Anda di halaman 1dari 24

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL

: PENDAHULULAN KITAB MINHAJUL


ABIDIN

PENYUSUN

: Deden Zaenudin Mutaqin

Telah disetujui dan disahkan sebagai Makalah Pendahuluan Kitab


Minhajul Abidin Karya Imam Al-Ghojali
Bandung, 2016
Menyetujui,
Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama
Nanjung Mekar

Ustadz Zafar Shidiq

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

RISALAH MINHAJUL ABIDIN


KARYA IMAM AL-GHOJALI
Deden Zaenudin Mutaqin

PENDAHULUAN
Syaikh Al-Faqih As-Shalih Az-Zahid Abdul Malik bin Abdullah
semoga Allah mengampuni beliau- berkata : guruku yang mulia AlImam Az-Zahid As-Said Al-Muwaffiq Hujjatul Islam Zainuddin,
sebaik-baik umat, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad Al-Ghozali At-Thusiy semoga Allah membersihkan
ruhnya dan mengangkat derajatnya di surga- telah mengarang kitab
ringkasan ini padaku. Kitab ini merupakan kitab terakhir yang dikarang
beliau. Tidak ada yang minta untuk mempelajari/membacakan kitab
tersebut dari beliau kecuali para sahabatnya yang khusus.
Segala Puji bagi Allah Yang Maha Merajai, Yang Maha
Bijaksana, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Mulia, Yang Maha
Perkasa lagi Maha Penyayang. Yang menciptakan manusia dalam
bentuk yang paling bagus, yang menciptakan langit dan bumi dengan
kuasa-Nya, yang mengatur semua perkara di dunia dan akhirat dengan
kebijaksanaan-Nya. Allah tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah kepada-Nya. Maka jalan (untuk taat dan
berkhidmah) kepada Allah terlihat jelas bagi orang-orang yang
RISALAH MINHAJUL ABIDIN

menginginkannya. Dan dalil tentang ke-Esa-an Allah begitu tampak


bagi orang-orang yang melihat Allah dengan hati mereka. Tetapi Allah
mampu menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan (mampu)
memberikan petunjuk kepada yang dikehendaki-Nya. Allah Maha
Mengetahui terhadap orang-orang yang (pantas) mendapatkan petunjuk.
Sholawat semoga senantiasa terhaturkan kepada Nabi Muhammad,
pemimpin para rasul, serta kepada keluarganya, yang merupakan orangorang baik, bagus nan bersih. Dan semoga Allah memberikan salam dan
mengagungkan mereka sampai hari kiamat.
Ketahuilah

wahai

saudara-saudaraku

semoga

Allah

membahagiakan kalian dan aku dengan ridho-Nya Sesungguhnya


ibadah adalah buahnya ilmu, faidah/kegunaan dari umur, penghasil
hamba-hamba yang kuat, hartanya para wali, jalannya orang-orang yang
taqwa, bagiannya orang-orang yang mulia, tujuannya orang-orang yang
memiliki semangat, tanda-tanda bagi orang-orang yang mulia,
pekerjaan orang-orang yang berani berkata jujur, dan pilihannya orangorang yang mempunyai mata hati. Ibadah juga merupakan jalan
kebahagiaan menuju surga.
Allah berfirman :Dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah
Aku. (QS. Al-Anbiya : 92) Dan Allah berfirman : Sesungguhnya ini
(kenikmatan surga) adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah
disyukuri (diberi balasan). (QS. Al-Insan : 22)

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

Kemudian sesungguhnya kami merenungkan tentang ibadah dan


memikirkan jalan ibadah, dari awal hingga tujuan akhir dari ibadah
yang mana merupakan cita-cita bagi orang yang menitinya. Maka (kami
mendapati bahwa) ibadah merupakan jalan yang sulit nan rumit,
memiliki tahapan yang banyak, sangat berat, jauh perjalanannya, besar
cobaannya, banyak rintangan dan halangan, terkepung dengan
peperangan dan pertikaian, banyak musuh dan pembegal, sedikit kawan
dan pengikut. Keadaan ini adalah keniscayaan yang harus ada, karena
ibadah merupakan jalan (menuju) surga.
Maka hal ini membenarkan apa yang telah diucapkan oleh
Rasulullah SAW : Ingatlah, sesungguhnya surga itu dikepung dengan
hal-hal yang dibenci. Sedangkan neraka dikepung dengan berbagai
kesenangan hawa nafsu. Dan Rasulullah (juga) bersabda : Ingatlah,
sesungguhnya (jalan menuju) surga itu berat (bagaikan tanah yang
terjal) di sebuah bukit. Dan sesungguhnya neraka itu mudah (bagaikan
tanah rata) di dataran rendah.
Di sisi lain, seorang hamba adalah makhluk yang lemah, zaman
(semakin) sulit, urusan agama semakin berkurang, kesempatan/waktu
luang sedikit, kesibukan banyak, umur pendek, dalam perbuatan
terdapat kecerobohan, malaikat pengintai selalu melihat, kematian
begitu dekat, perjalanan (menuju akhirat) jauh. Ketaatan adalah bekal
yang harus ada, jika terlewatkan tidak bisa kembali lagi. Maka barang

