Anda di halaman 1dari 28

BAB II

KONSEP DAN TEORI

A. LANJUT USIA

1. Pengertian Lansia

Usia lanjut (lansia) adalah menurut WHO lanjut usia meliputi usia

pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 tahun sampai 59 tahun,

lanjut usia (elderly) yaitu usia 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu

antara 75 tahun sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old) yaitu diatas

90 tahun (Nugroho, 2008).

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup tidak hanya

dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.

Menjadi tua adalah proses alamiah, yang berarti seseorang telah melewati 3

tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).

Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat

dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan (Depkes

RI, 2001). Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut

dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang

Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah

mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Penuaan adalah normal,

dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi

7
8

pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan

kronologis tertentu (Stanley, 2006).

2. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia

a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun

b. Lansia yaitu sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih

c. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau

lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan (Depkes RI 2003 dalam Maryam, 2008)

d. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melaksanakan

pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa

(Depkes RI 2003 dalam Maryam 2008)

e. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,

shingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI

2003 dalam Maryam 2008)

3. Karakteristik Lansia

Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008) lansia memiliki karakteristik :

a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13

tentang Kesehatan).

b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dan rentang sehat sampai

sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi

adaptif hingga kondisi maladaptif.

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.


4. Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2008).

Tipe tersebut yaitu sebagai berikut:

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,

sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik,

dan banyak menuntut.

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan

melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif, dan acuh tak acuh


5. Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri

terhadap tugas perkembangan lansia dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang

pada tahap sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang

sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta

membina hubungan yang serasi dengan orang-orang di sekitarnya, maka pada

usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap

perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocock

tanam, dan lain-lain.

Tugas perkembangan lansia yaitu: (Maryam, 2008)

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun

b. Mempersiapkan diri untuk pensiun

c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya

d. Mempersiapkan kehidupan baru

e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara

santai

f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan

6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial dan

psikososial (Maryam, 2008) :

a. Perubahan fisik

a) Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh

menurun, dan cairan intraseluler menurun


b) Kardiovaskular : katub jantung menebal dan kaku, kemampuan

memompa darah menuruh (menurunnya kontraksi dan volume),

elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya

resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah

meningkat.

c) Respirasi : otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku,

elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga

menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya

menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadinya

penyempitan pada bronkus.

d) Persarafan : saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya

menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi

khusunya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau

hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan

berkurangnya respon motorik dan refleks.

e) Muskuloskeletal : cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh,

bungkuk, persendian membesar dan menjadi kaku, kram,

tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

f) Gastrointestinal : esofagus melebar, asam lambung menurun,

dan peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut

menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ

aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya

produksi hormon dan enzim pencernaan.


g) Genitouinaria : ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun,

penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus

menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urin juga ikut

menurun.

h) Vesika urinaria : otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan

retensi urin. Prostat akan mengalami hipertrofi pada 75% lansia.

i) Vagiana : selaput lendir mengering dan sekresi menurun.

j) Pendengaran : membran tympani atrofi sehingga terjadi

gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami

kekakuan.

k) Penglihatan : respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap

gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun,

dan katarak.

l) Endokrin : produksi hormon menurun.

m) Kulit : keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut

dalam hidun dan telinga menebal. Elastisitas menurun,

vasikularisasi menurun, rambut memutih, kelenjar keringat

menurun, kuku keras dan rapuh serta kuku kaki tumbuh

berlebihan seperti tanduk.

n) Belajar dan memori : kemampuan belajar masih ada tetapi relatif

menurun. Memori atau daya ingat menurun karena proses

incoding menurun.

o) Intelegensi : secara umum tidak banyak berubah.


p) Personality dan adjusment (pengaturan) : tidak banyak berubah,

hampir seperti saat muda.

q) Pencapaian : sains, filosofi, seeni, dan musik sangat

mempengaruhi.

b. Perubahan sosial

Meliputi perubahan peran, keluarga, teman, masalah hukum, pensiun,

ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi, politik, pendidikan, agama

dan panti jompo.

c. Perubahan psikologis

Perubahan psikologis pada lansia meliputi frustasi, kesepian, takut

kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan

keinginan, depresi, dan kecemasan.

Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan

tidak berguna dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih mampu

mengaktualisasikan potensinnya secara optimal. Jika lansia dapat

mempertahankan pola hidup dan cara dia memandang suatu makna

kehidupan maka sampai ajal menjemput mereka masih dapat berbuat banyak

bagi kepentingan semua orang (Maryam, dkk, 2008)

Kebutuhan lansia menurut Darmojo (2001) dalam Maryam, (2008) adalah

makan cukup dan sehat, pakaian dan kelengkapannya, perumahan/tempat

tinggal/tempat berteduh, perawatan dan pengawasan kesehatan, bantuan

teknis praktik sehari-hari/bantuan hukum, transportasi umum,

kunjungan/teman bicara/informasi, rekreasi dan hiburan sehat lainnya, rasa


aman dan tentram, bantuan alat-alat pancaindra, kesinambungan bantuan

dana dan fasilitas.

7. Penyakit yang Sering dijumpai pada Lansia (Nugroho, 2008)

a. Penyakit Sistem Pernafasan

Fungsi paru-paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang

disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang.

Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernafasan dapat

berkurang sehingga sulit bernafas. Fungsi paru menentukan konsumsi

oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam

paru untuk digunakan tubuh. Jadi, konsumsi oksigen sangat erat

hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Dengan demikian mudah

dimengerti bahwa konsumsi oksigen akan menurun pada orang usia lanjut.

Infeksi yang sering diderita lanjut usia adalah pneumonia bahkan

mempunyai angka kematian cukup tinggi. Tuberkulosis pada lanjut usia

diperkirakan masih cukup tinggi. Secara patofisiologis, lanjut usia tanpa

penyakit saja sudah mengalaami penurunan fungsi paru, apalagi menderita

Tuberculosis/TB Paru maka akan jelas memperburuk keadaan.

b. Penyakit Sistem Kardiovaskuler

Pada orang lanjut usia, umumnya besar jantung akan sedikit mengecil.

Yang paling banyak mengalami penurunan adalah rongga bilik kiri, akibat

semakin berkuarangnya aktivitas. Yang juga mengalami penurunan adalah

besarnya sel-sel otot jantung hingga menyebabkan menurunnya kekuatan

otot jantung. Tekanan darah akan naik secara bertahap.


Perubahan yang jauh lebih bermakna dalam kehidupan lanjut usia adalah

terjadi pada pembuluh darah. Proses yang disebut sebagai Arterisklerosis

atau pengapuran dinding pembuluh darah dapat terjadi dimana-mana.

Proses pengapuran ini akan berlanjut menjadi proses yang menghambat

aliran darah yang pada suatu saat dapat menutup pembuluh darah. Pada

tahap awal gangguan dari dinding pembuluh darah yang menyebabkan

elastisitasnya berkurang memacu jantung bekerja lebih keras, karena

terjadi hipertensi. Bila terjadi sumbatan maka jaringan yang dialiri zat

asam oleh pembuluh darah ini akan rusak/mati, terjadi infark. Bila terjadi

diotak akan terjadi stroke, bila terjadi di jantung dapat menyebabkan infark

jantung atau infark miokard.

c. Penyakit Sistem Pencernaan

Produksi saliva menurun sehingga mempengaruhi proses perubahan

kompleks karbohidrat menjadi disakarida. Fungsi ludah sebagai pelicin

makanan berkurang sehingga proses menelan lebih sukar. Keluhan seperti

kembung, perasaan tidak enak di perut dan sebagainya, seringkali

disebabkan makanan yang kurang bisa dicernakan akibat berkuangnya

toleransi terhadap makanan terutama yang mengandung lemak. Penyakit

dan gangguan pada lambung yaitu gastritis atau proses inflamasi pada

lapisan mukosa dan submukosa lambung, insidensi gastritis meningkat

dengan lanjutnya proses menua. Ulkus peptikum yang bisa terjadi di

esofagus, lambung, dan duodenum walaupun kadar asam lambung pada


lanjut usia sudah menurun, insidensi ulkus di lambung masih lebih banyak

di banding ulkus duodenum.

d. Penyakit Sistem Urogenital

Peradangan dalam sistem urogenital terutama dijumpai wanita lanjut usia

berupa peradangan kandung kemih sampai peradangan ginjal akibat sisa

air seni pada vesika urinaria. Keadaan ini disebabkan berkurangnya tonus

kandung kemih dan adanya tumor yang menyumbat saluran kemih. Pada

pria berusia 50 tahun, sisa air seni dalam kandung kemih dapat disebabkan

pembesaran kelenjar prostat (hipertrofi prostat).

