Anda di halaman 1dari 67

FISIKA

277
Bab 1
Besaran dan Satuan

A. Pengertian Besaran Contoh dari besaran turunan adalah


luas suatu daerah persegi panjang. Luas
Besaran adalah segala sesuatu yang dapat sama dengan panjang dikali lebar, dimana
diukur dan dinyatakan dengan nilai. panjang dan lebar keduanya merupakan
besaran pokok panjang.
B. Besaran Menurut Perhatikan tabel besaran turunan, satuan,
Penyusunnya dan dimensi di bawah ini.

a. Besaran Pokok Besaran Turunan Satuan Dimensi

Besaran pokok adalah besaran yang Massa jenis (ρ) kg.m-3 ML-3

satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu Gaya (F) kg.m.s-2 MLT-2


dan tidak tersusun dari besaran lain. Usaha (W) kg.m2.s-2 ML2 T-2
Besaran pokok terdiri atas TUJUH besaran. Tekanan (P) kg.m-1.s-2 ML-1T-2
Tujuh besaran pokok dan satuannya
Daya kg.m2.s-3 ML2 T-3
berdasarkan sistem satuan internasional
Momentum kg.m.s-1 MLT-1
(SI) sebagaimana yang tertera pada tabel
berikut. Luas (A) m2 L2

Besaran Pokok Satuan (SI) Dimensi

Massa kilogram (kg) (M) C. Besaran Menurut Arah Dan


Panjang meter (m) (L) Nilainya
Waktu sekon (s) (T)
a. Besaran Skalar
Kuat arus ampere (A) (I)
Besaran SKALAR adalah besaran yang
Suhu kelvin (K) (θ)
HANYA memiliki NILAI. Contoh besaran
Intensitas cahaya candela (Cd) (J)
skalar adalah massa, panjang, waktu,
Jumlah zat mol (mol) (N)
energi, usaha, suhu, kelajuan, jarak, dan
Sistem satuan internasional (SI) artinya lain-lain.
sistem satuan yang paling banyak digunakan
di seluruh dunia, yang berlaku secara b. Besaran Vektor
internasional. Besaran VEKTOR adalah besaran yang
memiliki NILAI dan ARAH. Contohnya
b. Besaran Turunan adalah gaya, berat, kuat arus, kecepatan,
Besaran turunan adalah besaran-besaran percepatan, perpin­dahan, posisi, dan lain-
yang d­­i­turunkan dari besaran pokok. lain.

01
1. Penjumlahan 2 vektor yang sejajar dan 
a
searah 
Contoh: b
Diketahui 2 buah vektor a dan b Maka, resultan vektor R digambarkan
mengarah ke kanan. Panjang a adalah sebagai berikut:
4 cm dan b adalah 5 cm. Tentukan
resultan vektor tersebut? 
a
Jawab: 
 b
a
 Sedangkan, nilai resultan vektor R
b
dirumuskan dengan:

Maka, resultan vektor (R) (penjumlahan R = a2 + b2 + 2 ⋅ a ⋅ b ⋅ Cosθ

vektor a dan b) digambarkan sebagai


berikut: D. Satuan
 
a b
Satuan adalah ukuran dari suatu besaran yang

R digunakan untuk mengukur. Jenis-jenis satuan,
yaitu:
Jadi, resultan vektor R adalah: a. Satuan Baku

R = a + b = 4 + 5 = 9 cm ke kanan Satuan baku adalah satuan yang telah
2. Pengurangan dua vektor yang sejajar diakui dan disepakati pemakaiannya secara
dan berlawanan arah. internasional atau disebut dengan satuan
Contoh: internasional (SI).
Diketahui 2 buah vektor a dan b. Contoh: meter, kilogram, detik, dan lain-lain.
Panjang a adalah 8 cm dan b adalah 5 Satuan baku yang berlaku secara
cm. Tentukan resultan vektor tersebut? internasional disebut satuan internasional
Jawab:  (SI). Satuan SI ada dua macam, yaitu:
a
 1. Sistem MKS (Meter Kilogram Sekon)
b
2. Sistem CGS (Centimeter Gram Second)

Maka, resultan vektor (R) digambarkan b. Satuan Tidak Baku


sebagai berikut: Satuan tidak baku adalah satuan yang
 tidak diakui secara internasional dan hanya
a digunakan pada suatu wilayah tertentu.
 
b Contoh: depa, hasta, kaki, lengan, langkah.
R

Jadi, nilai resultan vektor R adalah: E. Angka Penting



R = a – b = 8 – 5 = 3 cm ke kanan
a. Aturan Angka Penting
3. Penjumlahan vektor untuk 2 buah 1. Semua angka bukan nol adalah angka
vektor yang membentuk sudut q penting. Contoh:
Misalkan: • 1234 (empat angka penting)
Diketahui dua buah vektor a dan b • 23,457 (lima angka penting)
membentuk sudut θ seperti pada
gambar di bawah ini:
02
2. Angka nol yang terletak di antara angka a. Alat Ukur Panjang
bukan nol adalah angka penting. Contoh:
1. Meteran kelos (ketelitian sampai 1 cm)
• 203 (tiga angka penting)
2. Penggaris (ketelitian sampai 0,1 cm atau 1 mm)
• 1203,76 (enam angka penting)
3. Jangka sorong (ketelitian sampai 0,01 cm
3. Angka nol yang terletak di sebelah kanan atau 0,1 mm)
angka bukan nol adalah angka penting,
Skala nonius
kecuali ada penjelasan lain. Contoh:
• 7000 (empat angka penting)
• 34050000 (lima angka penting)
(tanda garis bawah di angka kelima Skala utama
Berimpit
menunjukkan batas angka penting)
4. Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka Benda
bukan nol adalah bukan angka penting.
Cara membaca jangka sorong:
Contoh:
Skala utama : 2,1 cm
• 0,007 (satu angka penting)
Skala nonius : 0,04 cm
• 0, 348 (tiga angka penting) +
Hasil pengukuran : 2,14 cm
b. Aturan Pembulatan
4. Mikrometer sekrup (ketelitian sampai 0,01
1. Angka yang lebih besar dari 5 dibulatkan ke mm)
atas.
Berimpit
Contoh: 3,637 dibulatkan menjadi 3,64 Skala nonius
Benda
(karena 7 lebih besar dari 5).
2. Angka yang lebih kecil dari 5 dibulatkan ke
bawah. Skala utama

Contoh: 51,73 dibulatkan menjadi 51,7


(karena 3 lebih kecil dari 5) Cara membaca mikrometer sekrup:
3. Angka yang tepat sama dengan 5 diatur Skala utama : 3,5 mm
sebagai berikut: Skala nonius : 0,36 mm
+
• Dibulatkan ke atas jika angka sebelumnya Hasil pengukuran : 3,86 mm
adalah ganjil. Contoh: 67,35 dibulatkan Mikrometer sekrup digunakan untuk
menjadi 67,4 (karena 3 angka ganjil). mengukur diameter benda bulat dan plat
• Dibulatkan ke bawah jika angka yang sangat tipis.
sebelumnya adalah genap. Contoh:
b. Alat Ukur Massa
38,45 dibulatkan menjadi 38,4 (karena
4 angka genap). Contoh alat ukur massa adalah:
1. Neraca digital (ketelitian sampai 0,001 gr)
2. Neraca O’Hauss (ketelitian sampai 0,01 gr)
F. Pengukuran
3. Neraca sama lengan (ketelitian sampai 0,001
Pengukuran adalah kegiatan membandingkan gr)
nilai besaran yang diukur dengan besaran sejenis
yang ditetapkan sebagai satuan.
Berikut beberapa contoh alat ukur:

03
Bab 2
Gerak

A. Persamaan Gerak • Percepatan rata-rata


  
a. Vektor Posisi ∆v v −v
= = 2 1
∆t t 2 − t1
  



r = x i + yj + zk a x =
∆v x v x2 − v x1
=
∆t t 2 − t1
• Vektor perpindahan
Keterangan:
Jika suatu benda berpindah dari posisi x : nilai vektor posisi r di sumbu x
r1 ke r2 maka vektor perpindahannya y : nilai vektor posisi r di sumbu y
dapat dituliskan sebagai berikut: z : nilai vektor posisi r di sumbu z
  
∆r = r2 − r1   
    i, j, dan k masing-masing adalah vektor

∆r = ( x 2 − x1 ) i + ( y 2 − y1 ) j + ( z2 − z1 ) k
satuan di sumbu x, y, dan z.
• Besar perpindahan
∆r = ∆x 2 + ∆y 2 + ∆z2
B. Hubungan Antara Posisi,
Kecepatan, dan Percepatan

( x2 − x1 ) + ( y2 − y1 ) + ( z2 − z1 )
2 2 2
∆r =

Hubungan antara persamaan kecepatan sesaat
b. Vektor Kecepatan
dan percepatan sesaat dari persamaan posisi
   
v = v x i + v y j + v zk sebagai berikut:

Misalnya, suatu persamaan posisi di sumbu x
• Nilai kecepatan adalah:

v = v x2 + v y2 + vz2 x = a ⋅ tn + b ⋅ t + c

• Kecepatan rata-rata dengan a, b, dan c adalah konstanta, t adalah
   variabel waktu, dan n adalah nilai pangkat.
∆r r2 − r1
v = = Maka, kecepatan sesaat pada sumbu X adalah:
∆t t 2 − t1

∆x x 2 − x1
vx = =
∆t t 2 − t1 dx
vx = = a ⋅ n ⋅ t n −1 + b

dt
c. Vektor Percepatan
    Sedangkan, percepatan sesaat pada sumbu X:
a = a x i + a y j + a zk

• Nilai percepatan d2 x dv x
ax = = = a ⋅ n ⋅ (n − 1) ⋅ tn − 2
dt 2 dt
a = ax 2 + ay 2 + az 2

04
Keterangan:
b. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)
dx
dibaca “turunan persamaan posisi x Gerak lurus berubah beraturan adalah gerak
dt
benda mengikuti lintasan lurus dengan

terhadap waktu t”.
KECEPATAN BERUBAH setiap pertambahan
d2 x
dibaca “turunan kedua dari persamaan waktu dan PER­CEPATAN TETAP (v = berubah
dt 2

posisi x terhadap waktu t”. dan a = tetap).

Mencari kecepatan dan posisi dari


persamaan per­cepatan.
Misal: diketahui persamaan percepatan di
Ingat
sumbu x adalah:
Rumus-rumus GLBB:
ax = p ⋅ t + q
1
1. S = v 0 ⋅ t + at 2
dengan p dan q adalah konstanta dan t 2

adalah variabel maka persamaan kecepatan 2. vt = v 0 + a ⋅ t


pada sumbu X adalah:
3. v 2t = v 02 + 2 ⋅ a ⋅ S
vx = v 0x + ∫ a x dt v t + v0
4. S = t
2
Sedangkan, persamaan posisi di sumbu X
adalah:
Keterangan:
x = x0 + ∫ v x dt
S : jarak (m)
a : percepatan (m/s2)
Keterangan:
vt : kecepatan sesaat pada waktu t (m/s)
V0x : kecepatan mula-mula di sumbu X
v0 : kecepatan awal (m/s)
x0 : posisi mula-mula di sumbu X
t : waktu (s)

∫a x dt dibaca “integral dari persamaan ax



terhadap waktu t”. D. Perpaduan Gerak
∫vx dt dibaca “integral dari persamaan vx
(Gerak Parabola)

terhadap waktu t”. Gerak parabola adalah resultan perpindahan
suatu benda yang SERENTAK melakukan
C. Dinamika Gerak Lurus GLB pada arah HORIZONTAL (sumbu X) dan
GLBB pada arah VERTIKAL (sumbu Y).
a. Gerak Lurus Beraturan (GLB) Vty = 0 Vx


Gerak lurus beraturan adalah gerak Vty Vt

benda mengikuti lintasan lurus dengan


Vtx Vtx
KECEPATAN TETAP per satuan waktu. hmaks
V0y
Karena kecepatannya tetap maka nilai V0 h Vty
Vt

PERCEPATAN BENDA adalah NOL. (v =


a
V0x
tetap dan a = 0).
Xmaks

Rumus jarak:
a. Pada Sumbu X (GLB)
S = v⋅t • Kecepatan sesaat

v tx = v 0x = v 0 ⋅ Cosα
05
• Jarak tempuh sesaat • Ketinggian maksimum yang dicapai
adalah:
x = v 0 ⋅ Cosα ⋅ t

v 02
Keterangan: hmaks =
2⋅g


vtx: kecepatan sesaat pada sumbu X (m/s)
x : jarak tempuh pada sumbu X saat waktu t (m) • Waktu tempuh untuk mencapai
• Pada saat jarak horizontal terjauh: ketinggian maksimum:
Jarak horizontal terjauh adalah: v0
t maks =
v 0 sin2α
2 g
xmaks =

Sedangkan, waktu tempuh untuk F. Gerak jatuh bebas


mencapai ke jarak terjauh adalah: Gerak jatuh bebas adalah gerak benda yang
dilepas dari ketinggian tertentu di atas
2 ⋅ v 0 ⋅ sinα
tx maks = tanah TANPA KECEPATAN AWAL (v0 = 0).
g

b. Pada Sumbu Y (GLBB) • Waktu yang dibutuhkan benda ketika


menyentuh tanah:
• Kecepatan awal di sumbu y
v0y = v0 sin a 2⋅h
t=

g
• Kecepatan sesaat
vy = v0 sin a – g.t • Kecepatan benda jatuh bebas ketika
• Ketinggian sesaat menyentuh tanah:
1
h = v 0 ⋅ sinα ⋅ t − g ⋅ t2 v = 2⋅g⋅h

2

Keterangan:
Voy : kecepatan awal pada sumbu Y (m/s) G. Gerak Melingkar Beraturan

Vty : kecepatan sesaat pada sumbu Y (m/s) (GMB)
h : ketinggian saat waktu t (m)
g : percepatan gravitasi (10 m/s2) Gerak Melingkar Beraturan (GMB) adalah
gerak benda pada lintasan melingkar dengan
• Pada saat ketinggian maksimum KECEPATAN SUDUT TETAP (ω) dan PERCEPATAN
Pada saat ketinggian maksimum vy = 0. Ketinggian SUDUTNYA NOL (a). (ω = tetap dan a = 0)
maksimum dapat dirumuskan dengan:
Rumus GMB: θ = ω ⋅ t
v 0 2 sin2 α
Hmaks =
2g

Sedangkan, waktu tempuh untuk mencapai H. Gerak Melingkar Berubah


ketinggian maksimum adalah: Beraturan
v 0 sin α Gerak Melingkar Berubah Beraturan (GMBB)
tHmaks =
g adalah gerak benda pada lintasan melingkar
dengan KECEPATAN SUDUT BERUBAH-UBAH dan
E. Gerak vertikal ke atas PERCEPATAN SUDUT TETAP. ( α = tetap)
Gerak vertikal ke atas adalah gerak benda yang
dilempar DENGAN KECEPATAN AWAL (v0) mem­
bentuk lintasan lurus ke atas.
06
I. Hubungan Gerak Lurus dan
Ingat Gerak Melingkar
Rumus GMBB: Gerak Lurus Gerak Melingkar
1
1. q = ω0 ⋅ t + α ⋅ t 2
2 s = jarak q = sudut jarak
2. ωt = ω0 + a . t v = kecepatan w = kecepatan sudut
a = percepatan a = percepatan sudut
3. ωt2 = ω02 + 2 . a . q
 ωt + ω0  Hubungannya: 1. S = q . R
4. q =  ⋅t
 2  2. v = w . R
3. a = a . R
Keterangan:
Keterangan:
q : jarak sudut (rad)
R : jari-jari lingkaran (m)
w0 : kecepatan sudut awal (rad/s)
q : sudut (rad)
wt : kecepatan sudut sesaat (rad/s)
w : kecepatan sudut (rad/s)
a : percepatan sudut (rad/s )
2

a : percepatan sudut (rad/s2)


t : waktu (s)

07
Bab 3
Hukum Newton, Gaya,
Usaha, dan Energi
A. Hukum Newton Tentang B. Konsep Gaya
Gerak
Gaya adalah kekuatan yang dapat menimbulkan
a. Hukum I Newton perubahan pada benda. Misalnya, perubahan
Hukum I Newton berbunyi: posisi atau perubahan bentuk.
“Jika resultan gaya yang bekerja pada a. Gaya Berat (W)
benda bernilai nol maka benda yang diam Gaya berat adalah gaya yang timbul karena
akan terus diam dan benda yang bergerak GAYA TARIK BUMI terhadap benda.
lurus dengan kecepatan tetap akan tetap Rumus:
bergerak dengan kecepatan tetap.” W = m⋅g

Hukum I Newton dirumuskan dengan:
Keterangan:
W : berat benda (N)
∑F = 0
m : massa benda (kg)
b. Hukum II Newton g : percepatan gravitasi (m/s2)
Hukum II Newton berbunyi:
Arah gaya berat selalu menuju ke pusat
“Percepatan adalah perbandingan antara
bumi (ke bawah). Perhatikan gambar di
resultan gaya yang bekerja pada benda
bawah ini.
dengan massanya.”
Hukum II Newton dirumuskan dengan:
W W

∑F = m ⋅ a b. Gaya Normal (N)


Gaya normal adalah gaya yang timbul
c. Hukum III Newton
karena adanya dua permukaan pada benda
Hukum III Newton berbunyi:
yang bersentuhan.
“Gaya reaksi akan timbul akibat gaya aksi
Arah GAYA NORMAL selalu TEGAK LURUS
yang dikenakan pada suatu benda yang
terhadap BIDANG SENTUH.
besarnya sama dan arahnya berlawanan.”
Perhatikan gambar di bawah ini.
Hukum III Newton dirumuskan dengan:
(A) (B)

Faksi = –Freaksi N

N
Keterangan: w sin q w cosq

∑F : resultan gaya (N) q


w
m : massa (kg)
a : percepatan (m/s2) w

08
Gaya ini tidak memiliki rumus yang pasti, Jadi, besarnya gaya gesek (f) pada benda
disesuaikan dengan gaya yang bekerja pada adalah gaya gesek kinetis, rumusnya:
benda tersebut. f = fk = µk ⋅ N
Besarnya gaya normal adalah:
Gambar (A): Keterangan:
∑ Fy = 0 f : gaya gesek (N)
N – W = 0
fs maks : gaya gesek statis maksimum (N)
N = W = m . g
fk : gaya gesek kinetis (N)
Gambar (B):
µs : koefisien gesekan statis
∑ Fy = 0
N – W . cosθ = 0 µk : koefisien gesekan kinetis

