Anda di halaman 1dari 53

1

Besaran dan Satuan


Pengertian Besaran b. Besaran vektor
Besaran VEKTOR adalah besaran yang memiliki
Besaran adalah segala sesuatu yang dapat diukur dan
NILAI dan ARAH. Contohnya adalah gaya, berat, kuat
dinyatakan dengan nilai.
arus, kecepatan, percepatan, perpindahan, posisi, dan
lain- lain.
Besaran Menurut Penyusunnya
Vektor pada bidang datar mempunyai 2
a. Besaran pokok komponen yaitu pada sumb- X dan sumbu-Y. Khusus
Besaran pokok adalah besaran yang satuannya untuk vektor yang segaris dengan sumbu-X dan
telah ditetapkan terlebih dahulu dan tidak tersusun sumbu-Y berarti hanya mempunyai 1 komponen.
dari besaran lain. Komponen Vektor adalah Vektor yang bekerja
Besaran pokok terdiri atas TUJUH besaran. Tujuh menyusun suatu vektor hasil ( Resultan Vektor ).
besaran pokok dan satuannya berdasarkan sistem Sehingga vektor bisa dipindahkan titik
satuan internasional (SI) sebagaimana yang tertera pangkalnya asalkan tidak berubah besar dan arahnya.
pada tabel berikut. Oleh karena itu secara matematis vektor dapat
Besaran Pokok Satuan (SI) Dimensi dituliskan 𝑨 = 𝑨𝒙 + 𝑨𝒚 dimana 𝑨 adalah resultan dari
Massa kilogram (kg) (M) komponen-komponenya berupa 𝑨𝒙 dan 𝑨𝒚 .
Panjang meter (m) (L) 1. Penjumlahan vektor
Waktu sekon (s) (T) Hasil penjumlahan dua vektor 𝑨 dan 𝑩 yang
Kuat arus ampere (A) (I)
membentuk sudut 𝛼 biasa disebut resultan vektor
Suhu kelvin (K) (θ)
𝑹. Jadi 𝑹 = 𝑨 + 𝑩 sebagaimana gambar berikut.
Intensitas cahaya candela (Cd) (J)
Jumlah zat mol (mol) (N)
B. Besaran Turunan
Besaran turunan adalah besaran-besaran yang
diturunkan dari besaran pokok.
Tabel berikut adalah beberapa contoh besaran
nilai resultan vektor 𝑹 dirumuskan dengan:
turunan dengan satuan dan dimensinya.
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵2 + 2𝐴𝐵 cos 𝛼
Besaran Turunan Satuan Dimensi
dimana:
Massa jenis (𝜌) kg.m-3 𝑀𝐿−3
𝑅 = besar (nilai) vektor resultan 𝑹
Gaya (𝐹) kg.m.s-2 𝑀𝐿𝑇 −2
Usaha (𝑊) kg.m2.s-2 𝑀𝐿2 𝑇 −2 𝐴 = besar (nilai) vektor 𝑨
𝐵 = besar (nilai) vektor 𝑩
Tekanan (𝑃) kg.m-1.s-2 𝑀𝐿−1 𝑇 −2
Daya kg.m2.s-3 𝑀𝐿2 𝑇 −3 ▪ Jika 𝛼 = 0° (dua vektor 𝑨 dan 𝑩 searah), maka:
Momentum kg.m.s-1 𝑀𝐿𝑇 −1 𝑅 =𝐴+𝐵
Luas (𝐴) m2 𝐿2 ▪ Jika Jika 𝛼 = 90° (dua vektor 𝑨 dan 𝑩 tegak
lurus), maka: 𝑅 = √𝐴2 + 𝐵2
Besaran Menurut Arah dan Nilainya ▪ Jika 𝛼 = 180° (dua vektor 𝑨 dan 𝑩 berlawanan
a. Besaran skalar arah), maka: 𝑅 = 𝐴 − 𝐵
Besaran SKALAR adalah besaran yang HANYA ▪ Jika 𝛼 = 120° dan 𝐴 = 𝐵, maka: 𝑅 = 𝐴 = 𝐵
memiliki NILAI. Contoh besaran skalar adalah massa, 2. Pengurangan vektor
panjang, waktu, energi, usaha, suhu, kelajuan, jarak, Pengurangan vektor pada prinsipnya sama dengan
dan lain-lain. penjumlahan namun yang membedakannya adalah
salah satu vektor mempunyai arah yang ▪ 4000 (empat angka penting)
berlawanan. Jadi 𝑹 = 𝑨 + (−𝑩) = 𝑨 − 𝑩 dengan: ▪ 4065000 (enam angka penting) (garis bawah
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵2 − 2𝐴𝐵 cos 𝛼 pada angka keenam menunjukkan batas angka
penting).
4. Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka
Satuan
bukan nol adalah bukan angka penting.
Satuan adalah ukuran dari suatu besaran yang
b. Aturan Pembulatan
digunakan untuk mengukur.
1. Angka yang lebih besar dari 5 dibulatkan ke atas.
a. Satuan baku Contoh: 3,637 dibulatkan menjadi 3,64 (karena 7
Satuan baku adalah satuan yang telah diakui dan lebih besar dari 5).
disepakat pemakaiannya secara internasional atau 2. Angka yang lebih kecil dari 5 dibulatkan ke bawah.
disebut dengan satuan internasional (SI). Contoh: Contoh: 51,73 dibulatkan menjadi 51,7 (karena 3
meter, kilogram, detik, dan lain-lain. lebih kecil dari 5)
Satuan baku yang berlaku secara internasional 3. Angka yang tepat sama dengan 5 diatur sebagai
disebut satuan internasional (SI). Satuan SI ada dua berikut:
macam, yaitu: ▪ Dibulatkan ke atas jika angka sebelumnya
1. Sistem MKS (Meter Kilogram Sekon) adalah ganjil. Contoh: 67,35 dibulatkan menjadi
2. Sistem cgs (centimeter gram sekon) 67,4 (karena 3 angka ganjil).
Tabel berikut adalah satuan baku dari besaran pokok. ▪ Dibulatkan ke bawah jika angka sebelumnya
Besaran Pokok Satuan MKS Satuan cgs adalah genap. Contoh: 38,45 dibulatkan
Massa kilogram (kg) gram (g) menjadi 38,4 (karena 4 angka genap).

Panjang meter (m) centimeter (cm) c. Aturan perhitungan


Waktu sekon (s) sekon (s) 1. Penjumlahan dan Pengurangan
Hasil penjumlahan dan pengurangan pada angka
Kuat Arus ampere (A) statampere (statA)
penting hanya boleh mengandung satu angka
Suhu kelvin (K) kelvin (K)
taksiran. Contoh: 23,4 + 34,21 = 57,61 ditulis 57,6
Intensitas Cahaya candela (Cd) candela (Cd)
2. Perkalian dan pembagian
Jumlah Zat kilomole (mol) mol Hasil perkalian dan pembagian pada angka penting
b. Satuan tidak baku ditulis sebanyak angka penting yang paling sedikit.
Satuan tidak baku adalah satuan yang tidak Contoh : 23,1 x 2 = 46,2 ditulis 50
diakui secara internasional dan hanya digunakan pada 3. Pangkat dan akar
suatu wilayah tertentu. Hasil pangkat dan akar pada angka penting ditulis
Contoh: depa, hasta, kaki, lengan, langkah. sebanyak angka penting yang dipangkatkan atau
diakarkan. Contoh : 2,12 = 4,41 ditulis 4,4
Angka Penting
Angka penting adalah semua angka yang Pengukuran
diperoleh dari hasil pengukuran. Pengukuran adalah membandingkan suatu
besaran yang diukur dengan alat ukur yang digunakan
a. Aturan angka penting
sebagai satuan. Sesuatu yang dapat diukur dan dapat
1. Semua angka bukan nol adalah angka penting.
dinyatakan dengan angka disebut besaran, sedangkan
Contoh: 1,23 (tiga angka penting)
pembanding dalam suatu pengukuran disebut satuan.
2. Angka nol yang terletak di antara angka bukan nol
adalah angka penting. a. Alat ukur panjang
Contoh: 1,004 (empat angka penting) 1. Meteran kelos (ketelitan sampai 1 cm)
3. Angka nol di sebelah kanan angka bukan nol adalah 2. Penggaris (ketelitan sampai 0,1 cm atau 1 mm)
angka penting, kecuali ada penjelasan khusus. 3. Jangka sorong (ketelitan sampai 0,01 cm atau 0,1
Contoh: mm)
Cara membaca mikrometer sekrup:
Skala utama: 3,5 cm
Skala nonius: 0,36 cm
Hasil pengukuran: 3,86 cm
Mikrometer sekrup digunakan untuk mengukur
diameter benda bulat dan plat yang sangat tpis.
b. Alat Ukur Massa
Contoh alat ukur massa adalah:
Cara membaca jangka sorong: 1. Neraca digital (ketelitan sampai 0,001 gr)
Skala utama: 2,1 cm 2. Neraca O’Hauss (ketelitan sampai 0,01 gr)
Skala nonius: 0,04 cm 3. Neraca sama lengan (ketelitan sampai 0,001 gr)
Hasil pengukuran: 2,14 cm
4. Mikrometer sekrup (ketelitan sampai 0,01 mm)
2
Gerak
𝑧 : nilai vektor posisi 𝑟 di sumbu-z
Persamaan Gerak i, j, dan k masing-masing adalah vektor satuan di
a. Vektor posisi sumbu x, y, dan z.

𝑟̅ = 𝑥𝑖 + 𝑦𝑗 + 𝑧𝑘
Hubungan Antara Posisi,
1. Vektor Perpindahan Kecepatan, dan Percepatan
Jika suatu benda berpindah dari posisi 𝑟1 ke 𝑟𝟐
a. Hubungan antara persamaan kecepatan sesaat
maka vektor perpindahannya dapat dituliskan
dan percepatan sesaat dari persamaan posisi
sebagai berikut:
Misalnya, suatu persamaan posisi di sumbu-x adalah:
̅̅̅
∆𝑟 = 𝑟̅𝟐 − 𝑟̅𝟏 𝑥 = 𝑎𝑡 𝑛 + 𝑏𝑡 + 𝑐 dengan 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 adalah konstanta,
̅̅̅ = (𝑥2 − 𝑥1 )𝑖 + (𝑦2 − 𝑦1 )𝑗 + (𝑧2 − 𝑧1 )𝑘
∆𝑟 𝑡 adalah variabel waktu, dan 𝑛 adalah nilai pangkat.
Maka kecepatan sesaat pada sumbu-x adalah:
2. Besar Perpindahan
𝑑𝑥
𝑣𝑥 = = 𝑎𝑛𝑡 𝑛−1 + 𝑏
2
|∆𝑟| = √∆𝑥 + ∆𝑦 + ∆𝑧 2 2 𝑑𝑡
Sedangkan percepatan sesaatnya:
|∆𝑟| = √(𝑥2 − 𝑥1 )2 + (𝑦2 − 𝑦1 )2 + (𝑧2 − 𝑧1 )2
𝑑2 𝑥
𝑎𝑥 = = 𝑎𝑛(𝑛 − 1)𝑡 𝑛−2
b. Vektor Kecepatan 𝑑𝑡 2
Keterangan:
𝑣̅ = 𝑣𝑥 𝑖 + 𝑣𝑦 𝑗 + 𝑣𝑧 𝑘
dx
▪ dibaca “turunan persamaan posisi 𝑥 terhadap
1. Besar (nilai) kecepatan dt
waktu 𝑡”.
|𝑣̅ | = √𝑣𝑥 2 + 𝑣𝑦 2 + 𝑣𝑧 2
d 2x
▪ dibaca “turunan kedua dari persamaan
2. Kecepatan rata-rata dt 2
̅̅̅ posisi 𝑥 terhadap waktu 𝑡”.
∆𝑟 𝑟̅𝟐 − 𝑟̅𝟏
𝑣̅ = =
∆𝑡 𝑡2 − 𝑡1 b. Menentukan kecepatan dan posisi dari
̅∆𝑥
̅̅̅ ̅̅̅
𝑥𝟐 − ̅̅̅
𝑥𝟏 persamaan percepatan
𝑣𝑥 =
̅̅̅ =
∆𝑡 𝑡2 − 𝑡1 Misalanya diketahui persamaan percepatan pada
sumbu-x: 𝑎𝑥 = 𝑝𝑡 + 𝑞 dengan 𝑝 dan 𝑞 adalah
b. Vektor Percepatan konstanta dan t variable, maka persamaan kecepatan
𝑎̅ = 𝑎𝑥 𝑖 + 𝑎𝑦 𝑗 + 𝑎𝑧 𝑘 pada sumbu-x adalah :
1. Besar (nilai) percepatan 𝑣𝑥 = 𝑣0𝑥 + ∫ 𝑎𝑥 𝑑𝑡
|𝑎̅| = √𝑎𝑥 2 + 𝑎𝑦 2 + 𝑎𝑧 2 dan persamaan posisinya pada sumbu-x adalah:

2. Percepatan rata-rata 𝑥 = 𝑥0 + ∫ 𝑣𝑥 𝑑𝑡
̅̅
∆𝑣̅̅ ̅̅̅
𝑣𝟐 − ̅̅̅
𝑣𝟏
𝑎̅ = = Keterangan:
∆𝑡 𝑡2 − 𝑡1 ▪ 𝑣0𝑥 : kecepatan mula-mula di sumbu-x
̅̅̅̅̅𝑥 ̅̅̅̅̅
∆𝑣 𝑣𝒙𝟐 − ̅̅̅̅̅
𝑣𝒙𝟏
𝑎𝑥 =
̅̅̅ = ▪ 𝑥0 : posisi mula-mula di sumbu-x
∆𝑡 𝑡2 − 𝑡1 ▪ ∫ 𝑎𝑥 dibaca “integral dari persamaan 𝑎𝑥 terhadap
Keterangan: waktu 𝑡.
𝑥 : nilai vektor posisi 𝑟 di sumbu-x ▪ ∫ 𝑣𝑥 dibaca “integral dari persamaan 𝑣𝑥 terhadap
𝑦 : nilai vektor posisi 𝑟 di sumbu-y waktu 𝑡.
Dinamika Gerak Lurus Keterangan:
𝑣𝑥 : kecepatan sesaat pada sumbu-x (m/s)
a. Gerak Lurus Beraturan (GLB)
𝑥 : jarak tempuh sesaat pada sumbu-x (m)
Gerak lurus beraturan adalah gerak benda mengikut
▪ Pada saat jarak horizontal terjauh (𝑥𝑚𝑎𝑥 ):
lintasan lurus dengan kecepatan tetap per satuan
2𝑣0 sin 𝛼
waktu. Karena kecepatannya tetap maka nilai 𝑡𝑥𝑚𝑎𝑥 =
𝑔
percepatan benda adalah nol. (𝑣 = tetap dan 𝑎 = 0).
Rumus jarak: 𝑣0 2 sin 2𝛼
𝑥𝑚𝑎𝑥 =
𝑠 =𝑣∙𝑡 𝑔

b. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) b. Gerak pada sumbu-y (GLBB)


Gerak lurus berubah beraturan adalah gerak benda ▪ Kecepatan awal pada sumbu-y
mengikut lintasan lurus dengan KECEPATAN BERUBAH 𝑣0𝑦 = 𝑣0 sin 𝛼
setiap pertambahan waktu dan PERCEPATAN TETAP
▪ Kecepatan sesaat pada sumbu-y
(𝑣 = berubah dan 𝑎 = tetap).
𝑣𝑦 = 𝑣0 sin 𝛼 − 𝑔𝑡
Rumus-rumus GLBB:
1 ▪ Ketinggian sesaat
 𝑠 = 𝑣0 𝑡 + 𝑎𝑡 2
2 1
 𝑣𝑡 = 𝑣0 + 𝑎𝑡 𝑦 = 𝑣0 sin 𝛼 ∙ 𝑡 − 𝑔𝑡 2
2
 𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 + 2𝑎𝑠
▪ Pada ketinggian maksimum
𝑣𝑡 + 𝑣0
 𝑠= 𝑡 𝑣0 sin 𝛼
2 𝑡𝑦𝑚𝑎𝑥 =
𝑔
Keterangan:
𝑠 : jarak (perpindahan)(meter/m) 𝑣0 2 sin2 𝛼
𝑦𝑚𝑎𝑥 =
𝑎 : percepatan (m/s2) 𝑔
𝑣𝑡 : kecepatan sesaat pada waktu 𝑡 (m/s) Keterangan:
𝑣0 : kecepatan awal (m/s) 𝑣0𝑦 : kecepatan awal pada sumbu-y (m/s)
𝑡 : waktu (s) 𝑣𝑦 : kecepatan pada waktu 𝑡 pada sumbu-y (m/s)
𝑦 : ketinggian (m)
Perpaduan Gerak (Gerak Parabola) 𝑔 : percepatan gravitasi (10 m/s)
Gerak parabola adalah resultan perpindahan suatu 𝑡𝑦𝑚𝑎𝑥 : waktu untuk mencapai ketinggian maksimum (s)
benda yang serentak melakukan GLB pada arah 𝑦𝑚𝑎𝑥 : ketinggian maksimum (m)
horizontal (sumbu-X) dan GLBB pada arah vertikal
(sumbu-Y). Gerak Vertikal Ke Atas (GVA)
Misalkan sebuah benda ditembakkan dengan sudut Gerak vertkal ke atas adalah gerak benda yang
elevasi 𝛼 dan kecepatan awal 𝑣0 maka lintasan benda dilempar dengan kecepatan awal (𝑣0 ) membentuk
seperti gambar berikut. lintasan lurus ke atas. Gerak vertikal merupakan GLBB
diperlambat dengan perlambatan 𝑔 (percepatan gravitasi)
Rumus-rumus GVA:
1
 ℎ = 𝑣0 𝑡 − 𝑔𝑡 2
2
 𝑣𝑡 = 𝑣0 − 𝑔𝑡
 𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 − 2𝑔ℎ
a. Gerak pada sumbu-x (GLB) 𝑣0 2
▪ Kecepatan sesaat  ℎ𝑚𝑎𝑥 =
2𝑔
𝑣𝑥 = 𝑣0𝑥 = 𝑣0 cos 𝛼 𝑣0
 𝑡𝑚𝑎𝑥 =
𝑔
▪ Jarak tempuh sesaat
Keterangan:
𝑥 = 𝑣𝑥 𝑡 = 𝑣0 𝑐𝑜𝑠 𝛼 ∙ 𝑡
ℎ= ketinggian yang dicapai benda (m)
𝑔 : percepatan gravitasi (m/s2) Keterangan:
𝑣𝑡 : kecepatan sesaat pada waktu 𝑡 (m/s) 𝜃 = jarak sudut (radian/rad)
𝑣0 : kecepatan awal (m/s) 𝛼 = percepatan sudut (rad/s2)
𝑡 : waktu (s) 𝜔𝑡 = kecepatan sudut sesaat pada waktu 𝑡 (rad/s)
ℎ𝑚𝑎𝑥 : ketinggian maksimum benda (m) 𝜔0 = kecepatan sudut awal (rad/s)
𝑡𝑚𝑎𝑥 : waktu untuk mencapai ketinggian maksimum (s) 𝑡 = waktu (s)

Gerak Jatuh Bebas Hubungan Gerak Lurus dan Gerak


Gerak jatuh bebas adalah gerak benda yang dilepas Melingkar
dari ketnggian tertentu di atas tanah tanpa kecepatan Gerak Lurus Gerak Melingkar
awal (𝑣0 = 0). 𝑠 = jarak 𝜃 = jarak sudut
Rumus-rumus:
𝑣 = kecepatan 𝜔 = kecepatan sudut
2ℎ 𝑎 = percepatan 𝛼 = percepatan sudut
𝑡=√
𝑔 Hubungannya:
▪ 𝑠 = 𝜃𝑅
𝑣 = √2𝑔ℎ
▪ 𝑣 = 𝜔𝑅
𝑡 : waktu sampai di tanah (s) ▪ 𝑎 = 𝛼𝑅
𝑣 : kecepatan benda sampai di tanah (m/s) Keterangan:
𝑅 : jari-jari lingkaran (m)
Gerak Melingkar 𝜃 : sudut (rad)
a. Gerak Melingkar Beraturan (GMB) 𝜔 : kecepatan sudut (rad/s)
Gerak melingkar beraturan adalah gerak benda pada 𝛼 : percepatan sudut (rad/s2)
lintasan melingkar dengan kecepatan sudut tetap per
satuan waktu. Karena kecepatan sudutnya tetap
maka nilai percepatan sudut benda adalah nol.
(𝜔 = tetap dan 𝛼 = 0).
Rumus GMB:
𝜃 =𝜔∙𝑡

b. Gerak Melingkar Berubah Beraturan (GMBB)


Gerak melingkar berubah beraturan adalah gerak
benda mengikut lintasan melingkar dengan kecepatan
sudut berubah setiap pertambahan waktu dan
percepatan sudut tetap (𝜔 = berubah dan 𝛼 = tetap).
Rumus-rumus GMBB:
1
 𝜃 = 𝜔0 𝑡 + 𝛼𝑡 2
2
 𝜔𝑡 = 𝜔0 + 𝛼𝑡
 𝜔𝑡 2 = 𝜔0 2 + 2𝛼𝜃
𝜔𝑡 + 𝜔0
 𝜃= 𝑡
2
3
Hukum Newton, Gaya, Usaha, dan Energi
𝑚 : massa benda (kg)
Hukum Newton tentang Gerak 𝑔 : percepatan gravitasi (m/s2)
a. Hukum I Newton Arah gaya berat selalu menuju ke pusat bumi (ke
Hukum I Newton berbunyi: bawah). Perhatikan gambar berikut ini!
Jika resultan gaya yang bekerja pada benda bernilai
nol maka benda yang diam akan terus diam dan
benda yang bergerak lurus dengan kecepatan tetap
akan tetap bergerak dengan kecepatan tetap.
Hukum I Newton dirumuskan dengan: b. Gaya Normal (𝑵)
Gaya normal adalah gaya yang timbul karena adanya
∑𝐹 = 0 dua permukaan pada benda yang bersentuhan. Arah
gaya normal selalu tegak lurus terhadap bidang
b. Hukum II Newton
sentuh. Perhatikan gambar berikut ini!
Hukum II Newton berbunyi:
Percepatan adalah perbandingan antara resultan
gaya yang bekerja pada benda dengan massanya.
Hukum II Newton dirumuskan dengan:
∑ 𝐹 = 𝑚𝑎

c. Hukum III Newton


Hukum III Newton berbunyi: Gaya ini tdak memiliki rumus yang pasti, disesuaikan
Gaya reaksi akan tmbul akibat gaya aksi yang dengan gaya yang bekerja pada benda tersebut.
dikenakan pada suatu benda yang besarnya sama Besarnya gaya normal adalah:
dan arahnya berlawanan. Gambar (A): 𝑁 − 𝑤 = 0 ⟺ 𝑁 = 𝑤
Hukum III Newton dirumuskan dengan: Gambar (B): 𝑁 − 𝑤 cos 𝜃 = 0 ⟺ 𝑁 = 𝑤 cos 𝜃
𝐹𝑎𝑘𝑠𝑖 = −𝐹𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
c. Gaya Gesek (𝒇)
Keterangan:
Gaya gesek adalah gaya yang terjadi akibat
∑ 𝐹 : resultan gaya (N)
persentuhan antara benda dan permukaan kasar.
𝑚 : massa (kg)
Arah gaya gesek selalu berlawanan dengan
𝑎 : percepatan (m/s2)
kecenderungan gerak benda.