e. Penyakit gangguan endokrin (metabolik)

Penyakit metabolik yang banyak pada lansia terutama disebabkan

menurunnya produksi hormon antara lain terlihat pada wanita mendekati

50 tahun yang ditandai mulainya menstruasi yang tidak teratur sampai

berhenti sama sekali/menopause. Penyakit metabolik yang banyak

dijumpai ialah diabetes melitus atau kencing manis dan osteoporosis

(berkurangnya zat kapur dan bahan-bahan mineral sehingga tulang lebih

mudah rapuh dan menipis).

f. Penyakit Persendian dan Tulang

Penyakit pada sendi ini adalah akibat degenerasi atau kerusakan pada

permukaan sendi-sendi tulang yang banyak dijumpai pada lansia. Hampir

8% orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada sendi-

sendinya, misal : linu-linu, pegal, dan kadang terasa seperti nyeri.

Biasanya yang terkena ialah persendian pada jari-jari, tulang punggung,


sendi-sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul). Biasanya nyeri akut

pada persendian itu disebabkan oleh gout, hal ini disebabkan gangguan

metabolisme asam urat dalam tubuh.

B. HIPERTENSI

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Communitte on

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC)

sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90mmHg dan diklasifikasikan

sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah

normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan seperti ini

dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau

sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali,

seringkali dapat diperbaiki (Doenges, 2000).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas

90 mmHg. Pada lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan

sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer, 2002).

2. Etiologi Hipertensi

Hipertensi berdasarakan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan

besar yaitu : (Lany Gunawan, 2001)

a. Hipertensi esensial (hipertensi primer) yaitu hipetensi yang tidak

diketahui penyebabnya.
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit

lain.

Hipetensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi,

sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun

hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data

penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan

terjadinya hipertensi.

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.

Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau

peningkatan tekanan perifer. Namun, ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu :

a. Genetik

Respon neurologi terhadap stres atau kelainan ekskresi atau transport

Natrium.

b. Obesitas

Terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan

darah meningkat.

c. Stres lingkungan

d. Hilangnya elastisitas jaringan dan aterosklerosis pada orang tua serta

pelebaran pembuluh darah.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya

perubahan-perubahan pada :

a. Elastisitas dinding aorta menurun


b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun. 1% setiap tahun

sesedah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah

menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi.

e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

3. Tanda dan Gejala

Banyak pasien dengan hipertensi tidak mempunyai tanda-tanda yang

menunjukkan tekanan darah meninggi dan hanya akan terdeteksi pada saat

pemeriksaan fisik. Sakit kepala di tengkuk merupakan ciri yang sering terjadi

pada hipertensi berat. Gejala lain, yaitu pusing palpitasi (berdebar-debar),

mudah lelah. Namun, gejala-gejala tersebut kadang muncul pada beberapa

penderita, bahkan pada beberapa kasus penderita tekanan darah tinggi

biasanya tidak merasakan apa-apa. Peninggian tekanan darah terkadang

merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru muncul setelah

terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung (Nurrahmani, 2012).

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak


ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,

neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut

saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya

noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi

sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas

mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf

simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi,

kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan

vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang

dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi

yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan

rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada

gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan

keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology.

Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer

bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia

lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas


jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang

pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh

darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan

tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).

5. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas

akibat komplikasi kardiovaskular yang berhubungan dengan pencapaian dan

pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan

hipertensi meliputi dua jenis penatalaksanaan :

a. Penatalaksanaan Farmakologis

Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu :

a) Mempunyai efektivitas yang tinggi

b) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau

minimal

c) Memungkinkan penggunaan obat secara oral

d) Tidak menimbulkan intoleransi

e) Harga obat relatif murah sehingga terjangkau klien

f) Memungkinkan penggunaan jangka panjang


Tabel 2.1 : Contoh Obat Hipertensi Kimia (Nurrahmani, 2012)
Kategori Obat Manfaat Peringatan

Thiazide Hydrochloroth Kurangi risiko stroke Banyak kencing, tubuh


iazide (HCT) dan serangan jantung, kekurangan kalium,
Chlorthalidone murah, sehari sekali gangguan seks pada
minum pria

Beta blocker Atenol, Kurangi risiko stroke Gangguan tidur, letih,


propanolol, dan serangan jantung, depresi, bermasalah
nadolol, protek jantung pada pada gagal
metaprolol, yang koroner, cukup jantung/blok
labetalol, murah, sekali sehari jantung/asma,
acebutalol gangguan seks pria

Angiotensin Captopril, Protek ginjal pada Gangguan fungsi


converting enalapril, diabetes, gangguan ginjal, pusing, batuk,
enzyme (ACE) lisinopril, ginjal, protek jantung tak boleh untuk ibu
inhibitors ramipril yang sudah serangan hamil, gangguan seks
jantung/jantung pria
bengkak
Angiotensin Lasortan, Sama dengan ACE Sama dengan ACE
receptor ibesartan Inhibitors Inhibitors
antagonist
Calcium Verapami Untuk pasien dengan Nyeri kepala, pusing,
channel blocker Diltiazem, gangguan ginjal, lemah, sembelit, tak
nifedipine, pernah nyeri dada boleh untuk jantung
felodipine, angina (serangan bengkak, gangguan
amlodipin koroner) seks pria

Methyldopa Methyldopa Untuk ibu hamil Kesulitan berpikir pada


usia lanjut, bisa lupus,
gangguan seks pria

Hydralazine Hydralazine Murah Bisa demam, gangguan


seks pria

Alpha blockers Prozosin, Memperbaiki lemah Pusing, nyeri kepala


tetazosin darah
Reserpine Reserpine Obat lama, murah, Hidung tersumbat,
sekali sehari depresi, gangguan seks
pria

b. Penatalaksanaan Non Farmakologis


a) Diet

Penderita hipertensi di negara maju diperkenalkan dengan diet

DASH (Dietary Approaches to stop Hypertension), yaitu

dengan memperbanyak konsumsi buah, sayur, biji-bijian, dan

susu rendah lemak untuk menurunkan tekanan darah. Dengan

begitu, makanan yang dikonsumsi pun lebih kaya akan serat

dan mineral yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah

(kalium, magnesium, dan kalsium). Kalium bekerja mengatur

keseimbangan jumlah natrium dalam sel. Kalsium dan

magnesium bermanfaat secara tidak langsung untuk membantu

mengendalikan hipertensi. (Nurrahmani, 2012).

b) Gaya hidup yang aktif dan olahraga

Olahraga yang teratur dapat melancarkan peredaran darah

sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga juga

bermanfaat menurunkan obesitas dan dapat mengurangi asupan

garam ke dalam tubuh (Dewi, S & Familia, D, 2010).

Ketika kecepatan dan detak jantung dan pernafasan meningkat,

tubuh akan menghasilkan senyawa yakni beta endorphin.

Senyawa ini masih satu kelompok dengan morfin, dan

mendatangkan rasa tenang yang berlangsung sepanjang hari.

Aktivitas fisik dapat memperbaiki kecepatan jantung saat

istirahat, kadar kolesterol total, kadar LDL serta tekanan

sistolik dan diastolik selama 6 minggu. Mekanisme aktivitas


fisik dapat mendatangkan hasil yang menakjubkan dengan

meningkatkan aliran darah ke jantung, kelenturan arteri dan

fungsi arterial. Aktivitas fisik juga melambatkan aterosklerosis

dan menurunkan risiko serangan jantung dan stroke

(Nurrahmani, 2012).

c) Obat herbal, yaitu terapi menggunakan tanaman yang telah

tebukti secara medis memiliki kandungan obat herbal sebagai

obat antihipertensi. Kandungan obat herbal dalam tanaman bisa

membantu proses pengendalian tekanan darah bahkan ada

keuntungannya karena terapi herbal tidak memiliki efek

samping. Tanaman yang bisa digunakan untuk menurunkan

tekanan darah misalnya seledri, mengkudu, dan mentimun.

Seledri, senyawa aktif dalam seledri bekerja pada pembuluh

darah yang memberi efek relaksasi. Saat tekanan darah naik

maka pembuluh darah akan mengencang/menegang. karena

member efek relaksasi, konsumsi seledri bisa mengurangi

ketegangan pembuluh darah (Nurrahmani, 2012). Kandungan

pthalides dan magnesium dalam seledri baik untuk membantu

melemaskan otot-otot sekitar pembuluh darah arteri dan

membantu menormalkan penyempitan pembuluh darh arteri.

Selain itu, pthalides dapat mereduksi hormon stres yang dapat

meningkatkan darah (Dewi&Familia, 2012)


Mengkudu mengandung scopoletin yang bisa melebarkan

pembuluh darah dan penemuan ini diperkuat oleh para peneliti

dari Universitas Stanford di Amerika Serikat, Union College of

London di Inggris dan Universitas Meers di Perancis yang

semuanya menyebutkan bahwa buah pace dapat menurunkan

tekanan darah (Nurrahmani, 2012).

Universitas Airlangga melakukan penelitian terhadap

mentimun terbukti dapat menurunkan tekanan darah.

Kandungan air yang mencapai 90% di dalam mentimun, serta

kalium yang tinggi akan mengeluarkan garam dari tubuh

(Nurrahmani, 2012).

C. MENTIMUN

Timun atau mentimun (Cucumis Sativus) adalah tanaman merambat,

batangnya menjulur, berbulu halus dan panjangnya sampai tiga meter. Bentuk

daunnya seperti bentuk tangan, besar dan berbulu kasar serta berkeping 3

sampai 7, berakar serabut dan bentuknya bulat panjang, berwarna hijau muda

dan mengandung banyak air. Isi buahnya lembut dan berbiji kecil-kecil

berbentuk pipih (Wiryowidagdo, 2002).

Tanaman semusim, merayap atau merambat, berambut kasar,

berbatang basah, panjang 0,5-2,5m. Tanaman ini mempunyai sulur dahan

berbentuk spiral yang keluar di sisi tangkai daun. Daun tunggal, letak

berseling, bertangkai panjang, bentuknya bulat telur lebar, bertaju 3-7, dengan
pangkal berbentuk jantung, ujung runcing, tepi bergerigi. Panjang 7-18 cm

dan lebar 7-15 cm, berwanan hijau. Buah bulat panjang, tumbuh bergantung,

warnanya hijau berlilin putih, setelah tua warnanya kuning kotor, panjang 10-

30 cm, bagian pangkal berbintil, banyak mengandung cairan. Bijinya banyak,

bentuknya lonjong meruncing pipih, warnanya putih kotor. Daun dan tangkai

muda bisa dimakan sebagai lalap mentah atau dikukus. Buahnya bisa

dimakan mentah, direbus, dikukus atau disayur, bisa juga dibuat acar atau

dimakan bersama rujak. Sifat kimiawi dan efek farmakologis dalam buah

mentimun yaitu digunakan untuk penyegar badan, penyejuk, dan peluruh

kencing (Wijoyo, 2012).

Ada banyak jenis mentimun bisa ditemukan di pasaran. Mentimun-

mentimun ini bervariasi dalam bentuk, ukuran, maupun warna kulitnya.

Mentimun Lokal, sayuran berbentuk bulat panjang dengan kulit berwarna

hijau larik-larik putih kekuningan ini bisa dikonsumsi mentah sebagai lalapan,

campuran karedok, rujak, serta bisa diolah menjadi acar, dijus, direbus, atau

dikukus.

Mentimun Jepang (Kyuri), mentimun asal negeri sakura ini memiliki

bentuk yang lebih ramping dan panjang dibanding mentimun lokal. Kulitnya

berwarna hijau gelap dengan bintik-bintik putih timbul yang membuat

permukaannya tidak rata. Rasa dan teksturnya lebih lembut daripada ketimun

lokal. Sangat cocok diolah menjadi campuran salad dan acar. Mentimun

Gherkin, disebut juga mentimun acar atau baby kyuri. Sesuai namanya

mentimun ini lebih sering diolah menjadi acar. Ukurannya lebih kecil dengan
kulit berwarna hijau tua dan ada bintik-bintik yang timbul seperti kyuri.

Rasanya renyah, tidak terlalu berair dan tidak bergetah.

Zucchini, sayuran yang masih bersaudara dengan mentimun ini sering

disebut sukini atau timun Italia. Memiliki ukuran lebih besar dan tidak terlalu

berair dibanding mentimun. Bentuknya tidak bulat sempurna, tapi bersegi-

segi. Warna kulitnya hijau lumut tua dan mengkilap. Bagian dalamnya

berwarna putih menyerupai oyong. Berbeda dengan mentimun, sukini jarang

dimakan mentah.

