Anda di halaman 1dari 333

TANWIR AL-QULUB

AMIN AL-KURDI
1 Tanwir al-Qulub

PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah Yang Menyendiri dengan keagungan malakut-Nya dan
Manunggal dengan keindahan jabarut-Nya. Yang memiliki sifat-sifat istimewa yang
tidak dimiliki oleh siapa pun. Yang memiliki tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Dia
tidak serupa dengan makhluk-Nya. Dialah Dzat Yang Mahasuci dari persembahan
yang membingungkan akal hingga akal tidak mampu memahami hakikat Dzat-Nya
yang abadi, Mahasuci Dia dari persembahan yang membingungkan hati hingga hati
tidak bisa memahami keagungan sifat-sifat-Nya yang sempurna nan lestari. Dialah
Yang dikenal dengan sifat rububiyah dan disifati dengan sifat uluhiyah. Barang siapa
telah merasakan manis keakraban dengan-Nya, niscaya dia akan melihat berbagai
keajaiban dari kelembutan-Nya, akan memperoleh segala yang dia dambakan.
Sedangkan orang yang mengharap selain Dia, niscaya akan dijauhi dan dicelakakan-
Nya.

Aku memuji-Nya dengan pujian seorang hamba yang tenggelam dalam lautan nikmat-
Nya. Aku bersyukur kepada-Nya dengan syukur seorang hamba yang ikhlas dalam
ketaatan kepada-Nya serta larut dalam kecintaan kepada-Nya.

Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah semata, Dia Yang tidak ada sekutu bagi-
Nya, Dia Yang Mahasuci dari kesertaan dan keserupaan, dengan kesaksian yang
karenanya aku bisa selamat dari berbagai petaka dan terus mendaki hingga mencapai
derajat-derajat yang tinggi. Dan aku bersaksi bahwa Sayyidina Muhammad adalah
hamba dan rasul-Nya yang telah diutus Allah untuk membawa risalah yang terang nan
Jelas, agama yang lurus yang datang menyempurnakan semua agama yang telah
diturunkan sebelumnya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam dan keberkahan
kepada Sayyidina Muhammad Sang Pemimpin para nabi, Sayyidina Muhammad yang
menjadi mahkota orang-orang suci, Sayyidina Muhammad yang telah diutus
membawa ayat-ayat yang terang dan mukjizat-mukjizat yang agung, Sayyidina
Muhammad yang merupakan manusia sejati dan sebab segala maujud. Ya Allah,
sampaikanlah balasan dan terima kasih kami kepada beliau, balasan yang lebih dari
2 Tanwir al-Qulub

para nabi dari umat-umat terdahulu. Ya Allah, berilah kami manfaat dari cinta kami
kepada beliau saw. yang tersimpan di dalam hati kami, juga cinta kami kepada
keluarga dan para sahabat beliau, serta cinta kami kepada putra putrinya, istri-istrinya
dan orang-orang yang dicintainya. Ya Allah, limpahkanlah padanya shalawat dan
salam yang kekal, shalawat dan salam yang senantiasa mengalir dan tidak terputus
dengan berlalunya waktu dan hari-hari.

Amma badu. Seorang hamba yang fakir dan senantiasa mengharap ampunan
Rabbulalamin, Muhammad Amin al-Kurdi yang dinisbahkan kepada Thariqah an-
Nagsyabandiyyah—mudah-mudahan Allah Ta'ala menguatkan kedudukannya yang
tinggi—berkata, “Salah satu hal yang tidak samar lagi bagi orang yang berakal cerdas
adalah bahwa hamba yang paling tinggi kedudukannya, hamba yang paling agung
dan paling utama adalah hamba Allah yang paling bermanfaat bagi hamba-hamba-
Nya yang lain, hamba yang paling banyak mengajak ke jalan Allah. Dan di antara
mereka yang paling besar manfaatnya serta paling baik karyanya adalah orang-orang
yang mengajak dan membimbing hamba kepada Allah, yang memberikan petunjuk
untuk menempuh jalan-Nya serta mengerjakan amal-amal yang diridai-Nya. Betapa
tidak, hal itu merupakan kebiasaan Nabi Muhammad saw., manusia paling mulia, sang
pemimpin para nabi. Sungguh, untuk hal itu Allah Ta'ala telah mengutus dan menugasi
para nabi dan rasul, menyemangati dan mendorong mereka. Pada tugas itu pula para
ulama al-'amilin dan wali-wali yang salih pewaris para nabi itu mengikuti dan
meneladani mereka. Namun sudah maklum bahwa kebanyakan ulama yang benar-
benar mumpuni seperti mereka telah tiada. Dan di zaman sekarang ini tiada lagi yang
tersisa dari mereka selain jejaknya saja, seperti diungkapkan dalam sebuah syair:

Kemah itu sungguh seperti kemah mereka Tetapi kulihat kaum perempuan di kemah
itu bukan perempuan dari kemah mereka

Maka Anda hanya akan mendapati sedikit sekali orang yang mau mengingatkan
tentang Allah, atau mencegah orang-orang dari perbuatan yang dilarang syariat,
karena amat lemahnya semangat untuk menempuh jalan petunjuk serta menahan hati
untuk tidak melintasi jalan kesesatan. Karena itu, Anda pun akan menyaksikan,
betapa kebanyakan orang lebih memperhatikan kekurangan duniawi mereka daripada
kekurangan dalam hal keberagamaan dan akhirat mereka. Anda lihat bagaimana
3 Tanwir al-Qulub

mereka senang memperturutkan hawa nafsu dan hampir tidak memiliki kesadaran
untuk melakukan amal-amal ketaatan. Buktinya mereka larut mengerjakan berbagai
perbuatan haram. rasa takut kepada Allah sudah dilipat, penghargaan terhadap
syariat telah hilang dari hati mereka. Bencana pun timbul merata dan kesengsaraan
telah demikian dominan, sehingga kebanyakan orang bahkan hampir tidak tahu apa
itu kebenaran, tidak tahu apa itu iman, tidak kenal akhirat dan tidak paham bahwa kita
sedang bergerak menuju Maharaja Yang akan meminta pertanggung jawaban.
Bahkan orang yang mengenal hal-hal itu pun malah mengesampingkannya, lalu sibuk
mengurusi harta benda yang pasti akan segera lenyap, sibuk mencapai berbagai
kesenangan dan mengumpulkan harta. Kalau pun dia berdakwah dan beramal, itu
semata-mata untuk tujuan-tujuan duniawi, untuk kepentingan pribadi dan
kesenangan-kesenangan nafsu yang tidak abadi. Sementara Allah Azza wa Jalla
mengetahui apa yang tersimpan dalam hati mereka. Dia senantiasa bersama mereka
di mana pun mereka berada, senantiasa mendengar dan memperhatikan mereka.
Tidakkah mereka sadar bahwa kelak mereka akan dibangkitkan untuk menerima
murka yang amat dahsyat, yang terornya bisa membuat bayi langsung beruban,
karena pada saat itu mereka akan dimintai pertanggung jawaban atas semua amal
perbuatan yang telah mereka kerjakan. Allah Ta'ala berfirman, “Dan orang-orang yang
zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali,” (QS al-
Syu'ara (26): 227)

Sudah demikian lama kita mengalami hari-hari penuh bencana ini, dan sebagian di
antaranya telah melemahkan kekuatan Islam. Karena itu aku—yang telah diberi ijazah
yang sah dan jelas untuk memberikan bimbingan oleh pembesar dan pemuka utama
di dalam tarekat agung al-Nagsyabandiyyah, semoga Allah menyucikan mereka dan
menerangi kuburnya—mulai melakukan bimbingan. Aku melakukannya sebagai
bentuk pengamalan dan pemenuhan akan ijazah yang aku terima, dengan tetap
mengikuti jejak-jejak para guru agung dari pendahulu-pendahuluku, sehingga aku
mendapat pertolongan kekuatan dari Allah untuk mengembangkan tarekat ini di
wilayah Mesir.

Ketika mulai membimbing para murid di jalan agung ini, aku menulis satu kitab bagi
mereka yang berniat mengikutinya. Kitab itu aku beri nama alUhud al-Watsiqah fi al-
Tamassuki bi al-Syari'ati wa alHaqiqati, berisi uraian tentang hal-hal yang wajib
4 Tanwir al-Qulub

diketahui oleh setiap murid. Di antaranya adalah masalah ushilluddin (pokok-pokok


Aqidah) berikut cabang-cabangnya yang harus diketahui oleh setiap orang yang
sudah akil baligh agar dia terhindar dari kekeliruan dalam keimanannya. Uraian dalam
buku tersebut kami lengkapi pula dengan sejumlah hikmah dari jejak para pemuka
kaum sufi yang agung, agar menjadi teladan dan pijakan bagi para peminat Thariqah
ini, serta menjadi peringatan bagi mereka yang sering melanggar perintah Allah.

Segala puji bagi Allah, buku tersebut hadir dengan kadar yang cukup untuk memenuhi
tujuan ini, dengan susunan yang menarik dan makna yang mendalam. Kitab ini baik
untuk disebarluaskan. Selain susunannya sistematis, juga mudah diperoleh oleh
orang yang berminat terhadapnya. Kitab ini cukup laris hingga orang yang berminat
membelinya harus menunggu cetak ulang. Kitab ini dicetak ulang karena kami
mengharap pahala yang banyak dari Allah dan manfaat materi yang diperoleh darinya.
Setelah pembahasannya diperluas, isi dan susunannya menjadi lebih lengkap.

Kemudian aku menambahkan uraian dalam kitab ini dengan menjelaskan berbagai
masalah furu', seperti bab nikah, thalag, fara'idh (ilmu waris), bab jual beli dan
tambahan yang lain. Juga uraian masalah-masalah yang penting dengan sederhana,
tidak terlalu ringkas dan tidak terlalu panjang, agar enak dipelajari dan dapat
memenuhi harapan pembaca. Pada bentuknya yang baru, aku menamai kitab ini
Tanwir alqulub fi Mu amalati Allam al-Ghuyub. Aku susun kitab ini terdiri dari satu
pendahuluan dan tiga bagian isi. Pendahuluan berisi tentang dakwah kepada Allah
dan Rasulnya. Bagian pertama berisi uraian tentang masalah-masalah pokok agama
(ushil). Bagian kedua berisi uraian tentang masalah-masalah furu' berdasarkan
mazhab Imam Syafi'i. Bagian ketiga berisi uraian tentang tasawuf. Sekarang kami
akan langsung menguraikan satu demi satu bagian yang sudah kami susun. Aku
memohon pertolongan kepada Allah. Cukuplah Allah bagiku, Dia sungguh wali terbaik.
Hanya Allah yang memberiku petunjuk, kepada-Nya aku berserah diri dan kepada-
Nya aku kembali.
5 Tanwir al-Qulub

PENDAHULUAN

Allah Ta'ala berfirman, “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
nasihat yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...”

Allah Ta'ala berfirman, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri”

Allah Ta'ala berfirman, “Dan hendaklah ada di antara kamu sekelompok umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”

Ayat-ayat di atas merupakan dalil tentang kewajiban melaksanakan al-amru bil-ma'raf


wan-nahyu 'anil-munkar (menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran).
Kewajiban ini telah ditegaskan dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi saw. Kewajiban ini
merupakan salah satu kewajiban syar'i terbesar, salah satu pokok syariat paling agung
dan tiang yang paling kokoh. Dengan al-amru bil-ma'rif wan-nahyu 'anil-munkar
tatanan syari'at menjadi kokoh dan mulia. Menyerukan kebaikan dan mencegah
kemungkaran merupakan dua kebaikan sempurna. Allah telah memerintahkan
hamba-hamba-Nya untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Rasulullah saw.,
bersabda: “Siapa saja orang yang mengajak (umat) ke jalan petunjuk, baginya pahala
sebanyak pahala orang yang mengikutinya tanpa sedikit pun mengurangi pahala
mereka. Dan siapa saja yang mengajak kepada kesesatan, baginya dosa sebanyak
do. sa orang yang mengikutinya tanpa sedikit pun mengurangi beban do. sa mereka.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ibn
Majah.

Kemudian mengajak umat untuk kembali kepada Allah, berdakwah ke jalan-Nya dan
menyerukan agama serta ketaatan kepada-Nya merupakan sifat para nabi dan rasul.
Itulah tugas yang diperintahkan dan diwasiatkan Allah kepada mereka. Hal ini pula
yang diikuti oleh para pewaris mereka, yakni para ulama yang sungguh mengamalkan
ilmunya dan para wali yang salih. Mereka senantiasa mengajak manusia ke jalan Allah
6 Tanwir al-Qulub

dan menyerukan ketaatan kepada-Nya, dengan ucapan dan perbuatan yang penuh
kesungguhan dan semangat demi mengharap ridha Allah Ta'ala. Mereka terus
melakukannya karena rasa sayang mereka terhadap hamba-hamba-Nya, karena
pahala yang dijanjikan-Nya dan demi meneladani rasul-Nya.

Dalam menjalankan tugas tersebut, para nabi dan rasul serta orang-orang yang
mengikuti mereka, yakni para imam pemberi petunjuk, telah mengalami banyak
rintangan yang amat berat dari orang-orang bodoh dan para pembangkang, yang
selalu menimpakan hal-hal menyakitkan kepada mereka. Namun mereka tetap sabar
dan tabah, tidak patah semangat. Bahkan rintangan dan cobaan menyakitkan yang
mereka hadapi itu justru membuat mereka semakin bersemangat untuk terus
memberikan bimbingan dan petunjuk ke jalan Allah Ta'ala serta memberikan nasihat
tentang agama Allah. Mereka adalah 'alim yang mengenal agama Allah, yang selalu
mengingatkan hari-hari Allah serta menyerukan jalan-Nya. Melihat orang-orang bodoh
yang lalai akan hari akhir dan hanya mengutamakan dunia, dia tidak memiliki pilihan
selain memberikan penjelasan kepada mereka tentang hak-hak Allah yang wajib
mereka penuhi, sebagai bentuk peneladanan terhadap Rasulullah saw. Allah Ta'ala
berfirman: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari
Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Oleh karena itu, para da'i dan ulama yang melakukan tugas mengajak orang-orang ke
jalan Allah Ta'ala mesti memiliki kesabaran dan ketabahan yang tinggi, berlapang
dada, rendah hati dan lemah lembut. Orang-orang di zaman ini telah didominasi dan
diporak-porandakan oleh kebodohan, sehingga kebanyakan dari mereka bahkan tidak
tahu dan tidak paham kebenaran, tidak mengerti apa itu din. Mereka menganggap
enteng masalah agama. Mereka terlalu sibuk dengan urusan-urusan duniawi, sibuk
mengumpulkan dunia dan bersenang-senang dengan segala kenikmatannya. Mereka
inilah yang digambarkan oleh Allah Ta'ala di dalam firman-Nya, “Mereka mengetahui
yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat
adalah lalai.”

Kenyataan itu telah menjadi bencana besar. Bahayanya meliputi semua orang, yang
bodoh maupun ulama, masyarakat kebanyakan maupun kalangan khusus. Si bodoh
7 Tanwir al-Qulub

mendapat bahayanya karena dia menjadi abai terhadap hal-hal fardhu yang telah
diwajibkan Allah terhadap dirinya, terutama di dalam mengetahui agamanya dan
mempelajari hukum-hukumnya. Dan sikap tidak peduli ini jelas merupakan bencana
keagamaan yang akan menyebabkan bencana dunia dan akhiratnya. Ulama
mendapat bahaya dari kenyataan itu karena kekurangannya di dalam berdakwah,
karena tidak sungguhannya mengajak umat ke jalan Allah, karena tidak seriusannya
dalam mengajari orang-orang tentang hukum-hukum agama yang tidak mereka
ketahui. Sementara si ulama itu menyaksikan bagaimana mereka melakukan berbagai
hal yang dilarang Allah serta meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah
diperintah. kan-Nya, tanpa seorang pun berusaha mengingatkan dan mencegah
mereka, tanpa seorang pun mengembalikan mereka kepada kebenaran dan
mengajari mereka mana hal yang merupakan bagian dari agama dan mana yang
bukan. Padahal semestinya ulama memiliki sifat sebagaimana para nabi yakni,
melaksanakan kewajiban al-amru bil-ma'ruf wan-nahyu anil-munkar. Apalagi
Rasulullah saw. telah bersabda di dalam salah satu hadisnya, “Orang "alim (berilmu)
mendapat bahaya dari si bodoh karena si 'alim itu tidak mengajarinya.” Hadis ini
diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Seandainya mengajari orang yang bodoh itu bukan kewajiban si “alim, tentu si 'alim
tidak akan mendapat celaka hanya karena dia diam dan tidak mengajari si bodoh itu.
Sungguh, Allah Ta'ala tidak akan menyiksa seseorang hanya karena meninggalkan
yang sunnah, tetapi karena meninggalkan yang wajib. Dan hal ini bukan hanya bagi
orang-orang “alim yang ilmunya mendalam sebagaimana dipahami orang banyak,
tetapi ini berlaku bagi siapa saja yang mengetahui permasalahan agama, meski yang
diketahuinya itu hanya satu masalah. Allah Ta'ala berfirman, “Telah dilaknati orang-
orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian
itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain
selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat
buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu." Mereka mendapat laknat itu karena
tidak melaksanakan kewajiban mencegah perbuatan mungkar. Allah Ta'ala juga
berfirman, Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang
yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di
muka bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan
di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang
8 Tanwir al-Qulub

mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” Allah
menjelaskan bahwa Dia telah membinasakan mereka semua selain beberapa gelintir
orang dari mereka yang terbukti berusaha mencegah tindak perusakan.

Allah Ta'ala berfirman, “Maka tatkala mereka melupakan doa yang diperingatkan
kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat
dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan
mereka selalu berbuat fasik.”?

Di dalam satu hadis marfu' dan mauquf diriwayatkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Barang siapa mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran,
berarti dia adalah Khalifah Allah di bumi-Nya, khalifah rasul-Nya dan khalifah kitab-
Nya.” Rasulullah saw. juga bersabda, “Siapa saja di antara kalian yang melihat
kemungkaran, maka hendaklah dia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya.
Apabila tidak mampu mengubahnya dengan tangan, hendaklah dia mengubahnya
dengan lisan. Apabila dengan lisan pun tidak mampu, maka hendaklah dia
mengubahnya dengan hati, dan ini merupakan iman yang paling lemah.” Hadis ini
diriwayatkan oleh Imam Muslim, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan an-Nasa'i.

Mengubah kemungkaran dengan tangan merupakan tugas penguasa, aparat


penegak hukum dan yang sebangsanya. Mengubah kemungkaran dengan lisan
merupakan tugas para ulama. Sedangkan mengubah kemungkaran dengan hati
merupakan tindakan orang-orang awam atau orang kebanyakan yang lemah.

Rasulullah saw. bersabda: “Suatu kesalahan, apabila ia tersembunyi, hanya akan


membahayakan pelakunya. Tetapi apabila tampak dan tidak ada yang berusaha
mengubahnya, maka ia akan membahayakan orang banyak.” Hadis ini diriwayatkan
oleh ath-Thabrani di dalam kitab al-Ausath. Mereka semua terancam bahaya karena
mereka meninggalkan kewajiban yang mestinya mereka lakukan, yakni mencegah
dan tidak membenarkan orang yang melakukan kemungkaran tersebut.

Rasulullah saw. juga bersabda, “Hendaklah kalian menyerukan kebaikan dan


mencegah kemungkaran, atau Allah akan menguasakan kalian kepada seseorang
yang paling kejam di antara kalian, lalu kalaupun orang-orang terbaik yang ada di
9 Tanwir al-Qulub

antara kalian berdoa, mereka tidak akan dikabulkan.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-
Bazzar dan ath-Thabrani. Mereka dikuasakan kepada orang paling sadis dan doa me.
reka tidak diterima karena mereka meninggalkan kewajiban al-amru bil. ma raf wan-
nahyu 'anil-munkar. Di dalam hadis ini juga ada peringatan dan ancaman berat bagi
orang yang tidak melaksanakan kewajiban mencegah kemungkaran, yakni siksanya
tidak akan ditangguhkan dan doanya tidak akan dikabulkan.

Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya suatu kaum, apabila mereka diam saat
melihat kemungkaran, tidak berusaha mengubahnya, Allah akan menimpakan siksa
kepada mereka secara keseluruhan.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-
Tarmidzi, Ibnu Majah dan anNasa'i. Redaksinya adalah redaksi dari an-Nasa'i.

Di dalam satu hadis yang diterima dari Ibnu “Abbas diriwayatkan bahwa Rasulullah
saw. pernah ditanya, “Ya Rasulullah, apakah suatu kaum akan dibinasakan
sementara di antara mereka ada orang-orang salih?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya.”
Dikatakan kepada beliau, “Mengapa?” Rasulullah saw. menjawab, “Sebab mereka
menganggap enteng dan diam saja melihat berbagai pembangkangan terhadap
Allah.”

Ketahuilah, manusia memiliki kewajiban mencegah orang lain dari kemungkaran.


Demikian pula dia wajib mencegah dirinya sendiri dari kemungkaran, bahkan
kewajiban ini lebih utama. Jangan sampai seperti seseorang yang melihat di balik
bajunya ada ular dan kalajengking yang akan menggigitnya, tetapi sibuk mengambil
kipas untuk mengusir lalat dari wajah orang lain. Tindakan mencegah orang lain dari
kemungkaran akan efektif jika dirinya sendiri tidak melakukan kemungkaran itu. Allah
Ta'ala berfirman kepada 'Isa ibn Maryam a.s., “Nasihatilah dirimu sendiri. Jika engkau
telah melakukannya, nasihatilah orang-orang. Apabila tidak demikian, malulah
kepada-Ku.”

Di dalam satu riwayat disebutkan, “Apabila seseorang duduk menasihati orang-orang,


maka malaikat akan berseru kepadanya, “Nasihatilah dirimu dengan apa yang engkau
nasihatkan kepada saudaramu! Apabila tidak, malulah engkau kepada Tuhanmu.
Sungguh Dia memperhatikanmu.”
10 Tanwir al-Qulub

Maka, wahai saudaraku, nasihatilah orang-orang dengan hati yang tulus dan hati yang
penuh takwa. Jangan menasihati mereka dengan mempercantik penampilanmu
sementara hatimu busuk. Sebab, bila hati terang, nasihat akan meresap. Apabila
ungkapan itu keluar dari hati, maka hati pula yang akan menerimanya, sehingga
nasihat itu dapat memberikan pengaruh, entah berupa rasa takut yang mencekam
atau kerinduan yang menggelora. Sedangkan ungkapan yang hanya sebatas lisan,
tidak bersumber dari hati, maka ia hanya akan sampai di telinga.

Ketahuilah bahwa melaksanakan al-amru bil-ma ruf wan-nahyu 'anilmunkar itu, juga
diperuntukkan bagi orang yang melakukan tindakan yang terlarang itu. Sehingga para
ulama berkata, “...Tugas itu wajib, bahkan bagi si peminum arak. Si peminum arak itu
wajib untuk tidak membenarkan orang-orang yang menjadi teman minumnya.”

BAGIAN PERTAMA: AQIDAH ISLAM YANG


WAJIB DIKETAHUI SETIAP MUSLIM

Bagian ini terdiri dari satu bab pendahuluan, tiga bab isi dan satu bab penutup. Bab
pendahuluan berisi penjelasan tentang macam-macam hukum akal, uraian tentang
sifat-sifat Allah serta penjelasannya. Bab pertama berisi uraian tentang masalah-
masalah ketuhanan, bab kedua tentang kenabian dan bab ketiga tentang sam'iyyat
(hal-hal gaib yang wajib diimani). Sedangkan bab penutup menguraikan makna Iman,
Islam, dan kaidah-kaidah agama dan yang lainnya.
11 Tanwir al-Qulub

MUQADDIMAH: HUKUM AKAL

Hukum akal? terbagi menjadi tiga bagian, yaitu wajib, mustahil dan ja'iz atau mumkin.
Yang dimaksud dengan perkara wajib di sini adalah sesuatu yang menurut akal tidak
benar tiadanya (mesti adanya). Seperti Adanya Allah Ta'ala dan bahwa Allah Ta'ala
itu Terdahulu serta Baqa’ (tidak fana). Sedangkan yang dimaksud dengan mustahil
adalah sesuatu yang menurut akal tidak benar adanya. Misalnya, keberadaan sekutu
bagi Allah Ta'ala adalah mustahil. Adapun yang ja'iz atau mumkin adalah sesuatu
yang menurut akal bisa ada atau tiada, seperti keberadaan langit dan bumi, diutusnya
para rasul dan diturunkannya Kitab-kitab. Begitu juga memberi pahala kepada orang
yang berdosa dan menyiksa orang yang taat.

Adapun sifat (ash-shifah), yakni sesuatu yang tetap melekat pada yang disifati
(maushif), terbagi pada tujuh macam. Pertama, sifat naf' styyah, yaitu sifat yang
tanpanya sesuatu tidak masuk akal ada, seperti sifat wujud (Allah Ada, tidak mungkin
tiada). Yang kedua adalah sifat salabiyyah, yaitu sifat yang meniadakan sesuatu yang
tidak layak bagi yang disifati, seperti sifat qidam (Allah Maha Terdahulu, tidak mung.
kin baru). Yang ketiga adalah sifat ma'ani, yaitu sifat yang secara nalar mesti ada pada
yang disifati, seperti sifat gudrat (Allah Mahakuasa, tidak mungkin lemah). Yang
keempat adalah sifat ma nawiyyah, yakni sifat yang tetap yang merupakan kelaziman
sifat ma'ani, seperti kaunuhu g4diran (kenyataan bahwa Allah Mahakuasa). Yang
kelima adalah sifat fi liyyah, yaitu sifat yang berkaitan erat dengan Qudrah dan Iradah
(Kuasa dan Kehendak), seperti mencipta dan memberi rezeki. Yang keenam adalah
sifat jami'ah, yakni sifat yang menghimpun sifat-sifat lainnya, seperti sifat al-Jalal, al-
Uzhmah dan al-Kibriya'. Sedangkan yang ketujuh adalah sam'yyah, yaitu ibarat
makna yang disebutkan sama', yakni Al-Quran dan Sunnah yang mutawatir.

Dilihat dari sudut pandang yang lain, sifat terbagi menjadi dua bagian, yakni muta'allag
dan ghair muta'allaq. Yang muta'allag adalah sifat yang menuntut adanya hal yang
mengikut atas keberadaannya, seperti sifat gudrat (Mahakuasa) dan Iradah (Maha
Berkehendak). Sifat gudrah (Mahakuasa) menuntut adanya al-maqdur 'alaih (sesuatu
yang dikuasai), sedangkan sifat iradah (berkehendak) menuntut adanya murid
(sesuatu yang dikehendaki). Sedangkan sifat ghair muta'allag tidak menuntut adanya
12 Tanwir al-Qulub

hal yang mengikut atas keberadaannya. Seperti sifat alHayat (Allah Maha hidup).
Setelah anda memahami semua itu, kami akan melanjutkan pembahasan pada bab
ketuhanan.
13 Tanwir al-Qulub

BAB I: KETUHANAN (ILAHIYYAT )

Bab ini berisi uraian tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan Ketuhanan.
Setiap mukallaf wajib mengetahui terhadap sifat-sifat yang wajib dan yang mustahil
bagi Allah Ta'ala, juga sifat untuk tidak atau mengadakan sesuatu bagi-Nya. Mukallaf
adalah semua yang mempunyai nalar, berakal dan sehat indranya, walaupun hanya
pendengaran atau penglihatannya saja, yang sudah menerima dakwah, laki-laki
maupun perempuan, merdeka maupun budak, dari golongan manusia maupun jin.
Hanya saja jin sudah dihukumi mukallaf sejak awal penciptaan, seperti Nabi Adam
a.s. dan Siti Hawa'. Marifah berarti keyakinan yang mantap yang sesuai dengan
kenyataan berdasarkan dalil. Maka kita semua, orang-orang yang sudah bernalar dan
berakal sehat, berkewajiban mengetahui sifat-sifat yang wajib, sifat-sifat yang mustahil
dan sifat yang ja'z bagi Allah Ta'ala, baik secara global maupun terperinci.

Mengetahui secara global adalah meyakini bahwa Allah Ta'ala disifati dengan sifat-
sifat kesempurnaan yang luput dari segala kekurangan, dan wenang bagi-Nya untuk
melakukan dan mengadakan semua yang mungkin atau tidak. Sedangkan
mengetahui secara rinci adalah mengetahui sifat-sifat tersebut beserta dalilnya.

Sifat yang wajib ada pada Allah Ta'ala ada dua puluh. Maksudnya adalah sifat-sifat
yang berdasarkan akal sehat, bahwa Allah Ta'ala pasti disifati dengan sifat-sifat
tersebut, karena ketiadaannya merupakan kemustahilan dan kebatilan. Sifat-sifat
yang mustahil adanya pada Allah Ta'ala juga ada dua puluh, yang merupakan
kebalikan dari sifat-sifat yang wajib adanya bagi Dia.

Sifat-sifat yang wajib adanya pada Allah Ta'ala adalah al-Wujid (Ada), al-Oidam
(Terdahulu), al-Baqa’ (Kekal), Mukhalafatul-lil-hawaditsi (berbeda dengan makhluk),
giyamuhu binafsihi (berdiri sendiri atau tidak tergantung kepada yang lain), al-
Wahdaniyyah (Esa), al-Oudrah (Kuasa), al-Iradah (berkehendak), al-Ilmu
(Mengetahui), alHayat (Hidup), al-Sama' (Mendengar), al-Bashar (Melihat), al-Kalam
(Berfirman), Kaunuhu Oidiran (kenyataan-Nya yang Mahakuasa), Kaunuhu Muridan
(KenyataanNya Maha Berkehendak), Kaunuhu “Aliman (kenyataan-Nya Maha
Mengetahui), Kaunuhu Hayyan (kenyataan-Nya Mahahidup), Kaunuhu Sami'an
14 Tanwir al-Qulub

(kenyataan-Nya Maha Mendengar), Kaunuhu Bashiran (kenyataanNya Maha Melihat)


dan Kaunuhu Mutakalliman (kenyataan-Nya Berfirman).

Adapun kebalikan-kebalikannya yang dua puluh yakni, yang mustahil ada pada Allah
Ta'ala, adalah al-Adam (tiada), alHuduts (baru), alFand' (rusak), al-Mumasalah hl-
hawaditsi (serupa dengan makhluk), Ihtiyaj ila mahallin wa mukhashashin
(membutuhkan tempat dan pencipta), alTa'ddud (berbilang), al-Ajzu 'an mumkinin
(lemah dan tidak berdaya dari yang mumkin), al-Kardhah (terpaksa), al-Jahl (tidak
mengetahui), alMaut (mati), ash-Shamam (tidak dapat mendengar), al-Ama (tidak
melihat), al-Bukm (bisu), Kaunuhu “ajizan (kenyataan-Nya lemah), Kaunuhu Karihan
(kenyataan-Nya tidak berkehendak atau terpaksa), Kaunuhu Jihilan (kenyataan-Nya
tidak mengetahui), Kaunuhu Mayyitan (kenyataan Nya mati), Kaunuhu Ashamm
(kenyataan-Nya tidak mendengar), Kaunuhu A'md (kenyataan-Nya tidak melihat) dan
Kaunuhu Abkam (kenyataan Nya tidak berfirman). Mahasuci Allah dari semua sifat itu,
sifat-sifat yang mustahil adanya pada Dia.

Sifat pertama yang mesti adanya pada Allah Ta'ala adalah wujud. Makna wujud
adalah ada secara nyata sekira dapat diindra. Wujud merupakan sifat yang wajib
adanya pada Allah Ta'ala karena Dzat-Nya, secara azali dan selama-lamanya.
Kebalikannya adalah al-Adam (tiada). Dalil yang menunjukkan wajibnya Allah Ta'ala
unyjud dan mustahil Allah tiada berdasarkan akal adalah adanya semua makhluk di
alam semesta ini. Semua makhluk, jika Anda perhatikan dengan saksama, niscaya
akan Anda dapati bahwa semua itu mengalami perubahan dari tiada menjadi ada dan
dari ada menjadi tiada, dari bergerak menjadi diam dan dari diam menjadi bergerak.
Bermacam-macam rupa dan berbeda-beda bentuk. Ada yang putih, hitam, merah dan
sebagainya. Sebagian ada di satu sudut dan tiada di sudut lain. Sebagian ada di satu
tempat dan tiada di tempat lain. Sebagian ada di satu masa dan tiada di masa yang
lain. Ada yang tinggi dan ada yang rendah, ada yang terang dan ada yang gelap. Ada
yang lembut dan ada yang kasar, dan lain sebagainya. Itu semua menunjukkan bahwa
alam semesta ini adalah Aidits (adanya didahului ketiadaan, atau menjadi ada dari
tiada), dan al-hadits ini tentu merupakan sesuatu yang mumkin, karena semuanya
membutuhkan Sang Pencipta Yang Menentukan, Yang wajib ada-Nya, Yang
menentukan ada dari tiada, menentukan gerak dari diam, menentukan ukuran atau
arah tertentu, waktu dan tempat tertentu atau sifat yang tertentu pula. Seandainya
15 Tanwir al-Qulub

Allah tidak wajib ada-Nya, niscaya tidak sesuatu pun dari alam ini akan mengada.
Sebab tidak tergambar dalam akal pikiran adanya sesuatu yang baru tanpa adanya
pencipta yang azali. Kalaulah bukan karena adanya Sang Pencipta Yang menentukan
keberadaan dan karakter tertentu pada sesuatu yang dikehendaki-Nya, tentu sesuatu
itu akan tetap berada dalam ketiadaannya, tidak mungkin menjadi ada, selamanya.
Sesuatu menjadi ada karena Sang Pencipta menentukan keberadaannya, dengan
karakter tertentu, zaman tertentu, tempat tertentu, arah tertentu, ukuran dan sifat
tertentu.

Adapun dalil naqli yang menunjukkan wajibnya Allah Ta'ala wujud adalah firman Allah
Ta'ala, “Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dan firman Allah Ta'ala, “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri).

Sifat kedua yang wajib ada pada Allah Ta'ala adalah al-Qidam (terdahulu). Makna
gidam adalah tidak ada permulaan bagi wujud-Nya, yakni adanya Dzat Allah Ta'ala
dan sifat-sifat-Nya itu tidak berpermulaan. Kebalikannya adalah al-hadits, yakni ada
permulaan wujud. Dalil agli yang menunjukkan wajibnya sifat gidam bagi Dzat dan
sifat-sifat Allah Ta'ala serta mustahil Dia hudits adalah, bila Allah Ta'ala tidak
terdahulu, Dia mesti baru dan tentu membutuhkan pencipta yang membuatnya
mengada untuk baru. Perkara ini akan tasalsul tak berujung, dan itu batil. Atau dengan
kata lain, jika sudah tegas bahwa alam semesta ini hudits dan membutuhkan pencipta
yang meng-ada-kannya secara baru, lalu penciptanya itu ternyata tidak ada, tentu
jelas-jelas mustahil. Karena alam semesta ini bukan ada dengan sendirinya, tidak pula
bisa menciptakan wujud lain sehingga ia menjadi yang mesti ada. Inilah makna
Oidam. Lalu seandainya sifat-sifat Allah Ta'ala tidak gidam, pasti sifat-sifat-Nya itu
hudiits, dan ini batil. Sebab, bila sifat-sifat-Nya hudits, tentu akan menuntut
kebaharuan Dzat Allah Ta'ala. Karena, segala sesuatu yang dzatnya tidak menjadi
nyata tanpa yang baru berarti ia baru. Sedangkan keterdahuluan Allah Ta'ala sudah
terdahulu.

Adapun dalil naqli yang menunjukkan bahwa Allah Ta'ala bersifat wajib Qidam adalah
firman Allah Ta'ala, “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir,” dan firman Allah Ta'ala, (Yang
memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu, tidak ada Tuhan (yang
16 Tanwir al-Qulub

berhak disembah) selain Dia: Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia, dan Dia
adalah Pemelihara segala sesuatu.”

Sifat ketiga yang wajib ada pada Allah Ta'ala adalah al-Baqa’ (kekal abadi), yaitu tiada
penghabisan wujud. Artinya, keberadaan Dzat dan sifat-sifat Allah Ta'ala tidak
berakhir dan tidak berhenti. Kebalikannya adalah al-Fana' (rusak, berakhir). Allah
Ta'ala mesti bersifat Baqa’ dalam Dzat dan sifat-sifat, dan Dia mustahil fana . Dalil
akalnya adalah, seandainya Dzat Allah Ta'ala bisa rusak dan berakhir, tentu Dia
adalah yang baru. Sebab, sejatinya yang qadim itu mesti adanya serta tidak akan
rusak dan berakhir. Demikian pula sifat-sifat-Nya. Jika sifat-sifat-Nya itu bisa rusak
dan berakhir, tentu sifat-sifat-Nya itu adalah baru, dan kebaruan sifat ini menuntut
kebaruan dzat, karena kelaziman bagi yang baru adalah kebaharuan. Sementara
Allah sudah jelas qadim (terdahulu).

Adapun dalil naqli yang menunjukkan bahwa Allah Ta'ala mesti bersifat Baqa’ adalah
firman Allah Ta'ala, “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir..." dan firman Allah Ta'ala,
“Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti
binasa, kecuali Allah...”

Sifat keempat yang mesti ada pada Allah Ta'ala adalah mukhalafah lil-hawaditsi
(berbeda dari semua yang selain Dia). Artinya, Allah Ta'ala tidak serupa dengan
sesuatu pun yang selain Dia, tidak dalam Dzat Nya, tidak dalam sifat-sifat-Nya, dan
tidak pula dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Dzat Allah bukan jisim, tidak pula
menempati atau bersandar pada jisim. Allah tidak di atas atau di bawah sesuatu, tidak
di belakang atau samping kiri dan kanan sesuatu. Tidak disifati dengan gerak atau
diam dan bagian-bagian yang dimiliki oleh makhluk. Allah tidak mempunyai tangan,
mata, telinga atau ciri-ciri makhluk yang lainnya. Adapun keterangan yang ada di
dalam Alquran atau hadis yang mengungkapkan seolah-olah Allah serupa dengan
makhluk, seperti, yadullah fauqa aydihim (tangan Allah di atas tangan mereka), harus
di, takwil dari makna lahiriahnya yang bersifat umum.

Ilmu Allah tidak seperti ilmu kita. Pengetahuan Allah tidak diambil dari dalil, tidak pula
muncul karena darurat. Allah tidak lupa atau lalai, tidak pula bodoh. Kuasa Allah tidak
membutuhkan alat atau sarana, Allah berkehendak tidak karena maksud tertentu.
17 Tanwir al-Qulub

Hidup Allah tidak dengan ruh (nyawa) seperti hidup kita. Pendengaran dan
penglihatan Allah tidak dengan Indera. Kalam Allah tidak dengan suara atau hurut
sebagai lambang suara, dan Allah tidak diam. Perbuatan Allah Ta'ala tidak dengan
anggota tubuh, tidak pula sekadar gurauan. Sungguh, Mahasuci Allah dari semua itu.
Adapun kebalikan dari sifat mukhalafah bi-hawaditsi adalah mumatsalah lil-hawaditsi
(serupa dengan yang selain Dia).

Dalil agli yang menunjukkan kemestian Allah bersifat tidak serupa dengan segala yang
selain Dia adalah, bila Allah serupa dengan sesuatu dari yang selain Dia, entah Dzat-
Nya, sifat-sifat-Nya ataupun perbuatan-perbuatan-Nya, tentu Allah juga baru seperti
sesuatu yang selain Dia itu. Dan ini sungguh batil.

Sedangkan dalil naqlinya adalah firman Allah Ta'ala, “(Dia) Pencipta langit dan bumi.
Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis
binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikanNya kamu berkembang biak
dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”"

Sifat kelima yang mesti ada pada Allah Ta'ala adalah Qiyamuhu binafsihi (berdiri
sendiri). Artinya, Allah Ta'ala tidak membutuhkan tempat atau dzat untuk mengada,
tidak pula membutuhkan sesuatu pun untuk menegaskan keberadaan-Nya.
Kebalikannya adalah Ihtiyajuhu ila dzitin aw murajjahin (butuh terhadap dzat atau
sesuatu yang mewujudkan). Dalil agli yang menunjukkan kenyataan bahwa Allah
Ta'ala mandiri adalah, seandainya Allah butuh tempat, berarti Allah adalah sifat.
Sementara sifat tidak bisa disifati dengan sifat-sifat. Dan Allah sudah jelas disifati
dengan sifat Oudrah (Kuasa), Iradah (berkehendak) dan lainnya. Kemudian bila Allah
butuh pada sesuatu yang membuatnya mengada, berarti Allah baru, dan ini sungguh
keliru, karena Allah Ta'ala bersifat Qidam.

Adapun dalil naqli yang menunjukkan kemestian Allah Ta'ala bersifat Mandiri adalah
firman Allah Ta'ala, “Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya
itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” Allah Ta'ala juga berfirman, “Hai manusia,
18 Tanwir al-Qulub

kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah Dia-lah Yang Mahakaya (tidak
memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji."

Sebagaimana Allah tidak butuh terhadap tempat, Dia juga tidak membutuhkan segala
bentuk kemanfaatan, tidak pula tujuan di dalam semua perbuatan dan ketetapan-Nya.
Benar bahwa perbuatan dan ketetapan Allah mengandung berbagai hikmah dan
kemaslahatan, tetapi manfaat semua hikmah dan kemaslahatan itu bagi makhluk,
sebagai kemurahan dan kebaikan Allah kepada makhluk-Nya. Bukan berarti bahwa
hikmah dan kemaslahatan itu bermanfaat bagi Allah Ta'ala. Ketaatan kita sama sekali
tidak bermanfaat bagi Allah. Demikian juga maksiat kita tidak membahayakan Allah.
Perintah dan larangan yang Allah gariskan kepada kita, manfaat dan bahayanya akan
kembali kepada kita juga.

Allah sama sekali tidak membutuhkan manfaat dari semua perintah dan larangan-Nya
terhadap kita. Betapa tidak, Allah sungguh tidak membutuhkan sesuatu pun dari
makhluk. Ada banyak sekali kesaksian yang menunjukkan hal ini di dalam Al-Quran
dan sunnah. Di antaranya adalah firman Allah Ta'ala, “Barang siapa yang
mengerjakan amal yang salih maka pahalanya untuk dirinya sendiri dan barang siapa
yang berbuat Jahat maka dosanya atas dirinya sendiri.” Allah Ta'ala berfirman, “Jika
kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu
berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri...”, Allah Ta'ala berfirman, “Dan
barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya
sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam.”

Allah sungguh Maha kaya dan tidak membutuhkan apa pun selain Dia. Dilihat dari
sudut pandang akal, jika Allah membutuhkan manfaat dari ketaatan hamba-Nya,
niscaya Allah hanya akan menciptakan ketaatan dan tidak menciptakan kemaksiatan.
Jika tidak, berarti Allah tidak mampu menangkal sesuatu yang membahayakan-Nya,
dan ini mustahil.

Kesimpulannya, Allah sungguh tidak membutuhkan seluruh bentuk kemanfaatan dari


semua yang selain Diri-Nya. Dan Dialah yang menunjukkan makhluk yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
19 Tanwir al-Qulub

Sifat keenam yang mesti ada pada Allah Ta'ala adalah al-Wahdiniyyah, yaitu tiada
berbilang. Sifat wahdantyyah atau ketidakberbilangan Allah ini terpilah dalam tiga
bagian. Pertama, tidak berbilang dalam Dzat-Nya. Maksudnya, Dzat Allah tidak
tersusun dari bagian-bagian dan tidak ada bandingan bagi Dzat-Nya. Kedua, tidak
berbilang di dalam sifat-sifat-Nya. Maksudnya, Allah tidak bersifat dengan dua sifat
sejenis atau lebih. Misalnya, Allah bersifat dengan dua sifat Qudrah, dua sifat Iradah
atau dua sifat Ilmu. Dan tidak ada makhluk yang memiliki sifat yang sama seperti sifat
Allah. Ketiga, tidak berbilang di dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Artinya, Allah-lah
Yang menciptakan secara bebas segala sesuatu yang mungkin mengada, entah dzat,
sifat maupun perbuatan. Allah Ta'ala berfirman, “..Allah-lah yang menciptakan kamu
dan apa yang kamu perbuat itu.”? Tidak ada sesuatu pun yang menyertai-Nya di
dalam semua itu. Matahari, bulan, bintang, air, debu, udara, api dan lainnya,
semuanya tidak ada yang berpengaruh terhadap lainnya. Demikian juga makanan
tidak akan membuat kenyang dan pisau tidak bisa memotong tanpa kehendak Allah.

Suatu tindakan bebas seorang hamba, adalah ciptaan Allah, bukan milik hamba. Allah
menciptakan perbuatan itu dengan qudrah-Nya berbarengan dengan kemampuan
hamba untuk melakukannya, bukan karena kemampuan hamba. Hamba sama sekali
tidak memiliki kuasa, yang ada padanya hanya usaha (al-kasb). Al-kasb adalah
keselarasan al-gudrah al-haditsah (kuasa yang baru muncul) terhadap al-magdur
(objek) ketika al-maqduar itu menjadi tujuan. Saat itu Allah memunculkan tindakan,
dengan mewujudkan musabbab (akibat) ketika ada sebab. Meskipun yang tampak
secara lahiriah sepertinya si hambalah yang menjadi pelaku, seperti api yang secara
lahiriah tampak membakar. Dari sini dipahami bahwa sesungguhnya pahala
merupakan kemurahan Allah Ta'ala, dan siksa murni merupakan keadilan-Nya. Allah
tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatan-Nya, kitalah yang
akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatan kita. Sebab, Allah
Ta'ala berbuat sesuatu dengan perbuatan hamba-Nya.

Apabila Anda memahami hal ini, Anda akan tahu bahwa perbuatan yang diupayakan
hamba (ikhtiyariyyah) hanya merupakan tanda-tanda syara' atas pahala atau siksa
yang diciptakan Allah Ta'ala bagi hamba, hamba-Nya, untuk menunjukkan apa yang
20 Tanwir al-Qulub

Allah kehendaki bagi mereka di akhirat. Semua hamba dimudahkan oleh perbuatan
Allah untuk mencapai tujuan penciptaan mereka.

Jika ditanyakan, “Apabila Allah yang menciptakan perbuatan hamba, berarti Dialah
yang berdiri, duduk, makan, minum dan lain sebagainya?" Jawabannya, “Pendapat ini
sungguh bodoh dan tolol. Karena, yang disifati dengan sesuatu adalah ia yang dengan
sesuatu itu menjadi, bukan yang menciptakan sesuatu itu. Apakah tidak Anda lihat,
Allahlah Yang menciptakan putih, hitam dan lain sebagainya, tetapi bukan berarti Allah
disifati dengan putih atau hitam.

Kebalikan dari sifat wahdaniyyah adalah ta 'addud (berbilang), dalam dzat, sifat
maupun perbuatan. Dalil yang menunjukkan ketunggalan Allah dalam Dzat-Nya
diambil dari dalil tentang kemestian Allah bersifat mukhalafah lil-hawaditsi. Sebab jika
Dzat Allah itu tersusun, berarti ia serupa dengan hawadits dan membutuhkan sesuatu
yang menyusunnya. Dengan demikian berarti Dia baru, dan itu mustahil.

Dalil yang menunjukkan ketidakberbilangan Allah di dalam sifat-sifat-Nya adalah


kenyataan bahwa Allah tidak bersifat dengan dua sifat yang sejenis. Sebab jika sifat-
Nya itu berbilang, tentu sifat-Nya itu baru, padahal sudah ditegaskan bahwa sifat-Nya
itu terdahulu.

Dalil yang menunjukkan ketidakberbilangan Allah di dalam Dzat dan sifat-Nya adalah
kenyataan bahwa Allah tidak berbanding di dalam Dzat-Nya dan tidak ada sesuatu
pun selain Dia yang bersifat dengan sifat-sifat-Nya. Adapun dalil yang menunjukkan
ketidakberbilangan Allah di dalam perbuatan-Nya, yakni kenyataan tidak adanya
sesuatu pun selain Dia yang bisa menciptakan perbuatan, itu karena keberbilangan di
dalam perbuatan berarti persekutuan. Dan persekutuan merupakan aib serta
kekurangan, karena menunjukkan kelemahan. Sedangkan ketunggalan dan
ketidakberbilangan adalah sifat kesempurnaan. Semakin besar kuasa seorang raja,
akan semakin besar pula kebenciannya terhadap sekutu yang menyainginya. Lalu
bagaimana pendapat Anda berkenaan dengan kerajaan dan kekuasaan Allah Yang
ketuhanan-Nya menuntut penguasaan mutlak? Bayangkan seandainya di dunia ini
ada dua Tuhan dan salah satunya ingin mengalahkan yang lain. Apabila yang satu ini
sanggup mengalahkan saingannya, berarti yang kalah itu lemah dan fakir, dan tentu
21 Tanwir al-Qulub

dia bukan Tuhan. Lalu apabila yang satu itu tidak dapat mengalahkannya, berarti dia
yang lemah, dan itu berarti dia bukan Tuhan, tetapi yang kedualah yang tuhan.

Selain dalil agli, ada banyak dalil naqli yang disebutkan di dalam Al-Quran tentang
ketidakberbilangan Allah Ta'ala. Di antaranya adalah firman Allah Ta'ala, “Dan
Tuhanmu adalah Tuhan Yang Mahaesa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Allah Ta'ala berfirman, “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhantuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Mahasuci Allah yang mempunyai Arsy
dari apa yang mereka sifatkan.”

Allah Ta'ala berfirman, “Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak
ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan besertaNya, masing-masing tuhan
itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu
akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan
itu.”

Semua rasul Allah dan kitab-kitab-Nya telah menyatakan kemestian Allah bersifat
tidak berbilang. Seperti diungkapkan Allah Ta'ala di dalam firman-Nya, “Dan
tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: “Adakah
Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?”
Allah Ta'ala juga berfirman, “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum
kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.”

Sifat-sifat yang wajib adanya pada Allah Ta'ala sudah enam sifat yang telah kami
uraikan. Sifat yang pertama, yakni wujud, merupakan sifat nafsiyyah. Sedangkan lima
sifat yang dibahas setelahnya merupakan sifat-sifat salabiyyah, karena sifat-sifat ini
menunjukkan penafian perkara, perkara yang tidak layak adanya pada Allah Ta'ala.
Sifat gidam (terdahulu) meniadakan sifat hudiuts (kebermulaan). Sifat Baqa’ (kekal tak
berakhir) meniadakan sifat fand' (rusak dan berakhir). Sifat al-mukhalafah lil-hawadusi
(berbeda dengan yang selain Dia) meniadakan sifat al-mu, matsalah lil-hawaditsi
(serupa dengan yang selain Dia). Sifat giyamuhy binafsihi (berdiri sendiri) meniadakan
22 Tanwir al-Qulub

iflltiqar ilal-mahalli wal-fa'ih (membutuhkan tempat dan pencipta). Dan sifat


wahdaniyyah (tunggal) me niadakan sifat ta'addud (berbilang), baik dalam dzat, sifat-
sifat maupun perbuatan-perbuatan-Nya.

Sifat ketujuh yang mesti ada pada Allah Ta'ala adalah gudrah, yaitu sifat kuasa yang
ada tanpa mula dan lekat pada dzat Allah Ta'ala, yang dengannya Allah mewujudkan
atau meniadakan segala sesuatu yang mumkin sesuai dengan kehendak-Nya, entah
hal yang mumkin itu umum maupun rinci, berupa jisim (materi) maupun sifat. Yang
mumkin itu meliputi sesuatu yang bersebab. Misalnya, tingkah kita yang diupayakan,
seperti gerak atau diam kita ketika adanya sabab. Atau peristiwa terbakar ketika api
menyentuh sesuatu, atau kenyang setelah makan dan sejuk setelah minum. Selain
meliputi sesuatu yang ber-sabab, hal mumkin juga meliputi sesuatu yang tidak ber-
sabab, seperti adanya langit dan bumi. Sungguh, tidak ada sesuatu pun selain Allah
Ta'ala yang memiliki pengaruh terhadap sesuatu, sebagaimana telah kami terangkan
di muka.

Kami menggunakan kata dengan sifat itu..., bukan dengan kata karena sifat itu...,
untuk menunjukkan bahwa pengaruh itu milik Dzat Allah, bukan milik gudrah. Barang
siapa menyandarkan pengaruh itu kepada gudrah secara hakiki, berarti dia kufur.

Ada sebagian orang awam yang berkata, “Al-Oudrah (kuasa) itu menentukan, maka
lihatlah apa yang diperbuat gudrah.” Apabila pendapat itu muncul dari keyakinan dan
kesengajaan, maka dia kafir karena keyakinan ini mengandung kemusyrikan,
sebagaimana kafirnya orang yang berkeyakinan api ialah yang membakar, atau rotilah
yang membikin kenyang dan pisaulah yang menimbulkan potongan. Namun bila tidak
berkeyakinan seperti itu, dia tidak kafir.

Yang wajib bagi kita adalah meyakini bahwa Allah Ta'ala bersifat gudrah yang gudrah-
nya itu berkaitan dengan semua yang mumkin. Kebalikan dari sifat gudrah (kuasa)
adalah “ajzu (lemah), yakni tidak kuasa atas segala yang mumkin.

Akal telah menunjukkan kemestian adanya sifat gudrah pada Allah Ta'ala, dan bahwa
sifat gudrah-Nya itu berkaitan dengan semua maujud. Semua maujud yang selain Dia
adalah hadits, didahului ketiadaan, sebagaimana telah kami kemukakan. Setiap yang
23 Tanwir al-Qulub

baru sudah pasti harus ada yang menciptakan. Yang menciptakan sudah pasti harus
mempunyai kuasa yang dengannya dia mewujudkan atau meniadakan. Sebab tidak
mungkin ada pengaruh tanpa ada kuasa. Jika Dia tidak kuasa, tentu Dia lemah. Dan
jika Dia lemah, tentu tidak ada sesuatu pun dari alam ini. Karena itu, Allah Ta'ala
niscaya bersifat gudrah. Apabila gudrah Allah Ta'ala itu hanya berkaitan dengan
sebagian yang mumkin dan tidak berkaitan dengan sebagian lainnya, berarti gudrah
Allah itu hadits, karena membutuhkan mukhashshish (yang mengkhususkan). Hal itu
tidak mungkin, sebab gudrah Allah Ta'ala itu terdahulu dengan ke-terdahulu-an Dzat-
Nya.

Selain dalil akal, ada banyak dalil naqli yang menunjukkan kemestian adanya sifat
gudrah pada Allah Ta'ala. Di antaranya adalah firman Allah Ta'ala, “Hampir-hampir
kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kajj kilat itu menyinari mereka,
mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti.
Jika Allah menghendaki, niscaya Dia me. lenyapkan pendengaran dan penglihatan
mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa, atas segala sesuatu.”

Allah Ta'ala berfirman, “Dan tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik
di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.”
Allah Ta'ala berfirman, “Adakah pencipta selain Allah.?” Dan Allah pun berfirman,
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (bi-qadarin).”?
Para nabi a.s. pun tidak mengingkari hal ini.

Kesimpulannya, segala sesuatu pada mulanya bergantung kepada Allah Ta'ala tanpa
perantara berdasarkan pilihan, baik menurut akal, dalil Al-Quran dan hadis, maupun
menurut ijma'.

Sifat kedelapan yang mesti adanya pada Allah Ta'ala adalah iradah (berkehendak).
Iradah merupakan sifat wujud terdahulu yang ada secara nyata pada Dzat Allah
Ta'ala. Dengan sifat-Nya ini Allah Ta'ala memberi karakter khusus pada sesuatu
sesuai ilmu-Nya, karakter yang berbeda dari karakter yang Dia khususkan pada
sesuatu lainnya yang saling berlawanan. Maka, segala sesuatu yang diketahui ada
dan tiadanya merupakan kehendak Allah Azza wa Jalla. Tidak ada sesuatu pun yang
nyata di kerajaan Allah Ta'ala selain yang dikehendaki-Nya.
24 Tanwir al-Qulub

Kami menggunakan kata merupakan sifat yang dengannya..., bukan kata merupakan
sifat yang kerenanya..., itu untuk menunjukkan bahwa kuasa memberikan karakter
khusus itu milik Dzat, bukan milik sifat.

Di alam ini, hal yang saling berlawanan itu ada enam. Yaitu, ada tiada, ukuran, sifat,
zaman, tempat dan arah. Segala sesuatu yang mumkin (semesta alam), memiliki
kemungkinan untuk mencrima secara sama masing-masing kategori berlawanan itu.
Masing-masing pihak dari dua hal berlawanan itu tidak lebih utama untuk diterima
daripada yang lainnya. Allah Ta'ala mengkhususkan sesuatu dengan ada sebagai
ganti dari kebalikannya, yakni tiada, atau Dia mengkhususkannya dengan tiada
sebagai ganti dari kebalikannya, yakni ada. Hal mumkin memiliki potensi untuk
menerima kekhususan tersebut secara sama, antara menerima ada dan tiada.

Allah juga mengkhususkan al-mumkin dengan ukuran tertentu seperti, panjang-


pendek dan besar-kecilnya. Lalu mengkhususkannya dengan sifat tertentu sebagai
ganti dari sifat kebalikannya, seperti hitam sebagai ganti dari putih atau merah, gerak
sebagai ganti dari diam, atau mengetahui sebagai ganti dari tidak mengetahui. Allah
juga mengkhususkannya dengan keberadaannya pada masa tertentu sebagai ganti
dari keberadaannya pada masa sebelumnya atau sesudahnya. Misalnya, sesuatu itu
ada pada jam sekian pada hari tertentu di bulan anu pada tahun tertentu, sebagai
ganti dari keberadaannya pada masa sebelum atau sesudahnya. Selain itu, Allah juga
mengkhususkan sesuatu itu dengan keberadaannya di tempat tertentu dan tidak di
tempat lain, misalnya berada di Bolag, tidak di Irak. Kemudian Allah juga
mengkhususkannya dengan keberadaannya di arah tertentu, seperti di timur atau di
barat.

Karena itu, kita wajib meyakini benar bahwa Allah Ta'ala berkehendak yang
kehendak-Nya itu berkaitan dengan seluruh al-mumkinat (semesta selain Dia).
Kebalikan dari sifat radah adalah karahah (terpaksa).

Akal telah menunjukkan kemestian Allah Ta'ala memiliki sifat berkehendak dan
mustahil terpaksa, dan bahwa kehendak-Nya itu berkaitan umum dengan seluruh
makhluk. Seandainya Allah Ta'ala tidak berkehendak, tentu Dia terpaksa. Dalam hak
25 Tanwir al-Qulub

Allah Ta'ala, terpaksa merupakan kekurangan (ketidaksempurnaan), sedangkan


berkehendak merupakan kesempurnaan. Dan kekurangan merupakan sifat yang
mustahil ada pada Allah. Selain itu, jika Allah Ta'ala tidak berkehendak dan tidak
merdeka menentukan pilihan, berarti Dia terpaksa dan terjajah. Dan itu berarti Allah
tidak kuasa. Padahal telah jelas dan tegas argumen kemestian Allah Ta'ala bersifat
kuasa, dan bahwa kuasa-Nya itu meliputi seluruh mumkinat.

Adapun dalil naqli yang menunjukkan kemestian adanya sifat iradah pada Allah Ta'ala
adalah firman-Nya, “Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang
yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”

Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila


Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka
jadilah ia." Tidak ada perbedaan antara al-masyi'ah dan al-iradah.

Ketahuilah bahwa gudrah dan iradah tidak berkaitan dengan hal yang wajib adanya
atau yang mustahil adanya. Oudrah dan iradah hanya berkaitan dengan segala yang
mumkin. Kami tidak akan menjelaskannya di sini karena terlalu betele-tele.

Kesimpulannya, kita wajib meyakini dan menegaskan bahwa segala sesuatu yang
digelar di kerajaan Allah dari ketiadaan menjadi ada adalah makhluk yang ditentukan
oleh Allah sesuai dengan kehendak-Nya di zaman azali. Apa yang dikehendaki Allah
pasti terjadi. Dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, pasti tidak akan terjadi. Sungguh,
Dia Sang Penguasa taufig. Sifat kesembilan yang mesti adanya pada Allah Ta'ala
adalah al ilmu (mengetahui). Sifat mengetahui merupakan sifat terdahulu yang ada
bersamaan keberadaan Dzat-Nya. Pengetahuan Allah Ta'ala terhadap sesuatu apa
adanya bersifat meliputi dan tidak didahului oleh kesamaran. Yang dimaksud sesuatu
di sini mencakup semua yang wajib adanya, yang mustahil adanya dan yang mungkin
adanya, keseluruhannya dan bagiannya, secara umum maupun terperinci. Dengan
ilmu-Nya yang terdahulu, Allah Ta'ala mengetahui Dzat-Nya dan sifat-sifat-Nya,
mengetahui ketidakadaan hal yang mustahil bagi-Nya, seperti kemustahilan Dia
bersifat baru, lemah dan mempunyai sekutu. Allah Ta'ala mengetahui segala sesuatu
26 Tanwir al-Qulub

apa adanya di zaman azali serta kejadian di masa lalu, masa sekarang dan masa
yang akan datang.

Kebalikan dari al-“Imu adalah al-jahl (tidak mengetahui) dan yang semakna
dengannya, seperti zhann (menyangka), syakk (meragu), wahm (menduga), ghaflah
(lalai), nisyan (lupa) dan sahwu (keliru).

Dalil yang menunjukkan kemestian Allah Ta'ala bersifat mengetahui dan mustahil Dia
bersifat tidak mengetahui adalah kenyataan bahwa tidak mengetahui merupakan sifat
tidak sempurnaan bagi Allah Ta'ala. Sifat tidak sempurnaan merupakan hal yang
mustahil ada pada Dzat Allah Ta'ala, Allah mesti suci darinya. Allah Ta'ala mesti
disifati dengan sifat-sifat kesempurnaan, yang di antaranya adalah sifat mengetahui.
Selain itu, kita juga sungguh menyaksikan alam raya yang demikian agung dan indah,
tertata dengan sistem-sistem hukumnya yang rumit, berikut aktivitas dan bentuk-
bentuk yang sempurna dan indah. Di dalamnya banyak sekali kreasi yang amat
menakjubkan, hukum-hukum, kemanfaatan-kemanfaatan dan berbagai keindahan
yang bahkan tidak bisa ditelusuri akal secara menyeluruh. Itu semua pasti diciptakan
oleh Sang Kreator Yang Mahatahu dan Maha bijaksana.

Ketika kita melihat tulisan yang bagus atau mendengar kata-kata yang indah, yang
muncul dari makna-makna yang mendalam, kita tentu tahu bahwa yang membuatnya
pasti orang yang pintar. Demikian pula ketika manusia memandang langit atau
memandang dirinya sendiri, merenungi hubungan antara alam atas dan alam bawah,
mengamati dunia binatang yang amat beragam, mengamati bagaimana perilaku
mereka, bagaimana mereka membangun sarang, berburu makan di gunung-gunung
dengan perangkat tubuh yang sesuai dengan kebutuhannya, tentu ia tidak akan ragu
bahwa Dia Yang Menciptakan semua itu sungguh Mahatahu dan Mahabijaksana.

Allah mesti bersifat mengetahui, dan pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu


secara seluruh, tidak sekadar meliputi sebagian tanpa sebagian lainnya. Sebab, jika
pengetahuan-Nya tidak meliputi keseluruhan dan hanya sebagian, tentu Dia jahl (tidak
mengetahui), dan ini sungguh batil.
27 Tanwir al-Qulub

Ada banyak sekali dalil dari Al-Quran dan hadis yang menunjukkan kemestian Allah
Ta'ala bersifat mengetahui. Di antaranya adalah firman Allah Ta'ala, “...Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Allah Ta'ala berfirman, “Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengelahui (yang
kamu lahirkan dan rahasiakan): dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?”

Allah Ta'ala berfirman, “Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan
mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah
Maha Mengetahui segala isi hati.”

Demikian pula para rasul telah bersepakat akan kemestian Allah Ta'ala bersifat
mengetahui. Seperti ditegaskan di dalam Al-Quran, “(Ingatlah), hari di waktu Allah
mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka): “Apa jawaban
kaummu terhadap (seruan)-mu?” Para rasul menjawab: “Tidak ada pengetahuan kami
(tentang itu), sesungguhnya Engkau lah yang mengetahui perkara yang gaib.”
Maksudnya adalah, pada Hari Kiamat Allah Ta'ala berfirman kepada para rasul, “Apa
jawaban umat kalian terhadap kalian? Bagaimana penerimaan mereka terhadap
kalian saat kalian mengajak mereka untuk mengesakan Aku dan menaati-Ku?” Lalu
para rasul berkata, “Pengetahuan kami tentang mereka tidak seperti pengetahuan-Mu
tentang mereka, Engkau sungguh Maha Mengetahui alam-alam gaib. Engkau
sungguh mengetahui apa pun yang mereka sembunyikan dan apa pun yang mereka
tampakkan, sedangkan kami hanya mengetahui apa yang mereka tampakkan.
Pengetahuan-Mu tentang mereka lebih meliputi dan lebih sempurna daripada
pengetahuan kami.”

Sifat kesepuluh yang mesti adanya pada Allah Ta'ala adalah alhayat (hidup). Al-hayat
yang mesti adanya pada Allah Ta'ala merupakan sifat wujudi terdahulu yang ada
dengan keberadaan Dzat-Nya, yang merupakan syarat mutlak bagi adanya sifat al-
gudrah, al-iradah, al-'ilm, as-sama', al-bashar dan al-kalam. Sifat hayat Allah Ta'ala
tidak berkaitan dengan apa pun. Kebalikannya adalah al-maut (mati).

Dalil akal yang menunjukkan kemestian Allah Ta'ala bersifat hidup dan mustahil mati
adalah kenyataan bahwa hidup merupakan sifat kesempurnaan, sedangkan maut
28 Tanwir al-Qulub

merupakan sifat kekurangan. Allah Ta'ala mesti suci dari semua sifat kekurangan dan
mesti bersifat sempurna. Karena itu Allah Ta'ala mesti bersifat hidup. Lalu, seandainya
Allah tidak bersifat hidup, niscaya tidak sah Dia bersifat kuasa dan memiliki sifat-sifat
sempurna lainnya.

Adapun dalil naqli yang menunjukkan kemestian Allah Ta'ala bersifat hidup, di
antaranya adalah firman Allah Ta'ala, “Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan selain
Dia, maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi
Allah Tuhan semesta alam.”

Allah Ta'ala berfirman, “Dan bertakwalah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak
mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui
dosa-dosa hamba-hamba-Nya.“ Demikian pula para rasul dan seluruh orang berakal
menyatakan kemestian Allah Ta'ala bersifat hidup.

Sifat kesebelas yang mesti adanya pada Allah Ta'ala adalah as, sama" (mendengar),
as-sama' merupakan sifat terdahulu yang ada dengan adanya Dzat Allah dan
berkaitan dengan semua maujud secara utuh apa adanya, yang keterkaitannya
dengan semua itu lain dari ke. terkaitan ilmu dan bashar-Nya. Kaitan sifat sama' Allah
dengan maujud bukan merupakan kaitan sifat ilmu-Nya dengan maujud, sebagaimana
maklum kita saksikan sifat itu pada makhluk.

Kita wajib meyakini bahwa ilmu Allah mustahil tercemari kesamaran, pada semua
segi. Dan keberlainan antara kaitan pendengaran-Nya dan kaitan pengetahuan-Nya
dengan semua maujud, itu bukan seperti yang kita bayangkan, bahwa kejelasan yang
dihasilkan dari penglihatan itu lebih banyak daripada kejelasan dengan ilmu, karena
semua sifat Allah Ta'ala sungguh sempurna, mustahil tercemar oleh kesamaran,
kekurangan dan tambahan. Apabila sifat Allah tidak sempurna demikian, tentu sifat-
sifat-Nya itu serupa dengan sifat-sifat hawadis dan menuntut kebaharuan Dzat-Nya.
Padahal sebagaimana telah kami jelaskan bahwa Alllah Ta'ala bersifat qadim dan
mustahil bersifat hudus.

Maksud ungkapan kami, “...berkaitan dengan semua maujud", adalah bahwa


pendengaran Allah berkaitan dengan semua maujud secara utuh dan menyeluruh,
29 Tanwir al-Qulub

entah maujud itu terdahulu maupun baru, dzat maupun sifat. Dan pendengaran-Nya
itu tidak hanya menangkap suara. Berbeda dengan pendengaran kita yang umumnya
hanya menangkap suara, meskipun terjadinya perbedaan pendengaran di antara kita
juga merupakan hal yang lazim terjadi. Seperti yang terjadi pada Rasulullah saw. yang
mendengar kalam Allah Ta'ala yang qadim. Tidak diragukan bahwa kalam Allah Ta'ala
yang didengar Rasulullah saw. itu bukan suara Allah Ta'ala mesti bersifat sama', dan
mustahil Dia bersifat kebalikannya, yakni al-shamam (tuli). Dalilnya menurut akal,
setiap yang hidup pasti punya salah satu dari dua sifat berlawanan tersebut,
mendengar atau tuli. Dan jika Allah disifati dengan sifat tuli, itu sungguh merupakan
kekurangan dalam hak-Nya. Karena itu Allah Ta'ala mesti bersifat mendengar, karena
mendengar merupakan sifat kesempurnaan dalam hak Allah Ta'ala.

Ada banyak dalil naqli yang menunjukkan kemestian Allah Ta'ala bersifat mendengar
dan mustahil tuli. Di antaranya adalah firman Allah Ta'ala, “(Dia) Pencipta langit dan
bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari
jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang
biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Allah Ta'ala berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta
kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.”

Di dalam kitab ash-Shafih disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,


“Rendahkanlah suara kalian. Sungguh kalian tidak sedang berdoa kepada si tuli yang
tiada. Kalian sedang berdoa kepada Dia Yang Maha Mendengar nan Maha Melihat.”
Hadis ini diriwayatkan oleh alImam al-Bukhari. Dan para ahli Filosofi pun telah sepakat
bahwa Allah Ta'ala mesti bersifat sama'.

Sifat kedua belas yang mesti ada pada Allah Ta'ala adalah al-bashar (melihat). Al-
bashar merupakan sifat terdahulu yang ada dengan adanya Dzat Allah dan berkaitan
dengan semua maujud secara utuh apa adanya, yang keberkaitannya dengan semua
itu lain dari keberkaitan 'ilmu dan sama -Nya. Allah Ta'ala melihat semua maujud
secara utuh dan menyeluruh, entah yang qadim maupun yang hadits, yang berupa
dzat maupun sifat. Kebalikannya adalah alumyu (buta). Dalil yang menunjukkan
30 Tanwir al-Qulub

kemestian Allah Ta'ala bersifat melihat dan mustahil buta, dalil agli maupun naqli, telah
kami ungkapkan di dalam penjelasan tentang sifat sama'-Nya. Kami tidak perlu
mengulangnya di sini.

Sifat ketiga belas yang mesti ada pada Allah Ta'ala adalah al-kalam (berfirman). Al-
kalam merupakan sifat terdahulu yang ada dengan adanya Dzat Allah Ta'ala,
berkaitan dengan semua yang wajib, yang mustahil dan yang mungkin.
Keberkaitannya dengan semua itu adalah ta'allug dilalah (penunjukan).

Kami sudah menjelaskan bahwa Allah Ta'ala berbeda dengan makhluk, dalam dzat,
sifat-sifat maupun perbuatan-perbuatan-Nya. Dan sifat kalam Allah tentu berbeda
dengan sifat kalam makhluk. Sifat kalam Allah tidak dengan huruf, tidak pula dengan
suara. Kalam Allah tidak bermula dan tidak berakhir. Kalam Allah tidak mengenal
diam, tidak pula rusak seperti bicara anak kecil atau orang yang gagu atau seperti
sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk. Sebab, jika kalam Allah Ta'ala tidak sempurna,
tentu sifat kalam-Nya baru seperti sifat-sifat kita. Padahal sebagaimana telah
ditegaskan bahwa Allah Ta'ala mesti bersifat gidam (terdahulu), Dzat-Nya maupun
sifat-sifat-Nya.

Ketahuilah bahwa kalam Allah Ta'ala bersifat satu, seperti sifat-sifat Dia yang lainnya,
sebagaimana telah kami terangkan pada penjelasan sifat wahdiniyyat-Nya. Hanya
saja, sifat kalam Allah beragam dengan keragaman relasinya. Apabila berkaitan
dengan tuntutan mengerjakan shalat atau menunaikan zakat misalnya, maka sifat
kalam-Nya itu amar (perintah), seperti dalam firman Allah Ta'ala, “Dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat...” Apabila berkaitan dengan tuntutan untuk meninggalkan
zina, membunuh tanpa hak dan menggunjing misalnya, maka sifat kalam-Nya
memberi pemahaman nahi (larangan). Seperti di dalam firman Allah Ta'ala, “Dan
janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji dan suatu jalan yang buruk.” Atau di dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar..”S dan di dalam firman Allah Ta'ala, “Hai orang-orang yang
beriman, Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka
itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain...”
31 Tanwir al-Qulub

Apabila berkaitan semisal Nabi Musa mengerjakan sesuatu, maka sifat kalam Allah
memberi pemahaman khabar (berita). Seperti firman Allah Ta'ala, “Maka Musa
melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata.”

Apabila berkaitan dengan ketentuan bahwa orang yang taat akan beroleh surga, maka
sifat kalam-Nya memberi pemahaman al wa'd (janji). Seperti firman Allah Ta'ala,
“...dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa.”

Apabila berkaitan dengan ketentuan bahwa orang yang bermaksiat akan masuk ke
neraka, maka sifat kalam-Nya memberi pemaaman alwa'id (ancaman). Seperti firman
Allah Ta'ala, “Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-
orang yang kafir.”

Selain ragam sifat kalam tersebut, masih ada ragam sifat kalam lainnya sesuai dengan
keragaman relasinya.

Kebalikan dari sifat kalam adalah al-bukmu (bisu). Dalil akal yang menunjukkan
kemestian Allah Ta'ala bersifat kalam dan mustahil bisu adalah kenyataan bahwa bisu
merupakan sifat kekurangan yang tidak mungkin ada pada Allah Ta'ala. Allah mesti
bersifat kalam yang merupakan sifat kesempurnaan. Dalil naqli-nya adalah firman
Allah Ta'ala “Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”" Dalil naqli
ini sudah masyhur di kalangan para nabi dan para rasul. Demikian pula ulama sepakat
bahwa Allah Ta'ala mutakallim (berfirman).

Catatan

1. Sifat yang tujuh dari dua puluh sifat yang mesti ada pada Allah Ta'ala, yakni al-
gudrah (kuasa), al-iradah (berkehendak), al-'Imu (mengetahui), al-hayat (hidup), as-
sama' (mendengar), al-bashar (melihat) dan al-kalam (berfirman) disebut sifat ma'ani,
karena sifat-sifat itu nyata adanya, yang sekiranya penghalang antara kita dan Allah
disingkapkan atau dihilangkan, niscaya kita dapat melihatnya. Telah dijelas di muka
bahwa sifat sna'ani adalah semua sifat yang nyata adanya.
32 Tanwir al-Qulub

2. Dari penjelasan yang telah kami uraikan, Anda paham bahwa sifatsifat memiliki
ta'allug (kaitan dengan maujud) yang tidak sama. Sifat gudrah berkaitan dengan
semua yang mumkin dari segi ta'tsir (pengaruh), sedangkan :#ridah berkaitan dengan
semua yang mumkin dari segi takhshish (pengkhususan). Sifat “Imu berkaitan dengan
yang wajib, yang mustahil dan yang mungkin dalam bentuk al-ihithah (meliputi) dan
altnkisyaf (ketersingkapan). Sedangkan sifat kalam berkaitan dengan yang wajib,
yang mustahil dan yang mungkin dalam bentuk dilalah (penunjukan). Sifat sama"
(mendengar) dan bashar (melihat) berkaitan dengan semua yang maujud yang wajib
dan mungkin dalam bentuk inkisyaf (ketersingkapan). Sedangkan sifat hayat (hidup)
tidak berkaitan dengan segala sesuatu. Karena hayat tidak menuntut sesuatu yang
lebih daripada Dzat-Nya.

3. Adapun sifat kaunuhu gadiran (kenyataan Allah Mahakuasa), kaunuhu muridan


(Kenyataan Allah Berkehendak), kaunuhu aliman (kenyataan Allah Mengetahui),
kaunuhu hayyan (kenyataan Allah Hidup), kaunuhu sami'an (kenyataan Allah
Mendengar), kaunuhu bashiran (kenyataan Allah Melihat) dan kaunuhu mutakalliman
(kenyataan Allah berfirman), Itu semua merupakan sifat-sifat ma 'nawiyyah, yakni
sifat-sifat yang dinisbatkan pada sifat ma 'ani. Karena berdasarkan akal, penyifatan
dengan sifat-sifat tersebut merupakan cabang dari penyifatan dengan sifat-sifat
ma'ani. Penyifatan Dzat Allah dengan kaunuhu Qaliman (kenyataan Dia Mengetahui)
hanya akan sah bila Dia memiliki sifat mu (mengetahui). Demikian pula sifat-sifat ma
'nawiyah lainnya. Kami telah menjelaskan bahwa sifat-sifat ma nawiyyah adalah
semua sifat yang tetap dan menjadi kelaziman bagi sifat-sifat ma'ini.

4. Kebalikan dari sifat-sifat ma'naunyah tersebut (yang mesti adanya pada Allah
Ta'ala) berikut dalilnya, diambil dari sifat-sifat ma'an: yang mustahil adanya pada Allah
Ta'ala. Kebalikan dari sifat kaunuhu gadiran adalah kaunuhu jahilan (kenyataan Allah
tidak mengetahui). Kaunuhu jahilan merupakan sifat ma 'nawiyah dari al-jahl yang
merupakan sifat ma'ani. Demikian pula sifat-sifat ma nawriyah lainnya, yang mustahil
adanya pada Allah Ta'ala. Kami tidak perlu mengulang dalilnya di sini.

Selain yang wajib dan yang mustahil, ada pula yang mungkin adanya pada Allah
Ta'ala. Yang ja'iz adanya pada Allah Ta'ala adalah fu kulli mumkinin aw tarkuhu
33 Tanwir al-Qulub

(melakukan semua yang mumkin atau tidak melakukan). Misalnya: menciptakan dzat,
menciptakan sifat, menciptakan tindakan refleks atau tindakan bebas, menciptakan
rezeki, menghidupkan, mematikan, memberi petunjuk, menyesatkan, menimpakan
siksa, memberikan pahala dan lain sebagainya. Siksa semata-mata merupakan
keadilan-Nya, dan pahala semata-mata merupakan kemurahan-Nya. Penerimaan
pahala atas keimanan dan ketaatan serta penetapan siksa atas kekufuran dan
kemaksiatan semata-mata merupakan pilihan bebas Allah Ta'ala. Kalaupun Allah
memilih penetapan yang sebaliknya, pilihan-Nya itu tetap benar dan baik. Karena
Allah Ta'ai, tidak berkewajiban menciptakan sesuatu pun hal yang mumkin, tidak pula
sesuatu pun hal yang mumkin itu mustahil bagi-Nya.

Dalil akal menunjukkan kenyataan tersebut. Apabila Allah Ta'ala berkewajiban


menciptakan segala sesuatu yang mumkin, maka sesuatu yang mumkin itu menjadi
yang wajib. Apabila sesuatu yang mumkin itu mustahil bagi Allah Ta'ala, tentu yang
mumkin itu menjadi mustahil bagi-Nya. Ini sungguh batil, jelas-jelas batil.

Adapun dalil naqli yang menunjukkan kenyataan tersebut di antaranya adalah firman
Allah Ta'ala, “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.
Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa
yang mereka persekutukan (dengan Dia).

Sampai di sini tema hukum yang menjadi target uraian kami pada bab ini telah selesai.
Dari uraian tersebut Anda sudah mendapat kejelasan bahwa Allah Ta'ala wajib ada-
Nya sejak azali dan selama-lamanya. Telah jelas pula bahwa Allah Ta'ala tidak
membutuhkan apa pun yang selain Dia, dan bahwa segala sesuatu yang selain Dia
itu sungguh membutuhkan-Nya. Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Allahlah yang memiliki
pengaruh terhadap sesuatu. Sementara manusia, jin, malaikat atau makhluk-makhluk
lainnya sama sekali tidak memiliki pengaruh tanpa pengaruh-Nya. Allah Mahasuci dari
semua yang dirasa sebagai kekurangan, Allah suci dari sakit, lupa, mengantuk,
terputus, atau membutuhkan penolong, atau teman, anak, istana, kursi, pena, buku,
pasukan, sekretaris, atau penjaga dan lain sebagainya. Sebaliknya, semua makhluk
berada dalam kuasa paksa keagungan dan kuasa Allah Ta'ala. Allah Yang mengatur
segala sesuatu, dan Dia mengetahui segala sesuatu. Tidak sesuatu pun yang
membuat Dia telah mengatur mahluk-Nya. Dia telah Ada saat sesuatu tidak ada
34 Tanwir al-Qulub

bersama-Nya, dan Dia akan senantiasa ada apa Ada-Nya. Dia tidak berpindah, tidak
berganti, tidak berubah oleh keadaan apa pun. “Sesungguhnya perintah-Nya apabila
Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.
Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan
kepada-Nya lah kamu dikembalikan.”

Maka, wahai saudaraku, engkau mesti mengetahui semua yang telah kami paparkan,
agar engkau menjadi bagian dari orang-orang yang selamat, bahagia, menang dan
memperoleh kebahagiaan yang abadi. Janganlah engkau sampai menyalahi sesuatu
pun dari akidah tersebut. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi bagian dari mereka
yang merugi, sesat dan menyesatkan.

Kami memohon kepada Allah Ta'ala agar Dia menunjukkan kita ke jalan petunjuk dan
menolong kita agar senantiasa berada pada jalan yang diridhai-Nya, sehingga kita
menjadi bagian dari orang-orang yang bahagia di Hari panggilan Allah. Dan semoga
Allah Ta'ala memasukkan kita ke surga bersama golongan hamba-hamba-Nya yang
didekatkan, yang “doa mereka di dalamnya ialah, Subhanakallahumma, dan salam
penghormatan mereka ialah Salam'. Dan penutup doa mereka ialah, Alhamdulillah
rabbil-'alamin.”? Shalawat dan salam senantiasa melimpahi paduka kami yang mulia,
Muhammad saw., serta keluarga dan para sahabatnya.
35 Tanwir al-Qulub

BAB II : KENABIAN (NUBUWWAH)

Bab ini berisi uraian tentang permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan


para nabi, yang merupakan bagian kedua dari dua bagian iman. Iman tersusun dari
dua bagian. Pertama, iman kepada Allah Ta'ala, yakni haditsun-nafsi yang mengikuti
pengenalan sifat yang wajib, yang mustahil dan yang mungkin bagi Allah Ta'ala.
Uraian tentang bagian iman yang pertama ini sudah kami jelaskan pada Bab I. Adapun
bagian iman yang kedua adalah iman kepada para rasul, yakni haditsun-nafsi yang
mengikuti pengenalan sifat yang wajib, yang mustahil dan yang mungkin bagi para
rasul Allah. Yang dimaksud dengan haditsun-nafsi adalah penerimaan dan keyakinan
hati akan apa yang diketahuinya walaupun kesombongan tidak bisa menghalangi dia
untuk membenarkannya.

Ketahuilah bahwa rasul adalah manusia laki-laki yang merdeka (bukan budak) yang
diutus oleh Allah Ta'ala kepada hamba-hamba-Nya, untuk menyampaikan hukum-
hukum-Nya yang bersifat taklifi dan wadhi kepada mereka. Yang dimaksud dengan
hukum taklifi dan wadhi ialah kewajiban syariat yang pasti, kenyataan sesuatu menjadi
syarat, atau menjadi sebab, atau penghalang, atau sah, atau rusak, serta halhal lain
yang menjadi ikutannya, seperti janji dan ancaman-Nya. Adapun nabi adalah manusia
laki-laki merdeka yang diberi wahyu oleh Allah Ta'ala berupa syari'at yang harus
diamalkannya, entah kemudian dia diperintah untuk menyampaikan syari'at yang
diterimanya itu kepada yang lain maupun tidak.

Kerasulan para rasul merupakan kelembutan dan rahmat dari Allah Ta'ala yang
dengannya Dia mengistimewakan hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Dan
kenabian tidak bisa diupayakan, entah dengan riyadhah (latihan spiritual), dengan
mujahadah (memerangi nafsu) maupun dengan upaya-upaya lainnya. Kenabian
semata-mata merupakan anugerah dari Allah Ta'ala, yang mengandung hikmah dan
kemaslahatan.

Adapun jalan untuk menegaskan kerasulan, dilakukan dengan mukjizat. Mukjizat ialah
perkara luar biasa yang menyalahi kebiasaan, dimunculkan untuk membenarkan dan
memperkuat pengakuan kenabian para nabi. Seperti peristiwa keluarnya air dari jari-
36 Tanwir al-Qulub

jari (Nabi Muhammad) dan peristiwa tidak terbakarnya Nabi Ibrahim saat dilempar ke
dalam kobaran api. Mukjizat-mukjizat itu merupakan penegas yang amat jelas dari
Allah Ta'ala akan kebenaran pengakuan kenabian para nabi.

Iman kita tidak akan sempurna sebelum kita mengenal para rasul Allah, dan iman
kepada para rasul itu tidak akan didapat selain dengan mengetahui sifat-sifat yang
wajib, yang mustahil dan yang jaiz bagi mereka. Karena itu di sini kami akan
menguraikan sifat-sifat yang wajib, yang mustahil dan yang ja'tz adanya pada diri para
rasul.

Ada empat sifat yang mesti ada dalam diri para rasul Allah, dan empat sifat pula yang
mustahil adanya pada diri mereka. Pertama, ashshidgu (benar dan jujur) di dalam
semua hal yang mereka sampaikan dari Allah Tabaraka wa Ta'ala. Para rasul mustahil
bersifat al-kidzbu (tidak benar, bohong) di dalam semua itu. Karena al-kidzbu
merupakan kebalikan dari ash-shidig.

Ash-shidg adalah kesesuaian berita yang disampaikan dengan kenyataan dan hakikat
berita itu. Misalnya berita yang disampaikan mereka, “Sesungguhnya Allah Mahaesa,
tidak ada Tuhan selain Dia.” Mereka telah berkata benar dan jujur, karena apa yang
mereka sampaikan itu sesuai dengan kenyataan. Sedangkan al-kidzbu adalah
ketidaksesuaian berita dengan kenyataan dan hakikat berita itu.

Dalil akal yang menunjukkan kemestian para rasul bersifat jujur dan mustahil bersifat
bohong adalah, apabila para rasul itu berbohong di dalam berita menyampaikan
kepada orang lain, berarti berita dari Allah yang berupa mukjizat itu juga bohong.
Karena, Allah menegaskan kebenaran seorang rasul dengan mukjizat yang Dia
munculkan di tangannya. Penegasan kebenaran dengan pemunculan mukjizat ini
menempati posisi penegasan kebenaran dengan firman yang tegas. Pemunculan
mukjizat ini menempati posisi firman Allah Ta'ala, “hamba-Ku ini benar dan jujur di
dalam setiap kabar yang disampaikannya dari-Ku.”

Apabila para rasul itu berbohong, berarti Allah Tabaraka wa Ta'ala juga berbohong
dalam penegasan-Nya akan kebenaran diri mereka. Dan bohong, sungguh hal yang
mustahil adanya pada Allah Ta'ala. Sebab, berita dari Allah itu sesuai dengan ilmu-
37 Tanwir al-Qulub

Nya, dan ilmu-Nya tidak mengandung sesuatu yang berlawanan dengan kenyataan,
demikian pula firman-Nya. Maka nyatalah bahwa para rasul itu mustahil bersifat
bohong. Karena itu mereka mesti bersifat benar dan jujur.

Selain dalil akal, ada banyak dalil naqli yang menunjukkan kemestian para rasul
bersifat jujur dan mustahil bersifat bohong. Di antaranya adalah firman Allah Ta'ala,
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu,
mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan
benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada
mereka kecuali iman dan ketundukan.” Allah Ta'ala berfirman, “Mereka berkata: Aduh
celakalah kami!

Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang
dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya).”

Sifat kedua yang mesti adanya di dalam diri para rasul Allah adalah al-amanah
(terpercaya), mustahil mereka bersifat al-khiyanah (khianat). Amanah ialah menjaga
diri lahir batin dari hal-hal yang terlarang, yang haram maupun yang makruh, seringan
apa pun larangan itu. Sedangkan khiyanah adalah kebalikannya.

Secara argumentatif akal menunjukkan kemestian para rasul bersifat amanah dan
mustahil bersifat khiyanah. Kita tahu bahwa para rasul merupakan makhluk yang
paling mulia dalam pandangan Allah Ta'ala, paling bertakwa kepada-Nya, paling
mengenal-Nya dan paling takut kepada-Nya. Allah telah memilih dan
mengistimewakan mereka lebih dari manusia lainnya. Allah menjadikan mereka
sebagai duta untuk menyampaikan hukum-hukum syariat-Nya kepada umat manusia,
disertai dengan penegasan kebenaran dari-Nya akan kebenaran hukum yang mereka
sampaikan itu. Karena itu mereka mesti menjadi panutan bagi umat. Sungguh, Allah
telah menegaskan kemestian mereka untuk diikuti tanpa komentar, dan kita diperintah
untuk mengikuti semua perkataan, perbuatan dan perilaku mereka. Jika ternyata para
rasul Allah itu berkhianat dengan melakukan perbuatan haram atau makruh, tentu
perbuatan tersebut akan menjadi perbuatan yang diperintahkan sekaligus dilarang.
Menjadi diperintahkan karena perbuatan tersebut dilakukan rasul yang menjadi
panutan dan mesti kita ikuti, sekaligus dilarang karena rasul telah menyampaikan
38 Tanwir al-Qulub

keterlarangannya. Dan ini sungguh batil, karena mengandung kontradiksi. Karena itu
para rasul mestilah bersifat amanah, mustahil mereka bersifat khiyanah.

Dalil naqlinya adalah firman Allah Ta'ala, “Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah)
yang dipercaya kepadamu."

Allah Ta'ala berfirman, “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari
suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang
jujur Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.”'
Sebagaimana Anda ketahui, para rasul adalah orang-orang yang dicintai Allah Ta'ala,
dan tentunya mereka bukan pengkhianat.

Para ulama telah sepakat tentang keterpercayaan para nabi dan rasul Allah. Mereka
juga sepakat bahwa para nabi dan rasul disucikan dari segala kekurangan dan dosa.
Karena itu kita wajib membenarkan keterpercayaan mereka.

Sifat ketiga yang wajib adanya dalam diri pada rasul adalah attabligh (menyampaikan
semua yang diperintahkan Allah kepada mereka untuk mereka sampaikan kepada
manusia). Mereka tidak menyembunyikan sesuatu pun dari semua yang telah Dia
perintahkan kepada mereka untuk mereka sampaikan—sesuai perintah-Nya—kepada
umat, entah dengan sengaja atau karena lupa, kepada sebagian umat ataupun
kepada semua.

Dalil akal yang menunjukkan kemestian para rasul bersifat tabligh dan mustahil
menyembunyikan sesuatu dari yang telah diperintahkan-Nya untuk mereka
sampaikan, sudah sangat jelas dari argumen kemestian mereka bersifat amanah.
Sungguh, apabila mereka menyembunyikan sesuatu yang telah diperintahkan untuk
disampaikan, berarti mereka telah berkhianat. Dan ini mustahil, sebab para rasul Allah
sungguh terjaga dan terpelihara (ma 'shum) dari sifat khianat.

Dalil naqlinya adalah firman Allah Ta'ala, (yaitu) orang-orang yang menyampaikan
risalah-nsalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut
kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat
Perhitungan."
39 Tanwir al-Qulub

Al-Quran suci telah menjelaskan kesempurnaan tabligh yang dila. kukan oleh
Rasulullah saw. Allah Ta'ala berfirman, “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah
kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-
Ku, dan telah Ku-ridha: Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa
karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Sifat keempat yang mesti adanya dalam diri para rasul adalah alfathanah (cerdas dan
tidak lupa). Mustahil para rasul bersifat ghaflah (lupa) dan baladah (idiot). Rasul diutus
untuk menegakkan hujjah (argumen), untuk mengatasi musuh dan membatalkan
pengakuan mereka yang batil. Seandainya para rasul tidak mempunyai sifat fathanah,
tentu mereka tidak akan mampu menegakkan hujjah untuk mengatasi musuh. Dan hal
ini adalah keliru.

Dalil naqli yang menunjukkan kemestian para rasul bersifat fathanah adalah firman
Allah Ta'ala, “Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk
menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat.
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”

Allah Ta'ala juga berfirman, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.” Membantah dengan cara yang terbaik hanya bisa dilakukan oleh orang
yang cerdas, si tolol tentu tidak akan bisa melakukannya.
40 Tanwir al-Qulub

Kesimpulannya, sifat-sifat yang wajib ada dalam diri para rasul berjumlah empat sifat,
yakni al-shidg, al-amanah, at-tabligh dan al-fathanah. Dan mereka mustahil tersifati
dengan sifat-sifat kebalikannya, yakni alkidzbu, al-khiyanah, al-kitman dan al-baladah.

Adapun sifat yang wenang ada dalam diri para rasul adalah al-a radh al-basyariyyah,
yakni sifat-sifat manusiawi yang tidak sampai menafikan keluhuran derajat mereka. Di
antaranya adalah mengalami sakit, lapar, fakir, makan, minum dan tidur. Hanya saja,
meski mata para rasul itu

kadang tidur, hati mereka tetap terjaga. Dalilnya sebagaimana disaksikan akal, sifat-
sifat manusiawi itu nyata terjadi pada diri semua rasul Allah. Sedangkan dalil naqlinya
adalah firman Allah Ta'ala, “Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu
melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.”“ Yakni,
“Engkau, wahai Muhammad, memiliki sifat manusiawi seperti mereka.”

Apa faedah kenyataan para rasul terkena sifat-sifat manusiawi layaknya manusia lain?
Faedahnya adalah untuk menambah kemuliaan mereka, menambah keluhuran
derajat mereka dan menambah kebesaran pahala mereka. Hal ini didukung oleh
kesaksian sabda Rasulullah saw., “Yang paling berat cobaannya adalah para nabi,
kemudian para wali, kemudian mereka yang berderajat di bawahnya, lalu yang di
bawahnya lagi.” Hadis ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani.

Rasulullah saw. juga bersabda, “Apabila Allah mencintai seorang hamba, Dia akan
menimpakan ujian berat kepadanya, untuk mendengar tadharru'-nya.” Hadis ini
diriwayatkan oleh al-Baihagi di dalam Sya b aliman, dan oleh ad-Dailami di dalam
Musnad al-Firdaus.

Faedah lainnya dari kenyataan para rasul terkena sifat-sifat manusiawi adalah
penghiburan hati dan pelipur lara bagi kita saat kita ditimpa derita yang serupa
menimpa para rasul. Selain itu juga untuk memperingatkan kita akan ke-hina-an dunia
dan kerendahan nilai duniawi.

Apabila seorang berakal sehat merenungi keadaan yang dialami para rasul:
bagaimana rasa sakit yang mereka derita, bagaimana kemiskinan yang mereka alami
41 Tanwir al-Qulub

dan tindakan menyakitkan yang mereka terima dari para penentangnya, tentu dia
akan tahu betapa semua derita itu tidak berarti di hadapan Allah Ta'ala. Lalu dia akan
berpaling dengan hatinya dari dunia ini serta menggantungkan hatinya kepada Allah
Ta'ala.

