Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH BLOK KARDIOVASKULOPULMONAL

Disusun oleh :

Kelompok 7:
Dwi Agnasari (C13116307)
Nurul FauziaH Arifin (C13116503)
Regalintin (C13116013)
Intan Arifiah W (C13116003)
Dendi Aswendi (C13116009)
St. Nurhilal (C13116510)
Syachriadin Syam (C041171704)

Program Studi Fisioterapi


Fakultas Keperawatan
Universitas Hasanuddin
Tahun 2018-2019

TINJAUAN MATA KULIAH

Program Studi : Fisioterapi


Nama Mata Kuliah/Kode : Manajemen FT Kardiovaskulopulmonal/325C1314
Jumlah SKS : SKS
Pengajar : Salki Sadmita, S.Ft, Physio, M.Kes
Sasaran Belajar : Mahasiswa menjelaskan perbedaan struktur dan fungsi
dasar sistem kardiovaskulopulmonal
Mata Kuliah Prasyarat : 1. Prinsip Sains dan Biomedik
2. Dasar-Dasar Muskuloskeletal Fisioterapi
3. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi
4. Sumber Fisis dan Elektroterapi
5. Terapi Latihan
Deskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah ini disajikan pada mahasiswa semester V
yang membahas anatomi dan fisiologi jantung paru yang
mencakup klasifikasi struktur jaringan, otot dan fungsi-fungsi
sistem peredaran darah manusia dan fungsi sistem respirasi
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM KARDIORESPIRASI

1. Pendahuluan
1.1 Ruang Lingkup
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung dan pembuluh darah, yang mengandung
kurang lebih 5,5 liter darah pada laki-laki dengan berat badan 70 Kg. Fungsi utama sistem
kadiovaskular adalah mendistribusikan O2 dan nutrisi ke jaringan, mentransfer metabolit dan
CO2 ke organ ekskresi dan paru serta mentranspor hormon dan komponen sistem imun serta
sebagai termoregulasi. Jantung sendiri adalah pompa otot beruang empat (dua atrium dan dua
ventrikel) yang mendorong darah mengelilingi sirkulasi (Ward et al, 2009). Setiap 36 detik
satu orang meninggal karena penyakit kardiovaskular dan setiap hari sekitar 2500 orang
meninggal di Amerika Serikat. Penyakit kardiovaskular adalah salah satu dari lima penyebab
utama kematian (selain kanker, penyakit paru-paru, kecelakaan dan diabetes). Faktor penting
lainnya pada penyakit kardiovaskular adalah lebih dari 60% kematian jantung yang tidak
terduga terjadi tanpa sejarah penyakit jantung (Chilton & Talbert, 2008). Usaha pencegahan
untuk pengelolaan penyakit kardiovaskular diperlukan karena sekali penyakit kardiovaskular
muncul, seringkali mematikan dan yang cukup beruntung dapat bertahan jarang dapat
kembali ke kondisi semula. Pencegahan terhadap penyakit kardiovaskular utama sekarang
dapat dengan mudah dilakukan. Beberapa perubahan pada faktor resiko yang mempengaruhi
dapat dipastikan menurunkan kemungkinan penyakit semacam itu muncul (Kannel, 2005).
Respirasi merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Proses
respirasi mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan
energi di dalam tubuh. Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan
membuang karbondioksida ke lingkungan. Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu
respirasi luar dan respirasi dalam. Respirasi luar merupakan pertukaran antara O2 dan CO2
antara darah dan udara, sedangkan respirasi dalam merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari
aliran darah ke sel-sel tubuh. Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas
ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu: pernapasan dada dan pernafasan
perut. Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan
tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan 10 hingga 15 kali lipat. Ketika
oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan
disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.
Sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama untuk melakukan
pertukaran gas. Sistem ini berfungsi untuk mengelola pertukaran oksigen dan karbondioksida
antara udara dan darah. Oksigen diperlukan oleh semua sel untuk menghasilkan sumber
energi dan karbondioksida dihasilkan oleh sel-sel yang secara metabolis aktif dan
membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001).

1.2 Sasaran Pembelajaran


Kompetensi Dasar (TIU) : Mahasiswa diharapkan mampu menganalisis anatomi dan
fisiologi dari system kardiorespirasi
Standar Kompetensi (TIK) : Mahasiswa diharapkan mampu:
1. Membandingkan anatomi kardiovaskuler dan sistem respirasi
2. Mampu menganalisis fisiologi pada sistem kardiovaskuler dan
sistem respirasi
1.3 Perilaku Awal Mahasiswa
Sebelum mencermati pembahasan materi ini, mahasiswa sebaiknya telah mengikuti mata
kuliah prasyarat.
1.4 Manfaat
Kasus penyakit pada bidang kardiovaskulopulmonal banyak terjadi di masyarakat.
Sebagai salah satu profesi di bidang kesehatan. Untuk dapat menganalisis kasus
kardiovaskulopulmonal dengan benar maka mahasiswa fisioterapi harus mampu terlebih dahulu
mengetahui anatomi dan fisiologi dari sistem kardivaskuloopulmonal
Mata kuliah ini ditawarkan kepada mahasiswa untuk memperoleh penjelasan yang komprehensif
seputar sistem kardiovaskulopulmonal, agar dapat menunjang kompetensi mahasiswa kelak
sebagai fisioterapis dalam menangani pasien dengan tepat.
1.5 Urutan Pembahasan
Materi pembelajaran ini memiliki urutan sebagai berikut:
1. Pembahasan mengenai anatomi terkait sistem kardiovaskuler
2. Pembahasan mengenai fisiologis sistem kardiovaskuler
3. Pembahasan mengenai anatomi sistem respirasi
4. Pembahasan mengenai fisiologis sistem respirasi
1.6 Petunjuk Belajar
Proses Belajar Mengajar (PBM) menggunakan model The Five Jumps, pembelajarannya
terpusat pada mahasiswa (Student Centre Learning), yang merupakan PBM baku yang
digunakan di Program Studi Fisioterapi Unhas. Hal-hal yang belum jelas, atau hal-hal baru akan
dibahas pada kuliah pakar dari dosen.

2. Penyajian Materi
2.1 Teori
2.1.1 Anatomi Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler merupakan suatu sistem dalam tubuh yang berperan
sebagai falitator untuk menghantarkan nuttrisi dan gas hasil pertukaran kedalam jaringan
tubuh.
2.1.1.1 jantung

Jantung terletak di rongga toraks di antara paru – paru. Lokasi ini dinamakan
mediastinum (Scanlon, 2007). Jantung memiliki panjang kira-kira 12 cm (5 in.), lebar 9
cm (3,5 in.), dan tebal 6 cm (2,5 in.), dengan massa rata – rata 250 g pada wanita dewasa
dan 300 g pada pria dewasa. Dua pertiga massa jantung berada di sebelah kiri dari garis
tengah tubuh (Tortora, 2012). Pangkal jantung berada di bagian paling atas, di belakang
sternum, dan semua pembuluh darah besar masuk dan keluar dari daerah ini (Scanlon,
2007). Apeks jantung yang dibentuk oleh ujung ventrikel kiri menunjuk ke arah anterior,
inferior, dan kiri, serta berada di atas diafragma. Membran yang membungkus dan
melindungi jantung disebut perikardium.
Perikardium menahan posisi jantung agar tetap berada di dalam mediastinum,
namum tetap memberikan cukup kebebasan untuk kontraksi jantung yang cepat dan kuat.
Perikardium terdiri dari dua bagian, yaitu perikardium fibrosa dan perikardium serosa.
Perikardium fibrosa terdiri dari jaringan ikat yang kuat, padat, dan tidak elastis.
Sedangkan perikardium serosa lebih tipis dan lebih lembut dan membentuk dua lapisan
mengelilingi jantung. Lapisan parietal dari perikardium serosa bergabung dengan
perikardium fibrosa. Lapisan viseral dari perikardium serosa, disebut juga epikardium,
melekat kuat pada permukaan jantung. Di antara perikardium parietal dan viseral terdapat
cairan serosa yang diproduksi oleh sel perikardial. Cairan perikardial ini berfungsi untuk
mengurangi gesekan antara lapisan – lapisan perikardium serosa saar jantung berdenyut.
Rongga yang berisi cairan perikardial disebut sebagai kavitas perikardial.
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium (lapisan paling luar)
,miokardium (lapisan bagian tengah), dan endokardium (lapisan paling dalam). Seperti
yang telah disebutkan di atas, lapisan epikardium merupakan lapisan viseral perikardium
serosa yang disusun oleh mesotelium dan jaringan ikat lunak, sehingga tekstur
permukaan luar jantung terlihat lunak dan licin. Miokardium merupakan jaringan otot
jantung yang menyusun hampir 95% dinding jantung. Miokardium bertanggung jawab
untuk pemompaan jantung. Meskipun menyerupai otot rangka, otot jantung ini bekerja
involunter seperti otot polos dan seratnya tersusun melingkari jantung. Lapisan terdalam
dinding jantung, endokardium, merupakan lapisan tipis endotelium yang menutupi
lapisan tipis jaringan ikat dan membungkus katup jantung.
Jantung mempunyai empat ruangan. Dua ruangan penerima di bagian superior
adalah atrium, sedangkan dua ruangan pemompa di bagian inferior adalah ventrikel.
Atrium kanan membentuk batas kanan dari jantung (Tortora, 2012) dan menerima darah
dari vena kava superior di bagian posterior atas, vena kava inferior, dan sinus koroner di
bagian lebih bawah (Ellis, 2006). Atrium kanan ini memiliki ketebalan sekitar 2 – 3 mm
(0,08 – 0,12 in.). Dinding posterior dan anteriornya sangat berbeda, dinding posteriornya
halus, sedangkan dinding anteriornya kasar karena adanya bubungan otot yang disebut
pectinate muscles. Antara atrium kanan dan kiri ada sekat tipis yang dinamakan septum
interatrial. Darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan melewati suatu katup
yang dinamakan katup trikuspid atau katup atrioventrikular (AV) kanan.
Jantung memiliki 4 katup dimana keempat katup tersebut memiliki fungsi agar
darah tidak mengarah balik sehingga darah dapat mengalir ke jaringan yang
membutuhkan. Katup yang berada di jantung itu adalah katup atrioventrikular ( katup
mitral dan katup trikuspid) dan katup semilunar (aorta dan katup pulmonal). Katup
mitral yang memisahkan antara antrium kiri dengan ventrikel kiri, katup trikuspid yang
memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan. Sedangkan katup aorta memisahkan
antara ventrikel kiri dan aorta dan katup pulmonal yang memisah ventrikel kanan dengan
arteri pulmonal).

2.1.1.2 Fisiologi Jantung


Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkaitfungsinya sebagai
pompa darah.Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel kiri dan kanan. Berdasarkan
sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut, pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi paru
sedangkan bagian pompa jantung yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk seluruh
tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah suatu proses yang
berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen manusia demi kelangsungan
hidupnya.

Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung. Vena cava
inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi vena (disebut darah biru) dan
mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan
melalui katup trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup pulmonal.
Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami oksigenasi di paru-
paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah merah ini kemudian menuju atrium
kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri melalui
katup mitral dan selanjutnya dipompakan ke aorta.Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi
ventrikel kiri, dinamakan tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal,
ventrikel ini mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke ventrikel ini.
Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini selanjutnya
dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara bersamaan, begitu pula
dengan kedua ventrikel.