Kandungan mineral kompleks dalam mentimun seperti potassium,

magnesium juga fosfor menjadikan sayuran yang satu ini berkhasiat untuk

menurunkan darah tinggi atau hipertensi (Dewi & Familia, 2010). Potassium

atau kalium ini meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan

kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi lainnya ke sel-sel tubuh,

mengendalikan keseimbangan cairan pada jaringan sel tubuh, serta

menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi).

Menurut Solanki. P, (2011) menyatakan beberapa mekanisme bagaimana

kalium dapat menurunkan tekanan darah sebagai berikut: Kalium dapat

menurunkan tekanan darah dengan vasodilatasi sehingga menyebabkan

penurunan retensi perifer total dan meningkatkan output jantung. Karena

mentimun memiliki sekitar 95% dari kandungan air mereka adalah cara

terbaik untuk meningkatkan asupan serat dan air. Ada tingginya kandungan

vitamin A, B6 dan C hadir dalam daging mentimun. Mentimun diketahui


memiliki konsentrasi tinggi mineral seperti kalsium , kalium, magnesium, dan

silika. Berikut ini adalah bagan yang mewakili nilai gizi mentimun.

Tabel 2.2 : Nilai gizi dalam mentimun (mg/100 gram), (Solanki, 2011)

No Gizi Konten Mmol

1 Karbohidrat 3.63 gm -

2 Gula 1,67 gm -

3 Diet Serat 0,5 gm -

4 Lemak 0,11 gm -

5 Protein 0,65 gm -

6 Thiamin (vitamin B1) 0,027 mg -

7 Riboflavin (Vitamin B2) 0,033 mg -

8 Niacin (vitamin B3) 0,098 mg -

9 Asam pantotenat (vitamin B5) 0,259 mg -

10 Vitamin B6 0,040 mg -

11 Folat (Vitamin B9) 7 pg -

12 Vitamin C 2,8 mg -

13 Kalsium 16 mg 250 mmol

14 Besi 0,28 mg 170 mmol

15 Magnesium 13 mg 420 mmol

16 Fosfor 24 mg 320 mmol

17 Kalium 147 mg 260 mmol

18 Seng 0,20 mg 150 mmol

19 Silika 2%/100 g -
Tabel 2.3 : Nilai kalori dalam mentimun (mg/100 gram), (Solanki, 2011)

No Kalori % DV (Daily Value)

1 Dari Karbohidrat 6.5 (27.2 kJ)

2 Dari Lemak 0,5 (2,1 kJ)

3 Dari Protein 0,8 (3,3 kJ)

Karena kandungan air pada mentimun yang tinggi maka mentimun

menurunkan tekanan darah dengan berkhasiat sebagai diuretik. Air mentimun

juga menjaga kesehatan ginjal dan aktivitasnya sehingga dapat mengubah

aktivitas sistem renin-angiotensin. Kandungan kalium (potasium) membantu

mengatur saraf perifer dan sentral yang mempengaruhi tekanan darah. Cara

kerja kalium berbeda dengan natrium, kalium (potasium) merupakan ion

utama di dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari

natrium. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya

di dalam cairan intraseluler sehingga cenderung menarik cairan dari bagian

ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah (Amran Y dkk, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusnul dan Munir di UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang, lansia mendapat perlakuan berupa

pemberian jus mentimun sebanyak 100 gram yang diblender dengan 100 cc

air tanpa tambahan apapun, diberikan sekali sehari pada jam 09.00 pagi dan

tekanan darah diukur pada jam 11.00 siang (2 jam setelah perlakuan), jam

15.00 (6 jam setelah perlakuan), dan jam 18.00 (9 jam setelah perlakuan).

Hasilnya rata-rata tekanan darah menunjukkan penurunan berkisar 2-3 mmHg


pada hari pertama sampai ketiga, penurunan tekanan darah baru menunjukkan

penurunan secara bermakna pada hari ke-4 dan ke-5 yaitu terjadi penurunan

9 mmHg.

Untuk penderita hipertensi, cara mengkonsumsinya 2 buah mentimun segar

dicuci bersih lalu diparut, kemudian hasil parutannya diperas dan disaring,

lalu diminum sekaligus, bisa dilakukan 2-3 kali sehari (Santoso, 2008).

D. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA LANSIA HIPERTENSI

1. Pengkajian

Pasangan atau individu lansia dalam semua fase sakit kronis mulai dari

fase akut hingga fase rehabilitasi sangat membutuhkan bantuan. Baik

fungsi-fungsi yang terkait secara medis (pengkajian fisik, reaksi-reaksi

yang buruk) dan fungsi-fungsi keperawatan (mengkaji respons klien

terhadap sakit dan pengobatan serta kemampuan koping) adalah relevan.

