Anda di halaman 1dari 16

RANTAI PASOK KENTANG

(Studi Kasus di Kabupaten Garut Jawa Barat)

Potato Supply Chain: The Case Study in Garut Regency, West Java Province)

Muchjidin Rachmat1, Mardiah Hayati2 dan Desi Rahmaniar2


1 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. A. Yani No.70 Bogor 16161
2 Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Jl. AUP No.3 Pasarminggu, Jakarta Selatan

ABSTRACT

Basically, building a sustainable agribusiness is that of a supply chain management as well as


maintaining a network from producers to consumers in order to cooperate and mutually dependent.
Thus, in implementation of supply chain management includes Good Agricultural Practices, Good
Handling Practices, Good Distribution Practices, and Good Trading Practices. Potato agribusiness in
Garut Regency well runs due to established supply chain management consisting of Granola potato
(for vegetable) and Atlantic potato (for food processing industry). This condition is observed through
well-organized flow system of product, cash, information, service, and activities within the potato
agribusiness. Some of the problems encountered are use of quality seed, planting pattern, capital,
information systems of production and prices, and farm roads. To improve potato supply chain, it
needs seed development, good cropping patterns, capital support, and road infrastructure
enhancement.

Key words : supply chain, potato, Garut

ABSTRAK

Membangun suatu agribisnis yang berkelanjutan pada hakekatnya adalah membangun


suatu manajemen rantai pasok, yaitu membangun suatu jejaring diantara pelaku usaha yang
bekerjasama dan saling tergantung mulai dari produsen sampai konsumen. Dengan demikian dalam
penerapan manajemen rantai pasok terkandung didalamnya penerapan budidaya tanaman yang baik,
penanganan pascapanen yang baik, cara distribusi yang baik dan cara pemasaran yang baik.
Pengembangan kentang di Kabupaten Garut secara berkelanjutan terjadi karena telah terbangunnya
rantai pasok yang berjalan dengan baik dan telah disepakati bersama. Kondisi ini tidak saja terjadi
pada agribisnis kentang Granola (kentang sayur), juga terutama pengembangan kentang industry
(Atlantik) yang dilakukan melalui pola kemitraan. Kondisi ini tercermin dari telah tertatanya sistem
aliran produk, aliran dana, aliran informasi, aliran pelayanan dan aliran kegiatan diantara pelaku
agribisnis kentang. Walaupun demikian masih dijumpai beberapa permasalahan antara lain dalam
penyediaan benih bermutu, penerapan pola tanam, permodalan, sistem informasi produksi dan
harga, kondisi prasarana terutama jalan usahatani. Untuk itu dalam pengambangan agribisnis
kentang yang lebih baik diperlukan beberapa aktifitas antara lain pengembangan perbenihan,
penerapan pola tanam yang baik, dukungan permodalan dan dukungan infrastruktur jalan.

Kata kunci : rantai pasok, kentang, Garut

PENDAHULUAN
Kentang merupakan salah satu komoditas utama sayuran di Indonesia. Dalam
pembentukan PDB, komoditas kentang berperan sebesar 7,6 persen dari total PDB Sayuran
atau 2,6 persen terhadap PDB Hortikultura (Rachmat dan Rahmaniar, 2006). Saat ini
kentang umumnya dikonsumsi sebagai sayuran dan makanan ringan /camilan dan
permintaannya cenderung terus meningkat. Kedepan, sejalan dengan upaya diversifikasi
pangan melalui pengurangan konsumsi beras dan meningkatnya kesadaran masyarakat
akan kesehatan kentang berpotensi dijadikan sebagai salah satu sumber karbohidrat
substitusi beras.
Kentang merupakan tanaman yang berasal dari daerah sub tropis, pertama kali
diintroduksikan ke Indonesia dari Eropa pada pertengahan abad ke 18 dan saat ini telah

42
berkembang di banyak daerah. Sebagai tanaman sayuran sub tropis, maka pengusahaan
tanaman kentang yang sesuai dengan kondisi Indonesia yang beriklim tropis adalah di
daerah dataran tinggi. Di Indonesia tanaman kentang paling baik ditanam pada ketinggian
antara 1000 -3000 meter dari permukaan laut (mdpl), dengan suhu pada malam hari antara
150C – 180C dan suhu maksimum pada siang hari sampai 22 0 C, serta dengan curah hujan
antara 1500 – 2500 mm dengan pola curah hujan yang merata sangat sesuai untuk
pertumbuhan kentang (Direktorat Sayuran dan Biofarma, 2005).
Sebagai tanaman yang berasal dari daerah sub tropis maka pengembangan kentang
di daerah tropis seperti Indonesia dapat dilakukan di daerah dataran tinggi dan sedang.
Tanaman kentang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan selama ini mempunyai harga
jual yang stabil (Yulieta dan Napitupulu, 2006), dengan demikian pengembangan kentang di
Indonesia sangat potensial. Hal ini didukung pula oleh luasnya wilayah yang sesuai bagi
pengembangan kentang, meskipun pengembangan kentang seringkali menghadapi
permasalahan kelestarian lingkungan akibat erosi yang ditimbulkannya. Sentra produksi
kentang utama di Indonesia adalah propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan Jambi
Jenis kentang yang ditanam di Indonesia dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu
kentang untuk sayur seperti Granola dan kentang untuk industri olahan pangan seperti
kentang Atlantik. Saat ini luas pengusahaan dan konsumsi kentang di Indonesia sebagian
besar adalah kentang sayur dan produksi kentang industri masih sangat sedikit.
Pengembangan kentang industri dilakukan terutama karena adanya permintaan/kebutuhan
bahan baku bagi industri makanan ringan oleh perusahaan makanan Indofood yang
bekerjasama /kemitraan dengan petani. Sementara itu kebutuhan akan kentang pangan lain
seperti untuk kentang goreng (French fries) masih diimpor.
Keberlanjutan suatu usaha sebagaimana juga dalam usahatani kentang tidak dapat
dilepaskan dari keterkaitannya dengan jaminan pasar, unsur pendukung di hulu seperti
penyediaan benih dan sarana produksi lain dan unsur penunjang lain. Untuk itu salah satu
unsur penting keberlanjutan usaha adalah terbangunnya suatu sistem manajemen rantai
pasok dari agribisnis tersebut. Manajemen rantai pasok yang dimaksud merupakan suatu
upaya jejaring usaha yang bekerjasama dan saling tergantung diantara pelaku agrinisnis
mulai dari produsen sampai konsumen.

