Anda di halaman 1dari 50

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Mungkar
5. Fitnah Akhir Zaman
Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : DIAH HARUN IRNAWATI


NIM : E1A020019
Fakultas & Prodi : FKIP & PENDIDIKAN BIOLOGI
Semester : 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas


selesainya tugas ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan dan nikmat dari-Nya
tentunya tugas ini tidak dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Artikel ini
disusun untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah pendidikan agama.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW, karna telah membimbing kita dari alam kebodohan menuju alam pengetahuan
seperti yang kita rasakan pada hari ini dengan memberikan kita pengetahuan sehingga
saya bisa menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang
telah membimbing saya dalam menyelesaikan tugas ini.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi para pembaca. Semoga
artikel ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat lebih mengembangkan
ilmu pengetahuan Agama Islam untuk meningkatkan keimanan serta ketakwaan kepada
Allah SWT.

Saya sebagai penulis, menyadari bahwa artikel ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat megharapkan kritik dan
saran dari para pembaca demi kesempurnaan artikel ini.

Penyusun, Mataram 18 Desember 2020

Nama : DIAH HARUN IRNAWATI


NIM : E1A020019

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVERi........................................................................................... i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

I. Iman, Islam, Ihsan .................................................................................... 1


II. Islam dan Sains ......................................................................................... 7
III. Islam dan Penegakan Hukum ................................................................... 16
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf Nahi Mungkar ............................ 22
V. Fitnah Akhir Zaman ................................................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46

LAMPIRAN

iii
BAB I

IMAN, ISLAM, IHSAN

Dasar agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Tiap-tiap
tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya. Jika Islam dan Iman disebut
secara bersamaan, maka yang dimaksud Islam adalah amalan-amalan yang tampak
(lahir) dan mempunyai lima rukun. Sedangkan yang dimaksud Iman adalah amal-amal
batin yang memiliki enam rukun. Dan jika keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka
masing-masing menyandang makna dan hukumnya tersendiri. Ketiga konsep di atas,
yaitu islam, iman dan ihsan telah menjadi pokok ajaran agama Islam sendiri yang juga
sangat berperang penting dalam proses pendidikan Islam. Hal ini dibuktikan dengan
hadis Nabi saw (Hadis No. 2 dalam kitab Matan Arba’in An-Nawawi):

ٌ‫ بَ ْينَ َما نَحْ نُ ُجلُوْ س‬: ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ أَيْضا قَا َل‬
ِ ‫ع َْن ُع َم َر َر‬

َ ‫س لَّ َم ذ اتَ يَوْ ٍم إِ ْذ‬


‫طلَ َع‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ‫ِع ْن َد َرسُوْ ِل هللا‬

ِ ‫س َوا ِد ال َّشع‬
َ‫ ال‬،‫ْر‬ َ ‫ش ِد ي ُد‬ ِ ‫اض الثِّيَا‬
َ ‫ب‬ ِ َ‫د بَي‬zُ ‫َع لَ ْينَا َر ُج ٌل َش ِد ْي‬

َ َ‫ َحتَّى َج ل‬،‫ْرف هُ ِم نَّا أَ َح ٌد‬


‫س‬ ِ ‫ َوالَ يَع‬،‫يُ َرى َعلَ ْي ِه أَثَ ُر ال َّسفَ ِر‬

‫إِلَى النَّبِ ّي صلى هللا عليه وسلم فَأ َْسنَ َد ُر ْك بَتَ ي ِه إِ لَى ُر ْكبَتَ ْي ِه‬

‫ يَا ُم َح َّم د أَ ْخ بِرْ نِي ع َِن‬:‫ض َع َكفَّ ْي ِه َعلَى فَ ِخ َذ ْي ِه َوقَا َل‬


َ ‫َو َو‬

‫ ْا ِإل ِسالَ ُم‬: ‫ فَقَا َل َرسُوْ ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬،‫ْا ِإل ْسالَ ِم‬

‫أَ ْن تَ ْشهَ َد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َو أَ َّن ُم َح َّمدًا َر سُوْ ُل هللاِ َو تقُِ ْي َم‬

َ ‫صالَةَ َوت ُْؤتِ َي ال َّزكاَةَ َوتَصُوْ َم َر َم‬


َ‫ض انَ َوتَ ُح َّج ْالبَيْت‬ َّ ‫ال‬

ُ‫ ف َع ِج ْبنَا لَهُ يَسْأ لُه‬، َ‫صد ْق ت‬


َ : ‫إِ ِن ا ْستَطَعْتَ ِإلَ ْي ِه َسبِ ْيالً قَا َل‬

َ‫ أَ ْن ت ُْؤ ِمن‬: ‫ق ا َل‬ ْ َ‫ ف‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ص ِّدقُه‬


َ ‫أخَ بِرْ نِي َع ِن ْا ِإل ي َم ا ِن‬ َ ُ‫َوي‬

ْ
ِ ‫اآلخ ِر َو ت ُؤ ِمنَ بِ ْالقَد‬
‫َر‬ ِ ‫بِاهللِ َو َمالَئِ َكتِ ِه َو ُكتبُِ ِه َو ُر ُسلِ ِه َو ا ليَوْ ِم‬

‫ قَا َل فَأ َ ْخ بِرْ نِي ع َِن ْا ِإلحْ َسا ِن‬، َ‫ص َد ْقت‬
َ ‫ قَا َل‬.‫خَ ي ِْر ِه َو َش ِّر ِه‬،

‫ك‬ َ ََّ‫ أَ ْن تَ ْعبُ َد هللاَ َكأن‬:‫ال‬


َ ‫ك تَ َراهُ ف إِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن تَ َراهُ فَإ ِ نَّهُ يَ َرا‬ َ َ‫ ق‬.

‫ َم ا ْال َمسْ ُؤوْ ُل َع ْنهَ ا‬:‫ قَا َل‬،‫ فَأ َ ْخبِرْ نِي ع َِن السَّا َع ِة‬:‫ال‬
َ َ‫ق‬

1
‫ قَا َل أَ ْن تَلِ َد‬،‫ قَا َل فَأ َْخبِرْ نِي َع ْن أَ َما َرا تِهَا‬.‫بِأ َْعلَ َم ِمنَ السَّائِ ِل‬

‫ْاأل َمةُ َربَّتَهَا َوأَ ْن تَ َرى ْال ُحفَاةَ ا لع َراة ْال َعا لَةَ ِرعَا َء الشَّ ا ِء‬

ُ ‫ق ف َل بِ ْث‬
َ َ‫َُُّم ق‬zَّ ‫ ث‬،‫ت َم ليًّا‬
‫ يَا‬: ‫ال‬ َ َ‫َُُّم ا ْنطَ ل‬zَّ ‫ ث‬،‫يَتَطَا َولُوْ نَ فِي ْالبُ ْنيَا ِن‬

‫ قَا َل‬. ‫ هللا َو َرس وْ لُهُ أَ ْعلَ َم‬: ‫ت‬


ُ ‫ُع َم َر أَتَ ْد ِري َم ِن السَّائِ ِل ؟ قُ ْل‬

‫[فَإِنَّهُ ِجب ِْر ْي ُل أَتَا ُك ْم يُ َعلِّ ُم ُك ْم ِد ينَ ُك ْم ]رواه مسلم‬

“Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki
yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak
padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang
mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua
lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya
berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?”, maka bersabdalah
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak
ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allahdan bahwa Nabi Muhammad adalah
utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi
haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kami semua heran, dia yang
bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku
tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman
kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “anda benar“.
Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “
Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika
engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau”. Kemudian dia berkata:
“Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang
ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku tentang
tanda-tandanya“, beliau bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika
engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu
dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau
siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau

2
bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan
agama kalian“. (Riwayat Muslim).

Dari hadis nabi diatas, dapat dinyatakan bahwa agama Islam meliputi tiga pilar
utama, yaitu: Iman, Ihsan, dan Islam.

A. IMAN

Iman secara etimologis berarti ‘percaya’ perkataan iman di ambil dari kata kerja
“aamanaa yuk minu’yang berarti percaya atau membenarkan. Secara terminologis iman
adalah mempercayai dengan hati mengikrarkan dan mengamalkan dengan perbuatan
segala apa yang di bawa Nabi Muhammad SAW( jamaludin kafie, 198123 ).

Iman merupakan bentuk musytaq dari Al-amnu yang berarti keamanan,


kedamaiyan dan merupakan lawan kata al-k ha uf, yang berarti ketakutan, kehawatiran,
larangan (abu bakar ahmad bin al-husain al-baihaqi, syu’ abul iman.
Iman percaya akan adanya Allah melalui adanya ciptaannya yang nyata terlihat an
tidak hanya percaya tetapi menyakini denga sepenuh hati akan adanya kebesaran Allah
tuhan semesta alam yang mengatur selusuh alam semesta ini.

1. Tahap tahap iman


a. Iman taq li

Iman kepada Allah dan mengenalinya dengan hanya mendengar kabar dari
orang lain dan mengikuti kata-kata orang lain tentang wujudnya Allah ini
adalah peringkat iman yang lemah.

b. Iman ahli ilmu atau iman para ulama

Iman kepada Allah dan menegenalinya dengan berfikir tentang kejadian


alam ini dan mengemukakan bukti ( dalil ) da nada bukti akal (dalil aqli) atau
bukti Al-Qur’an dan hadist (dalil naqli)
c. Iman nabi-nabi dan rasul
Iman kepada Allah dan mengenalinya dengan hujah dan bukti. Iman mereka
yang paling sempurna dan tinggi karna mereka senantiasa kukuh dan takut
melanggar perintah Allah. Mereka tidak melakukan dosa serta mereka
terpelihara dari melakukan dosa.

3
2. Ada 6 rukun iman yang harus kita ketahui yaitu diantaranya :

a. Iman kepada malaikat Allah


b. Iman kepada kitab-kitab Allah
c. Iman kepada Rasul-Rasul Allah
d. Iman kepada hari akhir
e. Iman kepada takdir Allah
f. Iman kepada Allah

3. Iman terdiri dari 3 tingkatan yaitu


a. Tingkatan mengenal pada tingkatan pertama ini seseorang baru mengenal
suatu yang di Imani
b. Tingkat kesadaran pada tingkatan kedua ini seorang sudah lebih tinggi
karna sesuatu yang diimani disadari oleh alasan-alasan tertentu
c. Tingkat haqqul yaqin tingkat ini adalah tingkat iman yang paling tinggi
seseorang mengimani sesuatu tidak hanya mengetahui dengan alasan-alasan
tertentu tapi dibarengi dengan ketaatan dan berserah diri kepada Allah
SWT.
B. ISLAM

Kata islam berasal dari bahasa arab adalah bentuk masdar dari kata kerja “ islam,
islami, islama “ yang secara etimologi mengandung makna “ sejahtra, tidak cacat,
selamat”. Seterusnya kata salm dan silm mengandung arti kedamaiyan keptuhan
dan penyerahan diri . dari kata-katani dibentuk kata islam sebagai istilah dengan
pengertian “ sejahtra tidak tercela selamat damai patuh dan berserah diri .
pengertian islam menurut istilah yaitu sikap penyerahan diri seorang hamba kepada
tuhannya denga senantiasa melaksanakan perintahnya dan menjauhi laranganyya
demi mencapai kedamaiyan dan keselamatan hidup di dunia maupun akhirat. Islam
sebagai agama maka tidak terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya yaitu
berupa rukun islam yaitu:
1) Membaca dua kailamt syahadat
2) Mendirikan solat lima waktu
3) Menunaikan zakat
4) Puasa pada bulan ramadhan

4
5) Naik hajji bagi yang mampu

1. Pengertian Islam
Islam adalah agama yang paling di ridhoi disisi Allah dan sebagai agama yang
benar ajarannya dikuatkan dan alasan dan bukti sebagai brikut:
a. Jelas asal usulnya yaitu sebagai agama wahyu yang terakhir
b. Dibawakan oleh nabi teakhir Muhammad SAW
c. Diterangkan dalam kitab sucinya yaitu Al-qur’an
d. Ajarannya tidak bertentangan dengan fitrah manusia
e. Mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dan dapat diamalkan secara
praktis oleh pemeluknya.
2. Karateristik islam

a. Ajarannya sederhana praktis rasional


b. Kesatuan antara kebendaan dan kerohaniayan
c. Islam memberi petunjuk seluruh segi kehidupan
d. Keuniversalan dan kemanusiaan
e. Keseimbangan antara individu dan masyarakat
f. Ketetapan dan perubahan (membuk ruang ijtihad)
g. Al-qur’an sebagai pedoman terjamin kesuciannya dan kemurniannya

C. IHSAN

Kata ihsan berasal dari bahasa arab dari kata kerja ( fi’il ) yaitu: ihsana artinya
perbuatan baik. 1. Para uama menggolongkan ihsan menjadi 4 bagian yaitu:

a. Ihsan kepada Allah yakni menjalankan segala perintahnya an menjauhi


larangannya
b. Ihsan kepada diri sendiri yakni mengerjakan segala sesuatu yang mendatangka
kebaikan bagi diri sendir dan menghindari semua perbuatan yang mendatangkan
kecelakaan atau kerugian kepada dirisendiri
c. Ihsan kepada sesame manusia yakni berbuat baik kepaa saudara tetangga kerabat
maupun seagama
d. Ihsan bagi sesame mahluk yakni berbuat baik atau memelihara lingkungan , alam
agar tetap lestari dan tidak punah.

