Disusun oleh :
Kelompok 7:
Dwi Agnasari (C13116307)
Nurul FauziaH Arifin (C13116503)
Regalintin (C13116013)
Intan Arifiah W (C13116003)
Dendi Aswendi (C13116009)
St. Nurhilal (C13116510)
Syachriadin Syam (C041171704)
1. Pendahuluan
1.1 Ruang Lingkup
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung dan pembuluh darah, yang mengandung
kurang lebih 5,5 liter darah pada laki-laki dengan berat badan 70 Kg. Fungsi utama sistem
kadiovaskular adalah mendistribusikan O2 dan nutrisi ke jaringan, mentransfer metabolit dan
CO2 ke organ ekskresi dan paru serta mentranspor hormon dan komponen sistem imun serta
sebagai termoregulasi. Jantung sendiri adalah pompa otot beruang empat (dua atrium dan dua
ventrikel) yang mendorong darah mengelilingi sirkulasi (Ward et al, 2009). Setiap 36 detik
satu orang meninggal karena penyakit kardiovaskular dan setiap hari sekitar 2500 orang
meninggal di Amerika Serikat. Penyakit kardiovaskular adalah salah satu dari lima penyebab
utama kematian (selain kanker, penyakit paru-paru, kecelakaan dan diabetes). Faktor penting
lainnya pada penyakit kardiovaskular adalah lebih dari 60% kematian jantung yang tidak
terduga terjadi tanpa sejarah penyakit jantung (Chilton & Talbert, 2008). Usaha pencegahan
untuk pengelolaan penyakit kardiovaskular diperlukan karena sekali penyakit kardiovaskular
muncul, seringkali mematikan dan yang cukup beruntung dapat bertahan jarang dapat
kembali ke kondisi semula. Pencegahan terhadap penyakit kardiovaskular utama sekarang
dapat dengan mudah dilakukan. Beberapa perubahan pada faktor resiko yang mempengaruhi
dapat dipastikan menurunkan kemungkinan penyakit semacam itu muncul (Kannel, 2005).
Respirasi merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Proses
respirasi mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan
energi di dalam tubuh. Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan
membuang karbondioksida ke lingkungan. Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu
respirasi luar dan respirasi dalam. Respirasi luar merupakan pertukaran antara O2 dan CO2
antara darah dan udara, sedangkan respirasi dalam merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari
aliran darah ke sel-sel tubuh. Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas
ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu: pernapasan dada dan pernafasan
perut. Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan
tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan 10 hingga 15 kali lipat. Ketika
oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan
disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.
Sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama untuk melakukan
pertukaran gas. Sistem ini berfungsi untuk mengelola pertukaran oksigen dan karbondioksida
antara udara dan darah. Oksigen diperlukan oleh semua sel untuk menghasilkan sumber
energi dan karbondioksida dihasilkan oleh sel-sel yang secara metabolis aktif dan
membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001).
2. Penyajian Materi
2.1 Teori
2.1.1 Anatomi Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler merupakan suatu sistem dalam tubuh yang berperan
sebagai falitator untuk menghantarkan nuttrisi dan gas hasil pertukaran kedalam jaringan
tubuh.
2.1.1.1 jantung
Jantung terletak di rongga toraks di antara paru – paru. Lokasi ini dinamakan
mediastinum (Scanlon, 2007). Jantung memiliki panjang kira-kira 12 cm (5 in.), lebar 9
cm (3,5 in.), dan tebal 6 cm (2,5 in.), dengan massa rata – rata 250 g pada wanita dewasa
dan 300 g pada pria dewasa. Dua pertiga massa jantung berada di sebelah kiri dari garis
tengah tubuh (Tortora, 2012). Pangkal jantung berada di bagian paling atas, di belakang
sternum, dan semua pembuluh darah besar masuk dan keluar dari daerah ini (Scanlon,
2007). Apeks jantung yang dibentuk oleh ujung ventrikel kiri menunjuk ke arah anterior,
inferior, dan kiri, serta berada di atas diafragma. Membran yang membungkus dan
melindungi jantung disebut perikardium.
Perikardium menahan posisi jantung agar tetap berada di dalam mediastinum,
namum tetap memberikan cukup kebebasan untuk kontraksi jantung yang cepat dan kuat.
Perikardium terdiri dari dua bagian, yaitu perikardium fibrosa dan perikardium serosa.
Perikardium fibrosa terdiri dari jaringan ikat yang kuat, padat, dan tidak elastis.
Sedangkan perikardium serosa lebih tipis dan lebih lembut dan membentuk dua lapisan
mengelilingi jantung. Lapisan parietal dari perikardium serosa bergabung dengan
perikardium fibrosa. Lapisan viseral dari perikardium serosa, disebut juga epikardium,
melekat kuat pada permukaan jantung. Di antara perikardium parietal dan viseral terdapat
cairan serosa yang diproduksi oleh sel perikardial. Cairan perikardial ini berfungsi untuk
mengurangi gesekan antara lapisan – lapisan perikardium serosa saar jantung berdenyut.
Rongga yang berisi cairan perikardial disebut sebagai kavitas perikardial.
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium (lapisan paling luar)
,miokardium (lapisan bagian tengah), dan endokardium (lapisan paling dalam). Seperti
yang telah disebutkan di atas, lapisan epikardium merupakan lapisan viseral perikardium
serosa yang disusun oleh mesotelium dan jaringan ikat lunak, sehingga tekstur
permukaan luar jantung terlihat lunak dan licin. Miokardium merupakan jaringan otot
jantung yang menyusun hampir 95% dinding jantung. Miokardium bertanggung jawab
untuk pemompaan jantung. Meskipun menyerupai otot rangka, otot jantung ini bekerja
involunter seperti otot polos dan seratnya tersusun melingkari jantung. Lapisan terdalam
dinding jantung, endokardium, merupakan lapisan tipis endotelium yang menutupi
lapisan tipis jaringan ikat dan membungkus katup jantung.
Jantung mempunyai empat ruangan. Dua ruangan penerima di bagian superior
adalah atrium, sedangkan dua ruangan pemompa di bagian inferior adalah ventrikel.
Atrium kanan membentuk batas kanan dari jantung (Tortora, 2012) dan menerima darah
dari vena kava superior di bagian posterior atas, vena kava inferior, dan sinus koroner di
bagian lebih bawah (Ellis, 2006). Atrium kanan ini memiliki ketebalan sekitar 2 – 3 mm
(0,08 – 0,12 in.). Dinding posterior dan anteriornya sangat berbeda, dinding posteriornya
halus, sedangkan dinding anteriornya kasar karena adanya bubungan otot yang disebut
pectinate muscles. Antara atrium kanan dan kiri ada sekat tipis yang dinamakan septum
interatrial. Darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan melewati suatu katup
yang dinamakan katup trikuspid atau katup atrioventrikular (AV) kanan.
