Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan sistem pengeluaran zat-zat metabolisme
tubuh yang tidak berguna lagi bagi tubuh yang harus dikeluarkan (dieliminasi)
dari dalam tubuh karena dapat menjadi racun. proses eliminasi ini dapat dibagi
menjadi eliminasi unrine (buang air kecil) dan eliminasi alvi (buang air besar).
Gangguan saluran kemih adalah gangguan dari kandung kemih atau
uretra. Ginjal, Uretra, kandung kemih adalah organ-organ yang menyusun
saluran kemih. Fungsi utama dari saluran ini adalah untuk membuang air dan
sisa metabolisme dan mengeluarkannnya sebagai urin.
Proses ini berlangsung terus. Hanya pada kasus luka, infeksi atau
penyakit pada organ dari saluran kemih, fungsinya menjadi terganggu dan
karenanya menganggu biokimia dari aliran bawah. Ginjal adalah organ vital
penyangga kehidupan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan masalah kesehatan sistem
urinaria GNA ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan masalah kesehatan sistem
urinaria Nefrotik Sindrom ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan masalah kesehatan
sistem urinaria GNA dan Nefrotik Sindrom

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak
retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan
vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena
adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri
setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas
bawah vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi
makin kurang sehingga waktu dewasa menghilang.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas
piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-
tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh
korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks
minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2
atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan
di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula
hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu
unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus
distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal
mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta
glomeruli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini
filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285
mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun
konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke
bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke
atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga
akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak
sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya
isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat
bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat
meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi

2
dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 :
785).
2. Fisiologi ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi
yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus.
Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang
mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
a.  Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang
dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar
dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik.
Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula
filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas
pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas
permukaan tubuh anak.

b.   Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari
zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana
diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya
100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin
atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan
umur :
Umur Jumlah
1.      1-2 hari       30-60 ml
2.      3-10 hari       100-300 ml
3.      10 hari-2 bulan       250-450 ml
4.      2 bulan-1 tahun       400-500 ml
5.      1-3 tahun       500-600 ml
6.      3-5 tahun       600-700 ml
7.      5-8 tahun       650-800 ml
8.      8-14 tahun       800-1400 ml

c. Faal Tubulus Proksimal


Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak
melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di

3
glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa
yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl,
Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan
urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.

d.  Faal loop of henle


Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan
ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih
hipotonik.
e. Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan
cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
(Rauf, 2002 : 4-5).

B. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Masalah Kesehatan Sistem


Urinaria GNA
a. Pengertian
Glumerulonefritis akut [ GNA ] adalah penyakit yang menyerang
glomeruli dari kedua ginjal, sebagai suatu reaksi imunologi terhadap bakteri
atau virus tertentu.
GNA sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun, lebih sering pada
pria.
Biasanya didahului oleh infeksi ekstrarenal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit.

b. Etiologi :
Faktor etiologinya banyak dan bervariasi :

o Reaksi imunologi : infeksi lupus erythematosus, streptococus.


o Cedera vaskuler : Hipertensi, DM.
o Koagulasi koagulan yang menyebar [ DIC ]

c. Patofisiologi
GNA adalah akibat reaksi antigen antibodi dengan jaringan glumerulus
yang menimbulkan bengkak dan kematian sel—sel kapiler [ epitel, membran
lapisan bawah, dan endotelium.] Reaksi antigen antibodi mengaktifkan jalur
komplemen yang berdampak chemotaksis kepada polymorfonuklear [ PMN ]

4
lekosit dan mengeluarkan ensim lisosomal yang menyerang membran dasar
glomerolus yang menimbulkan peningkatan respon pada ketiga jenis sel
glomerulus.