Konsep Gaya
Gaya adalah kekuatan yang dapat menimbulkan
perubahan pada benda. Misalnya, perubahan posisi
atau perubahan bentuk. Pada gambar tersebut ketika benda dikenakan gaya
a. Gaya Berat (𝒘) sebesar 𝐹 maka akan timbul gaya gesek sebesar 𝑓.
Gaya berat adalah gaya yang timbul karena gaya tarik Sehingga ada dua keadaan yang terjadi pada benda,
bumi terhadap benda. yaitu:
Rumus: 1. Benda tetap diam
𝑤 = 𝑚𝑔 Benda akan tetap diam, jika gaya 𝐹 yang kita
berikan masih kurang atau sama dengan gaya
Keterangan:
gesek statis maksimumnya (𝑓𝑠 𝑚𝑎𝑘𝑠 ).
𝑤 : berat benda (N)
𝐹 ≤ 𝑓𝑠 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑊 = 𝑭 ∙ 𝒔 = 𝐹𝑠 cos 𝛼
𝐹 ≤ 𝜇𝑠 𝑁
Keterangan:
Jadi, besarnya gaya gesek (𝑓) adalah sama dengan 𝑊 : usaha (joule)
gaya yang yang diberikan pada benda, yaitu 𝐹.
𝐹 : Gaya yang bekerja pada benda (N)
𝐹=𝑓
𝑠 : perpindahan benda (m)
2. Benda bergerak
𝛼 : Sudut antara 𝐹 dan 𝑠 (derajat atau radian)
Benda akan bergerak, jika gaya 𝐹 yang kita berikan
▪ Jika 𝛼 = 0°, maka 𝑊 = 𝐹𝑠
bernilai lebih besar dari gaya gesek statis
maksimumnya (𝑓𝑠 𝑚𝑎𝑘𝑠 ). ▪ Jika 𝛼 = 90°, maka 𝑊 = 0
𝐹 > 𝑓𝑠 𝑚𝑎𝑘𝑠 ▪ Jika 𝛼 = 180°, maka 𝑊 = −𝐹𝑠
𝐹 > 𝜇𝑠 𝑁 Jika pada benda dikenakan beberapa gaya sekaligus,
Jadi, besarnya gaya gesek (𝑓) pada benda adalah maka usaha totalnya:
gaya gesek kinetis, rumusnya: 𝑊 = Σ𝐹. 𝑠
𝑓 = 𝑓𝑘 = 𝜇𝑘 𝑁 dimana Σ𝐹 = jumlah gaya-gaya yang bekerja pada
Keterangan: benda.
𝑓 : gaya gesek (N) a. Usaha sebagai perubahan Energi Kinetik
𝑓𝑠 𝑚𝑎𝑘𝑠 : gaya gesek statis maksimum (N)
Jika benda bergerak mengalami perubahan kecepatan
𝑓𝑘 : gaya gesek kinetis (N)
𝜇𝑠 : koefisien gesekan statis maka timbul usaha yang besarnya sama dengan
𝜇𝑘 : koefisien gesekan kinetis perubahan energi kinetiknya.
𝑁 : gaya normal (N)

Energi
a. Energi Kinetik (𝑬𝒌 )
Energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh benda 𝑊 = ∆𝐸𝑘 = 𝐸𝑘2 − 𝐸𝑘1
yang sedang bergerak. 𝑊 = ∆𝐸𝑘 = 𝐸𝑘2 − 𝐸𝑘1
Rumus: 1
𝐹𝑠 = 𝑚(𝑣2 2 − 𝑣1 2 )
1 2
𝐸𝑘 = 𝑚𝑣 2
2
b. Usaha Sebagai Perubahan Energi Potensial
Keterangan:
Jika benda mengalami perubahan posisi ketnggiannya
𝐸𝑘 : energi kinetik (joule)
dari suatu ttk acuan maka tmbul usaha yang besarnya
𝑚 : massa benda (kg)
sama dengan perubahan energi potensialnya.
𝑣 : kecepatan benda (m/s)
𝑊 = ∆𝐸𝑝 = 𝐸𝑝2 − 𝐸𝑝1
b. Energi Potensial (𝑬𝒑 ) 𝐹𝑠 = 𝑚𝑔(ℎ2 − ℎ1 )
Energi potensial gravitasi adalah energi yang dimiliki
benda karena posisinya terhadap titik acuan tertentu. c. Usaha Sebagai Perubahan Energi Mekanik
Rumus: Energi mekanik (𝐸𝑚) adalah energi total yang dimiliki
𝐸𝑝 = 𝑚𝑔ℎ benda, yaitu energi potensial ditambah dengan energi
kinetik.
Keterangan:
𝐸𝑝 : energi potensial (joule) 𝐸𝑚 = 𝐸𝑝 + 𝐸𝑘
1
𝑔 : percepatan gravitasi bumi (10 m/s2) 𝐸𝑚 = 𝑚𝑔ℎ + 𝑚𝑣 2
2
ℎ : ketinggian benda relatif terhadap acuan (m)
Jika suatu benda naik atau turun dari permukaan yang
Usaha kasar sehingga kecepatan dan ketinggiannya berubah
(seperti gambar berikut), maka usaha yang dilakukan
Usaha yang dilakukan oleh gaya tetap F sama dengan
benda sama dengan perubahan energi mekanik.
hasil kali titik (dot product) antara gaya dan
perpindahan s. Secara matematis:
Karena 𝑊 = 𝐹. 𝑠, maka rumus tersebut bisa menjadi:
𝐹. 𝑠
𝑃= = 𝐹. 𝑣
𝑡
Keterangan:
𝑃 : Daya (W atau watt)
𝑊 : Usaha (J)
Rumus: 𝑡 : Waktu (s)
𝑊 = ∆𝐸𝑝 + ∆𝐸𝑘 𝐹 : gaya (N)
1 𝑣 : kecepatan (m/s)
𝑓𝑠 = 𝑚𝑔(ℎ2 − ℎ1 ) + 𝑚(𝑣2 2 − 𝑣1 2 )
2
Keterangan:
𝑓 : gaya gesek (N)
∆𝐸𝑝 : perubahan energi potensial (J)
∆𝐸𝑘 : perubahan energi kinetik (J)

Hukum Kekekalan Energi Mekanik


Jika sebuah benda bergerak dan tidak ada gaya gesek
yang terjadi, maka berlaku hukum kekekalan energi
mekanik.
𝐸𝑚1 = 𝐸𝑚2
𝐸𝑝1 + 𝐸𝑘1 = 𝐸𝑝2 + 𝐸𝑘2
1 1
𝑚𝑔ℎ1 + 𝑚𝑣1 2 = 𝑚𝑔ℎ2 + 𝑚𝑣2 2
2 2

Daya (𝑷)
Daya didefinisikan sebagai kecepatan melakukan
usaha atau kemampuan untuk melakukan usaha tiap
satuan waktu.
Rumus:
𝑊
𝑃=
𝑡
4
Momentum, Impuls, dan Tumbukan
3. Koefisien restitusi (𝑒) bernilai 1
Momentum −∆𝑣′ −(𝑣2′ − 𝑣1 ′)
𝑒= =
Momentum adalah hasil kali antara massa benda ∆𝑣 𝑣2 − 𝑣1
yang bergerak dan kecepatan geraknya. Momentum
Keterangan:
termasuk dalam besaran vektor yang arahnya sama
𝑚 : massa benda (kg)
dengan arah gerak benda.
𝑣1 : kecepatan benda pertama sebelum tumbukan (m/s)
Rumus:
𝑣2 : kecepatan benda kedua sebelum tumbukan (m/s)
𝑝 = 𝑚. 𝑣 𝑣1 ′ : kecepatan benda pertama setelah tumbukan (m/s)
Keterangan: 𝑣2 ′ : kecepatan benda kedua setelah tumbukan (m/s)
𝑝 : momentum (kg m/s)
b. Tumbukan Lenting Sebagian
𝑚 : massa (kg)
Pada tumbukan lenting sebagian ada sebagian energi
𝑣 : kecepatan (m/s)
kinetik berubah menjadi bentuk energi lain sehingga
energi kinetik total setelah tumbukan menjadi lebih
Impuls
kecil daripada energi kinetik total sebelum tumbukan.
Impuls adalah perubahan momentum sebuah benda Pada tumbukan lenting sebagian berlaku:
atau hasil kali gaya yang bekerja pada suatu benda 1. Hukum kekekalan momentum
dan lamanya gaya itu bekerja.
∑𝑝𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 = ∑𝑝𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛
Rumus:
𝑝1 + 𝑝2 = 𝑝1 ′ + 𝑝2 ′
𝐼 = ∆𝑝 = ∫ 𝐹𝑑𝑡 𝑚1 𝑣1 + 𝑚1 𝑣2 = 𝑚1 𝑣1 ′ + 𝑚1 𝑣2 ′
Keterangan:
2. Koefisien restitusi (𝑒) bernilai lebih dari nol dan
𝐼 : Impuls (Ns)
kurang dari 1 (0 < 𝑒 < 1)
∆𝑝 : perubahan momentum (𝑝2 − 𝑝1 )
𝐹 : gaya (N) c. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali
𝑡 : waktu (s) Pada tumbukan tidak lenting sama sekali, energi
kinetik setelah tumbukan lebih kecil daripada energi
Tumbukan kinetik sebelum tumbukan. setelah tumbukan, kedua
a. Tumbukan Lenting Sempurna benda bergerak bersama-sama (menempel).
Pada tumbukan lenting sempurna tidak terjadi Pada tumbukan tidak lenting sama sekali berlaku:
perubahan bentuk energi. Setelah tumbukan kedua 1. Hukum kekekalan momentum
benda berpisah. Pada tumbukan lenting sempurna ∑𝑝𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 = ∑𝑝𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛
berlaku: 𝑝1 + 𝑝2 = 𝑝1 ′ + 𝑝2 ′
1. Hukum Kekekalan Energi Kinetik 𝑚1 𝑣1 + 𝑚1 𝑣2 = 𝑚1 𝑣1 ′ + 𝑚1 𝑣2 ′
∑𝐸𝑘𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 = ∑𝐸𝑘𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 2. Koefisien restitusi bernilai lebih nol (𝑒 = 0)
1 1 1 1
𝑚𝑣1 2 + 𝑚𝑣2 2 = 𝑚𝑣1 ′2 + 𝑚𝑣2 ′2 Sehingga: 𝑣1′ = 𝑣2 ′
2 2 2 2

2. Hukum Kekekalan Momentum


∑𝑝𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 = ∑𝑝𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛
𝑝1 + 𝑝2 = 𝑝1 ′ + 𝑝2 ′
𝑚1 𝑣1 + 𝑚1 𝑣2 = 𝑚1 𝑣1 ′ + 𝑚1 𝑣2 ′
5
Gerak Rotasi (Melingkar)
Silinder tipis
Momen Inersia 7 berongga, poros 𝐼 = 𝑚𝑅 2
melalui pusat
Momen inersia pada gerak rotasi adalah kelembaman
benda (kemampuan benda mempertahankan
Bola pejal, poros 2
posisinya) pada saat bergerak melingkar. Nilai momen 8 𝐼 = 𝑚𝑅 2
melalui pusat 5
inersia benda bergantung pada bentuk benda dan
letak porosnya. Bola berongga, 2
a. Momen Inersia Benda Titik 9 poros melalui 𝐼 = 𝑚𝑅 2
pusat 3

Keterangan:
𝑚 : massa benda (kg)
𝑅 : Jari-jari benda (m)
𝐿 : panjang batang (m)
𝐼 = ∑𝑀𝑅 2
𝐼 = 𝑀1 𝑅1 2 + 𝑀2 𝑅2 2 + 𝑀3 𝑅3 2 + ⋯ c. Momen Inersia batang silinder yang diputar pada
jarak 𝒅 dari pusat massa
Keterangan:
𝐼 : momen inersia (kg.m2)
𝑀1 : massa benda 1 (kg)
𝑅1 : jarak pusat massa benda 1 dengan poros
putar (m)
b. Momen Inersia Benda Tegar 1
𝐼= 𝑚𝐿2 + 𝑀𝑑2
No. Benda Keterangan Rumus Inersia 12

Segi empat tipis, Keterangan:


1 𝑑 : jarak poros putar dari pusat massa (m)
1 poros di 𝐼 = 𝑚𝑎2
sepanjang sisi b. 3
Momen Gaya (Torsi)
Segi empat tipis, 1
2 poros melalui 𝐼= 𝑚(𝑎2 + 𝑏 2 ) Momen gaya adalah ukuran besar kecilnya efek putar
12
titik pusat sebuah gaya terhadap suatu benda.

Batang silinder, 1
3 poros melalui titik 𝐼= 𝑚𝐿2
tengah 12

Batang silinder, 1
4 poros melalui 𝐼 = 𝑚𝐿2
ujung 3 𝜏𝑐 = 𝐹. 𝑟

Silinder pejal, 1
5 poros melalui 𝐼 = 𝑚𝑅 2
pusat 2

Silinder tebal
1
6 berongga, poros 𝐼 = 𝑚(𝑅1 2 + 𝑅2 2 )
2
melalui pusat 𝜏𝑐 = 𝐹 sin 𝜃 . 𝑟
Keterangan: Keterangan:
𝜏𝑐 : torsi (momen gaya) di titik C (Nm) 𝑎 : percepatan sistem (m/s2)
𝐹 : gaya (N) 𝑀 : massa katrol (kg)
𝑟 : jarak gaya F dari titik C (m) 𝑔 : percepatan gravitasi bumi (m/s2)
Jika ada beberapa gaya yang bekerja pada benda, 𝜇𝑘 : koefisien gesekan kinetis
maka besarnya torsi total adalah jumlah aljabar dari
masing-masing torsi. Energi Kinetik
∑𝜏 = 𝜏1 + 𝜏2 + 𝜏3 + ⋯ a. Energi kinetik translasi (gerak lurus)
∑𝜏 = 𝐹1 . 𝑟1 + 𝐹2 . 𝑟2 + 𝐹3 . 𝑟3 + ⋯ 1
𝐸𝑘 𝑇 = 𝑚𝑣 2
2
Hukum II Newton pada Gerak
b. Energi kinetik rotasi
Rotasi 1
𝐸𝑘𝑅 = 𝐼𝜔2
Jika percepatan anguler bernilai konstan (𝛼 = konstan) 2
maka berlaku hukum II Newton.
c. Energi kinetik total benda menggelinding
𝜏 = 𝐼. 𝛼 Yang dimaksud benda menggelinding adalah benda
Pada hukum II Newton berlaku rumus-rumus gerak yang melakukan dua gerak sekaligus, yaitu gerak
melingkar berubah beraturan (GMBB). translasi (gerak lurus) dan gerak rotasi.
Keterangan: Jadi, energi total yang dimiliki benda menggelinding
𝜏 : torsi (momen gaya) (Nm) adalah energi kinetik translasi dan energi kinetk
𝐼 : momen inersia (kg.m2) rotasi.
𝛼 : percepatan anguler (rad/s2)

Beberapa Nilai Percepatan Sistem


Katrol
𝐸𝑘𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐸𝑘 𝑇 + 𝐸𝑘𝑅
1
𝐸𝑘𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑚𝑣 2 (1 + 𝑘)
(𝑚2 − 𝑚1 )𝑔 2
𝑎=
1 Keterangan:
𝑚1 + 𝑚2 + 2 𝑀
𝐼 : momen inersia (kg.m2)
𝜔 : kecepatan anguler atau kecepatan sudut (rad/s)
𝑚 : massa benda (kg)
𝑘 : konstanta inersia (koefisien dari 𝑚𝑅 2)
(𝑚2 − 𝑚1 sin 𝜃)𝑔
𝑎=
1
𝑚1 + 𝑚2 + 2 𝑀 Benda Menggelinding Menuruni atau
Menaiki Bidang Miring

(𝑚2 − 𝜇𝑘 𝑚1 )𝑔
𝑎=
1
𝑚1 + 𝑚2 + 2 𝑀

2𝑔ℎ
𝑣=√
(𝑚2 − 𝑚1 )𝑔 1+𝑘
𝑎=
𝑚1 + 𝑚2 + 𝑀
𝑘 : konstanta inersia (koefisien dari 𝑚𝑅 2)
Usaha Gerak Rotasi 𝜔2 : kecepatan anguler benda 2 sebelum tumbukan
(rad/s)
𝑊 = 𝜏. 𝜃 𝜔1 ′ : kecepatan anguler benda 1 setelah tumbukan
Keterangan: (rad/s)
𝑊 : usaha (J) 𝜔2 ′ : kecepatan anguler benda 2 setelah tumbukan
𝜏 : torsi (momen gaya) (Nm) (rad/s)
𝜃 : sudut yang disapu benda (rad)
Hukum Kekekalan Momentum
Momentum Anguler Anguler untuk Benda yang Berputar
Momentum anguler dirumuskan dengan: dengan Mengubah Jari-jari
𝐿 = 𝐼. 𝜔
𝑅 2
𝜔′ = ( ) 𝜔
Keterangan: 𝑅′
𝐿 : momentum anguler (kg m2/s) Keterangan:
𝐼 : momen inersia benda (kg.m2) 𝜔′ : kecepatan sudut akhir (rad/s)
𝜔 : kecepatan anguler atau kecepatan sudut (rad/s) 𝑅′ : jari-jari akhir (m)

Hukum Kekekalan Momentum


Anguler

𝐿𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝐿𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐼1 . 𝜔1 + 𝐼2 . 𝜔2 = 𝐼1 . 𝜔1 ′ + 𝐼2 . 𝜔2 ′
Keterangan:
𝐼1 : momen inersia benda 2 (kg.m2)
𝐼2 : momen inersia benda 2 (kg.m2)
𝜔1 : kecepatan anguler benda 1 sebelum tumbukan
(rad/s)
6
Fluida
Fluida adalah semua zat yang dapat mengalir.
Contohnya: zat cair (air, minyak) dan gas. Dalam bab
ini akan dipelajari tentang fluida statis dan fluida 𝑃ℎ = 𝜌. 𝑔. ℎ
dinamis.

