Anda di halaman 1dari 73

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM

DENGAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan


Maternitas
Dosen Pembimbing : Inggrid Dirgahayu, S.Kp., MKM

Disusun oleh :

DENDEN ARDIYANA R (201FK04101)

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2020
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Post Partum

Definisi Post Partum

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga

disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan

yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang

lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi

lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan

normal sebelum hamil (Bobak, 2010)

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Wanita yang

melalui periode puerperium disebut puerpura. Nifas berlangsung

selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan

1
untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal Halen

Varney (2007, dalam Maya 2018).

Masa nifas adalah jeda antara kelahiran bayi baru lahir dan

kembalinya organ reproduksi ke keadaan normal keadaan tidak

hamil. Periode ini kadang-kadang disebut sebagai masa nifas, atau

trimester keempat kehamilan, meskipun nifas secara tradisional

dianggap berlangsung selama 6 minggu, kali ini bingkai bervariasi

di antara wanita. Perubahan fisiologis yang terjadi selama

pembalikan proses kehamilan berbeda, tetapi mereka normal.

Untuk memberikan perawatan selama masa pemulihan itu

bermanfaat bagi ibu, bayinya, dan keluarganya, perawat harus

mensintesis pengetahuan tentang anatomi ibu dan fisiologi masa

pemulihan, karakteristik fisik dan perilaku bayi baru lahir,

aktivitas perawatan bayi, dan respons keluarga terhadap kelahiran

bayi (Shannon, 2014)

Tujuan pengawsan Post Partum

Adapun tujuan perawatan pada masa nifas adalah sebagai berikut:

2
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik secara fisik maupun

psikologis

2. Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk apabila terjadi

komplikasi pada ibu maupun bayi.

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri,

nutrisi, cara dan manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan

bayi sehari-hari

4. Memberikan pelayanan KB

5. Memberikan pendidikan mengenai laktasi dan perawatan

payudara yaitu seperti berikut:

a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering

b. Menggunakan bra yang menyokong payudara

c. Apabila payudara lecet, pleskan kolostrum atau ASI

yang keluar pada sekitar putting susu setiap kali selesai

menyusui

d. Lakukan pengompresa apaila bengkak dan terjadinya

bending ASI (Nanny, Vivian, 2011).

3
Tahapan Post Partum

Masa nifas dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

1. Peurperium dini (early puerperium)

Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu

diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan. Ibu yang

melahirkan per vagina tanpa komplikasi dalam 6 jam

pertama setelah kala IV dianjurkan untuk mobilisasi segera

Maritalia Dewi (2012, dalam Mutmainna 2017).

2. Peurperium intermedial (immediate puerperium):

Suatu masa pemulihan dimana organ-organ

reproduksi secara berangsur- angsur akan kembali ke

keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama

kurang lebih 6 minggu atau 42 hari Maritalia Dewi (2012,

dalam Mutmainna 2017)

3. Remote Peurperium (later puerperium)

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

kembali dalam keadaan sempurna terutama bila ibu selama

hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.

4
Rentang waktu remote puerperium berbeda untuk setiap

ibu, tergantung dari berat ringannya komplikasi yang

dialami selama hamil atau persalinan Maritalia Dewi (2012,

dalam Mutmainna 2017)

B. Adabtasi Fisiologis

Sistem reproduksi dan struktur terkait

1. Uterus

a. Proses Involusi

Kembalinya rahim ke keadaan tidak hamil setelah

lahir disebut involusi Proses ini dimulai segera setelah

pengeluaran plasenta dengan kontraksi otot polos rahim.

Pada akhir persalinan kala tiga, uterus berada di garis

tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus, dengan fundus

bertumpu pada tanjung sakral. Saat ini, rahim memiliki

berat sekitar 1000 g (Cunningham, Leveno, Bloom, et al.,

2010).

5
Dalam 12 jam, fundus bisa naik hingga kurang lebih

1 cm di atas umbilicus. Pada 24 jam setelah lahir, Rahim

ukurannya hampir sama seperti pada usia kehamilan 20

minggu. Involution berkembang pesat selama beberapa hari

berikutnya. Fundus turun 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada

hari keenam postpartum, fundus biasanya terletak di tengah

antara umbilikus dan simfisis pubis. Rahim tidak boleh

teraba di bagian perut setelah 2 minggu dan harus sudah

kembali ke lokasi tidak hamil dalam 6 minggu setelah lahir

(Blackburn, 2013).

Rahim, yang beratnya cukup bulan kira-kira 11 kali

berat badan sebelum hamil, berliku-liku menjadi kira-kira

500 g pada 1 minggu setelah lahir dan menjadi 350 g pada 2

minggu setelah lahir. Pada 6 minggu pascapartum, beratnya

60 sampai 80 g. Peningkatan kadar estrogen dan

progesteron bertanggung jawab untuk merangsang

pertumbuhan besar-besaran rahim selama kehamilan.

Pertumbuhan uterus prenatal terjadi akibat hiperplasia

6
(peningkatan jumlah sel otot) dan hipertrofi (pembesaran

sel yang ada). Setelah lahir, penurunan hormon ini

menyebabkan autolysis penghancuran diri sendiri dari

jaringan hipertrofi berlebih. Sel-sel tambahan yang

terbentuk selama kehamilan tetap ada dan menyebabkan

sedikit peningkatan ukuran rahim setelah setiap kehamilan.

Subinvolusi adalah kegagalan rahim untuk kembali ke

keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling

umum adalah retensi fragmen plasenta dan infeksi.

Perubahan-perubahan normal pada uterus selama

postpartum

Involusi Uteri TFU Berat Diameter

Uterus Uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari (minggu Pertengahan 500 gram 7,5 cm

1) pusat dan

simpisis
14 hari (minggu Tidak teraba 350 gram 5 cm

2)
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

7
b. Kontraksi

Hemostasis postpartum dicapai terutama dengan

kompresi pembuluh darah intramyometrial saat otot

rahim berkontraksi bukan dengan agregasi platelet dan

pembentukan bekuan darah. Hormon oksitosin, yang

dilepaskan dari kelenjar pituitari, memperkuat dan

mengkoordinasikan kontraksi rahim ini, yang menekan

pembuluh darah dan meningkatkan hemostasis. Selama 1

hingga 2 jam pertama pascapartum, kontraksi uterus dapat

menurun intensitasnya dan menjadi tidak terkoordinasi.

Karena sangat penting agar rahim tetap kuat dan

berkontraksi dengan baik, oksitosin eksogen (Pitocin)

biasanya diberikan secara intravena atau intramuskular

segera setelah plasenta dikeluarkan. Rahim sangat sensitif

terhadap oksitosin selama minggu pertama atau lebih

setelah lahir. Menyusui segera setelah lahir dan pada hari-

hari awal pascapartum meningkatkan pelepasan oksitosin,

8
yang menurunkan kehilangan darah dan mengurangi risiko

perdarahan postpartum (Lawrence dan Lawrence, 2011).

c. Afterpains

Ibu yang baru pertama kali, tonus uterus baik, fundus

umumnya tetap kencang, dan wanita biasanya hanya

merasakan kram uterus ringan. Relaksasi berkala dan

kontraksi yang kuat lebih sering terjadi pada kehamilan

berikutnya dan dapat menyebabkan kram yang tidak

nyaman yang disebut nyeri setelah melahirkan (nyeri

setelah melahirkan), yang biasanya hilang dalam 3 hingga 7

hari. Nyeri punggung lebih terlihat setelah kelahiran di

mana uterus mengalami pembesaran berlebihan (mis., Bayi

makrosomik, kehamilan multifetal, polihidramnion).

Pemberian ASI dan pengobatan oksitosik eksogen biasanya

memperparah nyeri setelah nyeri karena keduanya

merangsang kontraksi uterus.

d. Situs Plasenta

9
Segera setelah plasenta dan selaput dikeluarkan,

penyempitan vaskular dan trombosis mengurangi lokasi

plasenta menjadi nodular dan area yang tidak teratur.

Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan

pengelupasan jaringan nekrotik dan mencegah

pembentukan bekas luka yang merupakan karakteristik

penyembuhan luka normal. Proses penyembuhan yang unik

ini memungkinkan endometrium untuk melanjutkan siklus

perubahan biasanya dan memungkinkan implantasi dan

plasentasi pada kehamilan berikutnya. Regenerasi

endometrium selesai pada hari ke-16 pascapartum, kecuali

di tempat plasenta. Regenerasi di tempat plasenta biasanya

tidak lengkap sampai 6 minggu setelah lahir

e. Lochea

Sekret uterus pasca persalinan, biasa disebut lokia,

awalnya adalah merah terang (lokia rubra) dan mungkin

mengandung gumpalan kecil. Untuk 2 jam pertama setelah

lahir, jumlah cairan yang keluar dari rahim harus sama

10
dengan jumlah menstruasi yang banyak. Setelah waktu itu,

aliran lochial akan terus berkurang. Lochia rubraconsist

terutama dari darah dan puing-puing desidua dan trofoblas.

Aliran pucat, menjadi merah muda atau coklat (lochia

serosa) setelah 3 sampai 4 hari. Serosakogenik lokia terdiri

dari darah tua, serum, leukosit, dan puing-puing jaringan.

Durasi rata-rata pelepasan lokia serosa adalah 22 sampai 27

hari (Katz, 2012).

Pada kebanyakan wanita, sekitar 10 hari setelah

melahirkan, drainase menjadi kuning hingga putih (lochia

alba). Lochia alba terdiri dari leukosit, desidua, sel epitel,

lendir, serum, dan bakteri. Lochia dapat berlanjut selama 2

hingga 6 minggu setelah melahirkan, tetapi bisa

berlangsung lebih lama dan masih normal. Jadi lokia

bertahan hingga 4 hingga 8 minggu setelah lahir

(Cunningham, Leveno, Bloom, et al., 2010).

Jika wanita tersebut menerima obat oksitosik,

terlepas dari rute pemberiannya, aliran lokia sering kali

11
berkurang sampai efek obatnya hilang. Jumlah lokia

biasanya lebih sedikit setelah kelahiran sesar karena ahli

bedah menyedot darah dan cairan dari rahim atau menyeka

lapisan rahim sebelum menutup sayatan. Aliran lokia

biasanya meningkat dengan ambulasi dan menyusui. Lochia

cenderung menggenang di vagina saat wanita berbaring di

tempat tidur; wanita kemudian mungkin mengalami

semburan darah saat dia berdiri.

Pembuahan ini tidak sama dengan perdarahan.

Adanya lokia rubra pada awal periode postpartum

menunjukkan perdarahan yang berlanjut sebagai akibat dari

sisa-sisa fragmen plasenta atau membran. Perdarahan

berulang 7 sampai 14 hari setelah lahir berasal dari situs

penyembuhan plasenta. Sekitar 10% sampai 15% wanita

masih akan mengalami pelepasan lokia serosa normal pada

pemeriksaan 6 minggu pascapartum (Katz, 2012). Namun,

pada kebanyakan wanita, aliran lokia serosa atau lokia alba

yang terus menerus dalam waktu 3 sampai 4 minggu setelah

12
lahir dapat mengindikasikan endometritis, terutama jika

demam, nyeri, atau nyeri perut berhubungan dengan

pengeluaran cairan.

Lochia harus berbau seperti aliran menstruasi normal;

bau tak sedap biasanya mengindikasikan infeksi. Tidak

semua perdarahan vagina postpartal adalah lokia;

perdarahan vagina setelah lahir dapat disebabkan oleh luka

pada vagina atau serviks yang belum diperbaiki.

membedakan antara perdarahan lochial dan non lochial.

Jumlah total pengeluaran seluruh periode lokia rata-

rata 240-270ml. Lokia bagi menjadi 4 klasifikasi karena

terus terjadi perubahan hingga minggu ke 4-8 pasca

persalinan yaitu:

a. Lokia Rubra (merah): hari pertama sampai hari ketiga

/keempat mengandung cukup banyak darah.

b. Lokia Sanguinalenta (merah kecoklatan): hari 4-7

postpartum, berwarna merah kecoklatan dan berlendir.

13
c. Lokia Serosa (pink): hari 8-14, mengandung serum,

lekosit dan robekan/laserasi plasenta.

d. Lokia Alba (putih): hari 14 – minggu ke 6/8 postpartum,

berwarna putih karena banyak mengandung sel darah

putih dan berkurangnya kandungan cairan.

1) Serviks

Leher rahim menjadi lunak segera setelah lahir.

Eteroserviks (bagian serviks yang menonjol ke dalam vagina)

tampak memar dan memiliki beberapa luka kecil, kondisi

optimal untuk berkembangnya infeksi. Selama 12 hingga 18

jam berikutnya, itu menjadi lebih pendek dan lebih kencang.

Os serviks, yang melebar hingga 10 cm selama persalinan,

menutup secara bertahap. Dalam 2 sampai 3 hari pascapartum,

ia memendek, menjadi kokoh, dan mendapatkan kembali

bentuknya. Leher rahim sampai segmen bawah rahim tetap

edema, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah lahir.

Pada hari kedua atau ketiga postpartum, serviks melebar 2

sampai 3 cm, dan pada 1 minggu setelah lahir, dilatasi sekitar 1

14
cm (Blackburn, 2013). Os serviks eksterna tidak pernah

kembali ke bentuk sebelum hamil; tidak lagi berbentuk

lingkaran tetapi, muncul sebagai celah bergerigi yang sering

digambarkan sebagai "mulut ikan" (lihat Gambar 7-2). Laktasi

menunda produksi lendir dan karakteristik mukosa serviks dan

yang dipengaruhi estrogen lainnya.

2) Vagina dan Perineum

Kekurangan estrogen pascapartum bertanggung jawab

atas penipisan mukosa vagina dan tidak adanya rugae. Vagina

yang sangat membesar dan berdinding halus secara bertahap

mengecil ukurannya dan mendapatkan kembali bentuknya

meskipun tidak pernah sepenuhnya kembali ke keadaan

sebelum hamil (Cunningham, Leveno, Bloom, et. al., 2010).

Rugae muncul kembali dalam 3 minggu, tetapi mereka tidak

pernah menonjol seperti pada wanita nulipara. Kebanyakan

rugae diratakan secara permanen. Selaput dara tetap sebagai

tanda kecil jaringan yang membentuk parut dan membentuk

caruncles myrtiform. Mukosa tetap atrofi pada wanita

15
menyusui, setidaknya sampai menstruasi berlanjut. Penebalan

mukosa vagina terjadi dengan kembalinya fungsi ovarium.

Kekurangan estrogen bertanggung jawab atas penurunan

jumlah pelumasan vagina. Kekeringan lokal dan

ketidaknyamanan persetubuhan (dispareunia) dapat bertahan

sampai fungsi ovarium kembali dan menstruasi kembali.

Penggunaan pelumas yang larut dalam air selama hubungan

seksual biasanya dianjurkan. Segera setelah lahir, introitus

menjadi eritematosa dan edematosa, terutama pada area

episiotomi atau perbaikan laserasi.

Hampir tidak dapat dibedakan dari wanita nulipara jika

laserasi dan episiotomi telah diperbaiki dengan hati-hati,

hematoma dicegah atau diobati lebih awal, dan wanita tersebut

mempraktikkan kebersihan yang baik selama 2 minggu

pertama setelah lahir. Sebagian besar episiotomi dan perbaikan

laserasi hanya terlihat jika wanita tersebut berbaring miring

dengan pantat atas terangkat atau jika dia ditempatkan dalam

16
posisi litotomi. Sumber cahaya yang baik penting untuk

visualisasi beberapa perbaikan.