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

siapa yang memperoleh ketaatan, sungguh ia beruntung dan bahagia


selama-lamanya. Dan barang siapa yang kehilangan/terlewatkan
ketaatan, maka ia merugi bersama golongan orang-orang yang rugi, ia
rusak bersama orang-orang yang rusak. Sehingga demi Allah, perkara
ini merupakan perkara yang sulit dan kekhawatiran yang besar.
Oleh karena itu, jarang dan sedikit orang yang menghendaki
jalan (ibadah) ini. Diantara sekian orang yang menghendakinya, sedikit
orang yang menitinya/menempuhnya. Dan diantara sekian orang yang
menitinya, jarang orang yang sampai pada tujuan dan memperoleh apa
yang ia cari. Mereka (yang sampai pada tujuan) ialah orang-orang mulia
yang dipilih oleh Allah untuk mengenal dan mencintai-Nya, yang diberi
petunjuk pada kebenaran dengan taufiq/pertolongan dan penjagaan
Allah, kemudian Allah mengantarkan mereka pada ridlo dan surga-Nya.
Maka kita memohon kepada Allah -yang agung dzikir-Nya- agar Allah
menjadikan kita dalam golongan mereka, orang-orang yang berhasil
dengan rahmat-Nya.
Memang benar, dan ketika kami dapati jalan (ibadah) ini dengan
sifatnya, kami berpikir dan terus berpikir dengan sungguh-sungguh
mengenai tata cara menaklukkan jalan tersebut dan perkara yang
dibutuhkan oleh seorang hamba; meliputi biaya, persiapan, alat, dan
siasat dari ilmu dan perbuatan. Barangkali ia bisa menaklukkannya
dalam keadaan selamat dengan bagusnya pertolongan Allah, dan tidak

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

berhenti pada tahapan-tahapan yang merusak sehingga ia rusak bersama


orang-orang yang rusak, semoga Allah melindungi.
Maka kami mengarang kitab-kitab yang menjelaskan tentang
cara untuk menaklukkan dan menempuh jalan ini, seperti kitab Ihya
Ulumiddin, Al-Qurbah Ilallah, dan lain sebagainya yang memuat ilmuilmu yang rumit dan sulit untuk dipaham oleh orang-orang umum
sehingga mereka mencela dan mereka malah tenggelam dalam obrolan
yang tidak mereka ketahui. Tidak ada kalam/pembicaraan yang paling
fasih/bagus dari kalam Allah Tuhan semesta alam. Sedangkan mereka
berkata, Sesungguhnya Al-Quran itu (hanya) cerita-cerita orang-orang
terdahulu. Tidakkah kau mendengar perkataan Zainal Abidin Ali bin
Husain bin Ali bin Abi Tholib semoga Allah meridloi mereka- :
Sesungguhnya aku menyembunyikan mutiara-mutiara dari ilmuku,
agar orang-orang bodoh tidak melihatnya karena bisa menimbulkan
fitnah Hal itu dahulu pernah dilakukan ayah Hasan dan Husain, Ali
berwasiat kepada Hasan dan Husain Begitu banyak mutiara ilmu,
seandainya aku memperlihatkannya, pasti akan dikatakan bahwa aku
penyembah berhala Bahkan pembesar kaum muslimin menghalalkan
darahku,

mereka

menganggap,

sejelek-jelek

perbuatan

mereka

(membunuhku) adalah sebuah tindakan yang baik


Keadaan ini menuntut orang-orang beragama yang merupakan
makhluk Allah yang paling mulia untuk melihat pada seluruh makhluk-

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

Nya dengan penglihatan kasih sayang dan meninggalkan perdebatan.


