Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR PROFESI APOTEKER

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Nama : Rika Parasayu


NIM : 180070600111020
Tgl. Ujian : 2 – 4 Juli 2019

LAPORAN AKHIR UJIAN PRAKTEK PROFESI APOTEKER


(Injeksi Papaverine HCl)

I. USULAN FORMULA YANG DIBUAT


Zat Aktif : Papaverine HCl 30 mg
Tonisity Agent : NaCl 0,9%
Vehicle : WFI ad 1 ml

II. FORMULA ALTERNATIF


Zat Aktif : Papaverine HCl 30 mg
Tonisity Agent : Dextrose
Vehicle : WFI ad 1ml

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat

Gelas Arloji Sarung tangan steril


Batang pengaduk Masker
Gelas ukur 10 ml Penutup kepala
Beaker glass 50 ml Penutup kaki
Pinset Kertas roti
Syringe 3 ml Kapas
Spatel Benang
Beaker glass 500 ml Tisu
Mikropipet 100-1000 µL pH meter
Tabung reaksi Autoklaf
Botol semprot aquadest Timbangan analitik
Pipet tetes Aluminium foil

3.2 Bahan
- Papaverine HCl
- NaCl
- WFI

IV. PERHITUNGAN
Papaverine 30mg dalam 1ml = 0,3%  0,10 (kesetaraan NaCl 0,9%)
0,9 – 0,10 gram/100 ml = 0,8 gram/100 ml = 8 mg/ml
UJIAN AKHIR PROFESI APOTEKER
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

V. PENIMBANGAN
Dibuat sediaan sebanyak 10 vial
Volume sediaan dilebihkan 0,10 ml sesuai persyaratan dalam Farmakope Indonesia IV.

Nama Bahan Per unit sediaan Per bets dilebihkan 0,10 ml/vial
Papaverine HCl 30 mg 330 mg
NaCl 8 mg 88 mg
WFI ad 1 ml ad 11 ml

VI. PROSEDUR KERJA


1. Disiapkan alat yang akan digunakan (dalam keadaan bersih dan kering) kemudian dibungkus
menggunakan kertas roti (alat yang berongga diisi dengan kapas) dan diikat menggunakan
benang
2. Disterilisasi alat menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
3. Ditimbang bahan yang akan digunakan menggunakan timbangan analitik dalam gelas arloji
yang telah steril (Penimbangan 1 bets = 10 vial)
- Papaverine HCl 330 mg
- NaCl 88 mg
4. Diambil WFI sebanyak 8 ml dan dimasukkan kedalam beaker glass
5. Dilarutkan Papaverine HCl dalam sebagian WFI pada beaker glass yang telah ditara
6. Dilarutkan NaCl dalam sebagian WFI pada beaker glass yang lain
7. Dimasukkan larutan NaCl kedalam larutan Papaverine HCl dan dihomogenkan
8. Dilakukan IPC (kejernihan dan pH)
9. Dilakukan pengisian sediaan kedalam vial menggunakan mikropipet sebanyak 1 ml
10.Dilakukan penutupan vial menggunakan karet dan cap sealer
11.Sediaan dimasukkan kedalam beaker glass 500 ml, rongga diisi dengan kapas kemudian
ditutup dengan aluminium foil
12.Dilakukan sterilisasi sediaan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
13.Dilakukan evaluasi sediaan akhir (organoleptis, kejernihan, volume terpindahkan, dan pH)
14.Dilakukan uji organoleptis sediaan secara visual
15.Dilakukan uji kejernihan dengan menggunakan latar belakang putih dan hitam pada
penerangan yang cukup
16.Dilakukan uji volume terpindahkan pada 5 vial yang diambil secara acak dengan cara masing-
masing sediaan diambil isinya menggunakan syringe 3 ml kemudian dimasukkan kedalam
gelas ukur 10 ml dan dilihat volume yang nampak
17.Dilakukan uji penetapan pH pada sediaan yang telah dilakukan uji volume terpindahkan
dengan dimasukkan kedalam tabung reaksi dan diukur pH nya menggunakan pH meter
18.Injeksi yang telah melalui proses evaluasi diberikan label/etiket pada vial
19.Injeksi berlabel dimasukkan kedalam kemasan sekunder dan dimasukkan brosur produk
UJIAN AKHIR PROFESI APOTEKER
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

