Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ELIMINASI URINE

A. Konsep penyakit
1. Definisi eliminasi urine
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik  berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan
kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hydrogen, dan asam. Eliminasi urin
secara normal bergantung pada pemasukan cairan dan sirkulasi volume darah. Jika
salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin juga
berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas,
urin dan kandungan produk sampah di dalam urin.

Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan


eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan
program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk
menggunakan fasilitas toilet yang normal, lingkungan rumah bisa menghadirkan
hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan
peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawat harus
mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi
eliminasi.

2. Anatomi dan Fisiologi

Proses eliminasi urin terjadi dari dua langkah utama yaitu kandung kemih secara
progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat yang kemudian
mencetuskan langkah kedua yaitu timbul reflex saraf yang disebut refleks miksi
(refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini
gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.
Meskipun reflex miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa
juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.

Kandung kemih dipersarafi saraf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori dari
kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian
diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal
pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor  berkontraksi spinter
interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan,
apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi
meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine
tersisa dalam kandung kemih yang disebut urine residu. Pada eliminasi urine
normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan
atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali.

3. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urin :
a. Pertumbuhan dan perkembangan
Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urin. Pada usia
lanjut, volum bladder berkurang, demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi
berkemih juga akan lebih sering.
b. Sosiokultural
Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat
tertutup dan sebaliknya pada masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka.
c. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan stimulasi berkemih.
d. Kebiasaan Seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet sehingga ia tidak dapat
berkemih menggunakan pot urin.
e. Tonus otot
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot bladder, otot abdomen, dan pelvis untuk
berkontraksi. Jika ada gangguan tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan
kurang.
f. Intake cairan dan makanan
Alcohol menghambat antideuretik hormon (ADH) untuk meningkatkan
pembuangan urin. Kopi, teh, coklat, cola (mengandung cafeine) dapat
meningkatkan pembuangan dan ekskresi urin.
g. Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam terjadi penurunan produksi urin karena banyak cairan
yang dikeluarkan melalui kulit. Radangan dan iritasi organ kemih menimbulkan
retensi urin.
h. Pembedahan
Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urin
akan menurun.
i. Pengobatan
Penggunaan duritik meningkatkan output urin, anti kolinergik, dan anti
hipertensi menimbulkan retensi urin.
j. Pemeriksaan diagnostik
Intravenus pyelogram dimana pasien dibatasi intak sebelum prosedur untuk
mengurangi output urine. Cystocospy dapat mnimbulkan edema lokal pada
uretra, spasme, dan spinter bladder sehingga dapat menimbulkan urine.

4. Patofisiologi dan Pathway


a. Inkontinensia Urine

Kerusakan Bersin, batuk Obat anastesi


persyarafan

Kotraksi otot Penekanan Kelemahan


kandung pada abdomen otot sfingter
kemih ureter

Tidak mampu Keluarnya urine


menahan

INKONTINENSIA
URINE
Patofisiologi inkontinensia urine terjadi akibat adanya kerusakan persyarafan sehingga
kotraksi otot kandung tidak mampu menahan urine. Ketika bersin dan batuk juga terjadi
penekanan pada abdomen. Begitu pula dengan obat anestesi dapat menyebabkan
kelemahan otot sfingter sehingga keluarnya urine tidak dapat terkontrol.

b. Retensi Urine

Supravesikal (Diabetes Vesikal (Batu Kandung Intravesikal (Obstruksi


Melitus) Kemih) kandung kemih)

Kerusakan Medula
spinalis TH12-L1,
kerusakan saraf simpatis
dan parasimpatis

Penyumbatan/penyempi
Otot detrusor melemah
tan uretra
Neuropati (otot tidak
mau berkontraksi)

Distensi kandung kemih

Retensi urin

Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motoric dan sensorik.


