Disusun Oleh :
pernafasan , nutrisi, hormon - hormon dan zat lain ke dari dan jaringan tubuh. Sistem
kardiovaskuler di bangun oleh :
1. Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung meupakan
jaringan istimewa karena di lihat dari bentuk dan susunanya sama dengan otot
lintang, tetapi cara kerjanya sama otot polos yaitu di luar kemauan kita
( dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) .
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal
jantung) dan di sebut basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut
apeks kordis.
Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan ( kavum mediastinum
anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, d atas diafragma ,
dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah
papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya jantung yang di sebut iktus kordis.
Ukuran jantung kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira –
kira 250 – 300 gram.
a. Lapisan jantung
Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah dalam
sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender yang melapisi
rongga endotel atau selaput lender yang melapisi permukaan rongga jantung.
Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot – otot
jantung, otot jantung ini membentk bundalan – bundalan otot yaitu:
a. Bundalan otot atria , yang terdapat di bagian kiri/ kanan dan basis kordis
yang membentuk serambi atau aurikula kordis.
b. Bundalan otot ventrikel , yang membentuk bilik jantung, di ualai dari
cincin atrioventrikular sampai di apeks jantung.
c. Bundalan dari otot ventrikuler merupakan dinding pemisah antara ruang
serambi dan bilik jantung.
b. Katup – katup jantung
Di dalam jantung terdapat katup – katup yang sangat penting artinya dalam
susunan perdaran darah dan pergerakan jantung manusia.
3. Etiologi
Penyebab gagal jantung menurut Wijaya & Putri (2013)
a. Meningkatkan preload : regurgitasi oarta, cacat septum ventrikel
b. Meningkatkan afterload : stenosis aorta, hypertensi sistemik
c. Menurunkan kontraktilitas ventrikel : IMA, kardiomiopati
d. Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katup antrioventrikuler, pericarditif
konstriktif, tamponade jantung
e. Gangguan sirkulasi:
Aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang melalui respon mekanis
f. Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa
jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat
g. Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap
ejaksi ventrikel kanan
4. Patofisiologi dan Pathways
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel, dengan meningkatnya EDV (End Diastolik
Ventrikel atau volume akhir diastolik ventrikel), maka terjadi pula peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri LVEDP (Left Ventrikel End Diastolik Presure).
Derajat peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan
meningkatnya LVEDP(Left Ventrikel End Diastolik Presure), maka terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri LAP (Left Atrium Presure) karena atrium dan
ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP (Left Atrium
Presure)diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vaskular paru-paru,
meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi
transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi
kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intertisial. Peningkatan
tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan
terjadilah edema paru-paru.
Tekanan arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonari meningkatkan tahanan terhadap
ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri,
juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti
sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi
oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis bergantian.
Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup
atrioventrikularis, atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang terjadi
sekunder akibat dilatasi ruang.
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme
dengan menggunakan mikanisme kompensasi yang bervariasi untukmempertahankan
kardiak output
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah
sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh
pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel
dari arteri coronaria. Menurunnya COP yang menyebabkan oksigenasi yang tidak
adekuat ke miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan tingkatan
tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada jantung
iskemik atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan.
(Padila, 2012).
5. Manifestasi Klinik
Menurut Wijaya & Putri (2013), manifestasi gagal jantung sebagai berikut:
1) Gagal jantung kiri
Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada mekanisme
kontrol pernapasan
Gejala:
a. Dispnea
Terjadi kerena penumpukan atau penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat
atau di cetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.
b. Orthopnea
Pasien yang mengalami orthopnea tidak akan mau berbaring, tetapi akan
menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk di kursi,
bahkan saat tidur.
c. Batuk
Hal ini di sebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak produktif,
tetapi yang sering adalah batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan
sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai dengan bercak
darah.
d. Mudah lelah
Terjadi akibat curah jantung yang kurang, menghambat jaringan dari
srikulasi normal dan oksigen serta menurunya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang di gunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernafasan dan
batuk.
e. Ronkhi
4) Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin serta sekresi aldosteron
dan retensi cairan dan natrium yang menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler.