PENGEMBANGAN KENTANG DI KABUPATEN GARUT

Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah kabupaten di Provinsi Jawa Barat
yang berada sekitar 60 km di sebelah barat Kota Bandung. Secara geografis Kabupaten
Garut memiliki batas-batas wilayah administratif sebagai berikut : (a) Sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Sumedang, (b) Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Tasikmalaya, (c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, dan
(d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Cianjur.
Wilayah kabupaten Garut mempunyai keragaman topografi mulai dari 0 mdpl sampai
3000 meter dari muka laut (mdpl). Dari areal seluas 241507 hektar, terdapat luas areal
sebesar 98709 hektar (40,87 persen areal) yang berada diatas 1000 m dpl yang dinilai
sangat sesuai untuk pertanaman kentang, meskipun penanaman kentang juga
dimungkinkan ditanam pada area dibawah 1000 m dpl. Dari jenis tanahnya, terdapat 6 jenis
tanah di wilayah Kabupaten Garut yaitu: Assosiasi Podsolik (42,45 %), Assosiasi Andosol
(31,88 %), Assosiasi Regosol (7,07 %), Alluvial (5,94 %), dan Assosiasi Latosol (11,02 %).
Kondisi topografi yang mempunyai variasi cukup besar dan kondisi iklim
memungkinkan sebagian besar wilayah di kabupaten Garut dapat diusahakan tanam
sayuran sepanjang waktu. Beberapa komoditas sayuran yang telah dikembangkan adalah
tomat, cabe, kubis, wortel, sawi dan labu siam. Hasil panen dari petani sayuran dari

43
kabupaten Garut dipasarkan di dalam negeri sampai ke luar daerah (seperti Jakarta dan
Batam) dan bahkan di ekspor ke Singapura.
Pada tahun 2009, luas panen kentang di Garut sebesar 5.083 hektar dengan
produksi 115.990 ton. Luas areal panen dan produksi kentang di Kabupaten Garut tersebut
memberikan kontribusi sebesar 30 persen dan menempati urutan kedua terbesar Provinsi
Jawa Barat setelah Kabupaten Bandung. Tanaman kentang merupakan salah satu
komoditas unggulan yang dikembangkan oleh petani di Kabupaten Garut. Lokasi sentra
produksi kentang berada di beberapa wilayah kecamatan dengan sentra utama seperti
Kecamatan Cikajang, Pasirwangi, Cisurupan, Bayongbong, Wanaraja dan lainnya (Dinas
Pertanian Garut, 2009)
Usaha budidaya sayuran termasuk kentang merupakan usaha turun temurun yang
dilakukan petani. Usaha sayuran merupakan sumber lapangan kerja dan pendapatan
sebagian besar masyarakat di Kabupaten Garut. Sejalan dengan itu, pemerintah Kabupaten
Garut memberikan dukungan yang cukup besar terhadap pengembangan sayuran dengan
dibangunnya beberapa fasilitas yang terkait seperti sarana pemasaran berupa Sub
Terminal Agribisnis (STA) dengan didukung oleh kondisi prasarana jalan yang baik.
Keberlanjutan agribisnis kentang di Kabupaten Garut terbangun karena dukungan
berbagai aspek mulai dari penyediaan infrastruktur, input produksi/saprodi, pembinaan dan
peningkatan kemampuan petani, penguatan modal dan pemasaran. Beberapa institusi
penunjang telah terbangun mulai yang menangani dari aspek hulu, kegiatan produksi, aspek
hilir dan kegiatan pendukungnya. Lembaga penyedia sarana produksi dan perbenihan
kentang telah tersedia di lokasi. Sebagian besar usaha tersebut dilakukan oleh
perorangan/swasta dan sebagian lagi oleh Koperasi Tani maupun Koperasi Unit Desa.
Sebagian petani yang mampu melakukan pembelian saprodi secara tunai kepada penyedia
saprodi, sedangkan yang lainnya melakukan pembelian melalui bandar yang sekaligus
sebagai penyedia modal bagi petani yang lemah modal. Untuk pupuk kandang petani biasa
membeli dari peternak ayam yang berada di wilayah Kabupaten Bandung, sedangkan untuk
pupuk buatan, petani membeli dari agen pupuk yang ditunjuk oleh pabrik pupuk.
Ketersediaan modal merupakan salah satu kendala yang dihadapi petani kentang
terutama kentang Granola. Pada umumnya petani memanfaatkan jasa peminjaman modal
dari para bandar yang sekaligus berperan sebagai mitra usaha para petani. Peminjaman
dilakukan untuk pembelian sarana produksi dan akan dibayar setelah panen dengan jasa
pinjaman yang telah disepakati. Untuk kebutuhan modal yang lebih besar beberapa petani
juga melakukan peminjaman ke bank perkreditan rakyat (BPR) yang ada diwilayah
Kabupaten Garut dengan persyaratan administrasi yang lebih lengkap.
Untuk memperbaiki teknik budidaya kentang, beberapa petani Garut banyak yang
belajar ke Pengalengan-Kabupaten Bandung terutama dalam hal perbenihan. Hingga saat
ini kebutuhan benih kentang terutama varietas Granola sebagian besar masih dipenuhi oleh
penangkar benih dari Pengalengan, sedangkan untuk varietas Atlantik masih dipenuhi dari
perusahaan mitra yang berasal dari impor.
Penanganan panen kentang dilakukan oleh tenaga kerja lokal yang biasa bekerja
sebagai tenaga pemanenan, pembersihan, sortasi dan pengepakan. Pada umumnya tenaga
kerja tersebut terdiri dari pria, wanita dan beberapa anak muda yang diupah harian sesuai
standar upah yang berlaku. Untuk pengangkutan dari lokasi panen ke jalan atau kegudang
dilakukan oleh tenaga manusia dan ojek sepeda motor dengan upah borongan.
Pemasaran kentang dilakukan secara perorangan maupun secara kolektif oleh
kelompok tani. Untuk kentang Varietas Granola pemasaran dilakukan secara terbuka dan
langsung kepada pedagang pengumpul di desa atau ke bandar yang ada diwilayah
kecamatan. Sementara itu untuk kentang Atlantik, sesuai dengan pengembangannya
melalui kemitraan pemasarannya dilakukan secara berkelompok melalui ketua kelompok
tani langsung kepada perusahaan mitra PT. Indofood.