Misalnya DM berat sehingga terjadi neuropati yang mengakibatkan otot tidak mau
berkontraksi. Gangguan vesikal adalah kondisi local seperti batu di kandung
kemih, obat anti muskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang rendah)
menyebabkan kelemahan pada otot detrusor. Gangguan intravesikal adalah berupa
pembesaran prostat (kanker, prostatitis), tumor pada leher vesika, fimosis, stenosis
meatus uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma uretra, batu uretra, sclerosis
leher kandung kemih (bladder neck sclerosis).
5. Manifestasi Klinis
1. Inkontinensia Urine
a. Tidak dapat mengontrol berkemih
b. Terlihat tidak mampu mencapai toilet pada waktunya untuk berkemih
c. Menyatakan ketidakmampuan mencapai toilet pada waktunya untuk
berkemih
d. Mengeluarkan urine sebelum mencapai toilet
e. Merasakan perluya untuk berkemih
2. Retensi Urine
a. Tidak ada pengeluaran urine
b. Distensi kandung kemih
c. Dysuria
d. Sering berkemih
e. Residu urine
f. Berkemih sedikit
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan urine (urinalisis):
1. Warna (N: jernih kekuningan)
2. Penampilan (N: jernih)
3. Bau (N: beraroma)
4. pH (N: 4,5-8,0)
5. Berat jenis (N: 1,005-1,030)
6. Glukosa (N: negatif)
7. Keton (N: negatif)
b. Kultur urine (N: kuman pathogen negatif)
c. Sistoskopi (pemeriksaan kandung kemih)
d. IVP (Intravena Pielogram) / Rontgen dengan bahan kontras
7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan inkontinensia urine yaitu:
a. Pemanfaatan kartu berkemih
b. Terapi non farmakologi
c. Terapi farmakologi
d. Terapi pembedahan
e. Modalitas lain
2. Penatalaksanaan medis retensi urine yaitu:
a. Menggunakan urinal untuk berkemih, dalam memenuhi kebutuhan
eliminasi perkemihan
b. Kateterisasi perkemihan, untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena
distensi kandung kemih
c. Memasang kondom kateter bagi pasien priaa, untuk mempertahankan
hygene perineal pasien inkontinensia

8. Komplikasi
1. Urolitiasis atau urethra
2. Pielonefritis
3. Hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine
9. Prognosis
Eliminasi urine merupakan proses metabolic tubuh.. zat yang dibutuhkan,
dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Apabila eliminasi
tidak dilakukan oleh tubuh, maka akan terjadi gangguan-gangguan diantaranya:
retensi urine, enuresis, inkontinensia urine, dan lain-lain.
B. Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya muncul adalah BAB lebih dari 3x,
konstipasi, impaksi, diare dan sebagainya.
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya
frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan
mengejang. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi
ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak
air diserap.
Penyebabnya :
- Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan
lain-lain
- Diet tidak sempurna/ adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada
gigi, makanan lemak dan cairan kurang
- Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga/ aktifitas : berbaring
lama.
- Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat
pencahar/ laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga
refleks BAB hilang.
- Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun
sehingga menimbulkan konstipasi.
- Penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord
dan tumor.
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction
berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid. Penyebabnya pasien
dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan
pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi. Tandanya: tidak BAB,
anoreksia, kembung/ kram dan nyeri rektum.

b. Riwayat penyakit sekarang


Perlu dikasi warna BAB (kuning, kuning kehijauan, hijau), bercampur
lendir dan darah atau lendir saja. Tentukan konsistensinya (encer,padat),
tentukan frekuensinya (>3xsehari). Perlu dikaji waktu pengeluaran : 3-5
hari (diare akut), >7 hari (diare berkepanjangan), >14 hari (diare kronis).
- Waktu terjadinya sakit dan kapan mulai terjadi konstipasi/diare dan
seberapa sering atau frekuensinya yang dirasakan
- Proses terjadinya sakit perlu dikaji bagaimana proses dapat terjadinya
konstipasi/diare, dan kapan mulai terjadinya.
- Upaya yang telah dilakukan selama sakit
- Hasil pemeriksaan sementara / sekarang

c. Riwayat penyakit dahulu.


