Anda di halaman 1dari 31

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini, akan dipaparkan landasan teori yang digunakan dalam

penyusunan tesis ini. Sesuai dengan topik tesis, teori-teori yang digunakan sebagai

acuan adalah teori Human Capital, teori Talent Management, teori Effectivity and

Improvement in Talent Management, teori Process Improvement.

2.1 Human Capital

Human Capital Management merupakan bentuk baru dari Human Resource

Management dimana perbedaannya adalah pada filosofi mendasar yang melekat pada

kedua bentuk tersebut. Pada Human Resource Management, manusia ditempatkan

sebagai sumber daya. Sedangkan pada Human Capital Management, manusia adalah

capital atau asset. Perbedaan selanjutnya dapat terlihat dari bagaimana strategi yang

digunakan pada masing-masing bentuk tersebut.

Menurut Larkan (2008), Human Capital Management lahir didasari oleh

fenomena bahwa pada abad 21 ini kesadaran manajemen perusahaan dalam

pengelolaan SDM semakin tinggi. Perusahaan-perusahaan mulai menyadari bahwa

kinerja perusahaan bukan hanya ditentukan oleh capital yang berupa finansial, mesin,

teknologi, dan modal tetap, melainkan terutama dipengaruhi oleh intangible capital,

yaitu Sumber Daya Manusia (SDM).

19
20

Menurut PPM Management (2010), kesuksesan organisasi ditentukan oleh

SDM yang bertalenta tinggi. Great organizations are always built by great people.

Dengan demikian, perusahaan harus mengelola manusia sebagai modal sehingga

memberikan nilai tambah dan memberikan keunggulan kompetitif dibandingkan

kompetitornya. Hal itulah yang menjadi program unggulan berbagai perusahaan

Indonesia dalam rangka meraih visi, misi, dan sasaran stratejik serta meningkatkan

pertumbuhan dan keberlanjutan organisasi (growth sustainability). Berangkat dari

tujuan tersebut, maka upaya yang dilakukan untuk mendapatkan dan menjaga

karyawan bertalenta tinggi (talented people) sebagai upaya meraih keunggulan

kompetitif bagi perusahaan melalui managemen talenta menjadi salah satu sasaran

stratejik perusahaan.

2.1.1 Human Capital Management Process

Menurut PPM Management (2010), dalam mewujudkan SDM sebagai

keunggulan kompetitif, perusahaan-perusahaan perlu mengimplementasikan strategi

Managemen SDM, atau Human Capital Strategy. Penyusunan Human Capital

Strategy tersebut harus didasarkan pada Visi, Misi, Budaya, dan nilai-nilai yang

dimiliki oleh perusahaan dan arah strategi bisnis (Corporate Strategy).

Proses selengkapnya mengenai Human Capital Management framework dapat

dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.


21

Gambar 2.1 PPM Management - Human Capital Management Framework

Sumber : PPM Management (2010)

Bila Human Capital Strategy telah dirumuskan, maka selanjutnya strategi

tersebut harus diterjemahkan lebih rinci pada pilar-pilar Human Capital Management

Process. Dalam pilar-pilar tersebut terdapat serangkaian proses yang harus dilakukan

untuk mengimplementasikan strategi SDM yaitu : proses Human Capital Acquisition,

development, Engagement, dan Retention.

Dalam penerapannya, semua pilar tersebut harus didukung oleh infrastruktur

teknologi yang memadai sehingga proses bisa dilaksanakan dengan cepat, efisien, dan

efektif. Melalui proses manajemen yang baik dan didukung oleh information

technology (Human capital information system), agar kinerja proses human capital

management di dalam perusahaan diharapkan bisa berjalan dengan baik, terintegrasi

dan optimal. Pada akhirnya, proses human capital management tersebut diharapkan
22

dapat mendukung pencapaian business result yang optimum dan mampu memberikan

nilai manfaat yang tinggi bagi seluruh anggota stakeholder-nya, baik bagi pelanggan,

pemilik modal, karyawan, supplier, pemerintah, masyarakat, maupun mitra lainnya.

Secara lebih detail, Human Capital Management Process dapat dilihat pada

Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Human Capital Management Process

Sumber : PPM Management (2009)


23

Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa Human Capital Acquisition,

development, engagement, dan retention merupakan proses manajemen yang saling

terkait satu dengan yang lain dalam suatu sistem. Sebaiknya setiap aspek kegiatan

dari setiap pilar tersebut memperhatikan sinkronisasi, konsistensi, dan

konsekuensinya satu dengan yang lainnya agar terjadi harmonisasi serta sesuai

sasaran stratejik managemen SDM yang ditetapkan.