Penyembuhan episiotomi atau laserasi sama seperti pada

sayatan bedah lainnya. Tanda-tanda infeksi (nyeri, kemerahan,

hangat, bengkak, atau keluarnya cairan) atau hilangnya

aproksimasi (pemisahan tepi sayatan) dapat terjadi.

Penyembuhan awal terjadi dalam 2 hingga 3 minggu, tetapi 4

hingga 6 bulan dapat diperlukan agar perbaikan sembuh total

(Blackburn, 2013). Jika tang digunakan untuk persalinan,

wanita tersebut mungkin mengalami laserasi vagina atau

serviks; hematoma jaringan lunak panggul juga dapat terjadi

dengan kelahiran dengan bantuan forsep. Wasir (varises anus)

biasanya terlihat. Wasir internal bisa keluar saat wanita

mengejan saat melahirkan. Wanita sering mengalami gejala

terkait seperti gatal, ketidaknyamanan, dan pendarahan merah

cerah saat buang air besar. Wasir biasanya mengecil dalam 6

minggu setelah melahirkan.

3) Dukungan Otot Panggul

17
Struktur pendukung uterus dan vagina bisa terluka saat

melahirkan dan berkontribusi pada masalah ginekologi di

kemudian hari. Jaringan pendukung dasar panggul yang robek

atau meregang saat melahirkan membutuhkan waktu hingga 6

bulan untuk mendapatkan kembali tonusnya. Latihan kegel,

yang membantu memperkuat otot perineum dan mendorong

penyembuhan, dianjurkan setelah melahirkan (lihat Kotak

pedoman, hlm. 57). Di kemudian hari, wanita dapat mengalami

relaksasi panggul - pemanjangan dan pelemahan penyangga

fasia struktur pelvi. Struktur ini meliputi uterus, dinding vagina

posterior atas, uretra, kandung kemih, dan rektum. Meskipun

relaksasi dapat terjadi pada wanita mana pun, ini biasanya

merupakan komplikasi persalinan langsung tetapi tertunda.

1. Sistem Endokrin

Wulandari (2009, dalam Imelda 2019) menjelaskan

proses perubahan yang terjadi pada system ednokrin atau pada

hormone saat setelah melahirkan, adalah sebagai berikut :

1) Hormon oksitosin

18
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak

bagian belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus

dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan,

oksitosin menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian

seterusnya bertindak atas otot yang menahan kontraksi,

mengurangi tempat plasenta dan mencegah perdarahan.

Pada wanita yang memilih menyusui bayinya,

isapan sang bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi

dan ini membantu uterus kembali ke bentuk normal dan

pengeluaran air susu.

2) Hormone plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan

hormone yang diprodduksi oleh plasenta. Hormone

plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan.

Penurunan hormone plasenta (human placenta lactogen)

menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa

nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun

dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam3 jam

19
sehingga hari ke 7 post partum dan sebagai onset

pemenuhan mamae pada hari ke 3 post partum.

3) Hormon pituitari

Hormone pituatari antara lain : horrmon

prolaktin, FSH dan LH. Hormone prolaktin darah

meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui

menurun dalam waktu 2 minggu. Hormone prolaktin

berperan dalam peembesaran payudara untuk

merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat

pada fase konsentrasi folikel pada minggu ke 3 dan LH

tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

4) Hipotalamik pituitary ovarium

Hopotalamik pituitary ovarium akan

mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada

wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui.

Pada wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6

minggu pasca salin berkisar 16% dan 45% setelah 12

minggu pasca salin. Sedangkan pada wanita yang tidak

20
menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40%

setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24

minggu.

5) Hormone estrogen dan progesterone

Volume darah selama kehamilan, akan

meningkat. Hormone estrogen yang tinggi

memperbeesar hormone anti diuretic yang dapat

meningkatkan volume darah. Sedangkan hormone

progesterone mempengaruhi otot halus yang

mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh

darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal,

usus, dinding vena, dasar panggul, perineum serta vulva

dan vagina.

2. Sistem Perkemihan

Perubahan hormonal pada masa hamil menyebabkan

peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar hormon

steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab

penurunan funsi ginjal selama masa post partum. Fungsi ginjal

21
kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita

melahirkan. Diperlukan waktu sekitar 2 sampai 8 minggu

supaya hipotonia pada kehamilan dan diatasi ureter serta pelvis

ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil (Mutmainna, 2017).

Uretrha dan Kandung Kemih, Hendaknya buang air kecil

dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang - kadang

puerperium mengalami sulit buang air kecil, karena sfingter

ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus

sphinter ani selama persalinan, kadang -kadang edema dari

triogonium menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering

terjadi retensio urine.

Kandung kemih dalam puerperium sangat kurang

sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung

kemih penuh atau sesudah buang air kecil masih tertinggal

urine residual (normal kuang lebih 150 cc). Sisa urine dan

trauma pada kandung kemih waktu persalinan memudahkan

terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum normal kembali

dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan (poliurie)

22
antara hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena

kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan

dan sekarang dikeluarkan. Kadang - kadang hematuri akibat

proses katalitik involusi. Acetonurie terutama setelah partus

yang sulit dan lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat

yang banyak, karena kegiatan otot- otot rahim dan karena

kelaparan. Proteinurine akibat dari autolisis sel-sel otot (Maya,

2018)

3. Sistem Gastrointestinal

Sistem gastreotinal selama hamil dipengaruhi oleh

beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesterone yang

dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan

kolesterol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos.

Pasca melahirkan, kadar progesterone juga mulai menurun.

Namun demikian, faal usus memerlukan 3-4 hari untuk

kembali normal. Pasca melahirkan ibu biasanya merasa lapar,

dan diperbolehkan untuk makan. Pemulihan nafsu makan

dibutuhkan 3 sampai 4 hari sebelum faaal usus kembali

23
normal. Messkipun kadar progesterone menurun setelah

melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan

selama satu atau dua hari. Pasca melahirkan, ibu sering

mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus

menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum.

Diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang

makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir.

Sostem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu

untuk kembali normal. Beberapa cara agar ibu dapat buang air

besar kembali teratur, antara lain : Pemberian diet/makanan

yang mengandung serat; pemberian cairan yang cukup;

pengetahuan tentang pola eliminasi; pengetahuan tentang

perawatan luka jalan lahir.

4. Breast

Payudara atau mammae adalah kelenjar yang terletak

dibawah kulit, diatas otot dada. Secara makroskopis, struktur

payudara terdiri dari korpus (badan), areola dan papilia atau

puting. Sejak kehamilan trimester pertama kelenjar mammae,

24
sudah dipersiapkan untuk menghadapi masa laktasi. Perubahan

yang terjadi pada kelenjar mammae selama kehamilan adalah:

1) Proliferasi jaringan atau pembesaran payudara.

2) Terdapat cairan yang berwarna kuning (kolostrum) pada

duktus aktiferus.

3) Terdapat hipervaskularisasi pada bagian permukaan

maupun bagian dalam kelenjar mammae

5. Sistem Kardiovaskuler

Menurut Wulandari (2009, dalam Imelda 2019) setelah

janin dilahirkan, hubungan sirkulasi darah tersebut akan

terputus sehingga volume darah ibu relatif akan meningkat.

Keadaan ini terjadi secara cepat dan mengakibatkan beban

kerja jantung sedikit meningkat. Namun hal tersebut segera

diatasi oleh sistem homeostatis tubuh dengan mekanisme

kompensasi berupa timbulnya hemokonsentrasi sehingga

volume darah akan kembali normal. Biasanya ini terjadi sekitar

1 sampai 2 minggu setelah melahirkan.

