Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

ALTMAN Z-SCORE

Dosen Pengampu : Ninik Kurniasih, SE ,MM, Ak, CA

Disusun oleh:

Alyssa Fadhilah 3201705080

Dony Kristianto 3201705112

Farisa Gestiarini 3201705078

Novi Putri Riandani 3201705086

Sa’diyah 3201705091

Utin Sufitrian Nur 3201705071

Zulfadhli Mufti Wusta 3201705141

Kelas : 5 C AKK

JURUSAN AKUNTANSI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI KEUANGAN

POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2019/2020

1
2
KATA PENGANTAR

3
DAFTAR ISI

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebangkrutan merupakan masalah yang sangat esensial yang harus


diwaspadai oleh perusahaan. Karena jika perusahaan sudah terkena bangkrut,
maka perusahaan tersebut benar-benar mengalami kegagalan usaha. Untuk itu
perusahaan harus sedini mungkin melakukan berbagai analisis terutama
analisis yang menyangkut kebangkrutan perusahaan. Dengan analisis ini
maka sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi yang
diperlukan.

Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal


kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin
baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan
perbaikan-perbaikan, agar kebangkrutan tersebut benar-benar tidak terjadi
pada perusahaan dan perusahaan dapat mengantisipasi atau membuat strategi
untuk menghadapi jika kebangkrutan benar-benar menimpa perusahaan.

Untuk menghindari kebangkrutan terdapat berbagai alat analisis


kebangkrutan yang telah ditemukan, namun alat analisis kebangkrutan yang
banyak digunakan saat ini adalah analisis metode Altman Z-Score, metode
Springate, dan metode Zmijewski. Alasana ketiga alat analisis tersebut
banyak digunakan yaitu karena ketiga alat analisis tersebut relatif mudah
digunakan dan juga memiliki tingkat keakuratan yang cukup tinggi dalam
melakukan prediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Dimana analisis metode
Altman Z-Score mengacu pada rasio-rasio keuangan perusahaan. Rasio
menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah
tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis
berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada
analisis tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu
perusahaan terutama apabila angka rasio itu dibandingkan dengan angka rasio

5
pembanding yang digunakan sebagai standart, yang sedang digunakan dalam
analisis yaitu laporan neraca dan laporan rugi laba.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari analisis metode Altman Z-Score, Springate, dan


Zmijewski itu?
2. Apa tujuan dari analisis metode Altman Z-score?
3. Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya kebangkrutan?
4. Apa saja rasio-rasio keuangan metode Altman Z-Score, Springate, dan
Zmijewski?
5. Apa saja kelemahan dan kelebihan dari analisis metode Altman Z-score,
Springate, dan Zmijewski?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski


2. Untuk mengetahui tujuan dari analisis metode Altman Z-score
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kebangkrutan
4. Untuk mengetahui rasio-rasio keuangan metode Altman Z-Score,
Springate, dan Zmijewski
5. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari analisis metode Altman
Z-score

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Metode Analisis Kebangkrutan