Fluida Statis Keterangan:


Fluida statis adalah zat yang berada dalam keadaan 𝑃ℎ : tekanan hidrostatis (Pa)
diam (tidak bergerak). 𝜌 : massa jenis fluida (kg/m3)
𝑔 : percepatan gravitasi ( 10 m/s2)
a. Massa Jenis ℎ : kedalaman benda dari permukaan fluida (m)
Massa jenis adalah ukuran kerapatan suatu benda.
Hukum pokok hidrostatis
Semakin besar massa jenis benda maka benda
Hukum pokok hidrostatis berbunyi: “Semua titik yang
tersebut semakin rapat.
terletak pada suatu bidang datar di dalam zat cair
Rumus:
yang sejenis memiliki tekanan yang sama”.
𝑚
𝜌=
𝑉
Keterangan: 𝑃𝐴 = 𝑃𝐵
𝜌1 . 𝑔. ℎ1 = 𝜌2 . 𝑔. ℎ2
𝜌 : massa jenis benda (kg/m3) 𝜌1 . ℎ1 = 𝜌2 . ℎ2
𝑚 : massa benda (kg)
𝑉 : volume benda (m3)
Ingat!
b. Tekanan
Mengukur besarnya kedalaman (ℎ) harus dihitung
Tekanan adalah hasil bagi antara gaya dengan luas
dari permukaan zat cair (dari atas) bukan dari bawah.
penampang.
Rumus: Berdasarkan persamaan di atas:
𝐹 ▪ Makin dalam letak suatu benda di dalam zat cair,
𝑃= tekanan hidrostatis yang diperoleh akan makin
𝐴
besar.
Keterangan:
▪ Makin besar massa jenis suatu zat cair maka makin
𝑃 : tekanan (pascal/Pa = N/m2)
besar pula tekanan hidrostatis yang dihasilkan.
𝐹 : gaya (N)
𝐴 : luas permukaan bidang sentuh (m2) d. Tekanan Mutlak
Satuan tekanan (P) adalah N/m2 atau pascal (Pa), Tekanan mutlak adalah tekanan total yang dialami
dyne/cm2, atmosfer (atm). Hitungan konversinya oleh benda.
adalah sebagai berikut. 𝑃 = 𝑃0 + 𝑃ℎ
1 N/m2 = 1 pascal (Pa) Keterangan:
1N = 105 dyne 𝑃 : tekanan mutlak (Pa)
1 atm = 105 Pa 𝑃0 : tekanan udara luar (Pa)
1 atm = 76 cmHg 𝑃ℎ : tekanan hidrostatis (Pa)
c. Tekanan Hidrostatis e. Hukum Pascal
Tekanan hidrostatis adalah tekanan yang dialami Hukum Pascal berbunyi:
benda saat di dalam fluida karena adanya gaya Tekanan yang diberikan kepada fluida di dalam
gravitasi. ruangan tertutup diteruskan sama besar ke segala
Rumus: arah.
Keterangan:
𝐹1 𝐹2
= 𝜌𝑏 : massa jenis benda (kg/m3)
𝐴1 𝐴2
𝑉𝑐 : volume benda yang tercelup (m3)
𝑑1 2
𝐹1 = ( ) 𝐹2 𝑉𝑏 : volume benda total (m3)
𝑑2
𝑊 : berat benda (N)
Keterangan: 2. Melayang
𝐹1 : gaya pada 𝐴1 (N) Ciri-ciri benda melayang, yaitu:
𝐹2 : gaya pada 𝐴2 (N) ▪ Massa jenis benda sama dengan massa jenis zat
𝐴1 : luas permukaan bidang 1 (m2) cair (𝜌 benda = 𝜌 zat cair).
𝐴2 : luas permukaan bidang 2 (m2) ▪ Berat benda sama dengan gaya archimedes
𝑑1 : diameter permukaan bidang 1 (m) (𝑊𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 = 𝐹𝑎 ).
𝑑2 : diameter permukaan bidang 2 (m) 3. Tenggelam
Prinsip hukum Pascal ini diterapkan pada alat-alat, Ciri-ciri benda tenggelam, yaitu:
misalnya dongkrak hidrolik, pompa hidrolik, mesin ▪ Massa jenis benda lebih besar dibandingkan
hidrolik pengangkat mobil, dan rem hidrolik mobil. dengan massa jenis zat cair (𝜌 benda = 𝜌 zat cair).
▪ Berat benda lebih besar daripada gaya archimedes
f. Hukum Archimedes
(𝑊𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 > 𝐹𝑎 ).
Hukum Archimedes berbunyi:
Benda yang tercelup sebagian atau seluruhnya di
dalam zat cair akan mengalami gaya ke atas sebesar 𝑊 = 𝐹𝑎 + 𝑁
berat zat cair yang dipindahkan oleh benda yang
tercelup tersebut.

Keterangan:
𝑁 : gaya normal (N)
Penerapan hukum Archimedes antara lain adalah
kapal laut, kapal selam, galangan kapal, jembatan
fonton, galangan kapal, balon udara, dan hydrometer.
Rumus: Berat Semu/Berat Benda di Dalam Fluida
𝐹𝑎 = 𝜌𝑓 . 𝑔. 𝑉𝑐 Berat semu benda di dalam fluida adalah selisih
Keterangan: antara berat benda di udara dengan gaya angkat yang
𝐹𝑎 : gaya ke atas/gaya apung/gaya archimedes (N) terjadi pada benda.
𝜌𝑓 : massa jenis fluida (kg/m3) 𝑊𝑓 = 𝑊𝑢 − 𝐹𝑎
𝑉𝑐 : volume zat cair yang dipindahkan atau volume Keterangan:
benda yang tercelup di dalam zat cair (m3) 𝐹𝑎 : gaya ke atas/gaya apung/gaya archimedes (N)
Akibat gaya tekan ke atas ini, benda memiliki tiga 𝑊𝑓 : berat semu benda (N)
posisi jika dimasukkan ke dalam suatu zat cair, yaitu: 𝑊𝑢 : berat benda di udara (N)
1. Terapung
Ciri-ciri benda terapung, yaitu: Tegangan Permukaan Zat Cair
▪ Massa jenis benda lebih kecil dibandingkan Tegangan permukaan zat cair adalah
dengan massa jenis zat cair (𝜌 benda < 𝜌 zat cair). kecenderungan zat cair untuk meregang (menjadi
▪ Berat benda sama dengan gaya archimedes tegang) sehingga permukaannya sepert ditutupi oleh
(𝑊𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 = 𝐹𝑎 ). suatu lapisan elastis.
Tegangan permukaan ini yang mengakibatkan
𝐹𝑎 = 𝑊𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 serangga tertentu, sepert nyamuk atau laba-laba
𝑉𝑐 2 dapat berjalan di atas air dan jarum atau silet dapat
𝜌𝑏 = ( ) 𝜌𝑓
𝑉𝑏 mengapung di permukaan air.
𝐹 𝑟 : jari-jari (m)
𝛾=
𝑑 𝜂 : viskositas fluida (N.s/m2)
Jika permukaan benda yang bersentuhan ada pada 2 𝑣 : kecepatan fluida (m/s)
sisinya, sepert kawat atau jarum maka 𝑑 = 2𝐿. Jika sebuah kelereng dicelupkan ke dalam fluida
Keterangan: kental maka terdapat gaya apung (𝐹𝑎 ) dan gaya
𝐿 : panjang kawat atau jarum (m) stokes (𝐹𝑠 ) yang melawan gaya beratnya (𝑊).
𝐹 : gaya yang bekerja pada permukaan zat cair (N) c. Kecepatan Terminal
a. Kapilaritas Kecepatan terminal adalah kecepatan maksimum
▪ Kapilaritas adalah peristiwa naik turunnya fluida tetap yang dapat dimiliki oleh suatu benda yang
yang berada di dalam pipa kapiler (pipa dengan berada pada fluida kental.
diameter yang sangat kecil). Jika bendanya adalah sebuah bola pejal maka
▪ Kohesi adalah gaya tarik-menarik antarmolekul kecepatan terminalnya dirumuskan:
sejenis. 2. 𝑟 2 . 𝑔
𝑣𝑇 = (𝜌𝑏 − 𝜌𝑓 )
▪ Adhesi adalah gaya tarik-menarik antarmolekul tak 9. 𝜂
sejenis.
Keterangan:
𝑣𝑇 : kecepatan terminal (m/s)
𝑟 : jari-jari bola (m)
𝜂 : koefsien viskositas (kg/ms)
𝜌𝑏 : massa jenis benda (kg/m3)
𝜌𝑓 : massa jenis fluida (kg/m3)
▪ Air memiliki gaya adesif lebih besar daripada gaya
kohesifnya. Akibatnya, permukaan air akan naik Fluida Dinamis
jika berada pada pipa kapiler.
Fluida dinamis adalah fluida yang mengalir (bergerak).
▪ Berbeda dengan air, raksa memiliki gaya kohesif
lebih besar daripada gaya adesifnya. Akibatnya, a. Debit fluida (laju air)
permukaan raksa akan turun jika berada pada pipa Debit fluida adalah volume fluida yang mengalir
kapiler. setiap detik.
Ketinggian/kedalaman fluida pada pipa kapiler Debit fluida dirumuskan:
dirumuskan: 𝑉
𝑄 = = 𝐴. 𝑣
2. 𝛾. cos 𝜃 𝑡
𝑦=
𝜌𝑓 . 𝑔. 𝑟 Keterangan:
Keterangan: 𝑄 : debit fluida (m3/s)
𝑦 : ketinggian fluida pada pipa kapiler (m) 𝑉 : volume fluida (m3)
𝛾 : tegangan permukaan (N/m) 𝑡 : selang waktu (s)
𝜃 : sudut kontak 𝐴 : luas permukaan (m2)
𝜌𝑓 : massa jenis fluida (kg/m3) 𝑣 : kecepatan fluida (m/s)
𝑔 : percepaan gravitasi bumi (10 m/s2) b. Persamaan kontinuitas
𝑟 : jari-jari pipa kapiler (m)
b. Gaya Gesekan Fluida (Gaya Stokes)
Gaya stokes adalah gaya gesekan pada fluida akibat
kekentalan zat tersebut. Semakin kental fluida maka Jika dianggap tidak terdapat gesekan pada pipa maka
semakin besar gaya stokes yang dihasilkan. debit fluida yang mengalir pada pipa akan tetap.
Rumus:
𝑄1 = 𝑄1 = 𝑄1 = ⋯ = konstan
𝐹𝑠 = 6𝜋. 𝑟. 𝜂. 𝑣
atau
Keterangan:
𝐴1 . 𝑣1 = 𝐴2 . 𝑣2 = 𝐴3 . 𝑣3 = ⋯ = konstan
𝐹𝑠 : gaya stokes/gaya gesek fluida (N)
c. Asas Bernoulli 2. Venturimeter
Asas Bernoulli menyatakan bahwa: Venturimeter adalah alat untuk mengukur kecepatan
Pada pipa mendatar, tekanan fluida paling besar gerak fluida cair.
terdapat pada bagian yang kelajuan alirannya paling Dengan alat venturimeter dapat dengan mudah kita
kecil. Sebaliknya, tekanan fluida paling kecil terdapat
ketahui perbedaan tekanan antara pipa penampang 1
pada bagian yang kelajuan alirannya paling besar.
dan 2, yaitu:

𝑃1 − 𝑃2 = 𝜌𝑔ℎ
1
𝑃1 − 𝑃2 = 𝜌(𝑣2 2 − 𝑣1 2 )
2
Menurut asas Bernoulli, kecepatan fluida pada
penampang 1 lebih kecil daripada kecepatan fluida Untuk mencari kecepatan 𝑣1 dan 𝑣2 dapat digunakan
pada penampang 2 (𝑣1 < 𝑣2 ) maka tekanan rumus:
penampang 1 lebih besar daripada tekanan
2𝑔ℎ
penampang 2 (𝑃1 > 𝑃2 ). 𝑣1 =
√ 𝐴1 2
d. Persamaan Bernoulli (𝐴 ) − 1
2

2𝑔ℎ
𝑣2 =
√ 𝐴 2
1 − (𝐴2 )
1

3. Sayap pesawat terbang

1
𝑃 + 𝜌𝑣 2 + 𝜌𝑔ℎ = konstan
2
atau Kecepatan aliran udara di atas sayap (𝑣1 ) lebih besar
1 1 daripada kecepatan aliran udara di bawah sayap (𝑣2 ).
𝑃1 + 𝜌1 𝑣1 2 + 𝜌1 𝑔ℎ1 = 𝑃2 + 𝜌2 𝑣2 2 + 𝜌2 𝑔ℎ2
2 2 Akibatnya, tekanan udara di bawah sayap (𝑃2 ) lebih
Keterangan: besar daripada tekanan udara di atas sayap (𝑃1 ).
𝑃 : tekanan (Pa) 𝑣1 > 𝑣2 , akibatnya 𝑃1 < 𝑃2
ℎ : ketinggian (m) Perbedaan tekanan ini menghasilkan gaya angkat
𝜌 : massa jenis fluida (kg/m3) pesawat sebesar:
𝑣 : kecepatan fluida (m/s) 𝐹2 − 𝐹1 = (𝑃2 − 𝑃1 )𝐴
Penerapan Persamaan Bernoulli atau
1. Tabung bocor 1
𝐹2 − 𝐹1 = 𝜌(𝑣1 2 − 𝑣2 2 )𝐴
Jika sebuah tabung yang berlubang berisi air maka 2
kecepatan air keluar dari tabung dan jarak jatuhnya Jadi, agar pesawat dapat terangkat, gaya angkat
dari kaki tabung adalah: pesawat harus lebih besar daripada berat pesawat
(𝐹2 − 𝐹1 > 𝑚𝑔).
𝑣 = √2𝑔ℎ1 Keterangan:
𝑃2 − 𝑃1 : perbedaan tekanan (N/m2)
𝑥 = 2√ℎ1 . ℎ2
𝜌 : massa jenis udara (kg/m3)
𝑣1 2 − 𝑣2 2 : perbedaan kecepatan fluida (m/s)
Keterangan: 𝐴 : luas permukaan sayap pesawat (m2)
𝑔 : percepatan gravitasi (m/s2)
ℎ1 : jarak lubang dari permukaan air (m)
ℎ2 : jarak lubang dari dasar bejana (m)
7
Suhu dan Kalor
Keterangan:
Suhu
∆𝑙 : pertambahan panjang (meter)
Suhu adalah ukuran derajat panas atau dinginnya 𝑙0 : panjang mula-mula (meter)
suatu benda. Untuk mengukur besarnya suhu 𝑙𝑡 : panjang akhir (meter)
digunakan alat yang dinamakan termometer. 𝛼 : koefsien muai panjang (/℃)
∆𝑇 : perubahan suhu (℃)
a. Konversi Satuan Termometer
𝑇0 : suhu awal (℃)
𝑇𝑡 : suhu akhir (℃)
2. Pemuaian luas
∆𝐴 = 𝐴0 𝛽∆𝑇
atau

𝑇𝑥 − 𝑇𝑥𝑏𝑏 𝑇𝑦 − 𝑇𝑦𝑏𝑏 𝐴𝑡 − 𝐴0 = 𝐴0 𝛽(𝑇𝑡 − 𝑇0 )


=
𝑇𝑥𝑏𝑎 − 𝑇𝑥𝑏𝑏 𝑇𝑦𝑏𝑎 − 𝑇𝑦𝑏𝑏 Keterangan:
∆𝐴 : pertambahan luas (m2)
Keterangan:
𝐴0 : luas mula-mula (m2)
𝑇𝑥 : suhu tertentu pada termometer X
𝐴𝑡 : luas akhir (m2)
𝑇𝑥𝑏𝑏 : suhu batas bawah/terendah pada termometer X
𝛽 : koefsien muai luas (/℃) ⟹ 𝛽 = 2𝛼
𝑇𝑥𝑏𝑎 : suhu batas atas/tertinggi pada termometer X
𝑇𝑦 : suhu tertentu pada termometer Y 3. Pemuaian volume
𝑇𝑦𝑏𝑏 : suhu batas bawah/terendah pada termometer Y ∆𝑉 = 𝑉0 𝛾∆𝑇
𝑇𝑦𝑏𝑎 : suhu batas atas/tertinggi pada termometer Y atau
b. Konversi Satuan Celsius, Reamur, Fahrenheit, dan 𝑉𝑡 − 𝑉0 = 𝑉0 𝛾(𝑇𝑡 − 𝑇0 )
Kelvin Keterangan:
∆𝑉 : pertambahan volume (m3)
𝑉0 : volume mula-mula (m3)
𝑉𝑡 : volume akhir (m3)
𝛾 : koefsien muai volume (/℃) ⟹ 𝛾 = 3𝛼

Kalor
𝐶 𝑅 𝐹 − 32 𝐾 − 273 Kalor adalah nama lain untuk energi panas.
= = =
100 80 180 100 Penambahan kalor kepada suatu benda dapat:
1. menaikkan suhunya.
c. Pemuaian
2. mengubah wujudnya.
Pemuaian adalah peristwa bertambahnya panjang,
luas, atau volume suatu benda sebagai akibat dari a. Kalor untuk Mengubah Suhu Zat
suhunya naik. Suatu benda dapat berubah suhunya apabila benda
1. Pemuaian panjang tersebut menyerap atau melepas kalor. Jika benda
menyerap kalor maka suhunya akan naik, sebaliknya
∆𝑙 = 𝑙0 𝛼∆𝑇
jika benda melepas kalor maka suhunya akan turun.
atau Rumus:
𝑙𝑡 − 𝑙0 = 𝑙0 𝛼(𝑇𝑡 − 𝑇0 ) 𝑄 = 𝑚. 𝑐. ∆𝑇
Keterangan: Asas Black dikemukakan oleh seorang fsikawan
𝑄 : kalor (joule atau kalori) Skotlandia bernama Joseph Black. Asas ini berbunyi:
𝑚 : massa benda (kg) Jika dua zat atau lebih saling berhubungan satu
𝑐 : kalor jenis (J/kg℃ atau kal/gr℃) sama lain maka zat yang bersuhu tinggi akan
𝛾 : koefsien muai volume (/℃) ⟹ 𝛾 = 3𝛼 mengalirkan kalor kepada zat yang bersuhu lebih
∆𝑇 : perubahan suhu, yaitu suhu tnggi dikurangi rendah hingga tercipta kesetimbangan suhu.
suhu rendah (𝑇2 − 𝑇1 ) (℃) Dengan kata lain, dapat disimpulkan:
Kalor jenis air: 𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
𝑐𝑎𝑖𝑟 = 4.200 J/kg℃ = 1 kal/gr℃
Keterangan:
b. Kalor untuk Mengubah Wujud Zat
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 : Kalor yang dilepas oleh suatu zat yag
Wujud suatu zat dapat berupa padat, cair, dan gas.
memiliki suhu lebih tinggi.
Wujud zat dapat berubah dari padat menjadi cair, cair
𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 : kalor yang diserap oleh suatu zat yang
menjadi gas, atau padat menjadi gas apabila zat
memiliki suhu lebih rendah.
menyerap kalor dan sebaliknya.
1. Kalor Uap (Mendidih) Perpindahan Kalor
Penguapan adalah peristiwa perubahan wujud zat
a. Konduksi
dari fase cair menjadi fase gas. Contoh: pemanasan
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat
pada air secara terus-menerus membuat air menguap
perantara tanpa disertai perpindahan zat perantaranya.
menjadi uap air (gas).
Contoh: Besi yang dipanaskan di salah satu ujungnya
Rumus:
maka ujung besi lainnya juga akan terasa panas
𝑄 = 𝑚. 𝑈 (terjadi perambatan kalor).
Keterangan: Rumus:
𝑄 : energi kalor (J atau kal) 𝑘. 𝐴. ∆𝑇
𝑃=
𝑚 : massa benda (kg atau g) 𝐿
𝑈 : kalor didih atau kalor uap (J/kg) Keterangan:
2. Kalor Lebur (Membeku) 𝑃 : daya (W atau watt)
Kalor lebur dan kalor beku menyebabkan terjadinya 𝑘 : konduktivitas termal bahan (W/m℃)
perubahan wujud suatu zat yang tidak disertai 𝐴 : luas penampang (𝜋𝑟 2 ) (m2)
perubahan suhu karena kalor yang diserap atau ∆𝑇 : perubahan suhu (℃)
dilepas digunakan untuk mengubah wujud zat. 𝐿 : panjang penghantar (m)
Rumus: b. Konveksi
𝑄 = 𝑚. 𝐿 Konveksi adalah perpindahan kalor melalui zat
perantara dengan disertai perpindahan zat perantaranya.
Keterangan: Contoh: Proses pemanasan air.
𝑄 : energi kalor (J atau kal)
𝑃 = ℎ. 𝐴. ∆𝑇
𝑚 : massa benda (kg atau g)
𝐿 : kalor lebur atau kalor beku (J/kg) Keterangan:
𝑃 : daya (W atau watt)
c. Asas Black ℎ : konveksivitas termal bahan (W/m2℃)
Pada zat yang memiliki suhu tinggi, jika dicampur 𝐴 : luas permukaan (m2)
dengan benda yang memiliki suhu yang lebih rendah ∆𝑇 : perubahan suhu (℃)
maka akan terjadi perpindahan kalor dari benda
c. Radiasi
bersuhu tnggi ke benda bersuhu rendah sehingga
Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa melalui zat
kedua benda akan memiliki suhu akhir yang sama.
perantara. Contoh: Pancaran panas matahari sampai
Pernyataan tersebut sesuai dengan asas Black.
ke bumi.
𝑃 = 𝑒. 𝐴. 𝜎. 𝑇 4

