh ibu terbagi menjadi
Pola Asuh Makan dan Kesehatan diperoleh dengan memberikan masing-masing 10
terkait pola asuh makan dan kesehatan. Pertanyaan terkait pengetahauan dan pola
asuh diisi langsung ibu dan dipandu oleh enumerator.
Status anak diperoleh dengan cara pengukuran langsung berat badan
menggunakan timbangan digital kapasitas 150kg dengan ketelitian 0.1 kg dan
pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dan pita ukur dengan ketelitian
0.1 cm. Asupan energi dan zat gizi yang diperoleh menggunakan metode food recall
2x24 jam berdasarkan jumlah dan jenis dari makanan dan minuman yang
dikonsumsi oleh subjek. Pengumpulan data dilakuan sebanyak 2 kali pada hari kerja
dan hari libur (Sabtu dan Minggu) secara tidak berturut-turut untuk dapat
menggambarkan konsumsi yang sebenarnya dari subjek (Gibson et al 2005).
Pengambilan data dilakukan secara langsung ke rumah subjek dengan didampingin
kader dan pada saat kegiatan posyandu. Jenis dan cara pengumpulan data dapat
dilihat pada Tabel 2.
7

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data


No Variabel Jenis data Cara pengumpulan
1. Karakeristik keluarga Primer Wawancara langsung dengan
1. Usia orang tua ibu menggunakan kuesioner
2. Pendidikan orang tua
3. Pekerjaan orang tua
Besar keluarga
2. Karakteristik anak Primer Wawancara langsung dengan
1. Usia ibu menggunakan kuesioner
2. Jenis kelamin
3. Berat badan lahir
4. Urutan anak
4. Pengetahuan Gizi dan 1000 HPK Primer Diisi langsung oleh ibu
dan Pola Asuh Ibu
5. Asupan energi dan zat gizi Primer food recall 2x24 jam
1. Jenis
2. Jumlah
6. Status gizi (BB/U) Primer Pengukuran langsung
1. Berat badan (Kg) menggunakan:
2. Tinggi badan (cm) 1. Timbangan
2. Microtoise atau pita ukur
7. Gambaran lokasi penelitian Sekunder Dokumentasi arsip Desa

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan program


computer WHO AntroPlus, Microsoft Excel 2010 dan Statistical Package for Social
Science (SPSS) versi 16.0. Data tersebut dianalisis secara deskriptif dan inferensial.
Tahapan pengolahan data terdiri atas: menyunting data (editing), memasukan data
(entry) dan membersihkan data (cleaning).
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik keluarga
terdiri dari usia ayah yang dikelompokkan berdasarkan (Papalia et al. 2008) yaitu
dewasa muda (20-40 tahun) dan dewasa madya (41-64 tahun), sedangkan usia ibu
dikelompokkan bedasarkan sebaran median. Pendidikan orang tua (ayah dan ibu),
pekerjaaan orang tua (ayah dan ibu). Data besar keluarga dikategorikan bedasarkan
BKKBN (1997) menjadi ≤4 orang, 5-7 orang, dan ≥8 orang. Data pendidikan orang
tua dibedakan menjadi tidak pernah sekolah, tamat SD/sederajat, tamat
SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat, dan tamat PT (Perguruan Tinggi).
Selanjutnya, data pekerjaan ayah dibedakan menjadi tidak bekerja, buruh tani,
buruh non tani, jasa (ojeg/supir), PNS/TNI, pegawai swasta, pedagang/wiraswasta,
dan lainnya. Data pekerjaan ibu dibedakan menjadi ibu rumah tangga, buruh tani,
buruh non tani, PNS, pegawai swasta, pedagang, dan lainnya. Karakteristik subjek
meliputi umur, jenis kelamin, dan berat badan lahir. Data umur subjek
menggunakan satuan bulan, dikelompokan menjadi 12-36 bulan dan 37-59 bulan
(Papalia et al. 2008), sedangkan data jenis kelamin dikelompokan menjadi laki-laki
dan perempuan, kemudian data berat lahir dikelompokan menjadi <2 500 gram, 2
500-3 999 gram, dan ≥4 000 gram (Riskedas 2013). Pengkategorian karakteristik
keluarga bisa dilihat di Tabel 3.
8

Tabel 3 Kategori karakteristik keluarga


No Karakteristik keluarga Kategori Sumber
1. Usia orang tua Sebaran
2. Pendidikan ayah a. Tidak sekolah Balibangkes 2010
b. Tamat SD atau sederajat
c. Tamat SMP atau sederajat
d. Tamat SMA atau sederajat
e. Tamat PT
3. Pendidikan ibu a. Tidak sekolah Balibangkes 2010
b. Tamat SD atau sederajat
c. Tamat SMP atau sederajat
d. Tamat SMA atau sederajat
e. Tamat PT
4. Pekerjaan ayah a. Tidak bekerja
b. Buruh tani
c. Buruh non tani
d. Jasa (ojeg/supir)
e. PNS/TNI
f. Pegawai swasta
g. Pedagang/wiraswasta
h. Lainnya
5. Pekerjaan ibu a. Ibu rumah tangga
b. Buruh tani
c. Buruh non tani
d. PNS
e. Pegawai swasta
f. Pedagang
g. Lainnya
6. Besar keluarga a. Kecil (≤ 4 orang) BKKBN 1997
b. Sedang ( 5-7 orang)
c. Besar (≥ 8 orang)

Pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu dinilai dengan cara memberikan skor
terhadap jawaban pada masing-masing kategori yang diberikan pada ibu. Jawaban
benar akan diberi skor 1 dan jawaban salah akan diberi skor 0. Total skor kemudian
dibagi dengan jumlah keseluruhan pertanyaan, kemudian dikelompokan menjadi
kurang (<60%), sedang (60-80%), dan baik (>80%) (Khomsan 2000). Pola Asuh
dinilai dengan memberikan skor terhadap jawaban yang diberikan ibu. Jawaban
“Ya” diberi skor 3. “Kadang” diberi skor 2 dan “Tidak” diberi skor 1. Total skor
kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan pertanyaan, kemudian dikelompokan
menjadi kurang (<60%), sedang (60-80%), dan baik (>80%) (Ulfa dan Latifah 2007
dan Hidayati 2010).
Asupan gizi terdiri dari asupan energi dan zat gizi baik itu dari makanan dan
minuman yang dibuat sendiri atau dibeli. Wawancara food recall 2x 24 jam
dilakukan untuk memperoleh asupan energi dan zat gizi berdasarkan makanan dan
minuman yang dikonsumsi satu hari sebelum wawancara. Penilaian asupan energi
dan zat gizi berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi (Protein, lemak dan
karbohidrat). Langkah pertama adalah menghitung total konsumsi energi, dan zat
gizi dengan mengkonversi asupan makan ke dalam energi (kkal) dan zat gizi
(Protein, lemak dan karbohidrat) (gram) dengan merujuk pada Daftar Komposisi
9

Bahan Makanan (DKBM) tahun 2010. Selanjutnya, dari total konsumsi makanan
tersebut dihitung tingkat kecukupan energi dan zat gizi (Protein, lemak dan
karbohidrat) dengan cara membandingkan total konsumsi aktual dengan AKG
tahun 2013 yang sesuai untuk anak usia 1-3 tahun dan anak usia 4-6 tahun. Penilaian
kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (2003), yaitu
defisit tingkat berat (<70% dari AKG 2013), defisit tingkat sedang (70-79% dari
AKG 2013), defisit tingkat ringan (80-89% dari AKG 2013), normal (90-119% dari
AKG 2013) dan lebih (≥120% dari AKG 2013). Berikut merupakan rumus
perhitungan total konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein:
KGij = [(Bj/100) x Gij x (BDDij/100)]
Keterangan:
KGij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j
Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (gram)
Gij = Kandungan zat gizi-i dalam 100 gram BDD bahan makanan-j
BDDj = Bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan

Setelah diketahui total konsumsi energi dan protein subjek, kemudian


dihitung tingkat kecukupan energi dan protein menggunakan rumus:
TKGi = [Ki/AKG] x 100%
Keterangan:
TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi-i
Ki = Konsumsi aktual-i
AKG = Angka Kecukupan Gizi

Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan bagi anak usia 12-59
bulan berdasarkan AKG 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Angka kecukupan energi dan zat gizi anak usia 12-59 bulan
Kelompok Umur Energi (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat
(gram)
1-3 tahun 1125 26 44 155
4-6 tahun 1600 35 62 220

Status gizi dinilai dengan menghitung nilai z skor berdasarkan indeks Berat
Badan menurut umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat
Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/TB). Status gizi ditentukan
berdasarkan nilai Zskor subjek yang diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut:

Berat badan contoh - Median


Zskor 
Standar deviasi

Nilai Zskor kemudian dikategorikan menurut WHO 2005 yang dapat dilihat
padaTabel 5.
10

Tabel 5 Kategori status gizi


Kategori Zskor BB/U
Zskor ≥ 2 SD Gizi Lebih
-2 SD ≤ Zskor ≤ 2 SD Gizi Baik
-3 SD ≤ Zskor ≤ -2 SD Gizi Kurang
Zskor <-3 SD Gizi Buruk

Normalitas data dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk


menentukan jenis uji korelasi yang akan digunakan. Data yang dianalisis tersebar
normal jika memiliki nilai p >0.05. Analisis data menggunakan Statistical Package
for Social Science (SPSS) versi 16.0. Jika data numerik terdistribusi secara normal
maka digunkanan analisi kolerasi Pearson, sebaliknya jika data tidak terdistribusi
normal, baik numerik maupun kategorik maka digunakan analisis korelasi Rank
Spearman.

Definisi Operasional

1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) adalah periode penting dalam
kehidupan manusia yang menentukan kualitas kehidupan di masa
selanjutnya, khususnya status gizi dan kesehartan individu yang
bersangkutan. 1000 HPK dimulai dari masa kandungan (270 hari) hingga
berusia 2 tahun (730 hari).
Asupan energi dan zat gizi adalah energi dan zat gizi yang didapatkan balita dari
makanan dan minuman yang dikonsumsi baik itu yang dibuat sendiri oleh
ibu atau dibeli termasuk dari makanan tambahan yang dikonsumsi
ditunjukan dengan rata-rata konsumsi 2x24 jam dari hasil recall.
ASI esklusif adalah pemberian ASI saja kepada dari mulai baru lahir sampai usia 6
bulan.
Berat badan lahir adalah berat lahir balita subjek yang tertera pada KMS.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal bersama.
Pekerjaan orang tua adalah jenis mata pencaharian utama dari ayah dan ibu balita
subjek sebagai sumber pengahasilan untuk memenuhi kebutuhan pangan
dan non pangan.
Pendidikan orang tua adalah pendidikan formal terakhir yang diselesaikan oleh
ayah dan ibu.
Pengetahuan gizi ibu adalah pengetahuan ibu terkait dengan gizi balita yang
ditentukan dengan jawaban ibu terhadap beberapa pertanyaan yang
berkaitan dengan gizi balita.
Pola asuh kesehatan adalah cara dan kebiasaan ibu dalam dalam mengasuh dan
merawat anak terutam yang berkaitan dengan kebersihan diri dan perilaku
kesehatan lingkungan
Pola asuh makan adalah cara dan kebiasaan ibu dalam mengasuh dan merawat
anak terutama yang berkaitan dengan praktik pemberian makan kepada
balita subjek.
Responden adalah ibu atau pengasuh dari balita yang menjadi subjek dalam
penelitian.
11

