Anda di halaman 1dari 6

D-396 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No.

2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print)

Pemodelan dan Pemetaan Prevalensi Kusta di


Kabupaten/Kota Jawa Timur dengan
Pendekatan Mixed Geographically Weighted
Regression
Mei Rizka Shovalina, dan R. Mohamad Atok
Jurusan Statistika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: moh_atok@statistika.its.ac.id, mei.rizka65@gmail.com

Abstrak—Tujuan dari penelitian ini adalah membuat Sampang dan Sumenep yakni sebesar 22,5 persen. Melihat
model untuk kasus pengangguran terbuka di Jawa Timur. kondisi tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Pemodelan menggunakan dua respon yang berkorelasi, mempunyai target untuk menurunkan angka kusta di Jawa
yaitu pengangguran pernah bekerja dan pengangguran Timur sebesar 50 persen [3]
belum pernah bekerja. Prediktor berasal dari Sembilan
variabel, namun antar variabel independent terdapat
Pencegahan atau pengurangan angka kusta harus
korelasi, sehingga direduksi menjadi tiga faktor baru, antara dimulai dengan mengetahui faktor-faktor yang
lain faktor pendidikan dasar dan tinggi, faktor mempengaruhi penyebaran kusta. Banyak faktor yang
perekonomian jawa timur, dan faktor pendidikan SMP. mempengaruhi terjadinya penyakit kusta baik bersifat
Estimasi parameter regresi multivariat terhadap kedua global maupun lokal. Salah satu masalah yang
respon dengan prediktor setelah dilakukan analisis faktor menghambat upaya penanggulangan kusta adalah stigma
menunjukkan terdapat pelanggaran asumsi residual IIDN, yang melekat pada penyakit kusta dan orang yang
sehingga diatasi dengan transformasi variabel dependen. mengalami kusta bahkan keluarganya. Oleh karena
Pemodelan dari analisis faktor menunjukkan masih itu, pada penelitian ini akan diteliti faktor-faktor yang
terdapat faktor yang tidak signifikan, sehingga interpretasi
model dilakukan dengan menggunakan pemilihan model
mempengaruhi prevalensi penderita kusta di
terbaik. Hasil pemodelan menunjukkan respon Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur dengan
pengangguran pernah bekerja dan pengangguran belum memperhatikan aspek wilayah (kota) yang ada dengan
pernah bekerja dipengaruhi oleh pertambahan jumlah menggunakan metode Geographically Weighted
angkatan kerja di Provinsi Jawa Timur. Regression dan Mixed Geographically Weighted
Regression. Adanya penelitian dengan metode GWR dan
Kata Kunci—GWR, MGWR, Prevalensi Kusta. MGWR diharapkan mampu memberikan informasi dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
I. PENDAHULUAN kejadian kusta guna mencapai target Pemerintah Provinsi
Jatim yaitu penurunan angka kusta sebanyak 50 persen.
K usta adalah penyakit menular yang disebabkan
Mycobacterium leprae. Penyakit ini dapat
menyebabkan masalah yang kompleks, bukan hanya dari
Geographically Weighted Regression
pengembangan dari model regresi dimana setiap
adalah

