Anda di halaman 1dari 53

RESUME UTS ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN

PASAR MODAL
Dosen Pengampu :yuliyanti, S.E.

Disusun oleh :
FARIZH HFP
Nim : 11180820000103

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
RESUME Financial Distress Prediction in an International Context: A Review and
Empirical Analysis of Altman’s Z-Score Model

BAGIAN PERTAMA

Pendahuluan
Model prediksi kebangkrutan multivariat pertama dikembangkan oleh Altman (1968) pada akhir
1960-an. Setelah pekerjaan perintis ini, pendekatan multivariat untuk prediksi kegagalan menyebar ke
seluruh dunia di antara para peneliti di bidang keuangan, perbankan, dan risiko kredit Model prediksi
kegagalan merupakan alat penting bagi bankir, investor, manajer aset, lembaga pemeringkat, dan
bahkan perusahaan-perusahaan yang kesulitan itu sendiri.
Masalah lain yang menarik bagi bankir adalah kecukupan modal dan pendekatan berbasis peringkat
internal yang didorong oleh Basel Accords. Model Z-Score telah menjadi prototipe bagi banyak
model ini Yang kebetulan saat itu Manajer aset dan investor memerlukan alat yang andal yang dapat
membantu mereka memilih perusahaan yang sesuai untuk portofolio mereka.
Lembaga pemeringkat menilai risiko entitas dan masalah sekuritas, dan karenanya, mereka
membutuhkan alat untuk memprediksi default. Altman (1983) mengemukakan bahwa manajemen
perusahaan yang tertekan dapat memanfaatkan model Z-Score sebagai panduan untuk perputaran
keuangan.
Meskipun model Z-Score dikembangkan lebih dari 45 tahun yang lalu dan banyak kegagalan
alternatif model prediksi ada, model Z-Score terus digunakan di seluruh dunia sebagai alat utama atau
pendukung untuk prediksi kebangkrutan atau kesulitan keuangan dan analisis baik dalam penelitian
maupun dalam praktik.
Dalam kasus bank yang aktif secara internasional, dari perspektif peraturan, sangat penting untuk
menggunakan model tunggal untuk prediksi marabahaya, penyediaan, dan perhitungan modal
ekonomi Dengan demikian, penting untuk menganalisis kinerja model berbasis akuntansi dalam
konteks internasional. Perusahaan-perusahaan ini sebagian besar dimiliki swasta, dan sebagian besar
berasal dari industri non-manufaktur.

PENELITIAN TERDAHULU :
 S Ohlson (1980) mengusulkan sebuah logit model, 2 Taffler (1984) menawarkan model Z-
Score untuk Inggris, dan Zmijewski (1984) 3 menggunakan pendekatan probit.
 Dimitras et al. (1996) meninjau 47 studi tentang model prediksi bisnis, meringkas metode
yang digunakan dan berbagai rasio yang digunakan.
 Balcaen dan Ooghe (2006) meninjau 43 model prediksi kegagalan bisnis yang
diklasifikasikan ke dalam empat kategori: model univariat (1); model indeks risiko (2); Model
MDA (21); dan model probabilitas bersyarat (19)
 Vassalou dan Xing, 2004; dikomersialkan ke dalam model Kealhofer,
 McQuown dan Vasicek, yang dikenal sebagai model KMV), serta model bahaya ( misalnya,
Shumway, 2001).
 Kumar dan Ravi (2007) meninjau 128 model statistik dan kecerdasan buatan untuk prediksi
bank dan kebangkrutan, membayar perhatian khusus pada teknik yang digunakan dalam
model yang berbeda. Para penulis ini mencatat bahwa jaringan saraf adalah teknik kecerdasan
yang paling populer.
 Jackson dan Wood (2013) mempresentasikan frekuensi kemunculan teknik peramalan khusus
dalam literatur sebelumnya. Lima yang paling populer teknik adalah sebagai berikut: (1)
analisis diskriminan ganda, (2) model logit, (3) jaringan saraf, (4) klaim kontinjensi, dan (5)
analisis univariat.
 Agarwal dan Teller (2008), ada sedikit perbedaan dalam akurasi prediksi berbasis akuntansi
dan model berbasis pasar; Namun, penggunaan model berbasis akuntansi memungkinkan
untuk tingkat yang lebih tinggi dari pengembalian risiko yang disesuaikan pada aktivitas
kredit.
 Das et al. (2009) menunjukkan bahwa model berbasis akuntansi melakukan sebanding dengan
Merton struktural, pendekatan berbasis pasar untuk estimasi credit default spread (CDS).
 Bauer dan Agarwal (2014), model bahaya menggunakan informasi akuntansi dan pasar
(Shumway, 2001; Campbell et al., 2008)

PENOMENA PENELITIAN
Nah dalam penelitian kali ini kita akan meme0elajari tentang altmant z- score disini terdapat 2 model
yaitu:
Model Z-Score untuk Perusahaan Publik
Sampel awal Altman (1968) terdiri dari 66 perusahaan, dengan 33 perusahaan di masing-masing dari
dua kelompok Itu bangkrut
(Grup 1) terdiri dari produsen yang mengajukan petisi kebangkrutan di bawah Bab X Undang-Undang
Kebangkrutan Nasional selama periode 1946-1965, Ukuran aset rata-rata dari perusahaan-perusahaan
ini adalah 6,4 juta USD, berkisar antara 0,7 dan 25,9 juta USD. (Altman mengakui bahwa kelompok
ini tidak homogen sehubungan dengan ukuran dan industri, meskipun semua perusahaan relatif kecil
dan dari industri manufaktur. Diaberusaha dengan hati-hati memilih perusahaan yang tidak bangkrut)
(Grup 2) terdiri dari sampel berpasangan perusahaan manufaktur dipilih secara acak bertingkat.
Perusahaan-perusahaan ini dikelompokkan berdasarkan industri dan ukuran, dengan kisaran ukuran
aset dibatasi hingga 1-25 juta USD. Altman menghilangkan perusahaan kecil (kurang dari 1 juta dolar
AS dalam total aset) karena kurangnya data dan perusahaan yang sangat besar karena kelangkaan
kebangkrutan di antara “perusahaan”ini pada periode itu tidak cocok dengan ukuran aset “masing”
kelompok. (oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Grup 2 sedikit lebih besar daripada di Grup 1.
Data yang dikumpulkan untuk perusahaan-perusahaan di kedua kelompok berasal dari tahun yang
sama. Untuk Grup 1, data berasal dari laporan keuangan satu periode pelaporan sebelum
kebangkrutan)
Dengan menggunakan laporan keuangan Altman menyusun daftar 22 rasio keuangan yang berpotensi
penting untuk dievaluasi lalu termasuk ke dalam lima kategori rasio standar: likuiditas, profitabilitas,
leverage, solvabilitas,dana aktifitas
Fungsi diskriminan akhir yang diperkirakan oleh Altman (1968) adalah sebagai berikut:
Z = 0.012•X1 0.014• 2 0,033•X3 0,006•X4 0.999•X5 (1)
di mana X 1 = Modal Kerja / Total Aset; X2. = Saldo Laba / Total Aset; X 3 = Penghasilan
sebelumnya Bunga dan Pajak / Total Aset; X4 = Nilai Pasar Ekuitas / Nilai Buku Total Liabilitas;
X5 = Penjualan / Total Aset; Z = Indeks Keseluruhan.

Z'-Score dan Z "-Score Model untuk Perusahaan Swasta


Model Z-Score asli didasarkan pada nilai pasar perusahaan dan dengan demikian hanya berlaku untuk
perusahaan publik. Altman (1983) menekankan bahwa model Z-Score ditujukan untuk perusahaan
publik bahwa penyesuaian tidak valid secara ilmiah dan menganjurkan sebuah tanggapan lengkap
estimasi model, menggantikan nilai buku ekuitas untuk nilai pasar pada X4.
Altman mengekstraksi model Z'-Score yang direvisi berikut:
ZI = 0.717•X1 + 0,847-X2 + 3.107•X3 0,420•X4 0.998,X5 (2)
di mana X4 = Nilai buku ekuitas / Nilai buku total kewajiban, dengan variabel lain sama dengan yang
ada di model Z-Score asli (1968). Karena kurangnya database perusahaan swasta ia tidak menguji
model Z '-Score pada sampel sekunder Altman kemudian memperkirakan empat variabel Z "-Score
model berikut (Altman, 1983):
Zll = 3.25 + 6.56• 1 3,26.X21,05•X4 (3)
Rasio EBIT / Total aset, X3, berkontribusi paling besar pada kekuatan diskriminasi dalam versi model
ini. Hasil klasifikasi untuk model Z "-Score identik dengan model Z'-Score lima variabel yang
direvisi.

Survei Literatur Terkait Model Altman Z-Score


Pada makalah yang diterbitkan setelah tahun 2000 di jurnal dan buku internasional terkemuka Dari
banyak artikel dan buku yang diidentifikasi kami memilih 31 artikel di mana Skor Z digunakn sebagai
prediksi kegagalan.proksi atau dinilai sebagian besar dalam hal kemampuan prediksi.
Dalam 13 studi, model asli Altman adalah dimodifikasi dan (atau) diverifikasi, termasuk estimasi
ulang, dan dalam dua kasus, itu digunakan semata-mata untuk ketahanan memeriksa Penggunaan luas
model Z-Score untuk mengukur kesulitan keuangan dan melakukan pemeriksaan ketahanan
menunjukkan penerimaannya sebagai ukuran yang masuk akal, sederhana, dan konsisten dari
perusahaan-perusahaan yang tertekan.
Modifikasi yang paling umum untuk model Z-Score adalah penggunaan teknik estimasi lain atau
negara. data spesifik. Penggunaan rasio Altman dalam kombinasi dengan teknik selain MDA
meningkat kemampuan prediksi.
Dalam Verifikasi model Altman berkonsentrasi pada kemanjurannya atau pada bagaimana
membandingkannya dengan akuntansi lainnya. model berbasis, berbasis pasar, atau bahaya, meskipun
model Z-Score asli tidak semata-mata didasarkan pada data akuntansi karena nilai pasar ekuitas
digunakan, kami mengklasifikasikannya di sini sebagai berbasis akuntansi.
perusahaan, dan akurasi prediksi model Altman lebih buruk. Untuk perkiraan empat langkah di depan,
model GASIC mengungguli model lain untuk perusahaan yang gagal, tetapi performanya sebanding
untuk perusahaan yang tidak gagal.

METODELOGI PENELITIAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN


Dalam penelitian ini, kami tertarik terlebih dahulu pada menilai kinerja model Z "-Score asli dalam
mengklasifikasikan perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut dalam konteks internasional,
dengan fokus khusus pada pasar Eropa.
Namun, kami juga memvalidasi hasil dalam serangkaian negara non-Eropa untuk menggeneralisasi
hasil untuk keadaan di luar Eropa, kami memperkirakan model menggunakan data internasional yang
luas dan kemudian menggunakan estimasi ulang model Z "-Score sebagai tolak ukur untuk menilai
efek dari berbagai faktor pada kinerja model dalam hal akurasi klasifikasi.
Kami menguji serangkaian hipotesis berdasarkan efek dari model kinerja pada dua tingkatan yang
berbeda. Pertama, kami menguji serangkaian hipotesis pada kumpulan semua perusahaan dan, kedua,
pada data dari masing-masing negara secara individual.
Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini kontribusi adalah fokusnya pada konteks
internasional, bukan sekadar memodelkan aplikasi atau memperkirakan kembali data suatu negara.
Karena kami fokus pada kinerja model Z "-Score ketika menggunakan tubuh besar data internasional,
hipotesis penelitian bersifat teknis dan diberikan sebagai berikut:

 Usang Koefisien
Model Z "-Score awalnya diperkirakan menggunakan sampel perusahaan yang sama yang digunakan
untuk mengembangkan model Z-Score. Altman (1983) merekomendasikan penggunaan data sedekat
mungkin dengan mengembangkan model prediksi kebangkrutan karenaq pada masa itu perilaku
keuangan perusahaan dan lingkungan bisnis mereka telah berubah, oleh karena Itu pentingnya rasio
keuangan, sebagaimana tercermin oleh koefisien model, dapat berbeda dari kepentingan aslinya.
Oleh karena itu, kami menyarankan, sebagai hipotesis pertama (HI), bahwa estimasi ulang koefisien
dari empat variabel asli dari model Z "-Score akan meningkatkan kinerja klasifikasi model dalam
konteks internasional.

 Metode Estimasi
Model Z "-Score asli telah diperkirakan menggunakan MDA. Namun, MDA didasarkan pada yang
paling tidak biasa Metode kuadrat (OLS) dan dengan demikian memerlukan asumsi muitinormalitas,
homoseksualitas, dan linieritas, yang tidak sering dipenuhi dalam analisis rasio keuangan empiris.
Kami mengestimasi ulang model Z "-Score menggunakan logistik analisis regresi (LRA) untuk
menilai efek dari metode estimasi. LRA tidak memerlukan sebagian besar asumsi pembatasan MDA
dan dalam LRA, normalitas multivariat dari variabel independen tidak diperlukan, juga tidak
homoseksualitas dan linieritas. Demi OLS, MDA dapat lebih bermanfaat daripada LRA untuk sampel
kecil, seperti sampel asli dari 66 perusahaan yang digunakan dalam estimasi model Z "-Score.

 Tahun Kebangkrutan

Model berdasarkan pada hubungan antara kebangkrutan dan rasio keuangan kemungkinan
akan dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi makro. Efek ini dapat secara signifikan
mengurangi akurasi klasifikasi model, Jika model diperkirakan menggunakan data dari 1
tahun dan akan diterapkan ke data dari tahun lain, maka validitas model dapat dipertanyakan
dan diperkirakan menggunakan data dari periode 1946-1965, yang mencakup beberapa siklus
bisnis

Oleh karena itu, model ini tidak berfokus pada tahap tertentu dari suatu siklus dan tidak
secara eksplisit memperhitungkan tahun kebangkrutan. Altman (1983) menyarankan
pengumpulan data dari perusahaan untuk beberapa tahun terakhir ketika mengembangkan
model prediksi.

 Ukuran Perusahaan

Batas antara perusahaan yang pailit dan tidak pailit berbeda untuk perusahaan kecil dan
besar mengurangi kinerja estimasi model ketika data dari satu kategori ukuran diterapkan ke
kategori ukuran lain. Untuk perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut dalam data asli
untuk estimasi model Z "-Score, ukuran aset berkisar antara sekitar 1 dan 25 juta dolar AS.
Data tersebut tidak termasuk perusahaan yang sangat kecil atau sangat besar.

 Zaman Firma

Altman (1983) mencatat bahwa usia perusahaan secara implisit dipertimbangkan dalam
Retained Rasio Penghasilan / Total Aset (X2), yang dianggap sebagai rasio baru dalam
konteks prediksi kebangkrutan. Perusahaan yang relatif muda mungkin akan menunjukkan
rasio yang rendah karena belum punya waktu untuk membangun keuntungan kumulatif

 Industri Perusahaan

Jika kita tertarik pada pengelompokan industri tertentu, kita harus mengumpulkan data dari
perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut dalam pengelompokan itu

Efek industri ini dapat hadir dalam model Z'-Score, terutama karena rasio Penjualan / Total
Aset (X5), yang menunjukkan signifikansi terkecil pada basis univariat sambil memberikan
kontribusi yang sangat signifikan terhadap kekuatan diskriminan model multivariat dan jua
efek industri potensial karena variasi yang luas di antara industri dalam perputaran aset dan
menentukan model Z "-Score tanpa X5.

 Negara Asal

Model Z "-Score asli telah diperkirakan hanya untuk perusahaan di A.S.A. Dapat diharapkan
bahwa penerapan model internasional ke negara lain dipengaruhi oleh perbedaan spesifik
negara. Itu lingkungan ekonomi, undang-undang, budaya, pasar keuangan, dan praktik
akuntansi di suatu negara dapat memengaruhi perilaku keuangan perusahaan dan batas antara
perusahaan yang pailit dan tidak pailit.