Status gizi balita adalah keadaan gizi subjek yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan yang diukur dengan cara Zskor
berdasarkan indeks antropometri BB/U, TBU, BB/TB.
Subjek adalah balita yang memilki jenis kelamin laki-laki dan perempuan berusia
12-59 bulan.
Umur balita adalah umur balita subjek dalam satuan bulan yang dihitung
berdasarkan selisih antara tanggal pertama intervensi dengan tanggal lahir
balita subjek.
Urutan anak adalah nomor urut kelahiran subjek yang dihitung berdasarkan urutan
semua anak yang pernah dilahirkan oleh ibu subjek.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di tiga desa yaitu Desa Cikopomayak, Sipak dan


Kalong Sawah, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Desa Cikopomayak
Desa Cikopomayak merupakan salah satu desa yang terletak wilayah
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 4.55 km2. Cikopomayak
dibagi menjadi dua Dusun yang terdiri dari 6 Rukun Warga (RW) dan 31 Rukun
Tetangga (RT) dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1 691 Kepala Keluarga.
Secara geografis Desa Cikopomayak berbatasan sebelah utara dengan Desa
Bangoang dan Desa Barengkok, sebelah selatan dengan Desa Setu dan Desa
Jasinga, sebelah barat Desa Neglasari. Tipologi wilayah Desa Cikopomayak yaitu
Desa Persawahan. Jumlah penduduk di Desa Cikopomayak sebanyak 6 357 jiwa
yang terdiri atas 3 291 Laki- laki dan 3 066 Perempuan. Desa Cikopomayak
memiliki 8 Posyandu yang melayani kegiatan penimbangan dan imunisasi balita
setiap bulan. Fasilitas kesehatan berupa praktik bidan swasta dan belum ada
Puskesmas Pembantu yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Desa Sipak
Desa Sipak merupakan salah satu desa yang terletak wilayah Kecamatan
Jasinga, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 5.59 km2. Desa Sipak dibagi
menjadi 6 Dusun yang terdiri dari 10 Rukun Warga (RW) dan 43 Rukun Tetangga
(RT) dengan jumlah rumah tangga sebanyak 2 960 Kepala Keluarga. Secara
gerografis Desa Sipak berbatasan sebelah utara dengan Desa Setu, sebelah selatan
dengan Desa Pangradin, sebelah barat dengan Desa Pamagersari. Tipologi Desa
Sipak yaitu Desa Persawahan. Wilayah Jumlah penduduk di Desa Sipak sebanyak
11 684 jiwa yang terdiri atas 5 984 Laki- laki dan 5 700 Perempuan. Desa Sipak
memiliki 11 Posyandu yang melayani kegiatan penimbangan dan imunisasi balita
setiap bulan. Fasilitas kesehatan berupa praktik bidan swasta dan belum ada
Puskesmas Pembantu yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
12

Desa Kalong Sawah


Desa Kalong Sawah merupakan salah satu desa yang terletak wilayah
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah sekitar 3.80 km2.
Cikopomayak dibagi menjadi tiga Dusun yang terdiri dari 8 Rukun Warga (RW)
dan 39 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah rumah tangga sebanyak 2 465 Kepala
Keluarga. Secara geografis Desa Kalong Sawah berbatasan sebelah selatan dengan
Desa Pangradin dan sebelah barat dengan Desa Sipak. Tipologi Desa Kalong Sawah
yaitu Desa Persawahan. Jumlah penduduk di Desa Kalong Sawah sebanyak 11 816
jiwa yang terdiri atas 6 264 Laki- laki dan 5 552 Perempuan. Desa Kalong Sawah
memiliki 12 Posyandu yang melayani kegiatan penimbangan dan imunisasi balita
setiap bulan. Fasilitas kesehatan berupa praktik bidan swasta dan belum ada
Puskesmas Pembantu yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat,
tetapi di Desa Kalong Sawah tersedia 2 tempat balai pengobatan.

Karakteristik Keluarga

Besar Keluarga
Kebiasaan keluarga antara satu dengan lainnya saling berbeda-beda.
Kebiasaan tersebut dipengaruhi oleh karateristik keluarga yang juga dapat
mempengaruhi konsumsi kelurga dan pola pengasuhan di rumah (Fauziah 2009).
subjek berdasarkan besaran keluarga dan usia orang tua dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan besaran keluarga dan usia orang tua
Gizi Kurang Gizi Baik Total
Karakteristik subjek pb
n % n % n %
Besar Keluarga
Besar (≥ 8) 6 37.5 10 62.5 16 100
Sedang (5-7) 29 56.9 22 43.1 51 100
0.641
Kecil (< 4) 15 48.4 16 51.6 31 100
Rata-rata ± SD 5.56 ± 1.981 5.77 ± 1.905 5.66 ± 1.937
Usia Ayah
20-40 tahun 39 45.9 46 54.1 85 100
41-64 tahun 11 84.6 2 15.4 13 100 0.121
Rata-rata ± SD 35.34 ± 6.86 33.27 ± 4.89 34.33 ± 6.03
Usia Ibu
17-28 tahun 27 50.9 26 49.1 53 100
29-40 tahun 23 51.1 22 48.9 45 100 0.269
Rata-rata ± SD 29.76 ± 5.60 29.54 ± 4.64 29.16 ± 5.17
buji Mann-Whitney

Meskipun tidak terdapat perbedaan karateristik keluarga pada subjek gizi


kurang dan gizi normal, Tabel 6 menunjukkan sebagian besar keluarga subjek pada
penelitian ini termasuk dalam kategori sedang sebanyak 51 (52%) keluarga dan
kategori kecil sebanyak 31 (31.6)% keluarga dengan rata-rata total anggota keluarga
5.66 ± 1.937 orang. Besar keluarga juga dapat mempengaruhi proses pengasuhan
yang diberikan kepada anaknya, semakin besar jumlah keluarga semakin sedikit
waktu perhatian yang diberikan ibu kepada anaknya (Madanijah 2003). Besar
keluarga juga sangat menntukan status sosial ekonomi keluarga karena jumlah
anggota keluarga berhubungan dengan jumlah kebutuhan keluarga. Semakin
13

banyak anggota keluarga maka semakin pula pengeluaran yang dibutuhkan untuk
pangan (Adiana et al 2012).
Usia orang tua berkaitan dengan kualitas pola asuh yang diterapkan kepada
anak. Orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (<20 tahun), cenderung kurang
memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam hal mengasuh anak (Papalia et al.
2008). Usia ayah subjek sebanyak 85 (86.7%) keluarga berada pada rentang usia
dewasa muda begitu juga dengan usia ibu subjek yang seluruhnya (100%) berada
pada usia dewasa muda.

Pendidikan dan Pekerjaan Orang Tua


Tingkat pendidikan yang ditempuh merupakan salah satu indikator yang
menentuka kualitas dari sumberdaya manusia, dimana semakin tinggi pendidikan
semakin baik kualiatas sumberdaya manusiannya (BPS 2011). Sebaran subjek
berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan tinggkat pendididikan dan pekerjaan orang tua
Gizi Kurang Gizi Baik Total
Karakteristik Keluarga pb
n % n % n %
Pendidikan Ayah
SD/Sederajat 29 56.9 22 43.1 51 100
SMP/Sederajat 6 50.0 6 50.0 12 100 0.245
SMA/Sederajat 13 40.6 19 59.4 32 100
PT/Sederajat 2 66.7 1 33.3 3 100
Pendidikan Ibu
SD/Sederajat 19 41.3 16 34.8 47 100
SMP/Sederajat 7 28.0 12 48.0 25 100
0.001*
SMA/Sederajat 6 24.0 19 76.0 25 100
PT/Sederajat 0 0.0 1 100 1 100
Pekerjaan Ayah
Tidak Bekerja 4 100.0 0 0.0 4 100
Buruh Tani 8 88.9 1 11.1 9 100
Buruh Non Tani 21 60.0 14 40.0 35 100
Jasa (Ojeg/Supir) 3 50.0 3 50.0 6 100 0.000*
PNS/TNI 2 33.3 7 66.7 10 100
Pegawai Swasta 4 30.8 9 69.2 13 100
Pedagang 8 36.4 14 63.3 22 100
Pekerjaan Ibu
IRT 49 53.8 42 46.2 91 100
Buruh Non Tani 1 50.0 1 50.0 2 100 0.041*
Pedagang 0 0.0 5 100 5 100
buji Mann-Whitney *berbeda nyata p<0.05

Tabel 7 menunjukkan tidak terdapat perbedaan karakteristik keluarga subjek


pada variabel tingkat pendidikan ayah subjek. Pendidikan orang tua subjek
beragam, meskipun begitu sebagian besar masih tergolong rendah. Pendidikan ayah
sebagian besar Tamat SD/Sederajat sebanyak 51 (52%) kepala keluarga dan Tamat
SMA/Sederajat sebanyak 32 (32.7%) kepala keluarga. Ayah yang berpendidikan
tinggi diharapkan memperoleh pekerjaan yang baik dan akan mendapatkan
penghasilan yang lebih memadai terutama dalam pemenuhan pangan di rumah
tangga (Safitri 2010), selain itu faktor resiko kematian pada balita lebih besar pada
14

keluarga dengan kategori miskin (Santrock 2006). Terdapat perbedaan nyata


pendidikan ibu antara subjek gizi kurang dan gizi baik (p<0.005). Pendidikan ibu
sebagai besar Tamat SD/Sederajat sebanyak 47 (47.9%). Pendidikan orang tua
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak, pemberian
imunisasi dan status gizi (Rokhana 2005). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Madanijah (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara
pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu, kesehatan dan pengasuhan anak.
Pendidikan ibu memiliki hubungan yang tidak langsung pertumbuhan anak
(Atmarita 2004).
Uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata Pekerjaan
orang tua (ayah dan ibu) antara subjek gizi kurang dan gizi baik (p<0.05). Pekerjaan
orang tua merupakan sumber utama pendapatan keluarga yang menjamin
terpenuhinnya kebutuhan kelurga, baik sandang, papan dan pangan (Khomsan
2009). Sebaran pekerjaan orang tua subjek beragam, meskipun sebagian besar
pekerjaan ayah subjek adalah buruh non tani sebanyak 35 (35.7%) dengan 4 (4.1%)
ayah subjek tidak bekerja. Ayah yang tidak bekerja tersebut merupakan ayah dari
subjek yang memiliki status gizi buruk dan gizi kurang. Sebagian besar ibu dari
subjek merupakan ibu rumah tangga 91 (92.9%). Status pekerjaan ibu juga
berpengaruh pada pola asuh ibu, dimana ibu yang bekerja cenderung memiliki
waktu yang sedikit dalam merawat anak.