5
2. Ihsan mempunyai landasan yaitu :
a. Landasan Qauli
“ Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk berbuat ihsan terhadap segala
sesuatu “(HR muslim). Tuntutan untuk berbuat ihsan dalam islam yaitu secara
maksimal dan optimal.
b. Landasan kauny
Dengan melihat fenomena dalam kehidupan ini secara sunnatullah setiap orang
suka berbuat yang ihsan.

1) Alasan berbuat ihsan


a) Adanya monitoring Allah (muraqabatullah)
b) Adanya kebaikan Allah( ihsanullah)

Dengan adanya muroqobatullah dan ihsanullah maka sudah selayaknya kita


berihsanunniyat (berniyat yang baik) karna akan mengarakan kita kepada:
1) Ikhlasunniyat ( niyat yang ihlas )
2) Itqanul ‘amal ( amal yang rapi)
3) Jaudatul adaa’ (penyelesaiyanyng baik)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ihsan memiliki satu rukun yaitu
engkau beribadah kepada Allah swt seakan-akan engkau melihatnya jika engau tidak
melihatnya maka sesungguhnya dia melihatmu. Hal ini berdasarkan hadist yang
diriwayatkan dari umar bin al-khathtab radhiyallahau’ anhu dalam kisah jawaban nabi
Muhammad kepada jibril ketika ia bertanya tentang ihsan, maka nabi menjawab:
“engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatnya maka bila engkau tidak
melihatnya sesungguhnya Allah melihatmu.”
Secara teori iman, islam , dan ihsan dapat dibedakan namun dari segi prakteknya
tidak dapat dipisahkan. Satu dan lainnya saling mengisi , iman menyangkut aspek
keyakinan dalam hati yaitu kepercayaan atau keyakinan , sedangkan islam artinya
keselamatan, kesentosaan, patuh an tunduk dan ihsan artinya selalu berbuat baik karna
merasa diperhatikan oleh Allah.

6
BAB II

ISLAM DAN SAINS

Islam adalah agama kemaslahatan hidup bagi umat manusia. Mulai dari perbaikan
akhlak, cara beribadah, hingga upaya menjalani kehidupan di dunia ini sebagai bekal di
akhirat nanti. Tak ada yang meragukan itu. Islam laksana cahaya yang senantiasa
menyinari umat manusia. Ia akan memberikan pencerahan dan kemudahan hidup. Tak
heran, bila Islam selalu dikaitkan dengan kegemilangan dan kejayaan.

Sepanjang sejarahnya, Islam telah hadir dengan beragam ilmu pengetahuan dan
melahirkan ribuan intelektual Muslim. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan,
memudahkan manusia dalam membangun peradaban dunia. Bahkan, pada abad ke-6
hingga 14 Masehi, Islam mengalami masa kejayaannya (The Golden Age of Islam).
Saat itu, sejumlah intelektual Muslim berhasil mewujudkan karya-karya mereka dengan
bersumber dari Alquran. Dan, Islam pun identik dengan sains dan teknologi.

Untuk menggambarkan kegemilangan itu, seorang sejarawan sains terkemuka,


George Sarton, menuliskan dalam jilid pertama bukunya yang terkenal di bidang ini,
Introduction to the History of Science. ''Cukuplah disebut nama-nama besar yang tak
tertandingi di masa itu oleh seorang pun di Barat: Jabir bin Hayyan, al-Kindi, al-
Khawarizmi, ar-Razi, al-Farabi, at-Tabari, al-Biruni, Ibnu Sina, serta Umar Khayyam.
Jika seorang mengatakan kepada Anda bahwa Abad Pertengahan sama sekali steril dari
kegiatan ilmiah, kutiplah nama-nama ilmuwan tersebut di atas. Mereka semua hidup
dan berkarya dalam periode yang amat singkat, yakni dari 750 hingga 1100 M.''

Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: 'Pemikiran dan Peradaban' disebutkan


bahwa perkembangan sains dan teknologi dalam sejarah Islam tidak bisa dilepaskan dari
tiga landasan, yakni landasan agama, filsafat, dan kelembagaan.

A. Landasan agama

Pengembangan sains dalam sejarah Islam sejalan dengan perintah Alquran untuk
mengamati alam dan menggunakan akal, dua dasar metodologis sains. Alquran sendiri
merupakan sumber pertama ilmu, seperti yang dinyatakan dalam surat an-Nisa' ayat 82:

7
''Maka, apakah mereka tidak memerhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.''

Perintah penggunaan akal sebagai dasar kerasionalan ilmu dengan perintah


mengamati alam sebagai dasar keempirikan ilmu selalu berjalan seiring, misalnya dalam
surat ar-Rum ayat 22, al-Baqarah ayat 164, Ali 'Imran ayat 190-191, Yunus ayat 5, dan
al-An'am ayat 97. Firman Allah SWT juga sering disertai pertanyaan afala ta'qilun
(mengapa tidak kau gunakan akalmu) dan afala tatafakkarun (mengapa tak kau
pikirkan).

1. Pengertian Islam dan sains

Secara harfiah, (etimologi), islam berasal dari Bahasa arab yang mempunyai
banyak arti antara lain tunduk, patuh, berserah diri dan selamat.
Menurut istilah Harun Nasution memberikan definisi tentang islam, bahwa
islam adlah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan tuhan kepada masyarakat
manusia melalui Nabi Muhammad sebagai Rasul. Islam pada hakekatnya
membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi mengenal
berbagai segi kehidupan manusia.
Sedangkan kata sains berasal dari Bahasa latin “Scientia” yang berarti
pengetahuan. Pengertian sains juga merujuk kepada susunan pengetahuan yang
didapatkan dengan metode tertentu, atau bahasa yang lebih sederhana, sains
adalah cara ilmu pengetahuan yang didapatkan dengan menggunakan metode
tertentu.
Ilmu berkembang dengan pesat, yang pada dasarnya ilmu ilmu berkembang
dari dua cabang utama yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun-
rumpun ilmu alam (the natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian
berkembang ke dalam ilmu-ilmu sosial ( the social sciences). Ilmu-ilmu alam
dibagi menjadi dua kelompok yaitu ilmu (the physical sciences) dan ilmu hayat
(the biological sciences). Ilmu alam ialah ilmuyang mempelajari zat yang
membentuk alam semesta sedangkan ilmu hayat mempelajari makhluk hidup
yag didalamnya. Ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika
(memepelajari massa dan energi), kimia (mempelajari subtansi zat), astronomi
(mempelajari benda-benda langit dan bumi).

8
2. Intraksi Agama dan Sains

Hubungan agama dan ilmu menurut Ian G. Barbour dapat diklasifikasi


menjadi empat corak, yaitu, Konflik, Independensi, dialog dan integrasi.
Sebagaimana dipaparkan oleh Ian G. Barbour, setidaknya, ada
4 pola hubungan antara agama dan ilmu, yaitu Konflik (bertentangan),
Independensi (masing-masing berdiri sendiri-sendiri), Dialog (berkomunikasi)
atau Integrasi (menyatu dan bersinergi). Bahwasanya hubungan yang bercorak
Konflik dan atau Independensi tidak lah nyaman untuk menjalani kehidupan
yang semakin kompleks. Banyak lobang-lobang yang menjebak, penuh resiko,
jika pilihan hubungan antara agama dan ilmu adalah Konflik dan atau
Independensi. Idealnya hubungan antara keduanya adalah Dialog dan jauh lebih
baik jika dapat berbentuk Integrasi. Secara teoritik, dengan mengambil inspirasi
dari Ian G. Barbour dan Holmes Rolston, III, ada 3 kata kunci yang
menggambarkan hubungan agama dan ilmu yang bercorak Dialogis dan
Integratif, yaitu Semipermeable, Intersubjective Testability dan Creative
Imagination.
Pertama, Semipermeable. Masing-masing disiplin ilmu masih tetap dapat
menjaga identitas dan eksistensinya sendiri-sendiri, tetapi selalu terbuka ruang
untuk berdialog, berkomunikasi dan berdiskusi dengan disiplin ilmu lain.
Kedua, Intersubjective Testability yakni ketika semua komunitas keilmuan
ikut bersama-sama berpartisipasi menguji tingkat kebenaran penafsiran dan
pemaknaan data yang diperoleh peneliti dan ilmuan
Ketiga, Creative Imagination. Teori baru seringkali muncul dari keberanian
seorang ilmuan dan peneliti untuk mengkombinasikanberbagai ide-ide yang
telah ada sebelumnya, namun ide-ide tersebut terisolasi dari yang satu dan
lainnya. bahwa imajinasi kreatif baik dalam dunia ilmu pengetahuan maupun
dalam dunia sastra seringkali dikaitkan dengan upaya untuk memperjumpakan
dua konsep framework yang berbeda. Ia mensintesakan dua hal yang berbeda
dan kemudian membentuk keutuhan baru, menyusun kembali unsur-unsur yang
lama ke dalam adonan konfigurasi yang fresh, yang baru. Bahkan seringkali

9
teori baru muncul dari upaya yang sungguh-sungguh untuk menghubungkan dua
hal yang sebenarnya tidak berhubungan sama sekali. Dari diskursus interaksi
antara agama dan sains di Indonesia, sekurang-kurangnya ada tiga model
paradigma keilmuan, yaitu islamisasi ilmu, pengilmuan Islam, dan integritas-
interkoneksi keilmuan.
3. Sains dalam Al-Qur’an
Mu’jizat islam (al-qur’an) yang paling utama ialah hubunganya dengan ilmu
pengetahuan.
Dalam islam, pada hakikatnya sains dan Al-Qur’an tidak bertentangan.
Ayat-ayat Qur’an yang memperintahkan manusia untuk mencari ilmu begitu
banyak. Bahkan wahyu pertama yang didapat nabi Muhammad saw yaitu Qs Al-
Alaq ayat 1-5 berupa perintah yang diawali dengan kata ‘iqra’ yang artinya,
‘Bacalah’. Perintah tersebut berbunyi:
‫) عَلَّ َم‬4( ‫القَلَ ِم‬z َ ُّ‫ر ْأ َو َرب‬z
ْ zِ‫) الَّ ِذي عَلَّ َم ب‬3( ‫ َر ُم‬z‫ك األَ ْك‬ َ z‫) ا ْق‬2( ‫ق‬
ٍ َ‫ق ا ِإل ْن َسانَ ِم ْن َعل‬ َ َ‫ا ْق َر ْأ بِاس ِْم َربِّكَ الَّ ِذي َخل‬
َ َ‫) خَ ل‬1( ‫ق‬
‫}ا ِإل ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ 
Artinya,“bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah mencipatakan.
Dia menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhamnulah Yang
Maha Pemurah. Yang mengajari manusia dengan perantaraan kalam. Dia
mengajari manusia apa yang belum diketahuinya.”
Kata iqra’, menurut Quraish Shihab, diambil dari akar kata yang berarti
menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan,
menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik
yang tertulis maupun tidak. Sedangkan dari segi obyeknya, perintah iqra’ itu
mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh manusia. (Shihab,
1996:433).
Al-Qur’an (kitab suci umat islam) mengandung ilmu pengetahuan yang
pasti dan tidak ada pertentangan di dalamnya. Di dalam Al-Qur’an terdapat
kurang lebih 750 rujukan yang berkaitan dengan ilmu. Ayat-ayat Al-Qur’an
yang membahas tetntang sains dalam berbagai bidang adalah sebagai berikut:

a. stronomi

Dua tahun yang lalu para astronom menemukan 7 planet batuan yang
mengambil TRAPPIST-1, yang yang berjarak 40 tahun cahaya Bumi. Sistem

10
planet ditemukan dengan penyimpanan kedipan cahaya bintang saat planet
melintasinya. Pengamatan dilakukan dengan teleskop spitzer milik nasa dan
teleskop TRAPPIST di observatorium La Silla, chile. 7 eksoplanet ini
berukuran seperti bumi dengan 3 di antaranya merupakan zona layak huni.
Penemuan ini bisa bisa menjadi bagian “teka-teki” dala menemukan
lingkungan layak huni yang telah menjadi bagian dalam Al-Qur’an.
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwasanya Allah menciptakan
langit dan bumi adalah (kuasa) pula menciptakan yang serupa dengan
mereka, dan telah menetapkan waktu yang tertentu bagi mereka yang tidak
ada keraguan padanya? Maka orang-orsng zalim itu tidak menghendaki
kecuali kekafiran” (Qs. Al-Isra’/17:99)., “Dan catatan Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi itu pada penciptaan yang serupa dengan itu?
Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.”
(Qs. Yasin/36:81).
Selain dari uraian diatas Ayat Al-Qur’an yang membahas tentang ilmu
astronomi seperti teori penciptaan langit dan bumi (teori big bang) dalam
Al-Qur’an surah Al-Anbiya ayat 30, planet beredar meurut orbitnya
mengelilingi matahari (Qs. Al-Anbiya:33), dll.

b. Biologi

-Pembungkusan tulang oleh otot


Tahapan-tahapan perkembangan bayi dalam rahim ibu dipaparkan dalam
Al Qur’an. Sebagaimana diuraikan dalam ayat ke-14 surat Al Mu’minuun
yang artinya, “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang- belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (Qs. Al Mu’minun
[23]: 14).
Ayat tersebut memaparkan jaringan tulang rawan pada embrio di dalam
rahim ibu mulanya mengeras dan menjadi tulang keras. Lalu tulang-tulang ini
dibungkus oleh sel-sel otot.