segi medis seperti cacat fisik tetapi juga masalah sosial, parameter dihitung pada setiap titik lokasi, sehingga setiap
ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Bila titik lokasi geografis mempunyai nilai parameter regresi
tidak ditangani dengan cermat, kusta dapat menyebabkan yang berbeda-beda [4]. Model GWR merupakan
cacat dan keadaan ini menjadi penghalang bagi pasien pengembangan dari model regresi global dimana ide
kusta dalam menjalani kehidupan bermasyarakat untuk dasarnya diambil dari regresi non parametrik. Pada
memenuhi kebutuhan sosial ekonominya[1]. Berdasarkan beberapa kasus dimana variabel eksplanatori
penelitian diketahui bahwa perilaku hygiene mempunyai mempengaruhi variabel respon secara lokal. Rujukan [5]
pengaruh dengan kejadian kusta hal ini disebabkan karena mengusulkan Mixed Geographically Weighted Regression
kuman Mycobacterium leprae keluar dari tubuh melalui yang beberapa koefisien pada model GWR diasumsikan
pernapasan, kulit yang luka dan mampu hidup diluar tubuh konstan dan koefisien lainnya berubah sesuai lokasi yang
manusia sehingga perlu daya tahan tubuh yang baik [2] diamati.
Indonesia adalah negara nomor tiga penderita kusta di
dunia setelah India dan Brasil. Data tahun 2012 ditemukan II. TINJAUAN PUSTAKA
kasus baru yakni di India sebanyak 127.295 penderita, Regresi Linier
Brasil sebanyak 33.955 penderita dan Indonesia sebanyak
Analisis regresi merupakan suatu metode yang
18.994 penderita. Di Asia, Indonesia meraih peringkat
pertama untuk jumlah penderita kusta. Sementara di digunakan untuk menjelaskan hubungan statistik antara
Indonesia, Provinsi Jawa Timur meraih tingkat pertama dua atau lebih variabel [6].
dengan jumlah penderita sebanyak 4.807, diatas provinsi Yi   0   1 X i1     k X ik   i (1)
Jawa Barat yakni sebanyak 2.345. Kabupaten/kota Persamaan (1) merupakan model regresi linier dimana
penyumbang prosentase terbanyak penderita kusta adalah β0,β1,…βk adalah parameter regresi, εi adalah error pada
wilayah di Pulau Madura paling banyak di Kabupaten
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) D-397

pengamatan ke-i dengan asumsi independen, identik, dan parameter penghalus (bandwidth) yang diperoleh dari CV
berdistribusi normal. minimum.
n

(y
Uji Efek Spasial
CV (h)  i  yˆ i (h)) 2 (7)
Uji efek spasial dilakukan untuk mengetahui adanya i 1
efek spasial secara dependensi atau heterogeniti. Metode Pengujian kesesuaian model dan parameter secara
pengujian dependensi dilakukan dengan uji Moran’s I parsial.
dimana H0 : I = 0 (tidak ada autokorelasi antar lokasi) dan Hipotesis pengujian kesesuaian model GWR adalah
H1 : I ≠ 0 (ada autokorelasi antar lokasi). Statistik uji sebagai berikut.
Moran’s I adalah sebagai berikut [7]. H 0 :  k (ui , vi )   k , i  1,2,, n
Iˆ  E ( Iˆ)
ZI  (2) (tidak ada perbedaan signifikan antara regresi
Var ( Iˆ) linier dan GWR) , k  1, 2, , p
H1 : paling sedikit ada satu  k (ui , vi )   k ,
 yi  y y j  y j 
n n