VII. EVALUASI SEDIAAN (meliputi prosedur, spesifikasi, Interpretasi hasil dan hasil)
7.1 Uji kejernihan (In Process Control)
a. Prosedur : larutan dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dilihat kejernihannya
menggunakan latar belakang putih dan hitam pada kondisi penerangan yang cukup
b. Spesifikasi : jernih
c. Hasil : jernih (tidak ada partikel yang melayang dalam larutan)
d. Interpretasi Hasil : memasuki spesifikasi yang telah ditetapkan
7.2 Uji pH (In Process Control)
a. Prosedur : Dilakukan kalibrasi pH meter dengan mengukur pH buffer standar yang
disediakan yaitu buffer pH 4 ; 7 ; dan 10. Apabila pH meter menunjukkan angka yang sesuai
maka dapat dilakukan pengukuran pH sediaan. Larutan dalam tabung reaksi diukur pH nya
menggunakan pH meter yang sudah dilakukan kalibrasi.
b. Spesifikasi : tidak kurang dari 3,0
c. Hasil : pH = 3,35
d. Interpretasi Hasil : memasuki spesifikasi yang telah ditetapkan
7.3 Uji Organoleptis
a. Prosedur : sediaan injeksi dilihat secara visual (kejernihan dan bau)
b. Spesifikasi : jernih dan tidak berbau
c. Hasil : jernih dan tidak berbau
d. Interpretasi Hasil : memasuki spesifikasi yang telah ditetapkan
7.4 Uji Kejernihan
a. Prosedur : 5 vial injeksi dilihat kejernihannya menggunakan latar belakang putih dan
hitam pada kondisi penerangan yang cukup
b. Spesifikasi : jernih
c. Hasil : jernih (tidak ada partikel yang melayang dalam larutan)
d. Interpretasi Hasil : memasuki spesifikasi yang telah ditetapkan
7.5 Uji Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
a. Prosedur : 5 sediaan injeksi dibuka dan diambil isinya menggunakan syringe 3 ml
kemudian dimasukkan isinya kedalam gelas ukur 10 ml. Uji dilakukan pada 5 wadah.
b. Spesifikasi : volume dalam wadah tidak kurang dari volume yang tertera pada kemasan
c. Hasil : Tidak ada wadah yang volumenya kurang dari jumlah volume wadah yang
tertera pada etiket
d. Interpretasi Hasil : memasuki spesifikasi yang telah ditetapkan
7.6 Uji pH
a. Prosedur : Dilakukan kalibrasi pH meter dengan mengukur pH buffer standar yang
disediakan yaitu buffer pH 4 ; 7 ; dan 10. Apabila pH meter menunjukkan angka yang sesuai
maka dapat dilakukan pengukuran pH sediaan. Diambil 5 sediaan injeksi yang telah diuji
penetapan volume injeksi dalam wadah, dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian diukur
pH nya menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
b. Spesifikasi : tidak kurang dari 3,0
c. Hasil : pH = 3,63
d. Interpretasi Hasil : memasuki spesifikasi yang telah ditetapkan
UJIAN AKHIR PROFESI APOTEKER
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

