LAPORAN LO KE II
Nama Kelompok :
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakaatuh
Alhamdulillahhi robbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang tiada Tuhan selain
Dia yang menguasai alam semesta. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah Kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta seluruh kaum muslimin dan muslimat yang
senantiasa istiqomah mengikuti petunjuk-Nya.
Berkat rahmat dan izin Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan
yang berjudul “Pelanggaran Kode Etik Bidan Dalam Penggunaan Media Sosial“ pada
Program Studi Ilmu Kebidanan Program Magister (S2) Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya
kepada :
1. Sri Ratnaningsih.,M.Keb selaku dosen pembimbing mata kuliah Profesionalisme Dalam
Kebidanan untuk S2 Kebidanan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta yang telah
memberikan motivasi dalam penyusunan laporan ini.
2. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah banyak membantu
serta memberikan semangat dan dorongan untuk menyelesaikan laporan ini.
Saran dan kritik yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi
kelengkapan penyusunan laporan ini. Akhirnya penulis berharap semoga hasil laporan ini
nanti dapat menambah wawasan serta pengetahuan minimal untuk penulis sendiri dan
bisa menjadi bekal bagi mahasiswa pada periode selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER.......................................................................................................................................i
LAPORAN LO KE II.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
Latar Belakang........................................................................................................................1
Rumusan Masalah..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
Kode Etik Kebidanan.............................................................................................................3
Etika Dalam Berkomunikasi...................................................................................................5
Tinjauan islam tentang penyebaran berita HOAX.................................................................6
UU ITE Tentang HOAX........................................................................................................6
Peran dan Tanggung Jawab Bidan.........................................................................................8
Pencegahan dan Penanganannya Terkait Pelanggaran Kode Etik Kebidanan Dalam
Penggunaan Media Sosial.....................................................................................................10
Etika dalam penggunaan media sosial..................................................................................11
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................13
Kesimpulan...........................................................................................................................13
Saran.....................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berinteraksi, seorang bidan membutuhkan kemampuan berkomunikasi agar
apa yang ingin disampaikan dapat diterima orang lain. Seorang bidan wajib memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik sebab dalam melaksanakan tugasnya, bidan harus
berinteraksi langsung dengan kliennya. Bidan, sebagai bagian dari tim kesehatan dalam
memberikan asuhan kebidanan, juga perlu memahami konsep dan bentuk-bentuk
komunikasi sebagai dasar dalam berkomunikasi untuk melancarkan pelaksanaan tugas
sehari-hari serta mengembangkan kepribadiannya(Rini Handayani, 2016).
Etika sangat diperlukan dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara dan
pergaulan hidup internasional. Etika merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimana
suatu manusia dalam bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling
menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-
lain. Maksud dari pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-
masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan
adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya
(Prihatin, 2019).
Kemajuan teknologi khususnya internet telah merubah budaya manusia dari
budaya industry menjadi budaya yang berlandaskan informasi. Budaya dimana informasi
menjadi kebutuhan yang sangat penting dan budaya dimana seseorang berhak
mendapatkan pengetahuan seluas-luasnya. Selain merubah budaya masyarakat, dengan
hadirnya media sosial membuat mereka lebih aktif mengakses informasi melalui media
online dibandingkan dengan informasi di media cetak (Prihatin, 2019).
Salah satu fenomena yang marak terjadi saat ini adalah banyaknya berita hoax
(palsu) yang beredar di medsos (media sosial). Hoax menjadi salah satu isu aktual dan
populer yang harus mendapatkan perhatian secara serius. Munculnya beragam media
sosial ikut menyumbang tersebarnya hoax dengan sangat cepat ke seluruh kalangan
masyarakat pengguna bahkan berita apapun dapat dengan mudah dan cepat menyebar
setelah melewati tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yaitu mereka yang
tidak mengklarifikasi terlebih dahulu berita-berita yang diterimanya (Prihatin, 2019).
1
B. Rumusan Masalah
Bagaimana etika kebidanan dalam berkunikasi menggunakan media sosial ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalamhubungan
pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasimasyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
2. Kewajiban Terhadap Tugasnya
a.Setiap bidan senantiasa mwemberikan pelayanan paripurna terhadapklien, keluarga
dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesiyang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
b. Setiap bidan berhal memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan
dalam mengambil keputusan mengadakan konsultasi danatau rujukan
c.Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat danatau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilanatau diperlukan
sehubungan kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
a.Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk suasana kerja
yang serasi
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya
a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelatyanan yang
bermutu kepada masyarakat
b. Setiap harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meniingkatkan mutu dan citraprofesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
a. Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dalam melaksanakan tugas
profesinya dengan baik
b. Setiap bidan harus berusaha secara terus – menerus untuk meningkatkan
pengetahuan danketerampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi
4
6. Kewajiban bidan terhadap pemerinytah nusa, bangsa dan tanah air
a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan –
ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam palayanan KIA /
KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat
b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintahan untuk meningkatakan mutu jangkauan
pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA / KB dan kesehatan keluarga.