44
RANTAI PASOK KENTANG

Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management-SCM) merupakan suatu


upaya membangun jejaring pelaku usaha yang saling tergantung dan bekerjasama secara
menguntungkan melalui pengembangan sistem manajemen untuk perbaikan sistem
penyaluran produk, informasi, pelayanan dan dana dari pemasok ke pengguna akhir
(konsumen). Penerapan SCM dilakukan agar dihasilkan produk yang berdaya saing.
Peningkatan daya saing itu tidak semata dilakukan melalui perbaikan produktivitas dan
kualitas produk, tetapi juga melalui pengemasan, pemberian merk, efisiensi, transportasi,
informasi, penguatan kelembagaan dan penciptaan inovasi secara kontinu dan sistematik.
(Dirjen Hortikultura, 2008 ).
Untuk menjamin keberhasilan penerapan Supply Chain Management (SCM) atau
Manajemen Pengelolaan Rantai Pasok, maka perlu pemahaman faktor-faktor pendukung
keberhasilan antara lain : kebijakan, sumber daya manusia, prasarana, sarana, teknologi,
kelembagaan, modal/pembiayaan, sistem informasi, sosial budaya dan lingkungan lain.
Proses aktivitas dalam penerapan SCM memiliki 5 aliran utama yang harus dikelola dengan
baik aliran produk, aliran informasi, aliran dana, aliran pelayanan dan aliran kegiatan.

1. Aliran Produk
a. Kentang Sayur
Secara umum, kentang yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Garut terdiri atas
Varietas Granola (80 %) dan Atlantik (20%). Rantai pasok kedua varietas tersebut berbeda
karena tujuan pasarnya berbeda. Untuk varietas Granola (kentang sayur) seluruhnya dijual
ke pasar bebas, sedangkan untuk varietas Atlantik (kentang industri) seluruhnya dijual untuk
memenuhi kebutuhan industri keripik kentang PT. Indofood.
Rantai pasok kentang sayur dilakukan secara pasar bebas dilakukan oleh petani,
pedagang pengumpul ditingkat desa, pedagang besar di tingkat kecamatan (Bandar), pasar
di Kabupaten Garut, Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, Pasar Minggu
dan Pedagang pengecer diwilayah Jakarta Selatan.
Hasil produksi kentang yang dihasilkan dan dijual oleh petani kepada pedagang
dalam bentuk umbi segar yang telah dikemas dengan kantong plastik berbentuk jaring
dengan kapasitas 45-50 kg. Umbi hasil panen dibersihkan dari tanah yang menempel
kemudian dipisahkan dalam kelompok mutu berdasarkan ukuran diameter umbi. Klasifikasi
mutu kentang yang berlaku dipasar didasarkan kepada besar /diameter umbi kentang
dengan peng-kelas-an sebagai berikut: (a) Kelas Super /AL dengan diameter > 7 cm , (b)
Kelas Sedang AB dengan diameter > 5 cm), (c) kelas sedang ABC dengan diameter > 3
cm) , dan (d) kelas Rendah (DN) dengan diameter < 3 cm.
Pemasaran untuk kelas super biasanya untuk memenuhi kebutuhan industri keripik
kentang yang ada di wilayah Garut dan Bandung dengan harga Rp. 2.700,- per kg ditingkat
petani. Untuk kelas sedang dan rendah dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan kentang
sayur dengan harga jual per kg berkisar Rp. 1.800,- untuk mutu ABC- dan Rp. 2.200,-
untuk mutu AB. Untuk kelas rendah dengan ukuran umbi kecil biasanya digunakan sebagai
campuran masakan dengan harga jual Rp. 1.500,- per kg.
Petani skala kecil menjual hasil panennya langsung ke pedagang pengumpul
ditingkat desa (20%) dan kepada pedagang besar/ bandar ( 80 %) yang selanjutnya dijual ke
pasar induk di Jakarta dan Bandung (85%), pedagang antar pulau (5%), supplier
supermarket (5%) dan industri rumahtangga pengolahan keripik kentang (5 %). Bagan aliran
kentang sayur terangkum dalam Gambar 1.

45
Konsumen

Pedagang Pengecer Supermarket Pasar Tradisional


dan Pengecer

Pasar tradsional di
Jakarta dan Jawa Barat Supplier Pedagangg Pengolah
Supermarket Antar Pulau Kripik
Kentang
Antar Pulau
Pasar Induk
5% 5% 5%
85%

Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan/ Bandar

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa

80% 20%

Petani

Gambar 1. Aliran Produk Kentang Sayur

Pedagang pengumpul ditingkat desa membeli hasil panen dari petani skala kecil
dengan volume panen kurang dari 2 ton yang selanjutnya dijual kepada para pedagang
besar/ bandar ditingkat kabupaten dan pasar lokal ditingkat kecamatan maupun kabupaten.
Pedagang besar/bandar ditingkat kecamatan merupakan pengusaha yang
memiliki modal dan sarana transportasi serta gudang penyimpanan. Kentang yang telah
dibeli dari pedagang pengumpul tingkat desa dan petani yang menjadi mitranya selanjutnya
menjual kentang ke pasar induk di Jakarta dan Bandung dalam bentuk umbi segar untuk
semua kelas mutu. Selain ke pasar induk, bandar juga menjual kentang kepada pedagang
antar pulau yang akan melayani kebutuhan pasar di luar Jawa, supplier super market di
Jakarta dan Bandung, pengusaha keripik kentang skala rumah tangga di wilayah Garut dan
Bandung. Proses pengangkutan dari Kabupaten Garut ke pasar induk dan pasar lainnya
dilakukan oleh bandar dengan menggunakan mobil bak terbuka dan truk tanpa fasilitas
pendingin tetapi tertutup rapi. Selama proses distribusi, produk yang dikirim ke pasar induk
dan pasar tradisional tidak mengalami perubahan kemasan yaitu tetap menggunakan jaring
plastik dari petani. Demikian pula untuk pengiriman ke supplier supermarket dilakukan
seperti pengiriman ke pasar induk. Biaya yang dikeluarkan oleh bandar adalah ongkos truk
dan upah buruh bongkar muat digudang dan pasar induk. Penyusutan selama proses
distribusi/ transportasi berkisar 5 persen akibat terjadinya kerusakan kulit umbi yang dapat
menyebabkan kentang busuk.
Pedagang grosir di pasar induk membeli kentang dari para pedagang besar/
bandar dalam bentuk umbi segar yang telah dikemas dalam kelas mutu tertentu.

46
Selanjutnya kentang ditaruh di lapak/kios yang ada di pasar induk selama 1 – 2 hari.
Pelanggan dari pedagang grosir adalah pedagang yang berasal dari pasar lokal dan
supplier untuk catering dan restoran. Selama proses pemasaran, kentang tidak mengalami
pengemasan ulang kecuali apabila ditemukan kerusakan pada kemasan maupun ada yang
busuk. Penyusutan kentang yang dialami selama di pasar induk berkisar 5 persen sebagai
akibat penurunan kadar air selama penyimpanan dan adanya kerusakan akibat proses
bongkar muat.
Pedagang pengecer dari pasar lokal di wilayah Jakarta (Pasar Jatinegara, Pasar
Klender, Pasar Cipinang dll), dan wilayah Bogor membeli kentang dari Pasar Induk Kramat
Jati sedangkan untuk pasar di wilayah Jawa Barat (Pasar Cimahi, Ciroyom dll) membeli
kentang dari pasar induk caringin. Kentang dijual dalam bentuk umbi segar dengan
kemasan jaring plastik seberat 45 – 50 kg. Pelanggan yang akan membeli adalah para
pedagang sayur keliling, pedagang eceran di pasar dan toko/warung sayur yang ada
dilokasi tempat tinggal konsumen. Pembelian oleh pedagang pengecer dilakukan dalam
jumlah yang bervariasi dan dilakukan pengemasan ulang sesuai kebutuhan.
Pedagang sayur dilokasi konsumen merupakan rantai terakhir dari proses distribusi
kentang. Konsumen biasa membeli dalam jumlah sangat kecil dan memerlukan
penngemasan ulang yang bervariasi dan pemisahan kembali atas mutu tertentu.
Supermarket merupakan saluran pasar alternatif bagi masyarakat/konsumen di kota besar
untuk membeli kentang secara eceran. Pemasaran di supermarket dilakukan secara curah
maupun kemasan dalam volume tertentu dengan kualitas yang lebih baik

b. Kentang Industri
Rantai pasok untuk kentang Varietas Atlantik (kentang industri) sangat sederhana
karena dari petani langsung dipasarkan ke pabrik pengolahan keripik kentang PT. Indofood
Fritolay yang ada di Tangerang. Modal usaha petani didukung oleh PT Indofood dalam
bentuk pinjaman benih yang akan dibayar kembali setelah panen oleh petani dengan cara
pemotongan langsung dari nota penjualan kentang. Petani yang melakukan usaha
budidaya kentang industri merupakan mitra dari PT. Indofood baik secara langsung maupun
melalui supplier yang ditunjuk oleh PT. Indofood. Aliran produk untuk kentang industri
terangkum dalam Gambar 2.

Pabrik Pengolahan Hasil


(PT. Indofood)

100%

Petani

Gambar 2. Aliran Produk Kentang Industri

47
2. Aliran Dana
a. Kentang Granola
Perputaran dana yang terjadi dalam usaha agribisnis kentang cukup besar, demikian
pula dengan pemasarannya memerlukan dana pembelian yang cukup besar terutama
apabila terjadi panen yang bersamaan. Aliran dana dimulai sejak ditingkat petani, pedagang
pengumpul ditingkat desa hingga ke pedagang pengecer seperti terangkum dalam Gambar
3 berikut.

Konsumen

Rp 3.000/kg Rp 3.100/kg
Pedagang Pengecer
Supermarket
Rp 2.700/kg
Rp 2.800/kg
Pasar tradisional di wilayah
Jakarta dan Jawa Barat Supplier supermarket
Rp 2.400/kg

Pasar Induk
Rp 2.500/kg
Rp 2.300/kg

Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan/ Bandar

Rp 2.100/kg

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa

Rp 2.000/kg

Petani

Keterangan :
: Kontan
: Pengikat/kemitraan
: Konsinyasi/tempo

Gambar 3. Aliran Dana Kentang Granola

1). Di tingkat petani


Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kentang varietas Granola mencapai Rp
29.000.000 per ha per musim tanam dengan komposisi 25 persen untuk upah tenaga kerja,
75 persen untuk pembelian sarana produksi. Apabila hasil panen mencapai 16 ton per ha,
maka biaya produksi kentang per kg mencapai Rp 1.800,-. Untuk memenuhi kebutuhan