Lalu aku berdoa sepenuh hati pada Dzat yang segala makhluk dan
urusan ada di genggaman-Nya agar menolongku dalam mengarang
kitab yang telah disepakati dan bisa memberikan manfaat. Maka doaku
dikabulkan oleh Dzat yang mengabulkan doa orang yang terdesak
apabila berdoa. Dan dengan karunia-Nya, Allah menunjukkan
kepadaku rahasia-rahasia karangan itu, serta Allah memberikanku ilham
berupa susunan yang mengagumkan dalam kitab tersebut yang belum
pernah aku sebutkan dalam karangan-karangan yang terdahulu tentang
rahasia-rahasia pengamalan agama. Kitab tersebut adalah kitab yang
aku sifati sendiri, lalu aku berkata : Sesungguhnya hal yang pertama
kali mengingatkan seorang hamba untuk beribadah dan menyepi guna
menempuh jalan ibadah adalah getaran dari langit yang berasal dari
Allah dan pertolongan khusus dari-Nya. Kondisi inilah yang dimaksud
dengan firman Allah : Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh
Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam, lalu ia mendapatkan
cahaya dari Tuhannya, (sama dengan orang yang membatu hatinya)?.
Dan ayat tersebut telah diisyaratkan oleh Nabi Muhammad SAW, lalu
beliau bersabda : Sesungguhnya apabila cahaya telah masuk ke dalam
hati, maka hati menjadi luas dan lapang. Kemudian dikatakan, Wahai
Rasulullah, apakah hal tersebut memiliki tanda-tanda yang bisa
diketahui?. Nabi menjawab : Menjauh dari negeri tipuan (dunia),
kembali pada negeri keabadian (akhirat), dan mempersiapkan diri untuk
RISALAH MINHAJUL ABIDIN

menghadapi kematian sebelum ajal menjemput. Dan apabila terbesit


dalam hati seorang hamba sebelum dia beribadah, Sesungguhnya aku
menemukan diriku ini makhluk yang diberikan kenikmatan dengan
bermacam-macam kenikmatan, seperti hidup, kemampuan, akal,
berbicara, kenikmatan-kenikmatan lain, dan kelezatan-kelezatan, serta
hal-hal yang bisa menjauhkanku dari berbagai bahaya dan bencana. Dan
sesungguhnya di balik semua kenikmatan ini ada Dzat yang
memberikan kenikmatan, yang menuntutku untuk mensyukuri dan
menaati-Nya. Lalu apabila aku lupa untuk bersyukur dan taat, maka Dia
menghilangkan kenikmatan itu dariku dan memberikanku adzab dan
siksa-Nya. Dia telah mengutus Rasul untukku, yang diberi kekuatan
berupa mujizat yang di luar kebiasaan dan keluar dari kemampuan
manusia. Dan Rasul itu memberitahuku bahwa aku mempunyai Tuhan
yang agung dzikirnya, yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha
Hidup, Maha Berkehendak, Maha Berfirman, yang memerintah dan
melarang, yang mampu menyiksa jika aku mendurhakai-Nya dan
memberikanku pahala jika aku menaatinya, yang mengetahui rahasiarahasiaku dan apa yang bergejolak dalam fikiranku, yang telah berjanji
dan mengancam, yang memerintahkan dengan pelaksanaan undangundang syariat, maka dalam hatinya berkata bahwa hal itu mungkin
terjadi, karena secara langsung dalam (pemikiran) akal tidak ada
kemustahilan akan terjadinya hal tersebut.

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

Kemudian ia merasa takut atas dirinya. Maka inilah getaran


menakutkan yang mengingatkan hamba, yang menetapkan hujjah/dalil
baginya, yang menolak segala alasan, dan menggerakkannya untuk
berpikir dan mencari dalil. Lalu dia bergerak, gelisah, dan memikirkan
jalan (menuju) keselamatan dan keamanan dari apa yang ada terjadi di
hatinya atau yang ia di dengar dengan telinganya, maka ia tidak
menemukan jalan keluar selain merenungkan dengan hatinya tentang
dalil/bukti dan menjadikan makhluk Allah sebagai bukti adanya Sang
Pencipta, agar ia memperoleh ilmul yaqin (ilmu keyakinan) dengan hal
yang ghaib, dan (agar) ia tahu bahwa sesungguhnya ia punya Tuhan
yang menaklifnya/membebaninya, memerintahnya, dan melarangnya.
Semua ini adalah tahapan pertama yang dihadapinya dalam menempuh
jalan ibadah, yaitu tahapan ilmu dan marifat (aqobatul ilmi wal
marifat) agar ia mengetahui perkara (tahapan) tersebut sehingga ia
dapat menaklukkannya dengan pemikiran yang bagus dan perenungan
yang sempurna tentang dalil/bukti, serta dengan cara bertanya pada
ulama akhirat, (yang menjadi) petunjuk jalan menuju Allah, lentera
umat, pemimpin imam-imam, dan (dengan cara) mengambil manfaat
dari mereka, serta meminta petunjuk doa yang baik dari mereka agar
mendapatkan pertolongan dan bantuan untuk menaklukkan tahapan itu
dengan (perantara) taufiq Allah. Maka ia memperoleh ilmul yaqin
terhadap hal ghaib, yaitu bahwa ia memiliki Tuhan yang Esa yang tiada
sekutu baginya. Dia-lah Tuhan yang menciptakannya dan memberikan
RISALAH MINHAJUL ABIDIN

nikmat kepadanya dengan seluruh nikmat ini. Dan sesungguhnya Allah


memaksanya untuk bersyukur, memerintahkan ia agar taat kepada-Nya
secara dhohir dan bathin. Allah memperingatkannya (agar waspada)
terhadap kekufuran dan berbagai kemaksiatan. Allah memberikan
pahala yang abadi (surga) baginya jika ia menaati-Nya dan memberikan
siksaan yang abadi (neraka) jika ia mendurhakai-Nya dan berpaling
dari-Nya. Tatkala ia telah memperoleh ilmul yaqin, marifat dan
keyakinan terhadap perkara ghaib tersebut mendorongnya untuk
bersiap-siap melakukan ketaatan dan fokus beribadah kepada Dzat yang
memberikan kenikmatan, yang ia cari lalu ia temukan, yang ia kenal
setelah ia tak mengenalnya. Namun ia tidak tahu bagaimana ia harus
beribadah dan apa yang harus ia lakukan untuk taat kepada-Nya secara
dhohir dan bathin. Dan setelah ketakutan terhadap marifat (mengenal
Allah) ini, ia berusaha dan bersungguh-sungguh. Sehingga ia
mempelajari apa yang menjadi keharusan baginya, meliputi kefardluankefardluan syariat secara dhohir dan bathin.
Setelah ia menyempurnakan (tahapan) ilmu dan marifat dengan
kewajiban-kewajiban syariat, ia tergugah untuk beribadah dan
menyibukkan diri dengan ibadah. Kemudian ia berfikir, maka ia dapati
dirinya berlumuran dosa. Keadaan ini dialami oleh banyak manusia.
Lalu ia berkata, Bagaimana aku fokus beribadah, sedangkan aku
adalah orang yang sering maksiat dan berlumuran kemaksiatan. Maka
wajib bagiku untuk bertaubat dulu pada-Nya agar Dia mengampuni
RISALAH MINHAJUL ABIDIN

10

dosa-dosaku, menyelamatkanku dari belenggu kemaksiatan, dan


mensucikanku dari kotoran-kotoran kemaksiatan. Sehingga aku pantas
untuk taat/ibadah dan mendekat kepada Allah. Lalu ia dihadapkan
dengan tahapan taubat (aqobatut taubah). Maka sudah menjadi
keharusan baginya untuk melewati tahapan ini supaya ia sampai pada
tujuan dari taubat. Setelah itu, ia harus mengambil keputusan untuk
bertaubat beserta melaksanakan hak-hak dan syarat dari taubat itu
sendiri hingga ia dapat melewati tahapan ini.
Ketika ia telah berhasil melakukan taubat dengan benar dan ia
telah selesai dari tahapan ini, ia bertekad memusatkan diri untuk
beribadah. Kemudian ia berfikir, karena ternyata di sekelilingnya
terdapat rintangan-rintangan yang dapat memalingkannya, yang mana
setiap rintangan itu dapat memalingkannya dari tujuan ibadah dengan
berbagai macam tipudaya rintangan itu. Setelah ia cermati, ternyata
rintangan-rintangan itu ada 4 macam :
1. Dunia
2. Makhluk
3. Setan
4. Nafsu
Kemudian ini pun menjadi keharusan baginya untuk menolak
dan menangkis keempat rintangan tersebut. Jika tidak, maka ia tidak
bisa sampai pada tujuan ibadah.
RISALAH MINHAJUL ABIDIN