N = W . cosθ N : gaya normal (N)
= m . g . cosθ
c. Gaya Gesek (f) C. Energi
Gaya gesek adalah gaya yang terjadi akibat
a. Energi Kinetik
PERSENTUH­AN antara BENDA dan PERMUKAAN
KASAR. Arah gaya gesek selalu berlawanan Energi kinetik adalah energi yang dimiliki
dengan kecenderungan gerak benda. oleh benda yang sedang bergerak.
N Rumus:
1
F EEk = m ⋅.vv22
arah gaya k 2
f

W Keterangan:
Pada gambar di atas ketika benda dikenakan Ek : energi kinetik (Joule)
gaya sebesar F maka akan timbul gaya gesek m : massa benda (kg)
sebesar f. Sehingga ada dua keadaan yang v : kecepatan benda (m/s)
terjadi pada benda, yaitu:
b. Energi Potensial Gravitasi
1. Benda TETAP DIAM
Energi potensial gravitasi adalah energi
Benda akan TETAP DIAM, jika gaya F
yang dimiliki benda karena posisinya
yang kita berikan masih KURANG atau
terhadap titik acuan tertentu.
SAMA DENGAN GAYA GESEK STATIS
Rumus:
MAKSIMUMNYA (fs maks).
Ep = m . g . h
F ≤ fs maks
F ≤ µs ⋅ N
Keterangan:
Jadi, besarnya gaya gesek (f) adalah Ep : energi potensial (J)
sama dengan gaya yang yang diberikan g : percepatan gravitasi bumi (10 m/s2)
pada benda, yaitu F. h : ketinggian benda relatif terhadap acuan (m)
f=F
D. Usaha
2. Benda BERGERAK
F
Benda akan BERGERAK, jika gaya F yang
diberikan bernilai LEBIH BESAR dari gaya
s
GAYA GESEK STATIS MAKSIMUMNYA (fs maks). W= ∑F ⋅ S
F > fs maks
F > µs ⋅ N
09
Keterangan: Rumus:
W : usaha (J)
S : perpindahan benda (m) W = DEk + DEp
Syarat : ∑ F harus segaris dengan S 1
( v 2222−–vV12 )12) + m . g . (h2 – h1)
f . S = 2 m ⋅ (V

a. Usaha Sebagai Perubahan Energi Kinetik Keterangan:


Jika benda bergerak mengalami perubahan f : gaya gesek (N)
kecepatan maka timbul usaha yang besarnya DEk : perubahan energi kinetik (J)
sama dengan perubahan energi kinetiknya. DEp : perubahan energi potensial (J)
F v1 v2
m
E. Hukum Kekekalan Energi
s
Mekanik
W = DEk = DEk2 – Ek1
1 Jika sebuah benda bergerak dan tidak ada
F.S=
2
m ⋅ (V (
v 2222−–vV )
1 1 )
2 2

gaya gesek yang terjadi maka berlaku hukum


b. Usaha Sebagai Perubahan Energi Potensial kekekalan energi mekanik.

Jika benda mengalami perubahan posisi Em = Em2


ke­tinggiannya dari suatu titik acuan maka Ep1 + Ek1 = Ep2 + Ek2
1 1
timbul usaha yang besarnya sama dengan m ⋅ g ⋅ h1 + m ⋅ v12 = m ⋅ g ⋅ h2 + m ⋅ v 22
2 2
perubahan energi potensialnya.

W = DEp = Ep2 – Ep1
W = m . g . (h2 – h1) F. Daya
c. Usaha Sebagai Perubahan Energi Mekanik Daya adalah usaha persatuan waktu.
Rumus:
Energi MEKANIK adalah energi total yang
dimiliki benda, yaitu ENERGI POTENSIAL W
P= = F⋅v
t
DITAMBAH DENGAN ENERGI KINETIK.
V
Keterangan:
P : daya (watt)
Em = Ep + Ek F W : usaha (J)
1 t : waktu (s)
Em = m .mg ⋅.gh⋅ h++ ⋅ m.v 2
2 V
h2 F : gaya (N)
v : kecepatan (m/s)
F
h1

Jika suatu benda naik atau turun dari


permukaan yang kasar sehingga kecepatan
dan ketinggiannya berubah (seperti gambar
berikut) maka usaha yang dilakukan benda
sama dengan perubahan energi mekanik.
1
f s
v1

h1
kasar
2

h2 v2

10
Bab 4
Momentum, Implus,
danTumbukan
A. Momentum tumbukan kedua benda berpisah.
Pada tumbukan lenting sempurna berlaku:
Momentum adalah hasil kali antara MASSA 1. Hukum kekekalan ENERGI KINETIK
BENDA yang BERGERAK dan KECEPATAN
GERAKNYA. Momentum termasuk dalam Ek awal = Ek akhir

besaran vektor yang arahnya sama dengan
arah gerak benda. 2. Hukum kekekalan MOMENTUM
Rumus: pawal = p akhir
p = m⋅v
3. Koefisien restitusi (e) bernilai 1
Keterangan:
p : momentum (kg.m/s)
−∆v′ − ( v 2 ′ − v1′ )
m : massa (kg) e= = =1
∆v v 2 − v1
v : kecepatan benda (m/s)

B. Impuls b. Tumbukan Lenting Sebagian


Pada tumbukan lenting sebagian ada
Impuls adalah PERUBAHAN MOMENTUM sebagian energi kinetik berubah menjadi
sebuah benda atau HASIL KALI GAYA yang bentuk energi lain sehingga energi kinetik
BEKERJA pada suatu benda dan LAMANYA total setelah tumbukan menjadi lebih
GAYA ITU BEKERJA. kecil daripada energi kinetik total sebelum
Rumus: tumbukan.
I = ∆p = ∫ F ⋅ dt Pada tumbukan lenting sebagian berlaku:
1. Hukum kekekalan momentum
Keterangan:
I : impuls (N.s) pawal = pakhir

Dp : perubahan momentum (p2 – p1)


2. Koefisien restitusi (e) bernilai lebih dari
F : gaya (N)
0 sampai kurang dari 1
t : waktu (s)

−∆v′ − ( v 2 ′ − v1′ )
C. Tumbukan e= =
∆v v 2 − v1

a. Tumbukan Lenting Sempurna dimana 0 < e < 1

Pada tumbukan lenting sempurna tidak
terjadi perubahan bentuk energi. Setelah

11
c. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali 2. Koefisien restitusi (e) bernilai 0 sehingga:
Pada tumbukan tidak lenting sama sekali,
energi kinetik setelah tumbukan lebih kecil v′1 = v′2

daripada energi kinetik sebelum tumbukan.
SETELAH TUMBUKAN, KEDUA BENDA Keterangan:
BERGERAK BERSAMA-SAMA (menempel). v1′ : kecepatan akhir benda 1

Pada tumbukan tidak lenting sama sekali v 2 ′ : kecepatan akhir benda 2

berlaku: v1 : kecepatan awal benda 1
1. Hukum kekekalan momentum v2 : kecepatan awal benda 2

pawal = pakhir

12
Bab 5
Gerak Rotasi

A. Momen Inersia 3. Batang silinder, poros melalui titik tengah

1
Momen inersia pada gerak rotasi adalah I= M ⋅ L2
12
kelembaman benda (kemampuan benda konstanta inersia, k =
1
12
mempertahankan posisinya) pada saat bergerak
melingkar. Nilai momen inersia benda tergantung
pada bentuk benda dan letak porosnya. 4. Batang silinder, poros melalui ujung
a. Momen Inersia pada Benda Titik
1
I= M ⋅ L2
R1 R2 3
1
konstanta inersia, k =
3
M1 M2

5. Silinder pejal, poros melalui pusat


I = ∑ m ⋅ R 2
1
I = m1 ⋅ R12 + m2 ⋅ R22 + m3 ⋅ R32 + ..... I= M ⋅ R2
2
1
konstanta inersia, k =
Keterangan: 2
I : momen inersia (kg.m2)
m1 : massa benda 1 (kg) 6. Silinder tebal berongga, poros melalui pusat
1
R1 : jarak pusat massa m1 dengan poros putar I=
2
(
M ⋅ R12 + R22 )
(m) 1
R2
konstanta inersia, k =
b. Momen Inersia pada Benda yang Kontinu
R1
2

Rumus momen inersia pada berbagai benda: 7. Silinder tipis berongga, poros melalui pusat
1. Pelat segi empat tipis, poros di sepanjang sisi b.
1 I = M ⋅ R2
I= M ⋅ a2
3 konstanta inersia, k = 1
konstanta inersia, k =
1
3
8. Bola pejal, poros melalui pusat
2. Pelat segi empat tipis, poros melalui titik pusat
2
I= M ⋅ R2
1 5
I= M ⋅ (a2 + b2 ) 2
12 konstanta inersia, k =
1 5
konstanta inersia, k =
12

13
9. Bola berongga, poros melalui pusat Untuk sistem lebih dari satu gaya, gunakan rumus:

2 ∑ τ = ∑r ⊥ ⋅F
I= M ⋅ R2
3
konstanta inersia, k =
2
3
C. Hukum II Newton pada gerak
rotasi
Jika percepatan anguler bernilai konstan (α =
Keterangan:
konstan) maka berlaku hukum II Newton.
M : massa benda (kg)
L : panjang batang silinder (m)
t=I.α
R : jari-jari dari sumbu putar (m)
c. Momen Inersia pada Batang Silinder yang Pada hukum II Newton berlaku rumus-rumus
Diputar pada Jarak d dari Pusat Massa gerak melingkar berubah beraturan (GMBB).
Keterangan:
t : torsi (N.m)
d
I : momen inersia (kg.m2)
α : percepatan anguler (rad/s)
L

D. Beberapa nilai percepatan


I=
1
M ⋅ L2 + M ⋅ d2 sistem katrol
12
Keterangan:
d : jarak poros putar dari pusat massa (m) M
a
a=
(m2 − m1 ) ⋅ g
m1 1
B. Momen Gaya (Torsi) m2 m1 + m2 +
2
M

M
Momen gaya adalah ukuran besar kecilnya efek
putar sebuah gaya terhadap suatu benda. a
(m2 − m1 ⋅ sinθ ) ⋅ g
a=
m1 1
m2 m1 + m2 + M
Syarat r ⊥ F atau r ⊥ F seperti pada gambar di licin 2
q
bawah ini.
F
N
M
τc = F ⋅ r f

C
Kasar a
a=
(m2 − µk ⋅ m1 ) ⋅ g
W
r
m2 1
m1 + m2 + M
2
Untuk gaya yang tidak lurus lengan, gunakan
rumus: M M

F a
a=
(m2 − m1 ) ⋅ g
τc = r ⋅ F ⋅ sinθ m1
m1 + m2 + M
m2

C
r

Keterangan: Keterangan:
τc : torsi di titik C (Nm)
a : percepatan sistem (m/s2)
F : gaya (N) m : massa katrol (kg)
r : jarak gaya F dari titik C (m) g : percepatan gravitasi bumi (10 m/s2)
mk : koefisien gesekan kinetis

14
E. Energi kinetik G. Usaha Gerak Rotasi
a. Energi Kinetik Translasi atau Gerak Lurus
W = τ⋅θ
1
EkT = ⋅ m ⋅ v2
2 Keterangan:
W : usaha (J)
b. Energi Kinetik Rotasi
t : momen torsi (N.m)
1 q : sudut yang disapu benda (rad)
EkR = ⋅ I ⋅ ω2
2
H. Momentum Anguler
c. Energi Kinetik Total Benda Menggelinding
Pada BENDA yang bergerak Momentum anguler dirumuskan dengan:
MENGGELINDING, benda tersebut L = I⋅ ω
melakukan gerak TRANSLASI dan ROTASI.
Jadi, energi total yang dimiliki benda Keterangan:
menggelinding adalah energi kinetik L : momentum anguler (kg.m2/s)
translasi dan energi kinetik rotasi. I : inersia benda (kg.m2)
w : kecepatan anguler (rad/s)
Rotasi

Translasi
I. Hukum kekekalan momentum
Menggelinding anguler
Ek total = EkT + EkR
Lawal = Lakhir
1
Ek total = ⋅ m ⋅ v 2 (1 + k ) I1 ⋅ ω1 + I2 ⋅ ω2 = I1 ⋅ ω1′ + I2 ⋅ ω2 ′
2

Keterangan: Keterangan:
I : momen inersia I1 : momen inersia benda 1
w : kecepatan sudut (rad/s) I2 : momen inersia benda 2
m : massa benda (kg) w' : kecepatan anguler setelah tumbukan
k : konstanta inersia
J. Kekekalan Momentum
F. Benda Menggelinding Anguler untuk benda yang
Menuruni atau Menaiki Berputar dengan Mengubah
Bidang Miring Jari-jari

2
R
h h ω′ =   ⋅ ω
v Kasar Kasar  R′ 
v

Keterangan:
2⋅g⋅h w' : kecepatan sudut akhir (rad/s)
v=
k +1 R : jari-jari akhir

Keterangan:
k : konstanta inersia

15
Bab 6
Fluida

Fluida adalah semua zat yang dapat mengalir. 1 N/m2 = 1 pascal (Pa)
Contohnya: zat cair (air, minyak) dan gas. 1 N = 105 dyne
Dalam bab ini akan dipelajari tentang fluida 1 atm = 105 Pa
statis dan fluida dinamis. 1 atm = 76 cmHg
c. Tekanan Hidrostatis
A. Fluida Statis Tekanan hidrostatis adalah tekanan yang
Fluida statis adalah zat yang berada dalam dialami benda saat di dalam fluida karena
keadaan diam (tidak bergerak). adanya gaya gravitasi.
Rumus:
a. Massa Jenis
Massa jenis adalah ukuran kerapatan suatu
benda. Semakin besar massa jenis benda
h
maka benda tersebut semakin rapat.
Ph = ρ ⋅ g ⋅ h
Rumus:
m
ρ= Keterangan:
V
Ph : tekanan hidrostatis (Pa)

Keterangan:
ρ :massa jenis fluida (kg/m3)
ρ : massa jenis benda (kg/m3)
g : percepatan gravitasi (10 m/s2)
m : massa benda (kg)
h : kedalaman benda dari permukaan
V : volume (m3)
fluida (m)

b. Tekanan Hukum pokok hidrostatis


Tekanan adalah hasil bagi antara gaya Hukum pokok hidrostatis berbunyi:
dengan luas penampang. ‘‘Semua titik yang terletak pada suatu bidang
Rumus: datar di dalam zat cair yang sejenis memiliki
F tekanan yang sama.’’
P=
A
PhA = PhB
Keterangan:
ρ1 ⋅ g ⋅ h1 = ρ2 ⋅ g ⋅ h2
P : tekanan (pascal/Pa)
ρ1 ⋅ h1 = ρ2 ⋅ h2
F : gaya (N)
A : luas permukaan bidang sentuh (m2)
h2 ρ2
Satuan tekanan (P) adalah N/m2 atau pascal ρ1 h1
A B
(Pa), dyne/cm2, atmosfer (atm). Hitungan
konversinya, yaitu:

16
A1 : luas permukaan bidang 1 (m2)
A2 : luas permukaan bidang 2 (m2)
d1 : diameter permukaan bidang 1
Ingat
d2 : diameter permukaan bidang 2

Mengukur besarnya Prinsip hukum Pascal ini diterapkan pada


kedalaman (h) harus dihitung alat-alat, misalnya dongkrak hidrolik,
pompa hidrolik, mesin hidrolik pengangkat
dari PERMUKAAN ZAT CAIR
mobil, dan rem hidrolik mobil.
(dari atas) BUKAN dari
bawah. f. Hukum Archimedes
Hukum Archimedes berbunyi:
Berdasarkan persamaan di atas: “Benda yang tercelup sebagian atau
• MAKIN DALAM letak suatu BENDA di dalam seluruhnya ke dalam zat cair akan
zat cair maka TEKANAN HIDROSTATIS yang mengalami gaya ke atas sebesar berat zat
diperoleh akan MAKIN BESAR. cair yang dipindahkan oleh benda yang
• MAKIN BESAR MASSA JENIS suatu zat tercelup tersebut.”
cair maka MAKIN BESAR pula TEKANAN
HIDROSTATIS yang dihasilkan.
benda

d. Tekanan Mutlak Vtc


} volume zat
Tekanan mutlak adalah tekanan total yang Wbenda
FA cair yang
dipindahkan
dialami oleh benda.

P = Po + Ph Besarnya gaya ke atas tersebut dirumuskan:



FA = ρf ⋅ g ⋅ Vtc
Keterangan:
P : tekanan mutlak (Pa) Keterangan:
Po : tekanan udara luar (Pa) FA : gaya tekan ke atas/gaya Archimedes (N)
Ph : tekanan hidrostatis (Pa) ρf : massa jenis fluida/zat cair (kg/m3)
Vtc : volume zat cair yang dipindahkan atau
e. Hukum Pascal
volume benda yang tercelup di dalam zat
Hukum Pascal berbunyi:
cair (m3)
“Tekanan yang diberikan kepada fluida di
dalam ruangan tertutup diteruskan sama Akibat gaya tekan ke atas ini, benda memiliki
besar ke segala arah.” tiga posisi jika dimasukkan ke dalam suatu
Penerapan hukum Pascal pada bejana zat cair, yaitu:
berhubungan: 1. Terapung
F1 F Ciri-ciri benda terapung, yaitu:
F1
= 2
A2 A1 A 2 • Massa jenis benda lebih kecil dibandingkan

A1
F2 d 
2 dengan massa jenis zat cair (r benda < r zat cair).
F1 =  1  ⋅ F2
 d2 
• Berat benda sama dengan gaya ke atas
(Wbenda= FA).

