pada kali ini insya Allah akan saya upload terjemah minhajul abidin karangan iman Al Ghazali yang di
terjemahkan oleh K. H. Abdulah Bin Nuh dari sekian banyak buku terjemah yang telah beredar dan
saya punya.karena menurut saya terjemah ini lah yang paling menyentuh dan meresap di hati saya,
dan merupakan buku terjemah koleksi saya.
setelah saya coba untuk mengetik ulang, namun dengan keterbatasan teknis dan lain-lain, Allah
menunjukan jalan lain untuk mendokumentasikannya dan Alhamdulillah dengan bantuan teknologi
akhirnya hal itu bisa mempermudah saya. semoga buku terjemah ini dapat bermanfaat bagi saya
dan mereka yang mencari atau menempuh jalan sufi namun terbentur masalah bahasa .
saya ucapkan terimakasih kepada Imam Al Ghazali dan K.H Abdulah Bin Nuh, semoga Allah
memberikan pahala yang besar kepada beliau dan menempatkan beliau dalam rahmat dan karunia-
Nya.
BAB VII : Tahapan Ketujuh : PUJIAN DAN SYUKUR
الجواد الكريم العزيز الرحــيم الذى خلق االنسان,الحمد هلل الملك الحكـيم
فى احسن تقويم وفطر السماوات بقدرته ودبراالمور بحكمته وما خلق الجن واالنس
اال لعبادته فالطريق اليه واضح للقاصدين ز والد ليل عليه الئح للناظرين
ولكن هللا يضل من يشاء ويهد من يشاء وهو اعلم بالمهتدين والصالة والسالم
على سيد المرسلين وعلى اله االبرارالطيبين الطا هرين وسلم وعظم الىيوم الدين
Segala puji tetap bagi Allah SWT. Yang penuh Hikmah, Pemurah, Mulia,
Penyayang , Tuhan yang menjadikan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya, d an yang menciptakan langit dengan Kudrat-Nya, Mengatur
segala urusan dengan Hikmat-Nya, dan tiada Ia menciptakan jin dan
manusia melainkan untuk ibadah kepada-Nya.
Jadi, jalan kepada-Nya jelas bagi siapa yang bermaksud, begitu pula
bukti yang menunjuk kepada-Nya bagi siapa yang berfikir, namun Allah jua
menyesatkan siapa yang ditakdirkan-Nya sesat, dan Ia Pula memberi
hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya, karena Ia lebih tahu akan
orang –orang yang beroleh hidayah.
Semoga sholawat serta salam melimpah atas penghulu segala Rosul beserta
keluarganya yang baik-baik lagi suci, semoga Alah SWT. Menyelamatkan dan
memuliakan mereka hingga hari pembalasan.
Ketahuilah, saudara-saudaraku semoga Allah membahagiakan anda dan aku
dengan keridoan-Nya, bahwa ibadah itu adalah buah dari ilmu, faedah dari
umur, hasil usaha dari hamba-hamba Allah yang kuat-kuat, berang berharga
dari para aulia, jalan yang ditempuh oelh mereka yang bertaqwa, bagian
untuk mereka yang mulia. Tujuan dari orang-orang yang berhimmah, syiar
dari goloongan terhormat, pekerjaan dari orang-orang yang berani berkata
jujur, pilihan dari mereka yang waspada, jalan menuju surga.
Allah SWT. Berfirman:
واناربكم فاعبـدون
“ dan Aku Tuhan kamu sekalian, berbaktilah kepada-Ku”
dalam firman lainya
ان هذا كان لكم جزاء وكان سعيكم مشكورا
“ ini adalah ganjaran bagi kamu, atas usaha kamu yang bersyukur”
hal ibadah telah cukup kami pikirkan, telah pula kami teliti jalanya
dari awal hingga tujuan akhirnya yang diidam-idamkan oleh para
penempuhnya. Ternyata suatu jalan yang amat sukar, banyak
tanjakan-tanjakan (pendakian-pendakiannya), sangat payah, dan jauh
perjalanannya, besar bahayanya, tidak sedikit pula halangan dan
rintangannya, samar dimana tempat celaka dan akan binasa, banyak lawan
dan penyamun, sedikit teman dan penolongnya.
Memang seharusnya begitu, sebab ibadah itu ialah jalan ke surga, jadi
semua ini sesuai dengan sabda Rosulullah SAW.
اال وان الجنة حــفـت با لمكاره وان النار حـفـت بالشهوات
“ Perhatikanlah surga itu dikepung oleh segala macam kesukaran sedangkan
neraka dikelilingi oleh segala hal yang menarik.”
Semua itu ditambah dengan kenyataan bahwa manusia itu lemah, sedangkan
jaman sudah payah, urusan agama mundur, kesempatan kurang, banyak tugas,
umur pendek , penguji amat teliti, ajal dekat, perjalanan jauh, taat
satu-satunya jadi bekal, karena itu harus taat, tidak dapat tiada.
Namun waktu telah berlalu, tak dapat dipanggil kembali, pendeknya siapa
yang taat, dialah yang beruntung, bahagia selama-lamanya. Tetapi siapa
yang tidak mau taat, maka rugi dan celakalah dia.
Kalau begitu soalnya sulit dan bahayanya besar, karena itulah maka
jarang sekali orang yang memilih jalan ini, diantara yang telah
memillihnyapun jarang sekali yang benar-benar menempuhnya.
Diantara yang menempuhnya juga jarang pula yang sampai kepada tujuannya
dan berhasil mencapai apa yang dikejarnya. Mereka yang berhasil itulah
orang-orang mulia pilihan Allah SWT. Untuk ma’rifat dan mahabbah
kepada-Nya. Diberinya taufik dan pemeliharaan terhadap mereka, dan
disampaika-Nya dengan penuh karunia kepada keridoan-Nya.
Kita bermohon semoga Allah SWT. Memasukan kita kedalam golongan yang
beruntung dengan memperoleh rahmat-Nya.
Oleh karena kami lihat jalan kearah ini begitu keadaannya, kamipun
berpikir dan merenungkan bagai mana cara menampuhnya, alat dan
perlangkapan apa yang diperlukan si penempunhnya, dengan ilmu dan amal,
mudah-mudahan saja ia dapat menempuhnya dengan taufik Ilahi dalam keadan
selamat, tidak terhenti dalam tanjakan-tanjakannya sehingga patah disitu
dan masuk golongan yang celaka binasa, na’uzubillah.
Itulah sebabnya maka kami berusaha menyusun beberapa kitab tentang jalan
kearah itu dan cara menempuhnya, seperti antara lain kitab Ihya, Al
Qurbah dsb, akan tetapi , kitab-kitab tersebut banyak mengandung
soal-soal yang halus, mendalam sekali, sukar untuk dimengerti oleh
kebanyakan orang, sehingga akhirnya mereka benci dan mencela, mengecam
apa saja yang mereka belum paham dalam-kitab-kitab tersebut.
Namaun kita tidak harus heran, karena kitab mana yang lebih mulia dan
lebih baik dari Al Qur’an, tetapi kitab suci tersebut masih saja dicela
oleh orang-orang yang tidak mau menerima, mereka katakan hanya
dongengan-dongengan kuno belaka.
Zainal Abidin, Ali bin Ali bin Abu Tholib r. a pernah berkata:
Keadaan seperti itu menuntut para ulama agar memandang mereka dengan
rasa belas kasih, tidak berbantah-bantahan.
Karena itu, lalu aku bermohon kepada Allah Swt. Minta diberi-Nya taufik
agat dapat menyusun sebuah kitab yang cocok bagi mereka. Permohonanku
itu diluluskan-Nya, diilhami-Nya sehingga dapat mengarang sebuah kitab
dengan suatu susunan yang indah, belum pernah kudapat dalam
karangan-karanganku sebelumnya, kitab baru itu, ialah (kitab minhajul
A’bidin) yang kusajikan sekarang ini.
Adapun hamba Allah itu bila mulai bangun dan ingat untuk ibadah, ia
tajarrud dengan membulatkan hati menempuh jalan ibadah, mula-mula ialah
karena ada suatu lintasan dihatinya yang suci. Itu adalah pemberian dari
Allah Swt. Dengan taufik yang khusus dari Dia, dan ini adalah yang
dimaksud dengan firman Allah :
افمن شرح صدره لالسالم فهو على نور من ربه
“apakah orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah untuk menerima Islam,
ia dikarunia Allah dengan suatu nur (apakah dia itu lebih baik atau tidak?)
dan telah diisyaratkan pula hal tadi oleh Rosulullah Saw.
Sabda beliau :
ان النور اذا دخل القـلب انفسح وانشرح
“ Nur itu apabila sudah masuk dihati manusia, menjadi lapang dan menjadi
lega hatinya.”
Disini ada yang bertanya kepada Rosulullah :
يارسول اهللا هل لذلك من عالمة يعرف بها
“ Ya Rosulullah, ! apa yang seperti itu ada tandanya sampai bisa
diketahui tanda itu?”
jawab beliau:
قال:
التجافى غن دار الغرور واالنابة الى دار الخـلـود واالستـعـداد للموت قبـل
نزول الموت
“ Ada tandanya, yaitu menjauhkan diri dari negri palsu (dunia) dan
kembali ke negri kelanggengan serta bersiap untuk mati sebelum mati.”
Apabila hal ini terlintas di hati seseorang maka mula-mula ia akan
berkata (kepada dirinya) :
“ Oh ! aku sekarang merasa bahwa diriku ini dikaruniai dengan
bermacam-macam kenikmatan oleh Allah, seperti nikmat hidup, nikmat
mempunyai sifat kudrat (kekuasan) bisa berbuat apa-apa, bisa berfikir,
bisa bicara, dan hal yang mullia lainnya, dan ada padaku kenikmatan,
kesenangan, disamping selamatnya aku dari bermacam-maccam ujian dan
musibah, banyak musibah yang terhindar dari aku dan aku tahu seemua ini
ada pemberinya yang menuntut supaya aku bersyukur kepada-Nya, dan
berhidmat kepadanya, dan apabila aku lalai, lupa, tidak bersyukur dan
tidak berhidmat, pasti dia akan hilangkan nikmat-Nya dan pasti aku
diberi hukkuman dan balasan, dan dia sudah mengutus kepadaku seorang
Rosul ( namanya : Muhammad Saw.) dia menndukung rosul itu dan
menguatkannya dengan mu’jizat yang luar biasa, diluar kemampuan mannusia..