2.2 Talent Management

2.2.1 Talent Management Strategy

Talent Management merupakan inti dari konsep Human Capital. Seperti yang

telah dibahas pada teori mengenai Human Capital pada sub bab 2.1. Kesuksesan

suatu perusahaan sangat ditentukan oleh Talent Management Strategy yang

digunakan.

Menurut PPM Management (2010), ketika berbicara mengenai Talent

Management Strategy, maka yang pertama kali harus dimiliki oleh perusahaan adalah

gambaran kebutuhan talenta yang diperlukan. Pada umumnya perusahaan sudah

menyadari kebutuhan talenta berdasarkan visi, misi, strategi, dan nilai perusahaan.

Namun ternyata perkiraan kebutuhan talent berdasarkan tantangan industri di masa

mendatang sering dilupakan.Padahal bila tantangan industri tidak dipertimbangkan,

bisa dipastikan perusahaan akan kekurangan talenta pada saat dibutuhkan ke

depannya.
24

Jika perusahaan sudah memiliki future talent needs, maka yang perlu

selanjutnya perlu dilakukan penilaian (asessment). Melalui penilaian ini, maka akan

diketahui seberapa lengkap talent yang sudah dimiliki perusahaan dibandingkan

dengan kebutuhannya, sehingga bisa dilakukan berbagai usaha untuk menutupi

kesenjangan yang ada.

Corporate Corporate
Strategy Values

Corporate FUTURE Industry


Vision & Mission TALENT Challenges
NEEDS

Talent Strategy
(People Branding)
Asess Current
Talent

Retain Acqui
sition

Development

Business Result

Gambar 2.3 Talent Management Strategy

Sumber : PPM Management (2010)


25

Setelah mengetahui dengan jelas talent seperti apa yang dicari, maka kita

dapat memasuki tahap pertama yaitu menyusun talent strategy. Talent strategy sering

disebut sebagai people branding karena talent strategy dianggap sebagai usaha

memberi merek (brand) kepada para karyawan di perusahaan.

Setelah itu baru dilakukan tahap acquisition, development, dan retain,

sehingga talent yang didapat sesuai dengan business result yang harus dicapai.

Keseluruhan proses tadi disebut sebagai Talent Management Strategy.

2.2.2 Talent Segmentation

Menurut PPM Management (2010), dalam talent management strategy

terdapat tiga kelompok segmen talent (talent segmentation), yaitu :

1. Talent untuk kelompok manajerial dan berada dalam posisi struktural.

2. Talent yang termasuk dalam pekerjaan – pekerjaan profesional, yaitu

pekerjaan yang membutuhkan keahlian spesifik / fungsional.

3. Talent yang termasuk dalam kelompok critical jobs, dimana di dalamnya

tidak terdapat tingkatan namun posisi tersebut sangat penting untuk

kelanggengan suatu perusahaan.

2.2.3 Identifikasi Talent Future Needs

Menurut PPM Management (2010), perusahaan dapat mengidentifikasi

Future Talent Needs dengan pengelompokan skills atau keterampilan seperti

dijelaskan pada gambar 2.4 berikut ini :


26

INDUSTRY REQUIREMENT

 
 
COMPETENCY  CORPORATE REQUIREMENT

PERSONALITY 

SKILL /   KNOWLEDGE 
EXPERIENCE 

Gambar 2.4 Talent Future Needs

Sumber : PPM Manajemen (2010)

Dalam menetapkan future talent needs, perusahaan harus memastikan bahwa

seluruh kebutuhan akan modal insani perusahaan yang diperlukan untuk menjalankan

strategi bisnisnya telah diterjemahkan atau didefinisikan.

Pada umumnya komposisi future talent needs terdapat knowledge, skill yang

diperoleh dari pengalaman, behavior (competency), dan personality.

2.2.4 Pemetaan Sumber Daya Manusia dengan Matriks

Sembilan Kotak

Talent development merupakan bagian dari talent management system.

Menurut Davis (2009), keberhasilan talent development strategy sebenarnya sangat

tergantung pada peserta yang ikut di dalamnya atau dengan kata lain tergantung pada

karyawan yang ikut dalam program talent development program.


27

Oleh karena itu, menurut Purnawanto (2010), agar talent development berjalan

dengan efektif, maka karyawan perlu dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan

kriteria tertentu. Pada gambar 2.5 di bawah ini digambarkan secara lengkap kategori

atau pengelompokan tersebut. Investasi untuk individu di kelompok yang satu tentu

saja berbeda dengan individu di kelompok lainnya.