Keterangan:
F1 : gaya pada A1 (N) FA = W FA
V
F2 : gaya pada A2 (N) ρb = tc ρf W
Vb

17
Keterangan: Keterangan:
ρb : massa jenis benda (kg/m3) FA : gaya angkat/Archimedes (N)
Vtc : volume benda yang tercelup (m3) Wf : berat semu benda (N)
Vb : volume benda total (m3) Wu : berat benda di udara (N)
W : berat benda (N)
B. Tegangan Permukaan Zat
2. Melayang
• Massa jenis benda sama dengan massa
Cair
jenis zat cair (r benda = r zat cair). Tegangan permukaan zat cair adalah
• Berat benda sama dengan gaya ke atas kecenderungan zat cair untuk meregang
(Wbenda= FA). (menjadi tegang) sehingga permukaannya
seperti ditutupi oleh suatu lapisan elastis.
FA = W Tegangan permukaan ini yang

Vf mengakibatkan serangga tertentu, seperti
ρb = ρf
Vb FA nyamuk atau laba-laba dapat berjalan
W
di atas air dan jarum atau silet dapat

Keterangan:
mengapung di permukaan air.
ρb: massa jenis benda (kg/m3)
V : volume benda (m3) F
γ=
Vb : volume benda total (m3) d
W : berat benda (N)
Jika permukaan benda yang bersentuhan
3. Tenggelam ada pada 2 sisinya, seperti kawat atau jarum
Ciri-ciri benda tenggelam, yaitu: maka d = 2L,
• Massa jenis benda lebih besar Keterangan:
dibandingkan dengan massa jenis zat L : panjang kawat atau jarum(m)
cair (r benda > r zat cair). F : gaya yang bekerja pada permukaan
zat cair (N)
• Berat benda lebih besar daripada gaya
ke atas (W benda > FA). a. Kapilaritas
• Kapilaritas adalah peristiwa naik
FA
W = FA + N
N turunnya fluida yang berada di dalam
pipa kapiler (pipa dengan diameter yang
Keterangan: sangat kecil).
N : gaya normal (N)
W
• KOHESI adalah gaya tarik-menarik
antarmolekul SEJENIS.
Penerapan hukum Archimedes antara lain
• ADHESI adalah gaya tarik-menarik
adalah kapal laut, kapal selam, galangan
antarmolekul TAK SEJENIS.
kapal, jembatan fonton, galangan kapal,
balon udara, dan hydrometer.
Berat Semu/Berat Benda di Dalam Fluida
Ingat
Berat semu benda di dalam fluida adalah
selisih antara berat benda di udara dengan Untuk mengingat dengan
gaya angkat yang terjadi pada benda. mudah:
Ko = Sejenis
Wf = Wu − FA A = TIDAK sejenis

18
Jika sebuah kelereng dicelupkan ke dalam
fluida kental maka terdapat gaya apung (FA)
dan gaya stokes (Fs) yang melawan gaya
beratnya (W).

Air Raksa
c. Kecepatan Terminal
Penjelasan pada gambar di atas, yaitu:
Kecepatan terminal adalah kecepatan
• Air memiliki gaya adesif lebih besar daripada maksimum tetap yang dapat dimiliki oleh
gaya kohesifnya. Akibatnya, permukaan air suatu benda yang berada pada fluida kental.
akan naik jika berada pada pipa kapiler.
Jika bendanya adalah sebuah bola pejal
• Berbeda dengan air, raksa memiliki gaya
maka ke­cepatan terminalnya dirumuskan:
kohesif lebih besar daripada gaya adesifnya.
Akibatnya, permukaan raksa akan turun jika
2 r2 ⋅ g
berada pada pipa kapiler. vT =
9 η
( ρb − ρf )
Ketinggian/kedalaman fluida pada pipa
kapiler dirumuskan: Keterangan:
vT : kecepatan terminal (m/s)
2 . γ . cos θ r : jari-jari bola (m)
h=
ρf . g . r h : koefisien viskositas (kg/ms)
rb : massa jenis benda (kg/m3)

Keterangan: rf : massa jenis fluida (kg/m3)
h : ketinggian fluida pada pipa kapiler (m)
g : tegangan permukaan (N/m) C. Fluida Dinamis
q : sudut kontak
ρf : massa jenis fluida (kg/m3) Fluida dinamis adalah fluida yang mengalir
g : percepatan gravitasi (10 m/s2) (bergerak).
r : jari-jari pipa kapiler (m) a. Debit Fluida (Laju Alir)
b. Gaya Gesekan Fluida (Gaya Stokes) Debit fluida adalah volume fluida yang
Gaya stokes adalah gaya gesekan pada fluida mengalir setiap detik. Debit fluida
akibat kekentalan zat tersebut. Semakin dirumuskan:
kental fluida maka semakin besar gaya V
Q= = A⋅v
stokes yang dihasilkan. t

Rumus: Keterangan:
Q : debit fluida (m3/s)
Fs = 6p . r . h . v
V : volume fluida (m3)
t : selang waktu (s)
Keterangan:
A : luas permukaan (m2)
Fs : gaya stokes/gaya gesek fluida (N)
r : jari-jari (m) v : kecepatan fluida (m/s)
h : viskositas fluida (N.s/m2) b. Persamaan Kontinuitas
v : kecepatan fluida (m/s)
v1 v2
A1 A2

19
Jika dianggap tidak terdapat gesekan pada Penerapan Persamaan Bernaulli
pipa maka debit fluida yang mengalir pada 1. Pada Tabung Bocor
pipa akan tetap. Jika sebuah tabung yang berlubang berisi air
maka kecepatan air keluar dari tabung dan
Q1 = Q2 = Q3 = ..... = konstan
jarak jatuhnya dari kaki tabung adalah:
A1 v1 = A2 v2 = A3 v3 = .... = konstan
x = 2 h1 .h2
c. Asas Bernoulli
Asas Bernoulli menyatakan bahwa: h1 v = 2.g.h1
v
“Pada pipa mendatar, tekanan fluida paling
h2
besar terdapat pada bagian yang kelajuan
alirannya paling kecil. Sebaliknya, tekanan
x
fluida paling kecil terdapat pada bagian


yang kelajuan alirannya paling besar.” Keterangan:
g : percepatan gravitasi (m/s2)
h1 : jarak lubang dari permukaan air (m)
v1 v2
P1 P2
h2 : jarak lubang dari dasar bejana (m)

2. Venturimeter
Menurut asas Bernoulli, kecepatan fluida Venturimeter adalah alat untuk mengukur
pada penampang 1 lebih kecil daripada kecepat­an gerak fluida cair.
kecepatan fluida pada penampang 2 (v1 < Dengan alat venturimeter maka dapat dengan
v2) maka tekanan penam­pang 1 lebih besar mudah kita ketahui perbedaan tekanan antara
daripada tekanan penampang 2 (P1 > P2). pipa penampang 1 dan 2, yaitu:

d. Persamaan Bernoulli
h
v2
v1
v2
P2

v1 h2
P1
P1 − P2 = ρ ⋅ g ⋅ h atau
h1 1
(
P1 − P2 = ρ ⋅ v 22 − v12
2
)

1 2 Untuk mencari kecepatan v1 dan v2 dapat


P+ ρv + ρ ⋅ g ⋅ h = konstan
2 digunakan rumus:
1 1
P1 + ρ1 v12 + ρ1 g h1 = P2 + ρ2 v 2 2 + ρ2 g h2
2 2 2⋅g⋅h
v1 = 2
 A1 
  −1
Keterangan:  A2 
2⋅g⋅h
P : tekanan (P) 2
v2 = A 
h : ketinggian (m) 1−  2 
 A1 
ρ : massa jenis fluida (kg/m3)
v : kecepatan fluida (m/s)

20
3. Sayap pesawat terbang Rumus GAYA ANGKAT PESAWAT adalah:

P1
1
v1 F2 − F1 = ρ ( v12 − v 22 ) .A
2
v2
P2
Jadi, agar pesawat dapat terangkat, gaya

KECEPATAN ALIRAN udara DI ATAS sayap (v1) angkat pesawat harus lebih besar daripada
LEBIH BESAR DARIPADA kecepatan aliran berat pesawat (F2 – F1 > mg).
udara DI BAWAH sayap (v 2). Akibatnya, Keterangan:
TEKANAN udara DI BAWAH sayap (P2) LEBIH P2 – P1 : perbedaan tekanan (N/m2)
BESAR DARIPADA tekanan udara DI ATAS r : massa jenis udara(kg/m3)
sayap (P1).
v12 – v22 : perbedaan kecepatan fluida(m/s)
Perbedaan tekanan ini menghasilkan gaya
angkat pesawat sebesar:

F2 – F1 = (P2 – P1).A

21
Bab 7
Suhu dan Kalor

A. Suhu Titik didih


100o 80o 212o 373

Fahrenheit
Suhu adalah ukuran derajat panas atau dinginnya

Reamur
Celsius
suatu benda. Untuk mengukur besarnya suhu

Kelvin
digunakan alat yang dinamakan termometer.
a. Konversi Satuan Termometer C R F K

X Y Titik beku
TXba TYba 0o 0o 32o 273
C R F − 32 K − 273
= = =
100 80 180 100

TX TY c. Pemuaian
Pemuaian adalah peristiwa BERTAMBAHNYA
PANJANG, LUAS, atau VOLUME suatu
BENDA sebagai akibat dari SUHUnya NAIK.
TX − TXbb T −T 1. Pemuaian Panjang
= Y Ybb
TXba − TXbb TYba − TYbb

Dl = lo . a . DT
Keterangan: It–Io = Io . a . (Tt–To)
TX : suhu tertentu pada termometer X
TX bb: suhu batas bawah/terendah pada Keterangan:
termometer X Dl : pertambahan panjang (meter)
TX ba: suhu batas atas/tertinggi pada termometer lo : panjang mula-mula (meter)
X lt : panjang akhir (meter)
TY : suhu tertentu pada termometer Y a : koefisien muai panjang (/°C)
Ty bb: suhu batas bawah/terendah pada DT : perubahan suhu (oC)
termometer Y To : suhu awal (°C)
Ty b : suhu batas atas/tertinggi pada Tt : suhu akhir (°C)
termometer Y
2. Pemuaian Luas
b. Konversi Satuan Celsius, Reamur,
Fahrenheit, dan Kelvin DA = Ao . b . DT
At–Ao = Ao . b . (Tt–To)

22
Keterangan: cair = 1 kal/gr˚C)
DA : pertambahan luas (m2) ΔT : perubahan suhu, yaitu suhu tinggi dikurangi
A0 : luas mula-mula (m2) suhu rendah (T2 – T1) (˚C)
At : luas akhir (m2)
b. Kalor untuk Mengubah Wujud Zat
β : koefisien muai luas (/oC) (β = 2.α)
Wujud suatu zat dapat berupa padat, cair,
3. Pemuaian Volume dan gas. Wujud zat dapat berubah dari pa-
dat menjadi cair, cair menjadi gas, atau pa-
DV = Vo . g . DT
dat menjadi gas apabila zat menyerap kalor,
Vt–Vo = Vo . g . (Tt–To)
dan sebaliknya.
Keterangan: 1. Kalor Uap (Mendidih)
∆V : pertambahan volume (m3) Penguapan adalah peristiwa perubahan
V0 : volume mula-mula (m3) wujud zat dari fase cair menjadi fase gas.
Vt : volume akhir (m3) Contoh: pemanasan pada air secara terus-
g : koefisien muai volume (/°C) (g = 3. a) menerus membuat air menguap menjadi
uap air (gas).
Rumus:

Ingat Q = m . U

Keterangan:
a = koefisien muai panjang
Q : energi kalor (J atau kal)
b = 2a
m : massa benda (kg atau g)
g = 3a
U : kalor didih atau kalor uap (J/kg)

2. Kalor Lebur (Membeku)


B. KALOR Kalor lebur dan kalor beku menyebabkan
terjadinya perubahan wujud suatu zat yang
Kalor adalah nama lain untuk energi panas. tidak disertai perubahan suhu karena kalor
Penambahan kalor kepada suatu benda dapat: yang diserap atau dilepas digunakan untuk
1. MENAIKKAN SUHU-nya. mengubah wujud zat.
2. MENGUBAH WUJUD-nya. Rumus:
a. Kalor untuk Mengubah Suhu Zat Q = m . L
Suatu benda dapat berubah suhunya apabila
benda tersebut menyerap atau melepas kalor. Keterangan:
Q : energi kalor (J atau kal)
Jika benda menyerap kalor maka suhunya
m : massa benda (kg atau g)
akan naik, sebaliknya jika benda melepas
L : kalor lebur atau kalor beku (J/kg)
kalor maka suhunya akan turun.
Rumus: c. Perubahan Wujud Es – Air – Uap
Q = m . c . DT T(OC)

f
Keterangan:
Q : kalor (Joule atau kalori) d e Quap
100
m : massa benda (kg atau gr) QU
b c Q
c : kalor jenis (J/kg˚C atau kal/gr˚C) 0 air
QL
Kalor jenis air (cair = 4.200 J/kg˚C atau Qes
Q(kalori)
a Q1 Q2 Q3 Q4 Q5
23
• Proses a—b (SUHU es NAIK dari a ke b) perpindahan kalor dari benda bersuhu tinggi
Qes = m . ces . DTes ke benda bersuhu rendah sehingga kedua
Qes = m . ces . (b – a) benda akan memiliki suhu akhir yang sama.
Pernyataan tersebut sesuai dengan asas
• Proses b—c (PERUBAHAN WUJUD es
Black.
menjadi air)
• Asas Black dikemukakan oleh seorang
Q=m.L fisikawan Skotlandia bernama Joseph Black.
• Proses c—d (SUHU air NAIK dari c ke d) Asas ini berbunyi:
“Jika terdapat dua zat atau lebih saling
Qair = m . cair . DTair
berhubungan satu sama lain maka zat yang
Qair = m . cair . (d – c)
bersuhu tinggi akan mengalirkan kalor
• Proses d—e (PERUBAHAN WUJUD air kepada zat yang bersuhu lebih rendah hingga
menjadi uap air) tercipta kesetimbangan suhu.”

Qu = m . U Dengan kata lain, dapat disimpulkan:

• Proses e-f (SUHU air NAIK dari e ke f) Q lepas = Q serap

Quap = m . cuap . DTuap


Quap = m . cuap . (f – e) Keterangan:
Q lepas : kalor yang dilepas oleh suatu zat yang
Keterangan: me­miliki suhu lebih tinggi.
Q serap : kalor yang diserap oleh suatu zat yang
ces : kalor jenis es (0,5 kal/groC)
cair : kalor jenis air (1 kal/groC) me­miliki suhu lebih rendah.
L : kalor lebur (80 kal/gr)
U : kalor uap (540 kal/gr) C. Perpindahan Kalor
a : suhu es
b & c : suhu es mencair (0oC ) a. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui
d & e : suhu air mendidih (100 oC )
zat perantara tanpa disertai perpindahan
f : suhu uap
zat pe­rantaranya.
Contoh: Besi yang dipanaskan di salah satu
ujung­nya maka ujung besi lainnya juga akan
Ingat terasa panas (terjadi perambatan kalor).
• Kalor LEBUR atau Rumus:
MEMBEKU k ⋅ A ⋅ ∆T
P=
Q=mL L
• Kalor UAP atau MENDIDIH
Q = m U Keterangan:
P : daya (watt)
k : konduktivitas termal bahan (W/m°C)
d. Asas Black A : luas penampang (π.r2) (m2)
• Pada zat yang memiliki suhu tinggi, jika ∆T : perubahan suhu (T2-T1) (°C)
dicampur dengan benda yang memiliki L : panjang penghantar (m)
suhu yang lebih rendah maka akan terjadi

24
b. Konveksi Contoh: Pancaran panas matahari sampai

ke bumi.
Konveksi adalah perpindahan kalor melalui
zat perantara dengan disertai perpindahan
zat pe­rantaranya. P = e . A . σ . T4
Contoh: Proses pemanasan air.

Keterangan:
P = h . A . ∆T P : laju energi kalor radiasi (Watt)
e : emisivitas radiasi (e = 1 untuk benda
hitam sempurna)
Keterangan:
A : luas permukaan benda (m2)
P : daya (watt)
h : konveksivitas termal (W/m2 °C) σ : tetapan Stefan-Boltzman (5,67.10-8 W/
m2.K)
A : luas permukaan benda (m2)
T : suhu (Kelvin)
∆T : perubahan suhu (T2–T1) (°C)

c. Radiasi
Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa
melalui zat perantara.

25
Bab 8
Teori Kinetik Gas dan
Termodinamika
A. Teori Kinetik Gas 4. Tumbukan yang terjadi antarmolekul dan
tumbukan molekul dengan dinding bersifat
Teori kinetik adalah suatu konsep yang elastis sempurna.
menyatakan bahwa materi tersusun atas atom-
Persamaan umum gas ideal adalah:
atom yang terus-menerus bergerak. Teori kinetik
dalam bab ini dibatasi pada materi berwujud gas.
P ⋅ V = n ⋅R ⋅ T
a. Rumus Mol P ⋅ V = N⋅k ⋅T

Mol dirumuskan dengan:


Keterangan:
m N P : tekanan (N/m2 atau Pascal)
n= =
Mr NA V : volume (m3)
R : konstanta gas universal (8,314 J/mol K)
Keterangan: T : suhu (Kelvin)
n : mol k : konstanta Boltzmann (1,38 x 10-23 J/K)
m : massa (gram)
Mr : massa molekul relatif (gram/mol) c. Hukum Boyle–Gay Lussac
N : jumlah molekul Untuk gas ideal pada tabung yang terisolasi
NA : bilangan Avogadro (6,02 x 1023 molekul/ me­menuhi persamaan sebagai berikut:
mol)
b. Persamaan Umum Gas Ideal P1 ⋅ V1 P2 ⋅ V2
=
T1 T2
Gas ideal adalah gas yang memiliki kriteria
se­bagai berikut: Keterangan:
1. Gas yang terdiri atas banyak sekali molekul P1 : tekanan awal P2 : tekanan akhir
yang masing-masing bermassa sama dan V1 : volume awal V2 : volume akhir
bergerak acak ke segala arah dengan T1 : suhu awal T2 : suhu akhir
berbagai kelajuan.
d. Energi Kinetik Gas Rata-rata
2. Jarak antarmolekul sangat jauh jika
dibanding­kan dengan ukuran molekul Energi kinetik gas adalah energi kinetik yang
tersebut. dimiliki oleh satu buah molekul gas karena
memiliki suhu tertentu.
3. Molekul gas mengikuti hukum mekanika
klasik. Gas tersebut berinteraksi hanya Energi kinetik gas berbanding lurus dengan
ketika bertumbukan dan tidak ada interaksi suhu mutlak, semakin besar suhu maka
gaya lainnya. semakin besar pula energi kinetiknya.