Berikut ini adalah beberapa hal penting etika dalam menggunakan jejaring sosial
(Marselia, 2017).
5
Saat menyebarkan informasi baik itu berupa tulisan, foto atau video milik orang
lain, ada baiknya kita mencantumkan sumber informasi sebagai bentuk penghargaan
untuk hasil karya seseorang. tidak serta merta mengcopy paste tanpa memberikan
sumber informasi tersebut.
4. Jangan Terlalu Mengumbar Informasi Pribadi Anda
Dalam menggunakan jejaring sosial ada baiknya kita sebagai pengguna harus
bijak dalam menginformasikan privasi / kehidupan pribadi. Jangan terlalu mengumbar
hal-hal pribadi di jejaring sosial, apalagi sesuatu yang sensitif dan sangat pribadi.
Semisal mengenenai keuangan, hubungan percintaan, tentang kehidupan keluarga,
tentang kejengkelan dengan seseorang, nomor telepon alamat rumah atau keberadaan
anda. Hal ini dapat mengganggu kontak lain dalam daftar anda dan bisa menjadi
informasi bagi mereka yang ingin berniat jahat kepada kita.
Jadi pergunakanlah jejaring sosial sebaik mungkin dalam berbagi informasi, maupun
berkomunikasi sesuai etika yang berlaku. Berpikir, bertindak dan bertutur kata dengan
cerdas dan santun
6
membawa bahaya. Hoax dalam Bahasa Indonesia berarti berita bohong, informasi palsu,
atau kabar dusta. Sedangkan menurut kamus bahasa Inggris, hoax artinya olok-olok, cerita
bohong, dan memperdayakan alias menipu.3 Pengaturan hukum mengenai tindak pidana
penyebaran berita bohong (hoax) di Indonesia, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP), Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana,
dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektonik
(selanjutnya disingkat menjadi UU ITE).
Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penyebar berita bohong
(hoax) di media online, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan adalah
sebagai berikut:
1. Terdapat dalam KUHP, yaitu diatur dalam Pasal 390 KUHP, yang esensinya hendak
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, menyebabkan
turun atau naiknya harga barang dagangan, fonds, dan surat berharga dari kabar
bohong tersebut, maka dihukum paling lama dua tahun delapan bulan.
Agar pelaku dapat dituntut menurut pasal 390 KUHP ini maka, kabar yang
disiarkan harus merupakan kabar bohong atau merupakan kabar yang kosong, serta
akibat dari penyebaran berita bohong tersebut harus menimbulkan kenaikan dan
penurunan harga barang, dana (fonds), surat berharga, dan sebagainya yang dilakukan
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
2. Terdapat dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum
Pidana, yaitu diatur dalam Pasal 14 ayat (1), dan ayat (2), serta Pasal 15 UU No. 1 Th
1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Esensi dari ketentuan Pasal 14 ayat (1) yaitu
akibat dari penyebaran berita bohong menyebabkan terjadinya keresahan di kalangan
rakyat, maka akan dihukum penjara paling lama sepuluh tahun penjara. Esensi dari
Pasal 14 ayat (2) yaitu menyebarkan berita yang dapat menimbulkan keresahan di
kalangan rakyat, dan pelaku tidak menyadari bahwa berita tersebut adalah bohong
maka dihukum paling lama tiga tahun penjara. Esensi dari Pasal 15 yaitu menyiarkan
berita yang tidak pasti, dan pelaku menyadari bahwa berita tersebut akan mudah
menimbulkan keresahan di kalangan rakyat, maka dihukum paling lama dua tahun
penjara.
3. Terdapat dalam UU ITE, yaitu diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, yang esensinya
adalah pelaku dengan sengaja melawan hukum menyebarkan berita bohong (hoax)
yang mengakibatkan kerugian dalam transaksi elektronik.Berdasarkan asas lex
7
specialis derogat legi generali yang berarti aturan yang bersifat khusus
mengesampingkan aturan yang bersifat umum, maka pertanggungjawaban pidana
terhadap pelaku penyebar berita bohong (hoax) di media online mengacu pada
ketentuan Pasal 28 ayat (1) jis. Pasal 45A ayat (1) UU ITE. Unsur-unsur yang harus
dipenuhi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE yaitu:
a. Setiap orang, yaitu pelaku penyebar berita bohong (hoax);
b. Kesalahan yang dilakukan dengan sengaja, yaitu kesengajaan dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong (hoax);
c. Tanpa hak atau Melawan hukum, yaitu dalam penyebaran berita bohong (hoax)
merupakan tindakan yang melawan hukum dan bertentangan dengan hak
seseorang;
d. Perbuatan, yaitu seseorang telah menyebarkan berita tidak sesuai dengan fakta;
e. Objek, yaitu berita bohong (hoax);
f. Akibat konstitutif, yaitu mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik.
Pertanggungjawaban pidana terhadap orang yang terbukti memenuhi unsur-
unsur tindak pidana dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE berdasarkan Pasal 45A ayat (1)
UU ITE maka dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun penjara
dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah
8
Peran bidan sebagai petugas kesehatan yaitu sebagai komunikator,
motivator,fasilitator, dan konselor bagi masyarakat (Potter dan Perry, 2007). Macam-
macam peran tersebut yaitu:
a. Komunikator
Komunikator adalah orang yang memberikan informasi kepada orang
yangmenerimanya. Komunikator merupakan orang ataupun kelompok yang
menyampikan pesan atau stimulus kepada orang atau pihak lain dan diharapkan pihak
lain yangmenerima pesan (komunikan) tesebut memberikan respon terhadap pesan
yang diberikan (Putri ,2016). Proses dari interaksi komunikator ke komunikan disebut
juga dengan komunikasi. Selama proses komunikasi, tenaga kesehatan secara fisik
dan psikologis harus hadir secara utuh, karena tidak cukup hanya dengan mengetahui
teknik komunikasi dan isi komunikasi saja tetapi juga penting untuk mengetahui
sikap, perhatian, dan penampilan dalam berkomunikasi.
b. Sebagai motivator
Motivator adalah orang yang memberikan motivasi kepada orang
lain.Sementara motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak agar mencapai
suatutujuan tertentu dan hasil dari dorongan tersebut diwujudkan dalam bentuk
perilakuyang dilakukan (Notoatmodjo, 2014). Menurut Saifuddin (2008) motivasi
adalahkemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan motif adalah
kebutuhan,keinginan, dan dorongan untuk melakukan sesuatu.
Peran tenaga kesehatan sebagai motivasi tidak kalah penting dari peranlainnya.
Seorang tenaga kesehatan harus mampu memberikan motivasi, arahan, danbimbingan
dalam meningkatkan kesadaran pihak yang dimotivasi agar tumbuh kearahpencapaian
tujuan yang diinginkan (Mubarak, 2012). Tenaga kesehatan dalammelakukan
tugasnya sebagai motivator memiliki ciri-ciri yang perlu diketahui, yaitumelakukan
pendampingan, menyadarkan, dan mendorong kelompok untuk mengenalimasalah
yang dihadapai, dan dapat mengembangkan potendinya untuk memecahkanmasalah
tersebut (Novita, 2011).
c. Sebagai Fasilitator
Fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan
dalammenyediakan fasilitas bagi orang lain yang membutuhkan. Tenaga
Kesehatandilengkapi dengan buku KIA dengan tujuan agar mampu memberikan
9
penyuluhanmengenai kesehatan ibu dan anak (Putri, 2016). Tenaga kesehatan juga
harusmembantu klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal agar sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.
Peran sebagai fasilitator dalam pemanfaatan buku KIA kepada ibu hamil juga
harus dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan pada setiap kunjungan ke pusat
kesehatan.fasilitator harus terampil mengintegritaskan tiga hal penting yakni
optimalisasi fasilitas, waktu yang disediakan, dan optimalisasi partisipasi, sehingga
pada saatmenjelang batas waktu yang sudah ditetapkan ibu hamil harus diberi
kesempatan agar siap melanjutkan cara menjaga kesehatan kehamilan secara mandiri
dengan keluarga(Novita, 2011).
d. Sebagai konselor
Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang lain
dalammembuat keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman
tehadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien (Depkes RI,
2013). Proses dari pemberian bantuan tersebut disebut juga konseling. Tujuan umum
dari pelaksanaan konseling adalah membantu ibu hamil agar mencapai perkembangan
yang optimal dalam menentukan batasan-batasan potensi yang dimiliki,
sedangkansecara khusus konseling bertujuan untuk mengarahkan perilaku tidak sehat
menjadiperilaku sehat, membimbing ibu hamil belajar membuat keputusan
danmembimbingn ibu hamil mencegah timbulnya masalah selama proses kehamilan
(Simatupang, 2008).