2.1.1.2.1 Sirkulasi darah


Jumlah darah yang mengalir dalam sistem sirkulasi pada orang dewasa mencapai
5-6 liter (4.7-5.7 liter). Darah bersirkulasi dalam sistem sirkulasi sistemik dan pulmonal.
a. Sirkulasi sistemik
Sistem sirkulasi sistemik dimulai ketika darah yang mengandung banyak oksigen
yang berasal dari paru, dipompa keluar oleh jantung melalui ventrikel kiri ke aorta, selanjutnya
ke seluruh tubuh melalui arteri-arteri hingga mencapai pembuluh darah yang diameternya
paling kecil (kapiler).Kapiler melakukan gerakan kontraksi dan relaksasi secara bergantian,
yang disebut dengan vasomotionsehingga darah mengalir secara intermittent. Dengan aliran
yang demikian, terjadi pertukaran zat melalui dinding kapiler yang hanya terdiri dari selapis sel
endotel. Ujung kapiler yang membawa darah teroksigenasi disebut arteriole sedangkan ujung
kapiler yang membawa darah terdeoksigenasi disebut venule; terdapat hubungan antara
arteriole dan venule “capillary bed” yang berbentuk seperti anyaman, ada juga hubungan
langsung dari arteriole ke venule melalui arteri-vena anastomosis (A-V anastomosis). Darah
dari arteriole mengalir ke venule, kemudian sampai ke vena besar (v.cava superior dan v.cava
inferior) dan kembali ke jantung kanan (atrium kanan). Darah dari atrium kanan selanjutnya
memasuki ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis.

b. Sirkulasi pulmonal
Sistem sirkulasi pulmonal dimulai ketika darah yang terdeoksigenasi yang
berasal dari seluruh tubuh, yang dialirkan melalui vena cava superior dan vena cava inferior
kemudian ke atrium kanan dan selanjutnya ke ventrikel kanan, meninggalkan jantung kanan
melalui arteri pulmonalis menuju paru-paru (kanan dan kiri). Di dalam paru, darah mengalir ke
kapiler paru dimana terjadi pertukaran zat dan cairan, sehingga menghasilkan darah
yangteroksigenasi. Oksigen diambil dari udara pernapasan. Darah yang teroksigenasi ini
kemudian dialirkan melalui vena pulmonalis (kanan dan kiri), menuju ke atrium kiri dan
selanjutnya memasuki ventrikel kiri melalui katup mitral (bikuspidalis). Darah dari ventrikel
kiri kemudian masuk ke aorta untuk dialirkan ke seluruh tubuh (dan dimulai lagi sirkulasi
sistemik.

2.1.1.2.2 Curah jantung


Curah jantung diartikan sebagai sejumlah volume darah yang dipompa tiap
ventrikel per menit. Faktor penentu curah jantung adalah kecepatan jantung berdenyut per
menit dan volume darah yang dipompa jantung per denyut/ isi sekuncup ( curah jantung =
frekuensi jantung × isi sekuncup ).Kedua variabel ini dapat dipengaruhi oleh keadaan
psikologis dan obat-obatan. Isi sekuncup jantung sendiri dipengaruhi oleh preload,
afterload, dan kontraktilitas miokardium. Preloadadalah derajat peregangan serabut
miokardium segera sebelum kontraksi. Peregangan serabut miokardium bergantung pada
volume darah yang meregangkan ventrikel pada akhir-diastolik. Aliran balik darah vena ke
jantung menentukan volume akhir diastolik ventrikel. Peningkatan aliran balik vena
meningkatkan volume akhir-diastolik ventrikel, yang kemudian memperkuat peregangan
serabut miokardium. Mekanisme Frank-Starling menyatakan bahwa dalam batas fisiologis,
apabila semakin besar peregangan serabut miokardium pada akhir-diastolik, maka semakin
besar kekuatan kontraksi pada saat diastolik.
Afterload dapat didefinisikan sebagai tegangan serabut miokardium yang harus
terbentuk untuk kontraksi dan pemompaan darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
afterload dapat dijelaskan dalam versi sederhana persamaan Laplaceyang menunjukkan
bila tekanan intraventrikel meningkat, maka akan terjadi peningkatan tegangan dinding
ventrikel. Persamaan ini juga menunjukkan hubungan timbal balik antara tegangan dinding
dengan ketebalan dinding ventrikel, tegangan dinding ventrikel menurun bila ketebalan
dinding ventrikel meningkat.
Kontraktilitas adalah penentu ketiga pada volume sekuncup. Kontraktilitas
merupakan perubahan kekuatan kontraksi yang terbentuk tanpa tergantung pada perubahan
panjang serabut miokardium. Peningkatan kontraktilitas merupakan hasil intensifikasi
hubungan jembatan penghubung pada sarkomer. Kekuatan interaksi ini berkaitan dengan
konsentrasi ion Ca++ bebas intrasel. Kontraksi miokardium secara langsung sebanding
dengan jumlah kalsium intersel.
2.1.1.2.3 Tekanan darah
Tekanan darah merupakan gaya yang dihasilkan oleh darah terhadap
dindingpembuluh darah.Nilai normal tekanan darah menurut kriteria The Seventh Report of
Joint National Commite on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC VII) yaitu tekanan sistolik 120 mmHg dan tekanan diastolik 80
mmHg.Tekanan darah sistolik adalah tekanan yang dihasilkan otot jantung saat mendorong
darah dari ventrikelkiri ke aorta (tekanan pada saatotot ventrikeljantung kontraksi).
Tekanan darah diastolik adalahtekanan pada dinding arteri dan pembuluh darah akibat
mengendurnya otot ventrikel jantung (tekanan pada saat otot atrium jantung kontraksi dan
darah menuju ventrikel). Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan
sistolik terhadap tekanan diastolic

2.1.2 Anatomi Sistem Respirasi


Respirasi merupakan suatu proses pengambilan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida dalam usaha untuk memperoleh energi (Anindyajati, 2007). Sistem
respirasi manusia dapat dibagi menjadi respirasi bagian atas dan bawah.Respirasi bagian
atas meliputi lubang hidung sampai ke faring, dan respirasi bagian bawah dari laring
sampai alveolus (Rahayu, 2008).Menurut fungsinya, sistem respirasi manusia terbagi
menjadi dua bagian (Alsagaff, 2005) :

1. Bagian saluran udara (konduksi) terdiri dari rongga hidung, nasofaring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus, dan bronkiolus terminalis. Fungsi dari bagian konduksi adalah
untuk mengalirkan udara, sebagai penyaring udara, penghangat, dan melembabkan
udara sebelum sampai ke bagian respirasi.
2. Bagian pernapasan (respirasi) terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,
sacus alveolaris, dan alveoli. Bagian ini merupakan tempat pertukaran udara dari
lingkungan luar dan dalam tubuh.
Menurut Sherwood (2011) proses pernapasan dapat dibedakan menjadi empat
tahap, yaitu :
1. Ventilasi, merupakan proses sirkulasi keluar masuknya udara atmosfer di alveoli
pulmo.
2. Respirasi eksternal, merupakan tahap pemasukan oksigen (O2) ke dalam dan
pengeluaran karbondioksida(CO2) keluar tubuh melalui organ-organ pernapasan.
3. Transpor gas, adalah pengangkutan O2dan CO2 dalam darah dan jaringan tubuh.
Proses ini terjadi di sistem sirkulasi.
4. Respirasi internal, adalah tahap pertukaran gas pada metabolisme energi yang terjadi
di dalam sel. Terjadi pertukaran O2 dari cairan tubuh (darah) dengan CO2 dari sel-sel
dalam jaringan tubuh.
Rongga hidung dapat dibagi menjadi duastruktur, yaitu vestibulum dan fosa
nasal. Proses penghangatan udara yang masuk ke rongga hidung, dilakukan di fosa
nasal. Setelah itu, udara akan memasuki nasofaring kemudian ke laring dan trakea.
Trakea berbentuk tabung panjangnya ±10 cm dengan cincin tulang rawan hialin
berbentuk C dan dilapisi oleh mukosa respirasi.Trakea kemudian bercabang menjadi
duabronkus primer yang memasuki hilus pulmo.Bronkus primer bercabang menjadi
bronkus lobar. Bronkus lobar ini, bercabangmenjadi bronkiolus yang kemudian
memasuki lobulus paru dan bercabang menjadi lima sampai tujuhbronkiolus terminalis.
Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebih bronkiolus respiratorius.
Dinding bronkiolus respiratorius diselingi banyakalveolus sakular, tempat terjadi
pertukaran gas O2dan CO2antara udara dan darah (Junquiera &Carneiro, 2009).Udara
cenderung bergerak menuruni gradien tekanan dari tinggi ke rendah. Udara mengalir
masuk dan keluar pulmo selama proses pernapasan dengan mengikuti penurunan
tekanan gradien yang berubah berselang-seling antara alveolus dan atmosfer akibat dari
kerja otot-otot pernapasan. Oksigen dapat masuk ke dalam darah karena adanya proses
difusi dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah (Aditama, 2006).
2.1.2.1 Anatomi sistem pernapasan bagian atas :
a. Lubang Hidung (Cavum Cavity)
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago).
Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan
jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang
yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung
mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar
terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel
bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga
dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat
mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau
terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial I
(Nervous Olfactorius). Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara,
pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring
udara, indra pencium, dan resonator suara (Somantri, 2007)
b. Sinus Paranalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.
Sinus adalah suatu rongga berisi udara dilapisi mukosa yang terletak di dalam tulang
wajah dan tengkorak.Ada empat sinus paranasal yaitu sinus frontalis, sinus
ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dansinus maxillaris. Fungsi dari sinus paranasal
sendiri yaitu membantu pengaturan tekanan intranasal dan tekanan serum gas,
kelembaban udara inspirasi, mendukung pertahanan imun, meningkatkan area
permukaan mucosa, meringankan volume tengkorak, memberi resonansi suara,
menyerap goncangan dan mendukung pertumbuhan masase muka (Anggraini,
2006).
c. Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada
bagian anterior kolum vertebra (Joshi A, 2011).
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring)
(Joshi A, 2011). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket)
dan otot (Rusmarjono, 2007).
d. Laring
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak
setinggi vertebra cervicalis IV –VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya
relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja
tertutup bila sedang menelan makanan (Sofyan, 2011). Fungsi utama laring adalah
untuk pembentukan suara, sebagai jalan respirasi yaitu pada waktu inspirasi
diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada dan M.
Krikoaritenoideus.
Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis
terbuka,sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk
memfasilitasi proses terjadinya batuk (Sofyan, 2011). Laring terdiri atas: 1)
Epiglotis, katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan; 2) Glotis,
lubang antara pita suara dan laring; 3) Kartilago tiroid, kartilago yang terbesar pada
trakhea, terdapat bagian yang membentuk jakun; 4) Kartilago krikoid, cincin
kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid).5) Kartilago
aritenoid, digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid;6)
Pita suara, sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan
suara dan menempel pada lumen laring (Somantri, 2007).