BAGIAN KEDUA

HASIL PENELITIAN
Data Empiris dan Metode Statistik

 Contoh Perusahaan
Data utama untuk penelitian ini diekstraksi dari database ORBIS Bureau Van Dijk (BvD). ORBIS
Eropa adalah database komersial yang, pada saat pengambilan sampel, berisi informasi administrasi di
lebih dari 50 juta perusahaan Eropa. Namun, informasi laporan laba rugi dan neraca adalah tersedia
untuk sekitar 8 juta perusahaan.
Perbandingan internasional dapat menjadi masalah ketika data tingkat perusahaan administratif
dikumpulkan di berbagai negara. Meskipun definisi variabel biasanya kurang harmonis untuk data
administrasi ini menjadi masalah dalam database ORBIS karena format neraca internasional yang
umum.
Sejumlah faktor mempengaruhi penerapan internasional model prediksi kebangkrutan: akuntansi
undang-undang dan praktik, hak kreditor dan perlindungan investor, efisiensi peradilan, tata kelola
perusahaan,
perlindungan kebangkrutan dan manajemen insolvensi, dan pengambilan risiko perusahaan. Faktor-
faktor ini sangat berbeda antara negara-negara Eropa dan non-Eropa. Oleh karena itu, kami bertujuan
untuk menguji kinerja model Z "-Score di luar Eropa. Pertama, sangat penting untuk memasukkan AS
karena ini adalah negara asal untuk Z" - Model Score dan karena memiliki kapitalisasi pasar terbesar
di dunia

 Status Perusahaan yang Gagal


ORBIS memiliki lima kelas untuk perusahaan yang berpotensi aktif (aktif, gagal bayar, penerima,
tidak aktif, dan cabang) dan tujuh kelas untuk perusahaan yang tidak aktif yang tidak lagi melakukan
kegiatan bisnis (kebangkrutan, dibubarkan, dilebur-merger, dibubarkan-demerger, dalam likuidasi,
cabang, dan tidak presisi).
Namun, perusahaan dalam likuidasi umumnya tidak termasuk dalam sampel perusahaan yang gagal.
Perusahaan dalam likuidasi dapat, tergantung pada negaranya, mengandung perusahaan yang
menghentikan kegiatan karena alasan selain kegagalan (merger, menghentikan operasi perusahaan
anak atau cabang asing, dll.).
Karena itu, untuk sebagian besar negara, kami memilih hanya perusahaan yang diberi kode bangkrut
atau di bawah penerima. Namun, ada sejumlah kasus khusus di mana perusahaan yang gagal
dikodekan dengan status yang berbeda. Negara atau sampel ini adalah sebagai berikut:

 Kategori : Status Negara


 Slovenia : Dalam likuidasi
 Spanyol : Aktif (kurator), Dalam likuidasi, Kebangkrutan
 Ukraina : Dalam likuidasi, Kebangkrutan
 Inggris : likuidasi diatur dalam likuidasi
 China : ST Active (perawatan khusus)
 China : dihapus dari daftar, DL Aktif (dihapus dari daftar)

Jika tidak ada kategori perusahaan yang gagal dapat diidentifikasi, negara itu dikeluarkan dari
penelitian (misalnya, Swiss). Jika suatu negara hanya memiliki sejumlah kecil perusahaan yang
gagal, maka ia dikeluarkan dari penelitian (biasanya negara-negara kecil, termasuk Luksemburg,
Liechtenstein, dan Montenegro). Perlu juga dicatat bahwa kelas status (termasuk kategori
kebangkrutan) tidak sepenuhnya homogen di negara-negara Eropa karena undang-undang yang
berbeda, meskipun ada kesamaan yang jelas dalam tindakan kepailitan.Cina adalah kasus khusus
karena termasuk sampel dengan tiga kriteria kegagalan yang berbeda (kebangkrutan, perlakuan
khusus, dan penghapusan daftar). Selain itu, untuk Britania Raya, ada dua sampel berbeda (likuidasi
dan penerima).

 Metode Statistik

Dalam penelitian ini, tujuh hipotesis penelitian diambil untuk pengujian statistik. Analisis statistik
dimulai dengan menghitung Z "-Score asli untuk perusahaan dalam data, seperti dalam persamaan (3).
Kinerja klasifikasi model asli dinilai oleh ukuran AUC (Area Di Bawah Kurva) yang diekstraksi dari
kurva ROC. AUC memiliki koneksi dekat dengan Accuracy Ratio (AR) karena AR = 2 • AUC —1.
AR sama dengan 0 untuk model acak, 1 untuk model sempurna, dan 0,5 untuk model dengan kinerja
klasifikasi rata-rata. Perangkat lunak SAS (SAS Institute Inc., Cary , NC, USA) digunakan untuk
semua analisis statistik.
HASIL
Dalam menyajikan statistik deskriptif dari empat variabel independen (X1-X4) dari model Z "-Score
untuk semua data. Variasi dalam rasio adalah signifikan, seperti yang ditunjukkan oleh standar deviasi
dan kuartil. Untuk X1 (WCTA), X2 (RETA), dan X3 (EBITTA), median dan rata-rata untuk
perusahaan yang tidak gagal dekat dengan masing-masing lainnya, menunjukkan simetri distribusi.
Namun, ini tidak berlaku untuk perusahaan yang gagal. Untuk perusahaan yang gagal / tertekan,
median melebihi rata-rata untuk tiga rasio ini, menunjukkan distribusi yang condong negatif. Untuk
X4 (BVETD), rata-rata secara signifikan melebihi median untuk perusahaan yang gagal dan tidak-
gagal, menunjukkan distribusi yang condong positif. Untuk masing-masing dari empat variabel, baik
mean dan median lebih tinggi untuk perusahaan yang tidak gagal, yang konsisten dengan harapan
kami.
Perbedaan antara rata-rata perusahaan yang tidak gagal dan yang gagal lebih besar dalam data USA
asli daripada dalam semua data kami untuk Laba Ditahan / Total Aset (RETA) dan EBIT / Total Aset
(EBITTA) tetapi kira-kira berukuran sama untuk Modal Kerja / Total Aset (WCTA) dan Nilai Buku
Ekuitas / Total Liabilitas (BVETD) (Altman, 1983). Karakteristik data ini dapat menunjukkan akurasi
klasifikasi yang lebih rendah daripada sampel asli
Table 2.

WCTA,
Modal Kerja / Total Aset; RETA, Saldo Laba / Total Aset; EBITTA, EBIT / Total Aset; BVETD,
Nilai Buku Liabilitas Ekuitas.
Tabel 3 menyajikan koefisien dari berbagai model yang diestimasi untuk semua data. Semua
perkiraan LRA (Model 2 hingga Model 9) secara statistik signifikan pada 0,0001 karena kontribusi
mereka dan ukuran sampel yang besar. Kolom pertama menyajikan koefisien dari model Z "-Score
asli. Kolom" Model 1 "menunjukkan koefisien ketika mereka diperkirakan kembali dengan metode
statistik yang sama, khususnya MDA. Koefisien di sini adalah negatif karena model diperkirakan
menggunakan Y = 1 untuk perusahaan yang gagal. Dalam semua data kami, EBITTA memiliki berat
relatif lebih tinggi secara signifikan daripada dalam data AS asli, sedangkan bobot WCTA dan
BVETD
menurun secara proporsional. Koefisien estimasi ulang BVETD sangat kecil, menunjukkan efek
minor pada logit. Kolom "Model 2" menyajikan koefisien untuk model Z "-Score LR. Koefisien ini
secara langsung dapat dibandingkan dengan model MDA, seperti yang diharapkan untuk sampel yang
sangat besar ini. Untuk setiap model, koefisien BVETD sangat dekat dengan nol. Perbedaan dalam
koefisien dari empat variabel asli di antara delapan model LR (Model 1-8) kecil, menunjukkan bahwa
empat variabel asli dan variabel tambahan cukup independen satu sama lain.
Signifikansi: Koefisien semuanya
signifikan secara statistik pada
0,0001. Model: Z "-Score =
Original Altman (1983) Z" -Efisien
Model koefisien; Model 1 =
Model MDA; Model 2 = LR
model; Model 3 = Model LR
diperkirakan untuk semua data
dengan tahun boneka; Model 4 =
Model LR diperkirakan untuk
semua data dengan variabel
ukuran; Model 5 = Model LR
diperkirakan untuk semua data dengan boneka kategori usia; Model 6 = Model LR
Diperkirakan untuk semua data dengan boneka industri; Model 7 = Model LR memperkirakan untuk
semua data dengan peringkat risiko negara; Model 8 = Model LR diperkirakan untuk semua data
dengan semua variabel.Tabel 3 juga menunjukkan koefisien variabel tambahan dalam model LR.
Koefisien negatif dari variabel dummy (tahun) Model 3 menunjukkan bahwa setelah 2007 (kategori
dasar), risiko kegagalan ini menurun secara signifikan dari tahun ke tahun. Tahun dasar 2007
menunjukkan bahwa kegagalan muncul selama 2008-
2009 sebagai akibat dari krisis keuangan global. Krisis memainkan peran penting dalam kegagalan
bisnis utama dan menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi, yang mengarah ke resesi 2008-2012.
Efeknya sangat terasa di Eropa. Koefisien Model 4 untuk variabel ukuran menunjukkan bahwa
kontribusi ukuran untuk logit (ukuran risiko) mencapai nilai maksimum ketika total aset logaritmik
adalah 15 atau ketika total aset sekitar 3,3 juta EUR.
Model 5 mengkonfirmasi keberisikoan perusahaan muda karena risiko kegagalan sangat tinggi untuk
perusahaan yang baru didirikan (kurang dari 6 tahun), seperti yang ditunjukkan oleh koefisien
variabel dummy pertama. Koefisien industri boneka di Model 6 menunjukkan bahwa konstruksi
adalah industri yang sangat berisiko, diikuti oleh manufaktur. Untuk Model 7, koefisien dummy
risiko negara secara statistik signifikan (karena sampel besar) tetapi negatif dan sangat dekat dengan
nol. Akhirnya, koefisien semua variabel dalam Model 8 secara langsung dapat dibandingkan dengan
yang ada di Model 3-7.
Semua Data: Performa Model Z "-Score
Tabel 4 menunjukkan AUC dalam data uji untuk model "semua data" yang berbeda berdasarkan
negara. Model 1 mengacu pada model Z "-Score asli. Kinerja klasifikasi skor di semua negara adalah
adil karena AUC = 0,743 mengacu pada AR = 0,486, yang merupakan akurasi rata-rata (0,5).
Namun, skornya memberikan hasil yang relatif baik (AUC> 0,8) untuk Cina (perusahaan ST),
Polandia, Finlandia, Estonia, Republik Ceko, Kroasia, Bosnia, Rusia, dan Swedia. Kinerjanya cukup
rendah (AUG <0,7) untuk Norwegia, Latvia, Islandia, Irlandia, dan Jerman. Bagian bawah tabel
menunjukkan AUC untuk negara-negara yang hanya termasuk dalam data uji. Kinerja skor sangat
rendah pada sampel CN Cina (terutama swasta) dan DL (delisting) dan untuk perusahaan likuidasi di
Inggris.
VARIABLE LAIN YANG DI KEMBANGKAN MAKALAH IN

Tabel 4. Data Uji AUC untuk Berbagai Negara, Berdasarkan Semua Versi Model Data. Perbandingan

dengan AUC dari Model LR Estimated for All Data (Benchmark)


Model: Tolok Ukur = Model LR diestimasi untuk semua data dengan variabel Z "-model (1983);
Model 1 = Altman asli (198 Model 2 = Model MDA yang diperkirakan untuk semua data; Model 3 =
Model LR diestimasi untuk semua data dengan tahun boneka; Model 4 = estimasi untuk semua data
dengan variabel ukuran; Model 5 = Model LR diperkirakan untuk semua data dengan kategori usia
boneka; Model 6 = estimasi untuk semua data dengan boneka industri; Model 7 = Model LR
diperkirakan untuk semua data dengan peringkat risiko negara; Model 8 diperkirakan untuk semua
data dengan semua variabel.
Lampiran menunjukkan median dari empat rasio (X1-X4) berdasarkan status dan negara. Tabel 5
menyajikan
perbedaan median ini antara perusahaan yang tidak gagal dan yang gagal menurut negara. Tabel ini
juga menyajikan AUC dari Z "-Score dan korelasinya dengan perbedaan median, yang tinggi untuk
setiap rasio keuangan,
menunjukkan bahwa efek rasio pada AUC seimbang. Untuk perusahaan ST Cina, perbedaannya tidak
terlalu besar, kecuali untuk EBITTA, yang menyiratkan, dengan AUC yang sangat tinggi, bahwa
perusahaan ST secara sistematis berbeda dari perusahaan non-ST, meskipun perbedaannya tidak
terlalu besar. Perbedaannya antara median sangat besar di Polandia untuk setiap rasio, membenarkan
AUC tinggi, dan di Finlandia dan Republik Ceko, di mana perbedaan dalam EBITTA rata-rata. Di
Jerman, Latvia, Cina (CN dan dihapuskan), dan Inggris (likuidasi), perbedaan dalam keempat rasio di
bawah rata-rata, yang jelas terkait dengan AUC rendah. Dalam sampel perusahaan Cina yang
dihapuskan, perbedaan dalam RETA dan EBITTA bahkan negatif. Di Islandia dan Irlandia,
perbedaan hanya dalam EBITTA sangat kecil.
Tabel 5. Perbedaan Median Antara Kelompok yang Tidak Gagal dan Gagal

WCTA, Modal Kerja / Total Aset; RETA, Saldo Laba / Total Aset; EBITTA, EBIT / Total Aset;
BVETD, Nilai Buku Ekuitas / Total Kewajiban; SALTA, Penjualan / Total Aset; AUC, Area di
bawah kurva ROC; Z "-Score, Altman (1983) Z" -Score dalam data uji.

 Model 2

pada Tabel 4 adalah estimasi ulang model Z "-Score, di mana koefisien diperkirakan oleh MDA
untuk semua data. AUC-nya (0,745) hanya sedikit lebih tinggi daripada model asli (0,743),
mendukung H1 hanya sangat lemah, jika sama sekali. Keakuratan klasifikasi dalam hal AR (0,490)
berada di sekitar tingkat rata-rata. Estimasi ulang koefisien telah menyebabkan peningkatan akurasi
klasifikasi disejumlah negara,

 Model 3

(model LR dengan tahun boneka) mengarah di semua data uji ke AUC yang lebih tinggi (0,752)
daripada benchmark model, mendukung H3 (efek tahun kebangkrutan). Namun, efek AUC tidak
positif untuk semua negara. Efeknya positif, misalnya, untuk Rusia, Estonia, Jerman, Irlandia, dan
Latvia, tetapi efek ini tidak signifikan secara statistik. Ada efek negatif yang signifikan secara
statistik untuk Cina (ST) dan Serbia.
Ketika koefisien D3 sangat rendah (-0,666), itu sangat mengurangi perkiraan risiko sebagian besar
perusahaan gagal di negara-negara bekas tetapi hanya beberapa perusahaan yang gagal di negara-
negara terakhir, yang mengarah ke efek yang diamati. H3 didukung oleh bukti di tingkat seluruh
sampel. Namun, dalam beberapa sampel negara (pada tingkat negara individu), H3 tidak didukung.

 Model 4

(model LR dengan variabel ukuran) berkinerja lebih baik daripada model benchmark, yang
memberikan dukungan
H4 (efek ukuran) dan mengarah ke AUC = 0,760, menunjukkan AR = 0,520, dan untuk peningkatan
signifikan dalam AUC untuk, misalnya, Cina (dihapuskan) dan Austria. Untuk Cina (dihapuskan),
peningkatan AUC sangat kuat, dan AUC juga meningkat untuk, misalnya, Estonia, Italia, Slovakia,
Spanyol, dan Inggris Model 4 juga menyebabkan penurunan AUC di beberapa negara, tetapi
penurunan ini tidak signifikan.

 Model 5

(model LR dengan usia kategori boneka) memberikan, untuk semua data uji, AUC hampir sama
dengan model benchmark (AUG = 0,748). Namun, perbedaannya positif dan signifikan secara
statistik,memberikan setidaknya dukungan marginal untuk H5 (efek usia). Untuk hampir semua
negara, efek usia pada AUC kecil.

 Model 6

(model LR dengan boneka industri) mengungguli model benchmark di AUC, mendukung H6 (efek
industri). Ini memberikan AUC = 0,751, menunjukkan AR = 0,502.
efek negatif pada risiko kegagalan untuk, misalnya, restoran, hotel dan industri teknologi informasi,
tetapi memiliki efek positif pada industri konstruksi dan manufaktur. Untuk negara-negara dengan
efek positif pada AUC, persentase perusahaan non-gagal di restoran, hotel dan teknologi informasi
tinggi, sedangkan perusahaan yang gagal rendah. Untuk industri berisiko (konstruksi dan
manufaktur), distribusi ini dibalik. Jadi,
Model 6 memberikan efek risiko positif (negatif) bagi banyak perusahaan gagal (tidak gagal) dan
efek risiko negatif (positif) hanya untuk beberapa perusahaan gagal (tidak gagal).

 Model 7

(model LR dengan ukuran risiko negara) mengarah ke kinerja klasifikasi yang sedikit lebih tinggi
(AUC = 0,749) daripada model benchmark. Hasil ini hanya memberikan dukungan yang sangat lemah
untuk H7 (efek negara asal).

 Model 8

(model LR dengan semua variabel) mencakup empat rasio keuangan dan semua variabel tambahan
dan mengarah ke peningkatan yang cukup besar dalam AUC (AUC = 0,771) dibandingkan dengan
benchmark AUC dalam semua data uji. Namun efek pada AUC sangat bervariasi dan baik negatif
atau positif di berbagai negara. Efek positifnya besar di beberapa negara, seperti Estonia, Prancis,
Islandia, Italia, Latvia, dan Cina (dihapuskan).

 Data Tingkat Negara: Kinerja Model Z "-Score


Heterogenitas perusahaan dan distribusinya dalam "semua data" menyulitkan seragam semua model
data untuk meningkatkan AUC di semua negara. Tabel 6 menyajikan data uji AUC untuk berbagai
model yang diestimasikan untuk setiap negara secara terpisah (model tingkat negara). Dalam tabel
ini, model "semua data" Z "-Score LR bertindak sebagai tolok ukur. Ketika model diperkirakan dari
data negara, tolok ukur ini jelas dikalahkan oleh model MDA (Model 1) dan LR (Model 2) yang
dihasilkan di hanya beberapa negara (Bulgaria, Prancis, Latvia, Spanyol, dan Swedia) .
Namun, hasil ini hanya memberikan dukungan lemah untuk H9 di tingkat negara karena efeknya tidak
signifikan.Selain itu, patokan mengarah ke AUCs lebih tinggi daripada di Model 1 dan 2, setidaknya
di Austria, Bosnia, Irlandia, Slovenia, dan Amerika Serikat. Perbedaan dalam AUC yang diberikan
oleh Model 1 dan 2 adalah umumnya kecil. Model 1 jelas dikalahkan oleh Model 2 di Rumania saja.
Dengan demikian, bukti tingkat negara tidak mendukung H2 (metode estimasi).
Tabel 6. Data Uji AUCs untuk Berbagai Model Negara Estimasi. Perbandingan dengan AUC dari
Model LR yang Diperkirakan untuk Semua Data (Tolok Ukur
Signifikansi: AUC lebih baik daripada tolok ukur: 0,0001 = ++++, 0,001 = +++, 0,01 = ++, 0,1 = +;
AUC lebih buruk daripada tolok ukur:
0,0001 = -, 0,001 = -, 0,01 = -, 0,1 = -.