2.1.1 Definisi Analisis Altman Z-Score
Studi yang dilakukan Altman (1968) dengan menggunakan Multivariate
Discriminant Analysis untuk menentukan model yang disebut Altman Z-
Score, yaitu score dari kombinasi rasio-rasio keuangan untuk menentukan
prediksi kesulitan keuangan perusahaan. Variabel yang digunakan dalam
model meliputi: Working capital to total assets, Retained earning to total
assets, EBIT to total assets, Market value of equity to book value of total
liabilities, Sales to total assets. Kelima rasio yang digunakan tersebut ternyata
bisa digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan. (Rame,2006).
Analisis Altman Z-Score menurut Hanafi, Mamduh dan Halim (2003)
adalah model prediksi kebangkrutan sudah dikembangkan ke beberapa
Negara. Altman (1983,1984) melakukan survei model-model yang
dikembangkan di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Swiss, Brasil, Australia,
Inggris, Irlandia, Kanada, Belanda dan Perancis. Salah satu masalah yang bisa
dibahas adalah apakah ada kesamaan rasio keuangan yang bisa dipakai untuk
prediksi kebangkrutan untuk semua negara, ataukah mempunyai kekhususan.
Kebangkrutan menurut kamus ekonomi (2005) adalah kepailitan;
pernyataan tentang ketidakmampuan membayar utang - utang, sehingga
kepemilikan aktiva perusahaan dipindahkan atau ditransfer dari pemegang
saham kepada pemberi utang. Pendapat yang berbeda diungkapkan oleh
Hanafi, Mamduh dan Halim (2003) dimana kebangkrutan disebut dengan
kesehatan keuangan. Kesehatan keuangan ini digambarkan dengan adanya
dua titik ekstrem yaitu kesulitan likuiditas jangka pendek (yang paling
ringan) sampai insolvabel (yang paling parah). Kesulitan keuangan
jangka pendek biasanya bersifat sementara, tetapi bisa berkembang
menjadi parah. Kesulitan keuangan bisa dilihat sebagai kontinum yang
panjang,

7
Analisis prediksi kebangkrutan merupakan analisis yang dapat membantu
perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan perusahaan akan mengalami
kebangkrutan yang disebabkan oleh masalah-masalah keuangan. Metode
Altman Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali
nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan
kebangkrutan perusahaan (Supardi, 2003).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode Altman
Z-Score adalah suatu alat yang memperhitungkan dan menggabungkan
beberapa rasio-rasio keuangan tertentu dalam perusahaan dalam suatu
persamaan diskriminan yang akan menghasilkan skor tertentu yang akan
menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.
2.1.2 Definisi Analisis Springate
Menurut Burhanuddin (2015) Springate membuat model prediksi financial
distress pada tahun 1978. Dalam pembuatannya, Springate menggunakan
metode yang sama dengan Altman yaitu Multiple Discriminant Analysis
(MDA). Seperti Beaver (1966) dan Altman (1968), pada awalnya Springate
(1978) mengumpulkan rasio-rasio keuangan popular yang bisa dipakai untuk
memprediksi financial distress. Jumlah rasio awalnya yaitu 19 rasio. Setelah
melalui uji yang sama dengan yang dilakukan Altman (1968), Springate
memilih 4 rasio yang dipercaya bisa membedakan antara perusahaan yang
mengalami distress dan yang tidak distress. Sampel yang digunakan Springate
berjumlah 40 perusahaan yang berlokasi di Kanada, yaitu 20 perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan dan 20 yang dalam keadaan sehat.
2.1.3 Definisi Analisis Zmijewski

Menurut Sari (2014) metode prediksi yang dihasilkan oleh Zmijewski


tahun 1983 ini merupakan riset selama 20 tahun yang telah diulang.
Zmijewski (1983) menggunakan analisis rasio likuiditas, leverage, dan
mengukur kinerja suatu perusahaan. Zmijewski melakukan prediksi dengan
sampel 75 perusahaan bangkrut dan 73 perusahaan sehat selama tahun 1972
sampai tahun 1978, indikator F-Test terhadap rasio kelompok rate of return,

8
liquidity, leverage turnover, fixed payment coverage, trens, firm size, dan
stock return volatility, menunjukkan perbedaan signifikan antara perusahaan
yang sehat dan tidak sehat.