Karakteristik Subjek

Karateristik subjek yang diindentifikasi terdiri atas, umur dalam bulan, jenis
kelamin dan berat badan lahir. Subjek dalam penelitian ini telah dikategorikan
menjadi kelompok status gizi buruk dan gizi kurang serta gizi baik. Kelompok
subjek terdiri atas 18 orang balita gizi buruk (18.4%), 32 orang balita gizi kurang
(32.6%) (menjadi 50 orang balita (51.0%)) dan 48 orang balita (49.0%) gizi baik
yang berasal dari Desa Cikopomayak, Sipak dan Kalong Sawah. Sebaran
karateristik subjek dapat dilihat pada Tabel 8.
Lebih dari separuh subjek 66 subjek (67.3%) berada pada kelompok umur 12-
36 bulan dengan 35 (53.0%) gizi kurang. Proporsi gizi kurang lebih banyak pada
subjek laki-laki sebesar 54.3% dibandingkan perempuan sebesar 48.1% dari total
50 subjek yang berada pada katagori gizi kurang. Hasil penelitian Alemayehu et al
(2015) Anak perempuan memiliki resiko 2 kali lebih tinggi mengalami underweight
dibandingkan dengan anak laki-laki, meskipun dalam penelitian ini mendapatkan
hasil sebaliknya.
Hasil menunjukkan presentase gizi kurang lebih besar pada kelompok usia
36-59 bulan, dengan prevalensi gizi baik lebih besar pada kelompok umur 12-36
bulan. Prevalensi kejadian gizi kurang pada subjek cenderung meningkat seiring
dengan pertambahan usia, puncaknya terjadi pada umur subjek 36-47 bulan,
kemudian menurun pada kelompok umur 48-59 bulan (Zhou et al. 2012). Berat
badan lahir subjek paling rendah sebesar 1 300g, sedangkan terbesar 4 700g.
Sebagai besar subjek berada pada berat lahir normal, yakni 43.3% subjek gizi
kurang dan 56.7% subjek gizi baik dari total 67 subjek yang memiliki berat badan
lahir normal.
15

Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan usia, jenis kelamin dan berat badan lahir
Gizi Kurang Gizi Baik Total
Karakteristik subjek pb
n % n % n %
Kelompok umur
12-36 bulan 35 53.0 31 47.0 66 100
37-59 bulan 15 46.9 17 53.1 32 100
0.344
Total 50 51.0 48 49.0 98 100
Rata-rata ± SD 29.58±13.242 31.87±12.601 30.70±12.917
Jenis Kelamin
Laki-laki 25 54.3 21 45.7 46 100
Perempuan 25 48.1 27 51.9 52 100
Total 50 51.0 48 49.0 98 100
Berat badan lahir
<2500g 21 70.0 9 30.0 30 100
2500-3999g 29 43.3 38 56.7 67 100
≥4000g 0 0.0 1 100 1 100 0.003*
Total 50 51.0 48 49.0 98 100
Rata-rata ± SD (g) 2.683±0.4909 3.002±0.5432 2.839±0.5388
buji Mann-Whitney *berbeda nyata p<0.05

Tabel 8 menunjukkan terdapat perbedaan nyata berat badan lahir subjek


antara gizi kurang dan gizi baik. Berat badan lahir rendah (<2 500 gram) merupakan
salah satu faktor resiko masalah gizi pada anak umur di bawah 5 tahun. Sebagian
besar subjek yang memiliki berat lahir rendah cenderung mengalami gizi kurang
(underweight). Berat lahir pada umunya sangat terkait dengan kematian janin,
neonatal dan pasca neonatal, morbiditas bayi dan anak serta pertumbuhan dan
perkembangan jangka panjang. Salah satu yang mempengaruhi dari berat badan
lahir rendah (BBLR) antara lain status gizi ibu sebelum dan ketika hamil (Arifeen
et al 2004).
Hasil penelitian Abenhaim (2004) menunjukkan bahwa bayi yang memiliki
berat lahir rendah, memiliki 4 kali resiko lebih tinggi mengalami kematian pada usia
dini dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir normal. Menurut Arifeen et al
(2004) anak dengan riwayat berat lahir rendah yang diiringi dengan konsumsi
makanan yang tidak adekuat, pelayanan kesehatan yang tidak layak dan sering
mengalami infeksi pada masa pertumbuhan akan terus menyebabkan terhambatnya
masa pertumbuhan dan menghasilkan anak yang mengalami stunting. Penelelitiaan
Rahman et al. (2016) menunjukkan anak yang terlahir dengan berat badan rendah
50.9% mengalami stunting, 24.6% wasting, dan 52.1% mengalami underweight.
Data Riskesdas tahun 2013 di Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa 14.3% bayi
lahir dengan berat badan rendah (Balitbangkes 2013).

Pengetahuan Gizi dan 1000 HPK Ibu

Pengetahuan merupakan informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi


penentu dalam perilaku seseorang (Khomsan et al 2009). Pengetahuan gizi dan
kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui
pendidikan. Pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu yang ditanyakan terdiri dari
masing-masing 15 pertanyaan, mengenai berat badan lahir normal, ASI (Air Susu
Ibu), MPASI (Makanan Pendamping ASI), Pemberian makanan pada anak,
16

makanan sumber zat gizi, zat gizi yang mendukung pertumbuhan anak, sumber
makanan pokok, fungsi imunisasi, pemberian vitamin A dan KMS (kartu menuju
sehat).
Secara keseluruhan, pertanyaan yang paling banyak dijawab salah oleh ibu
dari seluruh subjek adalah pertanyaan mengenai berat badan lahir minimal yang
dikatakan sehat, zat gizi yang mendukung pertumbuhan anak, sumber makanan
pokok, susunan menu sesuai gizi seimbang, dan berapa kali pemberian vitamin A
dalam setahun. Selain itu, ibu subjek balita gizi baik lebih banyak menjawab
pertanyaan dengan benar dibandingkan dengan ibu subjek gizi kurang. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa ibu subjek balita gizi kurang memiliki pengetahuan
dan pemahaman yang lebih rendah mengenai, jenis, sumber dan fungsi zat gizi serta
pengetahuan kesehatan anak dibanding ibu subjek balita gizi baik. Banyaknya
responden yang menjawab benar pada pengetahuan gizi yang diberikan dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9 Presentase responden yang menjawab dengan benar pada pengetahuan
gizi berdasarkan status gizi subjek
Status Gizi
No. Pertanyaan Kurang Baik Total
n % n % n %
1 Berat badan lahir minimal 13 26.0 20 41.6 33 33.7
2 Pemberian kolostrum 39 78.0 41 85.4 80 81.6
3 Waktu pemberian ASI 46 92.0 45 93.7 91 92.9
4 Umur diberi makanan tambahan 42 84.0 43 89.5 85 86.7
5 Umur diberi makanan keluarga 42 84.0 39 81.2 81 82.7
6 Jenis MPASI 31 62.0 40 83.3 71 72.4
7 Pengertian gizi 33 66.0 33 68.7 66 67.3
8 Zat gizi untuk mendukung pertumbuhan 21 42.0 20 41.6 41 41.8
9 Sumber makanan pokok 26 52.0 17 35.4 43 43.9
10 Sumber protein 43 86.0 43 89.5 86 87.7
11 Zat gizi dalam sayuran dan buah 35 70.0 36 75.0 71 72.4
12 Susunan menu menurut gizi seimbang 17 34.0 14 29.1 31 31.6
13 Pemberian vitamin A 25 50.0 35 72.9 60 61.2
14 Manfaat imunisasi 30 60.0 44 91.6 74 75.5
15 Warna gizi buruk dalam KMS 39 78.0 26 54.1 65 66.3

Menurut Muthaya (2009), BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dapat


meningkatkan morbiditas, menyebabkan gangguan perkembangan mental,
meningkatkan risiko penyakit kronis. Bayi yang mengalami kurang gizi berisiko
sangat tinggi terhadap kematian pada periode neonatal dan bayi. Hasil penelitian
menunjukkan hanya 33.7% ibu yang dapat menjawab dengan benar berat minimal
bayi lahir. Hasil penelitian menunjukan hanya 41.8% ibu yang dapat menjawab
benar zat gizi yang gizi yang mendukung pertumbuhan anak. Protein merupakan zat
gizi yang sangat penting bagi tubuh. Protein juga mampu berfungsi sebagai zat
pengatur, zat sumber tenaga, zat yang mendukung pertumbuhan serta sebagai alat
pertahanan tubuh saat terserang penyakit (Uripi 2003). Kekurangan protein pada
17

anak balita akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan anak, rentan terserang


penyakit infeksi dan menyebabkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier 2001).
Makanan pokok adalah makanan yang dikonsumsi dalam jumlah banyak,
rasanya netral, sumber karbohidrat, mengenyangkan dan merupakan hasil alam
daerah setempat (Kristiatuti dan Ismawati 2004). Sebanyak 43.9% ibu yang
menjawab benar mengenai sumber makanan pokok. Makanan pokok masyarakat
Indonesia bermacam-macam, ada yang berasal dari padi, jagung, singkong, sagu
maupun yang lain. Gizi seimbang merupakan susunan pangan sehari-hari yang
mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh
dengan memperhatikan prinsip keanekaragamaan pangan, aktivitas fisik, perilaku
hidup bersih dan memantau berat badan secara terartur untuk mencegah masalah
gizi. (Permenkes No 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang). Sebanyak
31.6% ibu subjek yang menjawab dengan benar mengenai susunan menurut gizi
seimbang.
Pengetahuan gizi ibu berkontribusi terhadap status gizi anak. Pengetahuan ibu
yang tinggi menunjukkan kemampuan dalam pemilihan, pembelian dan pengolahan
makanan juga baik (Handarsari et al 2010). Hasil penelitian Campbell et al (2013)
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara ketersediaan pangan di rumah
dengan pengetahuan ibu dengan diet anak. Selain itu, ibu dengan pengetahuan gizi
dan kesehatan yang baik cenderung memilih makanan yang bergizi dan beragam
bagi anaknya (Burchi 2010). Pengetahuan gizi ibu tentang kadar gizi dalam bahan
makanan dan kegunaan bahan makanan bagi kesehatan anggota keluarga dapat
membantu ibu dalam memilih bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan
energi dan zat gizi (Moehji 2003). Sebaran subjek berdasarkan pengetahuan gizi
dan 1000 HPK dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu
Gizi Kurang Gizi Baik Total
Variabel pb
n % n % n %
Tingkat Pengetahuan Gizi
Rendah (<60%) 16 66.7 8 33.3 24 100
Sedang (60-80%) 22 48.9 23 51.1 45 100 0.136
Baik (>80%) 12 41.4 17 58.6 29 100
Skor rata-rata±SD 64.9±18.4 69.7±16.5 67.7±17.5
Tingkat Pengetahuan 1000 HPK
Rendah (<60%) 15 56.8 19 43.2 44 100
Sedang (60-80%) 19 42.2 26 57.8 45 100
0.722
Baik (>80%) 6 66.7 3 33.3 9 100
Skor rata-rata±SD 57.1±17.9 56.8±17.0 57.0±17.4
buji Mann-Whitney

Tabel 10 menunjukkan tidak terdapat perbedaan pengetahuan gizi dan 1000


HPK ibu antara subjek balita gizi kurang dan gizi baik. Hasil menunjukkan skor
rata-rata pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu subjek balita gizi kurang (67.29±22.2)
lebih rendah dibangdingkan dengan. skor rata-rata pengetahuan gizi pada ibu subjek
balita gizi baik (69.72±22.2), selain itu presentase ibu dengan pendidikan katagori
tinggi lebih banyak pada subjek balita gizi baik (76.0%). Rendahnya pengetahuan
gizi ibu subjek gizi kurang sejalan dengan rendahnya tingkat pendidikan formal
yang dimiliki ibu. Pemberian menu pda balita memiliki hubungan dengan
pendidikan dan pengetahuan gizi ibu (Emilia 2016).
18

