Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

Congestive Heart Failure (CHF)

Disusun Oleh :

YUDA PUSPITA NINGRUM


NPM: 1814401110023

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi


Sistem kardiovaskuler adalah system transport (peredaran) yang membawa gas -gas

pernafasan , nutrisi, hormon - hormon dan zat lain ke dari dan jaringan tubuh. Sistem
kardiovaskuler di bangun oleh :

1. Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung meupakan
jaringan istimewa karena di lihat dari bentuk dan susunanya sama dengan otot
lintang, tetapi cara kerjanya sama otot polos yaitu di luar kemauan kita
( dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) .
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal
jantung) dan di sebut basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut
apeks kordis.
Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan ( kavum mediastinum
anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, d atas diafragma ,
dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah
papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya jantung yang di sebut iktus kordis.
Ukuran jantung kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira –
kira 250 – 300 gram.
a. Lapisan jantung
Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah dalam
sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender yang melapisi
rongga endotel atau selaput lender yang melapisi permukaan rongga jantung.
Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot – otot
jantung, otot jantung ini membentk bundalan – bundalan otot yaitu:
a. Bundalan otot atria , yang terdapat di bagian kiri/ kanan dan basis kordis
yang membentuk serambi atau aurikula kordis.
b. Bundalan otot ventrikel , yang membentuk bilik jantung, di ualai dari
cincin atrioventrikular sampai di apeks jantung.
c. Bundalan dari otot ventrikuler merupakan dinding pemisah antara ruang
serambi dan bilik jantung.
b. Katup – katup jantung
Di dalam jantung terdapat katup – katup yang sangat penting artinya dalam
susunan perdaran darah dan pergerakan jantung manusia.

a. Valvula biskuspidalis , terdapat antara atrium dextra dengan ventrikel


dextra terdiri dari 3 katup.
b. vena biskuspidalis, terletak antara atrium sinistra dengan ventrikel sinistra
terediri 2 katup.
c. vulva semilunaris artei pulmonalis, terletak antara ventrikel dextra dengan
arteri pulmonali , tempat darah mengalir menuju ke paru – paru.
d. vena semilunaris aorta, terletak antara ventrikel sisnistra dengan aorta
tepat darah mengalir menuju keseluruh tubuh.
2. Pembuluh darah
a. Pembuluh darah arteri
Arteri merupakan Jenis pembuluh darah yang keluar dari jantung yang
membawa darah ke seluruh dari ventrikel sinistra di sebut aorta. Arteri
mempunyai 3 lapisan yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic dan trdiri dari
3 lapisan.
1. Tunika intima / interna. Lapisa paling dalam sekali behubungan dengan
darah dan terdiri dari jaringn endotel.
2. Tunika media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang terdiri
dari jaringan otot yang polos.
3. Tunika eksterna / adventesia. Lapisan yang palng luar sekali trdiri dari
jaringan ikat lembur yang menguatkan dinding arteri.
b. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil teraba dari cabang terhalus
dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari bawah

mikroskop. Kapiler pembentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh. Kapiler


selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi darah yang lebih besar
disebut vena.
c. Vena ( pembuluh darah balik )
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung Beberapa vena yang penting :
1. Vena cava superior
Vena balik yang memasuki atrium kanan membawa darah kotor dari daerah
kepala, thorax dan ektremitas atas.
2. Vena cava inferor
Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari semua organ tubuh
bagian bawah.
3. Vena cava jugularis
Vena yang mengembalikan darah kotor dari otak ke jantung.

2. Pengertian Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) merupakan kondisi
dimana fungsi jantung sebagai pompa untukmengantarkan darah yang kaya oksigen
ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh (Andra Saferi,
2013).
Gagal jantung kongestive merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrien (Andre saferi, 2013)
Menurut Prince (1994) dalam Andra Saferi (2013), Gagal jantung keadaan
patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan
darah untuk metabolisme jaringan.
Kesimpulan yang diambil dari pengertian tersebut adalah bahwa gagal jantung
congestive adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung tidak mampu
memompa darah untuk mencukupi kebutuhan metabolisme jaringan, oksigen dan
nutrien.