Keterangan:
𝑃 : laju energi kalor radiasi (W atau watt)
𝑒 : emisivitas (𝑒 = 1 untuk benda hitam sempurna)
𝐴 : luas permukaan benda (m2)
𝜎 : tetapan Stefan-Boltzman (5,67 × 10−8 𝑊/𝑚2 𝐾)
𝑇 : suhu (K atau kelvin)
8
Teori Kinetik Gas dan Termodinamika
𝑃1 . 𝑉1 𝑃2 . 𝑉2
Teori Kinetik Gas =
𝑇1 𝑇2
Teori kinetk adalah suatu konsep yang menyatakan
Keterangan:
bahwa materi tersusun atas atom-atom yang terus-
𝑃1 : tekanan awal
menerus bergerak. Teori kinetik dalam bab ini
𝑉1 : volume awal
dibatasi pada materi berwujud gas.
𝑇1 : suhu awal
a. Rumus Mol 𝑃2 : tekanan akhir
Mol dirumuskan dengan: 𝑉2 : volume akhir
𝑚 𝑁 𝑇2 : suhu akhir
𝑛= =
𝑀𝑟 𝑁𝐴
d. Energi Kinetik Gas Rata-rata
Keterangan: Energi kinetik gas adalah energi kinetik yang dimiliki
𝑛 : jumlah mol oleh satu buah molekul gas karena memiliki suhu
𝑚 : massa (gram) tertentu. Energi kinetik gas berbanding lurus dengan
𝑀𝑟 : massa molekul relatif (gram/mol) suhu mutlak, semakin besar suhu maka semakin besar
𝑁 : jumlah molekul pula energi kinetiknya.
𝑁𝐴 : bilangan Avogadro (6,02 × 10−23 molekul/mol) 1. Pada gas monoatomik (He, Ne, Ar, ...):
b. Persamaan Umum Gas Ideal 3
𝐸𝑘 = 𝑘𝑇
Gas ideal adalah gas yang memiliki kriteria sebagai 2
berikut:
2. Pada gas diatomik (𝑂2 , 𝑁2 , 𝐻2 , ...):
1. Gas yang terdiri atas banyak sekali molekul yang
• Suhu rendah (gerak translasi)
masing-masing bermassa sama dan bergerak acak
3
ke segala arah dengan berbagai kelajuan. 𝐸𝑘 = 𝑘𝑇
2
2. Jarak antarmolekul sangat jauh jika dibandingkan
dengan ukuran molekul tersebut. • Suhu sedang (gerak translasi dan rotasi)
3. Molekul gas mengikut hukum mekanika klasik. Gas 5
𝐸𝑘 = 𝑘𝑇
tersebut berinteraksi hanya ketika bertumbukan 2
dan tidak ada interaksi gaya lainnya. • Suhu tinggi (gerak translasi, rotasi, dan vibrasi)
4. Tumbukan yang terjadi antarmolekul dan tumbukan
7
molekul dengan dinding bersifat elastis sempurna. 𝐸𝑘 = 𝑘𝑇
2
Persamaan umum gas ideal adalah:
𝑃. 𝑉 = 𝑛. 𝑅. 𝑇 e. Energi Dalam
𝑃. 𝑉 = 𝑁. 𝑘. 𝑇 Energi dalam adalah jumlah energi kinetik total gas
Keterangan: dalam sistem.
𝑃 : tekanan (Pa atau N/m2) 1. Pada gas monoatomik:
𝑉 : volume (m3) 3
𝑅 : konstanta gas umum (8,3014 J/mol.K) 𝑈 = 𝑛𝑅𝑇
2
𝑇 : suhu (K atau kelvin)
𝑘 : konstanta Boltzman (1,38 × 10−23 J/K) 2. Pada gas diatomik:
• Suhu rendah (±250𝐾)
c. Hukum Boyle-Gay Lussac
3
Untuk gas ideal pada tabung yang terisolasi 𝑈 = 𝑁𝐾𝑇
2
memenuhi persamaan sebagai berikut.
• Suhu sedang (±500𝐾) 4. Adiabatik (𝐐𝐢𝐧 = 𝟎, 𝐐𝐨𝐮𝐭 = 𝟎)
5 Adiabatik adalah proses termodinamika pada saat
𝑈 = 𝑁𝐾𝑇 tidak ada kalor yang masuk atau keluar sistem.
2
• Suhu tinggi (±1000𝐾)
7 𝑃1 . 𝑉1 𝛾 = 𝑃2 . 𝑉2 𝛾
𝑈 = 𝑁𝐾𝑇 𝐶𝑝
2 𝛾=
𝐶𝑣
Keterangan:
𝑈 : energi dalam gas (joule)
f. Kecepatan rms
Keterangan:
Dalam teori kinetik gas, dikenal istilah 𝑣𝑟𝑚𝑠 (root
𝛾 : konstanta Laplace
mean square), yaitu akar dari rata-rata kuadrat kecepatan.
𝐶𝑝 : kapasitas kalor pada tekanan tetap (J/K)
Kecepatan 𝑣𝑟𝑚𝑠 bergantung pada variabel suhu.
𝐶𝑣 : kapasitas kalor pada volume tetap (J/K)
Jadi, selama suhu sistem tidak berubah (proses
isotermis) maka tidak terjadi perubahan 𝑣𝑟𝑚𝑠 . b. Hukum I Termodinamika
Semakin besar suhu sistem maka kecepatan gerak Hukum I termodinamika dirumuskan dengan:
partikel gas juga meningkat, begitu pula sebaliknya. 𝑄 = ∆𝑈 + 𝑊
Kecepatan 𝑣𝑟𝑚𝑠 dirumuskan dengan: Jika sistem menyerap kalor maka 𝑄 bernilai positif,
3𝑘𝑇 3𝑅𝑇 sedangkan jika sistem melepas kalor, 𝑄 bernilai
𝑣𝑟𝑚𝑠 = √ =√ negatif.
𝑚0 𝑀𝑟
Keterangan:
Keterangan: 𝑄 : jumlah kalor (J)
𝑣𝑟𝑚𝑠 : kecepatan rata-rata molekul gas (m/s) ∆𝑈 : perubahan energi dalam (J)
𝑚0 : massa satu molekul (gram) 𝑊 : kerja atau usaha (J)
𝑅 : konstanta gas universal (8,314 J/mol K)
c. Perubahan Energi Dalam
𝑀𝑟 : massa molekul relatif (gram/mol)
▪ Perubahan energi dalam adalah selisih dari energi
𝑇 : suhu (K)
dalam akhir dengan energi dalam awal.
▪ ∆𝑈 bernilai positif, artinya suhu sistem naik atau
Termodinamika
energi dalam meningkat. ∆𝑈 bernilai negatif,
a. Proses-proses Termodinamika artinya suhu sistem turun atau energi dalam
1. Isobarik menurun.
Isobarik adalah proses termodinamika pada tekanan ▪ ∆𝑈 dapat bernilai nol (0), jika terjadi proses
konstan. isotermis dan siklus reversibel.
Perubahan energi dalam gas monoatomik dirumuskan
𝑉1 𝑉2
= dengan:
𝑇1 𝑇2
3 3
∆𝑈 = 𝑛𝑅∆𝑇 = 𝑛𝑅(𝑇2 − 𝑇1 )
2. Isotermis 2 2
Isotermis adalah proses termodinamika pada suhu
konstan. d. Usaha
𝑃1 . 𝑉1 = 𝑃2 . 𝑉2 Usaha dapat dihasilkan dalam suatu sistem gas
apabila volume gas bertambah.
3. Isokhorik Usaha dinyatakan dengan rumus:
Isokhorik adalah proses termodinamika pada volume 𝑊 = ∫ 𝑃. 𝑑𝑉
konstan.
▪ Usaha (𝑊) dapat bernilai positif, jika sistem
𝑃1 𝑃2
= melakukan usaha (sistem mengembang) atau
𝑇1 𝑇2
dikatakan sebagai proses ekspansi (volume sistem
bertambah).
▪ Usaha bernilai negatif, jika sistem dilakukan usaha
dari lingkungan atau dikatakan sebagai proses
kompresi (volume sistem berkurang).
▪ Jika usaha bernilai nol, artinya sistem sedang
mengalami proses isokhorik (volume konstan).
Usaha juga dapat dicari dengan mencari luas daerah
di dalam grafik P – V.
Rumus usaha yang lainnya adalah:
Proses a – b : proses isotermis (kalor masuk)
1. Proses Isobarik Proses b – c : ekspansi adiabatik
𝑊 = 𝑃. (𝑉2 − 𝑉1 ) = 𝑛. 𝑅. (𝑇2 − 𝑇1 ) Proses c – d : proses isotermis (kalor keluar)
Proses d – a : kompresi adiabatik
2. Proses Isotermis
𝑉2 g. Mesin Pendingin
𝑊 = 𝑛. 𝑅. 𝑇. ln Mesin pendingin adalah mesin yang menyerap panas
𝑉1
dari reservoir suhu rendah (𝑄2 ) dan membuang
3. Proses adiabatik panas tersebut ke reservoir suhu tnggi (𝑄1 ) dengan
1 menggunakan usaha (𝑊) yang berasal dari
𝑊= (𝑃 . 𝑉 − 𝑃2 . 𝑉2 )
𝛾−1 1 1 lingkungan (luar sistem).
Kinerja mesin pendingin pada siklus Carnot
e. Hukum II Termodinamika
dirumuskan dengan:
Hukum II Termodinamika dapat dinyatakan dengan:
𝑄2 𝑄2 𝑇2
1. Kalor mengalir secara spontan dari benda bersuhu 𝑘= = =
𝑊 𝑄1 − 𝑄2 𝑇1 − 𝑇2
tinggi ke benda bersuhu rendah dan tidak dapat
mengalir secara spontan dalam arah kebalikannya. Keterangan:
2. Total entropi jagad raya tidak berubah ketika 𝑘 : kinerja mesin pendingin
terjadi proses reversibel dan akan bertambah jika 𝜂 : efisiensi mesin kalor
terjadi proses ireversibel. 𝑊 : usaha yang dihasilkan (J)
3. Tidak mungkin membuat sebuah mesin kalor yang 𝑄1 : kalor pada reservoir suhu tinggi (J)
bekerja dalam suatu siklus semata-mata menyerap 𝑄2 : kalor pada reservoir suhu rendah (J)
kalor dari sebuah reservoir dan mengubah 𝑇1 : suhu tinggi (Kelvin)
seluruhnya menjadi usaha luar. 𝑇2 : suhu rendah (Kelvin)

f. Mesin Kalor
Mesin kalor adalah mesin yang bekerja dengan cara
menyerap panas dari reservoir suhu tinggi (𝑄1 ) untuk
menghasilkan usaha (𝑊) dan membuang energi
panas sisanya ke reservoir suhu rendah (𝑄2 ).
Mesin kalor memiliki efsiensi nyata yang
dirumuskan dengan:
𝑊
𝜂= dan 𝑊 = 𝑄1 − 𝑄2
𝑄1
Jika mesin kalor mengikuti siklus Carnot (mesin kalor
ideal) maka grafiknya adalah:
9
Optik Geometri dan Alat-Alat Optik
▪ Tanda 𝑓 dan 𝑅:
Optika Geometri 1. Positif (+) untuk cermin cekung dan lensa
cembung.
Optika geometri adalah ilmu fisika yang mempelajari 2. Negatif (-) untuk cermin cembung dan lensa
tentang sifatsifat cahaya pada pemantulan dan cekung
pembiasan. Pemantulan terjadi pada cermin dan c. Pembiasan
pembiasan terjadi pada benda bening, contohnya Pembiasan adalah peristiwa pembelokan arah cahaya
lensa. karena cahaya melewati dua medium yang berbeda
a. Rumus fokus cermin/lensa kerapatan optiknya, seperti udara dan air.
1 1 1 Contoh: Jika kita memasukkan pensil ke dalam gelas
= + berisi air maka pensil akan terlihat seperti
𝑓 𝑠 𝑠′
Keterangan: patah/bengkok.
𝑓 : jarak fokus lensa/cermin (m) Terdapat dua macam pembiasan cahaya, yaitu:
𝑠 : jarak benda ke lensa/cermin (m) 1. Cahaya datang dari medium renggang (misalnya
𝑠’ : jarak bayangan ke lensa/cermin (m) udara) menuju ke medium rapat (misalnya air)
Catatan: maka cahaya akan berbelok mendekati sumbu
▪ 𝑠 bertanda positif (+) jika benda terletak di depan normal (garis putus-putus yang tegak lurus pada
cermin/lensa (benda nyata). bidang bias).
▪ 𝑠 bertanda negatif (-) jika benda terletak di 2. Cahaya datang dari medium rapat (misalnya air)
belakang cermin/lensa (benda maya). menuju ke medium renggang (misalnya udara)
▪ 𝑠′ bertanda positif (+) jika bayangan terletak di maka cahaya akan berbelok menjauhi garis
depan cermin (bayangan nyata). normal.
▪ 𝑠′ bertanda positif (+) jika bayangan terletak di
belakang lensa (bayangan nyata).
▪ 𝑠′ bertanda negatif (-) jika bayangan terletak di
belakang cermin (bayangan maya).
▪ 𝑠′ bertanda negatif (-) jika bayangan terletak di
depan lensa (bayangan maya).
b. Rumus Perbesaran Linier pada Cermin/Lensa Rumus pembiasan:
𝑛1 sin 𝑖 = 𝑛2 sin 𝑟
ℎ′ 𝑠′
𝑀= =| |
ℎ 𝑠 Keterangan:
Keterangan: 𝑛1 : indeks bias medium 1
𝑀 : perbesaran linier cermin/lensa 𝑛2 : indeks bias medium 2
ℎ : tinggi benda (m) 𝑖 : sudut datang
ℎ′ : tinggi bayangan (m) 𝑟 : sudut bias

Perlu diingat! 1. Sudut kritis pada pembiasan


▪ Menurut jenisnya Sudut kritis (𝑖𝑘 ) adalah sudut datang yang terjadi
Cermin apabila cahaya datang dari medium rapat ke medium
1. Cekung : cermin positif (+) renggang yang mengakibatkan sudut biasnya sebesar
2. Cembung : cermin negatif (-) 90° (tegak lurus garis normal).
LENSA Rumus:
1. Cekung : lensa negatif (-) 𝑛2
sin 𝑖𝑘 =
2. Cembung : lensa positif (+) 𝑛1
Keterangan: Sudut dispersi adalah sudut yang dibentuk antara
𝑛1 : indeks bias medium 1 selisih sudut deviasi sinar ungu dengan sudut
𝑛2 : indeks bias medium 2 deviasi sinar merah.
𝑖𝑘 : sudut kritis Rumus:
Dengan syarat: 𝑛1 > 𝑛2 𝛿𝑢 = (𝑛𝑢 − 1)𝛽
2. Pembiasan pada prisma 𝛿𝑚 = (𝑛𝑚 − 1)𝛽
𝜑 = 𝛿𝑢 − 𝛿𝑚
𝜑 = (𝑛𝑢 − 𝑛𝑚 )𝛽