 w ij
(ada perbedaan signifikan antara regresi linier
Dimana, Iˆ 
n i 1 j 1
S0 n dan GWR)
 y
i 1
i  y 2 Statistik Uji:
RSS (H1 ) 1
Tolak H0 jika |𝑍| > 𝑍𝛼⁄2 , N merupakan jumlah F (8)
RSS (H 0 ) (n  p  1)
observasi, wij merupakan matriks pembobot spasial, dan S0
merupakan faktor standarisasi yang sama dengan Tolak H0 jika F  F1 .df1,df2 , df1  12  2 , df 2  n  p  1
penjumlahan seluruh elemen matriks pembobot. Hipotesis untuk pengujian parameter secara parsial
Uji heterogeniti spasial dilakukan dengan uji Breusch adalah sebagai berikut.
Pagan dimana 𝐻0 : 𝜎12 = 𝜎22 = ⋯ = 𝜎𝑛2 = 𝜎 2 H0 :  k (ui , vi )  0,
(homoskedastisitas) dan H1 = minimal ada satu 𝜎𝑖2 ≠ 𝜎 2
(heteroskedastisitas). Statistik uji adalah sebagai berikut H1 :  k (ui , vi )  0
[10]. Statistik Uji:
BP  (1 / 2)f Z( ZZ) 1 Zf ~  (2 ,k ) (3) ˆ (u , v )
t k i i (9)
2
Tolak H0 jika 𝐵𝑃 > 𝜒(𝛼,𝑘) dimana elemen matriks f adalah ˆ ckk
𝜀2
𝑓𝑖 = (𝜎𝑖2 − 1) dan Z merupakan matriks berukuran 𝑛 × Tolak H0 jika |𝑡| > 𝑡𝛼⁄2,(𝛿11⁄𝛿2) dimana ckk adalah
(𝑘 + 1)berupa vektor yang sudah dinormal-standarkan elemen diagonal ke-k dari matriks CC′, dan matrik C
untuk setiap observasi. diperoleh dengan rumusan C = (X′W(ui, vi)X)-1X′W(ui,
Model Geographically Weighted Regression (GWR) vi).
GWR merupakan pengembangan dari model regresi Model Mixed Geographically Weighted Regression
dimana setiap parameter dihitung pada setiap titik lokasi, (MGWR)
sehingga setiap titik lokasi geografis mempunyai nilai Pada beberapa kasus dimana variabel eksplanatori
parameter regresi yang berbeda-beda. Model GWR mempengaruhi variabel respon secara global maupun
merupakan pengembangan dari model regresi global secara lokal. Rujukan [5] mengusulkan MGWR yang
dimana ide dasarnya diambil dari regresi non parametrik beberapa koefisien pada persamaan model GWR (4)
[11]. Persamaan (4) merupakan model GWR untuk setiap diasumsikan konstan dan koefisien lainnya berubah sesuai
lokasi. lokasi yang diamati. Berikut ini merupakan model
p MGWR.
yi   0 (u i , vi )   k (u i , vi )xik  i (4) q p
k 1 y i   0 (u i , vi )  
k 1
 k xik  
k  q 1
k (u i , vi ) xik   i (10)
(ui, vi) adalah titik koordinat longitude dan lattitude lokasi
ke-i, βk(ui, vi) merupakan koefisien regresi variabel Uji kesesuaian model MGWR dilakukan untuk
prediktor ke-k untuk lokasi ke-i. Estimasi parameter mengetahui perbedaan antara model regresi global dan
model GWR ditunjukkan pada persamaan (5). MGWR. Hipotesis untuk uji kesesuaian model MGWR
βˆ (ui , vi )  (XW(ui , vi )X) 1 XW(ui , vi )y (5) adalah sebagai berikut.
H 0 :  k (ui , vi )   k , i  1,2,, n
Matriks pembobot merupakan matriks diagonal yang
menunjukkan pembobot yang bervariasi dari setiap (Model MGWR tidak berbeda dengan
prediksi parameter pada lokasi ke-i. Salah satu pembobot model regresi global)
yang terbentuk dari fungsi kernel adalah Adaptive
H1 : minimal ada satu  k (ui , vi )   k
Bisquare.
 (Model MGWR berbeda dengan model
(1  (d ij / hi ) ) , untuk d ij  hi
2 2
w j (u i , vi )   (6) regresi global),

 0, untuk d ij  hi
k  1, 2, , q, dan i  1, 2, , n
2 2
𝑑𝑖𝑗 = √(𝑢𝑖 − 𝑢𝑗 ) + (𝑣𝑖 − 𝑣𝑗 ) adalah jarak antara lokasi (ui, vi) Statistik Uji:
ke lokasi (uj, vj) dan hi adalah parameter non negatif yang
diketahui di setiap lokasi ke-i dan biasanya disebut
D-398 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print)

y (I  H)  (I  S)(I  S)y v1 ˆ k (ui , vi )


F (1)  (11) t (15)
y (I  S)(I  S)y u1 ˆ mkk
dimana H  X(XX) 1 X , Dimana mkk adalah elemen diagonal ke-k dari matriks

 
MiM′i.
vi  tr (I  H)  (I  S)(I  S) ,  1 Xl W(ui , vi )(I  X g G)
i
M i  Xl W(ui , vi ) X l
u  tr(I  S)(I  S)  , i = 1, 2,
i
i Tolak H0 jika t  t .
 1
2
 ; u1
S  S l  (I  S l ) X g Xg (I  S l ) (I  S l ) X g 2 u2
Xg (I  S l )(I  S l ) Pemilihan Model Terbaik
 x l1 ( Xl W(u1 , v1 ) X l ) Xl W(u1 , v1 ) 
1
Pemilihan model terbaik dapat dilakukan dengan
 
 x l 2 ( Xl W(u 2 , v 2 ) X l ) 1 Xl W(u 2 , v 2 )  menggunakan dua metode yaitu AIC dan nilai R2.
Sl    Persamaan (16) merupakan formula untuk menentukan
   nilai AIC.
 x  ( X W(u , v ) X ) 1 X W(u , v ) 
 ln l n n l l n n  AIC  2n log e (ˆ )  n log e (2 )  n  tr (S) (16)
Hipotesis pengujian serentak pada parameter global Persamaan (17) merupakan formula untuk menentukan
adalah sebagai berikut. kebaikan model menggunakan kriteria R2. [9]
H 0 :  q1   q  2     p  0 n

H1 : minimal ada satu β k  0  ( yˆ


i 1
i  y) 2
x100% (17)
Statistik Uji: n

F (2) 
y (I  S l )(I  S l )  (I  S)(I  S)y r1
(12)
(y
i 1
i  y) 2

y (I  S)(I  S)y u1


Kusta
Tolak H0 jika F (2)  F ;r 2 r ;u 2 u , dimana

 
1 2 1 2
Rujukan [10] menjelaskan istilah kusta berasal dari
ri  tr (I  S l )(I  S l )  (I  S)(I  S) , i  1,2
i
bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan gejala-
Hipotesis pengujian serentak pada parameter lokal gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra
adalah sebagai berikut. disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang
H 0 : 1 (ui , vi )   2 (ui , vi )     q (ui , vi )  0 menemukan kuman. Kusta adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. Kusta
H1 : minimal ada satu  k (ui , vi )  0 menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan
Statistik Uji: kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa

F (3) 

y  (I  S g )(I  S g )  (I  S)(I  S) y t1  (13)
pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas
dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari
y (I  S)(I  S)y u1
luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif
Dengan menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota
S g  X g (Xg X g ) 1 Xg gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di

ti  tr (I  S g )(I  S g )  (I  S)(I  S) , i  1,2 i  masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota
tubuh yang begitu mudah seperti pada penyakit tzaraath
Tolak H0 jika F (3)  F ;t 2 t 2 ;u12 u2 . yang digambarkan dan sering disamakan kusta.
1

Pengujian parameter global dan lokal secara parsial III. METODOLOGI PENELITIAN
dilakukan setelah pengujian parameter secara serentak.
Hipotesis untuk pengujian parameter global secara Sumber Data
serentak adalah sebagai berikut. Data diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
H0 : k  0 Timur dan Badan Pusat Statistik Jawa Timur. Data yang
H1 :  k  0, k  1, 2, , q digunakan mencakup data mengenai prevalensi kusta (Y)
dan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi prevalensi
Statistik Uji:
kusta, meliputi persentase penduduk laki-laki (X1),
ˆ k persentase penduduk yang berusia > 15 tahun (X2),
t (14)
ˆ g kk persentase penduduk yang bependidikan tertinggi < SMP
(X3), persentase rumah tangga memiliki dinding bukan
dimana
tembok (X4), tingkat kepadatan penduduk (X5), persentase
gkk adalah elemen diagonal ke-k dari matriks GG′.
 