26
1. Pada gas monoatomik (He, Ne, Ar, ...): f. Kecepatan rms
Dalam teori kinetik gas, dikenal istilah vrms
3
Ek = kT (root mean square), yaitu akar dari rata-rata
2
kuadrat kecepatan.
2. Pada gas diatomik (O2, N2, H2, …): Kecepatan vrms bergantung pada variabel
• Suhu rendah (gerak translasi) suhu. Jadi, selama suhu sistem tidak
berubah (proses isotermis) maka tidak
3 terjadi perubahan vrms. Semakin besar suhu
Ek = kT
2 sistem maka kecepatan gerak partikel gas

juga meningkat, begitu pula sebaliknya.
• Suhu sedang (gerak translasi dan
Kecepatan vrms dirumuskan dengan:
rotasi)

5 v rms 3 ⋅k ⋅T 3 ⋅R ⋅ T
Ek = kT = m0
=
2 Mr

• Suhu tinggi (gerak translasi, rotasi, Keterangan:
dan vibrasi) vrms : kecepatan rata-rata molekul gas`(m/s)
mo : massa satu molekul (gram)
7 R : konstanta gas universal (8,314 J/mol K)
Ek = kT
2

Mr : massa molekul relatif (gram/mol)
T : suhu (Kelvin)
e. Energi Dalam
Energi dalam adalah jumlah energi kinetik B. Termodinamika
total gas dalam sistem.
Pada gas monoatomik: a. Proses-proses Termodinamika
3 1. Isobarik
U = n ⋅R ⋅ T
2 Isobarik adalah proses termodinamika
Pada gas diatomik: pada TEKANAN KONSTAN.
• Suhu rendah ( ± 250 K) Rumus isobarik adalah:

3 V1 V2

U = NkT =
2 T1 T2

• Suhu sedang ( ± 500 K)


2. Isotermis
5
U = NkT Isotermis adalah proses termodinamika
2
pada SUHU KONSTAN.
• Suhu tinggi (1.000 K)
Rumus isotermis adalah:
7
Uk ==
E NKT
kT
2 P1 ⋅ V1 = P2 ⋅ V2

Keterangan:
U : energi dalam gas (Joule) 3. Isokhorik
Isokhorik adalah proses termodinamika
pada VOLUME KONSTAN.

27
Rumus proses isokhorik adalah: ΔU dapat bernilai nol (0), jika terjadi proses
isotermis dan siklus reversibel.
P1 P2 Perubahan energi dalam gas monoatomik
=
T1 T2

dirumus­kan dengan:

3
4. Adiabatik (Qin = 0, Qout = 0) ∆U = ⋅ n ⋅ R ⋅ (T2 − T1 )
2
Adiabatik adalah proses termodinamika
pada saat TIDAK ADA KALOR yang MASUK d. Usaha
atau KELUAR sistem. Usaha dapat dihasilkan dalam suatu sistem
Grafik dan rumus proses adiabatik adalah: gas apabila volume gas bertambah.
P Usaha dinyatakan dengan rumus:

P 1
P1 ⋅ V1γ = P2 ⋅ V2γ

P 2
γ =
CP
CV ∫
W = P ⋅ dV

V
V1 V2
Usaha (W) dapat bernilai positif, jika sistem
Keterangan: melakukan usaha (sistem mengembang)
P : tekanan (Pascal) atau dikatakan sebagai proses ekspansi
V : volume (m3) (volume sistem bertambah).
T : suhu (Kelvin) Usaha bernilai negatif, jika sistem dilakukan
g : konstanta Laplace usaha dari lingkungan atau dikatakan
sebagai proses kompresi (volume sistem
b. Hukum I Termodinamika
berkurang). Jika usaha bernilai nol, artinya
Hukum I termodinamika dirumuskan
sistem sedang mengalami proses isokhorik
dengan:
(volume konstan).
Q = ∆U + W Usaha juga dapat dicari dengan mencari luas
daerah di dalam grafik P – V.
Jika sistem menyerap kalor maka Q bernilai
Rumus usaha yang lainnya adalah:
positif, sedangkan jika sistem melepas kalor,
1. Pada proses isobarik
Q bernilai negatif.
Keterangan: W = P ⋅ ( V2 − V1 ) = n ⋅ R ⋅ (T2 − T1 )
Q : jumlah kalor (J)
ΔU : perubahan energi dalam (J) 2. Pada proses isotermis
W : kerja atau usaha (J)
V2
W = n ⋅ R ⋅ T ⋅ ln
c. Perubahan Energi Dalam V1

Perubahan energi dalam adalah SELISIH
3. Pada proses adiabatik
dari ENERGI DALAM AKHIR dengan ENERGI
DALAM AWAL. 1
W=
γ −1
(P1 ⋅ V1 − P2 ⋅ V2 )
ΔU bernilai positif, artinya suhu sistem naik

atau energi dalam meningkat. ΔU bernilai
negatif, artinya suhu sistem turun atau e. Hukum II Termodinamika
energi dalam menurun. Hukum II Termodinamika dapat dinyatakan
dengan:

28
1. Kalor yang mengalir secara spontan dari Proses a – b : proses isotermis (kalor masuk)
benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu Proses b – c : ekspansi adiabatik
rendah dan tidak dapat mengalir secara Proses c – d : proses isotermis (kalor keluar)
spontan dalam arah kebalikannya. Proses d – a : kompresi adiabatik
2. Total entropi jagad raya tidak berubah
ketika terjadi proses reversibel dan akan g. Mesin Pendingin
bertambah jika terjadi proses ireversibel. Mesin pendingin adalah mesin yang
3. Tidak mungkin membuat sebuah mesin menyerap panas dari reservoir suhu
kalor yang bekerja dalam suatu siklus rendah (Q2) dan membuang panas tersebut
semata-mata menyerap kalor dari sebuah ke reservoir suhu tinggi (Q1) dengan
reservoir dan mengubah seluruhnya menggunakan usaha (W) yang berasal dari
menjadi usaha luar. ling­kungan/luar sistem.
Kinerja mesin pendingin pada siklus Carnot
f. Mesin Kalor di­rumuskan dengan:
Mesin kalor adalah mesin yang bekerja
Q2 T
dengan cara menyerap panas dari reservoir k = = 2
W T1 − T2
suhu tinggi (Q1) untuk menghasilkan usaha
(W) dan membuang energi panas sisanya ke W = Q1 − Q2
reservoir suhu rendah (Q2).
Keterangan:
Mesin kalor memiliki efisiensi nyata yang
k : kinerja mesin pendingin
dirumuskan dengan:
η : efisiensi mesin kalor
W W : usaha yang dihasilkan (J)
η= W = Q1 − Q2
Q1 Q1 : kalor pada reservoir suhu tinggi (J)
Q2 : kalor pada reservoir suhu rendah (J)
Jika mesin kalor mengikuti siklus Carnot/ T1 : suhu tinggi (Kelvin)
mesin kalor ideal maka grafiknya adalah: T2 : suhu rendah (Kelvin)
P (N/m2)

a
Q1
b T1

W
d
T2
c
Q2
V (m3)

W T
= = 1− 2
Q1 T1

W = Q1 − Q2

29
Bab 9
Optik dan Alat-Alat Optik
Optika geometri adalah ilmu fisika yang mempe­ Keterangan:
lajari tentang sifat-sifat cahaya pada pemantulan M : perbesaran linier cermin/lensa
dan pembiasan. h : tinggi benda (m)
Pemantulan terjadi pada cermin dan pembiasan h’ : tinggi bayangan (m)
terjadi pada benda bening, contohnya lensa.
a. Rumus Fokus Cermin/Lensa
Ingat
1 1 1 • Menurut jenisnya:
= +
f s s′ CERMIN

Keterangan: 1. Cekung: cermin POSITIF (+)
f : jarak fokus lensa/cermin (m) 2. Cembung: cermin NEGATIF (−)
s : jarak benda ke lensa/cermin (m) LENSA
s’ : jarak bayangan ke lensa/cermin (m) 1. Cekung: lensa NEGATIF (−)
2. Cembung: lensa POSITF (+)
Catatan:
• Tanda f dan R:
• s bertanda POSITIF (+) jika BENDA terletak
1. POSITIF (+) untuk CERMIN CEKUNG
DI DEPAN CERMIN/LENSA (BENDA NYATA).
dan LENSA CEMBUNG.
• s bertanda NEGATIF (−) jika BENDA terletak 2. NEGATIF (−) untuk CERMIN CEMBUNG
DI BELAKANG CERMIN/LENSA (BENDA dan LENSA CEKUNG
MAYA).
Menentukan sifat bayangan pada cermin
• s’ bertanda POSITIF (+) jika BAYANGAN
sama dengan menentukan sifat bayangan
terletak DI DEPAN CERMIN (BAYANGAN
pada lensa.
NYATA).
1. RBenda + RBayangan = 5
• s’ bertanda POSITIF (+) jika BAYANGAN
terletak DI BELAKANG LENSA (BAYANGAN 2. RBayangan = I a t a u I V
NYATA). bayangan: maya
• s’ bertanda NEGATIF (−) jika BAYANGAN dan tegak
terletak DI BELAKANG CERMIN (BAYANGAN RBayangan = I I a t a u I I I
MAYA). bayangan: nyata
• s’ bertanda NEGATIF (−) jika BAYANGAN dan terbalik
terletak DI DEPAN LENSA (BAYANGAN 3. RBayangan > RBenda DIPERBESAR
MAYA). 4. RBayangan < Rbenda DIPERKECIL
b. Rumus Perbesaran Linier pada Cermin/
Lensa c. Pembiasan
h′ −s′ Pembiasan adalah peristiwa pem­belokan arah
M= =
h s
cahaya karena cahaya melewati dua medium

30
yang berbeda kerapatan optiknya, n2 : indeks bias medium 2
seperti udara dan air. Dengan syarat n1 > n2
Contoh: Jika kita memasukkan pensil
ke dalam gelas berisi air maka pensil 2. Pembiasan pada prisma
akan terlihat seperti patah/bengkok.
b
Terdapat dua macam pembiasan cahaya, yaitu:
1. Cahaya datang dari medium RENGGANG δ
i1 r2
(udara) menuju ke medium RAPAT (air) r1 i 2

maka cahaya akan berbelok MENDEKATI


sumbu normal (garis putus-putus yang
tegak lurus pada bidang bias).
Rumus pembiasan pada prisma:
2. Cahaya datang dari medium RAPAT (air)
• Rumus sudut deviasi
menuju ke medium RENGGANG (udara)
Sudut deviasi adalah sudut yang
maka cahaya akan berbelok MENJAUHI
dibentuk antara perpanjangan sinar
garis normal.
datang mula-mula dengan sinar bias
sinar datang yang keluar dari prisma.
sinar bias
δ = i1 + r2 – b
Udara i Udara r

Air i>r Air i<r • Rumus sudut pembias prisma


r i
Sudut pembias adalah sudut pada
sinar bias sinar datang
prisma yang membiaskan cahaya.
Gambar 1 Gambar 2
b = i2 + r1
Rumus pembiasan: • Rumus sudut deviasi minimum
n1 ⋅ Sin i = n2 ⋅ Sin r Sudut deviasi minimum adalah sudut
Keterangan: deviasi yang terjadi, SYARATNYA:
n1 : indeks bias medium 1 i1 = r2 dan i2 = r1
n2 : indeks bias medium 2 δm = 2i1 – b
i : sudut datang
 δ .β  β
r : sudut bias nm .Sin  m  = nm ⋅ Sin  
 2  2
1. Sudut kritis pada pembiasan
Jika β ≤ 15o maka akan berlaku:
Sudut kritis (ik) adalah sudut datang yang
terjadi apabila CAHAYA DATANG dari n 
δm =  p − 1 .β
MEDIUM RAPAT ke MEDIUM RENGGANG n
 m 
yang mengakibatkan sudut biasnya sebesar Keterangan:
900 (tegak lurus garis normal). i1 : sudut datang pertama
Rumus: r2 : sudut bias kedua
n2 β : sudut pembias (sudut puncak) prisma
Sin ik =
n1 δ : sudut deviasi

Keterangan: δm : sudut deviasi minimum
ik : sudut kritis nm : indeks bias medium
n1 : indeks bias medium 1 np : indeks bias prisma

31
• Rumus sudut dispersi prisma R : jari-jari kelengkungan
Sudut dispersi adalah sudut yang h’ : tinggi bayangan
dibentuk antara selisih sudut deviasi h : tinggi benda
sinar ungu dengan sudut deviasi sinar
merah. 4. Rumus jarak fokus lensa pada suatu medium
Jika suatu lensa tipis diletakkan di suatu
medium tertentu, contohnya udara atau
δm
δu
air maka rumus fokusnya adalah:
Merah
1  nL   1 1 
Q
= − 1 ⋅  + 
Ungu f  nm   1 R R 2 

Rumus: Keterangan:
f : jarak fokus lensa
δu = (n – 1).b
u nL : indeks bias lensa
δm = (nm – 1).b
nm : indeks bias medium
Q = δu − δm
R1 : jari-jari kelengkungan 1 (m)
= (nu – nm).b
R2 : jari-jari kelengkungan 2 (m)
Keterangan:
δu : sudut deviasi sinar ungu
5. Kekuatan lensa
δm : sudut deviasi sinar merah
Kekuatan lensa diukur dengan satuan dioptri.
nm : indeks bias sinar merah
Rumus:
nu : indeks bias sinar ungu
Q : sudut dispersi 1
P = , jika f dalam satuan meter
f

3. Rumus pembiasan cahaya pada bidang 100


P = , jika f dalam satuan cm
f
sferis
Keterangan:
Bidang sferis adalah bidang yang dibatasi
P : kekuatan lensa (dioptri)
oleh permukaan lengkung.
f : jarak fokus lensa
Rumus:
n1 n2 n −n
+
s s′
= 2 1
R
Alat-Alat Optik

Jika tinggi benda adalah h maka perbesaran Alat optik adalah benda atau alat yang
bayang­an yang terjadi pada pembiasan menerapkan sifat-sifat cahaya. Alat-alat
untuk bidang sferis adalah: optik di antaranya adalah mata, kacamata,
lup, mikroskop, dan teropong.
h′ s′ n1 a. Mata
M= = x
h s n2
• Lensa mata berperan sebagai pembentuk
Keterangan: bayangan benda.
s’ : jarak bayangan ke bidang sferis • Lensa memiliki kemampuan memipih
s : jarak benda ke bidang sferis dan mencembung yang disebut daya
n1 : indeks bias medium tempat sinar akomodasi.
datang • Jika melihat benda jauh maka lensa mata
n1 : indeks bias medium tempat sinar memipih. Jika melihat benda dekat maka
bias mata mencembung.
32
• BAYANGAN MATA akan terbentuk DI Rumus kekuatan lensa kacamatanya:
RETINA.
100 100
P= −
• Sifat bayangan di retina adalah NYATA, Sn PP
TERBALIK, dan DIPERKECIL.
Jika jarak baca normal adalah 25 cm (Sn = 25
• Mata normal disebut emitrop, yaitu mata cm) maka kekuatan lensanya adalah:
yang memiliki jarak titik jauh (Punctum
Remotum) tak terhingga dan memiliki jarak 100
P=4− , jika PP dalam satuan cm
titik dekat (Punctum Proximum) sebesar 25 PP
cm. 1
P=4− , jika PP dalam satuan m
PP
b. Kacamata
Kacamata adalah alat yang digunakan untuk Keterangan:
mem­bantu membentuk bayangan benda P : kekuatan lensa (dioptri)
pada mata karena daya akomodasi mata telah PP : punctum proximum (jarak titik
melemah. dekat mata)
Kacamata digunakan oleh penderita: Sn : titik dekat mata normal (25 cm)
1. Rabun Jauh (Miopi)
c. Lup
Ciri-ciri:
• Penglihatan tampak kabur saat Lup adalah alat optik yang digunakan untuk
melihat benda jauh. mem­perbesar bayangan benda.
• Titik dekat mata (PP) = 25 cm, titik jauh • Lup adalah sebuah lensa cembung.
mata (PR) kurang dari tak terhingga. • Benda harus diletakkan di antara lensa
• Bayangan jatuh di depan retina dengan fokus lensa.
• Ditolong dengan kacamata berlensa • Bayangan yang dihasilkan adalah MAYA,
cekung/negatif. TEGAK, dan DIPERBESAR.
Rumus kekuatan lensa kacamatanya: Rumus perbesaran anguler lup adalah:
P = −1 , jika PR dalam satuan meter 1. Mata berakomodasi maksimum
PR
P = −100 , jika PR dalam satuan cm Perbesaran anguler maksimum terjadi
PR apabila mata berakomodasi maksimum.
Keterangan: Rumus:
Sn
P : kekuatan lensa (dioptri) M= +1
f
PR : punctum remotum (jarak titik

jauh mata) 2. Mata berakomodasi minimum
Perbesaran anguler minimum terjadi
2. Rabun Dekat (Hipermetropi) apabila mata tidak berakomodasi atau
Ciri-ciri: dalam keadaan santai.
• Penglihatan tampak kabur jika melihat Rumus:
benda dekat. Sn
M=
• Titik dekat mata (PP) lebih dari 25 cm, f

titik jauh mata (PR) tidak terhingga. 3. Mata berakomodasi pada jarak x
• Bayangan jatuh di belakang retina.
Untuk mata yang berakomodasi pada jarak
• Ditolong dengan kacamata berlensa x, rumusnya:
positif /cembung.
33
PP PP