Jantung memiliki 4 katup dimana keempat katup tersebut memiliki fungsi agar
darah tidak mengarah balik sehingga darah dapat mengalir ke jaringan yang
membutuhkan. Katup yang berada di jantung itu adalah katup atrioventrikular ( katup
mitral dan katup trikuspid) dan katup semilunar (aorta dan katup pulmonal). Katup
mitral yang memisahkan antara antrium kiri dengan ventrikel kiri, katup trikuspid yang
memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan. Sedangkan katup aorta memisahkan
antara ventrikel kiri dan aorta dan katup pulmonal yang memisah ventrikel kanan dengan
arteri pulmonal).
Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung. Vena cava
inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi vena (disebut darah biru) dan
mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan
melalui katup trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup pulmonal.
Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami oksigenasi di paru-
paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah merah ini kemudian menuju atrium
kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri melalui
katup mitral dan selanjutnya dipompakan ke aorta.Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi
ventrikel kiri, dinamakan tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal,
ventrikel ini mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke ventrikel ini.
Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini selanjutnya
dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara bersamaan, begitu pula
dengan kedua ventrikel.
b. Sirkulasi pulmonal
Sistem sirkulasi pulmonal dimulai ketika darah yang terdeoksigenasi yang
berasal dari seluruh tubuh, yang dialirkan melalui vena cava superior dan vena cava inferior
kemudian ke atrium kanan dan selanjutnya ke ventrikel kanan, meninggalkan jantung kanan
melalui arteri pulmonalis menuju paru-paru (kanan dan kiri). Di dalam paru, darah mengalir ke
kapiler paru dimana terjadi pertukaran zat dan cairan, sehingga menghasilkan darah
yangteroksigenasi. Oksigen diambil dari udara pernapasan. Darah yang teroksigenasi ini
kemudian dialirkan melalui vena pulmonalis (kanan dan kiri), menuju ke atrium kiri dan
selanjutnya memasuki ventrikel kiri melalui katup mitral (bikuspidalis). Darah dari ventrikel
kiri kemudian masuk ke aorta untuk dialirkan ke seluruh tubuh (dan dimulai lagi sirkulasi
sistemik.
1. Bagian saluran udara (konduksi) terdiri dari rongga hidung, nasofaring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus, dan bronkiolus terminalis. Fungsi dari bagian konduksi adalah
untuk mengalirkan udara, sebagai penyaring udara, penghangat, dan melembabkan
udara sebelum sampai ke bagian respirasi.
2. Bagian pernapasan (respirasi) terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,
sacus alveolaris, dan alveoli. Bagian ini merupakan tempat pertukaran udara dari
lingkungan luar dan dalam tubuh.
Menurut Sherwood (2011) proses pernapasan dapat dibedakan menjadi empat
tahap, yaitu :
1. Ventilasi, merupakan proses sirkulasi keluar masuknya udara atmosfer di alveoli
pulmo.
2. Respirasi eksternal, merupakan tahap pemasukan oksigen (O2) ke dalam dan
pengeluaran karbondioksida(CO2) keluar tubuh melalui organ-organ pernapasan.
3. Transpor gas, adalah pengangkutan O2dan CO2 dalam darah dan jaringan tubuh.
Proses ini terjadi di sistem sirkulasi.
4. Respirasi internal, adalah tahap pertukaran gas pada metabolisme energi yang terjadi
di dalam sel. Terjadi pertukaran O2 dari cairan tubuh (darah) dengan CO2 dari sel-sel
dalam jaringan tubuh.
Rongga hidung dapat dibagi menjadi duastruktur, yaitu vestibulum dan fosa
nasal. Proses penghangatan udara yang masuk ke rongga hidung, dilakukan di fosa
nasal. Setelah itu, udara akan memasuki nasofaring kemudian ke laring dan trakea.
Trakea berbentuk tabung panjangnya ±10 cm dengan cincin tulang rawan hialin
berbentuk C dan dilapisi oleh mukosa respirasi.Trakea kemudian bercabang menjadi
duabronkus primer yang memasuki hilus pulmo.Bronkus primer bercabang menjadi
bronkus lobar. Bronkus lobar ini, bercabangmenjadi bronkiolus yang kemudian
memasuki lobulus paru dan bercabang menjadi lima sampai tujuhbronkiolus terminalis.
Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebih bronkiolus respiratorius.
Dinding bronkiolus respiratorius diselingi banyakalveolus sakular, tempat terjadi
pertukaran gas O2dan CO2antara udara dan darah (Junquiera &Carneiro, 2009).Udara
cenderung bergerak menuruni gradien tekanan dari tinggi ke rendah. Udara mengalir
masuk dan keluar pulmo selama proses pernapasan dengan mengikuti penurunan
tekanan gradien yang berubah berselang-seling antara alveolus dan atmosfer akibat dari
kerja otot-otot pernapasan. Oksigen dapat masuk ke dalam darah karena adanya proses
difusi dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah (Aditama, 2006).
2.1.2.1 Anatomi sistem pernapasan bagian atas :
a. Lubang Hidung (Cavum Cavity)
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago).
Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan
jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang
yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung
mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar
terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel
bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga
dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat
mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau
terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial I
(Nervous Olfactorius). Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara,
pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring
udara, indra pencium, dan resonator suara (Somantri, 2007)
b. Sinus Paranalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.
Sinus adalah suatu rongga berisi udara dilapisi mukosa yang terletak di dalam tulang
wajah dan tengkorak.Ada empat sinus paranasal yaitu sinus frontalis, sinus
ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dansinus maxillaris. Fungsi dari sinus paranasal
sendiri yaitu membantu pengaturan tekanan intranasal dan tekanan serum gas,
kelembaban udara inspirasi, mendukung pertahanan imun, meningkatkan area
permukaan mucosa, meringankan volume tengkorak, memberi resonansi suara,
menyerap goncangan dan mendukung pertumbuhan masase muka (Anggraini,
2006).
c. Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada
bagian anterior kolum vertebra (Joshi A, 2011).