Keterangan:
𝛿𝑢 : sudut deviasi sinar ungu
𝛿𝑚 : sudut deviasi sinar merah
𝑛𝑚 : indeks bias sinar merah
Rumus pembiasan pada prisma: 𝑛𝑢 : indeks bias sinar ungu
𝜑 : sudut dispersi
▪ Rumus sudut deviasi
Sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk antara 3. Pembiasan cahaya pada bidang sferis
perpanjangan sinar datang mula-mula dengan Bidang sferis adalah bidang yang dibatasi oleh
sinar bias yang keluar dari prisma. permukaan lengkung.
𝛿 = 𝑖1 + 𝑟2 − 𝛽 Rumus:
▪ Rumus sudut pembias prisma 𝑛1 𝑛2 𝑛2 − 𝑛1
+ =
Sudut pembias prisma adalah sudut pada prisma 𝑠 𝑠′ 𝑅
yang membiaskan cahaya. Jika tinggi benda adalah ℎ maka perbesaran bayangan
𝛽 = 𝑖2 + 𝑟1 yang terjadi pada pembiasan untuk bidang sferis
▪ Rumus sudut deviasi minimum adalah:
Sudut deviasi minimum adalah sudut deviasi yang ℎ′ 𝑠′ 𝑛1
𝑀= =| × |
terjadi jika: 𝑖1 = 𝑟2 dan 𝑖2 = 𝑟1 ℎ 𝑠 𝑛2
𝛿𝑚 = 2𝑖1 − 𝛽 Keterangan:
𝛿𝑚 + 𝛽 𝛽 𝑠′ : jarak bayangan ke bidang sferis
𝑛𝑚 . sin ( ) = 𝑛𝑝 . sin ( )
2 2 𝑠 : jarak benda ke bidang sferis
Jika 𝛽 ≤ 15°, maka: 𝑛1 : indeks bias medium tempat sinar datang
𝑛𝑝 𝑛2 : indeks bias medium tempat sinar bias
𝛿𝑚 = ( − 1) 𝛽 𝑅 : jari-jari kelengkungan
𝑛𝑚
ℎ′ : tinggi bayangan
Keterangan: ℎ : tinggi benda
𝑖1 : sudut datang pertama
𝑟2 : sudut bias kedua 4. Jarak fokus lensa pada suatu medium
𝛽 : sudut pembias (sudut puncak) prisma Jika suatu lensa tipis diletakkan di suatu medium
𝛿 : sudut deviasi tertentu, contohnya udara atau air maka rumus
𝛿𝑚 : sudut deviasi minimum fokusnya adalah:
𝑛𝑚 : indeks bias medium 1 𝑛𝐿 1 1
=( − 1) . ( + )
𝑛𝑝 : indeks bias prisma 𝑓 𝑛𝑚 𝑅1 𝑅2
▪ Rumus sudut dispersi prisma Keterangan:
𝑓 : jarak fokus lensa
𝑛𝐿 : indeks bias lensa
𝑛𝑚 : indeks bias medium
𝑅1 : jari-jari kelengkungan 1 (m)
𝑅2 : jari-jari kelengkungan 2 (m)
5. Kekuatan lensa Keterangan:
Kekuatan lensa diukur dengan satuan dioptri. 𝑃 : kekuatan lensa (dioptri)
Rumus: 𝑃𝑅 : punctum remotum (jarak titik jauh mata)
1 2. Rabun Dekat (Hipermetropi)
𝑃 = , jika 𝑓 dalam satuan meter
𝑓 Ciri-ciri:
100
𝑃= , jika 𝑓 dalam satuan cm ▪ Penglihatan kabur jika melihat benda dekat.
𝑓 ▪ Titik dekat mata (𝑃𝑃) lebih dari 25 cm,
Keterangan: ▪ Titik jauh mata (𝑃𝑅) tidak terhingga
𝑃 : kekuatan lensa (dioptri) ▪ Bayangan jatuh di belakang retina.
𝑓 : jarak fokus lensa ▪ Ditolong dengan kacamata berlensa positif atau
cembung.
Alat-alat Optik
Rumus kekuatan lensa kacamatanya:
Alat optik adalah benda atau alat yang menerapkan 100 100
𝑃= −
sifat-sifat cahaya. Alat-alat optik di antaranya adalah 𝑠𝑛 𝑃𝑃
mata, kacamata, lup, mikroskop, dan teropong. Jika jarak baca normal adalah 25 cm (𝑠𝑛 = 25 cm)
a. Mata maka kekuatan lensanya adalah:
▪ Lensa mata berperan sebagai pembentuk 1
bayangan benda. 𝑃 =4− , jika 𝑃𝑃 dalam satuan meter
𝑃𝑃
▪ Lensa memiliki kemampuan memipih dan 100
𝑃 =4− , jika 𝑃𝑃 dalam satuan cm
mencembung yang disebut daya akomodasi. 𝑃𝑃
▪ Jika melihat benda jauh maka lensa mata memipih.
Keterangan:
Jika melihat benda dekat maka mata mencembung.
𝑃 : kekuatan lensa (dioptri)
▪ Bayangan mata akan terbentuk di retina.
𝑃𝑃 : punctum proximum (jarak titik dekat mata)
▪ Sifat bayangan di retina adalah nyata, terbalik, dan
𝑠𝑛 : titik dekat mata normal (25 cm)
diperkecil.
▪ Mata normal disebut emitrop, yaitu mata yang c. Lup
memiliki jarak titik jauh (Punctum Remotum) tak Lup adalah alat optik yang digunakan untuk
terhingga dan memiliki jarak titik dekat (Punctum memperbesar bayangan benda.
Proximum) sebesar 25 cm. ▪ Lup adalah sebuah lensa cembung.
b. Kacamata ▪ Benda harus diletakkan di antara lensa dengan
Kacamata adalah alat yang digunakan untuk fokus lensa.
membantu membentuk bayangan benda pada mata ▪ Bayangan yang dihasilkan adalah maya, tegak, dan
karena daya akomodasi mata telah melemah. diperbesar.
Kacamata digunakan oleh penderita:
Perbesaran anguler lup
1. Rabun Jauh (Miopi)
Ciri-ciri: 1. Mata berakomodasi maksimum
▪ Penglihatan tampak kabur saat melihat benda Perbesaran anguler maksimum terjadi apabila mata
jauh. berakomodasi maksimum.
▪ Titik dekat mata (𝑃𝑃) = 25 cm, titik jauh mata Rumus:
(𝑃𝑅) kurang dari tak terhingga. 𝑠𝑛
𝑀 = −1
▪ Bayangan jatuh di depan retina. 𝑓
▪ Ditolong dengan kacamata berlensa cekung
2. Mata berakomodasi minimum
atau negatif.
Perbesaran anguler minimum terjadi apabila mata
Rumus kekuatan lensa kacamatanya:
tidak berakomodasi atau dalam keadaan santai.
1
𝑃=− , jika 𝑃𝑅 dalam satuan meter Rumus:
𝑃𝑅
100 𝑠𝑛
𝑃=− , jika 𝑃𝑅 dalam satuan cm 𝑀=
𝑃𝑅 𝑓
3. Mata berakomodasi pada jarak 𝒙 Keterangan:
Untuk mata yang berakomodasi pada jarak 𝑥, 𝑀𝑚𝑎𝑥 : perbesaran total saat mata berakomodasi
rumusnya: maksimum
𝑃𝑃 𝑃𝑃 𝑀𝑚𝑖𝑛 : perbesaran total saat mata berakomodasi
𝑀= + minimum
𝑓 𝑥
𝑑𝑚𝑎𝑥 : panjang tabung mikroskop saat mata
Jika pada soal hanya diketahui mata normal maka
berakomodasi maksimum
gunakan nilai PP = 25 cm (jika tidak disebutkan nilai
𝑑𝑚𝑖𝑛 : panjang tabung mikroskop saat mata
yang lainnya).
berakomodasi minimum
Keterangan:
𝑠𝑜𝑏 : jarak benda ke lensa objektif
𝑀 : perbesaran bayangan
𝑠′𝑜𝑏 : jarak bayangan ke lensa objektif
𝑓 : jarak titik fokus lup (cm)
𝑠𝑜𝑘 : jarak bayangan oleh lensa objektif dari lensa
d. Mikroskop okuler
Mikroskop adalah alat optik yang berfungsi untuk 𝑓𝑜𝑘 : jarak fokus lensa okuler
memperbesar bayangan benda-benda yang sangat
e. Teropong Bintang
kecil (renik).
Teropong bintang umumnya digunakan untuk
▪ Mikroskop terdiri atas dua lensa cembung.
mengamat benda-benda angkasa. Teropong ini
▪ Lensa cembung yang berada di dekat benda
memiliki dua buah lensa cembung, yaitu:
(objek) disebut lensa objektif.
▪ Lensa okuler, yaitu lensa yang letaknya dekat
▪ Lensa cembung yang berada di dekat mata disebut
dengan mata.
lensa okuler.
▪ Lensa objektif, yaitu lensa yang tertuju pada
▪ Benda harus diletakkan di antara titik fokus
benda-benda angkasa yang diamati. Jarak fokus
objektif dan jari-jari lensa objektif (benda ada di
lensa objektif lebih besar daripada jarak fokus
ruang II) (𝑓𝑜𝑏 < 𝑠𝑜𝑏 < 2𝑓𝑜𝑏 ).
lensa okuler.
▪ Bayangan yang terbentuk di lensa objektifnya
Bayangan akhir yang terbentuk di lensa okulernya
adalah nyata, terbalik, dan diperbesar.
bersifat maya, terbalik, dan diperbesar.
▪ Bayangan akhir yang terbentuk di lensa okulernya
Rumus:
bersifat maya, terbalik, dan diperbesar.
1. Mata akomodasi maksimum
Rumus:
Saat mata berakomodasi maksimum maka
1. Mata berakomodasi maksimum perbesaran angulernya adalah:
Saat mata berakomodasi maksimum maka perbesaran
1. Mata berakomodasi maksimum
angulernya adalah:
Saat mata berakomodasi maksimum maka perbesaran
𝑠′𝑜𝑏 𝑃𝑃 angulernya adalah:
𝑀𝑚𝑎𝑥 = ×( + 1)
𝑠𝑜𝑏 𝑓𝑜𝑘
𝑓𝑜𝑏
𝑀𝑚𝑎𝑥 =
Panjang tabung (jarak antara lensa objektif dan lensa 𝑓𝑜𝑘
okuler) adalah:
Panjang tabung (jarak antara lensa objektif dan lensa
𝑑𝑚𝑎𝑥 = 𝑠′𝑜𝑏 + 𝑠𝑜𝑘 okuler) adalah:
2. Mata berakomodasi minimum 𝑑𝑚𝑎𝑥 = 𝑓𝑜𝑏 + 𝑠𝑜𝑘
Saat mata berakomodasi minimum maka perbesaran
2. Mata berakomodasi minimum
angulernya adalah:
Saat mata berakomodasi minimum maka perbesaran
𝑠′𝑜𝑏 𝑃𝑃 angulernya adalah:
𝑀𝑚𝑖𝑛 = ×
𝑠𝑜𝑏 𝑓𝑜𝑘
𝑓𝑜𝑏
𝑀𝑚𝑖𝑛 =
Panjang tabung (jarak antara lensa objektif dan lensa 𝑓𝑜𝑘
okuler) adalah:
Panjang tabung (jarak antara lensa objektif dan lensa
𝑑𝑚𝑖𝑛 = 𝑠′𝑜𝑏 + 𝑓𝑜𝑘 okuler) adalah:
𝑑𝑚𝑖𝑛 = 𝑓𝑜𝑏 + 𝑓𝑜𝑘
INGAT!
Tabel Bayangan Akhir Pada Alat Optik
No. Alat Optik Sifat Bayangan Akhir
1 Mata Nyata, terbalik, diperkecil
2 Lup Maya, tegak, diperbesar
3 Mikroskop Maya, terbalik, diperbesar
4 Teropong Bintang Maya, terbalik, diperbesar
10
Optik Fisis
Keterangan:
Interferensi ∆𝑆 : selisih jarak sumber ke titik
𝑛 : orde: 1, 2, 3, 4….
a. Interferensi Celah Ganda (Young)
𝜆 : panjang gelombang sumber cahaya
Interferensi adalah perpaduan antara dua gelombang
𝑝 : jarak pola terang/gelap ke terang pusat
cahaya yang datang pada suatu tempat secara
𝐿 : jarak celah ke layar (m)
bersamaan. Interferensi terjadi akibat perbedaan
𝑑 : lebar celah (m)
lintasan gelombang cahaya dengan syarat kedua
gelombang cahaya tersebut koheren (beda fase b. Interferensi Selaput Tipis
tetap). Inteferensi dapat terjadi pada lapisan tipis. Hal ini
disebabkan adanya beda lintasan antara cahaya yang
terpantul dari atas selaput tipis, yaitu 𝑆1 dengan cahaya
yang terpantul dari bawah selaput tipis, yaitu 𝑆2 .

Jika hasil perpaduan kedua gelombang tersebut saling


menguatkan maka terjadi pola terang. jika hasil 1. Selaput tipis menutupi bidang tembus cahaya (lensa)
perpaduan gelombang tersebut saling melemahkan Apabila selaput tipis digunakan untuk menutupi lensa
maka terjadi pola gelap. maka berlaku syarat: 𝑛1 < 𝑛2 < 𝑛3
Rumus umum interferensi: • Interferensi maksimum (pola terang)
1. Interferensi maksimum Saat terlihat pola terang maka beda lintasan 𝛥𝑆
Interferensi maksimum atau interferensi saling dirumuskan dengan:
menguatkan terjadi saat pola terang tampak pada ∆𝑆 = 2. 𝑛2 . 𝑑. cos 𝑟 = 𝑚. 𝜆
layar maka beda lintasan cahayanya dirumuskan
• Interferensi minimum (pola gelap)
dengan:
Saat terlihat pola gelap maka beda lintasan 𝛥𝑆
∆𝑆 = 𝑛. 𝜆 dirumuskan dengan:
𝑑. sin θ = 𝑛. 𝜆 1
𝑑. 𝑝 ∆𝑆 = 2. 𝑛2 . 𝑑. cos 𝑟 = (2𝑚 − 1). 𝜆
= 𝑛. 𝜆 2
𝐿
Keterangan:
2. Interferensi minimum 𝑛1 : indeks bias 1 (biasanya indeks bias udara, 𝑛 = 1)
Interferensi minimum atau interferensi saling 𝑛2 : indeks bias 2 (selaput tpis)
melemahkan terjadi saat pola gelap tampak pada 𝑛3 : indeks bias 3 (bidang tembus cahaya/lensa)
layar maka beda lintasan cahayanya dirumuskan 𝑑 : tebal selaput tipis
dengan: 𝑟 : sudut bias
1 𝑚 : orde, (1, 2, 3, 4,...)
∆𝑆 = (2𝑛 − 1). 𝜆
2 𝜆 : panjang gelombang cahaya
1
𝑑. sin θ = (2𝑛 − 1). 𝜆 2. Selaput tipis berada di udara
2
𝑑. 𝑝 1 Jika selaput tpis berada di udara maka indeks bias
= (2𝑛 − 1). 𝜆
𝐿 2 𝑛1 = 𝑛3 = 1.
• Interferensi maksimum (terlihat terang)
Saat terlihat pola terang maka beda lintasan 𝛥𝑆
dirumuskan dengan:
1
∆𝑆 = 2. 𝑛2 . 𝑑. cos 𝑟 = (2𝑚 − 1). 𝜆
2
• Interferensi minimum (terlihat gelap)
Saat terlihat pola gelap maka beda lintasan 𝛥𝑆 • Difraksi kisi pola terang
dirumuskan dengan: Pada difraksi kisi yang menghasilkan pola terang
∆𝑆 = 2. 𝑛2 . 𝑑. cos 𝑟 = 𝑚. 𝜆 berlaku rumus:
Keterangan: 1
𝑛1 : indeks bias 1 (udara, 𝑛 = 1) 𝑑. sin θ = 𝑚. 𝜆, dengan 𝑑 =
𝑁
𝑛2 : indeks bias 2 (selaput tpis)
𝑛3 : indeks bias 3 (udara, 𝑛 = 1) • Difraksi kisi pola gelap
Pada difraksi kisi yang menghasilkan pola gelap
Difraksi berlaku rumus:
1
a. Difraksi Celah Tunggal 𝑑. sin θ = (2𝑚 − 1). 𝜆
2
Difraksi adalah peristiwa pelenturan cahaya akibat
Keterangan:
melewati suatu celah. Pada difraksi celah tunggal
𝑝 : jarak terang atau gelap
yang melenturkan cahaya adalah sebuah celah.
𝐿 : jarak celah ke layar (m)
𝑑 : lebar celah (m)
𝑚 : orde, (1, 2, 3, 4,...)
𝑁 : banyaknya celah per satuan panjang
θ : sudut difraksi

Jika sudut lenturan kurang dari 15° (𝜃 < 15°), maka c. Difraksi Bragg
berlaku rumus: Difraksi Bragg adalah difraksi (pelenturan cahaya)
yang terjadi pada kristal padat yang disinari cahaya.
𝑑. 𝑝
𝑑. sin θ = Pada Difraksi Bragg berlaku rumus:
𝐿
2. 𝑑. sin θ = 𝑚. 𝜆
Keterangan:
𝑝 : jarak terang atau gelap Keterangan:
𝐿 : jarak celah ke layar (m) 𝑑 : jarak antar-atom pada kristal padat
𝑑 : lebar celah (m)
θ : sudut difraksi Polarisasi
• Difraksi celah tunggal pola terang Polarisasi adalah peristiwa penyerapan arah bidang
Pada difraksi celah tunggal yang menghasilkan getar dari gelombang. Gejala polarisasi hanya dapat
pola terang berlaku rumus: dialami oleh gelombang transversal saja, sedangkan
1 gelombang longitudinal tidak mengalami gejala
𝑑. sin θ = (𝑚 + ) . 𝜆 polarisasi. Fakta bahwa cahaya dapat mengalami
2
polarisasi menunjukkan bahwa cahaya merupakan
• Difraksi celah tunggal pola gelap
gelombang transversal.
Pada difraksi celah tunggal yang menghasilkan
pola gelap berlaku rumus: a. Polarisasi karena Pemantulan dan Pembiasan
𝑑. sin θ = 𝑚. 𝜆 (Polarisasi Linear)
Polarisasi karena pemantulan dan pembiasan dapat
b. Difraksi Kisi terjadi apabila cahaya yang dipantulkan dengan
Difraksi kisi adalah pelenturan cahaya karena adanya cahaya yang dibiaskan saling tegak lurus atau
penghalang berupa kisi. Kisi adalah suatu benda yang membentuk sudut 90°. Sudut datang yang dapat
mempunyai celah yang sangat banyak. menimbulkan cahaya yang dipantulkan dengan
cahaya yang dibiaskan merupakan sinar yang Perhatikan gambar berikut!
terpolarisasi disebut sudut polarisasi (𝑖𝑝 ).

Karena 𝑖 + 𝑟 = 90°, maka 𝑖 merupakan sudut


Rumus:
polarisasi (𝑖𝑝 ).
1
𝑛2 𝐼 = 𝐼0
tan 𝑖𝑝 = 2
𝑛1 1
𝐼 = 𝐼 cos 𝛼 = 𝐼0 cos2 𝛼
′ 2
Keterangan: 2
𝑖𝑝 : sudut datang (sudut polaisasi) Keterangan:
𝑟 : sudut bias 𝐼0 : intensitas awal (intensitas cahaya sebelum
𝑛1 : indeks bias medium sinar datang (biasanya, melewati polarisator)
indeks bias udara, 𝑛 = 1) 𝐼 : intensitas cahaya setelah melewati polarisator
𝑛2 : indeks bias medium sinar bias. 𝐼 ′ : intensitas cahaya setelah melewati analisator
𝛼 : sudut yang dibentuk oleh polarisator dan
b. Polarisasi karena Absorbsi Selektf
analisator
Polarisasi karena absorbsi selektf adalah peristwa
terserapnya sebagian arah getar cahaya karena
melewat beberapa celah.
11
Getaran dan Gelombang
∆𝑙
Getaran Harmonik 𝜀=
𝑙0
Getaran harmonik adalah gerak bolak-balik benda
• Modulus Young/ Modulus Elastsitas
melalui titik keseimbangan yang memiliki frekuensi
Modulus Young adalah perbandingan antara
dan periode tetap. Contoh dari gerak getaran
tegangan dengan regangan. Modulus Young
harmonik adalah pegas dan bandul.
menunjukkan tingkat elastisitas bahan.
a. Pegas Modulus Young dirumuskan dengan:
Jika pegas ditekan atau ditarik dari titik
𝜎 𝐹. 𝑙0
keseimbangannya maka pegas akan kembali ke 𝐸= =
𝜀 𝐴. ∆𝑙
tempatnya semula karena gaya pemulih pada pegas.
1. Gaya Pemulih • Konstanta Pegas
Gaya pemulih pegas dirumuskan dengan: Konstanta pegas menunjukkan kekuatan pegas.
𝐹 = −𝑘𝑦 Semakin besar nilai konstanta pegas maka semakin
Tanda negatif dikarenakan gaya pemulih melawan sulit untuk menarik atau menekan pegas tersebut.
arah gerak yang diberikan. Rumus konstanta pegas hubungannya dengan
Keterangan: modulus Young adalah:
𝐹 : gaya pemulih (N) 𝐸. 𝐴
𝑘=
𝑘 : konstanta pegas (N/m) 𝑙0
𝑦 : simpangan (m) Keterangan:
2. Usaha pada Pegas 𝜎 : tegangan yang terjadi pada bahan (N/m2)
Pegas melakukan usaha yang sebanding dengan 𝜀 : regangan bahan
besarnya konstanta pegas, gaya pemulih, dan 𝐴 : luas penampang bahan (m2)
simpangannya. ∆𝑙 : pertambahan panjang (m)
Usaha pegas dirumuskan dengan: 𝑙0 : panjang bahan awal (m)
1 1 𝐸 : modulus Young/elastsitas bahan (N/m2)
𝑊 = 𝑘𝑦 2 = 𝐹𝑦
2 2 𝑘 : konstanta/tetapan pegas (N/m)
Keterangan: 4. Periode dan Frekuensi Pegas
𝑊 : Usaha pada pegas (J) Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk
3. Elastisitas Bahan Pegas melakukan satu kali getaran. Frekuensi adalah
Elastisitas adalah kemampuan bahan untuk mulur banyaknya getaran yang terjadi pada saat satu detik.
karena diberi gaya. Besarnya periode dan frekuensi pegas tergantung
• Tegangan (Stress) pada massa beban dan konstanta pegas.
Tegangan (stress) adalah besarnya gaya per satuan Rumus periode dan frekuensi pada pegas, yaitu:
luas penampang bahan. 𝑚
𝑇 = 2𝜋√
Tegangan dirumuskan dengan: 𝑘
𝐹 1 𝑘
𝜎= 𝑓= √
𝐴 2𝜋 𝑚
• Regangan (Strain) 𝑘 = 𝑚𝜔2
Regangan (strain) adalah perbandingan antara 1 1
𝑇= ⟺𝑓=
pertambahan panjang dengan panjang mula-mula. 𝑓 𝑇
Regangan dirumuskan dengan:
Keterangan: 1 𝑔
𝑇 : periode pegas (s) 𝑓= √
2𝜋 𝑙
𝑓 : frekuensi pegas (hertz = Hz)
𝑚 : massa beban (kg) Keterangan:
𝑇 : periode bandul (s)
𝑘 : konstanta pegas (N/m)
𝑓 : frekuensi bandul (hertz = Hz)
𝜔 : frekuensi sudut (rad/s)
𝑚 : panjang tali (m)
5. Susunan pegas 𝑔 : percepatan gravitasi bumi (m/s2)
Pegas dapat disusun secara seri dan paralel atau
gabungan keduanya. c. Persamaan Gerak Harmonik

• Susunan seri pegas 1. Persamaan Simpangan


Jika pegas dirangkai seri maka gaya yang dialami Besarnya simpangan tergantung pada amplitudo dan
masing-masing pegas adalah sama dengan gaya sudut simpangannya.
Persamaan simpangan adalah:
tariknya, tetapi simpangannya berbeda.
Rumus yang berlaku: 𝑦 = 𝐴 sin 𝜔𝑡 dan 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐴

𝐹 = 𝐹1 = 𝐹2 = 𝐹3 = ⋯ 2. Persamaan Kecepatan
∆𝑥 = ∆𝑥1 + ∆𝑥2 + ∆𝑥3 + ⋯ Kecepatan benda bergerak harmonik adalah turunan
1 1 1 1 pertama dari persamaan simpangan benda dan
= + + +⋯
𝑘𝑠 𝑘1 𝑘2 𝑘3 dirumuskan dengan:
𝑣 = 𝜔𝐴 sin 𝜔𝑡 dan 𝑣𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝜔𝐴
• Susunan paralel pegas
Jika pegas dirangkai pararel maka simpangan masing- 3. Persamaan Percepatan
masing pegas adalah sama, tetapi gaya yang Persamaan percepatan adalah turunanpertama dari
dialaminya berbeda. persamaan kecepatan dan dirumuskan dengan:
𝑎 = −𝜔2 𝐴 sin 𝜔𝑡 dan 𝑎𝑚𝑎𝑘𝑠 = −𝜔2 𝐴

4. Fase Getaran
Rumus fase getaran adalah:
𝑡
𝜑= atau 𝜑 = 𝑓. 𝑡
𝑇

Keterangan:
y : simpangan
Rumus yang berlaku: v : kecepatan getar
𝐹 = 𝐹1 + 𝐹2 + 𝐹3 = ⋯ a : percepatan
∆𝑥 = ∆𝑥1 = ∆𝑥2 = ∆𝑥3 = ⋯ A : amplitudo
𝑘𝑝 = 𝑘1 + 𝑘2 + 𝑘3 = ⋯ t : waktu
𝜑 : fase
Keterangan:
𝑘𝑠 : tetapan pegas total seri (N/m) d. Persamaan Energi Gerak Harmonik
𝑘𝑝 : tetapan pegas total paralel (N/m) 1. Energi Total Gerak Harmonik
𝐹 : gaya pegas (N) Pada benda yang bergerak harmonik memiliki energi
∆𝑥 : simpangan pegas (m) total yang dirumuskan dengan:
1
𝐸𝑚 = 2 𝑘𝐴2 atau 𝐸𝑚 = 𝐸𝑘 + 𝐸𝑝
b. Periode dan Frekuensi Bandul
Periode dan frekuensi bandul tergantung pada 2. Energi Kinetik Gerak Harmonik
panjang tali dan percepatan gravitasi dan tidak Energi kinetik benda bergerak harmonik adalah:
bergantung pada massa bandul. 1 1
𝐸𝑘 = 2 𝑚𝑣 2 atau 𝐸𝑘 = 2 𝑘(𝐴2 − 𝑦 2 )
Rumus periode dan frekuensi bandul adalah:

𝑙 3. Energi Potensial Gerak Harmonik


𝑇 = 2𝜋√ Energi potensial benda saat bergerak harmonik
𝑔
dirumuskan dengan:
1 3. Sudut Fase Gelombang
𝐸𝑝 = 𝑘𝑦 2
2 Rumus sudut fase untuk gelombang berjalan adalah:
Keterangan: 𝑡 𝑥
𝜃 = 2𝜋 ( − ) atau 𝜃 = 2𝜋𝜑
𝐸𝑚 : Energi mekanik (energi total) (J) 𝑇 𝜆
𝐸𝑘 : Energi kinetik (J)
b. Gelombang Stasioner
𝐸𝑝 : Energi potensial (J)
Gelombang stasioner atau gelombang diam adalah
𝐴 : amplitudo gelombang yang amplitudonya berubah di setap titik.
𝑦 : simpangan (m)
1. Gelombang Stasioner Ujung Bebas/Ikatan Longgar
𝑘 : konstanta pegas (N/m)
Jika sebuah tali diikat pada tiang dengan ikatan
longgar, kemudian digetarkan maka terjadi
Gelombang
gelombang diam ujung bebas.
Gelombang adalah getaran yang merambat. Panjang • Simpangan
gelombang dirumuskan dengan: Persamaan simpangan untuk gelombang stasioner
𝑣 ujung bebas adalah:
𝜆 = 𝑣. 𝑡 =
𝑓 𝑦 = 2𝐴 cos 𝑘𝑥 sin 𝜔𝑡
𝐿
a. Gelombang Berjalan 𝑦 = 2𝐴 cos 𝑘𝑥 sin 𝜔 (𝑡 − )
𝑣
Gelombang berjalan adalah gelombang yang memiliki
Keterangan:
amplitudo tetap di setap titiknya. Contoh: gelombang
𝐿 : Panjang tali (m)
yang merambat pada tali yang sangat panjang.
𝑣 : Cepat rambat gelombang (m/s)
1. Persamaan Simpangan 𝜔 : frekuensi sudut (rad/s)
Persamaan simpangan pada gelombang berjalan 𝑘 : bilangan gelombang
dirumuskan dengan:
• Jarak perut dari ujung pantul
𝑡 𝑥
𝑦 = 𝐴 sin 2𝜋 (± ± ) Perut (amplitudo terbesar). Untuk mencari jarak
𝑇 𝜆 perut gelombang stasioner ujung bebas dari tiang,
𝑦 = 𝐴 sin(±𝜔𝑡 ± 𝑘𝑥)
digunakan persamaan:
Keterangan: 1
𝜆 : Panjang gelombang (m) 𝑥 = (2𝑛). 𝜆
4
𝑘 : Bilangan gelombang (bukan konstanta pegas) Keterangan:
2𝜋 𝑥 : jarak perut dari ujung pantul
𝑘= 𝜆
𝑛 : 0, 1, 2, 3, ….
Catatan: 𝜆 : panjang gelombang (m)
+𝜔𝑡 artinya simpangan pertama ke atas. • Jarak simpul dari ujung pantul
−𝜔𝑡 artinya simpangan pertama ke bawah. Simpul (amplitudo nol). Untuk mencari jarak simpul
+𝑘𝑥 artinya arah rambat ke sumbu X negatf gelombang stasioner ujung bebas dari tiang,
−𝑘𝑥 artinya arah rambat ke sumbu X positf digunakan persamaan:
2. Fase dan Beda Fase Gelombang 1
𝑥 = (2𝑛 + 1). 𝜆
Fase dan beda fase untuk gelombang berjalan 4
dirumuskan dengan: Keterangan:
𝑡 𝑥 ∆𝑥 𝑥 : jarak simpul dari ujung pantul
𝜑 = ( − ) atau ∆𝜑 = 𝑛 : 0, 1, 2, 3, ….
𝑇 𝜆 𝜆
𝜆 : panjang gelombang (m)
Keterangan:
1. Gelombang Stasioner Ujung Terikat
𝜑 : Fase gelombang
Jika sebuah tali diikat pada tiang dengan ikatan kuat,
∆𝜑 : Beda fase gelombang
kemudian digetarkan maka terjadi gelombang diam
∆𝑥 : Jarak antara dua titik pada gelombang
ujung terikat.
• Simpangan Keterangan:
Persamaan simpangan untuk gelombang stasioner 𝐸 : Energi gelombang (J)
ujung terikat adalah: 𝑓 : frekuensi (Hz)
𝑦 = 2𝐴 sin 𝑘𝑥 cos 𝜔𝑡 𝐴 : amplitudo (m)
𝐿 𝑚 : massa (kg)
𝑦 = 2𝐴 sin 𝑘𝑥 cos 𝜔 (𝑡 − )
𝑣 c. Taraf Intensitas Bunyi
• Jarak perut dari ujung pantul Taraf intensitas bunyi adalah tingkat kebisingan
Perut (amplitudo terbesar). Untuk mencari jarak sumber bunyi yang didengar oleh pengamat pada
perut gelombang stasioner ujung terikat dari tiang, jarak tertentu.
digunakan persamaan: 𝐼
𝑇𝐼 = 10 log
1 𝐼0
𝑥 = (2𝑛 + 1). 𝜆
4 Keterangan:
Keterangan: 𝑇𝐼 : taraf intensitas bunyi (dB = desibel)
𝑥 : jarak perut dari ujung pantul 𝐼 : Intensitas bunyi (W/m2)
𝑛 : 0, 1, 2, 3, …. 𝐼0 : Intensitas ambang bunyi (10−12 W/m2)
𝜆 : panjang gelombang (m) d. Efek Doppler
• Jarak simpul dari ujung pantul Gejala perubahan frekuensi yang diterima pendengar
Simpul (amplitudo nol). Untuk mencari jarak simpul dibandingkan dengan frekuensi sumbernya akibat
gelombang stasioner ujung bebas dari tiang, gerak relatf pendengar dan sumber. Efek Doppler di
digunakan persamaan: rumuskan dengan:
1 𝑣 ± 𝑣𝑝
𝑥 = (2𝑛). 𝜆 𝑓𝑝 = 𝑓
4 𝑣 ± 𝑣𝑠 𝑠
Keterangan: Catatan:
𝑥 : jarak simpul dari ujung pantul 1. Kecepatan pengamat (𝑣𝑝 ) akan bernilai:
𝑛 : 0, 1, 2, 3, …. • 0, apabila pendengar diam
𝜆 : panjang gelombang (m) • + (positif), apabila pendengar mendekati
sumber
Bunyi • – (negatif), apabila pendengar menjauhi sumber
Bunyi termasuk gelombang longitudinal dan 2. Kecepatan sumber bunyi (𝑣𝑠 ) akan bernilai:
gelombang mekanik. • 0, apabila sumber bunyi diam
• + (positif), apabila sumber bunyi menjauhi
a. Intensitas Bunyi
pendengar
Intensitas bunyi yang terdengar pada jarak 𝑅 dari
• – (negatif), apabila sumber bunyi mendekati
sumber bunyi dirumuskan dengan:
pendengar
𝑃 𝑃
𝐼= = Keterangan:
𝐴 4𝜋𝑅
𝑣 : kecepatan bunyi di udara (340 m/s)
Keterangan: 𝑣𝑝 : kecepatan pendengar (m/s)
𝐼 : Intensitas bunyi (W/m2) 𝑣𝑠 : kecepatan sumber bunyi (m/s)
𝑃 : daya bunyi (watt = W) 𝑓𝑝 : frekuensi yang didengar oleh pendengar (Hz)
𝐴 : luas bola (m2) 𝑓𝑠 : frekuensi yang dihasilkan sumber bunyi (Hz)
𝑅 : jarak suatu titik dari sumber bunyi (m)
e. Pelayangan
b. Energi Gelombang Pelayangan adalah peristiwa penguatan atau
Energi gelombang bergantung pada variabel frekuensi pelemahan bunyi yang terjadi secara bergantian
dan amplitudonya. Energi gelombang dirumuskan akibat perpaduan dua gelombang bunyi yang berbeda
dengan: sedikit.
𝐸 = 2𝑚𝜋 2 𝑓 2 𝐴2 𝑓𝑝𝑙𝑦 = |𝑓1 − 𝑓2 |
Keterangan: Sedangkan, perbandingan frekuensinya adalah
𝑓𝑝𝑙𝑦 : frekuensi pelayangan (Hz) perbandingan bilangan ganjil, yaitu:
𝑓1 : frekuensi sumber yang lebih tinggi (Hz) 𝑓0 ∶ 𝑓1 ∶ 𝑓2 ∶ 𝑓3 ∶ ⋯ = 1 ∶ 3 ∶ 5 ∶ 7 ∶ ⋯
𝑓2 : frekuensi sumber yang lebih rendah (Hz) Keterangan:
f. Pipa Organa 𝐿 : panjang pipa organa (m)
𝜆 : panjang gelombang (m)
1. Pipa Organa Terbuka
𝑓0 : frekuensi nada dasar
Pipa organa terbuka merupakan sebuah pipa yang
𝑓1 : frekuensi nada atas ke-1
terbuka di kedua ujungnya. Hubungan antara 𝐿𝑏
(panjang pipa organa terbuka) dan 𝜆 (panjang Jumlah Simpul dan Perut
Gelombang yang dihasilkan pada pipa organa terbuka
gelombang) bisa dirumuskan sebagai berikut:
akan menghasilkan simpul dan perut gelombang yang
1 1 3
𝐿𝑏 = (𝑛 + 1) 𝜆𝑛 = 𝜆0 = 𝜆1 = 𝜆2 = ⋯ memiliki hubungan sebagai berikut:
2 2 2
∑ perut = ∑ simpul
Dengan 𝑛 adalah orde yang bernilai:
• 0, jika terjadi nada dasar
• 1, jika terjadi nada atas 1
• 2, jika terjadi nada atas 2, dan seterusnya
Sedangkan, perbandingan frekuensinya adalah
perbandingan bilangan asli, yaitu:
𝑓0 ∶ 𝑓1 ∶ 𝑓2 ∶ 𝑓3 ∶ ⋯ = 1 ∶ 2 ∶ 3 ∶ 4 ∶ ⋯
Keterangan:
g. Dawai
𝐿 : panjang pipa organa (m)
Dawai adalah senar yang dapat dipetik/digetarkan.
𝜆 : panjang gelombang (m)
Pada dawai hubungan antara 𝐿𝐷 (panjang dawai) dan
𝑓0 : frekuensi nada dasar
𝜆 (panjang gelombang) sama seperti pipa organa
𝑓1 : frekuensi nada atas ke-1
terbuka:
Jumlah Simpul dan Perut 1 1 3
Gelombang yang dihasilkan pada pipa organa terbuka 𝐿𝐷 = (𝑛 + 1) 𝜆𝑛 = 𝜆0 = 𝜆1 = 𝜆2 = ⋯
2 2 2
akan menghasilkan simpul dan perut gelombang yang Dengan 𝑛 adalah orde yang bernilai:
memiliki hubungan sebagai berikut: • 0, jika terjadi nada dasar
∑ perut = ∑ simpul + 1 • 1, jika terjadi nada atas 1
• 2, jika terjadi nada atas 2, dan seterusnya
Sedangkan, perbandingan frekuensinya adalah
perbandingan bilangan asli, yaitu:
𝑓0 ∶ 𝑓1 ∶ 𝑓2 ∶ 𝑓3 ∶ ⋯ = 1 ∶ 2 ∶ 3 ∶ 4 ∶ ⋯
Keterangan:
𝐿 : panjang pipa organa (m)
𝜆 : panjang gelombang (m)
2. Pipa Organa Tertutup 𝑓0 : frekuensi nada dasar
Pipa organa terbuka merupakan sebuah pipa yang 𝑓1 : frekuensi nada atas ke-1
salah satu ujungnya tertutup. Hubungan antara 𝐿𝑝
Jumlah Simpul dan Perut
(panjang pipa organa tertutup) dan 𝜆 (panjang Gelombang yang dihasilkan pada pipa organa terbuka
gelombang) bisa dirumuskan sebagai berikut: akan menghasilkan simpul dan perut gelombang yang
1 1 3 memiliki hubungan sebagai berikut:
𝐿𝑏 = (2𝑛 + 1) 𝜆𝑛 = 𝜆0 = 𝜆1 = 𝜆2 = ⋯
4 4 4
∑ perut + 1 = ∑ simpul
Dengan 𝑛 adalah orde yang bernilai:
• 0, jika terjadi nada dasar
• 1, jika terjadi nada atas 1
• 2, jika terjadi nada atas 2, dan seterusnya
h. Cepat Rambat Gelombang
𝛾𝑅𝑇
1. Cepat Rambat Gelombang Transversal dalam 𝑣=√
𝑀𝑟
Dawai
Hukum Melde merupakan hukum yang Keterangan:
menghubungkan antara cepat rambat bunyi pada 𝛾 : konstanta laplace
dawai, tegangan dawai, massa, dan panjang dawai. 𝑅 : konstanta gas universal = 8,31 J/mol K
Dari hukum Melde, dapat diambil kesimpulan bahwa 𝑇 : suhu (K)
cepat rambat bunyi berbanding lurus dengan akar 𝑀𝑟 : massa molekul relatif gas
tegangan dawai dan panjang dawai serta berbanding • Cepat rambat bunyi pada benda padat
terbalik dengan akar massa dawai. Pada benda padat, cepat rambat bunyi tergantung
pada variabel modulus elastsitas dan massa jenis.
𝐹 𝑚
𝑣 = √ dan 𝜇 = Cepat rambat bunyi pada benda padat berbanding
𝜇 𝐿
lurus dengan akar modulus elastsitas dan berbanding
Keterangan: terbalik dengan akar massa jenisnya.
𝑣 : cepat rambat bunyi pada dawai (m/s) 𝐸
F : tegangan dawai (N) 𝑣=√
𝜌
𝜇 : rapat massa tali (massa per satuan panjang
tali) (kg/m) Keterangan:
𝑓1 : frekuensi nada atas ke-1 𝐸 : modulus elastisitas (N/m2)
𝑚 : massa tali (kg) 𝜌 : massa jenis benda (kg/m3)
𝐿 : panjang tali (m)
2. Cepat Rambat Gelombang Bunyi
• Cepat rambat bunyi pada gas
Pada gas, cepat rambat bunyi bergantung pada
variabel suhu dan massa molekul relatif gas. Cepat
rambat gas berbanding lurus dengan akar suhu dan
berbanding terbalik dengan akar massa molekul
relatif.
12
Listrik
Keterangan:
Listrik Statis
𝐸 : kuat medan listrik (N/C)
a. Muatan Listrik 𝑟 : jarak titik terhadap muatan (m)
Rumus muatan listrik yaitu:
d. Potensial Listrik
𝑞 = 𝑁. 𝑒 Potensial listrik adalah besarnya energi potensial yang
Keterangan: dimiliki muatan satu coulomb. Pada suatu titik yang
𝑞 : muatan listrik (C = coulomb) berjarak 𝑟 dari muatan 𝑞 dinyatakan oleh persamaan:
𝑁 : jumlah elektron 𝑞
𝑒 : muatan satu elektron (1,6 x 10-19 C) 𝑉=𝑘
𝑟
b. Gaya Elektrostatis Jika terdapat beberapa muatan titik persamaannya
Gaya elektrostats adalah gaya interaksi antara dua menjadi:
partkel bermuatan listrik. 𝑞
𝑉 = 𝑘∑
• Jika dua partkel bermuatan listrik tidak sejenis 𝑟
(positif-negatif) maka terjadi gaya tarik-menarik. Keterangan:
• Jika dua partkel bermuatan listrik sejenis (positif- 𝑉 : potensial listrik (V = volt)
positif atau negatif-negatif) maka terjadi gaya 𝑘 : konstanta (9 x 109 Nm2/C2)
tolak-menolak. 𝑟 : jarak titik terhadap muatan (m)
e. Energi Potensial Listrik
Energi potensial listrik adalah usaha yang diperlukan
untuk memindahkan muatan listrik dari jarak jauh tak
Besarnya gaya elektrostatis yaitu:
hingga ke suatu titik.
𝑞1 𝑞2 Energi potensial listrik yang dimiliki oleh dua buah
𝐹=𝑘
𝑟2 muatan 𝑞1 dan 𝑞2 yang terpaut jarak sebesar 𝑟
Keterangan: dirumuskan dengan:
𝐹 : gaya eletrostatis (N) 𝑞1 𝑞2
𝐸𝑝 = 𝑘
𝑘 : konstanta (9 x 109 Nm2/C2) 𝑟
𝑟 : jarak antara kedua muatan (m) Sedangkan hubungan antara potensial listrik dan
c. Medan Listrik energi potensial listrik adalah:
Yaitu, daerah di sekitar muatan listrik yang masih 𝐸𝑝 = 𝑞𝑉
memiliki pengaruh gaya elektrostats. Muatan positif Keterangan:
memiliki arah medan listrik ke luar, sedangkan 𝐸𝑝 : energi potensial listrik (J)
muatan negatif memiliki arah medan listrik ke dalam. 𝑉 : potensial listrik (V = volt)
𝑘 : konstanta (9 x 109 Nm2/C2)
𝑟 : jarak kedua muatan (m)
f. Usaha Listrik
Apabila sebuah muatan 𝑞 akan dipindahkan dari
Besarnya medan listrik (disebut juga kuat medan suatu titik berpotensial 𝑉1 ke titik berpotensial 𝑉2
listrik) di titik tertentu dirumuskan dengan: maka diperlukan usaha sebesar selisih energi
𝑞 potensial pada kedua titik dirumuskan:
𝐹=𝑘
𝑟2 𝑊 = ∆𝐸𝑝 = 𝑞∆𝑉 = 𝑞(𝑉2 − 𝑉1 )
Keterangan: b. Rangkaian Kapasitor
𝑊 : usaha listrik (J) 1. Rangkaian Kapasitor Seri
∆𝐸𝑝 : perubahan energi potensial listrik (J) Jika beberapa kapasitor dirangkai secara seri maka
∆𝑉 : beda potensial listrik (V = volt) muatan yang tersimpan pada masing-masing
kapasitor bernilai sama
Kapasitor Keping Sejajar
Kapasitor adalah komponen listrik yang fungsinya
untuk menyimpan muatan listrik. Kapasitor terdiri • 𝑄𝑠 = 𝑄1 = 𝑄2 = 𝑄3
atas dua penghantar dan disekat oleh bahan • 𝑉𝐴𝐵 = 𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3
dielektrik (bahan yang tidak dapat menghantar 1 1 1 1
• = + +
muatan listrik dengan baik/isolator). C s C1 C 2 C3

a. Kapasitas Kapasitor Keping Sejajar Keterangan:


Jika sebuah kapasitor, medium antara dua buah 𝐶𝑠 : kapasitas pengganti rangkaian seri (F)
kepingnya adalah vakum/udara, maka kapasitas 𝑄𝑠 : muatan total rangkaian seri (C)
kapasitornya adalah: 𝑉𝐴𝐵 : beda potensial AB (V)
𝐴 2. Rangkaian Kapasitor Paralel
𝐶0 = 𝜀0 Jika beberapa kapasitor dirangkai secara paralel maka
𝑑
beda potensial pada masing-masing kapasitor bernilai
sama