1
penduduk miskin (X6), dan persentase rumah tangga
G  Xg (I  S l )(I  S l )X g Xg (I  S l )(I  S l ) berperilaku hidup berish dan sehat (X7) pada tahun 2014 .
Tolak H0 jika t  t , . Metode Analisis Data
2
Selanjutnya, hipotesis untuk pengujian serentak Langkah-langkah analisis data pada penelitian ini
parameter lokal adalah sebagai berikut. adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan data dengan membuat ukuran
H 0 :  k (u i , vi )  0
pemusatan dan penyebaran data serta membuat peta
H1 :  k (u i , vi )  0 tematik.
Statistik Uji:
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) D-399

2. Memodelkan prevalensi kusta dengan faktor-faktor penduduk yang berpendidikan tertinggi kurang dari SMP
yang mempengaruhinya di Kabupaten/Kota Provinsi (X3) tertinggi berada di sebagian daerah tapal kuda yaitu
Jawa Timur (identifikasi hubungan antara variabel Bangkalan, Sampang, Sumenep, Lumajang, dan Jember.
respon dan prediktor, menguji signifikasi dengan Persentase tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki
ordinary least square (OLS), uji asumsi residual dan dinding bukan tembok (X4) yang tertinggi adalah
multikolinieritas, serta uji efek spasial). Kabupaten Bojonegoro. Daerah yang memiliki tingkat
3. Menganalisis model GWR kepadatan penduduk (X5) tertinggi adalah Kota Surabaya
a. Menghitung jarak Eucliden antara lokasi ke-i pada dan Kota Malang. Daerah yang memiliki persentase
koordinat (ui, vi) terhadap lokasi ke-j pada koordinat penduduk miskin paling tinggi (X6) adalah Kabupaten
Bangkalan dan Sampang. Persentase rumah tangga yang
(uj, vj).
memiliki kebiasaan hidup bersih dan sehat (X7) paling
b. Menentukan bandwith optimum dengan
rendah berada di Kabupaten Trenggalek, Malang,
menggunakan metode CV.
Probolinggo, Bondowoso, dan Kota Batu.
c. Menghitung matriks pembobot dengan bandwith
optimum. Penteksian Pola Hubungan Antara Variabel yang
d. Mendapatkan estimator parameter model GWR. Masuk ke Dalam Model
e. Melakukan goodness of fit model GWR Hasil pengujian korelasi menunjukkan terdapat lima
f. Melakukan pengujian secara parsial pada parameter dari tujuh variabel prediktor yang memiliki hubungan
GWR. nyata terhadap respon dengan menggunakan α sebesar
4. Menganalisis model MGWR. 10%. Pengujian juga dilakukan terhadap antar variabel
a. Menentukan variabel global dan variabel lokal. prediktor, terdapat beberapa variabel prediktor yang saling
Penentuan variabel global dan variabel lokal berhubungan satu sama lain yang merupakan indikasi
ditentukan berdasarkan hasil pengujian secara parsial kasus multiko namun nilai VIF tidak ada yang lebih besar
model GWR. dari 10.
b. Mendapatkan estimator parameter model MGWR. Pemodelan dengan Regresi Linier
c. Melakukan pengujian kesesuaian model MGWR. Berdasarkan data yang ada dilakukan pengujian