Kenyataan para rasul terkena sifat-sifat manusiawi juga merupakan petunjuk dari
Allah Ta'ala bahwa mereka adalah hamba-hamba-Nya. Sehingga orang-orang yang
lemah tidak merasa lemah hati melihat mukjizat-mukjizat agung yang muncul di
tangan para rasul.

Kami mengatakan bahwa yang mungkin adanya dalam diri para rasul itu adalah sifat-
sifat manusiawi yang tidak menafikan keluhuran derajat mereka, untuk mengecualikan
sifat-sifat yang dapat menghilangkan keluhuran derajat mereka, seperti buta, lepra,
gila dan sifat lain yang membuat orang lari dari mereka. Atau seperti makan di tengah
jalan dan perbuatan-perbuatan lain yang dinilai rendah. Atau mimpi (ihtilam) yang
muncul dari setan.

PARA NABI DAN RASUL ALLAH YANG WAJIB DIKETAHUI

Salah satu bagian dari kewajiban orang mukallaf adalah mengetahui para nabi yang
diriwayatkan secara rinci juga berkenaan dengan para nabi yang ditutur secara rinci,
mengetahui para nabi yang tidak diriwayatkan secara rinci. Secara umum kita mesti
meyakini bahwa Allah Ta'ala mempunyai para rasul dan nabi. Tetapi kita tidak wajib
mengetahui nama dan bilangan mereka secara keseluruhan, karena Allah Ta'ala
berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu,
di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula)
yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu
mukjizat, melainkan dengan seizin Allah, maka apabila telah datang perintah Allah,
diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang
berpegang kepada yang batil.” Ada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam
kitab shatah-nya, dari Abu Dzarr al-Ghifari, yang mengisahkan bahwa Abu Dzarr
pernah bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, berapa banyak jumlah para
nabi?” Rasulullah saw. menjawab, “Seratus dua puluh empat ribu.” Kemudian Abu
42 Tanwir al-Qulub

Dzarr bertanya lagi, “Berapa banyak jumlah rasul?” dan Rasulullah saw. menjawab,
“Tiga ratus tiga belas.”

Namun hadis ini tidak cukup untuk dijadikan dalil di sini. Karena kabar dari satu orang
yang kesahihannya masih disangsikan dan hanya bisa sampai para derajat zhann.
Lagi pula hadis ini diungkapkan bukan dalam masalah-masalah akidah, melainkan di
dalam bab amaliah. |

Para rasul yang wajib kita ketahui secara rinci ada dua puluh lima. Mereka itu adalah,
Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Lath, Ism'il, Ishaq, Ya'qub, Yusuf, Ayyub,
Syu'aib, Musa, Harun, Dzul-Kifli, : Dawud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa', Zakariyya, Yahya,
Isa dan baginda Rasulullah Muhammad saw.

Adapun para rasul yang termasuk “lul-'azmi, yakni yang memiliki tingkat kesabaran
yang lebih dalam menanggung cobaan berat dari para penentangnya, ada lima.
Penyebutan mereka terangkum dalam bait syair salah seorang “arif berikut ini:

Muhammad, Ibrahim, Masa Kalimullah, "Isa dan Nuh adalah alulazmi. ketahuilah!

Tingkatan keutamaan dari kelima rasul tersebut secara gradual sesuai dengan urutan
penyebutan namanya. Al-MuHaqqig al-Amir berpendapat dalam komentarnya
terhadap kitab al-Jauhar, setelah merinci nama-nama nabi yang wajib diimani, “Ihwal
Nabi Ilyasa', kebanyakan orang awam tidak mengetahui namanya, apalagi
kerasulannya. Secara lahir, dia seperti nabi-nabi lainnya yang diriwayatkan secara
mutawatir. Tidak mengetahuinya tidak dihukumi kafir. Tetapi menjadi kafir jika
seseorang menentang kenyataan Ilyasa' sebagai rasul setelah dia diberitahu.” Ini
adalah hasil penelitian yang berharga, camkanlah!

KERASULAN NABI MUHAMMAD SAW.

Kenyataan yang tak terbantahkan bahwa Nabi Muhammad saw. telah mengaku diutus
oleh Allah Ta'ala kepada semesta alam sebagai pembawa kabar gembira dan
peringatan. Kebenaran pengakuannya didukung oleh banyak mukjizat agung yang
nampak pada diri beliau dan tidak seorang pun mampu menolaknya. Setiap orang
43 Tanwir al-Qulub

yang mempunyai mukjizat demikian tentu dia adalah rasul Allah. Dan itu secara tegas
membuktikan bahwa Sayyidina Muhammad saw. adalah rasul Allah.

Ada banyak sekali mukjizat Nabi Muhammad saw. Di antaranya, beliau


memberitahukan hal-hal ghaib yang akan terjadi di masa depan, seperti di dalam
firman Allah Ta'ala, “Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat, dan
mereka sesudah dikalahkan itu akan menang.” Apa yang dikhabarkan itu benar-benar
terjadi. Kerajaan Romawi mengalahkan kerajaan Persia setelah Romawi pernah
dikalahkan oleh Persia. Atau seperti di dalam firman Allah Tal'ala, “Sesungguhnya
yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Quran benar-benar akan
mengembalikan kamu ke tempat kembali”, yakni ke Mekkah. Dan ternyata di
kemudian hari memang Allah mengembalikan Nabi Muhammad ke kota Mekkah.

Rasulullah saw. juga mengabarkan, sesuai firman Allah Ta'ala, “Katakanlah kepada
orang-orang Badui yang tertinggal: “Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang
mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka
menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan
memberikan kepadamu pahala yang baik dan Jika kamu berpaling sebagaimana
kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab
yang pedih.” Apa yang dikabarkannya itu benar-benar terjadi. Yang dimaksud dengan
kaum yang mempunyai kekuatan besar di dalam ayat ini adalah Bani Hanifah. Abi
Bakar telah mengajak kaum Muslimin untuk memerangi mereka.

Contoh lainnya adalah penyampaian kabar yang diungkapkan oleh Rasulullah saw.
tentang kekhalifahan. Rasulullah saw. bersabda, “ke. khalifahan setelah aku selama
30 tahun.” Hadis ini diriwayatkan oleh al. Imam Ahmad di dalam Musnad-nya. Di
kemudian hari sepeninggal Ra. sulullah saw., kekhalifahan Khulafa' ar-Rasyidin
memang berlangsung selama tiga puluh tahun.

Rasulullah saw. bersabda, “Ikutilah dua orang sesudah aku, Abu Bakr dan “Umar.” Ini
adalah berita dari Rasulullah saw. bahwa Abu Bakr dan “Umar r.a. masih akan hidup
setelah beliau wafat. Dan nyatanya memang Abu Bakr dan “Umar masih hidup saat
Rasulullah saw. wafat. Apa yang dikabarkan oleh Rasulullah saw. nyata terjadi.
44 Tanwir al-Qulub

Rasulullah saw. bersabda kepada “Umar r.a., “Nanti yang akan membunuhmu adalah
golongan penentang.”? Yang dimaksud sebagai golongan penentang adalah yang
menyalahi kebenaran, meski mereka bukan merupakan pendosa.

Rasulullah saw. bersabda kepada al-'Abbas r.a. saat para sahabat menawan al-Abbas
sebelum dia masuk Islam, “Tebuslah dirimu, engkau mempunyai harta yang banyak.”
Al-'Abbas berkata, “Aku tidak mempunyai harta.” Rasulullah saw. bersabda, “Lalu di
mana hartamu yang kau titipkan pada Ummu al-Fadhl, saat tidak ada orang selain
kalian berdua dan engkau berpesan kepadanya, Apabila aku mendapat musibah
dalam perjalananku, maka sebagian dari harta itu untuk al-Fadhl dan sebagian lagi
untuk “Abdullah.” Al-'Abbas berkata, “Demi Dia Yang telah mengutusmu dengan
kebenaran, tidak ada yang mengetahui hal itu selain aku sendiri. Engkau sungguh
Rasulullah.” Kemudian akhirnya al-Abbas masuk Islam.

Mukjizat Rasulullah saw. yang lainnya adalah terbelahnya bulan di Mekkah ketika
kaum Ouraisy meminta beliau menunjukkan tanda kenabiannya. Bulan itu terbelah
menjadi dua. Yang sebelah berada di atas gunung dan yang sebelah lagi di lereng
gunung. Kejadian ini disaksikan tidak hanya oleh kaum Ouraisy, tetapi oleh semua
penduduk bumi. Tentang ini Allah Ta'ala berfirman, “Telah dekat Hari Kiamat dan
bulan terbelah.”

Dalam sebuah riwayat dari Anas disebutkan bahwa suatu hari, penduduk Mekkah
meminta Rasulullah saw. memperlihatkan tanda kenabiannya. Kemudian Rasulullah
saw. memperlihatkan keterbelahan bulan menjadi dua bagian. Hadis ini dikeluarkan
oleh al-Bukhari dan Muslim. Kita mesti percaya dan yakin bahwa peristiwa itu benar-
benar terjadi, karena kesaksian Al-Quran agung tentang kejadiannya. Kesaksian itu
merupakan dalil yang paling kuat yang menegaskan terjadinya peristiwa tersebut.
Orang beriman tidak akan meragukan kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut
setelah dikabarkan oleh orang yang paling jujur dan terpercaya. Sebab, bulan adalah
makhluk Allah, Dia kuasa memperlakukannya sesuka Dia, sebagaimana Dia juga
kuasa untuk menghilangkannya di akhir zaman. Tidak ada yang akan mengingkari
kenyataan ini selain si pelaku bid'ah yang sesat dan menyesatkan, yang menyalahi
agama yang lurus. Allah membutakan hati mereka sehingga mereka mengingkari
kebenaran Al-Quran agung dan hadis Nabi saw.
45 Tanwir al-Qulub

Mukjizat Rasulullah saw. yang lainnya antara lain: memancarnya air dari sela-sela
jemari beliau dan memperbanyak air yang sedikit dengan berkahnya. Peristiwanya
terjadi di berbagai waktu dan kesempatan, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis-
hadis yang shahih. Beliau juga dapat memberkahi makanan yang sedikit hingga bisa
mencukupi orang banyak.

Mukjizat lainnya adalah kesaksian sebatang pohon yang berbicara dan menjawab
panggilan beliau, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu, "Umar r.a. Suatu ketika di
dalam sebuah perjalanan, Rasulullah say bertemu dengan seorang Arab Badui, lalu
beliau mengajaknya masuk Islam. Orang Arab Badui itu bertanya, “Siapa saksi yang
bisa membuktikan kebenaran ucapanmu?” Rasulullah menjawab, “Pohon itu.”
Kemudian beliau memanggil pohon tersebut. Pohon yang dipanggil it, bergerak
membelah tanah menghampiri beliau sampai berada di hadapannya, lalu pohon itu
berucap sebanyak tiga kali, “Aku bersaksi tidak Tuhan selain Allah dan aku bersaksi
bahwa engkau sungguh rasul Allah.” Setelah itu, pohon tersebut kembali ke
tempatnya semula.

Mukjizat lainnya adalah rintihan batang pohon kurma. Rasulullah saw. biasa
bersandar pada batang kurma saat berkhotbah. Namun setelah dibuatkan mimbar,
beliau berkhotbah di atas mimbar. Tiba-tiba batang pohon kurma itu menangis. Orang-
orang mendengar tangisannya hingga mereka pun ikut menangis. Tangisannya baru
berhenti ketika beliau datang lalu mengelusnya seperti seorang ibu mengelus-elus
anaknya yang menangis. Hadis tentang peristiwa ini diriwayatkan oleh alImam al-
Bukhari dan Muslim serta yang lainnya dari sepuluh orang pembesar sahabat.

Mukjizat lainnya adalah tasbih kerikil dan ucapan benda-benda. Di dalam satu riwayat
disebutkan, dari 'Ali ibn Abi Thalib, “Kami tengah bersama Rasulullah saw. di Mekkah,
lalu saat itu kami pergi menuju suatu tempat di pinggiran Mekkah. Setiap kali
menjumpai pohon atau bukit, pohon dan bukit itu selalu mengucapkan, “Salam
bagimu, wahai Rasulullah.”

Pada kali yang lain, ada seekor unta datang mengadu kepada Rasulullah saw. Unta
itu mengatakan bahwa pemiliknya telah mempekerjakannya dalam waktu yang lama
46 Tanwir al-Qulub

tanpa istirahat. Tetapi setelah unta itu tua, si pemilik hendak menyembelihnya. Unta
itu minta perlindungan kepada Rasulullah saw., dan beliau menolongnya. Hadis
tentang peristiwa ini diriwayatkan oleh banyak sahabat.

Mukjizat lainnya adalah ucapan daging kambing yang disuguhkan kepada Rasulullah
saw. yang ternyata dibubuhi racun. Peristiwa itu terjadi saat seorang perempuan
Yahudi di Khaibar memasakkan daging kambing dan menyuguhkannya kepada
beliau.

Pada saat haji wada', Rasulullah saw. sempat menemui seorang anak yang saat itu
baru dilahirkan. Rasulullah saw. bertanya kepada anak yang baru lahir itu, “Siapa
aku?” Si anak menjawab, “Rasulullah.” Kemudian Rasulullah saw. berkata, “Engkau
benar. Semoga Allah memberkahimu.” Anak kecil itu kemudian diberi nama Mubarak
al-Yamamah.

Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak mukjizat Rasulullah saw. lainnya
yang tidak bisa kami tuliskan di sini. Riwayat yang kami tuliskan tentang mukjizat-
mukjizat itu, juga yang tidak kami tuliskan di sini, dapat dilihat di dalam kitab-kitab para
hafidz. Seperti kitab Dala'l an-Nubuwwah karya al-Imam al-Baihagi, Mu jam Abu Nam,
Mu jam ath-Thabrani, al-Kutub as-Sittah, dan di dalam berbagai Musnad, seperti
Musnad al-Imam Ahmad.

Mukjizat Rasulullah saw. yang paling agung adalah Al-Quran Karim. Rasulullah saw.
pernah menantang orang Arab untuk menandingi satu surah saja dari Al-Quran, surah
yang terpendek. Dan ternyata mereka semua tidak ada yang sanggup. Allah Ta'ala
berfirman, “Dan jikg kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal
Al-Quran uu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang
yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan
dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia
dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.”

Seandainya mereka mampu, tentu mereka akan melakukannya. Saat Rasulullah saw.
menantang mereka, nyata bahwa mereka tidak mampu, bahkan untuk membuat satu
47 Tanwir al-Qulub

saja surah pendek. Padahal di kalangan orang-orang Arab yang memusuhi Rasulullah
saw. itu ada banyak sekali ahli bahasa dan mereka amat fasih. Dengan demikian,
tampak nyata bahwa Al-Quran merupakan mukijzat yang paling agung.

RASULULLAH SAW. SEBAGAI RAHMAT BAGI SEMESTA ALAM

Salah satu hal yang wajib kita yakini adalah kenyataan bahwa Allah Ta'ala mengutus
Nabi Muhammad saw. sebagai rahmat bagi seluruh alam. Buktinya antara lain:
penangguhan siksa bagi kaum kafir di alam dunia, peniadaan siksa bagi orang-orang
yang beriman di dunia dan akhirat, peniadaan hukum-hukum syari'at yang berat yang
pernah diberlakukan bagi umat-umat sebelum beliau, semisal ketentuan hukum
Qishash dalam pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja,
atau kemestian memotong anggota tubuh yang bersalah, memotong pakaian yang
terkena najis dan bertobat dengan cara bunuh diri.

Suatu hari di masa lampau, seorang lelaki Bani Isra'il melakukan perbuatan dosa. Lalu
di pagi hari setelah dia berbuat dosa itu, di pintu rumahnya terdapat tulisan: Untuk
menebus dosa tersebut, engkau harus mencongkel kedua matamu. Kemudian si lelaki
itu mencongkel kedua matanya.

Berkat diutusnya Nabi Muhammad saw., hukum-hukum yang berat seperti itu
dihapuskan. Allah Ta'ala berfirman, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Allah Ta'ala berfirman, (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi
yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-
beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang
beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Alguran), mereka itulah orang-orang yang
beruntung.”
48 Tanwir al-Qulub

Allah Ta'ala berfirman, “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang
sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk
kamu dalam agama suatu kesempitan.” Semoga Allah memberi balasan terbaik bagi
beliau.

Kita wajib meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. adalah makhluk yang paling utama
di antara seluruh makhluk, entah jin, manusia mau. pun malaikat. Ini adalah
kesepakatan kaum muslimin. Dalilnya, umat Muhammad adalah umat yang paling
utama (kami akan menguraikan pembahasannya nanti). Tidak diragukan lagi bahwa
keunggulan suatu umat dihitung berdasarkan tingkat kesempurnaannya dalam
agama, dan ini tentu mengikuti tingkat kesempurnaan nabi yang diikutinya. Pemuliaan
terhadap suatu umat juga merupakan pemuliaan terhadap nabi umat tersebut.

Dalil lainnya adalah sabda Rasulullah saw., “Dalam pandangan Allah, aku adalah
orang yang paling mulia di antara semua, yang awal maupun akhir, bukan bangga.”
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam at-Tirmidzi.

Dalil yang lain adalah kenyataan bahwa beliau adalah sang empunya syafaah al-
uzhma di akhirat, yang pada saat itu tidak seorang pun memiliki syafaat selain Allah
Ta'ala. Selain itu, kenabian Rasulullah Muhammad saw. juga lebih dahulu daripada
semua nabi, sebagaimana masyhur di kalangan umum. Bahkan para nabi telah
disumpah untuk mengikuti beliau bila mereka sempat berjumpa dengannya.

Allah Ta'ala telah memberlakukan semua kemaslahatan agama dan akhirat untuk
hamba-hamba-Nya di tangan Rasulullah saw. Dialah manusia yang merupakan ainul-
wujud (inti wujud) dan as-sabab fi kulli maujud (yang menjadi sebab semua maujud).
Semua nabi dan rasul selain beliau adalah wakil dan khalifahnya, seperti diungkapkan
oleh al-Nabilsi di dalam syairnya,

Semua nabi dan rasul yang mulia datang sebagai wakil darinya dalam menyampaikan
dakwah Dialah sang rasul yang diutus bagi semua makhluk di sepanjang zaman, dan
darinya tumbuh mulut-mulut Sang Penyair yang terkenal dengan julukan Ibn al-
Khathib berkata, kalau bukan karena dirimu, tidak seorang pun akan diciptakan
49 Tanwir al-Qulub

Tidak, bahkan semesta ini tidak akan diciptakan kalau bukan karena engkau dari
cahayamu bulan berjubah purnama dan matahari bersinar dengan cahaya
keindahanmu engkau saat diangkat ke langit langit berhias karena gembira
menyambut kedatanganmu disambut oleh Tuhanmu, “Selamat Datang
Dia sungguh memanggilmu untuk dekat padanya.
Dia mencintaimu Engkaulah yang memintakan syafaat tidak ada makhluk lain yang
patut selain darimu.
Tuhan memanggilmu ketika Adam bertawassul melalui engkau dalam tobatnya Adam
berhasil mendapat ampunan, padahal dia bapakmu
Dengan wasilah dirimu al-Khalil berdoa hingga api menjadi dingin api itu padam oleh
cahaya keagunganmu
Ayyub menyerumu karena sakit yang dideritanya hingga sakitnya dilenyapkan saat
dia memanggil-manggilmu
Dan karena engkau pula al-Masih datang sebagai pembawa berita gembira dia
mengabarkan sifat-sifat baikmu sambil terus memuji keluhuranmu
Begitu pula Musa terus bertawassul denganmu di hari kiamat dia beruntung karena
panggilanmu
Para nabi dan makhluk di alam dunia para rasul dan malaikat, semua berada di bawah
panjimu
Engkau mempunyai mukjizat yang melemahkan semua dan bagimu keutamaan-
keutamaan agung tak berbanding
Cahayamu, wahai Thaha, menerangi semua nabi Mahasuci Dia Yang telah
menyempurnakanmu
Demi Allah, wahai Yasin, di semesta ini tidak ada yang sepertimu benar adanya orang
bermunajat kepadamu
Para penyair, wahai yang berselimut, tak mampu menyifatimu mereka terlalu lelah
untuk bisa menyebut-nyebut keluhuranmu
Injil Isa telah datang mengabarkan dirimu
Dan al-Kitab telah datang kepada kami membawa sanjungan akan kemuliaanmu
Apa yang dikatakan para penyanjung dan goresan pena para penulis tak sampai
menghimpun maknamu
Demi Allah, kalau pun lautan jadi tinta mereka dan pepohonan sebagai penanya
Niscaya manusia dan jin tidak akan mampu menghimpun secuil pun, selamanya
mereka tidak mampu menemukan maknamu Hatiku rindu kepadamu, wahai tuanku
50 Tanwir al-Qulub

mabuk kepayang ingin bertemu denganmu saat aku diam, sungguh seluruh diamku
padamu dan bila aku bicara, aku penyanjung keagunganmu Saat aku mendengar,
yang kudengar puja-puji tentang dirimu
Dan saat aku mengarahkan pandangan, tidak ada yang kulihat selain engkau
Wahai makhluk paling mulia, wahai simpanan semesta dermalah kepadaku dengan
kedermawananmu dan ridhailah aku dengan ridhamu
Aku sungguh tamak akan derma darimu bagi Ibn al-Khathib, tidak ada manusia yang
lebih dermawan daripada engkau
Semoga engkau memberinya syafaat saat dia dihisab
Dia sungguh telah bersegera berpegang pada pertolonganmu engkaulah pemilik
syafaat yang paling mulia sapa mengiba perlindunganmu, dia akan beroleh
pemenuhan darimu
Maka jadikanlah sebutanku padamu sebagai syafaat untukku kelak hingga di mahsyar
aku tampak di bawah panjimu Allah bersalawat kepadamu, wahai makhluk paling
agung betapa rindu si pencinta rumahmu Dalam urutan keutamaan, setelah
Rasulullah Muhammad saw. secara berurut ditempati oleh Nabi Ibrahim, kemudian
Nabi Musa, Nabi “Isa dan Nabi Nuh. Urutan selanjutnya adalah para rasul selain
mereka, lalu para nabi, kemudian para penghulu malaikat (yakni jibril, Mikail, Israfil
dan Malaikat maut (iizra'il). Kemudian urutan selanjutnya adalah Khula a' ar-Rasyidin
yang empat, lalu para malaikat selain yang lima, baru manusia biasa lainnya. :

Khalifah yang paling utama adalah Abu Bakr r.a. Beliau menjabat kekhalifahan selama
dua tahun tiga bulan sepuluh hari. Kemudian “Umar ibn al-Khaththab r.a. Beliau
menjabat kekhalifahan selama sepuluh tahun enam bulan delapan hari. Kemudian
“Utsman ibn “Affan r.a. yang menjabat kekhalifahan selama sebelas tahun sebelas
bulan sembilan hari. Lalu Imam “Ali ibn Abi Thalib k.w. yang menjabat kekhalifahan
selama empat tahun sembilan bulan tujuh hari.

Keutamaan para khalifah ini diikuti secara gradual dan berurut oleh enam sahabat dari
sepuluh sahabat yang digembirakan dengan kabar kepastian mereka masuk surga
(yang empat adalah khula a arrasyidin). Yakni: Thalhah ibn “Ubaidillah, az-Zubair ibn
al-Awwam, Abdurrahman ibn Auf Sa'ad ibn Abi Waggas, Sa'id ibn Zaid dan Abu
“Ubaidah “Amir ibn al-Jarrah. Kemudian disusul oleh para syuhada yang gugur pada
51 Tanwir al-Qulub

Perang Badar, mereka berjumlah 3813 orang. Ada ulama yang berpendapat bahwa
jumlah syahid di Perang Badar sebanyak 370 orang.

Setelah para syuhada Perang Badar, urutan selanjutnya ditempati para syuhada yang
gugur pada Perang Uhud. Mereka berjumlah kurang lebih seribu orang. Kemudian
para sahabat yang mengikuti Bai'ah arRidhwan, berjumlah 1400 orang. Ada pendapat
yang mengatakan bahwa jumlah mereka 1500 orang. Peristiwa tersebut dinamakan
peristiwa bai'ah ar-ridhwan karena firman Allah Ta'ala, “Sesungguhnya Allah telah
ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah
pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan
ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan
kemenangan yang dekat (waktunya).

Urutan selanjutnya baru ditempati semua sahabat yang tidak masuk dalam kategori
di atas. Mereka semua adalah orang-orang yang adil Kita mesti menangguhkan
penilaian (jangan menilai buruk) setiap per. tentangan yang terjadi di antara para
sahabat, atau kita harus menak. wilnya dengan takwil yang baik. Sebab pertentangan
yang terjadi di antara mereka merupakan hasil ijtihad. Seperti yang terjadi antara
Sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib k.a. dan Mu'awiyah r.a. Ketika itu para saha. bat terpecah
menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama berijtihad dan tampak bagi mereka bahwa
yang benar adalah Imam “Ali, lalu mereka berperang bersamanya. Kelompok yang
kedua berijtihad dan nampak bagi mereka bahwa yang benar adalah Mu'awiyyah,
maka mereka bergabung bersamanya. Sedangkan kelompok yang ketiga berijtihad
mengambil sikap diam, tidak memihak. Karena itu, siapa pun di antara tiga golongan
ini tetap mendapat pahala. Yang ijtihadnya tepat mendapat dua pahala, sedangkan
yang ijtihadnya tidak tepat hanya mendapat satu pahala.

Di dalam sebuah hadis disebutkan, “Allah, Allah, tentang sahabat-sahabatku, kalian


jangan sampai menjadikan mereka sebagai sasaran sepeninggal aku.” Hadis ini
diriwayatkan oleh at-Tirmidzi.

Rasulullah saw. juga bersabda, “Kalian jangan mencaci-maki sahabat-sahabatku.


Barang siapa yang mencaci maki sahabat-sahabatku, maka laknat Allah, laknat para
malaikat dan semua manusia. Dan Allah tidak akan menerima amal ibadahnya, tidak
52 Tanwir al-Qulub

yang sunnah dan tidak pula yang fardhu.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad
dan yang lainnya.

Wanita paling utama adalah Siti Maryam binti 'Imran—sebagaimana pendapat yang
dipegang oleh ar-Ramli—kemudian Siti Fathimah, Siti Khadijah, “A'isyah, dan Asiyah
istri Fir'aun. Allah Ta'ala berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: “Hai
Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan
kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).

Ath-Thabrani meriwayatkan, “Wanita terbaik di alam semesta ini adalah Maryam binti
Imran, kemudian Khadijah binti Khuwailid, lalu Fathimah binti Muhammad saw., lalu
Asiyah istri Fir'aun.”

Di dalam riwayat tersebut, ath-Thabrani menempatkan penyebutan Khadijah sebelum


Fathimah, berbeda dengan ar-Ramli. Tetapi ini tidak berarti bahwa riwayat ini
bertentangan. Karena, pengutamaan Khadijah atas Fathimah dalam penyebutan di
dalam riwayat tersebut lebih dikarenakan ke-ibu-an Khadijah, bukan dari sisi ke-
penghulu-an.

Pendapat lain mengatakan bahwa urutan tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Dan
pendapat ini yang lebih aman.

Hal lain yang merupakan bagian dari hal-hal yang wajib diyakini oleh seorang mukallaf
adalah kenyataan bahwa kurun waktu yang paling utama adalah kurun waktu mereka
yang sempat berkumpul bersama Nabi Muhammad saw. dalam keadaan iman.
Kemudian kurun waktu mereka yang setelahnya, lalu kurun waktu selanjutnya. Ini
berdasarkan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan di dalam Shahih al-Bukhari dan
Muslim, “Generasi terbaik adalah generasiku, kemudian mereka yang setelahnya, lalu
mereka yang sesudahnya.”

Imran ibn Hashin berkata, “Aku lupa apakah Rasulullah saw. mengucapkan setelah
generasi beliau itu dua kali atau tiga kali.”
53 Tanwir al-Qulub

Yang jelas bahwa yang dimaksud dengan kurun (al-garn) di sini adalah generasi.
Kurun pertama adalah generasi para sahabat sampai mereka semua tiada. Kurun
kedua adalah generasi para tabiin sampai mereka semua tiada. Dan kurun ketiga
adalah generasi tabiit-tabiin sampai mereka semua tiada.

Pendapat yang paling absah tentang interval waktu satu kurun adalah seratus tahun
(satu abad). Pendapat ini berdasar pada sabda Rasulullah saw. ketika beliau
mengusap kepala anak yatim, “Hiduplah engkau satu kurun.” Dan anak itu ternyata
hidup selama seratus tahun.

Setiap kurun itu lebih baik dari kurun sesudahnya, sebagaimana ditegaskan oleh
beliau, “Tidak ada tahun, atau tidak ada hati, melainkan yang sesudahnya itu lebih
buruk darinya.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan at-Tirmidzi.

Kita juga wajib mengikuti para ulama salaf yang shalih di dalam perkataan dan
perbuatan mereka, mengikuti ta'wil dan istinbath hukum mereka, serta mengikuti jejak-
jejak mereka lahir batin. Barang siapa mengikuti mereka hanya pada lahiriahnya saja,
tidak beserta batinnya, berarti dia seorang penentang, bukan orang yang taat.

Al-'Allamah al-Lagani berkata,


Jadilah engkau sebagaimana makhluk pilihan, adil dan bijak mengikuti kebenaran

Setiap kebaikan ada dalam mengikuti salaf dan setiap keburukan ada dalam bid'ah
khalaf

Asy-Syaikh 'Abdussalam menjelaskan bait tersebut, “Jangan sampai engkau


mengikuti akhlak yang buruk dan perbuatan yang tidak diridhai seperti dilakukan orang
khalf yang buruk. Sebab setiap keburukan muncul dari bid'ah jelek yang diada-adakan
orang khalf yang mengabaikan shalat dan mengikuti syahwat.” Kata al-khalfu dalam
kata-kata beliau dibaca dengan lam yang sukun (bukan khalaf, tetapi khalf).

Hal lain yang wajib diimani setiap mukmin adalah adanya para wali Allah. Barang
siapa mengingkari keberadaan wali Allah, dia telah kafir, karena dia menolak
keterangan yang ada dalam Al-Quran. Allah Ta'ala berfirman, “Ingatlah,
54 Tanwir al-Qulub

sesungguhnya wali-wah Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.'

Begitu juga kita wajib mengimani keberadaan karamah para wali Allah, dan karamah
mereka itu ada di saat mereka masih hidup maupun setelah mereka wafat. Karamah
adalah perkara luar biasa (menyalahi adat) yang muncul pada diri hamba Allah yang
shalih dan tidak disertai dengan pengakuan kenabian. Hal ini diterangkan di dalam Al-
Quran dan hadis. Umat juga telah sepakat atas keberadaan karamah mereka sebelum
munculnya orang-orang yang melakukan penentangan.

Kita juga harus meyakini bahwa para imam dalam agama (a'immatuddin) adalah
orang-orang yang adil. Siapa yang mengikuti salah seorang di antara mereka, maka
ia akan selamat.

Para imam itu dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, imam yang menekuni dan
mendalami bidang fikih, menggali dan menetapkan hukum-hukum dari Alquran dan
hadis dalam masalah fikih. Di antara mereka yang paling masyhur adalah Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, Imam asy-Syafi'i dan Imam Hanbali r.a. Mereka semua adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah. Mengikuti salah satu di antara imam
yang empat tersebut hukumnya fardhu, berdasarkan firman Allah Ta'ala, “Dan Kami
tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orangorang lelaki yang Kami beri wahyu
kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui.” Selain itu, juga karena sabda Rasulullah Muhammad saw.,
“Ingatlah, bertanyalah kalian apabila kalian tidak tahu.”

Setelah ijma' diputuskan, mengikuti selain dari madzhab yang empat itu tidak boleh.
Karena mazhab-mazhab selain yang empat tidak tersusun secara sistematis, berbeda
dengan mazhab yang empat.

Barang siapa tidak mengikuti salah satu dari madzhab yang empat dan ia berkata,
“Aku beramal menurut Al-Quran dan sunnah”, seraya mengaku diri paham hukum-
hukum dari Al-Quran dan sunnah, dia tidak diterima. Karena dia telah keliru, sesat dan
menyesatkan. Terutama di zaman ini, zaman yang penuh dengan kefasikan dan
banyak pengakuan yang keliru. Dia keliru dan sesat karena telah tampil mengungguli
55 Tanwir al-Qulub

para imam, padahal dia lebih rendah dari para imam, baik dalam derajat keilmuannya,
amalnya, keadilannya maupun dalam ketelitiannya. Sebab belum terdengar ada
selain para imam itu yang punya ilmu dan keadilan yang lebih unggul atau setingkat
dengan mereka. Begitu juga dalam penguasaaan ilmu-ilmu bahasa Arab, penguasaan
aqwal (ungkapan dan pendapat) para sahabat, ushuluddin, tafsir, hadis dan hal-hal
lain yang menjadi syarat-syarat ijtihad.

Imam Abu Hanifah dari kalangan tabiin, demikian pula Imam Malik. Sedangkan Imam
asy-Syafi'i dan Imam Hanbali dari kalangan tabiit-tabiin. Masa mereka hidup adalah
masa orang-orang yang baik. Sebagaimana disebutkan dalam hadis shahih,
“Generasi terbaik adalah generasiku, kemudian mereka yang setelahnya, lalu mereka
yang sesudahnya.”

Adanya perbedaan di dalam masalah furuiyyah (syariat fikih) tidak menjadi soal,
bahkan merupakan rahmat, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw.,
“Perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat.” (HR. al-Baihaqi)

Menurut para imam, sebaiknya kita menjaga dan tidak mempertentangkan perbedaan,
lalu berusaha mengambil pendapat yang lebih berhati-hati.

Kategori kedua adalah imam yang menekuni dan menjelaskan masalah-masalah


ushuluddin (ketauhidan). Di antara mereka adalah alAsy'ari dan al-Maturidi. Mereka
menetapkan dalil agli dan dalil naqli untuk menjelaskan masalah-masalah tersebut,
dan mereka telah berhasil menolak tidak jelasan yang muncul dari orang-orang yang
berkeyakinan sesaat.

Kategori ketiga adalah imam di bidang tasawuf, yang menekuni pembersihan hati dan
jiwa dari kotoran-kotoran batin dan penyakit-penyakit hati seperti sombong dan hasad.
Mereka mewajibkan mukallaf agar menjaga kebersihan hati dan anggota badan dari
semua hal yang tidak disukai, berdasarkan firman Allah Ta'ala, “Pada hari di mana
harta dan anak-anak tidak memberikan manfaat, kecuali orang-orang yang
menghadap kepada Allah dengan hati yang bersih." Allah Ta'ala juga berfirman, “Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
56 Tanwir al-Qulub

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta


pertanggungjawabannya.

Mereka yang menjadi imam di bidang tasawuf ini di antaranya adalah Abu Yazid al-
Busthami, asy-Syaikh “Abdul Khaliq al-Ghujdawani, as-Sayyid Muhammad Bahauddin
an-Nagsabandi, asy-Syaikh Ahmad al-Farugi as-Sirhindi, al-Junaidi al-Baghdadi,
Hujjatul-Islam Abi Hamid al-Ghazali, asy-Syaikh as-Suhrawardi, Ma'ruf al-Karkhi, asy-
Syaikh 'Abdul Oadir al-Jailani dan lainnya. Mereka itu adalah para sufi, demikian pula
orang-orang yang mengikuti mereka menjalankan kewajiban bertakwa kepada Allah
di dalam kesendirian maupun di keramaian. Para imam sufi itu berada dalam petunjuk
Allah Ta'ala sebagaimana halnya imam-imam fikih. Mereka mendasari ajaran mereka
dengan akidah Alhus-Sunnah wal-Jama'ah dan fikih para Imam Mujtahid. Karena itu
semua imam sufi itu juga ahli fikih. Dan yang menjadi langkah awal perjalanan mereka
adalah melarikan diri kepada Allah Ta'ala dari segala sesuatu. Allah Ta'ala berfirman,
“Maka segera lah kembali kepada (menaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang
pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.”

Target urusan mereka adalah bergantung hanya kepada Allah se. mata, sesuai
dengan firman Allah Ta'ala, “Dan mereka tidak menghormati Allah dengan
penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan
sesuatu pun kepada manusia”. Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan kitab
(Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan pe. tunjuk bagi manusia, kamu
jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan
(sebagiannya) dan kamu sembunyikan seba. gian besarnya, padahal telah diajarkan
kepadamu apa yang kamu dan bapak. bapak kamu tidak mengetahui (nya)?”
Katakanlah: “Allah-lah (yang menu. runkannya)”, kemudian (sesudah kamu
menyampaikan Al-Quran kepada me. reka), biarkanlah mereka bermain-main dalam
kesesatannya.”'

Menaati imam merupakan hal yang wajib, selama tidak dalam kemaksiatan kepada
Allah Ta'ala. Dengan dalil firman Allah Ta'ala, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan uli amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran)
57 Tanwir al-Qulub

dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari
Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “lilamri adalah ulama
yang mengamalkan ilmunya serta memerintahkan berbuat kebajikan dan mencegah
kemungkaran. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa “lil-amri adalah para
pemimpin yang hak, yang mengamalkan perintah Allah dan perintah Rasulullah.

Namun demikian, tidak dibenarkan menaati mereka di dalam kemaksiatan. Karena


sabda Rasulullah saw., “Tidak ada ketaatan bagi makhluk di dalam maksiat kepada
Allah.” (HR. al-Imam Ahmad dan al-Hakim)

Tentang tema ini, di dalam satu riwayat disebutkan bahwa Sayyidina “Umar ibn al-
Khattab pernah berkata, “Siapa saja di antara kalian yang melihat ada penyimpangan
pada diriku—yakni melenceng dari kebenaran—maka ingatkanlah aku.” Lalu Bilal atau
Salman maju dan berkata kepada 'Umar, “Seandainya kami melihat ada
penyimpangan pada dirimu, niscaya kami akan meluruskanmu dengan pedang kami.”
Kemudian "Umar memuji, “Alhamdulilah, segala puji bagi Allah Yang telah menjadikan
di antara umat ini orang yang mau meluruskan aku dengan pedangnya bila melihat
ada penyimpangan pada diriku.”

Hal lain tentang kerasulan Muhammad saw. yang wajib diyakini adalah bahwa Allah
Ta'ala mengutus Muhammad sebagai rasul bagi semua manusia dan jin, sesuai
dengan sabda Rasulullah saw. di dalam hadis riwayat al-Bukhari dan yang lainnya,
“Aku diutus untuk seluruh umat manusia.” Kenyataan ini juga ditegaskan dalam firman
Allah Ta'ala, “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui.”

Barang siapa menafikan keumumam risalah Nabi Muhammad saw. dengan


menganggap bahwa risalahnya hanya berlaku bagi sebagian orang, berarti dia telah
kafir sebagaimana orang yang telah menafikan Islam. Bahkan pendapat lain yang
lebih absah mengatakan bahwa selain diutus kepada seluruh manusia dan jin,
Rasulullah Muhammad saw. juga diutus kepada para malaikat.
58 Tanwir al-Qulub

Selain mengimani keumuman kerasulan Muhammad saw., kita juga wajib mengimani
kenyataan bahwa Allah Ta'ala telah menutup kenabian dan kerasulan dengan Nabi
Muhammad saw. Allah Ta'ala berfirman, “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak
dari seorang laki-laki di antara kamu, tetap! dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-
nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Tidak ada nabi lagi sesudah Nabi Muhammad saw. Semua hukum yang telah
disyariatkannya, melalui Al-Quran maupun hadis, tidak bisa diganti atau dihapus oleh
syari'at mana pun, sebagiannya maupun keseluruhannya. Bahkan Nabi Muhammad-
lah yang datang untuk me, nasakh syari'at yang turun sebelumnya. Adapun
penggantian sebagian syari'at beliau dengan sebagian syari'at beliau yang lainnya, itu
meru, pakan hal yang wenang. Misalnya tentang iddah (masa tenggat) perempuan
yang ditinggal mati oleh suaminya. Pada syari'at yang awal iddah-nya adalah satu
tahun, berdasarkan firman Allah Ta'ala, “Dan orang. orang yang akan meninggal dunia
di antaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu)
diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).
Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris
dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang makruf terhadap diri mereka.
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Kemudian ayat hukum ini di-nasakh
dengan firman Allah Ta'ala, “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah)
empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang
patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”

Hal lain yang wajib kita imani adalah kenyataan bahwa Allah Ta'ala telah
memperjalankan Nabi Muhammad saw. pada suatu malam dari Masjidil Haram ke
Masjidil Agsha, berdasarkan firman Allah Ta'ala, “Mahasuci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjid al-haram ke al-Masjid
al-Agsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. ”
59 Tanwir al-Qulub

Kita wajib mempercayai bahwa peristiwa isra' tersebut dialami Rasulullah saw.
dengan jasad dan ruhnya. Ketika Rasulullah saw. sedang berada di rumahnya, dalam
keadaan antara tidur dan terjaga di antara dua orang lelaki, yakni pamannya yang
bernama Hamzah dan anak pamannya yang bernama Ja far, tiba-tiba malaikat datang
membangunkannya. Lalu Jibril membelah dadanya, mengeluarkan jantungnya,
membasuhnya dengan air zam-zam, lalu mengembalikannya ke tempatnya semula
setelah mengisinya dengan iman dan hikmah. Kemudian Rasulullah naik Burag yang
dihias dan diberi tali kendali, lalu berangkat sampai tiba di Masjidil Agsha. Beliau
menyaksikan banyak keajaiban selama dalam perjalanan. Di Masjidil Agsha, para nabi
dihadirkan, lalu Rasulullah saw. shalat mengimami mereka dan para malaikat.

Selesai shalat di Masjidil Agsha, mi'raj (tangga) pun dipasang untuknya. Rasulullah
saw. naik sampai tiba di langit dunia. Di sana beliau bertemu dengan Nabi Adam dan
mengucap salam kepadanya. Lalu Rasulullah saw. naik ke langit kedua. Di sana
beliau bertemu dengan Nabi Yahya dan Nabi “Isa, dan beliau mengucap salam pada
keduanya. Setelah itu Rasulullah saw. naik ke langit ketiga. Di sana beliau bertemu
Nabi Yusuf dan mengucapkan salam kepadanya. Dari langit ketiga, Rasulullah saw.
naik lagi ke langit keempat. Di sana beliau bertemu Nabi Idris dan mengucapkan
salam kepadanya. Dari sana Rasulullah saw. naik ke langit kelima, di sana beliau
bertemu Nabi Harun dan mengucapkan salam kepadanya. Kemudian Rasulullah saw.
naik ke langit keenam. Di sana beliau bertemu Nabi Musa dan mengucapkan salam
kepadanya. Lalu Rasulullah saw. naik ke langit ketujuh. Di sana beliau bertemu Nabi
Ibrahim al-Khalil dan mengucap salam kepadanya.

Setelah itu Rasulullah saw. melihat al-Bait al-Ma'mur. Beliau menyaksikan al-Bait al-
Ma'mur dimasuki tujuh puluh ribu malaikat tiap harinya, dan setelah masuk ke sana
para malaikat itu tidak keluar lagi hingga Hari Kiamat. Posisi al-Bait al-Ma'mur itu tegak
lurus dengan Ka'bah di bumi.

Lalu beliau ke Sidrah al-Muntaha. Semua yang naik dari bumi berhenti dan tertahan
di sana, demikian pula semua yang turun dari atas. nya. Sidrah al-Muntaha berupa
pohon, di akarnya terdapat empat sungai. Dua sungai batin dan dua sungai lahir. Dua
sungai yang batin itu ada dalam surga, sedangkan yang lahir adalah Sungai Nil dan
60 Tanwir al-Qulub

Sungai Furat (Eufrat). Di Sidrah al-Muntaha Rasulullah saw. menyaksikan ber. bagai
keajaiban yang luar biasa.

Dari Sidrah al-Muntaha, Rasulullah saw. terus ke Mustawa. Di sana beliau mendengar
geritan pena, lalu diliputi awan berwarna warni. Sampai di situ, Jibril—yang sejak awal
menemani beliau—berhenti, tidak ikut menyertai Rasulullah yang terus naik. Setelah
awan itu lenyap, Rasulullah Muhammad saw. melihat Allah Ta'ala, tidak di arah
tertentu dan tanpa batas, suci dari sifat-sifat makhluk. Rasulullah saw. menyaksikan
tidah hanya dengan hati, melainkan juga dengan mata kepalanya. “Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya.”

Kemudian Rasulullah bersujud dan Allah mengajak-Nya berdialog dikehendaki-Nya.


Allah mewajibkan shalat kepada nabi dan umatnya sebanyak lima puluh kali tiap
sehari semalam. Setelah menerima perintah shalat lima puluh waktu, beliau turun dan
bertemu Nabi Misa. Musa bertanya, “Apa yang telah difardhukan Tuhanmu kepada
umatmu?” Rasulullah saw. menjawab, “Lima puluh shalat.” Musa berkata, “Kembalilah
kepada Tuhanmu dan mohonlah keringanan. Umatmu tidak akan kuat
melaksanakannya.” Rasulullah saw. kembali menghadap Allah Ta'ala, lalu berkata,
“Ya Rabbi, berilah keringanan untuk umatku.” Allah menguranginya lima. Rasulullah
saw. terus bolak-balik menghadap Allah untuk meminta keringanan setelah
disarankan oleh Misa. Dan setiap kali menghadap, Allah menguranginya lima hingga
akhirnya tinggal lima dan Allah berfirman, “Ya Muhammad, itu adalah shalat lima
waktu sehari semalam. Setiap satu shalat setara dengan sepuluh shalat. Jadi lima
shalat itu setara dengan lima puluh shalat. PutusanKu ini tidak bisa diubah.”

Perjalanan Rasulullah saw. dari Mekkah ke Baitul Muqaddas dinamakan isra'. Barang
siapa tidak percaya (mengingkari) setelah mengetahui, berarti dia telah kafir. Dan
naiknya beliau dari Baitul Mugaddas menuju tempat beliau bicara langsung dengan
Allah Ta'ala dinamakan mi'raj. Barang siapa mengingkarinya setelah tahu, berarti dia
fasiq.

Hal lain yang wajib diimani oleh setiap mukmin adalah kenyataan bahwa Allah Ta'ala
berbicara kepada Nabi Musa di gunung (Thursina), berdasarkan firman Allah Ta'ala
61 Tanwir al-Qulub

sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran, “Dan Allah telah berbicara kepada Musa
dengan langsung.”

Allah Ta'ala berfirman, “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada
waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat
melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-
Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala)
niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada
gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka
setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada
Engkar dan aku orang yang pertama-tama beriman.”

Maksudnya, saat itu Allah menyingkapkan hijab antara Dia dan Nabi Musa, lalu Allah
memperdengarkan firman-Nya yang qadim kepada Musa. Setelah itu hijab ditutup
kembali. Bukan berarti bahwa Allah mulai berfirman lalu setelah berfirman itu Dia
diam. Sebab Allah senantiasa bersifat kalam (berfirman), dan kalam-Nya qadim (tidak
bermula dan tidak berakhir). Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa sekembalinya
dari munajat itu, Misa menutup telinganya agar tidak sampai dia mendengar suara
makhluk.

Hal lain yang wajib diyakini oleh setiap mukallaf adalah keterlarangan mencuri dengar
tentang kebangkitan Rasulullah Muhammad saw. Allah Ta'ala berfirman, “... Tetapi
sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu
akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).”

Kita juga mesti meyakini bahwa jasad Nabi Muhammad yang mulia itu tidak rusak.
Demikian pula jasad para nabi dan rasul Allah lainnya. Sebagaimana disebutkan di
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya. Selain itu, kita mesti
yakin pula bahwa Rasulullah Muhammad saw. itu hidup di dalam kuburnya. Demikian
pula halnya para nabi dan rasul selain beliau. Karena itu istri-istri Nabi saw. tidak
mempunyai masa iddah setelah menjanda dan tidak boleh dinikahi orang lain.
62 Tanwir al-Qulub

Kenyataan Rasulullah saw. hidup di kuburnya terbukti dengan adanya peristiwa dialog
sejumlah orang 'arif dengan beliau. Seperti riwayat mutawatir tentang al-Quthb ar-
Rifa'i r.a. saat ia berziarah ke makam Nabi Muhammad saw., sebagaimana terungkap
di dalam syairnya,

Dari jauh ruhku aku kirimkan


menciumi bumi itu mewakiliku
Dan ini, negeri impian telah hadir
Ulurkanlah tangan kananmu agar bisa kukecup

Kemudian Rasulullah saw. mengulurkan tangannya yang mulia kepada ar-Rifa'i, dan
ar-Rifa'i pun menciuminya. Peristiwa tersebut disaksikan oleh para 'arif yang hadir
saat itu.

Kenyataan bahwa Rasulullah saw. serta para nabi dan rasul lainnya hidup di kubur
mereka diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani yang
menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak seorang pun hamba
bershalawat kepadaku melainkan shalawatnya itu sampai kepadaku.” Lalu para
sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, walaupun setelah engkau wafat?” Rasulullah saw.
menjawab, “Walaupun setelah aku wafat. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan
bumi menghancurkan jasad para nabi.”

Al-'arif billah al-Wafa'i berkata, “Aku mimpi bertemu Rasulullah saw., dan saat itu
beliau bersabda kepadaku tentang dirinya yang mulia, 'Aku bukan mayat. Karena
sesungguhnya kematianku itu hanya merupakan ketertabiran aku dari orang yang
tidak mengenal Allah. Adapun bagi orang yang mengenal Allah, inilah aku, aku melihat
dia dan dia bisa melihat aku.”

Salah satu hal yang perlu diketahui tentang Rasulullah saw. adalah kelahirannya.
Rasulullah saw. dilahirkan di Mekkah, di tempat yang dikenal sebagai Pasar Malam.
Beliau lahir menjelang fajar pada hari Senin tanggal dua belas Rabi 'ul-Awwal. Malam
kelahiran beliau ini lebih utama daripada Lailatul-Qadar. Karena itu, doa yang
dipanjatkan pada setiap malam saat beliau dilahirkan (menjelang fajar) akan
dikabulkan.
63 Tanwir al-Qulub

Rasulullah saw. dibangkitkan di Mekkah, lalu hijrah ke Madinah al-Munawwarah pada


hari Senin tanggal dua belas Rabi'ul-Awwal. Beliau wafat di Madinah pada usia enam
puluh tiga tahun, dan di sana pula beliau dikuburkan.

Kita juga mesti mengetahui nasab Rasulullah saw. dari pihak ibi, dan ayahnya. Dari
pihak ayahnya, Sayyidina Muhammad adalah putra Abdullah ibn Abdul-Muththallib ibn
Hasyim ibn “Abdu Manaf ibn Ous. hay ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka'ab ibn Luay ibn
Ghalib ibn Fihr ibn Malik ibn an-Nadhr ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn
Ilyas ibn Mudhar ibn Nizaar ibn Ma'add ibn Adnan. Setelah Adnan sampai kepada nabi
Adam tidak ada riwayat yang shahih. Hanya saja kita wajib mengetahui bahwa nasab
Adnan sampai ke Nabi Isma'il adz. Dzabih ibn Ibrahim Khalilullah.

Adapun nasab Rasulullah saw. dari pihak ibu adalah Muhammad ibn Aminah bint
Wahab ibn Abdu Manaf ibn Zuhrah ibn Kilab. Nasah beliau dari pihak ibu bertemu
dengan nasab beliau dari pihak ayahnya pada Kilab ibn Murrah.

Selain mengetahui nasab Rasulullah saw., kita juga harus mengetahui putra-putri
beliau yang mulia. Putri-putri Rasulullah ada empat. Yang pertama bernama Zainab,
yang kedua bernama Rugayyah, yang ketiga bernama Ummu Kultsum dan yang
keempat bernama Fathimah az-Zahra. Sedangkan putra-putranya ada empat, yakni
al-Qasim, 'Abdullah yang dijuluki ath-Thayyib, lalu ath-Thahir dan Ibrahim. Semua

putra-putri Rasulullah saw. selain Ibrahim lahir dari rahim Siti Khadijah, Ibrahim lahir
dari Mariyah al-Qibthiyyah. Paman Rasulullah saw. dari pihak ibunya ada tiga,
sedangkan bibinya ada dua. Nama-namanya sebagaimana disebutkan dalan syair,
Paman nabi dari ibu adalah Aswad, “Umair dan Abdu Yaghuts tentang paman-paman
Nabi itu tidak ada perselisihan Bibi nabi dari ibu adalah Furaidah dan Fakhitah
Semuanya meninggal dunia sebelum beliau diutus menjadi nabi Para ibu kaum
mukmin, yakni istri-istri Rasulullah saw., ada sebelas.

Mereka adalah Khadijah binti Khuwailid, “Aisyah bint Abu Bakr, Hafshah binti "Umar,
Ummu Salamah bint Aba Umayyah, Ummu Habibah bint Abu Sufyan, Saudah bint
Zam'ah, Zainad bint Jahsy, Zainab bint Khuzaimah, Maiminah bint al-Harits,
64 Tanwir al-Qulub

Juwairiyyah bint al-Harits dan Shafiyyah bint Huyay. Khadijah dan Zainab binti
Khuzaimah wafat semasa Rasulullah saw. masih hidup.

Paman Nabi saw. dari pihak ayah (Bani Abdul Muththallib) ada dua belas. Mereka
adalah al-Harits, Abu Thalib, az-Zubair, Hamzah, Abu Lahab, al-Ghaidag, al-
Muqawwim, Dhirar, al-Abbas, Qutsam, “Abdul Ka'bah dan Hajl.

Bibi Nabi saw. dari pihak ayah ada enam. Mereka adalah “Atikah, Umayyah, al-
Baidha, Burrah, Shafiyyah dan Arwa.

Hal lain yang wajib diyakini oleh setiap mukallaf adalah bahwa Allah Ta'ala
memuliakan dan mengunggulkan umat Nabi Muhammad saw. lebih dari umat-umat
lain di dunia, sebagaimana firman Allah Taala, “Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.”

Di dalam kitab al-Hflyah, Abu Na'im meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa Rasulullah
saw. bersabda, “Allah mewahyukan kepada Misa Sang Nabi Bani Isra'il, “Siapa saja
yang menjumpai Aku dalam keadaan mengingkari Ahmad, akan Aku masukkan ke
dalam neraka.” Musa bertanya, “Ya Tuhanku, Siapakah Ahmad?” Allah berfirman,
“Tidak Aku ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada dia. Aku tuliskan namanya
beserta nama-Ku di “Arsy sebelum Aku menciptakan langit dan bumi. Dan
sesungguhnya surga telah Aku haramkan bagi siapa pun sebelum dia dan umatnya
masuk.” Musa bertanya lagi, “Ya Tuhanku, siapakah umag nya.” Allah berfirman,
“Mereka adalah orang-orang yang senantiasa, memanjatkan puja dan puji kepada-
Ku, saat mereka sendirian maupun dalam keramaian. Di dalam setiap keadaan
mereka selalu mengingatku. Mereka berpuasa di siang hari dan bermunajat di malam
hari. Aku menerima (amal) yang sederhana dari mereka, dan Aku masukkan mereka
ke dalam surga dengan hanya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.” Musa
berkata, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku nabi umu itu.” Allah berfirman, “Nabi mereka
berasal dari mereka.” Musa memohon, “Ya Tuhanku, jadikan aku bagian dari umat
65 Tanwir al-Qulub

dari nabi itu" Allah berfirman, “Engkau telah diutus lebih dahulu, sedangkan dia
terakhir. Tetapi aku akan menghimpunkan kamu dengannya di surga yang kekal.”

Selain hadis tersebut, ada banyak hadis masyhur lainnya yang meriwayatkan
keutamaan umat Muhammad. Sungguh, Allah Ta'ala telah menjadikan umat
Muhammad saw. sebagai ummatan wasathan” (umat pilihan) dan saksi bagi manusia
di hari kiamat. Dalam hal ini Allah menempatkan mereka pada kedudukan para rasul
yang menjadi saksi atas umat yang lain.

Di dalam hadis-hadis shahih dijelaskan bahwa di Hari Kiamat kelak para rasul dimintai
pertanggung jawaban tentang apakah mereka telah menyampaikan kebenaran
kepada umat mereka. Para rasul itu mengaku telah menyampaikan semua apa yang
diwahyukan Allah. Lalu orang-orang yang kafir dari umat mereka membantah dengan
berkata, “Tidak. Mereka tidak menyampaikan apa-apa kepada kami.” Kemudian umat
Muhammad saw. bertindak menjadi pembela bagi para rasul dengan keterangan yang
ada di dalam Al-Quran, mereka memberi kesaksian bahwa para rasul telah
menyampaikan wahyu kepada umat mereka.

Kebenaran kesaksian umat Muhammad saw. ini kemudian dikuatkan oleh kesaksian
Muhammad saw. atas kebenaran mereka. Itulah firman Allah Ta'ala, “Dan demikian
(pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi
kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang
mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu
terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan
Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang kepada manusia.”

Allah menyebut umat Muhammad dengan sebutan hamba-hamba-Ku yang shalih.


Sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah Ta'ala, “Dan sungguh telah Kami tulis
di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauhmahfuzh, bahwasanya bumi ini
dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh.” Yakni semua wilayah yang ditundukkan oleh
66 Tanwir al-Qulub

kaum Muslimin, seperti Hijaz, Irak, Syam dan Mesir. Ada juga ulama yang menafsirkan
bahwa al-ardh (bumi) yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah surga.

Allah Ta'ala berfirman, “..padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan
kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?”

Allah Ta'ala menyifati umat Muhammad sebagai al-falah (yang beruntung), seperti di
dalam firman-Nya, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.”

Ketika Nabi Musa membaca al-alwah,” dia mendapati keterangan tentang keunggulan
umat Muhammad saw. Lalu dia bertanya kepada Allah, “Ya Tuhanku, siapa umat
terkasih yang aku dapati di papan-papan ini?” Allah menjawab, “Umat Muhamimad
saw. Mereka ridha menerima yang sedikit dari-Ku dan Aku memberi mereka banyak.
Aku ridha dengan amal yang sedikit dari mereka. Bahkan ada di antara me, reka yang
Aku masukkan ke dalam surga hanya karena dia bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah.” Musa berkata lagi, “Ya
Tuhanku, di papan-papan itu aku membaca ada umat yang kelak di Hari Kiamat akan
dibangkitkan dengan wajah laksana bulan di malam purnama. Jadikanlah mereka itu
sebagai umatku.” Allah Ta'ala berfirman, “Mereka adalah umat Ahmad. Aku
bangkitkan mereka di Hari Kiamat dengan dahi bertanda putih bersinar”. Musa
berkata, “Ya Tuhanku, di papan-papan itu aku mendapati umat yang membawa
perbekalan di punggung dan pedang di bahu mereka. Mereka amat bersemangat
untuk berjihad di setiap penjuru hingga mereka membunuh Dajjal. Jadikanlah mereka
umatku.” Allah Ta'ala berfirman, “Mereka adalah umat Ahmad.” Musa berkata, “Ya
Tuhanku, di papan-papan itu aku mendapati penduduk bumi yang mempunyai masjid
dan kesucian, bahkan harta rampasan perang pun dihalalkan bagi mereka. Jadikanlah
mereka itu umatku.” Allah berfirman, “Mereka adalah umat Ahmad.” Musa berkata,
“Ya Iuhanku, di papan-papan itu aku mendapati umat yang menunaikan haji ke Baitul
Haram bukan untuk memenuhi kebutuhan duniawi. Mereka menangis, menjerit dan
meneriakkan talbiyyah. Jadikanlah mereka itu umatku.” Allah berfirman, “Mereka
adalah umat Ahmad.” Musa bertanya, “Apa yang Engkau limpahkan kepada mereka
atas semua itu?” Allah berfirman, “Aku memberi ampunan dan memberikan hak
syafaat kepada mereka atas orang-orang yang ada di belakang mereka.” Musa
berkata, “Ya Tuhanku, di papan-papan itu aku mendapati kaum yang kurus kering
67 Tanwir al-Qulub

memberi makan binatang-binatang ternak sambil memohon ampunan dari dosa.


Salah seorang dari mereka mengangkat suapan ke mulutnya dengan senantiasa
memohon ampunan. Ia memulainya dengan menyebut nama-Mu dan mengakhirinya
dengan memuji-Muja dikanlah mereka sebagai umatku.” Allah berfirman, “Mereka
adalah umat Ahmad.” Musa berkata, “Ya Tuhanku, di papan-papan itu aku mendapati
umat yang di akhirat mereka lebih dahulu (masuk surga), padahal penciptaan mereka
(diturunkan ke bumi) paling akhir. Jadikanlah mereka umatku.” Allah berfirman, “Itu
adalah umat Ahmad.” Musa berkata, “Ya Tuhanku, di papan-papan itu aku mendapati
umat yang apabila mereka berniat melakukan kebaikan dan dia tidak melakukannya,
baginya satu pahala. Dan apabila setelah niat itu mereka melakukannya, maka
baginya pahala sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Jadikanlah mereka
umatku.” Allah berfirman, “Mereka adalah umat Ahmad.” Musa berkata, “Ya Tuhanku,
di papan-papan itu aku mendapati umat yang apabila berniat melakukan suatu
keburukan namun tidak jadi melakukannya, baginya tidak dituliskan satu keburukan.
Tetapi bila setelah niat itu ia melakukannya, baginya hanya dicatatkan satu
keburukan. Jadikanlah mereka umatku.” Allah berfirman, “Mereka adalah umat
Ahmad.” Musa berkata lagi, “Ya Tuhanku, di papan-papan itu aku mendapati umat
yang merupakan umat terbaik, mereka mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran. Jadikanlah mereka itu umatku.” Allah berfirman, “Itu adalah umat
Ahmad.” Musa berkata, “Ya Tuhanku, Engkau telah membentangkan semua ini untuk
Ahmad dan umatnya, maka jadikanlah aku sebagai bagian dari umatnya.” Maka Allah
berfirman, “Hai Musa sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia
yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung
dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu
dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” Musa berkata, “Aku
ridha, Wahai Tuhanku.”

Hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak ahli hadis dengan redaksi yang beragam.

MENGIMANI KITAB-KITAB SAMAWI

Salah satu bagian dari kewajiban seorang mukallaf adalah mengimani kitab-kitab
samawi yang diturunkan Allah Ta'ala, secara global maupun rinci. Secara global kita
harus meyakini bahwa Allah Ta'ala mempunyai beberapa kitab yang diturunkan
68 Tanwir al-Qulub

kepada para rasul-Nya, yang di dalam kitab itu Allah menerangkan perintah dan
larangan. Nya, janji dan ancaman-Nya. Secara rinci pula kita harus mengenal kitab
Allah yang empat. Yaitu, at-Yaurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, az-Zabur yang
diturunkan kepada Nabi Dawud, al-Injil yang di. turunkan kepada Nabi “Isa dan Al-
Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.

Kita juga harus meyakini bahwa Allah Ta'ala menjaga kitab-Nya yang mulia—Algur
an—dari penggantian dan perubahan. Sebagaimana ditegaskan di dalam firman-Nya,
“Yang tidak datang kepadanya (Al-Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Allah Ta'ala juga berfirman, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran dan
sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya.”'? Yakni Allah menjaganya dari
perubahan, pengurangan dan penambahan. Seandainya ada seseorang di dunia ini
yang mencoba mengubahnya dengan satu huruf saja, atau satu titik saja, niscaya
penduduk bumi akan berkata, “Engkau sungguh pendusta.” Kalau pun yang
menyetujui perubahan itu seorang syaikh yang sangat agung dan dihormati, niscaya
anak kecil pun akan berkata kepadanya, “Engkau salah, wahai syaikh, yang benar
adalah ini.”

Berbeda halnya dengan kitab-kitab selain Al-Quran. Sebab kitab-kitab samawi selain
Al-Quran telah dirasuki berbagai penyimpangan dan perubahan dari ulama-ulama
busuk (ulama as-su). Al-Quran tetap terjaga, meskipun banyak sekali pemuka kaum
kafir, Yahudi dan Nasrani yang berusaha membatalkan dan merusaknya.

Kita mesti meyakini bahwa Al-Quran telah mencakup semua kandungan kitab-kitab
samawi terdahulu. Kita juga mesti yakin bahwa Allah telah memberikan kemudahan
hafalan bagi orang mempelajarinya. Allah Ta'ala berfirman, “Dan sesungguhnya telah
Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil
pelajaran?” Sehingga Al-Quran mudah dihafal, bahkan oleh anak kecil dalam waktu
yang singkat. Sedangkan umat-umat terdahulu tidak mampu menghafal kitab mereka.
Selain itu, Al-Quran merupakan ayat yang akan tetap eksis selagi alam dunia ini masih
ada. Al-Quran telah menasakh semua kitab samawi yang diturunkan sebelumnya.
69 Tanwir al-Qulub

Karena itu semua mukallaf wajib mempelajari Al-Quran, mengamalkannya dan


menjadikannya sebagai pegangan hidup.

Ya Allah, limpahkanlah taufiq dan hidayah kepada kami agar dapat mengamalkan Al-
Quran dan berpegang padanya, wahai Yang Mahamulia.
70 Tanwir al-Qulub

BAB III : BERIMAN KEPADA YANG GAIB

Bab ini berisi uraian tentang sam'iyyat. Yakni hal-hal yang tidak bisa diketahui dan
dipahami dengan akal semata, bahkan hanya bisa dikenal melalui informasi dari Al-
Quran dan sunnah.

Wahai saudaraku, Anda sudah memahami dari bab terdahulu bahwa setiap orang
mukallaf wajib mengimani semua yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.
Sungguh, tidak ada keraguan akan kerasulannya. Kerasulan Muhammad saw. bersifat
umum bagi semua makhluk, dengan dalil-dalil yang pasti dan meyakinkan.

MALAIKAT

Setiap orang mukallaf wajib beriman kepada malaikat, secara global dan rinci.
Malaikat adalah jisim lembut bersifat cahaya dan mampu mewujud dalam beragam
bentuk, ilmunya sempurna dan mampu melaksanakan amal-amal yang sangat berat.
Kesaksian dari Al-Quran dan sunnah tentang keberadaan malaikat sungguh banyak,
tidak terhitung. Seperti firman Allah Ta'ala, “Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi
hamba bagi Allah dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada
Allah). Barang siapa yang enggan untuk menyembah-Nya dan menyombongkan diri,
nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.”

Allah Ta'ala berfirman, (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan ke, pada para
malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-
orang yang telah beriman.”

Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat. Nya bershalawat


untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

Beriman kepada malaikat secara total adalah meyakini bahwa Allah Ta'ala
mempunyai malaikat-malaikat, yang tidak berjenis kelamin, tidak makan, tidak minum,
tidak tidur dan tidak menikah. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan,
71 Tanwir al-Qulub

...yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." Mereka selalu bertasbih malam dan
siang tiada henti-hentinya." Dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut
kepadaNya. Tidak ada yang mengetahui jumlah mereka selain Allah Ta'ala.

Para malaikat yang wajib diketahui secara rinci adalah Jibril sang penyampai wahyu,
Mika'il yang diberi tugas mengatur rezeki, Israfil yang bertugas meniup sangkakala,
Malaikat Maut yang bertugas mencabut ruh, Munkar dan Nakir yang bertugas
menanyai mayat di dalam kubur, Ragib' dan 'Atid yang bertugas mencatat setiap yang
dilakukan oleh hamba Allah, Malik yang bertugas menjaga neraka, Ridhwan yang
bertugas menjaga surga, dan malaikat penyangga 'Arsy yang berjumlah delapan.
Barang siapa mengingkari keberadaan mereka, atau mengingkari keberadaan salah
satu dari mereka, berarti dia telah kafir dan akan kekal di neraka. Hanya saja
mengingkari malaikat Munkar dan Nakir tidak sampai membuat seseorang menjadi
kafir, melainkan fasik, karena adanya perselisihan tentang keduanya.

Kita mesti percaya dan yakin bahwa malaikat adalah hamba-hamba Allah yang
dimuliakan, “Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Adapun cerita yang populer tentang Harut dan Marut, yang mengisahkan bahwa
keduanya adalah malaikat yang mengajarkan ilmu sihir kepada manusia, dengan
bumbu kebohongan tukang dongeng yang mengatakan bahwa keduanya disiksa dan
dialih rupa karena perbuatannya, itu merupakan cerita bohong dan sesat. Tidak boleh
dipercaya.

Tentang Harut dan Marut yang perlu kita percaya adalah keberadaannya. Jika
keduanya bukan malaikat, maka perkara mereka mengajarkan sihir sudah jelas.
Sedangkan jika mereka berdua adalah malaikat, maka tindakan mereka mengajarkan
sihir kepada manusia itu bukan untuk diamalkan, melainkan agar manusia yang
diajarinya itu bisa menjaga diri dari serangan sihir, dengan mengetahui hakikat sihir
dan memahami secara jelas keburukan dan siksanya. Karena itu Allah Ta'ala
mengabarkan bahwa Harut dan Marut, tidak mengajarkan sesuatu kepada seorang
pun sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, sebab itu
72 Tanwir al-Qulub

janganlah kamu kafir” Harut dan Marut mengajarkan sihir bukan untuk diamalkan,
melainkan untuk menerangkan berbagai masalah seperti hakikat zina dan macam-
macam riba, agar si mukallaf bisa menghindarkan diri darinya. Karena kejahatan dan
keburukan dapat dihindari dengan pengetahuan tentangnya. Khudzaifah r.a. berkata,
“Orang-orang bertanya kepada Nabi Muhammad saw. tentang kebaikan. Tetapi aku
bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena aku takut terjerumus ke
dalamnya.”

JIN

Berdasarkan kesepakatan para ulama, selain beriman kepada mala. ikat, kita juga
wajib mempercayai keberadaan jin. Sungguh, keberadaan jin telah ditegaskan di
dalam Al-Quran dan sunnah. Seperti di dalam firman Allah Ta'ala, “Dan Dia
menciptakan jin dari nyala api."

Allah Ta'ala berfirman, “Hai jemaah jin dan manusia, jika kamu sang. gup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
melainkan dengan kekuatan.”

Allah Ta'ala berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan sekelompok jin
kepadamu yang mendengarkan Al-Quran, maka tatkala mereka menghadiri
pembacaan-(nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”.
Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi
peringatan.”

Jin adalah jisim lembut yang bisa mewujud dalam beragam bentuk dan bisa
melakukan pekerjaan yang berat dan sulit. Di antara mereka ada yang taat dan ada
yang pembangkang. Ada yang beriman dan ada yang kafir. Di antara mereka juga ada
yang setan, yang kerjanya berbuat jahat dan menyesatkan, menjerumuskan manusia
ke dalam kerusakan dengan merangsang sebab-sebab maksiat dan kenikmatan
tubuh.

Tidak tertutup kemungkinan malaikat, jin dan setan itu bisa tampak pada waktu dan
keadaan tertentu.
73 Tanwir al-Qulub

ALARSY, AL-KURSI, AI-LAUH AL-MAHFUZH DAN AL-QALAM

Hal lain yang wajib diyakini keberadaannya adalah al-Arsy, al-Kursi, al-Lauh al-
Mahfuzh dan al-qalam. Al-Arsy adalah jisim yang besar nan agung bersifat cahaya,
tinggi yang meliputi semua jisim. Menurut satu pendapat, bentuknya adalah bulat.
Menurut hadis yang masyhur, al'Arsy berupa Kubah yang amat besar yang sekarang
disangga oleh empat malaikat, dan kelak di akhirat disangga oleh delapan malaikat,
karena demikian agungnya tajalli Dzat Allah Ta'ala. Kita tidak perlu memastikan
bentuk sejatinya, karena tidak ada pengetahuan tentangnya.

Al-Kursi adalah jisim yang besar nan agung bersifat cahaya, berada di bawah al-'Arsy,
di atas langit ketujuh. Jarak antara langit ketujuh dan al-Kursi tak terukur, hanya Allah
yang mengetahuinya. Kita tidak perlu memastikan bentuk sejatinya, karena tidak ada
pengetahuan tentangnya. Di dalam riwayat dari Abu Musa disebutkan bahwa al-Kursi
itu berupa intan. Sayidina “Ali dan Mugatil berkata, “Panjang masing-masing kaki al-
Kursi sepanjang langit yang tujuh dan bumi yang tujuh.

Al-Lauh al-Mahfuzh adalah jisim bersifat cahaya, yang padanya dengan izin Allah—
al-Qalam (pena) menuliskan semua yang telah terjadi dan yang akan terjadi sampai
Hari Kiamat.

Al-Oalam adalah jisim yang besar nan agung bersifat cahaya. Allah menciptakannya
dan memerintahnya untuk menuliskan semua yang telah terjadi dan yang akan terjadi
hingga Hari Kiamat.

Allah Ta'ala menciptakan keempat makhluk besar itu untuk hikmah dan faedah yang
diketahui-Nya, meski akal kita terlalu kerdil untuk bisa memahaminya. Allah
menciptakannya bukan karena Dia membutuhkannya. Allah menciptakan al-'Arsy
bukan untuk bernaung seperti kita bernaung di bawah atap, atau menciptakan al-Kursi
untuk tempat duduk-Nya. Allah menciptakan al-Oalam dan al-Lauh al-Mahfuzh untuk
menjaga yang hilang atau ghaib dari ilmu-Nya. Sungguh, Allah Mahasuci dari semua
itu. Allah Maha tinggi nan Maha agung.
74 Tanwir al-Qulub

KEMATIAN, BARZAKH DAN AKHIRAT

Salah satu hal yang wajib diimani keberadaannya adalah al-maw (kematian).
Kematian pasti akan menimpa setiap yang bernyawa, ber. dasarkan firman Allah
Ta'ala, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan
hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” Allah Ta'ala juga berfirman,
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).

Selain keterangan dari Al-Quran, banyak pula keterangan hadis yang menegaskan
adanya kematian. Kematian merupakan hal yang wenang menurut akal dan dijelaskan
oleh syara'. Karena itu keberadaannya wajib diimani.

Mati adalah putusnya hubungan yang terjalin di dunia antara ruh dan badan,
keterpisahan dan keterhalangan antara ruh dan badan, pergantian dari satu keadaan
ke keadaan yang lain dan perpindahan dari alam ke alam lain. Di dalam khotbah
“Umar ibn “Abdul 'Aziz disebutkan, “Sesungguhnya kalian diciptakan untuk
selamanya. Tetapi kalan akan berpindah-pindah dari satu alam ke alam yang lain.”
Keterangan tersebut absah dari “Utbah bin Ghazwan, seorang sahabat agung
Rasulullah saw.

Kita harus yakin bahwa malaikat yang mencabut ruh, yaitu “Izra'il, pasti akan bisa
mencabut semua ruh dengan izin Allah. Sungguh, Allah Ta'ala telah berfirman,
Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan
mematikan kamu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.”

Di dalam hadis tentang Malaikat Maut yang diriwayatkan oleh athThabrani disebutkan,
“Demi Allah, kalaupun ruh seekor nyamuk yang hendak aku cabut, niscaya aku tidak
akan sanggup mencabutnya sebelum Allah mengizinkan.”

Ada ulama yang berpendapat, Allah Ta'ala sendiri yang mencabut ruh malaikat maut
dan ruh para syuhada, begitu juga ruh orang yang selalu membaca Ayat Kursi setiap
usai shalat dan orang yang ahli lapar (berpuasa) di dunia. Pendapat ini berdasarkan
hadis.
75 Tanwir al-Qulub

Apabila Anda berkata, “Di dalam Al-Quran ada keterangan yang menyandarkan
langsung pencabutan ruh kepada Allah, sedangkan pada ayat lainnya pencabutan ruh
itu disandarkan kepada malaikat. Sebagaimana tampak pada firman Allah Ta'ala,
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang
belum mati di waktu tidurnya, maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan
kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
kaum yang berpikir.” Pada ayat lain Allah Ta'ala berfirman, “...Sehingga apabila
datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-
malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.”

Jawabannya adalah: proses mematikan disandarkan kepada Allah karena pada


hakikatnya Dialah sang pelaku, yakni Dialah yang menciptakan perbuatan mematikan
itu. Sedangkan penyandarannya kepada Malaikat Maut karena dialah yang dipercaya
oleh Allah untuk melakukannya, karena para malaikat adalah pembantu-pembantu-
Nya.

Apabila banyak orang mati secara bersamaan di tempat yang ber. beda, bagaimana
bisa Malaikat Maut mencabut semua ruh orang-orang yang mati itu sendirian? Tentu
bisa. Karena baginya, dunia ini bagai piring di hadapan orang makan. Dia akan
dengan mudah mengambi apa pun darinya yang dia kehendaki.

Anas ibn Malik berkata, “Suatu kali, Jibril menemui Malaikat Maut di sungai Faris
(Persia), lalu bertanya, “Wahai Malaikat Maut, bagaimana engkau sanggup mencabut
banyak nyawa ketika terjadi wabah penyakit Pada waktu yang bersamaan, di sini ada
sepuluh ribu manusia mati, dj tempat lain juga demikian?” Malaikat Maut menjawab,
“Bumi ini di. dekatkan kepadaku seakan-akan berada di kedua pahaku. Aku tinggal
mengambilinya dengan tanganku.”

Makna “Izra'il di dalam bahasa Arab adalah Abdul Jabbar. Malaikat “Izra'il adalah
malaikat yang besar yang tampilannya amat menakutkan dan mengerikan. Makhluk
yang ada dunia ini berada di depan matanya. Ia mempunyai pembantu yang sangat
banyak. Jika mendatangi orang yang beriman, dia berwujud baik dan menyenangkan,
76 Tanwir al-Qulub

tidak menakutkan. Tetapi bagi orang yang tidak beriman, dia tampak dalam rupa yang
amat mengerikan. Dan kematian akan terasa ringan bagi orang yang shalih.

Hal lain yang dapat meringankan kematian adalah bersiwak, sebagaimana dituturkan
oleh ulama. Pendapat ini didasari dengan hadis “A'isyah di dalam kitab Shahih Bukhari
dan Muslim tentang kisah Nabi Muhammad saw. bersiwak sebelum wafat. Hal lain
yang dapat meringankan kematian dan semua teror setelah kematian—sebagaimana
dituturkan oleh al-MuHaqqig as-Sanusi dan lainnya—adalah shalat dua rakaat yang
dilakukan tiap malam Jumat setelah maghrib, yang pada tiap rakaatnya membaca
Surah az-Zalzalah lima belas kali usai membaca al-Fatihah.

Kita harus yakin bahwa dalam ilmu Allah Ta'ala, ajal semua yang bernyawa itu satu,
tidak berbilang. Orang yang terbunuh tidak akan mati selain karena ajalnya yang—di
dalam pengetahuan Allah Taala telah purna di saat dia terbunuh itu, yang kalaupun
bukan karena sebab terbunuh, dia tetap akan mati pada waktu itu. Allah Ta'ala
berfirman, “Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah
mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula
mendahulukannya. "

Ketahuilah bahwa ruh merupakan hal yang hanya diketahui oleh Allah Ta'ala, dan Dia
tidak menyilakan seorang pun makhluk untuk bisa melihatnya. Allah Ta'ala berfirman,
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan
Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”? Yakni, ruh
merupakan urusan yang hanya diketahui oleh Allah Ta'ala, untuk menunjukkan betapa
lemahnya manusia hingga tidak dapat melihat hakikat dirinya padahal nyata adanya.
Allah mengembalikan pengetahuan tentang ruh itu kepada Diri-Nya disertai
penegasan akan ketidakmampuan siapa pun untuk mengetahui sesuatu yang tidak
Dia beri pengetahuan tentangnya.

Rasulullah saw. beranjak dari dunia ini setelah Allah Ta'ala memperlihatkan semua
hal yang Dia samarkan bagi kita (termasuk di antaranya urusan ruh). Hanya saja Allah
menyuruh beliau untuk menyembunyikan sebagian dan memberitahukan sebagian
lainnya. Yang terbaik bagi kita adalah menahan diri agar tidak terlalu dalam
membahas hakikat ruh. Kita tidak boleh membahasnya lebih dari sekadar mengetahui
77 Tanwir al-Qulub

bahwa ruh itu nyata adanya, karena Allah Ta'ala berfirman, “Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungjawabannya. ”Ini adalah sikap yang dipilih oleh Ibnu Abbas dan
kebanyakan ulama salaf. Mereka juga tidak berusaha memastikan tempat tertentu
(satu bagian tertentu) di dalam badan sebagai tempat menetap ruh.

Ada memang kelompok lain yang berbicara tentang ruh, bahkan berusaha meneliti
hakikatnya. Tetapi an-Nawawi berkata, “Pendapat yang dianggap paling unggul
mengenai masalah ruh adalah pendapat Imam al-Haramain. Beliau mengatakan
bahwa ruh adalah jisim halus nan lembut yang hidup dan menubuh di jasad kasar
seperti air menubuh di kayu yang segar.”

Hal lain yang wajib diyakini oleh setiap mukallaf adalah kenyataan bahwa pada diri
setiap hamba, sejak masa taklif ada malaikat yang bertugas mencatat amal perbuatan
dan perkataannya, meski sekadar rintihannya saat sakit. Allah memberi tanda-tanda
bagi amal hatinya agar malaikat dapat membedakan antara amal hatinya yang baik
dan yang buruk. Tanda-tanda itu berupa bau wangi bila amal hatinya baik dan bau
busuk bila amal hatinya buruk.

Sufyan ats-Tsauri pernah ditanya, “Bagaimana malaikat bisa mengetahui bahwa si


hamba bermaksud melakukan perbuatan yang baik atau buruk?” Beliau jawab,
“Apabila si hamba berniat melakukan amal yang baik, mereka mencium wangi misik.
Namun apabila si hamba berniat melakukan keburukan, mereka mencium bau busuk.”

Kenyataan adanya malaikat pencatat amal pada diri setiap mukallaf berdasarkan
firman Allah Ta'ala, “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang
mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-
pekerjaan itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Keterangan ini juga
diperkuat dengan hadis dan ijmak, kita wajib meyakininya. Barang siapa
mendustakannya atau meragukannya, berarti dia kafir.

Bagi setiap orang ada dua malaikat, yang satu pencatat amal baik dan yang satu lagi
pencatat amal buruk. Malaikat yang pertama (pencacat amal baik) sebagai pemimpin
78 Tanwir al-Qulub

bagi yang kedua (pencatat amal buruk). Malaikat pencatat amal buruk hanya akan
menuliskan amal buruk si hamba bila amal buruk tersebut sudah berlalu beberapa
saat tanpa diikuti dengan pertobatan atau perbuatan-perbuatan lain yang bisa menjadi
kifarat baginya. Apabila di sela-sela perbuatan buruk itu si hamba membaca istighfar,
malaikat pencatat amal baik akan menuliskan satu kebaikan baginya. Tetapi apabila
perbuatan buruk itu sama sekali tidak disertai istighfar atau hal-hal lain yang bisa
menjadi kifaratnya, maka malaikat pencatat amal baik akan berkata kepada malaikat
pencatat amal buruk, “Catatlah (amal buruknya)! Semoga Allah mengistirahatkan kita
darinya.”

Kedua malaikat itu tidak akan berpisah dari setiap hamba selama dia hidup, kecuali
saat si hamba buang hajat dan menggauli istrinya. Karena itu si hamba dituntut
meminta perlindungan kepada Allah ketika masuk kakus dan membaca basmallah
ketika hendak besetubuh.

Apabila seorang hamba mati dan dia mati dalam keadaan mukmin, kedua malaikat
penyertanya itu akan duduk di atas kuburnya dan memohonkan ampun kepada Allah
hingga Hari Kiamat. Apabila hamba yang mati itu mati dalam keadaan kafir, maka
kedua malaikat itu akan duduk di atas kuburnya sambil terus mengutuknya hingga
Hari Kiamat

Jika Anda bertanya, “Bukankah kita tahu bahwa Allah tidak membutuhkan catatan
amal.” Saya jawab: ada dua faedah pencatatan itu Pertama, bersifat duniawi, yakni
mencegah maksiat di dunia. Apabila manusia tahu bahwa semua perbuatan dirinya
akan dicatat oleh kedua malaikat itu, niscaya ia akan menjaga diri dari maksiat. Kedua,
bersifar ukhrawi, yakni sebagai hujjah bagi mereka di Hari Kiamat kelak bila mereka
mungkir dan berkata bahwa mereka tidak melakukan amal per. buatan itu.

Selain meyakini adanya dua malaikat pencatat amal hamba, kita juga mesti meyakini
adanya pertanyaan dari Malaikat Munkar dan Nakir yang akan diterima si mayat di
dalam kubur. Yakni, setelah usai penguburan dan para pengiring beranjak pergi. Allah
akan mengembalikan ruh ke dalam mayat secara purna. Jalaluddin as-Suyuthi
berkata di dalam salah satu syairnya, “Menurut jumhur ulama, semua(bagian diri)nya
hidup, bukan hanya sebagian, berdasarkan hadits yang ma'tsur.”
79 Tanwir al-Qulub

Setelah mayat selesai dikubur, Allah Ta'ala akan mengembalikan panca indranya,
akalnya dan pengetahuannya, yang dengan semua itu dia bisa memahami pertanyaan
dan memberi jawaban saat Munkar dan Nakir menanyainya.

Al-Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari sahabat Anas dengan status
marfu', “Sungguh, apabila seorang hamba telah diletakkan di dalam kubur dan orang-
orang yang mengiringnya telah pulang, dua malaikat akan segera mendatanginya, lalu
mendudukkannya dan berkata, “Apa yang telah engkau katakan tentang Nabi
Muhammad saw?' Hamba yang mukmin akan menjawab, "Aku bersaksi bahwa dia
adalah hamba dan rasul Allah.” Lalu dikatakan kepadanya, “Lihatlah tempat dudukmu
di neraka, Allah telah menggantikannya untukmu dengan tempat duduk di surga.'
Kemudian si hamba yang mukmin itu melihat kedua-duanya. Sedangkan hamba yang
kafir atau munafik akan menjawab, 'Aku tidak tahu. Aku telah berkata sebagaimana
orang-orang mengatakannya.' Lalu dikatakan kepadanya, “Engkau tidak tahu dan
tidak mengerti.” Kemudian dia dipukul dengan palu besi hingga menjerit-jerit
karenanya, dan jeritannya itu bisa didengar oleh makhluk di sekelilingnya selain jin
dan manusia.”

Abu Dawud meriwayatkan hadis serupa dengan redaksi yang berbeda. Abu Dawud
meriwayatkan, “...lalu kedua malaikat itu bertanya kepadanya, "Siapa Tuhanmu, apa
agamamu, dan siapa laki-laki yang telah diutus kepada kamu itu?” Hamba yang
mukmin akan menjawab, “Tuhanku Allah, agamaku Islam, dan laki-laki yang telah
diutus itu adalah Rasulullah saw.' Sedangkan hamba yang kafir akan menjawab tiga
pertanyaan tadi dengan jawaban, “Tidak tahu.'”

Ketika menanyai mayat di dalam kubur, Munkar dan Nakir menyebut Rasulullah saw.
dengan sebutan 'hadzar-rajul (laki-laki ini)”, seperti tanpa penghormatan kepada
beliau, karena dimaksudkan untuk menguji, guna membedakan antara orang yang
benar imannya dan yang tidak benar. Hamba yang benar imannya akan bisa
menjawab. Sedangkan yang tidak benar imannya akan berpikir, “Seandainya lelaki ini
mempunyai derajat tinggi di sisi Allah Ta'ala sesuai pengakuannya di dalam
kerasulannya, tentu malaikat ini tidak akan menyebutnya dengan sebutan seperti ini
80 Tanwir al-Qulub

(tidak hormat).' Dan saat itu dia akan berkata, “Aku tidak tahu.” —na udzu billah.
Kemudian dia akan disiksa dan mendapat kesengsaraan abadi.

Munkar dan Nakir menanyai mayat dengan bahasa si mayat. Keduanya pasti akan
menanyai si mayat walaupun anggota tubuhnya telah remuk, atau dimakan binatang
buas, atau diterbangkan angin. Sungguh, kuasa Allah Ta'ala bisa mengembalikan ruh
ke tubuh si mayat meski anggota tubuhnya terpisah-pisah. Tidak sulit bagi Allah untuk
melakukannya.

Keadaan mayat di dalam kubur saat ditanyai malaikat itu beragam.

Ada yang ditanyai oleh kedua malaikat secara bersamaan dan Sangar menekan. Ada
pula yang hanya ditanyai oleh salah satunya saja, sebagai keringanan.

Apabila ada banyak orang meninggal di daerah berbeda dalam wak. tu yang
bersamaan, Allah Ta'ala bisa saja memperbesar jasad kedua malaikat itu agar
keduanya bisa menanyai semua mayat di kubur mereka masing-masing secara
serempak dalam satu kali bertanya. Sementara al-Hafizh as-Suyuthi berkata, “Boleh
jadi malaikat yang bertugas menginterogasi mayat itu banyak. Yang sebagian
dinamakan Munkar, yang sebagian lain dinamakan Nakir. Lalu untuk masing-masing
mayat dikirimkan dua malaikat dari mereka.

Proses interogasi di alam kubur ini tidak berlaku umum bagi semua mayat. Karena
ada pengecualian bagi sejumlah orang yang disebutkan di dalam atsar bahwa bagi
mereka tidak ada pertanyaan Munkar dan Nakir. Di antaranya adalah para nabi a.s.,
shiddiqan, orang-orang yang mati syahid, orang yang tiap malamnya membaca Surah
Tabarak dan yang membaca Surah al-Mulk sejak ia mendapat kabar tentangnya,
entah dia membacanya menjelang tidur atau sebelumnya. Juga orang-orang yang
saat sakit menjelang kematiannya membaca Surat al-Ikhlish. Demikian pula orang
yang mati karena sakit perut, atau mati saat terjadi wabah tha'un dalam keadaan sabar
dan mengharap pahala Allah, entah dirinya ikut tarserang tha'un ataupun tidak. Atau
mayat yang mati pada hari atau malam Jum'at, walaupun dikuburnya pada hari Sabtu.
Demikian pula orang yang mengalami kegilaan atau idiot sejak sebelum menginjak
masa taklif.
81 Tanwir al-Qulub

Hikmah adanya interogasi di alam kubur, Allah menampakkan apa yang


disembunyikan hamba saat di dunia. Iman atau kafir, taat atau maksiat. Allah ridha
terhadap kaum mukmin dan mencemarkan yang tidak beriman, na'udzu billah.

Hal lain yang wajib diyakini keberadaannya adalah siksa kubur dan nikmat kubur.
Siksa kubur nyata adanya berdasarkan hadis Rasulullah saw., “Siksa kubur itu hak
(nyata adanya).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Allah Ta'ala berfirman, “Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.”
Yakni di dalam kubur, dengan dalil firman Allah Ta'ala, “..dan pada hari terjadinya
Kiamat (dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Firaun dan kaumnya ke dalam
azab yang sangat keras,” dan firman Allah Ta'ala, “Alangkah dahsyatnya sekiranya
kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekaman
sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata):
“Keluarkanlah nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat
menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak
benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. "

Yang dimaksud dengan wal-mala'ikatu basitha aydihim adalah, malaikat memukulkan


tangannya ke wajah dan pungung mereka seraya berkata kepada mereka, “Di hari ini
kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu
mengatakan kepada Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu
menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”

Di dalam Shahih-nya, al-Imam al-Bukhari menggunakan ayat ini sebagai dalil untuk
menegaskan adanya siksa kubur. Siksa yang akan dialami sejak kematian sampai
selamanya.

Al-Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah berkata
saat melintasi dua kuburan, “Sungguh, kedua orang yang berada dalam kubur itu
sedang disiksa, bukan karena melakukan dosa besar. Salah satu dari mereka disiksa
karena tidak bersuci dari kencing. Yang satu lagi disiksa karena suka mengadu
domba.”
82 Tanwir al-Qulub

Ath-Tbabrani meriwayatkan hadis, “Bersucilah kalian sehabis kencing, karena siksa


kubur kebanyakan timbul darinya (tidak bersuci ge, habis kencing).”

Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Sa'id ay Khudri, “Aku
mendengar Rasulullah bersabda, “Allah menguasakan orang kafir di dalam kuburnya
kepada sembilan puluh sembilan ekor ular berbisa yang akan terus menggigit dan
menyengatnya hingga Hari Kiamat, yang kalau satu ekor saja dari ular-ular itu
menyembur bumi niscaya bumi ini tidak akan dapat menumbuhkan tumbuh-
tumbuhan,

Siksa kubur itu tidak hanya menimpa ruh, tetapi juga badan si mayat. Tidak ada
bedanya antara mayat yang jasadnya terpisah-pisah, hancur lebur atau dimakan
binatang buas dan ikan di laut. Sebab, hal itu merupakan hal yang mungkin menurut
akal, dan syari'at pun telah menegaskannya. Karena itu kita wajib meyakini dan
menerima keberadaannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki."
Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. "

Siksa kubur ada dua macam. Pertama, yang langgeng, yakni siksaan bagi orang kafir,
munafik dan sebagian pelaku maksiat. Kedua, yang terputus, yakni siksaan bagi
pelaku maksiat yang dosanya ringan. Mereka disiksa sesuai kadar dosanya,
kemudian siksanya dihilangkan berkat doa, bacaan Al-Quran, sedekah atau yang
lainnya. Orang yang termasuk kategori orang yang tidak akan diinterogasi Munkar
Nakir tidak akan mendapat siksa kubur.

Catatan

Salah satu bentuk siksa kubur berupa himpitan dinding kubur. Tidak ada seorang pun
yang bebas dari himpitan ini, orang shalih maupun pendosa. Kecuali para nabi a.s.,
Fathimah bint Asad ibunda Sayyidina Ali ibn Abi Thalib r.a., dan orang yang membaca
Surat al-Ikhlas saat menjelang kematiannya, sebagaimana dikabarkan Rasulullah
saw.
83 Tanwir al-Qulub

Kenapa Fathimah binti Asad selamat dari jepitan kubur? Karena dia memperoleh
berkah al-Mushthafa saw. Rasulullah saw. mengafani Fathimah binti Asad dengan
gamisnya, beliau juga turun ke liang lahadnya dan berbaring di sana seraya berdoa,
“Ya Allah, kasihilah Fathimah binti Asad dan luaskanlah kuburannya dengan hak Nabi-
Mu dan para nabi yang sebelum aku.” (HR. ath-Thabrani)

Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa himpitan kubur itu laksana pelukan seorang
ibu yang penyayang kepada anaknya yang sakit demam, dia mengelus kepala
anaknya dengan lembut. Ini bagi mayat yang taat. Adapun bagi si pendosa, sekalipun
dia beriman, himpitannya amat keras dan dahsyat hingga tulang belulang si mayat
berantakan. Ya Allah, kami memohon keselamatan kepada-Mu, dengan anugerah
dan kemurahan-Mu, amin.

Kita juga wajib meyakini adanya nikmat kubur, karena ada nash mutawatir yang
menyebutkan keberadaannya. Nikmat kubur itu dirasakan oleh ruh dan badan setelah
ruh dikembalikan ke dalam badan.

Nikmat kubur tidak khusus bagi umat Nabi Muhammad saw. dan Orang mukmin yang
mukallaf, tetapi bagi semua orang yang beriman.

Salah satu bentuk nikmat kubur berupa perluasan ruang kubu, hingga tujuh puluh
hasta panjang dan lebarnya. Lalu dari kuburnya terbuka berkas ke surga. Bentuk
lainnya berupa semerbak wewangian yang memenuhi kubur, sehingga kuburnya
menjadi taman surga. di dalam kubur itu dinyalakan lentera yang meneranginya
laksana bular di malam purnama.

Di dalam atsar disebutkan, “Allah berfirman kepada Sayyidina Musa, “Belajarlah


kebaikan dan ajarkanlah kepada manusia. Sebab, Aku akan menerangi kuburan
orang yang mengajarkan ilmu dan orang yang mempelajarinya hingga mereka merasa
betah di dalamnya.”