Rosul itu memberitakan kepadaku bahwa aku hanya mempunyai satu Tuhan
yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Hidup, Maha
Berkehendak, Berbicara, Menyurh, Melarang dan Kuasa Menghukum apabila
aku durhaka kepada-Nya dan Ia akan mamberi ganjaran apabila aku taat
kepada-Nya, Dia tahu segala rahasiaku, dan tahu apa saja yang terlintas
dipikiranku, dan Dia sudah menjanjikan sesuatu, dan Dia telah
memerintahkan agar aku taat pada hukum-hukum syari’at.
Apabila seseorang sudah berkata begitu dihatinya dia itu faham bahwa ini
mungkin, tidak mustahil, ia dengar berita-berita dari Rosulullah S.A.W
(melalui ulama-ulama yang menyampaikan kepadanya) Ia berkata dihatinya :
“ ini mungkin, tidak mustahil, tidak ada kemustahilan bagi yang demikian
itu dalam akal, sepintas lalu saja sudah bisa dimengerti. “
disini dia kuatir tentang nasib dirinya karena rasa takut.
Ini namanya lintasan hati yang membawanya takut tetapi engkau sudah
mengerti sekarang engkau terikat.
Untuk memutuskan diri daripadanya, tidak ada alasan, apalagi unutk
berayal-ayalan, sehingga mendorong dia dengan keras untuk berfikir
tetapi berusaha dan mencari jalan keselamatan, bagaimana? Dia ketakutan,
bagaimana supaya merasa aman dari apa yang sudah masuk dihatinya atau
yang sudah didengar oleh telinganya sendiri?
Tidak ada jalan lain lagi dihadapannya selain dengan otaknya yang sehat,
memikirkan dan mencari bukti.
Mula-mula terhadap adanya buatan yang menunjukan adanya si pembuat,
adanya alam semesta, ini juga buatan, yang menunjukan adanya si pembuat,
yaitu Allah SWT. Agar ada baginya ilmu yakin dan tidak syak wasangka
lagi akan hal-hal yang ghaib. Benar, Allah itu tidak dapat dilihat,
tetapi bukti akan perbuatannya, yaitu alam semesta yang indah dan unik,
yang menandakan adanya Allah.
Disini dia akan yakin bahwa memeng dia mempunyai Tuhan yang memerintah
dan melarangnya.
Inilah tanjakan yang pertama, pendakian yang pertama, yang dihadapinya
dalam perjalanan ibadah. Yaitu tanjakan ILMU & MA’RIFAT.
Agar diketahui, ibadah tanpa ilmu dan ma’rifat tidak ada artinya. Agar
dalam urusan ini ia tahu betul, apa yang dilakukannya, kemudian dia
menempuh tanjakan ini, tidak dapat tiada, harus menempuhnya, kalau
tidak, dia akan celaka, mau tidak mau harus menempuh tanjakan ini,
artinya ia harus belajar (mengaji), supaya bisa beribadah, menempuh
jalan ini dengan sebaik-baiknya, memikirkan buktinya, dan merenungkan
sepenuhnya.
Dengan belajar (mengaji), bertanya kepada guru para ulama tentang
akhirat, kepada petunjuk-petunjuk jalan, dian-dian (lampu-lampu) umat.
Pemimpin para imam, dan mintalah faedah dan doa dari beliau-beliau itu,
mudah-mudahan Allah SWT. Memberi taufik-Nya.
Dengan minta bantuan Allah, dia akan menempuh tanjakan ini dengan taufik
dari Allah SWT.
Setelah dia cukup mengaji, berhasillah baginya ilmu yakin.
Mengetahui tentang hal-hal yang ghoib, maka tahu adanya Allah, adanya
Rosulullah, adanya sorga, adanya neraka, adanya hisab, adanya nusyur,
adanya wukuf fil mahsyar, dll. Dia yang menciptakan dirinya, dan
sekarang ia tahu bahwa tuhan itu menyuruh bersyukur, menyuruh khidmat
dan taat lahir batin.
Dan Tuhan menyuruh dia supaya berhati-hati, jangan sampai kufur, jangan
melakukan bermacam-macam maksiat, dan Dia SWT. Sudah menetapkan akan
adanya ganjaran yang kekal kalau ia taat kepada-Nya, dan akan ada pula
hkukuman yang kekal kalau ia durhaka dan berpaling dari pada-Nya. Dan
pada saat itu ia didorong oleh pengetahuan ini dan oleh keyakinannya
akan yang ghaib itu, didorong untuk menyingsingkan lengan baju untuk
berhidmat, melakukan ibadah dengan sepenuh hatinya. Yaitu beribadah
memperhambakan diri kepada yang memberi nikmat ini, yaitu Allah SWT.
Yang ia cari-cari selama ini, sekarang sudah ketemu.
Tetapi dia belum tahu bagai mana caranya beribadah?
Kini dia telah mengenal Tuhan, kemudian bagaimanakah cara beribadahnya?
Apa yang diperlukan untuk berhidmat kepada-Nya dengan lahir batin itu?
Sesudah tamat ilmu tauhid, maka ia belajar ilmu Fikih, bagaimana
berwudhu, shalat, dsb. Yaitu fardu beserta dengansyarat lahir bathinnya.
Sesudah ia mendapatkan seperlunya ilmu tentang yang yang fardu, tentang
ibadah, maka sekarang ia bangun untuk benar-benar mulai beribadah, dan
bekerja melakukan ibadah.
Akan tetapi, kemudian ia berfikir dan melihat, dan tiba-tiba ia insyaf
bahwa ia banyak dosa, banyak kesalahan dan maksiat.
“ Wah ! aku ini orang yang berdosa dalam kehidupanku yang sudah lalu”.
Memang manusia itu insyaf mau beribadah, dan terus berfikir “ bagaimana
aku beribadah, sedangkan aku masih melakukan dosa? Bagaimana aku
beribadah sambil durhaka? Betapa berat aku ini berlumur dengan kedurhakaan.
Dengan demikian aku harus bertaubat dulu, membersihkan diri dari
maksiat, dan menyesal agar diampuni dosa-dosaku oleh Allah dan
membebaskanku dari belenggu dosa-dosa itu , supaya Dia SWT. Membersihkan
diriku dari kotoran-kotoran dosa, setelah itu baru aku baik untuk
berhidmat dan dekat dihamparan Allah.
Disini ia berhadapan dengan tanjakan TAUBAT susah juga unuk menempuhnya,
tidak dapat tiada ia harus menempuh tanjakan taubat ini, agar ia sampai
kepada yang dimaksud daripada ibadah itu.
Diamulai taubat, melakukan taubat sebagai mana mestinya dan menurut
syarat-syarat sampai akhirnya ia dapat menempuhnya.
Setelah dia berhasil taubat secara benar, dan selesai pada tanjakan ini,
maka ia merasa rindu untuk melakukan ibadah, untuk memulai ibadah.
tetapi kemudian ia berfikir lagi, merenungkan lagi, dan tiba-tiba
disekitarnya ada halangan-halangan (penghalan-penghalang) yang mengepung
dirinya. Menghalanginya dari apa yang dimaksudnya, yaitu ibadah. Ia
melihat, merenungkan, macam apa halangan-halangan itu?
Akhirnya dapat disimpulkan halangan-halangan itu ada empat macam:
1. Dunia
2. mahluk
3. syaitan
4. nafsu
ia tidak dapat tiada, harus menolak halangan-halangan itu dan
menjauhkannya, menyingkirkannya, kalau tidak demikian tidak akan
tercapai tujuan ibadah itu.
Disini ia dihadapkan pada tanjakan baru namanya tanjakan PENGHALANG
Ia harus menempuh tanjakan ini dengan empat jalan, masing-masing :
1. Tajarud ‘anidun’ya (membulatkan hati, sampai tidak bisa ditipu oleh
dunia)
2. Memelihara diri supaya tidak bisa disesatkan oleh mahluk (sebab
kebanyakan mahluk suka menyesatkan)
3. Memaklumkan perang terhadap syaitan (sebab kalau tidak diperangi,
syaitan akan terus saja menghalangi)
4. Menaklukan hawa nafsu kita sendiri.
Menaklukan nafsu ini yang paling susah, sebab tidak bisa dikikis habis
sama sekali, sampai terpisah sama sekali dari nafsu, hal ini tidak bisa.
Sebab nafsu itu ada gunanya, hanya jangan sampai ia mengalahkan kita
tidak bisa seorang itu menundukan nafsunya sama sekali, malah ini
berbahaya, kita jangan menekan nafsu itu sampai mati, ini yang paling
susah, mati jangan, sampai menguasaipun jangan.
Tidak bisa dikikis sama sekali tidak bisa, kalau orang mengikis habis
nafsunya sama sekali, celakalah dia, jadi dia bukan manusia.
Kalau syaitan bisa dikalahkan sama sekali, bahkan saitannya Rosulullah
SAW, Sudah masuk islam. Kita juga harus mampu mengalahkan syaitan itu,
tetapi hawa nafsu atau diri kita tidak harus ditumpas sama sekali
Sebab, diri kita adalahh kendaraan kita (alat kita), namun tidak akan
ada harapan bahwa nafsu kita akan mendorong kita kepada kebaikan, kalau
dibiarkan, nafsu akan mendorong, hanya kepada kejahatan saja.
Karena itu untuk menyiasati diri kita sendiri paling susah, jangan
diharap bahwa nafsu akan mufakat dengan kita untuk beribadah dan
menghadap dengan sebulat hati kita kepada ibadah, sebab nafsu itu memang
tabiatnya tidak baik, hanya ingin berbuat apa-apa yang melupakan kita
kepada Allah SWT.
Menurutkan nafsu semata akan membawa kita kepada apa yang membuat kita
lupa kepada Allah SWT, kalau begitu perlu ia (hamba Allah) mengendalikan
nafsunya, degan alat kendali yang namanya TAQWA
Supaya tetap nafsu itu hidup baginya, tidak mati, tapi tunduk, yaitu
dengan kendali, seperti mengendalikan kuda binal. Jadi seseorang itu
bisa menggunakan nafsunya untuk kebaikan, kemaslahatan dan untuk
kebenaran, dikendalikan jangan sampai jatuh ketempat-tempat celaka,
tempat-tempat yang merusak.
Kalau begitu ia sekarang mulai menempuh tanjakan ini dengan meminta
tolong kepada Allah SWT. Supaya dapat menempuh tanjakan yang terjal ini.
setelah ia menempuh tanjakan atau penghalang ini, ia kembali kepada
ibadah, tetapi tiba-tiba kelihatan lagi ada rintangan-rintangan yang lain.
Kalau tadi ada penghalang yang tetap. Maka sekarang ia menghadapi
rintangan-rintangan yang terkadang datang dan terkadang menghilang, hal
ini akan membingungkan hatinya untuk sepenuhnya menuju tujuannya, yaitu
beribadah sebagaimana mestinya.
Ia merenungkan macam apakah halangan-halangan itu? Setelah lama
merengukan …oh ! ia tahu ada empat rintangan ialah :
1. Rizki
Dirinya sendiri, menagih dengan pertanyaan. Bagaimana makananku?
Pakaianku? Mana untuk anak-anakku? Mana untuk keluargaku? Mana?
Inilah rintangannya, dan dirinya berkat begini “
“Harus ada bekal bagiku! Harus ada apa-apa yang menguatkan diriku! Aku
harus tajarud ‘aniddun’ya, sekarang aku sudah membulatkan hati aku sudah
tidak dapat digoda lagi oleh dunia, mana rizkiku?
Aku sudah menjaga diri supaya jangan ditipu oleh mahluk-mahluk sekarang
aku harus berhati-hati terhadap mahluk kalau begitu bagaimana tenaga dan
bekalku itu? Itu tagihan nafsunya (dirinya)sendiri.
Rintangan yang kedua ialah:
2. Bahaya-bahaya
macam-macam bahaya yang ia takutkan, ia takut ini dan mengharapkan itu,
takut-takut kalau tidak jadi.
Ia ingin anu, anu, anu, takut kalau-kalau tidak ada.
Ia takut anu, anu,anu, takut kalau –kalau ada.
Ia tidak tahu apa yang baik baginya dalam hal ini, dan apa yang jelek
baginya, ia hanya meraba-raba saja, sebab akibat-akibat dari segala
sesuatu itu samar sifatnya, dan apa akibat-akibatnya? Hatinya bimbang,
mungkin dia jatuh kepada kerusakan datau kepada tempat kecelakaan.
Rintangan yang ketiga adalah:
3. Macam-macam kesusahan
musiba-musibah yang datang kepadanya bermacam-macam dari tiap segi (tiap
sudut).
Apalagi sekarang ia sudah berterkad untuk menjadi seorang yang lain dari
yang lain, tidak sama dengan mahluk yang lain, mau beribadah, sedang
orang lain tidak mau beribadah. Apalagi ia sudah bertekad pula utnuk
berperang melawan syaitan dan syaitan juga tidak akan diam, syaitan
bersedia untuk melawannya.
Dan ia sudah bertekad untuk melawan nafsu, sedangkan nafsu juga sudah
siap untuk merobohkannya.
Berapa banyak kepayahan yang dihadapinya. Berapa banyak kebingungan dan
ke sedihan yang melintang dijalannya, berapa banyak musibah yang
menyambutnya, ini juga harus dipikirkannya.
Dan yang keempat diantara rintangan-rintangan itu adalah
4. Macam-macam takdir dari Allah
ada yang manis, ada yang pahit, sedangkan nafsu cepat saja berkeluh
kesah , “wah bagaimana ini? Demikian cepatnya nafsu tergoda.
Maka disini ia menghadapi tanjakan lagi “ RINTANGAN EMPAT”
ia harus menempuhnya dengan dengan empat macam alat :
1. Tawakal kepada Allah SWT.
Dalam hal rizki, harus tawakal dan menyerah kepada Allah SWT. (ditampat
bahaya kita serahkan kepada Allah SWT. Seperti, kata seorang yang
beriman diantar penghuni keraton firaun :”aku serahkan urusanku kepada
Allah”, yaitu sewaktu ia diancam oleh fir’aun akan dibunuh)
2. Pasrah sepenuhnya kepada Allah mengenai apa yang dikhawatirkan.
3. sabar berkenaan dengan datangnya berbaga bencana
4. Ridho ketika menghadapi ketentuan (qado)Allah.
Dan dengan penuh kesabaran, ketika ujian itu menimpa dirinya, ia
menerimanya dengan penuh kesabaran dia tetap tahan dan rido, sama waktu
datang takdir dari Allah dia rido.
“takdir saya terima dengan ikhtiar dan berjuang, saya terima takdir ini”
jadi ia mulai juga menempuh tanjakan ini dengan izin Allah SWT. Dan
dengan kebaikan bimbingan dari Allah SWT.
Sudah ia selesai menempuh tanjakan yang baru ini, yakni tanjakan
rintangan yang keempat, kembali ia beribadah, ia berfikir pula.
Tiba-tiba dirinya lesu, malas, tidak giat dan tidak terdorong kepada
kebaikan sebagaimana mestinya. Nafsunya cenderung kepada lalai dan
senang-senang saja istirahat, nganggur dan maunya tidak bekerja.
Malah cenderung kepada kejahatan dan kepada hal-hal yang tidak ada
gunanya dan kearah bencana dan kebodohan. Jadi disini ia perlu
pendamping yang membawanya kepada kebaikan, kepada taat dan membuat ia
giat kembali untuk kebaikan, karena ada yang menegur nafsunya supaya
jangan berbuat jahat dan durhaka.
Penahanan atau penegur itu ialah HARAPAN dan TAKUT .
Harapan itu ialah harapan ganjaran yang besar dari Allah SWT. Ini adalah
pengiring yang dapat membangkitkan kepada Taat menggerakan dirinya untuk
benar-benar giat.
Adapun takut itu ialah takut kepada hukuman Allah yang pedih, yang
diancamkan oleh Allah.
Ancaman itu berupa penegur, penolak dari segala maksiat, menjauhkannya
dari perbuatan tersebut, mencegahnya dari berbuat maksiat, inilah
tanjakan pendorong yang menyambut dia disini.
Jadi ia perlu menempuh dengan dua alat HARAPAN dan TAKUT maka ia mulai
menempuh tajakan in dengan taufik dari Allah SWT. Akhirnya ia dapat
menempuhnya dengan selamat.
Setelah ia menempuh tanjakan pendorong ini ia kembali kepada ibadah.
Disini ia sudah tidak melihat lagi penghalang dan perintang, bahkan
menemukan pendorong dan pengajak, karena itu giatlah ia beribadah,
dilakukan secara sebenar-benarnya, dengan penuh rindu dan gemar
melakukannya.
Dan ia terus-menerus beribadah .
Tetapi kemudia ia melihat, berfikir, dan tiba-tiba terlihat olehnya
bahwa ibadah yang susah payah ia lakukan, ada dua hama,
Sewaktu-waktu ia berpura-pura dengan taatnya agar dilihat oleh manusia,
berarti riya, dan kadang-kadang ia tidak berbuat demikian, bahkan
mencerca dirinya sendiri supaya jangan riya, tetapi kemudia ia terkena
penyakit sombong(ujub), kesombongannya itu merusak ibadahnya, merugikan
dia, menghancurkannya.
Disini ia dihadapkan kepada suatu tanjakan baru, namanya tanjakan
PANCACAD, pembuat cacad.
Jadi ia terpaksa menempuhnya dengan IKHLAS dan DZKIRUL MINNAH, ikhlas
itu lawannya riya, dzikrul minah itu lawannya ujub.
Ikhlas artinya memurnikan ibadah, dzikkrul minah ialah ingat akan jasa
Tuhan, jadi tidak sombong dan takabur.
Ia mulai menempuh tanjakan ini dengan iijin dari Allah, dengan dengan
kesungguhan hati, dengan hati-hati dan waspada, dengan peliharaan dari
Allah SWT. Serta bimbingannya.
Ketika ia sudah melalui tanjakan yang baru ini berhasilah ia beribadah
sebagaimana mestinya, sebagaimana patutnya, sehat selamat dari ganngguan
wabah.
Akan tetapi ia berpikir lagi, tiba-tiba ia melihat dirinya sedang
tenggelam dalam lautan kenikmatan dan jasa dari Allah SWT. Dan
kebaikan-kebaikan-Nya, dari banyaknya yang dikaruniakan Allah
kepadannya, yaitu diberi taufiq dan pemeliharaan serta macam-macam
penguat dan pendukung, dihormati, dimuliakan, akirnya ia kuatir kalau ia
lupa berterimakasih, sehingga akibatnya, ia jatuh kedalam kufron, lupa
bersyukur, sebab kalau jatuh kejurang lupa , berarti dia jatuh dari
martabat yang tinggi, yaitu martabat khadam yang khusus untuk Allah SWT.
Dan hilang daripadanya nikmat-nikmat yang mulia itu.
Maka disini ia dihadapkan kepada tanjakan baru dan terakhir, namanya:
tanjakan PUJI dan SYUKUR.
Tetapi ia sadar unuk menempuh tanjakan ini dengan sedapat mungkin, yaitu
dengan memperbanyak puji dan syukur atas nikmat-nikmat daripada-Nya yang
banyak itu.
Setelah ia menempuh tanjakan yang terakhir ini dan kemudia, ia turun
kedataran, tiba-tiba ia bertemu dengan maksud dan keinginannya, yang
berada di depannya, ia melangkah sedikit kedepan, tibalah ia kedataran
karunia dan padang rindu serta halaman mahabbah.Kemudian ia masuk
kedalam taman keridoan, kebun-kebun kecintaan dan kehangatan hati,
sampai dihamparan kegembiraan, dekat martabat, tempat munajat, beroleh
pakaian kehormatan dan kemuliaan. Jadi ia merasa nikmat dalam keadaan
seperti ini, selama hidupnya dan sisa umurnya, badannya masih didunia,
tetapi hatinya sudah diakhirat.
Ia menunggu dari hari ke hari pembawa surat, sampai ia bosan terhadap
mahluk, benci terhadap dunia, rindu ingin cepat pulang.
Rindunya penuh pada alamul a’la (masyarakat yang tertinggi),Tiba-tiba
datanglah utusan-utusan pembawa amanat dari Robul ‘Alamin kepadanya
datang dengan segala yang menyenagkan, dengan wewangian dan berita yang
menggembirakan, keridoan dari Allah, dari Tuhan yang rido tidak murka,
jadi mereka itu (para malaikat) memindahkan dia dalam keadaan senang dan
gembira penuh dengan kehangatan, dari negri yang pana, yang menggoda,
kehadirat keTuhanan dan tempat taman firdaus. Dirinya yang lemah dan
berfikir itu memperoleh kenikmatan yang kekal dan kerajaan yang besar.
Ia menemukan disana nikmat karunia dari tuhannya, yaitu Allah SWT. Yang
Rahim, yang Pemurah. Yaitu kelemah lembutan, kesayangan dan sambutan,
pemberian nikmat, pemberian kemuliaan, dan apa yang tak terkatakan lagi,
tidak pernah dilihat, tidak bisa digambarkan, tiap hari terus bertambah
sampai selama-lamanya.
Besar nian kebahagiaan ini, tinggi nian kerajaan ini, bahagia nian hamba
Allah ini, manusia yang mahmud (terpuji) ini, baik sekali tempat kembalinya.
Kita bermohon kepada Allah yang Baik, yang Rahim, agar dia memberikan
aku dan kamu sekalian kenikmatan yang besar karunia yang agung, tidak
sukar bagi Allah SWT. Berbuat yang demikian itu. Kita mohon supaya kita
jangan dijadikan orang yang termasuk golongan yang tidak ada nasib bagi
yang demikian itu, hanya mendengar saja dan pengetauan saja dan melamun
saja tanpa mendapatkan manfaat, dan kita mohon supaya Dia jangan mambuat
ilmu yang ita kaji sekarang ini, hanya jadi hujah yang merugikan kita
kelak diyaumul kiyamah, dan kita mohon Dia memberi taufik kepada kita
sekalian untuk mengamalkan yang demikian itu dan melakukannya
sebagaimana mestinya, sebagaimana yang diridoi oleh –Nya.
Sesugnguhnya dia jua yang memberi rahmat dan dia jua yang Pemurah.
Nah, ininlah isi kitab yang diiilhamkan Allah kepadaku unutk menerangkan
jalan ibadah itu sekarang, ketahuilah dengan taufiq dari Allah bahwa
jumlah semuanya ini ada 7 tanjakan :
1. Tanjakan Ilmu dan Ma’rifat
2. Tanjakan Taubat
3. Tanjakan Halangan
4. Tanjakan Rintangan
5. Tanjakan Pendorong
6. Tanjakan Pencacad
7. Tanjakan Puji dan Syukur
Dan dengan tamatnya tanjakan-tanjakan ini, maka tamatlah kitab minhajul
abidin ini.
Sekarang akan aku jelaskan tanjakan-tanjakan ini dengan
keterangan-keterangan singkat yang mengandug makna-makna penting.
Masing-masing akan diterangkan dalam babnya tersendiri, Insya Allah.
Allah jua yang memberi taufiq dan membimbing kita dengan karuniaNya
Wallahu ‘alam bishowab.
” Allah yang menciptakan tujuh lapis langit dan tujuh bumi, seperti
langit, turun berkali-kali perintah Allah antara langit dan bumi, supaya
engkau memperoleh ilmu, supaya kamu sekalian mempunyai ilmu, bahwa Allah
itu kuasa atas segala sesuatu dan bahwa Alllah sudah berilmu, sudah
mengetahui segala sesuatu yang meliputi ilmu itu untuk segala sesuatu.
Dengan tafakur tentang langit dan bumi, kita berharap akan memperoleh
ilmu itu nanti.
Dengan satu ayat ini sebagai dalil, sudah cukup untuk diketahui bahwa
ilmu itu memang mulia.
Terutama ilmu tauhid, sebab mengenai Allah SWT,. Dan asma-Nya dan
Sifat-Nya Dll-Nya.
Ayat yang sedua yang harus kita renungkan itu ialah : Firman Alllah
“Aku Menciptakan jin dan manusia tak lain hanya untuk beribadah kepada-Ku”
jadi ini menunjukan kemuliaan ibadah cukup dengan ayat yang satu ini
sebagai petunjuk bahwa ibadah itu mulia. Dan bahwa kita harus dengan
dawam beribadah . besar nian dua hal yang dimaksud dari penciptaan duni
dan akhirat, yaitu ilmu dan ibadah. Jadi wajib bagi tiap-tiap hamba unuk
memperhatikan ilmu dan ibadah saja, yanglainnya batil (dalam ilmu dan
ibadah sudah masuk semua apa-apa yang membuat maju dunia dan akhirat)
pembangaunan, melaksanakan kemakmuran, kalau karena Alllah, termasuk
ibadah, jadi cukup dengan ilmu dan ibadah telah mencakup semua
kebahagiaan dunia dan akhirat, yang sehat, bukan kemajuanyang jahat,
tetapi kemajuan yang sehat, cukip dengan ilmu dan ibadah, jangan kita
mengerjakan yang lain melainkanhanya ilm,u dan ibadah.
Walaupun unutk membuat jalan, membuat kebun dan apa saja, masuk dalam
ibadah kalau diniatkan supaya dunia ini menjadi ladang (sawah) bagi
akhirat, dengan demikian setiap orang itu jangan mengerjakan sesuatu
melainkan ilmu danibadah saja.
Jangan kita menggunakan otak kita melainkanuntuk ilmu dan ibadah,
dipusatkan sekarang ini perhatiankita kepada ilmu danibadah, kalau sudah
terpusat, maka menjadi kuat, dan kalau sudah kiuat menjadi berhasil.
Jangan berfikir, satu saja sudah, ilmu dan ibadah, satukan saja, disitu
ada konsentrasi disitu ada sukses.
Yang selain ilmu dan ibadah, batil, sesat, yang selain daripada ilmu dan
ibadah , akan menghancurkandunia.
Insya Alllah dunia ini akan hancur kalau tidak kembali pada ilmu dan ibadah
Tidak ada yang baik selain ilmu danibadah.
Jikaengkau mengetahui yang demikian itu, yakilah bahwa ilmu adalah yang
termulia diantara dua permata itu.
Oleh karenanya Nabi SAW. Bersabda :
” Kelebihan orng yang berilmu atas orang yang beribadah adalah seperti
kelebihanku atas orng terendah dari umatku.”
Dan bersabda Rosulullah SAW.
” Sekali melihat kepada oran gyang berilmu, lebih suka bagiku daripada
ibadah satu tahun penuh puas siangny penuh salat malam harinyaa (ini
fadilahnya ilmu tapi hanya bagi orang yang berilmua yang ilmunya diamalkan.)
Rosulullah Bersabda pula
” Inginkah kamu sekalian tahu, siapa yang paling mulia diantar penghuni
syurga?”
jawab para sahabat : ” bahkan kami ingin tahu ya Eosulullah”
Sabda Rosulullah SAW :”Ialah Ulama-Ulama, ahli ilmu dan umatku.”
Sekarang jelaslah bahwa ilmu itu permata, yang mulia daripada ibadah,
tetapi ibadahpun tidak boleh tiada, harus dikerjakan dengan disetai
ilmu. Jika demikian, ilmu itu akan menjadi debu yang berhamburan ditiup
angin, sebab ilmu ibarat pohon danibadah ibarat buah, yang menjadikan
pohon itu mulia, karena pohon itu pokok, tapi manfaatnya ialah buahnya.
Oleh karenanya maka tak dapat tiada lagi m,anusia itu harus mempunyai
keduanya, yakni ilmu dan ibadah.
Karena itu berkata imam Al-Hasanul Basri.
” Tuntutlah ilmu, tapi tidak melupakan ibadah, dan kerjakanlah ibadah
tetapi tidak boleh lupa pada ilmu”
oleh karena itu sudah jelas bahwa manusia itu harus memiliki
kedua-duanya (ilmu dan ibasah) dan yang utama harus didahulukanialah
ilmu, sebab ia pokok dan petunjuk.
Bagaimana akan dapat beribadah jika tidak mengetahui cara-caranya
Dankarena itu bersabda Rosulullah SAW.
Bismillah pada ini saya insya Allah coba untuk menuliskan dari
terjemahan kitab Minhajul Abidin Yang dikarang oleh K H Abdulah Bin Nuh.
dan saya coba untuk menuliskan semirif mungkin dengan terjemahannnya.
AQOBAH I
Aku mulai berkata dengan taufiq dari Allah S.W.T. : Wahai Orang-orang,
yang ingin lepas dari bahaya dan ingin beribadah yang murni terhadap
Tuhan,semoga Allah memberi taufiq kepadamu, tetapi sebelum- nya harus
memiliki ilmu dahulu.
Sebab ibadah itu percuma kalau tanpa ilmu, sebab ilmu itu adalah
porosnya, segala sesuatu berputar disekitarnya.
Ketahuilah ! bahwa ilmu dan ibadah itu adalah dua permata. Untuk ilmu
dan ibadah itulah maka terjadi semua apa-apa yang engkau lihat dan
dengar itu, hanya untuk ilmu dan ibadah.
Apa yang engkau lihat dan dengar itu, yaitu kitab-kitab yang dikarang
oleh ulama-ulama, ajaran dari guru-guru, nasihat dari
penasehat-penasehat, pikiran dari para pemikir, itu semuanya demi untuk
ilmu dan ibadah.
Dan karena untuk ilmu dan ibadah juga maka kitab-kitab suci itu
diturunkan oleh Allah S.W.T., dan semua Rasul-rasul diutus hanya untuk
ilmu dan bahkan lebih dari itu langit dan bumi diciptakan Tuhan hanya
untuk ilmu dan ibadah, dan begitu pula semua apa yang ada di langit dan
di bumi, semua mahluk yang hidup dan yang tidak hidup.
Sekarang renungkanlah dua ayat dalam kitab suci Allah S.W.T. (Al-Qur’an).
“Allah yang menciptakan tujuh langit dan tujuh bumi, seperti langit,
turun berkali-kali perintah Allah antara langit dan bumi, supaya engkau
memperoleh ilmu, supaya kamu sekalian mempunyai ilmu, bahwa Allah itu
kuasa atas segala sesuatu dan bahwa Allah sudah berilmu, sudah
mengetahui segala sesuatu yang meliputi ilmu itu untuk segala sesuatu”.
Dengan tafakur tentang langit dan bumi, kita berharap akan memperoleh
ilmu itu nanti.
Dengan satu ayat ini sebagai dalil, sudah cukup untuk diketahui bahwa
ilmu itu memang mulia.
Terutama ilmu Tauhid, sebab mengenai Allah S.W.T. dan asma-Nya dan
sifat-Nya dll.-Nya.
Ayat yang kedua yang harus kita renungkan itu ialah Firman Allah S.W.T.:
“Aku menciptakan jin dan manusia tak lain hanya untuk beribadah kepada-Ku”.
jadi ini menunjukkan kemuliaannya ibadah. Cukup dengan ayat yang ini
sebagai petunjuk bahwa ibadah itu mulia, dan bahwa kita harus dengan
dawam beribadah. Besar nian dua hal yang dimaksud dari penciptaan dunia
dan akhirat, yaitu ilmu dan ibadah. Jadi wajib bagi tiap-tiap hamba
untuk memperhatikan ilmu dan ibadah saja, yang lainnya batil (Dalam ilmu
dan ibadah sudah masuk semua apa-apa yang membuat maju dunia dan akhirat).
Walaupun untuk membuat jalan, membuat kebun dan apa saja, masuk dalam
ibadah kalau diniatkan supaya dunia ini menjadi ladang (sawah) bagi
akhirat. Dengan demikian setiap orang itu jangan mengerjakan sesuatu
melainkan ilmu dan. ibadah saja.
jangan kita mempergunakan otak kita melainkan untuk ilmu dar ibadah,
dipusatkan sekarang ini perhatian kita kepada ilmu dan ibadah, kalau
sudah terpusat, maka jadi kuat, dan kalau sudah kuat jadi berhasil.