Tanda dan gejala yang berefleksi kepada kerusakan glumerulus dan


terjadi kebocoran protein masuk kedalam urin [ proteinuri dan eritrosit /
hematuri ]. Karena proses penyakit berlanjut terjadilah parut yang berakibat
menurunnya filtrasi glumerulus dan berdampak oliguri dan retensi air, sodium
dan produk sisa nitrogen. Kesemuanya ini berdampak meningkatnya volume
cairan, edem, dan asotemia yang yang ditampilkan melalui napas pendek, edem
yang dependen, sakit kepala, lemah dan anoreksia.

d. Gejala klinik
Gejala yang sering adalah hematuri ; kadang-kadang disertai edema
ringan disekitar mata / seluruh tubuh umumnya edema berat terdapat pada
oliguria dan bila payah jantung dan hipertensi.

Bila terjadi kerusakan ginjal maka tekanan darah akan tinggi . Suhu
tubuh tidak seberapa tinggi tapi dapat tinggi pada hari pertama . Muntah tidak
nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai GNA.

Reaksi imunologi

Bengkak & Kematian

Sel-sel kapiler Glumerolus

Jalur komplemen aktif

[chemotaksis]

ensim lisosomal menyerang BGM

Kerusakan glumerulus

[proteinuri dan hematuri]


5
timbul parut

fungsi glumerulus berkurang

6
Pengkajian keperawatan :

1. Identitas Klien:
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak
umur 3-7 tahun lebih sering pada pria

2. Riwayat penyakit sebelumnya :


Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus
eritematosus atau penyakit autoimun lain.

3. Riwayat penyakit sekarang :


Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar
mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare. Badan
panas hanya sutu hari pertama sakit.
4. Pertumbuhan dan perkembangan :
o Pertumbuhan :
BB = 9x7-5/2=29 kg [ Behrman ], menurut anak umur 9 tahun Bbnya
adalah BB umur 6 tahun = 20 kg ditambah 5-7 lb pertahun = 26 - 29 kg, tinggi
badan anak 138 cm. Nadi 80—100x/menit, dan RR 18-20x/menit,, tekanan
darah 65-108/60-68 mm Hg. Kebutuhan kalori 70-80 kal/kgBB/hari. Gigi
pemanen pertama /molar ,umur 6-7 tahun gigi susu mulai lepas, pada umur 10
—11 tahun jumlah gigi permanen 10-11 buah.

o Perkembangan :

Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X inferioritas,


dapat menyelesaikan tugas menghasilkan sesuatu

5. Pengkajian Perpola
1) Pola nutrisi dan metabolik:

Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada
sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya
depresi sistem imun. Adanya mual , muntah dan anoreksia menyebabkan
intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema.
Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.

2) Pola eliminasi :

1
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada
glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan
terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak mengalami
gangguan yang menyebabkan oliguria sampai anuria ,proteinuri, hematuria.

3) Pola Aktifitas dan latihan :

Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan


tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat
karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2
minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal
selama 1 minggu. Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi
dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan
krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban sirkulasi
dapat menyebabkan pemmbesaran jantung [ Dispnea, ortopnea dan pasien
terlihat lemah] , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme
pembuluh darah.

Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung. Hipertensi


ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala
penglihatan kabur, pusing, muntah, dan kejang-kejang. GNA munculnya tiba-
tiba orang tua tidak mengetahui penyebab dan penanganan penyakit ini.

4) Pola tidur dan istirahat :

Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus

5) Kognitif & perseptual :

Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.

Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati


hipertensi. Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada
infeksi karena inumnitas yang menurun.

6) Persepsi diri :

Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan
perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula

7) Hubungan peran :

2
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan
perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.

8) Toleransi koping
9) Nilai keyakinan :

Klien berdoa memohon kesembuhan sebelum tidur

Pemeriksaan penunjang :

1. LED tinggi dan Hb rendah


2. Kimia darah:
Serum albumin turun sedikit, serum komplemen turun, ureum dan
kreatinin naik. Titer antistreptolisin umumnya naik ( kecuali infeksi streptokok
yang mendahului mengenai kulit saja)