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring)
(Joshi A, 2011). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket)
dan otot (Rusmarjono, 2007).
d. Laring
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak
setinggi vertebra cervicalis IV –VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya
relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja
tertutup bila sedang menelan makanan (Sofyan, 2011). Fungsi utama laring adalah
untuk pembentukan suara, sebagai jalan respirasi yaitu pada waktu inspirasi
diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada dan M.
Krikoaritenoideus.
Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis
terbuka,sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk
memfasilitasi proses terjadinya batuk (Sofyan, 2011). Laring terdiri atas: 1)
Epiglotis, katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan; 2) Glotis,
lubang antara pita suara dan laring; 3) Kartilago tiroid, kartilago yang terbesar pada
trakhea, terdapat bagian yang membentuk jakun; 4) Kartilago krikoid, cincin
kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid).5) Kartilago
aritenoid, digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid;6)
Pita suara, sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan
suara dan menempel pada lumen laring (Somantri, 2007).
Sumber: medicalterms.info
Sumber : medicalterms.info
d. Sirkulasi Pulmoner
Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri
bronkhialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkhial menyediakan
darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronkhialis berasal
dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkhus.
Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena pulmonalis.
Arteri pulmonallis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan darah
vena ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam
pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan
menutupi alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk pertukaran
gas antara alveolus dan darah (Somantri, 2007)
2.1.2.4 Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume
intratoraks sebesar 75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma
melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang membentuk
kubah diatas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat
berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm
sampai7 cm saat inspirasi dalam.Otot inspirasi utama lainnya adalah
musculus interkostalis eksternus, yang berjalan dari iga ke iga secara
miring ke arah bawah dan ke depan. Poros iga bersendi pada vertebra
sehingga ketika musculus intercostalis eksternusberkontraksi, iga-iga
dibawahnya akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke
luar dan memperbesar diameter anteroposterior rongga dada. Diameter
transversal juga meningkat, tetapi dengan derajat yang lebih kecil.
Musculus interkostalis eksternusdan diafragma dapat
mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat.
Musculus scalenus danmusculus sternocleidomastoideusmerupakan otot
inspirasi tambahan yang ikut membantu mengangkat rongga dada pada
pernapasan yang sukar dan dalam.Otot ekspirasi akan berkontraksi jika
terjadi ekspirasi kuat dan menyebabkan volume intratoraks berkurang.
Musculus intercostalis internusbertugas untuk melakukan hal tersebut
karena otot-otot ini berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari
iga ke iga sehingga ketika berkontraksi, otot-otot ini akan menarik
rongga dada ke bawah. Kontraksi otot dinding abdomen anterior juga
membantu proses ekspirasi dengan cara menarik iga-iga ke bawah dan
ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan intra-abdomen yang akan
mendorong diafragma ke atas.
Faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi,
distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada orang
tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PaO2
dan PaCO2) yang normal. Yang dimaksud keadaan santai adalah keadaan ketika
jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat (Djojodibroto, 2009).Tekanan
parsial gas darah arteri yang normal adalah PaO2 sekitar 96 mmHg dan
PaCO2sekitar 40 mmHg. Tekanan parsial ini diupayakan dipertahankan tanpa
memandang kebutuhan oksigen yang berbeda-beda, yaitu saat tidur kebutuhan
oksigen 100 mL/menit dibandingkan dengan saat ada beban kerja (exercise), 2000-
3000 mL/menit (Djojodibroto, 2009).
Daftar Pustaka
Adisty, Octaviany.2015. Manfaat Senam Zumba Terhadap Peningkatan Kapasitas Paru.
http://eprints.undip.ac.id
F, Nurunisa. 2014. Perbedaan Efek Pemberian Preload Hes 200 Kd Dan Ringer Laktat Terhadap
Hipotensi Pasca Anestesi Spinal Pasien Sectio Cesarea.
http://eprints.undip.ac.id/44631/4
S Rakhmawati, 2013, Hubungan Antara Hipertensi Pada Pasien Usia Lanjut Dengan
Komplikasi Organ Di Rsup Dokter Kariadi Semarang Periode 2008 –2012.
http://eprints.undip.ac.id/.
TINJAUAN MATA KULIAH
5. Terapi Latihan
Deskripsi Mata Kuliah : Mata Kuliah ini disajikan pada mahasiswa semester V yang
membahas anatomi dan fisiologi jantung paru yang
mencakup kalsifikasi struktur jaringan, otot, dan fungsi-
fungsi sistem peredaran darah manusia, termasuk berbagai
kelainan atau penyakit yang terjadi, serta manajemen
fisioterapi yang mencakup metode pemeriksaan dn
intervensi fisioterapi terhadap patologi jantung paru.
1. Pendahuluan
1.1 Ruang Lingkup
Suatu organisme memiliki bermacam - macam sistem dalam tubuhnya yang
dikendalikan oleh jaringan dan organ didalam tubuh manusia itu sendiri. Sistem tersebut
memiliki fungsi dan peranan masing - masing bagi makhluk hidup. Salah satu sistem
dalam tubuh makhluk hidup adalah sistem pernapasan. Sistem pernapasan ini memiliki
fungsi dan peranan yang struktural dan terkoordinir. Sistem pernapasan atau disebut juga
sistem respirasi adalah suatu sistem pertukaran oksigen dan karbondioksida. Udara
masuk ke dalam paru disebut inspirasi dan dikeluarkan melalui ekspirasi. Proses Inspirasi
dan Ekspirasi dijalankan oleh serangkaian sistem yang disebut sistem pernapasan atau
sistem respirasi.
Melalui cabang ilmu patofisiologi, dapat diketahui organ atau saluran yang
bermasalah. sistem pernapasan manusia yang terdiri atas beberapa organ dapat
mengalami gangguan berupa kelainan atau penyakit. Penyakit atau kelainan yang
menyerang sistem pernapasan ini dapat menyebabkan terganggunya proses pernapasan.
sistem pernapasan dapat mengalami berbagai gangguan, baik karena kelainan sistem
pernapasan ataupun akibaf infeksi kuman. Beberapa masalah sistem pernapasan yang
dapat terjadi diantaranya penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, dan
komplikasi penyakit paru yang ditimbulkan akibat operasi toracotomi. Untuk dapat
memahami beberapa penyakit diatas dan penyakit paru lainnya diperlukan pemahaman
dari segi anatomi, etiologi, patofisiologi. dan gejala penyakitnya yang akan dibahas pada
uraian dibawah.