Jangan banyak berfikir, satu saja sudah. ilmu dan ibadah, satukan saja,
disitu ada konsentrasi disitu ada sukses.
Yang selain ilmu dan ibadah, batil, sesat, yang selain daripada ilmu dan
ibadah, akan menghancurkan dunia.
Insya-Allah dunia ini akan hancur kalau tidak kembali kepada ilmu dan
ibadah.
jika engkau telah mengetahui yang demikian itu, yakinlah bahwa ilmu
adalah yang termulia dan utama diantara dua permata itu. Oleh karenanya
Nabi S.A.W. bersabda :
“Kelebihan orang yang berilmu atas orang yang ibadah seperti kelebihanku
atas orang yang terendah dari umatku. (Ini hadits hasan, sanadnya, dan
diperkuat oleh yang lainnya, diriwayatkan oleh Al-Haris bin Abi Uzamah
dari Abi Said Al-Hudri dan dikutatkan oleh riwayat dari Turmudzi dari
Abi Umainah).
dan bersabda Rosulullah S.A.W
“Sekali melihat kepada wajah orang yang berilmu, lebih suka bagiku dari
pada ibadah satu tahun penuh puasa siangnya,penuh salat malam harinya
(ini Fadilahnya ilmu, tapi hanya bagi orang yang berilmu yang ilmunya
diamalkan).
“Inginkah kamu sekalian tahu, siapa yang paling mulia diantara penghuni
Surga ?’.
Sekarang jelaslah bahwa ilmu itu permata, yang lebih mulia daripada
ibadah, tapi ibadahpun tidak boleh tiada, harus dikerjakan dengan
disertai ilmu. Jika demikian, ilmunya itu akan menjadi debu yang
berhamburan ditiup angin, sebab ilmu ibarat pohon dan ibadah ibarat
buah, yang menjadikan pohon lebih mulia, karena pohon itu pokok, tapi
manfaatnya ialah buahnya. Oleh karenanya maka tak dapat tiada bagi,
manusia itu harus mempunyai keduanya, yakni ilmu dan ibadah.
oleh karena itu sudah jelas bahwa manusia itu harus memiliki kedua-
duanya (ilmu dan ibadah), dan yang utama harus didahulukan ialah i1mu,
sebab ia pokok dan petunjuk.
Sebab-sebab yang menjadikan ilmu itu pokok dan harus didahulukan dari
ibadah, didasarkan pada dua, perkara. Pertama, agar ibadah itu berhasil
dan sehat, maka wajib bagimu mengenal dahulu siapa yang harus disembah.
setelah itu baru engkau menyembah kepada-Nya. Bagaimana jadinya, apabila
engkau :-menyembah yang engkau belum kenal dengan
asma-Nya dan sifat-sifat zat-Nya, dan yang wajib bagi-Nya dan yang
mustahil dalam sifat-Nya, sebab terkadang engkau meng-iktikadkan
sesuatu yang tidak layak bagi-Nya dan sifat-Nya. jika demikian, maka
ibadahmu itu berhamburan seolah-olah sebagai debu ditiup angin.
Ada hikayat dua orang, yang seorang berilmu tapi tidak beribadah, dan
yang seorang lagi beribadah tapi tidak berilmu.
Maka mereka dicoba oleh seseorang, sampai dimana jahatnya orang yang
berilmu tapi tidak beribadah, dan jahatnya orang yang beribadah tanpa
ilmu. Dia mendatangi keduanya dengan memakai pakaian yang hebat.
Kepada orang yang beribadah, ia berkata begini “Hai ! hamba-Ku aku sudah
ampuni dosamu seluruhnya, sekarang kau tidak usah ibadah lagi”, maka
jawab orang yang ibadah itu :
Kemudian dia datang kepada orang yang berilmu yang sedang minum arak,
dan berkata :
Maka ia menjawab : “Kurang ajar kau (lalu dicabutnya pedang) engkau kira
aku tidak tahu Tuhan ? !”
Demikianlah bahwa orang yang berilmu itu tidak mudah tertipu syaitan,
tapi sebaliknya orang yang tidak berilmu, mudah saja tertipu oleh syaitan).
Sudah jelas dan sudah pasti bahwa hamba Allah perlu memiliki ilmu dan
melakukan ibadah, ilmu lebih utama didahulukan, artinya harus mengaii
ilmunya dulu (ilmu ibadah). Sebab, ilmu itu pokok dan petunjuk jalan,
oleh karenanya Rasulullah bersabda :
“Ilmu itu adalah pemimpin amal, sedangkan amal adalah yang dipimpin.
“Diberikan ilmu itu oleh Allah kepada orang-orang yang bahagia dan tidak
diberikan kepada orang-orang yang celaka”.
(Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam kitab Al-Hilyah dan oleh
Abu Thalib Al-Makki dalam kitabnya Qutul-qulub dan juga oleh AI-Chotib
serta Ibnu Qoyyim, diriwayatkan sebagai Hadits yang mauquf, jadi hadits
ini banyak jalannya).
Karenanya, ilmu yang menjadi pokok yang diikuti dan harus didahulukan
sebelum ibadah; diharuskan karena berdasarkan dua sebab
Pertama : agar ibadahmu berhasil dan sehat. Tanpa ilmu, ibadahmu akan
banyak hama-hamanya yang akan merusaknya.
Sebab, mula-mula engkau harus mengenal dahulu siapa yang disembah yaitu
akan sifat-sifat dlan nama-namaNya, kemudian sesudah kenal baru
menyernbah-Nya.
Tanpa mengetahui ini, dapat menyebabkan suul chotimah, karena salah
memngitikadkan sifat-sifat Allah dan hal ini dapat menyebabkan ibadahmu
akan sia-sia belaka.
Yana demikian itu akan menyebabkan dia terjatuh dari Allah selama-
lamanya,dan adzab yang kekal yang terus-menerus tidak bisa terpisah,
kekufuran, adzab ekufuran, jauh dari Allah S.W.T.
Bila kebetulan nyawanya dicabut dalam keadaan demikian, maka tidak ada
tempat bagi Allah S.W.T. dihatinya.
Kalau muka sudah berpaling daripada Allah, datanglah tabir itu. Kalau
tabir penghalang antara dia dengan Allah sudah turun, artinya sudah ada
adzab itu. siksa sudah ada, tak dapat tiada.
Sebab api yang menyala-nyala itu, yang disebut dalam Al-Qur’an, hanya
akan memakan orang-orang yang dihijab itu.
Adapun, orang mukmin yang sehat hatinya, jadi tidak tertambat oleh
hubbud-dunya, dan menghadap kepada Allah S.W.T. yaitu yang disebut dalam
firman Allah S.W.T. :
“Pada hari itu, hari manusia meninggalkan dunia, tidak ada gunanya uang
dan anak-anak. Yane selamat hanyalah orang-orang yang menghadap Allah
dengan hati yang sehat”, artinya sehat tidak ada penyakit hubbuddunya. “.
Kepada orang itu, maka api neraka berkata “Boleh engkau liwat wahai
orang mukmin, sebab nur yang ada dihatimu itu sudah memadamkan nyala
apiku”.
Apabila engkau bertanya : “Apa yang menyebabkan suul chotimah itu ?”.
Maka jawabnya
Pertama :
Seseorang bisa jadi suul-chotimah, padahal dia itu seorang yang waro’,
zuhud dan saleh.
19
Oleh karena itu iktikad bid’ah didalam hati adalah sangat berbahaya,
seperti mengiktikadkan apa-apa yang nantinya dapat menyesatkan dia
kepada kepercayaan bahwa Allah seperti makhluk.
Kelak apabila pintu hijab itu telah terbuka, maka dapatlah diketahui
bahwa Allah itu tidaklah sebagaimana yang kulukiskan dalam hati,
akhirnya nanti akan ingkar kepada Allah.
Nah dikala itu ia akan mati dalam suul-chotimah. Kelak kalau orang sudah
sakaratulmaut dan terbuka hijab, baru menyadari bahwa urusan ini
demikianlah sebenarnya.
Kalau tidak sama dengan apa yang ditekadkan dihatinya, dia akan bingung.
Kesolihan dan kezuhudan serta tingkah laku yang baik, juga tidak mampu
untuk menolak bahaya ini. Bahkan tidak ada yang akan menyelamatkan
dirinya melainkan iktikad yang benar.
Karena itu perhatian leluhur kita kepada yang baik-baik karena didasari
i’tikad baik.
Orang yang sederhana itu, ialah orang yang beriman kepada Allah. kepada
Rasul-Nya, kepada Akhirat, dan ini hanya garis besarnya saja. Nah inilah
yang selamat.
Kalau kita tidak mempunyai waktu untuk memperdalam pengetahuan ilmu
Tauhid, maka usahakan dan perjuangkan agar dalam garis besarnya kita
tetap yakin dan percaya; seperti itu sudah selamat.
“Ya saya beriman kepada Allah S.W.T., hakekatnya berserah diri kepada
Allah, dan iman kepada akhirat dsb.nya, dalam garis besarnya saja.
Terus dia beribadah dan mencari rizki yang halal dan mencari pengetahuan
yang berguna bagi masyarakat, sebetulnya itu lebih selamat bagi orang
yang tidak sempat belajar secara mendalam.
Tapi iman yang hanya secara garis besarnya saja harus kuat; seperti
petani-petani yang jauh dari kota dan orang-orang awam yang tidak
berkecimpung dalam perdebatan yang tidak menentu.
“Sesatnya orang-orang yang dulu itu, karena suka berdebat, antara lain
tentang qodo dan qodar”.
Sabda Rasulullah
Tidak waswas, cukup dengan garis besarnya saja dalam hal iktikad.
Ini diriwajatkan oleh Imam Baihaqi dalam Sju’abil iman. Karena itu, maka
leluhur kita suka melarang orang ngobrol; jangan suka ngutik-ngutik soal
orang lain urus saja, kaji saja, soal bagaimana supaya ibadah sah,
supaya kamu bisa mencari rizki yang halal.
Boleh saja kamu menjadi tukang sepatu, jadi petani, atau jadi dokter,
pokoknya jangan ngutik-ngutik sesuatu, kalau bukan ahlinya.
Leluhur kita suka memberi nasihat demikian. Karena kasihan, gunanya
belum tentu, tapi bahayanya sudah nampak.
Apa yang terdapat dalam Al-Qur’an saya percaya dan kalau ada ayat-ayat
Al-Qur’an yang saya tidak mengerti, saya serahkan kepada Allah S.W.T.
dan apa yang dalam hadits saya percaya.