3. Etiologi
Penyebab gagal jantung menurut Wijaya & Putri (2013)
a. Meningkatkan preload : regurgitasi oarta, cacat septum ventrikel
b. Meningkatkan afterload : stenosis aorta, hypertensi sistemik
c. Menurunkan kontraktilitas ventrikel : IMA, kardiomiopati
d. Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katup antrioventrikuler, pericarditif
konstriktif, tamponade jantung
e. Gangguan sirkulasi:
Aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang melalui respon mekanis
f. Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa
jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat
g. Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap
ejaksi ventrikel kanan
4. Patofisiologi dan Pathways
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel, dengan meningkatnya EDV (End Diastolik
Ventrikel atau volume akhir diastolik ventrikel), maka terjadi pula peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri LVEDP (Left Ventrikel End Diastolik Presure).
Derajat peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan
meningkatnya LVEDP(Left Ventrikel End Diastolik Presure), maka terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri LAP (Left Atrium Presure) karena atrium dan
ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP (Left Atrium
Presure)diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vaskular paru-paru,
meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi
transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi
kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intertisial. Peningkatan
tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan
terjadilah edema paru-paru.
Tekanan arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonari meningkatkan tahanan terhadap
ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri,
juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti
sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi
oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis bergantian.
Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup
atrioventrikularis, atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang terjadi
sekunder akibat dilatasi ruang.
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme
dengan menggunakan mikanisme kompensasi yang bervariasi untukmempertahankan
kardiak output
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah
sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh
pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel
dari arteri coronaria. Menurunnya COP yang menyebabkan oksigenasi yang tidak
adekuat ke miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan tingkatan
tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada jantung
iskemik atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan.
(Padila, 2012).

5. Manifestasi Klinik
Menurut Wijaya & Putri (2013), manifestasi gagal jantung sebagai berikut:
1) Gagal jantung kiri
Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada mekanisme
kontrol pernapasan

Gejala:
a. Dispnea
Terjadi kerena penumpukan atau penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat
atau di cetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.
b. Orthopnea
Pasien yang mengalami orthopnea tidak akan mau berbaring, tetapi akan
menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk di kursi,
bahkan saat tidur.
c. Batuk
Hal ini di sebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak produktif,
tetapi yang sering adalah batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan
sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai dengan bercak
darah.
d. Mudah lelah
Terjadi akibat curah jantung yang kurang, menghambat jaringan dari
srikulasi normal dan oksigen serta menurunya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang di gunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernafasan dan
batuk.
e. Ronkhi

f. Gelisah dan Cemas


Terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, stress akibat kesakitan berfasan
dan pengetahuan bahkan jantung tidak berfungsi dengan baik.

2) Gagal Jantung Kanan


Menyebabkan peningkatan vena sistemik Gejala :
a. Oedem perifer
b. Peningkatan BB
c. Distensi vena jugularis
d. Hepatomegali
e. Asites
f. Pitting edema
g. Anoreksia
h. Mual

3) Secara luas peningkatan CPO dapat menyebabkan perfusi oksigen kejaringan


rendah, sehingga menimbulkan gejala:
a. Pusing
b. Kelelahan
c. Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas
d. Ekstrimitas dingin

4) Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin serta sekresi aldosteron
dan retensi cairan dan natrium yang menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler.

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan pada gagal jantung adalah sebagai
berikut:

1. Foto thorok dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung yang disertai


adanya pembendungan cairan diparu karena hipertensi pulmonal. Tempat
adanya infiltrat precordial kedua paru dan efusi pleura
2. Laboratorium mengungkapkan penurunan Hb dan hematokrit. Jumlah lekosit
meningkat, bila sangat meninggi mungkin memperberat jantung. Keadaan asam
basa tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori, keadaan paru dan
fungsi ginjal, kadar natrium darah sedikit menurun walaupun kadar natrium
total bertambah. Berat jenis urine meningkat. Enzim hepar mungkin meningkat
dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratorik ringan atau hipoksi dengan peningkatan PCO2. BUN dan kreatinin
menunjukan penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin serum mungkin
menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis
proteindalam hepar mengalami kongesti. Kecepatan sedimentasi menunjukan
adanya inflamasi akut.
3. Ultrasonography (USG) merupakan gambaran cairan bebas dalam rongga
abdomen, dan gambaran pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan lien
kadang sulit diperiksa secara manual saat disertai asites.

EKG mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik


( jika meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang
rendah sehingga hasil hemodelusi daran dari adanya kelebihan retensi air,K,
Na, CI,ureum,gula darah ).

7. Penatalaksanaan
Menurut kosron (2012), penatalaksanaan pada CHF meliputi:
1. Terapi non farmakologi
a. Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
b. Oksigenasi
c. Dukung diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau
menghilangkan oedema
2. Terapi farmakologi
a. Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung.
Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penuruna tekanan vena
dan volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
b. Terapi deuritic diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui
ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalenia.

Terapi vasodilator : Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi


impadasi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini
memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena
sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

8. Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013) komplikasi pada gagal jantung Yaitu:
1. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri
2. Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan
curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung
dan otak)
3. Episode trombolitik
Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi dengan
aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.
4. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kekantung perikardium, cairan dapat meregangkan
perikardium sampai ukuran maksimal. CPO menurun dan aliran balik vena
kejantung menuju tomponade jantung.

9. Prognosis
Gagal jantung di komunitas masih menunjukkan prognosis yang sangat buruk dan
menyebabkan kematian pada 60% pria dan 40% wanita dalam kurun waktu 5 tahun
sejak diagnosis.

10. Tinjauan Teoritis Keperawatan Berdasarkan Kasus


a. Pengkajian Primer- primary Survey
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain :
1. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan
ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat
berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Pasien yang tidak
sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Obstruksi jalan
nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien
tidak sadar.
Biasanya gejala yang muncul pada saat pengkajian airway pada pasien
CHF yaitu : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan. Serta di tandai dengan,
pernapasan takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernapasan.
Batuk kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pemebentukan sputum. Sputum mungkin bersemu darah,
merah muda/berbuih (edema pulmonal). Bunyi napas mungkin ronchi.
Fungsi mental mungkin menurun, kegelisahan, letargi. Warna kulit pucat
dan sianosis.

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain:
1. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Terdapat suara napas tambahan
ronchi. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien CHF
antara lain:
a. Adanya snoring atau gurgling.
b. Stridor atau suara napas tidak normal.
c. Di temukan ronchi kanan kiri
d. Agitasi (hipoksia).
e. Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements.
f. Sianosis.
2. Look dan listen pada pasien CHF merupakanbukti adanya masalah pada
saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
a. Muntahan.
b. Perdarahan.
c. Gigi lepas atau hilang.
d. Gigi palsu.
e. Trauma wajah.
f. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
g. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien
yang berisiko untuk mengalami cidera tulang belakang.
h. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
CHF yang sesuai indikasi:
(a) Chin lift/jaw thrust.
(b) Lakukan suction.
(c) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
MaskAirway.
(d) Lakukan intubasi.

2. Pengkajian Breathing
Pengkajian breathing pada pasien CHF di dapatkan tanda kongesti
vaskular pulmonal yaitu dispnea orthopnea dispnea nokturnal
paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Crackles atau ronchi
umunya terdengar pada posterior paru. Hal ini di kenali sebagai bukti
gagal jantung kiri.
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada
pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax / haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi
buatan. Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien CHF antara lain:

a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan


oksigenasi pasien. Penggunaan alat bantu pernapasan ET dan
NRM.
b. Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Ada tanda-tanda
sebagai berikut: terjadi tanda sianosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.

c. Palpasi untuk adanya pergeseran trakea, fraktur ruling iga,


subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosa
haemothorax dan pneumotoraks.
d. Auskultasi untuk adanya: suara abnormal pada dada, suara nafas
ronchi.
e. Bacaan pulse ocsimetrydi dapatkan takikardi hipertensi kadang
juga hipotensi.

3. Pengkajian Circulation
Pengkajian circulation pada pasien CHF di dapatkan gejala yang
mungkin muncul yaitu anemia, syok septic, bengkak pada kaki, asites.
Di tandai dengan:
 TD: mungkin rendah (gagal pemompaan).
 Tekanan Nadi: mungkin sempit.
 Irama Jantung: Disritmia.
 Frekuensi jantung: Takikardia.
 Nadi apical: PMI (point maksimum impuls) mungkin menyebar dan
merubah posisi secara inferior ke kiri.
 Bunyi jantung: S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin melemah.
 Murmur sistolik dan diastolic.
 Warna: kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
 Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler
lambat.
 Hepar: pembesaran/dapat teraba.
 Bunyi napas: krekels, ronkhi.
 Edema: mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada
ekstremitas.

4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities Pada primary


survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU:
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan.
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bisa dimengerti.
 P - response to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon).
 U - unresponsive, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.