“Umar ibn al-Khaththab berkata, “Barang siapa menerangi masjid-masjid Allah, Allah
akan memberi dia terang di kuburnya.”
84 Tanwir al-Qulub

Siksa dan nikmat tersebut disandarkan pada kubur (siksa dan nikmat kubur), karena
umumnya orang mati dikuburkan. Tetapi tidak berarti bahwa orang yang mati dimakan
binatang buas, atau yang mayatnya tidak dikuburkan tidak akan mengalami siksa atau
nikmat kubur. Sungguh, semua mayat yang dikehendaki Allah mendapat siksa atau
nikmat kubur, dia pasti akan mendapatkannya, dikubur maupun tidak.

Jika Anda berkata, “Kita bisa melihat keadaan mayat setelah dikubur, dan kita tahu
dia tetap mayat, yang kafir dan yang mukmin kondisinya sama, pendosa maupun
hamba yang taat. Lalu bagaimana maksudnya dia mengalami siksa atau nikmat di
dalam kuburnya setelah ruh dikembalikan kepada tubuhnya?”

Kami jawab: pertanyaan ini muncul hanya dari orang yang hatinya tidak kokoh
mengimani semua yang telah dikabarkan oleh Sang Nabi yang sungguh jujur nan
terpercaya, yang tidak percaya bahwa para rasul diberi keistimewaan berupa
kemampuan melihat malaikat. Padahal, tentang iblis dan pasukannya saja Allah
Ta'ala berfirman, “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan
dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya.
Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang
kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-
syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” Tidak ada
keraguan akan kebenaran hal itu. Perhatikanlah bagaimana orang yang tidur
merasakan kesenangan, kesusahan atau rasa sakit pada dirinya yang dia alami dalam
mimpi. Seperti saat dia mimpi melihat ular yang menggigitnya dan ia merasakan sakit
gigitannya hingga menjerit-jerit. Bahkan keningnya sampai berkeringat dan posisi
tubuhnya berubah-ubah. Semua itu dia rasakan dalam mimpinya seperti orang yang
sedang terjaga. Dan-kita yang bahkan berada di sampingnya tidak menyadari sesuatu
pun dari peristiwa yang dia alami di dalam mimpinya.

Kubur merupakan persinggahan pertama di akhirat, dan setiap yang berhubungan


dengan akhirat merupakan alam malakat. Mata yang biasa kita gunakan untuk melihat
tidak akan mampu melihat hal-hal yang bersifat malakut. Tidakkah Anda perhatikan
bagaimana para sahabat mempercayai turunnya malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad saw., padahal mereka tidak melihatnya. Mereka juga percaya bahwa
85 Tanwir al-Qulub

Rasulullah saw. melihat Jibril. Bila Anda tidak percaya akan hal ini, perbaharuilah iman
Anda kepada Rasulullah saw. dan wahyu Allah. Dan jika Anda sudah percaya dan
yakin akan Rasulullah saw. dan wahyu Allah kenapa Anda tidak percaya akan
terjadinya berbagai hal yang menimpa si mayat di alam kubur, padahal tidak ada
perbedaan di antara keduanya:

Kita memohon kepada Allah Ta'ala agar Dia menjadikan kita sebagai orang yang
beriman kepada-Nya, beriman kepada para malaikat. Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-
Nya dan hari akhir. Kita juga memohon agar Dia mematikan kita dengan akhir yang
bahagia serta menjaga kita dari kelalaian dan kesesatan. Sungguh, Allah Mahamulia
dan Maha Penyayang.

Dalam masalah kubur ini, kita juga meyakini bahwa para syuhada hidup di dalam
kuburan mereka dengan kehidupan yang sempurna, dengan alasan firman Allah
Ta'ala, “Janganlah kamu mengira bahwa orang. orang yang gugur di jalan Allah itu
mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki.”

Hidup para syuhada di kubur merupakan kehidupan yang nyata, berdasarkan lahiriah
ayat tersebut. Mereka sungguh dilimpahi rezeki yang mereka inginkan, sebagaimana
orang hidup di dunia diberi rezeki makan, minum dan lain sebagainya. Al-Jazuli
berkata, “Kehidupan mereka tidak dapat dipikirkan dan dibayangkan akal manusia.
Kita wajib percaya bahwa mereka hidup tanpa perlu membahas bagaimana hakikat
atau bentuk kehidupan mereka.” Yang dimaksud syuhada' adalah orang-orang
beriman yang terbunuh dalam peperangan melawan orang kafir demi menegakkan
kalimah Allah Ta'ala.

KIAMAT

Kita wajib meyakini akan terjadinya as-sa 'ah, yakni al-giyamah (kiamat). Kiamat pasti
terjadi setelah habisnya alam dunia. Kepastian akan terjadinya kiamat tidak perlu
diragukan, dengan alasan firman Allah Ta'ala, “Dan sesungguhnya Hari Kiamat itu
pastilah datang, tak ada keraguan padanya: dan bahwasanya Allah membangkitkan
semua orang di dalam kubur” Allah Ta'ala juga berfirman, “Bahkan mereka
86 Tanwir al-Qulub

mendustakan Hari Kiamat. Dan Kami menyediakan neraka yang menyala-nyala bagi
siapa yang mendustakan hari kiamat.”

Kiamat terjadi diawali dengan an-nafkhah ats-tsaniyah (tiupan sangkala yang kedua)
sampai manusia berada di dua tempat, surga dan neraka. Tidak ada yang mengetahui
kapan kiamat akan terjadi selain Allah Ta'ala. Tetapi kiamat itu ada tanda-tandanya,
tanda-tanda yang kecil (ash-shughra) dan tanda-tanda besar (al-kubra).

Ada banyak tanda-tanda kecil akan kedatangan kiamat. Di antaranya adalah


kebangkitan Nabi Muhammad saw. dan umatnya, orang yang khianat dipercaya dan
orang yang dipercaya khianat, bermegah-megahan dalam membangun rumah dan
gedung, menghias masjid-masjid dengan kemewahan, semakin banyaknya
kebodohan, sedikit ilmu, ramainya anak-anak, banyaknya perempuan dan sedikitnya
laki-laki hingga lima puluh berbanding satu, maraknya perzinaan, minuman keras,
riba, banyaknya pertentangan antara kaum musilimin karena provokasi musuh dan
terjadinya paceklik. Itu semua diterangkan oleh banyak hadis Nabi Muhammad saw.

Tanda-tanda besar akan terjadinya kiamat ada sepuluh:

|Satu, keluarnya Imam Mahdi. Dia adalah seorang lelaki agung keturunan Fathimah
binti Rasulullah saw. Dia datang memenuhi bumi dengan kebaikan dan keadilan
menggantikan kezaliman dan kemaksiatan yang sebelumnya memenuhi bumi.

Ar-Rauyani dan Abu Na'im meriwayatkan dari Khudzaifah bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Al-Mahdi adalah seorang lelaki dari keturunanku. Warna kulitnya warna
kulit seorang Arab. Badannya seperti ba. dan seorang keturunan Isra'il. Di pipi sebelah
kanannya ada tahi lala, laksana bintang yang terang. Dia datang memenuhi bumi
dengan keadilan menggantikan kemaksiatan yang telah memenuhinya. Penduduk
bumi dan langit ridha akan kekhalifahannya, bahkan burung di udara pun demikian.”

Ahmad, Abu Dawud dan at:Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Masud bahwa Rasulullah
saw. bersabda, “Dunia tidak akan lenyap, tidak pula akan berakhir sebelum diperintah
oleh seorang lelaki dari ahli bait-ku, yang menjelajah bumi dan namanya adalah
namaku.” Di dalam riwayat lain ditambahkan, “dan rupa lahirnya adalah rupa lahirku.”
87 Tanwir al-Qulub

Dua, kemunculan Dajjal di akhir zaman. Dengan kehadirannya Allah hendak menguji
hamba-hamba-Nya. Allah memberi dia kemampuan dan kesanggupan untuk
melakukan berbagai hal yang menakjubkan serta mengagumkan hati, sehingga
banyak hamba yang terperdaya olehnya, kecuali hamba-hamba Allah yang telah
ditetapkan akan beroleh kebahagiaan.

Tanda-tanda telah dekatnya masa kemunculan Dajjal adalah sedikitnya amar makruf
nahi mungkar, terjadinya banyak pembunuhan, ulama condong kepada kezaliman
dan mendekati penguasa. Dajjal muncul dari arah timur, dari salah satu dusun di
wilayah Ishfahan. Bila dia berkata kepada awan, “Turunkan hujan!” dengan serta
hujan akan turun. Saat dia memerintahkan agar hujan berhenti, hujan langsung
berhenti. Dia tinggal di muka bumi selama empat puluh hari.

Di dalam hadis disebutkan, “Ya Rasulullah, berapa lama dia tinggal di muka bumi?”
Rasulullah saw. menjawab, “Empat puluh hari. Satu hari pertamanya setara dengan
satu tahun. Satu hari berikutnya setara dengan satu bulan, satu hari berikutnya setara
dengan satu Jumat. Sisanya sama seperti hari-hari biasa.” Para sahabat bertanya,
“Apakah pada satu hari yang setara dengan satu tahun itu kami cukup melakukan
shalat sehari (yakni lima waktu)?” Rasulullah saw. menjawab, “Tidak. Setarakanlah
ukurannya.”

Tiga, turunnya Nabi “Isa di atas Menara Hijau sebelah timur Damaskus. Saat turun,
dia turun sambil meletakkan kedua telapak tangannya di sayap dua malaikat, pada
waktu shalat subuh. Kemudian orang-orang mengundangnya untuk shalat
mengimami mereka, namum dia tidak mau. Dia berkata, “Imamnya dari kalian.” Lalu
al-Mahdi maju dan shalat mengimami Nabi “Isa dan mereka. Ini merupakan pemuliaan
bagi umat ini dan nabinya (Muhammad saw.).

Pada saat yang bersamaan dengan turunnya Nabi “Isa, Dajjal sedang mengepung
penghuni Baitul-Magdis yang pintunya dikunci. Dajjal berkata, “Buka pintunya!” saat
mereka membukakan pintu, Dajjal melihat “Isa, sehingga dia segera berbalik dan
melarikan diri bersama para pengikutnya. Kemudian “Isa dan al-Mahdi keluar
melakukan pengejaran. Allah mempersempit bumi bagi Dajjal sehingga “Isa bisa
88 Tanwir al-Qulub

menangkapnya bersama para pengikutnya di tempat yang berjarak sepuluh hasta dari
pintu masuk Ludd, sebuah desa dekat Ramallah. “Isa menatapnya seraya berkata,
“Dirikanlah shalat!” Dajjal menjawab, “Wahai Nabi Allah, shalat sudah dilaksanakan.”
“Isa berkata, “Hai musuh Allah, engkau mengaku-aku sebagai Tuhan semesta alam.
Lalu kepada siapa engkau shalat?” Kemudian “Isa menusuk Dajjal dengan tombak
hingga menembus badannya. Saat “Isa mencabutnya, tombak itu berlumur darah
Dajjal. Isa berkata, “Wahai kaum muslimin, lihatlah Dajjal ini!” “Isa menjalankan hukum
dengan syari'at Nabi Muhammad saw.

Pada masa kemunculan “Isa, alam dunia menjadi aman, subur, menyenangkan dan
penuh keberkahan. Keadaan demikian itu berlangsung selama 40 tahun. “Isa menikah
dan mempunyai dua orang anak. Imam Mahdi kemudian wafat. Nabi Isa mengurusi
jenazahnya, menyalatinya dan menguburnya di Baitul-Magdis. Selanjutnya Nabi “Isa
wafat dan dikuburkan di Madinah, di samping makam Abu Bakr ash-Shiddiq ra

Empat, kemunculan Ya'juj dan Ma'jaj. Mereka adalah anak ketu, runan Yafits ibn Nuh
a.s. Mereka amat banyak dan bermacam-macam, Setelah mereka muncul dan
melakukan berbagai kerusakan, Allah me, wahyukan kepada “Isa, “Sesungguhnya
Aku telah mengeluarkan hamba, hamba yang tidak seorang pun mampu
membinasakan mereka. Karena itu, bawalah hamba-hamba-Ku berlindung di bukit
Thur agar selamat.” Maka, “Isa pun segera membawa kaum mukmin ke bukit Thur.
Lalu Allah Ta'ala mengirimkan Ya'juj dan Ma'juj dari setiap lereng. Mereka turun dan
bergerak cepat mengepung “Isa dan pengikutnya di bukit Thur. Kemudian mereka
mendatangi Baitul-Magdis dan berkata, “Ki. ta telah membunuh (menguasai)
penduduk bumi. Sekarang, perangi. lah penduduk langit!” Lalu mereka melesatkan
anak panah mereka ke atas, dan saat anak panah itu turun lagi ke bumi, warnanya
telah memerah darah.

“Isa dan orang-orang yang bersamanya berdoa sungguh-sungguh kepada Allah


Ta'ala hingga Allah mengabulkan doanya. Allah menghujani Ya'juj dan Ma'juj dengan
ulat yang sangat banyak, dan ulat-ulat itu menggerogoti leher mereka. Mereka
menjerit-jerit kesakitan sebelum akhirnya semua binasa. Setelah itu “Isa dan orang-
orang yang bersamanya turun dari bukit Thur. Ternyata bumi dipenuhi bangkai Yajjij
dan Ma'juj, sehingga "Isa tidak mendapati satu tempat pun yang kosong dari bangkai.
89 Tanwir al-Qulub

Kemudian Allah Ta'ala mengirimkan burung yang lehernya seperti leher unta. Burung
itu melemparkan bangkai-bangkai ke tempat yang dikehendaki Allah.

Lima, munculnya hewan yang di dalam satu riwayat disebut-sebut merupakan anak
unta Nabi Shalih. Ketika induknya dibunuh oleh kaum Nabi Shalih, anak unta itu kabur
dan masuk ke dalam batu yang saat itu tiba-tiba terbuka. Anak unta itu mendekam di
sana, dan akan terus di sana sampai masa kemunculannya kelak.

Setelah muncul, hewan itu akan menuliskan kata mukmin di antara kedua mata orang
mukmin, sehingga wajah mukmin itu bersinar. Sedangkan di antara kedua mata orang
kafir, hewan itu akan menuliskan kata kafir, hingga wajah si kafir itu menghitam pekat.
Hewan itu akan memanggil orang muslim dengan sebutan, “Hai Muslim.” Sedangkan
terhadap orang kafir ia akan berkata, “Hai Kafir.”

Allah Ta'ala berfirman, “Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami
keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka,
bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami."

Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka (yakni apabila telah dekat saat
kejadian yang telah dijanjikan kepada mereka, yaitu masa pembangkitan dan siksa),
Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada
mereka (tentang kebatilan agama-agama selain Islam, dan binatang itu berkata, “Hai
fulan, engkau bagian dari ahli surga. Hai fulan, engkau bagian dari ahli neraka) bahwa
sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami (Kami keluarkan
binatang itu kepada mereka karena mereka tidak meyakini ayat-ayat Kami).

Enam, Kiamat terjadi ditandai dengan terbitnya matahari dari barat. Itu terjadi setelah
“Isa a.s. wafat.

Di dalam riwayat disebutkan bahwa sebelum terbit dari barat, pada hari sebelumnya
matahari itu tenggelam dan ditahan selama tiga hari tiga malam. Waktu untuk ibadah
pada saat itu diukur dengan ijtihad.

Manusia kebingungan karena panjangnya malam itu.


90 Tanwir al-Qulub

Abu Dzarr berkata, “Rasulullah bersabda, Ketika matahari saat itu tenggelam, apakah
engkau tahu ke mana ia pergi?" Aku menjawab, “Tidak. Allah dan Rasul-Nya yang
lebih mengetahui.' Rasulullah saw. bersabda, “Saat itu, matahari pergi sampai
bersujud di bawah “Arsy. Ia memohon izin, dan ia tidak diberi izin. Hampir saja
sujudnya tidak diterima. Ia meminta izin lagi, tetapi tidak diberi izin. Lalu dikatakan
padanya, “Kembalilah ke tempat dari mana engkau datang. Maka matahari pun
muncul dari tempat dia terbenam. Pada saat itulah pintu tobat ditutup.” (HR. al-
Bukhari, Muslim dan yang lainnya)

Tujuh, terjadinya kiamat ditandai dengan kemunculan asap yang kemudian


menyelimuti bumi. Asap itu keluar dari hidung orang-orang kafir, juga dari mata
mereka, dari mulut dan dubur mereka. Kondisi itu, berlangsung selama empat puluh
hari dan membuat orang-orang yang beriman mengalami demam.

Delapan, tanda-tanda besar lain akan terjadinya kiamat adalah api yang keluar dari
dasar Adn. Api itu menggiring manusia menuju Syam, Ia tidur siang, dan bermalam
bersama mereka.

Sembilan, terjadinya kiamat juga ditandai dengan lenyapnya Al-qur’an dan ilmu yang
bermanfaat dari kitab dan dada manusia, sehingga seluruh manusia di bumi menjadi
kafir.

Sepuluh, menjelang terjadinya kiamat, Ka'bah roboh di tangan orang-orang


Habasyah.

Hal lain yang wajib kita yakini kejadiannya adalah tiupan sangkakala. Allah Ta'ala
berfirman, “Dan ditiuplah sangkakala maka matilah siapa yang di langit dan di bumi
kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi,
maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). "

Dan ditiuplah sangkakala (yakni trompet berbentuk tanduk yang ditiup oleh Israfil),
maka matilah siapa yang di langit dan di bumi (yakni seketika itu semua yang masih
hidup mengalami kematian, sedangkan yang sudah mati mengalami pingsan) kecuali
91 Tanwir al-Qulub

siapa yang dikehendaki Allah (yakni, Jibril, Mika'il, Israfil dan Malaikat Maut. Karena
mereka tidak seperti malaikat lainnya yang mati saat tiupan sangkakala yang pertama.
Tetapi mereka mati setelah itu dan dihidupkan kembali sebelum tiupan yang kedua.
Selain Jibril, Mika'il, Israfil dan “Izra'il, yang tidak ikut mati pada saat tiupan pertama
adalah para malaikat pemanggul “Arsy, penjaga surga dan neraka, para bidadari,
wildan (yang mati saat kanak-kanak) dan para syuhada. Sungguh, mereka sedang
sibuk dalam kenikmatan mereka hingga tidak mengalami guncangan dahsyat yang
muncul dari tiupan itu).

Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi (yakni tiupan yang kedua, yaitu setelah
Allah memerintahkan langit menurunkan air hujan), maka tiba-tiba mereka berdiri
menunggu (putusannya masing-masing) (setelah turun hujan yang menumbuhkan
mereka laksana tanaman). Tenggang waktu antara dua tiupan itu adalah empat puluh
tahun.

KEBANGKITAN, MAHSYAR DAN HISAB

Selain meyakini akan terjadinya Kiamat, kita juga wajib yakin bahwa Allah akan
membangkitkan semua hamba-Nya dan menggiring mereka ke sebuah tempat yang
datar (mahsyar) untuk memutuskan amal mereka. Keterangan ini berdasarkan Al-
Quran, hadis dan kesepakatan ulama salaf. Pembangkitan merupakan hal mumkin
yang telah diberitakan syara'. Barang siapa mengingkarinya, maka dia kafir.

Allah Ta'ala berfirman, “Dan sesungguhnya hari kiamat itu pasti datang, tidak ada
keraguan padanya, dan bahwasannya Allah membangkitkan semua orang di dalam
kubur.”

Allah Ta'ala juga berfirman, “..ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang
belulang, yang telah hancur luluh?” Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang
menciptakannya kali yang pertama. Dan Di, Maha Mengetahui tentang segala
makhluk.”
92 Tanwir al-Qulub

Allah Ta'ala berfirman, “Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan, pertama


begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati,
sesungguhnya Kami lah yang akan melaksanakannya.”

Al-Bats (bangkit) maksudnya adalah Allah Ta'ala menghidupkan orang yang sudah
mati dan mengeluarkannya dari kubur setelah Allah mengumpulkan bagian-bagiannya
yang asli (sosok utuh di awal pen, ciptaan). Yakni, bagian-bagian dari keutuhan yang
dengannya dia mengada dari awal sampai akhir usia, walaupun bagian-bagian itu ada
yang terpisah sebelum dia mati.

Al-Hasyr maksudnya adalah Allah menggiring semua makhluk menuju suatu tempat
(mahsyar) perhentian—tanah datar yang padanya tidak ada pembangkangan
terhadap Allah Ta'ala—untuk menerima pu. tusan pengadilan. Tidak ada perbedaan
antara makhluk yang diberi balasan (yakni malaikat, manusia atau jin) dan makhluk
yang tidak diberi balasan (seperti hewan ternak dan binatang buas).

Ketahuilah bahwa yang dibangkitkan dan digiring itu adalah badan lahir duniawi
(badan asli yang menjadi sosoknya saat di dunia), bukan bayangannya (yang serupa
aslinya). Jika tidak, maka yang mendapat pahala dan siksa itu bukan yang taat atau
yang bermaksiat saat di dunia, dan hal ini adalah batil.

Catatan

1. Orang yang paling awal dibangkitkan dan digiring menuju mahsyar adalah
Sayyidina Muhammad saw., sebagaimana beliau juga adalah orang yang paling awal
masuk ke surga.

2. Keadaan makhluk yang digiring ke mahsyar itu bermacam-macam. Ada yang naik
kendaraan (hewan), yaitu orang yang bertakwa. Ada yang berjalan kaki, yaitu orang
mukmin yang sedikit amal baiknya. Ada yang berjalan dengan mukanya, yaitu orang
kafir.

Hal lain yang wajib diyakini setiap mukallaf adalah al-hisab (perhitungan). Allah Ta'ala
akan mengadili hamba-hamba-Nya atas amal-amal mereka secara rinci, amal baik
93 Tanwir al-Qulub

dan amal buruk, perkataan dan perbuatan, setelah mereka menerima buku catatan
amal. Hisab ini diberlakukan bagi semua mukmin dan kafir dari kalangan manusia dan
jin, selain mereka yang dikecualikan.

Di dalam satu hadis disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah telah
memberikan janji kepadaku bahwa Dia akan memasukkan tujuh puluh ribu orang
umatku ke dalam surga. Bersama tiap seribu orang dari yang tujuh puluh ribu itu
disertakan pula tujuh puluh ribu orang lainnya dan tiga hatsayat Tuhanku. Tidak ada
hisab dan siksa bagi mereka” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban di dalam Shalih-nya)

Hatsayat artinya gelombang. Maksudnya, Allah memberikan janji kepadaku dengan


jumlah bilangan yang tidak terhitung. Mereka masuk surga tanpa hisab dan siksa.

Adanya hisab ini telah ditegaskan di dalam Al-Quran, hadis dan ijma' kaum muslimin.
Allah Ta'ala berfirman, “Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa
yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”

Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya kepada Kamilah kembali Mereka. Kemudian


sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.”

“Umar ibn al-Khaththab r.a. berkata, “Hitunglah diri kalian Sebelum kalian dihitung.”

Di dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh,


semua hak akan dikembalikan kepada pemiliknya,

Barang siapa tidak percaya adanya hisab atau meragukannya, dia sungguh kafir. Saat
hisab Allah Ta'ala memberi perhitungan terhadap hamba-hamba-Nya atas amal-amal
mereka saat di dunia, dan hal ir, terjadi sebelum mereka beranjak dari mahsyar. Allah
berbicara kepada mereka tentang kenyataan diri mereka dan balasan yang harus
merek, terima, pahala atau siksa. Allah berbicara langsung kepada mereka dengan
menyingkapkan hijab yang menutupi mereka dan menjadikan mereka mampu
mendengar kalam-Nya yang qadim atau mendengar Suara. yang menunjukkan
kalam-Nya yang qadim—yang Dia ciptakan pada setiap telinga mukallaf. Allah Ta'ala
94 Tanwir al-Qulub

berfirman, “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang
apa yang telah mereka kerjakan dahulu.”

Di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan dari 'Adi ibn Hatim bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Setiap orang akan ditanyai langsung oleh Tuhannya jika
tidak ada penerjemah antara dia dan Tuhannya. Karena itu, peliharalah dirimu dari
neraka, meski hanya dengan sebiji korma.”

Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa saat hisab, orang kafir mengingkari
keburukan mereka, namun kemudian anggota tubuh mereka memberikan kesaksian
atas semuanya.

Catatan

1. Proses hisab yang dialami hamba bermacam-macam. Ada yang ringan, ada yang
susah, ada yang terang-terangan, ada yang tersamar dan ada yang dipermudah,
berdasarkan nilai amalnya masing-masing. Allah Ta'ala mengampuni orang yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa orang yang dikehendaki-Nya. Umat yang pertama kali
di hisab adalah umat Muhammad.

2. Hikmahnya adalah menampakkan keragaman derajat kesempurnaan dan


kebusukan orang-orang yang kurang amal.

Hal lain yang wajib diyakini oleh setiap mukallaf adalah kenyataan bahwa setiap umat
akan diberi lembaran catatan amal. Yakni catatan amalnya selama di dunia yang
ditulis oleh malaikat. Orang yang beriman akan menerimanya dengan tangan kanan,
sedangkan orang kafir akan menerimanya dengan tangan kiri. Kenyataan ini telah
ditegaskan di dalam Al-Quran, hadis dan ijma' ulama ahli hak.

Dalil Al-Quran tentang hal ini adalah firman Allah Ta'ala, Adapun orang-orang yang
diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah,
bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan
menemui hisab terhadap diriku,” dan firman Allah Ta'ala, Adapun orang yang diberikan
kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya
95 Tanwir al-Qulub

kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab
terhadap diriku, Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu.

Kelompok yang pertama berkata dengan gembira kepada mereka yang ada di padang
mahsyar, “Ambillah dan bacalah kitabku. Aku tahu bahwa aku akan mendapatkan
perhitungannya.” Sedangkan kelompok yang kedua, ketika melihat akibat buruk yang
akan mereka terima, berkata, “O alangkah baiknya jika tidak diberikan kepadaku
kitabku (ini, dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya
kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Andai saja semuanya terputus
dengan kematian dan aku tidak dibangkitkan setelahnya.”

Allah Ta'ala berfirman, Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya.
Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali
kepada kaumnya yang sama-sama beriman dengan gembira. Adapun orang yang
diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak, “Celakalah aku!" dan dia
akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

Orang kafir mengambil kitab dengan tangan kirinya dari belakang punggung karena
tangan kanannya terbelenggu di leher. Ia mengulur. kan tangan kirinya ke belakang
punggungnya untuk menerima catatan amalnya.

Allah Ta'ala juga berfirman, “Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal
perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan
baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.

CATATAN

1. Setiap manusia mengambil kitabnya, kecuali para nabi, para malaikat dan orang-
orang yang masuk surga tanpa hisab yang dipimpin oleh Abu Bakr ash-Shiddiq r.a.

2. Apabila seorang hamba meninggal dunia, buku catatan amalnya disimpan di dalam
lemari di bawah “Arsy. Kelak setelah semua manusia berkumpul di mahsyar, Allah
mengutus angin yang akan membawa terbang buku catatan amal mereka dari lemari
itu sampai bergantung di leher mereka masing-masing tanpa keliru. Kemudian
96 Tanwir al-Qulub

malaikat memanggil mereka dan mengambil buku catatan dari leher mereka, lalu
memberikannya pada tangan mereka. Ketika menerima buku catatan masing-masing,
yang mukmin akan mendapati huruf-huruf catatan amalnya ada yang terang dan ada
yang gelap, sesuai amalnya. Sedangkan si kafir akan mendapati huruf-huruf catatan
amalnya hitam semua. Kemudian dikatakan kepada mereka, “Bacalah kitabmu,
cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.”

Wajah orang mukmin akan bersinar saat membaca catatan amalnya, sedangkan
wajah si kafir akan menghitam muram. Allah Ta'ala berfirman, “...pada hari yang di
waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun
orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kamu
kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu
itu."

3. Setiap orang akan membaca kitabnya dengan jelas, walaupun saat di dunia dia
tidak dapat membaca.

Kita harus yakin bahwa amal buruk akan dibalas setara dengan keburukannya.
Sedangkan balasan amal kebaikan akan dilipatgandakan, berdasarkan firman Allah
Ta'ala di dalam Al-Quran, “Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya
(pahala) sepuluh kali lipat amalnya, dan barang siapa yang membawa perbuatan yang
jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya,
sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” Hal ini semata-mata
merupakan anugerah dan kemurahan dari Allah Ta'ala.

Pelipatgandaan pahala amal kebaikan beragam tingkatnya.

Pertama, pahala dilipatgandakan hingga sepuluh kali. Ini untuk amal badan seperti
berzikir. Dalilnya adalah ayat di atas dan hadis Nabi saw., “Barang siapa membaca
satu huruf saja dari Al-Quran, maka bagi, nya satu kebaikan, dan balasan satu
kebaikan itu adalah sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu
huruf. Tetapi alif Satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” Hadis ini diriwayatkan
oleh at-Timidzi, dan dia mengatakan bahwa hadis ini hasan shahih.
97 Tanwir al-Qulub

Kedua, pahala dilipatgandakan hingga lima belas kali lipat. Di da. lam hadis
disebutkan, “Berpuasalah dua hari, maka bagimu pahala ha. ri-hari berikutnya (yakni,
hari-hari dalam satu bulan itu).” Dengan puasa dua hari di awal bulan, seorang hamba
bisa mendapatkan pahala puasa satu bulan. Yakni, pahalanya lima belas kali lipat.

Ketiga, pahala dilipatgandakan hingga tiga puluh kali. Di dalam hadis disebutkan,
“Berpuasalah satu hari, maka bagimu pahala hari. hari berikutnya.” Hadis ini
dikeluarkan oleh Imam Muslim. Satu kebaikan dibalas tiga puluh kali lipat.

Keempat, pahala dilipatgandakan hingga lima puluh kali. Di dalam hadis disebutkan,
“Barang siapa membaca Al-Quran dan dia meng-i'rabnya, maka baginya lima puluh
kebaikan atas setiap hurufnya.” Yang dimaksud meng-i'rab adalah mengetahui
makna-makna lafadznya, bukan kebalikan dari lahn (cadel). Sebab membaca Al-
Quran dengan lain dianggap bukan membaca, tidak pula akan mendapat pahala.

Kelima, pahala dilipatgandakan hingga tujuh ratus kali. Yakni pahala menafkahkan
harta benda di jalan Allah. Allah Ta'ala berfirman, “Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir:
seratus baji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Keenam, pahala dilipatgandakan sampai tak terhingga, yaitu pahala amalan hati
seperti sabar. Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar
dicukupkan pahala mereka tanpa batas."

Perlu diketahui bahwa keragaman tingkat pelipatgandaan pahala amal kebaikan itu
disesuaikan dengan kadar keikhlasan dan niat. Ini sudah jelas.

AMPUNAN DAN SIKSA

Bagian dari kewajiban setiap mukmin adalah meyakini bahwa Allah Ta'ala memberi
anugerah ampunan bagi pelaku dosa besar yang bertobat, dan Dia mengampuni
hamba atas dosa kecil karena dia meninggalkan dosa besar. Allah Ta'ala berfirman,
98 Tanwir al-Qulub

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang
kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).”'?

Perlu diyakini bahwa orang yang mati sebelum sempat bertobat dari dosa-dosa besar
selain dosa kekafiran (syirik), ia berada dalam kehendak Allah. Jika menghendaki, Dia
akan menyiksanya dengan adil. Jika menghendaki, Dia juga bisa mengampuninya
dengan kemurahan-Nya. Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik)
itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang menyekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”

Kita juga mesti yakin bahwa Allah akan menyiksa sebagian hambaNya dari umat ini
yang melakukan dosa besar dan mati sebelum bertobat, karena ada keterangan dari
syara”. Yang dimaksud “umat ini” adalah ummatul-ijabah, yakni kaum mukminin,
karena itu sebagian yang disiksa tersebut tentu dari kalangan mukminin. Namun
kalaupun ancaman Allah terhadap pelaku dosa itu pasti berlaku, mereka tidak ke. kal
di neraka. Setelah disiksa sesuai kadar dosanya, mereka akan dimasukkan ke dalam
surga dan kekal di dalamnya. Lain halnya dengan orang kafir yang akan tetap disiksa
dan kekal di dalam neraka.

Kesimpulannya, manusia terbagi dua kelompok, mukmin dan kafir Yang kafir akan
kekal di dalam neraka. Sedangkan yang mukmin terbagi lagi dalam dua kelompok,
yang taat dan yang bermaksiat. Yang taat akan masuk surga dan menetap
selamanya. Yang bermaksiat terbagi dua golongan, yang tobat dan tidak tobat. Yang
tobat pasti akan masuk surga. Sedangkan yang tidak bertobat, dia berada dalam
kehendak Allah, Kalau pun disiksa, dia tidak akan kekal di dalam neraka.

HURU-HARA MAHSYAR

Harus diyakini bahwa huru-hara di alam mahsyar itu benar adanya. Berbagai
kesengsaraan dan musibah akan dialami orang-orang di alam mahsyar. Di antaranya,
perhentian yang sangat lama, banjir keringat yang hampir menenggelamkan (setinggi
telinga) dan meresap ke bumi hingga sedalam tujuh puluh hasta: matahari merendah
99 Tanwir al-Qulub

di atas kepala hingga tinggal berjarak satu mil, buku-buku catatan amal yang
beterbangan lalu melilit di leher masing-masing, kesaksian lidah dan anggota badan
seperti tangan, kaki, telinga, mata, kulit, kesaksian bumi, malam, siang dan malaikat
pencatat amal, dan keberubahan warna serta rupa manusia.

Allah Ta'ala berfirman, “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu, sesungguhnya


keguncangan Hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).
(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita
yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala
wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal
sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi adzab Allah itu sangat keras.

Allah Ta'ala berfirman, “Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika
kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban. "

Allah Ta'ala berfirman, “..pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan
ada pula muka yang hitam muram.”

Namun para nabi dan para wali serta orang-orang shalih tidak mengalami berbagai
kesengsaran itu. Allah Ta'ala berfirman di dalan Al-Quran, “Sesungguhnya orang-
orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):
“Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah
kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”

Allah Ta'ala juga berfirman, “Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar
(pada Hari Kiamat), dan mereka disambut oleh para malaikat. (Malaikat berkata):
“Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu.”

Ketakutan yang dialami para nabi dan para malaikat saat itu hanya berupa rasa
dahsyat menghadapi wibawa dan keagungan Allah, bukan karena siksa. Sungguh,
mereka aman dari siksa Allah Azza wa Jalla.
100 Tanwir al-Qulub

Secara umum, huru-hara dan kesengsaraan yang dialami saat itu beragam sesuai
keadaan masing-masing. Ya Allah, ringankanlah untuk kami kedahsyatan hari itu,
dengan anugerah dan kemurahan-Mu.

CATATAN

Rasulullah saw. bersabda, “Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah Ta'ala pada hari
di mana tiada naungan selain naungan Allah Yaitu: imam yang adil, seorang pemuda
yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, lelaki yang hatinya selalu terpaut ke
masjid apabila kelua, dari masjid sampai ia kembali lagi ke masjid, dua insan yang
saling mencinta karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah.
seseorang yang berzikir kepada Allah dalam kesunyian hingga menangis: lelaki yang
diundang oleh seorang wanita cantik jelita untuk menemuinya (berzina), namun lelaki
itu berkata, Sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam': dan
seseorang yang bersedekah seraya menyembunyikan sedekahnya hingga tangan
kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” Hadis ini
diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya.

TIMBANGAN AMAL (AL-MIZAN)

Kita wajib meyakini bahwa penimbangan amal itu benar adanya, Allah Ta'ala
berfirman, “Timbangan pada hari itu ialah benar...”

Allah Ta'ala berfirman, “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada Hari
Kiamat, maka tidak dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu)
hanya seberat biji daun pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah
Kami sebagai pembuat perhitungan.”

Allah Ta'ala berfirman, “...maka barang siapa berat timbangan kebaikannya, maka
mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan
kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan
mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.”
101 Tanwir al-Qulub

Timbangan amal itu sungguh nyata terindera, dengan satu tangkai dan dua neraca.
Satu neraca terang bercahaya, yakni yang sebelah kanan dan disediakan untuk
menaruh catatan amal baik. Sedangkan neraca yang satunya lagi, yakni yang sebelah
kiri, gelap pekat, disediakan untuk amal buruk. Yang ditimbang adalah lembar-lembar
catatan amal.

Rasulullah saw. bersabda, “Pada Hari Kiamat, Allah mengadili seorang lelaki dari
umatku di hadapan semua makhluk. Lalu dibentangkanlah sembilan puluh sembilan
lembar catatan amalnya. Panjang tiap lembarnya sejauh mata memandang. Allah
berfirman, 'Apakah engkau akan mengingkarinya? Apakah dua malaikat-Ku yang
mencatatkannya telah bertindak zalim kepadamu?' Dia jawab, “Tidak, ya Tuhanku.
Allah berfirman, “Apakah engkau punya alasan?” dia menjawab, “Tidak, ya Tuhanku.
Allah berfirman, “Apakah engkau punya kebaikan?” dia menjawab, Tidak, ya Tuhanku.
Allah berfirman, “Tentu. Engkau masih punya satu amal baik yang ada pada-Ku, dan
saat ini tidak ada kezaliman terhadap dirimu.' Lalu dikeluarkanlah sebuah kartu yang
tertulis tulisan: Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Kemudian Allah berfirman, “Coba letakkan
di timbanganmu!' Dia berkata, “Ya Tuhanku, apalah artinya kartu ini bila ditimbang
dengan lembaran-lembaran itu?" Allah berfirman, Sungguh, engkau tidak akan
dizalimi.' Kemudian lembar catatan amal yang sembilan puluh sembilan itu diletakkan
di salah satu neraca, ditimbang bersama sehelai kartu di neraca lainnya. Ternyata
lembaran yang sembilan puluh sembilan itu lebih ringan daripada sehelai kartu.
Memang tidak ada sesuatu pun yang berat bila ditimbang bersama nama Allah.” (HR.
AlImam Ahmad, at-Tirmidzi, al-Hakim dan al-Baihagi)

CATATAN

Allah Ta'ala menegakkan timbangan, walaupun Allah Maha mengetahui segala


sesuatu. Dengan timbangan itu Allah Ta'ala menguji hamba-hamba-Nya, apakah
hamba-hamba-Nya itu percaya akar timbangan tersebut selagi mereka berada di alam
dunia atau tidak. Selain itu, keimanan akan adanya timbangan amal tersebut menjadi
tanda siapa yang akan berbahagia dan siapa yang akan celaka di akhirat kelak
.
TELAGA NABI SAW. (AL-HAUDH)
102 Tanwir al-Qulub

Kita wajib yakin bahwa haudh (telaga) Nabi Muhammad saw. benar adanya. Telaga
Nabi Muhammad saw. itu merupakan jisim tertentu yang besar dan luas. Umat
Rasulullah Muhammad saw. akan mendatanginya setelah mereka keluar dari kubur
dalam keadaan haus.

Di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim ada satu hadis dari “Abdulah ibn '“Amru ibn
al-'Ash r.a., dengan status marfa', yang menyatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Telagaku seluas perjalanan satu bulan. Kedua sisinya sama. Airnya lebih putih dari
susu, baunya lebih wangi dari misik dan gayungnya lebih banyak dari bintang di langit.
Barang siapa minum darinya seteguk saja, dia tidak akan lagi merasa haus,
selamanya.”

Dalam wahyu yang diturunkan Allah Ta'ala kepada Nabi Isa tentang sifat-sifat Nabi
Muhammad disebutkan, “Dia (Muhammad) mempunyai telaga yang luasnya lebih jauh
daripada jarak antara Mekkah sampai ke tempat terbit matahari. Di telaga itu ada
wadah sebanyak bintang di langit. Airnya memiliki warna semua jenis minuman surga
dan rasa semua buah-buahan surga.”

Ada banyak keterangan yang berbeda tentang seberapa luas telaga Nabi Muhammad
saw. Tetapi riwayat-riwayat itu tidak saling menafikan. Sungguh, Allah Ta'ala telah
menganugerahkan keutamaan dengan meluaskan telaga beliau secara bertahap.
Mula-mula Rasulullah saw. dikabari bahwa luas telaganya sejarak perjalanan pendek.
Lalu pada kali berikutnya beliau dikabari bahwa ukuran telaganya amat luas. Al-Imam
an-Nawawi mengisyaratkan bahwa riwayat yang dijadikan pegangangan adalah
riwayat yang mengabarkan batasan yang paling luas.

Di dalam satu riwayat disebutkan pula bahwa anak-anak muslim berada di sekitar
telaga itu. Mereka memakai pakaian sutra dan sapu tangan cahaya. Tangan mereka
memegang kendi emas dan gelas perak. Mereka memberi minum bapak ibu mereka
yang sabar atas kehilangan mereka saat mereka meninggal. Tetapi mereka tidak
diizinkan memberi minum orang tua yang tidak rela saat ditinggal mati oleh mereka.
103 Tanwir al-Qulub

Ketahuilah, tidak semua orang dari umat ini mendatangi telaga Nabi saw., melainkan
hanya orang-orang yang berpegang teguh pada syari'at Nabi Muhammad saw. dan
tidak menggantinya dengan yang lain, tidak pula mengubah atau mencampurnya
dengan akidah lain yang tidak dianut oleh beliau dan para sahabatnya. Adapun orang-
orang yang mengubah atau mengganti syariat Nabi Muhammad saw., akan ditolak
dari telaga Nabi saw., seperti orang yang murtad dan menyalahi kaum muslimin.
Misalnya golongan Khawarij, Rafidhah dan Mu 'tazilah beserta firgah-firgahnya.
Demikian juga orang yang zalim dan pembangkang, orang yang terang-terangan
melakukan dosa besar dan menganggap enteng maksiat, orang yang menyimpang,
ahli bid'ah dan orang kafir.

Di dalam Shalih Muslim disebutkan, “Umatku mendatangi telaga dan aku melindungi
mereka seperti seorang lelaki yang melindungi untanya dari unta orang lain.” Para
sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah engkau mengenali kami saat itu?”
Rasulullah saw. menjawab, “Tentu. Kalian mempunyai tanda khusus yang tidak
dimiliki oleh umat lain. Kalian datang kepadaku dengan wajah bercahaya dari bekas
wudhu. Lalu ada sekelompok orang dari kalian yang disingkirkan dariku hingga
mereka tidak bisa sampai. Aku berkata, “Ya Tuhanku, sahabatku, sahabatku...” Lalu
Allah berfirman, “Apakah engkau tahu apa yang diperbuat mereka setelah
kepergianmu?”

Orang yang melakukan perubahan terhadap syariat beliau tetapi tidak sampai kafir
masih akan mendapat minum dari telaga Nabi Saw setelah dihalang-halangi, seperti
para pelaku bid'ah yang tidak sampai derajat kekafiran. Adapun orang kafir sama
sekali tidak akan mendapa, minum dari telaga itu, selamanya.

At-Tirmidzi meriwayatkan hadis marfi' yang menyebutkan bahw, Rasulullah saw.


bersabda, “Semua nabi mempunyai telaga masing-masing. Mereka saling
membanggakan siapa yang paling banyak pengunjungnya. Dan aku berharap akulah
pemilik telaga yang paling banyak pengunjungnya.”

JEMBATAN (ASH-SHIRATH)
104 Tanwir al-Qulub

Salah satu bagian yang wajib diyakini keberadaannya adalah ash. shirath (jembatan).
Keberadaan ash-shirat itu benar adanya. Ash-shirath adalah jembatan atau titian
panjang yang terbentang di atas neraka Jahanam, yang harus dilintasi oleh semua
manusia, sejak manusia yang pertama sampai yang terakhir.

Jembatan itu lebih tipis dari helai rambut dan lebih tajam dari pedang. Terbentang dari
mahsyar sampai ke satu lapangan yang luas dan datar tempat undakan pertama
tangga menuju pintu surga. Jembatan itu sepanjang tiga ribu tahun perjalanan. Seribu
tahun menaik, seribu tahun menurun dan seribu tahun lagi rata. Namun al-Hafizh Ibn
Hajar menyebutkan di dalam syarahnya, Fathul-Bari ala Shahih al-Bukhari, bahwa
panjang jembatan itu lima belas ribu tahun perjalanan.

Di kedua sisi jembatan itu terdapat sejenis duri tajam seperti duri sa'dan. para malaikat
berbaris di sisi kiri dan kanannya untuk menjaga mereka dari duri-duri itu.

Kebenaran adanya ash-shirath telah ditunjukkan Al-Quran dan hadis, Allah Ta'ala
berfirman, “Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang
mendaki lagi sukar?” Mujahid dan adh-Dhahhak berkata, “Alagabah adalah jembatan
yang dibentang di atas neraka Jahanam.” Jadi makna ayat itu adalah, “Berhati-hatilah
terhadap al-agabah, nafkahkan harta pada sesuatu yang bisa membantu
meringankan perjalanan untuk melintasinya, seperti memerdekakan budak dan yang
lainnya.”

Di dalam Shahih Muslim ada satu hadis marfu' yang menyebutkan bahwa Rasulullah
saw. bersabda, “Jembatan itu dibentangkan di antara kedua sisi Jahanam. Aku dan
umatku merupakan yang pertama melintasinya. Pada saat itu tidak ada yang
berbicara selain para rasul, dan doa mereka saat itu adalah, “Ya Allah, selamatkan
lah kami, selamatkanlah kami.”

Waktu untuk melewati jembatan itu adalah setelah usai hisab (perhitungan amal).
Barang siapa mampu melintasi jembatan itu sampai ujung, dia tentu selamat dan
beruntung. Mudah-mudahan Allah Ta'ala menjadikan kita sebagai golongan orang
yang selamat dan beruntung.
105 Tanwir al-Qulub

Tingkat keselamatan orang-orang saat itu bermacam-macam. Ada yang selamat


tanpa sempat jatuh ke dalam neraka Jahanam, ada pula yang sempat jatuh dulu ke
dalam neraka Jahanam. Dan yang jatuh itu ada yang sejenak dan ada yang lama,
tergantung kehendak Allah. Mereka itu adalah orang-orang beriman yang berdosa.
Lain halnya dengan orang kafir yang setelah jatuh ke dalam neraka itu tidak akan
pernah diangkat lagi, selamanya.

Cepat lambatnya seseorang melewati jembatan tergantung kadar amalnya. Yang


paling cepat melintasinya dalam keadaan selamat adalah orang yang paling unggul
amal salihnya dan terbebas dari amal buruk, yakni orang-orang yang telah
diistimewakan Allah dengan sabiqatulhusna. Mereka melintasi jembatan dalam
sekejap mata. Setelah mereka, ada orang-orang yang melintasi jembatan secepat
kilat. Lalu ada yang secepat angin, ada yang secepat burung terbang, ada yang
secepat kuda pacu. Di antara mereka juga ada yang melintasinya sambil berlari kecil,
berjalan kaki dan ada pula yang merangkak.

Kesimpulannya, kemantapan mereka dalam melewati ash-shirath al-hisi (jembatan


yang nyata) di akhirat sesuai kadar kemantapan mereka dalam menetapi ash-shirat
al-ma'nawi (syariat Rasulullah) saat di dunia,

Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau
anugerahi nikmat, bukan jalan mereka yang Engkau murkai, bukan pula jalan mereka
yang sesat, amin.

Hikmah adanya jembatan itu untuk membuat sedih orang kafir dengan kebahagiaan
orang mukmin setelah sama-sama berada di persinggahan mahsyar. Selain itu, juga
untuk menampakkan bahwa selamat dari neraka bagi orang yang beriman itu
merupakan anugerah dan kemurahan dari Allah. Sungguh, Allah Ta'ala Mahakasih
terhadap orangorang yang beriman.

SUNGAI DI SURGA (AL-KAUTSAR)


106 Tanwir al-Qulub

Salah satu hal yang wajib diyakini keberadaannya adalah al-kautsar, yakni sungai
yang ada di surga. Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu al-kautsar.”

Di dalam hadis shahih yang meriwayatkan kisah isra, Rasulullah saw. bersabda,
“Ketika aku berjalan di dalam surga, tiba-tiba aku dihadapkan pada sebuah sungai
yang di kedua tepinya terdapat kubah-kubah intan. Aku bertanya kepada Jibril, “Wahai
Jibril, apa ini?” dan Jibril menjawab, “Ini adalah al-Kautsar yang telah Allah berikan
kepadamu.” Lalu Jibril mengambil lumpur sungai itu, ternyata berupa misik yang
sangat wangi.

"Di dalam hadis dari Ibn “Umar disebutkan, “Al-Kautsar adalah sungai yang ada di
surga, kedua tepinya adalah emas, tempat alirannya adalah intan dan mutiara,
lumpurnya lebih wangi daripada misik, airnya lebih manis daripada madu, lebih putih
daripada susu dan lebih sejuk daripada es.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam
Ahmad, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi, dan ia berkata bahwa derajat hadis ini hasan
shahih.

SYAFAAT

Pada Hari Kiamat, Rasulullah saw. akan memberikan syafaat kepada umatnya, kita
wajib meyakininya. Syafaat Rasulullah saw. sungguh diterima oleh Allah. Beliaulah
yang terdepan di antara semua yang bisa memberi syafaat kelak, yakni para nabi,
para rasul dan para malaikat yang didekatkan (al-mugarrabun).

Rasulullah saw. bersabda, “Di Hari Kiamat kelak, aku adalah orang yang pertama
memberi syafaat dan menerima syafaat, bukan sombong.” (HR. At-Tirmidzi)

Hadis tentang syafaat ini mutawaitir. Saat Hari Kiamat terjadi, manusia bangkit dari
kubur sambil mengirapkan debu dari kepala dan wajah. Lalu mereka membuka mata
seperti orang mabuk, padahal tidak mabuk, melainkan sibuk dengan diri masing-
masing. Kemudian Allah Azza wa Jalla menugaskan malaikat kepada masing-masing
mereka, untuk menggiring mereka menuju al-maugif (persinggahan), didampingi oleh
saksi dari dirinya, yakni anggota tubuh dan jasadnya. Kemudian mereka digiring
107 Tanwir al-Qulub

menuju padang mahsyar, yakni dataran seputih perak yang disediakan oleh Allah
untuk mengumpulkan seluruh umat sejak yang awal sampai yang terakhir. Setelah
mereka berkumpul, matahari mendekat di atas kepala mereka hingga hanya berjarak
sekira satu mil, dan panasnya dilipatgandakan sampai tujuh puluh kali lipat, Kondisi
itu membuat otak mereka mendidih. Mereka semakin menderita dan berdesakan,
hingga di atas setiap kaki bertumpuk seribu kaki. Keringat pun demikian deras dan
membanjir, seperti disabdakan Rasulullah saw., “Sesungguhnya pada Hari Kiamat,
keringat merasuk ke dalam bumi hingga sedalam tujuh puluh hasta, dan keringat
mereka membanjir hingga setinggi mulut dan telinga mereka.” (HR. Muslim)

Tetapi keadaan seperti itu berlaku tidak untuk semua. Karena, keringat masing-
masing orang pada waktu itu berbeda sesuai kadar dosa. nya. Di antara mereka ada
yang terendam keringat hanya sampai mata kaki, ada yang sampai lutut, sampai
ketiak, ada yang sampai leher, dan ada yang sampai tenggelam. Ada juga yang sama
sekali tidak tersentuh banjir keringat. Di antara mereka juga ada yang mendapat
keteduhan naungan “Arsy, yakni mereka yang dimuliakan oleh Allah, sebagaimana
ditunjukkan di dalam hadis-hadis shahih Nabi saw.

Kemudian manusia berdiam—masya Allah—demikian lama hingga kepayahan dan


kesusahan semakin mendera. Mereka menengadahkan wajah ke atas tanpa berucap
sepatah kata pun. Menurut satu pendapat, keadaan itu berlangsung selama empat
puluh tahun waktu dunia.

Setelah demikian lama menunggu dan kepayahan semakin mendera mereka, mereka
berusaha mencari orang yang dapat menolong mereka, agar mereka bisa istirahat
dari diam dan derita. Mereka bicara satu sama lain, “Mari kita mendatangi Adam bapak
moyang kita, kita minta syafaatnya pada Allah.” Mereka mendatangi Adam a.s. dan
berkata, “Engkau adalah bapak manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan-
Nya sendiri, dan Dia telah memerintahkan malaikat bersujud kepadamu. Maka
syafaatilah kami, mohonkanlah kepada Allah agar Dia memindahkan kami dari tempat
ini.” Adam menjawab, “Sesungguhnya pada hari ini Allah Ta'ala amat murka, tidak
pernah Dia semurka hari ini, tidak pula kelak. Sesungguhnya aku punya masalah yang
membuatku amat khawatir dan tidak berani memohonkan syafaat kepada Allah.
Diriku, diriku, diriku... Pergilah kepada Nuh! Dia akan menyafa'ati kalian.”
108 Tanwir al-Qulub

Mereka mendatangi Nuh dan berkata, “Wahai Nuh, syafaatilah kami, mohonkan
kepada Allah agar Dia memindahkan kami dari tempat perhentian ini. Sungguh Allah
telah menjadikanmu sebagai orang pilihan dan menamaimu dengan sebutan 'abdan
syakaran (hamba yang sungguh bersyukur).” Nuh memberikan jawaban kepada
mereka sama seperti jawaban Adam. Nuh menyarankan mereka agar menemui
Ibrahim a.s. Mereka pun mendatangi Ibrahim dan berkata kepadanya, “Engkau
Khalilullah (kekasih Allah), syafaatilah kami pada Allah.” Ibrahim memberikan jawaban
kepada mereka sama seperti jawaban Adam dan Nuh. Ibrahim menyarankan mereka
agar menemui Musa a.s. Mereka mendatangi Musa dan berkata, “Engkau kalimullah,
syafaatilah kami.” Namun Musa pun memberikan jawaban yang sama kepada
mereka. Musa menyarankan mereka agar meminta syafaat kepada “Isa a.s. Mereka
pun mendatangi 'Isa dan berkata, “Engkau adalah rasul Allah, engkau adalah kalimah-
Nya yang telah dia titipkan di rahim Maryam, dan engkau pun adalah ruh dari-Nya.
Berilah kami syafaat.” Nabi “Isa memberikan jawaban yang sama kepada mereka.
Lalu dia menyuruh mereka pergi kepada Sayyidina Muhammad saw.

Pada akhirnya mereka mendatangi Rasulullah Muhammad saw. Wajah beliau


sungguh bercahaya menerangi seluruh makhluk. Lalu mereka memanggil-manggil
beliau dari bawah mimbarnya yang tinggi, “Wahai sang kekasih Tuhan semesta alam,
wahai sang penghulu para nabi dan rasul. Sungguh, masalah kami demikian berat.
Telah lama kami berada di tempat ini, kepayahan dan kesusahan pun semakin
dahsyat mendera kami. Berilah kami syafaat, mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
memutus perkara kami, agar siapa di antara kami yang bakal menghuni surga segera
diperintahkan masuk surga, dan siapa yang bakal menghuni neraka segera
diperintahkan masuk neraka. Tolong. lah kami...tolonglah kami, ya Muhammad.
Engkaulah sang pemangku kebesaran yang telah diutus sebagai rahmat bagi seluruh
alam.” Rasulullah saw. bersabda, “Ya. Aku akan memberi syafaat, Insya Allah.”

Kemudian Rasulullah saw. berdiri di suatu tempat yang tidak seorang pun makhluk
selain beliau bisa berdiri di tempat itu. Beliau bersujud kepada Allah Ta'ala. Beliau
memuji-Nya dengan pujian yang Dia ilhamkan langsung saat itu kepada beliau, pujian
yang tidak pernah diungkapkan siapa pun selain beliau. Lalu beliau diseru, “Wahai
Muhammad, angkatlah kepalamu. Mintalah syafaat, engkau bisa memberi syafaat.
109 Tanwir al-Qulub

Mintalah, engkau pasti diberi. Berbicaralah, engkau pasti di. dengar.” Kemudian
Rasulullah saw. mengangkat kepala dan memohonkan syafaat untuk seluruh umat
agar segera dipindahkan dari tempat penantian itu. Beliau berucap, “Ya Rabb,
perintahkanlah hamba. hamba-Mu untuk segera menjalani hisab. Sungguh, derita
sudah sangat dahsyat mendera mereka.” Permohonan beliau dikabulkan. Inilah
syafaat yang pertama digelar, untuk mengistirahatkan umat dari derita penantian.
Inilah al-magam al-mahmud (kedudukan terpuji) yang di. sanjung-sanjung oleh semua
makhluk, dari yang paling awal sampai yang paling akhir. Mereka tidak langsung
diilhami untuk mendatangi Muhammad saw. pada kali yang pertama, itu untuk
menampakkan keunggulan dan kemuliaan beliau.

Ketahuilah bahwa syafaat terdiri dari beberapa macam. Syafaat terbesar adalah
syafaat untuk segera memutus perkara dan mengistirahatkan umat dari penantian
yang amat lama. Syafaat ini khusus dimiliki oleh Rasulullah Muhammad saw. Kedua,
syafaat untuk memasukkan ahli surga ke surga tanpa hisab. Al-Imam an-Nawawi
mengatakan bahwa syafaat ini juga khusus dimiliki oleh Nabi Muhammad saw. Ketiga,
syafaat untuk menahan orang dari neraka, padahal orang itu harus masuk neraka.
Keempat, syafaat untuk mengeluarkan ahli tauhid dari neraka. Selain dimiliki oleh
Rasulullah saw., syafaat yang keempat ini juga dimiliki oleh para nabi, para malaikat
dan kaum mukmin. Kelima, syafaat untuk memberikan tambahan derajat di dalam
surga bagi yang berhak. Keenam, syafaat untuk meringankan siksa bagi orang yang
mendapat siksa abadi. Syafaat ini khusus dimiliki Rasulullah Muhammad saw.

NERAKA

Neraka sungguh nyata adanya, kita wajib meyakini keberadaannya. Kenyataan ini
ditegaskan di dalam Al-Quran dan hadis. Allah Ta'ala berfirman, “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang
keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya api kalian di dunia ini hanya satu bagian
dari tujuh puluh bagian api (neraka) Jahanam. Seandainya api yang hanya satu
110 Tanwir al-Qulub

bagian itu tidak aku padamkan dua kali dengan air, niscaya kalian tidak dapat
memanfaatkannya.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad, Ibnu Hibban di dalam
Shakih-nya, dan al-Baihagi. Ibnu Majah dan al-Hakim menilai hadis ini shahih, dan
dalam riwayat mereka ada tambahan, “Dan api itu berdoa kepada Allah agar tidak
dikembalikan lagi ke dalam neraka.”

Yang dimaksud dengan neraka adalah rumah penyiksaan dengan semua


tingkatannya. Allah Ta'ala telah menciptakannya dan menyediakannya untuk orang-
orang kafir yang akan abadi berada di dalamnya, juga untuk sebagian mukmin yang
berdosa yang akan menghuni neraka dalam waktu tertentu dan kemudian dikeluarkan
darinya, sesuai kehendak Allah Ta'ala.

Kesimpulannya, golongan yang selamat dari neraka ada dua. Pertama, yang selamat
dari semua siksa neraka. Ini adalah kelompok muslim yang taat dan terbebas dari
berbagai keburukan. Kedua, kelompok yang mendapat siksa ringan, seperti tergores
duri. Kelompok ini adalah sebagian kaum muslim yang berdosa, tetapi kebaikannya
masih lebih banyak daripada keburukannya.

Golongan yang tidak selamat dari neraka juga ada dua. Pertama, orang kafir yang
akan kekal di dalam neraka. Kedua, orang mukmin yang amal buruknya melebihi amal
baiknya. Mereka tidak kekal di dalam neraka.

Neraka yang merupakan rumah penyiksaan itu bahan bakarnya adalah manusia dan
batu. Mudah-mudahan Allah melindungi kita hingga tidak sampai terjerumus ke
dalamnya.

Neraka terdiri dari tujuh tingkatan. Yang paling atas adalah Jahannam, diperuntukkan
bagi orang mukmin yang dihisab sesuai kadar dosanya. Neraka ini kelak akan lenyap
setelah semua kaum mukmin yang sempat memasukinya diangkat keluar. Di bawah
Jahannam adalah Lazha, diperuntukkan bagi orang Yahudi. Kemudian di bawahnya
lagi ada al-Huthamah, disediakan bagi orang Nasrani. Di bawahnya lagi adalah as-
Sa'ir, disediakan untuk kaum Shabi'in, yakni kelompok Yahudi yang bertambah-
tambah kesesatannya. Kemudian di bawahnya lagi adalah Neraka Sagar,
diperuntukan bagi orang Majusi, yakni para penyembah api. Lalu al-Jahim, disediakan
111 Tanwir al-Qulub

untuk para penyembah berhala. Yang terakhir adalah al-Hawiyah, disediakan untuk
kaum munafik.

SURGA

Keberadaan surga sungguh benar, kita wajib meyakininya. Kenyataan ini telah
ditegaskan di dalam Al-Quran dan hadis. Allah Ta'ala berfirman, “Itulah surga yang
akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.”

Rasulullah saw. bersabda di dalam satu hadis riwayat Muslim, “Kita adalah umat
terakhir, namun paling awal di Hari Kiamat. Akulah orang yang paling awal masuk
surga.”

Allah Ta'ala telah menciptakan surga sebagaimana Dia juga telah menciptakan
neraka. Surga diperuntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, murni sebagai
anugerah-Nya. Di dalam surga, mereka menikmati berbagai kesenangan yang
wujudnya tak terbayangkan akal. Di dalamnya ada sesuatu yang belum pernah dilihat
mata, belum pernah didengar telinga dan belum pernah terbesit di dalam hati
manusia. Surga berada di atas langit ke tujuh, sedangkan neraka berada di bawah
bumi ke tujuh.

Surga terdiri dari beberapa tingkatan. Yang paling sempurna dan utama adalah al-
Firdaus. Itulah surga yang tertinggi. Atapnya adalah 'Arsy ar-Rahman, dan dari 'Arsy
itu mengalir sungai-sungai surga. Surga mempunyai beberapa nama. Yaitu, Jannatul-
Ma'wa, Jannatul-Khula, Jannatu-Adn, Darus-Salam, Darul-Jalal dan Darun-Na'im.

Ketahuilah bahwa surga merupakan tempat yang suci dari segal, kotoran dan najis
seperti air kencing, berak, haid, nifas, ludah dan mani, Ampas makanan mereka yang
keluar dari depan dan belakang laksana tetesan misik.

Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa debu surga berupa misik dan za'faran. Di
setiap istananya ada satu dahan dari pohon Thuba yang bisa mengeluarkan buah apa
pun yang diinginkan. Apabila sang penghuni menginginkan makan misalnya, ia akan
berucap, subhanakallahumma, serta merta di hadapannya akan tersedia hidangan
112 Tanwir al-Qulub

berisi semua hal yang dia inginkan. Apabila selesai makan, ia akan berucap,
Alhamdulillahi rabbil-alamin, dan hidangan itu pun diangkat.

MEMANDANG WAJAH MULIA SANG KEKASIH

Di akhirat, Allah Ta'ala akan memuliakan hamba-hamba-Nya yang beriman dengan


memberi mereka kesempatan untuk melihat wajah mulia-Nya dengan mata kepala,
setelah mereka masuk surga dan sebelumnya. Tetapi, mereka melihat wajah-Nya
tanpa bagaimana dan seperti apa. Al-Quran dan hadis telah menegaskan kenyataan
ini. Allah Ta'ala berfirman, “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-
seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” 9

Rasulullah Muhammad saw. bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan


kalian seperti kalian melihat bulan di malam purnama.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-
Bukhari di dalam Shajuh-nya. Yang diserupakan di dalam hadis ini adalah
penglihatan, yakni tiadanya keraguan dan kesamaran dalam penglihatan, bukan
penyerupaan objek penglihatan (sungguh, Allah tidak bisa diserupakan dengan
sesuatu pun selain Dia). Dalil akal tentang mungkin-nya melihat Allah, itu karena
melihat merupakan salah satu bentuk ketersingkapan dan ilmu bagi subjek yang
melihat objek, ketersingkapan yang diciptakan Allah ketika indera berhadapan
langsung dengan objek. Dan Allah bisa saja menciptakan ketersingkapan yang sama
bagi subjek yang tidak berhadapan langsung dengan objek. Seperti kenyataan
Rasulullah saw. yang dapat melihat orang yang berada di balik punggungnya seperti
beliau melihat orang yang berada di hadapan matanya. Atau, seperti kenyataan
bahwa Allah Ta'ala melihat kita bukan dengan berhadapan atau dari arah tertentu.

Telah maklum bahwa "melihat? merupakan pertalian khusus antara yang melihat dan
yang dilihat. Berdasarkan akal, bila salah satu di antara yang melihat dan yang dilihat
itu ada di arah tertentu, maka yang satunya lagi juga demikian. Demikian pula bila
salah satunya jelas tidak berada di arah tertentu, maka yang satunya lagi juga tidak di
arah tertentu.

Kami mengatakan bahwa pemuliaan tersebut hanya bagi orang yang beriman, untuk
menafikan orang kafir. Karena orang-orang kafir sungguh tidak akan pernah melihat
113 Tanwir al-Qulub

Allah di Hari Kiamat. Allah Ta'ala berfirman, “Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka
pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.” Tidak pula orang-
orang kafir itu akan melihat Allah di surga, karena mereka sungguh tidak akan masuk
surga. Bagi yang berminat mengetahui lebih jauh tentang pembahasan ini, silakan
merujuk kitab kami yang berjudul Dhau' as-Siraj fi al-Isra' wa al-Mi'aj.
114 Tanwir al-Qulub

BAB IV : IMAN, ISLAM, IHSAN AGAMA, QADHA DAN QADAR


IMAN

Iman adalah membenarkan dengan hati. Yaitu tunduk patuh dan menerima perkara
yang niscaya dari agama Sayyidina Muhammad saw. Yakni yang tampak dan
masyhur yang diketahui oleh umum, seperti keesaan Sang Pencipta Yang Mahasuci,
kenabian Muhammad saw., adanya kebangkitan manusia dari kubur, adanya balasan
amal, wajibnya shalat, zakat dan haji, haramnya khamar, zina, riba dan lainnya.

Beriman secara utuh tentang hal-hal yang diterangkan secara menyeluruh dianggap
cukup sebagai iman. Seperti mempercayai adanya para malaikat yang umum
diketahui, mempercayai kitab-kitabnya dan para rasul-Nya. Namun untuk hal-hal yang
diriwayatkan secara rinci, disyaratkan untuk beriman pula. Seperti mempercayai Jibril,
Mika'il, Musa, Isa, Taurat, Zabur, Injil dan yang lainnya. Sehingga orang yang tidak
membenarkan salah satunya saja setelah dia mengetahui bahwa keterangannya ada
di dalam Al-Quran dan hadis, maka dia kafir.

Beriman kepada Allah dan rasul-Nya adalah tunduk patuh dan menerima semua yang
dikabarkan Allah Ta'ala melalui lidah rasul-Nya dan tunduk patuh serta menerima
semua yang disampaikan sang rasul dari-Nya.

Iman adalah amalan hati yang tidak berkaitan dengan lisan dan anggota badan.
Hanya saja, karena iman merupakan amal batin yang tidak dapat dilihat mata
sehingga tidak bisa dikenai hukum-hukum syara, maka sang pemangku syariat
membuat penanda bagi hal yang ada di hati seseorang, yaitu al-igrar bil-lisan
(pernyataan lisan). Pernyataan lisan ini menjadi penanda bagi keyakinan hati
sekaligus menjadi syara (landasan) untuk memberlakukan hukum-hukum dunia
kepadanya, Seperti, shalat di belakangnya (boleh bermakmum kepadanya), boleh
dishalati saat mati, dikubur di pekuburan muslim, darah dan harta bendanya
dilindungi, boleh menikahi wanita muslimah dan lainnya.
115 Tanwir al-Qulub

Rasulullah saw. bersabda, “Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka


mengucapkan La ilah illaillah. Apabila mereka telah mengucapkannya, maka
terpeliharalah darah dan harta benda mereka dariku, kecuali pelaksanaan kalimah itu,
perhitungannya urusan Allah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Yang dimaksud mengucapkan la ilaha illallah di dalam hadis itu bukan sekadar
mengucapkan Ia ilaha illalah, melainkan disambung dengan muhammad rasulullah.
Sebab kesaksian la ilaha illallah menjadi batal bila tidak disertai kesaksian bahwa
Muhammad adalah Rasulullah.

Simpulannya, iman adalah membenarkan dengan hati saja, dan baginya berlaku
hukum-hukum akhirat. Sedangkan pernyataan lisan adalah syarat untuk
memberlakukan hukum-hukum dunia. Barang siapa mengungkapkan pernyataan
dengan lisannya tetapi tidak membenarkan dengan hatinya (beriman dengan lisan
tetapi tidak dengan hati), maka dia adalah mukmin menurut kita dan kafir menurut
Allah Ta'ala, dan dia menjadi ahli neraka. Barang siapa membenarkan dengan hati
tetapi tidak mengungkapkan pernyataan dengan lisannya karena udzur, maka dia kafir
menurut kita dan mukmin menurut Allah Ta'ala, dan dia menjadi ahli surga.
Sedangkan orang yang tidak mengungkapkan pernyataan dengan lisan dan tidak pula
membenarkan dengan hatinya, maka dia adalah kafir menurut kita dan menurut Allah
Ta'ala.

Para ulama telah sepakat bahwa bila pernyataan lisan itu dituntut, maka seseorang
akan dihitung beriman hanya bila dia mengungkapkan pernyataan lisan. Apabila dia
tidak mau mengungkapkan pernyataan lisannya karena sombong, dia sungguh kafir
yang melawan. Inilah makna gaul ulama bahwa meninggalkan perlawanan
merupakan syarat kebenaran iman.

Kesimpulannya, di dalam kebenaran dan ketegasan iman, pembenaran hati meliputi


banyak hal yang bila dilanggar berarti melanggar iman. Di antaranya, bersujud kepada
patung, membunuh nabi, menganggap remeh nabi, mushhaf atau Ka'bah. Apabila ada
satu saja dari hal-hal itu di dalam diri seseorang, maka iman orang itu rusak, dalam
pandangan kita dan Allah Ta'ala.
116 Tanwir al-Qulub

CATATAN

Ulama berbeda pendapat tentang kenyataan bahwa iman bisa bertambah dan
berkurang. Mazhab Jumhur Ahlus-Sunnah berpendapat bahwa iman bertambah
dengan bertambahnya ketaatan dan berkurang dengan berkurangnya ketaatan.
Pendapat ini ditunjukkan oleh Al-Quran dan hadis-hadis yang shahih. Makna
bertambah dan berkurangnya iman adalah menguatnya sebagian unsur iman hingga
lebih kuat dari unsur iman lainnya di dalam tingkat keyakinan. Seperti, kenyataan
bahwa satu sebagai setengah dari dua, lebih meyakinkan daripada kenyataan bahwa
alam ini adalah sesuatu yang baru.

Allah Ta'ala berfirman, “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati
orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan
mereka (yang telah ada).

Allah Ta'ala berfirman, “...supaya orang yang beriman bertambah iman, nya... "

Allah Ta'ala berfirman mengisahkan Nabi Ibrahim, “Tetapi agar ha, liku tetap mantap
(dengan imanku).” Maksudnya agar ketenangan hati. nya bertambah. Sebab
ketenangan itu sudah ada pada hati Ibrahim Ayat ini juga menampakkan bahwa iman
siapa pun tidak ada yang sesempurna iman Rasulullah Muhammad saw.

Iman Abu Bakr lebih kuat daripada iman umat Islam yang lain Hal ini ditegaskan di
dalam sebuah hadis mauquf, “Abu Bakr mengungguli kalian bukan karena shalat atau
puasanya. Dia mengungguli kalian dengan apa (iman) yang tertanam kuat di
dadanya.”

Ibnu “Umar r.a. ditanya, “Apakah iman bisa bertambah dan berkurang?” dan dia
menjawab, “Ya. Iman bertambah sampai orang yang memilikinya masuk surga. Iman
juga bisa berkurang sampai pemiliknya masuk neraka.”

Para ulama berbeda pendapat apakah seorang mukmin boleh atau tidak untuk
berkata, “Saya seorang yang beriman, jika Allah menghendaki.” Yang jelas, jika yang
dimaksud dengan iman adalah murni iman sebagai keyakinan, maka tidak boleh ta'lig
117 Tanwir al-Qulub

(mengaitkannya dengan Jika Allah menghendaki), sebab dalam ke-kini-annya iman


itu sudah ada. Namun jika yang dimaksud iman di sini adalah penentu keselamatan
dan pahala, maka talliq diperbolehkan. Sebab, saat itu belum diketahui kepastian
hasilnya. Tentang hal ini terdapat dua kelompok pendapat, sebagaimana diriwayatkan
oleh al-'Allamah at-Taftazani.

Iman terdiri dari empat tingkatan. Pertama, iman orang-orang munafik, yakni iman
yang hanya di lisan mereka, tetapi tidak dengan hati. Iman mereka hanya bermanfaat
bagi mereka di dunia, untuk memelihara darah dan harta benda mereka. Sedangkan
di akhirat, mereka seperti difirmankan Allah Ta'ala, “Sesungguhnya orang-orang
munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu
sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.”

Kedua, iman kebanyakan orang mukmin. Mereka beriman dengan hati dan lisan,
tetapi mereka berperilaku tidak sesuai dengan tuntutan-tuntutan iman. Pada diri
mereka tidak tampak buah keyakinan. Mereka tidak sepenuhnya pasrah pada
pengaturan dari Allah. Mereka merasa takut dan berharap kepada yang selain Dia,
mereka berani menyalahi perintah dan larangan-Nya.

Ketiga, iman orang-orang yang didekatkan kepada Allah (al-Mugarrabn). Mereka


adalah orang-orang yang senantiasa berusaha menghadirkan simpul-simpul
keimanan, dan batin mereka tercetak demikian. Mata hati mereka menjadi seakan-
akan melihat segala sesuatu muncul dari sumber kuasa azali. Buah iman pun tampak
pada diri mereka. Mereka tidak melihat sesuatu pun lebih tinggi daripada Allah.
Mereka tidak takut dan tidak berharap selain kepada-Nya. Sebab mereka mengetahui
bahwa makhluk tidak memiliki kemanfaatan dan kemadharatan, tidak memiliki mati,
hidup ataupun kebangkitan. Mereka tidak cinta kepada selain Allah. Sebab, bagi
mereka tidak ada yang berbuat baik selain Allah. Karena itu asy-Syaikh Abu al-Hasan
r.a. berdoa, “Anugerahilah kami iman sejati, hingga kami tidak lagi takut selain
kepada-Mu, tidak berharap selain kepada-Mu, tidak mencintai selain diri-Mu dan tidak
menghamba selain kepada-Mu.”

Mereka tidak sedikit pun menolak perbuatan-perbuatan-Nya, tidak pula hukum-


hukum-Nya. Sungguh, mereka yakin Dia adalah al-Hakim (Yang Mahabijak). Mereka
118 Tanwir al-Qulub

melihat bahwa akhirat adalah tempat menetap abadi, maka mereka pun menempuh
hidup dunia ini sebagai jalan menuju akhirat.

Keempat, iman orang-orang yang sudah fana di dalam tauhid dar tenggelam di dalam
musyahadah (penyaksian Allah). Seperti yang tampak di dalam ungkapan Sayyidi
'Abdussalam, “Allah telah menenggelamkan aku di samudera kesatuan, hingga aku
tidak melihat, tidak mendengar tidak mendapati dan tidak merasakan selain yang
satu.” Sayyidi Abdussalam juga berkata, “Kumpulkanlah antara aku dan Engkau, dan
pi. sahkanlah antara aku dan selain Engkau.” Maqam ini kadang didapat dan kadang
terputus.

Iman model yang keempat ini juga tampak dalam ungkapan salah seorang “arif, “Aku
melihat Tuhanku dengan mata hatiku. Maka aku berkata: tidak ragu lagi Engkau
adalah Engkau.” Atau seperti yang tampak dari ungkapan asy-Syaikh Abu al-Hasan,
“Sesungguhnya aku melihat Allah dengan mata keyakinan dan keimanan.”

Keterangan di atas sudah cukup bagi kami, sehingga tidak perlu lagi dalil dan bukti
untuk menjelaskan kepada orang-orang. Apakah di dalam wujud ada sesuatu selain
Allah Yang Haqq? Kita tidak melihatnya. Sekalipun ada, kita melihatnya laksana debu
di udara yang saat Anda perhatikan dengan seksama, akan Anda dapati semua itu
bukan apaapa. Tentang kenyataan ini ada seorang "arif yang berkata, “Pemandangan
itu tampak besar di hadapanku hingga seakan-akan dia sungguh nyata, padahal ia
sekadar angan-angan.”

Seorang “arif lainnya berkata,

Sejak aku mengenal Tuhan, aku tidak melihat selain Dia


demikian pula yang selain Dia, bagiku terlarang
Sejak aku berkumpul, aku tidak khawatir berpisah
sungguh, sekarang aku telah sampa: dan berkumpul

Ketahuilah bahwa iman merupakan anugerah nikmat yang paling utama di atas
segalanya. Engkau mengerti bahwa Allah Ta'ala telah memuliakan Anda dengan
nikmat iman hingga iman jadi menyenangkan bagimu, dan engkau tidak menyukai
119 Tanwir al-Qulub

kekufuran, kefasikan dan maksiat. Engkau juga paham bahwa nikmat ini murni
merupakan anugerah dan nikmat dari-Nya, yang tidak seorang pun berhak
mendapatkannya. Engkau mengerti bahwa dengan iman itu, Allah telah
melebihkanmu dari kebanyakan orang sepertimu. Karena itu, nilailah nikmat iman
sesuai dengan nilainya. Lalu laksanakan kewajiban mensyukurinya.

Sungguh, iman adalah modal dasar keselamatan dan kemuliaan. Iman sebagai modal
keselamatan, sebab dengan iman akan diperoleh pertolongan Allah dari dahsyatnya
siksa kubur, Hari Kiamat, timbangan amal, jembatan, neraka, pengusiran,
pengasingan dan murka. Iman juga merupakan modal kemuliaan, karena dengan
iman engkau akan memperoleh nikmat kubur, berupa perluasan ruang kubur,
keramahan kubur dan pembukaan pintu ke surga untuk jalan ruhmu memasukinya
dan menikmati berbagai kesenangannya. Dengan iman engkau bisa menikmati
kesenangan surga: bidadari-bidadari, istana-istana, bermacam-macam pakaian,
makanan dan minuman. Dengan iman pula engkau akan memperolah kenikmatan
puncak, yakni memandang Wajah Mulia Sang Kekasih.

Di dalam satu riwayat disebutkan, “Tidak ada kalimat yang lebih disukai oleh Allah dan
tidak ada ungkapan syukur yang lebih besar dalam pandangan-Nya daripada ucapan
seorang hamba, “Segala puji bagi Allah Yang telah melimpahkan nikmat dan
membimbing kami kepada Islam.”

Sayyidina Yusuf a.s. berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah


menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku
sebagian takbir mimpi. (Ya Tuhan), Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku
di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku
dengan orang-orang yang saleh.”

Kalaupun dalam iman hanya ada keselamatan dari huru-hara Harj Kiamat, tentu hal
itu sudah cukup dipandang sebagai nikmat terbesar, Sungguh, kedahsyatan pada Hari
Kiamat telah membuat para nabi dan rasul selaan Muhammad saw. berucap, “diriku...
diriku... pada hari ini aku hanya bisa memohon untuk diriku kepada-Mu”, dan kalau
pun seseorang memiliki amal sebanyak amal tujuh puluh nabi, dia akan mengira
dirinya tidak akan selamat.
120 Tanwir al-Qulub

ISLAM

Islam adalah al-imtitsal wal-ingiyad (merealisasaikan dan tunduk patuh) pada semua
yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., yang telah diketahui dari agama secara
pasti. Yang dimaksud dengan al-imtitsal adalah pengakuan dan pernyataan lisan akan
kebenaran semua yang disampaikan Nabi Muhammad saw., meliputi tetapnya
keesaan Allah Ta ala dan kerasulan Muhammad saw. Pengakuan dan pernyataan
lisan ini bisa dicapai (dianggap cukup) dengan mengucapkan dua kalimat syahadat
(syahadatain). Jadi, dalam kondisi apa pun, inti Islam adalah mengucapkan dua
kalimat syahadat. Tetapi Islam akan menyelamatkan hanya jika diikuti dengan
kepatuhan hati yang merupakan bagian dari iman. Maka ketahuilah bahwa islam yang
menyelamatkan dan iman adalah dua hal yang saling berkaitan erat (tak terpisahkan).

Ikrar keislaman memiliki syarat yang jika tidak dipenuhi, keislamannya tidak diterima.
Syarat itu adalah an-nafyi (penafian) dan al-tsbat (pengukuhan/penetapan). Dalam
ikrar keislaman, seseorang dianggap tidak cukup islam bila hanya berucap, “Allah itu
esa dan Muhammad adalah rasul-Nya.” Ini pendapat kebanyakan ulama, di antaranya
para ulama Syafi'iyyah. Ada memang pendapat yang tidak mensyaratkan nafyi dan
itsbat, yang penting pernyataan yang menunjukkan pengakuan akan keesaan Allah
Ta'ala dan kerasulan Muhammad saw., dan ini pendapat yang dipegang oleh mazhab
Maliki.

Menurut pendapat yang pertama, selain disyaratkan adanya nafyi dan itsbat, ikrar
keislaman juga memiliki syarat sah lainnya. Di antaranya adalah menyertakan kata
asyhadu (aku bersaksi) dan memahami makna ucapan yang dipersaksikannya, yakni
dengan mengucapkan asyhadu al-la ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar-
rasalullah disertai pemahaman maknanya, meski hanya makna umumnya saja.
Karena itu, bila seorang non Arab di-talgin mengucapkan dua kalimah syahadat dalam
bahasa Arab, lalu dia mengucapkannya tanpa memahami maknanya, keislamannya
belum bisa diterima.

Syarat lainnya adalah tertib. Pengucapan dua kalimah syahadat harus berurut secara
tertib. Yakni, asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar-rasulullah.
121 Tanwir al-Qulub

Jika pengucapannya dibalik menjadi asyhadu anna muhammadar-rasulullah wa


asyhadu alla ilaha illallah, maka ikrar keislamannya tidak sah. Ini menurut pendapat
yang paling kuat.

Selain menyertakan kata asyhadu, memahami maknanya dan tertib dalam


pengucapannya, pengucapan dua kalimah syahadat sebagai ikrar keislaman juga
harus beruntun. Apabila pengucapan kalimat syahadat yang kedua (asyhadu anna
muhammadar-rasalullah) sampai terpaut dari syahadat yang pertama dalam jeda
yang lama, maka keislamannya dianggap tidak sah, menurut pendapat yang paling
kuat.

Syarat lainnya adalah baligh dan berakal. Ikrar syahadat keislaman seseorang yang
belum baligh atau tidak berakal dianggap tidak sah. Statusnya hanya ikut-ikutan.
Selain itu, orang yang melakukan ikrar disyaratkan untuk tidak menampakkan hal
yang menafikan kesaksiannya. Ikrar tidak sah dilakukan oleh seseorang yang sedang
bersujud kepada berhala.

Ikrar keislaman juga harus berdasarkan kemauan sendiri. Tidak sah ikrar keislaman
orang yang dipaksa. Kecuali bila dia kafir harbi atau orang yang murtad. Itu pun
dengan syarat dia harus mengakui kembali apa yang sempat dingkarinya dan kembali
dari kesesatannya.

IHSAN

Hakikat ihsan adalah beribadah kepada Allah seakan-akan melihat. Nya,


sebagaimana disebutkan di dalam hadis dari Jibril.

Al-Jalal al-Mahalli berkata, “Hakikat ihsan adalah merasa senantiasa diawasi Allah
Ta'ala di dalam semua peribadatan yang meliputi iman dan islam, sehingga semua
peribadatan sang hamba itu sampai pada tingkat kesempurnaan dalam keikhlasan.”

Ilmu (kesadaran) hamba akan kenyataan bahwa Allah senantiasa melihatnya, itu lebih
sempurna di dalam tanzih (penyucian) daripada penyaksiannya terhadap al-Haqq.
Sebab, hamba hanya akan menyaksi. kan-Nya sesuai kadar akalnya, padahal Allah
122 Tanwir al-Qulub

Mahasuci dari semua citraan akal. Lain halnya dengan kesadaran hamba bahwa Allah
Ta'ala senantiasa melihatnya. Apabila hamba beribadah kepada Tuhannya seakan-
akan dia melihat-Nya, tentu dia akan mendapati bahwa perbuatan itu milik Allah,
hamba sama sekali tidak memiliki andil apa pun dalam perbuatan itu. Hamba dihukumi
berbuat hanya karena dia menjadi tempat pemunculan perbuatan itu, tiada lain.
Barang siapa telah menyaksikan kesaksian ini, berarti dia telah memurnikan amalnya
kepada Allah, tidak menyekutukan Dia dengan dirinya dalam perbuatan itu.

Ketahuilah bahwa orang yang menduduki maqam zhsan, pada diri mereka tidak akan
terbersit kemaksiatan selagi mereka berada dalam keihsanan. Karena itu para nabi
senantiasa ma'shum (terjaga dari perbuatan maksiat). Hal serupa terjadi pula pada
diri para wali, karena kediaman mereka dalam ihsan. Bedanya, para nabi senantiasa
ihsan di semua keadaannya, sedang para wali tidak di semua keadaannya, tetapi
hanya di sebagian besar keadaannya.

Ad-din, asy-syar', asy-syari'ah dan al-millah memiliki makna yang sama.

Yakni, hukum-hukum yang disyari'atkan oleh Allah Ta'ala melalui lisan Rasulullah
Muhammad saw.

Apabila Anda bertanya, “Apakah orang yang menghina agama dihukumi kafir dan
ikatan pernikahan dengan istrinya menjadi rusak (cerai)?” Kami jawab, “Ya.
Demikianlah hukumnya. Seperti halnya orang yang mengingkari perkara-perkara
agama yang niscaya diketahui.”

Jika Anda bertanya, “Bagaimana hukumnya jika dia bertobat dan kembali kepada
Islam, apakah istrinya kembali berada dalam perlindungannya atau tidak?” Aku jawab,
“Apabila dia bermazhab Syafi'i dan dia merujuk sang istri sebelum habis masa iddah-
nya, maka sang istri kembali menjadi istrinya. Apabila dia bermazhab Maliki atau
Hanafi, dia hanya bisa mengembalikan istrinya dengan akad dan mahar baru, tidak
bisa dengan sekadar rujuk. Tidak ada perbedaan antara yang murtad itu suami atau
istri. Keduanya berada di dalam hukum yang sama.”

QADHA' DAN QADAR


123 Tanwir al-Qulub

Qadha' adalah hubungan azali kehendak Allah dengan segala sesuatu apa adanya
dalam kesinambungan sesuai ilmu-Nya, dan ini merupakan sifat Dzat. Sedangkan
qadar adalah pewujudan sesuatu dengan ukuran tertentu dan arah tertentu yang
dikehendaki oleh Allah Ta'ala, dan ini merupakan sifat af al. Qadha' bersifat qadim,
sedangkan qadar bersifat hadits.

Tidak ada perbedaan pendapat di antara ahli kebenaran tentang kenyataan qadha'
dan qadar sebagai bagian dari akidah yang wajib diimani. Karena itu, kita wajib
meyakini bahwa ilmu dan kehendak Allah berhubungan di zaman azali dengan segala
sesuatu apa adanya dalam kesinambungan. Kita juga harus yakin bahwa kuasa Allah
berhubungan dengan segala sesuatu dalam kesinambungan sesuai hubungan ilmu
dan iradah-Nya dengan segala sesuatu itu di zaman azali. Dengan demikian, tidak
ada hal baru (apa pun yang selain Dia), entah yang baik maupun yang buruk,
melainkan keluar dari kehendak dan kuasa-Nya, yang selaras dengan ilmu-Nya.

At-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari Jabir bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Seorang
hamba tidak dikatakan beriman hingga dia beriman kepada qadar, terhadap yang
baiknya maupun terhadap yang buruknya, dan hingga dia tahu bahwa apa yang telah
menimpa dirinya itu menimpa dirinya bukan karena salah sasaran, dan apa yang tidak
menimpa dirinya itu memang tidak untuk ditimpakan kepada dirinya.”

Sayyidina 'Ali r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Se. orang hamba
tidak dikatakan beriman hingga ia beriman pada empat hal. Yakni, menyaksikan
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah: menyaksikan bahwa aku sungguh rasul Allah
yang telah Dia utus membawa kebenaran, mengimani kebangkitan setelah kematian,
dan beriman ke. pada qadar, yang baiknya maupun yang buruknya, yang manisnya
maupun yang pahitnya.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad di dalam
Musnad-nya. Diriwayatkan pula oleh at-Tirmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim.

Ada kalanya seorang hamba yang kerdil berdalih bahwa jika kenyataannya demikian,
si hamba bisa beralasan, “Mengapa Engkau menyiksa aku, sementara semua
perbuatan adalah perbuatan-Mu?” Alasan ini ditolak. Allah Ta'ala mengetahui segala
sesuatu apa adanya di azali secara rinci. Sebelum makhluk mewujud, Dia tahu
124 Tanwir al-Qulub

keburukan dan kebaikan yang akan diupayakan oleh hamba setelah mengada, dan
Dia menuliskannya sesuai ilmu-Nya.

Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya bahwa Abu al-Aswad ad-Duali berkata,
“Imran ibn Hushain berkata kepadaku, “Perhatikanlah apa yang diperbuat manusia
pada hari ini, yang mereka usahakan dengan sungguh-sungguh. Apakah itu sesuatu
yang telah diputuskan untuk mereka dan telah berlaku pada mereka dari qadar yang
sudah lewat atau yang akan datang, apakah merupakan hal yang telah dikaparkan
Nabi saw. dan hujjahnya tegas atas mereka?" Aku menjawab, Itu adalah sesuatu yang
sudah diputuskan dan telah berlaku pada mereka." Dia bertanya lagi, “Apakah Dia
(Allah) tidak zalim?' Aku kaget alang kepalang mendapati pertanyaan itu, lalu aku
berkata, “Segala sesuatu diciptakan oleh Allah dan merupakan milik-Nya. Dia tidak
dituntut tanggung jawab atas apa yang diperbuat-Nya, tetapi merekalah yang akan
dimintai pertanggungjawaban.' Lalu dia berkata kepadaku, Mudah-mudahan Allah
memuliakanmu. Sesungguhnya apa yang aku tanyakan ini hanya untuk menguji akal
dan pemahamanmu.”

Abu Dawud dan Ibnu Majah menutur satu riwayat dari Ibnu adDailami di dalam Sunan-
nya. Ibnu ad-Dailami berkata, “Ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatiku tentang
qadar. Aku khawatir masalah ini akan merusak agamaku. Maka aku pun mendatangi
Ubay ibn Ka'ab. Aku bertanya, “Wahai Abu al-Mundzir, ada yang mengganjal dalam
hatiku, yakni masalah qadar. Aku khawatir masalah ini merusak agamaku.
Ceritakanlah padaku sesuatu tentang qadar, mudah-mudahan Allah memberiku
manfaatnya.' Maka Ubay ibn Ka'ab pun berkata, Seandainya Allah hendak menyiksa
semua penduduk langit dan bumi, Allah tentu akan menyiksa mereka, dan Dia tidak
berbuat zalim kepada mereka. Seandainya Allah menyayangi mereka, sungguh bagi
mereka rahmat-Nya itu lebih baik daripada amal mereka." Kalaupun engkau
mempunyai emas sebesar gunung Uhud dan engkau nafkahkan semuanya di jalan
Allah, itu tidak akan diterima sebelum engkau beriman kepada qadar dan engkau
harus mengerti bahwa apa yang menimpamu tidak akan luput darimu dan yang luput
darimu tidak akan menimpa dirimu. Sesungguhnya jika engkau mati tetapi tidak
meyakini hal ini, engkau akan masuk neraka. Jika belum yakin, datanglah kepada
saudara “Abdullah ibn Masud dan tanyakanlah kepadanya." Aku mendatangi Abdullah
ibn Masud dan menanyakan hal yang sama seperti yang aku, tanyakan kepada Ubay.
125 Tanwir al-Qulub

Dan ternyata Abdullah ibn Masud pun memberikan penjelasan seperti yang diuraikan
oleh Ubay. Lalu dia berkata Jika keyakinanmu belum mantap, datanglah kepada
Khudzaifah.” Ak mendatangi Khudzaifah dan bertanya tentang hal yang sama.
Jawaban Khuzhaifah ternyata sama dengan Ubay dan “Abdullah. Lalu dia berkata Jika
engkau belum mantap, datanglah kepada Zaid ibn Tsabit dan tanyakan kepadanya."
Maka aku pun mendatangi Zaid ibn Tsabit dan bertanya kepadanya. Zaid ibn Tsabit
menjawab, “Aku mendengar Ra sulullah bersabda, “Seandainya Allah hendak
menyiksa semua pendu, duk langit dan bumi, Allah tentu akan menyiksa mereka, dan
Dia tidak berbuat zalim kepada mereka. Seandainya Allah menyayangi mereka
Sungguh rahmat-Nya itu lebih baik daripada amal mereka." Kalaupun engkau
mempunyai emas sebesar gunung Uhud dan engkau nafkahkan semuanya di jalan
Allah, itu tidak akan diterima sebelum engkau beriman kepada qadar dan engkau
mengerti bahwa apa yang menimpamu tidak akan luput darimu dan yang luput darimu
tidak akan menimpa dirimu. Sesungguhnya jika engkau mati tetapi tidak meyakini hal
ini, engkau akan masuk neraka.”

Al-Imam asy-Syafi'i r.a. berkata,

Apa yang Engkau kehendaki, pasti terjadi, walau aku tidak menghendakinya
Sedangkan apa yang aku kehendaki
tidak akan terjadi bila Engkau tidak menghendakinya
Engkau telah menciptakan hamba selaras dengan ilmu-Mu
Dan di dalam ilmu-Mu, si muda dan orang tua itu berjalan
Yang ini Engkau beri petunjuk, yang itu Engkau nistakan
Yang ini Engkau tolong, yang itu tak Engkau bantu
yang ini sengsara, yang itu bahagia
yang ini buruk, yang itu baik
yang ini kuat, yang itu lemah
semua dikendalikan oleh af'al-Nya

Rasulullah saw. bersabda, “Semua jiwa telah Allah tetapkan tempatnya di surga atau
di neraka.”
126 Tanwir al-Qulub

An-Nawawi berkata dalam komentarnya tentang hadis tersebut, “AlImam Abu al-
Muzhaffar as-Sam'ani berkata, “Untuk memahami masalah ini harus bersumber pada
Al-Quran dan hadis, tidak cukup dengan qiyas dan nalar akal. Barang siapa
mengesampingkan Al-Quran dan hadis, dia akan tersesat dan jatuh ke dalam
samudera kebingungan, tidak sampai pada kepuasan jiwa dan tidak akan
memperoleh ketenangan hati. Sebab qadar adalah salah satu rahasia Allah Ta'ala
yang dibungkus berlapis tabir. Allah memonopolinya sendiri dan menabirinya dari akal
dan pengetahuan makhluk, untuk hikmah yang diketahui-Nya. Kewajiban kita adalah
tawagguf, menerima batasan dari Al-Quran dan hadis untuk pemahaman kita, tidak
perlu melangkahinya. Pengetahuan tentang qadar Allah telah Dia sembunyikan dari
semua makhluk, bahkan nabi utusan pun tidak Dia beritahu, demikian pula para
malaikat yang didekatkan.”

Pahamilah paparan yang telah kami suguhkan ini, dan yakinilah akidah yang telah
kami jelaskan ini. Jangan sampai engkau tertipu ucapan manis orang yang sesat dan
menyesatkan. Jika tidak, niscaya engkau akan binasa bersama mereka yang rusak
binasa. “Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan
yang lurus. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun
yang dapa menyesatkannya. Dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada
baginya Seorang pun yang akan memberi petunjuk."

Ketahuilah bahwa orang yang bahagia (as-sa'd) adalah orang yang dalam ilmu Allah
yang azali telah ditentukan dia mati dalam keadaan Islam, walaupun sebelumnya dia
sempat kafir. Sedangkan orang yang celaka (asy-syagi) adalah orang yang dalam ilmu
Allah yang azali telah ditentukan dia mati dalam keadaan kafir, walaupun sebelumnya
dia sempat Islam. Bahagia adalah mati dalam keadaan Islam. Celaka adalah mati
dalam keadaan kafir. Keduanya telah ditakdirkan Allah sejak azali. Bukan berarti
bahwa yang bahagia itu mengalami perubahan takdir Allah dari kafir menjadi Islam,
tidak pula yang sengsara itu mengalami perubahan takdir dari Islam menjadi kafir.
Tetapi dalam ilmu Allah, yang tampak sebagai keberubahan itu adalah perjalanan
yang sudah ditentukan dan tidak berubah dalam ilmu Allah yang azali, sebagaimana
yang Anda maklumi. Dengan demikian, orang yang sudah diputuskan sebagai orang
yang bahagia tidak akan menjadi orang yang celaka, dan orang yang telah diputuskan
sebagai orang yang celaka tidak akan menjadi yang selamat. Keselamatan tidak
127 Tanwir al-Qulub

berganti posisi dengan celaka atau sebaliknya, seperti yang telah ditetapkan. Bila
tidak demikian, berarti Allah tidak bersifat ilmu, melainkan jahl (tidak tahu), dan ini
sungguh mustahil.

Kondisi di akhir hayat (al-khatimah) menjadi petunjuk akan ketentuan Allah yang
terdahulu (as-sabigah). Apabila usia hamba ditutup dengan keislaman, itu
menunjukkan bahwa dalam ketentuan azalinya dia tercatat sebagai orang yang
bahagia, walaupun di dunia didahului kekufuran. Apabila usia hamba ditutup dengan
kekafiran—na''udu billah min dzalik—itu menunjukkan bahwa di azalinya dia tercatat
sebagai orang yang celaka, meskipun di dunianya sempat mengalami keislaman.
Karena itu, ada ulama yang berkata,

Apabila seseorang dicipta tidak untuk bahagia prasangka pengasuhnya akan


tertinggal, dan si pengharap pun jadi frustrasi Musa yang diasuh Jibril ternyata kafir
Sedang Musa yang diasuh Fir'aun ternyata rasul Allah

Allah Ta'ala akan memudahkan masing-masing orang untuk melakukan hal yang
sesuai dengan penciptaan dirinya. Dengan anugerah-Nya Allah memudahkan orang
yang bahagia untuk beriman dan melakukan ketaatan. Dan dengan keadilan-Nya
Allah memudahkan orang yang celaka untuk melakukan kekafiran dan maksiat. Allah
Ta'ala berfirman, “Adapun orang yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan
bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak
akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil
dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami
akan menyiapkan baginya jalan yang sukar.”

Al-Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Suragah ibn Malik berkata, “Ya
Rasulullah, terangkan kepada kami tentang agama kami, seperti kenyataan bahwa
kami telah diciptakan saat ini. Di mana posisi amal? Apakah pada kenyataan yang
telah dicatat dan telah digariskan takdir, atau akan ditentukan kemudian?” Rasulullah
bersabda, “Telah dicatat dan telah digariskan takdir.” Suragah berkata, “Lalu, untuk
alasan apa amal dilakukan (jika takdir kita telah ditentukan)?” Rasulullah saw.
bersabda, “Beramallah. Sebab semua orang dimudahkan untuk berbuat hal yang
128 Tanwir al-Qulub

untuknya dia diciptakan. Dan setiap orang akan melakukan apa yang harus
diperbuatnya.”

Adapun tentang firman Allah Ta'ala, “Setiap waktu Dia dalam kesibukan, maksudnya
adalah kesibukan yang tidak bermula.

Penulis kitab al-Kasysyaf berkata, “Suatu hari “Abdullah ibn Thahi berkata kepada al-
Husain ibn al-Fadhl, Aku menemukan kesulitan da. lam memahami firman Allah
Ta'ala, Setiap waktu Dia dalam kesibukan, Sehubungan dengan adanya hadis shahih
yang menyatakan bahwa pena telah kering dengan segala yang sudah ada sampai
Hari Kiamat.' Kemudian al-Husain berkata, “Kesibukan yang dimaksud adalah
kesibukan menampakkan realitas (yang sudah tercatat) sesuai dengan ketentuan
azali yang telah dicatat-Nya, bukan kesibukan mengerjakan sesuatu saat ini, karena
takdir Allah telah terdahulu (sabiq)” Setelah mendengar jawaban itu, “Abdullah pun
berdiri, lalu mengecup kepala al-Husain.”

Salah seorang ulama berkata, “Suatu hari Ibnu al-Syajari duduk di kursi tempatnya
biasa memberikan wejangan kepada murid-muridnya, Saat dia berbicara dan sampai
pada ayat: setiap waktu Dia dalam kesibukan, tiba-tiba seorang laki-laki di
hadapannya berdiri seraya bertanya, “Apa yang dikerjakan Tuhanmu saat ini?” Beliau
diam lalu menangis sedih. Malam harinya dia mimpi bertemu al-Mushthafa saw. Lalu
dia bertanya kepada beliau tentang pertanyaan yang didapatnya siang tadi, dan
Rasulullah saw. bersabda, “Lelaki yang bertanya kepadamu itu adalah Khidhir, dan
dia akan kembali lagi kepadamu. Maka jawablah dia: Kesibukan mewujudkannya,
bukan memulainya. Dia merendahkan kaum tertentu dan mengangkat kaum lainnya.'
Keesokan harinya ternyata Khidhir datang lagi dan bertanya seperti kemarin. Maka
Ibn asy-Syajari pun menjawabnya sebagaimana disarankan Rasulullah saw. Setelah
mendengar jawaban itu Khidhir pun berkata kepadanya, “Bershalawatlah pada beliau
yang telah mengajarimu.'”

Inilah akhir uraian kami pada bagian yang pertama. Segala puji bagi Allah, Tuhan
semesta alam.
129 Tanwir al-Qulub

BAGIAN KEDUA PENCERAHAN BATIN PARA


PENEMPUH JALAN RUHANI

Ada enam kategori orang yang meladang akhirat dan menempuh jalan ruhani untuk
mencapainya, yaitu bid (ahli ibadah), alim (ilmuwan), muta'allim (pelajar), wali
(penguasa), muhtarif (kaum pekerja, profesional), dan muwahhid yang tenggelam
dalam keesaan Dzat Yang Mahaesa, tempat bergantung seluruh makhluk.

Kategori yang pertama adalah “abid (ahli ibadah). Yaitu orang yang mengkhususkan
diri dengan beribadah. Dia sama sekali tidak memiliki kesibukan selain ibadah. Jika
dia meninggalkannya, dia tentu akan duduk menganggur. Yang paling pantas bagi
orang seperti ini adalah menghabiskan seluruh waktunya untuk beribadah dan
menghadiri majelis-majelis zikir. Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa suatu kali
Rasulullah saw. bersabda, “Jika kalian melewati taman surga, gembalakanlah diri
kalian.” Lalu beliau ditanya, “Ya Rasulullah, apa taman surga itu?” dan Rasulullah saw.
menjawab, “Perkumpulan-perkumpulan zikir.” Hadis ini dikeluarkan oleh at-Tirmidzi.

Kategori yang kedua adalah “alim (ilmuwan). Yaitu orang yang memanfaatkan ilmunya
pada masyarakat dalam bentuk pemberian fatwa, mengajar, atau menulis buku. Jika
memungkinkan baginya menghabiskan banyak waktu untuk kegiatan ini,
sesungguhnya hal tersebut, lebih utama dilakukan setelah menjalankan ibadah fardhu
dan sunnah Rawatib. Itu pun dengan syarat bertujuan membantu orang-orang dalan
menempuh jalan akhirat (sulik). Yang dimaksud dengan ilmu di Sin adalah ilmu yang
membuat orang-orang mencintai akhirat, membuat mereka bersikap zuhud dalam
dunia, atau membantu mereka dalam menempuh jalan akhirat. Bukan ilmu yang justru
meningkatkan kecintaan kepada harta benda, kedudukan dan penghargaan dari
manusia
130 Tanwir al-Qulub

Kategori yang ketiga adalah pelajar. Yaitu orang yang belajar karena Allah Ta'ala
semata. Bagi orang yang seperti ini, kegiatan belajar lebih utama daripada berzikir
atau mengerjakan ibadah sunnah mutlak. Namun dia tidak perlu mengosongkan diri
dari wirid sejumlah zikir setiap harinya. Karena hal tersebut akan sangat
membantunya dalam menempuh jalan belajar yang ditekuninya. Akan tetapi, bila pel,
ajar itu dalam kategori awam, maka menghadiri majelis petuah dan majelis ilmu lebih
utama daripada disibukkan dengan berbagai wirid.

Ka'ab al-Akhbar r.a. berkata, “Seandainya pahala majelis para ilmuwan tampak di
mata orang-orang, tentu mereka akan berlomba. lomba menghadirinya. Orang yang
berkekuasaan akan membiarkan kekuasaan mereka. Orang yang punya warung di
pasar pun akan meninggalkan warungnya.”

“Umar ibn al-Khaththab r.a. berkata, “Seseorang keluar dari rumahnya dengan beban
dosa sebesar gunung Tihamah. Bia dia mendengar seorang "alim, lalu dia merasa
takut dan kemudian bertobat dari dosa-dosanya, maka dia akan kembali ke rumahnya
tanpa beban dosa sedikit pun. Oleh karena itu, kalian jangan memisahkan diri dari
majelis ulama. Sungguh, Allah Azza wa Jalla tidak menciptakan di muka bumi ini
sebidang lahan yang lebih utama dari majelis ulama.”

Atha ibn Abu Ribah r.a. berkata, “Menghadiri majelis ilmu dapat menutupi tujuh puluh
majelis senda gurau dan permainan.”

Kesimpulannya, sekecil apa pun hal yang membuat satu saja ikatan cinta dunia
terlepas dari hati, yang disebabkan oleh perkataan seorang pemberi petuah yang
santun dan berbudi luhur, itu lebih mulia dan lebih bermanfaat daripada banyaknya
rakaat shalat sunnat yang dilakukan dalam kondisi hati yang penuh cinta dunia.

Kategori yang keempat adalah muhtarif (kaum pekerja, profesional). Yaitu orang yang
membutuhkan materi untuk menafkahi keluarganya. Dia tidak bisa begitu saja
menelantarkan keluarganya untuk kemudian menghabiskan waktu dalam
pelaksanaan ritual-ritual ibadah, Orang yang seperti ini wiridnya di waktu bekerja,
pergi ke pasar dan sibuk bekerja. Tetapi dia jangan sampai lupa berzikir kepada Allah
131 Tanwir al-Qulub

di dalam hatinya pada waktu-waktu tersebut. Dia harus tekun bertasbih, berzikir dan
membaca Al-Quran. Semua amalan itu bisa dilakukan sambil bekerja, tidak harus
melewatinya. Lalu bila selesai kerja dan menghasilkan nafkah secukupnya, dia
kembali lagi mengerjakan ritualritual ibadah.

Kategori yang kelima adalah wali (pemimpin), seperti imam, hakim dan setiap orang
yang diserahi tanggung jawab untuk menciptakan berbagai kebijakan demi
kemaslahatan kaum muslimin. Bagi orang seperti ini, melaksanakan tugas melayani
kebutuhan dan kepentingan kaum muslimin sesuai dengan tuntunan syara' dan
dengan niat ikhlas, itu lebih utama daripada dia menyibukkan diri dengan wirid.
Kewajibannya adalah melayani dan memenuhi hak orang-orang. Untuk itu di siang
hari dia cukup meringkas ritual ibadahnya dengan hanya melaksanakan yang fardhu
dan sunnah rawiatib. Baru di malam hari dia mengamalkan awrad-nya.

Kategori yang keenam adalah muwahhid. Yaitu orang yang tenggelam dalam keesaan
Allah Ta'ala sehingga dia tidak lagi mempunyai kerinduan selain kepada-Nya, tidak
lagi punya cinta selain kepada-Nya, dan tidak lagi memiliki ketakutan selain kepada-
Nya. Dia tidak lagi mengandalkan rezeki selain dari-Nya. Orang yang sudah mencapai
derajat ini, tidak lagi memerlukan berbagai awrad dan keragamannya.

Awrad-nya setelah shalat fardhu dan sunnah rawatibnya hanya satu, yakni hadir hati
bersama Allah Ta'ala dalam setiap keadaan, Baginya, semua hal yang terbersit di
benaknya, terngiang di telinganya dan tampak di matanya, selalu memunculkan
pelajaran dan kehadiran. Seluruh keadaan dirinya bisa menjadi sebab peningkatan
kehadiran hatinya bersama Allah Ta'ala. Ini adalah puncak tingkatan Shiddiqgun.
Namun tingkatan ini bisa dicapai seseorang hanya bila sebelumnya dia telah
mengamalkan berbagai awrad secara tertib dan sungguh-sungguh dalam tempo yang
cukup lama. Oleh karena itu, seorang murid jangan sampai terperdaya dan mengaku
diri telah mencapai tingkatan ini lalu bermalas-malasan dalam melaksanakan ritual
ibadah. Ada sejumlah tanda pada diri orang yang telah mencapai tingkatan muwahkid.
Antara lain, di hatinya tidak sedikit pun terbesit rasa waswas, tidak sedikit pun
terbayang kemaksiatan, dan tidak sedikit pun merasa takut menghadapi berbagai hal
yang mengerikan.
132 Tanwir al-Qulub

Ketahuilah bahwa amal salih mempunyai manfaat yang sangat besar dalam
pembenahan dan penerangan hati. Tetapi hasilnya hanya akan muncul di hati jika
amal shalih itu dilakukan terus-menerus (mudawamah). Sebab, orang yang
membiasakan diri melakukan suatu amal kebaikan, lalu berhenti dan tidak
melakukannya lagi, dia akan dimurkai. Oleh karena itu Rasulullah saw. bersabda,
“Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah amal yang paling terus-menerus
pelaksanaannya, meskipun amal itu hanya sedikit.” Hadis ini dikeluarkan oleh al-Imam
alBukhari dan Muslim.

Karena itu, wahai saudara-saudaraku, kuatkanlah tanganmu dalam memelihara amal


baik. Sungguh, orang yang memelihara amal baik akan merasakan manisnya iman
dan iman akan menyatu dalam hatinya dengan sempurna. Saat seorang hamba
mencapai kondisi ini, kesamaran dan keraguan akan lenyap darinya. Dan baginya,
ibadah terasa demikian nikmat hingga dia lebih memilih sibuk beribadah daripada
mengusahakan harta benda duniawi. Dalam keadaan seperti ini, iman meresap di hati
seperti hasrat untuk minum air segar di hari yang sangat terik pada orang yang amat
kehausan. Lelah dalam beribadah tergantikan oleh rasa nikmat yang dia dapat dalam
beribadah. Bahkan ketaatan itu kemudian menjadi makanan bagi hatinya, menjadi
penenang dan penentram hatinya, menjadi kenikmatan bagi ruhnya. Dan dia
merasakan nikmat ibadah itu bahkan lebih nikmat daripada kesenangan-kesenangan
jasmani.

Berbeda halnya dengan amal shalih, perbuatan-perbuatan dosa berbahaya bagi hati,
seperti racun membahayakan tubuh, dengan beragam tingkat bahayanya. Tidak ada
keburukan dan penyakit di dunia dan akhirat ini yang tidak disebabkan oleh perbuatan
dosa dan maksiat. Maksiat mempunyai banyak pengaruh buruk yang membahayakan
hati dan badan, di dunia dan akhirat, dan hanya Allah Ta'ala yang mengetahui berapa
banyak pengaruh buruk yang ditimbulkan maksiat itu.

Salah satu pengaruh buruk maksiat adalah tertahannya ilmu yang bermanfaat bagi si
pelaku maksiat. Karena, ilmu adalah cahaya yang Allah pancarkan ke dalam hati
hamba. Sementara laku maksiat akan memadamkan cahaya yang sudah tertanam
atau akan menjadi penghalang masuknya cahaya ke dalam hati jika cahaya belum
ada di hati si hamba.
133 Tanwir al-Qulub

Pengaruh lain dari maksiat adalah derita keterasingan yang dirasakan Si pelaku
antara dirinya dengan Allah Ta'ala, keterasingan yang tak terhingga. Akibat lainnya
adalah mengalami kesulitan dalam mengatas semua problem yang dia hadapi. Dia
tidak mendapati jalan keluar Untuk penyelesaian masalahnya, dan kalaupun ada
terasa demikian susah,

Pengaruh lainnya dari laku maksiat adalah gelap yang didapat si pelaku dalam
hatinya, hingga dia merasa seolah-olah dunia ini gelap gulita. Semakin bertambah
pekat gelap yang dia rasakan, semakin bertambah pula kebingungannya. Lalu gulita
dalam hati itu nampak di wajahnya hingga jelas terlihat di mata para ahli bashirah.

Selain itu maksiat juga bisa melemahkan hati dan badan serta menghalanginya untuk
melakukan ketaatan. Laku maksiat juga bisa melebur berkah umur, menjatuhkan
harga diri dan membuat akal menjadi tumpul. Akal adalah cahaya, dan laku maksiat
akan memadamkannya. Mak. siat juga akan melenyapkan nikmat dan menimbulkan
kefakiran. Suatu nikmat tidak akan lenyap dari seorang hamba selain karena dosa,
dan siksa tidak akan menimpa seorang hamba selain karena dosa. Allah Ta'ala
berfirman, “Dan musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu
134 Tanwir al-Qulub

BAB V : TASAWUF

Ketahuilah bahwa tasawuf yang juga disebut ilmu batin merupakan ilmu yang paling
besar nilainya dan paling agung posisinya, serta paling tinggi pancaran sinarnya.
Orang yang menjalankannya dilebihkan oleh Allah Ta'ala atas hamba-hamba-Nya
yang lain setelah para nabi dan rasul a.s. Allah menjadikan qalbu mereka sebagai
tempat menyimpan berbagai rahasia. Mereka dijadikan Allah sebagai kelompok elit
umat, sebagai tempat terbitnya berbagai sinar Ilahiah di kalangan makhluk. Mereka
adalah penolong bagi makhluk. Mereka juga merupakan poros bagi keumuman
kondisi ruhani makhluk (ahwal) karena kehadiran mereka menyertai kebenaran (al-
haqq).

Ath-Thayyibi berkata, “Seorang ulama, meskipun dia amat mendalam ilmunya hingga
tidak ada yang menyamai zamannya, tidak pantas merasa puas dengan ilmunya
sendiri. Dia mesti berkumpul bersama ahli Thariqah (para penempuh jalan ruhani)
agar mereka menunjukinya jalan istigamah, hingga dia menjadi bagian dari mereka
yang diajak bicara oleh al-Haqq di dalam sirr-nya karena batinnya menjadi amat
bening dan bebas dari berbagai kotoran. Selain itu, agar dia bisa menjauhi berbagai
residu hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan ego busuk yang mengotori ilmunya.
Dengan begitu, qalbunya akan siap menerima pancara berbagai ilmu ladunni dan
pengutipan langsung (iglibas) dari lentera cahaya kenabian (misykat anwar an-
nubuwwah)."

Menurut ath-Thayyibi, biasanya predikat seperti itu tidak mudah dicapai, kecuali
dengan bimbingan seorang syaikh yang sempurna, syaikh yang mengetahui cara-cara
penyembuhan berbagai penyakit jiwa, mengetahui cara penyuciannya dari berbagai
najis yang bersifat maknawi, serta memiliki hikmah (kemampuan supranatural) untuk
mengolahnya, baik dengan ilmu maupun intuisi. Tujuannya agar nafsu yang
memerintah kepada kejahatan dan racun-racunnya yang tersembunyi bisa keluar dari
dalam dirinya.”

Para ulama ahli thariqah sepakat mengenai kaharusan mengambil seorang syaikh
untuk menjadi pembimbing guna menghilangkan sifat-sifat yang menghalangi
135 Tanwir al-Qulub

masuknya hadhrah Allah ke dalam qalbu, agar kehadiran dan kekhusukan di dalam
menjalankan berbagai ritual ibadah benar-benar nyata. Kesepakatan ini merupakan
bagian dari bab mi Ia yatimmu al-wajib illa bihi fa huwa wajib (sesuatu yang tanpanya
menjadikan kewajiban tidak sempurna, berarti sesuatu itu wajib).”

Menyembuhkan penyakit-penyakit batin termasuk suatu kewajiban. Karena itu, orang


yang mengidap berbagai penyakit batin itu harus mencari seorang syaikh yang dapat
mengeluarkannya dari setiap dilema. Jika dia tidak mendapatkan syaikh tersebut di
lingkungan tempat tinggalnya, dia harus pergi mencarinya ke daerah lain, meskipun
jauh.

Al-Imam Ahmad ibn Hanbal r.a. pernah berkata kepada putranya, Abdullah, “Wahai
anakku, engkau harus mempelajari hadis, dan berhati-hatilah jangan sampai engkau
duduk bersama mereka yang menamai dirinya kaum sebagai sufi. Tidak jarang di
antara mereka ada yang bodoh terhadap hukum-hukum agamanya.” Namun setelah
beliau bersahabat dengan Abu Hamzah al-Baghdadi dan mengetahui berbagai
kondisi ruhani (ahwal) kaum sufi, al-Imam Ahmad ibn Hanbal berkata lagi kepada
putranya, “Wahai anakku, engkau harus duduk bersama kaum sufi karena mereka
telah menambahkan banyak ilmu kepadaku, menabahkan kedekatan diri dengan
Allah, rasa takut akan tertahannya rahmat, zuhud dalam dunia dan ketinggian
semangat.”

Selain al-lmam Ahmad ibn Hanbal, al-Imam asy-Syafi'i juga sering duduk bersama
kaum sufi. Bahkan al-Imam asy-Syafi'i berkata, “Seorang faqih (ahli fikih) perlu
mengenal dan mengetahui benar istilah-istilah kaum sufi, agar mereka bisa
memberinya manfaat ilmu yang tidak dia miliki”

Al-Imam asy-Syafi'i dan Ahmad ibn Hanbal sering bolak-balik untuk menghadiri
majelis orang-orang sufi. Beliau hadir untuk mengikuti majelis zikir mereka. Suatu hari,
mereka ditanya, “Mengapa kalian sering bolak-balik mendatangi orang-orang bodoh
seperti mereka?” Al-Imam asy-Syafi'i dan Ahmad ibn Hambal memberikan jawaban,
“Sesungguhnya mereka itu mempunyai dan mengetahui semua pokok urusan. Yaitu
lagwallah (bertagwa kepada Allah), mahabbatullah (mencintai Allah) dan ma nfatullah
(makrifat kepada Allah).” Sebagian ulama lain berkomentar, “Siapa pun Anda yang
136 Tanwir al-Qulub

mempercayai ucapan ahli Thariqah, mintalah dia berdoa untukmu, sebab dia
mujabud-da wah (doanya dikabulkan).” Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Tasawuf

Setiap orang yang hendak mendalami suatu disiplin ilmu, hendaklah terlebih dahulu
memahami gambaran tentangnya sehingga dalam menjalankannya bisa benar-benar
jelas dan terarah. Penggambaran itu hanya bisa didapat dengan mengenali prinsip
dasar yang sepuluh (al-mabadi al-'asyrah). Yaitu: defnisi, objek kajian, manfaat
mempelajarinya, keunggulannya, korelasinya dengan ilmu-ilmu yang lain, peletak
dasarnya, namanya, sumber-sumber pengambilannya, hukum mempelajarinya dan
permasalahannya.

1. Definisi Tasawuf
Tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui berbagai kondisi jiwa (ahwalan-nafs) yang
terpuji dan tercela, cara penyucian jiwa dari sifat-sifa tercela, cara menghiasinya
dengan sifat-sifat terpuji, cara menempuh suluk menuju Allah dan berlari kepada-Nya.
Di dalam satu nazham di, sebutkan: Ilmu tasawuf adalah ilmu yang tidak bisa didapat
selain oleh si cerdas yang dikenal al-haqq Bagaimana bisa orang yang tidak
menyaksikannya dapat mengenalinya Bagaimana bisa si buta menyaksikan sinar
mentari

2. Objek Tasawuf
Objek kajian ilmu tasawuf adalah perbuatan-perbuatan hati dan indera lahir (af'al al-
qalb wal-hawas) serta cara penyucian dan pemurniannya (tazkiyah wa tashfiyah).

3. Hasil Tasawuf
Ada banyak hasil yang didapat dari tasawuf, di antaranya adalah mendidik hati dan
mengetahui alam metafisika (alam gaib), dengan perasaan ruhani (dzaug) maupun
dengan perasaan hati (wijdan). Hasil lainnya adalah keselamatan di akhirat, meraih
ridha Allah Ta'ala, memperoleh kebahagiaan yang abadi, mengalami penyinaran dan
pembeningan hati hingga bisa menyingkap berbagai perkara besar dan menyaksikan
kondisi-kondisi ruhaniah yang mengagumkan, serta mampu melihat sesuatu yang tak
tampak dalam penglihatan orang lain.

4. Keutamaan Tasawuf
137 Tanwir al-Qulub

Ilmu tasawuf merupakan ilmu yang paling mulia karena hubungannya dengan makrifat
dan cinta Allah Ta'ala. Makrifat dan cinta kepada Allah merupakan keutamaan yang
bersifat mutlak.

5. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu-ilmu yang Lain


Tasawuf merupakan pangkal dan syarat bagi ilmu-ilmu lainnya. Karena, tidak ada satu
pun ilmu dan amal yang akan bermanfaat selain yang dimaksudkan untuk menghadap
(tawajjuh) kepada Allah. Jika ilmu-ilmu yang lain adalah jasad, maka tawasuf laksana
ruh baginya.

6. Peletak Dasar Tasawuf


Tasawuf diciptakan oleh Allah Tabaraka wa Ta'ala dan diwahyukannya kepada Nabi
Muhammad saw. serta para nabi sebelumnya. Tasawuf adalah ruh bagi seluruh
syariat agama yang diturunkan Allah. Berkaitan dengan ini, ada tiga istilah yang
maknanya terkadang tidak jelas bagi orang awam, yaitu syari'ah, Thariqah dan
hagigah.

Syari'ah adalah hukum-hukum yang diturunkan kepada Rasulullah saw. yang


dipahami oleh para ulama dari Al-Quran dan sunnah, yang tekstual maupun melalui
istinbath (analogi). Hukum yang dimaksud di sini adalah hukum-hukum yang jelas
tentang ilmu tauhid, ilmu figih dan ilmu tasawuf.

Sedangkan yang dimaksud dengan Thariqah adalah pengamalan syariat dengan


sungguh-sungguh dan tidak sekadar mengamalkan yang gampang-gampangnya
saja. Atau menjauhi semua larangan Allah Ta'ala, baik lahir maupun batin, serta
menjalankan segala perintah-Nya secara maksimal. Atau menjauhi segala yang
haram dan yang makruh, tidak berlebihan dalam hal yang mubah, serta menunaikan
hal-hal yang fardhu dan amalan-amalan sunnah secara maksimal. Dalam
menjalankan itu semua, seorang hamba seharusnya berada dalam pengawasan
seorang alanif billah (orang yang sungguh mengenal Allah).

Adapun haqiqah, terbagi tiga bagian, yaitu:


138 Tanwir al-Qulub

Pertama, tersingkapnya hijab antara si hamba dengan sesuatu yang diimaninya


sebagai Allah, sifat-sifat-Nya, keagungan-Nya, kesempurnaan-Nya, kedekatan-Nya,
hakikat kenabian, kesempurnaan-kesempurnaan para nabi a.s.—terutama
kesempurnaan Rasulullah saw. yang menjadi pemuka para nabi dan rasul—serta
segala hal yang telah diinformasikannya, antara lain: nikmat dan siksa kubur, kiamat
dan kengeriannya, neraka dan siksa yang ada di dalamnya, surga dan berbagai
kenikmatannya. Ketersingkapan ini membuat si hamba melihat semua itu dengan
jelas dan nyata. Ketersingkapan hijab ini diikuti dengan berbagai kondisi ruhani
(ahwal) yang nampak pada orang yang berhasil menggapainya, antara lain zuhud
dalam dunia, mabuk ketuhanan, kelinglungan (dzuhul), tergoncang, sangat rindu dan
cinta kepada Allah. Selain itu, ketersingkapan ini juga mungkin disertai dengan
ketersingkapan sesuatu—yang dikehendaki Allah—dari alam atas atau alam bawah
serta kejadian-kejadian di masa lalu atau kejadian-kejadian di masa depan.

Haqiqah model ini digambarkan dalam ungkapan Haritsah ibn Ma. lik al-Anshari ketika
Rasulullah saw. berkata kepadanya, “Wahai Haritsah, apa kabarmu pagi ini?” Haritsah
menjawab, “Pagi ini aku benar-benar menjadi seorang mukmin.” Rasulullah saw.
berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya setiap perkataan itu memiliki hakikat. Apa
hakikat keimananmu itu?” Haritsah menjawab, “Jiwaku berpaling dari dunia. Bagiku,
batu dan emas dari dunia ini sama saja. Karena itulah aku tak tidur di malam hari dan
menahan haus di siang hari. Aku seolah-olah melihat singgasana Tuhanku demikian
tampak aku seolah-olah melihat ahli surga saling mengunjungi. Dan aku seolah-olah
mendengar jeritan ahli neraka.” Kemudian Rasulullah saw. berkata lagi, “Aku tahu,
maka tetaplah pada jalan ini.” Dalam riwayat lain dikatakan, “Barang siapa ingin
melihat orang yang hatinya telah disinari cahaya oleh Allah, maka lihatlah Haritsah ibn
Malik.” Hadis ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan al-Bazzar serta yang lainnya.

Haqiqah model ini merupakan bagian hagigah paling tinggi, jenis haqiqah paling
agung dan merupakan induk bagi dua model haqiqah lainnya.

Kedua, kekosongan diri (takhalli) dari berbagai akhlak yang kotor serta memenuhinya
dengan sifat-sifat yang diridhai dan akhlak yang terpuji (ahalli), sehingga dia benar-
benar kokoh padanya serta sifat-sifat yang diridhai dan akhlak yang terpuji itu menjadi
adat kebiasaannya.
139 Tanwir al-Qulub

Ketiga, kemudahan menjalankan amal salih sehingga tidak diperoleh rasa berat dan
rasa sukar. Bahkan apabila dia hendak meninggalkan amal salih itu, jiwanya tidak rela
dan tidak patuh. Kelapangan dada untuk Islam telah benar-benar sempurna pada
dirinya. Jiwanya benar-benar tenteram dalam menjauhi larangan Allah Ta'ala dan
menjalankan perintah-Nya. Ketundukan sejati benar-benar sempurna melekat pada
dirinya, sehingga dia seperti malaikat dalam rupa manusia.

Setelah memahami uraian tersebut, Anda tentu akan mengetahui bahwa definisi-
definisi tentang hagigah yang umum dikenal hanya merupakan penjelasan tentang
salah satu model hagigah tersebut atau satu bagian darinya.

Hagigah merupakan buah dari Thariqah. Oleh sebab itu penempuh jalan akhirat harus
berupaya menghimpun ketiganya (syari'ah, Thariqah dan hagigah) dan tidak boleh
mengabaikan satu pun darinya. Karena, al-hagigah bila syari'ah bathilah wa asy-
syari'ah bila hagigah “athilah (Hakikat tanpa syariat adalah batil, dan syariat tanpa
hakikat adalah sia-sia).” Al-Imam Malik r.a. berkata, “Barang siapa bersyariat namun
tidak berhakikat, berarti dia telah berbuat fasik. Barang siapa berhakikat namun tidak
bersyariat, berarti dia telah zindik. Dan barang siapa telah menghimpun keduanya, dia
sungguh telah berbuat benar.”

Syari'ah ibarat perahu karena menjadi media penghantar untuk mencapai tujuan dan
meraih keselamatan dari kehancuran. Thariqah seumpama lautan yang menyimpan
mutiara. Sedangkan hagigah seumpama mutiara besar yang hanya bisa ditemukan di
lautan. Seseorang tidak akan bisa sampai ke lautan selain dengan perahu.

Barang siapa memandang hakikat segala sesuatu dengan Allah, dia akan mendapati
bahwa syari'ah dan hagigah merupakan dua hal yang korelatif dan inheren seperti air
bagi sebatang kayu, dan ruh bagi jasad: Syari'ah bagaikan pohon, Thariqah bagaikan
rantingnya dan hagigah adalah buahnya.

7. Penamaan Tasawuf
Ilmu ini dinamai ilmu tasawuf (tashawwuf). Secara morfologis, tashawwuf terambil dari
kata shafa' (bersih, jernih, suci). Kata shiifi berarti orang yang hatinya bersih, jernih
140 Tanwir al-Qulub

dan suci dari kotoran serta penuh dengan berbagai keteladanan, dan bagi mereka
emas tak lagi lebih ber, harga daripada tanah lempung.

Salah seorang “rif billah berkata, “Wahai orang yang menyifatiku, pada kenyataanya
engkaulah yang kusifati. Wahai yang mengenal aku, janganlah engkau menipu.
Engkau adalah yang kukenal. Sesungguhnya yang disebut pemuda itu ialah orang
yang memenuhi janji azalinya. Ia seorang yang bersih (shaft) lalu menjadi yang jernih-
suci (shaft), dan karena inilah ia dinamai shaft.”

Pokok tasawuf ada lima. Pertama, takwa kepada Allah Ta'ala di dalam kesendirian
maupun di keramaian. Hal tersebut bisa direalisasikan dengan cara menjauhkan diri
dari dosa (sikap wara”) dan istigamah. Kedua, mengikuti sunnah, baik dalam
perkataan maupun perbuatan. Hal ini dapat direalisasikan dengan cara menghafalnya
dan berakhlak baik. Ketiga, berpaling dari makhluk, tidak perduli dengan penyambutan
maupun penolakan mereka. Hal tersebut bisa terwujud dengan cara sabar dan
tawakal. Keempat, ridha kepada Allah, saat kekurangan maupun berkelimpahan. Hal
ini bisa dicapai dengan bersikap gana'ah (merasa puas dengan sesuatu yang telah
ada) dan pasrah kepada-Nya.

Kelima, kembali kepada Allah dalam suka maupun duka, saat susah maupun senang.
Hal ini bisa dicapai dengan cara bersyukur kepada Allah saat senang dan berlindung
kepada-Nya saat susah.

8. Sumber Pengambilan Tasawuf Ilmu tasawuf bersumber pada Al-Quran, Sunnah


dan qaul umat pilihan (khawashil-ummah).

9, Hukum Mempelajari
Tasawuf Hukum mempelajari tasawuf adalah fardhu “ain, yaitu wajib bagi setiap
individu orang muslim. Alasannya antara lain karena tidak ada seorang pun yang
terlepas dari aib atau penyakit hati selain para nabi dan rasul. Salah seorang alarif
billah berkata, “Barang siapa tidak ikut dalam jalan ini, yakni ilmu batin, aku khawatir
dia tertimpa su' al-khatimah. Tingkatan partisipasi terendah dalam ilmu ini adalah
membenarkannya serta menyerahkannya kepada ahlinya.”
141 Tanwir al-Qulub

10. Permasalahan Tasawuf


Permasalahan tasawuf ialah preposisi-preposisi (qadhaya) yang membahas sifat-sifat
hati, termasuk penjelasan istilah-istilah yang beredar di antara kaum sufi, seperti
zuhud (berpaling dari dunia), wara (waspada, menjaga diri dari dosa), mahabbah
(cinta), fana' (kesirnaan) dan baga” (keabadian).
142 Tanwir al-Qulub

BAB VI : WALI DAN KARAMAH

Allah Ta'ala berfirman, “Ingatlah bahwa para wali Allah (awliya' Allah) itu tiada
ketakutan pada mereka, dan mereka pun tidak bersedih hati.”? Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada yang membuat para
nabi dan orang-orang yang mati syahid (syuhada) iri hati.” Kemudian ditanyakan
kepada beliau, “Siapakah mereka itu, ya Rasulullah? Biar kami bisa mencintai
mereka.” Rasulullah saw. menjawab, “Mereka adalah suatu kaum yang saling
mencintai karena cahaya Allah, bukan karena harta dan bukan pula karena keturunan.
Wajah mereka bercahaya. Mereka berada di atas mimbar-mimbar cahaya. Mereka
tidak merasa takut di saat orang lain merasa takut. Mereka juga tidak bersedih hati di
saat orang lain bersedih hati.” Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah
Ta'ala, “Ingatlah bahwa para wali Allah (awliya' Allh) itu ttada ketakutan pada mereka,
dan mereka pun tdak bersedih hati.”

Berdasarkan hukum akal, kemunculan karamah pada diri para wali merupakan hal
yang mungkin adanya. Dalil naqli juga membenarkan terjadinya karamah ini.
Kenyataan karamah sebagai hal yang mungkin adanya menurut akal karena karamah
bukan hal mustahil bagi Allah Ta'ala yang MahaKuasa. Bahkan karamah termasuk
hal-hal yang mung. kin terjadi (al-mumkinat), seperti mukjizat para nabi. Ada dan
terjadj karamah bukan hal mustahil. Karamah itu sudah tegas adanya bagi para
waliyullah, baik di saat mereka masih hidup maupun setelah wafat, sebagaimana
pendapat jumhur ulama Ahlus-Sunnah.

Di dalam empat mazhab populer, tidak ada yang menafikan ke. langsungan karamah
para wali setelah para wali tersebut wafat. Bahkan, penampakan karamah setelah
mereka wafat lebih utama, sebab saat itu nafsu berada dalam kondisi bersih dari
berbagai kotoran. Karena itulah ada ulama yang mengatakan, “Barang siapa
karamahnya tidak nampak setelah dia wafat sebagaimana dulu ketika masih hidup,
maka dia itu bukan orang yang beriman sejati (shadig).”
143 Tanwir al-Qulub

Sebagian syaikh sufi berkata, “Sesungguhnya Allah menugaskan malaikat di kuburan


wali untuk memenuhi berbagai hajat. Namun terkadang si wali itu keluar dari kuburnya
untuk memenuhi sendiri hajat tersebut.”

Karamah ialah sesuatu yang luar biasa yang tidak disertai pengakuan kenabian dan
bukan pula bagian dari kenabian. Karamah muncul pada hamba yang salih, teguh
dalam mengikuti Nabi dan menjalankan syariatnya disertai dengan keyakinan yang
benar dan amal salih.

Perlu diketahui bahwa wali tidaklah terpelihara dari dosa (ma'shiim), karena
keterpeliharaan dari dosa itu hanya bagi para nabi, bukan bagi wali. Tetapi wali itu
mahfizh, yakni tidak melakukan perbuatan dosa. Kalau pun melakukannya, dia akan
segera menyesal, lalu bertobat dengan tobat yang sempurna dan mengenal
ketergelinciran dirinya. Adapun orang yang selalu melakukan perbuatan dosa atau
perbuatan dosanya lebih dominan, tentu dia bukan dari komunitas wali, bukan pula
pengikutnya, bahkan dia tidak akan mencium sedikit pun keharuman mereka.

Adanva karamah bagi para wali dibenarkan dalil naqli. Di antaranva kisah vang ditutur
Al-Quran tentang Maryam dan kelahiran putranya, 'Isa a.s. Juga tentang peristiwa-
peristiwa yang terjadi pada diri Maryam selama berada dalam asuhan Nabi Zakariyya.
Allah Ta'ala berfirman, “Ketika Zakartyya masuk ke mihrab menemuinya (Maryam), ia
dapatkan di asinya ada rizki (makanan). Dia berkata, Wahai Maryam, dari manakah
makananmu ini? ia menjawab, Makanan ini dari Allah.”

Tidak seorang pun dapat masuk ke tempat mihrab Siti Maryam selain Zakariyya.
Apabila dia keluar, dia mengunci pintunya. Namun Nabi Zakariyya mendapati di sisi
Maryam ada buah-buahan musim panas pada musim dingin dan buah-buahan musim
dingin di musim panas.

Begitu juga kisah Asif sang menteri sekretaris Nabi Sulaiman dalam pemindahan
singgasana Ratu Balgis. Kisahnya, ketika para utusan Ratu Balgis kembali dari Nabi
Sulaiman, Balgis berkata, “Aku benar-benar tahu. Demi Allah, dia bukan hanya
seorang raja. Kita tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkannya.” Lalu Ratu Balgis
mengutus kembali beberapa utusan kepada Nabi Sulaiman. Para utusan itu
144 Tanwir al-Qulub

ditugaskan untuk menyampaikan pesan bahwa Ratu Balgis akan datang kepadanya
dan bersedia menjadikan Nabi Sulaiman sebagai raja bagi kaumnya jika Ratu Balgis
melihat sendiri bagaimana hebatnya kerajaan Nabi Sulaman dan agama yang
didakwahkannya.

Pada waktu yang dijanjikan tiba, sebelum meninggalkan istananya Ratu Balgis
meminta agar singgasananya ditempatkan di ruangan dengan pintu tujuh lapis dalam
ruang istana, sedangkan istananya berada di dalam tujuh istana. Lalu pintu-pintunya
dikunci, dan setiap pintu dijaga beberapa orang penjaga. Ratu Balgis berkata kepada
orang yang ditugaskan untuk menjaga istananya, “Jagalah apa yang aku percayakan
kepadamu, yakni singgasana kerajaanku. Jangan biarkan seorang pun memasukinya
sebelum aku datang.” Kemudian Ratu Balgis menyuruh Juru panggil untuk memanggil
keluarga kerajaan yang akan ikut ber. samanya. Dia mempersiapkan perjalanan yang
disertai dua belas ribu hamba sahaya Yaman. Dan setiap hamba sahaya dibantu
banyak teman karibnya.

Nabi Sulaiman adalah seorang yang amat berwibawa. Sebelum dia memulai bicara,
tidak ada seorang pun yang berani bicara di hadapannya. Pada suatu hari, dia duduk
di singgasana kerajaannya. Saat itu dia melihat kepulan debu tebal mendekat ke
arahnya. Lalu dia bertanya, “Apa itu?” Salah seorang pengawalnya menjawab, “Ratu
Balgis dan rombongannya. Dia mungkin telah mendekati kita, sekitar satu farsakh.”
Saat itulah Nabi Sulaiman memanggil para pembesar kerajaan, lalu berkata, “Hai
pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa
singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang
yang berserah diri (islam).”

Tujuan pemindahan singgasana Ratu Balgis seperti yang dikehendaki Nabi Sulaiman
itu untuk memperlihatkan beberapa keajaiban yang dikhususkan Allah kepadanya
guna membukukan bahwa ia adalah seorang nabi.

Menanggapi pertanyaan Nabi Sulaiman, Ifrit yang cerdik dari golongan jin berkata,
“Aku akan datang kepadamu membawa singgasana itu sebelum kamu berdiri dari
tempat dudukmu, sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat
dipercaya.” Yfrit mengaku kuat untuk membawa singgasana itu dalam keadaan utuh
145 Tanwir al-Qulub

dan dapat dipercaya untuk menjaga intan berlian yang ada padanya. Tetapi Nabi
Sulaiman berkata, “Aku ingin yang lebih cepat dari itu.”

Kemudian berkatalah orang yang mempunyai ilmu dari Alkitab, yakni Ashif bin
Barkhiya,? “Aku akan membawa singgasana itu sebelum matamu berkedip”" Lalu dia
berkata kepada Sulaiman, “Bukalah kedua mata tuan sampai berkedip.” Nabi
Sulaiman membuka lebar kedua matanya memandang ke arah Yaman. Kemudian
Ashif berdoa hingga Allah Ta'ala mengutus para malaikat untuk membawa
singgasana Balgis dari bawah tanah sampai tanahnya terbelah. Dengan kuasa Allah,
dalam sekejap Asif menghadirkan singgasana Balgis di hadapan Sulaiman.

Padahal jarak dari kerajaan Balgis sampai ke tempat Nabi Sulaiman berada sejarak
dua bulan perjalanan.

Ketika Sulaiman melihat singgasana itu tiba-tiba sudah berada di hadapannya, dia
berkata sebagai ungkapan syukur kepada Tuhannya Yang telah memberi dia sesuatu
yang luar biasa, “Ini termasuk karunia Tuhanku.”

Ada pula kisah Ashhabul-Kahfi. Mereka adalah sekelompok orang beriman yang takut
imannya rusak karena ancaman raja mereka. Mereka keluar melarikan diri dan
bersembunyi di dalam gua. Lalu mereka tertidur di dalam gua itu selama tiga ratus
sembilan tahun, tanpa makan dan minum, tetapi badan mereka tetap utuh dan tidak
berubah.

Allah Ta'ala berfirman, “Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari
gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke
sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh
Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barang siapa yang disesatkan-Nya,
maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi
petunjuk kepadanya. Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur,
dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka
mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan
mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan
146 Tanwir al-Qulub

tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka. Dan demiki.
anlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri.
Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di
sini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari”. Berkata
(yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini).
Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka
hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah
lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.
Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan
melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan
jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” Dan demikian
(pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu
mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada
keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-
orang itu berkata: “Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka
lebih mengetahui tentang mereka.” Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka
berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di
atasnya.” Nanti (ada orang yang akan) mengatakan Gumlah mereka) adalah tiga
orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: “Jumlah mereka)
adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya,” sebagai terkaan terhadap barang
yang gaib, dan (yang lain lagi) mengatakan: “(Jumlah mereka) tujuh orang, yang
kedelapan adalah anjingnya.” Katakanlah: “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka,
tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” Karena itu
janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran
lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu)
kepada seorang pun di antara mereka. Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan
terhadap sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali
(dengan menyebut): “Insya-Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan
katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih
dekat kebenarannya daripada ini.” Dan mereka tinggal dalam gua mereka liga ratus
tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).
147 Tanwir al-Qulub

Karamah sungguh nyata adanya dan terjadi pula di kalangan para sahabat dan tabi'in,
bahkan sampai saat kita sekarang ini. Di antaranya adalah karamah yang terjadi pada
“Umar r.a.

Suatu hari saat sedang khutbah Jumat “Umar berkata, “Wahai Sariyah, awas ada
musuh, awas ada musuh!” Suaranya sampai ke telinga Sariyah pada saat itu juga.
Sehingga dia segera menyelamatkan diri dari musuh yang bersembunyi di salah satu
bagian gunung itu. Dalam hal ini ada dua karamah bagi "Umar. Pertama, terbukanya
hijab tentang keadaan Sariyah beserta para sahabatnya yang muslim dan keadaan
musuh mereka. Yang kedua, sampainya suara beliau kepada Sariyah yang berada di
tempat yang jauh.

Contoh lain adalah karamah yang terjadi pada Ibn “Umar. Suatu hari, Ibn “Umar
berkata kepada singa yang menghalangi jalan orang-orang, “Hai singa,
menyingkirlah!” Singa itu mengibaskan ekornya lalu pergi, sehingga orang-orang pun
bisa segera melintas. Kemudian Ibn “Umar berkata, “Sungguh benar sabda Rasulullah
saw. Barang siapa takut kepada Allah, maka Allah akan menjadikan segala sesuatu
takut kepadanya.” (HR. Abu asy-Syaikh, al-Hakim dan ar-Rafi'i)

Di dalam riwayat lain, Bukhari menyebutkan kisah Hubaib ketika ditawan dan
dikerangkeng dengan besi. Orang-orang yang menawannya mendapati buah anggur
di samping Hubaib, padahal ketika itu di tanah Mekkah tidak ada anggur.

Di dalam al-Hilyah, Abu Na'im menuturkan bahwa “Aun bin Abdy, lah bin Utbah selalu
dinaungi awan saat tidur di bawah terik matahari

Contoh lain tentang karamah yang terjadi pada para sahabat dan tabi'in, seperti yang
diceritakan Abu Na'im, adalah tasbih mangkuk yang sedang digunakan oleh Salman
al-Farisi dan Abu ad-Darda'.

Karamah para wali sungguh tak terhitung jumlahnya. Siapa yang berminat mengetahui
lebih banyak, silakan menelaah sejarah hidup mereka. Tidak ada yang mengingkari
kenyataan karamah selain orang yang tertahan dan terusir dari pintu keutamaan dan
pintu kebaikan, Al-Lagani berkata di dalam syairnya,
148 Tanwir al-Qulub

Yakinlah adanya karamah bagi para wali


Siapa menafikan karamah, buanglah ucapannya

Maksudnya, buanglah ucapan orang-orang Mut'tazilah yang menafikan adanya


karamah, juga para pengikut mereka.

Apabila Anda bertanya, “Apa perbedaan karamah dengan sihir dan mukjizat?” Maka
kami jawab, “Karamah berbeda dengan sihir. Sihir muncul di tangan orang fasik, zindik
dan orang kafir yang tidak meng:ikuti syari'at. Sedangkan karamah hanya muncul
pada orang yang sungguh-sungguh mengikuti syari'at. Karamah juga berbeda dengan
mukJizat. Karamah muncul pada orang yang bukan nabi, sedangkan mukjizat muncul
pada diri nabi. Selain itu, para rasul dituntut untuk menampakkan mukjizat demi
memperkuat dakwahnya apabila iman kaumnya tergantung pada penampakan
mukjizat itu. Lain halnya dengan wali, baginya tidak wajib menampakkan karamah.
Bahkan wali dituntut untuk menyembunyikan karamahnya, karena pada umumnya
penampakan karamah itu tidak diperlukan. Sebab posisi wali hanyalah pengikut. Dia
mengajak orang-orang kepada Allah cukup dengan hikayat dakwah rasul yang telah
tegas kerasulannya. Dia mengajak orang-orang dengan lisan rasul, bukan dengan
lisan nafsunya. Sungguh, hukum syara' telah ditetapkan oleh ulama, dan wali tidak
perlu menampakkan yanda-tanda atau keterangan untuk membuktikan
kebenarannya. Lain halnya dengan rasul. Seorang rasul perlu menampakkan bukti,
karena dia bertugas menggelar hukum syara' dan me-nasakh hukum-hukum yang
telah diturunkan kepada rasul-rasul sebelumnya. Dia perlu menampakkan bukti yang
menunjukkan kebenaran bahwa apa yang dikaparkannya itu berasal dari Allah Ta'ala.”

Ketahuilah bahwa di mata para pembesar sufi, karamah dipandang sebagai bagian
dari residu jiwa, kecuali apabila dipergunakan untuk menolong agama Allah atau
membuat kemaslahatan. Sebab bagi mereka, Dialah pelaku sejati, bukan mereka.
Dan diam tanpa protes dalam berlakunya takdir Allah itu lebih beradab.

Ketahuilah pula bahwa para wali adalah orang-orang yang bermakrifat kepada Allah.
Mereka berusaha sungguh-sungguh melaksanakan ketaatan, menjauhi kemasiatan
dan berpaling dari ketundukan pada hasrat nafsu.
149 Tanwir al-Qulub

Para wali terdiri dari beberapa kategori. Ada di antara mereka yang tidak termasuk
dalam kategori jumlah terbatas, seperti diisyaratkan dalam hadis Nabi saw., “Al-
Mufradun telah mendahului.” Ketika ditanya tentang siapa yang dimaksud al-
mufradun, Rasulullah saw. menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang asyik
dengan zikir kepada Allah (almustahtarin). Zikir telah menanggalkan beban-beban
berat mereka, sehingga di Hari Kiamat mereka datang menemui Allah dengan beban
yang sangat ringan.”

Ada pula wali yang masuk dalam kategori jumlah terbatas. "Abdullah ibn Masud
meriwayatkan bawa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah “Azza wa Jalla
mempunyai manusia pilihan. Di antara makhlukNya, Allah mempunyai tiga ratus orang
yang hatinya seperti hati Adam a.s. Di antara makhluk-Nya, Allah mempunyai tujuh
orang yang hatinya seperti hati Ibrahim a.s. Di antara makhluk-Nya, Allah mempunyai
empat puluh orang yang hatinya seperti hati Musa a.s. Di antara akhluk-Nya, Allah
mempunyai lima orang yang hatinya seperti hat, Jibril a.s. Di antara makhluk-Nya,
Allah mempunyai tiga orang yang hatinya seperti hati Mika'il. Di antara makhluk-Nya,
Allah mempunyai Matu orang yang hatinya seperti hati Israfil. Apabila yang satu itu
matj Allah akan menggantikan posisinya dari yang tiga. Apabila dari yang tiga itu ada
yang mati, Allah akan menggantikan posisinya dari yang lima. Apabila dari yang lima
ada yang mati, Allah akan menggantikan posisinya dari yang tujuh. Apabila dari yang
tujuh ada yang mati, Allah akan menggantikan posisinya dari yang empat puluh.
Apabila dari yang empat puluh ada yang mati, Allah akan menggantikan posisinya dari
yang tiga ratus. Apabila dari yang tiga ratus itu ada yang mati, Allah akan
menggantikan posisinya dari orang kebanyakan. Sebab merekalah Allah
menghidupkan, mematikan, menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman dan
menolak bencana dari umat ini.” Abdullah ibn Masud ditanya, “Bagaimana maksudnya
sebab merekalah Allah menghidupkan dan mematikan?” Ibn Masud menjawab,
“Karena, merekalah yang memohon kepada Allah agar umat diperbanyak, hingga
umat ini menjadi banyak. Merekalah yang memohon agar para durjana dibinasakan,
dan para durjana itu dibinasakan. Merekalah yang meminta hujan, hingga hujan
diturunkan. Mereka memohon tanaman ditumbuhkan hingga tanaman menjadi
tumbuh. Mereka memohon, dan dengan permohonan mereka Allah melenyapkan
berbagai bencana.” (HR. Abu Na'im, Ibn 'Asakir dan para imam hadis lainnya)
150 Tanwir al-Qulub

Abu Na'im meriwayatkan, “Umatku yang pilihan pada tiap kurun sebanyak lima ratus
orang.” Jumlah mereka tidak berkurang sampai datang keputusan Allah seperti
diisyaratkan di dalam hadis, “Di kalangan umatku akan senantiasa ada sekelompok
orang yang menyela matkan kebenaran, mereka tidak dibahayakan oleh orang-orang
yang menentang mereka, hingga datang keputusan Allah.” Keputusan Al(lah itu
seperti angin lembut yang padanya ruh setiap orang mukmin laki-laki dan perempuan
dicabut, dan pada saat itu kiamat sudah sangat dekat, hampir tak berjarak.

Ketahuilah bahwa penghuni alam kubur itu hidup dengan kehidupan sesudah mati.
Mereka berpikir, mendengar, melihat dan mengetahui orang yang berziarah serta
menjawab orang yang mengucapkan salam. Mereka saling berkunjung sesama
penghuni kubur. Mereka juga merasakan rasa sakit orang-orang yang masih hidup di
dunia. Dari mereka muncul sesuatu yang hebat dengan kuasa Allah. Mereka
merasakan nikmat kubur atau siksa kubur. Amal baik orang yang masih hidup
diperlihatkan kepada mereka. Jika yang mereka lihat adalah amal kebaikan, mereka
memuji Allah, merasa gembira dan mendoakan pelakunya agar bertambah-tambah
kebaikan dan senantiasa berada dalam kebaikan. Apabila yang mereka lihat dari
penghuni dunia itu adalah amal buruk, mereka berdoa untuk pelakunya, “Ya Allah,
kembalikanlah mereka kepada ketaatan dan tunjukilah mereka sebagaimana Engkau
telah menunjuki kami. Sungguh, mereka beramal bukan dengan amal baik.” Para
penghuni kubur itu juga mengetahui keadaan mereka yang masih di dunia bukan
sekadar amal-amalnya saja. Sungguh, mati hanyalah perpindahan dari satu tempat
ke tampat lain. Apa yang kami uraikan ini berdasarkan sunnah dan kesepakatan umat.

Tentang ketegasan bahwa orang-orang yang telah mati itu hidup di alam lain, telah
kami jelaskan dalam pasal ziarah. Kehidupan mereka tak ubahnya kehidupan orang
yang hidup di dunia, mereka bisa mendengar. Al-Bukhari meriwayatkan hadis marfu',
“Sesungguhnya mayat apabila telah dikubur dan orang-orang yang mengantarnya
beranjak pulang, ia mendengar suara sandal mereka saat mereka beranjak pergi.”

Di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa usai perang Badar,
Rasulullah saw. melemparkan orang-orang kafir yang mati saat peperangan itu ke
dalam galib (sumur yang tidak permanen) beberapa hari setelah kematian mereka,
151 Tanwir al-Qulub

Rasulullah mendatangi sumur itu, lalu memanggil mereka dengan menyebut masing-
masing berikur nama bapaknya, “Hai fulan ibn fulan...(sampai selesai semuanya di,
sebut), apakah kebenaran yang telah dijanjikan Tuhan kalian kepada kalian itu benar
adanya? Karena sesungguhnya aku mendapati apa yang dijanjikan Tuhanku
kepadaku itu sungguh benar adanya.” Umar ber. tanya kepada beliau, “Ya Rasulullah,
apa engkau mengajak bicara me. reka yang sudah mati?” Rasulullah saw. bersabda,
“Demi Dia Yang telah mengutusku membawa kebenaran, pendengaranmu tidak lebih
tajam daripada mereka.”

Orang yang telah mati juga mengetahui orang-orang yang berkunjung menzirahinya,
dan dia merasa senang dengan kedatangan mereka. A'isyah r.a. mengatakan bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang hamba menziarahi kubur saudaranya
dan duduk di sampingnya, melainkan saudaranya itu akan ramah dan menjawabnya,
sampai dia beranjak pulang.” (HR. al-Khathib dan Ibnu 'Asakir)

Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang melewati kuburan orang yang ia kenal,
lalu mengucap salam, yang dikubur itu menjawabnya, dan dia juga mengenalinya.
Kemudian kalau ia melewati kuburan orang yang tidak ia kenal dan mengucap salam
kepadanya, yang dikubur juga akan menjawab salamnya.” (HR. Al-Baihagi dan Ibnu
Abi ad-Dunya)

Para penghuni kubur hidup layaknya orang yang hidup di dunia, saling mengunjungi
dan bertemu. Rasulullah saw. bersabda, “Perbaguslah kain kafan orang-orang yang
mati di antara kalian, sebab mereka akan saling berbangga-bangga dan saling
mengunjungi di dalam kubur mereka.” (HR. Al-Baihagi)

Adapun tentang kenyataan bahwa mayat dapat merasakan kesakitan dari orang yang
masih hidup di dunia, Rasulullah saw. telah bersabda, “Sesungguhnya si mayat dapat
tersakiti di dalam kuburnya oleh kesakitan di rumahnya (saat masih di dunia).” (HR.
Ad-Dailami)

Lebih dari itu, ada orang-orang yang sudah mati yang—dengan kuasa Allah Ta'ala—
bisa berbuat dan punya akses kepada orang-orang yang masih hidup di dunia.
Rasulullah saw. bersabda setelah Ja'far wafat terbunuh, “Aku tahu, Ja'far sedang
152 Tanwir al-Qulub

bercengkerama dengan para malaikat yang sedang menggembirakan penduduk


Bisyah" dengan hujan.” (HR. Ibnu 'Adi)

Nikmat dan siksa kubur sungguh nyata adanya. Berdasarkan banyak hadis Nabi saw.
yang diriwayatkan secara mutawatir. Ahlus-sunnah waljama'ah sepakat, bahwa
nikmat dan siksa kubur itu dialami ruh dan jasad. Karena lalu maksiat dan tindak
ketaatan dilakukan oleh ruh dan jasad. Mereka juga sepakat bahwa kenyataan ini
merupakan bagian dari akidah yang harus diimani. Tentang nikmat yang dialami para
nabi di dalam kubur telah kami jelaskan. Mereka hidup di kubur mereka dengan
senang dan melakukan shalat. Di dalam hadis-hadis shahih juga disebutkan bahwa
mereka juga berhaji. Allah telah memuliakan sebagian penghuni barzakh dengan
kesenangan shalat dan berhaji, meskipun shalat dan hajinya itu tidak menghasilkan
pahala bagi mereka karena keterputusan pahala amal dengan kematian. Namun Allah
melestarikan amal itu bagi mereka agar mereka bersenang-senang dengan zikrullah
dan menaatinya sebagaimana para malaikat dan ahli kebaikan bersenangsenang
dengannya di dalam surga. Karena bagi mereka zikir dan amal ketaatan lebih nikmat
dari semua kenikmatan duniawi bagi ahli dunia.

Adapun tentang hadis Nabi saw., “Jika anak adam mati, maka terputuslah amalnya,
kecuali...”, maksudnya adalah keterputusan pahala amal, bukan keterputusan amal.
Ini jelas sebagaimana tampak bagi orang yang benar-benar mendalami hadis dan
tidak dikuasai hawa nafsu. Semoga Allah melindungi kita dengan anugerah-Nya.

Tentang siksa kubur bagi sebagian penghuninya, Allah Ta'ala telah mengabarkan
dalam di firman-Nya tentang keluarga Fir'aun, “Kepada mereka dinampakkan neraka
pada pagi dan petang.”

Rasulullah saw. bersabda, “Jika kalian tidak saling bergegas pergi usai pemakaman,
tentu aku akan memohon kepada Allah agar Dia mem. perdengarkan siksa kubur
sebagaimana yang aku dengar.” (HR. Mus. lim)

Amal-amal orang yang masih hidup akan diperlihatkan kepada orang yang telah mati.
Tentang hal ini Rasulullah saw. bersabda, “Amalamal kalian akan diperlihatkan
kepada orang yang telah mati. Jika mereka melihat amal kalian baik, mereka merasa
153 Tanwir al-Qulub

senang. Jika mereka melihat amal kalian itu buruk, mereka berdoa, “Ya Allah,
kembalikanlah mereka (kepada amal baik).” (HR. Ibnu al-Mubarak)

Selain melihat amal orang-orang yang masih hidup, mayat juga melihat keadaan-
keadaan lain mereka di dunia. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya mayat
mengetahui orang yang membawanya, yang memandikannya dan orang yang
meletakkannnya ke dalam kubur.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad di
dalam Musnad-nya.
154 Tanwir al-Qulub

BAB VII : TOBAT

Tobat adalah pokok pangkal dari setiap tingkatan dan kondisi ruhani (magam dan hal)
serta awal berbagai tingkatan spiritual (magamat). Tobat bagaikan lahan bagi
bangunan. Barang siapa tidak bertobat, dia tidak akan memiliki tingkatan dan kondisi
ruhani. Sebagaimana orang yang tidak memiliki lahan tidak akan memiliki bangunan.

Tobat adalah kembali dari sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat terpuji. Ada yang
mengatakan bahwa orang yang kembali dari hal-hal yang bertentangan dengan
syariat karena takut akan siksa Allah disebut t@'b. Orang yang kembali karena
merasa malu dilihat oleh Allah disebut munib. Sedangkan orang yang kembali karena
menghormati keagungan Allah disebut awwab."

Setiap hamba harus segera bertobat dan merealisasikan syarat-syaratnya agar


terbebas dari kemarahan dan murka Allah, selamat dari neraka Jahannam, meraih
kebahagiaan abadi serta memperoleh ridha dan surga-Nya. Selain itu, juga agar
mendapat taufik untuk menjalankan ketaatan sehingga ketaatannya diterima, sebab
tobat menjadi syarat bas ginya. Mayoritas ibadah hukumnya sunnah, sedangkan
hukum tobat adalah wajib. Ibadah sunnah tidak akan diterima sebelum menunaikan
ibadah wajib.

Kewajiban tobat telah ditetapkan di dalam Al-Quran dan hadis Nabi saw. Di dalam Al-
Quran antara lain firman Allah Ta'ala, “Bertobatlah kalian seluruhnya kepada Allah,
wahai orang-orang yang beriman, agar kalian berbahagia.”'? Allah Ta'ala juga
berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kamu kepada Allah dengan
tobat nashaha.”

Tobat nashiiha adalah tobat lahir dan batin yang disertai tekad untuk tidak pernah
mengulang kembali perbuatan dosa. Barang siapa bertobat lahirnya saja, tidak ada
bedanya dengan waduk tinja bertutup kain sutera. Orang-orang memandang dan
merasa kagum dengannya. Tetapi saat tutupnya disingkapkan, mereka berpaling
menjauhinya. Begitu pula cara manusia memandang orang-orang yang menjalankan
ketaatan lahir saja. Ketika penutup yang menutupinya disingkapkan pada Hari Kiamat,
155 Tanwir al-Qulub

yakni pada hari segala rahasia ditampakkan, para malaikat akan berpaling
menjauhinya. Karena itu Rasulullah saw. mengingatkan dalam sabdanya,
“Sesungguhnya Allah tidak memperhitungkan rupa kalian, tidak juga harta kekayaan
kalian, tetapi Dia memperhitungkan hati kalian.” (HR. Muslim)

Di antara ayat Al-Quran yang menunjukkan keutamaan tobat adalah firman Allah
Ta'ala, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat, dan Dia juga
mencintai orang-orang yang bersuci.”'? Apabila mereka mendekatkan diri kepada
Allah Ta'ala, maka Allah akan mencintai mereka. Apabila Allah telah mencintai
mereka, Dia akan iri apabila melihat suatu kekurangan dari mereka, sehingga Dia
akan menutupinya. Bagian dari kemurahan Allah terhadap hamba-hamba-Nya adalah
berupa penerimaan tobat. Bila mereka berbuat maksiat lalu bertobat, kemudian
kembali berbuat maksiat, lalu bertobat lagi, Allah tetap akan menerima tobat mereka.

Di dalam satu riwayat disebutkan, ketika Allah memberi tangguh kehidupan kepada
Iblis sampai Hari Kiamat, Iblis berkata kepada-Nya, “Demi kemuliaan-Mu, aku
sungguh tidak akan keluar dari hati anak Adam selama ia masih memiliki ruh.” Allah
Ta'ala berfirman, “Demi kemuliaan-Ku, Aku tidak akan menghalangi manusia untuk
bertobat selama ruh mereka berada di dalam tubuh.” Iblis berkata, “Aku sungguh akan
menggoda mereka, semuanya.” Allah berfirman, “Aku pasti akan menutupi kejelekan-
kejelekan mereka.” Iblis berkata, “Aku akan mendatangi mereka dari arah depan, arah
belakang, arah kanan dan arah kirinya.”

Ketika Iblis mengungkapkan itu, dalam diri malaikat timbul rasa kasih kepada
manusia. Kemudian Allah mewahyukan kepada malaikat bahwa sesungguhnya masih
tersisa bagi manusia arah atas dan bawah. “Apabila manusia mengangkat tangannya
untuk berdoa dengan penuh kerendahan hati, atau meletakkan mukanya di atas tanah
bersujud penuh kekhusyukan, pasti dosa-dosanya akan Kuampuni, Aku tidak perduli.”

Rasulullah saw. bersabda, “Allah “Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya pada


waktu malam untuk menerima tobat dari si pendosa di siang hari, dan Dia
membentangkan tangan-Nya pada waktu siang untuk menerima tobat dari si pendosa
di malam hari, hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya.” (HR. Muslim dan an-
Nasa'i).
156 Tanwir al-Qulub

Pada saat matahari terbit dari tempat terbenamnya, Allah tidak akan menerima iman
orang kafir juga tobat orang mukmin. Itulah di antara makna firman Allah Ta'ala, “Pada
hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman
seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum)
mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.”

At-Tirmidzi dan al-Baihagi meriwayatkan bahwa Rasulullah saw, bersabda,


“Sesungguhnya di arah barat ada satu pintu yang luasnya sejarak empat puluh tahun
atau tujuh puluh tahun perjalanan. Sejak penciptaan langit dan bumi, Allah “Azza wa
Jalla membukakan pintu itu untuk tobat, dan Dia tidak menutupnya sampai matahari
terbit dari arah itu.”

Di dalam riwayat lainnya Rasulullah saw. bersabda, “Seorang hamba terjerumus


dalam suatu dosa, lalu dia berkata, “Ya Rabb, aku telah ter. jerumus pada perbuatan
dosa, ampunkanlah dosaku itu.' Maka Tuhannya akan berkata, 'Hamba-Ku tahu
bahwa dia mempunyai Tuhan Yang Pengampun dan menghukum karena dosa. Aku
sungguh telah mengampuninya. Kemudian dia berlaku sesuai dengan yang Allah
kehendaki. Namun kemudian dia terjerumus dosa lagi, lalu berkata, Ya Rabb, aku
telah terjerumus pada perbuatan dosa yang lain. Ampukanlah dosaku.” Tuhannya
berkata, “Hamba-Ku tahu bahwa dia mempunyai Tuhan Yang Pengampun dan
menghukum karena dosa. Aku sungguh telah mengampuninya. Maka berbuatlah
sesukanya.”

Al-Hafizh Ibn Hajar r.a. berkata di dalam al-Fath, “Yang dimaksud dengan sabda Nabi
saw., maka berbuatlah sesukanya, adalah selama sang hamba berdosa, beristigfar
dan bertobat, Allah akan mengampuninya. Tobat dan istighfarnya merupakan kifarat
bagi dosa-dosanya. Yang dimaksud bukan berarti dia berdosa, lalu beristighfar
dengan lisannya tanpa melepaskan dosanya, kemudian kembali kepada dosa yang
semisal. Hal seperti itu disebut tobat para pembohong.”

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah akan menerima tobat seorang


hamba selama dia belum sekarat.”? Artinya tobat si hamba akan diterima Allah selama
ruhnya belum sampai di tenggorokan. Karena bila ruh sudah sampai di tenggorokan,
157 Tanwir al-Qulub

si hamba akan melihat dengan jelas tempat kembalinya, apakah rahmat Allah atau
kegentingan dan kesulitan. Maka, pada saat itu tobat tidak lagi bermanfaat baginya,
tidak pula beriman bila dia seorang kafir. Sebab salah satu syarat tobat adalah
ketetapan hati untuk meninggalkan dosa dan tidak akan pernah kembali padanya. Hal
tersebut hanya dapat tercapai bila ada kesempatan. Sementara dalam kondisi ruh
sudah sampai di tenggorokan, si hamba tidak mungkin lagi memenuhi syarat itu.

Rasulullah saw. bersabda, “Kalaupun kalian telah melakukan kesalahan hingga


sepenuh langit, lalu kalian menyesalinya, Allah pasti akan mengampuni kalian.” Hadis
ini diriwayatkan oleh Ibn Majah dengan sanad yang hasan.

Rasullullah saw. bersabda, “Orang yang bertobat adalah kekasih Allah. Dan orang
yang bertobat dari dosa-dosa seperti orang yang tidak pernah berbuat dosa.” Hadis
ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al-Kabir dan oleh al-Baihagi di dalam asy-
Sya

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kebaikan dapat melebur dosa


sebagaimana air menghilangkan kotoran.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Na'im di
dalam al-Lilyah.

Di dalam salah satu atsar disebutkan, “Tidak ada suara yang lebih dicintai Allah Ta'ala
daripada suara hamba yang bertobat dari dosanya seraya berucap, Ya Rabb.' Lalu
Allah berfirman, “Labbaika. Wahai hamba-Ku, mintalah apa yang engkau kehendaki.
Di hadapan-Ku engkau seperti sebagian malaikat-Ku. Aku berada di sebelah
kananmu, di sebelah kirimu dan di atasmu. Aku dekat di lubuk hatimu. Wahai para
malaikat-Ku, saksikanlah bahwa sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan
untuknya.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang
hamba bertobat, Allah menerima tobatnya dan membuat lupa malaikat hafadzah
(pencatat amal) yang menuliskan amal buruknya. Allah membuat lalai anggota
badannya yang melakukan kesalahan. Allah membuat lalai tempatnya di bumi dan
magamnya di langit, agar kelak di hari kiamat dia datang tanpa satu pun makhluk
memberikan kesaksian yang memberatkannya.” (HR. Al-Ashbahani)
158 Tanwir al-Qulub

Ibnu “Abbas juga meriwayatkan, “Beberapa orang ahli syirik yang telah melakukan
banyak pembunuhan dan perzinaan mendatangi Nabi saw., lalu berkata,
“Sesungguhnya agama yang engkau ajarkan itu baik seandainya engkau mengabari
kami akan adanya kifarat yang bisa menjadi penebus dosa-dosa yang telah kami
lakukan.' Lalu turun ayat, Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam al-
Bukhari, Muslim dan yang lainnya.

Di dalam satu riwayat dari Makhul disebutkan, “Ketika Nabi Ibrahim a.s. mendapat
penyingkapan hijab akan kerajaan langit dan bumi, dia melihat seorang hamba yang
berzina, lalu Ibrahim memohonkan kebinasakan bagi si pezina itu, hingga orang itu
dibinasakan oleh Allah. Kemudian dia melihat hamba yang mencuri, dia memohonkan
kebinasaan bagi si pencuri itu hingga Allah membinasakannya. Kemudian dia melihat
hamba yang melakukan maksiat lainnya, namun saat Ibrahim hendak memohonkan
kebinasaan baginya, Allah Ta'ala berfirman, “Wahai Ibrahim, lepaskanlah jurusan)
hamba-Ku itu darimu, sebab hamba-Ku berada di antara tiga hal: dia bertobat dan Aku
menerima tobatnya, atau Aku keluarkan darinya keturunan yang kemudian beribadah
kepada-Ku, atau dia dikuasai kesengsaraan dan di belakangnya Jahannam telah
menanti.”

Syarat tobat adalah menyesali perbuatan dosa yang telah berlalu, bertekad untuk
tidak akan mengulangnya kembali, mengembalikan mazhalim kepada pemiliknya atau
ahli warisnya dan bersedekah atas nama orang yang telah dizhalimi, pelepasan
permusuhan dan berbuat baik kepada mereka yang sempat dimusihi jika
memungkinkan. Selain itu, wajib meng-qadha ibadah fardhu yang telah ditinggalkan.

Setelah bertobat, si pelaku tobat harus mendidik diri dalam ketaatan sebagaimana dia
telah mendidik diri dalam kemaksiatan, dan merasakan pahit ketaatan sebagaimana
dia merasakan manis maksiat. Si pelaku tobat juga mesti meninggalkan teman yang
buruk, menjaga kehalalan makanan dan minuman serta pakaian yang dikonsumsinya.
Jangan sampai meninggalkan tobat hanya karena takut terjatuh kembali dalam dosa.
159 Tanwir al-Qulub

Karena bila hamba bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Tidak perlu berputus asa
dari rahmat Allah Ta'ala. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah,
melainkan kaum yang kafir.“ Sebaliknya, dia mesti berMaka segeralah bertobat
sebelum menginjak tempat yang amat menakutkan. Oh, betapa tempat itu sungguh
sempit, tak ada kelapangan, pasti berbahaya, jalannya sungguh pekat, tempat-tempat
membinasakannya demikian samar, huniannya kekal, deritanya abadi, teriknya
dipurnakan, jeritannya amat tinggi menyayat, minuman penghuninya timah panas,
dan siksanya sungguh lestari. Zabaniyyah melebur jasad mereka, lalu Hawiyah
menghimpun mereka. Di dalamnya mereka melolong, menjerit-jerit meneriakkan
kesengsaraan. Jilatan api terus menyambar-nyambar, membakar mereka. Di sana
mereka berangan-angan lalu menjadi lenyap dan tak lagi ada, tetapi sungguh mereka
tak akan pernah lepas dari siksa. Kedua kaki mereka diikat hingga ke ubun-ubun,
wajah mereka menghitam oleh kehinaaan maksiat. Mereka memanggilmanggil dari
lorong-lorong dan labirinnya karena siksa tak henti mendera, “Wahai Malik, ancaman
itu sungguh nyata telah menimpa kami. Wahai Malik, api sudah dinyalakan untuk
kami. Wahai Malik, nanah sudah mengalir dari kami. Wahai Malik, besi belenggu telah
memberati kami. Wahai Malik, kulit tubuh kami telah terkelupas. Wahai Malik,
keluarkanlah kami darinya, kami sungguh tidak akan kembali (berbuat dosa)!” Namun
setelah sekian lama, Malik hanya menjawab, “Tidak mungkin. Sudah terlambat. Tidak
ada yang keluar dari tempat kesengsaraan ini. Tetap di sana, rasakanlah murka Dia.”

Ya Rabb, anugerahilah aku tobat hingga aku bertobat


dan ampunilah aku, sungguh dosa-dosa telah menyusahkan aku
Matikanlah diriku dalam pelukan agama Muhammad
Hidupkanlah hatiku di hari hati-hati menjadi hidup
Wahai Sang Penawar penyakit, sembuhkanlah sakitku
Ya Ilahi, aku sungguh bermohon kepada-Mu
Obatilah hatiku dari penyakit yang telah menutupinya
sungguh, para tabib telah kebingungan dengan penyakitku Wahai Sang Pengobat
hamba, anugerahilah aku kedekatan
tak mungkin aku kecewa saat aku mengharap Engkau
hentikanlah ketergelinciranku dan berdermalah kepadaku dengan kedekatan
sungguh penyakitku akan sembuh dengan kedekatan dari-Mu
160 Tanwir al-Qulub

betapa rusak malam saat aku bermaksiat kepada-Mu


ia telah berlalu menyisakan dosa untukku
Apalah muslihatku, aku sungguh telah bermaksiat kepada-Mu karena bodoh
bagaimana aku tidak malu, padahal Engkau sungguh senantiasa mengawasi
Allah mewahyukan kepada Nabi Dawud, “Wahai Dawud, rintih sedih dan
sesal para pendosa lebih Aku sukai daripada jeritan para “abid (ahli ibadah).”

Allah Ta'ala berfirman di dalam salah satu kitab-Nya, “Demi kemuliaan dan
keagungan-Ku, tidaklah seorang hamba menangis karena takut kepada-Ku melainkan
akan Kugantikan tangisannya dengan tawa di dalam cahaya kudus-Ku. Katakanlah
kepada orang-orang yang menangis karena takut kepada-Ku, 'Bergembiralah kalian.
Sebab kalian adalah orang pertama yang didatangi saat rahmat-Ku turun. Katakanlah
kepada hamba-hamba-Ku yang berbuat dosa agar mereka duduk bersama orang-
orang yang menangis karena takut kepada-Ku, semoga Aku melimpahi mereka
dengan rahmat-Ku saat Aku merahmati orang-orang yang menangis karena takut
kepada-Ku.'”

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih disukai Allah daripada dua
tetesan, yakni tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang
mengalir di jalan Allah.” (HR. At-Tirmidzi dan adh-Dhiya”)

Wahai orang yang menyedihkan, sekaranglah waktunya bagimu untuk melepaskan


diri dari hawa nafsumu? Sekaranglah saatnya engkau kembai ke pintu Tuhanmu?
Apakah engkau telah melupakan Dia Yang telah memberimu anugerah? Apakah
engkau melupakan Dia Yang telah menciptakan dan menyempurnakan pencitaanmu?
Apakah engkau meJupakan Dia Yang telah membuat banyak hati menaruh iba
kepadamu dan dengan rezeki-Nya memberimu makan? Apakah engkau melupakan
Pia Yang telah mengilhamkan Islam kepadamu dan memberimu pe(unjuk? Apakah
engkau melupakan Dia Yang dengan anugerah-Nya telah mendekatkanmu?
Sehingga engkau menerima semua itu dengan kelalaian dan memperturutkan
syahwat, segera melakukan kesalahan dan dosa? Engkau merusak janjinya,
membangkang dari perintah-Nya, terus-menerus melakukan dosa, memperturutkan
hawa nafsu dan melawan Dia Yang Mahagagah? Kalau pun engkau masih terhalang
dan jauh dari Tuhanmu, bila engkau segera kembali kepada-Nya, Dia akan
161 Tanwir al-Qulub

menerimamu dan ridha kepada-Mu. Apabila engkau senantiasa berbakti kepada-Nya,


Dia akan mendekat kepadamu.

Ibrahim ibn Adham berkata, “Hati orang mukmin bersih laksana kaca, dan dia akan
melihat setiap hal yang ditimpakan setan kepadanya. Lalu jika dia melakukan satu
perbuatan dosa, di hatinya itu akan muncul titik noda hitam. Apabila dia bertobat, titik
noda itu akan lenyap. Apabila dia kembali melakukan maksiat dan tidak bertobat, noda
hitam itu akan bertambah dan bertambah hingga menghitamkannya. Bila hati telah
menghitam, sedikit sekali kemungkinan mendapat manfaat nasihat. Bahkan hati itu
akan membuta, tidak bisa memahami kebenaran dan agama, akan menganggap
remeh masalah akhirat dan mengagungkan masalah dunia. Sehingga saat urusan
akhirat mengetuk telinganya, ia hanya akan mampir di telinganya, tidak sampai
berbekas di hati dan tidak pula menggerakkannya untuk segera bertobat.”

Allah Ta'ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan
penolongmu kaum yang dimurkai Allah, sesungguhnya mereka telah putus asa
terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam
kubur berputus asa.”

Apabila tubuh sakit, makanan tidak akan memberinya manfaat. Apabila hati sudah
tenggelam dalam cinta dunia, nasihat tidak akan memberinya manfaat.

Apabila hati keras, nasehat tidak akan memberinya manfaat seperti bumi bila asin,
hujan tidak akan memberinya manfaat

Dari sini bisa diketahui bahwa istighfar tidak akan bermanfaat bagi hati yang lalai, mati
dan menghitam karena banyaknya dosa dan lalai bertobat. Kalaupun dia beristighfar
sepanjang hari sepenuh malam, bila hatinya seperti itu, sungguh istighfarnya tidak
akan berbekas. Bahkan mungkin malah menjadi sebab siksa dan kesengsaraan.

Karena itu Rabi'ah al-Adawiyyah berkata, “Istighfar kita membutuhkan istighfar.”

Ciri tobat yang diterima tampak pada delapan perkara:


162 Tanwir al-Qulub

1. Setelah tobat si pelaku akan khawatir dalam perkara lisannya. Maka dia pun
menjaga lisannya agar tidak sampai berbohong, menggunjing dan bicara berlebihan.
Lalu dia menyibukkan lisannya dengan zikir dan membaca Al-Quran.

2. Dia akan mengkhawatirkan perkara perutnya. Maka dia menjaganya dengan tidak
akan memasukan makanan selain yang halal, walaupun hanya sedikit.

3. Dia akan mengkhawatirkan perkara matanya. Maka dia pun menjaganya agar tidak
sampai melihat hal-hal yang haram, atau memandang dunia dengan penuh hasrat.
Dia hanya akan melihat dunia untuk mengambil pelajaran.

4. Dia akan mengkhawatirkan perkara tangannya. Maka dia pun tidak


mengulurkannya untuk hal-hal haram. Dia hanya akan mengulurkan tangannya dalam
ketaatan.

5. Dia akan mengkhawatirkan perkara kakinya. Maka dia tidak menggunakannya


untuk berjalan dalam kemaksiatan. Dia hanya akan menggunakan kedua kakinya
untuk melangkah di dalam ketaatan kepada Allah Ta'ala.

6. Dia akan mengkhawatirkan perkara hatinya. Maka dia pun segera


mengosongkannya dari permusuhan, kebencian dan kedengkian terhadap orang lain.
Lalu dia mengisinya dengan nasehat dan rasa kasih terhadap sesama muslim.

7. Dia akan mengkhawatirkan perkara telinganya. Maka dia pun menggunakannya


hanya untuk mendengar yang hak.

8. Dia akan mengkhawatirkan perkara ketaatannya. Lalu dia menjadikan ketaatannya


itu murni karena Allah Ta'ala, menjauhi riya dan kemunafikan.

Dalam satu riwayat diceritakan bahwa dahulu ada seorang pemuda Bani Israil yang
taat beribadah kepada Allah selama dua puluh tahun. Kemudian dua puluh tahun
berikutnya dia bermaksiat. Saat memandang dirinya di cermin, dia melihat jenggotnya
mulai memutih, dan itu membuatnya gelisah. Dia berkata, “Wahai Tuhanku, aku taat
kepadaMu selama dua puluh tahun, lalu aku membangkang kepada-Mu selama dua
163 Tanwir al-Qulub

puluh tahun pula. Jika aku bertobat, akankah Engkau menerima tobatku?” Tiba-tiba
dia mendengar suara tanpa rupa, “Dulu engkau mencintai-Ku, maka Aku pun
mencintaimu, lalu kau meninggalkan Aku, maka Aku pun meninggalkanmu. Ketika
engkau berpaling dariKu, Aku tidak mempedulikanmu. Namun jika engkau kembali
kepadaKu, Aku akan kembali menerimamu.”

Salah seorang ulama berkata, “Apabila seorang pemuda menangis karena dosa-
dosanya, mengakui keburukan dirinya di hadapan Tuhan Sang Kekasih, lalu berkata,
“Ya Tuhanku, aku telah melakukan kesalahan, maka Allah akan berfirman, "Aku telah
menutupinya.' Bila pemuda itu berkata, “Ya Tuhanku, aku sungguh menyesal,” maka
Allah berfirman, Aku Tahu.' Dan bila pemuda itu berkata, “Ya Tuhanku, aku kembali
kepada-Mu,' maka Allah berfirman, “Aku terima.”

Di dalam atsar disebutkan bahwa Allah Ta'ala befirman, “Wahai hamba-Ku, jika
engkau bertobat kemudian engkau mengulangi dosa lagi, maka janganlah engkau
malu kembali kepada-Ku untuk yang ke. dua kalinya. Lalu jika engkau langgar pula
tobat yang kedua, mak, jangan sampai rasa malu menghalangimu untuk datang
kepada-ku kali yang ketiga. Dan apabila engkau melanggar yang ketiga, maka kem.
balilah kepada-Ku untuk yang keempat kalinya. Sungguh, Aku Maha Pemurah, tidak
bakhil, Aku Mahasantun, tidak ceroboh. Akulah Yang menutupi aib para pelaku
maksiat dan menerima tobat orang-orang yang bertobat kepada-Ku. Akulah Yang
mengampuni hamba yang ber. salah. Dan Aku pula Yang Mahakasih terhadap hamba
yang bersedih, yang menyesali dosa-dosanya. Akulah Yang paling penyayang dari
se. mua yang penyayang. Siapakah yang datang ke pintu-Ku lalu ia Aku tolak?!
Siapakah yang memelas kepada-Ku lalu Kuusir dia! Siapakah yang bertobat kapada-
Ku dan tidak Aku terima tobatnya?! Siapakah yang datang meminta kepada-Ku tanpa
Aku kasih dia!? Siapakah yang memohon ampun kapada-Ku dari dosa-dosanya lalu
tidak Aku ampuni dia! Akulah Sang Pengampun dosa. Akulah Sang penutup aib.
Akulah Sang Penghilang derita. Akulah Yang mengasihi orang-orang yang menangis
dan menjerit. Aku Maha Mengetahui semua yang gaib. Wahai hamba-Ku, berdirilah di
pintu-Ku, engkau akan Aku catat sebagai kekasih-Ku. Bersenang-senanglah dengan
munajat kepada-Ku di waktu sahur, akan Kujadikan engkau sebagai pencari-Ku.
Nikmatilah kehadiran di sisi-Ku, akan Kuberi engkau minum dari kelezatan
164 Tanwir al-Qulub

minumanKu. Tinggalkanlah yang selain Aku. Tetapilah iftigar dan serulah Aku dengan
lisan adz-dzillah wa al-inkisar.”

Anas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah Taala berfirman,
“Wahai anak Adam, selama engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, Aku
akan mengampuni semua dosamu, Aku tidak perduli. Wahai anak Adam, kalaupun
dosamu sepenuh langit, bila engkau memohon ampun kepada-Ku, Aku akan
memberikan ampunan kepadamu. Wahai anak Adam, kalaupun engkau datang
kepadaKu membawa kesalahan sepenuh bumi, asal engkau menemui-Ku tanpa
menyekutukan Aku dengan sesuatu, maka Aku akan datang kepadamu dengan
ampunan.” Hadis ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan dia menyatakan hadis ini
berkualitas hasan. Hadis ini menunjukkan luasnya kemurahan dan rahmat Allah
Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman, “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas


terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Allah Ta'ala juga berfirman, “Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain
daripada Allah?”

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Ashbahani dengan sanad dari Ibnu
“Abbas r.a. disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang menyesali
dosa-dosanya berarti sedang menanti rahmat dari Allah, sedangkan orang yang
merasa bangga dengan amalnya berarti sedang menunggu murka dari Allah. Wahai
hamba-hamba Allah, ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap pelaku suatu amal akan
dibawa kepada amalnya, dan dia tidak akan keluar dari dunia ini sebelum melihat baik
buruknya amal yang telah dia lakukan. Baik buruknya amal ditentukan pada
penutupnya (saat menjelang kematian). Malam dan siang adalah kendaraan. Maka
perhatikan perjalananmu mengarungi akhirat, jangan menunda-nunda kebaikan.
Sebab kematian itu datang secara tiba-tiba. Jangan sampai engkau terperdaya
dengan angananmu akan kemurahan Allah “Azza wa Jalla. Sungguh, surga dan
neraka ir, lebih dekat daripada tali sandalmu.” Kemudian Rasulullah saw. mem.
165 Tanwir al-Qulub

bacakan ayat, “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya
dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan
seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan )-nya pula.”

Ibnu “Abbas r.a. mengatakan bahwa “Ada seorang lelaki dari Banj Israil yang tidak
menjaga diri dari perbuatan dosa. Suatu saat dia dida. tangi oleh seorang perempuan.
Dia memberi uang sebesar 60 dinar kepada perempuan itu untuk menggaulinya.
Ketika lelaki itu hampir melakukan niatnya, tiba-tiba badan perempuan itu bergetar
hebat lalu menangis. Laki-laki itu bertanya keheranan, “Apa yang membuatmu
menangis, apakah aku telah memaksamu?' Perempuan itu menjawab, “Tidak, tetapi
perbuatan ini belum pernah aku lakukan sama sekali. Aku terdorong melakukan hal
ini karena terdesak kebutuhan hidup. Lalu lelaki itu berkata, “Engkau bersedia
melakukannya (karena terdesak kebutuhan) padahal engkau belum pernah
melakukannya sama sekali! Pulanglah dan ambillah uang itu. Demi Allah, mulai saat
ini dan selamanya aku tidak akan melakukan dosa lagi.' Kemudian pada malam
harinya laki-laki itu meninggal dunia. Keesokan paginya di pintu rumah si lelaki tertulis:
Sesungguhnya Allah telah mengampuni laki-laki pendosa ini.”

“Ugbah ibn “Amir r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang yang
melakukan dosa kemudian dia melakukan kebaikan ibarat seorang lelaki yang
terbelenggu baju besi yang sangat sempit yang kemudian sedikit demi sedikit
bertambah longgar setiap kali dia melakukan amal baik. Kemudian jika dia terus
melakukan berbagai kebaikan, baju besi yang membelenggunya itu akan pecah
hingga dia bisa melepaskannya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani
dengan sanad masing-masing, salah satunya berderajat shahih.

Abu Hurairah r.a. berkata, “Ada seorang laki-laki mengecup seorang perempuan”
dalam riwayat lain disebutkan, “Seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw. dan
berkata, Ya Rasulullah, aku telah memeluk seorang perempuan dan mengecupnya,
tetapi tidak sampai melakukan zina. Aku melakukannya di pinggir kota Madinah. Maka
hukumlah aku menurut hukummu.' Lalu “Umar berkata kepadanya, 'Aljah menutupi
aibmu jika engkau sendiri menutupinya.” Abu Hurairah berkata, “Nabi sendiri tidak
menjawabnya. Namun ketika laki-laki itu berdiri dan pergi berlalu, Rasulullah saw.
mengikutinya dan berdoa untuknya. Lalu beliau membaca ayat, “Dan dirikanlah shalat
166 Tanwir al-Qulub

itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada
malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." Lalu
ada seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah ayat ini khusus bagi dia saja?”
dan Rasulullah saw. menjawab, “Tidak. Ini berlaku untuk semua manusia.” (HR.
Muslim)

Al-Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Sa'id r.a. bahwa Rasulullah
saw. bersabda, “Pada zaman dahulu ada seorang lakilaki yang telah membunuh
sembilan puluh sembilan orang. Lalu dia mencari-cari orang yang paling pintar di
negeri itu. Dia ditunjukkan kepada seorang pendeta. Maka si lelaki itu pun segera
mendatanginya. Setelah sampai di hadapan sang pendeta, lelaki itu mengatakan
bahwa dirinya telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, lalu bertanya apakah
pintu tobat masih terbuka untuknya. Pendeta itu menjawab, "Tidak. Maka dibunuhlah
pendeta itu dan genaplah menjadi seratus orang yang telah dia bunuh. Kemudian dia
mencari lagi orang yang paling alim di zaman itu. Dia ditunjukkan kepada seorang alim
yang lain, dan dia pun segera mendatanginya. Sampai di hadapannya dia
mengatakan bahwa dia telah membunuh seratus orang, apakah pintu tobat masih
terbuka untuknya. Orang alim itu menjawab, “Masih. Tidak ada yang dapat
menghalangimu untuk bertobat. Pergilah ke negeri anu, di sana penduduknya adalah
penyembah Allah. Beribadahlah bersama mereka dan janganlah engkau kembali lagi
ke negerimu. Sungguh, negerimu adalah negeri yang buruk.' Pemuda itu menuju
negeri yang ditunjukkan sang alim. Di tengah perjalanan, malaikat maut datang dan
mencabut nyawanya. Dia pun mati. Berselisihlah antara malaikat rahmat dan malaikat
siksa. Malaikat rahmat berkata, “Dia datang dengan bertobat, hatinya menuju Allah.'
Malaikat siksa berkata, “Dia belum beramal kebaikan secuil pun.” Kemudian datanglah
malaikat lain dalam rupa manusia, menengahi malaikat rahmat dan malaikat siksa.
Malaikat itu berkata, “Mari kita ukur jarak antara posisi saat dia mati dengan kedua
negeri. Negeri yang terdekat itulah nasibnya." Mereka mengukur jarak antara
keduanya. Dan ternyata lebih dekat ke negeri yang baik yang sedang dia tuju, dengan
perbedaan jarak hanya sejengkal. Maka diputuskanlah malaikat rahmat yang
menang.”
167 Tanwir al-Qulub

Di dalam riwayat lain ada tambahan, “Ketika sampai di pertengahan jalan, lelaki itu
mengalami sekarat, tetapi dia terus bergerak dengan susah payah dengan dadanya
menuju negeri yang dituju. Sehingga dia diputuskan sebagai ahli penduduk negeri itu.”

Di dalam riwayat lain disebutkan, “Maka Allah Ta'ala mewahyukan kepada negeri yang
buruk, “Menjauhlah kamu darinya! dan kepada negeri yang baik, “"Mendekatlah kamu
kepadanya! Lalu malaikat yang tampak dalam rupa manusia berkata, "Ukurlah jarak
antara keduanya!”

Sudah sepatutnya orang yang berakal mengambil pelajaran dari kisah itu dan
mengetahui bahwa rahmat Allah sungguh luas, tidak menjadi sempit oleh dosa, meski
dosa itu bergunung-gunung. Sudah selayaknya pula orang berakal segera bertobat
dengan sungguh-sungguh. Sebab bila Allah Ta'ala mengetahui sang hamba yang
bertobat dengan sungguh-sungguh, niscaya Allah akan mengampuninya. Sudah
sepatutnya pula hamba bertobat sesuai kadar dosanya.

Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa suatu ketika “Umar ibn alKhaththab berjalan-
jalan di sebuah jalan kecil di kota Madinah. Di tengah perjalanan dia bertemu dengan
seorang lelaki yang menyembunyikan sesuatu di dalam bajunya. “Umar bertanya
kepada lelaki itu, “Wahai pemuda, apa yang engkau bawa di dalam bajumu?” Yang
dibawa lelaki itu adalah khamr. Merasa malu karena yang dibawanya itu khamr,
pemuda itu berdoa dalam hati, “Ya Allah, jika Engkau tidak membuatku malu di
hadapan “Umar dan Engkau menutupi aibku, aku sungguh tidak akan pernah lagi
minum khamr, selamanya.' Lalu dia berkata kepada “Umar, “Wahai Amirul-Mu'minin,
yang aku bawa ini adalah cuka.' “Umar berkata, “Coba perlihatkan kepadaku! Ketika
pemuda itu memperlihatkannya, ternyata minuman yang tadinya berupa khamr itu
telah berubah menjadi cuka.”

Maka, wahai saudaraku, ambillah pelajaran dari berbagai peristiwa. Jika orang yang
bertobat karena malu kepada "Umar, Allah Ta'ala berkenaan khamr-nya menjadi cuka.
Apalagi bagi hamba yang bertobat dari dosa karena takut kepada Allah, niscaya Allah
akan mengubah khamr keburukannya menjadi cuka ketaatan. Hal ini sungguh bukan
sesuatu yang sulit bagi Allah, sebab Allah Ta'ala telah berfirman, “...kecuali
orangorang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal salih: maka kejahatan
168 Tanwir al-Qulub

mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
169 Tanwir al-Qulub

Bab VIII : TAKHLIYAH DAN TAHLIYAH

Takhliyah adalah mengosongkan diri dari akhlak dan sifat-sifat yang buruk.
Sedangkan tahliyah adalah menghiasi diri dengan perilaku yang terpuji.

Wahai para murid, setelah engkau bertobat engkau harus mengosongkan diri dari
sifat-sifat yang tercela. Sebab, sifat tercela adalah najis maknawi. Seorang hamba
tidak akan bisa mendekat ke hadirat Allah Yang Mahasuci dengan jiwa yang masih
dilekati sifat-sifat tercela, sebagaimana dia tidak akan bisa mendekati (melaksanakan)
ritual ibadah kepada Allah dengan badan yang bernajis. Oleh karena itu, seorang
penempuh jalan spiritual harus membersihkan dirinya secara total dari sifat-sifat
tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji.

Sifat-sifat tercela itu di antaranya adalah dengki, dendam, sombong, bangga diri,
bakhil, riya, cinta pangkat dan jabatan, bermegah-megahan, marah, menggunjing,
mengadu domba, dusta, banyak bicara dan lainlain.

1. Dengki (al-hasad) Hasad atau dengki adalah perasaan tidak senang terhadap
nikmat Allah Ta'ala yang didapat orang lain dan merasa senang jika nikmat ity lenyap
darinya. Dengki merupakan salah satu sifat tercela yang paling buruk. Sifat ini hanya
bisa diputus dari batin secara total dengan me. nempuh jalan tasawuf. Rasulullah saw.
bersabda, “Hasad akan melalap kebaikan laksana api membakar kayu bakar.” (HR.
Ibnu Majah)

Tidak ada kejahatan yang lebih berbahaya daripada dengki. Sebah kedengkian akan
menjerumuskan pelakunya ke dalam lima siksaan se. belum kesengsaraan menimpa
orang yang didengkinya. Pertama, dia akan mengalami kegelisahan yang tidak
berkesudahan. Kedua, mengalami musibah (kesengsaraan) yang tidak berpahala.
Ketiga, tercela karena dengki sama sekali tidak terpuji. Keempat, dibenci Allah.
Kelima, pintu hidayah tertutup untuknya.

Al-Hasan al-Bashri r.a. berkata, “Wahai anak Adam, mengapa engkau mendengki
saudaramu. Jika yang diberikan Allah Ta'ala kepadanya itu merupakan pemuliaan
170 Tanwir al-Qulub

dari-Nya, mengapa engkau mendengki orang yang telah dimuliakan Allah Ta'ala. Dan
kalaupun yang diberikankan Allah kepadanya itu bukan merupakan pemuliaan dari-
Nya, mengapa pula engkau mesti mendengki orang yang natinya akan kembali ke
neraka.”

Salah seorang 'arif berkata, “Ada tiga orang yang doanya tidak akan dikabulkan, yakni
orang yang makan makanan haram, orang yang banyak menggunjing dan orang yang
di dalam hatinya penuh dengan kedengkian terhadap saudaranya sesama muslim.”

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wahai
anakku, jika engkau mampu menjalani pagi dan sore hari tanpa sedikit pun ghisysy di
dalam hatimu terhadap seorang pun, maka lakukan .”

Hadis serupa diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang shahih, juga oleh al-
Baihagi dan perawi lainnya.

Abdullah ibn “Umar berkata, “Rasulullah saw. ditanya, “Ya Rasulullah, siapa manusia
yang paling utama?” Rasulullah saw. menjawab, “Setiap orang yang hatinya
makhmum dan lisannya jujur.” Para sahabat bertanya, “Kalau lisan yang jujur kami
paham. Tetapi apa yang dimaksud makhmum al-qalb, ya Rasulullah?” Rasulullah saw.
menjawab, “Dia yang bertakwa dan bersih, tidak jahat, tidak zalim dan tidak dengki.”

Ketahuilah bahwa hasad yang tercela menurut syara adalah berharap lenyapnya
nikmat Allah Ta'ala dari orang lain. Selaras dengan firman Allah Ta'ala, “Ataukah
mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah
berikan kepadanya?”

Adapun hasad yang hanya berupa keinginan untuk mendapatkan nikmat yang serupa
didapat orang lain tanpa dibarengi dengan keinginan agar nikmat tersebut lenyap dari
orang lain, itu tentu baik bila nikmat tersebut merupakan kebaikan ukhrawi. Allah
Ta'ala berfirman, “...dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.”

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh hasad selain dalam dua hal. Iri terhadap lelaki
yang telah dikaruniai Al-Quran oleh Allah lalu dia membacanya siang dan malam, dan
171 Tanwir al-Qulub

iri terhadap lelaki yang dikaruniai harta yang banyak oleh Allah Ta'ala lalu dia
menafkahkannya di dalam kebaikan sepanjang siang dan malam.” (HR. al-Bukhari
dan Muslim)

Ketahuilah bahwa mengosongkan diri dari sifat-sifat tercela ini membutuhkan


bimbingan seorang guru yang sempurna. Tanpa guru yang sempurna, seseorang
tidak akan bisa mengosongkan diri dari sifat-sifat tersebut, meskipun telah demikian
maksimal dalam beribadah. Kecuali bila Allah Ta'ala membimbingnya langsung
dengan hembusan rahmat dari-Nya.

2. Dendam (al-hiqd)

Al-higd atau dendam adalah menyimpan rasa permusuhan, kebencian, atau


memutuskan hubungan persaudaraan. Ini sungguh mery, pakan sifat buruk yang
tercela. Karena dendam akan memunculkan kedengkian, sikap menjauhi dan
memusuhi serta mencari-cari aib orang lain.

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim men, jauhi saudaranya
lebih dari tiga hari. Barang siapa menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari, dia akan
mati lalu masuk neraka.” Tentu selama orang yang dijauhinya itu bukan orang yang
berbuat maksiat secara terang-terangan dan tidak mau berhenti setelah
mencegahnya.

Ibnu “Umar r.a. berkata, “Rasulullah naik mimbar, lalu berucap dengan suara yang
keras, “Wahai orang-orang yang berislam hanya de. ngan lisannya tanpa iman
menancap di hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslim, jangan mengganggu
mereka, jangan mematamatai aurat mereka. Sesungguhnya orang yang memata-
matai aurat saudaranya yang muslim, Allah akan memata-matai auratnya. Kalau Allah
memata-matai auratnya, maka orang yang auratnya dimata-matai Allah, tentu Allah
akan mencemarkannya, meski dia berada di dalam rumahnya sendiri” (HR. at-
Tirmidzi)

3. Sombong (al-kibr)
172 Tanwir al-Qulub

Al-kibr atau sombong adalan rasa diri agung yang muncul karena memandang diri
berada di atas orang lain. Allah Ta'ala berfirman, “Aku akan memalingkan orang-orang
yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-
tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-(Ku), mereka tidak beriman
kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka
tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus
menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat
Kami dan mereka selalu lalai daripadanya.” Yakni, Allah akan mencegah mereka dari
kesanggupan untuk merenungi penciptaan langit dan bumi serta tanda-tanda dan
pelajaran yang ada padanya.

Allah Ta'ala berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah


tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di
sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati
orang yang sombong dan sewenang-wenang.”

Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan tidak
akan masuk surga, meski kesombongannya itu hanya sebesar atom.” (HR. Muslim)

Di dalam satu ungkapan disebutkan, “Tidak akan sombong selain orang yang hina.
Dan tidak ada yang tawadhu' selain orang yang mulia.” Sungguh, sombong
merupakan maksiat pertama yang dengannya Allah dimaksiati. Allah Ta'ala berfirman,
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada
Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis: ia enggan dan takabur dan adalah ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir”"

Barang siapa bersikap sombong, hampir bisa dipastikan dia akan bersama-sama Iblis
dalam menerima hukuman pengusiran dari rahmat Allah dan mengalami siksa yang
tidak berkesudahan. Orang yang sombong juga terancam mengalami akhir yang
buruk dan mati mengenaskan (sii al-khatimah).

4. Bangga diri (al-ujb)


173 Tanwir al-Qulub

Al-ujb atau bangga diri adalah merasa diri agung yang muncul di dalam batin karena
menghayal tentang kesempurnaan ilmu atau ama| dirinya. Alujb juga ditafsir dengan
makna pengagungan nikmat dan me. rasa nyaman dengannya sambil melupakan
penyandaran nikmat itu ke. pada Allah Ta'ala.

Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga hal yang amat merusak: kikir yang dipelihara,
hawa nafsu yang diikuti dan bangga diri.” (HR. ath. Thabrani, al-Bazzar dan al-
Baihagi)

5. Bakhil (al-bukhl)

Al-bukhl atau bakhil adalah enggan memberi kepada yang lain karena takut hartanya
berkurang. Allah Ta'ala berfirman, “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil
dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa
kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi
mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di Hari
Kiamat. Dan kepunyaan Allahlah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Rasulullah saw. bersabda, “Berhati-hatilah kalian agar jangan sampai bakhil.


Sungguh, kebakhilan telah membinasakan orang-orang sebelum kalian, telah
menyebabkan mereka mengalirkan darah (berperang/ membunuh) dan menghalalkan
hal-hal yang haram.” (HR. Muslim)

Rasulullah saw. juga bersabda, “Orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat
dengan surga, dekat dengan manusia dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang
bakhil jauh dari surga, jauh dari manusia, dekat dengan neraka. Orang bodoh yang
dermawan lebih dicintai Allah daripada tukang ibadah yang bakhil.” (HR. Al-Baihagi,
ath-Thabrani dan yang lainnya)

Al-Ashfahani meriwayatkan hadis marfu', “Ingatlah, sesungguhnya semua orang yang


dermawan pasti masuk surga, kepastian dari Allah, aku jamin. Dan ingatlah,
sesungguhnya setiap orang yang bakhil akan masuk neraka, kepastian dari Allah, aku
jamin.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapa orang yang dermawan dan siapa
174 Tanwir al-Qulub

orang yang bakhil?” Beliau menjawab, “Orang yang dermawan adalah orang yang
dengan senang hati memenuhi hak-hak Allah di dalam harta bendanya. Orang yang
bakhil adalah orang yang menahan hak-hak Allah dan bersikap kikir terhadap Allah.
Orang yang dermawan itu bukan orang yang mengambil melalui cara yang haram dan
menafkahkan harta secara berlebihan.”

Ath-Thabrani meriwayatkan sebuah hadis marfu', “Sesungguhnya Allah telah


memurnikan agama ini untuk diri-Nya, dan tidak ada yang cocok bagi agama kalian
ini selain kedermawanan dan kebaikan budi pekerti. Ingatlah, hiasilah agamamu
dengan kedermawanan dan kebaikan budi pekerti.”

Ath-Thabrani juga meriwayatkan hadis marfu', “Sesungguhnya Allah Tabaraka wa


Ta'ala mengutus Jibril kepada Ibrahim a.s., “Wahai Ibrahim, sesungguhnya aku
mengangkatmu sebagai khalil (kekasih) bukan karena engkau adalah hamba-Ku yang
paling banyak beribadah. Tetapi Aku sudah meneliti hati orang-orang yang beriman,
dan Aku tidak mendapati hati yang lebih dermawan dari hatimu.”

Asy-Syaikh Muhyiddin ibn al-'Arabi ditanya tentang hakikat israf (berlebihan/boros),


dia menjawab, “Israf adalah kemurahan yang luas melebihi batas dan ukuran. Namun
karena biasanya pelaku israf ini tidak bisa konsisten dalam kemurahannya, bahkan
dia sering menyesal atas harta yang telah dikeluarkannya ketika dia mengalami
kondisi sulit, maka Allah Ta'ala menetapkan bahwa sikap 'israf merupakan perbuatan
yang tercela. Sikap yang terpuji adalah sikap pertengahan, tidak pelit dan tidak boros.
Barang siapa ingin berakhlak dengan akhlak ini, hendaklah dia menempuh suluk
dengan sungguh-sungguh dan ikhlas dalam bimbingan seorang guru yang benar dan
sempurna. Sang gury akan mendekatkannya ke hadirat Allah “Azza wa Jalla. Dengan
demikian keyakinannya kepada Allah akan bertambah kuat, dan dia akan
menafkahkan setiap harta yang didapatnya. Berbeda halnya dengan orang yang jauh
dari hadirat Allah. Karena lemahnya keyakinan kepada Aj. lah, dia akan sanga sulit
memberi sesuatu kepada orang lain. Allah Ta'ala memberikan petunjuk pada hamba
yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.

6. Pamer (ar-riya”)
175 Tanwir al-Qulub

Ar-riya' atau pamer adalah usaha meraih tempat di hati manusia dengan
menampakkan perilaku yang baik. Allah Ta'ala berfirman, “Barang siapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”8
Maksudnya, jangan ingin dilihat orang dengan amalnya.

Rasulullah Muhamad saw. bersabda, “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan
akan menimpa diri kalian adalah syirik kecil, yakni riya. Di hari kiamat Allah berfirman
kepada orang yang riya ketika Allah membalas amal manusia, “Pergilah kalian kepada
orang-orang yang untuk mereka kalian pamerkan amal kalian ketika di dunia. Lihatlah,
apakah kalian akan mendapati balasan kebaikan dari mereka.” Hadis ini diriwayatkan
oleh Ahmad dengan isnad yang jayyid.

Orang yang ingin mengosongkan diri dari sifat riya yang amat tercela ini membutuhkan
guru yang sempurna, untuk menuntunnya berjalan dijalan gaib lalu mengantarkannya
ke hadirat Allah Azza wa Jalla. Sebab, orang yang tidak menempuh jalan Thariqah
biasanya tidak akan bisa memasuki hadirat al-ihsan, yaitu beribadah kepada Allah
seolaholah melihat-Nya. Dia akan senantiasa bersama dirinya sendiri dan orang lain
di dalam amal-amal ibadahnya.

Kalau saja seseorang telah memasuki hadirat al-ihsan, tentu dia akan menyaksikan
bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala, Dialah Sang Pelaku bagi semua amalnya. Dialah
yang menciptakan dan mewujudkan amalamal itu. Dengan demikian si hamba akan
melihat bahwa dirinya hanyalah sekadar tempat sandaran amal-amal itu, dan dia
diberi balasan karena mematuhi hukum dan kewajiban, bukan karena yang lain.
Barang siapa telah menyadari hal ini, dia tidak akan mendapati amal sebagai miliknya,
dan dia akan terbebas dari riya dan bangga diri, bahkan tidak akan meminta pahala
dari Allah Ta'ala untuk amalnya. Karena, dia menyaksikan ternyata anggota tubuhnya
sekadar alat yang digerakkan, dan dia mendapati bahwa yang menggerakkannya itu
adalah Allah Ta'ala, dengan memberinya potensi dan kekuatan. Bukan dirinya sendiri
yang berbuat dan beramal. Oleh karena itu, jangan sampai engkau berbuat riya.
Sebab riya akan merusak amal, membatalkan pahala, menghadirkan murka dan
siksa.
176 Tanwir al-Qulub

Al-Imam Ahmad dan yang lainnya meriwayatkan sebuah hadis marfa', “Sungguh,
barang siapa dari umat ini (umat Muhamad) yang beramal untuk kepentingan dunia,
maka tidak ada baginya bagian di akhirat.”

Ath-Thabrani dan lainya juga meriwayatkan sebuah hadis marfu', “Barang siapa
berhias dengan amal akhirat padahal dia tidak menghendaki akhirat dan tidak pula
mengusahakan akhirat, maka dia akan dilaknat di langit dan di bumi.”

Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan hadis mursal, “Allah tidak akan menerima amal
yang di dalamnya terdapat riya, walau hanya sebutir atom.”

Riya ada dua macam. Pertama, riya murni, yaitu beramal dengan amal akhirat hanya
untuk mendapat manfaat duniawi. Kedua, riya cam. puran, yaitu beramal untuk
mendapatkan manfaat dunia dan manfaat akhirat. Kedua-duanya merupakan riya dan
dapat melebur pahala, na adzu billahi min dzilik.

7. Cinta Pangkat dan Jabatan


Yang dimaksud cinta pangkat dan jabatan adalah bernafsu untuk menjadi populer
dengan reputasi baik. Sifat ini sungguh tercela dan memutuskan jalan kebenaran. Lain
halnya dengan orang yang dipopulerkan oleh Allah Ta'ala untuk menyebarkan agama-
Nya. Tidak ada orang yang selamat dari cinta pangkat dan jabatan selain orang-orang
yang benar imannya (ash-Shiddiqun).

Rasulullah saw. bersabda, “Cukuplah keburukan bagi anak Adam bila sampai dia
dituding dengan jari dalam agama dan dunianya, kecuali orang yang dijaga dari dosa
oleh Allah Ta'ala.” (HR. Ath-Thabrani)

Abi Yazid al-Busthami berkata, “Aku telah menanggung beban beribadah selama tiga
puluh tahun. Lalu aku melihat seseorang berkata kepadaku, Wahai Abi Yazid,
sungguh lemari Allah telah penuh dengan ibadah. Jika engkau ingin sampai kepada-
Nya, engkau mesti menempuh adz-dzillah wa al-iftiqar.”

Al-Mutawalli r.a. berkata, “Kondisi si faqir di dunia ini laksana orang yang duduk di
kamar kecil (wc). Jika pintunya ditutup, dia menunaikan hajatnya dan keluar dalam
177 Tanwir al-Qulub

keadaan tertutup sehingga, tidak ada yang melihat auratnya. Apabila pintunya dibuka,
tersebarlah auratnya dan rusaklah rahasianya, dan orang-orang yang melihatnya pun
akan mengutukinya.”

Dalam kondisi bagaimanapun, apabila hati si salik condong pada cinta pangkat dan
jabatan, maka dia akan terputus dari jalan menuju Allah Ta'ala.

8. Tafakhur
Tafakhur adalah berbangga diri dengan berbagai kemuliaan, entah kedudukan,
nasab, ataupun yang lainnya. Ini adalah sifat tercela dan terlarang. Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian semua
berendah diri, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan diri di atas orang
lain dan tidak seorang pun berbuat zalim terhadap siapa pun.” (HR. Muslim)

Berbangga diri ini bisa dengan banyaknya harta benda, atau dengan kehormatan
orang tua, atau dengan amal ibadah.

9. Marah (al-ghadhab)
Marah adalah didih darah hati untuk menuntut pelampiasan (pembalasan). Rasulullah
saw. bersabda, “Marah berasal dari setan. Setan diciptakan dari api. Api dipadamkan
dengan air. Maka apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah dia mandi.”
(HR. Ibnu 'Asakir)

Di dalam satu khabar disebutkan bahwa Allah Ta'ala berfirman, “Wahai anak Adam,
ingatlah Aku jika engkau marah, maka aku akan mengingatmu saat Aku marah,
sehingga Aku tidak akan membinasakanmu bersama orang-orang yang binasa.”

Amal yang paling utama adalah bermurah hati saat marah dan bersabar ketika sangat
menginginkan sesuatu. Bermurah hati sejatinya bukan saat ridha tetapi murah hati itu
saat marah Rasa takut kepada Allah Ta'ala bisa meredakan marah. Perhatikanlah
orang-orang! Mereka marah hanya karena mereka terhijab dan tidak menyaksikan
Allah Ta'ala sebagai pelaku bagi semua yang muncul dj alam wujud. Karena
keterhijaban itu mereka hanya bisa melihat perbuatan sebagai perbuatan dari sesama
jenisnya. Padahal bila saja mereka menempuh jalan tarekat, tentu mereka akan
178 Tanwir al-Qulub

mendapati bahwa perbuatan adalah milik Allah Ta'ala. Dengan demikian dia tidak
akan mendapati siapa pun yang layak dijadikan sasaran kemarahannya. Bah. kan dia
akan mendapati bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam wujud ini adalah sumber
hikmah.

Seorang 'arif berkata,

Jika engkau melihat Allah sebagai pelaku dalam segala,


engkau akan melihat semua yang wujud ini adalah bagus
dan jika engkau tiada melihat selain fenomena ciptaan-Nya
engkau sungguh tertabir, dan yang bagus menjadi tampak buruk

Benar, orang yang sempurna adalah orang yang tidak marah selain karena Allah
Ta'ala, yakni apabila kehormatan-Nya dirusak. Tetapi bukan atas dasar keyakinan
bahwa maksiat itu adalah perbuatan Allah Ta'ala, melainkan perbuatan itu dinisbatkan
kepada si hamba. Dari sini Anda tahu bahwa seseorang tidak akan bisa
membebaskan dirinya secara sekaligus, selamanya.

Al-'Arif asy-Sya'rani menuturkan bahwa al-Imam asy-Syafi'i r.a. terkenal sebagai


orang yang berakhlak mulia. Orang-orang yang dengki mencoba memancing
kemarahannya, namun tidak ada yang mampu membuatnya marah. Suatu hari,
mereka menyogok tukang jahit yang membuatkan baju untuk Imam asy-Syafi'i.
Mereka menyuruh penjahit jtu menyempitkan lengan kanannya agar asy-Syafi'i
kesulitan mengeluarkan tangannya, sedangkan lengan kirinya dijahit amat longgar.
Ketika melihat bajunya selesai dijahit seperti itu, asy-Syafi'i berkata, “Mudah-mudahan
Allah memberimu balasan yang baik karena engkau telah menyempitkan lengan
kanan bajuku, sehingga aku tidak perlu kerepotan menyingsingkannya saat menulis.
Dan engkau telah melonggarkan lengan kiri bajuku agar aku bisa leluasa membawa
kitab.”

Ada pula riwayat yang menceritakan tentang orang-orang dengki yang berusaha
memancing kemarahan al-Junaid. Suatu ketika di hari Jum'at, para pendengki itu
menyiramkan air bekas cucian ikan kepada al-Junaid yang hendak berangkat shalat
Jumat, sehingga air itu membasahi seluruh tubuh dan bajunya, mulai dari kepala
179 Tanwir al-Qulub

sampai ujung bawah bajunya. Namun beliau malah tertawa, lalu berkata, “Orang yang
berhak masuk neraka layak disiram air seperti ini, tidak perlu marah.” Lalu beliau
kembali ke rumahnya dan meminjam pakaian istrinya, kemudian melakukan shalat.

Para salaf shalih berkata, “Tingkatan-tingkatan derajat manusia dihitung berdasarkan


akhlak baiknya. Maka, orang yang akhlak baiknya lebih dari dirimu, berarti derajatnya
lebih luhur darimu.”

Simpulannya, semua berdasarkan akhlak ilahiah. Bila Allah Ta'ala marah, maka
marah-Nya demi yang selain Dia, bukan karena diri-Nya. Sebab, seandainya Allah
Ta'ala menuntut balas untuk diri-Nya, niscaya Allah akan menghancurkan seluruh
makhluk dalan sekejap. Pahamilah!

10. Menggunjing (al-ghibah)


Al-ghibah atau menggunjing adalah engkau menceritakan saudaramu dengan
sesuatu yang ada padanya, yang jika saudaramu itu men, dengarnya tentu dia tidak
akan menyukainya. Entah sesuatu itu tentang badannya, perkataannya,
pekerjaannya, agamanya, masalah dunianya, bajunya, rumahnya atau kendaraannya.
Apabila engkau menceritakan saudaramu dengan hal-hal itu dan sesuatu itu memang
ada padanya maka perbuatanmu itu disebut ghibah. Jika sesuatu yang engkau cerita,
kan itu ternyata tidak ada padanya, maka perbuatanmu disebut buhtin (tuduhan), dan
ini lebih berat daripada ghibah. Allah Ta'ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan dari prasangka, se. sungguhnya sebagian prasangka itu adalah
dosa dan janganlah kamu menca. ri-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di
antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”

Rasulullah saw. bersabda, “Berhati-hatilah jangan sampai kalian menggunjing. Sebab


menggunjing itu lebih berat daripada zina. Seorang lelaki yang berzina lalu bertobat,
tobatnya bisa langsung diterima oleh Allah. Sementara orang yang menggunjing tidak
akan diampuni oleh Allah sebelum orang yang dia gunjing memaafkannya.” (HR. Ibnu
Abi ad-Dunya)
180 Tanwir al-Qulub

Oleh karena itu berhati-hatilah agar jangan sampai engkau menganggap remeh
perbuatan menggunjing, apalagi engkau sampai terjerumus pada buhtan. Engkau
jangan berkata, walau di dalam hatimu, “Aku mempunyai amal salih yang dapat
menghapus dosa menggunjing.” Sebab, bisa jadi di Hari Kiamat kelak orang yang
pernah engkau gunjing atau engkau tuduh secara dusta tidak akan ridha meski
engkau menebusnya dengan seluruh amal kebaikanmu. Itupun kalau semua amalmu
itu bersih dari segala hal yang bisa merusaknya dan membuatnya tertolak, seperti
riya, sum'ah dan yang lainnya. Sungguh, tidak sedikitpun dari amal baik yang tercemar
oleh riya atau sum'ah akan sampai ke akhirat sebagai bekal bagi pelakunya.

Sudah selayaknya seorang yang berakal untuk tidak membuat keruh amal
kebajikannya dengan ghibah. Bila ada orang yang menggunjingnya, dia juga tidak
perlu merasa sengsara. Sebaliknya dia perlu merasa senang. Sungguh, di Hari Kiamat
Allah Ta'ala akan memberi kuasa si tergungjing untuk mengambil pahala amal orang
yang menggunjingnya sesuka dia.

11. Mengadu Domba (an-namimah)


An-Namimah atau mengadu domba adalah memindahkan perkataan seseorang
kepada orang lain dengan tujuan memecah belah antara keduanya. Allah Ta'ala
berfirman, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,
yang banyak mencela, yang kian ke mari menyebarkan fitnah.”

Rasulullah saw. bersabda, “Seorang yang suka mengadu domba sungguh tidak akan
masuk surga.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Al-Imam Ahmad meriwayatkan hadis marfii', bahwa Rasulullah saw. bersabda,


“Maukah kalian kuberitahu siapa hamba Allah yang paling buruk?” lalu para sahabat
menjawab, “Tentu, ya Rasulullah.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda. “Yaitu orang
yang suka mengadu domba, memecah belah orang-orang yang saling mencinta, dan
suka mencela orang-orang yang bersih.”

Di dalam satu riwayat dari Abu asy-Syaikh disebutkan, “Al-Hammizun, al-lammazun,


orang-orang yang suka mengadu domba serta orang-orang yang suka menuduh
181 Tanwir al-Qulub

buruk terhadap orang yang baik, kelak akan dibangkitkan oleh Allah dalam rupa
anjing.”

Para ulama telah sepakat tentang keharaman mengadu domba. Mereka juga sepakat
bahwa mengadu domba merupakan salah satu dosa terbesar dalam pandangan Allah
Azza wa Jalla. Karena itu sudah semestinya orang yang berakal menjauhi perilaku
tercela ini dan berhati. hati terhadap semua orang yang senang mengadu domba,
jangan sam. pai terpancing. Dia juga mesti tahu bahwa orang yang suka mengadu
domba pasti akan diadu domba.

12. Dusta (al-kidzb)


Dusta atau al-kidzb adalah memberitahukan sesuatu yang berbeda dengan
kenyataan sebenarnya. Dusta merupakan salah satu perbuatan dosa yang paling
buruk. Allah Ta'ala berfirman, “...kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah
dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”

Rasulullah saw. bersabda, “Jujurlah, karena kejujuran menunjukkan pada kebaikan


dan kebaikan mengantarkan ke surga. Seorang laki-laki yang bersikap jujur dan
membiasakan diri berlaku jujur akan dicatat oleh Allah sebagai orang yang jujur. Dan
hindarilah dusta, karena dusta menunjukkan kezaliman dan kezaliman itu
mengantarkan kepada neraka. Seorang lelaki yang berbuat dusta dan membiasakan
diri berbuat berdusta akan dicatat oleh Allah sebagai pendusta.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)

Al-Imam Malik meriwayatkan hadis marfu' bahwa Rasulullah saw. ditanya oleh para
sahabatnya, “Ya Rasulullah, apakah seorang mukmin bisa menjadi pendusta?” dan
Rasulullah saw. menjawab, “Tidak.” Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan al-Baihagi
meriwayatkan satu hadis marfi', “Celakalah orang yang bercerita bohong untuk
membuat orang-orang tertawa. Celakalah dia, sungguh celakalah dia.”

Ibnu Masud r.a. menyebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,

“Perkataan yang paling benar adalah Kalamullah. Perkataan yang paling mulia adalah
zikrullih. Buta yang paling buta adalah buta hati. Barang yang sedikit tapi mencukupi
182 Tanwir al-Qulub

itu lebih baik daripada yang banyak tetapi tidak mencukupi. Penyesalan yang paling
buruk adalah penyesalan di Hari Kiamat. Kaya yang terbaik adalah kaya jiwa. Bekal
yang paling baik adalah takwa. Khamr adalah penghimpun dosa. Perempuan adalah
tali-tali setan. Gejolak muda adalah cabang kegilaan. Usaha yang paJing buruk adalah
usaha riba. Kesalahan yang paling besar adalah lisan yang suka berdusta.”

Rasulullah saw. bersabda, “Berdusta itu tidak diperbolehkan kecuali dalam tiga hal:
yaitu (1) berdusta dalam perang, karena perang adalah tipu daya, (2) seseorang yang
sedang mendamaikan dua orang yang berselisih, dan (3) berdusta untuk memperbaiki
hubungan antara dia dan istrinya.” (HR. Muslim)

Ketahuilah bahwa sikap jujur merupakan hiasan para wali. Sedangkan dusta
merupakan ciri orang-orang yang celaka.

Allah Ta'ala berfirman, “Ini saat orang yang benar memperoleh manfaat dari
kebenarannya”.

Allah Ta'ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah,
dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”"'

Allah Ta'ala berfirman, “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh
apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-
orang yang berbuat baik.”?

Allah Ta'ala telah mencela dan mengutuk para pendusta, sebagai. mana tampak di
dalam firman-Nya, “Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta.”

Allah Ta'ala juga berfirman, “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang
mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan
Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

13. Banyak Bicara (katsratul-kalam)


183 Tanwir al-Qulub

Banyak bicara merupakan sifat tercela. Karena banyak bicara bisa melahirkan banyak
hal haram atau makruh, seperti berbicara maksiat atau membicarakan keadaan orang
lain.

Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa banyak bicara, akan banyak pula
ketergelincirannya. Barang siapa banyak tergelincir, akan banyak pula dosanya.
Barang siapa banyak dosa, maka yang paling sesuai baginya adalah neraka.” (HR.
Ath-Thabrani)

At-Tirmida dan al-Baihagi meriwayatkan sebuah hadis marfu', “Kalian jangan


memperbanyak bicara tanpa berzikir kepada Allah. Sebab banyak bicara tanpa
berzikir kepada Allah akan mengeraskan hati. Sungguh, hamba yang paling jauh dari
Allah adalah hamba yang berhati keras.”

At-Tirmidz dan Ibnu Majah serta yang lainnya meriwayatkan hadis marfa', “Semua
bicara anak Adam akan menjadi beban bagi dirinya dan tidak akan memberinya
manfaat, kecuali bicara dalam rangka menganjurkan kebaikan, menahan
kemungkaran dan dzikrullah.”

Abu asy-Syaikh meriwayatan hadis marfu', “Manusia yang paling banyak dosanya
adalah mereka yang paling banyak bicara tentang hal yang tidak bermanfaat.”

Oleh karena itu hendaklah engkau lebih sering tidak bicara, dalam keadaan apa pun,
dan jangan bicara selain yang mengandung kebaikan bagi agama dan duniamu.
Perhatikanlah firman Allah Ta'ala, “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-
malaikat) yang mengawasi (pekerja

anmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Allah Ta'ala berfirman, “(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal
perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.
Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir.”
184 Tanwir al-Qulub

Apakah engkau tidak malu bila saat lembaran catatan amalmu yang telah engkau
penuhi sepanjang siang itu dibentangkan ternyata isinya lebih banyak hal yang tidak
bermanfaat bagi agamamu dan tidak pula bermanfaat bagi duniamu?!

Oleh karena itu ar-Rabi' ibn Khaitsam r.a. senantiasa menyiapkan pena dan kertas
setiap kali memulai paginya. Lalu setiap ucapan yang dia ungkapkan dia catat dan dia
jaga, sebagai bahan dirinya menghitung-hitung diri di waktu sore.

Anas ibn Malik r.a. berkata, “Ada seorang anak muda mati syahid dalam Perang Uhud,
dan aku dapati di perutnya ada sebutir batu terikat untuk menahan lapar. Kemudian
Ibunya (datang dan) mengelap debu dari wajahnya seraya berkata, “Surga akan
merindukanmu, wahai anakku. Lalu Nabi saw. berkata, "Apa yang membuat engkau
yakin tentang dia? Barangkali dia pernah bicara sesuatu yang tidak bermanfaat dan
pernah menolak untuk berbicara padahal tidak membahayakannya.” (HR. Abu Ya'la
dan Ibnu Abi ad-Dunya)

Ibrahim ibn Adham berkata, “Suatu hari ada beberapa orang tamu singgah di
rumahku. Aku tahu mereka adalah para wali (abdal), aku. pun berkata, “Nasihatilah
aku dengan nasihat yang bisa membuat aky merasa takut kepada Allah Ta'ala seperti
rasa takut kalian kepada-Nya, Mereka berkata, “Kami nasihati engkau dengan tujuh
perkara. Pertama, barang siapa banyak bicara, jangan kau harap hatinya akan
waspada, Kedua, barang siapa banyak bicara, jangan kau harap hikmah akan sam.
pai padanya. Ketiga, barang siapa banyak bergaul dengan manusia, ja. ngan kau
harap dia memperoleh manisnya ibadah. Keempat, barang siapa terlalu berlebihan
dalam mencintai dunia, dikhawatirkan akan meng. alami su' al-khatimah (akhir hayat
yang buruk). Kita berlindung kepada Allah Ta'ala darinya. Kelima, barang siapa bodoh,
jangan harap hatinya akan hidup. Keenam, barang siapa memilih bergaul dengan
orang yang zalim, jangan diharap bisa istigamah dalam agama. Ketujuh, barang siapa
mencari ridha manusia, jarang sekali yang bisa memperoleh ridha Al. lah Ta'ala.”

Perbuatan Tercela
185 Tanwir al-Qulub

Ada banyak sekali perbuatan tercela. Di antaranya adalah akidah yang rusak,
melakukan maksiat, meninggalkan tobat, tidak mengetahui hal-hal yang fardhu dan
yang sunnah, menganggur dan tidak bekerja karena malas, berbuat makar, menipu,
berkhianat, tamak, cenderung mengikuti hawa nafsu dalam setiap kesenangan yang
haram, mendengarkan hal-hal yang melalaikan, menyaksikan hal-hal tabu, sumpah
palsu, mengutuk, menuduh zina kepada isteri, memusuhi orang islam, mencela,
bicara cabul, mengolok-olok, menghina, bersikap kasar, mendebat, tidak sabaran,
gembira yang melampaui batas, melawak, berhias, menyenangi perbuatan keji dan
munkar, menunda-nunda kebaikan, berangan-angan, tidak punya rasa malu,
pengecut, tidak bersemangat, senang memalsu dan merekayasa kebenaran.

Sifat-sifat Terpuji

Sifat-sifat terpuji juga banyak. Di antaranya adalah akidah yang benar, bertobat,
berpaling dari kemaksiatan dan merasa menyesal jika terlanjur melakukan perbuatan
dosa, malu kepada Allah, taat, sabar, wara" (Waspada menjaga diri dari dosa), zuhud,
gana'ah, ridha, bersyukur, memuji, bicara benar dan jujur, memenuhi janji,
menunaikan amanah, tidak berkhianat, menjaga hak-hak tetangga, mendermakan
makanan, menebar salam, memperbaiki perbuatan, cinta akhirat, benci dunia, merasa
cemas terhadap perhitungan amal, rendah hati, menghindari perlakukan menyakiti
orang lain, tabah menanggung beban derita, merasa senantiasa diawasi Allah,
berpaling dari makhluk, tidak gelisah, menahan hawa nafsu dari berbagai
kesenangannya, khauf, raja”, dermawan, toleran dan memaafkan, cinta,
bersemangat, melipur lara, supel, lebih mengutamakan kepentingan orang lain
daripada diri sendiri, memberi nasihat, menjaga diri dari dosa, berserah diri kepada
Allah, tawakkal, berani, menjaga kehormatan, cinta kepada Allah, berharap sampai ke
hadirat-Nya serta takut berpisah dengan-Nya, beradab, merenungkan ciptaan Allah,
berhati-hati, mawas diri, berbaik sangka, bersungguh-sungguh, meninggalkan riya
dan perdebatan, mengingat mati, tidak melamun, berusaha memahami Al-Quran,
menafikan pikiran-pikiran buruk, meninggalkan yang selain Allah, senantiasa merasa
butuh Allah dan berlindung kepada-Nya, serta ikhlas dalam kondisi apa pun.
186 Tanwir al-Qulub

Apabila seorang murid telah berakhlak dengan sifat-sifat terpuji, maka dengannya dia
akan bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dan rasul-Nya, dengan cara itu pula
dia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan mengosongkan diri dari sifat-sifat tercela
dan memenuhinya dengan sifat-sifat terpuji itu bukanlah melenyapkan sifat tercela
dan memunculkan sifat terpuji secara baru. Tetapi si hamba menggunakan sifat-sifat
terpuji dan meninggalkan sifat-sifat tercela. Karena watak manusia adalah watak
tanah cam, puran. Manusia dicipta dari tanah campuran beragam substansi, bera,
gam rasa, bau, mutu dan kadarnya. Apabila tanah campuran itu dj. aduk hingga larut
dan menyatu, kemudian dibagi menjadi bagian-bagian kecil, maka di dalam masing-
masing bagian itu terkandung semua unsur yang sama dimiliki bagian lainnya. Karena
itu, di dalam tanah manusia terkandung sifat-sifat buruk yang tak terhingga, juga sifat.
sifat baik yang tak terhingga. Di dalam diri orang-orang besar terkan. dung sifat-sifat
buruk yang juga ada di dalam diri orang-orang kerdil, demikian pula sebaliknya. Hanya
saja pada diri orang-orang besar si. fat-sifat buruknya tertutup oleh sifat-sifat baik,
sedangkan pada diri orang-orang kerdil sifat-sifat baiknya tertutup oleh sifat-sifat
buruk.

Demikianlah watak semua manusia selain para nabi. Karena, Allah Ta'ala telah
menyucikan tanah para nabi dengan pertolongan-Nya yang terdahulu, bukan karena
amal mereka sendiri atau kebaikan yang mereka perbuat. Tanah yang menjadi bahan
penciptaan para nabi baik secara keseluruhan, tidak mengandung unsur yang buruk,
berbeda dengan tanah asal penciptaan selain mereka.

Oleh karena itu, orang yang bukan nabi tidak akan bisa melenyapkan sifat-sifat
tercelanya selain dengan meniadakan dzat dirinya. Namun, selama pertolongan Allah
menyertai hamba, sifat-sifat baiknya akan aktif dan sifat-sifat buruknya akan terlantar.
Sedangkan bila pertolongan Allah tidak menyertainya, sifat-sifat buruknya akan
bangkit dan sifat-sifat baiknya akan melemah, sehingga jadilah dia seperti setan.

Apabila jiwa hamba lebih condong kepada keburukan dan menghindar dari kebaikan,
maka dia akan lebih dekat kepada kejahatan daripada kebaikan. Hamba yang seperti
ini sungguh berada dalam bahaya besar dan mengidap banyak penyakit kronis.
187 Tanwir al-Qulub

Karena itu, wahai saudaraku, engkau tahu bahwa dirimu memiliki watak
kecenderungan pada keburukan, dan keenderunganmu kepada keburukan itu lebih
dari kecenderunganmu pada kebaikan. Dan oleh karena itu, engkau sebenarnya
sangat membutuhkan penanganan seorang dokter yang benar-benar mumpuni dan
jujur, yang bisa melenyapkan derita keburukan dan kerusakan yang engkau alami,
hingga kebaikan mendominasi dirimu.

Saudaraku, berhati-hatilah agar jangan sampai engkau melihat tabiat baik dan watak
terpuji yang ada di dalam dirimu sambil mengandalkan ilmu dan ibadahmu.
Sesungguhnya yang demikian ini merupakan tipu daya yang dihembuskan nafsu (an-
nafsu al-ammarah bis-su) Bila engkau tertipu, engkau bagai seorang lelaki yang
selama hidupnya hanya makan buah labu yang pahit rasanya dan merasa yakin
dirinya makan manisan yang lezat. Padahal seandainya dia mencicipi rasa madu,
tentu dia akan menyadari pahitnya labu. Dan dia pun akan mengetahui bahwa selama
ini tanpa sadar dirinya selalu menanggung derita. Maka, wahai orang yang berakal,
berjuanglah dengan sungguh-sungguh. Mudah-mudahan engkau memperoleh
kesehatan batin dan terhindar dari kondisi ruhani yang buruk.
188 Tanwir al-Qulub

BAB IX : KETERCELAAN DUNIA DAN ANGAN-ANGAN

Allah Ta'ala berfirman, “Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan


kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati)
Allah.”

Allah Ta'ala berfirman, “...dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh anganangan kosong
sehingga datanglah ketetapan Allah, dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (setan)
yang amat penipu.”

Al-gharir adalah ketergantungan hati pada sesuatu yang sebenarnya tidak layak
dijadikan pegangan. Seperti kebergantungan orang alim pada ilmunya,
kebergantungan hakim pada kebijaksanaannya, kebergantungan seorang zahid pada
kezuhudannya, kebergantungan si tukang maksiat pada penangguhan hukuman dari
Allah terhadap dirinya, dan kebergantungan si kaya pada kekayaannya.

Di masyarakat umum sering terjadi kesalahpahaman antara al-ghurur


(keterperdayaan) dan ar-raja' (pengharapan). Misalnya, mereka terus menerus
melakukan perbuatan buruk sambil bergantung pada keluasan rahmat Allah Ta'ala
dan banyaknya nikmat karena tidak memahami perbedaan antara raja' dan ghurir.
Padahal raja' hanya akan menjadi nyata saat ada sebab-sebab kebahagiaan dan
kemenangan. Harusnya seorang hamba melakukan ketaatan, baru kemudian
berharap amalnya diterima. Sedangkan al-ghurir terjadi saat tidak adanya sebab-
sebah kebahagiaan dan kemenangan. Oleh karena itu, janganlah engkau men, jadi
bagian dari mereka yang mencari akhirat tanpa beramal salih, lalu menunda-nunda
tobat dengan angan-angan kosong. Jangan sampai engkau bicara dunia bak seorang
zahid tetapi berbuat dengan amalan para pecinta dunia yang kalau pun diberi dunia,
dia tidak akan kenyang, dan jika tidak diberi, dia tidak merasa cukup.

Dia mengharap keselamatan, tetapi dia tidak menempuh jalan-jalannya


Padahal perahu takkan pernah bisa jalan di daratan
189 Tanwir al-Qulub

Keterperdayaan terbesar di antaranya adalah terus menerus melakukan perbuatan


dosa karena memiliki harapan akan ampunan dari Allah, yang bahkan tidak disertai
penyesalan. Yang lainnya adalah mengharap-harap dekat dengan Allah tanpa
melakukan ketaatan. Mengharap panen surga dengan menanam benih neraka.
Mencari tempat orang-orang yang taat dengan melakukan maksiat. Allah Ta'ala
berfirman, “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa
Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang shaleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat
buruklah apa yang mereka sangka itu.”? Yakni, orang-orang yang melakukan dosa
dan amalan tercela itu menyangka bahkan kelak di akhirat mereka akan disamakan
dengan orang-orang yang beramal shalih? Tidak mungkin! Buruk sekali apa yang
mereka sangka itu.

Di dalam hadis gudsi disebutkan, “Betapa tak punya rasa malu orang yang demikian
rakus menginginkan surga-Ku tanpa beramal salih. Bagaimana Aku akan berderma
dengan rahmat-Ku kepada orang yang bakhil menaati-Ku?”

Ketahuilah bahwa di dalam syariat manapun cinta dunia merupakan hal tercela. Cinta
dunia merupakan biang kejahatan dan sebab semua fitnah. Para 'arif berkata, “Cinta
dunia adalah biang setiap kesalahan.” Apabila cinta dunia telah merasuki hati hamba,
ia akan merusak dan menjadikan hati Jaksana tanah gersang yang tak menumbuhkan
sedikitpun kebaikan.

Bila cinta dunia merupakan biang setiap kesalahan, maka benci dunia merupakan
pokok pangkal ketaatan dan kebaikan. Karena itu jangan sampai urusan dunia
membuat engkau jauh dari Allah. Barang siapa kepentingan dunianya hanya sesuatu
yang bisa mencukupinya, maka yang sedikit sudah bisa mencukupinya. Sedangkan
orang yang mencari kekayaan dari dunia ini, sungguh tidak ada sesuatu pun darinya
yang bisa membuat dia kaya.

Seorang hamba hendaklah bersikap zuhud dalam dunia dengan tidak merasa gembira
mendapati harta yang ada di tangannya dan tidak merasa sedih dengan harta yang
luput darinya. Jangan sampai kesibukan mencari dunia dan bersenang-senang
dengannya membuat dia lupa mengerjakan amal (ibadah) yang lebih baik baginya
190 Tanwir al-Qulub

menurut Allah Ta'ala. Hamba juga mesti membersihkan hatinya dari cinta kehor.
matan, sehingga baginya pujian dan celaan tiada beda, demikian pula penerimaan
dan penolakan orang-orang terhadap dirinya.

Cinta kehormatan dan jabatan lebih berbahaya daripada cinta harta benda, meskipun
keduanya merupakan penanda cinta dunia. Dunia adalah musuh manusia. Karena itu
Allah tidak lagi memandang dunia sejak Dia menciptakannya.

Dunia menampakkan diri di mata para wali Allah dengan berbagai perhiasan dan
gemerlapnya, sehingga para wali mesti rela menelan pahitnya kesabaran dalam
memutuskan hubungan diri mereka darinya. Setiap hal yang menyibukkanmu hingga
lalai dari Allah Ta'ala, itulah dunia. Sedangkan segala sesuatu yang membantumu
menghadap kepada Allah itulah akhirat. Allah Ta'ala telah menerangkan hakikat dunia
dengan firman-Nya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegahmegah antara kamu
serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menJadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada
azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia
ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu."

Juwaibir meriwayatkan dari Adh-Dhahak, “Ketika Allah menurunkan Adam dan Hawa
ke alam dunia, keduanya mendapati aroma dunia dan kehilangan aroma surga hingga
pingsan selama empat puluh hari. Keduanya pingsan selama itu karena demikian
busuknya bau dunia.” Maka alangkah anehnya orang yang meyakini dan
menginginkan rumah keabadian malah mengusahakan dunia yang menipu.

Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa mencintai dunia, dia telah memadaratkan
akhiratnya. Dan barang siapa mencintai akhiratnya, dig telah membahayakan
dunianya. Maka, kalian harus lebih mementingkar kehidupan yang akan kekal
daripada kehidupan yang bakal sirna.” Maksudnya, dunia dan akhirat itu berlawanan.
Keduanya bagaikan dua madu, apabila Anda lebih condong pada istri yang satu, maka
yang lainnya akan cemburu. Dunia dan akhirat laksana dua neraca timbangan, bila
yang satu lebih berat maka yang lainnya akan terangkat. Dunia dan akhirat seperti
191 Tanwir al-Qulub

timur dan barat, bila yang satu mendekat yang lain akan menjauh. Dunia dan akhirat
laksana dua ruang jam pasir, ruang yang satu akan terisi sebanyak pengurangan isi
ruang yang satunya lagi.

Zaid ibn Tsabit r.a. meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Barang siapa niatnya
akhirat, Allah akan menghimpunkan kekuatannya, menjadikan hatinya kaya, dan
dunia akan mendatanginya dengan hina dina. Barang siapa niatnya dunia, Allah akan
mencerai beraikan urusannya dan menjadikan kefakiran di depan matanya, dan tidak
ada dunia yang akan mendatanginya selain yang telah ditetapkan Allah untuknya.”
(HR. Ibnu Majah dan at-Tirmidzi)

Jundab meriwayatkan bahwa suatu hari “Umar r.a. masuk ke rumah Nabi saw. Saat
itu beliau sedang duduk di atas tikar yang selalu berbekas di punggung mulianya.
Melihat kondisi beliau, “Umar menangis. Lalu Rasulullah saw. bertanya, “Apa yang
telah membuatmu menangis, wahai Umar?” “Umar menjawab, “Aku teringat Kisra dan
Kaisar serta gemerlap dunia yang mereka miliki. Tetapi engkau, ya Rasulullah, di
punggungmu bahkan mengecap tapak tikar.” Rasulullah saw. menjawab, “Mereka
adalah orang-orang yang nikmatnya disegerakan di dunia ini. Sedangkan kita adalah
orang-orang yang nikmatnya diakhirkan untuk akhirat kelak.” (HR. Al-Bukhari)

Sayyidina 'Ali r.a. berkata, “Aku mengkhawatirkan dua hal menimpa kalian, yaitu
panjang angan-angan dan menuruti hawa nafsu. Sebab panjang angan-angan akan
melalaikan kalian dari akhirat, sedangkan menuruti hawa nafsu akan menghalangi
kalian dari kebenaran. Sungguh, dunia terus pergi dan berlalu, sedangkan akhirat
datang menghadap

Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-anak. Dan kalian, jadilah sebagai
anak-anak akhirat. Jangan menjadi budak-budak dunia Karena di hari ini (dunia)
hanya ada kesempatan beramal, tiada hisah, Sedangkan esok di akhirat hanya ada
hisab, tiada lagi kesempatan ber. amal.”

Di dalam syair disebutkan,

Sesungguhnya kehidupan dunia ini sekadar perhiasan


192 Tanwir al-Qulub

yang memilihnya hanya si bodoh bin tolol


yang telah berlalu tidak akan kembali , dan yang diangankan belum tenty ada
dan yang kau punya hanya kesempatanmu saat ini Penyair lainnya berkata, Waktu
dan hari-han terus berlalu menyisakan dosa untukku
utusan kematian datang menjemput saat hati lalai pada-Mu
Kesenanganmu di dunia adalah perdaya dan kesengsaraan Dan hidupmu di dunia tak
mungkin abadi Ingatlah, segala sesuatu selain Allah adalah batil dan semua
kenikmatan yang tak bertempat pasti akan lenyap Yang lain berkata,
Allah mempunyai hamba-hamba yang cerdas Mereka mencerai dunia dan
mewaspadai fitnahnya Mereka menatap dunia, dan saat mereka tahu dunia bukan
tempat menetap
mereka memandangnya sebagai lautan
Jalu mereka jadikan amal salih sebagai perahu untuk mengarunginya
Amal salih inilah perahu yang akan membawamu. Keinginan yang kuat padanya
adalah lautanmu. Hari-hari adalah ombaknya. Tawakal adalah naungannya. Al-Quran
adalah petanya. Menahan hawa nafsu adalah talitemalinya. Mati adalah pantainya.
Kiamat adalah tanah maga yang kau tuju, dan Allah adalah pemiliknya.

Sudah semestinya orang berakal menerima dengan rela hati bagian dunianya sekadar
untuk menutupi kebutuhan. Jangan sibuk mengumpulkan dunia, tetapi sibuklah
beramal untuk akhirat. Sebab akhirat adalah tempat menetap yang kekal, sedangkan
dunia sungguh hina dan pasti berlalu. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya
Allah tidak menciptakan makhluk yang lebih dibenci-Nya daripada dunia. Dan sejak
menciptkannya, Allah tidak lagi memandangnya.” (HR. AlHakim)

Rasulullah saw. bersabda, “Seandainya dalam penilaian Allah dunia ini sebanding
dengan sayap seekor nyamuk saja, tentu Dia tidak akan memberikan seteguk pun
darinya kepada si kafir.” (HR. At-Tirmidzi dan adh-Dhiya')

Rasulullah saw. bersabda kepada Ibnu "Umar, “Jadilah engkau di dunia ini laksana
orang asing atau pengembara. Hitunglah dirimu dj antara orang-orang yang telah mati.
Saat berada di pagi hari, jangan kau ajak dirimu bicara tentang sore hari. Bila dirimu
berada di sore hari, jangan kau ajak dirimu bicara tentang pagi hari. Ambillah bekal
dari masa sehatmu untuk masa sakitmu, dari masa mudamu untuk masa tuamu, dari
193 Tanwir al-Qulub

keluanganmu untuk kesempitanmu, dan dari hidupmu untuk matimu. Sebab engkau
tidak tahu bagaimana keadaanmu esok hari?” (HR. At-Tirmidzi)

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya orang yang beriman berada di antara dua
hal yang mengkawatirkan, yakni di antara waktu yang telah berlalu dan tempo waktu
yang masih tersisa yang tidak dia ketahui apa yang akan diperbuat Allah padanya
(masa datang). Oleh karena itu, hamba seyogianya mengambil bekal dari dunianya
untuk akhiratnya, dari masa mudanya untuk masa tuanya, dan dari hidupnya untuk
matinya. Demi Dia Yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, setelah
kematian tidak ada lagi orang yang menegur, dan setelah dunia ini tidak ada lagi
rumah selain surga dan neraka.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-Baihagi di dalam as-
Syu'ab.

Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa memasuki pagi hari dan dunia menjadi
perhatian terbesarnya, maka tidak sesuatu pun akan didapatnya dari Allah. Selain itu,
Allah akan membuat hatinya menderita empat hal: kegelisahan yang tiada terputus
selamanya, kesibukan yang tiada henti, kefakiran yang tak berujung kaya dan cita-cita
yang tidak akan pernah tercapai.” (HR. Ath-Ihabrani)

Ada syair mengatakan,

Tinggalkan kerakusan akan dunia


Jangan tamak dalam hidup ini
Jangan kau kumpulkan harta sungguh engkau tidak tahu untuk siapa kau
mengumpulkannya
Sebab rezeki itu sudah dibagi
Sementara berburuk sangka itu tidak bermanfaat
Setiap orang yang tamak tentu fakir
Dan semua orang yang gana'ah pasti kaya " Wahai orang yang sibuk dalam urusan
dunianya
Panjang angan telah menipunya
Dan dia selalu dalam kelalaian
sampai ajal semakin mendekat kepadanya
kematian datang tiba-tiba
194 Tanwir al-Qulub

dan kuburan adalah peti amal


Bersabarlah menghadapi gonjang-ganjing dunia
Tidak datang kematian selain ajalnya telah purna

Suatu hari ada seorang lelaki berkata kepada “Ali ibn Abi TYhalib, “Terangkanlah
kepada kami ihwal dunia!” Imam “Ali menjawab, “Apa yang perlu aku terangkan
kepada kalian tentang rumah tempat si sehat tidak aman di dalamnya, tempat si sakit
menyesal di dalamnya, tempat si fakir berduka dan orang yang merasa kaya tetap
dicoba. Yang halalnya saja akan dihisab, sementara yang haramnya jelas menjadi
siksa.”

"Usman r.a. berakata, “Gelisah dunia adalah gelap di hati. Gelisah akhirat adalah
cahaya di hati.”

“Umar r.a. berkata, “Kemuliaan dunia dengan harta benda. Sedang kemuliaan akhirat
dengan amal shalih.”

Ada syair mengungkapkan,

Kulihat pencari dunia


meski usianya panjang
serta telah memperoleh kesenangan dan kenikmatan dunia
dia seperti orang yang mendirikan bangunan,
yang setelah tegak berdiri bangunannya itu hacur
Ingatlah, dunia hanya serupa mimpi orang tidur
Tiada kebaikan hidup yang tidak akan pernah kekal
Renungilah, bila kemarin engkau telah memperoleh nikmat
dan engkau telah pula memurnakannya
bukankah engkau hanya serupa pemimpi?

Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa mengeluhkan kesulitan hi. dupnya dia
seakan-akan mengeluhkan Tuhannya. Barang siapa bersedih untuk urusan-urusan
dunia, berarti dia telah menjadi orang yang marah kepada Allah. Barang siapa
195 Tanwir al-Qulub

berendah diri kepada orang kaya karena ke. kayaannya, maka dua pertiga agamanya
telah lenyap.” (HR. ath-Thab. rani)

Rasulullah saw. bersabda, “Dunia sungguh terkutuk, demikian pula semua yang ada
di dalamnya, kecuali yang diperuntukkan kepada Al. lah.” (HR Abu Na'im dan ath-
Thabrani)

Bagi orang yang Allah kehendaki menjadi seorang wali, Dia akan membuatnya benci
terhadap dunia, akan menolongnya melakukan ber. bagai amal shalih dan
memudahkannya melakukan kebajikan. Seperti yang terjadi pada salah seorang di
antara mereka. Suatu hari, dia pergi berburu di hutan. Tiba-tiba dia bertemu seorang
pemuda yang mengendarai singa dan dikelilingi binatang buas. Ketika binatang buas
itu melihatnya dengan cepat binatang itu menyerbu ke arahnya. Lalu si pemuda
segera menenangkan binatang buas itu dan berkata, “Kelalaian macam apa ini?
Apakah engkau sibuk dengan hawa nafsumu lalu meninggalkan urusan akhiratmu.
Apakah engkau sibuk dengan kesenangan hingga lupa mengabdi kepada Tuanmu.
Dia memberimu dunia untuk kau gunakan sebagai penopangmu dalam pengabdian
kepada-Nya. Tetapi engkau malah menjadikannya sebagai media untuk
bersenangsenang hingga lupa Tuanmu.” Kemudian muncul seorang perempuan tua
membawa segelas air untuk si pemuda. Setelah minum, si pemuda itu menarik lelaki
yang tadi berburu. Si pemburu bertanya kepada si pemuda tentang perempuan tua
renta itu. Si pemuda menjawab, “Dia adalah dunia. Ia telah disuruh melayani aku.
Apakah belum sampai kepadamu bahwa saat menciptakan dunia, Allah berfirman
kepada dunia, “Siapa yang mengabdi kepada-Ku, maka layanilah dia. Dan barang
siapa berkhidmat kepadamu, perbudaklah dia.”

Setelah peristiwa tersebut, si pemburu itu keluar dari dunia dan


menempuh jalan spiritual hingga menjadi seorang wali abdal.
Tidakkah kau lihat bagaimana siang dan malam membuat kita usang
Sementara kita terus bermain-main dalam sepi di keramaian
Jangan sampai engkau merasa senang dengan dunia dan kenikmatannya
Sebab negeri kita di dunia bukan negeri abadi
Beramallah untuk dirimu sebelum datang kematian
Banyak kawan dan saudara jangan sampai menipumu
196 Tanwir al-Qulub

Di dalam satu riwayat atsar disebutkan, “Perumpamaan seorang mukmin di dunia


seperti janin di perut ibunya. Saat keluar dari perut ibunya, dia menangis karena harus
keluar dari dunia lamanya. Namun ketika sudah melihat terang cahaya, dia tidak ingin
kembali ke perut ibunya. Demikian pula halnya seorang mukmin, dia menderita teror
maut. Namun ketika sampai kepada Tuhannya, dia tidak akan mau kembali ke dunia,
seperti janin yang tidak akan mau kembali ke dalam perut ibunya.” Ini bagi mukmin
yang berpaling dari dunia dan menyongsong akhirat.

Suatu ketika Ibrahim ibn Adham r.a. dimintai nasihat, “Berilah kami nasihat yang
bermanfaat untuk kami.” dia menjawab, “Apabila kalian melihat orang-orang sibuk
dengan urusan dunia, sibukkanlah diri kalian dengan urusan akhirat. Apabila mereka
sibuk menghiasi lahiriah mereka, sibuklah kalian menghiasai batin kalian. Apabila
mereka sibuk meramaikan kebun dan gedung, sibuklah kalian meramaikan kuburan.
Apabila mereka sibuk dengan aib orang lain, maka sibuklah kalian dengan aib diri
kalian masing-masing. Apabila mereka sibuk mengabdi kepada makhluk, maka
sibuklah kalian mengabdi kepada Sang Pencipta, Tuhan semua makhluk.”

Saudaraku, ketahuilah bahwa malam dan siang terus berlalu dan takkan kembali.
Kesempatan beramal takkan terulang, si pencarinya demikian bergegas. Siang dan
malam silih berganti demikian cepat me. rusak dirimu, menggerogoti usiamu dan
menghabiskan tempo ajalmu. Janganlah engkau merasa tenang sebelum engkau
tahu di mana tempat tinggalmu kelak, ke mana engkau kembali dan menetap. Lihatlah
dirimu, tunaikanlah kewajiban yang telah engkau tinggalkan, laksanakanlah urusanmu
yang mesti engkau penuhi di kekinianmu seakan-akan kiamat sudah terjadi.

Esok semua jiwa akan memenuhi apa yang diusahakannya


Si penanam kan menuai tanamannya
Apabila mereka telah berbuat baik, sungguh mereka telah berbuat baik untuk
diri mereka sendiri
Dan jika mereka telah berbuat buruk, sungguh buruk apa yang mereka perbuat
Allah mempunyai rahmat dan kemurahan, meski kita tidak tahu
sungguh rahmat-Nya amat luas
ya Rabb, catatlah kami hari ini dalam golongan mereka
197 Tanwir al-Qulub

yang berpegang teguh kepada Alkitab dan mengambil manfaat darinya


Berilah kami kecukupan dan ampunan dari kejahatan kami
Anugerahilah kami keamanan, karena kami sungguh berendah diri padaMu

Saudaraku, selagi hidup, usahakanlah bekal yang akan kau dapati manfaatnya
setelah engkau mati. Sebab jika orang sudah mati, terputuslah pahala amalnya,
terputus pula angan-angannya, sementara penyesalannya menjadi nyata, lalu
kesedihan dan kesusahannya berlarut-larut. Maka dahulukanlah amal shalih yang
bermanfaat bagimu.

Saudaraku, ketahuilah bahwa dirimu akan ditikam masa yang amat panjang saat
engkau berada di bawah tanah. Dan engkau tidak bisa mendekatkan diri kepada
Tuhanmu dengan sesuatu pun. Sungguh, masa itu hadir di hadapanmu, meski usiamu
demikian panjang. Sepanjang apa pun usiamu, ia berlalu bahkan lebih cepat dari
kedipan, membawa pergi semua kenikmatannya. Seakan-akan usia panjangmu itu
sekadar kilasan mimpi.

Jiwa menangisi dunia, padahal dia tahu bahwa selamat dari dunia adalah
dengan meninggalkan apa yang ada di dalamnya
Tidak ada tempat tinggal bagi seseorang setelah mati selain apa yang telah
dia bangun sebelum mati
Bila dia membangunnya dengan kebaikan, maka rumahnya akan baik
Jika dia membangunnya dengan keburukan, maka rugilah orang yang
membangunnya
Mana para raja yang sok kuasa hingga dia diminumi gelas kematian
Harta kita, untuk para pewaris kita kumpulkan
Dan rumah-rumah kita, kita bangun untuk dihancurkan waktu
Berapa banyak kota di jagat ini telah dibangun untuk kemudian hancur
dan penghuninya dibinasakan maut
bagi setiap jiwa, meski ta takut akan mati, ada cita dari angan yang ditunaikannya
manusia menggelar angan-angan, sementara masa akan mencekalnya
jiwa membentangnya, sementara kematian melipatnya

MENGINGAT MATI
198 Tanwir al-Qulub

Wahai saudaraku, ingatlah bahwa kematian pasti terjadi pada kita semua, lalu
kuburan akan mengurung kita, kiamat akan menghimpunkan kita, dan Allah akan
menghakimi kita. Sungguh, Dia hakim terbaik.

Pada pasal ini kami akan menyampaikan sekelumit riwayat tentang mengingat mati
untuk melembutkan hati kalian. Agar kalian mengingat, yang tidak akan melupakan
kalian, agar kalian merenungkan hal-hal yang pasti akan menjumpai kalian. Agar
kalian tahu bahwa kuburan adalah tempat kembali kalian, agar kalian segera waspada
hingga tidak terperdaya dunia, dan agar kalian bisa mengambil pelajaran darinya,
Allah Yang telah menyempurnakan penciptaan kalian telah mengingat. kan, “Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati.”

Allah Ta'ala berfirman, “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah, Bagi-Nya lah
segala penentuan, dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.”

Allah Ta'ala berfirman, “Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari


daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu
akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu
Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."

Allah Ta'ala berfirman, “Katakanlah: Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut
nyawa) mu akan mematikan kamu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan
dikembalikan."

Allah Ta'ala berfirman, “Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti)
apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui
di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal."

Allah Ta'ala berfirman, “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan
kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan
mengeluarkan kamu pada kali yang lain.”
199 Tanwir al-Qulub

Rasulullah saw. bersabda, “Perbanyaklah mengingat mati. Sebab mengingat mati


dapat melebur dosa dan menghasilkan zuhud di dunia.” (HR. Ibnu Abi ad-Dunya)

Rasulullah saw. bersabda, “Perbanyaklah mengingat penghancur kesenangan.”


Rasulullah saw. juga bersabda, “Cukuplah maut sebagai penasihat.” (HR. Ath-
Thabrani)

Rasulullah saw. pernah ditanya tentang orang yang paling cerdas, dan beliau
menjawab, “Mereka yang paling banyak mengingat mati, yang paling serius
mempersiapkan diri menyongsong maut. Mereka itulah orang yang cerdas. Mereka
pergi membawa kemuliaan dunia dan akhirat.” Makna hadis ini diriwayatkan oleh al-
Imam Ahmad dan yang lainya.

Al-Hasan berkata, “Kematian telah mencemarkan dunia, dan ia tidak menyisakan


kegembiraan bagi orang yang cerdas.”

“Umar ibn 'Abd al-'Aziz r.a. mengumpulkan para ulama. Lalu mereka saling
mengingatkan diri tentang kematian dan kiamat, hingga mereka semua menangis
seakan-akan di hadapan mereka ada jenazah.

Orang yang banyak mengingat mati akan dimuliakan dengan tiga perkara. Yakni,
segera bertobat, hati yang selalu menerima dan bersemangat ibadah. Sedangkan
orang yang melalaikan kematian akan dj. timpa tiga musibah. Yakni, menunda-nunda
tobat, tidak memiliki ke. relaan untuk menerima yang sekadar cukup untuk menutupi
kebu, tuhan, dan malas beribadah.

Rasulullah saw. bersabda, “Wahai sekalian manusia, bertobatlah ke, pada Allah
sebelum kalian mati. Segeralah beramal salih sebelum kalian sibuk. Sambunglah
antara diri kalian dan Tuhan kalian dengan banyak mengingat-Nya dan banyak
bersedekah, di tempat yang tersembunyi dan di keramaian. Maka kalian akan
dikaruniai rezeki, akan diberi pertolongan dan diberi ganti atas segala sesuatu yang
hilang dari kalian.” (HR. Ibnu Majah)

Bersiaplah menyongsong ia yang pasti datang


200 Tanwir al-Qulub

Sesungguhnya kematian adalah migat hamba


Apakah engkau rela menjadi teman mereka yang mempunyai bekal
sementara engkau tiada berbekal?

Di dalam satu atsar diriwayatkan, “Penyakit dan kelaparan merupakan pengantar


kabar kematian, utusan maut. Lalu apabila ajal telah purna, malaikat akan datang dan
berkata, “Wahai hamba, berapa banyak kabar telah datang silih berganti, berapa
banyak utusan telah tiba bertubitubi. Aku adalah kabar terakhir, tidak ada lagi kabar
setelah aku. Aku adalah utusan penutup, tidak ada lagi utusan setelah aku. Jawablah
Tuhanmu, dengan suka rela maupun terpaksa.”

Apabila ruh seorang hamba telah dicabut dan keluarganya menangis meratapinya,
malaikat berkata kepada mereka yang meratap dan menangisinya, “Demi Allah, aku
tidak menzaliminya, tidak mengurangi tempo ajalnya, tidak pula aku makan rezekinya.
Dia mati karena Allah telah memanggilnya. Maka, menagislah kalian yang
menangisinya. Karena aku juga akan kembali mendatangi kalian, menjemput kalian
satu persatu hingga tidak tersisa seorang pun dari kalian.”

Al-Hasan r.a. berkata, “Demi Dia Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya,
seandainya keluarga si mayat itu dapat melihat tempat majaikat atau mendengar
ucapannya, niscaya mereka akan melupakan mayat yang sedang mereka tangisi dan
beralih menangisi diri sendiri. Kemudian saat mayat itu dibawa ke tempat pemandian,
ruhnya akan melayang berputar-putar di atas tempat pemandiannya sambil
berseruseru, “Wahai isteriku, wahai anakku, jangan sampai dunia mempermainkan
kalian sebagaimana dunia telah mempermainkan aku. Aku telah mengumpulkan harta
benda dari yang halal maupun yang tidak, jalu aku tinggalkan harta itu buat orang lain.
Harta benda itu menjadi bagian kalian, menyisakan siksa untukku. Maka, waspadalah
kalian! Jangan sampai kalian terperdaya seperti diriku.”

Saudaraku, bangkitlah dan sadarilah dirimu sebelum sang penyeru memanggilmu.


Kenakanlah zirah kesabaran dan berjuanglah tanpa henti. Bersungguh-sungguhlah
mencari selamat dan tembuslah semua rintarigan yang menghadang. Kerjakanlah
amal yang akan bermanfaat dan menyelamatkanmu di Hari Kiamat.
201 Tanwir al-Qulub

Apa yang terjadi padamu hingga nasihat dan teguran tak lagi berpengaruh seakan-
akan engkau sekadar benda mati
Engkau akan menyesal bila engkau beranjak pergi tanpa bekal dan engkau akan
sengsara saat penyeru memanggilmu
Jika kau mempercayai si pemilik dunia akan damai
Sungguh kedamain dunia itu sejatinya kerusakan
Engkau jangan senang dengan harta benda yang engkau simpan sebab yang kau
harap padanya akan terbalik
Bertobatlah dari dosa yang telah kau perbuat selagi engkau hidup dan sadarlah
engkau sebelum mati
Apakah engkau rela menjadi teman mereka yang mempunyai bekal sementara
engkau tiada berbekal?
Wahai sekalian manusia, ingatlah hari kepergianmu
Aku melihatmu lalai pada kematian yang akan mencerai beraikanmu, Janganlah
engkau menahan mereka yang pergi pada kelusuhan Mereka telah meninggalkan
dunia apa adanya
dan mereka keluar hanya berbekal kafan
Rumah yang mereka bangun tinggal atap tanpa penghuni
sementara mereka di perut bumi terbaring sepi
ditinggal kawan dan kekasih yang dulu menyambut penuh kehangatan
esok lusa engkau akan berada di samping mereka
sendiri, di dalam kubur tiada kawan
Orang yang kau harap kasihnya beranjak meninggalkanmu
Tidak pula kau lihat orang yang mau menunaikan janjimu
Maka, bersiaplah menyongsong kematian, sebab ia sungguh dekat
Tinggalkan angan-angan dan lamunanmu

Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa bila ruh telah berpisah dari badan, ia diseru
dari langit dengan tiga teriakan, “Wahai anak Adam, apakah engkau yang telah
meninggalkan dunia atau dunia yang telah meninggalkanmu? Apakah engkau yang
telah mengumpulkan dunia atau dunia yang telah mengumpulkanmu? Apakah engkau
yang membunuh dunia ataukah dunia yang membunuhmu?”
202 Tanwir al-Qulub

Ketika mayat telah diletakkan di atas pemandian, ia akan diseru dari langit, “Wahai
anak Adam, mana tubuhmu yang kuat, apa yang telah membuatmu lemah! Mana
lidahmu yang fasih, apa yang telah membuatmu bungkam! Mana telingamu yang
tajam, apa yang telah membuatmu tuli! Mana kekasih-kekasihmu yang tulus, apa yang
telah membuatmu asing!”

Apabila mayat sudah diletakkan di kain kafan, ia akan diseru dari langit dengan tiga
teriakan, “Wahai anak Adam, engkau sungguh beruntung bila ridha Allah yang
menemanimu, dan celakalah engkau bila murka Allah yang mengawanimu. Wahai
anak Adam, engkau sungguh beruntung bila surga-surga tempat menetapmu, dan
celakah engkau jika tempat menetapmu adalah neraka. Wahai anak Adam, engkau
beranjak pergi untuk perjalanan jauh tanpa bekal. Engkau keluar darj rumahmu tanpa
bisa kembali untuk selamanya, dan engkau dalam perjalanan menuju rumah petaka.”

Apabila mayat telah dibawa untuk dishalati, ia akan diseru dari langit dengan tiga
teriakan, “Wahai anak Adam, engkau sungguh beruntung jika amalmu baik, engkau
sungguh beruntung jika engkau orang yang bertobat, engkau sungguh beruntung jika
engkau adalah orang yang taat kepada Allah.”

Apabila mayat sudah diletakkan untuk dishalati, ia akan diseru dari langit dengan tiga
teriakan, “Wahai anak Adam, semua amal yang telah engkau lakukan, pada saat ini
akan kau lihat semua. Jika amalmu baik, maka engkau akan melihatnya baik. Jika
amalmu buruk, maka engkau akan melihatnya buruk.”

Apabila mayat telah diletakkan di tepi kubur, ia akan diseru dari langit dengan tiga
teriakan, “Wahai anak Adam, apa yang kau bawa dari keramaian untuk bekalmu di
kesunyian ini? Apa yang engkau bawa dari kekayaan untuk kefakiran ini? Apa yang
engkau bawa dari cahaya untuk kegelapan ini?”

Apabila mayat diletakkan di liang lahad, ia akan diseru dengan tiga teriakan, “Wahai
anak Adam, engkau tertawa-tawa saat masih berada di punggungku, sekarang
engkau di dalam perutku menangis-nangis. Engkau riang gembira saat di atas
punggungku, sekarang di dalam perutku engkau sedih merana. Engkau bisa bicara
saat di atas punggungku, sekarang engkau di dalam perutku menjadi bungkam.”
203 Tanwir al-Qulub

Apabila orang-orang yang mengiringnya telah bubar, Allah berfirman, “Wahai hamba-
Ku, sekarang engkau tinggal sendiri. Mereka telah meninggalkanmu dalam gulita
kubur, padahal engkau telah membangkang kepada-Ku demi mereka. Hari ini, Aku
akan mengasihimu dengan rahmat yang mengagumkan orang-orang. Aku
mengasihimu lebih dari kasih seorang ibu terhadap anaknya.”

Hassan ibn Sinan r.a. ditanya, “Bagaimana keadaanmu?” Dia menjawab, “Aku dalam
keadaan baik jika aku selamat dari siksa neraka.” Dia ditanya lagi, “Apa yang engkau
inginkan?” dia menjawab, “Malam yang panjang, yang sepenuhnya akan aku gunakan
untuk shalat.”

Abu Bakr al-Kattani r.a. berkata, “Ada seorang lelaki yang meng. hitung-hitung
keburukan dirinya. Suatu hari dia menghitung usianya, ternyata dia dapati dirinya telah
berumur 60 tahun. Lalu dia meng. hitung jumlah harinya, ternyata berjumlah 21.240
hari, dan tiba-tiba dia pingsan. Setelah siuman dia berkata, “O...sungguh celaka aku.
Aku harus menghadap Tuhanku dengan 21.240 dosa. Ini jika dalam tiap harinya
hanya melakukan satu dosa. Lalu bagaimana dengan dosa-dosa yang tak terhitung.”
Lalu dia berkata, “Ah, aku telah memakmurkan duniaku dan menghancurkan
akhiratku. Aku telah membangkang kepada Tuhanku Yang Maha pemurah, dan aku
tidak ingin pindah dari keramaian ke tempat sunyi. Bagaimana aku akan datang pada
hari perhitungan amal, menerima catatan dan siksa, tanpa amal dan pahala.”
Kemudian dia menjerit histeris, lalu jatuh ke tanah dan kembali pingsan lagi. Orang-
orang yang melihatnya menggoyang-goyangkan tubuhnya, ternyata dia telah mati.
Semoga rahmat Allah tercurah kepadanya.

Salah seorang ulama sufi bercerita, “Suatu hari, kami menjenguk 'Atha' as-Silmi yang
sedang mengalami sakit keras menjelang wafatnya. Kami bertanya kepadanya,
“Bagaimana keadaanmu?' dia menjawab, 'Maut sudah berada di pundakku. Kuburan
sudah di depan mataku. Kiamat adalah tempat perhentianku. Jembatan di atas
Jahanam adalah jalanku, dan aku tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadap diriku.
Kemudian dia menangis demikian sangat hingga pingsan. Setelah siuman, dia
berkata, Ya Allah, rahmatilah aku, rahmatilah kesendirianku di dalam kubur dan
204 Tanwir al-Qulub

tempat jatuhku saat mati. Rahmatilah keberadaanku di hadapan-Mu, wahai Yang


Paling Penyayang di antara semua yang penyayang.”

Abu Hurairah ra. menangis pilu ketika menghadapi maut. Lalu dia ditanya, “Apa yang
membuat engkau menangis?” Dia menjawab, Aku takut kalau aku ternyata telah
melakukan dosa yang aku anggap ringan padahal ia dosa besar dalam pandangan
Allah.”

Suatu hari, asy-Syaikh al-Muzanni menjenguk al-Imam asy-Syafif ra. ketika beliau
sakit keras. Lalu al-Muzanni bertanya, “Bagaimana keadaanmu, ya Abu “Abdillah?”
dan asy-Syafi'i menjawab, “Aku sedang beranjak pergi dari dunia, berpisah dari
saudara-saudara, menjumpai amal burukku, meminum air dari gelas kematian, datang
menghadap Tuhanku, dan aku tidak tahu apakah ruhku akan kembali ke surga hingga
aku bisa bersenang-senang di dalamnya, atau kembali ke neraka hingga aku
menderita kesengsaraan di dalamnya.” Kemudian beliau mengungkapkan syair,

Ketika hatiku keras membatu dan jalan-jalanku membeku kujadikan pengharapan


sebagai tangga untuk meraih ampunan-Mu dosa-dosaku demikian besar meliputiku
tetapi saat kusandingkan dengan ampunan-Mu, ya Rabb sungguh ampunan-Mu lebih
besar dari dosa-dosaku Selama Engkau Pemilik ampunan bagi dosa-dosa hamba
Engkau akan senantiasa berderma dan memberi maaf Sebagai anugerah dan
kemurahan dari-Mu Bila Engkau memaafkan hamba yang merasa sakit karena dosa-
dosanya yang sungguh zalim dan pengkhianat, dia kan berpisah dari dunia tanpa dosa
membelit Dan kalaupun diriku Kau tuntut balas aku sungguh takkan putus asa dari
rahmat-Mu Meski karena dosaku Kau masukkan aku ke dalam Jahanam Dosaku dari
lampau hingga kini sungguh menggunung Namun ampunanmu lebih besar nan
agung, wahai Sang Pemilik anugerah Semoga Dia yang bagi-Nya kebaikan
mengampuni kesalahanku dan menutupi dosaku dan mereka yang telah berlalu Allah
Ta'ala berfirman, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh...”

Ketika seorang hamba menjelang maut, semua hal yang dia senangi selama masa
hidupnya akan kembali terkenang di hatinya. Apabila ke. cenderungannya selama
hidup lebih banyak kepada ketaatan, maka yang paling banyak hadir saat menjelang
205 Tanwir al-Qulub

kematiannya adalah ingatan tentang ketaatan kepada Allah. Apabila


kecenderungannya selama hidup lebih banyak kepada maksiat, maka ingatan akan
maksiat itu akan mendominasi hatinya menjelang kematian. Bisa jadi saat ruhnya
dicabut dia sedang berada dalam dominasi syahwat duniawi atau maksiat, se. hingga
yang menjadi beban kesedihan dan kesusahannya adalah keter. pisahannya dari
dunia dan segala kenikmatan yang disenanginya. Hatinya terikat pada dunia hingga
terhijab dari Allah.

Sudah selayaknya orang yang berakal menanggalkan dunia, me. nyibukkan diri
dengan akhiratnya dan mengambil nasihat dari kematian.
Ingatlah ubanmu, ingatlah tempat kembali
Ingatlah, kalau pun engkau gagah perkasa saat hidup di dunia
setelah ajal engkau akan dipendam di dalam tanah
Bila engkau telah memasuki kubur
engkau akan berada di dalamnya sampai hari perhitungan
seluruh persendian tubuh yang dahulu kukuh
kan terputus terbatah-patah
kalau saja bukan karena kuburnan menjadi tirai penutup tubuhmu tentu bangkaimu
akan membuat kerikil dan asi berbau busuk
Engkau diciptakan dari tanah, lalu hidup
dan engkau pun tahu mana wicara yang fasih
kemudian engkau kembali ke tanah
hingga seakan-akan engkau belum pernah keluar dari tanah
Maka ceraikanlah dunia dengan talak tiga
dan segeralah bertobat sebelum ajal menjemput
Aku menasihatimu, maka dengarkanlah kata-kata dan nasihatku
Orang sepertimu tidak bisa menunjukkan kebenaran
Kita diciptakan untuk kemudian mati
seandainya kita dibiarkan hidup terus, niscaya bumi akan sesak oleh kita
Setiap pagi selalu ada seruan memanggil
Carilah penangkal untuk menghadapi ulat
Dan dirikanlah rumah untuk masa kehancuran
206 Tanwir al-Qulub

Apabila manusia mau merenung ihwal keadaan saudara-saudaranya yang telah


berlalu—bagaimana mereka terputus dari sanak saudara dan kekasih, bagaimana
amal mereka terputus, harta benda mereka tidak lagi bermanfaat bagi mereka:
bagaimana tanah menghapus ketampanan wajahnya dan ulat-ulat memangsa
jasadnya, bagaimana mereka kesepian dalam kubur, sendirian di dalam kesusahan,
menjadi bangkai yang berantakan, biji mata meleleh, warna kulit berubah, kefasihan
hilang, kepala berlumur debu dan tak lagi tegak, lalu dalam kondisi itu malaikat
menginterogasi mereka tentang keyakinan, kemudian disingkapkan pada mereka
surga atau neraka yang akan menjadi tempat mereka di hari kebangkitan—niscaya
dia akan menghadap kepada Allah Ta'ala dengan hati yang luluh dan khusyuk.

Wahai saudaraku, lihatlah dirimu! Dengan badan yang mana engkau akan berdiri di
hadapan Allah Ta'ala, dengan lidah yang mana engkau akan menjawab pertanyaan
Allah, apa yang akan engkau katakan saat Dia meminta pertanggung jawabanmu
tentang hal yang sedikit dan yang banyak? Persiapkanlah jawaban untuk
pertanyaannya, dan persiapkanlah kebenaran untuk jawabannya.

Kurenungi bagaimana kondisiku di alam mahsyar dan Hari Kiamat


Bagaimana peletakan pipiku di dalam kubur nan sunyi sepi dan sendiri berbantal
tanah
setelah kemuliaan dan kehormatanku tergadai dosa
Kurenungi lamanya perhitungan amal
dan hikmanya kedudukanku saat aku diberi catatan amal
Tetapi harapanku kepada-Mu, ya Rabb Penciptaku
Kau ampunkan kesalahan-kesalahanku, ya ilahi

Suatu hari, Sayyidina 'Ali ibn Abu Thalib k.w. memasuki komplek pekuburan Madinah,
lalu berseru, “Wahai penghuni kubur, assalamu alaikum wa ra hmatullah. Apakah
kalian yang akan terlebih dahulu mengabari kami tentang keadaan kalian, atau kami
yang mengabari kalian?” Kemudian beliau mendengar suara tanpa rupa menyahut,
“Alazikas-salam wa rahmatullah wa barakatuh. Kabarilah kami apa yang terjadi
setelah kepergian kami.” Lalu Imam 'Ali berkata, “Istri-istri kalian telah menikah lagi.
Harta benda milik kalian telah dibagi-bagi. Anak-anak kalian telah menjadi yatim dan
bangunan-bangunan yang kalian dirikan telah dihuni musuh-musuh kalian. Inilah
207 Tanwir al-Qulub

kabar dariku. Lalu apa kabar yang ada dari kalian?” Kemudian ada mayat yang
menjawab, “Kain-kain kafan telah robek. Rambut-rambut telah terurai. Kulit-kulit telah
koyak. Pipi yang kencang telah meleleh busuk. Lubang hidung mengeluarkan nanah
dan berlendir busuk. Apa yang telah kami persembahkan dahulu kini kami dapati
akibatnya. Harta benda yang telah kami tinggalkan telah merugikan kami. Dan kami
tergadai dengan amal perbuatan kami.”

Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa sesungguhnya arwah orangorang beriman


selalu mendatangi langit dunia setiap hari, dan mereka berhenti pada posisi yang
tegak lurus dengan rumah tempat tinggal mereka saat di dunia. Lalu masing-masing
mereka berseru berkali-kali dengan suara pilu dan sedih, “Wahai istriku, wahai
kerabatku, wahai anak-anakku. Wahai orang-orang yang menempati rumah kami,
wahai yang memakai pakaian kami dan telah membagi-bagi harta kami, adakah di
antara kalian yang mengingat kami dan memikirkan kami yang sekarang dalam
keterasingan? Saat ini kami berada di penjara untuk waktu yang amat lama, di balik
dinding yang amat kokoh. Kasihanilah kami, semoga Allah mengasihi kalian.
Janganlah kalian pelit terhadap kami sebelum kalian menjadi seperti kami. Wahai
hamba-hamba Allah, sesungguhnya anugerah yang sekarang ada di tangan kalian,
dahulu berada di tangan kami, tetapi kami tidak menafkahkannya di jalan Allah. hisab
dan perhitungannya menjadi tanggung jawab kami, sementara manfaatnya tidak bagi
kami.” Jika engkau tidak memberi sesuatu pun kepada mereka, mereka akan kembali
dengan kerugian dan nasib buruk.

Malik ibn Dinar r.a. berkata, “Suatu hari aku mendatangi pekuburan, untuk melihat
orang-orang yang telah mati dan mengambil pelajaran darinya. Di pekuburan itu aku
merenung, tetapi aku tercegah, sehingga akhirnya aku bersenandung:

Kudatangi kubur-kubur, kupanggil-panggil


Di manakah kau yang dulu dihormati dan berbangga diri
Di manakan kau yang dulu sombong dengan kekuasaan
Di manakan kau yang dulu gagah perkasa menguasai negeri
Di mana pula kau yang dulu bila diseru segera memenuhi panggilan
Di mana kalian yang bersuci diri saat hadir
Tiba-tiba ada suara menjawabku:
208 Tanwir al-Qulub

Semuanya telah punah, tak ada yang bisa memberi kabar


Mereka semua telah mati, inilah kabar
Pagi dan petang cacing dan ulat bergiliran makan
Memupus kemdahan rupa mereka
Mereka telah bersandang amal di dunia
Bisa jadi mendapat nikmat, bisa pula mendapat sengsara
Mereka menuju Maharaja Yang Mahakuasa lagi Mahaagung
Yang mesti ditaati bila Dia memerintah
Wahai orang yang bertanya kepadaku tentang mereka yang telah pergi

Tiadakah pelajaran bagimu dari mereka yang telah mati?

Malik berkata, “Sejenak aku tercenung. Lalu tiba-tiba aku melihat Bahlul al-Majnun
tengah duduk di antara kuburan. Dia tampak memandang ke arah langit seraya
berdoa penuh ketundukan. Sesaat ke. mudian dia menundukkan pandang ke bumi
dan tampak merenung. Lalu dia menengok ke arah kanan, lalu tertawa. Kemudian
menengok ke arah kiri, kemudian menangis. Aku berucap kepadanya, “Assalamu.
alaika, ya Bahlul' Dia menjawab, “Wa alaikassalam, wahai Malik ibn Dinar. Aku
berkata, “Kulihat engkau duduk-duduk di antara pekuburan.' Dia menjawab, “Aku
duduk-duduk di antara mereka yang tidak akan menyakitiku, dan mereka tidak akan
menggunjingiku saat aku pergi. Aku berkata lagi, Aku melihat engkau menengadah ke
langit sarnbil memohon penuh ketundukan, sesaat kemudian kulihat engkau
mengarahkan pandangan ke bumi dan merenung. Kulihat pula engkau menengok ke
arah kanan lalu kau tertawa, dan kemudian menengok ke arah kiri lalu menangis?' Dia
menjawab, “Wahai Malik, bila aku memandang ke arah langit, aku teringat firman Allah
Ta'ala, (Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu dan terdapat (pula) apa yang
dijanjikan kepadamu)," dan sudah semestinya orang yang mendengar ayat ini berdoa
memohon sepenuh hati. Apabila memandang ke bumi, aku teringat firman Allah
Ta'ala, (Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan
mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali
yang lain),"' dan sudah semestinya orang yang mendengar ayat ini merenung. Apabila
aku menengok ke arah kanan, aku teringat firman Allah Ta'ala, (Dan golongan kanan,
alangkah bahagianya golongan kanan itu).”? Sudah selayaknya orang yang
mendengar ayat ini tersenyum. Jika aku memandang ke arah kiri, aku teringat firman
209 Tanwir al-Qulub

Allah Ta'ala, (Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu. Dalam (siksaan) angin
yang amat panas dan air panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang
hitam).' Sudah sepantasnya orang yang mendengar ayat ini menangis.” Kita
memohon kepada Allah agar kita dijadikan bagian dari golongan kanan.

TAFSIR SURAH AT-TAKATSUR

Allah Ta'ala berfirman di dalam Al-Quran agung:

1. Bermegah-megahan telah membuatmu lalai.


Yang dimaksud adalah: memperbanyak harta benda dan anak-anak, atau bermegah-
megahan dengan banyak harta benda dan anak-anak serta keturunan telah membuat
kalian sibuk hingga lalai akan hari perhitungan dan pembalasan.

2. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.


Kelalaian itu terus berlangsung sampai saat kalian memasuki kubur, berpisah dari
karib kerabat dan kekasih, lalu tergadai di antara lapisanlapisan tanah sampai hari
perhitungan amal tergolek tak berdaya.

3. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu).


Berhentilah dan menghindarlah, jangan sampai engkau bermegahmegahan dan
memperbanyak harta benda. Sungguh, kelak kamu akan mengetahui akibat
perbuatanmu setelah usai dari dunia, bila engkau telah masuk ke dalam kubur dan
janji Allah Tuhan semesta alam telah datang kepadamu.

4. Jangan begitu, kelak kamu akan mengetahui


Kelak engkau akan mengetahui, yakni saat kiamat datang dengan segala
kedahsyatannya, ketika langit terbelah dan menumpahkan semua isinya, saat bumi
memuntahkan semua kandungannya, ketika ibu-ibu yang sedang menyusui lupa akan
bayi-bayinya, saat anak-anak seketika beruban karena kengeriannya, ketika matahari
amat dekat di atas kepala dengan panas yang berlipat-lipat.

5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin


210 Tanwir al-Qulub

Janganlah begitu, kalimat ini diulang lagi untuk menguatkan dan menegaskan
peringatan. Wahai sekalian manusia, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan
yang yakin tentang apa yang akan engkau dapat dari Allah atau yang akan engkau
tanggung dari-Nya ketika hati telah sampai di tenggorokan dan buku catatan amal
telah dibentangkan tanpa menghapQS amal yang maupun yang besar, tentu engkau
akan sibuk hingga tidak sempat lagi bermegah-megahan. Apa yang akan terjadi
padamu nanti bila timbangan telah ditegakkan, lembar-lembar catatan amal telah
dibentangkan, orang-orang yang teraniaya menuntut balas kepada si penganiaya,
para malaikat turun, Jibril berdiri memimpin mereka, para malaikat berbaris bershaf-
shaf tanpa berkata-kata selain mereka yang telah diberi izin oleh Allah Yang Maha
Pengasih. Segenap manusia berada dalam penantian yang amat lama.

6. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim


Allah Ta'ala bersumpah, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim saat
kalian berada di rumah-rumah kubur. Sebab bagi setiap anak Adam yang telah berada
di dalam kubur akan diperlihatkan tempatnya di neraka. Apabila ia orang yang
beruntung, neraka itu akan ditampakpan sesaat kepadanya, lalu ia digembirakan
dengan lenyapnya neraka jtu dari pandangannya. Sedangkan bila dia orang yang
celaka, neraka jtu akan terus tampak setelah diperlihatkan kepadanya.

7. Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul-yaqin


(pandangan mata yang nyata)
Yakni ketika neraka Jahim didatangkan oleh para malaikat yang bengis dan kejam,
yang kemarahannya hampir-hampir membuat para penghuni neraka porak-poranda,
ketika jembatan telah dibentangkan di atas neraka, engkau mendengar suara
gemuruhnya, engkau lihat jelas kengeriannya, lalu engkau lihat para penghuninya,
kau dengar jeritan mereka di dasar neraka, dari lapisan-lapisannya, juga mereka yang
terikat di belenggu-belenggunya. Lalu kau dengar saat neraka itu ditanya, “Apakah
engkau telah penuh?”, neraka balik bertanya, “Apakah masih ada tambahan?”

8. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu). Yakni, tentang semua yang engkau nikmati di dunia.
Wahai orang-orang yang menyedihkan, renungkanlah pelajaran yang berharga itu,
sungguh di dalamnya ada peringatan dan nasihat yang hebat. Bila ungkapan ayat itu
211 Tanwir al-Qulub

mengetuk-ngetuk telinga yang orang yang benar keislamannya, niscaya ia akan


membuatnya mencicipi rasa ngeri dan segera bersiap-siap menyongsong tempat
keabadian. Tetapi karena mata hati telah menjadi buta, sedikit sekali yang terkesan
oleh peringatan itu.

Maka, wahai orang yang telah didahului mereka dan tertinggal di dalam syahwat,
wahai orang yang menghabiskan kesempatannya dengan menunda-nunda dan
menganggur, wahai orang yang hatinya menjadi keras karena maksiat dan matanya
membeku tak lagi bisa mengambil pelajaran, wahai orang yang rambutnya telah
memutih tetapi dia masih terus-menerus berbuat durhaka, berapa banyak lagi maksiat
yang akan kalian lakukan untuk melawan Dia Yang Mahatahu rahasia tersembunyi?
Bermegah-megahan telah membuat kalian lalai, sampai kalian masuk hp dalam kubur.

Sungguh aneh, setiap kali Tuhanmu menghamparkan kenikmatan untukmu, engkau


menerimanya dengan kemaksiatan. Padahal betapa sering Dia menyeru dirimu,
“Wahai hamba-Ku, kau tinggalkan duduk bersama-Ku lalu kau duduk bersama setan.
Sudah berapa banyak aku berbelas kasih kepadamu dengan berbagai nikmat, Aku
sungguh pe, murah dengan anugerah-Ku. Wahai hamba-Ku, Aku senang meng,
hubungimu, tetapi engkau suka menjauh dan meninggalkan Aku. Apa upayamu jika
roda kematian menimpamu, bila murka-Ku menimpa dirimu, bila sanak keluarga dan
teman karib menjauh meninggalkanmu tergadai dengan amalmu sendiri di bawah
tumpukan tanah. Wahai miskin, bagaimana keadaanmu bila lembar catatan amalmu
telah dibentangkan, timbangan amalmu sangat ringan, angan-anganmu meleset dan
rahasiamu terbongkar? Tidakkan engkau tahu siapa yang engkau maksiati dan
kepada siapa engkau telah berbuat lancang? Engkau telah menjauhkan diri dari tobat,
kau lalaikan perhitungan amal, kau sebarkan kejahatan, engkau abaikan perintah-
Nya, kau perbuat berbagai dosa dan kau langgar larangan-larangan-Nya. Tidakkah
engkau tahu bahwa Dia senantiasa melihatmu dan Dia Yang Mahaagung tidak akan
melupakanmu? Siapa yang akan menyelamatkanmu jika engkau telah berada di
hadapan-Nya dan Dia meminta pertanggung jawaban amal buruk dan
kelancanganmu kepada-Nya? Apabila engkau mengakuinya, berartiengkau telah
memberikan pengakuan. Dan kalaupun engkau mengingkarinya, pengingkaranmu itu
tidak akan bermanfaat.
212 Tanwir al-Qulub

Celaka nian engkau, wahai miskin! Kelalaian macam apa yang kau idap?! Sungguh,
setiap saat engkau sedang bergerak untuk menghadap kepada-Nya. Kebingungan
macam apa yang kau derita, padahal umur duniamu sungguh pendek? Kemabukan
apa yang kau alami, padahal kain kafan telah digelar untukmu, saat keberangkatan
dan perpisahanmu telah tiba? Demi Allah, perjalanan yang kau jelang itu sungguh
panjang, dan sergapan Tuhanmu sungguh dahsyat.

Wahai miskin, engkau telah menjual akhirat demi duniamu. Engkau larut menuruti
syahwat hingga lupa taat kepada Tuanmu. Maksiatmu telah mencipta gulita,
menghijab menelikungmu. Hawa nafsu telah menutup pintu-pintu di hadapanmu. Pagi
dan senja silih berganti memperingatkanmu, tetapi engkau tak pula beranjak dari
dosa, padahal kubur telah demikian dekat. Semakin panjang usiamu semakin
bertambah pula dosamu. Dan setiap kali engkau hendak meninggalkan kesalahan,
syahwat selalu datang menghalangimu, hingga cacat dirimu semakin bertumpuk.
Sungguh merugi dirimu. Ratapilah dirimu, barangkali senandung kematian bisa
bermanfaat untukmu.

Sungguh, lalai dan durhaka bukan prilaku hamba Allah. Tidakkah engkau takut
kedahsyatan kiamat, yang karena demikian dahsyatnya bayi yang baru lahir langsung
beruban? Apakah janji Allah tidak membuatmu bangkit melakukan ketaatan? Apakah
ancaman-Nya tidak pula membuat engkau terperingatkan? Apakah engkau tidak tahu
bahwa engkau akan dimintai pertanggung jawaban untuk setiap saat yang kau lalui di
dunia ini? Tidakkah engkau tahu bahwa tiap langkah kaki dan ucapan lisanmu akan
diperhitungkan? Apakah engkau tidak tahu bahwa kematian memburumu
sebagaimana ia memburu yang lain? Sungguh, kematian lekat padamu lebih dari urat
lehermu sendiri? Tidak. kah sang penghancur kesenangan membuatmu cemas?
Tidakkah sang pemutus jamaah membuatmu takut? Tidakkah engkau sadar bahwa
kita akan dijemput dan mendatangi sumur kematian satu persatu? Lalu sesaat
kemudian kenyataan tersingkap dan tempat kembali kita tampak jelas?

Saudaraku, betapa banyak kematian telah merenggut jiwa. Betapa banyak kematian
telah menistakan pipi mulia ke atas tanah. Betapa banyak kematian telah merenggut
sang kekasih dari kekasihnya. Betapa banyak kematian membuat anak-anak jadi
yatim, membuat mereka sibuk menangis dan meratap. Betapa banyak kematian telah
213 Tanwir al-Qulub

membuat sepi rumah-rumah yang mulanya terang benderang. Betapa banyak


burungburung arwah telah terbang dari sangkarnya.

Mana orang yang telah membangun rumah kokoh dan gedunggedung pencakar
langit? Mana orang yang sombong dan melampaui batas, yang suka memperbudak
sesama dan mengira diri tidak akan berpindah ke dalam kubur? Mana orang yang
tidak mau mendengar peringatan maut dan senang menunda-nunda tobat? Mana
orang yang suka membangga-banggakan keturunan? Mana orang yang suka
bermegah-megahan dengan harta bendanya? Mana orang yang suka memerintah
dan melarang? Mana orang yang suka menghakimi dan memaksa? Mana raja-raja
yang kejam nan bengis? Mana penguasa yang suka memecah belah umat?

Sang pemusnah kesenangan telah mengejutkannya, lalu mengeluarkannya tanpa dia


kehendaki, bahkan tanpa penangguhan sesaat pun. Maut telah memutusnya dari
angan-angan dan menghalanginya dari kawan dan para pembantunya. Sanak
keluarganya telah bubar. Kekasih, istri dan sahabatnya telah berpaling sekan-akan
mereka belum pernah mengenalnya. Mata kasar mereka tak bisa melihatnya.
Kemuliaannya berganti kehinaan, berumah di tempat menakutkan, gelap dan sempit,
tanpa seorang pun mengasihinya, tidak pula seorang pun sudi duduk di dekatanya.
Biji mata meleleh di pipi. Seluruh persendiannya terputus dan tubuh dimakan ulat.
Darinya mengalir nanah dan darah pusuk. Wajah cantik dan tampan berubah busuk
dan menjijikkan, disambut binatang-binatang dalam tanah. Di dalamnya, dia dihujani
panah petaka bertubi-tubi.

Sementara harta bendanya dibagi-bagi para pewaris. Rumahnya dihuni orang lain.
Istrinya dinikahi musuh. Tinggallah dia sendiri, tergadai dengan amal perbuatannya,
di bawah putusan Sang Hakim Yang Mahaadil, Yang Mahasuci nan Mahaagung. Dia
dimintai perhitungan atas semuanya, yang sedikit maupun yang banyak, yang
berharga maupun yang remeh.

Apakah dalam kondisi demikian para kekasih akan memberinya manfaat? Atau ratap
tangis orang-orang yang ditinggalkannya akan memberi kecukupan? Tidak! Demi
Allah, semua itu tidak akan memberinya manfaat, tidak akan membuatnya terlihat,
tidak pula akan membuatnya kembali.
214 Tanwir al-Qulub

Sesungguhnya di dalam kematian itu ada peringatan bagi mereka yang sadar dan
pelajaran bagi mereka yang berpikir.

Maka, wahai saudaraku, bersiaplah menyongsong ia yang pasti akan kau jumpai,
bersiagalah untuk menyambut kematian dan segala bencananya. Sebentar lagi
ajalmu akan tiba, dan engkau segera menempati tempat itu. Bangunlah dari tidur
lelapmu. Sesungguhnya dunia itu laksana kembang tidur. Tempat yang fand ini
sungguh tak layak untuk dijadikan tempat menetap.

Lepaskanlah dirimu dari kungkungan dosa, karena sesungguhnya engkau diburu


untuk menjadi bahan bakar neraka. Ingatlah hari ketika hati terombang ambing, orang-
orang kebingungan, lisan tertahan, pengetahuan lenyap, kain kafan dihamparkan,
kemuliaan sirna dan perjalanan panjang hadir di hadapanmu. Sadarlah, sebelum
Munkar dan Nakir datang, sebelum jeritan dan rintih sakit menjadi-jadi. Ingatlah saat
tiada beda antara budak dan raja, ketika harus menyusul mereka yang telah
mendahului dan dilupakan orang-orang yang diting. galkan, lalu menetap di sana
sebagai tawanan sampai saat dibangkit. kan dan terbangun dengan perasaan penuh
sesal. Di sana semua dosa akan digelar, hak si teraniaya diambil dari orang yang telah
menzaliminya, musibah demikian dahsyat, tempat melangkah menjadi sempit. Lalu
keanehan-keanehan bermunculan, wajah-wajah menghitam kelam, para pelaku
maksiat kehilangan harapannya, kaki kaki terpeleset, dan hakimnya adalah Diraja
Yang Mahatahu.

Apakah dalam kondisi itu engkau akan mendapat manfaat dari perilaku menggunjing,
mengadu domba atau menyakiti saudara-saudaramu yang beriman dengan
perilakumu yang buruk dan tidak terpuji? Apakah engkau akan mendapat manfaat dari
minum arak, mengisap ganja dan opium? Atau dari kesaksian palsu, kebohongan dan
pengkhianatan? Apakah engkau akan mendapat manfaat dari tindakan menghalalkan
yang haram, menyia-nyiakan amanat, menghinakan Alguran, mengagungkan
perbuatan buruk dan batil? Apakah engkau akan mendapat manfaat dari
persahabatan dengan musuh-musuh Allah, atau membantu orang zalim berbuat
aniaya terhadap korban? Apakah engkau akan mendapat manfaat dari perilaku saling
membenci, mendengki, saling menjauhi, berbangga-bangga dengan keturunan atau
215 Tanwir al-Qulub

nasab serta harta benda? Apakah engkau juga akan mendapat manfaat dengan
perilaku meremehkan hal-hal fardhu dan meninggalkan sunnah syariat yang mulia?
Apakah engkau akan mendapat manfaat dari perilaku-perilaku buruk lainnya yang
berakibat kerusakan, kebinasaan dan kesengsaraan?

Faedah

Ketahuilah bahwa derita maut sungguh sangat menyakitkan, tidak ada yang
mengetahuinya selain orang yang mengalaminya dan pernah mencicipinya. Derita
maut lebih dahsyat daripada tebasan pedang, lebih nyeri daripada sayatan gergaji
atau gunting. Derita karena tebasan pedang masih menyisakan kekuatan di dalam
badan, sehingga orang yang mengalaminya masih bisa berteriak, atau menjerit dan
meminta pertolongan. Lain halnya dengan derita yang ditimpakan maut. Orang yang
disergap kematian menjadi amat lemah, bahkan suaranya pur terputus karena nyeri
dan derita maut yang dirasakannya.

Derita maut meremukkan seluruh sel dan merontokkan semua anggota tubuh hingga
tidak tersisa kekuatan sedikit pun untuk meminta tolong. Sementara akal tertutup
waswas, lidah menjadi kelu dan pandangan mata juga buram. Dia berharap mendapat
Kekuatan untuk sekadar merintih dan menangis, tetapi dia tidak mampu. Kalaupun
masih tersisa kekuatan pada dirinya, saat naza' dan ruh tercerabut dari tubuh, hanya
akan terdengar lenguh dan ghargharah dari tenggorokan dan dadanya. Warna kulit
berubah, tubuh menggigil dan kelopak mata membelalak. Buah pelirnya terangkat ke
atas, jari-jarinya memucat dan bagian demi bagian anggota badannya pun mati
seluruhnya. Yang pertama kali mati adalah kedua telapak kaki, lalu diikuti kedua betis,
terus ke paha. Bagian demi bagian anggota tubuhnya mengalami sekarat dan rasa
sakit yang sangat pedih hingga ruh sampai di tenggorokan. Dan saat ruh sudah
sampai di tenggorokan, dia tidak bisa lagi melihat dunia dan penghuninya, dan dia
diliputi perasaan merugi dan penyesalan yang luar biasa.

Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. menjenguk
salah seorang sahabatnya yang sakit menjelang kematian. Lalu beliau bersabda, “Aku
sungguh tahu apa yang dia rasakan. Tidak satu pun pembuluh darahnya yang luput
merasakan kepedihan puncak yang dibawa maut.”
216 Tanwir al-Qulub

Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa saat Rasulullah saw. menjelang wafat, di
samping beliau ada segelas air. Beliau memasukkan tangannya ke dalam air, lalu
mengusapkannya ke wajah seraya berkata, “La ilaha illallah, sesungguhnya pada
kematian itu ada sakarat.” Perawi lain mengatakan bahwa saat itu beliau berucap, “Ya
Allah, ringankanlah sakaratul-maut untukku.” Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa
beliau berdoa, “Ya Allah, bantulah aku untuk mengatasi sekaratul-maut.” Fathimah
binti Rasulullah berkata saat beliau menjelang wafat, “O betapa pedih deritamu, wahai
Abah.” Kemudian Rasulullah saw. ber. ucap, “Tak ada lagi kesusahan bagi ayahmu
setelah hari ini.” Ibnu Abi ad-Dunya meriwayatkan bahawa Rasulullah saw. berdoa,
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau mencabut ruh dari seluruh urat saraf, pembuluh
darah dan ujung-ujung jemari. Maka bantulah aku untuk mengatasinya dan
ringankanlah untukku.” Syaddad ibn Aus berkata, “Kematian merupakan derita paling
pedih di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Rasa sakitnya lebih dahsyat
daripada digergaji, digunting, atau direbus di air mendidih dalam panci. Seandainya
mayat dibangunkan dan memberitahukan betapa sakit derita kematian yang
dialaminya kepada penduduk dunia, niscaya mereka tidak bisa menikmati hidup, tidak
pula akan bisa menikmati tidur.”

AN-NAFS

Mengenali nafs” merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu. Sebab
barang siapa telah mengenal dirinya berarti dia mengenal Tuhannya. Maksudnya,
orang yang mengenali bahwa dirinya hina, tidak berdaya, lemah dan fana, maka dia
akan mengenal bahwa Tuhannya Mahamulia, Mahakuasa dan kekal. Sedangkan
orang yang tidak mengenal diri pribadinya, tentu lebih tidak kenal lagi kepada
Tuhannya.

Oleh karena itu, hendaklah orang yang berakal segera mengusahakan makrifat
dengan sungguh-sungguh dan tidak menunda-nunda, agar saat dijemput maut dia
dalam keadaan makrifat, tidak menderita ketidaktahuan. Sungguh, bila hati telah buta,
tak ada jalan baginya untuk sampai bisa melihat setelah mati. Allah Ta'ala berfirman,
“Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan
lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).
217 Tanwir al-Qulub

Ketahuilah bahwa an-nafs adalah lathifah rabbanyyah, yakni ruh sebelum dilekatkan
pada tubuh. Allah menciptakan ruh-ruh sebelum menciptakan jasad, dan sebelum
dilekatkan pada tubuh, ruh itu berada di sisi-Nya. Ketika ruh itu diperintahkan untuk
melekat di tubuh, ia segera mengenali yang larn dan terhijab dari hadirat Allah karena
sibuk dengan yang lain. Karena itu ia membutuhkan pengingat. Allah Ta'ala berfirman,
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat
bagi orang-orang yang beriman.”

An-nafs adalah substansi yang menyinari (menghidupi) badan. Apabila ia menyinari


badan lahir dan batin, maka dihasilkan kondisi terjaga. Apabila ia hanya menyinari
badan bagian dalam, maka dihasilkan kondisi tidur. Apabila penyinarannya terputus
secara total dari badan, maka dihasilkan kondisi mati.

Biang semua maksiat, kelalaian, syahwat dan syirik adalah keridhaan pada nafs.
Perhatikanlah bagaimana Fir'aun ketika benar-benar meridhai dirinya, dia melampaui
batas hingga berkata, “Akulah tuhan kalian yang paling tinggi.”

Pokok semua ketaatan, kesadaran, keterjagaan dan musyahadah adalah


ketidakridhaan terhadap nafs. Karena itu tidak ada yang lebih bermanfaat bagi
seorang hamba selain mendidik nafs-nya.

Dilihat dari keterpengaruhannya oleh mujahadah (perjuangan ruhani melawan nafs),


nafs terdiri dari tujuh tingkatan, yaitu:

Pertama, an-nafsu al-ammairah (jiwa yang memerintah kepada keburukan), yakni jiwa
yang cenderung kepada tabiat badaniah, memerintahkan pemenuhan kesenangan-
kesenangan dan syahwat yang terlarang menurut syara', serta menarik-narik hati
kepada hal-hal yang hina. An-nafs al-ammarah ini merupakan tempat berbagai
keburukan dan sumber akhlak tercela, seperti sombong, tamak, syahwat, dengki,
marah, bakhil dan dendam. Tingkatan ini merupakan kondisi umum nafs manusia
sebelum mujahadah.
218 Tanwir al-Qulub

Kedua, an-nafs al-lawwamah (jiwa yang mencela), yakni jiwa yang sudah mendapat
terang cahaya hati, sehingga kadang menuruti kekuatan akal dan terkadang
membangkang, namun setelah membangkang itu ia merasakan penyesalan dan lalu
mencela dirinya sendiri. Pada tingkatan ini, jiwa menjadi sumber penyesalan, tempat
bermula hasrat nafsu, kelalaian dan ketamakan.

Ketiga, an-nafs al-muthmainnah, yakni jiwa yang telah mendapat terang cahaya hati
hingga kosong dari sifat-sifatnya yang tercela lalu merasa nyaman dan terteram
terhadap sifat-sifat kesempurnaan. Maqam-nya merupakan tempat bermula
kesempurnaan. Jika seorang salik sudah menapakkan kakinya pada magam ini, dia
dianggap sebagai ahli thariqah, karena keberpindahannya dari talwin (keterpilahan
dan keberpendaran) kepada tamkin (keberhimpunan dan kemapanan). Orang yang
jiwanya sudah berada pada tingkatan ini akan mengalami mabuk ketuhanan. Padanya
berhembus angin sepoi ketersambungan. Dia berbicaya seperti biasa dengan sesama
manusia sementara hatinya jauh dari mereka, karena demikian kuat keterkaitannya
kepada Allah Ta'ala.

Keempat, an-nafs al-mulhimah (jiwa yang terilhami), yakni jiwa yang telah diberi ilham
oleh Allah berupa ilmu, tawadhu', gana'ah dan sakha' (kedermawanan). Karenanya
dalam tingkatan ini jiwa menjadi pemancar kesabaran, kesanggupan menanggung
derita dan rasa syukur.

Kelima, an-nafs ar-radhiyah (jiwa yang ridha), yakni jiwa yang senantiasa ridha
kepada Allah Ta'ala, sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah Ta'ala, “...dan
mereka pun ridha kepada-Nya.” Pada tingkatan ini, jiwa dalam kondisi berserah dan
menikmati mabuk kerinduan kepada Allah. Sebagai terungkap dalam sebuah syair:

Tambahi aku mabuk cinta kepada-Mu Aku sungguh tergila-gila kepada-Mu Kasihilah
hatiku dengan api cinta kepada-Mu

Keenam, an-nafs al-mardhiyyah (jiwa yang diridhai Allah), yakni jiwa yang diridhai
Allah Ta'ala, dan jejak ridha-Nya itu muncul pada jiwanya dalam rupa karamah,
keikhlasan dan zikir (senantiasa dalam kondisi ingat Allah). Pada tingkatan ini,
seorang salik menjejakkan kakinya yang pertama dalam pengenalan kepada Allah
219 Tanwir al-Qulub

(ma rifatullah) dengan pengenalan sejati. Pada tingkatan ini muncul tajalli af'al
(manifestasi perbuatanperbuatan Allah).

Ketujuh, an-nafs al-kamilah (jiwa yang sempurna), yakni jiwa yang padanya
kesempurnaan telah menjadi tabiat dan watak, dan dalam kesempurnaan ini ia terus
mendaki. Lalu ia diperintahkan untuk kembali kepada hamba-hamba Allah, untuk
melakukan pembimbingan dan penyempurnaan terhadap mereka. Magam jiwa yang
seperti ini adalah magam lajalli al-asma' wa as-sifat (manifestasi nama-nama dan
sifat-sifat). Sedangkan hil-nya adalah al-baqa' billah, berjalan dengan Allah, kepada
Allah, kembali dari Allah, dan menuju kepada Allah. Tiada tempat baginya selain Dia,
dan ilmu-ilmunya diambil dari Allah. Seperti diungkapkan dalam sebauh syair,

Dan setelah fana dalam Allah, jadilah sebagaimana engkau kehendaki Karena ilmumu
tiada mengandung kebodohan
pun perbuatanmu tiada mengandung dosa

Ketahuilah, bahwa pendakian dari satu magam ke magim selanjutnya hanya bisa
ditempuh dengan bimbingan guru yang makrifat, yang mengetahui maqamat dan
ahwal jalan spiritual. Jangan kau kira bahwa penyucian jiwa bisa dengan mudah
dilakukan melalui jalan akal seperti diduga oleh para filsuf, kaum empirisme dan
kelompok-kelompok lainnya yang menempuh cara penyucian jiwa dengan latihan
Spiritual yang serampangan, tanpa bimbingan guru yang “arif. Sehingga mereka jatuh
ke dalam kerusakan, kesamaran dan kesesatan.

Penyucian jiwa seperti pengobatan badan lahir. Orang yang badan fisiknya sakit tidak
boleh minum obat selain atas petunjuk dokter yang ahli dan berpengalaman
melakukan pengobatan. Demikian pula penyucian jiwa tidak mudah dilakukan kecuali
dengan petunjuk dan tuntunan nabi atau wali yang mempunyai keahlian dalam
masalah ini.

Ketahuilah bahwa jiwa memiliki banyak hijab yang bersifat cahaya hijab yang bersifat
kegelapan. Jalan bagi seorang murid untuk sampai pada pembebasan diri dari hijab-
hijab tersebut bisa ditempuh dengan memerangi dan menentang nafsu dan keluar dari
220 Tanwir al-Qulub

hasrat nafsu. Sungguh, nafsu merupakan penghalang tarbesar antara seorang hamba
dan Tuhannya.

Ada banyak ragam mujahadah (perjuangan memerangi nafsu), dan setiap murid
mempunyai jalan mujahadah-nya sendiri yang cocok untuk diri masing-masing.
Kecocokan model mujahadah bagi setiap murid disesuaikan dengan kadar
kemampuannya dan kadar pengenalannya tenyang mana yang paling berat, dengan
melihat keadaan dirinya, tempo mujahadah-nya serta hal-hal lainnya.

Bagi seorang raja, mujahadah yang berupa puasa dan shalat itu lebih berat daripada
mujahadah berupa sedekah atau memerdekaan budak. Sedangkan bagi si miskin dan
orang-orang yang rakus justeru sebaliknya. Bagi sejumlah ilmuwan, mujahadah
dengan meninggalkan perberdebatan, perselisihan, menampakkan kelebihan dan
bersaing di dalam forum, itu lebih berat daripada mujahadah dengan puasa atau
shalat. Mujahadah dengan puasa di musim panas tentu lebih berat daripada di musim
dingin. Sedangkan mujahadah dengan shalat malam justru lebih berat di musim dingin
daripada di musim panas.

Penentuan berbagai jenis mujihadah bagi para murid diserahkan kepada pendapat
syaikh yang menjadi pembimbing dan penuntun mereka di jalan spiritual, bukan pada
pilihan murid sendiri. Sebab jika pemilihan model mujdhadah itu ditentukan oleh murid
bisa sangat membahayakan.

Pokok mujahadah adalah penyapihan jiwa dari segala bentuk kesenangannya serta
mendorongnya untuk melawan semua keinginan pada keseluruhan waktu. Salah
seorang “arif berkata, “Kami mengambil tasawuf bukan dari pendapat ini dan itu, tetapi
kami mengambilnya dari rasa lapar, meninggalkan dunia, menyapih segala kebiasaan
jiwa, menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.”

Seorang syaikh sufi berkata, “Barang siapa memasuki mazhab kami (yakni jalan
tasawuf), hendaklah dia menjadikan empat kematian dalam dirinya. Yakni, kematian
merah, kematian hitam, kematian putih dan kematian hijau. Kematian merah adalah
melawan hawa nafsu. Kematian hitam adalah menanggung derita menyakitkan yang
ditimpakan orang lain kepada dirinya. Kematian putih adalah rasa lapar dan kematian
221 Tanwir al-Qulub

hijau adalah membuang keutamaan yang telah disematkan orang lain kepadanya satu
persatu.”

Ibrahim ibn Adham berkata, “Seseorang tidak akan mencapai derajat keshalihan
sebelum melampaui enam penderitaan. Pertama, me. nutup pintu kesenangan dan
membuka pintu kesusahan. Kedua, menutup pintu mulia dan membuka pintu hina.
Ketiga, menutup pintu istirahat dan membuka pintu lelah. Keempat, menutup pintu
tidur dan membuka pintu terjaga. Kelima, menutup pintu kaya dan membuka pintu
fakir. Keenam, menutup pintu angan-angan dan membuka pintu bersiap menghadapi
kematian.”

Jiwa (nafs) memiliki kecenderungan alamiah pada perangai buruk. Sementara hamba
diperintahkan untuk terus menerus berperangai baik. Dengan kecenderungan
alamiahnya itu jiwa berjalan di medan penentangan. Sementara hamba dituntut untuk
menarik dirinya dari segala permintaan nafsu yang buruk. Barang siapa melepas tali
kendalinya, berarti dia adalah temannya dalam melakukan kerusakan. Nafsu adalah
musuh abadi manusia, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw., “Musuhmu yang
paling berbahaya adalah nafsumu yang berada di antara kedua sisimu.” (HR. al-
Baihagi)

Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa Allah Ta'ala berfirman kepada salah seorang
wali-Nya di dalam mimpi, “Musuhilah nafsumu! Sungguh, di kerajaan-Ku ini tidak ada
yang memusuhi-Ku selain dia.” Yakni, nafsu menuntut apa yang menjadi milik Allah,
yaitu kesombongan dan keagungan, dan ia menuntun manusia untuk mengikuti dan
menaatinya. Padahal di dalam riwayat disebutkan bahwa Allah Ta'ala berfirman,
“Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Maka
barang siapa merebutnya dari-Ku, akan Aku siksa dia, dan Aku tidak perduli.”

Apabila engkau ingin menguasai jiwa atau nafsu, maka jangan kau jadikan ia sebagai
raja. Persempitlah ruang geraknya, jangan diberi keleluasaan. Jika engkau
menjadikannya sebagai raja, ia akan menguasaimu. Jika engkau tidak mempersempit
ruang geraknya, maka ia akan leluasa. Apabila engkau ingin lebih kuat dari dia, maka
lemahkanlah dia dengan memutuskan sebab-sebabnya. Jika tidak, dia akan menjadi
lebih kuat darimu dan akan membantingmu. Gunakanlah lapar sebagai bantuan
222 Tanwir al-Qulub

bagimu untuk mengalahkan nafsu. Sebab lapar merupakan tali kendali yang ampuh
untuk melemahkannya.

Seorang ahli hikmah ditanya, “Dengan tali apa nafsu bisa diikat?” dan dia menjawab,
“Ikatlah dengan lapar dan haus. Hinakanlah dia dengan pembasmian kemuliaan dan
pemadaman syahwat. Kecilkanlah dia dengan meletakkaannya di bawah kaki anak-
anak akhirat. Pecahkanlah dia dengan cara tidak mengenakan perhiasan orang kaya.
Selamatkanlah dirimu dari berbagai petaka yang ditimbulkannya dengan cara terus
menerus berprasangka buruk kepadanya. Dan temanilah dia dengan cara menolak
semua keinginanya.”

At-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad yang hasan, “Suatu hari, seorang lelaki
bersendawa di majlis Rasulullah saw., Jalu beliau bersabda, 'Kurangilah sendawa
kenyangmu itu, sebab orang yang paling lama rasa laparnya nanti di Hari Kiamat
adalah orang yang paling banyak kenyang saat di dunia.” Al-Baihagi juga
meriwayatkan hadis serupa, dia menyebutkan bahwa lelaki yang dimaksud adalah
Abu Juhaifah. Al-Baihagi juga menyebutkan bahwa Abu Juhaifah berkata, “Demi
Allah, aku tidak pernah lagi memenuhi perutku dengan makanan sejak saat itu sampai
sekarang, dan aku berharap Allah Azza wa Jalla menjagaku sampai sisa hari-hariku.”

Pada kenyataannya, urusan jiwa dan cara penanganannya merupakan hal yang sulit,
tidak cukup satu atau dua kali, melainkan harus berkali-kali, sedikit demi sedikit. Jiwa
itu serupa binatang tunggangan yang keras kepala, tidak bisa dituntun selain dengan
tali kendali. Ada tiga hal yang harus dilakukan untuk merendahkan dan menjinakkan.
nya. Pertama, menghalangi berbagai hasrat dan keinginannya. Sebah binatang
tunggangan yang keras kepala juga akan melunak bila dikurangi kebiasaannya.
Kedua, memikulkan beban-beban ketaatan. Seperti binatang tunggangan yang keras
kepala, bila kebiasaannya dikurangi dan muatannya ditambah, kekuatannya akan
menjadi rendah, kecil dan lemah sehingga akhirnya menjadi tunduk dan penurut.
Ketiga, memohon pertolongan dan berendah diri kepada Allah Azza wa Jalla untuk
melawannya. Sahl ibn “Abdullah berkata, “Ibadah kepada Allah tidak ada yang seberat
melawan nafsu.”
223 Tanwir al-Qulub

Di dalam satu cerita disebutkan, alkisah di negeri Mesir ada seorang rahib yang amat
terkenal karena mukasyafah. Lalu ada seorang ulama muslim berkata, “Dia harus
dibunuh, karena dikhawatirkan akan membahayakan kaum muslimin.” Si orang alim
yang muslim itu mendatanginya sambil membawa sebilah pisau beracun. Ketika dia
mengetuk pintu rumah sang rahib, dari dalam terdengar sang rahib berkata, “Letakkan
pisau itu, wahai orang alim muslim.” Sang alim yang muslim itu pun meletakkan pisau
beracunnya dan masuk ke rumah sang rahib. Setelah berhadapan, sang alim yang
muslim bertanya, “Dari mana engkau memperoleh cahaya mukasyafah ita?” dan sang
rahib menjawab, “Dengan melawan nafsu.” Lalu sang alim yang muslim itu bertanya,
“Apakah engkau kemudian memeluk Islam?” dia menjawab, “Ya. Asyhadu al-la ilaha
illallah wa asyhadu anna muhammadar-rasalullah.” Sang alim yang muslim itu
bertanya lagi, “Apa yang membawamu padanya?” sang rahib menjawab, “Aku
menawarkan Islam kepada diriku dan dia tidak mau menerimanya. Maka aku pun
melawannya.” Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa Abu Yazid berkata, “Aku
melihat Rabbul-'zzah di dalam tidurku. Lalu aku berkata, “Ya Rabb, basamana cara
untuk sampai kepada-Mu?' dan Dia berfirman, “Tinggalkanlah nafsumu dan
kemarilah.”

Untuk melihat lebih jelas masalah nafsu, dengan senang hati di sini kami akan
menuturkan ungkapan al-Imam al-Ghazali tentang cara menegur dan mencerca
nafsu. Apa yang diungkapkan beliau sungguh mengandung banyak manfaat berharga
dan faedah yang berlimpah. Al-Imam al-Ghazali r.a. berkata,

“Cara untuk mengalahkan diri pribadi adalah dengan menolaknya serta menegaskan
kebodohan dan ketololannya. Katakanlah kepadanya:

Hai diri, sungguh besar kebodohanmu. Engkau mengaku-ngaku bijak, mengaku


cerdas dan pintar, padahal engkau manusia paling bodoh. Tidakkah engkau tahu
surga dan neraka ada di hadapanmu, dan sebentar lagi engkau akan menjadi
penghuni salah satunya!? Apa yang engkau pikirkan hingga engkau bergembira,
tertawa-tawa dan sibuk melampiaskan hasrat nafsu, padahal engkau adalah buruan
bencana besar itu!? Kulihat engkau menganggap kematian masih jauh, padahal Allah
melihatnya sangat dekat. Tidakkah engkau paham bahwa yang jauh itu bakal datang,
sementara semua yang pasti akan datang itu dekat sekali. Tidakkah engkau tahu
224 Tanwir al-Qulub

bahwa kematian itu datang tibatiba, tanpa utusan yang mengabarkannya atau
menjalin kesepakatan lebih dulu. Sungguh, kematian tidak memandang keadaan,
atau musim, siang atau malam, tua atau muda. Setiap yang berjiwa bisa didatangi
maut secara tiba-tiba. Kalau pun bukan kematian yang tiba-tiba datang mengejutkan,
sakit bisa datang tiba-tiba, lalu mengantarkanmu pada kematian. Mengapa engkau
tidak bersiap-siap menyongsong kematian sementara kematian berada di depanmu
demikian dekat, amat lekat!? Tidakkah engkau merenungi firman Allah Ta'ala, Telah
dekat kepada manusia hari menghisab segala amal mereka, sedang mereka berada
dalam kelalaian lagi berpaling dari padanya. Tidak datang kepada mereka satu ayat
Alguran pun yang baru diturunkan dari Tuhan mereka, melainkan mereka
mendengarnya, sedang mereka bermain-main, lagi hati mereka dalam keadaan lalai.

“Sungguh celaka engkau, wahai diri! Bila kelancanganmu kepada Allah karena
anggapanmu bahwa Allah itu tidak melihatmu, sungguh besar kekufuranmu. Dan bila
kelancanganmu kepada-Nya itu kau per, buat padahal engkau tahu bahwa Allah
memperhatikanmu, alangkah beraninya engkau, betapa engkau tidak tahu malu.
Apakah engkau sanggup menahan pedih siksa-Nya? Tidak, tidak mungkin sanggup.
Coba saja sesaat kau berjemur di terik matahari, atau berendam di pe. mandian air
panas, atau dekatkan jarimu ke perapian, agar jelas sebe. rapa besar kadar
kemampuanmu. Atau, apakah engkau telah terper. daya oleh kemurahan Allah Ta'ala,
oleh kebaikan-Nya, oleh ketidak bu. ruan-Nya akan ketaatan dan ibadahmu!?
Mengapa engkau tidak berpegang pada kemurahan Allah Ta'ala dalam urusan-urusan
duniamu? Kenapa engkau selalu berusaha menolak udzur dan memenuhi has. rat-
hasrat nafsumu, lalu kau bantah ruh dan memenuhi nafsumu dengan berbagai cara!?
Apakah engkau mengira bahwa Allah Ta'ala hanya pemurah di akhirat, tidak di dunia,
padahal engkau tahu bahwa ketentuan Allah tidak tergantikan, dan bahwa Sang
Penguasa akhirat adalah juga Sang Penguasa dunia!?

“Sungguh celaka engkau, wahai diri! Betapa aneh kemunafikan dan pengakuanmu
yang batil itu. Engkau mengaku iman dengan lidahmu, sementara jejak kemunafikan
demikian nampak dalam dirimu. Apakah Tuanmu belum berfirman kepadamu: Dan
tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya! Dan di dalam urusan akhirat Dia berfirman, Dan bahwasannya seorang
manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.? Allah telah
225 Tanwir al-Qulub

memberi jaminan untukmu dalam urusan duniamu hingga engkau tidak perlu
mengusahakannya, tetapi dengan tindakan-tindakanmu engkau menganggap Dia
bohong dalam jaminan-Nya. Buktinya, engkau demikian rakus dan mati-matian
berusaha mencari dunia. Sementara untuk urusan akhirat yang telah Dia kuasakan
kepada amalmu, engkau malah berpaling, terperdaya dan meremehkannya. Ini
sungguh bukan ciri orang yang beriman. Seandainya iman cukup di lisan saja, kenapa
orang-orang munafik berada di dasar neraka!

“Sungguh celaka engkau, wahai diri! Seakan-akan engkau tidak percaya kepada Hari
Kiamat dan engkau menyangka bahwa seandainya engkau mati engkau akan lepas
bebas begitu saja!? Jauh sekali dugaanmu itu. Apakah engkau menyangka bahwa
engkau terabaikan tanpa diurus? Jika sangkaanmu itu muncul dari hatimu, engkau
sungguh kafir dan tolol. Apakah engkau tidak menyadari dari apa engkau diciptakan?
Allah telah menciptakanmu dari setetes mani, lalu Dia menentukan takdirmu dan
memudahkan jalan bagimu memenuhi takdirmu. Kemudian Dia mematikanmu dan
menguburmu. Apakah engkau mendustakan firman-Nya: Kemudian bila Dia
menghendaki, Dia akan membangkitkannya kembali”?! Kalaulah engkau tidak
mendustakannya, mengapa engkau tidak berhati-hati?! Padahal seandainya saat
engkau sakit kemudian ada orang Yahudi menyampaikan informasi kepadamu bahwa
makananmu yang paling enak itu bisa membahayakanmu, niscaya engkau akan
bersabar untuk tidak memakannya dan berusaha keras melawan nafsumu. Apakah
ucapan para nabi yang diperkuat dengan mukjizat dan firman Allah di dalam kitab-Nya
yang diturunkan itu tidak lebih berkesan dalam dirimu daripada ucapan seorang
Yahudi yang bahkan hanya bersumber dari keraguan dan prasangka, bahkan dengan
kekerdilan akan dan kelemahan ilmunya.

“Wahai diri, jika engkau benar-benar mengetahui itu semua dan mengimaninya,
kenapa engkau menunda-nunda amal kebaikan, semen. tara kematian selalu
mengincarmu dan mungkin akan menyergapmu tiba-tiba?! Apa yang mencegahmu
segara beramal? Apa yang mendarongmu untuk selalu menunda-nunda? Adakah,
karena dalam peperangan melawan nafsu ada lelah dan beban berat yang harus
dipikul?! Apa yang tidak mampu kau pikul hari ini, maka esok hari engkau lebih tidak
mampu lagi memikulnya. Sungguh, syahwat itu laksana pohon yang tertancap kuat ke
dalam bumi dan sulit dicabut. Apabila hamba tidak segera mencabutnya, dan malah
226 Tanwir al-Qulub

menangguhkannya, dia seperti seorang pemuda kuat yang tidak akan terlalu
kelelahan mencabutnya di hari ini tetapi dia malah menangguhkannya sampai tahun
depan, padahal dia tahu bahwa semakin bertambah usia, dirinya akan semakin lemah,
sementara pohon itu akan semakin kuat mengakar di bumi. Apa yang tidak sanggup
dipikul saat muda, akan lebih berat saat dia telah beruban. Pendidikan akhlak di usia
renta sungguh lebih sulit dilakukan. Menjinakkan srigala merupakan penyiksaan.
Dahan yang muda bisa mudah kau lengkungkan, tetapi ranting tua yang telah kering
dan kaku hanya bisa kau patahkan.

“Hai diri, jika engkau tidak memahami urusan yang demikian jelas itu dan engkau
cenderung untuk terus menunda-nunda amal, lalu apa pikirmu hingga engkau
mengaku bijak, ketololan apa lagi yang bertumpuk melapisi ketololanmu. Mungkin
engkau berkata, “Tiada yang menghalangiku untuk istigamah selain ketamakanku
pada kenikmatan nafsu dan ketidak sabaranku menanggung derita dan kesusahan.'
O...alangkah tololnya dirimu, betapa buruk alasanmu. Jika engkau benar dalam
pengakuanmu itu, carilah kenikmatan dan bersenang-senanglah dengan hasrat suci
yang bebas dari kotoran dan bisa bertahan untuk selamanya, bukan kenikmatan
sesaat! Di surga, hanya di surga nikmat seperti itu bisa didapat. Jika engkau berpikir
untuk syahwatmu, berpikirlah dalam kebalikannya. Karena banyak kejadian satu
suapan berakibat tercegahnya banyak suapan.

“Apa pendapatmu tentang si cerdik yang sedang sakit, yang oleh dokternya
disarankan untuk tidak minum air dingin selama tiga hari agar dia sembuh dan
kemudian bisa menikmati minuman dingin untuk seumur hidupnya, bahkan dokternya
memberitahu dia bahwa jika dalam tiga hari itu dia meminumnya, maka dia akan sakit
untuk selamanya dan tidak bisa lagi minum minuman dingin tersebut? Bagaimana
putusan akal sehat tentang hal syahwat? Apakah dia harus bersabar selama tiga hari
supaya merasa nikmat di sepanjang sisa usianya? Atau penuhi saja hasrat minum air
dingin itu karena takut menderita penentangan nafsu selama tiga hari, sehingga
kemudian dia harus menanggung derita penentangan hasratnya tiga ribu tiga ratus
hari?

“Bila sepenuh usiamu di dunia diukur dengan masa keabadian yang merupakan masa
kenikmatan penghuni surga dan siksa penghuni neraka, sungguh tidak lebih lama dari
227 Tanwir al-Qulub

tiga hari yang diukur dengan ukuran hidup di dunia, sepanjang apa pun usia dunianya.
Apakah derita bersabar menahan hasrat nafsu lebih dahsyat dan lebih lama dibanding
derita siksa neraka di lembah Jahannam? Orang yang tidak kuat menahan derita
mujahadah bagaimana dia akan kuat menahan derita siksa Allah!

“Sungguh celaka engkau, wahai diri! Kehidupan dunia ini tidak perlu
memperdayakanmu. Jangan sampai setan memperdayamu dalam ketaatan kepada
Allah. Lihatlah dirimu! Engkau tidak diperintah untuk kepentingan orang lain. Jangan
menyia-nyiakan waktumu. Nafas di dunia ini terbatas. Jika satu nafasmu telah berlalu,
itu berarti sebagian dirimu telah lenyap. Manfaatkanlah sehat sebelum engkau sakit.
Manfaatkanlah keluangan sebelum engkau sibuk. Manfaatkanlah kekayaan sebelum
engkau jatuh miskin. Manfaatkanlah kemudaan sebelum engkau beruban.
Manfaatkanlah hidup sebelum engkau mati. Bersiaplah untuk kehidupan akhirat
sesuai kadar kebadianmu di sana. Apakah engkau tidak mempersiapkan diri untuk
menyongsong musim dingin dengan bekal secukupnya, dengan mengumpulkan
bahan makanan, pakaian, kayu bakar dan kebutuhan lain dalam kadar yang cukup
untuk selama musim dingin itu? Apakah engkau menduga bahwa dinginnya Jahanam
lebih ringan dan lebih pendek sejenak daripada dinginnya musim dingin? Tidak. Tidak
demikian kenyatannya. Dingin dan dahsyatnya musim dingin tak bisa dibandingkan
dengan neraka.

“Apakah kau kira seorang hamba bisa selamat dari neraka tanpa berusaha
menyelamatkan diri darinya? Tidak. Janganlah berpikir demikian! Sebagaimana
dinginnya musim dingin tidak bisa dihindari tanpa jubah, api dan sarana-sarana lain
yang bisa menghangatkan tubuh, demikian pula panas dan dinginnya neraka tidak
dapat ditolak tanpa benteng tauhid dan parit ketaatan.

“Sungguh celaka engkau, wahai diri! Kulihat engkau selalu menghimpun dunia dan
tergila-gila pada dunia, sampai engkau demikian susah berpisah darinya. Apakah
engkau tidak tahu bahwa orang yang melirik kesenangan dunia dan akrab dengan
dunia, sementara kematian menguntit di belakangnya, berarti telah memperbanyak
kesengsaraan saat berpisah dengannya (saat kematian), dan tanpa sadar dia telah
mengumpulkan racun membinasakan dalam dirinya.
228 Tanwir al-Qulub

“Wahai diri, tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang telah berlalu


sebelummu!? Mereka membangun gedung-gedung yang tinggi, lalu mereka pergi
meninggalkannya dan mengosongkannya. Lalu Allah mewariskan tanah dan rumah
mereka kepada musuh-musuh mereka. Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana
mereka mengumpulkan harta yang tidak mereka makan, membangun rumah-rumah
yang tidak mereka huni dan mengangankan sesuatu yang tidak mereka jumpai!?
Masing-masing mereka membangun istana, gedung pencakar langit, padahal tempat
tinggalnya dalam kubur di perut bumi. Apakah di dunia ini ada yang lebih tolol dari
orang seperti itu? Seseorang memakmurkan dunianya, sementara dia sedang dalam
perjalanan meninggalkannya, pasti. Dia menghancurkan akhiratnya, padahal dia pasti
akan menghuninya!

“Wahai diri, alangkah aneh perkaramu, betapa tolol dirimu dan sungguh tampak
kelalimanmu. Bagaimana engkau bisa buta tentang hal yang terang dan jelas ini!?
Wahai diri, sepertinya cinta pangkat telah memabukkanmu dan membuatmu linglung
hingga tidak bisa memahami perkara-perkara yang jelas itu. Tidakkah engkau berpikir
bahwa sebenarnya jabatan itu bila kau raih, orang-orang yang condong kepadamu
karena jabatan yang ada padamu. Karena itu, anggaplah misalnya seluruh penduduk
bumi ini bersujud kepadamu dan taat kepadamu. Lalu bayangkan lima puluh tahun
setelahnya. Sungguh, engkau sudah tidak lagi di dunia ini, tidak pula seorang pun dari
mereka yang menyembahmu itu akan abadi di dunia ini. Lalu datang masa ketika tak
ada lagi orang-orang yang mengingatmu, tidak pula orang yang mengingat mereka
yang mengingatmu. Seperti yang terjadi pada para raja sebelummu. Dan berapa
banyak telah Kami binasakan bangsa-bangsa sebelum mereka. Adakah kamu lihat
seorang saja dari mereka atau kamu dengar suaranya yang samar-samar?" Wahai
diri, kenapa engkau rela menjual yang akan abadi selamanya dengan sesuatu yang
tidak akan bertahan lebih dari lima puluh tahun.

“Wahai diri, sungguh celaka engkau bila tidak meninggalkan dunia demi mengharap
akhirat hanya karena ketidaktahuanmu dan kebutaan mata hatimu. Mengapa engkau
tidak meninggalkan dunia demi menghindari kehinaan para sekutunya, membersihkan
diri dari kesulitankesulitannya dan menjaga diri dari percepatan kehilangannya?
Mengapa engkau tidak zuhud dalam sedikitnya dunia, walaupun ia telah menghindar
darimu. Kenapa engkau merasa gembira dengan dunia. Kalaupun dunia
229 Tanwir al-Qulub

membahagiakanmu, sungguh negerimu tidak pernah kosong dari orang-orang Yahudi


dan Majusi yang menyaingimu dalam dunia, yang harta benda dan kekayaannya lebih
darimu. Maka, hindarilah du. nia! Sungguh, dengan dunia itu orang-orang celaka dan
hina telah mendahuluimu.

“Hai diri, kenapa engkau begitu bodoh, lemah dan picik sehingga engkau tidak suka
berada di dalam golongan orang-orang yang didekatkan—yakni, para nabi dan
shiddiqun—di sisi Allah Sang Penguasa se. mesta alam. Alangkah ruginya engkau
bila dunia akhirat engkau juga merugi. Segeralah engkau beramal!

“Hai diri, celaka engkau! Engkau hampir binasa, sementara kematian sudah amat
dekat dan pemberi peringatan pun telah datang. Siapa yang akan shalat untukmu
setelah engkau mati? Siapa yang akan berpuasa untukmu? Siapa yang akan
memohonkan ridha-Nya bagimu setelah engkau mati? Wahai diri, adakah engkau
mengetahui bahwa kematian adalah kepastian yang telah dijanjikan akan
menimpamu, bahwa kuburan adalah rumahmu, tanah adalah alas tidurmu, ulat
menjadi temanmu dan teror yang amat dahsyat di hadapanmu!l?

“Hai diri, apakah engkau tidak malu menghiasai lahirmu untuk makhluk, sementara
kepada Allah kau menghadap dengan hati penuh kebusukan. Mengapa engkau malu
kepada makhluk tetapi tidak kepada Sang Pencipta!? Sungguh celaka engkau!
Engkau menganggap enteng pengawasan Sang Pencipta terhadap dirimu. Engkau
memerintahkan orang-orang berbuat baik sementara dirimu berlumur noda. Engkau
mengajak orang-orang mendekatkan diri kepada Allah sementara engkau sendiri
berlari menjauh dari-Nya. Engkau mengingatkan orangorang kepada Allah sementara
dirimu lupa dan lalai kepada-Nya. Tidakkah engkau tahu bahwa pendosa itu lebih
busuk daripada tahi manusia, dan tahi manusia tidak bisa menyucikan apa-apa!? Lalu
kenapa engkau demikian rakus menyucikan yang lain sementara dirimu sendiri tidak
suci!?

“Wahai diri, sungguh celaka engkau! Seandainya engkau benarbenar mengetahui


dirimu sendiri, tentu engkau akan mengira bahwa orang-orang tidak akan tertimpa
bencana selain karena keburukanmu, Sungguh aneh, engkau merasa bangga dengan
bertambahnya hart4 bendamu tetapi engkau tidak merasa sedih dengan
230 Tanwir al-Qulub

berkurangnya umurmu. Apalah artinya harta bertambah sementara umur terus


berkurang.

“Wahai diri, celaka engkau! Engkau berpaling dari akhirat semen” tara ia terus
menghampirimu, dan engkau menghadap ke dunia sementara ia terus berpaling
darimu. Berapa banyak orang yang memiliki harinya tapi tidak sampai
menghabiskannya. Berapa banyak orang yang perangan-angan untuk besok hari,
namun dia tak sampai hari esok. Engkau telah sering menyaksikan keadaan saudara,
kerabat serta tetanggamu saat dijemput maut yang membuat engkau bersedih hati.
Tetapi engkau tidak juga mau kembali dari kebodohanmu.

“Wahai diri, sungguh celaka engkau! Apa yang membuatmu terus beralasan, apa yang
membuatmu tidak punya malu, apa yang membuatmu demikian tolol dan apa pula
yang membuatmu sungguh lancang berbuat maksiat!? Wahai diri, berapa banyak janji
telah kau jalin lalu kau rusak dan kau abaikan!? Wahai diri, tidakkah bagimu ada
pelajaran dari orang-orang yang telah berlalu mendahuluimu!? Apakah engkau
mengira bahwa mereka dipanggil ke akhirat sementara engkau akan kekal di dunia?!
Tidak. O... alangkah buruk prasangkanmu itu! Maka, wahai diri, ambillah pelajaran
pada nasihat ini, terimalah nasihat ini. Sungguh, orang yang berpaling dari nasihat
berarti telah merelakan dirinya untuk neraka. Kulihat engkau tidak rela dirimu masuk
neraka, tetapi engkau tidak pula rela menerima nasihat ini!”

Demikain uraian ringkas dari al-Imam al-Ghazali tentang cara mengatasi nafsu.
231 Tanwir al-Qulub

BAB X : TAWAKAL, TAFWIDH DAN IKHLAS

Allah Ta'ala berfirman, “Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang
tidak mati.” “Dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang
yang beriman.” “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan nya.” “Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”

“Umar r.a. berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Apabila kalian
bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, pasti Dia akan
memberimu rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada para burung. Burung-
burung itu berangkat pagi dalam keadaan perut yang kempis dan pulang di waktu sore
dalam keadaan perut kenyang.” (HR. al-Imam Ahmad, an-Nasa'i, at-Tirmidzi dan al-
Hakim)

Al-Imam ath-Thabrani, Abu Ya'la, al-Hakim dan yang lainnya meriwayatkan sebuah
hadis bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa ingin menjadi orang yang
paling kuat, maka hendaklah dia bertawakal kepada Allah.”

Di dalam riwayat lain ath-Thabrani dan al-Baihagi juga meriwayatkan bahwa apabila
keluarga Rasulullah saw. sedang mengalami kesempitan, beliau menyuruh mereka
mendirikan shalat, kemudian beliau membacakan ayat, “Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.”

Al-Imam Ahmad di dalam kitab az-Zuhd, dan Ibn Abi Hatim meriwayatkan di dalam
kitab asy-Syu'ab, bahwa Tsabit berkata, “Apabila keluarga Nabi saw. sedang
mengalami kemiskinan, beliau menyeru mereka untuk mendirikan shalat: Shalat!
Shalat!” Tsabit juga berkata, “Para nabi meminta pertolongan dengan shalat bila
menghadapi suatu masalah.”

Al-Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah saw.
membicarakan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab, lalu beliau ditanya,
232 Tanwir al-Qulub

“Wahai Rasulullah saw., siapakah mereka itu?” dan beliau menjawab, “Mereka adalah
orang-orang yang tidak memakai guna-guna atau mantera, tidak mencarinya, tidak
meramal dengan burung, tidak berobat dengan besi panas, dan mereka bertawakal
kepada Allah.” Yakni mereka yang beriman sempurna, yang tidak memiliki satu pun
perilaku jahiliyah, seperti memakai mantera, meramal dengan burung atau lainnya,
dan berlebihan dalam meyakini cara berobat dengan besi yang dipanaskan. Intinya,
berlindung kepada sesuatu yang memiliki unsur kemusyrikan. Adapun orang yang
memakai mantera atau mencarinya dalam Al-Quran dan hadis Nabi saw., atau
berobat dengan besi yang dipanaskan dengan keyakinan bahwa hal itu hanya
merupakan sebab wasilah dan hakikat kesembuhannya dari Allah Ta'ala, maka insya
Allah tidak akan membahayakan.

Tawakal merupakan hal yang mesti adanya bagi kesempurnaan iman, karena tawakal
berarti berserah diri kepada Sang Pencipta tanpa memandang makhluk. Barang siapa
bertawakal kepada Allah, Allah akan memberinya kecukupan. Dan barang siapa
mencurahkan semua perhatiannya kepada Allah, niscaya Allah akan melindunginya.
Allah Ta'ala berfirman, “Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya.”

Allah Ta'ala menyampaikan wahyu kepada Nabi Dawud a.s., “Wahai pawud, barang
siapa berdoa kepada-Ku, Aku akan mengabulkannya. Barang siapa meminta
pertolongan kepada-Ku, Aku akan menolongnya. Barang siapa meminta bantuan
kepada-Ku, Aku akan membantunya. Dan barang siapa bertawakal kepada-Ku, Aku
akan memberinya kecukupan.”

Seorang ulama menulis hikmah tawakal dalam bait-bait syairnya,

Bertawakallah kepada Sang Pengasih dalam semua urusan


Sungguh hamba tidak akan merugi bila benar-benar bertawakal kepadaNya
Jadilah sebagai orang yang benar-benar percaya kepada Allah dan ridhalah pada
semua keputusan-Nya
Pasti engkau akan memperoleh karunia yang engkau harap dari-Nya

Tawakal menjatuhkan badan dalam penghambaan diri kepada Allah (ubidiyyah),


menempatkan hati pada pengasuhan Tuhan (rubiibiyyah) dan merasa tenteram
233 Tanwir al-Qulub

dengan jaminan kecukupan dari Allah (kifayah). Bila diberi, dia bersyukur. Dan bila
tertahan dari pemberian, dia bersabar. Dzunnin berkata, “Tawakal ialah meninggalkan
pengaturan diri dan melepaskan upaya dan kekuatan dengan cara memandang
bahwa seseorang tidak memiliki upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolo. ngan
Allah Ta'ala.”

Obat yang dapat menghasilkan tawakal adalah terus menerus mengingat lima hal,
yaitu:

1. Senantiasa meyakini bahwa Allah Ta'ala mengetahui kondisi dirinya (sedang lapar
atau kenyang dan sebagainya), walaupun dia berada di bawah lapisan bumi ketujuh
atau di ujung dunia.

2. Meyakini benar bahwa Kuasa Allah sungguh sempurna.

3. Senantiasa meyakini bahwa Allah Mahasuci dari lalai dan lupa.

4. Senantiasa meyakini bahwa Allah Mahasuci dari pengkhianatan janji.

5. Meyakini bahwa lemari harta Allah tidak akan pernah berkurang isinya, dan Dia
sungguh Maha Pemurah dan Maha Penderma, tidak pernah melupakan hamba-Nya.

“Umar ibn Sanan berkata, “Suatu hari, kami bertemu Ibrahim alKhawash, dan kami
berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepada kami hal yang paling menakjubkan yang
engkau jumpai di dalam perjalananmu. Lalu Ibrahim al-Khawash berkata, “Suatu hari,
Khidir a.s. menjumpaiku, dia meminta aku menemaninya. Namun kemudian aku
merasa khawatir hal itu akan merusak tawakalku, karena rasa tentramku padanya.
Maka aku pun memisahkan diri darinya.”

Seorang 'arif berkata, “Suatu hari di dalam pengembaraan, aku berjalan mendahului
kafilah. Lalu kulihat di depanku ada seseorang, maka aku pun segera menyusulnya.
Ternyata orang yang kulihat itu seorang perempuan, dia berjalan perlahan tersaruk-
saruk dengan sebatang tongkat di tangan. Aku mengira ia kelelahan, Jalu aku
memasukkan tanganku ke dalam saku dan mengeluarkan dua puluh dirham. Aku
234 Tanwir al-Qulub

berkata kepadanya, “Ambillah dan tunggu dulu di sini sampa kafilah menyusulmu.
Dengan uang ini, sewalah kendaraan, lalu datang kepadaku malam nanti agar aku
dapat memperbaiki keadaanmu.' Perensuan itu memberi isyarat dengan tangannya
ke udara. Tiba-tiba di telapak tangannya tergenggam setumpuk dinar. Kemudian dia
berkata, “Engkau mengambil beberapa dirham dari saku, sedang aku mengambil
beberapa dinar dari alam gaib.”

Abu Sulaiman ad-Darani meriwayatkan bahwa di Makkah dia pernah melihat


seseorang yang tidak memakan apapun selain seteguk air zamzam selama beberapa
hari. Suatu hari, Abu Sulaiman bertanya kepadanya, “Bagaimana menurutmu jika air
zamzam kering. Apa yang akan engkau minum?” Dia berdiri dan mencium kepala Abu
Sulaimam seraya menjawab, “Mudah-mudahan Allah Ta'ala memberimu balasan
kebaikan, sebab engkau telah memberiku bi'nbingan. Ternyata sejak berhari-hari aku
menghamba pada zamzam.” Setelah itu dia pun pergi.

Ibrahim al-Khawash bercerita bahwa di perjalanan menuju kota Syam dia melihat
seorang pemuda yang baik budi. Si pemuda bertanya kepada Ibrahim, “Persahabatan
apa yang engkau perlukan dariku?” Ibrahim menjawab, “Aku lapar.” Si pemuda
berkata, “Bila engkau lapar, aku akan lapar bersamamu.” Empat hari berlalu,
kemudian mereka mendapat sesuatu. Ibrahim berkata kepadanya, “Kemarilah!” Si
pemuda menjawab, “Aku akan menahan lapar. Aku tidak akan mengambil perantara.”
Ibrahim berkata lagi kepadanya, “Wahai anak muda, perutmu telah tipis.” Si pemuda
menjawab, “Wahai Ibrahim, jangan bersikap sombong, karena sesungguhnya yang
berhak menilai adalah Maharaja Yang Maha Melihat. Tawakallah!” Si pemuda
melanjutkan, “Tingkat tawakal yang paling rendah adalah: engkau mengembalikan
segala sumber kefakiran kepada dirimu. Janganlah engkau meninggikan dirimu
kecuali kepada Dzat Yang pada-Nya terdapat kecukupan.”

Abu 'Ali ar-Rudzabari menuturkan, “Bila baru lima hari tidak makan dan minum sang
fakir berkata aku lapar, suruh agar pergi ke pasar, dan suruh juga dia agar bekerja
dan berusaha."

Abu Turab an-Nakhsyabi pernah melihat seorang sufi yang sedang menjulurkan
tangannya ke karung gandum untuk makan, padahal dia baru tiga hari tidak makan.
235 Tanwir al-Qulub

Maka Abu Turab pun berkata kepadanya, “Tasawuf tidak pantas untukmu, pergilah ke
pasar!”

Khudzaifah al-Mar'asyi pernah berkhidmat kepada Ibrahim ibn Adham dan


menemaninya. Dia pernah ditanya, “Apa yang membuat engkau kagum kepada
Ibrahim ibn Adham?” lalu dia bercerita, “Selama beberapa hari kami berada di jalanan
kota Makkah. Kami sama sekali tidak mendapatkan makanan. Kemudian kami
memasuki kota Kifah, lalu beristirahat di masjid yang agak rusak. Ibrahim ibn Adham
memandangku dan berkata, “Wahai Khudzaifah, kulihat engkau lapar.

Aku menjawab, "Sebagaimana yang syaikh lihat.' Dia berkala lagi, “Coba ambilkan
tinta dan kertas.” Aku pun segera mengambilkannya. Lalu dia menulis:
Bismillahirrahmanirrahim Engkaulah yang dituju dalam segala kondisi dan Engkau
pula yang diisyaratkan dengan semua makna Aku orang yang memuji, bersyukur dan
berzikir Aku orang yang lapar, tersia-sia dan telanjang Itu semua berjumlah enam, dan
aku menjamin setengahnya Maka jadilah engkau sebagai penjamin yang setengah
lagi, wahai Sang Pencipta Sanjunganku pada selain engkau terbakar nyala api, Maka
jauhkan hamba kecil-Mu dari api neraka Bagiku, neraka seperti pertanyaan Maka
apakah engkau ingin untuk tidak membebaniku masuk neraka? Kemudian Ibrahim ibn
Adham memberikan tulisannya kepadaku. Dia berkata, “Pergilah, dan jangan kau
ikatkan hatimu kepada selain Allah. Lalu berikanlah tulisan ini pada orang yang
pertama engkau jumpai. Lalu aku pergi. Orang yang pertama aku jumpai adalah
seorang pengendara keledai betina. Aku pun memberikan tulisan itu kepadanya.
Setelah mengambil dan membacanya, dia bertanya sambil menangis, 'Apa yang
dilakukan oleh si pemilik tulisan ini? Aku menjawab, “Dia berada di masjid si fulan.'
Kemudian dia memberiku sekantung berisi enam ratus dinar. Kemudian aku bertemu
dengan seorang lelaki lainnya, dan aku bertanya kepadanya, “Siapakah penunggang
keledai betina itu? lelaki itu menjawab, “Seorang Nasrani.” Kemudian aku kembali
menemui Ibrahim ibn Adham dan menceritakan kisahnya. Ibrahim ibn Adham berkata,
“Engkau jangan menyentuh uang itu, sebab satu jam kemudian pemiliknya akan
datang.' Setelah satu jam berlalu, si Nasrani pemilik keledai betina itu datang dengan
tiba-tiba. Dia menundukkan kepala di depan Ibrahim ibn Adham, lalu masuk Islam.”
236 Tanwir al-Qulub

Ciri orang yang tawakal adalah tidak meminta, tidak menolak pemberian, dan tidak
kikir. Kondisi ruhani paling sempurna orang yang bertawakal adalah berada di
hadapan Allah seperti mayat di tangan orang yang memandikannya, tidak memiliki
gerak dan pengaturan sendiri, melainkan tergantung Sang Pengatur. Abu ad-Darda'
berkata, “Puncak keimanan adalah ikhlas, tawakal dan berserah diri secara total
kepada Allah Aza wa Jall.”

Di dalam magamat (tingkatan-tingkatan ruhaniah), tidak ada satu pun tingkat yang
lebih mulia daripada tawakal. Sungguh, tawakal kepada Allah dapat membuat hamba
dicintai. Sementara penjaminan diri (tafwidh) kepada Allah, dapat membuatnya
mendapat hidayah. Dengan hidayah Allah, hamba akan selaras dengan ridha-Nya.
Dan kalau hamba Sudah selaras dengan ridha-Nya, dia berhak menerima kemuliaan
(karamah) dari Allah. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, berserah diri kepada
segala keputusan (qadha)-Nya, menjaminkan segala urusan kepada-Nya, dan ridha
kepada ketentuan (qadar)-Nya, maka dia dianggap sebagai orang yang telah benar-
benar menegakkan agama, memperindah iman dan keyakinan, menyempurnakan
kedua tangan dan kakinya untuk mengupayakan kebaikan dan menegakkan akhlak-
akhlak yang salih yang berfungsi memperbaiki urusan hamba. Sebaliknya, orang yang
diragukan dalam hal tawakal, diragukan pula keimanannya, karena keimanan selalu
bersama-sama dengan tawakal. Barang siapa mencintai ahli tawakal, sungguh dia
telah mencintai Allah Ta'ala.

Awal tawakal adalah mengenal bahwa al-Wakil? sungguh Mahaagung dan


Mahabijaksana. Apabila hamba yang hina menyaksikan bahwa Sang Maharaja nan
Mahamulia sungguh bijak—melakukan pengaturan dan menentukan ukuran, di sisi-
Nya gudang segala sesuatu, dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya,” dan
tidaklah Dia menurunkannya ke dunia melainkan dengan ketentuan yang telah
diketahui, lalu dia menyaksikan bahwa al-Wakil itu menggenggam semua ubun-ubun
para raja, bagi-Nya semua gudang langit, meliputi semua hukum dan ketentuan gaib,
dan bagi-Nya pula semua gudang kerajaan bumi, meliputi seluruh tangan, hati, sebab-
sebab dan segala yang terlihat, dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan
terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi,
sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan
yang kamu ucapkan,tertentu si hamba akan yakin bahwa kerajaan segala sesuatu
237 Tanwir al-Qulub

berada dalam genggaman-Nya, bahwa Dialah yang menguasai seluruh pendengaran


dan penglihatan, Dialah yang membolak-balikkan semua hati dan tangan
sebagaimana membolak-balikkan malam dan siang. Bagi orang-orang yang yakin, Dia
sungguh sang pengatur dan penentu hukum yang paling baik. Dan Dia adalah hakim
yang paling bijak dan pemberi rezeki yang paling baik. Allah Ta'ala berfirman,
“Siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”"
Allah Ta'ala juga berfirman, “Kemudian Dia bersemayam di atas Arasy untuk mengatur
segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada
izin-Nya.”8 Apabila hamba telah menyaksikan semua itu, dia akan memandang

Tuannya Yang Maha Perkasa, lalu dengan pandangannya itu dia menJadi kuat.
Kemudian dengan kekuatannya karena Dia hamba akan menjadi perkasa. Dia akan
menjadi kaya dengan kedekatan kepada-Nya. Dia akan menjadi mulia dengan
kehadiran di sisi-Nya. Dia memandangNya dalam segala hal, teguh hati kepada-Nya,
meggantungkan diri kepada-Nya, merasa puas dengan pemberian dari-Nya dalam
batas paling minimal, serta tabah dan ridha kepada-Nya. Dalam kondisi seperti itu, si
hamba yakin bahwa segala hal semestinya berasal dari Allah.

Orang yang tidak menginginkan sesuatupun selain Dia, tidak berharap kecuali
kepada-Nya, senantiasa melihat tangan-Nya dalam setiap pemberian, senantiasa
melihat kebijaksanaan-Nya dalam setiap penghukuman, senantiasa melihat kuasa-
Nya dalam setiap al-gabdh dan al-basth,” dia sungguh telah benar dalam
penghambaannya kepada Allah dan sudah memurnikan tauhidnya. Maka dia pun
mengenal makhluk dari mengenal Penciptanya. Dia mencari rezeki dari Dia Yang
disembahnya. Dia tidak memuji dan mencela makhluk. Dia tidak memuji seseorang
karena orang itu memberinya, atau mencela karena orang itu tidak memberinya. Dia
tahu bahwa Allah, Dialah Yang Mahaawal nan Maha Pemberi. Dia berterima kasih
kepada makhluk hanya karena Allah memerintahnya untuk berterima kasih dan
berakhlak dengan akhlak-Nya serta mengikuti sunnah Rasulullah saw.

Seorang 'arif berkata, “Salah satu dosa paling buruk dalam pandangan Allah adalah
meminta kepada-Nya untuk mendapatkan sesuatu Jalu setelah mendapatkannya,
kemudian berlepas diri dari-Nya. Kemudian jika Allah memberinya, dia pun
memperoleh sesuatu dari-Nya, dia berkeluh kesah dan bersusah payah meminta agar
238 Tanwir al-Qulub

Allah mengalihkan sesuatu yang telah diterimanya itu darinya. Sesungguhnya Allah
Ta'ala Maha Pemurah, dan kemurahannya itu memancar meliputi semua hamba-Nya.
Dia memiliki waktu-waktu di mana Dia tidak menolak permintaan hamba, meski sang
hamba itu kafir. Allah Ta'ala tidak berada di bawah perintah dan ketaatan kita,
sehingga misalnya kita berkata kepada-Nya pada pagi dini hari, “berikanlah
Perbuatlah bagi kami sesuatu. Kemudian di penghujung hari kita menyesal dan
berkata lagi kepada-Nya, “Alihkanlah dari kami sesuatu yang telah Engkau berikan
kepada kami pada pagi hari itu.”

Seorang ulama sufi berkata, “Bila Allah memberimu pilihan dalam sesuatu, engkau
harus memilih. Dan tambatkanlah pilihanmu itu kepada pilihan-Nya, karena
sesungguhnya engkau tidak tahu akibat dari segala sesuatu.”

Nabi Dawud a.s. pernah berkata kepada anaknya, Sulaiman a.s., “Wahai anakku, aku
hanya akan menunjukkan tiga hal yang menjadi indikasi ketakwaan seseorang, yaitu:

1. Tawakal yang baik terhadap sesuatu yang akan diperoleh.

2. Keridhaan yang baik terhadap sesuatu yang telah diperoleh.

3. kesabaran yang baik terhadap sesuatu yang tidak diterima.

Luqman al-Hakim juga pernah menasihati anaknya, “Wahai anakku, sesungguhnya


dunia itu samudera yang amat dalam, dan sudah banyak orang yang tenggelam di
dalamnya. Karena itu, jadikanlah takwa kepada Allah sebagai perahumu untuk
mengarunginya dan tawakal kepada Allah sebagai layarnya. Mudah-mudahan engkau
selamat, dan aku tidak bisa memperkirakan keselamatanmu.” Di dalam Taurat tertulis,
“Terkutuklah orang yang berpegang kepada manusia lainnya.”

Di dalam syair disebutkan:

Bila dengan kemuliaan-Nya Sang Pengasih memuliakan hamba takkan ada satu
makhluk pun yang mampu menghinakannya, tidak seharipun dan siapa saja yang
239 Tanwir al-Qulub

dihinakan oleh Dia Yang Maha Perkasa takkan ada yang mampu membantunya
menjadi mulia, tidak seharipun

Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa memasrahkan dirinya kepada Allah "Azza
wa Jalla, Dia pasti mencukupkan segala perbekalannya dan memberinya rezeki dari
arah yang tidak dia perhitungkan. Dan barang siapa mencurahkan dirinya kepada
dunia, Allah akan menguasakan dirinya kepada dunia.” (HR. ath-Thabrani dan al-
Baihagi)

Asy-Syibli r.a. berkata, “Barang siapa bersandar kepada dunia, dia akan menjadi debu
yang diterbangkan angin. Barang siapa bersandar pada akhirat, dia akan terbakar
oleh cahaya-Nya sehingga menjadi emas merah yang bermanfaat baginya. Barang
siapa bersandar kepada Allah, dia akan terbakar oleh cahaya tauhid sehingga menjadi
mutiara yang harganya tiada banding.”

Para ulama sufi berkata, “Barang siapa berlindung kepada Allah dan meminta
pertolongan kepada-Nya, maka Allah akan membuatnya dibutuhkan oleh manusia,
kata-kata hikmah keluar dari mulutnya dan menjadikannya di antara raja dunia dan
akhirat. Dan barang siapa berlindung kepada makhluk, maka Allah akan
menguasakannya kepada dunia, menyiksanya serta memutuskan semua sababnya
untuk dunia dan akhirat.”

Yahya ibn Mu'adz pernah ditanya, “Kapankah seseorang dikatakan berlindung kepada
Allah?” dia menjawab, “Bila hatinya terputus dari segala hubungan yang ada atau tidak
ada, dan dia ridha Allah menjadi wakil-nya.”

Di dalam satu riwayat diceritakan bahwa suatu hari sekelompok orang masuk
menemui al-Junaid r.a., lalu mereka berkata kepadanya, “Kami mencari rezeki kami.”
Al-Junaid berkata, “Bila kalian tahu di mana rezeki kalian, maka carilah ia.” Mereka
berkata, “Kami memohon hal tersebut kepada Allah.” Al-Junaid berkata, “Bila kalian
tahu bahwa Allah melupakan kalian, maka ingatkanlah Dia.” Mereka berkata, Kalau
begitu kami akan coba masuk ke rumah dan bertawakal kepada Allah.” Al-Junaid
berkata, “Coba-coba terhadap Allah sungguh merupakan keraguan yang amat
240 Tanwir al-Qulub

membahayakan.” Mereka berkata, “Lalu bagaimana triknya?” Al-Junaid menjawab,


“Meninggalkan muslihat.” Dalam syair dikatakan,

Tinggalkan penyanggahan, sebab rezeki bukan urusanmu tidak pula aturan


pergerakan jagat raya
Jangan bertanya kepada Allah tentang perbuatan-Nya siapa menyelami gelombang
samudera pasti binasa

Hatim al-Ashamm adalah murid Syagig al-Balkhi. Suatu hari, Syagig al-Balkhi
bertanya kepadanya, “Sudah berapa lama engkau bersahabat denganku?” Hatim al-
Ashamm menjawab, “Tiga puluh tiga tahun.” Syagig al-Balkhi bertanya lagi, “Apa yang
telah engkau pelajari selama itu?” Hatim al-Ashamm menjawab, “Delapan perkara.”
Syagig al-Balkhi berkata, “Inna lillahi wa inma ilathi rap an. Usiaku lenyap bersamamu,
hamun engkau hanya mempelajari delapan perkara. Lalu apa delapan berkara itu?”
Hatim al-Ashamm menjawab, “Pertama, aku perhatikan manusia dan kudapati
masing-masing mereka mencintai sesuatu, namun yang dicintainya itu tidak selalu
bersamanya. Bila dia masuk ke dalam kubur, yang dicintainya itu meninggalkannya.
Karena itulah aku menjadikan kebaikan sebagai kekasihku. Bila aku masuk ke dalam
kubur, maka kekasihku akan selalu bersamaku. Kedua, aku perhatikan firman Allah,
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri
dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).'”
Aku tahu bahwa firman Allah itu sungguh benar. Karena itu aku memaksa diriku
memerangi hawa nafsu hingga kokoh dalam ketaatan kepada Allah. Ketiga, aku
perhatikan manusia dan kudapati masing-masing dari mereka memiliki sesuatu yang
dianggapnya berharga dan bernilai sehingga selalu ia jaga. Kemudian aku perhatikan
firman-Nya, Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah
kekal.'' Ketika aku memiliki sesuatu yang berharga dan bernilai, aku
menghadapkannya kepada Allah Ta'ala, agar ia tetap abadi bagiku. Keempat, aku
perhatikan manusia dan kudapati masing-masing dari mereka merujuk kepada harta,
kecukupan, kemuliaan dan keturunan. Saat kuperhatikan, ternyata semua itu tiada
berharga. Kemudian aku memperhatikan firman Allah, Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu. '” Maka akupun menuju tagwa agar mulia di sisi Allah. Kelima, aku perhatikan
manusia dan kudapai mereka saling mencela dan mengutuk. Aku tahu bahwa asal
241 Tanwir al-Qulub

mula semua itu adalah hasud. Kemudian aku memperhatikan firman-Nya, Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia. '” Karena
itulah aku meninggalkan sifat hasud dan permusuhan. Aku tahu bahwa yang Allah
bagikan untukku merupakan sesuatu yang semestinya. Keenam, aku perhatikan
manusia saling menzalimi dan bermusuhan satu sama lain. Namun Aku perhatikan
bahwa musuhku yang sebenarnya adalah setan, sebagaimana dalam firman Allah
Ta'ala, Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu." Lalu aku memusuhinya dan
aku mencintai manusia seluruhnya. Ketujuh, aku memperhatikan manusia dan
kudapati mereka selalu mencari harta yang banyak hingga karena harta itu mereka
menghinakan diri sendiri. Kemudian aku perhatikan firman Allah, Dan tidak ada suatu
binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. Aku
menyadari bahwa aku termasuk makhluk yang tentunya diberi rezeki. Karena itulah
aku sibuk dengan Allah Azza wa Jalla dan meninggalkan segala sesuatu selain Dia.
Kedelapan, aku memperhatikan makhluk dan kudapati mereka bertawakal kepada
sesama makhluk. Yang ini bertawakkal kepada niaganya, yang ini kepada industrinya,
yang ini kepada kesehatan badannya. Setiap makhluk bertawakal kepada makhluk
yang lainnya. Kemudian aku merujuk firman Allah Ta'ala, Dan barang siapa yang
bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.' Karena
itulah aku bertawakal kepada Allah "Azza wa Jalla.” Syagig al-Balkhi akhirnya berkata,
“Mudah-mudahan Allah memberimu taufik. Engkau benar-benar telah menghimpun
semua perkara.”

Al-Imam as-Suyuthi berbicara mengenai kata al-marjan, “Ibn Abbas berkata, Setiap
tahun Khidir dan Ilyas selalu bertemu pada suatu musim. Lalu (setelah pertemuan)
keduanya berpisah dengan meninggalkan kalimat-kalimat ini: “Bismillahi, ma sya'
Allahu la yasaqul-kahira illallah, ma sya” Allah, la yashrifus-su'a illallah, ma sya' Allah
ma kana min ni'matin fa minallah, ma sya' Allah wa la haula wa la quwwata illa bilah."
Kemudian Ibn “Abbas berkata, “Barang siapa membacanya di waktu pagi dan sore
hari sebanyak tiga kali, Allah akan menyelamatkannya dari ketenggelaman,
kebakaran, pencurian, dari setan dan raja, serta dari ular dan kalajengking.” Karena
itu setiap murid perlu mengamalkan ini. Amalan ini bisa menjadi sebab lahirnya
tawakal.
242 Tanwir al-Qulub

Sebagai pelengkap, kami ingin memberi penegasan tentang ikhlas. Allah Ta'ala
berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.”

Dalam atsar diceritakan, “Sesungguhnya apabila hari kiamat telah terjadi, maka
datanglah ikhlas dan syirik. Keduanya berkumpul di hadapan Allah Ta'ala. Allah
berfirman kepada ikhlas, “Pergilah engkau dan ahlimu ke dalam surga.' dan Dia
berfirman kepada syirik, “Pergilah engkau dan ahlimu ke dalam neraka.”

Ikhlas adalah perbuatan hati yang tidak bisa dilihat selain oleh Allah. Ikhlas adalah
engkau beribadah kepada Allah dengan totalitas dirimu dan tidak mempersekutukan-
Nya dengan yang lain. Dia berfirman, “Dan janganlah ia mempersekutukan seorang
pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”

Ada juga yang mengatakan bahwa ikhlas ialah pembeningan hati dari seluruh
campuran. Rasulullah saw. bersabda, “Aku bertanya kepada Jibril mengenai ikhlas,
dan Jibril berkata, "Aku bertanya kepada Allah Azza wa Jalla mengenai ikhlas, dan
Allah berfirman, Ikhlas adalah satu rahasia dari rahasia-rahasta-Ku yang aku letakkan
di dalam hati hamba-Ku yang Aku cintai.”

Lawan dari ikhlas adalah riya. Jadi barang siapa mengerjakan suatu perbuatan tanpa
disertai riya, berarti ia ikhlas.
243 Tanwir al-Qulub

BAB XI : CINTA, RINDU DAN EKSTASE Cinta (Mahabbah)

Umat Islam sepakat bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya merupakan fardhu “ain
(kewajiban bagi setiap individu). Allah Ta'ala berfirman, “Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah.” Allah Ta'ala berfirman, “Allah mencintai mereka
dan mereka pun mencintai-Nya.”"? Allah Ta'ala juga berfirman, “Katakanlah: Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.”

Rasulullah saw. bersabda, “Siapa pun kalian tidak dikatakan beriman (sempurna)
sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada keluarganya, hartanya, dan
semua manusia.”

Cinta (mahabbah) adalah kecenderungan tabiat kepada sesuatu Karena sesuatu itu
dianggap lezat oleh si pecinta. Bila kecenderungannya kuat, dinamai curahan hati
(shababah) sebab hati tercurah padanya secara total. Bila kecenderungannya lebih
kuat lagi, disebut cinta membara (gharam), karena cintanya mengharuskan hati
seperti orang yang berhutang. Bila lebih kuat lagi, disebut cinta yang meluap-luap
(“#sygun). Bila lebih kuat lagi dinamai cinta yang mendalam (syaghaf), karena
cintanya sampai menusuk ke bagian dalam hati. Bila lebih kuat lagi, disebut cinta
sempurna (tatim) atau penghambaan, karena si pecintanya menjadi hamba bagi yang
dicintainya. Dia menjadi orang yang diuji, diperintah, berpiutang, dipenjara dan tidak
memiliki keputusan. Dan dia tidak lagi bisa membedakan antara yang bermanfaat dan
yang berbahaya.

Hakikat cinta kepada Allah tidak dapat dicapai hamba sebelum hatinya bersih dan
selamat dari berbagai kotoran jiwa. Bila cinta kepada Allah telah menetap dalam hati,
maka cinta pada yang lain akan keluar, sebab cinta itu bersifat membakar,
menghanguskan segala sesuatu yang bukan jenisnya.

Tanda cinta kepada Allah ialah memenggal semua hasrat terhadap dunia dan akhirat.
Yahya ibn Mu'adz berkata, “Kesabaran para pecinta Allah lebih hebat daripada
kesabaran para zahid. Aku heran kepada orang yang mengaku mencintai Allah namun
244 Tanwir al-Qulub

tidak menjauhi larangan-larangan-Nya. Barang siapa mengaku cinta kepada Allah


tetapi tidak menjauhi syahwatnya, dia sungguh pendusta. Begitu juga orang yang

mengaku cinta kepada surga tetapi tidak menginfakkan sebagian harta miliknya, dia
sungguh pendusta.” Rabi'ah al-Adawiyah berkata, Engkau mendurhakai Tuhan sambil
menampakkan kecintaan kepada-Nya demi usiaku, ini sungguh analogi
mengherankan Seandainya cintamu sejati, engkau tentu akan menaati-Nya arena si
pecinta senantiasa menaati dia yang dicintainya Seorang syaikh sufi berkata, “Lahiriah
cinta adalah ridha kepada yang dicintai. Sedang batin cinta adalah memberikan hati
kepada yang sang kekasih hingga tak tersisa sedikitpun bagi yang lain.”

Dalam bait-bait syairnya, seorang sufi mengungkapkan:

Semoga Engkau senantiasa manis, walau hidup terasa pahit Semoga Engkau
senantiasa ridha, walau manusia berjiwa sulit Semoga yang ada antara aku dan
Engkau kemakmuran dan yang ada antara aku dan semesta alam kehancuran Andai
kasih cinta darimu sejati, semuanya terasa rendah Dan semua yang ada di atas tanah
adalah jua tanah.”

Ulama sufi lainnya berkata,

Demi hak cinta, hai ahli cintaku, pahamilah Lisan wujudku dalam wujud sungguh
menakjubkan Haram bagi hati yang dipersembahkan untuk cinta Ada bagian untuk
yang selain Allah .

Ulama sufi lainnya berkata,

Aku mencintai-Mu bukan karena mengharap surga Bukan jua takut neraka, sebab
Engkaulah yang menjadi tujuan Bila engkau memang maula bagiku, maka surga
mana dan neraka mana yang kau takuti dan kau kehendaki

Sahal ibn Abdullah berkata, “Tiada satu hari pun berlalu tanpa Yang Mahaagung nan
Mahasuci berseru, “Wahai hamba-Ku, apa yang Sngkau perbuat kepada-Ku? Aku
mengingatmu, tetapi engkau malah melupakan Aku. Aku menyerumu kepada-Ku,
245 Tanwir al-Qulub

tetapi engkau malah pergi kepada selain Aku. Aku lenyapkan darimu banyak
malapetaka, tetapi engkau malah berdiam diri dalam dosa. Wahai anak Adam, apa
yang akan kau katakan esok saat engkau datang kepada-Ku?””

Seorang 'arif bercerita tentang Allah Ta'ala bahwa Dia berfirman, “Wahai hamba-Ku,
Aku telah menciptakan segala sesuatu untukmu, dan Aku telah menciptakan dirimu
untuk-Ku. Lalu engkau sibuk dengan hal-hal yang Aku ciptakan untukmu hingga lupa
pada-Ku. Wahai hamba-Ku, jika engkau sibuk dengan nikmat hingga lupa pada Sang
Pemberi nikmat, dan engkau sibuk dengan pemberian hingga lupa pada Sang
Pemberi, engkau tidak akan bisa mensyukuri nikmat itu, tidak pula bisa menjaga
larangan Pemberinya. Setiap nikmat yang membuat engkau lupa dari-Ku, sungguh ia
merupakan nigmah (siksa), dan semua pemberian yang membuat engkau lalai dari-
Ku, sungguh ia merupakan petaka.” Dalam syair dijelaskan,

Jadikanlah ketaatan kepada Tuhan sebagai jalan Kau akan sukses meraih surga dan
engkau selamat Tinggalkanlah perbuatan dosa dan keji tanpa kecuali Maka Allah akan
memeberimu semua yang kau tuju dan kau harap

Ketahuilah bahwa orang-orang yang mencintai Allah (al-mulabbin) terbagi tiga


kelompok, yaitu awam (amum), khawash (khusus) dan khawash al-khawash (elit).
Kecintaan kelompok awam kepada Allah itu lebih tertuju pada keberlimpahan
anugerah dan kebaikan-Nya. Sedangkan kecintaan kelompok khawash kepada-Nya,
murni (terbebas) dari segala ketercelaan. Adapun kecintaan kelompok khawash al-
khawash merupakan ungkapan tentang luapan cinta (al-isya') ketika orang yang jatuh
cinta sirna di hadapan cahaya kekasihnya. Apabila sang kekasih tahu kesejatian cinta
orang yang jatuh cinta kepadanya, maka hijab di antara keduanya Akan lenyap. Lalu
orang yang jatuh cinta akan melihat segala rahasia sang kekasih. Baginya akan
tersingkap ilmu yang tersembunyi dan segala rahasia yang tinggi. Seperti dilukiskan
dalam syair,

Di antara para pecinta ada rahasia


tik ada tulisan yang sanggup menggambarkannya juga tak ada pena yang dapat
bercerita tentangnya neraka bandingannya, keramahan campurannya Gahaya
246 Tanwir al-Qulub

memberi tahu sebagian yang ada padanya Rinduku padanya hingga ku tak mau
penggantinya Inilah rahasia tersembunyi yang menyelamatkannya

Dalam syair disebutkan,

Wahai Sang Pencipta, wahai yang tiada sekutu bagi-Nya Sungguh bahagia orang
yang hidup di tengah manusia tetapi mencintaiMu
Aku heran pada orang yang melihat satu sisi kelembutan-Mu bagaimana dia lupa
kepada-Mu, ya Rabb
Demi Allah, ruhku tak bisa bergembira, tak bersuka cita, tak pula bisa bertahan selain
dengan zikir kepada-Mu sepanjang masa
Bagaimana ruh orang-orang “arif bisa merasa senang gembira Sedang gembira
mereka hanya bila bertemu dengan-Mu

Syair lainnya mengungkapkan,

Bagaimana bisa bagi si “asyiq masih tersisa dosa sementara dosa-dosa mencair
karena pembakaran dalam dada Bagaimana bisa si pecinta lupa mengingat sang
kekasih sementara nama sang kekasih tertanam di hatinya

Di dalam satu riwayat dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim a.s. berkata kepada Malaikat
Maut saat Malaikat Maut hendak mencabut ruhnya,Apakah engkau pernah melihat
seorang kekasih mematikan kekasihNya?” Lalu Allah Ta'ala menyampaikan wahyu
sebagai jawaban kepada nya, “Apakah engkau pernah melihat seorang pecinta
enggan bertemu kekasihnya?” Maka Nabi Ibrahim pun berkata seketika, “Wahai
Malaikat maut, cabutlah ruhku sekarang juga!”

'Abdul Bari pernah bercerita, “Suatu hari, aku pergi bersama saudaraku, Dzun-Nin.
Pada saat itu tiba-tiba kami berada di tengah kerumunan anak-anak yang sedang
melempari seseorang dengan batu. Dzun-Nun bertanya kepada mereka, “Saudaraku,
apa yang kalian lakukan kepadanya?” Mereka menjawab, Dia itu orang gila, sebab
dia mengira sedang melihat Allah Ta'ala. Kemudian kami mendekati orang itu.
Ternyata dia seorang pemuda tampan, dan di wajahnya tampak jelas tanda-tanda
orang 'arif. Maka kami pun mengucapkan salam kepadanya dan berkata, “Mereka
247 Tanwir al-Qulub

mengatakan bahwa engkau mengaku telah melihat Allah Ta'ala. Pemuda itu berkata,
“Menjauhlah dariku, wahai pahlawan! Jika aku sampai lenyap dari-Nya sekejap saja,
saat ini juga aku mati.' Lalu dia bersenandung:

Sang kekasih mencari ridha dari kekasihnya


Sang kekasih mengharap-harap perjumpaan dengan kekasihnya
Dengan mata hati dia selalu memandanginya
Sebab hati mengenal Tuhan dan melihat-Nya
Kekasih ridha sang kekasih ada di dekatnya
Bukan menjauh, lalu siapa yang menginginkan selain dia

“Aku bertanya kepadanya, “Apakah engkau gila? dia menjawab, Menurut penduduk
bumi, ya. Sedang menurut penduduk langit, tidak.” Aku bertanya lagi, “Bagaimana
keadaan-Mu bersama Tuhan?” dia menjawab, “Sejak aku mengenal-Nya, aku tidak
pernah lagi menjauh dari-Nya.” Aku bertanya lagi, Sejak kapan engkau mengenal-
Nya?' Dia menjawab, Sejak namaku dicantumkan dalam dewan orang-orang gila.”

Di dalam khabar Nabi Dawud a.s. diriwayatkan bahwa Allah Ta'ala berfirman
kepadanya, “Wahai Dawud, sampaikan kepada penduduk bumi bahwa Aku adalah
kekasih orang-orang yang mencintai-Ku: Aku adalah teman duduk bagi orang-orang
yang duduk bersama-Ku: Aku penghibur bagi orang-orang yang merasa terhibur
dengan mengingatKu, Aku penyerta bagi orang-orang yang menyertai-Ku, Aku pilihan
bagi orang-orang yang memilih-Ku, Aku taat kepada orang-orang yang manaati-Ku.
Tidaklah hamba mencintai Aku dan Aku tahu cintanya itu sungguh sejati dari hatinya,
melainkan Aku terima cintanya untukKu, dan Aku pun akan mencintainya dengan cinta
yang tak pernah diberikan oleh seorang pun dari makhluk-Ku. Barang siapa
mencariKu dengan sungguh, Dia akan mendapati-Ku. Barang siapa mencari Selain
Aku, dia tidak akan mendapati-Ku. Wahai penduduk bumi, tolaklah semua tipuan
dunia yang ada padamu. Lalu kemarilah, datanglah bada kemuliaan dan
persahabatan dengan-Ku. Tunduklah kepada-Ku, basti Aku akan santun dan lekas
mencintaimu. Sesungguhnya Aku telah menciptakan tanah kekasih-kekasih-Ku dari
tanah Ibrahim kekasih-Ku, Musa rahasia-Ku dan Muhammad suci pilihan-Ku.
Sesungguhnya Aku telah menciptakan hati para perindu dari cahaya-Ku, lalu
Kunikmatkan ia dengan keagungan-Ku.”
248 Tanwir al-Qulub

Rindu (Syauq)

Rindu adalah ketertarikan hati untuk menyaksikan sang kekasih. Ada yang
menyebutkan bahwa rindu adalah api Allah yang dinyalakanNya dalam hati para wali-
Nya, sehingga api itu menghanguskan semua hal yang selain Dia yang ada di
dalamnya, entah berupa khawithir (bisikan-bisikan ghaib), kehendak, pendapat
maupun kebutuhan. Rindu tumbuh dari cinta. Jika rindu telah muncul di hati hamba,
maka si hamba akan merasa kematian datang demikian lambat, karena sangat rindu
kepada Tuhannya. Lalu dia akan mulai ber-ekstasi (tawajud) dan melayang-layang ke
hadirat Tuhannya.

Ada seorang bijak pernah ditanya, “Kenapa Allah tidak berkehendak melestarikan
para wali-Nya di dunia?” Sang bijak menjawab, “Allah enggan menjadikan keabadian
bagi para wali-Nya di dunia, tetapi Dia memilih banyak karamah yang ada di sisi-Nya
bagi para wali dan kekasihNya. Tidakkah kalian tahu bahwa sang kekasih selalu
merindu kekasihnya? Bahagialah orang yang ruh dan rehatnya dalam pertemuan
dengan Allah.”

Ketika Sayyidah Nafisah menjelang maut, dia sedang berpuasa dan orang-orang
menyuruhnya untuk berbuka. Namun dia berujar, “Betapa mengherankan! Aku telah
tiga puluh tahun meminta kepada Allah agar aku menemui-Nya dalam keadaan
berpuasa, lalu sekarang aku harus berbuka? Ini tidak mungkin.” Kemudian dia
bersenandung,

Menjauhlah dariku, hai tabibku


Tinggalkan aku bersama kekasihku
Dia akan menambahkan rinduku pada-Nya
ratap dan cintaku yang membara

Lalu Sayyidah Nafisah mulai membaca Surah al-An'am. Ketika sampai pada firman-
Nya, “Bagi mereka (disediakan) Darussalam (surga) pada isi Tuhannya,” keluarlah as-
sirr al-ilahi (ruh) darinya.”
249 Tanwir al-Qulub

Al-Junaid berkata, “Aku masuk menemui Sari as-Sagathi ketika beliau sakit. Lalu aku
bertanya kepadanya, “Bagaimana keadaanmu?' dan dia menjawab dengan
senandungnya,

Bagaimana aku mengadukan penyakitku kepada dokterku sementara derita yang


menimpaku sungguh dari dokterku Tiada rehat bagiku, tiada pula penawar deritaku
selain sampai kepada kekasihku

Ada cerita bahwa seorang penduduk Bashrah menangis karena kerinduannya yang
memuncak kepada Allah hingga kedua matanya menjadi buta. Kemudian dia berkata,
“Tuhanku, sampai kapan aku tidak bertemu dengan-Mu? Demi kemuliaan-Mu, kalau
pun di antara aku dan Engkau ada api yang menyala-nyala, aku tidak akan surut
dariMu, dengan pertolongan dan taufik-Mu, hingga aku sampai kepadaMu, dan aku
tidak rela jauh dari-Mu.”

Ibrahim ibn Adham berkata, “Suatu hari, aku memasuki Libanon. Ketika sampai, aku
bertemu seorang pemuda yang sedang berdiri sambil berkata, Wahai Dia yang pada-
Nya hatiku mencinta, wahai Dia yang pada-Nya diriku menghamba, wahai Dia yang
pada-Nya kerinduanku sangat membara, kapankah aku dapat bertemu dengan-Mu?
lalu aku berkata kepadanya, “Mudah-mudahan Allah merahmatimu, apakah tanda
cinta kepada Allah?” sang pemuda menjawab, “Senang mengingatNya.” Aku bertanya
lagi, “Lalu apa tanda orang yang merindu kepadaNyap” pemuda itu menjawab, “Tidak
melupakan-Nya dalam kondisi apa pun.”

Ahmad ibn Hamid al-Aswad pernah datang kepada “Abdullah ibn Al-Mubarak, lalu
berkata, “Aku bermimpi bahwa engkau akan mati setahun yang akan datang.
Sebaiknya engkau bersiap-siap untuk pergi.” 'Abdullah ibn al-Mubarak berkata
kepadanya, “Engkau sungguh telah memberi tempo yang amat panjang, aku harus
hidup hingga satu tahun lagi. Padahal aku sungguh telah dibuat senang dengan sebait
syair yang pernah aku dengar dari sang budayawan, Abu “Ali,

Wahai orang yang mengadu rindu karena lama berpisah bersabarlah, barangkali
besok engkau bisa berjumpa dengan dia yang kau cinta.”
250 Tanwir al-Qulub

Seorang sufi Persia berkata, “Hati orang-orang yang rindu diterangi cahaya Allah
Ta'ala. Bila kerinduan mereka bergerak, cahayanya meneyangi semua yang ada di
antara langit dan bumi. Lalu Allah Ta'ala memperlihatkan mereka kepada para
malaikat seraya berfirman, “Saksikanlah oleh kalian, wahai para malaikatku, mereka
yang merindu kepada-Ku itu, Aku merindu mereka lebih dari rindu mereka kepada-
Ku.”

Ada juga sufi yang berkata, “Barang siapa rindu kepada Allah, segala sesuatu pasti
akan merasa rindu kepadanya.”

Ekstase (al-Wajd)

Al-Wajd (ekstase) ialah warid yang merasuki hati dari ketersingkapan rahasia-rahasia
Dzat dan cahaya-cahaya-Nya hingga membuat ruh merasa dahsyat, kemudian
meluap pada anggota tubuh hingga akal tampak linglung dan badan pun bertindak
aneh.

Kebenaran al-wajd diisyaratkan di dalam Alguran dan sunnah. Allah Ta'ala


mengisyaratkan dalam firman-Nya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang
yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Di dalam ayat lain Allah
Ta'ala mengisyaratkan, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka
yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka”? Sungguh, orang yang
khusyuk hati dan bergetar saat mengingat Allah Ta'ala, kadang akalnya lenyap dari
pemuliaan manusia dan anggapan ahli majelis. Karena itu, dia kemudian berdiri
misalnya, atau duduk, berputar-putar, sangat bergembira, atau kadang jatuh di atas
lantai, sesuai kadar kesiapannya memikul inspirasi-insprirasi lahiah yang
merasukinya. Bagi setiap orang muslim dan orang yang beriman, tidak diragukan lagi
bahwa orang yang mengalami kondisi tersebut berada dalam ketaatan dan ibadah.
Jangan berprasangka buruk kepadanya. “Maka kecelakaan yang besarlah bagi
mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam
kesesatan yang nyata.” Di dalam atsar disebutkan, “Satu keterpikatan spiritual
(jadzbah) dari keterpikatan-keterpikatan oleh Yang Maha Pengasih, setara dengan
amal Semua manusia dan jin.”
251 Tanwir al-Qulub

Di dalam Musnad al-Imam Ahmad disebutkan, dari Ali ibn Abi Thalib k.w., dia berkata,
“Aku datang kepada Nabi saw. bersama Ja'far dan Zaid. Lalu Nabi saw. berkata
kepada Zaid, “Engkau adalah maulaku, maka berjenggetlah (berjalan dengan satu
kaki).' Lalu beliau berkata kepada Ja'far, “Engkau telah menyerupai perangai dan
akhlakku, maka berjenggetlah.' Lalu beliau berkata kepadaku, “Engkau dariku, maka
engkau juga berjengget.” Berjengget adalah mengangkat satu kaki dan berjalan
dengan satu kaki lainnya. Ini merupakan salah satu luapan ekstase. Kondisi ekstase
benar-benar pernah dialami sebagian sahabat. Karena itu kita tidak diperkenankan
berburuk sangka kepada ahli ekstase, karena berburuk sangka kepada sesama
muslim sungguh dilarang. Allah Ta'ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah
dosa.”

Menghadapi perkataan dan perbuatan orang yang dalam kondisi ekstase harus
dengan takwil. Dalam kondisi jadzbah, seorang murid terkadang berteriak, bertingkah
tak karuan, menjatuhkan diri dan menangis. Etika bagi orang yang berada dalam
kondisi tersebut adalah menyerahkan diri secara total kepada wirid yang merasukinya
dan bertindak mengikutinya. Jangan sampai dia tercegah dari jeritan atau tangisan
misalnya, agar tidak tertimpa bahaya.

Murid yang beriman sejati hendaklah berusaha ekstase untuk mencari hakikat dengan
belajar menangis. Ada hadis yang disandarkan secara mauguf kepada Abu Bakr, Abu
Musa dan “Abdullah ibn “Umar, “Menangislah kalian. Bila kalian belum bisa menangis,
maka berpurapuralah menangis.”

Salah seorang 'arif berkata, “Sesungguhnya kedua mata tidak dapat menangis sampai
datang malaikat dari Allah. Lalu malaikat itu meng usap hati dengan sayapnya
sehingga kedua mata hati dapat menangis, kemudian tangis itu meluap di kedua bola
mata.”

Apabila kondisi ekstase telah kokoh, ia akan membuatmu tercengang. Bila telah
membuatmu tercengang, ia akan membuatmu linglung. Di sini, engkau adalah murid
(yang menghendaki). Bila kelinglunganmu itu berlanjut dan tak putus, ia akan
252 Tanwir al-Qulub

merenggut dan merampasmu dari dirimu, hingga engkau berada dalam kondisi
terampas (maslib), lalu terpikat (majdzub).

Asy-Syaikh Abu Madyan r.a. mengisyaratkan beberapa kondisi ektase di dalam bait-
bait syairnya:

Katakan kepada orang yang melarang ekstase bagi ahlinya bila engkau belum
mengecap arti minuman cinta, tinggalkan kami
Jika ruh-ruh bergetar bergerak karena rindu perjumpaan berbagai bayangan menari-
nari, wahai orang tak tahu arti tidakkah kau lihat burung yang dikurung, hai anak muda
bila ingat alamnya ia rindu dan bernyanyi yang ada di hatinya membuat ia bersiul-siul
lalu tubuhpun bergoyang dalam rasa dan makna ia bergetar dalam kurung karena
rindu perjumpaan dan menyenangkan orang-orang berakal bila bernyanyi

Begitu juga ruh para pecinta, wahai anak muda digerakkan limpahan kerinduan pada
alam yang terindah

apa kita harus menahannya dalam sabar padahal mereka sedang merindu dan
apakah orang yang menyaksikan makna mampu bersabar Wahai yang asyig dalam
rindu, berdirilah kau sendiri dendangkanlah nama kekasih pada kami dan ruh kami
bentengi sirr kami dari para pendengki di dalam kemabukan kami Bila kedua matamu
mengingkari sesuatu, hapuskanlah kami sebab kami, bila telah nyaman dan hati
merasa betah arak cinta membuat kami mabuk terkoyak Maka janganlah engkau
mencerca si mabuk saat dia mabuk sebab saat kami mabuk, tanggung jawab syara
terangkat dari kami serahkan saja pada kami apa yang telah kami nyatakan sebab
bila kami tengah dimabuk rindu, mungkin kami menyingkap kami minum, kami
bergembira, lalu tiba-tiba kami cemas karena rindu maka demi Allah, hai orang-orang
yang hampa isi, jangan kejam pada kami

Ada seorang “arif berkata,

“Penyebab manusia merasakan getaran jiwa saat mendengar suara yang indah
adalah keterkenangan ruh pada kelezatan pesan yang diterimanya di masa perjanjian
253 Tanwir al-Qulub

primordial, saat diseru: Bukankah Aku ini Tuhanmu. Yakni ketika ruh keluar dari tulang
rusuk Adam dan menerima khitab itu. Bila ruh teringat akan hal itu, ia merindu.”

Al-Imam Syaikhul-Islam al-'izz ibn “Abdussalam berkata, dalam kondisi ekstase, bila
benar, sungguh tiada dosa ada pula kecenderungan akan membahayakan, bila
sungguh murni bunyi itu sungguh bening, namun cahaya beningnya tertutup nan
terhijab bagi orang yang berhati keras ia adalah cahaya bagi orang yang berhati
lapang oleh cahaya namun ia api bagi yang berdada sesak oleh waswas ia
menerbangkan ruh-ruh dari sangkar dengan tajam ia mengingatkanmu pada janji
terdahulu walau janji telah lama, si perindu tak seperti si pelupa bukan cela bila
baginya didendangkan nyanyian ia merintih sedih, bukan karena takut pada manusia

Sayyidi Abdul Ghani an-Nabilsi r.a. berkata,

Gelas tauhid bagi orang yang meminumnya mengalirkan ilmu dan pengetahuan
Jadilah orang bermata hati jangan mencela si pemabuk yang teler minuman takwa
sebab engkau akan menjadi tercela
Dia minum al-gharb bergelas matahari, lalu bangun malam dia mabuk, kemudian
memuntahkan banyak bintang

Al-Junaid berkata, “Saat kondisi penyimakan, bagi murid diperkenankan melepaskan


atau menahan kondisi mabuk rindunya. Itu pun bila dia menghendaki.”

Salah satu tanda kemabukan yang benar adalah tambahan kekuataan yang muncul
saat sama" (penyimakan), sehingga kekuataannya menjadi lebih besar daripada saat
dia dalam kondisi sadar. Misalnya, menjadi mampu memikul batu besar atau
mencabut pohon besar dari akarnya, atau sejenisnya. Dulu, asy-Syaikh “Abdul
Hama'il r.a. dapat memikul drum penampung air berisi penuh di usianya yang sudah
renta, sekitar seratus tahun. Saat sama', dia mampu memutar drum itu ke atas dengan
sebelah tangannya, padahal bila dalam kondisi sadar, mengangkat kendi air
tempatnya berwudhu pun dia tak mampu.
254 Tanwir al-Qulub

BAB XII : KHALWAT

Seseorang tidak akan sampai kepada pengetahuan tentang hal-hal prinsip (ushul) dan
pencerahan hati untuk dapat musyahadah dengan Sang Kekasih tanpa melalui
khalwat, khususnya bagi orang yang hendak membimbing hamba-hamba Allah
kepada tujuan. Nabi saw. dulu berkhalwat di Gua Hira hingga datang perintah untuk
berdakwah, sebagaimana dijelaskan dalam Shasih al-Bukhari.

Lama khalwat minimal tiga hari tiga malam. Tahap berikutnya adalah tujuh hari tujuh
malam, kemudian sebulan. Ini sesuai dengan Nabi Saw. Dan yang paling sempurna
bagi orang yang menghendaki pembiasaan perilaku spiritual (sair) dan penempuhan
jalan ruhani (sulik) lalah empat puluh hari, diambil dari jumlah total hari-hari tersebut,
yakni 3+7+30=40. Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa mengikhlaskan empat
puluh subuhnya karena Allah, maka sumber-sumber hikmah akan memancar dari
hatinya dan muncul melalui lisannya.” Jadi sungguh keliru orang yang beranggapan
bahwa khalwat itu hal baru yang diada-adakan (bid'ah) dan tidak ada dasar yang jelas
dalam hukum syara'.

Bagi orang yang hendak melakukan khalwat diharuskan memenuhi dua puluh syarat,
yaitu:

1. ' Berniat tulus ikhlas, yaitu dengan cara memutuskan segala materi riya dan sum'ah,
lahir batin.

2. Meminta izin dan doa dari syaikh. Janganlah berkhalwat tanpa seizin Syaikh selama
masih berada dalam masa pendidikan.

3. Sebelum memulai khalwat, si murid harus terlebih dahulu melakukan “uzlah


(pengasingan diri), membiasakan diri berjaga (tidak tidur), melatih diri dalam lapar dan
255 Tanwir al-Qulub

berzikir. Sehingga jiwanya terbiasa dengan hal-hal tersebut sebelum memasuki


khalwat.

4. Memasuki tempat khalwat dengan kaki kanan sambil meminta perlindungan kepada
Allah dari godaan-godaan setan (dengan cara membaca ta 'awwudz) dan membaca
basmallah. Lalu membaca Surah an-Nas sebanyak tiga kali. Kemudian melangkahkan
kaki kiri sambil berucap: Allahumma waliyyi fid-dunya wal-akhirah kun li kama kunta
lisayyidina muhammadin shallallah “alaihi wa sallam warzugni mahabbataka,
allahummarzugni hubbaka wasyghilni bi jamalika waj'alni minalmukhlishin,
allahummamhu nafsi bi hadzbati dzatika ya anis man la anisa lahu. Rabbi la tadzarni
fardan wa anta khairul-waritsin. Setelah itu dia berdiri di mushalla dan membaca doa
berikut sebanyak dua puluh satu kali: inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas-samawiti
walardhi hanifan wa md ana minal-musyrikin. Setelah itu kemudian shalat dua rakaat.
Pada rakaat pertama membaca al-Fatihah dan ayat al-kursi. Pada rakaat kedua
dibaca al-Fatihah dan dua ayat terakhir dari surat al-Bagarah, yaitu ayat 285-286.
Setelah membaca salam, bacalah Ya Fattah sebanyak 500 kali. Kemudian sibuklah
dengan zikir yang diajarkan oleh syaikh.

5. Terus-menerus dalam keadaan suci dari hadats (bila batal segera wudhu).

6. Tidak mengaitkan perhatian dan semangatnya pada karamah.

7. Tidak menyandarkan tubuh ke dinding.

8. Terus menerus membayangkan kehadiran syaikh di hadapannya.

9. Berpuasa selama khalwat.

10. Diam, tidak berkata-kata selain dengan zikir kepada Allah (zikrullah) Sebab,
berkata-kata selain dengan zikir selama khalwat bisa menyianyiakan khalwat dan
melenyapkan cahaya hati.
256 Tanwir al-Qulub

11. Selalu waspada terhadap musuh yang empat, yaitu setan, dunia, keinginan (hawa)
dan nafsu, dengan cara melaporkan segala hal spiritual yang dilihatnya kepada
syaikh.

12. Menjauhi suara-suara yang indah.

13. Menjaga shalat Jumat dan shalat berjama'ah, karena tujuan terbesar dari khalwat
adalah mengikuti Nabi saw.

14. Bila dia terpaksa harus keluar dari tempat khalwatnya, dia harus menundukkan
kepalanya ke arah lutut dan mengarahkan pandangannya ke tanah.

l5. Tidak tidur kecuali karena tersaput kantuk yang tak tertahankan, itu pun harus
dalam keadaan suci dari hadats. Jangan tidur dengan tujuan mengistirahkan badan.
Bahkan jika mampu, hendaklah tidak membaringkan tubuh di lantai. Kalaupun
terpaksa tidur, tidurlah sambil duduk.

16. Menjaga kondisi pertengahan antara kenyang dan lapar.

17. Tidak membukakan pintu kepada orang yang ingin meminta berkah padanya. Dia
hanya boleh membukakan pintu bagi syaikhnya.

18. Memandang bahwa setiap nikmat yang diperolehnya itu berasal dari syaikhnya,
dan syaikhnya menerimanya dari Nabi Muhammad saw.

19. Menghilangkan berbagai bisikan hati, entah bisikan yang baik maupun yang buruk,
karena bisikan-bisikan itu akan memecah belah hati dari keutuhan yang telah diraih
melalui dzikir.

20. Senantiasa berzikir dengan cara-cara yang diperintahkan oleh gurunya sampai
saat sang syaikh menyuruhnya keluar dari tempat khalwat.
257 Tanwir al-Qulub

BAB XIII : BERSAUDARA DALAM IKATAN ALLAH TA'ALA

Wahai saudaraku, semoga Allah memberi kami dan kalian taufik untuk menjalankan
berbagai kebaikan dan melenyapkan segala kelalaian dari dalam hati kita. Saling
mencintai dalam ikatan Allah dan persaudaraan dalam agama-Nya merupakan salah
satu kekerabatan yang paling utama. Oleh karena itu, setiap muslim yang benar-benar
bertauhid harus saling menyatukan hati dalam cinta dan menyamakan kata untuk
meninggikan kalimat Allah. Juga harus menghimpun diri dalam kelompok (berjamaah)
untuk menaati Allah dan Rasul-Nya.

Ada beberapa ayat Al-Quran dan juga banyak hadis Nabi saw. yang memerintahkan
kaum muslimin agar saling mencintai dan bersaudara dalam ikatan agama Allah. Allah
Ta'ala berfirman, “Dan berpeganglah tamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” Di dalam ayat
lain Allah Ta'ala berfirman, “Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka
sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu
dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu'min, dan Yang mempersatukan hati
mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua
(kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati
mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Rasulullah saw. bersabda, “Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara


sebagaimana telah diperintahkan pada kalian.”
258 Tanwir al-Qulub

Rasulullah saw. bersabda, “Yang paling dicintai Allah “Azza wa Jalla di antara kalian
adalah orang-orang yang menyatukan hati dan orangorang yang hatinya mau
disatukan. Sedang orang yang paling dimurkai Allah “Azza wa Jalla di antara kalian
adalah orang-orang yang berupaya mengadu domba dan memecah belah antara
saudara.”!?

Rasuluilah saw. bersabda, “Perbanyaklah saudara, karena di akhirat nanti setiap


orang mukmin akan memiliki syafaat.” (HR. Ibn an-Nazzar)

Di dalam hadis gudsi disebutkan bahwa Allah Ta'ala berfirman, “Wahai anak Adam,
engkau akan mendapatkan apa yang kau niatkan. Kamu juga akan bertanggung
jawab atas apa yang telah kamu usahakan. Dan engkau akan bersama-sama dengan
orang yang kau cintai.”

Rasulullah saw. bersabda, “Orang mukmin itu mencintai dan dicintai. Karena itu tiada
kebaikan pada orang yang tidak dicintai dan tidak mencintai.”

“Abdullah ibn “Umar mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa
mencintai seseorang karena Allah, lalu dia berkata, “Aku mencintaimu karena Allah,”
maka keduanya akan masuk surga. Dan di antara kedua orang itu yang cintanya lebih
besar itulah yang derajatnya Jebih tinggi, dan dia lebih berhak untuk lebih dicintai
Allah.”

Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga hal yang bila ada pada diri seseorang, maka dia
akan merasakan manis iman. Yaitu: Allah dan RasulNya lebih dia cintai daripada yang
lain, mencintai seseorang hanya karena Allah Ta'ala, dia tidak mau kembali kepada
kekufuran sebagaimana dia tidak mau dilemparkan ke dalam neraka.” Hadis ini
diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam Shahih-nya.

Rasulullah saw. bersabda, “Allah Ta'ala berfirman, "Aku telah memastikan cinta-Ku
bagi orang-orang yang saling mencintai, saling berkawan, saling mengunjungi dan
saling berkorban dalam ikatan-Ku.”
259 Tanwir al-Qulub

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan malaikat yang


setengahnya dari api dan setengahnya lagi dari salju. Dan malaikat itu berdoa, “Ya
Allah, sebagaimana Engkau telah menyatukan antara salju dan api (dalam
penciptaan-Ku), satukanlah hati hamba-hamba-Mu yang salih dalam ketaatan
kepada-Mu.”'?

Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seseorang menjalin satu ikatan persaudaraan


dalam Allah melainkan Allah akan menjadikan baginya Satu tingkatan di surga.” (HR.
Ibn Abi ad-Dunya dan ad-Dailami)

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kelak seseorang yang berada di surga


akan berkata, “Apa yang diperbuat si fulan, sahabatku,” Sementara sahabatnya itu
berada di neraka Jahim. Lalu Allah Ta'ala berfirman, “Keluarkanlah si fulan untuk
menjadi temannya di surga.

Lalu si fulan berkata, “Siapa yang masih tersisa? Padahal kami tidak lagi mempunyai
siapa pun yang akan memberi syafaat, tiada pula teman karib.” (HR. ad-Dailami)

Al-Imam 'Ali k.w. menuturkan, “Kalian harus bersaudara, karena saudara merupakan
bekal hidup di dunia dan akhirat.” Abu as-Su'ud berkata, “Barang siapa ingin diberi
derajat teratas, maka bersahabatlah dalam ikatan Allah.”

Anas ibn Malik r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya
Allah Ta'ala mempunyai hamba-hamba yang pada Hari Kiamat nanti akan diberi
mimbar. Di atas mimbar-mimbar itu mereka duduk. Mereka adalah orang-orang yang
pakaiannya adalah cahaya dan wajahnya pun bercahaya. Mereka bukan dari
kalangan para nabi, bukan pula dari kalangan orang-orang yang mati syahid. Bahkan
mereka membuat iri para nabi dan syuhada.' Para sahabat bertanya, “Siapakah
mereka, ya Rasulullah?' Rasululluah saw. menjawab, “Mereka adalah orang-orang
yang saling mencintai, saling mengunjungi dan duduk bersama dalam ikatan Allah.”

Abu Hurairah r.a. mengatakan Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya di dalam


surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan
bagian dalamnya terlihat dari bagian Juar. Kamar-kamar tersebut disediakan oleh
260 Tanwir al-Qulub

Allah bagi orang-orang yang saling mencintai, saling mengunjungi dan saling
berkorban dalam ikatan-Nya.” (HR. ath-Thabrani)

Rasulullah saw. bersabda, “Orang-orang yang saling mencintai dalam ikatan Allah
berada di atas tiang-tiang penyangga yang terbuat dari yagut merah, dan di puncak
tiang-tiang penyangga itu ada tujuh puluh ribu kamar. Mereka dimuliakan dari
penghuni surga lainnya. Ketampanan mereka menyinari penghuni surga seperti
matahari menyinari bumi. Para penghuni surga berkata, “Mari kita pergi melihat orang-
orang yang saling mencinta dalam ikatan Allah.” Ketampanan mereka menyinari
penghuni surga seperti matahari yang bersinar terang.

Mereka mengenakan pakaian dari tenunan sutera hijau, dan pada jubah mereka
tertulis: Orang-orang yang saling mencinta dalam ikatan Allah.”

Ath-Thabrani mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orangorang yang saling


mencinta dalam ikatan Allah berada di kursi-kursi yang terbuat dari yagut di sekeliling
'Arsy.”

Al-Hakim meriwayatkan hadis marfi' bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiadalah dua
orang yang saling mencintai dalam ikatan Allah lebih mulia salah satunya dari yang
lain selain karena kadar cintanya yang lebih besar.”

Ath-Thabrani meriwayatkan dari Mu'adz ibn Jabal secara marfu' bahwa Rasulullah
saw. bersabda, “Tidaklah dua orang saling mencinta dalam ikatan Allah Ta'ala
melainkan Dia akan akan menyediakan kursi bagi keduanya, lalu Dia mendudukkan
mereka di kursi itu hingga Allah selesai melakukan tusab.”

Rasulullah saw. bersabda bahwa Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, “Cinta-Ku


sungguh diperuntukkan bagi orang-orang yang saling men

Cinta karena Aku, juga bagi orang-orang yang saling menyambung tali silaturahim dan
orang-orang yang saling berkorban dalam ikatan-Ku.
261 Tanwir al-Qulub

Orang-orang yang saling mencintai itu berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya
hingga membuat iri para nabi, Shiddiqun dan para syuhada”. Di dalam riwayat lain ada
tambahan, “...dan cinta-Ku sudah tentu bagi orang-orang yang duduk bersama dalam
ikatan-Ku, cintaku sudah tentu bagi orang-orang yang saling bersua dalam ikatan-Ku.”

Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kalian tahu mana iman murni yang paling kokoh?”
Ada sahabat yang menjawab, “Shalat.” Lalu Rasulullah bersabda, “Shalat adalah
kebaikan. Bukan itu.” Lalu ada yang menjawab lagi, “Puasa.” Rasulullah bersabda lagi
seperti tadi, sampai ada yang mengungkapkan jawaban, “Jihad,” dan Rasulullah pun
masih memberikan jawaban yang sama. Akhirnya beliau bersabda, “Iman murni yang
paling kokoh adalah mencinta dan marah karena Allah Ta'ala.” Di dalam riwayat lain
beliau bersabda, “Iman murni yang paling kokoh adalah melayani karena Allah,
mengasihi dan mencintai karena Allah dan marah karena Allah.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud, ath-Thayalisi dan ath-Thabrani)

Orang yang bersaudara hendaknya memelihara berbagai etika persaudaraan. Di sini


kami akan menuturkan beberapa hal tentangnya. Rasulullah saw. bersabda,
“Seseorang tidak dikatakan beriman sempurna hingga dia menyukai sesuatu untuk
saudaranya sebagaimana sesuatu itu dia sukai untuk dirinya sendiri.”'? Yang
dimaksud sesuatu disini adalah hal-hal yang berupa amal-amal ketaatan dan hal-hal
duniawi yang diperbolehkan, entah yang tampak berupa harta benda, maupun hal-hal
yang bersifat maknawi seperti ilmu. Dengan demikian, dia dan saudaranya itu menjadi
seperti satu tubuh, sebagaimana disabdakan Rasulullah saw., “Kaum mukmin laksana
satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya mengeluh sakit, seluruh anggota
tubuhnya akan merasa demam dan tidak bisa tidur.” '?

Ada seorang 'arif yang berkata tentang etika persaudaraan, “Bila seorang sahabat
meninggal, maka sahabat yang ditinggalkannya itu berarti kehilangan satu anggota
tubuh. Seluruh malapetaka selain berpisah dengan saudara adalah ringan, seperti
diungkapkan dalam sebuah syairnya, “Kudapati semua petaka zaman seringan kayu
bakar kecuali berpisah dengan saudara.”
262 Tanwir al-Qulub

Seorang “arif yang lain berkata, “Aku mengerti perasaan orang-orang yang sejak tiga
puluh tahun lalu berpisah denganku. Aku tak dapat membayangkan kesedihan
mereka.”

Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian saling hasud, saling menyalakan


permusuhan, saling memurkai, saling membelakangi, dan menjual dagangan dengan
merusak dagangan orang lain. Dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang
bersaudara.” (HR. Muslim).

Janganlah kalian saling hasud, saling menyalakan permusuhan, yakni dengan


menaikkan harga dagangan dari harga umum karena menginginkan harga itu baik
bagi dagangannya. Seandainya hal tersebut ditujukan untuk mempermainkan harga,
maka berdasarkan kesepakatan ulama, hal tersebut termasuk perbuatan terlarang.

Jangan saling memurkai, yakni jangan saling memarahi dengan mencari-cari sebab
yang dapat menimbulkan kebencian, seperti mencela, menolak pemberian, atau tidak
mengucapkan salam.

Jangan saling membelakangi. Yang dimaksud membelakangi adalah keberpalingan


yang dapat menyebabkan keterputusan hubungan dan menimbulkan permusuhan.
Antara lain berpaling dari kewajiban dirinya Sebagai saudara sesama muslim, seperti
enggan memberi pertolongan dan bantuan, serta enggan berbicara lebih dari tiga hari,
kecuali karena alasan yang dibenarkan syara'.

Jangan menjual dagangan dengan merusak dagangan orang lain. Misalnya dengan
berkata kepada pembeli yang sedang bertransaksi dengan pedagang lain,
“Batalkanlah pembelian ini, aku akan menjual barang yang sama dengan harga yang
lebih murah, atau barang yang lebih baik dengan harga yang sama atau lebih murah.”

Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Usahakanlah sesuatu


yang bisa membuat kalian saling bersaudara, antara lain melakukan perbuatan-
perbuatan yang dapat mengikat hubungan dan menjauhi hal-hal yang merusaknya,
seperti bermuka manis, bersalaman, menengok orang sakit, dan lain-lain.
263 Tanwir al-Qulub

Rasulullah saw. bersabda, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya.
Karena itu dia tidak menganiayanya, tidak menelantarkannya, tidak mendustakannya
dan tidak menghinakannya. Takwa tempatnya di sini (Rasulullah menunjuk dadanya
tiga kali). Seseorang dianggap berbuat jahat bila dia menghinakan saudaranya
sesama muslim. Setiap muslim haram darahnya atas sesama muslim, demikian pula
harta dan harga dirinya.” (HR. Muslim).

Seorang muslim tidak boleh menganiaya muslim lainnya, yakni tidak menimpakan
bahaya kepadanya, entah dalam jiwanya, agamanya, kehormatannya ataupun
hartanya. Tidak pula dia menelantarkannya dengan tidak menolongnya dalam
kebenaranan. Karena salah satu hak islam adalah saling menolong dan saling
membantu di dalam kebenaran. Allah Ta'ala berfirman, “Dan tolong menolonglah
kalian dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam dosa
dan permusuhan.” Rasulullah saw. juga bersabda, “Bantulah saudaramu sesama
muslim, yang zalim maupun yang teraniaya.” Menolong muslim yang zalim adalah
dengan menghindarkannya dari perbuatan zalim. Sedangkan menolong muslim yang
teraniaya adalah dengan menyingkirkan si zalim dari dirinya.

Seseorang dianggap berbuat jahat bila dia menghinakan saudaranya sesama muslim.
Ini merupakan peringatan keras. Sungguh, Allah Ta'ala telah berfirman, “Hai orang-
orang yang beriman, janganlah suatu kaum menghinakan kaum lainnya...” Yakni,
jangan sampai engkau menghinakan orang lain, karena bisa jadi orang yang kau
hinakan itu dalam pandangan Allah Ta'ala lebih mulia daripada dirimu. Atau barangkali
kemudian dia menjadi mulia dan terhormat sementara engkau menjadi hina, lalu dia
menuntut balas padamu.

Di dalam hadisnya yang lain Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa melegakan
nafas orang mukmin dari kesempitan dunia, maka Allah akan melegakan nafasnya
dari kesulitan Hari Kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang
sedang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memberinya kemudahan di dunia
dan akhirat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi
aibnya di dunia dan akhirat. Allah menolong seorang hamba selama dia menolong
saudaranya. Barang siapa menempuh jalan untuk mencari Ilmu, maka Allah akan
membuat gampang jalan ke surga untuknya. Tidaklah sekelompok orang berkumpul
264 Tanwir al-Qulub

di suatu mesjid guna membaca Kitabullah dan saling memberikan pelajaran di antara
mereka, melainkan mereka akan dituruni ketenteraman, diliputi rahmat, dikelilingi

Malaikat, dan Allah menyebut-nyebut mereka di sisi-Nya.” (HR. Muslim)

BAB XIV : MENGENAL NASAB DAN SILSILAH GURU


SAMPAI KE RASULULLAH SAW.

Para murid tarekat semestinya mengenal garis keturunan (nasab) guru mereka dan
semua pemangku mata rantai kemursyidan dari sang guru sampai ke Rasulullah saw.
Sebab apabila sang murid hendak mencari bantuan dari spirit mereka, dan dan
hubungan si murid dengan mereka itu benar, dia akan mendapatkan bantuan yang
dicarinya itu dari spirit mereka. Sedangkan orang yang silsilahnya tidak sampai ke
hadirat nabawi, pancaran emanasinya akan terputus dan tidak bisa menjadi pewaris
dari Rasulullah saw. Dan karenanya dia tidak sah mengambil bai'at dan memberi
ijazah.

Saya pribadi—al-faqir yang selalu mengharap curahan rahmat Allah Yang


Mahakuasa—Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili, telah men, dapat kehormatan dengan
mengambil janji setia dan menerima ijazah dengan tawajjuh—kemudian melakukan
pembimbingan dan penun, lunan zikir setelah bertahun-tahun menempuh suluk di
dalam Thariqah Naqsyabandiyah—dari

1. Al-guthb al-arsyad wal-ghauts al-amjad syaikhund asy-Syaikh “Umar q.s.


2. Sirajul-millah wad-din asy-Syaikh “Utsman r.a.
3. Dhiy@'uddin Mauland asy-Syaikh Khalid al-Utsmani q.s.
4. Al-'anif billah asy-Syaikh “Abdullah ad-Dahlawi al-Alawi r.a.
265 Tanwir al-Qulub

5. Alarif billah asy-Syaikh Syamsuddin Habibullah Jan Janan Muzhhar al-Alawi q.s.
6. Al-'anif billah asy-Syaikh asy-Syarif Nur Muhammad al-Badwani q.s.
7. Al-arif billah asy-Syaikh Muhammad Saifuddin q.s.
8. Al-arif billah asy-Syaikh Muhammad Ma'shum q.s.
9. Al-imam ar-rabbani asy-syaikh Ahmad al-Farugi as-Sirhindi q.s.
10. Alarif billah asy-syaikh muayyiduddin Muhammad al-Bagi Billah q.s.
11. Al-'arif bilah asy-Syaikh Muhammad al-Khawajiki al-Amakani asSamargandi q.s.
12. Al-'arif billah asy-Syaikh Darwis Muhammad as-Samargandi q.s.
13. Al-'arif billah asy-Syaikh Muhammad az-Zahid q.s.
14. Al-'arif bilah asy-Syaikh Nashiruddin “Ubaidillah al-Ahrar asSamargandi ibn
Mahmud ibn Syihabuddin q.s.
15. Al-'anif billah asy-Syaikh Ya gub aj-Jarkhi q.s.
16. Al-'arif billah asy-Syaikh Muhammad 'Ala'uddin al-'Aththar alBukhari al-Khawarizmi
q.s.
17. Al-'arif billah imamuth-Thariqah wa ghautsul-Khaliqah as-Sayyid Baha'uddin
Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad asy: Syarif al-Husaini al-Hasni al-Uwaisi
al-Bukhari q.s.'
18. Al-“arif billah asy-Syaikh as-Sayyid Amir Kalal ibn as-Sayyid Hamzah g-s.
19. Al-'arif billah asy-Syaikh Muhammad Baba as-Simasi q.s.
20. Al-arif billah asy-Syaikh 'Ali ar-Ramitani q.s. (terkenal dengan sebutan alUzaizan)
21. Al-arif billah asy-Syaikh Mahmud al-Anjir Faghnawi q.s.
22. Al-arif billah asy-Syaikh “Arif ar-Rayukari q.s.
23. Al-arif billah asy-Syaikh “Abdul Khaliq al-Ghajdawani ibn al-Imam 'Abdul Jamil q.s.
24. Al-'arif billah asy-Syaikh Abu Ya'gub Yusuf al-Hamdani ibn Ayyub ibn Yusuf ibn al-
Husain q.s.
25. Al-'arif billah asy-Syaikh Abu “Ali al-Fadhl ibn Muhammad ath-Thusi al-Faramidi
q.s.
26. Al-'arif billah asy-Syaikh Abu al-Hasan “Ali ibn Abu Ja'far al-Khirgani g-s.
27. Al-'arif billih asy-Syaikh Abu Yazid Thaifur ibn “Isa ibn Adam ibn Sarwasyan al-
Bisthami q.s.
28. Al-arif billah al-Imam Ja'far ash-Shadig r.a., cucu al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu
Bakr ash-Shiddiq r.a.
29. Alarif bllah Dasim ibn Muhammad ibn Abu Bakr ash-Shiddiq r.a.
30. Sahabat yang agung, Salman al-Farisi r.a.
266 Tanwir al-Qulub

31. Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq al-Akbar r.a.


32. Rasulullah Muhammad saw.

Faedah

Ayahku yang agung' telah menuliskan sejumlah hal yang baik tentang para syaikh
pemangku silsilah ini, tentang perjalanan dan sejarah hidup mereka, serta beberapa
ucapan hikmah mereka yang sungguh indah di dalam kitab yang dia namai al-
Mawdhib as-Sarmadiyyah f. Manaqibi as-Sadah an-Naqsabaniyyah. Ketika aku
mengkaji kitab ini, aku berpikir untuk menerbitkannya kembali. Lalu aku menelaah
kitab-kitab lain yang memuat berbagai uraian tambahan dan aku menyertakannya
pada kitab ayahku. Pada beberapa bagian kitab ayahku, aku juga melihat beberapa
hal yang dirasa tidak perlu karena sudah ada uraiannya pada kitab-kitab lain, karena
itu aku menghapusnya. Kemudian aku sertakan pula biografi ayahku yang ditulis oleh
Maulana asySyaikh Salamah al-Azami r.a. yang wafat pada tanggal 12 Muharam
tahun 1376 H. Aku menamai kitab tersebut Khulashah al-Mawahub (Ringkasan Kitab
al-Mawahib). Kami persilahkan Anda menelaahnya.

Thariqah Naqsyabandiyah

Ketahuilah bahwa Thariqah Naqsyabandiyah merupakan Thariqah yang paling dekat


dan paling mudah bagi murid untuk mencapai derajat tauhid, meskipun kemampuan
penerimaan si murid kurang baik dan tidak memiliki kesiapan yang sempurna untuk
meraih derajat tinggi itu. Syaikh yang menjadi guru di dalam Thariqah ini akan
berupaya melakukan pengaturan pada sang murid dengan menambahkan rasa cinta
kepadanya. Karena Thariqah ini berpondasi pada pengubahan perilaku (tasharruf)
dan pemberian keterpikatan ruhani (jadzbah) yang lebih didahulukan daripada
penempuhan jalan ruhani (suliik) dari seorang mursyid yang sudah masuk dalam
kategori pewaris Nabi saw. dalam kondisi-kondisi ruhaninya yang khusus (al-ahwal al-
khashshah). Dari al wal yang khusus itu syaikh mursyid mampu memancarkan
cahaya-cahaya ketuhanan ke hati para pencari Tuhan Yang Mahabenar (al-
Haqq)Bagian terbesar para pengikut sempurna Thariqah ini adalah pewarisan kondisi
ruhani sang pembenar agung, Abu Bakr r.a. yang menjadi perantara ikatan silsilah ini.
267 Tanwir al-Qulub

Di dalam thariqah ini, pemberian keterpikatan ruhani (Gadzbah) lebih didahulukan


daripada pemberian suliik, mengikuti sunnah dan menjauhi bid'ah—yakni bid'ah yang
buruk yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya—dengan pemantapan hati, menjauhi
rukhshah, mengosongkan diri dari sifat-sifat buruk (takhalla) dan memenuhi diri
dengan akhlak-akhlak yang baik dan terpuji (tahalla).

Yang dimaksud rukhshah di sini adalah sesuatu yang semestinya dijauhi oleh pencari
Tuhan Yang Mahabenar, seperti terlalu berlebihan menikmati kesenangan-
kesenangan yang diperbolehkan, tertawa lepas, senda gurau, tenggelam dalam
kelalaian dan terus menerus dalam kondisi kenyang. Bukan hukum-hukum yang
disebutkan oleh para ahli figih sebagai kemudahan syariat bagi manusia, seperti
mengusap sepatu dan tayammum pada saat sakit, serta shalat gasar dan berbuka
puasa pada saat berada dalam perjalanan. Sebab, Allah senang engkau mengambil
keringanan yang telah diberikan-Nya untukmu sebagaimana dia senang engkau
mengambil kemantapan yang telah ditetapkannya untukmu, sebagaimana telah
ditegaskan di dalam sabda Rasulullah saw. Perhatikanlah perbedaan tersebut, agar
engkau tidak terjerumus dalam kekeliruan.

Di dalam Thariqah ini keterpikatan lebih didahulukan daripada penempuhan jalan


ruhani. Dan orang yang terpikat lalu menempuh jalan ruhani (al-majdziib as-salik) lebih
tinggi derajatnya daripada penempuh Jalan ruhani yang kemudian mengalami
keterpikatan (as-salik al-majdzab). Keduanya sama-sama mengalami pelintasan
jenjang-jenjang spiritual. Namun al-majdzab as-salik memiliki kelebihan, karena dia
menyaksikan segala sesuatu dengan Allah. Dan ini tentu lebih tinggi daripada orang
yang penyaksian segala sesuau karena Allah (as-salik almajdzuab). Selain itu, as-
salik al-majdzab hanya akan berujung pada fana (lenyap dalam Allah), sedangkan al-
majdzub as-salik akan berujung pada baga (lestari bersama Allah) dan sadar setelah
fana” (ash-shahwu ba'dalfana”). Dari sini diketahui bahwa titik mula al-majdzub as-
salik merupakan ujung perjalanan as-salik al-majdzub. Orang yang mengenakan
kondisi ruhani ini (majdzab) tentu akan lebih cepat sampai kepada Allah daripada
orang yang mengenakan sulik.

Thariqah ini berbeda dengan Thariqah-Thariqah lain. Karena di dalam Thariqah lain,
untuk tahap permulaan si murid akan memasuki pengkhidmatan dan pelatihan-
268 Tanwir al-Qulub

pelatihan yang berat untuk mengendalikan hawa nafsu dan memperoleh penyucian
jiwa (tazkiyah). Karena bagi mereka, tazkiyah lebih didahulukan daripada tashfiyah
(pembeningan).

Para tokoh terkemuka Thariqah Naqsyabandiyah berkata, “Setelah seorang murid


diarahkan pada tashfiyah dan menghadapkan diri kepada al-Haqq dengan penuh
kesungguhan, maka dengan bantuan tarikan spiritual dari tarikan-tarikan Allah Yang
Mahakasih, dalam waktu yang singkat dia akan memperoleh tazkiyah yang bahkan
tidak bisa dicapai orang lain melalui latihan-latihan spiritual selama bertahun-tahun.
Karena bagi mereka, keterpikatan ruhani lebih didahulukan daripada sulik, dan suluk
mereka seperti lingkaran, tidak memanjang.”

Abu Manshur al-Maturidi r.a. menegaskan, “Panjang pendeknya Thariqah ini tidak
seperti jarak perjalanan yang harus ditempuh jiwa hingga bisa dilintasi dengan
penempuhan langkah kaki sesuai kadar kekuatan jiwa. Thariqah ini merupakan jalan
ruhani yang ditempuh oleh hati, maka pelintasannya adalah dengan pikiran-pikiran
sesuai kadar keyakinan dan kemampuan mata hatinya. Sumbernya adalah cahaya
samawi dan pandangan ilahi yang jatuh di hati hamba, lalu dengan cahaya itu dia
melihat hakikat dunia dan akhirat. Seorang hamba mungkin mencarinya selama
seratus tahun sambil berteriak-teriak minta toJong dan menangis, namun dia tidak
menemukannya, tidak juga mendapatkan jejaknya. Ada pula yang berhasil
mendapatkannya dalam waktu enam puluh tahun. Sebagian lagi ada yang
mendapatkannya dalam waktu dua puluh tahun, ada yang dalam waktu sepuluh
tahun, ada yang dalam waktu satu tahun, ada yang dalam waktu satu bulan, ada yang
dalam waktu satu minggu, ada yang dalam waktu satu jam, dan ada pula yang
mendapatkannya dalam tempo sekejap, sesuai kadar keyakinan.”

Langkah pertama yang diterapkan oleh para pemuka Thariqah Naqsyabandiyah


adalah adz-dzikr al-qalbi (zikir hati) yang pada Thariqah lain merupakan tingkatan zikir
kedua. Sebagian ulama yang sungguh ahli di dalam ilmu lahir dan batin, yang
mengomentari al-Hikam Ibn 'Atha'illah, berkata tentang kata-kata beliay: Janganlah
engkau meninggalkan dzikir hanya karena ketidakhadiran bersama Allah Ta'ala di
dalam dzikirmu itu, “Hakikat zikir adalah mengusir kelalaian, dan zikir itu memiliki
beberapa tingkatan. Tingkat pertama adalah zikir lisan. Zikir lisan ini ada dalilnya
269 Tanwir al-Qulub

dalam Al-Quran dan sunnah. Karena itu, wahai saudaraku, tekunilah zikir lisan hingga
engkau bisa sampai dan mendapat kemuliaan zikir dengan hati. Zikir hati di dalam
Thariqah lain merupakan dzikir tingkatan kedua. Sedangkan bagi para pemuka
Thariqah Naqsyabandiyah, zikir hati merupakan langkah awal. Langkah pertama yang
diterapkan para pemuka Thariqah Naqsyabandiyah adalah zikir hati, namun hal ini
hanya dikenal dari mereka. Karena itu, seorang salik tidak akan dapat teguh berada
dalam magam ini selain melalui mereka.”

Asy-Syaikh al-Akbar as-Sayyid Muhammad Baha'uddin an-Nagsyabandi berkata,


“Permulaan di dalam Thariqah kami merupakan penghujung di Thariqah-Thariqah
lain.”

Thariqah Naqsyabandiyah adalah Thariqah para sahabat yang tetap kokoh berada
pada pangkalnya tanpa ditambah dan dikurangi. Thariqah ini adalah formulasi ibadah
lahir batin yang terus menerus. Semua orang bisa mengikutinya dan semua orang
bisa mengambil manfaatnya, orang tua maupun anak-anak, yang masih hidup
maupun yang sudah mati. Karena itu, tujulah mereka serta ciumlah keharuman
mereka. Mudah-mudahan engkau beruntung mendapati salah seorang di antara
mereka, mendapatkan mutiara yang suci ini, dan bisa mencium wewangi Thariqah
yang belum pernah terbersit di hatimu, sehingga kekacau-balauan lenyap dari dirimu.
Mereka adalah orang-orang yang bersih dari segala kotoran. Khalwat mereka berada
dalam jalwat (keramaian), dan Jalwat mereka berada dalam khalwat. Bagi mereka,
semua perkumpulan menjadi zawiyah (ordo sufi). Mereka hadir di majelis-majelis,
sementara hati mereka hadir bersama Allah dan kosong dari selain Dia. Mereka
sesuai dengan firman Allah Ta'ala, “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan
tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah.”

Sayyidah Rabi'ah al-Adawiyah bersenandung tentang makna ini:

Kujadikan Engkau berada dalam hati denganku berbincang Sementara jasadku


kuizinkan bagi siapa saja yang ingin duduk bersamaku Jasadku jadi penghibur bagi
orang yang duduk bersamaku Sedangkan Kakasih hatiku dalam qalbu penghiburku
270 Tanwir al-Qulub

Abu Sa'id al-Kharraz r.a. berkata, “Orang yang sempurna bukanlah orang yang
darinya lahir banyak jenis keramat. Akan tetapi, orang yang sempurna adalah orang
yang duduk bersama orang-orang, jual-beli, menikah dan bergaul bersama mereka
namun tidak sesaat pun dia lalai dari Allah.”

Dengan hatimu, jadilah engkau tenggelam dalam cinta Sang Kekasih dan dengan
tubuhmu yang tampak tampillah, dalam pakaian asing Inilah jalan ruhani yang langka,
sehingga ahlinya amat mulia sebab mereka memperoleh tempat minum paling tawar

Bangunan Thariqah Naqsyabandiyah yang luhur ini didirikan di atas pengamalan


sebelas kata bahasa Persia. Delapan kata didapat secara turun temurun dari Hadrat
asy-Syaikh “Abdul Khaliq al-Ghajdawani. Yaitu: husy dardam, nazhar bargadam, safar
dar wathan, khalwat dar anajuman, yad karad, baz kasyat, nakah dasyat, yad dasyat.
Tiga berikutnya terambil secara turun temurun dari asy-Syaikh al-Akbar as-Sayyid
Muhammad Baha'uddin an-Naqsyabandi. Yaitu: wugif zamani, wuqaf adadi, dan
wuguf qalbi. Di sini kami akan mengemukakan terjemahan dan penjelasannya agar
saudara sekalian dapat mengamalkannya, insya Allah.

Husy dardam adalah menjaga nafas dari kelalaian, saat nafas keluar, saat masuk, dan
saat di antara keluar dan masuk. Agar hatinya senantiasa hadir bersama Allah di
dalam setiap nafas. Sebab setiap nafas yang masuk dan keluar disertai kehadiran
Allah, dia hidup dan sampai kepada Allah. Sedangkan setiap nafas yang keluar dan
masuk tanpa disertai kehadiran Allah (lalai), dia mati dan terputus dari Allah.

Nazhar barqadam, artinya seorang salik harus melihat ke arah kakinya Saat berjalan.
Begitu juga saat duduk, dia hanya diperbolehkan melihat apa yang ada di kedua
tangannya. Sebab melihat berbagai macam benda dan warna dapat merusak kondisi
ruhaninya dan mencegatnya dari tujuan yang sedang ditempuhnya. Karena pezikir
tingkat pemula, bila pandangannya berhubungan dengan banyak perkara yang
dilihatnya, hatinya akan sibuk dengan keterpecahan yang dihasilkan dari
penglihatannya terhadap berbagai pemandangan itu, karena belum memiliki
kemampuan untuk menjaga hati.
271 Tanwir al-Qulub

Safar dar wathan, artinya perpindahan dari sifat-sifat manusiawi yang Jelek kepada
sifat-sifat malakuti yang mulia. Seorang pesuluk harus menelisik dirinya: apakah di
dalam hatinya masih tersisa kecintaan pada makhluk? Bila dia mengetahui masih ada
tersisa sedikit saja kecintaan kepada makhluk, dia harus segera berjuang
melenyapkannya.

Khalwat dar anajuman, artinya pengosongan hati dari makhluk (khalwat) di keramaian
makhluk (jalwat). Yang dimaksud adalah hati si pesuluk harus selalu hadir bersama
Allah al-Haqq di dalam segala keadaan. Dia gaib dari makhluk sementara dirinya
berada di tengah-tengah mereka. Khalwat ada dua. Pertama, khalwat lahir, yaitu
penyepian diri si pesuluk di sebuah rumah yang sunyi dari manusia. Kedua, khalwat
batin, yaitu batin senantiasa berada dalam penyaksikan asrar Allah meskipun
lahiriahnya berinteraksi dengan makhluk.

Yad karad adalah mengulang-ulang zikir secara terus menerus, baik zikir dengan
asma Dzat (lafazh Allah) maupun dengan kalimah tahlil (la illaha illallah), sampai dia
memperoleh kehadiran Dia Yang dizikirkannya.

Baz kasyat adalah kembali kepada munajat di dalam penafian dan penegasan—
dengan kalimat mulia berikut: ilahi anta magshadi wa ridhaka mathlibi''!—setelah
pembebasan jiwanya. Mundyjat ini bisa menguatkan penafian dan penegasan, dan
akan meresapkan inti tauhid hakiki ke dalam hati si pezikir hingga wujud seluruh
makhluk sirna dari pandangannya.

Nakah dasyat adalah menjaga hati agar tidak sesaat pun dimasuki bisikan-bisikan
haib. Karena hal ini merupakan masalah besar menurut para pemuka Thariqah
Naqsyabandiyah. Asy-Syaikh Abu Bakr al-Kattani r.a. berkata, “Aku telah menjaga
pintu hatiku selama empat puluh tahun. Aku tidak membukanya selain untuk Allah
Ta'ala, sampai hatiku tidak mengenal selain Allah Ta'ala.” Sebagian pemuka lainnya
berkata, “Aku menjaga hatiku selama sepuluh malam, dan hatiku menjaga diriku
selama dua puluh tahun.”

Yad dasyat adalah penghadapan murni—yang kosong dari berbagai lafazh zikir—
kepada penyaksian cahaya-cahaya Dzat Ahadiyat. Namun sejatinya hal ini hanya bisa
272 Tanwir al-Qulub

dilakukan secara istigamah setelah mencapai funa' yang sempurna dan Baqa’ yang
penuh.

Wuqaf zamani adalah menilik kondisi diri setiap dua atau tiga jam sekali, untuk melihat
apakah dalam dua atau tiga jam terakhir itu dirinya hadir bersama Allah atau tidak.
Bila pesuluk mendapati kondisi dirinya hadir bersama Allah Ta'ala, maka bersyukurlah
kepada-Nya atas taufik ini. Namun kalaupun demikian, dia harus tetap menganggap
dirinya masih sangat kurang di dalam kehadirannya bersama Allah, lalu memulai
kembali kehadiran yang lebih sempurna. Apabila ternyata dirinya lalai, segeralah
beristighfar atas kelalaiannya, dan kembali pada kehadiran yang sempurna.

Wuguf adadi adalah memelihara hitungan ganjil dalam zikir nafyi dan isbat (Ia ilaha
illallah). Misalnya hitungan tiga atau lima, sampai hitungan dua puluh satu.

Wuguf qalbi, sebagaimana dikatakan oleh asy-Syaikh “Ubaidillah Ahrar Gs. “adalah
istilah bagi kehadiran hati bersama al-Haqq Ta'ala hingga tak tersisa sesuatu pun
untuk tujuan hati selain al-Haqq, dan hati tidak lalai dari makna lafazh zikir, sebab hal
ini merupakan syarat zikir yang harus dipenuhi.” Asy-Syaikh “Ubaidillah juga berkata
dalam menafsirkan wuquf qalbi, “...yaitu kenyataan si pezikir hadir hatinya saat
berUkir, yaitu dia menghadap pada hatinya dan membuatnya sibuk dehgan lafazh zikir
dan maknanya serta tidak sampai meninggalkannya karena lupa zikir atau lalai dari
maknanya.” Penulis ar-Rasyahat yang Merupakan salah seorang murid asy-Syaikh
“Ubaidillah Ahrar berkata, “khawajah Baha'uddin tidak menjadikan menahan nafas
dan memelihara lilangan sebagai suatu keharusan dalam berzikir. Namun beliau
menjadikan wuquf qalbi sebagai hal penting dan menganggapnya sebagai suatu
keharusan, karena intisari zikir yang menjadi tujuan dzikir adalah wuguf qalbi.”

Zikir Qalbi

Zikir dibagi menjadi dua, zikir qalbi dan zikir lisan. Masing-masing memiliki dalil dalam
Al-Quran dan sunnah. Zikir lisan adalah zikir dengan lafazh yang tersusun dari suara
dan huruf. Zikir lisan tidak mudah dilakukan setiap saat oleh si pezikir, karena jual beli
dan kegiatan lain bisa menghalanginya dari zikir ini. Berbeda halnya dengan zikir
qalbi. Zikir qalbi dilakukan dengan cara pengawasan hati terhadap Dia yang dinamai
273 Tanwir al-Qulub

dengan lafazh zikir, Dia Yang sepi huruf dan suara. Karena itu, tidak ada hal yang bisa
menghalangi si pezikir dari zikir qalbi.

Zikirlah kepada Allah dengan hati tersembunyi dari makhluk tanpa huruf dan bunyi
suara

Sungguh, zikir ini merupakan zikir paling utama dari semua zikir begitulah pendapat
para tokoh suci

Karena alasan tersebut para pemuka kami di Thariqah Naqsyabandiyah memilih zikir
hati. Selain itu, juga karena hati merupakan tempat memandang Allah Yang Maha
Pengampun, tempat iman bersarang, kotak penyimpanan rahasia, tempat memancar
segala cahaya. Bila hati baik, seluruh jasad bisa baik. Bila hati rusak, seluruh jasad
bisa berperilaku busuk, sebagaimana dijelaskan Rasulullah saw. Bahkan seseorang
hanya akan menjadi mukmin jika hatinya yakin dan percaya pada Dia yang wajib
diimaninya, demikian pula ibadah hanya akan sah bila dengan niat dalam hati.

Para ulama bersepakat bahwa perbuatan anggota badan tidak akan diterima tanpa
disertai perbuatan hati. Sedangkan perbuatan hati bisa diterima meski tanpa tindakan
anggota badan, walaupun perbuatan hati juga tidak akan diterima sebelum ada iman.
Dan iman adalah pembenaran dengan hati. Allah Ta'ala berfirman, “Allah telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka.” '??

Allah Ta'ala berfirman, “Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh
Allah untuk bertakwa.”

Allah Ta'ala berfirman, “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam dirimu,” yakni, di dalam
hatimu, dengan dalil firman Allah Ta'ala, “Dan mereka mengatakan pada diri mereka
sendiri: “Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?”

Allah Ta'ala juga berfirman, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan
suara yang lembut.”
274 Tanwir al-Qulub

'A'isyah mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda. “Zikir yang ini (yakni, zikir yang
tersembunyi) melebihi zikir yang itu (yakni, zikir yang terbuka) sebanyak tujuh puluh
kali lipat. Nanti pada hari kiamat Allah menggiring seluruh makhluk ke tempat
penghitungan amal, dan para malaikat pencatat memberikan apa yang mereka jaga
dan mereka catat, Allah Ta'ala berfirman, “Lihatlah oleh kalian, apakah masih ada
yang belum tercatat?" lalu para malaikat itu menjawab, “Tidak ada yang tertinggal
sedikit pun dari yang kami ketahui dan kami jaga. Seluruhnya benar-benar telah kami
hitung dan kami catat.” Kemudian Allah Ta'ala berfirman kepada hamba-Nya,
“Sesungguhnya engkau masih menyimpan satu kebaikan pada-Ku, dan Aku akam
memberimu balasannya, yaitu zikir tersembunyi.” (HR. al-Baihagi)

Di dalam kitab Shahih disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah Ta'ala
berfirman, "Aku seperti sangkaan hamba-Ku. Aku bersananya saat dia berzikir
kepada-Ku. Jika dia berdzikir kepada-Ku dalam dirinya, Akupun mengingatnya dalam
diri-Ku. Bila dia berzikir kepadaKu di dalam perkumpulan, maka Aku akan menyebut-
nyebutnya di dalam perkumpulan yang lebih baik dari perkumpulannya.” (HR.
alBukhari dan Muslim)

Rasulullah saw. bersabda, “Zikir yang paling baik adalah yang tersembunyi.
Sedangkan rezeki yang paling baik adalah yang mencukupi.” Hadis ini diriwayatkan
oleh Abu “Awanah dan Ibn Hibban di dalam kitab shahih mereka, diriwayatkan pula
oleh al-Baihagi.

Rasulullah saw. bersabda, “Zikir yang tidak didengar oleh malaikat Hafazhah nilainya
lebih dari tujuh puluh kali lipat.”!57

Selain keterangan di atas, masih banyak hadis yang menjelaskan keutamaan zikir
qalbi atas zikir lisan.

Salah seorang “arif berkata, “Zikir hati adalah pedang para murid. Dengannya mereka
memenggal musuh dan dengannya pula mereka menolak berbagai wabah yang akan
menuju mereka. Sesungguhnya bila bencana akan masuk kepada seorang hamba,
sementara sang hamba meminta tolong dengan hatinya kepada Allah Ta'ala, maka
seketika itu pula Dia akan menghalangi segala sesuatu yang tidak dia sukai darinya.”
275 Tanwir al-Qulub

Para “arif sufi juga berkata, “Barang siapa dikehendaki baik oleh Allah, Dia akan
membukakan penutup hatinya dan menumbuhkan keyakinan di dalam hatinya.”

Asy-Syaikh Abu Sa'id al-Kharraz berkata, “Apabila Allah menghendaki salah seorang
hamba-Nya menjadi wali, maka untuknya Dia akan membukakan pintu zikirnya.
Apabila sang hamba sudah menikmati zikir, maka Allah akan membukakan baginya
pintu kedekatan. Lalu Dia akan menaikannya ke majelis keramahan, kemudian
mendudukannya di kursi tauhid. Berikutnya Dia akan mengangkat hijab darinya,
memasukkannya ke taman fardaniyah, menyingkapkan tirai keagungan (alal) dan
kebesaran (azhamah). Apabila pandangannya telah terantuk pada keagungan dan
kebesaran-Nya, dia akan abadi tanpa dirinya. Pada saat itulah si hamba akan
memasuki masa kesirnaan (fana”). Maka tibalah dia pada penjagaan-Nya dan
terbebas dari pengakuan-pengakuan egonya.”

Khalid ibn Ma'dan berkata, “Setiap hamba memiliki dua mata kasar yang melihat
masalah dunia. Dia juga memiliki dua mata hati yang melihat urusan akhirat. Apabila
Allah menghendaki seorang hamba baik, Dia akan membukakan mata hatinya.
Dengannya dia akan melihat apa yang Allah janjikan secara gaib. Apabila Allah
menghendakinya tidak demikian, maka Dia akan membiarkannya sebagaimana
adanya.”

Ahmad ibn Hadhrawaih berkata, “Hati itu adalah wadah. Bila ia penuh dengan
kebenaran, maka luapan cahaya kebenaran akan muncul pada anggota badan. Bila
ia penuh dengan kebatilan, luapan gulita kebatilannya pun akan muncul pada anggota
badan.”

Dzun-Niin al-Mishri berkata, “Kelurusan hati sesaat lebih utama daripada ibadah
semua manusia dan jin. Apabila malaikat tidak mau memasuki rumah yang di
dalamnya ada gambar atau patung, maka bagaimana fakta-fakta kebenaran akan
memasuki hati yang di dalamnya ada sifat-sifat selain Allah Ta'ala.”

Al-'arif al-kabir Abu al-Hasan asy-Syadzili berkata, “Secuil perbuatan hati setimbang
dengan segunung perbuatan anggota badan.”
276 Tanwir al-Qulub

Tata Cara Berzikir Menurut Para Pemuka Naqsyabandiyah

Ketahuilah bahwa zikir qalbi terbagi dua. Pertama, dengan nama Dzat. Kedua, dengan
penafian yang selain Allah dan penegasan Dzat Allah (an-nafyi wa al-itsbat). Nama
Dzat adalah lafazh Allah. Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah.”
Allah Ta'ala juga berfirman, “Katakanlah: “Allah”, kemudian (sesudah kamu
menyampaikan Alguran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam
kesesatannya.”Dan Rasulullah saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi selama di
muka bumi ini masih ada orang yang berucap Allah, Allah.” (HR. Muslim)

Katakanlah Allah! lalu tinggalkanlah wujud dan apa yang dimilikinya Bila dulu engkau
terbalik hingga puncaknya pada hakikatnya, segala sesuatu selain Allah itu tiada rinci
maupun umum Ketahuilah bahwa engkau dan seluruh alam bila bukan karena-Nya,
tentu lenyap terhapus siapa pun yang tiada wujud dengan sendirinya tentu wujudnya
berasal dari Dzat-Nya bila bukan karena-Nya, adanya sungguh mustahil Orang-orang
“arif sirna pada-Nya hingga mereka tak melihat sesuatu pun selain Dia Yang
Mahabesar nan Mahatinggi Mereka melihat segala selain Dia sungguh sirna binasa
Sekarang, dahulu kala dan juga di masa yang akan datang

Menurut para pemuka Thariqah Naqsyabandiyah, adab berzikir ada 11, yaitu:

1. Berzikir dalam keadaan suci dari hadats, dengan cara berwudhu setiap kali batal.
Dengan alasan sabda Rasulullah saw., “Wudhu itu menutupi dosa-dosa.”

2. Mengawalinya dengan shalat dua raka'at.

3. Menghadap kiblat di tempat yang sunyi, dengan alasan sabda Nabi saw., “Majelis
yang paling baik adalah yang menghadap kiblat.” Selain itu juga Rasulullah saw.
bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi di bawah naungan-Nya pada
hari tiada naungan selain naungan-Nya, yaitu ... dan seseorang yang berzikir kepada
Allah dalam sunyi hingga air matanya mengalir.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
277 Tanwir al-Qulub

4. Duduk tawarruk dalam posisi balik tawarruk shalat. Dengan alasan riwayat yang
menyebutkan bahwa dahulu bila para sahabat duduk di hadapan Rasulullah saw.,
mereka duduk dengan cara seperti itu. Cara duduk seperti itu lebih dekat pada sikap
tawadhu' dan lebih efektf untuk menghimpun seluruh indera.

5. Memohon ampunan dari seluruh maksiat yang telah dilakukannya, dengan cara
membayangkan seluruh kejelekan berada di hadapannya, disertai kesadaran bahwa
Allah Ta'ala senantiasa melihat dan mengawasinya. Kemudian setelah
mengosongkan diri dari semua pikiran duniawi, dia menghadirkan keagungan-Nya,
kemuliaan-Nya, kedahSyatan pukulan dan kuasa paksa-Nya. Pada saat itulah dia
akan memberoleh rasa malu di hadapan Allah, lalu akan memohon ampun kes bada-
Nya dengan kesadaran bahwa Allah Maha Pemurah lagi Maha Pengampun.
Memohon ampun dilakukan oleh lisan dengan berucap astaghfirullah lalu hati
menyadari maknanya. Istighfar diucapkan sebanyak lima kali, atau lima belas kali,
atau dua puluh lima kali. Jumlah yang terakhir ini yang paling sempurna, dengan
alasan sabda Nabi saw., “Barang siapa senantiasa istighfar, Allah akan memberinya
jalan keluar dari segala kesempitan, akan memberinya solusi dari semua
kebingungan, serta memberinya rezeki dari arah yang tidak dia perhitungkan.” Di
dalam beberapa riwayat lain ada perkataan yang secara tegas menyebutkan jumlah
bilangan istighfar sebanyak dua puluh lima kali.

6. Membaca Surah al-Fatihah satu kali dan Surah al-Ikhlash sebanyak tiga kali untuk
dihadiahkan kepada Rasulullah saw. dan kepada arwah semua Syaikh Thariqah
Naqsyabandiyah.

7. Memejamkan kedua mata, merapatkan bibir atas dan bibir bawah, serta
merapatkan lidah ke atap tenggorokan. Tujuannya agar dia memperoleh kekhusyukan
yang sempurna dan memutus bisikan-bisikan jiwa yang pasti muncul dari pandangan
mata.

8. Berhubungan dengan kubur (rabithah al-gabri), yaitu pengawasan hati terhadap


kematian. Caranya antara lain dengan membayangkan diri seolah-olah telah mati,
dimandikan, dikafani, dishalati, dibawa ke kuburan, diletakkan dalam kubur dan
ditinggalkan seluruh keluarga dan teman, seorang diri di dalam kubur. Pada saat itu
278 Tanwir al-Qulub

engkau akan tahu bahwa tiada yang akan bermanfaat bagimu selain amal shalih. Cara
ini dilakukan dengan alasan sabda Rasulullah saw., “Jadilah engkau di dunia ini
seolah-olah orang asing atau orang yang sedang dalam perjalanan. Anggaplah dirimu
sebagai bagian dari penghuni kubur.” (HR. at-Tirmidzi)

9. Pertalian dengan syaikh mursyid, yaitu penghadapan hati murid kepada hati
syaikhnya. Lalu si murid memelihara citra sang mursyid di dalam imajinasinya
walaupun sang mursyid tidak berada di hadapannya. Selain itu, dia harus menyadari
bahwa hati syaikh bagaikan sajuran air yang memancarkan pancaran ilahi dari
samuderanya yang terhubung ke hati murid yang berasosiasi. Si murid juga
hendaknya meminta berkah darinya karena dia adalah media untuk bisa sampai
kepada Allah. Tentang hal ini ada banyak keterangan yang jelas dari Al-Quran dan
hadis Nabi saw. Allah Ta'ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan din kepada-Nya...”'8 Allah Ta'ala
berfirman, “Hai orang-orang yang bertman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar.” Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang akan
bersama-sama dengan orang yang dicintainya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Salah
seorang 'arif berkata, “Jadilah engkau bersama Allah. Jika tak mampu, hendaklah
engkau bersama dia yang bersama Allah.” Kaum “arif juga berkata, “Fana' di dalam
syaikh merupakan pendahuluan bagi fana” di dalam Allah.”

Jika pada saat penghadiran bayangan malah terjatuh pada kondisi mabuk atau hilang
kesadaran, tinggalkanlah pelirikan bayangan, lalu menghadaplah pada kondisi
tersebut.

10. Menghimpun seluruh indera badan dan memutuskan segala kesibukan dan
bisikan jiwa darinya, lalu menghadapkan diri kepada Allah Ta'ala dengan seluruh
idrak-nya (daya pemahaman), kemudian berucap tiga kali, “Ilahi anta maqshadi wa
ridhdka mathlubi.” Setelah itu mulai menzikirkan nama Dzat dengan hati, dengan cara
mengalirkan lafkhul-jalalah (Allah) di hatinya, disertai konsentrasi terhadap maknanya
(yakni, Dzat tanpa misal), serta menyadari bahwa Allah Ta'ala Mahahadir, melihat dan
meliputinya. Hal ini dilakukan berdasarkan sabda Nabi saw. dalam penjelasannya
tentang ihsan, “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.
Kalaupun engkau tidak melihatNya, Dia sungguh melihatmu.”'8 Di dalam hadis yang
279 Tanwir al-Qulub

lain disebutkan, “Iman yang paling utama adalah engkau menyadari bahwa
sesungguhnya Allah menyaksikanmu di manapun engkau berada.”

11. Sejenak menanti warid zikir manakala usai zikir, sebelum membuka kedua kelopak
mata. Apabila tampak sesuatu yang gaib atau jadzbah (tarikan spiritual), maka
berhati-hatilah agar tidak sampai memutuskannya.

Catatan:

Jika di saat berzikir itu si pelaku mendapat penampakan atau bisikan-bisikan gaib
yang memecah kesatuan hatinya, hendaklah dia membuka kedua matanya. Dengan
demikian penampakan itu akan lenyap. Bila dengan cara seperti itu tidak lenyap,
ucapkanlah sebanyak tiga kali: Allahu nazhiri Allahu hadhiri. Jika penampakan itu
masih juga belum lenyap, tinggalkanlah berzikir lalu fokuskan perhatian pada rupa
guru mursyid. Bila masih tetap tidak hilang juga, ambillah wudhu, atau mandi,
kemudian shalat dua raka'at, lalu beristighfar dan berdoa, “Ya kasyifa kulli karbin wa
ya mujiba kulli da watin wa ya jabara kulli kasirim wa ya muyassira kulli 'asirim wa ya
shahiba kulli gharibin wa ya muannisa kulh walidin wa ya jami'a kulli syamlin wa ya
mugalliba kulli qalbin wa ya muhawwila kulh hal la ilaha illa anta subhinaka inni kuntu
minazh-zhalimin asa” aluka an taj'ala li farjan wa makhrajan wa an tagdzifa hubbaka
fi qalbi hatta Ia yakanu li hammun wa la fi qalbi 'ammun wa an tahfazhani wa tarhamani
bi rahmatika ya arhamar-rahimin.'” Dengan demikian semua penampakan dan bisikan
gaib itu akan menyingkir darinya, insya Allah Ta'ala.

Mengenal dan Mengolah Lathifah Para pemuka Thariqah Naqsyabandiyah telah


memperkenalkan lathifah-lathifah manusia guna mempermudah penempuhan jalan
ruhani bagi para pesuluk. Dengan lathifah-lathifah itu mereka menzikirkan lafehul-
jalalah (Allah) agar diperoleh tarikan spiritual tertentu yang bersifat dzati.

Lathifah yang pertama adalah al-qalb. Ia terletak sekitar dua jari di bawah payudara
sebelah kiri dengan posisi condong ke sisi luar berbentuk sanubari. Ia berada di
bawah telapak kaki Adam a.s. Cahayanya berwarna kuning. Apabila cahaya lathifah
ini telah keluar dari depan pundak dan melaju ke atas, atau padanya diperoleh getaran
atau gerakan kuat, maka hendaknya ia menuntun lathifah ar-rih.
280 Tanwir al-Qulub

Lathifah ruh terletak sekitar dua jari di bawah payudara sebelah kanan dengan posisi
miring ke dada. Ia berada di bawah telapak kaki Nuh a.s. dan Ibrahim a.s. Cahayanya
berwarna merah. Zikir berada dalam ruh, sedang wugif berada dalam hati. Apabila
padanya terjadi gerakan dan menyala, hendaklah ia menuntun lathifah as-sirr.

Lathifah as-sirr terletak sekitar dua jari di atas payudara sebelah kiri dengan posisi
miring ke arah dada. Ia berada di bawah telapak kaki Musa a.s. Cahayanya berwarna
putih. Zikir berada padanya, sedang wuguf berada dalam hati. Bila ia telah menyala,
hendaklah ia menuntun lathifah al-khafi.

Lathifah al-khaft terletak sekitar dua jari di atas payudara sebelah kanan dengan posisi
miring ke dada. Ia berada di bawah telapak kaki Isa a.s. Cahayanya berwarna hitam.
Bila menyala, hendaklah ia menuntun lathifah al-akhfa.

Lathifah al-akha terletak di tengah-tengah dada. Ia berada di bawah telapak kaki Nabi
Muhammad saw. Cahayanya berwarna hijau. Karena itu, sibukkanlah dirimu untuk
mengolahnya dengan zikir sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

Barang siapa berhasil mendaki sampai ke salah satu lathifah tersebut, dan nampak
kepadanya formulasi serta kondisi ruhani sebagaimana di atas, berarti dia berada
pada tempat minum Nabi yang di bawah telapak karena lathifah itu berada di bawah
telapak kakinya.

Kemudian hendaklah ia menuntunkan an-nafyu wa al-itsbat, yakni kalimah: Ia ilaha


illallah.” Tata caranya sebagai berikut:

Si pezikir menempelkan lidahnya pada langit-langit tenggorokan. Lalu setelah


mengambil nafas, tahanlah nafas itu di rongga mulut dan mulai mengambil kalimat
“Ja” dengan imajinasi Id itu dia ambil dari bawah pusar dan membentangkannya di
tengah-tengah lathifah al-akhfa sampai berhenti pada lathifah an-nafs an-ndthiqah
yang terletak di bagian dalam otak pertama yang dikenal sebagai selaput otak.
281 Tanwir al-Qulub

Setelah itu, mulailah mengambil hamzah kalimat ilaha dari otak sambil
membayangkannya turun hingga berhenti di bahu sebelah kanan, lalu
mengalirkannya ke dalam lathifah ar-ruh. Tahap berikutnya adalah mulai mengambil
hamzah kalimat illallah dari bahu dan membentangkannya secara menurun ke
ambang tengah-tengah dada sampai berhenti di lathifah qalb. Lalu imajinasikanlah
memukul bagian hitam di tengah-tengah hati dengan lafdzul-jalalah melalui kekuatan
nafas yang tertahan sehingga pengaruh dan panasnya muncul di seluruh tubuh,
sehingga panasnya menghanguskan seluruh bagian-bagian badan yang jelek dan
menerangi bagian-bagian baik yang ada di dalamnnya dengar cahaya keagungan
Allah.

Selain itu, si pezikir juga harus selalu memperhatikan makna ld ilaha illallah, yakni
tiada yang disembah, tiada yang dituju dan tiada wujud selain Allah. Yang terdiri dari
tiga makna. Makna yang pertama, yakni tiada yang disembah selain Allah,
diperuntukan bagi pemula. Makna yang kedua, yakni tiada yang dituju selain Allah,
adalah untuk kelas menengah. Sedangkan makna yang ketiga, yakni tiada maujud
selain Allah, diperuntukan bagi kelompok akhir.

Ketika mengucapkan kalimat penafian, yakni Ia ilaha, si pezikir harus menafikan


seluruh wujud makhluk dari pandangan mata dan nalar, serta memandangnya
sebagai sesuatu yang tiada. Lalu ketika mengucapkan nutur kalimat penegasan, yakni
ilallah, dia harus menetapkan di dalam hati dan pikirannya akan wujud Dzat Yang
Mahabenar, serta memandang-Nya sebagai Yang Abadi dan Nyata Ada.

Di akhir kalimat tauhid, yakni la ilaha illallah, saat berhenti pada bilangan ganjil,
imajinasikanlah Muhammadur-Rasulullah mulai dari lathifah qalb sampai ke bagian di
bawah payudara sebelah kanan, dengan kehendak untuk mengikuti Nabi saw. dan
mencintainya. Kemudian lepaskanlah nafas ketika diperlukan, pada hitungan ganjil
(tiga, lima, tujuh, sebelas, atau dua puluh satu). Menurut para tokoh Thariqah
Naqsyabandiyah, itulah yang disebut dengan wuguf adadi. Ketika melepaskan nafas,
ucapkanlah dengan lisan secara perlahan, atau dengan hati: ilahi anta maqshadi wa
ridhaka mathlubi.
282 Tanwir al-Qulub

Apabila dengan pelepasan nafas yang ditahan itu si pezikir mengambil istirah (bukan
nafas akhir hitungan zikirnya), hendaklah dia segera mengambil nafas berikutnya,
menahannya dan melakukan apa yang dilakukannya pada nafas pertama. Dan dalam
tiap masa pergantian nafas tersebut dia harus benar-benar menjaga imajinasinya agar
tdak pudar. Jika dia sudah sampai pada hitungan kedua puluh satu, akan nampak
padanya hasil zikir qalbi-nya. Hasil zikir itu berupa kex tenggelam dari wujud
kemanusiaan dan bisikan-bisikan alam ciptaan, Serta peleburan diri dalam tarikan
ilahiah yang bersifat dzat. Lalu di dalam hatinya akan muncul pangaruh formulasi
tarikan ilahiah tersebut, yaitu penghadapan hati kepada al-Haqq Yang Mahakudus
dengan mahabbah dzatiyah.

Pengaruh tarikan ilahiah tersebut beragam tingkat sesuai potensi masing-masing


murid. Potensi ini merupakan pemberian Allah Ta'ala yang Dia berikan kepada ruh
sebelum ruh melekat di badan. Karena itu, sebagian dari mereka ada yang
pencapaian pertamanya berupa ketakhadiran kesadaran, yakni ketenggelaman dari
segala sesuatu selain Allah Ta'ala. Sebagian lagi ada yang pencapaian pertamanya
berupa kemabukan, yakni kelinglungan sekaligus ketak-hadiran kesadaran. Lalu
setelah itu dia memperoleh wujud ketiadaan, yaitu kesirnaan wujud kemanusiaan.
Kemudian, pada tingkat berikutnya dia mendapat kehormatan berupa kondisi fana”,
yakni ketenggelaman di dalam tarikan ilahiah.

Apabila hasil yang telah dipaparkan di atas tidak diperoleh si murid dari zikir qalbinya,
itu lebih disebabkan oleh kekurangannya di dalam memenuhi persyaratan.
Persyaratan yang dimaksud adalah shidgul-iradah (kehendak yang benar dan
sungguh-sungguh), jalinan keterikatan pada syaikh, ketaatan mengikuti perintahnya,
kepasrahan diri dalam segala urusannya kepada syaikh, meleburkan pilihannya ke
dalam pilihan syaikh dan selalu mencari ridhanya dalam segala keadaan. Dengan
memelihara syarat-syarat tersebut, pancaran atau iluminasi ketuhanan akan datang
beruntun dari batin syaikh ke dalam batin murid, karena baginya syaikh merupakan
jalan pancaran ketuhanan. Karena itulah pemeliharaan persyaratan merupakan
sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Wa billah at-taufig.

Jalan Menuju Allah Ta'ala


283 Tanwir al-Qulub

Para pemuka Thariqah Naqsyabandiyah—mudah-mudahan Allah memberi rahmat


kepada mereka dan memberi kita manfaat dari mereka—adalah para dokter agung
yang membuka penutup-penutup hati. Mereka juga orang-orang bijak yang mulia
karena keahliannya menerima ilmu-ilmu dan rahasia dari Dzat Yang Mahatahu hal-
hal gaib.

Mereka diciptakan Allah dengan watak welas asih kepada hamba-hamba-Nya. Allah
juga mencurahkan kemuliaan bisikan-bisikan hati mereka kepada penempuh jalan
petunjuk-Nya. Jika engkau merenungi perhatian dan interaksi mereka dalam memberi
petunjuk dan melakukan pembimbingan, dan engkau memiliki pandangan dan
perhatian, tentu engkau akan mendapati kreasi mereka yang amat langka serta
kesankesan yang paling indah.

Berikut ini kami akan memaparkan setetes dari samudera kebaikan mereka. Kami
juga akan menyuguhkan secuil rahasia dari keberlimpahan rahasia mereka yang
tersembunyi. Mudah-mudahan hal ini bisa menyucikan hatimu dari pikiran-pikiran
kotor sehingga engkau tidak binasa bersama orang-orang fasik yang hanyut dalam
dosa.

Para pemuka Thariqah Naqsyabandiyah—semoga Allah merahmati mereka dan


memberi kita manfaat melalui mereka—telah memilah dan menimbang dengan
keluhuran pandangan dan kemuliaan perhatian mereka, lalu mereka memilih cara zikir
khafi dengan alasan yang telah dikemukakan di atas.

Mereka menyadari bahwa tujuan yang paling mulia dari wasilah zikir adalah sampai
ke hadirat al-Haqq Tabaraka wa Ta'ala. Dan sudah maklum bahwa wasilah tidak ada
artinya jika tidak berakibat pada penCapaian tujuan. Mereka juga menyadari bahwa
hati kebanyakan manusia telah dipenuhi al-aghyar (yang selain Allah), dipenuhi
kecintaamn terhadap dunia, perhiasannya, kemewahannya, harta kekayaannya dan
bangunan-bangunannya. Hati kebanyakan manusia telah larut dalam hasrat duniawi,
suka memerintahkan pengrusakan, berpaling dari jalan kebenaran, lari dan
membelakangi akhirat. Sementara anggota badan Seharusnya hanya merupakan
pasukan dan pelayan hati terus bertindak Sesuai kecenderungan buruk hati.
284 Tanwir al-Qulub

Sesuai hukum ilahi, hati hanya cukup lapang untuk satu tujuan. Dalam kondisi
dipenuhi cinta dunia, hati tidak bisa menjadi wadah bagi kecintaan kepada Allah.

Karena kondisi hati hamba kebanyakan seperti ini, ia tidak bisa menerima zikir khafi
yang merupakan wasilah untuk sampai kepadaNya, para pemuka Thariqah
Naqsyabandiyah memilih satu lagi wasilah. Wasilah ini dimaksudkan untuk
menyucikan hati dari berbagai kotoran dan membersihkannya dari segala kedekilan
yang merintangi pencapaian kedekatan, rahmat dan tajalli dari hadirat Yang
Mahaagung, tanpa harus mengalami penderitaan, perjuangan ruhani melawan hawa
nafsu, derita berjaga malam dan lapar di siang hari, serta latihan-latihan spiritual
lainnya.

Mereka memasuki rumah melalui pintunya, lalu memberikan sesuatu yang menjadi
wasilah bagi pengosongan hati dari berbagai kotoran. Sehingga hati menjadi bersih
dan terpisah darinya, kemudian menjadi tempat bagi kehadiran segala rahasia. Lalu
ia dihadapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Wasilah
yang menjadi pilihan mereka ini adalah mengingat kematian. Sungguh, tidak ada
seorang pun yang bisa melarikan diri dari maut. Mereka menjadikan wasilah ini
sebagai pendahuluan zikir, dan mereka menyebutnya rabithah al-gabri (pertalian
kubur).

Umumnya hamba tidak bisa mencapai magam agung ini dengan dirinya sendiri. Ia
memerlukan seorang pembimbing yang sempurna yang telah sampai pada magam
musyahadah dan telah menyandang hakikat sifat-sifat dzatiyah. Oleh karena itu
seorang murid harus mencari bantuan dari spirit gurunya yang sempurna dan telah
fana” di dalam Allah. Selain itu, dia juga harus banyak menjaga (mengingat) rupa
gurunya. Selain karena alasan etika, hal itu juga dimaksudkan agar dia tetap bisa
mendapat pancaran dari gurunya saat sang guru tidak ada di hadapannya. Kehadiran
kesadaran dan cahaya akan sempurna baginya dengan menjaga bayangan syaikh
dalam imajinasinya sambil menghadap ke hati sanubari hingga sampai pada kegaiban
dan fana' dari diri.

Fang” di dalam syaikh merupakan pendahuluan fana di dalam Allah Ta'ala, karena
hati menjadi tempat segala rahasia, maka melalui pewarisan dari guru ke guru inilah
285 Tanwir al-Qulub

mereka sampai ke Rasulullah saw. Inilah yang mereka sebut dengan rabithah al-
mursyid.

Pada prinsipnya, perhatian murid terhadap syaikh mursyid bukan karena pribadi sang
mursyid semata, bukan pula untuk mencari sesuatu darinya secara otonom,
melainkan karena anugerah Allah Ta'ala yang mengalir pada dirinya. Itupun harus
disertai keyakinan bahwa yang berbuat dan yang memberi efek pada hakikatnya
adalah Allah. Seperti si fakir yang berdiri di depan pintu orang kaya dan meminta
sesuatu darinya. Dia meyakini bahwa yang memberi dan yang berderma adalah Allah
Ta'ala. Dialah yang pada genggaman tangan-Nya gudang-gudang langit dan bumi,
tidak ada pelaku selain Dia. Murid berdiam di pintu syaikh karena tahu bahwa sang
syaikh adalah salah satu pintu nikmat Allah Ta'ala. Allah berwenang untuk
memberinya melalui dia.

Kenyataan tersebut merupakan hal yang tak terbayangkan penyangkalannya, kecuali


di benak mereka yang telah ditetapkan Allah menjadi orang-orang yang merugi.
Mereka itulah orang-orang yang amal-amalnya sangat rugi, orang-orang yang tersesat
dalam kehidupan dunia. Mereka menduga bahwa amal mereka itu baik. Padahal
amal-amal mereka terhapus di dunia dan akhirat. Dan mereka sama sekali tidak
memiliki penolong. Kalaulah dia orang yang percaya kepada para wali, Sungguh para
wali telah menjelaskan kebaikan dan manfaat besar rabithah al-mursyid. Mereka
bersepakat dan mengatakan bahwa rabithah a-mursyid memiliki pengaruh yang lebih
dahsyat dari zikir dalam pencapaian jadzbah ilahiyah (tarikan ilahiah) dan pendakian
salik di tanggatangga kesempurnaan.

Dari sejumlah pemuka Thariqah Naqsyabandiyah ada yang hanya memberlakukan


rabithah al-mursyid bagi murid dalam suluk dan taslik. Ada pula yang
memantapkannya sebagai keharusan bagi setiap murid, dengan alasan firman Allah
Ta'ala, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar”

Asy-Syaikh al-Akbar Maulana “Ubaidillah, yang terkenal dengan sebutan Khawajah


Ahrar, berkata, “Sesungguhnya kebersamaan dengan orang-orang yang benar yang
diperintahkan dalam firman Allah tersebut terbagi dua. Pertama, kebersamaan dalam
286 Tanwir al-Qulub

bentuk rupa, yakni dengan cara duduk bersama mereka hingga sifat-sifat mereka
tercetak dalam dirinya. Kedua, kebersamaan maknawi.” Kemudian beliau menafsir
kebersamaan maknawi ini sebagai rabithah.

Jika orang tidak percaya kepada para wali, hendaklah dia percaya kepada pendapat
para imam syara' serta pemangku hukum ushul dan fura'. Beberapa imam dari
masing-masing mazhab yang empat telah menegaskan kebenaran rabithah al-
mursyid. Bahkan tentang Firman Allah, “Andaikata dia tiada melihat tanda (dari)
Tuhannya,”N” mayoritas mufassir mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan adanya
pengaturan dan pemberian bantuan ruhaniah. Di antaranya adalah penyusun Tafsir
al-Kasysyaf. Padahal dia dianggap menyimpang dari pendapat umum karena
penyanggahan dan kemu'tazilahannya.

Al-Imam al-Allamah Ahmad ibn Muhammad asy-Syarif al-Hamawi menukil di dalam


kitabnya, Nafahat al-Qurb wa al-Ittishal, mengenai kenyataan adanya pengaturan dan
karamah bagi para wali setelah mereka berpindah alam (wafat). Inti pendapatnya
adalah, “Sesungguhnya para wali bisa nampak dalam banyak rupa karena
penguasaan ruhaniah mereka terhadapjasad.” Begitu juga al-Imam al-'Allamah asy-
Syarif al-Jurjani q.s., di akhir Syarhal-Mawagif sebelum membagi ragam keislaman,
dia membenarkan kebenaran adanya penampakkan sosok para wali kepada murid
mereka serta pengambilan pancaran ruhaninya, bahkan setelah para wali itu wafat.
Demikian pula dia memberikan komentarnya dalam catatan pinggir Syarh al-Mathali'.

Ketika menjelaskan ragam jalan menuju Allah Ta'ala, al-'arif billah asy-Syaikh
Tajuddin al-Hanafi berkata di dalam risalahnya yang terkenal dengan nama an-
Najiyah, “Jalan yang ketiga untuk sampai kepada Allah Ta'ala adalah pertalian dengan
syaikh yang telah mencapai magam musyahadah dan telah menyandang hakikat sifat-
sifat dzatiyah, karena syaikh yang seperti ini termasuk kalangan mereka yang bila
melihatnya menjadi ingat Allah. Dengan demikian, melihatnya bisa memberi manfaat
sebagaimana manfaat zikir. Sedangkan menyertainya bisa mengantarkan si murid
kepada persahabatan dengan Allah. Karena mereka (para wali) adalah julasa' Allah
Ta'ala (teman duduk Allah).”
287 Tanwir al-Qulub

Kemudian al-'arif asy-Syaikh Tajuddin meneruskan ungkapannya, “Karena itu,


seorang murid hendaklah menjaga sosok syaikh di dalam imajinasinya...” demikian
pula ditegaskan oleh asy-Syaikh al-'arif Abdul Ghani an-Nabilsi sang pemangku para
ahli hakikat yang juga bermadzhab Hanafi, di dalam kitabnya, Syarh an-Najiyah.

Al-Imam al-'arif asy-Sya'rani mengungkapkan di dalam kitab anNafa hat al-Oudstyyah,


ketika memaparkan adab berzikir, “Yang ketujuh, seorang murid hendaknya
membayangkan syaikhnya berada di hadapannya. Karena menurut ulama sufi, hal ini
merupakan merupakan adab yang paling kuat.”

Hal serupa dikemukakan pula oleh pemuka ulama Syafi'iyah, alImam al-Ghazali, di
dalam kitab Ihya Uliimuddin, ketika berbicara mengenai keharusan menghadirkan hati
dalam setiap rakaat shalat, “Hadirkanlah di dalam hatimu Nabi saw. dan pribadinya
yang mulia. Lalu katakanlah: as-salamu 'alaika ayyuhan-nabiyp...”

Syaikh asy-Syihab al-Khafaji menukil dari al-'Allamah asy-Syihab ibn Hajar al-Makki
di dalam kitabnya, Syarhal-Ibab, ketika menjelaskan makna-makna kalimat
tasyahhud, “(Di dalam bacaan tasyahhud) Rasulullah saw. dijadikan mukhathab
(orang kedua yang diajak bicara secara langsung) ini, seakan-akan ini menunjukkan
bahwa Allah Ta'ala menyingkapkan beliau bagi umatnya yang sedang shalat,
sehingga beliau seakan hadir bersama mereka untuk mempersaksikan amal-amal
mereka yang paling utama, dan agar ingatan akan kehadiran beliau menjadi sebab
bertambahnya kekhusyukan.” Hal senada diungkapkan pula oleh Sang Guru para
syaikh, al-'arif Suhrawardi asy-Syafi'i, di dalam kitabnya al-Awarif, pada bab Shalat
Ahlul-Qarb.

Bila engkau bertanya, “Bisa saja setan menampakkan diri dalam rupa dan sosok
seorang wali.” Aku katakan, “Tidak. Salah seorang pemuka ulama Syafi'iyyah, yakni
Al-'Allamah as-Safiri al-Halabi, berkata di dalam Syarhal-Bukhari ketika mengomentari
hadis: ...kemudian beliau (Rasulullah saw.) sangat senang berkhalwat...,
“Sesungguhnya setan tidak bisa menyamar dalam rupa seorang wali yang sempurna
sebagaimana ja tidak bisa menyamar dalam rupa Rasulullah saw.”
288 Tanwir al-Qulub

Kesimpulannya, teks-teks yang memberikan penjelasan ihwal rabithah al-mursyid ini


amat banyak dan terkenal. Tidak perlu berpanjang lebar menyebutkannya di sini.
Yang kami kutip di atas sudah cukup untuk menjadi dalil yang kuat akan kebenaran
bahwa para wali memiliki izin dan kesanggupan untuk melakukan pengaturan
ruhaniah, bahkan setelah mereka wafat. Para ulama ahli hakikat sudah menyusun
banyak kitab mengenai hal tersebut. Karena itu, sudah selayaknya para murid
berakhlak taslim (memiliki kepasrahan), sebagai bentuk peniruan terhadap akhlak
para pembesar ulama.

Doa Khatam Para Syaikh

Alasan penamaan doa dan zikir berikut dengan nama Doa Khatam Para Syaikh
adalah karena doa dan zikir tersebut biasa dibaca saat syaikh hendak beranjak dari
majlis usai pertemuan dengan murid-muridnya.

Al-Imam “Abdul Khaliq al-Ghazdawani dan orang-orang setelahnya, hingga Syah


Nagsyabandi, sepakat bahwa orang yang membaca doa khatam ini segala
kebutuhannya akan terkabul, keinginannya akan tercapai, malapetakanya akan
tertolak, derajatnya akan naik, dan dia akan melihat berbagai penampakkan gaib.
Setelah membaca doa khatam, hendaklah dia mengangkat tanganmu dan meminta
kebutuhannya. Karena permohonan itu pasti akan dipenuhi, dengan izin Allah Ta'ala.
Sudah banyak orang yang telah membuktikannya.

Doa khatam ini merupakan pilar terbesar dan wirid paling utama setelah zikir Allah
dan kalimat la Waha “lallah, khususnya di dalam Thariqah Naqsyabandiyah. Karena
dengan berkat wirid ini, arwah para syaikh akan membantu murid yang meminta
bantuan mereka. untuk membaca doa khatam ini harus memenuhi delapan etika,
yaitu:

1. Suci dari hadats dan najis.

2. Menempati ruang yang sunyi dari manusia.


289 Tanwir al-Qulub

3. Dilakukan dengan penuh kekhusyukan dan kehadiran hati, beribadahlah kepada


Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan bila engkau tidak melihat-Nya, Dia
sungguh melihatmu.

4. Orang-orang yang ikut hadir dalam majlis ini semuanya telah mendapat ijin dari
syaikh Thariqah Naqsyabandiyah.

5. Mengunci pintu. Dengan alasan hadis riwayat al-Hakim dari Ya'la ibn Syadad,
“Suatu hari ketika kami bersama Rasulullah saw., beliau bertanya, Apakah di antara
kalian ada orang asing?' Para sahabat menjawab, “Tidak ada, ya Rasulullah.' Lalu
beliau memerintahkan untuk mengunci pintu dan bersabda, Angkatlah tangan
kalian...” Lebih jelas lagi disebutkan di dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim,
yang menceritakan bagaimana Rasulullah saw. masuk ke dalam Ka'bah. Ketika
Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya telah masuk ke dalam Ka'bah, beliau
menyuruh seseorang untuk mengunci pintu, sehingga tidak diganggu oleh orang-
orang yang memusuhi kaum muslimin yang berkeliaran di sekitar Masjid alHaram.'?

6. Memejamkan mata dari awal bacaan doa khatam sampai selesai.

7. Berusaha semaksimal mungkin mengusir semua bisikan dari hati, agar hati tidak
disibukkan oleh yang selain Allah.

8. Duduk tawaruk dalam posisi balik tawarruk shalat.

Rukun doa khatam ada sepuluh, yaitu:

1. Membaca istighfar sebanyak dua puluh lima kali, atau lima belas kali, yang didahului
dengan membaca doa, “Allahumma ya mufti halabwab wa ya musabbibal-asbab wa
ya muqallibal-qulab wal-abshar wa ya dalilal-mutahayyirin wa ya ghiyatsal-
mustaghitsin aghitsni tawakkaltu alaika ya rabbi wa fawwadhtu amri Waika ya fattah
ya wahhab ya basith wa shallallahu ala khairi khalgihi sayyidina muhammadin wa “la
alihi wa shahbihi ajmain.”
290 Tanwir al-Qulub

2. Berasosiasi kepada syaikh (rabithah asy-syaikh), seperti yang telah dijelaskan


dalam adab berzikir.

3. Membaca Surah al-Fatihah sebanyak tujuh kali.

4. Membaca shalawat kepada Nabi saw. sebanyak seratus kali dengan redaksi apa
pun. Misalnya: allahumma shalli “ala sayyidina muhammadin an-nabriyil-ummiyyi wa
“ala alihi wa shahbihi wa sallam.