3. Jumlah urin mengurang, BJnya rendah , albumin +, erittrosit ++, leukosit +


dan terdapat silinder leukosit, Eri dan hialin.
4. Kultur darah dan tenggorokan : ditemukan kuman streptococus Beta
Hemoliticus gol A
5. IVP : Test fungsi Ginjal normal pada 50 % penderita
6. Biopsi Ginjal : secara makroskopis ginjal tampak membesar, pucat dan
terdapat titik-titik perdarahan pada kortek. Mikroskopis ttampak hammpir
semua glomerulus terkena. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang
keras sehingga lumen dan ruang simpai Bowman , Infiltrasi sel epitelkapsul
dan sel PMN dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron tampak
BGM tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di sub epitel mungkin
dibentuk oleh globulin-gama, komplemenn dan antigen streptokokus.
Diagnosa keperawatan :

1. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan disfungsi ginjal


2. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi
ginjal.
3. Potensial terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
4. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko
krisis hipertensi.
5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan
edema.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi.

3
Rencana keperawatan

 Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan ddisfungsi ginjal

Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang dianjurkan.

Rencana Rasional

1. Pantau kekurangan protein 1. Kekurangan protein beerlebihan


yang berlebihan dapat menimbulkan kelelahan.
[ proteinuri, albuminuria ] 2. Diet yang adekuat dapat
2. Gunakan diet protein untuk mengembalikan kehilangan
mengganti protein yang hilang. 3. TKTP berfungsi menggantikan
3. Beri diet tinggi protein 4. Tirah baring meningkatkan
tinggi karbohidrat. mengurangi penggunaan energi.
4. Tirah baring 5. Latihan penting untu
kmempertahankan tunos otot
6. Keseimbangan aktifitas dan
5. Berikan latihan selama
istirahat mempertahankan kesegaran.
pembatasan aktifitas
7. Aktifitas yang bertahap menjaga
kesembangan dan tidak
6. Rencana aktifitas denga mmemperparah proses penyakit
waktu istirahat.
7. Rencanakan cara progresif
untuk kembali beraktifitas
normal ; evaluasi tekanan
darah dan haluaran protein
urin.

 Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
Tujuan : Klien tidak menunjukan kelebihan volume cairan

 Potensial terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi setelah diberikan asuhan keperawatan.

4
Rencana Rasional

1. Kaji efektifitas pemberian 1.Imunosupresan berfunsi menekan


imunosupresan sisteem imun bila pemberiannya tidak
2. Pantau leukosit ekeftif maka tubbuh akan sangat rentan
3. Pantau suhu tiap 4 jam terhadap infeksi
4. Perhatikan karakteristik urine,
2.Indikator adanya infeksi
kolaborasi jikka keruh dan berbau
5. Hindari pemakaian alat/kateter 3.Memonitor suhu & mengantipasi infeksi
pada saluran uriine
7. Urine keruh mmenunjukan adanya
6. Pantau tanda dan gejala ISK dan
infeksi saluran kemiih
lakukan tindakan pencegahan ISK.
8. Kateter dapat menjadi media
7. Gunakan dan anjurkan tehnik cuci
masuknya kuman ke saluran kemih
tangan yang baik.
9. Memonitor adanya infeksi
8. Anjurkan pada klien untuk
sehingga dapat dilakukan tindakan
menghindari orang terinfeksi
dengan cepat
9. Lakukan pencegahan kerusakan
10. Tehnik cuci tangan yang baik
integritas kulit
dapat memutus rantai penularan.
10. Anjurlkan pasien ambulasi dini.
11. Sistim imun yang terganggu
memudahkan untu terinfeksi.
12. Kerusakan integritas kulit
merupakan hilangnya barrier pertama
tubuh

 Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis


hipertensi.

Tujuan : Klien tidak mengalami perubahan perfusi jaringan.