VIII. PEMBAHASAN
Injeksi adalah larutan, emulsi, atau suspense steril yang disiapkan untuk melarutkan,
mengemulsikan, atau mensuspensikan zat aktif dan menambahkan eksipien dalam water for
injection yang cocok, cairan non-aqueous steril, atau dalam campuran pembawa (European
Pharmacopoeia 5th ed.). Sediaan parenteral ini memiliki keuntungan respon fisiologis yang cepat
dan dapat diprediksi dengan mudah, serta sangat penting penggunaannya pada situasi medis
akut. Selain itu, sediaan parenteral dapat digunakan pada pasien yang tidak sadar atau tidak
kooperatif atau untuk pasien dengan mual dan muntah serta disfagia. Namun, sediaan
parenteral ini memiliki proses produksi yang lebih kompleks daripada formula lain, serta
memiliki spesialiasi staff atau operator yang tinggi. Sediaan parenteral juga memiliki kerugian
yaitu rasa sakit atau tidak nyaman saat diadministrasikan. Selain itu, apabila terjadi alergi
terhadap formulasi (zat aktif dan/ eksipien), respon nya sangat cepat dan intens (Jones, 2008).
Papaverine HCl yang telah banyak berkembang dipasaran diantaranya yaitu kapsul, tablet, dan
injeksi. Papaverine HCl ini dapat larut kedalam air dan tahan terhadap suhu dan tekanan yang
tinggi. Sehingga, dibuat sediaan injeksi papaverine HCl menggunakan metode sterilisasi akhir
(terminal sterilization) menggunakan autoklaf. Metode sterilisasi akhir ini dilakukan dengan
wadah primer sediaan yaitu kaca tipe 1 (sesuai dengan monografi) sehingga diharapkan
sterilisasi akhir dapat efektif terpenetrasi kedalam produk tanpa ada masuknya molekul air
kedalam produk.
Injeksi papaverine HCl adalah larutan steril dari papaverine HCl dalam water for injection yang
mengandung C20H21NO4.HCl tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang
tertera pada etiket (USP Monograph). Formulasi yang digunakan untuk injeksi papaverine HCl ini
diantaranya yaitu Papaverine HCl sebagai bahan aktif, NaCl 0,9% sebagai tonisity agent, dan
water for injection (WFI) sebagai pembawa. Tonisity agent perlu ditambahkan kedalam sediaan
terkait dengan tekanan osmotic dalam cairan tubuh (darah). Larutan isotonic adalah larutan
yang menunjukkan tekanan osmotic efektif sama dengan serum darah, sedangkan larutan
hipotonik dan hipertonik merujuk pada larutan dengan tekanan osmotic kurang atau lebih besar
daripada darah. Larutan hipotonik akan menyebabkan sel darah merah membengkak karena air
masuk kedalam sel dan akhirnya menyebabkan sel pecah (hemolisis), sedangkan larutan
hipertonik menyebabkan air dalam sel keluar sehingga sel mengalami nekrosis (mengkerut)
(Jones, 2008).
Pembuatan dilakukan dengan menyiapkan alat yang dibutuhkan dan disterilisasi menggunakan
autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Kemudian dilakukan penimbangan bahan yang
dibutuhkan menggunakan timbangan analitik pada gelas arloji yang telah steril. Papaverine HCl
dilarutkan dalam WFI pada beaker glass yang telah ditara. NaCl dilarutkan dalam WFI pada
beaker glass lain. Kemudian, larutan NaCl dimasukkan kedalam larutan Papaverine HCl dan
dihomogenkan. Proses pelarutan/pengolahan sediaan ini dilakukan pada ruangan dengan kelas
kebersihan D. Setelah itu dilakukan uji IPC (In Process Control) yaitu uji kejernihan larutan dan uji
pH. Uji kejernihan larutan dilakukan dengan melihat secara visual kejernihan larutan (bebas dari
partikel yang melayang dalam larutan) dengan melihat sediaan pada latar belakang putih dan
hitam. Uji kejernihan larutan ini dilakukan untuk melihat adanya partikel dan adanya endapan
(ketidak larutan sediaan). Spesifikasi uji kejernihan larutan ini adalah jernih dan hasil uji
UJIAN AKHIR PROFESI APOTEKER
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

menunjukkan larutan jernih, sehingga masuk kedalam spesifikasi. Uji IPC lain yaitu uji pH. Uji pH
larutan ini dilakukan menggunakan pH meter yang telah dilakukan kalibrasi dengan spesifikasi
pH larutan kurang dari 3,0 sesuai dengan yang disebutkan dalam monografinya. Hasil uji pH
larutan menunjukkan nilai 3,35 sehingga masuk kedalam spesifikasi yang disebutkan. Kemudian
dilakukan proses filling sediaan kedalam vial menggunakan mikropipet sebanyak masing-masing
1ml atau 1000µL. Proses filling sediaan kedalam vial dilakukan pada ruangan dengan kelas
kebersihan C. Vial yang telah terisi kemudian ditutup dengan karet dan cap sealing. Vial yang
sudah tertutup kemudian dimasukkan kedalam beaker glass 500 ml. Rongga yang ada diisi
dengan kapas, kemudian ditutup menggunakan aluminium foil dan dilakukan sterilisasi akhir
sediaan. Sterilisasi akhir sediaan dilakukan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15
menit. Sediaan injeksi steril kemudian dilakukan evaluasi akhir diantaranya yaitu uji
organoleptis, kejernihkan, penetapan volume injeksi dalam wadah, dan pH.
Evaluasi sediaan akhir yang pertama dilakukan adalah uji organoleptis. Uji ini dilakukan dengan
menggunakan panca indra yaitu penglihatan dan penciuman dengan spesifikasi sediaan jernih
dan tidak berbau. Sediaan injeksi Papaverine HCl yang dihasilkan terlihat jernih dan tidak berbau
sehingga secara organoleptis, sediaan ini memasuki spesifikasi produk yang telah ditentukan.
Kemudian, sediaan injeksi dilakukan uji kejernihan dengan mengambil sampel sebanyak 5 dari
10 vial. Sediaan ini dilihat kejernihan nya dengan menggunakan latar belakang hitam dan putih
pada penerangan yang cukup. Pada sediaan akhir ini tidak ditemukan adanya partikel yang
melayang pada larutan, sehingga pada uji ini produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditentukan. Uji kejernihan dilakukan untuk melihat adanya partikel yang tidak
diinginkan dalam sediaan dan melihat adanya kemungkinan endapan ataupun ketidaklarutan
sediaan. Latar belakang putih dapat memperlihatkan adanya partikel hitam yang melayang
didalam sediaan. Sedangkan latar belakang hitam memperlihatkan adanya partikel putih yang
melayang pada sediaan. Kemudian, evaluasi produk yang dilakukan selanjutnya yaitu uji
penetapan volume injeksi dalam wadah. Uji ini dilakukan untuk mengetahui volume injeksi
dalam wadah, dimana volume ini mempengaruhi dosis sediaan. Volume sediaan yang kurang
dari jumlah yang tertera pada etiket akan memiliki dosis yang lebih rendah dari yang sebenarnya
(<30 mg), sehingga dapat mempengaruhi efikasi pemberian sediaan kepada pasien. Uji
penetapan volume injeksi dalam wadah ini dilakukan dengan mengambil 5 wadah kemudian
diambil larutannya menggunakan syringe dengan volume tidak lebih dari 3x volume sediaan.
Sehingga dalam uji ini dilakukan menggunakan syringe 3 ml. Kemudian, larutan yang diambil
dilihat volume yang ditunjukkan pada syringe. Selanjutnya, larutan dalam syringe dimasukkan
kedalam gelas ukur yang memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas yang
tertera. Dalam uji ini digunakan gelas ukur 10 ml. Lima sediaan injeksi yang dilakukan uji ini
menunjukkan volume sama yaitu sebesar 1ml. Sehingga, produk memasuki spesifikasi yang telah
ditentukan. Dimana spesifikasinya adalah volume yang dihasilkan tidak kurang dari jumlah
volume wadah yang tertera pada etiket. Sediaan yang telah dilakukan uji penetapan volume
injeksi dalam wadah, dikumpulkan kedalam tabung reaksi untuk dilakukan uji penetapan pH
sediaan akhir. Uji penetapan pH ini dilakukan terkait dengan stabilitas produk, dimana
disebutkan dalam monografi injeksi papaverine HCl memiliki pH tidak kurang dari 3,0. Selain itu,
pH produk yang tidak sama dengan pH cairan tubuh/ darah (7,4) akan menimbulkan rasa sakit
UJIAN AKHIR PROFESI APOTEKER
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