48
modal usaha petani berskala besar menggunakan modal sendiri atau pinjam ke bank,
sedangkan petani berskala usaha kecil biasa menggunakan jasa pinjaman dari bandar yang
sekaligus sebagai mitra usaha yang akan membeli hasil panennya.
Harga pembelian dari petani oleh pedagang pengumpul maupun pedagang bandar
ditentukan setiap waktu atas dasar harga yang terjadi di pasar. Pada musim panen raya
(Maret, April, Mei dan Juni) harga jual kentang mengalami penurunan sehingga petani tidak
mendapatkan keuntungan yang memadai dengan harga jual berkisar Rp 1.600,- - Rp 2.000,-
.Harga kentang mengalami kenaikan pada saat luas areal panen berkurang ( Juli, Agustus,
September, Oktober, November, Desember, Januari, Februari) dengan harga jual berkisar
Rp 2.200,- sampai Rp 3.200,-.Hal ini karena pada musim penghujan resiko kegagalan
panen cukup besar sehingga pasokan menjadi berkurang.
Penentuan harga disesuaikan dengan kelas mutu kentang yang akan dijual setelah
kentang siap ditempat transaksi dan siap diangkut. Pembayaran dilakukan oleh pedagang
pengumpul secara tunai apabila dalam volume kecil (kurang dari 1 ton). Pada umumnya
pembayaran dilakukan dengan sistem uang muka sebagai tanda jadi dan akan dilunasi
setelah pedagang pengumpul memperoleh pembayaran dari bandar atau pedagang di
pasar. Untuk petani yang menjalin kemitraan dengan bandar, pembayaran akan dilakukan
setelah bandar dibayar oleh pedagang di pasar induk dengan sistem komisi sesuai nota
penjualan hari itu. Petani akan memberikan komisi sebesar Rp 50 per kg atau disesuaikan
dengan komitmen.
2). Pedagang pengumpul tingkat desa
Pedagang pengumpul tingkat desa melakukan pembelian kepada petani yang
mempunyai hasil panen dalam volume kecil dan tersebar dibeberapa tempat. Biaya yang
dikeluarkan oleh pedagang pengumpul adalah ongkos pengangkutan dari lokasi panen
untuk dibawa ke tempat bandar atau pasar di kabupaten dan upah bongkar muat berkisar
Rp 50,- per kg. Keuntungan yang diterima pedagang pengumpul berkisar Rp 50,- per kg
dengan harga penjualan mencapai Rp 2.100,-. Selama proses ditribusi hampir tidak ada
susut karena kentang langsung dibawa ke bandar atau kepasar segera setelah membeli dari
petani. Modal untuk membeli kentang biasanya modal sendiri atau atau ada juga yang
memperoleh pinjaman dari para bandar.
3). Pedagang pengumpul tingkat kecamatan
Pedagang pengumpul tingkat kecamatan merupakan pedagang besar yang biasa
disebut sebagai bandar. Jumlah pedagang pengumpul tingkat kecamatan tidak banyak dan
biasanya merangkap sebagai mitra usaha petani kentang diwilayahnya.
Biaya pemasaran kentang yang dikeluarkan oleh bandar adalah ongkos sewa truk
untuk mengangkut ke pasar induk atau ke pasar lainnya dan upah kuli bongkar muat. Biaya
sewa truk dengan kapasitas 6 – 7 ton adalah Rp 900.000,- atau Rp 120,- per kg. Untuk
upah kuli bongkar muat di pasar mencapai Rp 200.000,- per truk sehingga biaya per kg nya
mencapai Rp 30,-. Keuntungan yang diambil oleh bandar mencapai Rp 50,- per kg sehingga
harga jual yang ditetapkan mencapai Rp 2.300,- per kg.
Modal yang digunakan untuk membayar kentang berasal dari modal sendiri dan
kredit dari bank karena para bandar mampu memenuhi persyaratan yang diminta oleh pihak
bank. Pembayaran oleh pedagang di pasar induk atau pasar lainnya dilakukan dengan
sistem uang muka sebesar 50 % pada saat pengiriman barang dan sisanya akan dilunasi
setelah 1 – 2 hari dengan cara transfer ke rekening bandar.
4). Pemasok Supermarket
Pemasok/ supllier supermarket membeli kentang dengan kualitas tertentu dalam
jumlah relatif kecil untuk disalurkan ke supermarket di wilayah Jakarta dan Bandung. Biaya
yng dikeluarkan oleh pemasok supermarket adalah biaya pengangkutan dari lokasi bandar
ke tempat pengemasan (packing house) , upah sortasi dan pengemasan ulang dengan total

49
biaya mencapai Rp 300,- per kg. Keuntungan yang diperoleh adalah Rp 200,- sehingga
harga jual untuk supermaket mencapai Rp 2.800,-. Modal yang digunakan untuk membayar
para bandar berasal dari modal sendiri dan kredit dari bank. Pembayaran oleh pengusaha
supermarket dilakukan dengan tempo selama 2 minggu setelah barang dikirim ke
supermarket.
5). Pedagang grosir di pasar induk
Pedagang grosir pasar induk yang menjadi pelanggan para bandar kentang dari
Kabupaten Garut adalah Pasar Induk Kramat Jati - Jakarta, dan Pasar Induk Caringin -
Bandung. Para pedagang grosir pasar induk menyediakan lapak/kios untuk menampung
kentang yang dikirim para bandar. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang adalah upah
timbang sebesar Rp 1.000,- per karung atau Rp 25,- per kg dan upah kuli bongkar muat
sebessr Rp 25,- per kg. Keuntungan yang diambil oleh pedagang grosir berkisar Rp 50,- per
kg sehingga harga jual rata-rata menjadi Rp 2.400,-.
Modal yang digunakan untuk membayar para bandar berasal dari modal sendiri dan
kredit dari bank. Pembayaran oleh para pembeli dilakukan secara tunai pada saat transaksi
dilakukan.
6). Pedagang pasar tradisional
Pedagang pasar lokal pada umumnya berasal dari pasar-pasar tradisionil yang ada
di wilayah sekitar Jakarta, dan Bandung. Para pedagang membeli ke pasar induk dengan
volume pembelian yang bervariasi dan dilakukan setiap hari. Biaya yang dikeluarkan oleh
pedagang pasar lokal adalah ongkos angkut dari pasar induk ke lokasi pasar, upah kuli
bongkar muat, biaya pengemasan ulang, dan penyusutan selama proses penanganan di
pasar. Untuk transportasi biasanya menggunakan mobil bak terbuka dengan biaya sewa
berkisar Rp 100,- per kg, sedangkan upah kuli bongkar muat adalah Rp 50,- per kg. Biaya
penyusutan berkisar Rp 25,- per kg sebagai resiko adanya kentang yang rusak/busuk
setelah dilakukan sortasi dan penimbangan serta pengemasan ulang. Keuntungan yang
diambil oleh pedagang di pasar lokal berkisar Rp 100,- per kg sehingga harga jual rata-rata
di pasar tradisional mencapai Rp 2.700,- per kg. Modal yang digunakan untuk belanja ke
pedagang grosir adalah modal sendiri yang digunakan untuk pembayaran tunai kepada
pedagang grosir.
7). Pedagang pengecer
Pedagang pengecer adalah para pedagang sayur keliling atau pemilik warung yang
membuka usahanya di lokasi konsumen. Para pedagang pengecer membeli produk dari
pasar tradisional untuk dijual langsung ke konsumen.
Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer adalah ongkos angkut dari pasar,
upah panggul, pengemasan ulang dan penyusutan akibat adanya sortasi yang dilakukan
konsumen. Keuntungan yang diperoleh oleh pedagang pengecer berkisar Rp 100,- per kg
dengan harga jual mencapai Rp 3.000,- per kg. Modal yang digunakan oleh pedagang
pengecer adalah modal sendiri dan pembayaran atas kentang diperoleh secara tunai dari
pembeli/konsumen.