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan pada gagal jantung adalah sebagai
berikut:
7. Penatalaksanaan
Menurut kosron (2012), penatalaksanaan pada CHF meliputi:
1. Terapi non farmakologi
a. Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
b. Oksigenasi
c. Dukung diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau
menghilangkan oedema
2. Terapi farmakologi
a. Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung.
Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penuruna tekanan vena
dan volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
b. Terapi deuritic diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui
ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalenia.
8. Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013) komplikasi pada gagal jantung Yaitu:
1. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri
2. Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan
curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung
dan otak)
3. Episode trombolitik
Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi dengan
aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.
4. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kekantung perikardium, cairan dapat meregangkan
perikardium sampai ukuran maksimal. CPO menurun dan aliran balik vena
kejantung menuju tomponade jantung.
9. Prognosis
Gagal jantung di komunitas masih menunjukkan prognosis yang sangat buruk dan
menyebabkan kematian pada 60% pria dan 40% wanita dalam kurun waktu 5 tahun
sejak diagnosis.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain:
1. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Terdapat suara napas tambahan
ronchi. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien CHF
antara lain:
a. Adanya snoring atau gurgling.
b. Stridor atau suara napas tidak normal.
c. Di temukan ronchi kanan kiri
d. Agitasi (hipoksia).
e. Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements.
f. Sianosis.
2. Look dan listen pada pasien CHF merupakanbukti adanya masalah pada
saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
a. Muntahan.
b. Perdarahan.
c. Gigi lepas atau hilang.
d. Gigi palsu.
e. Trauma wajah.
f. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
g. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien
yang berisiko untuk mengalami cidera tulang belakang.
h. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
CHF yang sesuai indikasi:
(a) Chin lift/jaw thrust.
(b) Lakukan suction.
(c) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
MaskAirway.
(d) Lakukan intubasi.
2. Pengkajian Breathing
Pengkajian breathing pada pasien CHF di dapatkan tanda kongesti
vaskular pulmonal yaitu dispnea orthopnea dispnea nokturnal
paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Crackles atau ronchi
umunya terdengar pada posterior paru. Hal ini di kenali sebagai bukti
gagal jantung kiri.
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada
pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax / haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi
buatan. Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien CHF antara lain:
3. Pengkajian Circulation
Pengkajian circulation pada pasien CHF di dapatkan gejala yang
mungkin muncul yaitu anemia, syok septic, bengkak pada kaki, asites.
Di tandai dengan:
TD: mungkin rendah (gagal pemompaan).
Tekanan Nadi: mungkin sempit.
Irama Jantung: Disritmia.
Frekuensi jantung: Takikardia.
Nadi apical: PMI (point maksimum impuls) mungkin menyebar dan
merubah posisi secara inferior ke kiri.
Bunyi jantung: S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin melemah.
Murmur sistolik dan diastolic.
Warna: kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler
lambat.
Hepar: pembesaran/dapat teraba.
Bunyi napas: krekels, ronkhi.
Edema: mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada
ekstremitas.
b. Pengkajian Sekunder
d. Intervensi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot- otot
pernafasan
Tujuan: setelah di lakukan tindakan keperawatan selama di harapkan pola
nafas menjadi efektif
Kriteria Hasil :
TTV dalam batas normal: (TD 110/70 mmHg-140/80 mmHg, HR :
70-100X/menit, RR : 16-24x/menit, S : 36,0 – 37,0).
Tidak terdapat suara nafas tambahan.
Tidak terjadi sianosis.
Mampu bernafas dengan mudah.
Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
Intervensi
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Pasang mayo bila perlu.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
Monitor respirasi dan status oksigen.
Monitor Tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi
Intervensi
Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal
Bedah Keperawatan Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hudak & Gallo, 2012. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic Vol 1. Jakarta:
EGC.
Kosron. (2012). Kelainan dan penyakit jantung. Yogyakarta : Nusa Medika
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika