Anda di halaman 1dari 8

Analisis Kesesuaian Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu .......................................................................... (Sidqi et al.

ANALISIS KESESUAIAN RENCANA ZONASI KAWASAN STRATEGIS


NASIONAL TERTENTU TERHADAP PEMANFAATAN RUANG LAUT
EKSISTING SEKTOR WISATA BAHARI DI PULAU KECIL TERLUAR
Studi Kasus di Pulau Maratua, Kabupaten Berau
(Suitability Analysis of The Certain National Strategic Areas Zoning Plan Towards The Use
of The Existing Marine Space of The Marine Tourism Sector In Outer Small Islands)

Muhandis Sidqi, Suharyanto, Resti Yully Astuti, dan Fina Ardarini


Direktorat Perencanaan Ruang Laut, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut
Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat
E-mail: muhandis.sidqi@gmail.com

ABSTRAK
Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau
dengan lautan seluas 2,9 juta km². Indonesia berwewenang mengelola ruang lautnya. Namun, kerangka
kebijakan dan kelembagaan yang mengatur pemanfaatan ruang laut tersebut masih rumit. Sehingga perlu
adanya pertimbangan dari aspek legal maupun teknis dalam penerapannya. Rencana Zonasi adalah rencana
yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan
struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan, tidak
boleh dilakukan serta kegiatan yang diperbolehkan secara terbatas setelah memperoleh izin lokasi. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengolah data RZ KSNT dan Bathimetri dengan data eksisting penggunaan
ruang laut sektor wisata bahari di Pulau Maratua yang merupakan salah satu pulau kecil terluar dengan cara
pengambilan data penggunaan ruang laut menggunakan teknologi fotogrametri dan GPS lalu melakukan
analisis terkait kesesuaian antara alokasi ruang dengan kondisi eksistingnya. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu kajian literatur terkait aspek legal dan teknis menggunakan perangkat lunak SIG. Dari
hasil analisis diketahui bahwa rencana pola ruang di Pulau Maratua terdiri dari 7 zona pemanfaatan ruang
dengan 9 sub zona yang disusun pada laut dengan kedalaman 0–4000 mdpl. Di Pulau Maratua telah
terdapat 4 objek wisata bahari yang berada sesuai dengan pola ruangnya, yaitu pada sub zona ekowisata.
Objek wisata bahari tersebut terdiri dari bangunan resort dan jetty, dengan luas bangunan paling besar
adalah 6068 m² dan dibangun di atas laut yang memiliki kedalaman 0 sampai 5 m di bawah permukaan air
laut.

Kata kunci: Ruang Laut, RZ KSNT, Bathimetri, Wisata Bahari

ABSTRACT
As the largest archipelagic countries in the world, Indonesia has more than 17,000 islands with ocean of
2.9 million km². Indonesia has the authority to manage its marine space. However, the policy and
institutional framework governing the use of marine space is still complex. So, there is a need to consider
both legal and technical aspects in its application. Zoning Plan is a plan that determines the direction of use
of resources for each planning unit accompanied by the determination of the structure and pattern of space
in the planning area. The purpose of this study was to analyze the suitability of RZ-KSNT and Bathimetry
with existing data on the use of marine space in the marine tourism sector on Maratua Island which is one
of the outermost small islands by using marine space data using photogrammetry and GPS technology. The
method used in this study is literature review related to legal and technical aspects using GIS software. From
the results of the analysis, it is known that the spatial pattern plan in Maratua Island consists of 7 zones of
space use with 9 sub zones arranged in the sea with a depth of 0-4000 masl. On Maratua Island there are 4
marine tourism objects, namely in the ecotourism sub-zone. The maritime tourism object consists of resort
and jetty buildings, with the largest building area of 6068 m² and built above the sea which has a depth of 0
to 5 m below sea level.

Keywords: Marine space, RZ KSNT, Bathymetri, Marine tourism

957
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dunia yang memiliki 17.504 pulau dengan
luas daratan sebesar 1.910.931,32 km² (Badan Pusat Statistika, 2015), sedangkan untuk wilayah
laut Indonesia dalam buku statistik Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2011
diketahui bahwa laut Indonesia memiliki luas laut territorial yang berjarak 12 mil laut dari garis
pangkal kepulauan sebesar 284.210,900 km² dan luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang berjarak
200 mil laut dari garis pangkal sebesar 2.981.211,000 km². Dengan wilayah laut yang luas
tersebut negara memiliki wewenang mengelola ruang lautnya, dibutuhkan aturan yang efektif
dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun kerangka kebijakan
dan kelembagaan yang mengatur pemanfaatan ruang laut tersebut masih rumit, sehingga perlu
adanya pertimbangan baik dari aspek legal maupun teknis dalam penerapannya. Sesuai ketentuan
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 juncto UUPA, UNCLOS juncto UU No.17 Tahun 1985, laut dapat
dipartisi dalam persil-persil untuk pengusahaan dan pemanfaatannya, contoh: untuk ruang usaha
ekonomis seperti budidaya ikan; sebagai ruang laut konservasi laut lindung dan taman nasional;
serta sebagai ruang laut publik seperti alur pelayaran, pelabuhan dan sebagainya (Rais, 2003).
Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan sebagian
pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki izin lokasi. Izin lokasi menjadi dasar pemberian
izin pengelolaan (Cahyono, 2015).
Kadaster kelautan berkaitan dengan metode suatu negara dalam mengelola dan mengatur
administrasi sumber daya laut, yang dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu kedudukan dan
kedaulatan negara tersebut di dalam hukum laut internasional (UNCLOS 1982) maupun faktor
internal yakni bentuk negara, sistem pemerintahan dan bentuk pemerintahan yang dianut oleh
negara tersebut (Astor, 2016). Subjek dalam konteks Kadaster Kelautan merupakan bagian utama
yang harus dipahami. Keberadaan subjek tersebut berhubungan dengan hak-hak yang tercantum
dalam objek ruang perairan berdasarkan pola kepemilikan dan penguasaan sumberdaya
kelautan. Pengelompokkan pola kepemilikan dan penguasaan sumberdaya (property-right regime)
kelautan menjadi empat kelompok yaitu mencakup kepada milik masyarakat (common property),
milik pemerintah (public/state property), dan milik pribadi/swasta (private property) dan kelompok
tanpa pemilik (open acces property) (Hanna, Folke, & Maler, 1996). Sementara kelompok tanpa
pemilik (open acces property) tidak tercakup dalam pola kepemilikan dan pengelolaan
kadaster kelautan karena mencakup laut lepas yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang
(Indonesia, 1996). Objek ruang perairan adalah bagian-bagian tertentu dari perairan meliputi
estuary (bagian perairan tempat bertemunya air laut dengan air tawar), teluk (perairan yang
menjorok ke darat), laguna (danau asin dekat pantai), dan lain-lain (Djunarsjah, 2007).
Tujuan dari penelitian ini adalah menginventarisasi data perencanaan penggunaan ruang laut
dan data bathimetri Pulau Maratua, serta inventarisasi objek wisata bahari eksisting yang terdapat
di Pulau Maratua. Selanjutnya dilakukan analisa kesesuaian antara rencana alokasi ruang laut dan
kondisi eksisting sektor wisata bahari di Pulau Maratua.
Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap
satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan
perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan, tidak boleh dilakukan serta kegiatan
yang diperbolehkan secara terbatas setelah memperoleh izin lokasi (Indonesia, 2016). Kawasan
yang dimaksud adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu
yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk
dipertahankan keberadaannya. Salah satu kawasan laut yang memiliki rencana zonasi adalah
Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT), yaitu kawasan yang terkait dengan kedaulatan
negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya
diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
Pulau Maratua merupakan satu dari 111 pulau kecil terluar (Indonesia, 2017) yang saat ini
telah memiliki rencana zonasi pemanfaatan ruang laut. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau –
pulau terkecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan
pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh pihak pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Indonesia, 2014).

958
Analisis Kesesuaian Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu .......................................................................... (Sidqi et al.)

METODE
Lokasi daerah penelitian berada pada Pulau Maratua, Kecamatan Maratua, Kabupaten Berau,
Kalimantan Timur dengan koordinat yang secara geografis terletak pada koordinat 2° 11’ 27” LU-
118° 36’ 26” BT (lihat Gambar 1). Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
RZ-KSNT Pulau Maratua tahun 2016 yang memuat data zonasi perencanaan penggunaan ruang
laut dan peta bathimetri perairan Pulau Maratua tahun 2016 yang memuat data kontur kedalaman
laut yang diperoleh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, serta data
eksisting sektor wisata bahari Pulau Maratua yang diperoleh dari survei lapangan. Peralatan yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software). Berikut adalah peralatan-peralatan yang digunakan: laptop (hardware), ArcGIS
10.3(software). ArcGIS digunakan untuk melakukan pengolahan dan analisa terhadap data spasial.

Gambar 1. Lokasi penelitian Pulau Maratua.

Metode penelitian yang dilakukan terdiri dari inventarisasi penggunaan ruang laut Pulau
Maratua, inventarisasi objek wisata bahari eksisting, overlay data rencana dan eksisting, serta
analisa kesesuaian pemanfaatan ruang laut. Inventarisasi penggunaan ruang laut dilakukan pada
peta RZ-KSNT Pulau Maratua untuk mengetahui berbagai pemanfaatan ruang laut yang
direncanakan pada perairan Pulau Maratua dan luasan dari setiap zona pemanfaatan ruang laut.
Inventarisasi objek wisata bahari dilakukan pada data foto udara yang didapatkan dari survei
lapangan. Inventarisasi ini bertujuan untuk mengetahui lokasi atau koordinat dari setiap objek
wisata bahari yang telah ada di perairan Pulau Maratua serta mengetahui luasan dari setiap objek
tersebut. Setelah dilakukan inventarisasi pada data RZ-KSNT dan data eksisting objek wisata
bahari, selanjutnya dilakukan overlay pada kedua data tersebut. Overlay dilakukan dengan
menggunakan fungsi Identity untuk menggabungkan data tabel atribut pada rencana zonasi ruang
laut dengan data tabel atribut pada data eksisting objek wisata bahari yang ada (lihat Gambar 2).
Analisa kesesuaian pemanfaatan ruang laut dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pemanfaatan
ruang laut untuk objek wisata bahari yang telah ada di perairan Pulau Maratua terhadap rencana
zonasi ruang laut. Analisa dilakukan dengan menggunakan data tabel atribut pada hasil overlay
rencana zona dan objek eksisting.

959
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Gambar 2. Overlay Data Perencanaan Penggunaan Ruang Laut dan Data Eksisting Objek Wisata Bahari.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan data penelitian yang telah didapatkan, diperoleh hasil berupa tiga peta, yaitu
peta inventarisasi perencanaan penggunaan ruang laut (lihat Gambar 3), peta penggunaan ruang
laut eksisting (lihat Gambar 4), dan peta overlay perencanaan penggunaan ruang laut dan
eksisting (lihat Gambar 5).

Gambar 3. Peta Inventarisasi Perencanaan Penggunaan Ruang Laut Pulau Maratua.

960
Analisis Kesesuaian Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu .......................................................................... (Sidqi et al.)

Gambar 4. Peta Penggunaan Ruang Laut Eksisting Pulau Maratua.

Dari peta diatas dapat diketahui bahwa menurut RZ-KSNT yang telah direncanakan oleh
pemerintah khususnya KKP, perencanaan penggunaan ruang laut di Pulau Maratua digunakan
untuk beberapa kegiatan yang terbagi menjadi tujuh zona dan di dalamnya terdapat sembilan
subzona. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah:

Tabel 1. Inventarisasi Penggunaan Ruang Laut Pulau Maratua.


Zona Subzona Simbol Luas (Ha)
Perikanan
Budidaya KJA 2.656,841
Budidaya
Zona
Zona Hankam 97.180,604
Hankam
Zona Ikan
Perikanan Tangkap Demersal 7.305,417
Tangkap
Sub Zona Perlindungan ekosistem 11.054,519
Zona Inti
Perlindungan alur migrasi biota laut 25.110,876
Zona Lain Sub Zona Perlindungan Kawasan 4.479,269
Zona
Sub Zona WKOPP 1.860,211
Pelabuhan
Zona Zona Penyangga Zona Inti 16.154,166
Pemanfaatan
Terbatas Sub Zona Ecowisata 18.608,377

Perencanaan penggunaan ruang laut di Pulau Maratua disusun pada laut dengan kedalaman 0
sampai 4000 m di bawah permukaan laut. Adapun kedalaman masing-masing zona dan subzona
penggunaan ruang laut dapat dilihat pada Tabel 2.

961
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Tabel 2. Kedalaman Perairan Penggunaan Ruang Laut Pulau Maratua.


Zona Subzona Kedalaman (mdpl)
Perikanan
Budidaya KJA 0–5
Budidaya
Zona Hankam Zona Hankam 100 – 4000
Zona Ikan
Perikanan Tangkap Demersal 5 – 300
Tangkap
Sub Zona Perlindungan ekosistem 0 – 100
Zona Inti
Perlindungan alur migrasi biota laut 2 – 1500
Zona Lain Sub Zona Perlindungan Kawasan 50 – 200
Zona Pelabuhan Sub Zona WKOPP 0 – 100
Zona Pemanfaatan Zona Penyangga Zona Inti 2 – 1000
Terbatas Sub Zona Ecowisata 0 – 500

Berdasarkan hasil survei lapangan di Pulau Maratua, diketahui bahwa di Pulau Maratua
terdapat empat objek wisata bahari berupa resort. Adapun dari data eksisting sektor wisata bahari
tersebut diperoleh bahwa letak koordinat sentroid dan luasan ke empat resort diuraikan seperti di
Tabel 3.

Tabel 3. Data Eksisting Objek Wisata Bahari.


No Lintang (°) Bujur (°) Luas (m²) Lokasi
1 2,236 118,567 3900 Desa Teluk Harapan
2 2,229 118,573 1067 Desa Payung-Payung
3 2,219 118,58 1066 Desa Payung-Payung
4 2,204 118,591 6068 Desa Payung-Payung

Pada penelitian ini, dilakukan penampalan layer RZ-KSNT dengan data eksisting resort,
sehingga dalam visualisasinya dihasilkan sebuah peta yang dapat ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Overlay Perencanaan Penggunaan Ruang Laut dan Eksisting.

962
Analisis Kesesuaian Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu .......................................................................... (Sidqi et al.)

Pada peta tersebut diketahui bahwa keempat resort berada pada pola ruang sub zona
ekowisata. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang laut yang ada telah sesuai
dengan rencana zonasinya, yaitu untuk kegiatan wisata bahari. Adapun kesesuaian terhadap pola
ruang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kesesuaian Eksisting Terhadap Pola Ruang.


Kesesuaian
No Peruntukan Pola Ruang
Sesuai Tidak
1 Sub Zona Ekowisata 
2 Sub Zona Ekowisata 
3 Sub Zona Ekowisata 
4 Sub Zona Ekowisata 

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu dalam
proses inventarisasi perencanaan penggunaan ruang laut di Pulau Maratua diketahui terdapat 7
zona dengan 9 sub zona pemanfaatan. Perencanaan penggunaan ruang laut ini disusun pada laut
dengan kedalaman 0 sampai 4000 mdpl. Kondisi eksisting di Pulau Maratua terdapat 4 objek
wisata bahari berupa resort/penginapan wisata yang kebanyakan terdapat di Desa Payung –
Payung. Resort paling besar memiliki luas 6068 m² dan paling kecil memiliki luas 1066 m².
Berdasarkan hasil penampalan antara data perencanaan penggunaan ruang laut dan data eksisting
objek wisata bahari, diketahui bahwa keempat objek wisata bahari berada sesuai dengan subzona
penggunaan ruang laut, yaitu pada subzona ekowisata.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada masyarakat dan Pemerintah Daerah Pulau Maratua
karena telah membantu penulis dalam mengumpulkan data untuk penelitian ini dan pihak lainnya
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA
Astor, Y. (2016). Membangun Kadaster Kelautan untuk Mewujudkan Pemerintahan di Laut . Bandung:
Politeknik Negeri Bandung.
Badan Pusat Statistika, R. (2015). Luas Laut Indonesia. Retrieved November 10, 2017, from
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1366
Cahyono, H. (2015). Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Izin Lokasi Dan Izin Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta: Kementerian Kelautan Dan Perikanan.
Djunarsjah, E. (2007). Catatan Kuliah GD-3121 Hidrografi I. Bandung: Penerbit ITB.
Hanna, S., Folke, C., & Maler, K. G. (1996). Rights to Nature: Ecological, Economic, Cultural, and Political
Principles of Institution for The Environment. New York: Island Press.
Indonesia, R. Undang-Undang No. 6 tentang Perairan Indonesia (1996).
Indonesia, R. Undang-Undang No. 1 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (2014).
Indonesia, R. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 23 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (2016).
Indonesia, R. Keputusan Presiden No. 6 tentang Penetapan Pulau – Pulau Kecil Terluar (2017).
Rais, J. (2003). Marine Cadastre di Indonesia, Suatu Konsep Penataan Ruang Wilayah Laut. In Salindia
Presentasi CRMP-BPN RI. Jakarta.

963
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Halaman Ini Sengaja Kami Kosongkan

964

Anda mungkin juga menyukai