• 𝑄𝑠 = 𝑄1 + 𝑄2 + 𝑄3
Jika terdapat medium berupa bahan dielektrik maka
• 𝑉𝐴𝐵 = 𝑉1 = 𝑉2 = 𝑉3
kapasitas kapasitor menjadi:
• 𝐶𝑝 = 𝐶1 + 𝐶2 + 𝐶3
𝐴
𝐶 = 𝐾𝜀0 = 𝐾𝐶0 Keterangan:
𝑑
𝐶𝑝 : kapasitas pengganti rangkaian paralel (F)
Keterangan:
𝑄𝑝 : muatan total rangkaian seri (C)
𝐶 : kapasitas kapasitor (F = farad)
𝑉𝐴𝐵 : beda potensial AB (V)
𝐴 : luas keping (m2)
𝑑 : jarak antara dua keping (m)
Listrik Dinamis Arus Searah
𝐶0 : kapasitas kapasitor di ruang vakum/udara (F)
𝜀0 : permitivitas udara (8,85 x 10-12 C2/Nm2) Listrik dinamis arus searah dibangkitkan dari suatu
𝐾 : konstanta dielektrik sumber arus searah, contohnya baterai dan aki.
Sedangkan, muatan listrik yang disimpan di dalam a. Arus Listrik dan Kuat Arus Listrik
kapasitor adalah:
1. Arus Listrik
𝑄 = 𝐶. 𝑉 Arus listrik adalah gerakan atau aliran muatan listrik.
Energi yang tersimpan di dalam kapasitor yaitu: Gerakan atau aliran muatan terjadi pada bahan yang
1 1 1 𝑄2 disebut konduktor (bahan penghantar arus listrik,
𝑊 = 𝐶𝑉 2 = 𝑄𝑉 = contoh: besi, tembaga, dan lain-lain). Arah arus listrik
2 2 2 𝐶
sesuai dengan arah aliran muatan positif, atau
Keterangan:
berlawanan arah dengan arah aliran muatan negatif.
𝑄 : muatan yang tersimpan (C)
𝑉 : potensial listrik (V) 2. Kuat Arus Listrik
𝑊 : energi yang tersimpan (J) Kuat arus listrik adalah besar muatan yang mengalir
pada suatu konduktor tiap satuan waktu.
Rumus kuat arus listrik adalah:
𝑞
𝐼=
𝑡
Keterangan:
𝐼 : kuat arus listrik (A = ampere)
𝑞 : muatan listrik (C)
𝑡 : waktu (s)
1 1 1 1
b. Hambatan pada Konduktor Listrik = + +
𝑅𝑝 𝑅1 𝑅2 𝑅3
Pada konduktor listrik maka akan memiliki nilai
𝑉𝐴𝐵 = 𝑉1 = 𝑉2 = 𝑉3
hambatan sebesar:
𝐼𝐴𝐵 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3
𝑙
𝑅=𝜌 Keterangan:
𝐴
𝑅′ = 𝑅0 (1 + 𝛼∆𝑇) 𝑅𝑝 : hambatan paralel (ohm = Ω)
𝑉𝐴𝐵 : beda potensial total (V)
Keterangan:
𝐼𝐴𝐵 : kuat arus total (A)
𝑅 : hambatan konduktor (ohm = Ω)
𝜌 : hambatan jenis (Ωm) 3. Rangkaian Jembatan Wheatstone
𝑙 : panjang konduktor (m)
𝐴 : luas penampang (m2)
𝑅0 : hambatan awal (Ω)
𝑅′ : hambatan setelah terjadi perubahan suhu (Ω)
𝛼 : koefisien hambatan (/℃)
∆𝑇 : perubahan suhu (℃)
c. Rangkaian pada Resistor 𝑅1 𝑅3 = 𝑅2 𝑅4
Resistor adalah salah satu elemen elektronika yang 𝑉𝐴𝐵 = 0
digunakan sebagai hambatan listrik.
Jika perkalian antara hambatan yang berhadapan
1. Rangkaian Resistor Seri sama maka beda potensial AB adalah nol.
Pada resistor yang dirangkai seri maka kuat arus yang
melewat masing-masing resistor adalah sama. d. Hukum Ohm
Pada hukum ohm dapat diketahui bahwa tegangan
listrik (𝑉) berbanding lurus dengan kuat arus (𝐼) dan
hambatan (𝑅). Hukum ohm dirumuskan dengan:
𝑉 𝑉
𝑉 = 𝐼𝑅 atau 𝐼 = atau 𝑅 =
𝑅 𝐼

𝑅𝑠 = 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3 e. Hukum Kirchoff
𝑉𝐴𝐵 = 𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3 1. Hukum I Kirchoff
𝐼𝐴𝐵 = 𝐼1 = 𝐼2 = 𝐼3 Hukum I Kirchoff berbunyi: “jumlah kuat arus listrik
Keterangan: yang masuk ke suatu titik cabang sama dengan
𝑅𝑠 : hambatan seri (ohm = Ω) jumlah kuat arus yang keluar dari titik cabang.”
𝑉𝐴𝐵 : beda potensial total (V)
∑ 𝐼𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = ∑ 𝐼𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟
𝐼𝐴𝐵 : kuat arus total (A)
2. Rangkaian Resistor Paralel Contoh:
Pada resistor yang dirangkai paralel maka beda
potensial listrik yang dimiliki masing-masing resistor
adalah sama.
Maka dari Hukum I Kirchoff berlaku: Keterangan:
𝐼1 = 𝐼2 + 𝐼3 𝑉 : persamaan tegangan menurut waktu (V)
𝐼 : persamaan arus menurut waktu (A)
1. Hukum II Kirchoff 𝐼𝑚 : kuat arus maksimum (A)
Hukum II Kirchoff berbunyi: “Di dalam sebuah 𝑉𝑚 : tegangan maksimum (V)
rangkaian tertutup, jumlah aljabar gaya gerak listrik 𝜔 : frekuensi sudut (rad/s)
(∑ 𝐸) dengan penurungan tegangan (∑ 𝐼𝑅) sama 𝐼𝑒𝑓 : kuat arus efektif (A)
dengan nol.” 𝑉𝑒𝑓 : tegangan efektif (V)
∑ 𝐸 + ∑ 𝐼𝑅 = 0 c. Rangkaian Seri R-L-C
Sedangkan, beda potensial antara titik A dan B
disebut tegangan jepit, yaitu:
𝑉𝑗𝑒𝑝𝑖𝑡 = 𝐼. 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐸 − 𝐼. 𝑟

Keterangan:
∑ 𝐸 : ggl total loop (V)
𝑟 : hambatan dalam (Ω) 𝑋𝐿 = 𝜔𝐿
1
f. Energi dan Daya Listrik 𝑋𝐶 =
𝜔𝐶
Daya listrik dirumuskan:
𝑉𝑅 = 𝐼. 𝑅
𝑉2 𝑉𝐿 = 𝐼. 𝑋𝐿
𝑃 = 𝑉. 𝐼 = = 𝐼2 . 𝑅
𝑅 𝑉𝐶 = 𝐼. 𝑋𝐶
Sedangkan, energi listrik adalah daya listrik dikali
Keterangan:
waktu.
𝑋𝐿 : reaktansi induktif (Ω = ohm)
𝑊 = 𝑃. 𝑡 𝑋𝐶 : reaktansi kapasitif (Ω = ohm)
Keterangan: 𝐿 : induktansi diri (H = henry)
𝑃 : daya listrik (W = watt) 𝐶 : kapasitas kapasitor (F = farad)
𝑊 : energi listrik (J) 𝜔 : frekuensi sudut (rad/s)
𝑡 : waktu (s) 𝑉𝑅 : tegangan pada resistor (V)
𝑉𝐿 : tegangan pada induktor (V)
Listrik Arus AC (Bolak-Balik) 𝑉𝐶 : tegangan pada kapasitor (V)
Listrik arus AC (bolak-balik) dihasilkan oleh sumber 1. Diagram Fasor dan Impedansi
tegangan arus bolak-balik, contohnya adalah
generator AC.
a. Persamaan Tegangan Listrik Arus Bolak-Balik
Pada arus AC, berlaku persamaan tegangan sebagai
berikut:
𝑉 = 𝑉𝑚 sin 𝜔𝑡
𝑉𝑚
𝑉𝑒𝑓 =
√2 𝑅
cos 𝜑 =
𝑍
b. Persamaan Kuat Arus Bolak-Balik 𝑍 = √𝑅 2 + (𝑋𝐿 − 𝑋𝐶 )2
Pada arus AC, berlaku persamaan kuat arus sebagai
berikut: 𝑉 = √𝑉𝑅 2 + (𝑉𝐿 − 𝑉𝐶 )2
𝐼 = 𝐼𝑚 sin 𝜔𝑡
𝐼𝑚 Keterangan:
𝐼𝑒𝑓 =
√2 𝑍 : impedansi (Ω = ohm)
2. Daya Efektif
𝑃 = 𝑉𝑒𝑓 . 𝐼𝑒𝑓 cos 𝜑
𝑃 = 𝐼𝑒𝑓 2 . 𝑅

3. Frekuensi Resonansi
Ketika besarnya reaktansi induktif (𝑋𝐿 ) sama dengan
reaktansi kapasitif (𝑋𝐶 ) maka terjadi RESONANSI,
dimana frekuensi resonansinya dirumuskan dengan:

1 1
𝑓= √
2𝜋 𝐿𝐶

Keterangan:
𝐿 : induktansi diri (H = henry)
𝐶 : kapasitas kapasitor (F = farad)
13
Magnet
Keterangan:
Medan Magnet Listrik
𝑁 : jumlah lilitan kawat
a. Medan Magnet pada Kawat Lurus Berarus Listrik 𝑟 : √𝑎2 + 𝑥 2
c. Medan Magnet pada Solenoida

Besarnya medan magnet di tengah-tengah solenoida


seperti pada gambar tersebut adalah:
Besarnya medan magnet di titik 𝑃 akibat kawat lurus 𝜇0 . 𝑖. 𝑁
𝐵𝑂 =
berarus listrik seperti pada gambar tersebut adalah: 𝐿
𝜇0 𝑖 𝑖 Sedangkan besarnya medan magnet di ujung
𝐵𝑝 = = 2𝑘
2𝜋𝑎 𝑎 solenoida adalah:
Gambar tersebut merupakan kaidah tangan tangan: 𝜇0 . 𝑖. 𝑁
𝐵𝑂 =
• Ibu jari menunjukkan arah arus listrik 2𝐿
• arah keempat jari yang menggenggam Keterangan:
menyatakan arah garis-garis medan magnetik 𝑁 : jumlah lilitan solenoda
Keterangan: 𝐿 : panjang solenoida (m)
𝐵𝑝 : kuat medan magnet di titik P (T = tesla)
𝜇0 : permeabilitas vakum (4𝜋 × 10−7 Wb/Am) Gaya Lorentz
𝑖 : kuat arus listik pada kawat (A)
Gaya Lorentz atau Gaya Magnet adalah gaya yang
𝑎 : Jarak titik P terhadap kawat (m)
terjadi akibat interaksi antara medan magnet dan
𝑘 : tetapan (10−7 Wb/Am)
arus listrik atau muatan yang bergerak. Gaya Lorentz
b. Medan Magnet pada Kawat Melingkar Berarus ini dapat terjadi pada:
Listrik 1. Kawat lurus berarus listrik di dalam medan
magnetik.
2. Dua kawat sejajar berarus listrik.
3. Muatan yang bergerak di dalam medan magnet.
a. Gaya Lorentz pada Kawat Lurus Berarus Listrik

Besarnya medan magnet di titik 𝑂 (pusat lingkaran)


akibat kawat melingkar berarus listrik seperti pada
gambar tersebut adalah:
𝜇0 𝑖𝑁
𝐵𝑂 = Apabila kawat berarus listrik berada di dalam medan
2𝑎
magnet maka besarnya gaya Lorentz yang dialami
Sedangkan besarnya medan magnet di titik P adalah: kawat adalah:
𝜇0 . 𝑖. 𝑎. sin 𝜃 . 𝑁
𝐵𝑃 = 𝐹 = 𝐵. 𝑖. 𝐿. sin 𝜃
2𝑟
Keterangan: d. Gaya Lorentz pada Muatan yang Bergerak di
𝐹 : gaya Lorentz (N) dalam Medan Magnet
𝐿 : panjang kawat (m)
𝜃 : sudut antara 𝐵 dan 𝑖
b. Aturan Kaidah Tangan Kanan I-B-F
Jika kita mengatur tangan kanan seperti pada gambar
di bawah, yaitu:
• Ibu jari menunjukkan arah arus (𝑖).
• Jari telunjuk menunjukkan arah medan magnet Jika muatan 𝑞 bergerak dengan kecepatan 𝑣
(𝐵). membentuk sudut terhadap medan magnet 𝐵 maka
akan muncul gaya Lorentz dengan persamaan:
• Jari tengah menunjukkan arah gaya lorentz (𝐹)
• i-B-F saling tegak lurus 𝐹 = 𝐵. 𝑞. 𝑣. sin 𝜃

Keterangan:
𝐹 : gaya Lorentz (N)
𝑞 : muatan listrik (C)
𝑣 : kecepatan gerak muatan 𝑞 (m/s)
𝜃 : sudut antara 𝑣 dan 𝐵
e. Aturan Kaidah Tangan Kanan v-B-F
Keterangan:
Jika kita mengatur tangan kanan seperti pada gambar
𝑖 : arah arus
di bawah, yaitu:
𝐵 : arah medan magnet • Ibu jari menunjukkan arah kecepatan (𝑣).
𝐹 : arah gaya Lorentz • Jari telunjuk menunjukkan arah medan magnet
c. Gaya Interaksi Antara Dua Kawat Sejajar Berarus (𝐵).
Listrik • Jari tengah menunjukkan arah gaya lorentz (𝐹)
Jika kedua kawat berarus listrik arah arusnya searah • v-B-F saling tegak lurus
maka akan muncul gaya interaksi tarik-menarik.
Sebaliknya, jika arah arusnya berlawanan arah maka
akan muncul gaya interaksi tolak-menolak.

Keterangan:
𝑣 : arah kecepatan muatan positif
𝐵 : arah medan magnet
𝐹 : arah gaya Lorentz
Aturan tangan kanan ini hanya untuk partikel
Besarnya gaya interaksi tersebut adalah: bermuatan positif, dan untuk partikel bermuatan
𝜇0 . 𝑖1 . 𝑖2 . 𝐿 2𝑘. 𝑖1 . 𝑖2 . 𝐿 negatif maka menggunakan aturan tangan kiri.
𝐹= =
2𝜋𝑎 𝑎
f. Lintasan Partikel Bermuatan di dalam Medan
Keterangan:
Magnet
𝐹 : gaya interaksi antara dua kawat bearus listrik
(N)
𝑎 : jarak kedua kawat (m)
𝐿 : panjang kawat (m)
𝜇0
𝑘= = 10−7 Wb/Am
4𝜋
Jika muatan positif 𝒒 bergerak di dalam medan ∆𝜃 : perubahan fluks magnetik (wb)
magnet B maka muatan tersebut akan membuat ∆𝑡 : perubahan waktu (s)
lintasan berupa lingkaran dengan jari-jari 𝑹.
c. GGL Induksi karena Perubahan Luasan
Akibat lintasan melingkar ini maka gaya Lorentz yang
terjadi akan berperan sebagai gaya sentripetal, jika
dibuat persamaan akan menjadi:
𝐹𝑙 = 𝐹𝑠𝑝
𝑚𝑣 2
𝑞. 𝑣. 𝐵 = = 𝑚𝜔2 𝑅
𝑅
Jika sebuah loop kawat ABCD ditembus oleh medan
Maka, besarnya jari-jari 𝑅 dapat dirumuskan dengan: magnet 𝑩 secara tegak lurus dan salah satu sisinya
𝑚𝑣
𝑅= digeser sehingga terjadi perubahan luasan loop kawat
𝑞𝐵
yang ditembus maka akan terjadi GGL induksi yang
Keterangan: dirumuskan:
𝐹𝑠𝑝 : gaya sentripetal (N) ∆𝐴
𝜀 = −𝑁𝐵 atau 𝜀 = 𝐵. 𝑙. 𝑣
𝑚 : massa partikel (kg) ∆𝑡
𝑅 : jari-jari lintasan partikel (m) Sehingga terjadi arus listrik pada loop ABCD karena
𝜔 : kecepatan sudut partikel (rad/s) terdapat hambatan 𝑅 yang dirumuskan:
𝜀
Induksi Elektromagnetik 𝑖=
𝑅
a. Fluks Magnetik Keterangan:
Fluks magnetik adalah banyaknya garis-garis gaya ∆𝐴 : perubahan luasan (m2)
magnet (medan magnetik) yang dilingkupi luas bidang 𝑙 : panjang kawat AB (m)
tertentu. 𝑣 : kecepatan garak kawat (m/s)
𝑅 : hambatan (ohm)
𝑖 : kuat arus pada loop
d. GGL Induksi karen Perubahan Sudut Antara
Medan Magnet dan Garis Normal
Pada generator, GGL induksi yang dihasilkan pada
outputnya dirumuskan dengan:
∅ = 𝐵. 𝐴. cos 𝜃 𝜀 = 𝑁. 𝐵. 𝐴. 𝜔. sin 𝜃
𝜀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑁. 𝐵. 𝐴. 𝜔
Keterangan:
∅ : fluks magnetik (Wb = weber) GGL induksi diri dirumuskan dengan:
𝐵 : kuat medan (induksi) magnetik (T = tesla) ∆𝑖
𝜀 = −𝐿
𝐴 : luasan yang ditembus garis gaya (m2) ∆𝑡
𝜃 : sudut antara 𝐵 dengan garis normal Sedangkan induktansi diri kumparan dirumuskan
b. Gaya Gerak Listrik (GGL) Induksi dengan:
GGL induksi terjadi karena perubahan jumlah garis- 𝑁. ∅
𝐿=
garis gaya magnet yang menembus suatu kawat loop. 𝑖
GGL induksi dirumuskan: Besarnya energi yang tersimpan di dalam induktor
𝑑∅ ∆∅ (kumparan) tersebut adalah:
𝜀 = −𝑁 = −𝑁
𝑑𝑡 ∆𝑡 1
𝑊 = 𝐿. 𝑖 2
Keterangan: 2
𝜀 : ggl induksi (V) Keterangan:
𝑁 : jumlah lilitan kumparan 𝐿 : induktansi diri (H = henry)
𝑑∅
: turunan ∅ terhadap waktu (wb/s) ∆𝑖 : perubahan kuat arus dalam induktor (A)
𝑑𝑡
∆𝑡 : perubahan waktu (s) Persamaan trafo (ideal) dirumuskan sebagai berikut.
𝑊 : energi yang tersimpan (joule) 𝑉𝑝 𝑁𝑝 𝑖𝑠
= =
e. Transformator 𝑉𝑠 𝑁𝑠 𝑖𝑝
• Transformator adalah sebuah alat yang terdiri Keterangan:
atas susunan lempeng-lempeng besi yang dililit 𝑉𝑝 : tegangan primer (V)
oleh dua kumparan, yaitu kumparan primer 𝑉𝑠 : tegangan sekunder (V)
(input) dan kumparan sekunder (output), dan int 𝑁𝑝 : banyaknya lilitan primer
besi lunak. 𝑁𝑠 : banyaknya lilitan sekunder
𝑖𝑝 : kuat arus primer (A)
𝑖𝑠 : kuat arus sekunder (A)
Efisiensi Transformator
Efsiensi trafo menunjukkan kemampuan trafo untuk
menghasilkan daya keluar dibandingkan dengan daya
masuk. Dirumuskan sebagai berikut:
𝑃𝑠
• Transformator harus menggunakan sumber arus 𝜂 = × 100% dan 𝑃 = 𝑉. 𝑖
𝑃𝑝
listrik AC (arus bolak-balik) agar dapat terjadi
perubahan garis-garis gaya magnet di sekitarnya Keterangan:
sehingga menghasilkan arus listrik induksi. 𝑃𝑠 : daya sekunder (keluaran) (W)
• Fungsi utama transformator adalah MENAIKKAN 𝑃𝑝 : daya primer (masukan) (W)
atau MENURUNKAN tegangan listrik. 𝜂 : efisiensi trafo
• Terdapat dua jenis transformator (trafo), yaitu: 𝑉 : tegangan trafo (V)
1. Transformator step up, yaitu trafo yang dapat 𝑖 : kuat arus pada trafo (A)
MENAIKKAN TEGANGAN listrik. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
Trafo step-up memiliki sifat-sifat sebagai berikut: mengurangi panas pada trafo sehingga membuat
• 𝑉𝑠 > 𝑉𝑝 , artinya tegangan sekunder lebih efsiensinya mendekat 100%, yaitu:
besar daripada tegangan primernya. 1. Mengalirkan udara dingin pada trafo.
• 𝑁𝑠 > 𝑁𝑝 , artinya jumlah lilitan sekunder lebih 2. Melapisi trafo dengan bahan pendingin.
besar daripada lilitan primernya. 3. Inti besi dibuat berbentuk lempengan.
• 𝑖𝑠 < 𝑖𝑝 , artinya kuat arus sekunder lebih kecil
daripada kuat arus primernya.
2. Transformator step down, yaitu jenis trafo yang
dapat MENURUKAN TEGANGAN listrik.
Trafo step-down memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:
• 𝑉𝑠 < 𝑉𝑝 , artinya tegangan sekunder lebih kecil
daripada tegangan primernya.
• 𝑁𝑠 < 𝑁𝑝 , artinya jumlah lilitan sekunder lebih
kecil daripada lilitan primernya.
• 𝑖𝑠 > 𝑖𝑝 , artinya kuat arus sekunder lebih
besar daripada kuat arus primernya.
14
Gravitasi
Gaya Gravitasi 𝑀
𝑣 = √2𝐺 = √2𝑔𝑅
𝑅
Gaya gravitasi adalah gaya tarik-menarik antara dua
buah benda yang bermassa dan terletak pada jarak Keterangan:
tertentu. 𝑣 : kecepatan roket minimum untuk lepas dari
Hukum gravitasi Newton dirumuskan dengan: pengaruh gravitasi bumi (m/s)
𝑀 : massa bumi (6 × 1024 kg)
𝑔 : kuat medan gravitasi di permukaan planet
𝑅 : jari-jari bumi (m)
𝐺 : konstanta gravitasi (6,67 × 1011 Nm2/kg2)
𝑀. 𝑚
𝐹=𝐺
𝑅2 Energi Potensial Gravitasi Mutlak
Keterangan: Energi potensial dari suatu benda bermassa 𝑚 yang
𝐹 : gaya gravitasi (N) berjarak 𝑟 dari pusat planet yang bermassa 𝑀
𝐺 : konstanta gravitasi (6,67 × 1011 Nm2/kg2) dirumuskan dengan:
𝑀 : massa benda 1 (kg) 𝑀. 𝑚
𝑚 : massa benda 2 (kg) 𝐸𝑝 = −𝐺
𝑟
𝑅 : jarak antara pusat massa benda 1 dan 2 (m)
Tanda negatif artinya untuk memindahkan benda
bermassa m dari pusat massa planet ke titik yang
Medan Gravitasi
berjarak r diperlukan usaha atau energi.
Medan gravitasi adalah daerah di sekitar benda
bermassa yang masih dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Hukum-hukum Keppler
Perhatikan gambar berikut!
a. Hukum I Keppler
Semua planet bergerak pada lintasan elips
mengitari matahari dengan matahari berada di
salah satu fokus ellips.
b. Hukum II Keppler
Suatu garis khayal yang menghubungkan matahari
𝑀 𝑀 dengan planet menyapu luas juring yang sama
𝑔=𝐺 𝑔′ = 𝐺
𝑅2 (𝑅 + ℎ)2 dalam selang waktu yang sama.
Keterangan: Perhatikan ilustrasi dari hukum II Keppler berikut!
𝑔 : medan gravitasi di permukaan planet (m/s2)
𝑔′ : medan gravitasi di ketinggian ℎ (m/s2)
𝑀 : massa planet (kg)
𝑅 : jari-jari planet (m)
ℎ : ketinggian benda dari permukaan planet
Luas kedua juring yang diarsir adalah sama.
Kecepatan Lepas Landas Roket Berdasarkan hukum ini maka dapat diketahui bahwa
pada saat berevolusi, planet akan bergerak lebih
Roket yang lepas landas dari permukaan bumi dapat
cepat ketika dekat dengan matahari, sebaliknya
keluar dari pengaruh gravitasi bumi jika memiliki
gerakan planet semakin lambat ketika jauh.
kecepaan minimum sebesar:
b. Hukum III Keppler Hukum ini menjelaskan bahwa semakin dekat planet
Perbandingan kuadrat periode terhadap pangkat dari matahari maka periode revolusinya semakin
tiga dari jari-jari rata-rata orbit planet adalah cepat.
sama untuk semua planet. Contohnya adalah periode revolusi merkurius lebih
𝑇1 2 𝑅1 3 cepat daripada bumi dan revolusi bumi lebih cepat
( ) =( ) daripada yupiter.
𝑇2 𝑅2
Keterangan:
𝑇1 : periode revolusi planet 1 (s)
𝑇2 : periode revolusi planet 2 (s)
𝑅1 : jarak planet 1 dari matahari (m)
𝑅2 : jarak planet 2 dari matahari (m)
15
Fisika Modern
Gelombang Elektromagnetik
a. Sifat-sifat Gelombang Elektromagnetik
1. Merupakan perpaduan antara medan listrik dan
medan magnet yang arah perambatannya saling
tegak lurus.
2. Merupakan gelombang transversal. Keterangan:
3. Tidak perlu medium untuk merambat. 𝑆̅ : laju energi tiap satuan luas (watt/m2)
4. Dapat mengalami interferensi, difraksi, polarisasi, 𝑃 : daya radiasi (watt)
pemantulan, dan pembiasan. 𝐴 : luas permukaan (m2)
𝜇0 : permeabilitas magnetik vakum
5. Tidak dibelokkan oleh medan listrik maupun
(4𝜋 × 10−7 Wb/Am)
medan magnet. 𝐸 : kuat medan listrik (N/C)
6. Kecepatannya di ruang hampa sama dengan 𝐸𝑚 : amplitudo medan listrik (N/C)
kecepatan cahaya: 𝑐 = 3 × 108 m/s. 𝐵 : kuat medan magnet (T = tesla)
𝐵𝑚 : amplitudo medan magnet (T = tesla)
b. Urutan Spektrum Gelombang Elektromagnetik
𝑐 : kecepatan cahaya (3 × 108 m/s)
Berdasarkan dari energi paling tinggi ke rendah 𝑓 : frekuensi (Hz)
gelombang elektromagnetk memiliki urutan sebagai 𝜆 : panjang gelombang (m)
berikut:
e. Pencampuran Warna Cahaya
1. Sinar Gamma
Warna cahaya dapat kita bagi menjadi tiga, yaitu
2. Sinar X
warna primer, sekunder, dan komplementer.
3. Sinar ultraviolet/ultraungu
4. Sinar tampak (cahaya) 1. Warna Primer (dasar)
5. Inframerah • Hijau
6. Gelombang mikro (radar) • Biru
7. Gelombang radio • Merah