HIGH

COMPETENT HIGH FLYER


PERFORMANCE IN 2-3 YEAR

POTENTIAL

COMPETENT

PROBLEM PERFORMER

EMPLOYEE

LOW HIGH

COMPETENCY BASED ON ASESSMENT RESULT & PERFORMANCE MANAGEMENT

Gambar 2.5 Matriks sembilan kotak (Human Asset value (HAV) mapping)

Sumber : PPM Management (2010)

Terkait dengan pemetaan SDM, terdapat dua dimensi yang dapat digunakan,

yaitu : keterampilan (competency) dan kinerja (performance). Terlalu beresiko jika

perusahaan hanya memperhitungkan salah satu aspek sebagai dasar pemetaan SDM.

Karena dalam kenyataannya tidak mustahil bahwa seseorang yang dari hasil evaluasi
28

keterampilan (competency) dikatakan terampil (kompeten) namun ternyata kinerjanya

kurang baik, atau sebaliknya.

Seperti yang telah digambarkan di atas, terdapat lima kelompok besar SDM,

yaitu :

1. High Flyer (A+ player)

2. Competent (A player)

3. Performer (B player)

4. Potential (C player)

5. Problem Employee (C- player)

2.2.5 Talent Management Process

Menurut Darrin (2008), di masa lampau talent management process

difokuskan pada acquiring dan retaining talent. Sedangkan saat ini, isu talent

management lebih difokuskan pada adanya integrated system approach, dimana

konsep tersebut meliputi isu-isu seputar planning, acquiring, developing, managing,

dan retaining employees. Bagan talent management process berdasarkan integrated

system approach dapat kita lihat pada gambar 2.6 di bawah ini.
29

Gambar 2.6 Talent Management Process


Sumber : Darrin (2008)

1. Planning

Planning merupakan bagian yang paling awal dari setiap talent management

system. Tujuan dari planning adalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan

karyawan sesuai kebutuhan organisasi.

Beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai dasar analisa kebutuhan talent

adalah :

1. Pertumbuhan organisasi, merupakan komponen yang paling berpengaruh

dalam menentukan kebutuhan talent. Pelaku dalam talent management harus

aware terhadap strategi perusahaan jangka pendek dan jangka panjang. Selain

itu, kebutuhan talent juga kadang dipicu adanya pergantian atau pertambahan

produk atau jasa, akuisisi, merger, dan ekspansi. Seluruh faktor yang

menyebabkan perubahan tersebut harus dapat diubah ke dalam jumlah

individu yang diperlukan.

2. Replacement needs, atau dengan kata lain adanya employee yang keluar atau

pindah bagian, merupakan faktor menumbuhkan kebutuhan akan talent baru.


30

Jika turnover sebuah perusahaan kecil, maka replacement needs dapat

diminimalisir. Selain turnover, adanya employee yang pensiun merupakan

faktor yang perlu dipertimbangkan.

3. The changes in skills and competencies. Seiring pertumbuhan teknologi,

perubahan pasar, dan pergantian produk, seringkali dibutuhkan skills dan

competencies yang berbeda.

Ketiga faktor tersebut merupakan tiga faktor utama yang harus diubah ke

dalam bentuk angka kebutuhan jumlah talent baik dalam jangka pendek maupun

jangka panjang. Hal lain yang juga krusial dan harus diperhatikan adalah adanya

market analysis terkait dengan bagaimana sebuah perusahaan mampu mendapatkan

talent. Sebagai contoh, supply dan tipikal labor di area rekrutmen perlu dicermati.

2. Acquiring Talent

Pada tahap ini, terdapat 4 sub proses, yaitu attracting (creating a talent

magnet), recruiting (membawa talent ke dalam organisasi), selection (membuat

keputusan seleksi talent), dan employing (putting them on the payroll).

Attracting talent

Attracting talent merupakan proses yang harus terus dibangun dalam jangka

panjang. Ada beberapa faktor yang penting dalam membentuk talent magnet dalam

suatu perusahaan. Talent biasanya cenderung memilih untuk menjadi bekerja di great

place to work, di sini berarti lingkungan kerja merupakan hal utama yang bisa
31

attracting talent. Faktor lainnya adalah reputation dan employment brand dari

sebuah perusahaan.

Reputasi sebuah perusahaan antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :

- Emotional appeal

- Products & Services

- Workplace environment

- Social responsibility

- Vision & leadership

- Financial Performance.

Recruiting

Saat ini, metode dan pendekatan dalam perekrutan mengalami banyak

perubahan. Secara keseluruhan terdapat pergantian strategi total. Masih menurut

Darrin (2008), perubahan-perubahan tersebut dapat kita lihat pada tabel 2.1 dan tabel

2.2 di bawah ini.

Tabel 2.1 Perbandingan metode dan pendekatan seleksi masa lampau dan
sekarang

Traditional Selection Methods Non-traditional Selection Methods

Resumes Behavioral interviews


Bacground checks Job simulation
Reference checks Pre-employement training
Testing Asessment centre
Physical exams Work samples
Drug testing Referral profile
Interviews
32

Tabel 2.2 Perbandingan metode dan pendekatan rekrutmen masa lampau dan
sekarang

Traditional Recruiting Methods Non-traditional Recruiting Methods


Job service agencies Web resources
Recruiting ads Open houses
Professional recruiters Receptions at conferences
Campus recruiting Information seminars
Internships Diverse profile candidates
Employment support groups Military recruiting
Community recruiting Employee talent scouts
Job fairs Networking
Walk-in applicants Employee referrals
Trade and professional associations Monitoring current events
Employment hotline Pre-employment programs

Selecting

Fase ini merupakan fase yang kritikal, karena pada fase inilah keputusan

pemilihan talent terjadi. Konsistensi merupakan hal yang sangat penting dalam proses

seleksi ini. Namun di sisi lain, metode seleksi juga harus sinkron dengan metode

rekrutmen yang digunakan. Jika terdapat perubahan pada metode rekrutmen, maka

harus dilakukan penyesuaian pada metode seleksi.

Employing Talent

Employing talent merupakan sebuah proses yang lebih melibatkan sisi

administratif. Proses administrasi, termasuk kebijakan profit dan benefit harus

didesain sedemikian rupa agar efektif dan efisien sehingga talent pun merasa nyaman.
33

3. Developing Talent

Setelah talent dipilih, proses learning dan development dimulai. Tahap ini

terdiri dari empat fase, yaitu : On-boarding New Talent, Preparing New Talent,

Developing Talent, dan Career Development.

On-boarding New Talent

Fase ini merupakan tahap initial dimana talent baru memasuki sebuah

perusahaan. Pada fase ini talent harus diperkenalkan sedemikian rupa dengan

lingkungan kerjanya dan kondisi perusahaan. Diharapkan melalui tahap ini, talent

mampu align dengan values, vision, mission, philosophy dan policies perusahaan.

Fase awal ini sangat penting agar di kemudian hari tidak terjadi missteps, miscues

dan unpleasant surprise. Selain itu dengan fase ini ditujukan agar talent memiliki

komitmen yang tinggi terhadap perusahaan. Di satu sisi, fase ini merupakan langkah

awal untuk dapat memotivasi talent dan juga merupakan salah satu strategi

engagement.

Preparing New Talent

Pada fase ini, talent dipersiapkan untuk menduduki suatu posisi jabatan

dengan serangkaian job description tertentu. Oleh karena itu, perlu dilihat dengan

jelas bagaimanakah kesiapan talent untuk mengisi posisi tersebut. Jika terdapat skill

atau knowledge yang belum dimiliki, maka perlu diadakan training-training atau

pelatihan yang mendukung.


34

Developing Talent

Serangkaian program learning dan development harus sudah disiapkan untuk

terus meningkatkan performance, skills, dan pembelajaran terhadap teknik-teknik

baru sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada.

Career Development

Fase ini fokus pada persiapan talent untuk menduduki posisi berikutnya atau job

lainnya. Succession planning merupakan cara yang digunakan kebanyakan organisasi

dalam mempersiapkan talent dalam career development.

4. Managing Talent

Tantangan yang terdapat pada tahap ini adalah bagaimana caranya agar talent

yang sudah memberikan kontribusi bagi perusahaan, dapat terus meningkat

performance nya dan terus termotivasi. Managing talent meliputi dua aktivitas,

yaitu : Managing Talent Performance dan Rewarding Talent.

Managing Talent Performance

Tujuan dari fase ini adalah untuk ensuring bahwa performance seorang talent

dikenali dan dihargai (rewarded) dengan semestinya. Proses managing talent

performance harus didasarkan pada sebuah konsep performance management system.

Pada pendekatan yang lama, performance biasanya di review empat kali, dua kali,

atau sekali dalam setahunnya, dimana metode yang digunakan biasanya adalah one-

way conversation antara atasan dan bawahannya.


35

Kelemahan dari metode tersebut seringkali karena atasan yang melakukan

review tidak memiliki skills dan basic knowledge yang cukup untuk melakukan

review. Pada pendekatan yang baru, review sedapat mungkin dilakukan melalui

metode briefing dan discussion untuk membicarakan performance goal dimana ada

keterlibatan tim performance management. Briefing dan discussion sebaiknya

diadakan sesering mungkin (seperti contohnya setiap minggu atau 2 minggu sekali).

Tujuan dari cara kerja tersebut adalah agar progress performance dapat di review, di

followup, dilakukan adjustment dengan cepat. Dengan demikian update progress

performance juga dapat dilakukan seketika itu juga. Konsistensi adalah hal yang

sangat penting disini.

Gambar 2.7 menunjukkan contoh performance management system di sebuah

perusahaan jasa keuangan yang besar.

Gambar 2.7 Performance Management System Example

Sumber : Darrin (2008)


36

Rewarding Talent

Rewarding talent merupakan fase yang penting dalam managing talent. Di

fase inilah performance talent diakui dan dihargai oleh perusahaan dalam bentuk

bonus, incentive dan bentuk-bentuk reward lainnya. Reward merupakan hal yang

dapat memotivasi talent.

5. Retaining Talent

Retaining talent merupakan tahap terakhir dari proses talent management

sekaligus merupakan fase yang paling kritikal. Disinilah talent yang sudah on-board

harus tetap dipertahankan.

2.3 Effectivity and Improvement in Talent Management

2.3.1 Talent Management Measurement

Menurut Boudreau dan Ramstad (2007), Efektivitas dalam Talent

Management menggambarkan adanya relationship antara talent dan organization

performance dan dengan portfolio policies and practices yang membentuk

memberikan support bagi performance tersebut. Efektivitas merupakan pengukuran

yang sangat penting pada strategy execution karena menunjukkan bagaimana

organisasi tersebut akhirnya dapat berubah.

Sedangkan menurut Ulrich (2010), salah satu aspek penting dalam

implementasi Talent Management adalah bahwa Talent Has to be Measured. Hal ini

berarti harus ada aspek-aspek yang dapat digunakan sebagai sumber pengukuran.
37

Pada tabel 2.3 Dave Ulrich memberikan contoh sebuah checklist terhadap strategi

talent management yang sedang dijalankan suatu perusahaan.

Tabel 2.3 Talent Management Successful Checklist

Where are we ?

Strategic Talent and Strategy Success Checklist

Identifikasi strategi perusahaan : Now vs. Future

Identifikasi kapabilitas strategi dengan gap kapabilitas

Menentukan strategic positions

Identifikasi strategic talent (top tier players in strategic positions). Pertanyaan

yang perlu diajukan adalah : Akankah upgrade dari talent secara signifikan akan

meningkatkan kapabilitas perusahaan ?

Daftar inventory strategic talent

Mengeset target untuk 1 dan 2 tahun (dan 3 tahun jika memungkinkan)

Mengembangkan HR Practice Action Plans

Mengembangkan dan memperkaya organisasi dengan high-performance HR talent

Mengembangkan strategi workforce success metrics

Membuat / mengembangkan tim HR dengan strategic focus

Mengembangkan rencana untuk memegang lini manajer dan memperhitungkan

strategic talent yang mereka miliki

Membuat suasana “war room” to manage the effort

Jangan terlalu ambisius, namun kembangkan setahap demi setahap


38

Sedangkan contoh pengukuran yang lebih detail dapat kita pelajari dari tabel

2.4 di bawah ini :

Tabel 2.4 Detailed Talent Management Measurement Points

Ratio perekrutan internal candidate Analisa Social Network

Retention yang dilakukan terhadap High Persentase dari Corporate Promotables

Potentials dari divisi anda

Retention yang dilakukan terhadap High Tahap-tahap assessment

Performers

Tingkat turnover Tipe dari work asessment

Bench-strength Analysis Sejarah kepegawaian dari para pemegang

jabatan-jabatan kunci (key jobs)

Retention Rate terhadap para rekrutmen Kekuatan dan kebenaran data base

baru (new hire)

Indikasi diversifikasi (usia dan jenis Kemampuan menarik talent dari

kelamin) kompetitornya

Produktivitas (dilihat dari revenue per

employee)

Employee Engagement (dari data survei)

Kualitas dari Applicant Pool

Data interview keluar


39

2.3.2 HR Readiness Index Sebagai Salah Satu Tolok Ukur

Performance dari Talent Management

Dari hasil pemetaan SDM seperti pada gambar 2.5 di atas, dapat diketahui

bahwa High Flyer merupakan kombinasi terbaik, yaitu seseorang yang memiliki

keterampilan (competency) dan kinerja (performance) yang tertinggi. Kombinasi

terburuk adalah problem employee, dimana seseorang memiliki keterampilan

(competency) dan kinerja (performance) terendah. Di samping untuk pengembangan

dan pengelolaan talent, hasil pemetaan SDM di atas juga digunakan untuk mengukur

Indeks Kesiapan SDM (HR Readiness Index atau HRI).

Menurut Purnawanto (2010), HRI merupakan rasio antara jumlah high flyer

dan competent dengan jumlah keseluruhan SDM yang dievaluasi. Misalnya, dari

1000 karyawan yang dievaluasi terdapat 200 karyawan yang termasuk kategori high

flyer dan competent maka HRI perusahaan tersebut adalah 20%. Artinya, jika

perusahaan tersebut harus ‘bertempur’ maka ada 20% orang yang sudah siap

bertempur dan memiliki probabilitas besar untuk memenangkan pertempuran.

