NIM : P01031217029
Mata Kuliah : PBAK
Prodi/ Semester : D-IV/VII A
TUGAS
Carilah masing-masing satu kasus dari tindak pidana korupsi pada tahun 2019-2020
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/08/10114701/mantan-bupati-dan-ketua-
dprd-sula-hadapi-vonis-hakim?page=all.
3. Kasus Gratifikasi
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tujuh orang tersangka dari kegiatan
tangkap tangan yang dilakukan di Bengkayang dan Pontianak, Kalimantan Barat pada
Selasa (3/9). Kegiatan ini terkait dengan dugaan suap terkait proyek pekerjaan di
Pemerintah Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat tahun 2019. Setelah melakukan
pemeriksaan awal sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar
perkara, dalam batas waktu 24 jam maka disimpulkan adanya dugaan Tindak Pidana
Korupsi pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara dan atau yang
mewakilinya terkait terkait pembagian proyek pekerjaan di lingkungan pemerintah
Kabupaten Bengkayang tahun 2019.
KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan
tujuh orang sebagai tersangka. Sebagai pemberi, KPK menetapkan RD (swasta), YF
(swasta), NM (swasta), BF (swasta), dan PS (swasta). Sedangkan sebagai penerima,
KPK menetapkan SG (Bupati Kabupaten Bengkayang) dan AKS (Kepala Dinas PUPR
Kabupaten Bengkayang).
SG selaku Bupati Bengkayang meminta sejumlah dana kepada AKS dan YN
(Kepala DInas Pendidikan Bengkayang). Permintaan uang tersebut dilakukan SG atas
pemberian anggaran Penunjukan Langsung tambahan APBD-Perubahan 2019 kepada
Kepala Dinas PU sebesar Rp 7,5 miliar dan Kadisdik sebesar Rp 6 miliar. AKS dan YN
dihubungi oleh ajudan Bupati yang meminta mereka menghadap Bupati. SG diduga
meminta uang kepada AKS dan YN masing-masing sebesar Rp 300 juta. Uang tersebut
diduga diperlukan SG untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya. Untuk dapat
memenuhi permintaan tersebut, AKS menghubungi beberapa rekanan untuk
menawarkan proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat memenuhi setoran
di awal. AKS menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepakati
fee sebagaimana disebut sebelumnya, terkait dengan paket pekerjaan penunjukan
langsung.
Atas perbuatannya, sebagai pihak yang diduga penerima, SG dan AKS
disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP. Sebagai pihak yang diduga pemberi: RD, YF, NM, BF dan PS disangkakan
melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1208-kpk-tetapkan-7-tersangka-kasus-
pemberian-hadiah-janji-terkait-proyek-pemerintah-di-bengkayang
https://malangtimes.com/baca/42871/20190816/151000/kasus-penggelapan-
dalam-jabatan-mantan-dirut-cv-msa-divonis-dua-tahun-penjara
5. Kasus Benturan Kepentingan
Kasus dugaan korupsi Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Desa Siniu Kabupaten
Parimo Provinsi Sulawesi Tengah memasuki babak baru. “Baru empat orang yang
dihadirkan sebagai saksi. Yakni dua dari Pemda Parimo dan dua lagi dari warga
penerima manfaat,” ungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Parimo, Andi Ichlazul
Amal, SH, di Pengadilan Palu, Jumat 23 Oktober 2020.
Perkara korupsi pemotongan BLT Dana Desa Siniu dengan pemotongan
sebesar Rp 50 Ribu setiap bulannya oleh aparat desa memasuki babak baru. Perkara
ini telah berada pada tahap pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Palu. Dimana
perkara program dana BLT itu diperuntukkan pada masa pandemi akibat wabah Covid-
19 melibatkan Kepala Desa Siniu, Gufran Ali. Kini Kepala Desa Siniu Gufran Ali
ditetapkan sebagai terdakwa perkara Tipikor dengan nomor 36/Pidsus-TPK/2020/PN
Palu. “Kadis PMD Parimo, Fit Dewana menjadi saksi dari Pemda dan Ibu Lianna M
Odjobolo selaku bendahara bantuan pada BPKAD Parimo,” jelasnya. Andi Ichlazul pria
asal Sulawesi Selatan itu menjelaskan sesuai dakwaan pada sidang sebelumnya
terdakwa Gufran Ali selaku kepala desa Siniu dimulai tanggal 11 Oktober 2020.
Pengadilan Negeri Palu ditunjuk sebagai pengadilan tindak pidana korupsi
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan
kekuasaanya. “Dalam dakwaan, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu atau
menerima pembayaran dari penerima program BLT (Bantuan Langsung Tunai) melalui
dana desa 2020 sebesar Rp 50 Ribu setiap bulannya,” urainya. Ia mengatakan, dengan
pemotongan itu untuk mengerjakan bagi dirinya sendiri. Hal itu bertentangan dengan
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Tranmigrasi, nomor 6
tahun 2020.
