Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KASUS 3 BLOK TM-FORENSIK

INFEKSI BAKTERI

Disusun oleh:
Tutorial B-2
M. Ariq Fiqih 1610211080
Denina Kusumaningayu P 1610211002
Nahdah Aidah 1610211110
Adhila Khairinnisa 1610211101
Mei Putra Daya 1610211060
Iqlima Luthfiya 1610211114
I Gusti Ayu Putu Kendran 1610211112
Hafshah 1610211062
Yoga Sugema 1610211038

Tutor : dr. Sri Wahyuningsih, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


TAHUN AJARAN 2019/2020
I. Skenario Kasus

Halaman 1
Saat anda sedang bekerja di Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Datang pasien
pertama Tn. Nardi 26 tahun, datang dengan keluhan demam sejak 8 hari yang lalu. Demam
yang dirasakan naik turun. Naik pada sore dan malam hari serta cenderung turun pada pagi
hari. Demam tersebut makin lama makin meninggi tanpa rasa menggigil. Keluhan juga
disertai sakit kepala. Selain demam pasien mengeluh mual dan muntah yang berisi makanan
yang baru dimakannya. Sehingga pasien tidak nafsu makan. Pasien juga mengeluh nyeri ulu
hati dan perutnya kembung. Semenjak sakit, BAB pasien mencret konsistensi lembek dengan
frekuensi 3x sehari. Biasanya pasien BAB sekali sehari setiap hari. BAK normal.
Pasien adalah seorang pekerja pabrik yang kost dekat tempat kerjanya yang banyak
tikus dan 1 minggu lalu terkena banjir. Biasanya makan sehari hari di warung sebelah kost
tempat tinggalnya tersebut. Keluhan pasien tidak disertai binti-bintik merah di badan maupun
tangan dan kaki. Riwayat luka tidak ada. Riwayat batuk, pilek, dan sakit tenggorokan tidak
ada. Keluhan sesak tidak ada. Keluhan penurunan kesadaran dan kejang tidak ada. Keluhan
bengkak di kedua tungkai bawah tidak ada. Pasien belum berobat ke dokter dan hanya minum
obat penurun panas serta obat maag yang dibelinya dari toko obat.
Selanjutnya datang pasien kedua yaitu Tn. Joko 42 tahun, mengeluh BAB cair disertai
darah dan lendir, dengan jumlah feses cair lebih sedikit dibanding darah dan lendirnya.
Keluhan juga disertai mual dan muntah, dimana muntah 2 kali/hari berisi sisa makanan.
Selain keluhan tersebut pasien merasakan nyeri perut terutama dibagian bawah dan perasaan
tidak puas saat BAB. Keluhan BAB cair seperti air cucian beras disangkal. Keluhan batuk
pilek sebelum diare disangkal. Pekerjaan pasien adalah petugas pasukan kuning di jalanan.
Pasien terbiasa makan tanpa menggunakan sendok dan garpu. Terkadang lupa mencuci
tangan sebelum makan. Pasien jarang minum susu atau makan daging. Pasien tinggal
disebuah rumah petak ukuran 4x5 m2 bersama 5 orang anggota keluarganya. Dalam keluarga
salah seorang anaknya menderita penyakit yang sama. Untuk keluhannya tersebut pasien
belum pernah berobat atau mengobati sendiri penyakitnya.

Halaman 2
Tn. Nardi
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sdang
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital
T : 110/80 mmHg
N : 90x/mnt regular equal isi cukup
RR : 20x/mnt
S : 38,3 C
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : KGB tidak membesar
Faring dan tonsil dalam batas normal
Lidah coated tongue dengan tepi hiperemis dan tremor
Thorax:
Cor : batas kanan : liea sternalis dekstra. Batas kiri : line midklavikularis sinistra
Batas atas : intercostal space III kiri
Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur(-), S3 gallop(-)
Pulmo : vokal fermitus normal kiri=kanan, vesicular breath sound kiri=kanan, ronkhi -/-,
wheezing-/-
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (+) regio epigastrium
Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae dengan konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi
tajam, nyeri tekan (-)
Lien teraba di schuffner I, nyeri tekan (-)
Bising usus (+) normal
Ekstremitas : petechie (-), edema -/-, sianosis -/-, akral hangat

Tn. Joko
Keadaan umum : kesadaran kompos mentis, tampak sakit sedang
Tanda vital :
T : 90/60 mmHg
N : 98x/mnt
RR : 24x/mnt
S : 38,8 C
Kepala : konjungtiva agak anemis, sklera tidak ikterik, matak agak cekung, mukosa mulut
dan lidah agak kering
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thoraks : bentuk dan gerak simetris
Pulmo : vesicular breath soung kiri=kanan
Cor : BJ I – II murni, regular, murmur (-)
Abdomen : datar, lembut, NT(+) a/r umbilicalis et inguinal sinistra
Bising usus meningkat
Hepar dan lien tidak teraba
Turgor kulit kembali agak lambat
Ekstremitas : akral hangat, capillary refil time < 2 detik

Halaman 3
Pemeriksaan Lab Tn. Nardi
Darah
Hb : 14 gr%
Leukosit : 4500
Trombosit : 189.000
Hitung jenis : -/-/1/89/10/-
LED : 20 mm/jam
GDS : 94 mg/dL
SGOT : 88 u/L SGPT : 70 u/L
Ureum : 40mg/dL kreatinin : 0,8 u/dL
Urinalisa : dbn
Pemeriksaan serologi
Widal :
Titer aglutinin O H
Typhi 1/640 1/320
Paratyphi A (-) (-)
Paratyphi B (-) (-)
Paratyphi C (-) (-)
Tubex TF (+)
IgM anti leptospira (-)
Pemeriksaan Lab Tn. Joko
Darah
Hb : 12 gr%
Ht : 45
Leukosit : 13000
Trombosit : 400.000
Hitung jenis : 0/5/20/53/21/1
Elektrolit
Na : 128 mEq/L
Cl : 98 mEq/L
K : 2,5 mEq/L
HCO3 : 21 mEq/L
Feses
Warna : kuning bercampur darah dan lendir
Bau : indo skatol
Konsistensi : cair, lendir (+), darah (+), eritrosit (+), leukosit >5/LBP
Telur cacing (-) trofozoit entamoeba (-)
Px bakteri : Gram (-) R
II. OVERVIEW KASUS
III. DEMAM TYPHOID

DEFINISI
Demam typhoid merupakan penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat di
Indonesia, oleh karenanya dalam meningkatan kualitas kesehatan masyarakat sejak usia dini,
perlu dilakukan upaya pengendalian demam tifoid dengan pemeriksaan berkala, pengobatan,
perbaikan kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.

FAKTOR RISIKO
 Higiene perorangan
 Sanitasi lingkungan à lingkungan kumuh, kebersihan tempat-tempat umum (rumah,
makan, restoran) yang kurang
 Perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat
 Krisis ekonomi yang berkepanjangan
 Lamanya penyakit sebelum diberikan antimikroba yang tepat
 Pemilihan antimikroba
 Umur pasien
 Riwayat imunisasi
 Virulensi strain bakteri
 Jumlah kuantitas inokulum yang tertelan,
 Status imun pejamu

EPIDEMIOOGI
 Kasus terus meningkat dari tahun ke tahun dg rata-rata kesakitan 500/100.000
penduduk dengan kematian antara 0,6-5%.
 Bersifat komorbid atau koinfeksi, relaps atau karrier
 Multidrug Resistances
 Sulit dibuat vaksin yang efektif.
 Banyak pada remaja dan dewasa muda, 75% kurang dari 30 tahun
 Pada anak-anak diatas 1 tahun dan terbanyak diatas 5 tahun.
 85% karier pada wanita diatas 50 tahun.

GEJALA KLINIS
Penyakit non-rumit akut:
 Demam
 Gangguan fungsi usus (sembelit pada orang dewasa, diare pada anak-anak),
 Sakit kepala,
 Malaise
 Anoreksia
 Batuk bronkitis umum terjadi pada tahap awal penyakit.
 Selama periode demam, hingga 25% pasien menunjukkan exanthem (bintik-bintik), di
dada, perut dan punggung.
Penyakit rumit:
 Demam tifoid akut bisa parah hingga 10% dari pasien tifoid dapat mengembangkan
komplikasi serius.
 Darah dalam tinja 10-20% pasien, dan hingga 3% mungkin memiliki melena.
 Usus perforasi juga telah dilaporkan hingga 3% dari kasus rawat inap.
 Perut tidaknyamanan berkembang dan meningkat. Ini sering terbatas pada kuadran
kanan bawah tetapi mungkin menyebar.
 Gejala dan tanda-tanda perforasi usus dan peritonitis kadang-kadang diikuti, disertai
dengan peningkatan tiba-tiba denyut nadi, hipotensi, dan kekakuan perut.
 Peningkatan leukosit dengan pergeseran kiri