Sumber: medicalterms.info

2.1.2.2 Anatomi Sistem Pernapasan Bagian Bawah


a. Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan laring pada ketinggian tulang vertebre
torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus. Ujung cabang trakhea
disebut carina. Trakhea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang
12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C (Somantri, 2007).
b. Bronkhus dan Bronkhiolus
Bronkus merupakan saluran nafas yang terbentuk dari belahan dua
trakeapada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai
struktur serupadengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama (Pino,
2013)
Bronkus berjalan ke arah bawah dan samping menuju paru dan
bercabangmenjadi dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus
kanan mempunyai diameter lumen lebih lebar, ukuran lebih pendek dan
posisi lebih vertikal. Letaksedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis serta
mengeluarkan sebuah cabangutamayang melintas di bawah arteri, yang
disebut bronkus kanan lobus bawah. Sedangkan bronkus kiri memiliki
ukuran lebih panjang, diameterlumennya lebih sempit dibandingkan
bronkus kanan dan melintas di bawah arteripulmonalis sebelum di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah (Moore,
1999). Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronkuslobaris, kernudian menjadi lobus segmentalis. Bronkus lobaris ini
bercabang terusmenjadi bronkus yang lebih kecil, dengan ujung cabangnya
yang disebutbronkiolus. Setiap bronkiolus memasuki lobulus paru, dan
bercabang-cabangmenjadi 5-7 bronkiolus terminalis (Moore, 1999).
2.1.2.3 Saluran Pernapasan Terminal
a. Alveoli

Sumber : medicalterms.info

Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari


jaringan paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit
alveolus. Alveolimerupakan kantong udara yang berukuran sangat
kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorus
sehinggamemungkinkan pertukaran O2dan CO2. Seluruh dari unit
alveoli (zona respirasi) terdiri ats bronkhiolus respiratorius, duktus
alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit
alveolus adalah pertukaran O2dan CO2diantara kapiler pulmoner dan
aveoli (Somantri, 2007).
b. Paru Paru
Sumber : medicalterms.info

Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2


lobus pada paru sebelah kiri. Pada paru kanan lobus –lobusnya antara
lain yakni lobus superior, lobus medius dan obus inferior. Sementara
pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan lobus inferior. Namun
pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri yang
analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula
pulmonis. Di antara lobus –lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni
fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus
superior dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua (Stranding,
2009).
Paru-paru (pulmo) adalah organ pernapasan yang utama
(Eroschenko, 2010). Pulmo terbagi menjadi dua, yaitu
pulmodexter(kanan) dan sinister(kiri). Masing-masing bagian pulmo
dimulai dari bronkus, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus
respiratorius, dan alveoli. Epitel-epitel yang melapisi pulmo,
diantaranya adalah sel kolumner bersilia, sel goblet yang mengandung
droplet mukus glikoprotein, brush cellsebagai reseptor sensoris yang
memiliki banyak microvillus pada permukaannya, sel basal di lamina
basalis dan sel granula kecil (Young & Healt, 2013).Bronkus
primeradalah percabangan dikotom dari trakea yang memasuki hilus
pulmo. Bronkus primer akan bercabang menjadi bronkus lobaris.
Terdapat dua lobus pada paru kiri, dan tiga lobus pada paru kanan.

Struktur bronkus primer sampaimemasuki paru sangat mirip


dengan trakea, kecuali pada tulang rawan dan otot polosnya. Cincin
tulang rawan trakea, pada bronkus primer akan berganti dengan
lempeng tulang rawan hialin yang tidak teratur. Di bawah epitel lamina
propia bronkus, terdapat anyaman otot polos yang bersilangan
(Junquiera & Carneiro, 2009). Epitel bronkus tersusun oleh epitel
kolumner bersilia dengan banyak sel goblet dan kelenjar submukosa.
Lamina propia terbentuk dari jaringan ikat longgar dengan serat
retikulin dan elastin (Fawcett, 2002).
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan serta kelenjar
dalam lamina propia. Otot polos hanya berupa berkas-berkas dan serat-
serat dengan jaringan longgar, yang bekerja dipersyarafi saraf
parasimpatis. Otot polos akan berkontraksi pada saat ekspirasi dan
relaksasi pada saat inspirasi (Fawcett, 2002). Epitel yang menyusun
bronkiolus adalah epitel bertingkat silindris bersilia yang semakin
sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau kuboid
pada bronkiolus terminal yang lebih kecil. Pada epitel bronkiolus
terminalis juga terdapat sel Clara. Sel ini tidak bersilia dan pada bagian
apikalnya akan disekresikan glikosaminoglikan yang diduga melindungi
lapisan bronkiolus (Junquiera & Carneiro, 2009). Bronkiolus
respiratorius berfungsi sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi
dan respirasi dalam sistem pernapasan. Berbentuk tabung pendek
berdiameter 0,2 -0,5 mm. Dinding bronkiolus respiratorius dilapisi sel
Clara dan epitel kuboid bersilia. Selain itu, pada bagian dindingnya
diselingi oleh banyak alveolus sakular yang merupakan tempat
pertukaran gas.Semakin ke arah distal, semakin banyak jumlah
alveolusnya.Otot polos dan jaringan ikat elastis terdapat di bawah epitel
dari bronkiolus respiratorius (Junquiera & Carneiro, 2009). Makin ke
arah distal, dinding dari bronkiolus respiratorius akan berubah menjadi
muara alveolus yang disebut sebagai ductus alveolaris. Sel otot polos
terdapat dalam lamina propia yang mengelilingi tepi alveolus.

Namun, otot polos tidak ditemukan didistal duktus


alveolaris. Duktus ini bermuara pada atrium yang berhubungan dengan
sakus alveolaris.Adanya serat elastin memungkinan alveolus
mengembang saat inspirasi, dan serat retikulin sebagai pencegahan
pengembangan yang berlebihan (Junquiera & Carneiro, 2009). Alveolus
merupakan penonjolan kecil seperti kantung dengan diameter ±200 μm.
Jumlah alveolus dalam tubuh manusia sekitar 200-500 juta. Alveolus
merupakan bagian terminal cabang bronkus dan bagian yang paling
banyak terdapat dalam struktur pulmo yang menyerupai busa (spons)
dan sarang lebah. Proses difusi pertukaran gas antara udara dan darah,
akan berlangsung di dalam alveolus (Junquiera & Carneiro, 2009).
Septum interalveolaris adalah dinding yang terletak diantara dua
alveolus.

Septum interalveolaris terdiri dari dua epitel gepeng tipis


yang mengandung kapiler, fibroblast, elastin, retikuler, dan makrofag.
Septum tersebut terdiri atas limajenis sel utama : sel endotel kapiler
(30%), sel alveolus tipe I (gepeng) (8%), sel tipe II (septal, alveolar
besar) (16%), sel interstitial termasuk fibroblast dan sel mast (36%), dan
makrofag alveolar (10%). Sel endotel adalah sel yang sangat tipis
dengan ciri mencolok memiliki banyak vesikel pinositotik pada
sitoplasmanya.Inti dan organel sel berkelompok dengan tujuan sisa
ruangan sel dapat mempercepat pertukaran gas.Sel tipe I adalah sel yang
sangat tipis yang mudah dilalui gas.Sel tipe II terletak di antara sel tipe
I. Berbentuk agak kuboid dengan 12 ciri-ciri sitoplasma vesikular khas
atau berbusaakibat adanya badan-badan berlamela.Badan lamela
menghasilkan surfaktan pulmoner yang digunakan untuk menurunkan
tegangan permukaan alveolar (Junquiera & Carneiro, 2009).

Bagian dari septum alveolar dan permukaan alveolus


memiliki makrofag alveolar atau sel debu yang berasal dari monosit
sumsum tulang. Makrofag merupakan pertahanan terhadap infeksi paru
dengan cara menghasilkan enzim hidrolitik untuk fagositosis bakteri.
Apabila individu menghirup udara terkontaminasi dalam waktu lama,
benda eksogen dapat menumpuk di septum dan memberikan warna
hitam di parenkim paru (Junquiera & Carneiro, 2009). Kemampuan
otonom yang dimiliki paru adalah sekitar 14-16 kali pernapasan per
menit. Satu kali pernapasan sama dengan satu kali inspirasi dan satu
kali ekspirasi (Ganong, 2005).

c. Dada, Diafragma dan Pleura


Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru,
jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas
12 pasang tulang iga (costae). Bagian atas dada pada daerah leher
terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu otot scaleneus dan
sternocleidomastoid. Diafragma terletak di bawah rongga dada.
Diafragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan
saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat pada susunan saraf
spinal(Somantri, 2007).
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti
paru-paru. Pleura ada dua macam yaitu pleura parietal yang
bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan
pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru. Diantara kedua pleura
terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua
permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan
mencegah pelekatan dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah
kolaps paru-paru. Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura
parietal akan menyerap cairan pleura melalui stomata dan akan
dialirkan ke dalam aliran limfe pleura (Sherwood, 2007)
Sumber : medicalterms.info

d. Sirkulasi Pulmoner
Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri
bronkhialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkhial menyediakan
darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronkhialis berasal
dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkhus.
Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena pulmonalis.
Arteri pulmonallis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan darah
vena ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam
pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan
menutupi alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk pertukaran
gas antara alveolus dan darah (Somantri, 2007)
2.1.2.4 Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume
intratoraks sebesar 75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma
melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang membentuk
kubah diatas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat
berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm
sampai7 cm saat inspirasi dalam.Otot inspirasi utama lainnya adalah
musculus interkostalis eksternus, yang berjalan dari iga ke iga secara
miring ke arah bawah dan ke depan. Poros iga bersendi pada vertebra
sehingga ketika musculus intercostalis eksternusberkontraksi, iga-iga
dibawahnya akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke
luar dan memperbesar diameter anteroposterior rongga dada. Diameter
transversal juga meningkat, tetapi dengan derajat yang lebih kecil.
Musculus interkostalis eksternusdan diafragma dapat
mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat.
Musculus scalenus danmusculus sternocleidomastoideusmerupakan otot
inspirasi tambahan yang ikut membantu mengangkat rongga dada pada
pernapasan yang sukar dan dalam.Otot ekspirasi akan berkontraksi jika
terjadi ekspirasi kuat dan menyebabkan volume intratoraks berkurang.
Musculus intercostalis internusbertugas untuk melakukan hal tersebut
karena otot-otot ini berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari
iga ke iga sehingga ketika berkontraksi, otot-otot ini akan menarik
rongga dada ke bawah. Kontraksi otot dinding abdomen anterior juga
membantu proses ekspirasi dengan cara menarik iga-iga ke bawah dan
ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan intra-abdomen yang akan
mendorong diafragma ke atas.

2.1.3 Fisiologi Sistem Pernapasan


2.1.3.1 Mekanisme Pernapasan

Mekanisme pernapasan terdiri dari proses inspirasi dan ekspirasi. Pada


saat proses inspirasi (ketika udara masuk ke paru-paru), otot antar tulang rusuk
berkontraksi dan terangkat sehingga volume rongga dada bertambah besar,
sedangkan tekanan rongga dada menjadi lebih kecil dari tekanan udara luar.
Sehingga udara mengalir dari luar ke dalam paru-paru (Pramitra, 2006). Sedangkan
pada saat proses ekspirasi (ketika udara keluar dari paru-paru), otot antar tulang
rusuk akan kembali ke posisi semula (relaksasi), sehingga volume rongga dada
akan mengecil sedangkan tekanannya membesar. Tekanan ini akan mendesak
dinding paru-paru, sehingga rongga paru-paru membesar. Keadaan inilah yang
menyebabkan udara dalam rongga paru-paru terdorong ke luar (Pramitra, 2006).

Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti


bernapas lagi. Mempunyai peran atau fungsi menyediakan O2 serta mengeluarkan
gas CO2 dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan
fungsi yang vital bagi kehidupan. O2merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang
harus di pasok terus menerus O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus
di pasok terus menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksik yang harus segera
dikeluarkan dari tubuh. Bila tertumpuk didalam darah akan menurunkan pH
sehingga menimbulkan keadaan asidosis yang dapat menganggu faal badan bahkan
menyebabkan kematian (Ganong, 2010).

Proses respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu: 1) Ventilasi, yaitu


pergerakan udara kedalam dan keluar paru; 2) Distribusi, yaitu udara yang telah
memasuki saluran napas diantar keseluruh paru, kemudian masuk kedalam
alveolus; 3) Perfusi, yaitu sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru; 4) Difusi
gas O2 dan CO2, yaitu perpindahan molekul oksigen dari rongga alveolus,
melewati membrane kapiler alveolar, kemudian melintasi plasma darah, dan
selanjutnya menembus dinding sel darah merah, dimana akhirnya masuk ke interior
sel darah merah hingga berikatan dengan hemoglobin (Alsagaf, 1995).

Faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi,
distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada orang
tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PaO2
dan PaCO2) yang normal. Yang dimaksud keadaan santai adalah keadaan ketika
jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat (Djojodibroto, 2009).Tekanan
parsial gas darah arteri yang normal adalah PaO2 sekitar 96 mmHg dan
PaCO2sekitar 40 mmHg. Tekanan parsial ini diupayakan dipertahankan tanpa
memandang kebutuhan oksigen yang berbeda-beda, yaitu saat tidur kebutuhan
oksigen 100 mL/menit dibandingkan dengan saat ada beban kerja (exercise), 2000-
3000 mL/menit (Djojodibroto, 2009).

Proses pertukaran gas memerlukan 4 proses yang mempunyai


ketergantungan satu sama lain yaitu: 1) Proses yang berkaitan dengan volume
udara napas dan distribusi ventilasi; 2) Proses yang berkaitan dengan volume darah
di paru dan distribusi aliran darah; 3) Proses yang berkaitan dengan difusi O2 dan
CO2; 4) Proses yang berkaitan dengan regulasi pernapasan (Djojodibroto, 2009)

2.1.3.2 Volume dan Kapasitas Paru


a. Volume paru
Empat macam volume paru tersebut jika semuanya dijumlahkan,
sama dengan volume maksimal paru yang mengembang atau disebut juga total
lung capacity, danarti dari masing-masing volume tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Volume tidal merupakan jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap kali
inspirasi atau ekspirasi pada setiap pernapasan normal. Nilai rerata pada
kondisi istirahat = 500 ml.
2. Volume cadangan inspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat
masukke dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa dan
diatas volume tidal, digunakan pada saat aktivitas fisik. Volume cadangan
inspirasi dicapai dengan kontraksi maksimal diafragma, musculus
intercostalis eksternus dan otot inspirasi tambahan. Nilai rerata = 3000 ml
3. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang dapat dikeluarkan
secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi secara
maksimal, setelah ekspirasi biasa. Nilai rerata = 1000 ml.
4. Volume residual merupakan udara yang masih tertinggal di dalam paru
setelah ekspirasi maksimal. Volume ini tidak dapat diukur secara langsung
menggunakan spirometri. Namun, volume ini dapat diukur secara tidak
langsung melalui teknik pengenceran gas yang melibatkan inspirasi
sejumlah gas tertentu yang tidak berbahaya seperti helium. Nilai rerata =
1200 ml
b. Kapasitas Paru
Kapasitas paru merupakan jumlah oksigen yang dapat
dimasukkan ke dalam paru seseorang secara maksimal. Jumlah oksigen yang
dapat dimasukkan ke dalam paru akan ditentukan oleh kemampuan
compliancesistem pernapasan. Semakin baik kerja sistem pernapasan berarti
volume oksigen yang diperoleh semakin banyak.
1. Kapasitas vital yaitujumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari
paru dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal. Kapasitas vital
mencerminkan perubahan volume maksimal yang dapat terjadi di paru.
Kapasitas vital merupakan hasil penjumlahan volume tidal dengan
volume cadangan inspirasi dan volume cadangan ekspirasi. Nilai rerata =
4500 ml.
2. Kapasitas inspirasi yaitu volume udara maksimal yang dapat dihirup
pada akhir ekspirasi biasa.Kapasitas inspirasi merupakan penjumlahan
volume tidal dengan volume cadangan inspirasi. Nilai rerata = 3500 ml.
3. 3.Kapasitas residual fungsional yaitu jumlah udara di paru pada akhir
ekspirasi pasif normal.Kapasitas residual fungsional merupakan
penjumlahan dari volume cadangan ekspirasi dengan volume residual.
Nilai rerata = 2200 m.
4. Kapasitas total paru yaitu jumlah udara dalam paru sesudah inspirasi
maksimal. Kapasitas total paru merupakan penjumlahan dari keseluruhan
empat volume paru atau penjumalahan dari kapasitas vital dengan
volume residual. Nilai rerata = 5700 ml
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi merupakan suatu sistem
dalam tubuh manusia yang memiliki peran yang sangat penting. Kedua sistem ini
dapat di katakana sebagai salah satu indikator kehidupan manusia. Sistem
kardiovaskuler dan sistem respirasi menyatu menjadi sistem
kardiovaskulopulmonal. Organ pemeran dalam sistem ini adalah jantung dan
paru. Sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama untuk
melakukan pertukaran gas. Sistem ini berfungsi untuk mengelola pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Oksigen diperlukan oleh
semua sel untuk menghasilkan sumber energi dan karbondioksida dihasilkan
oleh sel-sel yang secara metabolis aktif dan membentuk suatu asam yang harus
dibuang dari tubuh (Corwin, 2001).. Oksisgen yang dihasilkan oleh alveoli paru
akan berdifusi masuk kedalam darah lalu diikat oleh Hb darah dan akan di
alirkan ke seluruh jaringan tubuh sebagai sumber energy.
3.2 Pertanyaan
1. Jelaskan anatomi dari sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi
2. Jelaskan proses fisiologi dari sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi
3.3 Umpan Balik
1. Mampu menjelaskan anatomi dari sistem kardiovaskuler dan sistem
respirasi yang merupakan pembangunsistem kardivaskulopulmonal
2. Mampu menganalisi proses fisiologi yang terjadi pada sistem
kardiovaskuler dan sistem respirasi

Daftar Pustaka
Adisty, Octaviany.2015. Manfaat Senam Zumba Terhadap Peningkatan Kapasitas Paru.
http://eprints.undip.ac.id

F, Nurunisa. 2014. Perbedaan Efek Pemberian Preload Hes 200 Kd Dan Ringer Laktat Terhadap
Hipotensi Pasca Anestesi Spinal Pasien Sectio Cesarea.
http://eprints.undip.ac.id/44631/4

NP, Kurniasih. 2016. Hubungan Kebiasaan Merokok Terhadap Kesehatan Tubuh.


http://repository.usu.ac.id

Nur Basuki M.Physio,.Management FT Cardiopulmonal.

S Rakhmawati, 2013, Hubungan Antara Hipertensi Pada Pasien Usia Lanjut Dengan
Komplikasi Organ Di Rsup Dokter Kariadi Semarang Periode 2008 –2012.
http://eprints.undip.ac.id/.
TINJAUAN MATA KULIAH

Program Studi : Fisioterapi

Nama Mata Kuliah/Kode : Manajemen FT Kardiovaskulopulmonal/325C1314

Jumlah SKS : 4 SKS

Pengajar : Salki Sadmita, S.Ft, Physio, M.Kes

Sasaran Belajar : Mahasiswa menjelaskan perbedaan struktur dan fungsi


dasar sistem kardiovaskulopulmonal dengan abnormal serta
menerapkan manajemen fisiterapi pada penyakit yang dapat
terjadi pada sistem pernafasan dan kardiovaskular.

Mata Kuliah Prasyarat : 1. Prinsip Sains dan Biomedik

2. Dasar-dasar Muskuloskeletal Fisioterapi


3. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi

4. Sumber Fisis dan Elektroterapi

5. Terapi Latihan

Deskripsi Mata Kuliah : Mata Kuliah ini disajikan pada mahasiswa semester V yang
membahas anatomi dan fisiologi jantung paru yang
mencakup kalsifikasi struktur jaringan, otot, dan fungsi-
fungsi sistem peredaran darah manusia, termasuk berbagai
kelainan atau penyakit yang terjadi, serta manajemen
fisioterapi yang mencakup metode pemeriksaan dn
intervensi fisioterapi terhadap patologi jantung paru.

PATOLOGI SISTEM PERNAPASAN

1. Pendahuluan
1.1 Ruang Lingkup
Suatu organisme memiliki bermacam - macam sistem dalam tubuhnya yang
dikendalikan oleh jaringan dan organ didalam tubuh manusia itu sendiri. Sistem tersebut
memiliki fungsi dan peranan masing - masing bagi makhluk hidup. Salah satu sistem
dalam tubuh makhluk hidup adalah sistem pernapasan. Sistem pernapasan ini memiliki
fungsi dan peranan yang struktural dan terkoordinir. Sistem pernapasan atau disebut juga
sistem respirasi adalah suatu sistem pertukaran oksigen dan karbondioksida. Udara
masuk ke dalam paru disebut inspirasi dan dikeluarkan melalui ekspirasi. Proses Inspirasi
dan Ekspirasi dijalankan oleh serangkaian sistem yang disebut sistem pernapasan atau
sistem respirasi.
Melalui cabang ilmu patofisiologi, dapat diketahui organ atau saluran yang
bermasalah. sistem pernapasan manusia yang terdiri atas beberapa organ dapat
mengalami gangguan berupa kelainan atau penyakit. Penyakit atau kelainan yang
menyerang sistem pernapasan ini dapat menyebabkan terganggunya proses pernapasan.
sistem pernapasan dapat mengalami berbagai gangguan, baik karena kelainan sistem
pernapasan ataupun akibaf infeksi kuman. Beberapa masalah sistem pernapasan yang
dapat terjadi diantaranya penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, dan
komplikasi penyakit paru yang ditimbulkan akibat operasi toracotomi. Untuk dapat
memahami beberapa penyakit diatas dan penyakit paru lainnya diperlukan pemahaman
dari segi anatomi, etiologi, patofisiologi. dan gejala penyakitnya yang akan dibahas pada
uraian dibawah.
1.2 Sasaran Pembelajaran
Kompetensi Dasar (TIU) :Mahasiswa diharapkan mampu memahami patofisiologi
pada sistem pernapasan
Standar Kompetensi (TIK) : Mahasiswa diharapkan mampu:
3. Membandingkan anatomi, fisiologi, dan patofisiologi
pada sistem pernapasan
4. Menguraikan etiologi yang menyebabkan patologi
pada sistem pernapasan.
5. Menguraikan tanda dan gejala akibat patologisistem
pernapasan.
6. Menganalisis patofisiologi dari berbagai gangguan
sistem pernapasan
1.3 Perilaku Awal Mahasiswa
Sebelum mencermati pembahasan materi ini, mahasiswa sebaiknya telah
mengikuti mata kuliah prasyarat, sehingga dapat mengidentifikasi berbagai kasus
patologis system pernapasan dan kaitannya dengan kompetensi Fisioterapi.
1.4 Manfaat
Kasus penyakit pada sistem pernapasan banyak terjadi di masyarakat. Sebagai
salah satu profesi di bidang kesehatan, seorang fisioterapi diharapkan mampu
mengidentifikasi berbagai patologi sistem pernapasan.
Mata kuliah ini ditawarkan kepada mahasiswa untuk memperoleh penjelasan dan
praktik yang komprehensif seputar kasus-kasus kardiovaskulopulmonal, agar dapat
menunjang kompetensi mahasiswa kelak sebagai fisioterapis dalam menangani pasien
dengan tepat.
1.5 Urutan Pembahasan
Materi pembelajaran ini memiliki urutan sebagai berikut:
5. Gambaran anatomi terhadap masing – masing patologi sistem pernapasan.
6. Pembahasan mengenai etiologi dari patologi sistem pernapasan.
7. Pembahasan mengenai patofisiologi (epidemiologi, etiologi, klasifikasi,
patomekanisme, manifestasi klinis, dan diagnosis banding) terhadap masing – masing
patologi sistem pernapasan.
8. Pembahasan mengenai tanda dan gejala terhadap masing – masing patologi sistem
pernapasan
1.6 Petunjuk Belajar
Proses Belajar Mengajar (PBM) menggunakan model The Five Jumps,
pembelajarannya terpusat pada mahasiswa (Student Centre Learning), yang merupakan
PBM baku yang digunakan di Program Studi Fisioterapi Unhas. Hal-hal yang belum
jelas, atau hal-hal baru akan dibahas pada kuliah pakar dari dosen.

2. Penyajian Materi
2.1 Cronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD)
COPD atau biasa disebut Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupaka
istilah dari sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan bersifat irreversible
atau reversible parsial. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan hambatan aliran udara
sebagai gambaran utama patofisiologinya. Penyakit – penyakit yang dikenal dengan
COPD antara lain :
2.1.1 Bronkitis Kronik
Bronkitis kronik adalah suatu peradangan pada saluran napas bronchial atau
bronkus yang ditandai dengan batuk disertai sputum setiap hari setidaknya 3 bulan dalam
setahun paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Faisal, 2008).

2.1.1.1 Etiologi
1) Infeksi : stafiolokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : asap pabrik, asap mobil, asap rokok, dll.
2.1.1.2 Patofisiologi
Bronkitis terjadi akibat adanya paparan agen infeksi maupun non infeksi
seperti asap dan nikotin rokok yang selanjutnya akan menyebabkan iritan sehingga
timbul respon inflamasi yang menyebabkan vasodiatasi, kogesti, edema mukosa, dan
bronchospasme. Kelainan utama pada bronchitis kronik adalah adanya hipertropi otot
polos bronkus dan hyperplasia kelenjar mukus. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, zat iritan yang terus menerus menyebabkan inflamasi didalam bronkus
akan merangsang kelenjar mukosa untuk selanjutnya memerintahkan sel goblet
memproduksi mukus yang terus menerus pula sehingga terjadi hipersekresi mukus
pada saluran napas dan hipertropi kelenjar mukosa, dampak dari kondisi demikian,
akan menyebabkan penyempitan saluran pernapasan oleh mukus dan hipertropi otot
polos karena kontraksi berlebihan untuk terus bekerja saat aliran napas sudah mulai
tersumbat oleh mukus.
2.1.1.3 Gejala
Batuk berdahak akibat produksi mukus berlebihan serta untuk kondisi lebih
parahnya sputum akan berwarna kuning seperti nanah, sesak napas akibat obstruktif jalan
napas oleh mukus berlebih dan hipertropi. Gejala diatas berlangsung dalam jangka waktu
yang lama (biasanya 3 bulan dalam setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut –
turut).

2.1.1.4 Klasifikasi
1) Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak
dan keluhan lain yang ringan.
2) Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan
batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3) Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with
obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat
dan suara mengi.
2.1.2 Emfisema

Emfisema merupakan salah satu COPD yang disebabkan karena hilangnya


elastisitas alveolus kemudian lemah dan akhirnya robek. Pada penderita emfisema,
volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehatkarena
karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya
akibat kerusakan dinding alveoli.

2.1.2.1 Etiologi
1) Merokok sebagai penyebab utama
2) Faktor predisposisi : genetic
3) Bronkitis kronik akibat merokok
4) Polusi
5) Pengaruh usia
6) Infeksi
7) Paparan debu
2.1.2.2 Patofisiologi

Emfisema terjadi akibat kerusakan pada dinding alveolus yang akan


menyebabkan overdistensi ruang udara. Penyempitan saluran napas ini disebabkan oleh
elastisitas paru yang berkurang. Penyebab elastisitas paru berkurang yakni adanya
defisiensi Alfa 1 – anti tripsin (AAT). Dalam keadaan normal, didalam paru terdapat
keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase. Enzim proteolitik
elastase sering dikeluakran saat terjadi peradangan dan bersifat merusak jaringan paru
oleh karena itu AAT berperan sebagai anti elastase untuk menetralkan enzim proteolitik
agar tidak terjadi kerusakan jaringan.

Pada kondisi Emfisema, asap rokok, polusi, dan sumber infeksi lainnya
menyebabkan elastase bertambah banyak sedangkan anti elastase yakni AAT terutama
enzim alfa 1 anti tripsin menurun karena tidak mampu lagi mengimbangi produksi enzim
elastase yang semakin banyak sehingga enzim proteolitik elastase dan anti elastase
didalam paru sudah tidak seimbang lagi dan akan terjadi kerusakan jaringan elastisitas
paru. Kerusakan elastisitas jaringan paru ini menyebabkan penyempitan jalan napas dan
perobekan alveoli serta overdistensi alveoli yang selanjutnya menyebabkan udara akan
tertahan di ductus alveoli.

2.1.2.3 Gejala
1) Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis
2) Pembengkakan pada mata kaki dan kaki, Bibir tampak kebiruan, Berat badan
menurun akibat nafsu makan menurun. Kondisi ini diakibatkan oleh tertahannya
udara di dalam alveoli sehingga tubuh mengalami hipoksia, organ dan jaringan tubuh
tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup untuk menunjang aktivitas tubuh.
Munculnya kebiru – biruan juga akibat dari kurangnya oksigen utamanya bagian kaki
karena letaknya yang jauh dari pusat pompaan darah.
3) Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit, terjadi akibat sulitnya jalan
napas akibat kerusakan elastisitas dinding alveoli utamanya saat ekspirasi
4) Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai
membungkuk, karena terjadi penumpukan udara pada di ruang alveoli sehingga paru
– parunya membesar berbentuk tong.dan kerja otot pernapasan yang berlebihan akibat
obstruktif jalan napas sehingga terjadi hipertropi.
5) Batuk menahun, respon tubuh terhadap zat iritan yang terus menerus menyerang
saluran pernapasan.
2.1.2.4 Klasifikasi
1) Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar,
dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan
sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan
ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
2) Sentrilobular (sentroacinar),  yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat
lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio
perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam
darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah
pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.

2.1.3 Asma Bronchiale


Asma bronkial adalah penyakit obstruktif kronik yang ditandai oleh periode
bronkospasme yg menimbulkan penderita sukar bernapas dan mengi. Faktor yang
merangsang serangan asma (bronkosapsme) mencakup kelembaban, perubahan tekanan
udara, perubahan temperatur, asap, uap, kekecewaan emosi, dan alergi terhadap partikel
dari bulu binatang, makanan, dan lain lain.

2.1.3.1 Etiologi
1) Faktor ekstrinsik (alergik) : disebabkan oleh alergen seperti debu, serbuk – serbuk,
atau bulu – bulu binatang

2) Faktor intrinsik (non-alergic) : seperti infeksi pada traktus respiratori, kondisi


psikologis, common cold, atau aktivitas yang berlebihan.

3) Asma gabungan : bentuk asma yang paling umum, gabungan karakteristik dari bentuk
alergic dan non alergic.

2.1.3.2 Patofisiologi

Pada sistem saraf simpatis bronki terdapat reseptor Alfa dan reseptor Beta
adrenergic yang berkerja antagonis dan dikendalikan keseimbangannya oleh siklik
adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor Alfa mengakibatkan penurunan
cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimia sel mast sehingga menyebabkan
bronkokonstriksi sedangkan stimulasi reseptor Beta mengakibatkan peningkatan cAMP,
yang mengarah pada penurunan mediator kimia sel mast sehingga menyebabkan
bronkodilatasi.
Pada kondisi asma, ketika terpapar antigen, antibody (IgE) yang dihasilkan
mengalami hipersensitivitas yang kemudian menyerang sel – sel mast dalam paru. Ketika
terjadi pengikatan antigen dengan antibody, terjadi penyekatan pada reseptor Beta
adregenergic didalam bronkus dan peningkatan kerja dari reseptor Alfa adregenrgic yang
selanjutnya memberikan stimulus untuk peningkatan mediator kimia sel mast seperti
histamine, bradikinin, dan prostaglandin. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi kontraksi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa, dan pembentukan mucus yang
banyak, alveoli menjadi hiperinflasi, dan udara terperangkap didalam jaringan paru.

2.1.3.3 Gejala
1) Dispnea akibat jalan napas yang tersumbat
2) Asma biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak didada, disertai dengan
pernapasan lambat, wheezing.
3) Spasme otot aksesori pernapasan karena kesulitan penyesuaian napas akibat ekspirasi
yang lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi
4) Serangan seringkali terjadi pada malam hari
5) Biasanya berlangsung 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
6) Reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup.
2.1.4 Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah suatu perusakan dn pelebaran (dilatasi) abnormal dari


saluran pernafasan. Pada bronkiektasis, daerah dinding bronkus rusak dan mengalami
peradangan kronis, di mana sel bersilia rusak dan pembentukan lendir meningkat. Selain
itu, ketegangan dinding bronkus yang normal juga menghilang.

2.1.4.1 Etiologi
1) Infeksi oleh campak, TB, dan pertusis
2) Aspirasi benda asing
3) Kelainan konginetal
4) Defisiensi imun
5) Kelainan jaringan ikat , meliputi rheumatoid artritis (RA) dan systemic lupus
erythematosus (SLE)
6) Infeksi HIV
7) Komplikasi allergic bronchopulmonary fungal disease.
2.1.4.2 Patofisiologi

Pada bronkiektasis, daerah dinding bronkus rusak dan mengalami peradangan


kronis sehingga kelenjar mukus mengeksresikan mukus berlebih sebagai respond
terhadap peradangan kronisnya, dampaknya fungsi sel bersilia mennurun dan ketegangan
dinding bronkus yang normal juga hilang.Area yang terkena menjadi lebar dan lemas dan
membentuk kantung yang menyerupai balon kecil. Penambahan lendir menyebabkan
kuman berkembang biak, yang sering menyumbat bronkus dan memicu penumpukan
sekresi yang terinfeksi dan kemudian merusak dinding bronkus.

2.1.4.3 Gejala
1) Batuk menahun dengan banyak dahak yang berbaubusuk karena produksi mukus yang
berlebih
2) Batukdarah akibat dari peradangan dan peningkatan pembuluh darah pada dinding
bronkus
3) Batuk semakin memburuk jika penderita berbaring miring
4) Sesak nafas yang semakin memburuk jika penderita melakukanaktivitas karena
adanya obstruktif jalan napas akibat penumpukan mukus dan hilangnya elastisitas
dinding bronkus
5) Penurunan berat badan dan mudah lelah akibat berkurangnya oksigen yang dipasok
keseluruh organ tubuh untuk berktifitas akibat penyumbatan jalan napas.
6) Clubbing fingers (jari-jari tangan menyerupai tabuh genderang)
7) Wheezing (bunyi nafas mengi/bengek)
8) Warna kulit kebiruan kurangnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh
9) Bau mulut
2.2 Penyakit Paru Restriktif
Penyakit paru restriktif merupakan penyakit paru yang insidennya lebih jarang
dan hanya dalam jumlah terbatas yang bersifat reversible. Penyakit paru restriktif ditandai
dengan adanya gangguan pada parenkim, pleura, dinding thorax atau neuromuskular
2.2.1 Pneumonia

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri patogen pada alveolus
atau pada lower respiratory tract (saluran nafas bawah) yang mengakibatkan radang paru-
paru. Biasanya alveoli berisi cairan dan sel darahmerah.

2.2.1.1 Etiologi

Sebagian besar penyebab pneumonia adalah mikroorganisme seperti virus dan


bakteri. Selain itu, biasanya juga disebabkan oleh masuknya makanan, minuman, ataupun
benda asing lainnya kedalam saluran pernapasan (aspirasi). Mikroorganisme yang paling
sering menyebabkan pneumonia adalah virus terutama Respiratory Syncial Virus (RSV)
yang mencapai 40%. Sedangkan untuk golongan bakteri yakni Streptococcus pneumonia
dan Haemophilus influenza type B.
2.2.1.2 Patofisiologi

Pneumonia adalah hasil dari proliferasi patogen microbial di alveolar dan respon
tubuh terhadap patogen tersebut. Saat mikroorganisme akhirnya masuk kedalam alveolar,
makrofag akan melawan mikroorganisme tersebut. Pneumonia akan terjadi jika
kemampuan makrofag untuk melawan lebih rendah dari kemampuan bertahan hidup
mikroorganisme tersebut. Makrofag akan menginisiasi inflamasi host. Sebagai respons
terhadap inflamasi tersebut, tubuh akan melepaskan mediator inflamasi seperti
Interleukin dan Tumor Necrosis Factor (TNF) yang akan menghasilkan demam sebagai
salah satu bentuk menifestasi klinis dari Pneumonia.

Selanjutnya, neutrofil akan bermigrasi ke paru – paru dan menyebabkan


leukositosis perifer sehingga sekresi purulen meningkat. Mediator inflamasi dan neutrofil
tadi akan menyebabkan kebocoran kapiler alveolar lokal sehingga eritrosit dapat keluar
akibat kebocoran ini dan menyebabkan hemoptisis. Jika proses ini memberat, akan
menyebabkan perubahan mekanisme paru, volume paru, dan aliran darah sehingga
berujung kematian.

2.2.1.3 Gejala
1) Batuk sebagai respon terhadap iritasi akibat mikroorganisme pada saluran napas
2) Dispnea dan takipnea, dan sesak (terdengar ronchi) akibat terhambatnya jalan napas
3) Pucat, tampilan kehitaman, atau sianosis akibat kurangnya oksigen yang dialirkan ke
seluruh jaringan tubuh
4) Retaksi dinding toraks
5) Demam sebagai respon awal terhadap inflamasi dengan dilepaskannya mediator
kimia
6) Menggigil dan berkeringat

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan

1) Kulit yang lembab


2) Mual dan muntah
2.2.2 Atelektasis
Atelektasis adalah penyakit gangguan fungsi restriktif paru berupa kolapsnya
jaringan paru yang tadinya sudah berkembang, atau pengembangan paru yang tidak
sempurna saat lahir meliputi beberapa lobus atau segmen dari lobus paru-paru yang
disebabkan karena berkurangnya pertukaran udara di dalam paru.
2.2.2.1 Etiologi
1) Intrinsik atelektasis:
a) Penyumbatan bronkus yang disebabkan oleh gumpalan lendir, benda asing
yang terhisap ke dalam bronkus, tumor maupun kelenjar getah bening.
b) Peradangan intraluminar airway yang menyebabkan penumpukan mucus
c) Tekanan ekstra pulmonary, diakibatkan oleh cairan pleura, peninggian
diafragma, pneumothorak, maupun tumor thorak.
d) Paresis atau paralisis gerakan pernafasan, akan menyebabkan perkembangan
paru secara tidak sempurna, seperti pada kasus poliomyelitis dan kelainan
neurologis lainnya.
e) Hambatan gerak penafasan yang disebabkan karena kelainan pleura atau
trauma thorak.
2) Ekstrinsik atelektasis:
a) Penyakit paru-paru
b) Pembesaran kelenjar getah bening
c) Pembiusan/pembedahan
d) Pneumothoraks
e) Tirah baring jangka panjang
f) Pernafasan dangkal
g) Pembesaran kelenjar getah bening
2.2.2.2 Patofisiologi
Pada atelektasis absorpsi, terjadi obstruksi saluran napas yang
menghambat masuknya udara ke dalam alveolus yag terletak diujung sumbatan.
Udara yang sudah terdapat dalam alveolus tersebut diaborspsi sedikit demi sedikit ke
dalam aliran darah dan alveolus kolaps. Atelektasis pada dasar paru sering kali
muncul pada mereka yang memiliki pernafasan dangkal karena nyeri, lemah ataupun
peregangan abdominal. Selama ekspirasi, pori-pori Kohn mentup, akibatnya tekanan
di dalam alveolus yang tersumbat terus meningkat, sehingga membantu pengeluaran
sumbatan dari mukus. Bahkan dihasilkan gaya ekspirasi yang lebih besar, yaitu
setelah bernafas dalam, glottis akan tertutup dan kemudian terbuka tiba-tiba seperti
pada proses batuk normal. Sebaliknya pori-pori Kohn tetap tertutup saat terjadi
inspirasi dangkal, sehingga tidak ada ventilasi kolateral menuju alveolus yang
tersumbat, dan tekanan yang memadai untuk mengeluarkan sumbatan mukus tidak
akan tercapai. Absorpsi gas-gas alveolus ke dalam aliran darah berlangsung secara
terus menerus dan mengakibatkan kolapsnnya alveolus.
Dengan keluarnya gas dari alveolus, maka tempat yang kosong itu sedikit
demi sedikit akan terisi cairan edema. Pada atelektasis tekanan disebabkan oleh
tekanan ekstrinsik pada semua bagian paru ataupun bagian dari paru, sehingga
mendorong udara keluar dan mengakibatkan terjadinya kolaps pada paru. Pada
atelektasis tekanan terjadi akibat sumbatan kecil brnki kecil oleh mukus atau
sumbatan bronkus besar oleh gumpalan mukus yang besar atau benda padat seperti
kanker. Udara yang terperangkap di belakang sumbatan diserap dalam waktu
beberapa menit sampai beberapa jam oleh darah yang mengalir dalam kapiler paru.
Jika jaringan paru cukup lentur, alveoli akan menjadi kolaps.
Atelektasis kompresi (tekanan) terjadi akibat adanya tekanan ekstrinsik
pada bagian paru, sehingga mendorong udara keluar dan menyebabkan bagian
tersebut kolaps.
2.2.2.3 Gejala
1) Gangguan pernafasan
2) Batuk
3) Nyeri dada
4) Demam
5) Peningkatan denyut jantung
6) Terjadi syok (tekanan darah sangat rendah)
2.2.3 Pleurisy (Pleuritis)

Pleuritis adalah peradangan pada pleura disebabkan oleh penumpukan cairan dalam
rongga pleura( selaput yang menyelubungi permukaan paru-paru) selain cairan dapat pula
terjadi karena penumpukan pus ataupun darah.
2.2.3.1 Etiologi
1) Menurunnya tekanan koloid osmotic (hypolbuminea)
2) Naiknya permeabilitas kapiler (radang, neoplasma)
3) Naiknya hidrostatik
4) Infark paru akibat emboli paru
5) Pneumonia
6) Kanker
7) Tuberkulosis
8) Cedera (patah tulang rusuk)
9) Bahan/ zat iriatif dari saluran pernafasan atau tempat lain (misalnya abses) yang
sampai ke pleura.
10) Trauma
11) Syndrom nefrotik
2.2.3.2 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui
kapiler pleura paerietalis. Tetapi cairan ini segera diabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga
terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan.
Kemampuan untuk reabsorpsi dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara produk dan reabsorpsi (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. Dapat diketahui bahwa cairan
masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah
yang sama melalui membrane pleura parietal melalui system limfatik dan vascular.
Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi
oleh system limfatik dan hanya sebagian akan diabsorpsi oleh system kapiler pulmonal.
Hal ini memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis karena terdapat banyak
mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.
2.2.3.3 Tanda dan Gejala
1) Pernafasan cepat dan dangkal
2) Sakit di salah satu sisi dada
3) Batuk kering
4) Sakit pada bahu dan punggung
5) Pusing
6) Berkeringat
7) Mual
8) Demam
9) Sakit di daerah sendi dan otot
2.2.4 Edema Paru

Edema paru dapat didefinisikan secara luas sebagai akumulasi cairan secara
berlebihan di dalam sel, ruang antar sel, dan rongga alveoli pada paru yang
disebabkan oleh tekanan intravaskular tinggi ataupun karena peningkatan
permeabilitas membrane kapiler yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan
secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif
dan mengakibatkan hipoksia.
2.2.4.1 Etiologi
Edema paru diakibatkan oleh permeabilitas kapiler alveolar dan peningkatan
tekanan pembuluh kapiler paru.
Pada keadaan normal, terdapat keseimbangan antara hidrostatik kapiler paru dan
alveoli dan keseimbangan tekanan osmotik. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada
gagal jantung menyebabkan edema paru, sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi
cairan yang menyebabkan volume overload dan diikuti edema paru.
2.2.4.2 Patofisiologi
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di
jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru beberapa jam kemudian akan timbul inflamasi yang berasal
dari keusakan jaringan tubuh. Neutrophil yang teraktivasi akan beragregasi dan
melekat pada sel endotel yang menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas,
dan mediator inflamasi seperti kinin, asam arakidonat, dan histamine. Proses
kompleks tersebut dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan ataupun penyakit
dan hasilnya berupa kerusakan endotel yang berakibat peningkatan pemeabilitas
kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang banyak
mengandung neutrofil, kaya protein serta sel inflamasi sehingga terbentuk membran
hialin. Kemudian menyebabkan pelepasan berbagai redikal bebas, toksin, dan
mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks ini
dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan ataupun penyakit lainnya dan hasilnya
terjadi kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar.
2.2.4.3 Tanda dan Gejala
1) Sesak nafas
Terjadi proses penimbunan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang
secara perlahan, dan mempunyai penimbunan yang tiba-tiba pada kasus edema
paru akut.
2) Mudah lelah
3) Takipnea (nafas cepat)
4) Kepeningan
2.3 Toracotomi

Menurut Kamus Dorlan “Thoracotomy” adalah insisi dinding dada.


Torakotomi adalah tindakan life saving untuk menghentikan kelainan yang terjadi
karena pendarahan dengan proses pembuatan sebuah potongan ke dalam dinding dada.
2.3.1 Rekomendasi Torakotomi
a. Atelektasis
b. Tumor atau kista jinak
c. Gangguan diafragma
d. Pembuluh darah yang rusak
e. Empisema (terdpat udara dan nanah)
f. Penyakit jantung
g. Hemotorax
h. Kerusakan paru disebabkan emfisema (rusaknya alveoli)
i. Pleura disease
j. Emboli paru
k. Trauma, seperti luka tembak atau luka tikam
2.3.2 Macam Insisi
1) Menurut Lokasi Insisi
Lateral Incision
a) Posterolateral :
(1) Mengikuti margo vertebralis scapula dan costa (5,6,7,8) ke margo costa/ ke
sudut anterior. Digunakan untuk operasi paru-paru.
(2) Otot yg terinsisi : M. Latissimus dorsi, M. Rhomboideus, M. Serratus
anterior, M. Intercostalis, & M. Erector spine.
b) Anterolateral :
(1) Dimulai dari dekat garis tengah depan tubuh megikuti sepanjang garis costa di
bawah mammae ke garis posterior axilla. Digunakan pada operasi mitral
valvatomy dan pleurectomy.
(2) Otot yang terinsisi : M. Pectoralis Mayor/Minor, M. Serratus Anterior, M.
Intercostalis Internal/Eksternal.
Anterior Incision
a. Transverse (submammary)
(1) Sayatan menyilang dari salah satu ruang intercostal ke-4 ke ruang lainnya.
Sternum terbagi secara transversal. Operasi ini jarang digunakan.
(2) Otot yang terinsisi : M.Pectoralis Mayor, M.Intercostalis internus dan
eksternus.
b. Thoraco-Laparotomy Incision
(1) Insisi ini dilakukan dengan pemotongan pada bagian tengah sternum ke arah
bawah (dari sternal notch sampai xyphoideus) sehingga tidak ada otot yang
terpotong. Teknik ini digunakan untuk bedah jantung.
(2) Insisi ini dilakukan sepanjang garis costa 7 atau 8 area epigastrik sehingga
abdomen kemungkinan ikut terinsisi
(3) Teknik ini digunakan untuk operasi esophagus
2.4 Penyakit Paru Lainnya
2.4.1 Kanker paru-paru.
Penyakit ini merupakan salah satu yang paling berbahaya. Sel-sel kanker
pada paru-paru terus tumbuh tidak terkendali. Penyakit ini lamakelamaan dapat
menyerang seluruh tubuh. Salah satu pemicu kanker paru-paru adalah kebiasaan
merokok. Merokok dapat memicu terjadinya kanker paru-paru dan kerusakan paru-
paru.
2.4.2 Tuberkulosis (TBC),
Merupakan penyakit paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri tersebut menimbulkan bintil-bintil pada dinding alveolus. Jika
penyakit ini menyerang dan dibiarkan semakin luas, dapat menyebabkan sel-sel
paru-paru mati. Akibatnya paru-paru akan kuncup atau mengecil. Hal tersebut
menyebabkan para penderita TBC napasnya sering terengah-engah.
2.4.3 Influenza (flu)
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini
timbul dengan gejala bersin-bersin, demam, dan pilek.
2.4.4 Asfiksi
Adalah gangguan pernapasan pada waktu pengangkutan oksigen yang
disebabkan oleh : tenggelam (akibatnya terisi air), pneumonia (akibatnya alveolus
terisi lendir dan cairan limfa), keracunan CO atau HCN, atau gangguan sitokrom
(enzim pernapasan.
2.4.5 Difteri
Adalah penyumbatan pada rongga faring maupun laring oleh lendir yang
dihasilkan oleh kuman difteri.
2.4.6 Pneumonia
Adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri pada
alveolus yang menyebabkan terjadinya radang paru-paru.
2.4.7 Rinitis
Radang pada rongga hidung akibat infeksi oleh Virus, misalnya virus
influenza. Rinitis juga dapat terjadi karena reaksi terhadap perubahan cuaca, serbuk
sari, dan debu. Produksi lendir (ingus) meningkat.
2.4.8 Faringingitis
Radang pada faring akibat infeksi oleh bakteri Streptococcus.
Tenggorokan sakit dan tampak berwarna merah. Penderita hendaknya istirahat dan
diberi antibiotic.
2.4.9 Laringitis
Radang pada laring. Penderita serak atau kehilangan suara.
Penyebabnya antara lain karena infeksi, terlalu banyak merokok, minum alcohol,
atau banyak bicara.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem
pernafasan merupakan suatu sistem yang berfungsi dalam mengabsorpsi oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida di dalam tubuh yang bertujuan dalam mempertahankan
homeostatis tubuh. Fungsi ini disebut sebagai sistem respirasi. Mekanisme sistem pernafasan
meliputi pernafasan dada atau costal breathingdan pernafasan perut atau diaphragmatic
breathing yang melalui masing-masing dua fase berupa fase inspirasi dan ekspirasi yang
melibatkan pernafasan eksternal (luar) dan pernafasan internal (dalam).

Melalui uraian mengenai patologi sistem pernafasan yang telah dijelaskan di atas,
dapat diketahui organ yang bermasalah dapat menyebabkan gangguan dalam proses sistem
pernafasan itu sendiri. Gangguan pada sistem pernafasan dapat disebabkan oleh terganggunya
proses inspirasi dimana paru-paru lebih sulit mengembang pada saat menarik nafas sehingga
pengangkutan oksigen ke sel-sel maupun jaringan tubuh juga menjadi terhambat yang biasa
dikenal dengan penyakit paru restriktif, maupun sebaliknya dimana karbondioksida sulit untuk
dikeluarkan dari tubuh akibat adanya suatu gangguan yang disebut penyakit paru obstruksi
kronik. Adapun gangguan lainnya berupa komplikasi penyakit paru yang ditimbulkan akibat
operasi toracotomi. Gangguan pada sistem pernafasan juga dapat disebabkan karena adanya
infeksi bakteri ataupun virus, maupun keracunan oleh gas-gas berbahaya (radikal bebas) yang
dapat menyebabkan adanya gangguan pada sistem pernafasan. Gejala seperti batuk-batuk, nyeri
dada, maupun sesak nafasmerupakan gejala umum adanya kelainan pada organ sistem
pernafasan terutama paru-paru. Dengan mendeteksinya lebih dini, akan mencegah agar penyakit
tersebut tidak bertambah parah.

3.2 Soal Tes/Evaluasi


1. Jelaskan anatomi fisiologi dan patofisiologi dari COPD
2. Jelaskan anatomi fisiologi dan patofisiologi Penyakit Paru Restriktif
3. Jelaskan tanda dan gejala akibat COPD dan Penyakit Paru Restriktif
4. Jelaskan proses-proses insisi pada tindakan Toracotomi
5. Jelaskan rekomendasi dari tindakan toracotomi
3.3 Umpan Balik
Setelah membaca bahan ajar pada bab ini, maka mahasiswa diharapkan dapat :
1. Membandingkan anatomi fisiologi dan patofisiologi dari COPD
2. Membandingkan anatomi fisiologi dan patofisiologi dari Penyakit Paru Restriktif
3. Menguraikan tanda dan gejala akibat dari COPD dan Penyakit Paru Restriktif
4. Menguraikan proses-proses insisi pada tindakan toracotomi
5. Menguraikan rekomendasi tindakan toracotomi

DAFTAR PUSTAKA

Hall, J. E., & Guyton, A. C. (2011). Guyton and Hall textbook of medical physiology (12 ed.).
Philadelphia: Saunders Elsevier.

Lyrawati, D., & Leonita, N. L. (2012). Sistem pernafasan: assessment, patofisiologi, dan terapi
gangguan pernafasan. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Novialdi, F. F. (2015). Aspirasi Benda Asing Paku dengan Komplikasi Atelektasis Paru dan
Aspirasi Benda Asing Jarum Pentul Tanpa Atelektasis. Jurnal Kesehatan Andalas, 626-
630.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Penyakit paru obstruktif kronik. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Rampengan, S. H. (2014). Edema Paru Kardiogenik Akut. Jurnal Biomedik (JBM), 149-156.
TINJAUAN MATA KULIAH

Program Studi : Fisioterapi


Nama Mata Kuliah/Kode : Manajemen FT Kardiovaskulopulmonal/325C1314

Jumlah SKS : 4 SKS


Pengajar : Salki Sadmita, S.Ft, Physio, M.Kes
Sasaran Belajar : Mahasiswa menjelaskan perbedaan struktur dan fungsi
dasar sistem kardiovaskulopulmonal dengan abnormal serta
menerapkan manajemen fisioterapi pada penyakit yang dapat terjadi pada sistem saraf.
Mata Kuliah Prasyarat : 1. Prinsip Sains dan Biomedik
2. Dasar-Dasar Muskuloskeletal Fisioterapi
3. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi
4. Sumber Fisis dan Elektroterapi
5. Terapi Latihan
Deskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah ini disajikan pada mahasiswa semester V
yang membahas anatomi dan fisiologi jantung paru yang
mencakup klasifikasi struktur jaringan, otot dan fungsi-fungsi
sistem peredaran darah manusia, termasuk berbagai kelainan atau
penyakit yang terjadi, serta manajemen fisioterapi yang
mencakup metode pemeriksaan dan intervensi fisioterapi
terhadap patologi jantung paru.
BAB I
MANAJEMEN FISIOTERAPI BRONCHITIS KRONIS

1. Pendahuluan
1.1 Ruang Lingkup
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini
biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Penderita yang memiliki
penyakit menahun (misalnya, penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut,
bronkitis dapat bersifat serius. Secara umum, bronkitis dibagi menjadi dua jenis, yaitu bronkitis
akut dan bronkitis kronis.
1.2 Sasaran Pembelajaran
Kompetensi Dasar (TIU) : Mahasiswa diharapkan mampu menerapkan manajemen
fisioterapi pada kondisi Bronchitis Kronis
Standar Kompetensi (TIK) : Mahasiswa diharapkan mampu:
7. Membandingkan anatomi, fisiologi, dan patofisiologi Bronkitis
Kronis
8. Menguraikan tanda dan gejala akibat Bronkitis Kronis
9. Menentukan jenis pemeriksaan fisioterapi dan menganalisis
hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
10. Menganalisis problematik dan mendesain intervensi
fisioterapi.
11. Terampil melakukan jenis pemeriksaan dan
mengaplikasikan jenis intervensi yang ditentukan sesuai
dengan problematik yang ada.
1.3 Perilaku Awal Mahasiswa
Sebelum mencermati pembahasan materi ini, mahasiswa sebaiknya telah mengikuti mata
kuliah prasyarat, sehingga dapat mengidentifikasi perbedaan kasus Bronkitis Kronis dengan
kasus-kasus kardiovaskulopulmonal lainnya dan menyusun program manajemen terhadap materi
terkait.
1.4 Manfaat
Kasus penyakit pada bidang kardiovaskulopulmonal banyak terjadi di masyarakat.
Sebagai salah satu profesi di bidang kesehatan, seorang fisioterapi diharapkan mampu
melakukan manajemen kasus kardiovaskulopulmonal, baik berupa assesmen, diagnostik,
intervensi, dan evaluasi yang tepat demi menunjang kesembuhan pasien di rumah sakit maupun
di klinik.
Mata kuliah ini ditawarkan kepada mahasiswa untuk memperoleh penjelasan dan praktik
yang komprehensif seputar kasus-kasus kardiovaskulopulmonal, agar dapat menunjang
kompetensi mahasiswa kelak sebagai fisioterapis dalam menangani pasien dengan tepat.
1.5 Urutan Pembahasan
Materi pembelajaran ini memiliki urutan sebagai berikut:
9. Pembahasan mengenai anatomi dan fisiologi terapan terkait Bronkitis Kronis
10. Pembahasan mengenai patofisiologi (epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patomekanisme,
manifestasi klinis, dan diagnosis banding) terkait Bronkitis Kronis
11. Pembahasan mengenai pemeriksaan fisioterapi.
12. Pembahasan mengenai intervensi fisioterapi.
13. Pembahasan mengenai kemitraan fisioterapi.
1.6 Petunjuk Belajar
Proses Belajar Mengajar (PBM) menggunakan model The Five Jumps, pembelajarannya
terpusat pada mahasiswa (Student Centre Learning), yang merupakan PBM baku yang
digunakan di Program Studi Fisioterapi Unhas. Hal-hal yang belum jelas, atau hal-hal baru akan
dibahas pada kuliah pakar dari dosen.

2. Penyajian Materi
2.1 Teori Kasus
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Terapan
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari :
a. Larynx (tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharynx yang memisahkan dari
kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk
ke dalam trachea di bawahnya.
b. Trachea (batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea berjalan dari
larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan ditempat ini bercabang
menjadi dua bronchus (bronchi).
c. Bronchus yang terbentuk dari belahan duatrachea padaketinggian kira-kira vertebralis
torakalis kelima, mempunyaistruktur serupa dengan trachea yang dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris.
Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trachea dengan sudut
lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis yang penting. Tabung endotrachea
terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran udara paten yang mudah masuk kedalam
cabang bronchus kanan. Kalau udara salah jalan, maka tidak dapat masuk dalam paru-paru
kiri sehingga paru-paru akan kolaps (atelektasis). Tetapi arah bronchus kanan yang hampir
vertical maka lebih mudah memasukkan kateter untuk melakukan penghisapan yang dalam.
Juga benda asing yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam percabangan bronchus kanan
karena arahnya vertikal.
Cabang utama broncus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segmen lobus,
kemudian menjadi segmen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai cabang terkecil
yang dinamakan bronchioles terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang
tidak mengandung alveolus.
Bronchiolus terminal kurang lebih bergaris tengah 1 mm.bronchiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah,
semua saluran udara di bawah bronchiolus terminalis disebut saluran pengantar udara karena
fungsi utamanya adalah sebagai pengantar udara ketempat pertukaran gas paru-paru. Di luar
bronchiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat
pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronchiolus respiratorius, yang kadang-kadang memiliki
kantung udara kecil atau alveoli yang berasal dari dinding mereka. Duktus alveolaris, yang
seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan strukturakhir
paru-paru.
d. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletakdalam rongga toraks atau dada.
Kedua paru-paru saling terpisaholeh mediastinum central yang mengandung jantung
danpembuluh-pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyaiapeks (bagian atas paru) dan
dasar. Pembuluh darah paru danbronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki
tiapparu pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kananlebih besar daripada paru
kiri, paru kanan dibagi menjadi tigalobus dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus.
Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmensesuai dengan segmen
bronkusnya. Paru kanan dibagi menjadi10 segmen sedangkan paru kiri dibagi menjadi 10
segmen. Parukanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2 buahsegmen pada lobus
medialis, dan 5 buah segmen pada lobussuperior. Paru kiri mempunyai 5 buah segmen pada
lobusinferior dan 5 buah segmen pada lobus superior. Tiap-tiapsegmen masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yangbernama lobules. Didalam lobulus, bronkhiolus ini
bercabangcabangbanyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiapduktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternyaantara 0,2-0,3 mm. letak paru dirongga dada di
bungkus olehselaput tipis yang bernama selaput pleura.
Pleura dibagi menjadi dua pleura visceral (selaput dadapembungkus) yaitu selaput
paru yang langsung membungkusparu. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga
dadasebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (cavum)yang disebut cavum pleura.
Pada keadaan normal, cavumpleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru dapatberkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat)yang berguna untuk meminyaki
permukaannya (pleura),menghindarkan gesekan antara paru dan dinding dada sewaktuada
gerakan bernafas. Tekanan dalam rongga pleura lebihrendah dari tekanan atmosfir, sehingga
mencegah kolaps parukalau terserang penyakit, pleura mengalami peradangan, atauudara atau
cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkanparu tertekan atau kolaps.
2.1.2Patofisiologi
2.1.2.1 Epidemiologi
Bronkitis kronik umumnya menyerang lebih banyak pria di bandingkan wanita. Di Asia
jumlah perokok kira-kira 50% sedangkan di Indonesia jumlah perokok menurut survey kesehatan
rumah tangga 1996 adalah 53% laki-kai dan 4% wanita. Saat ini diperkirakan 20% lski-lski
dewasa menderita bronkitis kronik,dan pada wanita dewasa lebih sedikit. Namun karena wanita
yang merokok terus menerus meningkat maka angka bronkitis kronik pada wania akan
meningkat. Di Negara barat, kekerapan bronkitis diperkirakan sebanyak 1,3% di antara
populasi(WHO,2003). Di Amerika Serikat, menurut National Center for Health Statistics, kira-
kiraada 14 juta orang menderita bronkitis. Lebih dari 12 juta orang menderita bronkitis akut
padatahun 1994, sama dengan 5% populasi Amerika Serikat.
Bronkitis kronis sering terjadi pada para perokok dan penduduk di kota kota yang
dipenuhi kabut asap. Beberapa penelitian menunjukan bahwa 20%hingga 25% laki-laki berusia
antara 40 hingga 65 tahun mengidap penyakit ini.
2.1.2.2 Etiologi
Secara umum penyebab bronkitis dibagi berdasarkan
1. Faktor Lingkungan :
a. Polusi udara,
b. Merokok
c. Infeksi : infeksi bakteri (Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikroplasma), infeksi
virus (RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia).
d. Faktor polusi udara : polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis.
2. Faktor Host/Penderita : usia, jenis kelamin, faktor genetika, kondisi alergi dan riwayat penyakit
paru yang sudah ada.
3. Faktor Sosial Ekonomi : golongan sosial ekonomi rendah, mungkin karena perbedaan pola
merokok, dan lebih banyak terpapar faktor risiko lain. Kematian pada penderita bronkitis
kronik ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah. Mungkin disebabkan
faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih buruk.
2.1.2.3 Klasifikasi
Bronkitis kronik dapat dibagi atas:
1. Simple cronic bronchitis : Bila sputum bersifat mukoid.
2. Cronic atau recurrent mucopurulent bronchitis: Bila sputum bersifat mukopurulen
3. Cronic obstuctive bronchitis: Bila disertai obstruksi saluran napas yang timbul apabila
terpapar zat iritan atau ada infeksi saluran napas akut.
2.1.2.4 Patomekanisme
Perubahan struktur pada paru menimbulkan perubahan fisiologik yang
merupakankarakteristik bronkitis kronis seperti batuk kronik, sputum produksi, obstruksi jalan
napas, gangguan pertukaran gas, hipertensi pulmonal dan kor-pulmonale.Akibat perubahan
bronkiolus dan elveoli terjadi gangguan pertukaran gas yangmenimbulkan 2 masalah yang serius
yaitu :
1. Aliran darah dan aliran udara ke dinding alveoli yang tidak sesuai (mismatched).Sebagian
tempat (alveoli) terdapat adekuat aliran darah tetapi sangat sedikit aliran udara dan
sebagian tempat lain sebaliknya
2. Performance yang menurun dari pompa respirasi terutama otot-otot respirasi sehingga
terjadi overinflasi dan penyempitan jalan napas, menimbulkan hipoventilasi dan tidak
cukupnya udara ke alveoli menyebabkan CO2 darah meningkat dan O2 dalam darah
berkurang.
Mekanisme patofisiologik yang bertanggung jawab pada bronkitis kronis sangat
kompleks, berawal dari rangsang toksik pada jalan napas menimbulkan 4 hal besarseperti
inflamasi jalan napas, hipersekresi mukus, disfungsi silia dan rangsangan reflex vagal saling
mempengaruhi dan berinteraksi menimbulkan suatu proses yang sangat kompleks.
2.1.2.5 Manifestasi Klinis
1. Batuk dan produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi setiap hari.
Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari pasien ke pasien.
Dahak berwarna yang bening, putih atau hijau-kekuningan.
2. Dyspnea (sesak napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit.
Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan aktivitas dan
mulai batuk.
3. Gejala kelelahan, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit kepala dapat
menyertai gejala utama.
4. Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri
2.1.2.6 Diagnosis Banding
1. Asma Bronkial
2. Empisema Paru
3. Bronkiektasis
4. Ca Paru
5. TBC Paru
2.2 Praktek Proses Fisioterapi
2.2.1 Pemeriksaan Fisioterapi
Pemeriksaan fisioterapi dilakukan untuk menentukan diagnosis dan problematik
fisioterapi sebagai dasar untuk menyusun dan menentukan jenis intervensi yang akan dilakukan.
Jenis pemeriksaan fisioterapi yang dapat dilakukan berkaitan dengan kondisi bronkitis kronik
menggunakan metode CHARTS, mencakup:
Catatan: jenis pemeriksaan berikut ini, silahkan disusun sesuai metode CHARTS
1. Pengambilan data pasien berkaitan dengan kondisi melalui anamnesis/history taking.
2. Inspeksi baik secara statis maupun dinamis pada daerah cervical, bahu, dada, sampai
tangan dan jari-jari tangan. Dalam pemeriksaan ini perhatikan pula pola napas. Disamping itu
perhatikan pula ada tidaknya hipertropi otot-otot pernapasan.
3. Pemeriksaan fisik mencakup; orientasi tes dan pemeriksaan fungsi gerak dasar aktif,
gerak dasar pasif dan isometric tes
4. Pemeriksaan spesifik seperti :
a. HRSa
Hasil :. 14 (kecemasan ringan)
b. Auskultasi
Hasil : Ada bunyi Wheezing (abnormal)
c. Palpasi
Hasil : Mencembung simetris (terdapat penambahan diameter antero-posterior)
d. Fremitus taktil
Hasil : Getaran melemah atau rendah pada sebelah kiri
e. Tes Laboratorium
1) Pemeriksaan darah tepi
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis yang
menunjukkan adanya supurasi aktif dan anemia yang menunjukkan adanya infeksi
menahun.
2) Pemeriksaan urine
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna
dan disebabkan oleh amiloidosis. Namun imunoglobulin serum biasanya dalam batas
normal kadang bisa meningkat atau menurun.
3) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum meliputi volume dan warna sputum serta sel-sel dan bakteri yang
ada dalam sputum. Bila terdapat infeksi maka volume sputum akan meningkat dan
menjadi purulen serta mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri.
f. Radiologi

Perhatikan lingkaran merah, bagian


broncovasculer terdapat corakan yang berlebih

g. Perkusi
Hasil : Bunyi dull (abnormal/karena banyak mucus), hipersonor, hepar terdorong ke
bawah, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah
h. Ekspansi Thoraks
Hasil : hipoekspansi
i. Skala Borg
Hasil: 4 (Berat)
2.2.2 Intervensi Fisioterapi

Fisioterapi sangat berperan dalam mengatasi beberapa gejala klinis yang ditimbulkan
dalam patologi bronkitis kronik, sehingga diperlukan beberapa intervensi yang sesuai untuk
mengatasi problem-problem kasus tersebut untuk selanjutnya dievaluasi. Beberapa problem yang
dapat terjadi pada klien, yaitu:
1. Gangguan kepercayaan diri
2. Pola nafas & kelemahan otot-otot pernapasan
3. Retensi sputum
4. Spasme accesory muscle
5. Gangguan postur (kifosis)
6. Gangguang ADL

2.2.3 Kemitraan Fisioterapi


Pengembangan kemitraan Fisioterapi dapat dilakukan dengan profesi kesehatan lainnya
dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan sepenuhnya terhadap kondisi klien. Hal ini
dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien dan perkembangan patofisiologinya. Dalam
memberikan intervensi klien tersebut, Physio dapat bermitra dengan dokter spesialis saraf, dokter
spesialis patologi klinik, ahli okupasional, perawat, psikolog, ahli gizi, dan pekerja sosial medis
lainnya.
2.3 Kasus
Seorang pria berusia 47 tahun, buruh pabrik semen, datang ke fisioterapi dengan keluhan sesak
napas, batuk berdahak, dan rasa tidak nyaman pada dada. Keluhan sudah dialami sekitar 5 bulan
yang lalu. Awalnya flu biasa disertai batuk berdahak, tetapi lama kelamaan tambah parah. Saat
bekerja dan banyak debu, sesak dan batuk semakin bertambah, dahaknya juga semakin banyak
dan terkadang sulit dikeluarkan. Semenjak terkena penyakit ini pekerjaan jadi terganggu.
Rancanglah manajemen fisioterapi sesuai kasus tersebut.
2.4 Tugas Mandiri Mahasiswa
1. Kemukakan secara jelas bagaimana mekanisme terjadinya Bronchitis Kronis
2. Bagaimanakah tanda dan gejala akibat adanya Bronchitis Kronis
3. Jelaskan tahapan proses fisioterapi yang harus dilakukan dan analisis interpretasi hasil proses
fisioterapi yang anda lakukan berkaitan dengan kondisi tersebut!
4. Aplikasikan dalam bentuk praktik seluruh rangkaian proses fisioterapi yang telah Anda
lakukan untuk kondisi tersebut!
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit
ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna.
Bronkitis akut yang bertahan selama dua hingga tiga minggu. Bronkitis akut adalah salah
satu infeksi sistem pernapasan yang paling umum terjadi. Bronkitis akut paling sering
menyerang anak-anak berusia di bawah 5 tahun.
Bronkitis kronis adalah infeksi bronkus yang bertahan setidaknya tiga bulan dalam satu
tahun dan berulang pada tahun berikutnya. Bronkitis kronis lebih sering terjadi pada orang
dewasa di atas usia 50 tahun.
3.2 Soal Tes/ Evaluasi
1. Jelaskan anatomi fisiologi dan patofisiologi bronkitis kronik
2. Jelaskan tanda dan gejala akibat bronkitis kronik
3. Jelaskan jenis pemeriksaan fisioterapi dan analisis hasil pemeriksaan yang telah dilakukan!
4. Jelaskan problematik dan rencanakan intervensi fisioterapi selanjutnya!
5. Praktikkan penyusunan program fisioterapi pada kondisi bronkitis kronik
6. 3.3 Umpan Balik
Setelah membaca bahan ajar pada bab ini, maka mahasiswa diharapkan telah mampu:

1. Membandingkan anatomi, fisiologi, dan patofisiologi bronkitis kronik


2. Menguraikan tanda dan gejala akibat bronkitis kronik

3. Menentukan jenis pemeriksaan fisioterapi dan menganalisis hasil pemeriksaan yang


telah dilakukan
4. Menganalisis problematik dan mendesain intervensi fisioterapi.
5. Terampil melakukan jenis pemeriksaan dan mengaplikasikan jenis intervensi yang
ditentukan sesuai dengan problematik yang ada.
3.4 Daftar Pustaka
• Ann Thomson Msc,BA,MCSP,DipTP,.dkk..Tidy’s Physiotherapy. Twelfth Edition. 1990
• Nur Basuki M.Physio,.Management FT Cardiopulmonal.

Anda mungkin juga menyukai