Bagi orang-orang awam yang bukan ahli, garis besarnya, cukup demikian,
pokoknya kita jangan menyekutukan Tuhan dengan apa pun pegang saja
laisa kamislihi syai’un.
Sebab sudah ternyata toorinya itu bisa berobah, sedangkan dia sudah
mendasarkan tafsirnya pada Al-Qur’an bagi teori-teori itu, lalu
dibawanya mati, ini berbahaya sekali.
Sebaiknya kita mengetahuinya secara global saja, sebab hal itu ada yang
melarang, agar pintunya jangan dibuka sama sekali.
Karena ada orang yang mendapat ilham dari Allah dengan dibersihkan
hatinya dan inkisyaf (terbukanya hijab), sebelum mati sudah inkisyaf,
nanti setiap orang iuga inkisyaf, meskipun bukan wali. Namun walipun
tempo-tempo selagi hidup sudah inkisyaf.
Para Wali tahu akan adab kesopanan, mereka diam, karena tidak ada bahasa
yang cukup untuk menerangkannya, seandainya hal ini dibahas, maka akan
banyak sekali bahaya-bahayanya.
Dan didekatinya oleh arifin itu dengan rasa saja, tidak dengan akal
lahir tapi dengan rasa bathin. Dan rasa bathin itu belum ada bahasanya,
hanya tempo-tempo beliau-beliau itu mengadakan istilah untuk dipakai
diantara beliau-beliau saja. Ini sebab yang pertama.
Sebab yang kedua bagi suul-khotimah itu, karena imannya saja yang lemah
dan lemah iman itu banyak sebab-sebabnya, sebagian besar dari campur
gaul. Kalau orang bercampur gaul dengan orang-orang yang lemah imannya,
apalagi bergaul dengan orang yang suka -nengejek, maka akan makin lemah
saja imannya. Dan juga dari bacaan-bacaan, kalau orang sudah gandrung
membaca apa-apa yang bisa melemahkan iman, akhirnya orang itu jadi
atheis, dan benar-benar kufur.
Kedua, sebab dari lemah iman itu ditambah oleh suatu istilah hatinya
dikuasai oleh hubbud-dunya.
Akhirnya kalau sudah dikuasai betul-betul oleh hubbud dunya, tidak ada
tempat untuk cinta. kepada Allah S.W.T.
Hanya itu saja yang terlintas dihati; oh, cinta kepada Allah, Allah
Pencipta diriku.
Tapi pengakuan ini hanya merupakan hiasan bibir batin saja. Hal inilah
yang menyebabkan dia terus menerus melampiaskan syahwatnya, sehingga
hatinya menghitam dan membatu, bertumpuk-tumpuk kegelapan dosa itu
dihatinya.
Imannya semakin lama, semakin padam; akhirnya hilang sama sekali dan
jadilah ia kufur, hal ini sudah menjadi tabiat.
“Hati mereka itu sudah dicap, jadi mereka tidak bisa mengerti”.
Dosa mereka merupakan kotoran yang tidak bisa dibersihkan dari hatinya.
Kalau sudah datang sakarat, maka cinta mereka kepada dunia yang berarti
mementingkan diri sendiri semakin kuat, sehingga cinta mereka kepada
Allah semakin lemah, sebab mereka merasa berat dan sedih meninggalkan
dunianya, karena keduniawian sudah menguasai diri mereka.
sifat-sifat yang tercela yang nanti akan diterangkan dalam kitab ini,
agar engkau bisa menjauhi sifat-sifat yang demikian.
Apabila tidak mengetahui apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus
ditinggalkan, maka tidak mungkin seseorang bisa melakukan taat yang
belum dikenalnya.
Kira harus belajar apa yang wajib dan apa yang haram, supaya kita jangan
jatuh kedalam kedurhakaan.
Jadi kita harus belajar, harus mengaji mengenai ibadah syar’i, seperti
bersuci, mandi dan berwudu, salat, puasa dsb.nya karena inilah tugas-
tugas keagamaan yang fardhu ‘ain hukumnya.
Sedang engkau sendiri tidak merasa salah, karena itu fardhu ‘ain harus
dikaji, kemudian dilengkapi dengan sunat-sunat: sunat ‘ain yang biasa
dikerjakan oleh tiap-tiap orang.
Oleh sebab itu sekali lagi ditekankan, bahwa mengaji itu sangat penting.
Demikian pula mengenai ibadah batin, inipun harus kita kaji. Sebagaimana
ada ibadah lahir, juga ada ibadah batin, bidangnya ialah ilmu tasauf.
(Saya rasa cukup dengan sekedar mengaji kitab Minhadjul-Abidin ini, dan
untuk ibadah lahir saya rasa cukup kalau mengaji kitab Bidayatulhidayah
atau Fathul-Qorib).
Ibadah batin itu diantaranya ialah tawakkul (dalam bahasa kita tawakal
dan dalam bahasa Arab tawakkul).
Tawakkul itu ialah percaya kepada Allah S.W.T. Dalam segala urusan yang
kita khawatirkan, kita serahkan kepada Allah S.W.T.
Kita jangan menentang, kita harus rido menerima apa yang ditakdirkan
oleh Allah S.W.T.
Sabar, tahan uji, tahan derita, tahan payah dalam mengerjakan taat
kepada Allah adalah sifat orang yang kuat batinnya, sebab arti sabar itu
adalah tahan uji batin.
Ikhlas, meskipun ikhlas itu sudah masuk kedalam bahasa kita, tapi perlu
juga diterangkan arti ikhlas yang sebenar-benarnya : yaitu meninggalkan
riya dalam amal, dllnya. Nanti semua akan diterangkan.
Engkau harus tahu apa yang dilarang mengenai pekerjaan hati, hati kita
suka melakukan apa-apa yang dilarang oleh Allah S.W.T.
Kita harus tahu larangan-larangan batin itu, sebab kalau kita tidak
menjauhi larangan-larangan batin dan tidak melakukan
kewajiban-kewajiban batin, apa artinya beragama Islam ?.
Jadi hati nantinya kosong; kalau hati jahat atau busuk, berarti kosong,
sebab agama Islam bertugas membersihkan hati.
Kalau hati kita tidak bersih dan tidak saleh, apa artinya beragama
Islam? Hanya diSunat dan membaca syahadat waktu menikah.
Salat juga dicampuri dengan riya dan udzub, apa artinya itu ?.
Tidak ada artinya sama sekali. Islam itu harus melakukan amal-amal batin
dan menjauhi larangan-larangan batin.
Contoh larangan batin, seperti telah disebutkan tadi, ialah tidak rela
terhadap takdir Allah S.W.T.
Saya, pernah membaca suatu cerita dalam bahasa Inggeris, ada orang yang
kematian isteri dan anak-anaknya, akhirnya ia memaki-maki Tuhan. (orang
itu keterlaluan, tidak rela menerima takdir Allah S.W.T. Perbuataniya
itu merupakan dosa besar.
Amal artinya lupa bahwa kita akan mati, rasanya akan hidup terus. Itu
amal dan bukan ‘amal.
Dan riya itu perbuatan pura-pura, hanya ingin dipuji oleh manusia dan
tidak karena Allah S.W.T.
Dan kibir itu ialah merasa diri besar (sombong). Sebetulnya manusia itu
tidak ada yang besar, kenapa ? Dan manusia tidak akan tahu bahwa dirinya
besar, sebab ia tahu bahwa dirinya besar dan baik, nanti kalau umurnya
sudah berakhir, matinya husnul-khotimah.
Dalam Al-Qur’an dengan jelas nash dan ayat-ayat yang mewajibkan kita
beribadah batin dan melarang maksiyat batin.
Ayat-ayat yang mengenai hukum lahir hanya ada beberapa ratus ayat, tapi
yang mengenai ibadah batin itu hampir dari awal sampai akhir, juga
diterangkan mengenai maksiyat-maksiyat batin. (Yang menentukan hukum
lahir itu hanya :± 500 ayat).
Apa bedanya dengan orang yang jahat yang bukan Muslim ?. Misalnya dengan
Abu jahal, apa bedanya ? Dia tahu bahwa Tuhan itu ada, tapi hatinya
busuk. Iblis tahu bahwa Allah itu Maha Esa, tapi hatinya busuk. Jadi
sangat penting sekali ibadah hati itu).
Dan Allah dengan jelas melarang lawan-lawan ibadah batin itu, yakni:
maksiyat batin.
Begitu pula didalam Hadits, bahkan hadits yang mengenai ini, kebanyakan
hadits mutawatir.
Firman Allah :
Kepada Allah jua kamu harts tawakkul, kalau betul-betul kamu itu
beriman kepada Allah S.W.T.”.
(Jadi kalau kita tidak bersyukur, berarti kita tidak beribadah kepada
Allah. S.W.T.)
Apakah syukur itu ?, hal ini akan diterangkan nanti. Untuk keterangan
sepintas lalu saja, bersyukur itu ialah menggunakan nikmat dari Allah
S.W.T. untuk ta’at kepada-Nya.
Diibaratkan sbb :.
Ayah kita memberi uang, kalau uang itu dipakai yang baik-baik yang
disukai oleh ayah kita artinya kita bersyukur kepada ayah kita. Tetapi
kalau uang itu dipakai untuk hat-hal yang tidak disukai oleh ayah kita
itu berarti kita tidak bersyukur terhadap ayah kita.
Allah memberi kita akal untuk berfikir, lalu akal itu kita pergunakan
untuk berfikir yang bukan-bukan, sampai akhirnya ingkar terhadap Allah
S.W.T.. itu artinya kufur.
Ini juga sama halnya, Allah memberikan nikmat akal, kalau akal itu
dipakai sampai mengatakan bahwa Allah S.W.T. tidak ada, ini bertarti
bertentangan sekali dengan syukur ).
(Ini suatu tanda bahwa Allah menyuruh sabar, harus sabar, dan sabar itu
artinya dengan Allah S.W.T)
Dan banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits yang seperti itu, seperti
difirmankan Allah dalam memerintahkan salat dan puasa. Mengapa engkau
hanya mau menerima perintah salat dan puasa, tetapi meninggalkan
perintah-perintah fardu seperti tersebut itu (Tawakkul sabar, dsb.)
padahal yang memerintahkan satu jua ialah Allah; dan kitabNya, kitab itu
jua yakni AI-Qur’an. Malah engkau telah melupakan yang fardu-fardu
tersebut, sehingga engkau tidak mengetahui apa-apa dari yang fardu-fardu
itu karena pengaruh anjuran dari orang-orang yang telah terpikat oleh
dunia, yang terbalik pandangannya, sehingga : yang baik dipandang buruk,
dan yang munkar dianggap balk.