Masa 1000 hari pertama kehidupan atau 1000 HPK, yang bermula sejak masa
konsepsi hingga anak berusia dua tahun. Status gizi pada 1000 HPK akan
berpengaruh terhadap kualitas kesehatan, intelektual dan produktivitas pada masa
yang akan datang (Kemenkes 2014). Skor rata-rata ibu seluruh subjek (57.0±17.4)
masih dalam kategori rendah (<60%). Pengetahuan 1000 HPK yang diajukan
termasuk ke dalam pengetahuan gizi. Hasil skor pengetahuan 1000 HPK ini
menunjukkan bahwa pengetahuan ibu subjek masih kurang. Hasil penelitian Utami
(2015) mengenai 1000 HPK menunjukkan bahwa sebagian responden (calon orang
tua) menjawab tidak tepat pada pertanyaan mengenai masa kehamilan dan
perawatan anak usia 7-23 bulan. Pertanyaan yang diajukan mengenai 1000 HPK
umumnya mengenai kesehatan, seperti usia ibu yang beresiko untuk hamil,
bertambahan berat badan yang normal selama kehamilan, pemeriksaan kehamilan,
kandungan zat gizi dalam tablet tambah darah (TTD) dan seputar IMD (Inisiasi
Menyusui Dini). Banyaknya respoden yang menjawab benar pada pengetahuan
1000 HPK dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Presentase responden yang menjawab benar pada pengetahuan 1000
HPK berdasarkan status gizi
Status Gizi
No. Pertanyaan Kurang Baik Total
n % n % n %
1 Usia wanita yang berisiko untuk hamil 14 28.0 7 14.6 21 21.4
2 Status gizi ibu yang beresiko
13 26.0 19 39.6 32 32.7
Melahirkan bayi premature dan BBLR
3 Berapa minimal periksa kehamilan 12 24.0 7 14.6 19 19.4
4 Pertambahan berat badan normal
17 34.0 `15 31.3 32 32.7
saat hamil
5 Penyebab anemia 17 34.0 29 60.4 46 46.9
6 Kandungan zat gizi pada tablet
36 72.0 35 72.9 71 72.4
tambah darah
7 Kepanjangan IMD 36 72.0 25 52.1 61 62.2
8 Kapan dilakukan IMD 46 92.0 37 77.1 83 84.7
9 Pengertian Kolostrum 41 82.0 40 83.3 81 82.7
10 Pengertian ASI Ekslusif 39 78.0 37 77.1 76 77.5
11 Lama pemberian ASI Ekslusif 36 72.0 34 70.8 70 71.4
12 Lima imunisasi dasar 31 62.0 35 72.9 66 67.3
13 Pemberian vitamin A merah 23 46.0 17 35.4 40 40.8
14 Pemberian vitamin A biru 24 48.0 18 37.5 42 42.9
15 Kepanjangan MPASI 33 66.0 46 95.8 79 80.6

Secara keseluruhan, pertanyaaan yang paling banyak dijawab salah oleh ibu
subjek adalah pertanyaan mengenai usia wanita yang beresiko untuk hamil, status
gizi ibu yang beresiko melahirkan bayi prematur dan berat badan lahir rendah
(BBLR), berapa kali minimal periksa kehamilan, berapa pertambahan berat badan
normal saaat hamil, penyebab anemia, kapsul vitamin A merah diberikan pada anak
19

usia berapa tahun dan kapsul vitamin A biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-
rata ibu subjek masih memiliki pengetahuan yang rendah terkait dengan 1000 HPK
dilihat dari banyaknya pertanyaan yang dijawab salah dan skor yang didapat dari
ibu subjek.

Pola Asuh Makan

Pola asuh yang dipraktikkan ibu kepada anaknya seluruhnya berhubungan


dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan, status gizi, pendidikan umum,
pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik dan benar, sifat pekerjaan sehari-
hari dan sebagainya (Seokirman 2000). Sebaran subjek bedasarkan pola asuh makan
dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan pola asuh makan
Gizi Kurang Gizi Baik Total
Variabel pb
n % n % n %
Pola Asuh Makan
Rendah (<60%) 1 50.0 1 50.0 2 100
Sedang (60-80%) 17 77.3 5 22.7 22 100 0.04*
Baik (>80%) 32 43.2 42 56.8 74 100
Skor rata-rata±SD 82.5±10.6 87.7±13.9 84.6±12.5
buji Mann-Whitney, *berbeda nyata p<0.05

Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata pola asuh makan
antara subjek gizi kurang dan gizi baik. Sebagian besar pola asuh makan dari subjek
telah masuk dalam kategori pola asuh makan yang baik. Hasil menunjukkan skor
rata-rata pola asuh makan 84.65±12.5 dengan 75.5% termasuk dalam kategori baik.
Masalah gizi yang terjadi pada anak ditentukan pada acara pengasuhan yang
diterapkan dalam keluarga, kelengkapan imunisasi dan pemberian vitamin A yang
berpengaruh terhadap status gizi anak (Pujiyanti 2008). Sebaran jawaban ibu subjek
pada jawaban pola asuh makan dapat dilihat pada Tabel 13.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu telah menerapkan
pola asuh makan yang baik. Kolostrum adalah ASI yang pertama kali keluar setelah
ibu melahirkan, biasanya berwarna keruh, oleh karena itu dalam budaya masyarakat
tertentu kolostrum tidak diberikan karena dianggap berbahaya. Sebagian besar
subjek diberikan kolostrum selama beberapa saat setelah dilahirkan (67.3%).
Sejalan dengan penelitian Mudjajanto et al. (2006) yang menunjukkan bahwa
sebanyak 65.7% ibu di Bogor memberika kolostrum pada bayinya. Proporsi subjek
gizi kurang yang diberi kolostrum adalah 38.0% (19 subjek) lebih tinggi
dibandingkan dengan subjek gizi baik 27.0% (13 subjek).
Sebagian besar subjek diberikan ASI ekslusif 68.4% diberikan ASI ekslusif.
Penelitian Chantry et al. (2006) menyebutkan bahwa bayi yang diberi ASI ekslusif
selama 6 bulan memiliki resiko lebih kecil mengalami pneumonia dibandingkan
bayi yang diberi ASI kurang dari 6 bulan. Villalpando (2000) yang mengungkapkan
bahwa ASI eksklusif tersebut untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi terutama
diare. Kegagalan ibu dalam memberikan ASI ekslusif sampai umur 6 bulan kepada
anak juga dapat menimbulkan kegagalan dalam mencapai tumbuh kembang.
20

Tabel 13 Sebaran jawaban ibu subjek pada jawaban pola asuh makan
No Pertanyaan Ya Kadang Tidak
n % n % n %
1 Ibu memberikan ASI pertama yang
berwarna kekuningan (Kolostrum)
selama beberapa hari setelah 66 67.3 - - 32 32.7
melahirkan.
2 Ibu memberikan ASI Ekslusif selama 6
bulankepada anak 67 68.4 - - 31 31.6
3 Ibu tidak memberikan madu/pisang/
makanan lain pada saat anak berusia 67 68.4 - - 31 31.6
<6 bulan
4 Ibu memberikan MPASI pada anak
setelah usia 6 bulan 75 76.5 0 0.0 23 23.4
5 Anak dibiasakan makan 3 kali sehari 65 66.3 24 24.5 9 9.1
6 Ibu membiasakan anak makan sendiri 54 55.1 22 22.4 20 20.4
7 Anak mengkonsumsi sayur dan buah 65 66.3 29 29.6 4 4.1
8 Ibu membujuk anak yang tidak nafsu
makan 79 80.6 15 15.3 4 4.1
9 Anak selalu menghabiskan
makanannya 29 29.6 62 63.2 7 7.1
10 Anak mengkonsumsi makanan
beragam 68 69.4 18 18.4 12 12.2

Pemberian makanan pendamping ASI sangat penting diberikan, karena sangat


menunjang dalam pertumbuhan anak terutama berat badan anak, pada masa bayi.
Masa transisi dari ASI ekslusif ke pengenalan makanan tambahan ini menjadi
periode yang kritis dimana anak menjadi sangat rentan mengalami masalah gizi
(Akombi et al. 2017). Sebagian besar subjek 76.5% meberikan MPASI setelah usia
anak 6 bulan. Albar (2004) mengemukakan bahwa pemberian MPASI yang ditunda
dapat menyebabkan bayi tidak akan tumbuh optimal karena berat badan tidak
bertambah dan cenderung berkurang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66.3% anak dibiasakan makan tiga kali
sehari, 66.3% anak mengonsumsi sayur dan buah serta 69.4% anak mengkonsumsi
makanan yang beragam. Anak-anak usia prasekolah cenderung mengalami masalah
sulit makan. Penyediaan makanan dalam jumlah yang cukup dan beranekaragam
jenisnya belum tentu akan dikonsumsi oleh anak (Kurniasih et al. 2010). Hasil
menunjukkan bahwa 29.6% (29 subjek) dari keseluruhan subjek yang selalu
menghabiskan makanannya. Sesuai dengan tahap perkembangannya anak diusia pra
sekolah mulai ingin mandiri, sehingga cenderung menolak dan hanya
mengkonsumsi makanan favoritnya. Hal serupa juga ditemukan pada saat
penelitian, dimana anak diatas 2 tahun sudah dapat memilih makanan yang ingin
dimakan, selain itu juga di wilayah tempat tinggal subjek banyak ditemukan warung
yang menjual jajanan. Jika masalah makan ini berkepanjangan maka dapat
mengganggu tumbuh kembang anak, karena jumlah dan jenis zat gizi yang masuk
ke dalam tubuhnya berkurang (Khomsan 2004).
21

Pola Asuh Kesehatan

Pola asuh kesehatan adalah praktik pengasuhan orang tua atau keluarga dalam
melayani kebutuhan kesehatan anak yang dilakukan secara berulang sehingga
menjadi kebiasaan (Rohimah et al. 2015). Ada dua usaha yang dapat dilakukan
orang tua untuk melakukan pola asuh kesehatan yaitu preventif dan kuratif. Upaya
preventif adalah dengan membiasakan pola hidup sehat melalui penanaman
kebiasaan hidup bersih dan teratur, sedangkan upaya kuratif yang dapat meliputi
upaya orang tua untuk memberikan pengobatan dan perawatan agar anak selalu
berada dalam kondisi terbebas dari penyakit lain yang umum terjadi pada anak. Hal
tersebut seluruhnya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan, status
gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik, sifat
pekerjaan sehari-hari dan sebagainnya (Soekirman 2000). Sebaran subjek
berdasarkan pola asuh kesehatan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Sebaran subjek bedasarkan pola asuh kesehatan
Gizi Kurang Gizi Baik Total
Variabel pb
n % n % n %
Tingkat Pola Asuh Kesehatan
Rendah (<60%) 0 0.0 0 0.0 0 100
Sedang (60-80%) 0 0.0 3 100 3 100
0.066
Baik (>80%) 50 52.6 45 47.4 95 100
Skor rata-rata±SD 92.39 ± 5.63 93.3 ± 7.74 92.3±6.9
buji Mann-Whitney, *berbeda nyata p<0.05

Tabel 14 menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pola asuh kesehatan


antara subjek gizi kurang dan gizi baik. Sebagian besar pola asuh kesehatan dari ibu
subjek telah masuk dalam kategori pola asuh kesehatan yang baik. Hasil
menunjukkan skor rata-rata pola asuh kesehatan 92.3±6.93 dengan 96.9% termasuk
dalam kategori baik. Penelitian yang dilakukan Picaulay dan Toy (2013)
menunjukkan bahwa ibu dengan pola asuh kurang atau rendah, memiliki peluang
anaknya mengalami stunting lebih besar dibandingkan dengan ibu dengan pola asuh
yang baik. Perilaku ibu yang baik dalam pola asuh balita dapat meningkatkan status
gizinya. Sebaran jawaban ibu subjek pada jawaban pola asuh kesehatan dapat dilihat pada
Tabel 15.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu subjek menerapkan
pola asuh kesehatan anak yang baik kepada anaknya. Anak merupakan golongan
rawan (vulnerable group), karena masa ini anak berada masa bermain. Anak-anak
pada usia presekolah biasanya dilakukan diluar rumah dengan teman sebayanya.
Tidak jarang anak-anan bermain di tempat yang kotor dan lingkungan yang kotor
merupakan sarang bibit penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 19.4% ibu
mengizinkan subjek untuk bermain di tempat kotor dan 2.1% ibu tidak mengganti
pakaian anak setelah anak bermain diluar. Sebanyak 2.1% anak tidak dbiasakan
mandi 2 kali sehari dan 7.1% ibu tidak membiasakan subjek untuk keramas minimal
sekali dalam seminggu. Menurut Notoatmodjo (2007) kebiasaan anak yang bermain
di luar rumah memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit
yang dapat meyebabkan meningkatkan angka kejadian sakit pada anak yang
berhubungan secara tidak langsung dengan status gizi anak terutaman status gizi
anak berdasarkan BB/U.
22