DIAGNOSIS
Anamnesis
 keluhan (+) gejala klinis
 RPD, RPK, RPSOS (Faktor risiko makanan tidak higienis)
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum dan kesadaran
 Tanda vital suhu >>
 Nadi <<, TD<<
 Head to toe à lidah coated tongue
 kulit à rose spot, thorax abdomen
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan hematologi
• Pada anak yang lebih muda leukositosis bisa mencapai 20.000-25.000/mm3.
• Trombositopenia dapat merupakan marker penyakit berat dan disertai dengan
koagulasi intravaskular diseminata.
• Pemeriksaan fungsi hati dapat berubah, namun gangguan hati yang bermakna
jarang ditemukan.
 Pemeriksaan Widal
• Pemeriksaan Widal mengukur kadar antibodi terhadap antigen O dan H S.
typhi dan sudah digunakan lebih dari 100 tahun.
• Pemeriksaan Widal memiliki sensitivitas 40% dan spesifisitas 91,4% (rendah)
à tapi satu-satunya pemeriksaan penunjang di daerah endemis dan prediksi
positif 80%.
• Kadar aglutinin tersebut diukur dengan menggunakan pengenceran serum
berulang. Pada umumnya antibodi O meningkat di hari ke-6-8 dan antibodi H
hari ke 10-12 sejak awal penyakit.

 Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan whole blood culture PCR terhadap S. typhi hanya membutuhkan waktu
kurang dari 8 jam dan memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga lebih unggul
dibanding pemeriksaan biakan darah biasa yang membutuhkan waktu 5-7 hari. In-
flagelin PCR terhadap S. typhi memiliki sensitivitas 93,58% dan spesifisitas 87,9%.
 Pemeriksaan ELISA
Menggunakan antibodi monoklonal terhadap antigen 9 somatik (O9),antigen d
flagella (d-H), dan antigen virulensi kapsul (Vi) pada spesimen urin memiliki
sensitivitas tertinggi pada akhir minggu pertama, yaitu terhadap ketiga antigen Vi
terdeteksi pada 9 kasus (100%), O9 pada 4 kasus (44%) dan d-H pada 4kasus (44%).
 Pemeriksaan antobodi IgA
• Pemeriksaan diagnostik yang mendeteksi antibodi IgA dari lipopolisakarida
S.typhi dari spesimen saliva memberikan hasil positif (89,2%)
• Sensitivitas 71,4%, 100%, 100%, 9,1% dan 0% pada minggu pertama, kedua,
ketiga, keempat, dan kelima perjalanan penyakit demam tifoid.

TATA LAKSANA
Tata Laksana Umum
 Tirah baring
 Nutrisi ( cairan , diet dengan kalori dan protein yang cukup)
 Rendah serat mencegah perdarahan dan perforasi dan dibagi menjadi diet cair, buur
lunak, tim, dan nasi biasa.
 Terapi simptomatik
 Antipiretik dan antiemetik
Tata Laksana Farmakologi
 Obat Lini Pertama : Fluorokuinolon, seperti ofloksasin, siprofloksasin, levofloksasin
atau gatifloksasin.
 Obat Lini Kedua : Kloramfenikol, ampisilin, amoksisilin, trimetoprim-
sulfametoksazol, dan cefixim
 Antimikroba :
 Fluoroquinolone secara luas dianggap sebagai optimal untuk pengobatan tipus
demam pada orang dewasa à murah, ditoleransi dengan baik dan lebih cepat
daripadaobat lini pertama.
 Fluoroquinolones mencapai penetrasi jaringan yang sangat baik, membunuh S.
typhi tahap stasioner intraselulernya dalam monosit / makrofag dan mencapai
aktif lebih tinggi kadar obat dalam kandung empedu dibandingkan obat lain.
 Resistensi Obat :
 Resistensi terhadap antibiotik seperti chloramphenicol, ampicillin dan
trimethoprim-sulfamethoxazole (strain MDR)
 Resistensi terhadap obat fluoroquinolone (ofloxacin, ciprofloxacin, fleroxacin,
perfloxacin ).
 Pengobatan Karier

KOMPLIKASI
Pada minggu ke 2/ lebih (komplikasi ringan – berat dan kematian)
1. Tifoid Toksik à penurunan kesadaran akut dengan gejala delirium – koma
2. Peritonitis à dapat terjadi tanpa perforasi, dengan gejala-gejala abdomen akut (nyeri
perut hebat, kembung serta nyeri pada penekanan dan nyeri lepas).
3. Hepatitis tifosa à demam tifoid disertai gejala ikterus, hepatomegali, SGOT SGPT
dan bilirubin tinggi. Histopatologi: nodul tifoid dan hiperplasia.
PATOFISIOLOGI
IV. DISENTRI BASILER

DEFINISI
 Disentri adalah radang intestine yang menyebabkan diare yang disertai darah atau
lendir dan nyeri perut
 Disentri merupakan kumpulan gejala seperti diare berdarah, lendir dalam tinja, dan
nyeri saat mengeluarkan tinja
 Jika diare disertai darah, perlu dicurigai adanya disentri