M= +
f x s'ob  PP 
Mmin = ⋅  
sob  fok 
Jika pada soal hanya diketahui mata normal
maka gunakan nilai PP = 25 cm (jika tidak
disebutkan nilai yang lainnya). Panjang tabung (jarak antara lensa objektif
Keterangan: dan lensa okuler) adalah:
M : perbesaran bayangan
dmin = s’ob + f ok
f : jarak titik fokus lup (cm)
Keterangan:
d. Mikroskop Mmaks : perbesaran total saat mata
Mikroskop adalah alat optik yang berfungsi berakomodasi maksimum
untuk memperbesar bayangan benda- Mmin : perbesaran total saat mata
benda yang sangat kecil (renik). berakomodasi minimum
• Mikroskop terdiri atas dua lensa dmaks : panjang tabung mikroskop saat
cembung. mata ber­akomodasi maksimum
• Lensa cembung yang berada di dekat dmin : panjang tabung mikroskop saat
benda (objek) disebut lensa objektif. mata ber­akomodasi minimum
sob : jarak benda ke lensa objektif
• Lensa cembung yang berada di dekat
s’ob : jarak bayangan ke lensa objektif
mata disebut lensa okuler.
sok : jarak benda ke lensa okuler
• Benda harus diletakkan di antara titik
fok : jarak fokus lensa okuler
fokus objektif dan dan jari-jari lensa
objektif/di ruang 2 benda. (fob < sob < 2fob) d. Teropong Bintang
• Bayangan yang terbentuk di LENSA Teropong bintang umumnya digunakan
OBJEKTIF­NYA adalah NYATA, TERBALIK, untuk me­ngamati benda-benda angkasa.
dan DIPER­BESAR. Teropong ini memiliki dua buah lensa
• BAYANGAN AKHIR yang terbentuk di cembung, yaitu:
LENSA OKULERNYA bersifat MAYA, • Lensa okuler, yaitu lensa yang letaknya
TERBALIK, dan DIPERBESAR. dekat dengan mata.
Rumus: • Lensa objektif, yaitu lensa yang tertuju
pada benda-benda angkasa yang diamati.
1. Mata berakomodasi maksimum
Fokus lensa objektif lebih besar dari fokus
Saat mata berakomodasi maksimum maka
lensa okuler.
per­besaran angulernya adalah:
• BAYANGAN AKHIR yang terbentuk di
LENSA OKULERNYA bersifat MAYA,
S′ob  PP 
Mmaks = x + 1 TERBALIK, dan DIPERBESAR.
Sob  fok 

Panjang tabung (jarak antara lensa objektif Rumus:
dan lensa okuler) adalah: 1. Mata akomodasi maksimum
dmaks = s′ob + sok
Saat mata berakomodasi maksimum maka
per­besaran angulernya adalah:
2. Mata berakomodasi minimum
fob β
Mmaks = M =
Saat mata berakomodasi minimum maka sok α α

perbesar­an angulernya adalah:

34
Panjang tabung (jarak antara lensa objektif
dan lensa okuler) adalah: Ingat
dmaks = fob + sok
Tabel Bayangan Akhir pada Alat Optik
2. Mata berakomodasi minimum Bayangan Akhir
No. Alat Optik
Saat mata berakomodasi minimum maka yang Dibentuk

per­besaran angulernya adalah: Nyata, terbalik,


1. Mata
diperkecil
fob β
Mmin = M =
α α Maya, tegak,
fok 2. Lup
diperbesar

Maya, terbalik,
Panjang tabung (jarak antara lensa objektif 3. Mikroskop
diperbesar
dan lensa okuler) adalah:
Teropong Maya, terbalik,
4.
dmaks = fob + fok bintang diperbesar

Keterangan:
Mα : perbesaran anguler
β : sudut diameter yang dibentuk
antara objek dengan teropong
α : sudut diameter yang dibentuk
antara objek dengan mata telanjang

35
Bab 10
Optik Fisis

A. Interferensi DS = m . l
d . sin q = m . l
a. Interferensi Celah Ganda (Young) d⋅
P
= m . l
L
Interferensi adalah PERPADUAN antara


DUA GELOMBANG CAHAYA yang DATANG
2. Interferensi minimum
pada suatu tempat SECARA BERSAMAAN.
Interferensi minimum atau interferensi
Interferensi terjadi akibat perbedaan
saling melemahkan terjadi saat pola gelap
lintasan gelombang cahaya dengan syarat
tampak pada layar maka beda lintasan
kedua gelombang cahaya tersebut koheren
cahayanya dirumuskan:
(beda fase tetap).

1
DS = (2m − 1) ⋅ λ
2
1
d . sin q = (2m − 1) ⋅ λ
p
2
Gelombang d
cahaya P 1
d⋅ = (2m − 1) ⋅ λ
L 2

Keterangan:
celah layar
L
DS : selisih jarak sumber ke titik

Jika hasil perpaduan kedua gelombang m : orde: 1, 2, 3, 4….
tersebut saling MENGUATKAN maka terjadi l : panjang gelombang sumber cahaya
POLA TERANG. p : jarak pola terang/gelap ke terang
pusat
Jika hasil perpaduan gelombang tersebut
L : jarak celah ke layar (m)
saling MELEMAHKAN maka terjadi POLA
d : lebar celah (m)
GELAP.
Rumus umum interferensi: b. Interferensi Selaput Tipis
1. Interferensi maksimum Inteferensi dapat terjadi pada lapisan tipis.
Interferensi maksimum atau interferensi Hal ini disebabkan adanya beda lintasan
saling menguatkan terjadi saat pola antara cahaya yang terpantul dari atas
terang tampak pada layar maka beda selaput tipis, yaitu S1 dengan cahaya yang
lintasan cahayanya di­rumuskan dengan: terpantul dari bawah selaput tipis, yaitu S2 .

36
P • Interferensi minimum (terlihat gelap)
S1 Saat terlihat pola gelap maka beda
n1 S2
lintasan DS dirumuskan dengan:
n2 r selaput tipis
n3
DS = 2 . n2 . d . cosr = m . l
1. Selaput tipis menutupi bidang tembus
Keterangan:
cahaya (lensa)
n1 : indeks bias 1 (udara, n =1)
Apabila cahaya tipis digunakan untuk
n2 : indeks bias 2 (selaput tipis)
menutupi lensa maka berlaku syarat:
n3 : indeks bias 3 (udara, n =1)
n1 < n2 < n3

• Interferensi maksimum (pola terang) B. Difraksi


Saat terlihat pola terang maka beda
lintasan ΔS dirumuskan dengan: a. Difraksi Celah Tunggal
Difraksi adalah peristiwa pelenturan cahaya
DS = 2 . n2 . d . cosr = m . l akibat melewati suatu celah. Pada difraksi
celah tunggal maka yang melenturkan
• Interferensi minimum (pola gelap) cahaya adalah sebuah celah.
Saat terlihat pola gelap maka beda L

lintasan ΔS dirumuskan dengan:


d TP
1
DS = 2 . n2 . d . cosr = (2m − 1) ⋅ λ P
2
G1

Keterangan:

n1 : indeks bias 1 (biasanya, indeks Rumus difraksi
bias udara, n =1) Jika sudut lenturan kurang dari 15o (q < 150)
n2 : indeks bias 2 (selaput tipis) maka berlaku rumus:
n3 : indeks bias 3 (bidang tembus P
d . sin q = d ⋅
cahaya/lensa) L
d : tebal selaput tipis
Keterangan:
r : sudut bias
P : jarak terang atau gelap
m : orde, (1, 2, 3, 4,...)
L : jarak celah ke layar (m)
l : panjang gelombang cahaya
d : lebar celah (m)
2. Selaput tipis berada di udara
q : sudut difraksi
Jika selaput tipis berada di udara maka
indeks bias n1 = n3 = 1. • Difraksi Celah Tunggal Pola Terang
• I nterferensi maksimum (terlihat Pada difraksi celah tung gal yang
terang) menghasilkan pola terang maka berlaku
Saat terlihat pola terang maka beda rumus:
lintasan DS dirumuskan dengan:
d ⋅ sin θ = ( m + 1
2 )λ
1

DS = 2 . n2 . d . cosr = (2m − 1) ⋅ λ
2

37
• Difraksi Celah Tunggal Pola Gelap Keterangan:
Pada difraksi celah tunggal yang meng- d : jarak antar-atom pada kristal padat
hasilkan pola gelap maka berlaku rumus:

d . sin q = m . l
C. Polarisasi

a. Polarisasi karena Pemantulan dan


b. Difraksi Kisi Pembiasan (Polarisasi Linear)
Difraksi kisi adalah pelenturan cahaya karena Polarisasi linear adalah peristiwa
ada­nya penghalang berupa kisi. KISI adalah terserapnya arah getar cahaya menjadi satu
CELAH yang SANGAT BANYAK. arah akibat dari cahaya yang datang pada
L
bidang tembus cahaya meng­hasilkan sudut
900 antara sudut bias dengan sudut pantul.
d TP 1
d=
P N
sinar datang
T1
n1 i sinar pantul
n2
r
sinar bias

• Difraksi Kisi Pola Terang
Pada difraksi celah kisi yang menghasilkan Hukum Snellius tentang pemantulan:
pola terang maka berlaku rumus:
n2
Sin i n2 tg i =
d . sin q = m . l = n1
Sin r n1
i + r = 90◦

• Difraksi Kisi Pola Gelap
Keterangan:
Pada difraksi celah kisi yang menghasilkan
i : sudut datang
pola gelap maka berlaku rumus:
r : sudut bias
1 n1 : indeks bias sinar datang (biasanya, indeks
d.sin θ = ( 2m − 1) . λ
2
bias udara, n = 1)
Keterangan: n2 : indeks bias sinar bias.
P : jarak terang atau gelap
L : jarak celah ke layar (m) b. Polarisasi karena Absorbsi Selektif
d : lebar celah (m) Polarisasi karena absorbsi selektif adalah
m : orde (1, 2, 3,...) peristiwa terserapnya sebagian arah getar
N : jumlah kisi per satuan panjang cahaya karena melewati beberapa celah.
q : sudut lenturan Perhatikan gambar di bawah ini:

c. Difraksi Bragg I0

Difraksi Bragg adalah difraksi (pelenturan


1
I1 = l
2 0

cahaya) yang terjadi pada kristal padat yang I2


polarisator
disinari cahaya. Pada Difraksi Bragg berlaku
analisator
rumus:
2 . d . sin q = m . l

38
Rumus yang berlaku adalah: I : intensitas cahaya sebelum melewati
polarisator.
I' = I cos2a a : sudut yang dibentuk antara dua
polarisator
Dari rumus ini dapat diturunkan menjadi: I0 : intensitas awal.
1 I1 : intensitas cahaya setelah melewati
I2 = I1cos2a1 = .I0 .cos2 α1
2 polarisator 1 (I1 = ½ I0).
I3 = I2.cos2a2 I2 : intensitas cahaya setelah melewati
polarisator 2.
I3 : intensitas cahaya setelah melewati
Keterangan:
polarisator 3.
I' : intensitas cahaya setelah melewati
polarisator

39
Bab 11
Getaran dan Gelombang

A. Getaran Harmonik Keterangan:


W : usaha pada pegas (J)
Getaran harmonik adalah gerak bolak-balik 3. Elastisitas Bahan Pegas
benda melalui titik keseimbangan yang memiliki Elastisitas adalah kemampuan bahan
frekuensi dan periode tetap. Contoh dari gerak untuk mulur karena diberi gaya.
getaran harmonik adalah pegas dan bandul.
• Tegangan
a. Pegas Tegangan adalah besarnya gaya
Jika pegas ditekan atau ditarik dari titik ke­ per satuan luas penampang bahan.
seim­bangannya maka pegas akan kembali Tegangan dirumuskan dengan:
ke tempatnya semula karena gaya pemulih F
pada pegas. σ=
A
1. Gaya Pemulih • Regangan
Gaya pemulih pegas dirumuskan dengan: Regangan adalah perbandingan
antara per­tambahan panjang dengan
F = −k ⋅ y
panjang mula-mula.
TANDA NEGATIF dikarenakan GAYA Regangan dirumuskan dengan:
PEMULIH MELAWAN ARAH GAYA YANG
DIBERIKAN. ∆L
ε=
L

Keterangan:
• Modulus Young/ Modulus Elastisitas
F : gaya pemulih (N)
Modulus Young adalah perbandingan
k : konstanta pegas (N/m)
antara tegangan dengan regangan.
y : simpangan (m)
Modulus Young menunjukkan tingkat
2. Usaha pada Pegas elastisitas bahan.
Pegas melakukan usaha yang sebanding Modulus Young dirumuskan dengan:
dengan besarnya konstanta pegas, gaya
σ F ⋅L
pemulih, dan simpangannya. E= =
ε A ⋅ ∆L
Usaha pegas dirumuskan dengan:
• Konstanta Pegas
1 1
W = k ⋅ y2 = F ⋅ y Konstanta pegas menunjukkan kekuatan
2 2
pegas. Semakin besar nilai konstanta

40
pegas maka semakin sulit untuk menarik • Susunan seri pegas
atau menekan pegas tersebut. Jika PEGAS DIRANGKAI SERI maka
Rumus konstanta pegas hubungannya GAYA yang dialami masing-masing
dengan modulus Young adalah: PEGAS adalah SAMA DENGAN GAYA
TARIKNYA, tetapi SIMPANGANNYA
E⋅A
k= BERBEDA.
L
Rumus yang berlaku:
Keterangan:
σ : tegangan yang terjadi pada bahan 1
= 1 + 1 + ....
(N/m2) ks k1 k 2
ε : regangan bahan F = F1 = F2 = ….
A : luas penampang bahan (m2) Dx = Dx1 + Dx2 + .....
DL: pertambahan panjang (m)
L : panjang bahan awal (m) • Susunan paralel pegas
E : modulus Young/elastisitas bahan Jika PEGAS DIRANGKAI PARAREL
(N/m2) maka SIMPANGAN masing-masing
k : konstanta/tetapan pegas (N/m) pegas adalah SAMA, tetapi GAYA yang
dialaminya BERBEDA.
4. Periode dan Frekuensi Pegas
k2
Periode adalah waktu yang dibutuhkan k1
m
untuk me­lakukan satu kali getaran.
Frekuensi adalah banyaknya getaran yang
terjadi pada saat satu detik. k1 k2

Besarnya periode dan frekuensi pegas


tergantung pada massa beban dan m

konstanta pegas. Rumus periode dan


frekuensi pada pegas, yaitu: Rumus yang berlaku pada susunan
m paralel pegas adalah:
T = 2π ⋅ k = m ⋅ ω2
k kp = k1 + k2 = ….
1 k 2π F = F1 + F2 = ….
f = ⋅ ω = 2π ⋅ f =
2π m T ∆x = ∆x1 = ∆x = ….
1 1
f= atau T = Keterangan:
T f
ks : tetapan pegas total seri (N/m)
Keterangan: kp : tetapan pegas total paralel (N/m)
T : periode pegas (s) F : gaya pegas (N)
F : frekuensi pegas (hertz = Hz) Dx : simpangan pegas (m)
m : massa beban (kg)
k : konstanta pegas (N/m) b. Bandul
w : frekuensi sudut (rad/s) Periode dan Frekuensi
Periode bandul tergantung pada panjang
5. Susunan pegas
tali dan percepatan gravitasi dan tidak
Pegas dapat disusun secara seri dan paralel
bergantung pada massa bandul.
atau gabungan keduanya.

41
Rumus periode dan frekuensi bandul adalah: d. Persamaan Energi Gerak Harmonik
L 1. Energi Total Gerak Harmonik
T = 2π ⋅
g Pada benda yang bergerak harmonik
1 g memiliki energi total yang dirumuskan
f =
2π L dengan:
Keterangan:
T : periode bandul (s) 1
Em = k ⋅ A2
2
F : frekuensi bandul (Hz)
Em = Ek + Ep
L : panjang tali bandul (m)


g : percepatan gravitasi (m/s2)
2. Energi Kinetik Gerak Harmonik
Energi kinetik benda bergerak harmonik
c. Persamaan Gerak Harmonik
adalah:
1. Persamaan Simpangan
Besarnya SIMPANGAN TERGANTUNG pada 1
Ek = m ⋅ v2
2
AMPLITUDO dan SUDUT simpangannya.
1
Persamaan simpangan adalah: =
2
(
k A 2 − y2 )

y = A ⋅ Sinωt ymaks = A 3. Energi Potensial Gerak Harmonik
2. Persamaan Kecepatan Energi potensial benda saat bergerak
harmonik dirumuskan dengan:
Kecepatan benda bergerak harmonik
adalah turun­an pertama dari persamaan 1
Ep = k ⋅ y2
simpangan benda dan dirumuskan dengan: 2

Keterangan:
v = A ⋅ ω ⋅ Cosωt vmaks = A ⋅ ω Em: energi mekanik (energi total) (J)
Ek : energi kinetik (J)
3. Persamaan Percepatan
Ep: energi potensial (J)
Persamaan percepatan adalah turunan
A : amplitudo (m)
pertama dari persamaan kecepatan dan
y : simpangan dari titik keseimbangan (m)
dirumuskan dengan:
k : konstanta pegas (N/m)

a = A ⋅ ω2 ⋅ Sinωt amaks = A ⋅ ω2
B. Gelombang
4. Fase Getaran
Gelombang adalah getaran yang merambat. Panjang
Rumus fase getaran adalah:
gelombang dirumuskan dengan:
t
ϕ= = f ⋅t v
T λ = T⋅v =
f