b. Kentang Atlantik
Pada kentang Atlantik, dengan system kemitraan tertutup, sistem pembayaran dan
penetapan harga pembelian telah diatur oleh PT. Indofood sehingga tidak ada pihak lain
yang terlibat dalam rantai pemasaran. Harga sesuai dengan kontrak yang disepakati sesuai
dengan spesifikasi mutu yang disepakati. Pembayaran diberikan sekitar satu minggu
setelah waktu hasil produksi petani disetorkan ke perusahaan (Gambar 4).

50
Pabrik Pengolahan Hasil
(PT. Indofood)

Rp 2800/kg

Petani

Gambar 4. Aliran Dana Kentang Granola

3. Aliran Informasi
a. Kentang Granola
Informasi dua arah antara petani dan pelaku pasar telah terjalin dalam proses
perdagangan kentang. Jenis informasi yang disediakan, atau yang dibutuhkan serta cara
memperolehnya bervariasi diantara para pelaku usaha dengan penjelasan sebagai berikut :
1). Petani
Jenis informasi yang disediakan petani adalah luas areal panen, volume produk
yang akan dijual dan kelas mutu yang akan dijual. Sementara informasi yang dibutuhkan
petani adalah harga pembelian oleh pedagang di pasar induk untuk setiap kelas mutu,
waktu pengambilan hasil panen, volume yang diperlukan dan perkiraan produksi dari daerah
lain
Petani mencari informasi dari berbagai sumber dengan memanfaatkan jasa dari
media masa, petugas pembina di lapangan dan pedagang. Aliran informasi di tingkat petani
terbatas pada harga, sedangkan volume pasokan dari daerah lain tidak dapat diketahui
secara transparan.
2). Pedagang pengumpul
Jenis informasi yang diketahui pedagang pengumpul adalah harga pembelian
ditingkat petani, lokasi lahan yang akan dipanen, luas areal panen dan perkiraan volume
panen yang akan dijual oleh petani. Jenis informasi yang dibutuhkan pedagang pengumpul
harga pembelian oleh pedagang dipasar induk, kebutuhan pasar induk dan asal pasokan.
Pedagang mencari informasi dari berbagai sumber dengan memanfaatkan jasa dari
media masa, petugas pembina di lapangan dan sesama pedagang serta bandar. Aliran
informasi di tingkat pedagang terbatas pada harga saat transaksi, sedangkan kebutuhan
pasar dan perkiraan volume pasokan dari daerah lain tidak dapat diketahui secara
transparan.
3.) Konsumen
Jenis informasi yang diketahui konsumen adalah harga penjualan produk
dipedagang pengecer dan supermarket. Jenis informasi yang dibutuhkan konsumen
adalah harga produk di pedagang eceran dan supermarket, jenis kentang yang dibeli, dan
asal lokasi pertanaman kentang. Konsumen mencari informasi pada saat berbelanja ke
pasar, menanyakan kepada tetangga dan media iklan (super market). Pada dasarnya
informasi tentang harga untuk tiap jenis mutu diketahui oleh konsumen secara terbuka pada

51
saat transaksi di pasar/supermarket. Keterkaitan aliran informasi terangkum dalam gambar
4.

c. Kentang Atlantik
Dengan pola kemitraan maka seluruh informasi yang dibutuhkan dan disediakan oleh
petani disediakan dan diterima oleh perusahaan mitra. Keterbukaan informasi juga ditunjang
oleh adanya tenaga pembina yang berperan sebagai penyuluh dan pengawas dari
perusahaan. Petani memperolah segala informasi benih yang diberikan oleh perusahaan,
teknik budidaya yang disarankan sampai kepada harga kontrak. Sementara perusahaan
memperoleh informasi tentang semua hal yang berkaitan dengan petani dan usahataninya,

Konsumen

Pedagang Pengecer Supermarket

Pasar tradisional di wilayah


Jakarta dan Jawa Barat Supplier supermarket

Pasar Induk

Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan/ Bandar

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa

Petani

Gambar 4. Aliran Informasi Pada Kentang Granola

4. Aliran Pelayanan
Pelayanan yang diberikan oleh pelaku usaha diberbagai tingkatan kepada para
pelanggan masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Pola pemberian layanan
tersebut terangkum dalam Gambar 5.
a. Pedagang pengumpul tingkat desa
Pelayanan yang diberikan oleh pedagang pengumpul tingkat desa kepada petani
adalah mengumpulkan hasil panen petani dan mengangkutnya ke bandar atau langsung
dibawa ke pasar lokal diwilayah kabupaten Garut.