Rencana Rasional

1. Pantau tanda dan gejala krisis 1. Krisis hipertensi menyebabkan


hipertensi [ Hipertensi, takikardi, suplay darah ke organ tubuh
bradikardi, kacau mental, berkurang.
penurunan tingkat kesadaran, sakit 2. Tekanan darah yang tinggi
kepala, tinitus, mual, muntuh, menyebabkan suplay darah berkurang.
5
kejang dan disritmia]. 3. Efektifitas obat anti hipertensi
2. Pantau tekanan darah tiap jam penting untuk menjaga adekuatnya
dan kolaborasi bila ada peningkatan perfusi jarringan.
TD sistole >160 dan diastole > 90 4. Posisi tidur yang rendah menjaga
mm Hg suplay darah yang cukup ke daerah
3. Kaji keefektifan obat anti cerebral
hipertensi
4. Pertahankan TT dalam posisi
rendah

C. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Masalah Kesehatan Sistem Urinaria


Sindrom Nefrotik
a.  Definisi
Merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan fungsi ginjal yang bercirikan
hipoproteinemia, oedema, hiperlipidemia, proteinuri, ascites dan penurunan keluaran
urine.
Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).
Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan
protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria
masif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml)
yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).

b. Etiologi
Secara etiologi sindroma nefrotik dibedakan atas :
1. Primary renal disease ( Sebagian besar tidak diketahui penyebabnya)
2.  Secondary renal disesase
6
o Kelainan genetik : Alport syndrome, sindrom nefrotik congenital
o Penyakit metabolik : DM, Amyloidosis
o Penyakit autoimmun : SLE, purpura Henoch-Schonlein
o Penyakit keganasan : Multiple myeloma, leukemia, lymphoma
o  Penyakit infeksi : Endokarditis, HIV, Hepatitis
o   Penyebab lain : Obat-obatan, Kehamilan, dan kegagalan transplantasi.
Peristiwa awal pada kebanyakan kasus merupakan reaksi antigen-antibodi pada
glomerulus yang menyebabkan peningkatan permeabilitas membrana basalis
glomerulus, proeinuria masif dan hipoalbuminemia. Pada sindroma nefrotik sebagian
besar eksresi protein adalah albumin. Hipoalbuminemia terjadi melalui penurunan
tekanan koloid osmotik, cenderung menimbulkan transudasi cairan dari ruang vaskuler
ke dalam intertisium. Hal ini merupakan penyebab langsung terjadinya edema. Selain
itu, hipovolemia akibat penurunan aliran plasma ginjal dan GFR (Glomerulus Filtrating
Rate) mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin. Akibatnya terjadi peningkatan kadar
aldoateron serta peningkatan produksi ADH (Anti Diuretik Hormon). Garam dan air
diretensi oleh ginjal, sehingga memperberat edema. Hiperlipidemia terjadi oleh karena
beberapa mekanisme yang belum jelas, tetapi diduga peningkatan produksi lipoprotein
oleh hati memegang peranan utama, walaupun penurunan katabolisme lipis mungkin
ikut berperan. Hati meningkatkan sintesis LDL, VLDL dan lipoprotein (a) oleh adanya
hipoalbuminemia.

c.  Klasifikasi
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap sebagi
suatu bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi. Umumnya
dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Sindroma nefrotik bawaan
2. Sindroma nefrotik sekunder
3. Sindroma nefrotik idiopati
4. Glumerulosklerosis fokal segmental

d. Patofisiologi

7
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif
sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean
adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang
mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa
protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.
1. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam
interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler
berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
2. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin - angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon
(ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan
retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
3.  Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan
onkotik plasma
4. Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati
yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam
urin (lipiduria)
5.  Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita
yuliani, 2001 :217)

Pathway
Infeksi, toksik, keganasan, kelainan genetic, idiopatik

8
↑ permeabilitas glomerulus
↓ albumin plasma

Proteinuria massif

Hipopoteinemia

↓ tekanan onkotik plasma
intestisial

Pergeseran cairan intravaskuler

↓ volume plasma
↓ volume urine

↓ curah jantung

↓ kecepatan filtrasi glomerulus
Edema anasarka

Retensi Na+

Gangguan integritas kulit
Lipoprotein, peningkatan sinteza lipid, trigliserida.