Keterangan:

y : simpangan a. Gelombang Berjalan
v : kecepatan getar Gelombang berjalan adalah gelombang
a : percepatan yang me­miliki AMPLITUDO TETAP di setiap
A : amplitudo titiknya. Contoh: gelombang yang merambat
t : waktu pada tali yang sangat panjang.
ϕ : fase
42
1. Persamaan Simpangan ikatan longgar, kemudian digetarkan maka
Persamaan simpangan pada gelombang terjadi gelombang diam ujung bebas.
ber­jalan dirumuskan dengan: • Persamaan simpangan
Pe rs a m a a n s i m p a n ga n u n t u k
y = A ⋅ Sin2π  ± t ± x  gelombang sta­sioner ujung bebas
 T λ  adalah:
y = A.sin ( ± ωt ± kx )
y = 2A . coskx . sinwt
 L
Keterangan: y = 2A
2A.⋅ coskx
Coskx .⋅ Sin
sinwω⋅t − 
v 
l : panjang gelombang
k : bilangan gelombang (BUKAN Keterangan:
konstanta pegas), k = 2π L : panjang tali (m)
λ
Catatan: v : cepat rambat gelombang (m/s)
+wt artinya simpangan pertama ke atas. w : frekuensi sudut (rad/s)
–wt artinya simpangan pertama ke bawah. 2π
k : bilangan gelombang, k =
λ
+kx artinya arah rambat ke sumbu X negatif
–kx artinya arah rambat ke sumbu X positif • Jarak perut dari tiang
Perut (amplitudo terbesar). Untuk
2. Fase dan Beda Fase Gelombang mencari jarak perut gelombang
Fase dan beda fase untuk gelombang stasioner ujung bebas dari tiang,
berjalan dirumuskan dengan: gunakan persamaan:
 t x 1
j =  T − λ  x = ( 2n ) ⋅ λ
4
∆x
Dj = λ Keterangan:
x : jarak perut
Keterangan: n : 0, 1, 2, 3, ....
j : fase gelombang l : panjang gelombang
Dj : beda fase gelombang
Dx : jarak antara dua titik pada gelombang • Jarak simpul dari tiang
Simpul (amplitudo nol). Untuk
3. Sudut Fase Gelombang mencari jarak simpul gelombang
Rumus sudut fase untuk gelombang stasioner ujung bebas dari tiang,
berjalan adalah: gunakan persamaan berikut:

 t x 1
θ = 2π  −  x = ( 2n + 1) λ
T λ 4
b. Gelombang Stasioner
Keterangan:
Gelombang stasioner atau GELOMBANG DIAM x : jarak simpul
adalah gelombang yang AMPLITUDONYA n : 0, 1, 2, 3, ....
BER­UBAH di setiap titik. λ : panjang gelombang
1. Gelombang Stasioner Ujung Bebas/Ikatan 2. Gelombang Stasioner Ujung Terikat
Longgar
Jika sebuah tali diikat pada tiang dengan
Jika sebuah tali diikat pada tiang dengan

43
ikatan kuat, kemudian digetarkan maka Keterangan:
dapat diamati terjadinya gelombang diam I : intensitas bunyi (W/m2)
ujung terikat. P : daya bunyi (watt)
• Persamaan simpangan A : luas penampang (m2)
Pe rs a m a a n s i m p a n ga n u n t u k R : jarak dari sumber bunyi (m)
gelombang sta­sioner ujung terikat b. Energi Gelombang
adalah: Energi gelombang tergantung pada variabel
y = 2A ⋅ sinkx ⋅ cos ω ⋅ t frekuensi dan amplitudonya. Energi

 L
y = 2A ⋅ Sinkx ⋅ Cosω ⋅  t −  gelombang dirumuskan dengan:
 v
2 2 2
E = 2 ⋅ m ⋅ π ⋅ f ⋅ Am
• Jarak perut dari tiang
Perut (amplitudo terbesar). Untuk Keterangan:
mencari jarak perut gelombang E : energi gelombang (J)
stasioner ujung terikat dari tiang, f : frekuensi (Hz)
gunakan persamaan berukut: Am : amplitudo (m)
1 m : massa (kg)
x = ( 2n + 1) ⋅ λ
4 c. Taraf Intensitas Bunyi
Keterangan: Taraf intensitas bunyi adalah tingkat
x : jarak perut dari tiang kebisingan sumber bunyi yang didengar oleh
n : 0, 1, 2, 3, .... pengamat pada jarak tertentu.
λ : panjang gelombang
I
TI = 10log
• Jarak simpul dari tiang Io

Simpul (amplitudo nol). Untuk Keterangan:
mencari jarak simpul gelombang TI : taraf intensitas bunyi (dB)
stasioner ujung bebas dari tiang, I : intensitas bunyi yang akan diukur taraf
gunakan persamaan berikut: inten­sitasnya (W/m2)
I0 : intensitas ambang batas pendengaran
x = ( 2n ) ⋅
1
λ (10
12 w
m2 )
4
Ingat: 1 bel (B) = 10 desibel (dB)
Keterangan:
d. Efek Doppler
x : jarak simpul dari tiang
Gejala perubahan frekuensi yang diterima
n : 0, 1, 2, 3, ....
λ : Panjang gelombang
pendengar dibandingkan dengan frekuensi
sumbernya akibat gerak relatif pendengar dan
sumber. Efek Doppler di rumuskan dengan:
C. Bunyi
v ± vp
fp = fs
Bunyi termasuk gelombang longitudinal dan ge­ v ± vs

lombang mekanik. Catatan:
1. Kecepatan pengamat (vp) akan bernilai:
a. Intensitas Bunyi
• 0, apabila PENDENGAR DIAM
Intensitas bunyi yang terdengar pada jarak R • + (positif), apabila PENDENGAR
dari sumber bunyi dirumuskan dengan: MEN­DEKATI SUMBER
P P • – (negatif), apabila PENDENGAR
I= =
A 4πR2 MEN­JAUHI SUMBER

44
2. Kecepatan sumber bunyi (vs) akan bernilai: Keterangan:
• 0, apabila SUMBER bunyi DIAM L : panjang pipa organa
• + (positif), apabila SUMBER bunyi l : panjang gelombang
MEN­JAUHI PENDENGAR f0 : frekuensi nada dasar
• – (negatif), apabila SUMBER bunyi f1 : frekuensi nada atas 1
MEN­DEKATI PENDENGAR
Jumlah Simpul dan Perut
Keterangan: Gelombang yang dihasilkan pada pipa
v : kecepatan bunyi di udara (340 m/s) organa terbuka akan menghasilkan simpul
vp : kecepatan pendengar (m/s) dan perut gelombang yang memiliki
vs : kecepatan sumber bunyi (m/s) hubungan sebagai berikut:
fp : frekuensi yang didengar oleh pendengar
(Hz) ∑ perut = ∑ simpul + 1
fs : frekuensi yang dihasilkan sumber bunyi (Hz)
e. Pelayangan
Pelayangan adalah peristiwa penguatan
atau pe­lemahan bunyi yang terjadi secara
2. Pipa Organa Tertutup
bergantian akibat perpaduan dua gelombang
Pipa organa tertutup merupakan pipa yang
bunyi yang berbeda sedikit.
salah satu ujungnya tertutup.
fply = f1 − f2
Hubungan antara Lp (panjang pipa organa
tertutup) dan λ (panjang gelombang)

Keterangan: dapat dirumuskan sebagai berikut:
fply : frekuensi pelayangan (Hz) 1 1 3 5
Lp = ( 2n + 1) λn = λ 0 = λ1 = λ 2 =....
f1 : frekuensi sumber yang lebih tinggi (Hz) 4 4 4 4
f2 : frekuensi sumber yang lebih rendah (Hz) Dengan n adalah orde yang bernilai:
• 0, jika terjadi nada dasar
f. Pipa Organa • 1, jika terjadi nada atas 1
1. Pipa Organa Terbuka • 2, jika terjadi nada atas 2, dan seterusnya
Pipa organa terbuka merupakan sebuah Sedangkan, perbandingan frekuensinya
pipa yang terbuka di kedua ujungnya. adalah per­bandingan bilangan ganjil, yaitu:
Hubungan antara Lb (panjang pipa organa
terbuka) dan l (panjang gelombang) bisa f0 : f1 : f2 : f3 : ..... = 1 : 3 : 5 : 7 : .....
dirumuskan sebagai berikut:
Jumlah Simpul dan Perut
1 1 3
Lb = ( n + 1) λn = λ 0 = λ1 = λ 2 = .... Gelombang yang dihasilkan pada pipa
2 2 2
organa tertutup akan menghasilkan simpul
Dengan n adalah orde yang bernilai: dan perut gelombang yang memiliki
• 0, jika terjadi nada dasar hubungan sebagai berikut:
• 1, jika terjadi nada atas 1
• 2, jika terjadi nada atas 2, dan seterusnya ∑ perut = ∑ simpul
Sedangkan, perbandingan frekuensinya
adalah per­bandingan bilangan asli, yaitu:

f0 : f1 : f2 : f3 : ..... = 1 : 2 : 3 : 4 : .....

45
g. Dawai m : massa dawai (kg)
Dawai adalah senar yang dapat dipetik/ digetarkan. L : panjang dawai (m)
Pada dawai hubungan antara panjang Jangan lupa juga rumus hubungan antara
gelombang ( λ ) dengan panjang dawai (L) frekuensi (f), cepat rambat gelombang (v),
sama seperti pipa organa terbuka, yaitu: dan panjang ge­lombang ( λ ), yaitu:
1 1 3
LD = ( n + 1) λn = λ 0 = λ1 = λ 2 =.... v
2 2 2 f=
λ
Dengan n adalah orde yang bernilai:


2. Cepat Rambat Gelombang Bunyi
• 0, jika terjadi nada dasar
• Cepat rambat bunyi pada gas
• 1, jika terjadi nada atas 1
Pada gas, cepat rambat bunyi
• 2, jika terjadi nada atas 2, dan seterusnya
bergantung pada variabel suhu
Jumlah Simpul dan Perut
dan massa molekul relatif gas.
Gelombang yang dihasilkan pada dawai akan
Cepat rambat gas berbanding
meng­hasilkan simpul dan perut gelombang
lurus dengan akar suhu dan
yang memiliki hubungan sebagai berikut:
berbanding terbalik dengan akar
∑ simpul = ∑ perut + 1 massa molekul relatif.

γ ⋅R ⋅ T
v=
Mr

Keterangan:
h. Cepat Rambat Gelombang γ : konstanta Laplace
1. Cepat Rambat Gelombang Transversal R : konstanta gas universal = 8,3 J/mol K
dalam Dawai T : suhu (K)
Hukum Melde merupakan hukum yang Mr : massa molekul relatif gas
meng­h u­b ungkan antara cepat rambat
bunyi pada dawai, tegangan dawai, massa, • Cepat rambat bunyi pada benda
dan panjang dawai. padat
Dari hukum Melde, dapat diambil Pada benda padat, cepat rambat
kesimpulan bahwa cepat rambat bunyi bunyi ter­g antung pada variabel
berbanding lurus dengan akar tegangan modulus elastisitas dan massa jenis.
dawai dan panjang dawai serta berbanding Cepat rambat bunyi pada benda
terbalik dengan akar massa dawai. padat ber­banding lurus dengan akar
F m modulus elastisitas dan berbanding
v = , karena µ = maka terbalik dengan akar massa jenisnya.
µ L

v = F ⋅ L E
m v=
ρ
Keterangan:

Keterangan:
v : cepat rambat bunyi pada dawai
E : modulus elastisitas (N/m2)
(m/s)
ρ : massa jenis bahan (kg/m3)
F : tegangan dawai/senar/tali (N)
µ : rapat massa tali/dawai (kg/m)

46
Bab 12
Listrik

A. Listrik Statis c. Medan Listrik


Yaitu, daerah di sekitar muatan listrik yang
a. Muatan Listrik masih memiliki pengaruh gaya elektrostatis.
Rumus muatan listrik, yaitu: Muatan POSITIF memiliki ARAH MEDAN
q = N⋅e LISTRIK KE LUAR, sedangkan muatan
NEGATIF memiliki ARAH MEDAN LISTRIK KE
Keterangan: DALAM.
q : muatan listrik (coulomb)
N : jumlah elektron
e : muatan satu elektron (1,6 x 10-19 J)
b. Gaya Elektrostatis
Gaya elektrostatis adalah gaya interaksi Besarnya medan listrik (disebut juga kuat
antara dua partikel bermuatan listrik. me­dan listrik) di titik tertentu dirumuskan
• Jika dua partikel bermuatan listrik TIDAK dengan:
SEJENIS (POSITIF - NEGATIF) maka terjadi q1

gaya TARIK-MENARIK. k ⋅q F A
EA = 2
r
• Jika dua partikel bermuatan listrik SEJENIS r

(POSITIF - POSITIF atau NEGATIF - NEGATIF) Keterangan:


maka terjadi gaya TOLAK-MENOLAK. EA : kuat medan listrik di titik A (tesla)
q1 q2 q1 q2 r : jarak titik A terhadap muatan (m)
F F
F F
d. Potensial Listrik
r r Potensial listrik adalah besarnya energi
Besarnya gaya elektrostatis, yaitu: potensial yang dimiliki muatan satu
coulomb. Pada suatu titik yang berjarak r
k ⋅ q1 ⋅ q2
F= dari muatan q dinyatakan oleh persamaan:
r2

Keterangan: k ⋅q
V=
r
F : gaya elektrostatis (N)

k : konstanta (9.109 N m2/C2) Jika terdapat beberapa muatan titik persa­
r : jarak antara dua muatan (m) maannya menjadi:

q
V =k ∑r

47
e. Energi Potensial Listrik
A
Energi potensial listrik adalah usaha yang C = K ⋅ ε0 ⋅
d
diperlukan untuk memindahkan muatan


listrik dari jarak jauh tak hingga ke suatu Keterangan:
titik. C : kapasitas kapasitor (farad)
Energi potensial listrik yang dimiliki oleh dua A : luas keping ( m2)
buah muatan q1 dan q2 yang terpaut jarak d : jarak antara dua keping (m)
sebesar r di­rumuskan dengan: C0 : kapasitas kapasitor di ruang vakum/udara
(farad)
k ⋅ q1 ⋅ q2 ε0 : permitivitas listrik vakum (8,85 x 10-12)
Ep =
r K : konstanta dielektrik
Sedangkan, hubungan antara potensial Sedangkan, muatan listrik yang disimpan di
listrik dan energi potensial listrik adalah: dalam kapasitor adalah:
Q = C⋅V
Ep = q ⋅ V
Energi yang tersimpan di dalam kapasitor,
yaitu:
f. Usaha Listrik
Apabila sebuah muatan q akan dipindahkan 1 1 1 Q2
W= C ⋅ V2 = Q ⋅ V =
2 2 2 C
dari suatu titik berpotensial V1 ke titik

berpotensial V2 maka diperlukan usaha Keterangan:
sebesar selisih energi potensial pada kedua Q : muatan yang tersimpan (C)
titik dirumuskan: V : potensial listrik (V)
W : energi yang tersimpan (J)
W = ∆Ep = q∆V = q ( V2 − V1 )

b. Rangkaian Kapasitor
1. Rangkaian Kapasitor Seri
B. Kapasitor Keping Sejajar Jika KAPASITOR dirangkai secara SERI maka
MUATAN yang tersimpan pada masing-
Kapasitor adalah komponen listrik yang fungsinya masing kapasitor BERNILAI SAMA.
untuk menyimpan muatan listrik.
C1 C2 C3
Kapasitor terdiri atas dua penghantar dan disekat A B

oleh bahan dielektrik (bahan yang tidak dapat


menghantar muatan listrik dengan baik/isolator). 1 1 1 1
= + +
CS C1 C2 C3

a. Kapasitas Kapasitor Keping Sejajar
Qs = Q1 = Q2 = Q3
Jika sebuah kapasitor, medium antara dua VAB = V1 + V2 + V3
buah kepingnya adalah vakum/udara maka
kapasitas kapasitor adalah: Keterangan:
Cs : kapasitas kapasitor seri (F)
Qs : muatan total seri (C)
A VAB : beda potensial AB (V)
A medium
C0 = ε0 2. Rangkaian Kapasitor Paralel
d d
Jika KAPASITOR dirangkai secara PARAREL

Jika terdapat medium berupa bahan di- maka TEGANGAN LISTRIK masing-masing
elektrik maka kapasitas kapasitor menjadi: kapasitor BERNILAI SAMA.
48
C1
R0 : hambatan awal (W)
C2 a : koefisien hambatan (/oC)
A B
C3 ∆T : perubahan suhu (oC)

c. Rangkaian pada Resistor



Keterangan:
RESISTOR adalah salah satu elemen
Cp : kapasitas kapasitor paralel (F)
elektronika yang digunakan sebagai
Qp : muatan total paralel (C)
HAMBATAN LISTRIK.
VAB : beda potensial AB (V)
1. Rangkaian Resistor Seri
C. Listrik Dinamis Arus DC Pada RESISTOR yang dirangkai SERI maka
KUAT ARUS yang melewati masing-masing
(Searah)
resistor adalah SAMA.
Listrik dinamis arus searah dibangkitkan dari suatu
R1 R2 R3
sumber arus searah, contohnya baterai dan aki. A
I1 I2 I3
B
a. Arus Listrik dan Kuat Arus Listrik IAB

V1 V2 V3
1. Arus Listrik
VAB
Arus listrik adalah gerakan atau aliran
muatan listrik. Gerakan atau aliran muatan
Rs = R1 + R2 + R3
terjadi pada bahan yang disebut konduktor
IAB = I1 = I2 = I3
(bahan penghantar arus listrik, contoh:
VAB = V1 + V2 + V3
besi, tembaga, dan lain-lain).
Arah arus listrik sesuai dengan arah aliran Keterangan:
muatan positif, atau berlawanan arah Rs : hambatan seri (W)
dengan arah aliran muatan negatif. IAB : kuat arus total (A)
2. Kuat Arus Listrik VAB : beda potensial listrik total (V)
Kuat arus listrik adalah besar muatan yang
2. Rangakaian Resistor Paralel
mengalir pada suatu konduktor tiap satuan
Pada RESISTOR yang dirangkai PARAREL
waktu.
maka TEGANGAN LISTRIK yang dimiliki
Rumus kuat arus listrik adalah:
oleh masing-masing resistor adalah SAMA.
q
I= R1
t
I1

V1
b. Hambatan pada Konduktor Listrik I2
R2
A B
Pada konduktor listrik maka akan memiliki IAB V2
nilai ham­batan sebesar: I3 R3

L
R= ρ
A V3

R′ = R0 (1 + α ⋅ ∆T )
VAB

Keterangan: 1 1 1 1
RP
= R + R + R
R : hambatan konduktor (ohm = W)
1 2 3

ρ : hambatan jenis ( Ω m) VAB = V1 = V2 = V3
L : panjang konduktor (m) IAB = I1 + I2 + I3
A : luas penampang konduktor (m2)
R’ : hambatan setelah terjadi perubahan
suhu (W)
49
3. Rangkaian Jembatan Wheatstone Sedangkan, beda potensial antara titik A
A dan B di­sebut tegangan jepit, yaitu:
R1 ⋅ R3 = R2 ⋅ R 4 R1 R2
VAB = 0
Vjepit = I ⋅ R total = e – I.r
R4 R3