52
b. Pedagang pengumpul tingkat kecamatan/bandar
Pelayanan yang diberikan oleh bandar diawali sejak tahapan budidaya hingga ke
pemasaran hasil panen. Dibidang budidaya, bandar memberikan pinjaman modal yang
diberikan dalam bentuk sarana produksi dan modal kerja bagi petani yang menjadi mitra
usahanya. Untuk pemasaran hasil panen, bandar melakukan pengumpulan hasil panen dari
para petani mitra dan pedagang pengumpul ditingkat desa. Selanjutnya Bandar juga
menyediakan sarana transportasi untuk mengangkut kentang ke pasar induk dan
memasarkannya .

Konsumen

Pedagang Pengecer Supermarket

Pasar tradisional di wilayah


Jakarta dan Jawa Barat Supplier supermarket

Pasar Induk

Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan/ Bandar

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa

Petani

Keterangan :
: Bimbingan teknis
Gambar 5 : Aliran Pelayanan Dalam Rantai Pasok Kentang

c. Pedagang grosir di pasar induk


Pelayanan yang diberikan oleh pedagang grosir di pasar induk adalah sebagai
pemasar hasil panen kentang yang dikirim oleh para bandar kepada para pedagang
pengecer yang belanja ke pasar induk.
d. Pedagang pengecer, supplier supermarket dan pedagang sayur
Pelayanan yang diberikan oleh pedagang pengecer, supplier supermarket maupun
pedagang sayur adalah memasarkan kentang hingga menjangkau ke tingkat konsumen.
Selain memasarkan, juga dilakukan upaya promosi tentang karakteristik kentang Garut.

53
5. Aliran Aktivitas
Aliran aktifitas yang dimaksud adalah beberapa kegiatan yang mendukung kelancaran
rantai pasok hingga menjangkau konsumen dengan penekanan pada aspek mutu,
kontinyuitas dan harga. Masing-masing pihak yang tergabung dalam rantai pasok
melakukan kegiatan yang berbeda-beda.
Petani dan kelompok tani sesuai dengan perannya mengelola usaha budidaya kentang
hingga menghasilkan umbi segar yang mempunyai mutu sesuai permintaan pasar,
melakukan pemanenan, pembersihan dan pengemasan dilahan dan mengangkutnya dari
lahan usahatani hingga ke jalan atau ke gudang/rumah.
Pedagang Pengumpul, sesuai perannya memberikan informasi harga pasar,
mengangkut hasil panen ke pasar dan memasarkan ke pedagang grosir di pasar induk dan
pedagang pasar tradisionil ditingkat kabupaten. Peran yang sama juga bagi pemasok
supermarket. Beberapa pengumpul dan pemasok supermarket juaga melakukan kegiatan
sortasi dan pembersihan ulang, pengemasan dan mengantarkannya ke supermarket.
Kegiatan serupa juga dilakukan oleh pedagang pengumpul dan pedagang di pasar induk.
Pada akhirnya peran pedagang eceran/tukang sayur menjadi ujung tombak rantai pasok ke
konsumen (rumah tangga). Gambaran tentang aliran aktivitas terangkum dalam Gambar 6.

Konsumen

Pengangkutan,
Pengemasan, Pedagang Pengecer Supermarket Pemasaran,
Pemasaran
promosi

Pengangkutan,
pemasaran Pasar tradisional di wilayah
Supplier Sortasi/grading
Jakarta dan Jawa Barat Pengemasan,
pengiriman

Penimbangan, Pasar Induk


Pemasaran

Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan/ Bandar pengangkutan ,


pemasaran

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa Pengumpulan,


pengangkutan ,
pemasaran

Petani Budidaya, pemanenan,


Pengemasan, pengangkutan

Gambar 6. Aliran Aktivitas Pelaku Rantai Pasok Kentang

54
PERMASALAHAN DAN PEMANTAPAN RANTAI PASOK KENTANG

Dari hasil kajian disimpulkan bahwa sistem manajemen rantai pasok kentang di Garut
telah berjalan sejak beberapa tahun dengan baik dan dalam kurun waktu beberapa tahun
hampir tidak mengalami perubahan yang berarti. Kentang merupakan komoditas yang
dikonsumsi dalam bentuk segar, upaya untuk menghasilkan produk bermutu perlu mandapat
perhatian, mutu tersebut mencakup ukuran umbi, kondisi kesegaran, kemulusan kulit umbi.
Dalam kaitan itu maka penerapan teknik budidaya dan penanganan pasca panen yang baik
sangat berperan penting. Dengan demikian titik kritis dalam rantai pasok kentang berada
ditingkat petani sebagai produsen yang terkait dengan kemampuan untuk menerapkan
teknik budidaya dan penanganan pasca panen yang baik.
Beberapa permasalahan yang dihadapi petani berkaitan dengan kontinuitas pasokan
antara lain adalah :
a. Ketersediaan benih kentang (G4) belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan petani
sehingga petani masih banyak yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri
yang diperoleh dari hasil sortasi umbi yang berukuran kecil. Hal ini menyebabkan
kualitas benih kurang baik sehingga produksi menjadi kurang optimal.Ketersediaan
pupuk buatan di kios saprodi sering tidak dapat menjamin ketepatan dalam hal waktu
dan jumlah sehingga petani sering mengalami kesulitan mendapat pupuk pada saat
membutuhkan. Kondisi ini sering dialami oleh petani sehingga tingkat penerapan
teknologi pemupukan tidak sesuai anjuran yang pada akhirnya berdampak pada
menurunnya kualitas umbi dan tingkat produktivitas.
b. Kondisi jalan usahatani menuju ke lokasi pertanaman sangat terjal dan hanya dapat
dilalui kendaraan roda 2 sebagai sarana angkut hasil panen sehingga biaya angkut
menjadi lebih mahal yang dapat berdampak menurunnya daya saing kentang dibanding
dengan kentang dari daerah lain.
c. Kemampuan modal yang dimiliki sebagian besar petani sangat lemah sehingga untuk
memenuhi kebutuhan modal usaha selalu tergantung pada para bandar. Kondisi ini
menyebabkan petani kurang dapat menikmati keuntungan dari hasil usahanya karena
harus membayar jasa pinjaman yang cukup besar bagi pembayaran kembali sarana
produksi yang yelah diberikan oleh bandar
d. Tanaman kentang cukup rentan terhdap serangan OPT sehingga resiko kegagalan
panen akan sangat merugikan petani. Untuk itu petani terpaksa menggunakan pestisida
dalam jumlah berlebihan sehingga berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan
dan peningkatan biaya produksi
e. Pola rotasi pertanaman belum dilakukan sehingga pertanaman kentang dilakukan
sepanjang tahun apa lahan yang sama. Hal ini menyebabkan sulitnya mengatasi
masalah serangan OPT yang telah berkembang dilokasi tersebut
f. Kurangnya data dan informasi tentang kemampuan produksi/pasokan dari daerah sentra
produksi lainnya sehingga petani tidak mempunyai acuan untuk mengatur pola produksi.
Kondisi ini seringkali menyebabkan terjadinya panen yang bersamaan dan berakibat
adanya kelebihan pasokan atau sebaliknya.