Komplikasi
pnemonia       diare        celulitis                                   sepsis

pnrnan nfs makan            mudah lelah                 iritabilitas     ↑ kebutuhan cairan

Gg keseimbangan nutrisi        Gg ADL           Gg keb hidup            Gg kes. cairan


e. Manifestasi Klinis
1. Berat badan meningkat
2. Pembengkakan pada wajah, terutama disekitar mata
3. Edema anasarka

9
4. Pembengkakan pada labia / skotum
5. Asites
6. Diare, nafsu makan menurun, absorbsi usus menurun  edema pada mukosa usus
7. Volume urine menurun, kadang – kadang berwarna pekat dan berbusa
8. Kulit pucat
9. Anak menjadi iritabel, mudah lelah / letargi
10. Celulitis, pneumonia, peritonitis atau adanya sepsis
11. Azotemia
12. TD biasanya normal / naik sedikit

f. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
o Urine
Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment
kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
o Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan
retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin.
2. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

g. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3.   Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002 : .27-28).
h. Penatalaksanaan

10
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar
makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari.
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50
mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,
alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
3.  Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney
Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :
o Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan
badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
o  Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara
intermitten selama 4 minggu.
4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi.
5.  Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
(Arif Mansjoer,2000)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM


PERKEMIHAN “SINDROM NEFRON”

a.  Pengkajian

11
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001)
1. Pengumpulan data
Merupakan upaya untuk mendapatkan data sebagai informasi tentang pasien. Data
yang dibutuhkan tersebut mencakup data tentang biopsikososial dan spiritual atau data
yang berhubungan dengan masalah pasien serta data tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah pasien (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006)
o Identitas Klien : Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun
setiap 100.000 anak terjadi pada  usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan
perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi
sindrom nefrotik.
o Identitas penanggung jawab : nama, umur jenis kelamin, alamat, pekerjaan, hubungan
dengan klien.
2. Riwayat Keperawatan
o Keluhan Utama
Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun.
o Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, terpapar bahan kimia.
o Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,konstipasi, diare, urine
menurun.
o Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi
biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
o Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
o Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
 Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
  Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
  Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri
meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki

12
lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan
ayah.
 Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa
bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika
usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
 Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan
dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
 Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan
kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut
hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan
besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
 Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,
keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua,
teman.
o Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status
gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan
interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
o Riwayat Persistem
 Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 - 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi
abdomen
 Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 - 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 - 100/60 mmHg,hipertensi ringan bisa
dijumpai.
 Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
 Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi
berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
 Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
 Persepsi orang tua

13
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik.
2.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder
terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
3.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
4. gangguan pola tidur berhubungan dengan urgency berkemih.
5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan resiko penurunan,
peningkatan, perpindahan secara cepat cairan intravaskuler, interstisial dan
intraselular satu ke yang lain.

c. Intervensi Keperawatan

1. Resiko kerusakan integritas kulit berhuungan dengan perubahan status metabolik


Tujuan :
o Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
o  Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
INTERVENSI RASIONAL
a.       Kaji integritas kulit untuk melihat      Memberikan informasi untuk perencanaan
adanya efek samping therapi kanker, asuhan dan mengembangkan identifikasi awal
amati penyembuhan luka. terhadap perubahan integritas kulit.
b.      Anjurkan klien untuk tidak menggaruk       Menghindari perlukaan yang dapat
bagian yang gatal. menimbulkan infeksi.
c.       Ubah posisi klien secara teratur.       Menghindari penekanan yang terus menerus
pada suatu daerah tertentu.
d.      Berikan advise pada klien untuk      Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan
menghindari pemakaian cream kulit, produk yang kontra indikatif
minyak, bedak tanpa rekomendasi
dokter.

2.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder


terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi, ditandai dengan

14
Kriteria Hasil:
a. Berat badan klien bertahan/bertambah dari keadaan sebelumya
b.  Klien menyatakan keinginan mengikuti diet.
c.  Klien menunjukkan toleransi terhadap diet yang dinajurkan
d. Nilai laboratoorium (misalnya: transferin, albumin, dan elektrolit) dalam rentang
normal.
e.  Klien nampak segar dan tidak lemas.
Intervensi:
a. Kaji status nutrisi
R/  Mengetahui kodnsisi pasti status nutrisi
b. Kaji/catat pola dan pemasukan diet
R/ Kebiasaan makan klien sangat perlu untuk diketahui dalam rangka penyesuaian
dalam pemberian diet.
c. Motvasi klien untuk mengubah kebiasaan makan
R/ Dengan motivasi, diharapkan klie  terpacu untuk meningkatkan asupan makannya.
d.  Berikan makanan sedikit tapi sering
R/  Sebagai antisipasi mual muntah yang dialami klien.
e.  Berikan makanan dalam kondisi hangat
R/ Makanan yang hangat meningkatkan nadsu makan melalui rangsangat indra
penciuman dan pengecapan.
f. Berikan makanan sesuai kesukaan, kecuali jika kontra indikasi.
R/  Membantu meningkatka asupan makanan.
g. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut.
R/ Kebersihan mulut akan meningkatkan kenyamanan dan mengguggah naffsu makan.
h. Timbang berat berat badan klien setiap hari.
R/ Sebagai monitor perkembangan status nutrisi dan  efek terapi yang telah diberikan.
i. Kolaborasi pemberian jenis diet dengan team gizi
R/  Masing-masing kondisi penyakit mempunnyai jenis kebutuhan akan nutrisi yang
berbeda-beda.
j.  Kolaborasi pemberian terapi tambahan nutrici dan cairan
R/  Meningkatkan asupan kebutuhan cairan.
k.  Kolaborasi pemantauan hasil biokimia status gizi dengan team laboratoorium
R/ Mengetahui perkembangan kebutuha gizi dari segi biokimia.

15
l.  Kolaborasi pemberikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium; Vitamin D dan B
kompleks; Antiemetik
R/ Penanganan penyebab gangguan nutrisi bermanfaat untuk mengatasi/membatasi
masalah yang muncul akibat kekurangan asupan nutrisi.
3.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
Tujuan:
mentoleransi AKSI yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan,
penghematan energi,  dan perawatan diri AKSI, ditandai dengan
Kriteria Hasil:
a. Penghematan energi
b. Perawatan diri AKSI
c. Menyeimbangkan aktivitas dengan istirahat
d. Klien berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang ringan( AKS) walau dengan beberapa
bantuan.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kelelahan, tidur, istirahat
R/ Pada klien dengan gangguan tidur, biasanya akan muncul berbagai gejala, antara lain
kelemahan.
b. Kaji kemampuan toleransi aktivitas
R/ Dengan mengetahui tingkat toleransi aktivitas klien, dapat memudah kan dalam
penentuan aktivitas yang dapat dianjurkan dan yang tidak dapat dilakukan oleh klien.
c.  Identifikasi factor yang menimbulkan keletihan
R/ Dengan mengetahui penyebab lain adanya keletihan, dapat meminimalkan
pengeluaran energi tersebut.
d. Rencanakan periode istirahat adekuat
R/ Istirahat yang adekuat, selain dapat mempercepat kesembuhan, juga dapat
memulihkan keletihan.
e. Berikan bantuan ADL dan ambulasi
R/ Dibutuhkan untuk aktivitas yang tidak dapat ditolerir dan meminimlakan
penggunaan energi.
f. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas alternative sambil istirahat