5. Membaca Surah al-Insyirah dengan basmallah sebanyak tujuh puluh sembilan kali.

6. Membaca Surah al-Ikhlash sebanyak seribu satu kali.

7. Membaca Surah al-Fatihah sebanyak tujuh kali.

8. Bershalawat kepada Nabi saw. sebanyak seratus kali.

9. Membaca Doa Khatam Para Syaikh.

10. Membaca Al-Quran yang dirasa mudah (surat-surat pendek).

Redaksi Doa Khatam Para Syaikh:

Alhamdulillahil-ladzi bi nuri jamalihi adha'a qulabalarifin wa bi haibati jalalih: ahraga


fu'adalasyiqin wa bi latha'ifi 'inayatihi ammara sirral-washilin, wash-shalatu was-
salamu 'ala khairi khalgihi sayyidina muhammadin wa 'ala alihi wa shahbihi ajma in.
Allahumma balligh wa awshil tsawaba ma gara'ndhu wa nara mad talaunahu ba'al-
qabul minna bil-fadhli wal-ihsan ila rah sayyidina wa thabibi gulubina wa qurrati a
yunina muhammad al-mushthafa shallallahu alahi wa sallam wa ila arwa hi jami'l-
anbiya'i wal-mursalin shalawatullah wa salimuhu “alaihim ajma In, wa ila jamit arwah
masyayikhi salasilith-thurugilaliyah khushashan an-nagsyabadiyah wal-qadiriyah wal-
kubrawiyah wasSuhrawardiyah wal-jisytiyah gaddasallahu asrarahum alaliyah,
khushushan Ud rahal-guthubil-kabir walalimisy-syahir dzil-faidhin-narani wadhi'
hadzalkhatam maulana 'abdul-khaliq al-ghajdawani, wa ila raha imamith-thariqah wa
291 Tanwir al-Qulub

qhautsil-khaliah dzil-faidhil-jari wan-nuris-sari as-sayyid asy-syarif muhammad al-


ma'ruaf bi syah nagsyabandi al-uwaisi al-bukhari qaddasallah sirrahulali, wa ila rahi
quthbil-awlya wa burhanil-ashfiya' jamii nau'ayilkamal ash-shuwari wal-ma 'nawi asy-
syatkh “abdullah ad-dihlawi qaddasallahu Sirrahulali, wa ila ruhas-sari fillah ar-raki' as-
sajid dzil-janahaini ilmizhzhdahir wal-bathin dhiya' ad-din maulana asy-syaikh khalid
qaddasallahu strrahul-'ali, wa ila ru la sirajil-millah wad-din asy-syaikh "utsman
qaddasallah sirrahulali, wa Wa rukhl-quthub-arsyad wal-ghautsil-amjad syaikhina wa
ustadzina as-syaikh “umar gaddasallahu sirrahul-'ali (Menurutku perlu ada tambahan
berikut: wa ila ruh dzurrati tajil-'arifin syaikhina wa maulana wa mursyidina asy-syaikh
muhammad amin qaddasallahu sirrahu, wa ila imamith-tharfin syaikhina wa
mursyidina asy-syaikh salamah al-'azami qaddasallahu sirrahu). Allahummaj'alna
minal-mahsubina “alaihim wa minalmansubima ilaihim wa waffiqna lima tuhibbuhu wa
tardhahu ya arhamar-rahimin, allahumma ajirnd minal-khawathun-naysaniyyah
wahfizhna minasysyahwatisy-syaithaniyyah wa thahhirna minal-glqadzaratil-
basyariyyah washfina bi shifa'il-mahabbah ash-shiddiqiyyah, wa arinalhaqqa haqqan
warzuqnat-tiba'ah wa arinal-bathila bathilan warzuqnajtinabah ya arhamar-rahimin,
allahumma inna nas'aluka an tuhyiya qulubana wa arwahana wa ajsamana bi nuri ma
Tifatika wa washlika wa tajalliyatika da'iman baqiyan hadiyan ya allah.

(Segala puji bagi Allah Yang dengan cahaya keindahan-Nya menerangi hati para “arif,
Yang dengan wibawa keperkasaan-Nya membakar hati para pecinta, Yang dengan
kelembutan pertolongan-Nya memakmurkan hati para washil.”4 Shalawat dan salam
senantiasa melimpahi makhluk paling mulia, junjungan kami Muhammad saw., juga
kepada keluarga dan para sahabatnya semua. Ya Allah, sampaikanlah pahala dan
cahaya bacaan yang telah kami baca setelah diterima dari kami dengan karunia dan
kebaikan-Mu, kepada ruh junjungan kami, sang penawar hati dan pujaan kami,
Muhammad sang makhluk pilihan saw., serta kepada segenap ruh para nabi dan
rasul, shalawat dan salam Allah bagi mereka semua. Sampaikan pula kepada
segenap ruh para syaikh dalam silsilah Thariqah-Thariqah yang tinggi, khususnya
Naqsyabandiyah, Qadariyah, Kubrawiyah, Suhrawardiyah dan Jisytiyah q.s.,
khususnya kepada ruh Sang Kutub agung, ilmuwan terkenal pemilik pancaran cahaya,
yang telah menyusun doa khatam ini, yakni Maulana Abdul Khalik Ghajdawani. Ya
Allah, sampaikan pula pahala dan cahaya bacaan kami itu kepada ruh imam Thariqah
dan penolong makhluk, sang pemilik pancaran yang mengalir dan cahaya yang
292 Tanwir al-Qulub

menjalar, asSayyid asy-Syarif Muhammad, yang masyhur sebagai Syah Nagsabandi


al-Uwaisi al-Bukhari q.s. Sampaikan pula kepada ruh sang kutub para wali dan
penerang orang-orang suci, penghimpun dua kesempurnaan bentuk dan makna, asy-
Syaikh “Abdullah ad-Dahlawi q.s. Sampaikan pula kepada ruh sang pejalan dalam
Allah, yang senantiasa rukuk dan sujud, sang pemilik dua sayap ilmu lahir dan ilmu
batin, Maulana asySyaikh Khalid g-s. Sampaikan juga kepada sang pelita agama, asy-
Syaikh “Utsman q.s., dan kepada ruh sang kutub yang paling bijak dan penolong yang
paling luhur, Syaikhuna asy-Syaikh “Umar q.s. (Lalu kepada ruh sang permata dan
mahkota kaum 'arif, guru besar kami, pembimbing kami, asy-Syaikh Muhammad Amin
q.s., dan kepada sang pemimpin dua kelompok, guru dan pembimbing kami, asy-
Syaikh Salamah al-'Azami q.s.). Ya Allah, jadikanlah kami di antara orang-orang yang
dihitung dan dinisbatkan kepada mereka, berilah kami petunjuk untuk mengikuti apa
yang Engkau cintai dan Engkau ridhai, wahai Yang paling penyayang di antara semua
yang penyayang. Ya Allah, jauhkanlah kami dari bisikan-bisikan hawa nafsu. Jagalah
kami dari hasrathasrat setan. Sucikanlah kami dari kotoran-kotoran kemanusiaan.
Beningkanlah hati kami dengan kebeningan cinta sejati. Perlihatkanlah kepada kami
yang benar itu benar, dan berilah kami kemampuan untuk mengikutinya.
Perlihatkanlah pula kepada kami yang batil itu batil, dan berilah kami kemampuan
untuk menjauhinya, wahai Yang paling peIyayang di antara semua yang penyayang.
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu agar Engkau menghidupkan hati kami, ruh kami
dan jasad kami dengan cahaya mar'rifat, kesambungan kepada-Mu, dan
penampakan-penampakan-Mu, selalu, selamanya dan senantiasa mendapat
petunjuk, ya Allah).

Doa khatam tersebut dinisbatkan kepada Hadhratusv-Syaikh “Abdul Khalik al-


Ghazdawani. Jika murid yang hadir dalam majlis itu banyak, membacanya lebih
utama. Sedangkan jika hanya sedikit, lebih baik membaca Doa Khatam asy-Syaikh
al-Akbar as-Sayyid Muhammad Bahai'uddin asy-Syah Nagsyabandi q.s. Redaksinya
sebagai berikut:

1. Beristighfar dua puluh lima kali, atau lima belas kali, atau sepuluh kali, atau lima
kali.

2. Berasosiasi kepada syaikh (rabithah asy-syaikh).


293 Tanwir al-Qulub

3. Membaca shalawat kepada Nabi saw. sebanyak seratus kali.

4. Membaca: ya khaftyyal-althaf adrikni bi luthfikal-khafi (lima ratus kali)

5. Bershalawat kepada Nabi saw. sebanyak seratus kali.

6. Membaca Al-Quran yang dirasa ringan (surah-surah pendek).

Atau bisa juga membaca doa khatam asy-Syaikh Ahmad al-Faruqi yang terkenal
dengan sebutan al-Imam ar-Rabbani. Redaksinya sebagai berikut:

1. Membaca istighfar dua puluh lima kali, atau lima belas kali, atau sepuluh kali, atau
lima kali.

2. Berasosiasi kepada mursyid.

3. Membaca al-Fatihah tujuh kali.

4. Bershalawat kepada Nabi saw. sebanyak seratus kali.

5. Membaca hauqalah (La haula wa la guwwata illa billah) sebanyak lima ratus kali.

6. Bershalawat kepada Nabi saw. sebanyak seratus kali.

7. Membaca bagian akhir dari doa khatam Hadhratusy-Syaikh "Abdul Khalik al-
Ghazdawani.

8. Membaca Al-Quran yang dirasa ringan (surah-surah pendek).

Jika seorang syaikh hendak menghadapi murid-muridnya di dalam majelis, hendaklah


dia membacakan al-Fatihah secara sembunyi untuk arwah para syaikh pemangku
silsilah Thariqahnya serta meminta bantuan dari mereka. Baru kemudian dia
menghadapi murid-muridnya dengan cara yang mereka kenal. Apabila telah usai dan
294 Tanwir al-Qulub

hendak beranjak dari hadapan mereka, sebaiknya dia mengucapkan wa shallallahu


“ala sayydind muhammad. Shalawat ini semacam permohonan ijin untuk
meninggalkan majelis. Namun hendaknya dia membaca shalawat itu tidak semata-
mata berniat memohon ijin, tetapi juga disertai niat bershalawat kepada Rasulullah
saw.

Kami pernah mendapat khabar yang dapat dipercaya bahwa ayah kami—semoga
Allah menyucikan jiwanya—suka membaca khatam alFarugi saat mengalami kondisi
sulit. Namun pada bagian bacaan Ia haula wa la quwwata illa billah, beliau
menggantinya dengan bacaan: ya muhawwilal-haul wal-ahwal hawwil halana illa
ahsanil-akhval,”? dan beliau membacanya sebanyak lima ratus kali.

Begitu juga guru kami, asy-Syaikh Salamah al-'Azami. Beliau suka mengamalkan doa
khatam Syaikh al-Farugi, terutama dalam masa-masa sulit. Namun beliau mengganti
bacaan Ia haula wa la guwwata Ula billah dengan bacaan Ia ilaha illa anta subhinaka
inni kuntu minazh-zhalimin, dan beliau membacanya sebanyak lima ratus kali.

Kualifikasi Syaikh Mursyid

Orang yang benar-benar menghendaki jalan untuk sampai kepada Allah, hendaklah
dia menemui seorang syaikh (guru) di zamannya saat dia kembali dari bertaubat dan
bangun dari lelap kelalaiannya.

Guru yang harus ditemuinya itu adalah syaikh yang sudah mendaki maqamit para
tokoh spiritual yang sempurna secara syariat dan hakikat. Yakni seorang syaikh yang
perilaku ruhaniahnya didasarkan pada Alguran dan sunnah serta berpegang teguh
meneladani para ulama, perjalanan ruhaninya menuju Allah telah sempurna dengan
bimbingan syaikh mursyid yang telah mencapai magamat tersebut dan mata rantai
silsilah jalan ruhaninya sampai kepada Rasulullah saw., selain itu dia juga telah
mendapatkan ijin dari syaikhnya untuk melakukan pembimbingan jalan menuju Allah:
bukan dari kebodohan dan ambisi pribadinya.

Seorang syaikh yang telah mencapai derajat ma'rifat dan sampai kepada Allah (alarif
al-washil) adalah wasilah atau perantara bagi murid untuk sampai kepada Allah,
295 Tanwir al-Qulub

menjadi pintu masuknya untuk menjumpai Allah. Barang siapa tidak memiliki guru
yang memberinya bimbingan ruhani, maka gurunya adalah setan. Dari sini engkau
paham bahwa orang yang diperkenankan tampil untuk mengambil sumpah dan
melakukan pembimbingan terhadap murid hanyalah orang yang telah mengikuti
pendidikan dan mendapat izin dari syaikhnya. Sedangkan orang yang tidak mendapat
izin, tidak dipernankan melakukannya. Demikian pendapat para imam Thariqah. Ini
bukan rahasia. Orang yang melakukan pengambilan sumpah dan pembimbingan
tanpa mendapat izin dari syaikhnya akan menimbulkan lebih banyak kerusakan
daripada kebaikan, karena dia bukan ahlinya. Dan jika seseorang terbukti demikian,
maka dia harus menanggung dosa seperti dosa penyamun. Dia akan dijauhkan dari
derajat para murid sejati, apalagi dari derajat para syaikh yang telah mencapai tingkat
ma rifat.

Karena itu, kami uraikan tentang siapa yang sah dan pantas dijadikan sebagai syaikh
mursyid. Berikut ini beberapa syarat yang harus dipenuhinya:

1. Mengetahui hukum fikih dan akidah yang diperlukan oleh para murid sekedar untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh seorang murid kelas awal, sehingga dia
tidak perlu bertanya kepada yang lain.

2. Mengenal berbagai kesempurnaan hati, etika-etikanya, wabah dan berbagai


penyakit jiwa, serta cara menjaga kesehatan dan kestabilannya.

3. Bermurah hati dan berbelas kasih kepada kaun muslimin, khususnya kepada para
murid. Misalnya, jika dia tahu bahwa mereka tidak mampu melakukan penolakan
terhadap hasrat nafsu dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaanya, dia bersikap
toleran dan tidak membuat mereka putus asa dari penempuhan jalan ruhani. Dia juga
tidak menyebabkan mereka tercatat dalam urutan orang-orang yang celaka. Dia harus
sabar dan bijak bergaul dengan mereka dalam keramahan sampai mereka mendapat
petunjuk.

4. Menutup aib para murid yang terlihat olehnya.


296 Tanwir al-Qulub

5. Bersih hati terhadap hati para murid dan tidak tamak terhadap harta yang mereka
miliki.

6. Menyampaikan perintah Allah dan mencegah apa yang dilarangNya, sampai


perintah ini berkesan di jiwa mereka.

7. Tidak duduk bersama para murid, kecuali sekadar yang diperlukan. Selalu
mengingatkan murid tentang beberapa segi menyangkut Thariqah dan syariat, seperti
mendiskusikan buku kami ini. Tujuannya agar para murid bersih dari kejelekan bisikan
hawa nafsu dan bisa beribadah dengan cara yang benar.

8. Perkataannya bersih dari campuran hawa nafsu, senda gurau dan Sesuatu yang
tidak bermakna.

9. Sangat toleran terhadap hak-hak dirinya serta tidak berharap untuk dimuliakan atau
dihormati. Dia juga tidak menuntut haknya dari para murid dengan sesuatu yang tidak
mampu mereka lakukan. Tidak mempersiapkan amalan-amalan yang membuat
mereka jemu. Tidak banyak beristirahat bersama mereka dan tidak membuat mereka
merasa kesulitan karena dirinya.

10. Jika dia melihat salah seorang muridnya kehilangan rasa hormat dan ta'zhim
terhadap dirinya karena terlalu sering duduk bersama dalam keakraban, hendaklah
dia menyuruhnya duduk berkhalwat di tempat yang tidak jauh dan tidak juga dekat,
tetapi jarak pertengahan.

11. Jika dia mengetahui bahwa penghormatan berlebihan terhadap dirinya muncul
dari hati seorang murid, dia menolaknya dengan penuh kasih sayang, sebab hal
tersebut merupakan musuh yang paling besar.

12. Tidak lalai dalam membimbing para murid menuju sesuatu yang dapat
memperbaiki kondisi ruhani mereka.

13. Jika seorang murid melaporkan mimpi atau ketersingkapan (mukasyafah) atau
penyaksian gaib (musyahadah) yang didapatinya, syaikh tidak perlu memberitahukan
297 Tanwir al-Qulub

rahasia yang didapat muridnya itu, tetapi hendaklah dia memberinya tambahan
amalan yang dapat mendorong dan menaikkannya pada tahapan ruhani yang lebih
tinggi dan lebih mulia. Bila syaikh membicarakannya atau menjelaskannya, itu
sungguh merupakan kesalahan seorang syaikh, karena si murid akan memandang
dirinya tinggi sehingga tingkatan ruhaninya justru akan jatuh.

14. Seorang syaikh harus mencegah murid-muridnya berbicara dengan orang lain
selain sesama murid Thariqah, kecuali untuk hal darurat. Selain itu, dia juga harus
mencegah mereka bicara dengan sesama murid tentang karamah dan waridat yang
mereka dapat. Jika dalam hal tersebut syaikh bersika» toleran, dia benar-benar
melakukan kesalahan, sebab dia bisa membuat mereka arogan dan angkuh sehingga
menyebabkan mereka terlambat.

15. Seorang syaikh harus memiliki dua khalwat. Khalwat untuk menyendiri dan tidak
mengijinkan seorang murid pun masuk menemuinya, kecuali orang yang khusus
baginya. Dan khalwat untuk berkumpul bersama para sahabatnya.

16. Tidak mengizinkan murid-muridnya mengintip setiap gerakannya, rahasianya,


mencari tahu tentang cara tidurnya, cara makannya, cara minumnya dan lain-lain.
Sebab jika dia membiarkan murid mengintipnya, lalu si murid mendapati sesuatu yang
tampak sebagai kekurangan dari dirinya, bisa jadi rasa hormat si murid kepadanya
akan berkurang. Karena ketidakmampuan si murid di dalam memahami kondisi ruhani
orang-orang besar yang sempurna. Jika syaikh melihat seorang murid memata-matai
dirinya guna mencari tahu tentang hal tersebut, dia harus melarangnya demi
kemaslahatan si murid.

17. Tidak memberikan toleransi kepada murid untuk banyak makan, sebab
toleransinya dapat merusak semua hal yang sedang dia lakukan bagi sang murid.
Sungguh, mayoritas manusia adalah hamba perut.

18. Melarang murid bergaul dengan para sahabat syaikh, sebab bahayanya akan
sangat cepat menyerang para murid. Kecuali jika syaikh melihat mereka sudah benar-
benar mencintainya dan tidak dikhawatirkan mengalami goncangan.
298 Tanwir al-Qulub

19. Menjaga diri dan tidak mondar-mandir kepada penguasa, agar tidak dicontoh oleh
para murid. Sebab jika para muridnya itu mencontoh dia bolak-balik menemui
penguasa, dia harus menanggung dosanya dan dosa mereka yang mencontohnya.
Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa membiasakan satu kebiasaan buruk, maka
dia harus menanggung dosanya dan dosa orang yang mengikuti kebiasaannya.”
Alasannya karena orang yang mendekati penguasa, biasanya akan sulit
menyampaikan penolakan terhadap perbuatan haram yang dilakukan si penguasa,
seolah-olah mondar-mandirnya dia kepada penguasa menjadi bentuk persetujuannya
terhadap kemungkaran.

20. Berhati-hati saat berbicara kepada murid, penuh kasih dan tidak mencaci maki,
agar jiwa mereka tidak lebih menjauh darinya.

21. Jika diundang oleh salah seorang muridnya, dia memenuhinya dan melakukannya
dengan cara terhormat serta menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak santun.

22. Jika duduk bersama muridnya, dia duduk dengan tenang dan berwibawa. Dia tidak
banyak melirik mereka, tidak tiduran dan tidak membentangkan kaki di hadapan
mereka, menahan pandangan dan merendahkan suaranya, tidak menjelek-jelekkan
akhlaknya di hadapan mereka. Sebab pada kenyataannya mereka meyakini seluruh
sifat-sifat terpuji ada dalam dirinya dan mereka akan menirunya.

23. Jika seorang murid masuk menemuinya, dia tidak bermuka masam. Dan jika
berpamitan pulang, dia mendoakannya tanpa diminta terlebih dahulu. Sebaliknya jika
dia masuk menemui salah seorang dalam muridnya, dia hendaknya dalam keadaan
paling sempurna dan kondisi jiwa paling baik.

24. Jika salah seorang muridnya tidak hadir, dia bertanya tentangnya dan mencari
alasan tentang ketidakhadirannya. Jika ternyata sakit, dia menengoknya. Jika berada
dalam hajat, dia membantunya. Dan Jika karena ada uzur, dia mendoakannya.

Itulah beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang syaikh. kesimpulannya,


ungkapan yang paling menghimpun untuk menerangkan adab-adab syaikh adalah:
299 Tanwir al-Qulub

“Dia harus meneladani perilaku Rasulullah saw. terhadap para sahabatnya,


semaksimal mungkin.”

ADAB MURID TERHADAP SYAIKH

Ada banyak adab yang harus dipenuhi murid terhadap syaikh yang menjadi gurunya.
Namun di sini kami akan meringkasnya dengan hanya mengemukakan adab-adabnya
yang paling penting. Di antaranya yang harus diperhatikan adalah menghormati dan
mengagungkan syaikh lahir batin, serta meyakini bahwa tujuan dirinya hanya akan
tercapai melalui bantuan dan bimbingan syaikhnya. Apabila perhatian dirinya terpecah
kepada syaikh lain yang bukan gurunya, dia akan terhalang dari syaikhnya, dan
pancaran sang syaikh pun akan tertutup bagi dirinya.

Adab-adab lainnya yang harus dipenuhi murid terhadap syaikhnya sebagai berikut:

1. Pasrah, teguh dan rela menerima pengaturan yang dilakukan syaikh terhadap
dirinya. Melayani syaikh dengan harta dan jiwanya. Sebab, mutiara kehendak dan
cinta hanya akan menjadi jelas melalui cara ini. Kadar kesungguhan dan keikhlasan
hanya akan diketahui melalui timbangan ini.

2. Tidak protes terhadap syaikh menyangkut perbuatan yang dilakukannya, meski


secara lahiriah tampak perbuatan yang dilakukannya itu tampak haram. Jangan
sampai dia berkata kepada syaikhnya, “Mengapa Anda melakukan ini?” Karena murid
yang berkata mengapa kepada gurunya tidak akan berhasil selamanya. Terkadang
dari seorang syaikh muncul sesuatu yang secara lahiriah tampak tercela, padahal
secara batin ia terpuji. Seperti yang terjadi antara Khidir dan Musa. Tentang makna
ini ada sebagian tokoh sufi bersenandung:

Jadilah engkau di hadapannya bagai mayat di tangan yang memandikannya selalu


patuh, apa pun yang dia lakukan terhadap dirinya
Jangan membantahnya mengenai urusannya yang tidak kau ketahui karena
membantah berarti menantang terahkanlah kepadanya apa yang kau lihat meski dia
tampak bertindak tidak sesuai syari'at, nanti engkau akan tercela Di dalam kisah Khidir
yang mulia terdapat pelajaran
300 Tanwir al-Qulub

Dia membunuh bocah dan Misa al-Kalim menentangnya


Ketika subuh datang menerangkan rahasia yang disembunyikan malam dan pedang
memutus tali si peminta alasan
Musa pun mengajukan udzur padanya demikian pula ilmu kaum sufi tentangnya

3. Berkumpul dengan syaikh hanya untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah “Azza
wa Jalla.

4 Melebur pilihan dirinya kepada pilihan syaikhnya, dalam urusan ibadah maupun
adat, yang global maupun rinci. Salah satu ciri murid sejati adalah taat kepada
syaikhnya, sekira syaikhnya berkata, “Masuklah ke perapian!” ia memasukinya tanpa
tanya.

5. Tidak memata-matai kondisi atau tingkah laku syaikh secara mutlak. Sebab perilaku
memata-matai guru bisa menyebabkan dirinya hancur, seperti terjadi pada banyak
orang. Murid harus senantiasa berbaik sangka kepada syaikhnya dalam segala
keadaan.

6. Senantiasa menjaga syaikh di ketidak hadirannya seperti menjaga dia di


kehadirannya. Selalu mengingat syaikh saat dengan hatinya dalam setiap keadaan,
sedang bepergian ataupun tidak, agar dia memperoleh berkahnya.

7. Memandang bahwa berkah dunia dan akhirat yang diperolehnya jitu didapat melalui
berkah syaikhnya.

8. Tidak menyembunyikan sesuatu pun dari syaikhnya, entah itu keadaan, bisikan
gaib, peristiwa yang mengejutkan, ketersingkapan, karamah dan apa pun yang
dianugerahkan Allah Ta'ala kepadanya melalui syaikh.

9. Tidak mengira-ngira sendiri makna peristiwa atau mimpi atau ketersingkapan yang
didapatnya, meskipun jelas. Tidak pula berpegang teguh padanya. Dan bila sudah
melaporkan semuanya kepada syaikh, dia tinggal menunggu jawaban sang syaikh
tentangnya, tanpa meminta syaikh memberikan jawabannya. Apabila ada salah
301 Tanwir al-Qulub

seorang sahabat syaikh yang bertanya tentang sesuatu, hati-hatilah jangan sampai
engkau serta merta menjawabnya.

10. Tidak membeberkan rahasia syaikh, walau tubuhnya sampai digergaji.

11. Tidak menikahi perempuan yang hendak dinikahi syaikhnya, atau perempuan
yang dicerai syaikhnya, tidak pula janda syaikhnya.

12. Tidak memberikan pendapat bila diajak bermusyawarah meninggalkan sesuatu


atau mengerjakan sesuatu oleh syaikhnya. Mengembalikan semua pendapatnya
kepada syaikhnya dengan keyakinan bahwa syaikh lebih tahu daripada dirinya dan
dia tidak butuh saran dari dirinya. Syaikh mengajaknya musyawarah hanya untuk
membuatnya senang. Kecuali bila jelas ada alasan yang kuat yang mengharuskan
dirinya menyampaikan pendapat, itu pun tetap harus disertai etika yang sempurna
terhadap syaikhnya.

13. Tetap memperhatikan keluarga syaikhnya ketika sang syaikh pergi, dengan terus
berbuat baik kepada mereka, misalnya dengan tetap melayani dan membantu mereka
dalam memenuhi kebutuhan. Sungguh, sikap ini bisa membuat hati syaikh senang
kepadanya. Dalam hal ini, syaikh juga seperti saudara sesamanya.

14. Apabila murid mendapati diri merasa bangga dengan amalnya (ujub), atau merasa
hebat dengan kondisi dirinya, hendaklah dia segera melapor kepada syaikhnya, agar
syaikh memberikan penawarnya. Jika dia menyembunyikan hal itu dari syaikhnya,
akan tumbuh riya dan kemunafikan dalam dirinya.

15. Menghargai sesuatu yang diberikan oleh syaikh, tidak menjualnya kepada
seseorang, apa pun yang diberikannya. Karena bisajadi di dalam sesuatu yang
diberikannya itu sang syaikh menyertakan salah satu rahasia para faqir (sufi)
untuknya, yang bisa membantunya di dunia dan akhirat serta mengantarnya ke hadirat
Allah “Azza wa Jalla.

16. Yang lebih penting lagi adalah kesungguhan dalam perjuangan mencari syaikh.
Karena para syaikh telah sepakat, bila seorang murid benar-benar sempurna
302 Tanwir al-Qulub

kesertaannya bersama syaikh, bisajadi manis ma rifatullah akan sampai ke lubuk


hatinya hanya dalam satu pertemuan, di awal perjumpaannya dengan sang syaikh.

17. Tidak mengurangi keyakinan terhadap syaikhnya jika melihat sang syaikh kurang
(turun) dari magam-nya. Misalnya karena syaikh banyak tidur di waktu sahur, atau
kurang wara', atau hal-hal lainnya yang merupakan sifat kekurangan. Sebab, Allah
kadang memberlakukan kekurangan itu terjadi pada wali-Nya di saat sang wali lalai
atau lupa. Kemudian Allah mengingatkannya hingga dia sadar dari kelalaiannya dan
segera menyusulnya dengan perbuatan lain yang patut dan mampu menutup
kekurangan tersebut. Semua itu sebagai pembimbing bagi muridnya, agar dari
fenomena yang tampak pada diri gurunya si murid menjadi tahu cara melepaskan diri
dari ketergelinciran bila mengalami hal yang serupa. Selain itu, bisa jadi dengan
kekurangan yang ditimpakan kepada wali-Nya, Allah membimbing sang wali untuk
melihat besar kecilnya kadar kesungguhan dan kejujuran dia di magam ridha bi
qadha'illah wa qadarihi.' Dengan perubahan-perubahan kondisi itu Allah mengenalkan
para waliNya akan kenyataan diri mereka, agar mereka bersyukur atau memohon
ampun kepada Allah Ta'ala di saat mereka sudah sadar. Karena itu, murid harus
melestarikan keyakinan terhadap syaikhnya. Sungguh, para pemuka kaum “arif telah
berkata, “Ketergelinciran kaum mugarrabun merupakan peninggi kedudukan mereka.”
Ungkapan ini mereka landasi dengan kenyataan Adam. Dia melanggar larangan Allah
hingga diusir, tetapi kemudian dia dijadikan makhluk pilihan dan dimuliakan.

18. Tidak banyak berbicara di hadapan syaikhnya, meskipun syaikh memberinya


keleluasaan untuk berbicara. Mengetahui kapan saat untuk berbicara dengan syaikh.
Berbicara kepada syaikh hanya saat suasana syaikh lapang, disertai adab yang baik,
khusyuk, khudhu' dan tidak berlebihan menurut tingkat derajanya. Bila syaikh
berbicara memberi jawaban atas pertanyaannya, dengarkanlah secara seksama
dengan wajah yang dihadapkan. Jika tidak, dia akan dicegah dari futih. Dan barang
siapa telah dicegah dari futih, dia akan sulit mendapatkan kedua. Hanya orang
istimewa yang mendapat kesempatan kedua.

19. Merendahkan suara di majlis syaikh. Sebab meninggikan suara di hadapan para
pembesar merupakan kelancangan, tidak sopan.
303 Tanwir al-Qulub

20. Tidak duduk bersila atau duduk di atas sajadah ketika berada di hadapan syaikh.
Duduklah di hadapannya dengan penuh kerendahan dan rasa hina diri. Seorang "arif
berkata, “Menurut kaum sufi, berkhidmat merupakan amal shalih yang paling utama.”

21. Bersegera melaksanakan perintahnya, tidak menunda-nunda atau berleha-leha


sebelum selesai melaksanakannya.

22. Menghindari hal-hal yang tidak disenangi syaikhnya. Tidak menyukai hal-hal yang
tidak disukai syaikhnya.

23. Tidak berteman dengan orang yang tidak disenangi syaikhnya dan mencintai
orang yang dicintai syaikhnya.

24. Bersabar menerima kemarahan dan keberpalingan syaikhnya, entah dari dirinya
maupun dari orang lain. Jangan sampai bertanya, “Mengapa syaikh bersikap demikian
kepada si fulan?” atau “Mengapa syaikh bersikap demikian kepada saya?”

25. Tidak duduk di tempat yang disediakan khusus untuk syaikhnya. Tidak bepergian,
tidak menikah dan tidak melakukan sesuatu pekerjaan yang penting tanpa izin
syaikhnya. Ketahuilah bahwa syaikh yang “arif terkadang memberi keleluasaan
kepada santri-santrinya. Lalu apabila telah mencium aroma kejujuran dan keseriusan
dari mereka, dia mulai ketat terhadap mereka, kadang berpaling dari mereka dan
menampakkan kemarahan, supaya jiwa mereka mati dari syahwat dan lebur dalam
kecintan kepada Allah. Dengan sikapsikap tersebut syaikh menguji kesetian murid-
muridnya.

26. Tidak memindai ucapan syaikhnya untuk diungkapkan kepada orang-orang selain
yang sesuai dengan kadar pemahaman dan akal mereka.

ADAB MURID TERHADAP DIRI SENDIRI

Adab paling utama seorang murid terhadap dirinya sendiri adalah menyadari
kenyataan bahwa Allah Ta'ala senantiasa melihat dan mengawasi dirinya dalam
segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu hendaklah dia selalu sibuk mengingat-Nya
304 Tanwir al-Qulub

dengan hati, entah dia sedang duduk, berjalan maupun saat sibuk dengan
pekerjakannya. Sebab semua aktifitas keseharian tidak menjadi halangan bagi
seseorang untuk senantiasa berzikir dalam makna untuk mengalirkan lafazh Allah di
hatinya. Selain itu ada sejumlah adab yang harus dipenuhi murid berkenaan dengan
dirinya sendiri, di antaranya:

1. Meninggalkan para pelaku keburukan dan berkawan dengan orang-orang pilihan.


Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa Allah mewahyukan kepada Musa,
“Janganlah engkau duduk bersama (bergaul) dengan orang-orang yang senang
memperturutkan hawa nafsu, sebab mereka akan memunculkan sesuatu yang belum
ada di hatimu.” Bergaul dengan orang-orang pilihan bisa mewariskan kebaikan,
sedangkan bergaul dengan orang-orang jahat dapat mewariskan kejahatan. Seperti
diungkapkan dalam syair:

Ruh laksana angin, bila melewati minyak wangi ia mewangi


Bila melewati bangkai, ia menjadi berbau busuk
Majelis orang-orang salih bagaikan eliksir bagi hati. Namun dampaknya tidak
disyaratkan nampak seketika. Dampak persahabatan dengan mereka bisa jadi akan
muncul setelah berselang waktu cukup lama. Rasulullah saw. bersabda,
“Perumpamaan teman yang salih seperti si pedagang minyak wanyi. Entah dia
memberimu atau engkau membeli darinya pasti engkau mendapatinya bau wangi.”
(HR. al-Bukhari)

2. Apabila dia mempunyai anak istri, hendaklah dia menutup pintu saat hendak
berzikir. Sebab tidak ada mudharat bagi murid yang lebih berbahaya daripada
berteman dengan orang yang berlawanan, yakni orang yang tidak senang terhadap
hal yang engkau senangi. Jika tempat zikir itu sempit dan gelap, itu justru lebih bisa
menghimpun getaran hati daripada tempat yang luas dan mendapat terang cahaya
matahari atau lampu. Contoh prilaku anak istri yang mengingkari jalan kaum sufi
adalah sikap mereka yang memperolok dirimu saat engkau berzikir engkau sampai
menyingkap tutup kepala, mondar-mandir dan bersuara gaduh hingga membuat
engkau marah. Lalu karena itu tekad hatimu untuk berzikir menjadi lemah.
305 Tanwir al-Qulub

3. Tidak berlebihan dalam segala hal, tetapi alakadarnya. Seperti dalam hal makan,
minum, pakaian, menikah dan lainnya. Al-Imam al-Ghazali berkata, “Allah menjadikan
sikap berlebihan dalam makan dan minum di dunia sebagai sebab hati menjadi
sekeras batu, anggota badan menjadi kendur tak mau melakukan ketaatan, dan tuli
dari nasihat.”

4. Tidak cinta dunia dan selalu memandang akhirat. Sebab cinta kepada Allah tidak
akan merasuk ke dalam hati yang cinta dunia. Rasulullah saw. bersabda, “Cukuplah
keburukan bagi anak Adam bila sampai dia dituding dengan jari dalam agama dan
dunianya, kecuali orang yang dijaga dari dosa oleh Allah Ta'ala.”

Ketika meriwayatkan hadis tersebut, al-Hasan ditegur oleh seseorang, “Apabila orang-
orang melihat Anda, mereka menuding Anda dengan jemari mereka.” Lalu dia berkata,
“Bukan ini maksudnya. Yang dimaksud adalah para pelaku bid'ah di dalam agama
dan pelaku kefasikan di dalam urusan dunia.” Penjelasan hadits ini dengan derajat
marfu'

5. Yidak tidur dalam keadaan junub (berkewajiban mandi besar). Hendaklah dia
senantiasa dalam keadaan suci dari hadats.

6. Tidak mengharap-harap harta benda milik orang lain serta selalu menutup pintu
hasrat mendapatkan perhatian makhluk. Tidak berpaling kepada siapa pun makhluk,
entah mereka menerima maupun menolak dirinya.

7. Apabila rezekinya sempit dan orang-orang tidak berbelas kasih ke

padanya, hendaklah ia bersabar dan tidak gelisah. Sebab banyak murid yang saat
mulai menapaki Thariqah, dunia berpaling dari dirinya. Jangan sampai kondisi itu
membuatnya berkata, “Aku tidak membutuhkan Thariqah,” Karena ini berarti dia telah
merusak janji setianya sehingga dia tidak akan bahagia untuk selamanya. Apabila
mengalami kesempitan dalam urusan dunia, hendaknya dia menyadari bahwa Allah
hendak menjadikan dia sebagai wali-Nya dan membukakan mata hatinya.
306 Tanwir al-Qulub

8. Senantiasa mawas diri. Mendorong diri untuk terus berjalan meniti Thariqah setiap
kali terantuk nafsu dan kesenangan-kesenangannya. Katakalah pada diri sendiri,
“Bersabarlah! Masa rehat sudah dekat di depanmu. Aku membuatmu lelah demi
kesenanganmu di akhirat.”

9. Menyedikitkan tidur, terutama di waktu sahur. Sungguh, waktu sahur merupakan


waktu ijabah.

10. Menjaga diri untuk hanya makanan makanan yang halal.

11. Membiasakan diri makan hanya sedikit, yakni dengan berhenti makan sebelum
kenyang dan cukup dengan makanan yang sedikit.

Kondisi ini bisa menumbuhkan semangat untuk melakukan ketaatan dan


menghilangkan kemalasan.

12. Menjaga lisan dari omongan yang tidak berguna dan menjaga hati dari semua
khawithir. Sungguh, siapa yang lidahnya terjaga dan hatinya lurus, rahasia-rahasia
ilahi akan tersingkap untuknya.

13. Berusaha maksimal mungkin menjaga mata agar tidak sampai melihat hal-hal
yang diharamkan. Sebab melihat hal haram laksanan racun mematikan, anak panah
yang menusuk hati hingga mati. Apalagi jika memandangnya disertai syahwat. Al-
Junaid berkata, “Salah satu perompak paling kejam yang memutus murid dari
Thariqah adalah bergaul dengan anak muda dan kaum perempuan.” Karenan itu
seyogvanya seorang murid tidak duduk bersama anak muda yang cantik, apalagi
berduaan di tempat sepi.

14. Tidak bergurau, karena bergurau dapat mematikan hati dan menyelimutinya
dengan gelap. Kalaulah seorang salik tahu seberapa besar kemerosotan diri akibat
bergurau, tentu dia tidak akan mengulanginya. Orang yang hatinya bercahaya
mengetahui hal itu. Tetapi orang yang hatinya berselimut gelap, bahkan tidak
merasakan bahayanya sedikit pun. Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kamu
membenci saudaramu, jangan pula bersenda gurau dengannya.” Utamanya adalah
307 Tanwir al-Qulub

meninggalkan senda gurau, kecuali pada waktuwaktu tertentu, misalnya ketika


mengalami kondisi amat sulit dan hati amat sempit.

15. Meninggalkan perdebatan dengan para pelajar. Sebab berdebat bisa mewariskan
kelupaan dan membuat hati menjadi keruh. Apabila Sampai terjebak dalam
perdebatan, segeralah memohon ampun kepada Allah dan meminta maaf kepada
lawan debatnya, bila dia di pihak yang benar.

16. Menghampiri saudaranya sesama murid ketika hati sedang susah. Duduklah
besama mereka sambil membahas adab-adab Thariqah, sampai dadanya terasa
lapang dan beban di hatinya lenyap.

17. Tidak tertawa terbahak-bahak, sebab tawa terbahak-bahak dapat mematikan hati.
Karena itu Rasulullah saw. tidak pernah tertawa terbahak-bahak, beliau cukup
tersenyum.

18. Tidak membahas keadaan orang lain dan tidak pula berbantahan dengan mereka.

19. Tidak cinta pangkat dan jabatan, karena dapat memutus dari jalan kebenaran.
Rasulullah saw. bersabda, “Dua srigala lapar nan rakus yang bermalam di kadang
kambing, daya rusaknya terhadap kambing tidak lebih besar daripada daya rusak
ketamakan seseorang akan kemuliaan dan harta terhadap agamanya.” (HR. Ahmad
dan at-Tirmidzi)

20. Rendah hati (tawadhu, karena rendah hati akan menambah derajat seorang
hamba.

21. Senantiasa takut kepada Allah "Azza wa Jalla dan berharap mendapat ampunan-
Nya. Tidak memandang peribadatan dirinya bernilai. Dia harus sadar bahwa kalaulah
bukan karena anugerah dari Allah Ta'ala, tentu dia layak mendapat siksa.

22. Membiasakan diri menggantungkan semua ucapan dan perbuatannya pada


kehendak Allah. Yakni dengan berkata, misalnya, “Aku akan melakukan anu, insya'
Allah.”
308 Tanwir al-Qulub

23. Merahasiakan asrar yang dilihatnya dalam tidur ataupun terjaga. Tidak
mengungkapkannya kepada siapa pun selain gurunya. Menceritakan asrdr kepada
orang lain dapat membuatnya terusir dari hadirat Allah Ta'ala dan tertutup dari pintu
ke-murid-an. Seperti orang yang mengaku diri telah mencapai magam tertentu
padahal nyatanya belum, dia akan tercegah dari magam tersebut, sebagai hukuman
baginya. Jika terpaksa harus menceritakan asrar tersebut agar menjadi pelajaran dan
adab, hendaklah dia menisbatkannya pada orang lain. Misalnya dengan berkata, “Aku
mendengar salah seorang 'arif berkata...bla bia bla,” sekira orang yang
mendengarkannya tidak paham asrar yang diceritakannya itu merupakan pengalaman
pribadinya.

24. Menyempatkan waktu khusus untuk menyendiri dan berzikir dengan zikir yang
diajarkan oleh gurunya, tanpa menguranginya dan tidak pula menambahnya.

25. Tidak kendur melaksanakan ibadah karena menunggu-nunggu futuh.


Beribadahlah kepada Allah dengan ikhlash karena-Nya, entah kemudian mata hatinya
mendapat futuh dan hijab terangkat darinya maupun tidak.

Faedah

Apabila seorang murid hendak berziarah ke kuburan para wali dan meminta bantuan
dari ruhaniah mereka, seyogyanya dia mengucap salam kepada penghuni kubur yang
diziarahinya. Kemudian berdiam menghadap wajah sang wali dengan posisi
membelakangi kiblat (posisi bermuka-muka dengan sang wali). Lalu membaca al-
Fatihah satu kali, U-ikhlash sebelas kali dan ayat al-kursi satu kali, serta
menghadiahkannya kepada sang wali. Setelah itu duduklah di hadapannya seraya
mengoSongkan diri dari segala sesuatu hingga kemudian dirinya menjadi laksana
sehelai papan yang polos. Lalu bayangkanlah ruhaniahnya laksana tahaya. Jagalah
cahaya itu di dalam hati, sampai didapat satu pancaran atau kondisi ruhani dari sang
wali. Dan dalam hal ini, semestinya seorang murid terlebih dahulu meminta bantuan
dari ruhaniah syaikh yang menjadi gurunya, serta menjadikannya sebagai perantara
antara dirinya dan ruhaniah sang wali yang diziarahinya.
309 Tanwir al-Qulub

Mengecup nisan kuburan para wali seperti dilakukan banyak orang awam tidak perlu
dipermasalahkan, karena bukan hal yang membahayakan bila mereka melakukannya
dengan niat tabarruk (mencari berkah). Tidak perlu melarang-larang mereka, karena
mereka berkeyakinan bahwa pada hakikatnya Allah-lah Sang Pelaku Yang bisa
memberikan manfaat dan madharat kepada mereka. Mereka melakukan itu hanya
sebagai ungkapan rasa cinta mereka kepada orang yang dicintai Allah Ta'ala.
Sebagaimana ungkapan salah seorang “arif,

Aku melintas di satu rumah, rumah Laila


Lalu kukecup dinding ini dan dinding itu
Bukan cinta pada rumah itu yang memabukkan hatiku tetapi cinta pada dia yang
menjadi penghuninya

Seorang 'arif lainnya berkata,

Apalah artinya rumah-rumah itu bila engkau tak di sana


Apalah artinya rumah, puing-puning dan kemah kalau bukan karena engkau, rumah
dan puing-puing itu tak membuatku merindu sungguh, tdak pula kaki kan membawaku
melangkah ke kemah itu

ADAB MURID TERHADAP SESAMA MURID DAN KAUM MUSLIMIN

Saudara-saudaraku, ketahuilah—semoga Allah memberi kita petunjuk untuk cinta dan


ridha-Nya—bahwa ikatan persaudaraan adalah pertalian di antara dua individu.
Rasulullah saw. berabda, “Perumpamaan dua orang yang bersaudara laksana dua
belah tangan yang saling mencuci satu sama lain.”

Rasulullah saw. bersabda, “Orang mukmin bagi mukmin lainnya laksana sebuah
bangunan, masing-masing bagian saling menguatkan.” Salah seorang ahli ilmu
berkata, “Tidaklah seorang sahabat menemani sahabatnya, walau sesaat, melainkan
akan dimintai pertanggung jawaban akan persahabatannya: apakah di dalam
persahabatannya itu dia memenuhi hak-hak Allah atau malah menyia-nyiakannya.”
310 Tanwir al-Qulub

Apabila satu ikatan persahabatan telah terjalin, ada sejumlah hak persahabatan yang
harus dipenuhi. Di antaranya adalah:

1. Engkau mencintai mereka seperti mencintai diri sendiri. Tidak mengistimewakan


diri sendiri atas mereka.

2. Setiap kali menjumpai mereka, engkau harus bersedia memulai salam, mengajak
bersalaman dan berbicara manis. Rasulullah saw. bersabda, “Apabila dua orang
muslim bersalaman, telapak tangan keduanya tiada lepas sebelum Allah memberikan
ampunan pada keduanya.” (HR. ath-Thabrani)

3. Memperlakukan mereka dengan akhlak yang baik. Engkau harus memperlakukan


mereka dengan perlakuan yang kau senangi bila mereka memperlakukanmu dengan
perlakuan itu, dengan cinta dan kasih sayang. Akhlak yang baik itu merupakan
penghimpun kebaikan. Cukuplah pujian Allah terhadap Rasulullah saw. sebagai
buktinya, “Sesungguhnya engkau benar-benar berada dalam akhlak yang agung.”8
Rasulullah saw. bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling sempurna akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

Salah seorang “arif bekata, “Tidaklah seorang mulia menjadi mulia karena banyak
shalat atau banyak puasa, tidak pula karena banyak mujahadah. Dia menjadi mulia
dengan akhlak yang baik.” Al-Junaid berkata, “Ada empat hal yang bisa mengangkat
seorang hamba mencapai derajat paling tinggi, meskipun amal dan ilmunya amat
sedikit. Yakni: bijaksana, berendah diri (tawadhu', dermawan dan berbudi pekerti yang
baik.”

4. Rendah hati terhadap saudara sesama muslim. Allah Ta'ala berfirman,


“Rendahkanlah dirimu kepada orang-orang mukmin.”

Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa rendah hati karena Allah, Allah akan
meninggikannya. Dalam pandangan dirinya dia kecil, namun di mata orang-orang dia
sungguh mulia. Dan barang siapa bersikap sombong, Allah akan merendahkannya.
Dalam pandangan dirinya dia besar, tetapi dalam pandangan orang-orang dia
311 Tanwir al-Qulub

sungguh kecil, bahkan engkau akan melihat dia lebih hina dari anjing atau babi.” (HR.
Ahmad, al-Bazzar dan ath-Thabrani).

Al-Imam asy-Syafi'i r.a. berkata, “Rendah hati merupakan akhlak orang-orang mulia,
sedangkan sombong merupakan akhlak orang-orang tercela. Manusia yang paling
tinggi derajatnya adalah orang yang tidak melihat dirinya berderajat. Dan orang yang
paling besar keutamaannya adalah orang yang tidak melihat dirinya memiliki
keutamaan.”

Rasulullah saw. bersabda, “Allah Ta'ala mewahyukan kepadaku, “Berendah dirilah


kalian hingga seseorang tidak bersikap angkuh terhadap seorang pun, tidak pula
seseorang berbuat lalim terhadap seorang pun.”

Seorang penyair berkata, “Apakah kau dia tidak berpikir bahwa ja mulanya sekedar
mani dan akhirnya menjadi bangkai tetapi dia bersikap sombong.”

Di dalam satu ungkapan disebutkan, “Karena hukum Allah Ta'ala berlaku bahwa
setiap tumbuhan hanya akan berbuah bila ditanam di tanah yang bahkan lebih rendah
dari sandal, maka orang-orang pilihan menjadikan diri mereka sebagai tanah bagi
saudara-saudaranya.” Sungguh indah ungkapan sang penyair,

Rendah hatilah, engkau akan menjadi laksana bintang di kedalaman air bayangnya
tampak berkilau-kilau padahal nyatanya dia luhur di langit tinggi Jangan seperti asap
membumbung tinggi ke udara padahal dia sungguh rendah Akhlak paling mulia dan
agung seorang pemuda adalah rendah hati di hadapan orang-orang, padahal dia luhur
dan sesuatu yang paling buruk seseorag merasa diri mulia, padahal di mata semesta
dia sungguh hina Guru para guru kami, Al-Imam ar-Rabbani, bersenandung, Jadilah
engkau bumi agar padamu tumbuh mawar Sungguh, tempat tumbuh mawar adalah
tanah

5. Adab lainnya adalah meminta ridha mereka dan memandang mereka lebih lebih
baik daripada dirimu. Saling membantu di dalam kebaikan, takwa dan mencintai Allah.
Mendorong mereka untuk senang melakukan hal-hal yang dicintai dan diridhai Allah.
312 Tanwir al-Qulub

Membimbing mereka kepada kebenaran jika engkau lebih tua dari mereka, dan belajar
kepada mereka bila engkau lebih muda.

Allah Ta'ala berfirman, “Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa,
dan janganlah kalian tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.”

Rasulullah saw. bersabda, “Apabila Allah menghendaki seorang penguasa menjadi


baik, Allah akan menjadikan menterinya seorang yang jujur Apabila sang penguasa
itu lupa, sang menteri akan mengingatkannya, dan apabila sang raja tidak lupa, sang
menteri akan membantunya. Apabila Allah menghendakinya tidak demikian, Dia akan
menjadikan menterinya seorang yang buruk. Apabila sang raja lupa, sang menteri
tidak akan mengingtkannya. Apabila sang raja ingat, sang menteri tidak akan
membantunya.”!37

6. Mengasihi dan menyayangi semua saudaramu sesama muslim. Yakni dengan cara
menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, serta melayani mereka
meski dengan sekadar menyodorkan sandal yang hendak dipakainya. Rasulullah
saw. bersabda, “Orang yang tidak menghormati yang lebih besar dan tidak
menyayangi yang lebih kecil bukanlah golonganku.” (HR. At-Tirmidzi)

Rasulullah saw. bersabda, “Orang-orang yang penyayang disayang oleh Yang Maha
Penyayang Tabaraka wa Ta'ala. Maka sayangilah yang di bumi, niscaya yang di langit
akan menyayangimu.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Di dalam hadis gudsi disebutkan bahwa Allah Ta'ala berfirman, “Jika kalian
menginginkan kasih-Ku, maka sayangilah makhlukKu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

7. Bersikap lembut dalam menasihati mereka apabila engkau melihat mereka


menyalahi aturan. Al-Imam asy-Syafi'i r.a. berkata, “Barang siapa menasihati
saudaranya dalam sembunyi, dia sungguh telah menasihatinya dan menghiasinya.
Dan barang siapa menasihati saudaranya di keramaian, dia sungguh telah
mencemarkan dan melecehkannya.” Asy-Sya'rani berkata, “Orang yang tidak
menutupi kekeliruan yang dia lihat dari saudara-saudaranya, berarti dia telah
313 Tanwir al-Qulub

membukakan pintu ketersingkapan aib dirinya sendiri dari sekadar ketersingkapan aib
mereka.”

Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa menutupi aib saudaranya, Allah akan
menutup aib dirinya. Dan barang siapa menyingkapkan aib saudaranya, Allah akan
menyingkapkan aib dirinya hingga karenanya dia menjadi tercemar bahkan di dalam
rumahnya sendiri.” (HR. Ibnu Majah)

Suatu hari, seorang lelaki yang telah bersahabat dengan Ibrahim ibn Adham, ketika
hendak berpisah, berkata kepada Ibrahim Ibn Adham “Sayyidi, kenapa anda tidak
pernah mengingatkan aku akan aib yang ada pada diriku?” lalu Ibrahim ibn Adham
menjawab, “Saudaraku, aku tidak pernah melihat satu pun aib dalam dirimu, karena
aku melihatmu dengan mata cinta. Bertanyalah kepada selain aku tentang aibmu.”

Sebagai sahabat, semestinya engkau menginginkan saudaramu selamat dari


kekeliruan yang kau lihat padanya. Jangan meninggalkannya hanya karena kau lihat
dia keliru. Itu akan lebih baik bagi dirimu daripada engkau meninggalkannya.

8. Selalu berprasangka baik kepada mereka. Apabia engkau melihat ada aib pada
mereka, berucaplah dalam diri, “Sungguh, aib itu ada pada diriku. Karena seorang
muslim adalah cermin bagi muslim lainnya. Yang dilihat seseorang pada cermin
hanyalah bayangan dirinya sendiri.

Alangkah buruk orang yang melupakan aib diri sendiri sementara aib saudaranya
yang tersembuyi dia ingat-ingat andai punya akal, tentu dia tidak akan mencela orang
lain sementara di dalam dirinya aib bertumpuk-tumpuk

9. Menerima permintaan maaf saudaramu apabila dia meminta maaf, walaupun dia
berbohong. Sebab orang yang meminta kerelaanmu secara lahir, walapun batinnya
membencimu, ia sungguh telah mentaatimu dan menghormatimu, sekira dia tidak
terang-terangan menentangmu.

Tentang hal ini seorang 'arif berkata, Terimalah udzur orang yang datang meminta
maaf kepadamu tulus maupun dusta permohonannya itu sungguh, orang yang
314 Tanwir al-Qulub

lahirnya ridha kepadamu telah menaatimu dan yang membantahmu dalam sembunyi
pun telah menghormatimu Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa saudaranya
datang meminta maaf dari kesalahannya, hendaklah dia menerimanya, entah dia
bersungguh-sungguh maupun berpura-pura. Siapa yang tidak melakukannya, dia
tidak akan sampai ke telagaku di Hari Kiamat.”

10. Mendamaikan saudara yang terlibat perselisihan tanpa keberpihakan pada salah
satunya.

Tidak mendukung salah satu pihak dalam pertikaian mereka. Bersikap adil dan bijak
dalam mendamaikan mereka. Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang
yang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah di antara dua saudaramu.”

Rasulullah saw. bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah mendamaikan orang
yang berselisih.” Rasulullah saw. bersabda di dalam satu hadis marfu', “Bertakwalah
kalian kepada Allah dan damaikanlah orang-orang yang berselisih di antara kalian.
Kelak pada Hari Kiamat, Allah akan mendamaikan orang-orang yang beriman.”
Rasulullah saw. juga bersabda, “Orang yang mendamaikan orang-orang berselisih
tidak dipandang sebagai pendusta kalaupun dia berbohong dengan menceritakan
kebaikan kepada masing-masing pihak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

11. Senantiasa bersikap jujur dan benar bersama mereka, dalam kondisi apa pun.
Tidak melupakan mereka dalam doa, memohon ampunan mereka kepada Allah,
dalam ketidakhadiran mereka.

12. Memberi kelapangan kepada mereka di dalam majelis, dengan alasan sabda
Rasulullah saw., “Sesungguhnya seorang muslim memiliki hak. Jika dia melihat
saudaranya, hendaklah menyingkir lalu memberikan tempat untuknya.” (HR. Al-
Baihagi)

13. Menanyakan nama dirinya dan nama bapaknya, dengan alasan sabda Rasulullah
saw. yang diriwayatkan di dalam al-Syu'ab dengan sanad lemah, “Apabila engkau
menjalin persaudaraan dengan seseorang, tanyalah namanya dan nama bapaknya.
315 Tanwir al-Qulub

Sehingga saat dia tidak hadir, engkau bisa menjaganya. Jika ia sakit, engkau
menjenguknya. Dan jika dia mati, engkau bersaksi terhadap dirinya.”

Rasulullah saw. bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian mencintai saudaranya
karena Allah, maka kenalilah dia. Karena hal itu dapat mengabadikan rasa
persahabatan dan mengokohkan rasa kasih sayang.” '

14. Menjaga kehormatan mereka di dalam ketidakhadiran mereka sehingga


kehormatan mereka tidak tercemar. Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang
muslim berpaling dari kehormatan saudaranya yang muslim melainkan Allah akan
memasukkannya ke dalam neraka Jahannam kelak di hari kiamat.” (HR. Ahmad dan
Abu Dawud)

15. Menunaikan janji jika engkau berjanji. Menurut ahli Allah, janji adalah hutang, dan
menyalahi janji merupakan kemunafikan.

Di zaman sekarang, kaum muslim telah mengidap banyak kekeliruan. Sehingga ada
di antara mereka yang saling membenci, tidak menyukai kebaikan bagi yang lain,
saling mendengki, menyimpan dendam dalam hati, bermuka manis berhati busuk.
Saat bersua tampak senang dan ceria, namun di belakang dia membicarakannya
dengan hal yang tidak diridhai Allah dan Rasulullah saw. Mereka itulah orang yang
tidak disukai Allah. Allah tidak akan melihat mereka dengan mata kasih-Nya, tidak
pula akan menyucikan mereka. Bahkan bagi mereka telah disediakan azab yang
sangat pedih, akibat pebuatan buruk yang telah mereka lakukan, jika mereka tidak
bertobat. Kita memohon kepada Allah agar Dia mengamankan kita dari petaka zaman
ini. Keutamaan Membaca Silsilah

Abu Said Muhammad al-Khadimi berkata, “Barang siapa membaca silsilah para
syaikh setelah membaca doa khatam Khojikan, atau saat menuntunkan zikir, atau saat
memulai zikir dan seusai wirid, dia akan memperoleh taraggi (peningkatan dalam
pendakian spiritual) dan mukasyafah (ketersingkapan realitas gaib).”

Penyusun wirid dan zikir khatam Khojikan juga suka membacanya, khususnya ketika
ruhaniah meliputinya. Beliau juga membacanya untuk menghilangkan keprihatinan,
316 Tanwir al-Qulub

kesusahan, keresahan, memudahkan pemenuhan kebutuhan dan mengobati orang


yang sakit. Selain dibaca, silsilah ini juga kadang ditulis dan dibawa-bawa (serupa
wiufik). Silsilah ini telah kami kemukanan pada bab terdahulu.

Catatan:

Penamaan silsilah ini dibagi dalam beberapa julukan sesuai kurun. Dari Hadhrah Abu
Bakr ash-Shiddiq r.a. sampai asy-Syaikh Thayfur ibn “Isa Abu Yazid al-Basthami
dinamakan Shiddiqiyyah. Dari asy-Syaikh Thayfir ibn “Isa sampai al-Khdjah asy-
Syaikh “Abdul Khaliq al-Ghajdawani dinamakan Thayfuriyyah. Dari al-Khojah sampai
as-Sayyid Muhammad Baha'uddin al-Husaini al-Uwaisi al-Bukhari disebut jikanayyah.
Dari as-Sayyid Muhammad Baha 'uddin sampai Hadhrah asySyaikh “Ubaidillah al-
Ahrar disebut Nagsyabandiyyah, dinisbatkan pada nagsya band, artinya adalah ikatan
nagsy. Nagsy adalah gambar cap (stempel) bila dicapkan pada lilin atau lainnya.
Ikatan nagsy ini akan tetap utuh, tidak hilang atau lebur. Karena as-Savyid
Muhammad Baha'uddin an-Nagsyabani berzikir dengan hati hingga lafadz jalalah
mengecap dan timbul di luar hatinya. Karena itu dinamakan Nagsabandiyyah.

Kami pernah mendengar beberapa khalifah Nagsyabandiyyah berkata, “Rasulullah


saw. meletakkan tangannya yang mulia di hati asySyaikh ketika asy-Syaikh dalam
kondisi muragabah, sehingga hatinya hanya bercap.”

Selanjutnya dari asy-Syaikh “Ubaidillah sampai Hadhrah al-Imam ar-Rabbani asy-


Syaikh Ahmad al-Farugi disebuat Akrartyyah. Dari alImam ar-Rabbani sampai
Hadhrah Maulana asy-Syaikh Khalid disebut Mujaddidiyyah. Dari asy-Syaikh Khalid
sampai sekarang ini dinamakan masa Khalidiyyah. Semoga Allah mengekalkan
penyebutannya sampai akhir masa, memuliakan ahlinya dan menyediakan akhir yang
baik bagi kita, dengan pangkat dan kedudukan mereka di hadapan-Nya.
317 Tanwir al-Qulub

PENUTUP

Pasal penutup ini meliputi paparan sejumlah ayat Alguran dan hadis nabi yang suci.
Kami memaparkannya sebagai bentuk tabarruk kami dengan firman Tuhan semesta
alam dan hadis sang penghulu para rasul. Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa
“Umar ibn al-Khaththab

berkata, “Apabila turun wahyu kepada Rasulullah saw., di wajah beliau terdengar
dengung seperti dengung suara lebah. Suatu hari Allah menurunkan wahyu kepada
Rasulullah. Beberapa saat beliau terdiam, hingga kesusahan lenyap darinya, lalu
beliau menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: Ya Allah,
tambahkan untuk kami dan janganlah Engkau mengurangi dari kami. Muliakanlah
kami dan jangan Kau hinakan kami. Berilah kami dan janganlah Engkau menahan
pemberian kepada kami. Utamakanlah kami dan jangan Kau telantarkan kami. Ya
Allah, buatlah kami ridha dan ridhalah kepada kami.' Kemudian beliau bersabda, Telah
turun kepadaku sepulu ayat. Barang siapa mengamalkannya, pasti akan masuk
surga.' Lalu beliau membaca: gad aflahal-mu'miniin... sampai tuntas sepuluh ayat.”

Allah Ta'ala berfirman,

1. qad aflahal-mu'minun (Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman).


Ibnu “Abbas menafsir ayat tersebut, “Sungguh berbahagia orang-orang yang
membenarkan dan meyakini taudullah, dan mereka abadi di dalam surga.” Di dalam
satu keterangan disebutkan bahwa alfalah berarti mendapatkan apa yang dikehendaki
dan terbebas dari hal yang dihindari. Jadi maknanya, orang-orang beriman itu berhasil
mendapatkan hal yang dicarinya dan terbebas dari hal yang dihindarinya.

2. al-ladzina hum fi shalatihim khasyi'un ((yaitu| orang-orang yang khusyuk dalam


shalatnya), yakni hati mereka ketakutan tetapi anggota badan mereka tetap tenang.
Al-Hakim meriwayatkan, “Rasulullah saw. pernah melakukan shalat dengan
pandangan mata terarah ke langit. Namun setelah turun ayat ini, beliau mengarahkan
pandangannya ke tempat sujudnya.” “A'isyah berkata, “Aku bertanya kepada
Rasulullah saw. tentang menoleh di dalam shalat, beliau menjawab, “Itu adalah ikhtiis
318 Tanwir al-Qulub

(pencurian). Setan mencuri shalat hamba.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan
yang lainnya. Ikhtilas berarti ikhtithaf (perampasan).

Abu Dzarr mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah senantiasa


menghadap kepada hamba yang sedang shalat selagi dia tidak menoleh-noleh.
Apabila dia menoleh, maka Allah berpaling darinya.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa'i).

Ath-Thabrani meriwayatkan, dari Ibnu “Abbas, Ibnu Mas'ub dan Imran bin Hashin,
“Barang siapa shalatnya tidak membuat dia tercegah dari perbuatan keji dan munkar,
maka dia tidak akan mendapat tambahan dari Allah selain jarak yang semakin jauh.”

Salah seorang ulama salaf meriwayatkan, “Barang siapa mengenali orang yang
berada di sebelah kanan dan sebelah kirinya saat dia sedang shalat, maka tidak ada
shalat untuknya.”

3. wal-ladzina hum “anil-laghwi mu'ridhan (dan orang-orang yang menjauhkan diri dari
(perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna). Yakni orang-orang yang
meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna bagi agama dan dunianya, baik
berupa perkataan maupun perbuatan, yang masuk dalam kategori makruh maupun
mubah. Seperti bergurau, bermain, membuang-buang waktu untuk hal yang tiada
berguna, larut dalam syahwat dan hal-hal lainnya yang dilarang oleh Allah.

Kesimpulannya, manusia harus berusaha dalam setiap gerak dan diamnya untuk hal-
hal yang bermanfaat, mengusahakan surga yang tinggi untuk tempat kembalinya atau
mengusahakan dirham yang halal untuk penghidupan dan bekal ibadahnya.

Rasulullah saw. bersabda, “Salah satu tanda baik keislaman seseorang adalah
meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.” (HR. At-Tirmidzi dan yang lainnya)

4. wal-ladzina hum liz-zakati fa'ilun (dan orang-orang yang menunaikan zakat). Yakni
orang-orang yang menunaikan zakat wajib. Allah menyifati mereka sebagai orang-
orang yang menunaikan zakat setelah menyifati mereka sebagai orang-orang yang
khusyuk dalam shalat untuk menunjukkan bahwa mereka telah mencapai puncak
pelaksanaan ketaatan yang behubungan dengan badan dan harta.
319 Tanwir al-Qulub

5. wal-ladzina hum lifurujihim hafizhun (dan orang-orang yang menjaga


kemaluannya). Yakni senantiasa menjaga diri dari jima' (persetubuhan) dan semua
yang dapat menimbulkannya, dalam setiap keadaan.

6. illa “ala azwajihim aw ma malakat aimanuhum fainnahum ghairu malimin. Kecuali


terhadap istri-istri mereka, yakni perempuan yang telah menjadi hak mereka melalui
akad nikah. Atau budak yang mereka miliki, yakni budak perempuan atau jariyah yang
berada dalam kuasa mereka. Namun ini tidak berlaku bagi budak laki-laki, karena tuan
perempuan tidak boleh bersenang-senang dengan kemaluan budak laki-lakinya.

Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela, yakni mereka tidak menjadi
tercela bila melakukannya terhadap istri yang sah atau budak perempuan mereka,
selama dalam batas-batas yag diperbolehkan syara" dan sesuai adab. Tidak
melakukannya dalam keadaan terlarang, seperti saat isteri sedang haid atau nifas.
Sebab hal itu merupakan kezaliman dan melampaui batas. Barang siapa
melakukannya, dia sungguh tercela.

7. faman ibtagha wara'a dzalika fa'ula'ika humuladun (barang siapa mencari yang di
balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas). Yakni meyalurkan
syahwatnya bukan dengan istri atau budaknya, entah dengan zina, sodomi, onani atau
dengan binatang, maka mereka itu sungguh telah zalim dan melampaui batas dari
halal ke haram.

8. wal-ladzina hum li'amanatihim wa “ahdihim ra'un (dan orangorang yang memelihara


amanat-amanat (yang dipikulnya dan janjinya). Yakni mereka menjaga hal yang
dipercayakan kepada mereka dan janji yang disepakatinya dengan orang lain. Mereka
menjaganya dengan menunaikan amanat dan memenuhi janji terebut. Amanat terdiri
dari beberapa macam, di antaranya adalah amanat yang terjalin di antara hamba dan
Allah Ta'ala, seperti shalat, puasa dan ritual ibadah lainnya yang telah diwajibkan Allah
kepada hamba-hamba-Nya. Amanat yang terjalin antara hamba dan hamba, seperti
barang titipan atau pekerjaan. Amanat lainnya ada yang bersifat maknawi batini,
seperti ikhlas dan jujur. Pemenuhan amanat dan janji itu wajib dilakukan, semuanya.
320 Tanwir al-Qulub

9. wal-ladzina hum "ala shalawatihim yuhafizhun (dan orang-orang yang menjaga


shalatnya). Yakni mereka senantiasa melaksanakan kewajiban shalat, tepat waktu,
menyerpurnakan syarat dan rukunnya, menyempurnakan rukuk dan sujudnya.
Penyebutan kembali shalat di dalam ayat ini menunjukkan betapa pentingnya shalat.
Selain itu, yang diungkapkan pada ayat kedua adalah masalah khusyuk di dalam
shalat, dan itu bukan merupakan bagian dari menjaga shalat yang diungkapkan pada
ayat ini.

10. ula'ika humul-waritsun (Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi). Yaitu
mereka yang telah menghimpun dan membuktikan Sifat-sifat tersebut di dalam
dirinya. Merekalah yang akan mengambil alih (mewarisi) tempat-tempat penghuni
neraka di dalam surga. Rasulullah saw. bersabda, “Masing-masing diri kalian
mempunyai dua tempat, satu tempat di neraka dan satu tempat lagi di surga. Apabila
dia mati lalu masuk neraka, maka penghuni surga akan mewarisi tempatnya di surga.”
(HR. Ibnu Majah)

11. al-ladzina yaritsunal-firdausa hum fiha khalidun (yang akan mewarisi surga
Firdaus. Mereka kekal di dalamnya). Surga Firdaus adalah surga yang paing tinggi.
Diriwayatkan dari “Ubadan ibn ash-Shamit r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya di surga ada seratus tingkat. Jarak tiap tingkatnya sejarak antara
langit dan bumi, dan surga Firdaus adalah tingkat yang paling tinggi. Dari Firdaus
mengalir sungai. Di atasnya adalah “Arsy ar-Rahman. Apabila engkau berdoa
memohon kepada Allah, mohonlah surga Firdaus." Mereka kekal di dalamnya, yakni
tidak akan keluar dan tidak akan mati.

Allah Ta'ala berfirman, “Adapun orang-orang yang melampaui batas, dan lebih
mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat
tinggal(nya).” Yakni orang yang melampaui batas dalam permusuhan serta lebih
memilih dan mengutamakan kehidupan dunia, tidak mempersiapkan diri untuk akhirat
dengan beribadah dan mengekang nafsu, maka tempat baginya adalah Jahim (neraka
yang sangat panas dan menyala-nyala).
321 Tanwir al-Qulub

Allah Ta'ala berfirman, “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran
Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya
surgalah tempat tinggal (nya).

Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya (yakni takut


menghadapi hari di saat dia harus berdiri di hadapan-Nya. Rasa takut ini muncul
karena dia tahu tempat mula dan tempat kembali dirinya, dan dia tahu bahwa dirinya
pasti akan diadili. Mujahid berkata, “Ketakutan mereka kepada Allah Ta'ala saat di
dunia itu terjadi ketika terlanjur melakukan dosa, dan karenanya mereka
menghentikan perbuatan dosanya) dan dia menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya (yakni menahan nafsu yang menyuruh kepada tindakan mengikuti hasrat-
hasrat terlarang, lalu memerangi nafsunya dengan kesabaran dan lebih
mengutamakan akhirat) maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya (yakni,
rumah nikmat tempat segala sesuatu yang diinginkannya terwujud).

Allah Ta'ala berfirman, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara
yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.” '

Berdoalah kepada Tuhanmu. Ini merupakan perintah kepada semua hamba agar
sungguh-sungguh menghadapkan diri kepada Allah Ta'ala dalam berdoa. Maksudnya,
“Hadapkanlah hatimu kepada Allah dan mintalah kepada-Nya dengan lisanmu.”
Karena, doa adalah permintaan dan permohonan. Doa merupakan salah satu bentuk
ibadah. Sebab orang yang berdoa kepada Allah itu berdoa karena dirinya
membutuhkan sesuatu yang tidak sanggup dia capai dan dia tahu bahwa Allah Ta'ala
akan mendengar doanya serta mengetahui kebutuhan dirinya. Dia juga tahu bahwa
Allah Mahakuasa untuk mengabulkan hajat itu kepada si pemohon. Dalam kondisi ini
si hamba yang berdoa tahu bahwa dirinya bersifat lemah dan kekurangan, sementara
Allah Mahakuasa dan sempurna.

Dengan berendah diri (yakni berdoalah kepada Tuhanmu dengan menampakkan


kehinaan dan kerendahan di dalam diri) dan suara yang lembut (yakni suara lembut
di dalam batin, bukan suara yang keras).
322 Tanwir al-Qulub

Salah satu adab berdoa adalah berdoa dengan suara.lembut, sebagaimana


ditunjukkan dalam ayat ini. Selain dalil ayat ini, ada pula riwayat dari Abu Musa al-
Asy'ari, “Kami sedang bersama Rasulullah saw. saat kami mendengar orang-orang
menyaringkan suara takbir mereka. Lalu beliau berabda, “Wahai sekalian manusia,
rendahkanlah suara kalian. Sebab kalian tidak sedang berdoa kepada si tuli dan
gahib. Sesungguhnya Allah bersama kalian, Dia mendengar dan dekat.” Abu Musa
berkata, “Aku yang tepat berada di belakang beliau berucap dalam batin, la huula wala
guwwat illa billah. Tiba-tiba Rasulullah bertanya, Wahai Abdullah ibn Qais, maukah
kutunjukkan salah satu pusaka surga?' Aku menjawab, “Tentu, ya Rasulullah?" Lalu
beliau bersabda, "La haula wala quwwata illla billah."

Al-Hasan berkata, “Di antara doa sin (dengan suara lembut) dan doa jahr (dengan
suara keras) terdapat tujuh puluh lipatan perbandingan.”

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Yakni


mereka yang melewati batasan-batasan yang telah ditetapkan, dalam berdoa dan
bentuk peribadatan lainnya. Dengan ayat ini Allah memperingatkan hamba yang
berdoa agar dia tidak memohon sesuatu yang tidak layak baginya, seperti memohon
derajat kenabian, atau minta naik ke langit dan hal-hal serupa lainnya. Ada pendapat
yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan melewati batas di dalam ayat
tersebut adalah menjerit-jerit dalam berdoa.

Allah Ta'ala berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi (dengan syirik dan maksiat)
sesudah (Allah) memperbaikinya (dengan mengutus rasul dan memberlakukan
hukum-hukum syara') dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (yakni takut
kepada Allah dan siksa-Nya) dan harapan Imendapat ampunan dan pahala dari-Nya.
Ibnu Juraij berkata, “yang dimaksud adalah: takutlah kamu pada keadila-Nya dan
berharaplah mendapatkan anugerah-Nya.”
323 Tanwir al-Qulub

Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (yakni
orang-orang yang taat, walaupun rahmat Allah itu diperoleh mereka melalui tobatJ.
Yang dituntut adalah mendahulukan tobat daripada doa, agar doa muncul dari hati
yang bersih sehingga lebih dekat untuk dikabulkan.

Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa Jabir ibn “Abdullah r.a. berkata, “Aku
mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya anak Adam berada dalam
kelalaian terhadap ketentuan dia diciptakan. Apabila Allah hendak menciptakan anak
Adam, Dia berfirman kepada malaikatnya: Tuliskanlah rezekinya, tuliskanlah amalnya,
tuliskanlah ajalnya, tuliskanlah bahagia atau celakanya. Kemudian malaikat itu naik.
Lalu Allah menugaskan dua malaikat untuk menulis amal baik dan buruknya. Apabila
orang itu menjelang ajal, malaikat maut datang untuk mencabut ruhnya, sementara
dua malaikat pencatat amalnya naik. Apabila anak Adam itu sudah diletakkan di dalam
kubur, ruhnya dikembalikan ke dalam tubuhnya. Kemudian dua malaikat kubur datang
untuk mengujinya. Setelah usai mengujinya, kedua malaikat itu naik. Apabila Hari
Kiamat tiba, dua malaikat pencatat amal baik dan amal buruknya turun lagi. Lalu
megikatkan buku catatan amal di lehernya. Kedua malaikat itu terus mendampinginya.
Yang satu menjadi penuntut sedangkan yang satu menjadi saksi.' Kemudian
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya di depan kalian ada perkara yang amat besar
yang tidak akan bisa kalian ukur. Maka mintalah perlindungan kepada Allah Yang
MahaAgung.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya' dan Abu Na'im).

At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa “Abdurrahman ibn Samurah berkata, “Suatu hari


Rasulullah saw mendatangi kami yang sedang berada di Masjid Madinah, lalu beliau
berabda, “Tadi malam aku bermimpi melihat hal yang menakjubkan. Aku melihat
seorang lelaki dari umatku yang dikelilingi malaikat adzab dari segala arah. Tiba-tiba
wudhunya datang dan menyelamatkannya.

“Aku melihat seorang lelaki dari umatku mendatangi para nabi yang berada dalam
halaqah-halaqah. Setiap kali melewati halagah, dia selalu ditolak dan diusir. Tiba-tiba
mandi junub-nya datang dan menarik tangannya, lalu mendudukkannya di sampingku.

“Kemudian aku melihat seorang lelaki dari umatku yang sudah hampir ditimpa siksa
kubur. Tetapi tiba-tiba shalatnya datang dan menyelamatkannya dari siksa kubur itu.
324 Tanwir al-Qulub

“Aku melihat seorang lelaki dari umatku yang menjulurkan lidahnya karena sangat
haus, lalu puasa ramadhan-nya datang dan memberinya minum.

“Aku melihat seorang laki-laki dari umatku yang diliputi kegelapan. Di hadapannya ada
kegelapan, di belakangnya ada kegelapan, si samping kirinya ada kegelapan, di
samping kanannya ada kegelapan, di atasnya ada kegelapan dan di bawahnya juga
ada kegelapan. Lalu haji serta umrah-nya datang dan mengeluarkannya dari
kegelapan itu.

“Aku melihat seorang lelaki dari umatku didatangi malaikat maut yang hendak
mencabut ruhnya, namun tiba-tiba datang bakti-nya kepada kedua orang tua yang
kemudian menghindarkan dia darinya.

“Aku melihat seorang lelaki dari umatku yang berkata kepada orang-orang mukmin,
tetapi dia tidak dihiraukan mereka. Lalu sillaturrahm datang kepadanya dan berkata,
'Lelaki ini suka menyambung tali kasih, maka ajaklah dia bercengkerama!' Maka
merekapun mengajaknya bercengkerama dan jadilah dia bersama mereka.

“Aku melihat seorang lelaki yang sedang menangkis-nangkis api yang menyambar-
nyambar wajahnya, lalu sedekahnya datang dan menjadi pelindung di atas kepalanya
dan menjadi benteng di hadapannya.

“Aku melihat seorang lelaki dari umatku yang sedang duduk bertumpu dengan kedua
lututnya. Di antara dia dan Allah ada hijab. Lalu datang akhlak baiknya yang kemudian
meraih tangannya dan memasukkannya ke hadirat Allah Ta'ala.

“Aku melihat seorang lelaki umatku yang didatangi oleh zabaniyah (Guru siksa).
Namun tiba-tiba datang amar maaf nahyi munkar-nya dan menyelamatkannya.

“Aku juga melihat seorang lelaki dari umatku yang sedang turun ke neraka, lalu tiba-
tiba datang tetes-tetes air mata dari tangisnya saat di dunia karena takut kepada Allah.
Kemudian tetes-tetes air mata itu mengeluarkannya dari neraka.
325 Tanwir al-Qulub

“Aku melihat seorang lelaki dari umatku yang buku catatan amalnya jatuh di tangan
kirinya. Lalu rasa takutnya kepada Allah saat di dunia datang dan mengalihkan buku
itu ke tangan kanannya.

“Aku melihat seorang lelaki dari umatku yang timbangan amal baiknya lebih ringan
dari timbangan amal buruknya, lalu datang anak-anaknya yang mati sebelum baligh
dan dia merasakan derita kehilangan mereka namun tetap bersabar. Kemudian anak-
anak itu memberatkan timbangan amal baiknya.

“Aku melihat seorang lelaki dari umatku yang berada di tepi Jahanam, lalu rasa
takutnya kepada Allah saat di dunia datang dan menyelamaatkannya.

“Aku melihat seorang lelaki dari umatku yang badannya gemetar menggigil seperti
pelepah kurma, lalu datang prasangka baiknya kepada Allah dan meredakan gigilnya.

“Aku melihat seorang lelaki dari umatku yang saat melintasi di atas shurath kadang
beringsut dan kadang merangkak. Tiba-tiba shalawatnya atas diriku datang dan
memegang tangannya, lalu menegakkannya berdiri di atas shirath hingga dia dapat
melewatinya dengan selamat.

“Aku melihat seorang lelaki dari umatku, sudah sampai di ambang pintu surga, namun
pintu itu ditutup baginya. Lalu syahadat tauhidnya datang dan meraih tangannya,
kemudian memasukkannya ke dalam surga.”

Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh berbahagia orang yang tawadhu dalam agama,
berendah diri pada selain kehinaan dan kenistaan, menafkahkan hartanya pada selain
maksiat, bergaul dengan ahli fikih dan ahli hikmah, serta mengasihi orang-orang jelata
dan miskin. Berbahagialah orang yang berendah diri, usahanya baik, nuraninya bersih
(dengan memurnikan tauhid, percava akan janyi-Nya dan takut terhadap ancaman-
Nya), penampilannya mulia(yakni cahaya nuraninya muncul pada anggota tubuh
dalam rupa takwa dan akhlak yang mulia), dan menghindarikan kejahatan dirinya
kepada orang-orang. Sungguh berbahagia orang yang beramal dengan ilmunya,
menafkahkan kelebihan hartanya dan menahan kelebihan omongannya (dengan
326 Tanwir al-Qulub

meninggalkan omongan yang tidak bermanfaat).” Hadis ini diriwayatkan oleh Al-
Bukhari di dalam At-Tarikh, diriwayatkan pula oleh perawi lain.

Abu Dzarr ra. berkata, “Aku bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang terdapat pada shuhuf
Ibrahim a.s.?” Rasulullah saw. menjawab, '(Seluruhnya berupa amsal. Di antaranya,
Wahai raja yang berkuasa dan diuji lagi diperdaya, sesungguhnya Aku mengutusmu
bukan dengan tugas mengumpulkan dunia bagian demi bagian, tetapi Aku
mengutusmu agar engkau menolak doa si teraniaya dariku-Ku, sebab Aku tidak akan
menolak doa si teraniaya, walaupun dari orang kafir. Orang yang berakal, selagi
akalnya masih sehat, harus mempunyai beberapa saat: saat untuk menyempatkan diri
bermunajat kepada Tuhannya, saat untuk mengoreksi diri, saat untuk merenungkan
ciptaan Allah, saat untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum. Orang berakal juga
semestinya tidak beramal selain untuk tiga hal: berbekal untuk akhirat, atau untuk
penghidupan yang baik, atau untuk kesenangan yang tidak haram. Orang berakal juga
mesti waspada terhadap zamannya, menghadapi permasalahnya dan menjaga
lidahnya. Barang siapa menimbang perkataannya atas perbuatannya, maka dia akan
menyedikitkan perkataannya hanya untuk yang bermanfaat.

“Aku bertanya lagi, Ya Rasulullah, apa yang terdapat pada shuhuf Musa a.s.?' dan
Rasulullah saw. menjawab, “(Seluruhnya berupa pelajaran. Di antaranya) Aku heran
kepada orang yang meyakini adanya kematian kemudian dia bergembira. Aku heran
kepada orang yang meyakini adanya neraka lalu dia tertawa-tawa. Aku heran kepada
orang yang meyakini ketentuan qadar, lalu dia bersusah payah. Aku heran kepada
orang yang melihat dunua selalu membolak-balik ahlinya kemudian dia merasa
nyaman dengannya. Aku heran kepada orang yang meyakini akan adanya hisab di
hari esok kemudian dia tidak beramal.

“Kemudian aku berkata, “Ya Rasulullah, berilah aku wasiat (pesan)!' Beliau bersabda,
“Aku berwasiat kepadamu agar senantiasa bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya
takwa adalah pokok semua urusan.' Aku berkata lagi, Ya Rasulullah, tambahlah
nasihat untukku!” lalu beliau bersabda, “Hendaklah engkau membaca Al-Quran.
Sesungguhnya membaca Al-Quran merupakan cahaya bagimu di bumi dan sebutan
buatmu di langit.'
327 Tanwir al-Qulub

“Aku berkata, Ya Rasulullah, tambahlahkan nasihat untukku!' Rasulullah saw.


bersabda, “Hindarilah banyak tawa. Sungguh, tertawa dapat mematikan hati dan
menghilangkan cahaya wajah.' Aku berkata, “Ya Rasulullah, tambahkanlah nasihat
untukku!'' dan Rasulullah saw. bersabda, “Hendaklah engkau tidak bicara, kecuali
tentang kebaikan. Sebab diam bisa menjadi penolak setan dan penolong bagimu
dalam urusan Agama.' Aku berkata, Ya Rasulullah, tambahkanlah nasihat untukku!
Rasulullah saw. bersabda, “Berjihadlah! Sesungguhnya jihad merupakan kerahiban
umatku.' Aku berkata, “Ya Rasulullah, tambahlah nasihat untukku!' Rasulullah saw.
berabda, “Cintailah orang-orang miskin dan duduklah bersama mereka.' Aku berkata,
Ya Rasulullah, tambahkanlah nasihat untukku!” Rasulullah saw. bersabda,
'Pandanglah orang yang ada di bawahmu dan jangan memandang orang yang ada di
atasmu, itu lebih layak bagimu agar engkau tidak menganggap rendah nikmat Allah
yang telah diberikan kepadamu.'

“Aku berkata, “Ya Rasulullah, tambahkanlah nasihat untukku!” Rasulullah saw.


bersabda, “Katakanlah yang benar, meski kebenaran itu terasa pahit.” Aku berkata,
“Ya Rasulullah, tambahkanlah nasihat untukku!' Rasulullah saw. bersabda,
“Hendaklah (aib dan keburukan) yang kau ketahui ada pada dirimu bisa
memalingkanmu dari (aib dan keburukan) orang lain. Jangan marah kepada mereka
karena kesalihan yang telah engkau perbuat.?? Cukuplah sebagai aib bagi dirimu bila
engkau mengetahui aib orang lain yang tidak kau dapati pada dirimu sendiri, atau
engkau merasa lebih tinggi dari orang lain karena amal salih yang telah engkau
lakukan.' Kemudian Rasulullah menepuk dadaku dengan tangannya seraya berkata,
“Tidak ada akal sebaik at-tadbir, tidak ada wara' sebaik al-kaff, dan tidak ada
kemuliaan sebaik husnulkhulug.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dengan
redaksinya. Diriwayatkan pula olah Al-Hakim di dalam shahih-nya.

Wahab ibn Munabbih berkata, “Di dalam #ikmah Alu Dawud disebutkan, “Orang yang
berakal tidak boleh lalai dari empat saat. Yakni, saat untuk bermunajat kepada
Tuhannya, saat untuk mengoreksi diri sendiri, saat untuk mendatangi saudara-
sudaranya yang telah memberitahunya tentang aib-aib dirinya lalu mereka
memluruskannya, dan terakhir adalah saat untuk memenuhi kebutuhannya yang halal
dan baik. Saat yang terakhir ini dapat membantu saat-saat lainnya dan dapat
328 Tanwir al-Qulub

menenteramkan hati.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn al-Mubarak di dalam kitab 4Az-
Zuhd, dan diriwayatkan pula oleh Abu Bakr ibn Abi adDunya.

Ibnu “Abbas mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah


memaafkan umatku dari kesalahan yang tidak disengaja, kelupaan dan
keterpaksaan.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah, al-Baihagi dan Ibnu Hibban di
dalam Shahih-nya. Hadis ini memiliki fungsi umum, karena ketiga hal tersebut bisa
terjadi dalam semua bab fikih, dan karenanya sah disebut sebagai setengah dari
hukum syari'at.

Abu Dzarr r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. meriwayatkan dari Allah “Azza wa Jalla,
“Wahai hamba-hamba-Ku, Aku telah mengharamkan kezaliman terhadap diri-Ku, dan
Aku juga telah mengharamkannya di antara sesama kalian, maka kalian jangan saling
menzhalimi. Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua dalam keadaan tersesat, kecuali
orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan
memberi kalian petunjuk. Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua dalam keadaan
lapar, kecuali orang yang aku beri makan, maka minta makanlah kepada-Ku, Aku
akan memberi kalian makan. Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua dalam keadaan
telanjang, kecuali orang yang Aku beri pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku,
niscaya Aku akan memberi kalian pakaian. Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua
berbuat salah di siang dan di malam hari, dan Aku adalah pengampun semua dosa,
maka mintalah ampunan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni kalian. Wahai
hamba-hamba-Ku, kalian semua tidak bisa mempunyai bahaya-Ku hingga
membahayakan Aku, tidak pula kalian bisa mempunyai manfaat-Ku hingga bisa
memberi-Ku manfaat. Wahai hamba-hamba-Ku, kalaupun kalian semua—sejak yang
pertama sampai yang terakhir, dari golongan manusia dan jin—sehati dengan orang
yang paling bertakwa di antara kalian, sungguh tidak akan memberikan tambahan
sedikit pun pada kerajaan-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku, kalaupun kalian semua—
sejak yang pertama sampai yang terakhir, dari golongan manusia dan jin—sehati
dengan orang yang paling durhaka di antara kalian, sungguh tidak akan
mengakibatkan kerajaan-Ku berkurang sedikit pun. Wahai hamba-hamba-Ku,
kalaupun kalian semuasejak yang pertama sampai yang terakhir, dari golongan
manusia dan jin—bersama-sama meminta secara serempak, lalu aku memberi
permintaan masing-masing, sungguh itu tidak akan mengurangi kekayaanKu sedikit
329 Tanwir al-Qulub

pun, laksana sebuah jarum yang dicelupkan ke dalam samudera. Wahai hamba-
hamba-Ku, sesungguhnya amal perbuatan kalan Aku hitung untuk kalian, lalu Aku beri
kalian balasannya. Maka Siapapun kalian yang mendapati amal dirinya baik,
hendaklah dia memuji Allah. Dan siapapun kalian yang mendapati amalnya tidak baik,
maka jangan pernah mencela selain kepada dirinya sendiri.” (HR. Muslim, at-Tirmidzi
dan Ibnu Majah)

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Allah “Azza wa Jalla telah
berfirman, “Barang siapa menyakiti seorang wali-Ku, Aku Sungguh menyatakan
perang terhadap dia. Hamba-ku tidak mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu
yang lebih Kucintai daripada sesuatu yang telah Aku wajibkan atas dirinya. Dan
hamba-Ku terusmenerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan
sunnah hingga Aku mencintainya. Dan apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi
pendengarannya yang dengannya dia mendengar, menjadi penglihatannya yang
dengannya dia melihat, menjadi tangannya yang dengannya dia menggenggam dan
menjadi kakinya yang dengannya dia berjalan (yakni, Aku jadikan kuasa cinta-Ku
mendominasinya dan merampas seluruh perhatiannya terhadap segala sesuatu
selain yang dengannya dia mendekatkan diri kepada-Ku. Lalu jadilah dia sebagai
orang yang menyepi dari kenikmatan duniawi dan berpaling dari syahwat nafsunya.
Kemudian aku serasikan dia dengan amal-amal yang berkaitan langsung dengan
anggota tubuhnya itu). Jika dia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Apabila
dia berlindung kepada-Ku, Aku pasti melindunginya.” (HR. Al-Bukhari)

Ibnu “Abbas r.a. meriwayatkan hadis gudsi dari Rasulullah saw., “Sesungguhnya Allah
Ta'ala menuliskan kebaikan dan keburukan, kemudian Dia menjelaskannya. Barang
siapa berniat melakukan satu kebajikan namun dia tidak melakukannya, maka Allah
akan mencatatkan baginya satu kebaikan sempurna. Apabila dia berniat melakukan
satu kebaikan lalu dia melakukannya, maka Allah akan mencatatkan untuknya
sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan lebih banyak Lagi. Apabila dia
berniat melakukan satu keburukan dan dia tidak jadi melakukannya, maka Allah akan
mencatatkan satu kebaikan sempurna. Jika dia berniat melakukan satu keburukan
dan dia sungguh melakukannya, maka akan dicatatkan baginya satu keburukan.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
330 Tanwir al-Qulub

Bisikan-Bisikan Gaib

Ketahuilah bahwa bisikan-bisikan (khawathir) yang datang ke dalam hati ada empat
macam. Pertama, bisikan rabbani (dari Rabb). Kedua, bisikan malaki (dari malaikat).
Ketiga, bisikan syazthani (dari setan). Keempat, bisikan nafs: (dari nafsu). Ciri bisikan
rabbani adalah tidak bisa ditolak, ia meresap dengan kuat laksana terkaman harimau,
Karena ia datang dari Tuhan Yang Maha Memaksa. Ciri bisikan malaki adalah
perasaan nikmat dan sejuk yang datang menyertainya. Pemiliknya tidak merasakan
kepedihan dan perubahan di dalam dada, dan bisikan ini seperti penasihat. Ciri bisikan
nafsu adalah diikuti perasaan pedih di hati dan rasa sesak di dada, serta ada ledakan
hasrat untuk melampiaskannya, sebab nafsu itu seperti anak kecil yang memaksa jika
punya suatu keinginan dan tidak bisa dipalingkan pada yang lain. Sedangkan ciri
bisikan setan adalah perasaan pedih yang muncul sesudahnya, dan bila engkau
mengalihkannya pada sesuatu yang lain, ia ikut pindah. Sebab setan hendak
menyesatkanmu dari arah mana pun engkau berada.

Bisikan setan dan bisikan nafsu harus ditolak sejak pertama kali muncul, agar ia tidak
mondar mandir datang ke dalam hati. Sebab jika berlarut-larut ia akan menjadi kuat
dan tak tertahankan. Jadilah engkau bagai pedang melintang di pintu hatimu. Karena
bila tidak ada bisikan rabbani dan bisikan malaki yang melintas dalam hati, hati akan
selalu diserbu bisikan setan dan nafsu. Tolaklah ia setiap kali ia datang, jangan
menerimanya. Lalu jangan berpikir selain tentang bisikan kemalaikatan, agar bisikan
kemalaikatan itu menjadi kuat. Adapun bisikan rabbani, secara mutlak tidak mungkin
dihambat dan diragukan, tidak pula si hamba bisa menahannya, karena bisikan
rabbani ini amat cepat.

Tingkatan al-gashd (maksud hati) ada lima:

Pertama, hajis (kilasan), yaitu yang datang memaksa hati namun langsung lenyap
dalam sekilas.

Kedua, khathir (bisikan), yang datang dengan paksa dan lenyap setelah sempat
menetap sejenak dalam hati.
331 Tanwir al-Qulub

Kedua jenis maksud hati tersebut tidak berakibat siksa—bila berkaitan dalam
perbuatan maksiat dan kekufuran—dan tidak pula menghasilkan pahala bila berkaitan
dengan ketaatan. Karena kedua-dua tidak termasuk dalam kategori kehendak pilihan
(ikhtiyar).

Ketiga, hadits al-nafs (perang batin), yaitu keragu-raguan untuk melakukannya atau
tidak. Jenis yang ketiga ini berakibat siksa apabila berkenaan dengan kekufuran. Oleh
karena itu orang yang meragu, seketika itu pula dia kufur. Karena syarat iman adalah
berketatapan hati sejak awal dan seterusnya. Namun bila keragu-raguan itu berkenan
dengan perbuatan maka dosa, tidak akan berakibat siksa, sebagaimana ia tidak
berpahala bila berkenaan dengan ketaatan.

Keempat, al-hamm (cita-cita), yaitu kecenderungan untuk berbuat. Maksud hati yang
jenis ini berakibat siksa bila terjadi dalam kekufuran, namun tidak bila sekadar dalam
kemaksiatan, ini sebagai anugerah dari Allah Ta'ala. Sedang bila terjadi dalam
ketaatan, maksud hati jenis ini bisa menghasilkan pahala.

Kelima, al-azm wa at-tashmim 'agd an-niyyah (keinginan kuat, keteguhan hati dan
ketetapan niat) terhadap sesuatu. Maksud hati jenis kelima ini berakibat siksa bila
dalam keburukan dan menghasilkan pahala bila dalam kebaikan.

Catatan

Catatan ini tentang perbedaan antara Hadis Oudsi, Al-Quran dan Hadis Nabawi. Al-
Quran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah saw. dengan lafazh
dan makna, membacanya adalah ibadah: Hadis Oudsi adalah wahyu Allah yang
diturunkan kepada Rasulullah saw. yang umumnya tanpa perantaran malaikat,
melainkan lewat ilham atau mimpi. Ada kalanya wahyu ini diberikan dengan lafadz
beserta maknanya, dan ada kalanya hanya makna, lalu Rasulullah saw.
mengungkapkan dengan lafadznya sendiri dan menyandarkannya kepada Allah
Ta'ala. Wahyu Allah jenis ini tidak menjadi berpahala bila membacanya. Sedangkan
Hadis Nabawi adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi saw. hanya maknanya
saja, sementara redaksinya dari beliau dan tidak disandarkan kepada Allah Ta'ala.
Yang paling mulia dari semuanya adalah Al-Quran, kemudian Hadis Oudsi.
332 Tanwir al-Qulub

Sampai di sini, purnalah kitab yang kami tulis ini, dengan pertolongan Allah, Maharaja
Yang Maha Memberi. Alhamdulillah hamdan yuwafi ni amahu wa yukafi mazidah.

(Penyusunan kitab ini selesai pada bulan Ramadhan tahun 1322 H)

Anda mungkin juga menyukai