Dengan mengacu pada skala prioritas untuk mengatasi permasalahan di lapangan dan
untuk perbaikan rantai pasok yang berorientasi pada kepuasan pelanggan maka ada aspek
penting perlu mendapat perhatian, yaitu :
a. Untuk memperoleh hasil panen yang berkualitas dengan tingkat produktivitas yang
optimal dan menekan tingkat kehilangan hasil maka perlu dilakukan pembinaan yang
intensif tentang teknik budidaya kentang dan penanganan pasca panen yang baik dan

55
benar. Hal ini dapat dilakukan dengan pelatihan/magang, pemberian sarana penyuluhan
dan pembuatan demplot dilokasi
b. Dalam rangka menjamin kepastian dan keberlanjutan pasokan serta efisiensi usahatani
perlu adanya penyediaan modal bagi petani baik melalui skema kredit oleh perbankan
maupun kredit program yang dilaksanakan oleh pemerintah.
c. Perbaikan pola distribusi pupuk sehingga petani dapat memperoleh pupuk secara tepat
waktu dan jumlah. Hal ini sangat terkait dengan adopsi teknologi budi daya yang akan
berdampak pada peningkatan produktivitas dan mutu kentang. Untuk maksud tersebut
maka pola pendampingan dapat segera diberlakukan dilokasi usaha budidaya kentang.
d. Dalam rangka fasilitasi pemasaran guna meningkatkan posisi tawar petani perlu adanya
penguatan kelembagan petani yang berfungsi sebagai saluran pemasaran kentang.
Kelembagaan dimaksud dapat berbentuk gabungan kelompok tani (Gapoktan ) atau
koperasi tani ( Koptan ) dan lembaga lain sejenisnya.
e. Perlu adanya pengembangan sistim informasi tentang potensi produksi di daerah lain
dan potensi/kebutuhan pasar yang dapat diakses oleh petani secara mudah dan akurat.
Informasi tersebut dapat dijadikan acuan bagi petani untuk menetapkan pola produksi
dan rencana pemasarannya.
f. Untuk memperlancar arus distribusi sejak dari lokasi pertanaman sampai ke sentra
pasar, perlu adanya perbaikan kondisi jalan usahatani terutama di daerah yang
kondisinya sangat terjal dan rawan longsor pada musim hujan agar proses distribusi
dapat lebih lancar.

Keberhasilan membangun rantai pasok secara berkelanjuta sangat ditentukan oleh


komitmen dari setiap pelaku terhadap aturan telah disepakati. Dalam kasus kentang di
Garut, peran penting ditemukan pada figur seorang bandar yang berada di tingkat
kecamatan. Peranan bandar dalam penyediaan sarana produksi sangat membantu petani
kentang, demikian juga dengan jaminan pemasaran hasil panennya. Selain itu bandar juga
memberikan bimbingan teknologi budidaya melalui kerjasama dengan penangkar benih dan
petugas pembina lapangan untuk memperbaiki mutu hasil dan meningkatkan produksi.
Khusus untuk kentang Altantik (kentang industri), peran penting berada pada koordinator
kelompok tani yang bertugas menjadi penghubung dengan PT. Indofood Fritolay melalui
koordinasi dengan petugas lapangan (Supervisor). Hal ini karena hampir semua urusan
petani mitra yang berkaitan dengan PT. Indofood diserahkan sepenuhnya kepada
koordinator yang ditunjuk termasuk aspek pemasaran dan pembayarannya.

PENUTUP
Pada dasarnya penerapan manajemen rantai pasok (SCM) merupakan upaya
membangun jejaring pelaku usaha dalam suatu sistem yang terpadu yaitu:(a) Proses
budidaya untuk menghasilkan produksi, (b) Mentransformasikan hasil produksi bahan
mentah menjadi produk bermutu melalui penanganan panen dan pasca panen yang baik ,
dan (c) Pengiriman produk ke konsumen melalui sistem distribusi yang baik. Dengan
demikian dalam penerapan SCM terkandung didalamnya penerapan budidaya tanaman
yang baik (Good Agricultural Practices – GAP), penerapan penanganan pasca panen yang
baik (Good Handling Practices-GHP), cara distribusi yang baik (Good Distribution
Practices-GDP) dan cara pemasaran yang baik (Good Trading Practice-GTP). Sejalan
dengan itu maka keberhasilan membangun rantai pasok secara berkelanjutan sangat
ditentukan oleh komitmen dari setiap pelaku terhadap aturan telah disepakati.

56
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pertanian Garut. 2009. Laporan Tahunan.


Direktorat Budidaya Sayuran dan Biofarmaka. 2005. Vademekum Tanaman Sayuran.
Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Membangun Hortikultura Berdasarkan Enam Pilar
Pengembangan. Departemen Pertanian.
Julieta, D. dan A. Napitupulu. 2006. Kentang. Dalam. Buku Tahunan Hortikultura: Seri
Tanaman Sayuran. Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta.
Rachmat, M. dan D. Rahmaniar. 2006. Peranan Sayuran dalam Perekonomian Nasional.
Dalam. Buku Tahunan Hortikultura: Seri Tanaman Sayuran. Direktorat Jenderal
Hortikultura. Jakarta.

57

Anda mungkin juga menyukai