B
Keterangan:
Jika perkalian antara hambatan yang
berhadapan sama maka beda potensial
∑ ε : GGL total loop (V)
r : hambatan dalam (W)
AB adalah nol.
f. Energi dan Daya Listrik
d. Hukum Ohm
Daya listrik dirumuskan dengan:
Pada hukum ohm dapat diketahui bahwa
tegangan listrik (V) berbanding lurus dengan
V2 2
kuat arus (I) dan hambatan (R). Hukum ohm P = V ⋅I = = I ⋅R
R
dirumuskan dengan:
Sedangkan, energi listrik adalah daya listrik
V V dikali waktu.
V = I ⋅ R atau I = atau R =
R I W =P⋅t

Keterangan:
e. Hukum Kirchoff
P : daya listrik (watt)
1. Hukum I Kirchoff
W : energi listrik (joule)
Hukum I Kirchoff berbunyi:
t : waktu (sekon)
“JUMLAH kuat ARUS listrik yang MASUK ke
suatu titik cabang SAMA DENGAN jumlah
kuat arus yang KELUAR dari titik cabang.”
D. Listrik Arus AC
(Bolak-Balik)
∑I masuk = ∑I keluar
Listrik arus AC (bolak-balik) dihasilkan oleh
sumber tegangan arus bolak-balik, contohnya
Contoh: adalah ge­nerator AC.
I2
I1
a. Persamaan Tegangan Listrik Arus Bolak-Balik
I3
Pada arus AC, berlaku persamaan tegangan
sebagai berikut:
Maka dari hukum I Kirchoff berlaku:
V( t ) = Vm ⋅ Sinωt

I1 = I2 + I3 V
Vef = 2
m

2. Hukum II Kirchoff
b Persamaan Kuat Arus Listrik AC
Hukum II Kirchoff berbunyi:
Pada arus AC, berlaku persamaan kuat arus
“Di dalam sebuah rangkaian tertutup,
sebagai berikut:
JUMLAH aljabar GAYA GERAK LISTRIK
( ∑ ε ) DENGAN PENURUNAN TEGANGAN I( t ) = Im ⋅ Sinωt

( ∑I ⋅ R ) SAMA DENGAN NOL.” Im
Ief =
2
∑ ε + ∑I ⋅ R = 0

50
Keterangan:
Z = R2 + ( XL − XC )
2
V(t) : persamaan tegangan menurut waktu (V)
I(t) : persamaan arus menurut waktu (A)
VR 2 + ( VL − VC )
2
Im : arus maksimum (A) Vef =
Vm : tegangan maksimum (V)
Keterangan:
ω : frekuensi sudut (rad/s)
Z : impedansi (W)
Ief : arus efektif (A)
Vef : tegangan efektif (V) 2. Daya Efektif

P = Vef ⋅ Ief ⋅ Cosϕ


c. Rangkaian Seri R-L-C P = I2ef ⋅ R

R L C 3. Frekuensi Resonansi
Ketika besarnya REAKTANSI INDUKTIF (XL)
VR VL VC
SAMA DENGAN REAKTANSI KAPASITIF
(XC) maka terjadi RESONANSI, dimana
frekuensi resonansinya di­r umuskan
dengan:
XL = ω ⋅ L VR = Ief ⋅ R
1
XC = VL = Ief ⋅ XL 1
ω⋅C 1
f= .
ω = 2π ⋅ f VC = Ief ⋅ XC 2π LC

Keterangan: Keterangan:
XL : reaktansi induktif (W) L : induktansi (H)
XC : reaktansi kapasitasif (W) C : kapasitas kapasitor ( F)
f : frekuensi (Hz)
L : induktansi (H)
C : kapasitas kapasitor ( F)
VR : tegangan pada resistor (V)
VL : tegangan pada induktor (V)
VC : tegangan pada kapasitor (V)

1. Diagram Fasor dan Impedansi


XL

Z
(XL –XC)

R
R
Cosϕ =
XC Z

51
Bab 13
Magnet

A. Medan Magnet Listrik b. Medan Magnet pada Kawat Melingkar


Berarus Listrik
a. Medan Magnet pada Kawat Lurus Berarus Besarnya medan magnet di titik O (pusat
Listrik lingkaran) akibat kawat melingkar berarus
Besarnya medan magnet di titik P akibat listrik seperti pada gambar di bawah adalah:
kawat lurus berarus listrik seperti pada
P
gambar berikut adalah:

x r

a
O

I
P
µ0 .i.N
B B0 =
2a
a
µ0 .i k.i Sedangkan, besarnya medan magnet di titik
Bp = =
2π.a a P adalah:

Pada gambar di atas merupakan KAIDAH µ0 .i.a.sin θ .N


Bp =
TANGAN KANAN: 2.r 2
• “IBU JARI menunjukkan ARAH ARUS listrik.
• A R A H K E E M P A T J A R I y a n g Keterangan:
MENGGENGGAM menyatakan arah garis- N : Jumlah lilitan kawat
garis MEDAN MAGNETIK.” r : a2 + x 2

Keterangan: c. Medan Magnet pada Solenoida


Bp : kuat medan magnet di titik P (Tesla)
I
µ0 : permeabilitas ruang hampa B

(4p. 10-7 Wb A-1 m-1 )


i : kuat arus pada kawat (A)
a : jarak kawat terhadap titik acuan P (m)
Besarnya medan magnet DI TENGAH-
k : tetapan (Wb/Am)
TENGAH SOLENOIDA seperti pada gambar
di atas adalah:

52
• JARI TELUNJUK menunjukkan ARAH
Bo = µ0 . i . n
L MEDAN MAGNET (B).
• JARI TENGAH menunjukkan ARAH GAYA
Sedangkan besarnya medan magnet DI
LORENTZ (F)
UJUNG SOLENOIDA adalah:
• i-B-F SALING TEGAK LURUS.
µ0 .i.N
Bo =
2.L i

B
Keterangan:
N : jumlah lilitan solenoida
F
L : panjang solenoida (m)
Keterangan:
B. Gaya Lorentz i : arah kuat arus
B : arah medan magnet
Gaya Lorentz atau Gaya Magnet adalah gaya yang
F : arah gaya Lorentz
terjadi akibat interaksi antara medan magnet
dan arus listrik atau muatan yang bergerak. Gaya c. Gaya Interaksi Antara Dua Kawat Sejajar
Lorentz ini dapat terjadi pada: Berarus Listrik
1. Kawat lurus berarus listrik di dalam medan Jika kedua kawat berarus listrik ARAH
magnetik. ARUSNYA SEARAH maka akan muncul GAYA
2. Dua kawat sejajar berarus listrik. interaksi TARIK-MENARIK.
3. Muatan yang bergerak di dalam medan ma­g­net. Sebaliknya, jika ARAH ARUSNYA
a. Gaya Lorentz pada Kawat Lurus Berarus BERLAWANAN ARAH maka akan muncul
Listrik GAYA interaksi TOLAK-MENOLAK.
I

F12
B
q F21 F12 F21

i1 i2 i1 i2

Apabila kawat berarus listrik berada di a a


dalam medan magnet maka besarnya gaya
Besarnya gaya interaksi tersebut adalah:
Lorentz yang dialami kawat adalah:
µ0 .i1.i2 .L k.i .i .L
F = B.i.L sin q F = = 1 2
2 π.a a

Keterangan:
Keterangan:
F : gaya Lorentz (N)
L : panjang kawat (m) F : gaya interaksi antara dua kawat berarus
q : sudut antara B dan i listrik (N)
b. Aturan Kaidah Tangan Kanan I-B-F µ0
k = = 2 ⋅ 10−7 Wb / A ⋅ m

Jika kita mengatur tangan kanan seperti
pada gambar di bawah, yaitu: a : jarak antara dua kawat (m)
• IBU JARI menunjukkan ARAH ARUS (i). L : panjang kawat ( m)

53
d. Gaya Lorentz pada Muatan yang Bergerak f. Lintasan Partikel Bermuatan di dalam
di dalam Medan Magnet Medan Magnet

v v +
B (masuk)
F
B +
q
F
v
F
q v
+
Jika muatan q bergerak dengan kecepatan v
Jika muatan positif q bergerak di dalam
mem­bentuk sudut terhadap medan magnet
medan magnet B maka muatan tersebut
B maka akan muncul gaya Lorentz dengan per-
akan membuat lintasan berupa lingkaran
samaan:
dengan jari-jari R.
F = B.q.v.sin q Akibat lintasan melingkar ini maka gaya Lo-
rentz yang terjadi akan berperan sebagai
Keterangan: gaya sentripetal, jika dibuat persamaan akan
F : gaya Lorentz (N) menjadi:
q : muatan listrik ( C) F = Fsp
v : kecepatan gerak muatan q (m/s) m ⋅ v2
q ⋅ v ⋅ B = = m ⋅ ω2 ⋅ R
q : sudut yang dibentuk antara v dan B R

e. Aturan Tangan v-B-F Maka, besarnya jari-jari R dapat dirumuskan


Jika kita mengatur TANGAN KANAN seperti dengan:
pada gambar di bawah, yaitu: m⋅v
R=
• IBU JARI menunjukkan ARAH KECEPATAN B⋅q
(v).
Keterangan:
• JARI TELUNJUK menunjukkan ARAH
Fsp : gaya sentripetal (N)
MEDAN MAGNET (B).
m : massa partikel (kg)
• JARI TENGAH menunjukkan ARAH GAYA
R : jari-jari lintasan (m)
LORENTZ (F)
w : kecepatan sudut partikel (rad/s)
• v-B-F SALING TEGAK LURUS.
Aturan TANGAN KANAN ini hanya untuk
C. Induksi Elektromagnetik
PARTIKEL BERMUATAN POSITIF, dan untuk
PARTIKEL BERMUATAN NEGATIF maka a. Fluks Magnetik
menggunakan aturan TANGAN KIRI.
Fluks magnetik adalah banyaknya garis-
V garis gaya magnet (medan magnetik) yang
B
dilingkupi luas bidang tertentu.
normal

F
B (medan magnet)
θ

Keterangan:
v : arah kecepatan muatan positif
B : arah medan magnet
F : arah gaya Lorentz
A (luas bidang)

54
v : kecepatan gerak kawat (m/s)
φ = B ⋅ A ⋅ Cosθ
R : hambatan (ohm)
Keterangan:
I : kuat arus pada loop (A)
f : fluks magnetik (Weber)
B : kuat medan magnet (Tesla) d. GGL Induksi karena Perubahan Sudut
A : luasan yang ditembus garis gaya (m2) Antara Medan Magnet dan Garis Normal
q : sudut antara B dengan garis normal
Pada generator, GGL induksi yang dihasilkan
b. Gaya Gerak Listrik (GGL) Induksi pada outpunya dirumuskan dengan:
GGL induksi terjadi karena perubahan jumlah ε = N ⋅ B ⋅ A ⋅ ω ⋅ Sinθ

garis-garis gaya magnet yang menembus εmaks
= N ⋅ B ⋅ A ⋅ ω
suatu kawat loop. GGL induksi dirumuskan:
GGL induksi diri dirumuskan dengan:
−N ⋅ dφ −N ⋅ ∆φ ∆I
ε= = ε = −L
dt ∆t ∆t


Keterangan: Sedangkan, koefisien induksi diri dirumus-
e : GGL induksi (V) kan dengan:
N : jumlah lilitan kumparan
dφ N⋅φ
: turunan f terhadap waktu t L=
dt I
Df : perubahan fluks magnetik (Wb)

Besarnya energi yang tersimpan di dalam
∆t : selisih waktu (sekon)
induktor/kumparan tersebut adalah:
1 2
c. GGL Induksi karena Perubahan Luasan W= L ⋅I
2

B′
C B Keterangan:
L : koefisien induksi diri (H)
R V ∆I : perubahan kuat arus dalam induktor (A)
∆t : perubahan waktu (sekon)
A′
D A
W : energi yang tersimpan (joule)
Jika sebuah loop kawat ABCD ditembus
oleh medan magnet B secara tegak lurus e. Transformator (Trafo)
dan salah satu sisinya digeser sehingga • Transformator adalah sebuah alat yang
terjadi perubahan luasan loop kawat yang terdiri atas susunan lempeng-lempeng
ditembus maka akan terjadi GGL induksi besi yang dililit oleh dua kumparan, yaitu
yang dirumuskan: kumparan primer (input) dan kumparan
sekunder (output), dan inti besi lunak.
∆A
ε = −N ⋅ B ε =B⋅⋅v
∆t
Inti besi
Sehingga terjadi arus listrik pada loop
ABCD karena terdapat hambatan R yang
ke rangkaian
Sumber
dirumuskan: biasa
tegangan
ε bolak-balik
I=
R

Keterangan:
∆A : perubahan luasan (m2) kumparan primer kumparan sekunder

l : panjang kawat AB (m)


55
• Transformator harus menggunakan sumber • Persamaan trafo dirumuskan sebagai
arus listrik AC (arus bolak-balik) agar dapat berikut, yaitu:
terjadi perubahan garis-garis gaya magnet
di sekitarnya sehingga menghasilkan arus VP NP N I
= dan P = S
VS NS NS IP
listrik induksi.


• Fungsi utama transformator adalah
Keterangan:
MENAIKKAN atau MENURUNKAN tegangan
Vp = tegangan primer (volt)
listrik.
Vs = tegangan sekunder (volt)
• Terdapat dua jenis transformator (trafo),
Np = banyaknya lilitan primer
yaitu:
Ns = banyaknya lilitan sekunder
1. Transformator step up, yaitu trafo yang Ip = kuat arus primer (ampere)
dapat MENAIKKAN TEGANGAN listrik. Is = kuat arus sekunder (ampere)
Trafo step-up memiliki sifat-sifat sebagai
berikut: Efisiensi Transformator
• Vs > Vp g artinya, tegangan sekunder • Efisiensi trafo menunjukkan kemampuan
lebih besar daripada tegangan trafo untuk menghasilkan daya keluar yang
primernya. sama dengan daya masuk. Dirumuskan,
• N s > N p g artinya, jumlah lilitan sebagai berikut:
sekunder lebih banyak daripada
jumlah lilitan primernya. η = Ps x100% dan P = V ⋅ I
Pp
• Is < Ip g artinya, arus primer lebih besar

daripada arus sekundernya. Keterangan:
Ps = daya sekunder (daya output) (watt)
2. Transformator step down, yaitu jenis
Pp = daya primer (daya input) (watt)
trafo yang dapat digunakan untuk
η = efisiensi trafo
MENURUNKAN TEGANGAN listrik.
V = tegangn trafo (volt)
Trafo step-down memiliki sifat-sifat
i = kuat arus pada trafo (ampere)
berikut, yaitu:
• Vs < Vp g artinya, tegangan primer • Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
lebih besar daripada tegangan me­ngurangi panas pada trafo sehingga
sekundernya. membuat efisiensinya mendekati 100%,
yaitu:
• N s < N p g artinya, jumlah lilitan
1. Mengalirkan udara dingin pada trafo.
primer lebih besar dari­pada lilitan
2. Melapisi trafo dengan bahan pendingin.
sekundernya.
3. Inti besi dibuat berbentuk lempengan.
• Is > Ip g artinya, arus sekunder lebih
besar daripada arus sekundernya.

56
Bab 14
Gravitasi

A. Gaya Gravitasi
M M
g = G⋅ g' = G ⋅
Gaya gravitasi adalah gaya tarik-menarik antara R2 (R + h )
2

dua buah benda yang bermassa dan terletak


pada jarak ter­tentu. Keterangan:
g : medan gravitasi di permukaan planet
Hukum gravitasi umum Newton dirumuskan
g’ : medan gravitasi pada h dari permukaan
dengan:
M : massa planet (kg)
M
R : jari-jari planet (m)
m
F F h : ketinggian benda dari permukaan
planet (m)
R

C. Kecepatan Lepas Landas
M⋅m Roket
F = G⋅
R2
Roket yang lepas landas dari permukaan bumi
Keterangan: dapat keluar dari pengaruh gravitasi bumi jika
F : gaya gravitasi (N) memiliki ke­cepatan minimum sebesar:
G : konstanta gravitasi (6,67x10-11 Nm2/kg2)
M : massa benda 1 (kg) 2 ⋅ G ⋅M
v= = 2 ⋅ g⋅R
R
m : massa benda 2 (kg)
R : jarak antara pusat massa 1 dan 2 (m) Keterangan:
v : kecepatan satelit minimum untuk lepas
B. Medan Gravitasi dari pe­ngaruh gravitasi bumi (m/s)
M : massa bumi (6. 1024 kg)
Medan gravitasi adalah daerah di sekitar benda
g : medan gravitasi di permukaan planet
bermassa yang masih dipengaruhi oleh gaya
R : jari-jari bumi (6.400 km)
gravitasi.
G : konstanta gravitasi (6,67 x 10-11 Nm2/kg2)
Perhatikan gambar berikut!

g′ D. Energi Potensial Gravitasi


g Mutlak
h

R
Energi potensial dari suatu benda bermassa m
yang berjarak r dari pusat planet yang bermassa
M di­rumuskan dengan:
57
M⋅m Luas kedua juring yang diarsir adalah sama.
Ep = −G ⋅
r Ber­dasarkan hukum ini maka dapat diketahui
bahwa pada saat berevolusi, planet akan
Tanda negatif artinya untuk memindahkan benda
bergerak lebih cepat ketika dekat dengan
bermassa m dari pusat massa planet ke titik yang
matahari, sebaliknya gerakan planet semakin
berjarak r diperlukan usaha atau energi.
lambat ketika jauh.
E. Hukum-hukum Keppler c. Hukum III Keppler
“Perbandingan kuadrat periode terhadap
a. Hukum I Keppler
pangkat tiga dari jari-jari rata-rata orbit
“SEMUA PLANET BERGERAK pada lintasan planet adalah sama untuk semua planet”.
elips MENGITARI MATAHARI dengan
matahari berada di salah satu fokus elips.”  T1
2
  R1 
3

  =  
 T2   R2 
b. Hukum II Keppler

“SUATU GARIS KHAYAL yang Keterangan:


menghubungkan MATAHARI dengan T1 & T2: periode revolusi planet 1 dan 2
PLANET menyapu LUAS JURING YANG SAMA R1 & R2: jarak planet 1 dan 2 dengan matahari
dalam SELANG WAKTU YANG SAMA.“ Hukum ini menjelaskan bahwa SEMAKIN
Perhatikan ilustrasi dari hukum II Keppler DEKAT PLANET DARI MATAHARI maka
berikut! PERIODE REVOLUSINYA SEMAKIN CEPAT.
planet
Contohnya adalah periode revolusi
merkurius lebih cepat daripada bumi dan
revolusi bumi lebih cepat daripada yupiter.
matahari

58
Bab 15
Fisika Modern

A. Gelombang Elektromagnetik 2. c = λ ⋅ f
 P c ⋅ Bm2 Em2
a. Sifat-sifat Gelombang Elektromagnetik 3. S = = =
A 2 ⋅ µo 2 ⋅ c ⋅ µo
1. Merupakan PERPADUAN antara MEDAN
LISTRIK dan MEDAN MAGNET yang arah
d. Aturan Tangan E-B-c
perambatan­nya SALING TEGAK LURUS.
Untuk menentukan arah medan listrik (E),
2. Merupakan gelombang transversal.
medan magnet (B), dan arah rambatan
3. T I DA K P E R LU M E D I U M U N T U K
gelombang (c) maka kita gunakan aturan
MERAMBAT.
tangan kanan E-B-c seperti di bawah ini:
4. Dapat mengalami interferensi, difraksi,
polarisasi, pemantulan, dan pembiasan. E

5. TIDAK DIBELOKKAN oleh MEDAN LISTRIK B

maupun MEDAN MAGNET.


6. Kecepatannya di ruang hampa sama C

dengan ke­cepatan cahaya c = 3.108 m/s.


Y

b. Urutan Spektrum Gelombang Elektromagnetik Medan Listrik (E)


Arah rambatan (c)

Berdasarkan dari ENERGI PALING TINGGI


ke REN­DAH gelombang elektromagnetik
Medan Magnet (B)
memiliki urut­an sebagai berikut:
1. Sinar Gamma X
2. Sinar X
3. Sinar ultraviolet/ultraungu
4. Sinar tampak (cahaya) Keterangan:

S : laju energi tiap satuan luas (watt/m2)
5. Inframerah
P : daya radiasi (watt)
6. Gelombang mikro (radar)
A : luas permukaan (m2)
7. Gelombang televisi
µo : permeabilitas magnetik udara vakum
8. Gelombang radio (4p.10-7 Wb/A.m)
E : kuat medan listrik (N/C)
c. Rumus Gelombang Elektromagnetik
Em : amplitudo medan listrik (N/C)
B : kuat medan magnet (Tesla)
1. E = B ⋅ c

59
Bm : amplitudo medan magnet (Tesla) Q : energi kalor radiasi (J)
c : kecepatan cahaya (3.108 m/s) t : waktu (s)
f : frekuensi (Hz) e : emisivitas radiasi (e = 1 untuk benda
λ : panjang gelombang (m) hitam sempurna) emisivitas adalah
kemampuan benda untuk me­mancarkan
e. Pencampuran Warna Cahaya
energi (gelombang elektro­magnetik)
Warna cahaya dapat kita bagi menjadi tiga, A : luas permukaan benda. (m2)
yaitu WARNA PRIMER, SEKUNDER, dan σ : konstanta Stefan–Boltzman (5,67. 10-8
KOMPLE­MENTER. W/m2.K4)
1. Warna primer (dasar) T : suhu benda (K)
• Hijau
• Biru Laju Perpindahan Kalor Radiasi
• Merah Jika suatu benda bersuhu T1 memancarkan
2. Warna sekunder (pencampuran dua panas ke ruangan yang bersuhu T2 maka
warna primer) terjadi perpindahan kalor radiasi yang
• Hijau + Biru = Sian besarnya adalah:
• Biru + Merah = Magenta
Q
• Merah + Hijau = Kuning P=
t
(
= e ⋅ A ⋅ σ ⋅ T14 − T24 )

3. Komplementer (pencampuran tiga warna
Keterangan:
primer)
T1 : suhu tinggi (K)
• Sian (hijau + biru) + Merah = Putih
T2 : suhu rendah (K)
• Magenta (biru + merah) + Hijau =
Putih
b. Hukum Pergeseran Wien:
• Kuning (merah + hijau) + Biru = Putih
“Jika suhu suatu benda yang memancar-
Hijau
kan cahaya semakin tinggi maka panjang
gelombang untuk intensitas maksimum
λmaks semakin kecil.”

Kuning Sian
Intensitas radiasi (W/m2)

Putih 15 λmaks 1
T1 = 6.000 K
Merah Magenta Biru
10
λmaks 2 T2 = 5.000 K

5 λmaks 3 T3 = 4.000 K
B. Radiasi Benda Hitam
a. Daya Radiasi Kalor 0

Daya radiasi yang dipancarkan benda


bersuhu T adalah: Pergeseran Wien. Spektrum benda hitam
untuk ber­bagai suhu yang berbeda.
Q
P= = e ⋅ A ⋅ σ ⋅ T4 Persamaan Wien dirumuskan dengan:
t

Keterangan:
λmaks ⋅ T = C = 2,898 x 10-3 mK
P : daya radiasi kalor (W)

60
Keterangan:
λmaks : panjang gelombang pada E=h⋅f

Elektron
intensitas mak­simum (m) Cahaya

T : suhu (Kelvin) Ek

C : konstanta Wien W0

Plat Logam

C. Dualisme Cahaya Rumus efek fotolistrik secara sederhana


dapat di­tuliskan dengan:
Dualisme cahaya adalah cahaya memiliki dua
sifat, yaitu sebagai GELOMBANG dan PARTIKEL
E = W0 + Ek
(DUALISME GELOMBANG PARTIKEL).
1
h ⋅ f = W0 + me v 2
a. Teori Kuantum Planck 2
Max Planck mengajukan gagasan tentang W0 = h ⋅ f0 = h ⋅ c
λ0
energi gelombang elektromagnetik (cahaya)
yang terpan­car bersifat diskrit dalam bentuk Keterangan:
PAKET-PAKET ENERGI yang disebut sebagai E : energi 1 foton (J)
FOTON. Energi 1 buah foton adalah hf. W0 : energi ambang (J)
Ek : energi kinetik fotoelektron (J)
Energi Foton
f : frekuensi cahaya (Hz)
Menurut Planck, energi yang dimiliki oleh
me : massa elektron (9,1. 10-31 kg)
sebanyak N buah foton dapat dirumuskan
v : kecepatan fotoelektron (m/s)
dengan:
f0 : frekuensi ambang (Hz)
λ 0 : panjang gelombang ambang (m)
N⋅h⋅c
E = N⋅h⋅ f =
λ

Fotoelektron akan dapat keluar dari dalam
atom jika:
Keterangan:
E : energi foton (J) • Energi cahaya yang datang lebih besar
N : jumlah foton di­bandingkan dengan energi ambang
h : konstanta Planck (6,63 x 10-34 J.s) logam (E > W0).
f : frekuensi foton (Hz) • Frekuensi cahaya yang datang lebih
c : kecepatan cahaya (3 x 108 m/s) besar dibandingkan dengan frekuensi
λ : panjang gelombang foton (m) ambang logam (f > f0).
• Panjang gelombang cahaya yang
b. Cahaya sebagai Partikel
datang lebih kecil dibandingkan
Beberapa penjelasan mengenai sifat partikel dengan panjang gelombang ambang
pada cahaya adalah seperti di bawah ini: logam (l > l0).
1. Efek Fotolistrik
Pada saat berumur 28 tahun, Einstein 2. Efek Compton
mengemuka­kan sebuah ide tentang efek
fotolistrik. elektron
Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya terhambur
l′
elektron-elektron dari permukaan logam foton datang
q
ketika logam tersebut disinari dengan l
elektron
cahaya. diam Ek

61
Compton meneliti bahwa ketika foton 2. Panjang gelombang de Broglie elektron
dengan panjang gelombang λ menumbuk yang dipercepat dengan beda potensial V
suatu elektron yang diam, ternyata Jika pada suatu tabung sinar katoda,
elektron bergerak dengan energi kinetik sebuah elektron diam dipercepat dengan
Ek dan foton terhambur dengan panjang beda potensial tertentu maka elektron
gelombang λ’ dengan membentuk sudut akan bergerak dengan panjang gelombang
q terhadap arah gerak semula. de Broglie dengan rumus:
Panjang gelombang foton yang terhambur
dapat dituliskan dengan persamaan: h
λ=
2 ⋅ qe ⋅ V ⋅ me
h
λ′ − λ =
me ⋅ c
(1 − cos θ )
Keterangan:
Keterangan: h : konstanta Planck (6,63 x 10-34 Js)
λ′ : panjang gelombang foton yang λ : panjang gelombang de Broglie elektron
terhambur (m) (m)
λ : panjang gelombang foton qe : muatan elektron (1,6 x 10-19 C)
datang (m) me : massa elektron (9,1. 10-31 kg)
θ : sudut hamburan V : beda potensial (V)

Besaran h/m e c biasa disebut sebagai D. Teori Relativitas Khusus


PANJANG GELOMBANG COMPTON.
a. Relativitas Kecepatan
c. Cahaya sebagai Gelombang Jika terdapat dua buah benda yang bergerak
Suatu benda yang memiliki sifat gelombang de­
ngan kecepatan tertentu dan seorang
pasti memiliki nilai panjang gelombang (λ) pengamat yang dianggap diam maka
tertentu. kecepatan relatif benda terhadap pengamat
1. Panjang gelombang de Broglie dapat dirumuskan dengan:
Jika suatu benda bergerak dengan v 21 + v1p
kecepatan v maka benda tersebut akan v 2p =
v ⋅v
1 + 21 2 1p
memiliki panjang gelombang de Broglie c
yang dirumuskan dengan: Keterangan:
h h v2p : kecepatan benda 2 relatif terhadap
λ= =
p m.v pengamat (m/s)
v21 : kecepatan benda 2 relatif terhadap benda
Keterangan: 1 (m/s)
λ : panjang gelombang de Broglie (m) v1p : kecepatan benda 1 relatif terhadap
p : momentum (Ns) pengamat (m/s)
m : massa benda (kg) c : kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
v : kecepatan benda (m/s)
Perlu diperhatikan bahwa kecepatan adalah
Dari rumus ini dapat diambil kesimpulan
besar­an vektor maka arah juga menentukan
bahwa setiap benda yang memiliki
tanda negatif dan positif. Agar mudah diingat,
momentum (berarti memiliki massa dan
arah kanan adalah positif dan arah kiri adalah
kecepatan) dapat memiliki sifat seperti
negatif.
gelombang.

62
b. Relativitas Panjang (Kontraksi Lorentz) v : kecepatan benda
Jika benda bergerak dengan kecepatan v f. Relativitas Energi
mendekati kecepatan cahaya maka benda • Energi diam: E0 = m0.c
akan tampak lebih pendek jika dilihat oleh • Energi total: E = m.c
pengamat menurut persamaan:. • Energi kinetik: Ek = E - E0
Keterangan:
v2
L = L0 ⋅ γ dengan γ = 1− E0 : energi benda ketika diam (J)
c2
m0 : massa benda ketika diam (kg)
c : kecepatan cahaya (3.108 m/s)
Keterangan:
L : panjang benda ketika bergerak
Lo : panjang benda ketika diam
v : kecepatan benda (m/s) Ingat
c. Relativitas Waktu (Dilatasi Waktu) Untuk mempermudah
Persamaan relativitas waktu adalah: perhitungan γ , jika diketahui
nilai v:
∆t
∆t′ =
γ  v2 
Kecepatan (v) Nilai γ  dengan γ = 1 − 2 
 c 
 
Keterangan:
∆t′ : waktu yang dihitung oleh pengamat yang 0,6 c 0,8

bergerak terhadap kejadian 0,8 c 0,6


∆t : waktu yang dihitung oleh pengamat yang 0,85 c 0,5
diam terhadap kejadian 0,98 c 0,2

d. Relativitas Massa
Pada saat benda bergerak dengan
kecepatan v, massa benda akan bertambah
besar menurut per­samaan: E. Fisika Atom
m0 a. Teori Atom
m=
γ Demokritus seorang filsuf Yunani (460—
370 SM) mengatakan bahwa jika suatu
Keterangan: benda dibelah terus-menerus maka akan
m : massa benda ketika bergerak didapatkan atom, yaitu bagian terkecil dari
mo : massa ketika benda diam suatu benda yang tidak dapat dibagi lagi.
1. Teori Atom Dalton
e. Relativitas Momentum
Pada abad 18, John Dalton menyampaikan
Persamaan momentum untuk benda
konsep dasar teori atomnya, yaitu:
bergerak de­ngan kecepatan v adalah:
• Atom adalah bagian terkecil dari
m suatu unsur dan tidak dapat dibagi
p = m⋅v = 0 v
γ
lagi.
Keterangan: • Atom-atom suatu unsur semuanya
p : momentum benda yang bergerak serupa dan tidak dapat berubah
mo : massa benda ketika diam menjadi atom unsur lain.
63
• Dua atom atau lebih dari unsur yang Jika elektron berpindah dari kulit satu
berlainan dapat membentuk suatu ke kulit lainnya maka selisih energinya
molekul. adalah:
• Pada suatu reaksi kimia, atom-
atom berpisah, kemudian bergabung  1 1 
∆E =  2 − 2  ⋅ 13,6eV
dengan unsur lain yang berbeda,  n2 n1 
tetapi massa keseluruhannya tetap.
Keterangan:
• Pada reaksi kimia, atom-atom
En : energi elektron pada kulit
bergabung me­nurut perbandingan
ke-n (eV)
tertentu yang sederhana.
n : orbit/kulit elektron (1, 2, 3, ...) n2
2. Teori Atom Thomson
< n1
Thomson mengemukakan ide tentang
ΔE : selisih energi lintasan (eV)
atom, yaitu atom dianggap sebuah bola
yang muatan positif dan negatifnya b. Spektrum Atom Hidrogen
tersebar merata di permukaannya (mirip Dari hasil penelitian pada tabung
roti kismis). lucutan gas, jika elektron berpindah
3. Teori Atom Rutherford dari kulit dalam ke kulit luar maka akan
Model atom Rutherford mengatakan memancarkan spektrum garis/diskontinu.
bahwa: Spektrum ini memiliki panjang ge­lom­bang
• Semua muatan positif dan sebagian yang dirumuskan dengan:
besar massa atom terkumpul di pusat
1  1 1
atom yang disebut inti atom. = −  ⋅R
λ  n12 n22 
• Inti atom dikelilingi oleh elektron
pada jarak yang sangat jauh pada Keterangan:
lintasan tertentu, mirip lintasan λ : panjang gelombang spektrum hidrogen
planet mengelilingi matahari. n : bilangan kuantum utama (n1 < n2)
4. Teori Atom Bohr R : konstanta Rydberg (1,097 x 107 m-1)

Teori atom Bohr antara lain:


Terdapat lima deret spektrum hidrogen,
• Elektron tidak dapat mengelilingi inti
yaitu:
atom dengan sembarang lintasan,
1. Deret Lyman (daerah ultraviolet), terjadi
tetapi dengan lintasan tertentu.
jika elektron pindah dari n1 = 1 ke n2 = 2,
Jari-jari lintasan orbit elektron pada
3, 4, 5….
atom hidrogen dirumuskan:
2. Deret Balmer (daerah cahaya tampak),
2
rn = 0,53 ⋅ n angstrom terjadi jika elektron pindah dari n1 = 2 ke
n2 = 3, 4, 5, 6….
Keterangan:
3. Deret Paschen (daerah inframerah), terjadi
rn : jari-jari lintasan elektron pada kulit
jika elektron pindah dari n1 = 3 ke n2 = 4, 5,
ke-n
6, 7….
n : nomor kulit (1,2,3…….)
4. Deret Bracket (daerah inframerah), terjadi
• Elektron dapat pindah dari satu jika elektron pindah dari n1 = 4 ke n2 = 5, 6,
lintasan orbit ke lintasan orbit 7, 8….
lainnya dengan cara melepas­kan atau
menerima energi.
64
5. Deret Pfund (daerah inframerah), terjadi b. Defek Massa (Δm)
jika elektron pindah dari n1 = 5 ke n2 = 6, Defek massa adalah selisih dari jumlah
7, 8, 9…. massa pe­nyusun inti dengan massa inti yang
sebenarnya. Persamaannya adalah:
c. Energi Ionisasi
Energi ionisasi adalah ENERGI yang ∆m = Z ⋅ mp + (A − Z)mn − minti

diperlukan untuk MELEPAS ELEKTRON


Keterangan:
KELUAR DARI ATOM. Rumusnya adalah:
mp : massa proton (1,00728 sma)
mn : massa neutron (1,00866 sma)
13,6 ⋅ Z2
En = minti: massa inti atom yang sebenarnya (sma)
n2
c. Energi Ikat Inti
Keterangan: Energi ikat inti adalah energi yang mengikat
En : energi ionisasi (eV) proton dan neutron di dalam inti atom.
n : bilangan kuantum utama (1,2,3…..) Persamaannya adalah:
Z : nomor atom
E = ∆m ( 931 MeV/sma )

F. Fisika Inti d. Peluruhan Unsur Radioaktif


Unsur-unsur yang inti atomnya tidak stabil
a. Penulisan Nuklida
akan meluruh menjadi unsur yang lebih
Nuklida atau INTI ATOM terdiri atas dua
stabil. Akibat peluruhan tersebut maka
partikel subatomik, yaitu:
sebagian dari massa unsur mula-mula akan
• NEUTRON (muatan netral)
berkurang.
• PROTON (muatan positif)
t t
Penulisan nuklida adalah:  1 T
1/ 2  1 T
1/ 2
N = No ⋅   A = Ao ⋅  
2 2
A
Z X atau Z XA Keterangan:
N : jumlah nukleon/massa yang tersisa
Keterangan: No : jumlah nukleon/massa mula-mula
X : nuklida atau inti atom t : waktu peluruhan
A : nomor massa atom/nukleon T1/2 : waktu paro
(jumlah proton + neutron) A : laju radiasi setelah meluruh
Z : nomor atom (jumlah proton) Ao : laju radiasi mula-mula

65

Anda mungkin juga menyukai