1.2 Sasaran Pembelajaran
Kompetensi Dasar (TIU) :Mahasiswa diharapkan mampu memahami patofisiologi
pada sistem pernapasan
Standar Kompetensi (TIK) : Mahasiswa diharapkan mampu:
3. Membandingkan anatomi, fisiologi, dan patofisiologi
pada sistem pernapasan
4. Menguraikan etiologi yang menyebabkan patologi
pada sistem pernapasan.
5. Menguraikan tanda dan gejala akibat patologisistem
pernapasan.
6. Menganalisis patofisiologi dari berbagai gangguan
sistem pernapasan
1.3 Perilaku Awal Mahasiswa
Sebelum mencermati pembahasan materi ini, mahasiswa sebaiknya telah
mengikuti mata kuliah prasyarat, sehingga dapat mengidentifikasi berbagai kasus
patologis system pernapasan dan kaitannya dengan kompetensi Fisioterapi.
1.4 Manfaat
Kasus penyakit pada sistem pernapasan banyak terjadi di masyarakat. Sebagai
salah satu profesi di bidang kesehatan, seorang fisioterapi diharapkan mampu
mengidentifikasi berbagai patologi sistem pernapasan.
Mata kuliah ini ditawarkan kepada mahasiswa untuk memperoleh penjelasan dan
praktik yang komprehensif seputar kasus-kasus kardiovaskulopulmonal, agar dapat
menunjang kompetensi mahasiswa kelak sebagai fisioterapis dalam menangani pasien
dengan tepat.
1.5 Urutan Pembahasan
Materi pembelajaran ini memiliki urutan sebagai berikut:
5. Gambaran anatomi terhadap masing – masing patologi sistem pernapasan.
6. Pembahasan mengenai etiologi dari patologi sistem pernapasan.
7. Pembahasan mengenai patofisiologi (epidemiologi, etiologi, klasifikasi,
patomekanisme, manifestasi klinis, dan diagnosis banding) terhadap masing – masing
patologi sistem pernapasan.
8. Pembahasan mengenai tanda dan gejala terhadap masing – masing patologi sistem
pernapasan
1.6 Petunjuk Belajar
Proses Belajar Mengajar (PBM) menggunakan model The Five Jumps,
pembelajarannya terpusat pada mahasiswa (Student Centre Learning), yang merupakan
PBM baku yang digunakan di Program Studi Fisioterapi Unhas. Hal-hal yang belum
jelas, atau hal-hal baru akan dibahas pada kuliah pakar dari dosen.
2. Penyajian Materi
2.1 Cronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD)
COPD atau biasa disebut Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupaka
istilah dari sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan bersifat irreversible
atau reversible parsial. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan hambatan aliran udara
sebagai gambaran utama patofisiologinya. Penyakit – penyakit yang dikenal dengan
COPD antara lain :
2.1.1 Bronkitis Kronik
Bronkitis kronik adalah suatu peradangan pada saluran napas bronchial atau
bronkus yang ditandai dengan batuk disertai sputum setiap hari setidaknya 3 bulan dalam
setahun paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Faisal, 2008).
2.1.1.1 Etiologi
1) Infeksi : stafiolokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : asap pabrik, asap mobil, asap rokok, dll.
2.1.1.2 Patofisiologi
Bronkitis terjadi akibat adanya paparan agen infeksi maupun non infeksi
seperti asap dan nikotin rokok yang selanjutnya akan menyebabkan iritan sehingga
timbul respon inflamasi yang menyebabkan vasodiatasi, kogesti, edema mukosa, dan
bronchospasme. Kelainan utama pada bronchitis kronik adalah adanya hipertropi otot
polos bronkus dan hyperplasia kelenjar mukus. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, zat iritan yang terus menerus menyebabkan inflamasi didalam bronkus
akan merangsang kelenjar mukosa untuk selanjutnya memerintahkan sel goblet
memproduksi mukus yang terus menerus pula sehingga terjadi hipersekresi mukus
pada saluran napas dan hipertropi kelenjar mukosa, dampak dari kondisi demikian,
akan menyebabkan penyempitan saluran pernapasan oleh mukus dan hipertropi otot
polos karena kontraksi berlebihan untuk terus bekerja saat aliran napas sudah mulai
tersumbat oleh mukus.
2.1.1.3 Gejala
Batuk berdahak akibat produksi mukus berlebihan serta untuk kondisi lebih
parahnya sputum akan berwarna kuning seperti nanah, sesak napas akibat obstruktif jalan
napas oleh mukus berlebih dan hipertropi. Gejala diatas berlangsung dalam jangka waktu
yang lama (biasanya 3 bulan dalam setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut –
turut).
2.1.1.4 Klasifikasi
1) Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak
dan keluhan lain yang ringan.
2) Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan
batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3) Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with
obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat
dan suara mengi.
2.1.2 Emfisema
2.1.2.1 Etiologi
1) Merokok sebagai penyebab utama
2) Faktor predisposisi : genetic
3) Bronkitis kronik akibat merokok
4) Polusi
5) Pengaruh usia
6) Infeksi
7) Paparan debu
2.1.2.2 Patofisiologi
Pada kondisi Emfisema, asap rokok, polusi, dan sumber infeksi lainnya
menyebabkan elastase bertambah banyak sedangkan anti elastase yakni AAT terutama
enzim alfa 1 anti tripsin menurun karena tidak mampu lagi mengimbangi produksi enzim
elastase yang semakin banyak sehingga enzim proteolitik elastase dan anti elastase
didalam paru sudah tidak seimbang lagi dan akan terjadi kerusakan jaringan elastisitas
paru. Kerusakan elastisitas jaringan paru ini menyebabkan penyempitan jalan napas dan
perobekan alveoli serta overdistensi alveoli yang selanjutnya menyebabkan udara akan
tertahan di ductus alveoli.
2.1.2.3 Gejala
1) Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis
2) Pembengkakan pada mata kaki dan kaki, Bibir tampak kebiruan, Berat badan
menurun akibat nafsu makan menurun. Kondisi ini diakibatkan oleh tertahannya
udara di dalam alveoli sehingga tubuh mengalami hipoksia, organ dan jaringan tubuh
tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup untuk menunjang aktivitas tubuh.
Munculnya kebiru – biruan juga akibat dari kurangnya oksigen utamanya bagian kaki
karena letaknya yang jauh dari pusat pompaan darah.
3) Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit, terjadi akibat sulitnya jalan
napas akibat kerusakan elastisitas dinding alveoli utamanya saat ekspirasi
4) Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai
membungkuk, karena terjadi penumpukan udara pada di ruang alveoli sehingga paru
– parunya membesar berbentuk tong.dan kerja otot pernapasan yang berlebihan akibat
obstruktif jalan napas sehingga terjadi hipertropi.