11

Dari sini, sampailah ia pada tahapan penghalang (aqobatul


awaaiq). Untuk dapat melewatinya ia membutuhkan 4 perkara juga,
yaitu :
1. Membebaskan diri dari dunia
2. Menyepi dari makhluk
3. Memerangi setan
4. Mengendalikan hawa nafsu
Mengendalikan hawa nafsu merupakan perjuangan yang paling
berat karena manusia tidak mungkin melepaskan diri dari nafsu
tersebut, juga tidak mudah untuk mengendalikan nafsu dengan sekali
usaha dan nafsu tidak bisa ditumpas layaknya setan. Karena nafsu juga
merupakan kendaraan dan alat bagi manusia, namun ia juga tidak boleh
menuruti keinginan hawa nafsu untuk meraih tujuan ibadah. Karena
wataknya yag selalu melawan kebaikan, seperti bermain-main dan
selalu ingin dituruti kemauannya. Dengan demikian, maka seseorang
perlu menyetirnya dengan kendali taqwa agar nafsu tetap ada, tapi tidak
mampu membuat dan menuntun kepada suatu hal. Apabila begini, nafsu
tidak akan mampu bergejolak lagi. Oleh sebab itu, ia dapat
menggunakan nafsu untuk melakukan kebaikan-kebaikan dan meraih
petunjuk-petunjuk. Bahkan dapat mencegah dari kebinasaan dan
kekacauan. Pada saat ia ingin melewati tahapan ini, haruslah melakukan

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

12

hal-hal di atas dan meminta pertolongan kepada Allah yang agung


dalam penyebutan namanya.
Ketika seseorang telah melaluinya dan kembali pada tujuan
ibadah, ternyata muncul rintangan-rintangan lagi yang mengganggunya
agar hilang kefokusannya dari tujuan ibadah dan mencegahnya untuk
total dalam melaksanakan tujuan ibadah sebagaimana mestinya. Setelah
dicermati, ternyata rintangan itu ada 4 :
1. Rizqi, nafsu selalu menuntut rizqi. Ia (nafsu) berkata, Rizqi dan
kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang harus aku penuhi,
sementara kamu telah melepaskan diri dari dunia dan
mengasingkan diri dari makhluk. Maka, dari manakah
datangnya kebutuhan pokok dan rizqiku?
2. Gerak hati, terhadap segala sesuatu yang ditakutinya, harapan,
keinginan dan kebenciannya. Sementara ia tidak tahu akan baik
dan rusaknya hal tersebut, karena akibat dari perkara itu tidaklah
jelas. Kemudian hatinya menjadi penuh dengan persoalan
karena bisa jadi ia akan terjatuh dalam kehancuran dan
kebinasaan.
3. Berbagai macam kesulitan dan musibah menderanya dari
berbagai arah. Terlebih ia telah mengambil sikap berbeda
dengan makhluk, memerangi setan dan melawan hawa nafsu.
Betapa banyak deraan melukainya, begitu banyak kesulitan yang

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

13

dihadapinya, begitu banyak kesedihan yang mengganggunya


dan begitu banyak cobaan yang dialaminya.
4. Ketetapan-ketetapan Allah SWT, baik yang manis ataupun pahit
silih berganti mengenai dirinya dari waktu ke waktu. Padahal
nafsu selalu mendorong pada kebencian dan melancarkan fitnah.
Dari sini, ia menghadapi tahapan empat godaan (aqobatul
awaridl al-arbaah). Untuk menaklukkan tahapan ini, seseorang
memerlukan 4 perkara :
1. Tawakkal kepada Allah SWT dalam persoalan rizqi.
2. Pasrah kepada Allah Jalla Wa Azza bila muncul gerak hati.
3. Bersabar saat menghadapi berbagai macam kesulitan.
4. Ridlo dengan ketetapan Allah. Maka ia melewati tahapan ini
dengan izin dan kekuatan (pertolongan) Allah.
Setelah selesai dalam tahapan ini dan kembali pada tujuan
ibadah, ternyata ia dapati keinginannya mengendor, lemah, malas, tidak
bergairah dan tidak terbangun untuk melakukan kebaikan sebagaimana
mestinya. Nafsu selalu mendorongnya untuk lalai, berhenti melakukan
aktifitas,

bersantai-santai,

bahkan

justru

mendorongnya

pada

keburukan, sikap berlebih-lebihan dan bertindak bodoh. Oleh sebab itu,


ia membutuhkan motivator yang mendorongnya melakukan kebaikan,
ketaatan dan sesuatu yang menjadikannya bersemangat yang mampu

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

14

mencegahnya dari melakukan kejelekan dan kemaksiatan, serta sesuatu


yang dapat melemahkan keduanya. Motivator itu adalah :
1. Ar-Roja (mengharap kenikmatan dari Allah)
2. Al-Khouf (takut terhadap adzab Allah) Roja adalah harapan
terhadap agungnya pahala dari Allah SWT dan keindahan janjijanjinya yang berupa berbagai macam kemuliaan.
Mengingat akan hal tersebut merupakan motivator yang
mendorongnya untuk taat, menggerakkannya, serta membangkitkan
semangatnya. Sedangkan khauf adalah takut terhadap pedihnya siksaan
Allah serta takut terhadap ancamannya, yang berupa berbagai macam
siksaan dan kehinaan yang amat memilukan. Hal ini merupakan pemicu
semangat untuk menjauhkan diri dari kemaksiatan dan hal-hal yang
dilarang. Inilah yang dinamakan dengan tahapan motivator (aqobatul
bawaits). Inilah tahapan berikutnya yang dihadapi oleh seseorang yang
tengah menempuh jalan ibadah. Ia pun harus bisa melewatinya dengan
dua perkara tersebut (roja&khouf) dan dengan memohon taufiq serta
pertolongan dari Allah SWT.
Ketika ia dapat melewati tahapan ini, lalu kembali fokus
terhadap

pelaksanaan

ibadah,

ia

tidak

melihat

sesuatu

yang

memalingkannya dan yang dapat mengganggunya. Akan tetapi, justru


telah mendapatkan motivator pendorong semangat dalam beribadah. Ia
menjadi dapat menunaikan ibadah dengan penuh kerinduan dan
RISALAH MINHAJUL ABIDIN

15

kecintaan secara terus-menerus. Namun ternyata muncul dalam ibadah


agung ini dua buah bencana besar, yaitu :
1. Riya (sifat pamer).
2. Ujub (sifat membanggakan diri).
Terkadang muncul riya terhadap manusia dalam ketaatannya,
sehingga rusaklah ketaatan itu. Sementara di lain waktu ketika ia dapat
menepis unsur riya dan dapat mengecam hawa nafsunya, muncullah
perasaan ujub dalam hatinya yang mampu membuat rusak dan
menghancurkan ibadahnya. Inilah tahapan berikutnya, yaitu tahapan
pencemar ibadah (aqobah al-qowadih). Seseorang mesti melaluinya
dengan jalan keikhlasan, mengenang anugrah dan lainnya agar kebaikan
yang ia lakukan tidak tercemar. Untuk melewati tahapan ini pula,
dengan

izin

Allah

SWT,

dengan

cara

penuh

kesungguhan,

kewaspadaan, dan kesadaran berkat kebaikan penjagaan Allah Yang


Perkasa, serta bertaqwa kepada-Nya.
Ketika ia dapat menyelesaikan tahapan ini, maka ia dapat
beribadah dengan semestinya dan terbebas dari berbagai bahaya. Akan
tetapi, ketika ia melakukan perenungan, ia menjadi tahu bahwa ternyata
ia tenggelam dalam lautan anugrah Allah dan kekuasaan-Nya seperti
banyaknya nikmat Allah padanya yang berupa selalu mendapatkan
taufiq, penjagaan, berbagai macam ketaqwaan, pemeliharaan dan
kemuliaan. Sehingga membuatnya takut bila ia lalai dalam bersyukur
RISALAH MINHAJUL ABIDIN

16

yang menyebabkan ia tersungkur dalam kekufuran dan membuatnya


terjatuh dari derajat yang tinggi itu, yaitu derajat pengabdian orangorang yang ikhlas kepada Allah azza wa jalla. Ia pun takut akan
hilangnya nikmat-nikmat yang mulia berupa berbagai macam
kelembutan-kelembutan Allah SWT dan kebaikan pandangan Allah
kepadanya. Dari sini, ia menghadapi tahapan puji dan syukur (aqobah
al-hamdi wa al-syukri). Maka ia harus melalui tahapan ini melalui
banyak-banyak memuji dan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat
yang diberikan kepadanya.
Ketika ia dapat menyelesaikan dan melalui tahapan ini, tiba-tiba
ia telah berada pada puncak tujuan yang dicita-citakannya. Hanya
tinggal sedikit lagi ia sampai pada kemudahan menggapai anugrah
besar, padang kerinduan dan lautan kecintaan. Kemudian sampailah ia
pada taman keridhaan dan kebun ketentraman, derajat kedekatan, majlis
munajat, serta memperoleh mahkota dan berbagai macam kemuliaan. Ia
merasa nyaman dalam kondisi ini. Ia dapat melalui hari-hari dan sisa
usianya dengan bergaul dengan seseorang di dunia, tetapi hatinya di
akhirat. Sehingga ia merasa jemu terhadap semua makhluk dan
memandang kotor dunia. Ia ingin segera mati meyempurnakan
kerinduan di suatu tempat yang tinggi di sisi Allah (mala' al-alaa).
Tiba-tiba tanpa ia sadari, ruhnya telah bersama utusan-utusan Allah
yang memberikan kesenangan, kegembiraan dan keridhaan dari sisiNya dengan penuh keridhaan tanpa sedikit pun mendapat kemurkaanRISALAH MINHAJUL ABIDIN

17

Nya. Lalu para utusan itu memindahkannya dalam kondisi jiwa yang
bagus, penuh kegembiraan dan ketentraman dari dunia fana yang penuh
dengan fitnah menuju kehadirat Ilahi dan menetap di taman surga. Ia
pun melihat dirinya yang lemah memperoleh anugrah kenikmatan yang
kekal, singgasana kerajaan yang besar dan mengagumkan. Disana ia
mendapatkan dari Tuhannya yang Maha Penyayang, yang Maha
Memberi dan Maha Mulia berupa kasih sayang, kelembutan, dianugrahi
kenikmatan-kenikmatan dan kemuliaan yang tidak bisa digambarkan
oleh siapa pun. Setiap hari itu semua terus bertambah untuk selamalamanya. Betapa besar keberuntungannya, alangkah tinggi kerajaan
yang diraih seorang hamba yang beruntung, seorang yang berbahagia,
keadaan yang terpuji dan tempat kembali yang sempurna.
Kita memohon kepada Allah yang Maha Baik serta Maha
Penyayang agar berkenan memberikan anugrah dan nikmat yang besar
kepada kita. Dan itu semua bagi Allah sangatlah mudah. Dan semoga
Allah tidak menjadikan kita termasuk orang-orang yang tidak
mendapatkan bagian, serta semoga kita tidak termasuk orang yang
mendengar, mengetahui, dan berharap dengan tanpa mendapatkan
manfaat. Dan semoga Allah tidak menjadikan ilmu yang kita pelajari
sebagai hujjah yang mengalahkan kita kelak di hari kiamat. Semoga
Allah memberikan pertolongan untuk mengamalkan hal tersebut
sebagaimana yang disukai dan diridloi-Nya.

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

18

Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Penyayang di


antara para penyayang dan Maha Mulia di antara yang mulia. Semoga
sholawat dan salam kemuliaan senantiasa dianugerahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga beliau.
Demikianlah urutan kronologi dalam beribadah yang telah
diilhamkan Allah kepadaku. Maka sekarang ketahuilah -dengan
memohon pertolongan dari Allah SWT- bahwa secara garis besar ada 7
tahapan, yaitu :
1. Tahap ilmu
2. Tahap taubat
3. Tahap penghalang
4. Tahap godaan
5. Tahap motivator
6. Tahap pencemaran
7. Tahap puji dan syukur
Dengan membahas 7 tahapan di atas secara sempurna, maka
selesailah kitab Minhajul Abidin Ilal Jannah. Kini kami mengikuti
tahapan-tahapan itu dalam memberikan penjelasan lafadz untuk
memberikan penjelasan yang dimaksud. Masing-masing tahapan akan
kami kupas dalam bab tersendiri, insya Allah. Allah SWT, Dia-lah yang
menganugerahkan taufiq dan memberikan anugerah-Nya. Tiada daya

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

19

dan kekuatan melainkan atas pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi
Maha Agung.