Wahai orang-orang yang ingin petunjuk dan kebenaran, apakah tidak takut
kamu akan termasuk golongan orang yang merusak sesuatu dari
kewajiban-kewajiban tsb. hanya mementingkan salat, sunat dan puasa sunat
tetapi tidak menghiraukan kewajiban-kewajiban tawakkul dsb. Jika
dernikian, pekerjaanmu tidak ada apa-apanya, bahkan terkadang kamu akan
Riya dan sum’ah dipandang puji atau disangka sebagai ajakan kebaikan
kepada manusia, selanjutnya maksiyat akan dianggap ta’at, dan menyangka
bahwa ia banyak mendapat pahala, padahal bahagiannya hanya siksa.
jika demikian, maka kamu berada dalam kekefiran yang besar. dan
kekosongan fikiran (goflah) yang buruk.
Maka gurur dan Goflah adalah satu mushibah yang keji bagi yang beramal
tanpa ilmu.
Yang kena tertipu dari mereka ada beberapa macam, diantaranya : ialah
yang hanya mementingkan ilmu-lahir dan akal sampai mendalam sekali, tapi
melupakan Ilmu-Batin dan tidak memperhatikan dan meliharaan Batin.
Mereka merasa bangga dengan ilmu-lahir dan ilmu-akal itu karena
menyangka bahwa mereka sudah mendapatkan kedudukan dan pangkat disisi
Allah, dan menyangka pula bahwa mereka sudah sampai kepada ilmu yang
dapat membebaskan mereka dari siksa Allah, bahkan mereka, menyangka akan
dapat memberi syafaat, dan tidak akan dituntut dosanya.
Yang demikian itu tertipu oleh dirinya sendiri karena Jika mereka insyaf
tentu akan menyadari bahwa ilmu itu ada 2 macam
Ilmu Mu’amalah seperti, mengetahui mana yang halal dan mana yang haram,
mengetahui mana akhlak yang baik dan mana yang buruk dan mengetahui pula
cara-cara mengobati atau menjauhinya.
Mengetahui kesemuanya itu tidak akan ada harganya jika tidak disertai
maksud untuk dilaksanakandiamalkan.
Firman Allah :
Yang artinya
Dalam hal ini syetan membujuk supaya orang jangan terbujuk oleh ayat ini
dan berkata: Jangan engkau keliru, bahwa maksudmu itu ingin dekat kepada
Tuhan dan ingin dapat ganjaran, maka dengan ilmu, semua itu akan
tercapai. Ingatlah sabda Nabi dalam beberapa hadits yang menerangkan
dengan tegas bahwa keagungan seseorang yang berilmu itu sangat besar.C,
Jika keadaan orang itu lemah, kurang fikiran, gampang terbujuk, maka ia
akan membenarkan apa saja yang dikemukakan oleh syetan dan tenteramlah
hatinya dengan hanya mempunyai ilmu saja sehingga ia melupakan amal.
Demikianlah g u r u r itu.
Tapi orang yang cerdik dan waspada, ia akan menjawab bujukan syetan itu,
ia akan berkata sbb. : Wahai syetan, engkau hanya mengemukakan
hadits-hadits yang menerangkan keagungan berilmu saja dan tidak
mengingatkan kepadaku hadits yang menerangkan keburukan-keburukan orang
yang Alim yang tidak mengamalkan ilmunya, yang telah disamakan
derajatnya dengan anjing dan himar dan engkau tidak mengingatkan
kepadaku hadits yang berbunyi :
Artinya :
Mereka yang gurur itu hanya memperelok lahirnya saja tetapi melupakan
batin sedangkan sabda Nabi S.A.W. :
Artinya :
Bagian kedua yang tertipu oleh dirinya adalah golongan ahli ibadah dan
ahli beramal. Inipun banyak sekali ragamnya, diantaranya adalah golongan
yang hanya mementingkan fadilah dan sunnah saja, tetapi meremehkan
fardu, kadang-kadang mereka tenggelam sampai dalam sekali, mereka
mengejar fadilah dan sunnah itu, sampai timbul pertentangan yang
berlarut-larut, seperti ada orang yang waswas dalam berwudu. Mereka
sangat keterlaluan dan berhati-hati sekali dalam memakai air, ingin yang
sempurna sekalifadilah, sehingga tidak tenteram hatinya dalam
mempergunakan air yang telah ditetapkan sucinya olch fatwa Syara’, dan
menntakdirkan ihtimal-ihtimal dalam bentuk najis, yang jauh ditakdirkan
dekat. sehingga akhirnya ia bersusah payah mencari air dan terkadang
luput mengerjakan yang fard
Ada lagi golongan yang waswas dalam salat. Syetan tidak mcinbiarkan dia
untuk mendapatkan niat yang syah, malah terus mengacaukannya sampai ia
tidak dapat berjamaah atau sampai keluarhabis waktu salat. Dan bila
dapat melaksanakan niat, masih juga ia ragu-ragu dalam ‘hatinya, apakah
niatnya itu sah atau tidak.
Ada lagi sebagian, yang waswas dalam membacakan huruf-huruf Fatihah dan
bacaan-bacaan lainnya, hatinya selalu tertuju pada pengamatan dan
mengintai tasydid, perhatiannya khusus tertuju pada perbedaan bunyi
Perbedaan bunyi huruf Dho dengan dzo sehingga sampai lupa memperhatikan
dan menjaga syarat-syarat dan rukun lainnya apa lagi memikirkan maknanya
bacaan atau hikmah-hikmah dan asrornya shalat.
Inipun suatu kekeliruan (gurur) karena yang diperintahkan dalam bacaan
itu ialah bunyi-bunyi huruf sebagaimana yang dipakai dalam berbicara
bahasa Arab. tidak diberat-beratkan atau dilebih-lebihkan dari yang
sernestinya.
Bagian ketiga yang terkena gurur itu adalah golongan ahli Tasawuf. gurur
disini banyak pula macamnya, terutarna. ahli-ahli Tasawuf zaman
sekarang. Kecuali yang dipelihara olch Allah. Diantaranya ialah yang
mengaku bahwa dia telah merniliki ilmu ma’rifat dan telah dapat melihat
Tuhan dengan mata hati dan telah melalui beberapa tingkatan dan ahwal
dan lain istilah dalam ilmu tasawuf, mereka mengaku bahwa dirinya sudah
dekat kepada Allah, padahal mereka itu hanya tahu nama saja, yang dapat
mereka dengar dari lafadz-lafadz yang bisa menjadi keliru dan sesat.
.Mereka menyangaka bahwa yang demikian itu ilmu yang tertitnggi dari
ummat yang awal dan yang akhir, mereka memandang kepada ahli-ahli Fakih
dan ahli tafsir dan ahli-ahli hadits dan kepada golongan-golongan ulama,
dengan pandangan rendah dan menghina, terutama sekali terhadap orang
awam. Orang awam dalam pandangan mereka adalah seolah-olah binatang
ternak saja. Oleh karena gururnya itulah yang mengakibatkan orang awam,
yang menjadi petani telah meninggalkan sawahnya, mereka tidak mau lagi
menggarapnya: sementara penenun meninggalkan pula tenunannya. Mereka
hanya selalu mulazamahmenggauli sepanjang harinya, ahli-ahli tasauf
gadungan itu dan mendengarkan kalimat-kalimat yang diucapkannya saja,
yang tidak ada isinya samasekali, mengulang-ulangi kata-kata itu
seolah-olah mengucapkan wahyu dari langit, dan rahasia-rahasia yang
tersembunyi. dan meluncur lidahnya menghina ahli-ahli ibadah dan
ahli-ahli ilmu.
Terhadap ahli ibadah ia mengatakan bahwa yang mengerjakan ibadah-ibadah
itu, hanya membuat dirinya payah saja dan terhadap ahli ilmu mereka
mengatakan bahwa yang membicarakan soal ilmu-ilmu itu, mereka
terhijabtertutup dari Allah.
Selanjutnya mereka mengaku bahwa hanya merekalah yang sudah sampai
kepada Allah dan mendapatkan pangkat muqorrobin, padahal sebetulnya
mereka dalam pandangan Allah termasuk golongan pujjarlacut dan munafiq
dan dalam pandangan orang-orang yang mempunyai hati yang cerdik, mereka
itu termasuk golongan orang yang otaknya miring, dungu dan tertipu,
tidak mempunyai ilmu sama-sekali, dalam Tauhid, Fiqih dan tasauf yang
sebenarnya, mereka betul-betul tidak mempunyai didikan hati untuk
mujahadah, dan tidak melakukan amal untuk sampai kepada keridoan Allah,
dan hatinya melupakan zikir sehingga selalu menurutkan keinginan nafsu
dan syahwat dan menerima perkataan yang sia-sia. Betapa hebatnya gurur ini
Dan ada lagi golongan yang menghabiskan waktunya dalam
mujahadahberjuang mendidik akhIak dan membersihkan diri dari celaan,
akan tetapi terlalu mendalam, sehingga terus-terusan mereka mencari
ke’aiban diri dan mengkaji tipuan-tipuannya, sehingga menjadi pekerjaan
sehari-hari. Semua kelakuan, terlalu mendalam diteliti, ini ‘aib, itu
buruk, dstnya; orang yang menghabiskan umurnya hanya untuk meneliti yang
‘aib-‘aib saja, sama halnya dengan seorang yang hanya mengingat-ingat
dan menghitung-hitung saja bahaya-bahaya dalam menunaikan ibadah haji,
yang akhirnya ia tidak jadi naik haji.
Bagian ke4, yang terkena gurur itu, ialah golongan hartawan, golongan
yang banyak uang. Inipun banyak pula ragamnya, diantaranya ada
segolongan yang sangat gemar bersedekah kepada fakir dan miskin, tapi
dengan syarat diketahui oleh orang banyak.
Fakir miskin yang disukai olehnya ialah yang suka menceritakan kebaikan
memuji sihartawan. itu. Mereka tidak suka bersedekah dengan diam-diam.
Adapun bersedekah dihadapan orang lain dengan maksud untuk memberi
contoh dan mengetuk hati orang lain supaya gemar bersedekah, hal itu
baik. Dalam hal demikian yang menjadi soal ialah tujuan (niat) dalam
hatitujuan batin.
