Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

END STATE RENAL DISEASE (ESRD)

DI RUANG HEMODIALISIS RSUD MAJALAYA

NAMA : DENDEN ARDIYANA R

NPM : 201FK04101

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2020
END STATE RENAL DISEASE (ESRD) E.C GLURONEFRITIS

A. DEFINISI
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) ialah suatu keadaan menurunnya fungsi ginjal
yang menetap, progresif dan ireversibel, dan dalam perjalanannya akan berakhir
dengan End State Renal Disease (ESRD), sehingga memerlukan terapi pengganti
ginjal atau transplatasi ginjal (Mohani, 2015). Penyakit ginjal kronik adalah
penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara bertahap dan bersifat menetap di mana
ginjal mengalami kegagalan dalam mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
elektrolit serta mengalami kerusakan dalam memproduksi hormon dan enzim yang
ditandai dengan penurunan nilai glomerular filtration rate (GFR) kurang dari
60ml/m/1.73m3 yang diakibatkan karena kerusakan struktural ginjal dan terjadi lebih
dari tiga bulan (Harmilah, 2020; Webster et al 2017).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan rumus Kockroft
– Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

C. ETIOLOGI

Penyebab penyakit ginjal kronik adalah gagal ginjal akut, ginjal polikistik,
glumerulonefritis kronis, episode pielonefritis yang berulang, dan nefrotoksin.
Penyakit lain yang sifatnya sistemik juga bisa menyebabkan gagal ginjal kronis
seperti diantaranya DM, hipertensi, lupus erotematosis, poliartritis, penyakit sel sabit
dan amiloidosis, berkurangnya fungsi ginjal ini seringkali membuat penderita gagal
ginjal kronik tidak merasa memiliki gejala apapun. Banyak kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit ginjal kronik tetapi apapun penyebabnya respon
yang terjadi berupa penurunan fungsi ginjal secara permanen. Kondisi-kondisi yang
dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal kronik bisa dari ginjal maupun dari luar
ginjal (Harmilah, 2020; Mohani, 2015; Evans & Taal, 2015; Black & Hawk 2014).

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit ginjal kronik tergantung pada penyakit yang mendasarinya, dimulai
dari keseimbangan cairan serta penimbunan zat-zat sisa pada nefron yang
menyebabkan rusaknya bagian nefron yang sehat untuk mempertahankan
keseimbangan atau fungsi ginjal tetap normal. Hal tersebut terjadi secara terus-
menerus sehingga fungsi ginjal menurun atau bahkan kurang dari 25%, ini bisa
berakibat terhadap peningkatan aktivitas produksi sejumlah faktor dan sitokin oleh
sel-sel ginjal sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi dari nefron yang tersisa
dan sehat (Harmilah, 2020; Mohani, 2015).
Berkurangnya jumlah nefron ini bersifat progresif di mana nilai laju filtrasi
glomerular kurang dari 60ml/m/1.73m3 maka bisa menyebabkan penurunan fungsi
ginjal, sehingga penumpukan metabolit yang seharusnya dikeluarkan justru ada
dalam sirkulasi sehingga terjadi sindrom uremia berat yang berdampak pada setiap
organ tubuh (Harmilah, 2020; Mohani, 2015).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum


normal dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

K/DOQI merekomendasikan pembagian ESRD berdasarkan stadium dari tingkat


penurunan LFG :

- Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan


LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
- Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-
89 mL/menit/1,73 m2
- Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
- Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
- Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

E. MANIFESTASI KLINIS
1) Gejala subyektif (symptoms)

a. Umum : Lemah badan, cepat lelah.

b. Saluran cerna : Nafsu makan menurun, mual dan muntah, lidah hilang

rasa, cegukan.

c. Neuromuskuler : Tungkai lemah, parestesi, kram otot-otot, daya

kontraksi turun, insomnia dan gelisah.

d. Kelamin : Libido menurun (hilang), nokturia atau oliguria.

e. Kardiovaskuler : Sesak nafas, sembab, batuk, nyeri perikadial

2) Gejala obyektif ( signs)

a. Umum : Tampak sakit, mengurus.

b. Kulit : Hiperpigmentasi, kering (ekskoriasis), gatal

(pruritus)

c. Kepala : Sembab, anemia, retinopati.

d. Kardiovaskuler : Hipertensi, kardiomegali, sembab


e. Neuromuskuler : Neuropati perifer, asteriksis, mioklonus

3) Laboratorium

Kenaikan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum, anemia

normokom, trombositopeni, hiperurimia, hiperfosfatemia, hipokalasemia,

proteinuria, hematuria.

F. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita ESRD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari ESRD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain :

a. Pemeriksaan lab.darah

- Hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit

- RFT ( renal fungsi test )


ureum dan kreatinin

- LFT (liver fungsi test )


- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium

- koagulasi studi
PTT, PTTK, BGA

b. Urine

- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
c. pemeriksaan kardiovaskuler

- ECG
- ECO
d. Radidiagnostik

- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan ESRD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :

- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri


- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal

I. DIAGNOSA KPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ESRD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
J. RENCANA KEPERAWATAN

N Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Intervensi Keperawatan


O
1. Kelebihan volume cairan Tujuan:
b.d penurunan haluran urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
dan retensi cairan dan selama 1x24 jam volume cairan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
natrium. seimbang. 2. Batasi masukan cairan
Kriteria Hasil: 3. Identifikasi sumber potensial cairan
 Terbebas dari edema, efusi, 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
anasarka cairan
 Bunyi nafas bersih,tidak adanya 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
dipsnea
 Memilihara tekanan vena sentral, Hemodialysis therapy
tekanan kapiler paru, output 1. Kolaborasi dengan tim medis terkait dosis dialysis (lama
jantung dan vital sign normal. waktu dialysis, kecepatan aliran darah, kecepatan aliran
dialisat dan ultrafiltrasi)
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk
menyesuaikan program dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan
dari kebutuhan tubuh b.d selama 1x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan muntah
anoreksia mual muntah. adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
Kriteria Hasil: status nutrisi.
 Nafsu makan meningkat 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
 Tidak terjadi penurunan BB kering hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan

 Masukan nutrisi adekuat untuk perencanaan treatment selanjutnya.

 Menghabiskan porsi makan 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.


5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
 Hasil lab normal (albumin, kalium)
terapi

3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan


berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata respirasi
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: 2. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
 Peningkatan ventilasi dan hiperventilasi, cheyne stokes
oksigenasi yang adekuat 3. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
 Bebas dari tanda tanda distress adanya ventilasi dan suara tambahan
pernafasan Oxygen Therapy
 Suara nafas yang bersih, tidak ada 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
sianosi 2. Ajarkan pasien nafas dalam
 Tanda tanda vital dalam rentang 3. Atur posisi senyaman mungkin
normal 4. Batasi untuk beraktivitas
5. Kolaborasi pemberian oksigen
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan
berhubungan dengan selama 1x24 jam perfusi jaringan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
penurunan suplai O2 dan adekuat. periper. (cek nadi,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil: ekstremitas).
 Membran mukosa merah muda 2. Kaji nyeri
 Conjunctiva tidak anemis 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan

 Akral hangat 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk

 TTV dalam batas normal. memperbaiki sirkulasi.


5. Monitor status cairan intake dan output
 Tidak ada edema
6. Kolaborasi pemberian transfusi

Anda mungkin juga menyukai