ETIOLOGI
 Disentri basiler disebabkan oleh genus shigella sp
 Spesies:
 S. sonnei
 S. flexneri
 S. boydii
 S. dysentriae
 Ciri-ciri :
 Tidak berspora
 Anaerob fakultatif
 Tahan terhadap pH rendah
 Transmisi : fecal – oral
 Bentuk : basil
 Susunan : tunggal
 Warna : merah
 Sifat : Gram (-)
 Metode : pewarnaan Gram
 Media selektif : Mac Conkey Agar
 Meragi glukosa dan manitol (kecuali s. dysentriae)
 Cara Penularan :
Shigella memasuki host melalui mulut à Kuman ini dapat bertahan terhadap pH yang
rendah, sehingga dapat memasuki barrier asam lambung à Ditularkan secara oral
melalui air, makanan, lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien à Secara endemik pada
daerah tropis penyebaran melalui air yang tercemar oleh tinja pasien, makanan yang
tercemar oleh lalat, dan pembawa hama.

EPIDEMIOOGI
 Penyebaran di seluruh dunia namun banyak di dapat pada negara berkembang
 Banyak pada wilayah higenitas rendah dan padat penduduk
 Status ekonomi rendah
 Banyak di derita oleh anak
 Jumlah kasus sekurangnya 200 jt kasus dan 650.000 kematian pada anak
GEJALA KLINIS
 Diare akut : permulaan sakit
 Tinja bercampur lendir dan darah
 Demam
 Muntah
 Malaise
 Anorexia
 Dehidrasi
 Kram perut
 Tenesmus (perasaan BAB belum tuntas)

DIAGNOSIS
Anamnesis
 BAB > 3 x sehari, berlendri, berdarah
 Riwayat sosial ekonomi untuk mengatahui status higiene
Pemeriksaan Fisik
 Nadi meningkat
 Suhu meningkat (demam)
 Tanda dehidrasi :
• Mata cekung dan kering
• Pada bayi : menangis tidak ditemukan air mata
• Mukosa bibir kering
• Distensi
• Turgor kulit kembali sangat lambat
• Peningkatan bising usus
 Palpasi à nyeri perut bagian bawah
 Auskultasi à peningkatan bising usus
Pemeriksaan Penunjang
 Darah : Hb normal/↑, leukosit ↑ (infeksi bakteri), Na+ K+ ↓
 Feses : cair, ditemukan leukosit dan eritrosit
 Mikrobiologi :ditemukan Shigella dengan ciri-ciri bakteri gram negatif, batang
ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak, dan tidak ada spora
 Gambaran Endoskopi : mukosa hemoragik yang terlepas dan ulserasi. Kadang
tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi ada pada bagian distal kolon.
 Tes PCR (Polymerase Chain Reaction)
 Pemeriksaan enzim Immunoassay : deteksi toksin di tinja penderita (Biasanya untuk
pasien yang terinfeksi S. dysentriae tipe 1).

TATA LAKSANA
 Tatalaksana dehidrasi
 Antibiotik :
 Ampisilin 4 x 500 mg/hari selama 5 hari
 Trimetopim-sulfametoksazol 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari
 Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 3 hari
 Azitromisin 1 g dosis tunggal
 Sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari
 Asam nalidiksik 3 x 1 g/hari selama 5 hari
 Second line jika resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol,
ampisilin, sulfametoksazol
 Second line :
 Ceftriaxone 50 – 100 mg/kgBB 1x sehari selama2 – 5 hari (untuk anak)
 azithromisin
 Terapi simptomatik
 Antipiretik à demam
 Analgestik à nyeri
 Zinc à suplemen untuk anak selama 10 – 14 hari
 Diet Pasien diberikan makanan yang lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5
x/sehari, kemudian diberi makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
 Memberikan informasi kepada pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti
mengenai perjalanan penyakit, penularan, komplikasi dan cara terapi
 Edukasi :
 Cukup istirahat
 Cara cuci tangan
 Tampat pembuangan sampah
 Higenitas makanan
 Higenitas air
 Nutrisi : makan bergizi dengan jumlah sedikit namun frekuensi sering

KOMPLIKASI
 Dehidrasi berat
 Gangguan elektrolit à natrium
 Kejang
 Sepsis
 Perforasi lokal
 Peritonitis
 Bakteriemia, biasanya pada pasien dengan gizi buruk atau pada pasien dengan AIDS.
 Haemolytic uremic syndrome (HUS), ditandai : oliguria, penurunan hematokrit
(sampai 10% dalam 24 jam), dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau
anemia berat dengan gagal jantung, leukemoid, trombositopenia, hiponatremia dan
hipoglikemia berat.

PROGNOSIS
 Pengobatan dini : dubia ad bonam
 Kasus berat : angka kematian tinggi
 Masa penyembuhan lama
PATOFISIOLOGI

Anda mungkin juga menyukai