Presentase HRI merupakan ukuran keberhasilan baik bagi coach (di masing-masing

unit) maupun bagi praktisi SDM.

Ketika HRI menjadi salah satu tolok ukur kinerja bagi para pimpinan pada

tiap fungsi, maka jumlah A player pada fungsi tersebut diharapkan dapat meningkat

dari waktu ke waktu.


40

2.3.3 Talent Management Improvement

Tujuan dilakukannya pengukuran (measurement) terhadap Talent

Management Strategy adalah sebagai langkah awal agar kemudian dapat dilakukan

perubahan (improvement) sehingga didapat proses dan hasil yang makin efesien dan

efektif. Perubahan (improvement) tersebut diperlukan sebagai sebuah jalan untuk

terbentuknya organizational change.

Menurut Boudreau (2007), untuk dapat melakukan improvement tersebut,

diperlukan sebuah framework yang dapat menjangkau dan menghubungkan

investment in talent dengan talent management effectiveness-atau lebih luas lagi yaitu

organizational effectiveness. Framework tersebut juga harus memiliki pandangan

yang terpadu (holistic perspective) sehingga hasil dari effectiveness measurement

yang telah dilakukan, pada akhirnya dapat men-drive strategic change, khususnya di

talent management.

Pada gambar 2.8 di bawah ini, kita dapat melihat framework yang

digambarkan oleh John W. Boudreau tersebut. Menurut beliau, framework tersebut

sebaiknya dipandang dari empat sudut pandang, yaitu logic, measures, analytics, dan

process (LAMP Model).


41

“The Right Analytics”


Valid questions and results
(Information, design,
statistics)

“The Right Logic” “The Right Measures”


HR metrics
Rational talent strategy Sufficient data
and analytics that are a
(Competitive Advantage, force strategic change
(Timely, reliable,
talent pivot-points) available)

“The Right Process”


Effective knowledge
management
(values, culture, influence)

Gambar 2.8 LAMP Model in Talent Management Improvement

Sumber : Boudreau (2007)

Logic merupakan aspek yang sangat penting dalam framework ini. Aspek

logic menekankan bahwa talent management strategy yang digunakan harus sesuai

dengan elemen dasar dan crusial (pivot-points) dan sesuai dengan competitive

advantage atau value yang dimiliki masing-masing perusahaan. Oleh karena itu,

strategi talent di masing-masing perusahaan tidak bisa disamakan. Formulasi strategi

yang digunakan harus disesuaikan dengan visi perusahaan dan core competence yang

dibutuhkan untuk mencapai visi tersebut.

Aspek measures merupakan aspek yang juga mendapatkan perhatian penting.

Kualitas talent yang dihasilkan sangat dipengaruhi dari pengukuran-pengukuran yang

digunakan. Oleh karena itu, harus selalu dilakukan perubahan terus-menerus terhadap
42

standard pengukuran yang sudah ada dengan mempertimbangkan aspek timeliness,

completeness, reliability, dan consistency.

Walaupun strategi yang digunakan sudah memiliki aspek logic dan measures

yang baik, namun jika tidak terdapat aspek analytics yang baik, maka akan terjadi

kesalahan intepretasi. Dengan kata lain, diperlukan kompetensi yang memadai untuk

dapat menganalisa dengan baik data hasil pengukuran yang telah dilakukan agar

selanjutnya dapat dilakukan langkah-langkah atau eksekusi yang tepat.

Elemen terakhir dari LAMP framework adalah aspek process. Perubahan

dalam proses (process improvement) harus ada sebagai bentuk akhir dari sebuah

strategi. Change management process merupakan aspek kunci yang menentukan

apakah pendekatan-pendekatan strategi melalui aspek-aspek di atas dapat berakibat

pada organizational effectiveness dan sustainable strategic success. Dengan kata lain,

process atau lebih tepatnya process improvement merupakan cerminan dari adanya

pembelajaran dan transfer knowledge. Sedangkan aspek-aspek lainnya, yaitu logic,

measures, dan analytics merupakan aspek yang men-support dan mempengaruhi

process.

2.4 Process Improvement

Menurut Dave Ulrich, salah satu aspek penting yang harus diketahui oleh

seorang pelaku Talent Management, adalah bahwa Talent Management harus disusun

dalam sebuah holistic process. Dengan kata lain, proses-proses dalam talent

management yang sudah kita bahas di atas harus memiliki sinkronisasi dan
43

terintegrasi menjadi satu kesatuan. Tujuannya adalah agar secara berkala kita dapat

mengetahui dengan jelas performance dari sistem talent management yang sudah

berjalan. Oleh karena itu, masing-masing proses harus bisa ditransfer menjadi bentuk

angka pencapaian. Dasar pertimbangan dalam transformasi proses menjadi angka

pencapaian dapat didasarkan pada tabel 2.2 talent management successful checklist

dan tabel 2.3 detailed talent management measurement points yang sudah kita bahas

pada sub bab sebelumnya.

Istilah proses tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita. Menurut Purnawanto

(2010), proses didefinisikan sebagai sekumpulan task task yang bekerja secara

bersama untuk menghasilkan value bagi customer. Berdasarkan definisi tersebut,

maka dapat kita ambil tiga kata kunci, yaitu :

1. Pengumpulan task

2. Bekerja secara bersama

3. Menghasilkan value bagi customer

2.4.1 Konsep Business Process

2.4.1.1 Kumpulan Task

Menurut Purnawanto (2010), task merupakan sebuah unit kerja atau suatu

aktivitas bisnis yang normalnya dilakukan satu orang. Kumpulan dari task-task akan

membentuk proses. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa task adalah part (bagian)

sedangkan process adalah whole (keseluruhan).


44

Jika suatu perusahaan ingin menjadi organisasi yang berbasis proses, maka hal

utama dan pertama yang harus dilakukan adalah mengubah pola pikir (mindset)

karyawannya dalam hal memandang process dan task. Jika semula task dipandang

sebagai hal yang primer dan proses menjadi hal sekunder, maka untuk organisasi

yang berbasis proses, proses harus menjadi hal primer, sedangkan task menjadi hal

sekunder.

2.4.1.2 Bekerja secara Bersama

Tidak ada satupun task yang dapat bekerja sendiri untuk dapat menghasilkan

value bagi pelanggan.

2.4.1.3 Value bagi Pelanggan

Tujuan dari adanya proses yang baik dan benar adalah untuk menghasilkan

value bagi pelanggan.

Suatu produk atau layanan dikatakan dapat memberikan value jika dapat

membawa solusi bagi pelanggannya. Value juga digambarkan sebagai selisih antara

apa yang diterima (dibeli) dengan apa yang diberikan (dibayar). Jika apa yang

diterima nilai relatifnya lebih besar dari apa yang dibayar, maka akan didapatkan nilai

tambah (value). Sebaliknya jika apa yang diterima nilai relatifnya lebih kecil dari apa

yang dibayar, maka akan dikatakan sebagai value destroyer. Customer tentunya

mengharapkan adanya nilai tambah atas produk atau jasa yang dibeli atau diterimanya.
45

2.4.1.4 Beberapa Model Pendekatan dalam Process

Improvement

Menurut Purnawanto (2010), Perbaikan proses (process improvement)

merupakan upaya untuk memecahkan masalah yang terjadi pada suatu proses, dengan

tidak mengubah struktur dasar dari proses itu sendiri. Misalnya, upaya untuk

memecahkan masalah-masalah yang spesifik, seperti biaya tinggi, pekerjaan ulang

atau keterlambatan. Karena bersifat incremental dan kontinu maka perbaikan proses

sering juga disebut sebagai continuous improvement (Kaizen dalam bahasa Jepang).

Perbaikan proses berbeda dengan process design/redesign. Process

design/redesign bukan bertujuan untuk memecahkan masalah proses, tetapi untuk

menggantikan atau mengubah proses lama dengan yang baru.

Perbaikan proses terkait erat dengan quality movement. Sejarah quality

movement modern diperkenalkan oleh W. Edwards deming melalui pendekatan Plan-

Do-Check-Act (PDCA) yang lalu diikuti oleh beberapa pendekatan lain termasuk

diantaranya Total Quality Management (TQM) dan Business Process Reengineering

(BPR), hingga yang terakhir Six Sigma Improvement Model melalui pendekatan

Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC) (Palmer, 2006).

Walaupun berbeda model pendekatannya, namun jika diteliti, terdapat

beberapa kesamaan diantara berbagai pendekatan yang berbeda tersebut, yaitu bahwa

semua model tersebut :

1. Bertujuan untuk memberikan kepuasan kepada customer

2. Berupaya menghasilkan output yang bermutu


46

3. Mendasarkan diri pada fakta dan data

4. Mempersyaratkan adanya kolaborasi yang baik antar fungsi yang berbeda-

beda.

Pada awalnya process improvement hanya ditujukan untuk kepentingan

memecahkan masalah (problem solving), namun di era sekarang ini pada

perkembangannya process improvement juga digunakan untuk beberapa tujuan lain.