Model: Benchmark = Model LR diperkirakan untuk semua data dengan variabel Z "-model (1983);
Model 1 = Model MDA
estimasi untuk data negara; Model 2 = Model LR yang diperkirakan untuk data negara; Model 3 =
Model LR diperkirakan untuk data negara dengan tahun boneka; Model 4 = Model LR diperkirakan
untuk data negara dengan variabel ukuran; Model 5 = Model LR
perkiraan untuk data negara dengan boneka kategori umur; Model 6 = Model LR diperkirakan untuk
data negara dengan industri
boneka; Model 7 = Model LR diperkirakan untuk data negara dengan semua variabel.

TUJUAN PENELITIAN

Kami fokus pada versi berbasis-akuntansi dari model Z-Score, yang meskipun kadang-kadang
dikalahkan oleh model lain, tidak bergantung pada data pasar. Sebagian besar perusahaan yang
beroperasi dalam bisnis adalah perusahaan swasta; karenanya, hanya data akuntansi dan tidak ada data
pasar yangtersedia Dalam penelitian kami, kami menggunakan sampel perusahaan internasional yang
besar untuk menilai kinerja klasifikasi Z-Model skor dalam prediksi kebangkrutan.
Makalah ini menilai kinerja klasifikasi model Z-Score dalam memprediksi kebangkrutan dan jenis
lain dari kesulitan perusahaan, dengan tujuan memeriksa kegunaan model untuk semua pihak,
terutama bank yang beroperasi secara internasional dan perlu menilai risiko kegagalan perusahaan.
Kami menganalisis kinerja model Z-Score untuk perusahaan dari 31 negara Eropa dan tiga negara
non-Eropa menggunakan perbedaan modifikasi model aslinya. Studi ini adalah yang pertama
menawarkan internasional yang komprehensif analisis.
Meskipun ada beberapa bukti bahwa model Z-Score dari prediksi kebangkrutan telah dikalahkan
oleh persaingan pasar-model berbasis atau bahaya, dalam studi lain, model Z-Score berkinerja sangat
baik. Namun, tanpa perbandingan internasional yang komprehensif, hasil dari model yang bersaing
sulit untuk digeneralisasi. Studi ini menawarkan bukti bahwa model Z-Score umum bekerja cukup
baik untuk sebagian besar negara (akurasi prediksi sekitar 0,75) dan akurasi klasifikasi dapat
ditingkatkan lebih lanjut (di atas 0,90) dengan menggunakan estimasi spesifik negara yang
menyertakan variabel tambahan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kinerja klasifikasi model Z "-Score awalnya ingin
perkenalkan oleh Altman (1983) menggunakan dataset internasional yang sangat besar. Kami menguji
bagaimana versi asli dari model Z "-Score melakukan di berbagai negara dan bagaimana estimasi
ulang menggunakan metode statistik lain dan variabel tambahan yang berbeda mempengaruhi kinerja
klasifikasi ketika data sangat heterogen. Untuk jenis pengujian ini, tujuh hipotesis penelitian pada
kinerja klasifikasi dirumuskan hipotesis diuji untuk semua data dan secara terpisah untuk data negara
(analisis tingkat negara).
Estimasi data berasal dari 31 negara, dan hasilnya divalidasi untuk 34 negara. Negara-negara tersebut
terutama berasal dari Eropa, tetapi tiga negara non-Eropa dimasukkan (Cina, Kolombia, dan AS).
Status yang digunakan dalam klasifikasi terutama kebangkrutan / aktif, tetapi perusahaan penerima
juga dianggap gagal. Dalam data China, ST (perlakuan khusus) dan perusahaan yang dihapuskan juga
dianalisis secara terpisah sebagai perusahaan yang gagal.
Estimasi ulang koefisien menggunakan MDA hanya sedikit meningkatkan kinerja klasifikasi,
sehingga lemah mendukung hipotesis keusangan (HI) atau, dengan kata lain, menunjukkan bahwa
koefisien asli sangat kuat di berbagai negara dan dari waktu ke waktu (berlawanan dengan, misalnya,
Grice dan Ingram, 2001).
Kesimpulan yang sama ini berlaku untuk estimasi ulang model menggunakan LRA karena hasil
kinerja sangat mirip dengan MDA (H2) dan Penggunaan variabel tambahan dalam model umumnya
meningkatkan akurasi klasifikasi model asli, tetapi hasil untuk negara tergantung pada distribusi
perusahaan gagal dan tidak gagal.
Ketika koefisien diperkirakan untuk semua data, efek pada kinerja di suatu negara tergantung pada
bagaimana distribusi di negara itu sesuai dengan distribusi di semua data Dan untuk semua set
variabel tambahan, kinerja umumnya ditingkatkan, tetapi peningkatannya tidak kuat dan pengaruhnya
berbeda di setiap negara. Dengan demikian, bukti memberikan dukungan lemah untuk efek dari
semua variabel tambahan. Untuk efek tahun kebangkrutan (H3) dan ukuran (H4), efeknya lebih kuat,
tetapi variasi dalam efek antar negara juga lebih kuat. Efek usia (H5), industri (H6), dan negara (1-
17) kecil. Ketika semua tambahan
Singkatnya, bukti kami menunjukkan bahwa model Z "-Score asli berkinerja baik dalam konteks
internasional. Namun, dimungkinkan untuk mengekstraksi model negara yang lebih efisien untuk
sebagian besar negara Eropa dan untuk non-negara.
Negara-negara Eropa menggunakan empat variabel asli disertai dengan serangkaian variabel latar
Dimana pemodelan prediksi kegagalan bukan fokus utama, itu akan memakan waktu, tidak ekonomis,
dan berlebihan untuk pertama memperkirakan model prediksi kegagalan (atau model) dan kemudian
mempelajari fenomena menarik.
Dalam hal demikian, model umum yang teruji dengan baik yang bekerja dengan andal dan konsisten
di berbagai negara sangat diinginkan. Berdasarkan tes empiris kami dalam penelitian ini, model Z "-
Score asli dan versi yang diestimasikan ulang, yang mengandung empat variabel studi Altman (1983)
Dengan demikian, model berbasis akuntansi semacam ini dapat digunakan oleh semua pihak yang
berkepentingan, terutama internasional bank aktif atau lembaga keuangan lainnya, tidak hanya untuk
prediksi kegagalan atau kesulitan tetapi juga untuk lainnya tujuan manajerial seperti provisi dan
perhitungan modal ekonomi.
Bank yang aktif secara internasional perlu mengembangkan alat universal yang dapat diterapkan di
semua anak perusahaan dan cabang untuk mengendalikan risiko di seluruh kelompok perbankan.
Penelitian lebih lanjut harus fokus pada modifikasi dan ekstensi lain selain yang disajikan dalam
makalah kami, seperti menggunakan teknik pemodelan alternatif (mis., Analisis data panel),
memperkenalkan variabel baru (mis., data ekonomi makro), dan menguji kegunaannya dengan data
dari negara lain (mis., pasar negara berkembang).q

Catatan :

 Lihat Altman dan Saunders (1997) untuk ulasan penelitian selama periode 20 tahun ini.
 2 Dichev (1998) membandingkan pendekatan Altman Z- score dan Ohlson 0-score.
 Grice dan Dugan (2003) menyajikan estimasi ulang model Ohlson dan Zmijewski.
 Kami menggunakan kebangkrutan, kegagalan, default dan kesulitan keuangan sebagai
ekuivalen.
 Penelitian yang ditujukan untuk penerapan model Z-Score sebelum tahun 2000 ditinjau oleh
Grice dan Ingram (2001).
 Sebagian besar model berfokus pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek; dengan
demikian, model Z'-Score dan Z "-Score tidak digunakan,
 Lihat Zhang et al. (2010) untuk alasan menggunakan perusahaan perlakuan khusus sebagai
proksi kebangkrutan.
 Ini adalah perusahaan-perusahaan yang dalam masa percobaan oleh bursa efek karena kinerja
operasi yang buruk dan / atau ekuitas negatif.
 Ini dilakukan karena hasil tentang prediktabilitas juga baik untuk sampel sekecil itu.
 Perusahaan-perusahaan ini hanya dimasukkan dalam data uji karena prediktabilitas kegagalan
sangat luar biasa miskin.
 Dari prosedur pembobotan, maka skor (nilai cut-off) yang paling baik memisahkan kegagalan
non-kegagalan adalah 0,50 (atau, alternatifnya, 50 persen). Meskipun skor (logit) pada
prinsipnya memiliki interpretasi probabilitas, "probabilitas" diperkirakan menggunakan
skema bobot ini dalam penelitian ini tidak, Namun, mewakili PD empiris.

DAFTAR PUSTAKA
Jurlnal Financial Distress Prediction in an International Context: A Review and
Empirical Analysis of Altman’s Z-Score Model

TUGAS UTS ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN PASAR


MODAL
Dosen Pengampu :yuliyanti, S.E.
Disusun oleh :
FARIZH HFP
Nim : 11180820000103

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

A. PT GARUDA TBK

Kuantitatif

Likuiditas PT.Garuda
Aset Lancar 1.133 .892.533
Current Ratio = = x 100 = 34,8%
Liabilitas Jangka Pendek 3.257.836 .267

Artinya setiap $ 1 dijamin oleh 34,8% aktiva lancer. Current ratio PT. Garuda Indonesia Tbk. Kurang
maksimal, karena kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban hutang jangka pendeknya pada
12 bulan ke depan. kurang maksimal. Standar current ratio adalah 200%.

Aset Lancar −persediaan


Quick Ratio =
Liabilitas Jangka Pendek

1.133.892 .533−167.744 .331


= x 100=¿ 29,6%
3.257 .836 .267

artinya Kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban lancar dengan aktiva perusahaan adalah setiap
$ 1 hutang lancar dijamin dengan 29,6% aktiva lancar yang likuid. Dilihat dari rata-rata quick ratio
menunjukan bahwa dalam keadaan kurang baik. Karena standar quick ratio itu sendiri adalah 150%

Solvabilitas PT Garuda

 Total debt to equity


Rumus:
Total Debt
Shareholde r ' s Equity
3.735.052 .883
= =5,18
720.622.891
Dari angka diatas dapat dijelaskan bahwa pada 2019, total debt to equity sebesar 5,18 yang
mengindikasikan bahwa untuk tiap $1 pendanaan ekuitas, terdapat $5,18 pendanaan dari
kreditor. Namun, angka tersebut juga menunjukan bahwa hutang perusahaan lebih besar
dibandingkan modal (ekuitas) yang dimiliki perusahaan.
 Long term debt to equity
Long Term Debt
Shareholde r ' s Equity
477.216 .616
= =0,66
720.622 .891
Dari angka diatas dapat dijelaskan bahwa pada 2019 terdapat $0,66 pendanaan jangka
panjang dari kreditor untuk tiap $1 pendanaan ekuitas. Di mana, angka tersebut menunjukan
bahwa hutang perusahaan didominasi oleh hutang lancar yang sifatnya jangka pendek.
 Time interest earned
Income before income taxes and interest expense = 147,014,670 = 1,05 (TIE)
Interest expense 139,990,076
Pada tahun 2019 PT. Garuda Indonesia Tbk mendapatkan time interest earned sebesar 1,05.
Dalam hal ini dapat diartikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan atau
laba operasi sebesar 1,05 kali lebih besar dari biaya beban bunga tahunannya. Menurut
analisis kredit, hal ini terlalu beresiko untuk bank jika memberikan pinjaman kepada PT.
Garuda Indonesia karena perusahaan hanya mampu membayarkan beban bunga 1,05 kali dari
pendapatan atau laba operasinya. Jadi, terlalu beresiko untuk bank jika memberikan pinjaman
kepada perusahaan tersebut

Cash Turnover Ratio:


Tingkat perputaran kas menunjukkan kecepatan perubahan kembali aset lancar menjadi kas
melalui penjualan. Artinya, dengan rasio cash turnover ini investor atau pun kreditor ingin tau
sebesar apa penjualan yang bisa dihasilkan dari kas rata-rata yang dimiliki perusahaan. Makin
tinggi tingkat perputaran kas, persediaan muapun piutang maka akan menunjukkan tingginya
volume dari penjualan perusahaan. Sebaliknya, rasio CTO yang rendah bisa mengindikasikan
kalau kas perusahaan tidak efisien digunakan, karena dianggap banyak kas yang tidak
diberdayakan atau terenti dan tidak diputar.

Total Penjualan
=Cash Turnover Ratio
Rata−rata cash∧cash equivalent
4.572 .638.083
Tahun 2019 : =16,55
276.211 .926
4.373 .177 .070
Tahun 2018: =15,71
278.453 .293,5
Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2019 kas dari PT.Garuda Indonesia
Tbk berputar lebih dari 16 Kali dalam setahun. Hal ini berarti kas dapat dimanfaatkan dengan baik
dalam menghasilkan penjualan dan juga tambahan kas. Perputaran ini meningkat dibanding tahun
sebelumnya, dimana perputaran yang terjadi sebesar 15x lebih dalam setahun.

Account Receivable Turnover:


Penjualan 4.572.638 .083
ART ¿ ¿ = 11,25
Rata−rata Piutang 460.234 .300
Dari table diatas dapat dijelaskan bahwa perputaran piutang pada PT.Garuda Indonesia . Tbk selama
tahun 2019 sebanyak 11 kali lebih dalam setahun. Pada umumnya receivable turnover tidak lebih 10
kali perputaran . Ini menjelaskan bahwa PT.Garuda Indonesia sudah baik dalam perputaaran
piutangnya. PT.Garuda Indonesia bisa melebihi rata-rata AR turnover mungkin dikarenakan
perusahaan ini merupakan penyedia jasa dalam bidang transportasi. Dimana pada umumnya jasa akan
dilakukan apabila telah terjadi pembayaran. Adapun transaksi secara kredit jarang terjadi, misalnya
saja transaksi pembayaran dengan kerja sama oleh pihak ketiga (penyedia jasa travel, dsb)

Kualitatif
Character
PT. Garuda Indonesia telah mengambil langkah untuk memicu perusahaan menjadi lebih baik dan
memberikan yang terbaik bagi seluruh pelanggan, mengoptimalkan produksi, dan membuat kerjasama
dengan kemitraan untuk meningkatkan revenue charter.

Capacity
Dilihat dari kemampuan PT. Garuda Indonesia dalam fluktuasi kewajibannya meningkat sangat
signifikan pada current liabilities sebesar 1.921.846.147 pada tahun 2017, 3.061.398.001 pada tahun
2018, dan 3.257.836.267 pada tahun 2019. Sedangkan untuk non current liabilities menurun drastis
dari 66 juta US Dollar menjadi 168 ribu US Dollar.

Capital :
Prinsip ini terkait dengan kondisi asset dan kekayaan yang dimiliki, khususnya nasabah yang
mempunyai sebuah usaha. Pada Garuda Indonesia. Dapat dilihat bahwa mereka memiliki asset lancer
dan asset tidak lancar. Dalam asset lancar, diketahui bahwa kas dan setara kas yang mendominasi dari
tahun ketahun, dan pada asset tidak lancar terdapat Dana cadangan pemeliharaan dan uang jaminan
yang mendominasi. PT Garuda Indonesia memiliki total asset setidaknya 4,5 milliar dollar AS di
tahun 2019. Selain itu, mereka juga memiliki modal sebanyak 720 juta dollar AS.
PT Garuda Indonesia tidak mengalami penurunan dalam hal asset dan modal. Hal ini cukup untuk
meyakinkan bahwa PT Garuda Indonesia layak untuk mendapat pinjaman kredit.

Collateral :
Prinsip ini mengenai jaminan yang menunjukkan besarnya aktiva yang akan dikaitkan sebagai
jaminan atas kredit yang akan diberikan. Pada PT. Garuda Indonesia. Dapat dilihat dari sisi aktiva,
pada tahun 2019 aset perusahaan mengalami peningkatan dimana pada tahun 2018 sebesar USD 4,1
milliar menjadi tahun 2019 sebesar USD 4,5 milliar . Hal ini menunjukkan besarnya aktiva yang
dimiliki oleh PT. Garuda Indonesia dapat dijadikan sebagai jaminan untuk mendapat pinjaman kredit.

Condition : PT Garuda Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang maskapai
penerbangan. Pada perhitugan times interest earned menunjukkan bahwa semakin besar nilai  maka
akan semakin bagus dan akan semakin mampu perusahaan dalam memenuhi kewajiban perusahaan
yang harusdipenuhiuntukmembayarbungadanhutangnya,namun Berdasarkanhasilanalisis time interest
earned PT garuda diketahuibahwa perusahaan mengalami kenaikan dalam membayar bunga pada
tahun 2019, dari USD 127 juta menjadi USD 140. Hal ini menunjukan bahwa PT Garuda Indonesia
mampu memenuhi kewajiban perusahaannya dan layak diberi kredit.

Kesimpulan : Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kinerja keuangan perusahaan PT. Garuda Indonesia Tbk ditinjau dari rasio likuiditas
selama periode tahun 2018 sampai dengan 2019 dalam keadaan kurang baik.

2. Kinerja keuangan perusahaan PT. Garuda Indonesia Tbk ditinjau dari rasio solvabilitas
selama periode tahun 2018 sampai dengan 2019 dalam keadaan kurang baik.
3. Kinerja keuangan perusahaan PT. Garuda Indonesia Tbk ditinjau dari cash trun over
selama periode tahun 2018 sampai dengan 2019 dalam keadaan baik.

4. Berdasarkan ini juga dapat kita ketahui bhea kinerja perusaaahn berbanding terbalik dngn
karakteristiknya

Saran : Beqrdasarkan hasil dari penelitian maka penulis dapat menyaran sebagi berikut :
a. Perusahaan harus meminimalkan besarnya hutang yang dimiliki agar tidak melebihi
aktiva dan modal serta beban perusahaan yang terlalu tinggi.

b. PT. Garuda Indonesia Tbk sebaiknya lebih efisien lagi dalam menggunakan aktiva dan
modal perusahaan sehingga dapat menekan biaya modal perusahaan, karena efisiensi
terhadap biaya modal akan menyebabkan profitabilitas perusahaan akan lebih.baik

B. PT UNILEVER INDONESIA TBK

 Analisis Kuantitatif- Rasio Likuiditas

Keterangan- Current Ratio artinya setiap Rp 1,00 hutang lancar di jamin atau di tanggung oleh
Rp0,65 atau 65% aktiva lancar . Tidak ada standar khusus berapa besarnya Current ratio yang paling
baik, namun untuk prinsip kehati – hatian besarnya Current ratio sekitar 200% atau 2 : 1 di anggap
baik. Acid test Ratio menunjukan setiap Rp 1,00 hutang lancar di jamin oleh aktiva lancar selain
persediaan sebesar Rp. 0,46 atau 46% . Untuk prinsip kehati- hatian , maka besarnya Acid test Ratio
paling rendah 100% maksudnya hutang jangka pendek Rp 1 di jamin oleh aktiva lancar selain
persediaan Rp 1. Dari rasio collection period dan days to sell inventory dapat diketahui penagihan
piutang sekitar 43 hari, sedangkan untuk menjual persediaan sekitar 44 hari.
 Rasio Solvabilitas

Keterangan- Debt to equity ratio sebesar 2,91 menunjukkan bahwa modal sendiri sebesar 291 %
terhadap hutang yang di miliki perusahaan tidak dapat melunasi hutang perusahaan. Long term debt to
equity, memperlihatkan pendanaan utang jangka panjang sebesar Rp0,44 untuk setiap ekuitas sebesar
Rp 1 dapat memenuhi kewajibannya . Times interest expense menunjukan, Laba Unilever adalah
44,01 kali komitmen (bunga) tetapnya.

 Rasio Profitabilitas
Keterangan- Margin laba neto sebesar 17,22% memperlihatkan kekuatan harga Unilever dan
pengendalian biaya produksi yang unggul yang membuatnya untung. ROA menunjukan sebesar Rp 1
investasi aset menghasilkan Rp 36,93 laba tahunan. ROE menujukan akan diperoleh Rp 58,37 laba
setiap tahun untuk Rp1 investasi ekuitas, yang artinya sekitar setengah lebih dari modal didapatkan
sebagai pengembalian dalam bentuk laba.

 Analisis Kualitatif
A. Aspek Legalitas
PT. UNILEVER INDONESI Tbk didirikan pada tahun 1933 ) didirikan pada tanggal 5
Desember 1933 dengan nama Lever’s Zeepfabrieken N.V. dengan akta No. 23 oleh Tn. A.H. van
Ophuijsen, notaris di Batavia, Nama Perseroan diubah menjadi "PT Unilever Indonesia" dengan akta
No. 171 tanggal 22 Juli 1980 dari notaris Ny. Kartini Muljadi, S.H. Kantor Perseroan berlokasi di
Green Office Park Kav. 3, Jl. BSD Boulevard Barat, BSD City, Tangerang 15345, Indonesia. Pabrik-
pabrik Perseroan berlokasi di Jalan Jababeka 9 Blok D, Jalan Jababeka Raya Blok O, Jalan Jababeka
V Blok U No. 14-16, Jalan Jababeka XI Blok L No. 1-2, Kawasan Industri Jababeka Cikarang,
Bekasi, Jawa Barat, dan Jalan Rungkut Industri IV No. 5-11, Kawasan Industri Rungkut, Surabaya,
Jawa Timur.
Ruang lingkup kegiatan Kegiatan usaha Perseroan meliputi bidang produksi, pemasaran dan
distribusi barang-barang konsumsi yang meliputi sabun, deterjen, makanan berinti susu, es krim,
produk-produk kosmetik, minuman dengan bahan pokok teh dan minuman sari buah, serta penyewaan
ruang kantor. Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan
akta notaris No. 14 tanggal 31 Mei 2019 dari Dewi Sukardi, S.H., M.Kn., notaris di Tangerang, terkait
dengan penambahan kegiatan usaha Perseroan. Akta ini telah memperoleh persetujuan dari
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. AHU-
0033271.AH.01.02.Tahun 2019 tanggal 27 Juni 2019.
B. Aspek Manajemen
Pada tanggal 1 januari 1930 Uniever berdiri secara resmi. Procter & Gamble pasar inggris
dengan mengakuisisi Thomas Hedley Ltd dari Newcastle dan menjadi salah satu rival terbesar
Unilever. Pada tanggal 5 Desember 1933 PT. UNILEVER INDONESIA Tbk berdiri di Indonesian
dengan nama Lever Zeepfabrieken N.V. Pada 22 Juli 1980 nama perusahaan berubah menjadi PT
Lever Brothers Indonesia. Dan pada akhirnya pada tanggal30 Juni 1990 nama perusahaan diubah
menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Pada tahu 1981 Unilever Indonesia melepas 15% sahamnya di
bursa efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. PT. UNILEVER INDONESI Tbk dengan kantor pusat di
daerah BSD City Tangerang. Unilever memiliki beberapa anak perusahaan di Indonesia, yakni:

 PT Anugrah Lever - didirikan pada tahun 2000 dan bergerak di bidang pembuatan,
pengembangan, pemasaran dan penjualan kecap, saus cabe dan saus-saus lain dengan merk
dagang Bango, Parkiet dan Sakura dan merek-merek lain
 PT Technopia Lever - didirikan pada tahun 2002 dari hasil patungan dengan Technopia
Singapore Pte. Ltd. Techopia bergerak di bidang distribusi, ekspor dan impor barang-barang
dengan menggunakan merk dagang Domestos Nomos.
 PT Knorr Indonesia - diakuisisi pada 21 Januari 2004.
 PT Sara Lee
Unilever Indonesia memenangkan 2005 Energi Globe Award untuk skema pengelolaan
sampah mereka di desa-desa di dekat sungai Brantas di Surabaya. Skema ini melibatkan kompos.
Sampah organik dan daur ulang, dan telah menghasilkan peningkatan kualitas air setempat di sungai.
Pada bulan Mei 2011, PT Unilever Indonesia Tbk akan menginvestasikan setidaknya £300
juta dalam 2 tahun ke depan untuk memperluas pabriknya di Cikarang, Jawa Barat dan Rungkut, Jawa
Timur . Saat ini Unilever Indonesia telah mengoperasikan 8 pabrik dan 3 pusat distribusi.
PT Unilever Indonesia Tbk merupakan bagian dari Unilever Group NV/plc untuk
memproduksi dan mengawasi semua merek yang diproduksi oleh Unilever (seperti Surf, Close-up,
Clear dll.) PT Unilever sangat terkenal dengan produk-produk yang sudah familiar di masyarakat
Indonesia..
C. Aspek Produksi
Dalam Aspek ini melihat bagaimana kinerja Perusahaan Unilever di Indonesia Berdasarkan
laporan keuangan yang berakhir 31 Maret 2019 unaudited, emiten dengan kode saham UNVR ini
mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp10,66 triliun, turun 0,76% dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp10,75 triliun. 
Penjualan berasal dari segmen home and personal care (HPC) sebesar Rp7,47 triliun, diikuti
segmen foods and refreshement (F&R) sebesaR Rp3,20 triliun. Penjualan di segmen HPC mengalami
kenaikan sebesar 2,61% secara tahunan, sedangkan di segmen F&R turun 7,83%. Berdasarkan
segmen geografis, penjualan dalam negeri tumbuh 0,49% menjadi Rp10,19 triliun, sedangkan
penjualan ekspor turun 21,54% menjadi Rp478,44 miliar. .
D. Aspek Pemasaran
Analisis situasi pasar bisa disebut dengan lingkungan eksternal yang mempengaruhi produksi
dari produk yang dikeluarkan oleh PT. Unilever Indonesia Tbk. Analisi situasi pasarnya seperti :
1. Customer : Kita dapat melihat pengaruh selera masyarakat terhadap produk yang dihasilkan
oleh PT. Unilever Indonesia Tbk.
2.  Distributor (Penyalur) : PT. Unilever Indonesia Tbk membentuk dan menjalin jaringan
distribusi yang sangat baik. Salah satu caranya, PT. Unilever Indonesia Tbk mengeluarkan
program promosi bagi para distributor yang membuat display (tampilan) dari produk Unilever
yang baik di tempatnya berdagang.
3. Unions (Kemitraan) : Jalinan kemitraan antara Pepsodent dengan PDGI memberikan
pengaruh pada Pepsodent dalam hal kualitas produk dan kemasan produk.
4. Competitors (Pesaing) : PT. Unilever Indonesia Tbk mengeluarkan sebuah produk sabun
mandiyang khusus pada jenis sabun mandi kesehatan. Produk tersebut diberi nama Lifebuoy.
Di pasar, tidak hanya PT. Unilever Indonesia Tbk saja yang menghasilkan produk sabun
mandi kesehatan. Ada beberapa perusahaan yang bergerak pula dalam produk sabun mandi
kesehatan seperti Nuvo dan Dettol.
5. Government (Pemerintahan) : PT. Unilever Indonesia Tbk melahirkan trashion sebagai bagian
dari program ‘Green and Clean’. Di dalam program ini, PT. Unilever Indonesia Tbk
melibatkan sekitar 344 ibu rumah tangga yang tergabung dalam Komunitas Ibu Bersinar
Sunlight untuk berperan serta dalam pembuatan tas daur ulang darisampah plastik bekas
kemasan produk yang lebih dikenal dengan trashion.
6. Suppliers (pemasok) : Salah satu produk teh dari PT. Unilever Indonesia Tbk yaitu Sariwangi
baru saja meluncurkan pruduk terbarunya yaitu Sariwangi Gold Selection. Untuk  produk
terbarunya itu, PT. Unilever Indonesia Tbk mencari supplier lain dimana pasokan bahan
bakunya memiliki karakteristik yang sesuai dengan karakteristik  produk terbarunya tersebut.
Pesaing utama unilever adalah Prector & Gamble dan Kraft Foods memiliki
penjualan di kira-kira 140-150 negara yang berbeda pada tahun 2003 dan Nestle, termasuk
saingan utama unilever, memiliki penetrasi pasar di hampir setiap negara di dunia. Pesaing-
pesaing lainnya: PT Wings, PT Kao, PT Mandom, PT Johnson & Jhonson. Produk yang
dihasilkan oleh pesaing PT. Unilever IndonesiaTbk tidak kalah berkualitas namun PT.
Unilever Indonesia Tbk harus memiliki strategi yang lebih bagus dan jitu agar produknya
tidak tertinggal.

Manajemen strategi perusahaan :

 Unilever harus mampu memperluas operasinya ke 50 atau lebih negara-negara baru dan
memusatkan kampanye iklan pada preteransi konsumen, bisa secara signifikan
meningkatkan pangsa pasar dalam ekonomi global.
  Unilever mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi trend dan kebutuhan konsumen
dan kemudian memenuhi kebutuhan mereka.

Strategi promosi PT. Unilever Indonesia Tbk adalah sebagai berikut :

 Periklanan → semua bentuk penyajian nonpersonal dan promosi ide, barang atau jasa
yang dibayar oleh suatu sponsor tertentu.
 Promosi Penjualan → Berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan
mencoba atau membeli suatu produk atau jasa.
 Hubungan Masyarakat dan Publisitas → berbagai program untuk mempromosikan dan
atau melindungi citra perusahaan atau produk individualnya.
 Penjualan Secara Pribadi → interaksi langsung dengan satu calon pembeli atau lebih
untuk melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesan
 Pemasaran Langsung → penggunaan surat, telepon, faksimili, e-mail, dan alat
penghubung non personal lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau
mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan tertentu dan calon pelanggan.

Media Promosi Berbasis TI yang dilakukan oleh PT. Unilever Indonesia Tbk adalah
sebagai berikut : Advertising, Consumer Sales Promotion, Trade Promotion and Co-
Marketing, Packaging Point Of Purchase, Personal Selling, Public relations, Brand Publicity,
Corporate Advertising Internet, Direct Marketing, Experiential contact: Event, sponsorship,
Customer Service, Word of Mouth.
E. Aspek Lingkungan dan Sosial
1. Demographic & cultural (Demografi dan Budaya)

PT Unilever Indonesia Tbk karakteristik demografis di Indonesia sangat ideal atau cocok
dengan PT Unilever Indonesia Tbk. Produk-produk yang dihasilkan oleh PT Unilever Indonesia Tbk
telah mampu memenuhi kebutuhan para penduduk Indonesia dengan berbagai produk yang
dihasilkannya yang dapat dinikmati oleh semua kalangan usia dan semua kalangan kelas ekonomi.
Misalnya produk Pepsodent yang dapat dinikmati oleh semua kalangan usia (Pepsodent kids sampai
Pepsodent untuk orang dewasa) dan semua kalangan kelas ekonomi (Pepsodent regular sampai
Pepsodent untuk perawatan khusus). Penduduk Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
pun dapat diatasi oleh PT Unilever Indonesia dengan membentuk jaringan distrribusi yang baik.
Sehingga produk-produk PT Unilever Indonesia Tbk dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat
Indonesia dari perkotaan hingga pelosok pedesaan. Karakteristik demografis yang ideal inilah yang
membuat PT Unilever Indonesia Tbk menjadi terkenal merajai pasar di Indonesia.
2. International

Kebijakan dalam PT Unilever Indonesia Tbk dipengaruhi pula oleh lingkungan internasional.
Salah satunya adalah kebijakan PT Unilever Indonesia Tbk dalam program peningkatan gizi anak. PT
Unilever Indonesia Tbk melalui produk Blue Band mengeluarkan program untuk meningkatkan gizi
anak-anak yang kurang mampu di beberapa negara bekerja sama dengan UNICEF. Selain itu,
beberapa program dan produk dari PT Unilever Indonesia juga bekerja sama dengan WHO. Namun
dari internasional maraknya pemalsuan dan penyelundupan produk Cina.
3. Political (politik)

Kondisi politik Indonesia yang sering tidak stabil membuat keadaan ekonomi yang ada di
Indonesia pun menjadi tidak stabil pula. Keadaan ini akan menjadi perhatian PT Unilever Indonesia
Tbk dalam menjalani kegiatan organisasi sehari-hari maupun dalam membuat keputusan. Misalnya
keadaan ekonomi yang tidak stabil akibat kondisi politik yang tidak menentu membuat PT Unilever
Indonesia Tbk untuk mengurangi jumlah produksinya. Dan bila kondisi politik stabil yang diikuti
dengan keadaan ekonomi yang stabil pula, maka PT Unilever Indonesia Tbk akan membuat keputusan
untuk menaikkan jumlah output produksi.
4. Technological (Teknologi)

Kekuatan teknologi digunakan PT Unilever Tbk untuk memberikan pengaruh positif terhadap
organisasinya. Pengaruh positif ini dapat berupa peningkatan jumlah produksi maupun peningkatan
mutu produksi. Yang pada akhirnya kedua hal tersebut akan memengaruhi organisasi dalam hal cara
pengelolaan organisasi.
5. Economic (Ekonomi)

Kondisi perekonomian Indonesia yang sempat menurun membawa PT Unilever Indonesia


Tbk untuk melakukan suatu inovasi agar produk-produk yang dihasilkannya dapat tetap dinikmati
oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat kita lihat jelas dalam produk pembersih cuci piring
dan detergen yang dihasilkan oleh PT Unilever Indonesia Tbk yaitu Sunlight dan Rinso. Sebelumnya
kedua produk tersebut dikenal sebagai produk yang cukup mahal dan belum tentu terjangkau oleh
seluruh masyarakat. Dengan kondisi perekonomian Indonesia yang sempat tergoncang dimana terjadi
inflasi dalam jumlah besar dan banyaknya jumlah pengangguran. Masyarakat lalu mengetatkan
anggaran pengeluaran mereka yang berimbas pada menurunnya tingkat permintaan masyarakat
terhadap beberapa produk (termasuk Sunlight dan Rinso), serta produk pesaing yang harganya lebih
rendah. Untuk menghadapi masalah itu, PT Unilever Indonesia Tbk mengeluarkan produk Sunlight
dan Rinso yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi ekonomi masyarakat yaitu mengemasnya dalam
bentuk sachet. Terbukti dengan dikeluarkannya produk sachet dari Sunlight dan Rinso, penjualan
kedua produk tersebut meningkat dan cenderung stabil meski dalam keadaan ekonomi yang turun
sekalipun.

Kesimpulan : Dari hasil laporan keuangan PT Unilever Indonesia Tbk 20191 , dapat diambil
kesimpulan bahwa hasil laporan Keuangan PT Unilever Indonesia Tbk telah sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia

Rasio Likuiditas

 Current Ratio (Rasio Lancar)


PT Unilever Indonesia Tbk untuk tahun 2019 mengalami penurunan, hal ini disebabkan
adanya peningkatan hutang lancar yang cukup besar terjadi dari tahun sebelumnya dan
tidak di imbangi dengan kenaikan aktiva lancar.

 Quick Ratio (Rasio Cepat)


PT. Unilever Tbk untuk tahun 2019 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, tetapi
penurunannya tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan jumlah aktiva
lancar lebih besar daripada jumlah hutang lancar dan dikatakan “Konservatif”, yaitu berhati-
hati dalam mengelola hutang. Ini akan berdampak pada penghasilan profit perusahaan
tersebut.

 Rasio solvabilitas
Kurang baik di karenakan utaang pursahaan yang lbh besar hal ini menunjukn alangkah
sebaiknya pt unilever melunasi hutang2nya

 Rasio profitabilitas
Cukup baik ini menunjukan kemampuan pt unilever dalam mengelola keuangannya

C. PT BUMI SERPONG DAMAI TBK.

Analisa Kualitatif

Aspek Legalitas

Perseroan berkedudukan di Kabupaten Tangerang didirikan berdasarkan Akta Perseroan Terbatas PT


Bumi Serpong Damai No.50 tanggal 16 Januari 1984 sebagaimana diubah melalui Akta Perubahan
No.149 tanggal 27 Oktober 1984 dan Akta Perubahan No.82 tanggal 23 April 1985, ketiganya dibuat
di hadapan Benny Kristianto, S.H., Notaris di Jakarta. Akta Pendirian beserta perubahannya tersebut
telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat
Keputusan No.C2-5710.HT.01.01.Th.85 tanggal 10 September 1985 dan telah didaftarkan dalam
buku register di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Barat berturut-turut di bawah No.1008/1985,
No.1007/1985 dan No.1006/1985 tanggal 25 September 1985 serta telah diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia No.67 tanggal 22 Agustus 1986, Tambahan No.1016

Aspek Pemasaran
Pada Tahun 2019, Penjualan unit property (marketing sales) PT BSD Tbk. senilai Rp. 5,3
Triliun. Pencapaian tersebut setara dengan 85% dari total target marketing sales PT BSD Tbk tahun
ini. Hal ini didorong oleh gencarnya peluncuran produk-produk baru.Hingga September 2019,
penjualan produk komersial menjadi penyumbang utama marketing sales BSD dengan kontribusi Rp
2,6 triliun atau setara dengan 50%. Marketing Sales ini terdiri dari penjualan lahan komersial di BSD
City senilai Rp 844 miliar, penjualan apartemen Rp 896 miliar, serta Rp 854 miliar dari penjualan
ruko. Sedangkan penjualan residensial sebesar Rp 2,4 triliun atau menyumbang hingga 45% dari total
marketing sales PT BSD Tbk di Tahun 2019. Penjualan ini berasal dari proyek yang telah berjalan,
seperti klaster Mozia, Savia, Greenwich, Vanya Park, FleekHauz, Nava Park dan Zora di BSD City
serta dari Taman Banjar Wijaya dan Grand City Balikpapan.

Aspek Produksi

Pada 2019 aspek produksi BSD hanya berfokus pada pengembangan pembangunan yang telah
ada tanpa melakukan ekspansi contohnya lanjutkan pembangunan di BSD City, Kota wisata,
perkantoran BSD di Jabodetabek. Tetapi laba BSD tetap mengalami kenaikan sebesar 132,9% dari
tahun sebelumnya.

Aspek Manajemen

Total liabilitas PT BSDE pada tahun 2018 sebesar 41,87% dan tahun 2019 menjadi 38,32%.
Terjadi penurunan sebesar 3,55%. Penurunan utang ini membuktikan bahwa perusahaan mampu
dalam membayar kewajibannya, artinya karakteristik perencanaan serta kemampuan manajemen
perusahaan untuk melunasi hutang perusahaan dilakukan dengan sangat baik.

Aspek Ekonomi

Survei Perbankan Kuartal IV/2019 yang dikeluarkan Bank Indonesia, pada periode tersebut
pertumbuhan kredit baru meningkat dari kuartal sebelumnya. Kondisi itu tercermin dari Saldo Bersih
Tertimbang (SBT) 70,6 persen (yoy). lebih tinggi dari sebelumnya 68,3 persen (yoy). Kenaikan kredit
berasal dari 70,3 % untuk keperluan Investasi dan 75% untuk keperluan konsumsi seperti kredit
kepemilikan rumah atau KPR , kredit kendaraan bermotor, dan kredit multiguna. Dari data tersebut
jelas bahwa sektor properti sedang mengalami kenaikan kembali di kuartal 4 2019, sehingga kondisi
ini menjadi nilai plus bagi calon debitur seperti PT BSD sebagai perusahaan Properti.

Analisa Kuantitatif

Analisis Likuiditas
Rasio lancar (current ratio) = aset lancar
Kewajiban lancar
= 24.256. 712.740.291
6.159.441.542.866
= 3,94
Rasio Lancar PT. BSD sebesar 3,94 mengimplikasikan bahwa terdapat Rp. 3,94 aset
lancar yang tersedia untuk memenuhi tiap-tiap Rp. 1 kewajiban yang jatuh tempo saat ini.
Rasio Cepat = Aset lancar – Persediaan
(acid test ratio) Kewajiban lancar
= 24.256. 712.740.291 - 10.176.880.621.363
6.159.441.542.866
= 2,285
PT. BSD memiliki aset likuid sebesar Rp. 2,285 untuk menutupi masing-masing Rp. 1
kewajiban lancarnya.

Waktu penagihan (Collection period):


= Piutang rata-rata = Rp. 594.671.948.840 = 30 hari
(penjualan/360) 19.680.177.884,93

Jumlah hari untuk menjual persediaan (days to sell inventory):


= Persediaan rata-rata = 9.610.635.370.097
Harga pokok penjualan/360 5.607.772.468
= 1.714 hari
Periode penagihan piutang usaha PT BSD Tbk. Adalah 30 hari, sedangkan waktu
yang dibutuhkan antara produksi dan penjualan persediaan adalah 1.714 hari. Hal tersebut
tidak ada yang mengindikasi permasalahan likuiditas. Secara keseluruhan, likuiditas
menunjukkan komposisi PT BSD Tbk dalam aset dan kewajiban sangat baik . Periode piutang
dan persediaan bersama-sama dengan arus kas operasional (cash flow) yang sangat baik
menunjukkan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Analisis solvabilitas
Total utang terhadap ekuitas:
= Total kewajiban = 20.897.343.170.602
total ekuitas pemegang saham 33.547.505.881.845
= 0,62
Total rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) menunjukkan bahwa untuk
tiap-tiap Rp. 1 pendanaan ekuitas terdapat Rp. 0,62 pendanaan dari kreditor.

Utang jangka panjang terhadap ekuitas (long term debt to equity):


= Kewajiban jangka panjang = 14.737.901.627.736
Ekuitas pemegang saham 33.547.505.881.845
= 0,44
Rasio utang terhadap ekuitas jangka panjang PT BSD Tbk adalah 0,44 ini
mengungkapkan bahwa terdapat Rp. 0,44 pendanaan jangka panjang dari kreditor untuk tiap
Rp1 pendanaan ekuitas.

Kelipatan bunga dihasilkan (times interest earned):

= laba sebelum pajak + beban bunga = 3.165.097.516.458 + 911.482.252.368

beban bunga 911.482.252.368

= 4
Rasio lain yang memperhitungkan profitabilitas sehubungan dengan struktur modal
adalah interest earned ratio, yaitu rasio antara laba perusahaansebelum pajak dengan
pembayaran bunga. Laba PT BSD Tbk tahun 2019 sebesar 4 kali bunga tetap yang menjadi
komitmennya. Rasio ini menunjukkan bahwa PT BSD Tbk tidak menemui hambatan untuk
memenuhi komitmen beban tetapnya.

Analisis Profitabilitas

Tingkat pengembalian asset (Return on asset):

= laba bersih + beban bunga x (1-tarif pajak)

Rata-rata total aset

= 3.363.165.072.391 + 911.482.252.368 x (1-0,01) = 18,72%

22.602.695.606.971,5

Pendapatan total aset (return on asset) PT BSD Tbk sebesar 18,72 persen
mengimplikasikan bahwa Rp. 1 investasi aset menghasilkan 18,72% laba tahunan sebelum
dikurangi pajak.

Imbal hasil atas ekuitas saham biasa (ROE):

= laba bersih = 3.363.165.072.391 = 5,26%

Rata- rata ekuitas pemegang saham 63.834.403.832.095


ROE PT BSD Tbk sebesar 5,26% menunjukkan bahwa perusahaan ini menghasilkan
5,26 persen per tahun untuk tiap Rp.1 investasi ekuitas.

Margin laba kotor (gross profit margin):

= Penjualan-harga pokok penjualan = 7.084.864.038.574 - 2.018.798.088.448

Penjualan 7.084.864.038.574
= 71,5%

Rasio kinerja operasi PT BSD Tbk mencemirkan kinerja operasi PT BSD Tbk yang
luar biasa di tengah lingkungan persaingan yang tinggi. Margin laba kotor PT BSD Tbk
sebesar 71,5% menunjukkan kemampuan permanen PT BSD Tbk untuk menjual jauh diatas
biaya produksi meski di tengah situasi pasar produk konsumen yang sangat kompetitif.

Margin Laba Operasi (operating profit margin):

= laba operasi = 3.165.097.516.458 = 44,67%


penjualan 7.084.864.038.574

Margin laba bersih (net profit margin):


= laba bersih = 3.130.076.103.452 = 44,18%
penjualan 7.084.864.038.574
Margin laba operasi sebelum pajak sebesar 44,67% dan margin laba bersihnya 44,18%
menunjukkan bahwa PT BSD Tbk mampu untuk menjalankan produksinya secara efisien. semakin
tinggi marjin laba kotornya semakin baik keadaan operasi perusahaannya. Sebaliknya, marjin laba
kotor yang rendah mengindikasikan bahwa perusahaan yang bersangkutan kurang mampu untuk dapat
mengendalikan biaya produksi dan harga pokok penjualannya, semakin rendah marjin laba kotornya
semakin kurang baik keadaan operasi perusahaannya.

Kesimpulan : kesmpulan yang dapat di ambil dari data di atas adlaah unrtuk rasio keungan
pt bsd cukup baik hnya saja valuta mata keuangan asing yang mnurun namun walw bgitu pt
bsd serpong mempunyai cara yabg cukup efektif untuk meningkatkan sahamnya dan
memepertahankan nilai jual sahamnya
D. PT ASTRA INTERNASIONAL

Analisis Kualitatif PT Astra International

 Aspek Legalitas
PT. Astra International Tbk (perseroan) didirikan pada tahun 1957 dengan nama PT. Astra
International Incorporated. Pada tahun 1990, perseroan mengubah namanya menjadi PT. Astra
International Tbk. Perseroan didirikan dengan Akta Notaris Sie Khwan Djioe No. 67 tanggal 20
Februari 1957 dan disahkan oleh Mentri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No.
J.A5/53/5 tanggal 1 Juli 1957. Perseroan berdomisili di Jakarta, Indonesia, dengan kantor pusat di Jl.
Gaya Motor Raya No. 8, Suner II, Jakarta.
Ruang lingkup kegiatan perseroan seperti yang tertuang dalam Anggaran Dasarnya adalah
perdagangan umum, perindustrian, jasa pertambangan, pengangkutan, pertanian, pembangunan dan
jasa konsultasi. Ruang lingkup kegiatan utama anak perusahaan meliputi perakitan dan penyaluran
mobil, sepeda motor berikut suku cadangnya, penjualan dan penyewaan alat-alat berat, pertambangan
dan jasa terkait, pengembangan perkebunan, jasa keuangan, infrastruktur dan teknologi informasi.
Anggaran Dasar perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan terakhir dibuat Akta
Notaris Masjuki, S.H, Notaris pengganti dari Imas Fatimah, S.H, No. 83 tanggal 24 Juni 2008 untuk
memenuhi ketentuan undang-undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. Perubahan Anggaran
Dasar ini disetujui oleh Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat
Keputusan No. AHU-56114.AH.01.02. tanggal 28 Agustus 2008. Perubahan Anggaran Dasar tersebut
diumumkan Dalam Berita Republik Indonesia tanggal 17 Maret 2009 No. 22, tambahan Berita Negara
No. 7879. Seluruh saham perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia.

 B. Aspek Manajemen
PT Astra Internasional Tbk didirikan pada tahun 1957 di Bandung dan dikelola serta dipimpin oleh
William Soeryadjaja, Tjien Kian Tie, dan Liem peng Hong. PT Astra Internasional memusatkan
kantor pusatnya di Jakarta dan kantor Bandung dijadikan sebagai cabang pertama dengan nama PT
Astra Incorporated. Perusahaan ini awalnya bergerak di bidang usaha permobilan, yaitu Toyota,
Daihatsu, Isuzu, Nissan Truck, dan pada bidang lainnya. Pada tahun 1969 perusahaan ini mulai
beralih ke usaha impor alat-alat berat dan barang-barang teknik. Makin luasnya perusahaan tersebut
dikarenakan PT Astra International makin memperoleh kepercayaan dari para investor luar negeri
untuk memasarkan produk-produk otomotif. PT Astra International telah tercatat di Bursa Efek
Jakarta sejak 4 April 1990.
Dalam dunia bisnis pasti ada kompetitor. Kompetitor dari PT Astra Internasional Tbk adalah
perusahaan yang bergerak dalam bidang otomotif, agribisnis, jasa keuangan, dan lain-lain. Contoh
pesaing yang bergerak dibidang otomotif yaitu Yamaha, Suzuki, Kawasaki, dan lain sebagainya. PT
Astra Internasional berupaya mempertahankan keunggulan kompetitif yang dimiliki dan berupaya
semaksimal mungkin untuk tidak membiarkan para pesaing baru mengganggu kinerjanya.Dalam
mencapaikeunggulan komparatif dan daya saing strategic, manajemen PT. Astra Internasional
melakukan telaah terhadap aspek sumber daya, kapabilitas dan core competence sebagai karakteristik
– karakteristik yang menjadi landasan keunggulan kompetitif. Kombinasi dari sumber daya dan
kapabilitas dapat dikelola sedemikian rupa agar menghasilkan kompetensi inti.
Yang menjadi telaah manajemen PT. Astra Internasional mengenai sumber daya di mana seluruh
input yang digunakan dalam proses produksi seperti:
1) Mesin-mesin, dimana menggunakan mesin-mesin khusus yang tentunya memiliki kualitas
strerilisasi terjamin dan ramah lingkungan.
2) Keahlian individual karyawan, yaitu kreatifitas yang dimiliki oleh masing-masing karyawan
PT. Astra Internasional yang terus berkembang menuangkan ide-ide dan gagasan yang
menarik sehingga dapat bertahan hingga saat ini.
3) Hak paten, dalam hal ini tentunya tidak perlu dikhawatirkan lagi karena kualitas dari produk
sudah terjamin dan sudah ada lisensi atau hak paten yang di daftarkan oleh pihak PT.
Indofood kepada kementrian kesehatan dan badan pemeriksaan obat dan makanan.
4) Kemudian dari segi keuangan berjalan dengan lancar, transparansi dan terbuka untuk public
sehingga menjadi salah satu perusahaan yang memproduksi berbagai macam jenis makanan
terbesar yang terbuka untuk public.
5) Para manager yang berbakat dalam mengawasi, mengorganisir dan mengontrol area dan
projek masing – masing sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal dan dapat
diterima oleh masyarakat umum.
PT Astra International juga menaruh perhatian khusus pada proses persiapan kepemimpinan
perusahaan sebagai bekal utama untuk menjamin keselarasan visi serta keberlangsungan bisnis dalam
jangka panjang. Dalam proses ini, PT Astra International melakukan persiapan kepemimpinan dimulai
dengan proses pemetaan dari para talent yang memiliki potensi untuk menjadi pimpinan dari setiap
lini organisasi yang kemudian diikuti dengan proses pengembangan yang terintegrasi mulai dari
pelatihan (coaching), menthoring sampai pada penugasan (assigment) dan rotasi. Proses tersebut
dievaluasi secara berkala dan ditampilkan dalam organisasi perusahaan.
Astra melengkapi program executive coaching dimana program Astra Leadership Performance
Coaching (ALPC) difasilitasi oleh Astra kantor pusat (CHCD) dengan melibatkan para pejabat
eksekutif Astra dan pembimbing yang terakreditas. Untuk tingkat direksi, prosesnya lebih ketat dan
hati-hati, serta melibatkan Komite Nominasi dan Remunerasi yang secara berkala bertemu dalam
proses Staff Planning untuk membahas pencapaian dari para direksi maupun kandidat dan Direksi.

 Aspek Teknis

Aspek ini melihat bagaimana kinerja industri di negara tersebut. Kinerja otomotif di Indonesia pada
tahun 2019 mengalami fluktuatif. Dimana, dari awal januari sampai akhir mei kinerja otomotif
mengalami penurunan. Lalu, pada awal juni hingga akhir juni mengalami kenaikan yang pesat, dan
pada awal Juli sampai akhir Juli kembali mengalami penurunan.

 Aspek Pemasaran

Persaingan bisnis dalam bisnis otomotif sangat tinggi dan ketat. Perusahaan harus memiliki cara atau
strategi agar mampu mempertahankan posisi perusahaannya di antara para pesaing. Untuk mengatasi
masalah persaingan di unit bisnis otomotif, sejak September 2013 lalu ASII meluncurkan Toyota
Agya dan Daihatsu Ayla, yang kemudian boleh dibilang sukses di pasaran. Sebuah perusahaan atau
organisasi pasti melakukan suatu strategi pemasaran sebagai salah satu cara untuk membantu
terjualnya suatu produk maupun jasa. Salah satu perusahaan di Indonesia yang menggunakan strategi
pemasaran yaitu PT. Astra Internasional.

a. Strategi promosi
1) Personal Selling (Penjualan Tatap Muka)
Salah satu Kegiatan personal selling oleh PT Astra adalah dengan menjual langsung dari
rumah ke rumah (Door to door), Kegiatan personal selling selanjutnya yang diterapkan oleh Astra
adalah dengan pesan melalui surat menyurat, dimana pihak Astra mempromosikan produknya melalui
E-Catalog (berupa Link) yang dikirimkan melalui E-Mail. Biasanya ini setelah pameran berlangsung
dimana pengunjung stand Astra diminta mengisi daftar kunjungan yang disertai alamat email. Selain
kedua cara di atas, jika kita menginginkan produk dari Astra juga menyediakan Telephone Selling dan
Website Selling (mengisi formulir di website). Dimana calon pelanggan dapat memesan dan
memperoleh informasi yang diinginkan dengan menghubungi kantor cabang terdekat.
2) Sales Promotion (Promosi Penjualan)
Sales Promotion adalah salah satu bauran promosi yang sedang gencar dilakukan oleh PT.
Astra Promosi penjualan terdiri dari insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau
penjualan dari suatu produk atau.Promosi penjualan yang dilakukan oleh PT.Toyota Astra Motor
(TAM) adalah Consumer Prom0tion (CP), Trade Promotion (TP) dan Salesforce Promotion (SP).CP
adalah promosi yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir sedangkan TP ditujukan
kepada pengecer atau pelanggan grosir.

3) Direct Marketing (Penjualan Langsung)


Kegiatan Direct Marketing dari PT Astra adalah dengan melakukan penjualan langsung
dengan face to face, dimana calon pelanggan dapat langsung mendatangi Showroom Produk Toyota
terdekat dan mendapatkan pelayanan terbaik serta informasi yang diinginkan, serta direct marketing
ini adalah sebuah sarana perusahaan langsung menemui konsumen untuk menawarkan produknya.
4) Advertising (Periklanan)
Periklanan bersifat menjangkau masyarakat luas (massal), tidak pribadi tapi secara langsung
dengan audien (impersonal) dan dapat menyampaikan gagasan secara menyakinkan dan menimbulkan
efek yang dramatif (ekspresif).Dalam mengiklankan produknya PT. Astra menggunakan beberapa
media baik elektronik maupun non-elektronik serta strategi periklanan yang dapat menunjang tujuan
pemasaran. Seperti iklan audio visual di TV Nasional maupun Swasta dengan Tagline andalannya
“Moving Forward”, radio, Majalah dan Koran Otomotif, Media Sosial seperti Facebook dan Twitter,
dan media iklan yang lainnya. Semua cara periklanan tersebut berhasil membantu menciptakan citra
merek (brand image) Toyota sebagai pelahir kendaraan terbaik di Indonesia.

b Strategi distribusi
Saluran distribusi yang menyalurkan produk dari PT Astra melalui Main Dealer . Dealer dan
Main Dealer bekerja sama untuk lebih meningkatkan penjualan produk, system yang digunakan
adalah Push To Pull yaitu dengan cara pemesanan unit produk dua minggu pasca pengiriman
barang,dengan demikian tidak akan terjadi penumpukan stock digudang karena sebelumnya dealer
telah membuat perencanaan penjualan, jadi barang yang dikirim sesuai permintaan.Kelompok Lain
Selain kelompok - kelompok yang sudah disebutkan di atas, organisasi juga menghadapi kelompok
lainnya (yang belum disebutkan) dari lingkungannnya. Kelompok tersebut misalnya anak cabang
perusahaan dan Channel yang juga sangat mempengaruhi purna jual.

 Aspek Lingkungan dan Sosial


Astra International Tbk adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri otomotif. Pelaksanaan
program-program tanggung jawab sosial Astra berpedoman pada pengembangan program 4 pilar CSR
Astra yang sejalan dengan hasil pemetaan sosial, dampak proses bisnis, dan Public Contribution
Roadmap dengan fokus program pada:
• Pilar Pendidikan, pembinaan dan peningkatan kualitas:
- Pendidikan Anak Usia Dini melalui “Senyum SAPA” (sahabat PAUD Astra), pendidikan
dasar dan menengah baik melalui pembinaan sekolah Adiwiyata maupun peningkatan mutu
pendidikan kejuruan.
- Pengembangan program Indonesia Ayo Aman Berlalu Lintas (IAABL) melalui pembentukan
Pelopor IAABL di masing-masing perusahaan baik untuk internal maupun eksternal.

• Pilar Kewirausahaan, pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui peningkatan keterampilan


wirausaha berbasis ekonomi kreatif, dukungan pemasaran, penguatan forum “AKU BISA” (Asosiasi
Pelaku Usaha Kecil Binaan Astra) yang berfokus pada masyarakat dan penyandang disabilitas.
• Pilar Lingkungan, pengembangan Astra Forest sebagai area konservasi (Ruang Terbuka Hijau) dan
perlindungan keanekaragaman hayati terpadu yang berkelanjutan.
• Pilar Kesehatan, implementasi program “Astra KIRANA” (Kesehatan Ibu, Remaja, dan Anak)
dengan sasaran untuk peningkatan status kesehatan ibu, remaja, dan anak melalui kegiatan promosi
pola hidup bersih dan sehat, perbaikan gizi, Keluarga Berencana dengan penguatan Kader Kesehatan
Astra.
Pada dasarnya CSR ini memiliki peran yang cukup besar bagi PT. Astra International, manfaat positif
selain untuk kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat, hal ini juga dapat menguntungkan
perusahaan dalam membangun suatu opini publik dalam meningkatkan citra dari perusahaan maupun
pemegang saham, maupun brand yang dihasilkan dari perusahaan

Analisis Kuantitatif
1. Rasio Likuiditas : Untuk mencari rasio likuiditas (kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangan pada saat ditagih) perusahaan Astra International saya menggunakan rumus
Current Ratio (Current Assets/Current Liability) yaitu 129.058/99.962 sama dengan 1,29. Nilai
tersebut sebenarnya masuk ke dalam kategori baik karena setidaknya aset lancar perusahaan masih
mampu melunasi kewajiban perusahaan. Namun nilai yang bagus adalah ketika perusahaan
mendapatkan nilai 2,00 dalam likuiditasnya, karena bukan hanya perusahaan bisa melunasi
kewajiban/hutangnya saja tapi perusahaan juga mempunyai cadangan untuk meningkatkan kualitas
perusahaannya menjadi lebih baik.
2. Rasio Solvabilitas : Untuk mencari rasio solvabilitas (kemampuan perusahaan dalam
melunasi semua kewajibannya dengan jaminan aktiva atau kekayaan yang dimiliki perusahaan)
perusahaan Astra International saya menggunakan rumus Long-Term Debt to Equity (Long-Term
Liabilities/Shareholders Equity) yaitu 65.233/186.763 sama dengan 0,35. Nilai ini berarti utang
jangka panjang perusahaan nilainya 35% dari nilai ekuitas perusahaan. Nilai ini juga berarti resiko
kerugian perusahaan cukup rendah, karena semakin tinggi rasionya maka semakin tinggi juga resiko
kerugian perusahaan, dan juga sebaliknya.
3. Rasio Profitabilitas : Untuk mencari rasio profitabilitas (kemampuan perusahaan untuk
mendapatkan laba dari pendapatan) perusahaan Astra International saya menggunakan rumus Net
Profit Margin (Net Income/Sales) yaitu 26.621/237.166 sama dengan 11,22%. Jika dibandingkan
dengan Net Profit Margin tahun sebelumnya dimana 27.372/239.205 sama dengan 11,44%. Dari rasio
tersebut terlihat tidak terjadi perubahan yang signifikan dari NPM perusahaan. Tetapi, itu berarti laba
perusahaan memiliki nilai yang sangat baik, karena NPM dengan persentase lebih dari 10% sudah
dianggap sangat baik.

KESIMPULAN :
 Rasio likuiditas , Rasio solvabilitas , Rasio profitabilitas dari data berdasrkan rasio dapat kita
ketahui bhwa tak hnya bisa melunasi hutang2nya saja namun pt bsd bumi serpong juga dapat
meningkatkan kulaitas shamnya mnjdi lebih baik trdapat pada rasio likuiditas dan dari rasio
sovabilitas untuk kerugiannya cukup rendah lalu rasio profitabilitas menampilkan nila
prushaaan yang cukup baik

 Untuk analisa kualitatif menurut saya sudah sangat baik dapat di katakan perusahaan ini
memiliki segi postif dalam mengelola manajemen dan kryawan2nya dngn sangat baik

E. PT ADARO ENERGI TBK

Current Ratio (Rasio Lancar)

Current Ratio mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya
dengan menggunakan asset lancar yang dimiliki.

Aset Lancar
Current Ratio=
kewajiban Lancar

2.109 .924 1.600.294


Tahun 2019= =1,7 Tahun 2018= =1,96
1.232.601 816.443

Dari analisis rasio lancar PT Adaro Energi, Tbk diatas dapat kita ketahui Pada tahun 2018 di
peroleh hasil yang menunjukkan angka paling tinggi terhadap pelaporan perusahaan tersebut dan pada
tahun 2019 terjadi penurunan nilai angka yang signifikan. hal ini menunjukan bahwa perusahaan
sanggup mengelola asset lancar dan dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada tahun
2019dengan sangat baik dari tahun 2018.

Acid Test (Quick) Ratio


Cash∧Cash Equivalent + Inventory + Accounts Receivable
Quick Ratio=
Current Liabilities

$ 927.896+ $ 112.005+ $ 370.894


Quick Ratio2018= =1,72
$ 816.443

$ 1.576 .191+$ 121.030+ $ 310.324


Quick Ratio2019= =1,62
$ 1.232 .601
Quick Ratio PT Adaro Energy, Tbk. Mengalami penurunan sebesar 0,10 daritahun 2018 ke 2019. Hal
ini menunjukan bahwa PT Adaro mampu mempergunakan asset lancarnya dengan baik dalam
memenuhi kewajiban jangka pendek perusahaan.

Cash Turnover
Penjualan Bersih 891.192
Cash Turnover= 2018= =0,8356=83,56 %
Rata−Rata Kas 1.067 .372
617.542
2019= =0,4932=49,32%
1.252 .043,5
Perputaran kas menggambarkan kamampuan kas perusahaan dalam menghasilkan pendapatan
sehingga dapat diketahui berapa kali kas berputar dalam satu periode tertentu. Perputaran kas Adaro
dari tahun 2018 ke 2019 menurun sebanyak 34,24%. Hal ini menandakan bahwa kecepatan perubahan
kembali aset menjadi kas melalui penjualan menurun.

Accounts Receivable Turnover


Penjualan Kredit
Accounts Receivable Turnover=
Rata−Rata Piutang
370.894
2018= =0,7415=74,15 %
500.165

310.324
2019= =0,5899=58,99 %
526.056

Perputaran piutang merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam


menggunakan dana yang tersedia yang tercermin dalam perputaran modal. Perputaran piutang Adaro
dari 2018 ke 2019 menurun sebanyak 15,16%, hal ini menunjukkan bahwa modal kurang digunakan
secara efisien.

Total Debt to Equity


total utang
total debt ¿ equity=
total aset
2.758 .063
tahun 2018=
4.302.692 ¿ = 0,64
¿
3.233.710
tahun 2019=
3.983 .395 ¿ = 0.81
¿
Rasio ini menggambarkan kuatnya permodalan pada PT Adaro Energy Tbk. Meskipun pada tahun
2018 menghasilkan rasio yang lebih kecil, tetapi pada tahun 2019 mengalami peningkatan. Hal ini
menunjukan bahwa PT Adaro Energy Tbk mengalami peningkatan dalam kuatnya modal.

Long Term Debt to Equity

Kewajiban Jangka Panjang


long term debt ¿ equity=
Ekuitas Pemegang Saham

1.941.620 2.001.109
Tahun 2018 = = 0,45 Tahun 2019 = = 0,50
4.302 .692 3.983.395

Long term debt to equity, memperlihatkan pendanaan utang jangka panjang yang meningkat menjadi
sebesar 0,50 pada tahun 2019. Hal ini menunjukkan terdapat USD 0,5 pendanaan jangka panjang dari
kreditor untuk tiap USD 1 pendanaan ekuitas.

Times interest earned

Laba sebelum bunga dan pajak


¿ interest earned =
Beban bunga

617.542
Tahun 2019= =9,31
66.336

891.912
Tahun 2018= =13,70
65.084
PT Adaro Energy Tbk, mengalami penurunan pada priode 2019 dalam membayar beban bunga
perusahaan yang hanya mampu membiayai 9,31 pada priode 2019 di bandingkan pada priode 2018
yang masih lebih baik.

Charakteristik pt adaro energi tbk:

Visi : Menjadikelompokperusahaantambangdan energy Indonesia yang terkemuka.


Misi :Kamibergerakdibidangpertambangandanenegyuntuk :
1. Memuaskan kebutuhan pelanggan.
2. Mengembangkan karyawan.
3. Menjalin kemitraan dengan pemasok.
4. Mendukung pembangunan masyarakat dan Negara.
5. Mengutamakan keselamatan dan kelestarian lingkungan.
6. Memaksimalkan nilai bagi pemegang saham
Nilai :
1. Fokus kepada pelanggan.
2. QCDS (Quality/Kualitas, Cost/Biaya, Delivery/Penyampaian, Safety/Keselamatan).
3. Menghargai sesama dan membangun kerja sama Sinergis.
 KarakteristikIndividu yang di harapkan :
 Attitude               (Sikap Mental).
 Determined          (Berketetapan).
 Adaptive     (Mudah Beradaptasi).
 Responsive           (Tanggap).
 Open Minded    (Berwawasan Terbuka).
 Integrity               (Integritas).
 Balanced(Seimbang).
 Team Spirit    (Semangat Kerja Sama).
 PDCA (Plan Do Check Action)(Merencanakan, Mengerjakan, Memeriksa, Menindak).
 KISS (Keep It Simple Spirit)(Cara kerja yang sederhana).
 MBL (Management By Love)/(Manajemen Kasih).

Capacity
PT Adaro Energy, Tbk. Adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan batu bara.
Berdasarkan hasil analisis likuiditas dan solvabilitas PT Adaro Energy, Tbk. Diketahui bahwa pada
tahun 2019 terdapat penururan kemampuan perusahaan dari sisi solvabilitas, yang menunjukkan
bahwa semakin besar kewajiban perusahaan yang harus dipenuhi untuk pihak lain. Namun, dari sisi
likuiditas tersebut terdapat peningkatan yang menunjukan bahwa perusahaan masih mampu untuk
menutupi hurang perusahaan dengan asset yang dimiliki.

Capital
Prinsip ini terkait dengan kondisi asset dan kekayaan yang dimiliki, khususnya nasabah yang
mempunyai sebuah usaha. Pada PT Adaro Energy, Tbk. Dapat dilihat bahwa mereka memiliki asset
lancer dan asset tidak lancer. Dalam asset lancar, diketahui bahwa piutang usaha yang mendominasi
dari tahun ketahun, dan pada asset tidak lancer terdapat 2 hal yang mendominasi yaitu property
pertambangan dan asset tetap. PT Adaro Energy, Tbk. Memiliki total asset setidaknya 7 miliar dollar
AS dari tahun ketahun. Selain itu, mereka juga memiliki modal sendiri sebanyak hamper 4 miliar
dollar AS. PT Adaro Energy, Tbk. Juga tifak mengalami penurunan dalam hal asset dan modal setiap
tahunnya. Hal ini cukup untuk meyakinkan bahwa PT Adaro Energy, Tbk. Layak untuk mendapat
pinjaman kredit.

Collateral

Prinsip ini mengenai jaminan yang menunjukkan besarnya aktiva yang akan dikaitkan sebagai
jaminan atas kredit yang akan diberikan. Pada PT. Adaro Energy, Tbk. Dapat dilihat dari sisi aktiva,
pada tahun 2019 aset perusahaan mengalami peningkatan sebesar 2,16%, dimana pada tahun 2018
sebesar USD 7,060,755 dan tahun 2019 sebesar USD 7,217,105. Meskipun terdapat penurunan pada
aset tidak lancar sebesar 6,91%, pada tahun 2018 sebesar USD 5,460,461 dan tahun 2019 sebesar
USD 5,107,181. Namun, peningkatan aset dibantu oleh kenaikan pada aset lancar sebesar 24, 15%,
dimana pada tahun 2018 USD 1,600,294 dan tahun 2019 sebesar USD 2,109,924. Hal ini
menunjukkan besarnya aktiva yang dimiliki oleh PT. Adaro Energy, Tbk. dapat dijadikan sebagai
jaminan untuk mendapat pinjaman kredit.
Condition
PT Adaro Energy, Tbk. Adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan batu bara. Pada
perhitugan times interest earnedmenunjukkanbahwasemakinbesarnilai maka akan semakin bagus dan
akan semakin mampu perusahaan dalam memenuhi kewajibanperusahaan yang
harusdipenuhiuntukmembayarbungadanhutangnya,namun Berdasarkanhasilanalisis time interest
earned PT Adaro Energy, Tbk. diketahuibahwa perusahaan mengalami penurunan dalam membayar
bungapadatahun 2019, yang disebabkan oleh menurunan EBIT (Laba sebelum bunga dan pajak)
sebesar 274,370 dan di ikuti kenaikan beban bunga utang sebesar 1,252.

KESIMPULAN :

 Untuk rasio lancar daan rasio cepat ini sanagat baik dan membuktikan kemampuan
perusahaan dalam mengelola asetnya dan ini juga menyebabkan pembuktian kelayakan dalam
perushaaan tersebut memang terjadi pernuruna dalam valuta asin namun hal ini tak
mempengaruhi laporan keuangan secara signifikan.
 Untuk krakteristiknya ini mnunjukan bwha perushaaan ini mampu bertahan dan mampu
mngalahkan pesaing2nya hal ini dpt di lihat dri laporan keungnya yangbterus meneru terjaga.

F. BANK RAKYAT INDONESIA(persero) tbk

Analisis Kualitatif PT BRI TBK

A. Aspek Legalitas

Bank BRI merupakan bank yang termasuk dalam badan usaha berbadan hukum karena Bank BRI
adalah perusahaan BUMN. Bentuk dari Bank BRI adalah perseroan. Perseroan didirikan dan mulai
beroperasi secara komersial berdasarkan UndangUndang No.21 Tahun 1968 pada tanggal 18
Desember 1968. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.21 Tahun 1992 tanggal 29
April 1992, bentuk badan hukum Perseroan diubah menjadi Perusahaan Perseroan ("Persero").
Pengalihan Perseroan menjadi Persero tersebut dilakukan berdasarkan Akta No.133 tanggal 31 Juli
1992, dibuat di hadapan Muhani Salim, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta. Akta tersebut telah
memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan
No.C2- 6584.HT.01.01.TH.92. tanggal 12 Agustus 1992 dan diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia No.7, Tambahan 3A tanggal 11 September 1992. Perubahan Anggaran Dasar
Perseroan terakhir dimuat dalam Akta No.54 tanggal 27 Oktober 2017 yang dibuat di hadapan Fathiah
Helmi, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, yang pemberitahuannya telah diterima dan perubahan
Anggaran Dasarnya telah dicatat di dalam database Sistem Administrasi Badan Hukum oleh
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat No.AHU-
AH.01.03-0187521 tanggal 3 November 2017. Perseroan melakukan penawaran umum saham
perdana kepada publik dan mencatatkan sahamnya pada Bursa Efek Indonesia pada tanggal 10
November 2003. Bank BRI telah memiliki Surat Izin Usaha yang termuat dalam Peraturan
Pemerintah No.1 tahun 1946 tentang Bank Rakyat Indonesia.

B. Aspek Manajemen

Bank BRI Tbk didirikan pada 16 Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden


Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche
Hoofden atau "Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto", suatu lembaga
keuangan yang melayani orang-orang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Saat ini Bank BRI Tbk di
pimpin oleh Sunarso sebagi direktur utama yang ditunjuk baru-baru ini di tahun 2019, dan wakilnya
Catur Budi Harto.

Bank BRI Tbk memusatkan kantor pusatnya di Jakarta. Perusahaan ini bergerak di bidang
perbankan. BRI telah meluncurkan beberapa produk digital bank. Produk-produk tersebut pada
akhirnya akan memperkuat komitmen BRI untuk masuk sebagai bank digital dan membantu semua
transaksi yang berbasis digital. Selain itu, BRI juga sempat mendukung industri infrastruktur nasional
dan telah dinobatkan oleh Global Finance sebagai bank terbaik di Indonesia selama tiga tahun
berturut-turut. Faktor yang menjadi pertimbangan Global Finance untuk penilaian, diantaranya aset,
laba, layanan perbankan, inovasi, dan pricing yang kompetitif.

Dalam dunia bisnis pasti ada kompetitor. Kompetitor dari Bank BRI Tbk adalah perusahaan
yang bergerak dalam bidang perbankan, jasa keuangan, asuransi dan lain-lain. Contoh pesaing Bank
BRI Tbk yaitu BCA, BNI, MANDIRI dan lain sebagainya. Untuk mempertahankan keunggulan
kompetitif yang dimiliki Bank BRI Tbk manajemen Bank BRI Tbk melakukan telaah terhadap aspek
sumber daya. Proses pengembangan sumber daya manusia atau SDM memang perlu dilakukan di
segala bidang dan di semua organisasi , apapun bentuk usaha dan bidang kerjanya. SDM merupakan
ruh dari sebuah usaha atau sebuah organisasi, karena SDM adalah pihak yang bertanggung jawab
terhadap mutu dan pelayanan yang diberikan kepada para konsumen. Organisasi ataupun lembaga
besar seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga sangat memperhatikan kualitas dan proses
pengembangan SDM mereka.

BRI melakukan pengembangan dalam segi SDM agar bisa bersaing dengan para kompetitor di dunia
perbankan. Ada beberapa upaya yang dilakukan dalam hal ini yaitu:

 Perencanaan pengadaan SDM yang dititikberatkan pada rekrutmen pegawai bidang


pemasaran dan juga kader-kader calon pemimpin BRI. Proses perekrutan ini dilakukan
dengan beberapa cara mulai dari pengadaan Program Pengembangan Staff (PPS) dan juga
melalui outsourcing untuk mendapatkan tenaga-tenaga pada posisi pekerjaan penunjang.
 Selain itu, pihak BRI juga mendorong mereka yang berada didalam BRI untuk menjadi
human capital dalam arti SDM manusia yang memiliki inovasi, kemauan untuk belajar dan
berubah, serta mampu memberikan daya dorong yang kreatif di tempat mereka bekerja.

 Adanya kebijakan reward dan punishment yang konsisten dan adil kepada seluruh pekerja.
Hal ini dilakukan untuk menciptakan iklim dan lingkungan kerja yang kondusif, yang
nantinya akan memacu para pekerja untuk berbuat lebih baik lagi di tempat mereka bekerja.

 Dalam upaya untuk menciptakan SDM BRI yang kompeten (knowledgable workers), pihak
BRI terus mengadakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kepada seluruh jajarannya.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu upaya yang dilaksanakan oleh BRI adalah
dengan melaksanakan Program Pengembangan Staff (PPS). PPS adalah sebuah program dimana pihak
BRI berupaya untuk menjaring kandidat pekerja BRI dengan status pekerja tetap. PPS yang memiliki
tujuan utama untuk mencetak para pemimpin masa depan memiliki 3 kategori yaitu:

 Kategori PPS umum. Para peserta PPS kategori ini akan mendapatkan pelatihan agar mereka
bisa menguasai bidang pekerjaan dalam area kredit dan operasional.

 Kategori PPS audit. Sesuai dengan namanya, para peserta di kategori ini akan belajar lebih
jauh mengenai proses evaluasi dan pengawasan terhadap kinerja perusahaan.

 Kategori PPS IT. Para peserta PPS kategori ini akan dilatih untuk lebih menguasai pekerjaan
dalam hal-hal yang berkaitan dengan sistem IT.

Pelaksanaan PPS adalah salah satu cara BRI untuk bisa mengembangkan SDM. Masih banyak lagi
program pengembangan SDM yang dilakukan oleh bank yang satu ini.

Saat ini Bank BRI Tbk sudah memiliki 1 Kantor Pusat, 19 Kantor Wilayah, 461 Kantor Cabang
(termasuk 3 Unit Kerja Luar Negeri), 584 Kantor Cabang Pembantu, 971 Kantor Kas, 5.293 BRI
Unit, 2.457 Teras BRI, 610 Teras BRI Keliling, 152.443 Jaringan e-channnel (ATM, EDC, CDM, E-
Buzz) di seluruh Indonesia.

C. Aspek Teknis

Kinerja PT BRI mengalami kenaikan pada tahun 2019. Hal ini ditandai dengan laba perusahaan
yang naik. Sebelumnya pada kuartal I tahun 2019, BRI berhasil mencetak laba Rp 8.20 triliun yakni
tumbuh 10,42%. Selanjutnya di kuartal II, BRI menutup laba di angka Rp 16,16 triliun. Laba ini
tumbuh 8,20%. Laba bersih ini kian meningkat hingga mencapai angka Rp 24,78 trilun di kuartal III.
Di akhir tahun, laba BRI tumbuh 6.15% dari sebelumnya sejumlah Rp. 32,4 triliun pada periode yang
sama di Tahun 2018. Salah satu upaya BRI adalah melakukan digitalisasi segmen mikro. Pada
Desember 2019, BRI menyalurkan kredit Rp 915,69 triliun.

BRI menerapkan digitalisasi untuk mengembangkan kredit mikro sehingga dapat mendorong
jangkauan nasabah yang lebih luas lagi. Melalui teknologi, digitalisasi eksistem mikro BRI
dipersiapkan untuk melayani potensi pasar mikro.

D. Aspek Pemasaran

Dalam analisis ini saya menggunakan Analisi SWOT, dalam analisis ini terbagi menjadi 4 bagian
yaitu Strenght,Opportunities,Weakness, dan Threat.

1. Strenght
 Status badan hokum berupa persero(PT ) berdasarkan UU perbankan dan focus bisnis
pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) BRI telah menginsiprasi berbagai
pihak untuk lebih mendayagunakan sektor UKM sebagai tulang punggung
perekonomian Indonesia.
 BRI Go public dan pemerintah melepas 30 % kepemilikan sahannya kepada
public.dengan komposisi saham public mencapai 43 %. Saham bri aktif
diperdagangkan dipasar modal. Kini, BRI semakin kokoh berdir I ditengah
perekonomian Indonesia dar I desa sampai kota.
 Nama BRI yang sudah sangat dikenal.
2. Opportunities
 Masyarakat mulai “bank minded”
 Jaminanan keamanan dalam hal perbankan oleh pemerintah
 BRI memiliki lebih dari 5000 kantor yang berada diseluruh Indonesia , baik dikota
kota besar maupun dikota kota kjecil mahkan didaerah pedesaan.
3. Weakness
 Koordinasi yang belum berjalan dengan baik dari kantor pusat hingga unit terkecil.
 Dukungan yang belum memadai dikarenakan alur birokrasi yang panjang
 Lemahnya fungsi control mengenai pengadaan barang IT di tubuh BRI.
 Ini dibuktikan dengan terjadi kasus Korup PT Danareksa Sekuritas yaitu salah satu
anak perusahaan dari BRI
4. Threat
 Adanya deregulasi pernbankan sehingga memudahkan persyaratan pendirikan bank
yang dapat menjadikan competitor BRI
 Bank Pembangunan Daerah yang terus berkembang sejalan dengan anatomi daerah
yang memmebrikan kemudahan kemudahan bagi usaha mikro dengan suku bunga
yang relative rendah.
 Tingkat kepuasan pelayanann kepada nasabah yang masih rendah.

Dengan ada nya analisi di atas, saya membuat strategi yang di bisa dilaksanakan olek PT
Bri

 Peningkatan kualitas layanan didukung oleh Sumber Daya Manusia yang


professional, tehnologi informasi yang handal dan jaringan kerja yang luas.
 Peningkatan kompetensi karyawan melalui training, seminar, workshop sesuai
dengan keperluan masing-masing bagian.
 Peningkatan kegiatan komunikasi pemasaran untuk meningkatkan product
awareness dan membentuk coporate image yang baik dimata masyarakat
Indonesia.

E. Analisis Lingkungan dan Sosial

Perusahaan perbankan atau perusahaan apapun harus memiliki komitmen untuk melakukan kerja
sama dalam meningkatkan peran serta sector perbankan dalam rangka mendukung pengelolaan
lingkungan hidup melalui kegiatan sosialisasi, kerja sama penelitian dan peningkatan kapasitas
sumber daya. Melalui penerapan good corporate governance yang baik, dunia perbankan bisa ikut
andil besar dalam pengembangan kualitas lingkungan hidup. Satu hal peran perbankan dalam dengan
mengatur produknya, salah satu produk dari perbankan adalah kredit. Bank harus memastikan bahwa
kredit tidak diberikan kepada Perusahaan, Lembaga atau organisasi yang membawa dampak buruk
bagi lingkungan, oleh karena itu perbankan harus melakukan analisis amdal terhadap perusahaan yang
mengajukan kredit.

Berkaitan dengan perusahaan BRI, menurut obervasi, BRI lebih banyak memberikan kredit ke
perusahaan perusahaan yang berkaitan dengan apa yang sedang dibutuhkan dewasa ini seperti startup
eccomerce, food and beverage, fashion dan travel. Hampir tidak ada perusahaan yang bergerak di
industri pertambangan dan perminyakan yang di diberi kredit oleh BRI (bahkan mungkin tidak ada
tapi saya belum menemukan datanya). Sehingga dapat disimpulkan bahwa BRI secara tidak langsung
ikut berkontribusi dalam aspek lingkungan.

Dari aspek sosial, bri mempunyai bri ventura yaitu layanan permodalan untuk startup atau
perusahaan rintisan, dan tidak hanya menyalurkan modal tetapi turut mendampingi para pelaku usaha.
Ada bantuan untuk petani, pengusaha kecil, peternak dan startup yang baru dirintis. Sehingga dapat
dikatakan bahwa perusahaan bri membawa dampak positif bagi sosial, yaitu berupa pertumbuhan
perekonomian di masyarakat tersebut. Dari segi lapangan pekerjaan, total karyawan bri tahun 2018
sebanyak 60.553 orang artinya bri turut serta menaikan taraf hidup masyarakat yang menjadi
karyawannya. Dari segi produk, kini memiliki tabungan di bank hampir merupakan sebuah kewajiban,
dan bri termasuk bank yang paling popular di Indonesia, sehingga apabila ada orang yang ingin
membuat tabungan, bri merupakan salah satu bank yang akan terbesit di fikirannya. Selain itu banyak
juga produk bri yang berdampak baik pada kemudahan dalam hidup masyarakat, seperti britama,
brizzi, tabungan haji, tabungan junior dan lain lain.

Analisis kuantitatif

A. Rasio Likuiditas
1. quick ratio

Pada tahun 2019, quick ratio bri sebesar 11,02% artinya setiap Rp.1 cash asset yang terdiri dari kas,
giro dari bank Indonesia dan giro dari bank lainnya dapat dijamin oleh total deposit berupa jumlah
simpanan dari nasabah dan jumlah simpanan dari bank lain sebesar Rp. 0,1102.

Hal ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang sebesar 12,04%, dalam quick ratio semakin
tinggi rasionya maka semakin bagus karena perusahaan bisa dengan mudah membayar kewajiban
kewajiban pendeknya, namun selama lebih dari 1% maka masih dikatakan wajar.

Jika dibandingkan dengan perusahaan sejenis yang setara, quick ratio BCA sebesar 11,76 % pada
tahun 2019, dan bank mandiri 12,85% pada tahun 2019, artinya BRI masih kalah dengan perusahaan
perbankan yang selevel dalam hal quick ratio.

Hal ini dikarenakan jumlah deposit perusahaan bri sangat tinggi pada tahun 2019, menyebabkan quick
ratio nya rendah, bahkan jumlah deposit perusahaan bri melebihi perusahaan perusahaan sejenis,
sehingga dengan rasio segitu, masih dianggap wajar untuk menerima kredit.

2. Banking Ratio

Pada tahun 2019, banking ratio BRI sebesar 82,71% artinya setiap Rp.1 total loans dapat dijamin oleh
total deposit berpa jumlah simpanan dari nasabah dan jumlah simpanan dari bank lain sebesar
Rp.0,8271.

hal ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang sebesar 83,61%, dalam banking ratio
semakin rendah rasionya maka semakin baik, yang berarti dari tahun 2018 ke 2019, BRI mengalami
peningkatan, dan dapat dikatakan kemampuan BRI untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya
semakin meningkat, tentu ini merupakan hal yang baik dalam analisis kredit.

3. Loan to Asset Ratio


Menurut Lukman Dendi Wijaya ( 2005:66 ) Loan to Asset Ratio adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan
kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat
profitabilitas nnya semakin kecil karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya
menjadi semakin besar.

2019 = (839.067.353/1.416.758.840) x 100%

= 59,22%

2018 = (779.626.717/1.296.898.292) x 100%

= 60,11%

Dapat dilihat dari perhitungan di atas bahwa Bank Rakyat indonesia masih mempunya rasio Loan to
Asset Ratio yang cukup baik, dimana persentase nya memiliki antaran 60%-50%, membuktikan
bahwa BrI mempunyai aset uang cukup untuk membiayi kredit nya.

4. Loan to Deposit Ration

LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan
lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Rasio
ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwasuatu bank
meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau realtif tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang
rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan
(Latumaerissa,1999:23. Pada tahun 2013 Bank Indonesia menurukan batas atas kisaran ketentuan
rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) 78-100% menjadi 78-92%. Keputusan
tersebut merupakan penyempurnaan terhadap aturan giro wajib minimum (GWM)-LDR yang telah
dikeluarkan beberapa tahun lalu.

2019 = (839.067.353/(1.014.347.654 + 24.996.000))x 100%


= (839.067.353/ 1.039.343.656) x 100%
= 80,73%

2018 = (779.626.717(932.441.018 + 19.387.154)) x 100%

= (779.626.717/ 951.828.172) x 100%

= 81,9%

Dapat dilihat bahwa pada tahu 2019 maupun 2018, Bank Rakyat Indonesia mempunya Land to
Depost Ratio yang berada di dalam batas yang di tetapkah oleh Bank Indonesia.

B. Rasio Sovabilitas
1. Capital Ratio

Capital Ratio Merupakan rasio untuk mengukur permodalan dan cadangan penghapusan dalam
menanggung perkreditan, terutama risiko yang terjadi karena bunga gagal bersih. Rumus : (Equity
Capital / Total Loans) x 100%. Pada PT Bank BRI TBK tahun 2018 sebesar 2,4% dan pada tahun
2019 sebesar 2,9%, dapat kita lihat antara tahun 2018 ke 2019 mengalami kenaikan sebsesar 0,5%.
Dengan kenaikan capital ratio tersebut perusahaan dapat mengukur tingkat risiko yang terjadi karena
bunga gagal bersih atau bisa disebut dengan gagal bayar bunga.

2. Primary ratio

Primary ratio merupakan rasio untuk mengukur apakah permodalan yang dimiliki sudah memadai
atau sejauh mana penurunan yang terjadi dalam total aset masuk dapat ditutupi oleh capital equity.
Rumus: (Equity Capital / Total Loans) x 100%, Pada tahun 2019, Primary Ratio PT Bank BRI TBK
mengalamin kenaikan sebesar 0,3%. NPM Bank BRI yang pada tahun 2018 sebesar 1,4% kemudian
meningkat sebesar 1,7%. Dengan ada nya kenaikan equity capital dan total asset pada tahun tersebut
berdampak dengan kenaikan primary ratio dan juga dapat menstabilkan anatara equity dan asset pada
perusaahaan PT Bank BRI TBK.

3. Risk Assets Ratio

Risk Assets Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemungkinan penurunan risk
assets. Rasio ini dirumuskan = Equity Capital : (Total Assets – Cash Assets – Securities) x 100% jika
dimasukkan dengan data bank BRI Tbk pada tahun 2018 (185.275.331 : (1.296.898.292 –
111.258.422– 156.302.969)) x 100% maka dihasilkan 17%, dan pada tahun 2019 (208.784.336 :
(1.416.758.840 - 111.873.399– 168.520.237)) x 100% maka dihasilkan 18%. Jadi , dapat kita ketahui
pada perhitungan diatas pada tahun 2019 memperlihatkan peningkatan dari tahun sebelumnya yang
menunjuk pada angka 17%, pada tahun 2019 menjadi 18%. Hal ini tentu dipengaruhi oleh naiknya
jumlah modal dari Rp.185.275.331 dan aktiva perusahaan pada jumlah Rp. 1.296.898.292 pada tahun
2018 menjadi modal sebesar 208.784.336 dan total aktiva 1.416.758.840

4. Secondary risk ratio

Secondary risk ratio m e r u p a k a n r a s i o y a n g d i g u n a k a n u n t u k m e n g u k u r penurunan asset


yang mempunyai risiko lebih tinggi. Rumus yang digunakan untuk mencari secondary risk ratio
adalah Equity Capital / Total Secondary Risk Assets x 100%, Total secondary risk assets di dapat
dari Total Assets–(Cash Assets+ Securities+ Fixed Assets+other Assets). Jika dimasukkan dengan
data keuangan bank BRI Tbk 2018, 19.387.154 / 1.296.898.292 -
(111.873.399+156.301.211+26,914,859+23,379,549) jadi 19.387.154/1.296.898.292 – 318.469.018
maka di dapat hasilnya 1,9%. Dan pada tahun 2019. 24.996.002 / 1.416.758.840 –
(111.258.422+168.519.479+31,432,629+20,265,162) jadi . 24.996.002 / 1.416.758.840 – 331.475.692
maka didapat hasilnya 2,3%. Secondary risk ratio mengalami peningkatan, tahun 2018 sebesar 1,9%
kemudian meningkat sebesar 0,4% ditahun 2019 menjadi 2,3%.

C. Rasio Profitabilitas
1. Rasio Biaya Operational

Rasio biaya operasional Bank BRI pada tahun 2019 sebesar 158.11%. Ini menurun dari tahun
sebelumnya yang sebesar 179.25%. Penurunan ini membuktikan bahwa rasio beban operasional Bank
BRI bagus. Karena, semakin kecil rasio beban operasional, maka artinya perusahaan dapat
menurunkan beban operasional rasio yang kemudian dapat memaksimalkan pendapatan. Dapat
diketahui juga Bank BRI dengan sangat mampu mengelola perusahaannya agar beban operasional
tidak semakin membengkak. Penurunan ini dipicu juga oleh penurunan suku bunga kredit yang
bergerak lambat dari tahun ke tahun.

2. Net Profit Margin

Pada tahun 2019, Net Profit Margin Bank BRI mengalamin kenaikan sebesar 15.34%. NPM Bank
BRI yang pada tahun 2018 sebesar 123.54% kemudian meningkat sebesar 138.88%. Hal ini
membuktikan bahwa Bank BRI sangat baik dalam menghasilkan laba bersih mereka. Pasalnya, NPM
ini sangat menentukan keberlangsungan hidup perusahaan. Pengaruh paling besar dari laba bersih
bank yang meningkat adalah interest income mereka yang besar sehingga laba bersih mereka semakin
naik tiap tahunnya.

3. Return on asset

net income+ interest expense x (1−Tax rate) 39,498,597+38,671,838 x (1−0.20)


= x 100% =
average total asset 1.356.828 .566
4.60%

Return on asset adalah kemampuan untuk mengukur kapabilitas perusahaan dalam menghasilkan laba
dari aktiva yang digunakan. Artinya Rp. 1 dalam investasi aset akan menghasilkan 4.60 laba tahunan
yang diterima PT BRI. ROA PT BRI di 2019 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya dimana
ROA nya dari 2.67% menjadi 4.60%.

4. Return on equity

net income 39,498,597


= X 100% = 20%
average shareholde r ' s equity 197,029,833.5

Return on equity adalah salah satu rasio keuangan yang dapat digunakan untuk menganalisis saham.
Rasio ini mengukur penghasilan laba dari dan ayang di investasikan pemegang saham. Artinya PT
BRI mendapatkan 20 sen pertahunnya untuk setiap Rp 1 investasi ekuitas. ROE juga mengalami
peningkatan dibanding tahun 2018 dimana ROE nya naik dari 18.48% menjadi 20%.

Kenaikan ini salah satunya dipicu oleh naiknya net income perusahaan dari 28,940,825 di tahun 2018
menjadi 39,498,597 di tahun 2019. Hal ini menjadi penanda bahwa profitabilitas BRI dalam
memanfaatkan aset dan terhadap aset bersihnya untuk menciptakan laba tergolong tinggi.

KESIMPULAN : di atas kita bisa melihat untuk data keunaagan yang di miliki bank bri tergolong
cukup bagi walw namun terjdi penurunan saham di krnakan pandemi yang mnyerah tahun ini namun
hal itu tidak mmbuat prushaaan ini mnyerah tpi tetap bangkit secara terus menurs.

RESUME UTS ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN


PASAR MODAL
Dosen Pengampu :yuliyanti, S.E.

Disusun oleh :
FARIZH HFP
Nim : 11180820000103

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

PENDAHULUAN
Diketelahui : Pada analisis komparatif yang telah dilakukan oleh kelompok 3, dinyatakan bahwa PT.
BSD Tbk. enggan melakukan ekspansi. Jelaskan alasan dasar PT. BSD Tbk tidak melakukan ekspansi
dan analisis juga berdasarkan pendapat Anda?
Jwaban: assalamu’alaikum wr.wb setelah melakukan analisis berhari2 hingga larut saya mndapatkan
beberapa infonyang mengejutkan tentunya dapat kita lihat pada ppt yang di kirim dngn analisa
kompratif yang di buat oleh kelompok 3 mnunjukan bhwa adanya equity yang meningkat 10% pada
laba dan aset pada tahun 2018-2019 dan mnyatakan bhwa tingginya laba dan aset di krnakan pt bsd
serpong enggan melaakukan ekspansi. Namun saat saya mncari2 tentang alasan ini seprti di tutupi
oleh pihak2 yang berada di bsd hal tersebut bisa kita dsri potingan artikel dngn sumbr yang sama yang
telah di gabungkan
ARTIKEL BUKTI YANG TELAH DI CARI DAN DI GABUNGNGKAN.
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bumi Serpong Damai Tbk
Peningkatan laba Bumi Serpong Damai yang tajam ini lebih disebabkan oleh penghasilan lain-lain,
dari yang negatif Rp 409,82 miliar menjadi positif Rp 638,82 miliar. Ada pula ekuitas pada laba
bersih entitas asosiasi dan ventura bersama sebesar Rp 138,07 miliar. Padahal sebelumnya rugi Rp
9,11 miliar.
BSDE pun mencatatkan dampak atas perubahan dasar pengukuran investasi pada entitas asosiasi
sebesar Rp 864,86 miliar Dampak ini baru ada pada kinerja semester pertama 2019 Penyokong
lonjakan laba BSDE lainnya adakah kerugian selisih kurs mata uang asing bersih yang turun menjadi
Rp 57,86 miliar dari sebelumnya Rp 236,46 miliar.
BSDE memangkas biaya iklan, promosi dan komisi dari Rp 173,25 miliar menjadi Rp 110,48 miliar.
Serta memangkas gaji karyawan dari Rp 91,9 miliar menjadi Rp 89,13 miliar. Sedangkan beban
administrasi tercatat sebesar Rp 604,12 miliar atau turun 6% dari Rp 642,61 miliar.
Di sisi lain, jumlah liabilitas BSDE sebesar Rp 20,69 triliun atau turun 5,13% sejak awal tahun.
Jumlah liabilitas tersebut masih didominasi oleh liabilitas jangka panjang dengan jumlah Rp 15,03
triliun. Sedangkan ekuitas BSDE tercatat Rp 32,61 triliun atau naik 7,66% sejak awal tahun.
Hermawan mengungkapkan, BSDE akan tetap menjaga fundamental, agar mampu membukukan
kinerja positif pada 2019. Selain memperkuat recurring income, katanya, BSDE menilai pada tahun
ini permintaan terhadap produk-produk residensial dan komersial masih tinggi.
Menurutnya, neraca perseroan masih kuat dengan rasio utang terhadap ekuitas berada di posisi aman
yaitu sebesar 0,46 kali. Hal ini terkonfirmasi dari penegasan ulang peringkat BSDE dan obligasi
berkelanjutannya di level idAA- dengan outlook stabil oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

Jika ditelisik, sumber lonjakan laba periode berjalan BSDE ada di pos penghasilan lain-lain.akun
penghasilan lain-lain yang paling mencolok adalah dampak atas perubahan dasar pengukuran
investasi pada entitas asosiasi, yang nilainya mencapai sekitar Rp 864,86 miliar.

Penghasilan lain-lain ini berasal pembukuan keuntungan atas perubahan pengukuran investasi, pada
PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN), yang sebelumnya dicatat dengan metode ekuitas menjadi
metode nilai wajar melalui laba rugi untuk pencatatan DIRE Simas Plaza Indonesia.

Jika dirinci lebih dalam lagi, pembukuan keuntungan tersebut bersumber dari penjualan saham PT
Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN) dan Juga berasal dari penempatan investasi di Dana Investasi Real
Estat (DIRE) Simas Plaza Indonesia dan pembelian saham PT Plaza Indonesia Mandiri (PIM).Selain
itu ada akun keuntungan yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar investasi yang diukur pada
nilai wajar melalui laba rugi sekitar Rp 45,53 miliar.

Penghasilan ini berasal dari investasi anak usaha BSDE, yakni Global Prime Treasury Pte. Ltd. (GPT)
pada reksadana yang dikelola oleh Bank of Singapore, Banjaran Asset Management dan Morgan
Stanley Singapore, Per 30 September 2019 GPT mencatat keuntungan yang belum direalisasi dari
perubahan nilai wajar sekitar Rp 47,65 miliar.

Kesimpulan
Dari sini ada beberapa kemungkinan penyebab mngapa equitas naik 10 persen.
Alasan yang pertama : terkait menurunya nilai mata uang asing.berdasrkan bukti2 yang terjadi antar
tahun lalu 2019 kmrin saat pertengahan tahun di cina luar sana sedang terkena wabah pmyakit yang
mengerikan yaitu korona yang menyebabkam segala bntuk usaha dan eqitas menurun krna adanya
batasa dan kenaikan pajak pada negara2 yang sedang terjangkit wabah korona guna menangulangi
korban covid dan keuangan perkonimian ngar2 luar hal ini mnyebabkan trunya valuta asing bagi pt
bsd serpong tersebut sehingga pt serpong tersebut lbh memlih menjaga fundamental dengan cara
memperkuat recurring income, disebabkan pada tahun lalu permintaan terhadap produk-produk
residensial dan komersial masih tinggi. Yang mana pt bsd juga melakukan pemotingan biaya2 lain
sperti iklan gaji karyawan dll. (Ini menurut spekulasi yang saya amati).

Alasan kedua : Jika kita cermati lbh lanjut sumber lonjakan laba periode berjalan BSDE ada di pos
akun penghasilan lain-lain yang paling mencolok adalah dampak atas perubahan dasar pengukuran
investasi pada entitas asosiasi, yang nilainya mencapai sekitar Rp 864,86 miliar Penghasilan lain-lain
ini berasal pembukuan keuntungan atas perubahan pengukuran investasi, pada PT Plaza Indonesia
Realty Tbk (PLIN), yang sebelumnya dicatat dengan metode ekuitas menjadi metode nilai wajar
melalui laba rugi untuk pencatatan DIRE Simas Plaza Indonesia Jika dirinci lebih dalam lagi,
pembukuan keuntungan tersebut bersumber dari penjualan saham PT Plaza Indonesia Realty Tbk
(PLIN) dan Juga berasal dari penempatan investasi di Dana Investasi Real Estat (DIRE) Simas Plaza
Indonesia dan pembelian saham PT Plaza Indonesia Mandiri (PIM).Selain itu ada akun keuntungan
yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar investasi yang diukur pada nilai wajar melalui laba
rugi sekitar Rp 45,53 miliar Penghasilan ini berasal dari investasi anak usaha BSDE, yakni Global
Prime Treasury Pte. Ltd. (GPT) pada reksadana yang dikelola oleh Bank of Singapore, Banjaran Asset
Management dan Morgan Stanley Singapore, Per 30 September 2019 GPT mencatat keuntungan yang
belum direalisasi dari perubahan nilai wajar sekitar Rp 47,65 miliar.(menurut hermawan sebagai juru
bicara bsd serpong)

Krna kasus ini terlampau menarik saya mencoba mncari alasan lain dan fakta2 lain yang di tutupi oleh
google dan goduckgo terkait kasus ini setelah saya teliti lbh lanjut dan lbh dalam di www.notevil.com

Saya menemukan bukti ketiga bhwa alasan enggan melakukan ekspansi adalah di krnakan kondisi
nerga sekrng yang sedang terkena pandemi corona dan bebrapa staf yang terkena juga lalu ada rumor
yang menyebutkan bhwa standr equitas lbh di perlukan untuk memepertahankan nilai jual saham pt
bsd serpong yang sedang melakukan pengurangan pegawai dan menangulangi kelrugiaan yang di
alami di tahun2 sblumnya.

Kabar terbaru yang saya dapatkan dri serach egine ini adlaha bhwa hermawan selaku pimpinan
berkata bahwa BSDE tengah berada dalam kondisi fundamental yang kuat dan siap untuk terus
berekspansi dan menjaga kinerja positif yang telah dicapai hingga saat ini. Hingga kuartal I/2019,
Laba Bersih BSDE melonjak 52 persen menjadi Rp618 miliar.

“Kami meyakini industri properti akan kembali pulih seiring dengan membaiknya kondisi
perekonomian di dalam negeri serta daya beli masyarakat,” tuturnya usai melaksanakan RUPST di
BSD, Tangerang, Kamis (23/5/2019).

Dalam RUPST tersebut diterima laporan pertanggungjawaban Direksi dan Dewan Komisaris atas
sejumlah capaian positif perusahaan untuk tahun buku 2018. BSDE juga melakukan sejumlah aksi
korporasi untuk memperkuat kondisi fundamental perusahaan.

Salah satunya adalah emisi Senior Notes. Melalui penerbitan Senior Notes itu, BSDE mendapat
tambahan dana untuk memperkuat kas yang pada akhir tahun lalu tercatat Rp8,14 triliun. Keberadaan
kas yang kokoh ini akan mendukung sejumlah rencana ekspansi usaha ke depan, melalui
pengembangan produk-produk yang inovatif, unik, modern, ramah lingkungan serta sesuai dengan
kebutuhan pelanggan.

Kemudian, untuk makin memantapkan langkah ke depan, BSDE juga telah meningkatkan
kepemilikan atas PT Trans Bumi Serbaraja, pemilik ijin pengusahaan jalan tol Serpong-Balaraja
menjadi 100 persen. Seksi 1 dari jalan tol sepanjang 39,8 km ini, akan berawal dari BSD City.

“Kami akan mengusahakan percepatan penyelesaian jalan tol ini. Dengan beroperasinya jalan tol ini,
kami berharap para penghuni akan merasa makin nyaman dan nilai tambah BSD City akan meningkat
secara signifikan,” tambah Hermawan.
PENUTUP
Sekian dri saya bu jika analisis atw dalam pngetikan ada kekurangan mohon dimaafkan dan di
maklumi keteebatas pemikiran saya trimaksih atas pengertianya wabilahitaufik wahidayah
wasssalamu’alaikum wr.wb🙏🤗😊

Anda mungkin juga menyukai