c. Rumus Gelombang Elektromagnetik 2. Warna sekunder (pencampuran dua warna primer)


• Hijau + biru = sian
𝐸 = 𝐵. 𝑐
𝑐 = 𝜆. 𝑓 • Biru + merah = magenta
𝑃 𝑐𝐵𝑚 2 𝐸𝑚 2 • Merah + hijau = kuning
𝑆̅ = = =
𝐴 2𝜇0 2𝑐𝜇0 2. Komplementer (pencampuran tiga warna primer)
• Sian (hijau + biru) + merah = putih
d. Aturan Tangan E-B-c • Magenta (biru + merah) + hijau = putih
Untuk menentukan arah medan listrik (E), medan • Kuning (merah + hijau) + biru = putih
magnet (B), dan arah rambatan gelombang (c) maka
kita gunakan aturan tangan kanan E-B-c seperti
berikut ini.
Radiasi Benda Hitam Dualisme Cahaya
a. Daya Radiasi Kalor Dualisme cahaya adalah cahaya memiliki dua sifat,
Daya radiasi yang dipancarkan benda bersuhu T yaitu sebagai gelombang dan partikel (dualisme
adalah: gelombang partikel)
𝑄
𝑃 = = 𝑒. 𝐴. 𝜎. 𝑇 4 a. Teori Kuantum Planck
𝑡
Max Planck mengajukan gagasan tentang energi
Keterangan: gelombang elektromagnetik (cahaya) yang terpancar
𝑃 : daya radiasi kalor (W = watt) bersifat diskrit dalam bentuk paket-paket energi yang
𝑄 : energi kalor radiasi (J) disebut sebagai foton. Energi 1 buah foton adalah ℎ𝑓.
𝑡 : waktu (s)
𝑒 : emisivitas radiasi (e =1 untuk benda hitam Energi Foton
sempurna) Menurut Planck, energi yang dimiliki oleh sebanyak N
Emisivitas adalah kemampuan benda untuk buah foton dapat dirumuskan dengan:
memancarkan energi (gelombang 𝑁ℎ𝑐
elektromagnetik). 𝐸 = 𝑁ℎ𝑓 =
𝜆
𝐴 : luas permukaan benda (m2)
Keterangan:
𝜎 : konstanta Stefan-Boltzman
𝐸 : energi foton (J)
(5,67 × 108 W/m2K4)
𝑁 : jumlah foton
𝑇 : suhu benda (K)
ℎ : konstanta Planck (6,625 × 10−34 Js)
Laju Perpindahan Kalor Radiasi 𝑓 : frekuensi foton (Hz)
Jika suatu benda bersuhu 𝑇1 memancarkan panas ke 𝑐 : kecepatan cahaya (3 × 108 m/s)
ruangan yang bersuhu 𝑇2 maka terjadi perpindahan 𝜆 : panjang gelombang foton (m)
kalor radiasi yang besarnya:
𝑄 b. Cahaya sebagai Partikel
𝑃 = = 𝑒. 𝐴. 𝜎. ( 𝑇1 4 − 𝑇2 4 ) Beberapa penjelasan mengenai sifat partikel pada
𝑡
cahaya adalah sebagaimana berikut.
Keterangan:
𝑇1 : suhu tinggi (K) 1. Efek Fotolistrik
𝑇2 : suhu rendah (K) Pada saat berumur 28 tahun, Einstein mengemukakan
sebuah ide tentang efek fotolistrik.
b. Hukum Pergeseran Wien
Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya elektron-
Jika suhu suatu benda yang memancarkan cahaya
elektron dari permukaan logam ketika logam tersebut
semakin tinggi maka panjang gelombang untuk
disinari dengan cahaya.
intensitas maksimum (𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 ) semakin kecil.

Rumus efek fotolistrik secara sederhana dapat


dituliskan dengan:
𝐸 = 𝑊0 + 𝐸𝑘
1
Persamaan Wien dirumuskan dengan: ℎ𝑓 = 𝑊0 + 𝑚𝑣 2
2
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 . 𝑇 = 𝐶 = 2,898 × 10−3 mk ℎ𝑐
𝑊0 = ℎ𝑓0 =
𝜆
Keterangan:
Keterangan:
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 : panjang gelombang intensitas maksimum (m)
𝐸 : energi 1 foton (J)
𝑇 : suhu (K)
𝑊0 : energi ambang (J)
𝐶 : konstanta Wien
𝐸𝑘 : energi kinetik fotoelektron (J) ℎ ℎ
𝜆de Broglie = =
𝑓 : frekuensi foton (Hz) 𝑝 𝑚𝑣
𝑚 : massa elektron (9,1 × 10−31 m/s)
Keterangan:
𝑣 : kecepatan fotoelektron (m/s) 𝜆 : panjang gelombang de Broglie (m)
𝑓0 : frekuensi ambang (Hz) 𝑝 : momentum benda (kg m/s)
𝜆0 : panjang gelombang ambang (m) 𝑚 : massa benda (kg)
Fotoelektron akan dapat keluar dari dalam atom jika: 𝑣 : kecepatan benda (m/s)
• Energi cahaya yang datang lebih besar Dari rumus ini dapat diambil kesimpulan bahwa setiap
dibandingkan dengan energi ambang logam (𝐸 > benda yang memiliki momentum (berarti memiliki
𝑊0 ). massa dan kecepatan) dapat memiliki sifat seperti
• Frekuensi cahaya yang datang lebih besar gelombang.
dibandingkan dengan frekuensi ambang logam
2. Panjang gelombang de Broglie elektron yang
(𝑓 > 𝑓0 ).
dipercepat dengan beda potensial V
• Panjang gelombang cahaya yang datang lebih
Jika pada suatu tabung sinar katoda, sebuah elektron
kecil dibandingkan dengan panjang gelombang
diam dipercepat dengan beda potensial tertentu
ambang logam (𝜆 > 𝜆0)
maka elektron akan bergerak dengan panjang
2. Efek Compton gelombang de Broglie dengan rumus:

𝜆de Broglie =
√2𝑞𝑚𝑉
Keterangan:
ℎ : konstanta Planck (6,625 × 10−34 Js)
𝜆 : panjang gelombang de Broglie elektron (m)
Compton meneliti bahwa ketika foton dengan 𝑞 : muatan elektron (1,6 × 10−19 C)
panjang gelombang 𝜆 menumbuk suatu elektron yang 𝑚 : massa elektron (kg)
diam, ternyata elektron bergerak dengan energi 𝑉 : beda potensial (V = volt))
kinetik 𝐸𝑘 dan foton terhambur dengan panjang
gelombang 𝜆′ dengan membentuk sudut 𝜃 terhadap Teori Relativitas Khusus
arah gerak semula.
a. Relativitas Kecepatan
Panjang gelombang foton yang terhambur dapat Jika terdapat dua buah benda yang bergerak dengan
dituliskan dengan persamaan: kecepatan tertentu terhadap seorang pengamat yang
ℎ dianggap diam, maka kecepatan relatif kedua benda
𝜆′ − 𝜆 = (1 − cos 𝜃)
𝑚𝑐 dapat dirumuskan dengan:
Keterangan: 𝑣1 + 𝑣2
𝑣12 = 𝑣 𝑣
𝜆′ : panjang gelombang foton yang terhambur (m) 1 + 122
𝑐
𝜆 : panjang gelombang foton datang (m)
𝜃 : sudut hamburan Keterangan:

𝑣12 : kecepatan relatif benda pertama terhadap
Besaran biasa disebut sebagai panjang gelombang benda kedua (m/s)
𝑚𝑐
Compton. 𝑣1 : kecepatan relatif benda pertama terhadap
c. Cahaya sebagai Gelombang pengamat (m/s)
𝑣12 : kecepatan relatif benda kedua terhadap
Suatu benda yang memiliki sifat gelombang pasti
pengamat (m/s)
memiliki nilai panjang gelombang tertentu.
𝑐 : kecepatan cahaya (3 × 108 m/s)
1. Panjang gelombang de Broglie Perlu diperhatikan bahwa kecepatan adalah besaran
Jika suatu benda bergerak dengan kecepatan 𝑣 maka vektor maka arah juga menentukan tanda negatif dan
benda tersebut akan memiliki panjang gelombang de positif. Agar mudah diingat, arah kanan adalah positif
Broglie yang dirumuskan dengan: dan arah kiri adalah negatif.
b. Relativitas Panjang (Kontraksi Lorentz) Fisika Atom
Jika benda bergerak dengan kecepatan 𝑣 mendekati
a. Teori Atom
kecepatan cahaya maka benda akan tampak lebih
Demokritus seorang filsuf Yunani (460-370 SM)
pendek jika dilihat oleh pengamat yang diam menurut
mengatakan bahwa jika suatu benda dibelah terus
persamaan:
menerus maka akan didapatkan atom, yaitu bagian
𝑣2 terkecil dari suatu benda yang tidak dapat dibagi lagi.
𝐿 = 𝐿0 . 𝛾 dengan 𝛾 = √1 −
𝑐2 1. Teori Atom Dalton
Keterangan: Pada abad 18, John Dalton menyampaikan konsep
𝐿 : panjang benda ketika bergerak (m) dasar teori atomnya, yaitu:
𝐿0 : panjang benda ketika diam (m) • Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur dan
𝑣 : kecepatan benda (m/s) tidak dapat dibagi lagi.
c. Relativitas Waktu (Dilatasi Waktu) • Atom-atom suatu unsur semuanya serupa dan
tidak dapat berubah menjadi atom unsur lain.
Persamaan relativitas waktu adalah:
• Dua atom atau lebih dari unsur berlainan dapat
∆𝑡
∆𝑡′ = membentuk suatu molekul.
𝛾
• Pada suatu reaksi kimia, atom-atom berpisah,
Keterangan: kemudian bergabung dengan unsur lain yang
∆𝑡′ : waktu yang dihitung oleh pengamat yang berbeda, tetapi massa keseluruhannya tetap.
bergerak terhadap kejadian • Pada rekasi kimia, atom-atom bergabung
∆𝑡 : waktu yang dihitung oleh pengamat yang diam menurut perbandingan tertentu yang sederhana.
terhadap kejadian
2. Teori Atom Thomson
d. Relativitas Massa Thomson mengemukakan ide tentang atom, yaitu
Pada saat benda bergerak dengan kecepatan 𝑣, atom dianggap sebuah bola yang bermuatan positif
massa benda akan bertambah besar menurut dan elektron-elektron (muatan negatif) tersebar
persamaan: merata di permukaannya (mirip roti kismis).
𝑚0
𝑚= 3. Teori Atom Rutherford
𝛾
Model atom Rutherford mengatakan bahwa:
Keterangan:
• Semua muatan positif dan sebagian besar massa
𝑚 : massa benda ketika bergerak atom terkumpul di pusat atom yang disebut inti
𝑚0 : massa benda ketika diam atom.
e. Relativitas Energi • Inti atom dikelilingi oleh elektron pada jarak yang
Energi diam: sangat jauh pada lintasan tertentu, mirip lintasan
planet mengelilingi matahari.
𝐸0 = 𝑚0 𝑐 2
4. Teori Atom Bohr
Energi total:
Teori atom Bohr antara lain:
𝐸 = 𝑚𝑐 2
• Elektron tidak dapat mengelilingi inti atom
Energi kinetik: dengan sembarang lintasan, tetapi dengan
𝐸𝑘 = 𝐸 − 𝐸0 lintasan tertentu.
Jari-jari lintasan orbit elektron pada atom
Keterangan: hidrogen dirumuskan:
𝐸0 : energi benda ketika diam (J)
𝑟𝑛 = 0,53. 𝑛2 Å
𝑚0 : massa benda ketika diam
𝑐 : kecepatan cahaya (3 × 108 m/s) Keterangan:
𝑟𝑛 : jari-jari lintasan elektron pada kulit ke-𝑛
𝑛 : nomor kulit (1, 2, 3, …)
• Elektron dapat pindah dari satu lintasan orbit ke Fisika Inti
lintasan orbit lainnya dengan cara melepaskan
a. Penulisan Nuklida
atau menerima energi.
Energi elektron pada kulit 𝑛 dirumuskan: Nuklida atau inti atom terdiri atas dua partikel
13,6 subatomik, yaitu: neuton dan proton.
𝐸𝑛 = − 𝑒𝑉
𝑛2 Penulisan nuklida adalah:
𝐴
Jika elektron berpindah dari kulit satu ke kulit 𝑍X atau 𝑍X 𝐴
lainnya maka selisih energinya adalah:
Keterangan:
1 1
∆𝐸 = ( 2 − 2 ) . 13,6 𝑒𝑉 𝑋 : nuklida atau inti atom
𝑛2 𝑛1
𝐴 : nomor massa atom/nukleon (jumlah proton +
Keterangan: jumlah neutron)
𝐸𝑛 : energi elektron pada kulit ke-𝑛 (eV) 𝑍 : nomor atom (jumlah proton)
𝑛 : nomor kulit (1, 2, 3, …)
b. Defek Massa (∆𝒎)
∆𝐸 : selisih energi
Defek massa adalah selisih dari jumlah massa
b. Spektrum Atom Hidrogen
penyusun inti dengan massa inti yang sebenarnya.
Dari hasil penelitian pada tabung lucutan gas, jika Persamaannya adalah:
elektron berpindah dari kulit luar ke kulit dalam maka
∆𝑚 = 𝑍. 𝑚𝑝 + (𝐴 − 𝑍)𝑚𝑛 − 𝑚𝑖𝑛𝑡𝑖
akan memancarkan spektrum garis/diskontinu.
Spektrum ini memiliki panjang gelombang yang Keterangan:
dirumuskan dengan: 𝑚𝑝 : massa proton (sma)
1 1 1 𝑚𝑛 : massa netron (sma)
= ( 2 − 2) . 𝑅 𝑚𝑖𝑛 : massa inti yang sebenarnya (sma)
𝜆 𝑛1 𝑛2
Keterangan: c. Energi Ikat Inti
𝜆 : panjang gelombang spektrum hidrogen (m) Energi ikat inti adalah energi yang mengikat proton
𝑛 : nomor kulit (bilangan kuantum utama) dan neutron di dalam inti atom.
𝑅 : konstanta Rydberg (1,097 × 107 m-1) Persamaannya adalah:
Terdapat lima deret spektrum hidrogen, yaitu: 𝐸 = ∆𝑚 × 931 MeV
1. Deret Lyman (daerah ultraviolet), terjadi jika
elektron pindah dari 𝑛2 = 2, 3, 4, … ke 𝑛1 = 1. d. Peluruhan Unsur Radioaktif
2. Deret Balmer (daerah cahaya tampak), terjadi jika Unsur-unsur yang inti atomnya tidak stabil akan
elektron pindah dari 𝑛2 = 3, 4, 5, … ke 𝑛1 = 2. meluruh menjadi unsur yang lebih stabil. Akibat
3. Deret Paschen (daerah inframerah), terjadi jika peluruhan tersebut maka sebagian dari massa unsur
elektron pindah dari 𝑛2 = 4, 5, 6, … ke 𝑛1 = 3. mula-mula akan berkurang.
4. Deret Bracket (daerah inframerah), terjadi jika 1 𝑛 1 𝑛 𝑡
elektron pindah dari 𝑛2 = 5, 6, 7, … ke 𝑛1 = 4. 𝑁 = 𝑁0 ( ) atau 𝐴 = 𝐴0 ( ) dengan 𝑛 =
2 2 𝑇1
5. Deret Pfund (daerah inframerah), terjadi jika 2

elektron pindah dari 𝑛2 = 6, 7, 8, … ke 𝑛1 = 5. Keterangan:


c. Energi Ionisasi 𝑁 : jumlah nukleon/massa yang tersisa
𝑁0 : jumlah nukleon/massa mula-mula
Energi ionisasi adalah energi yang diperlukan untuk
𝑡 : waktu peluruhan
melepas elektron keluar dari atom. Rumusnya adalah:
𝑇1 : waktu paruh
13,6. 𝑍 2 2
𝐸𝑛 = − 𝑒𝑉 𝐴 : laju radiasi setelah meluruh
𝑛2
Keterangan: 𝐴0 : laju radiasi mula-mula
𝐸𝑛 : energi ionisasi (eV)
𝑛 : bilangan kuantum utama (1, 2, 3, …)
𝑍 : nomor atom

Anda mungkin juga menyukai