2.2 Tujuan Analisis Altman Z - Score

Tujuan analisis Altman Z-Score adalah untuk mengingatkan akan


masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius dan
menyediakan petunjuk untuk bertindak. Hanafi, Mamduh dan Halim (2003)
memberikan beberapa tujuan dari analisis Altman Z-Score dilihat dari
manfaat informasi kebangkrutan pada beberapa pihak, yaitu :

a. Pemberi Pinjaman (seperti pihak Bank), Informasi kebangkrutan bisa


bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman,
dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan monitor pinjaman yang ada;
b. Investor, Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya
kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat
berharga tersebut.
c. Pihak Pemerintah. Pada beberapa sector usaha, lembaga pemerintah
mempunyai tanggungjawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut
(misalnya pada sektor perbankan)
d. Akuntan. Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi
kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemapuan going
concern suatu perusahaan
e. Manajemen. Kebangkrutan berarti munculnya biaya – biaya yang
berkaitan dengan kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu
penelitian menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai 11-17% dari
nilai perusahaan.

9
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kebangkrutan
Menurut Jauch dan Glueck dalam Adnan (2000) faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan adalah :
a. Faktor Umum
1) Sektor ekonomi
Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah
gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan
keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam
hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus
atau defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.
2) Sektor sosial
Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung
pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi
permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan
berhubungan dengan karyawan. Faktor sosial yang lain yaitu
kerusuhan atau kekacauan yang terjadi di masyarakat.
3) Teknologi
Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang
ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan
dan implementasi. Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi
informasi tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen,
sistemnya tidak terpadu dan para manajer pengguna kurang
profesional.
4) Sektor pemerintah
Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah
terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri,
pengenaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan
undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.
b. Faktor Eksternal Perusahaan
1) Faktor pelanggan atau nasabah

10
Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena
berguna untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk
menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan
menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen
berpaling ke pesaing.
2) Faktor pemasok/kreditur
Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan mendapatkan
jangka waktu pengembalian hutang yang tergantung kepercayaan
kreditor terhadap kelikuiditasan suatu bank.
3) Faktor pesaing
Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena
menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah,
perusahaan juga jangan melupakan pesaingnya karena jika produk
pesaingnya lebih diterima oleh masyarakat perusahaan tersebut akan
kehilangan nasabah dan mengurangi pendapatan yang diterima.
c. Faktor Internal Perusahaan
Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan secara internal menurut
Harnanto dalam Adnan (2000) sebagai berikut :
1) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga
akan menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai
akhirnya tidak dapat membayar.
2) Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya
kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap inisiatif dari
manajemen.
3) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan
oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan
apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

11
2.4 Rasio-Rasio Keuangan Metode Analisis Kebangkrutan
2.4.1 Rasio-rasio Keuangan Metode Altman Z-Score
Metode Altman Z-Score menggunakan berbagai rasio untuk menciptakan
alat prediksi kesulitan. Karakteristik rasio tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi kemungkinan kesulitan keungan masa depan. Kesulitan
keungan tersebut akan tergambar pada rasio-rasio yang telah diperhitungkan.
Terdapat lima rasio-rasio keungan yang digunakan dalam metode ini.
Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam metode Altman Z-Score,
salah satu diantaranya dikemukakan oleh Darsono, dkk. (2004:106) di bawah
ini.
WCTA (Working capital to total asset atau modal kerja dibagi total aset),
RETA (Retained earning to total asset atau laba ditahan dibagi total aktiva),
EBITTA (Earning before interest and taxes to total asset atau laba sebelum
pajak dan bunga dibagi total aktiva), MVEBVL (Market value of equity to
book value of liability atau nilai pasar sekuritas dibagi dengan nilai buku
utang), dan STA (Sales to total asset atau penjualan dibagi total aktiva).
Rasio-rasio ini digunakan khusus untuk perusahaan manufaktur yang go
public. Perubahan rasio terjadi pada rasio MVEBVL (Market value of equity
to book value of liability atau nilai pasar sekuritas dibagi dengan nilai buku
utang) menjadi BVEBVL (Book Value of equity to book value og liability
atau nilai buku modal dibagi dengan nilai buku utang) yang digunakan untuk
perusahaan manufaktur yang tidak go public, karena perusahaan jenis ini
tidak memiliki nilai pasar untuk ekuitasnya.
Menghasilkan metode sebagai berikut:
Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5
Sumber: Peter dan Yoseph (2011)
Dimana:
1. Modal Kerja terhadap Total Aset (X1)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aset yang
dimilikinya. Rasio ini juga untuk mengukur likuiditas perusahaan. Rasio