Perlu dikaji apakah pasien pernah mengalami diare sebelumnya,
pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan
candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA,
ISK, OMA campak.

d. Riwayat kesehatan keluarga.


Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti
pasien sebelumnya, apakah sebelumnya pasien pernah mengalami
penyakit seperti saat ini.

e. Riwayat kesehatan lingkungan klien


Perlu dikaji penyimpanan makanan, apakah pada suhu kamar, kurang
menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.

f. Genogram
Gambar bagan riwayat keturunan atau struktur anggota keluarga dari atas
hingga ke bawah yang didasarkan atas tiga generasi sebelum pasien.
Berikan keterangan manakah simbol pria wanita, keterangan tinggal
serumah, yang sudah meninggal dunia serta pasien yang sakit.

2.1.2 Pemeriksaan fisik :


1. Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
2. Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan
vagina.
3. Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya pembesaran skrotum.
4. Intake dan output cairan
- Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
- Kebiasaan minum di rumah.
- Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT.
- Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan
cairan.
- Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
- Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.

a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan


mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
Tekanan darah …mmHg, suhu tubuh …◦C, pernapasan ...x/menit,
nadi ...x/menit (regular), GCS: E=.. M=… V=… apasia. BB (sakit): tidak
diketahui, BB(sebelum sakit): tidak diketahui, hasil pengukuran LL 25
cm. (BB=2xLL=50 kg).
c. Mata : Cekung, kering, sangat cekung
d. Sistem pencernaan : Mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum
normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit
atau kelihatan bisa minum
e. Sistem Pernafasan : Dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolik (kontraksi otot pernafasan)
f. Sistem kardiovaskuler : Nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang.
g. Sistem integumen : Warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
h. Sistem perkemihan : Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/
24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
Perlu dikaji :
- Pola berkemih : Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual.
- Frekuensi : Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan
kesempatan. Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70% dari urine
setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu
untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih :
pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar
waktu makan.
- Volume : Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
14 tahun-dewasa 1500 ml
Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam
pada orang dewasa, maka perlu lapor.
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium :
- Feses kultur : bakteri, virus, parasit, candida
- Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi ·
- AGD : asidosis metabolic (Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun)
- Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
b. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Gangguan eliminasi bowel : konstipasi (aktual/risiko)
2.2.1 Definisi
Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai pengeluaran feses yang
sulit atau menurunnya frekuensi buang air besar dan feses yang keras.
2.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif :
a. Nyeri abdomen,
b. Nyeri tekan pada abdomen tanpa resistansi otot yang di palpasi
c. Anoreksia
d. Perasaan penuh atau tekanan pada rectum
e. Kelelahan umum
f. Sakit kepala
g. Peningkatan tekanan abdomen
h. Indigesti
i. Mual
j. Nyeri saat defekasi
Objektif :
a. Tampilan atipikal pada lansia (misalnya, perubahan status mental,
peningkatan suhu tubuh)
b. Darah merah segar menyertai pengeluaran feses
c. Distensi abdomen
d. Feses yang kering, keras, dan padat
e. Bising usus hipoaktif atau hiperaktif
f. Pengeluaran feses cair
g. Massa abdomen dapat dipalpasi
h. Bunyi pekak pada perkusi abdomen
i. Mengejan saat defekasi
j. Tidak mampu mengeluarkan feses
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Fungsional :
a. Kelemahan otot abdomen
b. Kebiasaan menyangkal dan mengabaikan desakan untuk defekasi
c. Eliminasi atau defekasi yang tidak adekuat (missal tepat waktu, posisi
saat defekasi, dan privasi)
d. Aktivitas fisik yang tidak memadai
e. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur
f. Perubahan lingkungan
Fisiologis :
a. Penurunan motilitas saluran cerna
b. Dehidrasi
c. Perubahan pola makan dan jenis makanan yang biasa dikonsumsi
d. Kondisi gizi atau hygiene oral yang tidak adekuat
e. Asupan cairan yang tidak mencukupi
f. Pola makan yang buruk
Psikologis :
a. Depresi
b. Stress emosi
c. Konfusi mental