5) Batuk menahun, respon tubuh terhadap zat iritan yang terus menerus menyerang
saluran pernapasan.
2.1.2.4 Klasifikasi
1) Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar,
dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan
sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan
ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
2) Sentrilobular (sentroacinar), yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat
lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio
perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam
darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah
pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.
2.1.3.1 Etiologi
1) Faktor ekstrinsik (alergik) : disebabkan oleh alergen seperti debu, serbuk – serbuk,
atau bulu – bulu binatang
3) Asma gabungan : bentuk asma yang paling umum, gabungan karakteristik dari bentuk
alergic dan non alergic.
2.1.3.2 Patofisiologi
Pada sistem saraf simpatis bronki terdapat reseptor Alfa dan reseptor Beta
adrenergic yang berkerja antagonis dan dikendalikan keseimbangannya oleh siklik
adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor Alfa mengakibatkan penurunan
cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimia sel mast sehingga menyebabkan
bronkokonstriksi sedangkan stimulasi reseptor Beta mengakibatkan peningkatan cAMP,
yang mengarah pada penurunan mediator kimia sel mast sehingga menyebabkan
bronkodilatasi.
Pada kondisi asma, ketika terpapar antigen, antibody (IgE) yang dihasilkan
mengalami hipersensitivitas yang kemudian menyerang sel – sel mast dalam paru. Ketika
terjadi pengikatan antigen dengan antibody, terjadi penyekatan pada reseptor Beta
adregenergic didalam bronkus dan peningkatan kerja dari reseptor Alfa adregenrgic yang
selanjutnya memberikan stimulus untuk peningkatan mediator kimia sel mast seperti
histamine, bradikinin, dan prostaglandin. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi kontraksi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa, dan pembentukan mucus yang
banyak, alveoli menjadi hiperinflasi, dan udara terperangkap didalam jaringan paru.
2.1.3.3 Gejala
1) Dispnea akibat jalan napas yang tersumbat
2) Asma biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak didada, disertai dengan
pernapasan lambat, wheezing.
3) Spasme otot aksesori pernapasan karena kesulitan penyesuaian napas akibat ekspirasi
yang lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi
4) Serangan seringkali terjadi pada malam hari
5) Biasanya berlangsung 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
6) Reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup.
2.1.4 Bronkiektasis
2.1.4.1 Etiologi
1) Infeksi oleh campak, TB, dan pertusis
2) Aspirasi benda asing
3) Kelainan konginetal
4) Defisiensi imun
5) Kelainan jaringan ikat , meliputi rheumatoid artritis (RA) dan systemic lupus
erythematosus (SLE)
6) Infeksi HIV
7) Komplikasi allergic bronchopulmonary fungal disease.
2.1.4.2 Patofisiologi
2.1.4.3 Gejala
1) Batuk menahun dengan banyak dahak yang berbaubusuk karena produksi mukus yang
berlebih
2) Batukdarah akibat dari peradangan dan peningkatan pembuluh darah pada dinding
bronkus
3) Batuk semakin memburuk jika penderita berbaring miring
4) Sesak nafas yang semakin memburuk jika penderita melakukanaktivitas karena
adanya obstruktif jalan napas akibat penumpukan mukus dan hilangnya elastisitas
dinding bronkus
5) Penurunan berat badan dan mudah lelah akibat berkurangnya oksigen yang dipasok
keseluruh organ tubuh untuk berktifitas akibat penyumbatan jalan napas.
6) Clubbing fingers (jari-jari tangan menyerupai tabuh genderang)
7) Wheezing (bunyi nafas mengi/bengek)
8) Warna kulit kebiruan kurangnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh
9) Bau mulut
2.2 Penyakit Paru Restriktif
Penyakit paru restriktif merupakan penyakit paru yang insidennya lebih jarang
dan hanya dalam jumlah terbatas yang bersifat reversible. Penyakit paru restriktif ditandai
dengan adanya gangguan pada parenkim, pleura, dinding thorax atau neuromuskular
2.2.1 Pneumonia
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri patogen pada alveolus
atau pada lower respiratory tract (saluran nafas bawah) yang mengakibatkan radang paru-
paru. Biasanya alveoli berisi cairan dan sel darahmerah.
2.2.1.1 Etiologi
Pneumonia adalah hasil dari proliferasi patogen microbial di alveolar dan respon
tubuh terhadap patogen tersebut. Saat mikroorganisme akhirnya masuk kedalam alveolar,
makrofag akan melawan mikroorganisme tersebut. Pneumonia akan terjadi jika
kemampuan makrofag untuk melawan lebih rendah dari kemampuan bertahan hidup
mikroorganisme tersebut. Makrofag akan menginisiasi inflamasi host. Sebagai respons
terhadap inflamasi tersebut, tubuh akan melepaskan mediator inflamasi seperti
Interleukin dan Tumor Necrosis Factor (TNF) yang akan menghasilkan demam sebagai
salah satu bentuk menifestasi klinis dari Pneumonia.
2.2.1.3 Gejala
1) Batuk sebagai respon terhadap iritasi akibat mikroorganisme pada saluran napas
2) Dispnea dan takipnea, dan sesak (terdengar ronchi) akibat terhambatnya jalan napas
3) Pucat, tampilan kehitaman, atau sianosis akibat kurangnya oksigen yang dialirkan ke
seluruh jaringan tubuh
4) Retaksi dinding toraks
5) Demam sebagai respon awal terhadap inflamasi dengan dilepaskannya mediator
kimia
6) Menggigil dan berkeringat
Pleuritis adalah peradangan pada pleura disebabkan oleh penumpukan cairan dalam
rongga pleura( selaput yang menyelubungi permukaan paru-paru) selain cairan dapat pula
terjadi karena penumpukan pus ataupun darah.
2.2.3.1 Etiologi
1) Menurunnya tekanan koloid osmotic (hypolbuminea)
2) Naiknya permeabilitas kapiler (radang, neoplasma)
3) Naiknya hidrostatik
4) Infark paru akibat emboli paru
5) Pneumonia
6) Kanker
7) Tuberkulosis
8) Cedera (patah tulang rusuk)
9) Bahan/ zat iriatif dari saluran pernafasan atau tempat lain (misalnya abses) yang
sampai ke pleura.
10) Trauma
11) Syndrom nefrotik
2.2.3.2 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui
kapiler pleura paerietalis. Tetapi cairan ini segera diabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga
terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan.