12
ini dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total aktiva.
Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan
kewajiban lancar. Modal kerja yang negatif kemungkinan besar akan
menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya
karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi
kewajiban tersebut, sebaliknya perusahaan dengan modal kerja bersih
yang bernilai positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi
kewajibannya. Sumber data yang diperoleh dari neraca perusahaan.
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎
X1 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

Sumber: Peter dan Yoseph (2011)


2. Laba Ditahan terhadap Total Aset (X2)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang
tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba
ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak
dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Laba
ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukan aktiva per ekuitas
pemegang saham. Laba ditahan terjadi karena para pemegang saham
biasa mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba
yang tidak didistribusikan sebagai dividen. Dengan demikian, laba
ditahan yang dilaporkan dalam neraca bukan merupakan kas dan tidak
tersedia untuk pembayaran dividen atau yang lain. Semakin besar rasio
ini, menunjukkan semakin besarnya peranan laba ditahan dalam
membentuk dana perusahaan. Semakin kecil rasio ini menunjukkan
kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat. Semua data dipero
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐷𝑖𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛
X2 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

Sumber: Peter dan Yoseph (2011)

3. Laba Sebelum Bunga dan Pajak terhadap Total Aset (X3)

13
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola total
aktiva untuk mendapatkan keuntungan sebelum bunga dan pajak. Laba
sebelum bunga dan pajak diperoleh dari laporan laba rugi, dan total aset
diperoleh dari neraca perusahaan. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai
ukuran sebarapa besar produktivitas penggunaan dana yang pinjam.
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
X3 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

Sumber: Peter dan Yoseph (2011)


4. Nilai Buku Ekuitas terhadap Nilai Buku Total Utang (X4)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban- kewajiban dari nilai buku ekuitas. Nilai buku ekuitas
diperoleh dari seluruh jumlah ekuitas. Nilai buku hutang diperoleh
dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka
panjang
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
X4 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔

Sumber: Peter dan Yoseph (2011)


5. Penjualan terhadap Total Aset (X5)
Rasio ini mampu menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan
aktiva perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan tertentu.
Semakin besar nilai pada rasio ini maka efisiensi penggunaan
keseluruhan aktiva didalam menghasilkan penjualan semakin terjaga.
Semakin rendah rasio ini menunjukkan semakin rendah tingkat
pendapatan perusahaan, sehingga menunjukkan kondisi keuangan
perusahaan yang tidak sehat. Nilai penjualan diperoleh dari laporan laba
rugi, dan nilai total aset didapat dari neraca perusahaan.
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
X5 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

Sumber: Peter dan Yoseph (2011)


2.4.2 Rasio-rasio Keuangan Metode Springate
Model yang dihasilkan Springate (1978) adalah sebagai berikut:
S = 1,03A + 3,07B + 0,66C + 0,4D
Sumber: Peter dan Yoseph (2011)

14
Dimana:
1. Modal Kerja terhadap Total Aset (A)
Rasio ini sama dengan metode Altman Z-Score. Rasio ini digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan modal
kerja bersih dari keseluruhan total aset yang dimilikinya. Rasio ini juga
untuk mengukur likuiditas perusahaan. Rasio ini dihitung dengan
membagi modal kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih
diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban lancar.
Modal kerja yang negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah
dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersediannya
aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut, sebaliknya
perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai positif jarang sekali
menghadapi kesulitan dalam melu umber data yang diperoleh dari
neraca perusahaan.

𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎
A=
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

Sumber: Peter dan Yoseph (2011)


2. Laba Bersih Sebelum Bunga dan Pajak terhadap Total Aset (B)
Rasio ini merupakan perbandingan antara laba bersih sebelum bunga dan
pajak terhadap total aktivanya. Laba bersih sebelum bunga dan pajak
diperoleh dari laporan laba rugi, dan total aset diperoleh dari neraca
perusahaan.
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
B= 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

Sumber: Peter dan Yoseph (2011)


3. Laba Bersih Sebelum Pajak terhadap Kewajiban Lancar (C)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan sebelum pajak dengan hutang lancar/kewajiban lancarnya.
Laba bersih sebelum pajak diperoleh dari laporan laba rugi, dan
kewajiban lancar diperoleh dari neraca perusahaan.
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
C= 𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

15
Sumber: Peter dan Yoseph (2011)
4. Penjualan terhadap Total Aset (D)
Rasio ini merupakan perbandingan penjualan dengan total aset. Rasio ini
digunakan untuk mengetahui sebesar besar kontribusi penjualan terhadap
aktiva dalam satu periode waktu tertentu. Semakin besar nilai pada rasio
ini maka efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva didalam menghasilkan
penjualan semakin terjaga. Semakin rendah rasio ini menunjukkan
semakin rendah tingkat pendapatan perusahaan, sehingga menunjukkan
kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat. Nilai penjualan diperoleh
dari laporan laba rugi, dan nilai total aset didapat dari neraca perusahaan.
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
D = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

Sumber: Peter dan Yoseph (2011)


2.4.3 Rasio-rasio Keuangan Metode Zmijewski
Kemudian model ini menghasilkan rumus sebagai berikut:
Z = -4,3 – 4,5X1 + 5,7X2 - 0,004X3
Sumber: Peter dan Yoseph (2011)

Dimana:

1. Laba Setelah Pajak terhadap Total Aset (X1)


ROA merupakan rasio yang membandingkan laba setelah pajak dengan
total asetnya. Rasio ini menunjukkan seberapa baik perusahaan
menggunakan aset yang diinvestasikan untuk dibagikan dengan laba
yang dihasilkan. Laba setelah pajak diperoleh dari laporan laba rugi, dan
total aset diperoleh dari neraca.
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
X1 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

Sumber: Peter dan Yoseph (2011)


2. Total Hutang terhadap Total Aset (X2)
Rasio ini merupakan rasio yang membandingkan antara total hutang
dengan total aset. Rasio ini digunakan untuk mengukur likuiditas
perusahaan secara total. Semua data diperoleh neraca perusahaan.

16
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
X2 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡

Sumber: Peter dan Yoseph (2011)


3. Aset Lancar terhadap Kewajiban Lancar (X3)
Rasio ini diukur dengan membandingkan antara aktiva lancar dengan
hutang lancar. Rasio ini untuk mengukur likuiditas perusahaan, namun
difokuskan dalam jangka pendek. Semua data diperoleh dari neraca
perusahaan.
𝐴𝑠𝑒𝑡 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
X3 = 𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

Sumber: Peter dan Yoseph (2011)


2.5 Kelebihan dan Kekurangan Metode Altman Z-Score, Springate, dan
Zmijewski
1. Kelebihan dan kekurangan metode Altman Z-Score menurut BAPEPAM
dalam Nurcahyanti (2015).
Kelebihan:
a. Menggabungkan berbagai rasio keuangan secara bersama-sama.
b. Menyediakan koefisien yang sesuai untuk mengkombinasikan
variabel- variabel independen.
c. Mudah dalam penerapannya.
d. Rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva merupakan
indikator terbaik untuk mengetahui terjadinya kebangkrutan.
e. Lebih bisa menggambarkan kondisi perusahaan sesuai dengan
kenyatannya.
f. Nilai Z-Score lebih ketat dalam menilai tingkat kebangkrutan.

Kekurangan:

a. Nilai Z-Score bisa direkayasa atau dibiaskan melalui prinsip akuntansi


yang salah atau rekayasa keuangan lainnya.
b. Formula Z-Score kurang tepat untuk perusahaan baru yang rendah
atau bahkan masih merugi. Biasanya hasil dari nilai Z-Score akan
rendah.