Tabel 15 Sebaran jawaban ibu subjek pada jawaban pola asuh kesehatan
Ya Kadang Tidak
No. Pertanyaan
n % n % n %
1 Ibu membawa anak untuk diimunisasi 96 97.9 3 3.1 0 0.0
2 Anak selalu ditimbang tiap bulannya di 94 95.9 5 5.1 0 0.0
posyandu
3 Ibu membiasakan mencuci tangan dengan 72 73.5 24 24.5 2 2.1
sabun sebelum memberi makan anak
4 Ibu membiasakan anak mencuci tangan 77 78.6 15 15.3 6 6.1
dengan sabun sebelum dan sesudah makan
5 Ibu memeriksa dan menggunting kuku 89 90.1 7 7.1 2 2.1
anak seminggu sekali
6 Ibu tidak membiarkan anak main ditempat 60 61.2 19 19.4 19 19.4
yang kotor
7 Ibu mencuci rambut/ keramas anak 81 82.7 10 10.2 7 7.1
minimal satu kali dalam seminggu
8 Ibu mengingatkan/menyuruh anak cuci 67 68.4 19 19.4 13 13.3
kaki dan menggosok gigi sebelum tidur
9 Ibu membiasakan anak mandi dua kali 96 97.9 2 2.1 0 0.0
sehari
10 Ibu membiasakan mengganti pakaian anak 79 80.6 17 17.3 2 2.1
setelah bermain di luar rumah

Seorang ibu harus dapat membiasakan anaknya menjaga kebersihan diri


sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit yaitu dengan mengajarkan mencuci
tangan setelah bermain, setelah dari kamar mandi, sebelum dan sesudah makan.
Tidak hanya mengajarkan kepada anak untuk membiasakan mencuci tangan dengan
sabun, ibu juga diharapakan mencuci tangan dengan sabun sebelum memberikan
makan kepada anak. Sebanyak 2.1% ibu tidak membiasakan mencuci tangan
dengan sabun dan 24.5% kadang-kadang atau tidak selalu mencuci tangan dengan
sabun. Sebanyak 6.1% subjek tidak dibiasakan mencuci tangan dengan sabun dan
15.3% kadang-kadang atau tidak selalu mencuci tangan dengan sabun baik sebelum
dan sesudah makan. Menurut Gunn et al. (2007) menyebutkan bahwa penyakit diare
dan lama penyakit diare pada anak-anak yang mengikuti program intervensi
mencuci tangan lebih sedikit dibandingkan kontrol.

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh berdasarkan hasil recall 2x24
jam terhadap jenis dan jumlah makanan dan minuman serta lama pemberian ASI
oleh subjek. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein
dapat dilihat pada Tabel 16.
Metode recall 2x24 jam dilakukan dalam hari yang tidak berurutan sehingga
menghasilkan gambaran asupan gizi yang lebih optimal dan memberikan variasi
yang lebih besar tentang asupan individu (Supariasa 2002). Hasil uji Mann Whitney
menunjukkan terdapat perbedaan nyata tingkat kecukupan energi subjek antara gizi
kurang dan gizi baik (p<0.05), meskipun hasil berbeda didapatkan pada tingkat
23

kecukupan protein subjek antara gizi kurang dan gzi baik. Sebagian besar tingkat
kecukupan energi subjek gizi kurang tergolong defisit (<89%AKG) sebanyak
67.7% (42 subjek) dengan rata-rata tingkat kecukupan energi 79.47±19.05% dan
subjek gizi baik 103.30±34.3%.
Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein
Gizi Kurang Gizi Baik Total
Variabel pb
n % n % n %
Tingkat Kecukupan Energi
Lebih 1 7.7 12 92.3 13 100
Normal 6 28.6 15 71.4 22 100
0.000*
Defisit 42 67.7 20 32.8 19 100
Rata-rata±SD (%) 79.4±19.0 103.3±34.3 88.9±30.58
Tingkat Kecukupan Protein
Lebih 1 20.0 4 80.0 5 100
Normal 27 49.1 28 50.9 55 100
0.286
Defisit 21 56.8 16 43.2 37 100
Rata-rata±SD (%) 92.79±14.9 96.00±16.2 93.9± 16.39
buji Mann-Whitney, *berbeda nyata p<0.05

Hasil wawancara food recall 2x24 jam menunjukkan bahwa subjek gizi baik
memiliki frekuensi makan 3-5 kali dalam sehari, dengan mengonsumsi jajanan
seperti biscuit, susu kotak, wafer, baklor, martabak mini dan ice cream. Kelebihan
atau kekeurangan asupan energi dan zat gizi pada anak dapat ditunjukan dari pola
pertumbuhannya. Pola pertumbuhan anak akan menurun apabila asupa zat gizi anak
tidak mencukupi atau kurang dari kebutuhan. Konsumsi makanan yang tidak
mencukupi kebutuhan dalam waktu yang cukup lama akan mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan anak yang menyebabkan menjadi melambat atau
pertumbuhan yang terhenti (Soetardjo 2011).
Tingkat kecukupan protein, subjek gizi baik memiliki tingkat kecukupan
protein yang lebih tinggi dengan rata-rata (96.00±16.20%) dibandingkan subjek gizi
kurang (92.79±14.94%). Perbedaan tingkat kecukupan antara subjek gizi baik dan
gizi kurang meskipun berbeda tetapi masih dalam kategori normal (90-119% dari
AKG). Sebanyak 37.7% (37 subjek) masih berada dalam kategori defisit. Rata-rata
asupan protein sebagian besar berasal dari susu dan lauk nabati berupa tahu atau
tempe. Jenis susu yang paling banyak dikonsumsi subjek gizi kurang adalah susu
kental manis sedangkan subjek gizi baik yaitu susu bubuk kemasan. Selain itu lauk
hewani yang paling sering dikonsumsi oleh seluruh subjek adalah telur ayam.
Tingkat kecukupan energi dan protein dengan kategori defisit cenderung lebih
banyak pada anak umur 37-59 bulan dengan 75.0% untuk tingkat kecukupan energi
dan 62.5% tingkat kecukupan protein. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sphrer
(1996) yang menyatakan bahwa anak berusia dua tahun pertama cenderung bersikap
pasif artinya makanan yang dikonsumsi ditentukan ibu ataupun pengasuhnnya.
Semakain bertambahnya umur, anak menjadi aktif dan mulai dapat menentukan
sendiri makanan yang dikonsumsinya. Hasil penelitian Akombi et al. (2017)
menunjukkan anak berumur 24-59 bulan memiliki kecenderungan untuk mengalami
gizi buruk. Peran orang tua menjadi penting untuk memberntuk perilaku makan
anak yang baik serta dapat mempertahankan dan meningkatkan status gizi anak
sesuai dengan umurnya (Soetardjo 2011).
24

Tingkat Kecukupan Lemak dan Karbohidrat

Konsumsi pangan membahas mengenai jenis dan jumlah pangan yang


dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Semakin baik
variasi konsumsi maka kulitas zat gizi pangan juga semakin baik (Riyadi dan Anwar
2007). Tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat diperoleh berdasarkan hasil recall
2x24 jam. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat
dapat dilihat pada Tabel 17.
Sebagian besar tingkat kecukupan lemak subjek tergolong defisit
(<89%AKG) sebanyak 53% (52 subjek) dengan rata-rata tingkat kecukupan energi
87.34±24.2%. Hasil tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan subjek gizi
baik 96.60±24.95%.
Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat
Gizi Kurang Gizi Baik Total
Variabel pb
n % n % n %
Tingkat Kecukupan Lemak
Lebih 0 0.0 7 100 7 100
Normal 13 34.2 26 65.8 39 100
0.012*
Defisit 36 69.2 16 30.8 52 100
Rata-rata±SD (%) 81.21±21.2 96.60±24.9 87.34±24.2
Tingkat Kecukupan Karbohidrat
Lebih 2 22.2 7 77.8 68 100
Normal 5 23.8 16 76.2 21 100
0.000*
Defisit 43 63.2 25 36.8 9 100
Rata-rata±SD (%) 73.30± 28.0 87.71±41.0 78.06±34.9
buji Mann-Whitney, *berbeda nyata p<0.05

Tabel 17 menunjukkan terdapat perbedaan nyata tingkat kecukupan lemak


dan karbohidrat antara subjek gizi kurang dan gizi baik (p<0.005). Rata-rata tingkat
kecukupan lemak seluruh subjek sebesar 87.34±24.26% dan masuk dalam kategori
defisit. Lemak merupakan zat gizi kedua yang digunakan tubuh sebagai bahan
bakar untuk menghasilkan energi. Kelompok lemak tubuh mencakup pula hormone
steroid dan vitamin larut lemak. Sebagai organ endokrin, jaringan lemak
menghasilkan lebih dari 10 jenis hormon, seperti leptin, resistin dan adiponectin
(Almatsier 2001). Penelitian Olivares et al. (2004) yang menemukan bahwa anak-
anak cenderung kurang mengkonsumsi sayur dan buah, namun cenderung tinggi
dalam mengkonsumsi makanan yang ringan dan makanan yang digoreng.
Tingkat kecukupan karbohidrat, subjek gizi baik memiliki tingkat kecukupan
karbohidrat yang lebih tinggi (87.71±41.08%) dibandingkan subjek gizi kurang
(73.30±28.0%). Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 21.4% (21 subjek) yang
tingkat kecukupannya berada dalam kategori normal (90-119% dari AKG) dan
9.2% (9 subjek) yang tingkat kecukupannya berada pada kategori lebih (>120% dari
AKG). Rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat seluruh subjek sebesar
78.06±34.9% dan masuk dalam kategori defisit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek yang memiliki tingkat
kecukupan energi dan zat gizi yang normal (90-119% dari AKG) cenderung
memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan gizi baik dan sedang. Sebaliknya, subjek
dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang desifit berasal dari ibu dengan
25

tingkat pengetahuan gizi rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek yang
diketahui memiliki tingkat kecukupan energi yang normal atau baik, memiliki
tingkat kecukupan protein dan lemak yang baik pula.

Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi dan 1000 HPK Ibu dengan Status Gizi

Pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu adalah landasan penting untuk
mencukupi asupan gizi anak. Pengetahuan ibu selanjutnya akan diimplementasikan
dalam sikap dan praktik yang mendorong terbentuknya pola asuh makan dan
kesehatan yang baik di dalam rumah tangga. Hasil uji Spearman menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi. Hasil
yang sama juga didapati untuk hasil uji hubungan pengetahuan 1000 HPK dengan
status gizi anak. Hasil analisis uji hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dan
1000 HPK dengan status gizi anak dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Hubungan pengetahuan gizi dan 1000 HPK ibu status gizi anak
Status Gizi (BB/U)
Variabela
P r
Pengetahuan Gizi .095 .169
Pengetahuan 1000 HPK .158 .634
a
uji Spearman

Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pengetahuan gizi ibu yang


semakin baik belum tentu diikuti dengan status gizi anak yang semakin baik. Hasil
yang sama juga didapati pada hubungan pengetahuan 1000 HPK ibu denga status
gizi anak. Keadaan demikian diduga karena rata-rata pendidikan ibu yang rendah,
sebanyak 48.0% ibu subjek merupakan tamatan SD/Sederajat. Salah satu
sumberdaya yang penting bagi keluarga untuk mendukung pengetahuan seseorang
dalam menerima informasi yang pada akhirnya dapat membentuk perilakunya
adalah pendidikan.
Pengetahuan ibu tidak berhubungan secara langsung dengan status gizi anak,
melalui mekanisme lain pengetahuan gizi memiliki hubungan seperti efisiensi
penjagaan kesehatan dan peningkatan pengasuhan (Atmarita 2004). Selain itu,
banyak faktor yang mempengaruhi status gizi balita, diantara adalah faktor
langsung dan tidak langsung. Faktor langsung adalah asupan gizi dan infeksi
sedangkan faktor tidak langsung adalah tingkat pendidikan orang tua, besar
keluarga dan status ekonomi keluarga.

Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi

Konsumsi pangan anak dapat dipengaruhi oleh orang dewasa dalam keluarga.
Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh kualitas makanan dan gizi yang
dikonsumsi dan disediakan oleh keluarga. Hubungan antara pola asuh makan
dengan status gizi anak dapat dilihat pada Tabel 19.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan (p<0.05) antara pola asuh makan dengan status gizi menurut BB/U. Nilai
koefisien korelasi antara pola asuh makan dengan status gizi (BB/U) bernilai positif
artinya semakin baik pola asuh makan ibu maka semakin baik status gizi anak.
Sejalan dengan penelitian Ogunda (2006) menyebutkan bahwa perilaku ibu yang
26

benar selama memberi makan anak akan meningkatkan konsumsi makanan anak
dan pada akhirnya akan meningkatkan status gizi anak.

Tabel 19 Hubungan antara pola asuh makan dengan status gizi anak
Status Gizi (BB/U)
Variabela
P r
Pola Asuh Makan .006* .273
a
uji Spearman ; *berhubungan p<0.05

Hasil penelitian Yulian (2008) menemukan bahwa tingkat kecukupan energi


dan protein anak akan semakin meningkat, jika pola asuh makan yang diberikan ibu
semakin baik. Menurut hasil penelitian Menon dan Ruel (2002) di negara-negara
Amerika Latin, praktik pemberian makanan anak berpengaruh terhadap kulitas
status gizi indeks TB/U anak usia 6-36 bulan. Pemberian pola asuh makan yang
memadai berhubungan dengan kualitas konsumsi makanan anak yang akhirnya
akan mempengaruhi kualitas status gizi anak (Martianto 2000).

Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi

Pola asuh kesehatan adalah cara dan kebiasaan orang tua atau keluarga
melayani kebutuhan kesehatan anak balita. Engle et al. (1996) mengemukakan
bahwa salah satu pola asuh yang berhubungan dengan kesehatan dan status gizi
adalah pola asuh kesehatan. Hasil analisis uji hubungan antara pola asuh kesehatan
dengan status gizi anak dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Hubungan antara pola asuh kesehatan dengan status gizi anak
Status Gizi (BB/U)
Variabela
P r
Pola Asuh Kesehatan .125 .153
a
uji Spearman

Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pola asuh kesehatan ibu yang
semakin baik belum tentu diikuti dengan status gizi anak yang semakin baik. Hasil
ini sejalan dengan penelitian Pramuditya (2010) yang menyatakan bahwa tidak
terdapat yang signifikan antara pola asuh kesehatan dengan kesehatan anak, tetapi
tidak berhubungan secara langsung dengan status gizi anak. Hubungan yang tidak
langsung tersebut dapat terjadi akibat infeksi yang dialami anak akan menyebabkan
peningkatan kebutuhan energi dan zat gizi untuk proses penyembuhan, bila asupan
tidak mencukupi makanan cadangan energi dalam tubuh aku dipecah untuk
memenuhi ketubuhan yang berakibat pada penuruan berat badan dan status gizi
berdasarkan BB/U.
Keadaan ini diduga karena sanitasi lingkungan yang kurang baik. Sanitasi
yang kurang baik bisa menjadi faktor terjangkitnya infeksi pada anak yang secara
langsung berdampak terhadap status gizi anak (Fewtrell et al. (2007). Pola asuh
kesehatan memiliki hubungan dengan kejadian sakit pada balita tetapi tidak dengan
status gizi balita (Adriani 2013). Menurut Amelia (2005) juga berpendapat bahwa
kejadian sakit balita yang tinggi umumnya berhubungan dengan tingkat social
ekonomi yang rendah.
27

Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dengan Status Gizi

Kekurangan zat gizi pada usia balita dapat mengakibatkan gagalnya


pertumbuhan anak yang ditandai dengan pertambahan yang tidak sesuai dengan usia
anak (Sharin et al. 2015). Hasil analisis uji hubungan antara tingkat kecukupan
energi dan protein dengan status gizi anak dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Hubungan tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi anak
Status Gizi (BB/U)
Variabela
P r
Tingkat Kecukupan Energi .000* .352
Tingkat Kecukupan Protein .229 .123
a
uji Spearman ; *berhubungan p<0.05

Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan
positif antara tingkat kecukupan energi pada metode food recall dengan status gizi
berdasarkan BB/U. Hal ini menunjukkan bahwa semakin terpenuhinya kebutuhan
energi anak, status gizi anak semakin baik. Penelitian Martianto et al. (2011) tingkat
kecukupan energi anak berhubungan dengan pola asuh makan ibu. Balita
merupakan konsumen pasif sehingga konsumsi makanannya tergantung pada ibu
sebagai pengasuh. Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Bungangan Kota
Semarang menunjukkan bahwa semakin tinggi asupan energi maka status gizi balita
semakin baik (Rarastiti 2013). Kekuranga energi yang tejasi pada balita akan
menyebabkan pertumbuhan yang terhambat (Almatisier 2001).
Hasil uji Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat
kecukupan protein dengan status gizi anak berdasarkan BB/U. Subjek yang berumur
kurang dari 3 tahun cenderung belum dikenalkan makanan yang beragam terutama
pangan hewani, sayuran, dan buah-buahan. Pangan hewani yang paling banyak
dikonsumsi adalah daging ayam, telur, dan susu. Alasan ibu tidak mengenalkan
pangan hewani yang beragam karena ibu takut anak mengalami alergi terutama
setelah mengkonsumsi ikan.

Hubungan Tingkat Kecukupan Lemak dan Karbohidrat dengan Status Gizi

Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi tubuh dibandingkan protein dan
lemak. Sebagai sumber energi, karbohidrat dibutuhkan 60-70% dari kebutuhan
energi sehari. Selain itu, usia dini membutuhkan lemak sebagai penyuplai energi,
energi yang digunakan dari lemak terutama dibutuhkan dalam keadaan sakit dan
masa penyembuhan (Brown dan Isaac 2002). Hasil analisis uji hubungan antara
tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat dengan status gizi anak dapat dilihat pada
Tabel 22.
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan
positif antara tingkat kecukupan lemak pada metode food recall dengan status gizi
berdasarkan BB/U. Hal ini menunjukkan bahwa semakin terpenuhinya kebutuhan
lemak anak, status gizi anak semakin baik. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Hindayani (2002) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara lemak dengan status gizi. Hasil penelitian menyebutkan lemak yang
berhubungan dengan status gizi adalah kolestrol, lemak jenuh dan lemak tak jenuh
28

ganda. Jika asupan lemak kurang dalam tubuh maka protein akan dipecah untuk
menjadi energi, kondisi tersebut dapat menyebabkan fungsi protein sebgai zat
pembangun akan hilang (Almatsier 2001).
Tabel 22 Hubungan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat dengan status gizi
anak
Status Gizi (BB/U)
Variabela
P r
Tingkat Kecukupan Lemak .002* .315
Tingkat Kecukupan Karbohidrat .000* .352
a
uji Spearman ; *berhubungan p<0.05

Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan
positif antara tingkat kecukupan karbohidrat pada metode food recall dengan status
gizi berdasarkan BB/U. Hal ini menunjukkan bahwa semakin terpenuhinya
kebutuhan lemak anak, status gizi anak semakin baik. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Handono (2010) yang menyebutkan adanya hubungan tingkat kecukupan
energi dengan status gizi anak lima tahun di wilayah kerja puskemas Selogiri,
Wonogiri. Energi yang timbul dalam tubuh merupakan hasil pembakaran
Karbohidrat, protein dan lemak (Elly 2001).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Subyek penelitian adalah ibu dari anak balita dengan status gizi baik, dan
gizi kurang (gabungan gizi kurang dan gizi buruk). Besar keluarga seluruh subjek
rata-rata 5.66±1.937 orang. Rata-rata usia ayah 34.33±6.03 tahun, dan sebagian
besar (86.7%) pada kategori dewasa muda. Usia ibu subjek berdasarkan nilai
median, 54.1% berada pada rentang 17-28 tahun, dengan rata-rata 29.16±5.17
tahun. Sebanyak separuh ayah dan ibu berpendidikan tamat SD/sederajat, namun
pendidikan ayah dan ibu anak gizi baik lebih tinggi dibandingkan gizi kurang.
Sebanyak separuh ayah merupakan buruh non tani, umumnya ibu merupakan ibu
rumah tangga.
Anak dengan kategori gizi kurang lebih banyak berjenis kelamin laki-laki
sedangkan anak gizi baik lebih banyak perempuan. Usia anak di kedua kelompok
sebagian besar 12-36 bulan, meskipun persentase anak gizi kurang lebih besar pada
kelompok usia 37-59 bulan. Sebagian besar (68.4%) anak memiliki berat lahir 2
500-3 999 g, sebanyak 79.2% anak bergizi baik lahir dengan berat badan normal,
lebih tinggi dibanding anak bergizi kurang. Anak bergizi baik memiliki tingkat
kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok gizi kurang.
Ibu dari anak kelompok gizi kurang memiliki pengetahuan yang lebih rendah
dibandingkan kelompok gizi baik, begitu pula dengan tingkat pengetahuan 1000
HPK. Secara umum tingkat pengetahuan ibu termasuk pada kategori rendah-
29

sedang, dengan skor rata-rata 67.7±17.5 (pengetahuan gizi) dan 57.0±17.4


(pengetahuan 1000 HPK), sedangkan pola asuh makan dan kesehatan termasuk
kategori baik, dengan skor rata-rata 84.6±12.5% (pola asuh makan) dan 92.3±6.9
(pola asuh kesehatan).
Tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan gizi dan 1000
HPK dengan status gizi (BB/U) (p>0.05), pola asuh kesehatan dengan status gizi
(BB/U) (p>0.05) dan tingkat kecukupan protein dengan status gizi (BB/U) (p>0.05).
Pola asuh makan berhubungan positif signifikan dengan status gizi (BB/U)
(p<0.05). Terdapat hubungan positif signifikan tingkat kecukupan energi, lemak
dan karbohidrat dengan dengan status gizi (BB/U) (p<0.05).