Kemampuan untuk reabsorpsi dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara produk dan reabsorpsi (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. Dapat diketahui bahwa cairan
masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah
yang sama melalui membrane pleura parietal melalui system limfatik dan vascular.
Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi
oleh system limfatik dan hanya sebagian akan diabsorpsi oleh system kapiler pulmonal.
Hal ini memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis karena terdapat banyak
mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.
2.2.3.3 Tanda dan Gejala
1) Pernafasan cepat dan dangkal
2) Sakit di salah satu sisi dada
3) Batuk kering
4) Sakit pada bahu dan punggung
5) Pusing
6) Berkeringat
7) Mual
8) Demam
9) Sakit di daerah sendi dan otot
2.2.4 Edema Paru
Edema paru dapat didefinisikan secara luas sebagai akumulasi cairan secara
berlebihan di dalam sel, ruang antar sel, dan rongga alveoli pada paru yang
disebabkan oleh tekanan intravaskular tinggi ataupun karena peningkatan
permeabilitas membrane kapiler yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan
secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif
dan mengakibatkan hipoksia.
2.2.4.1 Etiologi
Edema paru diakibatkan oleh permeabilitas kapiler alveolar dan peningkatan
tekanan pembuluh kapiler paru.
Pada keadaan normal, terdapat keseimbangan antara hidrostatik kapiler paru dan
alveoli dan keseimbangan tekanan osmotik. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada
gagal jantung menyebabkan edema paru, sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi
cairan yang menyebabkan volume overload dan diikuti edema paru.
2.2.4.2 Patofisiologi
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di
jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru beberapa jam kemudian akan timbul inflamasi yang berasal
dari keusakan jaringan tubuh. Neutrophil yang teraktivasi akan beragregasi dan
melekat pada sel endotel yang menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas,
dan mediator inflamasi seperti kinin, asam arakidonat, dan histamine. Proses
kompleks tersebut dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan ataupun penyakit
dan hasilnya berupa kerusakan endotel yang berakibat peningkatan pemeabilitas
kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang banyak
mengandung neutrofil, kaya protein serta sel inflamasi sehingga terbentuk membran
hialin. Kemudian menyebabkan pelepasan berbagai redikal bebas, toksin, dan
mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks ini
dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan ataupun penyakit lainnya dan hasilnya
terjadi kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar.
2.2.4.3 Tanda dan Gejala
1) Sesak nafas
Terjadi proses penimbunan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang
secara perlahan, dan mempunyai penimbunan yang tiba-tiba pada kasus edema
paru akut.
2) Mudah lelah
3) Takipnea (nafas cepat)
4) Kepeningan
2.3 Toracotomi
Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem
pernafasan merupakan suatu sistem yang berfungsi dalam mengabsorpsi oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida di dalam tubuh yang bertujuan dalam mempertahankan
homeostatis tubuh. Fungsi ini disebut sebagai sistem respirasi. Mekanisme sistem pernafasan
meliputi pernafasan dada atau costal breathingdan pernafasan perut atau diaphragmatic
breathing yang melalui masing-masing dua fase berupa fase inspirasi dan ekspirasi yang
melibatkan pernafasan eksternal (luar) dan pernafasan internal (dalam).
Melalui uraian mengenai patologi sistem pernafasan yang telah dijelaskan di atas,
dapat diketahui organ yang bermasalah dapat menyebabkan gangguan dalam proses sistem
pernafasan itu sendiri. Gangguan pada sistem pernafasan dapat disebabkan oleh terganggunya
proses inspirasi dimana paru-paru lebih sulit mengembang pada saat menarik nafas sehingga
pengangkutan oksigen ke sel-sel maupun jaringan tubuh juga menjadi terhambat yang biasa
dikenal dengan penyakit paru restriktif, maupun sebaliknya dimana karbondioksida sulit untuk
dikeluarkan dari tubuh akibat adanya suatu gangguan yang disebut penyakit paru obstruksi
kronik. Adapun gangguan lainnya berupa komplikasi penyakit paru yang ditimbulkan akibat
operasi toracotomi. Gangguan pada sistem pernafasan juga dapat disebabkan karena adanya
infeksi bakteri ataupun virus, maupun keracunan oleh gas-gas berbahaya (radikal bebas) yang
dapat menyebabkan adanya gangguan pada sistem pernafasan. Gejala seperti batuk-batuk, nyeri
dada, maupun sesak nafasmerupakan gejala umum adanya kelainan pada organ sistem
pernafasan terutama paru-paru. Dengan mendeteksinya lebih dini, akan mencegah agar penyakit
tersebut tidak bertambah parah.
DAFTAR PUSTAKA
Hall, J. E., & Guyton, A. C. (2011). Guyton and Hall textbook of medical physiology (12 ed.).
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Lyrawati, D., & Leonita, N. L. (2012). Sistem pernafasan: assessment, patofisiologi, dan terapi
gangguan pernafasan. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Novialdi, F. F. (2015). Aspirasi Benda Asing Paku dengan Komplikasi Atelektasis Paru dan
Aspirasi Benda Asing Jarum Pentul Tanpa Atelektasis. Jurnal Kesehatan Andalas, 626-
630.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Penyakit paru obstruktif kronik. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Rampengan, S. H. (2014). Edema Paru Kardiogenik Akut. Jurnal Biomedik (JBM), 149-156.
TINJAUAN MATA KULIAH
1. Pendahuluan
1.1 Ruang Lingkup
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini
biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Penderita yang memiliki
penyakit menahun (misalnya, penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut,
bronkitis dapat bersifat serius. Secara umum, bronkitis dibagi menjadi dua jenis, yaitu bronkitis
akut dan bronkitis kronis.
1.2 Sasaran Pembelajaran
Kompetensi Dasar (TIU) : Mahasiswa diharapkan mampu menerapkan manajemen
fisioterapi pada kondisi Bronchitis Kronis
Standar Kompetensi (TIK) : Mahasiswa diharapkan mampu:
7. Membandingkan anatomi, fisiologi, dan patofisiologi Bronkitis
Kronis
8. Menguraikan tanda dan gejala akibat Bronkitis Kronis
9. Menentukan jenis pemeriksaan fisioterapi dan menganalisis
hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
10. Menganalisis problematik dan mendesain intervensi
fisioterapi.
11. Terampil melakukan jenis pemeriksaan dan
mengaplikasikan jenis intervensi yang ditentukan sesuai
dengan problematik yang ada.