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

20

Tahapan Ilmu
Wahai orang-orang yang ingin selamat dari pancabahaya dan
yang ingin beribadah yang benar kepada Tuhan-Mu -Semoga Allah
melimpahkan Taufik kepadamu dengan ilmu yang anda bekali- sebab
ilmu merupakan pangkal dari segala perbuatan.
Ketauhilah olehmu, ilmu dan ibadah merupakan 2 mutiara,
karena pada dasarnya apa yang anda lihat, yang anda dengar, yang anda
pelajari dan yang anda pikir dari ahli pemikir adalah berasal dari ilmu
dan ibadah. Juga, karena ilmu dan ibadah, Kitab-kitab diturunkan,
diutusnya seorang Rasul hanya untuk ilmu dan beribadah. Bahkan,
Allah menciptakan langit dan bumi segenap isinya hanya untuk imu dan
ibadah.
Renungkanlah oleh anda, dari 2 ayat kitab Allah:
1. Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula
bumi. Perintah Allah berlaku padanya agar kamu mengetahui
bahwasannya Allah Maha kuasa atas segala seuatu, dan
sesungguhnya Allah, ilmunya benar-benar meliputi segala
sesuatu.(At-Thalaq:12)
Dengan

merenungan

langit

dan

bumi,

bahwasannya

kita

memperoleh ilmu dari ciptaan tuhan. Dengan merenungkan ayat


diatas, sudah cukup untuk dijadikan landasan dalil bahwa ilmu itu

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

21

mulia, terutama ilmu tauhid, sebab dengan ilmu tauhid dapat


menegenal Allah dan sifat-sifat-Nya,
2. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.(Ad-dariyat:56)
Ayat diatas sudah cukup untuk membuktikan kemuliaannya ibadah.
Sungguh agung arti ilmu dan ibadah bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Mka, wajib bagi seorang hamba untuk mencari ilmu dan menjalankan
ibadah. Dan ketauhilah oleh anda memikirlan selain ilmu dan ibadah
merupakan sikap yang batil. Karena ilmu dan ibadah merupakan segala
urusan dunia dan akhirat.
Karena hal tersebut, maka ketauhilah sesungguhnya ilmu lebih utama
dari 2 mutiara yaitu dunia dan akhirat. Sehubungan dengan mulianya
ilmu atas ibadah, Nabi Muhammad SAW bersabda:
Sesunggunhnya keutamaan orang yang berilmu dibandingkan orang
yang menjalankan ibadah, seperti keunggulanku dibandingkan dengan
orang yang paling rendah diantara umatku.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda:
sekali melihat wajah orang yang berilm, bagiku lebih suka daripada
beribadah satu tahun, rajin berpuasa dan menjalankan shalat malam.
Selanjutnya Rsulullah SAW bersabda:

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

22

Apakah kalian tahu, siapa yang paling mulia diantara ahli surga? Para
sahabat menjawab: bahkan kami ingin mengetahuinya, Ya Rasulullah?
Rasulullah bersabda: Yaitu para ulama umatku.
Setelah memaparkan hadist-hadist diatas jelas sudah bahwa ilmu itu
mulia dan seperti mutiara. Juga, lebih utama dibandingkan dengan
ibadah. Tetapi, tidak boleh meninggalkan ibadah, dan beribadah dengan
menggunakan ilmu. Kalua pun tidak demikian sejatinya ilmu tersebut
akan lenyap bagaikan debu ditiup angin.
Kenapa hal itu demikian, karena ilmu itu diibaratkan seperti pohon, dan
ibadah diibaratkan seperti buah. Kedudukan pohon lebih utama karena
merupakan intinya. Akan tetapi, buah mempunyai fungsi yang lebih
utama. Maka haruslah bagi setiap hamba untuk memiliki keduanya,
yaitu ilmu dan ibadah.
Dari pengibaratan diatas, imam hasan Al basri berkata:
Tuntutlah ilmu tanpa melalaikan ibadah, dan beribadahlah dengan
tidak lupa menuntut ilmu
Rasulullah SAW bersabda:
ilmu itu pemimpinnya amal, dan amal merupakn anak buahnya dari
ilmu.
Ilmu menjadi jangkar yang harus diagungkan dan didahulukan daripada
ibadah karena ada 2 alasan:
RISALAH MINHAJUL ABIDIN

23

1. Agar supaya berhasil dan selmat anda dalam menjalankan


ibadah. Sesunggunya wajib bagi anda untuk mengetahui siapa
yang harus disembah. Karena bagaimna kita bias ibadah
sedangkan yang kita ibadahi tidak kita ketahui asma dan sifatsifat Dzat-Nya, serta sifat wajib dan mustahil bagi-Nya. Sebab
seseorang hamba kadang-kadang mengitikadkan sesuatu yang
tidak layak bagi-Nya. Maka perlu anda ketahui, ibadah demikian
itu ibarat debu yang ditiup angin hanya sia-sia.

RISALAH MINHAJUL ABIDIN

24

Anda mungkin juga menyukai