Diagnosa 2 : Retensi Urin


2.2.4 Definisi
Kondisi dimana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder secara
tuntas atau ketidaksempurnaan pengosongan kandung kemih.
2.2.5 Batasan karakteristik
Subjektif : Disuria, Sensasi kandung kemih penuh
Objektif : Distensi kandung kemih, urine menetes (dribbling), inkontinensia
overflow, urine residu, haluaran urine sering dan sedikit atau tidak ada.
2.2.6 Faktor yang berhubungan
a. Sumbatan
b. Tingginya tekanan uretra yang disebabkan oleh kelemahan detrusor
c. Inhibisi arkus refleks
d. Sfringter yang kuat

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Gangguan eliminasi bowel : konstipasi (aktual/risiko)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria) :
a. Konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh defekasi (sebutkan 1-5:
gangguan ektrem, berat, sedang, ringan, tidak mengalami gangguan) :
- Pola eliminasi (dalam rentang yang diharapkan)
- Feses lunak dan berbentuk
- Mengeluarkan feses tanpa bantuan
b. Konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh defekasi (sebutkan 1-5:
sangat berat ektrem, berat, sedang, ringan, tidak ada) :
- Darah di dalam feses
- Nyeri saat defekasi

Intervensi keperawatan dan rasional :

Intervensi Rasional
Catat dan kaji kemvali Pengkajian dasar untuk mengetahui
warna, konsitensi, jumlah adanya masalah bowel
dan waktu buang air besar
Kaji dan catat pengerasan Deteksi dini penyebab konstipasi
usus
Jika terjadi fecal impaction Membantu mengeluarkan feses
Lakukan pengeluaran
manual
Lakukan gliserin klimas
Konsultasikan dengan dokter Meningkatkan eliminasi
tentang pemberian laksatif,
enema, pengobatan
Berikan cairan adekuat Membantu feses lunak
Berikan makanan tinggi Meningkatkan pergerakan usus
serat dan hindari makanan
yang banyak mengandung
gas dengan konsultasi
bagian gizi
Berikan pendidikan Mengurangi atau menghindari
kesehatan tentang personal inkontinensia
hygien, kebiasaan diet,
cairan dan makanan yang
mengandung gas, aktifitas,
kebisaan buang air besar

Diagnosa 2 :
2.3.2 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria) :
Menunjukan Kontinensi urin yang dibuktikan oleh indikator berikut (1-5:
selalu, sering, kadang-kadang, jarang, atau tidak pernah ditunjukan)
Kebocoran urin di antara berkemih
Urin residu pasca-berkemih >100-200 cc
2.3.3 Intervensi keperawatan dan rasional :

Intervensi Rasional
a. Monitor keadaan bladder a. Menentukan masalah
setiap 2 jam
b.Ukur intake dan output b. Memonitor keseimbangan
cairan setiap 4 jam cairan
c. Berikan cairan 2000 c. Menjaga defisit cairan
ml/hari dengan kolaborasi
d.Kurangi minum setelah d. Mencegah nokturi
jam 6 malam
e. Kaji dan monitor analisis e. Membantu memonitor
urine elektrolit dan berat keseimbangan cairan
badan
f. Lakukan latihan f. Meningkatkan fungsi ginjal
pergerakan dan bladder
g.Lakukan relaksasi ketika g. Relaksasi dapat meningkatkan
duduk berkemin kemampuaan berkemih
h.Ajarkan tehnik latihan h. Menguatkan otot pelvis
dengan kolaborasi
dokter/fisioterapi
i. Kolaborasi dalam i. Mengeluarkan urine
pemasangan kateter
Daftar Pustaka
Alimul Aziz. (2016). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta; Salemba Medika.
Perry, Potter. (2015). Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Volume 1.
Jakarta;EGC.

Anda mungkin juga menyukai