1.3 Perilaku Awal Mahasiswa
Sebelum mencermati pembahasan materi ini, mahasiswa sebaiknya telah mengikuti mata
kuliah prasyarat, sehingga dapat mengidentifikasi perbedaan kasus Bronkitis Kronis dengan
kasus-kasus kardiovaskulopulmonal lainnya dan menyusun program manajemen terhadap materi
terkait.
1.4 Manfaat
Kasus penyakit pada bidang kardiovaskulopulmonal banyak terjadi di masyarakat.
Sebagai salah satu profesi di bidang kesehatan, seorang fisioterapi diharapkan mampu
melakukan manajemen kasus kardiovaskulopulmonal, baik berupa assesmen, diagnostik,
intervensi, dan evaluasi yang tepat demi menunjang kesembuhan pasien di rumah sakit maupun
di klinik.
Mata kuliah ini ditawarkan kepada mahasiswa untuk memperoleh penjelasan dan praktik
yang komprehensif seputar kasus-kasus kardiovaskulopulmonal, agar dapat menunjang
kompetensi mahasiswa kelak sebagai fisioterapis dalam menangani pasien dengan tepat.
1.5 Urutan Pembahasan
Materi pembelajaran ini memiliki urutan sebagai berikut:
9. Pembahasan mengenai anatomi dan fisiologi terapan terkait Bronkitis Kronis
10. Pembahasan mengenai patofisiologi (epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patomekanisme,
manifestasi klinis, dan diagnosis banding) terkait Bronkitis Kronis
11. Pembahasan mengenai pemeriksaan fisioterapi.
12. Pembahasan mengenai intervensi fisioterapi.
13. Pembahasan mengenai kemitraan fisioterapi.
1.6 Petunjuk Belajar
Proses Belajar Mengajar (PBM) menggunakan model The Five Jumps, pembelajarannya
terpusat pada mahasiswa (Student Centre Learning), yang merupakan PBM baku yang
digunakan di Program Studi Fisioterapi Unhas. Hal-hal yang belum jelas, atau hal-hal baru akan
dibahas pada kuliah pakar dari dosen.
2. Penyajian Materi
2.1 Teori Kasus
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Terapan
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari :
a. Larynx (tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharynx yang memisahkan dari
kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk
ke dalam trachea di bawahnya.
b. Trachea (batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea berjalan dari
larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan ditempat ini bercabang
menjadi dua bronchus (bronchi).
c. Bronchus yang terbentuk dari belahan duatrachea padaketinggian kira-kira vertebralis
torakalis kelima, mempunyaistruktur serupa dengan trachea yang dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris.
Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trachea dengan sudut
lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis yang penting. Tabung endotrachea
terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran udara paten yang mudah masuk kedalam
cabang bronchus kanan. Kalau udara salah jalan, maka tidak dapat masuk dalam paru-paru
kiri sehingga paru-paru akan kolaps (atelektasis). Tetapi arah bronchus kanan yang hampir
vertical maka lebih mudah memasukkan kateter untuk melakukan penghisapan yang dalam.
Juga benda asing yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam percabangan bronchus kanan
karena arahnya vertikal.
Cabang utama broncus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segmen lobus,
kemudian menjadi segmen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai cabang terkecil
yang dinamakan bronchioles terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang
tidak mengandung alveolus.
Bronchiolus terminal kurang lebih bergaris tengah 1 mm.bronchiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah,
semua saluran udara di bawah bronchiolus terminalis disebut saluran pengantar udara karena
fungsi utamanya adalah sebagai pengantar udara ketempat pertukaran gas paru-paru. Di luar
bronchiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat
pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronchiolus respiratorius, yang kadang-kadang memiliki
kantung udara kecil atau alveoli yang berasal dari dinding mereka. Duktus alveolaris, yang
seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan strukturakhir
paru-paru.
d. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletakdalam rongga toraks atau dada.
Kedua paru-paru saling terpisaholeh mediastinum central yang mengandung jantung
danpembuluh-pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyaiapeks (bagian atas paru) dan
dasar. Pembuluh darah paru danbronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki
tiapparu pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kananlebih besar daripada paru
kiri, paru kanan dibagi menjadi tigalobus dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus.
Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmensesuai dengan segmen
bronkusnya. Paru kanan dibagi menjadi10 segmen sedangkan paru kiri dibagi menjadi 10
segmen. Parukanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2 buahsegmen pada lobus
medialis, dan 5 buah segmen pada lobussuperior. Paru kiri mempunyai 5 buah segmen pada
lobusinferior dan 5 buah segmen pada lobus superior. Tiap-tiapsegmen masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yangbernama lobules. Didalam lobulus, bronkhiolus ini
bercabangcabangbanyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiapduktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternyaantara 0,2-0,3 mm. letak paru dirongga dada di
bungkus olehselaput tipis yang bernama selaput pleura.
Pleura dibagi menjadi dua pleura visceral (selaput dadapembungkus) yaitu selaput
paru yang langsung membungkusparu. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga
dadasebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (cavum)yang disebut cavum pleura.
Pada keadaan normal, cavumpleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru dapatberkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat)yang berguna untuk meminyaki
permukaannya (pleura),menghindarkan gesekan antara paru dan dinding dada sewaktuada
gerakan bernafas. Tekanan dalam rongga pleura lebihrendah dari tekanan atmosfir, sehingga
mencegah kolaps parukalau terserang penyakit, pleura mengalami peradangan, atauudara atau
cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkanparu tertekan atau kolaps.
2.1.2Patofisiologi
2.1.2.1 Epidemiologi
Bronkitis kronik umumnya menyerang lebih banyak pria di bandingkan wanita. Di Asia
jumlah perokok kira-kira 50% sedangkan di Indonesia jumlah perokok menurut survey kesehatan
rumah tangga 1996 adalah 53% laki-kai dan 4% wanita. Saat ini diperkirakan 20% lski-lski
dewasa menderita bronkitis kronik,dan pada wanita dewasa lebih sedikit. Namun karena wanita
yang merokok terus menerus meningkat maka angka bronkitis kronik pada wania akan
meningkat. Di Negara barat, kekerapan bronkitis diperkirakan sebanyak 1,3% di antara
populasi(WHO,2003). Di Amerika Serikat, menurut National Center for Health Statistics, kira-
kiraada 14 juta orang menderita bronkitis. Lebih dari 12 juta orang menderita bronkitis akut
padatahun 1994, sama dengan 5% populasi Amerika Serikat.
Bronkitis kronis sering terjadi pada para perokok dan penduduk di kota kota yang
dipenuhi kabut asap. Beberapa penelitian menunjukan bahwa 20%hingga 25% laki-laki berusia
antara 40 hingga 65 tahun mengidap penyakit ini.
2.1.2.2 Etiologi
Secara umum penyebab bronkitis dibagi berdasarkan
1. Faktor Lingkungan :
a. Polusi udara,
b. Merokok
c. Infeksi : infeksi bakteri (Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikroplasma), infeksi
virus (RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia).
d. Faktor polusi udara : polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis.
2. Faktor Host/Penderita : usia, jenis kelamin, faktor genetika, kondisi alergi dan riwayat penyakit
paru yang sudah ada.
3. Faktor Sosial Ekonomi : golongan sosial ekonomi rendah, mungkin karena perbedaan pola
merokok, dan lebih banyak terpapar faktor risiko lain. Kematian pada penderita bronkitis
kronik ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah. Mungkin disebabkan
faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih buruk.
2.1.2.3 Klasifikasi
Bronkitis kronik dapat dibagi atas:
1. Simple cronic bronchitis : Bila sputum bersifat mukoid.
2. Cronic atau recurrent mucopurulent bronchitis: Bila sputum bersifat mukopurulen
3. Cronic obstuctive bronchitis: Bila disertai obstruksi saluran napas yang timbul apabila
terpapar zat iritan atau ada infeksi saluran napas akut.
2.1.2.4 Patomekanisme
Perubahan struktur pada paru menimbulkan perubahan fisiologik yang
merupakankarakteristik bronkitis kronis seperti batuk kronik, sputum produksi, obstruksi jalan
napas, gangguan pertukaran gas, hipertensi pulmonal dan kor-pulmonale.Akibat perubahan
bronkiolus dan elveoli terjadi gangguan pertukaran gas yangmenimbulkan 2 masalah yang serius
yaitu :
1. Aliran darah dan aliran udara ke dinding alveoli yang tidak sesuai (mismatched).Sebagian
tempat (alveoli) terdapat adekuat aliran darah tetapi sangat sedikit aliran udara dan
sebagian tempat lain sebaliknya
2. Performance yang menurun dari pompa respirasi terutama otot-otot respirasi sehingga
terjadi overinflasi dan penyempitan jalan napas, menimbulkan hipoventilasi dan tidak
cukupnya udara ke alveoli menyebabkan CO2 darah meningkat dan O2 dalam darah
berkurang.
Mekanisme patofisiologik yang bertanggung jawab pada bronkitis kronis sangat
kompleks, berawal dari rangsang toksik pada jalan napas menimbulkan 4 hal besarseperti
inflamasi jalan napas, hipersekresi mukus, disfungsi silia dan rangsangan reflex vagal saling
mempengaruhi dan berinteraksi menimbulkan suatu proses yang sangat kompleks.
2.1.2.5 Manifestasi Klinis
1. Batuk dan produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi setiap hari.
Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari pasien ke pasien.
Dahak berwarna yang bening, putih atau hijau-kekuningan.
2. Dyspnea (sesak napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit.
Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan aktivitas dan
mulai batuk.
3. Gejala kelelahan, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit kepala dapat
menyertai gejala utama.
4. Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri
2.1.2.6 Diagnosis Banding
1. Asma Bronkial
2. Empisema Paru
3. Bronkiektasis
4. Ca Paru
5. TBC Paru
2.2 Praktek Proses Fisioterapi
2.2.1 Pemeriksaan Fisioterapi
Pemeriksaan fisioterapi dilakukan untuk menentukan diagnosis dan problematik
fisioterapi sebagai dasar untuk menyusun dan menentukan jenis intervensi yang akan dilakukan.
Jenis pemeriksaan fisioterapi yang dapat dilakukan berkaitan dengan kondisi bronkitis kronik
menggunakan metode CHARTS, mencakup:
Catatan: jenis pemeriksaan berikut ini, silahkan disusun sesuai metode CHARTS
1. Pengambilan data pasien berkaitan dengan kondisi melalui anamnesis/history taking.
2. Inspeksi baik secara statis maupun dinamis pada daerah cervical, bahu, dada, sampai
tangan dan jari-jari tangan. Dalam pemeriksaan ini perhatikan pula pola napas. Disamping itu
perhatikan pula ada tidaknya hipertropi otot-otot pernapasan.
3. Pemeriksaan fisik mencakup; orientasi tes dan pemeriksaan fungsi gerak dasar aktif,
gerak dasar pasif dan isometric tes
4. Pemeriksaan spesifik seperti :
a. HRSa
Hasil :. 14 (kecemasan ringan)
b. Auskultasi
Hasil : Ada bunyi Wheezing (abnormal)
c. Palpasi
Hasil : Mencembung simetris (terdapat penambahan diameter antero-posterior)
d. Fremitus taktil
Hasil : Getaran melemah atau rendah pada sebelah kiri
e. Tes Laboratorium
1) Pemeriksaan darah tepi
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis yang
menunjukkan adanya supurasi aktif dan anemia yang menunjukkan adanya infeksi
menahun.
2) Pemeriksaan urine
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna
dan disebabkan oleh amiloidosis. Namun imunoglobulin serum biasanya dalam batas
normal kadang bisa meningkat atau menurun.
3) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum meliputi volume dan warna sputum serta sel-sel dan bakteri yang
ada dalam sputum. Bila terdapat infeksi maka volume sputum akan meningkat dan
menjadi purulen serta mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri.
f. Radiologi
g. Perkusi
Hasil : Bunyi dull (abnormal/karena banyak mucus), hipersonor, hepar terdorong ke
bawah, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah
h. Ekspansi Thoraks
Hasil : hipoekspansi
i. Skala Borg
Hasil: 4 (Berat)
2.2.2 Intervensi Fisioterapi
Fisioterapi sangat berperan dalam mengatasi beberapa gejala klinis yang ditimbulkan
dalam patologi bronkitis kronik, sehingga diperlukan beberapa intervensi yang sesuai untuk
mengatasi problem-problem kasus tersebut untuk selanjutnya dievaluasi. Beberapa problem yang
dapat terjadi pada klien, yaitu:
1. Gangguan kepercayaan diri
2. Pola nafas & kelemahan otot-otot pernapasan
3. Retensi sputum
4. Spasme accesory muscle
5. Gangguan postur (kifosis)
6. Gangguang ADL