11
Selain dari Ayat diatas, Qs. Az-zumar ayat 6 juga menjelaskan tentang
teori perkembangan janin. Kemudian dalam Qs. Al-Alaq dijelaskan tentang
penciptaan manusia dari segumpal darah.
c. Fisika
-Menembus penjuru langit dengan kekuatan.
Dalam Al- Qur’an Surat Ar Rahman[55] Ayat 33 Allah berfirman yang
artinya: “Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan.”
Ayat diatas mengandung isyarat bahwa manusia harus mempunyai
kekuatan untuk melawan gaya gravitasi bumi, mana kala manusia ingin
menembus penjuru langit meninggalkan bumi. Misalnya pada Roket, saat
Roket meninggalkan landasan peluncuran pasti ada gaya atau kekuatan
tambahan yang akan melawan gaya gravitasi bumi dan membawa Roket ke
atas.
-Semakin ke atas kandungan oksigen semakin rendah
Dalam Al-Qur’an Al-An’am Ayat 125 Allah berfirman yang artinya:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.
Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya *[503], niscaya
Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki
langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak
beriman” (Qs. Al-An’am: 125).
Penjelasan Al-Qur’an di atas tersebut memang fakta bahwa secara
Fisika, semakin ke atas (ruang angkasa) maka kandungan oksigen semakin
rendah.

d. Kimia

Di dalam Al-Qur’an, dijelaskan manfaat salah satu unsur kimia yakni,


besi (Fe) dalam Qs. Al-Hadid yang artinya : “sesungguhnya kami telah
mengutus Rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah
kami turunkan Bersama mereka al-kitab dan neraca (keadilan). Dan kami

12
turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia (supaya mereka mempergunakan besi itu), dan
supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-
rasul Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat
lagi Maha Perkasa.” (Qs. A-Hadid:35).
e. Matematika
-Operasi penjumlahan
Operasi penjumlahan dapat dilihat pada Al-Qur’an .surat Al-A’raaf ayat 142
yang artinya: “ dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat)
sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah
malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang
telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. dan mengatakan Musa
kepada saudaranya Yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin)
kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang
yang membuat kerusakan".
Dari dalil-dalil yang telah dipaparkan diatas itu, hal itu merupakan hanyalah
sebagian kecil dari ayat-ayat Al-Qur’an yang mejelaskan tentang sains. Ada
banyak sekali ayat-ayat dalam al-qur’an yang bejumlah ratusan lebih ayat yang
menerangkan pembahasan mengenai sainspada zaman ini yang telah di buktikan
kebenarannya dan dimanfaatkan. Misalnya tentang relativitas waktu (As sajdah:
5 dan Al Ma’aari:4), fungsi Atmosfer (Ath Thariq: 11), proses terjadinya hujan
(An Nur: 43), Binatang Lebah (An Nahl: 68), binatang pemamah biak (An Nahl:
66), operasi pengurangan (Al Ankabut: 14), dan masih banyak lagi.
4. Hubungan Islam dan Sains
Hubungan Islam dan Sains tidak lepas dari kemajuan dan kemunduran sains
dalam peradaban Islam. Umat Islam mulai mempelajari atau melakukan
penafsiran ilmiah sejak generasi pertama sampai abad ke-lima hijriyah hingga
menjadikan diri mereka sebagai pelopor Ilmu pengetahuan di seluruh penjuru
dunia, umat Islam telah menjadi pelopor dalam research tentang alam, sekaligus
sebagai masyarakat pertama dalam sejarah ilmu pengetahuan yang melakukan
experimental science atau ilmu thabi’i berdasarkan percobaan yang kemudian
berkembang menjadi applied science atau technology.

13
Islam mendorong ummatnya untuk selalu berupaya mengembangkan sains
seperti tercantum dalam  QS Al-'Alaq: 1-5:

Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia


telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang
tidak diketahuinya.”
Iqra' terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun
lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak. Wahyu
pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-Quran
menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik,
dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra' berarti bacalah, telitilah,
dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah,
maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah
iqra' mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Pandangan Al-Qur’an terhadap Sains :
1. Seluruh pengetahuan, termasuk pengetahuan kealaman (sains) ada dalam
al-Qur’an. Pendapat ini didukung antara lain oleh al-Ghazali, al-Suyuti,
dan Maurice Bucaile.
2. Al-Qur’an hanya sebagai petunjuk untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan. Pendapat ini didukung antara lain oleh Ibnu Sina, al-
Biruni, dan al-Haitam.
B. Kemajuan sains dalam peradaban islam
Puncak keemasan umat islam dalam bidang sains terjadi pada masa
pemerintahan dinasti abbasiyah (750 M). Dibawah pemerintahan raja Harun
al-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). Raja Harun

14
al- Rasyid yang cukup terkenal dalam sejarah peradaban islam sangat
mementingkan ilmu pengetahuan selama pemerintahannnya. Hal itu
menyebabkan banyak munculnya para ilmuwan muslim yang sangat
gemilang dan berkontribusi besar bagi perkembangan sains dan teknologi.
Kemajuan yang dicapai Dinasti Abbasiyah di bawah kekuasan khalifah
Harun Al-Rasyid beserta putranya tersebut di atas, paling tidak disokong
oleh gaya kepemimpinan yang mereka anut bersifat terbuka. Hal ini
dibuktikan dengan adanya data keperibadian khalifah Harun Al- Rasyid yang
terkenal murah hati, lebih mengedepankan akal dari pada emosi dan
senantiasa berlaku sopan santun serta dermawan terhadap seluruh rakyatnya.
Di masa ini kota Bagdad menjadi pusat ilmu pengetahuan dan perdagangan
yang sangat pesat. Data sejarah juga membuktikan bahwa pada masa
pemerintahan beliau, dibangun pula sebuah perpustakaan sebagai pusat
telaah referensi ilmu pengetahuan dan sebagai pusat diskusi ilmu
pengetahuan yang diberi nama Baitul Hikmah yang berarti Gedung ilmu
pengetahuan.
Diberitakan pula bahwa pada masa kekuasaan khalifah Harun al-Rasyid,
cabangcabang ilmu pengetahuan seperti matematika, fisika, astronomi dan
kemiliteran turut mengalami perkembangan yang sangat pesat.
C. Kemunduran sains dalam peradaban islam
Konflik terjadi pada masa akhir kemunduran sains Islam yakni
kemunculan sains modern (Newton), konflik juga terjadi saat"Kitab Ihya
Ulumuddin" karya Imam Al-Ghazali. Siapa yang tidak mengenal kitab Ihya
Ulumuddin? Ya, kitab hasil karya Imam Abu Hamid Al-Ghazali yang sering
dijadikan sebagai sandaran dan rujukan bagi sebagian ummat Islam terutama
di Indonesia. Imam Al-Ghazali sering sekali dianggap sebagai ahli filsafat
Islam dan ilmu kalam. Dan kitabnya yang berjudul Ihya Ulumuddin itu pun
dianggap sebagai ‘masterpiece’ Imam Al-Ghazali dalam hal ilmu kalam dan
filsafat. Ihya’ ulumiddin menyerukan umat Islam untuk kembali
menghidupkan ajaran agama, pendapat ini menyebabkan kesalahpahaman
bahwa adanya larangan untuk mempelajari sains, sehingga budaya
mempelajari sains ditinggalkan. Kesalahpahaman ini berdampak pada

15
ketimpangan posisi ilmu seperti terpisahnya tradisi filsafat kelompok (ilmu
duniawi) dengan tradisi pemikiran keagamaan (ilmu ukhrawi ).

BAB III

ISLAM DAN PENEGAKAN HUKUM

A. Islam

Kata islām berasal dari bahasa Arab aslama - yuslimu dengan arti semantik sebagai
berikut: tunduk dan patuh (khadha‘a wa istaslama), berserah diri, menyerahkan,
memasrahkan (sallama), mengikuti (atba‘a), menunaikan, menyampaikan (addā), masuk
dalam kedamaian, keselamatan, atau kemurnian (dakhala fi al-salm au al-silm au al-
salām). Dari istilah-istilah lain yang akar katanya sama, “islām” berhubungan erat
dengan makna keselamatan, kedamaian, dan kemurnian.

Secara istilah, Islam bermakna penyerahan diri; ketundukan dan kepatuhan terhadap
perintah Allah serta pasrah dan menerima dengan puas terhadap ketentuan dan hukum-
hukum-Nya. Pengertian “berserah diri” dalam Islam kepada Tuhan bukanlah sebutan
untuk paham fatalisme, melainkan sebagai kebalikan dari rasa berat hati dalam
mengikuti ajaran agama dan lebih suka memilih jalan mudah dalam hidup. Seorang
muslim mengikuti perintah Allah tanpa menentang atau mempertanyakannya, tetapi
disertai usaha untuk memahami hikmahnya.

(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim);

َ‫ت لِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬


ُ ‫ال أَ ْسلَ ْم‬
َ َ‫إِ ْذ قَا َل لَهُ َربُّهُ أَ ْسلِ ْم ۖ ق‬

“Berserahdirilah!” Dia menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.

Dalam Q.s. Al- Maidah:3

‫يت لَ ُك ُم اإْل ِ ْساَل َم ِدينًا‬


ُ ‫ض‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬ ُ ‫ْاليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬

16
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan
nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu".

Islam dapat juga disebut dengan iman, millah, dan syariah dalam pengertiannya
sebagai aturan yang diturunkan oleh Allah melalui para utusan yang mencakup
kepercayaan, keyakinan, adab, akhlak, perintah, dan larangan. Agama Islam
berdasarkan kewajiban untuk berserah diri dan menunaikan ajarannya disebut islam;
jika dilihat berdasarkan kepercayaan terhadap Allah dan yang Dia turunkan, maka
disebut iman; karena Islam itu diktatif dan terdokumentasikan, maka disebut millah; dan
karena sumber hukumnya adalah Allah, maka disebut syari'ah.

Islam adalah sebuah kepercayaan dan pedoman hidup yang menyeluruh. Dalam
Islam diajarkan pemahaman yang jelas mengenai hubungan manusia dengan Allah (dari
mana kita berasal), tujuan hidup (kenapa kita di sini), dan arah setelah kehidupan (ke
mana kita akan pergi). Muslim adalah orang yang memeluk ajaran Islam dengan cara
menyatakan kesaksiannya tentang keesaan Allah dan kenabian Muhammad.

B. Penegakan Hukum

Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu


penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyata-nyata berlaku
dalam kehidupan manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat
berkembang maju dalam berjama’ah (Society). Kestabilan Hidup bermasyarakat
memerlukan tegaknya keadilan lanjut M. Natsir. Semua anggota masyarakat
berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum semuanya sama, mulai
dari masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi dalam Negara.
“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu tidak
berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah
kepada Allah karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang kamu
kerjakan”(QS.5:8).
“Dengarlah dan taatilah sekalipun andai kata yang menjalankan hukum atasmu
seseorang budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama dijalankannya hukum
Allah Swt”. (H.R.Buchori dari Anas)

17
Penegakan hukum dalam konteks law enforcement sering diartikan dengan
penggunaan force (kekuatan) dan berujung pada tindakan represif. Dengan demikian
penegakan hukum dalam pengertian ini hanya bersangkutan dengan hukum pidana saja.
Dalam tulisan ini dikehendaki pengertian penegakan hukum itu dalam arti luas secara
represif, maupun preventif. Konsekuensinya memerlukan kesadaran hukum secara
meluas pula baik warga negara, lebih-lebih para penyelenggara negara terutama
penegak hukumnya. Adapun penegak hukum meliputi instrumen administratif yaitu
pejabat administratif di lingkungan pemerintahan. Sedangkan dalam lingkungan pidana
dimonopoli oleh negara melalui alat-alatnya mulai dari kepolisian, kejaksaan dan
kehakiman sebagai personifikasi negara.

Penegakan hukum saja tidaklah cukup tanpa tegaknya keadilan. Karena


tegaknya keadilan itu diperlukan guna kestabilan hidup bermasyarakat, hidup berbangsa
dan bernegara. Tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian dari
masyarakat bisa mengakibatkan rusaknya kestabilan bagi masyarakat keseluruhan,
sebab rasa keadilan adalah unsur fitrah kelahiran seseorang sebagai manusia. Kepastian
hukum akan tercapai jika penegakan hukum itu sejalan dengan undang-undang yang
berlaku dan rasa keadilan masyarakat yang ditopang oleh kebersamaan tiap individu di
depan hukum (equality before the law). Bahwa hukum memandang setiap orang sama,
bukan karena kekuasaan dan bukan pula karena kedudukannya lebih tinggi dari yang
lain. Persamaan setiap manusia sesuai fitrah kejadiannya:

“Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi
kabar gembira dan peringatan dan beserta mereka Dia turunkan kitab dengan membawa
kebenaran, supaya kitab itu memberi keputusan antara manusia tentang apa yang
mereka perselisihkan (QS.2:213).

Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum di suatu Negara
antara lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan Kesadaran hukum warga
Negara. Dalam pelaksanaannya masih tergantung pada sistem politik Negara yang
bersangkutan.

Agar suatu kaidah hukum berfungsi maka bila kaidah itu berlaku secara yuridis,
maka kemungkinan besar kaidah tersebut merupakan kaidah mati (dode regel), kalau

18
secara sosiologis (teori kekuasaan), maka kaidah tersebut menjadi aturan pemaksa
(dwang maat regel). Jika berlaku secara filosofi, maka kemungkinannya hanya hukum
yang dicita-citakan yaitu ius constituendum. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri,
apakah cukup sistematis, cukup sinkron, secara kualitatif dan kuantitatif apakah sudah
cukup mengatur bidang kehidupan tertentu. Dalam hal penegakan hukum mungkin
sekali para petugas itu menghadapi masalah seperti sejauh mana dia terikat oleh
peraturan yang ada, sebatas mana petugas diperkenankan memberi kebijaksanaan.
Kemudian teladan macam apa yang diberikan petugas kepada masyarakat. Selain selalu
timbul masalah jika peraturannya baik tetapi petugasnya malah kurang baik. Demikian
pula jika peraturannya buruk, maka kualitas petugas baik.

Fasilitas merupakan sarana dalam proses penegakan hukum. Jika sarana tidak
cukup memadai, maka penegakan hukum pun jauh dari optimal. Mengenai warga
negara atau warga masyarakat dalam hal ini tentang derajat kepatuhan kepada peraturan.
Indikator berfungsinya hukum adalah kepatuhan warga. Jika derajat kepatuhan rendah,
hal itu lebih disebabkan oleh keteladanan dari petugas hukum.

Islam telah menggariskan sejumlah aturan untuk menjamin keberhasilan penegakkan


hukum antara lain:

1. Semua produk hukum harus bersumber dari wahyu

Konstitusi dan perundang-undangan yang diberlakukan dalam Daulah Islamiyah


bersumber dari wahyu. Ini bisa dipahami karena netralitas hukum hanya bisa
diwujudkan tatkala hak penetapan hukum tidak berada di tangan manusia, tetapi di
tangan Zat Yang menciptakan manusia. Menyerahkan hak ini kepada manusia—seperti
yang terjadi dalam sistem demokrasi-sekular—sama artinya telah memberangus
“netralitas hukum”.

sistem Islam, sekuat apapun upaya untuk mengintervensi hukum pasti akan gagal.
Pasalnya, hukum Allah SWT tidak berubah, tidak akan pernah berubah, dan tidak boleh
diubah. Khalifah dan aparat negara hanya bertugas menjalankan hukum, dan tidak
berwenang membuat atau mengubah hukum. Mereka hanya diberi hak untuk melakukan
ijtihad serta menggali hukum syariah dari al-Quran dan Sunnah Nabi saw.

19
2. Kesetaraan di depan hukum

Di mata hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan setara; baik ia Muslim,
non-Muslim, pria maupun wanita. Tidak ada diskriminasi, kekebalan hukum, atau hak
istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan kriminal (jarimah) dihukum sesuai
dengan jenis pelanggarannya. Dituturkan dalam riwayat sahih, bahwa pernah seorang
wanita bangsawan dari Makhzum melakukan pencurian. Para pembesar mereka
meminta kepada Usamah bin Zaid agar membujuk Rasulullah saw. agar memperingan
hukuman. Rasulullah saw. murka seraya bersabda:

ْ‫و‬zzَ‫ َّد َوا ْي ُم هللاِ ل‬z‫ق فِي ِه ُم الض َِّعيفُ أَقَا ُموا َعلَ ْي ِه ْال َح‬ َ ‫ك الَّ ِذينَ قَ ْبلَ ُك ْم أَنَّهُ ْم َكانُوا إِ َذا َس َر‬
َ ‫ق فِي ِه ُم ال َّش ِريفُ تَ َر ُكوهُ َوإِ َذا َس َر‬ َ َ‫إِنَّ َما أَ ْهل‬
‫ْت يَ َدهَا‬ُ ‫ت لَقَطَع‬ ِ َ‫أَ َّن ف‬
ْ َ‫اط َمةَ بِ ْنتَ ُم َح َّم ٍد َس َرق‬

Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah tatkala ada


orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah yang mencuri, mereka
menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya,
seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya (HR
al-Bukhari).

3. Mekanisme pengadilan efektif dan efisien

Mekanisme pengadilan dalam sistem hukum Islam efektif dan efisien. Ini bisa
dilihat dari beberapa hal berikut ini.

Pertama: keputusan hakim di majelis pengadilan bersifat mengikat dan tidak bisa
dianulir oleh keputusan pengadilan manapun. Kaedah ushul fikih menyatakan:

‫اَاْل ِ جْ تِهَا ُد الَ يُ ْنقَضُ بِااْل ِ جْ تِهَا ِد‬

"Sebuah ijtihad tidak bisa dianulir dengan ijtihad yang lain".

Keputusan hakim hanya bisa dianulir jika keputusan tersebut menyalahi nas syariah atau
bertentangan dengan fakta. Keputusan hakim adalah hukum syariah yang harus diterima
dengan kerelaan. Oleh karena itu, pengadilan Islam tidak mengenal adanya keberatan
(i’tiradh), naik banding (al-istinaf) dan kasasi (at- tamyiiz). Dengan begitu penanganan
perkara tidak berlarut-larut dan bertele-tele.

20
Kedua: Mekanisme pengadilan dalam majelis pengadilan mudah dan efisien. Jika
seorang pendakwa tidak memiliki cukup bukti atas sangkaannya, maka qadhi akan
meminta terdakwa untuk bersumpah. Jika terdakwa bersumpah, maka ia dibebaskan dari
tuntutan dan dakwaan pendakwa. Namun, jika ia tidak mau bersumpah maka terdakwa
akan dihukum berdasarkan tuntutan dan dakwaan pendakwa.

Ketiga: Kasus-kasus yang sudah kadaluwarsa dipetieskan, dan tidak diungkit kembali,
kecuali yang berkaitan dengan hak-hak harta. Pasalnya, kasus lama yang diajukan ke
sidang pengadilan ditengarai bermotifkan balas dendam.

Keempat: Ketentuan persaksian yang memudahkan qadhi memutuskan sengketa

4. Hukum merupakan bagian integral dari keyakinan

Seorang Muslim wajib hidup sejalan dengan syariah. Kewajiban ini hanya bisa
diwujudkan tatkala ia sadar syariah. Penegakkan hukum menjadi lebih mudah, karena
setiap Muslim, baik penguasa maupun rakyat, dituntut oleh agamanya untuk memahami
syariah sebagai wujud keimanan dan ketaatannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

5. Lembaga Peradilan Tidak Tumpang Tindih

Qadhi diangkat oleh Khalifah atau struktur yang diberi kewenangan Khalifah. Qadhi
secara umum dibagi menjadi tiga; yakni qadhi khushumat, qadhi hisbah dan qadhi
mazhalim. Qadhi khushumat bertugas menyelesaikan persengketaan yang menyangkut
kasus ’uqubat dan mu’amalah. Qadhi hisbah bertugas menyelesaikan penyimpangan
yang merugikan kepentingan umum. Qadhi mazhalim bertugas menyelesaikan
persengketaan rakyat dengan negara, baik pegawai, pejabat pemerintahan, maupun
Khalifah. Lembaga-lembaga tersebut memiliki kewenangan dan diskripsi tugas yang
tidak memungkinkan terjadinya tumpang tindih.

6. Setiap keputusan hukum ditetapkan di majelis peradilan

Keputusan qadhi bersifat mengikat jika dijatuhkan di dalam majelis persidangan.


Pembuktian baru diakui jika diajukan di depan majelis persidangan. Atas dasar itu,
keberadaan majelis persidangan merupakan salah satu syarat absahnya keputusan
seorang qadhi. Yang dimaksud qadhi di sini adalah qadhi khushumat.

21
Islam pun mewajibkan kaum Muslim untuk melaksanakan amar makruf nahi
mungkar, baik dilaksanakan secara individu, kelompok (partai politik), maupun
kelembagaan negara (mahkamah mazhalim). Kontrol atas penegakan hukum bukan
sekadar menjadi isu politik dan yuridis, namun juga menjadi isu sosial yang mampu
memberi “tekanan” kuat bagi siapa saja yang berusaha merobohkan sendi-sendi hukum.

BAB IV

KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNKAR

A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar

1. Secara Etimologis

Pada hakikatnya Amar maruf nahi Munkar terdapat empat penggalan


kata yang apabila dipisahkan satu sama lain mengandung pengertian sebagai
berikut: ‫ اﻣﺮ‬: amar, ‫ ﻣﻌﺮف‬maruf, ‫هﻲ‬: nahi, dan : ‫ ﻣﻨﻜﺮ‬Munkar. Manakala keempat
kata tersebut digabungkan, akan menjadi: ‫اﻣﺮﺑﺎﻣﻌﺮوف واﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮ‬ yang
artinya menyuruh yang baik dan melarang yang buruk.

Sedangkan menurut DR.Ali Hasbullah mendefinisikan Amar

sebagai berikut:

‫اﻻﻣﺮهﻮ ﻟﻔﻆ ﻳ ﻣﻨﻬﻔﻌﻼ ﻄﻠﺐ ﺑﻪ اﻻ ﻋﻠﻰ ﻣﻤﻦ هﻮ ادﻧﻰ‬

“Amar ialah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya
kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya”2

Selanjutnya ma’ruf kata ini berasal dari kata: ‫ ﻣﻌﺮﻓﺔ‬z- ‫ ﻳﻌﺮف–ﻋﺮﻓﺎ ﻧﺎ‬z‫ ﻋﺮف‬-
dengan arti (mengetahui) bila berubah menjadi isim, maka kata ma’ruf secara
harfiah berarti terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh
karena itu juga diakui dalam konteks kehidupan sosial umum, tertarik kepada
pengertian yang dipegang oleh agama islam, maka pengertian maruf ialah,
semua kebaikan yang dikenal oleh jiwa manusia dan membuat hatinya tentram,
sedangkan munkar adalah lawan dari ma’ruf yaitu durhaka, perbuatan munkar
adalah perbuatan yang menyuruh kepada kedurhakaan.3

22
Nahi menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadz yang
digunakan untuk meninggalkan suatu perbuatan, sedangkan menurut ushul fiqih
adalah, lafadz yang menyuruh kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang
diperintahkan oleh orang yang lebih tinggi dari kita.

Jadi bisa disimpulkan bahwa Allah berupa iman dan amal salih. “Amar”
adalah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya
kepada yang lebih rendah kedudukannya. Selanjutnya kata “ma’ruf”
mempunyai arti “mengetahui” bila berubah menjadi isim kata ma’ruf maka
secara harfiah berarti terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh
karena itu juga diakui dalam konteks kehidupan sosial namun ditarik dalam
pengertian yang dipegang oleh agama islam. Sedangkan Nahi menurut bahasa
adalah larangan, menurut istilah adalah suatu lafad yang digunakan untuk
meninggalkan suatu perbuatan. Sedangkan menurut ushul fiqh adalah lafad yang
menyuru kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh
orang yang lebih tinggi dari kita.

Dari pengertian di atas, nampaknya amar ma’ruf nahi munkar


merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena
kalimat tersebut suatu istilah yang dipakai dalm al-Qur’an dari berbagai aspek,
sesuai dari sudut mana para ilmuan melihatnya, oleh karena itu boleh jadi
pengertiannya cenderung kea rah pemikiran iman, fiqih dan akhlak.

2. Secara Terminologis

Salman al-Audah mengemukakan bahwa Amar Ma’ruf Nahi Munkar


adalah segala sesuatu yang diketahui oleh hati dan jiwa tentran kepadannya,
segala sesuatu yang di cintai oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar adalah
yang dibenci oleh jiwa, tidak disukai dan dikenalnya serta sesuatu yang dikenal
keburukannya secara syar’i dan akal.

Sedangkan imam besar Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa amar ma’ruf


nahi munkar adalah merupakan tuntunan yang diturunkan Allah dalam kitab-
kitabnya, disampaikan Rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat
islam.Adapun pengertian nahi munkar menurut Ibnu Taimiyyah adalah

23
mengharamkan segala bentuk kekejian, sedangkan amar ma’ruf berarti
menghalalkan semua yang baik, karena itu yang mengharamkan yang baik
termasuk larangan Allah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

“Jika amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban dan amalan sunah
yang sangat agung (mulia) maka sesuatu yang wajib dan sunah hendaklah
maslahat di dalamnya lebih kuat/besar dari mafsadatnya, karena para rasul
diutus dan kitab-kitab diturunkan dengan membawa hal ini, dan Allah tidak
menyukai kerusakan, bahkan setiap apa yang diperintahkan Allah adalah
kebaikan, dan Dia telah memuji kebaikan dan orang-orang yang berbuat baik
dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, sertamencela orang-orang
yang berbuat kerusakan dalam beberapa tempat,apabila mafsadat amar ma’ruf
dan nahi mungkar lebih besar dari maslahatnya maka ia bukanlah sesuatu yang
diperintahkan Allah,sekalipun telah ditinggalkan kewajiban dan dilakukan yang
haram, sebab seorang mukmin hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam
menghadapi hamba-Nya, karena ia tidak memiliki petunjuk untuk mereka, dan
inilah makna”

Perintah melakukan sesuatu yang baik dan melarang semua yang


kejiakan terlaksanat secara sempurna, karena diutusnya Rasulullah SAW oleh
Allah SWT, untuk menyempunakan akhlak mulia bagi umatnya. Dalamsurat al-
Maidah ayat 3 dijelaskan, bahwa:

“pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama
bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat
dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

. Jelas, Allah telah menyempurnakan agama ini untuk kita, telah


melengkapi nikmat kepada kita, juga ridho islam sebagai satu-satunya agama
bagi umat manusia, oleh karena itu umat Muhammad SAW.Sebagai umat yang
baik. Dalam surat Ali Imran ayat 110 juga dijelaskan bahwa:

24
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekirannya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka;
diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik”

Ayat ini mengedepankan mengajak kepada kebaikan dan mencegah


kemungkaran atas iman, padahal iman merupakan dasar bagi setiap amal shalih,
sebagai isyarat tentang pentingnya mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kepada kemungkaran, dimana umat Islam dikenal dengannya, bahkan ia
merupakan ciri utama yang membedakannya dari umat-umat lain, dan dilahirkan
bagi umat manusia untuk melaksanakan kewajiban mengajak kepada kebaikan
dan mencegah kemungkaran. Sesungguhnya Allah yang maha tinggi dan maha
kuasa mengingatkan umat Islam agar tidak lupa pada tugas utamanya dalam
kehidupan ini, atau bermalasmalasan dalam melaksanakannya, yaitu mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran .

Dengan jelas Allah menegaskan bahwa umat islam adalah sebaik -baik
umat yang senantiasa berbuat ihsan sehingga keberadaannya sangat besar
manfaatnya bagi segenap umat manusia. Dengan amar ma’ruf nahi munkar
berarti menyempurnakan bagin umat yang lain tidak ada yang memerintahkan
untuk melaksanakan semua ma’ruf bagi kemaslahatan seluruh umat lapisan
manusia dan tidak pula melarang semua orang dari berbuat kemungkaran.12

Dan dari beberapa Hadist juga dijelaskan bahwa diwajibkan kepada


setiap Muslim melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar. Dikeluarkan oleh
(takhrifi oleh Muslim dari hadits Ibnu Mas'ud Ra dari Nabi Saw. Yang
menjelaskan bahwa:

“Tiadalah dari seorang Nabi yang diutus AIIah kepada suatu umat sebelum aku
melainkan dari umatnya ia mempunyai penolong (hawairyyum) dan sahabat
yang mereka berpegang teguh pada sunnahnya dan mengikuti perintahnya.
Kemudian sesudah mereka muncul generasi-generasi penerus yang mereka
mengatakan sesuatu yang mereka sendiri tidakmelakukannya, dan melakukan

25
sesuatu yang mereka tidak diperintahkan. Maka bagi yang berjihad terhadap
mereka dengan tangannya, ia seorang yang beriman dan siap yang berjihad
terhadap mereka dengan lisannya, ia adalah seorang yang beriman, dan siapa
yang berjihad terhadap mereka dengan hatinya, ia juga seorang yang beriman.
Dan sesudah itu tidak ada sebesar biji sawipun iman. "

Hadits-hadits tersebut dan banyak hadits-hadits lain yang semakna -


menunjukkan bahwa wajibnya menentang kemungknran (al-munkar) hanyalah
menurut kemampuan yang ada. Tetapi penentangan dengan hati adalah
keharusan.Maka jika hati tidak mau menentang, itu pertanda hilangnya iman dari
orang yang bersangkutan. Diriwayatkan oleh Abu juhaifah, ia menceritakan: Ali
Ra pernah berkata:

"sesungguhnya jihad pertama yang harus diatasi adalah jihad dengan tangan
knlian, kemudian jihad dengan lisan, lalu dengan hati. Barang siapa hatinya
tidak mengetahui kebaikan (al-ma'ruf) dan menentang kemunkaran (almunkar),
maka ia jungkir balik, yang di atas menjadi di bawa".

B. Hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan kewajiban yang dibebankan


Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat Islam sesuai kemampuannya.
Ditegaskan oleh dalil Al Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’ para Ulama. Dalil Al
Qur’an Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

َ zzِ‫ر َوأُوْ الَئ‬zz ْ ِ‫أْ ُمرُونَ ب‬zzَ‫ر َوي‬zzْ ُ ُ


‫ك هُ ُم‬ ِ ‫وْ نَ ع َِن ْال ُمن َك‬zzَ‫ُوف َويَ ْنه‬
ِ ‫ال َم ْعر‬zz ِ ‫ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي‬zzَ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أ َّمةُ ي‬
َ‫ْال ُم ْفلِحُون‬

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru


kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung“.[Al-Imran/3:104].

Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini,”Maksud dari ayat ini,
hendaklah ada sebagian umat ini yang menegakkan perkata ini”[2] Dan firman-
ِ z‫وْ نَ ع َِن ْال ُمن َك‬zzَ‫ُوف َوتَ ْنه‬
Nya. ِ‫ونَ بِاهلل‬zzُ‫ر َوتُ ْؤ ِمن‬z ْ zِ‫أْ ُمرُونَ ب‬zzَ‫اس ت‬
ِ ‫ال َم ْعر‬z ْ ‫ ِر َج‬z‫ َر أُ َّم ٍة أُ ْخ‬z ‫“ ُكنتُ ْم َخ ْي‬Kamu
ِ َّ‫ت لِلن‬
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada

26
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah“.
[Al-Imran/3 :110].

Umar bin Khathab berkata ketika memahami ayat ini,”Wahai sekalian


manusia, barang siapa yang ingin termasuk umat tersebut, hendaklah
menunaikan syarat Allah darinya”[3] Dalil Sunnah Sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. ‫ك‬ َ ِ‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذل‬
ْ َ‫“ أ‬Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah
ِ z‫ َعفُ ا ِإلي َم‬z ‫ض‬
‫ان‬z
dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak
mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman“. [HR Muslim].

Sedangkan Ijma’ kaum muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama,


diantaranya: Ibnu Hazm Adz Dzahiriy, beliau berkata, “Seluruh umat telah
bersepakat mengenai kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar, tidak ada
perselisihan diantara mereka sedikitpun”

Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah


menegaskan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar melalui beberapa ayat dalam
Al Qur’an, lalu dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits
yang mutawatir. Dan para salaf serta ahli fiqih Islam telah berkonsensus atas
kewajibannya”[5] An-Nawawi berkata,”telah banyak dalil-dalil Al Qur’an dan
Sunnah serta Ijma yang menunjukkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar”[6]
Asy-Syaukaniy berkata,”Amar ma’ruf nahi mungkar termasuk kewajiban, pokok
serta rukun syari’at terbesar dalam syariat. Dengannya sempurna aturan Islam
dan tegak kejayaannya”.
Para ulama rahimahumullah menegaskan bahwa ‘amar ma’ruf nahi
munkar’ adalah wajib atas ummat ini, tidak ada pilihan lain. Hukumnya adalah
fardhu kifayah, jika sebagian dari ummat ini telah melaksanakannya, maka
gugurlah kewajiban yang lain. Namun jika tidak ada seorangpun yang
menegakkan perkara ini, maka dosanya akan ditanggung oleh seluruh individu
ummat ini. Dan Allah subhanahu wata’ala akan mempertanyakan dan
menghisabnya pada hari kiamat kelak.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

27
ِ ‫َو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أُ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ ِ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوأُولَئ‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104).

C. Derajat Kewajiban Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Amar ma’ruf nahi mungkar sebagai satu kewajiban atas umat Islam,
bagaimanakah derajat kewajibannya? Apakah fardhu ‘ain ataukah fardhu
kifayah? Para ulama berselisih tentang hal ini. Pendapat pertama memandang
kewajiban tersebut adalah fardhu ‘Ain. Ini merupakan pendapat sejumlah ulama,
diantaranya Ibnu Katsir, Az Zujaaj, Ibnu Hazm .Mereka berhujjah dengan dalil-
dalil syar’i, diantaranya: 1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. ُُ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمة‬
َ zِ‫ر َوأُوْ الَئ‬z
َ‫ون‬zz‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِ ُح‬ ِ z‫وْ نَ َع ِن ْال ُمن َك‬zzَ‫ُوف َويَ ْنه‬ ْ zِ‫“ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ ب‬Dan hendaklah
ِ ‫ال َم ْعر‬z
ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-
orang yang beruntung“. [Ali Imran:104]

Mereka mengatakan bahwa kata ‫ ِم ْن‬dalam ayat ‫ ِم ْن ُك ْم‬untuk penjelas dan


bukan untuk menunjukkan sebagian. Sehingga makna ayat, jadilah kalian semua
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
َ ِ‫َوأُوْ الَئ‬
mencegah dari yang munkar. Demikian juga akhir ayat yaitu: َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
Menegaskan bahwa keberuntungan khusus bagi mereka yang melakukan amalan
tersebut. Sedangkan mencapai keberuntungan tersebut hukumnya fardhu ‘ain.
Oleh karena itu memiliki sifat-sifat tersebut hukumnya wajib ‘ain juga. Karena
dalam kaedah disebutkan: ٌ‫ َما الَ يَتِ ُّّم ْال َوا ِجبُ ِإالَّ بِ ِه فَهُ َو َوا ِجب‬Satu kewajiban yang tidak
sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib. 2. Firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala. ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر‬ ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬ ِ َّ‫ت لِلن‬ ْ ‫ُكنتُ ْم خَ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
ِ َ‫رهُ ُم ْالف‬z
َ‫قُون‬z‫اس‬ َ zَ‫ونَ َوأَ ْكث‬zzُ‫ب لَ َكانَ خَ ْيرًا لَّهُ ْم ِّم ْنهُ ُم ْال ُم ْؤ ِمن‬
ِ ‫“ َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهللِ َولَوْ َءا َمنَ أَ ْه ُل ْال ِكتَا‬Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.

28
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di
antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik“. [Ali Imran :110] Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjadikan syarat bergabung dengan umat Islam yang terbaik, yaitu dengan
amar ma’ruf nahi mungkar dan iman. Padahal bergabung kepada umat ini,
hukumnya fardu ‘ain. Sebagaimana firman-Nya: ‫َو َم ْن أَحْ َسنُ قَوْ الً ِّم َّمن َدعَآ إِلَى هللاِ َو َع ِم َل‬
َ‫صالِحًا َوقَا َل إِنَّنِى ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِمين‬
َ “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang
yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata,
“Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” [Fushilat :33]
Sehingga memiliki sifat-sifat tersebut menjadi fardhu ‘ain. Sebagaimana Umar
bin Al Khathab menganggapnya sebagai syarat Allah bagi orang yang
bergabung ke dalam barisan umat Islam. Beliau berkata setelah membaca surat
Ali Imran:110,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin termasuk umat
tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya” Sedangkan pendapat
kedua memandang amar ma’ruf nahi mungkar fardhu kifayah. Ini merupakan
pendapat jumhur ulama. Diantara mereka yang menyatakan secara tegas adalah
Abu Bakr Al-Jashash [12] , Al-Mawardiy, Abu Ya’la Al-Hambaliy, Al
Ghozaliy, Ibnul Arabi, Al Qurthubiy [13], Ibnu Qudamah [14], An-Nawawiy
[15] , Ibnu Taimiyah [16] , Asy-Syathibiy [17] dan Asy-Syaukaniy [18]. Mereka
berhujjah dengan dalil-dalil berikut ini: 1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
َ z ِ‫ر َوأُوْ الَئ‬z
َ‫ون‬zz‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِ ُح‬ ِ ‫“ َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬Dan
ِ z‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك‬
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah
orang-orang yang beruntung“. [Ali Imran:104]

Mereka mengatakan bahwa kata ‫ ِم ْن‬dalam ayat ‫ ِم ْن ُك ْم‬untuk menunjukkan


sebagian. Sehingga menunjukkan hukumnya fardhu kifayah. Imam Al Jashash
menyatakan,”Ayat ini mengandung dua makna. Pertama, kewajiban amar ma’ruf
nahi mungkar. Kedua, yaitu fardu kifayah. Jika telah dilaksanakan oleh
sebagian, maka yang lain tidak terkena kewajiban”.[19] Ibnu Qudamah
berkata,”Dalam ayat ini terdapat penjelasan hukum amar ma’ruf nahi mungkar
yaitu fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain”.[20] 2. Firman Allah Subhanahu wa
َ ‫ ٍة ِمنهُ ْم‬zَ‫ ِّل فِرْ ق‬z‫َو َما َكانَ ْال ُم ْؤ ِمنُونَ لِيَ ْنفِرُوا َكآفَةً فَلَوْ الَ نَفَ َر ِمن ُك‬
ِ ‫د‬z‫وا فِي ال‬zzُ‫ةٌ لِيَتَفَقَّه‬zَ‫طآئِف‬
Ta’ala. ‫ ِذرُوا‬z‫ِّين َولِيُن‬

29
َ‫ َذرُون‬zْ‫وا إِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَح‬zz‫وْ َمهُ ْم إِ َذا َر َج ُع‬zzَ‫ ق‬Baca Juga  Hukum Meninggalkan Amar Ma'ruf
Nahi Mungkar “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya“. [At-
Taubah : 122].

Hukum tafaquh fiddin (memperdalam ilmu agama) adalah fardhu


kifayah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan sekelompok kaum
mukminin dan tidak semuanya untuk menuntut ilmu. Oleh karena itu orang yang
belajar dan menuntut ilmu tersebut yang bertanggung jawab memberi
peringatan, bukan seluruh kaum muslimin. Demikian juga jihad,
hukumnya fardhu kifayah. Syeikh Abdurrahman As Sa’diy
menyatakan,”Sepatutnya kaum muslimin mempersiapkan orang yang
menegakkan setiap kemaslahatan umum mereka. Orang yang meluangkan
seluruh waktunya dan bersungguh-sungguh serta tidak bercabang, untuk
mewujudkan kemaslahatan dan kemanfatan mereka. Hendaklah arah dan tujuan
mereka semuanya satu, yaitu menegakkan kemaslahatan agama dan
dunianya”[21] 3. Tidak semua orang dapat menegakkan amar ma’ruf nahi
mungkar. Karena orang yang menegakkannya harus memiliki syarat-syarat
tertentu. Seperti mengetahui hukum-hukum syari’at, tingkatan amar makruf nahi
mungkar, cara menegakkannya, kemampuan melaksanakannya.

Demikian juga dikhawatirkan bagi orang yang beramar ma’ruf nahi


mungkar bila tanpa ilmu akan berbuat salah. Mereka memerintahkan
kemungkaran dan mencegah kema’rufan atau berbuat keras pada saat harus
lembut dan sebaliknya. 4. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ‫ال ِّذ ْينَ إِ ْن َم َّكنَّاهُ ْم فِ ْي‬
‫وْ ِر‬zzz‫ةُ ْاألُ ُم‬zzzَ‫ر َوهلِل ِ عَاقِب‬zzz
ِ ‫وْ ا ع َِن ْال ُم ْن َك‬zzzَ‫ف َونَه‬ ْ ِ‫ رُوْ ا ب‬zzz‫اةَ َوأَ َم‬zzz‫ ُوا ال َّز َك‬zzzَ‫الَةَ َو َءات‬zzz‫الص‬
ِ ْ‫ال َم ْعرُو‬zzz َّ ‫ا ُموْ ا‬zzzَ‫ض أَق‬
ِ ْ‫ْاألَر‬
“(yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi,
niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang
ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allahlah
kembali segala urusan“. [QS. 22:41] Imam Al Qurthubiy berkata,”Tidak semua

30
orang diteguhkan kedudukannya dimuka bumi, sehingga hal tersebut diwajibkan
secara kifayah kepada mereka yang diberi kemampuan untuknya”.Oleh karena
itu Syeikh Islam Ibnu Taimiyah menyatakan,”Demikian kewajiban amar ma’ruf
nahi mungkar. Hal ini tidak diwajibkan kepada setiap orang, akan tetapi
merupakan fardhu kifayah” .

Akan tetapi hukum ini bukan berarti menunjukkan bolehnya seseorang


untuk tidak berdakwah, atau beramar makruf nahi mungkar. Karena
terlaksananya fardhu kifayah ini dengan terwujudnya pelaksanaan kewajiban
tersebut. Sehingga apabila kewajiban tersebut belum terwujud pelaksanaannya
oleh sebagian orang, maka seluruh kaum muslimin terbebani kewajiban tersebut.
Pelaku amar makruf nahi mungkar adalah orang yang menunaikan dan
melaksanakan fardhu kifayah. Mereka memiliki keistimewaan lebih dari orang
yang melaksanakan fardhu ‘ain. Karena pelaku fardhu ‘ain hanya
menghilangkan dosa dari dirinya sendiri, sedangkan pelaku fardhu kifayah
menghilangkan dosa dari dirinya dan kaum muslimin seluruhnya. Demikian juga
fardhu ‘ain jika ditinggalkan, maka hanya dia saja yang berdosa, sedangkan
fardhu kifayah jika ditinggalkan akan berdosa seluruhnya. Pendapat ini Insya
Allah pendapat yang rajih. Wallahu a’lam. Amar makruf nahi mungkar dapat
menjadi fardhu ‘ain, menurut kedua pendapat diatas, apabila : Pertama :
Ditugaskan oleh pemerintah. Al Mawardi menyatakan,”Sesungguhnya hukum
amar makruf nahi mungkar fardhu ‘ain dengan perintah penguasa”.[24] Kedua :
Hanya dia yang mengetahui kema’rufan dan kemungkaran yang terjadi. An
Nawawiy berkata,”Sesungguhnya amar makruf nahi mungkar fardhu kifayah.
Kemudian menjadi fardhu ‘ain, jika dia berada ditempat yang tidak
mengetahuinya kecuali dia”.[25] Ketiga : Kemampuan amar makruf nahi
mungkar hanya dimiliki orang tertentu. Jika kemampuan menegakkan amar
makruf nahi mungkar terbatas pada sejumlah orang tertentu saja, maka amar
makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain bagi mereka. An Nawawi
berkata,”Terkadang amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain, jika berada
di tempat yang tidak mungkin menghilangkannya kecuali dia. Seperti seorang
yang melihat istri atau anak atau budaknya berbuat kemungkaran atau tidak
berbuat kema’rufan”.Keempat : Perubahan keadaan dan kondisi. Syeikh Abdul

31
Aziz bin Baaz memandang amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain
dengan sebab perubahan kondisi dan keadaan, ketika beliau berkata, “Ketika
sedikitnya para da’i. Banyaknya kemungkaran dan kebodohan yang merata,
seperti keadaan kita sekarang ini, maka dakwah menjadi fardhu ‘ain atas setiap
orang sesuai dengan kemampuannya”.

D. Amar ma’ruf Nahi Munkar dalam Kehidupan Manusia

Al-Qur’an adalah kitab Tuhan yang universal, berlaku kapan saja,


dimana saja, dan untuk siapa saja. Dalam kehidupan kita sehari-hari, banyak kita
temui orang-orang yang selalu menyerukan kebaikan dan melarang berbuat
kemungkaran, bahkan diri kita sendiri pun disadari atau tidak selalu menyerukan
kebaikan dan melarang melakukan kejahatan, baik melalui tulisan maupun
melalui sumbang saran terhadap sesuatu.

Amar ma’ruf nahi munkar tidak hanya menyangkut hal-hal yang


berkaitan dengan pokok-pokok agama saja atau ideologi semata. Amar ma’ruf
nahi munkar juga bisa saja berkaitan dengan kehidupan sosial, politik, budaya
maupun hukum. Contohnya, ketika seseorang menyarankan temannya yang
masih membujang untuk segera menikah, berarti orang tersebut telah
melakukaan amar ma’ruf. Contoh lain, ketika seorang pemimpin berusaha untuk
memberantas korupsi, maka pemimpin tersebut telah ber-nahi munkar dan
seterusnya. Mengajak kepada kebaikan itu baik, melarang kemungkaran juga
baik. Apabila kebaikan selalu diserukan, tetapi masih ada saja yang melakukan
kemunkaran, maka kemungkaran tersebut harus dirubah atau di perbaiki.

1. Aspek Sosial

Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri


utama masyarakat orang-orang yang beriman, setiap kali al-Qur'an memaparkan
ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang benar, dan menjelaskan
risalahnya dalam kehidupan ini, kecuali ada perintah yang jelas, atau anjuran
dan dorongan bagi orang-orang beriman untuk mengajak kepada kebaikan dan

32
mencegah kemungkaran, maka tidak heran jika masyarakat muslim menjadi
masyarakat yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran,
karena kebaikan negara dan rakyat tidak sempurna.

Amar ma'ruf nahi mungkar termasuk kewajiban terpenting dalam


masyarakat muslim, selain shalat dan zakat, terutama di waktu umat Islam
berkuasa di muka bumi, dan menang atas musuh, bahkan kemenangan tidak
datang dari Allah, kecuali bagi orang-orang yang tahu bahwa mereka termasuk
orang-orang yang melakukannya, dalam QS. Al-Hajj: 40-41 dijelaskan:

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.


Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-
orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf
dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali
segala urusan”

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah


menggambarkan masyarakat yang amar ma'ruf dan nahi mungkar, dan
masyarakat tidak melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, dengan para
penumpang kapal yang mengundi tempat di kapal, sebagian mendapat tempat di
atas dan sebagian mendapat tempat di bawah, orang-orang yang bertempat di
bawah apabila ingin mengambil air, mereka harus melewati orang-orang yang
ada di bagian atas, maka mereka berkata: kalau saja kita melubangi kapal agar
tidak mengganggu orang di atas. Jika mereka membiarkan kemauan mereka,
maka akan binasa semua, dan jika mereka dihalangi maka semuanya akan
selamat.

Ini adalah gambaran yang indah bagi pengaruh amar ma'ruf dan nahi
mungkar dalam masyarakat, dari hadits tersebut jelas bahwa amar ma'ruf dan
nahi munkar bisa menyelamatkan orang-orang lalai dan orangorang ahli maksiat
dan juga orang lain yang taat dan istiqamah, dan bahwa sikap diam atau tidak
peduli terhadap amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan suatu bahaya dan
kehancuran, ini tidak hanya mengenai orang-orang yang bersalah saja, akan

33
tetapi mencakup semuanya, yang baik dan yang buruk, yang taat dan yang jahat,
yang takwa dan yang fasik. Amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan hak dan
kewajiban rakyat .

Dalam masyarakat muslim amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan


hak dan juga kewajiban bagi mereka, ia merupakan salah satu prinsip politik dan
sosial, al-Qur'an dan hadits nabi telah menjelaskan hal itu dan memerintah orang
untuk memberikan nasihat atau kritik bagi pemangku kekuasaan dalam
masyarakat, dan minta penjelasan hal-hal yang menjadi kemaslahatan rakyat,
atau mengingkari hal-hal yang tidak menjadi maslahat bagi rakyat.

Tolok ukur kebaikan dan kemungkaran adalah syari'at dalam satu sisi,
dan kemaslahatan rakyat dari sisi lain. Ini merupakan persoalan yang luas dari
tuntutan rakyat pada penguasa, khususnya dalam mencegah kezaliman, tidak
menerimanya atau bersabar atasnya. Al-Qur'an telah menganggap terjadinya
kezaliman dari penguasa, dan diamnya rakyat atas kezaliman tersebut
merupakan suatu dosa besar dari kedua belah pihak, yang bisa mengakibatkan
turunnya siksa di dunia, dan juga di akhirat kelak.

Apabila kita perhatikan seluruh ajaran islam dan menyelami rahasia-


rahasia hikmah yang terkandung di dalam ajarannya, tentu kita akan
memperoleh kesimpulan bahwa semuannya itu menuju kepada tujuan yang satu,
yaitu menyempurnakan akhlak manusia, mudah untuk memperoleh kebahagiaan
dunia akhirat, dan membuka jalan kebahagiaan masyarakat, kejayaan bangsa dan
kejayaan umatnya terletak pada akhlaknya. Selama bangsa itu masih memegang
pada norma-norma kesusialaan yang teguh, maka selama itu bangsa menjadi
jaya dan bahagia.

Yang hendak dikendalikan akhlak adalah tindakan lahir manusia, akan


tetapi oleh karena tindakan lahir itu tidak dapat terjadi jika tidak didahului oleh
gerak-gerik batin (tindakan hati), maka tindakan batin ini termasuk lapangan
yang diatur oleh akhlak juga. Karena itu setiap orang diwajibkan menguasai
batinnya, mengontrol hatinya, karena hati sumber dari segala tindakan lahir.

34
Apabila seseorang dapat menguasai tindakan batinnya, maka dapatlah ia menjadi
orang yang berakhlak baik.

Dalam pembinaan pribadi seseorang secara keseluruhan tidak dapat


dipisahkan dari pembinaan kehidupan beragama, karena kehidupan beragama
adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, sikap atau tindakan seseorang dalam
hidupnya tidak lain dari pantulan pribadinnya yang tumbuh dan berkembang
sejak lahir, bahkan telah mulai sejak dalam kandungan. Semua pengalaman yang
dilalui sejak dalam kandungan mempunyai pengaruh terhadap pembinaan
pribadi, bahkan diantara ahli jiwa yang berpendapat bahwa pribadi itu tidak lain
dari kumpulan pengalaman yang dilalui dan diterimannya sejak lahir.Tindakan-
tindakan ritual seperti shalat dan membaca do’a, agama lebih dari keseluruhan
tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah laku itu membentuk
keutuhan manusia berbudi luhur (berakhlak karimah), atas dasar percaya atau
iman kepada Allah dan tanggung jawab pribadi dihari kemudian.
Kalau kita pahami bahwa agama akhirnya menuju kepada penyempurnaan
keluhuran pribadi, karena memang tujuan utama agama adalah
menyempurnakan akhlak manusia yang berbudi luhur serta membentuk
keutuhan manusia atas dasar iman atau percaya pada Allah SWT. Maka dari itu
bisa tercipta kehidupan bermoral di muka bumi, hanya dengan landasan moral
itulah maka suatu bangsa akan teguh berdiri, jika sebaliknya maka Negara akan
hancur luluh.

Amar ma’ruf merupakan tawaran konsep dan tatanan sosial yang baik
(terkonsepkan secara konkrit), sebagai solusi yang baik berupa contoh yang
sudah ada maupun berupa usulan ketika kita mengadakan nahi munkar yang
merupakan tindakan pencegahan atau penghapusan akan hal-hal yang
jelek/salah. Sudah pasti untuk hal-hal tertentu dalam menjalankan nahi munkar
(atau bukan juga amar ma’ruf) diperlukan kemauan politik setidaknya dorongan
politik, mereka yang mempunyai otoritas. Hal ini ibarat kepastian hukum (new
enforcement) terhadap para pelaku kriminal, lebih-lebih kriminal dalam hal
sosial. 19

2. Aspek Politik

35
Sudah dijelaskan dalam surat Ali Imran ayat 104, bahwasanya menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar, maka perlu kita pahami bersama, bahwa ajaran amar ma’ruf nahi
munkar tersebut bukan tanpa metode, dan mekanisme yang sesuai dengan
tatanan kehidupan masyarakat. Allah SWT pun telah mengajarkan bagaimana
kita seharusnya melakukan amar ma’ruf nahi munkar.

Maka, dalam hal ini, tidak ada kebebasan bagi sembarang orang atau
kelompok untuk secara langsung melakukan tindakan kekerasan atas dasar amar
ma’ruf nahi munkar, kecuali atas dasar otoritas yang diberikan oleh negara.
Otoritas inilah yang dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini
dapat dipahami sebagai makna dari “biyadihi"/dengan tangan” dalam hadis yang
dikutip sebelumnya, tentang anjuran merubah kemungkaran. Selain itu,
implementasi amar ma’ruf nahi munkar juga harus didasari dengan penghargaan
akan keniscayaan perbedaan dan keragaman yang tumbuh dalam kehidupan
masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk. Oleh karenanya, prinsip tasamuh
tidak dapat dipisahkan alam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Dengan
demikian, maka umat muslim Indonesia, sebagai mayoritas di negeri ini, dapat
memperkokoh tegaknya negara hukum Indonesia.

Dalam hal ini, tidak ada kebebasan bagi semua orang atau kelompok
untuk secara langsung melakukan tindakan kekerasan atas dasar amar ma’ruf
nahi munkar, kecuali atas dasar otoritas yang diberikan oleh negara. Otoritas
inilah yang dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dapat
dipahami sebagai makna dari “biyadihi/dengan tangan” dalam hadis yang
dikutip sebelumnya, tentang anjuran merubah kemungkaran. Selain itu,
implementasi amar ma’ruf nahi munkar harus didasari dengan penghargaan akan
keniscayaan perbedaan dan keragaman yang tumbuh dalam kehidupan
masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk. Oleh karenanya, prinsip tasamuh
tidak dapat dipisahkan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Dengan
demikian, maka umat muslim Indonesia, sebagai mayoritas di negeri ini, dapat
memperkokoh tegaknya negara hukum Indonesia.

36
Pengawasan terhadap pemerintah dan kebebasan menyampaikan
pendapat kepada penguasa baik berkaitan dengan harta maupun politik
merupakan prinsip-prinsip dasar konstitusi yang diakui, karena ayat-ayat al-
Qur'an dan hadits-hadits nabi telah menegaskannya, sebagaimana juga ia telah
menjadi tradisi politik yang belaku pada masa dahulu, dan secara teori hal ini
masih tetap diterima di kalangan umat Islam secara umum dan khusus, akan
tetapi praktiknya menjadi lemah apabila yang menjadi penguasa adadalah
orangorang zalim, dan ia akan kembali lagi diterapkan jika yang naik ke pucuk
pimpinan adalah orang yang adil dan baik.

Adapun para ulama, mereka tidak mengabaikan prinsip ini, banyak dari
mereka yang mengalami tekanan dan siksaan, sebagaimana yang terjadi pada
Said bin Jubair, Imam Malik, Imam Ahmad, Ibnu Taimiyah dan lain-lain di
beberapa masa dan beberapa Negara.

Konsep Amar ma’ruf nahi munkar dalam bidang hukum merupakan


gagasan, cita-cita penegakkan hukum dan keadilan serta penanggulangan atau
pencegahan kejahatan. Penegakkan hukum sangat tergantung (kemauan politik)
penyelenggara Negara pada umumnya dan profesi penegak hukum pada
khususnya yang terdiri dari polisi, jaksa, penasehat hukum dan hakim.
Reformasi dan sosialisasi konsep Amar ma’ruf nahi munkar dalam bidang
hukum berarti penegakkan hukum dalam masyarakat dan Negara dalam
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Amar ma’ruf nahi munkar merupakan statemen tanpa terkecuali baik


laki-laki maupun perempuan, yang miskin atau yang kaya, seorang pemimpin
atau yang bawahan, kulit hitam maupun kulit putuh, buruh maupun pengusaha,
dan seterusnya. Amar ma’ruf nahi munkar memiliki kekuatan penegakkan
terhadap prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, dan perlu dijalankan berdasarkan
sidiq, amanah, fathonah, tabligh, dan istiqomah serta sabar. Hal ini hendaknya
mampu menghilangkan rasa riya’, sum’ah, ujub, dengki, munafik, kufur, dan
lain sebagainnya.

37
Gerakan amar ma’ruf nahi munkar dengan muatan-muatan penegakkan
dan penerapan prinsip itu ditujukan sebagai landasan gerak setiap muslim.
Semua dijalankan secara global, konferhensip, stimulant dan berkelanjutan.
Serta antara amar ma’ruf nahi munkar sebagai satu kesatuan perjuangan bak dua
sisi sekeping mata uang.

E. Gerakan Amar Maruf Nahi Munkar

Menurut, ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad


Rizieq Syihab menegaskan, medan juang Islam terdiri dari tiga bagian, yakni:
Dakwah, Hisbah, dan Jihad. Ketiga medan juang ini hendaknya jangan
dibenturkan. Ketiga medan ini wajib disinergikan. Jangan mimpi meraih
kejayaan Islam, jika diantara kita meninggalkan satu medan juang tanpa alasan
yang jelas.

“Setiap medan memiliki ciri khas dan perannya masing-masing. Dalam


pelaksanaannya, aktivis dakwah harus menggeluti medan juang yang menjadi
pilihannya, sesuai kapasitas keilmuan dan kemampuan yang dimiliki,”Lebih
jauh, Habib Rizieq menguraikan satu per satu medan juang umat Islam yang
harus dijalani. Khusus medan juang di bidang dakwah, seorang aktivis dakwah
yang mengajak untuk suatu kebaikan, harus berperilaku ramah, sopan, lemah
lembut, arif dan bijak, serta menjadi suri tauladan. Setiap aktivis yang
menggeluti dakwah, tidak boleh bengis, garang, dan kasar. Jika bengis, tentu
orang yang akan diajak menuju kebaikan akan lari meninggalkan pendakwah.

“Al Qur’an telah memberi panduan bagaimana cara berdakwah kepada


ahli kitab. Seorang yang memilih medan juang dakwah, selain memiliki ilmu
yang bermanfaat, juga harus sesuai antara ucapan dan perbuatan. Jika suatu
kaum menantang untuk berdialog, maka debatlah dengan cara yang baik. Contoh
akhlak Nabi. Jika dengan orang kafir saja diajarkan untuk berdialog secara baik,
apalagi dengan sesama Muslim,”Adapun medan juang Hisbah adalah upaya

38
menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Menurut Habib Rizieq, amar ma’ruf
itu berbentuk seruan dan instruksi yang tegas kepada masyarakat untuk berbuat
kebaikan. Nabi Saw ketika menyampaikan amar ma’ruf bak komando pasukan
tempur, suaranya lantang dan matanya sampai terlihat memerah. “Mengajak
anak shalat, mentradisikan mematikan televisi saat Maghrib, melarang untuk
merokok adalah bentuk amar maruf. Karena itu orang tua harus memberi
teladan,”

Jika medan juang dakwah dituntut untuk bersikap lembut, amar ma’ruf
bersikap tegas, sedangkan nahi mungkar lebih tegas lagi. Dulu, Nabi Saw pernah
memecahkan gentong-gentong miras, meninju orang mabuk di pasar karena
meresahkan warga di sekitarnya, termasuk memerintahkan untuk membakar
masjid dhiror. Habib mengatakan: “Masjid yang dibangun untuk memecah belah
kaum muslimin saja dibakar, apalagi tempat kemaksiatan yang lain. Jika Nabi
hidup di masa kini, bukan tidak mungkin, sarang judi, tempat pelacuran, pabrik
miras, dan tempat kemaksiatan akan diperintahkan untuk dibakar. Dalam
konteks sekarang, aparat pemerintahlah yang harus tegas menutup (segel) tempat
maksiat seperti itu,FPI, kata Habib, bukan untuk mengambil atau mendahului
wewenang pemerintah dan aparat kepolisian, tapi mendorong pemerintah untuk
menegakkan hisbah (amar maruf nahi mungkar). Sebagai umat Islam, dalam
menyikapi kemungkaran hendaknya jangan menjadi penoton, tapi ambil bagian
untuk itu.

39
BAB V

FITNAH AKHIR ZAMAN

A. Pengertian Fitnah

Fitnah merupakan komunikasi kepada satu orang atau lebih yang bertujuan untuk
memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain
berdasarkan atas fakta palsu yang dapat memengaruhi penghormatan, wibawa, atau
reputasi seseorang. Kata "fitnah" diserap dari bahasa Arab, dan pengertian aslinya
adalah "cobaan" atau "ujian".

B. Hukum Fitnah

Di dalam Al-Qur’an dan hadist sendiri ada banyak makna tentang fitnah, seperti
fitnah bermaksud Syirik Dalam Islam, berpaling dari jalan yang benar, sesat,
pembunuhan dan kebinasaan, perselisihan dan peperangan, kemungkaran dan
kemaksiatan. Termasuk adalah menyebar berita dusta atau bohong atau mengada-ngada
yang kemudian merugikan orang lain juga termasuk dalam fitnah. padahal Bahaya
Berbohong Dan Hukumnya Dalam Islam sudah jelas termasuk Fungsi Al-Quran dalam
Kehidupan Sehari-hari.

Fitnah merupakan suatu kebohongan besar yang sangat merugikan dan termasuk
dalam dosa yang tak terampuni oleh Allah SWT. Oleh karenya, Islam melarang
umatnya memfitnah sebab fitnah adalah haram. Dalam surah Al-hujarat ayat 12 Allah
SWT berfirman :

40
‫ ُد ُك ْم اَ ْن‬z‫ ۗا اَي ُِحبُّ اَ َح‬z‫ْض‬ َ ‫رًا ِّمنَ الظَّ ۖنِّ اِ َّن بَع‬z‫وْ ا َكثِ ْي‬zzُ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اجْ تَنِب‬
ُ ‫ْض الظَّنِّ اِ ْث ٌم َّواَل ت ََجس‬
ُ ‫وْ ا َواَل يَ ْغتَبْ بَّع‬z‫َّس‬
ً ‫ ُك ْم بَع‬z‫ْض‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫يَّأْ ُك َل لَحْ َم اَ ِخ ْي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموْ ۗهُ َواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ تَوَّابٌ ر‬
‫َّح ْي ٌم‬

artinya : Wahai orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, (sehingga
kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) karena sesungguhnya sebagian dari
prasangka itu adalah dosa dan janganlah sebagian kamu menggunjing setengahnya yang
lain. Apakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati?
( Jika demikian kondisi mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Jadi
patuhilah larangan-larangan tersebut) dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q. S. Al-Hujarat : 12).

Dalam surah az-zumar ayat 32 Allah berfirman :

‫هّٰللا‬
َ ‫ق اِ ْذ َج ۤا َء ٗۗه اَلَي‬
َ‫ْس فِ ْي َجهَنَّ َم َم ْث ًوى لِّ ْل ٰكفِ ِر ْين‬ ِ ‫ص ْد‬ َ ‫ب َعلَى ِ َو َك َّذ‬
ِّ ‫ب بِال‬ ْ َ‫فَ َم ْن ا‬
َ ‫ظلَ ُم ِم َّم ْن َك َذ‬

Artinya : Maka nyatalah bahwa tidak ada yang lebih zhalim dari orang yang mereka-
reka perkara-perkara yang dusta terhadap Allah, dan mendustakan sebaik-baik saja
kebenaran itu disampaikan kepadanya. Bukankah (telah diketahui bahwa) dalam neraka
jahanam tersedia tempat tinggal bagi orang2 kafir?” (Q. S. Az-Zumar : 32).

Rasulullah SAW bersabda :

َ‫رَّف‬z‫ َم ْن ت ََش‬، ‫اعى‬ ِ z‫الس‬ َّ َ‫ ٌر ِمن‬z‫ا َخ ْي‬zzَ‫ َو ْال َما ِشى فِيه‬، ‫ َو ْالقَائِ ُم فِيهَا خَ ْي ٌر ِمنَ ْال َما ِشى‬، ‫َستَ ُكونُ فِت ٌَن ْالقَا ِع ُد فِيهَا َخ ْي ٌر ِمنَ ْالقَائِ ِم‬
‫ُذ بِه‬zْ ‫ فَ َم ْن َو َج َد فِيهَا َم ْل َجأ ً أَوْ َم َعا ًذا فَ ْليَع‬، ُ‫لَهَا تَ ْستَ ْش ِر ْفه‬

Artinya : Akan terjadi fitnah, orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, orang
yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, orang yang berjalan lebih baik daripada
yang berlari, barangsiapa yang mencari fitnah maka dia akan terkena pahitnya dan
barangsiapa yang menjumpai tempat berlindung maka hendaknya dia berlindung” (HR.
Bukhari – Muslim)

C. Macam Macam Fitnah

Ada dua macam fitnah, yakni fitnah syubhat dan fitnah syahwat.

1. Fitnah Syubhat

41
Syubhat berarti samar-samar atau tidak jelas. Dalam fiitnah syubhat, seseorang
menjadi rusak ilmu dan keyakinannya sehingga menjadikan perkaran ma’ruf menjadi
samar dengan kemungkaran, sementara kemungkaran sendiri tidak ia hindari
(dikerjakan). Fitnah syubhat merupakan fitnah paling berbahaya oleh karena kurangnya
ilmu dan lemahnya bashirah, ketika diiringi dengan niat buruk dan hawa nafsu maka
timbullah fitnah besar dan keji.

Yang termasuk dalam fitnah syubhat antara lain:

a. Kekafiran

Allah SWT berfirman :

َ‫كَ الَّ ِذين‬zzِ‫ ْنعًا أُولَئ‬z‫ص‬ ُ َ‫نُون‬z‫بُونَ أَنَّهُ ْم يُحْ ِس‬z‫ ُّد ْنيَا َوهُ ْم يَحْ َس‬z‫ا ِة ال‬zzَ‫ض َّل َس ْعيُهُ ْم فِي ْال َحي‬
َ َ‫م بِاأْل َ ْخ َس ِرينَ أَ ْع َمااًل الَّ ِذين‬zْ ‫قُلْ هَلْ نُنَبِّئُ ُك‬
‫ت أَ ْع َمالُهُ ْم فَاَل نُقِي ُم لَهُ ْم يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َو ْزنًا‬
ْ َ‫ت َربِّ ِه ْم َولِقَائِ ِه فَ َحبِط‬
ِ ‫َكفَرُوا بِآيَا‬

Artinya: Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang


yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya. mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan
mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, Maka hapuslah amalan- amalan
mereka, dan Kami tidak Mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari
kiamat. (Q. S. Al Kahfi 18: 103-105).

b. Kemunafikan

Allah SWT berfirman :

۟ ُ‫فِى قُلُوب ِهم َّم َرضٌ فَ َزا َدهُ ُم ٱهَّلل ُ م َرضًا ۖ َولَهُ ْم َع َذابٌ أَلِي ۢ ٌم بما َكان‬
zَ ‫وا يَ ْك ِذب‬
‫ُون‬ َِ َ ِ

َ‫ض قَالُ ْٓوا اِنَّ َما نَحْ نُ ُمصْ لِحُوْ ن‬


ِ ۙ ْ‫َواِ َذا قِي َْل لَهُ ْم اَل تُ ْف ِس ُدوْ ا فِى ااْل َر‬

Artinya: Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi
mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. dan bila dikatakan kepada
mereka: ’Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.’ Mereka menjawab:
“Sesungguhnya Kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (Q. S. Al Baqarah 2:
10-11).

42
c. Bid’ah penyebab perpecahan

Sebuah hadist dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan RA,

“Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah SAW berdiri kepada kami, lalu bersabda:


Ketahuilah, sesungguhnya Ahlul Kitab sebelum kamu telah berpecah-belah menjadi 72
agama. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah-belah menjadi 73 agama.
72 di dalam neraka, dan sati di dalam sorga, yaitu Al-Jama’ah.”

“Dan sesungguhnya akan muncul beberapa kaum dari kalangan umatku yang hawa-
nafsu menjalar pada mereka sebagaimana virus rabies menjalar pada tubuh
penderitanya. Tidak tersisa satu urat dan persendian kecuali sudah dijalarinya.” (H. R.
Abu Dawud, Ahmad, Al-Hakim).

2. Fitnah Syahwat

Fitnah syahwat merupakan segala perbuatan yang dapat melemahkan dan mengikis
iman seseorang disebabkan oleh mengikuti hawa nafsu. Mereka yang terkena fitnah
syahwat biasanya malas beribadah serta tidak segan melanggar perintah Allah dan
mengerjakan apa yang dilarang. Hal ini disebabkan oleh hawa nafsu beserta andil dari
iblis yang senantiasa mengiringi dan membuat iman semakin lemah.

Umumnya, fitnah syahwat adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia,
kesenangan, dan yang membangkitkan hawa nafsu.Allah SWT berfirman:

ِ z‫ َّو َم ِة َوااْل َ ْن َع‬z ‫ ِل ْال ُم َس‬z ‫ ِة َو ْال َخ ْي‬z ‫ض‬


‫ام‬z َّ ِ‫ب َو ْالف‬ َ ‫ا ِطي ِْر ْال ُمقَ ْن‬zzَ‫ ۤا ِء َو ْالبَنِ ْينَ َو ْالقَن‬z ‫ت ِمنَ النِّ َس‬
ِ َ‫ َّذه‬z ‫ َر ِة ِمنَ ال‬z ‫ط‬ َّ ُّ‫اس حُب‬
ِ ‫هَ ٰو‬z ‫الش‬ ِ َّ‫ُزيِّنَ لِلن‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ع ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا َۗو ُ ِع ْند َٗه ُحسْنُ ْال َم ٰا‬
‫ب‬ ُ ‫ث ۗ ٰذلِكَ َمتَا‬
ِ ْ‫َو ْال َحر‬

Artinya : “Dijadikan indah bagi manusia kecintaan kepada syahwat (apa-apa yang
diingini) berupa wanita, anak-anak, harta kekayaan yang berlimpah dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).” (Q. S. Al-Imran
: 14).

D. Bahaya Fitnah

43
Apapun yang kita dengar dari orang lain, segala ucapan itu kita terima dengan
telinga, bukan dengan lidah (ucapan). Berita-berita itu menyebar luas dari telinga ke
telinga seolah keluar dari mulut ke mulut. Hati adalah yang menentukan apakah semua
berita yang di dengar itu adalah benar atau salah. Allah SWT berfirman:

ِ ‫ْس لَ ُكم بِِۦه ِع ْل ٌم َوتَحْ َسبُونَ ۥهُ هَيِّنًا َوهُ َو ِعن َد ٱهَّلل ِ ع‬
‫َظي ٌم‬ َ ‫إِ ْذ تَلَقَّوْ نَ ۥهُ بِأ َ ْل ِسنَتِ ُك ْم َوتَقُولُونَ بِأ َ ْف َوا ِه ُكم َّما لَي‬

Artinya : Kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan
kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.Padahal dia pada sisi Allah adalah besar”
(Q. S. An Nur : 15).

Firman Allah SWT mengenai pertanggung jawaban panca indera kita di akhirat;

ِ ‫ت ْال ُم ْؤ ِمنَا‬
ِ ‫ت لُ ِعنُوا فِي ال ُّد ْنيَا َواآْل ِخ َر ِة َولَهُ ْم َع َذابٌ ع‬
‫َظي ٌم‬ ِ ‫ت ْالغَافِاَل‬ َ ْ‫إِ َّن الَّ ِذينَ يَرْ ُمونَ ْال ُمح‬
ِ ‫صنَا‬

َ‫يَوْ َم تَ ْشهَ ُد َعلَ ْي ِه ْم أَ ْل ِسنَتُهُ ْم َوأَ ْي ِدي ِه ْم َوأَرْ ُجلُهُم بِ َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬

ُ‫ق ْال ُمبِين‬


ُّ ‫ق َويَ ْعلَ ُمونَ أَ َّن هَّللا َ هُ َو ْال َح‬
َّ ‫يَوْ َمئِ ٍذ ي َُوفِّي ِه ُم هَّللا ُ ِدينَهُ ُم ْال َح‬

Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik,


yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan
bagi mereka adzab yang besar, pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi
saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Pada hari itu, Allah akan
memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka,
bahwa Allah-lah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat
yang sebenarnya).” (Q. S. An Nur : 23-25).

Fitnah itu hukumnya sangat berat, lebih berat daripada ketidaktaatan atau dosa
besar. Sebab fitnah itu sendiri berbahaya;

1. Menimbulkan kesengsaraan

Dikarenakan berita yang disebarkan tidaklah benar, fitnah sangat merugikan


terutama bagi orang yang difitnah dan bisa jadi harga dirinya hancur di mata masyarakat
dan menjadi bahan cemoohan. Sedangkan bagi yang memfitnah sendiri tidak akan lagi
bisa dipercaya dan setiap orang pasti akan menjauhinya.

2. Menimbulkan keresehan

44
Dikarenakan fitnah yang disebarkan masyarkat jadi tidak tenang karena takut.
Misalnya, ada yang difitnah menjadi pencuri, pastinya orang akan takut jika suatu saat
mereka akan jadi korban.

3. Memecah kebersamaan dan tali silaturrahmi

Satu fitnah bisa menghancurkan satu bangsa karena satu fitnah saja bisa
menimbulkan berbagai masalah yang akhirnya bisa menjadi seperti lingkaran setan
(masalah yang tiada akhir). Padahal Keutamaan Menyambung Tali Silaturahmi dalam
Islam sangatlah besar.

4. Dapat mencelakai orang lain

Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, pada kenyataannya itu memang benar.
Fitnah umumnya dilatarbelakangi ketidaksukaan atau kebenciaan terhadap orang lain,
tidak menutup kemungkinan turut membangkitkan niatan jahat berbuat kriminal yang
dapat mencelakai orang lain.

5. Fitnah merugikan orang lain

Sudah sangat jelas bahwa fitnah banyak memberikan korbannya kerugian, mulai
dari fisik, psikis, sampai harta benda dan keluarga. Yang paling menyakitkan adalah
hancurnya harga diri karena pada dasarnya setiap manusia pasti ingin dihargai di mata
manusia lainnya.

6. Tanda orang munafik

Ciri-ciri orang munafik yakni; bicaranya dusta, ketika diberi kepercayaan (amanah)
justru mengkhianatinya, dan melanggar janji.

45
DAFTAR PUSTAKA

Abdul majidkhon, hadis tarbawi (2012). Jakarta: prenada media grup.

Abdullah As,Achyurzein, solehAdri, At-tahdis, journal of Hadist studies, VOL. 1 NO 2,


juli-desember 2017.
Jurnal.uinbu.x.id konsep iman dan islam
Journal.uins.gd x.id relasi iman,islam,ihsan
https://www.academia.edu/31651189

Hamka, Tafsir Al-Azhar,(Jakarta: Yayasan nurul islam,1981), 65 10 Q.S. 5 : 3

https://almanhaj.or.id/7735-hukum-amar-maruf-nahi-mungkar.html

https://almanhaj.or.id/2708-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-hukum-islam.html

Khairul Umam, A Ahyar Aminuddin, Usul Fiqih II, (Bandung: Pustaka Setia, 1998) 97
2 Ibid, 97

Syahrul Efendi dan Yudi Pramuko, Rahasia Sukses Dakwah……, 67

Nurcholis Madjid, Masyarakat religious, (Jakarta: Paramadina, 2000), 91-93 19 Takdir


Ali Mukti dkk, Membangun Moralitas Bangsa, (Yogyakarta: LPPI Ummy, 1998), 63

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Fitnah

https://dalamislam-com.cdn.ampproject.org/v/s/dalamislam.com/akhlaq/larangan/fitnah-
dalamislam/amp?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQArABIA%3D
%3D#aoh=16078515865892&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Fdalamislam.com%2Fakhlaq%2Flarangan%2Ffitnah-dalam-islam

https://tafsirweb.com/224-quran-surat-al-baqarah-ayat-10.html

46
Fakhri, Jamal. (2020). Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Implikasinya dalam
Pembelajaran. TA’ DIB, Vol. XV. No. 01, Edisi Juni 2020

Khoirudin, Azaki. (2017). Sains Islam Berbasis Nalar Ayat-Ayat Semesta. At-Ta’dib.
Vol. 12. No. 1. Hal. 196-217.

Boso, Hasyim. 2013. Islam Dan Ilmu Pengetahuan (Pengaruh Temuan Sains Terhadap
Perubahan Islam)
https://www.neliti.com/id/publications/76085/islam-dan-ilmu-pengetahuan-pengaruh-
temuan-sains-terhadap-pehan-islam

Putra, Dian Pratama. 2012. Hubungan Islam dan Sains

http://guardyan.blogspot.com/2012/11/hubungan-islam- dan-sains.html

De Ravi. 2015. Ayat Al-Qur’an tentang Sains dan Teknologi.


http://dindaravi.blogspot.com/2015/10/ayat-al-quran-tentang-sains- (April 2017)

Prames. 2017. Sains Biologi dan Al-Qur’an.


https://theprameres.wordpress.com/category/sains-biologi-dan-al-quran/

Kurniawan, Muhammad Reza. 2019. Astronomi Bebasis Al-Qur’an

https://www.kompasiana.com/rezakur/5c87ad1cc112fe3bd029b224/astronomi-berbasis-
al-qur-an

47

Anda mungkin juga menyukai