Menurutnya, terdakwa selaku Kepala desa memanfaatkan program penyaluran
BLT- Dana Desa untuk menguntungkan dirinya. Caraya, dengan memerintahkan secara
lisan kepada aparat desa Siniu, Saksi dari penyalahgunaan kekuasaan ini diantaranya
saksi Rian Febrianto selaku kepala dusun I, saksi saiful selaku kepala dusun II, saksi
Husen selaku kepala dusun III, dan saksi Marsin Ssi, selaku sekretaris Desa Siniu.
Alasan pemotongan, untuk melakukan pemotongan dana yang diterima penerima BLT
Dana Desa sebesar Rp 50 Ribu perbulannya dengan alasan untuk biaya
administrasi.Sebelumnya, satu orang jadi tersangka dugaan kasus korupsi dana
Bantuan Langsung Tunai atau BLT Desa Siniu Kabupaten Parimo Sulteng. “Penetapan
tersangka terkait kasus dugaan korupsi pada penyaluran dana BLT untuk penanganan
wabah virus corona dari Dana Desa TA 2020 di Desa Siniu Kecamatan Siniu Parimo,”
ungkap Kepala Kejari Parimo Muhamat Fahrorozi saat menggelar konfrensi pers,
bersama Kasi Pidsus Muhammad Tang dan Kasi Intel Muhammad Rifaizal, Selasa 1
September 2020. Ia mengatakan, satu orang berinisial GB jadi tersangka pada kasus
dugaan penyimpangan penyaluran dana BLT di Desa Siniu Kecamatan Siniu.
Berkas perkara terkait kasus itu kata dia, adalah limpahan dari penyidik Tipikor
Polres Parimo dan telah dalam tahap penelitian. “Antara pihak Kejaksaan dan
Kepolisian bersepakat memandang perkara ini bukan dari besar atau kecilnya, namun
menilai pada kerugian yang diakibatkan,” urainya. Ia menekankan, lebih kepada sikap
beban dan kebutuhan warga yang terkenda dampak pandemi covid-19 saat ini.
Tindakan hukum atas oknum dimaksudkan juga kata dia, sebagai pembelajaran kepada
pihak lain yang melakukan kegiatan serupa. “Pasal yang disangkakan yaitu Pasal 12
huruf e UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU NO.31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindakan kasus korupsi,” jelasnya.
https://gemasulawesi.com/korupsi-blt-desa-siniu/
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190626141525-12-406602/koorlap-tahlil-
266-sindir-kecurangan-pemilu-bagian-korupsi
7. Kasus Pemerasan
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, tiga jaksa
yang menjadi tersangka dalam kasus pemerasan terhadap 63 kepala sekolah
menengah pertama se-Kabupaten Inhu, Riau, diduga menerima uang senilai Rp 650
juta. Ketiga tersangka tersebut yaitu, Kepala Kejari Inhu HS, Kepala Seksi Tindak
Pidana Khusus Kejari Inhu OAP, serta Kasubsi Barang Rampasan Pada Seksi
Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Inhu RFR.
Dugaan pemerasan yang terjadi terkait pengelolaan dana bantuan operasional
sekolah (BOS) tahun 2019. Menurut Hari, masing-masing sekolah mendapatkan dana
BOS sebesar Rp 65 juta saat pencairan pertama. Masing-masing kepala sekolah,
katanya, diduga memberikan Rp 10 juta atau Rp 15 juta kepada oknum jaksa tersebut.
HS, OAP, dan RFR, disangkakan Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 atau Pasal 5 ayat
2 jo ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Para tersangka pun langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung untuk 20
hari. Sebagaimana diberitakan, 63 (sebelumnya ditulis 64) kepala sekolah SMP negeri
se-Kabupaten Inhu, Riau, mengundurkan diri pada Selasa (14/7/2020). Mereka
mengundurkan diri karena tidak tahan akibat mendapat tekanan dalam mengelola dana
BOS.
Bahkan, para kepala sekolah mengaku diperas oknum dari Kejari Inhu yang bekerja
sama dengan LSM. Oknum tersebut diduga meminta sejumlah uang, jika kepala
sekolah tidak mau diganggu dalam penggunaan dana BOS itu. Karena sudah tidak
nyaman, seluruh kepala SMP tersebut kompak dan sepakat mengundurkan diri. Surat
pengunduran diri diberikan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Inhu.
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/18/18545361/3-jaksa-tersangka-kasus-
pemerasan-63-kepsek-diduga-terima-rp-650-juta?page=all