5. Pengkajian Expose, Examine dan Evaluate


Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cidera pada pasien. Jika
pasien diduga memiliki cidera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-
line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan
pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang.

b. Pengkajian Sekunder

pengkajian sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang


dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey
hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tanda-tanda syok mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien
meliputi :
a. Keluhan Utama: keluhan utama yang paling sering menjadi alasan
pasien masuk rumah sakit yaitu dispnea, kelemahan fisik, batuk,
dan edema.
b. Riwayat Masalah Kesehatan Sekarang: pengkajian riwayat
penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama dengan
melakukan serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan
utama. Pengkajian yang di dapat dengan adanya gejala-gejala
kongesti vaskuler pulmonal adalah dispnea, orthopnea, dispnea
nokturnal paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Pada
pengkajian dispnea (di karakteristiskan oleh pernapasan cepat,
dangkal dan sensai sulit mendapatkan udara yang cukup dan
menekan pasien), keluhan lain misal insomnia gelisah kelemahan
yang di sebabkan oleh dispnea.
c. Riwayat Keluarga: Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang
timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko utama untuk
penyakit jantung iskemik pada keturunanya, tanyakan tentang
penyakit yang pernah di alami oleh keluarga, bila ada keluarga
yang meninggal tanya penyebab meninggalnya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Pengkajian riwayat penyakit dahulu
yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya pasien
pernah menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi.
Tanyakan obat-obat yang sering di minum pasien pada masa lalu,
misalnya obat diuretik nitrat dan obat anti hipertensi. Catat adanya
efek samping yang terjadi di masa lalu.

c. Diagnose Keperawatan Utama


a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot- otot
pernapasan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus.
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen yang
menurun.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi
ADH dan retensi natrium dan air.

d. Intervensi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot- otot
pernafasan
Tujuan: setelah di lakukan tindakan keperawatan selama di harapkan pola
nafas menjadi efektif
Kriteria Hasil :
 TTV dalam batas normal: (TD 110/70 mmHg-140/80 mmHg, HR :
70-100X/menit, RR : 16-24x/menit, S : 36,0 – 37,0).
 Tidak terdapat suara nafas tambahan.
 Tidak terjadi sianosis.
 Mampu bernafas dengan mudah.
 Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
Intervensi
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
 Pasang mayo bila perlu.
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
 Monitor respirasi dan status oksigen.
 Monitor Tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


kapiler-alveolus.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan keperawatan selama di harapkan
pertukaran gas menjadi efektif
Kriteria Hasil:
 TTV dalam batas normal: ( TD 110/70 mmHg-140/80 mmHg, HR :
70-100X/menit, RR : 16-24x/menit, S : 36,0 – 37,0).
 Peningkatan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat.
 Bebas dari tanda distress pernafasan
 Tidak ada sianosis.
 Dapat batuk efektif
 Tidak terjadi dyspnea
Intervensi
 Observasi ulang KU dan VS
R: Mengetahui perkembangan kondisi pasien
 Berikan posisi nyaman fowler atau semi fowler R: meningkatkan
ekspansi paru
 Beri bantuan alat bantu nafas
R: menstabilkan SPO2
 Lakukan suctioning
R: mengeluarkan sputum
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian program terapi
R: mempercepat proses penyembuhan

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen yang


menurun.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan perfusi
jaringan adekuat.
Kriteria hasil:
 Kulit hangat.
 Tidak terjadi sianosis.
 TTV dalam batas normal: (TD 110/70 mmHg-140/80 mmHg, HR:
70-100X/menit, RR: 16-24x/menit, S: 36,0 – 37,0).
Intervensi
 Observasi ulang TTV dan KU pasien
R: untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien
 Observasi ulang adanya sianosis
R: mengetahui SPO2
 Observasi perubahan status mental pada pasien
R: mengetahui keadaan pasien
 Pantau ulang haluaran urine
R: mengetahui output
 Kolaborasi untuk pemberian terapi lanjutan
R: membantu proses penyembuhan

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Menurunnya laju filtrasi


glomerulus (menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi
ADH dan retensi natrium dan air.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan keperawatan selama? di harapkan
volume cairan dapat seimbang
Kriteria Hasil:
 TTV dalam batas normal: (TD 110/70 mmHg-140/80 mmHg, HR :
70-100X/menit, RR : 16-24x/menit, S : 36,0 – 37,0) .
 Tidak terjadi udem
 Tidak ada dispnea.
 Terbebas dari kecemasan.
 Terbebas dari distensi vena jugularis

Intervensi

 Observasi ulang TTV dan KU pasien


R: mengetahui perkembangan kondisi pasien
 Observasi ulang adanya udema
R: memantau ulang terjadinya kelebihan cairan
 Pantau ulang haluaran urine mengetahui output
R: mengetahui cairan yang keluar
 Pantau input dan output
R: agar tidak terjadi kelebihan volume cairan
 Kolaborasi untuk pemberian terapi lanjutan
R: membantu proses penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal
Bedah Keperawatan Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hudak & Gallo, 2012. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic Vol 1. Jakarta:
EGC.
Kosron. (2012). Kelainan dan penyakit jantung. Yogyakarta : Nusa Medika
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai