kebangkrutan dapat diartikan sebagai kegagalan yang dapat dibedakan menjadi (Muhammad
Akhyar Adnan dan Eha K.2000):
1) Kegagalan Ekonomi
Biasanya diartikan apabila perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak
menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai
sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban,
2) Kegagalan Keuangan
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus
kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk, yaitu:
a) Insolvensi teknis (Technical insolvency). dimana terjadi apabila perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun total aktivanya sudah melebihi total
hutangnya,
b) Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan, dimana didefinisikan sebagai kekayaan bersih
negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih
kecil dari kewajiban.
Ciri-Ciri Kebangkrutan
Menurut SDA (International Swaps and Derivatives Association), suatu perusahaan dapat
dikatakan bangkrut apabila telah teriadi hal-hal sebagai berikut
a) Perusahaan yang mengeluarkan surat hutang berhenti beroperasi (pailit)
b) Perusahaan tidak solven atau tidak mampu membayar utang
c) Timbulnya tuntutan kebangkrutan
d) Proses kebangkrutan sedang teriadi
e) Telah ditunjuknya receivership
f) Dititipkannya seluruh aset kepada pihak ketiga
Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kebangkrutan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
(Muhammad Akhyar A dan Eha K. 2000):
1. Faktor Umum
a. Sektor Ekonomi, berasal dari gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa,
kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi dengan mata uang
asing.
b. Sektor sosial, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya perubahan gaya hidup
masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun yang
berhubungan dengan karyawan.
c. Sektor Teknologi, dimana penggunaa teknologi memerlukan biaya yang ditanggung
perusahaan terutaman untuk pemeliharaan dan implementasi. Sektor Pemerintah,
dimana kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan
industri, penggenaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-
undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.
2. Faktor Eksternal
a. Sektor pelanggan atau nasabah, dimana untuk menghindari kehilangan pelanggan,
perusahaan harus melakukan identifikasi terhadap sifat konsumen atau pelanggan
juga menciptakan peluang untuk mendapatkan pelanggan baru
b. Sektor Kreditor, dimana kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan
menetapkan jangka waktu pengembalian hutang piutang yang bergantung pada
kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditan suatu bank.
c. Sektor pesaing atau bank lain. dimana merupakan hal yang harus diperhatikan
karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah atau
pelanggan.
Ada beberapa pihak yang mempunyai kepentingan terhadap informasi tentang kebangkrutan,
diantaranya adalah (Foster G. 1986):
1. Kreditur (lenders) Masalah kebangkrutan ini mempunyai hubungan yang erat dengan
lembaga ini baik dalam hal mengambil keputusan tentang pemberian pinjaman dengan
syarat-syarat tertentu atau perancangan kebijaksanaan untuk memonitor pinjaman yang
telah ada.
2. Investor. Investor berkepentingan untuk mengetahui apakah perusahaan yang menerima
dana mereka adalah perusahaan yang sehat dan dapat memberikan return optimal dari
investasi yang mereka tanam.
3. Pemerintahan. Hal ini membantu pemerintah dalam mengeluarkan peraturan untuk
melindungi masyarakat dari kerugian dan kemungkinan menganggu stabilitas ekonomi
dan politik negara, karena pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindung tenaga
kerja, industri dan masyarakat.
4. Auditor. Satu penelitian yang harus dibuat oleh auditor adalah apakah perusahaan bisa
going concern atau tidak. Apabila ada petunjuk bahwa perusahaan tidak bisa
melangsungkan operasinya. maka auditor harus memberikan pendapat tentang adanya
petunjuk going concern tersebut. Dengan adanya analisis terhadap kebangkrutan. maka
auditor bisa melakukan audit dan memberikan pendapat terhadap laporan keuangan
perusahaan dengan lebih baik.
5. manajemen Dengan mengetahui adanya suatu tanda-tanda kebangkrutan, manajemen
dapat mengambil keputusan untuk melakukan hal-hal yang dapat membuat
perusahaannya terhindar dari kebangkrutan. seperti melakukan merger dengan
menawarkan perusahaannya kepada peminat.
1. Beaver memilih 6 rasio dari 30 rasio keuangan, yang digunakan sebagai variabel yang
dianalisis. Rasio-rasio yang dipilih adalah cash flow to total debt. current assets to
current liabilities, net income to total assets. total debr lo toral assets. dan working capital
to total assets. Dan hasilnya. ke-6 variabel tersebut dapat mengklasifikasikan antara
perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut untuk 1 sampai 5 tahun sebelum bangkrut. Hasil
penelitian Beaver juga menunjukkan bahwa cash flow ratio (cash flow to total debt)
merupakan alat prediksi yang paling kuat dengan ketepatan prediksi 78% pada tahun
kelima sebelum kebangkrutan dan 87% setahun sebelum kebangkrutan. Semakin dekat
saat bangkrut, tingkat kesalahan klasifikasi semakin rendah.
Pengukuran atas kinerja perusahaan dapat dilakukan melalui berbagai cara. Salah
satunya dengan mengukur kinerja keuangan perusahaan yang dapat dilakukan dengan
menganalisis laporan keuangan yang dilaporkan perusahaan setiap periodenya. Dengan
berbagai metode yang telah ditemukan, analisa terhadap laporan keuangan dapat memberikan
informasi yang bermanfaat untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan dan kinerja
keuangan suatu perusahaan yang sedang berjalan, juga sebagai alat untuk memprediksi
kondisi perusahaan di masa yang akan datang. Hal ini tentu dapat digunakan untuk
memprediksi kebangkrutan perusahaan. Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat bagi
beberapa pihak seperti berikut ini :
1) Model Univariate
Zi = a X1 + b X2
Skor Z yang rendah berarti semakin besar kemungkinan untuk bangkrut. Koefisien
negative variable X1 menandakan hubungan negative antara variable tersebut
dengan skor Zi. Semakin tinggi nilai X1, semakin rendah nilai Zi dan semakin
tinnggi kemungkina kebangkrutan. Nilai koefisien yang positif pada variable X2
menandakan bahwa semakin tinngi rasio TIE, semakin tinggi nilai skor Zi dan
semakin kecil kemungkinan bangkrut.
Salah satu contoh analisis multivariate yang cukup terkenal adalah model
kebangkrutan yang dikembangkan oleh Edward Altman seorang professor of
finance dari New York University School of Business pada akhir 1960-an yang
dikenal dengan Altman Z-score. Model ini menggunakan analisis keuangan yang
dibuat dengan mengkombinasikan lima rasio keuangan yang berbeda-beda, yaitu
(Rasio Modal Kerja/Total Aktiva, Laba Ditahan/Total Aktiva, Earning Before
Income and Tax/Total Aktiva, Nilai Pasar Modal/Nilai Buku Hutang,
Penjualan/Total Aktiva) untuk menentukan potensi atau kemungkinan bangkrutnya
sebuah perusahaan. Dari nilai Z-nya, berdasarkan titik cut-off yang dilaporkan
Altman.
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z yang
diperoleh,yaitu:
Salah satu model multivariate yang lain adalah Model Analisis Logit
yang dikembangkan oleh James A. Ohlson. Prosedur penelitian yang dilakukan
oleh Ohlson adalah :
Analisa
Altman Z Score Logit
Rasio Keuangan
Working Capital
Z < 1,80
To Total Asset
Bangkrut
Retained To Earning
To Total Asset
Market Value of
Equity To Book Z > 2,99
Value To Debt Tidak bangkrut