d. Melakukan pengujian serentak pada parameter serentak dan pengujian parsial. Dari regresi OLS
variabel prediktor global dan lokal. didapatkan tiga variabel prediktor yang berpengaruh
e. Melakukan pengujian parsial pada parameter variabel signifikan terhadap prevalensi kusta, yaitu X1, X2, dan X6
prediktor global dan lokal. (Tabel 1.). R2 yang dihasilkan dari model regresi OLS
5. Membandingkan model regresi GWR dan MGWR. 69,54%. Asumsi yang dibutuhkan untuk analisis regresi
Pemilihan model terbaik dilakukan dengan melakukan tidak dipenuhi karena tidak bersifat identik namun sudah
pemilihan nilai R2 yang maksimum dan nilai AIC yang bersifat independen dan berdistribusi normal. Tidak ada
minimum. kasus multiko di dalam model yang terbentuk.
TABEL 1.HASIL PENGUJIAN PARAMETER MODEL SECARA INDIVIDU
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Term Coef SE Coef T-Value P-Value VIF
Constant 31,6 14,5 2,17 0,038 -
Deskripsi Prevalensi Kusta dan Faktor yang
X1 -0,475 0,238 -2,00 0,055 1,81
Mempengaruhi X2 -0,1320 0,0676 -1,95 1,36
0,060
Prevalensi kusta di Provinsi Jawa Timur sebesar 1,018 X3 0,0142 0,0236 0,60 0,551 6,18
dengan keragaman antar kabupaten/kota sebesar 1,342. X4 -0,00547 0,00983 -0,56 0,582 1,89
Nilai terendah untuk prevalensi kusta di kabupaten/kota X5 0,000126 0,000108 1,16 0,254 4,04
Provinsi Jawa Timur adalah 0,036 yang diduduki oleh X6 0,1348 0,0502 2,69 0,012 5,01
Kota Kediri sedangkan nilai tertinggi adalah 5,151 yang X7 -0,00303 0,00932 -0,33 0,747 1,34
diduduki oleh Kabupaten Sampang (Gambar 1.). Tolak H0 jika |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 | > 𝑡0,05;30 = 1,697261
Uji Efek Spasial
Hasil dari pengujian efek spasial adalah prevalensi
kusta di Jawa Timur memiliki aspek lokasi secara
heteroskedastisitas hal tersebut ditunjukkan oleh hasil
pengujian dengan Breusch-Pagan test lebih besar dari
toleransi kesalahan 10%. Nilai Uji Moran’s I yang lebih
kecil dari 10% mengindikasikan bahwa prevalensi kusta
terjadi berdasarkan dependensi antar kabupaten/kota
(Tabel 2.). Hasil uji Morans’I yang signifikan
menyebabkan pendekatan yang dilakukan adalah
pendekatan berbasis titik, sehingga metode GWR dan
Gambar 1. Penyebaran Prevalensi Kusta Menurut Kabupaten/Kota di MGWR dapat dilakukan untuk memodelkan prevalensi
Provinsi Jawa Timur kusta di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur
Persentase penduduk laki-laki (X1) tertinggi di Jawa TABEL 2. NILAI SIGNIFIKANSI UJI EFEK SPASIAL
Timur adalah Kota Batu. Persentase penduduk yang Pengujian Nilai Nilai Signifikansi
berusia kurang dari 15 tahun (X2) terendah adalah Breusch-Pagan 21,784 0,002768
Moran's I 0,1965181 0,000002
Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Persentase
D-400 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print)