25
Kehilangan darah pada persalinan pervaginam sekitar

300 - 400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan persalinan

seksio sesar menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi

terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Pada

persalinan pervaginam, hemokonsentrasi cenderung naik dan

pada persalinan seksio sesaria, hemokonsentrasi cenderung

stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu Wulandari

(2009, dalam Imelda 2019).

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 sampai 80

kali permenit. Pasca melahirkan denyut nadi dapat menjadi

brikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100

kali permenit, harus waspada kemungkinan infeksi atau

perdarahan post partum.

Tekanan darah adalah tekanan yang dialami oleh

pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh

tubuh manusia. Tekanan darah normal manusia adalah sitolik

antara 90 -120 mmHg dan distolik 60-80 mmHg. Pasca

melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak

26
berubah. Perubahan tekanan darah lebih rendah pasca

melahirkan bisa disebabkan oleh perdarahan. Sedangkan

tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda

terjadinya pre eklampsia post partum.

6. Sistem Pernafasan

Peningkatan konsumsi oksigen 15- 20 %, gejala dan

tanda klinis yang timbul berupa peningkatakan tidal volume

30- 40 %, dan dispnea. Frekuensi pernafasan normal pada

orang dewasa adalah 16 sampai20 kali permenit. Pada ibu post

partum umumnya bernafas lambat dikarenakan ibu dalam

tahap pemulihan atau dalam kondidi istirahat. Keadaan

bernafas selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut

nadi. Bila suhu nadi tidak normal, perrnafasan juga akan

mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan kusus pada

saluran nafas. Bila bernasar lebih cepat pada post partum

kemungkinan ada tanda-tanda syok

7. Sistem Muskuloskeletal

27
Perubahan sistem muskulosskeletal terjadi pada saat

umur kehamilan semakin bertambah, adaptasinya mencakup :

peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran

rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat

post partum system musculoskeletal akan berangsur-angsur

pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah

melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan

mempercepat involusi uteri Reeder (2011, dalam Maya 2018).

8. Abdomen

1) Dinding perut dan peritoneum

Dinding perut akan longgar pasca persalinan.

Keadaan ini akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada

wanita yang athenis terjadi dilatasis dari otot-otot rectus

abdomminis, sehingga sebagian dari dindinng perut di

garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia tipis dan

kulit.

2) Kulit abdomen

28
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan

melebar, melonggar dan mengendur hingga berbulan-

bulan. Otot-otot dari dinding abdomen akan kembali

normal kembali dalam beberapa minggu pasca

melahirkan dalam latihan post natal.

3) Strie

Strie adalah suatu perubahan warna seperti

jaringan parut pada dinding abdomen. Strie pada dinding

abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan

membentuk garis lurus yang samar. Tingkat distasis

muskulus rektus abdominis pada ibu post partum dapat

di kaji melalui keadaan umum, aktivitas, parritas dan

jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan

lama pengembalian tonus otot menjadi normal.

4) Perubahan ligament

29
Setelah janin lahir, ligament - ligamen,

diagfragma pelvis dan vasia yang meregang sewaktu

kehamilan dan partus beerangsur - angsur menciut

kembali seperti sedia kala.

5) Simpisis pubis

Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi, namun

demikian, hal ini dapat menyebabkan morbiditas

maternal. Gejala dari pemisahan pubis antara lain: nyeri

tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat

bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan.

Pemisahan simpisis dapat di palpasi, gejala ini dapat

menghilang dalam beberapa minggu atau bulan pasca

melahirkan, bahkan ada yang menetap.

C. Adaptasi Psikologis

Adaptasi psikologis secara normal dapat dialami oleh ibu

jika memiliki pengalaman yang baik terhadap persalinan, adanya

tanggung jawab sebagai ibu, adanya anggota keluarga baru (bayi),

dan peran baru sebagai ibu bagi bayinya. Ibu yang baru

30
melahirkan membutuhkan mekanisme penanggulangan (coping)

untuk mengatasi perubahan fisik karena proses kehamilan,

persalinan dan nifas, bagaimana mengembalikan postur tubuhnya

seperti sebelum hamil, serta perubahan yang terjadai dalam

keluarga (Maryunani ,2009).

Dari berbagai hasil penelitian ditemukan coping yang baik

pada ibu didapatkan dari adanya dukungan emosional dari

seseorang serta ketersediaan informasi yang cukup dalam

menghadapi situasinya (Romero , 2012).

1) Taking In Phase (Perilaku dependen)

Fase ini merupakan periode ketergantungan, dan ibu

mengharapkan pemenuhan kebutuhan dirinya dapat dipenuhi

oleh orang lain dalam hal ini suami, keluarga atau tenaga

kesehatan dalam seperti bidan yang menolongnya. Kondisi ini

berlangsung selama 1-2 hari postpartum, dan ibu lebih fokus

pada dirinya sendiri. Beberapa hari setelah melahirkan, ia akan

menangguhkan keterlibatannya terhadap tanggung jawabnya.

Fase taking in atau disebut juga fase menerima dalam 1-2 hari

31
pertama postpartum ini perlu diperhatikan agar ibu yang baru

melahirkan mendapat perlindungan dan perawatan yang baik,

demikian juga kasih sayang. Disebutkan juga fase dependen

dalam 1-2 hari pertama persalinan karena pada waktu ini ibu

menunjukan kebahagiaan atau kegembiraan yang sangat dalam

menceritakan pengalaman melahirkannya. Ibu akan lebih

sensitive dan cenderung pasif terhadap lingkungannya karena

kelelahan. Kondisi ini perlu dipahami dengan cara menjaga

komunikasi yang baik. Pemenuhan nutrisi yang baik perlu

diperhatikan pada fase ini karena ibu akan mengalami nafsu

makan yang meningkat.

2) Taking Hold Phase (Perilaku dependen-independen)

Pada fase ini terdapat kebutuhan secara bergantian untuk

mendapat perhatian dalam bentuk perawatan serta penerimaan

dari orang lain, dan melakukan segala sesuatu secara mandiri.

Fase ini berlangsung salaam 3-10 hari. Ibu sudah mulai

menunjukan kepuasan yang terfokus kepada bayinya, mulai

tertarik melakukan perawatan pada bayinya, terbuka menerima

32
perawatan dan pendidikan kesehatan bagi dirinya serta bayinya,

juga mudah didorong untuk melakukan perawatan terhadap

bayinya. Ibu akan memberikan respon dengan penuh semangat

untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih bagaimana

merawat bayinya, dan timbul keinginan untuk merawat bayinya

sendiri. Oleh karena itu, waktu yang tepat untuk memberikan

Pendidikan kesehatan bagi ibu dalam merawat bayi serta

dirinya adalah pada fase taking holdini, terutama pada ibu yang

seringkali kesulitan menyesuaikan diri seperti primipara, wanita

karier, ibu yang tidak mempunyai keluarga untuk berbagi, ibu

yang masih remaja, ibu single parent.

3) Letting Go Phase (Perilaku Interdependen)

Fase ini merupakan fase yang dapat menerima tanggung

jawab sebagai ibu, biasanya dimulai pada hari kesepuluh

postpartum. Ibu sudah menyesuaikan diri terhadap

ketergantungan bayinya, adanya peningkatan keinginan untuk

merawat bayi dan dirinya dengan baik, serta terjadi penyesuaian

hubungan keluarga dalam mengobservasi bayinya. Hubungan

33
dengan pasangan juga memerlukan penyesuaian dengan

kehadiran bayi sebagai anggota keluarga baru.

Adaptasi Psikologis yang memerlukan rujukan :

1) Postpartum Blues / Baby Blues / maternity blues

Keadaan ini merupakan kemurungan dimasa nifas dan

depresi ringan yang umum terjadi pada ibu nifas. Keadaan ini

tidak menetap dan akan pulih dalam waktu 2 minggu

postpartum.Kondisi baby bluesini tidak memerlukan

penanganan khusus, tetapi perlu diobservasi. jika keadaan ini

menetap, akan menjurus pada psikosis postpartum. Statistik

menunjukan 10% kondisi maternal blues berlanjut menjasi

psikosis postpartum .