17
c. Perhitungan Z-Score secara triwulan pada suatu perusahaan dapat
memberikan hasil yang tidak konsisten jika perusahaan tersebut
mempunyai kebijakan untuk menghapus piutang diakhir tahun secara
sekaligus.
2. Kelebihan dan kekurangan metode Springate menuurut BAPEPAM dalam
Nurcahyanti (2015).
Kelebihan:
a. Menggabungkan berbagai rasio keuangan secara bersama-sama.
b. Menyediakan koefisien yang sesuai untuk mengkombinasikan
variabel- variabel independen.
c. Mudah dalam penerapannya.
d. Rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva merupakan
indikator terbaik untuk mengetahui terjadinya kebangkrutan

Kekurangan:

a. Nilai rasio bisa direkayasa atau dibiaskan melalui prinsip akuntansi


yang salah atau rekayasa keuangan lainnya.
3. Kelebihan dan kekurangan metode Zmijewski menurut BAPEPAM dalam
Nurcahyanti (2015).
Kelebihan:
a. Menggabungkan berbagai rasio keuangan secara bersama-sama.
b. Menyediakan koefisien yang sesuai untuk mengkombinasikan
variabel- variabel independen.
c. Mudah dalam penerapannya.

Kekurangan:

a. Nilai bisa direkayasa atau dibiaskan melalui prinsip akuntansi yang


salah atau rekayasa keuangan lainnya.
b. Hanya menggunakan tiga rasio saja.
c. Metode Zmijewski tidak ketat dalam menilai tingkat kebangkrutan.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Metode Altman Z-Score adalah suatu alat yang memperhitungkan dan
menggabungkan beberapa rasio-rasio keuangan tertentu dalam
perusahaan dalam suatu persamaan diskriminan yang akan menghasilkan
skor tertentu yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan
perusahaan.
b. Springate mengumpulkan rasio-rasio keuangan popular yang bisa dipakai
untuk memprediksi financial distress. Jumlah rasio awalnya yaitu 19
rasio. Setelah melalui uji yang sama dengan yang dilakukan Altman.
c. Zmijewski menggunakan analisis rasio likuiditas, leverage, dan
mengukur kinerja suatu perusahaan. Zmijewski melakukan prediksi
dengan sampel 75 perusahaan bangkrut dan 73 perusahaan sehat selama
tahun 1972 sampai tahun 1978, indikator F-Test terhadap rasio kelompok
rate of return, liquidity, leverage turnover, fixed payment coverage, trens,
firm size, dan stock return volatility, menunjukkan perbedaan signifikan
antara perusahaan yang sehat dan tidak sehat.

19
Daftar Pustaka

Amaliah, Rizky. 2014. Analisis Prediksi Kebangkrutan.


(http://irmajhe.blogspot.com/2014/03/analisis-prediksi-kebangkrutan.html).
Download pada tanggal 28 November 2014 pukul 09.39 WIB
Bagus, Denny. 2010. Metode Altman Z-Score (Multiple Discriminant
Analysis) Untuk Menilai Kebangkrutan Bank. (http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2010/01/metode-altman-z-score-multiple.html). Download
pada tanggal 28 November pukul 09.36 WIB .

Indah, Dian. 2012. Analisis Diskriminan Z-Score.


http://dianindahmasyithoh.blogspot.com/2012/07/analisis-diskriminan-z-
score.html. Download pada tanggal 28 November pukul 10.37 WIB

Sampoerno, Adhi. 2012. Pengaruh Potensi Kebangkrutan Perusahaan


Publik terhadap Pergantian Auditor.
http://adhisampoerno.blogspot.com/2012/12/pengaruh-potensi-kebangkrutan.html
. Download pada tanggal 28 November 2014 pukul 10.06 WIB

20

Anda mungkin juga menyukai