Model GWR H0 menyatakan bahwa ada variabel global berpengaruh


Pembobot yang digunakan untuk melakukan pemodelan terhadap variabel respon. Berdasarkan hasil pengujian
dengan GWR adalah pembobot kernel adaptif tricube F(2) diperoleh nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel dengan
karena memiliki nilai AIC dan R2 yang optimum (Tabel tingkat toleransi kesalahan sebesar 10% sehingga H0
3.). ditolak. Setelah melakukan pengujian serentak,
selanjutnya melakukan pengujian terhadap variabel
TABEL 3.PERBANDINGAN ESTIMASI PEMBOBOT MODEL GWR
prediktor global secara parsial. Nilai Thitung (2,746564)
Kriteria AIC R2
Gaussian 79,43450 0,708869
lebih besar dari Ttabel (2,032245) dengan tingkat toleransi
Fix Tricube 75,75406 0,740306 kesalahan sebesar 10%,. Oleh karena itu baik secara
Bisquare 74,70246 0,750653 serentak maupun parsial X6 berpengaruh terhadap
Gaussian 77,09604 0,732250 prevalensi kusta di Jawa Timur secara global.
Adaptive Tricube 63,22140 0,842189
Bisquare 70,74405 0,785587
Pengujian selanjutnya adalah uji serentak variabel yang
diduga berpengaruh lokal F(3) ditiap kecamatan (X1, X2,
Hasil pengujian kesesuaian model GWR menunjukkan X3, X4, X5, dan X7) dengan H0 adalah tidak ada variabel
F-hitung sebesar 0,76907 lebih kecil dari pada nilai lokal yang berpengaruh terhadap variabel respon. Nilai
F0,01;23,794;30 = 1,644301. Sehingga menghasilkan Fhitung lebih besar dari Ftabel dengan tingkat toleransi
keputusan Gagal Tolak H0 artinya tidak ada perbedaan kesalahan sebesar 10%, sehingga H0 ditolak atau minimal
antara model regresi global dengan model GWR. Namun terdapat satu variabel lokal berpengaruh terhadap respon.
peneliti ingin melihat pengaruh variabel disetiap lokasi TABEL 5. RINGKASAN PENGUJIAN MODEL MGWR
sehingga analisis GWR tetap dilanjutkan untuk melihat Uji Fhitung DF1 DF2 Ftabel P-value
pengaruh setiap variabel disetiap lokasi kabupaten/kota F1 1,76349 15,76583 34,2595 1,693992 0,00632
Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan pengujian F2 23,650358 15,77551 34,2595 1,693992 0,00000
parameter secara parsial diketahui variabel prediktor apa F3 3,506714 25,64296 34,2595 1,601493 0,00036
saja yang berpengaruh di masing-masing kabupaten/kota.
Gambar 2. menunjukkan persebaran variabel prediktor Gambar 3. merupakan peta penyebaran variabel lokal
yang berpengaruh di tiap kabupaten/kota. yang berpengaruh di tiap kabupeten/kota di Jawa Timur.

Gambar 2. Persebaran Faktor yang Mempengaruhi Prevalensi Kusta di


Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 dengan GWR Gambar 3. Persebaran Faktor yang Mempengaruhi Prevalensi Kusta di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 dengan MGWR
Model MGWR
Perbandingan Model Regresi Global, GWR, dan
Pembobot yang digunakan untuk melakukan pemodelan
MGWR
dengan MGWR adalah pembobot Kernel Adaptif Tricube
karena memiliki nilai AIC dan R2 yang optimum (Tabel Model GWR merupakan model yang paling tepat untuk
4). menggambarkan prevalensi kusta di Jawa Timur karena
TABEL 4. PERBANDINGAN ESTIMASI PEMBOBOT MODEL MGWR mempunyai nilai AIC terkecil dan nilai R2 terbesar
Kriteria AIC R2 diantara model regresi global (Tabel 6).
Gaussian 83,69117 0,5929142 TABEL 6. MODEL TERBAIK DENGAN KRITERIA AIC DAN R2
Fix Tricube 83,69118 0,5929141 Model AIC R2 (%)
Bisquare 83,69117 0,5929142
Gaussian 72,09584 0,7104731 Global 90,83774 69,54
Adaptive Tricube 71,65317 0,7309494 GWR 63,22140 84,22
Bisquare 81,25332 0,6296670
MGWR 71,65317 73,10
Hasil pengujian kesesuaian model MGWR (Tabel 5)
pada pengujian F(1) menunjukkan bahwa H0 ditolak Sebagai contoh model yang digunakan untuk model
karena Fhitung lebih besar dari Ftabel dengan tingkat toleransi GWR pada Kabupaten Lumajang adalah.
kesalahan sebesar 10%, yang artinya terdapat perbedaan Yˆ  45,60313  0,71441 X 1  0,113247 X 6
yang signifikan antara model MGWR dan model regresi Model diatas memiliki arti setiap persentase penduduk
global. Oleh karena model MGWR lebih layak laki-laki bertambah satu persen maka akan mengakibatkan
menggambarkan prevalensi kusta di Jawa Timur berkurangnya prevalensi kusta sebesar 0,71441dengan
dibandingkan dengan model regresi global. Variabel X6 syarat nilai persentase penduduk miskin bernilai konstan.
pada model GWR hampir berpengaruh diseluruh Setiap persentase penduduk miskin bertambah satu persen
kabupaten/kota sehingga X6 diduga berpengaruh secara akan mengakibatkan bertambanhnya prevalensi kusta
global di Jawa Timur. sebesar 0,113247 dengan syarat nilai persentase penduduk
Uji F(2) merupakan pengujian serentak variabel global laki-laki bernilai konstan
yang diduga berpengaruh terhadap variabel respon dengan
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) D-401

V. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA


Model yang paling optimum adalah model yang [1] Widoyono. (2008). Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan,
dihasilkan oleh metode Geographically Weighted Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, “Riset Kesehatan Indonesia 2010,”
Regression yang ditinjau berdasarkan kriteria kebaikan Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
model AIC dan R2. Variansi yang bisa dijelaskan oleh Kementrian Kesehatan RI, (2010).
model GWR adalah sebesar 84,22% sedangkan sisanya
[2] Simunati. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
dijelaskan oleh variabel yang tidak masuk dalam model. Penyakit Kustadi Poliklinik Rehabilitasi Rumah Sakit Dr.
Kabupaten/Kota yang berada diarea barat cenderung tidak Tadjuddin Chalid Makassar. 3, 141-145.Dinas Kesehatan
signifikan terhadap semua faktor yang diduga Bojonegoro, “Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bojonegoro
berpengaruh terhadap prevalensi kusta. Untuk Kabupaten 2012,” Bojonegoro: Dinkes Bojonegoro, (2012).
Bangkalan hanya berpengaruh secara signifikan terhadap [3] Prihantini, M. (2015). Jatim Tertinggi, Penyakit Kusta Jadi PR
faktor persentase penduduk yang berusia diatas 15 tahun. Pemprov Jatim. Mojokerto: Berita Jatim.
Faktor yang berpengaruh di Kota Surabaya dan Kabupaten [4] Yasin, H. (2011). Pemilihan Variabel pada Model Geographically
Sidoarjo adalah persentase penduduk yang berusia diatas Weighted Regression. Media Statistika, 4(2), 63-72.
15tahun dan persentase rumah tangga yang memiliki [5] Brunsdon, C. (1999). Some Notes on Prametric Significance Test
dinding bukan tembok. Untuk Kabupaten Lumajang dan for Geographically Weighted Regression. Journal of Regional
Jember mempunyai faktor persentase penduduk laki-laki Science, 497-524.
dan persentase penduduk miskin sebagai faktor yang [6] Draper, N., & Smith, H. (1992). Analisis Regresi Terapan (2nd
berpengaruh terhadp prevalensi kusta. Hal tersebut ed.). (B. Sumantri, Penerj.) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
dikarenakan setiap daerah memiliki karakteristik yang [7] Anselin, L. (1988). Spatial Econometrics: Methods and Models.
berbeda-beda baik secara letak geografis, maupun secara Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
culture sehingga memerlukan tindakan atau penangan
[8] Fotheringham, A. S., Brunsdon, C., & Charlton, M. E. (2002).
yang berbeda-beda untuk setiap wilayahnya. Cara-cara Geographically Weighted Regression:The Analysis of Spatially
pendekatan kepada masyarakat sekitar untuk mengurangi Varying Relationships. Chichester: John Wiley & Sons,Inc.
prevalensi kusta di Jawa Timur perlu diperhatikan sesuai [9] Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2011). Dasar-Dasar Ekonometrika
dengan karakteristik wilayah tersebut. Buku 1 (5th ed.). (E. Mardanugraha, SitaWardhani, & C.
Mangunsong, Penerj.) Jakarta: Salemba Empat.
UCAPAN TERIMA KASIH [10] Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik
Penulis M.R.S mengucapkan terima kasih kepada Dinas Indonesia. (2015). Infodatin. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kesehatan Provinsi JawaTimur dan Badan Pusat Statistik
yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan
penelitian Tugas Akhir.

Anda mungkin juga menyukai