di-
Jakarta
Perihal : Permohonan Keberatan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa
Timur Nomor 08/Kpts-/KPU-Prov-014/MLG/2013 tertanggal 06 Juni 2013 tentang
Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilihan Umum
Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Malang Tahun 2013 juncto Berita Acara
Rekapitulasi Hasil Perolehan Penghitungan Suara di Komisi Pemilihan Umum
Provinsi Jawa Timur Nomor 01/BA/MLG/VI/2013 tertanggal 6 Juni 2013.
Dengan hormat,
Perkenankan kami, yang bertanda tangan dibawah ini : Pasangan Calon Bupati dan Wakil
Bupati Kabupaten Malang Nomor Urut 3 Peserta Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati
Tahun 2013 atas nama :
Keduanya adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Malang
Nomor Urut 3 dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2013 yang memenuhi
syarat berdasarkan Pengumuman Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur
Nomor 392/KPU-Prov-014/lll/2013 tertanggal 29 Maret 2013 juncto Berita Acara
Nomor 33/BA/IV/2013 tertanggal 04 April 2013 tentang Penetapan Nomor Urut
Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Malang Tahun 2013.
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 7 Juni 2013 memberikan Kuasa kepada :
Keduanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum yang tergabung pada “Alamsyah &
Associates Law Office”, yang berdomisili hukum di Jalan Permata Indah 2 No.44,
Kota Malang, yang bertindak untuk dan atas kepentingan Pemberi Kuasa;
Selanjutnya disebut---------------------------------------------------------------PEMOHON;
Terhadap :
Keduanya adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Malang Nomor Urut 1
dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2013;
1. Bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagaimana dikuatkan dengan Pasal 10 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, menyatakan
Mahkamah Konstitusi memiliki 4 (empat) kewenangan mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
(1) Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar;
(2) Memutus sengketa wewenang lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar;
(3) Memutus pembubaran partai politik;
(4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
2. Bahwa selain ketentuan tersebut di atas, mengenai kewenangan Mahkamah
Konstitusi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman khususnya Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan sebagai
berikut, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
a. Menguji Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. Memutus sengketa wewenang lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Memutus pembubaran partai politik;
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan
e. Kewenangan lain yang diberikan oleh Undang-Undang.
3. Bahwa melalui Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor: 15 Tahun 2008 tentang
Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah
(PMK 15/2008), kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum Walikota, yang semula menjadi kewenangan
Mahkamah Agung.
4. Bahwa sebagaimana ketentuan tersebut di atas maka jelas bahwa hak untuk
mengajukan keberatan atas hasil Pemilukada sendiri telah dijamin di dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, mengingat
Pemilukada sebagai salah satu sarana perwujudan demokrasi di Indonesia dalam
rangka tegaknya sistem politik demokrasi merupakan sarana untuk memilih dan
memnentukan kepemimpinan daerah secara konstitusional yang dilakukan dengan
mengikut sertakan rakyat dalam kehidupan bernegara. Pemilukada merupakan
salah satu sarana yang sangat strategis dalam melaksanakan tujuan tersebut. Oleh
sebab itu Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan Pemilu harus dilaksanakan
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
5. Bahwa sebagai Lembaga Negara Pegawai Konstitusi dan Penegak Demokrasi,
Peran Mahkamah Konstitusi dalam hal penyelesaian sengketa hasil Pemilukada
adalah dalam rangka menegakkan negara hukum yang demokratis, serta menjamin
agar Konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua Komponen Negara secara
konsisten dan bertanggung jawab;
6. Bahwa Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 telah mengharuskan Pemilukada dilakukan
secara demokratis dan tidak melanggar asas-asas Pemilu yang bersifat luber dan
jurdil, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 dan UU
Nomor 32 Tahun 2004 juncto UU Nomor 12 Tahun 2008, tentang Perubahan
Kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah, serta dengan
jelas telah digariskan bahwa pelaksanaan Pemilu harus bebas dari rasa takut,
tekanan, ancaman atau intimidasi dari pihak manapun, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22G ayat (1) UUD 1945.
7. Bahwa dalam praktek yang telah menjadi yurisprudensi dan diterima sebagai
solusi hukum itu, Mahkamah dapat menilai pelanggaran-pelanggaran yang
terstruktur, sistematis, dan masif sebagai penentu putusan dengan alasan
pelanggaran yang memiliki tiga sifat itu dapat mempengaruhi hasil peningkat
perolehan suara yang signifikan dalam Pemilu atau Pemilukada (Vide Putusan
Mahkamah Konstitusi dalam perkara nomor:41/PHPU.D-VI/2008 tertanggal 2
Desember 2008).