saat administrasi/penyuntikan. Sehingga perlu diberikan keterangan tambahan seperti


disuntikkan secara perlahan. Uji penetapan pH sediaan ini dilakukan menggunakan pH meter
yang telah dikalibrasi sebelumnya. Hasil uji menunjukkan pH sediaan yaitu 3,63 , sehingga dapat
disimpulkan bahwa produk ini memasuki spesifikasi pH yang telah ditetapkan. Karena produk ini
memiliki pH lebih rendah daripada pH cairan tubuh/darah, maka dalam etiket atau label obat
diberikan keterangan bahwa produk diinjeksikan secara perlahan yaitu selama 1-2 menit, untuk
mengurangi rasa sakit yang dihasilkan saat produk diadministrasikan.
Sediaan akhir injeksi papaverine HCl yang dihasilkan memenuhi spesifikasi mutu yang telah
ditetapkan, sehingga formula yang dibuat dapat dikembangkan untuk dilakukan produksi injeksi
papaverine HCl untuk dipasarkan. Namun, berdasarkan segi sterilitas produk ini belum dapat
divalidasi prosedurnya dikarenakan produk tidak dilakukan uji sterilitas, uji pirogen, uji
endotoksin. Selain itu, produk juga belum dilakukan uji identifikasi senyawa dalam sediaan, uji
penetapan kadar, uji partikulat, dan uji integritas wadah.
Uji identifikasi senyawa dalam sediaan ini dilakukan untuk memastikan adanya senyawa
papaverine HCl dalam sediaan injeksi. Uji penetapan kadar dilakukan untuk memastikan kadar
papaverine HCl yang terkandung dalam sediaan sesuai dengan spesifikasi (sesuai dengan yang
disebutkan dalam monografi) karena akan mempengaruhi efikasi administrasi produk. Uji
partikulat perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah partikulat dalam produk. Uji integritas
wadah dilakukan untuk mengetahui adanya kemungkinan kebocoran wadah. Wadah yang bocor
dapat mempengaruhi stabilitas dan sterilitas produk. Uji sterilitas dilakukan untuk mengetahui
sterilitas sediaan yang dihasilkan dan melihat kemungkinan adanya kesalahan teknik ataupun
kontaminasi lingkungan saat pengujian. Uji pirogen dilakukan untuk membatasi resiko demam
pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberiaan sediaan injeksi. Uji endotoksin
dilakukan untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada pada sediaan dan
melihat kesesuaian dengan spesifikasi (sesuai dengan yang disebutkan dalam monografi).

IX. DAFTAR PUSTAKA


European Pharmacopoeia Commission. European Pharmacopoeia 5th ed. CD Room.
Jones, David. 2008. FastTrack Pharmaceuticals-Dosage Form and Design. Pharmaceutical Press.
London.

Anda mungkin juga menyukai