Dari hasil penelitian Ho et al (2013) pada ibu yang

mengalami postpartum blues di Taiwan, ditemukn faktor ibu

merasa kurang kompeten untuk merawat bayinya, partisipasi

suami dalam merawat bayi dan lingkungan merupakan faktor

yang dapat memicu terjadinya postpartum blues pada ibu nifas.

34
Temuan yang berbeda dilaporkan oleh Ozturk et al

(2017) dari penelitian yang dilakukan di Turky bahwa faktor

social demografi (pendidikan, pekerjaan, income, keamanan

social), intention/niat terhadap kehamilan, jumlah kehamilan

serta atribut kesehatan dalam hal ini pendidikan kesehatan pada

masa antenatal berhubungan dengan adaptasi motherhoodpada

periode postpartum.

2) Depresi Postpartum

Merupakan depresi serius yang terjadi setelah melahirkan

bayinya, yang merupakan kelanjutan dari depresi pada awal

kehamilan, akhir kehamilan dan baby blues. Penyebab pasti

belum diketahui, tetapi dilaporkan factor yang berisiko terhadap

kejadian depresi postpartum / Postpartum Depresion (PPD)

adalah factor biological, psikologi, social ekonomi, dan factor

budaya. Factor yang konsisten terhadap berat-ringannya PPD

adalah depresi prenatal. Preterm bayi memberikan 70%

35
morbiditas dan mortalitas bayi yang dapat meningkatkan stress

pada ibu nifas, karena ketiadaan kepastian kehidupan bayinya.

Kecemasan memberikan risiko 2,7 kali terhadap PPD pada ibu

yang melahirkan preterm dibandingkan ibu yang melahirkan

bayi aterm.

Factor lain yang berperan terhadap PPD adalah Chronic

prenatal pain, pregnancy loss (IUFD), tinggal di urban area,

self-esteem yang rendah, kurangnya dukungan social,

kehamilan yang tidak direncanakan, kehamilan pada remaja,

pendapatan yang rendah, status pekerjaan (partime), persalinan

yang dialami tanpa dukungan keluarga, kebingungan terhadap

bayi yang menangis terus menerus, konflik marital.

Adanya gejala seperti rasa sedih, berkurangnya nafsu

makan hingga terjadi perubahan pola makan, ibu merasa Lelah,

sensitive dan kesepian, emosi yang labil, menangis terus

menerus, tanpa penyebab serta memiliki pikiran ekstrim untuk

membahayakan diri sendiri atau anaknya merupakan tanda

adanya depresi postpartum.

36
Sementara itu, penelitian yang dilakukan di Tangxia

Community, Guangzou menginformasikan bahwa factor yang

berkorelasi positif dengan DPP adalah status persalinan,

hubungan dengan mertua dan saudara ipar, jenis kelamin bayi

(one child policy), sedangkan kondisi rumah berkorelasi

negative dengan DPP. Social support, dapat mereduksi secara

signifikan terhadap kejadian DPP pada ibu nifas.

3) Psikosis Postpartum

Psikosis postpartum adalah gangguang jiwa serius yang

dialami ibu postpartum ditandai dengan adanya

ketidakmampuan membedakan antara khayalan dan kenyataan.

Kondisi gangguan jiwa ini biasanya telah terjadi sebelum

bayinya dilahirkan.

Ibu dengan psikosis postpartum memiliki keyakinan

bahwa anaknya dapat mencelakakan dirinya. Demikian juga ibu

merasa bahwa anak yang dilahirkannya bukanlah anaknya

37
sendiri, melainkan anak dari titisan orang tua yang sudah

meninggal sehingga ibu merasa yakin bahwa anak tersebut

harus dibunuh.

Psikosis postpartum merupakan penyakit psikiatri

postpartum yang terberat. Kondisi ini jarang dan terjadi pada 1-

2 dari 1000 wanita setelah persalinan. Wanita yang paling

beresiko tinggi adalah yang memiliki riwayat gangguan bipolar

atau episode psikosis postpartum sebelumnya. Psikosis

postpartum memilki onset yang dramatis, secepatnya terjadi

pada 48-72 jam pertama postpartum, atau pada umumnya

terjadi sekitar 2 minggu pertama postpartum.

Kondisinya berupa episode manik atau campuran dengan

gejala seperti keletihan dan insomnia, mudah tersinggung,

mood yang sangat mudah berubah, dan perilaku yang tidak

teratur. Ibu dapat mengalami delusi yang berhubungan dengan

anaknya (seperti anaknya diculik atau sekarat, anaknya setan

atau Tuhan) atau mungkin mengalami halusinasi pendengaran

yang menyuruhnya untuk melindungi dirinya dari sang anak

38
D. Adabtasi Keluarga

Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua

setelah kelahiran anak. Sebenarnya suami dan istri sudah

mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan.

Perubahan peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak.

Contoh, bentuk perawatan dan asuhan sudah mulai

diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat masih berada dalam

kandungan adalah dengan cara memelihara kesehatannya

selama masih hamil, memperhatikan makanan dengan gizi yang

baik, cukup istirahat, berolah raga, dan sebagainya.

Selanjutnya, dalam periode postpartum atau masa nifas

muncul tugas dan tanggung jawab baru, disertai dengan

perubahan-perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan

terus berkembang dan selalu mengalami perubahan sejalan

dengan perkembangan waktu cenderung mengikuti suatu arah

yang bisa diramalkan.

Pada awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan

sebaliknya bayi belajar mengenal orang tuanya lewat suara, bau

39
badan dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal

kebutuhan-kebutuhan bayinya akan kasih sayang, perhatian,

makanan, sosialisasi dan perlindungan.

Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi

dengan keluarga sebagai satu kesatuan/unit keluarga. Masa

konsolidasi ini menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-

ibu, orang tua-anak, anak dan anak).

1. Peran transisi menjadi orang tua

Penyesuaian terhadap peran orang tua merupakan salah

satu peristiwa kehidupan yang paling membuat stress.

Sedangkan kehamilan sendiri ditempatkan pada urutan ke 12

dari kehidupan yang paling membuat stress Henderson (2005

dalam Suparyanto 2011).

Rasa khawatir dan ansietas dalam kehamilan relatif

umum terjadi, karena pada kenyataannya ansietas dalam

tingkat tertentu dapat berperan sebagai faktor motivasi dalam

40
mempersiapkan peran menjadi orang tua stress Henderson

(2005 dalam Suparyanto 2011).

Tahap – tahap psikososial yang biasa dilalui oleh calon

ibu dalam mencapai perannya:

a. Anticipatory stage

Seorang ibu mulai melakukan latihan peran dan

memerlukan interaksi dengan anak yang lain

b. Honeymoon stage

Ibu mulai memahami peran dasar yang dijalaninya. Pada

tahap ini ibu memerlukan bantuan dari anggota keluarga

lain.

2. Peran menjadi Orangtua setelah Melahirkan

Selama periode postpartum, tugas dan tanggung

jawab baru muncul dan kebiasaan lama perlu diubah atau

ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus

mengenali hubungan mereka dengan bayinya. Bayi perlu

perlindungan, perawatan dan sosialisasi. Periode ini

ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan tuntutan

41
untuk mengasuh. Lama periode ini bervariasi, tetapi

biasanya berlangsung selama kira-kira empat minggu.

Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk

bersama-sama membangun kesatuan keluarga. Periode

waktu meliputi peran negosiasi orangtua

mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi dalam

menjalankan aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih

sensitif terhadap makna perilaku bayi. Periode berlangsung

kira-kira selama 2 bulan.

3. Tugas dan Tanggung Jawab Orangtua

Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima

keadaan bila anak yang dilahirkan tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Karena dampak dari kekecewaan ini dapat

mempengaruhi proses pengasuhan anak. Walaupun

kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan

menyebabkan orang tua kurang melibatkan diri secara

penuh dan utuh. Bila perasaan kecewa tersebut tidak segera

diatasi, akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat

42
menerima kehadiran anak yang tidak sesuai dengan harapan

tersebut. Orang tua perlu memiliki keterampilan dalam

merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-kegiatan

pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang

diberikan bayi untuk memenuhi kebutuhannya serta

bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda

tersebut.

Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang

tua terhadap bayinya, antara lain:

1) Orang tua harus menerima keadaan anak yang

sebenarnya dan tidak terus terbawa dengan khayalan dan

impian yang dimilikinya tentang figur anak idealnya.

Hal ini berarti orang tua harus menerima penampilan

fisik, jenis kelamin, temperamen dan status fisik

anaknya.

2) Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir

adalah seorang pdibadi yang terpisah dari diri mereka,

43
artinya seseorang yang memiliki banyak kebutuhan dan

memerlukan perawatan.

3) Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya.

Hal ini termasuk aktivitas merawat bayi, memperhatikan

gerakan komunikasi yang dilakukan bayi dalam

mengatakan apa yang diperlukan dan member respon

yang cepat

4) Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik

dan dapat dipakai untuk menilai kesuksesan atau

kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.

5) Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru

lahir di dalam keluarga. Baik bayi ini merupakan yang

pertama atau yang terakhir, semua anggota keluarga

harus menyesuaikan peran mereka dalam menerima

kedatangan bayi.

E. Ciri-ciri Family Centered Maternity Care Post Partum

1. Preventif

1) Melaksanakan kelas unt.pendidikan prenatal OT

44
2) Mengikutsertakan kelg kedalam persalinan

3) Mengikutsertakan kedalam perawatan kehamilan/persalinan

4) Mengatur kamar bersalin seperti rumah

5) Menetapkan peraturan yang fleksibel

6) Kontak bayi ibu sedini mungkin

7) Sistem kunjungan tidak ketat

8) Mengikutsertakan anak2 dalam proses persalinan

9) Romming in

10) Pada perawatan BBL intensif, kleg tetap ikut serta

11) Pemulangan klien secepat mungkin

2. Kuratif

1) Memisahkan ibu dari keluarga selama proses persalinan

2) Melarang aktivitas ibu

3) Keluarga tidak diperbolehkan terlibat

4) Melakukan tindkan rutin

5) Meneta[kan peraturan yang ketat

6) Kontak ibu-bayi berkurang

7) Rooming in dibatasi

45
8) Tidak ada follow up

9) Kontrol post partum rutin selama 6 minggu

F. Discharge Planing

Discharge planning  merupakan suatu proses interdisiplin yang

menilai perlunya sebuah perawatan tindak lanjut dan seseorang untuk

mengatur perawatan tindak lanjut tersebut kepada pasien, baik

perawatan diri yang diberikan oleh anggota keluarga, perawatan dari

tim profesional kesehatan atau kombinasi dari keduanya untuk

meningkatkan dan mempercepat kesembuhan pasien.

Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan

menghindarkan adanya kemungkinan perdarahan post partum dan

infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka episiotomi, lakukan

penjahitan dan perawatan luka dengan baik. Penolong harus tetap

waspada sekurang-kurangnya 1 jam post partum, untuk mengatasi

kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Delapan jam post

partum harus tidur telentang untuk mencegah perdarahan post

partum. Sesudah 8 jam, pasien boleh miring ke kanan atau ke kiri

untuk mencegah trombhosis. Ibu dan bayi dapat ditempatkan dalam

46
satu kamar. Pada hari seterusnya dapat duduk dan berjalan. Diet yang

diberikan harus cukup kalori, protein, cairan serta banyak buah-

buahan. Miksi atau berkemih harus secepatnya dapat dilakukan

sendiri, bila pasien belum dapat berkemih sendiri sebaiknya

dilakukan kateterisasi. Defekasi harus ada dalam 3 hari post partum.

Bila ada obstipasi dan timbul komprestase hingga vekal tertimbun di

rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila hal ini terjadi dapat

dilakukan klisma atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh

adanya mules, dapat diberi analgetika atau sedatif agar dapat istirahat.

Perawatan mamae harus sudah dirawat selama kehamilan, areola

dicuci secara teratur agar tetap bersih dan lemas, setelah bersih

barulah bayi disusui.

G. Home Care

Home care adalah pelayanan kesehatan yang

berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada individu

dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk

meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau

memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari

47
penyakit ( Depkes, 2002 ).  Sedangkan menurut Neis dan Mc Ewen

(2001) dalam Avicenna ( 2008 ) menyatakan home health care adalah

sistem dimana pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial diberikan di

rumah kepada orang-orang yang cacat atau orang-orang yang harus

tinggal di rumah karena kondisi kesehatannya.

Kunjungan pada masa nifas tujuan dilakukan minimal 4 x.

Adapun tujuan kunjungan untuk menilai keadaan ibu bayi baru lahir

serta mencegah, , mendeteksi dan menangani komplikasi pada masa

nifas. Kunjungan rumah memiliki keuntungan sebagai berikut:

perawat dapat melihat dan berinteraksi dengan keluarga dalam

lingkungan yang alami dan aman serta perawat mampu mengkaji

kecukupan sumber yang ada, keamanan dan lingkungan di rumah.

Sedangkan keterbatasan dari kunjungan rumah adalah memerlukan

biaya yang banyak, jumlah perawat terbatas dan kekhawatiran

tentang keamanan untuk mendatangi pasien di daerah tertentu

H. Asuhan Keperawatan pada Post Partum

1. Pengkajian

1) Data subjektif

48
(1) Biodata yang mencakup identitas pasien

a. Nama

Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan

sehari-hari agar tidak keliri dalam memberikan

penanganan

b. Umur

Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko

seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum

matang, mental dan psikisnya belumsiap. Sedangkan

umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi

perdarahan dalam masa nifas

c. Agama

Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk

membimbing atau megarahkan pasien dalam berdoa

d. Pendidikan

Berpengaruh pada tindakan keperawatan dan untuk

mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya,

49
sehingga perawat dapat memberikan konseling sesuai

dengan pendidikan

e. Suku/bangsa

Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-

hari

f. Pekerjaan

Gunannya untuk mengetahui dan mengukur tingkat

sosial ekonominya karena ini juga mempengaruhi dalam

gizi pasien tersebut

g. Alamat

Ditanya untuk mempermudah kunjungan rumah bila

diperlukan

(2) Keluhan utama

Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang

berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien merasa

mules, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada

perinium

(3) Riwayat kesehtan

50
a. Riwayat kesehatan sekarang

Data-data ini diperlukan untuk mengetahui

kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat

ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan

bayinya

b. Riwayat kesehatan yang lalu

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan

adanya riwayat atau penyakit akut, kondisi seperti :

jantung, DM, hipertensi, asma, yang dapat

mempengaruhi pada masa nifas ini.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh

penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien

dan bayinya, yaitu apabila penyakit keluarga yang

menyertainya.

(4)Riwayat perkawinan

Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status

pernikahan syah atau tidak, karena bila melahirkan tanpa

51
status yang jelas akan berkaitan dengan psikologinya

sehingga akan mempengaruhi proses nifas.

(5) Riwayat obstetrik

Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, berapa

kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumblah anak, cara

persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas

yang lalu.

(6) Riwayat KB

Untuk mengetahui apakah pasien pernah mengikuti KB

dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan

selama menggunakan kontrasepsi seta rencana KB setelah

masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa.

(7) Kehidupan sosial budaya

Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang mnganut adat

istiadat yang akan menguntungkan atau merugikann

pasien khususnya pada masa nifas misalnya ada kebiasaan

yang pantang makan.

(8) Data psikososial

52
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap

bayinya. Wanita mengalami banyak perubahan

emosi/psikologi selama masa nifas sementara ia

menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Cukup inu sering

menunjukan depresi ringan beberapa hari setelah

kelahiran.Depresi tersebut sering disebut sebagai

postpartum blues. Postpartum blues sebagian besar

merupakan perwujudan fenomena psikologis yang dialami

oleh wanita yang terpisah dari keluarga dan bayinya. Hal ini

sering diakibatkan oleh sejumblah faktor: Penyebab yang

paling menonjol adalah:

a. Kekecewaan emosional yang mengikuti rasa puas dan

takut yang dialami kebanyakan wanita selamaa

kehamilan dan persalinan

b. Rasa sakit masa nifas awal.

c. Kelelahan karena kurang tidur selama persalinan dan

ostpartum Kecemasan pada kemampuannya untuk

merawat bayinya setalah meninggalkan rumah sakit

53
d. Rasa takut menjadi tidak menarik lagi bagi suaminya

Menjelaskna pengkajian psikologis:

a. Respon keluarga terhadap ibu dan bayinya

b. Respon ibu terhadap bayinya

c. Respon ibu terhadap dirinya

(9) Data pengetahuan

Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang

perawatan setelah melahirkan sehingga akan

menguntungkan selama masa nifas

(10) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari

a. Nutrisi

Mengambarkan tentang pola makan dan minum,

frekuensi, banyaknya dan jenis makanan, makanan

pantangan.

b. Eliminasi

Mengambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan

buang air besar meliputi frekuensi, jumblah, konsistensi

54
dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi

frekuensi, warnah dan jumblah

c. Istrahat

Mengambarkan pola istrahat dan tidur pasien, berapa

jam pasien tidur, kebiasanan sebelum tidur misalnya

membaca, mendengarkan musik, kebiasaan

mengonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang,

penggunaan waktu luang. Istrahat sangat penting bagi

ubu masa nifas karena dengan istrahat yang cukup dapat

mempercepat penyembuhan

d. Personal hygiene

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga

kebersihantubuh terutama pada daerah genitalia, karena

pada masa nifas masih mengeluarkan lochea

e. Aktivitas

Mengambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari. Pada

pola ini perluh dikaji pengaruh aktivitas terhadap

kesehatannya. Mobilisasi sedini mungkin dapat

55
mempercepat proses pengembalian alat-alat reproduksi.

Apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa sering,

apakah kesulitan, dengan bantuan atau sendiri, apakah

ibu pusing ketika melakukan ambulasi

2) Data objektif

(1) Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)

a. Keadaan umum : untuk mengetahui keadaan ibu secara

umum nifas normal biasanya baik.

b. Keadaan emosional

Untuk mengetahui apakah keadaan emosional stabil /

tidak dan apakah terjadi post partum blues (depresi)

pada post partum pada klien tersebut. Pada ibu nifas

normal keadaan emosional stabil.

c. Tanda Vital

36,40C sampai 37,40C.

d. Pemeriksaan fisik

a) Muka

- Kelopak mata : ada edema atau tidak

56
- Konjungtiva : Merah muda atau pucat

- Sklera : Putih atau tidak

b) Mulut dan gigi : Lidah bersih, gigi : ada karies atau

tidak ada.

c) Leher

- Kelenjar tyroid ada pembesaran atau tidak

- Kelenjar getah bening : ada pembesaran atau tidak.

d) Dada

- Jantung : irama jantung teratur

- Paru-paru : ada ronchi dan wheezing atau tidak

e) Payudara

Bentuk simetris atau tidak, puting susu menonjol atau

tidak, pengeluaran colostrum (Mochtar, 1990 : 102).

f) Punggung dan pinggang

Posisi tulang belakang : normal atau tidak dan tidak

normal bila ditemukan lordosis.

CVAT : ada / tidak nyeri ketuk. Normalnya tidak ada.

g) Abdomen

57
Bekas luka operasi : untuk mengetahui apakah pernah

SC atau operasi lain.

Konsistensi : keras atau tidak benjolan ada atau tidak

Pembesaran Lien (liver) : ada atau tidak

h) Uterus

Untuk mengetahui berapa TFU, bagaimana kontraksi

uterus, konsistensi uterus, posisi uterus. Pada ibu nifas

normal TFU 2 jari di bawah pusat kontraksinya baik.

Konsistensinya keras dan posisi uterus di tengah.

i) Pengeluaran lochea

Untuk mengetahui warna, jumlah, bau konsistensi

lochea pada umumnya ada kelainann atau tidak. Pada

ibu nifas yang normal 1 hari post partum loceha warna

merah jumlah + 50 cc, bau : dan konsistensi encer

(Mochtar, 1998 : 116).

j) Perineum

Untuk mengetahui apakah ada perineum ada bekas

jahitan atau tidak, juga tentang jahitan perineum klien.

58
Pada nifas normal perineum bisa juga terdapat ada bekas

jahitan bisa juga tidak ada, perineumnya bersih atau

tidak.

k) Kandung kemih

Untuk mengetahui apakah kandung kemih teraba atau

tidak, para ibu nifas normal kandung kemih tidak teraba.

l) Extremitas atas dan bawah

- Edema : ada atau tidak

- Kekakuan otot dan sendi : ada atau tidak

- Kemerahan : ada atau tidak

- Varices : ada atau tidak

- Reflek patella : kanan kiri +/-, normalnya +

- Reflek lutut negatif pada hypovitaminase B1 dan

penyakit urat syarat

- Tanda hooman : +/-+ bila tidak ditemukan

rasa nyeri (Mochtar, 1998 : 102)

3) Uji Diagnostik

(1) Darah : pemeriksaan Hb

59
HB ibu nifas normal : Hb normal 11 gram %

(2) Golongan darah

Pemeriksaan golongan darah penting untuk transfusi

darah apabila terjadi komplikasi.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut b/d trauma perineum, proses kelahiran, payudara

bengkak, dan involusi uterus

2) Kurang pengetahuan tentang manejemen laktasi dan perawatan

bayi b/d kurangnya informasi

3) Kurangnya pengetahuan tentang perawatan post partum b/d

kurangnya informasi

3. Intervensi

Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan pada

klien perdarahan post partum menurut prioritas dan rencana

keperawatannya adalah :

1) Gangguan rasa nyaman, nyeri akut berhubungan dengan

trauma perineum, proses kelahiran, payudara bengkak, dan

involusi uterus (Carpenito, 1997).

60
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri

berkurang atau hialng, dengan kriteria hasil pasien tidak

mengeluh nyeri, ekspresi wajah tenang, skala nyeri dalam batas

normal (2-3).

Intervensi keperawatan :

a. Berikan individu kesempatan untuk beristirahat.

Rasional: meningkatkan relaksasi

b. Ajarkan tindakan non infasif, seperti relaksasi.

Rasional: menurunkan tekanan vaskuler serebral

c. Kaji skala nyeri.

Rasional: mengidentifikasi tingkat nyeri

d. Ajarkan metode distraksi selama muncul nyeri akut.

Rasional: menurunkan tekanan vaskuler serebral

e. Beri posisi yang nyaman pada pasien.

Rasional: meningkatkan relaksasi/meminimalkan stimulus

f. Kolaborasi pemberian analgetik.

61
Rasional: menurunkan/mengotrol nyeri dan menurukan

sitem saraf simpatis

2) Kurangnya pengetahuan tentang manajemen laktasi dan

perawatan bayi berhubungan dengan kurangnya informasi

(Carpenito, 1997).

Tujuan :

Pasien mengerti pendidikan kesehatan yang diberikan

mengenai manajemen laktasi dan perawatan bayi setelah

dilakukan tindakan perawatan dengan kriteria hasil pasien

mampu menjelaskan kembali mengenai informasi yang telah

diberikan.

Intervensi keperawatan :

a. Kaji pengetahuan dan pengalaman menyusui, koreksi

mitos dan kesalahan informasi.

b. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang perawatan bayi

yaitu perawatan tali pusat dan perawatan payudara.

c. Jelaskan mengenai gizi waktu menyusui.

d. Kaji respon klien dalam menerima pendidikan kesehatan.

62
e. Minta klien untuk menjelaskan kembali informasi yang

telah diberikan.

3) Kurangnya pengetahuan tentang perawatan post partum

berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien dapat

mengungkapkan pemahaman tentang perawatan diri post

partum.

Intervensi keperawatan :

a. Anjurkan klien untuk menghindari coitus selama 4 – 6

minggu / sesuai anjuran dokter.

b. Demonstrasikan perawatan payudara dan ekspresi

manual bila ibu menyusui.

c. Tekankan pentingnya diet nutrisi.

d. Anjurkan pasien untuk menghindari mengangkat apapun

yang lebih berat dan bayi selama 2 -3 minggu.

e. Jelaskan perlunya dengan cermat pada bagian perineal.

f. Wapadakan klien untuk menghindari konstipasi.

63
g. Diskusikan gejala untuk dilaporkan kepada dokter.

h. Jelaskan bahwa lokhea dapat berlanjut selama 3 – 4

minggu perubahan dari merah menjadi coklat sampai putih.

i. Beritahu menstruasi akan kembali 6 – 8 minggu setelah

perawatan.

j. Tekankan pentingnya rawat jalan terus menerus termasuk

pemeriksaan post pasca partum.

k. Perawatan vagina/vulva hygiene

I. Konsep Dasar Anemia Pada Ibu Hamil

1. Defenisi anemia pada ibu hamil

Menurut Manuaba (2010), anemia pada kehamilan adalah

anemia karena kekurang zat besi, dan merupakan jenis anemia yang

pengobatannya relatif mudah bahkan mudah, anemia pada kehamilan

merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai

64
kesejateraan nasional. Anemia kehamilan disebut potential danger to

mother and child (potensial membahayakan ibu dan anak).

Anemia kehamilan adalah suatu keadaan dimana seorang ibu

hamil yang mengalami kekurangan zat besi dimana jumlah eritrosit

yang beredar atau konsentrasi hemaglobinnya menurun (asuhan

keperawatan maternitas 2000/2001)

2. Penyebab anemia dalam kehamilan

Penyebab utama anemia pada wanita hamil menurut

Pratami 20016 adalah:

1. Asupan Fe yang tidak memadai

2. Peningatan kebutuhan fisioligi

3. Kehilangan banyak darah

3. Tanda Dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil

Menurut (Proverawati 2011) tanda dan gerjala anemia

seperti:

1. Kelelahan

2. Penurunan energi

65
3. Sesak nafas

4. Tampak pucat dan kulit dingin

5. Tekanan darah rendah

6. Frekuensi pernapasan cepat

7. Kulit kuning disebut jaundice jika anemia karena

kerusakan sel darah merah

8. Sakit kepala

9. Tidak bisa berkonsentrasi

10. Rambut rontok

11. Malaise

4. Dampak Anemia Pada Ibu Hamil dan Janin

1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan (Pratami 2016)

a. Bahaya selama kehamilan: dapat terjadi abortus,

persalinan prematuria, hambatan tumbuh kembang

janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman

dekompensasi kordis (Hb <6 g%), hiperemesis

66
gravidarium, perdarahan antepartum, ketuban

pecah dini (KTD).

b. Bahaya saat persalinan: gangguan His (kekuatan

mengejan), kala pertama dapat berlangsung lama,

dan terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung

lama sehingga dapat melelahkan dan sering

memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri

dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post

partum karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi

perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri

c. Pada kala nifas : terjadi subinvolusi uteri

menimbulkan perdarahan postpartum,

memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran asi

berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak

setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi

infeksi ammae.

2. Bahaya anemia terhadap janin : mengurangi

kemampuan metabolisme tubuh sehingga menganggu

67
pertumbuhan tumbuh kembang janin dalam rahim.

Akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam bentuk :

abortus, kematian intrauterin, persalinan prematuritas

tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan

anemia dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah

mendapat infeksi sampai kematian perinatal.

5. Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan

Klasifikasi Anemia dalam kehamilan menurut

Manuaba dkk (2010) adalah sebagai berikut:

1. Normal : ≥11 gr/dl

2. Anemia ringan : 9-10 gr/dl

3. Anemia sedang : 7-8 gr/dl

4. Anemia berat : < 7 gr/dl

6. Kebutuhan zat besi pada ibu hamil

Menurut (Manuaba 2010), wanita memerlukan zat besi

lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi

dengan perdarahan sebanyak 50-80cc setiap bulan dari

68
kehilangan zat besi sebesar 30-40mg. Disamping itu,

kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk

meningkatkan jumlah sel darah merah dan plasenta.

Meningkatkan sel darah ibu 500mg Fe

Terdapat dalam plasenta 300 mg Fe

Untuk darah janin 100mg Fe

Jumlah 900mg Fe

7. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang anemia dengan menggunakan

metode sahli (Wilkinson 2002)

1. Sel darah merah

2. Pemeriksaan Ht (Hematokrit)

3. Pemeriksaan Hb sahli, kadar Hb <10mg%

8. Penatalaksanaan medis dan Keperawatan

1. Medis

69
Konsumsi suplemen zat besi setiap hari berkaitan erat

dengan peningkatan kadar Hb ibu sebelum dan sesudah

kelahiran. Selain itu, tindakan tersebut juga mengurangi

resiko anemia yang berkepanjangan. Ibu yang

mengkonsumsi suplemen zat besi atau asam folat, baik

harian maupun intermiten, tidak menunjukan perbedaan

efek yang signifikan. Konsumsi zat besi oral yang

melebihi dosis tidak meningkatkan hematokrit, tetapi

meningkatkan kadar Hb. Pemberian suplemen zat besi

oral sering kali menimbulkan efek samping mual dan

sembelit (Pratami 2016).

2. Keperawatan

Penatalaksanaan Keperawatan di rumah Pendidikan

kesehatan pada ibu hamil yang besi dan folat, dan

pastikan tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat besi

setiap hari, yaitu dengan cara mengkonsumsi makanan

yang tinggi kandungan zat besi memberikan penyuluhan

kepada pasien dan keluarga tentang suplement besi dan

70
peningkatan sumber besi dalam makanan yang

mengandung vitamin K (Proverawati 2011)

9. Anemia ringan

1. Pengertian anemia ringan

Menurut manuaba 2007 anemia ringan adalah di mana

kadar HB berkisar antara 9-10gr%. Anemia ringan

adalah apabila kadar darah yang dihasilkan oleh

pemeriksa Hb sahli sebesar 9-10 gr%

2. Gejala anemia ringan

Menurut Proverawati 2011, pada anemia ringan

didapatkan gejala sebagai berikut:

a. Cepat lelah

b. Sering pusing

c. Mata berkunang-kunag

d. Badan lemas

3. Komplikasi anemia ringan

71
Komplikasi anemia ringan pada ibu hamil terjadi ibu

menderita anemia sejak masa sebelum hamil. Pada

kasus anemia ringan pada ibu hamil bila tidak ditangani

dapat menyebabkan rahim tidak berkontraksi (atonia)

atau kontraksi sangat lemah (hipotonia).

4. Penatalaksanaan anemia ringan

Menurut ( Manuaba 2007) penatalaksanaan anemia

ringan antara lain:

1. Meningkatkan gizi penderita dengan

mengkonsumsi sayuran berwarnah hijau,

kacang-kacangan, hati dll.

2. Memberi suplemen zat besi

72

Anda mungkin juga menyukai