Konselor yang baik harus memiliki sifat peduli dan mau mengajarkan melalui
pengalaman, mampu menerima orang lain, mau mendengarkan dengan sabar,
optimis,terbuka terhadap pandangan interaksi yang berbeda, tidak menghakimi, dan
menyimpan rahasia, mendorong pengambilan keputusan, memberikan
dukungan,membentuk dukungan atas dasar kepecayaan, mampu berkomunikasi,
mengertiperasaan dan kekhawatiran klien, serta mengerti keterbatasan yang dimiliki
oleh klien.
10
dan saling menjaga nama baik. Maka bidan dapat menggunakan media sosial lebih
bijaksana lagi dengan memepertimbangkan aspek-aspek etika yang terdapat dalam kode
etik bidan(Kepmenkes, 2020). Karena tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran
dalam media sosial yang salah akan mendapatkan sanksi/hukuman yang sama dengan
masyarakat biasa. Yang telah diataur oleh undang-undang no 19 tahun 2016 ITE. Dalam
undang-undang tersebut menjelaskan siapa pun yang menggunakan media sosial untuk
merugikan orang lain dapat terkena sanksi, jadi tidak ada perbedaan apabila yang
melakukan tenaga kesehatan sekalipun. Etika dalam penggunaan media
sosial(Prawiroharjo & Libritany, 2017)
11
Saat menyebarkan informasi baik itu berupa tulisan, foto atau video milik orang
lain, ada baiknya mencantumkan sumber informasi sebagai bentuk penghargaan untuk
hasil karya seseorang. tidak serta merta mengcopy paste tanpa memberikan sumber
informasi tersebut.Jangan Terlalu Mengumbar Informasi Pribadi
e. Dalam menggunakan jejaring sosial ada baiknya sebagai pengguna harus bijak dalam
menginformasikan privasi / kehidupan pribadi.
Jangan terlalu mengumbar hal-hal pribadi di jejaring sosial, apalagi sesuatu yang
sensitif dan sangat pribadi. Semisal mengenenai keuangan, hubungan percintaan,
tentang kehidupan keluarga, tentang kejengkelan dengan seseorang, nomor telepon
alamat rumah atau tempat tinggal (Marselia, 2017).
12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sebagai pedoman dalam berperilaku, Kode Etik Bidan indonesia mengandung
beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah dan tujuan dan bab. Secara
umum kode etik tersebut berisi 7 bab. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan
keterangan yang dapat danatau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh
pengadilanatau diperlukan sehubungan kepentingan klien.
Pengaturan hukum mengenai tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax) di
Indonesia, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektonik (selanjutnya disingkat menjadi
UU ITE).
Peran bidan sebagai petugas kesehatan yaitu sebagai komunikator,
motivator,fasilitator, dan konselor bagi masyarakat (Potter dan Perry, 2007). Pencegahan
agar tidak melanggar kode etik kebidanan dalam bermedia sosial yaitu dengan bersikap
perofesional sebagai bidan dalam menangani pasien maupun dalam penggunaan media
sosial dengan tepat agar tidak terjadi konflik antar tenaga kesehatan dan saling menjaga
nama baik. Tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran dalam media sosial yang salah
akan mendapatkan sanksi/hukuman yang sama dengan masyarakat biasa. Yang telah
diataur oleh undang-undang no 19 tahun 2016 ITE. Dalam undang-undang tersebut
menjelaskan siapa pun yang menggunakan media sosial untuk merugikan orang lain dapat
terkena sanksi, jadi tidak ada perbedaan apabila yang melakukan tenaga kesehatan
sekalipun. Etika dalam penggunaan media sosial(Prawiroharjo & Libritany, 2017).
B. Saran
Menjadi seorang tenaga kesehatan harus senantiasa memberikan pelayanan paripurna
terhadapklien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesiyang
dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat. Bidan harus menjaga
13
nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang
tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. Dalam menggunakan
jejaring sosial ada baiknya kita sebagai pengguna harus bijak dalam menginformasikan
privasi / kehidupan pribadi. Jangan terlalu mengumbar hal-hal pribadi di jejaring sosial,
apalagi sesuatu yang sensitif dan sangat pribadi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Christiany Juditha, 2018, Interaksi Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya,
Jurnal Pekommas, Vol. 3 No. 1, h.31.
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian danpen gembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
I Ketut Mertha et. al., 2016, Buku Ajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Denpasar, h.145.
Marselia, M. (2017). Etika Dalam Penggunaan Sosia Media. Arteikel Informatika, Teknologi
Informasi.
Razaki, Abdulah. 2019. Pandangan Islam Tentang Berita HOAX. Tesis (Jambi: Ilmu Al-
Quran Dan Tafsir Uin Sultan Thaha Saifuddin Jambi,)
Riduan Syahrani, 2000, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h.75.
15