Misalnya untuk tujuan transformasi bisnis. Hal inilah yang dilakukan oleh perusahaan

kelas dunia seperti Toyota, Motorola, dan General Electric. General Electric sendiri

menggunakan six sigma improvement model sebagai bagian dari kultur perusahaan

dan leadership improvement program (Garpersz, 2007).

2.4.1.5 Process Reengineering

Menurut Purnawanto (2010), process reengineering ditujukan untuk

meningkatkan kapabilitas proses. Latar belakang adanya process reengineering

adalah adanya keterlambatan, ketidakakuratan, dan ketidaksempurnaan output

seringkali merupakan penyebab ketidakpuasan customer terhadap produk atau

layanan yang diterimanya. Untuk memperbaiki hal tersebut, menurut Harrington

(199&), ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan, antara lain :

1. Identify Improvement Opportunity

2. Eliminate Bureucracy

3. Eliminate Non Value Added


47

4. Simplify the Process

5. Reduce the Process Time

6. Standardize

7. Error Proofing

2.4.2 Organisasi Berbasis Proses

Menurut Purnawanto (2010), organisasi struktural dan fungsional yang

merupakan warisan era ekonomi industri, dinilai memiliki banyak problematika,

diantaranya :

1. Adanya hierarki yang menyebabkan proses pengambilan keputusan

berlangsung lambat.

2. Adanya kierarki mendorong terciptanya kultur negatif, seperti : Menjilat

atasan, minta petunjuk, fenomena “asal bapak senang”, persaingan mengejar

posisi dan bukannya meningkatkan keterampilan dan kompetensi.

3. Adanya spesialisasi yang tidak terintegrasi menyebabkan terjadinya egoisme

fungsi dan konflik kepentingan.

4. Customer eksternal tidak digambarkan dalam bagan organisasi. Akibatnya,

fokus perhatian adalah pada kepuasan atasan, dan bukan kepada kepuasan

customer.
48

Hingga saat ini, permasalahan-permasalahan di atas masih menjadi momok

bagi sebagian besar organisasi yang ada. Ke depannya, organisasi dituntut untuk

memenuhi setidaknya lima syarat, yaitu :

1. Tidak hierarkis dan kaku (rigid)

2. Memberikan penghargaan kepada peningkatan keterampilan (atau

kompetensi) individu yang ada di dalamnya.

3. Berfokus pada pemenuhan kebutuhan customer

4. Berorientasi pada kerja tim.

Bentuk organisasi yang dapat memenuhi kelima tuntutan tersebut di atas

adalah organisasi berbasis proses, yang berbentuk matriks. Organisasi ini merupakan

perpaduan antara keahlian (expertise) dan process. Struktur yang menghargai

keahlian – bukan hierarki merupakan solusi yang dapat mendorong fleksibilitas dan

penyediaan individu yang terampil dan kompeten.

Dengan tidak bersifat hierarkis, maka hubungan yang terjalin bukan seperti

atasan-bawahan, melainkan lebih seperti coach-coachee. Seorang yang berada di

level lebih tinggi, dipandang memiliki keahlian yang lebih tinggi, dan bukan karena

otoritas yang lebih tinggi. Ketika keahlian merupakan sesuatu yang dihargai, maka

tiap orang berlomba untuk meningkatkan keahliannya. Keahlian yang meningkat

diharapkan akan mendorong dilakukannya proses secara lebih baik, dan pada

gilirannya output yang dihasilkan juga akan lebih baik dan memuaskan.

Bentuk proses mencerminkan adanya fokus kepada pemenuhan kebutuhan

customer, munculnya inovasi, serta orientasi kepada kerja tim. Berbeda dengan
49

organisasi tradisional, dalam organisasi yang berbasis proses, customer tergambar

dalam bagan organisasi.

Dalam organisasi tradisional, manajer bertanggung jawab baik atas task yang

harus dilakukan maupun SDM yang melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini berbeda

dengan yang terjadi dalam organisasi berbasis proses. Dalam organisasi yang berbasis

proses ini :

1. Proses, yang merupakan kumpulan task – menjadi tanggung jawab process

integrator.

2. SDM, yang merupakan para profesional atau knowledge worker – menjadi

tanggung jawab coach.

Coach dan process integrator dalam organisasi berbasis proses bukanlah

atasan atau “bos”, melainkan individu dengan tugas spesifik. Coach harus menjamin

tersedianya SDM yang kompeten, sedangkan process integrator bertanggung jawab

atas output yang dihasilkan oleh proses yang menjadi tanggung jawabnya. Pada saat

penilaian kinerja individu, coach akan menilai dari sisi keterampilan (competency),

sedangkan process integrator akan menilai dari sudut pencapaian target output.

Anda mungkin juga menyukai