Saran

Hasil penelitian menujukkan bahwa pola asuh makan ibu subjek serta tingkat
kecukupan energi, lemak dan karbohidrat memiliki hubungan dengan status gizi.
Praktik pemberian kolostrum, ASI ekslusif, MPASI serta makanan yang beragam
terutama sayuran dan buah-buahan perlu diberikan pendidikan dalam bentuk
konseling dan penyuluhan yang bisa dilakukan oleh kader Posyandu dan bidan desa.
Bagi penelitian selanjutnya, perlu diteliti juga mengenai juga mengenai social-
ekonomi seperti pengeluaran pangan dan non pangan keluarga serta sosio-
demografi yang belum diteliti meliputi, usia ibu pertama menikah, usia pertama
hamil dan jumlah kehamilan ibu dengan status gizi.
30

DAFTAR PUSTAKA

Abenhaim HA, Kinch RA, Usher R. 2004. Effect of pregnancy body mass
indexcategories on obstetric and neonatal outcomes. Obstetric and
Gynaecologic.103: 219-224.
Adriani M, Kartika V. 2013. Pola Asuh Makan pada Balita dengan Status Gizi
Kurang di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah, Tahun 2011.
Penelitian Sistem Kesehatan. 16 (2): 185- 193.
Alba H. 2004. Makanan pendamping ASI, cermin dunia kedokteran. Sulawesi
Selatan (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Press.
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
Alemayehu M, Tinsae F, Haileslassie K, Seid O, Gebregziabher G, Yebyo H. 2015.
Undernutrition status and associated factors in under-5 children, in Tigray,
Northern Ethiopia. Nutrition. 31(7-8):964-970.
Almatsier S, Soetardjo S, Soekarti M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan.
Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Akombi BJ, Agho KE, Merom D, Hall JJ, Renzaho AM. 2017. Multilevel analysis
of factors associated with wasting and underweight among children under-
five years in Nigeria. Nutrient. 9(44):1-17.
Amelia. 2005. Pengaruh Gizi dan Pola Asuh dalam Meningkatkan Kualitas
Tumbuh Kembang Anak. Jakarta (ID): Depkes RI.
Arifeen SE, Black RE, Claufield LE, Antelman G, Baqui AH, Nahar. 2004. Infant
growth patterns in the slum Dhaka in reletion to birth weight intrauterine
growth retardation and prematurity. American journal clinical nutrition.
72(4): 1010-1017.
Atmarita FTS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat didalam
Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomidaerah dan Globalisasi
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta, 17-19 Mei 2014. Jakarta:
LIPI
[Balibangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset kesehatan dasar 2013a. Jakarta
(ID) : Kementerian Kesehatan.
[Balibangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2013 . Riskesdas dalam Angka Provinsi Jawa
Barat 2013b. Jakarta (ID) : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1997. Gerakan
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan beberapa indicator utama
Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID): BPS.
Burchi F. 2010. Child nutrition in Mozambique in 2003: The role of mother’s
schooling and nutrition knowledge. Economics and Human Biology. 8: 331-
345.
Campbell KJ, Abbott G, Spence AC, Crawford DA, Naughton MC, Ball K. 2013.
Home food availability mediates associations between mother’s nutrition
knowledge and child diet. Appetite.71: 1-6.
31

Chantry CJ, Howard CR, Auinger P. 2006. Full breastfeeding duration and
associated decrease in respiratory tract infection in US children. Pediatrics.
117(2):425-432.
Elly N. 2001. Nutrisi dalam keperawatan. Jakarta (ID): Sadung Seto.
Emillia R. 2016. Kajian pola asuh kesehatan, asupan gizi, dan status gizi pada anak
balita, anak usia sekolah, dan remaja. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Fauziah D. 2009. Pola konsumsi pangan dan status gizi anak balita yang tinggal di
daerah rawan pangan di Kabupaten Banjar Negara. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Petanian Bogor.
Fewtrell L. 2007. Water, sanitation and hygiene: Quantifying the health impact at
national and local levels in countries with incomplete water supply and
sanitation coverage. Geneva: Public Health and the Enviroment. Word
Health Organization (WHO).
Gunn, Elizabeth. 2007. Out-of-Home Child Care Centers Hand-Washing and
Diapering Equipment Reduces Disease Among Children in Out-of-Home
Child Care Cente. Pediatrics. 120:29-36.
Handarsari E, Rosidi A, Widyaningsih J. 2010. Hubungan pendidikan dan
pengetahuan gizi ibu dengan tingkat konsumsi energi dan protein anak TK
Nurul Bahri Desa Wukir Sani Kecamatan Batang Kabupaten Batang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 6(2): 79-88.
Handono NP. 2010. Hubungan tingkat pengetahuan pada nutrisi, pola makan dan
energi tingkat konsumsi dengan status gizi anak usia lima tahun di wilayah
kerja Puskesmas Selogiri, Wonogiri. Jurnal Keperawatan. 1(1):1-7.
Hardinsyah. 2007. Inovasi Gizi dan Pengembangan Modal Sosial Bagi Peningkatan
Kualitas Hidup Manusia dan Pengetasan Kemiskinan. Orasi Ilmiah Fakultas
Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
Hidayati. 2010. Pengetahuan dan Sikap Gizi Kader Dan Ibu Balita di Posyandu dan
Pengaruhnya terhadap Status Gizi Balita di Desa Babakan Bogor Barat
[skripsi]. Bogor (ID):Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Hindayani, MH. 2002. Hubungan konsumsi lemak dengan pengetahuan gizi serta
status gizi anak usia sekolah di kota dan desa Bogor. [Skripsi]. IPB. Bogor.
Istiono W, Suryadi H, Haris M, Irnizarifka, Tahitoe AD, Hasdianda MA, Fitria R,
Sidabutar TIR. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
balita. Berita Kedokteran Masyarakat. 25(3): 150-155.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. 1000 Hari:
Mengubah Hidup, Mengubah Masa Depan [Internet]. [diunduh pada 2017 Sep
28]. Tersedia pada http://gizi.depkes.go.id/1000-hari-mengubah-hidup-
mengubah-masa-depan.
_________________________________________________. 2014. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tentang Pedoman Gizi
Seimbang [Internet]. [diunduh pada 2018 Jan 22]. Tersedia pada
http://www.hukor.depkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK%20No.%2041
%20ttg%20Pedoman%20Gizi%20Seimbang.pdf.
[Kemenko Kestra]Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. 2012.
Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikkan
32

Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK).
Jakarta (ID): Kemenko Kesra Press.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
_____________. 2009. Studi Peningkatan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta
Perbaikan Gizi Balita. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
_____________. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta
(ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kristiatuti D, Ismawati R. 2004. Pengelolaan makanan nusantara. Surabaya (ID):
UNESA Press.
Kurniasih D, Hilmansyah H, Astuti MP, Imam S.2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi
Seimbang. Jakarta (ID): Kompas Gramedia.
Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga SK.1997. Besar Sampel dalam
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “GI-PSI-SEHAT” Bagi ibu serta dampaknya
terhadap perilaku ibu, lingkungan pembelajaran,konsumsi pangan dan status
gizi anak usia dini. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Marlina PWN. 2012. Studi Keterkaitan antara Status Gizi dan Pola Asuh
Lingkungan dengan Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah pada
Keluarga Miskin Kecamatan Jalancagak Kabupaten Subang [Tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Martianto D, Riyadi H, Ariefiani R. 2011. Pola asuh makan pada rumah tangga yang
tahan dan tidak tahan pangan serta kaitannya dengan status gizi anak balita di
Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Gizi dan Pangan. 6(1):51-58.
Meirita, Martianto DH, Sunarti E. 2000. Hubungan kuantitas dan kualitas
pengasuhan dengan status gizi anak bawah lima tahun di desa Rancamaya
Kota Bogor. Media Gizi dan keluarga. XXIV (2): 23-27.
Moehji S.2003. Ilmu gizi 2. Jakarta (ID): Papas Sinar Sinanti.
Mudjajanto ES, Khomsan A, Sukandar D, Anwar F, Riyadi H. 2006. Studi tentang
praktik menyusui pada rumahtangga miskin dan tidak miskin. Gizi Indon.
33:1-8
Muthayya S. 2009. Maternal Nutrition & Low Birth Weight: What is Really
Important?. Indian J of Med Resc. 130(5): 600-608.
Notoatmodjo. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka
Cipta
Ogunba BO. 2006. Maternal behavioral feeding practices and under-five nutrition:
implication for child development and care. Journal of Applied Sciences
Research 2(12): 1132-1136.
Olivares S et al. (2004). Nutritional status, foof consumption and physical activity
among chilean school children: A descriptive study. European Journal of
Clinical Nutrition. 58(2):1278-1285.
Papalia DE, Old SW, Fieldman RD. 2008. Human Development. Boston(US):
McGrawHill.
Pujiyanti S. 2008 Pengaruh pemberian air susu ibu (ASI), konsumsi zat gizi dan
kelengkapan kartu menuju sehat (KMS) terhadap status gizi. Jurnal Gizi dan
Pangan. 3(1): 7-11.
33

Picauly I, Toy SM. 2013. Analisis determinan dan pengaruh stunting terhadap
prestasi belajar anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur NTT. Jurnal Gizi
dan Pangan. 1(8): 55-62.
Pramuditya S W. 2010. Kaitan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi ibu,
serta pola asuh dengan perilaku KADARZI dan status gizi anak [Skripsi].
Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Rarastiti CN. 2013. Hubungan karakteristik ibu, frekuensi kehadiran anak ke
posyandu, asupan energi dan protein dengan status gizi anak 1-2 tahun
[Skripsi]. Semarang (ID): Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran,
Universitas Diponegoro.
[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
Nasional 2013.[Internet].[ diunduh 2017 Sep 27]. Tersedia pada
http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id.
Rohimah E, Kustiyah L, Hernawati N. 2015. Pola konsumsi, status kesehatan, dan
hubungannya dengan status gizi dan perkembangan balita. Jurnal Gizi
Pangan. 10(2): 93-100.
Ruel, M. T & P. Menon. 2002. Child feeding practice are associated with child
nutritional status in Latin America: innovative uses of the demographic and
health surveys. J. Nutr. 132: 1180-1187.
Rokhana. 2005. Hubungan antara pendapatan keluarga dan pola asuh gizi dengan
status gizi anak balita di Betokan Demak. [Skripsi]. Semarang (ID): Fakultas
Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.
Safitri S A. 2010. Pola asuh balita dan sanitasi lingkungan kaitannya dengan status
gizi balita di Kelurahan Kertamaya, Bogor Selatan [Skripsi]. Bogor (ID):
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Satoto. 1990. Pertumbuhan dan perkembangan anak umur 0-18 bulan di Kecamatan
Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [disertasi]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Santrock JW. 2006. Life-Span Development. 10th ed. New York: The McGraw Hill.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Alikasinya: untuk Keluarga dan Masyarakat.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Spohre r FGC. 1996. Community Nutrition: Apply Epidemiologi to Contemporary
Practice. Gaithesburg Maryland: Aspen Publisher.
Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta(ID): EGC.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC.
Ulfa M, Latifah M. 2007. Hubungan pola asuh makan, pengetahuan gizi, presepsi
dengan kebiasaan makan sayuran ibu rumah tangga di perkotaan dan
pedesaan Bogor. Media Gizi dan Keluarga. 31(1):30-41
Uripi V. 2003. Menu Sehat Untuk Balita. Jakarta (ID): Puspa Swara.
Utami RN. 2015. Pengetahuan calon pengantin tentang 1000 HPK di KUA Kota
Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
34

Villalpando S, Alarcon ML. 2000. Growth Faltering Is Prevented by Breast-Feeding


in Underprivileged Infant from Mexico City [ulasan]. Journal of Nutrition,
130. 546-552.
Yulia. 2008. Pola Asuh Makan dan Kesehatan Anak Balita pada Keluarga Wanita
Pemetik Teh di Kebun Malabar PTPN VIII, [skripsi]. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor.
Yunivera I. 2016. Persepsi body image, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, dan
status gizi pada wanita pranikah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Zhou H, Wang XL, Ye F, Zeng XL, Wang Y. 2012. Relatioship between child
feeding practices and malnutrition in 7 remote and poor counties, P R China.
Asia Pac J Clin Nutr. 21(2):234-240.
35

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesinoner Penelitian

Kode responden :

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN 1000 HPK SERTA


POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA (BB/U) DI
KECAMATAN JASINGA, KABUPATEN BOGOR

Tanggal Wawancara : .............................................................


Enumerator : .............................................................
Nama Ibu Balita : .............................................................
Nama Suami : .............................................................
Alamat : .............................................................

..............................................................
No. Telp/HP : .............................................................