16
R/ Meningkatkan  harga diri klien, sehingga tidak menambah beban yang memicu
muncullnya stressor baru. Karena tekanan secara kejiwaan akan banyak menguras
energi klien.
4.  Gangguan pola tidur berhubungan dengan urgency berkemih.
Tujuan: Klien dapat mencapai kebutuhan tidurnya baik secara kualitas  dan
kuantitasnya, ditandai dengan:
Kriteria hasil:
a. Jam tidur 8-9 jam/ hari (sesuaikan dengan kebiasann jumlah jam tidur klien
sebelumnya).
b.  Klien melaporkan perasaan segar setelah bangun tidur.
c. Klien melaporkan waktu terjaga dengan waktu yang sesuai (seperti biasa).
d. Klien tidak mengalami gangguan psikologis (peningkatan emosi, perubahan mood ).
e. Klien mampu berkonsentrasi.
f.  Tidak terdapat gambaran hitam pada kelopak mata bagian bawah.
Intervensi:
a. Kaji kebiasaan sebelum, selama dan setelah klien bangun dari tidur.
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menyebabka kurang tidur,
seperti ketakutan, masalah yang tidak terselesaikan, atau konflik.
c.   Fasilitasi siklus tidur/bangun yang teratur.
d. Ciptakan suasana yang nyaman dan tenang.
e. Anjurkan keluarga untuk mempertahankan suasana yang nyaman dan tenang.
f. Yakinkan klien bahwa irritabilitas dan perubahan mood adalah konsekwensi umum
yang menyebabkan deprivasi tisur.
g.    Ajarkan klien untuk menghindari makan dan minum pada waktu jam tidur.
h. Berikan pijatan yang nyaman, pengaturan posisi, dan sentuhan afektif
i. Anjurkan klien untuk mengurangi tidur di siang hari an aktivitas 2 jam sebelum tidur.
j.  Anjurkan klien untuk minum susu sebelum tidur.
k. Ajarka klien dan keluarga tentang faktor-faktor (misalnya fisiologis, psikologis, gaya
hidup, perubahan sihft kerja, perubahan zona awaktu, kerja berlebih, dll) dapat
berpengaruh pada gangguan pola tidur.
l. Kolaborasikan pemberian obat dengan dokter.

17
5.  Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan resiko penurunan,
peningkatan, perpindahan secara cepat cairan intravaskuler, interstisial dan
intraselular satu ke yang lain.
Tujuan: Defisit volume cairan akan  dicegah, ditandai dengan
Kriteria Hasil:
a. Status nutrisi adekuat:asupan makanan dan cairan antara intake dan output
b.  Keseimbangan elektrolit dan asam-basa
c. Nadi perifer teraba
d.  TTV dalam batas normal
Intervensi:
a. Observasi TTV
R/ sebagai gambaran keadaan umum klien
b. Ukur intake dan output cairan, hitung IWL yang akurat
R/ Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia.
c.  Berikan cairan sesuai indikasi
R/ Kelebihan atau kekurang cairan, serta kesalahan pemilihan jenis cairan akan
memperberat kondidi klien.
d. Awasi tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perhatikan tanda-tanda dehidrasi
R/ Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan
suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.
e. Control asupan makanan tinggi natrium & suhu lingkungan
R/ Peningkatan suhu lingkungan akan meningkatkan kehilangan cairan, sehingga akan
memperparah kekurangan cairan yang terjadi. Peningkatan jumlah Na+ akan
meningkatkan retensi cairan sehingga memperparah terjadinya edema.
f. Monitor hasil lab.
R/ Mengetahui perubahan yang terjadi dan efek terapi.
g. Kolaborasi pemberian terapi cairan penggati jika diperlukan
R/ Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
d.Evaluasi
Hal-hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus
pada kriteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan
SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan saluran kemih adalah gangguan dari kandung kemih atau uretra.
Ginjal, Uretra, kandung kemih adalah organ-organ yang menyusun saluran kemih.

19
Fungsi utama dari saluran ini adalah untuk membuang air dan sisa metabolisme dan
mengeluarkannnya sebagai urin.
Proses ini berlangsung terus. Hanya pada kasus luka, infeksi atau penyakit pada
organ dari saluran kemih, fungsinya menjadi terganggu dan karenanya menganggu
biokimia dari aliran bawah. Ginjal adalah organ vital penyangga kehidupan.
Glumerulonefritis akut [ GNA ] adalah penyakit yang menyerang glomeruli dari
kedua ginjal, sebagai suatu reaksi imunologi terhadap bakteri atau virus tertentu.
GNA sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun, lebih sering pada pria.
Biasanya didahului oleh infeksi ekstrarenal, terutama di traktus respiratorius bagian atas
dan kulit.
Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria
masif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml)
yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).

20

Anda mungkin juga menyukai