Promosi kesehatan tetap menjadi hal yang sangat penting, khususnya

dalam bidang nutrisi, latihan, pencegahan cedera, penggunaan obat yang

aman, pemakaian pelayanan preventif dan berhenti merokok.

Riwayat: Pada banyak kasus tidak ada gejala dan penyakit yang muncul

kebetulan selama evaluasi penyakit lain atau selama program skrining

tekanan darah yang rutin. Gejala yang menperlihatkan efek hipertensi pada

sistem organ. Pusing, keletihan, konfusi. Palpitasi, nyeri dada, dispnea.

Epistaksis, hematuria, penglihatan kabur.


2. Diagnosa Keperawatan

a. Penurunan curah jantung (NANDA, 2012), yang mungkin

berhubungan dengan :

1) Keluarga tidak mengenal tentang hipertensi

2) Keluarga tidak mampu mengambil keputusan untuk melakukan

tindakan yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita

penyakit hipertensi

3) Keluarga tidak mampu memberikan perawatan kepada anggota

keluarga yang menderita hipertensi

4) Keluarga tidak mampu mempertahankan suasana di rumah

yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepada

anggota keluarganya

5) Keluarga tidak mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang

dapat mengatasi penyakit hipertensi.

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (NANDA, 2012), yang

mungkin berhubungan dengan :

1) Keluarga tidak mengenal tentang hipertensi

2) Keluarga tidak mampu mengambil keputusan untuk melakukan

tindakan yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita

penyakit hipertensi

3) Keluarga tidak mampu memberikan perawatan kepada anggota

keluarga yang menderita hipertensi


4) Keluarga tidak mampu mempertahankan suasana di rumah

yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepada

anggota keluarganya

5) Keluarga tidak mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang

dapat mengatasi penyakit hipertensi.

c. Risiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak (serebral) (NANDA,

2012), yang mungkin berhubungan dengan :

1) Keluarga tidak mengenal tentang hipertensi

2) Keluarga tidak mampu mengambil keputusan untuk melakukan

tindakan yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita

penyakit hipertensi

3) Keluarga tidak mampu memberikan perawatan kepada anggota

keluarga yang menderita hipertensi

4) Keluarga tidak mampu mempertahankan suasana di rumah

yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepada

anggota keluarganya

5) Keluarga tidak mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang

dapat mengatasi penyakit hipertensi.

d. Risiko penurunan perfusi jaringan jantung (NANDA, 2012), yang

mungkin berhubungan dengan :

1) Keluarga tidak mengenal tentang hipertensi


2) Keluarga tidak mampu mengambil keputusan untuk melakukan

tindakan yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita

penyakit hipertensi

3) Keluarga tidak mampu memberikan perawatan kepada anggota

keluarga yang menderita hipertensi

4) Keluarga tidak mampu mempertahankan suasana di rumah

yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepada

anggota keluarganya

5) Keluarga tidak mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang

dapat mengatasi penyakit hipertensi.

3. Intervensi Keperawatan

1) Kaji pengetahuan atau pemahaman klien dan keluarga tentang

hipertensi

2) Kaji apakah keluarga mampu untuk mengambil keputusan yang tepat

untuk anggota keluarga yang menderita hipertensi

3) Kaji kemampuan keluarga memberikan perawatan kepada anggota

keluarga dengan hipertensi

4) Kaji kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang

menguntungkan untuk anggota keluarga yang menderita hipertensi

5) Kaji kemampuan keluarga dalam memanfaatkan pelayan kesehatan

6) Penyuluhan Pasien mengenai perawatan diri. Tujuan penanganan

hipertensi adalah menurunkan tekanan darah mendekati nilai normal

tanpa menimbulkan efek samping. Kepatuhan terhadap terapi harus


dipromosikan dengan cara yang murah. Aturan penanganan meliputi

obat antihipertensi baik yang kimia maupun yang herbal, diet, dan

aktivitas fisik atau olahraga teratur. Keluarga harus dilibatkan dalam

program pendidikan dan penyuluhan agar mereka mampu mendukung

usaha pasien mengontrol hipertensi (Smeltzer, 2002).

Anda mungkin juga menyukai