Ada lagi golongan yang sangat gemar membelanjakan hartanya untuk naik
haji, mereka sangat sering pulang-pergi naik haji beberapa kali, padahal
tetangganya banyak yang kelaparan. Oleh karenaya Ibnu Mas’ud telah
berkata : Nanti pada akhir zaman akan banyak orang pergi haji dengan
mudah sekali karena banyak rizkinya dari perdagangan dan lainnya. Akan
tetapi sekembalinya dari haji, mereka hampa dari ganjaran, tak mendapat
pahala, karena tetangga yang rapat dengan rumahnya yang mendapat
kesukaran dan kesusahan tidak diperdulikannya, bahkan ditanyapun tidak.
Duduknya hukum : menolong kesusahan tetangga yang dekat adalah wajib.
dan naik haji yang kedua kali dan seterusnya hukumnya sunnah.
Ada lagi golongan yang banyak uang, mereka sangat repot menjaga dan
menahan uangnya supaya tidak dibelanjakan karena sangat sayangnya kepada
uang itu.
Dalam peribadatan, mereka memilih hanya ibadah yang dapat dikerjakan
badan saja, tidak usah mengeluarkan uang, mereka repot mengerjakan
banyak puasa sunat pada siang hari dan salat sunat pada malam hari dan
sering-sering khatam membaca Al-Qur’an; akan tetapi mengeluarkan uang,
untuk jihad, atau membantu keperluan yang dibutuhkan agama seperti amal
jariah untuk mesjid atau madrasah atau rumah yatim dsbnya, mereka sangat
kikir. Mereka itu gurur, karena meninggalkan amal yang lebih penting dan
dibutuhkan.
Sebagian lagi gurur dari golongan orang awam, hartawan dan fakir, mereka
meng-itikadkan bahwa bila hadir pada mailis zikirilmu sudah mencukupi
kewajiban, mereka menjadikan hal ini sebagai adat kebiasaan yang tak
dapat dipisahkan dan menyangka bahwa dengan hanya mendengar
nasehat-nasehat saja, walaupun tidak mengamalkannya sudah tentu mendapat
pahala dari Allah S.W.T. Inipun satu kekeliman pula (gurur), karena
kebaikannya hadir pada majlis ilmu itu, dimaksudkan untuk membangkitkan
minatnya untuk beramal.
Adapun yang dimaksud dengan Ma’rifat ialah bahwa orang harus
0
mengenal 4 perkara
Mengenal dirinya 2. Mengenal Tuhannya 3. Mengenal dunia 4. Mengenal akhirat.
Arti mengenal diri ialah merasa bahwa ia seorang hamba Allah, yang
rendah dan butuh.
Arti mengenal Tuhannya yaitu ia tahu benar dan yakin bahwa hanya Allah
yang berhak dipertuhan, yang Agung dan yang Berkuasa.
Selanjutnya ia merasa pula bahwa didunia ini, ia sebagai pengembara yang
Sedang menuju ketempat kembalinya yaitu Akhirat, dan ia asing akan
syahwat kebinatangan.
Yang cocok dengan dirinya sebagai seorang manusia ialah mengenal
Tunannya, tapi tidak akan tergambar perasaan ini, bila ia tidak mengenal
dirinya dan tidak mengenal Tuhannya.
Oleh karena itu, hendaklah orang mencari pertolongan untuk sampai kesana
dengan keterangan-keterangan yang ada. dalam “Kitabul, Mahabbah dan
Syarh Ajaibul-qolb dan Kitab ttafakkur dan Syukur yang ada dalam Kitab,
1hya ‘Ulumuddin”. Disana banyak petunjuk-petunjuk tentang keadaan diri,
dan keagungan Allah, dan setiap orang dapat mengambil peringatan bagi
dirinya. Dan orang akan dapat mengenal dunia dan akhirat dengan
keterangan yang ada dalam Kifabuzammid dunya (celaan dunia) dan kitab
dzikril maut (ingat akan maut), juga dalam Ihya ‘Ulumuddin, agar jelas
bagi setiap orang perbedaan dunia dengan akhirat.
Bilamana orang telah mengenal dirinya & Tuhannya dan mengenal pula akan
dunia dan akhirat, tentu akan timbul dari hatinya cinta kepada Allah
buah dari ma’rifat kepadaNya. Dengan mengetahui akhirat, akan timbul
kegemarankangen akan (akhirat); dan dengan mengetahui dunia, tentu ia
tidak akan terpikat olehnya, dan setelah itu, maka yang dianggap paling
penting olehnya ialah semua yang dapat menyampaikan dia kepada keridoan
dan rahmat Allah dan yang bermanfaat untuk dia nanti diakhirat.
Jika yang demikian telah melekat dalam kalbunya, tentu akan menjadi baik
niatnya dalam segala urusan, niatnya dengan makan atau qodo hajat yaitu
untuk membantu kelancarannya menempuh jalan akhirat, jadi niyatnya itu
sah dan semua kekeliruan tertolak daripadanya, karena yang merusak
niyatnya itu ialah gurur yang tumbuh dari cenderung kepada dunia,
kemegahan dan harta.
Adapun yang dimaksud dengan ilmu ialah Ilmu untuk mengetahui cara-canya
menempuh jalan kepada keridoan Allah, dan yang dapat mendekatkan orang
kepada-Nya, dan apa-apa yang menjauhkan dia dari ..Allah S.W.T. Dan
mengetahui pula musibah-musibah, pendakian-pendakian dan bahaya-bahaya
dalam perjalanan itu, kesemuanya itu banyak diterangkan dalam kitab ini.
Selanjutnya, setelah keterangan-keterangan mengenai goflah dan gurur,
maka ketahuilah pula mengenai amal-amal lahir seperti salat, puasa
dsb.nya, itu semua ada hubungannya dengan amal batin yang akan
memperbaiki atau merusak amal lahir, seperti : ikhlas; ikhlas dapat
menjadikan baik amal lahir.
Amal batin yang merusak amal lahir, ialah seperti r i y a, ujub,
dzikrulminnah dan sebagainya; kesemuanya ini akan diterangkan nanti pada
babnya masing-masing.
Siapa yang tidak mengetahui amal batin dan tidak mengetahui akan
pengaruhnya terhadap ibadah lahir dan tidak tahu -pula cara-caranya agar
jangan ada, akibatnya sedikit sekali yang selamat daripadanya dan mereka
luputkehilangan pahala taat lahir dan batin, dan yang ada pada tangan
mereka hanya kecelakaan dan kepayahan, dan yang demikian itu suatu
kerugian yang nyata.
Oleh karenanya, Rasulullah SAW. telah bersabda mengenai ilmu
Artinya :
“Bahwasanya tidur dalain keadaan berilmu, lebih baik daripada salat
dalam keadaan bodoh”.
Karena yang beramal tanpa ilmu, lebih banyak rusaknya daripada benarnya,
dan sabda Rasulullah S.A.W. tentang ilmu :
ta’at kepada Allah Rabbul ‘Alamin, demikian pula halnya pandangan dari
orang-orang yang berpengetahuan dan pandangan ahli-ahli yang
C,
mendapat bimbingan dan taufik.
Jika kamu telah mengetahui kesemuanya ini (bahwa ta’at itu tidak akan
berhasil dan tidak akan selamat jika tanpa ilmu) maka dalam ibadah, kamu
mesti mendahulukan ilmu.
Adapun hal yang kedua, yang mewajibkan agar ilmu didahulukan ialah
karena ilmu bermanfaat itu menimbulkan takut dan haibat kepada Allah S.W.T.
Firman Allah S.W.T. :
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari golongan hambaNya, ialah
yang berilmu”.
Dan tandanya ilmu menimbulkan takut kepada Allah ialah bahwa orang yang
tidak mengenal Allah S.W.T. dengan sebenar-benar, ma’rifat, pasti ia
tidak bisa takut sebenar-benarnya dan tidak pula bisa mengagungkan Allah
dengan sebenar-benarnya, demikian pula menghormat-Nya.
Maka dengan ilmu jua, barulah orang itu bisa ma’rifat kepada Allah serta
meng-agungkan-Nya.
Jadi ilmu itu membuahkan taat dan dapat menghalangi maksiyat dengan
taufiq Allah S.W.T. Dan tidak ada lagi yang harus dituju dalam ibadah
kepada Allah, selain dari menurut perintah dan menjauhi larangan-Nya.
C,
Oleh karena itu wajib bagimu, wahai orang yang menuntut akhirat, untuk
menghasilkan ilmu dahulu sebelum segala sesuatunya.
Semoga Allah memberikan petunjuk, karena Allah itu Pemberi taufiq dengan
karunia dan rahmat-Nya.
Mungkin engkau akan berkata : oleh karena telah ada hadits Nabi S.A.W.
mengatakan
I
Artinya :
“Menuntut ilmu itu fardu bagi tiap-tiap orang Islam”; dan ilmu-ilmu apa
yang difardukan, dan sampai dimana batas yang harus dicapai dalam urusan
ibadah ?.
Ketahuilah bahwa ilmu yang fardu bagi setiap makhluk itu ada 3
Pertama : Ilmu Tauhid, yakni ilmu ma’rifat kepada Allah.
Kedua : Ilmu Tasawuf, yakni ilmu yang ada hubungannya dengan urusandan
pekerjaan hati, seperti ikhlas dan tawakkal dsbnya.
Ketiga: Ilmu Syara; halal dan haram yaitu rubu’ ibadah, Muamalat,
Munakahat, Jinayat.
Berkata Ibnul Qojim dalam Kitab Y>
bahwa ilmu yang Fardu ‘ain yang tidak boleh tidak, harus diketahui oleh
setiap Muslim itu ada beberapa macam
Pertama : Ilmu pokok Iman yang lima, ialah :
Iman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada Kitab-kitabNya, kepada
Rasul-Nya dan kepada Hari Kemudian.
Orang yang tidak beriman kepada yang lima ini, ia tidak termasuk pada
suku Iman dan tidak berhak mendapat nama “Mu’- min”.
Firman Allah S.W.T. :
“Kebajikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah S.W.T. dan hari
akhir, dan Malaikat, dan Kitab dan Nabi-nabi.
Dan firman-Nya pula :
“Dan siapa-siapa yang kufur kepada Allah dan Malaikat-Nya dan
Kita-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya dan kepada Hari Akhir, maka ia telah
sesat sejauh-jauhnya sesat”
Maka iman terhadap semua pokok-pokok ini, merupakan buah untuk mengenal
dan mengetahuiNya.
Kedua Ilmu Hukum Islam yang harus diketahui, ialah apa-apa yang perlu
bagi setiap orang seperti ilmu wudu, salat, puasa, haji, zakat dan
masalah-masalahnya, syarat-syaratnya dan pembataIan-pembatalannya.
Ketiga Ilmu untuk mengetahuipengharaman dari yang lima; yang telah
mengetahui seluruh Rasul dan Syari’at-syariat dan kitab Ketuhanan, ialah
yang tersebut dalam Firman Allah :