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
36

Kode responden :

Persetujuan Setelah Penjelasan (Inform Consent)

Saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan mengerti mengenai


penelitian “Hubungan Pengetahuan Gizi dan 1000 HPK serta Pola Asuh
dengan Status Gizi Balita (BB/U) di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor”,
dengan ini saya:

Nama :
Alamat :

No. Telp/HP :

Menyatakan SETUJU/TIDAK SETUJU*) untuk ikut berpartisipasi


sebagai responden dalam penelitian ini dengan memberikan informasi yang
dibutuhkan penelitian sebagai berikut:

1. Identitas anak
2. Karakteristik keluarga
3. Pengetahuan gizi dan 1000 HPK serta pola asuh
4. Konsumsi makanan selama 24 jam (metode Recall 1x24 jam)
5. Tinggi badan, berat badan anak

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sukarela tanpa paksaan dari pihak
manapun untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Bogor, 2017

( …………………………)

*) coret yang tidak perlu


37

Kode responden :

A. Karakteristik / Identitas Balita


1. Nama balita :
2. Jenis kelamin (lingkari jawaban) : 1. Laki-laki 2. Perempuan
3. Tanggal lahir :
4. Usia anak (bulan) : bulan
5. Anak ke- :
6. Berat badan : kg
7. Tinggi badan : cm
8. Berat lahir : kg

B. Karakteristik Keluarga
1. Besar keluarga : orang
2. Usia orang tua Ayah: tahun
Ibu: tahun
3. Pendidikan ayah [1] Tidak sekolah
[2] Tamat SD atau sederajat
[3] Tamat SMP atau sederajat
[4] Tamat SMA atau sederajat
[5] Tamat PT
4. Pendidikan ibu [1] Tidak sekolah
[2] Tamat SD atau sederajat
[3] Tamat SMP atau sederajat
[4] Tamat SMA atau sederajat
[5] Tamat PT
5. Pekerjaan ayah [1] Tidak bekerja
[2] Buruh tani
[3] Buruh non tani
[4] Jasa (ojeg/supir)
[5] PNS/TNI
[6] Pegawai swasta
[7] Pedagang/wiraswasta
[8] Lainnya, sebutkan .................
6. Pekerjaan ibu [1] Ibu rumah tangga
[2] Buruh tani
[3] Buruh non tani
[4] PNS
[5] Pegawai swasta
[6] Pedagang
[7] Lainnya, sebutkan .................
38

C. Pengetahuan Gizi

1. Berapa berat badan minimal bayi lahir yang dikatakan sehat?


a. 2.5 kg
b. 3 kg
c. 3.5 kg
2. Air susu Ibu yang pertama kali keluar kekuningan (kolostrum) sebaiknya?
a. Dibuang
b. Diberikan kepada bayi
c. Dibiarkan saja
3. ASI sebaiknya diberikan sejak?
a. Sehari setelah kelahiran
b. 2 hari setelah kelahiran
c. Segera setelah bayi lahir
4. Untuk mendukung pertumbuhan anak sebaiknya makanan tambahan selain
ASI diberikan sejak usia?
a. 4 bulan
b. 5 bulan
c. 6 bulan
5. Pada usia berapa anak boleh diberikan makanan seperti orang dewasa?
a. 6 bulan
b. 8 bulan
c. 1 tahun
6. Jenis makanan pendamping ASI apa yang sebaiknya diberikan pada anak usia
diatas 6 bulan?
a. Nasi
b. Makanan lembek/lunak
c. Pisang
7. Menurut Ibu apa yang dimaksud dengan gizi?
a. Gizi adalah zat yang terkandung dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh
b. Makanan yang bersih dan sehat
c. Tidak tahu
8. Zat gizi yang mendukung pertumbuhan anak adalah?
a. Protein
b. Karbohidrat
c. Vitamin
9. Menurut Ibu apa saja sumber makanan pokok?
a. Tepung beras, ubi, nasi
b. Ikan, nasi, singkong
c. Roti, nasi, tahu
10. Menurut Ibu, apa saja makanan sumber protein?
a. Singkong, nasi, daging
b. Ikan, tempe, daging
c. Kangkung, tahu, ikan
11. Menurut Ibu, zat gizi apa yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan?
a. Karbohidrat
b. Protein
c. Vitamin dan mineral
39

`12. Menurut Ibu, susunan menu paling baik adalah?


a. Nasi, mie pepaya, telur, tumis kangkung
b. Nasi, ayam, tahu, tumis kangkung, pepaya
c. Nasi, daging, telur, tumis kangkung, pepaya
13. Pemberian vitamin A diberikan pada balita, sebanyak?
a. 1x setahun
b.2x setahun
c. 3x setahun
14. Manfaat imunisasi adalah?
a. Menyembuhkan penyakit
b. Memberikan vitamin
c. Menjaga kekebalan terhadap penyakit
15 Bayi yang dalam keadaan gizi buruk, berat badan pada KMS berada pada
warna?
a. Merah
b. Kuning
c. Hijau

D. Pengetahuan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan)

1. Berapa usia wanita yang memiliki resiko tinggi untuk hamil?


a. Diatas 20 tahun dan dibawah 35 tahun
b. Diatas 35 tahun
c. Diatas 40 tahun
2. Status gizi ibu yang beresiko melahirkan bayi prematur dan BBLR adalah?
a. Underweight/ kurus
b. Overweight/ gemuk
c. Benar semua
3. Berapa kali minimal periksa kehamilan?
a. Tiga kali
b. Empat kali
c. Lima kali
4. Berapa pertambahan berat badan normal saat hamil?
a. 5 kg
b. 12 kg
c. 20 kg
5. Apa sajakah penyebab anemia?
a. Kurang mengonsumsi makanan tinggi zat besi
b. Kurang mengonsumsi sayur dan buah
c. Terlalu banyak mengonsumsi daging
6. Kandungan zat gizi pada TTD (Tablet Tambah Darah) adalah...
a. Protein
b. Zat besi
c. Kalsium
7. Apa kepanjangan dari IMD?
a. Inisiasi Menyusui Dini
b. Inisiatif Menyusui Dasar
c. Inisiatif Menyusui Dini
40

8. IMD dilakukan saat...


a. Bayi disusui setelah diberikan susu formula
b. Segera setelah lahir bayi diletakkan di atas dada ibu
c. Bayi disusui setelah beberapa jam dilahirkan
9. Kolostrum adalah...
a. ASI yang keluar di hari-hari pertama
b. ASI yang dibuang sebelum menyusui bayi pertama kali
c. ASI yang keluar ketika bayi berusia 6 bulan
10. Apa itu ASI ekslusif
a. Memberikan ASI segera setelah melahirkan dan diteruskan hingga usia bayi
6 bulan tanpa tambahan makanan atau minuman lainnya.
b. Memberikan ASI segera setelah melahirkan dan diteruskan hingga usia bayi
3 bulan tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya.
c. ASI pertama yang berwarna kekuningan selama beberapa hari setelah
melahirkan.
11. Berapa lama pemberian ASI eksklusif?
a. 3 bulan
b. 6 bulan
c. 9 bulan
12. Yang bukan termasuk lima imunisasi dasar lengkap adalah?
a. BCG
b. Campak
c. Cacar
13. Warna kapsul vitamin A merah diberikan kepada anak berusia?
a. 6-11 bulan
b. 12-59 bulan
c. 0-6 bulan
14. Sedangkan kapsul vitamin A biru diberikan kepada anak berusia ...
a. 6-11 bulan
b. 12-59 bulan
c. 0-6 bulan
15. Apa kepanjangan dari MP-ASI?
a. Makanan Pendamping ASI
b. Minuman Pendamping ASI
c. Makanan Penyempurna ASI

E. Pola Asuh Makan

1. Ibu memberikan ASI pertama yang berwarna kekuningan (kolostrum) selama


beberapa hari setelah melahirkan
a. Ya b. Tidak
2. Ibu memberikan ASI selama 6 bulan (eksklusif) kepada anak
a. Ya b. Tidak
3. Ibu tidak memberikan madu/ pisang/ makanan lain pada saat bayi berusia di
bawah 6 bulan
a. Ya b. Tidak
41

4. Ibu memberikan MP-ASI pada anak setelah usia 6 bulan


a. Ya b. Tidak
5. Anak dibiasakan makan 3 kali sehari
a. Ya b. Kadang c. Tidak
6. Ibu membiasakan anak makan sendiri
a. Ya b. Kadang c. Tidak
7. Anak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan
a. Ya b. Kadang c. Tidak
8. Ibu menyuapi atau membujuk anak yang tidak nafsu makan
a. Ya b. Kadang c. Tidak
9. Anak selalu menghabiskan makanannya
a. Ya b. Kadang c. Tidak
10. Anak biasa mengkonsumsi makanan yang beragam
a. Ya b. Kadang c. Tidak

F. Pola Asuh Kesehatan

1. Ibu membawa anak untuk di imunisasi


a. Ya b. Kadang c. Tidak
2. Anak selalu ditimbang di posyandu setiap bulan
a. Ya b. Kadang c. Tidak
3. Ibu membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan anak
a. Ya b. Kadang c. Tidak
4. Ibu membiasakan anak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah
makan
a. Ya b. Kadang c. Tidak
5. Ibu memeriksa dan menggunting kuku anak seminggu sekali
a. Ya b. Kadang c. Tidak
6. Ibu tidak membiarkan anak ketika anak bermain di tempat yang kotor
a. Ya b. Kadang c. Tidak
7. Ibu mencuci rambut/ keramas anak minimal dua minggu sekali
a. Ya b. Kadang c. Tidak
8. Ibu mengingatkan/ menyuruh anak cuci kaki dan menggosok gigi sebelum
tidur
a. Ya b. Kadang c. Tidak
9. Ibu membiasakan anak mandi dua kali sehari
a. Ya b. Kadang c. Tidak
10. Ibu membiasakan mengganti pakaian anak setelah bermain di luar rumah
a. Ya b. Kadang c. Tidak
42

G. Food Recall 1x24 jam


Nama responden :
Nama enumerator :
Tanggal wawancara :

Waktu Menu Makanan Bahan URT Berat


Makan/Jam Makanan (gram)
Pagi
Jam:

Selingan
Pagi
Jam:

Siang
Jam:

Selingan
Siang
Jam:

Malam
Jam:
43

G. Food Recall 1x24 jam


Nama responden :
Nama enumerator :
Tanggal wawancara :

Waktu Menu Makanan Bahan URT Berat


Makan/Jam Makanan (gram)
Pagi
Jam:

Selingan
Pagi
Jam:

Siang
Jam:

Selingan
Siang
Jam:

Malam
Jam:
44

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan ibu
Mariaty Simanjuntak dan bapak Jahormat Banjarnahor. Penulis dilahirkan di
Jakarta pada tanggal 29 Juni 1994. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Atas di SMAN 31 Jakarta, pada tahun 2012, Kemudian melanjutkan
pendidikan di Diploma Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan
Gizi Program Diploma Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah melaksanakan
praktik Internship Dietetic (ID) di RSAL Dr. Minthohardjo Jakarta pada bulan
Febuari- April 2015. Selain itu penulis juga melaksanakan usaha jasa boga (PUJB)
di Hotel Sultan Jakarta pada bulan Juli-Desember 2014. Setelah lulus menempuh
pendidikan diploma, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian
Bogor melalui seleksi program Alih Jenis di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Jasinga, Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor pada bulan Juli-Agustus 2017.
Pengalaman organisasi dan kepanitiaan selama di IPB oleh penulis yaitu,
panitia Gebyar Nusantara (2016 dan 2017), mengikuti GLP (Good Laboratory
Practice) (2016), mengikuti kegiatan smart eater yang dilaksanakan oleh Tropicana
Slim (2016), panitia Nutrition Fun Running and Jogging (2016), altet aerobic
FEMA (2017), kepala divisi pertandingan seni “ESPENT” 2017, kepala divisi
humas “FAMNIGHT” 2017 dan menjadi staff BEM FEMA 2017 Depertemen
Apresiasi Seni dan Budaya. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Patofisologi tahun ajaran 2017.

Anda mungkin juga menyukai